BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Cacing Tanah Cacing tanah termasuk hewan Invertebrata yang hidup dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Cacing Tanah Cacing tanah termasuk hewan Invertebrata yang hidup dalam"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Cacing Tanah Cacing tanah termasuk hewan Invertebrata yang hidup dalam tanah, berukuran beberapa cm hingga panjang >2 m. Ordo Oligochaeta yang hidup di daratan (terrestrial) ada 10 famili dan berukuran lebih besar, disebut Megadrila, sedangkan yang didalam air ada tujuh famili dan berukuran lebih kecil, disebut Microdrila. Kelompok Megadrila inilah yang biasanya dikenal sebagai cacing tanah (earth-worm) yang diseluruh dunia tersebar sekitar spesies, tetapi yang paling banyak dijumpai di Eropa, Asia Barat, dan sebagian besar Amerika Utara adalah yang termasuk famili Lumbricidae (Kemas Ali Hanafiah, 2014: 78). Salah satu spesies cacing tanah, Eisenia foetida yang masuk dalam famili Lumbericidae dan genus Eisenia merupakan spesies cacing tanah yang banyak diusahakan secara komersial, karena hasil budidayanya banyak berhubungan dengan bidang peternakan, pertanian, kesehatan, dan industri. Di bidang pertanian cacing tanah dapat dijadikan sebagai sumber protein hewani bahan pakan ternak dan ikan, karena kandungan proteinnya yang cukup tinggi 74-72% (Hayati et al., 2011: 34) Aladesida et al. (2014) menyebutkan bahwa cacing tanah Eisenia foetida mempunyai toleransi temperatur yang cukup lebar dan potensi perkembangannya sangat tinggi dan tidak sangat sensitif dalam pembiakannya (Prayitno, 2015: 2). 8

2 1. Klasifikasi Cacing tanah Eisenia foetida merupakan hewan tingkat rendah yang tidak bertulang belakang (invertebrata) dan hidup di dalam tanah. Eisenia foetida sering disebut red wiggler, brandling dan manure worm. Kedudukan Eisenia foetida dalam taksonomi Gate, G.E (1949) adalah: Kingdom Phylum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Annelida : Clitellata : Haplotaxiada : Lumbricidae : Eisenia Spesies : Eisenia foetida (Savigny, 1826) 2. Ciri-ciri Ciri-ciri E. foetida adalah mempunyai cincin-cincin kuning dan merah hati sepanjang tubuhnya. Cacing E. foetida memiliki ujung ekor pipih, bagian dorsal berwarna merah muda, bagian ventral berwarna putih kemerahan dan ekor berwarna orange. Panjang tubuh E. foetida sekitar tujuh cm dengan diameter tiga mm (Yuliprianto, 1994: 75). Menurut Edwards dan Lofty (1972), cacing tanah jenis ini memiliki gerakan yang lebih lambat jika dibandingkan dengan cacing lokal. Bobot hidup E. foetida sekitar 0,26-0,55 g/ekor (Dian Permata, 2006: 4). Genus Eisenia memiliki ciri berukuran mm dengan jumlah segmen Berwarna merah, unggu atau coklat, perut kuning, 9

3 permukaan dorsal pigmen bergantian dengan intersegmen terang (Kemas Ali Hanafiah, 2014: 88). Gambar 1. Cacing Tanah Jenis Eisenia foetida (Skala 1 : 3) (Sumber: Klaus Valentine, 2014) 3. Struktur Tubuh Gambar 2. Struktur Tubuh Cacing Tanah (Sumber: Rahmat Rukmana, 2008: 16) Gambar di atas merupakan tampilan tubuh cacing tanah. Tubuh cacing tanah dideskripsikan menjadi lima bagian yang terdiri atas bagian depan (anterior), bagian tengah, bagian belakang (posterior), bagian punggung (dorsal), dan bagian bawah atau perut (ventral). Bentuk tubuh cacing tanah umumnya silindris memanjang. Mulut terdapat pada segmen pertama, sedangkan anus pada segmen yang terakhir. 10

4 Bibir mulut (prostomium) berupa tonjolan daging yang dapat menutup lubang mulut. Bibir mulut dan anus bukan merupakan segmen tubuh, melainkan bagian dari tubuh tersendiri. Pada cacing tanah dewasa terdapat alat untuk menyiapkan proses perkembangbiaknan yang disebut klitelum. Tubuh cacing tanah terdiri dari segmen-segmen. Pada setiap segmen (sumite) terdapat rambut pendek dan keras yang disebut seta (setae). Seta berfungsi sebagai pencengkram atau pelekat yang kuat pada tempat cacing tanah itu berada. Bila cacing tanah bergerak, daya lekat seta diatur secara kuat. Gerakan cacing tanah diatur pula oleh otot memanjang dan otot melingkar. Kontraksi otot longitudinal menebabkan tubuh cacing tanah bisa memanjang dan memendek. Sedangkan kontraksi otok sirkuler menyebabkan tubuh cacing tanah mengembang dan mengkerut. Sinkronisasi kontraksi kedua jenis otot ini menimbulkan gaya gerak kedepan. Kalau diperhatikan kelihatan lemah, tetapi sebetulnya tidak demikian, cacing tanah termasuk relatif kuat karena dengan susunan otot yang melingkar dan memanjang cacing tanah dapat menembus tanah. Bagian bawah (ventral) terdapat pori-pori yang letaknya tersusun atas segmen dan berhubungan dengan alat ekskresi (nephredia) yang ada dalam tubuh. Nephredia ini mengeluarkan zat-zat sisa yang telah berkumpul di dalam rongga tubuh (rongga selomik) berupa cairan. Fungsi pori-pori adalah untuk menjaga kelembaban kulit cacing tanah agar selalu basah karena cacing bernapas melalui kulit basah tersebut. Kulit luar 11

5 (kutikula) selalu dibasahi oleh kelenjar-kelenjar lender (kelenjar mucus). Lendir ini terus-menerus diproduksi cacing tanah untuk membasahi tubuhnya agar dapat bergerak dan melicinkan tubuhnya supaya lebih mudah bergerak ditempat-tempat yang kasar, misalnya pada daun-daun dan ranting-ranting tanaman yang gugur. Lendir dipakai untuk memperlicin saluran atau lubang didalam tanah, sehingga leluasa bergerak didalam lubang (Rahmat Rukmana, 2008: 16-18). 4. Sistem Reproduksi Cacing tanah dalam bereproduksi bersifat hemaproditebiparental. Maksudnya adalah bahwa cacing tanah memiliki dua alat reproduksi sekligus dalam satu bagian tubuh, yaitu alat reproduksi jantan dan betina. Namun untuk mendapatkan keturunan, seekor cacing dewasa harus kawin dengan cacing dewasa lainnya. Meskipun memiliki dua macam alat reproduksi dalam satu tubuh, jika seekor cacing tidak kawin dengan cacing dewasa lain maka tidak dapat melakukan reproduksi. Cacing tanah mempunyai peranti berupa sepasang lubang kelamin, baik jantan aupun betina, pada bagian luar badannya, satu di punggung dan satu di sebelah sisi badanya. Pada famili Lumbricidae, lubang jantan terletak pada punggung samping segmen ke-13. Lubang betina umumnya hanya sepasang yang terletak didalam lekukan antarsegmen atau pada segmen Lumbricidae terletak pada segmen ke-14. Cacing tanah biasanya mempunyai 2-7 pasang lubang spermathecal (penghasil sperma) (Kemas Ali Hanafiah, 2014: 77). 12

6 Usia cacing yang siap melakukan reproduksi adalah cacing dewasa yang telah berusia sekitar 2,5 bulan dan sudah mempunyai klitelum. Proses perkawinan terjadi secara silang (cross fertilization) dengan cara saling bertukar spermatozoid. Caranya, kedua cacing tanah yang berpasangan saling melekatkan bagian depanya (anterior) dengan posisi saling berlawanan yang diperkuat oleh seta. Selanjutnya, klitelum masingmasing cacing tanah tersebut akan mengeluarkan lendir yang berfungsi melindungi sel-sel sperma yang dikeluarkan oleh lubang alat kelamin jantan masing-masing. Selanjutnya akan terjadi pembentukan kokon. Kokon berbentuk lonjong berukuran 1/3 kepala korek api. Setiap kokon bias berisi 2-20 anak cacing, namun umumnya adalah 4 ekor anak cacing. Anak cacing tanah akan menetas dari kokon setelah 2-3 minggu masa inkubasi (Amri dan Khairuman, 2009: 7). Menurut Edwards dan Lofty (1972), klitelium juga merupakan penciri utama pembeda spesies cacing tanah yang berasal dari penebalan jaringan epitel permukaan dan mengandung banyak sekali sel-sel kelenjar. Sel-sel kelenjar tersebut menghasilkan sekreta yang menyerupai lendir. Sekreta tersebut berguna untuk pembentukan kokon serta pelindung pada saat embrio berkembang (Dian Permata, 2006: 4). Klitelum merupakan struktur granduler (tonjolan) berupa sadel atau annuler (injakan) pada epidermis yang terkait dengan produksi kokon (selsel telur dan ova (cairannya)). Umumnya dicirikan oleh warna yang lebih pucat, lebih gelap, atau berbeda ketimbang warna badan/segmen posisinya. 13

7 Letak dan jumlah segmen tempat ia berkembang tergantung pada spesiesnya (Kemas Ali Hanafiah, 2014: 77). Gambar 3. Kokon Cacing E. foetida (Perbesaran 5x) Sumber: Kinderzeichnungen (2005) Klitelium E. foetida terletak pada segmen ke 24, 25, dan segmen tubuhnya berjumlah Klitelium E. foetida berbentuk sadel dan jumlah setanya sedikit. Menurut Meliyani (1999), E. foetida dapat mencapai dewasa kelamin pada umur 48 hari. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Edwards (1988) menunjukkan bahwa bobot badan rata-rata dewasa E. foetida adalah 0,55g (Dian Permata, 2006: 4). Cacing tanah E. foetida dapat memproduksi 14 butir kokon selama 70 hari (rata-rata menghasilkan lima kokon setiap hari). Jumlah anak cacing yang menetas berkisar antara 1-7 ekor (rata-rata 3,9 ekor) (Sihombing, 2002). Berdasarkan penelitian Puskas et al., (1990) kokon cacing yang ditetaskan pada suhu 25 C menghasilkan 14% kokon kosong, 21% menghasilkan satu anak cacing, 5% dua anak cacing, 14% tiga anak cacing, 14% empat anak cacing, 31% empat atau lebih anak cacing (Dian Permata, 2006: 5). 14

8 5. Sistem Pencernaan Saluran makanan cacing tanah pada dasarnya berupa tabung yang memanjang dari mulut hingga anus, dengan diferensiasi berupa liang: a) Buccal, yaitu tabung mulut sepanjang 1-2 segmen pertama b) Pharynx, yaitu tabung lanjutan yang melebar ke bawah sepanjang hingga segmen ke-6 atasnya tebal, berlendir, granduler, dan mempunyai kelenjar pharyngeal yang tampak seperti massa putih: berfungsi sebagai pompa penghisap c) Esophagus, yaitu terusan pharynx, berupa tabung sempit d) Crop adalah modifikasi tabung belakang berbentuk tembolok, berfungsi sebagai gudang penyimpanan e) Gizzard (empedu) f) Intestin, berupa saluran pencernaan berbentuk lurus yang berakhir pada anus. (Kemas Ali Hanafiah, 2014: 76). 15

9 Gambar 4. Struktur Sistem Pencernaan Cacing Tanah. (Sumber: Rahmat Rukmana, 2008: 19) Sistem pencernaan (metabolism) makanan cacing tanah melalui alur sebagai berikut: a. Makanan dimakan melalui atau oleh bibir mulut atau protomium, lalu dimasukkan ke dalam faring (pharynx), ke esophagus dan selanjutnya ke tembolok (crop). b. Makanan disimpan sementara untuk disalurkan ke lambung otot. Di dalam lambung otot (perut otot), makanan dihancurkan oleh gerakan otot lambung dan dibantu pasir serta benda-benda keras yang dimakan cacing tanah. Di samping itu, saluran pencernaan makanan mengeluarkan enzim-enzim untuk mencerna makanan. c. Makanan yang tercerna diserap oleh usus, lalu diproses dari bentuk komplek menjadi sederhana, diabsorbsi oleh dinding usus halus 16

10 masuk ke dalam pembuluh darah, dan selanjutnya melalui anus sehingga dihasilkan kascing (Rahmat Rukmana, 2008: 18-19). 6. Habitat Cacing Tanah Jenis-jenis cacing tanah lokal atau asli biasanya ditemukan hidup diberbagai jenis tanah, baik tanah bertekstur halus, tanah liat, tanah liat berdebu, maupun lempung berdebu. Namun jarang ditemukan di tanah berpasir. Tempat yang disukai cacing tanah untuk tumbuh dan berkembang biak adalah tempat yang lembab, mengandung bahan organik, dan tidak terkena sinar matahari langsung. Kelembaban ini penting untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuhnya. Sebanyak 85% dari berat tubuh cacing tanah berupa air. Untuk itu menjaga kelembaban menjadi hal mutlak untuk kehidupan cacing. Walaupun cacing memiliki mekanisme tubuh otomatis untuk mempertahankan kelembaban dipermukaan tubuh dan mencegah kehilangan air yang berlebihan. Cacing bernapas menggunakan kulitnya, sehingga menjaga kelembaban sangat penting untuk kehidupan cacing tanah. Media hidup cacing tanah tidak boleh sampai kekeringan, hal ini akan menyebabkan cacing untuk berpindah ke tempat yang lebih cocok (Abdul Aziz Adam Maulida, 2015: 15). Cacing tanah tidak mempunyai organ khusus pernafasan, oleh karena itu cacing tanah bernafas dengan pembuluh kapiler diseluruh jaringan kutikula dengan menghisap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Jika kulit kering akan mengakibatakan kematian. Jika 17

11 oksigan berlebihan tidak akan berbahaya dan cacing tanah akan membentuk asam asetat, namun bila kekurangn oksigen, maka cacing tanah tidak aktif atau lemah dan kulitnya menjadi gelap(achmat Mubarok,2003:131) Cacing tanah mengandung sembilan asam amino esensial dan empat asam amino non-esensial. Seluruh asam amino ini bermanfaat bagi pertumbuhan hewan ternak. Berikut beberapa asam amino yang terkandung pada cacing tanah : Tabel 1. Kandungan Asam Amino Pada Cacing Tanah (Abdul Aziz Adam Maulida, 2015: 16). Jenis Asam Amino Konsentrasi (%) Asam Amino Esensial Arginine 4,13 Histidin 1,56 Isoleusi 2,58 Leusin 4,84 Lisin 4,33 Metionin 2,18 Fenilalanin 2,25 Treonin 2,95 Valin 3,01 Asam Amino Non-Esensial Sistein Glisin Serin Tirosin 2,29 2,92 2,88 1,36 Cacing tanah mengandung beberapa enzim yang bermanfaat bagi manusia, seperti: 1. Enzim peroksidase katalase, berfungsi untuk memperlambat penuaan. 2. Enzim selulosa lignase, berfungsi untuk mengembalikan dan menstabilkan fungsi pencernaan. 18

12 3. Enzim asam arakidonat, berfungsi mempercepat pembentukan sel-sel baru. (Abdul Aziz Adam Maulida, 2015: 16). 7. Syarat Hidup Cacing Tanah a. Kelembaban Kelembaban merupakan banyaknya kandungan air yang terdapat didalam media. Kelembaban yang diperlukan oleh cacing tanah memang tergolong cukup tinggi, sekitar 30-50%. Kelembaban ini mepengaruhi system pernafasan dan kesehatan cacing tanah di dalam media. Jika kelembaban yang terlalu rendah, cacing biasanya akan keluar dari media. Jika kelembaban terlalu tinggi, cacing tanah akan masuk ke dalam media dan tubuhnya memucat hingga mati. Selain itu, kelembaban yang terlalu tinggi akan menyebabkan kerusakan jaringan kulit, pembengkakan tubuh, gangguan reproduksi, serta menyebabkan telur mudah rusak dan membusuk. Untuk menghindari kelembaban yang terlalu tinggi, beri lubang dibagian bawah wadah media sebagai tempat keluarnya kelebihan air. Untuk menghindari kelembaban yang terlalu rendah, siram media cacing secara berkala (Abdul Aziz Adam Maulida, 2015: 21). b. Suhu Suhu merupakan factor yang berpengaruh pada metabolisme, reproduksi, pertumbuhan, dan respirasi cacing tanah. 19

13 Suhu normal untuk pertumbuhan cacing tanah berkisar o C. Sementara suhu optimum untuk cacing tanaah bereproduksi berkisar o C. Untuk menghindari perubahan suhu yang meningkat drastis, model wadah sebaiknya dibuat dari bahan yang tidak menyimpan panas (Abdul Aziz Adam Maulida, 2015: 21). c. Ketersediaan Zat Organik Cacing merupakan jenis hewan yang mengkonsumsi zat organik terlarut dan mudah membusuk di dalam tanah. Ketersediaan zat organik mempengaruhi kelangsungan hidup cacing. Beberapa contoh zat organic diantaranya diantaranya protein, karbohidrat, mineral, dan vitamin (Abdul Aziz Adam Maulida, 2015: 22). d. Keasaman (ph) Tingkat keasaman atau ph berkaitan dengan ion hydrogen yang terdapat dimedia. Jika ion hydrogen cukup banyak, ph media cenderung semakin asam. Sementara itu, jika ion hydrogen jumlahnya sedikit, ph media akan semakin basa. ph merupakan salah satu factor yang mempengaruhi sebaran cacing tanah. Ketika terlalu asam atau terlalu basa, cacing cenderung berpindah keluar dari media. Tingkat ph yang optimal bagi cacing tanah adalah mendekati netral, yakni 6,8-7,2 (Abdul Aziz Adam Maulida, 2015: 22). 20

14 e. Media Media merupakan bagian terpenting untuk perkembangbiakan dan pertumbuhan cacing. Media berfungsi sebagai sarana untuk bergerak, berpindah tempat, bersembunyi, beristirahat, dan kawin bagi cacing tanah. Media yang optimal bagi pertumbuhan cacing adalah media gembur, organic, dan lunak. Jenis media yang digunakan bagi pertumbuhan cacing cukup beragam. Misalnya, limbah sayuran, sisa kotoran hewan, dan batang tumbuhan, media juga dapat menjadi pakan bagi cacing, sehingga penambahan pakan bagi cacing tidak perlu terlalu banyak. Media biasanya difermentasikan terlebih dahulu sebelum digunakan. Jumlah atau ketebalan media dalam suatu wadah biasanya setinggi 5-10cm dari dasar wadah. Namun, untuk pemberian diawal, ketebalan media cukup 5-7cm. Pemberian media umumnya dilakukan secara bertahap untuk meminimalkan proses fermentasi dan perubahan suhu media yang berelebihan. Media yang sehat harus memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut: 1) Bertekstur gembur 2) Memiliki bahan organic berserat yang sudah mengalami pelapukan berkisar 50-60% dan sudah tidak mengeluarkan gas. 3) Mudah terurai 21

15 4) Kandungan protein media tidak terlalu tinggi, cukup sekitar 15% 5) Selalu ada media baru dengan proporsi 50% media: 50% kotoran cacing 6) Kelembaban media normal, tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering atau sekitar 35-50% 7) Temperature media stabil pada suhu normal 8) ph media berkisar 6-7,2. (Abdul Aziz Adam Maulida, 2015: 30). B. Teknis Budidaya Cacing 1. Penyiapan Sarana dan Peralatan Pembuatan kandang sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat seperti bambu, rumbia, papan bekas, ijuk dan genteng tanah liat. Salah satu contoh kandang permanen untuk peternakan skala besar adalah yang berukuran 1,5 x 18 m dengan tinggi 0,45 m. Didalamnya dibuat rak-rak bertingkat sebagai tempat wadah-wadah pemeliharaan. Bangunan kandang dapat pula tanpa dinding (bangunan terbuka). Model-model sistem budidaya, antara lain rak berbaki, kotak bertumpuk, pancing bertingkat atau pancing berjajar (Bappenas, 2000: 3). 22

16 2. Pembibitan Persiapan yang diperlukan dalam pembudidayaan cacing tanah adalah meramu media tumbuh, menyediakan bibit unggul, mempersiapkan kandang cacing dan kandang pelindung. a) Pemilihan Bibit Calon Induk Sebaiknya dalam beternak cacing tanah secara komersial digunakan bibit yang sudah ada karena diperlukan dalam jumlah yang besar. Namun bila akan dimulai dari skala kecil dapat pula dipakai bibit cacing tanah dari alam, yaitu dari tumpukan sampah yang membusuk atau dari tempat pembuangan kotoran hewan. b) Pemeliharaan Bibit Calon Induk Pemeliharaan dapat dibagi menjadi beberapa cara: 1) Pemeliharaan cacing tanah sebanyak-banyaknya sesuai tempat yang digunakan. Cacing tanah dapat dipilih yang muda atau dewasa. Jika sarang berukuran tinggi sekitar 0,3 m, panjang 2,5 m dan lebar kurang lebih 1 m, dapat ditampung sekitar ekor cacing tanah dewasa. 2) Pemeliharaan dimulai dengan jumlah kecil. Jika jumlahnya telah bertambah, sebagian cacing tanah dipindahkan ke bak lain. 3) Pemeliharaan kombinasi cara a dan b. 4) Pemeliharaan khusus kokon sampai anak, setelah dewasa di pindah ke bak lain. 23

17 5) Pemeliharaan khusus cacing dewasa sebagai bibit. c) Sistem Pemuliabiakan Apabila media pemeliharaan telah siap dan bibit cacing tanah sudah ada, maka penanaman dapat segera dilaksanakan dalam wadah pemeliharaan. Bibit cacing tanah yang ada tidaklah sekaligus dimasukan ke dalam media, tetapi harus dicoba sedikit demi sedikit. Beberapa bibit cacing tanah diletakan di atas media, kemudian diamati apakah bibit cacing itu masuk ke dalam media atau tidak. Jika terlihat masuk, baru bibit cacing yang lain dimasukkan. Setiap 3 jam sekali diamati, mungkin ada yang berkeliaran di atas media atau ada yang meninggalkan media (wadah). Apabila dalam waktu 12 jam tidak ada yang meninggalkan wadah berarti cacing tanah itu betah dan media sudah cocok. Sebaliknya bila media tidak cocok, cacing akan berkeliaran di permukaan media. Untuk mengatasinya, media harus segera diganti dengan yang baru. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara disiram dengan air, kemudian diperas hingga air perasannya terlihat berwarna bening (tidak berwarna hitam atau cokelat tua). d) Reproduksi, Perkawinan Cacing tanah termasuk hewan hermaprodit, yaitu memiliki alat kelamin jantan dan betina dalam satu tubuh. Namun demikian, untuk pembuahan, tidak dapat dilakukannya sendiri. Dari 24

18 perkawinan sepasang cacing tanah, masing-masing akan dihasilkan satu kokon yang berisi telur-telur. Kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api. Kokon ini diletakkan di tempat yang lembab. Dalam waktu hari kokon akan menetas. Setiap kokon akan menghasilkan 2-20 ekor, rata-rata 4 ekor (Bappenas, 2000: 5). 3. Pemeliharaan a. Pemberian Pakan Cacing tanah diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat cacing tanah yang ditanam. Apabila yang ditanam 1 Kg, maka pakan yang harus diberikan juga harus 1 Kg. Secara umum pakan cacing tanah adalah berupa semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya dipakai sebagai media. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan pada cacing tanah, antara lain : 1) Pakan yang diberikan harus dijadikan bubuk atau bubur dengan cara diblender. 2) Bubur pakan ditaburkan rata di atas media, tetapi tidak menutupi seluruh permukaan media, sekitar 2-3 dari peti wadah tidak ditaburi pakan. 3) Pakan ditutup dengan plastik, karung, atau bahan lain yang tidak tembus cahaya. 25

19 4) Pemberian pakan berikutnya, apabila masih tersisa pakan terdahulu, harus diaduk dan jumlah pakan yang diberikan dikurangi (Bappenas, 2000: 5) b. Hama dan Penyakit Keberhasilan beternak cacing tanah tidak terlepas dari pengendalian terhadap hama dan musuh cacing tanah. Beberapa hama dan musuh cacing tanah antara lain: semut, kumbang, burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai, ayam, itik, ular, angsa, lintah, kutu dan lain-lain. Musuh yang juga ditakuti adalah semut merah yang memakan pakan cacing tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak. Padahal kedua zat ini diperlukan untuk penggemukan cacing tanah. Pencegahan serangan semut merah dilakukan dengan cara disekitar wadah pemeliharaan (dirambang) diberi air cukup (Bappenas, 2000: 6). c. Panen Dalam beternak cacing tanah ada dua hasil terpenting (utama) yang dapat diharapkan, yaitu biomas (cacing tanah itu sendiri) dan kascing (bekas cacing). Panen cacing dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan mengunakan alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon atau bohlam. Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya sehingga mereka akan berkumpul di bagian atas media. Kemudian kita tinggal memisahkan cacing tanah itu dengan medianya. Ada cara 26

20 panen yang lebih ekonomis dengan membalikan sarang. Dibalik sarang yang gelap ini cacing biasanya berkumpul dan cacing mudah terkumpul, kemudian sarang dibalik kembali dan pisahkan cacing yang tertinggal. Jika pada saat panen sudah terlihat adanya kokon (kumpulan telur), maka sarang dikembalikan pada wadah semula dan diberi pakan hingga sekitar 30 hari. Dalam jangka waktu itu, telur akan menetas. Dan cacing tanah dapat diambil untuk dipindahkan ke wadah pemeliharaan yang baru dan kascingnya siap di panen (Bappenas, 2000: 6). C. Serbuk Gergaji Pohon Kelapa Serbuk gergajian adalah serbuk kayu dari jenis kayu yang sembarang yang diperoleh dari limbah ataupun sisa yang terbuang dari jenis kayu dan dapat diperoleh di tempat pengolahan kayu ataupun industri kayu. Serbuk ini biasanya terbuang percuma ataupun dimanfaatkan dalam proses pengeringan kayu yang menggunakan metode kiln ataupun dimanfaatkan untuk bahan pembuatan obat nyamuk bakar. Maka dicari alternatif untuk membuat limbah gergaji kayu lebih bermanfaat dalam penggunaannya (Diah Sundari Wijayanti, 2009: 18). Limbah kayu dapat terjadi di industri penggergajian, yang terdiri atas kayu-kayu dari berbagai bentuk dan ukuran yang pemanfaatannya belum secara optimal, pada umumnya banyak dimanfaatkan sebagai kayu bakar. 27

21 Pohon kelapa (Cocos nucifera L.) adalah tanaman perkebunan yang banyak tersebar di wilayah tropis. Produk utamanya adalah kopra, yang berasal dari daging buah yang dikeringkan. Menurut Arancon (1997), secara keseluruhan, luas perkebunan kelapa di Indonesia mencapai sekitar 3,71 juta hektar pada tahun 1995, dan sekitar 50% -nya perlu peremajaan. Pohon kelapa yang telah ditebang akan menjadi limbah yang merugikan bagi perkebunan tersebut karena akan menjadi sarang bagi perkembangbiakan kumbang badak (Oryctes rhinoceros) yang termasuk hama utama perkebunan kelapa disekitarnya. Namun, karena ketersediaan kayu yang semakin terbatas, batang kelapa mulai banyak dimanfaatkan sebagai pengganti kayu sehingga pembuangan limbah dapat dikurangi (Sediawan WB, 2014: 4). Berikut ini tingkatan klasifikasinya adalah sebagai berikut : Kingdom Divisi Class Ordo Famili Genus : Plantae (Tumbuhan) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) : Arecales : Arecaceae (suku pinang-pinangan) : Cocos Spesies : Cocos nucifera L. (Sediawan WB, 2014: 5). Kayu kelapa mudah digergaji, apalagi ketika masih segar (basah). Selain itu kayu kelapa tidak rentan terhadap serangan serangga penggerek 28

22 kayu. Tanpa pengawetanpun batang kayu kelapa akan tahan cukup lama bila diproteksi dari cuaca. Serbuk gergajian sebagai hasil limbah pemotongan kayu kelapa, oleh masyarakat digunakan sebagai bahan pembuatan kerajinan dan briket, atau kadang hanya ditimbun dan berpotensi menyebabkan pencemaran disekitar wilayah industri pengolahan. Menurut Palomar and Sulc (1983), berbeda dengan kayu pada umumnya, batang kelapa memiliki sel pembuluh yang berkelompok (vascular bundles) yang menyebar lebih rapat pada bagian tepi dari pada bagian tengah serta pada bagian bawah dan atas batang. Hal itu mengakibatkan kayu gergajian kelapa memiliki kekuatan yang berbedabeda. Batang kelapa memiliki keawetan yang rendah, mudah diserang organisme perusak kayu seperti jamur dan serangga. Bagian keras batang kelapa yang tidak diawetkan dan dipasang ditempat terbuka langsung berhubungan dengan tanah maksimum dapat bertahan tiga tahun.sedangkan untuk bagian lunak hanya beberapa bulan saja (Sediawan WB, 2014: 5). Menurut Department of Employment, Economic Development and Innovation (DEEDI) 2004; Arancon, 1997; Gibe, Z.C., 1985, komponen kimia yang terdapat dalam kayu kelapa dapat dilihat pada Tabel 2. 29

23 Tabel 2. Komposisi kayu kelapa (Sediawan WB, 2014: 6). Komponen kimia Komposisi Abu nonorganik murni (%) 0,75 (0,25-2,4) Silika (%) 0,07 (0,01-0,2) Lignin (%) 25,1 Holocellulose (%) 66,7 Pentosans (%) 22,9 Starch (%) 4,3-4,6 ph 6,2 D. Onggok Aren Onggok adalah ampas sisa perasan sari-sari pohon aren yang digunakan untuk membuat makanan. Ampas ongok aren merupakan limbah pertanian yang sangat sulit diolah karena kandungan serat kaku dan kandungan banyak air dalam ampas pati yang sulit dikerigkan bila dipakai sebagai bahan bakar. Dukuh Bendo, Desa Tulung, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten merupakan penghasil pati aren yang digunakan sebagai bahan baku mi. Dengan sulitnya pemanfaatan onggok aren ditumpuk disepanjang jalan (Sudargana, 2009: 1). Onggok merupakan limbah dari industri tapioka yang berbentuk padatan yang diperoleh pada proses ekstraksi. Pada proses ekstraksi ini diperoleh suspensi pati sebagai filtratnya dan ampas yang tertinggal sebagai onggok. Onggok masih memiliki kandungan pati dan serat kasar karena pada saat ekstraksi tidak semua kandungan pati terikut dan tersaring bersama filtrat. Pati dan serat kasar merupakan komponen 30

24 karbohidrat dalam onggok yang masih potensial untuk dimanfaatkan. Onggok merupakan bahan sumber energi yang mempunyai kadar protein kasar rendah, tetapi kaya akan karbohidrat (Rasyid, et al. 1995). Sentra industri pati aren atau pati onggok di Dusun Bendo, Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten merupakan industri andalan penduduk daerah setempat. Tepung aren merupakan bahan baku pembuatan soun, cendol, bakmi, bakso, hunkwe, dll. Di Dusun ini terdapat 72 pengrajin pati aren dengan hasil produksi rata-rata 200 ton/tahun. Sampai saat ini tepung dari pati batang aren belum dapat disubstitusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa imbangan bahan pembuatan tepung aren tidak efisien, dengan input 100% output yang dihasilkan 3,94% dan 95,45% berupa limbah. Rata-rata setiap kali produksi limbah cairnya mencapai 25 m 3 dibuang ke sungai dan menurut Kepala Desa Baghtiar Joko Widagdo, jumlah limbah aren biasanya mencapai 50 ton per hari. Limbah tersebut pernah dimanfaatkan oleh industri jamur di Yogyakarta, namun demikian setelah industri tersebut bangkrut akhirnya pengrajin pati aren kesulitan membuang limbahnya. Hal ini mengakibatkan timbunan limbah padat memenuhi bantaran sungai dan daerah sekitar sawah (Dewi Astuti, 2015: 1). Keberadaan limbah industri pati aren membutuhkan perhatian khusus dan penanganan agar limbah tersebut bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Salah satu biomassa yang sangat melimpah dan murah serta dapat diperbarui adalah limbah padat industri pati aren 31

25 (Arenga pinnata) yang berupa serat. Limbah padat ini merupakan sisa pengambilan pati dari bagian pohon aren, merupakan salah satu limbah organik (biomassa) yang mengandung serat (Dewi Astuti, 2015: 2). Pengolahan aren di Dusun Bendo menghasilkan produk berupa tepung aren. Tepung aren ini dapat digunakan untuk membuat produk antara lain mie soon dan cendol. Kegiatan pengolahan pohon aren selain menghasilkan produk tepung aren, juga menghasilkan limbah hasil produksi atau disebut limbah ampas onggok yang belum dimanfaatkan masyarakat. Dari setiap industri masing-masing menghasilkan limbah ± Kg / hari. Bila industri tersebut berjumlah ±25, maka hampir 17,5 ton sampah atau limbah dihasilkan setiap harinya oleh industri pengolahan tepung aren tersebut. Limbah ampas onggok tersebut ada 2 jenis yaitu halus dan kasar. Limbah tersebut berpotensi mencemari lingkungan bila tidak diolah secara benar. Limbah biasa dimanfaat warga sekitar untuk makan ternak. Namun hal ini tetap tidak mengurangi volume limbah secara signifikan. Adapun limbah yang lain dibuang begitu saja di sungai. Limbah yang jumlahnya besar dengan pemnafaatan yang kurang berdampak pada lingkungan sekitar. Dampak yang nyata adalah pencemaan udara dan air disekitar tempat pembuangan. Pencemaran udara diindikasikan dengan adanya bau yang tidak sedap. Sedangkan pencemaran air terlihat dengan warna air disungai yang tidak jernih (Estri Pamungkasih, 2014: 2). 32

26 E. Ampas Tahu Proses pembuatan tahu menghasilkan produk utama tahu, juga hasil ikutan berupa padatan (ampas) dan cairan (air tahu). Air tahu adalah air buangan sisa pengendapan/pengumpalan tahu. Amlpas tahu hasil sisa pengerasan gilingan kedelainya. Pada ampas tahu masih terdapat protein dengan kadar yang relatif tinggi. Hal ini karena proses pembuatan tau tidak semua bagian terekastrak. Menurut Wiriano (1985), Ampas tahu segar memiliki tekstur yang kokoh (firm) alaupun kadar air tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya serat kasar protein yang mengikat air secara hidrofilik yang kompak (Ratna Agustina, 2002: 8). Ampas tahu merupakan limbah padatan dari pembuatan tahu yang mempunyai kadar air 80% dan kandungan protein 30%. Penggunaannya lebih banyak untuk ternka sapi dan domba yang disukai dalam bentuk segar karena memberikan pertambahan bobot badan. Ampas tahu yang diberikan pada sapi perah dapat mencapai 90% dari penguat. Artinya bila digunakan oleh ternak cacing sebagai suber pakannya kemungkinan besar dapat juga meningkatkan pertambahan bobot badan, produksi kokon dan juvenile (Ratna Agustina, 2002: 1). Komposisi ampas tahu menurut Lab Makanan Ternak-IPB (1995), terdiri dari bahan kering 88.75%, protein kasar 24.56%, serat kasar 22.33%, lemak kasar 13.30%, abu 3.60%, Beta-N 36.01%, Ca 0.55%, P 0.37%, GE (Gross Energy) Kkal/kg (Ratna Agustina, 2002: 9). 33

27 F. Kerangka Pikir G. Hipotesis Gambar 5. Diagram Alir Kerangka Berpikir 1. Kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren memberi pengaruh meningkatkan pertumbuhan cacing Eisenia foetida dengan bertambahnya biomasa cacing tanah Eisenia foetida 2. Kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren berpengaruh terhadap produksi kokon cacing Eisenia foetida dengan bertambahnya jumlah kokon yang diproduksi cacing tanah Eisenia foetida. 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Onggok Aren terhadap Pertumbuhan Cacing Eisenia foetida Salah satu indikator untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memudahkan hewan tanah khususnya cacing untuk hidup di. sebagai pakan ayam dan itik. Para peternak ikan juga memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memudahkan hewan tanah khususnya cacing untuk hidup di. sebagai pakan ayam dan itik. Para peternak ikan juga memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dengan iklim tropik basahnya memberikan keuntungan terhadap kesuburan tanah. Beraneka ragam jenis tumbuhan dapat ditanami. Adanya hujan menyebabkan tanah tidak

Lebih terperinci

BUDIDAYA CACING TANAH

BUDIDAYA CACING TANAH BUDIDAYA CACING TANAH Berikut ini adalah serba-serbi budidaya cacing tanah dimulai dengan sejarah singkat cacing tanah, sentra budidaya cacing tanah, jenis-jenis cacing tanah, manfaat cacing tanah, persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah dibudidayakan, media dan pakannya mudah diperoleh sehingga. dapat berkesinambungan ketersediaannya serta memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. mudah dibudidayakan, media dan pakannya mudah diperoleh sehingga. dapat berkesinambungan ketersediaannya serta memiliki kandungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cacing tanah merupakan hewan yang cepat berkembangbiak, mudah dibudidayakan, media dan pakannya mudah diperoleh sehingga dapat berkesinambungan ketersediaannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. eugeniae sering disebut cacing Afrika, atau ANC (African Night Crawler).

BAB II KAJIAN TEORI. eugeniae sering disebut cacing Afrika, atau ANC (African Night Crawler). BAB II KAJIAN TEORI A. Cacing tanah Eudrilus eugeniae 1. Klasifikasi Cacing tanah Eudrilus eugeniae tergolong pada kelompok binatang lunak karena tidak memiliki tulang belakang (avertebrata). Eudrilus

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tergolong pada kelompok binatang lunak karena tidak memiliki tulang. belakang (avertebrata). Kedudukan Eudrilus eugeniae dalam

BAB II KAJIAN TEORI. tergolong pada kelompok binatang lunak karena tidak memiliki tulang. belakang (avertebrata). Kedudukan Eudrilus eugeniae dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Cacing Tanah Afrika Nightcrawler (Eudrilus eugeniae) 1. Klasifikasi Cacing Tanah Afrika Nightcrawler (Eudrilus eugeniae) tergolong pada kelompok binatang lunak karena tidak memiliki

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA

PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA 447 Jurnal Prodi Biologi Vol 6 No 8 Tahun 2017 PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera, L.) DAN ONGGOK AREN (Arenga pinnata, Merr.) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mulsa Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti jerami, sebuk gergaji, lembaran plastik tipis, tanah lepas-lepas dan sebagainya yang dihamparkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan yang menjijikkan dan kurang dimanfaatkan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. hewan yang menjijikkan dan kurang dimanfaatkan oleh masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cacing tanah mempunyai potensi memberi keuntungan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia. Selama ini cacing tanah dianggap hewan yang menjijikkan dan kurang dimanfaatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman sagu (Metroxylon sago) merupakan tanaman yang tersebar di Indonesia, dan termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae, marga Metroxylon, dengan ordo

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. glossocolecidae, dan lumbricidae (Khairulman dan Amri, 2009: 1-3).

BAB I PENDAHULUAN. glossocolecidae, dan lumbricidae (Khairulman dan Amri, 2009: 1-3). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak memiliki tulang belakang (avertebrata) dan bertubuh lunak. Hewan ini paling sering dijumpai di tanah dan tempat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.4

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.4 1. Perubahan energi yang trjadi didalam kloropas adalah.... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.4 Energi cahaya menjadi energi potensial Energi kimia menjadi energi gerak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 5 kelompok perlakuan yaitu, 1 kelompok perlakuan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 5 kelompok perlakuan yaitu, 1 kelompok perlakuan dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen yang terdiri dari 5 kelompok perlakuan yaitu, 1 kelompok perlakuan dengan median onggok aren, 1 kelompok

Lebih terperinci

Menurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain

Menurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dystrudepts Jenis tanah Kebun percobaan Fakukas Pertanian Universitas Riau adalah Dystmdepts. Klasifikasi tanah tersebut termasuk kedalam ordo Inceptisol, subordo Udepts, great

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Lampiran I. Bagan Penelitian Menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) Vol. Volll. Vol! Villi. V,ll. Villi. Vdll V.I. Keterangan : Vi V2V3V4V5

Lampiran I. Bagan Penelitian Menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) Vol. Volll. Vol! Villi. V,ll. Villi. Vdll V.I. Keterangan : Vi V2V3V4V5 33 Lampiran I. Bagan Penelitian Menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) Vol Vol! Volll Villi V21 V2III V4 V4III V2II V,ll Villi V.I V31I Vdll Keterangan : Vi V2V3V4V5 = Perlakuan berbagai bahan dasar pembuatan

Lebih terperinci

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Pakan ternak Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Melalui proses pencernaan, penyerapan dan metabolisme SUMBER ENERGI (JERAMI,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

SISTEM RAK BERTINGKAT PADA BUDIDAYA CACING TANAH ABSTRAK

SISTEM RAK BERTINGKAT PADA BUDIDAYA CACING TANAH ABSTRAK SISTEM RAK BERTINGKAT PADA BUDIDAYA CACING TANAH Rr. Aulia Qonita 1, dan Nur Her Riyadi Parnanto 2 1 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gladiol Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan pada bentuk daunnya yang sempit dan panjang seperti pedang. Genus gladiolus terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur merupakan bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Saat ini jamur yang sangat populer untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas

Lebih terperinci

SUHARTO. Balai Penelitian Ternak, Po Box 221, Bogor RINGKASAN

SUHARTO. Balai Penelitian Ternak, Po Box 221, Bogor RINGKASAN PENGOLAHAN BEKCOT UNTUK PAKAN TERNAK SUHARTO Balai Penelitian Ternak, Po Box 221, Bogor 162 RNGKASAN Di beberapa daerah hingga kini bekicot masih dianggap sebagai hama tanaman. Kemungkinan penggunaan bekicot

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Buah nenas merupakan produk terpenting kedua setelah pisang. Produksi nenas mencapai 20%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. fotosintesis. Oleh karena itu, didalam pertumbuhannya jamur memerlukan zat-zat

I. PENDAHULUAN. fotosintesis. Oleh karena itu, didalam pertumbuhannya jamur memerlukan zat-zat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil, sehingga tidak dapat memanfaatkan cahaya matahari untuk mensintesis karbohidrat dengan cara fotosintesis. Oleh karena

Lebih terperinci

BUDIDAYA CACING TANAH SEBAGAI USAHA ALTERNA TIF DI MASA KRISIS EKONOMI

BUDIDAYA CACING TANAH SEBAGAI USAHA ALTERNA TIF DI MASA KRISIS EKONOMI BUDIDAYA CACING TANAH SEBAGAI USAHA ALTERNA TERNATIF TIF DI MASA KRISIS EKONOMI Achmad Mubarok (97930035), Drh. Lili Zalizar, MS (Mahasiswa Fakultas Peternakan/Produksi Ternak) Ringkasan Cacing tanah yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat:

Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: Cacing Tanah (Lumbricus terrestris) I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan karakteristik Lumbricus terrestris b. Menunjukkan apparatus digestorius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah I. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah dibudidayakan. Jamur tiram termasuk familia Agaricaceae atau Tricholomataceae

Lebih terperinci

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao TANAMAN PERKEBUNAN Kelapa Melinjo Kakao 1. KELAPA Di Sumatera Barat di tanam 3 (tiga) jenis varietas kelapa, yaitu (a) kelapa dalam, (b) kelapa genyah, (c) kelapa hibrida. Masing-masing mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing sutra (Tubifex. sp) merupakan pakan alami yang rata-rata berukuran panjang 1-3 cm. Ukurannya yang kecil membuat pembudidaya memilih cacing sutra sebagai pakan ikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon TINJAUAN PUSTAKA Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Cacing Eeugeniae termasuk hewan tingkat rendah karena tidak. Annelida dan kelas Clitellata, Ordo Oligochaeta.

BAB II KAJIAN TEORI. Cacing Eeugeniae termasuk hewan tingkat rendah karena tidak. Annelida dan kelas Clitellata, Ordo Oligochaeta. BAB II KAJIAN TEORI A. Cacing Eudrilus Eugeniae 1. Klasifikasi Cacing Eeugeniae termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (avertebrata) yang digolongkan dalam filum Annelida

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele

Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele Oleh : Rangga Ongky Wibowo (10.11.4041) S1Ti 2G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 Kata Pengantar... Puji syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas limpahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat akan konsumsi ikan meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan salah satu sumber hayati, yang diketahui hidup liar di alam. Selama ini, jamur banyak di manfaatkan sebagai bahan pangan, dan dapat di manfaatkan sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi

Lebih terperinci

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT >> PENDAHULUAN Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional adalah acuan yang digunakan dalam melakukan kegiatan ritel pangan di pasar tradisional dan dalam rangka pengawasan keamanan pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

Penyiapan Mesin Tetas

Penyiapan Mesin Tetas Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena tidak mempunyai tulang belakang (avertebrata). Berikut adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena tidak mempunyai tulang belakang (avertebrata). Berikut adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Tanah Lumbricus rubellus Cacing tanah seperti yang banyak dikenal masyarakat dan menempati bagian permukaan tanah yang lembab termasuk dalam hewan tingkat rendah karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha penggemukan. Penggemukan sapi potong umumnya banyak terdapat di daerah dataran tinggi dengan persediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan organisme multiselular yang banyak tumbuh di alam bebas. Organisme ini berbeda dengan organisme lain yaitu dari struktur tubuh, habitat, cara makan,

Lebih terperinci

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan

Lebih terperinci

JENIS DAN KARAKTER JANGKRIK Jangkrik di Indonesia tercatat ada 123 jenis yang tersebar di pelosok daerah. Namun hanya dua jenis saja yang umum dibudid

JENIS DAN KARAKTER JANGKRIK Jangkrik di Indonesia tercatat ada 123 jenis yang tersebar di pelosok daerah. Namun hanya dua jenis saja yang umum dibudid RUANG LINGKUP BUDIDAYA PEMELIHARAAN JANGKRIK KALUNG KUNING A. UDJIANTO Balai Penelitian Ternak, Po Box 221, Ciawi Bogor RINGKASAN Komoditas jangkrik ini dapat memberikan tambahan penghasilan disamping

Lebih terperinci

CACING TANAH (Lumbricus terrestris)

CACING TANAH (Lumbricus terrestris) CACING TANAH (Lumbricus terrestris) Kode MPB2b Fapet I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan karakteristik Lumbricus terrestris b. Menunjukkan apparatus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cacing Eudrilus eugeniae (African Night Crawler /ANC)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cacing Eudrilus eugeniae (African Night Crawler /ANC) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Eudrilus eugeniae (African Night Crawler /ANC) 1. Klasifikasi cacing Eudrilus eugeniae Kingdom Phylum Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Annelida :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Olah Tanah Tanah merupakan benda alam yang bersifat dinamis, sumber kehidupan, dan mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan keseimbangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Biakan murni merupakan tahapan awal di dalam pembuatan bibit jamur. Pembuatan biakan murni diperlukan ketelitian, kebersihan, dan keterampilan. Pertumbuhan miselium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan ikan segar. Menurut Handajani (1994) (dalam Sari, 2011), ikan asin lebih menguntungkan dalam hal kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan ikan segar. Menurut Handajani (1994) (dalam Sari, 2011), ikan asin lebih menguntungkan dalam hal kesehatan. 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ilmu dan teknologi maka berkembang pula peralatan-peralatan mekanis yang dapat mempercepat dan memperbaiki mutu produknya. Produkproduk perikanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Botani Tanaman Sawi Sendok. Tanaman sawi sendok termasuk family Brassicaceae, berasal dari daerah pantai Mediteranea yang telah dikembangkan di berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Radish Radish (Raphanus sativus L.) merupakan tanaman semusim atau setahun (annual) yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di Indonesia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting

Lebih terperinci

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. Budidaya dan Pakan Ayam Buras Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. PENDAHULUAN Ayam kampung atau ayam bukan ras (BURAS) sudah banyak dipelihara masyarakat khususnya masyarakat

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Budidaya tanaman pada dasarnya akan meninggalkan limbah baik limbah kimia maupun limbah organik, limbah organik biasanya berupa sisa tanaman seperti sisa batang dan daun tanaman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Biomassa meliputi semua bahan yang bersifat organik ( semua makhluk yang hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya ) (Elbassan dan Megard, 2004). Biomassa

Lebih terperinci