METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian"

Transkripsi

1 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada sepanjang koridor sungai Ciliwung di DKI Jakarta, dimulai dari daerah hulu DKI Jakarta, yaitu Srengseng Sawah, Jakarta Selatan sampai daerah hilir, di Marina, Ancol, Jakarta Utara. Batas wilayah penelitian selebar ± 50 m sisi kiri dan kanan sungai dihitung dari garis sumbu sungai berdasarkan PROKASIH 005, sepanjang ± 55 km. Secara geografis terletak pada Bujur Timur dan Lintang Selatan (Gambar 5). Waktu pengumpulan data lapangan dimulai bulan Januari sampai Februari 007. Sumber: Bakosurltanal (005) Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian

2 6 Alat dan Bahan Penelitian ini penggunaan alat dan bahan berupa perangkat keras dan perangkat lunak, peta Rupa Rupa Bumi Prov. DKI Jakarta (Bakosurtanal 005) dan kuesioner. Adapun perangkat keras dan perangkat lunak (soft ware) yang digunakan tertera pada Tabel. Tabel. Perangkat Keras, Perangkat Lunak dan Kegunaannya Perangkat Keras Perangkat Lunak (Software) Perangkat Arcview ver. Komputer Excel 00 SPSS.0 GPS Kamera Digital Tape Recorder Metode Penelitian Kegunaan Analisis spasial Analisis tabular Analisis tabular Pencatatan titik lokasi pengamatan Dokumentasi kondisi lapangan Dokumentasi hasil wawancara Kegiatan penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu () tahap pengumpulan dan pengklasifikasian data, () tahap analisis dan sintesis, serta () tahap perencanaan kawasan, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.. Pengumpulan dan Pengklasifikasian Data Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder (Tabel ). Data primer terbagi dalam dua cara yaitu data hasil wawancara dan data hasil pengamatan di lokasi penelitian. Pengumpulan data pada lokasi pengamatan dilakukan dengan cara sistematik, yaitu berjarak sekitar lima kilometer, sehingga berjumlah lokasi (Gambar 5). Penentuan jarak pengamatan ini, berdasarkan tingginya keragaman pemanfaatan lahan di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung, meandering sungai yang berkelok-kelok, dan sinousitasnya. Data primer ini selain diperoleh melalui pengamatan di lapangan, juga melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur terhadap stake holder terkait. Tabel memperlihatkan daftar Stake holder yang terlibat dalam penelitian ini, yaitu terdiri dari 00 orang masyarakat setempat, 0 orang dari delapan institusi terkait, empat orang dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan empat orang dari agen perjalanan wisata yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

3 7 Koridor Sungai Ciliwung Peta Digital Survey Lapangan Studi Pustaka Data Spatial: Tata Kota Prov. DKI Jakarta Bakosurtanal PPLH Dep. Kimpraswil. Kondisi Biofisik Data Non Spatial: Masyarakat setempat Obyek & atraksi wisata yang tersedia Fasilitas & Aksesibilitas Kualitas lingkungan Identifikasi Kondisi Obyek & Atraksi Wisata Data Sekunder Instansi Pemda LSM Internet Pustaka Universitas, Perguruan Tinggi, dll Kondisi Masyarakat Tahap Pengumpulan & Pengklasifikasian Data Kriteria Kriteria Kriteria Karakter Sungai Bantaran Sungai Kualitas Air Obyek & Atraksi Wisata Kelayakan Obyek & Atraksi Ekowisata Akseptibilitas Masyarakat Peluang Ekonomi Masyarakat Skoring & Pembobotan Skoring & Pembobotan Skoring & Pembobotan Tahap Analisis & Sintesisi Zona Kondisi Biofisik Potesial Zona Wisata Potensial Zona Kondisi Masyarakat Potensial Zona Ekowisata Potensial Koridor Sungai Ciliwung Program Rencana Pengembangan Kawasan Konsep Rencana Ekowisata di Koridor Sungai Ciliwung RENCANA PENGEMBANGAN RIVERSCAPE EKOWISATA PERKOTAAN (Perencanaan, Program & Infrastruktur Pendukung Ekowisata) Tahap Konsep & Perencanaan Gambar 6. Tahap Penelitian

4 8 Tabel. Sumber dan Jenis Data Peta & Citra Data & Informasi Sumber Data Jenis Data Peta rupa bumi DKI Bakosurtanal Jakarta, skala : Peta administrasi DKI Bakosurtanal Jakarta (soft copy) Peta land use DKI Jakarta, Dinas Tata Kota DKI Jakarta skala : Peta RTRW DKI Jakarta, Dinas Tata Kota DKI Jakarta skala : Peta Jalan DKI Jakarta, Umum skala :.500 Peta wisata DKI Jakarta Dinas Pariwisata DKI Jakarta (tidak skala) Peta Sungai Ciliwung Dep PU, PPLH-IPB (soft copy) Citra Landsat PPLH Kondisi fisik Sungai Ciliwung di DKI Jakarta & sekitarnya Data iklim DKI Jakarta Kualitas ekologis Kualitas air Sungai Ciiwung Hidrogeologi DKI Jakarta Bahaya banjir Bahaya longsor BMG BPLHD Prov. DKI Jakarta BPLHD Prov. DKI Jakarta, lapangan Dep. Kimpraswil Dep Kimpraswil, masyarakat, lapangan Dep Kimpraswil, masyarakat, lapangan Obyek dan atraksi Ekowisata Keragaman hayati Kondisi ekosistem Kondisi obyek dan atraksi wisata eksisting. Aksesibilitas Infrastruktur Fasilitas wisata Internet, lapangan Lapangan Internet, Dinas pariwisata DKI Jakarta, Dinas PB DKI Jakarta, lapangan Survey Survey Survey Aspek Masyarakat a. Demografi b. Persepsi dan preferensi masyarakat BPS Prov DKI Jakarta Masyarakat Masyarakat Program dan kajian yang pernah dilakukan Pengelolaan kawasan dan Program perbaikan kawasan Dep Kimpraswil, Dep. PU. BPLHD Prov. DKI Jakarta Dinas kebersihan Prov DKI Jakarta Dinas PB Prov DKI Jakarta BP DAS Ciliwung Citarum Dinas PU Prov. DKI Jakarta BBSWS Ciliwung Cisadane Dinas Perhub. Prov. DKI Jakarta Dinas Pertamanan Prov. DKI Jakarta BAPPEDA Prov. DKI Jakarta (WALHI) Jakarta LPP Mangrove Action contre la Faim (ACF) Aspac Mitra Consultindo

5 9 Tabel. Daftar Stake Holder Sungai Ciliwung yang menjadi Responden Stake Holder Masyarakat setempat Jumlah (orang) 00. Masyarakat pada titik pengamatan. Tokoh Masyarakat Institusi 0. Direktorat Penataan Ruang Wilayah II Departemen PU. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi DKI Jakarta. Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi DKI Jakarta. Badan, Dinas Tata Kota Provinsi DKI Jakarta 5. Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta 6. Balai Besar Satuan Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBSWSCC), 7. Dinas Pariwisata Provinsi DKI Jakarta 8. Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Agen Perjalanan. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jakarta. LPP Mangrove. Action contre la Faim (ACF). Aspac Mitra Consultindo. Panorama Tour dan Travel. Himpunan Pemandu Wisata Indonesia (HPI). Makara Tour dan Travel. Pesona Ceria. Analisis dan Sintesis Analisis dilakukan untuk melihat kondisi biofisik sungai, obyek dan atraksi wisata eksisting, serta dukungan masyarakat di sepanjang kawasan penelitian. Hal ini bertujuan untuk menentukan zona potensial, yaitu zona yang sesuai dengan standar penilaian untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata perkotaan... Penilaian Kondisi Biofisik Sungai Penilaian terhadap kondisi biofisik Sungai Ciliwung dilakukan guna melihat kesesuaian kawasan tersebut sebagai lokasi, dan obyek dan atraksi ekowisata di perkotaan. Penilaian ini meliputi kawasan sungai yang terdiri dari bantaran sungai dan kualitas air.... Kualitas Bantaran Sungai Bantaran sungai yang dinilai mulai dari batas air tertinggi sampai daerah batas penataan sungai (DBPS) Ciliwung yaitu 50 m dari as sungai sesuai rencana kerja Prokasih (005). Peubah meliputi topografi, bahaya banjir, dan penggunaan lahan (Tabel ). Penilaian dilakukan pada lokasi pengamatan di sepanjang koridor Sungai.

6 0 Tabel. Penilaian Kualitas Bantaran Sungai Peubah Bahaya longsor Bobot (%) Kategori Nilai Skor 5 0 8%, tidak berpotensi longsor S 8 5%, sedikit berpotensi longsor 5 0%, cukup berpotensi longsor > 0%, sangat berpotensi longsor S Bahaya banjir 5 Tidak Pernah Banjir x dalam 5 th Banjir >x/5th - <x/th Banjir >x/th S S Penggunaan Lahan (Land Use) 5 Sesuai peruntukan lahan, tertata baik, dominan hijau Sesuai peruntukan, kurang tertata, > hijau Tidak sesuai peruntukan, kurang tertata, luasan lahan hijau sama besarnya dengan lahan terbangun Tidak sesuai peruntukan, tidak tertata, dominan lahan terbangun Keterangan: Skor (S=sangat sesuai, S=sesuai, =kurang sesuai, S=tidak sesuai) Sumber : USDA (968); modifikasi. S S Penghitungan klasifikasi kondisi bantaran sungai = ( Fbl x 5) + ( Fbb x 5) + ( Flu x 5) Keterangan: Fbl = faktor bahaya longsor Fbb = faktor bahaya banjir Flu = faktor penggunaan lahan (land use) = lokasi ke sampai Tingkat kualitas bantaran sungai terbagi dalam T = tinggi, nilai 6 00 S = sedang, nilai 5 5 R = rendah, nilai Kualitas Air Penilaian kualitas air terdiri dari kualitas fisik meliputi warna air, debit air, sedimentasi (TDS,TSS), dan kualitas kimia air yaitu COD, BOD, dan DO. Penilaian dilakukan pada lokasi disepanjang koridor Sungai. Penilaian kualitas badan air ditunjukkan oleh Tabel 5.

7 Peubah Bobot (%) Warna Air 0 Coklat jernih Coklat Coklat hitam Hitam Tabel 5. Penilaian Kualitas Air Kategori Nilai Skor Debit Air 0 Tidak ada perbedaan pada musim penghujan & kemarau Sedikit perbedaan pada musim penghujan & kemarau Fluktuasi musim penghujan dan kemarau agak tinggi Fluktuasi musim penghujan dan kemarau tinggi Sedimentasi (TDS, TSS) Kualitas Kimia air (COD, BOD, DO) 0 Baku mutu Kelas I Baku mutu Kelas II Baku mutu Kelas III Baku mutu Kelas IV 0 Baku mutu Kelas I Baku mutu Kelas II Baku mutu Kelas III Baku mutu Kelas IV Keterangan: Skor (S=sangat sesuai, S=sesuai, =kurang sesuai, S=tidak sesuai) Sumber : BPLHD dan ASDEP urusan SARPEDAL KLH (005); USDA (968); modifikasi. Penghitungan klasifikasi kondisi badan air = ( Fwa x 0) + ( Fda x 0) + ( Fsed x 0) + ( Fka x 0) Keterangan: Ftwa = faktor warna air Fda = faktor debit air Fsed = faktor sedimentasi Fka = faktor kualitas air = lokasi ke sampai Tingkat kualitas bantaran sungai terbagi dalam T = tinggi, nilai S = sedang, nilai R = rendah, nilai Dari hasil penilaian kondisi bantaran sungai dan kualitas air digabungkan untuk mendapatkan tingkatan potensial biofisik dari setiap lokasi pengamatan. Hasil penggabungan tersebut di klasifikasikan berdasarkan tiga tingkatan potensi kawasan sebagai berikut: S S S S S S S S

8 SP : Sangat Potensial, dengan nilai Kualitas lingkungan pada lokasi ini sangat baik, sangat potensial untuk pengembangan kawasan ekowisata. Tidak perlu ada perbaikan pada lokasi ini. Perlakuan hanya untuk menjaga kualitas lingkungan agar tetap baik. P : Potensial, dengan nilai 5-55 Kualitas lingkungan pada lokasi ini pada tingkat sedang diperlukan perbaikan untuk meningkatkan kualitas lingkungan. TP : Tidak Potensial, dengan nilai Kualitas lingkungan pada lokasi ini sangat rendah, diperlukan perlakuan perbaikan kualitas lingkungan sungai yang cukup serius... Penilaian Potensi Obyek dan Atraksi Wisata Eksisting Penilaian Obyek dan atraksi yang tersedia untuk pengembangan wisata pada kawasan ekowisata dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, penilaian potensi obyek dan atraksi wisata yang tersedia, tahap ini dilakukan untuk melihat tingkat potensi obyek dan atraksi wisata yang tersedia di sepanjang koridor Sungai Ciliwung. Penilaian ini diklasifikasikan menggunakan enam kriteria dari Inskeep (99) dan Umar (005) yang telah dimodifikasi (Tabel 6). Penilaian dilakukan oleh orang ahli yang berasal dari Dinas Pariwisata Provinsi DKI Jakarta (empat orang), BAPPEDA Provinsi DKI Jakarta (tiga orang), dan Agen Perjalanan (empat orang). Perhitungan nilai dari masing-masing ahli dijumlahkan untuk diklasifikasikan dalam tingkatan tinggi (T), sedang (S), dan rendah (R). Penentuan klasifikasi tingkat potensi obyek dan atraksi wisata sebagai berikut: skor maksimal - skor minimal Klasifikasi tingkat potensi = tingkat klasifikasi Setelah diklasifikasikan, dilakukan penilaian tahap kedua, yaitu menilai kelayakan potensi obyek dan atraksi wisata disetiap lokasi pengamatan. Penilaian dilakukan berdasarkan tingkat ekologis dimana obyek dan atraksi tersebut berada, transportasi dan aksesibilitas yang tersedia untuk mencapai lokasi obyek dan atraksi wisata tersebut, letak obyek dan atraksi wisata dari jalan utama, dan fasilitas wisata yang tersedia (Tabel 7).

9 Tabel 6. Penilaian Potensi Obyek dan Atraksi Wisata Eksisting Peubah Kategori Nilai Kesejarahan Bersejarah, dijaga kelestariannya oleh Pemda setempat. Bersejarah, kurang dilestarikan. Bersejarah, tidak dilestarikan. Tidak bersejarah. Keunikan Fungsi sosial Keselarasan dengan Lingkungan Attractiveness Mempunyai kekhususan, istimewa dan menjadi ke-khasan lokasi tersebut. Bersifat khusus, cukup istimewa, tapi tidak menjadi khas lokasi tersebut. Kurang bersifat khusus dan kurang istimewa. Tidak khusus dan istimewa. Berfungsi sosial sangat baik Cukup baik memberi berfungsi sosial Sedikit berfungsi sosial Tidak berfungsi sosial Keberadaan obyek dan atraksi sangat selaras dengan lingkungan Keberadaan obyek dan atraksi cukup selaras dengan lingkungan Keberadaan obyek dan atraksi kurang selaras dengan lingkungan Keberadaan obyek dan atraksi tidak selaras dengan lingkungan Sangat menarik untuk dinikmati. Cukup menarik untuk dinikmati. Kurang menarik untuk dinikmati. Tidak menarik untuk dinikmati. Kelangkaan Hanya ada di lokasi tersebut dan sangat terawat. Hanya ada di lokasi tersebut dan kurang terawat. Hanya ada di lokasi tersebut dan tidak terawat. Tidak ada obyek dan atraksi yang langka. Sumber : Inskeep (99); Umar (005); modifikasi. Penghitungan tahap kedua obyek dan atraksi wisata sebagai berikut: Klasifikasi kondisi kelayakan obyek dan atraksi wisata = ( Foa x 0) + ( Fek x 0) + ( Faks x 0) + ( Fjl x 0) + ( Ffas x 0) Keterangan: Ffoa = faktor obyek dan atraksi wisata Fek = faktor ekologis Faks = faktor aksesibilitas Fjl = faktor letak dari jalan utama Ffas = faktor fasilitas wisata yang tersedia = lokasi ke sampai

10 Tabel 7. Penilaian Kelayakan Obyek dan Atraksi Wisata Eksisting Peubah Obyek dan atraksi wisata Bobot (%) Kategori Nilai Skor 0 Semua atraksi wisata bernilai tinggi (T). S Atraksi wisata yang ada bernilai sedang (S) S sampai tinggi (T). Atraksi wisata yang ada bernilai rendah (R) sampai sedang (S). Tidak terdapat obyek dan atraksi. S Ekologis 0 Endemik, unit ekologi terjaga Semi endemik, unit ekologi terjaga Unit ekologis terganggu-rusak Tidak terdapat unit ekologi Aksesibilitas 0 Jalan primer dekat, mudah dicapai, kondisi baik; kendaraan umum beragam, kondisi baik. Jalan sekunder, kondisi sedang, kendaraan umum terbatas. Jalan tersier, kondisi sedang, tidak ada kendaraan umum. Tidak ada akses, tidak ada kendaraan umum. Letak dari jalan utama Fasilitas wisata yang tersedia 0 Dekat (< km) Sedang ( km) Cukup jauh ( - 5 km) Sangat jauh (>5 km) 0 Tersedia, lengkap, kualitas baik & terawat Ada beberapa, cukup terawat Ada bebrapa, kurang terawat Tidak tersedia Keterangan: Skor (S=sangat sesuai, S=sesuai, =kurang sesuai, S=tidak sesuai) Sumber: Inkeep (99); Yusiana (007); Badan Perencana Kabupaten Malang (006) dalam Prasasti (008); modifikasi. Hasil penilaian kelayakan obyek dan atraksi wisata diklasifikasikan dalam tingkatan sebagai berikut: SP : Sangat Potensial, dengan nilai Obyek dan atraksi wisata sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sumber daya ekowisata. P : Potensial, dengan nilai Obyek dan atraksi wisata cukup potensial untuk dikembangkan sebagai sumber daya wisata. Perlu perlakuan untuk meningkatkan kualitas menjadi sangat potensial. S S S S S S S S S S S S

11 5 TP : Tidak Potensial, dengan nilai Obyek dan atraksi wisata yang tersedia tidak potensial untuk dikembangkan sebagai sumber daya wisata. Perlu perlakuan yang khusus dan mahal untuk meningkatkan kualitas menjadi sangat potensial... Dukungan Masyarakat Lokal Penilaian aspek masyarakat dilakukan untuk mengetahui dukungan masyarakat setempat untuk mewujudkan rencana pengembangan ekowisata di sungai Ciliwung. Penilaian ini terbagi dalam dua tahap, pertama menilai akseptabilitas masyarakat terhadap rencana pengembangan ekowisata di koridor Sungai Ciliwung, dan tahap kedua, berupa menilai preferensi masyarakat terhadap jenis peluang ekonomi yang dipilihnya.... Akseptabilitas Masyarakat Parameter penilaian akseptabilitas masyarakat terhadap rencana pengembangan ekowisata di koridor Sungai Ciliwung terlihat pada Tabel 8. Setelah dilakukan penilaian, selanjutnya perhitungan tingkat akseptabilitas masyarakat sebagai berikut: Perhitungan tingkat akseptabilitas masyarakat = Fpe + Fku + Fke + Ffas + Fpar Keterangan: Fpe = faktor penerimaan masyarakat untuk pengembangan kawasan sebagai daerah tujuan wisata. Fku = faktor keyakinan masyarakat bahwa ekowisata di Sungai Ciliwung dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Fke = faktor keyakinan masyarakat bahwa ekowisata di Sungai Ciliwung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Ffas = faktor keyakinan masyarakat bahwa ekowisata di Sungai Ciliwung dapat meningkatkan fasilitas dan infrastruktur kawasan. Fpar = faktor keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktifitas dan pengelolaan ekowisata. = lokasi ke sampai

12 6 Tabel 8. Penilaian Akseptabilitas Masyarakat terhadap Ekowisata Peubah Kategori Nilai Skor Pengembangan kawasan sebagai daerah tujuan wisata Setuju Cukup kurang setuju Tidak setuju Tidak tahu S S S Ekowisata di Sungai Ciliwung dapat meningkatkan kualitas lingkungan Ekowisata di Sungai Ciliwung dapat meningkatkan kesejateraan Ekowisata di Sungai Ciliwung dapat meningkatkan fasilitas dan infrastruktur kawasan Keinginan masyarakat untuk berpartisipasi Sumber : Yusiana (007), modifikasi. Sangat yakin Cukup yakin Sedikit yakin Tidak yakin Sangat yakin Cukup yakin Sedikit yakin Tidak yakin Sangat yakin Cukup yakin Sedikit yakin Tidak yakin Tinggi Sedang Rendah Tidak ada Hasil penghitungan nilai skor dijumlahkan untuk mendapatkan tingkat akseptabilitas masyarakat yang terbagi dalam tiga kategori sebagai berikut: T : Tinggi, dengan nilai Tingkat akseptabilitas masyarakat tinggi tidak ada hambatan untuk rencana pengembangan kawasan menjadi ekowisata. S : Sedang, dengan nilai 00-9 Tingkat akseptabilitas masyarakat sedang, terdapat hambatan untuk rencana pengembangan kawasan menjadi ekowisata. Perlu perlakuan untuk meningkatkan akseptabilitas masyarakat. R : Rendah, dengan nilai Tingkat akseptabilitas masyarakat rendah, terdapat banyak hambatan untuk rencana pengembangan kawasan menjadi ekowisata. Perlu perlakuan yang cukup khusus dan mahal untuk meningkatkan akseptabilitas masyarakat. S S S S S S S S S S S S

13 7... Preferensi Masyarakat terhadap Peluang Ekonomi Analisis preferensi masyarakat terhadap peluang ekonomi berfungsi untuk menilai tingkat keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktifitas kepariwisataan di kawasannya. Penilaian didasarkan peluang ekonomi yang terkait langsung wisata, dan peluang ekonomi sebagai penunjang wisata. Cara penilaian adalah dengan melihat jenis peluang ekonomi terbanyak yang dipilih masyarakat (Tabel 9). Tabel 9. Jenis Peluang Ekonomi Masyarakat Peluang Ekonomi Terkait Langsung Wisata Peluang Ekonomi sebagai Penunjang Wisata a. Menjadi karyawan/pemandu wisata e. Penyedia produk wisata b. Membuka toko/ Restaurant/penginapan f. Lain-lain c. Mengembangkan obyek dan atraksi wisata d. Bertani/berternak Sumber: Yusiana (007), modifikasi. Hasil preferensi masyarakat terhadap jenis peluang ekonomi diklasifikasikan seperti yang tertera pada Tabel 0. Pilihan masyarakat terhadap jenis peluang ekonomi yang terkait langsung wisata mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding dengan peluang ekonomi sebagai penunjang wisata. Tabel 0. Klasifikasi Tingkat Peluang Ekonomi Masyarakat Peluang Ekonomi Terkait Wisata Peluang Ekonomi sebagai Klasifikasi Penunjang Wisata 00 0 Tinggi (T) 90 0 Tinggi (T) 80 0 Tinggi (T) 70 0 Sedang (S) 60 0 Sedang (S) Sedang (S) 0 60 Sedang (S) 0 70 Rendah (R) 0 80 Rendah (R) 0 90 Rendah (R) 0 00 Rendah (R) Keterangan: Tabel klasifikasi berdasarkan hasil diskusi bimbingan (007). Berdasarkan hasil penggabungan antara akseptibilitas masyarakat dan peluang ekonomi masyarakat dibagi dalam zona sangat potensial (SP), potensial (P), dan tidak potensial (TP).

14 8.. Zona Pengembangan Kawasan Ekowisata Tahap ini merupakan tahap sintesis, lanjutan dari tahap analisis, dimana peta-peta komposit hasil analisis kondisi biofisik, potensi obyek dan atraksi wisata, dan kondisi masyarakat diintegrasikan dengan menggunakan metode Sistem Informasi Geografi (SIG). Setelah peta-peta tematik tersebut digabungkan dengan cara tumpang susun (overlay), hasilnya berupa zona potensial kawasan untuk pengembangan ekowisata. Proses sintesis ditunjukan pada Gambar 7. Kualitas Air Bantaran Sungai Potensi Obyek dan Atraksi Wisata Kelayakan Obyek & Atraksi Peta Tematik Peluang Ekonomi Masyarakat Akseptabilitas Masyarakat Biofisik Sungai Obyek dan Atraksi Wisata Dukungan Masyarakat Peta Komposit Zonasi Potensial Rencana Pengembangan Ekowisata Gambar 7. Teknik Tumpang Susun (Overlay) Peta-peta Tematik Proses tumpang susun (overlay) peta komposit kondisi biofisik potensial, zona obyek dan atraksi wisata potensial, dan zona kondisi masyarakat potensial menghasilkan tiga zona potensial kawasan untuk pengembangan ekowisata perkotaan, yaitu: T : Zona berpotensi tinggi, sangat sesuai untuk pengembangan ekowisata. Seluruh aspek bernilai sangat potensial (SP) atau paling tidak minimal terdapat satu aspek yang termasuk dalam klasifikasi potensial (P), tidak terdapat aspek yang termasuk tidak potensial (TP). S : Zona berpotensi sedang, cukup potensial untuk pengembangan ekowisata. Minimal terdapat satu aspek yang termasuk dalam kategori tidak potensial (TP). R : Zona berpotensi rendah, tidak potensial untuk pengembangan ekowisata. Seluruh aspek termasuk dalam klasifikasi tidak potensial (TP).

15 9. Rencana Pengembangan Kawasan Ekowisata Perkotaan Rencana pengembangan kawasan ekowisata berdasarkan zona potensial kawasan untuk pengembangan ekowisata perkotaan. Rencana pengembangan ini dalam bentuk konsep pengembangan kawasan ekowisata, program pengembangan, dan rencana pengembangan infrastruktur pendukung wisata... Konsep Rencana Pengembangan Kawasan Konsep pengembangan kawasan yaitu rencana pengembangan kawasan ekowisata perkotaan yang berkelanjutan (sustainable urban ecotourism). Konsep rencana pengembangan diilustrasikan dalam bentuk model pengembangan ruang wisata yang mempertimbangkan karakter lanskap dan potensi wisata... Konsep Ruang dan Sirkulasi Kawasan Ekowisata Konsep ruang diwujudkan dengan ilustrasi peletakan ruang wisata utama, ruang penunjang, ruang penerima, dan ruang transisi pada kawasan ekowisata Sungai Ciliwung. Konsep peletakan ruang berdasarkan konsep rencana pengembangan. Untuk konsep perencanaan sirkulasi digambarkan dengan membuat hubungan antar kelompok kegiatan wisata, dan antara kegiatan wisata dengan kegiatan wisata lainnya di dalam kawasan... Program Pengembangan Kawasan Ekowisata Program pengembangan kawasan berupa rencana perbaikan dan penataan kawasan sesuai konsep pengembangan kawasan. Perencanaan program pengembangan tersebut, yaitu dengan mengkomunikasikan nilai-nilai potensi wisata kawasan (absolut value), yang hasilnya berupa arahan pengembangan kawasan. Arahan pengembangan diilustrasikan secara grafis sebagai panduan penataan kawasan ekowisata koridor Sungai Ciliwung di Jakarta... Rencana Pengembangan Infrastruktur Pendukung Ekowisata Infrastruktur pendukung ekowisata dibuat berdasarkan kebutuhan pada setiap kawasan yang dikembangkan. Hal ini untuk memberikan kepuasan yang memberi rasa nyaman dan aman kepada pengunjungnya (tourist satisfactory). Konsep perencanaan infrastruktur kawasan ini berdasarkan pertimbangan ekologis.

16 0 Batasan Istilah Atraksi Wisata adalah daya tarik di daerah tujuan wisata berupa kejadian-kejadian tradisional seni-budaya, hiburan, jasa, dan kejadian-kejadian tidak tetap (Karyono 997). Bantaran sungai adalah daerah pinggir sungai yang tergenang air saat banjir (flood plan) (Maryono 00, diacu dalam Aini 005). Ekowisata adalah Suatu model pengembangan wisata yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau di daerah- daerah yang dikelola secara kaidah alam dimana tujuannya selain menikmati keindahannya, juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat (Direktorat Sumber Daya Daerah 000). Ekowisata perkotaan adalah model penyelenggaraan ekowisata yang mengekplorasi di dalam dan sekitar kota, dimana kegiatannya selain menghargai, mengapresiasikan, dan mengkonservasi sumber daya alam dan budaya kota, juga berfungsi meningkatkan kualitas ekologis kota, serta mendorong ekonomi lokal. Keterlibatan masyarakat dan pengunjung dalam aktifitas wisatanya memberi inspirasi untuk pengalaman fisik, menstimulasi intelektual, dan interaksi sosial. Dalam penyelenggaraan kegiatannya berbasis pada sektor ekonomi dan jasa, dengan fasilitas standar perkotaan. (Green Tourism Association 007; Inskeep 99). Koridor sungai adalah daerah terkendali yang merupakan bagian dari daerah batas penataan sungai (DBPS) proram kerja Prokasih (005), yaitu selebar 50 m dari as ke kiri dan kanan sungai (BPLHD Prov. DKI Jakarta 005). Obyek wisata adalah perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (Nurisjah et al. 00; Karyono 997). Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk mengatur, mengurus, dan melayani kebutuhan wisata (Karyono 997).

RENCANA PENGEMBANGAN KORIDOR SUNGAI CILIWUNG DI JAKARTA SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA PERKOTAAN DINI ROSMALIA

RENCANA PENGEMBANGAN KORIDOR SUNGAI CILIWUNG DI JAKARTA SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA PERKOTAAN DINI ROSMALIA RENCANA PENGEMBANGAN KORIDOR SUNGAI CILIWUNG DI JAKARTA SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA PERKOTAAN DINI ROSMALIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Studi

Gambar 2. Lokasi Studi 17 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Gambar 2).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Sintang (Gambar 4). Secara geografis Kabupaten Sintang terletak pada 1 0 05 Lintang Utara 1 0 21 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian.

Gambar 1 Lokasi penelitian. 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian 20 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu 4 bulan, pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2012. Persiapan dilakukan sejak bulan Maret 2011

Lebih terperinci

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Perkampungan Portugis Kampung Tugu Jakarta Utara Lanskap Sejarah Aspek Wisata Kondisi Lanskap: - Kondisi fisik alami - Pola Pemukiman - Elemen bersejarah - Pola RTH

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI KORIDOR SUNGAI CILIWUNG, JAKARTA

RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI KORIDOR SUNGAI CILIWUNG, JAKARTA RENANA PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI KORIDOR SUNGAI ILIWUNG, JAKARTA Konsep Rencana Pengembangan Lanskap Ekowisata Dalam mengembangkan suatu kawasan menjadi kawasan ekowisata diperlukan konsep sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI LAUT JAWA KEC.CILAMAYA KULON KAB.SUBANG TANPA SKALA TANPA SKALA DESA PASIRJAYA PETA JAWA BARAT LOKASI STUDI

III. METODOLOGI LAUT JAWA KEC.CILAMAYA KULON KAB.SUBANG TANPA SKALA TANPA SKALA DESA PASIRJAYA PETA JAWA BARAT LOKASI STUDI 14 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Rencana Pengembangan Lanskap Pantai Tanjung Baru sebagai Kawasan Wisata Berbasis Ekologis ini dilaksanakan di Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada gambut yang berada di tengah Kota Sintang dengan luas areal sebesar hektar. Kawasan ini terletak di Desa Baning, Kota Sintang,

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Kelapa Rapat (Klara) Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, dengan luas area ± 5.6 Ha (Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di kawasan Kampung Setu Babakan-Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa-Kotamadya Jakarta Selatan (Gambar 6), dengan luas kawasan ± 165 ha, meliputi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekologi Sungai. Gambar 2. Tipe Umum Sungai dan Penentuan Lebar Daerah Sempadan Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. Ekologi Sungai. Gambar 2. Tipe Umum Sungai dan Penentuan Lebar Daerah Sempadan Sungai TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Sungai Sungai mempunyai peranan yang sangat besar dalam perkembangan peradaban manusia di dunia ini, karena sungai sangat berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari manusia.

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan

IV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan IV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Tapak secara geografis terletak di 3 o 16 32-3 o 22 43 Lintang Selatan dan 114 o 3 02 114 o 35 24 Bujur Timur administratif termasuk ke dalam Kelurahan Kertak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi mengenai perencanaan lanskap jalur interpretasi wisata sejarah budaya ini dilakukan di Kota Surakarta, tepatnya di kawasan Jalan Slamet Riyadi. Studi ini dilaksanakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan Februari 2011 hingga bulan Juni 2011 di Sentra Produksi Rambutan Gedongjetis, Tulung, Klaten (Gambar

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 2. Peta orientasi lokasi penelitian (Sumber: diolah dari google)

METODOLOGI. Gambar 2. Peta orientasi lokasi penelitian (Sumber: diolah dari google) METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai perencanaan lanskap agrowisata berkelanjutan ini dilakukan di Desa Sukaharja dan Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Propinsi

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Jawa Barat. Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur

METODOLOGI. Peta Jawa Barat. Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur 16 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Grama Tirta Jatiluhur, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat (Gambar 2 dan 3). Penelitian berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 45 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kabupaten Sambas dengan fokus lokasi penelitian pada kawasan pesisir kecamatan Paloh propinsi Kalimantan Barat

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kuin adalah wilayah sepanjang daerah aliran Sungai Kuin yang terletak di kota Banjarmasin.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh : Misbakhul Munir Zain 3506100055 Program Studi Teknik Geomatika ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Email

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Upaya untuk penentuan satuan kawasan wisata merupakan suatu pengalokasian beberapa obyek wisata untuk pengembangan wilayah. Dimana hakekatnya SKW merupakan pengelompokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian.

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian. IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada jalur pendakian Gunung Tambora wilayah Kabupaten Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan ekowisata hutan lindung mangrove dan penangkaran buaya di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di daerah tropis dengan luas laut dua pertiga dari luas negara secara keseluruhan. Keberadaan Indonesia di antara dua benua dan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi 10 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi Penelitian mengenai perencanaan lanskap ini dilakukan di kawasan bersejarah Komplek Candi Gedong Songo,, Kecamatan Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah. Peta,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan 5 TINJAUAN PUSTAKA Danau Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan. Sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Cisadane segmen Hulu, meliputi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian di DAS Ciliwung bagian hulu

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian di DAS Ciliwung bagian hulu III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret hingga September 2007 di hulu DAS Ciliwung, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, hulu DAS Ciliwung terletak pada 106º55

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI V. 1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi pengembangan produk wisata bahari dan konservasi penyu di Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

Gambar 4. Lokasi Penelitian

Gambar 4. Lokasi Penelitian 19 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama sembilan minggu, mulai akhir bulan Februari 2011 sampai dengan April 2011. Kegiatan penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, dan membentang antara garis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2007, bertempat di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB). Taman Nasional Gunung Merbabu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di

I. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di I. PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Kabupaten Kulon Progo merupakan bagian dari wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di Barat dan Utara, Samudra

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Lokasi yang dijadikan fokus penelitian berlokasi di TWA Cimanggu Sesuai administrasi pemangkuan kawasan konservasi, TWA Cimanggu termasuk wilayah kerja Seksi Konservasi

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Oleh : ERINA WULANSARI [ ] MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK Sistem agroforestry merupakan integrasi antara beberapa aspek ekologis dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode Survey Deskriptif Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey deskriptif. Metode survey deskriptif merupakan metode untuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan 33 BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan metode dengan informan, dan observasi. Data tentang karakteristik masyarakat lokal, tingkat,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata adalah kegiatan seseorang dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan perbedaan waktu kunjungan dan motivasi kunjungan. Menurut Pendit

Lebih terperinci

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Untuk penentuan prioritas kriteria dilakukan dengan memberikan penilaian atau bobot

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perencanaan Lanskap Lanskap dapat diartikan sebagai bentang alam (Laurie, 1975). Lanskap berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat hubungan totalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Dusun ini terletak 20 km di sebelah utara pusat Propinsi Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dengan luas 1.910.931 km, Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi penting di Indonesia. Pada tahun 2009,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus 30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata dan Ekowisata Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah memilikikontribusi ekonomi yang cukup penting bagi kegiatan pembangunan. Olehkarenanya, sektor ini

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016)

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016) PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016) A. Latar Belakang Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang di luar tempat tinggalnya, bersifat sementara untuk berbagai tujuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA...

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... i ii iv vii ix x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1.2 Perumusan Masalah... 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Pontianak sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Barat memiliki karakter kota yang sangat unik dan jarang sekali dijumpai pada kota-kota lain. Kota yang mendapat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 11 BAB BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Studi mengenai perencanaan lanskap pasca bencana ini dilakukan di kawasan Situ Gintung dengan luas areal 305,7 ha, yang terletak di Kecamatan Ciputat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 16 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Empang yang secara administratif masuk dalam wilayah Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan alam, struktur historik, adat budaya, dan sumber daya lain yang terkait dengan wisata.

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian dengan judul Dampak Pembangunan Jalan Arteri

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian dengan judul Dampak Pembangunan Jalan Arteri 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian dengan judul Dampak Pembangunan Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusamba Terhadap Penggunaan Lahan di Desa Gunaksa Kecamatan Dawan

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Ciliwung, Kota Bogor (Gambar 7). Panjang Sungai Ciliwung yang melewati Kota Bogor sekitar 14,5 km dengan garis

Lebih terperinci

6. PERSIAPAN KERJA. 6.1 Penyiapan / Penentuan Tim Penilai

6. PERSIAPAN KERJA. 6.1 Penyiapan / Penentuan Tim Penilai 6. PERSIAPAN KERJA Penilaian NKT harus dipersiapkan secara terencana dan hati-hati, karena hal ini nantinya akan menentukan keberhasilan dan kemudahan pelaksanaan kegiatan di lapangan serta kelengkapan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Studi ini dilakukan di Kecamatan Kebayoran Baru, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Survei pendahuluan tapak dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, dengan teknik pengumpulan data berdasarkan pengamatan langsung komponenkomponen

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kota Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat, (Gambar 1). Penelitian ini berlangsung dari bulan Nopember 2004 sampai Agustus 2005. Propinsi

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci