BAB I PENDAHULUAN. hingga kepastian-ketidakpastian yang direalisasikan dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. hingga kepastian-ketidakpastian yang direalisasikan dalam"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa menjadi alat bagi manusia salah satunya untuk menunjukkan sikap dan penilaian terhadap kebenaran suatu peristiwa, baik secara lisan maupun tertulis. Tingkat kebenaran peristiwa tersebut dapat berupa kemungkinanketidakmungkinan hingga kepastian-ketidakpastian yang direalisasikan dalam proposisi. Di dalam ilmu bahasa, sikap dan penilaian terhadap tingkat kebenaran ini direalisasikan dengan menggunakan modalitas epistemik. Menurut Warnsby (2006: 15), modalitas epistemik merupakan modalitas yang mengekspresikan penilaian dan sikap pembicara terhadap tingkatan kebenaran proposisi. Dengan kata lain, modalitas epistemik menunjukkan seberapa jauh pembicara mengetahui proposisi tersebut benar atau tidak. Sebagai salah satu media komunikasi, laporan berita di dalam surat kabar sarat akan penggunaan modalitas epistemik. Hal ini dikarenakan dalam penulisan berita terdapat dua pihak penting yang terlibat yakni wartawan (redaksi surat kabar) dan narasumber dimana keduanya menyatakan sikap dan penilaian terhadap berita tersebut. Wartawan sebagai bagian dari pihak surat kabar tentu memiliki andil dalam memberikan arah pada suatu berita mengingat setiap surat kabar memiliki sudut pandang yang berbeda-beda dalam melaporkan berita. Sementara itu, narasumber juga berperan sentral dalam penulisan berita karena darinya lah informasi diperoleh. Namun demikian, tidak semua kalimat berita yang dituliskan mengandung modalitas epistemik. Perbedaan ujaran yang 1

2 2 mengandung modalitas epistemik dan yang tidak mengandung modalitas epistemik terletak pada ada atau tidaknya sikap dan penilaian pembicara terhadap kebenaran proposisi yang diujarkan seperti pada data berikut ini. (1) He is a foreign citizen. (TJP: ) Dia adalah seorang Warga Negara Asing. (TJP: ) (1a) He may be a foreign citizen. Dia mungkin seorang Warga Negara Asing. (1b) He must be a foreign citizen. Dia pasti seorang Warga Negara Asing. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa ujaran (1) tidak mengandung modalitas apapun, tetapi hanya kalimat faktual atau deklaratif saja. Namun jika pembicara memberikan pemikiran atau menyikapi ujaran tersebut dengan meragukan, misalnya, dengan menambahkan modal may seperti pada (1a) atau meyakini dengan menggunakan modal must seperti pada (1b), maka ujaran tersebut mengandung modalitas epistemik. Berdasarkan pemaparan tersebut, tampak pula perbedaan antara ujaran (1) dan (1a) serta (1b) dimana pada ujaran (1) tidak ditemukan adanya perangkat leksikal yang berfungsi untuk menunjukkan sikap dan penilaian pembicara terhadap kebenaran ujaran yang ia tuturkan. Hal ini berbeda dengan ujaran (1a) dan (1b) yang menggunakan perangkat leksikal berupa modal auxiliary verbs yaitu may dan must. Pembahasan mengenai modalitas epistemik tidak dapat dipisahkan dari tipe modalitas yang lain. Palmer (1990: 36) setidaknya mengelompokkan modalitas menjadi tiga tipe utama yakni modalitas epistemik, modalitas deontik, dan

3 3 modalitas dinamik dengan menggunakan istilah milik Von Wright. Jika modalitas epistemik mengekspresikan pendapat pembicara tentang kebenaran suatu proposisi (Schmied, 2006: 6), modalitas deontik lebih berhubungan dengan sikap mewajibkan, mengizinkan, menawarkan, meminta, dan memerintah. Sementara itu, modalitas dinamik mengekspresikan kemampuan atau kemauan pembicara. Penelitian ini fokus membahas modalitas epistemik bahasa Inggris dalam kalimat berita pada rubrik headlines The Jakarta Post (TJP). Pemilihan pembahasan mengenai modalitas epistemik dibandingkan tipe modalitas yang lain pada rubrik headlines TJP disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, modalitas epistemik merupakan modalitas yang berkaitan dengan subjektivitas penutur (Palmer, 1990: 7 dan 10) sehingga sesuai untuk mengetahui sikap dan penilaian penutur terhadap tingkat kebenaran proposisi dalam berita. Kedua, modalitas epistemik merupakan modalitas yang paling jelas perbedaan penggunaannya dibandingkan tipe modalitas yang lain (Palmer, 1990: 50). Ketiga, modalitas epistemik merupakan satu-satunya modalitas yang tingkat kebenaran proposisinya dapat dilihat, diamati, dinilai, dan diukur (Perkins dalam Eryon, 2011: 2). Keempat, modalitas epistemik merupakan tipe modalitas yang dapat direalisasikan dengan berbagai pemarkah baik auxiliary verbs, modal leksikal hingga bentuk hedging. Pembahasan modalitas epistemik pada rubrik headlines TJP juga dilandasi beberapa pertimbangan. Pertama, rubrik headlines mencerminkan ideologi suatu surat kabar yang membedakan surat kabar yang satu dengan lainnya. Kedua, rubrik headlines memuat berita-berita faktual yang sedang hangat dibicarakan

4 4 dalam berbagi topik berita. Ketiga, rubrik headlines merupakan rubrik utama di dalam suatu surat kabar yang mendapatkan perhatian terbanyak baik dari pihak surat kabar maupun pembaca. Keempat, laporan berita di dalam rubrik headlines mengandung pernyataan baik dari redaksi surat kabar maupun narasumber sehingga memungkinkan untuk mengetahui penggunaan modalitas epistemik kedua penutur. Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut, pemilihan pembahasan modalitas epistemik pada rubrik headlines TJP memungkinkan peneliti mengetahui penggunaan modalitas epistemik dalam kalimat berita secara menyeluruh. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ujaran yang mengandung modalitas epistemik direalisasikan dengan berbagai pemarkah. Namun demikian, pada dasarnya pengungkap modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris dibagai menjadi dua kategori utama yaitu kata kerja bantu modal atau dikenal dengan auxiliary verbs (AV) dan bentuk modal leksikal lain yang meliputi leksikal verba, nomina, ajektiva, dan adverbia. Pengungkap modalitas ini oleh Alwi (1992: 96) disebut dengan pengungkap intraklausal dan ekstraklausal. Modal AV yang digunakan sebagai pengungkap modalitas epistemik mencakup modal can, may, must, will, dan shall sebagai modal primer dan could, might, ought to, would, dan should sebagai modal sekunder (Perkins, 1982: 248) yang secara epistemik termasuk modal tentatif (Quirk et.al, 1985: 227 dan 233). Sementara itu, bentuk modal leksikal untuk verba antara lain believe, seem, dan ensure, untuk nomina seperti certainty, possibility, dan likelihood (Halliday, 1970: 331), untuk ajektiva

5 5 misalnya sure, possible dan visible, sedangkan untuk adverbia antara lain definitely, certainly dan perhaps. Penggunaan berbagai pengungkap modalitas epistemik di atas mampu menunjukkan sikap dan penilaian pembicara terhadap kebenaran proposisi pada kalimat berita. Sikap dan penilaian tersebut bervariasi mulai dari tingkat kemungkinan hingga kepastian. Data berikut ini menunjukkan tingkatan sikap dan penilaian pembicara terhadap kebenaran proposisi. (2) Supported by civilians, the TNI will be powerful, feared and appreciated in the international community, Jokowi said. (TJP: ) Didukung oleh masyarakat, TNI akan menjadi kuat, ditakuti dan dihargai di kalangan internasional, tutur Jokowi. (TJP: ) (2a) Supported by civilians, the TNI must be powerful, feared and appreciated in the international community, Jokowi said. Didukung oleh masyarakat, TNI pasti menjadi kuat, ditakuti dan dihargai di kalangan internasional, tutur Jokowi. Jika dibandingkan, data (2) dan (2a) memperlihatkan perbedaan kadar keyakinan pembicara atas proposisi yang diutarakan. Pada data (2) dengan menggunakan modal will, terlihat bahwa pembicara tidak terlalu yakin atas apa yang diungkapkan karena proposisi tersebut hanya menunjukkan kemungkinan yang akan dilakukan di masa mendatang. Sementara itu, penggunaan modal must pada proposisi (2a) memperlihatkan pembicara menunjukkan sikap dan pemikiran yang lebih yakin terhadap proposisi tersebut. Dengan kata lain, penggunaan modal AV will menunjukkan tingkat kepastian yang cukup tinggi namun tidak setinggi modal must yang jelas lebih menunjukkan suatu kepastian pembicara dalam menuturkan proposisi tersebut.

6 6 Hal serupa juga terjadi apabila bentuk modal pengungkap modalitas epistemik yang digunakan berbeda seperti berikut ini. (2b) Supported by civilians, the TNI is absolutely being powerful, feared and appreciated in the international community, Jokowi said. Didukung oleh masyarakat, TNI pasti menjadi kuat, ditakuti dan dihargai di kalangan internasional, tutur Jokowi. (2c) Supported by civilians, the TNI is possible to be powerful, feared and appreciated in the international community, Jokowi said. Didukung oleh masyarakat, TNI mungkin menjadi kuat, ditakuti dan dihargai di kalangan internasional, tutur Jokowi. Berdasarkan data (2b) di atas, tampak bahwa pembicara memiliki keyakinan tinggi terhadap kebenaran proposisi dengan adanya modal leksikal adverbia absolutely. Sementara itu, pembicara menunjukkan sikap yang kurang yakin pada proposisi (2c) dengan menggunakan modal leksikal ajektiva possible. Keyakinan atau kekurangyakinan pembicara sesungguhnya tidak ditentukan dari kategori modal apa yang dipilih untuk digunakan. Pada data tersebut, misalnya, data (2a) yang menggunakan kategori modal AV tidak bisa serta merta dianggap menunjukkan keyakinan yang lebih kuat dibandingkan data (2b) dengan modal leksikal adverbia atau sebaliknya. Tingkat keyakinan pembicara yang diungkapkan melalui modal lebih dipengaruhi oleh fungsi modal yang dipilih untuk menyatakan proposisi tersebut apakah untuk menyatakan keteramalan, kemungkinan, kepastian atau yang lainnya. Fungsi modal ini akan dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya. Di dalam penelitian ini, penulis memberikan fokus utama untuk menyoroti pengungkap modalitas epistemik pada surat kabar Indonesia berbahasa Inggris, The Jakarta Post edisi 1-10 Oktober Data di dalam penelitian ini berupa

7 7 data kalimat berita di dalam rubrik headlines TJP edisi 1-10 Oktober 2015 yang mengandung modalitas epistemik ditandai dengan penggunaan modal auxiliary verbs dan modal leksikal adverbia. Penanda modalitas epistemik yang dibahas di dalam penelitian ini dibatasi hanya penanda modalitas epistemik kategori auxiliary verb (AV) dan modal leksikal adverbia (LA) karena dua jenis modal ini memiliki frekuensi penggunaan terbanyak di dalam sumber data. Sementara itu, pemilihan sumber data berupa surat kabar TJP dikarenakan surat kabar ini merupakan surat kabar berbahasa Inggris tertua di Indonesia (Suryakusuma, 2010). Oleh karena itu, surat kabar ini paling banyak diakses di Indonesia baik oleh masyarakat umum maupun institusi pendidikan sehingga dipandang memiliki kredibilitas yang baik serta bermanfaat. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya mengenai modalitas bahasa Inggris dimana penelitian ini fokus membahas penggunaan modalitas epistemik bahasa Inggris pada ragam bahasa berita. Bahasan di dalam penelitian ini meliputi bentuk, frekuensi, makna, penggunaan, serta alasan penggunaan pengungkap modalitas epistemik tertentu di dalam kalimat berita pada rubrik headlines surat kabar TJP. Penelitian ini juga membatasi hanya meneliti modalitas epistemik di dalam rubrik headlines TJP dan tidak melibatkan unsur keyakinan pembaca terhadap tulisan tersebut. Hal ini mengingat keyakinan pembaca dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang lain seperti pengetahuan pembaca tentang berita tersebut maupun ideologi pribadi pembaca.

8 8 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana bentuk, frekuensi dan makna pengungkap modalitas epistemik bahasa Inggris pada rubrik headlines The Jakarta Post? 2. Bagaimana penggunaan modalitas epistemik bahasa Inggris berdasarkan jenis penutur pada rubrik headlines The Jakarta Post? 3. Mengapa digunakan beragam pengungkap modalitas epistemik dalam menulis berita? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian di dalam penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan bentuk, frekuensi dan makna pengungkap modalitas epistemik bahasa Inggris pada rubrik headlines The Jakarta Post. 2. Mendeskripsikan penggunaan modalitas epistemik bahasa Inggris berdasarkan jenis penutur pada rubrik headlines The Jakarta Post. 3. Menjelaskan alasan penggunaan beragam pengungkap modalitas epistemik dalam menulis berita. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini membahas pengungkap modalitas epistemik bahasa Inggris yang tercermin di dalam surat kabar TJP. Dengan adanya penelitian ini akan dapat diketahui bentuk, frekuensi, makna dan penggunaan dari masing-masing

9 9 pengungkap modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris. Selain itu, akan diketahui pula faktor yang mempengaruhi adanya beragam penggunaan pengungkap modalitas epistemik bahasa Inggris di dalam rubrik headlines TJP. Penelitian ini menarik karena melibatkan media massa berbahasa Inggris sebagai sumber data dimana media massa merupakan sumber informasi yang sering diakses masyarakat. Dengan melihat bentuk, frekuensi, makna, fungsi dan alasan pemakaian beragam pengungkap modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris, penelitian ini memberikan manfaat teoretis maupun praktis. Penelitian ini memberikan manfaat teoretis untuk menambah wawasan pengetahuan maupun teori mengenai pengungkap modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris khususnya yang seringkali digunakan di dalam surat kabar. Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini adalah bagi pembaca surat kabar TJP khususnya, serta pembaca surat kabar berbahasa Inggris pada umumnya, untuk lebih mengetahui pemakaian dan perbedaan fungsi dari masing-masing pengungkap modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris sehingga dapat menggunakannya dengan tepat. Penelitian ini juga bermanfaat bagi pembelajar bahasa Inggris maupun institusi-institusi pendidikan di Indonesia yang seringkali menggunakan surat kabar berbahasa Inggris sebagai media pembelajaran. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Permasalahan di dalam penelitian ini dibatasi hanya mengenai modalitas epistemik yang terdapat di dalam rubrik headlines surat kabar The Jakarta Post edisi 1-10 Oktober Penelitian ini fokus untuk mengetahui penggunaan

10 10 modalitas epistemik di dalam rubrik headlines TJP yang meliputi bentuk, frekuensi, makna, penggunaan dan faktor yang mempengaruhi penggunaan penanda modalitas epistemik tertentu di dalam rubrik headlines TJP. Penggunaan modalitas epistemik yang dianalisis di dalam penelitian ini juga mempertimbangkan jenis penutur (redaksi surat kabar dan narasumber) serta jenis berita yang ada di dalam rubrik headlines TJP selama periode tersebut. Selain itu, penelitian ini hanya meneliti pengungkap modalitas epistemik berbentuk AV dan bentuk modal LA. Oleh karena itu, bentuk pengungkap modalitas epistemik yang lain seperti modal leksikal verba, nomina, ajektiva, modus, kala, quasi modal (need, have got to, have to) dan hedging tidak dibahas di dalam penelitian ini. 1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai modalitas telah dilakukan di dalam berbagai bahasa. Di dalam bahasa Indonesia, penelitian mengenai modalitas telah dilakukan oleh Hasan Alwi (1990) dalam bentuk disertasi yang kemudian dibukukan pada tahun 1992 dengan judul Modalitas dalam Bahasa Indonesia. Di dalam penelitian tersebut Alwi menjelaskan tipe-tipe modalitas di dalam bahasa Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa terdapat empat macam modalitas di dalam bahasa Indonesia yaitu modalitas intensional, epistemik, deontik, dan dinamik. Sementara itu, penelitian mengenai modalitas di dalam bahasa Inggris juga telah lama dilakukan oleh Frank Robert Palmer (1990) di dalam bukunya yang berjudul Modality and the English Modals. Di dalam buku tersebut, Palmer menjabarkan tipe-tipe modalitas utama, yakni epistemik, deontik, dan dinamik. Selain itu, Palmer juga menganalisis bentuk modal bahasa Inggris yang berpedoman pada

11 11 kata kerja bantul modal (auxiliary verbs) sebagai pengungkap modalitas yang ia jabarkan berdasarkan tipe modalitasnya. Selain dua penelitian di atas, ada pula penelitian yang membandingkan modalitas bahasa Inggris dan bahasa Kroasia dengan judul Use of Epistemic Modality by Non-Native Speakers of English oleh Stela Letica (2009). Di dalam penelitiannya, Letica ingin mengetahui persamaan dan perbedaan bentuk, frekuensi kemunculan, serta hubungan kemampuan berbahasa L1 dan L2 dari respondennya terhadap produktivitas penggunaan pengungkap modalitas epistemik di dalam dua bahasa tersebut. Penelitian lain mengenai modalitas juga telah dilakukan oleh Teguh Dwi Cahyadi (2014) di dalam tesisnya yang berjudul Kata Kerja Bantu Modal sebagai Pengungkap Modalitas Bahasa Inggris dan Padanannya dalam Bahasa Indonesia. Di dalam penelitiannya, Cahyadi menganalisis pengungkap modalitas (epistemik, deontik, dan dinamik) yang berupa kata kerja bantu (auxiliary verbs) dalam bahasa Inggris yang dipadankan dengan bentuk pengungkap modalitas di dalam bahasa Indonesia. Penelitian lain yang juga membandingkan modalitas bahasa Inggris dan bahasa Indonesia telah dilakukan oleh Eryon (2011). Di dalam penelitiannya dalam bentuk jurnal dengan judul Satu Tinjauan Diskripsi tentang Modalitas Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia, Eryon membahas perbandingan semua tipe serta pemarkah modalitas epistemik, deontik, dan dinamik antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Di dalam penelitian tersebut, juga dibahas mengenai semua pemarkah modalitas epistemik, deontik, dan dinamik baik yang berupa kata kerja

12 12 bantu maupun bentuk pemarkah lain yang terdapat di dalam modalitas kedua bahasa tersebut. Eryon menyimpulkan bahwa modalitas terdapat di setiap bahasa. Sementara itu, penelitian yang berkaitan dengan modalitas epistemik telah dilakukan oleh Victoria L. Rubbin (2010) dalam bentuk jurnal yang berjudul Epistemic Modality: from Uncertainty to Certainty in the Context of Information Seeking as Interactions with Texts. Di dalam penelitian tersebut, Rubbin menganalisis keberadaan penungkap modalitas epistemik di dalam teks surat kabar New York Times. Namun ia hanya fokus untuk membandingkan secara kuantitatif jumlah penanda kepastian di rubrik berita dan non-berita di surat kabar tersebut karena penelitian tersebut pada dasarnya merupakan penelitian mengenai information seeking (kegiatan untuk mencari informasi melalui media elektronik) yang digabungkan dengan kajian linguistik. Kesimpulan akhir dari penelitian tersebut berupa data jumlah (statistik) pengungkap modalitas epistemik yang lebih banyak ditemukan di rubrik berita. Penelitian lain yang berkaitan dengan pengungkap modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris juga dilakukan oleh Anna Papafragou (2005) yang juga dalam bentuk jurnal dengan judul Epistemic Modality and Truth Conditions. Di dalam penelitian tersebut, Papafragou ingin membuktikan bahwasanya terdapat kaitan antara modalitas epistemik dengan kondisi yang sebenarnya yang selama ini disanggah oleh beberapa ahli linguistik. Papafragou tidak hanya meneliti modalitas epistemik yang berhubungan dengan penanda kepastian, tetapi modalitas epistemik secara umum dan menghubungkannya dengan kondisi sebenarnya dari proposisi tersebut.

13 13 Dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengungkap modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia, dapat disimpulkan bahwa penelitian-penelitian modalitas secara umum maupun mengenai modalitas epistemik telah banyak dilakukan. Namun demikian, belum ada penelitian yang membahas mengenai makna dan penggunaan pemarkah modalitas epistemik di dalam ragam bahasa berita. Selain itu, belum dijelaskan mengenai alasan penggunaan beragam pengungkap modalitas epistemik di dalam kalimat berita. Oleh karena itu, penelitian ini menawarkan kajian yang baru dan perlu untuk dilakukan. 1.7 Landasan Teori Penelitian ini membahas mengenai pengungkap modalitas epistemik dalam bahasa Inggris yang terdapat pada surat kabar TJP khususnya rubrik headlines. Terdapat beberapa teori yang digunakan di dalam penelitian ini yang berpayung pada teori modalitas. Pertama, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai konsep modalitas dan modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris. Selanjutnya akan dibahas mengenai pengungkap modalitas epistemik yang digunakan di dalam bahasa Inggris. Selain itu, akan disajikan pula pembahasan mengenai bahasa berita di dalam surat kabar dimana bahasa berita menjadi objek dari penelitian ini. Terakhir, akan dipaparkan mengenai informasi sumber data Modalitas Modalitas merupakan bagian penting dalam berbahasa. Menurut Soenarjo (1989: 1), modalitas dianggap penting karena dipakai untuk menyatakan

14 14 bagaimana cara pembicara menanggapi suatu tindakan, keadaan atau kejadian yang sedang dihadapinya. Pembahasan mengenai modalitas pertama kali digagas oleh Aristoteles yang kala itu menggunakan sudut pandang yang didasari oleh logika modal (modal logic). Aristoteles menyebutkan keperluan (necessity), kemungkinan (possibility), dan ketidakmungkinan (impossibility) sebagai permasalahan modalitas yang oleh para ahli akhirnya dianggap sebagai masalah utama (Alwi, 1992: 1). Modalitas termasuk ke dalam kategori fitur semantik-gramatikal (Palmer, 1990: 1) yang menurut Lyon s (melalui Palmer, 1990: 2) berhubungan dengan sikap dan penilaian seseorang. Disebut dengan fitur semantik-gramatikal, karena modalitas dapat diungkapkan dengan keduanya. Apabila modalitas diungkapkan secara gramatikal maka akan menggunakan modus (mood) sebagai pengungkapnya, sedangkan jika diungkapkan dengan semantik saja maka akan menggunakan pengungkap modalitas dalam bentuk kata, frasa, atau klausa (Soenarjo, 1989: iv). Menurut Soenarjo (1989: 1), bahasa Inggris menggunakan keduanya untuk mengungkapkan modalitas. Lebih lanjut dijelaskan, pengungkapan leksikal menggunakan bentuk kata, frase, dan klausa, sedangkan pengungkapan gramatikal ditunjukkan dengan menggunakan modus kalimat (subjunctive, imperative, indicative, dan lainnya). Di dalam modalitas, terdapat setidaknya tiga tipe modalitas utama, yakni modalitas epistemik, modalitas deontik, dan modalitas dinamik. Palmer (1990: 63) menyatakan bahwa modalitas epistemik lebih berkaitan dengan proposisi (pikiran) daripada perbuatan. Sementara itu, modalitas deontik berkebalikan dari modalitas

15 15 epistemik karena modalitas deontik lebih bersifat performatif seperti mengizinkan, mewajibkan, melarang, mengancam, dan berjanji (Palmer, 1990: 82). Sedangkan modalitas dinamik menurut Palmer (1990: 49) berkaitan dengan kemampuan dan kemauan pembicara terhadap subjek kalimat daripada pendapat (epistemik) dan sikap (deontik) pembicara itu sendiri. Dari ketiga tipe modalitas ini, modalitas epistemik yang menjadi fokus penelitian ini Modalitas Epistemik dan Penanda Modalitas Epistemik Istilah epistemik (epistemic) berasal dari kata episteme (bahasa Yunani) yang berarti pengetahuan yang oleh Perkins disimpulkan bahwa yang dipersoalkan di dalam modalitas epistemik ialah sikap pembicara yang didasari oleh keyakinan atau kekurangyakinannya terhadap kebenaran proposisi (Alwi, 1992: 89). Kebenaran proposisi yang dimaksudkan adalah penilaian pembicara terhadap ujaran yang dia katakan, apakah dia meragukannya atau meyakininya. Hal ini berkaitan dengan seberapa jauh pengetahuan pembicara terhadap proposisi yang dia katakan sehingga mempengaruhi tingkat keyakinannya (kepastiannya) terhadap proposisi tersebut. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa modalitas epistemik berkaitan dengan pendapat atau pikiran pembicara terhadap kebenaran proposisi daripada perbuatan. Lyons (melalui Palmer, 1990: 48) menyatakan bahwa modalitas epistemik berhubungan dengan masalah pengetahuan dan kepercayaan (keyakinan). Oleh karenanya, pembahasan mengenai modalitas epistemik berkaitan dengan seberapa yakin seorang pembicara terhadap proposisi yang dia utarakan. Dikatakan oleh Warnsby (2006: 15) bahwa modalitas epistemik

16 16 mengindikasikan tingkat komitmen seorang pembicara terhadap kebenaran proposisi yang dapat berupa kepastian hingga ketidakpastian. Hal ini sejalan dengan penelitian ini yang akan membahas pengungkap modalitas epistemik untuk mengetahui kepastian pembicara terhadap kebenaran proposisi. Tingkat komitmen atau penilaian seorang pembicara terhadap tingkat kebenaran (kepastian dan ketidakpastian) proposisinya memang tidak dapat dipisahkan dari subjektivitas pembicara. Menurut Wiebe (melalui Liddy et. al, 2006: 8), ketidakpastian dan kepastian adalah jenis spekulasi dari subjektivitas. Hal ini karena memang pembicara yang mengetahui latar belakang dari apa yang ia bicarakan sehingga penilaiannya pun tidak bisa dihindarkan dari subjektivitas dirinya. Namun demikian, subjektivitas tidaklah selamanya buruk. Terlebih jika memang dari unsur subjektivitas itu justru membantu mengetahui alasan mengapa pembicara yakin atau kurang yakin terhadap proposisinya. Di dalam bahasa Inggris, terdapat banyak cara untuk mengungkapkan modalitas epistemik dengan menggunakan berbagai jenis sistem modal. Namun sebelum itu, perlu dibedakan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan modalitas (epistemik) dan modal. Menurut Coates (melalui Cahyadi, 2014: 21), modal merupakan alat pengungkap modalitas (epistemik). Sehingga, modal dapat mengekspresikan semua makna yang terkandung di dalam modalitas (epistemik). Palmer (1986: 51) menyebutkan bahwa, the term epistemic should apply not simply to modal system that basically involve the notion of possibility and necessity, but to any modal system that indicates the degree of commitment by the speaker to what he says. istilah epistemik seharusnya tidak hanya diperuntukkan bagi sistem modal yang berkaitan dengan kemungkinan dan kepastian, tetapi untuk sistem modal

17 17 apapun yang mengindikasikan tingkat komitmen pembicara terhadap ada yang dikatakannya. Oleh karena itu, yang dimaksudkan dengan modal pengungkap modalitas epistemik tidak hanya modal yang berkaitan langsung dengan kemungkinan (may) dan kepastian (must), namun termasuk juga jenis modal lain yang menunjukkan tingkat penilaian pembicara terhadap apa yang dituturkannya Modal Auxiliary Verbs Pada dasarnya, pengungkap modalitas epistemik diwakili oleh dua modal utama yakni must dan may dimana modal must menyatakan makna necessity keperluan atau kepastian dan modal may menyatakan makna possibility kemungkinan (Palmer, 1990: 50). Namun demikian, terdapat pula modal can yang juga mengungkapkan makna epistemik kemungkinan yang serupa dengan may. Sementara itu, modal will menunjukkan makna epistemik probability kemungkinan kuat atau keteramalan begitu pula modal shall yang dalam bahasa Inggris modern sudah jarang ditemukan penggunaannya (Quirk et.al, 1985: 229). Terdapat lima bentuk modal AV yang merupakan pemarkah modalitas epistemik di dalam bahasa Inggris yaitu can, may, must, will, dan shall. Selain itu, terdapat pula bentuk tentatif dari modal-modal AV tersebut yaitu could, might, ought to, would, dan should. Di dalam bagian ini akan diuraikan satu per satu mengenai makna dari masing-masing modal AV tersebut dalam mengungkapkan modalitas epistemik.

18 Can/Could Menurut Leech dan Svartvik (melalui Gustova, 2011: 8), makna epistemik dari can menyatakan kemungkinan pikiran (teoretikal), seperti yang pada ujaran The railways can be improved. Ujaran ini menurut Leech dan Svartvik dimaknai bahwa secara teori railways (rel kereta api) memang memungkinkan untuk diperbaiki (improvable) karena alasan misalnya belum sempurna. Selain itu, can juga seringkali diparafrasekan dengan menggunakan It is possible yang diikuti klausa infinitif (Quirk et.al, 1985: 222) yang jika diterapkan pada ujaran di atas menjadi It is possible for the railway to be improved. Quirk et. al (1985: 221) juga menyebutkan bahwa can juga dijumpai dalam bentuk kalimat negatif dan pertanyaan, misalnya Can she be at school? (Is it possible for her to be at school?). Namun demikian, Palmer (1986: 103) menyebutkan bahwa hanya modal can dalam bentuk negatif yang benar-benar dapat mewakili makna kemungkinan modalitas epistemik. Di dalam bentuk negatif cannot atau can t menyatakan makna ketidakmungkinan (impossibility) yang berlawanan dengan makna epistemik must, seperti He must have been at home yang berlawanan dengan He can t have been at home (Leech dan Svartvik dalam Gustova, 2011: 8). Sementara itu, could menyatakan makna epistemik kemungkinan yang tentatif (mungkin tetapi belum pasti) atau dengan kata lain makna epistemik could lebih rendah dibandingkan can.

19 May/Might Makna epistemik may menurut Leech dan Svartvik (melalui Gustova, 2011: 9) dapat dibandingkan dengan can dimana may menyatakan makna kemungkinan fakta (faktual). Jika menggunakan contoh sebelumnya The railways may be improved maka makna epistemiknya yaitu memang faktanya sudah ada rencana perbaikan rel kereta api, sehingga mungkin sekali untuk memperbaiki rel kereta api. Makna epistemik faktual (may) ini lebih kuat dibandingkan makna epistemik pikiran (can) (Leech dan Svartvik dalam Gustova, 2011: 9). Penggunaan may seringkali diparafrasekan dengan It is possible that atau dengan adverbia possibly, probably (Quirk et.al, 1985: 223). Dalam bentuk negatif, may not mempertahankan makna epistemiknya (Gustova, 2011: 9). Sehingga kalimat She may not be at school dapat diparafrasekan menjadi It is possible that she is not at school. Selain itu, may hanya bisa digunakan dalam bentuk kalimat deklaratif saja. Sementara itu, might bermakna epistemik kemungkinan tentatif yakni lebih rendah dari may dan dapat digunakan dalam bentuk kalimat tanya Must/Ought to/should Penggunaan must di dalam makna epistemik mengandung pikiran pembicara bahwa suatu proposisi yang diungkapkan itu benar dimana pembicara menyimpulkan dari apa yang telah diketahui (Quirk et.al, 1985: 225). Hal ini dapat terlihat pada pembicara yang menyatakan ujaran misalnya Joana must have much money dimana pembicara telah melakukan observasi atau mengetahui bahwa Joana baru saja membeli mobil mewah, baru pulang dari jalan-jalan ke luar

20 20 negeri, dan sebagainya hingga muncul lah kesimpulan berupa ujaran tersebut. Makna epistemik must dapat menyatakan makna epistemik kepastian (necessity). Penggunaan must seringkali diparafrasekan dengan It is necessarily the case that, It is highly probable that, atau It is essential for (Quirk et.al, 1985: 225). Lebih lanjut dijelaskan bahwa must tidak dapat digunakan dalam bentuk negatif maupun kalimat tanya dalam mengungkapkan makna epistemik. Sementara itu, ought to sebagai modal marjinal memiliki makna epistemik yang berhubungan dengan makna epistemik must dimana penggunaannya lebih jarang dijumpai dibanding sinonimnya should (Gustova, 2011: 11). Sementara itu, should menyatakan kemungkinan (probability) yang merupakan bentuk ekuivalen must dengan makna yang lebih rendah (Leech dan Svartvik dalam Gustova, 2011: 10). Should mengadung makna kemungkinan tentatif dimana pembicara tidak tahu apakah pernyataannya benar tetapi secara tentatif menganggapnya benar berdasarkan apapun yang ia ketahui (Quirk et.al, 1985: 227). Sebagai contoh misalnya ujaran Robin should be at home yang dapat diparafrasekan menjadi Robin should be at home, but I am not certain. Bentuk negatif dari should adalah shouldn t dan penggunaan should jarang dijumpai dalam bentuk kalimat tanya Will/Would Makna epistemik will menyatakan kemungkinan kuat (probability) yang mengandung makna keteramalan (present predictive) berdasarkan waktu dan situasi (Gustova, 2011: 10). Misalnya ujaran That will be the postman dikatakan setelah pembicara mendengar suara bel (Quirk et.al, 1985: 228). Ujaran ini

21 21 dikatakan berdasarkan waktu dan situasi yang memungkinkan seorang tukang pos datang ke rumah (pada jam-jam tertentu, pembicara memang tahu bahwa ia akan menerima surat atau paket, dan sebagainya). Penggunaan will umumnya diparafrasekan dengan It is very likely that (Quirk et.al, 1985: 228). Sementara itu, makna epistemik would lebih rendah dari will dan dapat dijumpai dalam bentuk past tense Shall Penggunaan shall jarang dijumpai di dalam bahasa Inggris modern khususnya American English. Penggunaan modal ini di dalam modalitas epistemik tidak memiliki kaitan dengan modal should karena makna dari keduanya berbeda. Hanya terdapat satu makna epistemik dari modal shall yang merupakan bentuk formal dari will dimana digunakan hanya dengan subjek persona pertama (Quirk et.al, 1985: 230) Modal Leksikal Selain modal AV, terdapat jenis modal leksikal yang lain yang digunakan untuk mengungkapkan modalitas epistemik yakni modal verba leksikal, nomina, ajektiva, dan adverbia. Modal-modal tersebut dianggap sebagai modal pengungkap modalitas epistemik karena modal-modal tersebut mampu menunjukkan makna epistemik dari proposisi yang mengandung modal tersebut. Alwi (1992: 100) menyebut modal leksikal ini sebagai pengungkap ekstraklausal dimana perilaku sintaksisnya lebih bebas daripada pengungkap intraklausal (modal AV).

22 22 Modal leksikal verba (LV) merupakan verba yang berfungsi sebagai pengungkap modalitas epistemik. Liddy et. al (2006: 5) menyebutkan bahwa modal LV seringkali berbentuk reporting verb yang antara lain adalah verba claim, report, dan promise. Sementara itu, Warnsby (2006: 23) menyebutkan bahwa verba think dan believe juga termasuk ke dalam kategori modal LV. Disamping itu, masih banyak modal leksikal verba yang lain seperti seem, ensure, look, guarantee, dan sebagainya. Verba-verba tersebut mengindikasikan modalitas epistemik yang terkandung di dalam proposisi. Modal-modal ini juga seringkali digunakan di dalam hedging. Berikut ini merupakan contoh dimana modal verba leksikal dapat mensubstitusi modal AV. The Smiths must have a lot of money. (Quirk et.al, 1985: 224) Keluarga Smiths pasti memiliki banyak uang. It is believed that The Smiths have a lot of money. (parafrase) (Hal ini) diyakini bahwa keluarga Smiths memiliki banyak uang. Kalimat di atas mengandung modalitas epistemik kepastian dimana modal AV must digunakan sebagai pengungkap modalitas. Modal LV believe digunakan untuk memarafrase kalimat tersebut namun makna yang diungkapkan tetap sama. Hal tersebut juga terlihat di dalam kalimat berikut ini dimana modal LV seem dan look memiliki makna yang ekuivalen dengan may sebagai modal pengungkap modalitas epistemik. He may be there. (Palmer, 1990: 61) Dia mungkin di sana.

23 23 It seems that he is there. (parafrase) Sepertinya dia di sana. It looks (like) that he is there. (parafrase) Kelihatannya dia di sana. Modal leksikal nomina (LN) juga dapat digunakan untuk menyatakan modalitas epistemik. Modal LN tersebut diantaranya adalah certainty, possibility, chance, presumption, dan likelihood (Halliday, 1970: 331). Modal LN dianggap sebagai pengungkap modalitas epistemik karena memiliki makna yang ekuivalen dengan modal AV ketika digunakan di dalam kalimat seperti berikut ini. (3) we could face demotion. (TJP: ) kami mungkin menghadapi penurunan pangkat. (TJP: ) (3a) It is a probability that we face demotion. (parafrase) Terdapat kemungkinan kami menghadapi penurunan pangkat. (3b) There is a possibility that we face demotion. (parafrase) Terdapat kemungkinan kami menghadapi penurunan pangkat. (3c) There is a likelihood that we face demotion. (parafrase) Terdapat kemungkinan kami menghadapi penurunan pangkat. Dari contoh data di atas dapat dipahami bahwa modal could yang memiliki makna epistemik kemungkinan dapat disubstitusi menggunakan modal LN diantaranya probability, possibility, dan likelihood melalui parafrase kalimat. Modalitas epistemik bahasa Inggris juga dapat dinyatakan dengan menggunakan modal leksikal ajektiva (LAj) dimana modal ini sama seperti modal

24 24 LV dan LN sebelumnya yang memiliki ekuivalensi makna dengan kata kerja bantu modal. Terdapat banyak modal LAj yang digunakan sebagai pengungkap modalitas epistemik seperti possible, certain, sure, doubt, absolut dan lainnya. Berikut ini akan disertakan contoh kalimat parafrase modal AV dengan modal LAj yang dituliskan oleh Quirk et.al (1985: ). Even expert drivers can make mistakes. Pengemudi handal sekalipun mungkin membuat kesalahan. It is possible for even expert drivers to make mistakes. (parafrase) (Hal ini) mungkin untuk pengemudi handal sekalipun membuat kesalahan. Pada contoh kalimat tersebut, can yang sebelumnya disebutkan mengandung makna kemungkinan (possibility) dapat disubstitusi dengan modal LAj possible. Terakhir, yang dapat menjadi pengungkap modalitas epistemik adalah modal leksikal adverbia (LA). Jika dibandingkan dengan modal LAj, modal LA memiliki ragam yang lebih banyak. Fintel dan Gillies (2006: 3) mendaftar sebagian kecil dari modal LA pengungkap modalitas epistemik antara lain possibly, probably, certainly, apparently, supposedly, dan allegedly. Selain itu terdapat modal LA yang lain seperti perhaps, undoubtedly, inevitably, surely, definitely, dan sebagainya. Modal LA juga dapat memiliki makna yang sebanding dengan kata kerja bantu sehingga berfungsi sebagai modal pengungkap modalitas epistemik, seperti pada kalimat yang dicontohkan Quirk et.al (1985: 223) berikut ini. You may be right. Kamu mungkin benar.

25 25 Perhaps, you are right. (parafrase) Mungkin kamu benar. Probably, you are right. (parafrase) Mungkin kamu benar. Dari parafrase kalimat di atas, jelas terlihat bahwa perhaps dan probably memiliki fungsi yang serupa dengan modal may. Sehingga, modal-modal adverbia ini digunakan sebagai pengungkap modalitas epistemik Ukuran Tingkat Keepistemikan Modalitas epistemik merupakan tipe modalitas yang dapat diukur tingkat keepistemikannya mulai dari tingkat terendah berupa makna kemungkinan, keteramalan dan tertinggi adalah kepastian. Namun demikian, ukuran ini tidak dapat dijumpai dalam ketidakpastian (kemungkinan) absolut (0%) atau kepastian absolut (100%). Hal ini tentu saja karena sikap dan pikiran pembicara tetap berkaitan dengan waktu dan situasi yang dapat berubah kapanpun. Dalam mengukur tingkat keepistemikan pengungkap modal, penelitian ini menggunakan tabel keepistemikan yang disadur dari penelitian Gustova (2011: 16) dimana tabel ini sesuai pula dengan makna epistemik dari modal AV dan LA yang telah dipaparkan sebelumnya.

26 26 Tabel 1. Skala Keepistemikan Modal AV dan LA Bahasa Berita pada Rubrik Headlines Berita terbagi menjadi dua jenis yang dikenal dengan hardnews dan softnews. Hardnews meliputi berita-berita yang serius dan terikat dengan keaktualan waktu. Berita dalam kelompok hardnews akan valid jika disiarkan dalam jangka waktu jam (Pinanda, 2012). Hardnews mencakup berita-berita yang berdasarkan fakta aktual yang menyoroti tentang politik, ekonomi, perang, bencana, kecelakaan, ilmu pengetahuan, teknologi, hukum, kriminal, demostrasi, dan lainlain (Abudira, tanpa tahun). Sementara itu, softnews meliputi berita-berita yang tidak terikat oleh waktu, dapat diberitakan kapanpun dan tidak mempengaruhi bobot berita tersebut. Softnews dikemas dengan lebih santai di dalam tema-tema seperti masyarakat, tempat-tempat, hal-hal yang berhubungan dengan pembaca

27 27 (surat kabar) atau pemirsa (TV dan radio), permasalahan komunitas, dan sebagainya (Abudira, tanpa tahun). Jika ditinjau dari jenis beritanya, rubrik headlines termasuk ke dalam jenis hardnews. Secara umum, headlines adalah judul singkat di atas laporan berita (Swan, 2005: 240). Namun, di dalam penelitian ini penggunaan istilah headlines sekaligus mengacu pada berita di dalam headlines. Sebagai rubrik yang dimuat di halaman muka surat kabar, rubrik headlines seringkali dianggap sebagai wajah berita pada hari tersebut sehingga mendapatkan perhatian yang paling besar yang menuntut perlakuan khusus dalam penulisannya. Pada dasarnya, bahasa jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita (Pinanda: 2012). Bahasa berita memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan ragam bahasa yang lain bahkan bahasa berita di dalam satu rubrik dapat pula berbeda dari rubrik yang lain. Pemilihan penggunaan aturan-aturan tersebut dapat berbeda-beda tergantung jenis beritanya BBC (2003). Secara singkat, bahasa berita memiliki dua ciri utama, yaitu komunikatif dan spesifik (Pinanda, 2012). Komunikatif berarti langsung ke pokok masalah (tidak bertele-tele), bermakna tunggal, tidak konotatif, tidak berbunga-bunga, dan tanpa basa-basi. Spesifik artinya mempunyai gaya penulisan tersendiri, yakni kalimatnya pendek-pendek, kata-katanya jelas, dan mudah dimengerti orang awam Berita di dalam Rubrik Headlines The Jakarta Post Surat kabar atau harian The Jakarta Post adalah surat kabar berbahasa Inggris yang ada di Indonesia yang pertama kali beredar pada 25 April Surat kabar

28 28 ini menyajikan berita nasional maupun internasional dengan beberapa rubrik hardnews seperti rubrik headlines, editorial, national, archipelago, opinion, city, world, city, business, ASEAN, international, management, dan science. Sementara itu, rubrik softnews di dalam surat kabar ini antara lain features, entertainment guide, dan sports. Rubrik headlines di dalam TJP dimuat pada halaman 1 sampai 3. Terdapat 3 bentuk berita pada rubrik tersebut yakni laporan berita, pandangan pakar (INSIGHT) serta wawancara. Pada bentuk laporan berita, penulisan berita seperti laporan berita pada umumnya yang melibatkan pendapat narasumber dan redaksi surat kabar begitu pula pada bentuk laporan wawancara. Hanya saja, pada laporan wawancara, format berita tersebut semuanya ditulis dalam kalimat langsung. Sedangkan pada bentuk INSIGHT, laporan berita ini berupa ulasan mendalam mengenai isu yang sedang hangat pada saat itu. Penulis pada bingkai INSIGHT ini merupakan pakar di dalam bidang tersebut yang dimungkinkan pula seorang wartawan senior. 1.8 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan tiga rangkaian metode yakni metode pengumpulan data, analisis data dan penyajian hasil analisis data. Ketiga rangkaian metode tersebut dijelaskan berikut ini Metode Pengumpulan Data Pada tahap pengumpulan data, penulis menggunakan metode simak dan diwujudkan dengan teknik sadap. Menurut Mahsun (2005: 92) teknik sadap dapat

29 29 digunakan tidak hanya pada data lisan, namun juga data tertulis. Penulis menyimak penggunaan bahasa berita di dalam rubrik headlines TJP edisi 1-10 Oktober 2015 dengan mengumpulkan semua data berupa kalimat berita yang mengandung pengungkap modalitas epistemik bahasa Inggris. Data yang dikumpulkan adalah data kalimat yang mengandung pengungkap modalitas epistemik baik dalam bentuk modal AV maupun modal LA. Selanjutnya penulis menerapkan teknik catat untuk mencatat hasil pencarian kalimat-kalimat yang mengandung pengungkap modalitas epistemik dari rubrik headlines surat kabar TJP. Selain menggunakan surat kabar TJP, penulis juga menggunakan kamus Cambridge (2008) yang berupa software komputer, kamus Oxford (1995) dan kamus Collins Online Dictionary (2011) untuk melakukan konfirmasi mengenai bentuk dan makna leksikal pengungkap modalitas epistemik sehingga diperoleh hasil pengumpulan data yang akurat Metode Analisis Data Analisis data pada tahap pertama di dalam penelitian ini meliputi analisis bentuk, frekuensi dan makna pengungkap modalitas epistemik bahasa Inggris di dalam rubrik headlines surat kabar TJP. Pertama, penulis menganalisis bentuk pengungkap modalitas epistemik yang terdapat di dalam data kalimat-kalimat berita yang telah dihimpun. Penulis mengelompokkan bentuk pengungkap modalitas epistemik tersebut ke dalam tiga ketegori utama yakni modal AV, modal LA dan kombinasi modal. Bentuk modal AV juga dibedakan antara bentuk positif (deklaratif), negatif dan interogatif. Pada kategori kombinasi modal dibagi lagi menjadi kategori kombinasi modal AV-LA. Setelah bentuk-bentuk

30 30 pengungkap modalitas epistemik dikelompokkan, selanjutnya dihitung frekuensi kemunculan dari masing-masing kategori tersebut pada rubrik headlines TJP. Kemudian, berdasarkan analisis tersebut, dianalisis makna epistemik dari masingmasing pengungkap modalitas epistemik tersebut dengan mengkonfirmasi pada teori modalitas Palmer (1990) dan Quirk et.al (1985) serta mengkonfirmasi makna leksikalnya ke dalam kamus. Pada bagian kedua, penulis menganalisis penggunaan penanda modalitas epistemik dalam rubrik headlines TJP berdasarkan jenis penutur. Jenis penutur dibagi ke dalam kategori redaksi surat kabar (wartawan) dan narasumber. Setelah dibagi ke dalam kategori tersebut, selanjutnya penulis menganalisis kalimat berita berpenanda modalitas epistemik tersebut menurut penggunaan modal epistemik pada masing-masing kategori. Tahap ketiga, penulis menganalisis alasan atau faktor yang mempengaruhi penggunaan beragam penanda modalitas epistemik ditinjau dari jenis penutur. Berdasarkan kategori tersebut, diamati terlebih dahulu penggunaan modal AV, LA dan kombinasi modal keduanya pada masing-masing kategori berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya. Kemudian dari gambaran tersebut, dianalisis faktor-faktor penyebab beragamnya penggunaan modal epistemik baik dari segi bentuk maupun frekuensinya pada masing-masing kategori Metode Penyajian Hasil Analisis Data Data disajikan dengan menggunakan metode formal dan informal. Metode formal yaitu metode penyajian data dengan menggunakan tanda dan lambanglambang, sementara metode informal menggunakan kata-kata biasa dalam

31 31 penyajiannya (Sudaryanto: 1993: 145). Tanda atau lambang yang digunakan di dalam penelitian ini terkait dengan huruf sebagai singkatan nama kategori (AV untuk auxiliary verbs, LA untuk leksikal adverbia dan lainnya). Selain itu, penyajian menggunakan tabel, grafik dan diagram juga digunakan di dalam penelitian ini. Sementara itu, metode informal digunakan untuk mendeskripsikan data dengan kata-kata biasa. 1.9 Sistematika Penyajian Penelitian ini terbagi menjadi lima bab. Bab pertama berupa pendahuluan yang mencakup latar belakang disusunnya penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian serta sistematika penyajian. Permasalahan mengenai bentuk, frekuensi dan makna penanda modalitas epistemik bahasa Inggris diuraikan di dalam bab dua. Sementara itu, bab tiga memaparkan penggunaan modalitas epistemik pada rubrik headlines TJP berdasarkan jenis penutur. Pada bab empat dijelaskan alasan atau faktor yang mempengaruhi penggunaan beragam pengungkap modalitas epistemik dalam berita yang terdapat pada rubrik headlines TJP. Penelitian ini diakhiri dengan bab lima yang berupa kesimpulan dan saran.

BAB V PENUTUP. sistem modalitas Bahasa Inggris. Modalitas merupakan sistem semantis di mana

BAB V PENUTUP. sistem modalitas Bahasa Inggris. Modalitas merupakan sistem semantis di mana BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kata kerja bantu modal atau modal memiliki fungsi sebagai pengungkap sistem modalitas Bahasa Inggris. Modalitas merupakan sistem semantis di mana pembicara menyatakan sikapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik melalui lisan maupun tulisan. Salah satu bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. Pertama, klasifikasi proposisi menurut hal yang menyungguhkan atau mengingkari kemungkinan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu berinteraksi dengan orang lain

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu berinteraksi dengan orang lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia selalu berinteraksi dengan orang lain menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Artinya, pemakaian bahasa hampir selalu merupakan

Lebih terperinci

TEMA C-LINGUISTIK C25

TEMA C-LINGUISTIK C25 206 207 208 209 Modalitas Bahasa Arab dalam Wacana Ekonomi Tb. Chaeru Nugraha, M.Hum Prodi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Bandung. Jl.Raya Bandung-Sumedang KM 21 Email : tubaguschaeru@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampak dalam harian-harian dan majalah-majalah. Dengan fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. tampak dalam harian-harian dan majalah-majalah. Dengan fungsi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa sebagaimana tampak dalam harian-harian dan majalah-majalah. Dengan fungsi yang demikian itu bahasa tersebut haruslah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hidup bermasyarakat merupakan salah satu sifat manusia. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hidup bermasyarakat merupakan salah satu sifat manusia. Manusia tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup bermasyarakat merupakan salah satu sifat manusia. Manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam menjalin interaksi dengan orang lain, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkomunikasi merupakan suatu kegiatan yang mempergunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

Lebih terperinci

SATU TINJAUAN DISKRIPSI TENTANG MODALITAS BAHASA INGGRIS DAN BAHASA INDONESIA

SATU TINJAUAN DISKRIPSI TENTANG MODALITAS BAHASA INGGRIS DAN BAHASA INDONESIA SATU TINJAUAN DISKRIPSI TENTANG MODALITAS BAHASA INGGRIS DAN BAHASA INDONESIA Eryon Foreign Language School of Yunisla, Bandar Lampung 35142 Indonesia Abstrak Modalitas adalah sikap pembicara atas keterlibatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maka dari itu, diperlukan pengetahuan mengenai tata bahasa. Pengetahuan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Maka dari itu, diperlukan pengetahuan mengenai tata bahasa. Pengetahuan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang berperan penting bagi kehidupan manusia, karena bahasa merupakan suatu sistem yang dapat menghubungkan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan manusia lainnya. Di dalam interaksi tersebut, terjadi adanya proses komunikasi dan penyampaian pesan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Esai merupakan karya tulis yang dibuat berdasarkan gagasan atau ide penulis.

BAB I PENDAHULUAN. Esai merupakan karya tulis yang dibuat berdasarkan gagasan atau ide penulis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Esai merupakan karya tulis yang dibuat berdasarkan gagasan atau ide penulis. Menulis esai dalam bahasa Inggris membutuhkan kemampuan dalam memilih kata dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Bahasa juga dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi semakin pesat. Hal ini menyebabkan kemudahan pemerolehan informasi secara cepat dan efisien. Perkembangan tersebut menjangkau dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu, kajian bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Untuk menjalin hubungan dan kerja sama antar oarang lain, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu. menggunakan bahasa dalam berbagai bentuk untuk mengungkapkan ide,

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu. menggunakan bahasa dalam berbagai bentuk untuk mengungkapkan ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu ciri yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Salah satu fungsi bahasa bagi manusia adalah sebagai sarana komunikasi. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan sangat pesat. Beragam surat kabar terbit sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan sangat pesat. Beragam surat kabar terbit sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berakhirnya pemerintahan orde baru, industri pers di Indonesia mengalami perkembangan sangat pesat. Beragam surat kabar terbit sebagai implementasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi, baik bertindak sebagai komunikator

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi, baik bertindak sebagai komunikator BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat sebagai sarana komunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas tertentu selalu terlibat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari dua makna. Sebagian besar orang salah mengartikan apa yang

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari dua makna. Sebagian besar orang salah mengartikan apa yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ambiguitas merupakan hal yang bermakna dua atau mempunyai lebih dari dua makna. Sebagian besar orang salah mengartikan apa yang dibaca dan yang didengarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah aspek penting dalam interaksi manusia. Ini berarti

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah aspek penting dalam interaksi manusia. Ini berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah aspek penting dalam interaksi manusia. Ini berarti komunikasi adalah sebuah proses interaksi untuk berhubungan dari satu pihak ke pihak lainnya. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam komunikasi manusia. Melalui bahasa, manusia dapat mengungkapkan perasaan (emosi), imajinasi, ide dan keinginan yang diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi berfungsi sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain untuk mengetahui hal yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi berfungsi sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain untuk mengetahui hal yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi berfungsi sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain untuk mengetahui hal yang terjadi. Keingintahuan tersebut menyebabkan perlunya berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1993, 21). Batasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi karena bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi karena bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang dipakai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kebutuhan dan minat manusia untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris semakin tinggi karena bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang dipakai dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat vital yang dimiliki oleh manusia dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan manusia yang lain. Ia selalu berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan. Seperti yang dinyatakan (Sumarlam, 2008:1) Sarana yang

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan. Seperti yang dinyatakan (Sumarlam, 2008:1) Sarana yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia tidak dapat lepas dari bahasa, tanpa bahasa manusia tidak dapat berkomunikasi atau berhubungan dengan yang lainnya. Hal itu di sebabkan manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain. Untuk mengerti kemanusiaan orang harus mengerti nature (sifat) dari bahasa yang membuat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa maupun pembelajaran bahasa merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan bahasa memiliki peranan yang sangat penting dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ustaz Maulana pada acara Islam Itu Indah. Satu episode pada tanggal 5

BAB 1 PENDAHULUAN. ustaz Maulana pada acara Islam Itu Indah. Satu episode pada tanggal 5 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alasan peneliti memilih judul Penggunaan Campur Kode ceramah ustaz Maulana pada acara Islam Itu Indah. Satu episode pada tanggal 5 November 2013. Peneliti ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

Teori Modalitas sebagai Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia

Teori Modalitas sebagai Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia Teori Modalitas sebagai Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia Abdurahman Abstract: This article aims to explain the modalities in the Indonesian language as a material in language teaching. Modalities are

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari bahasa sebagai alat komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem lambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penulis rasakan sangat sulit untuk dipelajari adalah bagian grammar atau

BAB I PENDAHULUAN. yang penulis rasakan sangat sulit untuk dipelajari adalah bagian grammar atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai seseorang yang bukan merupakan penutur asli, penulis dapat memahami bahwa belajar bahasa Inggris bukanlah suatu hal yang mudah. Bagian yang penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

KOHESI GRAMATIKAL REFERENSI PADA RUBRIK HARIAN KRONIK SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS OKTOBER-NOVEMBER 2012 NASKAH PUBLIKASI

KOHESI GRAMATIKAL REFERENSI PADA RUBRIK HARIAN KRONIK SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS OKTOBER-NOVEMBER 2012 NASKAH PUBLIKASI KOHESI GRAMATIKAL REFERENSI PADA RUBRIK HARIAN KRONIK SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS OKTOBER-NOVEMBER 2012 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penggunaan bahasa yang menarik perhatian pembaca maupun peneliti adalah penggunaan bahasa dalam surat kabar. Kolom dan rubrik-rubrik dalam surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam bahasa Inggris terdapat kelas kata yang disebut part of speech.

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam bahasa Inggris terdapat kelas kata yang disebut part of speech. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam bahasa Inggris terdapat kelas kata yang disebut part of speech. Selain nomina, ajektiva, pronomina, verba, preposisi, konjungsi, dan interjeksi, adverbia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap hari media massa dapat memberikan aneka sajian yang dapat dinikmati para pembaca setianya. Dalam satu edisi para pembaca mendapatkan berbagai informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya maupun dengan penciptanya. Saat berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa pada masa kini telah menjadi salah satu komponen terpenting dalam kehidupan sosial manusia. Melalui media massa, masyarakat dapat mengetahui segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia perlu berinteraksi antarsesama. Untuk menjalankan komunikasi itu diperlukan bahasa karena bahasa adalah alat komunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rencana Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bukan lagi menjadi isu baru di Indonesia. Rencana tersebut sudah ada sejak tahun 2010. Dikutip dari

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan dan sebagainya melalui bahasa, sehingga bahasa merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. keinginan dan sebagainya melalui bahasa, sehingga bahasa merupakan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan komunikasi antar sesamanya. Setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam komunikasi, baik dia berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu surat kabar yang beredar di masyarakat adalah Satelit Post. Surat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu surat kabar yang beredar di masyarakat adalah Satelit Post. Surat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari bahasa karena bahasa mempunyai fungsi utama, yaitu sebagai alat komunikasi. Bahasa dimanfaatkan untuk berinteraksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penulis) maupun sebagai komunikan (mitra-bicara, penyimak, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. penulis) maupun sebagai komunikan (mitra-bicara, penyimak, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas tertentu selalu terlibat dalam komunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh masyarakat dikarenakan pada era kemajuan teknologi, masyarakat lebih cenderung memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi manusia. Manusia menggunakan bahasa sebagai media untuk mengungkapkan pikirannya, baik yang dilakukan secara lisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi dengan sesamanya memerlukan sarana untuk menyampaikan kehendaknya. Salah satu sarana komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa verbal/lisan atau berbicara. Manusia bisa berkomunikasi satu dengan lainnya dengan menggunakan bahasa

Lebih terperinci

RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA

RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA Rosmawaty Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Bahasa merupakan fenomena sosial yang terwujud dalam konteks sosial. Konteks sosial menentukan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik

BAB I PENDAHULUAN. pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak tutur atau tindak ujar (speech act) merupakan sesuatu yang bersifat pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik pragmatik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kejadian yang sedang terjadi. Penyajian berita dapat dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. atau kejadian yang sedang terjadi. Penyajian berita dapat dilakukan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita adalah sajian informasi tentang suatu kejadian yang berlangsung atau kejadian yang sedang terjadi. Penyajian berita dapat dilakukan melalui informasi berantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan ekspresi bahasa. Dengan kata lain, seseorang tidak dapat dikatakan menulis jika tidak

Lebih terperinci

HUMANIKA Vol. 23 No.1 (2016) ISSN Apa dan Mana Dalam Kalimat Deklaratif Sri Puji Astuti

HUMANIKA Vol. 23 No.1 (2016) ISSN Apa dan Mana Dalam Kalimat Deklaratif Sri Puji Astuti HUMANIKA Vol. 23 No.1 (2016) ISSN 1412-9418 APA DAN MANA DALAM KALIMAT DEKLARATIF Oleh : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro ABSTRACT Kalimat merupakan salah satu sarana untuk menyampaikan maksud

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat atau berinteraksi dengan orang lain, bahasa menjadi hal yang sangat penting. Melalui bahasa, seseorang dapat menyampaikan gagasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang sempurna. Sebagai makhluk yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan pikiran yang dimiliki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa ini harus dibinakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa di dunia mempunyai cara berbeda-beda untuk mengungkap

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa di dunia mempunyai cara berbeda-beda untuk mengungkap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa di dunia mempunyai cara berbeda-beda untuk mengungkap masalah kewaktuan. Terdapat bahasa yang mempunyai sistem yang mengungkap masalah kewaktuan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi dalam hierarki gramatikal yaitu wacana, pemahaman mengenai wacana tidak bisa ditinggalkan oleh siapa saja terutama dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupannya. membutuhkan sistem komunikasi. Adapun sistem komunikasi dimaknai sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupannya. membutuhkan sistem komunikasi. Adapun sistem komunikasi dimaknai sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupannya membutuhkan sistem komunikasi. Adapun sistem komunikasi dimaknai sebagai bahasa. Bahasa dijadikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai hal manusia melahirkan ide-ide kreatif dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai hal manusia melahirkan ide-ide kreatif dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu

BAB I PENDAHULUAN. lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari komunikasi. Komunikasi merupakan hal yang penting untuk menjalin sebuah kerjasama atau untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini merupakan sebuah studi kasus penggunaan buku ajar di SMAN I Cisauk Tangerang dalam tahun ajaran 2008 2009 pada kelas XI. Sekolah ini menggunakan dua

Lebih terperinci

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengolahan data, sampai pada tahap pengambilan kesimpulan, disesuaikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengolahan data, sampai pada tahap pengambilan kesimpulan, disesuaikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan prosedur dan langkah kerja yang digunakan dalam kegiatan penelitian mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data,

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. mengalami perkembangan seiring dengan pengguna bahasa. Bahasa merupakan alat

BAB l PENDAHULUAN. mengalami perkembangan seiring dengan pengguna bahasa. Bahasa merupakan alat BAB l PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa melakukan hubungan interaksi dengan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam melakukan interaksi tersebut manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan medium utama berupa bunyi ujaran (unsur bahasa yang hanya

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan medium utama berupa bunyi ujaran (unsur bahasa yang hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Ragam bahasa menurut sarananya lazim dibagi atas ragam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara yang dilakukan seorang peneliti untuk

BAB III METODE PENELITIAN Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara yang dilakukan seorang peneliti untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara yang dilakukan seorang peneliti untuk mengumpulkan data, menyusun, serta menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak dikenal adanya kata serapan (gairaigo). Banyaknya pemakaian

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak dikenal adanya kata serapan (gairaigo). Banyaknya pemakaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata serapan merupakan kosakata dari bahasa asing yang sudah diakulturasi ke dalam bahasa lain. Bahasa Jepang, seperti bahasa-bahasa lain di dunia, merupakan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. Chaer dan Leonie (2010:14 15) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi, bahasa berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh setiap individu dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa adalah sarana atau media yang digunakan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai 9 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Memasuki era reformasi kebebasan pers seolah-olah seperti terlepas dari belenggu yang sebelumnya mengekang arti kebebasan itu sendiri. Dengan sendirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran ilmu bahasa atau linguistik. Cakupan linguistik itu sendiri

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran ilmu bahasa atau linguistik. Cakupan linguistik itu sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan mengenai tata bahasa atau struktur bahasa sangat penting dalam pembelajaran ilmu bahasa atau linguistik. Cakupan linguistik itu sendiri dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting agar suatu maksud dari pembicara dapat sampai dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting agar suatu maksud dari pembicara dapat sampai dengan baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segala hal yang dilakukan seseorang tak terlepas dari bagaimana ia memaknai tindakannya, begitu pula dalam berkomunikasi yang menjadikan bahasa sebagai kunci pokoknya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pragmatik memiliki lima bidang kajian salah satunya deiksis. berarti penunjukan atau hal petunjuk dalam sebuah wacana atau tuturan.

BAB I PENDAHULUAN. Pragmatik memiliki lima bidang kajian salah satunya deiksis. berarti penunjukan atau hal petunjuk dalam sebuah wacana atau tuturan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pragmatik ialah ilmu bahasa yang mempelajari makna berdasarkan situasi dan tempat tuturan dilakukan. Levinson (dalam Suwandi, 2008: 64) menyatakan pragmatik adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang dipelajari banyak negara di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Seiring perkembangan zaman dan era globalisasi,

Lebih terperinci