AKTIVITAS HARIAN MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI TWA/CA PANGANDARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKTIVITAS HARIAN MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI TWA/CA PANGANDARAN"

Transkripsi

1 LAPORAN KULIAH LAPANGAN BIOLOGI PERILAKU (BI-3201) AKTIVITAS HARIAN MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI TWA/CA PANGANDARAN Tanggal Kuliah Lapangan: April 2016 Tanggal Pengumpulan: 18 Mei 2016 Disusun oleh : Ni Luh Wisma Eka Yanti ( ) Ahmad Ardiansyah ( ) Aggy Agatha ( ) Nur Safitri Rusiwardani ( ) Marchelia Santoso ( ) Hestin Yuliati D. A. ( ) Kelompok 2 Asisten: Ogi Novrian Zulkarnain x PROGRAM STUDI BIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BANDUNG 2016

2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengamatan perilaku Macaca fascicularis di lakukan di Taman Wisata Alam Pangandaran dan Cagar Alam Pangandaran yang berada di wilayah desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran dan Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2008), Kabupaten Pangandaran berada pada koordinat '58"BT '56" BT dan LS LS. Pangandaran memiliki curah hujan per tahun sekitar mm, kelembaban udara 85-89%, suhu o C. Total wilayah Taman Wisata Alam Pangandaran dan Cagar Alam Pangandaran seluas 37.7 hektar. Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Pangandaran dikenal dengan kekayaan flora dan faunanya mulai dari vegetasi hutan pantai, pes caprae yang didominasi kangkung laut, hutan tanaman jati dan mahoni, hutan dataran rendah, dan padang rumput. Hewan mamalia yang sering ditemukan di Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Pangandaran adalah Kera (Macaca fascicularis), Lutung (Trachipytecus auratus), Landak (Hystrix bracyura), Trenggiling (Manis javanica), Rusa (Cervus Timorensis), kancil (Tragulus javanicus) (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2008). Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Pangandaran ini kaya akan flora sehingga cocok untuk dijadikan habitat bagi hewan. Habitat bagi hewan sangat penting untuk kelangsungan hidupnya karena dengan adanya habitat maka hewan tersebut mendapatkan lokasi reproduksi, sumber daya makanan, dan tempat pemeliharaan bagi keturunannya. Penelitian ini penting dilakukan untuk melihat perbedaan perilaku Macaca fascicularis di alam bebas dengan di kebun binatang. Informasi tentang perilaku hewan tersebut sangat penting untuk menentukan habitat yang cocok untuk kelangsungan hidup Macaca fascicularis. Selain itu, dengan adanya penelitian ini didapatkan informasi persebaran niche oleh masing-masing individu dalam populasi. Aplikasi dari penelitian ini adalah dijadikan dasar untuk menentukan habitat yang biasanya

3 merupakan rencana konservasi spesies agar tidak punah, analisis hormonal Macaca yang dapat dijadikan informasi untuk melestarikan populasi Macaca (Sutherland, 1995). 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Menentukan pola perilaku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) selama 8 jam melalui metode adlibitum 2. Menentukan proporsi individu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang melakukan aktivitas harian selama 8 jam melalui metode scan sampling 3. Menentukan durasi aktivitas harian monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) selama 8 jam melalui metode focal sampling 4. Menentukan pola perilaku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) selama 8 jam menggunakan diagram kinematik

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Menurut Napier dan Napier (1976),taksonomi dari monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) adalah : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Primata Famili : Cercopithecidae Genus : Macaca Spesies : Macaca fascicularis Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan jenis primata non manusia yang sangat berhasil yaitu penyebaran yang sangat luas sehingga menggambarkan tingkat adaptasi yang tinggi pada berbagai habitat. Spesies ini termasuk jenis primata sosial yang dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari interaksi sosial atau hidup bersama dengan individu lain. Interaksi sosial yang dilakukan oleh monyet ekor panjang menimbulkan munculnya berbagai aktivitas yang berbeda pula antar individu dalam populasi (Lee, 2012). 2.2 Morfologi dan Fisiologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Macaca fascicularis adalah hewan dengan panjang tubuh 40-50, berat 3-7 kg, panjang ekor 1 hingga 1.5 kali panjang tubuh, terdiri dari empat kaki (quadripedal) dan memiliki tubuh yang ditutupi oleh rambut-rambut. Perbedaan warna rambut pada hewan ini tergantung pada umur, musim, dan lokasi tempat tinggalnya. Pada bagian kepala terdapat rambut berwarna wajah terdapat rambut berwarna abu kecoklatan, terkadang rambut-rambut tersebut membentuk jambul. Pada bagian wajah terdapat kantong pipi (cheek pouch) yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan sementara waktu.

5 Rambut di pipi biasanya berwarna abu keputihan, pada bagian bawah mata terdapat kulit yang tidak berambut (Bunlungsup et al, 2015). Pada bagian abdomen terdapat rambut berwarna coklat, warna rambut pada abdomen biasanya berbeda antara Macaca fascicularis yang hidup di daerah hutan dan daerah pantai. Macaca fascicularis yang hidup di hutan memiliki warna rambut tubuh yang lebih gelap dibandingkan Macaca yang tinggal di daerah pantai. Intensitas warna ini merupakan indikator pembeda jenis kelamin dan umur antar individu. Bagian ekor Macaca fascicularis berbentuk silinder yang berwarna abu kecoklatan hingga abu kemerahan. Morfologi Macaca fascicularis tertera pada gambar 2.1 dan 2.2 dibawah ini (Raffles, 1981): Gambar 2.1. Wajah Macaca fascicularis Gambar 2.2. Bagian Tubuh Macaca fascicularis Menurut Suwarno (2014), fisiologi Macaca fascicularis mirip dengan manusia. Secara umum, terdapat 11 macam sistem organ pada Macaca yaitu sistem pernafasan, sistem saraf, sistem skeletal, sistem endokrin, sistem integumen, sistem limfatik, sistem otot, sistem sirkulasi, sistem reproduksi,

6 sistem pencernaan, dan sistem ekskresi. Fungsi dari sistem organ tersebut adalah sebagai berikut (Assefa dan Yosief, 2003) : 1. Sistem pernafasan berfungsi untuk pertukaran udara. 2. Sistem saraf berfungsi sebagai pengantar sinyal ke seluruh tubuh. 3. Sistem skeletal berfungsi sebagai pembentuk tubuh. 4. Sistem otot sebagai penggerak dan penyokong anggota tubuh. 5. Sistem endokrin berfungsi sebagai penyalur sinyal kimia pada tubuh. 6. Sistem integumen dan limfatik berfungsi sebagai pertahanan tubuh. 7. Sistem sirkulasi berfungsi sebagai transport nutrient. 8. Sistem reproduksi berfungsi untuk menghasilkan sperma pada laki-laki dan ovum pada wanita yang penting untuk menghasilkan keturunan. 9. Sistem pencernaan sebagai pengolah nutrisi yang masuk ke dalam tubuh. 10. Sistem ekskresi yang berfungsi sebagai filter bahan yang sudah tidak terpakai pada tubuh. Macaca fascicularis sudah dapat kawin pada umur tahun. Pematangan seks sekunder pada hewan jantan pada umur 4.2, sedangkan betina 4.3 tahun. Macaca betina mengalami menstruasi selama 28 hari dan estrus 11 hari. Masa kehamilan betina selama 5 bulan lebih dan masa mengasuh anaknya selama bulan (Harvery et al, 1987). Hewan primate ini merupakan hewan homoiterm yang memiliki reseptor perubahan suhu di otak sehingga jika suhu lingkungan berubah maka hewan ini dapat mengatur suhu tubuhnya dengan cara meningkatkan atau menurunkan metabolism tubuh. Status sosial pada Macaca yang menyangkut individu subordinat dan alfamale dipengaruhi oleh kelenjar adrenalin. Kelenjar adrenalin yang tinggi akan mengakibatkan metabolisme glukosa semakin cepat sehingga kebutuhan energi untuk bertarung, mencari makan, reproduksi oleh Macaca dapat terpenuhi. semakin tinggi kelenjar adrenalin, semakin aktif Macaca sehingga terbentuk individu dominan (Shively and Kaplan, 1984). 2.3 Perilaku Umum Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang atau Macaca fascicularis adalah hewan primata yang eusosial dengan struktur sosial terdiri dari jantan dan betina (Suwarno,

7 2014). Aktivitas yang dilakukan oleh hewan ini terdiri atas social affi-liation, social agonism, dan non social (Lee, 2012). Contoh social-affiliation adalah grooming dan bermain. Grooming ditandai dengan perilaku mengambil, menjilati, dan menyentuh rambut pada tubuh dengan tujuan membersihkan tubuh dari kotoran. Menurut Kamilah et al. (2013), grooming terdiri dari allogrooming dan autogrooming. Allogrooming adalah grooming yang dilakukan terhadap individu lain, sedangkan autogroming dilakukan oleh diri sendiri. Bermain merupakan salah satu bentuk interaksi Macaca fascicularis terhadap individu lain dalam populasi. Bermain merupakan perilaku sosial yang berfungsi meningkatkan kondisi fisik, mengambangkan kemampuan dan ikatan sosial, membantu hewan untuk belajar kemampuan spesifik. Aktifitas agonistik Macaca fascicularis meliputi perilaku menerjang, memukul, meringis, mengancam dengan membuka mulut, mengejar, mendekam dan memekik (Lee, 2012). Aktifitas non sosial adalah aktivitas macaca yang meliputi aktivitas bergerak, makan dan inaktif. Aktivitas inaktif pada macaca merupakan istirahat yang ditandai dengan duduk, berdiri, berbaring, dan menatap lingkungannya yang biasa dilakukan di pohon rindang. Macaca fascicularis biasanya beristirahat setelah bermain dan setelah makan. sekuens perilaku makan pada macaca diawali dengan mengambil makanan, memasukkan makanan ke dalam mulut, menyimpan makanan di kantung pipi, mengunyah, menelan makanan (Lee, 2012). Perilaku makan pada macaca dipengaruhi oleh ukuran tubuh, kondisi gigi, ketersediaan makanan, penggunaan indera penglihatan, olfaktori, sistem hirarki, dan kompetisi dengan individu dalam populasi yang berbeda ataupun dalam populasi yang sama (Karyawati, 2012). 2.4 Habitat dan Pesebaran Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Habitat merupakan suatu lingkungan yang mempunyai kondisi tertentu sehingga suatu spesies atau komunitas dapat hidup. Habitat memiliki kapasitas tertentu untuk mendukung kelangsungan hidup dari suatu organisme atau disebut daya dukung (Molles, 2014). Habitat dari spesies ini meliputi hutan

8 hujan tropis,hutan musim,hutan rawa mangrove dan hutan montana dan dapat ditemui di daerah yang terganggu seperti tepi pantai dan sungai sehingga memungkinkan terjadi interaksi dengan manusia (Giri, 2014). Penyebaran dari monyet ekor panjang meliputi pulau Sumatera, Kalimantan, Bangka, Belitung dan pulau-pulau sekitarnya. Lalu Kepulauan Tambelan, Natuna, Nias, Jawa, Bali, Bawean, Maratua, Lombok, Sumba, Sumbawa dan Flores. Di luar Indonesia,monyet ekor panjang dapat ditemukan di Myanmar, Indo-Cina, Filipina dan Semenanjung Malaya (Supriatna, 2000).

9 BAB III METODOLOGI 3.1 Deskripsi Area Penelitian Cagar Alam (CA) di Pangandaran merupakan kawasan hutan dengan luas 497 ha dan Taman Laut luasnnya 470 ha dan perkembangan selanjutnya setelah ditemukan bunga Raflesia padma, status Suaka Margasatwa dirubah menjadi Cagar Alam berdasarkan SK Menteri Pertanian No 34/KMP/1961. Seiring dengan kebutuhan rekreasi oleh masyarakat,maka sebagian luas kawasan ini 37,70 ha dialokasikan sebagai Hutan Wisata dalam bentuk Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan SK Menteri Pertanian No 179/Kpts/Um/3/1978. TWA dan CA Pangandaran terletak di Desa Pangandaran Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis. Secara astronomis kawasan ini terletak diantara 108 º40 BT dan 7º43 LS (Dinas Kehutanan Provinsi Jabar, 2008). Keadaan topografi dari kawasan ini dari landai hingga tanah yang berbukit-bukit dengan ketinggian rata-rata 100 mdpl. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, CA dan TWA Pangandaran termasuk tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata per tahun 3196 mm dan suhu udara antara 80-90% (Dinas Kehutanan Provinsi Jabar, 2008). Pengambilan data dilakukan pada Sabtu, 23 April 2016 Minggu, 24 April 2016 pada pukul WIB WIB. Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1. Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian

10 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdpat pada tabel 3.1 berikut ini : Tabel 3.1 Alat Sling psycrometer Luxmeter Kamera / Video recorder Alat tulis Papan dada Audio recorder Lembar pengamatan GPS Senter Counter Piranti lunak avisoft 3.3 Metode Kerja Pengamatan Terstruktur a. Ad-libitum Pengamatan dimulai 4 menit sebelum pengambilan data scan-sampling yaitu dengan menentukan salah satu individu monyet ekor panjang dan diamati seluruh perilaku individu maupun perilaku sosial (interaksi) dari hewan tersebut baik interaksi intra maupun interspesies. b. Scan sampling Pengamatan secara scan sampling dilakukan secara terstruktur pada pukul WIB, WIB, WIB dan WIB. Pencatatan dari metode ini dilakukan setiap lima menit selama dua jam dengan mencatat jumlah individu dalam populasi monyet ekor panjang yang melakukan suatu perilaku tertentu dalam satu waktu. c. Focal sampling Pengamatan secara focal sampling dilakukan secara terstruktur pada pukul WIB, WIB,

11 WIB dan WIB.Pengamatan dilakukan pada satu individu monyet ekor panjang yang diikuti dan dicatat setiap perilakunya ketika individu tersebut hilang dari pengamatan maka dilakukan pengamatan pada individu lain dan diikuti pula Pengamatan Sekunder Pengamatan dilakukan pada jenis hewan lain selain pengamatan hewan terstruktur. Pengamatan dilakukan dengan metode adlibitum selama waktu jeda antara pengamatan terstruktur pada pukul WIB, WIB dan WIB. Dilakukan pencatatan dan perekaman dalam rentang waktu pada lembar pengamatan Pengamatan Hewan Laut Pengamatan dilakukan dengan metode adlibitum selama 2 jam yaitu pada pukul WIB. Dilakukan perekaman dan pencatatan perilaku baik inter maupun intraspesies dalam rentang waktu tersebut.

12

13 proporsi individu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Scan sampling Berikut adalah Gambar 4.1 yang menunjukkan proporsi individu Macaca fascicularis terhadap perilaku tertentu dalam 4 periode pengamatan yaitu periode 1 ( WIB), periode 2 ( WIB), periode 3 ( WIB), dan periode 4 ( WIB). Berbagai perilaku dilakukan oleh monyet berekor panjang selama pengamatan, namun dikelompokkan pada tipe perilaku antara lain resting, moving, grooming, vocalization, foraging, dan interaction yang akan dibahas satu-persatu. 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 Periode 1 Periode 2 Periode 3 Periode 4 Resting Moving Grooming Vocalization Foraging Interaction periode Gambar 4.1 Proporsi individu Macaca fascicularis terhadap perilaku tertentu pada 4 periode yang berbeda Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat bahwa perilaku moving sangat mendominasi pada periode 1, 2, dan 3 dengan nilai proporsi masing-masing adalah 0,52; 0,45; dan 0,33. Dapat dilihat bahwa perilaku moving paling banyak dilakukan pada periode 1 ( WIB) atau pagi hari. Dengan kata lain, pagi hari dapat dikatakan sebagai periode aktif dari Macaca fascicularis. Menurut Nasution et al. (2011), monyet berekor panjang memulai aktivitas harian dari mulai bangun pukul 5.30 hingga sore hari pukul menjelang tidur. Setelah bangun monyet tidak langsung melakukan

14 aktivitas, namun tetap berada di pohon tempat tidurnya hingga pukul Hal ini bisa menjadi penyebab, pada saat pengamatan yang dimulai pukul belum dapat ditemukan monyet di lantai hutan. Namun aktivitas monyet akan mulai meningkat mulai pukul dan didominasi oleh aktivitas mengembara yang termasuk didalamnya adalah perilaku bergerak atau moving (Nasution et al., 2011). Namun, aktivitas mengembara ini akan turun pada siang hari dan meningkat kembali pada sore hari (Maida et al., 2015). Seperti yang ditunjukkan data proporsi bahwa individu yang melakukan aktivitas bergerak menurun pada periode 2 ( ), namun tidak meningkat lagi pada periode 3 ( ) seperti yang dijelaskan pada literatur, akan tetapi tetap lebih tinggi proporsi individu yang melakukannya. Hal ini karena pada pengamatan terdapat peningkatan proporsi individu untuk perilaku lainnya. Berdasarkan pengamatan, aktivitas moving yang muncul terdiri atas berjalan, berlari, memanjat, serta berpindah dari dahan yang satu ke dahan yang lain. Hal yang sama disampaikan oleh Lee (2012), bahwa bergerak merupakan kegiatan berjalan, memanjat, melompat, dan berpindah tempat. Monyet ekor panjang atau Macaca fascicularis, merupakan salah satu satwa primata yang menggunakan kaki depan dan belakang dalam berbagai variasi untuk berjalan dan berlari (quan-drapedalisme). Tipe perilaku dominan lainnya yang terjadi adalah resting. Proporsi individu untuk perilaku resting paling banyak terjadi pada periode ke-4 (pukul ) yaitu sebesar 1 yang artinya semua individu yang teramati melakukan perilaku resting pada periode tersebut. Pada periode 4 tersebut akitivitas resting yang dilakukan adalah sleeping. Menurut Nasution et al. (2011), pukul adalah waktu menjelang tidur dari monyet berekor panjang. Dengan demikian hal ini sesuai yang terjadi di lapangan bahwa pada periode ke-4 tersebut sudah tidak ada aktivitas dari Macaca fascicularis selain tidur di dahan pohon yang cukup tinggi. Aktivitas istirahat paling banyak dilakukan pada siang hari mulai pukul , namun terdapat sebagian besar monyet masih ada yang beraktivitas. Hal ini dipengaruhi oleh temperatur pada siang hari yang relatif lebih panas daripada di pagi hari dan sore hari (Nasution et al., 2011). Menurut data mikroklimat yang dicuplik pada periode

15 pengamatan, temperatur pada siang hari memang paling tinggi dibandingkan di pagi hari atau sore hari yaitu mencapai 32,2 C. Namun proporsi individu yang melakukan perilaku resting tidak lebih tinggi daripada saat pagi hari. Hal ini terutama disebabkan oleh perbedaan tempat pengamatan antara pagi dan siang hari. Pada pagi hari pengamatan dilakukan di dekat balai, sementara pada siang hari spot pengamatan berpindah karena tidak ditemukan aktivitas monyet di dekat balai, seperti yang diketahui bahwa di dekat balai tidak terlalu banyak pohon sebagai tempat bernanung dan semakin siang monyet banyak yang kembali memasuki hutan. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan pada literatur bahwa aktivitas monyet dipengaruhi oleh temperatur, bahwa terbukti monyet akan kembali ke dalam hutan mencari pepohonan untuk tempatnya bernaung saat temperatur mencapai angka maksimum di siang hari. Sementara pada periode ke-3 proporsi individu terhadap perilaku resting menurun karena sesuai yang disebutkan di literatur bahwa ketika sore hari aktivitas monyet meningkat kembali terutama aktivitas bergerak dan foraging (Nasution et al., 201; Maida et al., 2015). Resting atau istirahat secara umum merupakan aktivitas yang paling sering dilakukan oleh Macaca fascicularis. Menurut Sinaga (2010), aktivitas resting banyak dilakukan di tajuk pohon karena rindang dan disukai monyet ekor panjang. Adapun aktivitas resting yang dilakukan Macaca fascicularis selama pengamatan yaitu berdiri (standing), duduk (sitting), berbaring (laying), dan tidur (sleeping). Resting termasuk aktivitas inaktif non-sosial yang terjadi dalam suatu populasi berupa aktivitas duduk, berdiri, berbaring, dan menatap sekeliling serta merupakan aktivitas penting yang dilakukan individu setelah melakukan aktivitas makan (Sinaga, 2010; Widarteti et al., 2009). Pentingnya aktivitas resting tersebut terbukti dengan banyaknya proporsi perilaku resting yang dilakukan oleh Macaca fascicularis selama pengamatan. Perilaku lainnya yang teramati selama 4 periode yaitu grooming, foraging, vokalisasi, dan interaksi. Berdasarkan gambar 4.1, grooming paling banyak muncul pada periode ke-3 dengan proporsi individu sebesar 0,12. Perilaku grooming hampir dilakukan sehari penuh sejak pagi hingga sore hari,

16 namun biasanya terjadi peningkatan aktivitas grooming pada pagi hari yaitu pada pukul dan sore hari yaitu pada pukul (Nasution et al., 2011). Sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang terdapat pada literatur yang mana proporsi individu yang melakukan grooming meningkat pada periode le-3 atau sore hari. Grooming adalah kegiatan social affiliation yang dilakukan oleh individu dalam populasi monyet. Lee (2012), menjabarkan bahwa perilaku grooming dilakukan dengan mengambil, membelai, dan menjilati bulu pasangan atau anaknya. Perilaku grooming demikian disebut dengan alogrooming karena dilakukan secara berpasangan dan diasumsikan sebagai perilaku kooperatif yang dapat menghasilkan keuntungan bagi kedua pihak. Sementara terdapat juga perilaku self-grooming yang disebut autogrooming yaitu perilaku grooming yang dilakukan sendiri atau tidak berpasangan. Grooming termasuk ke dalam perilaku sosial karena dilakukan dengan tujuan untuk merawat dan mencari kutu di semua rambutnya (Kamilah et al., 2013). Aktivitas grooming pada monyet paling lama terjadi setelah kopulasi terjadi antara jantan dan betina. Individu pradewasa lebih cenderung melakukan aktivitas grooming terbatas pada hubungan kekerabatan antara strata yang sama untuk mempererat kekerabatan meskipun beberapa kejadian berlanjut pada hubungan seksual (Nasution et al., 2011). Berdasarkan gambar 4.1, aktivitas foraging paling banyak dilakukan oleh individu pada pengamatan periode ke-3 dengan proporsi individu sebesar 0,23. Aktivitas foraging pada dasarnya rutinitas harian yang selalu dilakukan oleh monyet berekor panjang namun cenderung meningkat pada sore hari karena monyet memerlukan cadangan makanan sebelum mereka tidur dan melakukan aktivitas di keesokan harinya. Menurut IUCN (2000), monyet berekor panjang di alam memakan tumbuhan terutama ficus dan buah-buahan serta hewan golongan crustacea. Monyet berekor panjang mencari makan dengan cara duduk di ujung cabang atau ranting yang relatif besar. Macaca fascicularis menggunakan salah satu tangannya untuk berpegangan pada cabang atau ranting, sedangkan tangan lainnya digunakan untuk menarik daun atau buah (Nasution et al., 2011). Pada pengamatan, kebanyakan individu

17 mencari makan di lantai hutan atau di dekat tempat sampah dan mencari makan bekas pengunjung. Kehidupan monyet berekor panjang di kawasan Taman Wisata Pangandaran telah terdomestikasi dan banyak perilakunya yang telah dipengaruhi oleh kehadiran pengunjung yang berdatangan setiap hari. Menurut Riley (2007), aktivitas dari manusia sangat dimungkinkan dapat merubah aktivitas atau perilaku suatu hewan, dan bahkan menurut Hambali et al. (2012), monyet berekor panjang merubah perilaku mereka sehingga terkadang menghasilkan konflik antara primata dan manusia, misalnya perilaku mencuri makanan manusia yang banyak terjadi pada pengamatan tersebut. Kehidupan monyet terutama monyet berekor panjang ditandai oleh adanya aktivitas sosial dalam kelompok yang sangat tinggi. Individu jantan berperan penting dalam mempertahankan keselamaan anggota kelompok dari ancaman kelompok lain atau satwa predator. Komunikasi menjadi salah satu cara untuk melakukan pengawasan kelompok sehingga vokalisasi dapat juga digolongkan perilaku interaksi. Kode suara untuk komunikasi berbeda-beda tiap-tiap kelompok dan bergantung pada keadaan yang mendorong untuk bersuara (Nasution et al., 2011). Hal tersebut diduga yang menyebabkan proporsi individu yang melakukan perilaku vokalisasi tidak terlalu banyak dan hanya muncul pada periode 1 dan 3 yang dapat dilihat pada gambar 4.1 dengan proporsi individu yang sangat kecil yaitu 0,03 dan 0,01. Proporsi individu terhadap aktivitas interaksi paling banyak ditemukan pada periode 1 yaitu pagi hari yaitu sebesar 0,12, yang mana menurut Nasution et al. (2011), merupakan periode paling aktif. Sesuai periode aktifnya tersebut, interaksi yang paling banyak ditemukan terutama pada pagi hari seperti tingkah laku bermain, berkejar-kejaran, saling memandang, berkelahi, perilaku kawin (mating), dan pengasuhan anak oleh induknya. Perilaku yang banyak muncul dalam interaksi ini adalah aktivitas bermain yang dominan terjadi pada monyet yang masih muda. Menurut Lee (2012), Bermain merupakan bentuk interaksi Macaca fascicularis terhadap individu lain dalam populasi. Bermain merupakan perilaku sosial yang berfungsi meningkatkan kondisi fisik, mengambangkan kemampuan dan ikatan sosial, membantu

18 hewan untuk belajar kemampuan spesifik. Perilaku berkelahi dan kawin juga teramati pada siang hari dan sore hari. Namun perilaku interaksi khususnya kawin bergantung pada kesempatan untuk melakukan pendekatan (courtship). Suprihandini (1993) menemukan bahwa perilaku kawin dilakukan pada periode aktif pada waktu tertentu. Sementara perilaku agonistik yang meliputi mengancam, mengejar, dan bergulat banyak dilakukan oleh alpha male. Perilaku agonistik ini bertujuan untuk menjaga status hierarki dominansi (Meishvili et al., 2009). Keberadaan alpha male yang berada di puncak dominansi memungkinkan alpha male untuk memiliki akses yang lebih terhadap makanan dan menjaga hierarki ini melaui perilaku agonistik (Boccia et al., 1988). Proporsi individu terhadap beberapa tipe perilaku juga dilakukan analisis statistik untuk mengetahui apakah terjadi beda signifikan antara proporsi individu yang melakukan perilaku satu dengan yang lainnya. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan Two Way Anova (Lampiran A), proporsi individu terhadap perilaku yang satu dengan yang lain pada keempat periode adalah berbeda signifikan (p<0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa proporsi individu tiap periode memang berbeda dengan periode yang lain. Dengan kata lain, monyek berekor panjang mempunyai periode aktif tertentu untuk melakukan aktivitas atau perilaku tertentu, misalnya perilaku foraging lebih dominan di sore hari dibandingkan dengan periode lainnya. Sementara berdasarkan hasil Post-Hoc Test (Lampiran B), urutan proporsi individu terhadap perilaku tertentu sebagai aktivitas harian monyet berekor panjang dari yang paling tinggi hingga paling rendah adalah resting, moving, foraging, interaction, grooming, dan vocalisation. 4.2 Focal sampling Berikut adalah Gambar 4.2 yang menunjukkan proporsi individu Macaca fascicularis terhadap perilaku tertentu dalam 4 periode pengamatan yaitu periode 1 ( WIB), periode 2 ( WIB), periode 3 ( WIB), dan periode 4 ( WIB). Berbagai perilaku

19 Durasi perilaku (detik) dilakukan oleh monyet berekor panjang selama pengamatan focal sampling, antara lain dikelompokkan pada tipe perilaku agonistik, resting, locomotion, grooming, foraging, dan interaction. Diantara berbagai tipe perilaku tersebut, resting mempunyai durasi yang paling tinggi yaitu 7000 detik, artinya monyet yang diamati paling lama melakukan perilaku resting atau istirahat. Selanjutnya perilaku dengan durasi kedua tertinggi adalah locomotion dengan durasi sekitar 6000 detik, dan foraging berdurasi sekitar 3000 detik. Sementara perilaku lainnya hanya berdurasi dibawah 2000 detik. Berdasarkan data ini, maka dapat diketahui bahwa beberapa perilaku yang penting bagi monyet ekor panjang dalam keseharaiannya adalah resting, locomotion, dan foraging agonistik grooming resting interaction locomotion mating foraging tipe perilaku periode 1 periode 2 periode 3 periode 4 Gambar 4.2 Durasi beberapa tipe perilaku yang dilakukan Macaca fascicularis pada 4 periode Berdasarkan uji statistik dengan analisis Two-way ANOVA pada perbandingan durasi perilaku (Lampiran C) didapatkan nilai sig.durasi pada tipe perilaku < taraf signifikansi yang digunakan yakni > 0.05 yang artinya terdapat perbedaan nyata antar durasi perilaku pada Macaca fasciclaris yang satu dengan Macaca fasciclaris lainnya yang signifikan dalam 4 periode pengamatan yang dilakukan dengan taraf signifikansi Sedangkan pada pengamatan uji Post hoc Tukey test HSD (Lampiran D) diperoleh urutan perilaku dengan durasi tertinggi ke rendah antara lain resting, lokomosi, foraging, grooming, interaksi, dan perilaku kawin. Sinaga (2010) menyatakan bahwa aktifitas resting sering dilakukan oleh monyet ekor panjang dan

20 dilakukan di tajuk-tajuk pohon karena tajuk pohon yang rindang merupakan tempat yang disukai monyet ekor panjang. Selain itu menurut Widarteti (2009) menyatakan bahwa aktifitas istirahat merupakan aktifitas yang penting dilakukan oleh individu setelah melakukan aktifitas makan. Selanjutnya berdasarkan uji statistik dengan analisis Two-way ANOVA pada perbandingan frekuensi perilaku (Lampiran E) didapatkan nilai sig. durasi pada tipe perilaku < taraf signifikansi yang digunakan yakni > 0.05 yang artinya terdapat perbedaan nyata antar frekuensi perilaku pada Macaca fasciclaris yang satu dengan Macaca fasciclaris lainnya yang signifikan dalam 4 periode pengamatan yang dilakukan dengan taraf signifikansi Sedangkan pada pengamatan uji Post hoc Tukey test HSD (Lampiran F) diperoleh nilai mean difference semua frekuensi perilaku menunjukkan hasil positif yang lebih banyak terdapat pada periode 3 yang menandakan frekuensi perilaku dari monyet ekor panjang di kawasan TWA Pangandaran yang diamati pada periode 3 lebih dominan daripada periode 1, 2, dan 4 berdasarkan mean differencenya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Brookei (2012) yang menyatakan bahwa Monyet ekor panjang memiliki jam aktif antara pukul dan , waktu aktif ini dipengaruhi oleh cuaca, jika cuaca cerah monyet ekor panjang akan cenderung melakukan banyak aktifitas. Hal inilah yang menyebabkan pada periode 3 yang diamati terhadap monyet ekor panjang di area Balai TWA Pangandaran, frekuensi perilaku menjadi dominan pada periode 3 yakni antara pukul yang menandakan banyaknya perilaku yang dilakukan.

21 Gambar 4.3 Diagram kinematik beberapa perilaku Berdasarkan gambar 4.3 diagram kinematik diatas, perilaku dominan monyet berekor panjang adalah istirahat (resting) dan bergerak (locomotion), tanda panah yang besar dan tebal diantara mengindikasikan bahwa sekuens perilaku tersebut dimunculkan secara resiprokal dengan frekuensi tinggi. Menurut Puspitasari et.al (2011) dan aktivitas bergerak dan istirahat merupakan perilaku yang sering terlihat pada monyet ekor panjang. Aktivitas bergerak pada Macaca fascicularis dipengaruhi oleh kelimpahan makanan dan faktor lingkungan seperti suhu. Suhu yang tinggi dan tidak diimbangi kelimpahan makanan yang tinggi akan menurunkan mobilitas dari monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) karena tiap spesies mempertimbangakan cost and benefit dalam melakukan aktivitas motorik. Aktivitas bergerak pada monyet ekor panjang meliputi kegiatan berjalan, memanjat, melompat dan berpindah tempat dengan menggunakan keempat kakinya atau secara quadripedal. Aktivitas ini tentunya memakan energi yang cukup tinggi karena didukung dengan kondisi mikroklimat pada TWA/CA Pangandaran yang menunjukkan kelembaban hingga 82 % namun agak panas (Chalmers,1979) sehingga aktivitas ini diikuti oleh istirahat (resting). Aktivitas istirahat (resting) merupakan aktivitas non sosial yang terjadi didalam suatu populasi berupa duduk,berdiri,berbaring dan menatap sekeliling.aktivitas ini sering dilakukan oleh monyet ekor panjang ketika telah melakukan aktivitas bergerak kemudian beristirahat dengan memandang area sekelilingnya (Md Zain et.al,2010). Aktivitas resting ini juga didahului oleh aktivitas mencari makan (foraging),hal ini dilakukan pada spesies monyet ekor panjang akan berusaha untuk memulihkan energi dan hasil pengamatan pada penelitian ini serupa dengan Widarteti et.al (2009) bahwa aktivitas istirahat merupakan aktivitas yang penting dilakukan oleh individu setelah melakukan aktivitas. Disamping itu hasil pengamatan menjelaskan bahwa perilaku monyet ekor panjang di TWA/CA Pangandaran telah teradaptasi oleh keberadaan manusia dimana seringkali sampah di kawasan tersebut sering dijadikan oleh spesies ini untuk mencari makan dan tak jarang beberapa individu secara

22 soliter maupun berkelompok berusaha menarik perhatian pengunjung untuk memberikan makan sehingga tentunya banyak energi yang dikeluarkan sehingga hal ini menjelaskan mengapa perilaku locomotion sangat berhubungan erat dengan perilaku foraging dan resting, yaitu untuk memenuhi kebutuhan energi per satuan waktu.aktivitas grooming juga diikuti oleh aktivitas resting pada diagram kinematik. Aktivitas grooming merupakan aktivitas membersihkan diri dari organisme parasit seperti kutu yang berada pada rambut spesies monyet ekor panjang dan terkadang spesies ini juga mengonsumsi organisme tersebut untuk memenuhi kebutuhan energi tiap individu sehingga kedua perilaku ini berasosiasi dalam aktivitas harian Macaca fascicularis (Md Zain et.al, 2010).Aktivitas grooming pada monyet ekor panjang sering dilakukan oleh betina pada anaknya serta kebanyakan individu dominan atau yang hierarkinya lebih tinggi menerima grooming dari individu yang struktur hierarkinya lebih rendah (Lazaro Perea et.al,2004). 4.3 Etogram Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Tabel 4.1 menyajikan etogram perilaku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) menunjukkan bahwa perilaku yang teramati pada monyet ekor panjang diklasifikasikan menjadi agonistic behavior, social behaviour dan non social behaviour. Tabel 4.1 Etogram monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) Klasifikasi perilaku Tipe perilaku Perilaku Deskripsi Agonistic Behaviour Aggresive Threat grin Chasing Posisi badan siaga, kepala condong ke depan, mata memandang target, dan menyeringaikan giginya sambil maju menuju target Posisi badan membungkuk dan mengejar target/lawan Fighting Bergulat dengan intra maupun interspecies, mengeluarkan suara yang mengancam

23 Nursing/caring Betina menggendong anaknya di bagian dada, sesekali mengelus kepala anaknya Lactating Anak berada di pangkuan ibu dan menarik puting susu ibu dengan mulutnya Interaction Playing Cenderung dilakukan oleh individu muda seperti menariknarik ekor dan saling mengejar Vocalizations Dilakukan oleh semua umur dalam kawanan ketika meminta makanan, memanggil kawanan dan mencari perhatian Social behaviour Display Branch shaking Memanjat batang utama pohon menuju ke ujung ranting yang lebih rendah, menatap ke pengunjung, kedua tangannya mencengkeram ranting, dan menggetarkan ranting tersebut Approaching Berjalan dengan mendekati betina yang reseptif Mating Copulation Posisi badan betina secara quadripedal dan mencondongkan bagian posterior lalu jantan menaiki pantat dengan posisi kopulasi beberapa detik Chemical sensing Mendekati bagian posterior dari betina lalu mengendus saluran vagina Grooming Autogrooming Posisi duduk kaki terlipat 90, salah satu tangannya mengambil ekor kemudian

24 dibawa kedepan dan berkutukutuan Alogrooming Jantan duduk didepan betina dengan posisi duduk kaki terlipat 90 dan jantan mulai berkutu-kutuan di punggung betina Walking Berjalan dengan empat kaki dimulai dengan tangan kanan, kaki kiri, tangan kiri dan kaki kanan Locomotion Running Berlari menggunakan tangan kanan dan kiri secara simultan kemudian dilanjutkan dengan kaki kanan dan kaki kiri secara simultan Non-social behaviour Foraging Climbing Searching Memanjat batang utama pohon dengan pola pergerakan seperti walking Proses memilih dan mencari makanan menggunakan kedua tangannya dengan posisi badan duduk Eating Memasukkan makanan kedalam mulutnya dengan salah satu atau kedua tangan Standing Posisi berdiri menggunakan dua kaki Resting Sitting Posisi duduk dengan dua kaki terlipat membentuk sudut 90 Laying Posisi duduk dengan kaki terlipat 90 diikuti dengan merebahkan badan dan semua

25 anggota gerak terlentang pada salah satu cabang pohon Sleeping Menaiki batang utama pada pohon hingga cabang tertinggi lalu duduk dan tidur Perilaku agonistik pada Macaca fascicularis yang teramati pada TWA/CA Pangandaran adalah tipe perilaku agresif, dengan macam perilaku threat grin, yaitu dengan posisi siaga dengan kepala serta badan condong ke depan kemudian mata mengarah pada target sambil menyeringaikan gigi kemudian perilaku chasing yaitu diawali dengan posisi badan membungkuk dan mengejar target atau lawan dan yang terakhir adalah perilaku fighting yaitu perilaku bergulat dengan intra maupun interspesies. Menurut Joshi (2014) perilaku agresif merupakan pola perilaku normal yang muncul pada semua hewan dan sangat penting untuk kelangsungan hidup organisme. Perilaku juga melibatkan respons yang kompleks dari sistem saraf dan hormone yang kompleks. Beberapa stimulus dari perilaku ini adalah karena adanya pergantian musim, masalah teritori, status sosial dan kebutuhan sumber daya terutama makanan pada hewan tersebut. Klasifikasi perilaku yang kedua adalah social behaviour. Social behaviour merupakan perilaku yang sangat umum di Macaca fascicularis karena primata ini merupakan salah satu primata yang mempunyai kehidupan sosial yang sangat tinggi dan bergantung satu sama lain (Lee, 2012), sehingga terdapat beberapa tingkatan struktur hierarki sosial dari spesies ini yaitu individu dominan dan subordinat baik betina maupun jantan.perilaku sosial yang teramati pada penelitian ini meliputi interaction dengan tipe perilaku nursing/caring yaitu mengasuh dan menjaga anaknya, lactating yaitu anak yang menyusu induk, playing yaitu aktivitas yang kebanyakan dilakukan oleh individu muda seperti menarik-narik ekor dan saling mengejar dan vocalizations yang dilakukan oleh semua umur dalam kawanan ketika meminta makanan,memanggil kawanan dan mencari perhatian. Lalu tipe perilaku yang kedua adalah display dengan tipe perilaku branch shaking yaitu memanjat

26 batang pohon dan menuju ke ujung ranting yang lebih rendah,menantap pengunjung,kedua tangannya mencengkeram ranting dan menggetarkan ranting. Perilaku display ini merupakan perilaku yang dimunculkan ketika suatu spesies memberi tanda ataupun sinyal pada sesama spesiesnya seperti untuk ritual kawin dan perilaku agonistik (Djuwantoko et.al,2008). Tipe perilaku berikutnya adalah mating yaitu perilaku kawin terdapat beberapa macam perilaku kawin yang teramati antara lain perilaku approaching adalah perilaku berjalan mendekati betina, kemudian dilanjutkan dengan perilaku chemical sensing yaitu mengendus bagian pantat dari betina untuk menentukan apakah betina tersebut merupakan betina yang reseptif dengan sinyal berupa feromon seks (Lee, 2012) dan dilanjutkan dengan perilaku copulation yaitu diawali dengan perilaku mounting oleh jantan pada betina dan dengan posisi badan betina yang quadripedal. Penaikan pada betina didahului dengan isyarat (puckering) seperti bersungut-sungut pada betina yang ingin dinaiki,hal ini terjadi umumnya pada jantan yang subordinat yang ingin mengawini betina dengan tingkat hierarki sosial lebih tinggi namun pada jantan yang alpha biasanya langsung menaiki (Eimerls dan De Vore, 1984). Tipe perilaku yang terakhir adalah grooming dengan macam perilaku autogrooming dan allo-grooming,yaitu perilaku yang dimunculkan karena bertujuan untuk membersihkan diri namun perilaku allo-grooming untuk memperkuat ikatan sosial diantara sesama anggota dalam grup,baik jantan maupun betina (Marulitua, 1995). Aktifitas non-sosial adalah aktivitas macaca yang meliputi aktivitas bergerak (locomotion), makan (foraging) dan inaktif (resting). Aktivitas istirahat merupakan tipe perilaku yang dominan dilakukan monyet ekor panjang setiap harinya. Berbagai perilaku istirahat yang biasa dilakukan monyet ekor panjang adalah berdiri (standing), duduk-duduk (sitting), berbaring (laying), dan tidur (sleeping). Macaca fascicularis biasanya beristirahat setelah bermain dan setelah makan. Aktivitas istirahat Macaca fascicularis juga dipengaruhi oleh suhu udara lingkungan, sehingga isirahat cenderung dilakukan pada siang hari karena suhu lingkungan yang lebih panas (Nasution et al., 2011).

27 Tipe perilaku non-sosial lainnya adalah aktivitas bergerak atau moving yang merupakan salah satu aktivitas dominan dilakukan oleh monyet berekor panjang ini. Aktivitas bergerak atau mengembara ini dipengaruhi oleh keberadaan makanan dan cenderung berpindah untuk mencari tempat bernaung saat cuaca panas atau hujan (Lee, 2012; Maida et al., 2015). Berdasarkan pengamatan, aktivitas moving yang muncul terdiri atas berjalan, berlari, memanjat, serta berpindah dari dahan yang satu ke dahan yang lain. Hal yang sama disampaikan oleh Lee (2012), bahwa bergerak merupakan kegiatan berjalan, memanjat, melompat, dan berpindah tempat. Monyet ekor panjang atau Macaca fascicularis, merupakan salah satu satwa primata yang menggunakan kaki depan dan belakang dalam berbagai variasi untuk berjalan dan berlari (quan-drapedalisme). Aktivitas foraging pada dasarnya rutinitas harian yang selalu dilakukan oleh monyet berekor panjang namun cenderung meningkat pada sore hari karena monyet memerlukan cadangan makanan sebelum mereka tidur dan melakukan aktivitas di keesokan harinya. Perilaku foraging terdiri atas perilaku mencari-cari makanan dan memasukan makanannya ke dalam mulut. Menurut Lee (2012), sekuens perilaku makan pada macaca diawali dengan mengambil makanan, memasukkan makanan ke dalam mulut, menyimpan makanan di kantung pipi, mengunyah, menelan makanan. Perilaku makan pada macaca dipengaruhi oleh ukuran tubuh, kondisi gigi, ketersediaan makanan, penggunaan indera penglihatan, olfaktori, sistem hirarki, dan kompetisi dengan individu dalam populasi yang berbeda ataupun dalam populasi yang sama (Karyawati, 2012). 4.4 Etogram Hewan Sekunder Berikut adalah tabel 4.2 yang menyajikan etogram beberapa hewan sekunder yang teramati selama 2 periode yaitu rentang waktu dan Tabel 4.2 Etogram hewan sekunder Waktu Hewan Perilaku Deskripsi Gambar/video

28 08.31 Biawak (Varanus salvator) Lokomosi Pola berjalan bergantian (kaki kanan depan maju bersamaan kiri belakang) Alarming Menengok secara tiba-tiba lalu terdiam dan lari dengan cepat Bajing (Callosciurus notatus) Climbing Foraging Berjalan dipohon kayu secara vertikal menggunakan cakar kecil ditangan dan kakinya. Bajing menjilatjilat batang pohon untuk mendapatkan getahnya

29 08.43 Burung merak (Pavo cristatus) Lokomosi Berjalan dengan dua kaki secara bergantian sambil melihat-lihat keadaan sekitar Foraging Mematukmatukan paruh ke tanah sambil kaki yang mengais Burung gereja (Passer montanus) Lokomosi Berpindah dengan cara melompatlompat dengan kedua kakinya Flying Melayang di udara sambil mengepakkan kedua sayap Foraging Mematukmatukan paruh ke tanah sambil kaki yang mengais

30 15.11 Sunda Flying Lemur (Galeopterus variegatus) Resting Berdiam di batang utama pohon secara vertikal dengan cara mencengkram batang pohon dengan kuku Ikan glodok (Gobbidae) Foraging Freezing Anak lemur meunculkan kepala dari pelukan induk agar dapat mencapai daun muda disekitarnya. Ikan glodok berdiam pada batu karang tanpa melakukan gerakan apapun kecuali pergerakan insang Lokomosi Ikan glodok berpindah sangat cepat menggunakan kibasan ekornya Biawak termasuk hewan diurnal yaitu hewan yang beraktivitas di siang hari. Aktivitas dimulai pagi hari sekitar dengan mencari makan lalu berjemur pada siang hari setelah itu kembali mencari makan dan istirahat di liangnya pada malam hari sekitar Biawak lebih senang menghabiskan

31 aktivitas di daerah terbuka dibanding di dalam hutan. Namun untuk biawak muda biasanya lebih suka menghabiskan waktu diatas pohon karena merasa lebih aman dari predator (Bennet, 1995). Perilaku lokomosi biawak terbilang tidak terlalu cepat dalam keadaan normal. Namun biawak yang merasa terancam dan agresif dapat bergerak sangat cepat dan gesit. Pola lokomosi biawak hampir sama dengan hewan quadripedal lainnya yaitu bergantian. Biawak bergerak dengan melangkahkan kaki kanan depan bersamaan kaki kiri belakang dan sebaliknya. Biawak dapat berlari lebih cepat dari manusia karena memiliki struktur tubuh yang ramping dan otot kaki yang kuat. Dalam kondisi apapun biawak mempunyai perilaku unik yaitu menjulu-julurkan lidahnya baik saat diam maupun bergerak. Perilaku menjulurkan lidah ini merupakan bentuk pengindraan lingkukngan sekitar. Pada lidah biawak banyak terdapat kemoreseptor yang berfungsi mendeteksi mangsa atau keberadaan pemangsa (De Lisle, 2007). Bajing merupakan mamalia pengerat famili sciuridae. Walaupun terlihat serupa, bajing dan tupai merupakan hewan yang berbeda. secara anatomi tupai memiliki moncong yang lebih panjang dari bajing. Selain itu makanan bajing merupakan buah dan biji-bijian sedangkan tupai termasuk pemakan serangga. bajing termasuk hewan diurnal yang beraktivitas di siang hari. Bajing biasa mulai beraktivitas dari pukul hingga untuk beristirahat dalam liang pohonnya. Aktivitas bajing sebagian besar dilakukan diatas pohon maka dari itu lokomosi bajing kebanyakan adalah climbing, running, dan jumping antar dahan pohon. Perilaku climbing, running, maupun jumping dilakukan hampir dengan cara yang sama. Bajing bergerak dengan menggerakkan anggota gerak depan secara bersamaan lalu diikuti anggota gerak belakang. Gerakan terlihat seperti lompatan kecil ketika dilakuakn berulang. Namun jika dalam kondisi perlahan bajing juga dapat menggerakkan anggota geraknya seperti hewan quadripedal lainnya (Morgart, 1985). Bajing menunjukkan perilaku foraging ketika pagi, siang, dan sore hari. Makanan bajing biasanya berupa buah-buahan dan kacang-kacangan. Bajing sangat suka dengan makanan manis yang mengandung banyak air. Maka tidak

32 jarang bajing juga suka mencari madu atau getah pohon yang dapat dikonsumsi dengan menjilatnya (Bradley, 1968). Perilaku lokomosi burung merak terdiri dari walking dan flying. Perilaku berjalan burung merak yaitu berjalan secara bergantian antar kaki kanan dengan kaki kiri mirip seperti ayam. Sedangkan perilaku terbang burung merak cukup unik karena burung merak tidak dapat terbang sangat tinggi dalam waktu yang lama. Burung merak terbang menggunakan kedua sayapnya namun harus dengan bantuan dorongan kedua kaki atau dahan-dahn pohon sekitar untuk mencapai tempat yang lebih tinggi (Bundle, 2003). Perilaku mencari makan burung ada berbagai jenis strategi yang dilakukan sesuai dengan morfologi, habitat, dan jenis makanannya. Perilaku mencari makan berdasarkan jenis makanan yaitu pemungut (glean) untuk burung pemakan biji, buah, dan benih; penyambar (attack) untuk burung pemakan serangga dan daging, penyelam (dive) untuk burung yang makanan utamanya hidup perairan dalam; penyaring (filter) untuk burung pemakan invertebrata kecil seperti cacing; dan penghisap (suck) untuk burung pemakan nektar. Perilaku mencari makan burung merak termasuk pemungut (glean) karena burung merak merupakan pemakan general dari biji, buah, serangga kecil. Burug merak mencari makan dengan cara mematu-matuk area di sekitarnya dan terkadang melukan perilaku mengais tanah untuk menemukan makanannya. Burung merak termasuk hewan diurnal sehingga dapat perilaku mencari makanan ini dapat ditemukan mulai dari pukul hingga (Thankappan, 1974). Perilaku terbang pada burung gereja digunakan sebagai lokomosi untuk mencari makan, breeding, mating, dan menghindari pemangsa. Perilaku terbang burung merupakan straight pattren karena burung gereja mempunyai jenis sayap elliptical wings. Karakteristik elliptical wings yaitu berbentuk pendek bulat, mempunyai aspek rasio yang rendah, mempunyai manuver tinggi untuk terbang diantara dahan. Jenis sayap ini biasanya biasanya dimiliki burung non-migrasi seperti forest raptor dan Passerines (Bundle, 2003). Perilaku foraging burung gereja dipengaruhi oleh morfologi paruh dan jenis makanannya. Burung gereja secara umum merupakan pemakan benih (grain eating) sehingga memiliki bentuk paruh yang kecil dan tidak terlalu lancip. Hal

33 tersebut menjadikan perilaku mencari makan burung gereja adalah pemungut (glean). Burung ini termasuk hewan yang hidup secara berkelompok sehingga dapat ditemukan burung gereja dalam jumlah tertentu saat beraktivitas terutama mancari makanan (Moller, 1988). Sunda flying lemur merupakan hewan nokturnal yang menghabiskan waktunya beristirahat sepanjang siang hari diatas pohon. Sekitar pukul biasanya lemur ini mulai beraktivitas dan banyak melakukan gliding diantara pepohonan. Mereka biasanya lebih suka dengan pohon dengan kanopi yang rimbun dan menancapakan kuku-kuku mereka pada batang pohon agar tidak jatuh. Lokomosi lemur ini terdiri dari climbing dan gliding (Agoramoothy, 2006). Sunda flying lemur memanjat dengan cara meregangkan badan dan menancapkan aggota gerak depan lebih tinggi lalu diikuti dengan lompatan dari kaki belakang. Sedangkan perilaku terbang dilkukan dengan cara merentang gliding membran (sejenis kulit) yang terhubung dari leher, sepanjang keempat kaki hingga jari-jari. Dengan bantuan dorongan kaki belakang dan ketinggian tertentu maka lemur ini dapat melayang dengan jarak lebih dari 100m dengan ketinggian 10 m. Hewan ini termasuk arboreal dan sangat lemah jika hidup di permukaan tanah (Beatson, 2014). Sunda flying lemur merupakan hewan omnivora namun lebih suka memakan bagian tanaman yang lunak seperti daun, bunga, buah, nektar, dan getah. Lemur ini biasanya memilih daun muda yang mengandung sedikit kalium dan nitrogen namun banyak mengandung tanin. Ikan gelodok atau yang biasa disebut ikan tembakul ini adalah anggota famili gobidae dan genus periopthalmus. Ikan gelodok termasuk ikan amphibi yang dapat berjalan menggunakan sirp bagian dada. Ikan ini memiliki daya adaptasi tinggi di habitat intertidal dan dapat menyembunyikan dirinya dari gangguan pasang surut air laut. Ketika dalam air, ikan glodok cenderung berdiam di dasar pantai atau diatas batu tanpa melakukan gerakan tertentu kecuali gerakan insang. Namun ikan ini menjadi sangat cepat dan tidak terlihat saat melakukan perpindahan terutama saat merasa dirinya terancam (Siregar, 2014). Lokomosi ikan glodok yaitu berupa berenang saat diair dan melompat saat didarat. Saat berenang ikan glodok cenderung menggunakan kekuatan kibasan ekor dan sedikit bantuan sirip bagian dada. Sedangkan saat melompat di darat ikan

34 glodok cenderung hanya mengandalkan otot-otot dan sirip di bagian dada. Ikan glodok termasuk hewan diurnal yang beraktivitas di siang hari dan beristirahat di liang pasir atau lumpur saat malam hari (Suke, 2014).

35 BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan terhadap pengamatan perilaku aktivitas harian monyet ekor panjang, maka kesimpulannya adalah: 1. Pola perilaku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) selama 8 jam melalui metode adlibitum adalah agonistik, interaksi, foraging, resting, display, lokomosi, grooming, dan mating. 2. Proporsi individu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) terhadap beberapa perilaku dalam aktivitas hariannya selama 8 jam melalui metode scan sampling adalah yang tertinggi 0,52 untuk proporsi individu yang melakukan perilaku moving pada periode 1, dan proporsi individu sebesar 1 yang melakukan perilaku resting pada periode Durasi aktivitas harian monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) selama 8 jam melalui metode focal sampling adalah yang tertinggi yaitu perilaku lokomosi dan resting dengan durasi masing-masing 7000 dan 6000 detik, diikuti oleh perilaku foraging 3000 detik, dan perilaku agonistik, interaksi, mating, dan grooming yang kurang dari 2000 detik. 4. Pola perilaku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) selama 8 jam menggunakan diagram kinematik adalah perilaku lokomosi, diikuti perilaku istirahat, mencari makan, diikuti istirahat, kemudian perilaku membersihkan diri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi alon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Jumlah Waktu dan Frekuensi Grooming Monyet Ekor Panjang Pelaku pada perilaku grooming monyet ekor panjang adalah Jantan Dewasa (JD), Betina Dewasa (BD),

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paliyan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada kecamatan Paliyan, terdapat Suaka Margasatwa. Suaka Margasatwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Di seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian studi perilaku dan pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Studi Satwa Primata IPB dan Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet HASIL Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan Pengamatan perilaku walet rumahan diamati dengan tiga unit kamera IR- CCTV. Satu unit kamera IR-CCTV tambahan digunakan untuk mengamati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tailed macaque) (Lekagul dan Mcneely, 1977). Macaca fascicularis dapat ditemui di

I. PENDAHULUAN. tailed macaque) (Lekagul dan Mcneely, 1977). Macaca fascicularis dapat ditemui di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Macaca fascicularis Raffles merupakan salah satu jenis primata dari famili Cercopithecidae yang dikenal dengan nama monyet atau monyet ekor panjang (long tailed macaque)

Lebih terperinci

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran Satwaliar Kelompok Mamalia Kawasan Gunung Parakasak memiliki luas mencapai 1.252 ha, namun areal yang berhutan hanya tersisa < 1%. Areal hutan di Gunung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Morfologi Umum Primata Secara keseluruhan primata sudah mengalami spesialisasi untuk hidup di pohon. Menurut J.R. Napier dan P.H. Napier (1967), klasifikasi ilmiah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Penangkaran Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor terletak di Jalan Raya Bogor-Jakarta KM 46, Desa Sampora, Kecamatan

Lebih terperinci

GROOMING BEHAVIOUR PATTERN OF LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis, Raffles 1821) IN PALIYAN WILDLIFE SANCTUARY, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

GROOMING BEHAVIOUR PATTERN OF LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis, Raffles 1821) IN PALIYAN WILDLIFE SANCTUARY, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA Pola Perilaku Berselisik... (Moh Galang Eko Wibowo) 11 POLA PERILAKU BERSELISIK (GROOMING BEHAVIOUR) MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis, RAFFLES 1821) DI SUAKA MARGASATWA PALIYAN, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) 2.1.1. Klasifikasi Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut (Napier dan Napier, 1967): Filum

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan flora

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi 2.1.1 Taksonomi Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Sub-ordo Famili Sub-famili Genus : Animalia :

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas HPGW secara geografis terletak diantara 6 54'23'' LS sampai -6 55'35'' LS dan 106 48'27'' BT sampai 106 50'29'' BT. Secara administrasi pemerintahan HPGW

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama dan di bawah program PT. Taman Safari Indonesia didampingi oleh Bapak Keni Sultan,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di wilayah 10 Kabupaten dan 2 Provinsi tentu memiliki potensi wisata alam yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Pemeliharaan Komponen utama dalam beternak puyuh baik yang bertujuan produksi hasil maupun pembibitan terdiri atas bibit, pakan serta manajemen. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kokah Menurut jumlah dan jenis makanannya, primata digolongkan pada dua tipe, yaitu frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan daun. Seperti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak, Luas, Status dan Sejarah Pengelolaan Kawasan Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran menyatu dengan Cagar Alam (CA) Pangandaran, merupakan semenanjung

Lebih terperinci

PERILAKU HARIAN SEPASANG BURUNG NURI TALAUD (EOS HISTRIO) DI KANDANG PENELITIAN BPK MANADO

PERILAKU HARIAN SEPASANG BURUNG NURI TALAUD (EOS HISTRIO) DI KANDANG PENELITIAN BPK MANADO Kampus Kreatif Sahabat Rakyat PERILAKU HARIAN SEPASANG BURUNG NURI TALAUD (EOS HISTRIO) DI KANDANG PENELITIAN BPK MANADO Anita Mayasari, Diah I. D. Arini, Melkianus S. Diwi, Nur Asmadi Ostim Email : anita.mayasari11@gmail.com

Lebih terperinci

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA BAB 1 CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA Tujuan Pembelajaran: 1) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus hewan dengan lingkungannya; 2) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 16 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat yaitu hutan pantai, kebun campuran tua, habitat danau, permukiman (perumahan), dan daerah perkotaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Salah satu kekayaan fauna di Indonesia yang memiliki daya tarik tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

4 METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

4 METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 15 4 METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan (Mei Juni 2012) di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Pancar, Bogor, Jawa Barat. Lokasi studi secara administratif terletak di wilayah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM Edy Hendras Wahyono Penerbitan ini didukung oleh : 2 MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI ACEH Naskah oleh : Edy Hendras Wahyono Illustrasi : Ishak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu satu bulan di grid vector O11, M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai

Lebih terperinci

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi Pengertian Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi dibedakan menjadi 3 jenis 1. Adaptasi Morfologi Proses adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Menurut Napier and Napier (1967), klasifikasi monyet ekor panjang adalah sebagai berikut: Phyllum Sub Phyllum Class Ordo Sub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang, lipan, kaki seribu dan hewan mirip lainnya. Arthropoda adalah

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 1. Cara adaptasi tingkah laku hewan mamalia air yang hidup di air laut

Lebih terperinci

JMSC Tingkat SD/MI2017

JMSC Tingkat SD/MI2017 I. Pilihlah jawaban yang benar dengan cara menyilang (X)abjad jawaban pada lembar jawaban kerja yang disediakan. 1. Pada sore hari jika kita menghadap pada matahari, bayangan tubuh kita tampak lebih...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Monyet ekor panjang memiliki klasifikasi ilmiah seperti yang dipaparkan oleh Napier dan Napier (1985) sebagai berikut : Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur (DAILY ACTIVITY OF BEKANTAN (Nasalis larvatus) IN MUARA KAMAN SEDULANG CONSERVATION AREA, EAST KALIMANTAN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali ABSTRAK Penelitian tentang aktivitas burung kuntul kecil (Egretta garzetta) dilakukan di Pulau Serangan antara bulan Mei dan Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas harian burung

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial Apis cerana merupakan serangga sosial yang termasuk dalam Ordo Hymenoptera, Famili Apidae hidup berkelompok membentuk koloni. Setiap koloni terdiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kecamatan Cimalaka memiliki populasi kambing PE sebanyak 1.858 ekor. Keberadaan kambing PE di kecamatan Cimalaka diawali dengan adanya usaha pemanfaatan lahan kritis,

Lebih terperinci

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun Beruang Kutub (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah 1417021082 Nabiilah Iffatul Hanuun 1417021077 Merupakan jenis beruang terbesar. Termasuk kedalam suku Ursiidae dan genus Ursus. Memiliki ciri-ciri sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung berikut : Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA Materi Penyebaran Komunitas Fauna di Dunia Keadaan fauna di tiap-tiap daerah (bioma) tergantung pada banyak kemungkinan yang dapat diberikan daerah itu untuk memberi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Pada penelitian deskriptif ini, peneliti berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. binatang atau fauna) adalah makhluk hidup yang paling beragam di planet.

BAB I PENDAHULUAN. binatang atau fauna) adalah makhluk hidup yang paling beragam di planet. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hewan membentuk kerajaan (kingdom) terbesar dari lima kerajaan alami di dunia. Karakteristik yang membuat hewan mencapai keberhasilan besar diantaranya adalah kemampuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian Anorganik Dan Organik Padi merupakan salah satu sumber makanan pokok bagi sebagian besar bangsa Indonesia (Idham & Budi, 1994). Menurut Pracaya (2002) upaya untuk mampu

Lebih terperinci