BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan ekonomi yang tidak disertai oleh tersedianya
|
|
- Farida Cahyadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan ekonomi yang tidak disertai oleh tersedianya kesempatan kerja produktif bagi penduduk yang tumbuh begitu cepat, nampaknya kurang berhasil mengurangi laju kemiskinan di suatu negara sedang berkembang (Arsyad, 2010: 280). Fakta ini juga terjadi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menguat selama periode tahun (Bank Dunia, 2015), ternyata hanya diikuti tingkat penurunan kemiskinan yang cenderung melambat dari tahun ke tahun. Dalam satu dekade terakhir, penurunan terendah terjadi di tahun 2014, yaitu menurun satu persen dari tahun sebelumnya. Nampaknya, isu kemiskinan ini masih memerlukan perhatian serius pemerintah Indonesia. Salah satu masalah krusial terkait kemiskinan yang dialami oleh suatu negara, termasuk Indonesia, adalah masalah pengukurannya. Selama ini, kemiskinan dianggap sebagai fenomena berdimensi tunggal, yang pengukurannya hanya dikaitkan dengan masalah moneter, yaitu kekurangan pendapatan atau pengeluaran. Kemiskinan moneter ini ditentukan berdasarkan garis kemiskinan. Seseorang dapat dikategorikan miskin jika rata-rata pengeluaran per kapita per bulan berada di bawah garis kemiskinan, dan sebaliknya, jika seseorang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di atas garis kemiskinan, dapat dikategorikan tidak miskin (Tsui, 2002). Pengukuran kemiskinan yang menekankan dimensi moneter memang mudah namun hasilnya tidak memuaskan. Ketidakpuasan terhadap pengukuran 1
2 kemiskinan moneter mulai muncul ketika bukti empiris menunjukkan bahwa, laju pertumbuhan ekonomi pada tingkat nasional ternyata tidak mampu mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran di negara-negara sedang berkembang secara langsung. Pernyataan tersebut disampaikan dalam World Employment Conference pada 1976 (Muro et al., 2011). Sen (1979; 1981) dan Alkire dan Santos (2014) telah merangkum 6 kelemahan pengukuran kemiskinan moneter. Keenam kelemahan tersebut adalah: (1) pola perilaku konsumsi masing-masing individu tidak selalu sama, sehingga pencapaian pada suatu garis kemiskinan (pendapatan atau pengeluaran) tertentu tidak menjamin seseorang sudah terpenuhi kebutuhan dasarnya; (2) dalam pemenuhan kebutuhannya, masing-masing individu dihadapkan pada tingkat harga yang kemungkinan berbeda, hal ini akan mengurangi tingkat akurasi dari garis kemiskinan dengan pendekatan pendapatan atau pengeluaran tersebut; (3) kemampuan masing-masing individu untuk mengonversikan sejumlah tertentu pendapatan atau pengeluaran sesuai fungsinya sangat beragam, yang dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, kesehatan, lokasi, iklim, dan kondisi ketidakmampuan seseorang; (4) kualitas pelayanan, seperti ketersediaan air bersih, kesehatan, dan pendidikan yang terjangkau, seringkali tidak tersedia di pasar; (5) tidak dapat menjelaskan distribusi pendapatan dalam rumah tangga; (6) studi partisipatif menunjukkan bahwa individu yang mengalami kemiskinan menggambarkan ketidakmampuannya dalam mencukupi kebutuhan, selain rendahnya pendapatan. 2
3 Pengukuran kemiskinan yang melibatkan multidimensi diperlukan untuk mengatasi ketidakpuasan penggunaan pendekatan pengukuran kemiskinan moneter. Seperti dikemukakan oleh Muro et al. (2011), beberapa masalah sosial ekonomi merupakan fenomena yang kompleks, complexity also implies multidimensonality, sehingga diperlukan pendekatan yang lebih tepat untuk merepresentasikan fenomena yang kompleks dan kenyataan yang bersifat multidimensi tersebut. Kemiskinan yang secara tradisional masih dipandang sebagai kekurangan dari sisi pengeluaran atau pendapatan, akhirnya berkembang menjadi fenomena yang bersifat multidimensi (Yu, 2013). Kemiskinan multidimensi tidak hanya terbatas sebagai topik diskusi akademis murni namun telah meluas menjadi perdebatan kebijakan baik domestik maupun internasional (Ferreira dan Lugo, 2013). CONEVAL, Dewan Nasional Meksiko untuk Evaluasi Kebijakan Sosial telah mengadopsi indeks kemiskinan multidimensi sebagai ukuran resmi kemiskinan negara tersebut sejak Desember Kemiskinan di negara tersebut diukur dengan memperhitungkan komponenkomponen sosial penting kemiskinan, seperti kualitas perumahan serta akses ke pelayanan kesehatan dan makanan, yang seringkali diabaikan dalam menetapkan ukuran kemiskinan (Launch of Mexico s New Poverty Measure, 2009). Langkah Meksiko tersebut selanjutnya diikuti oleh Columbia. Pada tahun 2011, Presiden Columbia mengumumkan tentang penggunaan indeks kemiskinan multidimensi sebagai ukuran resmi kemiskinan negara tersebut. Studi tentang kemiskinan multidimensi juga mendorong Yu (2013) untuk mengestimasi kemiskinan multidimensi di China, suatu negara dengan angka 3
4 disparitas tinggi, tidak hanya antarprovinsi namun juga antarklasifikasi wilayah perdesaan dan perkotaan. Penelitian Yu menghasilkan temuan bahwa pesatnya tingkat pertumbuhan ekonomi berdampak pada turunnya angka kemiskinan di China selama beberapa tahun terakhir, baik dari sisi moneter maupun multidimensi. Studi tentang kemiskinan multidimensi di Indonesia juga telah dilakukan oleh sejumlah peneliti, seperti: Wardhana (2010), Alkire dan Foster (2011), serta Ballon dan Apablaza (2012). Studi-studi tersebut dilakukan pada level provinsi dengan metode dan dimensi kemiskinan yang berbeda-beda. Meskipun studi kemiskinan multidimensi di Indonesia telah dilakukan oleh sejumlah peneliti, namun penelitian serupa masih diperlukan, terutama studi kemiskinan pada level yang lebih kecil yaitu kabupaten/kota, seperti halnya yang dilakukan oleh Prabowo (2012), Budiantoro dkk. (2013), serta Hanandita dan Tampubolon (2015). Studi kemiskinan multidimensi dalam penelitian ini dilakukan di kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Studi kemiskinan multidimensi di Provinsi Jawa Tengah penting, sebab salah satu permasalahan strategis yang terjadi di Jawa Tengah adalah tingginya persentase jumlah penduduk miskin (secara moneter) yang melebihi persentase rata-rata nasional. Pada September 2013, presentase jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah adalah 14,44 persen jauh melebihi presentase jumlah penduduk miskin di tingkat nasional yang hanya 11,47 persen (BPS, 2014: 21). Meskipun tren persentase jumlah penduduk miskin cenderung menurun, namun persentase jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah 4
5 adalah yang tertinggi kedua setelah D.I. Yogyakarta untuk seluruh wilayah Jawa. Gambar 1.1 menunjukkan presentase jumlah penduduk miskin baik di tingkat Jawa Tengah maupun nasional, selama kurun waktu Indonesia ,00 15,76 15,00 10,00 12,49 September ,44 5,00 11,47 Maret ,96 15,34 0,00 11,37 14,56 Maret ,66 14,98 September 2012 Sumber: BPS , diolah Gambar 1.1 Persentase Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Tengah dan Nasional, Selain persentase jumlah penduduk miskin yang jauh melebihi angka nasional, ternyata pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah yang mencapai 5,81 persen pada tahun 2013, hanya menempati posisi terendah kedua di antara provinsi lain yang berada di wilayah di Pulau Jawa, meskipun angka tersebut masih berada di atas angka nasional (5,78 persen). Data mengenai pertumbuhan ekonomi dan persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah selama 2013 ditunjukkan pada Tabel 1.1. Data tersebut semakin menguatkan alasan tentang pentingnya studi kemiskinan, dan kaitannya dengan tingkat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah, melalui analisis kemiskinan multidimensi di level kabupaten/kota. 5
6 Tabel 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin serta Pertumbuhan Ekonomi se-pulau Jawa, 2013 Provinsi Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin (%) Pertumbuhan Ekonomi 2013 (%) Maret 2013 September 2013 Maret 2013 September 2013 (1) (2) DKI Jakarta 354,19 Jawa Barat 4.297,04 Banten 656,24 Jawa Tengah 4.732,95 D.I. Yogyakarta 550,19 Jawa Timur 4.771,26 Indonesia ,55 Sumber: BPS (2013), diolah (3) 375, ,65 682, ,87 535, , ,93 (4) 3,55 9,52 5,74 14,56 15,43 12,55 11,37 (5) 3,72 9,61 5,89 14,44 15,03 12,73 11,47 (6) 6,24 6,05 5,86 5,81 5,40 6,59 5,78 Pengujian hubungan pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan yang diukur dengan multidimensi, semestinya juga memberikan alasan pentingnya studi ini, sebab pengujian hubungan tersebut pada kebanyakan studi sebelumnya dilakukan dengan pengukuran yang berbeda. Jika kemiskinan diukur dengan dimensi tunggal (moneter), hubungan pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan adalah linier negatif (lihat Ravallion dan Chen, 1997; Dollar dan Kraay, 2002; Bourguinon, 2004; Iradian, 2005; Ghosh, 2011; Guiga dan Rejeb, 2012; dan Le et al., 2014). Hasil yang sama ditunjukkan pada Gambar 1.2, bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan pendekatan PDRB per kapita ADHK 2000 dan kemiskinan moneter berdasarkan perhitungan BPS adalah linier negatif. Bagaimanakah hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan yang diukur dengan multidimensi. Hal ini juga menjadi pusat perhatian dalam studi kemiskinan multidimensi ini. 6
7 Sumber: BPS, ( diolah) Gambar 1.2 Persentase Jumlah Penduduk Miskin dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Tengah, Pertumbuhan ekonomi yang meningkat seharusnya mampu memberikan manfaat yang lebih besar dalam mengurangi tingkat kemiskinan (Kakwani dan Son, 2006). Konsistensi hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan yang diukur dengan pendekatan multidimensi semestinya memberikan manfaat yang lebih besar bagi pembuat kebijakan, sehingga dapat menentukan sasaran yang lebih tepat dan terukur dalam menyusun perencanaan dan membuat program-program penanggulangan kemiskinan. Selain itu, dengan memandang kemiskinan bukan hanya sebagai fenomena yang bersifat unidimensional namun sebagai bentuk deprivasi dari berbagai dimensi serta beberapa permasalahan strategis yang terjadi, maka menarik untuk meneliti dan menganalisis variabel kemiskinan yang diukur dengan pendekatan multidimensi di Provinsi Jawa Tengah. 7
8 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kemiskinan multidimensi dengan cakupan penelitian yang lebih spesifik, misalnya pada tingkat provinsi maupun kabupaten, belum banyak dilakukan di Indonesia. Beberapa peneliti yang tercatat pernah melakukan penelitian kemiskinan multidimensi di Indonesia sebelumnya, antara lain: Wardhana (2010), Alkire dan Foster (2011), Prabowo (2012), Budiantoro dkk. (2013), serta Hanandita dan Tampubolon (2015). Wardhana (2010), misalnya, mengadakan penelitian mengenai kemiskinan multidimensi di Indonesia menggunakan data IFLS , dengan metode penghitungan kemiskinan multidimensi Multiple Correspondence Analysis (MCA). Selanjutnya, Alkire dan Foster (2011) mencoba menghitung kemiskinan multidimensi di Indonesia, dengan sumber data yang sama namun rentang waktu dan metode pengukuran berbeda, yaitu data IFLS tahun Dalam penelitian ini, Alkire dan Foster mencoba mengaplikasikan metode temuannya yang diberi nama metode Alkire-Foster. Mengacu pada metode yang sama seperti yang diterapkan dalam penelitian Alkire dan Foster (2011) sebelumnya, Budiantoro dkk. (2013), serta Hanandita dan Tampubolon (2015) berusaha mengaplikasikan metode Alkire-Foster dalam penelitiannya tentang kemiskinan multidimensi dengan cakupan wilayah Indonesia. Sementara Prabowo (2012), mencoba meneliti kemiskinan multidimensi dalam lingkup yang lebih kecil yaitu tingkat provinsi dan kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo. Selanjutnya pada 2014, 8
9 Badan Pusat Statistik (BPS) juga pernah mengulas tentang penelitian sejenis, namun terbatas pada rumah tangga petani. Meskipun penelitian kemiskinan multidimensi di Indonesia masih jarang dilakukan, beberapa penelitian bertema serupa sejatinya telah banyak dilakukan di luar negeri, seperti: Muro et al. (2011), Salahudin dan Zaman (2012), Yu (2013), Le et al. (2015), serta Alkire dan Santos (2014). Muro et al. (2011) mencoba memperkenalkan metode baru untuk menghitung kemiskinan multidimensi, yaitu: Mazziota-Pareto Approach. Berbeda dengan Muro et al. (2011), Salahudin dan Zaman (2012), Yu (2013), Le et al. (2015), serta Alkire dan Santos (2014) tetap konsisten untuk menerapkan metode Alkire-Foster dalam penelitian kemiskinan multidimensinya. Sementara itu, penelitian tentang pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan yang masih dipandang sebagai fenomena unidimensional, telah banyak dilakukan. Guiga dan Rejeb (2012), misalnya, menggunakan analisis regresi data panel dengan model regresi double-log untuk mengestimasi pengaruh pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan. Hasil temuannya adalah pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Beberapa penelitian dengan temuan serupa juga dilakukan oleh Dollar dan Kraay (2002) serta Le et al. (2014). Sementara itu, variabel independen berbeda digunakan oleh Saleh (2002) untuk meneliti faktor-faktor penentu kemiskinan regional di Indonesia. Tabel 1.2 merupakan ringkasan dari beberapa penelitian terdahulu tentang kemiskinan multidimensi dan pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan moneter. 9
10 2. Muro, Mazziotta, dan Pareto (2011) Composite Indices of Development and Poverty: An Application to MDGs Data (4) Data IFLS Data MDGs Model Temuan (5) (6) Multiple ini menggunakan 3 dimensi Correspondence dasar, yaitu: pendidikan, kesehatan, dan Analysis (MCA) standar hidup, sehingga menghasilkan CIP (Composite index of Poverty). MazziottaPareto Approach (7) Kemiskinan di Indonesia periode merupakan fenomena perdesaan dan lebih bersifat kronis meskipun cenderung mengalami penurunan. penghitungan kemiskinan = + cvi merupakan indeks kemiskinanhpi dan Mazziotta-Pareto Index (MPI) memberikan gambaran yang yang dicari, dengan: hampir sama, namun jika ( ) = ; = ;dibandingkan dengan HDI menunjukkan hasil yang berbeda. dan cv = i 3 Prabowo (2012) Analisis dan Pemetaan Susenas Kemiskinan Provinsi 2008 dan Sulawesi Utara dan 2011 Gorontalo, 2008 dan 2011 (Pendekatan Multidimensional dan Moneter) 4. Salahudin dan Multidimensional HIES, PSLM Zaman (2012) Poverty Measurement in Pakistan: Time serta (PDHS) Series Trends and Breakdown 5. Yu (2013) Multidimensional (CHNS) Poverty in China: 2000 Findings Based on the 2009 CHNS Alkire- Penghitungan kemiskinan multidimensi Foster dalam penelitian ini menggunakan 3 dimensi, yaitu: pendidikan, kesehatan, dan standar hidup Kemiskinan yang diukur dengan hanya mempertimbangkan dimensi moneter memberikan gambaran yang berbeda dengan hasil pengukuran kemiskinan multidimensi dan merupakan fenomena perdesaan. Alkire- Foster Selama kurun waktu , dimensi Pendidikan dan Kesehatan merupakan dimensi yang paling membutuhkan perhatian. Alkire- Foster Menggunakan 7 dimensi, yaitu: standar hidup, kesehatan, air dan sanitasi, kualitas udara, aset, pendidikan, serta mata pencaharian. Menggunakan 5 dimensi, yaitu: China memiliki tingkat disparitas pendapatan, standar hidup, pendidikan, yang tinggi, tingkat kemiskinan di kesehatan, dan keamanan sosial dan 8 perdesaan 1,5 kali lebih tinggi indikator. daripada kemiskinan di perkotaan. Tabel 1.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu Pengarang/ Peneliti Judul (Tahun) (1) (2) (3) 1. Wardhana Multidimensional (2010) Poverty Dynamics in Indonesia ( ) No. 10
11 7. Le, Nguyen dan Multidimensional Pung (2015) Poverty: First Evidence from Vietnam 8. Hanandita dan Tampubolon (2015) 9. Dollar dan Kraay (2002) 10. Guiga dan Rejeb (2012) 11. Saleh (2002) Data (4) Survei RTUP ST 2013 Model (5) (6) Menggunakan 3 dimensi, yaitu: Alkire- Foster kesehatan, pendidikan, dan standar hidup dan 10 indikator dengan cutoff 33,33 persen. VHLSS 2010 dan 2012 Temuan (7) Persentase kemiskinan multidimensi RTUP dengan pendapatan utama dari sektor pertanian (26,53 persen) adalah jauh lebih besar jika dibandingkan RTUP dengan pendapatan utama selain sektor pertanian (11,59 persen). Ditemukan terdapat perbedaan hasil yang signifikan antara penghitungan kemiskinan moneter dan kemiskinan multidimensi. Menggunakan 5 dimensi, yaitu: Alkire- Foster kesehatan, pendidikan, asuransi dan bantuan sosial, kondisi kehidupan, serta akses informasi dan partisipasi sosial; dengan 16 indikator. Multidimensional Susenas Menggunakan 3 dimensi, yaitu: Penelitian menunjukkan bahwa Poverty in Indonesia: 2003 Alkire- Foster kesehatan, pendidikan, dan pengurangan kemiskinan moneter Trend Over the Last 2013 pendapatan, serta 10 indikator yang terjadi di Indonesia selama Decade ( ) dekade terakhir, tidak dibarengi oleh penurunan dari sisi non moneter. Growth is Good for 137 negara, Regresi OLS Menggunakan regresi OLS dengan Pertumbuhan berperan penting dalam the Poor model: = α0 + α1yct+ α2 Xyct +µ c+ εct menurunkan angka kemiskinan. Poverty, Growth and 52 NSB, Regresi data Inequality in panel Developing Countries Model regresi linear sederhana dengan data panel: Log Pit = αi + α1 loggdpit + α2 logginiit +α3loginfit+α4 logsavingit++ α5 logschoolit +εit Faktor-faktor Penentu IHDR, Regresi data Model regresi linear: Tingkat Kemiskinan panel POVit = αit + γi + εit Regional di Indonesia Sumber: Diolah dari berbagai sumber Pertumbuhan pendapatan riil per kapita memiliki peranan penting dalam mengurangi tingkat kemiskinan moneter IPM dan tingkat kesenjangan pendapatan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan per provinsi di Indonesia. Tabel 1.2 Lanjutan Pengarang/ Peneliti Judul (Tahun) (1) (2) (3) 6. BPS Provinsi Analisis Sosial Jawa Tengah Ekonomi Petani di (2014) Jawa Tengah No. 11
12 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah wilayah, periode, serta variabel penelitian. Wilayah yang menjadi fokus penelitian adalah Provinsi Jawa Tengah, dengan rentang waktu Untuk pengukuran kemiskinan multidimensi mengadopsi dari teori dan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu berdasarkan buku panduan Alkire dan Santos (2010; 2014), Prabowo (2012), Hanandita dan Tampubolon (2015), serta beberapa jurnal terkait, akan tetapi disesuaikan dengan ketersediaan data dan konsep yang ada di Indonesia. Selain itu, penelitian ini mencoba untuk menguji pengaruh pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan PDRB per kapita ADHK 2000 terhadap tingkat kemiskinan multidimensi di Jawa Tengah, periode dengan mengacu pada jurnal Dollar dan Kraay (2002), Saleh (2002), serta Guiga dan Rejeb (2012), dan beberapa jurnal lain yang relevan dengan penelitian. 1.3 Rumusan Masalah Beberapa kritikan dan kelemahan terkait pengukuran kemiskinan yang hanya memandang kemiskinan dari 1 dimensi, yaitu pendapatan (monetary approach) telah banyak disampaikan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Hal ini memunculkan dugaan bahwa pengukuran kemiskinan dengan menggunakan 1 sisi pendekatan, misalnya pendapatan atau pengeluaran sebagai indikator tunggal dinilai kurang memadai. Pengukuran kemiskinan yang kurang tepat dapat berdampak pada kebijakan pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan (Suryahadi, 2012). Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka dirasa perlu melakukan pendekatan dalam mengukur kemiskinan ditinjau dari beberapa dimensi berbeda (multidimensi). 12
13 Dengan memandang kemiskinan sebagai fenomena yang bersifat multidimensi, maka kemiskinan multidimensi perlu dihadirkan sebagai pelengkap terhadap pengukuran kemiskinan unidimensional yang bersifat monetary approach (kemiskinan moneter). Selain itu, belum tereksplorasinya kemiskinan yang diukur dengan pendekatan multidimensi serta beberapa permasalahan strategis terkait kemiskinan yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu motivasi terpenting untuk melakukan penelitian ini. Namun demikian, penelitian tentang kemiskinan multidimensi yang dilakukan di Indonesia, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, lebih banyak difokuskan pada analisis dan sebaran kemiskinan multidimensi tersebut di suatu wilayah. Sampai saat ini peneliti belum menemukan penelitian terdahulu yang menganalisis bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan dengan pendekatan multidimensi. Seandainya ada, maka penelitian-penelitian terdahulu lebih fokus kepada pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan moneter. Oleh karena itu, apakah terdapat pengaruh pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan PDRB per kapita ADHK 2000 terhadap tingkat kemiskinan multidimensi di Jawa Tengah menjadi pertanyaan hipotesis yang mendorong penelitian ini. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, pertanyaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana kondisi kemiskinan multidimensi di Jawa Tengah beserta sebaran spasialnya, selama kurun waktu ? 13
14 2. Apakah terdapat pengaruh pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan pendekatan PDRB per kapita ADHK 2000 terhadap tingkat kemiskinan multidimensi di Jawa Tengah, selama kurun waktu ? 1.5 Tujuan Penelitian Mengacu pada beberapa literatur yang sudah disebutkan sebelumnya dan permasalahan strategis yang ada di Provinsi Jawa Tengah, menarik untuk diteliti mengenai kondisi dan sebaran spasial kemiskinan multidimensi di Provinsi Jawa Tengah. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengukur, menganalisis, dan memetakan kondisi kemiskinan multidimensi di Jawa Tengah, selama kurun waktu Menguji ada tidaknya pengaruh pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan PDRB per kapita ADHK 2000 terhadap tingkat kemiskinan multidimensi di Jawa Tengah, selama kurun waktu Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut. 1. Memberikan informasi mengenai kondisi kemiskinan multidimensi di Jawa Tengah beserta sebarannya secara spasial, selama kurun waktu Memberikan strategi kebijakan bagi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah dalam menangani permasalahan kemiskinan. 3. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan, khususnya dalam ilmu ekonomi pembangunan, menambah 14
15 literatur, melengkapi kajian mengenai studi kemiskinan yang lebih luas, serta memperkaya sumber-sumber pustaka bagi penelitian selanjutnya. 1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini disajikan dalam 5 bab. Bab I Pendahuluan menguraikan tentang latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori berisi tentang landasan teori, hipotesis, dan kerangka penelitian. Bab III Penelitian meliputi metode pengumpulan data, variabel penelitian, definisi operasional, alat analisis, dan model penelitian. Bab IV Analisis memuat pembahasan yang berisi hasil analisis, mencakup analisis kemiskinan multidimensi, pemetaan kemiskinan, serta hasil pengujian hipotesis. Bab V Simpulan dan Saran merupakan simpulan akhir dari hasil penelitian, implikasi kebijakan, keterbatasan penelitian, serta saran untuk penelitian lebih lanjut. 15
BAB I PENDAHULUAN. indikator perbaikan dunia yang tercantum dalam Millenium Development Goals
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengentasan kemiskinan dan kelaparan ekstrim merupakan salah satu target indikator perbaikan dunia yang tercantum dalam Millenium Development Goals (UNDP, 2007: 6).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Sedangkan tujuan yang paling penting dari suatu pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah dalam pembangunan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini. Kemiskinan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal dan selalu ada di setiap peradaban manusia. Oleh karena itu beralasan sekali bila mengatakan bahwa kebudayaan umat manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, dan institusi-institusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya upaya pembangunan Negara Sedang Berkembang (NSB) diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan perkapita. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka pangjang, dan pertumbuhan ekonomi merupakan fenomena penting yang dialami dunia belakangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat Indonesia merupakan suatu cita-cita dari pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila dapat menyelesaikan masalah-masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan merupakan sebuah upaya untuk mengantisipasi ketidak seimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif, artinya perubahan yang terjadi pada sebuah ketidakseimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan juga didefinisikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Lebih terperinciKEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017
No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017 KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang dinamis dalam mengubah dan meningkatkan kesehjateraan masyarakat. Ada tiga indikator keberhasilan suatu pembangunan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan pembangunan diindikasikan dengan peningkatan pendapatan per kapita dengan anggapan bahwa peningkatan pendapatan
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang kompleks, bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga menyangkut kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan
Lebih terperinciKEMISKINAN MULTIDIMENSI PAPUA
KEMISKINAN MULTIDIMENSI PAPUA 1. Pendahuluan Kemiskinan merupakan masalah yang selalu muncul dalam proses pembangunan di berbagai belahan negara di dunia. Pada umumnya kemiskinan didefinisikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk miskinnya. Semakin banyak jumlah penduduk miskin, maka negara itu disebut negara miskin. Sebaliknya semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya bervariasi antarwilayah, hal ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya bervariasi antarwilayah, hal ini disebabkan oleh potensi sumber daya yang dimiliki daerah berbeda-beda. Todaro dan Smith (2012: 71)
Lebih terperincipendapatan yang semakin merata. Jadi salah satu indikator berhasilnya pembangunan adalah ditunjukkan oleh indikator kemiskinan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan selalu menjadi masalah bagi setiap negara, terutama negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia. Pembangunan dikatakan berhasil jika terjadi pertumbuhan
Lebih terperinciKEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016
No. 50/07/71/Th. X, 18 Juli 2016 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei Sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks dan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks dan dalam penanganannya membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Kemiskinan
Lebih terperinciBAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan
Lebih terperinciKEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016
No. 89/01/71/Th. XI, 03 Januari 2017 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei
Lebih terperinciPertumbuhan Pro- Kemiskinan. Ekonomi Pembangunan
Pertumbuhan Pro- Kemiskinan Ekonomi Pembangunan Pendahuluan Konsep pertumbuhan pro- kemiskinan telah menjadi sangat populer selama dekade terakhir. Hal ini mencerminkan gagasan bahwa pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang sedang berkembang. Bagi Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang yang ada di
Lebih terperinciBourguignon, F., dan Chakravarty, S. R. (2003). The Measurement of Multidimensional Poverty. Journal of Economic Inequality, 1,
DAFTAR PUSTAKA Adhi, W. H. (2011). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Bakorwil III, Jawa Tengah, 2007 2009. Tesis tidak dipublikasikan. MEP FEB UGM, Yogyakarta. Adisasmito, W. (2008). Case
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap, mental dan kelembagaan, ketimpangan, dan mengatasi kemiskinan (Todaro, 2000).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan proses dari berbagai dimensi yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap, mental dan kelembagaan, termasuk pula laju perubahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan bukan hanya dilihat dari pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Kenyataannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. miskin di dunia berjumlah 767 juta jiwa atau 10.70% dari jumlah penduduk dunia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan absolut (absolute poverty) merupakan salah satu masalah ekonomi utama yang dihadapi sebagian besar pemerintahan di dunia. Data World Bank pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai dimensi tantangan lokal, nasional maupun global. Kemiskinan tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengentasan kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang mempunyai dimensi tantangan lokal, nasional maupun global. Kemiskinan tidak hanya menjadi permasalahan bagi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,
Lebih terperinciKEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014
No. 42/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan lewat pengolahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah kompleks di semua negara yang muncul seiring
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah kompleks di semua negara yang muncul seiring dengan lahirnya peradaban manusia. Meskipun berbagai kajian dan penelitian telah dilakukan,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang metodologi yang digunakan dalam studi ini, yang terdiri dari spesifikasi model, definisi operasional variabel, data dan sumber data, serta metode
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan yang rendah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks. Kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan masalah rendahnya tingkat pendapatan dan konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara, maka dibutuhkan pembangunan. Pada September tahun 2000, mulai dijalankannya Millennium Development
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan yang lain. Secara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang mencolok (Todaro dan Smith, 2011:
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang selalu terjadi dalam proses pembangunan di negara berkembang. Sebagian besar negara berkembang memiliki tingkat kemiskinan ekstrem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan
Lebih terperinciMengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data
Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Disampaikan oleh: DeputiMenteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan pada Peluncuran Peta Kemiskinan dan Penghidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang pembangunan dan kemiskinan (United Nations Millenium Declaration (2000) seperti dikutip dalam Todaro
Lebih terperinciKEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015
No. 64/09/71/Th. IX, 15 September 2015 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. total penduduk di hampir setiap negara di dunia (World Bank, 2012). Namun, kontribusi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tiga dekade terakhir, populasi wanita di dunia telah mencapai setengah dari total penduduk di hampir setiap negara di dunia (World Bank, 2012). Namun, kontribusi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam
1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kemiskinan menjadi topik yang dibahas dan diperdebatkan di berbagai forum nasional maupun internasional, walaupun kemiskinan itu sendiri telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan yang mencolok masih banyak ditemukan di negara-negara berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan yang siginifikan selama lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan jangka panjang dalam dokumen Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 2025 adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang 2025. Pada perencanaan jangka menengah,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan
Lebih terperinciMENGUKUR PENDAPATAN DAN KEMISKINAN MULTI-DIMENSI: IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN
MENGUKUR PENDAPATAN DAN KEMISKINAN MULTI-DIMENSI: IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN Sudarno Sumarto Policy Advisor - National Team for the Acceleration of Poverty Reduction Senior Research Fellow SMERU Research
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan utama Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sejahtera bebas dari belenggu kemiskinan. Hal ini tercantum
Lebih terperinciKemiskinan Multi-Dimensi Anak di Indonesia: Pola, Perbedaan dan Asosiasi. Gracia Hadiwidjaja, Cindy Paladines, dan Matthew Wai-Poi
Kemiskinan Multi-Dimensi Anak di Indonesia: Pola, Perbedaan dan Asosiasi Gracia Hadiwidjaja, Cindy Paladines, dan Matthew Wai-Poi Child Poverty and Social Protection Conference 10 11 September 2013 2 Pertanyaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akandibahas mengenai teori yang menjadi dasar pokok permasalahan. Teori yang akan dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, Produk Domestik Regional Bruto
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perbaikan kualitas segenap bidang kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah pembangunan ekonomi bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara satu dengan negara lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang baik. Perencanaan berfungsi sebagai alat koordinasi antar lembaga pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara tidak terlepas dari proses perencanaan yang baik. Perencanaan berfungsi sebagai alat koordinasi antar lembaga pemerintahan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan
Lebih terperinciKEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015
No. 05/01/71/Th. X, 04 Januari 2016 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan
Lebih terperinciNo : 03/07/7325/Th. II, 25 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI LUWU TIMUR KEADAAN MARET TAHUN 2016 RINGKASAN Pengukuran kemiskinan oleh BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah pembangunan Indonesia seutuhnya. Kemiskinan merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi hendaknya selaras dengan kesejahteran masyarakat. Tetapi manfaat yang diterima tidak semua dirasakan oleh lapisan masyarakat. Hal inilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah Negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya memenuhi kebutuhannya, seseorang akan melakukan sesuatu kegiatan yang disebut konsumsi. Konsumsi merupakan suatu kegiatan menikmati nilai daya guna dari
Lebih terperinciJumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk.
No. 35/07/14 Th. XVII, 18 Juli 2016 TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2016 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan
Lebih terperinciBAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL
BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan meningkatnya tingkat kemiskinan. suatu negara. Gambar 1.1 dibawah ini menunjukkan tingkat inflasi yang terjadi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Inflasi merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian yang tidak bisa diabaikan, karena dapat mengakibatkan dampak yang sangat luas baik terhadap
Lebih terperinciSKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT ( )
SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT (1996-2010) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pada Program Studi S1 Ilmu Ekonomi Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan
Lebih terperinciIPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014
IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi yakni sosial,
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sharp et al. (1996) mengatakan kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai negara maju dan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin, kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena kemiskinan telah berlangsung sejak lama, walaupun telah dilakukan berbagai upaya dalam menanggulanginya, namun sampai saat ini masih terdapat lebih dari 1,2
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010
BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 34/07/33/Th. IV, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN
BPS PROVINSI SULAWESI TENGGARA 07/01/Th. X, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi
Lebih terperinciJudul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM :
Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM : 1215151009 ABSTRAK Kemiskinan menjadi masalah besar di Provinsi
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN DI LUWU TIMUR KEADAAN MARET TAHUN 2015
No : 01/10/7325/Th. I, 11 Oktober 2016 TINGKAT KEMISKINAN DI LUWU TIMUR KEADAAN MARET TAHUN 2015 RINGKASAN Pengukuran kemiskinan oleh BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional memiliki hakekat mewujudkan masyarakat aman, damai dan sejahtera. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terus berupaya melakukan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan agar
Lebih terperinciData Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) biasanya digunakan untuk. menganalisis pertumbuhan atau kontribusi sektoral oleh para ekonom, peneliti
Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) biasanya digunakan untuk menganalisis atau kontribusi sektoral oleh para ekonom, peneliti maupun perencana pembangunan. Akan tetapi, menurut Tarigan (2005: 79)
Lebih terperinciDISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014
DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tentunya terus melakukan pembangunan daerah. Salah satu solusi pemerintah dalam meratakan pembangunan daerah
Lebih terperinci