POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA DALAM PEMERINTAHAN SUKARNO TESIS HUMAIDI UNIVERSITAS INDONESIA 2008

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA DALAM PEMERINTAHAN SUKARNO TESIS HUMAIDI UNIVERSITAS INDONESIA 2008"

Transkripsi

1 POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA DALAM PEMERINTAHAN SUKARNO TESIS yang diajukan untuk memperoleh Magister Humaniora Program Studi Ilmu Sejarah Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia HUMAIDI UNIVERSITAS INDONESIA 2008

2 LEMBAR PENGESAHAN Tesis ini telah diujikan pada hari Senin, tanggal 28 Juli 2008, pukul WIB, dengan susunan penguji sebagai berikut: Tt. 1. Dr. Priyanto Wibowo... Ketua Penguji 2. Dr. Saleh A. Djamhari... Pembimbing I/Penguji 3. Dr. Mohammad Iskandar... Pembimbing I/Penguji 4. Dr. Nana Nurliana... Penguji 5. Prof. Dr. Susanto Zuhdi... Penguji 6. Tri Wahyuning M. Irsyam, M.Si... Panitera Disyahkan oleh Ketua Program Studi Ilmu Sejarah Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Dr. Priyanto Wibowo Dr. Bambang Wibawarta NIP NIP i

3 LEMBAR PERNYATAAN Seluruh isi tesis ini sepenuhnya menjadi tanggung-jawab penulis. Depok, 28 Juli 2008 Humaidi NPM ii

4 TULISAN INI DIPERSEMBAHKAN Kepada kedua orangtua yang telah mengajariku menulis dan membaca isteriku yang telah setia menemani kesadaran dan ketidaksadaranku. Serta ditujukan kepada manusia yang tidak memiliki hasrat menindas dan ditindas! iii

5 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, setelah melalui serangkaian proses panjang dan melelahkan, tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian tesis ini berawal dari ketertarikan subyektif untuk menelusuri perjalanan institusi militer Angkatan Udara Republik Indonesia dalam Demokrasi Terpimpin yang begitu menonjol, tetapi seiring keruntuhan kekuasaan Presiden Sukarno maka kekuatannya pun cenderung ikut melemah. Ketertarikan tersebut membuat penulis harus mencari sumber-sumber sejarah yang relevan di tengah kesibukannya mengajar di SMA Negeri 47 Jakarta. Dalam proses pengerjaan tesis, penulis berterima-kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Pertama, kepada keluarga yang telah memberi dukungan moril dan materil selama penelitian, terutama Ummi Hj. Yati Nuryati dan Ayahanda HM. Zahruddin, S.Ag atas dorongan semangat, do a dan keridhaannya. Tesis ini juga merupakan kado pernikahan bagi isteriku tercinta, Ismahan, S.Pd yang telah setia menemani kesadaran dan ketidaksadaranku. Untuk mengenang Pamanda, Ir. Parhan (almarhum) yang telah menularkan sedikit idealismenya serta untuk adik-adikku: Akmaliah, Luthfiah dan Zaky atas dorongan semangatnya. Kedua, kepada orang-orang yang telah memberi Ilmu dan Pengetahuan: guruguruku di SDN 05 Duri Kosambi, Pondok Pesantren Al-Itqan Cengkareng, SMPN 176 Cengkareng, SMUN 84 Jakarta, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta dan Program Pascasarjana Departemen Sejarah Universitas Indonesia. Ketiga, kepada pihak yang membantu secara intelektual dalam penelitian tesis. Secara khusus, peneliti berterima-kasih kepada Dr. Saleh As ad Djamhari (Pembimbing Tesis) atas koreksi dan masukannya yang begitu berharga serta Dr. Mohammad Iskandar (Pembaca Tesis) atas koreksinya yang amat kritis. Peneliti juga berterima-kasih kepada Ibunda Tri Wahyuning Irsyam, M.Si dan Dr. Priyanto Wibowo yang menjadi pembimbing akademis selama menyelesaikan studi vi

6 Pascasarjana Universitas Indonesia. Kemudian kepada Prof. Dr. Susanto Zuhdi dan Dr. Nana Nurliana atas koreksi dan masukannya yang membuat tesis ini lebih bernilai akademis. Keempat, kepada pihak-pihak yang memberi bantuan informasi data yang amat berharga. Terima-kasih kepada Kolonel Ridhani, Mas Irianto dan jajaran Pusjarah dan Tradisi TNI. Kemudian kepada Dinas Sejarah TNI-AU, Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Sekretariat Negara, Pusat Informasi Kompas, Perpustakaan CSIS, Perpustakaan FIB-UI dan Perpustakaan Pustaka Bangsa. Kelima, kepada orang-orang yang menjadi nara sumber atau teman diskusi dalam penelitian. Peneliti berterima-kasih kepada Sri Mulyono Herlambang (almarhum), Supeni (almarhum) dan Heru Atmodjo atas keterangannya yang amat berharga. Peneliti juga berterima-kasih atas diskusi yang mencerahkan kepada Dra. Sri Sjamsiar Issom, M.Hum, Drs. Setiadi Sulaiman, Dr. Asvi Warman Adam, KH. Sholahuddin Wahid dan Abdul Syukur, M.Hum. Keenam, kepada sahabat atau kolega di kampus, khususnya kawan seangkatan dan seperjuangan di Pasca Sarjana Sejarah 2005: Shanti, Hiroshi Harima, Albiner, Nuraini, Ana dan Bonnie. Selanjutnya penulis menghaturkan terima-kasih kepada rekan kerja maupun organisasi yang telah membuat penelitian menjadi hal menyenangkan. Terima kasih kepada kawan-kawan Pers Mahasiswa Didaktika UNJ, Keluarga Mahasiswa (KM) UNJ, Central Study 164 Jakarta, SMAN 47 Jakarta dan Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Jakarta-Selatan. Peneliti amat berterimakasih kepada sahabat-sahabat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), baik di tingkatan Komisariat UNJ, Cabang Jakarta-Timur, Koorcab DKI Jakarta maupun di jajaran Pengurus Besar atas iklim pemikirannya yang membebaskan. Ketujuh, kepada pihak yang membantu secara moril dan materil peneliti selama menyelesaikan studi Pasca Sarjana di Departemen Sejarah FIB-UI, yakni Sasakawa-Tokyo Foundation. Tidak lupa, peneliti juga menghanturkan maaf atas keterlambatan masa studi. vii

7 Terlepas dari banyaknya orang yang memberi pengaruh dalam penelitian tesis, secara akademis seluruh isi tesis merupakan tanggung-jawab penuh peneliti. Semoga karya yang singkat ini memberi energi bagi munculnya karya-karya peneliti di masa yang akan datang. Jakarta, 9 Juli 2008 Humaidi viii

8 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN...i LEMBAR PERNYATAAN...ii LEMBAR PERSEMBAHAN...iii ABSTRAK..iv KATA PENGANTAR...vi DAFTAR ISI ix DAFTAR LAMPIRAN...xi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan Metode Penelitian Sumber Sejarah Sistematika Penulisan...10 BAB II AURI DAN POLITIK MILITER MENJELANG REORGANISASI ( ) Sekilas Tentang AURI Perpolitikan Nasional Menjelang Demokrasi Terpimpin Politik Militer AURI Pada Masa Suryadarma Peristiwa Aru dan Pergantian Suryadarma...23 BAB III AURI DAN POLITIK MILITER SEJAK RE-ORGANISASI HINGGA PERISTIWA G-30-S ( ) Proses Reorganisasi AURI dan Konfrontasi Malaysia AURI dan Angkatan Kelima ix

9 BAB IV AURI DAN PERISTIWA G-30-S Peristiwa G-30-S Pertemuan Halim, 1 Oktober Halim, 2 Oktober Daerah Lubang Buaya Dugaan Keterlibatan AURI dalam G-30-S Pelatihan Sukarelawan Penggunaan Fasilitas AURI Para Perwira yang Terlibat BAB V AURI ANTARA G-30-S DAN SUPERSEMAR Hari-hari Terakhir Kepemimpinan Omar Dani Kepemimpinan Sri Mulyono Herlambang Kesetiaan AURI Kepada Presiden Sukarno Penumpasan G-30-S oleh AURI Netralisasi dan Konsolidasi AURI Pasca G-30-S Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) De-Sukarnoisasi dan Pergantian Sri Mulyono Herlambang Menguatnya Pengaruh Angkatan Darat dalam AURI BAB VI KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA x

10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Anggota Dewan Revolusi G-30-S Lampiran 2 Amanat Presiden Sukarno pada 3 Oktober kepada seluruh rakyat Indonesia berhubung dengan peristiwa G-30-S Lampiran 3 Peta Daerah Pangkalan AURI Halim Lampiran 4 Pidato Mayjen Soeharto pada 4 Oktober 1965 Lampiran 5 Pidato Mayjen Soeharto di RRI pada malam 1 Oktober 1965 Lampiran 6 Surat pernyataan Men/Pangau pada 1 Oktober 1965 Lampiran 7 Daftar surat kebijakan Men/Pangau antara tahun 1965 hingga 1966 Lampiran 8 Instruksi Men/Pangau Sri Mulyono No.12 Lampiran 9 Instruksi Men/Pangau Sri Mulyono No.13 Lampiran 10 Instruksi Men/Pangau Sri Mulyono No.14 Lampiran 11 Instruksi Men/Pangau Sri Mulyono No. 5 Lampiran 12 Instruksi Men/Pangau Sri Mulyono No. 7 Lampiran 13 Instruksi Men/Pangau Sri Mulyono No.10 Lampiran 14 Instruksi Men/Pangau Sri Mulyono No.11 Lampiran 15 Hasil rapat evaluasi fakta2 (26 Nop- 3 Des 1965) Lampiran 16 Arsip No /15/65 tentang pidato presiden pada saat pelantikan Men/Pangau Sri Mulyono Herlambang Lampiran 17 Instruksi Men/Pangau Rusmin Nuryadin No.15 tahun 1966 xi

11 HUMAIDI, POLITIK MILITER AURI DALAM PEMERINTAHAN SUKARNO Di bawah bimbingan Dr. Saleh A. Djamhari dan Dr. Mohammad Iskandar. Tesis Program Pasca Sarjana Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Politik Militer Angkatan Udara Republik Indonesia dalam pemerintahan Sukarno Secara temporal penelitian ini di awali dengan pelaksanaan Reorganisasi tahun 1962 dan diakhiri hingga dikeluarkannya Supersemar. Aspek spasial penelitian ini adalah Jakarta, sebagai Ibukota negara R.I dan pusat komando AURI. Penelitian tesis ini menggunakan metode sejarah. Sebagai kajian sejarah, hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk naratif. Data penelitian berupa sumber primer didapatkan di Arsip Nasional, Pusat Sejarah dan Tradisi TNI, Disjarah AURI, Perpustakaan Nasional, Sekretariat Negara dan Perpustakaan CSIS. Selain itu didapatkan sumber lisan dari pelaku sejarah, melalui proses wawancara dengan Sri Mulyono Herlambang (Men/Pangau ), Heru Atmodjo (Asisten Direktur Intelejen AURI 1965) dan Supeni (Tokoh PNI/Staf Departemen Luar Negeri 1965). Adapun data sekunder diperoleh dari sepuluh perpustakaan di Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reorganisasi militer AURI pada tahun 1962 secara konsepsi bertujuan untuk meningkatkan profesionalitas dan integralitas angkatan bersenjata. Namun prakteknya, reorganisasi seringkali dikaitkan dengan masalah politik yang kontra-produktif. Pergantian kepemimpinan AURI dari Suryadarma kepada Omar Dhani misalnya, lebih didorong karena persaingan antar angkatan bersenjata dan Presiden Sukarno juga menjadikan reorganisasi sebagai cara meningkatkan pengaruhnya dalam angkatan bersenjata. Menghadapi menguatnya pengaruh Nasution, Sukarno menjalin hubungan erat dengan AURI. Peristiwa G-30-S 1965 di Jakarta dan Yogyakarta yang menewaskan Ahmad Yani, Suprapto, S.Parman, MT Haryono, Sutoyo, DI Pandjaitan, Tendean, Katamso dan Sugiyono pada akhirnya melahirkan ketidakpercayaan publik terhadap kepemimpinan presiden yang dianggap terlibat dalam peristiwa tersebut. Pada peristiwa tersebut, keterlibatan Men/Pangau Omar Dani mengakibatkan ketidakpercayaan publik terhadap AURI. Sehingga kemudian pada akhir masa kepemimpinan Omar Dani dan kepemimpinan Sri Mulyono Herlambang, AURI bersikap berbalik dengan menumpas para pelaku G-30-S. Adapun perubahan sikap tersebut, selain di dorong dari kalangan internal AURI juga merupakan akibat campur tangan pihak AD untuk mengurangi pendukung Sukarno dalam pemerintahan. Kata kunci: Politik Militer, AURI v

12 HUMAIDI. AURI MILITERY POLITIC IN SUKARNO GOVERNMENT IN Thesis of Pasca Sarjana Program, Hitorical Department, Cultural Faculty, Indonesia University ABSTRACT The objective of this experiment was to discribe Angkatan Udara Republik Indonesia militery politic in Sukarno government This experiment was temporally started with reorganization gappened in 1962 and ended until Supersemar run. The spacial aspect of this experiment was in Jakarta as RI capital city and AURI command center. The thesis experiment used historical methode. As historical course, the result of this experiment was performed in narrative text. An experiment data was primary sourced that got from national archive, TNI History and Tradition Center, Disjarah AURI, National Library, State Secretariat and CSIS library. Beside that, it was gotten from oral speaking source of historical actor, Sri Mulyono Herlambang (Men/Pangau ), Heru Atmodjo (AURI Intelejent Directure Asistent 1965) and Supeni (PNI figure/abroad departemet staff 1965) using interview process. And the secondary data was gotten from 10 library in Jakarta. The result of this experiment showed that the objective of military AURI reorganization in 1962 was conceply to increase profesionality and integrality of angkatan bersenjata. But in fact, reorganization was often related with political problem. AURI leader subtitute from Suryadarma to Omar Dani as example, because of many competitions between Angkatan Bersenjata and President Sukarno that made reorganization as a way to influence improvement in Angkatan Bersenjata. To face Nasution s influence, Sukarno has good relation with AURI. The event of G-30-S in Jakarta and Jogjakarta which killed Ahmad Yani, Suprapto, S. Parman, MT Haryono, Sutoyo, DI Pandjaitan, Tendean, Katamso dan Sugiyono. Was finally process unbelieveable society to leadership of president which assumed that he involved in it. In this event Men/Pangau Omar Dani involvement proceesed unbelievable public to AURI. So, the end of Men/Pangau Omar Dani and Men/Pangau Sri Mulyono Herlambang leadership, AURI showed contra attitude with arresting the actors of G-3-S. it was because of not only from internal AURI but also the results of joining AD to descrise influence of Sukarno supporter in his government. Keyword: Militery Politic, AURI iv

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak keruntuhan kekuasaan Presiden Soeharto ditahun 1998, masyarakat Indonesia mulai memperoleh akses informasi yang lebih luas dan terbuka. Berbagai hal yang selama era Presiden Soeharto tabu untuk dibicarakan, menjadi bahan perbincangan masyarakat luas dan bahkan menjadi pertanyaan kritis dan menggugat hal-hal yang sudah diterima menjadi suatu kebenaran. Diantara pertanyaan penting adalah peristiwa Gerakan 30 September (G- 30-S) Sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto, versi yang diakui adalah keterlibatan penuh Partai Komunis Indonesia (PKI), sedangkan versi lain tidak diakui bahkan dilarang beredar. Dalam rangkaian peristiwa 1965 tersebut, terdapat juga berbagai pertanyaan turunan seperti keterlibatan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) serta kekuatan pendukung PKI dan Presiden Sukarno lainnya. AURI dalam G-30-S dinilai terlibat karena banyaknya fakta yang memberatkan AURI seperti keterlibatan beberapa perwira AURI, dukungan pimpinan AURI pada 1 Oktober 1965 serta digunakannya berbagai fasilitas AURI, seperti pangkalan Udara Halim pada 1 dan 2 Oktober. Pertanyaanpertanyaan tersebut sempat dijawab oleh beberapa purnawirawan perwira tinggi AURI lewat sebuah buku yang diedit Aristides Katoppo, berjudul Menyingkap Kabut Halim 1965 (MKH 196) serta berbagai biografi atau otobiografi para perwira AURI yang menjadi saksi dalam peristiwa tersebut. Adapun biografi atau 1

14 otobiografi yang dimaksud meliputi Omar Dani (Men/Pangau ), Sri Mulyono Herlambang (Men/Pangau ), Wisnu Djajengminardo (Pangkoops PAU Halim 1965), Heru Atmodjo (Asisten Direktur Intelejen AURI 1965), Roesmin Nurjadin (Men/Pangau 1966) dan Ashadi Tjahjadi ( Pangkoops PAU Husein Satranegara 1965), Buku MKH 1965 dan berbagai biografi atau otobiografi di atas, dapat disebut sebagai pembelaan purnawirawan AURI dalam kaitan peristiwa G-30-S. Hal yang menjadi kelebihan dan kekurangan buku tersebut adalah sumber informasinya yang berasal dari kalangan internal AURI. MKH 1965 juga disusun dengan pokok deskripsi permasalahan saat terjadinya G-30-S saja, tanpa melihat rangkaian kontinuitas kesejarahan institusi AURI. Perbincangan keterlibatan AURI dalam peristiwa G30-S memang cukup dibuktikan dengan rangkaian fakta pada tahun Namun perkembangan suatu institusi seperti AURI, seharusnya dipandang secara komprehensif. Apalagi kepemimpinan Men/Pangau Omar Dani pada tahun 1965 adalah hasil pergulatan internal dan eksternal AURI sejak masa Suryadarma. Dengan demikian, pengkajian sejarah politik institusi AURI pada harus melibatkan AURI pada masa sebelumnya dengan melihat dinamika pergulatan politik kekuasaan di dalamnya. Salah satu bentuk dinamika dalam institusi AURI adalah proses reorganisasi militer pada tahun Reorganisasi AURI 1962, lahir sebagai suatu bentuk desakan eksternal atas kegagalan AURI memberikan pengamanan 2

15 dalam pertempuran Aru. Selain hal tersebut, reorganisasi juga lahir atas desakan kegagalan KSAU Suryadarma melakukan kebijakan personel. Adapun usulan pelaksanaan integrasi Angkatan Perang sebagai bagian langkah reorganisasi dimulai sejak masa Kabinet Karya (1958). Dalam panitia usulan yang dipimpin Letjen Hidayat, dihasilkan konsepsi bahwa Angkatan Bersenjata haruslah memiliki panglima sebagai pimpinan tertinggi yang membawahi kepala staf angkatan dan kepolisian. Langkah reorganisasi tersebut kemudian dilegalkan dalam Keputusan Presiden No.225/PLT/1962. Kekuatan militer yang awalnya terdiri empat angkatan dengan wadah terpisah, disatukan dalam wadah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang langsung berada dibawah komando Presiden Sukarno. Kepala staf angkatan dan kepolisian, gelarnya diubah menjadi panglima angkatan dengan status menteri. 1 Sebagai panglima tertinggi, presiden dapat dengan mudah merangkul salah satu angkatan kepihaknya, apabila diperlukan untuk mendukung kebijakan politiknya. Pemberlakuan Keppres, melengkapi proses Sukarnoisasi angkatan bersenjata. Sebelumnya, Presiden Sukarno memindahkan kedudukan AH. Nasution dari pucuk pimpinan Angkatan Darat menjadi kepala staf angkatan bersenjata yang fungsinya terbatas pada pembinaan. Dalam pandangan Sukarno, sejak 1959 Nasution memiliki pengaruh yang besar dalam angkatan perang dan 1 Markas Besar TNI, Sejarah TNI Jilid III ( ), (Mabes TNI, Jakarta: 2000), hal

16 politik nasional, sehingga gerakannya perlu dibatasi. 2 Adapun jabatan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) kemudian dipegang oleh Letjen Ahmad Yani. Dengan demikian, proses re-organisasi angkatan bersenjata telah berhasil menempatkan Presiden Sukarno dalam posisi sentral perpolitikan di Indonesia. Presiden Sukarno kemudian menjadikan pandangan politik yang merangkul kubu Nasionalis-Agama-Komunis (Nasakom) sebagai landasan persatuan nasional. Secara politik, gagasan Nasakom tersebut diterjemahkan sebagai strategi tiga kaki yang menempatkan ketiga kelompok nasional tersebut dalam kabinet pemerintahan. Namun, gagasan tersebut mendapat kritik dan penolakan dari Partai Islam Masyumi, Partai Sosialis Indonesia, Nahdlatul Ulama dan juga Angkatan Darat. Kritikan tersebut terutama didasarkan kecurigaan terhadap latar belakang kaum komunis yang pernah mencoba melakukan aksi kudeta di tahun 1948, serta sentimen terhadap kaum komunis yang dinilai anti tuhan. Dengan demikian, konsepsi Nasakom presiden yang menginginkan masuknya Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam pemerintahan menghadapi hambatan. Selain dari sikap kritis AD terhadap strategi tiga kaki presiden, di kalangan angkatan bersenjata juga terdapat perbedaan tajam dalam menanggapi perilaku politik Sukarno. Terhadap rencana pembentukan Angkatan Kelima misalnya, AD dengan tegas bersikap menolak, sedangkan Angkatan Laut dan Kepolisian bersikap penuh kehati-hatian dengan tidak memberikan tanggapan. Dukungan terhadap Angkatan Kelima justru datang dari AURI. Dukungan AURI terhadap Angkatan Kelima, yang bersamaan dengan dukungan PKI menciptakan suatu 2 MC. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern , Pen. Satrio Wahono et al. (Jakarta: Serambi, 2005), hal

17 kecenderungan politik bahwa AURI dan PKI berada pada satu sisi, berhadapan dengan AD pada sisi yang lainnya. Pada 1 Oktober 1965, Gerakan 30 September (G-30-S) 3 di Jakarta yang dipimpin Letkol (AD) Untung melakukan aksi penculikan dan pembunuhan tujuh perwira AD, yakni Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI Soeprapto, Mayjen TNI S. Parman, Mayjen TNI Haryono MT, Brigjen TNI Sutoyo S, Brigjen TNI DI Pandjaitan serta Lettu Czi Pierre Tendean. Di Jogjakarta, G-30-S juga membunuh Kolonel Inf. Katamso dan Letkol Inf. Sugiyono. 4 Aksi pembunuhan ini, oleh Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Mayjen Soeharto, disimpulkan sebagai kudeta terhadap presiden. Mayjen Soeharto kemudian mengambil inisiatif mengkoordinasikan kelompok militer untuk melakukan gerakan kontra-kudeta penghancuran G-30-S. Pasca G-30-S posisi presiden semakin terjepit, karena kedekatan presiden dengan PKI serta kecurigaan keterlibatan presiden dalam G-30-S. Peristiwa G-30-S memiliki implikasi terhadap AURI sebagai institusi pendukung presiden. Apalagi dalam peristiwa G-30-S, AURI dianggap terlibat dalam mempersiapkan markas G-30-S di Halim serta keterlibatan aktif beberapa perwiranya, seperti Sujono, Gathut Sukrisno dan Heru Atmodjo. Hal ini berujung pada pergantian secara bergantian dua pucuk pimpinan AURI, yakni Omar Dani dan Sri Mulyono Herlambang. Situasi politik yang mengalami tahap de- 3 Studi ini menggunakan istilah G-30-S, tanpa akhiran PKI. Istilah ini merujuk kepada kondisi obyektif, bahwa sampai dengan tesis ditulis, persoalan siapa yang bertanggung-jawab atas terbunuhnya tujuh perwira AD pada 1 Oktober 1965 masih menjadi perdebatan para sejarawan. 4 Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya. (Jakarta: Sekretariat Negara, 1994), hal

18 sukarnoisasi membuat AURI mengambil langkah reorganisasi serta pengurangan kiprahnya dalam perpolitikan nasional. Dari latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk menjadikan AURI menjadi obyek kajian dalam penelitian tesis. Hubungan AURI dengan Presiden Sukarno antara 1962 hingga 1966 adalah suatu gerak sejarah yang kompleks, meliputi masa kejayaan ditahun dan berakhir secara tragis ditahun Ketertarikan ini melahirkan pertanyaan akademis dalam bentuk kajian tesis terhadap politik militer AURI pada masa reorganisasi AURI 1962 hingga dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Selain alasan diatas, ketertarikan penulis terhadap pemilihan topik ini didasarkan kelangkaan historiografi yang mengkhususkan studi politik militer AURI pada masa Demokrasi Terpimpin. Secara umum, para peneliti lebih tertarik untuk melakukan kajian mengenai Sukarno, Angkatan Darat atau PKI, mengikuti pola kekuasaan hasil kajian Herbeth Feith Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini berusaha mendeskripsikan politik militer AURI dalam kekuasaan Sukarno Secara temporal, pokok kajian diawali sejak pelaksanaan reorganisasi angkatan bersenjata pada tahun 1962 hingga saat dikeluarkannya surat perintah 11 Maret 1966 yang salah satu akibatnya berujung pada pergantian panglima AURI. Penelitian tesis ini berusaha menempatkan AURI dalam konteks politik militer, yaitu sebagai suatu 5 Lihat Herberth Feith, Soekarno dan Militer dalam Demokrasi Terpimpin, (Jakarta: Sinar Harapan, 2000). 6

19 sikap yang tercermin dari tindakan yang dilakukan AURI dalam menanggapi perilaku atau tindakan politik nasional. Adapun sikap yang merupakan cerminan dari institusi AURI, dilahirkan dari kebijakan pimpinan AURI. Sehingga pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa apapun yang dilakukan pimpinan AURI menjadi dimaknai sebagai sikap politik AURI secara institusional. Namun demikian, ada kalanya Men/Pangau juga bertindak di luar batas koordinasi yang akibatnya justru mempertaruhkan reputasi institusi AURI itu sendiri. Hal inilah yang terjadi dalam kasus AURI pada tahun 1965, pada saat Men/Pangau Omar Dani mengeluarkan surat pernyataan dukungan terhadap aksi G-30-S. Dalam memahami proses perubahan politik di tahun 1965 misalnya, penelitian tesis ini menempatkan AURI sebagai pendukung Presiden Sukarno. Keterlibatan AURI dalam beberapa fase pelaksanaan G-30-S, pada dasarnya merupakan keterlibatan individu-individu yang lepas dari koordinasi institusi. Selain itu, keterlibatan individu tersebut juga lebih didorong rasa percaya diri bahwa G-30-S dilakukan untuk menyelamatkan Panglima Tertinggi ABRI, Presiden Sukarno, bukan kesetiaan kepada PKI. Namun demikian, karena individu yang memiliki keterlibatan merupakan individu penentu dalam institusi AURI, maka akibatnya AURI secara institusional harus bertanggung-jawab atas keterlibatan tersebut. Adapun hal-hal yang menjadi pokok pertanyaan penting dalam penelitian tesis meliputi: 1. Bagaimana proses dukungan AURI kepada Presiden Sukarno berlangsung? 7

20 2. Bagaimana posisi AURI dalam peristiwa G-30-S 1965? 1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penelitian tesis bertujuan untuk memaparkan secara deskriptif politik militer AURI pada masa pemerintahan Sukarno antara pelaksanaan re-organisasi militer pada tahun 1962 hingga dikeluarkannya Supersemar pada 11 Maret Secara akademis studi ini diharapkan memperkaya kajian sejarah politik militer Indonesia serta memotivasi untuk penelitian lanjutan Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang langkah-langkahnya mengacu kepada penelitian sejarah secara umum, seperti yang dikemukakan Gottschalk dan Kuntowijoyo, yakni: pengumpulan sumber informasi (heuristik), kritik ekstern dan intern terhadap bahan sumber, interpretasi terhadap fakta yang ada dan berakhir dengan tahapan sintesa atas keseluruhan yakni dalam bentuk penulisan sejarah (historiografi). 6 Sebagai kajian sejarah, hasil penelitian disajikan dalam bentuk deskriptifnaratif yaitu bertujuan seperti dikatakan Sartono Kartodirdjo, yakni ingin membuat deskripsi tentang masa lampau dengan merekontruksikan apa yang terjadi serta diuraikan sebagai cerita, dengan perkataan lain kejadian-kejadian 6 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Pen: Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press, 1986), hal dan juga Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogjakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001), hal

21 penting diseleksi dan diatur menurut poros waktu sedemikian sehingga tersusun sebagai cerita. 7 Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian, melibatkan disiplin ilmu politik. Pendekatan politik digunakan, karena fokus penelitian membahas hubungan kekuasaan antara presiden sebagai eksekutif dan militer sebagai salah satu bagian institusi di dalamnya. 1.5 Sumber Sejarah Secara umum, sumber sejarah dari segi urutan penyampaiannya dibagi menjadi dua macam, yaitu primer dan sekunder. Sumber primer terdiri dari arsip, dokumen dan laporan sezaman. Dalam penelitian ini, sumber kearsipan didapat dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), yaitu berupa catatan pidato Presiden Sukarno, surat-surat keputusan presiden serta sumber sejarah lisan rekaman wawancara dengan Sri Bima Ariotedjo (tokoh AURI tahun 1960-an). Dokumen yang didapat di Markas Besar TNI-AU di Cilangkap, meliputi surat keputusan dan pidato Men/Pangau serta penerbitan resmi doktrin TNI-AU, Swa Bhuana Paksa tahun Sumber primer juga meliputi keterangan surat kabar, yakni: Majalah Angkasa, Pikiran Rakyat, Berita Yudha dan Kompas. Penelitian ini memanfaatkan sumber lisan, yakni dengan mewawancarai tokoh-tokoh yang mengetahui terhadap keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian. 7 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, (Jakarta: PT Gramedia, 1992), hal.9. 9

22 Sedangkan sumber sekunder dalam kajian tesis, meliputi kajian penelitian terhadap kurun waktu tersebut ( ), baik yang disajikan dalam bentuk laporan penelitian, jurnal atau majalah ilmiah, maupun yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku. Buku yang cukup penting dalam penelitian tesis adalah buku suntingan Aristides Katoppo dkk yang berjudul Menyingkap Kabut Halim. Buku yang diterbitkan Sinar Harapan ini, berisi paparan deskriptif mengenai posisi AURI dalam peristiwa Gerakan 30 September (G-30-S) yang didasarkan terutama kepada pengakuan para pelaku sejarah. Selain itu, terdapat juga otobiografi Omar Dani, Sri Mulyono Herlambang dan Heru Atmodjo yang dalam proporsinya masing-masing memberi penjelasan dari sudut pandang mereka secara subyektif. 1.6 Sistematika Penulisan Dalam merekontruksi sebuah peristiwa sejarah, diperlukan adanya penataan dan penentuan fakta kausal, peristiwa dan fakta akibat. Dengan demikian, penyusunan suatu historiografi mengikuti prinsip-prinsip organisasi. Berdasarkan hal diatas, studi dalam tesis dibagi dalam enam bab, meliputi: Bab I: Pendahuluan Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, sumber sejarah serta sistematika penulisan. Bab II AURI dan Politik Militer Menjelang Reorganisasi ( ) Bab ini berusaha menelusuri politik militer di Indonesia sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga pelaksanaan re-organisasi tahun Dalam bab ini diuraikan 10

23 catatan singkat AURI, kiprah AURI dalam politik nasional serta Peristiwa Aru yang menjadi sebab reorganisasi dan pergantian kepemimpinan AURI. Bab III: AURI dan Politik Militer Sejak Reorganisasi hingga Peristiwa G-30- S ( ) Bab ini memaparkan sikap serta perilaku politik AURI antara 1962 hingga terjadinya G-30-S Fokus pembahasan dalah reorganisasi AURI masa Men/Pangau Omar Dani serta peristiwa politik menjelang meletusnya G-30-S, seperti konfrontasi Malaysia dan wacana Angkatan Kelima. Bab IV: AURI dan Peristiwa G-30-S Bab ini mendeskripsikan posisi AURI pada peristiwa G-30-S, terutama mengenai dugaan keterlibatan AURI seperti keterlibatan perwira AURI, penggunaan fasilitas AURI serta dukungan Men/Pangau Omar Dani terhadap G-30-S. Bab V: Akhir Sebuah Tragedi: AURI antara G-30-S dan Supersemar Bab ini mendeskripsikan institusi AURI antara Peristiwa G-30-S hingga di keluarkannya Surat Perintah 11 Maret Masa tersebut meliputi, akhir kepemimpinan Men/Pangau Omar Dani dan kepemimpinan Men/Pangau Sri Mulyono Herlambang. Pada bahasan ini dijelaskan sikap politik AURI pasca G- 30-S hingga dikeluarkannya Supersemar. Bab VI: Kesimpulan Bab ini menyimpulkan secara garis besar inti penelitian serta memberi suatu paparan kontekstual terhadap politik militer di masa depan. 11

24 BAB II AURI DAN POLITIK MILITER MENJELANG REORGANISASI ( ) Studi mengenai politik militer Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) antara , tentunya tidak dapat dilepaskan dari perjalanan politik militer secara umum pada masa sebelumnya. Bagaimanapun penjabaran mengenai kondisi sebelum dan sesudahnya merupakan suatu ciri khas yang memperlihatkan sejarah sebagai suatu kontinuitas. Apapun hasil suatu proses sejarah, tentunya memiliki keterkaitan dengan proses atau peristiwa pada masa sebelumnya. Politik militer di Indonesia terus menerus dikaji karena dalam perkembangannya mengalami berbagai proses berliku, yang diwarnai berbagai konflik, intrik atau benturan antar kelompok. Konflik yang terjadi, tidak hanya bersifat benturan politik-sosial-budaya maupun kelas atau terjadi antara hubungan militer dengan sipil, melainkan juga antara pihak militer itu sendiri yang seringkali di dasarkan kepada konflik antar individu. Untuk mengamati proses perkembangan politik militer secara kontinuitas itulah, maka penulisan tesis ini memerlukan pemetaan poltik mengenai kemunculan kekuatan militer dalam suatu perubahan politik dan bagaimana pandangan militer dalam proses perkembangannya sejak awal kemerdekaan hingga proses reorganisasi militer pada tahun

25 2. 1. Sekilas Tentang AURI Awal keberadaan AURI dimulai sejak pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada Tanggal 23 Agustus 1945 untuk memperkuat kekuatan Udara yang mengalami kekurangan pesawat terbang dan fasilitas lainnya. Dengan perubahan BKR menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada tanggal 5 Oktober 1945, maka kekuatan udara berubah nama menjadi TKR Jawatan Penerbangan di bawah pimpinan Komodor Soerjadi Soerjadarma 1. Dalam perkembangannya, pada tahun 1965 AURI memiliki doktrin yaitu Swa Bhuana Phaksa (Sayap Tanah Air), yang menegaskan bahwa fungsi AURI adalah sebagai pembina kesatuan-kesatuan udara untuk menunjang strategi pertahanan dan keamanan nasional. 2 Selama masa revolusi kemerdekaan , AURI aktif melakukan perlawanan terhadap pemerintahan kolonial. Kekuatan AURI melakukan pengeboman terhadap kubu-kubu pertahanan Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa. Pihak Belanda kemudian membalas serangan AURI dan menembak jatuh pesawat angkut VTCLA yang sedang mengemban tugas kemanusiaan. Akibatnya gugur tiga perintis TNI AU yaitu: Adisutjipto, Abdurrahman Saleh dan Adisumarmo. 3 Setelah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda pada tahun 1950, AURI mendapatkan beberapa komponen sistem persenjataan udara serta sarana dan fasilitas 1 Lebih lanjut, Lihat Sutrisno, Marsekal TNI Suryadi Suryadarma, (Jakarta: Departemen P & K, 1985). 2 Doktrin AURI Swa Bhuana Phaksa, Djakarta: Markas Besar Angkatan Udara, hal Dinas Penerangan TNI-AU, Perjalanan TNI Angkatan Udara dan Pengembangannya pada awal dasawarsa 80-an, (Jakarta: 1982), hal

26 pendukungnya. Kebanyakan persenjataan tersebut, merupakan hasil serah terima dari pemerintahan Hindia-Belanda. AURI kemudian melakukan program pendidikan dan pelatihan, khususnya dibidang profesi penerbangan agar dapat mengambil alih tugas dari personil Angkatan Udara Belanda. Pada bulan Juli 1952, AURI dilanda konflik internal. Beberapa perwira AURI yang dikoordinir Hurbertus Suyono dan Wiweko mengadakan rapat di Jakarta dan Bandung untuk membahas pendidikan dan penerbangan AURI. 4 Rapat yang diadakan berujung kepada kecaman terhadap kepemimpinan KSAU Suryadarma karena dianggap tidak memiliki kebijakan kepemimpinan. KSAU dinilai lebih banyak mengangkat perwira hasil didikan Jepang, ketimbang perwira didikan Belanda dalam penunjukan staf umum. Akibat kecaman tersebut, Suyono dipanggil ke Mabes AU dan diperintahkan belajar ke luar negeri. Suyono yang menganggap perintah ini sebagai hukuman membuat pengaduan kepada menteri pertahanan dan seksi pertahanan DPR, tetapi pengaduannya tidak mendapat tanggapan. Presiden Sukarno tetap mempertahankan Suryadarma sebagai KSAU. Suyono kemudian dikenakan tahanan rumah dan pada bulan Juli 1955 statusnya diubah menjadi tahanan kota. 5 Setelah kabinet Ali jatuh, kabinet Burhanuddin Harahap merehabilitasi Suyono dan 4 Komodor Hubertus Suyono dikenal sebagai pejabat sementara KSAU masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), karena KSAU Suryadarma saat itu ditahan bersama presiden Sukarno. Adapun Wiweko dikenal sebagai salah seorang pembangun penerbangan nasional. Wiweko pernah diperintahkan Sukarno membeli pesawat DC-3 yang kemudian diberi nama Seulawah. Keahlian Wiweko dalam mengembangkan teknologi udara terbukti lewat rancangan pesawat ringan eksperimental RI-X dan bersama Nurtanio membuat pesawat luncur NWG-1 (Nurtanio-Wiweko Glider). Lihat didownload pada 1 April 2008 pukul WIB. 5 Markas Besar TNI-Pusat Sejarah dan Tradisi TNI Sejarah TNI: Jilid III , Jakarta: 2000, hal

27 mengangkatnya sebagai wakil KSAU. Sebelumnya, AURI tidak mengenal adanya jabatan wakil KSAU. Pada saat pelantikan Suyono pada 14 Desember 1954, terjadilah Insiden Cililitan. Saat Perdana Menteri Burhanuddin Harahap menyampaikan pidatonya, 25 perwira AURI dan prajurit pembawa panji kehormatan AURI berteriak tidak setuju dan meninggalkan lapangan upacara. Akibatnya upacara pelantikan tersebut gagal. 6 Empat hari setelah insiden tersebut, Presiden Sukarno berkunjung ke Pangkalan AURI Halim untuk menenangkan suasana. Presiden berpidato di depan perwira AURI dan menegaskan bahwa AURI bukanlah milik perseorangan, tetapi AURI adalah milik Negara Republik Indonesia. 7 Setelah insiden tersebut, Suryadarma mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai KSAU. Namun permintaan Suryadarma ditolak presiden. Selanjutnya masalah tersebut diselesaikan dalam pertemuan Gabungan Kepala Staf (GKS) yang memutuskan bahwa jabatan wakil KSAU dibatalkan. GKS juga mengecam kabinet karena dalam pengangkatan tersebut tidak mempertimbangkan kondisi psikologis para perwira yang tidak setuju serta tidak meminta pertimbangan dari KSAU. Pada tahun 1950 hingga 1960, Pemerintah RI menghadapi Pemberontakan DI/TII, Andi Aziz, RMS serta PRRI/Permesta. Dalam berbagai aksi penumpasan pemberontakan tersebut, AURI turut aktif bersama angkatan lain melakukan aksi penumpasan. Kiprah AURI terutama sangat penting dalam penumpasan 6 Markas Besar ABRI-Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, 40 Tahun ABRI: Masa Perang Kemerdekaan, Konsolidasi awal dan masa Integrasi, jakarta: 1985, hal Madjalah Angkasa edisi Januari

28 pemberontakan PRRI/Permesta, karena pemberontakan ini merupakan satu-satunya yang memiliki kekuatan udara yang bernama Angkatan Udara Revolusioner (AUREV). Pemberontakan PRRI/Permesta yang terjadi di Sumatera dan Sulawesi juga merupakan pemberontakan yang paling berbahaya, karena mendapat dukungan dari pihak Amerika dan Inggris. 8 Menjelang pertengahan April 1958, pasukan Permesta yang diperkuat bantuan pesawat dan pilot-pilot Amerika dan Taiwan membangun kekuatan Angkatan Udara Revolusioner (AUREV) di bawah pimpinan Komodor Udara Muharto, atase militer di Philipina. 9 Pada pertengahan April hingga Mei, kekuatan AUREV berhasil mengendalikan wilayah udara Indonesia Timur, lewat aksi pemboman terhadap Ambon, Balikpapan dan Markas AURI di Kendari. Setelah AURI berhasil mengalahkan kekuatan pasukan PRRI di Sumatera, AURI kemudian memusatkan perhatian menghadapi kekuatan AUREV. Dalam menghadapi kekuatan AUREV, AURI berhasil melakukan serangan mendadak atas pangkalan udara Manado dan menghancurkan lima pesawat AUREV. Pada pertengahan Juni, kekuatan AUREV berhasil dikalahkan. Selain itu, kekuatan AURI juga berhasil menembak pesawat AUREV yang diterbangkan Allan Pope, penerbang Amerika di atas kota Ambon Lihat Audrey Kahin dan George Mc. Turnan Kahin. Subversi Politik Luar Negeri, Pen. RZ. Leirissa, (Jakarta: Pustaka Grafiti, 2000), hal ; R.Z. Leirissa, PRRI/Permesta: Strategi Membangun Indonesia Tanpa Komunis, (Jakarta: Pustaka Grafiti, 1991), hal 217 dan RZ Leirissa, Ibid., hal Perwira AURI yang berhasil menembak jatuh pesawat Allan Pope adalah Ignatius Dewanto. Dalam versi lain, pesawat Allan Pope ditembak jatuh oleh Angkatan Darat. Lihat Marwati Djoenoed Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hal

29 2. 2 Perpolitikan Nasional Menjelang Demokrasi Terpimpin Pada tahun 1955, pemerintahan kabinet Burhanuddin Harahap berhasil melangsungkan Pemilihan Umum (Pemilu) pertama di Indonesia. Pemilu yang melahirkan empat kekuatan besar, yaitu PNI, Masyumi, NU dan PKI memberi suatu legitimasi atas kekuatan politik secara nyata dalam pemerintahan. 11 Tujuan dilangsungkannya Pemilu sebagai sarana menciptakan stabilitas politik jauh dari harapan, karena Pasca Pemilu, Empat Besar pemenang justru semakin terlibat dalam konflik yang menajam. Pertikaian antar elit partai yang sudah terjadi antara terus berlanjut dan sulit diredam. Pada kesempatan pidato di hadapan wakil-wakil pemuda empat partai tanggal 28 Oktober 1956 dan Kongres Persatuan Guru tanggal 30 Oktober 1956, presiden memberi kecaman keras terhadap pelaksanaan demokrasi liberal atau parlementer. Dalam pidatonya, presiden menyatakan bahwa demokrasi liberal tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia karena mendatangkan pertikaian dan sistem tersebut harus digantikan dengan sistem yang sesuai dengan kepribadian Indonesia, yakni sistem terpimpin. 12 Pada 21 Februari 1957, Presiden Sukarno mengumumkan konsepsinya mengenai pembentukan Kabinet Gotong Royong yang menyertakan empat besar serta kelompok fungsional. Konsep yang menekankan persatuan antara kekuatan Nasionalis-Agama dan Komunis (Nasakom) juga dikampanyekan sebagai 11 Lihat Herbeth Feith, Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1999). 12 Ir. Sukarno, Marilah Kita Kubur Partai-Partai dalam Herbert Feith dan Lance Castles, Pemikiran Politik Indonesia , (Jakarta: LP3ES, 1988), hal

30 suatu perjuangan menghadapi ancaman kekuatan Neo-Imperialisme dan Kolonialisme (Neokolim). 13 Gagasan presiden mengenai strategi persatuan Nasakom, melahirkan reaksi beragam dari berbagai kelompok masyarakat. Para elit partai Islam Masyumi, Nahdlatul Ulama dan Angkatan Darat menolak gagasan presiden dan menegaskan bahwa suatu perubahan sistem perundang-undangan hanya dapat dilegalkan oleh lembaga konstituante yang sudah dibentuk. Penolakan tersebut juga didasarkan pengalaman buruk ditahun 1948, yakni percobaan kudeta kelompok komunis di Madiun. Sebaliknya PKI yang didukung PNI mendukung usulan presiden tersebut. Menguatnya pengaruh politik Sukarno serta kecenderungan pemerintahan yang sentralistis dan Pro-Komunis, melahirkan perlawanan para perwira daerah di Sumatera dan Sulawesi. Ahmad Husein di Sumatera dan Ventje Sumual di Sulawesi, mengumumkan pengambilalihan kekuasaan dari kendali pusat dan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta). Presiden Sukarno mengumumkan darurat perang untuk seluruh wilayah Indonesia, setelah kabinet Ali menyerahkan mandat pada 13 Maret Pemberlakuan darurat perang menegaskan klaim bahwa hanya militerlah yang mampu memberi kejelasan terhadap persatuan NKRI dimasa-masa krisis nasional. Pada saat kekuatan militer menghadapi pemberontakan daerah, para politisi partai dalam badan konstituante yang mengemban amanat membuat undang-undang 13 Konsep Nasakom merupakan kelanjutan pemikiran Bung Karno pada tahun Lihat Ir. Sukarno, Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I (Jakarta: Panitya Penerbit DBR, 1963), hal

31 baru, ternyata tidak mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik. Hal ini terutama karena adanya tarik-menarik Piagam Jakarta, antara kelompok Islam dan nasionalis sekuler. Ketika diusulkan pilihan untuk kembali kepada UUD 45, hasilnya menemui kebuntuan. Pada 5 Juli 1959 Presiden Sukarno dengan dukungan militer dan beberapa partai mengeluarkan dekrit yang memberlakukan kembali UUD Pada 9 Juli 1959 Sukarno mengumumkan kabinet kerja dengan menunjuk dirinya sebagai perdana menteri. AH. Nasution pada kabinet kerja menempati pos Menteri Pertahanan Keamanan dan KSAD. 15 Adapun kepala-kepala staf angkatan bersenjata berkedudukan sebagai anggota ex officio kabinet kerja. Dengan status anggota kabinet, maka para kepala staf langsung bertanggung-jawab kepada presiden dalam melaksanakan tugasnya. Pada pidato peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1959 berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita yang kemudian dikenal dengan istilah Manipol, Presiden Sukarno kembali menegaskan konsepsi Demokrasi Terpimpin. Sukarno mengemukakan retorika politik semangat revolusi, keadilan sosial dan kelengkapan lembaga-lembaga negara demi revolusi yang berkelanjutan. Pada awal 1960, konsepsi 14 Lebih lanjut Lihat Adnan Buyung Nasution. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia: Studi Sosio-Legal atas Konstituante , (Jakarta: Pustaka Grafiti, 1995). 15 AH. Nasution lahir di Katanopan, Hutapungkur, Sumatera-Utara pada 3 Desember Setelah menempuh jenjang akademis AMS dan pernah menjadi guru di Sumatera, pada 1940 ia mulai tertarik pada karier militer dan bergabung menjadi anggota KNIL di Bandung. Pada masa proklamasi kemerdekaan, ia turut mendirikan organisasi BKR. Karier militernya menanjak dengan cepat, mulai dari Panglima Divisi II Priangan (1946), Panglima Divisi Siliwangi ( ), Wakil Panglima Besar TNI (1948), Panglima Komando Jawa ( ), KSAD ( ), KSAD ( ), Kepala Staf Angkatan Bersenjata (1962) Menteri Keamanan Nasional merangkap Menko Hankam ( ) dan Ketua MPRS ( ). Sebagai perwira ia dikenal anti komunis, puritan, taat dalam menjalankan agama dan menolak praktek korupsi. Lebih lanjut, lihat Tim Pusat Data dan Analisa Tempo. Jenderal Tanpa Pasukan-Politisi Tanpa Partai: Perjalanan Hidup A.H Nasution, (Jakarta: PDAT & ISAI, 1998) dan 19

32 Manipol mendapatkan kosa-kata tambahan USDEK, yang merupakan singkatan dari UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia. 16 Pada bulan Maret 1960, DPR yang menolak mengesahkan anggaran belanja pemerintah, kemudian dibubarkan Presiden Sukarno lewat sebuah dekrit. Presiden kemudian membentuk dan memilih anggota DPR Gotong Royong (DPR-GR). Dalam komposisi keanggotaan DPR-GR, PKI mendapatkan porsi keanggotaan 17 % dan tokoh PKI, Lukman ditunjuk sebagai wakil ketua. MPRS yang kemudian dibentuk Sukarno juga menempatkan ketua PKI, DN. Aidit, sebagai salah seorang wakil ketua. Dengan adanya perimbangan kekuasaan PKI dalam parlemen, seiring menguatnya pengaruh politik presiden, maka presiden memiliki alasan kuat untuk mendesak pelaksanaan ideologi Nasakom dalam pemerintahan. Apalagi dalam Pemilu 1955, PKI adalah salah-satu sari empat besar pemenang Pemilu. Doktrin Nasakom yang dikampanyekan presiden mengandung pengertian bahwa kekuatan Nasionalis-Agama dan Komunis harus bersatu dalam suatu persatuan nasional menghadapi bahaya neoimperialisme dan kapitalisme (Neokolim) Politik Militer AURI Pada Masa Suryadarma Sebagai salah satu kekuatan pertahanan negara, kebijakan pimpinan AURI haruslah didasarkan kepada tugasnya sebagai alat pertahanan yang menjaga keamanan, baik dari ancaman luar maupun dalam negeri. Selain daripada tugas utama 16 Lebih lanjut lihat Tudjuh Bahan Pokok Indoktrinasi, (Jakarta: Departemen Penerangan, tanpa tahun) 20

33 tersebut, kebijakan AURI juga tidak lepas dari pergulatan politik yang terjadi. Insiden Cililitan misalnya, terjadi sebagai akibat campur-tangan sipil terhadap militer. Jabatan Wakil Kepala Staf AURI yang sebelumnya tidak ada, dibentuk hanya untuk memecah-belah kekuatan AURI. Menghadapi proses perubahan sistem pemerintahan dari sistem pemerintahan liberal ke terpimpin, AURI menempatkan institusinya sebagai pendukung Presiden Sukarno dengan memberikan dukungan tanpa reserve terhadap Dekrit 5 Juli Dukungan AURI kepada Presiden Sukarno merupakan kewajaran, karena kedudukan AURI sebagai alat pertahanan negara berada di bawah kedudukan presiden. Namun demikian, dimata presiden Sukarno, AURI merupakan sekutu potensial dalam menghadapi semakin besarnya pengaruh Nasution sejak 1959 dalam angkatan bersenjata. Keberadaan Nasution yang anti komunis, merupakan hambatan bagi presiden dalam mengkampanyekan gagasan Nasakomnya. Di sisi lain AURI membutuhkan dukungan presiden untuk memperkuat pencitraannya dalam masa demokrasi terpimpin. Bagaimanapun, AURI merupakan kekuatan kecil apabila di sandingkan kekuatan AD. Faktor lain yang menjamin dukungan AURI terhadap Presiden Sukarno adalah konflik pribadi antara KSAU Suryadarma dan Nasution. Isteri Suryadarma, Ny Utami yang aktif sebagai simpatisan Gerwani, pernah ditahan pada 1948 atas perintah Nasution sehubungan dengan dugaan keterlibatannya dalam pemberontakan 21

34 PKI Madiun. 17 Antara Suryadarma dan Nasution, juga seringkali berpolemik dalam suatu permasalahan, seperti dalam pemilihan formatur Kabinet Ali II ketika Suryadarma tidak memilih Nasution. 18 Lebih lanjut A.H Nasution menuturkan bahwa saat ia menjabat sebagai ketua Gabungan Kepala Staff (GKS), komunikasi antara dirinya dan AURI terdapat garis pemisah yang sukar dipahami, sedangkan dengan AL dan Polri terdapat hubungan yang baik. Hubungan yang tertutup tersebut semakin tampak saat Suryadarma diangkat sebagai ketua GKS. 19 Kecenderungan adanya rivalitas antara AURI dengan AD kemudian berlanjut pada permasalahan konsep yang teoritis, yakni sistem pertahanan nasional. Pada bulan maret 1960, Angkatan Darat berpendirian bahwa mengingat perekonomian Indonesia masih lemah, pertahanan nasional harus didasarkan kepada perang gerilya. AH. Nasution berbicara di hadapan Dewan Perancang Nasional bahwa kekuatan laut dan udara harus dikembangkan, tetapi tidak saat itu karena baru bisa dilakukan pada sepuluh sampai duapuluh tahun ke depan. Angkatan Udara dan Angkatan Laut berpendapat suatu negara kepulauan harus mendasarkan strategi pertahananannya pada pertahanan yang bergerak di udara dan laut. Dengan demikian pembangunan kekuatan laut dan udara harus dilakukan secepatnya, tidak menunggu waktu yang lama. Perbedaan ini bukanlah sekedar debat teoritis antar pengatur strategi militer, 17 Ny. Utami Suryadarma dikenal juga sebagai simpatisan Gerwani, ia juga menjabat sebagai Ketua Organisasi Indonesia untuk Setiakawan Rakyat Asia-Afrika (OISRAA), Rektor Universitas Res Publicva ( ) serta Ketua gerakan Konferensi Internasional Anti Pangkalan Asing (KIAPMA). Lihat Saskia E. Wieringa, Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia, (Jakarta: Kalyanamitra dan Garba Budaya, 1999), hal. 320 dan 431. Saat Utami ditangkap Nasution, kedudukan Nasution adalah Panglima Komando Jawa. Adik utami, Oetomo Ramelan yang menjadi walikota Solo pada 1965 juga merupakan kader PKI. 18 A.H Nasution, Memenuhi Panggilan Tugas Jilid IV (Masa Pancaroba Kedua), (Jakarta: Gunung Agung, 1984), hal. 5 dan Ibid., hal

35 karena penerapan suatu strategi juga berdampak pada alokasi anggaran dan strategi politik militer dalam jangka panjang. 20 Pada bulan Juli 1959, Suryadarma menolak komando Nasution dalam departemen pertahanan dengan alasan Angkatan Udara tidak setuju dipimpin perwira Angkatan Darat. Langkah AURI kemudian diikuti Angkatan Laut dan Kepolisian. Langkah Suryadarma menolak perintah Nasution adalah suatu upaya membatasi kewenangan departemen pertahanan Peristiwa Aru dan Pergantian Suryadarma Pada tahun 1960, presiden Sukarno mulai mengkampanyekan pengembalian wilayah Irian Barat kepangkuan NKRI. Sebelumnya, setelah menempuh jalur diplomasi, pihak Belanda tetap tidak mau mengembalikan Irian Barat kepada Indonesia. Presiden Sukarno kemudian memutuskan mengambil langkah konfrontasi dengan Belanda, yakni melakukan embargo penerbangan Belanda dan nasionalisasi beberapa perusahaan milik Belanda. Secara militer, presiden mengeluarkan Maklumat Trikora untuk merebut daerah Irian Barat. Diantara berbagai peristiwa pada masa pembebasan Irian Barat, peristiwa yang cukup penting adalah Peristiwa Aru pada tanggal 16 Januari Dalam peristiwa tersebut, KRI Macan Tutul yang berencana melakukan misi infiltrasi dihadang kapal laut Belanda di Laut Aru. Walaupun operasi tersebut bersifat rahasia, tetapi pihak belanda seakan telah bersiap melakukan penyerangan. Akibatnya kapal 20 Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia , (Jakarta: LP3ES, 1988), hal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai memperoleh akses informasi yang lebih luas dan terbuka.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai memperoleh akses informasi yang lebih luas dan terbuka. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak keruntuhan kekuasaan Presiden Soeharto ditahun 1998, masyarakat Indonesia mulai memperoleh akses informasi yang lebih luas dan terbuka. Berbagai hal yang

Lebih terperinci

BAB II AURI DAN POLITIK MILITER MENJELANG REORGANISASI ( ) Studi mengenai politik militer Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) antara

BAB II AURI DAN POLITIK MILITER MENJELANG REORGANISASI ( ) Studi mengenai politik militer Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) antara BAB II AURI DAN POLITIK MILITER MENJELANG REORGANISASI (1959-1962) Studi mengenai politik militer Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) antara 1962-1966, tentunya tidak dapat dilepaskan dari perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, baik itu watak, kepercayaan,

Lebih terperinci

Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI

Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI Pemberontakan Militer *PRRI/Permesta Pemberontakan Ideologi PKI tahun 1948 PKI tahun 1965 Pemberontakan PRRI/Permesta Tokoh yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjuangan bangsa Indonesia untuk menciptakan keadilan bagi masyarakatnya sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun 1950-1959 di Indonesia berlaku

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950-

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950- BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959) sangat menarik untuk dikaji. Militer adalah organ yang penting yang dimiliki

Lebih terperinci

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA Materi Kuliah Sistem Politik Indonesia [Sri Budi Eko Wardani] Alasan Intervensi Militer dalam Politik FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL 1. Nilai dan orientasi perwira

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan berdasarkan permasalahan yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan berdasarkan permasalahan yang 168 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dipaparkan dalam bab ini merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikaji oleh penulis di dalam bab sebelumnya. Terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak serta merta mengakhiri perjuangan rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, bebas dan jujur.tetapi pemilihan umum 1955 menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gagalnya Konstituante dalam menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gagalnya Konstituante dalam menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagalnya Konstituante dalam menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) dan diikuti keadaan politik yang semakin rawan dengan munculnya rasa tidak puas dari daerah terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nasakom merupakan hasil buah pikiran Presiden Soekarno yang dijadikannya sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita yang belum

Lebih terperinci

PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI

PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI www.bimbinganalumniui.com 1. Setelah kabinet Amir Syarifuddin jatuh, atas persetujuan presiden KNIP memilih Hatta sebagai Perdana Menteri. Jatuhnya Amir Syarifuddin membuat kelompok kiri kehilangan basis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan suatu negara untuk menjadi lebih baik dari aspek kehidupan merupakan cita-cita dan sekaligus harapan bagi seluruh rakyat yang bernaung di dalamnya.

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959

LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 A. Latar Belakang 1. Kehidupan politik yang lebih sering dikarenakan sering jatuh bangunnya kabinet dan persaingan partai politik yang semakin menajam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang dalam satu kesatuan yang bulat dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang dalam satu kesatuan yang bulat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dinamika sejarah terletak pada kemampuan untuk memandang dimensi waktu sekaligus, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang dalam satu kesatuan

Lebih terperinci

A. Pengertian Orde Lama

A. Pengertian Orde Lama A. Pengertian Orde Lama Orde lama adalah sebuah sebutan yang ditujukan bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden Soekarno. Soekarno memerintah Indonesia dimulai sejak tahun 1945-1968. Pada periode

Lebih terperinci

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN Nama : DIMAS DWI PUTRA Kelas : XII MIPA 3 SMAN 1 SUKATANI 2017/3018 Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan terlupakan oleh masyarakat kota Madiun, terutama bagi umat Islam di Madiun. Pada bulan September tahun

Lebih terperinci

SILABUS. Lampiran 2 : FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN : SEJARAH INDONESIA MODERN. : Desvian Bandarsyah, M.Pd

SILABUS. Lampiran 2 : FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN : SEJARAH INDONESIA MODERN. : Desvian Bandarsyah, M.Pd Lampiran 2 SILABUS Tgl Efektif : No. Dokumen :FM-AKM-03-002 No.Revisi : 00 FAKULTAS PROGRAM STUDI MATA KULIAH KELAS/SKS WAKTU DOSEN : FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN : PENDIDIKAN SEJARAH : SEJARAH

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH. : Didin Saripudin, Ph.D. Farida Sarimaya, M.Si. Prof. dr. H. Ismaun, M.Pd.

SILABUS MATA KULIAH. : Didin Saripudin, Ph.D. Farida Sarimaya, M.Si. Prof. dr. H. Ismaun, M.Pd. UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SILABUS MATA KULIAH Jurusan : Pendidikan Sejarah Mata Kuliah/Kode : Sejarah Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin/SEJ306

Lebih terperinci

Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965

Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965 Cerita Pagi Dokumen Supardjo, Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965 Hasan Kurniawan Minggu, 23 Oktober 2016 05:05 WIB http://daerah.sindonews.com/read/1149282/29/dokumen-supardjo-mengungkap-kegagalan-gerakan-30-september-1965-1477110699

Lebih terperinci

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan sebuah negara maritim karena memiliki wilayah laut yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah daratan. Hal ini menjadikan bangsa

Lebih terperinci

SEJARAH DAN PENGARUH MILITER DALAM KEPEMIMPINAN DI INDONESIA

SEJARAH DAN PENGARUH MILITER DALAM KEPEMIMPINAN DI INDONESIA SEJARAH DAN PENGARUH MILITER DALAM KEPEMIMPINAN DI INDONESIA Latar belakang Sejarah awal terbentuknya bangsa Indonesia tidak lepas dari peran militer Terdapat dwi fungsi ABRI, yaitu : (1) menjaga keamanan

Lebih terperinci

Silahkan Baca Tragedi PKI Ini

Silahkan Baca Tragedi PKI Ini Silahkan Baca Tragedi PKI Ini Nusantarapos,- Apakah Pantas Soeharto Diampuni?, Ada seorang ahli sejarah yang sempat meneliti tentang kejadian yang menimpa bangsa kita di tahun 1965, mengatakan bahwa di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebuah negara selain memiliki wilayah dan Penduduk, sebuah negara juga harus memiliki sebuah Angkatan Bersejanta untuk mengamankan wilayah kedaulatan negaranya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deklarasi terhadap pembentukan sebuah negara yang merdeka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pembentukan struktur atau perangkatperangkat pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti yang kita ketahui dua figur tersebut pernah menjadi presiden Republik Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bolaang Mongondow adalah sebuah suku bangsa di Indonesia. Dimana suku

BAB I PENDAHULUAN. Bolaang Mongondow adalah sebuah suku bangsa di Indonesia. Dimana suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bolaang Mongondow adalah sebuah suku bangsa di Indonesia. Dimana suku Mongondow adalah merupakan penduduk Kerajaan Bolaang Mongondow yang pada tahun 1954 secara resmi

Lebih terperinci

sherila putri melinda

sherila putri melinda sherila putri melinda Beranda Profil Rabu, 13 Maret 2013 DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA Demokrasi berasal dari kata DEMOS yang artinya RAKYAT dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bagian ini merupakan kesimpulan terhadap semua hasil penelitian yang telah diperoleh setelah melakukan pengkajian dan sekaligus memberikan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi : Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan

Lebih terperinci

LIBATAN INDONESIA. Disusun Oleh: DEDI VONIKA. Dosen Pembaca. Universitas Sumatera Utara

LIBATAN INDONESIA. Disusun Oleh: DEDI VONIKA. Dosen Pembaca. Universitas Sumatera Utara KAJIAN HISTORIS KETERL LIBATAN MILITER DALAM POLITIK INDONESIA Disusun Oleh: DEDI VONIKA 070906002 Dosen Pembimbing Dosen Pembaca : Drs. Heri Kusmanto, MA, PhD : Husnul Isa Harahap, S.sos, M.Si DEPARTEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diartikan sebagai rancangan atau buram surat, ide (usul) atau pengertian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. diartikan sebagai rancangan atau buram surat, ide (usul) atau pengertian yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Konsepsi Presiden Soekarno Secara etimologis, konsepsi berasal dari perkataan konsep, sedangkan konsep diartikan sebagai rancangan atau buram surat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode perjuangan tahun 1945-1949 sering disebut dengan masa perjuangan revolusi fisik atau periode perang mempertahankan kemerdekaan. Periode tersebut merupakan

Lebih terperinci

Kelompok 10. Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14

Kelompok 10. Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14 Kelompok 10 Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14 SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL 1959-1966 1. Pengertian Sistem Pemerintahan Presidensial Sistem presidensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN masih menyisakan satu persoalan yaitu masalah status Irian Barat. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN masih menyisakan satu persoalan yaitu masalah status Irian Barat. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil Perjanjian Komisi Meja Bundar antara Indonesia dengan Belanda pada tahun 1949 masih menyisakan satu persoalan yaitu masalah status Irian Barat. Indonesia

Lebih terperinci

PEMBERONTAKAN GERAKAN 30 SEPTEMBER PKI 1965

PEMBERONTAKAN GERAKAN 30 SEPTEMBER PKI 1965 PEMBERONTAKAN GERAKAN 30 SEPTEMBER PKI 1965 1. LATAR BELAKANG GERAKAN 30 SEPTEMBER PKI 1965 Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 bukanlah kali pertama bagi PKI. Sebelumnya, pada tahun 1948 PKI sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cikal bakal lahirnya TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Cikal bakal lahirnya TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada awal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat mempertahankan kemerdekaan, banyak orang Indonesia berjuang untuk membentuk pasukan mereka sendiri atau badan perjuangan Masyarakat. Tradisi keprajuritan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintah RI yang terjadi di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan. Para pelaku

I. PENDAHULUAN. pemerintah RI yang terjadi di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan. Para pelaku I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang perjalanan sejarah RI pernah meletus suatu perlawanan rakyat terhadap pemerintah RI yang terjadi di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan. Para pelaku

Lebih terperinci

PERANAN TNI-AD DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN SKRIPSI

PERANAN TNI-AD DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN SKRIPSI PERANAN TNI-AD DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-1950 SKRIPSI Oleh Aprilia Nur Hasanah NIM 070210302089 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Politik Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin Tahun , penulis

BAB V PENUTUP. Politik Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin Tahun , penulis BAB V PENUTUP 1.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian Dampak Nasakom Terhadap Keadaan Politik Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin Tahun 1959-1966, penulis menarik kesimpulan bahwa Sukarno sebagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus

I. PENDAHULUAN. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1 I. PENDAHULUAN A.Latar BelakangMasalah Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 banyak sekali permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia.Sebagai negara yang baru merdeka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas

BAB I PENDAHULUAN. berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia menjadi masa yang berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas dari incaran negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

FORMAT POLITIK ORDE BARU DAN KEBIJAKAN FUSI PARTAI POLITIK TAHUN 1973 SKRIPSI. Oleh: M. Iqbal Ibrahim Hamdani NIM

FORMAT POLITIK ORDE BARU DAN KEBIJAKAN FUSI PARTAI POLITIK TAHUN 1973 SKRIPSI. Oleh: M. Iqbal Ibrahim Hamdani NIM FORMAT POLITIK ORDE BARU DAN KEBIJAKAN FUSI PARTAI POLITIK TAHUN 1973 SKRIPSI Oleh: M. Iqbal Ibrahim Hamdani NIM 060210302244 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 15

1. PENDAHULUAN. Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 15 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah Kota Hiroshima dijatuhi bom atom oleh Sekutu tanggal 6 Agustus 1945, keesokan harinya tanggal 9 Agustus 1945 bom atom kedua jatuh di Kota Nagasaki, Jepang

Lebih terperinci

Dari pernyataan di atas, pernyataan yang merupakan hasil dari siding PPKI adalah.

Dari pernyataan di atas, pernyataan yang merupakan hasil dari siding PPKI adalah. Nama kelompok : Achmad Rafli Achmad Tegar Alfian Pratama Lulu Fajar F Nurul Vita C Kelas : XII TP2 1. Perhatikan penyataan-pernyataan berikut. 1. Mengesahkan dan menetapkan UUD 1945 sebagai dasar konstitusi

Lebih terperinci

Salawati Daud, Walikota Perempuan Pertama Di Indonesia

Salawati Daud, Walikota Perempuan Pertama Di Indonesia Salawati Daud, Walikota Perempuan Pertama Di Indonesia Sabtu, 3 Agustus 2013 14:51 WIB Saya iseng bertanya ke mesin pencari Google: Siapa Walikota Perempuan Pertama di Indonesia? Sejumlah nama pun muncul.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang mengemukakan sumber-sumber

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang mengemukakan sumber-sumber BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang mengemukakan sumber-sumber yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini. Tinjauan kepustakaan dikembangkan melalui penelaahan secara

Lebih terperinci

SISTEM PRESIDENSIIL TAHUN

SISTEM PRESIDENSIIL TAHUN NAMA : 1. Aris Hadi Pranoto (14144600203) 2. Desi Muji Hartanti (14144600178) 3. Puput Wulandari (14144600191) 4. Muhammad Hafizh Alhanif (14144600215) Kelas: A5-14 SISTEM PRESIDENSIIL TAHUN 1959-1966

Lebih terperinci

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya.

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya. BAB V KESIMPULAN Keadaan umum Kebumen pada masa kemerdekaan tidak jauh berbeda dengan wilayah lain di Indonesia. Konflik atau pertempuran yang terjadi selama masa Perang Kemerdekaan, terjadi juga di Kebumen.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca Indonesia merdeka, Belanda masih berupaya untuk kembali menguasai Indonesia. Begitu pula pimpinan sekutu, Laksamana Mountbatten secara resmi memerintahkan

Lebih terperinci

Surat-Surat Buat Dewi

Surat-Surat Buat Dewi Surat-Surat Buat Dewi Di bawah ini kami turunkan surat-surat Presiden Soekarno, yang ditulis dan dikirim kepada istrinya, Ratna Sari Dewi, selama hari-hari pertama bulan Oktober 1965. Surat-surat ini berhasil

Lebih terperinci

KIPRAH ABDUL HARIS NASUTION DALAM POLITIK DAN PERKEMBANGAN MILITER ANGKATAN DARAT DI INDONESIA ( ) SKRIPSI

KIPRAH ABDUL HARIS NASUTION DALAM POLITIK DAN PERKEMBANGAN MILITER ANGKATAN DARAT DI INDONESIA ( ) SKRIPSI KIPRAH ABDUL HARIS NASUTION DALAM POLITIK DAN PERKEMBANGAN MILITER ANGKATAN DARAT DI INDONESIA (1945-1966) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung merupakan sebuah kota yang terletak di Propinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu bagian wilayah di Negara Indonesia. Kota ini dalam sejarahnya

Lebih terperinci

STUDI TENTANG TENTARA REPUBLIK INDONESIA PELAJAR KOMPI 3200/PARE SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna

STUDI TENTANG TENTARA REPUBLIK INDONESIA PELAJAR KOMPI 3200/PARE SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna STUDI TENTANG TENTARA REPUBLIK INDONESIA PELAJAR KOMPI 3200/PARE SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum tanpa menyertakan orang-orang yang menjadi sasaran usaha-usaha organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. umum tanpa menyertakan orang-orang yang menjadi sasaran usaha-usaha organisasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Militer adalah sebuah organisasi yang paling sering melayani kepentingan umum tanpa menyertakan orang-orang yang menjadi sasaran usaha-usaha organisasi. Militer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PKI merupakan sebuah Partai yang berhaluan Marxisme-Lenisme(Komunis).

BAB I PENDAHULUAN. PKI merupakan sebuah Partai yang berhaluan Marxisme-Lenisme(Komunis). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Analisis Masalah PKI merupakan sebuah Partai yang berhaluan Marxisme-Lenisme(Komunis). Partai Komunis Indonesia merupakan partai komunis terbesar ketiga di dunia

Lebih terperinci

Ketika Bung Karno Didemo Tentara

Ketika Bung Karno Didemo Tentara Ketika Bung Karno Didemo Tentara http://www.berdikarionline.com/bung-karno-dan-peristiwa-17-oktober-1952/ Apa yang terjadi pada 17 oktober 1952? Pagi-pagi sekali, 17 oktober 1952, 5000-an orang muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam suatu negara selalu menjadi salah satu faktor utama kemenangan atau kekalahan suatu negara

Lebih terperinci

SILABUS DAN RPP MATA KULIAH SEJARAH INDONESIA BARU PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH S1

SILABUS DAN RPP MATA KULIAH SEJARAH INDONESIA BARU PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH S1 SILABUS DAN RPP MATA KULIAH SEJARAH INDONESIA BARU PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH S1 FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL SILABUS Fakultas

Lebih terperinci

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehadiran uang 1 di suatu daerah merupakan hal yang menarik untuk dikaji, terutama di suatu negara yang baru memerdekakan diri dari belenggu penjajahan. Uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan tokoh besar dengan mendokumentasikan asal-usul kejadian, menganalisis geneologi, lalu membangun

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdurahman, D. (2007). Metodologi penelitian sejarah. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

DAFTAR PUSTAKA. Abdurahman, D. (2007). Metodologi penelitian sejarah. Yogyakarta: Ar-ruzz Media. 142 DAFTAR PUSTAKA Buku : Abdurahman, D. (2007). Metodologi penelitian sejarah. Yogyakarta: Ar-ruzz Media. Bapusipda Kota Cirebon. (2011). Sekilas sejarah pemerintahan kota Cirebon. Cirebon: Bapusipda

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang diucapkan oleh Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan tonggak sejarah berdirinya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Belanda meneruskan serangan ke daerah-daerah yang belum berhasil dikuasai

BAB V PENUTUP. Belanda meneruskan serangan ke daerah-daerah yang belum berhasil dikuasai BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah berhasil menduduki Yogyakarta sebagai awal agresi II, Belanda meneruskan serangan ke daerah-daerah yang belum berhasil dikuasai dengan Agresi-nya yang pertama termasuk

Lebih terperinci

BAB III ORGANISASI MILITER DAN SIASAT GERILYA TII. Pada tanggal 15 Januari 1950, pihak NII telah berhasil mengubah dan

BAB III ORGANISASI MILITER DAN SIASAT GERILYA TII. Pada tanggal 15 Januari 1950, pihak NII telah berhasil mengubah dan BAB III ORGANISASI MILITER DAN SIASAT GERILYA TII A. Organisasi Militer TII Pada tanggal 15 Januari 1950, pihak NII telah berhasil mengubah dan menyempurnakan angkatan perang TII. Sejak waktu itu susunan

Lebih terperinci

Kenapa Soeharto Tidak Mencegah G30S 1965?

Kenapa Soeharto Tidak Mencegah G30S 1965? Kenapa Soeharto Tidak Mencegah G30S 1965? http://m.kaskus.co.id/thread/5640b87f12e257b1148b4570/kenapa-soeharto-tidak-mencegah-g30s-1965/ PERAN Soeharto dalam Gerakan 30 September (G30S) 1965 ternyata

Lebih terperinci

PEMIKIRAN SUKARNO TENTANG PERSATUAN INDONESIA TAHUN SKRIPSI. Oleh : Hasan Basri NIM

PEMIKIRAN SUKARNO TENTANG PERSATUAN INDONESIA TAHUN SKRIPSI. Oleh : Hasan Basri NIM PEMIKIRAN SUKARNO TENTANG PERSATUAN INDONESIA TAHUN 1926-1965 SKRIPSI Oleh : Hasan Basri NIM 090210302006 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

KEKUASAAN PRESIDEN DALAM SISTEM POLITIKDEMOKRASI TERPIMPIN D I S U S U N OLEH :

KEKUASAAN PRESIDEN DALAM SISTEM POLITIKDEMOKRASI TERPIMPIN D I S U S U N OLEH : KEKUASAAN PRESIDEN DALAM SISTEM POLITIKDEMOKRASI TERPIMPIN 1959-1965 D I S U S U N OLEH : Nama : Nahyatun Nisa Harahap NIM : 050906052 Departemen : Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Drs. P. Anthonius Sitepu,

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH KELAS XI IPA 2011

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH KELAS XI IPA 2011 KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH KELAS XI IPA 2011 Jenis sekolah : SMA/MA Jumlah soal : 55 butir Mata pelajaran : SEJARAH Bentuk soal/tes : Pilihan Ganda/essay Kurikulum : KTSP Alokasi waktu : 90

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 No.1459, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Prajurit TNI. Status Gugur/Tewas. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG STATUS GUGUR ATAU TEWAS BAGI PRAJURIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Politik luar negeri yang dijalankan Indonesia pada hakekatnya diabdikan

BAB I PENDAHULUAN. Politik luar negeri yang dijalankan Indonesia pada hakekatnya diabdikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Politik luar negeri yang dijalankan Indonesia pada hakekatnya diabdikan untuk kepentingan nasional. Pada masa pemerintahan Soekarno, kepentingan nasional utama

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER 145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik

Lebih terperinci

7. Kabinet Karya/Juanda (31 Jul Agt 1955), dibentuk pada saat negara dalam situasi memprihatinkan, dan tidak berdasar atas dukungan dari

7. Kabinet Karya/Juanda (31 Jul Agt 1955), dibentuk pada saat negara dalam situasi memprihatinkan, dan tidak berdasar atas dukungan dari DEMOKRASI LIBERAL Setelah dilaksanakan Konferensi Meja Bundar, Indonesia kembali ke bentuk negara kesatuan, dari RIS menjadi NKRI, dikarenakan bentuk negara federasi atau serikat tidak sesuai dengan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang berambisi untuk menjajah

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. Pemikiran politik modern di Indonesia mulai sejak bangkitnya nasionalisme tahun

1.PENDAHULUAN. Pemikiran politik modern di Indonesia mulai sejak bangkitnya nasionalisme tahun 1 1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemikiran politik modern di Indonesia mulai sejak bangkitnya nasionalisme tahun 1900 yang diawali dengan munculnya sekelompok mahasiswa yang membentuk perkumpulan

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD SEJARAH PERKEMBANGAN UUD [18 Agustus 1945 dan Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959] Dr. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2017 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, Kota Sibolga juga memiliki kapalkapal

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, Kota Sibolga juga memiliki kapalkapal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sibolga merupakan satu kota yang dikenal sebagai Kota Bahari, Sibolga memilki sumber daya kelautan yang sangat besar. Selain pemandangan alamnya yang begitu

Lebih terperinci

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA A. Sidang PPKI 18 19 Agustus 1945 Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 hanya menyatakan Indonesia sudah merdeka dalam artian tidak mengakui lagi bangsa

Lebih terperinci

PENGARUH PERHIMPUNAN INDONESIA TERHADAP PERGERAKAN NASIONAL DI INDONESIA TAHUN SKRIPSI. Oleh. Chita Putri Lustiahayu NIM

PENGARUH PERHIMPUNAN INDONESIA TERHADAP PERGERAKAN NASIONAL DI INDONESIA TAHUN SKRIPSI. Oleh. Chita Putri Lustiahayu NIM PENGARUH PERHIMPUNAN INDONESIA TERHADAP PERGERAKAN NASIONAL DI INDONESIA TAHUN 1908-1928 SKRIPSI Oleh Chita Putri Lustiahayu NIM 090210302024 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

2014 PERKEMBANGAN PT.POS DI KOTA BANDUNG TAHUN

2014 PERKEMBANGAN PT.POS DI KOTA BANDUNG TAHUN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Pada 20 Agustus tahun 1746 oleh Gubernur Jenderal G.W.Baron Van Imhoff mendirikan Kantor Pos dengan tujuan untuk lebih menjamin keamanan surat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian, dimana dalam tinjauan pustaka akan dicari teori atau konsep-konsep

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan suatu gerakan rakyat, yang bersendikan demokrasi terpimpin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia memiliki beberapa lapangan udara yang cukup populer. Lapangan udara tersebut adalah Lapangan Udara Husein Sastranegara di Bandung, Halim

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. TempatPenelitian Penelitian yang berjudul peran liga demokrasi dalam demokrasi terpimpin, menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi

Lebih terperinci

Ini Pantauan CIA Saat Kejadian G30S/PKI

Ini Pantauan CIA Saat Kejadian G30S/PKI Selasa 26 September 2017, 15:58 WIB CIA Pantau PKI Momen Krusial! Ini Pantauan CIA Saat Kejadian G30S/PKI Fitraya Ramadhanny detiknews https://news.detik.com/berita/d-3658975/momen-krusial-ini-pantauan-cia-saat-kejadian-g30spki

Lebih terperinci

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN 1945-1949 K E L O M P O K 1 A Z I Z A T U L M A R A T I ( 1 4 1 4 4 6 0 0 2 0 0 ) D E V I A N A S E T Y A N I N G S I H ( 1 4 1 4 4 6 0 0 2 1 2 ) N U R U L F I T R I A

Lebih terperinci

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN A ZIZATUL MAR ATI ( )

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN A ZIZATUL MAR ATI ( ) PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN 1945-1949 KELOMPOK 1 A ZIZATUL MAR ATI (14144600200) DEVIANA SETYANINGSIH ( 1 4144600212) NURUL FITRIA ( 1 4144600175) A JI SARASWANTO ( 14144600 ) Kembalinya Belanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewan Mahasiswa dan Majelis Mahasiswa merupakan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Dewan Mahasiswa dan Majelis Mahasiswa merupakan lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewan Mahasiswa dan Majelis Mahasiswa merupakan lembaga kemahasiswaan tingkat universitas pertama kali dikenalkan sekitar 1952 pada jamannya Kusnadi Hardjosoemantri

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mengenai dinamika Partai

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mengenai dinamika Partai 148 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mengenai dinamika Partai Masyumi di Jawa Barat periode tahun 1950-1960. Maka penulis dapat menyimpulkan. Pertama,

Lebih terperinci

PEMETAAN STANDAR ISI

PEMETAAN STANDAR ISI PEMETAAN STANDAR ISI MATA PELAJARAN KELAS / SEMESTER : SEJARAH : XII IPS / I STANDART KOMPTENSI KOMPETENSI DASAR THP INDIKATOR THP MATERI POKOK 1. Menganalisis perjuangan 1.1 Menganalisis peristiwa sekitar

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi politik di Pakistan tak pernah jauh dari pemberitaan media internasional, kekacauan politik seolah menjadi citra buruk di mata internasional. Kekacauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendudukan Jepang di tahun Proses pembentukan tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pendudukan Jepang di tahun Proses pembentukan tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses terbentuknya Organisasi Militer di Indonesia, ditandai dengan masa pendudukan Jepang di tahun 1942-1945. Proses pembentukan tersebut terjadi ketika bangsa Jepang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Bahasan utama dalam kesimpulan ini merupakan intisari dari hasil penelitian

Lebih terperinci