KLASIFIKASI DAN PERUBAHAN JUMLAH SUNSPOT DIAMATI DARI LABORATORIUM ASTRONOMI JURUSAN FISIKA FMIPA UM PADA BULAN AGUSTUS OKTOBER 2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KLASIFIKASI DAN PERUBAHAN JUMLAH SUNSPOT DIAMATI DARI LABORATORIUM ASTRONOMI JURUSAN FISIKA FMIPA UM PADA BULAN AGUSTUS OKTOBER 2012"

Transkripsi

1 KLASIFIKASI DAN PERUBAHAN JUMLAH SUNSPOT DIAMATI DARI LABORATORIUM ASTRONOMI JURUSAN FISIKA FMIPA UM PADA BULAN AGUSTUS OKTOBER 2012 Volvacea, Volvariella Universitas Negeri Malang ABSTRAK: Bintik matahari adalah bagian dari permukaan matahari yang dipengaruhi aktivitas magnetis hebat yang mengakibatkan terhambatnya konveksi membentuk daerah yang bersuhu lebih dingin. Bintik Matahari (sunspot) merupakan fenomena yang paling mudah diamati dan telah lama mendapatkan perhatian dari para ahli astrofisika. Berdasarkan hasil pengamatan para ahli fisika Matahari disimpulkan bahwa sunspot dapat berubah-ubah dan dapat tumbuh, baik dalam jumlah, letak maupun besarnya. Selama perkembangannya dari bentuk tunggal menjadi grup, sunspot akan mengalami perubahan luas dan medan magnet dari polaritas sederhana menjadi kompleks. Inti yang medan magnetnya bertambah kuat akan berkembang menjadi grup bintik Matahari. Grup bintik Matahari menurut kondisi perkembangannya diklasifikasikan ke dalam 9 klasifikasi Zurich, yaitu kelas A, B, C, D, E, F, G, H dan J. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas Matahari dan pola evolusi sunspot pada bulan Agustus Oktober 2012 serta membandingkan hasil penelitian dengan penelitian sebelumnya. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu memaparkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Astronomi Fisika UM dengan menggunakan teleskop. Hasil penelitian tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil pengamatan dari Kanzelhöhe Solar Observatory (KSO) untuk mengetahui nilai faktor koreksi (k). Nilai faktor koreksi di Laboratorium Astronomi Fisika FMIPA UM adalah sebesar 1,077. Faktor koreksi ini kemudian digunakan untuk menghitung aktivitas sunspot tiap harinya dengan menggunakan persamaan R=k(10g f), dimana g adalah jumlah grup sunspot dan f adalah jumlah bintik. Hasilnya, aktivitas Matahari pada bulan Agustus Oktober 2012 mengalami penurunan dibandingkan dengan hasil penelitian sunspot pada bulan Mei Juli Kata Kunci: Sunspot, Klasifikasi Sunspot, Metode Zurich. Matahari adalah bintang yang paling dekat dengan bumi. Bintang merupakan reaktor nuklir raksasa yang membangkitkan energi di dalam intinya (Wahyudin, 2006). Aktivitas Matahari yang dapat diamati dari Bumi adalah aktivitas yang terjadi pada lapisan fotosfer, kromosfer dan korona Matahari. Bintik Matahari (sunspot) merupakan fenomena yang paling mudah diamati dan telah lama mendapatkan perhatian dari para ahli astrofisika (Kaufmann, 1978:137 dalam Wahyu, 2012). Berdasarkan hasil pengamatan para ahli fisika Matahari disimpulkan bahwa sunspot dapat berubah-ubah dan dapat tumbuh, baik dalam jumlah, letak maupun besarnya (Susanto, 1979). Bintik matahari adalah bagian dari permukaan matahari yang dipengaruhi aktivitas magnetis hebat yang mengakibatkan terhambatnya konveksi membentuk daerah yang bersuhu lebih dingin. Bintik matahari tampak seperti lubang-lubang hitam pada piringan matahari. Noda-noda tersebut bersuhu 1000 C lebih rendah dari permukaan matahari lainnya dan muncul setiap sebelas tahun. Bintik matahari tersebut melepaskan energi listrik dan mengirimkan pancaran-pancaran 1

2 elektron bermuatan negatif yang dilontarkan ke ruang angkasa (Wahyudin, 2006). Meskipun bersuhu sekitar K, perbedaan dengan materi sekelilingnya yang berkisar sekitar 5800 K mengakibatkan daerah ini tampak secara jelas sebagai noda-noda hitam karena intensitas sebuah yang dipanasi adalah sama dengan T (temperatur) berpangkat empat. Jika sebuah bintik Matahari diisolir dari fotosfer sekelilingnya ia akan tampak lebih cemerlang dari loncatan bunga api listrik. Selama perkembangannya dari bentuk tunggal menjadi grup, sunspot akan mengalami perubahan luas dan medan magnet dari polaritas sederhana menjadi kompleks. Inti yang medan magnetnya bertambah kuat akan berkembang menjadi grup bintik Matahari. Grup bintik Matahari menurut kondisi perkembangannya diklasifikasikan ke dalam 9 klasifikasi Zurich, yaitu kelas A, B, C, D, E, F, G, H dan J (Jasman dan Suratno, 2000:31-32 dalam Wahyu, 2012). Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan memberikan gambaran tentang realitas pada obyek yang diteliti secara obyektif. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sunspot harian yang diperoleh dari hasil pengamatan yang dilakukan di Laboratorium Astronomi Fisika UM selama bulan Agustus Oktober Berdasarkan data harian yang nantinya telah diperoleh, peneliti dapat mengklasifikasikan sunspot menggunakan metode Zurich. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Astronomi Fisika UM pada bulan Agustus Oktober 2012 dengan letak geografis LS dan ,2 BT, dengan ketinggian 465 meter, lokal plus minus: 12 meter, dengan pengamatan langit sebelah selatan. Hasil Penelitian 1. Menentukan Nilai Faktor Koreksi Faktor koreksi Laboratorium Astronomi Fisika UM ditentukan dengan membandingkan hasil observasi sunspot di Laboratorium Astronomi Fisika UM dengan Kanzelhöhe Solar Observatory (KSO) yang berada di Universitas Karl Franzen, Graz, Austria. Dari 52 data hasil penelitian yang didapatkan, diambil 49 data dengan tanggal yang sama dengan KSO. 2

3 3 KSO Faktor Koreksi Laboratorium Fisika UM dengan KSO y = 1.077x R² = Laboratorium Fisika UM Gambar 1. Perbandingan Nilai (10g + f ) di Laboratorium Astronomi Fisika UM dengan Kanzelhöhe Solar Observatory (KSO) Perbandingkan nilai 10g+f di Laboratorium Astronomi Fisika UM dengan Kanzelhöhe Solar Observatory (KSO) digunakan sebagai nilai k (faktor koreksi) dan didapatkan nilainya sebesar 1, Aktivitas Sunspot Bulan Agustus Oktober 2012 di Laboratorium Astronomi Fisika UM Data sunspot yang telah diperoleh kemudian dikelompokkan lagi untuk mengetahui perkembangan dari sunspot tersebut. Setiap kelompok dipisahkan berdasarkan letak lintang utara dan lintang selatan, kemudian dihitung berapa jumlah bintik Mataharinya. Aktivitas sunspot dapat diketahui dari persamaan R = k (10g+f), di mana k adalah faktor koreksi yang didapat dari gradien kemiringan grafik 4.1, g adalah banyaknya grup dalam suatu pengamatan sunspot, dan f adalah banyaknya bintik Matahari yang terdapat dalam suatu pengamatan. Jumlah Sunspot Perubahan Jumlah Sunspot per Hari pada Bulan Agustus - Oktober /01/00 10/01/00 20/01/00 30/01/00 09/02/00 19/02/00 29/02/00 Tanggal Pengamatan Gambar 2. Perubahan Jumlah Sunspot per Hari pada Bulan Agustus Oktober 2012

4 Dari tabel pengamatan tersebut, maka dapat diamati bahwa aktivitas Matahari terbesar terjadi pada minggu ke-i bulan Agustus 2012, yang menunjukkan bilangan aktivitas Matahari sebesar 159. Sedangkan aktivitas Matahari terendah terjadi pada minggu ke-iii bulan Agustus 2012, yang menunjukkan bilangan aktivitas Matahari sebesar 45. Data tersebut dapat digrafikkan seperti gambar berikut. 4 Aktivitas Matahari per Minggu pada bulan Agustus - Oktober 2012 Nilai Akitivitas Sunspot Data Pengamatan Sunspot per Minggu Gambar 3. Aktivitas Matahari per Minggu pada Bulan Agustus Oktober Klasifikasi Sunspot Bulan Agustus Oktober 2012 di Laboratorium Astronomi Fisika UM Data yang telah dikelompokkan kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Zurich. Yang diamati berdasarkan metode Zurich adalah tipe magnetik sunspot, bipolar atau unipolar. Selanjutnya sunspot tersebut berpenumbra atau tidak, Jika sunspot tersebut berpenumbra, letak penumbra di precedding, following atau di precedding dan following. Di antara precedding dan following terdapat spot spot atau tidak. Terakhir diukur derajat panjang grup menggunakan stoney hurst. Pengelompokkan data dilakukan untuk mengetahui proses evolusi dari sunspot tersebut. Berikut adalah data hasil pengelompokkan kelas sunspot pada bulan Agustus Oktober 2012 berdasarkan metode Zurich. Tabel 1. Intensitas kemunculan kelas sunspot pada bulan Agustus Oktober 2012 No Kelas sunspot Intensitas kemunculan Jumlah Sunspot 1. A 47 kali 57 spot 2. B 22 kali 87 spot 3. C 74 kali 428 spot 4. D 56 kali 401 spot 5. E 20 kali 347 spot 6. F G 5 kali 24 spot 8. H 18 kali 26 spot 9. J 70 kali 90 spot

5 Pembahasan Gambar 1 menyatakan hubungan nilai 10g+f di Laboratorium Astronomi Fisika UM dengan KSO. Kemiringan dari grafik sebesar 1,077 menyatakan faktor koreksi (k) Laboratorium Astronomi Fisika UM terhadap KSO. Tampak bahwa faktor koreksi tersebut mendekati 1, yang berarti jumlah sunspot dan grup sunspot yang diperoleh di UM hampir sama dengan jumlah sunspot yang diperoleh di KSO. Perbedaan jumlah sunspot dan grup sunspot tersebut dikarenakan faktor pengamat dan instrumen teleskop yang digunakan. Selain itu, mungkin karena letak geografis antara Laboratorium Astronomi Fisika UM dengan KSO yang berbeda dan waktu (jam) pengamatannya yang tidak sama, sehingga pada saat pengamatan sunspot di Laboratorium Astronomi Fisika UM ada yang sudah kelihatan sedangkan di KSO belum kelihatan begitu juga sebaliknya. Nilai faktor koreksi tersebut kemudian digunakan untuk menentukan bilangan sunspot di Laboratorium Fisika UM. Bilangan sunspot didapatkan untuk mengetahui besarnya aktivitas matahari. Dapat disimpulkan bahwa aktivitas matahari berubah-ubah ketika peneliti melakukan pengamatan pada bulan Agustus Oktober Aktivitas Matahari tertinggi pada minggu ke-i bulan Agustus Sedangkan aktivitas Matahari terendah terjadi pada minggu ke-iii bulan Agustus Nilai aktivitas Matahari rata-rata per bulan yang tertinggi terjadi pada bulan Agustus Sedangkan aktivitas Matahari terendah terjadi pada bulan Oktober Kesimpulan 1. Aktivitas sunspot yang terjadi pada bulan Agustus 2012 sebesar 105,165. Sedangkan aktivitas sunspot pada bulan September 2012 sebesar 103,814, dan aktivitas sunspot pada bulan Oktober 2012 sebesar 84,216. Aktivitas matahari yang diamati pada bulan Agustus Oktober 2012 mengalami penurunan tiap bulannya. 2. Pola klasifikasi sunspot di permukaan Matahari berdasarkan klasifikasi Zurich yang diperoleh di Laboratorium Astronomi Fisika UM pada bulan Agustus Oktober 2012 adalah berkembang dari kelas A-B-C-D-E-G-H-J. Saran Dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu peneliti menyarankan agar penelitian terhadap jumlah dan klasifikasi sunspot tiap bulannya harus terus dilakukan, mengingat perubahan yang terus meningkat pada tahun 2012 dan diprediksi puncak aktivitas Matahari berada pada tahun Daftar Rujukan Fanani, Khoiron Pengamatan Pola Perubahan Jumlah dan Klasifikasi Sunspot yang Terjadi pada Bulan April-Juni 2011 di Spm Lapan Watukosek, Pasuruan, Jawa Timur, Indonesia.. Skripsi Tidak di terbitkan: Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang. Hosenainy, Desy Pola Perubahan Jumlah dan Klasifikasi Sunspot Diamati dari Laboratorium Astronomi Fisika UM Malang pada BulanFebruari - 5

6 6 April Skripsi Tidak diterbitkan: Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang. Kerrod, Robbin Get a Grip on Astronomy. England: The Ivy Press Limited. Meilisa, Dewi Analisis Data Observasi dan Pengklasifikasian Bintik Matahari (Sunspot) dengan Menggunakan Klasifikasi Zurich dan McIntosh pada Bulan Februari-April Skripsi tidak diterbitkan: Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang. Patrick S. McIntosh The Classification of Sunspot Groups. NASA Astrophysics Data System, 125: Wahyu, Linna Listia Dwi Perubahan Jumlah dan Klasifikasi Sunspot Metode Zurich Diamati dari Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika FMIPA UM pada Bulan Mei Juli Skripsi tidak diterbitkan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang. Wahyudin Science, Environment, Technology & Society: Bumi dan Ruang Antariksa. Jakarta: Armandelta.

ABSTRAK. Kata Kunci: Sunspot, Aktivitas Matahari, Klasifikasi Mcintosh, Flare

ABSTRAK. Kata Kunci: Sunspot, Aktivitas Matahari, Klasifikasi Mcintosh, Flare ABSTRAK Pradhana, Candra. 2013.Klasifikasi Bintik Matahari (Sunspot) berdasarkan McIntosh sebagai Parameter Aktivitas Matahari dan Prediktor Flare Kelas x Diamati di Laboratorium Astronomi Fisika UM pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cuaca antariksa adalah kondisi di matahari, magnetosfer, ionosfer dan termosfer yang dapat mempengaruhi kondisi dan kemampuan sistem teknologi baik yang landas bumi

Lebih terperinci

HUBUNGAN LUAS DAN TEMPERATUR UMBRA SUNSPOT MENGGUNAKAN SOFTWARE INTERACTIVE DATA LANGUAGE (IDL)

HUBUNGAN LUAS DAN TEMPERATUR UMBRA SUNSPOT MENGGUNAKAN SOFTWARE INTERACTIVE DATA LANGUAGE (IDL) HUBUNGAN LUAS DAN TEMPERATUR UMBRA SUNSPOT MENGGUNAKAN SOFTWARE INTERACTIVE DATA LANGUAGE (IDL) Dian Ameylia Sushanti 1), Bambang Setiahadi P. 2), Sutrisno 3) Universitas Negeri Malang Email: dian.ameylia12@ymail.com

Lebih terperinci

Analisis Distribusi Temperatur Atmosfer Matahari saat Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016 di Palu, Sulawesi Tengah

Analisis Distribusi Temperatur Atmosfer Matahari saat Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016 di Palu, Sulawesi Tengah Analisis Distribusi Temperatur Atmosfer Matahari saat Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016 di Palu, Sulawesi Tengah SITI WIHDATUL HIMMAH1), HENDRA AGUS PRASETYO2,*), NURLATIFAH KAFILAH1), RIFKO HARNY DWI

Lebih terperinci

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek Muhammad F. Rouf Hasan 1, Bambang Setiahadi, Sutrisno Jurusan Fisika, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di Antariksa bukan berupa hujan air atau salju es seperti di Bumi, melainkan cuaca di Antariksa terjadi

Lebih terperinci

ANCAMAN BADAI MATAHARI

ANCAMAN BADAI MATAHARI ANCAMAN BADAI MATAHARI 1. Gambaran Singkat Badai Matahari (Solar Storm) adalah gejala terlemparnya proton dan elektron matahari, dan memiliki kecepatan yang setara dengan kecepatan cahaya. Badai Matahari

Lebih terperinci

ANALIS1S EVOLUSI GRUP SUNSPOTSPD WATUKOSEK UNTUK MEMPEROLEH INDIKATOR KEMUNCULAN FLARE

ANALIS1S EVOLUSI GRUP SUNSPOTSPD WATUKOSEK UNTUK MEMPEROLEH INDIKATOR KEMUNCULAN FLARE ANALIS1S EVOLUSI GRUP SUNSPOTSPD WATUKOSEK UNTUK MEMPEROLEH INDIKATOR KEMUNCULAN FLARE Nanang Wldodo, Nur Aenl, Sudan*!, Ahmad Sodlkin, Marian Penelhl Stasiun Pengamat Dirgantara Watukosek, LAPAN ABSTRACT

Lebih terperinci

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Nani Pertiwi 1, Bambang Setiahadi 2, Sutrisno 3 1 Mahasiswa Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi didalamnya. Beragam aktivitas di permukaannya telah dipelajari secara mendalam dan

Lebih terperinci

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek JPSE (Journal of Physical Science and Engineering) http://journal2.um.ac.id/index.php/jpse EISSN: 2541-2485 Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matahari merupakan sumber energi utama perubahan kondisi lingkungan antariksa. Matahari terus-menerus meradiasikan kalor, radiasi elektromagnetik pada seluruh panjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari yang sampai di bumi merupakan sumber utama energi yang menimbulkan segala macam kegiatan atmosfer seperti hujan, angin, siklon tropis, musim panas, musim

Lebih terperinci

PREDIKSI BINTIK MATAHARI UNTUK SIKLUS 24 SECARA NUMERIK

PREDIKSI BINTIK MATAHARI UNTUK SIKLUS 24 SECARA NUMERIK Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PREDIKSI BINTIK MATAHARI UNTUK SIKLUS 24 SECARA NUMERIK John Maspupu Pussainsa

Lebih terperinci

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN email: clara@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Perubahan cuaca antariksa dapat menimbulkan dampak

Lebih terperinci

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 3 September 08:112-117 KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN 1996 01 Clara Y. Yatini, dan Mamat Ruhimat Peneliti Pusat

Lebih terperinci

Analisis Empirik Kejadian Flare Terkait dengan Perubahan Fisik Sunspot

Analisis Empirik Kejadian Flare Terkait dengan Perubahan Fisik Sunspot Analisis Empirik Kejadian Flare Terkait dengan Perubahan Fisik Sunspot T. Dani, S. Jasman, dan G. Admiranto Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa LAPAN Abstrak Kelas grup sunspot dan kompleksitas medan magnetiknya

Lebih terperinci

STRUKTUR MATAHARI DAN FENOMENA SURIA

STRUKTUR MATAHARI DAN FENOMENA SURIA STRUKTUR MATAHARI DAN FENOMENA SURIA MATAHARI Bintang terdekat dengan Bumi - jarak purata 149,680,000 kilometer (93,026,724 batu). Mempunyai garis pusat (diameter) 1,391,980 kilometer dengan suhu permukaan

Lebih terperinci

FLARE BERDURASI PANJANG DAN KAITANNYA DENGAN BILANGAN SUNSPOT

FLARE BERDURASI PANJANG DAN KAITANNYA DENGAN BILANGAN SUNSPOT FLARE BERDURASI PANJANG DAN KAITANNYA DENGAN BILANGAN SUNSPOT Santi Sulistiani, Rasdewlta Kesumaningrum Peneliti Bidang Matahari dan Antariksa, LAPAN ABSTRACT In this paper we present the relationship

Lebih terperinci

Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. Raja Kerajaan Tata Surya

Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. Raja Kerajaan Tata Surya Raja Kerajaan Tata Surya Matahari merupakan salah satu bintang di antara milyaran bintang yang ada di galaksi kita. Seperti bintang yang lainnya, Matahari merupakan bola gas panas raksasa yang sangat terang.

Lebih terperinci

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG 1. Burchardus Vilarius Pape Man (PMG Pelaksana Lanjutan Stasiun

Lebih terperinci

BAB VII TATA SURYA. STANDAR KOMPETENSI : Memahami Sistem Tata Surya dan Proses yang terjadidi dalamnya.

BAB VII TATA SURYA. STANDAR KOMPETENSI : Memahami Sistem Tata Surya dan Proses yang terjadidi dalamnya. BAB VII TATA SURYA STANDAR KOMPETENSI : Memahami Sistem Tata Surya dan Proses yang terjadidi dalamnya. KOMPETENSI DASAR 1. Mendeskripsikan karakteristik sistem tata surya 2. Mendeskripsikan Matahari sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari mungkin tidak pernah ada kehidupan di muka Bumi ini. Matahari adalah sebuah bintang yang merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini, data harian yang diambil merupakan data sekunder

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini, data harian yang diambil merupakan data sekunder 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini, data harian yang diambil merupakan data sekunder dari NGDC ( National Geophysical Data Center ) yaitu sumber pusat mengenai bumi dan matahari yang

Lebih terperinci

ANALISIS KLASTER K-MEANS DARI DATA LUAS GRUP SUNSPOT DAN DATA GRUP SUNSPOT KLASIFIKASI MC.INTOSH YANG MEMBANGKITKAN FLARE SOFT X-RAY DAN Hα

ANALISIS KLASTER K-MEANS DARI DATA LUAS GRUP SUNSPOT DAN DATA GRUP SUNSPOT KLASIFIKASI MC.INTOSH YANG MEMBANGKITKAN FLARE SOFT X-RAY DAN Hα ANALISIS KLASTER K-MEANS DARI DATA LUAS GRUP SUNSPOT DAN DATA GRUP SUNSPOT KLASIFIKASI MC.INTOSH YANG MEMBANGKITKAN FLARE SOFT X-RAY DAN Hα 1Siti Jumaroh, 2 Nanang Widodo, 3 Wahyu H.Irawan 1 Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

HELISITAS MAGNETIK DAERAH AKTIF DI MATAHARI

HELISITAS MAGNETIK DAERAH AKTIF DI MATAHARI HELISITAS MAGNETIK DAERAH AKTIF DI MATAHARI Clara Y. Yatlnl Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN email: clara@bdg.lapan.go.id ABSTRACT The solar magnetic helicity obey the helicity rule. Negative

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Test Olimpiade Sains Nasional 2010 Bidang : ASTRONOMI Materi : Teori (Pilihan Berganda) Tanggal

Lebih terperinci

ANAL1SIS EMPIRIK KEJADIAN FLARE TIRKAIT DENGAN PERUBAHAN FIS1K SUNSPOT

ANAL1SIS EMPIRIK KEJADIAN FLARE TIRKAIT DENGAN PERUBAHAN FIS1K SUNSPOT ANAL1SIS EMPIRIK KEJADIAN FLARE TIRKAIT DENGAN PERUBAHAN FIS1K SUNSPOT Tiar Dani, Suprijatno J, dan Gunawan A. Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN ABSTRACT Sunspot class and magnetic field

Lebih terperinci

LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK Fibusi (JoF) Vol.1 No.3, Desember 2013 LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK S.U. Utami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu pendek dan skala waktu panjang (misalnya siklus Matahari 11 tahunan). Aktivitas dari Matahari

Lebih terperinci

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Medan Magnet Benda Angkasa Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Kompetensi Dasar XII.3.4 Menganalisis induksi magnet dan gaya magnetik pada berbagai produk teknologi XII.4.4 Melaksanakan pengamatan induksi

Lebih terperinci

Perbandingan Model Linier Versus Analisis Vektor pada Gerak Grup Sunspot di Lintang Selatan dari Siklus Matahari Ke-23

Perbandingan Model Linier Versus Analisis Vektor pada Gerak Grup Sunspot di Lintang Selatan dari Siklus Matahari Ke-23 76 ISSN 2302-7290 Vol. 1 No. 2 April 2013 Perbandingan Model Linier Versus Analisis Vektor pada Gerak Grup Sunspot di Lintang Selatan dari Siklus Matahari Ke-23 The Comparison of Linear Models Versus the

Lebih terperinci

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah PERTEMUAN KE 2 Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar nuklirnya habis. SIFAT BINTANG Astronomi Ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. R = k (10g+f)

II. TINJAUAN PUSTAKA. R = k (10g+f) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bintik Matahari ( Sunspot ) Di permukaan matahari terjadi gejolak gejolak yang kadang menguat dan kadang melemah yang dikenal dengan aktivitas matahari. Salah satu bentuk aktivitas

Lebih terperinci

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar PERTEMUAN KE 2 Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar nuklirnya habis. SIFAT BINTANG Astronomi Ilmu

Lebih terperinci

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER Habirun Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) email: h a b i r u n @ b d

Lebih terperinci

IPA TERPADU KLAS VIII BAB 14 BUMI, BULAN, DAN MATAHARI

IPA TERPADU KLAS VIII BAB 14 BUMI, BULAN, DAN MATAHARI IPA TERPADU KLAS VIII BAB 14 BUMI, BULAN, DAN MATAHARI KOMPETENSI INTI 3. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB 13 STRUKTUR BUMI DAN STRUKTUR MATAHARI

BAB 13 STRUKTUR BUMI DAN STRUKTUR MATAHARI BAB 13 STRUKTUR BUMI DAN STRUKTUR MATAHARI Tujuan Pembelajaran Kamu dapat mendeskripsikan struktur bumi. Bila kita berada di suatu tempat yang terbuka, umumnya dataran sekeliling kita akan terlihat rata.

Lebih terperinci

APLIKASI VEKTOR UNTUK ANALISIS PERGERAKAN GRUP SUNSPOT MATAHARI DARI DATA SUNSPOT SIKLUS KE-23

APLIKASI VEKTOR UNTUK ANALISIS PERGERAKAN GRUP SUNSPOT MATAHARI DARI DATA SUNSPOT SIKLUS KE-23 APLIKASI VEKTOR UNTUK ANALISIS PERGERAKAN GRUP SUNSPOT MATAHARI DARI DATA SUNSPOT SIKLUS KE-23 Nanang Widodo Stasiun Pengamat Dirgantara, LAPAN Watukosek P.O.Box 04 Gempol Pasuruan Telp(0343) 852311, 081333307090,

Lebih terperinci

TATA SURYA Presentasi Geografi

TATA SURYA Presentasi Geografi TATA SURYA Presentasi Geografi Medina M. Faldy Hakin M. Gifari Parindrati Ayu L. Rachmawati W.N. Radhit Rafi Panji Raisa Rifqi Hanif Trinadi Gumilar K. KELOMPOK IV DEFINISI TEORI PEMBENTUKAN TATA SURYA

Lebih terperinci

IDENT1FIKASI FLUKS MAGNETIK DARI GERAK PASANGAN BINTIK BIPOLAR,

IDENT1FIKASI FLUKS MAGNETIK DARI GERAK PASANGAN BINTIK BIPOLAR, IDENT1FIKASI FLUKS MAGNETIK DARI GERAK PASANGAN BINTIK BIPOLAR, Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa LAPAN ABSTRACT Proper motion of a pair of bipolar spots is analyzed using TRACE

Lebih terperinci

ANALISIS PERGERAKAN BINTIK MATAHARI Dl DAERAH AKTIF NOAA 0375

ANALISIS PERGERAKAN BINTIK MATAHARI Dl DAERAH AKTIF NOAA 0375 ANALISIS PERGERAKAN BINTIK MATAHARI Dl DAERAH AKTIF NOAA 0375 Oara Y. Yatint, E. Sunggfrtg Mumpunl Penelltt Puat Pemanfaatan Sains Mtiriksa, LAPAN emit cl3r3@bdg.tip3n-to.ld ABSTRACT The observation of

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Tes Seleksi Olimpiade Astronomi

Lebih terperinci

KONSEPSI AWAL MAHASISWA FISIKA TERHADAP MATERI BINTANG DAN EVOLUSI BINTANG DALAM PERKULIAHAN ASTROFISIKA

KONSEPSI AWAL MAHASISWA FISIKA TERHADAP MATERI BINTANG DAN EVOLUSI BINTANG DALAM PERKULIAHAN ASTROFISIKA KONSEPSI AWAL MAHASISWA FISIKA TERHADAP MATERI BINTANG DAN EVOLUSI BINTANG DALAM PERKULIAHAN ASTROFISIKA L. Aviyanti a, * dan J.A. Utama b a Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1 SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1 1. [SDW] Tata Surya adalah... A. susunan Matahari, Bumi, Bulan dan bintang B. planet-planet dan satelit-satelitnya C. kumpulan

Lebih terperinci

Penulis : Hizbullah Abdul Aziz Jabbar. Copyright 2013 pelatihan-osn.com. Cetakan I : Oktober Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn.

Penulis : Hizbullah Abdul Aziz Jabbar. Copyright 2013 pelatihan-osn.com. Cetakan I : Oktober Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn. Penulis : Hizbullah Abdul Aziz Jabbar Copyright 2013 pelatihan-osn.com Cetakan I : Oktober 2012 Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn.com Kompleks Sawangan Permai Blok A5 No.12 A Sawangan, Depok, Jawa Barat

Lebih terperinci

Silabus IPA Fisika SMP dan MTs Jilid 3 1

Silabus IPA Fisika SMP dan MTs Jilid 3 1 Sekolah : SMP... Kelas : IX (Sembilan) Mata Pelajaran : IPA FISIKA SILABUS Standar Kompetensi: 3. Memahami konsep kelistrikan dan penerapannya dalam Kompetensi Dasar 3.1 Mendeskripsikan muatan listrik

Lebih terperinci

Daftar Isi. Tata Surya. Matahari. Gerak edar bumi dan bulan. Lithosfer. Atmosfer.

Daftar Isi. Tata Surya. Matahari. Gerak edar bumi dan bulan. Lithosfer. Atmosfer. Tata Surya L/O/G/O Daftar Isi 1 2 3 4 5 Tata Surya Matahari Gerak edar bumi dan bulan Lithosfer Atmosfer Tujuan Belajar Siswa mampu mendeskripsikan maahari sebagai bintang dan bumi sebagai salah satu planet

Lebih terperinci

CATACLYSMIC VARIABLE

CATACLYSMIC VARIABLE Bab III CATACLYSMIC VARIABLE Bintang variable kataklismik atau cataclysmic variable (CV) adalah suatu sistem bintang ganda yang terdiri dari komponen primer bintang katai putih dan pasangannya adalah sebuah

Lebih terperinci

LIMIT BAWAH BILANGAN SUNSPOT UNTUK SUNSPOT YANG BERPOTENSI MELEPASKAN FLARE : METODA PERINGATAN DINI ANTARIKSA

LIMIT BAWAH BILANGAN SUNSPOT UNTUK SUNSPOT YANG BERPOTENSI MELEPASKAN FLARE : METODA PERINGATAN DINI ANTARIKSA LIMIT BAWAH BILANGAN SUNSPOT UNTUK SUNSPOT YANG BERPOTENSI MELEPASKAN FLARE : METODA PERINGATAN DINI ANTARIKSA Bambang Setiahadi Indonesian National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN) Watukosek,

Lebih terperinci

Info Astronomy JELAJAH SEMESTA. Penerbit Info Astronomy

Info Astronomy JELAJAH SEMESTA. Penerbit Info Astronomy Info Astronomy JELAJAH SEMESTA Penerbit Info Astronomy JELAJAH SEMESTA Oleh: Info Astronomy Hak Cipta 2013 by Info Astronomy Penerbit Info Astronomy www.infoastronomy.uni.me info.astronomy@gmail.com Desain

Lebih terperinci

Bintik Matahari dan Spektrum Matahari

Bintik Matahari dan Spektrum Matahari Bintik Matahari dan Spektrum Matahari Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno International Astronomical Union Comm 46, Escola Secundária de Loulé, Portugal Universida Tecnológica Nacional, Argentina

Lebih terperinci

FENOMENA ASTRONOMI SISTEM BUMI, BULAN & MATAHARI

FENOMENA ASTRONOMI SISTEM BUMI, BULAN & MATAHARI FENOMENA ASTRONOMI SISTEM BUMI, BULAN & MATAHARI Resti Andriyani 4001411044 KONDISI FISIK Bumi Bulan Matahari BUMI Bumi merpakan planet yang KHAS dan ISTIMEWA Terdapat lautan, kegiatan vulkanik dan tektonik,

Lebih terperinci

Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM

Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM NOVITA DEWI ROSALINA*), SUTRISNO, NUGROHO ADI PRAMONO Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca antariksa. Aktivitas Matahari sendiri ditandai oleh kemunculan bintik Matahari (Sunspot) yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ./ 3.3.2 Penentuan nilai gradien T BB Gradien T BB adalah perbedaan antara nilai T BB suatu jam tertentu dengan nilai

Lebih terperinci

2015 PENGARUH FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI TERHADAP KECERAHAN LANGIT MALAM TERKAIT VISIBILITAS OBJEK LANGIT

2015 PENGARUH FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI TERHADAP KECERAHAN LANGIT MALAM TERKAIT VISIBILITAS OBJEK LANGIT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matahari merupakan benda langit yang dinamis, hasil pengamatan Matahari sejak ratusan tahun yang lalu telah diketahui memperlihatkan beberapa aktivitas Matahari.

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. II, No. (24), Hal. - 5 ISSN : 2337-824 Kajian Elevasi Muka Air Laut Di Selat Karimata Pada Tahun Kejadian El Nino Dan Dipole Mode Positif Pracellya Antomy ), Muh. Ishak Jumarang ),

Lebih terperinci

Tata Surya. karena planet bergerak mengedari matahari. Planet tidak dapat. planet hampir berbentuk lingkaran. Pada awal abad ke-17 Johanes Kepler

Tata Surya. karena planet bergerak mengedari matahari. Planet tidak dapat. planet hampir berbentuk lingkaran. Pada awal abad ke-17 Johanes Kepler Tata Surya I. Pengertian Tata Surya Tata surya adalah suatu kelompok benda antariksa yang berpusat pada matahari dan bergerak mengedari matahari. Tata surya dapat diartikan sebagai keluarga matahari. Anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak sumber daya energi terbaharukan yang bila dimaksimalkan mampu menjawab kebutuhan energi listrik terutama di daerah pelosok yang jauh dari

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2004 Materi Uji : ASTRONOMI Waktu :

Lebih terperinci

seperti sebuah bajak, masyarakat Cina melihatnya seperti kereta raja yang ditarik binatang, dan masyarakat Jawa melihatnya seperti bajak petani.

seperti sebuah bajak, masyarakat Cina melihatnya seperti kereta raja yang ditarik binatang, dan masyarakat Jawa melihatnya seperti bajak petani. GALAKSI Pada malam yang cerah, ribuan bintang dapat kamulihat di langit. Sesungguhnya yang kamu lihat itu belum seluruhnya, masih terdapat lebih banyak lagi bintang yangtidak mampu kamu amati. Di angkasa

Lebih terperinci

MARI MENGENALI MATAHARI

MARI MENGENALI MATAHARI Ratna Widayat Guru Fisika SMPN 2 Jumantono Kab. Karanganyar M MARI MENGENALI MATAHARI atahari adalah sebuah bintang. Dikatakan demikian karena matahari dapat memancarkan cahayanya sendiri. Dari bermilyar-milyar

Lebih terperinci

ANALISIS PERGERAKAN SUNSPOT UNTUK MENGKAJI POTENSI TERJADINYA FLARE PADA BULAN MARET-JUNI 2015 TUGAS AKHIR

ANALISIS PERGERAKAN SUNSPOT UNTUK MENGKAJI POTENSI TERJADINYA FLARE PADA BULAN MARET-JUNI 2015 TUGAS AKHIR ANALISIS PERGERAKAN SUNSPOT UNTUK MENGKAJI POTENSI TERJADINYA FLARE PADA BULAN MARET-JUNI 2015 TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Fisika Dosen Pembibing: Asih

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI ENERGI DARI INTENSITAS TOTAL PADA CITRA GRAYSCALE MENGGUNAKAN SOFTWARE IDL VERSI 5.0

ANALISIS NILAI ENERGI DARI INTENSITAS TOTAL PADA CITRA GRAYSCALE MENGGUNAKAN SOFTWARE IDL VERSI 5.0 ANALISIS NILAI ENERGI DARI INTENSITAS TOTAL PADA CITRA GRAYSCALE MENGGUNAKAN SOFTWARE IDL VERSI 5.0 Ahmad Abtokhi, M. Pd dan Endah Mutiara Sari, S. Si ABSTRAK Energi dari intensitas total pada daerah citra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel

BAB I PENDAHULUAN. Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel (plasma) dari permukaan atmosfer bintang dengan kecepatan cukup besar sehingga mampu melawan tarikan

Lebih terperinci

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

Lebih terperinci

SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN 2009

SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIRJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Solusi Tes Olimpiade Sains Nasional

Lebih terperinci

Seabad mencari ETI di MWC-349

Seabad mencari ETI di MWC-349 2017 Seabad mencari ETI di MWC-349 Suryadi Siregar Astronomy Research Group Center for Advances Sciences Bld Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 Indonesia Seabad mencari ETI di MWC-349

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Karakteristik Matahari Interaksi bumi atmosfer tidak lepas dari peranan matahari sebagai sumber energi dalam bentuk radiasi. Radiasi matahari terdistribusi melewati atmosfer,

Lebih terperinci

LAPISAN E IONOSFER INDONESIA

LAPISAN E IONOSFER INDONESIA LAPISAN E IONOSFER INDONESIA Sri Suhartini Peneliti Bidang lonosfer dan Telekomunikasi, LAPAN RINGKASAN Karakteristik lapisan ionosfer, baik variasi harian, musiman, maupun variasi yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT

PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT Penentuan Posisi Lubang Korona Penyebab Badai Magnet Kuat (Clara Y. Yatini) PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi pada musim hujan disaat langit memunculkan kilatan cahaya sesaat

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi pada musim hujan disaat langit memunculkan kilatan cahaya sesaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petir merupakan sebuah fenomena alam yang sulit dicegah. Fenomena ini sering terjadi pada musim hujan disaat langit memunculkan kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan.

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

ANALISIS GERAK BINTIK MATAHARI BIPOLAR SEBELUM TERJADI FLARE PADA NOAA 0484 TANGGAL 21 DAN 22 OKTOBER 2003

ANALISIS GERAK BINTIK MATAHARI BIPOLAR SEBELUM TERJADI FLARE PADA NOAA 0484 TANGGAL 21 DAN 22 OKTOBER 2003 ANALISIS GERAK BINTIK MATAHARI BIPOLAR SEBELUM TERJADI FLARE PADA NOAA 0484 TANGGAL 21 DAN 22 OKTOBER 2003 Rasdewlta Kesumaningrum, Clara Y. Yatlnl, dan Sand Sullsdanl Peneliti Pusat Pemanfaaian Sains

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN GEOMAGNET BERDASARKAN POSISI MATAHARI

ANALISIS MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN GEOMAGNET BERDASARKAN POSISI MATAHARI ANALISIS MOEL VARIASI ARIAN KOMPONEN GEOMAGNET BERASARKAN POSISI MATAARI T-15 abirun Bidang Aplikasi Geomagnet an Magnet Antariksa Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN Jl. r. Junjunan No. 133 Bandung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian deskriptif analitik yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN memiliki nilai WWZ yang sama pada tahun yang dan periode yang sama pula. Hubungan keterpengaruhan juga teridentifikasi jika pada saat nilai WWZ bintik matahari maksimum, didapatkan nilai WWZ parameter

Lebih terperinci

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit Pilihan Berganda, 20 Soal 1. Jika jarak rata-rata planet Mars adalah 1,52 SA dari Matahari, maka periode orbit planet Mars mengelilingi

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN SUNSPOT PADA CITRA DIGITAL MAHATARI MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DBSCAN

PENGELOMPOKAN SUNSPOT PADA CITRA DIGITAL MAHATARI MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DBSCAN PENGELOMPOKAN SUNSPOT PADA CITRA DIGITAL MAHATARI MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DBSCAN Gregorius Satia Budhi 1, Rudy Adipranata 2, Matthew Sugiarto 3, Bachtiar Anwar 4, Bambang Setiahadi 5 1,2,3 Universitas

Lebih terperinci

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b a Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, b Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

Fisika EBTANAS Tahun 2001

Fisika EBTANAS Tahun 2001 Fisika EBTANAS Tahun 2001 EBTANAS-01-01 Batang serba sama (homogen) panjang L, ketika di tarik dengan gaya F bertambah panjang sebesar L. Agar pertambahan panjang menjadi 4 L maka besar gaya tariknya A.

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

Apakah bintang itu? Jika malam datang dan langit sedang cerah, pergilah ke halaman rumah lalu

Apakah bintang itu? Jika malam datang dan langit sedang cerah, pergilah ke halaman rumah lalu Apakah bintang itu? Jika malam datang dan langit sedang cerah, pergilah ke halaman rumah lalu lihatlah ke langit. Indah bukan? Benda di angkasa yang berkelap-kelip memancarkan cahaya itulah bintang. Apakah

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS Irfan A. Silalahi 1, Ratna Suwendiyanti 2 dan Noir P. Poerba 3 1 Komunitas Instrumentasi dan Survey

Lebih terperinci

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi.

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Magnet adalah suatu obyek yang mempunyai medan magnet. Pada saat ini, suatu magnet adalah suatu materi yang mempunyai suatu medan magnet. Materi tersebut bisa dalam

Lebih terperinci

TES PRAKTEK: MATAHARI, SUATU SUMBER ENERGI YANG UNIK BAGI TATA SURYA

TES PRAKTEK: MATAHARI, SUATU SUMBER ENERGI YANG UNIK BAGI TATA SURYA TEST CODE : TP-2 TES PRAKTEK: MATAHARI, SUATU SUMBER ENERGI YANG UNIK BAGI TATA SURYA Dalam suatu misi ruang angkasa berawak ke Planet Mars, Matahari merupakan sumber energi yang paling langsung bisa diakses.

Lebih terperinci

GERHANA MATAHARI DAN GERHANA BULAN

GERHANA MATAHARI DAN GERHANA BULAN GERHANA MATAHARI DAN GERHANA BULAN Tanpa disadari sebenarnya kita selalu berputar dimuka bumi ini sesuai dengan bumi dan tata surya. Sistem tata surya kita yang terdiri dari 9 planet, bulan, komet (asteroid)

Lebih terperinci

JAWABAN DAN PEMBAHASAN

JAWABAN DAN PEMBAHASAN JAWABAN DAN PEMBAHASAN 1. Dalam perjalanan menuju Bulan seorang astronot mengamati diameter Bulan yang besarnya 3.500 kilometer dalam cakupan sudut 6 0. Berapakah jarak Bulan saat itu? A. 23.392 km B.

Lebih terperinci

SISTEM PENJEJAK POSISI MATAHARI DENGAN MEMANFAATKAN LIGHT DEPENDENT RESISTOR (LDR)

SISTEM PENJEJAK POSISI MATAHARI DENGAN MEMANFAATKAN LIGHT DEPENDENT RESISTOR (LDR) SISTEM PENJEJAK POSISI MATAHARI DENGAN MEMANFAATKAN LIGHT DEPENDENT RESISTOR (LDR) Hardianus Wilson, Yulia Imelda Piyoh, Andreas Setiawan Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Matematika

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN BINTANG SEBAGAI PENUNJUK ARAH KIBLAT KELOMPOK NELAYAN MINA KENCANA DESA JAMBU KECAMATAN MLONGGO KABUPATEN JEPARA

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN BINTANG SEBAGAI PENUNJUK ARAH KIBLAT KELOMPOK NELAYAN MINA KENCANA DESA JAMBU KECAMATAN MLONGGO KABUPATEN JEPARA BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN BINTANG SEBAGAI PENUNJUK ARAH KIBLAT KELOMPOK NELAYAN MINA KENCANA DESA JAMBU KECAMATAN MLONGGO KABUPATEN JEPARA A. Analisis Metode Penggunaan Bintang Sebagai Penunjuk Arah Kiblat

Lebih terperinci

SEGMENTASI BINTIK MATAHARI MENGGUNAKAN METODE WATERSHED

SEGMENTASI BINTIK MATAHARI MENGGUNAKAN METODE WATERSHED SEGMENTASI BINTIK MATAHARI MENGGUNAKAN METODE WATERSHED Rudy Adipranata, Gregorius Satia Budhi, Bambang Setiahadi, dan Bachtiar Anwar Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra, Surabaya Stasiun Pengamat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Oleh : Martono, Halimurrahman, Rudy Komarudin, Syarief, Slamet Priyanto dan Dita Nugraha Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM 4.1 ANALISIS PERHITUNGAN KUAT MEDAN PADA PROPAGASI GROUND WAVE Langkah yang pertama kali dilakukan dalam analisis ini ialah mencari nilai s 1 dan s 2

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Olimpiade Sains Nasional Bidang Astronomi 2012 ESSAY Solusi Teori 1) [IR] Tekanan (P) untuk atmosfer planet

Lebih terperinci