VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Konsentrasi BOD dan Pendapatan Per Kapita pada Polusi Air Sungai di Jepang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Konsentrasi BOD dan Pendapatan Per Kapita pada Polusi Air Sungai di Jepang"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Hubungan Konsentrasi BOD dan Pendapatan Per Kapita pada Polusi Air Sungai di Jepang Hubungan antara variabel BOD dengan pendapatan per kapita diperoleh melalui regresi panel data. Regresi tersebut dilakukan dengan estimasi berdasarkan Random Effect Model (REM) dan Fixed Effect Model (FEM) pada spesifikasi model kuadratik dan kubik. Hasil estimasi regresi ditampilkan pada Tabel 6 sedangkan hasil regresi secara lengkap ditampilkan dalam Lampiran Secara keseluruhan, hasil regresi panel data menunjukkan hasil estimasi yang cukup baik dari tanda dan signifikasi koefisien variabel. Seperti dijelaskan sebelumnya, bila, maka variabel tersebut akan signifikan. Dalam tabel 6, variabel yang signifikan pada taraf alfa 5% ditunjukkan dengan tanda *. Untuk model kuadratik, semua variabel pendapatan (Inc dan Inc 2 ) signifikan pada taraf nyata 5% dan tanda sesuai dengan yang diharapkan. Tanda variabel Inc diharapkan bernilai positif dan Inc 2 bernilai negatif sehingga akan terbentuk kurva Kuznet yang berbentuk huruf U terbalik. Model FEM dan REM menunjukkan kurva yang sesuai dengan hipotesis yaitu kurva U terbalik. Tabel 6. Hasil Estimasi Regresi Panel Data Model Hasil Estimasi REM FEM Inc it 5,77 x 10-3 * 6,7 x 10-3 * (7,8880) (9,0347) 2 Inc it -1,25 x 10-6 * -1,3 x 10-6 * Kuadratik (-10,2894) (-10,4610) Popden -6,16 x ,6 x 10-3 * Intercept (-0,0037) (-1,8272) (-5,5756) 0,91 (0,7231) Hausman 77,2136 Test [0,0000] Turning Point 2.308, ,98 R-Square 0,3950 0,8461 Kurva

2 Tabel 6. Lanjutan Model Hasil Estimasi REM FEM Inc it -5,2 x ,01 (-0,9607) (-1,9000) 2 Inc it 2,4 x ,4 x 10-6* (1,3448) (2,4265) 3 Inc it -3,81 x * -5,92 x 10-10* (-2,0523) (-3,1356) Popden -1,5x ,85 x 10-3* Kubik (-0,8594) (-6,2432) Intercept 8,71 18,03* (1,6063) (3,2204) Hausman Test 28,3867 [0,0000] Turning Point Tidak Terdefinisi R-square 0,4123 0,8439 Kurva Sumber: Data diolah Keterangan : Tanda dalam ( ) menyatakan nilai t statistik dan tanda [ ] menyatakan probabilitas Tanda * berarti statistik pada taraf nyata 5% Penentuan model yang terbaik antara FEM dengan REM dilakukan dengan menggunakan Uji Hausman. Probabilitas uji Hausman bernilai 0,0000 dan lebih kecil dari taraf nyata 5%. Hal ini berarti hipotesis nol yang menyatakan bahwa model terbaik adalah model REM akan ditolak. Titik Turning point model kuadratik dicapai pada tingkat pendapatan 2.308,80 (REM), dan 2.608,98 (FEM). Dengan demikian, model yang terbaik untuk spesifikasi kuadratik adalah model FEM dengan turning point pada tingkat pendapatan 2.608,98. Untuk model kubik, variabel pendapatan yang signifikan adalah variabel Inc 2 dan Inc 3 untuk model FEM serta variabel Inc 3 untuk model REM. Untuk semua model, tanda Inc adalah negatif, Inc 2 positif, dan Inc 3 negatif sehingga kurva yang terbentuk adalah kurva berbentuk huruf tilted-s. Hal ini berarti polusi akan menurun pada awal pertumbuhan ekonomi. Setelah mencapai titik turning 40

3 point pendapatan yang pertama, polusi akan meningkat lagi dan menurun setelah turning point yang kedua. Probabilitas uji Hausman menunjukkan nilai 0,0000. Nilai ini juga lebih kecil daripada taraf nyata (5%) sehingga dapat disimpulkan bahwa FEM lebih baik daripada REM. Nilai turning point untuk model REM kubik ternyata tidak terdefenisi karena akar determinan dalam penghitungan turning point bernilai negatif. Oleh karena itu, hasilnya menjadi tidak terdefinisi. Turning point yang pertama untuk model kubik tercapai pada tingkat pendapatan (FEM) dan yang kedua pada tingkat pendapatan (FEM). Oleh karena itu, model yang dapat merepresentasikan model kubik adalah model FEM dengan turning point dan Dari uji sebelumnya, FEM merupakan model yang terbaik di antara yang lainnya. Untuk menguatkan kesimpulan ini, kelayakan model akan ditinjau berdasarkan nilai R 2. Model FEM memiliki nilai R 2 yang paling tinggi, yaitu 84,61% (kuadratik) dan 84,39% (kubik). Sementara itu, untuk model REM, nilai R 2 adalah 39,50% (kuadratik) dan 41,23% (kubik). Oleh karena itu, secara jelas terlihat bahwa model FEM adalah yang terbaik dimana model dapat menjelaskan sekitar 84% keragaman variabel yang dijelaskan yaitu konsentrasi BOD di sungai. Model ini juga memasukkan variabel kepadatan penduduk (Popden) sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada tingkat konsentrasi BOD di perairan. Untuk spesifikasi kuadratik dan kubik, variabel Popden signifikan untuk model FEM, namun tidak signifikan pada model REM. Sementara itu, dari segi tanda, koefisien bernilai negatif untuk model FEM dan REM 41

4 Dari penjelasan sebelumnya diketahui bahwa model FEM merupakan model yang terbaik dimana variabel Popden signifikan tetapi tandanya negatif. Menurut hipotesis, seharusnya peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan meningkatnya konsentrasi BOD yang artinya air sungai semakin terpolusi akibat aktivitas manusia yang meningkat. Oleh karena itu, variabel Popden diharapkan bertanda positif. Penjelasan yang memungkinkan adalah variabel kepadatan penduduk memang signifkan mempengaruhi peningkatan konsentrasi BOD, tetapi peraturan yang tegas dan dan perhatian publik akan kualitas lingkungan berhasil menurunkan konsentrasi limbah di perairan. Survei terhadap konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD) yang juga merupakan salah satu indikator polusi air dari sungai yang bermuara di Tokyo Bay pada tahun 1999 menunjukkan bahwa hampir 70% limbah berasal dari penggunaan domestik. Namun, adanya peraturan tentang drainase menyebabkan jumlah total konsentrasi COD menurun hampir 50% dibandingkan dua puluh tahun sebelumnya. Hal ini ditampilkan dalam Gambar 10. Sumber : Ministry of Land, Infrastructure, Transport, and Tourism (2002) Gambar 10. Proporsi Sumber Polutan Chemical Oxygen Demand (COD) di Tokyo Bay Tahun

5 Faktor penjelas selanjutnya adalah perhatian publik terhadap kualitas lingkungan, misalnya partisipasi dalam kegiatan restorasi sungai. Nakamura (2006) menyatakan bahwa meningkatnya harga minyak pada dekade 1970-an melambatkan pertumbuhan ekonomi Jepang dan masyarakat mulai sadar akan lingkungan yang rusak selama industrialisasi pesat sebelumnya. Dekade 1990-an adalah titik balik perhatian masyarakat dan pemerintah sekaligus sebagai awal dari aktivitas restorasi sungai. Kegiatan terus digencarkan hingga tahun 2011 dan berhasil memulihkan sungai dari berbagai kerusakan seperti penyempitan badan sungai dan perkembangan spesies non native yang sangat pesat. Hal yang menarik dan membedakannya dari proyek serupa di negara lain yang umumnya disponsori oleh Non Government Organization (NGO) internasional yang kuat adalah aktivitas restorasi di Jepang berasal dari inisiatif kelompok masyarakat lokal dan NGO kecil. Walaupun mereka memiliki pengetahuan dan dana yang terbatas, mereka mampu menghubungkan ilmuwan dan pihak yang berwenang untuk merencanakan proyek restorasi yang lebih besar lagi. Pada kenyataannya, masyarakat Jepang menganut paham animisme yang mempercayai bahwa benda alam seperti danau, gunung, dan sungai adalah dewa yang harus dihormati. Model FEM terdiri dari model kubik dan kuadratik. Pemilihan hasil estimasi terbaik akan dilakukan berdasarkan bentuk kurva. Kurva model FEM berbentuk kuadratik berbentuk kurva U terbalik, sedangkan model FEM kubik berbentuk kurva tilted-s. Kurva model FEM kuadratik sudah memenuhi hipotesis kurva Kuznet dimana polusi akan meningkat pada awal pertumbuhan ekonomi dan akhirnya menurun seiring dengan peningkatan pendapatan. Sementara itu, kurva FEM kubik menggambarkan kenyataan sebaliknya. Polusi akan menurun di 43

6 awal sampai titik turning point yang pertama, kemudian meningkat sampai titik turning point yang kedua dan menurun kembali. Ditinjau dari signifikansi variabel, semua variabel model FEM kuadratik signifikan sedangkan terdapat satu variabel FEM kubik yang tidak signifikan sehingga secara jelas terlihat bahwa model FEM kuadratik lebih baik daripada FEM kubik. Walaupun tidak berbeda terlalu signifikan, nilai R 2 FEM kuadratik sedikit (84,61%) lebih tinggi daripada R 2 FEM kubik (84,39%). Oleh karena itu, model yang paling cocok untuk menggambarkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi yang dicerminkan oleh tingkat pendapatan per kapita dan polusi air sungai yang dicerminkan oleh konsentrasi BOD pada sungai di Jepang adalah FEM kuadratik dengan model sebagai berikut. Nilai turning point pendapatan per kapita adalah sebesar 2608,98, sedangkan nilai elastisitas pendapatan per kapita terhadap BOD adalah -0,508. Hal ini berarti apabila pendapatan per kapita meningkat 1%, maka BOD akan menurun sebesar 0,508%. Kurva hipotetikal Kuznet di Jepang ditampilkan dalam Gambar 11. BOD (mg/l) BOD Pendapatan Per Kapita ( 1.000) Sumber : Data Diolah Gambar 11. Kurva Hipotetikal Kuznet Jepang 44

7 Gambar 12 menunjukkan hubungan konsentrasi BOD dan pendapatan per kapita kota Chofu dari tahun 1978 sampai 2004 dengan membandingkan nilai BOD yang sebenarnya dan BOD prediksi dari model FEM kuadratik. Kota Chofu dianggap dapat mewakili kota besar lokasi penelitian karena kota ini terletak di Provinsi Tokyo dan merupakan bagian dari Tokyo Metropolitan Area sebagai pusat perekonomian, industri, dan penduduk di Jepang. Model prediksi BOD ini cukup baik karena dapat mendekati nilai sebenarnya. Model FEM kuadratik menunjukkan bahwa turning point dicapai pada tingkat pendapatan 2.608,98. Dari gambar terlihat bahwa kota Chofu sudah melalui titik ini sehingga sekarang berada pada tahap kedua kurva Kuznet, yaitu peningkatan pendapatan per kapita yang diikuti dengan penurunan konsentrasi BOD. Namun, dalam tahap ini, penurunan BOD cenderung fluktuatif, yaitu menurun, meningkat, menurun,meningkat, dan menurun kembali. BOD (mg/l) BOD Prediksi BOD sebenarnya Pendapatan Per Kapita ( 1.000) Sumber: data diolah Gambar 12. Kurva Hipotetikal Kuznet Kota Chofu, Provinsi Tokyo Untuk lebih memahami dinamika perubahan kualitas air sungai di Jepang, berikut akan dijelaskan data dalam laporan mengenai polusi air sungai yang 45

8 dikeluarkan oleh Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism Japan pada tahun Gambar 13 menunjukkan konsentrasi BOD pada tiga sungai utama di Jepang yaitu Sungai Otagawa yang mengalir di Hiroshima; Sungai Yoshinogawa yang mengalir di Kouchi dan Tokushima; dan Sungai Chikugawa yang mengalir di Kumamoto, Oita, dan Fukuoka. Sementara itu, Gambar 14 menunjukkan konsentrasi BOD sungai yang mengalir di lokasi industri, yaitu Sungai Ayasegawa yang mengalir di Saitama; Sungai Tamagama yang mengalir di Yamanashi, Tokyo, dan Kanagawa; Sungai Tsurumigawa yang mengalir di Tokyo dan Kanagawa; serta Sungai Yamatogawa yang mengalir di Nara dan Osaka. Sumber: Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism Japan (2010) Gambar 13. Konsentrasi BOD Sungai Utama di Jepang Periode Konsentrasi BOD pada sungai utama berfluktuasi dari tahun 1973 sampai dekade 1990-an, namun secara umum menunjukkan kecenderungan yang menurun. Kualitas sungai ini masih dapat dikatakan bagus karena konsentrasi BOD masih berada pada batas ambang yang diijinkan. Konsentrasi tertinggi terdapat di sungai Chikugawa, yaitu sekitar 5,6 mg/l, sedangkan batas ambang BOD adalah kurang dari 1-10 mg/l (Ministry of Environment Japan). 46

9 Sumber: Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism Japan (2010) Gambar 14. Konsentrasi BOD Sungai di Kawasan Industri di Jepang pada Periode Sementara itu, kualitas air sungai yang mengalir di kawasan industri seperti Tokyo, Saitama, Kanagawa dan Osaka sangat buruk karena konsentrasi BOD di perairan jauh lebih tinggi daripada batas ambang yang diperbolehkan (kurang dari 1-10 mg/l). Konsentrasi BOD tertinggi terjadi pada tahun 1973 di sungai Ayasegawa (sekitar 42 mg/l) yang mengalir melalui Saitama dan Tokyo. Dekade 1960-an merupakan masa keemasan bagi perekonomian Jepang karena berhasil bangkit dari kekalahan setelah perang dunia kedua dan menjadi negara dengan GDP terbesar kedua di dunia. Pada saat itu, pemerintah masih terfokus pada upaya membangun perekonomian dengan industrialisasi dengan mengabaikan kualitas lingkungan. Gambar 15 menunjukkan limbah cair yang langsung dibuang ke perairan di Kitakyushu tanpa pengolahan lebih lanjut pada dekade 1960-an. 47

10 Sumber: Ministry of the Environment Japan (2009) Gambar 15. Limbah Industri yang Langsung Dibuang ke Perairan Kitakyushu pada Dekade 1960-an Pertumbuhan ekonomi yang menjadi target utama pemerintah mengakibatkan terjadinya bencana akibat lingkungan yang rusak. Dampak yang besar terhadap masyarakat dan ekosistem menyebabkan pemerintah mulai sadar untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Fokus pembangunan pun mulai diubah dengan membuat faktor lingkungan sebagai pusat sehingga aktivitas ekonomi harus diusahakan agar tidak membahayakan lingkungan. Hal ini sudah digambarkan oleh hasil estimasi regresi panel terhadap data pendapatan per kapita dan konsentrasi BOD yang menunjukkan kurva berbentuk huruf U terbalik. Setelah melalui tingkat pendapatan sebesar 2.608,98, konsentrasi BOD semakin menurun. Bukti pendukungnya adalah data time series tentang konsentrasi BOD sungai utama dan sungai di kawasan industri pada Gambar 12 dan Gambar 13 yang menunjukkan trend yang menurun sepanjang waktu. 6.2 Kondisi Historis Polusi Air dan Peraturan Lingkungan di Jepang Jepang merupakan salah satu negara maju dengan kualitas lingkungan yang baik. Namun, sebelumnya, Jepang juga mengalami kerusakan lingkungan akibat pertumbuhan ekonomi yang sangat intensif. Informasi dari kementerian Lingkungan Jepang menyebutkan bahwa polusi air telah terjadi di Jepang sebelum 48

11 era industrialisasi yaitu pada periode Meiji ( ). Limbah tambang dari perusahaan Ashio Copper Mine dibuang langsung ke sungai Watarase sehingga menimbulkan gangguan kesehatan dan pencemaran lahan sawah di sekitar sungai. Setelah periode Meiji, polusi air terus meningkat dan menyebar ke berbagai wilayah di Jepang seiring dengan dimulainya industrialiasasi. Kekalahan di perang dunia II menjadi momentum bagi Jepang untuk memulihkan kembali perekonomian yang hancur akibat perang melalui industrialisasi. Transisi dari rekonstruksi pasca perang ke era keemasan ekonomi Jepang dimulai sejak dekade 1950an. Jepang berhasil mencapai Gross Domestic Product (GDP) yang melebihi GDP sebelum perang pada tahun Pada awal dekade 1960-an, dalam kondisi politik pasca perang yang masih tidak stabil, Perdana Menteri Hayato Ikeda meluncurkan program Income Doubling Plan dengan target peningkatan pendapatan ril dua kali lipat dalam kurun waktu sepuluh tahun. Rencana ini dinilai tidak realistis karena pendapatan nominal mungkin meningkat tapi inflasi harus dipastikan konstan agar program tersebut terlaksana. Walaupun publik pesimis, pada kenyataannya pendapatan ril meningkat lebih dari dua kali lipat dalam sepuluh tahun. Tingkat pengangguran dapat ditekan hingga tingkat 1,1%-1,3 % kecuali pada tahun 1960 (1,6%). Pada tahun 1968, Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi sehingga tahun 1968 sering disebut golden era dan masa paling penting yang menandai transformasi Jepang menjadi negara modern. GDP Jepang mencapai $ 152 miliar dan menjadi GDP tertinggi kedua di dunia (Hamada, 1996). Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang mencengangkan, permasalahan lingkungan juga meningkat dengan cepat. Sejak dekade 1950-an, 49

12 perekonomian Jepang bertumbuh dengan pesat, tetapi diikuti dengan kerusakan lingkungan. Pada tahun 1955, cemaran limbah merkuri menyebabkan penyakit Minamata di barat daya pulau Kyushu. Setelah itu, kasus minamata kedua terjadi di Sungai Agano, Laut Teluk Jepang. Sungai Jinzu yang juga terletak di sekitar Laut Teluk Jepang juga tercemar Cadmium dan menyebabkan penyakit gatal-gatal (Itai-Itai). Menanggapi dampak bencana lingkungan yang besar bagi masyarakat dan ekosistem, pemerintah mulai mengusahakan upaya untuk mengatasi permasalahan lingkungan. Secara umum. pengaturan polusi air di Jepang dilakukan melalui tiga metode yang diterapkan pada sumber polutan yang dapat diidentifikasi. Metode tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Kontrol terhadap konsentrasi polutan pada limbah cair. 2. Kontrol terhadap konsentrasi polutan di badan air. Standar ini merupakan target wajib kebijakan lingkungan jangka panjang. 3. Kontrol terhadap konsentrasi polutan limbah cair dalam satuan volume. Hal ini diterapkan bila kualitas standar lingkungan tidak dapat dicapai melalui pembatasan konsentrasi polutan. Umumnya, metode ini diterapkan pada badan air yang merupakan menjadi muara bagi polutan dari industri dan rumah tangga dalam jumlah yang besar. Awalnya, kesadaran akan pentingnya membuat peraturan tentang lingkungan dimulai dari pemerintah daerah di pusat industri di wilayah Kanto seperti Tokyo dan Kanagawa. Beberapa pemerintah daerah mulai menerbitkan peraturan lingkungan yang berlaku untuk daerahnya masing-masing. Pemerintah Kota Metropolitan Tokyo mulai mengeluarkan kebijakan pencegahan polusi sejak 50

13 1949, Osaka sejak 1950, Kanagawa sejak 1951, dan Fukuoka sejak Saat itu, masalah lingkungan belum menjadi perhatian pemerintah pusat karena pemerintah pusat masih fokus meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi. Permasalahan lingkungan mulai menjadi perhatian pemerintah pusat sejak tahun 1958 ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengatur kualitas air untuk publik dan limbah perusahaan. Namun, peraturan ini kurang efektif karena pelaksanaannya kurang tegas dan pemberlakuannya hanya terbatas di berbagai lokasi. Kemudian, pada tahun 1967, kontrol sumber polusi mulai diperketat dengan mengeluarkan Basic Law for Environmental Pollution Control. Pada tahun 1970, pemerintah akhirnya mengeluarkan hukum tentang polusi air yang merupakan penggabungan dari berbagai peraturan yang sudah ada sebelumnya. Hukum ini mengatur batas standar limbah cair yang berlaku secara nasional dan dikontrol oleh pemerintah melalui Environmental Agency. Namun, pada dekade 1970-an, kasus polusi air semakin sering terjadi. Industrialisasi intensif di sepanjang Laut Pulau Seto menyebabkan kualitas air memburuk. Pada tahun 1972, terjadi kematian mendadak biota laut dalam jumlah besar akibat pertumbuhan eksposif ganggang merah yang muncul karena tumpahan minyak dari pabrik penyulingan minyak dan kontaminasi Kromium dari sampah industri. Kondisi ini kemudian ditanggapi cepat oleh pemerintah setahun kemudian dengan mengeluarkan Water Pollution Control Law untuk konservasi lingkungan di Laut Pulau Seto dan mendorong pengembangan teknologi yang dapat menghilangkan polutan seperti COD, Nitrogen, dan Phospor pada air limbah. Hukum ini kemudian direvisi pada tahun 1978 untuk mengesahkan pihak yang berwenang untuk membatasi total polutan yang diperbolehkan dibuang ke 51

14 perairan. Sistem ini kemudian dilaksanakan di Teluk Tokyo dan Teluk Ise yang juga mengalami kerusakan lingkungan akibat industrialisasi yang sangat pesat. Selanjutnya, kebijakan perbaikan infrastruktur mulai diarahkan pada sistem suplai air dan pembuangan limbah cair untuk mengontrol polusi air dari perusahaan. Pemerintah pun mengimpor teknologi dari luar negeri yang berkaitan dengan penyaringan air keran, pengolahan limbah cair perusahaan dan kotoran manusia. Namun, di saat yang sama, sektor pendidikan distimulai untuk melakukan penelitian agar teknologi tersebut diproduksi di dalam negeri untuk tujuan komersil. Pada dekade 1990-an, Basic Environment Law disahkan oleh pemerintah untuk mengatur kualitas standar indikator kualitas lingkungan. Pemerintah juga mengeluarkan sejumlah peraturan untuk yang mengatur sumber air minum, konservasi untuk sumber air minum, dan management pengolahan limbah manusia seperti feces dan urine. Pada dekade 2000-an, polusi yang diakibatkan oleh bahan berbahaya menjadi masalah lingkungan yang baru. Oleh karena itu, pemerintah kemudian mengeluarkan peraturan Law Concerning Special Measures against Dioxins dan Soil Contamination Countermeasures Law. Selain itu, terdapat juga sejumlah konvensi internasional yang menjadi dasar bagi pencegahan polusi air di Jepang seperti Konvensi tentang pencegahan polusi di laut dari sampah yang dibuang dari kapal dan pesawat udara. Konvensi ini diratifikasi pada tahun Pada tahun 1983, Jepang juga meratifikasi konvensi internasional tentang pencegahan polusi akibat akitivitas pengoperasian maupun kecelakaan kapal. 52

15 Kualitas standar untuk polusi air diklasifikasikan berdasarkan dampaknya terhadap kesehatan dan komponen lingkungan yang hidup seperti binatang, tumbuhan,dan habitatnya. Polutan yang berpengaruh terhadap kesehatan adalah bahan beracun sepertu logam Merkusi, Arsen, dan Klorin. Sementara itu, polutan yang berpengaruh terhadap komponen lingkungan yang hidup adalah bahan beracun, polusi bahan organik seperti BOD dan COD, dan nutrien seperti Nitrogen dan Phospor. Indikator polusi air yang paling utama adalah konsentrasi Oksigen di perairan yang dapat diukur melalui BOD dan COD. Berkurangnya Oksigen dapat menyebabkan kematian bagi kehidupan di perairan. Komponen penting dalam managemen sumber daya air di Jepang adalah adanya monitoring secara berkala. Kementerian Lingkungan memeriksa kualitas air di permukaan (danau, sungai, dan laut) dan air tanah di sekitar titik. Hal ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik air, trend perubahan kualitas air dalam jangka panjang, dan mendeteksi adanya polusi air sejak dini. Data ini kemudian dianalisis dan dipublikasikan ke website maupun dalam bentuk laporan tahunan yang dapat didistribusikan ke lembaga pemerintah, perusahaan, dan lembaga pendidikan. Peraturan tentang standar konsentrasi polutan yang diperbolehkan berlaku terhadap semua perusahaan yang terdaftar dalam specified fatories karena mengeluarkan emisi dalam jumlah yang besar seperti perusahaan bahan kimia, logam, pengolahan limbah, dan hotel. Specified berarti perusahaan harus memiliki teknologi tertentu untuk mengolah limbah sebelum dibuang ke perairan. Pengawasannya adalah sistem direct penalty yang artinya perusahaan dapat dikenakan sanksi apabila konsentrasi polutan dalam limbah yang dikeluarkan ke 53

16 perairan telah melalui ambang batas. Sistem pengawasan ini dilakukan secara seragam oleh pemerintah pusat (uniform control). Sampai tahun 2005, sebanyak specified factories terdaftar dalam subjek pengawasan pemerintah pusat. Kontrol polusi yang lebih ketat mungkin dilaksanakan di tingkat provinsi yang disesuaikan dengan kondisi wilayah. Oleh karena itu, dalam hal ini dapat dimengerti bahwa pemerintah daerah juga sangat berperan penting dalam menjaga kualitas ambang polutan di daerahnya masing-masing. Pemerintah daerah umumnya bertanggung jawab untuk mengontrol polutan dari perusahaan skala kecil Pelajaran yang Dapat Diambil Indonesia dari Pengalaman Jepang Walaupun pernah mengalami kerusakan lingkungan yang parah sebelumnya, saat ini Jepang telah menjadi negara maju yang modern dengan kualitas lingkungan yang baik. Sementara itu, Indonesia masih berada pada tahap mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebelum menguraikan pelajaran yang dapat diperoleh Indonesia dari pengalaman Jepang yang telah mengalami kerusakan terlebih dahulu, akan dipaparkan kondisi lingkungan Indonesia saat ini. Seperti halnya Jepang pada awal pertumbuhan ekonomi, faktor ekonomi masih diposisikan sebagai target utama yang harus dicapai. Sementara itu, kualitas lingkungan masih cenderung di undervalue. Sebanyak 70% di negara berkembang termasuk Indonesia membuang limbah langsung ke sungai tanpa pengolahan lebih lanjut (WHO, 2012). Ketika lingkungan yang merupakan penyedia input bagi aktivitas ekonomi rusak, aktivitas perekonomian pun menjadi terganggu. 54

17 Kualitas air sungai dapat dilihat dari status mutu air yang merupakan kondisi mutu air yang dibandingkan terhadap baku mutu air. Pada tahun 2008, secara umum status mutu dari beberapa sungai di Indonesia telah tercemar jika dibandingkan dengan kriteria mutu air kelas II. Beberapa di antaranya telah berstatus tercemar berat terutama di sungai Pulau Jawa seperti Kali Angke (Banten), Ciliwung (DKI Jakarta), dan Citarum (Jawa Barat). Sungai seperti Ciliwung merupakan lokasi padat penduduk sehingga berpengaruh juga terhadap banyaknya sampah aktivitas domestik yang dihasilkan. Status mutu beberapa sungai di Indonesia ditampilkan dalam Tabel 7. Tabel 7. Status Mutu Air Sungai Indonesia Tahun 2008 No Provinsi Sungai Jumlah Titik Status 1 NAD Krueng Aceh 6 CB 2 Riau Kampar 10 CB 3 Jambi Batang Hari 12 CS 4 Bengkulu Air Bengkulu 6 CS-CB 5 Sumatera Selatan Musi 8 CB 6 Lampung W.Sekampung 15 CS 7 Bangka Belitung Rangkui 6 CB 8 Banten Kali Angke 6 CB 9 DKI Jakarta Ciliwung 15 CB 10 Jawa Barat Citarum 6 CB 11 Jawa Tengah Progo 6 CS-CB 12 DIY Progo 7 CB 13 Jawa Timur Bengawan Solo 10 CB 14 Bali Tukad Badung 6 CB 15 NTB Jangkok 6 CB 16 Kalimantan Selatan Martapura 6 CB 17 Kalimantan Tengah Kahayan 6 CB 18 Sulawesi Utara Tondano 8 CB 19 Gorontalo Bone 6 CS 20 Sulawesi Selatan Tallo 6 CB 21 Sulawesi Tenggara Konahewa 6 CB 22 Sulawesi Selatan Jeneberang 6 CB 23 Maluku Batu Gajah 3 CB 55

18 Tabel 7. Lanjutan No Provinsi Sungai Jumlah Titik Status 24 Maluku Batu Merah 3 CB 25 Maluku Utara Tabobo 6 CS-CB Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup (2009) Keterangan: CR = Tercemar Ringan CS = Tercemar Sedang CB = Tercemar Berat Sebagai negara tropis dengan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun, yaitu sekitar mm/tahun, seharusnya Indonesia adalah negara yang kaya akan sumberdaya air. Pada kenyataannya, Indonesia saat ini sering mengalami krisis air di musim kemarau dan banjir di musim hujan karena sebanyak 66% air hujan mengalir menjadi air permukaan dan menjadi sumber bencana seperti bajir dan longsor. Ancaman krisis air ini semakin nyata di pusat pertumbuhan ekonomi dan penduduk seperti Pulau Jawa dan Bali. Pada tahun 1930, Pulau Jawa mampu memasok air sebesar m 3 per tahun. Namun, pada tahun 2020, diperkirakan potensi airnya tinggal m 3 per tahun dimana hanya 35% yang layak dikelola secara ekonomis (Kementerian Lingkungan Hidup, 2011). Secara ekonomi, budaya, maupun struktur sosial masyarakat, kondisi Jepang dan Indonesia memang berbeda. Jepang memiliki pendapatan yang cukup untuk berinvestasi pada infrastruktur manajemen sumber daya air, kesadaran publik terhadap lingkungan yang tinggi, dan kesiapan menghadapi bencana yang baik. Penduduk di Jepang tidak terbiasa membuang sampah langsung ke sungai karena nilai untuk melestarikan sungai sudah terinternalisasi ke dalam budaya hidup masyarakat yang mempercayai bahwa benda mati seperti sungai, danau, dan laut adalah dewa yang harus dihormati. Walaupun demikian, ada beberapa pelajaran yang dapat diambil oleh Indonesia dari pengalaman Jepang yang telah 56

19 terlebih dahulu mengalami kerusakan lingkungan. Hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut. Pertama, penguatan lembaga pemerintah di tingkat daerah terutama yang mengalami dampak kerusakan lingkungan. Pemerintah pusat memiliki tanggung jawab yang kompleks dan pada umumnya pemerintah pusat fokus pada upaya mencapai pertumbuhan ekonomi. Pengaturan tentang polusi air di Jepang juga diawali pemerintah daerah Kanagawa, Tokyo, dan Osaka. Di Indonesia, pemerintah daerah telah diberikan wewengan yang lebih banyak melalui Otonomi Daerah. Pemerintah daerah seharusnya memberikan ijin yang lebih ketat terhadap perusahaan yang ingin mendirikan ijin usaha untuk memastikan bahwa usaha aktivitas tersebut tidak merusak lingkungan. Dalam hal ini, peran pemerintah sangatlah krusial untuk menentukan arah pertumbuhan ekonomi yang memperhatikan kelestarian lingkungan. Kedua adalah penggunaan teknologi baik dalam mengelola limbah agar aman dibuang ke lingkungan maupun mendaur ulang air. Teknologi sangat penting peranannya karena jumlah limbah sudah tidak sebanding dengan kemampuan alam untuk menguraikannya secara alami. Pada awalnya, Jepang belum memiliki teknologi pengolahan air sehingga mereka harus mengimpor dari luar negeri. Semua industri kemudian diwajibkan untuk mengolah limbah sampai kadar polutannya tidak berbahaya bagi lingkungan. Pemerintah daerah juga menggunakan teknologi untuk mengelola limbah domestik dan mendaur ulang pemakaian air bekas seperti mencuci dan mandi. Di saat yang sama, pemerintah mendorong pendidikan untuk menghasilkan teknologi sehingga akhirnya Jepang mampu memproduksi 57

20 kebutuhan dalam negeri. Pada akhirnya, industri teknologi pengolahan air menjadi industri utama di Jepang dan mampu mengekspor ke luar negeri. Jadi, dalam hal ini Jepang mampu menggunakan tantangan sebagai salah satu kesempatan untuk membuka peluang bisnis yang baru melalui riset dan pengembangan di dunia pendidikan. Selain itu, Jepang juga percaya dan mencintai produk dalam negeri. Nilai seperti ini yang perlu diinternalisasikan kepada masyarakat Indonesia. Ketiga adalah penegakan hukum yang tegas. Negara Jepang terbukti melakukan pengawasan rutin dan menindak pelanggar dengan tegas. Hal ini terbukti dari data yang menyatakan bahwa pada awal dekade 2000-an, total buangan limbah sudah menurun hampir 50% bila dibandingkan dua puluh tahun sebelumnya (Ministry of Land, Infrastructure, Transport, and Tourism Japan, 2002) Seperti telah dijelaskan sebelumnya. Ketegasan hukum yang berlaku bagi semua orang harus diupayakan di Indonesia agar Indonesia dapat mengalami pertumbuhan ekonomi dari potensi sumber daya alam yang sangat kaya. Hal yang terakhir adalah upaya mengembangkan sektor ekonomi tersier di Indonesia. Industri primer dan sekunder seperti pertanian, pertambangan, manufaktur, dan konstruksi membutuhkan banyak input material sehingga tekanan lingkungan untuk menyediakan input juga meningkat. Semakin banyak input semakin banyak juga limbah yang dihasilkan dan efek negatif terhadap lingkungan apalagi bila limbah tidak ditangani dengan baik. Sementara itu, industri tersier seperti industri berbasis jasa, informasi, dan komunikasi membutuhkan teknologi dan kemampuan sumber daya manusia, tetapi dapat mengurangi penggunaan input material. 58

21 Pada kenyataannya, Indonesia adalah negara pertanian dan kaya akan sumber daya alam seperti tambang. Sumber daya yang melimpah ini dapat menjadi menjadi sumber bencana apabila tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, kegiatan sektor primer dan sekunder harus diupayakan agar tidak merusak lingkungan sambil mengupayakan pertumbuhan sektor sekunder. Transisi ekonomi terbukti menjadi salah satu faktor yang dapat menjelaskan perbaikan kualitas lingkungan di negara maju (Dinda, 2000). Pada penjelasan sebelumnya disebutkan bahwa untuk tahun 2008, industri tersier di Tokyo bertumbuh positif, sedangkan industri sekunder dan primer mengalami pertumbuhan negatif. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia diharapkan dapat mendorong dan memfasilitasi para ilmuwan Indonesia yang tersebar di berbagai negara untuk bekerja sama dalam mengupayakan pertumbuhan sektor ekonomi tersier sambil mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi primer dan sekunder yang berwawasan lingkungan. 59

I. PENDAHULUAN. peningkatan yang sangat pesat. Data survei resmi United Nation dalam The 2010

I. PENDAHULUAN. peningkatan yang sangat pesat. Data survei resmi United Nation dalam The 2010 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pertumbuhan penduduk dunia menunjukkan trend peningkatan yang sangat pesat. Data survei resmi United Nation dalam The 2010 Revision 1 mengestimasi bahwa jumlah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan melalui studi literatur dan pengumpulan data sekunder dari sebelas kota besar di wilayah Kanto. Lokasi ini dipilih karena Kanto terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Northeast Georgia Regional Development Center (1999) menjelaskan beberapa. indikator pencemaran sungai sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Northeast Georgia Regional Development Center (1999) menjelaskan beberapa. indikator pencemaran sungai sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Indikator Kerusakan Lingkungan Sungai Kualitas air sungai tergantung pada komponen penyusun sungai dan komponen yang berasal luar, seperti pemukiman dan industri. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Sungai Ara, dan Sungai Tone. Peta wilayah Kanto diberikan dalam Gambar 5.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Sungai Ara, dan Sungai Tone. Peta wilayah Kanto diberikan dalam Gambar 5. V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kanto adalah wilayah geografis yang terletak di sebelah tenggara Pulau Hoshu yang meliput provinsi Gunma, Tochigi, Ibaraki, Saitama, Tokyo, Chiba, dan Kanagawa. Di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mesin penggerak pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. mesin penggerak pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan kerja, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industrialisasi berperan penting dalam pembangunan di Indonesia sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan kerja, dan kemajuan teknologi. Dalam

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang beraneka ragam, yang membentang di sepanjang Teluk Lampung dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Istilah

Lebih terperinci

ANALISIS EMPIRIS KURVA LINGKUNGAN KUZNET PADA POLUSI AIR SUNGAI DI JEPANG ELLEN PAULINA HUTAGAOL

ANALISIS EMPIRIS KURVA LINGKUNGAN KUZNET PADA POLUSI AIR SUNGAI DI JEPANG ELLEN PAULINA HUTAGAOL ANALISIS EMPIRIS KURVA LINGKUNGAN KUZNET PADA POLUSI AIR SUNGAI DI JEPANG ELLEN PAULINA HUTAGAOL DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur,

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, BAB III METODELOGI PENELTIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini meliputi seluruh wilayah atau 33 provinsi yang ada di Indonesia, meliputi : Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografis Negara Indonesia Penulis menyajikan gambaran umum yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi di 33 provinsi Indonesia. Sumber : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan zaman, membuat masyarakat terpacu memberikan kontribusi untuk membangun. Pembangunan yang terjadi tidak hanya dari satu sektor, tetapi banyak

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji heteroskedastisitas Berdasarkan hasil Uji Park, nilai probabilitas dari semua variable independen tidak signifikan pada tingkat 5 %. Keadaan

Lebih terperinci

KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP. Kementerian Lingkungan Hidup Salatiga, 31 Mei 2012

KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP. Kementerian Lingkungan Hidup Salatiga, 31 Mei 2012 LOGO KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup Salatiga, 31 Mei 2012 UUD 1945 Dasar Hukum Perlindungan dan Pengelolaan LH Pasal 28H ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup. Maka, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi global lebih dari 12 tahun yang lalu telah mengakibatkan lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan hanya dengan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara sedang berkembang, pada umumnya memiliki sumber daya manusia (SDM) yang melimpah namun dengan kualitas yang masih tergolong rendah. Hal ini tentu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu komponen sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko mudah tercemar,

Lebih terperinci

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. ANALISIS BENCANA DI INDONESIA BERDASARKAN DATA BNPB MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DATA MINING MAHESA KURNIAWAN 54412387 Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. Bencana merupakan peristiwa yang dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari daerah tangkapannya sedangkan kualitas pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah sirkuler. Perubahan pada lingkungan pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Istilah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Siborongborong, Penulis, Abdiel P. Manullang

Kata Pengantar. Siborongborong, Penulis, Abdiel P. Manullang Kata Pengantar Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena dengan Rahamat-Nya lah penulis telah dapat menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini secara khusus penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanasebelumnya Indonesia dikenal dengan negara agraris, kini Indonesia mulai

BAB I PENDAHULUAN. dimanasebelumnya Indonesia dikenal dengan negara agraris, kini Indonesia mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakansalah satu negara yang kaya akansumberdayaalamnya, dimanasebelumnya Indonesia dikenal dengan negara agraris, kini Indonesia mulai memperbanyak kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesatnya perkembangan zaman membuat masyarakat terpacu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesatnya perkembangan zaman membuat masyarakat terpacu memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan zaman membuat masyarakat terpacu memberikan kontribusi untuk membangun. Pembangunan yang terjadi tidak hanya dari satu sektor, tetapi banyak sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi menimbulkan permasalahan bagi kelestarian lingkungan hidup. Aktivitas manusia dengan berbagai fasilitas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi Fungsi Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri Terhadap Emisi Gas Rumah Kaca

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi Fungsi Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri Terhadap Emisi Gas Rumah Kaca 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Estimasi Fungsi Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri Terhadap Emisi Gas Rumah Kaca Dalam penelitian ini berusaha untuk menganalisis 6 buah model

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks

Lebih terperinci

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 1 PETA KABUPATEN/KOTA KALIMANTAN TIMUR Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 2 BAB 1. PENDAHULUAN Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan propinsi terluas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 72 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Parsial DKI Jakarta dan Luar DKI Jakarta Sebelum Otonomi Deaerah Berdasarkan Pendekatan Klassen Typology Pada bagian ini akan diuraikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan produksi primer, kegiatan produksi sekunder, dan kegiatan produksi tersier. Industri merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada

BAB I PENDAHULUAN. antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah sebuah proses terciptanya kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada dapat dikelola untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dan teralokasi ke tingkat daerah. Keseimbangan antardaerah terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dan teralokasi ke tingkat daerah. Keseimbangan antardaerah terutama dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian yang integral dalam pembangunan nasional, karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan teralokasi

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN LINGKUNGAN

BAB 3 TINJAUAN LINGKUNGAN BAB 3 TINJAUAN LINGKUNGAN A. KARAKTERISTIK LINGKUNGAN DI SEKITAR LOKASI PROYEK 1. Teluk Kendari Kota Kendari memiliki area perairan teluk yang cukup luas. Kawasan teluk Kendari yang berada di ibu kota

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Kawasan Hutan Total No Penutupan Lahan Hutan Tetap APL HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disempurnakan dan diganti dengan Undang Undang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada

Lebih terperinci

memenuhi kebutuhan manusia yang terus meningkat.

memenuhi kebutuhan manusia yang terus meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan sumber daya alam untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Permasalahan lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang harus kita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Permasalahan lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang harus kita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang harus kita pikirkan bersama mengingat dampak yang buruk dari pengelolaan lingkungan. Sebagaimana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam merupakan salah satu kekayaan alam yang harus tetap dijaga kelestariannya. Saat ini banyak daerah yang memanfaatkan sumber daya alamnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan setiap individu. Pangan merupakan sumber energi untuk memulai segala aktivitas. Menurut Undang-Undang No.18 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya gangguan terhadap kesehatan masyarakat (Sumantri, 2015). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya gangguan terhadap kesehatan masyarakat (Sumantri, 2015). Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan merupakan masalah yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan terhadap kesehatan masyarakat (Sumantri, 2015). Salah satu penyebab pencemaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada industrialisasi. Sektor industri makin berperan sangat strategis sebagai motor penggerak pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap kebutuhannya, tidak hanya untuk makan minum melainkan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. setiap kebutuhannya, tidak hanya untuk makan minum melainkan menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu sumber daya alam yang penting bagi manusia. Telah ratusan bahkan jutaan tahun lamanya manusia sudah mulai memanfaatkan air dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia tahun 2010-2014. Alat analisis yang digunakan adalah data panel dengan model

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dari segi manfaat maupun penggunaannya. Hal ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. baik dari segi manfaat maupun penggunaannya. Hal ini dapat dilihat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air atau sungai dapat menjadi sumber malapetaka apabila tidak di jaga, baik dari segi manfaat maupun penggunaannya. Hal ini dapat dilihat sebagaimana yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

ditemukan bahwa konsentrasi PM 2.5 tertinggi di Jepang terjadi di kota Ichihara yang telah mencapai jumlah konsentrasi 127 mikrogram permeter kubik. P

ditemukan bahwa konsentrasi PM 2.5 tertinggi di Jepang terjadi di kota Ichihara yang telah mencapai jumlah konsentrasi 127 mikrogram permeter kubik. P BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Peningkatan polusi udara Tiongkok yang terjadi pada tahun 2013 ditandai dengan tebalnya kabut asap yang terjadi di Beijing. Peningkatan polusi udara tersebut terjadi diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas perairan sungai sangat tergantung dari aktivitas yang ada pada daerah alirannya. Berbagai aktivitas baik domestik maupun kegiatan Industri akan berpengaruh

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 2 BPS PROVINSI DI YOGYAKARTA No 46/08/34/ThXIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2017 TUMBUH 5,17 PERSEN LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT PADA TRIWULAN IV 2015 TUMBUH 11,98 PERSEN Sampai dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Nilai konsumsi rumah tangga perkapita Aceh meningkat sebesar 3,17 juta rupiah selama kurun waktu lima tahun, dari 12,87 juta rupiah di tahun 2011 menjadi 16,04 juta

Lebih terperinci

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi. MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Desa Hijau Untuk Indonesia Hijau dan Sehat Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, luas daratan memang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, luas daratan memang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, luas daratan memang lebih kecil dibandingkan dengan luas lautan. Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 35-39 Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang metodologi yang digunakan dalam studi ini, yang terdiri dari spesifikasi model, definisi operasional variabel, data dan sumber data, serta metode

Lebih terperinci