KETERKAITAN CUACA DI INDONESIA DENGAN FENOMENA BINTIK MATAHARI (SUNSPOT) BASYARUDDIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETERKAITAN CUACA DI INDONESIA DENGAN FENOMENA BINTIK MATAHARI (SUNSPOT) BASYARUDDIN"

Transkripsi

1 KETERKAITAN CUACA DI INDONESIA DENGAN FENOMENA BINTIK MATAHARI (SUNSPOT) BASYARUDDIN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 8

2 KETERKAITAN CUACA DI INDONESIA DENGAN FENOMENA BINTIK MATAHARI (SUNSPOT) BASYARUDDIN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITIT PERTANIAN BOGOR 8

3 Judul : Keterkaitan Cuaca di Indonesia dengan Fenomena Bintik Matahari (Sunpot) Nama : Basyaruddin NRP : G 2411 Menyetujui Pembimbing Skripsi Dr.Ir. Sobri Effendy, Msi. NIP Mengetahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. Drh. Hasim, DEA. NIP Tanggal Lulus :

4 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lhokseumawe pada tanggal 18 Desember 1984 dari pasangan Rusli dan Rabiah. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Pada tahun 2 penulis lulus dari SMU Swasta Al-Azhar Medan. Di tahun yang sama juga penulis diterima di Program Studi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahun Alam, Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa perkuliahan di IPB, penulis aktif di himpunan profesi dan mahasiswa Departemen Geofisika dan Meteorologi (HIMAGRETO). Tahun 4 penulis menjadi staf Acara Meteorologi Interaktif di kepanitiaan PESTA SAINS 4. Pada tahun yang sama juga menjadi Kepala Departemen Olah Raga dan Seni di Himpunan Mahasiswa Meteorologi periode 4-5. Pada tahun 7 penulis juga menjadi staf Panitia Panahan Indoor Nasional.VII yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Panahan IPB. Pada tahun 5 tepatnya bulan Juli Agustus 5, penulis pernah melaksanakan Praktek Lapang di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Gunung Batu, Bogor. Pada tahun 7 penulis menjadi salah satu staf proyek penelitian tentang kalender pertanian antara IPB dengan BMG.

5 RINGKASAN Basyaruddin: Keterkaitan Cuaca di Indonesia dengan Fenomena Bintik Matahari (Sunspot). Dibimbing oleh : Dr. Ir. Sobri Effendy. M.Si. Aktivitas matahari berhubungan dengan aktivitas cuaca dan iklim dalam skala yang luas. Emisi gelombang pendek yang berasal dari letusan di permukaan matahari mampu mempengaruhi tingkat pemanasan pada atmosfer bumi hanya dalam jangka waktu relatif singkat, kemudian secara tidak langsung akan mempengaruhi pola sirkulasi atmosfer kearah kutub pada daerah lintang tinggi, atau dengan kata lain bahwa kenaikan tekanan paras muka laut kearah kutub bertambah besar dari daerah lintang yang mendapatkan suplai panas maksimum (ekuator). Berdasarkan penelitian bahwa efek yang ditmbulkan oleh aktivitas matahari terhadap permukaaan bumi tidak bersifat langsung. Akan tetapi, atmosfer adalah bagian bumi yang pertama menerima efek dari perubahan yang terjadi di permukaaan matahari. Efek yang ditimbulkan berbeda tiap lapisan atmosfer. Bagian atmosfer atas yang banyak kita kenal sebagai lapisan ionosfer (merupakan lapisan mesosfer dan termosfer) merupakan lapisan yang banyak mengandung elektron-elektron bebas. pada ketinggian sekitas 2 km, daerah ini mengalami densitas elektron yang bervariasi secara harian, musiman dan bergantung terhadap ketinggian / posisi matahari, serta dipengaruhi juga oleh adanya fenomena siklus 11-tahunan sunspot. Berdasarkan hasil penelitian, didapat bahwa pengaruh sunspot terhadap cuaca di Indonesia berbentuk persamaan nonlinier-kubik. Radiasi akan mengalami peningkatan apabila ada pengaruh kenaikan jumlah nilai sunspot di permukaan matahari. Sedangkan untuk unsur cuaca yang lain yaitu suhu udara dan RH tidak langsung dipengaruhi oleh perubahan sunspot di permukaan matahari. Hal ini dikarenakan suhu dan RH dipengaruhi oleh penerimaan radiasi matahari dipermukaan bumi serta pengaruh lintang dan tempat. Karena jumlah sunspot selalu berubah-ubah, maka menyebabkan radiasi yang dipancarkan matahari juga tidak selalu sama. Sehingga mengakibatkan radiasi rang diterima di bumi juga berubah dengan berubahnya jumlah sunspot. Ketika sunspot meningkat, perubahan radiasi yang terjadi tidak terlalu signifikan jika dibandingkan saat jumlah sunspot menurun, terjadi perubahan yang drastis. Hal lain yang menarik adalah adanya perbedaan antara hasil penelitian dengan literatur. Literatur menjelaskan bahwa suhu udara rata-rata di daerah tropika lebih rendah selama periode sunspot. Sedangkan hasil penelitian menjelaskan hal yang sebaliknya, yaitu selama periode sunpot suhu udara rata-rata lebih tinggi dari nilai normalnya. Kata Kunci : Sunspot, Cuaca

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian Keterkaitan Cuaca di Indonesia dengan Fenomena Bintik Matahari (Sunspot) dengan baik. Skripsi merupakan salah satu syarat kelulusan di program studi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan memberi dorongan demi keberhasilan sikripsi ini, diantaranya yaitu; 1. Dr. Ir. Sobri Effendy, M.Si sebagai dosen pembimbing, yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi. 2. Sonni Setiawan, S.Si, M.Si dan Ana Turyanti, S.Si, MT sebagai dosen penguji. 3. Kepada Ayah dan Ibu, yang telah memberikan doa dan semangat. 4. Dua kakakku (kak ida dan kak nyak) dan Dua adikku (azwar dan fikta) serta seluruh keluarga. 5. Kepada para staf TU departemen Geofisika dan Meteorologi; Pak Pono terimakasih atas pinjaman bukunya, Mas Aziz atas segala bantuan, Pak khairun, Pak udin, Pak Sutoro, Bu indah, Mbak Wanti, Mbak Icha, terimakasih. 6. Teman seperjuangan di Balio; Samba teman kost yang berselera tinggi, Gian teman seperjuangan ke Gunung Gede, Anton Designer Photoshop, Inul Curhat-Man, Deni si jangkung tukang kartu kredit, Eko Sang Pujangga Dewa, Ridwan Motor-Boy, Arief teman Fate, dan Toni Supernatural-Man. 7. GFM ers 39; Hesti teman belanja, Nana teman nomat, la ode tabibku, Mian dan Joko The Bengkel Man, Kiki mahasiswa lucu 4, Sapta McD-Man, Ipit Photocopy-Girl, Away Distributor Kabuto, Aprian The Silent-Man, Fio, Ana Black is Beautiful, Nida, An-an Ibu rumah tangga dan anaknya, Lupi, Vivi, Lina, Ani, Yuhanna tatangga kost, Linda Missy Elliot GFM, Misna teman satu kawasan, Rudi Wacana-Man, Sasat Panic- Girl, Dwinita Misterius-Women, dan Dwi si Rabi. Nanik dan Tsubonang terima kasih atas semangat kalian dan GFM ers yang lain. 8. Bu yar dan Sekeluarga di Cibanteng, Pak Ukun atas nasehat dan ceritanya. Semoga Skripsi yang telah dilaksanakan ini mendapat ridho dari Allah SWT dan semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan yang lebih. Akhir kata, mudah-mudahan Skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi Penulis dan Pembaca serta bagi kita semua. Bogor, Januari 8 Wassalam Penulis

7 DAFTAR ISI RINGAKASAN... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... iv I. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 1 Manfaat... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA... 1 Bintik Matahari (Sunspot)... 1 Cuaca... 3 Radiasi Matahari... 3 Suhu Udara... 4 KelembabanUadara (RH)... 4 Aktivitas Matahari dan Efeknya terhadap Bumi... 4 III. METODOLOGI... 6 Alat dan Bahan... 6 Waktu dan Tempat... 6 Metode Penelitian... 6 Studi Pustaka... 6 Pengolahan Data Unsur cuaca dan Sunspot... 6 Melihat Pengaruh Sunspot terhadap Cuaca (Radiasi, Suhu, dan RH) 6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 8 Pengaruh Sunspot terhadap Radiasi... 9 Pengaruh Sunspot terhadap Suhu dan RH... 1 Uji Regresi dan Nilai Peluang Perbandingan Nilai Unsur Cuaca Observasi dengn Dugaan Regresi V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran VI. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

8 DAFTAR TABEL 1. Perbandingan nilai koefisien korelasi yang dihasilkan oleh dua persamaan regresi Persamaan regresi antara sunspot dengan radiasi Persamaan regresi antara sunspot dengan suhu Persamaan regresi antara sunspot dengan RH Nilai peluang yang diasilkan dari persamaan regresi antara sunspot dengan unsur cuaca Nilai lag yang dihasilkanoleh pengaruh siklus sunapot terhadap cuaca Perubahan nilai radiasi akibat perubahan nilai sunspot (contoh kasus Semarang) Perbandingan nilai unsur cuaca dengan dugaan berdasarkan persamaan regresi DAFTAR GAMBAR 1. Mekanisme terbentuknya sunspot Diagram kupu-kupu bintik matahari (sunspot) Aktivitas matahari dan efeknya terhadap bumi Diagram Alir tahapan penelitian Perbandingan data observasi dengan hasil dugaan model untuk radiasi DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil persamaan regresi kubik dari setiap lokasi... 15

9 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari yang sampai di bumi merupakan sumber utama energi yang menimbulkan segala macam kegiatan atmosfer seperti hujan, angin, siklon tropis, musim panas, musim dingin, pola iklim di suatu wilayah dan berbagai pengaruhnya seperti pertumbuhan tanaman, penyediaan air tanah dan sebagainya. Untuk mengukur banyaknya energi sinar yang sampai di bumi digunakan besaran yang disebut tetapan matahari atau solar constant, yaitu banyaknya energi sinar yang jatuh pada bidang mendatar secara tegak lurus di puncak atmosfer tiap satuan waktu tiap satuan luas bidang tersebut dengan meniadakan penyerapan oleh atmosfer. Besarnya tetapan matahari dinyatakan dengan satuan Watt m -2. Ratarata besar tetapan matahari antar Matahari dan Bumi yaitu sekitar 1 1/3 Watt m -2 (Lean and Rind, 1996) Menurut Chapman dalam Yatini (4) mengungkapkan bahwa besarnya solar constant antara siklus matahari minimum dan maksimum adalah sekitar.1%. Menurut Donal dalam Susanto (3) fluktuasi tersebut antara lain disebabkan oleh perubahan jarak antara matahari dan bumi karena lintasan bumi mengelilingi matahari tidak merupakan lingkaran tetapi berbentuk ellips dengan matahari terletak pada salah satu titik apinya. Penyebab kedua terjadinya perubahan fluktuasi tetapan matahari ternyata berasal dari bintik matahari (sunspot). Di samping itu pada setiap ledakan matahari dikeluarkan sejumlah sinar ultraviolet yang dapat menambah energi sinar matahari dalam daerah gelombang sinar tersebut. Pengaruh bintik matahari terhadap cuaca sulit dijelaskan daripada pengaruh bintik matahari terhadap iklim, karena cuaca merupakan keadaan sesaat dari atmosfer sedangkan iklim merupakan keadaan ratarata dari cuaca dalam suatu kurun waktu yang panjang. Berdasarkan hasil penelitian tentang sunspot, menyimpulkan bahwa di daerah tropika, suhu udara rata-rata lebih rendah selama periode sunspot maksimum dan lebih tinggi dari nilai normal selama periode sunspot minimum. Keadaan yang sama juga berlaku bagi daerah lintang sedang, tetapi justru kebalikannya bagi daerah subtropika yang kering. (Susanto, 3) Hasil penelitian Christiani (4) menyimpulkan bahwa pengaruh sunspot terhadap keadaan curah hujan dan radiasi harian di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan, dimana sunspot mempunyai pengaruh yang nyata terhadap keadaan curah hujan dan radiasi harian, maka dengan ini penelitian ini perlu dilakukan. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh siklus bintik matahari (sunspot) terhadap perubahan radiasi, suhu dan RH di Indonesia. 1.3 Manfaat Manfaat dari penelitian adalah : 1. Dapat digunakan sebagai prediksi tentang cuaca di bumi berdasarkan hasil pemantauan aktivitas permukaan matahari khususnya sunspot 2. Sebagai bahan masukan bagi pengetahuan Meteorologi khususnya Meteorologi Fisik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bintik Matahari (Sunspot) Sunspot (bintik/noda matahari) adalah daerah di lapisan fotosfer yang temperaturnya lebih rendah (4 4 K) daripada daerah di sekelilingnya (6 K). Itu disebabkan oleh turunnya suhu dipermukaan matahari. Kecermelangannya kira-kira seperlima fotosfer normal. Sunspot nampak sebagai noda-noda gelap, biasanya muncul di daerah sekitar ekuator matahari (antara lintang -3 dan +3 ). Noda-noda gelap, dan daerah-daerah aktif yang dikenal dengan nama faculae. (Elliyati, 1) Bintik matahari sebenarnya adalah badai massa gas elektrik yang berpusat suram. Dalam gerakannya melintasi permukaan matahari, bintik tersebut menciptakan kegaduhan magnetik yang besar dan mempengaruhi peralatan elektrik dan magnetik di Bumi. Bintik matahari memiliki ukuran yang besar dan jumlahnya berubah-ubah dalam daur sepanjang 11 tahun dan berpengaruh terhadap kegiatan matahari.

10 Gambar 1. Mekanisme terbentuknya Sunspot Sumber: Menurut Hathaway, Wilson dan Reichmann (2) Jumlah bilangan sunspot yang muncul dinyatakan dalam bilangan sunspot yang di hitung berdasarkan perhitungan secara empiris dan tidak persis tepat keseluruhan permukaan matahari. Perhitungannya dikemukakan dan dirumuskan oleh R. Wolf pada tahun 1948 sebagai berikut R = K (1 g + f)....(1) di mana R = bilangan sunspot K = faktor reduksi yang bergantung pada metode pengamatan dan teleskop yang digunakan (untuk perhitungan Wolf digunakan f=1) f = total bilangan sunspot yang tampak pada matahari g = jumlah grup sunspot Menurut Elliyati (1) ada dua jenis pengelompokan sunspot, yaitu Klasifikasi Zurich dan Klasifikasi Mount Wilson. Pada dasarnya sunspot dikelompokkan berdasarkan polaritasnya (unipolar/bipolar) dan kekompleksannya (apakah mempunyai penumbra atau tidak, banyak/sedikitnya titik sunspot dalam satu grup). Data sunspot ditampilkan sebagai Bilangan Wolf (Wolf Number), yaitu jumlah grup sunspot dengan titik-titik sunspot secara keseluruhan, dikali suatu konstanta. Bilangan Wolf (harian maupun hasil perataan setiap bulan) digunakan sebagai parameter aktivitas matahari. Meskipun penentuan bilangan sunspot tersebut bukan berdasarkan pengamatan total permukaan matahari, tetapi cukup mewakili variasi perubahan aktivitas matahari dari tahun ke tahun. Rata-rata periode sunspot adalah 11.1 tahun yang merupakan hasil rata-rata pengamatan selama 8-9 tahun, dimana periode satu siklus sunspot bervariasi antara 9-14 tahun. (Hathaway, et al 3) Sunspot terbentuk akibat adanya aktivitas magnetik di dalam matahari. Rotasi matahari di khatulistiwa lebih cepat dari pada di daerah kutub, sehingga garis magnetik mengalami pembelokan akibat adanya gaya koriolis. Dengan terjadinya pembelokan garis magnetik tersebut maka akan terbentuk sebuah bidang magnetik yang lebih besar. Bidang magnetik ini menyebabkan peredaran bahang terhambat dan memunculkan bintik pada matahari. Bintik pada matahari ini terbentuk berpasangan dan memiliki kutub yang berbeda, bintik satu mempunyai sifat

11 Gambar 2. Diagram kupu-kupu bintik matahari (sunspot) Sumber : Hathawa, et al. 3 magnetik utara dan yang satu lagi bersifat magnetik selatan (Gambar 1). Sunspot tidak hanya periodik dalam hal bilangan (jumlah), tetapi juga dalam hal posisi lintang serta memiliki periode waktu. Pada awal siklus baru, sunspot mulai muncul dan tampak pada sabuk 3 LU dan 3 LS permukaan matahari. Sabuk ini kemudian bergerak menuju daerah ekuator. Sunspot akan mulai tumbuh dan tampak jelas serta mencapai ukuran maksimum disekitar sabuk 16 LU dan 16 LS (Gambar 1). Kemudian sabuk terus bergerak menuju ekuator matahari. Akan tetapi, aktivitas sunspot menghilang disekitar 8 LU dan 8 LS. (Hathaway and Wilson 4) Siklus bintik matahari dapat diketahui dari perubahan jumlah bintik matahari dari waktu ke waktu. Selain itu digambarkan pula dalam diagram kupu-kupu (Gambar 2). Diagram yang eksotis ini melukiskan variasi posisi bintik matahari dalam lintang utara dan selatan matahari terhadap waktu. Awal siklus ditandai dengan munculnya bintik matahari pada lintang 4 -. Tidak pernah ditemukan bintik matahari pada lintang tinggi. Seiring dengan perjalanan waktu, kelompok bintik matahari berikutnya muncul pada lintang yang lebih rendah. Pola kenampakan ini berlanjut sampai satu periode siklus 11 tahun. (The SunspotCycle: unspots.htm) 2.2 Cuaca Cuaca dikenal sebagai nilai sesaat dari atmosfer, serta perubahan dalam waktu jangka pendek (kurang dari satu jam sampai 24 jam) disuatu tempat tertentu di bumi. Keadaan sesaat dari cuaca serta perubahannya dapat dirasakan (kualitatif) dan diukur (kuantitatif) berdasarkan peubah fisika, yang dinamai dengan unsur cuaca. Adapun unsur-unsur pembentuk cuaca adalah penerimaan radiasi surya, suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan angin, arah angin, dan penutupan langit oleh awan. (Nasir, 1993) Radiasi Radiasi merupakan suatu bentuk energi yang dipancarkan oleh setiap benda yang memiliki suhu diatas nol mutlak. Sedangkan radiasi surya merupakan gelombang elektromagnetik yang dibangkitkan dari proses fusi nuklir yang dapat mengubah hidrogen menjadi helium. Dengan suhu permukaan matahari 6 K, radiasi yang dipancarkan berupa gelombang elektromagnetik sebesar 73.5 juta Watt tiap m 2 permukaan matahari. Radiasi yang dipancarkan oleh suatu permukaan berbanding lurus dengan pangkat empat suhu mutlak permukaannya (Hukum Stefan-Boltman). Berdasarkan persamaan 2 di bawah, dinyatakan bahwa semakin tinggi suhu permukaan maka pancaran radiasinya semakin besar. Pancaran radiasi tersebut dijabarkan dalam persamaan berikut:

12 F = ε σ T 4...(2) dimana F : pancaran radiasi (W m -2 ) ε : emisivitas permukaan, bernilai satu untuk benda hitam (black body radiation), sedangkan untuk benda-benda alam berkisar.9-1. σ : tetapan Stefan-Boltzman ( W m -2 ) T : suhu permukaan (K) Dengan jarak rata-rata matahari bumi sejauh 1 juta km, radiasi yang sampai dipuncak atmosfer rata-rata sebesar 136 W m -2. sedangkan yang sampai di permukaan bumi (daratan dan lautan) sekitar setengah dari yang diterima dipuncak atmosfer. Hal ini disebabkan karena sebagian akan diserap dan dipantulkan kembali ke angkasa oleh atmosfer khususnya oleh awan. Penerimaan radiasi surya di permukaan bumi sangat bervariasi menurut tempat dan waktu. Menurut tempat khususnya disebabkan oleh perbedaaan letak lintang serta keadaan atmosfer terutama awan. Menurut waktu, perbedaan radiasi terjadi dalam sehari (dari pagi sampai sore hari) maupun secara Musiman (dari hari kehari). Penerimaan radiasi surya yang diterima oleh permukaan bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: jarak antara matahari dan bumi, panjang hari dan sudut datang, dan pengaruh atmosfer bumi Suhu Udara Secara umum, pada lapisan troposfer suhu makin rendah dengan bertambahnya ketinggian. Hal ini disebabkan oleh sifat udara yang merupakan penyimpan panas terburuk, sehingga suhu udara sangat dipengaruhi oleh permukaan bumi yang merupakan tempat persentuhan antara udara dengan daratan dan lautan. Lautan mempunyai luas serta kapasitas panas yang lebih besar dari pada daratan. Meskipun daratan merupakan penyimpan panas yang buruk, tetapi karena udara bercampur secara dinamis, maka pengaruh permukaan lautan secara vertikal akan lebih dominan. Akibatnya suhu akan semakin turun dengan bertambahnya ketinggian, baik di atas lautan maupun daratan. (Handoko, 1993) Di daerah tropika, suhu udara rata-rata lebih rendah selama periode sunspot maksimum dan lebih tinggi dari harga normal selama periode sunspot minimum. Keadaan yang sama juga berlaku bagi daerah lintang sedang, tetapi justru kebalikannya bagi daerah subtropika yang kering. (Susanto, 3) Kelembaban udara (RH) Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara, dan dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap. Kelembaban mutlak merupakan kandungan uap air per satuan volume, dimana kandungan uap airnya dinyatakan dalam massa uap air atau tekanannya. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan/tekanan uap air aktual dengan jenuhnya atau kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air tersebut ditentukan oleh suhu udara. Sedangkan defisit uap air merupakan selisih antara tekanan uap air jenuh dengan tekanan aktual. (Handoko, 1993) Karena kapasitas udara untuk menampung uap air (e s ) semakin tinggi dengan naiknya suhu udara maka pada tekanan uap aktual (e a ) yang relatif tetap pada siang hari dan malam hari. Hal ini mengakibatkan RH akan lebih rendah pada siang hari dan tetap lebih tinggi pada malam hari. Kelembaban nisbi pada suatu tempat tergantung pada suhu yang menentukan kapasitas udara untuk menampung uap air serta kandungan uap air aktual di tempat tersebut. 2.3 Aktivitas Matahari dan Efeknya terhadap Bumi Aktivitas matahari berhubungan dengan aktivitas cuaca dan iklim dalam skala yang luas. Emisi gelombang pendek yang berasal dari letusan di permukaan matahari mampu mempengaruhi tingkat pemanasan pada atmosfer bumi hanya dalam jangka waktu relaif singkat, kemudian secara tidak langsung akan mempengaruhi pola sirkulasi atmosfer ke arah kutub pada daerah lintang tinggi, atau dengan kata lain bahwa kenaikan tekanan paras muka laut kearah kutub bertambah besar dari daerah lintang yang mendapatkan suplai panas maksimum (ekuator). Berdasarkan pemikiran inilah dapat disimpulkan bahwa salah satu factor yang mempengaruhi indeks / karakter distribusi tekanan zonal terhadap pola sirkulasi global atmosfer adalah adanya gangguan yang bersifat spontan dari aktivitas matahari.

13 Gambar 3. Aktivitas matahari dan efeknya terhadap bumi Sumber: Salah satu aktivitas matahari yaitu terjadinya ledakan dipermukaan matahari disekitar wilayah sunspot. Ledakan ini mnghembuskan serangkaian badai dan menghamburkan gas-gas dan radiasi yang panasnya mencapai jutaan derajat serta milyaran ton partikel ke angkasa luar. Radiasi dan badai yang terhempas ke angkasa luar khususnya bumi, akan menimbulkan gangguan-gangguan terhadap bumi, seperti rusaknya satelit-satelit, terganggunya komunikasi radio,serta matinya jaringan listrik (Gambar 3). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan oleh para ahli bahwa efek yang ditimbulkan oleh aktivitas matahari terhadap permukaaan bumi tidak bersifat langsung. Akan tetapi, atmosfer adalah bagian bumi yang pertama sekali menerima efek dari perubahan yang terjadi di permukaaan matahari (aktivitas matahari). Efek yang ditimbulkan berbeda tiap lapisan atmosfer. `Bagian atmosfer atas yang banyak kita kenal sebagai lapisan ionosfer (merupakan lapisan mesosfer dan termosfer) merupakan lapisan yang banyak mengandung elektronelektron bebas. pada ketinggian sekitas 2 km, daerah ini mengalami densitas electron yang bervariasi secara harian, musiman dan bergantung terhadap ketinggian / posisi matahari, serta dipengaruhi juga oleh adanya fenomena siklus 11-tahunan sunspot. Salah satu unsur cuaca yang seringkali menjadi bahan dalam penelitian yang menghubungkan antara antivitas matahari dengan cuaca adalah suhu. Terdapat beberapa pendapat ilmuan dunia tentang hubungan antivitas matahari dan suhu antara lain adalah: 1. Terjadi perubahan suhu permukaan global di bumi akibat respon dari aktivitas matahari yaitu sekitar C dengan selang waktu 8-24 bulan 2. Walaupun hubungan aktivitas matahari dengan suhu permukaaan sulit diinterpretasikan dengan korelasi secara langsung, perubahan suhu permukaan rata-rata global berkorelasi sangat baik dengan pangjang siklus aktivitas matahari bukan dengan bilangan bintik matahari.

14 III. METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan 1. Data bintik matahari selama tahun (198-4) 2. Sumber : NASA 3. Data cuaca harian (Radiasi, Suhu dan RH) di Indonesia meliputi : Padang kemilingan-bengkulu (198-2), Geofisika Bandung (198-2), Blang Bintang- B.Aceh (198-), Jatiwangi (198-2), Pangkal Pinang (198-2), Banyuwangi (198- ), Simpang Tiga Pekanbaru (198-), Palmerah Jambi (198-2), Semarang Ahmad Yani (198-2), Surabaya Perak (198-), Marihat (198-4), Surabaya Auri ( ), Halim Perdana Kusuma (198-2 ) 4. Sumber : BMG 5. Seperangkat computer, Microsoft Office 3 dan Minitab Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Meteorologi dan Kualitas Udara Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB, pada bulan Mei 6 Maret Metode Penelitian Metode penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu: Studi Pustaka Metode ini digunakan untuk mencari literatur dan sumber pustaka yang berkaitan dengan sunspot dan cuaca serta hubungannya dengan aktivitas matahari (solar activity) Pegolahan Data Unsur Cuaca dan Sunspot Pengolahan data unsur cuaca dan sunspot dengan menggunakan Microsoft excel yaitu pengurutan data harian dari data cuaca dan sunpot. Data radiasi yang didapat merupakan data observasi dalam bentuk lama penyinaran dengan satuan persen. Sehingga perlu dikonversi menjadi Mj/m 2 /hari. Adapun persamaan yang digunakan untuk mengkonversi lama penyinaran menjadi nilai radiasi matahari yaitu: Rs = (. +. n/n)*ra...(3) (Sumber: Richard et al, 1998) dimana : Rs = Radiasi matahari (Mj/ m 2 ) n/n = Lama penyinaran (%) Ra = radiasi extrateristerial Radiasi didapat nilai yang dihitung dari data lama penyinaran (sumber BMG) dan data Ra. Sedangkan Minitab digunakan untuk melihat hubungan pengaruh sunspot terhadap perubahan cuaca di Indonesia dengan menggunakan metode regresi Melihat Pengaruh Sunspot Terhadap Cuaca (Radiasi, Suhu dan RH) Pengaruh sunspot terhadap cuaca dapat ditunjukkan dengan mencari nilai R 2 antara nilai sunspot dengan unsur cuaca (radiasi, suhu dan RH) dari persamaan regresi. Hubungan antara Sunspot dengan unsur cuaca dapat dituliskan dalam bentuk persamaan regresi sebagai berikut : Y = f(x) + e...(4) di mana: X : Sebagai Sunspot Y : Sebagai unsur cuaca (Radiasi, Suhu dan RH) Dan hubungan ditentukan berdasarkan sebaran data dan nilai dari R 2 merupakan koefisien determinasi sebagai ukuran hubungan regresi (linier, quadratik ataupun kubik) antara sunspot dengan unsur cuaca. R 2 didefinisikan sebagai kemampuan peubah X (prediktor) dalam menjelaskan keragaman dari peubah Y (respon). Bila R 2 besar maka hubungan antara sunspot dengan unsur cuaca tinggi dan persamaan yang dihasilkan semakin baik, sebaliknya jika nilai determinasi tersebut rendah maka menunjukkan hubungan yang tidak signifikan. Kemudian dilakukan Uji tstudent untuk melihat seberapa nyata pengaruh nilai sunspot tersebut terhadap cuaca. Uji tstudent ini dipakai karena uji ini didasarkan pada nilai rata-rata dan s 2 serta dari contoh penarikan data yang menyebar secara normal. Sehingga Sunspot dapat dikatakan memiliki pengaruh yang nyata terhadap radiasi, suhu dan RH bila nilai t yang dihasilkan lebih besar dari t table atau nilai P (peluang) menunjukkan nilai <α. Uji ini R 2

15 dilakukan dengan selang kepercayaan 95% (α=.5). (Walpole, 1995) Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan melihat nilai peluang yang dihasilkan dari pengolahan regresi linier dan uji tstudent. Hipotesis yang digunakan adalah: 1. Radiasi Tolak Ho : sunspot meningkat maka radiasi meningkat Terima H1 : sunspot menurun maka radiasi meningkat 2. Suhu Tolak Ho : sunspot meningkat maka suhu meningkat Terima H1 : sunspot menurun maka suhu meningkat 3. RH Tolak Ho : sunspot meningkat maka RH menurun Terima H1 : sunspot menurun maka RH menurun Adapun diagaram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini: Data Radiasi, T dan RH Data Sunspot Number tidak Uji Regresi dan tstudent tidak tidak ya Uji Hipotesis ya Analisis tidak 3 Persamaan Regresi Nonlinier Yaitu Radiasi, suhu dan RH Gambar 4. Diagram Alir tahapan penelitian

16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Matahari yang sumber utama energi bagi segala kehidupan di bumi tidaklah menunjukkan keadaan yang statis di permukaannya. Jika diamati, permukaan matahari menunjukkan ketidak-tenangan yang luar biasa. Salah satu aktivitas yang membuat ketidak-tenangan matahari yaitu dengan munculnya bintik-bintik hitam tidak terlalu signifikan. Korelasi yang digunakan merupakan hubungan linier antara sunspot dengan radiasi dan curah hujan. Sedangkan penelitian ini menunjukkan hal yang sama untuk yaitu nilai korelasi liniernya juga tidak terlalu signifikan. Sehingga dibandingkan dengan nilai korelasi non linier. Berdasarkan hasil perbandingan korelasi linier dengan nonlinier pada Tabel 1, Tabel 1. Perbandingan nilai koefisien korelasi yang dihasilkan oleh dua persamaan regresi Lokasi Linier Kubik Radiasi Suhu RH Radiasi Suhu RH BBU/BBS Blang bintang.3%.%.% 1.4% 2.1%.7% BBU Marihat 2.6%.% 1.2% 6.1% 2.% 3.1% BBU Pekanbaru.3% 1.6%.1% 3.4% 6.1% 2.9% BBU Pangkal Pinang 3.4%.%.% 4.7% 2.9% 3.4% BBS Bengkulu.1%.6% 4.2%.7% 1.2% 6.8% BBS Jambi.%.1%.7% 1.2% 4.9% 1.1% BBS Jakarta.6%.2%.8% 3.2% 5.1% 2.1% BBS Bandung.3%.1%.6% 4.2% 1.7% 1.4% BBS Banyuwangi.2%.2%.7%.9%.7% 2.5% BBS Jatiwangi.4%.1%.% 1.4% 3.4%.3% BBS Semarang 1.4%.1%.% 2.1% 2.%.6% BBS Surabaya.%.1% 1.1%.4%.6% 1.6% BBS Surabaya Auri.7% 2.3% 1.4% 1.8% 3.2% 2.% BBS dipermukaan matahari yang kita kenal dengan sunspot. Sunspot yang merupakan salah satu aktivitas dari permukaan matahari ini akan dihubungkan dengan keadaan cuaca di bumi secara statistik. Hubungan yang akan dianalisis merupakan hubungan regresi antara sunspot (jumlah sunspot) dengan keadaan cuaca (Radiasi, Suhu dan RH). Tabel 1 menunjukkan perbandingan nilai koefisien determinasi yang dihasilkan oleh persamaan regresi linier dan kubik antara sunspot dengan unsur cuaca. Koefisien determinasi merupakan kemampuan suatu peubah prediktor (sunspot) dalam menjelaskan keragaman dari peubah respon (unsur cuaca). Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa koefisien determinasi (korelasi) yang dihasilkan oleh regresi linier lebih rendah dari regresi kubik. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh sunspot terhadap unsur cuaca tidak terjadi secara linier. Menurut Christiani (4) hubungan antara sunspot dengan unsur cuaca yaitu radiasi dan curah hujan menunjukkaan nilai korelasi yang menunjukkan bahwa hubungan secara nonlinier lebih signifikan dibandingakan dengan hubungan linier. Maka dengan hasil perbandingan ini, penelitian ini akan menampilkan dan menjelaskan hubungan antara aktivitas matahari khususnya sunspot dengan beberapa unsur cuaca yaitu Radiasi, Suhu dan kelembaban Udara (RH). Hubungan yang akan ditampilkan adalah hubungan regresi kubik. Walaupun hubungan yang ditampilkan oleh persamaan regresi kubik tidak terlalu besar, namun ini menunjukkan bahwa hubungan antara sunspot dengan cuaca lebih terhadap hubungan yang memiliki pengaruh dari faktor-faktor lain seperti faktor atmosfer dan kemagnetan bumi. Aktivitas siklus sunspot rata rata tidak terlalu besar dalam mempengaruhi perunbahan keadaan cuaca di lokasi-lokasi tersebut. Koefisien korelasi tertinggi terdapat pada daerah Semarang untuk unsur radiasi sebesar 2.1%, suhu 2.% dan RH.6%.

17 4.1 Pengaruh Sunspot terhadap Radiasi Tabel 2 menunjukkan persamaan regresi hubungan antara radiasi dengan sunspot. Hasil regresi diatas menunjukkan bahwa ketika siklus sunspot meningkat maka radiasi yang diterima dipermukaan bumi juga meningkat. Hanya terdapat 5 lokasi yang hasilnya berbeda yaitu Blang Bintang, Marihat,Pekanbaru, Banyuwangi dan Surabaya, dimana radiasi menurun ketika terjadinya siklus sunspot. Dari 13 lokasi, terdapat 2 lokasi di lintang utara, 2 lokasi ekuator (asumsi -2 LU/LS dianggap ekuator), dan 9 lokasi di lintang selatan. Berdasarkan hasil yang didapat, diketahui bahwa untuk lintang utara yaitu Blang Bintang dan Marihat, radiasi menurun ketika siklus sunspot mengalami peningkatan. Sedangkan untuk daerah ekuator (Pekanbaru dan Pangkal Pinang) terdapat dua pola yitu ketika sunpot meningkat maka radiasi juga meningkat dan pola kedua ketika sunspot menurun maka nilai radiasi menurun. Lintang selatan mengalami peningkatan radiasi yang Tabel 2 Persamaan regresi antara sunspot dengan radiasi Lokasi Regresi kubik Blang bintang Y = X -.2 X X 3 Marihat Y = X +.34 X X 3 Pekanbaru Y = X -.16 X X 3 Pangkal Pinang Y = X +.3 X X 3 Bengkulu Y = X -.34 X X 3 Jambi Y = X -.67 X X 3 Jakarta Y = X -.14 X X 3 Bandung Y = X +.18 X 2 +. X 3 Banyuwangi Y = X +.2 X X 3 Jatiwangi Y = X -.86 X X 3 Semarang Y = X -.2 X X 3 Surabaya Y = X -.1 X 2 +. X 3 Surabaya Auri Y = X +.16 X X 3 Ket : Y = Radiasi, X = Sunspot diterima dipermukaan bumi ketika terjadinya siklus sunspot maksimum dan hanya terdapat dua lokasi yang memiliki pola yang sebaliknya yaitu Banyuwangi dan Surabaya. Berdasarkan hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa aktivitas matahari terutama sunspot merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya radiasi di buni terutama di puncak atmosfer. Adanya faktor lain juga mempengaruhi perbedaan penerimaan radiasi, salah satunya disebabkan oleh perbedaan letak lintang dan Tabel 3 Persamaan regresi antara sunspot dengan suhu Lokasi Regresi kubik Blang bintang Y= X -.43 X 2 +. X 3 Marihat Y= X -.82 X 2 +. X 3 Pekanbaru Y= X -.23 X X 3 Pangkal Pinang Y= X X 2 +. X 3 Bengkulu Y= X -.18 X 2 -. X 3 Jambi Y= X X X 3 Jakarta Y= X X 2 +. X 3 Bandung Y= X -. X 2 +. X 3 Banyuwangi Y= X X 2 +. X 3 Jatiwangi Y= X X X 3 Semarang Y= X -.19 X X 3 Surabaya Y= X -.2 X 2 -. X 3 Surabaya Auri Y= X -.12 X 2 -. X 3 Ket : Y = Suhu, X = Sunspot

18 panjang hari pada serta sudut datangnya matahari. Sehingga berdasarkan faktor faktor inilah yang menyebabkan pengaruh sunspot terhadap unsur cuaca khususnya radiasi tidak terjadi secara linier. 4.2 Pengaruh Sunspot terhadap Suhu dan RH Pengaruh sunspot terhadap suhu dan RH dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3 menunjukkan persamaan regresi hubungan antara sunspot dengan suhu. Dari tebel tersebut dapat dilihat bahwa terdapat 1 lokasi yang menunjukkan suhu meningkat ketika nilai sunspot maksimum (naik), dan 3 lokasi (Bengkulu, Surabaya dan Surabaya Auri) menunjukkan hasill sebaliknya yaitu suhu menurun ketika jumlah sunspot meningkat. Dilihat berdasarkan letak lintang, bahwa untuk lintang utara (Blangbintang dan Marihat) dan ekuator (Pekanbaru dan Pangkal pinang) mengalami peningkatan suhu udara ketika terjadinya siklus sunspot. Sedangkan untuk daerah lintang selatan terdapat dua pola yang berbeda yaitu ketika siklus sunspot terjadi maka suhu meningkat dan menurun. Adapun terdapat 3 lokasi yang mengalami penurunan suhu udara ketika sunspot meningkat yaitu Bengkulu, Surabaya dan Surabaya Auri. Menurut Susanto (3), suhu udara rata-rata di daerah tropika lebih rendah selama periode sunspot maksimum dan lebih tinggi dari nilai normal selama periode sunspot minimum. Keadaan yang sama juga berlaku bagi daerah lintang sedang, tetapi justru kebalikannya bagi daerah subtropika yang kering. Sedangkan penelitian ini menunjukkan hal yang berbeda yaitu didaerah tropika suhu udara lebih tinggi ketika sunspot meningkat dan lebih rendah jika sunspot menurun. Perbedaaan ini disebabkan adanya perbedaan penggunaan data antara penelitian ini dengan penelitian yang dilalukan oleh Susanto (4). Perbedaan tersebut yaitu penelitian ini menggunakan data jumlah sunspot sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan data Siklus Sunspot. Dan juga perbedaan penggunaan metode dan data penunjang lain. Pengaruh sunspot terhadap RH dapat dilihat pada Tabel 4. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa terdapat 6 lokasi dimana ketika terjadi siklus sunspot nilai RH mengalami peningkatan. Adapun lokasinya yaitu Blangbintang, Marihat, Pekanbaru, Bengkulu, Surabaya dan Surabaya Auri. Sedangkan 7 lokasi yang lain mengalami penurunan RH ketika terjadinya siklus sunspot. Untuk daerah lintang utara (Blangbintang dan Marihat) menunjukkan pola dimana RH meningkat ketika terjadinya siklus sunspot. Sedangkan Lintang selatan hampir semuanya menunjukan pola yang berbeda yaitu ketika terjadi siklus sunspot maka RH akan mengalami penurunan, tetapi terdapat 3 lokasi yang berpola sebaliknya yaitu Bengkulu, Surabaya dan Surabaya Auri. Kita ketahui bahwa radiasi meningkat akan mengakibatkan peningkatan suhu udara dan penurunan kelembaban (RH), Tabel 4 Persamaan regresi antara sunspot dengan RH Lokasi Regresi cubic Blang bintang Y = X X X 3 Marihat Y = X X 2 +. X 3 Pekanbaru Y = X -.68 X X 3 Pangkal Pinang Y = X X X 3 Bengkulu Y = X X X 3 Jambi Y = X +.47 X X 3 Jakarta Y = X -.96 X X 3 Bandung Y = X X X 3 Banyuwangi Y = X X X 3 Jatiwangi Y = X +.5 X X 3 Semarang Y = X +.88 X X 3 Surabaya Y = X X X 3 Surabaya Auri Y = X X X 3 Ket : Y = RH, X = Sunspot

19 ataupun sebaliknya. Berdasarkan pernyataan tersebut terdapat beberapa pola pengaruh sunspot terhadap cuaca seperti pada daerah Pangkal Pinang, Jambi, Jakarta, Bandung, Jatiwangi, Semarang, dan Surabaya. Dimana ketika sunspot mngalami peningkatan jumlah maka radiasi yang diterima dipermukaan bumi meningkat diikuti juga dengan peningkatan suhu udara dan penurunan kelembaban udara (RH), kecuali untuk daerah Surabaya yang mengalami penurunan radiasi yang diikuti menurunnya suhu dan meningkatnya RH ketika terjadi siklus sunspot. Tetapi hal ini tidak berlaku untuk beberapa lokasi yang lain. Berbeda dengan pengaruh sunspot terhadap radiasi, pengaruh sunspot terhadap suhu dan RH tidak secara langsung. Hal ini karena suhu dipengaruhi oleh penerimaan radiasi dipermukaan bumi. Faktor lain juga sangat mempengaruhi seperti ketinggian tempat, penutupan awan dan adanya pengaruh dari gas rumah kaca 4.3 Uji Regresi dan Nilai Peluang Tabel 5. Nilai peluang yang diasilkan dari persamaan regresi antara sunspot dengan unsur cuaca Lokasi P Radiasi Suhu RH Blang bintang.351 tn.193 tn.683 tn Marihat.1 *.13 tn.29 * Pekanbaru.36 *.2 *.68 tn Pangkal Pinang.5 *.47 *.23 * Bengkulu.598 tn. *. * Jambi.356 tn.4 *.42 tn Jakarta.33 *.3 *.123 tn Bandung.9 *.199 tn.268 tn Banyuwangi.524 tn.679 tn.127 tn Jatiwangi.28 tn.27 *.846 tn Semarang. *.141 tn.664 tn Surabaya.779 tn.726 tn.317tn Surabaya Auri.8 tn.6 *.218 tn Ket *=nyata ; tn=tidak nyata Pengaruh nyata jika nilai peluang <.5 ; SK =.95 Tabel 5 menunjukkan bahwa hubungan antara sunspot dengan unsur cuaca berdasarkan hasil dari nilai peluang. Nilai peluang ini merupakan salah satu pengujian koefisien regresi dengan taraf nyata.5. Untuk radiasi hampir % terdapat hasil bahwa nilai peluang (P-value) lebih kecil dari nilai taraf nyata sehingga menunjukan hubungan yang nyata (signifikan). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa rata rata nilai peluang yang dihasilkan lebih besar dari nilai taraf nyata yang ditetapkan. Berdasarkan uji regresi yang telah dibuat menunjukkan bahwa radiasi yang diterima dipermukaan bumi akan meningkat dengan adanya peningkatan aktivitas di permukaan matahari khususnya sunspot. Akan tetapi hal ini tidak berlaku untuk suhu dan RH karena kedua unsur cuaca ini dipengaruhi oleh radiasinya sendiri dan beberapa faktor antara lain yaitu tempat, letak lintang, emisi dari permukaaan bumi (emisi gelombang panjang), penutupan awan, dan atmosfer (adanya pengaruh gas rumah kaca). Tabel 6. Nilai lag yang dihasilkan oleh pengaruh siklus sunspot terhadap cuaca Lag (bulan) Lokasi Radiasi Suhu RH Blang bintang 2 Marihat 6 Pekanbaru 1 Pangkal Pinang 2 Bengkulu Jambi 2 1 Jakarta 2 Bandung Banyuwangi Jatiwangi 2 2 Semarang 1 Surabaya Surabaya Auri 2 Tabel 6 menunjukkan respon yang diterima oleh unsur cuaca akibat adanya aktivitas sunspot. Untuk radiasi, terdapat 7 lokasi yang tidak merespon secara langsung aktivitas sunspot terhadap radiasi, sedangkan 6 lokasi yang lain merespon secara langsung. Sedangkan untuk suhu hampir semua lokasi mengalami respon secara langsung terhadap perubahan siklus sunspot. Akan tetapi hal ini tidak berpengaruh lebih besar terhadap suhu karena perubahan suhu disebabkan oleh adanya perubahan dari radiasi yang diterima dipermukaan bumi, begitu juga untuk RH. Dari nilai lag 13 stasiun, respon paling lambat terjadi di stasiun Marihat dengan lag 6 bulan untuk radiasi, stasiun

20 Tabel 7. Perubahan nilai radiasi akibat perubahan nilai sunspot (Contoh kasus Semarang) X Y X Y Ket : X = Sunspot, Y = Radiasi (Y = X -.2 X X 3 ) Bandung dengan lag 1 bulan untuk suhu, dan stasiun Blang Bintang, Bandung, Jatiwangi, dan Surabaya Auri dengan lag 2 bulan untuk RH. Respon paling cepat terjadi di stasiun Blang Bintang, Pekanbaru, Bengkulu, Banyuwangi dan Surabaya denga lag bulan untuk radiasi. Respon yang diterima oleh suhu paling cepat yaiutu denganlag bulan di hampir seluruh stasiun kecuali Bandung. Adanya nilai lag ini disebabkan oleh adanya pengaruh faktor lain terhadap penerimaan radiasi dan perubahan unsur cuaca yang lain. Faktor lain tersebut seperti letak lintang, ketinggian tempat dan adanya pengaruh aktivitas atmosferik seperti gas rumah kaca. Jumlah sunspot terus berubah dari waktu ke waktu. Berubahnya jumlah sunspot juga akan menyebabkan perubahan radiasi yang di pancarkan oleh matahari, sehingga radiasi yang akan diterima oleh bumi juga akan berubah. Tabel 7 merupakan perubahan yang diharapkan atau terjadi pada radiasi ketika adanya perubahan aktivitas siklus sunspot. Hasil tabel merupakan hasil yang didapat berdasarkan persamaan Y = X -.2 X X 3 untuk stasiun Semarang. Berdasarkan tabel, perubahan yang terjadi tidak terlalu signifikan. Ada perbedaan perubahan antara kenaikan jumlah sunspot dengan penurunan jumlah sunspot. Dimana ketika jumlah sunspot meningkat, perubahan radiasi tidak terlalu besar. Sedangkan ketika jumlah sunspot menurun, radiasi berubah cukup darastis. Untuk stasiun Semarang, hasil regresi yang didapat menunjukkan peningkatan radiasi ketika jumlah sunspot meningkat. Berdasrkan hasil regresi tersebut, maka dari tabel 7 dapat dijelaskan bahwa di stasiun semarang akan mengalami penurunan radiasi yang drastis jika jumlah sunspot menurun. Nilai perubahan yang ditimbulkan oleh perubahan sunspot akan berbeda di setiap tempat. Hal ini tergantung dari suatu tempat dalam merespon penerimaan radiasi matahari yang ditimbulkan oleh aktivitas sunspot dan juga adanya faktor dari kemampuan atmosfer dalam memfilter sinar UV yang dipancarkan oleh matahari Tabel 8. Perbandingan nilai unsur cuaca observasi dengan dugaan berdasarkan persamaan regresi Observasi Dugaan Regresi Radiasi Suhu RH Radiasi Suhu RH Jan-4 19,8 24, ,3 19,1 24,6 85 Feb-4 18,7 24, ,8 19,1 24,6 85 Mar-4 21,4, ,1 19,2 24,6 85 Apr-4 21,9, ,3 19,1 24,6 85 Mei-4 21,1,5 8 41,5 19,1 24,6 85 Jun-4 19,2,2 8 43,2 19,1 24,6 85 Jul-4 16,9 24, ,1 19,1 24,6 85 Agust-4 2, 24,9 82 4,9 19,1 24,6 85 Sep-4 19,6 24, ,7 19,1 24,5 85 Okt-4 18,3 24, ,2 24,6 85 Nop-4 19,5 24, ,5 19,1 24,6 85 Des-4 16,4 24, ,9 19, 24,5 85 Ket : Studi Kasus Daerah Marihat

21 Perbandingan Observasi dengan Hasil Dugaan Regresi. 2. Radiasi Jan-4 Mar-4 May-4 Jul-4 Bulan Sep-4 Nov-4 Observasi Radiasi model Radiasi Gambar 5. Perbandingan Data Observasi dengan Hasil Dugaan Model untuk Radiasi 4.4 Perbandingan Nilai Unsur Cuaca Observasi dengan Dugaan Regresi Untuk membuktikan seberapa besar pengaruh yang disebabkan oleh sunspot terhadap cuaca, maka perlu dibandingkan antara hasil dugaan model yaitu regresi dengan data observasi. Tabel 8 menunjukkan perbandingan nilai unsur cuaca antara observasi dengan hasil dugaan regresi setelah nilai sunspot dimasukkan kedalam persamaan. Data observasi yang diambil dari unsur cuaca merupakan data tahun 4 yang tidak dimasukan dalam menganalisis hubungan antara unsur cuaca engan sunspot. Sehingga dibandingkan dengan hasil dugaan regresi, dimana nilai sunpot yang dimasukkan kedlam persamaan adalah data tahun 4. Maka hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 8 dan gambar 5 bahwa nilai yang dihasilkan dari dugaan regresi tidak terlalu berbeda jauh dengan data lapangan. Dari gambar 5 dan tabel 8 jelas terlihat bahwa hasil dugaan regresi lebih rendah dibandingkan data observasi. Sehingga dapat dijelaskan bahwa di stasiun Marihat, ketika adanya sunspot maka radiasi akan menurun, suhu menurun dan RH meningkat. Semarang 2.1 % untuk radiasi. Hubungan antara sunspot dengan suhu udara menunjukkan bahwa di daerah tropika suhu udara menigkat dengan penigkatan jumlah sunspot. Hasil respon yang diterima stiap stasiun terhadap perubahan jumlah sunspot beredabeda. Respon paling lambat terjadi di stasiun Marihat dengan lag 6 bulan. Sedangkan respon paling cepat terjadi pada stasiun Blangbintang. Respon suhu rata rata di setiap stasiun seluruhnya cepat dengan lag bulan, kecuali bandung dengan lag 1 bulan. Perubahan radiasi yang terjadi di stasiun Semarang tidak terlalu signifikan jika jumlah sunspot meningkat, tetapi akan drastic jika jumlah sunspot menurun. Saran Untuk penelitian selanjutnya tentang sunspot terhadap cuaca atau perubahan iklim disarankan untuk melihat data-data penunjang lainnya seperti data angin siklon yang merupakan salah satu kejadian cuaca ektrim, dan informasi tentang perubahan yang terjadi di permukaan matahari seperti antivitas ledakan bintik matahari. V.KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hubungan antara sunspot dengan cuaca secara linier tidak terlalu signifikan dibandingkan hubungan secara non linier. Karena nilai korelasi non linier lebih besar dibandingkan nilai korelasi linier. Hubungan korelasi terbesar terjadi pada stasiun

22 VI. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, S. D. 4. Identifikasi Siklus Bintik Matahari terhadap Spektrum Curah Hujan di Pulau Jawa. Skripsi. FMIPA. IPB. Tidak dipublikasikan. Chistiani, A. 4. Pengaruh Aktivitas Matahari (Solar Activity) terhadap Perubahan Cuaca di Indonesia Berdsarkan Teori Fractal dan Hubungannya dengan Fenomena EL-Nino. Skripsi. FMIPA. IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan. Ellyati, D. V. 1 Observatorium Matahari Watukosek: Mengamati Matahari dari Puncak Bukit 'Gunung Perahu'. Ferry's Astronomy Page. LAPAN Handoko Kelembaban udara. Dalam: Handoko(edt), Klimatologi Dasar. Meteor (Scientific Instrumentation). Bogor. pp (51-61) Radiasi surya. Dalam: Handoko(edt), Klimatologi Dasar. Meteor (Scientific Instrumentation). Bogor. pp (-36) Suhu udara. Dalam: Handoko(edt), Klimatologi Dasar. Meteor (Scientific Instrumentation). Bogor. pp (37-) Hathaway, D. H. and Wilson, R. M. 4, "What the Sunspot Record Tells Us about Space Climate", Solar Phys., submitted. Hathaway, D. H., Nandy, D., Wilson, R.M., and Reichmann, E.J. 3, "Evidence that a Deep Meridional Flow Sets the Sunspot Cycle Period", ApJ, 589, 665. Hathaway, D. H., Wilson, R. M., and Reichmann, E. J. 2, "Group Sunspot Numbers: Sunspot Cycle Characteristics", Solar Phys., 211, , "A synthesis of solar cycle prediction techniques", J. Geophys. Res., 14, 22,375. Lean, L and Rind, D The sun and climate. Conesquences. 2:1 Nasir, A. A Ruang lingkup klimatologi. In: Handoko(edt), Klimatologi Dasar. Meteor (Scientific Instrumentation). Bogor. pp (1-1) Richard, G.A, Luis S.P, Dirk R, Martin S Crop Evapotranspiration. FAO. Rome. Susanto, R 3 Pengaruh Kegiatan Matahari Pada Medan Magnet dan Atmosfer Bumi. Almanak NUBIKAPUSNUBIKA YNI-AD. Walpole, R. E Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wirjohamidjojo S.. Ragam iklim di bumi. Dalam Kamus Istilah Meteorologi. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. Yatini, C. Y. 4 Variasi konstanta matahari dan kaitannya dengan aktivitas matahari. Jurnal Fisika Himpunan Fisika Indonesia. 42:A4 The Sunspot Cycle Yuli.. Matahari ari.htm ( 3 Juni 1) 1_xradigraph_archive.html (1 November 3) /atmosphere/sunspot_magnetism.ht ml (11 Agustus 5)

23 LAMPIRAN

24 Lampiran 1 hasil persamaan regresi qubic dari setiap lokasi. 1 Blang Bintang Polynomial Regression Analysis: RAD versus RAD = **2 +.1 **3 S = R-Sq = 1.4% R-Sq(adj) =.1% Regression Error Total Rad 2 15 Radiasi vs S R-Sq 1.4% R-Sq(adj).1% Linear Quadratic Cubic Polynomial Regression Analysis: SUHU versus SUHU = **2 +. **3 S = R-Sq = 2.1% R-Sq(adj) =.8% Suhu vs 28 S R-Sq 2.1% R-Sq(adj).8% Regression Error Total SUHU Linear Quadratic Cubic Polynomial Regression Analysis: RH versus RH = **2 +.1 **3 S = R-Sq =.3% R-Sq(adj) =.% Regression Error Total RH RH vs S R-Sq.3% R-Sq(adj).% 7 Linear Quadratic Cubic

25 Lanjutan lampiran 1 hasil persamaan regresi qubic dari setiap lokasi. 2. Bandung Polynomial Regression Analysis: Rad versus Rad = **2 -. **3 S = R-Sq = 1.1% R-Sq(adj) =.1% Radiasi vs S R-Sq 1.1% R-Sq(adj).1% Regression Error Total Rad Linear Quadratic Cubic Polynomial Regression Analysis: SUHU versus SUHU = **2 +. **3 S = R-Sq =.8% R-Sq(adj) =.% Regression Error Total SUHU Suhu vs S R-Sq.8% R-Sq(adj).% Linear Quadratic Cubic Polynomial Regression Analysis: RH versus RH = **2 -.2 **3 S = R-Sq =.8% R-Sq(adj) =.% RH vs 9 85 S R-Sq.8% R-Sq(adj).% Regression Error Total RH Linear Quadratic Cubic

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari yang sampai di bumi merupakan sumber utama energi yang menimbulkan segala macam kegiatan atmosfer seperti hujan, angin, siklon tropis, musim panas, musim

Lebih terperinci

KETERKAITAN CUACA DI INDONESIA DENGAN FENOMENA BINTIK MATAHARI (SUNSPOT) BASYARUDDIN

KETERKAITAN CUACA DI INDONESIA DENGAN FENOMENA BINTIK MATAHARI (SUNSPOT) BASYARUDDIN KETERKAITAN CUACA DI INDONESIA DENGAN FENOMENA BINTIK MATAHARI (SUNSPOT) BASYARUDDIN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KETERKAITAN

Lebih terperinci

KETERKAITAN CUACA DI INDONESIA DENGAN FENOMENA BINTIK MATAHARI (SUNSPOT) (Relationship Between Weather in Indonesia and Sunspot Phenomenon)

KETERKAITAN CUACA DI INDONESIA DENGAN FENOMENA BINTIK MATAHARI (SUNSPOT) (Relationship Between Weather in Indonesia and Sunspot Phenomenon) J.Agromet Indonesia 21(1):36-46 KETERKAITAN CUACA DI INDONESIA DENGAN FENOMENA BINTIK MATAHARI (SUNSPOT) (Relationship Between Weather in Indonesia and Sunspot Phenomenon) Basyaruddin 1 dan S.Effendy 2

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS SEKITAR INDONESIA AN-AN MUSTIKA

KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS SEKITAR INDONESIA AN-AN MUSTIKA KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS SEKITAR INDONESIA AN-AN MUSTIKA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS

Lebih terperinci

BAB VII TATA SURYA. STANDAR KOMPETENSI : Memahami Sistem Tata Surya dan Proses yang terjadidi dalamnya.

BAB VII TATA SURYA. STANDAR KOMPETENSI : Memahami Sistem Tata Surya dan Proses yang terjadidi dalamnya. BAB VII TATA SURYA STANDAR KOMPETENSI : Memahami Sistem Tata Surya dan Proses yang terjadidi dalamnya. KOMPETENSI DASAR 1. Mendeskripsikan karakteristik sistem tata surya 2. Mendeskripsikan Matahari sebagai

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cuaca antariksa adalah kondisi di matahari, magnetosfer, ionosfer dan termosfer yang dapat mempengaruhi kondisi dan kemampuan sistem teknologi baik yang landas bumi

Lebih terperinci

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Unsur-unsur Iklim 1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran - 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Puncak Atmosfer ( 100 km ) Tekanan Udara

Lebih terperinci

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG 1. Burchardus Vilarius Pape Man (PMG Pelaksana Lanjutan Stasiun

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB I PENDAHULUAN Pengaruh pemanasan global yang sering didengungkan tidak dapat dihindari dari wilayah Kalimantan Selatan khususnya daerah Banjarbaru. Sebagai stasiun klimatologi maka kegiatan observasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi didalamnya. Beragam aktivitas di permukaannya telah dipelajari secara mendalam dan

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN memiliki nilai WWZ yang sama pada tahun yang dan periode yang sama pula. Hubungan keterpengaruhan juga teridentifikasi jika pada saat nilai WWZ bintik matahari maksimum, didapatkan nilai WWZ parameter

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR Gerakan Bumi Rotasi, perputaran bumi pada porosnya Menghasilkan perubahan waktu, siang dan malam Revolusi, gerakan bumi mengelilingi matahari Kecepatan 18,5 mil/dt Waktu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1 BAB I PENDAHULUAN Klimatologi berasal dari bahasa Yunani di mana klima dan logos. Klima berarti kemiringan (slope) yang diarahkan ke lintang tempat, sedangkan logos berarti ilmu. Jadi definisi klimatologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya jumlah curah hujan di bawah normal pada suatu periode atau biasa disebut dengan kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama yang selanjutnya mulai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. R = k (10g+f)

II. TINJAUAN PUSTAKA. R = k (10g+f) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bintik Matahari ( Sunspot ) Di permukaan matahari terjadi gejolak gejolak yang kadang menguat dan kadang melemah yang dikenal dengan aktivitas matahari. Salah satu bentuk aktivitas

Lebih terperinci

EVALUASI KEBUTUHAN AGROKLIMAT TANAMAN MELON (Cucumis melo L.) DAN POTENSI PENGEMBANGANNYA DI JAWA BARAT SAMBA WIRAHMA G

EVALUASI KEBUTUHAN AGROKLIMAT TANAMAN MELON (Cucumis melo L.) DAN POTENSI PENGEMBANGANNYA DI JAWA BARAT SAMBA WIRAHMA G EVALUASI KEBUTUHAN AGROKLIMAT TANAMAN MELON (Cucumis melo L.) DAN POTENSI PENGEMBANGANNYA DI JAWA BARAT SAMBA WIRAHMA G24102025 DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI RADIASI MATAHARI NAMA NPM JURUSAN DISUSUN OLEH : Novicia Dewi Maharani : E1D009067 : Agribisnis LABORATORIUM AGROKLIMAT UNIVERSITAS BENGKULU 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b a Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura Pontianak b Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di Antariksa bukan berupa hujan air atau salju es seperti di Bumi, melainkan cuaca di Antariksa terjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST. MT 5. Penyebaran Suhu Menurut Ruang dan Waktu A. Penyebaran Suhu Vertikal Pada lapisan troposfer,

Lebih terperinci

ATMOSFER I. A. Pengertian, Kandungan Gas, Fungsi, dan Manfaat Penyelidikan Atmosfer 1. Pengertian Atmosfer. Tabel Kandungan Gas dalam Atmosfer

ATMOSFER I. A. Pengertian, Kandungan Gas, Fungsi, dan Manfaat Penyelidikan Atmosfer 1. Pengertian Atmosfer. Tabel Kandungan Gas dalam Atmosfer KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian dan kandungan gas atmosfer. 2. Memahami fungsi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Atmosfer Bumi Meteorologi Pendahuluan Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2004 Materi Uji : ASTRONOMI Waktu :

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI ENERGI MATAHARI DI KALIMANTAN BARAT

ANALISIS POTENSI ENERGI MATAHARI DI KALIMANTAN BARAT ANALISIS POTENSI ENERGI MATAHARI DI KALIMANTAN BARAT Ida sartika Nuraini 1), Nurdeka Hidayanto 2), Wandayantolis 3) Stasiun Klimatologi Kelas II Mempawah Kalimantan Barat sartikanuraini@gmail.com, nurdeka.hidayanto@gmail.com,

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) BERDASARKAN FAKTOR IKLIM (Studi Kasus : 10 Kabupaten Endemik di Provinsi Jawa Barat) SYAHRU ROMADHON G24103044 DEPARTEMEN GEOFISIKA

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang

Lebih terperinci

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi BAB 1 ATMOSFER BUMI A tmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara drastis di malam hari dan tidak memanas dengan cepat di siang

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER

GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER GEJALA OPTIK GEJALA KLIMATIK Gejala-gejala Optik Pelangi, yaitu spektrum matahari yang dibiaskan oleh air hujan. Oleh karena

Lebih terperinci

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar STRUKTUR BUMI 1. Skalu 1978 Jika bumi tidak mempunyai atmosfir, maka warna langit adalah A. hitam C. kuning E. putih B. biru D. merah Jawab : A Warna biru langit terjadi karena sinar matahari yang menuju

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB IKLlM INDONESIA HANDOKO Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB Secara umum, daerah tropika terletak di antara lintang 23,5O LU (tropika Cancer) sampai 23,5O LS (tropika Capricorn). Batasan ini berdasarkan

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I Hidrometeorologi Pertemuan ke I Pengertian Pengertian HIDROMETEOROLOGI Adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur unsur meteorologi dengan siklus hidrologi, tekanannya pada hubungan timbal balik

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat 1 Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat Diyas Dwi Erdinno NPT. 13.10.2291 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI

TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI ATMOSFER BUMI 6.1. Awal Evolusi Atmosfer Menurut ahli geologi, pada mulanya atmosfer bumi mengandung CO 2 (karbon dioksida) berkadar tinggi

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. Raja Kerajaan Tata Surya

Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. Raja Kerajaan Tata Surya Raja Kerajaan Tata Surya Matahari merupakan salah satu bintang di antara milyaran bintang yang ada di galaksi kita. Seperti bintang yang lainnya, Matahari merupakan bola gas panas raksasa yang sangat terang.

Lebih terperinci

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Oleh : Imam Hambali Pusat Kajian Kemitraan & Pelayanan Jasa Transportasi Kementerian Perhubungan Pada awal Februari 2007 yang lalu Intergovernmental Panel on Climate

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

A. Definisi (pengertian)

A. Definisi (pengertian) II. CUACA DAN IKLIM A. Definisi (pengertian) Cuaca adalah keadaan fisis atmosfer pada suatu saat di suatu tempat. Keadaan fisik atmosfer ini dinyatakan dengan hasil pengukuran berbagai unsur-unsurnya,

Lebih terperinci

Angin Meridional. Analisis Spektrum

Angin Meridional. Analisis Spektrum menyebabkan pola dinamika angin seperti itu. Proporsi nilai eigen mempresentasikan seberapa besar pengaruh dinamika angin pada komponen utama angin baik zonal maupun meridional terhadap keseluruhan pergerakan

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

Atmosfer Bumi. Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. 800 km. 700 km. 600 km. 500 km. 400 km. Aurora bagian. atas Meteor 300 km. Aurora bagian. bawah.

Atmosfer Bumi. Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. 800 km. 700 km. 600 km. 500 km. 400 km. Aurora bagian. atas Meteor 300 km. Aurora bagian. bawah. Atmosfer Bumi 800 km 700 km 600 km 500 km 400 km Aurora bagian atas Meteor 300 km Aurora bagian bawah 200 km Sinar ultraviolet Gelombang radio menumbuk ionosfer 100 km 80 km Mesopause Stratopause 50 km

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DAN PERUBAHAN JUMLAH SUNSPOT DIAMATI DARI LABORATORIUM ASTRONOMI JURUSAN FISIKA FMIPA UM PADA BULAN AGUSTUS OKTOBER 2012

KLASIFIKASI DAN PERUBAHAN JUMLAH SUNSPOT DIAMATI DARI LABORATORIUM ASTRONOMI JURUSAN FISIKA FMIPA UM PADA BULAN AGUSTUS OKTOBER 2012 KLASIFIKASI DAN PERUBAHAN JUMLAH SUNSPOT DIAMATI DARI LABORATORIUM ASTRONOMI JURUSAN FISIKA FMIPA UM PADA BULAN AGUSTUS OKTOBER 2012 Volvacea, Volvariella Universitas Negeri Malang Email: volvacea14@gmail.com

Lebih terperinci

Daftar Isi. Tata Surya. Matahari. Gerak edar bumi dan bulan. Lithosfer. Atmosfer.

Daftar Isi. Tata Surya. Matahari. Gerak edar bumi dan bulan. Lithosfer. Atmosfer. Tata Surya L/O/G/O Daftar Isi 1 2 3 4 5 Tata Surya Matahari Gerak edar bumi dan bulan Lithosfer Atmosfer Tujuan Belajar Siswa mampu mendeskripsikan maahari sebagai bintang dan bumi sebagai salah satu planet

Lebih terperinci

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira Udara & Atmosfir Angga Yuhistira Udara Manusia dapat bertahan sampai satu hari tanpa air di daerah gurun yang paling panas, tetapi tanpa udara manusia hanya bertahan beberapa menit saja. Betapa pentingnya

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci

Pembentukan Hujan 2 KLIMATOLOGI. Meteorology for better life

Pembentukan Hujan 2 KLIMATOLOGI. Meteorology for better life Pembentukan Hujan 2 KLIMATOLOGI 1. Pengukuran dan analisis data hujan 2. Sebaran curah hujan menurut ruang dan waktu 3. Distribusi curah hujan dan penyebaran awan 4. Fenomena iklim (ENSO dan siklon tropis)

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1. argon. oksigen. nitrogen. hidrogen

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1. argon. oksigen. nitrogen. hidrogen 1. Komposisi gas terbesar di atmosfer adalah gas. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1 argon oksigen nitrogen hidrogen karbon dioksida Komposisi gas-gas di udara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST. MT. js1 1. Kelembaban Mutlak dan Relatif Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MODEL SPASIAL UNTUK MEMPREDIKSI PENYEBARAN MALARIA (STUDI KASUS KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT) FIOLENTA MARPAUNG

PENYUSUNAN MODEL SPASIAL UNTUK MEMPREDIKSI PENYEBARAN MALARIA (STUDI KASUS KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT) FIOLENTA MARPAUNG PENYUSUNAN MODEL SPASIAL UNTUK MEMPREDIKSI PENYEBARAN MALARIA (STUDI KASUS KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT) FIOLENTA MARPAUNG DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut OLEH NAMA : ANA MARIYANA BR SINAGA NPM : E1B009024 HARI / TANGGAL : RABU, 03 NOVEMBER 2010 KELOMPOK : IV CO-ASS : GATRA BAYU JAGA NOVA SAMOSIR PENDAHULUAN Suhu

Lebih terperinci

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosfer Troposfer Lapisan ini berada pada level yang paling rendah, campuran gasgasnya adalah yang paling ideal untuk menopang kehidupan di bumi. Di lapisan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1 SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1 1. [SDW] Tata Surya adalah... A. susunan Matahari, Bumi, Bulan dan bintang B. planet-planet dan satelit-satelitnya C. kumpulan

Lebih terperinci

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Seputar ATMOSFER Asal katanya dari atmos dan shaira (bahasa Yunani), yang artinya atmos : uap, shaira : bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas

Seputar ATMOSFER Asal katanya dari atmos dan shaira (bahasa Yunani), yang artinya atmos : uap, shaira : bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas ATMOSFER ATMOSFER Seputar ATMOSFER Asal katanya dari atmos dan shaira (bahasa Yunani), yang artinya atmos : uap, shaira : bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas yang menyelimuti bulatan bumi. Atmosfir

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Medan Magnet Benda Angkasa Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Kompetensi Dasar XII.3.4 Menganalisis induksi magnet dan gaya magnetik pada berbagai produk teknologi XII.4.4 Melaksanakan pengamatan induksi

Lebih terperinci

SISTEM PENJEJAK POSISI MATAHARI DENGAN MEMANFAATKAN LIGHT DEPENDENT RESISTOR (LDR)

SISTEM PENJEJAK POSISI MATAHARI DENGAN MEMANFAATKAN LIGHT DEPENDENT RESISTOR (LDR) SISTEM PENJEJAK POSISI MATAHARI DENGAN MEMANFAATKAN LIGHT DEPENDENT RESISTOR (LDR) Hardianus Wilson, Yulia Imelda Piyoh, Andreas Setiawan Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Matematika

Lebih terperinci

PENGUKURAN RADIASI MATAHARI DENGAN MEMANFAATKAN SENSOR SUHU LM35

PENGUKURAN RADIASI MATAHARI DENGAN MEMANFAATKAN SENSOR SUHU LM35 PENGUKURAN RADIASI MATAHARI DENGAN MEMANFAATKAN SENSOR SUHU LM35 Eka Kristian Winasis Adi Susatya, Rendy Pamungkas, Triana Susanti, Andreas Setiawan Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci

Musim Hujan. Musim Kemarau

Musim Hujan. Musim Kemarau mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI PASOKAN MATA AIR DI KECAMATAN CIDAHU OKTAVIANA TRI ARDYATI

KAJIAN POTENSI PASOKAN MATA AIR DI KECAMATAN CIDAHU OKTAVIANA TRI ARDYATI KAJIAN POTENSI PASOKAN MATA AIR DI KECAMATAN CIDAHU OKTAVIANA TRI ARDYATI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN OKTAVIANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum El Nino El Nino adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi

Lebih terperinci

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Variasi Suhu Udara Harian Bagaimana Suhu Lingkungan Diatur? Data Suhu Udara Suhu Udara dan Rasa Nyaman Pengukuran Suhu Udara Variasi Suhu Udara

Lebih terperinci

Jaman dahulu Sekarang

Jaman dahulu Sekarang PENGANTAR Meteorologi meteoros: benda yang ada di dalam udara logos: ilmu/kajian ilmu yang mempelajari proses fisis dan gejala cuaca yang terjadi di lapisan atmosfer (troposfer) Klimatologi klima: kemiringan

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

Pengertian Planet, Macam-Macam Planet Serta Ciri-Cirinya

Pengertian Planet, Macam-Macam Planet Serta Ciri-Cirinya Pengertian Planet, Macam-Macam Planet Serta Ciri-Cirinya Secara Umum, Pengertian Planet adalah benda langit yang mengorbit atau mengelilingi suatu bintang dengan lintasan dan kecepatan tertentu. Contohnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci