DINAMIKA KOMUNIKASI KELOMPOK MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DALAM UPAYA PENEMPATAN IBUKOTA KABUPATEN BUTON UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DINAMIKA KOMUNIKASI KELOMPOK MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DALAM UPAYA PENEMPATAN IBUKOTA KABUPATEN BUTON UTARA"

Transkripsi

1 DINAMIKA KOMUNIKASI KELOMPOK MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DALAM UPAYA PENEMPATAN IBUKOTA KABUPATEN BUTON UTARA *Hasruddin Jaya ** Sumadi Dilla *** Siti Harmin Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo ABSTRAK Tujuan penelitian ini, yaitu (1) untuk mengetahui dinamika komunikasi kelompok masyarakat Bonegunu dengan Pemerintah terhadap penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara, (2) untuk mengetahui dinamika komunikasi kelompok masyarakat Kulisusu dengan Pemerintah terhadap penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Penelitian ini bersifat kualitatif. Pengumpulan data menggunakan teknik : observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Dinamika komunikasi kelompok yang terjadi antara masyarakat dengan Pemda terkait polemik penempatan Ibukota Kabupaten masih dalam kondisi yang wajar dan kondusif. Bentuk komunikasi yang dilakukan dalam penyelesaian polemik penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara adalah komunikasi fungsional, komunikasi struktural, dan komunikasi kultural. Tetapi penerapannya belum maksimal seperti yang diharpakan, yakni polemik Ibukota Kabupaten Buton Utara dapat terselesai. Ini dikarenakan oleh kurang dipahaminya konsep komunikasi efektif dalam interaksi sosial. (2) Terjadinya dinamika komunikasi kelompok yang berkepanjangan antara masyarakat dan pemerintah dalam upaya penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara disebabkan oleh sikap Pemda yang lambat dan kurang serius dalam memandang akar persoalan polemik Ibukota Kabupaten Buton Utara. Kata Kunci : Dinamika Komunikasi, Masyarakat, Pemerintah, Penempatan Ibukota

2 PENDAHULUAN Ruang Lingkup Secara umum, permasalahan dalam penelitian ini dapat.menimbulkan banyak persepsi. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi dan difokuskan pada perspektif komunikasi kelompok masyarakat dan pemerintah. Dinamika komunikasi yang berkembang dewasa ini menuntut masyarakat dan pemerintah untuk lebih pro aktif dan kreatif dalam penyusunan strategi komunikasi pembangunan. Fokus utamanya adalah bagaimana mengembangkan alur informasi yang terintegrasi dan terkoordinasi, sehingga memberikan manfaat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi institusi pemerintah daerah pada penentuan penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Rumusan Masalah Dalam kaitannya dengan posisi Ibukota Kabupaten Buton Utara, dapat disimak ketentuan pada pasal 7 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 yang berbunyi Ibukota Kabupaten Buton Utara berkedudukan di Buranga Kecamatan Bonegunu. Sejak diresmikannya Kabupaten Buton Utara pada tanggal 2 Januari 2007, maka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007, Kabupaten Buton Utara beribukota di Buranga Kecamatan Bonegunu. Namun pasca pemekaran, Kabupaten Buton Utara tidak sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 tentang penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara di Buranga Kecamatan Bonegunu melainkan di Kecamatan Kulisusu.

3 Berkaitan dengan keputusan UU Nomor 14 Tahun 2007, maka secara umum pembangunan infrastruktur serta sarana dan prasarana lainnya harus dipusatkan di Ibukota Kabupaten, yaitu di Buranga Kecamatan Bonegunu. Namun kenyataannya pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan tidak sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007, pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan dipusatkan di Kecamatan Kulisusu. Dengan demikian, sampai saat ini masih banyak polemik yang terjadi diantara kalangan masyarakat, dan/atau antar masyarakat dan pemerintah daerah Kabupaten Buton Utara, dimana persoalan yang seringkali timbul adalah masalah penempatan Ibukota yang sampai sekarang belum difungsikan sebagai Ibukota Kabupaten Buton Utara yang pada kenyataanya tidak sesuai dengan amanah Undang-undang No 14 Tahun 2007 yang diduga dikarenakan oleh adanya perbedaan persepsi. Berkaitan dengan adanya dinamika komunikasi sosial yang terjadi diantara masyarakat Kulisusu dan masyarakat Bonegunu dan pemerintah daerah Kabupaten Buton Utara dalam upaya penyelesaian polemik penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara, tentunya diharapkan dapat menemukan solusi terbaik yang disepakati oleh semua elemen masyarakat dan pemerintah sesuai dengan keinginan dan cita-cita bersama. Dinamika komunikasi kelompok yang dimaksud adalah bagaimana aktivitas komunikasi yang terjadi dalam sebuah kelompok dalam upaya penyelesaian penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara.

4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini, yaitu : 1. Untuk mengetahui dinamika komunikasi kelompok masyarakat Bonegunu dengan Pemerintah terhadap penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. 2. Untuk mengetahui dinamika komunikasi kelompok masyarakat Kulisusu dengan Pemerintah terhadap penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini, yaitu : 1. Manfaat Teoritis a. Dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi disiplin ilmu komunikasi, khusunya tentang dinamika komunikasi kelompok dalam upaya penempatan Ibukota Kabupaten. b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan ataupun kontribusi yang positif dari segi keilmuan bagi disiplin ilmu pengetahuan secara umum. 2. Manfaat Praktis a. Dapat dijadikan sebagai pedoman bagi Pemerintah Kabupaten Buton Utara dalam kaitannya dengan dinamika komunikasi kelompok dalam upaya penempatan Ibukota Kabupaten. b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan gambaran kepada peneliti selanjutnya untuk mengetahui dinamika komunikasi kelompok.

5 Teori yang Digunakan Teori yang digynakan dalam penelitian ini komunikasi sosial (Model Lasswell). Lasswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan: Siapa Mengatakan Apa, Melalui Saluran Apa, Kepada Siapa, Dengan Efek Apa. Adapun fungsi komunikasi menurut Lasswell adalah sebagai berikut. 1. The surveillance of the invironment (pengamatan lingkungan), yaitu kegiatan mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai peristiwaperistiwa dalam suatu lingkungan. 2. The correlation of the parts of society in responding to the environment (korelasi kelompok-kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi lingkungan), yaitu interpretasi terhadap informasi mengenai peristiwa yang terjadi di lingkungan. 3. The transmission of the social heritage from one generation to the next (transmisi warisan sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain), yaitu difokuskan kepada kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai, dan norma sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain atau dari anggota suatu kelompok kepada pendatang baru. Ini sama dengan kegiatan pendidikan (Effendy, 2003: ).

6 Berdasarkan uraian penjelasan di atas, maka secara umum dapat peneliti simpulkan bahwa dalam proses komunikasi lasswell mempelajari kejadian-kejadian yang ada di lingkungan dengan mempelajari prosesnya dan masyarakatnya. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Subyek Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah Bupati Buton Utara, Wakil Bupati Buton Utara, Ketua DPRD Buton Utara, Masyarakat Bonegunu dan Kulisusu sebanyak 6 orang. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu : pengamatan (observasi), wawancara secara mendalam ( in-depth-interviewing), dan dokumentasi (documentation). Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data deskriptif kualitatif. Sedikitnya tiga tahapan yang dilakukan dalam proses analisis data kualitatif (Sugiyono, 2012: 334) sebagai berikut : reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan verifikasi data (conclusion drawing).

7 Keabsahan Data Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik tringulasi. Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik tringulasi data. Teknik tringulasi data dilakukan dalam mengumpulkan data yang harus menggunakan beragam sumber data yang berbeda. HASIL DAN PEMBAHASAN Dinamika Komunikasi Kelompok Masyarakat Kulisusu dan Bonegunu Dengan Pemerintah Terhadap Penempatan Ibukota Kab. Buton Utara Komunikasi Fungsional Komunikasi fungsional adalah komunikasi yang terjalin diantara anggotaanggota dalam suatu kelompok tertentu. Dengan demikian, dalam upaya penyelesaian polemik sosial tertentu, maka setidak-tidaknya ada seseorang yang merupakan subjek komunikasi, serta dapat menampung dan mengapresiasikan harapan dan keinginan dari anggota kelompok lainnya. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan beberapa informan, yakni Bapak Hatimin, selaku Tokoh Masyarakat Kecamatan Bonegunu menemukan sebagai berikut: Hubungan pemerintah daerah dengan masyarakat sejauh ini masih baik. Pemerintah Daerah pernah berkunjung. Saat ini, pemerintahan dan masyarakat masih kompak dalam menyelesaikan polemik penempatan Ibukota Buton Utara. Secara umum, pemerintahlah yang paling mendominasi untuk penyelesaian penempatan ibukota. Namun bukan berarti kami tidak berperan. Kami mendengar bahwa pemerintah merencanakan untuk memfungsikan buranga. Lebih rincinya, pemerintah ingin merealisasikan

8 amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 tentang Penempatan Ibukota Kab. Buton Utara, kami sendiri mendukung itu (Wawancara, 25 November 2016). Berdasarkan uraian hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Utara dan masyarakat sendiri memiliki peranan yang sangat penting dalam mengupayakan solusi dalam penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Secara hukum, pemerintah merupakan kelompok yang lebih mendominasi dalam mengupayakan penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Hal ini dapat dipahami bahwa pemerintah daerah merupakan kelompok sosial yang memegang kendali dan sebagai pengambil kebijakan. Informan keempat, Bapak Jumsir Lambau, selaku Tokoh Masyarakat Kecamatan Kulisusu juga memiliki persepsi yang sama dengan informan sebelumnya, ia mengatakan bahwa : Hubungan masyarakat masih baik, tidak mempersoalkan lagi polemik Ibukota Kabupaten Buton Utara, tidak seantusias dalam waktu-waktu sebelumnya. Saat ini, masyarakat dan pemda kekompakannya lebih kuat. Pihak yang paling mendominasi tentu pemerintah, itu jelas karena mereka merupakan subjek utama yang memiliki wewenang khusus dalam mengurusi penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Kendala yang dihadapi pemda terhambat oleh infranstruktur perkantoran yang selama beberapa tahun sudah terbangun di Kulisusu. Kendala inilah yang dialami dalam menegasi pemfungsian Buranga sebagaimana mestinya. Malah semua PNS diarahkan ke sana tidak akan efektif karena infrastruktur belum memadai. Hambatan komunikasi terkait dengan latar belakang politik sebelum jelas mempengaruhi bahwa posisi pusat perkotaan dibagi dua wilayah kecamatan. Ini tidak sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 Pasal 7 yang menyebutkan Buranga Kecamatan Bonegunu sebagai Ibukota (Wawancara, 26 November 2016). Berdasarkan uraian hasil wawancara sebelumnya, dapat dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Utara memiliki wewenang dalam menyelesaikan

9 polemik penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Namun demikian, hal ini bukan berarti masyarakat tidak memiliki wewenang atau peranan dalam upaya penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Dalam upaya penempatan Ibukota, masyarakat dan pemerintah mengalami kendala, dimana pembangunan sudah terlebih dahulu dibangun di Kulisusu, sehingga menjadi kendala untuk pemfungsian Buranga sebagaimana mestinya. Berdasarkan penjelasan informan di atas, diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu informan kunci, Bapak Drs. Abu Hasan, M.Pd, selaku Bupati Buton Utara yang mengatakan bahwa: Hanya berpegang pada UU No. 14 Tahun Pemerintah yang mendominasi untuk mencari langkah-langkah pemfungsian Ibukota Kabupaten Buton Utara. Pada tahun 2017 mendatang, kantor Bupati akan direhap agar pelayanan bisa efektif, tinggal diatur bagaimana pelayanan tugas-tugas. Tahun 2017 akan ada SKPD yang penuh, dimana di sana selain kantor Bupati, kantor DPR juga harus di bangun di Buranga. Kantor-kantor baru akan dibangun di Bonegunu, agar pelayanan publik berjalan efektif (Wawancara, 30 November 2016). Berdasarkan uraian hasil wawancara sebelumnya, dapat dijelaskan bahwa saat ini Pemda berpegang pada undang-undang dan berencana melakukan pemfungsian Burangan Kecamatan Bonegunu sebagai Ibukota Kabupaten. Seperti halnya rencana program yang dilakukan oleh Pemda pada tahun 2017 mendatang, bahwa pembangunan akan difokuskan di Buranga Kecamatan Bonegunu, kantor SKPD yang belum ada di Kulisusu akan dibangun di Buranga, dan semua kegiatan perkantoran akan dipusatkan di Buranga, sehingga pelayanan masyarakat dapat terlaksana dengan baik. Secara teknis dan prosedural, pemerintahan Kab. Buton Utara tetap mengakui bahwa Buranga sebagai Ibukota Kab. yang tertulis dalam UU No. 14 Tahun 2007,

10 Informan kunci ketiga, Bapak Rukman Basri Zakaria, SE, selaku Ketua DPRD yang mengatakan bahwa: Kemarin ada surat edaran untuk berkantor di Buranga, itu giliran-giliran. Kedepannya harus ada kejelasan soal Ibukota. Jalan, pertanian harus diprioritaskan (Wawancara, 29 November 2016). Berdasarkan uraian hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa Pemda memiliki tugas dan peran penting dalam pembangunan di berbagai bidang. Ini merupakan asepk yang sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan suatu daerah. Upaya penyelesaian polemik Ibukota Kab. Buton Utara tidak lepas dari perhatian Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat, masuknya surat yang diterima Pemda dari Gubernur dan Mendagri untuk segera menyelesaikan polemik atau dinamika tentang penempatan Ibukota Kab. Buton Utara merupakan salah satu perhatian dari Provinsi dan Pusat. Berdasarkan hasil pengamatan awal (observasi) yang peneliti lakukan di lapangan serta hasil wawancara dari beberapa informan yang tersebar di Kecamatan Bonegunu, Kecamatan Kulisusu, dan Unsur penyelenggara pemerintahan di Kabupaten Buton Utara yang telah dijelaskan secara singkat, padat, dan jelas di atas, peneliti berkesipulan sebagai berikut: Atanra observasi dan wawancara lapangan ada sedikit perbedaaan. Sementara terjadinya dinamika atau perbedaan pandangan antara masyarakat Bonegunu dan Kulisusu dalam upaya penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara merupakan suatu hal yang wajar dalam berdemokrasi. Tetapi kondisi ini mestinya harus dimaksimalkan oleh semua kelompok, baik masyarakat dan pemerintah untuk mencari solusi terbaik atas polemik penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Sebab peran aktif masyarakat dan pemerintah bisa membawa pada perubahan dan kemajuan daerah jika mampu diarahkan dengan baik benar.

11 Komunikasi Struktural Secara umum, meskipun pendekatan struktural dan fungsional sering disebutsebut memiliki kesamaan dan sering dikombinasikan, namun masing-masing dari keduanya mempunyai titik penekanan yang sangat berbeda. Komunikasi struktural lebih menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut tentang penyampaian pesan dalam sistem-sistem sosial yang ada. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan beberapa informan, yaitu Bapak Hatimin, selaku Tokoh Masyarakat Kecamatan Bonegunu menemukan sebagai berikut: Masyarakat disini dalam menyampaikan aspirasi atau pendapatnya sudah terstruktur dengan baik. Katakanlah masyarakat menyampaikan pendapat kepada tokoh masyarakat dan secara bersama-sama kami kemudian bertemu secara langsung dengan pemerintah daerah dan membicarakan polemik penempatan Ibukota ini. Kalau tahun-tahun 2011 masyarakat dan pemerintah punya pendapat yang sangat berbeda terkait penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Tapi sekarang, sudah sedikit mulai reda, tidak terlalu keras seperti tahun-tahun sebelumnya (Wawancara, 25 November 2016). Berdasarkan uraian hasil wawancara diatas, maka dapat dijelaskan bahwa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana masyarakat Kulisusu dan masyarakat Bonegunu Kabupaten Buton Utara sudah mulai terstruktur dengan baik dalam menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah daerah Kabupaten Buton Utara. Untuk menyampaikan pendapat atau aspirasinya, masyarakat menggunakan perwakilan kelompok seperti halnya orang yang memiliki pengaruh dalam kelompok masyarakat yang bersangkutan untuk menyampaikan pendapat atau saran-saran mereka kepada

12 Pemerintah Daerah, sekaligus mengetahui bagaimana perkembangan polemik Penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Informan keempat, Bapak Jumsir Lambau, selaku Tokoh Masyarakat Kecamatan Kulisusu yang mengatakan bahwa : Secara struktural pemda punya potensi untuk memfungsikan Buranga secara bergiliran. Itu sikapnya pemda yang mengakui bahwa Buranga itu harus difungsikan. Sejak awal proses pemekaran sudah terjadi perbedaan pandangan terhadap calon ibukota kulisusu dan Buranga tersebut (Wawancara, 26 November 2016). Berdasarkan uraian hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa secara struktural, Pemda Kab. Buton Utara secara bergiliran memfungsikan Buranga Kecamatan Bonegunu sebaga Ibukota Kabupaten Buton Utara. Ini adalah salah satu bentuk perhatian pemerintah daerah terhadap polemik yang berkepanjangan di Buton Utara, yakni polemik penempatan Ibukota Kab. Buton Utara yang sampai saat ini masih terus berdinamika. Berdasarkan penjelasan informan di atas, diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu informan kunci, seperti halnya Bapak Drs. Abu Hasan, M.Pd, selaku Bupati Buton Utara yang mengatakan bahwa: Aspirasi datang secara berjenjang, dimana biasa di Desa, Camat kemudian Bupati, dan kemudian kami rapat untuk upaya pengambilan kebijakan. Perbedaan pendapat hanya dipicu oleh kelompok kecil, gerakannya muncul secara sporadis, baik di Buranga, Saraea, dan Kendari. Kami tetap membuka ruang sebesar-besarnya untuk menerima aspirasi (Wawancara, 30 November 2016). Berdasarkan uraian hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa aspirasi yang dilakukan oleh masyarakat sudah terstruktur mulai dari Pemerintah Desa,

13 Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Kabupaten, lalu kemudian Pemerintah Provinsi. Secara umum, pemerintah membuka ruang yang sebesar-besarnya untuk menerima aspirasi yang datang secara bergiliran dari mulai Desa sampai dengan Kabupaten dan/atau Provinsi. Informan kunci ketiga, Bapak Rukman Basri Zakaria, SE, selaku Ketua DPRD yang mengatakan bahwa: Saya kira masyarakat saat ini sudah mulai redah, masyarakat datang secara baik-baik, dimana mereka mengirimkan surat kepada DPRD atau Bupati, yang diterima oleh staf pemerintah daerah tersebut. Kami sebagai penyelenggara Pemerintah pastinya akan melakukan yang terbaik, tapi tentunya kami akan mengikuti struktur yang sudah ada dalam mengambil kebijakan, kareana kami bukan satu satunya unsur penyelengara pemerintahan. Intinya komunikasi struktural itu penting (Wawancara, 29 November 2016). Berdasarkan uraian hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah memiliki struktur kebijakan masing-masing dalam penyelesaian polemik Ibukota Kabupaten Buton Utara. Seperti halnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Buton Utara bukan satu-satunya unsur pemerintah yang dapat mengambil kebijakan atau keputusan. Tetapi harus ada koordinasi yang terjalin antara Pemerintah dengan struktur yang berbeda yang ada di Kabupaten Buton Utara. Berdasarkan hasil pengatan awal (Observasi) yang peneliti lakukan dilapangan dan hasil wawancara dari beberapa informan yang tersebar di Kecamatan Bonegunu, Kecamatan Kulisusu, dan Unsur penyelenggara pemerintahan di Kabupaten Buton Utara yang telah dijelaskan secara singkat, padat, dan jelas diatas, peneliti menyimpulkan sebagai berikut:

14 Yakni, antara observasi dan hasil wawancara terdapat perbedaan tetapi tidak begitu menonjol. Dinamika komunikasi yang tercipta dalam penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara masih terus terjadi di kedua kelompok masyarakat Kecamatan Bonegunu dan Kecamatan Kulisusu, namun intesitasnya yang mucul tidak sekeras dulu, sebab pemerintah membuka ruang untuk berdiskusi dan berdialog. Sehingga keluh kesah dan aspirasi dari kedua kelompok masyarakat (Bonegunu dan Kulisusu) dapat tersampaikan dan didengar langsung oleh pemerintah. Perbedaan pandangan kedua kelompok masyarakat ini menjadi bahan pertimbangan yang cukup penting buat pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan strategis dalam upaya penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Komunikasi Kultural Komunikasi kultural merupakan interksi yang terjadi antara kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan latar belakang budaya. Perbedaan latar belakang budaya dalam komunikasi tidak menjadi penghambat yang signifikann, sebab dalam berinteraksi yang dipacu adalah keterbukaan dan kebersamaan. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa informan, yaitu Bapak Hatimin, selaku Tokoh Masyarakat Kec. Bonegunu mengungkapkan sebgai berikut: Budaya tidak mempengaruhi komunikasi dalam penyelesaian polemik penempatan Ibukota Buton Utara (Wawancara, 25 November 2016). Berdasarkan uraian hasil wawancara sebelumnya, maka dapat dijelaskan bahwa komunikasi yang terjalin tidak dipengaruhi oleh budaya masyarakat. Hal ini dapat dipahami bahwa masyarakat tidak menjadikan faktor kultur budaya sebagai parameter untuk menentukan penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara.

15 Informan keempat, Bapak Jumsir Lambau, selaku Tokoh Masyarakat Kecamatan Kulisusu memiliki pendapat yang sama dengan penjelasan informan di atas yang mengatakan bahwa : Kultur budaya yang dianut oleh masyarakat tidak mempengaruhi penempatan ibukota (Wawancara, 26 November 2016). Berdasarkan uraian hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa budaya yang ada di Buton Utara tidak mempengaruhi penentuan penempatan Ibukota Buton Utara. Misalnya, secara etnik beragama, masyarakat tidak menjadikan agama yang dianut sebagai parameter penentuan penempatan Ibikota Kabupaten Buton Utara. Penempatan Ibukota tidak diukur dari wilayah yang mayoritas beragama islam, kriten katolik, kristen protestan, ataupun hindu. Berdasarkan penjelasan informan sebelumnya, diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu informan kunci, seperti halnya Bapak Drs. Abu Hasan, M.Pd, selaku Bupati Buton Utara yang mengatakan bahwa: Perbedaan kultur Budaya tidak berpengaruh di Buton Utara, kecuali Jawa dan Bali (Wawancara, 30 November 2016). Berdasarkan uraian hasil wawancara di atas, maka dapat dijelaskan bahwa secara umum budaya yang ada di Kabupaten Buton Utara tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam upaya penentuan penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Hal ini dikarenakan masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten tidak mempersoalkan latar belakang kultur budaya yang berbeda dari segi bahasa, ras,

16 maupun agama. Berbeda halnya ketika misalnya adanya kultur budaya lain yang masuk di daerah Kabupaten Buton Utara. Informan kunci ketiga, Bapak Rukman Basri Zakaria, SE, selaku Ketua DPRD yang mengatakan bahwa: Budaya tidak berpengaruh dalam komunikasi yang terjalin sampai sekarang (Wawancara, 29 November 2016). Berdasarkan uraian hasil wawancara sebelumnya, dapat dijelaskan bahwa masyarakat dan pemerintah Buton Utara tidak menjadikan kultur budaya sebagai parameter penentuan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Adanya proses keterbukaan komunikasi dalam polemik penempatan Ibukota tidak diukur bedasarkan aspek budaya yang ada di Kabupaten Buton Utara. Berdasarkan hasil pengatan awal (observasi) yang peneliti lakukan dilapangan dan hasil wawancara dari beberapa informan yang tersebar di Kecamatan Bonegunu, Kecamatan Kulisusu, dan Unsur penyelenggara pemerintahan di Kabupaten Buton Utara yang telah dijelaskan secara singkat, padat, dan jelas di atas, peneliti menyimpulkan sebagai berikut: Saya melihat antara observasi lapangan dan hasil penelitian lapangan tidak bersesuai secara keseluruahan atau ada perbedaan dalam memandang polemik Ibukota Kabupaten Buton Utara. Apalagi jika berbicara mengenai kultur budaya, saya memandang ini sangat sensitif dan bisa menjadi bom watu buata pemerintah daerah jika tidak jeli dalam mengambil kebijakan terkait polemik penempatan ibukota. Sebab kedua kelompok masyarakat antara Kecamatan Bonegunu dan Kecamatan Kulisusu memiliki presepsi yang berbeda dalam melihat polemik penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Walaupun dari segi bahasa tidak memberi pengaruh yang signifikan dalam interaksi sosial yang terjadi di Kabupaten buton Utara, tetapi perlu secepatnya pemerintah daerah mencari jalan soluktif dan megakhiri polemik

17 penempatan ibukota tersebut. Tampung semua pendapat dan aspirasi untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil kebijakan. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dinamika komunikasi kelompok yang terjadi antara masyarakat Kecamatan Bonegunu, Kecamatan Kulisusu dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Utara terkait polemik penempatan Ibukota Kabupaten adalah masih dalam kondisi yang wajar dan kondusif. Bentuk komunikasi yang dilakukan dalam penyelesaian polemik penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara adalah komunikasi fungsional, komunikasi struktural, dan komunikasi kultural. Tetapi penerapannya belum maksimal seperti yang diharpakan, yakni polemik Ibukota Kabupaten Buton Utara dapat terselesai. Ini dikarenakan oleh kurang dipahaminya konsep komunikasi efektif dalam interaksi sosial yang terjadi antara masyarakat dan pemerintah daerah. 2. Terjadinanya dinamika komunikasi kelompok yang berkepanjangan antara masyarakat dan pemerintah dalam upaya penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara disebabkan oleh sikap Pemerintah Daerah yang lambat dan kurang serius dalam memandang akar persoalan polemik Ibukota Kabupaten Buton Utara. Sebab, Pemerintah Daerah memiliki peran

18 strategis dalam penyelesaian polemik Ibukota Kabupaten Buton Utara dibanding dengan masyarakat. Saran Berdasrkan kesimpulan dalam penelitian ini, peneliti menyarankan kepada masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Utara: 1. Diharapkan kepada kelompok masyarakat Kecamatan Benegunu, Kecamatan Kulisusu dan Pemerintah Daerah agar lebih memahami konsep komunikasi efektif dalam berinteraksi terkait penyelesaian polemik Ibukota Kabupaten Buton Utara. Sehingga dinamika yang tercipta adalah dinamika yang mendewasakan, mencerdaskan dan membawa kemajuan dalam pembangunan daerah. 2. Diharapkan kepada Pemerintah Daerah agar lebih aktif dan serius memandang polemik penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara yang saat ini terus berdinamika dan berkepanjangan dimasyarakat. Kejelasan Ibukota Kabupaten Buton Utara sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang berwibawah, bersih, terbuka dan akuntabel serta bebas dari tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

19 DAFTAR PUSTAKA Buku : Effendy, Teori-Teori Komunikasi. Jakarta : Universitas Terbuka. Sugiyono Memahami Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dan R & G. Bandung : CV. Alfabeta. Undang-Undang : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kabupaten Buton Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara.

MANAJEMEN KOMUNIKASI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA STAF DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BUTON UTARA

MANAJEMEN KOMUNIKASI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA STAF DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BUTON UTARA MANAJEMEN KOMUNIKASI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA STAF DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BUTON UTARA *La Ode Farid Herman ** Laode Muh. Umran *** Masrul Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BUTON UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BUTON UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BUTON UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BUTON UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BUTON UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BUTON UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI BUTON UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BUTON UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BUTON UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif dalam menyelesaikan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan issue

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan issue BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan issue yang menonjol dalam pengelolaan administrasi publik saat ini. Tuntutan gencar yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 37 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 37 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 37 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 41 TAHUN 2007 ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 41 TAHUN 2007 ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 41 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 9 TAHUN 2007 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU,

Lebih terperinci

PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004

PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004 PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A. 2011 BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004 Oleh : Elfa Sahrani Yusna Melianti ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja adalah dokumen rencana yang memuat program dan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai sasaran pembangunan, dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 07 TAHUN 2006 TENTANG TATA HUBUNGAN KERJA ANTAR PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI D ----------------------------------------------------------------------------------------------PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Adapun kesimpulan-kesimpulan yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai

BAB V PENUTUP. Adapun kesimpulan-kesimpulan yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai 153 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Uraian pembahasan yang tertuang dalam bab-bab terdahulu menjadi landasan penulis untuk mengemukakan beberapa kesimpulan terhadap kajian ini. Adapun kesimpulan-kesimpulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah. 1

BAB III METODE PENELITIAN. pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Metode penelitian adalah suatu teknik, cara dan alat yang dipergunakan untuk menemukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun BPK merupakan suatu lembaga negara yang bebas dan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun BPK merupakan suatu lembaga negara yang bebas dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH, RENCANA STRATEGIS

Lebih terperinci

ABSTRAK (RINGKASAN PENELITIAN)

ABSTRAK (RINGKASAN PENELITIAN) ABSTRAK (RINGKASAN PENELITIAN) Pemilihan umum merupakan salah satu wadah yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menentukan siapa yang akan mewakili mereka dalam lembaga legislatif

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR. PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 2.a TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2013

WALIKOTA BANJAR. PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 2.a TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2013 WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 2.a TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pajak hotel dan pajak restoran. Subjek penelitian ini. DPRD dan pemilik hotel dan pemilik restoran tentang

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pajak hotel dan pajak restoran. Subjek penelitian ini. DPRD dan pemilik hotel dan pemilik restoran tentang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek/Subjek Penelitian Objek penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai khusus dalam hal ini dilihat dari laporan PAD terkait dengan pajak hotel dan pajak restoran.

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012 WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Pemerintah Desa adalah kepala Desa yang dibantu oleh perangkat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 7 TAHUN 2015 TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 7 TAHUN 2015 TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA TAHUN 2015 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 7 TAHUN 2015 TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Negara Republik Indonesia saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Negara Republik Indonesia saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN Salah satu diantara negara-negara yang sedang berkembang adalah Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan disegala bidang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH I. UMUM Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT PASAL 18 UUD 1945 (3) Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 40 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 40 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 40 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 8 TAHUN 2007 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Bunga Rampai Model Penyelenggaraan

Bunga Rampai Model Penyelenggaraan Bunga Rampai Model Penyelenggaraan Keterbukaan Informasi Publik Bunga Rampai Model Penyelenggaraan Keterbukaan Informasi Publik Oleh: Ahmad Budiman Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2010 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

Oleh : S u p a n d i, SE (Kabid Pengembangan BKD Kab. Kolaka) A. Pendahuluan

Oleh : S u p a n d i, SE (Kabid Pengembangan BKD Kab. Kolaka) A. Pendahuluan PROMOSI JABATAN MELALUI SELEKSI TERBUKA PADA JABATAN ADMINISTRATOR; TATA CARA PELAKSANAAN DAN KEMUNGKINAN PENERAPANNYA DILINGKUNGAN PEMERINTAH KAB. KOLAKA Oleh : S u p a n d i, SE (Kabid Pengembangan BKD

Lebih terperinci

RANCANGAN BUPATI KUNINGAN PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR : 41 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN BUPATI KUNINGAN PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR : 41 TAHUN 2014 TENTANG RANCANGAN BUPATI KUNINGAN PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR : 41 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KUNINGAN TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KELURAHAN KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TENTANG TATA PEMERINTAHAN DESA BUPATI DOMPU,

TENTANG TATA PEMERINTAHAN DESA BUPATI DOMPU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG TATA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004

Lebih terperinci

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE 2014-2019 Tesis Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 12 TAHUN 2006 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ( BAMUSDES ) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Weakness, Opportunity and Threath). Dengan hasil pada masing-masing

Weakness, Opportunity and Threath). Dengan hasil pada masing-masing BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN Pada bagian identifikasi permasalah berdasarkan tugas dan fungsi Kantor

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KULIAH 11 1 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah SUSUNAN DAN KEDUDUKAN DPRD terdiri dari anggota Parpol hasil Pemilu Fungsi DPRD Fungsi Pengawasan Fungsi Anggaran 2 Fungsi legislasi DPRD merupakan lembaga perwakilan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2016

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2016 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2016 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG HAK KEUANGAN DAN ADMINISTRATIF PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR : 2 TAHUN 2011 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR : 2 TAHUN 2011 T E N T A N G SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR : 2 TAHUN 2011 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BUTON DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BUTON DENGAN

Lebih terperinci

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Pendahuluan Program Legislasi Nasional sebagai landasan operasional pembangunan hukum

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PONOROGO

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA TERPADU ANTARA STAF AHLI BUPATI DENGAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagai negara berkembang, pembangunan sarana maupun prasarana untuk menunjang kehidupan perekonomian dan pelayanan masyarakat di Indonesia merupakan kebutuhan penting

Lebih terperinci

MEKANISME UNTUK MEMPEROLEH INFORMASI PUBLIK Oleh.: Yunus,S.Pd.,M.Si i

MEKANISME UNTUK MEMPEROLEH INFORMASI PUBLIK Oleh.: Yunus,S.Pd.,M.Si i MEKANISME UNTUK MEMPEROLEH INFORMASI PUBLIK Oleh.: Yunus,S.Pd.,M.Si i A. PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dipayungi oleh Pasal 18 Undang-Undang Dasar Sedangkan inti

BAB I PENDAHULUAN. yang dipayungi oleh Pasal 18 Undang-Undang Dasar Sedangkan inti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia karena sejak berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, yang diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang dalam tulisan ini

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, yang diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang dalam tulisan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan, sarana kepegawaian memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting. Arti penting dari sarana kepegawaian tersebut oleh

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang, disamping kebutuhan akan sandang, pangan serta papan. Informasi terjadi atas dasar komunikasi antar individu satu dan

BAB I PENDAHULUAN. orang, disamping kebutuhan akan sandang, pangan serta papan. Informasi terjadi atas dasar komunikasi antar individu satu dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Informasi saat ini merupakan kebutuhan utama bagi setiap orang, disamping kebutuhan akan sandang, pangan serta papan. Informasi terjadi atas dasar komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah, termasuk dalam ranah konsep kebijakan keuangan negara. Fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang

Lebih terperinci

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG KEPEMILIKAN DAN PENGELOLAAN ASET SARANA PRASARANA HASIL KEGIATAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH 2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses Pembangunan Nasional harus melibatkan seluruh komponen, baik pemerintah pusat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesuksesan sebuah penyelenggaraan tugas pemerintahan, terutama pada penyelenggaraan pelayanan public kepada masyarakat sangat tergantung pada kualitas SDM Aparatur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, pemerintah daerah memerlukan perencanaan mulai dari perencanaan jangka panjang, jangka menengah hingga perencanaan jangka pendek

Lebih terperinci

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEMITRAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEMITRAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEMITRAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka rnewujudkan peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah merupakan Dokumen Perencanaan Daerah yang memberikan arah sekaligus acuan bagi seluruh komponen pelaku pembangunan daerah

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

PROVINSI BALI PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI BALI PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI BALI PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : a. bahwa pembentukan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Evaluasi Kinerja, Protokol

Kata Kunci : Evaluasi Kinerja, Protokol SINOPSIS Kinerja organisasi mengisyaratkan bahwa penilaian kinerja sesungguhnya sangat penting untuk melihat sampai sejauh mana tujuan organisasi telah tercapai. Sejalan dengan sistem pemerintahan saat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam

BAB III METODE PENELITIAN. sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam BAB III METODE PENELITIAN III.1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dimana dalam penelitian yang dilakukan bersifat Deskriptif yaitu untuk mengetahui atau

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP)

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi ke-32 yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002 tanggal 24 September 2002. Secara de jure Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 11 TAHUN 2008 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 26/DPD RI/II/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KOTA SEBATIK SEBAGAI

Lebih terperinci

Kebebasan dan keterbukaan tentu merupakan anugrah yang diharapkan. banyak pihak, terutama dalam iklim demokrasi yang ditandai dengan adanya

Kebebasan dan keterbukaan tentu merupakan anugrah yang diharapkan. banyak pihak, terutama dalam iklim demokrasi yang ditandai dengan adanya A. Gambaran Umum Kebijakan Pelayanan Kebebasan dan keterbukaan tentu merupakan anugrah yang diharapkan banyak pihak, terutama dalam iklim demokrasi yang ditandai dengan adanya kebebasan berkehandak, berserikat,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I M A G E L A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I M A G E L A N G Perda No. 12 / 2000 tentang Tatacara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek yang paling utama dalam menghadapi era globalisasi dimana keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN ALOR TAHUN 2010 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Pemekaran Wilayah. Tabel Pemekaran Daerah Tahun

Pemekaran Wilayah. Tabel Pemekaran Daerah Tahun Pemekaran Wilayah Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten/kota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita bangsa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yaitu suatu penelitian dimana peneliti langsung terjun ke lapangan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun 2016-2021 merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 37 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang merupakan kewenangan daerah sesuai dengan urusannya, perlu berlandaskan rencana pembangunan daerah yang disusun berdasarkan kondisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang BAB III METODE PENELITIAN G. Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TORAJA UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa untuk memperjelas tugas dan kewajiban pimpinan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pun sejajar dan bersifat

BAB III PENUTUP. maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pun sejajar dan bersifat 93 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Hubungan antara Pemerintah Daerah dan Dewan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk 51 BAB III METODE PENELITIAN Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Tujuan penelitian yakni yang bersifat penemuan, pembuktian,

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. mengungkapkan fenomena-fenomena atau masalah-masalah berlandaskan

III. METODE PENELITIAN. mengungkapkan fenomena-fenomena atau masalah-masalah berlandaskan III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, karena mengungkapkan fenomena-fenomena atau masalah-masalah berlandaskan atas logika keilmuan.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJM DAERAH) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN 2008-2013 DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Latar belakang permasalahan menguraikan alasan mengapa suatu penelitian layak untuk dilakukan. Bagian ini menjelaskan tentang permasalahan dari sisi teoritis

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci