BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan yang mendasar dan esensial bagi setiap manusia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan yang mendasar dan esensial bagi setiap manusia"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah kebutuhan yang mendasar dan esensial bagi setiap manusia dalam menjalani kehidupan yang berkualitas. Setiap individu memiliki hak atas kesehatan yang sama, tanpa pembedaan antara satu dengan yang lainnya atas dasar alasan apapun. Hal ini diakui baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Pengakuan terhadap hak atas kesehatan sebagai bagian dari hak dasar manusia dapat ditemui pada Konstitusi World Health Organization (WHO) 1946, yang mendeklarasikan penikmatan atas standar kesehatan tertinggi yang dapat dijangkau tanpa adanya pembedaan berdasarkan ras, agama, keyakinan politik atau kondisi ekonomi atau sosial sebagai salah satu hak dasar setiap manusia. 5 Pengakuan ini dipertegas dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan, termasuk berhak atas perawatan medis. 6 Falsafah dasar jaminan hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia merupakan raison d etre kemartabatan manusia. 7 Pengakuan terhadap hak atas kesehatan memberikan implikasi bahwa negara berkewajiban untuk menjamin suatu kondisi agar setiap individu dapat memiliki kesehatan yang sebaik-baiknya. Kondisi ini meliputi jaminan akses atas perumahan yang layak, air yang bersih, sanitasi yang baik, lingkungan yang sehat, kecukupan 5 Mukadimah Konstitusi World Health Organization Pasal 25 ayat (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Majda El Muhtaj, 2008, Dimensi-Dimensi Hak Asasi Manusia: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 152.

2 2 pangan dan gizi, kondisi kerja yang sehat dan aman, edukasi dan informasi terkait kesehatan yang memadai, demikian pula akses atas pelayanan kesehatan. 8 Sistem kesehatan yang efektif dan terintegrasi khususnya yang berkaitan dengan faktorfaktor penentu kesehatan dan pelayanan kesehatan merupakan aspek utama untuk mewujudkan hak atas standar kesehatan tertinggi yang dapat dijangkau. 9 Berdasarkan Komentar Umum Nomor 14 mengenai Hak Atas Standar Kesehatan Tertinggi yang Dapat Dijangkau, terdapat tiga jenis kewajiban yang dibebankan pada Negara Pihak Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 1966 terkait hak atas kesehatan, yakni: Menghormati, yaitu menahan diri untuk tidak mengganggu penikmatan hak atas kesehatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 2. Melindungi, yaitu mengambil langkah-langkah untuk mencegah pihak ketiga mengganggu penikmatan hak atas kesehatan. 3. Memenuhi, yaitu dengan mengadopsi peraturan, kebijakan, pendanaan dan langkah-langkah lain yang sesuai untuk mewujudkan hak atas kesehatan. Meskipun kewajiban utama untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak atas kesehatan berada pada Negara Pihak Kovenan, seluruh anggota masyarakat baik individual, profesi kesehatan, masyarakat setempat, organisasi antar pemerintah, organisasi non pemerintah, organisasi masyarakat maupun sektor bisnis privat memiliki tanggung jawab pula untuk mewujudkan hak atas kesehatan. Negara Pihak 8 The Right to Health, World Health Organization, fs323/en/, diakses pada tanggal 10 Oktober United Nations High Commissioner for Human Rights, 2008b, The Right to Health: Fact Sheet Number 31, Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights, Geneva, p United Nations Committee on Economic, Social and Cultural Rights, 2000, General Comment Number 14: The Right to the Highest Attainable Standard of Health, Refworld, world.org/docid/ d0.html, diakses pada tanggal 10 Oktober 2014.

