KINERJA PENYALURAN KREDIT USAHA MIKRO MELALUI KEMITRAAN PT BANK BUKOPIN, TBK PADA SWAMITRA KOPMISO BOGOR FERYANTO HUTAPEA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KINERJA PENYALURAN KREDIT USAHA MIKRO MELALUI KEMITRAAN PT BANK BUKOPIN, TBK PADA SWAMITRA KOPMISO BOGOR FERYANTO HUTAPEA"

Transkripsi

1 KINERJA PENYALURAN KREDIT USAHA MIKRO MELALUI KEMITRAAN PT BANK BUKOPIN, TBK PADA SWAMITRA KOPMISO BOGOR FERYANTO HUTAPEA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kinerja Penyaluran Kredit Usaha Mikro melalui Kemitraan PT Bank Bukopin, Tbk pada Swamitra Kopmiso Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013 Feryanto Hutapea H

4

5 ABSTRAK FERYANTO HUTAPEA. Kinerja Penyaluran Kredit Usaha Mikro melalui Kemitraan PT Bank Bukopin, Tbk pada Swamitra Kopmiso Bogor. Dibimbing oleh DWI RACHMINA. Swamitra Bogor memiliki perkembangan kinerja yang baik selama tiga tahun terakhir. Hal ini dilihat dari pertumbuhan realisasi kredit sebesar 16,76 persen per tahun serta perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) sebesar 304,19 persen per tahun. Kajian ini dilakukan untuk melihat bagaimana upaya Swamitra Bogor memiliki perkembangan tersebut, melalui analisis kinerja Swamitradan analisis penilaian nasabah. Penelitian ini dilakukan di Swamitra Kopmiso Bogor yang memiliki kinerja baik, dilihat dari perkembangan SHU yang baik di wilayah Bogor tahun Penilaian kinerja Swamitra dilakukan dengan analisis deskriptif terhadap kinerja Swamitra Kopmiso Bogor selama tahun Sedangkan penilaian persepsi nasabah dilakukan dengan Skala Likert. Berdasarkan hasil penelitian, kinerja Swamitra Kopmiso Bogor berada pada kondisi yang baik. Hal ini dilihat pemanfaatan Modal Tidak Tetap (MTT) dan perolehan SHU yang terus bertumbuh, serta rasio kredit bermasalah yang berhasil ditekan di bawah lima persen. Sedangkan penilaian nasabah menyatakan bahwa aktivitas penyaluran kredit usaha mikro di Swamitra Kopmiso Bogor baik, dengan skor penilaian sebesar 423 pada selang penilaian Kata Kunci : linkage program, kinerja kredit, persepsi nasabah ABSTRACT FERYANTO HUTAPEA. Performance of Micro Credit through PT Bank Bukopin, Tbk s Partnership on Swamitra Kopmiso Bogor. Supervised by DWI RACHMINA. Swamitra Bogor has a good development of performance during the last three years. It is seen from the growth of credit realization about % per year and also the growth of net profit about % per year. This research was conducted to see how the efforts of Swamitra Bogor to have the development, through the analysis of Swamitra s performance and analysis of customer s perception. This research was conducted at Swamitra Kopmiso Bogor that has good performance, viewed from the growth of net profit in the area of Bogor in The analysis of Swamitra s performance had done with the descriptive analysis on Swamitra Kopmiso Bogor s performance during The analysis of customer s perception had done with Likert Scale. Based on the research results, Swamitra Kopmiso Bogor s performance is in good condition, this is seen in the growth of use unfixed capital and net profit, also Bad Debt Ratio (BDR) that succesfully pressed under five percent. While analysis of customer s perception states that the channeling of distribution credit at Swamitra Kopmiso Bogor is good, with a score of 423 about interval Key words : linkage program, performance of credits, customer s perception

6 KINERJA PENYALURAN KREDIT USAHA MIKRO MELALUI KEMITRAAN PT BANK BUKOPIN, TBK PADA SWAMITRA KOPMISO BOGOR FERYANTO HUTAPEA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

7

8 Judul Skripsi : Kinerja Penyaluran Kredit Usaha Mikro melalui Kemitraan PT Bank Bukopin, Tbk pada Swamitra Kopmiso Bogor Nama : Feryanto Hutapea NIM : H Disetujui oleh Dr. Ir. Dwi Rachmina, MSi Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus :

9 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 sampai Mei 2013 ini ialah Linkage Program, dengan judul Kinerja Penyaluran Kredit Usaha Mikro melalui Kemitraan PT Bank Bukopin, Tbk pada Swamitra Kopmiso Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen pembimbing, Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku dosen evaluator, Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku pembimbing akademik dan dosen penguji utama, dan Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, MS selaku dosen komisi pendidikan yang telah banyak memberi saran dalam penulisan skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Muhhib selaku pimpinan Divisi UMKM Bank Bukopin Kantor Cabang Bogor, Bapak Rusli dan Bapak Hardiman selaku staf Divisi UMKM Bank Bukopin Kantor Cabang Bogor, Bapak Muji selaku perwakilan dari Koperasi Paguyuban Pedagang Mie dan Bakso Megapolitan (KOPMISO), Ibu Wihartati, Ibu Nani Suhartini dan seluruh pengurus Swamitra Kopmiso Bogor atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah dan Ibu (Almarhum) tercinta, adik-adikku Samerson Immanuel Hutapea dan Vivi Maria Hutapea, serta Winda Santa Maria Silaban yang kukasihi untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2013 Feryanto Hutapea

10 vi DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 7 TINJAUAN PUSTAKA 7 Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 7 Manfaat Pelaksanaan Linkage Program 9 Kinerja Penyaluran Kredit Pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 10 KERANGKA PEMIKIRAN 13 Kerangka Pemikiran Teoritis 13 Konsep Kemitraan Perbankan 13 Konsep Kredit 15 Analisis Kinerja Perbankan 17 Kerangka Pemikiran Operasional 17 METODE PENELITIAN 18 Lokasi dan Waktu Penelitian 18 Jenis dan Sumber Data 19 Metode Penentuan Sampel 19 Metode Pengolahan dan Analisis Data 20 Analisis Kinerja Penyaluran Kredit Usaha Mikro melalui Kemitraan Swamitra Bank Bukopin 20 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 22 Gambaran Umum Bank Bukopin 22 Sejarah dan Perkembangan PT Bank Bukopin, Tbk 22 Visi dan Misi PT Bank Bukopin, Tbk 24 Gambaran Umum Swamitra 24 Gambaran Umum Swamitra Kopmiso Bogor 25 viii ix ix

11 vii KINERJA PENYALURAN KREDIT USAHA MIKRO DARI SEGI SWAMITRA KOPMISO BOGOR 27 Mekanisme Penyaluran Kredit Usaha Mikro Pada Swamitra Kopmiso Bogor 27 Kinerja Swamitra Kopmiso Bogor Dalam Penyaluran Kredit Usaha Mikro 29 PERSEPSI NASABAH SWAMITRA KOPMISO BOGOR TERHADAP AKTIVITAS PENYALURAN 36 KREDIT USAHA MIKRO 36 Karateristik Responden 36 Penilaian Nasabah Mengenai Kinerja Swamitra Kopmiso Bogor 41 SIMPULAN DAN SARAN 49 Simpulan 49 Saran 49 DAFTAR PUSTAKA 50 LAMPIRAN 54

12 viii DAFTAR TABEL 1 Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun Daftar Bank Umum Peserta Linkage Program Tahun Kinerja Swamitra di Indonesia Tahun Kinerja Swamitra Wilayah Bogor Tahun Perkembangan Sisa Hasil Usaha pada Outlet Swamitra Bogor Tahun Skor Penilaian Kinerja Swamitra Menurut Nasabah 22 7 Anggaran dan Realisasi Kredit Swamitra Kopmiso Bogor di Tahun Anggaran dan Realisasi Dana Pihak Ketiga Swamitra Kopmiso Bogor di Tahun Anggaran dan Realisasi Modal Tidak Tetap Swamitra Kopmiso Bogor di Tahun Anggaran dan Realisasi Sisa Hasil Usaha Swamitra Kopmiso Bogor di Tahun Anggaran dan Realisasi Kredit Bermasalah Swamitra Kopmiso Bogor di Tahun Jenis Kelamin Responden Nasabah Swamitra Kopmiso Bogor Tahun Usia Responden Nasabah Swamitra Kopmiso Bogor Tahun Tingkat Pendidikan Terakhir Responden Nasabah Swamitra Kopmiso Bogor Tahun Bidang Usaha Responden Nasabah Swamitra Kopmiso Bogor Tahun Pendapatan Bersih Responden Nasabah Swamitra Kopmiso Bogor Tahun Jumlah Realisasi Pinjaman Responden Nasabah Swamitra Kopmiso Bogor Tahun Frekuensi Peminjaman Responden Nasabah Swamitra Kopmiso Bogor Tahun Pendapat Responden Nasabah Swamitra Kopmiso Bogor Terhadap Persyaratan Awal Kredit Usaha Mikro di Tahun Pendapat Responden Nasabah Swamitra Kopmiso Bogor Terhadap Prosedur Pinjaman di Tahun Pendapat Responden Nasabah Swamitra Kopmiso Bogor Terhadap Waktu Merealisasikan Kredit di Tahun Tanggapan Responden Nasabah Swamitra Kopmiso Bogor Terhadap Tingkat Bunga di Tahun Tanggapan Responden Nasabah Swamitra Kopmiso Bogor Terhadap Pelayanan Pengurus di Tahun Tanggapan Responden Nasabah Swamitra Kopmiso Bogor Terhadap Jarak Swamitra di Tahun

13 ix 25 Total Penilaian Responden Nasabah Swamitra Kopmiso Bogor Mengenai Kinerja Swamitra dalam Penyaluran Kredit Usaha Mikro 48 DAFTAR GAMBAR 1 Model Pola Pembiayaan Executing 14 2 Model Pola Pembiayaan Chanelling 15 3 Pola Pembiayaan Joint Financing 15 4 Kerangka Pemikiran Operasional 18 5 Pola Kerja Sama Swamitra 24 6 Logo Swamitra 25 7 Struktur Organisasi Swamitra Kopmiso Bogor 26 DAFTAR LAMPIRAN 1 Mekanisme Penyaluran Kredit Usaha Mikro di Swamitra Kopmiso Bogor 54

14

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan sektor usaha yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari banyaknya kontribusi positif yang diberikan UMKM, antara lain sebagai sumber mata pencaharian, sumber bahan pangan dan gizi yang diperlukan masyarakat serta sumber devisa negara melalui kegiatan ekspor produk UMKM. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (2011) mendukung pernyataan tersebut melalui survei perkembangan sektor usaha di Indonesia tahun , dimana menyatakan bahwa UMKM merupakan sektor usaha mayoritas dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Hal ini dilihat dari besarnya persentase kontribusi UMKM sebesar 99 persen terhadap total unit usaha di Indonesia (lihat Tabel 1). Jumlah unit usaha tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber lapangan pekerjaan. Tabel 1. Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun Indikator Pertumbuhan (%) ,01 Unit Usaha (unit) a. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah b. Usaha Besar Tenaga Kerja (orang) a. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah b. Usaha Besar , , , , , , , , , , ,17 Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (2011), diolah Tabel 1 juga menunjukan bahwa UMKM menjadi sektor usaha yang mendominasi dalam penyerapan tenaga kerja, dimana UMKM memberikan kontribusi sebesar 97 persen dari total tenaga kerja di Indonesia. Hal ini disebabkan mudahnya usaha mikro menjangkau dan menjadi bagian dari masyarakat, terutama pada masyarakat pedesaan. Namun demikian, kondisi UMKM masih termarginalkan dengan berbagai macam permasalahan. Salah satunya adalah lemahnya permodalan, dimana menjadi hambatan utama bagi banyak pelaku UMKM dalam menjalankan aktivitas usaha serta pengembangannya (Tunas Bangsa, 2011). Lemahnya permodalan yang dihadapi UMKM sering terjadi di salah satu unitnya, yakni sektor pertanian. Hal ini dilihat

16 2 pada kondisi sektor pertanian yang sangat memperihatinkan, didominasi oleh kaum petani miskin atau petani gurem yang terbatas pada modal usaha. Berdasarkan Sensus Pertanian 2003, jumlah rumah tangga petani gurem mengalami peningkatan sebesar 2,6 persen per tahun, dimana dari 10,8 juta rumah tangga di tahun 1993 menjadi 13,7 juta rumah tangga pada tahun Salah satu solusi yang dianggap tepat dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah memberikan pinjaman modal atau kredit pada pelaku UMKM. Keberadaan kredit ditujukan untuk membiayai kebutuhan pelaku UMKM dalam penyediaan input produksi. Sebagai contoh, keberadaan kredit pada sektor pertanian dimanfaatkan untuk membiayai penyediaan input produksi seperti benih, pupuk, obat-obatan atau alat-alat dan mesin pertanian. Kredit juga tidak hanya dipandang sebagai penyedia input produksi, melainkan sebagai instrumen yang memungkinkan petani untuk memperoleh akses dan perluasan kontrol terhadap sumber daya (Direktorat Pembiayaan 2004, diacu dalam Ashari dan Friyatno 2006). Penyaluran kredit umumnya dilaksanakan oleh perbankan nasional, seperti Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Adapun bentuk pemberian kredit yang dapat dilayani perbankan nasional berupa kredit modal kerja, kredit investasi dan juga kredit konsumsi. Namun demikian, perbankan nasional masih mengalami berbagai macam permasalahan dalam merealisasikan kredit. Terdapat empat permasalahan umum yang dihadapi perbankan nasional dalam merealisasikan kredit (Ibrahim 2009, diacu dalam Machmudy 2011). Pertama, jaringan perbankan nasional kurang menjangkau hingga ke pelosok-pelosok daerah (sub-urban coverage). Hal ini menyebabkan ketimpangan (disequilibrium) dari perbankan dalam menyalurkan kredit pada UMKM yang banyak berlokasi di daerah pelosok. Kedua, terdapat ketidakseimbangan antara jumlah tenaga analis kredit dengan pihak yang mengajukan kredit. Seorang analis kredit suatu bank dapat menangani puluhan atau bahkan ratusan permohonan kredit. Ketiga, sistem persetujuan kredit perbankan nasional masih menggunakan pola-pola tradisional. Kondisi ini menyebabkan interval waktu relatif lama untuk pengajuan hingga hingga merealisasikan kredit. Keempat, tidak adanya metode pembinaan yang akurat terhadap sektor UMKM. Berdasarkan permasalahan tersebut menyebabkan sisi pelayanan bank mendapat sorotan minor dari masyarakat dan fungsi intermediasi perbankan nasional menjadi semakin tidak efektif. Bank Indonesia selaku bank sentral telah mengupayakan solusi atas permasalahan tersebut, dimana mencanangkan strategi Linkage Program di tahun Linkage Program merupakan bentuk kemitraan yang saling menguntungkan antara Bank Umum dengan Lembaga Keuangan Mikro dalam menyalurkan kredit kepada UMKM (Bank Indonesia, 2009a). Tujuannya adalah mendorong intermediasi perbankan nasional agar lebih efisien melaksanakan penyaluran kredit. Namun demikian, perbankan nasional baru memberikan perhatian penuh melaksanakan Linkage Program di tahun Hal ini dilihat dari banyaknya perbankan nasional yang ikut serta dalam aktivitas penandatanganan Surat Pemberitahuan Persetujuan Pemberian Kredit (SP3K) yang difasilitasi oleh Bank Indonesia pada April 2009, dimana diikuti oleh 19 Bank Umum dan lebih dari 500 BPR/Koperasi Simpan Pinjam (Kospin), untuk menjalin kemitraan dalam menyalurkan kredit pada sektor UMKM (lihat Tabel 2).

17 3 Tabel 2. Daftar Bank Umum Peserta Linkage Program Tahun 2009 No Nama Bank Umum Mitra Program Plafon Kredit (Rp) 1 PT Bank Negara Indonesia BPR dan (Persero), Tbk Koperasi ,00 2 PT BPD Jawa Barat Dan Banten BPR dan Koperasi ,00 3 PT Bank Muamalat Indonesia BPRS dan BMT ,00 4 PT BPD Sumatera Utara BPRS, Koperasi, dan BMT ,00 5 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Koperasi ,00 6 PT Bank Central Asia, Tbk BPR ,00 7 PT Bank Syariah Mandiri BPR dan BPRS ,00 8 PT BPD Jawa Timur BPR dan Koperasi ,00 9 PT BPD Sumatera Barat BPR dan Koperasi ,00 10 PT Bank Internasional BPR dan Indonesia, Tbk Koperasi ,00 11 PT Bank Mega, Tbk BPR ,00 12 PT BPD Riau BPR dan BPRS ,00 13 PT Bank Bukopin Koperasi ,00 14 PT Bank DKI BPR dan Koperasi ,00 15 PT BPD Sulawesi Selatan Koperasi ,00 16 PT Bank Ganesha BPR ,00 17 PT Bank CIMB Niaga, Tbk BPR dan Koperasi ,00 18 PT Bank Himpunan Saudara 1906, Tbk Koperasi ,00 19 PT Bank Danamon, Tbk BPR ,00 Total Plafon Kredit Linkage Program ,00 Sumber : Bank Indonesia (2009b) Pelaksanaan Linkage Program umumnya didominasi melalui kemitraan antara perbankan dengan BPR. Namun demikian, salah satu Peserta Linkage Program yakni PT Bank Bukopin, Tbk (Bank Bukopin), memiliki fokus perhatian sangat besar dalam menjalankan kemitraan dengan koperasi. Berdasarkan Tabel 2 dijelaskan bahwa Bank Bukopin telah menyediakan plafon kredit sebesar rupiah. Jumlah plafon kredit tersebut termaksud kategori jumlah plafon yang sangat besar bila dibandingkan dengan tiga bank umum lainnya yang juga berfokus bermitra dengan koperasi, seperti PT BPD Sulawesi Selatan, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk dan PT Bank Himpunan Saudara 1906, Tbk. Keikutsertaan Bank Bukopin dalam Linkage Program didasari komitmen Bank Bukopin melayani segmen Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi yang mengalami kelangkaan modal.

18 4 Bentuk kemitraan yang dilaksanakan oleh Bank Bukopin diwujudkan pada Bisnis Mikro atau disebut dengan Swamitra. Swamitra merupakan bentuk kerja sama Bank Bukopin dengan koperasi simpan pinjam dalam menyalurkan kredit usaha mikro, namun tetap berpedoman pada Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Simpan Pinjam, yang dalam pelaksanaan kegiatan usahanya melakukan penghimpunan dan penyaluran dana melalui kegiatan simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, serta koperasi lain dan atau anggotannya (Bank Bukopin, 2011). Berdasarkan Laporan Tahunan Bank Bukopin periode 2011, Swamitra telah memberikan layanan kredit usaha mikro kepada nasabahnya sebesar miliar rupiah di tahun Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 11,23 persen dari jumlah kredit yang disalurkan pada tahun sebelumnya (lihat Tabel 3). Besarnya jumlah kredit yang tersalurkan kepada pengusaha UMKM menunjukan bahwa, Swamitra memiliki kinerja yang baik guna mendukung program Bank Bukopin melayani sektor UMKM. Tabel 3. Kinerja Swamitra di Indonesia Tahun Uraian Satuan Pertumbuhan (%) Aset Miliar Rp ,95 Pinjaman Yang Diberikan Miliar Rp ,23 Dana Pihak Ketiga Miliar Rp ,73 Pinjaman Yang Diterima Dari Bukopin Miliar Rp ,75 Sisa Hasil Usaha Tahun Berjalan Miliar Rp 34,53 20,35-41,07 Bad Debt Ratio (BDR) % 10,29 9,19-10,69 Jumlah Swamitra Online Outlet ,00 Jumlah Debitur Orang ,23 Jumlah Nasabah Orang ,52 Sumber : Bank Bukopin (2011) Kesuksesan program kemitraan Swamitra tidak terlepas dari peran beberapa outlet Swamitra yang dikembangkan oleh Bank Bukopin, salah satunya di wilayah kerja Bogor. Wilayah kerja Bogor dikenal sebagai daerah pusat wisata yang dilingkupi oleh berbagai macam UMKM dengan jumlah unit usaha yang cukup banyak. Wilayah kerja Bogor melalui Bank Bukopin Cabang Bogor telah sukses menjalin kerja sama dengan koperasi simpan pinjam, hal ini dilihat diwujudkan tujuh outlet Swamitra di akhir tahun Berdasarkan Tabel 4, kinerja Swamitra Bogor selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan dengan persentase laju pertumbuhan sebesar 16,76 persen per tahun. Adanya peningkatan jumlah pinjaman yang disalurkan melalui Swamitra, disebabkan meningkatnya calon debitur yang memiliki kelayakan menerima pinjaman dilihat dari segi usaha dan jaminan yang diberikan. Hal ini juga diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan Sisa Hasil Usaha (SHU) selama tiga tahun terakhir, dimana Swamitra mampu mencapai laju

19 5 pertumbuhan sebesar 304,19 persen per tahun. Adanya peningkatan perolehan SHU disebabkan perubahan positif manajemen Swamitra Bogor pada aktivitas penyaluran kredit usaha mikro. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa Swamitra dapat diandalkan sebagai media terbaik bagi Bank Bukopin dalam menyalurkan kredit. Swamitra diharapkan dapat menggerakan sektor rill, mendukung program pemerintah untuk pemberdayaan UMKM yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi pengangguran. Tabel 4. Kinerja Swamitra Wilayah Bogor Tahun Uraian Laju Pertumbuhan (ribu Rp) (ribu Rp) (ribu Rp) (% per tahun) Aset ,54 Pinjaman Yang Diberikan ,76 Dana Pihak Ketiga ,25 Pinjaman yang diterima dari Bank ,91 Bukopin (MTT) Sisa Hasil Usaha Tahun Berjalan (59.530) ( ) ,19 Bad Debt Ratio (BDR) (%) 5,48 4,31 3,81-11,41 Sumber : Bank Bukopin Cabang Bogor (2012) Perumusan Masalah Swamitra Bogor merupakan salah satu media Bank Bukopin yang ditujukan untuk memperluas layanan pembiayaan pada sektor UMKM, terutama bagi pengusaha mikro Bogor. Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa Swamitra Bogor berhasil meraih kinerja baik di tahun Hal ini dilihat dari beberapa kategori kinerja yang berhasil tumbuh seperti nilai aset, jumlah pinjaman yang direalisasikan, perolehan SHU dan upaya menekan Bad Debt Ratio (BDR). Namun bila melihat kondisi Swamitra Bogor di tahun , dapat diketahui bahwa Swamitra Bogor memperoleh SHU dengan hasil yang kurang baik. Hal ini disebabkan menurunnya kinerja dari beberapa outlet Swamitra Bogor pada aktivitas layanan pembiayaan sektor UMKM. Berdasarkan penilaian Bank Bukopin terhadap Swamitra, SHU merupakan acuan terbesar dalam menilai kinerja outlet Swamitra dengan proporsi penilaian sebesar 50 persen. Hal ini bertolak belakang terhadap penilaian Bank Bukopin, serta menunjukan bahwa Swamitra Bogor mengalami perkembangan kinerja yang kurang baik di tahun Dengan demikian, diperlukan sebuah peninjauan kembali mengenai kinerja masing-masing outlet Swamitra yang diwujudkan dalam sebuah penelitian. Penelitian dapat dilakukan dengan menganalisa kinerja Swamitra dilihat dari dua sisi penilaian, yaitu penilaian kinerja Swamitra dan penilaian nasabah peminjam dana (debitur) terhadap aktivitas penyaluran kredit. Namun demikian, penelitian hanya dilaksanakan pada salah satu outlet Swamitra Bogor, yang

20 6 dinyakini memiliki kinerja baik dari segi perolehan SHU. Penentuan tersebut dinyakini dapat mewakili kondisi Swamitra Bogor. Berdasarkan Tabel 5 dijelaskan mengenai perolehan SHU dari outlet Swamitra Bogor selama tiga tahun terakhir. Masing-masing outlet Swamitra Bogor memiliki perolehan SHU yang cenderung meningkat. Namun hanya Swamitra Kopmiso Bogor menjadi salah satu outlet Swamitra memiliki laju pertumbuhan SHU sangat besar di wilayah kerja Bogor. Swamitra tersebut berhasil menumbuhkan perolehan SHU sebesar 183 persen per tahun. Tabel 5. Perkembangan Sisa Hasil Usaha pada Outlet Swamitra Bogor Tahun Nama Swamitra Sisa Hasil Usaha Swamitra Laju Pertumbuhan (% per tahun) (ribu Rp) (ribu Rp) (ribu Rp) Cileungsi ,00 Kopwil Merdeka Bogor ( ) ( ) (46.118) 29,00 Giri Bhakti ,00 Kopmiso ( ) ,00 KKB - - (44.420) 0,00 Karya Sejahtera (92.330) ( ) (67.780) -10,00 Al Barokah ,00 Total (59.530) ( ) ,19 Sumber : Bank Bukopin Cabang Bogor, 2012 Swamitra Kopmiso Bogor merupakan salah satu outlet yang berhasil dikembangkan oleh Bank Bukopin Cabang Bogor, melalui kerjasama dengan Koperasi Paguyuban Pedagang Mie dan Bakso Megapolitan (KOPMISO) di tahun Swamitra Kopmiso Bogor memiliki fokus melayani pengusaha mikro di wilayah Pasar Bogor. Mewujudkan pelayanannya pada sektor usaha mikro, Swamitra Kopmiso Bogor menerapkan aktivitas penyaluran kredit usaha mikro. Keberhasilan Swamita Kopmiso Bogor dalam meningkatkan perolehan SHU, disebabkan adanya upaya manajemen pengurus Swamitra Kopmiso Bogor berupa menekan biaya operasional, menurunkan rasio kredit bermasalah serta peningkatan jumlah kredit yang disalurkan pada nasabah. Namun demikian, Swamitra Kopmiso Bogor juga masih mengalami kendala yang memberatkan kinerja Swamitra, seperti masih ditemukan kondisi kredit macet yang disebabkan keterlambatan debitur membayar kewajiban pinjaman. Berdasarkan hasil tersebut, Swamitra Kopmiso Bogor dipilih sebagai Swamitra percontohan dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian tersebut dimunculkan beberapa pertanyaan yang akan dibahas dalam penelitian ini, antara lain: 1) Bagaimana mekanisme penyaluran kredit usaha mikro melalui Swamitra Kopmiso Bogor? 2) Bagaimana kinerja Swamitra Kopmiso Bogor, dilihat dari sisi kinerja Swamitra dan sisi penilaian debitur terhadap aktivitas penyaluran kredit usaha mikro?

21 7 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka dalam penelitian ini akan dicapai tujuan sebagai berikut : 1) Mendeskripsikan mekanisme penyaluran kredit usaha mikro melalui Swamitra Kopmiso Bogor. 2) Menganalisa kinerja Swamitra Kopmiso Bogor dalam aktivitas penyaluran kredit usaha mikro, dilihat dari sisi kinerja Swamitra dan sisi penilaian debitur terhadap aktivitas penyaluran kredit usaha mikro. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak, antara lain : 1) Bagi perusahaan, sebagai informasi dan masukan mengenai keragaan kinerja penyaluran kredit usaha mikro dan pendapat nasabah mengenai aktivitas penyaluran kredit usaha mikro melalui studi kasus Swamitra Kopmiso Bogor. 2) Bagi penulis, mendapatkan kesempatan untuk mengaplikasikan keilmuan yang dimiliki mengenai studi Agribisnis pada penelitian ini. Penulis juga mendapat pengalaman baru mengenai aktivitas pembiayaan kredit di lembaga keuanga mikro, melalui pengamatan langsung di Swamitra Kopmiso Bogor. 3) Bagi pihak akademisi dan masyarakat dapat digunakan sebagai informasi dan masukan mengenai keragaan program kemitraan perbankan nasional dalam menyalurkan kredit usaha mikro dengan melihat pengalaman kemitraan PT Bank Bukopin, Tbk dengan Koperasi Simpan Pinjam Bogor. TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sering digambarkan sebagai sektor usaha yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia, khususnya dalam hal penyerapan tenaga kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Pemerintah sering kali menetapkan UMKM sebagai prioritas dalam agenda pembangunan nasional. Hal ini dibuktikan ketika sektor UMKM dipromosikan untuk membangun sektor hulu perekonomian nasional pasca krisis ekonomi yang berkepanjangan tahun UMKM menjadi sektor usaha ekonomi paling kuat bertahan sementara sektor usaha dengan skala yang lebih besar mengalami keruntuhan. Menurut Partomo (2004), terdapat lima alasan mengapa sektor UMKM dapat bertahan dan cenderung meningkat pada masa krisis ekonomi, antara lain : Pertama, sebagian besar sektor UMKM memproduksi produk dengan elastitas pendapatan yang rendah, sehingga pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak

22 8 berpengaruh pada permintaan produk hasil sektor UMKM. Kedua, akses permodalan pada perbankan sangat rendah. Hal ini disebabkan sektor UMKM mempergunakan modal sendiri. Implikasinya pada saat perbankan mengalami keterpurukan di masa krisis ekonomi, maka tidak banyak mempengaruhi sektor UMKM. Ketiga, sektor UMKM memiliki hambatan keluar-masuk yang sangat rendah. Hal ini memungkinkan sektor UMKM mudah untuk berpindah dari satu usaha ke usaha yang lainnya. Keempat, sektor UMKM memiliki banyak pilihan dalam pengadaan bahan baku sehingga menyebabkan penurunan biaya produksi dan peningkatan efisiensi dalam memproduksi barang dan jasa. Kelima, adanya peningkatan pengusaha UMKM yang berasal dari pekerja-pekerja yang menggangur dari aktivitas sektor usaha besar sehingga memperkaya kuantitas dan kualitas pada UMKM. Seiring dengan pertambahan waktu, UMKM mengalami perkembangan dalam jumlah unit. Jumlah UMKM di akhir tahun 2011 berkisar 55,2 juta unit usaha, terjadi peningkatan dari dua tahun sebelumya berkisar 52,8 juta unit usaha (PKL, 2012). Seiring dengan peningkatan jumlah unit UMKM maka turut meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Rata-rata UMKM mampu menyerap tiga hingga lima tenaga kerja. Adanya penambahan sekitar tiga juta unit UMKM pada periode tahun 2009 hingga tahun 2011, menyebabkan terserapnya tenaga kerja sebanyak 15 juta orang. Hal ini menunjukan bahwa UMKM memiliki potensi menjadi sektor penggerak perekonomian nasional. Namun demikian, perkembangan UMKM yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi dengan meratanya kualitas UMKM (Tejasari, 2008). Hal ini disebabkan oleh masalah internal dan eksternal yang dihadapi oleh UMKM. Adapun permasalahan internal pada UMKM meliputi : Pertama, terbatasnya akses pengusaha UMKM terhadap permodalan. Hal ini disebabkan pengusaha UMKM tidak memenuhi syarat administrasi yang dibutuhkan bank dalam merealisasikan kredit. Kedua, rendahnya kualitas sumber daya manusia UMKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi dan pemasaran. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pengusaha UMKM, sehingga mempengaruhi kualitas UMKM. Sedangkan permasalahan eksternal pada UMKM meliputi : Pertama, biaya transaksi yang besar akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan pada bahan baku. Hal ini berdampak buruk pada aktivitas UMKM. Kedua, perolehan legalitas formal UMKM yang dipersulit. Pelaku UMKM diharuskan mengeluarkan biaya tinggi untuk mengurus perizinan. Ketiga, kurangnya pemahaman dari pengusaha UMKM mengenai kelembagaan yang dapat menaungi UMKM dalam posisi tawar-menawar, sebagai contoh koperasi. Berdasarkan permasalahanpermasalahan tersebut menyebabkan produktivitas sektor UMKM sangat rendah. Menanggapi permasalahan tersebut maka diperlukan pengembangan strategi, salah satu strategi pengembangan dari perbankan seperti perbankan melaksanakan fungsi intermediasinya dengan mendistribusikan kredit usaha baik secara langsung kepada pengusaha UMKM maupun dengan pola kemitraan terhadap kelembagaan yang dapat menaungi sektor UMKM. Selain itu juga diberikan pembekalan dan penyuluhan dari pemerintah untuk mengatasi masalah sumber daya manusia UMKM yang rendah. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kembali nilai tambah pada UMKM dalam persaingan bisnis.

23 9 Manfaat Pelaksanaan Linkage Program Linkage Program merupakan program kemitraan saling menguntungkan antara bank umum dan BPR/koperasi simpan pinjam. Program ini dimaksudkan untuk menciptakan pasar yang harmonis bagi perbankan dalam menyalurkan kredit. Linkage program juga memiliki fungsi sebagai jembatan penghubung atas keterbatasan dua belah pihak dalam menjangkau pasar UMKM. Secara nasional terdapat 19 bank umum dan lebih dari 500 BPR/Koperasi yang telah berpartisipasi dalam Linkage Program di tahun 2009, enam diantara bank umum merupakan bank pembangunan daerah. Jumlah plafon kredit yang telah disiapkan mencapai 1,5 triliun rupiah selama periode Juli 2008 hingga Februari 2009 (lihat Tabel 2). Salah satu bentuk kemitraan yang sukses diimplementasikan perbankan nasional adalah Swamitra. Swamitra merupakan terobosan dari PT Bank Bukopin, Tbk (Bank Bukopin) dalam aktivitas pembiayaan sektor ekonomi nasional, dimana diwujudkan pada jalinan kerja sama antara Bank Bukopin dengan koperasi simpan pinjam maupun lembaga keuangan mikro, dengan prinsip kebersamaan dan saling menguntungkan. Swamitra diharapkan dapat menjadi sebuah solusi dalam mengatasi permasalahan lemahnya permodalan, kepercayaan dan manajemen yang selama ini dihadapi sektor UMKM. Selain itu, dilaksanakan program kemitraan Swamitra dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan serta memperkuat struktur permodalan koperasi yang selama ini menghadapi banyak kendala. Mochtar (2008) menjelaskan bahwa terdapat empat konsep yang diterapkan Bank Bukopin pada kemitraan Swamitra antara lain : Pertama, pemberdayaan ekonomi rakyat melalui dukungan teknis, pemasaran dan pembiayaan melalui kemitraan antara Bank Bukopin dengan Koperasi. Hal tersebut dimaksudkan guna menumbuhkan kepercayaan anggota Koperasi untuk ikut serta dalam aktivitas Koperasi. Kedua, menghubungkan kebutuhan produsen/pengusaha UMKM dengan konsumen melalui penyedian informasi dan komunikasi bisnis. Hal ini dimaksudkan untuk mengefisiensikan jalur distribusi yang panjang, sehingga pengusaha UMKM dan konsumen dapat menikmati nilai tambah dalam aktivitas bisnis. Ketiga, memperluas pelayanaan transaksi perbankan guna mempermudah pengusaha UMKM melakukan aktivitas saving dan kredit untuk memperlancar arus perdagangan. Keempat, membangun jaringan kerja dengan dukungan teknologi untuk mempererat hubungan kemitraan Bank Bukopin dengan Koperasi. Aktivitas kemitraan juga masih menghadapi beberapa kendala yang sering dihadapi perbankan pada umumnya. Salah satu kendala yang menjadi hambatan utama bagi kemitraan perbankan adalah risiko kredit bermasalah (non performing loan). Namun hal tersebut mampu ditekan oleh Bank Bukopin, hal ini disebabkan kemampuan manajemen Bank Bukopin dalam membina koperasi simpan pinjam, sehingga memperkecil kemungkinan kredit yang bermasalah (Glenardi 2009, diacu dalam Gemari 2009). Hal ini dibuktikan melalui 640 Koperasi yang berhasil dibina oleh Bank Bukopin. Dengan demikian, disimpulkan bahwa pola kemitraan Swamitra semata-mata bukanlah aktivitas bisnis Bank Bukopin, melainkan membantu pemerintah meningkatkan ekonomi masyarakat. Keberadaan kemitraan Swamitra Bank Bukopin banyak memberikan dampak positif bagi perkembangan UMKM. Susilowati (2002) menyatakan terdapat tiga manfaat positif yang diterima pengusaha mikro ketika ikutserta pada

24 10 kemitraan Swamitra Bank Bukopin. Hal ini ditinjau dari partisipasi Primkopti Handayani dalam Swamitra. Pertama, pendapatan anggota Primkopti Handayani yang berprofesi sebagai produsen tahu dan tempe mengalami peningkatan. Hal ini berkaitan dengan pinjaman yang disalurkan Bank Bukopin pada Swamitra Primkopti Handayani, sehingga menyebabkan anggota Primkopti Handayani dapat meningkatkan volume usaha mereka melalui pengadaan input produksi yang lebih maksimal dari kondisi sebelumnya. Kedua, anggota Primkopti Handayani mendapat pembinaan usaha dari Swamitra. Hal ini membantu para anggota Primkopti Handayani menjalankan usaha produksi tahu dan tempe dengan manajemen yang baik. Ketiga, terjadinya peningkatan partisipasi anggota Primkopti Handayani dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan pertemuanpertemuan lainya. Mochtar (2008) juga menambahkan mengenai dampak yang diterima pelaku UMKM mengikuti kemitraan Swamitra Bank Bukopin, antara lain peningkatan aset dan skala usaha, peningkatan penyerapan tenaga kerja, perluasan pasar dan peningkatan pendapatan. Hal ini ditinjau dari seluruh unit Swamitra di Kota Pekanbaru. Dari segi aset yang dimiliki para pelaku UMKM, baik aset finansial dan aset riil (rumah, tanah dan kendaraan) meningkat rata-rata sebesar 36,50 persen. Jumlah tersebut dikategorikan kecil, namun demikian masih dinyakini akan terus meningkat setiap tahunnya. Sedangkan segi penyerapan tenaga kerja, pelaku UMKM mengalami peningkatan rata-rata sebesar 45,89 persen. Hal ini berkaitan dengan meningkatkan volume usaha pengusaha UMKM setelah menerima kredit Swamitra sehingga menyebabkan perluya tambahan tenaga kerja. Dari segi pasar, UMKM mengalami peningkatan rata-rata sebesar 57,93 persen. Hal ini disebabkan sokongan dana Swamitra berupa kredit modal yang mempermudah pengusaha UMKM melakukan ekspansi usaha dengan membuka usaha lain. Dari segi pendapatan juga mengalami peningkatan rata-rata sebesar 68,23 persen, hal ini berkaitan dengan meningkatkan volume usaha setelah menerima kredit Swamitra yang berdampak pada peningkatan produktivitas dan penjualan pengusaha sektor UMKM. Dari hasil kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaku UMKM akan menerima peningkatan produktivitas, peningkatan pendapatan petani dan kemudahan petani menjual produk UMKM. Kesamaan tersebut menyebabkan adanya indikasi bahwa kemitraan merupakan solusi yang terbaik dalam mengatasi permasalah pembiayaan sektor UMKM. Kinerja Penyaluran Kredit Pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kredit dikenal sebagai salah satu sumber permodalan pada aktivitas sektor usaha riil, baik usaha skala mikro hingga usaha skala besar. Aktivitas penyaluran kredit dianggap dapat memberikan banyak dampak positif bagi perkembangan sektor usaha di Indonesia, dimana meningkatkan kemampuan para pengusaha agar menjadi lebih kuat dan mandiri melalui pemanfaatan dana pinjaman. Namun demikian, muncul pertanyaan apakah perbankan memiliki kinerja yang baik dalam aktivitas penyaluran kredit. Hal ini dapat dijelaskan melalui penelitian mengenai kinerja perbankan dalam menyalurkan kredit yang telah banyak dilakukan sebelumnya oleh Aprilia (2004), Novitasari (2006) dan Fitrianingsih

25 (2008). Dari ketiga penelitian tersebut dilakukan identifikasi kinerja perbankan dalam pelaksanaan kredit usaha. Aprilia (2004) menjelaskan kinerja perbankan syariah terhadap perkembangan perekonomian nasional selama periode dan bagaimana persepsi masyarakat selaku nasabah bank syariah dan bank konvensional mengenai pembiayaan syariah. Hasil penelitian menunjukan bahwa kinerja perbankan syariah berada pada posisi yang baik, hal ini dapat dilihat dari posisi aset total bank syariah mengalami peningkatan sebesar 3,813 triliun rupiah pada akhir tahun 2003 atau sebesar 32,03 persen dari tahun sebelumnya. Selain itu perbankan syariah berhasil menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 5,724 triliun rupiah pada akhir tahun 2003 atau meningkat sebesar 32,48 persen dari tahun sebelumnya. Hasil kinerja tersebut menunjukan perbankan syariah juga tidak kalah bersaing terhadap bank konvensional, dilihat dari jumlah persentase Financing Deposit Ratio (FDR) yang diraih lebih dari 100 persen. Sedangkan persepsi masyarakat mengenai pembiayaan syariah ditinjau atas beberapa faktor yakni bunga bank, pengetahuan perbankan syariah, tingkat keuntungan relatif atau bagi hasil, tingkat kompabilitas dan tingkat aksebilitas. Pada penelitian tersebut, diambil sampel nasabah dari beberapa bank umum dan bank syariah di wilayah Bogor. Berdasarkan persepsi nasabah terhadap bunga bank secara umum menyatakan bahwa bunga adalah haram dengan tingkat persentase sebesar 50 persen dari total responden. Berdasarkan persepsi nasabah terhadap pengetahuan perbankan syariah dijelaskan bahwa mayoritas responden dengan jumlah persentase sebesar 29,1 persen menyatakan bank syariah adalah bank yang sesuai dengan prinsip syariah. Berdasarkan persepsi nasabah terhadap bagi hasil menyatakan hal tersebut disetujui dalam pembiayan perbankan syariah dengan jumlah persentase sebesar 68 persen dari total responden. Berdasarkan persepsi nasabah terhadap tingkat kompabilitas menyatakan bahwa responden puas dengan pelayanan bank syariah dengan jumlah persentasen sebesar 46 persen dari total responden. Sedangkan persepsi nasabah terhadap tingkat aksebilitas menyatakan bahwa responden tidak mengalami kendala dalam menjangkau bank syariah, hal ini dilihat dari 76 persen dari total responden menyatakan pendapat tersebut. Novitasari (2006) membahas kinerja penyaluran Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) yang dilihat dari penilai Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan nasabah BRI. Penelitian ini dilakukan pada salah satu unit kerjac BRI wilayah Jakarta yakni Kantor Unit BRI Unit Kreo, hal ini dikarenakan BRI Unit Kreo menjadi unit kerja BRI yang mampu menyalurkan Kupedes terbesar dibanding dengan unit lainnya yakni mencapai 2,091 miliyar rupiah. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kinerja penyaluran Kupedes baik dilihat dari target dan realisasi kredit, persentase tunggakan kredit, jangkauan kredit dan frekuensi pinjaman. Sedangkan penilaian kinerja penyaluran Kupedes menurut nasabah dilihat dari beberapa faktor antara lain persyaratan awal, prosedur pinjaman, realisasi kredit, biaya administrasi, tingkat bunga, lokasi bank, jaminan atau anggunan, pelayanan petugas dan pendapatan usaha. Berdasarkan target dan realisasi kredit selama tahun , BRI Unit Kreo telah berhasil merealisasikan Kupedes dengan rata-rata pencapaian sebesar 109,72 persen dari target yang ingin dicapai. Pada persentase tunggakan kredit, BRI Unit Kreo mampu menekannya dengan sebesar 2,18 persen selama periode hal berkaitan dengan adanya perbaikan 11

26 12 manajemen BRI dalam menyeleksi calon nasabah dan membina nasabah lama dalam aktivitas membayar kewajibannya. Berdasarkan jangkauan kredit, BRI Unit Kreo mampu menjangkau berbagai macam sektor yakni sektor pertanian, sektor perindustrian, sektor perdagangan dan sektor jasa komersil. Namun demikian, diketahui bahwa sektor perdagangan menjadi sektor usaha yang paling banyak dibiayai oleh Kupedes dengan jumlah sebesar 1,292 miliyar rupiah di akhir Maret Hasil tersebut menunjukan bahwa BRI Unit Kreo memiliki fokus pelayanan nasabah di bidang perdagangan. Sedangkan pada frekuensi pinjaman menunjukan bahwa mayoritas nasabah telah mengambil Kupedes lebih dari tiga kali, dengan jumlah persentase sebesar 45 persen dari total responden. Hasil tersebut menunjukan bahwa adanya indikasi bahwa nasabah mengerti manfaat dari Kupedes, sehingga mampu memanfaat fasilitas kredit BRI dalam frekuensi berulang kali. Sedangkan penilaian nasabah menyatakan bahwa persyaratan awal, prosedur pinjaman, realisasi kredit, biaya administrasi, lokasi bank, pelayanan petugas dan pendapatan usaha merupakan faktor yang mendukung perkembangan kinerja BRI pada aktivitas penyaluran kredit. Sedangkan Fitrianingsih (2008) membahas kinerja penyaluran Kupedes yang dilihat dari segi BRI dan pendapat nasabah BRI. Penelitian ini menggunakan studi kasus pada salah satu unit kerja BRI yakni BRI Unit Citerup, hal ini didasari bahwa BRI Unit Citerup merupakan kantor BRI unit terbesar wilayah Bogor. Penilaian kinerja penyaluran Kupedes menurut bank dilihat dari target dan realisasi kredit, persentase tunggakan kredit, jangkauan kredit dan frekuensi pinjaman. Sedangkan penilaian kinerja penyaluran Kupedes menurut nasabah dilihat dari beberapa faktor antara lain persyaratan awal, prosedur pinjaman, realisasi kredit, biaya administrasi, tingkat bunga, jaminan atau bunga dan pelayanan petugas bank. Berdasarkan target dan realisasi, jumlah Kupedes yang mampu direalisasikan BRI Unit Citerup berfluktuatif, namun BRI Unit Citerup mampu mencapai target yang ditetapkan dengan rata-rata persentase pencapaian sebesar 98,08 persen selama periode Berdasarkan persentase tunggakan kredit, BRI Unit Citerup berhasil mencapai 2,64 persen dari target yang ingin dicapai. Hasil tersebut diperoleh atas perbaikan manajemen BRI dalam menyeleksi calon debitur sehingga dapat menekan persentase tunggakan. Berdasarkan jangkauan pelayanan, BRI Unit Citerup mampu menjangkau berbagai macam sektor yakni sektor pertanian, sektor perindustrian, sektor perdagangan dan sektor jasa komersil. Namun demikian, sektor perdagangan menjadi sektor mayoritas dalam pembiayaan Kupedes BRI Unit Citerup, dengan jumlah kredit sebesar 5,058 miliyar atau sebesar 88,96 persen dari total Kupedes yang disalurkan pada akhir Juni Sedangkan pada frekuensi pinjaman, nasabah telah mengambil Kupedes lebih dari tiga kali kesempatan dengan jumlah nasabah sebanyak 548 orang. Hal ini disebabkan nasabah mengetahui manfaat dari Kupedes BRI Unit Citerup, sehingga mampu memanfaat fasilitas kredit berulang kali. Atas keempat faktor yang dipergunakan dalam menilai kinerja Kupedes menurut bank menunjukan bahwa BRI Unit memiliki kinerja yang baik. Sedangkan penilaian nasabah menunjukan bahwa persyaratan awal dan pelayan pengurus yang memberikan pengaruh baik dalam meningkatkan kinerja BRI Unit Citerup dalam menyalurkan Kupedes.

27 13 Dari ketiga hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya penyaluran kredit usaha yang dilaksanakan oleh lembaga keuangan/perbankan memiliki kinerja yang baik. Tidak terdapat hal yang membedakan dari kinerja penyaluran kredit atas lembaga keuangan yang dilakukan penelitian. Namun demikian, terdapat kesamaan mengenai faktor-faktor yang dipergunakan dalam menilai kinerja penyaluran kredit usaha dilihat dari segi bank dan segi nasabah. Target dan realisasi kredit serta persentase tunggakan kredit menjadi kriteria yang dipergunakan dalam menilai kinerja perbankan, sedangkan penilaian kinerja menurut nasabah dapat dilihat pada beberapa kriteria : persyaratan awal, prosedur peminjaman, realisasi kredit, tingkat bunga, pelayanan petugas Swamitra, dan lokasi Swamitra. Dengan demikian, kriteria tersebut dapat dijadikan referensi untuk variabel penelitian ini. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu pemahaman penulis mengenai sekumpulan pemikiran atau teori dari berbagai literatur untuk mendukung variabel-variabel penelitian. Sumber literatur tersebut seperti buku, jurnal ilmiah, skripsi, tesis, disertasi dan karya ilmiah lainnya yang dinyakini kebenarannya guna mendukung penelitian ini. Konsep Kemitraan Perbankan Pada dasarnya kemitraan merupakan jenis entitas bisnis yang diwujudkan dalam kerja sama antara pengusaha kecil dengan pengusahaan besar, dalam pelaksanaannya disertai pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan (Tohar, 2000). Hal yang mendasari dilaksanakannya kemitraan yakni adanya persoalan internal dan eksternal yang dihadapi pengusaha dalam mengembangkan usaha, sehingga memerlukan pertolongan pihak lain yang memiliki kemampuan lebih. Hutabarat dan Huseini (2006) menambahkan bahwa kemitraan berjalan atas orientasi kondisi lingkungan usaha yang tidak menentu, sehingga memerlukan sebuah media pengembangan agar perusahaan mendapat keunggulan bersaing. Kemitraan dapat diwujudkan melalui tranfer teknologi, transfer pengetahuan dan keterampilan, tranfer sumber daya (manusia dan bahan baku), transfer metode kerja, transfer modal atau berbagai hal yang dapat diperbantukan sehingga terpadu dalam wujud yang utuh. Namun pada aktivitas perbankan nasional, program kemitraan merupakan salah satu upaya pengembangan penyaluran kredit perbankan nasional, hal tersebut didasari Undang-Undang Nomor 9 Tahun Pelaksanaan kemitraan pada perbankan bertujuan untuk mengurangi dampak intensifikasi debitor UMKM atau aktivitas perbankan yang hanya menggarap UMKM yang telah mendapat kredit dari perbankan, sehingga mempengaruhi manfaat perbankan terhadap perkembangan perekonomian nasional (trickle down effect). Program kemitraan perbankan dapat diwujudkan melalui Linkage Program. Program tersebut dianggap sebagai terobosan baru dari perbankan

28 14 dalam menggarap potensi UMKM melalui perluasan customer care (Hadinoto dan Retnadi, 2007). Linkage Program merupakan program kemitraan antara bank umum dengan lembaga keuangan mikro guna menyalurkan kredit. Pelaksanaan program tersebut tidak mengharuskan perbankan menyalurkan kredit secara langsung kepada sektor rill, melainkan melalui perusahaan kemitraan seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maupun koperasi simpan pinjam atau disebut dengan istilah two steps financing (Bank Indonesia, 2009). Program tersebut memberikan manfaat baik bagi bank umum seperti proses penyaluran kredit menjadi efisien serta memperluas jangkauan terhadap pengusaha UMKM. Sedangkan pada perusahaan mitra memperoleh manfaat berupa penguatan permodalan guna membiayai pengusaha UMKM yang memiliki potensi berkembang. Penerapan Linkage Program dapat diwujudkan pada tiga pola pembiayaan (Bank Indonesia, 2007) yakni : a. Pola Executing merupakan skema penyaluran kredit dimana perbankan memberikan modal pinjaman pada perusahaan mitra, guna disalurkan kembali sebagai pinjaman kepada pengusaha UMKM sebagai end user (lihat Gambar 1). Kredit yang disalurkan dicatat bank umum sebagai pinjaman perusahaan mitra, sedangkan perusahaan mitra mencatat kredit yang tersalur sebagai pinjaman kepada pengusaha UMKM. Pada skema pembiayaan ini, perusahaan mitra memegang kuasa penuh dalam aktivitas menyalurkan kredit, termasuk menentukan target debitur. Hal ini akan berdampak pada risiko yang akan diterima dimana sepenuhnya menjadi tanggungan perusahaan mitra. Perbankan Nasional Perusahaan Mitra Pengusaha UMKM (end user) Gambar 1. Model Pola Pembiayaan Executing b. Pola Chanelling merupakan skema penyaluran kredit perbankan melalui perusahaan mitra (lihat Gambar 2). Pada skema pembiayaan ini, perusahaan mitra bertindak sebagai agent dan tidak memiliki kewenangan dalam memutuskan perjanjian kredit, kecuali bila mendapat surat kuasa dari perbankan. Penetapkan target debitur sepenuhnya menjadi tanggung jawab perbankan. Pada skema pembiayaan ini, kredit yang disalurkan dicatat perbankan sebagai pinjaman kepada pengusaha UMKM, sedangkan perusahaan mitra mencatatkan pinjaman tersebut pada off balance sheet. Risiko yang diterima dalam skema pembiayaan ini menjadi tanggungan perbankan, namun demikian perusahaan mitra diwajibkan membantu memelihara dan menyehatkan debitur guna mengurangi risiko yang akan diterima perbankan.

29 15 Perbankan Nasional Perusahaan Mitra Pengusaha UMKM (end user) Gambar 2. Model Pola Pembiayaan Chanelling c. Pola Joint Financing merupakan skema penyaluran kredit dengan modal bersama antara perbankan dengan perusahaan mitra. Dengan demikian, kredit yang disalurkan dicatat perbankan dan perusahaan mitra sebagai pinjaman kepada pengusaha UMKM berdasarkan porsi masing-masing pada modal pinjaman. Pada skema pembiayaan ini, kesepakatan bersama menjadi acuan dalam menentukan target debitur. Hal ini berdampak pada risiko yang diterima menjadi tanggungan bersama perbankan dan perusahaan mitra sesuai dengan porsi masing-masing. Perbankan Nasional Perusahaan Mitra Pengusaha UMKM (end user) Gambar 3. Pola Pembiayaan Joint Financing Konsep Kredit Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa latin yakni credere yang memiliki arti kepercayaan. Maksudnya adalah seseorang diberikan kepercayaan terhadap sejumlah uang dan diharapkan pada masa yang akan datang diadakan pengembalian uang tersebut, sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Pengertian tersebut senada dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 mengenai perbankan, menjelaskan bahwa kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersama-kan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dalam merealisasikan kredit kepada masyarakat, perbankan sering dihadapkan dengan permasalahan risiko berupa kredit yang bermasalah. Timbulnya permasalahan tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan debitur membayar kewajibannya sesuai perjanjian atau akad kredit yang disepakati. Diperlukan suatu cara untuk meminimalkan risiko tersebut guna menghindarkan kerugian pada perbankan, salah satunya dengan menggunakan analisis kelayakan kredit. Bank Indonesia telah membuat acuan standar mengenai penilai kelayakan seeorang debitur menerima kredit, yakni Prinsip 5C atau Five Cs of Credit. Namun demikian, implementasinya pada masing-masing perbankan memiliki cara

30 16 yang berbeda-beda tergantung bentuk manajemen risiko yang dianut masingmasing perbankan. Untuk memahami mengenai Prinsip 5C yang dterapkan perbankan, maka diperlukan pengertian umumnya mengenai definisinya. Leon dan Ericson (2007) menjelaskan secara umum bagaimana perbankan melakukan penilaian kelayakan kredit dengan mempergunakan Prinsip 5S, yakni: a) Character (watak/itikad baik) Salah satu bentuk analisa kelayakan kredit mengenai penilaian karakter atau kepribadian calon debitur. Hal tersebut berhubungan dengan sistem kepercayaan kredit sehingga perbankan perlu mengetahui integritas calon debitur dalam membayar kewajibannya sesuai perjanjian atau akad kredit. Penilaian terhadap karakter calon debitur dianggap agak sulit untuk dilakukan, dikarenakan perbankan tidak mengenal baik calon debitur. Mengatasi permasalahan tersebut, perbankan dapat melakukan pencarian informasi melalui bank to bank information baik melalui bank central seperti Bank Indonesia maupun melalui bank umum setempat. Hal tersebut memungkinkan perbankan mengetahui lebih dalam mengenai calon debitur, dampaknya akan lebih banyak mengurangi risiko kredit yang bermasalah. b) Capital (permodalan/aset) Bentuk analisa kelayakan kredit mengenai informasi jumlah modal yang dimiliki dalam aktivitas usaha yang dijalankan. Tujuan dilakukan analisa ini adalah untuk menilai kondisi kelayakan calon debitur dan seberapa besar plafon pembiayaan yang layak diberikan. Umumnya sumber informasi yang diperlukan untuk analisis berasal dari data mengenai modal sendiri (self financing) yang disediakan oleh calon debitur, bisa berbentuk neraca, laporan rugi-laba, struktur permodalan, ratio-ratio keuntungan yang diperoleh seperti return on equity, return on investment. c) Capacity (kapasitas) Bentuk analisa kelayakan kredit mengenai kemampuan calon debitur dalam memenuhi kewajibannya, dalam perjanjian atau akad kredit yang disepakati bersama antara perbankan dengan calon debitur. Dalam melakukan analisa ini diperlukan fokus perhatian pada : (1) kemampuan calon debitur menyediakan dana (self financing) untuk usahanya yang akan dibiayai oleh kredit, (2) kemampuan melaksanakan proyeknya sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan dan ditetapkan, dan (3) kemampuan usaha calon debitur mengenai produktivitas serta peroleh keuntungan yang dapat diraih. d) Condition of Economy (kondisi perekonomonian) Bentuk analisa kelayakan kredit mengenai faktor-faktor ekonomi yang dapat mempengaruhi usaha yang dijalankan oleh calon debitur ataupun proyek debitur yang akan dibiayai oleh kredit. Sebagai contoh, kondisi usaha yang dimiliki calon debitur pada saat ini dan prospeknya ke depan, sejauh mana usaha yang dijalankan calon debitur bergantung pada bahan baku impor, perundang-undangan yang dapat membatasi ruang gerak usaha calon debitur hingga kondisi perekonomian global apakah mendukung usaha yang dijalankan calon debitur. e) Collateral (agunan) Bentuk analisa kelayakan kredit mengenai nilai jaminan yang diberikan calon debitur untuk menutupi risiko kredit yang bermasalah apabila suatu hal menyebabkan calon debitur mengalami kegagalan dalam menjalankan usahanya.

31 17 Hal tersebut didasari atas Undang-Undang Perbankan yang menyatakan bank dilarang memberikan kredit kepada calon debitur tanpa adanya agunan atau jaminan yang mencukupi. Namun hasil analisis dari collateral dipertimbangkan paling akhir, dalam artian bila terdapat suatu kesangsian dalam pertimbangan dari prinsip lainnya maka perbankan dapat menilai harta calon debitur yang memungkinkan dijadikan sebagai jaminan Analisis Kinerja Perbankan Kinerja sering diartikan sebagai hasil kerja yang nyata atas berbagai aktivitas yang dilakukan oleh sebuah perusahaan. Kinerja sering dijadikan sebagai acuan para pimpinan perusahaan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menjawab berhasil atau tidaknya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Rai (2008) menyatakan bahwa analisis kinerja merupakan sebuah proses sistematis dalam mengevaluasi fakta-fakta yang timbul dari aktivitas yang dijalankan oleh sebuah perusahaan. Analisa terhadap kinerja dapat dilakukan berdasarkan aspek ekonomi dan efisiensi operasi, efektivitas dalam mencapai hasil yang diinginkan, serta kepatuhan terhadap peraturan, hukum dan kebijakan yang terkait. Hal senanda juga disampaikan oleh Ruky (2006), dimana menyatakan bahwa audit kinerja merupakan bentuk penilaian prestasi kerja sebuah organisasi dari segi tahap perencanaan hingga tahap akhir proses aktivitas yang dijalankan oleh organisasi tersebut. Berdasarkan teori beberapa para ahli tersebut, dapat dijelaskan bahwa analisis kinerja menggambarkan evaluasi secara periodik terhadap aktivitas organisasi yang berlangsung berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Sebagai contoh, apabila suatu tugas dapat terselesaikan dengan pemilihan metode ditentukan sebelumnya maka aktivitas tersebut telah sesuai dengan tujuan organisasi. Analisis kinerja perbankan dapat dilihat dari dua sisi penilaian, yakni penilaian kinerja menurut pihak pemberi kredit dan penilaian nasabah terhadap aktivitas penyaluran kredit (Pardosi 1998 diacu dalam Novitasari 2006). Analisa kinerja dari segi bank menggunakan beberapa kriteria ukur, seperti Target dan realisasi kredit, Persentase tunggakan kredit, Jangkauan kredit dan Frekuensi pinjaman. Apabila perbankan memiliki kemampuan mencapai atau melebihi target dari masing-masing kriteria ukur, maka perbankan memiliki kinerja yang baik. Sedangkan analisis kinerja bank menurut penilaian nasabah terhadap aktivitas penyaluran kredit didasari oleh beberapa kriteria, seperti Persyaratan awal, Prosedur pinjaman, Realisasi kredit, Biaya administrasi, Tingkat Bunga, Lokasi Bank, Anggunan dan Pelayanan Petugas. Apabila nasabah memberikan pendapat yang mendukung kinerja perbankan dari masing-masing kriteria ukur, maka perbankan memiliki kinerja yang baik. Kerangka Pemikiran Operasional Kerangka pemikiran yang dibangun dalam penelitian ini adalah menganalisa kinerja penyaluran kredit usaha mikro melalui kemitraan Bank Bukopin (Studi Kasus Swamitra Kopmiso Bogor, dilihat dari segi Swamitra dan segi pendapat nasabah (debitur). Hal ini berhubungan dengan tujuan awal, yakni melihat perkembangan Swamitra dalam menyalurkan kredit usaha mikro. Pada segi

32 18 Swamitra akan dilakukan deskripsi mengenai kinerja Swamitra dalam menyalurkan kredit usaha mikro dengan beberapa kriteria ukur. Adapun kriteria yang diukur pada kinerja Swamitra antara lain Jumlah pinjaman yang direalisasikan, Dana pihak ketiga yang diraih, Pemanfaatan Modal Tidak Tetap (MTT), Jumlah Sisa Hasil Usaha (SHU), Rasio Kredit Bermasalah. Sedangkan pada segi pendapat nasabah juga dilakukakn analisis deskripsi penilaian persepsi nasabah dengan dibantu alat analisis Skala Likert. Analisis ini berguna untuk menggambarkan persepsi debitur Swamitra mengenai terhadap beberapa kriteria penilaian. Adapun kriteria-kriteria penilaian yang diminta tanggapannya pada responden adalah persyaratan awal, prosedur peminjaman, realisasi kredit, tingkat bunga, pelayanan petugas Swamitra, dan lokasi Swamitra. Dari hasil kedua analisis tersebut dapat digunakan sebagai masukan untuk evaluasi dan rekomendasi guna peningkatan pelayanan kemitraan Swamitra. Hal ini akan berdampak kualitas pembiayaan kredit kemitraan Bank Bukopin yang lebih baik di masa mendatang (lihat Gambar 4). Kebutuhan Evaluasi Mengenai Kinerja Penyaluran Kredit Usaha Mikro Melalui Swamitra Penilaian Kinerja Kemitraan Swamitra Rekomendasi Hasil Penelitian Penilaian Kinerja Menurut Swamitra Kopmiso Bogor : 1. Jumlah Pinjaman yang Diberikan 2. Dana Pihak Ketiga yang Diraih 3. Pemanfaatan Modal Tidak Tetap (MTT) 4. Jumlah Sisa Hasil Usaha (SHU) 5. Rasio Kredit Bermasalah (BDR) Penilaian Kinerja Menurut Pendapat Nasabah Swamitra Kopmiso Bogor : 1. Persyaratan Awal 2. Prosedur Peminjaman 3. Realisasi Kredit 4. Tingkat Bunga 5. Pelayanan Petugas Swamitra 6. Lokasi Swamitra Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat penelitian yakni PT Bank Bukopin, Tbk (Bank Bukopin) Kantor Cabang Pembantu Bogor yang beralamat di jalan Raya Padjajaran, Warung Jambu Bogor dan Swamitra Kopmiso Bogor yang beralamat di jalan Otista Bogor. Pemilihan Bank Bukopin Kantor Cabang Pembantu Bogor sebagai tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purpoise), dengan mempertimbangkan informasi yang beredar bahwa Bank Bukopin Kantor

33 19 Cabang Pembantu Bogor merupakan pusat pelaksanaan kemitraan Swamitra. Sedangkan pemilihan Swamitra Kopmiso Bogor sebagai tempat penelitian didasari indeks prestasi yang baik dari segi perkembangan sisa hasil usaha, sehingga menjadikan Swamitra tersebut sebagai Swamitra percontohan untuk wilayah Bogor. Waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini selama dua bulan, yakni Bulan Desember 2012 hingga Januari Namun secara keseluruhan dalam penyusunan skripsi ini membutuhkan waktu selama lima bulan. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang berkaitan dengan penyaluran kredit usaha mikro melalui kemitraan Bank Bukopin terhadap koperasi simpan pinjam. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan pihak Operasional dan Financing Bank Bukopin dan pengurus outlet Swamitra Bogor, serta melakukan wawancara secara khusus kepada anggota kemitraan Swamitra Kopmiso Bogor periode 2012 dengan menggunakan kuisioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai laporan administrasi Bank Bukopin Kantor Cabang Pembantu Bogor mengenai kinerja Swamitra periode , laporan administrasi Swamitra Kopmiso Bogor mengenai kinerja Swamitra periode , laporan Bank Indonesia mengenai daftar pelaku Linkage Program periode 2009, laporan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mengenai perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) periode , laporan Badan Pusat Statistik Nasional mengenai perkembangan sektor UMKM periode dan literatur lainnya yang berkaitan mengenai program kemitraan perbankan nasional terhadap lembaga keuangan mikro (Linkage Program). Metode Penentuan Sampel Penelitian ini menggunakan desain deskriptif mengenai kinerja Swamitra Bogor dalam menyalurkan kredit usaha mikro. Namun demikian, pada penelitian ini masih memerlukan responden guna sebagai rujukan untuk melengkapi hasil penelitian. Metode yang digunakan dalam penentuan sampel atau responden adalah Simple Random Sampling, dimana dilakukan pengambilan sampel dari semua anggota populasi dilakukan secara acak (Umar, 2002). Populasi yang dimaksud adalah debitur Swamitra Kopmiso Bogor, baik debitur lama maupun debitur baru. Jumlah besaran responden yang diperlukan pada penelitian ini berkisar dari persen dari populasi. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari data debitur Swamitra Kopmiso Bogor di akhir tahun 2012, terdapat 78 orang debitur aktif. Dengan demikian, akan dilakukan pengambilan sampel 30 orang debitur Swamitra Kopmiso Bogor secara acak. Jumlah sampel tersebut diyakini mampu mewakili subjek yang ingin dianalisa mengenai pendapat nasabah terhadap penyaluran kredit usaha mikro Swamitra Bank Bukopin.

34 20 Metode Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode pengolahan dan analisis data secara kuantitatif dan kualitatif. Metode kualitatif disajikan dalam bentuk menggambarkan fakta-fakta yang ditemukan dari data yang diperoleh dalam penelitian ini atau disebut analisis deskriptif. Sedangkan metode kuantitatif disajikan dalam bentuk analisis skala likert. Analisis Kinerja Penyaluran Kredit Usaha Mikro melalui Kemitraan Swamitra Bank Bukopin Analisis ini dimaksudkan untuk membantu melengkapi analisis deskriptif mengenai kinerja penyaluran kredit usaha mikro melalui Swamitra yang bersifat kuantitatif. Pengukuran kinerja dapat dilihat dari sisi pemberi kredit (Swamitra Kopmiso Bogor) dan sisi kelompok penerima kredit (anggota Swamitra), antara lain : a. Kriteria Pengukuran Kinerja menurut Sisi Pemberi Kredit Kriteria pengukuran yang dipergunakan dalam menganalisa kinerja pemberi kredit atau Swamitra didasari oleh beberapa tinjauan teoritis, dan disesuaikan dengan kriteria ukur yang dipergunakan Bank Bukopin dalam menilai kinerja Swamitra, seperti : 1) Kriteria jumlah pinjaman yang direalisasikan, yakni menggambarkan jumlah kredit usaha mikro yang mampu disalurkan melalui outlet Swamitra. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia di tahun 2013, kredit yang direalisasikan minimal mencapai 20 persen dari anggaran yang ditetapkan oleh perbankan (Ramadhani, 2013). Namun demikian, pada penelitian ini menggunakan target realisasi minimal 50 persen dari anggaran yang ditetapkan oleh Swamitra. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah Swamitra memiliki kemampuan besar dalam menyalurkan kredit bila ditetapkan target lebih besar melebih dari target yang ditentukan Bank Indonesia. Apabila Swamitra mampu merealisasikan kredit melebihi target yang ditentukan, maka Swamitra memiliki kinerja yang baik dalam penyaluran kredit usaha mikro. 2) Kriteria dana pihak ketiga yang diraih yakni menggambarkan jumlah dana pihak ketiga berupa simpanan dan deposito yang dapat dihimpun Swamitra dari nasabahnya. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia di tahun 2013, dana pihak ketiga yang direalisasikan minimal mencapai 20 persen dari anggaran yang ditetapkan oleh perbankan (Purwanto, 2013). Namun demikian, pada penelitian ini menggunakan target realisasi minimal 50 persen dari anggaran yang ditetapkan oleh Swamitra. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah Swamitra memiliki kemampuan besar dalam menghimpun dana pihak ketiga bila ditetapkan target lebih besar melebih dari target yang ditentukan Bank Indonesia. Apabila Swamitra mampu menghimpun dana pihak ketiga melebihi target yang ditentukan, maka Swamitra memiliki kinerja yang baik dalam menghimpun dana pihak ketiga. 3) Pemanfaatan Modal Tidak Tetap (MTT), yakni menggambarkan kondisi Swamitra dalam memanfaatkan modal yang diberikan Bank Bukopin untuk disalurkan kembali kepada nasabah sebagai pinjaman. Pada

35 kondisi umum tidak ditemukan ketentuan atau target realisasi dalam pemanfaatan MTT, namun penelitian ini ditetapkan target realisasi minimal 50 persen dari anggaran yang ditetapkan oleh Swamitra. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah Swamitra memiliki kemampuan besar dalam memanfaatkan MTT. Apabila Swamitra mampu memanfaatkan MTT melebihi target yang ditentukan, maka Swamitra memiliki kinerja yang baik dalam menghimpun dana pihak ketiga. 4) Jumlah Sisa Hasil Usaha (SHU), yakni menggambarkan kondisi SHU yang mampu diperoleh Swamitra dalam pelaksanaan aktivitas penyaluran kredit usaha mikro. Pada kondisi umum tidak ditemukan ketentuan atau target realisasi perolehan SHU, namun penelitian ini menetapkan target realisasi minimal 50 persen dari anggaran yang ditetapkan oleh Swamitra. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah Swamitra memiliki kemampuan besar dalam meraih SHU. Apabila Swamitra mampu meraih SHU melebihi target yang ditentukan, maka Swamitra memiliki kinerja yang baik dalam menghimpun dana pihak ketiga. 5) Frekuensi tunggakan nasabah, yakni menggambarkan bagaimana kondisi pengembalian kredit oleh anggota Swamitra apakah menimbulkan tunggakan kewajiban atau kredit macet. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia di tahun 2013, frekuensi tunggakan nasabah yang direalisasikan maksimal mencapai 3,79 persen dari anggaran yang ditetapkan oleh perbankan (Purwanto, 2013). Namun demikian, pada penelitian ini menggunakan target realisasi maksimal empat persen dari anggaran yang ditetapkan oleh Swamitra. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah Swamitra memiliki kemampuan besar dalam menekan frekuensi tunggakan nasabah bila ditetapkan target lebih besar melebih dari target yang ditentukan Bank Indonesia. Apabila Swamitra mampu menekan frekuensi tunggakan nasabah melebihi target yang ditentukan, maka Swamitra memiliki kinerja yang baik dalam menghimpun dana pihak ketiga. b. Kriteria Pengukuran Persepsi Nasabah terhadap Kinerja Swamitra Menilai kinerja Swamitra menurut pendapat penerima kredit atau debitur Swamitra dapat diukur dengan beberapa kriteria ukur seperti persyaratan awal, prosedur peminjaman, realisasi kredit, tingkat bunga, pelayanan petugas Swamitra, dan lokasi Swamitra. Guna membantu penilaian kinerja menurut nasabah dipergunakan bantuan analisis Skala Likert. Pemilihan skala Likert dianggap tepat untuk mengukur persepsi, sikap atau pendapat responden mengenai serangkaian pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner penelitian (Rangkuti, 2007). Wawancara dilakukan kepada debitur Swamitra mengenai kriteria ukur diatas, kemudian responden diminta memberikan tanggapannya berdasarkan pilihan jawaban yang disediakan dengan menggunakan skala tiga seperti mudah, sedang dan sulit. Pemilihan skala tiga pada pilihan jawaban responden dikarenakan untuk mempermudah pemahamam responden mengenai kriteria ukur yang ditanyakan. Jawaban yang mendukung kinerja penyaluran kredit usaha mikro melalui kemitraan Swamitra Bukopin dapat diberikan nilai skor tiga sedangkan jawaban yang bertentangan akan diberikan nilai skor satu. Berdasarkan skor yang diperoleh dari skala Likert maka dilakukan penentuan selang atau rentang skala, hal ini dimaksukan untuk menentukan 21

36 22 skor rataan kinerja Swamitra dalam menyalurkan kredit usaha mikro. Selang diperoleh dari selisih nilai maksimal kriteria yang mungkin dengan nilai minimal kriteria yang mungkin dibagi dengan jumlah kategori penilaian yang ditentukan, hasil tersebut kemudian dikurangi nilai satu poin (Umar, 2002). Hasil selang yang diperoleh maka dapat ditentukan skor kinerja Swamitra dalam menyalurkan kredit usaha mikro. Selang = Nilai Maksimal Nilai Minimal Jumlah Kategori Penilaian 1 Pada penelitian ini, kemungkinan nilai maksimal yang diperoleh apabila keseluruhan responden menjawab enam pertanyaan yang mendukung kinerja Swamitra adalah 540. Sedangkan kemungkinan nilai maksimal yang diperoleh apabila keseluruhan responden menjawab enam pertanyaan yang tidak mendukung kinerja Swamitra adalah 180. Hasil nilai maksimal dan nilai minimal tersebut akan dihitung nilai selisihnya, lalu dibagi nilai lima sebagai jumlah kategori penilaian. Kemudian hasil tersebut akan dikurangi dengan nilai satu sebagai selisih dari masing-masing kategori penilaian. Berdasarkan perhitungan tersebut akan menghasilkan selang sebesar 71. Selang = = 71 5 Berdasarkan nilai selang tersebut maka dapat ditentukan kategori penilaian dari penilaian terendah (sanggat buruk) hingga penilaian tertinggi (sangat baik). Penilaian terendah menyatakan bahwa kinerja Swamitra bernilai sangat buruk, sedangkan selang tertinggi menyatakan bahwa kinerja Swamitra bernilai sangat baik dalam penyaluran kredit usaha mikro. Tabel 6. Skor Penilaian Kinerja Swamitra Menurut Nasabah Kategori Penilaian Bobot Nilai Rataan Kinerja Sangat Buruk Kinerja Buruk Kinerja Cukup Kinerja Baik Kinerja Sangat Baik KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Bank Bukopin Sejarah dan Perkembangan PT Bank Bukopin, Tbk PT Bank Bukopin, Tbk (Bank Bukopin) pada awalnya merupakan bank nasional dengan status badan hukum koperasi yang didirikan oleh delapan induk

37 23 koperasi pada tanggal 10 Juli 1970 dengan nama Bank Umum Koperasi Indonesia, disingkat BUKOPIN (Bank Bukopin, 2011). Seiring dengan perkembangan perekonomian nasional yang terus membaik maka pada tahun 1985 seluruh bank berbadan hukum koperasi melakukan penggabungan usaha (merger) untuk membentuk Bank Bukopin. Proses penggabungan tersebut dimaksudkan sebagai usaha untuk menopang kegiatan perkoperasian di Indonesia. Untuk mengubah citra BUKOPIN sebagai bank yang lebih baik di lingkungan masyarakat maka dilakukan pengubahan nama menjadi Bank Bukopin di tahun Pada tahun 1993, Bank Bukopin mengubah status badan hukum koperasi menjadi badan hukum perseroan terbatas dengan nama PT Bank Bukopin, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan likuiditas permodalan agar dapat menjamin operasional Bank Bukopin. Pada tahun 1996, Bank Bukopin ditetapkan sebagai Bank Devisa sehingga membuka peluang untuk berkiprah dalam aktivitas perbankan internasional. Namun krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun menyebabkan Bank Bukopin masuk program rekapitalisasi perbankan bersama dengan perbankan lainnya yang dijalankan oleh pemerintah. Selama masa program rekapitalisasi, Bank Bukopin berhasil tumbuh melampaui target yang ditetapkan pemerintah dalam rancangan Rencana Kinerja Usaha (performance plan) yang diakui secara nasional maupun internasional. Pada tahun 2001, Bank Bukopin berhasil menyelesaikan program rekapitalisasi serta menjadi perbankan pertama yang keluar dari program tersebut. Kini sejarah itu telah berjalan selama empat dasawarsa dan Bank Bukopin telah tumbuh dan berkembang menjadi bank yang masuk ke kelompok bank menengah di Indonesia dengan jumlah aset sebesar miliar rupiah pada akhir tahun 2011, meningkat sebesar 20,41 persen dari tahun sebelumnya. Bank Bukopin merupakan salah satu bank swasta di Indonesia yang berfokus memberikan pelayanan perbankan pada segmen Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKM). Hal tersebut diwujudkan pada salah satu bentuk pembiayaan Bank Bukopin yakni kerja sama Bank Bukopin dengan Koperasi Simpan Pinjam untuk menyalurkan kredit usaha mikro yang disebut dengan Swamitra. Swamitra merupakan jaringan micro-banking yang melibatkan peran serta pengusaha usaha mikro di sentra ekonomi pedesaan dan pasar tradisional sejak tahun 1998 dan terus berkembang menjadi 583 gerai Swamitra yang tersebar di 22 provinsi di Indonesia pada akhir tahun Selain melayani segmen UMKMK, Bank Bukopin juga membuka layanan perbankan pada segmen konsumer dan komersial serta ditambah dengan Divisi Perbankan Internasional dan Divisi Treasury sehingga memperkuat fundamental Bank Bukopin dalam aktivitas perbankan. Bank Bukopin juga memiliki dua anak perusahaan antara lain PT Bank Bukopin Syariah dan PT Bukopin Finance yang merupakan hasil akuisisi saham yang dilakukan Bank Bukopin di tahun Hingga akhir tahun 2011, Bank Bukopin memiliki jaringan pelayanan yang terdiri dari 36 kantor cabang, 106 kantor cabang pembantu, 92 kantor fungsional, 134 kantor kas dan 51 payment point di 22 provinsi Indonesia. Seluruh jaringan kantor pelayanan Bank Bukopin, anak perusahaan dan jaringan Swamitra terhubung satu sama lainnya melalui jaringan teknologi informasi muktahir.

38 24 Visi dan Misi PT Bank Bukopin, Tbk PT Bank Bukopin, Tbk (Bank Bukopin) memiliki visi yakni menjadi bank yang terpercaya dalam pelayanan jasa keuangan. Untuk dapat mewujudkan visi tersebut maka Bank Bukopin merancang misi yakni memberikan pelayanan yang terbaik kepada nasabah, turut berperan dalam pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK), serta meningkatkan nilai tambah investasi pemegang saham dan kesejahteraan karyawan. Bank Bukopin juga menyadari bahwa aspek budaya perusahaan sangat mempengaruhi produktivitas untuk mewujudkan misi Bank Bukopin sehingga dilakukan pengelolaan yang diwujudkan pada nilai-nilai perusahaan yakni PRIDE (Profesionalism, Respect Others, Integrity, Dedicated to Customer dan Excellence). PRIDE mencerminkan aturan perilaku umum yang mengikat seluruh jajaran di Bank Bukopin agar bertindak profesional tinggi dan berintegritas di seluruh aspek perusahaan serta mematuhi undang-undang, tata tertib, peraturan dan kebijakan perusahaan (Bank Bukopin, 2011). Gambaran Umum Swamitra Swamitra merupakan lembaga keuangan mikro yang dibentuk atas kerja sama atau kemitraan antara Bank Bukopin dengan Koperasi Simpan Pinjam atau sejenisnya dengan memanfaatkan jaringan teknologi dalam aktivitas transaksi perbankan di Outet Swamitra (lihat Gambar 2). Hal yang mendasari kerja sama ini berasal dari komitmen awal Bank Bukopin untuk mendorong pertumbuhan ekonom lapisan bawah atau yang disebut dengan pengusaha usaha mikro yang sulit bersentuhan dengan perbankan. Melalui kerja sama ini, setiap anggota koperasi yang bergabung sebagai anggota Swamitra dapat memperoleh akses permodalan, pengelolaan likuiditas efektif, transaksi keuangan yang efisien dan penerapan teknologi yang modren. KOPERASI BANK BUKOPIN Unit Pertokoan Unit Usaha Lainnya USP Modren Technology Management Working capital SWAMITRA Gambar 5. Pola Kerja Sama Swamitra Sumber : Muchtar (2011) Swamitra berasal dari dua suku kata yakni dari kata Swa dalam bahasa Kawi yang berarti sendiri dan mitra yang memiliki arti bekerja sama, sehingga Swamitra dapat didefinisikan sebagai kerja sama atas keinginan sendiri atau tanpa paksaan. Swamitra memiliki tujuan untuk mengembangkan serta memodrenisasi Usaha Simpan Pinjam (USP) Koperasi melalui pemanfaatan jaringan teknologi (network) dan dukungan sistem manajemen sehingga memiliki kemampuan pelayanan transaksi keuangan yang lebih luas namun tetap memperhatikan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kemitraan Swamitra diwakili sebuah logo yang tampak seperti dua tangan yang saling memberi dan menerima (lihat

39 25 Gambar 3), hal ini dimaksudkan sebuah kerja sama yang saling menguntungkan antara Bank Bukopin dengan Koperasi Simpan Pinjam. Gambar 6. Logo Swamitra Perbedaan yang mendasar Swamitra dengan lembaga keuangan mikro lainnya dilihat dari kepemilikan Swamitra yang sepenuhnya milik koperasi sedangkan lembaga keuangan lainnya masih dibawah kendali atau perpanjangan tangan bank yang bersangkutan dalam kemitraan. Pada pelaksanaan kemitraan Swamitra, Bank Bukopin telah merancang tiga tahapan yang dianggap mampu menumbuhkembangkan koperasi sebagai mitraan (Bank Bukopin, 2011), antara lain : 1. Tahap Awal berupa pelayanan transaksi keuangan (transaction mechanism), yakni pemberian layanan simpan pinjam dan transaksi keuangan lainnya yang berkaitan dengan usaha simpan pinjam seperti simpanan, pinjaman, pengiriman uang dan pembayaran tagihan. 2. Tahap Antara berupa media informasi dan komunikasi bisnis (business information system), yakni menyediakan informasi dan komunikasi bisnis terkait barang dan jasa. 3. Tahap Lanjutan berupa pemberian dukungan pada terlaksananya jual-beli barang dan jasa (physical distribution), yakni dukungan yang terjadinya transaksi jual beli dan pemanfaatan jaringan distribusi yang lebih efisien. Gambaran Umum Swamitra Kopmiso Bogor Swamitra Kopmiso Bogor merupakan hasil kerja sama antara Bank Bukopin Cabang Bogor dengan Koperasi Paguyuban Pedagang Mie dan Bakso Megapolitan (KOPMISO). Kopmiso terbentuk pada tanggal 7 Oktober 2006 dengan jumlah anggota awal sebanyak 24 orang dan berlokasi di Jalan Wangun Tengah Rukun Tetangga 03, Rukun Warga 03 Kelurahan Sindangsari, Kecamatan Bogor Timur, Bogor (Koperasi Paguyuban Pedagang Mie dan Bakso Megapolitan, 2006). Anggota Kopmiso terdiri dari pedagang bakso, pengusaha bakso dan bumbu-bumbu bakso yang berdomisili di kota Bogor. Pada tanggal 5 Agustus 2009, Kopmiso melakukan kerja sama dengan Bank Bukopin Cabang Bogor yang diwujudkan pada pendirian Swamitra Kopmiso di Pasar Bogor. Hal yang mendasari kerja sama ini adalah kurangnya pengetahuan pengurus KOPMISO mengenai manajemen koperasi yang baik terutama mengenai penyaluran kredit usaha mikro kepada anggota koperasi serta kelangkaan modal

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pasca krisis tahun 1997 dan krisis ekonomi global tahun 2008 di Indonesia, UMKM mampu membuktikan bahwa sektor ini mampu menjadi tumpuan bagi perekonomian nasional. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor riil yang sangat penting keberadaannya adalah Usaha Mikro Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. sektor riil yang sangat penting keberadaannya adalah Usaha Mikro Kecil dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roda perekonomian negara Indonesia terdiri atas banyak sektor. Sektor perekonomian tersebut meliputi sektor riil dan non riil. Salah satu bagian dari sektor riil yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Pasca krisis ekonomi dan moneter di Indonesia

Lebih terperinci

KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR

KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR Disusun Oleh : SEVIA FITRIANINGSIH A 14104133 PROGRAM

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan perekonomian Indonesia tidak terlepas dari peran perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediate atau lembaga yang berfungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar).

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian penduduknya bekerja di sektor pertanian. Saat ini keberpihakan pihak-pihak pemodal atau Bank baik pemerintah maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem keuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia berbasiskan perbankan (bank based). Hal ini tercermin pada besarnya pembiayaan sektor riil yang bersumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami peningkatan sejak dikeluarkannya UU No.10 Tahun 1998 yang mengatur dual banking system dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal pemberian kredit modal kerja. Koperasi adalah salah satu badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal pemberian kredit modal kerja. Koperasi adalah salah satu badan usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Koperasi merupakan salah satu penggerak perekonomian di Indonesia yang memiliki peran cukup penting dalam mempengaruhi pertumbuhan UMKM dalam hal pemberian

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR Oleh : DIKUD JATUALRIYANTI A14105531 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan bisnis perbankan di Indonesia terus mengalami kemajuan yang sangat pesat. Bank-bank dituntut untuk menjadi lebih dinamis terhadap perubahan agar siap bersaing

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR KEPADA PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR Tbk DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perbedaan Syariah dengan Konvensional 2.1.1. Perbandingan Kinerja Bank Syariah dengan Bank Konvensional Kusafarida (2003) dalam skripsinya meneliti tentang perbandingan kinerja

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Kegiatan usaha koperasi merupakan penjabaran

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA SKRIPSI EKO HIDAYANTO H34076058 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) SKRIPSI VIRGITHA ISANDA AGUSTANIA H34050921 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding usaha besar yang hanya mencapai 3,64 %. Kontribusi sektor

BAB I PENDAHULUAN. dibanding usaha besar yang hanya mencapai 3,64 %. Kontribusi sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu semata-mata ditujukan untuk membawa pada suatu keadaan perekonomian yang diharapkan. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI Seminar Nasional dan Expo UMKM Perbarindo. "Modernisasi BPR Dalam Upaya Mendorong Pertumbuhan & Kemudahan Akses Bagi UMKM Dalam Menghadapi Persaingan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1 Jumlah bank di Indonesia.21 Maret inibank.wordpress.com [3 Juni 2010]

I PENDAHULUAN. 1 Jumlah bank di Indonesia.21 Maret inibank.wordpress.com [3 Juni 2010] I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tingkat perekonomiannya sedang berkembang. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan perbankan yang didirikan, baik itu bank BUMN maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang semakin maju,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang semakin maju, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia yang semakin maju, menyebabkan banyak bermunculan bank-bank yang menawarkan berbagai fasilitas layanan seperti menerima

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai pengaruh faktor suku bunga kredit, dana pihak ketiga, nilai tukar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegagalan konglomerasi di dalam mengatasi krisis ekonomi yang efek dan

BAB I PENDAHULUAN. Kegagalan konglomerasi di dalam mengatasi krisis ekonomi yang efek dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegagalan konglomerasi di dalam mengatasi krisis ekonomi yang efek dan akibatnya masih dirasakan bersama, telah mengubah konsentrasi pembangunan perekonomian kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, peternakan serta jasa sangat erat kaitan dan apabila telah terjalin kerjasama yang

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, peternakan serta jasa sangat erat kaitan dan apabila telah terjalin kerjasama yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peranan bank sebagai lembaga keuangan dalam berbagai sektor kegiatan ekonomi semakin meningkat kebutuhannya. Semua sektor kegiatan yang meliputi industri,

Lebih terperinci

PENGARUH LABA USAHA DAN NILAI JAMINAN KREDIT TERHADAP KEPUTUSAN PEMBERIAN KREDIT INVESTASI

PENGARUH LABA USAHA DAN NILAI JAMINAN KREDIT TERHADAP KEPUTUSAN PEMBERIAN KREDIT INVESTASI PENGARUH LABA USAHA DAN NILAI JAMINAN KREDIT TERHADAP KEPUTUSAN PEMBERIAN KREDIT INVESTASI di PT.BANK RAKYAT INDONESIA(PERSERO)Tbk. KANTOR CABANG SIDOARJO SKRIPSI Diajukan oleh : Moch. Adam Sudharta 0513315044/FE/EA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta menyediakan jasa jasa dalam lalu lintas pembayaran. masyarakat. Fungsi perbankan yang demikian disebut sebagai perantara

BAB I PENDAHULUAN. serta menyediakan jasa jasa dalam lalu lintas pembayaran. masyarakat. Fungsi perbankan yang demikian disebut sebagai perantara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sistem perekonomian suatu negara, industri perbankan merupakan salah satu sektor yang penting sebagai penunjang perekonomian negara. Di Indonesia sendiri, industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan, alat penggerak pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari pembangunan. Bank sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung dengan pesat. Hal ini juga ditunjukkan dengan semakin banyaknya bank yang bermunculan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Perbankan dan Lembaga Kredit Mikro (LKM) berusaha meningkatkan perekonomian di Indonesia. Bukti bahwa pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Perbankan dan Lembaga Kredit Mikro (LKM) berusaha meningkatkan perekonomian di Indonesia. Bukti bahwa pemerintah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah melalui Perbankan dan Lembaga Kredit Mikro (LKM) berusaha meningkatkan perekonomian di Indonesia. Bukti bahwa pemerintah memiliki keinginan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TUNGGAKAN KREDIT USAHA MIKRO PADA SWAMITRA KOPPAS KRAMAT JATI TITI WIJAYANTI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TUNGGAKAN KREDIT USAHA MIKRO PADA SWAMITRA KOPPAS KRAMAT JATI TITI WIJAYANTI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TUNGGAKAN KREDIT USAHA MIKRO PADA SWAMITRA KOPPAS KRAMAT JATI TITI WIJAYANTI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR KEPADA PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR Tbk DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sangat berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sangat berperan penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sangat berperan penting dalam perekonomian di Indonesia. Terbukti pada krisis tahun 1998, dimana banyak perusahaan yang gulung tikar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Micro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Micro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Micro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi, peningkatan peran dan kegiatan usaha sektor UMKM

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro,

Lebih terperinci

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar perekonomian yang sangat berpotensi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA

POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA SKRIPSI EMMY WARDHANI A14102528 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian baik untuk negara ataupun daerah. Peran penting UKM tersebut telah

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian baik untuk negara ataupun daerah. Peran penting UKM tersebut telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian baik untuk negara ataupun daerah. Peran penting UKM tersebut telah mendorong banyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Probolinggo yaitu pada Bank Rakyat Indonesia. Tbk Cabang Probolinggo Unit

BAB III METODE PENELITIAN. Probolinggo yaitu pada Bank Rakyat Indonesia. Tbk Cabang Probolinggo Unit BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian yang dilakukan ini mengambil lokasi di wilayah Kota Probolinggo yaitu pada Bank Rakyat Indonesia. Tbk Cabang Probolinggo Unit Plaza. Alasan memilih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini

I. PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perbankan sampai saat ini masih merupakan lembaga keuangan yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini karena sektor perbankan merupakan

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM LINKAGE PROGRAM ANTARA BANK UMUM DENGAN KOPERASI

PEDOMAN UMUM LINKAGE PROGRAM ANTARA BANK UMUM DENGAN KOPERASI Lampiran : Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas yang dikenal dengan istilah perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. luas yang dikenal dengan istilah perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dengan semakin berkembangnya suatu kegiatan perekonomian maka diperlukan sumber-sumber penyediaan dana guna membiayai kegiatan usaha yang semakin berkembang tersebut.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI ROBBI FEBRIO H34076133 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia secara nasional menunjukkan bahwa kegiatan usaha mikro merupakan salah satu bidang usaha yang konsisten dan berkembang. Bahkan sejarah telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam

Lebih terperinci

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH PENGERTIAN Menurut DFID (Department For International Development) sektor keuangan adalah seluruh perusahaan besar atau kecil, lembaga formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja perekonomian Indonesia dalam lima tahun terakhir, antara tahun 2008 hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan di Eropa dan Amerika,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi,

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi, baik di sektor pertanian/usahatani maupun di luar sektor pertanian. Tanpa salah satu faktor produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perbankan di Indonesia memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan yakni sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu negara, sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Mengenai Bank 2.1.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri perbankan masih mendominasi aset sektor keuangan. Penguasaan aset

I. PENDAHULUAN. Industri perbankan masih mendominasi aset sektor keuangan. Penguasaan aset I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri perbankan masih mendominasi aset sektor keuangan. Penguasaan aset industri perbankan mencapai 80 persen dari total aset sektor keuangan di Indonesia (Bank Indonesia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM merupakan salah satu sektor ekonomi rakyat yang cukup penting dan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries) yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN OLEH BANK UMUM DAN BANTUAN TEKNIS DALAM RANGKA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlanjutan entitas bisnis dan untuk mengukur kemampuan bersaing dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlanjutan entitas bisnis dan untuk mengukur kemampuan bersaing dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan syariah di Indonesia semakin berkembang seiring dengan berkembangnya pertumbuhan penduduk yang berpenduduk mayoritas beragama islam. Perbankan syariah menjadi

Lebih terperinci

BANK MESTI INOVATIF UNTUKK KREDIT UMKM 1 Oleh: Djoko Retnadi, Senior Economist The Indonesia Economic Intelligence

BANK MESTI INOVATIF UNTUKK KREDIT UMKM 1 Oleh: Djoko Retnadi, Senior Economist The Indonesia Economic Intelligence 1 BANK MESTI INOVATIF UNTUKK KREDIT UMKM 1 Oleh: Djoko Retnadi, Senior Economist The Indonesia Economic Intelligence Rencana Bank Indonesia (BI) untuk melakukan relaksasi terkait dengan ketentuan kredit

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Melambatnya laju pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir tahun sebagaimana data BI Infografis Pertumbuhan Ekonomi () dengan persentase yang dicatat oleh Bank Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pemberian kredit pada saat ini telah banyak dilakukan oleh berbagai lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Jenis kredit yang diberikan pun sudah menyesuaikan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan unit usaha yang banyak dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha Kecil dan Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan permasalahan yang semakin kompleks memerlukan adanya penyesuaian tentang kebijakan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bank diharapkan menjadi salah satu sektor yang berperan aktif dalam

BAB I PENDAHULUAN. bank diharapkan menjadi salah satu sektor yang berperan aktif dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa modern seperti sekarang ini, lembaga keuangan atau bank diharapkan menjadi salah satu sektor yang berperan aktif dalam menunjang kegiatan pembangunan nasional

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Hasil analisis deksriptif (Wangi SP, 2008) memperlihatkan bahwa semakin besar nilai pengajuan dan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terjadi seiring dengan perkembangan UKM serta masih banyaknya hambatan UKM dalam mengakses sumber-sumber

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. 1 Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia,

A. Latar Belakang. 1 Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perbankan syariah sudah dimulai sejak tahun 1992, dengan didirikannya bank Muamalat sebagai bank syariah pertama di Indonesia. Pada tahun itu juga dikeluarkan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap aktivitas ekonomi memerlukan jasa perbankan untuk memudahkan transaksi keuangan. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan salah satu pelaku utama dari perekonomian negara karena berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku ekonomi tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat membuat rasa

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat membuat rasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat membuat rasa khawatir pada setiap individu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Daftar nama bank yang termasuk dalam objek penelitian ini adalah 10 bank berdasarkan total aset terbesar di tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 1.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini menjadi negara yang masih tergolong miskin dan kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan maupun ekonomi. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengertian Bank menurut Kasmir (2011 : 3), Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak mengalami perubahan, khususnya setelah terjadi krisis

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak mengalami perubahan, khususnya setelah terjadi krisis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia perbankan saat ini banyak mengalami perubahan, khususnya setelah terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997. Menurut beberapa pengamat dan analis, krisis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada dua alasan utama yaitu adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank

I. PENDAHULUAN. pada dua alasan utama yaitu adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah berdirinya perbankan syariah dengan sistem bagi hasil didasarkan pada dua alasan utama yaitu adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank konvensional hukumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang undang Nomor 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kredit adalah salah satu faktor yang berperan penting di dalam pengembangan usaha. Pada umumnya ada dua jenis kredit, yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah antara lain, bertambah atau berkurangnya penduduk, dan penemuanpenemuan

BAB I PENDAHULUAN. adalah antara lain, bertambah atau berkurangnya penduduk, dan penemuanpenemuan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu contoh negara yang berada dalam tahap membangun dan berkembang. Seiring dengan berjalannya pembangunan nasional, maka kehidupan masyarakatpun

Lebih terperinci

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

V. MODEL PEMBIAYAAN PENGEMBANGAN USAHA

V. MODEL PEMBIAYAAN PENGEMBANGAN USAHA V. MODEL PEMBIAYAAN PENGEMBANGAN USAHA 5.1 Tipe Pembiayaan Berdasarkan kebutuhan biaya dalam kegiatan pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar kelompok Tani Hurip termasuk ke dalam pembiayaan kredit

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN III.

KERANGKA PEMIKIRAN III. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengendalian Kredit Bank Pada penyaluran kredit bank, perlu diperhatikan beberapa aspek yang terkait dengan nasabah penerima kredit untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas ekonomi ke arah peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan perekonomian mencakup semua sektor, baik sektor industri. (manufaktur), jasa, dan perbankan. Perkembangan perekonomian ini

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan perekonomian mencakup semua sektor, baik sektor industri. (manufaktur), jasa, dan perbankan. Perkembangan perekonomian ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia sekarang ini mengalami kemajuan yang luar biasa. Kemajuan perekonomian mencakup semua sektor, baik sektor industri (manufaktur), jasa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga yang bergerak pada jasa keuangan. Lembaga ini selain mengumpulkan uang masyarakat, juga memberikan kredit kepada masyarakat baik untuk kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak terlepas dari peran semakin meningkatnya sektor usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak terjadinya krisis tahun 1998, perekonomian Indonesia belum sepenuhnya pulih kembali. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang berada di atas 8% sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dana yang besar seringkali menjadi patokan oleh sebagian masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Dana yang besar seringkali menjadi patokan oleh sebagian masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dana yang besar seringkali menjadi patokan oleh sebagian masyarakat untuk mencapai keberhasilan usaha. Makin besar dana yang tersedia membuat kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perbankan di Indonesia semakin diramaikan dengan berdirinya bank-bank

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perbankan di Indonesia semakin diramaikan dengan berdirinya bank-bank BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan di Indonesia semakin diramaikan dengan berdirinya bank-bank umum syariah dan juga unit-unit usaha syariah. Tumbuhnya perbankan syariah tersebut memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang dibentuk terutama untuk melayani kebutuhan pelayanan jasa-jasa perbankan bagi masyarakat ekonomi lemah terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada bank umum, pinjaman disebut kredit atau loan, sedangkan pada bank syariah

BAB I PENDAHULUAN. pada bank umum, pinjaman disebut kredit atau loan, sedangkan pada bank syariah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Satu hal yang sangat menarik, yang membedakan antara manajemen bank syariah dengan bank umum (konvensional) adalah terletak pada pinjaman dan pemberian balas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkadang UMKM seolah tidak mendapat dukungan dan perhatian dari. selama memiliki izin usaha dan modal cukup.

BAB I PENDAHULUAN. terkadang UMKM seolah tidak mendapat dukungan dan perhatian dari. selama memiliki izin usaha dan modal cukup. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pilar perekonomian suatu negara tidak lepas dari bagaimana Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjalankan perannya demi meningkatkan taraf hidup orang banyak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah Satu faktor penting dalam pembangunan suatu negara adalah adanya dukungan sistem keuangan yang sehat dan stabil, demikian pula dengan negara Indonesia ini. Sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam dunia perekonomian yang terus berubah seiring berjalannya waktu, tidak dapat dipungkiri adanya persaingan bisnis antar perusahaan untuk dapat terus bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci