KAWASAN INDUSTRI BATU BATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAWASAN INDUSTRI BATU BATA"

Transkripsi

1 DAMPAK SOSIO-EKONOMI dan EKOLOGI KAWASAN INDUSTRI BATU BATA (Kasus Kampung Ater dan Ciawian Desa Gorowong Kecamatan Parung Panjang Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Anggi Akhirta Muray I DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 i ABSTRACT ANGGI AKHIRTA MURAY. Socio-Economy and Ecology Impact of Brick Industrial Area (Case: Kampung Ater and Kampung Ciawian, Gorowong Village, Parung Panjang, Bogor, West Java). Supervised by ARYA HADI DHARMAWAN and RINA MARDIANA. Brick Industry activity in Gorowong village can lead into the positive impact and negative impact. For the positive impact, brick industry can improve the socioeconomic aspects and the negative impact can degrade the ecological environment around the industrial park. The purpose of this study was to see how the livelihood strategies and the structure of communities living around industrial areas as the impact of socio-economic aspects. This research method used a quantitative approach that supported a qualitative approach. Primary data was obtained through direct interviews and questionnaires, while secondary data obtained through the documentation and study of literature. The data result was processed by using cross tabulation, table frequency and also analysis description. The selection of respondents, used a cluster sampling technique by selecting two different villages namely Kampung Ater and Ciawian. The results showed that the presence of the brick industry in the village of Gorowong affect ecological and economic conditions in the region. Ecological damage was the negative impact of the brick industry, as seen from changes in air temperature which is getting hot and increasing dust in the region Gorowong. However respondents in the two village studies did not object to that condition. The existence of the brick industry in the Gorowong village also brought economic benefits in society, which affects the livelihoods of selected communities that will affect the livelihood strategies and livelihood structures made by household respondents. Based on livelihood strategies and the structure of household income of respondents in both villages could be said that economic level in Kampung Ater was higher compared to the economic level in Kampung Ciawian, because in Kampung Ater activity of brick industry seem to be more active than in Kampung Ciawian, but from the environmental conditions in Kampong Ater was worse than in Kampung Ciawian. This can be seen from the perception of respondents in response to changes in environmental quality of air, which is getting worse because a lot of dust, the air temperature Was also increasing as a result of the extensive number of land cover is diminishing. Keywords: Brick Industry, livelihood strategies, livelihood structure

3 ii RINGKASAN ANGGI AKHIRTA MURAY. Dampak Sosio-Ekonomi dan Ekologi Kawasan Industri Batu Bata (Kasus Kampung Ater dan Kampung Ciawian, Desa Gorowong, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor Jawa Barat). Di bawah Bimbingan ARYA HADI DHARMAWAN dan RINA MARDIANA. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Aktivitas industri pada pelaksanaannya, dapat menimbulkan dampak positif dan negatif pada aspek sosio-ekonomi dan ekologi masyarakat desa. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana strategi nafkah dan struktur nafkah masyarakat sekitar wilayah industri sebagai dampak dari aspek sosio-ekonomi, serta bagaimana kondisi ekologi akibat dari bertumbuhnya aktivitas industri. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung pendekatan kualitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dan studi literatur. Data yang dihasilkan menggunakan tabulasi silang dan tabel frekuensi dan dianalisis secara deskriptif. Pemilihan responden, menggunakan teknik cluster sampling dengan memilih dua kampung yang berbeda yaitu Kampung Ater dan Kampung Ciawian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan Industri Batu Bata di Desa Gorowong mempengaruhi kondisi ekologi dan ekonomi di wilayah tersebut. Akibat adanya industri batu bata yang berkembang, ternyata menimbulkan dampak negatif pada kondisi ekologinya yang terlihat dari perubahan suhu udara yang semakin panas dan debu di wilayah Gorowong yang semakin meningkat. Hal ini tentu saja mengganggu kehidupan masyarakat, walaupun demikian responden di kedua kampung penelitian tidak merasa keberatan dengan kerusakan ekologi di wilayahnya, karena industri batu bata merupakan sumber nafkah yang dipilih oleh mereka. Sementara itu, kondisi kesuburan lahan di Desa Gorowong tidak mengalami perubahan semenjak adanya industri batu bata, hal ini dikarenakan kondisi alam yang memang kurang subur bahkan sebelum industri batu bata marak di Desa Gorowong.

4 iii Adanya industri batu bata di Desa Gorowong juga membawa manfaat ekonomi pada masyarakatnya. Hal ini terlihat dari struktur nafkah masyarakat di kedua wilayah penelitian. Selain itu keberadaan industri batu bata mempengaruhi bentuk-bentuk strategi nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga responden, strategi nafkah yang terpengaruh oleh adanya industri batu bata meliputi migrasi, pola nafkah ganda, tindakan adaptif rumahtangga saat mengahadapi krisis dan alokasi waktu kerja rumahtangga. Pada umumnya pola nafkah yang diterapkan oleh masyarakat adalah pola nafkah ganda yang berasal dari industri batu bata. Sehingga strategi nafkah yang dilakukan oleh masyarakat mempengaruhi strukur nafkah rumahtangga, yang dilihat dari tingkat pendapatannya. Berdasarkan standar kemiskinan dari World Bank masyarakat di Kampung Ciawian tergolong berada dalam garis kemiskinan, sebaliknya di Kampung Ater rata-rata masyarakatnya berada diatas garis kemiskinan. Berdasarkan strategi nafkah dan struktur nafkah rumahtangga responden di kedua kampung dapat dikatakan bahwa tingkat ekonomi di Kampung Ater lebih tinggi dibandingkan dengan ekonomi di Kampung Ciawian, karena di Kampung Ater aktivitas industri batu batanya lebih tinggi dibandingkan dengan di Kampung Ciawian, tetapi Kampung Ater lebih buruk kondisi ekologinya dibandingkan dengan di Kampung Ciawian. Hal ini terlihat dari persepsi responden dalam menanggapi perubahan kualitas lingkungannya yaitu udara yang semakin buruk karena banyak debu, suhu udara yang semakin meningkat akibat dari jumlah luas tutupan lahan yang semakin berkurang.

5 i DAMPAK SOSIO-EKONOMI dan EKOLOGI KAWASAN INDUSTRI BATU BATA (Kasus Kampung Ater dan Ciawian Desa Gorowong Kecamatan Parung Panjang Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Anggi Akhirta Muray I SKRIPSI Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6 iv LEMBAR PENGESAHAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa NRP Program Studi Judul : Anggi Akhirta Muray : I : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat : Dampak Sosio-Ekonomi dan Ekologi Kawasan Industri Batu Bata (Kasus Kampung Ater dan Kampung Ciawian, Desa Gorowong, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor Jawa Barat) Dapat diterima sebagai syarat kelulusan KPM 499 pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II, Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc, Agr NIP Rina Mardiana, SP, MSi NIP Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP Tanggal Lulus Ujian:

7 v LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL DAMPAK SOSIO-EKONOMI dan EKOLOGI KAWASAN INDUSTRI BATU BATA (Kasus Kampung Ater dan Ciawian Desa Gorowong Kecamatan Parung Panjang Kabupaten Bogor, Jawa Barat) BENAR- BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI. Bogor, Juli 2011 ANGGI AKHIRTA MURAY I

8 vi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pasuruan, Jawa Timur pada tanggal 23 Mei Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Sunarbowo dan ibu Sunarti. Penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak- Kanak di TK Dharma Wanita Cerme Jawa Timur ( ), Sekolah Dasar Negeri 23 Palangkaraya ( ), kemudian pindah ke Sekolah Dasar Negeri Sukapura 3 Bandung ( ) dan menamatkan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Merauke ( ), Sekolah Menengah Pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bogor ( ), dan Sekolah Menengah Atas di Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bogor ( ). Kemudian pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Selama di IPB, penulis aktif terlibat dalam kepanitiaan beberapa acara di IPB antara lain SAVIOR (Save Our Environtment) tahun 2007 yang diadakan oleh BEM KM IPB, FOTRANUSA (Festival Olahraga Tradisional dan Budaya Nusantara) tahun 2008 dan tahun 2009 sebagai divisi acara yang diadakan oleh BEM KM IPB, kepanitiaan OMI (Olimpiade Mahasiswa IPB) tahun 2009 sebagai divisi acara yang diadakan oleh BEM KM IPB, kepanitiaan Konser Amal Kami Peduli, Kamu? yang diselenggarakan oleh HIMASIERA tahun Penulis juga pernah menjadi peserta IPB GO FIELD 2009 di Desa Binaan PT. Indocement yang diselenggarakan oleh LPPM IPB bekerjasama dengan PT. Indocement, Tbk. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti beberapa event yang diselenggarakan oleh IPB seperti seminar dan workshop JF (Jurnalistic Fair) 2007 serta memperoleh juara 3 pada perlombaan pembuatan berita pada acara yang sama.

9 vii KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-nya, skripsi yang berjudul Dampak Sosio-Ekonomi dan Ekologi Kawasan Industri Batu Bata (Kasus Kampung Ater dan Kampung Ciawian, Desa Gorowong, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor Jawa Barat) dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Secara garis besar, skripsi ini menjelaskan mengenai strategi yang diterapkan oleh masyarakat di kedua kampung di Desa Gorowong akibat adanya industri batu bata. Skripsi ini menjelaskan mengenai dampak sosio-ekonomi dan ekologi kawasan industri batu bata. Adanya industri batu bata di wilayah Desa Gorwong telah meningkatkan perekonomian masyarakatnya yang dapat dilihat dari tingkat pendapatan masyarakatnya. Namun, adanya industri batu bata juga telah meningkatkan terjadinya kerusakan ekologi di wilayah tersebut. Kerusakan ekologi tersebut dapat dilihat dari perubahan kuantitas air, peningkatan suhu udara, kebersihan udara dan kondisi lahan yang dirasakan oleh masyarakat setempat. Penulisan skripsi ini pada pelaksanaannya tidak terlepas dari adanya dukungan dan peran serta berbagai pihak. Maka dari itu, ucapan terima kasih penulis haturkan kepada para pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Besar harapan tulisan ini dapat memberikan banyak manfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya. Bogor, Juli 2011 Penulis

10 viii UCAPAN TERIMA KASIH Penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam berkat nikmat iman, rahmat, dan ridho-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga tidak lupa menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada beberapa pihak yang telah dengan sukarela dan ikhlas membantu dalam penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan MSc, Agr dan Rina Mardiana SP, MSi, selaku dosen pembimbing skripsi atas curahan perhatian dalam membimbing, mengarahkan, mendidik, memberi motivasi, serta semangat kepada penulis agar dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. 2. Keluarga tercinta, Bapak Ir. Sunarbowo dan Ibunda tersayang Ibu Sunarti yang telah memberikan kasih sayang dan do a yang tiada henti-hentinya.. Kepada kakak-kakakku Dian Vita Nugrahaeny dan Ganda Elang Permana yang juga selalu memberi, bantuan, semangat dan do a demi kelancaran studi penulis di IPB. 3. Ali Sulton, Siti Halimatussadiah, Rr. Utami Annastasia, Rizki Afianti, Diah Irma Ayuningtyas, Rani Yuliandani, sebagai teman satu bimbingan skripsi yang selalu bekerjasama dengan baik, dan selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Sahabat-sahabat di KPM 44 Rahmawati, Diah Ayu, Yuvita, Wina, Ma rifatu, Dewi vivi, Vita Desy, Yoshinta yang selalu memotivasi penulis serta memberikan candaan, nasihat, semangat dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Sahabat-sahabat B14 Dinda, Mega, Kak Rian, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 6. Sahabat-sahabat tersayang TB, Iko, Mamat, Nisa, Mei, Gina, Ani yang selalu memberikan semangat, nasihat, canda dan tawa kepada penulis, terima kasih untuk persahabatannya selama ini. 7. Dimitra, Karina, Dinda, Pia dan teman-teman KPM 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih pertemanannya selama ini. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Akhirnya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Bogor, Juli 2011 Penulis

11 ix DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Pengetian Industri dan Penggolongannya Industri Batu Bata Sumber Nafkah Strategi Nafkah Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Definisi Konseptual Definisi Operasional BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian Sumber Data dan Pengolahan Data Teknik Penentuan Responden BAB IV GAMBARAN UMUM DAN KONDISI EKOLOGI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Gambaran Industri Batu Bata Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk Gambaran Umum Kampung Ater dan Kampung Ciawian Karateristik Responden Kondisi Ekologi Kampung Ater dan Kampung Ciawian Ikhtisar.. 34

12 x 5. BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian Pengusahaan Mata Pencaharian Pertanian Migrasi Pola Nafkah Ganda Tindakan Adaptif Rumahtangga Saat Menghadapi Krisis Alokasi Waktu Kerja (Produktif dan Reproduktif) Rumahtangga Ikhtisar BAB VI STRUKTUR NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG 6.1 Struktur Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian Sumber-sumber Nafkah Tingkat Pendapatan Rumahtangga Kemampuan Menabung Rumahtangga Investasi Ikhtisar BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 74

13 xi DAFTAR TABEL Nomor Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Halaman Luas Lahan dan Persentasinya menurut Penggunaan Lahan di Desa Gorowong, Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Desa Gorowong, Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Gorowong, Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Kuantitas Air menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ater, Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Kuantitas Air menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ciawian, Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Suhu Udara menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ater, Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Suhu Udara menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ciawian, Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Debu (Kebersihan Udara) menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ater, Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Debu (Kebersihan Udara) menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ciawian, Tabel 10. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Kondisi Lahan menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ater, Tabel 11 Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Kondisi Lahan menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ciawian, Tabel 12. Kondisi Wilayah dan Karateristik Responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Desa Gorowong, Tabel 13. Jumlah Jam/Hari dan Persentase Waktu Kerja menurut Kategori Anggota Rumahtangga di Kampung Ater dan Ciawian 47 Tabel 14. Jumlah Jam/Hari dan Persentase Waktu Reproduktif menurut Kategori Anggota Rumahtangga di Kampung Ater dan Ciawian. 48 Tabel 15. Strategi Nafkah Masyarakat di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Desa Gorowong, Tabel 16. Jumlah dan Persentase Pendapatan Rumahtangga menurut Kategori Anggota Rumahtangga di Kampung Ater dan Ciawian, Tabel 17 Persentase Kepemilikan Barang Berharga di Kampung Ater dan

14 xii Tabel 18 Kampung Ciawian, Desa Gorowong 65 Struktur Nafkah Masyarakat di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Desa Gorowong,

15 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran Gambar 2. Teknik Kerangka Sampling dalam Pengambilan Responden Gambar 3. Persentase Tingkat Pendidikan Responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun Gambar 4 Persentase Responden Berdasarkan Daerah Asal Kependudukan di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun Gambar 5 Persentase Pengusahaan Mata Pencaharian Pertanian Masyarakat Kampung Ater dan Kampung Ciawian Gambar 6 Persentase Responden yang Melakukan Migrasi di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun Gambar 7 Persentase Pola Nafkah Ganda Berdasarkan Sektor Matapencaharian Responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Gambar 8 Gambar 9 Persentase Pola Nafkah Ganda berdasarkan Golongan Ekonomi Rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun Tindakan Rumahtangga Responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Saat Menghadapi Krisis Gambar 10. Persentase Sumber Pendapatan Rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun Gambar 11 Persentase Tingkat Pendapatan Rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun Gambar 12 Persentase Kemampuan Menyisihkan Pendapatan Rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun Gambar 13 Persentase Tempat Pilihan Menabung Rumahtangga Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun Gambar 14 Persentase Intensitas Menabung Rumahtangga Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun Gambar 15 Persentase Kepemilikan Lahan Responden Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun Gambar 16 Persentase Kepemilikan Lahan Menurut Golongan Ekonomi Rumahtangga Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun Gambar 17 Persentase Status Kepemilikan Rumah Responden Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun

16 xiv Gambar 18 Persentase Kepemilikan Mobil Responden di Kampung Ater dan Ciawian Gambar 19 Persentase Kepemilikan Motor Responden di Kampung Ater dan Ciawian... 67

17 xv DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Daftar Nama Responden Kampung Ater Lampiran 2. Daftar Nama Responden Kampung Ciawian Lampiran 3. Peta Desa Gorowong Lampiran 4. Dokumentasi... 78

18 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu negara berkembang selalu didasarkan pada pemanfaatan sumberdaya alam. Semakin banyak negara tersebut memiliki sumberdaya alam dan memanfaatkannya dengan seefisien mungkin, maka semakin tinggi harapan tercapainya keadaan kehidupan ekonomi yang baik untuk jangka panjang. Tujuan dilakukannya pembangunan suatu negara adalah untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kualitas hidup masyarakat berkaitan dengan kualitas lingkungan hidup, sehingga pembangunan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh negara untuk meningkatkan manfaat yang diperoleh dari sumberdaya alam. Indonesia sebagai negara sedang berkembang dalam usahanya untuk mencapai tahap masyarakat modern, terlebih dahulu harus melalui tahapan yang dianggap kritis yaitu pada tahap tinggal landas. Pada tahap tersebut sektor pertanian sebagai sektor primer mulai ditinggalkan, dan beralih menjadi sektor sekunder yaitu industri. Pemilihan sektor industri untuk meningkatkan pendapatan negara didasarkan pada dua pertimbangan, hal ini sebagaimana dikutip oleh Purwanto (2003). Pertama, pada masa itu negara-negara di seluruh dunia juga mengerjakan proyek industrialisasi di negara masing-masing karena dukungan teori-teori ekonomi yang memadai, sehingga apabila strategi industrialisasi dilaksanakan telah ada konsep yang mencukupi untuk menentukan arah pembangunan ekonomi. Kedua, sejarah negara-negara yang telah berhasil memajukan ekonominya selalu melewati tahapan industrialisasi pada proses pembangunannya. Strategi ini dianggap berhasil karena secara perlahan-lahan menggeser kegiatan ekonomi dari semula terkonsentrasi pada sektor primer (pertanian) menuju sektor sekunder (industri/jasa). Sektor sekunder dipandang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi daripada sektor primer sehingga dapat mempercepat peningkatan pendapatan masyarakat. Berdasarkan pertimbangan tersebut kegiatan industrialisasi dengan konsisten dilaksanakan di Indonesia,

19 2 melalui program-program pembangunan yang terencana berdasarkan repelita dan program pembangunan jangka panjang. Adanya kegiatan industri di wilayah pedesaan, di satu sisi memberikan dampak positif bagi pembangunan desa namun disisi lain, menimbulkan dampak negatif. Dampak positif akibat adanya industri yaitu seperti peningkatan pendapatan daerah dan membuka peluang kerja di wilayah pedesaan. Sementara itu, dampak negatif yang ditimbulkan akibat adanya industri di daerah pedesaan adalah kerusakan ekologi di wilayah tersebut. Desa Gorowong, Kecamatan Parung Panjang Kabupaten Bogor merupakan desa yang memiliki aktivitas industri batu bata cukup tinggi. Desa Gorowong ini dikenal sebagai salah satu desa pemasok batu bata ke daerah Tangerang, Jakarta dan sekitarnya. Adanya industri batu bata yang berkembang, lambat laun menyebabkan beberapa masalah dari segi ekologi seperti penurunan kualitas lingkungan hidup akibat dari adanya eksploitasi tanah sebagai bahan baku batu bata. Penurunan kualitas lingkungan hidup ini dapat dilihat dari banyaknya ceruk-ceruk di tanah akibat aktivitas penggalian tanah, berkurangnya tutupan lahan seperti pohon-pohon dan semak-semak, menurunnya kualitas udara, serta berubahnya kuantitas air tanah. Namun, manfaat yang di dapat dari adanya industri batu bata adalah meningkatnya peluang kerja terutama sektor industri batu bata di wilayah tersebut. 2.1 Masalah Penelitian Tumbuhnya industri pedesaan (batu bata) di wilayah pedesaan selalu menimbulkan dampak negatif dan positif. Dampak negatif yang ditimbulkan dari hadirnya industri batu bata terjadi terutama permasalahan pada bidang ekologi, yaitu dari segi kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun, seperti jalan yang rusak, banyaknya lubang-lubang bekas galian, berkurangnya tutupan lahan dan kualitas udara yang semakin memburuk. Dampak positif dari berkembangnya industri batu bata terlihat pada bidang sosial ekonomi yaitu semakin terbukanya peluang kerja yang lebih besar di wilayah pedesaan, baik peluang kerja lokal maupun tenaga kerja dari luar daerah.

20 3 Kehadiran industri pedesaan di wilayah Desa Gorowong, yaitu industri batu bata telah membuka kesempatan kerja baik bagi masyarakat lokal dan luar daerah. Dampak lain dari hadirnya industri batu bata di wilayah Desa Gorowong adalah timbulnya perekonomian lokal. Perekonomian lokal yang ada telah mengubah sistem penghidupan masyarakat dengan munculnya sumber nafkah baru, sehingga struktur nafkah masyarakat pun akan berubah. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah yang akan dikaji adalah: 1. Sejauh mana perkembangan industri batu bata memberi dampak terhadap sosio-ekonomi masyarakat lokal? 2. Sejauh mana perkembangan industri batu bata memberi dampak terhadap perubahan ekologi suatu kawasan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pemaparan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi sejauh mana perkembangan industri batu bata memberi dampak terhadap sosio-ekonomi masyarakat lokal. 2. Mengindentifikasi sejauh mana perkembangan industri batu bata memberi dampak terhadap perubahan ekologi di suatu kawasan. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: 1. Menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam mengkaji secara ilmiah mengenai aktifitas industri batu bata dan dampaknya pada strategi nafkah masyarakat sekitar pertambangan. 2. Menambah literatur bagi kalangan akademisi dalam mengkaji perubahan struktur nafkah di pedesaan akibat adanya aktifitas industri batu bata. 3. Acuan bagi pemerintah dan swasta dalam melakukan kebijakan industri.

21 4 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Pengertian industri dan Penggolongannya Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan. Berdasarkan kamus online Indonesia, industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Penggolongan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, dapat dibagi sebagai berikut: 1. Industri Rumahtangga adalah industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumahtangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan ringan. 2. Industri Kecil adalah industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar lima sampai 19 orang. Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relatif kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan industri pengolahan rotan. 3. Industri Sedang adalah industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri Industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja 13 orang, memiliki keterampilan tertentu dan pemimpin perusahaan memiliki kemampuan manajerial tertentu. Misalnya: industri konveksi, industri border, dan industri keramik. 4. Industri Besar adalah industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara

22 5 kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and proper test). Misalnya: industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang (Siahaan, 1996). Penggolongan industri berdasarkan lokasi, industri dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Industri Perkotaan adalah industri yang terletak dalam jarak yang dekat dengan daerah metropolitan atau kota yang besar. Adanya kepadatan penduduk yang cukup tinggi di kota metropolitan atau kota besar dapat dimanfaatkan sebagai sumber tenaga kerja bagi industri tersebut. 2. Industri Semi perkotaan adalah kawasan industri yang terletak di ibukota kabupaten (diantaranya daerah perkotaan dan kecamatan). 3. Industri Pedesaan adalah kawasan industri yang terletak di ibukota kecamatan yang penduduknya cukup besar. Penggolongan industri menurut Badan Pusat Statistik (2009) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Industri kerajinan rumahtangga mempunyai 1-4 karyawan. 2. Industri kecil mempunyai 5-19 karyawan. 3. Industri sedang mempunyai karyawan. 4. Industri besar mempunyai lebih dari 100 karyawan Industri Batu Bata Industri batu bata merupakan industri yang mengolah bahan baku tanah liat dan bahan pembantu berupa air dan pasir serta serbuk gergaji melalui proses pencampuran, pembentukan bahan, pengeringan dan pembakaran. Industri batu bata ini merupakan industri yang mengolah sumberdaya alam, dimana lokasinya berada dekat sumber bahan baku. Batu bata atau bata merah dibuat dengan bahan dasar lempung atau secara umum dikatakan sebagai tanah liat yang merupakan hasil pelapukan dari batuan keras (beku) dan merupakan batuan sedimen, Menurut Departemen Perindustrian sebagaimana dikutip oleh Yuniarti (1996), tanah liat di bagi dalam beberapa jenis berdasarkan atas tempat dan jarak pengangkutannya dari daerah asalnya, yaitu:

23 6 1. Tanah liat residual yaitu tanah liat yang terdapat pada tempat dimana tanah liat tersebut terjadi atau dengan kata lain tanah liat belum berpindah tempat sejak terbentuk. 2. Tanah illuvial yaitu tanah liat yang telah terangkat dan mengendap pada satu tempat tidak jauh dari asalnya, misalnya kaki bukit. 3. Tanah liat alluvial atau limpah sungai yaitu tanah liat yang diendapkan oleh air sungai 4. Tanah liat marina atau formasi adalah tanah liat yang terjadi dari endapan yang berada di laut. 5. Tanah liat rawa adalah tanah liat yang diendapkan di rawa-rawa dan berwarna hitam. 6. Tanah liat danau adalah tanah liat yang diendapkan di danau air tawar. Pembuatan bata di Indonesia pada umumnya menggunakan tanah liat alluvial, jarang sekali yang menggunakan tanah liat marina atau formasi. Padahal sebagian besar sawah-sawah di Indonesia terdapat endapan alluvial, sehingga kesuburan sawah-sawah pada tempat pembuatan batu bata sangat rendah. Ini berarti pembuatan batu bata atau barang lain yang terbuat dari tanah liat akan merugikan pertanian, karena pada umumnya para pengusaha industri batu bata dalam mencari dan menggunakan bahan baku tidak atau kurang memperhatikan kerugian yang timbul sebagai akibat cara pengambilan bahan baku yang tidak teratur. Misalnya kerugian bagi usaha pertanian apabila dalam pengambilan tanah liat tersebut terambil pula lapisan tanah yang mengandung zat-zat penyubur tanaman (humus) Sumber Nafkah Merujuk pada Dharmawan (2007) Livelihood system atau sistem penghidupan adalah kumpulan dari strategi nafkah yang dibentuk oleh individu, kelompok maupun masyarakat di suatu lokalitas. Perlu dicatat bahwa livelihood memiliki pengertian lebih luas daripada sekedar means of living strategy (strategi cara hidup). Pengertian livelihood strategy yang disamakan pengertiannya menjadi strategi nafkah (dalam bahasa Indonesia), sesungguhnya memiliki makna lebih besar daripada sekedar aktivitas mencari nafkah belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui

24 7 berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah bisa berarti cara bertahan hidup ataupun memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku. Konsep modal dalam sistem nafkah rumahtangga seperti yang dijelaskan Scoones (1998) digolongkan menjadi lima jenis yaitu: 1. Modal Alam (Natural Capital) merupakan modal yang berasal dari alam dan terkait dengan proses-proses alamiah, misalnya kondisi tanah, air, udara, siklus hidrologi, dan sebagainya. 2. Modal Ekonomi (Economic/Financial Capital) merupakan modal yang sangat esensial terkait dengan strategi nafkah, misalnya kepemilikan asset ekonomi seperti perlengkapan produktifitas, teknologi dan infrastruktur lainnya. 3. Modal Sumberdaya Manusia (Human Capital), terkait dengan aspek manusianya, misalnya keterampilan, pendidikan/pengetahuan, kesehatan, dan sebagainya 4. Modal Sosial (Social Capital) merupakan sumberdaya sosial yang terdiri atas jaringan, klaim sosial, hubungan sosial, keanggotaan, dan perkumpulan. 5. Modal Fisik (Physical Capital), terdiri dari peralatan, barang simpanan, cadangan makanan, ataupun perhiasan. Scoones (1998) mengemukakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi terkait dengan sumber-sumber nafkah tersebut. Ada tiga kemungkinan keragaan sumber-sumber nafkah yang ada, yaitu: 1. Sebagai suatu rangkaian (Sequence) Sebagai suatu rangkaian, akses terhadap suatu sumber nafkah menjadi jalan untuk bisa mengakses sumber nafkah yang lainnya.

25 8 2. Sebagai pengganti (Substitution) Sebagai pengganti, berarti aksesnya seseorang terhadap suatu sumber nafkah dapat menjadi pengganti dari sumber nafkah yang tidak dapat diakses. 3. Sebagai suatu kelompok (Clustering) Sebagai suatu kelompok, berarti aksesnya seseorang terhadap suatu sumber nafkah menyebabkan ia juga akses terhadap sumber nafkah yang lainnya Strategi Nafkah Strategi nafkah dalam kehidupan sehari-hari direprensentasikan oleh keterlibatan individu-individu dalam proses perjuangan untuk mendapatkan suatu jenis mata pencaharian atau bentuk pekerjaan produktif demi mempertahankan ataupun meningkatkan derajat kehidupan dalam merespons dinamika sosioekonomi, ekologi dan politik mengenai mereka (Dharmawan 2007). Beberapa strategi yang dapat diterapkan masyarakat dalam upaya untuk dapat bertahan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimilikinya menurut Scoones (1998), yaitu: 1. Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor pertanian secara lebih efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal berupa tenaga kerja atau teknologi (intensifikasi) maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi). 2. Pola nafkah ganda yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan (diversifikasi pekerjaan). 3. Rekayasa spasial merupakan usaha yang dilakukan dengan cara melakukan mobilisasi baik secara permanen maupun sirkuler. Dalam lingkup strategi nafkah keluarga, Dharmawan (2001) membagi dalam tiga tingkatan, yaitu sebagai berikut: 1. Strategi nafkah rumahtangga petani strata bawah a. Mengerjakan berbagai jenis pekerjaan (the multiple employment strategy). Strategi ini juga dikenal dengan pola nafkah ganda, juga paling sering dipakai oleh rumahtangga petani miskin untuk bisa

26 9 mempertahankan hidupnya, karena mereka hanya mempunyai tenaga, sedangkan modal dan keahlian yang dimiliki sangat terbatas. b. Penyebaran tenaga kerja rumahtangga, rumahtangga petani pedesaan umumnya mempunyai anggota keluarga yang besar, potensi tersebut dipergunakan untuk melakukan pekerjaan guna membantu ekonomi keluarga. 2. Strategi nafkah rumahtangga petani strata menengah a. Strategi persiapan pertumbuhan, pada level ini strategi nafkah yang dilakukan bukan untuk sekedar mempertahankan hidup, tetapi lebih lebih ditekankan pada bagaimana agar aset yang telah dimiliki semakin tumbuh berkembang. b. Strategi produksi rumahtangga, dengan memiliki modal dan kemampuan untuk mengelola aset tersebut, keluarga petani pada level ini bisa membuat usaha yang dikelola oleh rumahtangga. 3. Strategi nafkah rumahtangga petani strata atas Strategi nafkah pada level ini, sebenarnya lebih mengacu pada bagaimana mengembangkan asset (expensive strategy) besar yang sudah dimilikinya agar semakin bertambah. Kelompok ini paling besar mempunyai akses ke sumber-sumber produksi karena disamping memiliki modal besar, jaringan sosialnya juga luas. Menurut Crow (1989) dalam Dharmawan (2001) dalam penerapan strategi nafkah, terdapat beberapa aspek penting dari konsep strategi yang harus diperhatikan, antara lain: 1. Harus ada pilihan yang dapat seseorang pilih sebagai tindakan alternatif 2. Kemampuan melatih kekuatan. Mengikuti suatu pilihan berarti memberikan perhatian pada pilihan tersebut. Dengan demikian, memberikan perhatian pada suatu pilihan akan mengurangi perhatian pada pilihan yang lain. Dalam konteks komunitas, seseorang yang memiliki lebih banyak kontrol (asset) akan lebih memiliki kekuatan untuk memaksakan kehendaknya. Oleh karena itu, strategi nafkah dapat dipandang sebagai suatu kompetisi untuk mendapatkan aset-aset yang ingin dikuasai.

27 10 3. Dengan merencanakan strategi yang mantap, ketidakpastian (posisi) yang dihadapi seseorang dapat dieliminir 4. Strategi dibangun sebagai respon terhadap tekanan yang hebat yang menerpa seseorang 5. Harus ada sumberdaya dan pengetahuan sehingga seseorang bisa membentuk dan mengikuti berbagai strategi yang berbeda 6. Strategi biasanya merupakan keluaran dari konflik dan proses yang terjadi dalam rumah tangga. 2.2 Kerangka Pemikiran Aktivitas industri batu bata yang ada di Desa Gorowong mempengaruhi kondisi sosio-ekonomi dan ekologi wilayah Desa Gorowong. Pengaruh sosioekonomi lebih kepada pengaruh positif atau manfaat yang timbul akibat dari adanya aktivitas industri, sementara pengaruh pada ekologi adalah dampak negatif dari berkembangnya industri di wilayah Desa Gorowong. Manfaat atau dampak positif dari adanya aktivitas industri batu bata adalah timbulnya perekonomian lokal. Perekonomian lokal ini terlihat dari pilihan sumber nafkah baru bagi masyarakat, sumber nafkah yang dipilih oleh masyarakat Desa Gorowong tentu saja berorientasi pada sektor industri, sehingga strategi dan struktur nafkah akibat dari pilihan sumber nafkah juga ikut terpegaruh dari industri batu bata. Strategi nafkah yang terpengaruh dari perkembangan industri batu bata meliputi pola nafkah ganda, migrasi, alokasi waktu kerja rumahtangga serta tindakan adaptif ketika rumahtangga menghadapi krisis, sementara struktur nafkah yang ikut terpengaruh dari aktivitas industri batu bata terlihat dari tingkat pendapatan, tingkat kemampuan menabung dan investasi masyarakat. Dampak negatif pada ekologi wilayah Desa Gorowong dapat diketahui dari pendapat masyarakat mengenai kondisi lingkungannya yaitu kuantitas air, suhu udara yang semakin meningkat, kebersihan udara atau debu yang semakin banyak, dan kondisi lahan yang menjadi kritis. Semakin tinggi aktivtias industri batu bata maka tingkat perekonomian masyarakat akan meningkat namun kondisi lingkungan juga akan semakin rusak apabila tidak ditindak lanjuti.

28 11 Sumberdaya tanah (tanah liat) Industri batu bata Dampak Sosio-ekonomi Dampak ekologi Sumber nafkah Suhu udara debu Kuantitas air Kondisi lahan Strategi nafkah Struktur nafkah Migrasi Alokasi waktu kerja Pola nafkah ganda Tindakan saat terjadi krisis Tingkat pendapatan Tingkat kemampuan menabung investasi Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan : : Mempengaruhi 2.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut: 1. Semakin tinggi perkembangan industri batu bata maka dampak sosio-ekonomi akan semakin tinggi 2. Semakin tinggi perkembangan industri batu bata maka dampak kerusakan ekologi akan semakin tinggi.

29 Definisi Konseptual Penelitian ini menggunakan beberapa konsep untuk memberi batasan agar mudah dipahami. Selain itu, batasan dimaksudkan agar pembahasan penelitian ini menjadi terfokus. Adapun konsep yang dipergunakan adalah sebagai berikut: 1. Industri batu bata adalah industri yang mengolah bahan baku tanah liat dan bahan tambahan berupa air, pasir, dan serbuk gergaji melalui proses pencampuran, pembentukan bahan, pengeringan dan pembakaran. 2. Kerusakan ekologi adalah perubahan kondisi lingkungan akibat adanya aktivitas manusia yang mengeksploitasi lingkungan. 3. Struktur nafkah adalah keseluruhan gambaran tentang tingkat pendapatan, pengeluaran, investasi, kemampuan menabung, dll yang memberikan gambaran khas bagi setiap rumahtangga dalam mempertahankan kehidupan/penghidupannya. 4. Strategi nafkah adalah keterlibatan individu-individu dalam proses perjuangan untuk mendapatkan suatu jenis mata pencaharian atau bentuk pekerjaan produktif demi mempertahankan ataupun meningkatkan derajat kehidupan dalam merespon dinamika sosio-ekonomi, ekologi dan politik. 2.5 Definisi Operasional Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Pengusahaan mata pencaharian pertanian adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang di bidang pertanian. Mata pencaharian pertanian diukur dari ada tidaknya responden yang mengusahakan mata pencaharian pertanian. a. Tidak melakukan : skor 0 b. Mengusahakan : skor 1 2. Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap di suatu daerah, migrasi diukur dari ada atau tidaknya anggota rumahtangga yang keluar daerah untuk bekerja dan mendapatkan pendapatan. a. Tidak melakukan migrasi : skor 0 b. Melakukan migrasi : skor 1

30 13 3. Tindakan adaptif rumahtangga ketika menghadapi krisis adalah tindakantindakan yang dilakukan rumahtangga ketika menghadapi krisis ekonomi, dilihat dari tindakan yang dilakukan pertama kali oleh rumahtangga ketika mengalami krisis. 4. Alokasi waktu kerja rumahtangga adalah jumlah jam kerja riil yang dicurahkan oleh anggota rumahtangga dalam mencari nafkah dalam satu hari. Alokasi waktu kerja dilihat dari jumlah rata-rata jam perhari yang digunakan anggota keluarga (suami, istri, dan anggota keluarga lain) untuk bekerja. 5. Ragam sumber pendapatan/nafkah adalah salah satu upaya atau tindakan masyarakat dalam mempertahankan hidupnya dengan dua pekerjaan atau lebih baik sektor pertanian dan pertanian atau pertanian dan pertanian. Ragam sumber pendapatan/nafkah diukur dari ada tidaknya rumahtangga tersebut melakukan ragam sumber pendapatan a. Tidak melakukan : skor 0 b. Melakukan : skor 1 6. Tingkat pendapatan adalah jumlah uang yang diterima selama satu tahun dan telah dikurangi dengan biaya-biaya lainnya sebagai imbalan dari pekerjaan. Ukuran tingkat pendapatan ditentukan berdasarkan jumlah rata-rata pendapatan rumahtangga masyarakat lokal. Tingkat pendapatan dihitung menggunakan sebaran normal dengan rumus: a. Lapisan rendah = -½ standar deviasi b. Lapisan menengah = - ½ standar deviasi x + ½ standar deviasi c. Lapisan atas = +½ standar deviasi 7. Kemampuan menabung adalah kemampuan menyisihkan sebagian hasil pendapatan setelah dikurangi oleh pengeluaran. Kemampuan menabung dilihat dari: a. Tidak Menabung : skor 0 b. Menabung : skor 1 8. Investasi adalah hasil pendapatan yang dialokasikan bukan untuk ditabung dalam bentuk rupiah tetapi dialokasikan untuk kebutuhan jangka panjang. Investasi diukur dari kemampuan rumahtangga dalam memiliki, membeli atau

31 14 membayar investasi (emas, hewan ternak, tanah, pendidikan dll) dalam kurun satu tahun. a. Tidak memiliki kemampuan investasi : skor 0 b. Memiliki kemampuan investasi : skor 1 9. Kerusakan ekologi adalah perubahan pada lingkungan akibat adanya aktivitas manusia yang mengeksploitasi lingkungan. Kerusakan ekologi meliputi kuantitas air menurun, suhu udara meningkat, debu meningkat, dan kondisi lahan yang semakin kritis, yang dinilai berdasarkan pendapat/opini masyarakat dengan pengukuran sebagai berikut: a. Sangat buruk : skor -2 b. Buruk : skor -1 c. Cukup baik : skor 0 d. Baik : skor 1 e. Sangat baik : skor 2

32 15 BAB III PENDEKATAN LAPANGAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif pada penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun, 1989). Sedangkan dalam metode penelitian kualitatif menggunakan metode studi kasus, pengamatan, dan wawancara. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui struktur nafkah dan penghidupan setiap rumahtangga masyarakat Desa Gorowong yang menjadi sampel penelitian. Sedangkan metode kualitatif digunakan untuk mendukung data yang diperoleh secara kuantitatif. Pengambilan data dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, dilakukan pengambilan data melalui wawancara kuesioner kepada beberapa responden dan informan untuk melakukan tes kuesioner (uji kuesioner) sebagai preliminary research. Kemudian tahap kedua, setelah menggunakan tes kuesioner dilakukan editing kuesioner sebagai penelitian sesungguhnya yang disesuaikan dengan karakteristik masyarakat dan daerah lokasi penelitian. 3.2 Sumber Data dan Pengolahan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner yang disebarkan dan dijawab oleh responden melalui wawancara. Selain itu, digunakan pula wawancara mendalam dengan informan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur yang sumbernya berasal dari berbagai dokumen pemerintah desa, datadata dari dinas-dinas terkait, makalah ilmiah dan lain sebagainya. Data kuantitatif pada penelitian ini berupa stuktur nafkah, tindakan adapatif, dan tindakan rasional rumahtangga responden diolah secara deskriptif (statistic deskriptif). Proses pengolahan data kuantitatif ini dimulai dengan proses pemeriksaan data yang terkumpul (editing), pemberian kode pada setiap data yang terkumpul di setiap instrumen, dan pentabulasian data, baik secara tunggal

33 16 maupun secara silang dalam bentuk tabel frekuensi. Data kuantitatif ini disajikan dalam bentuk diagram dan tabel. Untuk memperlancar proses pengolahan dan analisis data digunakan Ms. Excell Kemudian data tersebut digabungkan dengan hasil wawancara mendalam dan observasi berupa kutipan untuk kemudian penarikan kesimpulan dari semua data yang telah diolah sebelumnya. 3.3 Teknik Penentuan Responden Terdapat dua subjek dalam penelitian ini, yaitu informan dan responden. Informan adalah pihak-pihak yang memberikan keterangan tentang diri sendiri, keluarga, pihak lain dan lingkungannya. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, informan kunci yang dipilih adalah tokoh masyarakat dari kedua kampung yaitu Kampung Ater dan Kampung Ciawian. Pemilihan pemerintah setempat sebagai salah satu informan kunci didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam hal ini pemerintah setempat adalah pembuat kebijakan dan memiliki andil serta tanggung jawab terhadap segala sesuatu kegiatan yang diadakan. Tokoh masyarakat dilibatkan sebagai informan kunci sebagai pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi terkait populasi yang memiliki karakteristik sesuai dengan konteks penelitian. Responden didefinisikan sebagai pihak yang memberi keterangan tentang diri dan kegiatan yang dilaksanakannya. Pemilihan responden ini didasarkan pada unit analisis penelitian, yaitu rumahtangga. Untuk melihat perubahan struktur nafkah dan strategi nafkah ditingkat rumah tangga digunakan data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner terhadap 60 responden dari dua kampung contoh yang ditentukan secara purposive, yaitu Kampung Ater sebanyak 30 responden dan Kampung Ciawian sebanyak 30 responden. Pemilihan dua kampung ini yaitu sebagai perbandingan yang didasari pada banyaknya jumlah industri batu bata dan jumlah pertanian, yaitu kampung dengan jumlah industri batu bata yang banyak serta kampung yang memiliki industri batu bata namun juga memiliki pertanian. Kedua kampung tersebut diambil masing-masing satu RT untuk menjadi sampel kedua. Responden dipilih secara acak sebanyak 30 responden untuk masing-masing RT yang dijadikan sampel penelitian, dengan lima responden cadangan. Sehingga jumlah total responden adalah sebanyak 60 rumahtangga

34 17 (sebagaimana pada lampiran 1). Secara lebih rinci teknik pengambilan sampel diilustrasikan sebagai berikut. Desa Gorowong Jumlah total Kampung : 14 Kampung Kampung dengan jumlah industi banyak Kampung Ater (RT 03/02) Penentuan secara purposif Kampung yang memiliki industri dan pertanian : Kampung Ciawian (RT 10/04) Penentuan secara purposif Jumlah KK sebanyak 84 KK Jumlah KK sebanyak 115 KK Secara acak dipilih 30 responden Secara acak dipilih 30 responden Jumlah total: 60 responden Gambar 2. Teknik Kerangka Sampling dalam Pengambilan Responden Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumahtangga. Hal ini dikarenakan rumahtangga merupakan unit terkecil dari masyarakat dalam hal pengambilan keputusan keluarga, seperti besarnya pendapatan yang diberikan anggota keluarga maupun aspek-aspek lain yang mempengaruhi keadaan sosial ekonomi.

35 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar 873,019 Ha dengan luas daratan sebesar 788,019 Ha dan tanah sawah sebesar 85 Ha. Desa Gorowong sejak tahun 1982 dikenal sebagai salah satu daerah yang memiliki industri batu bata. Sehingga di wilayah Desa Gorowong banyak ditemukan 1 lio atau industri pembuatan batu bata yang dimiliki oleh warga Desa Gorowong. Seluruh penduduk Desa Gorowong memeluk agama Islam yaitu sebesar 7330 jiwa dari total penduduk 7330 jiwa. Adapun jumlah kampung yang terdapat di Desa Gorowong adalah sebanyak 14 kampung yang tersebar di beberapa wilayah Desa Gorowong. Secara geografis Desa Gorowong dibatasi oleh beberapa wilayah bagian yaitu sebelah utara dibatasi oleh Desa Lumpang/Pingku, sebelah timur oleh desa Pingku/Dago, sebelah selatan dibatasi oleh Desa Rengasjajar/Dago, dan di sebelah barat dibatasi oleh wilayah Desa Jagabaya/Lumpang. Areal pemukiman Desa Gorowong terbagi menjadi 6 Rukun Warga (RW) dan 22 Rukun Tetangga (RT). Desa Gorowong memiliki ketinggian 8 mdpl (dari permukaan laut), dengan tinggi curah hujan 23 m 3, dan jenis daratan Desa Gorowong adalah tanah bergelombang dengan suhu udara berkisar antara o C. Mayoritas jenis tanah di Desa Gorowong mengandung tanah liat alluvial, yaitu tanah liat yang diendapkan oleh air sungai. Tanah alluvial inilah yang menjadi bahan baku dalam pembuatan batu bata. Jarak pemerintahan Desa Gorowong dengan Ibu Kota Kecamatan memiliki jarak tempuh 7 km, sementara jarak desa dengan Ibu Kota Kabupaten dapat ditempuh dengan jarak 60 km, sedangkan jarak pusat pemerintahan desa dengan Ibu Kota Negara memiliki jarak tempuh 55 km. Akses jalan menuju Desa 1 Lio merupakan bahasa lokal yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk menyebutkan batu bata

36 19 Gorowong masih tergolong sulit. Hal ini dikarenakan kondisi jalan yang rusak dan sarana transportasi seperti kendaraan umum yang memiliki jam operasi yang terbatas melintas di sekitar jalan raya menuju Desa Gorowong. Adapun kendaraan yang sering melintas setiap hari adalah kendaraan truk pengangkut batu bata. Akses menuju Desa Gorowong hanya dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan motor melalui jasa tukang ojeg dan menggunakan angkot dengan jam operasional hanya sampai pukul WIB. Tata guna lahan di Desa Gorowong sebagian besar digunakan sebagai lahan Lio atau industri batu bata dengan persentase sebesar 37,86 persen atau seluas 330 hektar. Sementara itu peruntukkan lahan lainnya digunakan sebagai lahan pemukiman dengan luas 130 hektar atau sebesar 14,89 persen, tanah kehutanan dengan luas 125 hektar atau sebesar 14,32 persen, pertanian seluas 85 hektar atau sebesar 9,74 persen. Hal tersebut sebagaimana terlihat pada Tabel. 1 di bawah ini. Tabel 1. Luas Lahan dan Persentasinya menurut Penggunaan Lahan di Desa Gorowong, No Penggunaan Lahan Luas Lahan (Hektar) Persentase (%) 1 Pemukiman ,89 2 Pertanian 85 9,74 3 Kehutanan ,32 4 Gedung Sekolah 2 0,23 5 Industri batu bata 330,52 37,86 9 Pemakaman 15 1,72 10 Perkantoran 0,5 0,06 11 Lainnya 184,99 21,07 Jumlah 873, Sumber: Data Kependudukan Kantor Desa Gorowong, 2010 Peruntukkan lahan mayoritas digunakan sebagai industri batu bata, kehutanan dan pemukiman. Peruntukkan lahan untuk pertanian terlihat cukup rendah dibandingkan dengan peruntukan lahan untuk kehutanan dan industri batu bata, hal ini dikarenakan struktur tanah di Desa Gorowong yang memang tidak cocok digunakan untuk usaha tani, sehingga peruntukan lahan pertanian di Desa Gorowong lebih kecil dibandingkan dengan industri batu bata. Perbandingan antara lahan kehutanan dengan lahan industri batu bata tidak terlihat saling

37 20 mengkonversi. Karena status kepemilikan lahan kehutanan yang bukan dimiliki oleh pribadi tetapi oleh perum perhutani Gambaran Industri Batu Bata di Desa Gorowong Pada mulanya sebelum industri batu bata ini berkembang, masyarakat di Desa Gorowong bermata pencaharian sebagai petani dan banyak pula yang melakukan migrasi keluar daerah. Alasan masyarakat melakukan migrasi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pilihan mata pencaharian yang terbatas, tingkat kesuburan tanah yang kurang sehingga hasil sawah menjadi kurang memuaskan, dan lain sebagainya. Kemudian sekitar tahun 1982 industri batu bata mulai marak berkembang di Desa Gorowong, hal ini disebabkan oleh kualitas tanah liat di Desa Gorowong cocok digunakan untuk batu bata, yaitu ketika tanah liat tersebut dicetak dan dibakar menjadi batu bata, batu bata tersebut tidak pecah. Tidak mengherankan ketika industri batu bata ini masuk ke wilayah Desa Gorowong dan mulai banyak dikembangkan oleh masyarakat, warga yang tadinya keluar daerah kembali lagi ke Desa Gorowong untuk bekerja di sektor industri batu bata ini. Hingga kini, industri batu bata di Desa Gorowong berkembang pesat dan menjadi tulang punggung perekonomian Desa Gorowong. berkat adanya Lio/industri batu bata di Desa Gorowong ini, desa menjadi maju, pendapatan daerahnya jadi meningkat dibandingkan dengan dahulu sebelum industri batu bata marak di daerah ini, selain itu dampak dari maraknya industri batu bata di daerah Gorowong, memperluas lapangan kerja di wilayah Desa, jadi banyak keuntungan yang didapat dari maraknya industri batu bata di sini (Bapak Sry, 46 tahun, Kepala Desa Gorowong). Pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Desa Gorowong, sama halnya seperti yang disampaikan oleh informan-informan lainnya, yaitu keberadaan industri batu bata di Desa Gorowong telah membawa kemajuan bagi Desa Gorowong Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk Jumlah penduduk Desa Gorowong yang berjumlah jiwa, yang terbagi dalam penduduk laki-laki dengan jumlah jiwa dan penduduk perempuan dengan jumlah jiwa. Jumlah kepala keluarga (KK) di Desa Gorowong adalah KK. Tingkat pendidikan di Desa Gorowong masih

38 21 tergolong rendah. Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat Desa Gorowong, dimana angka tidak lulus pendidikan umum sebanyak jiwa atau sebanyak 27,12 persen, kemudian tingkat lulus sekolah dasar yaitu sebanyak jiwa atau sebanyak 26,80 persen. Penduduk yang sedang menjalani sekolah dengan sebesar 20,14 persen atau sebanyak sebesar jiwa. Penduduk yang tamat SMP/sederajat sebanyak jiwa atau sebesar 15,28 persen, tamat SMA/sederajat sebanyak 737 jiwa atau sebesar 10,05 persen dan tamat perguruan tinggi/akademi sebanyak 45 jiwa atau sebesar 0,61 persen. Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Desa Gorowong, 2010 No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Sedang sekolah ,14 2 Tidak tamat sekolah ,12 3 Tamat SD/Sederajat ,80 4 Tamat SMP/Sederajat ,28 5 Tamat SMA/Sederajat ,05 6 Tamat Akademi/Perguruan Tinggi 45 0,61 Jumlah Sumber: Data Kependudukan Kantor Desa Gorowong, 2010 Rendahnya pendidikan akan mempengaruhi tingkat kesulitan akan akses untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Sehingga nantinya akan ikut mempengaruhi tingkat kesejahterahan masyarakat. Desa Gorowong memiliki mata pencaharian penduduk yang beragam, hal ini tertera pada Tabel 3 di bawah ini. Mayoritas masyarakat Desa Gorowong memiliki mata pencaharian sebagai pembuat batu bata sebanyak jiwa atau sebesar 40,50 persen, wiraswasta berjumlah jiwa atau sebesar 18,24 persen, dan petani yang berjumlah 850 jiwa dengan persentase 12,91 persen. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa mata-pencaharian di Desa Gorowong pada saat ini adalah sektor pekerjaan non-pertanian yaitu sebagai pembuatan batu bata yang merupakan sektor pekerjaan yang paling banyak ditekuni oleh masyarakat, selain

39 22 karena kondisi tanah yang tidak cocok untuk pertanian, sektor industri batu bata juga memberikan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan sektor pertanian. Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Gorowong, 2010 No Mata Pencaharian Penduduk Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Pegawai Negeri Sipil 25 0,38 2 Karyawan Swasta 400 6,08 2 Pedagang 155 2,35 3 Petani ,91 4 Buruh ,40 5 Anggota TNI 2 0,03 6 Pengemudi 452 6,87 7 Tukang Ojek 25 0,38 8 Bidan/Perawat 5 0,07 9 Paraji/Dukun Beranak 10 0,15 10 Dukun Khitan/Bengkong 3 0,04 11 Tukang Bangunan 25 0,38 12 Tukang Servis Elektronik 3 0,04 13 Tukang Servis otomotif 10 0,15 14 Wiraswasta ,24 15 Pembuat Batu Bata ,50 Jumlah Sumber: Data Kependudukan Kantor Desa Gorowong, 2010 Aktivitas industri batu bata merupakan tindakan adaptif masyarakat lokal terhadap potensi sumberdaya tanah yang memang cocok untuk industri batu bata daripada untuk kegiatan pertanian. Disini (Gorowong) sawahnya sedikit dibandingkan desa yang lain, hal ini dikarenakan tanah memiliki kandungan asam yang tinggi, dan tanahnya lebih cocok untuk dijadikan batu bata (Lio) atau bahan baku keramik dan bukan untuk pertanian. (Bapak Bnk, 56 tahun ketua kelompok tani, Desa Gorowong).

40 23 Data mata pencaharian tersebut tidak selalu menunjukkan aktivitas nafkah yang sebenarnya, karena pada kenyataannya di lapangan terdapat masyarakat yang menerapkan pola nafkah ganda seperti penerapan pola nafkah sektor pertanian atau pertanian-non pertanian serta adanya perpindahan kerja dari waktu ke waktu yang dilakukan oleh masyarakat setempat. 4.2 Gambaran Umum Kampung Ater dan Kampung Ciawian Kampung Ater dan Kampung Ciawian merupakan kampung di Desa Gorowong yang memiliki industri batu bata dan areal persawahan yang cukup banyak dibandingkan dengan kampung-kampung lainnya di Desa Gorowong. Kampung Ater dan Kampung Ciawian memiliki karakteristik yang hampir sama, yang membedakan antara dua kampung tersebut adalah banyaknya areal lahan pertanian. Di Kampung Ater, lahan pertanian cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan Kampung Ciawian, dan Kampung Ater memiliki jumlah industri batu bata yang lebih banyak dibandingkan dengan Kampung Ciawian. Jenis mata pencaharian masyarakat Kampung Ater dan Kampung Ciawian sangat beragam, diantaranya yaitu sebagai petani, buruh pembuat batu bata, sopir truk pengangkut bata/tanah, dan pedagang. Rata-rata hasil dari pertanian untuk jenis komoditas padi tidak dijual ke orang lain. Namun, hasil pertanian tersebut hanya di konsumsi oleh anggota keluarga petani itu sendiri. Hal ini dikarenakan hasil yang didapat dari penjualan padi tidak begitu memberikan pengaruh dalam pendapatan keluarga, serta banyaknya jumlah anggota dalam keluarga. Sehingga hasil dari pertanian hanya mencukupi konsumsi anggota keluarga petani saja. Namun, ada pula beberapa orang yang memiliki lahan sawah cukup luas dan hasil padi yang memuaskan yang menjual padi tersebut Karakteristik Responden Rata-rata umur responden dalam penelitian ini adalah 38 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas pendidikan responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian adalah tamat SD yaitu sebesar 66,67 persen atau sebanyak 20 responden di Kampung Ater tamat SD dan sebesar 70 persen atau sebanyak 21 responden di Kampung Ater hanya tamat SD. Hal tersebut sebagaimana terlihat pada Gambar 3 berikut.

41 24 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 6.67% 10% 66.67% 13.33% 3.33% 6.67% 70% 20% Lainnya tamat PT tamat SMA tamat SMP tamat SD tidak tamat SD kampung Ater kampung Ciawian Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 3 Persentase Tingkat Pendidikan Responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Tingkat pendidikan responden pada kedua kampung tersebut adalah tingkat pendidikan kepala rumahtangga baik Kampung Ater maupun Kampung Ciawian. Rendahnya tingkat pendidikan kepala rumahtangga sedikit mempengaruhi tingkat pendidikan anaknya. Ada beberapa anak-anak dari responden yang berusia usia sekolah lanjut yang tidak meneruskan sekolah lagi, dan memutuskan untuk bekerja hal ini dikarenakan jarak lokasi sekolah yang cukup jauh untuk mengenyam pendidikan tingkat lanjut serta kendala dalam pembiayaan sekolah, serta desakan ekonomi yang mengharuskan mereka untuk bekerja. Disini penduduknya kebanyakan hanya berpendidikan SD, karena kendala biaya yang dialami oleh rumahtangga untuk meneruskan ke tingkat SMP atau SMA, selain itu juga banyak anak-anak yang lulus SD langsung bawa mobil (menjadi supir red), untuk bantu-bantu penghasilan keluarga. (Bapak Sry, 46 tahun, Kepala Desa Gorowong). Rumahtangga Desa Gorowong berdasarkan asal kependudukannya pada penelitian ini dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu penduduk asli, penduduk pendatang, dan penduduk campuran. Penduduk asli dalam hal ini didefinisikan sebagai rumahtangga yang anggota keluarganya telah lahir dan bertempat tinggal

42 25 di daerah atau lokasi penelitian, penduduk pendatang merupakan rumahtangga dimana anggota keluarganya lahir dan berasal dari luar lokasi penelitian, sedangkan penduduk campuran adalah rumahtangga yang anggota keluarganya berasal dari penduduk asli yang menikah dengan pendatang atau orang dari luar Desa Gorowong. Asal kependudukan masyarakat Kampung Ater dan Kampung Ciawian dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini. 100% 80% 60% 40% 20% 0% 30% 0% 70% Kampung Ater 26.67% 0% 73.33% Kampung Ciawian Penduduk Asli Pendatang Penduduk Campuran Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 4 Persentase Responden Berdasarkan Daerah Asal Kependudukan di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Gambar 4 di atas menunjukkan persentase penduduk asli, penduduk pendatang dan penduduk campuran di kedua kampung, baik Kampung Ater maupun Kampung Ciawian. Penduduk pendatang kebetulan tidak ditemukan baik pada Kampung Ater dan Kampung Ciawian, hal ini tidak berarti bahwa di kedua kampung tersebut tidak terdapat penduduk pendatang, namun, penduduk Luar kampung atau luar Desa Gorowong kemudian menikah dengan penduduk asli. Hal ini dapat ditujukkan dengan persentase dari penduduk campuran pada Kampung Ater yaitu sebesar 30 persen atau sebanyak sembilan responden, sementara pada Kampung Ciawian yaitu sebesar 26,67 persen atau sebanyak delapan responden merupakan penduduk campuran. Penduduk asli di Kampung Ater sebesar 70

43 26 persen atau sebanyak 21 responden, pada Kampung Ciawian penduduk asli sebesar 73,33 persen atau sebanyak 22 responden. Karena ada Lio (industri batu bata) di Gorowong, menyebabkan banyak orang-orang luar desa datang ke desa ini, ada orang yang dari Cianjur, Cirebon, Rangkas dan lain-lain yang bekerja di Lio, mereka datang sudah sejak lama kemudian banyak yang menikah dengan warga sini (Bapak Sry, 46 tahun, Kepala Desa Gorowong). Adanya penduduk pendatang yang tinggal dan bekerja di Desa Gorowong merupakan salah satu akibat dari menjamurnya industri batu bata di wilayah ini. Maraknya industri batu bata di wilayah Desa Gorowong telah membuka lapangan pekerjaan tidak hanya menarik minat masyarakat setempat tetapi juga minat masyarakat luar daerah. 4.3 Ikhtisar Desa Gorowong merupakan salah satu desa di Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa Gorowong dikenal sebagai desa penghasil batu bata, hal ini terlihat dari tata guna lahan di Desa Gorowong yang sebagian besar digunakan untuk industri batu bata. Industri batu bata di Desa Gorowong dimulai sekitar tahun 1982, sebelumnya masyarakat di Desa Gorowong banyak yang bekerja di luar daerah, namun setelah adanya industri batu bata ini masyarakat yang bekerja di luar daerah kembali lagi ke desa untuk bekerja di sektor industri batu bata. Selain menarik kembali masyarakat Desa Gorowong ke desanya, adanya industri batu bata ini juga menarik perhatian masyarakat luar Desa Gorowong untuk datang dan bekerja di Desa Gorowong. Tidak sedikit pula pendatang yang kemudian menetap di Desa Gorowong dan menikah dengan penduduk asli Desa gorowong. Kampung Ater dan Kampung Ciawian merupakan dua kampung penelitian, yang memiliki industri batu bata dan areal persawahan yang cukup besar dibandingkan dengan kampung-kampung lainnya di Desa Gorowong. Hal yang menjadi pembeda antara Kampung Ater dan Kampung Ciawian adalah banyaknya industri batu bata dan penduduk yang bekerja sebagai petani. Kampung Ater merupakan daerah dengan industri batu bata yang cukup tinggi, sementara Kampung Ciawian merupakan daerah yang penduduknya masih banyak

44 27 bekerja sebagai petani dan memiliki industri batu bata yang lebih sedikit dibandingkan Kampung Ater. Tabel 4 Gambaran Umum Kampung Ater dan Kampung Ciawian, Desa Gorowong Aspek Penelitian Kampung Ater Kampung Ciawian Agama Islam Islam Tingkat Pendidikan Sangat rendah Sangat rendah Sektor Pekerjaan Non-Pertanian Non-Pertanian dan Pertanian Asal Kependudukan Asli Asli Seluruh penduduk di Kampung Ater dan Kampung Ciawian memeluk agama Islam. Tingkat pendidikan penduduk di Kampung Ater dan Kampung Ciawian tergolong sangat rendah, latar belakang pendidikan penduduknya hanya sebatas tingkat sekolah dasar. Mayoritas penduduk Kampung Ater dan Kampung Ciawian merupakan warga asli yang berasal dari Desa Gorowong itu sendiri. Berdasarkan sektor pekerjaan, mayoritas masyarakat bergerak di sektor industri batu bata. Selain karena kondisi tanah yang tidak cocok untuk pertanian, sektor industri batu bata juga memberikan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan sektor pertanian. Hingga kini, industri batu bata di Desa Gorowong berkembang pesat dan menjadi tulang punggung perekonomian Desa Gorowong.

45 28 BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian Strategi nafkah dalam kehidupan sehari-hari direprensentasikan oleh keterlibatan individu-individu dalam proses perjuangan untuk mendapatkan suatu jenis mata pencaharian atau bentuk pekerjaan produktif demi mempertahankan ataupun meningkatkan derajat kehidupan dalam merespons dinamika sosioekonomi, ekologi dan politik mengenai mereka (Dharmawan 2007). Strategi nafkah yang diteliti adalah strategi nafkah masyarakat Desa Gorowong khususnya Kampung Ater dan Kampung Ciawian setelah adanya industri batu bata. Strategi nafkah yang dilakukan oleh kedua kampung tersebut berbasis pada strategi nafkah rumahtangga, yaitu pengerahan anggota keluarga untuk mencapai derajat hidup yang diinginkan oleh keluarga tersebut. Strategi nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga responden di Kampung Ater tidak berbeda jauh dengan strategi nafkah yang dilakukan rumahtangga responden di Kampung Ciawian. Bab ini akan menjelaskan bagaimana dan apa saja strategi nafkah yang diterapkan oleh Kampung Ater sebagai kampung yang memiliki industri batu bata tinggi, dan Kampung Ciawian yang memiliki aktivitas pertanian lebih banyak dibandingkan dengan Kampung Ater Pengusahaan Mata Pencaharian Pertanian Tranformasi sektor pertanian menjadi sektor non-pertanian, merupakan suatu hal yang tidak dapat terelakkan di daerah yang memiliki aktivitas industri. Transformasi ini akan memberikan berbagai dampak terhadap struktur sosial masyarakat Desa Gorowong terutama Kampung Ater dan Kampung Ciawian sebagai daerah fokus penelitian. Pada mulanya mayoritas penduduk Desa Gorowong bergerak di sektor pertanian, namun lambat laun berubah menjadi industri karena hasil pertanian yang tidak memuaskan akibat dari kondisi tanah di Desa Gorowong yang asam, sehingga masyarakat Desa Gorowong mulai meninggalkan pertanian dan beralih kepada sektor industri batu bata. Hal ini dikarenakan tanah di Desa Gorowong lebih cocok digunakan sebagai bahan baku batu bata dibandingkan untuk ditanami padi. Meskipun pertanian di Desa

46 29 Gorowong tidak begitu banyak, namun masih ada beberapa kampung di Desa Gorowong yang masih menerapkan pertanian secara subsisten (untuk dikonsumsi sendiri). Pada Gambar 5 di bawah ini dapat dilihat persentasi masyarakat Kampung Ater dan Kampung Ciawian yang masih menerapkan mata pencaharian pertanian. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 86.67% 13.33% 63.33% 36.67% tidak mengusahakan Pertanian Mengusahakan Pertanian Kampung Ater Kampung Ciawian Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 5. Pengusahaan Mata Pencaharian Pertanian di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Terlihat pada Gambar 5, sebesar 13,33 persen atau sebanyak empat responden Kampung Ater masih mengusahakan matapencaharian pertanian, dan sebesar 86,67 persen atau sebanyak 26 responden di Kampung Ater sudah tidak mengusahakan pertanian lagi. Berbeda dengan Kampung Ater, Kampung Ciawian merupakan kampung di Desa Gorowong yang tergolong banyak warganya yang bermata pencaharian di sektor pertanian, terlihat dari 36,67 persen atau sebanyak 11 responden masih bermata pencaharian di sektor pertanian, walaupun tidak semua dari 11 responden tersebut memiliki lahan, karena sebagian besar dari 11 responden tersebut bertani dengan sistem bagi hasil/bawon. Masyarakat Kampung Ciawian yang sudah tidak mengusahakan sektor pertanian lagi yaitu sebesar 63,33 persen atau sebanyak 19 responden bekerja diluar sektor pertanian. Responden di kedua kampung, baik Kampung Ciawian dan Kampung Ater yang mengusahakan sektor pertanian juga mengusahakan matapencaharian dari sektor non pertanian

47 30 atau disebut dengan pola nafkah ganda. Hal ini dikarenakan, sebagian besar mereka adalah buruh tani, sehingga pendapatan dari sektor pertanian saja tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya Migrasi Salah satu strategi nafkah yang biasanya diterapkan oleh masyarakat untuk memperoleh pekerjaan atau hidup yang lebih baik adalah dengan cara migrasi atau perpindahan spasial penduduk, baik masih dalam satu wilayah kenegaraan maupun lintas negara yang bersifat permanen maupun sementara. Migrasi pada suatu daerah dapat dilihat apakah migrasi tersebut termasuk dalam migrasi ke dalam atau keluar. Migrasi ke dalam maksudnya adalah banyak penduduk luar daerah datang ke daerah tersebut. Sementara migrasi keluar adalah banyaknya penduduk daerah asal yang pergi menuju daerah baru. Umumnya migrasi keluar terjadi ketika daerah asal sudah tidak bisa memberikan jaminan hidup yang lebih baik bagi penduduknya, sementara migrasi ke dalam terjadi jika daerah tujuan memiliki jaminan penghidupan yang lebih baik. Desa Gorowong merupakan desa yang terkenal dengan industri batu batanya, dengan lokasi berdekatan dengan kota besar yaitu Tangerang dan Jakarta. Dimana permintaan akan bahan baku bangunan seperti batu bata meningkat setiap waktunya, oleh karena itu tidak mengherankan banyak masyarakat luar daerah Desa Gorowong datang untuk bekerja di daerah ini. Penelitian ini melihat jumlah migrasi yang dilakukan oleh masyarakat di Kampung Ater dan Ciawian, migrasi yang diteliti adalah migrasi ke luar yang dilakukan oleh masyarakat di kedua kampung penelitian. Gambar 6 di bawah terlihat persentase migrasi ke luar daerah yang dilakukan oleh warga baik Kampung Ater maupun Kampung Ciawian hanya sedikit. Persentase Responden di Kampung Ater yang keluarganya bekerja di luar daerah sebesar 16,67 persen atau sebanyak lima responden. Kelima responden ini bermigrasi ke daerah yang berbeda-beda ada yang ke luar negeri untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), ada pula yang bekerja di kota besar seperti Tangerang.

48 31 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 83.33% 16.67% 93.33% 6.67% Tidak Melakukan Migrasi Melakukan Migrasi Kampung Ater Kampung Ciawian Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 6. Persentase Responden yang Melakukan Migrasi di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Masyarakat di Kampung Ciawian yang melakukan migrasi sebesar 6,67 persen atau sebanyak dua responden bekerja di luar daerah Desa Gorowong yaitu mereka bekerja di daerah Jakarta dan sekitarnya. Alasan responden memilih bekerja di luar daerah Desa Gorowong bermacam-macam, diantaranya ada sebagian dari mereka yang enggan bekerja di sektor industri batu bata, dan ada pula yang mencoba peruntungan untuk bekerja di luar negeri menjadi TKI/TKW. Persentase warga yang masih menetap di Kampung Ater dan Kampung Ciawian yaitu sebesar 83,33 persen dan 93,33 persen atau mayoritas dari warga kedua kampung tersebut tidak mencari pekerjaan di luar daerah, karena sumber nafkah di Desa Gorowong yang cukup tersedia, yaitu dengan jumlah industri batu bata yang semakin banyak di daerah ini sehingga peluang kerja semakin terbuka. Hal ini juga ditegaskan oleh Kepala Desa Gorowong: Kalau di Gorowong sendiri hanya sedikit yang pergi ke luar daerah atau menjadi TKI, karena Gorowong dikenal sebagai sentra batu bata. Semakin hari permintaan batu bata semakin tinggi, biasanya permintaan batu bata dari daerah Tangerang, Jakarta, dan Bekasi. Jadi, semakin kesini semakin banyak Lio-Lio baru yang ada, sehingga menarik orang-orang dari luar daerah seperti Cirebon, Cianjur, dll. Jadi di Gorowong justru banyak masyarakat luar yang masuk ke Gorowong untuk bekerja sebagai buruh ngeleng (menyetak batu bata red), supir truk, dll. (Sry, 46 tahun, Kepala Desa Gorowong)

49 32 Hal ini juga ditegaskan oleh salah satu ketua RT di Kampung Ciawian: Dahulu ketika Lio belum banyak di desa ini, banyak warga yang pergi keluar desa untuk mencari kerja, kemudian setelah Lio (batu bata) masuk sekitar tahun 80-an, banyak warga yang tadinya bekerja di luar daerah kembali lagi ke desa untuk nge-lio (Spd, 43 tahun Ketua RT 03) Berdasarkan penuturan dari kedua tokoh tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa berkembangnya industri batu bata di Desa Gorowong mampu membuka peluang kerja baik bagi masyarakat setempat maupun masyarakat luar desa. Industri batu bata juga mampu mengerem laju terjadinya migrasi desa-kota yang berpontesi terjadinya konflik dan kepadatan penduduk di kota. Jadi, dapat dikatakan bahwa minimnya masyarakat di Desa Gorowong yang melakukan migrasi ke luar desa adalah salah satu contoh manfaat dari berkembanganya industri batu bata di wilayah Desa Gorowong Pola Nafkah Ganda Pola nafkah ganda merupakan salah satu strategi nafkah yang diteliti pada penelitian ini. Pola nafkah ganda banyak dilakukan oleh masyarakat untuk meningkatkan kesejahterahan hidup rumahtangganya. Pola nafkah ganda pada penelitian ini dibedakan menjadi dua sektor yaitu pola nafkah ganda berdasarkan sektor mata-pencaharian seperti pola nafkah ganda pertanian dengan nonpertanian dan pola nafkah ganda non-pertanian dengan non-pertanian, serta pola nafkah ganda berdasarkan golongan ekonomi rumahtangga, yaitu penerapan pola nafkah ganda di rumahtangga ekonomi rendah, menengah dan tinggi, sehingga akan terlihat pada golongan mana saja yang paling banyak menerapkan pola nafkah ganda. Gambar 7 merupakan persentase penerapan pola nafkah ganda pada kedua kampung yang dijadikan sebagai sampel penelitian.

50 33 100% 80% 60% 40% 20% 0% 46.67% Kampung Ater 50% 0.00% 3.33% 43.33% 16.67% 10% 30% Kampung Ciawian Nafkah Tunggal Non- Pertanian Nafkah Tunggal Pertanian Nafkah ganda Non Pertanian dan Non Pertanian Nafkah Ganda Pertanian- Non Pertanian Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 7. Persentase Pola Nafkah Ganda Berdasarkan Sektor Matapencaharian Responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Pola nafkah ganda pada Gambar 7 di atas merupakan analisis data berdasarkan sektor mata pencaharian responden. Persentase penerapan pola nafkah ganda pertanian-nonpertanian di Kampung Ater hanya sebesar 10 persen atau sebanyak tiga responden yang menerapkan pola nafkah ganda ini, hal ini disebabkan karena sedikitnya jumlah responden yang bekerja di bidang pertanian, sementara di Kampung Ciawian dimana angka pertaniannya lebih banyak dibanding Kampung Ater persentase pola nafkah ganda pertanian dengan nonpertanian sebesar 30 persen atau sebanyak sembilan responden. Hasil pertanian yang tidak mencukupi kebutuhan rumahtangga merupakan alasan utama mengapa responden mempunyai dua pekerjaan yang berbeda. Responden di Kampung Ater, pada umumnya memilih sektor pertanian bukanlah mata pencaharian utama melainkan sebagai mata pencaharian tambahan. Disini (Gorowong) sawahnya sedikit dibandingkan desa yang lain, hal ini dikarenakan tanah yang pertanian memiliki kandungan asam yang tinggi, dan tanahnya lebih cocok untuk dijadikan batu bata (Lio) atau bahan baku keramik. Sekarang banyak yang bertani hanya untuk kebutuhan dapur saja tidak untuk dijual (bapak Bnk, 56 tahun, ketua kelompok tani Desa Gorowong). Umumnya pekerjaan pertanian yang dilakukan oleh 10 persen dan 30 persen responden di kedua kampung tersebut adalah sebagai pekerja di industri

51 34 batu bata, hal ini dikarenakan untuk membuat batu bata tidak diperlukan keahlian khusus dan dengan hasil yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bertani. Terlihat pada gambar basis nafkah ganda masyarakat di Kampung Ater adalah non-pertanian dengan non-pertanian, dimana pola nafkah ganda non-pertanian tampak dominan yaitu sebesar 43,33 persen. Sebaliknya, basis nafkah ganda masyarakat Ciawian adalah sektor pertanian dengan non-pertanian, dimana peran gabungan antara sektor pertanian dan non-pertanian cenderung lebih besar yaitu menyumbang sekitar 30 persen. Jika dilihat dari penerapan pola nafkah ganda terlepas dari apakah pola nafkah ganda pertanian dengan non-pertanian dan nonpertanian dengan non-pertanian, mayoritas responden di Kampung Ater yang menerapkan pola nafkah ganda yaitu sebesar 53,33 persen sedangkan di Kampung Ciawian penerapan pola nafkah tunggal dan pola nafkah ganda memiliki jumlah dan persentase yang hampir sama yaitu sebesar 53,33 persen yang memilki pola nafkah tunggal serta sebesar 46,67 persen responden yang memiliki pola nafkah ganda. Sektor non pertanian merupakan sumber nafkah yang dominan dipilih oleh responden baik di Kampung Ater maupun Ciawian. Umumnya pekerjaan yang dilakukan lebih bermacam-macam seperti menjadi supir truk, buruh batu bata, bengkel, berdagang, wiraswasta, pemilik industri batu bata, dan lain-lain. Sebagaimana telah dirancang dalam penelitian ini, akan dibandingkan sejauh mana keterlibatan masyarakat di dua kampung terhadap pola nafkah ganda berdasarkan lapisan sosial. Terdapat tiga lapisan sosial yang dicoba untuk dianalisis menggunakan basis tingkat pendapatan, yatu lapisan atau golongan ekonomi rendah, menengah dan atas di kedua lokasi penelitian yaitu di Kampung Ater dan Kampung Ciawian. Basis tingkat pendapatan di kedua Kampung tersebut berbeda satu dengan lainnya, sehingga lapisan/golongan ekonomi di kedua Kampung tersebut berbeda pula. Lapisan/golongan ekonomi rendah di Kampung Ciawian adalah rumahtangga responden yang memiliki kisaran tingkat pendapatan lebih kecil dari Rp ,00/tahun. Lapisan/golongan ekonomi menengah di Kampung Ciawian adalah rumahtangga responden yang memiliki kisaran tingkat pendapatan yang diperoleh antara Rp ,00/tahun hingga lebih kecil dari Rp ,00/tahun dan lapisan/golongan ekonomi atas adalah rumahtangga yang memiliki pendapatan lebih besar atau sama dengan Rp ,00/tahun.

52 35 Lapisan/golongan ekonomi di Kampung Ater dikatakan rendah apabila memiliki pendapatan dari Rp ,00/tahun. Lapisan golongan ekonomi menengah jika pendapatan yang diperoleh antara Rp ,00/tahun hingga lebih kecil dari Rp ,00/tahun, sedangkan lapisan/golongan ekonomi tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar atau sama dengan Rp ,00/tahun. Gambar 8 merupakan persentase pola nafkah ganda yang digambarkan secara menyeluruh dan dengan membaginya ke dalam cluster atau pembagian kelas sosial. Jika melihat dari hasil olahan data penelitian, di Kampung Ater dan Kampung Ciawian yang memiliki pola nafkah tunggal mayoritas berasal dari responden golongan ekonomi rendah. Hal ini disebabkan karena kurangnya modal dan keahlian yang mereka miliki sehingga pola nafkah yang mereka lakukan hanya terbatas pada satu pekerjaan saja. Kampung Ater Kampung Ciawian 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 62.50% 37.50% golongan ekonomi rendah 50% 50% golongan ekonomi menengah 0% 100% golongan ekonomi tinggi % 47.62% 42.86% 52.38% golongan ekonomi rendah golongan ekonomi menengah 0% 100% golongan ekonomi tinggi pola nafkah ganda pola nafkah tunggal Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 8. Persentase Pola Nafkah Ganda berdasarkan Golongan Ekonomi Rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Keseluruhan masyarakat baik di Kampung Ater dan Kampung Ciawian yang berada dalam golongan ekonomi tinggi menerapkan pola nafkah ganda nonpertanian, hal ini tentu saja wajar mengingat golongan ekonomi tinggi memiliki

53 36 akses baik sumberdaya alam dan manusia serta modal yang kuat. Semakin kaya/tinggi lapisan sosial masyarakat di kedua kampung maka semakin besar peranan sektor non-pertanian terutama sektor industri batu bata dalam struktur nafkah rumahtangga. Pola nafkah rumahtangga ganda semakin dominan dengan meningkatnya lapisan sosial. Bila non-pertanian adalah industri batu bata maka industri batu bata adalah sektor yang menjamin kelangsungan ekonomi/nafkah dan kemakmuran masyarakat di kedua lokasi. Adanya industri batu bata ini, menyebabkan perubahan pada pola nafkah di daerah Gorowong, yaitu mayoritas pola nafkah yang diterapkan responden adalah pola nafkah di sektor industri batu bata Tindakan Adaptif Rumahtangga Saat Menghadapi Krisis Setiap rumahtangga pasti pernah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan suatu rumahtangga perlu melakukan tindakan-tindakan untuk mengatasi krisis yang terjadi. Pada penelitian ini dilihat mengenai tindakan rasional yang dilakukan oleh rumahtangga ketika mengalami krisis ekonomi. Tindakan rasional dilihat dari tindakan pengambilan tabungan yang dimiliki oleh rumahtangga tersebut, menggadaikan barang-barang berharga, menjual barangbarang atau aset-aset rumahtangga, serta meminjam pada saudara, tetangga bahkan dengan bank atau rentenir, dengan tujuan agar dapat terlepas dari krisis yang menerpa rumahtangga tersebut. Berikut Gambar 9 yang menerangkan persentase dari Kampung Ater dan Kampung Ciawian dalam melakukan tindakan rasional ketika rumahtangga responden menghadapi krisis.

54 37 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 20% 6.67% 73.33% Kampung Ater 80% 10% 3.33% 10% 20% 6.67% 10% Kampung Ciawian lain-lain Meminjam Uang Menjual aset-aset rumahtangga Menggadaikan barang berharga Mengambil Tabungan Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 9. Tindakan Rumahtangga Responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Saat Menghadapi Krisis Pada Gambar 9 di atas, terlihat mayoritas responden dari kedua kampung tersebut melakukan tindakan meminjam uang sebagai tindakan rasional utama ketika terlilit krisis, sebesar 73,33 persen atau sebanyak 22 responden di Kampung Ater melakukan tindakan meminjam uang baik kepada saudara, orang tua, tetangga bahkan ada beberapa yang meminjam dari bank. Begitu pula dengan responden di Kampung Ciawian, sebesar 80 persen responden atau sebanyak 24 responden melakukan peminjaman uang ketika terlilit krisis. Banyaknya responden yang menjawab meminjam uang kepada saudara, orangtua, ataupun tetangga karena menurut para responden merupakan cara yang cepat serta paling nyaman, serta hal tersebut merupakan hal yang lumrah di lingkungan tempat tinggal mereka. Mayoritas responden yang meminjam uang ketika mengalami krisis adalah responden yang berlatar belakang dari berbagai sektor pekerjaan baik petani, bengkel, buruh batu bata, dan lain sebagainya, kebanyakan responden yang melakukan peminjaman uang adalah buruh batu bata disebabkan karena jumlah penghasilan yang dapat disisihkan untuk menabung kecil, sehingga untuk mengatasi kebutuhan pada saat terjadi krisis adalah dengan meminjam uang pada kerabatnya. Sementara itu, tindakan rasional kedua yang banyak dilakukan oleh responden di kedua kampung tersebut adalah menggadaikan barang-barang

55 38 berharga. Di Kampung Ater sebesar 10 persen atau sebanyak tiga responden menggadaikan barang-barang berharga yang mereka miliki, dan sebanyak 20 persen responden di Kampung Ciawian atau sebanyak enam responden juga melakukan hal yang sama yaitu menggadaikan barang-barang berharga yang mereka miliki baik ke bank atau ke pegadaian. Responden yang meminjam uang ke bank adalah responden yang bekerja sebagai pengusaha batu bata, hal ini disebabkan karena penghasilan dari industri batu bata cukup besar, dan mereka memiliki barang-barang investasi yang dapat digunakan sebagai jaminan ketika mengalami krisis. Pada Gambar 9 di atas, terlihat bahwa persentase tindakan yang dilakukan pada saat krisis di Kampung Ciawian lebih besar dibandingkan dengan Kampung Ater, artinya tingkat pendapatan yang rendah di Kampung Ciawian menyebabkan masyarakat di Kampung Ciawian rentan terhadap krisis ekonomi, sementara di Kampung Ater walaupun persentase tindakan adaptif saat terjadi krisis tidak terlampau jauh dari Kampung Ciawian, namun hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan di Kampung Ater sedikit lebih baik dibandingkan dengan Kampung Ciawian sehingga dengan pendapatan yang lebih tinggi tersebut responden di Kampung Ater mampu bertahan agar tidak mengalami krisis ekonomi Alokasi Waktu Kerja (Produktif dan Reproduktif) Rumahtangga Strategi nafkah yang juga dilakukan oleh rumahtangga responden adalah pengalokasian waktu kerja rumahtangga, termasuk di dalamnya alokasi waktu kerja produktif dan reproduktif. Beberapa hasil kepustakaan menunjukkan bahwa pada umumnya alokasi waktu bekerja pria untuk kegiatan produksi cenderung lebih tinggi dibandingkan untuk kegiatan reproduksi, sedangkan pada wanita cenderung sebaliknya atau minimal berimbang antara waktu untuk kegiatan produksi dengan kegiatan reproduksi. Namun demikian wanita dan pria pada dasarnya sama-sama terlibat dalam kegiatan reproduksi dan produksi, tetapi berbeda dalam hal intensitas curahan waktu kerja (Mangkuprawira dalam Ariyanto 2004).

56 39 Tabel. 5. Jumlah Jam/Hari dan Persentase Waktu Kerja Produktif menurut Kategori Anggota Rumahtangga di Kampung Ater dan Ciawian Anggota Rumahtangga Kampung Ater Rumahtangga Kampung Ciawian rumahtangga Jam/hari % Jam/hari % Suami 8,13 63,37 9,13 72,69 Istri 2,53 19,72 1,6 12,74 Anggota 2,17 16,91 1,83 14,57 keluarga lain Total 12, ,00 12,56 100,00 Kontribusi alokasi waktu rata-rata yang dicurahkan untuk aktivtitas bekerja dari masing-masing anggota rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian tidak begitu berbeda, yaitu sebesar 12,83 jam/hari dan 12,56 jam/hari merupakan total waktu kerja yang dicurahkan oleh rumahtangga di kedua kampung, dan alokasi kerja produktif mayoritas yang memberi kontribusi tinggi adalah kontribusi jam kerja dari suami, sementara hanya sebesar 2,53 jam/hari atau sebesar 19,72 persen istri menyumbang kontribusinya pada kegiatan produktif. Hal ini menunjukkan bahwa pemegang dan kendali untuk kegiatan mencari nafkah masih didominasi pada suami. Akibat berkembangnya industri batu bata di daerah Gorowong khususnya Kampung Ater dan Ciawian, maka kontribusi pekerjaan dalam rumahtangga mengalami sedikit perubahan, seperti terlihat pada Tabel 5 di atas yaitu anggota rumahtangga seperti istri dan anak juga ikut berperan dalam menyumbang perekonomian keluarga, mayoritas istri atau anak bekerja di bidang industri batu bata, karena bekerja di industri batu bata terutama buruh batu bata cukup mudah, dan tidak memerlukan keahlian khusus. Hasil penelitian yang dilakukan Fizzanty dalam Ariyanto (2004) menunjukkan bahwa pada setiap lapisan rumahtangga di desa contoh, pekerjaan rumahtangga cenderung dialokasikan pada kaum istri. Hasil penelitian ini juga memberikan hasil serupa seperti penelitian yang dilakukan Fizzanty dan Ariyanto, terlihat pada Tabel 6, rata-rata anggota responden yang paling besar memiliki waktu reproduktif adalah istri.

57 40 Tabel 6. Jumlah Jam/Hari dan Persentase Waktu Reproduktif menurut Kategori Anggota Rumahtangga di Kampung Ater dan Ciawian Rumahtangga Kampung Ater Rumahtangga Kampung Ciawian Anggota rumahtangga Waktu senggang % Waktu reproduktif % Waktu senggang % Waktu reproduktif % (Jam/Hari) (Jam/Hari) (Jam/Hari) (Jam/Hari) Suami 8,74 26,9 7,13 26,4 8,57 23,4 6,3 27,7 Istri 10,15 31,3 11,32 41,9 13,46 36,7 8,94 39,3 Anggota keluarga 13,56 41,8 8,55 31,67 14, ,5 33 lainnya Total 32, , , Di Kampung Ater waktu reproduktif istri terbagi dalam waktu senggang dan waktu kerja domestik, dimana waktu senggang yang dimiliki oleh istri adalah sebesar 10,51 jam/hari, yang termasuk waktu senggang adalah waktu untuk tidur malam dan siang, berbincang-bincang dengan tetangga, dan menonton televisi, sedangkan di Kampung Ciawian, waktu senggang yang dimiliki oleh istri adalah sebesar 13,46 jam/hari. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa waktu senggang yang dimiliki oleh para istri di Kampung Ciawian lebih banyak dibandingkan dengan waktu senggang yang dimiliki oleh para istri di Kampung Ater. Alokasi waktu kerja reproduktif adalah curahan waktu kerja untuk mengurusi rumahtangga seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, mengurus anak, dan lain-lain. Alokasi waktu kerja reproduktif yang dimiliki oleh istri di Kampung Ater terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah waktu kerja domestik yang dimiliki istri di Kampung Ciawian, yaitu sebesar 11,52 jam/hari di Kampung Ater dan sebesar 8,94 jam/hari di Kampung Ciawian. Jika dijumlahkan maka jumlah alokasi waktu kerja yang dimiliki oleh para istri di Kampung Ater adalah sebesar 21,47 jam/hari sedangkan di Kampung Ciawian yaitu sebesar 22,4 jam/hari, berdasarkan jumlah tersebut dapat terlihat bahwa beban kerja yang dimiliki oleh para istri di Kampung Ater lebih besar daripada beban kerja yang dimiliki oleh para istri di Kampung Ciawian, karena selain mengurusi rumahtangga para istri juga harus bekerja untuk membantu perekonomian rumahtangga.

58 Ikhtisar Strategi nafkah yang dilakukan oleh masyarakat Desa Gorowong khususnya responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian meliputi Migrasi, Pola Nafkah Ganda, Tindakan adaptif rumahtangga saat menghadapi krisis dan Alokasi waktu kerja rumahtangga. Pola nafkah ganda dibedakan menjadi pola nafkah ganda pertanian dengan non-pertanian dan non-pertanian dengan non-pertanian. Pola nafkah ganda pertanian dengan non-pertanian yang diterapkan oleh responden pada umumnya adalah petani dengan buruh industri batu bata, petani dengan pedagang, petani dengan pemilik industri batu bata. Sedangkan pola nafkah non-pertanian dengan non-pertanian berupa buruh industri batu bata dengan supir truk, pedagang dengan buruh batu bata, pengusaha bengkel dengan pemilik industri batu bata dan lain sebagainya. Sumber nafkah yang paling banyak diterapkan oleh masyarakat adalah di sektor industri batu bata. Tabel 7 Strategi Nafkah Masyarakat di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Desa Gorowong, Aspek Penelitian Kampung Ater (luas lahan pertanian sedikit) Kampung Ciawian (luas lahan pertanian banyak) Migrasi Rendah Rendah Pola nafkah ganda - Pertanian-non pertanian Rendah Tinggi - Nonpertanian-nonpertanian Tinggi Sedang - Tidak memiliki Sedang Tinggi Tindakan Adaptif - Meminjam kepada keluarga/tetangga - Menggadaikan barang berharga Tinggi Rendah Tinggi Sedang - Menjual aset-aset berharga Rendah Sangat rendah - Mengambil tabungan - Lainnya Alokasi waktu kerja rumahtangga Rendah Rendah Sedang Rendah - Waktu kerja produktif Tinggi (suami) Tinggi (suami) - Waktu kerja reproduktif Tinggi (Istri) Tinggi (Istri)

59 42 Mayoritas responden memilih meminjam uang kepada orang terdekatnya ketika mengalami krisis ekonomi, hal ini disebabkan oleh faktor kemudahan dan kecepatan jalan keluar dengan resiko sangat kecil dibanding dengan cara-cara yang lain. Strategi nafkah yang terakhir diulas pada bab ini adalah alokasi waktu kerja rumahtangga baik kerja produktif dan kerja reproduktif, untuk alokasi waktu kerja produktif mayoritas didominasi oleh suami sebagai kepala keluarga, sedangkan alokasi waktu kerja reproduktif didominasi oleh istri. Keberadaan industri batu bata di Desa Gorowong merubah pola nafkah masyarakat lokal, akibat adanya industri batu bata ini semakin banyak masyarakat yang bekerja di sektor industri batu bata dan memiliki pola nafkah ganda di sektor industri batu bata sebagai sumber nafkah tambahan. Selain itu akibat adanya industri batu bata tidak hanya suami sebagai kepala keluarga saja yang bekerja, namun juga anggota rumahtangga lainnya ikut berkontribusi seperti istri dan anak. Tidak mengherankan jika dengan adanya industri batu bata perekonomian masyarakat lokal meningkat, karena hampir seluruh masyarakat dapat terjun di sektor ini baik dengan keahlian khusus maupun tidak memiliki keahlian khusus.

60 43 BAB VI STRUKTUR NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG 6.1 Struktur Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian Sumber-sumber Nafkah Berkembangnya industri batu bata di wilayah Desa Gorowong merupakan tonggak penting dalam menggerakkan perekonomian lokal. Struktur nafkah masyarakat dipengaruhi kuat oleh kehadiran indutri batu bata ini. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, strategi Nafkah yang dilakukan oleh responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian, berupa pola nafkah ganda baik pola nafkah ganda pertanian dengan nonpertanian seperti penerapan mata pencaharian sebagai petani dan buruh batu bata, petani dan pemilik industri batu bata, petani dan pedagang, dan lain sebagainya. Penerapan pola nafkah ganda nonpertanian dengan nonpertanian yang lebih bermacam-macam penerapannya seperti buruh batu bata dengan pedagang, pemilik industri batu bata dengan pedagang, supir dengan buruh batu bata, dan lain sebagainya. Pola nafkah ganda yang banyak diterapkan adalah pola nafkah ganda sektor non-pertanian dan nonpertanian. Berikut akan diulas mengenai struktur nafkah rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian, struktur nafkah tersebut meliputi tingkat pendapatan rumahtangga, kemampuan menabung rumahtangga, kepemilikan barang investasi seperti kepemilikan lahan, rumah, serta kepemilikan barang-barang berharga Tingkat Pendapatan Rumahtangga Mayoritas mata-pencaharian responden di Kampung Ater dan Ciawian adalah sebagai pekerja industri batu bata atau dapat dikatakan bahwa industri batu bata merupakan salah satu sumber nafkah utama bagi masyarakat di Desa Gorowong terutama Kampung Ater dan Kampung Ciawian. Peran anggota keluarga dalam menyusun struktur nafkah sangat penting, karena struktur nafkah yang dilihat adalah struktur nafkah rumahtangga yang didalamnya terdapat anak dan istri yang juga ikut menyumbang penghasilan dalam rumahtangga. Tabel 16 di bawah ini merupakan hasil olahan data tingkat pendapatan rumahtangga responden.

61 44 Tabel 8 Jumlah dan Persentase Pendapatan Rumahtangga menurut Kategori Anggota Rumahtangga di Kampung Ater dan Ciawian Rumahtangga di Kampung Rumahtangga di Kampung Anggota Ater Ciawian rumahtangga Rp/ tahun % Rp/ tahun % Suami ,32 14,293, Istri ,63 4,114, Anggota keluarga lainnya ,05 4,067, Total Keterangan: n Kampung Ater = 30 Rumahtangga n Kampung Ciawian = 3 Rumahtangga Data pada Tabel 7 di atas, menunjukkan bahwa persentase pendapatan istri (responden) di Kampung Ater lebih besar dibandingkan dengan pendapatan istri di Kampung Ciawian yaitu rata-rata berjumlah Rp ,00/tahun dan di Kampung Ciawian berjumlah Rp ,00/tahun. Hal ini disebabkan karena jenis atau sumber nafkah yang dipilih oleh istri di kedua kampung tersebut berbeda. Pada umumnya di Kampung Ciawian para istri bekerja sebagai buruh tani, sementara di Kampung Ater bermacam-macam ada yang bekerja sebagai buruh batu bata, pedagang, juga pemilik industri batu bata. Jenis pekerjaan pemilik industri batu bata adalah penyumbang terbesar tingkat pendapatan istri, sehingga rata-rata pendapatan di Kampung Ater menjadi tinggi. Pendapatan suami menunjukkan persentase yang jauh lebih besar dibandingkan dengan persentase anak maupun istri, di Kampung Ater yaitu rata-rata berjumlah Rp , 00/tahun dan di Kampung Ciawian rata-rata berjumlah Rp ,00/tahun. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa suami sangat berperan besar dalam menghidupi rumahtangga, karena pendapatan suami lebih dominan dibandingkan dengan anggota rumahtangga lainnya. Gambar 10 di bawah ini, menjelaskan peran industri batu bata dalam menyusun pendapatan rumahtangga responden di kedua kampung. Pada Gambar tersebut terlihat di Kampung Ater peran industri batu bata cukup besar walaupun tidak termasuk mayoritas. Namun, jika dibandingkan dengan Kampung Ciawian maka peran industri batu bata di Kampung Ater lebih besar dalam menyumbang perekonomian rumahtangga.

62 45 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 59% 61% 41% 39% Kampung Ater Kampung Ciawian Pendapatan dari non-industri batu bata Pendapatan dari industri batu bata Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 10. Persentase Sumber Pendapatan Rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Terlihat pada Gambar, peran industri batu bata yaitu sebesar 41 persen dari rata-rata pendapatan rumahtangga di Kampung Ater dan sebesar 39 persen dari rata-rata pendapatan rumahtangga di Kampung Ciawian. Perbedaan di kedua kampung tidak begitu jauh, artinya banyak masyarakat di kedua kampung tersebut yang mendapatkan pendapatan dari sektor industri batu bata dan ditambah dengan sektor non-industri batu bata yang lebih beragam, sehingga dapat dikatakan bahwa sektor industri batu bata baik di Kampung Ater dan Kampung Ciawian memiliki peran penting dalam menyusun pendapatan rumahtangga di kedua kampung. Mayoritas rumahtangga di Kampung Ater, bekerja di sektor non pertanian serta ada beberapa rumahtangga yang bermata-pencaharian sebagai pemilik industri batu bata, sehingga pendapatan yang diperoleh rumahtangga selama setahun sangatlah besar. Sementara di Kampung Ciawian, pemilik industri batu bata sangatlah jarang, rata-rata responden di Kampung Ciawian bekerja sebagai petani, buruh di industri batu bata, supir, pedagang dan lain-lain. Sehingga, ratarata pendapatan responden rumahtangga di Kampung Ciawian tidaklah sebesar responden rumahtangga di Kampung Ater.

63 46 Tingkat pendapatan masyarakat pada penelitian ini digolongkan menjadi tiga kategori yaitu kategori rendah, menengah dan tinggi. Rata-rata tingkat pendapatan antara dua kampung yang menjadi lokasi penelitian berbeda satu sama lainnya, berdasarkan standar deviasi yang digunakan yaitu setengah dari standar deviasi, di Kampung Ater setengah dari standar deviasi dari penghasilan selama setahun adalah sebesar Rp ,00, dan di Kampung Ciawian setengah standar deviasi dari penghasilan selama setahun adalah sebesar Rp ,00 berdasarkan standar deviasi tersebut, tingkat pendapatan masyarakat di Kampung Ciawian, dikatakan rendah apabila pendapatan yang diperoleh lebih kecil dari Rp ,00/tahun. Tingkat pendapatan sedang apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp ,00/tahun hingga lebih kecil dari Rp ,00/tahun dan tingkat pendapatan tergolong tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar atau sama dengan Rp ,00/tahun. Kampung Ater tingkat pendapatan dikatakan rendah apabila pendapatan yang diperoleh lebih kecil dari Rp ,00/tahun, tingkat pendapatan sedang apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp ,00/tahun hingga lebih kecil dari Rp ,00/tahun, sedangkan tingkat pendapatan rumahtangga tergolong tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar atau sama dengan Rp ,00/tahun. Tingkat pendapatan ini diperoleh dengan menggunakan rumus sebaran normal pada rataan pendapatan berdasarkan jumlah pendapatan dari aktivitas pekerjaan, yang dilakukan dalam kurun waktu satu tahun selama bulan Januari hingga Desember Perbedaan tingkat pendapatan antara Kampung Ater dan Kampung Ciawian yang cukup besar disebabkan karena perbedaan pilihan sumber nafkah antara kedua kampung tersebut. Adapun pada penelitian ini, sektor pekerjaan tersebut dibedakan menjadi dua kategori yaitu sektor pertanian dan sektor non-pertanian. Berdasarkan batas tingkat pendapatan tersebut maka dapat terlihat persentase kelas sosial pada masyarakat Kampung Ater dan Kampung Ciawian, seperti pada Gambar 11 di bawah ini

64 47 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 10% 13% 77% 17% 10% 73% Tinggi Sedang Rendah Kampung Ciawian Kampung Ater Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 11. Persentase Tingkat Pendapatan Rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Gambar 11 di atas menunjukkan perbandingan tingkat pendapatan rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian. Berdasarkan gambar tersebut terlihat mayoritas penduduk di Kampung Ater berada pada tingkat pendapatan rendah dengan persentase sebesar 73 persen atau sebanyak 22 responden rumahtangga, sedangkan mayoritas masyarakat di Kampung Ciawian memiliki pendapatan rendah dengan persentase sebesar 77 persen atau sebanyak 23 rumahtangga. Hanya sebesar 10 persen atau sebanyak tiga rumahtangga di Kampung Ater yang memiliki tingkat pendapatan rendah dan sebesar 13 persen atau sebanyak empat rumahtangga di Kampung Ciawian memiliki tingkat pendapatan rendah. Masyarakat di Kampung Ater yang memiliki pendapatan tinggi dengan pendapatan di atas Rp ,00/tahun adalah sebesar 17 persen atau hanya sebanyak lima rumahtangga responden yang memiliki tingkat pendapatan tinggi, sedangkan di Kampung Ciawian jumlah rumahtangga responden yang memiliki tingkat pendapatan tinggi yaitu diatas Rp ,00/tahun, hanya sebesar 10 persen atau sebanyak tiga rumahtangga. Berdasarkan tingkat pendapatan masing-masing Kampung, maka Kampung Ater memiliki tingkat pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan Kampung Ciawian.

65 48 Tingkat pendapatan yang diperoleh rumahtangga berhubungan dengan alokasi waktu kerja yang dikerahkan oleh anggota rumahtangga tersebut, walaupun hubungan antara pengerahan alokasi waktu kerja rumahtangga dengan tingkat pendapatan rumahtangga tidak selalu berbanding lurus. Pada umumnya semakin banyak rumahtangga tersebut mencurahkan waktunya untuk bekerja, maka pendapatan yang diterima akan semakin besar, tetapi hal tersebut berlaku untuk rumahtangga golongan menengah kebawah, dimana mereka bekerja sebagai buruh atau pekerja. Sebaliknya, pada rumahtangga golongan ekonomi tinggi, alokasi waktu kerja yang dicurahkan oleh anggota rumahtangga pada umumnya rendah, karena pada golongan ekonomi tinggi mereka bertugas sebagai pemilik dimana mereka hanya memantau pekerjanya saja, sehingga tidak dibutuhkan waktu yang banyak. Jadi, dapat dikatakan tidak selamanya alokasi waktu kerja berbanding lurus dengan tingkat pendapatan, karena semakin tinggi golongan ekonomi rumahtangga, maka alokasi waktu kerjanya akan lebih sedikit dibandingkan dengan golongan ekonomi menengah ke bawah, dimana mereka mencurahkan sebagian besar waktunya untuk bekerja. Tingkat pendapatan yang diperoleh rumahtangga berhubungan erat dengan ragam pola nafkah, suatu rumahtangga yang memiliki pola nafkah ganda akan memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi daripada rumahtangga yang hanya memiliki satu pola nafkah saja. Selain penerapan ragam pola nafkah, yang juga menentukan tingkat pendapatan rumahtangga adalah pilihan nafkah rumahtangga, biasanya jika anggota rumahtangga menerapkan pola nafkah ganda sejenis maka tingkat pendapatan yang diperoleh tidak akan berbeda jauh. Apabila dibandingkan dengan standar garis kemiskinan menurut World Bank yaitu sebesar USD 2/kapita/hari atau kira-kira Rp ,00/kapita/hari. Rata-rata pendapatan total rumahtangga di Kampung Ater adalah sebesar Rp ,00/kapita/tahun dengan rata-rata jumlah anggota rumahtangga adalah lima orang, maka pendapatan rata-rata perkapita per tahunnya adalah sebesar Rp ,00/kapita/Tahun. Pendapatan rata-rata perkapita per bulannya adalah sebesar Rp ,00/kapita/bulan, kemudian pendapatan rata-rata perharinya adalah sebesar Rp ,00/kapita/hari. Rata-rata pendapatan total rumahtangga di Kampung Ciawian adalah sebesar Rp ,00/kapita/tahun dengan rata-

66 49 rata jumlah anggota keluarga lima orang, maka pendapatan rata-rata perkapita pertahunnya adalah sebesar Rp /kapita/tahun. Pendapatan rata-rata perkapita perbulannya adalah sebesar Rp /kapita/tahun. Kemudian, pendapatan rata-rata parharinya adalah sebesar Rp /kapita/hari. World Bank menetapkan garis kemiskinan adalah 2 USD/kapita/hari. Berdasarkan dengan pendapatan per kapita di atas, dapat disimpulkan bahwa seluruh responden di Kampung Ciawian hidupnya di bawah garis kemiskinan, sementara di Kampung Ater warganya sedikit berada di atas garis kemiskinan yaitu hanya sebesar Rp ,00/kapita/hari, sementara standar garis kemiskinan yang ditetapkan oleh World Bank adalah sebesar Rp ,00/kapita/hari. Berdasarkan pengolahan data tersebut, maka dapat dikatakan mayoritas responden hidupnya berada di garis kemiskinan terutama responden di Kampung Ciawian, hal ini dikarenakan pilihan sumber nafkah responden yaitu mayoritas buruh batu bata. Sebaliknya di Kampung Ater, berdasarkan rata-rata jumlah pendapatan maka hampir seluruhnya responden di Kampung Ater sedikit berada di atas garis kemiskinan, namun tidak membuktikan bahwa seluruh masyarakatnya berada di garis kemiskinan, adapula masyarakat di Kampung Ater yang berada di bawah garis kemiskinan, terutama responden yang hanya memilki satu pola nafkah atau disebut dengan pola nafkah tunggal Kemampuan Menabung Rumahtangga a. Menyisihkan Pendapatan Kemampuan suatu rumahtangga dalam menyisihkan pendapatan atau menabung merupakan salah satu unsur dalam struktur nafkah rumahtangga, semakin tinggi kemampuan suatu rumahtangga dalam menyisihkan pendapatan untuk ditabung maka semakin tinggi atau kuat struktur nafkah rumahtangga tersebut. Gambar berikut merupakan persentase dari kedua Kampung tempat penelitian dimana pada Gambar 12 di bawah ini terlihat persentase kemampuan menabung Kampung Ater dan Kampung Ciawian.

67 50 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 30% 70% 36.67% 63.33% tidak menyisihkan pendapatan menyisihkan pendapatan Kampung Ater Kampung Ciawian Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 12. Persentase Kemampuan Menyisihkan Pendapatan Rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Gambar 12 di atas menjelaskan bahwa kemampuan masyarakat Kampung Ater dalam menyisihkan pendapatannya untuk menabung relatif lebih besar dibandingkan masyarakat di Kampung Ciawian. Hal ini ditunjukkan oleh 70 persen masyarakat Kampung Ater yang menyisihkan pendapatannya, dibandingkan 63,33 persen masyarakat Kampung Ciawian untuk hal yang sama. Kemampuan Kampung Ater untuk mengakumulasikan pendapatan untuk ditabung, disebabkan oleh sumbangan nafkah dari aktivitas industri batu bata yang cukup signifikan (lihat Gambar 10). Arisan merupakan tempat atau wadah menabung yang dipergunakan oleh mayoritas rumahtangga baik di Kampung Ater maupun di Kampung Ciawian, hal ini dapat terlihat dari Gambar 13 di bawah ini. 56,67 persen rumahtangga atau sebanyak 17 responden di Kampung Ciawian menggunakan arisan sebagai wadah untuk menabung, begitu pula dengan rumahtangga di Kampung Ater yaitu sebesar 36,67 persen atau sebanyak 11 responden memilih arisan sebagai tempat menabung. Alasan memilih arisan karena selain sebagai tempat menabung juga merupakan ajang para ibu-ibu rumahtangga untuk berkumpul, sehingga keakraban antara tetangga semakin dekat.

68 51 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 6.67% 0% 36.67% 56.67% 20% 13.33% Lainnya Arisan Bank Kampung Ater Kampung Ciawian Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 13 Persentase Tempat Pilihan Menabung Rumahtangga Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Tempat menabung yang juga menjadi pilihan rumahtangga berikutnya adalah bank, terlihat di Kampung Ater sebanyak 20 persen atau enam responden memilih bank sebagai tempat menabung, kemudian di Kampung Ciawian sebanyak 13,33 persen atau sebanyak empat responden memilih bank sebagai tempat menabung. Pada umumnya responden yang menabung di bank adalah responden yang memiliki tingkat pendapatan tinggi yaitu responden yang bermata pencaharian sebagai pengusaha industri batu bata, dan mayoritas responden yang menabung di bank intensitasnya adalah sebulan sekali dengan jumlah yang cukup besar dibandingkan dengan arisan, hal ini dikarenakan pengahasilan dari usaha batu bata terutama pengusaha batu bata sangat besar. Intensitas menabung merupakan seberapa sering suatu rumahtangga menyisihkan tabungannya untuk ditabung. Intensitas menabung ini terbagi dalam beberapa waktu yaitu setiap hari, beberapa hari sekali, seminggu sekali, beberapa minggu sekali, sebulan sekali, hingga tidak tentu. Seperti yang terlihat di Gambar 14 di bawah ini.