3 3 Kovenan dalam hal ini harus menciptakan kondisi yang dapat memudahkan pelaksanaan tanggung jawab pihak-pihak tersebut. 11 Sebagaimana hak asasi manusia lainnya, prinsip dasar hak asasi manusia yakni prinsip kesetaraan dan prinsip non diskriminasi merupakan unsur kritis hak atas kesehatan. 12 Kesetaraan mensyaratkan adanya perlakuan yang setara pada situasi yang sama, sedangkan larangan diskriminasi adalah bagian dari kesetaraan hak asasi manusia. 13 Hal ini berarti bahwa faktor-faktor penentu kesehatan dan pelayanan kesehatan sebagai komponen utama hak atas kesehatan harus dapat diakses oleh setiap individu tanpa diskriminasi. Prinsip non diskriminasi dalam hak atas kesehatan terletak pada elemen aksesibilitas hak atas kesehatan, yang memiliki empat dimensi yang saling tumpang tindih, yakni: Non diskriminasi (non discrimination). 2. Akses secara fisik (physical accessibility). 3. Akses ekonomi atau keterjangkauan (economical accessibility). 4. Akses informasi (information accessibility). Non diskriminasi berarti bahwa fasilitas, barang dan pelayanan kesehatan harus dapat diakses oleh setiap individu, khususnya oleh kelompok masyarakat rentan atau yang termarginalisasi, tanpa diskriminasi atas dasar apapun. Prinsip non diskriminasi menjadi landasan pula bagi ketiga dimensi lainnya. Fasilitas, barang dan pelayanan kesehatan harus terjangkau secara fisik dengan aman dan terjangkau secara ekonomis khususnya oleh kelompok masyarakat rentan, termarginalisasi atau yang tidak diuntungkan secara sosial dengan dasar non diskriminasi. Demikian pula 11 Ibid. 12 United Nations High Commissioner for Human Rights, 2008b, loc. cit., p Manfred Nowak, 2003, Pengantar Pada Rezim HAM Internasional, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, hlm United Nations Committee on Economic, Social and Cultural Rights, 2000, loc. cit.

4 4 setiap individu memiliki hak yang sama untuk mencari, menerima dan memberikan informasi mengenai permasalahan kesehatan yang dialaminya. 15 Dengan demikian hak asasi manusia menghendaki pengakuan atas akses pelayanan kesehatan bagi setiap individu. 16 Perspektif hak asasi manusia, kelompok masyarakat rentan (vulnerable groups) kerapkali membutuhkan perhatian khusus, dikarenakan rentan terhadap diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Hal yang sama ditemui dalam konteks hak atas kesehatan, bahwa kelompok masyarakat rentan cenderung menerima perlakuan yang tidak semestinya dalam menghadapi permasalahan kesehatan sehingga lebih rentan terhadap penyakit. 17 Kelompok masyarakat rentan diantaranya meliputi anakanak, wanita, lanjut usia, pengungsi dan pencari suaka, orang-orang tanpa kewarganegaraan, kelompok minoritas, buruh migran, penyandang cacat, penderita HIV/ AIDS dan kelompok-kelompok lainnya yang termarginalisasi. 18 Di antara kelompok tersebut, pengungsi dan pencari suaka dapat dikatakan memiliki kerentanan paling besar. Hal ini dikarenakan pengungsi dan pencari suaka pada umumnya tidak memperoleh perlindungan dari negara manapun, baik dari negara asalnya maupun dari negara penerima. 19 Selama proses pencarian suaka, pengungsi seringkali menghadapi berbagai pembatasan terkait akses ke wilayah aman, bahkan tidak jarang pengungsi dan 15 United Nations High Commissioner for Human Rights, 2008b, op. cit., p Katarina Tomasevski, Hak Atas Kesehatan, dalam Ifdhal Kasim dan Johanes da Masenus Arus, 2001, Dimensi-Dimensi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Esai-Esai Pilihan, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta, hlm United Nations High Commissioner for Human Rights, 2008b, loc. cit. 18 Human Rights Vulnerable and Disadvantaged Groups, Unipune, files/book_ii_final_ pdf, diakses pada tanggal 10 Oktober Besmellah Rezaee, 2014, The Human Face of Refugee Policy, Right Now, au/topics/asylum-seekers/the-human-face-of-refugee-policy/, diakses pada tanggal 13 Oktober 2014.

5 5 pencari suaka ditahan atau dipulangkan secara paksa ke wilayah tempat kehidupan, kemerdekaan dan keamanan mereka terancam. 20 Pada saat sampai di negara penerima, pengungsi dan pencari suaka cenderung memiliki risiko kematian yang tinggi, dikarenakan buruknya kondisi kesehatan dan ketergantungan mereka pada bantuan dari pihak lain. Pada umumnya penyebab kematian meliputi diare, campak, infeksi pernafasan akut, malaria dan kekurangan gizi. Penularan penyakit menular seksual dan HIV/AIDS juga kerap terjadi di antara pengungsi dan pencari suaka, yang salah satunya disebabkan kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi. 21 Selain itu, pengungsi dan pencari suaka rentan mengalami penyimpangan psikologis dan permasalahan kesehatan mental, khususnya depresi dan post traumatic stress disorder akibat berbagai kesengsaraan dan peristiwa traumatis yang dialaminya. 22 Berdasarkan data United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), di kawasan Asia Tenggara terdapat orang pengungsi dan pencari suaka pada bulan September 2014, dengan rincian orang dari Myanmar, orang dari Sri Lanka, orang dari Afghanistan, orang dari Pakistan dan orang dari negara-negara lainnya. 23 Dari keseluruhan jumlah tersebut, pengungsi dan pencari suaka tinggal di Indonesia. 24 Letak Indonesia yang berada di antara negara-negara penerima pengungsi ataupun pencari suaka seperti 20 United Nations High Commissioner for Human Rights, 2008a, Human Rights and Refugees: Fact Sheet Number 20, Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights, Geneva, p Healthcare in Refugee Camps and Settlements, United For Sight, org/refugee-health/module1, diakses pada tanggal 13 Oktober Mental Health in Refugee Camps and Settlements, United For Sight, org/refugee-health/module2, diakses pada tanggal 13 Oktober United Nations High Commissioner for Refugees Regional Office for South-East Asia Fact Sheet, United Nations High Commissioner for Refugees, diakses pada tanggal 12 Oktober Indonesia Fact Sheet, United Nations High Commissioner for Refugees, bda9.html, diakses pada tanggal 12 Oktober 2014.

6 6 Malaysia, Thailand dan Australia menjadikan Indonesia sebagai negara transit yang strategis. Di Indonesia, hak atas kesehatan mendapatkan jaminan konstitusi melalui pengaturannya dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah mengalami empat kali amandemen. Pasal 28H ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kehidupan sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 25 Hak setiap orang untuk memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau diatur pula dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 26 Namun demikian, pengaturan terkait pengungsi dan pencari suaka di Indonesia belum memiliki dasar hukum yang kuat. Sebagai konsekuensi belum diaksesinya Konvensi tentang Status Pengungsi 1951 dan Protokolnya, pengungsi dan pencari suaka yang tinggal di Indonesia dikategorikan sebagai orang asing yang tidak memiliki dokumen perjalanan yang sah berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian atau imigran ilegal sesuai Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-1489.UM Tahun 2010 tentang Penanganan Imigran Ilegal. Hal ini berdampak pada ditempatkannya pengungsi dan pencari suaka di tempat penahanan, yang dikenal dengan sebutan Rumah Detensi Imigrasi. Penempatan pengungsi dan pencari suaka di Rumah Detensi Imigrasi menimbulkan berbagai masalah yang berkaitan dengan hak asasi manusia, termasuk halnya hak atas kesehatan. Permasalahan yang kerap muncul adalah kondisi Rumah Detensi 25 Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

7 7 Imigrasi yang tidak layak, lamanya waktu tunggu serta terbatasnya bantuan kebutuhan dasar seperti tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan dan kesehatan. 27 Sebagai alternatif dari tindakan penahanan di Rumah Detensi Imigrasi, sejak awal tahun 2000 International Organization for Migration (IOM) menjalankan suatu program untuk mengakomodasi pengungsi dan pencari suaka yang berada di Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai Regional Cooperation Arrangement (RCA) Project. Melalui program tersebut IOM Indonesia memfasilitasi pengungsi dan pencari suaka, kemudian menempatkan mereka di tempat perlindungan dengan konsep terbuka (open shelters) di berbagai wilayah di Indonesia. Namun demikian, pada awalnya lokasi tempat perlindungan tidak selalu tetap dan bantuan kebutuhan dasar yang diberikan belum mencukupi. Kurangnya akses terhadap pendidikan, kesehatan dan bantuan hukum merupakan beberapa permasalahan yang dihadapi oleh penghuni tempat perlindungan. 28 Pada beberapa tahun terakhir Pemerintah Indonesia dan IOM Indonesia memperkuat koordinasi penanganan pengungsi dan pencari suaka di wilayah Indonesia dan menghasilkan beberapa alternatif tindakan penahanan sebagai berikut: Pemerintah Indonesia dan IOM Indonesia menandatangani Memorandum of Understanding terkait penempatan pengungsi dan pencari suaka di noncustodial refugee shelter di Sekupang, Batam. 2. IOM Indonesia bekerja sama dengan Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara mengoperasikan kompleks Dinas Sosial Kota Stabat di Langkat, Sumatera Utara sebagai tempat perlindungan bagi pengungsi anak-anak yang terpisah dari orang tuanya (unaccompanied minors). 27 Masalah Perlindungan, Suaka-Indonesian Civil Society Network for Refugee Rights Protection, diakses pada tanggal 7 Oktober Ophelia Field, 2006, Alternatives to Detention of Asylum Seekers and Refugees, Office of the United Nations High Commissioner for Refugees, Geneva, p Steve Hamilton, Alternatives to Detention, International Organization for Migration Indonesia Newsletter, Issue 4, 2014, pp. 1-4.

8 8 3. IOM Indonesia, melalui koordinasi dengan pemerintah setempat, menyewa dua buah rumah pribadi di Medan dan Makassar yang difungsikan sebagai tempat perlindungan bagi migran wanita. 4. Pemerintah Indonesia dan IOM Indonesia membentuk empat puluh enam fasilitas rumah komunitas (community house) di enam kota di Indonesia sebagai tempat pemukiman bagi pengungsi, pencari suaka dan migran. Di Yogyakarta, IOM Indonesia khususnya melalui Sub Kantor IOM Indonesia di Yogyakarta bekerja sama dengan Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta untuk memfasilitasi penempatan pengungsi yang telah memperoleh status di community house. Community house dibentuk sejak tahun 2012 dengan konsep government model shelter, memanfaatkan Rumah Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai tempat perlindungan bagi pengungsi, dengan pengawasan oleh Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta. Di samping para pengungsi yang dipindahkan dari Rumah Detensi Imigrasi, Rumah Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi DIY juga dihuni oleh fakir miskin dan anak terlantar berkewarganegaraan Indonesia. 30 Sebagaimana halnya dengan community house dan tempat perlindungan lainnya, penempatan pengungsi di Rumah Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi DIY ditujukan untuk memberikan solusi yang lebih baik bagi pengungsi, sekaligus meningkatkan akses pengungsi terhadap berbagai kebutuhan dasar yang diperlukan, termasuk halnya kebutuhan pengungsi atas akses pelayanan kesehatan. 30 Data hasil wawancara dengan narasumber Bapak P. Hananto Kuscahyono selaku Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta pada tanggal 9 Maret 2015.

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Oleh : K. Zulfan Andriansyah * Naskah diterima: 28 September 2015; disetujui: 07 Oktober 2015 Indonesia sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus dari dunia internasional

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni.

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni. DAFTAR PUSTAKA Buku, 2005, Pengenalan Tentang Perlindungan Internasional (Melindungi Orang-orang yang Menjadi Perhatian UNHCR) Modul Pembelajaran Mandiri, Geneva: Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, sudah sepantasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas yang tidak menyadari dengan potensi yang mereka miliki. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas yang tidak menyadari dengan potensi yang mereka miliki. Sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia kerja memang menuntut manusia untuk mampu menguasai dan melaksanakan bidang pekerjaan yang sedang digeluti. Terlebih dengan semakin berkembangnya teknologi yang

Lebih terperinci

DAFTAR SINGKATAN. Intergovernmental Committee for European Migration. Intergovernmental Committee for Migration

DAFTAR SINGKATAN. Intergovernmental Committee for European Migration. Intergovernmental Committee for Migration vi DAFTAR SINGKATAN ICEM ICM IDP IGO IOM MCOF PICMME Intergovernmental Committee for European Migration Intergovernmental Committee for Migration Internally Displaced People Inter-Government Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (born) human beings has inherent dignity and is inviolable (not-to be-violated),

BAB I PENDAHULUAN. (born) human beings has inherent dignity and is inviolable (not-to be-violated), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia secara umum dapat di artikan sebagai hak kodrati yang didapatkan seseorang secara otomatis tanpa seseorang itu memintanya. Sebagai hak kodrati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka. 91 DAFTAR PUSTAKA Buku: Ali, Mahrus dan Bayu Aji Pramono, (2011), Perdagangan Orang : Dimensi, Instrumen Internasional dan Pengaturannya Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. Budi, Winarno, (2001),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat di silang lalu lintas dunia. Letak geografis tersebut menyebabkan kini menghadapi masalah besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam satu ruang, yaitu globus atau dunia. Pendapat ini mencoba menyampaikan

Lebih terperinci

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya.

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM.08.05 TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian penderitanya. Departemen

Lebih terperinci

Health and Human Rights Divisi Bioetika dan Medikolegal FK USU WHO Definition of Health Health is a state t of complete physical, mental and social well- being and not merely the absence of disease or

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. No.20, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N0. 177 A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merupakan organisasi perdamaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.320, 2017 KEMENPP-PA. Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Partisipasi Masyarakat. PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Australia merupakan negara yang banyak dijadikan tujuan oleh para imigran dari berbagai negara untuk mendapatkan perlindungan dan memulai kehidupan baru yang lebih

Lebih terperinci

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin Bahan Bacaan: Modu 2 Pengertian Anak Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin A. Situasi-Situasi yang Mengancam Kehidupan Anak Sedikitnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia (HAM) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. Orang lain tidak

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Pengantar Memahami Hak Ekosob M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Manusia dan Perjuangan Pemajuan Hak Asasinya Semua manusia memperjuangkan hak hidup layak. Agama menginspirasi perjuangan manusia itu. Berbagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI Organisasi internasional atau lembaga internasional memiliki peran sebagai pengatur pengungsi. Eksistensi lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh status kewarganegaraan merupakan hak setiap individu,

BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh status kewarganegaraan merupakan hak setiap individu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memperoleh status kewarganegaraan merupakan hak setiap individu, sebagaimana yang termaktub dalam Universal Declaration of Human Rights 1948. 9 Sehingga secara teoritik

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Diskriminasi merupakan suatu bentuk ketidakadilan di berbagai bidang yang secara tegas dilarang berdasarkan UUD 1945. Penegakan hukum melawan perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan yang diakibatkan oleh peperangan. dengan Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan yang diakibatkan oleh peperangan. dengan Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pengungsi bukanlah isu yang baru, baik bagi negara Indonesia maupun masyarakat internasional. Masalah pengungsi ini semakin mengemuka seiring terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) adalah salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi internasional yang bersifat universal

Lebih terperinci

PRINSIP NON-REFOULEMENT DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA. Jun Justinar

PRINSIP NON-REFOULEMENT DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA. Jun Justinar PRINSIP NON-REFOULEMENT DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA Jun Justinar Abstrak Dari sudut pandang negara penerima, pengungsian merupakan masalah kemanusiaan yang dapat berdampak pada bidang keamanan, ekonomi

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: 1. Bapak Ardi Sofinar (Perwakilan UNHCR Medan) Pertanyaan yang diajukan seputar: Keberadaan UNHCR di

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di muka maka dapat. disimpulkan bahwa:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di muka maka dapat. disimpulkan bahwa: 54 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di muka maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Internastional Organization for Migration dalam menangani

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D 101 09 550 ABSTRAK Pada hakikatnya negara/pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi setiap warga negaranya.

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1]

KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1] 1 KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1] Perjanjian Internasional atas Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya 1. Dalam Komentar Umum No. 4 (1991), Komite

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat kompleks dan menjadi beban ganda dalam pembiayaan pembangunan kesehatan. Pola penyakit yang

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM 4 Hak atas Tempat Tinggal yang Layak (Pasal 11 [1] Perjanjian Internasional atas Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya)

KOMENTAR UMUM 4 Hak atas Tempat Tinggal yang Layak (Pasal 11 [1] Perjanjian Internasional atas Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) 1 KOMENTAR UMUM 4 Hak atas Tempat Tinggal yang Layak (Pasal 11 [1] Perjanjian Internasional atas Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) 1. Menurut pasal 11 (1) Perjanjian, Negara "mengenali hak setiap orang

Lebih terperinci

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

MAKALAH. Hak Asasi Manusia & Kelompok Rentan. Oleh: Mahrus Ali, S.H., M.H.

MAKALAH. Hak Asasi Manusia & Kelompok Rentan. Oleh: Mahrus Ali, S.H., M.H. TRAINING OF TRAINER (TOT) PENGEMBANGAN PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA BAGI GADIK SATUAN PENDIDIKAN POLRI Hotel Jogjakarta Plaza, 21 24 Maret 2016 MAKALAH Hak Asasi Manusia & Kelompok Rentan Oleh: Mahrus

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

Hak Atas Kesehatan Dalam Perspektif HAM

Hak Atas Kesehatan Dalam Perspektif HAM Hak Atas Kesehatan Dalam Perspektif HAM Dedi Afandi Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Pekanbaru, Indonesia Note : Makalah ini pernah dipresentasikan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah perempuan yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah perempuan yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah perempuan yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari tahun ke tahun semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.368, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Luar Negeri. Pengungsi. Penanganan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN

Lebih terperinci

Anak-Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus dan Kewajiban Negara Memberikan Perlindungan 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

Anak-Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus dan Kewajiban Negara Memberikan Perlindungan 1 Oleh: Adzkar Ahsinin Bahan Bacaan Modul 3 Hak Anak Anak-Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus dan Kewajiban Negara Memberikan Perlindungan 1 Oleh: Adzkar Ahsinin A. Anak sebagai Kelompok Rentan dan Kelompok yang tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian.

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Meskipun dalam penelitian ini masih terdapat beberapa kekurangan informasi terkait permasalahan pengungsi karena keterbatasan peneliti dalam menemukan data-data yang terkait

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

UPAYA IMIGRASI DIY DALAM MENANGANI KEBERADAAN PENCARI SUAKA DAN PENGUNGSI DI DIY TAHUN 2014

UPAYA IMIGRASI DIY DALAM MENANGANI KEBERADAAN PENCARI SUAKA DAN PENGUNGSI DI DIY TAHUN 2014 UPAYA IMIGRASI DIY DALAM MENANGANI KEBERADAAN PENCARI SUAKA DAN PENGUNGSI DI DIY TAHUN 2014 Zuky Iriani dan Kodiran * ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran imigrasi dalam menangani keberadaan

Lebih terperinci

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1 Abstrak Masalah kewarganegaraan dan tak berkewarganegaraan merupakan masalah yang asasi, dan menyangkut perlindungan

Lebih terperinci

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi fisik bahkan kondisi sosial penyandang disabilitas pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi fisik bahkan kondisi sosial penyandang disabilitas pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi fisik bahkan kondisi sosial penyandang disabilitas pada umumnya dinilai rentan, baik dari aspek ekonomi, pendidikan, keterampilan, maupun kemasyarakatannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Sydrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemi.

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum No. Draft RUU Bantuan Hukum Versi Baleg DPR RI 1. Mengingat Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. satu di dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. satu di dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular pembunuh nomor satu di dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan bahwa terdapat 9,6

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN I. UMUM Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-6 INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAM Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Universal Declaration of Human Rights, 1948; Convention on

Lebih terperinci

KEYNOTE ADRESS RAFENDI DJAMIN WAKIL INDONESIA UNTUK AICHR

KEYNOTE ADRESS RAFENDI DJAMIN WAKIL INDONESIA UNTUK AICHR KEYNOTE ADRESS RAFENDI DJAMIN WAKIL INDONESIA UNTUK AICHR Workshop Penguatan Komunitas Sosio-Kultural ASEAN 2015: Perumusan lndikator Capaian dari Strategic Measures dalam Attendant Document ASEAN Socio-Cultural

Lebih terperinci

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu internasional karena HIV telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki posisi geografis yang sangat unik dan strategis. Hal ini dapat dilihat dari letak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Diambil dan terbuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan diaksesi oleh resolusi Mahkamah Umum 2200A (XXI) pada 16 Desember 1966, berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara

BAB I PENDAHULUAN. negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai rumusan mengenai sifat negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara Indonesia yang diinginkan

Lebih terperinci

Proposal LRCT tentang Rancangan Perjanjian ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak-Hak Pekerja. Law Reform Commission of Thailand (LRCT)

Proposal LRCT tentang Rancangan Perjanjian ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak-Hak Pekerja. Law Reform Commission of Thailand (LRCT) Proposal LRCT tentang Rancangan Perjanjian ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak-Hak Pekerja Law Reform Commission of Thailand (LRCT) Proposal LRCT tentang Rancangan Perjanjian ASEAN untuk Promosi dan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF. Analisis Ketimpangan Kebijakan dalam Pendidikan karena Barier Kesehatan Reproduksi; Perlukah Siswa Hamil dikeluarkan dari Sekolah?

POLICY BRIEF. Analisis Ketimpangan Kebijakan dalam Pendidikan karena Barier Kesehatan Reproduksi; Perlukah Siswa Hamil dikeluarkan dari Sekolah? POLICY BRIEF Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Agustus 2013 Analisis Ketimpangan Kebijakan dalam Pendidikan karena Barier Kesehatan Reproduksi; Perlukah Siswa Hamil

Lebih terperinci

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA)

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA) UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA) SKRIPSI oleh Satria Gunawan NIM 080910101030 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA HAM MERUPAKAN BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL SUMBER HUKUM INTERNASIONAL: (Pasal 38.1 Statuta Mahkamah Internasional) Konvensi internasional; Kebiasaan internasional

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subyek hukum terpenting (par excellence) dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai subyek hukum internasional, hak dan kewajiban

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

perkebunan kelapa sawit di Indonesia Problem HAM perkebunan kelapa sawit di Indonesia Disampaikan oleh : Abdul Haris Semendawai, SH, LL.M Dalam Workshop : Penyusunan Manual Investigasi Sawit Diselenggaran oleh : Sawit Watch 18 Desember 2004,

Lebih terperinci

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2013 PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ANAK Hak Asasi Manusia atau yang dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci