BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gizi kurang diperkirakan sebagai penyebab dari 45% kematian anak. Anak dengan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi kurang pada anak masih menjadi masalah kesehatan serius dihadapi dunia saat ini. World Health Organitation (2014) menyebutkan bahwa gizi kurang diperkirakan sebagai penyebab dari 45% kematian anak. Anak status gizi sangat pendek beresiko mengalami kematian empat kali lebih besar, anak status sangat kurus memiliki resiko kematian sembilan kali lebih besar (Black et al, 2008 dalam Unicef, 2013). Menurut Global Nutrition Report (International Food Policy Research, 2015), hampir setiap negara mempunyai masalah gizi kurang. Prevalensi gizi kurang di Indonesia masih menunjukan angka kejadian tinggi, terutama untuk status pendek kurus. Indonesia merupakan satu dari 36 negara sebagai sumber dari 90% kejadian status pendek pada anak di dunia (Blaney, Februhartanty, & Sukotjo, 2015). Secara nasional, pada tahun 2013 prevalensi gizi kurang di Indonesia mengalami dibanding Dari total 82,6 juta balita terdapat 37,2% balita pendek; 19,65% berat kurang; 12,1% terkategori kurus (Riskesdas, 2013). Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi prevalensi gizi kurangnya tinggi, dimana status pendek berat kurang berada di atas angka prevalensi nasional. Tercatat 42,6% kasus pendek; 23,9% kasus berat kurang; 11,4% balita mengalami kurus (Kementrian Kesehatan RI, 2013). 1

2 2 Gizi kurang paling berisiko ketika terjadi pada masa dua tahun pertama usia anak, merupakan masa dimana anak mengalami perkembangan otak pertumbuhan linear pesat (IDAI, 2015). Kekurangan nutrisi selama masa ini memiliki efek jangka pendek panjang berupa timbulnya penyakit, gangguan fungsi kognitif, psikologis tumbuh kembang anak serta mempengaruhi kualitas hidupnya setelah dewasa. Bahkan, kekurangan gizi dapat membuat anak, keluarga, masyarakat bangsa terperangkap dalam siklus gizi buruk, penyakit kemiskinan antargenerasi (Ghosh et al, 2015; Casale et al, 2014; UNICEF, 2013; Black et al., 2008). Kasus gizi kurang pada anak seringnya dikaitkan keterbatasan akses ke pangan, pendapatan keluarga, ataupun status sosioekonomi keluarga rendah (Wong et al, 2014; UNICEF Indonesia, 2012). Meskipun faktor sosial ekonomi keluarga merupakan prediktor terjadinya gizi kurang pada anak, dalam beberapa ditemukan bahwa gizi kurang anak juga dapat terjadi pada keluarga status sosial ekonomi baik. Bahkan, pendapatan keluarga bisa jadi tidak memiliki keterkaitan menurunnya kejadian gizi kurang pada anak (Subramanyam et al, 2011). Bukti menunjukan bahwa ketersedian pangan bukan merupakan penyebab utama gizi kurang di Indonesia. Banyak kasus gizi kurang juga ditemukan pada anak dari dua kuantil kekayaan tertinggi (UNICEF Indonesia, 2012). Asupan nutrisi penyakit dipengaruhi oleh makan dilakukan ibu/pengasuh merupakan faktor berhubungan langsung masalah gizi kurang pada anak (Menon et al., 2015; UNICEF, 2013).

3 3 Kebanyakan gizi kurang anak terjadi pada periode usia MP ASI (IDAI, 2015). Masalah makan pada periode tersebut berkaitan gizi kurang diantaranya: waktu MP-ASI tidak tepat (Menon et al., 2015); durasi ASI kurang dari dua tahun; asupan energi MP-ASI keragaman makanan tidak adekuat (Zhou et al., 2012; Bukania, 2014; Susilowati et al, 2010); frekuensi makan (Tessema, Belachew, & Ersino, 2013), sanitasi kebersihan (Lin et al., 2013), serta makan responsif (Bentley, Wasser, & Creed- Kanashiro, 2011). WHO merekomendasikan makan pada anak meliputi ASI eksklusif hingga usia enam bulan; ASI dipertahankan hingga usia 2 tahun; makanan pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat waktu, adekuat kandungan nutrisinya, aman higienis, serta diberikan cara tepat (WHO, 2013; WHO & UNICEF, 2003). Pemberian MP ASI cara tepat dilakukan melalui makan secara responsif oleh ibu/pengasuh (responsive feeding), makan selama setelah sakit, memperhatikan prinsip aturan makan (feeding rules) bagi anak (WHO&UNICEF, 2003; IDAI 2015). Informasi tersedia mengindikasi bahwa makan pada anak-anak di Indonesia terjadi secara tidak optimal. Hanya terdapat sekitar 34% anak diberi ASI 43% anak non-asi diberi makan berdasarkan rekomendasi WHO (Blaney et al., 2015). Presentasi anak usia 0-23 bulan menerima diet minimum sebesar 34%, mendapatkan keragaman makanan minimum sebesar 58% (Chaparro, Oot, & Sethuraman, 2014). oleh Blaney et al., (2015) menyebutkan bahwa hanya terdapat 30% ibu atau

4 4 pengasuh melakukan makan secara aktif responsif pada anak, perilaku kebersihan ditunjukan oleh 50% ibu atau pengasuh, serta hanya 18% anak penyakit diare mendapatkan asupan makanan sesuai. Praktek MP-ASI juga terjadi tidak optimal pada anak sakit mengalami kurang gizi. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan untuk mengoptimalkan makan oleh ibu/pengasuh, terutama jika masalahnya berhubungan kurangnya informasi atau penetahuan ibu serta kepercayaan ibu untuk dapat melakukan optimal (Sunguya et al., 2013; Casanovas et al., 2013; Lutter et al., 2013). Dalam oleh Blaney et al (2015) disebutkan hanya sebagian ibu/pengasuh di Indonesia memiliki pengetahuan tepat terkait cara makan anak. Walaupun sebagian besar dari mereka memiliki sikap baik, namun kurang percaya diri untuk dapat mengadopsi makan sesuai. Kepercayaan ibu kemampuannya dalam mengatur melaksanakan makan untuk meningkatkan nutrisi anak disebut sebagai efikasi diri. Tingginya efikasi diri dapat mendukung perilaku ibu untuk melakukan tindakan dalam mencapai diinginkan (Alligood, 2014; Peterson & Bredow, 2004), dalam hal ini adalah makan optimal untuk mendukung nutrisi anak. Beberapa menunjukan aya hubungan antara efikasi diri orang tua perilaku kesehatan bagi anaknya (Grossklaus & Marvicsin, 2014), termasuk efikasi diri menyusui (Kamran, et al., 2012). Namun, masih sedikit membahas efikasi diri dalam makan khususnya pada periode MP-ASI.

5 5 Efikasi diri dapat didukung informasi atau pendidikan kesehatan. oleh Kamran, et al (2012) menunjukan aya skor efikasi diri menyusui setelah diberikan menyusui. Sary (2013) dalam nya juga menyebutkan efektivitas face to face group diabetes self management education program (DSMEP) dalam meningkatkan efikasi diri penderita DM tipe 2. lainnya juga menyebutkan pengaruh signifikan penggunaan multimedia pengetahuan efikasi diri orang tua dalam merawat anak asma (Zarei et al, 2014). Bukti menunjukan bahwa pendidikan kesehatan dapat mendukung makan optimal pada anak (Kamran et al., 2012; Sunguya et al., 2013). Intervensi dilakukan kebanyakan ditujukan bagi balita sehat, namun tersebut pada dasarnya dapat pula ditujukan sebagai upaya preventif sekunder rehabilitatif bagi anak gizi kurang (Ashworth & Ferguson, 2008). WHO (2013) menyebutkan bahwa pendidikan kesehatan makan dapat dilakukan dalam mencegah sekaligus sebagai manajemen anak gizi kurang (WHO, 2013). Edukasi akan mendukung ketepatan MP-ASI, keamanan, kualitas makanan diberikan ibu pada anak sebagai upaya perbaikan gizi kurang (Bhutta et al., 2013; Imdad, Yakoob, & Bhutta, 2011). Data Dinas Kesehatan Kota Kendari (2015) menunjukan bahwa pada tahun 2014 tercatat sebanyak 673 balita berat kurang (BB/U), balita status pendek (PB/U), 490 balita kondisi kurus (BB/PB). Puskesmas Puuwatu memiliki sebaran kasus malnutrisi tinggi pada ketiga kategori tersebut. Berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara (2012; 2014), salah satu penyebab langsung dari prevalensi gizi kurang di Kota

6 6 Kendari ialah asupan nutrisi anak rendah. Kondisi kebersihan, sanitasi, pola asuh, termasuk di dalamnya makan anak merupakan penyebab tidak langsung dari kondisi gizi kurang tersebut, disamping aya faktor daya beli akses ke pelayanan kesehatan rendah. Berdasarkan informasi dari petugas Puskesmas, pelaksanaan makan masih bersifat insidental. Petugas kesehatan mengatakan masih sangat dibutuhkannya pendidikan kesehatan efektif untuk mendukung nutrisi anak. Para ibu belum begitu mengetahui kualitas kuantitas MP-ASI memenuhi kebutuhan nutrisi anaknya terutama dalam manajemen anak gizi kurang makan optimal. Peningkatan pengetahuan melalui pendidikan kesehatan diharapkan dapat menjadi salah satu efektif dalam meningkatkan efikasi diri ibu makan pada anak gizi kurang. B. Rumusan Masalah Masalah peneliitian dirumuskan, yaitu: bagaimanakan pengaruh pendidikan kesehatan efikasi diri Ibu perilaku makan anak gizi kurang usia 6 24 bulan di Kendari? C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan makan efikasi diri Ibu perilaku makan anak gizi kurang usia 6 24 bulan di Kendari.

7 7 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui perbedaan efikasi diri Ibu sebelum setelah diberikan pendidikan kesehatan b. Mengetahui perbedaan perilaku makan anak gizi kurang usia 6-24 bulan sebelum setelah diberikan pendidikan kesehatan c. Mengetahui hubungan variabel lainnya perubahan efikasi diri Ibu maupun perubahan perilaku makan pada anak D. Manfaat 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Diharapkan dapat mengebangkan ilmu pengetahuan terkait upaya promotif, preventif, rehabilitatif perbaikan status gizi anak melalui makan optimal, serta informasi pentingnya upaya pendidikan kesehatan dalam manajemen anak gizi kurang. 2. Bagi Masyarakat Hasil diharapkan dapat menjadi sumber untuk meningkatkan efikasi diri ibu/ pengasuh pedoman dalam melakukan makan optimal pada anak usia 6-24 bulan, sebagai upaya dalam mendukung nutrisi anaknya. 3. Bagi Kader Petugas Kesehatan Meningkatkan wawasan terkait rekomendasi makan optimal bagi anak meningkatkan kemampuan dalam melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

8 8 4. Bagi Peneliti Diharapkan dapat meningkatkan wawasan terkait peran pendidikan kesehatan makan anak efikasi diri ibu sehingga mampu mengaplikasikan hasil baik mengembangkan untuk berikutnya. E. Keaslian Peneliti, Tahun, Judul Aboud, Shafique, & Akhter, (2009) A responsive feeding intervention increases children's self-feeding and maternal responsivene ss but not weight gain. Tabel 1.1 Keaslian Tujuan Metode Hasil Mengetahui manfaat pelatihan oleh peer educator makan secara responsif perilaku res-ponsif ibu self feeding anak; serta pegetahuan mencuci tangan Cluster randomize d field trial desa tempat tinggal ibu sebagai unit cluster untuk menentuka n Terdapat perilaku self feeding anak perilaku responsif ibu, namun tidak terjadi berat ba anak terdapat pada sekunder, dilakukan berupa kepada ibu terdapat pada lain yaitu terkait self feeding anak, subjek merupakan balita sehat, tempat, serta metode cluster rendomized field trial Zhang et al., (2013) Effectiveness of an educational intervention to improve Mengetahui efektivitas makan oleh Cluster randomized contolled trial, merekrut bayi usia Kelompok memperoleh tingkat pengetahuan lebih baik terkait pada pendidikan kesehatan terdapat pada lainnya terkait pertumbuhan anak, subjek

9 9 Peneliti, Tahun, Judul child feeding practices and growth in rural China: updated results at 18 months of age. Kamran, et al. (2012). Effectiveness of breastfeeding education on the weight of child and self-efficacy of mothers Roy et al., (2005). Intensive nutrition education with or without supplementary feeding improves the nutritional status of moderately Tujuan Metode Hasil pengasuh pertumbuha n anak Mengetahui efektivitas menyusui penambaha n berat ba anak efikasi diri ibu Untuk mengetahui efikasi atau tanpa makanan suplemen dalam menurunkan keparahan status gizi 2-4 bulan di followup pada usia 6, 9, 12, 18 bulan Mengguna kan desain quasi experimen tal pre test and post test control group design Mengguna kan metode prospective randomized trial dua ( ; MP ASI signifikan nilai ICFI (infant and child feeding index) Aya pengetahuan, sikap, perilaku, efikasi diri menyusui; Ratarata berat ba anak ASI eksklusif lebih tinggi dibanding kontrol Kelompok perlakuan (baik mendapat nutrisi makanan suplemen maupun hanya mendapatkan nutrisi) menunjukan signifikan makan, salah satu terkait makan terletak pada desain digunakan, berupa pendidikan kesehatan, salah satu efikasi diri terletak pada subjek yaitu anak gizi kurang, salah satu perilaku ibu, salah satu adalah balita sehat, desain, tempat, instrumen pengukuran makan ICFI. terdapat pada lainnya terkait penambahan berat ba anak, subjek adalah balita sehat, tempat, menyusui. materi terletak pada desain randomized trial, salah satu juga memberikan makanan suplemen,

10 10 Peneliti, Tahun, Judul malnourished children in Bangladesh. Khan,et al. (2013) A Nutrition Education Intervention to Combat Undernutrition: Experience from a Developing Country Tujuan Metode Hasil kurang anak, perubahan perilaku ibu terkait makan, perawatan, pencarian layanan kesehatan Mengetahui pengaruh dalam menurunkan tingkat keparahan status kurus anak (-2 Z score BB menurut TB) perubahan makan oleh pengasuh + makanan suplemen) pretest post test design tanpa kontrol. Edukasi diberikan dalam didasarkan pada hasil pengukura n status nutrisi anak berdsarkan antropoemetri 24-hour dietary recall. status nutrisinya makan (frekuensi makan, makanan rumahan, penggunaan alat makan mandiri oleh anak) Setelah konseling nutrisi, terjadi status gizi anak makan terkait frekuensi makan, kepadatan energi, asupan zat gizi nutrisi pada desain, diberikan, subjek berstatus gizi kurang, salah satu terkait makan oleh ibu. utama terkait status gzi, tempat. terletak pada usia subjek yaitu 6 bulan 8 tahun, utama terkait status gizi, serta tempat dilakukannya. Darwati et al., (2014) Pengaruh konseling feeding rules stimulasi Mengetahui pengaruh (konseling gizi metode feeding rules Quasi experimen tal pre post test tanpa kontrol Terdapat perbedaan bermakna skor WAZ, HAZ, WHZ, serta skor KPSP anak sebelum sesudah terletak pada metode one group design, usia terdapat pada penelitan terkait status gizi perkembanga n, materi

11 11 Peneliti, Tahun, Judul status gizi perkembangan anak di posyandu kabupaten Jayapura Tujuan Metode Hasil stimulasi) status gizi perkembang an anak dilakukan pada anak usia 6-24 bulan kesulitan makan. subjek 6-24 bulan, oleh kader terlatih berupa konseling feeding rules, tempat.