69 52 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 36.67% 30% 13.33% 16.67% 13.33% 23.33% Kampung Ater 10% 6.67% 50% Kampung Ciawian tidak menabung tidak tentu sebulan sekali beberapa minggu sekali seminggu sekali beberapa hari sekali setiap hari Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 14 Persentase Intensitas Menabung Rumahtangga Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Mayoritas rumahtangga di Kampung Ciawian menabung setiap hari yaitu sebesar 50 persen atau sebanyak 15 responden menabung setiap hari, sementara di Kampung Ater intensitas menabung setiap hari hanya 23,33 persen atau sebanyak tujuh responden yang menabung setiap hari. Kegiatan menabung setiap hari ini mayoritas dilakukan di arisan, walaupun ada juga beberapa rumahtangga yang menabung di arisan namun tidak setiap hari, yaitu beberapa hari sekali atau seminggu sekali. Intensitas menabung sebulan sekali dilakukan oleh responden dari Kampung Ater yaitu sebesar 16,67 persen atau sebanyak lima responden, dan di Kampung Ciawian sebesar 10 persen atau sebanyak tiga responden yang menabung sebulan sekali. Umumnya responden yang menabung dengan intensitas sebulan sekali ini memilih bank atau lembaga keuangan lainnya untuk menabung. Selain intensitas sebulan sekali, adapula responden yang tidak tentu intensitasnya, ketika memiliki kelebihan pendapatan maka responden ini akan menabung kelebihan tersebut, sebanyak 13,33 persen atau sebanyak empat responden dari Kampung Ater yang memiliki intensitas menabung tidak tentu, sementara di Kampung Ciawian tidak ada responden yang memiliki intensitas menabung tidak tentu. Besaran menabung rata-rata perhari di Kampung Ater adalah sebanyak Rp ,00 sementara Kampung Ciawian yaitu sebesar Rp ,00 untuk

70 53 besaran menabung rata-rata per minggu Kampung Ater yaitu sebesar Rp ,00 dan Kampung Ciawian sebesar Rp ,00 untuk rata-rata perbulan besar tabungan responden di Kampung Ater adalah Rp ,00 sementara Kampung Ciawian yaitu sebesar Rp ,00. Perbedaan rata-rata besar tabungan ini tergantung dari berapa banyak responden yang menabung baik perhari, perminggu, perbulan, maupun tidak tentu, serta jumlah pendapatan yang mereka tabung. Mayoritas rumahtangga yang penghasilannya berasal dari buruh industri batu bata maka akan menabung di arisan dengan jumlah yang kecil setiap harinya antara Rp 1.000,00 hingga Rp ,00 tergantung pada pengeluaran konsumsi mereka. Sebaliknya, rumahtangga yang penghasilannya berasal dari pengusaha industri batu bata, dimana penghasilan yang diperoleh sangat besar maka akan cenderung untuk menabung di bank setiap bulan atau setiap minggu dengan jumlah yang relatif besar Investasi a Kepemilikan Lahan Kepemilikan lahan merupakan salah satu bentuk kepemilikan investasi. Pada umumnya rumahtangga yang memiliki lahan adalah rumahtangga dengan kelas sosial menengah ke atas. Hal ini juga terjadi di Desa Gorowong terutama di Kampung Ater dan Kampung Ciawian. Kepemilikan Lahan di Kampung Ater dan Kampung Ciawian terbilang cukup rendah, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 15 yakni, hanya sebesar 23,33 persen atau sebanyak tujuh responden di Kampung Ater yang memiliki lahan. Sedangkan 30 persen atau sebanyak sembilan responden di Kampung Ciawian yang memiliki lahan dan sisanya sebesar 76,67 persen atau sebanyak 23 responden di Kampung Ater tidak memiliki lahan yang digunakan untuk investasi. Begitu pula dengan Kampung Ciawian yaitu sebesar 70 persen responden atau sebanyak 21 responden tidak memiliki lahan. Kepemilikan lahan di Kampung Ater terbatas pada jenis lahan tidur dan lahan industri batu bata, sementara di Kampung Ciawian kepemilikan lahan dengan jenis lahan pertanian dan lahan untuk industri batu bata. Lahan untuk pertanian di Kampung Ciawian lebih banyak dibandingkan dengan lahan untuk industri batu bata, hal ini berbanding terbalik dengan Kampung Ater yang mayoritas lahannya adalah untuk industri batu bata.

71 54 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 76.67% 70% 23.33% 30% Tidak Memiliki Memiliki Kampung Ater Kampung Ciawian Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 15 Persentase Kepemilikan Lahan Responden Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Rata-rata jumlah kepemilikan lahan di Kampung Ater dan Kampung Ciawian adalah sebesar 1269 m 2. Lahan yang dimaksud pada penelitian ini adalah lahan yang dapat dijadikan sebagai investasi baik berupa lahan pertanian maupun lahan yang digunakan untuk industri batu bata. Gambar 16 menunjukkan bahwa golongan ekonomi tinggi merupakan golongan masyarakat yang memiliki persentase tertinggi dalam kepemilikan lahan yaitu sebesar 100 persen atau berjumlah lima rumahtangga. sementara di Kampung Ciawian juga seluruh responden rumahtangga memiliki lahan pertanian yaitu berjumlah 100 persen atau sejumlah tiga rumahtangga responden yang memiliki lahan sebagai investasi. Mayoritas lima responden di Kampung Ater memiliki lahan yang dipergunakan sebagai industri batu bata, lahan pertanian dan ada pula responden yang membiarkan lahannya tidur. Sedikit berbeda dengan Kampung Ciawian, pada umumnya lahan yang dimiliki digunakan untuk pertanian, namun ada pula responden yang memiliki lahan yang dipergunakan sebagai industri batu bata.

72 55 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 100% 16.67% Kampung Ater 100% Golongan Ekonomi Tinggi 28.57% 14.28% Kampung Ciawian Golongan Ekonomi menengah Golongan Ekonomi Rendah Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 16 Persentase Kepemilikan Lahan Menurut Golongan Ekonomi Rumahtangga Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Baik di Kampung Ater dan Kampung Ciawian rumahtangga dengan golongan ekonomi tinggi memiliki persentase sebesar 100 persen atau semua responden rumahtangga golongan ekonomi tinggi memiliki lahan. Semetara sisanya adalah golongan ekonomi menengah, bahkan ada pula golongan ekonomi rendah yang memiliki lahan seperti yang ada di Kampung Ciawian. b. Status Kepemilikan Rumah Status Kepemilikan rumah di Kampung Ater dan Kampung Ciawian terbilang hampir sama, hal ini terlihat pada Gambar di bawah ini, yang memperlihatkan sebanyak 90 persen responden atau sebanyak 27 responden status kepemilikan rumahnya adalah milik sendiri, sedangkan di Kampung Ciawian sebesar 76,67 persen atau 23 responden mempunyai status kepemilikan rumahnya milik sendiri. Status kepemilikan rumah ini tidak membatasi apakah mereka yang memiliki rumah termasuk golongan menengah keatas atau tidak, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan responden yang termasuk golongan menengah ke bawah pun memiliki rumah sendiri hanya saja besar dan luas rumah tersebut yang berbeda dibandingkan dengan responden golongan menengah ke atas.

73 56 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 6.67% 3.33% 90% 20% 3.33% 76.67% Lainnya Warisan Mengontrak Milik Sendiri Kampung Ater Kampung Ciawian Keterangan: Gambar 17 n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Persentase Status Kepemilikan Rumah Responden Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Responden baik di Kampung Ater dan Kampung Ciawian yang memiliki status kepemilikan rumah warisan adalah sebesar 3,33 persen atau sebanyak satu responden di kedua kampung tersebut. Kemudian kategori status kepemilikan rumah lainnya adalah mereka atau responden yang tinggalnya menumpang pada orang tuanya, pada Kampung Ater terlihat sebesar 6,67 persen atau sebanyak dua responden yang tinggal bersama kealuarganya, sementara di Kampung Ciawian sebanyak 20 persen atau sebanyak enam responden yang tinggal bersama keluarganya. Pada umumnya responden yang masih tinggal dengan keluarganya adalah responden yang baru saja berkeluarga atau menikah. c. Kepemilikan Barang Berharga Kepemilikan barang berharga ini termasuk dalam kriteria investasi rumahtangga yang sewaktu-waktu dapat digunakan seperti digadaikan atau dijual ketika mengalami krisis ekonomi dalam rumahtangga. Tabel 9 di bawah ini menunjukkan persentase kepemilikan barang-barang berharga yang dimiliki oleh rumahtangga responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian.

74 57 Tabel 9. Persentase Kepemilikan Barang Berharga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian, Desa Gorowong Jenis Barang Berharga Kampung Ater (%) Kampung Ciawian (%) Mobil 10 6,67 Truk 16,67 3,33 Traktor ,33 Motor 66,67 60 Sepeda 46,67 20 Televisi berwarna 86,67 93,33 CD/DVD Player 43,33 13,33 Radio/tape 16,67 33,33 Lemari Es 30 73,33 Kompor Gas 56,67 86,67 Mesin Cuci 0 0 Handphone ,33 Mesin Jahit Kipas Angin AC Mesin Pompa Air Emas 0 56, , , ,67 46,67 Mayoritas rumahtangga di Kampung Ater memiliki Handphone yaitu sebesar 100 persen atau sebanyak 30 responden memiliki barang tersebut, selanjutnya adalah kepemilikan televisi yaitu sebesar persen rumahtangga di Kampung Ater memiliki televisi yaitu sebanyak 26 responden memiliki barang tersebut. Selanjutnya kepemilikan motor yaitu sebesar persen atau sebanyak 20 responden memiliki sepeda motor. Selanjutnya dengan persentase yang sama yaitu sebesar persen atau sebanyak 17 responden memiliki kompor gas, kipas angin dan emas. Salah satu barang berharga lainnya adalah mobil, dimana di Kampung Ater ini responden yang memiliki mobil yaitu sebesar 10 persen atau sebanyak 3 orang responden yang memiliki mobil tentu saja kepemilikan mobil ini dimiliki oleh responden dengan penghasilan tinggi. Cukup banyak responden yang memiliki sepeda motor dan emas, artinya kepemilikan barang berharga yang dapat diinvestasikan oleh rumahtangga di Kampung Ater cukup tinggi, karena emas dan motor mempunyai nilai yang tinggi. Perbandingan kepemilikan barang

75 58 berharga di Kampung Ciawian, dimana yang menjadi mayoritas dimiliki oleh responden adalah televisi yaitu sebesar 93,33 persen atau sebanyak 28 responden memiliki barang tersebut. Kepemilikan emas, motor dan mobil yaitu berturut-turut sebesar 46,67 persen atau sebanyak 14 responden memiliki emas, untuk motor yaitu sebesar 60 persen atau sebanyak 18 responden memiliki motor, sementara mobil hanya 6,67 persen atau sebanyak 2 responden yang memilikinya, tentu saja responden dengan penghasilan tinggi yang memiliki mobil tersebut. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 100% 94.5% 0% 5.55% golongan ekonomi rendah Kampung Ater golongan ekonomi menengah 50% 50% golongan ekonomi tinggi memiliki mobil 100% 95.24% 0 0% 4.76% golongan ekonomi rendah tidak memiliki mobil Kampung Ciawian golongan ekonomi menengah 50% 50% golongan ekonomi tinggi Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 18 Persentase Kepemilikan Mobil Responden di Kampung Ater dan Ciawian Kepemilikan mobil di Kampung Ater hanya dimiliki oleh responden golongan menengah ke atas, seperti yang terlihat di Gambar 18 di atas terlihat persentase golongan ekonomi yang memiliki mobil adalah golongan ekonomi tinggi yaitu sebesar 50 persen atau sebanyak dua responden rumahtangga, selanjutnya dari golongan ekonomi menengah yaitu hanya 5,55 persen atau hanya satu responden rumahtangga saja yang memilikinya, sementara dari golongan ekonomi rendah tidak ada yang memiliki mobil. Hampir sama seperti di Kampung Ater, Kepemilikan mobil di Kampung Ciawian hanya dimiliki oleh responden golongan menengah ke atas, seperti yang terlihat di Gambar 18 di atas terlihat persentase golongan ekonomi yang memiliki

76 59 mobil adalah golongan ekonomi tinggi yaitu sebesar 50 persen atau sebanyak satu responden rumahtangga, selanjutnya dari golongan ekonomi menengah yaitu hanya 4,76 persen atau hanya satu responden rumahtangga saja yang memilikinya, sementara dari golongan ekonomi rendah tidak ada yang memiliki mobil. Baik di Kampung Ater maupun Kampung Ciawian responden yang memiliki mobil adalah responden yang bekerja di sektor industri batu bata, yaitu pengusaha industri batu bata, karena pendapatan pengusaha industri batu bata ini sangat besar, dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Sementara kepemilikan motor lebih merata baik di golongan menengah, menengah ke atas dan ada pula beberapa berasal dari golongan menengah ke bawah. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 75% 25% golongan ekonomi rendah Kampung Ater 22.2% 77.78% golongan ekonomi menengah 0% 100% golongan ekonomi tinggi % 28.75% golongan ekonomi rendah Kampung Ciawian 33.33% 66.67% golongan ekonomi menengah 0% 100% golongan ekonomi tinggi memiliki motor tidak memiliki motor Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 19. Persentase Kepemilikan Motor Responden di Kampung Ater dan Ciawian Gambar 19 di atas, menunjukkan kepemilikan motor di Kampung Ater di golongan atas terlihat seluruhnya memiliki sepeda motor, sementara dari golongan menengah mayoritas memiliki motor yaitu sebesar 77,78 persen, selanjutnya sebanyak 25 persen masyarakat golongan bawah memiliki motor. Persentase kepemilikan motor di Kampung Ciawian tidak begitu jauh dengan responden di Kampung Ater, yaitu pada golongan menengah keatas seluruh responden memiliki motor, sementara pada golongan menengah terdapat 66,67 persen

77 60 memiliki motor dan sebesar 28,57 persen masyarakat golongan rendah memiliki motor. Kepemilikan motor yang lebih merata dibandingkan dengan mobil dikarenakan, harga motor yang jauh lebih terjangkau baik dibeli secara tunai maupun dengan kredit, selain itu kondisi akses menuju tempat tinggal, yang umumnya hanya bisa ditempuh dengan motor, dan tentu saja biaya operasional motor jauh lebih murah dibandingkan dengan mobil. Mayoritas penduduk yang memilki pekerjaan di sektor industri batu bata memiliki motor, sehingga dapat dikatakan industri batu bata di kedua kampung tersebut mampu meningkatkan kepemilikan barang berharga masyarakatnya karena pendapatan yang didapat dari industri batu bata cukup besar. Jika dilihat dari Persentase kepemilikan barang berharga baik di Kampung Ater maupun di Kampung Ciawian dapat disimpulkan tidak berbeda jauh, hal ini dikarenakan karateristik daerah yang hampir sama serta keabsolutan nilai barang berharga itu sendiri. 6.2 Ikhtisar Struktur nafkah merupakan suatu konsep yang sangat berhubungan dengan strategi nafkah, pada bab sebelumnya telah dijabarkan bagaimana strategi nafkah yang dilakukan oleh masyarakat di Kampung Ater dan Kampung Ciawian, kemudian pada bab ini masih berkaitan dengan strategi nafkah, yaitu membahas struktur nafkah masyarakat, yang diperoleh setelah masyarakat tersebut melakukan serangkaian strategi nafkah guna mencapai taraf hidup yang diinginkannya. Taraf hidup masyarakat tersebut dapat terlihat dari struktur nafkah yang mereka miliki. Struktur nafkah termasuk di dalamnya tingkat pendapatan, kemampuan menabung, dan kepemilikan barang investasi, sebagaimana tersaji dalam Tabel 20 di bawah ini. Mayoritas tingkat pendapatan yang diperoleh masyarakat di Kampung Ater dan Kampung Ciawian selama kurun waktu satu tahun terakhir tergolong rendah jika diukur dari pendapatan di wilayah masing-masing, tingkat pendapatan di wilayah Kampung Ater dan Kampung Ciawian yang rendah sesuai dengan perhitungan dengan menggunakan standar kemiskinan oleh World Bank, yaitu seluruh rumahtangga di Kampung Ciawian berada di bawah garis kemiskinan, sementara di Kampung Ater mayoritas hanya sedikit diatas garis kemiskinan, artinya struktur nafkah yang dimiliki oleh kedua kampung tersebut tidak aman,

78 61 masyarakat di Kampung Ciawian hidup di bawah garis kemiskinan, sementara di Kampung Ater dapat disimpulkan bahwa masyarakatnya terancam jatuh dalam garis kemiskinan karena hanya sedikit saja di atas garis kemiskinan. Tabel 10 Struktur Nafkah Masyarakat di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Desa Gorowong, 2011 Aspek Penelitian Kampung Ater Kampung Ciawian Tingkat Pendapatan Rendah Rendah Kemampuan Menabung Tinggi Tinggi Intensitas Menabung Setiap hari Setiap hari Status Tempat Tinggal Milik Sendiri Milik Sendiri Kepemilikan Lahan Rendah (<1269 m 2 ) Rendah (<1269 m 2 ) Kepemilikan Barang Berharga (mobil) Kepemilikan Barang Berharga (motor) Sangat Rendah Tinggi Sangat Rendah Tinggi Tingkat menabung ini dipengaruhi oleh jumlah pendapatan yang diperoleh rumahtangga, jika pendapatan yang diperoleh rendah maka rumahtangga hanya bisa menabung dengan jumlah kecil dan terkadang tidak bisa menabung, sebaliknya jika tingkat pendapatan tinggi maka jumlah penghasilan yang akan ditabung pun semakin besar, dan hal ini akan berpengaruh pada pengambilan keputusan tempat menabung. Kepemilikan lahan sebagai salah satu bentuk investasi baik lahan pertanian maupun lahan industri batu bata tergolong rendah karena pada umumnya yang memiliki lahan adalah responden dengan golongan pendapatan tinggi atau golongan menengah ke atas. Selain itu, barang berharga yang termasuk investasi adalah mobil dan motor. Hanya sebagian kecil saja responden yang memiliki mobil, tetapi sebaliknya mayoritas responden di kedua Kampung tersebut memiliki motor. Berdasarkan analisis struktur nafkah pada bab ini, maka dapat dilihat bahwa peran industri batu bata di Desa Gorowong terutama di Kampung Ater dan Kampung Ciawian sangat besar, industri batu bata merupakan sumber nafkah yang sangat berperan dalam menyusun struktur nafkah terutama tingkat pendapatan masyarakat di Desa Gorowong.

79 62 BAB VII KONDISI EKOLOGI KAMPUNG ATER DAN KAMPUNG CIAWIAN Aktivitas industri batu bata yang marak di Desa gorowong selain membawa manfaat di bidang ekonomi ternyata juga membawa dampak negatif pada bidang ekologi. Dampak negatif pada ekologi wilayah Desa Gorowong terutama Kampung Ater dan Kampung Ciawian sebagai daerah fokus penelitiab dapat diketahui dari pendapat masyarakat mengenai kondisi lingkungannya yaitu kuantitas air, suhu udara yang semakin meningkat, kebersihan udara atau debu yang semakin banyak, dan kondisi lahan yang menjadi kritis. 7.1 Kuantitas Air di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Persepsi responden mengenai kuantitas air baik di Kampung Ater maupun Kampung Ciawian dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12 di bawah ini. Pada Tabel 11 menerangkan mengenai persepsi responden mengenai kuantitas air di Kampung Ater dan pada Tabel 12 menerangkan mengenai persepsi responden di Kampung Ciawian. Tabel 11 Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden terhadap Kuantitas Air menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ater, 2011 Kategori Pekerjaan Petani Buruh Batu Bata Supir Pengusaha Batu Bata Pedagang Bengkel Total Opini/Pendapat Terhadap Kuantitas Air ater Sangat Buruk Cukup Baik Sangat Buruk Baik Baik (0%) (3,3%) (7%) (0%) (0%) (0%) (7%) (23%) (7%) (3%) (0%) (3,3%) (10%) (3%) (0%) (0%) (3,3%) (7%) (3%) (0%) (0%) (3,3%) (14%) (3%) (0%) (0%) (0%) (0%) (0%) (0%) (0%) (20%) (60%) (17%) (3%) Total 3 (10%) 12 (40%) 5 (17%) 4 (13%) 6 (20%) 0 (0%) 30 (100%) Kampung Ater sebagai daerah di Desa Gorowong yang memiliki aktivitas industri batu bata tinggi, mayoritas respondennya berpendapat bahwa kuantitas air di wilayahnya cukup baik, baik responden tersebut bekerja di sektor pertanian

80 63 maupun di sektor industri batu bata. Serupa dengan persentase pendapat responden di Kampung Ater, pendapat responden di Kampung Ciawian terlihat pada Tabel 12 dibawah, bahwa mayoritas responden juga berpendapat bahwa kuantitas air di wilayahnya cukup baik. Tabel 12 Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden terhadap Kuantitas Air menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ciawian, 2011 Kategori Opini/Pendapat Terhadap Kuantitas Air ciawian Pekerjaan Sangat Buruk Buruk Cukup Baik Baik Sangat Baik Total Petani (0%) (3%) (14%) (0%) (0%) (17%) Buruh Batu Bata 0 (0%) 3 (10%) 7 (23%) 2 (7%) 0 (0%) 12 (40%) Supir (0%) (3%) (10%) (3%) (0%) (17%) Pengusaha Batu Bata 0 (0%) 0 (0%) 2 (7%) 0 (0%) 0 (0%) 2 (7%) Pedagang (0%) (7%) (10%) (0%) (0%) (17%) Bengkel (0%) (0%) (3%) (0%) (0%) (3%) Total (0%) (20%) (67%) (10%) (0%) (100%) Pada Kampung Ciawian sebanyak 14 persen responden yang menjawab kuantitas air cukup baik adalah mereka yang mata pencaharian utamanya sebagai petani, menurut mereka kuantitas air tidak berpengaruh dengan perkembangan industri. Hal ini disebabkan karena kondisi geografis Desa Gorowong yang memang memiliki air tanah lebih sedikit dibandingkan dengan desa lainnya...memang dari kondisi alamnya Desa Gorowong ini jumlah airnya sedikit, apalagi jika dibandingkan dengan desa-desa lain, makanya di Desa Gorowong ini susah kalau mau bertani, karena tanahnya asam dan airnya pun susah.. (Bapak Sry, Kepala Desa gorowong) Mayoritas responden di Kampung Ater dan Ciawian menjawab kuantitas air di daerahnya cukup baik. Namun, jika membandingkan antara persentase responden yang menjawab kuantitas air buruk dengan responden yang menjawab kuantitas air baik, maka dapat dilihat pada tabel baik Tabel 11 dan Tabel 12 menujukkan persentase responden yang menjawab buruk lebih besar dibandingkan yang menjawab baik. Pada Tabel 12 hal itu ditunjukkan dengan persentase sebesar 20 persen responden yang menjawab buruk dan sebesar 10

81 64 persen yang menjawab baik. Artinya ada perubahan kuantitas air yang dirasakan responden akibat pertumbuhan industri batu bata. 7.2 Suhu Udara di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Pada umumnya daerah yang memiliki aktivitas industri atau galian pasti akan mengalami perubahan pada suhu udara wilayahnya, hal ini dikarenakan jumlah tutupan tanah yang semakin berkurang mengingat lahan-lahan yang terus digali untuk kegiatan industri ini, akibatnya suhu udara pun semakin meningkat. kondisi lingkungan di sini (Desa Gorowong) terutama suhu udaranya menjadi lebih panas dibandingkan dahulu, sekarang banyak Lio jadi lahan banyak yang digali terus, jadi pohonnya berkurang, gak ada teduhan lagi (Bpk Jbr, 48 tahun, Responden) Pernyataan bapak Jbr di atas, dapat dikuatkan dengan Tabel 13 dan Tabel 14 mengenai pendapat responden terhadap perubahan suhu udara di Kampung Ater dan Ciawian. Mayoritas responden di Kampung Ater juga menjawab suhu udara memburuk atau semakin panas bermata-pencaharian sebagai buruh batu bata dan supir truk. Tabel 13 Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden terhadap Suhu Udara menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ater, 2011 Kategori Pekerjaan Petani Buruh Batu Bata Supir Pengusaha Batu Bata Pedagang Bengkel Total Opini/Pendapat Terhadap Suhu Udara Ater Sangat Buruk Cukup Baik Sangat Buruk Baik Baik (0%) (10%) (0%) (0%) (0%) (0%) (20%) (13%) (7%) (0%) (0%) (10%) (7%) (0%) (0%) (0%) (10%) (3%) (0%) (0%) (0%) (20%) (0%) (0%) (0%) (0%) (0%) (0%) (0%) (0%) (0%) (70%) (23%) (7%) (0%) Total 3 (10%) 12 (40%) 5 (17%) 4 (13%) 6 (20%) 0 (0%) 30 (100%) Berdasarkan data pada Tabel 13 di atas, mayoritas responden di Kampung Ater menjawab suhu udara buruk yaitu sebesar 70 persen, baik responden yang bekerja di sektor industri maupun sektor non-industri, hal ini

82 65 menujukkan bahwa perubahan suhu udara dirasakan oleh semua pihak dan dianggap cukup mengganggu sehingga responden menjawab suhu udara buruk. Persentase responden yang menjawab suhu udara semakin memburuk di Kampung Ciawian yaitu sebesar 57 persen. Jika dilihat dari segi matapencaharian responden maka mayoritas responden yang menjawab suhu udara menjadi buruk di Kampung Ciawian adalah responden dengan matapencaharian sebagai buruh batu bata yaitu sebesar 26 persen. Buruh batu bata dan supir sebagai pekerja yang terlibat langsung dengan kegiatan industri ini juga beranggapan suhu udara semakin panas akibat maraknya industri, mereka menyadari hal tersebut karena banyaknya lahan-lahan yang tadinya ditanami pohon-pohon kemudian pohonpohon tersebut ditebang dan tanahnya digali hingga beberapa meter kedalam untuk membuat batu bata, sehingga udara semakin panas karena tutupan lahannya sudah tidak ada lagi. Tabel 14 Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden terhadap Suhu Udara menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ciawian, 2011 Kategori Pekerjaan Petani Buruh Batu Bata Supir Pengusaha Batu Bata Pedagang Bengkel Total Opini/Pendapat Terhadap Suhu Udara ciawian Sangat Buruk Cukup Baik Sangat Buruk Baik Baik (0%) (7%) (7%) (3%) (0%) (0%) (26%) (7%) (7%) (0%) (0%) (10%) (7%) (0%) (0%) (0%) (0%) (3%) (0%) (0%) (0%) (7%) (7%) (0%) (0%) (0%) (0%) (3%) (0%) (0%) (0%) (57%) (33%) (10%) (0%) Total 5 (17%) 12 (40%) 5 (20%) 2 (7%) 5 (14%) 1 (3%) 30 (100%) Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa perubahan suhu udara di wilayah Kampung Ciawian tidak semata-mata dirasakan oleh masyarakat yang bekerja diluar sektor industri batu bata namun, pekerja di sektor industri batu bata pun merasakannya. Namun, mereka tetap bekerja di sektor tersebut karena kebutuhan ekonomi dan industri batu bata ini merupakan mata-pencaharian utama mayoritas penduduk di Desa Gorowong.

83 Kebersihan Udara di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Kebersihan udara juga merupakan kondisi lingkungan yang ikut terpengaruh akibat dari adanya aktivitas industri batu bata, karena pada umumnya di daerah industri batu bata aktivitas truk yang berlalu-lalang membawa batu bata dan tanah sangat tinggi, akibatnya yang terjadi adalah semakin banyaknya debu di daerah yang sering dilewati oleh truk-truk tersebut. Hal ini juga terjadi di Desa Gorowong, semakin meningkatnya permintaan akan bahan bangunan seperti batu bata dan tanah untuk keramik maka industri batu bata pun semakin meningkat, sehingga menyebabkan semakin banyaknya truk-truk pengangkut batu bata dan tanah yang melewati beberapa bagian di wilayah Desa Gorowong. Kebersihan udara yang dirasakan oleh responden terjabarkan pada Tabel 15 di bawah ini. Tabel 15. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden terhadap Debu (Kebersihan Udara) menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ater, 2011 Kategori Pekerjaan Petani Buruh Batu Bata Supir Pengusaha Batu Bata Pedagang Bengkel Total Sangat Buruk 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) Opini/Pendapat Terhadap Debu ater Buruk Cukup Baik Baik (7%) (3%) (0%) (23%) (17%) (0%) (17%) (0%) (0%) (7%) (7%) (0%) (17%) (3%) (0%) (0%) (0%) (0%) (70%) (30%) (0%) Sangat Baik 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) Total 3 (10%) 12 (40%) 5 (17%) 4 (13%) 6 (20%) 0 (0%) 30 (100%) Di Kampung Ater, mayoritas responden yang menjawab kebersihan udara memburuk atau debu semakin banyak adalah responden dengan mata pencaharian sebagai buruh batu bata, artinya tidak hanya responden yang bermata pencaharian di luar sektor industri batu bata saja yang menganggap debu semakin banyak semenjak maraknya industri, namun justru responden yang bekerja di sektor tersebut juga menyadari bahwa akibat maraknya industri sehingga debu di wilayahnya menjadi semakin banyak. Begitu pula dengan kondisi di Kampung

84 67 Ciawian yang tersaji dalam Tabel 16. Responden di Kampung Ciawian yang bekerja sebagai buruh batu bata ada yang menjawab kondisi kebersihan udara buruk dan cukup baik dengan persentase yang sama yaitu 20 persen di masingmasing kategori. Berdasarkan perbandingan abtara Tabel 15 dan Tabel 16 maka dapat dikatakan bahwa kondisi udara di Kampung Ater lebih buruk dibandingkan dengan Kampung Ciawian, hal ini terlihat dari jumlah persentase responden yang menjawab kebersihan udara semakin buruk di Kampung Ater lebih besar yaitu sebesar 70 persen, sementara di Kampung Ciawian sebesar 50 persen. Tabel 16 Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden terhadap Debu (Kebersihan Udara) menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ciawian, 2011 Kategori Pekerjaan Petani Buruh Batu Bata Supir Pengusaha Batu Bata Pedagang Bengkel Total Sangat Buruk 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) Opini/Pendapat Terhadap Debu ciawian Buruk Cukup Baik Baik (10%) (7%) (0%) (20%) (20%) (0%) (7%) (10%) (0%) (0%) (7%) (0%) (10%) (7%) (0%) (3%) (0%) (0%) (50%) (50%) (0%) Sangat Baik 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) Total 5 (17%) 12 (40%) 5 (17%) 2 (7%) 5 (14%) 1 (3%) 30 (100%) Hal ini menunjukkan bahwa mereka pun menyadari kebersihan udara menjadi lebih buruk akibat dari meningkatnya industri, namun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya himpitan ekonomilah yang menyebabkan mereka berdamai dengan keadaan seperti saat ini. 7.4 Kondisi Lahan di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Aktivitas industri batu bata juga mempengaruhi kondisi lahan, dimana lahan yang terus menerus digali untuk diambil tanahnya lama kelamaan akan kehilangan unsur haranya yang sangat berguna bagi pertanian. Menurut penuturan ketua kelompok tani di Desa Goworong dan Kepala Desa Gorowong memang tanah di Desa Gorowong bersifat asam sehingga tidak terlalu baik jika digunakan untuk

85 68 pertanian. Maka tidak mengherankan mayoritas responden di kedua lokasi penelitian menjawab kondisi lahan masih tetap sama walaupun industri mulai marak di wilayah Desa Gorowong Penuturan kedua tokoh masyarakat tersebut diperkuat oleh data pada Tabel 17 di bawah ini. Tabel 17 Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden terhadap Kondisi Lahan menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ater, 2011 Kategori Pekerjaan Petani Buruh Batu Bata Supir Pengusaha Batu Bata Pedagang Bengkel Total Opini/Pendapat Terhadap Kondisi lahan ater Sangat Buruk Cukup Baik Sangat Buruk Baik Baik (0%) (7%) (3%) (0%) (0%) (0%) (3%) (20%) (17%) (0%) (0%) (0%) (13%) (3%) (0%) (0%) (0%) (13%) (0%) (0%) (0%) (0%) (20%) (0%) (0%) (0%) (0%) (0%) (0%) (0%) (0%) (10%) (70%) (20%) (0%) Total 3 (10%) 12 (40%) 5 (17%) 4 (13%) 6 (20%) 0 (0%) 30 (100%) Tabel 17 menunjukkan mayoritas yang mengganggap kondisi lahan cukup baik di wilayah Kampung Ater adalah buruh batu bata, hal ini disebabkan karena responden menganggap kondisi lahan baik sebelum ada industri maupun sesudah adanya industri tidak berubah secara signifikan. Pekerjaan yang berhubungan langsung dengan lahan yaitu petani sebanyak tiga persen menjawab kondisi lahan cukup baik, dan petani yang menjawab kondisi lahan buruk di Kampung Ater yaitu sebesar tujuh persen. Artinya dari total persentase responden yang bermata-pencaharian sebagai petani yaitu sebesar 10 persen, tujuh persen diantaranya menjawab kondisi lahan menjadi buruk, sehingga dapat dikatakan terjadi perubahan kondisi lahan menjadi lebih buruk akibat adanya industri berdasarkan pendapat/opini dari petani selaku responden yang berhubungan langsung dengan lahan. Namun, sebagian besar responden yang bekerja di luar sektor pertanian di Kampung Ater menjawab kondisi lahan cukup baik. Menurut mereka kondisi lahan di Desa Gorowong memang tidak diperuntukkan untuk pertanian.

86 69 Tabel 18 Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden terhadap Kondisi Lahan menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ciawian, 2011 Kategori Pekerjaan Petani Buruh Batu Bata Supir Pengusaha Batu Bata Pedagang Bengkel Total Opini/Pendapat Terhadap Kondisi lahan ciawian Sangat Buruk Cukup Baik Sangat Buruk Baik Baik (0%) (10%) (7%) (0%) (0%) (0%) (10%) (30%) (0%) (0%) (0%) (10%) (7%) (0%) (0%) (0%) (0%) (7%) (0%) (0%) (0%) (0%) (17%) (0%) (0%) (0%) (3%) (0%) (0%) (0%) (0%) (33%) (67%) (0%) (0%) Total 5 (17%) 12 (40%) 5 (17%) 2 (7%) 5 (13%) 1 (3%) 30 (100%) Sama halnya dengan Kampung Ater, di Kampung Ciawian mayoritas responden menjawab kondisi lahan cukup baik, namun jika melihat pada persentase petani selaku sektor pekerjaan yang berhubungan langsung dnegan lahan, dari total 17 persen, 10 persen diantaranya menjawab kondisi lahan buruk akibat adanya industri. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi lingkungan hidup terkait dengan mata pencaharian yang dilakukan oleh responden terutama kondisi lahan. Responden yang bekerja di sektor pertanian mayoritas menjawab kondisi lahan menjadi buruk akibat adanya industri batu bata, sedangkan responden yang bermata-pencaharian di sektor lain menjawab kondisi lahan cukup baik. 7.4 Ikhtisar Kerusakan ekologi di Kampung Ater dan Kampung Ciawian semenjak maraknya industri batu bata dapat dilihat dari opini/pendapat responden di kedua Kampung tersebut yang meliputi perubahan pada kuantitas air, suhu udara, kebersihan udara yang ditandai oleh debu yang meningkat, dan kondisi lahan apakah lahan tersebut menjadi kritis atau tidak. Mayoritas responden di Kampung Ater dan Ciawian menjawab kuantitas air masih cukup baik. Mayoritas responden di kedua kampung menjawab suhu udara dan kebersihan udara memburuk setelah

87 70 maraknya industri batu bata, hal ini dikarenakan karena peningkatan aktivitas industri batu bata seperti penggalian tanah yang harus menebang pohon atau tutupan lahan sehingga suhu udara semakin meningkat, dan semakin banyaknya truk-truk yang melewati kedua daerah tersebut sehingga debu semakin meningkat. Tabel 19 Kondisi Ekologi di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Desa Gorowong, 2011 Aspek Penelitian Kampung Ater Kampung Ciawian Kuantitas air Cukup baik Cukup baik Suhu udara Buruk Buruk Kebersihan udara Buruk Buruk Kondisi lahan Cukup baik Cukup baik Mayoritas responden di kedua kampung menjawab kondisi lahan cukup baik atau tidak terjadi perubahan semenjak adanya industri, namun jika ditelaah dari kacamata responden yang kerjanya berhubungan langsung dengan lahan yaitu petani, maka mayoritas petani di kedua kampung menjawab bahwa kondisi lahan menjadi buruk akibat adanya industri batu bata. Kerusakan ekologi yang disadari oleh mayoritas masyarakat baik di Kampung Ater dan Ciawian adalah peningkatan suhu udara dan kebersihan udara, sementara kuantitas air dan kondisi lahan belum disadari perubahannya oleh mayoritas masyarakat di kedua kampung tersebut, hanya sebagian kecil responden yang menyadari adanya perubahan tersebut. Hal ini mungkin saja akan semakin buruk jika kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam yang ramah lingkungan masih rendah.

88 71 BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan Perkembangan Industri Batu Bata di Desa Gorowong berdampak terhadap kondisi sosio-ekonomi masyarakat lokal dan perubahan ekologi suatu kawasan pedesaan. Dampak sosio-ekonomi yang terjadi di Desa Gorowong mempengaruhi bentuk-bentuk strategi nafkah yang dilakukan oleh masyarakat. Strategi nafkah yang terpengaruh oleh adanya industri batu bata meliputi migrasi, pola nafkah ganda, tindakan adaptif rumahtangga saat mengahadapi krisis, dan alokasi waktu kerja rumahtangga. Pada umumnya pola nafkah yang diterapkan oleh masyarakat adalah pola nafkah ganda yang berasal dari industri batu bata. Alokasi waktu kerja yang dicurahkan oleh rumahtangga didominasi oleh suami selaku kepala keluarga, sementara alokasi waktu kerja reproduktif didominasi oleh istri. Strategi nafkah yang dilakukan oleh masyarakat mempengaruhi strukur nafkah rumahtangganya, struktur nafkah tersebut terlihat dari tingkat pendapatan, kemampuan menabung, dan kepemilikan investasi. Tingkat pendapatan rumahtangga di kedua kampung tergolong rendah. Namun, jika dihitung berdasarkan standar kemiskinan World Bank, Kampung Ciawian berada dalam garis kemiskinan sementara Kampung Ater berada sedikit di atas garis kemiskinan. Hal ini karena Kampung Ater memiliki banyak kepemilikan industri batu bata sehingga pendapatan rata-rata penduduknya lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kampung Ciawian yang kepemilikan usaha batu batanya lebih sedikit. Berdasarkan strategi nafkah dan struktur nafkah rumahtangga responden di kedua kampung dapat disimpulkan bahwa tingkat ekonomi di Kampung Ater lebih tinggi. Akibat adanya industri batu bata yang berkembang, ternyata menimbulkan dampak negatif pada kondisi ekologinya yang terlihat dari perubahan suhu udara yang semakin panas dan debu di wilayah Gorowong yang semakin banyak, yang tentu saja mengganggu aspek kesehatan masyarakat. Walaupun demikian responden di kedua kampung penelitian tidak keberatan dengan kondisi tersebut, karena yang menyebabkan kerusakan ekologi adalah sumber nafkah mereka. Kondisi kesuburan lahan di Desa Gorowong tidak mengalami perubahan semenjak adanya industri batu bata, hal ini dikarenakan kondisi alamiah di Desa

89 72 Gorowong yang memiliki tanah dengan kandungan asam yang tinggi. Berdasarkan kondisi ekologinya, Kampung Ater memiliki kondisi ekologi yang lebih buruk dibandingkan dengan Kampung Ciawian. Perbandingan Kampung Ater sebagai wilayah yang didominasi oleh industri batu bata dengan Kampung Ciawian sebagai wilayah yang didominasi oleh sektor pertanian, dapat disimpulkan bahwa dampak sosio-ekonomi dari industri batu bata di Kampung Ater lebih tinggi dibandingkan tingkat perekonomian masyarakat di Kampung Ciawian. Namun, dari segi dampak ekologi, Kampung Ater lebih buruk kondisi ekologinya dibandingkan dengan Kampung Ciawian. 8.2 Saran Terdapat beberapa saran terkait dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, diantaranya adalah. 1. Penelitian ini merupakan penelitian dasar mengenai strategi nafkah rumahtangga di wilayah sekitar industri batu bata, dimana sumberdaya bahan baku batu bata ketika penelitian ini dilakukan masih banyak, tetapi tidak dapat dipungkiri sumberdaya tersebut akan habis, maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai strategi nafkah rumahtangga di wilayah sekitar industri batu bata jika sumberdaya sudah mulai menipis. 2. Rendahnya kualitas Sumberdaya Manusia yang ditunjukkan dengan masih rendahnya pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat sekitar, sehingga diperlukan adanya dukungan dari pemerintah baik daerah maupun pusat untuk mendorong minat masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. 3. Keberlanjutan hidup masyarakat tergantung pada kemampuannya dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada, serta ketersediaan sumberdaya yang nantinya akan habis, untuk itu perlu adanya kebijakan dari pemerintah desa serta kesadaran dari masyarakat itu sendiri untuk mengelola sumberdaya alamnya secara berkelanjutan.

90 73 DAFTAR PUSTAKA Ariyanto, A Alokasi Waktu dan Ekonomi Rumahtangga Pekerja Pada Sektor Industri Formal Berdasarkan Gender. [tesis]. Bogor [ID]: Sekolah PascaSarjana, IPB. [BPS] Badan Pusat Statistik Konsep industri. [internet].[diunduh 3 juli 2011]. Dapat diunduh dari: Dharmawan, A.H Pertanian Household Livelihood Strategies and Socio- Economic Change in Rural Indonesia. [disertasi]. German [DE]: Gottingen University. Dharmawan, A.H Agustus. Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan: Pandangan Sosiologi Nafkah (Livelihood Sociology) Mahzab Barat dan Mahzab Bogor. Sodality. Volume 01(02): Ependi, E.P Analisis Sumberdaya Nafkah (Livelihood Resources) dan Strategi Nafkah (Livelihood Strategies) Pada Dua Komunitas (Studi Kasus: Komunitas Desa Bantarujeg Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka dan Komunitas Desa Cisarua Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat). [skripsi]. Bogor [ID]: Departemen SOSEK Pertanian Fakultas Pertanian, IPB. [KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia Pengertian Industri. [internet]. [diunduh 3 juli 2011]. Dapat diunduh dari Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia Pengertian, Definisi, Macam, Jenis dan Penggolongan Industri di Indonesia. [internet]. [diunduh 3 juli 2011]. Dapat diunduh dari: industri_di_indonesia_perekonomian_bisnis Lestari, D Strategi Nafkah Rumahtangga Nelayan Pantai Utara dan Pantai Selatan Jawa (Studi Kasus Komunitas Nelayan Banyuwoto, Jawa Tengah dan Komunitas Nelayan Cipatuguran, Jawa Barat).[skripsi] Bogor [ID]: Departemen SOSEK Pertanian Fakultas Pertanian, IPB. Masithoh, A.D Analisis Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Perkebunan Rakyat (Suatu Kajian Perbandingan: Komunitas Petani Perkebunan Teh Ciguha Jawa Barat dan Komunitas Petani Perkebunan Tebu Puri Jawa Timur). [skripsi]. Bogor [ID]: Departemen SOSEK Pertanian IPB. Purwanto Perubahan Pola Pencaharian Nafkah Masyarakat Petani di Sekitar Kawasan Industri (Kasus di Desa Ngoro, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur). [tesis]. Bogor [ID]: Sekolah Pasca Sarjana IPB

91 74 Scoones, I Sustainable Rural Livelihood: A Framework for Analysis IDS Working Paper No.72. Bringhton. Institute of Development Studies. University of Sussesx. Siahaan Pola Pengembangan Industri. Jakarta [ID]: Departemen Perindustrian. Singarimbun, M Metode Penelitian Survey. Jakarta [ID]: LP3ES. Yuniarti Analisis Keragaan Pengembangan Industri Kecil Batu Bata di Kotamadya Pekanbaru Propinsi Riau. [tesis]. Bogor [ID]: Sekolah Pascasarjana IPB

92 LAMPIRAN 75

93 76 Lampiran 1. Peta Lokasi Desa Gorowong Sumber:

94 77 Lampiran 2. DOKUMENTASI Foto. 1 Ceruk bekas galian tanah liat untuk batu bata

95 78 Foto.4 Pembuatan Batu bata Foto. 3 Industri Batu Bata

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 4 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian industri dan Penggolongannya Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian 28 BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian Strategi nafkah dalam kehidupan sehari-hari direprensentasikan oleh keterlibatan individu-individu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Sebagian besar para petani yang tinggal di daerah pedesaan nyatanya tidak hanya melakukan pekerjaan di bidang

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK TERHADAP MASYARAKAT LOKAL (Studi kasus di Desa Nambo, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA

PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA i PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA (Kasus: Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ANNISA AVIANTI

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I34060667 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN (Kasus PT Indofarma Tbk. Cikarang, Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat) FACHRI AZHAR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR Oleh EVITA DWI PRANOVITANTY A 14203053 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG (Kasus: RT 005/002 Kampung Baru Selatan, Kecamatan Serpong Utara, Kabupaten Tangerang) SITI HANI RAHMANITA I34050585 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)

Lebih terperinci

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN ( PERSISTENCE

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN ( PERSISTENCE PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN (PERSISTENCE) MASYARAKAT TANI (Studi Kasus: Kampung Ciharashas dan Cibeureum Batas, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan,

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

SMA. Tersedia bahan mentah Tersedia tenaga kerja Tersedia modal Manajemen yang baik Dapat mengubah masyarakat agraris menjadi Negara industri

SMA. Tersedia bahan mentah Tersedia tenaga kerja Tersedia modal Manajemen yang baik Dapat mengubah masyarakat agraris menjadi Negara industri JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) GEOGRAFI ANALISIS LOKASI INDUSTRI 1. Pengertian industri: Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010-2014 TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi

Lebih terperinci

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN Studi Kasus Desa Peserta PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat AGUSTINA MULTI PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten)

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) NUR PUTRI AMANAH DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual

BAB III METODE PENELITIAN. dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat)

HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat) HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat) Oleh : VIORA TORIZA I34063121 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS DAMPAK KEBERADAAN KAWASAN INDUSTRI MEDAN (KIM) BELAWAN TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SEKITAR KIM BELAWAN OLEH

SKRIPSI ANALISIS DAMPAK KEBERADAAN KAWASAN INDUSTRI MEDAN (KIM) BELAWAN TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SEKITAR KIM BELAWAN OLEH SKRIPSI ANALISIS DAMPAK KEBERADAAN KAWASAN INDUSTRI MEDAN (KIM) BELAWAN TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SEKITAR KIM BELAWAN OLEH SASTRI MURNI TAMBUNAN 110501019 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEGIATAN WISATA ALAM (Studi Kasus : Taman Wisata Tirta Sanita, Kabupaten Bogor) MILASARI H

ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEGIATAN WISATA ALAM (Studi Kasus : Taman Wisata Tirta Sanita, Kabupaten Bogor) MILASARI H ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEGIATAN WISATA ALAM (Studi Kasus : Taman Wisata Tirta Sanita, Kabupaten Bogor) MILASARI H44050654 DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN INDUSTRI TEPUNG TAPIOKA DI KELURAHAN KENANGA KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA SKRIPSI

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN INDUSTRI TEPUNG TAPIOKA DI KELURAHAN KENANGA KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA SKRIPSI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN INDUSTRI TEPUNG TAPIOKA DI KELURAHAN KENANGA KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA SKRIPSI ISMIMARHAMA 205 13 11 018 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (Kasus Dua SMA Negeri di Kawasan Jakarta Selatan) ANGGA TAMIMI OESMAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A54104039 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PENAMBANG PASIR DESA KENDALSARI KECAMATAN KEMALANG KABUPATEN KLATEN

HUBUNGAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PENAMBANG PASIR DESA KENDALSARI KECAMATAN KEMALANG KABUPATEN KLATEN HUBUNGAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PENAMBANG PASIR DESA KENDALSARI KECAMATAN KEMALANG KABUPATEN KLATEN E-JURNAL TUGAS AKHIR SKRIPSI (TAS) Disusun oleh: Rika Parmawati

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHATANI KAKAO DI KABUPATEN MADIUN

ANALISIS PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHATANI KAKAO DI KABUPATEN MADIUN digilib.uns.ac.id ANALISIS PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHATANI KAKAO DI KABUPATEN MADIUN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA (Kasus: Program Urban Masyarakat Mandiri, Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur) Oleh: DEVIALINA

Lebih terperinci

TESIS. oleh : INDAH TRI MULYANI NIM:

TESIS. oleh : INDAH TRI MULYANI NIM: PENGARUH KUALITAS SISTEM, KUALITAS INFORMASI, DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP MANFAAT SISTEM BAGI ORGANISASI DENGAN KEPUASAN PENGGUNA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Kasus Penerapan SIMDA di Pemerintah

Lebih terperinci

PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor)

PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor) PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor) Oleh : WAHYUNI RAHMIATI SIREGAR A14204045 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI, KEPEMIMPINAN, DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. ENGGAL SUBUR KERTAS KUDUS. Diajukan oleh : AHMAD ROFIQ

PENGARUH MOTIVASI, KEPEMIMPINAN, DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. ENGGAL SUBUR KERTAS KUDUS. Diajukan oleh : AHMAD ROFIQ PENGARUH MOTIVASI, KEPEMIMPINAN, DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. ENGGAL SUBUR KERTAS KUDUS Diajukan oleh : AHMAD ROFIQ NIM. 2012-11-199 PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi. Oleh: Nabiela Rizki Alifa I

Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi. Oleh: Nabiela Rizki Alifa I Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi Oleh: Nabiela Rizki Alifa I34110099 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN PROPERTI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KOTA BOGOR OLEH NINDYA RASMI M H

DAMPAK PEMBANGUNAN PROPERTI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KOTA BOGOR OLEH NINDYA RASMI M H DAMPAK PEMBANGUNAN PROPERTI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KOTA BOGOR OLEH NINDYA RASMI M H14104113 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani)

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) KONTRIBUSI PENDAPATAN BURUH TANI PEREMPUAN TERHADAP TOTAL PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI DI DESA BABAKANMULYA KECAMATAN JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK (Kasus: Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) OLEH: CORRY WASTU LINGGA PUTRA

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA BERDASARKAN KEGIATAN EKONOMI MASYARAKAT DESA TEGALSARI KECAMATAN TEGALSARI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2015

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA BERDASARKAN KEGIATAN EKONOMI MASYARAKAT DESA TEGALSARI KECAMATAN TEGALSARI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2015 130 ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA BERDASARKAN KEGIATAN EKONOMI MASYARAKAT DESA TEGALSARI KECAMATAN TEGALSARI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2015 Vina Shofia Nur Mala 1, Bambang Suyadi 1, Retna

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR KECAMATAN WATES KABUPATEN KULON PROGO (Studi Kasus Di Desa Karangwuni Dukuh I)

STRATEGI PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR KECAMATAN WATES KABUPATEN KULON PROGO (Studi Kasus Di Desa Karangwuni Dukuh I) STRATEGI PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR KECAMATAN WATES KABUPATEN KULON PROGO (Studi Kasus Di Desa Karangwuni Dukuh I) THE STRATEGY TO EMPOWER ECONOMICS OF COASTAL COMMUNITIES IN WATES DISTRICT,

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN

DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN (Kasus di Sekitar Kawasan Pariwisata Kota Bunga, Desa Sukanagalih, Kecamatan Pacet,

Lebih terperinci

KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS

KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN LAPANG

BAB III PENDEKATAN LAPANG 21 BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualititatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menggambarkan atau

Lebih terperinci

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) WHENNIE SASFIRA ADLY DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM 3.2 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM 3.2 METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM Metodologi penelitian ini menguraikan tahapan penelitian yang dilakukan dalam studi ini. Penggunaan metode yang tepat, terutama dalam tahapan pengumpulan dan pengolahan data,

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) ANI RAHMAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Hasil Penelitian. Oleh : SOFYAN ANSHORI LUBIS / Manajemen Hutan

Hasil Penelitian. Oleh : SOFYAN ANSHORI LUBIS / Manajemen Hutan ANALISIS DAMPAK PERTAMBANGAN EMAS SECARA TRADISONAL DI KAWASAN HUTAN LINDUNG TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Desa Simpang Mandepo Kecamatan Muara Sipongi, Kabupaten

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS DAMPAK SOSIAL DAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS PENGGALIAN TAMBANG EMAS DI KEC. BATANG TORU KAB. TAPANULI SELATAN OLEH

SKRIPSI ANALISIS DAMPAK SOSIAL DAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS PENGGALIAN TAMBANG EMAS DI KEC. BATANG TORU KAB. TAPANULI SELATAN OLEH SKRIPSI ANALISIS DAMPAK SOSIAL DAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS PENGGALIAN TAMBANG EMAS DI KEC. BATANG TORU KAB. TAPANULI SELATAN OLEH Yusuf Azhari 100501152 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI

Lebih terperinci

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH CHANDRIYANI I24051735 DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER (Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia) ALWIN TAHER I34051845 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : DIAN SARI PALUPI B

SKRIPSI. Disusun Oleh : DIAN SARI PALUPI B ANALISIS ELASTISITAS SUBSTITUSI ANTARA TENAGA KERJA TERAMPIL DAN TIDAK TERAMPIL PADA INDUSTRI ROTAN DI DESA TRANGSAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN BAKAR, NILAI INPUT, TENAGA KERJA DAN OUTPUT TERHADAP NILAI TAMBAH INDUSTRI

PENGARUH BAHAN BAKAR, NILAI INPUT, TENAGA KERJA DAN OUTPUT TERHADAP NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGARUH BAHAN BAKAR, NILAI INPUT, TENAGA KERJA DAN OUTPUT TERHADAP NILAI TAMBAH INDUSTRI (Studi Empiris Sektor Industri di Jawa Tengah Tahun 2011-2015) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROSES REKRUTMEN DAN SELEKSI DENGAN KINERJA PENGAJAR FREELANCE PADA LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR BINTANG PELAJAR CABANG BOGOR MAKALAH SEMINAR

HUBUNGAN PROSES REKRUTMEN DAN SELEKSI DENGAN KINERJA PENGAJAR FREELANCE PADA LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR BINTANG PELAJAR CABANG BOGOR MAKALAH SEMINAR HUBUNGAN PROSES REKRUTMEN DAN SELEKSI DENGAN KINERJA PENGAJAR FREELANCE PADA LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR BINTANG PELAJAR CABANG BOGOR MAKALAH SEMINAR Oleh: DEWI ERAWATI H 24066003 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ADITYA HADIWIJOYO.

Lebih terperinci

Oleh: MUJIYONO S

Oleh: MUJIYONO S ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA INDUSTRI KECIL KERAJINAN ROTAN (Studi Kasus di Sentra Industri Kecil Kerajinan Rotan di Desa Trangsan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka. Taman Nasional

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka. Taman Nasional 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Taman Nasional Menurut UU No. 5 Tahun 1990 Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI

KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI Oleh: AYU PUSPITANINGSIH NIM. 071510201086 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMETAAN STATUS KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA DI BAGIAN TIMUR KABUPATEN NATUNA. Oleh : MUH KHOIRUL ANWAR H

SKRIPSI PEMETAAN STATUS KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA DI BAGIAN TIMUR KABUPATEN NATUNA. Oleh : MUH KHOIRUL ANWAR H SKRIPSI PEMETAAN STATUS KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA DI BAGIAN TIMUR KABUPATEN NATUNA Oleh : MUH KHOIRUL ANWAR H 0709073. FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 PEMETAAN

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci

ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI DESA AJIBARANG WETAN, KECAMATAN AJIBARANG, KABUPATEN BANYUMAS SKRIPSI

ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI DESA AJIBARANG WETAN, KECAMATAN AJIBARANG, KABUPATEN BANYUMAS SKRIPSI ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI DESA AJIBARANG WETAN, KECAMATAN AJIBARANG, KABUPATEN BANYUMAS SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana S1 Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Semua data yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti selama melakukan penelitian akan disajikan pada bab ini. Data tersebut merupakan data tentang partisipasi

Lebih terperinci

PENGARUH PERILAKU BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP STRESS KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI ( Studi Kasus di Universitas Muria Kudus )

PENGARUH PERILAKU BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP STRESS KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI ( Studi Kasus di Universitas Muria Kudus ) PENGARUH PERILAKU BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP STRESS KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI ( Studi Kasus di Universitas Muria Kudus ) Diajukan oleh : ANITA OKTAVIANA NIM. 2008-12-057 PROGRAM STUDI AKUNTANSI

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SKRIPSI. Oleh: Ajeng Rizki Nugraheni

TUGAS AKHIR SKRIPSI. Oleh: Ajeng Rizki Nugraheni PEMBAGIAN KERJA DAN CURAHAN WAKTU KERJA WANITADALAM RUMAH TANGGA PETANI KARET DI DESA KARANG AGUNG DAN SUMBER MULYA KECAMATAN LUBAI ULU KABUPATEN MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN TUGAS AKHIR SKRIPSI

Lebih terperinci

NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor)

NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor) NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor) Oleh: Rianti TM Marbun A14204006 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

INDUSTRI BATU BATA DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI DESA TULIKUP KECAMATAN GIANYAR KABUPATEN GIANYAR (TINJAUAN GEOGRAFI EKONOMI)

INDUSTRI BATU BATA DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI DESA TULIKUP KECAMATAN GIANYAR KABUPATEN GIANYAR (TINJAUAN GEOGRAFI EKONOMI) INDUSTRI BATU BATA DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI DESA TULIKUP KECAMATAN GIANYAR KABUPATEN GIANYAR (TINJAUAN GEOGRAFI EKONOMI) Oleh Ni Ketut Trisnawati Ketut Suratha dan Made Suryadi

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN DAN CURAHAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA PETERNAKAN DOMBA

ANALISIS PENYERAPAN DAN CURAHAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA PETERNAKAN DOMBA ANALISIS PENYERAPAN DAN CURAHAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA PETERNAKAN DOMBA (Studi Kasus di Desa Cibunian Kecamatan Pamijahan dan Desa Cigudeg Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) SKRIPSI EKO PUJIANTO

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS PROGRAM PUBLIC AWARENESS. Disusun oleh: Ghea Gatya Ezaputri Panduwinata I

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS PROGRAM PUBLIC AWARENESS. Disusun oleh: Ghea Gatya Ezaputri Panduwinata I FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS PROGRAM PUBLIC AWARENESS (Studi Kasus Kampanye Flu Burung oleh Badan Karantina Pertanian di Jakarta) Disusun oleh: Ghea Gatya Ezaputri Panduwinata I34052469

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER DALAM BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN OBAT

ANALISIS GENDER DALAM BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN OBAT ANALISIS GENDER DALAM BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN OBAT (Studi Kasus Pengrajin Industri Rumah Tangga Pengolahan Tanaman Obat Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) Oleh:

Lebih terperinci

SUMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH TERHADAP NAFKAH RUMAHTANGGA PEDESAAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR NURUL MAGHFIROH

SUMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH TERHADAP NAFKAH RUMAHTANGGA PEDESAAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR NURUL MAGHFIROH SUMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH TERHADAP NAFKAH RUMAHTANGGA PEDESAAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR NURUL MAGHFIROH DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

ARTANTI YULAIKA IRIANI A

ARTANTI YULAIKA IRIANI A DISTRIBUSI KEPEMILIKAN LAHAN PERTANIAN DAN SISTEM TENURIAL DI DESA-KOTA (Kasus Desa Cibatok 1, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) ARTANTI YULAIKA IRIANI A14204004 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H14102066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perindustrian Industri adalah bidang yang menggunakan keterampilan dan ketekunan kerja, serta penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil bumi dan distribusinya sebagai dasarnya.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

PARTISIPASI KELOMPOK TANI MITRA REHABILITASI DI DESA CURAHNONGKO RESORT ANDONGREJO DALAM PROGRAM REHABILITASI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI

PARTISIPASI KELOMPOK TANI MITRA REHABILITASI DI DESA CURAHNONGKO RESORT ANDONGREJO DALAM PROGRAM REHABILITASI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI PARTISIPASI KELOMPOK TANI MITRA REHABILITASI DI DESA CURAHNONGKO RESORT ANDONGREJO DALAM PROGRAM REHABILITASI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI SKRIPSI Oleh: Samsul Arifin NIM 091510601049 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET TUGAS AKHIR HUBUNGAN KARAKTER PERMUKIMAN DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA (Studi Kasus: Surodadi, Kelurahan Siswodipuran dan Perum BSP I Desa Karanggeneng, Kecamatan

Lebih terperinci

STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN

STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN (Studi Kasus Nelayan Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat) Oleh: ABDUL MUGNI A14202017 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR GEOGRAFI YANG MENDUKUNG INDUSTRI KECAP DI KABUPATEN KEBUMEN

KAJIAN FAKTOR GEOGRAFI YANG MENDUKUNG INDUSTRI KECAP DI KABUPATEN KEBUMEN KAJIAN FAKTOR GEOGRAFI YANG MENDUKUNG INDUSTRI KECAP DI KABUPATEN KEBUMEN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S-1) Disusun Oleh: SURATMININGSIH 1301010006

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS DAMPAK KEBERADAAN PELABUHAN BELAWAN TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT MEDAN BELAWAN OLEH ANDREAS FRANATA

SKRIPSI ANALISIS DAMPAK KEBERADAAN PELABUHAN BELAWAN TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT MEDAN BELAWAN OLEH ANDREAS FRANATA SKRIPSI ANALISIS DAMPAK KEBERADAAN PELABUHAN BELAWAN TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT MEDAN BELAWAN OLEH ANDREAS FRANATA 100501157 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS

Lebih terperinci

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS LAHAN DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN KELEMBAGAAN LAHAN DI DUKUH SRIBIT LOR DESA SRIBIT KECAMATAN DELANGGU KABUPATEN KLATEN Skripsi Untuk memenuhi

Lebih terperinci

SISTEM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEREKONOMIAN MASYARAKAT

SISTEM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEREKONOMIAN MASYARAKAT SISTEM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEREKONOMIAN MASYARAKAT (Studi Kasus : Nagori Raya Huluan Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun) SKRIPSI Oleh : CHARIS B.K.N.SIMANGUNSONG 031201027/MANAJEMEN

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERUBAHAN FAKTOR LAIN TERHADAP PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA: ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERUBAHAN FAKTOR LAIN TERHADAP PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA: ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERUBAHAN FAKTOR LAIN TERHADAP PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA: ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN LYZA WIDYA RUATININGRUM DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

T E S I S. Oleh MARNI RAHAYU /PSL SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 L A H PA S C A S A R J A N A

T E S I S. Oleh MARNI RAHAYU /PSL SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 L A H PA S C A S A R J A N A PENGARUH PERSEPSI GURU TENTANG LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU SISWA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (KAJIAN TERHADAP SEKOLAH DASAR NEGERI DI KABUPATEN BATU BARA) T E S I S Oleh MARNI RAHAYU 087004022/PSL

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET YANG ANAKNYA TIDAK MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI (JURNAL) Oleh. Susi Novela

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET YANG ANAKNYA TIDAK MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI (JURNAL) Oleh. Susi Novela ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET YANG ANAKNYA TIDAK MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI (JURNAL) Oleh Susi Novela FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 Analisis Pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI ROBBI FEBRIO H34076133 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB IBU RUMAH TANGGA DI DESA PONCOWATI BEKERJA SEBAGAI BURUH PABRIK PT GREAT GIANT PINEAPPLE

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB IBU RUMAH TANGGA DI DESA PONCOWATI BEKERJA SEBAGAI BURUH PABRIK PT GREAT GIANT PINEAPPLE FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB IBU RUMAH TANGGA DI DESA PONCOWATI BEKERJA SEBAGAI BURUH PABRIK PT GREAT GIANT PINEAPPLE KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2010 (Skripsi) Oleh DEVI NILASARI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA PENGEMIS DI DESA PAGERALANG KECAMATAN KEMRANJEN KABUPATEN BANYUMAS

KAJIAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA PENGEMIS DI DESA PAGERALANG KECAMATAN KEMRANJEN KABUPATEN BANYUMAS KAJIAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA PENGEMIS DI DESA PAGERALANG KECAMATAN KEMRANJEN KABUPATEN BANYUMAS SKRIPSI Disusun Oleh: KURNIAWAN DIMAS A.P. 1301010010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO KONTRIBUSI AGROINDUSTRI GULA KELAPA KRISTAL (GULA SEMUT) TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PENGRAJIN GULA KELAPA KRISTAL DI DESA RANCAMAYA KECAMATANCILONGOK KABUPATEN BANYUMAS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA (Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan

Lebih terperinci

31 kegiatan yang menyebabkan kerusakan di hulu DAS dan juga melihat bagaimana pemangku kepentingan tersebut melakukan upaya penyelamatan hulu DAS Cita

31 kegiatan yang menyebabkan kerusakan di hulu DAS dan juga melihat bagaimana pemangku kepentingan tersebut melakukan upaya penyelamatan hulu DAS Cita 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan tempat dilatarbelakangi oleh tujuan penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa metode pengumpulan data untuk memperoleh pemahaman

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI Oleh YORI AKMAL A14302024 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI

STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A34203009 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci