BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak dan tulang punggung utama dalam mendorong dan. meningkatkan perekonomian suatu bangsa menjadi Negara yang maju dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak dan tulang punggung utama dalam mendorong dan. meningkatkan perekonomian suatu bangsa menjadi Negara yang maju dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunggulan transportasi perkeretaapian dapat menjadi salah satu motor penggerak dan tulang punggung utama dalam mendorong dan meningkatkan perekonomian suatu bangsa menjadi Negara yang maju dan mandiri. Di berbagai belahan dunia, angkutan kereta api telah menjadi tulang punggung sistem transportasi darat, baik untuk angkutan penumpang ataupun barang, dalam kota atau antar kota, jarak dekat, menengah bahkan jarak jauh, menghubungkan dalam suatu Negara ataupun antar Negara. Di berbagai Negara, (Soemino, 2007 : hal.3) moda transportasi darat yang handal adalah kereta api. Kontribusi (share) penggunaan kereta api telah demikian tinggi dibandingkan dengan pemakaian moda transportasi lainnya. Share KA penumpang sudah mencapai 60% dan barang sekitar 40%. Karena itu, bila ditemukan sistem perkereta-apian suatu negara belum berkembang, hampir bisa dipastikan bahwa negara yang bersangkutan akan segera berlari cepat mengejar ketertinggalannya guna membangun sistem perkereta-apian yang lebih modern. Adapun keunggulan transpotasi kereta api dengan moda transportasi lainnya dalam meningkatkan perekonomian suatu negara, antara lain kapasitas angkut yang besar (massal), cepat, aman, hemat energi dan ramah lingkungan serta membutuhkan lahan yang relatif sedikit. Selain itu dengan 1

2 semakin kuatnya isu lingkungan, maka keunggulan kereta api dapat dijadikan sebagai salah satu alasan yang kuat untuk membangun transportasi perkeretaapian, sehingga terwujud transportasi yang efektif, efisien dan ramah lingkungan. Keberpihakan pada pengembangan transportasi perkeretaapian berarti ikut serta dalam program penghematan energi dan peningkatan kualitas lingkungan. Kereta api menjadi urat nadi transportasi dan pilihan utama masyarakat di berbagai negara karena handal, efektif dan efisien (Soemino, 2007 : hal. 3-5). Dikatakan handal, karena daya angkut begitu banyak. Bukan lagi satua, puluhan dan ratusan, tapi bisa mencapai ribuan. Dikatakan efektif dan efesien, karena KA mampu membawa penumpang dalam jumlah besar. Dalam sekali perjalanan, satu rangkaian KA, (misalnya terdiri dari atas 8 gerbong) mampu membawa orang. Sebuah angka yang mustahil dapat ditandingi oleh bus yang hanya mampu membawa sekitar orang. Atau bus berukuran sedang (Metromini) yang sekali jalan cuma mengangkut orang. Bahkan dibandingkan dengan pesawat terbang berukuran paling besar sekalipun, yang hanya mampu mengangkut sekitas 500 orang. Jumlah barang yang diangkut KA juga sangat besar. Bukan lagi dalam gram atau kilogram, namun sudah dalam hitungan ton. KA gerbong barang rangkaian panjang (babaranjang) BNSF (Burlington Nothern Santa Fe), misalnya, dalam setahun mampu mengangkut 300 juta ton (sekitar 25 juta ton dalam sebulan atau ton/hari) hasil bumi dan pertambangan dari berbagai wilayah di AS. Sementara itu, Queensland Railway (Australia) 2

3 mampu mengangkut barang sebanyak 127, 8 juta ton, dan Spoornet (Afrika) 69 juta ton. Tampaknya, kemampuan angkut KA hanya bisa ditandingi oleh kapal laut. Namun, dari sisi pemakaian energi KA masih jauh lebih hemat. Dengan kapasitas angkut yang sama, KA hanya membutuhkan BBM (Bahan Bakar Minyak) sekitar 0,002 liter/orang/km. Sedangkan kapal laut sebanyak 0,006 liter/orang/km. Bus memerlukan 0,0125 liter/orang/km dan pesawat terbang 0,05 liter/orang/km. Bahkan dalam skala yang lebih besar mampu menghemat biaya pemeliharaan yang overloading akibat angkutan jalan raya, membutuhkan lahan yang tidak luas bagi perlintasannya, mempunyai tingkat keselamatan yang sangat tinggi, menghemat energi, dan mengurangi polusi. Keunggulan lain kereta api adalah adaptif terhadap perkembangan teknologi, bebas macet, dan mampu menjadi pelopor terwujudnya Integrated Transportation System. Sehingga kereta api merupakan sarana angkutan yang paling pas untuk menyukseskan program ramah lingkungan yang sekarang gencar dikampanyekan baik skala nasional maupun internasional. Dengan demikian, apabila dalam suatu negara belum diterapkan sistem perkeretaapian yang maju, efesien, efektif dan terpadu dengan moda transportasi lainnya, maka diyakini pergerakan dan pertumbuhan perekonomian Negara tersebut akan mengalami kendala yang serius, dengan berbagai macam permasalahan yang menyertainya, antara lain sistem logistik nasional yang tidak berjalan secara efektif dan efesien, timbulnya biaya tinggi, lambatnya pergerakan orang dan barang, terjadinya kemacetan 3

4 yang parah, tingginya polusi udara, tingginya penggunaan BBM dan menurunnya minat investasi, sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan daya saing rendah dalam perekonomian global. Apabila kondisi tersebut tidak diperbaiki dengan baik, akan memperburuk kondisi perekonomian suatu Negara. Pembangunan transportasi perkeretaapian nasional diharapkan mampu menjadi tulang punggung angkutan barang dan angkutan penumpang perkotaan sehingga dapat menjadi salah satu penggerak utama perekonomian nasional. Penyelenggaraan transportasi perkeretaapian nasional yang terintegrasi dengan moda transportasi lainnya dapat meningkatkan efisiensi penyelenggaraan perekonomian nasional. Oleh karena itu penyelenggaraan perkeretaapian nasional di masa depan harus mampu menjadi bagian penting dalam struktur perekonomian nasional. Untuk itu peran transportasi perkeretaapian di Indonesia menjadi salah satu prasyarat utama dalam mendukung terwujudnya tujuan bernegara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Peran transportasi kereta api di Indonesia masih sangat rendah (marginal). Hal tersebut ditandai dengan antara lain cakupan penggunaan transportasi kereta api sangat terbatas yaitu hanya ada di Pulau Jawa dan sebahagian Pulau Sumatera, kontribusi (share) berdasarkan pangsa angkutan yang dihasilkan secara nasional masih sangat rendah dibandingkan dengan moda angkutan lain, baik di Jawa, Sumatera dan di wilayah perkotaan, 4

5 seperti Jabotabek, dan penyelenggaraan perkeretaapian untuk kepentingan umum masih bersifat monopolistik serta jumlah penyelenggara perkeretaapian masih sangat terbatas. Pangsa kereta api untuk angkutan penumpang hanya 7,32%, hal ini relatif masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pangsa angkutan jalan raya sebesar 84,13%. Sedangkan angkutan barang melalui angkutan kereta api lebih kurang 0,63% dari total angkutan barang, dibandingkan dengan angkutan jalan raya sebesar 91,25% untuk angkutan barang. (Cetak Biru Pembangunan Trasnsportasi Perkeretaapian, Ditjen Perkeretaapian, 2007 : hal. 1) Untuk itu, upaya pengembangan angkutan penumpang dan barang melalui kereta api semakin diperlukan di masa-masa mendatang, baik untuk angkutan jarak jauh, menengah maupun perkotaan (lokal) seperti di kotakota besar sebagai alternatif solusi terbaik dalam menyelesaikan problema kemacetan lalu lintas, sebagaimana telah dilaksanakan dan dibuktikan oleh beberapa kota-kota besar di dunia. Dengan demikian peran transportasi Perkeretaapian dapat mendorong terwujudnya sistem logistik nasional yang baik, efektif dan efesien. Seiring dengan meningkatnya perkembangan ekonomi Indonesia, maka pergerakan manusia dan barang pun ikut mengalami peningkatan. Peningkatan pergerakan tersebut harus didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, handal dan aman, tidak terkecuali dalam penyediaan infrastruktur dalam bidang perkeretaapian. 5

6 Namun kondisi perkeretaapian di Indonesia saat ini yang jaringannya sebagian besar masih merupakan peninggalan jaman pemerintahan Belanda, sangat membutuhkan penanganan yang khusus dan intensif. Berbagai keunggulan moda kereta api yang dimiliki belum dapat dioptimalkan, hal tersebut terlihat dengan masih rendahnya kontribusi (share) angkutan penumpang maupun barang dalam lingkup transportasi nasional sebagaimana telah disebutkan diatas. Untuk mewujudkan peningkatan peran transportasi kereta api dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, maka diperlukan adanya sistem transportasi kereta api yang memadai, handal, aman, nyaman dan terpadu dengan moda transportasi lainnya. Sedangkan untuk membangun sistem transportasi kereta api yang memadai dan terpadu tersebut, maka diperlukan dana investasi yang cukup besar, baik melalui mekanisme pembiayaan APBN atau APBD, Kerjasama Pemerintah dengan Swasta (KPS) maupun Swasta sepenuhnya. Mengingat transportasi merupakan salah satu bentuk pelayanan publik, sehingga Pemerintah mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang besar dalam menyediakan sistem transportasi yang terintegrasi intra dan antar moda dengan baik, aman, nyaman dan layak, termasuk transportasi kereta api. Pemerintah kedepan dengan dana anggaran penyediaan infrastruktur yang terbatas, perlu melakukan kebijakan dan program yang menumbuhkan dan mendorong sumber pembiayaan dari potensi para stake holder lainnya, 6

7 khususnya dari peran serta swasta atau badan usaha agar berminat dalam berinvestasi di bidang perkeretaapian baik secara sendiri-sendiri atau dengan pola kerjasama dengan didasarkan pada prinsip-prinsip bisnis yang transparan, adil/tidak diskriminatif, akuntabel dan saling menguntungkan. Dengan adanya perubahan paradigma sehubungan dengan telah diterbitkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian termasuk peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, maka upaya untuk memajukan perkeretaapian nasional kepada kondisi yang lebih baik di masa mendatang menjadi lebih terbuka. Adapun perubahan paradigma yang mendorong perubahan mendasar dalam penyelenggaraan perkeretaapian di masa mendatang, dengan telah digantikannya pemberlakuan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Naskah Akademik RUU Perkeretaapian, 2006 : hal. 9-12), yaitu : 1. Keterbukaan dalam penyelenggaraan perkeretaapian. Penyelenggaraan perkeretaapian baik penyelenggaraan sarana, penyelenggaraan prasarana ataupun penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian sebaiknya dapat dilaksanakan secara terbuka, dalam arti perkeretaapian dapat diselenggarakan oleh badan usaha yang berbentuk badan hukum (BUMN, BUMS, BUMD, 7

8 Pemerintah maupun Pemerintah Daerah), karena sebelumnya dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 penyelenggaraan perkeretaapian masih bersifat tertutup yaitu hanya dilaksanakan oleh Pemerintah dan PT KAI. 2. Anti Monopoli. Pengaturan mengenai perkeretaapian sebaiknya dapat memperhatikan Undang-undang anti monopoli (Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli), karena penyelenggaraan perkeretaapian nantinya dapat dilaksanakan oleh badan usaha yang berbentuk badan hukum (BUMN, BUMS, BUMD, Pemerintah maupun Pemerintah Daerah), yang sebelumnya dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian pada prinsipnya penyelenggaraan perkeretaapian masih dimonopoli oleh oleh BUMN (PT. Kereta Api Indonesia). 3. Peran serta Swasta dan Masyarakat. Dalam penyelenggaraan Perkeretaapian sebaiknya pemerintah dapat mendorong keikutsertaan peran serta swasta, masyarakat dan Pemda, kecuali apabila swasta dan masyarakat tidak mampu untuk melaksanakannya, maka akan diambil alih oleh Pemerintah. 4. Otonomi Daerah. Dalam penyelenggaraan perkeretaapian sebaiknya harus memperhatikan otonomi daerah, sebagaimana diamanahkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1999 tentag Pemerintahan Daerah, 8

9 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun Keterbukaan Dalam Kebijakan Perkeretaapian. Semua kebijakan mengenai perkeretaapian seharusnya mengikutsertakan para pihak terkait (stakeholder) yang terdiri dari pemerintah, penyelenggara perkeretaapian dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). 6. Pelayanan Perkeretaapian Umum. Dalam penyelenggaraan perkeretaapian sebaiknya pemerintah dapat menjamin pelayanan kereta api masal, dalam arti negara menjamin warga negaranya untuk mendapatkan pelayan kereta api dengan biaya terjangkau dan pelayanan yang memuaskan yaitu berupa kereta api kelas ekonomi, sehingga memungkinkan masyarakat dapat menikmati angkutan kereta api dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu juga diatur kompensasi kepada penyelenggara perkeretaapian yang memberikan layanan yang kereta api kelas ekonomi dimaksud. 7. Perlindungan Konsumen. Penyelenggaraan perkeretaapian harus memperhatikan ketentuan yang mengatur mengenai perlindungan konsumen. 9

10 8. Tarif. Penyelenggara perkeretaapian yang membrikan pelayanan terhadap masyarakat sebainya diberi kewenagan untuk menetapkan tariff yang ditetapkan oleh Penyelenggara perkeretaapian, kecuali tarif angkutan kelas ekonomi tetap oleh Pemerintah. 9. Perizinan. Undang-undang tetang perkeretaapian yang baru, sebaiknya dapat menjamin mekanisme perizinan di bidang perkeretaapian yaitu dengan memperhatikan otonomi daerah, tidak birokratis, transparan, cepat dan tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi. 10. Pemenuhan Hak Penyandang Cacat, Penyelenggaraan perkeretaapian, harus dapat menjamin pelayanan terhadap penyandang cacat, mengingat penyandang cacad perlu mendapat perlakuan khusus dalam penyelenggaraan perkeretaapian. 11. Perkembangan Teknologi. Penyelenggaraan perkeretaapian diharapkan dapat mengikuti perkembangan teknologi, mengingat perkembangan teknologi semakin berkembang dengan cepat. Mengingat pengaturan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 yang baru tersebut telah didasarkan pada kebutuhan perubahan paradidma baru dalam penyelenggaraan perkeretaapian yang transparan, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel, diantaranya dibukanya peluang dan peran serta para stake holder lainnya (Pemerintah Daerah, BUMD dan Badan Usaha) 10

11 baik secara sendiri-sendiri maupun secara bekerjasama untuk ikut ambil bagian dalam penyelenggaraan perkeretaapian (era multi operator) menuju terwujudnya iklim inverstasi di bidang perkeretaapian yang baik dan kondusif guna mendukung peningkatan kemampuan dan daya dukung nasional dalam percaturan perekonomian global. Peluang swasta sedemikian ini, belum dapat dijumpai dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, yang masih bersifat monopolistik. Keterlibatan swasta atau badan usaha dalam penyelenggaraan perkeretaapian masih diwajibkan untuk bekerjasama dengan Badan Penyelenggara, dalam hal ini kepada PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Kondisi yang masih bersifat monopolistik dan tertutup tersebut bagi investasi swasta atau badan usaha dan paradigma yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan zaman tersebut, dalam era sekarang ini sudah tidak dimungkinkan lagi setelah terbitnya era baru regulasi perkeretaapian sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, khususnya dalam kaitan dengan pengaturan mengenai peluang usaha swasta, baik mengenai pelaku atau penyelenggara perkeretaapian maupun jenis kegiatan penyelenggaraaan perkeretaapian yang sudah terbuka lebar bagi peran serta swasta atau badan usaha. Hal ini antara lain dapat dilihat dalam beberapa ketentuan Undangundang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, sebagai berikut : 11

12 a. Pihak Penyelenggara Perkeretaapian : 1) Pengertian Badan Usaha, diatur dalam Pasal 1 angka 10 : Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk perkeretaapian. 2) Pengertian Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian, diatur dalam Pasal 1 angka 16 : Penyelenggara prasarana perkeretaapian adalah pihak yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian. 3) Pengertian Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, diatur dalam Pasal 1 angka 17 : Penyelenggara sarana perkeretaapian adalah badan usaha yang mengusahakan sarana perkeretaapian umum. 4) Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum dilakukan oleh Badan Usaha, diatur dalam Pasal 23 (1) : Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilakukan oleh Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri maupun melalui kerja sama. b. Jenis kegiatan penyelenggaraan perkeretaapian : Pasal 17 (1) yang mengatur mengenai : Penyelenggaraan perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat (1) huruf a berupa penyelenggaraan: a. prasarana perkeretaapian; dan/atau b. sarana perkeretaapian. Ketentuan mengenai peluang swasta dalam berinvestasi di bidang penyelenggaraan perkeretaapian menjadi landasan legalitas yang kuat dan mendasar, sehingga menjadi dasar berpijak bagi para pelaku usaha dalam 12

13 mengambil peran untuk menciptakan iklim usaha bidang perkeretaapian yang sehat, fair, akuntabel, efektif dan efesien yang didasari oleh prinsip saling menguntungkan. Adapun peluang-peluang swasta dalam berinvestasi di bidang perkeretaapian sangat besar dan terbuka berbagai lini dari hulu hingga hilir dalam penyelenggaraan perkeretaapian. Regulasi, kebijakan dan program Pemerintah sebagai Regulator dalam rangka penyelenggaraan perkeretaapian yang terpadu, aman, nyaman, efektif dan efesien serta mendorong terciptanya iklim investasi yang menarik, dapat berfungsi sebagai pedoman bagi para swasta yang berminat dalam berinvestasi di bidang penyelenggaraan perkeretaapian. Pada kenyataannya, sejak terbitnya Undang-undang Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian hingga saat ini, masih ditemui kenyataan dan kondisi yaitu rendahnya peran serta swasta dalam berinvestasi di bidang perkeretaapian atau dengan kata lain belum berjalan secara alami era multi operator dalam penyelenggaraan perkeretaapian. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana pengaturan, kebijakan dan program Pemerintah serta implementasinya bagi peluang swasta dalam berinvestasi di bidang perkeretaapian dan hal-hal apa saja yang memungkinkan menjadi faktor penghambat untuk terwujudnya minat swasta untuk berinvertasi dalam penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia. 13

14 Dengan ditemukenalinya bagaimana pengaturan, kebijakan dan program Pemerintah serta implementasinya bagi peluang swasta dalam berinvestasi di bidang perkeretaapian dan hal-hal apa saja yang memungkinkan menjadi faktor penghambat untuk terwujudnya minat swasta untuk berinvertasi dalam penyelenggaraan perkeretaapian tersebut, selanjutnya akan ditelaah lebih lanjut mengenai alternatif solusi penyelesaian dari faktor penghambat tersebut, sehingga diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi para Pengambil Kebijakan dalam mendorong dan meningkatkan minat dan peran serta swasta dalam berinvestasi di bidang penyelenggaraan perkeretaapian. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan mengenai peluang swasta dalam berinvestasi di bidang perkeretaapian sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian? 2. Bagaimana pengaturan mengenai peluang swasta dalam berinvestasi di bidang perkeretaapian setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian? 3. Sejauhmana pelaksanaan investasi swasta dalam bidang perkeretaapian setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian? 14

15 C. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penelitian terhadap peluang investasi swasta di bidang perkeretaapian dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, sepanjang pengetahuan dan pengamatan penulis selama ini belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaturan mengenai peluang swasta dalam berinvestasi di bidang perkeretaapian sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. 2. Untuk mendapatkan gambaran mengenai peluang swasta dalam berinvestasi di bidang perkeretaapian setelah terbitnya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. 3. Untuk mendapatkan gambaran mengenai pelaksanaan investasi swasta dalam bidang perkeretaapian setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. E. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian Penelitian mengenai peluang investasi swasta di bidang perkeretaapian dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian ini bersifat pendekatan yuridis normative yang mengacu pada norma 15

16 hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas melalui bahan kepustakaan atau data skunder. 2. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui dua jenis penelitian yaitu : a. Penelitian Kepustakaan 1) Data Data dalam penelitian kepustakaan adalah data sekunder yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan berupa azas-azas hukum, kaidah-kaidah hukum dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan mengenai peluang investasi swasta di bidang perkeretaapian dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. 2) Bahan Penelitian a) Bahan Hukum Primer, yaitu : 1. Undang-undang Dasar 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api 16

17 5. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian 6. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. 7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 43 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional. 8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 91 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian Khusus 9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 2012 tentang Perizinan Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian Umum. 10. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 66 Tahun 2013 tentang Perizinan Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum. 11. Keputusan Direktur Jenderal Perkeretaapian Nomor PR. 004/SK.85/DJKA/04/10 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun Bidang Perkeretaapian. b) Bahan Hukum Skunder Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan kejelasan terhadap bahan hukum primer, 17

18 berupa buku-buku ilmiah, hasil penelitian, dan website, yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. c) Bahan Hukum Tersier Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia-Inggris, Kamus Hukum. 3) Alat penelitian Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian kepustakaan adalah studi dokumen. Studi ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data pimer dan data skunder dengan cara mempelajari, menelaah bahan-bahan hukum yang relevan dengan topik penelitian ini. b. Penelitian Lapangan 1) Data dalam penelitian lapangan merupakan data primer, yang diperoleh secara langsung. 2) Lokasi penelitian Penelitan dilaksanakan di Propinsi DKI Jakarta 3) Responden Responden dalam penelitian ini adalah Direktorat Jenderal Perkeretaapian. 18

19 4) Alat Penelitian Dalam penelitian lapangan ini akan digunakan alat penelitian berupa daftar pertanyaan atau questioner yang akan dibagikan kepada responden yang telah ditentukan untuk diisi. Daftar pertanyaan dimaksud untuk memperoleh data berupa jawaban responden. 3. Analisis Data Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu diseleksi, dipilah-pilah kemudian diperiksa kelengkapannya dan kejelasannya, baik data primer maupun data sekunder. Keseluruhan data yang telah diperoleh selanjutnya akan disusun secara sistematis. Kemudian data tersebut akan dianalisis secara kualititatif untuk mendapatkan gambaran atas fakta yang ada dan fakta hukum dari peluang investasi swasta di bidang perkeretaapian. F. Manfaat Penelitian 1. Penulisan ini diharapkan memberikan masukan dari aspek ilmu hukum, khususnya hukum bisnis baik secara teori maupun praktik hukum yang terkait dengan peluang investasi swasta di bidang perkeretaapian. 2. Penulisan ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi pengambil kebijakan publik, khususnya yang berhubungan dengan penyelenggaraan transportasi perkeretaapian, karena dengan adanya kejelasan dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan usaha 19

20 di bidang transportasi, akan menciptakan iklim usaha yang sehat untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya peluang usaha swasta di bidang perkeretaapian guna peningkatan kontribusi transportasi kereta api dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 20

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

ANALISIS ANGKUTAN KERETA API DAN IMPLIKASINYA PADA BUMN PERKERETAAPIAN INDONESIA

ANALISIS ANGKUTAN KERETA API DAN IMPLIKASINYA PADA BUMN PERKERETAAPIAN INDONESIA ANALISIS ANGKUTAN KERETA API DAN IMPLIKASINYA PADA BUMN PERKERETAAPIAN INDONESIA Biro Riset LM FEUI Operator angkutan kereta api di Indonesia saat ini dilakukan oleh BUMN Perkeretaapian, yaitu PT. Kereta

Lebih terperinci

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya,

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka selanjutnya akan disampaikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa pengaturan mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 70 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi berasal dari kata Latin, yaitu transportare, dimana trans berarti seberang atau sebelah lain dan portare berarti mengangkut atau membawa. Dengan demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta sebagai kota tujuan dari beberapa kota sekitar. Hal tersebut menuntut kota tersebut memenuhi kebutuhan transportasi. Kebutuhan transportasi umum hendaklah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah hal yang sangat penting untuk menunjang pergerakan manusia dan barang, meningkatnya ekonomi suatu bangsa dipengaruhi oleh sistem transportasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan nasional merupakan suatu upaya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan nasional merupakan suatu upaya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembangunan nasional merupakan suatu upaya dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala bidang yang sangat membutuhkan perhatian untuk mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya, dan sosial politik, sehingga transportasi menjadi urat nadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166 kilometer merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin meningkat. Institusi pemerintah sebagai pelayan masyarakat perlu menemukan dan memahami cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang menyediakan jasa transportasi bagi manusia dan barang. Sejalan dengan pembangunan yang semakin pesat dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi sebagai urat-nadi berkehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional yang sangat penting perannya dalam ketahanan nasional.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Moda kereta api berperan untuk menurunkan biaya logistik nasional, karena daya angkutnya yang besar akan menghasilkan efisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta Api merupakan salah satu moda transportasi darat yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut baik penumpang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan tak dapat dipungkiri, hal ini ditandai dengan berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan tersebut sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat dari gambaran Indonesia yang sangat luas dan menjadi salah satu penduduk terbanyak di dunia sudah pantas bila masyarakat Indonesia sangat membutuhkan moda transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi berasal dari bahasa Latin, yaitu transportare, trans berarti

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi berasal dari bahasa Latin, yaitu transportare, trans berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi berasal dari bahasa Latin, yaitu transportare, trans berarti seberang atau sebelah lain dan portare mengangkut atau membawa. Jadi pengertian transportasi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012-2032 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sarana transportasi merupakan sarana mobilitas yang telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Sarana transportasi merupakan sarana mobilitas yang telah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sarana transportasi merupakan sarana mobilitas yang telah menjadi kebutuhan mendasar bagi setiap orang. Di Indonesia sendiri sebagai negara kepulauan, salah

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas

2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas No.65, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Angkutan Udara Perintis. Kriteria. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KRITERIA DAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional Peran perkeretaapian dalam penggerak utama perekonomian nasional telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Semakin banyak permintaan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Semakin banyak permintaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan transportasi pada era globalisasi seakan menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Semakin banyak permintaan masyarakat terkait dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bahan bakar, hemat lahan, rendah polusi, regulated traffic, relatif aman/

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bahan bakar, hemat lahan, rendah polusi, regulated traffic, relatif aman/ 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis pada sektor jasa saat ini semakin meningkat. Perkembangan ini dapat diamati pada aktivitas sehari-hari, di mana sebagian besar aktivitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan lain sebagainya. Sementara dari sisi masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan lain sebagainya. Sementara dari sisi masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia sebagai salah satu instrumen pemerintahan dalam pembangunan dirasakan sangat penting peranannya, tidak

Lebih terperinci

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT BAHAN PAPARAN Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT PENGERTIAN ISTILAH 1. Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1297, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Jaringan. Rute. Penerbangan. Angkutan Udara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 88 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi memegang peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi berhubungan dengan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN 2.1 VISI DAN MISI PRESIDEN Presiden Joko Widodo menetapkan Visi dan Misi pembangunan Tahun 2015-2019 yang secara politik menjadi bagian dari tujuan tercapainya

Lebih terperinci

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri Hubungi Kami (021) 3193 0108 (021) 3193 0109 (021) 3193 0070 (021) 3193 0102 marketing@cdmione.com www.cdmione.com A ngkutan barang memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

2018, No Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usah

2018, No Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usah BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.169, 2018 KEMEN-ESDM. Pengusahaan Gas Bumi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUSAHAAN GAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang untuk menyalurkan atau mendistribusikan barang yang dihasilkan agar

BAB I PENDAHULUAN. barang untuk menyalurkan atau mendistribusikan barang yang dihasilkan agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam dunia perdagangan, pengangkutan barang dari suatu tempat ke tempat lain bukanlah suatu hal yang baru. Hal ini sering dilakukan oleh produsen barang untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Peran kereta api dalam tataran transportasi nasional telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia dalam kehidupan sehari-hari sering terbatasi oleh jarak antara ruang tempat tinggal dengan ruang tempat aktivitas, baik itu dengan dirinya sendiri

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (

2016, No Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran ( No.814, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pendelegasian Wewenang. Menteri Kepada Kepala BPTJ. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 66 TAHUN 2016 TENTANG PENDELEGASIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat sejalan dengan meningkatnya trend tuntutan pasar terhadap mobilitas perpindahan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan daerah yang memiliki kepadatan penduduk paling tinggi di Indonesia. Jawa Barat merupakan sebuah provinsi yang berada di Pulau

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr No.165, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PELAYANAN PUBLIK. Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, Perbatasan. Angkutan Barang. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Kereta api merupakan salah satu dari moda transportasi nasional yang ada sejak masa kolonial sampai dengan sekarang dan masa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah laut terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah laut terbesar di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri Pertambangan khususnya tambang batu bara dinegara Indonesia sangat pesat pertumbuhannya seiring dengan permintaan pasar dunia akan kebutuhan batu

Lebih terperinci

2 2015, No.322 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722) 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publi

2 2015, No.322 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722) 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publi BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.322, 2015 KEMENHUB. Angkutan Orang. Kereta Api. Pelayanan Minimum. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 48 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR Visi dan Misi Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tanah Datar mengacu pada Visi dan Misi instansi di

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK SIMPUL TRANSPORTASI

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK SIMPUL TRANSPORTASI RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK SIMPUL TRANSPORTASI Kronologis Penyusunan RPM Pedoman Penyusunan Rencana Induk Simpul Transportasi Surat Kepala Biro Perecanaan Setjen

Lebih terperinci

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 431, 2016 KEMENHUB. Penumpang. Angkutan Penyeberangan. Kewajiban. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 28 TAHUN 2016 TENTANG KEWAJIBAN PENUMPANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan untuk sarana transportasi umum dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dalam hal ini, transportasi memegang peranan penting dalam memberikan jasa layanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi secara umum adalah kegiatan memindahkan barang atau manusia dari suatu tempat ke tempat lain. Transportasi merupakan elemen penting dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.156, 2013 TRANSPORTASI. Darat. Laut. Udara. Kecelakaan. Investigasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5448) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha saat ini, telah menyebabkan tingkat persaingan antar perusahaan di segala bidang, baik yang perusahaan sejenis maupun yang tidak

Lebih terperinci

2016, No Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 4. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan A

2016, No Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 4. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan A BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1660, 2016 KEMENHUB. Urusan Pemerintahan. Nomenklatur. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 139 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR,

Lebih terperinci

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 16 Januari 2015; disetujui: 23 Januari 2015 Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia terbukti telah bangkit kembali sejak krisis keuangan global pada tahun 1990an. Pada tahun 2009, sebagai contoh, Indonesia telah mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi merupakan urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) sangat kaya dan berlimpah. Salah satu SDA yang cukup berlimpah tersebut terdapat di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan umum pembangunan nasional adalah mempercepat

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan umum pembangunan nasional adalah mempercepat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran utama yang hendak dicapai dalam pembangunan nasional 2015-1019 serta mempertimbangkan lingkungan strategis dan tantangan-tantangan yang akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sedemikian penting tersebut dicapai melalui proses perjalanan yang cukup. yang saat ini menjadi sangat populer didunia.

I. PENDAHULUAN. sedemikian penting tersebut dicapai melalui proses perjalanan yang cukup. yang saat ini menjadi sangat populer didunia. 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bidang Perkeretaapian telah menduduki peranan yang semakin penting dalam pembangunan nasional yaitu sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan masyarakat untuk menunjang aktivitas sehari-hari dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK UNTUK ANGKUTAN BARANG DARI DAN KE DAERAH TERTINGGAL, TERPENCIL, TERLUAR, DAN PERBATASAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DARI PURUK CAHU BANGKUANG BATANJUNG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DARI PURUK CAHU BANGKUANG BATANJUNG SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DARI PURUK CAHU BANGKUANG BATANJUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya pengguna jasa. yang percaya untuk menggunakan jasa pengangkutan.

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya pengguna jasa. yang percaya untuk menggunakan jasa pengangkutan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perusahaan pengangkutan di Indonesia mulai menunjukkan kemajuan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya pengguna jasa yang percaya untuk menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam aspek perekonomian, jasa angkutan yang cukup serta memadai sangat diperlukan sebagai penunjang pembangunan ekonomi. Tanpa adanya transportasi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang antara lain terjadi di bandar udara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura II. (Persero) sebagaimana digambarkan pada Tabel 1-1.

BAB I PENDAHULUAN. yang antara lain terjadi di bandar udara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura II. (Persero) sebagaimana digambarkan pada Tabel 1-1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan angkutan udara di Indonesia dalam kurun waktu satu setengah dasa warsa pasca krisis moneter sangatlah meningkat pesat. Hal tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

2015, No RITJ yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran N

2015, No RITJ yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran N BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1666-2015 KEMENHUB. Jabodetabek. Rencana Induk Transportasi. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 172 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.306, 2015 KEMENHUB. Terminal. Penumpang Angkutan jalan. Pelayanan. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1213, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Kegiatan Angkutan Udara Perintis dan Subsidi Angkutan Udara Kargo. Kriteria. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 79 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 98 TAHUN 2017 TENTANG PENYEDIAAN AKSESIBILITAS PADA PELAYANAN JASA TRANSPORTASI PUBLIK BAGI PENGGUNA JASA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi merupakan urat nadi berkembangnya perekonomian suatu wilayah dan negara. Transportasi penumpang dan barang yang efisien haruslah menjadi prioritas pembangunan.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat dapat dikatakan baik apabila transportasi tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat dapat dikatakan baik apabila transportasi tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Transportasi merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Transportasi memiliki hubungan yang erat dengan jangkauan dan lokasi kegiatan manusia, barang-barang,

Lebih terperinci

2016, No Mengingat-----:--1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65,

2016, No Mengingat-----:--1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.815, 2016 KEMENHUB. Angkutan Kota. Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi. Pelayanan Publik. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

USULAN PEMBANGUNAN JALUR Kereta Api LAYANG CEPAT JAKARTA SURABAYA

USULAN PEMBANGUNAN JALUR Kereta Api LAYANG CEPAT JAKARTA SURABAYA USULAN PEMBANGUNAN JALUR Kereta Api LAYANG CEPAT JAKARTA SURABAYA Semakin padatnya lalu-lintas di jalur Pantura(Pantai Utara Jawa) yang menghubungkan kota Jakarta dengan kota-kota sepanjang jalan menuju

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Gas Bumi. Pipa. Transmisi. Badan Usaha. Wilayah Jaringan. Kegiatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Gas Bumi. Pipa. Transmisi. Badan Usaha. Wilayah Jaringan. Kegiatan. No.274, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Gas Bumi. Pipa. Transmisi. Badan Usaha. Wilayah Jaringan. Kegiatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan manusia, alat transportasi terdiri dari berbagai macam yaitu alat transportasi darat,

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 235 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 235 Undang-Undang Nomor 1 Tahun -, ;' MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 43 TAHUN 2015 TENTANG KONSESI DAN BENTUK KERJASAMA LAINNYA ANTARA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA BANDAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seberapa besar keinginan masyarakat Indonesia untuk terbang? Kutipan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seberapa besar keinginan masyarakat Indonesia untuk terbang? Kutipan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seberapa besar keinginan masyarakat Indonesia untuk terbang? Kutipan berikut adalah sebuah pertanyaan yang tampak sederhana terhadap kondisi masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2017, No Bermotor dan Penutupan Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor Pada Masa Angkutan Lebaran; Mengingat : 1. Undang-Undang Republik

2017, No Bermotor dan Penutupan Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor Pada Masa Angkutan Lebaran; Mengingat : 1. Undang-Undang Republik No.712, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Angkutan Lebaran. Pengaturan Lalu Lintas. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 40 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PH 193 Tahun 2015 TENTANG KONSESI DAN BENTUK KERJASAMA LAINNYA ANTARA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA BANDAR

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah

Lebih terperinci

angkutan umum missal merupakan system angkutan umum yang efektif dan

angkutan umum missal merupakan system angkutan umum yang efektif dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi memiliki karakteristik dan keunggulan khusus. Kemampuannya untuk mengangkut baik orang maupun barang secara massal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam dunia usaha, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. sehingga semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam dunia usaha, antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era perdagangan bebas saat ini dimana setiap negara saling berlombalomba untuk meproduksi dan mendistribusikan produk negaranya ke negara lain, sehingga semakin

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 996 TAHUN 2017 TENTANG SATUAN TUGAS PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 996 TAHUN 2017 TENTANG SATUAN TUGAS PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 996 TAHUN 2017 TENTANG SATUAN TUGAS PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional Peran perkeretaapian dalam pembangunan telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan 30 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA 2.1. Pengertian Angkutan Multimoda Dengan dikenalnya sistem baru dalam pengangkutan sebagai bagian dari perekonomian saat ini yaitu pengangkutan multimoda

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-nya Buku Informasi Transportasi Kementerian Perhubungan 2012 ini dapat tersusun sesuai rencana. Buku Informasi Transportasi

Lebih terperinci

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng No. 380, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kereta Api. Jalur. Persyaratan Teknis. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 60 TAHUN 2012 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

, No.2007 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tamb

, No.2007 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tamb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2007, 2015 KEMENHUB. Tarif. Angkutan. Orang dengan Kereta Api. Perhitungan. Penetapan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 196 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber cadangan batubara yang cukup besar, akan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber cadangan batubara yang cukup besar, akan tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki sumber cadangan batubara yang cukup besar, akan tetapi baru sedikit yang dapat dieksploitasikan. Potensi batubara yang dimiliki Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia untuk melakukan sesuatu dengan cara cepat dan mudah. Salah satu hal yang ingin dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci