EVALUASI GENETIK DAYA HASIL DAN SIFAT PENTING LAINNYA PADA JARAK PAGAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI GENETIK DAYA HASIL DAN SIFAT PENTING LAINNYA PADA JARAK PAGAR"

Transkripsi

1 EVALUASI GENETIK DAYA HASIL DAN SIFAT PENTING LAINNYA PADA JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) UNTUK MENDUKUNG PERAKITAN VARIETAS BARU BERDAYA HASIL TINGGI RR SRI HARTATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2

3 EVALUASI GENETIK DAYA HASIL DAN SIFAT PENTING LAINNYA PADA JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) UNTUK MENDUKUNG PERAKITAN VARIETAS BARU BERDAYA HASIL TINGGI RR SRI HARTATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

4

5 EVALUASI GENETIK DAYA HASIL DAN SIFAT PENTING LAINNYA PADA JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) UNTUK MENDUKUNG PERAKITAN VARIETAS BARU BERDAYA HASIL TINGGI RR SRI HARTATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

6

7 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Evaluasi Genetik Daya Hasil dan Sifat Penting Lainnya pada Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Mendukung Perakitan Varietas Baru Berdaya Hasil Tinggi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di setiap bagian akhir bab dari disertasi ini. Bogor, Mei 2011 Rr. Sri Hartati NIM. A

8

9 ABSTRACT RR SRI HARTATI. Genetic Evaluation of Yield Potential and Other Important Characters in Physic nut (Jatropha curcas L.) to Support High Yielding Variety Development. Under supervision of SUDARSONO, ASEP SETIAWAN, and BAMBANG HELIYANTO. To develop high yielding varieties of physic nut (Jatropha curcas L.), an important oil producing crop needed to support development of renewable energy resources program in Indonesia requires genetic evaluation of the germplasm. The collected genetic data are important for designing the appropriate Jatropha breeding program. The objectives of this research were to evaluate: 1) morphological and yield potential performances of selected J. curcas genotypes, 2) genetic variance and heritabilities of important characters and their correlation with yield, 3) combining ability of selected genotypes and their heterotic values, 4) existence of inbreeding and outbreeding depression, and 5) inheritance of hermaphrodite flower characters of monoecious and tri-monoecious parent types. Results of the experiment indicated that 60 J. curcas genotypes evaluated exhibited a wide variation in number of branches, days to flowering, number of inflorescences, bunches, fruits and nuts per plant. Number of branches, inflorescences and bunches were positively correlated with number of fruits and nuts per plant while days to flowering was negatively correlated with all generative characters. The ten selected genotypes exhibited high phenotypic variation in number of branches, days to flowering, number of inflorescences, bunches and fruits. The coefficient of variation (CV) for all of these characters were generally > 20 %. Days to flowering, number of inflorescences, bunches and fruits exhibited wide genotypic variation with genetic variability coefficients (GVC) as high as 21,89; 29,77; 32,08; and 33,75, respectively. They also showed a wide genetic variability ( 2 g > 2 2g ) and high broad sense heritability (h 2 bs 50). Therefore, days to flowering, number of inflorescences, bunches and fruits could be used as selection parameters. Moreover, number of total branches was especially usefull since it showed positive correlation to a number of yield component character. The ten selected parents exhibited different values of combining ability and they all had DGU / DGK > 1. Such value indicated a greater additive gene effects than the non-additive ones. High yielding genotypes, such as and PT 15-1, generally exhibited high GCA for a number of characters (days to flowering, width of canopy, number of total branches, inflorescences, and fruits) while medium yielding genotypes, such as PT 33-2, exhibited high GCA only for number of inflorescences, total branches, and fruits characters. Those three promising genotypes could be selected and used as a base population to develop high yielding synthetic J. curcas variety with the characteristics of early flowering. Results of the experiment also demonstrated that crossing among high and medium yielding parents were able to potentially produce very high yielding progenies. Depending on the observed characters, either selfing or outcrossing may results in depression in several F1 populations. Outbreeding depression reduced up to % of fruit numbers yielded per plant. In the last experiment, hermaphrodite flower occured mostly at 6 months after sowing and the frequencies it occurrences ranged from 7-83 % of the total flowers. Hermaphrodite flowers of tri-monoecious plant exhibited better fruit set than that of monoecious. Hermaphrodite flowers exhibited higher fruit set (average: 80 %) than those of female flowers (average: 50 %), respectively. Hermaphrodite flowers were not maternally inherited and it might be controlled by single dominant gene. Key words: genetic evaluation, combining ability, inbreeding, tri-monoecious, hermaphrodite, jatropha curcas.

10

11 RINGKASAN RR. SRI HARTATI. Evaluasi Genetik Daya Hasil dan Sifat Penting Lainnya pada Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Mendukung Perakitan Varietas Baru Berdaya Hasil Tinggi. Dibimbing oleh SUDARSONO, ASEP SETIAWAN, dan BAMBANG HELIYANTO. Untuk mendukung program pengembangan tanaman jarak pagar sebagai tanaman penghasil energi baru dan terbarukan, diperlukan upaya diantaranya penyediaan bahan tanaman yang bermutu yang dapat membantu pemenuhan kebutuhan energi di Indonesia. Bahan tanaman yang diperlukan adalah bahan tanaman dengan ideotype tidak terlalu tinggi, batang kokoh, kanopi lebar, cabang produktif cukup banyak, mulai berbunga dan berbuah relatif lebih cepat, kemasakan buah per periode panen relatif serempak, dan memiliki potensi daya hasil tinggi sehingga bila diusahakan memiliki nilai ekonomis. Untuk dapat menyediakan bahan tanaman ideotype yang berdaya hasil tinggi, langkah awal yang harus dilakukan adalah menggali informasi genetik dari materi genetik yang tersedia di Indonesia sehingga informasi yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk merakit varietas jarak pagar berdaya hasil tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengevaluasi keragaan morfologi dan daya hasil 60 genotipe terpilih jarak pagar asal biji selama 2 tahun untuk pemilihan genotipe berpotensi, (2) Mengevaluasi keragaman genetik, heritabilitas dan korelasi antar karakter genotipe berpotensi untuk pemilihan tetua, (3) Menduga daya gabung tetua dan heterosis zuriat untuk menentukan tipe varietas yang akan dihasilkan, (4) Mengukur nilai inbreeding depression pada populasi baru hasil penyerbukan sendiri dan outbreeding depression pada populasi baru hasil penyerbukan silang sejumlah tetua berpotensi untuk menyusun program pemuliaan yang akan dilakukan, dan (5) Mengevaluasi pewarisan bunga hermaprodit pada tanaman jarak pagar andro-monoecious dan tri-monoecious untuk melihat peluang pengembangan jarak pagar tri-monoecious yang berdaya hasil tinggi. Evaluasi keragaan morfologi selama 2 tahun menunjukkan 60 genotipe jarak pagar yang diuji bervariasi tinggi pada karakter jumlah cabang, umur berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan buah, jumlah buah dan jumlah biji. Jumlah cabang produktif, jumlah infloresen dan jumlah tandan buah berkorelasi positif dengan hasil buah dan biji per tanaman, sedangkan umur berbunga berkorelasi negatif dengan semua karakter generatif. HS 49-1 dan HS 49-2 adalah genotipe jarak pagar yang berdaya hasil tinggi, umur mulai berproduksi lebih cepat, memiliki fisik yang kurang kokoh, sedangkan PT 14-1, MT 7-3 dan berdaya hasil tinggi, umur mulai berproduksi lebih lambat dan memiliki fisik yang lebih kokoh. Kelimanya memiliki potensi produksi > 200 buah pada tahun pertama dan > 600 buah pada tahun kedua. Genotipe yang berdaya hasil rendah adalah 575-3, SP 16-3, 554-3, dan IP-1M-3 dengan potensi < 50 buah pada tahun pertama dan < 100 pada tahun kedua. Evaluasi lanjutan terhadap sepuluh genotipe terpilih yang memiliki daya hasil berbeda menunjukkan genotipe yang dievaluasi memiliki keragaman fenotipik tinggi pada karakter jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, umur mulai berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman

12 dengan nilai koefisien keragaman > 20 %. Karakter umur mulai berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan, dan jumlah buah per tanaman memiliki keragaman genetik yang luas dengan nilai koefisien keragaman genetik (KKG) berturut-turut 21,89; 29,77; 32,08; dan 33,75, ragam genetik luas (( 2 g) > 2 2g ) dan heritabilitas tinggi (h 2 bs 50) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai karakter seleksi. Karakter jumlah cabang total dapat dipertimbangkan sebagai karakter seleksi karena berkorelasi positif dengan jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman. Sepuluh genotipe yang dievaluasi dapat dibedakan atas genotipe berdaya hasil rendah, sedang, dan tinggi. Dengan keragaman karakter yang dimiliki, sepuluh genotipe yang dievaluasi selanjutnya digunakan sebagai tetua untuk evaluasi genetik meliputi daya gabung, heterosis, inbreeding depression dan pewarisan sifat hermaprodit. Hasil analisis daya gabung menunjukkan semua karakter yang dievaluasi, DGU / DGK > 1 yang menunjukkan peran gen aditif lebih besar dari peran gen non aditif. Tetua 7 (3012-1) dan 8 (PT 15-1) yang berdaya hasil tinggi memiliki DGU tinggi pada karakter lebar kanopi, jumlah cabang total, umur mulai berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, jumlah tandan, dan jumlah buah. Tetua 6 (PT 33-2) yang berdaya hasil sedang memiliki DGU tinggi pada karakter jumlah cabang total, umur mulai berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, dan jumlah buah. Tetua 1 (575-3) yang berdaya hasil rendah memiliki DGU yang rendah pada karakter umur mulai berbunga dan jumlah buah, tetapi DGU tinggi pada karakter lingkar batang. Tetua 6, 7, dan 8 berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai tetua-tetua penyusun populasi dasar untuk pembentukan varietas sintetik yang cepat berbunga dan berdaya hasil tinggi, sedangkan tetua 1 dapat dimanfaatkan untuk merakit varietas yang memiliki lingkar batang yang besar dan berbunga lebih lambat. Tidak ditemukan populasi hasil penyerbukan silang yang memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis yang tinggi untuk karakter jumlah buah, tetapi persilangan antar tetua berdaya tinggi x tinggi berpotensi menghasilkan individu-individu yang memiliki nilai heterosis dan atau heterobeltiosis tinggi pada karakter jumlah buah per tanaman dengan daya hasil sangat tinggi (> 600 buah per tanaman). Penyerbukan sendiri (selfing) pada tanaman jarak pagar tidak selalu mengakibatkan terjadinya inbreeding depression. Inbreeding depression ditemukan pada sebagian karakter progeni S1 hasil penyerbukan sendiri tetua 1 (575-3), 2 (HS 49-2), 4 (PT 13-2), 5 (SP 16-2), 6 (PT 33-2), 7 (3012-1), 8 (PT 15-1), 9 (PT 14-1) dan 10 (Sulsel 8) dan tidak ditemukan pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua 3 (IP 1A-2). Penyerbukan sendiri pada tetua 2 (HS 49-2), 6 (PT 33-2), 8 (PT 15-1), dan 9 (PT 14-1) mengakibatkan inbreeding depression pada karakter umur berbunga dan peningkatan nilai karakter pada karakter jumlah buah per tanaman sehingga penyerbukan sendiri pada tetua-tetua tersebut akan menghasilkan progeni yang lebih cepat berbunga dan menghasilkan buah yang lebih banyak dibanding penyerbukan silangnya dengan genotipe lain. Penyerbukan silang antar tetua yang memiliki daya hasil yang berbeda akan menghasilkan progeni F1 yang memiliki daya hasil yang lebih rendah dari tetua terbaiknya. Penyerbukan silang dengan tetua jantan berdaya hasil rendah akan menghasilkan progeni F1 yang berdaya hasil rendah dan lebih rendah dari tetua betinanya. Penurunan daya hasil pada progeni F1 akibat penyerbukan silang dengan tetua jantan berdaya hasil rendah berkisar %.

13 Evaluasi sifat hermaprodit pada tanaman jarak pagar menunjukkan 8 dari 60 genotipe jarak pagar yang dievaluasi merupakan tanaman tri-monoecious yang menghasilkan bunga jantan, bunga betina, dan bunga hermaprodit, sedangkan yang lainnya merupakan tanaman monoecious yang hanya menghasilkan bunga jantan dan bunga betina. Karakter yang dimiliki oleh 8 genotipe tri-monecious yang dievaluasi adalah berumur relatif dalam dengan kisaran umur hari dan berdaya hasil rendah sampai sedang dengan kisaran jumlah buah Kemunculan bunga hermaprodit tidak terjadi sepanjang tahun, tetapi lebih dominan pada tanaman berumur lebih dari 6 bulan. Persentase bunga hermaprodit tergantung genotipe, berkisar 7 83 % dari total bunga yang dihasilkan. Fruitset pada infloresen yang menghasilkan bunga hermaprodit lebih tinggi dibandingkan dengan infloresen yang tidak menghasilkan bunga hermaprodit dengan rataan sebesar 80 % dan kisaran % pada infloresen yang menghasilkan bunga hermaprodit dan sebesar 50 % dengan kisaran % pada infloresen yang tidak menghasilkan bunga hermaprodit. Pewarisan bunga hermaprodit dapat diturunkan melalui tetua betina maupun tetua jantan. Gen pengendali sifat hermaprodit diduga merupakan gen dominan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan adanya variasi morfologi dan ragam genetik pada karakter daya hasil dan karakter penting lainnya pada tanaman jarak pagar yang dievaluasi yang meliputi karakter tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, percabangan, umur mulai berbunga, jumlah infloresen dan jumlah tandan buah per tanaman dapat dimanfaatkan dalam proses perbaikan bahan tanaman untuk menghasilkan ideotype jarak pagar. Perakitan varietas jarak pagar berdaya hasil tinggi dan memiliki karakter morfologi sesuai ideotype jarak pagar dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu (1) membentuk varietas sintetik atau komposit dengan menggunakan tetua-tetua yang berdaya hasil tinggi dan memiliki daya gabung yang baik pada karakter-karakter penting yaitu tidak terlalu tinggi ( cm), umur mulai berbunga lebih cepat (< 100 hari), lingkar batang lebih besar, jumlah cabang, jumlah infloresen, jumlah tandan, dan jumlah buah yang lebih banyak, (2) membentuk varietas hibrida dengan menggunakan tetua yang memiliki daya gabung khusus pada karakter jumlah buah, (3) membentuk populasi dari hasil penyerbukan sendiri tetua terpilih yang berdaya hasil tinggi yang tidak mengalami inbreeding depression hingga generasi tertentu, dan (4) membentuk populasi tri-monoecious menggunakan tetua monoecious berdaya hasil tinggi dengan tetua tri-monoecious berdaya hasil tinggi dan memiliki DGU dan DGK tinggi. Untuk meningkatkan program pemuliaan tanaman jarak pagar, evaluasi materi genetik perlu dilanjutkan pada materi genetik lainnya yang ada di Indonesia, dan mengevaluasi karakter penting lainnya yaitu keserempakan masak buah, ketahanan terhadap cekaman biotik, dan ketahanan terhadap cekaman abiotik. Untuk meningkatkan keberhasilan program pemuliaan tanaman jarak pagar di Indonesia, pengkayaan materi genetik perlu dilakukan baik melalui eksplorasi, introduksi, hibridisasi ataupun mutasi. Kata kunci: evaluasi genetik, daya gabung, inbreeding, tri-monoecious, hermaprodit.

14

15 Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya.

16

17 EVALUASI GENETIK DAYA HASIL DAN SIFAT PENTING LAINNYA PADA JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) UNTUK MENDUKUNG PERAKITAN VARIETAS BARU BERDAYA HASIL TINGGI RR SRI HARTATI Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Agronomi dan Hortikultura SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

18

19 Penguji pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc (Guru besar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor) Dr. Ir. M. Syukur (Staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor) Penguji pada Ujian Terbuka: Prof. Dr. Ir. Bambang Prastowo (Prof Riset dan Ahli Peneliti Utama di Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian) Dr. Ir. Tri Koesoemaningtyas, MSc (Staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)

20

21 Judul Disertasi : Evaluasi Genetik Daya Hasil dan Sifat Penting Lainnya pada Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Mendukung Perakitan Varietas Baru Berdaya Hasil Tinggi Nama : Rr. Sri Hartati NIM : A Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sudarsono MSc Ketua Dr. Ir. Asep Setiawan, MS Anggota Dr. Ir. Bambang Heliyanto, MSc Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Agr Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

22

23 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Disertasi ini memberikan informasi mengenai hasil evaluasi genetik pada sejumlah genotipe tanaman jarak pagar yang meliputi keragaan fenotipik dan genotipik, korelasi antar karakter, daya gabung sejumlah tetua, inbreeding dan outbreeding depression pada hasil penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang serta pewarisan sifat hermaprodit pada tanaman tri-monoecious. Disertasi ini dapat diselesaikan atas bimbingan dan arahan dari komisi pembimbing sejak penulis memulai menyusun rencana dan pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc selaku ketua, Dr. Ir. Asep Setiawan, MSc dan Dr. Ir. Bambang Heliyanto, MSc selaku anggota komisi pembimbing. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Badan Litbang Pertanian, Ketua Komisi Pembinaan Tenaga Badan Litbang Pertanian, dan Kepala Puslitbang Perkebunan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Doktor di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri, Kepala Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, dan Kepala Kebun Induk Jarak Pagar yang telah memberikan fasilitas dan sarana penelitian berupa fisik maupun non-fisik beserta tenaga teknisi pembantu penelitian. Ucapan terima kasih dan penghargaan tak terhingga kepada ayah dan ibunda tercinta, suami dan anak-anak tersayang, serta semua teman-teman yang saya cintai yang telah ikut memberikan bantuan berupa dukungan semangat dan doa kepada penulis. Semoga hasil penelitian ini mendapat ridho dari Allah SWT dan dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya. Bogor, Mei 2011 Rr. Sri Hartati

24

25 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 24 Januari 1963, merupakan putri ke lima dari enam bersaudara dari ayah R. Djoemarno (almarhum) dan ibu RA Tuning (almarhumah). Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun Penulis menyelesaikan program master di Program Pascasarjana pada Jurusan Ilmu Tanaman, Minat Pemuliaan Tanaman, Universitas Brawijaya pada tahun 2000 dan memulai pendidikan program Doktor di Sekolah Pascasarjana di Program Studi Agronomi, Institut Pertanian Bogor, pada tahun Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pertanian Republik Indonesia. Penulis mulai bekerja sebagai tenaga honorer pada tahun 1986 di Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas) Malang sebagai staf peneliti dan diangkat pada tahun Penulis menjadi anggota peneliti dalam kelompok peneliti Pemuliaan di Balittas hingga tahun 2005 dan ikut aktif dalam program pemuliaan tanaman serat batang dan daun. Pada tahun 2005 penulis pindah ke Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor hingga sekarang sebagai peneliti di Kelompok Peneliti Pengembangan dan Analisis Kebijakan. Selama mengikuti program Doktor, bersama dengan komisi pembimbing, penulis telah menulis sebagian dari disertasi dalam bentuk publikasi dengan judul Keragaan morfologi dan hasil 60 individu jarak pagar (Jatropha curcas L.) terpilih di Kebun Percobaan Pakuwon Sukabumi yang telah diterbitkan pada Jurnal Littri Vol 15 no 4 halaman , Desember Topik khusus yang berjudul Persilangan Tanaman Jarak Pagar juga telah diterbitkan pada tahun 2009 pada prosiding Lokakarya Nasional Jarak Pagar IV (Malang, 6 November 2008). Sebagian kecil dari informasi penelitian juga telah banyak ditulis dalam bentuk info singkat pada Jurnal Info Tek Jarak Pagar dan Info Tek Perkebunan.

26

27 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.. iii ix xi PENDAHULUAN.. 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian.. 3 Kerangka Pemikiran dan Manfaat Penelitian... 4 Ruang Lingkup Penelitian 4 TINJAUAN PUSTAKA.. 7 Botani Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). 7 Asal dan Pusat Penyebaran Jarak Pagar... 8 Manfaat Jarak Pagar. 8 Keragaman Genetik Jarak Pagar.. 10 Tipe Penyerbukan Tanaman Jarak Pagar. 11 Pengelompokan Materi Genetik Peningkatan Produktivitas Tanaman 12 Hibrida. 14 Daya Gabung Umum (DGU) dan Daya Gabung Khusus (DGK) 16 Heterosis Heritabilitas.. 18 Evaluasi F Karakter Sekunder sebagai Karakter Seleksi Tidak Langsung Korelasi Fenotipik dan Genotipik 21 Bunga Hermaprodit.. 22 KERAGAAN MORFOLOGI DAN HASIL 60 INDIVIDU/GENOTIPE JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERPILIH DI KEBUN PERCOBAAN PAKUWON SUKABUMI PERIODE. 23 Pendahuluan. 25 Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan.. 29 Simpulan Daftar Pustaka.. 48

28 Halaman KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS DAN KORELASI ANTAR KARAKTER 10 GENOTIPE TERPILIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI PAKUWON SUKABUMI 51 Pendahuluan. 53 Bahan dan Metode 54 Hasil dan Pembahasan.. 58 Simpulan Daftar Pustaka.. 72 EVALUASI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS KARAKTER VEGETATIF, GENERATIF DAN DAYA HASIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) MENGGUNAKAN ANALISIS DIALEL. 75 Pendahuluan. 77 Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan.. 81 Simpulan Daftar Pustaka INBREEDING DEPRESSION PADA PROGENI HASIL PENYERBUKAN SENDIRI DAN OUTBREEDING DEPRESSION PADA HASIL PENYERBUKAN SILANG TETUA TERPILIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) 113 Pendahuluan. 115 Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan Daftar Pustaka HUBUNGAN SIFAT HERMAPRODIT TERHADAP DAYA HASIL DAN PEWARISAN SIFATNYA PADA JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) 143 Pendahuluan. 145 Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan Daftar Pustaka PEMBAHASAN UMUM 171 SIMPULAN UMUM 179 SARAN 181 DAFTAR PUSTAKA 183

29 DAFTAR TABEL Halaman 1 Rataan karakter pertumbuhan vegetatif 60 individu jarak pagar umur satu tahun dan dua tahun setelah tanam yang dievaluasi di Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon, Sukabumi Jawa Barat pada periode Rataan karakter pertumbuhan generatif dan komponen hasil 60 individu jarak pagar umur satu tahun dan dua tahun setelah tanam yang dievaluasi di Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon, Sukabumi Jawa Barat pada periode Koefisien korelasi sederhana antara karakter vegetatif dan komponen hasil 60 genotipe terpilih jarak pagar yang dievaluasi selama periode tahun dan di KP Pakuwon Sukabumi Jawa Barat.. 4 Keragaan karakter vegetatif dan generatif genotipe berdaya hasil tinggi (> 200 buah per tanaman pada tahun I), berdaya hasil rendah (< 100 buah per tanaman pada tahun I) dan genotipe pembanding IP-1 selama periode tahun Karakter pertumbuhan vegetatif 10 genotipe terpilih jarak pagar pada percobaan tidak diulang di KP Pakuwon Sukabumi Jawa Barat pada periode pengamatan tahun dan Karakter pertumbuhan generatif dan komponen hasil 10 genotipe terpilih jarak pagar pada percobaan tidak diulang pada periode dan di KP Pakuwon Sukabumi Jawa Barat. 7 Koefisien korelasi antara karakter vegetatif dan komponen hasil jarak pagar pada percobaan tidak diulang pada tahun pertama ( ). 8 Koefisien korelasi antara karakter vegetatif dan komponen hasil jarak pagar pada percobaan tidak diulang pada tahun kedua ( ). 9 Kuadrat tengah karakter 10 genotipe terpilih jarak pagar pada percobaan dengan ulangan. 10 Karakter pertumbuhan vegetatif 10 genotipe terpilih jarak pagar pada percobaan dengan ulangan di KP Pakuwon Sukabumi Jawa Barat pada periode Karakter pertumbuhan generatif dan komponen hasil 10 genotipe terpilih jarak pagar pada percobaan dengan ulangan di KP Pakuwon Sukabumi Jawa Barat pada periode dan Koefisien korelasi antar karakter vegetatif dan komponen hasil jarak pagar pada percobaan dengan ulangan

30 Halaman 13 Nilai dugaan ragam genetik, ragam fenotipik, ragam galat, 65 koefisien keragaman genetik, koefisien keragaman fenotipik, heritabilitas dan nilai tengah tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, jumlah cabang total, dan jumlah cabang produktif.produktif. 14 Nilai dugaan ragam genetik, ragam fenotipik, ragam galat, 66 koefisien keragaman genetik, koefisien keragaman fenotipik, heritabilitas dan nilai tengah umur berbunga, jumlah infloresen per tanaman, jumlah tandan buah per tanaman, fruit set dan jumlah buah per tanaman.. 15 Kriteria daya hasil 10 genotipe terpilih jarak pagar yang diuji Keragaan 10 genotipe tetua terpilih jarak pagar (Jatropha 79 curcas L.) 17 Kuadrat tengah karakter vegetatif, generatif dan komponen 81 hasil populasi F1 jarak pagar (J. curcas L.).. 18 Koefisien korelasi antar karakter vegetatif dan komponen 84 hasil populasi F1 jarak pagar 19 Kuadrat tengah daya gabung umum (DGU), daya gabung khusus (DGK) dan resiprokal karakter vegetatif dan generatif tetua terpilih jarak pagar yang dievaluasi Daya gabung umum tetua 1 5 pada karakter tinggi 87 tanaman (TT), lingkar batang (LB), lebar kanopi (LK), jumlah cabang total (JCT), jumlah cabang produktif (JCP), umur berbunga (UB), jumlah infloresen (JI), jumlah tandan (JT), persentase tandan menghasilkan buah (PTB), jumlah buah per tanaman (JB), dan jumlah buah per tandan (JBT). 21 Daya gabung umum tetua 6 10 pada karakter tinggi 88 tanaman (TT), lingkar batang (LB), lebar kanopi (LK), jumlah cabang total (JCT), jumlah cabang produktif (JCP), umur berbunga (UB), jumlah infloresen (JI), jumlah tandan (JT), persentase tandan menghasilkan buah (PTB), jumlah buah per tanaman (JB), dan jumlah buah per tandan (JBT). 22 Pengelompokan nilai daya gabung umum (DGU) 10 tetua 93 jarak pagar. 23 Daya Gabung Khusus 10 tetua jarak pagar pada karakter 94 tinggi tanaman (TT), lingkar batang (LB), lebar kanopi (LK), jumlah cabang total (JCT), dan umur mulai berbunga (UB). 24 Daya Gabung Khusus 10 tetua jarak pagar pada karakter 96 jumlah cabang produktif (JCP), jumlah infloresen (JI), jumlah tandan (JT), persentase tandan menghasilkan buah (PTB), jumlah buah per tanaman (JB), dan jumlah buah per tandan (JBT). 25 Kombinasi persilangan antar 10 tetua yang memiliki daya 98 gabung khusus (DGK) yang tinggi. 26 Heterosis (H MP ) dan Heterobeltiosis (H BP ) populasi F1 pada karakter jumlah cabang total per tanaman 102

31 Halaman 27 Heterosis (H MP ) dan Heterobeltiosis (H BP ) populasi F1 pada karakter jumlah buah per tanaman 28 Heterosis (H MP ) dan Heterobeltiosis (H BP ) individu terbaik sejumlah kombinasi persilangan pada karakter jumlah buah per tanaman. 29 Kuadrat tengah perlakuan pada karakter tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, dan jumlah cabang total S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang antar tetua ij. 30 Kuadrat tengah perlakuan pada karakter umur berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, jumlah tandan, dan jumlah buah S1 hasil penyerbukan sendiri dan F1 hasil penyerbukan silang.. 31 Rataan tinggi tanaman pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 32 Perubahan nilai karakter ( ) tinggi tanaman pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 33 Rataan lingkar batang pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 34 Perubahan nilai karakter ( ) lingkar batang pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j 35 Rataan lebar kanopi pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 36 Perubahan nilai karakter ( ) lebar kanopi pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 37 Rataan jumlah cabang total pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 38 Perubahan nilai karakter ( ) jumlah cabang total pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 39 Rataan umur mulai berbunga pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 40 Perubahan nilai karakter ( ) umur mulai berbunga pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 41 Rataan jumlah cabang produktif pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j

32 Halaman 42 Perubahan nilai karakter ( ) jumlah cabang produktif pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 43 Rataan jumlah infloresen pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 44 Perubahan nilai karakter ( ) jumlah infloresen pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 45 Rataan jumlah tandan pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 46 Perubahan nilai karakter ( ) jumlah tandan buah pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 47 Rataan jumlah buah pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 48 Perubahan nilai karakter ( ) jumlah buah pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. 49 Rataan jumlah buah per tanaman pada setiap F1 hasil penyerbukan silang antar tetua ke i dengan tetua ke j. 50 Kriteria daya hasil setiap F1 hasil penyerbukan silang antara tetua ke i dengan tetua ke j. 51 Persentase penurunan hasil buah pada populasi F1 sebagai akibat penyerbukan silang tetua RxS, RxT, SxR, SxT, TxR dan TxS (T= berdaya hasil Tinggi, S= berdaya hasil Sedang, R= berdaya hasil Rendah) 52 Skenario kombinasi persilangan antara tetua tri-monoecious dengan monoecious dan tetua monoecious dengan monoecious. 53 Umur berbunga (UB), jumlah infloresen (JI), jumlah tandan (JT), fruit set. (FS), jumlah buah (JB), tipe tanaman induk dan tipe tanaman setek 60 individu jarak pagar. 54 Keragaan infloresen hermaprodit dan non-hermaprodit pada 15 genotipe yang dievaluasi selama periode Agustus 2007 Juli 2008 pada umur 3 bulan sampai > 12 bulan 55 Tipe bunga pada pohon induk dan setek yang berasal dari pohon induk tri-monoecious 56 Jumlah bunga hermaprodit pada populasi S1 hasil penyerbukan sendiri tetua tri-monoecious (SP 16-2) dan F1 hasil penyerbukan silang antara tetua tri-monoecious dengan tetua monoecious.)

33 Halaman 57 Rataan jumlah infloresen, jumlah tandan buah dan jumlah buah per tanaman pada F1 hasil persilangan antara tetua trimonoecious berdaya hasil sedang (SP 16-2) dengan tetua monoecious berdaya hasil rendah (R), sedang (S) dan tinggi (T) 167

34

35 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Alur Penelitian 5 2 Sebaran frekuensi individu umur satu tahun berdasarkan 34 karakter generatif dan komponen hasil. 3 Sebaran frekuensi individu umur dua tahun berdasarkan jumlah infloresen dan jumlah buah per tanaman Abnormalitas morfologi infloresen akibat pengaruh 36 lingkungan. 5 Fluktuasi curah hujan ( ), rataan jumlah infloresen ( ) dan 38 tandan buah ( ) yang dihasilkan selama periode Fluktuasi jumlah buah per tanaman 3 genotipe jarak pagar : HS ( ), IP 1A-2 ( ) dan PT 14-1 ( ) pada kondisi curah hujan yang berbeda ( ) sepanjang periode tahun Sebaran frekuensi individu berdasarkan kisaran jumlah buah 43 per tanaman dan kadar minyak. 8 Genotipe terpilih jarak pagar berdaya hasil tinggi (> 200 buah 46 per tanaman pada tahun I). 9 Genotipe terpilih jarak pagar berdaya hasil rendah (< 100 buah 47 per tanaman tahun I). 10 Keragaan jumlah buah genotipe terpilih yang dievaluasi Keragaan percabangan pada populasi F1 hasil persilangan 83 tetua terpilih: 12 Keragaan S1 hasil penyerbukan sendiri yang mengalami 133 inbreeding depression. 13 Keragaan S1 hasil penyerbukan sendiri yang tidak mengalami 133 inbreeding depression. 14 Rataan jumlah buah pada F1 hasil penyerbukan silang antar 139 tetua berdaya hasil tinggi x sedang ( ), tinggi x rendah ( ) dan sedang x rendah ( ). 15 Rataan jumlah buah pada F1 hasil penyerbukan silang antar 139 tetua berdaya hasil rendah x tinggi ( ) dan rendah x sedang ( ). 16 Tipe bunga pada tanaman jarak pagar Tipe tanaman berdasarkan tipe bunga pada jarak pagar Progeni yang mewarisi sifat hermaprodit. 8 dari 15 progeni yang berasal dari 5 tetua tri-monoecious mewarisi sifat 152 hermaprodit ( ). 19 Keragaan tanaman monoecious dan tri-monoecious Tanaman andro-monoecious di Kebun Induk Jarak Pagar Sukabumi, menghasilkan 500 buah per tanaman pada umur 6 bulan pada musim tanam tahun Persentase fruitset pada infloresen hermaprodit ( ) dan 156 infloresen non hermaprodit ( ). 22 Persentase fruit set pada 8 progeni tri-monoecious. 156

36 Halaman 23 Keragaan infloresen total per tanaman ( ) dan bunga hermaprodit per tanaman ( ) 8 genotipe tri-monoecious selama periode pertumbuhan dan kondisi curah hujan ( ) tahun Dugaan gen pengendali sifat hermaprodit pada tanaman jarak pagar

37 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Gambar 1. Setek tetua terpilih untuk persilangan diallel Gambar 2. Pembibitan 100 F1 hasil persilangan diallel tetua terpilih 3 Gambar 3. F1 pada umur 4 bulan setelah penanaman di 188 lapangan. 4 Gambar 4 F1 pada umur 8 bulan setelah penanaman di 188 lapangan. 5 Gambar 5. F1 hasil persilangan tetua berdaya hasil rendah x 189 rendah memiliki cabang sedikit (<10) dan berbuah sedikit (< 200 buah per tanaman). 6 Gambar 6. F1 hasil persilangan tetua berdaya hasil rendah x 189 tinggi memiliki jumlah cabang sedang (10-15) dan berbuah sedikit (< 200 buah per tanaman). 7 Gambar 7. F1 hasil persilangan tetua berdaya hasil tinggi x 190 rendah memiliki jumlah cabang sedang (10-15) dan berbuah sedikit (< 200 buah per tanaman) 8 Gambar 8. F1 hasil persilangan tetua berdaya hasil tinggi x tinggi memiliki jumlah cabang banyak dan berbuah sedang ( buah per tanaman). 190

38

39 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman asli dari daerah tropis Amerika yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae (Heller 1996). Di Indonesia, jarak pagar dapat ditemukan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Tanaman ini dilaporkan dapat menghasilkan biji dengan kandungan minyak berkualitas tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai bio-fuel, baik untuk bio-diesel (Heller 1996), maupun bio-kerosene (Prastowo 2008 dan Mahmud et al. 2008). Adanya isu kelangkaan bahan bakar minyak dan tidak menentunya harga minyak dunia sejak tahun 2005 mendorong sejumlah negara untuk memulai penelitian dan pengembangan tanaman jarak pagar sebagai tanaman penghasil energi alternatif. Pemilihan sumber energi ini didasarkan pada sejumlah keunggulan yang dimiliki oleh tanaman jarak pagar, diantaranya pemanfaatannya tidak akan berkompetisi dengan kebutuhan untuk pangan seperti yang terjadi pada tanaman penghasil biofuel lainnya seperti ubi kayu, jagung, kelapa dan kelapa sawit. Manfaat tanaman jarak pagar tidak terbatas sebagai penghasil bahan bakar nabati, tetapi juga untuk minyak pelumas, bahan baku dalam pembuatan sabun berkualitas tinggi; bahan baku dalam industri insektisida, fungisida dan moluskasida, serta untuk obat anti tumor (Jones & Miller 1992; Heller 1996; Lin et al. 2003). Meskipun berpotensi menjadi penghasil bahan bakar nabati (BBN), informasi tentang tanaman dan teknik budidaya jarak pagar yang didasarkan pada data kuantitatif hasil penelitian relatif sangat terbatas. Penyediaan bahan tanaman menjadi salah satu kendala dalam budidaya bila jarak pagar akan dikembangkan secara besar-besaran. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, upaya yang harus dilakukan adalah perbaikan bahan tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Perbaikan bahan tanaman pada tanaman jarak pagar yang merupakan tanaman tahunan yang menyerbuk silang dapat dilakukan melalui perbaikan populasi atau perakitan hibrida. Perbaikan populasi telah dimulai oleh Puslitbang Perkebunan melalui kegiatan seleksi massa negatif provenan yang dikumpulkan dari berbagai daerah

40 2 di Indonesia. Bahan tanaman ini memiliki tingkat produksi yang jauh lebih tinggi dibanding rata-rata populasinya, yang mencapai 1 ton/ha/tahun dengan kadar minyak berkisar 36 % 37 % pada hasil seleksi siklus pertama (IP-1) dan 2 ton/ha/tahun pada provenan hasil seleksi siklus kedua (IP-2) (Hasnam et al. 2007). Hingga saat ini bahan tanaman ini dinilai belum mampu memberikan keuntungan bagi petani. Hal ini merupakan salah satu permasalahan yang menyebabkan petani kurang tertarik untuk mengembangkan jarak pagar. Hal tersebut dikuatkan oleh simulasi usahatani yang dilakukan oleh Kemala (2006) yang menunjukkan bahwa pada tingkat teknologi rendah, penggunaan bahan tanam asalan akan mengakibatkan petani mengalami defisit pendapatan pada tahun ke-1 dan ke-2, jika hasil jarak pagar kurang dari 2 ton/ha dan harga biji berkisar antara Rp. 700 Rp kg bobot kering. Tingkat produktivitas > 2 ton/ha/tahun dari sejak tahun I penanaman tidak akan dapat diperoleh jika petani menanam jarak pagar dengan menggunakan benih tanaman jarak pagar asalan dan bukan benih unggul hasil kegiatan pemuliaan. Untuk mendukung pengembangan tanaman jarak pagar, perlu dikembangkan varietas yang tidak hanya berdaya hasil tinggi, tetapi harus merupakan tipe ideal (ideotype) yang baik yang memberikan kenyamanan bagi yang mengusahakan, yaitu tidak terlalu tinggi sehingga tidak menyulitkan proses panen, batang yang kokoh sehingga tidak mudah patah atau rebah, cabang produktif yang cukup banyak, umur mulai berbunga dan berbuah yang relatif cepat, kemasakan buah yang relatif serempak setiap periode panen dan berbuah sepanjang tahun. Untuk dapat merakit varietas tanaman jarak pagar sesuai ideotype yang dikehendaki, diperlukan evaluasi terhadap koleksi jarak pagar yang dimiliki. Evaluasi dilakukan untuk menggali informasi genetik yang selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam menyusun program pemuliaan tanaman jarak pagar. Hingga saat ini informasi keragaman dan potensi materi genetik jarak pagar di Indonesia relatif masih sangat terbatas. Informasi yang dibutuhkan meliputi keragaman genetik karakter-karakter penting yang terkait dengan daya hasil, genotipegenotipe yang berpotensi untuk dimanfaatkan dalam program perakitan varietas berdaya hasil tinggi, serta informasi genetik lainnya yang terkait dengan daya

41 3 hasil yang dapat dimanfaatkan dalam program perakitan varietas jarak pagar berdaya hasil tinggi. Dengan mengetahui informasi genetik dan potensi genetik koleksi jarak pagar yang dimiliki, dapat ditetapkan tipe varietas yang akan dikembangkan. Salah satu pilihannya adalah perakitan varietas sintetik atau komposit yang memanfaatkan daya gabung tetua-tetua berpotensi untuk menghasilkan populasi baru yang memiliki daya hasil tinggi dan memiliki sifat-sifat unggul yang diperlukan. Metode ini telah banyak dilakukan pada komoditas lain di antaranya jagung. Pilihan lainnya adalah merakit varietas hibrida. Sebagai tanaman tahunan yang menyerbuk silang dan dapat diperbanyak secara vegetatif, metoda pemuliaan yang dapat dilakukan adalah menghasilkan hibrida hasil persilangan tetua heterozigot dengan memanfaatkan efek pseudoheterosis. Perbanyakan hibrida selanjutnya dapat dilakukan secara vegetatif. Metoda ini telah diterapkan pada sejumlah tanaman tahunan diantaranya jeruk (Baihaki 1999). Kemungkinan lainnya adalah memanfaatkan potensi menyerbuk sendiri pada tanaman jarak pagar untuk menghasilkan varietas jarak pagar berdaya hasil tinggi yang homosigot. Adanya tipe tanaman jarak pagar tri-monoecious yang mampu menghasilkan bunga hermaprodit juga merupakan salah satu peluang untuk merakit varietas jarak pagar tri-monoecious yang berdaya hasil tinggi. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian adalah untuk mengevaluasi materi genetik dan mendapatkan informasi genetik tanaman agar dapat dimanfaatkan dalam program perakitan varietas jarak pagar berdaya hasil tinggi dan memiliki sifatsifat penting lainnya, dengan tingkat produksi pada tahun pertama mencapai > 2 ton/ha dengan kadar minyak 37 % melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Tujuan khusus penelitian ini adalah : (1) mengevaluasi keragaan morfologi dan daya hasil 60 genotipe terpilih jarak pagar asal biji selama 2 tahun untuk pemilihan genotipe berpotensi, (2) mengevaluasi keragaman genetik, heritabilitas dan korelasi antar karakter genotipe berpotensi untuk pemilihan tetua yang akan digunakan dalam studi genetik, (3) menduga daya gabung tetua dan heterosis

42 4 zuriat untuk menentukan tipe varietas yang akan dihasilkan, (4) mengukur nilai inbreeding depression pada populasi baru hasil penyerbukan sendiri dan outbreeding depression pada hasil penyerbukan silang sejumlah tetua berpotensi untuk menentukan program pemuliaan, dan (5) mengevaluasi pewarisan bunga hermaprodit pada tanaman jarak pagar andro-monoecious dan tri-monoecious untuk melihat peluang perakitan varietas tanaman jarak pagar tri-monoecious yang berdaya hasil tinggi. Kerangka Pemikiran dan Manfaat Penelitian Informasi genetik sangat diperlukan dalam menyusun program pemuliaan tanaman jarak pagar untuk perakitan varietas berdaya hasil tinggi. Pada tanaman jarak pagar, informasi keragaman genetik, korelasi antara karakter vegetatif dengan komponen hasil, heritabilitas karakter-karakter yang merupakan komponen daya hasil, daya gabung umum dan daya gabung khusus tetua yang berpotensi untuk perakitan varietas berdaya hasil tinggi masih sangat sedikit. Untuk memperoleh informasi genetik tersebut perlu dilakukan evaluasi terhadap materi genetik yang tersedia. Penelitian disertasi ini dirancang dengan sasaran mendapatkan informasi genetik jarak pagar yang dapat dimanfaatkan sebagai model perakitan varietas unggul ideotype berdaya hasil tinggi dengan potensi produksi > 2 ton/ha pada tahun pertama (> dari IP-1, IP-2 dan IP-3). Ruang Lingkup Penelitian Untuk mencapai target dan luaran yang diinginkan dilakukan sejumlah kegiatan penelitian seperti yang disajikan pada diagram alir pada Gambar 1 meliputi (1) Evaluasi morfologi dan daya hasil sejumlah genotipe terpilih untuk mengidentifikasi genotipe berdaya hasil tinggi selama periode dua tahun, (2) Evaluasi ragam genetik genotipe berpotensi yang akan dipilih sebagai tetua untuk studi genetik, dan (3) Evaluasi progeni hasil persilangan tetua terpilih untuk mempelajari daya gabung, inbreeding dan outbreeding depression, dan pewarisan sifat hermaprodit.

43 5 Genotipe terpilih Jarak Pagar 1 Evaluasi morfologi dan hasil selama 2 tahun ( ) Pendugaan ragam genetik 10 tetua terpilih (berdasarkan karakter morfologi dan hasil) ( ) 2 Penyerbukan sendiri (selfing) dan penyerbukan silang (crossing) 10 tetua terpilih berdaya hasil rendah, sedang dan tinggi Zuriat hasil penyerbukan silang antar tetua berdaya hasil rendah, sedang dan tinggi Zuriat hasil penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang tetua berdaya hasil rendah, sedang dan tinggi Zuriat hasil penyerbukan silang tetua berbunga hermaprodit dan non hermaprodit 3 Evaluasi morfologi dan daya hasil 4 5 DGU, DGK, Heterosis inbreeding dan outbreeding depression pewarisan sifat hermaprodit Informasi genetik sebagai model untuk program pemuliaan jarak pagar untuk merakit varietas unggul yang berdaya hasil biji yang tinggi Gambar 1. Alur Penelitian Figure 1. Research flow

44 6 TINJAUAN PUSTAKA Botani Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) termasuk dalam famili Euphorbiaceae. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan berumah satu yang termasuk dalam kelompok tanaman diploid dengan jumlah kromosom 2n=2x=22 (Paramathma et al. 2005). Dalam satu tanaman yang sama ditemukan bunga jantan dan bunga betina dengan rasio antara 29 : 1, adakalanya ditemukan juga bunga hermaprodit (monoecious dan protandrous). Rasio bunga jantan dan bunga betina berfluktuasi mengikuti perubahan lingkungan. Hasil evaluasi di kebun induk jarak pagar Pakuwon, Sukabumi menunjukkan rasio bunga jantan dan bunga betina berkisar Bunga jantan dan bunga betina membuka pada saat yang berbeda sehingga tanaman ini cenderung mengalami penyerbukan silang antar tanaman (xenogamy) dengan bantuan serangga. Penyerbukan sendiri (geitonogamy) juga dapat terjadi karena adanya bunga hermaprodit (Raju & Ezradanam 2002), atau adanya aktivitas polinator (Hartati 2007). Beberapa polinator pada jarak pagar mengakibatkan terjadinya perbedaan tipe penyerbukan. Serangga terbang seperti lalat, kumbang dan serangga terbang lainnya mendorong terjadinya xenogamy, sedangkan semut dan serangga merayap mendorong terjadinya geitonogamy (Raju & Ezradanam 2002). Berdasarkan morfologinya, tanaman jarak pagar termasuk jenis pohon kecil atau semak dengan tinggi dapat mencapai lebih dari 5 m. Selama fase hidupnya tanaman ini mengalami pertumbuhan yang bertahap dan kadang-kadang terhenti (dorman) tergantung kondisi iklim. Hal ini mengakibatkan morfologinya berubah-ubah setiap periode. Jarak pagar memiliki daun yang bertoreh 5 atau 7 dengan ukuran panjang dan lebar 15 cm dan 6 cm (Heller 1996). Dalam kondisi optimal, tanaman jarak pagar mulai berproduksi pada umur 6-8 bulan setelah tanam (Mahmud et al. 2006) dengan produktivitas berkisar 0,3 0,6 ton/ha pada tahun pertama (Hasnam 2006a). Produktivitas akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dan mulai stabil setelah tahun kelima (Paramathma et al. 2005).

45 7 Asal dan Pusat Penyebaran Jarak Pagar Menurut Dehgan & Webster (1979), jarak pagar berasal dari Mexico atau Amerika Tengah. Beberapa tulisan melaporkan bahwa tanaman ini banyak ditemukan di Karibia. Dari Karibia, para pelaut Portugis membawa tanaman ini ke berbagai negara di Afrika dan Asia termasuk Indonesia. Kemampuan tanaman jarak pagar untuk tumbuh dari bagian vegetatif disinyalir berakibat pada rendahnya keragaman genetik tanamannya. Di Indonesia, tanaman ini dapat dijumpai di hampir seluruh wilayah kepulauan mulai dari Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Hal ini dibuktikan dari eksplorasi yang dilakukan oleh tim peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbangbun) yang berhasil mengumpulkan provenan-provenan dari berbagai wilayah di Indonesia seperti Sumatra Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan (Mahmud 2006). Manfaat Jarak Pagar Bila dibudidayakan dengan baik, tanaman jarak pagar dapat hidup dan berproduksi hingga berumur 50 tahun. Selama ini sesuai dengan namanya, tanaman ini digunakan sebagai pagar pembatas pekarangan atau pagar. Namun demikian, daging biji dari buah tanaman jarak pagar diketahui dapat menghasilkan minyak nabati. Minyak nabati asal jarak pagar telah digunakan sebagai minyak pelumas, campuran untuk pembuatan sabun berkualitas tinggi; digunakan dalam industri insektisida, fungisida dan moluskasida (Jones & Miller 1992, Heller 1996, Lin et al. 2003). Minyak jarak pagar dilaporkan mempunyai bahan aktif yang berpotensi untuk mengendalikan hama ulat Helicoverpa armigera pada kapas, Sesamia calamistis pada sorghum dan kumbang Sitophilus zeamays pada jagung. Sebagai molluskasida, ekstrak minyak jarak pagar dapat digunakan untuk mengendalikan keong mas (Pomacea sp) dan siput penyebar penyakit Schistosomiasis (parasit darah) yang banyak menyerang manusia di daerah tropis dan sub-tropis.

46 8 Nama Jatropha berasal dari bahasa Yunani yaitu jatros yang berarti dokter dan trophé yang berarti makanan. Arti nama ini sangat sesuai mengingat potensinya yang cukup besar sebagai obat. Minyak jarak pagar juga dapat digunakan sebagai obat gatal/sakit kulit dan obat pereda rasa sakit karena reumatik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa curcin yang terkandung dalam biji jarak pagar memiliki efek anti tumor (Lin et al. 2003), Penelitian lain menunjukkan forbol ester yang diisolasi dari minyak biji jarak pagar adalah forbol ester temuan baru yang bersifat sebagai promoter tumor yang memiliki aktivitas lebih lemah dibanding forbol ester lainnya (Hirota et al. 1988). Meskipun adanya curcin yang terkandung pada J. curcas menyebabkan tanaman ini termasuk kelompok tanaman yang mengandung racun sehingga tidak dapat dimakan, ditemukan satu provenan dari daerah Quintana Roo dan Veracruz Mexico yang bersifat tidak beracun (Makkar et al. 1998). Provenan yang tidak beracun ini berpotensi untuk dimanfaatkan tidak saja sebagai bio-fuel, tetapi hasil sampingnya juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Sebagai tanaman penghasil minyak, jarak pagar berpotensi besar sebagai bahan bakar nabati (BBN) atau bio-fuel, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga (bio-kerosene) (Prastowo 2008 dan Mahmud et al. 2008), maupun bio-diesel (Hamdi 2007). Potensinya sebagai BBN pernah dimanfaatkan oleh Jepang semasa perang dunia II, yaitu untuk minyak pesawat terbang. Disamping itu minyak biji jarakpagar juga sering digunakan sebagai bahan bakar untuk penerangan. Dengan kemajuan teknologi, penggunaan minyak biji jarak pagar mulai ditinggalkan dan digantikan dengan minyak bumi maupun sumber energi lainnya. Adanya isu kelangkaan sumber energi bahan bakar minyak (BBM) yang tidak terbarukan mengakibatkan tanaman jarak pagar yang merupakan salah satu sumber energi baru dan terbarukan (EBT) berubah posisi dari yang tadinya hanya merupakan tanaman yang tidak mendapat perhatian menjadi komoditas yang kembali diperhatikan. Banyak negara mulai melakukan penelitian untuk mengeksplorasi potensi tanaman dan mempelajari peluang untuk mengembangkan tanaman jarak pagar sebagai tanaman penghasil energy alternatif. Cina bahkan melakukan uji coba minyak jarak untuk bahan bakar pesawat Boeing (Leksono 2010).

47 9 Keragaman Genetik Jarak Pagar Sebagai tanaman yang termasuk dalam kategori neglected crop, belum banyak informasi keragaman tanaman yang telah dilaporkan. Perbanyakan tanaman yang dapat dilakukan secara vegetatif disinyalir berakibat sempitnya keragaman genetik jarak pagar. Analisis provenan yang dilakukan di Senegal menunjukkan bahwa plasma nutfah jarak pagar yang dievaluasi mempunyai keragaman yang tinggi untuk karakter jumlah buah (kapsul), bobot buah, jumlah biji dan bobot biji pertanaman dengan nilai koefisien keragaman (CV) berturutturut 41 %, 47 %, 47 % dan 48 %. Sementara itu karakter bobot 1000 biji dan persentase tanaman yang menghasilkan biji (tanaman produktif) menunjukkan keragaman yang rendah antar populasi dan individu tanaman dengan nilai CV berturut-turut 5 % dan 10 % (Heller 1996). Keragaman yang tinggi juga telah diamati diantara populasi tanaman jarak pagar yang berasal dari Afrika Barat dan Timur, Amerika Utara dan Tengah serta Asia (Makkar et al. 1997), yang meliputi antara lain: karakter bobot biji bervariasi (0,49 0,86 gram/biji), persentase bobot kernel (54 64 %), kandungan protein kasar (19 31 %) dan kandungan minyak (43 59 %). Selain itu juga dilaporkan adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan (genotype by environment interaction). Hasil penelitian terhadap 24 aksesi jarak pagar yang dikoleksi dari berbagai agroklimat yang berbeda di propinsi Haryana India menunjukkan adanya variasi pada ukuran benih, bobot 100 benih dan kandungan minyak. Kandungan minyak bervariasi mulai dari 28 38,8 %. Tingginya koefisien korelasi fenotipik dibanding koefisien korelasi genotipik menunjukkan besarnya pengaruh lingkungan. Heritabilitas yang tinggi pada kandungan minyak menunjukkan adanya aksi gen aditif. Bobot benih berkorelasi positif dengan panjang benih dan kandungan minyak (Kaushik et al. 2007). Di Indonesia, hasil pengamatan awal yang telah dilakukan terhadap provenan jarak pagar di Kebun Induk Jarak Pagar, Pakuwon dan Kebun Induk Jarak Pagar di Asembagus menunjukkan bahwa plasma nutfah jarak pagar yang dikoleksi dari berbagai daerah di Indonesia menunjukkan adanya keragaman untuk warna batang, warna daun, warna pucuk dan tangkai daun, bentuk buah dan

48 10 jumlah biji per buah (Hasnam 2006b), potensi produksi (Hadi-Sudarmo et al. 2007), dan percabangan (Mardjono et al. 2007). Koleksi plasma nutfah juga mempunyai keragaman untuk berbagai karakter yang terkait dengan daya hasil biji, antara lain: umur mulai berbunga dan berbuah, jumlah tandan (infloresen) per tanaman, dan jumlah buah per tandan. Hasil evaluasi awal juga menunjukkan adanya sejumlah nomor koleksi plasma nutfah yang mampu menghasilkan lebih dari 100 buah/tanaman pada tahun I penanaman (Hasnam 2007; Hadi-Sudarmo et al. 2007). Sejumlah nomor koleksi plasma nutfah yang memiliki potensi produksi tinggi tersebut dapat dijadikan calon tetua donor untuk sifat daya hasil tinggi dalam proses perakitan varietas unggul baru tanaman jarak pagar. Tipe Penyerbukan Tanaman Jarak Pagar Pengelompokan tanaman berdasarkan tipe penyerbukannya dapat dibedakan atas 3 tipe. Tanaman yang mengalami penyerbukan silang berkisar dari 0-10 % digolongkan tanaman menyerbuk sendiri, tanaman yang mengalami penyerbukan silang berkisar dari % digolongkan tanaman cenderung menyerbuk sendiri, sedangkan tanaman yang mengalami penyerbukan silang lebih dari 20 % digolongkan tanaman yang menyerbuk silang (Chahal & Gosal 2006). Berdasarkan letak stamen dan pistil yang terpisah pada bunga jantan dan bunga betina dan berdasarkan saat reseptif kepala putik yang berbeda dengan polen, Dehgan & Webster (1979) mengelompokkan tanaman jarak pagar ke dalam kelompok tanaman menyerbuk silang. Berdasarkan keberadaan serangga penyerbuk, maka potensi menyerbuk silang dan menyerbuk sendiri pada tanaman jarak pagar sama besar (Raju & Ezradanam 2002, Hartati 2007). Pengelompokan Materi Genetik Pengelompokan materi genetik pada tanaman jarak pagar perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar keragaman genetik populasi yang ada. Analisis gerombol dapat dilakukan untuk mengelompokkan aksesi menjadi beberapa kelompok yang semata-mata didasarkan pada ukuran kedekatan antar aksesi

49 11 berdasarkan pengukuran sifat yang diamati (Johnson & Wichern 1988). Pengelompokan anggota koleksi plasma nutfah kedalam kelompok dengan sifat morfologi yang sama atau secara genetik sama sangat diperlukan yaitu : 1. Bila sedikit sejarah tanaman yang diketahui seperti pada tanaman millet (Hussaini et al. 1977) 2. Bila struktur populasi dalam koleksi tidak diketahui seperti pada plasma nutfah Avena sterillis (Marshall & Brown 1975) 3. Bila akan diterapkan metoda pemuliaan tanaman yang baru misalnya seleksi inbred seperti pada pengembangan hibrida sorghum (Nath et al. 1984) Peningkatan Produktivitas Tanaman Pengembangan komoditas selalu membutuhkan bahan tanaman unggul yang memiliki produktivitas tinggi sehingga memberikan keuntungan atau efisiensi ekonomi bagi yang akan mengusahakannya. Demikian juga pada tanaman jarak pagar, masalah produktivitas tanaman saat ini menjadi tuntutan masyarakat yang berminat untuk mengusahakannya. Sebagai tanaman yang menyerbuk silang, maka semua upaya perbaikan genetik harus didasarkan pada populasi (Heller 1996). Seleksi massa merupakan metode pemuliaan yang paling sederhana dimana tanaman yang superior dipilih untuk dievaluasi lebih lanjut. Pada metoda ini pemulia memanfaatkan variasi genetik aditif yang ada dalam populasi tanaman. Seleksi dapat dilakukan berulang dan merupakan metoda yang banyak digunakan pada pemuliaan tanaman pohon. Pada tanaman jarak pagar metoda ini juga mulai digunakan. Metoda seleksi tersebut telah diterapkan oleh Puslitbang Perkebunan sejak tahun Seleksi siklus pertama yang dilakukan terhadap sejumlah nomor koleksi plasma nutfah jarak pagar berhasil mengidentifikasi populasi IP-1A, IP- 1M dan IP-1P yang mempunyai daya hasil biji rata-rata sebanyak 88 (± 21), 52 (± 14,7) dan 114 (± 20,0) buah per tanaman (Hasnam 2007). Kriteria seleksi pada siklus pertama adalah tanaman dengan jumlah buah lebih dari 200 buah/tanaman pada tahun pertama dan produktivitas berkisar 0,97-1,06 ton biji kering per hektar

50 12 (Hasnam et al. 2007). Potensi daya hasil biji yang bisa dicapai oleh populasi IP- 1A, IP-1M dan IP-1P tersebut pada tahun kedua diperkirakan mencapai 0,9-1,5, ketiga 2,0-3,0, keempat 4,0-4,5, dan kelima 4,5-5 ton biji kering per hektar (Hasnam 2007). Seleksi siklus kedua dilakukan dengan kriteria seleksi jumlah buah lebih dari 400 buah/tanaman pada tahun pertama. Seleksi ini telah menghasilkan IP-2 dengan target produksi 2 ton pada tahun pertama, 3-3,5 ton pada tahun kedua, 4,5-5 ton pada tahun ketiga, 6-7 ton pada tahun keempat dan mulai stabil sejak tahun kelima hingga kesepuluh (Hasnam et al. 2007). Produktivitas yang sesungguhnya belum diketahui karena pengembangan jarak pagar di Indonesia baru berjalan efektif 2 tahun terhitung mulai awal tahun 2006 bersamaan dengan keluarnya Inpres no 1 tahun 2006 dan Perpres no 5 tahun Pengembangan tersebut mulai surut karena ketidakjelasan pasar. Potensi produksi yang telah dicapai oleh populasi tersebut dirasa masih belum menguntungkan. Simulasi untuk menghitung keuntungan usahatani jarak pagar yang dilakukan Kemala (2006) menunjukkan petani yang menanam jarak pagar dengan teknologi rendah (dosis pupuk kandang < 1 kg/tanaman, pupuk buatan < 100 kg/ha, jarak tanam tidak teratur) baru akan memperoleh keuntungan jika varietas jarak pagar yang ditanam mampu menghasilkan biji kering sebesar 2 ton/ha/tahun. Hal tersebut didasarkan pada harga biji kering jarak pagar sebesar Rp700,- - Rp1.000,- per kg, sebagaimana harga yang diterima petani pada saat simulasi dilakukan. Untuk itu, varietas unggul tanaman jarak pagar dengan daya hasil > 2 ton/ha/tahun sejak tahun pertama perlu untuk disediakan karena plasma nutfah tanaman jarak pagar yang ada saat ini belum mampu memenuhi kriteria tersebut. Dengan asumsi populasi per hektar adalah tanaman dan faktor koreksi 20 % (Hasnam 2006a), produksi > 2 ton/ha/tahun akan dapat dicapai bila genotipe yang dikembangkan memiliki potensi produksi > 400 buah per tanaman per tahun. Bila setiap infloresen menghasilkan buah rata-rata 10 buah/infloresen, tanaman harus mampu menghasilkan 40 infloresen dalam setahun. Oleh sebab itu tanaman yang akan dirakit harus memiliki potensi produksi minimal 400 buah per tanaman per tahun mulai tahun pertama, artinya harus memiliki potensi produksi lebih tinggi dari IP-1A, IP-1M dan IP-1P dan IP-2 tersebut.

51 13 Meskipun hasil evaluasi awal menunjukkan adanya sejumlah genotipe yang memiliki potensi produksi lebih baik dibanding populasi lainnya, sejumlah laporan menyebutkan bahwa produksi jarak pagar sangat berfluktuasi tergantung kondisi lingkungan. Makkar et al. (1997) melaporkan adanya interaksi genotipe x lingkungan yang nyata untuk karakter-karakter bobot biji, persentase bobot kernel, kandungan protein kasar dan kandungan minyak yang menunjukkan lingkungan memberikan pengaruh yang spesifik pada provenan-provenan tertentu. Adanya interaksi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan merupakan hal yang harus menjadi pertimbangan bagi para pemulia pada saat menyusun program perakitan varietas karena interaksi dengan lingkungan juga mempengaruhi pewarisan karakter tanaman (Baihaki 1999). Dengan demikian dalam melakukan evaluasi pada tanaman jarak pagar yang merupakan tanaman tahun, pengamatan karakter morfologi terutama karakter kuantitatif perlu dilakukan selama beberapa waktu, minimal selama periode pertumbuhan satu tahun. Hasil evaluasi akan memberikan data yang lebih baik pada saat pertumbuhan dan produksi tanaman jarak pagar mulai stabil yaitu pada tahun kelima (Hasnam et al. 2007). Hibrida Heller (1996) menyebutkan salah satu alternatif dalam program perbaikan tanaman jarak pagar adalah merakit hibrida. Dalam pemuliaan tanaman, hibrida adalah keturunan yang dihasilkan dari suatu perkawinan atau persilangan (hibridisasi) antara dua individu yang berbeda genotipenya (Singh 1990). Berdasarkan proses pembentukannya, hibrida dapat dibedakan atas 2 macam yaitu (1) persilangan sederhana (simple cross) yaitu persilangan antar 2 tetua, dan (2) persilangan kompleks (complex cross) yaitu persilangan antar lebih dari 2 tetua. Hibrida adalah generasi pertama yang dihasilkan dari persilangan antara galur murni, inbred, varietas bersari bebas, klon atau populasi yang berbeda secara genetik (Singh 1990). Chahal & Gosal (2006) menyebutkan prinsip dasar dari proses hibridisasi pada tanaman yang berkembang biak secara vegetatif sama dengan tanaman yang berkembang biak secara generatif. Hibrida yang baik akan diperoleh dari tetua

52 14 yang memiliki nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) yang tertinggi. Ada beberapa hal yang mendasari agar hibrida yang dihasilkan memiliki karakter yang diinginkan. Borojevic (1990) mendasarkan pemilihan tetua persilangan pada tiga konsep dasar yaitu (1) konsep varietas, (2) konsep karakter, dan (3) konsep gen. Pada konsep varietas mencakup seleksi dari sejumlah varietas untuk disilangkan dengan asumsi bahwa kombinasi dari sifatsifat positif akan muncul pada hibrida yang dihasilkan. Konsep ini umumnya digunakan pada program pemuliaan yang masih awal dimana belum tersedia informasi mengenai karakter dan kendali genetik karakter-karakter penting yang akan diperbaiki. Dengan demikian keberhasilan dari proses hibridisasi tergantung dari jumlah kombinasi persilangan. Secara umum, peluang keberhasilan penggunaan konsep varietas sering kurang menggembirakan. Pada konsep karakter, pemilihan tetua untuk disilangkan didasarkan pada pengetahuan tentang sifat-sifat yang nantinya dapat dikombinasikan dalam varietas baru. Pemuliaan silang balik merupakan salah satu contoh dari pemuliaan tanaman yang pemilihan tetua persilangannya didasarkan pada konsep ini. Konsep karakter lebih banyak dilakukan oleh pemulia tanaman. Pada konsep karakter, peluang keberhasilannya sangat tergantung dari besarnya peluang setiap karakter muncul yang ditentukan oleh nilai heritabilitasnya dan ada tidaknya keterpautan gen. Sebagai contoh jika seorang pemulia akan menggabungkan karakter A dan B dalam satu genotipe, maka bila peluang munculnya A diasumsikan 0,5 dan peluang B adalah 0,25, maka peluang A dan B berkumpul pada satu genotipe adalah 0,5 x 0,25 = 0,125. Artinya untuk mendapatkan genotipe tersebut, jumlah progeni harus cukup banyak sehingga akan diperoleh genotipe yang diinginkan. Semakin banyak karakter yang akan dihimpun dalam satu karakter, semakin kecil peluang terjadinya sehingga harus semakin besar populasi yang diseleksi. Konsep gen merupakan konsep pemilihan tetua persilangan yang didasarkan pada konstitusi genetik dari sifat-sifat yang diinginkan. Karena seringkali sifat-sifat yang digabungkan tidak saja ditentukan oleh gen minor tetapi juga mayor, maka pemilihan tetua persilangan sebaiknya menggabungkan ketiga konsep diatas.

53 15 Heller (1996) menyebutkan sejumlah komponen yang berkontribusi terhadap kadar minyak tinggi pada tanaman jarak pagar adalah jumlah bunga betina per infloresen, jumlah buah per tanaman, jumlah biji per buah, bobot 1000 biji dan kadar minyak biji. Berdasarkan konsep karakter tersebut diatas, maka karakter-karakter ini dapat dimanfaatkan dalam proses seleksi calon tetua dan dikombinasikan untuk menghasilkan rekombinan baru yang memiliki karakter sesuai yang dibutuhkan. Daya Gabung Umum (DGU) dan Daya Gabung Khusus (DGK) Pada dasarnya, kegiatan pemuliaan adalah memperbaiki nilai rata-rata karakter suatu populasi (Baihaki 1999). Untuk merakit hibrida (F1), informasi daya gabung umum dan daya gabung khusus sangat diperlukan agar pemulia dapat memilih tetua mana yang akan disilangkan untuk menghasilkan hibrida yang diinginkan (Singh 1990; Baihaki 1999). Hibrida yang dikehendaki adalah yang memiliki nilai heterosis tinggi sehingga memiliki keragaan lebih baik dari kedua tetuanya. Daya gabung menggambarkan nilai pemuliaan tetua untuk menghasilkan hibrida (Basal & Turgut 2003). DGU digunakan untuk menggambarkan rataan dari kombinasi hibrida suatu tetua yang menunjukkan kemampuan menggabungnya dengan tetua lain, sedangkan DGK digunakan untuk menggambarkan suatu kombinasi persilangan yang memiliki penampilan terbaik dibanding rata-rata persilangan (Sprague dan Tatum 1942 dalam Basal & Turgut 2003). Berdasarkan nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) dapat diketahui gen yang berperan. Sprague dan Tatum (1942) dalam Pacheco et al. (1999) menyebutkan DGU menggambarkan besarnya peran gen aditif dari suatu variasi genetik yang dapat diduga melalui pengukuran hibiridanya, sedangkan DGK menggambarkan besarnya peran gen non aditif yang ditunjukkan oleh adanya kombinasi persilangan yang menunjukkan keragaan yang jauh lebih baik atau lebih buruk dari nilai rata-rata hibrida yang dievaluasi.

54 16 Pendugaan DGU maupun DGK dapat dilakukan melalui analisis silang dialel menggunakan pendekatan yang dikemukakan Hayman atau Griffing yang didasarkan pada sejumlah asumsi sebagai berikut: (1) segregasi diploid normal, (2) tidak ada pengaruh maternal (tidak ada perbedaan resiprok), (3) aksi gen-gen yang tidak se alel (non-allelic) bersifat bebas, (4) tidak ada alel ganda (multiple allel), (5) tetua yang digunakan homosigot, (6) gen-gen menyebar bebas diantara tetua, dan (7) koefisien inbreeding hampir sama dengan 1 (Singh & Chaudhary 1979). Penggunaan tetua heterosigot pada analisis dialel dapat mengakibatkan bias pada sejumlah data yang dihasilkan, diantaranya nilai Wr Vr yang tidak konstan, kemiringan arah garis regresi (b) meskipun tidak ada interaksi nonallelic, dan dominan yang tidak sesuai nilai semestinya. Heterosis Heterosis pada hibrida antara lain disebabkan oleh adanya interaksi antar alel dalam satu lokus tertentu dan interaksi antar lokus yang ada dalam kondisi heterosigot. Beberapa teori yang berkaitan dengan heterosis diantaranya adalah teori konvensional yaitu teori dominan yang dikemukakan Davenport (1908), Pellow (1910) dan Bruce 1910) dalam Chahal dan Gosal (2006) dan teori dominan lebih (over dominant) yang dikemukakan oleh Hull (1954) dalam Chahal dan Gosal (2006). Teori dominan menerangkan terjadinya heterosis pada tanaman didasarkan peran gen dimana alel-alel resesif memberikan pengaruh yang merugikan sedangkan alel-alel dominan memberikan pengaruh yang menguntungkan. Gen-gen dominan yang berasal dari kedua tetua terekspresi secara bersama-sama pada F1 yang mengakibatkan ekspresi alel-alel resesif tertekan. Akibatnya karakter yang muncul pada F1 adalah karakter-karakter yang baik sehingga penampilan F1 lebih baik dibanding tetuanya. Sementara itu teori dominan lebih (over dominant) menyebutkan individu dengan kondisi heterosigot lebih superior dibanding kondisi homosigotnya baik homosigot dominan maupun homosigot resesif. Dalam teori ini terjadinya heterosis disebabkan ekspresi dari multiple allel yang bersifat aditif satu sama lain.

55 17 Fenomena heterosis dapat dipelajari dengan pendekatan biometri (Jinks 1983 dalam Chahal dan Gosal 2006). Pendekatan biometri ini memerlukan sejumlah informasi yang meliputi perilaku gen, ada tidaknya linkage, ada tidaknya pengaruh maternal, ada tidaknya pengaruh lingkungan. Kekerabatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fenomena heterosis. Simmonds (1979) mengemukakan efek heterosis yang tinggi dapat diperoleh bila tetua persilangan merupakan genotipe-genotipe yang tidak berkerabat dekat. Studi keragaman genetik tersebut menjadi lebih diperlukan untuk tanaman tahunan seperti jarak pagar mengingat umur tanamannya yang panjang. Selain itu, keberadaan data tentang adanya keterkaitan antara jarak genetik antar tetua dengan keragaan dari hibrida akan sangat membantu pemilihan calon tetua dalam perakitan hibrida. Tersedianya informasi keragaman genetik plasma nutfah jarak pagar dapat dilakukan untuk studi keterkaitan antara jarak genetik dengan keragaan hibrida. Heritabilitas Salah satu parameter genetik yang penting adalah nilai heritabilitas suatu karakter. Nilai heritabilitas merupakan pernyataan kuantitatif peran faktor genetik yang mengukur kemampuan suatu genotipe dalam populasi tanaman untuk mewariskan karakter-karakter yang dimiliki. Pengertian lain menjelaskan bahwa heritabilitas adalah suatu pendugaan yang mengukur sejauh mana variabilitas penampilan suatu genotipe dalam populasi terutama disebabkan oleh peranan faktor genetik. Pemahaman tersebut diperoleh dari pengertian bahwa pendugaan heritabilitas merupakan perbandingan varian genetik dengan varian fenotipik suatu karakter dalam populasi. Secara sederhana dapat didefinisikan sebagai ratio ragam genotipe dengan ragam fenotip yang dapat dituliskan sebagai G / P (Allard 1960; Poehlman & Sleper 1995). Melalui heritabilitas dapat diketahui apakah keragaman yang timbul dari suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan peran faktor genetik lebih besar daripada lingkungan dan sebaliknya. Karakter-karakter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi pada

56 18 umumnya adalah karakter kualitatif yang dikendalikan oleh gen-gen tunggal. Karakter kualitatif seperti warna daun dan bunga, kandungan asam amino biji, bentuk buah dan lain sebagainya relatif menunjukkan nilai yang sama pada berbagai kondisi lingkungan. Karakter kuantitatif seperti hasil biji, total bobot kering, kandungan protein biji, kandungan minyak biji dan lain sebagainya yang memiliki nilai heritabilitas rendah umumnya dikendalikan oleh banyak gen dan sangat dipengaruhi lingkungan sehingga nilainya selalu berubah sesuai kondisi lingkungan (Moreno-Gonzales & Cubero 1993). Seleksi menggunakan karakter kuantitatif pada generasi awal akan memberikan hasil yang kurang baik karena pada generasi berikutnya nilai karakter akan berubah lagi. Tetapi pada program pemuliaan jarak pagar, fenomena ini dapat diantisipasi dengan melakukan perbanyakan vegetatif pada genotipe yang telah menunjukkan potensi yang baik meskipun masih pada generasi F1. Evaluasi F1 Evaluasi pewarisan sifat maupun seleksi pada umumnya dilakukan pada generasi F2. Baihaki (1999) mengemukakan variabilitas terbesar dari suatu pasangan persilangan akan dicapai pada generasi F2 baik untuk tanaman menyerbuk sendiri maupun tanaman menyerbuk silang. Dengan demikian, keberhasilan program pemuliaan yang dilakukan sangat tergantung pada jumlah populasi F2 yang dihasilkan. Semakin banyak populasi yang akan diseleksi, semakin besar peluang mendapatkan genotipe yang dikehendaki. Pada tanaman jarak pagar yang menyerbuk silang, penyerbukan silang antar tetua heterosigot akan menghasilkan populasi F1 yang heterosigot dan heterogen sehingga seleksi dapat dimulai pada generasi F1 karena telah memiliki variabilitas yang tinggi. Untuk memperbaiki karakter kuantitatif yang dikendalikan secara multigenik membutuhkan populasi yang sangat banyak. Hal ini sulit diterapkan pada tanaman jarak pagar yang merupakan tanaman tahunan. Jumlah populasi F1 sangat tergantung pada kemampuan tanaman tetua membentuk biji dan ketersediaan sarana lahan untuk penanamannya. Salah satu pilihan untuk mempersingkat waktu seleksi adalah dengan memilih F1 yang

57 19 berpenampilan terbaik kemudian diperbanyak secara vegetatif seperti pada tanaman kentang, jeruk, karet, teh dan tanaman kehutanan (Baihaki 1999). Metoda ini berpeluang untuk diterapkan pada program pemuliaan tanaman jarak pagar karena selain dapat diperbanyak secara generatif, hasil penelitian menunjukkan tanaman ini dapat diperbanyak secara vegetatif, baik dengan setek, perbanyakan in-vitro, maupun perbanyakan ex-vitro (Tajuddin et al. 2007). Karakter Sekunder sebagai Karakter Seleksi Tidak Langsung Dalam penelitian pemuliaan tanaman, pemilihan individu potensial yang akan digunakan sebagai calon tetua biasanya dilakukan dengan melakukan seleksi berdasarkan karakter primer yang akan diperbaiki. Seleksi menggunakan karakter primer sulit dilakukan karena membutuhkan waktu relatif lama, apalagi untuk hasil tanaman. Seleksi menggunakan karakter sekunder (seleksi tidak langsung) yang dapat dilakukan lebih dini merupakan salah satu cara mempersingkat waktu seleksi (Falconer 1972). Untuk dapat menggunakan karakter sekunder sebagai dasar seleksi memerlukan informasi tentang keterkaitan antar karakter. Informasi ini merupakan data penting yang dapat membantu percepatan tercapainya tujuan pemuliaan tanaman. Keberhasilan mengidentifikasi adanya keterkaitan antara satu karakter dengan karakter lainnya akan dapat membantu pengembangan metode seleksi secara tidak langsung, dengan menggunakan karakter sekunder yang lebih mudah diamati. Sebagai dasar seleksi, karakter sekunder akan memberikan hasil yang baik bila memiliki nilai heritabilitas yang lebih tinggi dibanding karakter utama (Falconer 1972). Sejumlah hasil penelitian terdahulu menunjukkan adanya korelasi positif antara bobot biji dengan kandungan protein kasar (Makkar et al. 1997) dan antara bobot 1000 biji dengan persentase kandungan lemak kasar (crude fat). Sebaliknya, bobot 1000 biji berkorelasi negatif dengan persen serat kasar dan kandungan abu (Heller 1996). Biji yang besar identik dengan kandungan abu yang rendah. Berbagai komponen penentu hasil minyak biji jarak pagar adalah: jumlah bunga betina per malai (infloresen), jumlah buah per tanaman, jumlah biji per buah,

58 20 bobot 1000 biji, dan kadar minyak biji (Heller 1996). Tetapi semua karakter yang berkorelasi terhadap hasil yang dilaporkan tersebut baru dapat dideteksi setelah tanaman berumur lebih kurang 6 bulan. Diperlukan karakter lain yang berkorelasi dengan hasil yang dapat dideteksi lebih dini sehingga proses seleksi dapat dilakukan lebih cepat. Korelasi Fenotipik dan Genotipik Korelasi dimanfaatkan oleh peneliti di bidang pemuliaan tanaman, selain untuk melihat hubungan antara dua karakter, juga untuk memudahkan proses seleksi. Karakter yang berkorelasi nyata dengan hasil dan didukung oleh nilai heritabilitas tinggi dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan tanaman yang mampu berproduksi tinggi. Seleksi ini biasa disebut dengan seleksi tidak langsung (indirect selection) (Falconer 1972). Falconer (1989) dalam Baihaki (1999) mengelompokkan korelasi berdasarkan pengaruh pembentuknya yaitu: 1. Korelasi genetik yaitu korelasi antar karakter tanaman yang hanya ditimbulkan oleh komponen faktor genetik total. 2. Korelasi genetik aditif yaitu korelasi antar karakter tanaman yang hanya ditimbulkan oleh faktor genetik aditif. 3. Korelasi fenotipik yaitu korelasi antar dua karakter tanaman yang ditimbulkan oleh pengaruh faktor genetik, lingkungan dan interaksinya. 4. Korelasi lingkungan yaitu korelasi antar dua karakter tanaman yang terjadi karena adanya perubahan lingkungan. Seleksi berdasarkan karakter sekunder pada tanaman membiak vegetatif hanya akan efektif bila: (1) karakter sekunder dan karakter primer mempunyai korelasi genetik yang erat dan (2) pengamatan terhadap karakter sekunder relatif mudah, murah dan dapat lebih dini mendeteksinya (Baihaki 1999). Sementara itu Waitt & Levin (1998) melakukan analisis terhadap 32 data hasil penelitian berbagai tanaman meliputi jagung, kedelai, sorgum, tembakau dan sebagainya, dan membandingkan korelasi fenotipik dan genotipik karakter yang dievaluasi. Hasil analisisnya menunjukkan korelasi fenotipik pada tanaman yang dievaluasi

59 21 cukup merefleksikan korelasi genetiknya. Meskipun ketepatannya masih perlu dievaluasi lebih lanjut, korelasi fenotipik dapat dimanfaatkan untuk pendugaan nilai karakter kualitatif terutama bila data genetik sulit diperoleh. Bunga Hermaprodit Bunga hermaprodit ditemukan pada sejumlah tanaman termasuk tanaman jarak pagar (Dehgan & Webster 1979). Perannya terhadap daya hasil belum banyak diketahui, demikian pula pewarisannya. Roy (2000) melaporkan ada beberapa mekanisme genetik yang menentukan jenis kelamin pada tanaman: (a) Pada tanaman monoecious, sel yang sama memiliki kemampuan untuk menghasilkan gamet jantan dan betina. Pada tanaman jagung kasusnya agak berbeda dimana gen yang mengendalikan kemunculan bunga jantan adalah gen ts yang pada kondisi homosigot (tsts) akan menghasilkan pistil, sedangkan gen yang mengendalikan kemunculan bunga betina adalah gen sk yang pada kondisi homosigot (sksk) akan menghasilkan staminat. Gen ts bersifat epistasis terhadap gen sk. (b) Pada tanaman dioecious, jenis kelamin dikendalikan oleh gen tunggal yang berbeda. Pada tanaman papaya, jenis kelamin dikendalikan oleh satu lokus dengan 3 alel yaitu M1, M2 dan m. M2m menghasilkan gamet jantan, mm menghasilkan gamet betina dan Mm menghasilkan bunga hermaprodit. M1M1, M2M2 dan M1M2 bersifat letal sehingga tidak dijumpai pada progeni. (c) Kromosom yang berbeda mengendalikan jenis kelamin dimana kromosom XX adalah betina sedangkan XY adalah jantan seperti pada Melandrium. Dilaporkan pula bahwa ekspresi gen pengendali jenis kelamin sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti fotoperiode, suhu dan lain sebagainya.

60 22

61 KERAGAAN MORFOLOGI DAN HASIL 60 GENOTIPE JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI KEBUN PERCOBAAN PAKUWON SUKABUMI 1) Rr. Sri Hartati 2, A. Setiawan 3, B. Heliyanto 4, dan Sudarsono 3 2 Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 3 Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman, Dep. Agronomi dan Hortikultura IPB 4 Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat 23 Abstrak Untuk mengkaji keragaan karakter morfologi dan hasil tanaman jarak pagar hasil seleksi, telah dilakukan evaluasi terhadap 60 individu selama dua tahun berturut-turut di KP Pakuwon Sukabumi dari 1 Agustus 2007 sampai dengan 31 Juli Individu ini adalah turunan dari 20 genotipe yang berasal dari Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi. Genotipe-genotipe tersebut diseleksi berdasarkan hasil uji provenan yang telah dilakukan sebelumnya. Dari setiap genotipe diambil tiga butir benih. Setelah dibibitkan selama 2 bulan, bibit ditanam di lapangan dengan jarak tanam 2 m x 2 m pada tanggal 22 Mei Karakter vegetatif yang diamati meliputi tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, jumlah cabang total; karakter generatif yang diamati meliputi jumlah cabang produktif, umur berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan, dan fruit set, sedangkan karakter potensi hasil meliputi jumlah buah, jumlah biji dan kadar minyak biji. Hasil evaluasi selama 2 tahun menunjukkan 60 individu/genotipe jarak pagar yang diuji bervariasi tinggi pada karakter jumlah cabang, umur berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan buah, jumlah buah dan jumlah biji. Jumlah cabang produktif, jumlah infloresen dan jumlah tandan buah berkorelasi positif dengan hasil buah dan biji per tanaman, sedangkan umur berbunga berkorelasi negatif dengan semua karakter generatif. HS 49-1 dan HS 49-2 adalah genotipe jarak pagar yang berdaya hasil tinggi, umur produksi lebih cepat, memiliki fisik yang kurang kokoh, sedangkan PT 14-1, MT 7-3 dan berdaya hasil tinggi, umur produksi lebih lambat dan memiliki fisik yang lebih kokoh. Kelimanya memiliki potensi produksi > 200 buah pada tahun pertama dan > 600 buah pada tahun kedua. Genotipe yang berdaya hasil rendah adalah 575-3, SP 16-3, 554-3, dan IP-1M-3 dengan potensi < 50 buah pada tahun pertama dan < 100 pada tahun kedua. Genotipe-genotipe dengan karakter yang bervariasi ini berpotensi untuk dimanfaatkan dalam program pemuliaan tanaman. Kata kunci : Variasi, korelasi, karakter vegetatif, karakter generatif, potensi.

62 MORPHOLOGICAL AND YIELD PERFORMANCES OF 60 PHYSIC NUT (Jatropha curcas L.) GENOTYPES IN PAKUWON EXPERIMENTAL STATION, SUKABUMI Abstract Field evaluations were conducted for two years at Pakuwon Experimental Station, Sukabumi to assess performances of 60 genotypes of Jathropa curcas. The evaluated genotypes were derived from 20 parents originated from Lampung, Central Java, East Java, West Nusa Tenggara, and Sulawesi Provinces. They were selected based on provenance trials in the previous experiment. Three seeds were collected from each parent and germinated in controlled seed nursery conditions for 2 months. The two months old seedlings were field planted in May 22, 2007 in 2 m x 2 m spacing. The plant height, stem girth, canopy width and number of total branches (vegetative characters); number of productive branches, time of flowering, number of infloresences, bunches and fruit set (generative characters), and number of fruits and seeds per plant (yield components); and oil content of the evaluated individuals were monitored for two years (August 1, 2007 to July 31, 2009). Results of the experiments indicated that the evaluated genotypes exhibited high variabilities in their time of flowering, number of branches, inflorescences, fruit bunches, fruits and nuts per plant. Number of branches, inflorescences and fruit bunches were positively correlated with fruit and nut yield per plants. Meanwhile, time of flowering was negatively correlated with all generative characters. HS 49-1 and HS 49-2 were the highest yielding and early flowering genotypes. However, these genotypes exhibited a weak branching type. On the other hand, PT 14-1, MT 7-3 and were high yielding, late flowering, and strong branching genotypes. These genotypes produced more than 200 fruits in the 1 st year and estimated to produce more than 600 fruits in the 2 nd year. The 575-3, SP 16-3, 554-3, and IP-1M-3 were low yielding genotypes, producing less than 50 fruits in the 1 st year and 100 fruits in the 2 nd year. Genotypes with such a variable characters would be useful for developing J. curcas breeding programs. 24 Key words : Variability, correlation, vegetative character, generative character, potential.

63 25 Pendahuluan Pengembangan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Indonesia dimulai pada tahun 2005 dengan menggunakan berbagai bahan tanaman yang belum teruji potensi genetiknya. Untuk segera memenuhi kebutuhan bahan tanaman, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan melakukan pengumpulan materi genetik sejak tahun 2005 melalui kegiatan eksplorasi di berbagai daerah (Mahmud 2006). Dari hasil eksplorasi diperoleh bahan tanaman berupa benih dan setek yang dikumpulkan dari 54 kabupaten di 11 propinsi (Sumatra Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Maluku) (Mahmud 2006). Hasil eksplorasi tersebut ditanam di tiga lokasi yang memiliki karakteristik iklim yang berbeda (Asembagus yang berikilim kering, Muktiharjo yang beriklim agak basah, dan Pakuwon yang beriklim basah). Evaluasi awal menunjukkan adanya keragaman pada potensi hasil dan periode berbunga (Hasnam 2007a) yang sejalan dengan yang dilaporkan oleh Heller (1996). Pada kegiatan selanjutnya, dilakukan seleksi terhadap populasi hasil eksplorasi tersebut berdasarkan potensi hasil dan umur berbunga. Seleksi ini menghasilkan IP (Improved Population) 1 dan IP-2 dengan potensi hasil biji kering per hektar pada tahun pertama sebesar 1-1,2 ton pada IP-1 dan 2-2,5 ton pada IP-2 (Hasnam 2007a). Potensi tersebut sama dengan buah per tanaman pada tahun pertama (IP-1) dan buah per tanaman pada tahun pertama (IP-2). Meskipun telah dihasilkan IP-1 dan IP-2 yang berpotensi hasil cukup tinggi, hasil simulasi usahatani yang dilakukan Kemala (2007) menunjukkan tingkat potensi hasil dari IP yang ada saat ini belum memberikan keuntungan bila diusahakan. Diperlukan varietas yang bila diusahakan akan memberikan manfaat secara ekonomi. Varietas yang dibutuhkan tidak saja memiliki daya hasil tinggi, tetapi merupakan varietas ideal (ideotype) yang memiliki sejumlah karakter yang akan memberikan kenyamanan bagi yang akan mengusahakan tanaman jarak pagar. Sejumlah karakter yang harus dimiliki jarak pagar ideotype di antaranya adalah fisik tanaman tidak terlalu tinggi sehingga memudahkan pemanenan,

64 26 batang kokoh sehingga tidak mudah rebah bila tanaman berbuah lebat, memiliki cabang produktif yang cukup banyak untuk dapat menghasilkan buah yang banyak, mulai berbunga dan berbuah relatif cepat, kemasakan buah pada setiap infloresen relatif serempak sehingga memudahkan panen, berbuah sepanjang tahun dan memiliki kadar minyak tinggi. Untuk mendukung program pengembangan jarak pagar ideotype sebagai salah satu tanaman sumber bahan bakar nabati di Indonesia, diperlukan informasi genetik untuk dijadikan pedoman dalam menyusun program pemuliaan tanaman. Hingga saat ini informasi keragaman genetik masih sangat terbatas. Pada saat awal kegiatan seleksi untuk menghasilkan IP, belum dilakukan evaluasi terhadap karakter morfologi tanaman jarak pagar. Seleksi yang dilakukan masih dititkberatkan pada karakter umur mulai berbunga dan jumlah buah per tanaman. Untuk itu perlu dilakukan penggalian informasi genetik dari materi genetik yang ada di Indonesia. Kegiatan penggalian informasi materi genetik diawali dari kegiatan evaluasi karakter-karakter penting yang berkaitan dengan daya hasil dan ideotype jarak pagar. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaan karakter morfologi 60 genotipe terpilih jarak pagar, yang meliputi karakter pertumbuhan vegetatif, generatif dan potensi hasil selama dua tahun berturut-turut. Dari hasil evaluasi akan dipilih sejumlah tetua yang memiliki karakter-karakter yang baik untuk dimanfaatkan dalam evaluasi lebih lanjut. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan ini dilakukan di Kebun Induk Jarak pagar Pakuwon, Sukabumi selama 2 tahun, yaitu dari bulan Mei 2007 hingga bulan Juli Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan merupakan sebagian dari hasil seleksi massa negatif yang dilakukan pada populasi tanaman jarak pagar yang berasal dari 11 propinsi di Indonesia. Berdasarkan potensi hasilnya, terpilih 20 individu

65 27 (genotipe) jarak pagar dengan potensi hasil rata-rata lebih dari 200 buah per tanaman pada tahun pertama. Individu terpilih tersebut merupakan representasi genotipe dari daerah Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Dari setiap individu tersebut dipilih 3 zuriat yang selanjutnya dievaluasi potensi hasilnya di lapangan. Karena bahan tanaman pada tahap awal pemuliaan jarak pagar ini masih sangat terbatas, evaluasi materi genetik ini dilakukan tanpa ulangan (unreplicated trials) menggunakan metode Grid selection (Kempton & Gleeson 1997). Pemilihan individu berpotensi dilakukan dengan membandingkan setiap individu tanaman dengan individu-individu yang bersebelahan letaknya, dan individu superior adalah yang memiliki nilai tertinggi diantara sejumlah individu yang bersebelahan dengan individu yang dimaksud (Stam 1984 dan Fasoulas 1973 dalam Kempton & Gleeson 1997). Penanaman dan Pemeliharaan Masing-masing zuriat terpilih dibibitkan dalam polybag berukuran 15 cm x 25 cm selama 2 bulan hingga bibit memiliki jumlah daun lebih kurang 10 dan tinggi bibit lebih kurang 30 cm. Bibit ditanam di lapangan pada tanggal 22 Mei Penanaman bibit dilakukan pada lubang tanam berukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm dengan jarak tanam 2 m x 2 m. Pemupukan pada tahun pertama dilakukan pada saat penanaman bibit di lapangan dengan dosis 2,5 kg pupuk kandang + 20 g Urea + 20 g SP g KCl per tanaman; dan pada saat tanaman berumur 1 bulan dengan dosis 20 g Urea/tanaman (Mahmud et al. 2008). Pada tahun kedua, dilakukan pemupukan dengan dosis sama seperti pada tahun pertama. Penyiraman dilakukan pada saat musim kemarau panjang yaitu pada bulan Juli dan Agustus tahun 2007 serta hanya dilakukan ketika tanaman terlihat mulai layu. Penyiraman dilakukan di sekitar perakaran tanaman. Pada tahun , tidak dilakukan penyiraman dan pertumbuhan tanaman tergantung curah hujan yang memiliki curah hujan rata-rata berkisar 2 mm 28 mm per bulan dengan jumlah hari hujan berkisar 1 hari 20 hari pada tahun 2008 dan 5 mm 30 mm per bulan dengan jumlah hari hujan berkisar 3 hari 21 hari pada tahun 2009 (data tidak ditampilkan).

66 28 Evaluasi Pertumbuhan Vegetatif Pengamatan dilakukan terhadap setiap individu tanaman yang berpedoman pada Daftar Deskriptor untuk tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.) yang dimodifikasi untuk jarak pagar (Puslitbangbun 2005). Pengamatan terhadap karakter pertumbuhan vegetatif meliputi tinggi tanaman, lingkar batang (diukur pada bagian pangkal batang di bawah percabangan), lebar kanopi (diukur bagian kanopi yang paling lebar), jumlah cabang total dan cabang produktif pada umur 12 bulan dan 24 bulan. Evaluasi Pertumbuhan Generatif dan Potensi Hasil Pengamatan terhadap pertumbuhan generatif meliputi umur mulai berbunga (bunga pertama mekar), jumlah infloresen per tanaman, jumlah tandan buah per tanaman, persentase fruit set rata-rata, dan jumlah buah per tanaman periode tahun pertama yang diamati selama periode Agustus 2007 Juli 2008 dan periode tahun II yang diamati selama periode Agustus 2008 Juli Untuk mengetahui umur berbunga, pengamatan dilakukan sejak tanaman dipindahkan ke lapangan, dan diamati setiap hari hingga semua individu berbunga. Pengamatan jumlah infloresen dan jumlah buah juga diamati setiap hari selama periode pengamatan tahun I dan tahun II, sehingga dapat diketahui produksi tanaman mulai tahun pertama hingga tahun kedua. Pengamatan hasil biji dilakukan berdasarkan taksiran yang diperoleh dari perkalian sebagai berikut : hasil biji per tanaman = jumlah buah per tanaman x rataan bobot biji kering (Hasnam 2007b). Pengamatan kadar minyak biji per tanaman dilakukan selama periode Agustus 2007 Juli 2008 dengan menggunakan metode soxhlet menggunakan hexane sebagai pelarut (Horowitz 1984). Korelasi Fenotipik dan Analisis Data Untuk melihat keterkaitan antar karakter pertumbuhan vegetatif, generatif dan hasil, dilakukan analisis korelasi sederhana antar karakter dengan menggunakan perangkat lunak SAS (SAS Institute 2006). Semua peubah yang dievaluasi dianalisis menggunakan analisis statistik sederhana menggunakan

67 perangkat lunak SAS (SAS Institute 2006), yang meliputi nilai rata-rata, standar deviasi, standar error, dan koefisien keragaman. 29 Identifikasi Individu Potensial Individu potensial ditentukan berdasarkan hasil buah yang dipanen per tanaman. Individu yang menghasilkan buah dalam jumlah banyak > 200 buah per tanaman per tahun dilaporkan mampu berproduksi tinggi > 1 ton per hektar per tahun. Jumlah buah per tanaman merupakan salah satu faktor penentu produktivitas tanaman jarak pagar (Hasnam 2007b). Disamping hasil buah yang tinggi, karakter lain yang menjadi dasar identifikasi individu terpilih adalah umur genjah (kurang dari 4 bulan sudah berbuah) dan pertumbuhan vegetatif yang tidak dominan. Hasil dan Pembahasan Evaluasi Pertumbuhan Vegetatif Karakter pertumbuhan vegetatif pada tahun I dan II yang diamati meliputi tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah cabang total dan jumlah cabang produktif. Rataan hasil pengamatan yang didapat disajikan pada Tabel 1. Hasil pengamatan menunjukkan rataan tinggi tanaman yang dievaluasi pada tahun I mencapai 154,5 cm dengan nilai pengamatan minimum 94 cm dan maksimum 197 cm, sedangkan pada tahun II mencapai 189,4 cm dengan nilai pengamatan minimum 100 cm dan maksimum 280 cm. Rataan lingkar batang tanaman yang dievaluasi pada tahun I mencapai 18,3 cm dengan nilai pengamatan minimum 11 cm dan maksimum 25 cm, sedangkan pada tahun II mencapai 40,9 cm dengan nilai pengamatan minimum 26 cm dan maksimum 60 cm. Rataan lebar kanopi pada tahun I mencapai 140 cm dengan nilai pengamatan minimum 69 cm dan maksimum 201 cm, sedangkan pada tahun II mencapai 234 cm dengan nilai minimum 115 cm dan maksimum 335 cm. Rataan jumlah cabang total dari tanaman pada tahun I mencapai 11,5 dengan nilai minimum 5 dan maksimum 34, sedangkan pada tahun II mencapai 48,3 dengan nilai pengamatan minimum 16 dan maksimum 110 (Tabel 1).

68 30 Tabel 1. Table 1. Rataan karakter pertumbuhan vegetatif 60 individu jarak pagar umur satu tahun dan dua tahun setelah tanam yang dievaluasi di Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon, Sukabumi Jawa Barat pada periode The averages of vegetative characters of 60 J. curcas genotypes at one and two years old which evaluated at Physic nut Seed Nursery Pakuwon, Sukabumi, West Java during the period of Karakter Characters Th Yr N N Rataan ± SE Average ± SE SD SD KK (%) CV (%) Min Min Max Max Tinggi tanaman (cm) ,5 ± 3,1 24,1 15, Plant heigt (cm) ,4 ± 5,7 44,2 23, Lingkar batang (cm) ,3 ± 0,4 3,3 18, Stem girth (cm) ,9 ± 1,0 7,9 19, Lebar kanopi (cm) ,0 ± 3,9 30,0 21, Canopy width (cm) ,0 ± 6,4 50,0 21, Jumlah cabang total ,5 ± 0,7 5,2 45, Total no. of ,3 ± 2,7 20,7 42, branches Sebagai tanaman tahunan yang dapat hidup hingga lebih dari 50 tahun, jarak pagar akan terus mengalami pertumbuhan dengan bertambahnya umur tanaman. Makkar et al. (1997) menyebutkan pertumbuhan tanaman jarak pagar dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Hasil pengamatan menunjukkan pertumbuhan tanaman jarak pagar yang dievaluasi memiliki nilai koefisien keragaman berkisar dari 15,6 % 45,1 % pada tahun I dan 19,4 % 42,8 % pada tahun II. Karakter vegetatif dengan nilai KK tinggi adalah jumlah cabang total. Pada kondisi lingkungan tumbuh yang sama, sejumlah genotipe menghasilkan cabang yang lebih banyak dibanding genotipe lainnya. Keragaman pada karakter tinggi tanaman, lingkar batang dan jumlah cabang pada tanaman jarak pagar juga ditemukan pada sejumlah aksesi jarak pagar di India seperti yang dilaporkan oleh Saikia et al. (2009). Alnopri (2004) yang melakukan penelitian pada tanaman kopi robusta arabika menyebutkan nilai koefisien keragaman > 20 % termasuk kategori nilai keragaman yang tinggi. Nilai keragaman yang tinggi mengindikasikan keragaman karakter yang luas dan memperbesar peluang bagi pemulia tanaman untuk melakukan seleksi. Individu

69 31 yang dipilih adalah yang mempunyai karakter vegetatif yang diinginkan. Berdasarkan koefisien keragamannya, karakter vegetatif tanaman jarak pagar yang dievaluasi yang menunjukkan keragaman tinggi adalah tinggi tanaman tahun kedua, lebar kanopi dan jumlah cabang total (Tabel 1). Karakter vegetatif yang lebih disukan pada tanaman jarak pagar adalah yang tidak terlalu tinggi sehingga tidak menyulitkan proses pemanenan buah. Evaluasi Pertumbuhan Generatif dan Potensi Hasil Pertumbuhan generatif yang diamati meliputi umur mulai berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, jumlah tandan buah, dan fruit set, sedangkan komponen hasil yang diamati adalah jumlah buah per tanaman, hasil biji per tanaman dan kadar minyak biji (Tabel 2). Tabel 2. Rataan karakter pertumbuhan generatif dan komponen hasil 60 individu jarak pagar umur satu tahun dan dua tahun setelah tanam yang dievaluasi di Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon, Sukabumi Jawa Barat pada periode Table 2. Generative performances and yield components of 60 J. curcas genotypes one year after sowing which evaluated at physic nut Seed Nursery Pakuwon, Sukabumi, West Java during the period of Karakter Th N Rataan ± SE SD KK (%) Min Max Characters Yr N Average ± SE SD CV (%) Min Max Umur berbunga (HST) Days to flowering ,5 ± 7,8 60,7 48,0 75 >360 Jumlah cabang produktif ,7 ± 0,4 3,3 34, No.of productive branches ,3 ± 1,6 12,1 54, Jml infloresen/tanaman ,0 ± 4,2 32,8 54, No. of inflorescence/plant ,6 ± 8,7 67,1 53, Jml tandan/tanaman ,1 ± 2,5 19,4 60, No. of bunches/plant ,1 ± 5,3 41,3 59, % infloresen jadi buah ,4 ± 1,9 14,3 27, Fruit set ,8 ± 1,8 14,1 26, Jml buah/tanaman ,9 ± 14,5 112,3 62, No. of fruits/plant ,9 ± 24,4 188,9 64, Hasil biji/tanaman (g) ,9 ± 29,0 224,6 62, Yield (nut)/plant ,9 ± 48,8 377,8 64, Kadar minyak biji Seed oil content ,5 ± 0,4 2,8 7,7 29,5 42,5

70 32 Rataan umur berbunga dari tanaman jarak pagar yang dievaluasi mencapai 126,5 hari dengan nilai pengamatan minimum 75 hari dan maksimum lebih dari 360 hari. Rataan jumlah cabang produktif tanaman pada tahun I mencapai 9,7 dengan nilai pengamatan minimum 0 dan maksimum 20, sedangkan pada tahun II mencapai 22,3 dengan nilai pengamatan minimum 1 dan maksimum 60. Rataan jumlah infloresen per tanaman pada tahun I mencapai 60,0 dengan nilai pengamatan minimum 0 dan maksimum 134 sedangkan pada tahun II mencapai 126,6 dengan nilai minimum 7 dan maksimum 334. Rataan jumlah tandan per tanaman pada tahun I mencapai 32 dengan nilai pengamatan minimum 0 dan maksimum 68, sedangkan tahun II mencapai 69,1 dengan nilai minimum 3 dan maksimum 160. Rataan fruit set tahun I mencapai 51 % dengan nilai pengamatan minimum 0 dan maksimum 86 % sedangkan pada tahun II mencapai 52,8 % dengan nilai minimum 26,8 dan maksimum 83,3 %. Rataan karakter jumlah buah per tanaman pada tahun I mencapai 179 dengan nilai pengamatan minimum 0 dan maksimum 450, sedangkan pada tahun II mencapai 295 dengan nilai minimum 9 dan maksimum 754. Rataan hasil biji per tanaman pada tahun I mencapai 357,9 g dengan nilai pengamatan minimum 0 dan maksimum 900 g, sedangkan pada tahun II mencapai 589,9 dengan minimum 18 dan maksimum 1508 g. Rataan kadar minyak mencapai 36,5% dengan nilai pengamatan minimum 29,5% dan maksimum 42,5 %. Tanaman jarak pagar yang dievaluasi juga menunjukkan perbedaan pada karakter generatif dan komponen hasil. Karakter generatif jarak pagar yang memiliki nilai KK tinggi adalah umur mulai berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, jumlah tandan, jumlah buah, dan hasil biji. Berdasarkan karakter jumlah buah, ada individu yang mampu berproduksi tinggi dengan produksi mencapai 450 buah per tanaman pada tahun pertama dan 754 buah pada tahun kedua, sementara individu lainnya berproduksi jauh lebih rendah, hanya 9 buah per tanaman (Tabel 2). Karakter yang memiliki nilai KK tinggi menunjukkan keragaman yang tinggi dan memberi peluang bagi pemulia untuk melakukan seleksi menggunakan karakter tersebut. Berdasarkan nilai KK, karakter kadar minyak biji jarak pagar kurang baik untuk digunakan sebagai kriteria seleksi karena hanya memiliki nilai KK 7 %.

71 33 Adanya keragaman pada sejumlah karakter tanaman jarak pagar juga dilaporkan oleh Gohil & Pandya (2008) yang membagi genotipe yang diobservasi ke dalam 5 kluster berdasarkan karakter jumlah buah, jumlah biji dan kadar minyak. Sementara itu berdasarkan karakter molekuler, Subramanyam et al. (2009) membagi 40 genotipe jarak pagar yang diamati ke dalam 2 kelompok kluster utama, sedangkan Basha et al. (2009) yang mengamati jarak pagar dari 13 negara membagi ke dalam 8 kluster. Adanya keragaman genetik dan jarak genetik memberikan peluang bagi pemulia untuk melakukan kegiatan pemuliaan. Keragaman pada jarak pagar yang dievaluasi dapat dilihat pada sebaran frekuensi individu. Sebaran frekuensi individu dengan kisaran umur berbunga, jumlah infloresen per tanaman, dan jumlah tandan buah per tanaman diantara tanaman jarak pagar yang dievaluasi di Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon, Sukabumi Jawa Barat selama tahun masing-masing disajikan pada Gambar 2.A., 2.B., dan 2.C. Diantara tanaman jarak pagar yang dievaluasi, terdapat 28 individu yang mempunyai umur berbunga < 97 hari sesudah tanam (Gambar 2.A.). Individu ini memiliki umur mulai berbunga lebih genjah dibanding IP 1 dan IP 2 yang baru mulai berbunga pada umur 4 bulan. Jumlah infloresen per tanaman yang diharapkan minimal 100 infloresen pada tahun pertama dan 200 pada tahun kedua. Empat individu memenuhi kriteria tersebut. Sementara itu jumlah tandan buah yang memenuhi kriteria yang diharapkan adalah memiliki > 61 tandan pada tahun pertama dan >110 pada tahun kedua. Hanya 7 genotipe yang memenuhi kriteria tersebut (Gambar 2.B, 2C, 3A, dan 3 B). Meskipun jumlah infloresen yang dihasilkan ada yang mencapai lebih dari 100 infloresen per tanaman pada tahun pertama dan 200 pada tahun kedua, jumlah tandan buah maksimal yang dihasilkan dari tanaman tersebut hanya 68 tandan pada tahun pertama dan 160 tandan pada tahun II (Tabel 2) karena sebagian dari infloresen yang terbentuk tidak menghasilkan buah. Kegagalan infloresen untuk berkembang menjadi tandan buah disebabkan oleh paling tidak dua alasan, yaitu infloresen hanya menghasilkan bunga jantan yang sering terjadi pada musim kemarau, atau terjadi abnormalitas perkembangan infloresen yang sering terjadi pada musim penghujan (Gambar 4).

72 34 Frekuensi (Frequency) Frekuensi (Frequency) Frekuensi (Frequency) < 48 < 73 < 97 < 122 < 147 < 171 < 196 < 221 > 221 Kisaran umur berbunga (Days to flowering) < 3 < 13 < 22 < 32 < 42 < 51 < 61 < 71 > 71 Kisaran jumlah tandan buah (Average Number of bunches) (A) 6 (B) < 11 < 27 < 44 < 60 < 76 < 93 < 109 < 126 > 126 Kisaran jumlah infloresen (Number of inflorescence) 1 (C) Gambar 2. Sebaran frekuensi individu umur satu tahun berdasarkan karakter generatif dan komponen hasil. (A) Kisaran umur berbunga, (B) Jumlah infloresen dan (C) Jumlah tandan buah diantara tanaman jarak pagar yang dievaluasi di Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat selama tahun Figure 2. Frequency distribution of one year old based on generative characters and yield component. (A) Days to flowering, (B) Number of inflorescences per plant, and (C) Number of bunches per plant among evaluated J. curcas genotypes at Physic nut Seed Nursery Pakuwon, Sukabumi, West Java during the period of

73 35 (A) Frekuensi (Frequency) Frekuensi (Frequency) Kisaran jumlah infloresen (Number of inflorescence) (B) Kisaran jumlah tandan buah (Number of bunches) Gambar 3. Sebaran frekuensi individu umur dua tahun berdasarkan jumlah infloresen dan jumlah buah per tanaman. (A) Jumlah infloresen per tanaman dan (B) Jumlah tandan buah per tanaman diantara tanaman jarak pagar yang dievaluasi di Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat selama tahun Figure 3. Frequency distribution of two years old plant based on number of inflorescences and bunches per plant. (A) Number of inflorescences per plant and (B) Number of bunches per plant among evaluated J. curcas genotypes at Physic nut Seed Nursery Pakuwon, Sukabumi, West Java during the period of

74 36 A B C D E Gambar 4. Figure 4. Abnormalitas morfologi infloresen akibat pengaruh lingkungan. (A,B,C) Abnormalitas yang diamati pada musim penghujan - struktur yang menyerupai daun diantara bunga yang sebagian besar menghasilkan bunga jantan, dan akan gugur tanpa menghasilkan buah, (D dan E) Abnormalitas yang diamati pada musim kemarau menghasilkan mayoritas bunga jantan, dan akan gugur tanpa menghasilkan buah. Abnormality of inflorescence morphology caused of environment. (A,B,C) Abnormality observed during rainy season - inflorescence developed into leaf like structure and mostly male flowers that were aborted without produce fruit. (D and E) Abnormality inflorescence morphology observed during dry season - mostly male flowers that were aborted without produce fruit. Infloresen abnormal yang hanya menghasilkan bunga jantan diduga disebabkan oleh kondisi kekeringan yang diamati pada bulan Mei Juli 2008 sedangkan abnormalitas infloresen yang dikelilingi oleh struktur daun diduga disebabkan oleh kondisi hujan yang terus-menerus pada bulan November 2007 sampai dengan Januari Berdasarkan pengamatan di lapangan, kegagalan

75 37 perkembangan infloresen untuk menghasilkan tandan buah juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan umur tanaman (Gambar 5). Pada awal pertumbuhan tanaman yaitu periode bulan Agustus Oktober 2007, infloresen yang terbentuk relatif masih sedikit. Hal ini disebabkan umur tanaman yang masih relatif muda (3-5 bulan setelah tanam). Disamping itu curah hujan yang relatif rendah (< 500 mm) pada periode musim tersebut diduga juga merupakan faktor penyebab rendahnya pembentukan infloresen oleh tanaman yang diuji. Pada periode ini, persentase infloresen yang berkembang menjadi tandan buah > 75 %. Selanjutnya selama periode November 2007 Januari 2008, Februari April 2008 hingga Mei Juli 2008, jumlah infloresen yang terbentuk terus meningkat sejalan dengan pertambahan umur tanaman. Peningkatan jumlah infloresen ini juga didukung oleh curah hujan yang cukup tinggi yang mencapai > 1000 mm selama periode November 2007 Januari 2008, dan mencapai 500 mm selama periode Februari April Pada periode Mei Juli 2008, meskipun curah hujan mulai menurun, jumlah infloresen yang terbentuk masih tetap tinggi. Dalam hal ini umur tanaman yang semakin bertambah diduga lebih berpengaruh dibanding faktor lingkungan. Tetapi peningkatan jumlah infloresen tidak diimbangi dengan peningkatan pembentukan tandan buah pada periode yang sama. Semakin bertambah umur tanaman, semakin rendah persentase pembentukan tandan buah (Gambar 5). Diduga hal ini disebabkan oleh adanya kompetisi antara penggunaan fotosintat untuk pertumbuhan vegetatif dan untuk pembentukan buah. Curah hujan yang semakin rendah diduga juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya persentase infloresen menjadi tandan buah. Pembentukan tandan buah sangat membutuhkan ketersediaan air, seperti yang dilaporkan oleh Pitono et al. (2008). Kondisi kering mengakibatkan proses pembentukan bunga terhambat dan menurunkan keberhasilan pembentukan buah jarak pagar. Hasil pengamatan di kebun induk jarak pagar Pakuwon pada musim tanam tahun 2007/2008 menunjukkan adanya perbedaan respon genotipe terhadap kondisi lingkungan, sejumlah genotipe yang berasal dari daerah kering seperti Nusa Tenggara Barat tetap mampu menghasilkan buah pada kondisi kering, sementara yang berasal dari daerah basah seperti Lampung mengalami kerontokan infloresen (Hartati 2008).

76 38 Meskipun secara umum terjadi fluktuasi pertumbuhan dan hasil tanaman yang ditunjukkan oleh produksi infloresen dan tandan buah pada semua genotipe yang dievaluasi, fluktuasi pertumbuhan antar genotipe berbeda satu sama lain seperti yang disajikan pada Gambar 6. Tiga genotipe yang mewakili genotipe yang dievaluasi menunjukkan respon yang berbeda terhadap perubahan iklim (curah hujan). Di tahun pertama, pada saat tanaman masih berumur kurang dari 1 tahun, PT 14-1 relatif lebih peka terhadap kondisi kering sedangkan HS 49-2 dan IP-1A relatif lebih tahan. Hal ini terlihat dari produksi buah yang dihasilkan. Pada periode Agustus Oktober 2007 dimana curah hujan relatif masih sangat sedikit, PT 14-1 tidak mampu berproduksi tinggi sementara HS 49-2 dan IP-1A berproduksi jauh lebih tinggi. Sebaliknya pada periode November 2007 Januari 2008 dimana curah hujan cukup tinggi, PT 14-1 berproduksi lebih tinggi dibanding kedua nya. Pada periode selanjutnya yaitu Februari April 2008 dimana curah hujan mulai menurun, produksi PT 14-1 kembali menurun dan jauh lebih rendah dibanding HS 49-2 dan IP-1A. Curah hujan /Rain (mm) Gambar 5. Figure 5. Fluktuasi curah hujan ( ), rataan jumlah infloresen ( ) dan tandan buah ( ) yang dihasilkan selama periode Rain fluctuation ( ), number of inflorescences ( ) and number of bunches ( ) during the period of

77 39 Perbedaan respon genotipe terhadap iklim dapat diduga terkait dengan daerah asal genotipe. HS 49-2 dan IP-1A tumbuh lebih baik pada kondisi iklim relatif kering karena berasal dari daerah Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat yang memiliki iklim relatif kering sedangkan PT 14-1 tumbuh lebih baik pada kondisi curah hujan tinggi karena berasal dari daerah Lampung yang beriklim basah. Dengan bertambahnya umur tanaman, kemampuan tanaman beradaptasi menjadi lebih baik. Hal senada juga dilaporkan oleh Pitono et al., (2008) yang menyebutkan IP-1A yang berasal dari daerah kering NTB relatif lebih tahan terhadap kondisi kering dibanding IP-1P yang berasal dari daerah basah Lampung. Curah hujan/rain (mm) Gambar 6. Fluktuasi jumlah buah per tanaman 3 genotipe jarak pagar : HS 49-2 ( ), IP 1A-2 ( ) dan PT 14-1 ( ) pada kondisi curah hujan yang berbeda ( ) sepanjang periode tahun Figure 6. Number of capsules fluctuation in 3 genotypes of physic nut i.e. HS 49-2 ( ), IP 1A-2 ( ) dan PT 14-1 ( ) during rainy season ( ) in periode.

78 40 Korelasi Fenotipik Secara umum dukungan karakter vegetatif seperti tinggi tanaman, lingkar batang dan percabangan yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil buah yang tinggi. Sejumlah hasil penelitian pada tanaman mungbean (Vicna radiata L.), narbon bean (Vicia narbonensis L.) dan gandum (Triticum aestivum) menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman berkorelasi negatif terhadap hasil panen (Amanullah & Hatam 2000, Yucel 2004 dan Saleem et al 2006). Sementara itu sejumlah hasil penelitian lainnya pada tanaman okra menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman berkorelasi positif terhadap hasil panen (Aycicek & Yildirim 2006, Akinyele & Osekita 2006, Jamali & Ali 2008). Hasil penelitian pada tanaman jarak pagar yang dievaluasi menunjukkan tinggi tanaman berkorelasi sangat nyata dengan jumlah infloresen, jumlah tandan buah, jumlah buah yang dihasilkan per tanaman dan hasil biji, dengan nilai berturut-turut 0,40, 0,43, 0,45 dan 0,43 (Tabel 3). Jarak pagar dapat tumbuh hingga mencapai 5 m (Heller 1996, Mahmud 2006). Meskipun berkorelasi dengan hasil, tanaman jarak pagar yang terlalu tinggi tidak menguntungkan karena akan menyulitkan proses pemanenan buah, terutama karena pemanenan masih dilakukan secara manual dan berlangsung sepanjang tahun. Pohon dengan ketinggian antara cm (rataan tinggi orang dewasa di Indonesia) lebih disukai karena memudahkan proses panen buah jarak oleh pekerja. Dari data yang didapat, teridentifikasi 20 genotipe yang mempunyai tinggi tanaman antara cm. Pengaturan tinggi dapat dilakukan dengan perlakuan pemangkasan. Lingkar batang mempunyai peranan penting dalam mendukung tajuk tanaman. Meskipun lingkar batang pada tanaman jarak pagar tidak berkorelasi dengan komponen hasil (Tabel 3), ukuran lingkar batang yang besar diduga mampu mendukung tajuk dengan lebih baik dibandingkan dengan lingkar yang kecil. Dari data yang didapat teridentifikasi 13 genotipe jarak pagar yang mempunyai lingkar batang bawah > 20 cm. Jumlah cabang terutama jumlah cabang produktif dilaporkan merupakan karakter yang berkorelasi dengan produksi buah dan biji (Talebi et al. 2007, Tuncturk & Ciftci 2007). Hasil analisis pada tanaman jarak pagar yang diuji menunjukkan jumlah cabang total tidak berkorelasi dengan komponen hasil

79 41 sedangkan jumlah cabang produktif nyata berkorelasi dengan komponen hasil (Tabel 3). Jumlah cabang tidak produktif yang terlalu banyak pada tanaman jarak pagar tidak diinginkan karena tidak berkorelasi terhadap hasil tetapi cabang produktif yang terlalu banyak akan mengakibatkan buah yang dipanen lebih kecil dan kurang bernas. Pada tanaman jarak pagar umur setahun jumlah cabang produktif diharapkan antara cabang per tanaman. Dari hasil evaluasi teridentifikasi 6 genotipe yang memiliki jumlah cabang produktif antara Umur berbunga berkorelasi negatif dengan jumlah infloresen, jumlah tandan, jumlah buah per tanaman dan hasil biji per tanaman. Sementara itu jumlah infloresen yang terbentuk berkorelasi positif dengan jumlah tandan buah, jumlah buah dan biji yang dihasilkan per tanaman (Tabel 3). Berdasarkan data tersebut, pengembangan tanaman jarak pagar yang berpotensi produksi tinggi dapat dilakukan dengan memilih individu yang berumur lebih genjah dan mampu menghasilkan infloresen yang banyak. Tabel 3. Koefisien korelasi sederhana antara karakter vegetatif dan komponen hasil 60 genotipe terpilih jarak pagar yang dievaluasi selama periode tahun dan di KP Pakuwon Sukabumi Jawa Barat. Table 3. Simple Correlation coefficient among vegetative characters and yield component of 60 selected physic nut genotypes which evaluated during and periods at Pakuwon Experimental Station, Sukabumi, West Java. Karakter Characters LB SG JCT TB JCP NPB UB TF JI NI JT NB JB NF HB Y TT (PH 0,53** 0,44** 0,46** 0,06tn 0,40** 0,43** 0,45** 0,43** LB (SG) 0,50** 0,53** 0,16tn 0,25tn 0,21tn 0,22tn 0,22tn JCT (TB) 0,74** 0,26tn 0,04tn 0,08tn 0,12tn 0,12tn JCP (NPB) 0,08tn 0,40** 0,39** 0,36** 0,37** UB (TF) -0,56** -0,49** -0,42** -0,45** JI (NI) 0,94** 0,89** 0,88** JT (NB) 0,96** 0,96** JB (NF) 0,99** Keterangan : TT-tinggi tanaman, LB-lingkar batang, JCT-jumlah cabang total, JCPjumlah cabang produktif, UB-umur berbunga, JI-jumlah infloresen, JTjumlah tandan buah, JB-jumlah buah, HB-hasil biji. Note : PH-plant height, SG-stem girth, TB-number of total branches, NPBnumber of productive branches, TF-time of flowering, NI-number of inflorescences, NB-number of bunches, NF-number of fruits, Y-yield.

80 42 Identifikasi Individu/Genotipe Potensial Meskipun secara umum terjadi banyak kerontokan infloresen pada tahun pelaksanaan evaluasi, terdapat sejumlah individu yang berpotensi produksi tinggi dibandingkan dengan individu lainnya, yaitu mampu menghasilkan jumlah buah per tanaman lebih dari 400 buah per tanaman pada tahun I dan lebih dari 650 buah pada tahun II serta mempunyai kadar minyak biji > 40 % (Gambar 7.C.). Sebagai tanaman yang ditanam untuk dipanen bijinya dan diperas minyaknya, maka keberadaan genotipe yang menghasilkan buah banyak dan kadar minyak yang tinggi sangat diinginkan. Hasil pengamatan menunjukkan kadar minyak biji dipengaruhi oleh genotipe jarak pagar dan lingkungan. Kadar minyak biji pada genotipe yang sama dilaporkan dapat berfluktuasi pada periode panen yang berbeda. Pengamatan terhadap 24 aksesi jarak pagar yang dikoleksi dari berbagai kondisi agroklimat yang berbeda di propinsi Haryana India menunjukkan adanya variasi pada kandungan minyak biji jarak yang diuji, yang bervariasi mulai dari 28 38,8 % (Kaushik et al. 2007). Genotipe-genotipe yang berpotensi menghasilkan jumlah buah tinggi ternyata ada juga yang memiliki kadar minyak yang tinggi. Berdasarkan evaluasi di Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon dan Kebun Induk Jarak Pagar di Asembagus, koleksi plasma nutfah jarak pagar yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia menunjukkan adanya keragaman morfologis maupun daya hasil dan kadar minyaknya (Hasnam 2006, Hadi-Sudarmo et al dan Mardjono et al. 2007). Sebagai tanaman tahunan, tanaman jarak pagar yang dikehendaki adalah yang mampu berproduksi tinggi sepanjang tahun dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Genotipe-genotipe yang berproduksi tinggi pada tahun pertama tetapi mengalami penurunan produksi pada tahun berikutnya tidak akan dipilih untuk dikembangkan. Demikian pula genotipe yang sangat sensitif terhadap perubahan iklim kurang disukai dibanding yang kurang sensitif. Berdasarkan evaluasi pertumbuhan tanaman dan keragaan produksinya selama 2 tahun, sejumlah genotipe menunjukkan adanya peningkatan produksi yang signifikan pada tahun kedua, sementara sejumlah lainnya justru mengalami penurunan atau relatif tidak mengalami peningkatan. Genotipe dengan daya hasil tinggi dan daya hasil rendah serta genotipe pembanding disajikan pada Tabel 4.

81 43 Frekuensi (Frequency) (A) Kisaran jumlah buah tahun I (Number of fruit in 1 st yr) Frekuensi (Frequency) (B) Kisaran jumlah buah tahun II (Number of fruits in 2 nd yr) Frekuensi (Frequency) (C) Kisaran kadar minyak biji (%) (Seed oil content (%)) Gambar 7. Sebaran frekuensi individu berdasarkan kisaran jumlah buah per tanaman dan kadar minyak. (A) Kisaran jumlah buah per tanaman tahun I dan (B) tahun II, serta (C) Kadar minyak biji tahun I, diantara tanaman jarak pagar yang dievaluasi di Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat selama tahun Figure 7. Distribution frequency of plant based on number of fruits per plant and seed oil content. (A) Number of fruits per plant in 1 st yr and (B) 2 nd yr, and (C) Seed oil content in 1 st yr among J. curcas plants evaluated during the period of at Physic nut Seed Nursery Pakuwon, Sukabumi, West Java.

82 Tabel 4. Keragaan karakter vegetatif dan generatif genotipe berdaya hasil tinggi (> 200 buah per tanaman pada tahun I), berdaya hasil rendah (< 100 buah per tanaman pada tahun I) dan genotipe pembanding IP-1 selama periode tahun Table 4. Performance of vegetative and generative characters of high yielding genotypes (> 200 fruit per plant in 1 st yr), low yielding genotypes (< 100 fruits per plant in 1 st yr), and check genotypes during Kriteria Genotipe Genotype Criteria Genotipe Genotype Tahun ke Year Umur berbunga (hari) Days to flowering (days) Tinggi tanaman (cm) Plant height (cm) Jumlah infloresen No. of inflorecence Jumlah tandan No. of bunches Jumlah buah No. of fruits Hasil tinggi (High yield) HS HS PT MT Hasil Rendah (Low yield) SP IP-1M > Genotipe Pembanding IP-1M 1 2 IP-1A (Check genotype) IP-1P

83 45 Dari data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, dapat diidentifikasi karakter morfologi dan daya hasil yang diinginkan yaitu berumur relatif genjah dan potensi hasil yang relatif tinggi. Kriteria ideal individu calon tetua berdaya hasil tinggi adalah memiliki tinggi tanaman tidak terlalu tinggi yang berkisar 150 cm 175 cm, umur mulai berbunga < 100 hari, jumlah infloresen > 100 pada tahun I dan > 200 pada tahun kedua, jumlah tandan buah > 50 pada tahun pertama dan > 100 pada tahun II, jumlah buah per tanaman > 400 pada tahun pertama dan > 600 pada tahun kedua, dan kandungan minyak antara %. Dari 60 genotipe yang dievaluasi, dua genotipe mendekati kriteria ideal yaitu HS 49-1 dan HS 49-2 yang berasal dari Ende Nusa Tenggara Timur. Kedua genotipe ini memiliki kanopi yang relatif lebar dengan cabang yang tidak terlalu kokoh, berbunga dan berbuah sepanjang tahun pertama hingga tahun kedua. Tiga genotipe lainnya yaitu dari Nusa Tenggara Barat, PT 14-1 dari Lampung, dan MT-7 dari Jawa Tengah merupakan genotipe yang pada tahun pertama lebih dominan pertumbuhan vegetatifnya dan mulai berbuah lebih intensif pada tahun kedua. Masing-masing genotipe tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Jarak pagar yang memiliki tipe pertumbuhan seperti HS akan memberikan hasil yang lebih banyak pada tahun pertama. Tanaman tidak terlalu tinggi karena pertumbuhannya lebih mengarah ke samping. Kelemahannya adalah batang dan cabang-cabangnya relatif lemah sehingga lebih mudah terkulai dan patah dan membutuhkan ruang yang lebih luas. Sementara itu tiga genotipe lainnya lebih kokoh, tetapi relatif lebih tinggi sehingga lebih menyulitkan panen. Disamping itu pada tahun pertama hasil biji masih sedikit. Kelima genotipe ini mampu berproduksi lebih tinggi dibanding 3 genotipe yang berasal dari IP-1. Disamping jarak pagar yang berdaya hasil tinggi, sebanyak 25 % genotipe yang dievaluasi hanya menghasilkan buah kurang dari 100 pada tahun pertama, dan kurang dari 200 pada tahun kedua. Genotipe-genotipe tersebut sangat jarang berbunga dan berbuah. Lima diantara yang berdaya hasil rendah adalah 575-3, SP 16-3, 554-3, dan IP-1M-3 (Tabel 4). Variabilitas morfologi dan hasil yang tinggi tersebut merupakan modal dasar yang dapat dimanfaatkan oleh para pemulia tanaman dalam menyusun program pemuliaan untuk merakit varietas unggul yang sesuai dengan kebutuhan.

84 46 A B C D Gambar 8. Genotipe terpilih jarak pagar berdaya hasil tinggi (> 200 buah per tanaman pada tahun I). (A) HS 49-1 dan (B) HS 49-2 pertumbuhan generatif dominan pada tahun pertama, fisik kurang kokoh; (C) dan (D) PT 14-1 pertumbuhan vegetatif dominan pada tahun pertama, fisik lebih kokoh. Figure 8. Selected physic nut genotypes having high yield potential (> 200 fruits per plant in 1 st yr). (A) HS 49-1 and (B) HS 49-2 with dominantly generative growth in 1 st yr, weak plant; (C) and (D) PT 14-1 with dominantly vegetative growth in 1 st yr, strong plant. C D

85 47 A B C D Gambar 9. Genotipe terpilih jarak pagar berdaya hasil rendah (< 100 buah per tanaman tahun I). (A) dan (B) umur mulai berbunga hari; (C) SP 16-3 dan (D) IP 1M-3 umur mulai berbunga > 270 hari. Figure 9. Selected physic nut genotypes having low yield potential (< 100 fruits per plant in 1 st yr), (A) and (B) with days to flowering; (C) SP 16-3 and (D) IP 1M-3 with > 270 days to flowering.

86 48 Simpulan Evaluasi terhadap 60 genotipe tanaman jarak pagar zuriat dari 20 pohon induk terpilih dari Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi selama 2 tahun menunjukkan genotipe-genotipe tersebut mempunyai keragaman yang tinggi pada karakter jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, umur berbunga, jumlah infloresen per tanaman, jumlah tandan per tanaman dan jumlah buah per tanaman. Jumlah cabang produktif, jumlah infloresen dan jumlah tandan buah berkorelasi positif dengan jumlah buah dan hasil biji per tanaman, sedangkan umur berbunga berkorelasi negatif dengan jumlah infloresen, jumlah tandan buah pertanaman, jumlah buah pertanaman dan hasil biji per tanaman. HS 49-1 dan HS 49-2 adalah genotipe jarak pagar yang berdaya hasil tinggi, berproduksi lebih cepat tetapi memiliki fisik yang kurang kokoh, sedangkan PT 14-1, MT 7-3 dan termasuk jarak pagar yang berdaya hasil tinggi, berproduksi lebih lambat tapi memiliki fisik yang lebih kokoh, dengan potensi produksi > 200 buah pada tahun pertama dan > 600 buah pada tahun kedua. Genotipe yang berdaya hasil rendah adalah 575-3, SP 16-3, 554-3, dan IP-1M-3 dengan potensi < 50 buah pada tahun pertama dan < 100 pada tahun kedua. Genotipe-genotipe dengan keragaman morfologi yang tinggi berpotensi untuk dimanfaatkan dalam program pemuliaan tanaman jarak pagar. Keragaan yang ditunjukkan oleh genotipe yang dievaluasi adalah keragaan fenotipik yang dipengaruhi lingkungan sehingga hanya berlaku untuk kondisi lingkungan dimana penelitian dilakukan yaitu di Pakuwon Sukabumi atau daerahdaerah yang memiliki kondisi lingkungan yang mirip atau hampir mirip dengan lokasi penelitian. Untuk mendukung data keragaan fenotipik ini, penelitian dilanjutkan dengan evaluasi pendugaan ragam genetik pada 10 genotipe terpilih yang memiliki karakter berbeda. Daftar Pustaka Akinyele BO, Osekita OS Correlation and path coefficient analyses of seed yield attributes in okra (Abelmoschus esculentus L.). African J Biotechnol 5:

87 Alnopri, Setiamihardja R, Moeljopawiro S, Hermiati N Kriteria seleksi berdasarkan sifat morfologi tanaman kopi robusta. Zuriat 3: Alnopri Variabilitas genetik dan heritabilitas sifat-sifat pertumbuhan bibit tujuh genotipe kopi robusta-arabika. J. Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 6 (2): Amanullah W, Hatam M Correlation between grain yield and agronomic parameters in mungbean (Vigna radiata L.). Pak J Biol Sci 8: Aycicek M, Yildirim T Path coefficient analysis of yield and yield components in bread wheat (Triticum aestivum L.) genotypes. Pak J Bot 38: Basha SD, Francis G, Makkar HPS, Becker K, Sujatha M A comparative study of biochemical traits and molecular markers for assessment of genetic relationships between Jatropha curcas L. germplasm from different countries. Plant Sci 176: Gohil RH, Pandya JB Genetic diversity assessment in physic nut (Jatropha curcas L.). Int J Plant Prod 2: Hadi-Sudarmo, Heliyanto B, Suwarso, Sudarmaji Aksesi potensial jarak pagar (Jatropha curcas L.). Di dalam: Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II; Bogor, 29 Nopember Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm Hartati RS Pengaruh perubahan iklim terhadap pembungaan dan pembuahan jarak pagar. InfoTek Jarak Pagar 3(2): 6. Hasnam Variasi Jatropha. InfoTek Jarak Pagar 1(2): 5. Hasnam. 2007a. Status perbaikan dan penyediaan bahan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Di dalam: Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II; Bogor, 29 Nopember Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm Hasnam. 2007b. Faktor koreksi dalam menghitung produktivitas jarak pagar. InfoTek Jarak Pagar 2 (1): 1. Heller J Physic Nut, Jatropha curcas L. Promoting The Conservation and Use of Under Utilized and Neglected Crops. Internat Plant Gen Res Ins. Rome. 54 p. Horowitz W Methods of Analysis of The Association of Official Analitycal Chemists. Washington, DC. Jamali KD, Ali SA Yield and yield components with relation to plant height in semi-dwarf wheat. Pak J Bot 40: Kaushik N, Kumar K, Kumar N, Kaushik N, Roy S Genetic variability and divergence studies in seed traits and oil content of Jatropha (Jatropha curcas L.) accessions. Biomass and Bioenergy 31(7):

88 Kempton RA, Gleeson AC Unreplicated trials. Di dalam RA Kempton, editor. Statistical Methods for Plant Variety Evaluation. Chapman & Hall. London. hlm Mahmud Z Penelitian yang sedang dikerjakan oleh Puslitbang Perkebunan. InfoTek Jarak Pagar 1(1): 3. Mahmud Z, Allorerung D, Rivaie AA Teknik Budidaya Jarak pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 18 hlm. Makkar HPS, Becker K, Sporer F, Wink M Studies on nutritive potential and toxic constituents of different provenances of Jatropha curcas. J Agric Food Chem 45: Mardjono R, Sudarmo H, Sudarmaji Uji daya hasil beberapa genotipe terpilih jarak pagar (Jatropha curcas L.). Di dalam: Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II; Bogor, 29 Nopember Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm Pitono J et al Karakteristik tanah untuk jarak pagar. InfoTek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) 3(10): 39. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Buku Deskriptor Tanaman Perkebunan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. 176 hlm. Saikia SP et al Study of accession source variation in morphophysiological parameters and growth performance of Jatropha curcas L. Current Sci 96: Saleem U, Khaliq I, Mahmood T, Rafique M Phenotypic and genotypic correlation coefficients between yield and yield components in wheat. J Agric Res 44: 1-7. SAS Institute SAS for Mixed Models. 2 nd ed. NC, USA. Pp 814. Subramanyam K, Muralidhararao D, Devanna N Genetic diversity assessment of wild and cultivated varieties of Jatropha curcas (L.) in India by RAPD analysis. Afric J Biotechnol 8: Talebi R, Fayaz F, Jelodar NB Correlation and path coeffiecient analysis of yield and yield component of chickpea (Cicer arietinum L.) under dry land condition in the west of Iran. Asian J Plant Sci 6: Tuncturk M, Ciftci V Relationship between yield and some yield components in rapeseed (Brassica napus ssp oleifera L.) cultivars by using correlation and path analysis. Pak J Bot 39: Yucel C Correlation and path coefficient analyses of seed yield components in the narbon bean (Vicia narbonensis L.). Turk J Agric For 28:

89 KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS DAN KORELASI ANTAR KARAKTER 10 GENOTIPE TERPILIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI PAKUWON SUKABUMI Rr. Sri Hartati 1, Asep Setiawan 2, B. Heliyanto 3 dan Sudarsono 2 1) Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Bogor 2) Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB 3) Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaman genetik dan korelasi antar karakter genotipe terpilih. Sepuluh genotipe terpilih dievaluasi di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri Pakuwon Sukabumi. Evaluasi terdiri atas 2 unit percobaan: (1) percobaan tidak diulang (unreplicated trial) menggunakan bahan tanaman berupa biji, dievaluasi Agustus 2007 Juli 2009, (2) percobaan dengan ulangan (replicated trial) menggunakan bahan tanaman berupa setek, dievaluasi Agustus Juli Evaluasi dilakukan terhadap karakter vegetatif meliputi tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, dan jumlah cabang total, karakter generatif meliputi jumlah cabang produktif, umur mulai berbunga, jumlah infloresen, jumah tandan, fruit set, serta komponen hasil yaitu jumlah buah per tanaman. Korelasi antar karakter dievaluasi pada kedua percobaan. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas dilakukan pada percobaan dengan ulangan. Kriteria genotipe dilakukan berdasarkan daya hasil genotipe pada kedua percobaan. Hasil penelitian menunjukkan 10 genotipe yang dievaluasi memiliki keragaman fenotipik tinggi pada karakter jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, umur mulai berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman dengan nilai koefisien keragaman > 20 %. Karakter umur mulai berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan, dan jumlah buah per tanaman memiliki keragaman genetik yang luas dengan nilai koefisien keragaman genetik (KKG) berturut-turut 21,89, 29,77, 32,08, dan 33,75. Karakter-karakter tersebut memiliki ragam genetik ( 2 g) lebih besar dari 2 2g dan heritabilitas (h 2 b0s ) 50 sehingga dapat dimanfaatkan sebagai karakter seleksi. Karakter jumlah cabang total dapat dipertimbangkan sebagai karakter seleksi karena berkorelasi positif dengan jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman. Sepuluh genotipe yang dievaluasi dapat dibedakan atas (1) 1 genotipe berdaya hasil rendah (< 200 buah per tanaman) yaitu 575-3, (2) 6 genotipe berdaya hasil sedang ( buah per tanaman) yaitu IP 1A-2, PT 13-2, Sp 16-2, PT 33-2, PT 14-1, dan Sulsel 8, dan (3) 3 genotipe berdaya hasil tinggi (> buah per tanaman) yaitu HS 49-2, , dan PT Genotipe-genotipe ini dapat digunakan sebagai materi genetik pada evaluasi genetik selanjutnya. 51 Kata kunci : benih, setek, keragaman fenotipik, keragaman genotipik.

90 GENETIC VARIABILITY, HERITABILITY AND CORRELATION AMONG CHARACTERS OF 10 SELECTED GENOTYPES OF PHYSIC NUT (Jatropha curcas L.) AT PAKUWON EXPERIMENTAL STATION Abstract The objectives of this research were to evaluate genetic variability, estimate heritability, and analyze correlation among characters of 10 physic nut genotypes. Ten J. curcas genotypes were evaluated in Indonesian Spice and Industrial Crops Research Institute Experimental Station, Pakuwon Sukabumi. Two different experiments were conducted in this reseach, such as: (1) The unreplicated trial using seeds as planting materials was conducted in August 2007 July 2009 and (2) The replicated trial using clonal cuttings was conducted in August 2009 July The observation were conducted for plant height, stem girth, canopy width, and number of total branches per plant (vegetative characters); days to flowering, number of productive branches, inflorescences, fruit bunches per plant, and fruit set percentages (generative characters); and number of fruit per plant (yield component). Correlations among characters were analyzed in both trials. Evaluation of genetic variabilities and estimation of heritabilities were conducted only for replicated trial. Grouping of the evaluated genotype were based on their yield data in both trials. Result of the experiments indicated that the evaluated genotypes had coefficient of variation (CV) higher than 20% for days to flowering, number of total branches, productive branches, inflorescences, fruit bunches and fruits per plant. Days to flowering, number of inflorescences, fruit bunches and fruits per plants had genetic variability coefficient (GVC) 21,89; 29,77; 32,08; and 33,75 respectively. Their genetic variability ( 2 g) were larger than 2* 2g and heritability (h 2 bs ) 50. Such data indicated that those characters were suitable for selection parameters. Number of total branches is especially suitable for selection criterium since it showed positive correlation to number of inflorescences, fruit bunches and fruits per plant. Based on their yield potential, the tested genotypes were grouped as (1) low yielding genotype with less than 200 fruits per plant (575-3), (2) medium yielding with fruits per plant (IP 1A-2, PT 13-2, SP 16-2, PT 33-2, PT 14-1, and Sulsel 8), and (3) high yielding genotypes with fruits per plant (HS 49-2, , and PT 15-1). These characterized genotypes could be used as materials for genetic evaluation of various characters. 52 Key words: seeds, clonal, phenotypic variability, genotypic variability.

91 53 Pendahuluan Untuk menyusun program pemuliaan jarak pagar berdaya hasil tinggi, diperlukan populasi dasar yang memiliki keragaman genetik yang tinggi terutama pada karakter yang berkaitan dengan daya hasil tanaman. Hasil penelitian pada kegiatan 1 yaitu evaluasi keragaan 60 genotipe terpilih jarak pagar menunjukkan adanya keragaman fenotipik pada karakter tinggi tanaman, lingkar batang, percabangan, umur berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan buah, jumlah buah dan jumlah biji serta kadar minyak biji; 3 genotipe memiliki daya hasil tinggi dengan produksi > 350 buah per tanaman (Hartati et al. 2009). Evaluasi lainnya yang telah dilakukan beberapa peneliti terhadap genotipe jarak pagar yang ada di Indonesia juga menunjukkan adanya keragaman yang cukup tinggi pada potensi hasil dan periode berbunga (Hasnam 2007a) yang sejalan dengan yang dilaporkan di beberapa negara (Heller 1996). Uji daya hasil genotipe terpilih jarak pagar yang dilakukan Mardjono et al. (2007) menunjukkan pada tahun pertama terlihat adanya variasi jumlah tandan per tanaman dan berat biji (kg/ha); genotipe Lampung merupakan genotipe yang paling tinggi hasil bijinya sedangkan genotipe Jatim-3 adalah yang paling rendah. Pengujian yang dilanjutkan hingga tahun ketiga ini menunjukkan kecenderungan yang sama pada tahun kedua dimana genotipe Lampung yang unggul pada tahun pertama tetap unggul pada tahun kedua, sedangkan genotipe Jatim-3 tetap merupakan yang paling rendah produksinya (Machfud dan Hadi-Sudarmo 2008). Berbeda dengan kajian ragam genotipik, keragaman fenotipik yang diamati dalam evaluasi pendahuluan banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Sampai saat ini kajian dan informasi keragaman genotipik pada tanaman jarak pagar masih sangat sedikit. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi lanjutan terkait kajian genotipik terhadap sejumlah genotipe yang akan dijadikan tetua dalam kegiatan persilangan. Disamping keragaman genetik, informasi penting lain yang diperlukan adalah heritabilitas karakter komponen hasil dan korelasi antar karakter. Nilai heritabilitas merupakan suatu petunjuk seberapa besar suatu karakter atau sifat dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi

92 54 menunjukkan faktor genetik lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan faktor lingkungan (Poehlman 1979). Informasi korelasi antar karakter sangat diperlukan untuk memudahkan proses seleksi. Pada tanaman jarak pagar yang merupakan tanaman tahunan, evaluasi materi genetik harus dilakukan selama beberapa waktu, minimal satu tahun periode produksi agar data yang diperoleh lebih akurat. Dengan adanya informasi korelasi antar karakter terutama antara karakter yang dapat dievaluasi lebih dini dengan karakter-karakter yang termasuk komponen hasil, dapat mempersingkat waktu seleksi karena seleksi dapat dilakukan tanpa harus menunggu hingga tanaman berproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaman genetik 10 genotipe calon tetua, mengetahui hubungan antar karakter yang dievaluasi serta menduga heritabilitas karakter-karakter yang dievaluasi terutama yang berkorelasi dengan karakter hasil. Informasi yang diperoleh akan menjadi dasar dalam program pemuliaan jarak pagar yang berdaya hasil tinggi. Bahan dan Metode Penelitian ini terdiri atas 2 unit kegiatan yaitu: (1) evaluasi 10 genotipe terpilih tidak diulang (unreplicated trial) dan (2) evaluasi 10 genotipe terpilih dengan ulangan (replicated trial). Waktu dan Tempat Penelitian Kedua penelitian dilakukan di Kebun Induk Jarak Pagar dan Kebun Percobaan, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri Pakuwon Sukabumi, sejak bulan Mei 2007 hingga bulan Juli Evaluasi 10 Genotipe Terpilih Tidak Diulang (unreplicated trial) Untuk mengetahui keragaan morfologi sejumlah karakter pada jarak pagar yang akan dijadikan tetua, dilakukan observasi tidak diulang terhadap 10 genotipe terpilih. Genotipe tersebut terdiri atas 4 provenan Lampung yaitu PT 13-1, PT 14-1, PT 15-1, dan PT 33-2, 3 provenan NTB yaitu 575-3, , dan IP 1A-2, 2 provenan Sulawesi yaitu SP 16-2 dan Sulsel 8, dan 1 provenan NTT yaitu HS 49-

93 55 2. Bahan tanaman berupa benih dari individu hasil seleksi. Sebelum penanaman di lapangan, benih ditumbuhkan dalam polybag berukuran 15 cmx 25 cm selama 2 bulan hingga mencapai tinggi lebih kurang 30 cm. Penanaman bibit di lapangan dilakukan pada tanggal 22 Mei 2007 dengan jarak tanam 2 m x 2 m. Pemupukan dilakukan pada saat penanaman bibit di lapangan dengan dosis 2,5 kg pupuk kandang + 20 g Urea + 20 g SP g KCl per tanaman; dan pada saat tanaman berumur 1 bulan dengan dosis 20 g Urea/tanaman (Mahmud et al. 2008). Penyiraman dilakukan pada saat musim kemarau panjang yaitu pada bulan Juli dan Agustus tahun 2007 dan tahun 2009 serta hanya dilakukan ketika tanaman terlihat mulai layu. Penyiraman dilakukan di sekitar perakaran tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap setiap individu tanaman yang berpedoman pada Daftar Deskriptor IPGRI yang dimodifikasi untuk jarak pagar. Pengamatan terhadap karakter pertumbuhan vegetatif meliputi tinggi tanaman, lingkar batang (diukur pada bagian pangkal batang di bawah percabangan), lebar kanopi (diukur bagian yang paling lebar), dan jumlah cabang total pada umur 12 bulan dan 24 bulan setelah tanam. Pengamatan terhadap pertumbuhan generatif meliputi cabang produktif, umur mulai berbunga (bunga pertama mekar), jumlah infloresen per tanaman, jumlah tandan buah per tanaman, persentase fruit set rata-rata, dan jumlah buah per tanaman yang diamati selama periode 2 tahun berturut-turut sejak Agustus 2007 Juli Pengamatan umur mulai berbunga dilakukan setiap hari sampai semua individu berbunga. Pengamatan jumlah infloresen dan jumlah buah juga diamati setiap hari selama periode pengamatan tahun I. Pengamatan hasil biji dilakukan berdasarkan taksiran sebagai berikut: hasil biji per tanaman = jumlah buah per tanaman x rataan bobot biji kering (Hasnam 2007b). Untuk melihat keragaan morfologi (fenotipik), data yang diperoleh diolah secara sederhana dengan menggunakan perangkat komputer program Excell. Data yang dihitung meliputi nilai rataan, nilai maksimum, nilai minimum, standar deviasi, standar error, koefisien keragaman dan korelasi antar karakter. Evaluasi 10 Genotipe Terpilih Dengan Ulangan (replicated trial) Untuk menduga parameter genetik daya hasil jarak pagar, dilakukan pengujian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap 3 ulangan dengan

94 56 perlakuan genotipe yang terdiri atas 10 genotipe terpilih. Setiap unit percobaan terdiri atas 5 tanaman yang berasal dari setek genotipe terpilih tersebut sehingga terdapat 30 unit percobaan masing-masing terdiri atas 5 tanaman. Sebelum penanaman di lapangan, setek yang berukuran panjang 40 cm dan diameter lebih kurang 3 cm dibibitkan dalam polybag berukuran 15 cm x 25 cm selama 2 bulan hingga setek memiliki jumlah daun lebih kurang 10 dan tinggi setek lebih kurang 40 cm. Bibit ditanam di lapangan pada tanggal 4 Juni Penanaman bibit dilakukan pada lubang tanam berukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm dengan jarak tanam 2 m x 1 m. Setiap unit percobaan ditanam dalam 1 baris, jarak antar baris 2 m dan jarak dalam baris 1 m. Pengamatan pada percobaan ini sama dengan pengamatan yang dilakukan pada evaluasi tidak diulang, tetapi pengamatan hanya dilakukan selama periode 1 tahun sejak Agustus 2009 Juli Analisis ragam dan korelasi antar karakter dengan koefisien korelasi Pearson pada pengujian dengan ulangan diolah menggunakan fasilitas software SAS (SAS Institute 2006). Untuk pendugaan ragam genetik data yang diperoleh dianalisis sebagai berikut: 1. Ragam genetik ( 2 g) dihitung dengan formula Singh dan Chaudhari (1979): 2 g = (KTg-KTe)/r Keterangan: KTg = kuadrat tengah genotipe KTe = kuadrat tengah error r = ulangan 2. Standar deviasi ragam genetik menggunakan rumus: 2g = 2/r 2 (KT 2 g/g+1) + (KT 2 e/gr g - r+3) Keterangan: KTg = kuadrat tengah genotipe KTe = kuadrat tengah error r = ulangan g = genotipe db e = derajat bebas galat. Suatu karakter mempunyai keragaman genetik yang luas jika: 2 g > 2 2g (Pinaria et al. 1995).

95 57 3. Koefisien keragaman genetik (KKG) diduga dari rumus: KKG = ( 2 g)/x) x 100 % Keterangan: 2 g x = ragam genetik = rataan genotipe Kriteria KKG (Qosim et al. 2000) sebagai berikut: 0 < X 10,94 sempit 10,94 < X 21,88 agak sempit 21,88 < X 32,83 agak luas 32,83 < X 43,77 luas 43,77 < X sangat luas 4. Koefisien keragaman fenotipik (KKF) diduga dari rumus: KKF = ( 2 f)/x) x 100 % Keterangan: 2 f x 2 g 2 g = ragam fenotipik = 2 g + ( 2 e/n) = rataan genotipe = ragam genetik = KT e = ragam lingkungan Kriteria KKF (Qosim et al. 2000) sebagai berikut: 0 < X 24,94 sempit 24,94 < X 49,71 agak sempit 49,71 < X 74,71 agak luas 74,71 < X 99,65 luas 99,65 < X sangat luas 5. Heritabilitas arti luas (h 2 bs) diduga dari persamaan: h 2 bs = ( 2 g/ 2 f) x 100 % Kriteria heritabilitas (%) berdasarkan Zen dan Bahar (1996) adalah: 0 < X < 20 rendah 20 X < 50 sedang, 50 X tinggi

96 58 Kriteria Daya Hasil Genotipe yang Dievaluasi Kategori daya hasil tanaman jarak pagar yang dievaluasi ditentukan berdasarkan hasil evaluasi pada kegiatan tidak diulang dan dengan ulangan. Kategori daya hasil didasarkan pada varietas jarak pagar yang telah dilepas yaitu IP 1, IP 2 dan IP 3 dengan pengelompokkan sebagai berikut: daya hasil rendah (X < IP 1), daya hasil sedang (IP 1 X IP 2), daya hasil tinggi (IP 2 < X IP 3), dan daya hasil sangat tinggi (X > IP 3). Hasil dan Pembahasan Evaluasi 10 Genotipe Terpilih Tidak Diulang a. Pertumbuhan Vegetatif Hasil evaluasi karakter pertumbuhan vegetatif dari percobaan tidak diulang disajikan pada Tabel 5. Karakter tinggi tanaman, lingkar batang dan lebar kanopi 10 genotipe yang diuji tidak memiliki variasi yang tinggi. Nilai koefisien keragaman (KK) pada karakter-karakter tersebut hanya berkisar 13,3 % - 22,9 %. Sementara itu jumlah cabang total bervariasi cukup tinggi dengan nilai koefisien keragaman (KK) 24,2 % pada tahun I dan 30,9 % pada tahun II. Tabel 5. Table 5. Karakter pertumbuhan vegetatif 10 genotipe terpilih jarak pagar pada percobaan tidak diulang di KP Pakuwon Sukabumi Jawa Barat pada periode pengamatan tahun dan Vegetative characters of 10 physic nut selected genotypes of unreplicated trial at Pakuwon Experimental Garden, Sukabumi, West Java during and periodes. Karakter Tahun Rataan ± SE SD KK (%) Min Max (Characters) (Year) (Average ± SE) (SD) CV (%) (Min) (Max) Tinggi tanaman (cm) ± 9,0 28,1 18, Plant height (cm) ± 14, , Lingkar batang (cm) 1 18 ± 0,7 2,3 13, Stem girth (cm) 2 41 ± 2,6 8,1 19, Lebar kanopi (cm) ± 6,9 21,9 16, Canopy width (cm) ± 11,5 36,4 16, Jumlah cabang total 1 12 ± 0,9 2,9 24, (Number of total 2 36 ± 3,6 11,2 30, branches)

97 59 b. Pertumbuhan Generatif dan Komponen Hasil Kecuali fruit set, semua karakter generatif hasil evaluasi tidak diulang memiliki nilai koefisien keragaman yang cukup tinggi dengan nilai KK berkisar dari 22,7 % - 51,1 % (Tabel 6). Nilai KK yang tertinggi ditunjukkan oleh karakter jumlah buah per tanaman pada tahun I dan II. Dengan nilai KK yang tinggi, karakter umur mulai berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman dapat dimanfaatkan dalam program perbaikan tanaman jarak pagar. Meskipun terdapat keragaman pada hampir semua karakter yang dievaluasi, data yang disajikan pada Tabel 6 merupakan keragaman fenotipik tanaman. Keragaman fenotipik merupakan interaksi faktor genetik dengan lingkungan sehingga keragaan yang muncul lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Data fenotipik perlu didukung oleh data genotipik yang dapat diperoleh melalui pendugaan ragam genetik seperti yang dilakukan pada evaluasi dengan ulangan. Tabel 6. Karakter pertumbuhan generatif dan komponen hasil 10 genotipe terpilih jarak pagar pada percobaan tidak diulang pada periode dan di KP Pakuwon Sukabumi Jawa Barat. Table 6. Generative and yield component characters of 10 physic nut selected genotypes of unreplicated trial during and periodes at Pakuwon Experimental Garden, Sukabumi, West Java. Karakter yang diamati Evaluated characters Tahun Year Rataan ± SE Average± SE SD SD KK (%) CV (%) Min Min Max Max Umur berbunga (hari) 1 92 ± 10 30,3 32, Days to flowering (days) Jumlah cabang produktif 1 11 ± 0,8 2,5 22, (No. of productive branches) 2 20 ± 2,9 9,2 46, Jml infloresen/tanaman 1 86 ± 13 40,3 46, (No. of infloresence/plant) ± 16 49,9 43, Jml tandan/tanaman 1 51 ± 7 23,5 46, (No.of bunches/plant) 2 80 ± 13 40,3 50, Persentase infloresen jadi 1 55 ± 3 10,0 18, (Fruit set) 2 67 ± 4 13,2 19, Jml buah/tanaman ± , (No. of fruits/plant) ± ,

98 60 c. Korelasi antar karakter Korelasi antar karakter vegetatif, generatif dan komponen hasil pada evaluasi tidak diulang pada tahun pertama dan kedua disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8. Terjadi perubahan hubungan antar karakter pada tahun pertama dengan tahun kedua. Tinggi tanaman dan lebar kanopi yang merupakan karakter vegetatif menunjukkan konsistensi hubungan dengan karakter generatif dan komponen hasil sejak tahun pertama hingga tahun kedua. Tinggi tanaman berkorelasi positif dengan jumlah infloresen per tanaman, sedangkan lebar kanopi berkorelasi positif dengan jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman. Sementara itu karakter jumlah cabang total pada tahun kedua berkorelasi positif dengan jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman. Karakter vegetatif yang berkorelasi dengan komponen hasil dapat membantu mempercepat proses seleksi karena pengamatan dapat dilakukan lebih dini. Tabel 7. Koefisien korelasi antara karakter vegetatif dan komponen hasil jarak pagar pada percobaan tidak diulang pada tahun pertama ( ). Table 7. Correlation coefficient among vegetative characters and yield component of physic nut in 1 st yr ( ) of unreplicated trial Karakter Characters LB SG LK CW JCT TB JCP NPB UB TF JI NI JT NB JB NF TT (PH) 0,6946 0,7791 0,1842 0,2805-0,3320 0,8730* 0,7579 0,7436 LB (SG) 0,3517 0,1506 0,4473 0,2483 0,3954 0,2550 0,2987 LK (CW) 0,3829 0,3703-0,5292 0,8972** 0,9013** 0,8421* JCT (TB) 0,8375-0,3690 0,2437 0,1732 0,1563 JCP (NPB) 0,0645 0,2616 0,1285 0,1369 UB (TF) -0,5610-0,6591-0,6306 JI (NI) 0,9529** 0,9264** JT (NB) 0,9756** Keterangan : TT-tinggi tanaman, LB-lingkar batang, LK-lebar kanopi, JCTjumlah cabang total, JCP-jumlah cabang produktif, UB-umur berbunga, JI-jumlah infloresen, JT-jumlah tandan buah, JB-jumlah buah, HB-hasil biji Note : PH-plant height, SG-stem girth, CW-canopy width, TB-number of total branches, NPB-number of productive branches, TF-time of flowering, NI-number of inflorescences, NB-number of bunches, NF-number of fruits, Y-yield

99 Tabel 8. Koefisien korelasi antara karakter vegetatif dan komponen hasil jarak pagar pada percobaan tidak diulang pada tahun kedua ( ). Table 8. Correlation coefficient among vegetative characters and yield component of physic nut in 2 nd yr ( ) of unreplicated trial Karakter Characters LB SG LK CW JCT TB JCP NPB UB TF JI NI JT NB JB NF TT (PH) 0,1873 0,4374 0,7326 0,4106 0,1321 0,5641* 0,4692 0,4427 LB (SG) -0,4988-0,0587-0,2621 0,2057-0,3385-0,3992-0,4137 LK (CW) 0,8022* 0,8857** -0,5292 0,8904** 0,8805** 0,8795* JCT (TB) 0,8213* -0,3822 0,9120** 0,7940* 0,7668* JCP (NPB) -0,6470 0,9062** 0,9435** 0,9412** UB (TF) -0,3990-0,4467-0,4612 JI (NI) 0,9570** 0,9429** JT (NB) 0,9983** Keterangan : TT-tinggi tanaman, LB-lingkar batang, LK-lebar kanopi, JCTjumlah cabang total, JCP-jumlah cabang produktif, UB-umur berbunga, JI-jumlah infloresen, JT-jumlah tandan buah, JB-jumlah buah, HB-hasil biji Note : PH-plant height, SG-stem girth, CW-canopy width, TB-number of total branches, NPB-number of productive branches, TF-time of flowering, NI-number of inflorescences, NB-number of bunches, NF-number of fruits, Y-yield 61 Meskipun pada percobaan ini sejumlah karakter vegetatif dan generatif menunjukkan adanya konsistensi hubungan dengan komponen hasil, untuk memperoleh data yang lebih akurat, perlu dilakukan perbandingan antar percobaan tidak diulang dengan percobangan dengan ulangan agar hasil yang diperoleh memberikan keyakinan yang lebih tinggi bagi para pemulia yang akan memanfaatkan informasi ini. Evaluasi Genotipe Dengan Ulangan (replicated trial) a. Pertumbuhan vegetatif Nilai kuadrat tengah karakter dan hasil evaluasi karakter vegetatif pada percobaan dengan ulangan disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10. Lingkar batang dan jumlah cabang total bervariasi nyata sedangkan tinggi tanaman dan lebar kanopi tidak berbeda nyata. Nilai KK pada lingkar batang dan jumlah cabang total berturut-turut sebesar 11 % dan 37 %.

100 Tabel 9. Kuadrat tengah karakter 10 genotipe terpilih jarak pagar pada percobaan dengan ulangan. Table 9. Mean square of 10 physic nut genotypes characters in replicated trial Sumber Keragaman (Source of variability) KT Tinggi tanaman (Plant height) (cm) 582,17 tn Lingkar batang (Stem girth) (cm) 11,87 * Lebar kanopi (Canopy width) (cm) 1221,42tn Jumlah cabang total (Total no. of branches) 54,99 * Jumlah cabang produktif (No. of productive branches) 40,33 * Umur berbunga (Days to flowering) 374,58 ** Jumlah infloresen per tanaman (No. of infloresences per plant) 1704,33 ** Jumlah tandan per tanaman (No. of bunches per plant) 1356,54 ** Persentase infloresen jadi buah (Fruit set) 123,45 tn Jumlah buah per tanaman (No. of fruits per plant) 36853,02 ** 62 Tabel 10. Karakter pertumbuhan vegetatif 10 genotipe terpilih jarak pagar pada percobaan dengan ulangan di KP Pakuwon Sukabumi Jawa Barat pada periode Table 10. Vegetative characters of 10 physic nut genotypes of replicated trial at Pakuwon Experimental Garden, Sukabumi, West Java during periode Karakter Tahun Rataan ± Se Sd KK (%) Min Max (Characters) (Year) (Average ± Se) (Sd) (CV %) (Min) (Max) Tinggi tanaman (cm) ± Plant height (cm) Lingkar batang (cm) 1 22 ± 0, Stem girth (cm) Lebar kanopi (cm) ± Canopy width (cm) Jumlah cabang total 1 14 ± 0, (Number of total branches) Keragaman yang tinggi pada karakter jumlah cabang total pada percobaan dengan ulangan sejalan dengan keragaan hasil evaluasi pada percobaan tidak diulang. Hal ini menunjukkan karakter jumlah cabang total merupakan karakter vegetatif yang cukup konsisten dan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetis dibanding faktor lingkungan.

101 63 b. Pertumbuhan Generatif dan Komponen Hasil Nilai kuadrat tengah karakter dan evaluasi karakter generatif disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 11. Jumlah cabang produktif berbeda nyata, sedangkan umur berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman berbeda sangat nyata antar genotipe yang dievaluasi. Keragaan karakter generatif dan komponen hasil pada percobaan dengan ulangan sejalan dengan hasil yang diperoleh pada percobaan tidak diulang. Kecuali fruit set, semua karakter generatif dan komponen hasil memiliki nilai KK > 20 % yang menunjukkan keragaman yang tinggi. Jumlah infloresen tertinggi sebanyak 141 sedangkan terendah sebanyak 31 buah. Jumlah tandan tertinggi sebanyak 117 buah sedangkan terendah sebanyak 26 buah. Jumlah buah tertinggi sebanyak 589 buah sedangkan terendah sebanyak 84 buah. Karakter yang memiliki keragaman dan konsisten pada kedua macam percobaan dapat dimanfaatkan dalam program perbaikan bahan tanaman. Tabel 11. Karakter pertumbuhan generatif dan komponen hasil 10 genotipe terpilih jarak pagar pada percobaan dengan ulangan di KP Pakuwon Sukabumi Jawa Barat pada periode dan Table 11. Generative and yield component characters of 10 physic nut genotypes of replicated trial at Pakuwon Experimental Station, Sukabumi, West Java during and periodes. Karakter yang diamati Evaluated characters Tahun Year Rataan ± SE Average ± SE SD SD KK (%) CV (%) Min Min Max Max Jumlah cabang produktif 1 10,4 ± 0,8 4 40, (No. of productive branches) Umur berbunga (hari) 1 48 ± 2,3 12,3 25, Days to flowering (days) Jml infloresen/tanaman 1 74 ± 5 26,8 36, (No. of infloresences/plant) Jml tandan/tanaman 1 62 ± 4,4 24,1 39, (No.of bunches/plant) Persentase infloresen jadi 1 83 ± 1,6 8,7 10, buah (Fruit set) Jml buah/tanaman ± 22,7 142,2 40, (No. of fruits/plant)

102 64 c. Korelasi Antar Karakter Hasil analisis menunjukkan lebar kanopi dan jumlah cabang total yang merupakan karakter vegetatif berkorelasi positif dengan karakter generatif yaitu jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, dan jumlah tandan, serta komponen hasil yaitu jumlah buah pertanaman (Tabel 12). Hal ini sejalan dengan hasil pada percobaan tidak diulang. Adanya konsistensi data pada karakter yang dievaluasi pada kedua tipe percobaan menunjukkan karakter-karakter ini merupakan karakter yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dibandingkan faktor lingkungan. Kedua karakter yaitu lebar kanopi dan jumlah cabang total dapat dipertimbangkan untuk dimanfaatkan dalam proses seleksi tanaman jarak pagar berdaya hasil tinggi. Dengan memanfaatkan karakter vegetatif dalam proses seleksi, kegiatan seleksi dapat dilakukan lebih dini. Tabel 12. Koefisien korelasi antar karakter vegetatif dan komponen hasil jarak pagar pada percobaan dengan ulangan Table 12. Correlation coefficient among vegetative characters and yield component of physic nut of replicated trial Karakter Characters LB SG LK CW JCT TB JCP NPB UB TF JI NI JT NB JB NF TT (PH) 0,5471 0,2988-0,0721-0,0831 0,2596 0,1213 0,0807 0,1596 LB (SG) -0,0360-0,153-0,2124 0,6763** -0,2886-0,3472-0,2202 LK (CW) 0,4920* 0,5746** -0,1427 0,8015** 0,7728** 0,7481** JCT (TB) 0,8879** 0,0690 0,6778** 0,7136** 0,7202** JCP (NPB) -0,0607 0,7981** 0,8222** 0,8481** UB (TF) -0,2467-0,3216-0,2638 JI (NI) 0,9736** 0,9351** JT (NB) 0,9325** Keterangan : TT-tinggi tanaman, LB-lingkar batang, LK-lebar kanopi, JCTjumlah cabang total, JCP-jumlah cabang produktif, UB-umur berbunga, JI-jumlah infloresen, JT-jumlah tandan buah, JB-jumlah buah, HB-hasil biji Note : PH-plant height, SG-stem girth, CW-canopy width, TB-number of total branches, NPB-number of productive branches, TF-time of flowering, NI-number of inflorescences, NB-number of bunches, NF-number of fruits, Y-yield

103 65 d. Pendugaan Ragam Genetik Pendugaan nilai ragam genetik, ragam fenotipik, ragam galat, koefisien keragaman genetik, koefisien keragam fenotipik, heritabilitas dan nilai tengah karakter-karakter disajikan pada Tabel 13 dan Tabel 14. Tabel 13. Table 13. Nilai dugaan ragam genetik, ragam fenotipik, ragam galat, koefisien keragaman genetik, koefisien keragaman fenotipik, heritabilitas dan nilai tengah tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, jumlah cabang total, dan jumlah cabang produktif. Estimation value of genetic variance, phenotypic variance, error variance, genetic variability coefficient, phenotypic variability coefficient, heritability and mean value of plant height, stem girth, canopy width, number of total branches and number of productive branches Parameter genetik Genetic parameters Tinggi tanaman Plant height Lingkar batang Stem girth Lebar kanopi Canopy width Jumlah cabang total per tanaman No. of total branches Ragam genetik Genetic variance Ragam fenotipik Phenotypic variance Ragam galat Error variance KKG (%) GVC KKF (%) PVC 2 x SDRG 2 x SDGV Heritabilitas (%) Heritability (%) Nilai tengah Mean value Keterangan: 95,95 3,08 213,30 14,15 389,49 5,70 794,81 26,70 293,54 2,63 581,51 12,55 5,28 S (N) 8,15 S (N) 7,19 S (N) 26,80 AL (FW) 10,64 S 11,10 S 13,88 S 36,82 AS (N) (N) (N) (FW) 176,47 S 3,42 S 368,22 S 15,86 S (N) (N) (N) (N) 24,64 Sd 53,96 T 26,84 Sd 52,99 T (M) (H) (M) (H) 185,48 21,52 203,13 14,03 S=Sempit, AS=Agak Sempit, AL=Agak Luas, Sd=Sedang, T=Tinggi, SDRG=standar deviasi ragam genetik, KKG=Koefisien Keragaman Genetik, KKF=Koefisien Keragaman Fenotipik. Keterangan: N=Narrow, FN=Fairly Narrow, FW=fairly wide, M=medium, H=high, SDGV=standard deviation of genetic variance, GVC=genotypic variability coefficient, PVC=phenotypic variability coefficient.

104 66 Tabel 14. Table 14. Nilai dugaan ragam genetik, ragam fenotipik, ragam galat, koefisien keragaman genetik, koefisien keragaman fenotipik, heritabilitas dan nilai tengah umur berbunga, jumlah infloresen per tanaman, jumlah tandan buah per tanaman, fruit set dan jumlah buah per tanaman. Estimation value of genetic variance, phenotypic variance, error variance, genetic variability coefficient, phenotypic variability coefficient, heritability and mean value of days to flowering, number of inflorescence per plant, number of bunches per plant, fruit set and number of fruits per plant. Parameter genetik Genetic parameter Ragam genetik Genetic variance Ragam fenotipik Phenotypic variance Ragam galat Error variance KKG (%) GVC KKF (%) PVC 2 x SDRG 2 x SDGV Heritabilitas (%) Heritability (%) Nilai tengah Mean value Keterangan: Jumlah cabang produktif per tanaman No. of productive branches Umur berbunga Days to flowering Jumlah infloresen per tanaman No of inflorescence per plant Jumlah tandan per tanaman No of bunches per plant Jumlah buah per tanaman No of fruits per plant 10,99 111,70 482,53 388, ,85 18,36 163,15 715,61 577, ,64 7,37 51,45 233,08 188, ,79 31,97 AL (FW) 21,89 AL (FW) 29,77 AL (FW) 32,08 AL (FW) 33,75 L (W) 41,33 AS 26,45 AS 36,25 AS 39,08 AS 41,22 AS (FN) (FN) (FN) (FN) (FN) 11,57 S 110,42 L 480,28 L 387,31 L 10530,86 L (N) (W) (W) (W) (W) 59,83 T 68,47 T 67,42 T 67,37 T 67,05 T (H) (H) (H) (H) (H) 10,37 48,28 73,80 61,48 304,38 S=Sempit, AS=Agak Sempit, AL=Agak Luas, Sd=Sedang, T=Tinggi, SDRG=standar deviasi ragam genetik, KKG=Koefisien Keragaman Genetik, KKF=Koefisien Keragaman Fenotipik. Keterangan: N=Narrow, FN=Fairly Narrow, FW=fairly wide, M=medium, H=high, SDGV=standard deviation of genetic variance, GVC=genotypic variability coefficient, PVC=phenotypic variability coefficient. Tinggi tanaman dan lebar kanopi memiliki nilai duga ragam genetik yang lebih rendah dibanding ragam lingkungan. Nilai ragam genetik yang lebih rendah ini menunjukkan besarnya pengaruh lingkungan terhadap karakter tersebut. Hal

105 67 ini didukung oleh nilai Koefisien Keragaman Fenotipik (KKF) yang lebih tinggi dibanding Koefisien Keragaman Genetik (KKG) dan nilai heritabilitas dalam arti luas yang termasuk kategori sedang. Disamping nilai ragam genetik yang rendah, berdasarkan kriteria Pinaria (1995), tinggi tanaman dan lebar kanopi juga memiliki keragaman genetik yang sempit yang ditunjukkan oleh nilai ragam genetik yang lebih kecil dari 2 X Standar Deviasi Ragam Genetik (Tabel 13). Kedua karakter ini kurang baik untuk digunakan sebagai kriteria seleksi. Besarnya pengaruh faktor lingkungan terhadap karakter vegetatif tanaman jarak pagar juga banyak dijumpai pada karakter-karakter yang dievaluasi pada tanaman lain. Sejumlah karakter yang sangat dipengaruhi lingkungan diantaranya adalah kadar sukrosa pada tanaman tebu (Chaudary 2001), jumlah cabang pada tanaman rosella (Ibrahim dan Hussain 2006), umur panen pada tanaman wijen (Sudarmaji et al. 2007), dan jumlah cabang primer, jumlah daun per cabang primer dan tebal daun pada tanaman nilam (Martono 2009). Sementara itu karakter vegetatif lainnya yaitu lingkar batang dan jumlah cabang total memiliki ragam genetik yang lebih tinggi dibanding ragam lingkungan. Hal ini menunjukkan meskipun karakter tersebut dipengaruhi lingkungan, tetapi peran faktor genetik cukup besar. Hal ini didukung oleh nilai KKG yang termasuk kategori agak luas dan nilai heritabilitas yang tinggi (Tabel 13). Meskipun berdasarkan kriteria Pinaria (1995) kedua karakter ini memiliki ragam genetik yang sempit, keduanya perlu dipertimbangkan dalam seleksi karena memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi. Nilai heritabilitas menentukan kemajuan seleksi. Semakin tinggi nilai heritabilitas suatu karakter, maka akan semakin besar kemajuan yang dapat dicapai melalui seleksi pada karakter tersebut (Singh 1990). Karakter generatif yang ditunjukkan oleh karakter jumlah cabang produktif, umur berbunga, jumlah infloresen per tanaman, jumlah tandan per tanaman dan jumlah buah per tanaman memiliki ragam genetik yang lebih tinggi dibanding ragam lingkungan, KKG yang agak luas hingga luas, dan nilai heritabilitas yang tinggi (Tabel 14). Nilai ragam genetik yang lebih tinggi dari ragam lingkungan dan nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi menunjukkan karakter ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dibanding faktor

106 68 lingkungan. Berdasarkan kriteria Pinaria (1995), karakter umur berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah memiliki keragaman genetik yang luas. Keempat karakter ini cukup baik untuk digunakan dalam proses seleksi untuk memilih genotipe jarak pagar yang berdaya hasil tinggi. Karakter jumlah infloresen per tanaman dan jumlah buah per tanaman merupakan karakter yang cukup efektif digunakan dalam program perbaikan tanaman untuk meningkatkan hasil seperti yang dilaporkan oleh Das et al. (2010). Meskipun sejumlah karakter generatif memiliki nilai duga ragam genetik yang tinggi dan cukup baik untuk digunakan dalam proses seleksi, adanya karakter vegetatif yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi akan lebih memberikan manfaat karena dapat mempercepat waktu seleksi. Berdasarkan nilai korelasi pada kedua percobaan, karakter vegetatif yang menunjukkan konsistensi berkorelasi positif dengan karakter generatif dan komponen hasil adalah lebar kanopi dan jumlah cabang total, tetapi lebar kanopi memiliki heritabilitas dalam arti luas yang relatif rendah (sedang) sehingga kurang baik digunakan sebagai kriteria seleksi. Sementara itu jumlah cabang total memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi, berkorelasi positif dengan karakter generatif dan komponen hasil dan nilai KKG agak luas sehingga dapat dipertimbangkan untuk dimanfaatkan dalam proses seleksi tanaman jarak pagar yang berdaya hasil tinggi. Mohapotra dan Panda (2010) yang melakukan penelitian di India terhadap 20 genotipe jarak pagar yang memiliki morfologi berbeda melaporkan adanya korelasi antara lebar cabang dan jumlah infloresen per tanaman dengan jumlah buah per tanaman. Dengan demikian, disamping jumlah infloresen per tanaman, jumlah tandan per tanaman dan jumlah buah per tanaman, karakter jumlah cabang total cukup baik untuk digunakan dalam seleksi. Evaluasi yang hampir sama dengan menggunakan 16 genotipe jarak pagar juga dilakukan di India dan data yang diperoleh menunjukkan adanya nilai KKG dan heritabilitas yang tinggi (> 80%) pada karakter jumlah buah per tanaman (Das et al. 2010). Peneliti lainnya yaitu Mohapatra dan Panda (2010) yang melakukan penelitian menggunakan bahan tanaman jarak pagar di India melaporkan karakter jumlah infloresen dan jumlah buah per tanaman memiliki nilai heritabilitas yang tinggi, dengan nilai berturut-turut 88,79 % dan 98,18 % dengan nilai KKG yang

107 69 tinggi yaitu 35,92 dan 40,39. Para peneliti ini juga menganjurkan untuk menggunakan karakter jumlah buah dalam program seleksi. Penggunaan karakter jumlah buah per tanaman sebagai kriteria seleksi relatif mudah dilakukan karena buah jarak pagar relatif besar sehingga mudah diamati. Kategori Daya Hasil Genotipe yang Dievaluasi Hasil evaluasi pada percobaan tidak diulang dan percobaan dengan ulangan menunjukkan 10 genotipe yang dievaluasi memiliki keragaan karakter yang cukup konsisten pada kedua pengujian, diantaranya karakter komponen hasil yaitu jumlah buah per tanaman. Berdasarkan karakter jumlah buah yang merupakan komponen hasil biji jarak pagar, dan berdasarkan varietas jarak pagar yang telah dilepas yaitu IP-1 yang memiliki potensi produksi buah per tanaman pada tahun pertama, IP-2 yang memiliki potensi produksi > buah per tanaman pada tahun pertama (Hasnam 2007c) dan IP-3 yang memiliki potensi produksi buah per tanaman pada tahun pertama (Hasnam et al. 2009), maka genotipe jarak pagar dapat dibedakan atas 4 kategori yaitu (1) genotipe yang berdaya hasil rendah yaitu potensi produksi < 200 buah per tanaman pada tahun pertama (< IP-1), (2) genotipe yang berdaya hasil sedang yaitu potensi produksi buah per tanaman pada tahun pertama (setara dengan IP-1), (3) genotipe yang berdaya hasil tinggi yaitu berpotensi produksi > buah per tanaman pada tahun pertama (setara dengan IP-2 dan IP-3), dan (4) genotipe yang berdaya hasil sangat tinggi dengan potensi produksi > 600 buah per tanaman pada tahun pertama (> IP-3). Berdasarkan kriteria tersebut, 10 genotipe jarak pagar yang diuji dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok yaitu genotipe berdaya hasil rendah (R) (< 200 buah per tanaman), genotipe berdaya hasil sedang (S) ( buah per tanaman), dan genotipe berdaya hasil tinggi (T) (> buah per tanaman) seperti yang disajikan pada Tabel 15 dan Gambar 10. Genotipe merupakan genotipe yang konsisten berada pada ranking bawah sebagai genotipe yang berdaya hasil rendah. Genotipe IP 1A-2, PT 13-2, PT 33-2, dan PT 14-1 merupakan genotipe yang konsisten berada pada ranking tengah sebagai genotipe yang berdaya hasil sedang. SP 16-2 pada evaluasi biji menunjukkan potensi

108 70 produksi yang sangat rendah tetapi pada evaluasi setek mampu menghasilkan buah > 200 sehingga dikategorikan sebagai genotipe yang berdaya hasil sedang. Sementara itu HS 49-2, PT 15-1 dan adalah tiga genotipe yang selalu konsisten berada pada rangking atas. Meskipun berdasarkan kriteria daya hasil ketiganya terlihat seperti tidak konsisten, tetapi ketiganya mempunyai potensi mencapai produksi > 400 buah dan tetap berada pada rangking atas sehingga dikategorikan sebagai genotipe yang berdaya hasil tinggi. Dengan adanya perbedaan daya hasil pada karakter jumlah buah tersebut, maka genotipe-genotipe yang dievaluasi pada kedua pengujian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk studi genetik lebih lanjut. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sejalan dengan hasil evaluasi keragaan 60 genotipe pada percobaan 1 pada tahun pertama. Genotipe adalah genotipe yang teridentifikasi berdaya hasil rendah dan HS 49-2 teridentifikasi sebagai genotipe yang berdaya hasil tinggi. Tabel 15. Table 15. Kriteria daya hasil 10 genotipe terpilih jarak pagar yang diuji. Yield criteria of 10 physic nut evaluated selected genotypes Kode Genotipe Genotype Code Genotipe Genotype Hasil buah per tanaman tahun I dan kriteria daya hasil Fruit yield in 1 st year and yield potential criteria Genotipe terpilih asal biji Parent from seed Genotipe terpilih asal setek Parent from clone R (L) 121 R (L) 2 HS T (H) 374 S (M) 3 IP 1A S (M) 373 S (M) 4 PT S (M) 339 S (M) 5 SP R (L) 238 S (M) 6 PT S (M) 250 S (M) S (M) 419 T (H) 8 PT S (M) 472 T (H) 9 PT S (M) 260 S (M) 10 Sul-Sel S (M) 168 R (L) Keterangan : R = Rendah (< 200 buah per tanaman); S = Sedang ( buah pertanaman, dan T = Tinggi (> buah per tanaman) Note : L = Low (< 200 fruits per plant), M = Medium ( fruits per plant), and H = High (> fruits per plant)

109 71 A B C D E F Gambar 10. Figure 10. Keragaan jumlah buah genotipe terpilih yang dievaluasi. (A) berbuah sedikit (< 200 buah per tanaman), (B) dan (C) berbuah sedang ( buah per tanaman), dan (D), (E), (F) berbuah banyak (> buah per tanaman) Number of fruits performance of evaluated selected genotypes. (A) few of fruits (< 200 fruits per plant), (B) and (C) ( fruits per plant,) and (D), (E), (F) lots of fruits (> fruits per plant)

110 72 Simpulan Sepuluh genotipe yang dievaluasi menunjukkan keragaman fenotipik yang tinggi pada jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, umur mulai berbunga, jumlah infloresen per tanaman, jumlah tandan per tanaman dan jumlah buah per tanaman dengan nilai koefisien keragaman > 20%. Karakter umur mulai berbunga, jumlah infloresen per tanaman, jumlah tandan per tanaman, dan jumlah buah per tanaman memiliki keragaman genetik yang luas dengan nilai koefisien keragaman genetik (KKG) berturut-turut 21,89; 29,77; 32,08; dan 33,75; ragam genetik luas ( 2 g > 2 2g ) dan heritabilitas dalam arti luas yang tinggi (h 2 bs 50) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai karakter seleksi. Karakter jumlah cabang total dapat dipertimbangkan sebagai karakter seleksi karena berkorelasi positif dengan jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman. Berdasarkan karakter jumlah buah per tanaman yang merupakan salah satu komponen hasil, 10 genotipe yang dievaluasi dapat dibedakan atas 1 genotipe berdaya hasil rendah (< 200 buah per tanaman) yaitu genotipe 575-3, 6 genotipe berdaya hasil sedang ( buah per tanaman) yaitu IP 1A-2, PT 13-2, Sp 16-2, PT 33-2, PT 14-1, dan Sulsel 8, dan 3 genotipe berdaya hasil tinggi (> buah per tanaman) yaitu HS 49-2, , dan PT Informasi keragaman genetik dan daya hasil 10 genotipe yang dievaluasi selanjutnya dimanfaatkan untuk studi genetik lebih lanjut. Kesepuluh genotipe digunakan sebagai tetua dalam persilangan dialel untuk mengevaluasi daya gabung tetua, pengaruh tangkar dalam dan luar, dan studi pewarisan sifat hermaprodit pada tanaman jarak pagar. Daftar Pustaka Alnopri R, Setiamihardja S, Moeljopawiro, Hermiati N Kriteria seleksi berdasarkan sifat morfologi tanaman kopi robusta. Zuriat 3: Chaudhary RR Genetic variability and heritability in sugarcane. J of Nepal Agric Res (4&5) : Das S, Misra RC, Mahapatra AK, Gantayat BP, Pattnaik RK Genetic variability, character association and path analysis in Jatropha curcas. World Appl Sci J 8 (11):

111 Hartati RS, Setiawan A, Heliyanto B, Pranowo D, Sudarsono Keragaan morfologi dan hasil 60 individu jarak pagar (Jatropha curcas L.) terpilih di kebun percobaan Pakuwon Sukabumi. J Littri 15: Hasnam. 2007a. Status perbaikan dan penyediaan bahan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Di dalam: Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II; Bogor, 29 Nopember Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm Hasnam. 2007b. Populasi komposit jarak pagar IP-2. InfoTek Jarak Pagar 2 (7): 26. Hasnam c. Faktor koreksi dalam menghitung produktivitas jarak pagar. InfoTek Jarak Pagar 2 (1):1. Hasnam, Syukur C, Pranowo D, Hadi-Sudarmo, Purlani E Jarak pagar (Jatropha curcas L.) Populasi komposit IP-3. Leaf let. Badan Litbang Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Heller J Physic Nut, Jatropha curcas L. Promoting The Conservation And Use Of Under Utilized And Neglected Crops. Internat Plant Gen Res Ins. Rome. 54 p. Horowitz W Methods of Analysis of The Association of Official Analitycal Chemists. Washington, DC. Ibrahim MM, Hussein RM Variability, heritability and genetic advance in some genotypes of roselles (Hibiscus sabdariffa L.). World J of Agric Sci 2(3): Mahmud Z, Allorerung D, Rivaie AA Teknik Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 18 hal. Mardjono R, Sudarmo H, Sudarmaji Uji daya hasil beberapa genotipe terpilih jarak pagar (Jatropha curcas L.). Di dalam: Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II; Bogor, 29 Nopember Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm Martono B Keragaman genetik, heritabilitas dan korelasi antar karakter kuantitatif nilam (Pogostemon sp.) hasil fusi protoplas. J Littri 15(1): Machfud M, Hadi-Sudarmo Potensi hasil beberapa genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.). Di dalam: Akselerasi Inovasi Teknologi Jarak Pagar Menuju Kemandirian Energi. Prosiding Lokakaya Nasional IV; Malang, 6 November Malang: Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. hlm

112 Mohapatra S, Panda PK Genetic variability on growth, phenological and seed characteristics of Jatropha curcas L. Not Sci Biol 2 (2): Pinaria A, Baihaki A, Setiamihardja R, Daradjat AA Variabilitas genetik dan heritabilitas karakter-karakter biomassa 53 genotipe kedelai. Zuriat 6(2) : Poehlman JM Breeding Field Crops. Ed ke-2. Connecticut: The AVI Publishing. Westport. 486 p. Qosim WA, Karuniawan A, Marwoto B, Badriah DS Stabilitas parameter genetik mutan-mutan krisan generasi VM3. Laporan Hasil Penelitian Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Jatinangor. SAS Institute SAS for Mixed Models. 2 nd Ed. NC, USA. 814 p. Singh RK, Chaudhary BD Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis. Ed. Rev. New Delhi. Kalyani Publishers. 304 p. Singh BD Plant Breeding Principles and Methods. 4 th Ed. Kalyani Pub. New Delhi Ludhiana. 620 p. Sudarmadji, Mardjono R, Hadi-Sudarmo Variasi genetik, heritabilitas, dan korelasi genetipik sifat-sifat penting tanaman wijen (Sesamum indicum L.). J Littri 13(3): Zen S, Bahar H Penampilan dan dugaan parameter genetik tanaman jagung. J Agric 3(2):

113 EVALUASI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS KARAKTER VEGETATIF, GENERATIF DAN DAYA HASIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) MENGGUNAKAN ANALISIS DIALEL Rr. Sri Hartati 1, Asep Setiawan 2, B. Heliyanto 3 dan Sudarsono 2 1) Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB danpusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Bogor 2) Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB 3) Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat 75 Abstrak Untuk memilih tetua jarak pagar yang berpotensi menghasilkan hibrida atau populasi komposit berdaya hasil tinggi dan memiliki karakter-karakter yang baik, dilakukan evaluasi daya gabung dan heterosis sejumlah karakter dengan analisis dialel. Sepuluh tetua yang terdiri atas 1 tetua berdaya hasil rendah yaitu (< 200 buah per tanaman pada tahun I), 6 tetua berdaya hasil sedang ( buah per tanaman pada tahun I) yaitu IP 1A-2, PT 13-2, SP 16-2, PT 33-2, PT 14-1, dan Sulsel 8, dan 3 tetua berdaya hasil tinggi ( buah per tanaman pada tahun I) yaitu HS 49-2, , dan PT 15-1 digunakan dalam persilangan dialel lengkap. Evaluasi menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan 3 ulangan, setiap ulangan sebanyak 5 tanaman di Kebun Percobaan Balittri Pakuwon Sukabumi, sejak bulan Juni 2009 Juli Karakter yang diamati terdiri atas tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, umur mulai berbunga, jumlah infloresen per tanaman, jumlah tandan per tanaman, fruit set dan jumlah buah per tanaman. Analisis dialel menggunakan metode I Griffing (tetua, F1 dan resiproknya). Hasil penelitian menunjukkan DGU / DGK > 1 pada semua karakter yang dievaluasi, yang menunjukkan peran gen aditif lebih besar dari peran gen non aditif. Tetua 7 (3012-1) dan 8 (PT 15-1) yang berdaya hasil tinggi memiliki DGU tinggi pada karakter umur mulai berbunga, lebar kanopi, jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, jumlah tandan, dan jumlah buah. Tetua 6 (PT 33-2) yang berdaya hasil sedang memiliki DGU tinggi pada karakter umur mulai berbunga, jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, dan jumlah buah. Tetua 1 (575-3) yang berdaya hasil rendah memiliki DGU yang rendah pada karakter umur mulai berbunga dan jumlah buah, tetapi DGU tinggi pada karakter lingkar batang. Tetua 6 (PT 33-2), tetua 7 (3012-1), dan tetua 8 (PT 15-1) berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai tetua-tetua penyusun populasi dasar untuk pembentukan varietas sintetik yang cepat berbunga dan berdaya hasil tinggi, sedangkan tetua 1 (575-3) dapat dimanfaatkan untuk merakit varietas yang memiliki lingkar batang yang besar dan berbunga lebih lambat. Sejumlah individu F1 hasil persilangan antar tetua berdaya hasil sedang x sedang, sedang x tinggi, dan tinggi x tinggi menunjukkan nilai heterosis dan heterobeltiosis tinggi pada karakter jumlah buah per tanaman dengan daya hasil sangat tinggi (> 600 buah per tanaman). Kata kunci : daya hasil, aksi gen, gen aditif, gen non aditif, komposit, sintetik.

114 COMBINING ABILITY AND HETEROSIS EVALUTION OF VEGETATIVE, GENERATIVE, AND YIELD POTENTIAL OF PHYSIC NUT (Jatropha curcas L.) USING DIALLEL ANALYSIS Abstract Combining ability and heterosis evaluation was conducted on several characters using diallel analysis to select potential parents for identifying high yield hybrid. Ten J. curcas genotypes from low yielding group producing less than 200 fruits per plant in the 1 st year (575-3), medium yielding with fruits per plant in the 1 st year (IP 1A-2, PT 13-2, SP 16-2, PT 33-2, PT 14-1, and Sulsel 8), and high yielding ones with fruits per plant in the 1 st year (HS 49-2, , and PT 15-1) were used to generate F1 arrays for full diallel analysis. One hundreed hybrid arrays and their parents were evaluated at Indonesian Spice and Industrial Crops Research Institute Experimental Station, Pakuwon Sukabumi using Completely Randomized Block Design. The evaluation was conducted during the period of June 2009 July 2010, consisted of three replications and five plants per F1 hybrid. The observation were conducted for plant height, stem girth, canopy width, and number of total branches per plant (vegetative characters); days to flowering, number of productive branches, inflorescences, fruit bunches per plant, and fruit set percentages (generative characters); and number of fruit per plant (yield component). Diallel analysis was calculated using Griffing Model I Method 1 by analyzing all parents, F1 arrays and their reciprocal. Results of the experiment indicated all parents showed different estimate of combining ability for all observed characters. All characters showed DGU / DGK value > 1, indicating that the characters were affected more by additive gene than non-additive ones. High yielding genotypes ( and PT 15-1) exhibited high GCA on days to flowering, canopy width, number of total branches, productive branches, inflorescences, bunches, and fruits. Medium yielding genotype (PT 33-2) exhibited high GCA for days to flowering, number of total branches, productive branches, inflorescences, and fruits. Low yielding genotype (575-3) exhibited low GCA for days to flowering and number of fruits, but high GCA on stem girth. PT 33-2, and PT 15-1 could be used as parents for developing early flowering and high yielding synthetic varieties, while was suitable for producing big stem girth and late flowering varieties. Results of this experiment also indicated the presence of F1 individuals exhibiting high heterosis and heterobeltiosis for number of fruits per plants and capable of producing more than 600 fruits per plant). 76 Key word: yield potential, gen action, additive gen, non additive gen, composite, synthetic varieties.

115 77 Pendahuluan Untuk merakit varietas yang berdaya hasil tinggi, diperlukan informasi daya gabung tetua, baik daya gabung umum maupun daya gabung khusus. Persilangan dialel merupakan metode yang banyak dilakukan untuk mengetahui kemampuan menggabung setiap individu yang digunakan dalam persilangan. Disamping itu juga dapat diketahui pola pewarisan karakter-karakter penting dari suatu tanaman. Metode ini digunakan untuk mengetahui tetua-tetua yang berpotensi untuk digunakan dalam program persilangan untuk menghasilkan varietas unggul baru (Malik et al. 2004). Dalam analisis dialel, salah satu asumsi yang harus dipenuhi adalah tetua yang digunakan harus homosigot. Meskipun tetua homosigot merupakan salah satu ketentuan yang harus dipenuhi, sejumlah peneliti yang bekerja pada tanaman menyerbuk silang memilih metoda dialel dalam mempelajari parameter genetik diantaranya pada tanaman jeruk (Iwata et al. 2002), ubi kayu (Owolade et al. 2006), dan karet (Omokhafe et al. 2007) dan menggunakan tetua heterosigot dalam persilangannya. Pada tanaman jarak pagar yang menyerbuk silang dan merupakan tanaman tahunan, penggunaan tetua homosigot relatif sulit dipenuhi karena dibutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk memperoleh galur-galur homosigot. Oleh sebab itu, persilangan dialel dilakukan dengan menggunakan tetua heterosigot. Disamping waktu, salah satu hal yang mendasari penggunaan tetua heterosigot pada persilangan dialel adalah penelitian Dickinson dan Jinks (1956) yang menggunakan tetua heterosigot dalam persilangan dialel. Pertimbangan lainnya adalah pada tanaman jarak pagar peluang terjadinya penyerbukan sendiri cukup besar sehingga peluang tanaman untuk menjadi lebih homosigot juga cukup besar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika menggunakan tetua heterosigot dalam persilangan dialel adalah populasi F1 yang dihasilkan tidak homogen seperti pada F1 hasil persilangan antar tetua homosigot sehingga akan meningkatkan nilai koefisien keragaman. Disamping itu, populasi hasil penyerbukan sendiri juga tidak identik dengan tetuanya seperti yang terjadi pada tanaman homosigot.

116 78 Tujuan penelitian ini adalah menduga daya gabung umum, daya gabung khusus dan heterosis sejumlah karakter terutama karakter daya hasil dari tetuatetua berpotensi, dan mengetahui tetua dan kombinasi persilangan yang berpotensi untuk dimanfaatkan dalam program perakitan varietas jarak pagar yang berdaya hasil tinggi. Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi bagi para pemulia untuk menyusun program perakitan varietas jarak pagar berdaya hasil tinggi. Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri, Pakuwon Sukabumi. Kegiatan penelitian dimulai bulan Agustus 2008 hingga Juli Pembentukan Populasi F1 Sebanyak 10 genotipe hasil evaluasi pada percobaan 2 digunakan sebagai tetua untuk menghasilkan populasi F1. Genotipe tersebut terdiri atas 1 genotipe berdaya hasil rendah (< 200 buah per tanaman pada tahun I), 6 genotipe berdaya hasil sedang ( buah per tanaman pada tahun I), dan 3 genotipe berdaya hasil tinggi (> buah per tanaman pada tahun I) (Tabel 16). Setiap genotipe diperbanyak secara klonal menggunakan setek, masing-masing 10 setek (Lampiran Gambar 1). Persilangan dialel lengkap menghasilkan 100 kombinasi persilangan menggunakan metode Hartati dan Hadi-Sudarmo (2007). Persilangan berlangsung mulai bulan Agustus 2008 sampai April Benih yang diperoleh dibibitkan di media polybag berukuran 15 cm x 25 cm selama 2 bulan hingga bibit memiliki jumlah daun lebih kurang 10 dan tinggi setek lebih kurang 40 cm (Lampiran Gambar 2). Setelah berumur 2 bulan, bibit ditanam di lapangan pada lubang tanaman berukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm, dengan jarak tanam 2 m x 1 m dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap 3 ulangan, masing-masing unit ditanam sebanyak 5 tanaman yang ditanam dalam satu barisan. Pemupukan dan pemeliharaan sesuai dengan pedoman budidaya jarak pagar (Mahmud et al. 2006).

117 79 Tabel 16. Keragaan 10 genotipe tetua terpilih jarak pagar (Jatropha curcas L.) Table 16. Performance of 10 physic nut parents (Jatropha curcas L.) candidate evaluated genotypes Kode Tetua (Parent code) Genotipe (Genotype) Provenan Provenan Umur mulai berbunga (Days to flowering) Bahan tanaman (Plant source) Biji Setek Buah per tanaman dan kriteria daya hasil (Fruit per plant and yield criteria) Bahan tanaman (Plant source) Biji Setek (seed) (clone) (seed) (clone) NTB R (L) 121 R (L) 2 HS 49-2 NTT T (H) 374 S (M) 3 IP 1A-2 NTB S (M) 373 S (M) 4 PT 13-2 Lampung S (M) 339 S (M) 5 SP 16-2 Sulawesi R (L) 238 S (M) 6 PT 33-2 Lampung S (M) 250 S (M) NTB S (M) 419 T (H) 8 PT 15-1 Lampung S (M) 472 T (H) 9 PT 14-1 Lampung S (M) 260 S (M) 10 Sul-Sel 8 Sulawesi S (M) 168 R (L) Keterangan : R = Rendah (< 200 buah per tanaman); S = Sedang ( buah pertanaman, dan T = Tinggi (> buah per tanaman) Note : L = Low (< 200 fruits per plant), M = Medium ( fruits per plant), and H = High (> fruits per plant) Pengamatan Pengamatan terdiri atas karakter vegetatif yang meliputi tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, dan jumlah cabang total, karakter generatif dan komponen hasil yang meliputi umur mulai berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen/tanaman, jumlah tandan/tanaman, fruit set dan jumlah buah/tanaman. Pengamatan dilakukan sejak bulan Agustus 2009 Juli Keragaan tanaman umur 4 bulan, 8 bulan, dan 12 bulan disajikan pada Lampiran Gambar 3 sampai dengan Gambar 8. Analisis Data Keragaman Populasi F1 Untuk melihat ada tidaknya keragaman pada populasi yang diuji, maka data yang diperoleh dianalisis dengan model statistik sebagai berikut:

118 80 Yij = μ +τi + βj +ε Yij = Nilai pengamatan suatu karakter pada genotipe ke-i dan ulangan ke-j μ = Nilai tengah umum τi = Pengaruh aditif dari genotipe ke-i βj = Pengaruh aditif ulangan ke-j εij = Pengaruh galat percobaan dari genotipe ke-ipada ulangan ke-j. Untuk mengetahui hibrida terbaik, dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan s Multiple Range Test (DMRT) pada karakter F1 yang berbeda nyata pada uji F pada taraf 5 %. Korelasi Antar Karakter Untuk mengetahui hubungan antar karakter yang dievaluasi, dilakukan analisis korelasi sederhana antar karakter menggunakan perangkat lunak SAS (SAS Institute, 2006). Daya Gabung Umum, Daya Gabung Khusus dan Pengaruh Resiprokal Untuk mengetahui daya gabung umum, daya gabung khusus dan pengaruh resiprokal tetua yang digunakan, hasil uji F yang berbeda nyata selanjutnya dianalisis menggunakan analisis Dialel berdasarkan Metode I Model I Griffing (1956) yaitu menggunakan tetua, F1 dan resiproknya. Heterosis Nilai heterosis diduga berdasarkan nilai tengah kedua tetua (mid parent) dan nilai tengah tetua terbaik (best parent) atau heterobeltiosis. Heterosis = x 100 % Heterobeltiosis = x 100 % Keterangan : F1 : nilai tengah turunan MP : nilai tengah kedua tetua = ½ (P 1 + P 2 ) BP : nilai tengah tetua terbaik

119 81 Hasil dan Pembahasan Keragaman Populasi F1 Kuadrat tengah karakter populasi F1 jarak pagar yang dievaluasi disajikan pada Tabel 17. Kecuali tinggi tanaman, semua karakter yang dievaluasi menunjukkan perbedaan yang nyata dan sangat nyata. Adanya variasi pada tetua yang digunakan menghasilkan populasi F1 yang memiliki keragaman yang tinggi. Tetua yang memiliki karakter-karakter dengan heritabilitas yang tinggi mewarisi sifat karakter tersebut kepada keturunannya. Karakter-karakter yang bervariasi pada tetua disertai heritabilitas yang tinggi seperti lingkar batang, percabangan, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman menghasilkan populasi F1 yang juga bervariasi pada karakter-karakter tersebut yang terlihat dari hasil analisis ragam yang berbeda nyata (Tabel 17). Salah satu karakter yang menunjukkan perbedaan sangat nyata adalah percabangan seperti yang ditunjukkan oleh keragaan morfologi percabangan pada Gambar 11. Tabel 17. Table 17. Kuadrat tengah karakter vegetatif, generatif dan komponen hasil populasi F1 jarak pagar (J. curcas L.). Mean square of vegetative, generative and yiled component characters of F1 physic nut (J. curcas L.) population. Sumber Keragaman (Source of variabilities) Kuadrat Tengah (Mean Square) Tinggi tanaman (Plant height) (cm) 831,9780*tn Lingkar batang (Stem girth) (cm) 34,5691 ** Lebar kanopi (Canopy width) (cm) 2484,2934 ** Jumlah cabang total (Number of total branches) 24,1115 ** Umur berbunga hari (Days to flowering) (days) 5,985 ** Jumlah cabang produktif (Number of productive branches) 20,8308 ** Jumlah infloresen per tanaman (Number of inflorecences 937,8603 ** per plant) Jumlah tandan per tanaman (Number of bunches per plant) 821,0289 ** Persentase infloresen menghasilkan buah (Fruit set) 151,6450 * Jumlah buah per tanaman (number of fruits per plant) 22472,9826 ** Jumlah buah per tandan (number of fruits per bunch) 85,4976 **

120 82 Adanya variasi pada karakter morfologi yang ditemukan pada populasi jarak pagar yang dievaluasi akan memudahkan para pemulia untuk menyusun program perbaikan bahan tanaman. Peluang perbaikan sifat pada karakter yang memiliki ragam genetik yang luas dan heritabilitas yang tinggi tersebut masih cukup besar. Dengan adanya variasi ini, analisis dilanjutkan untuk mengevaluasi daya gabung. Korelasi Antar Karakter Korelasi yang tinggi antar karakter membantu program pemuliaan tanaman, terutama korelasi antar karakter vegetatif yang dapat diamati lebih dini, dengan karakter generatif yang umumnya merupakan komponen hasil yang baru dapat diamati setelah tanaman memasuki fase generatif. Pada tanaman jarak pagar, pengamatan karakter generatif dan hasil baru dapat dilakukan setelah tanaman berumur cukup tua sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Hasil analisis korelasi sederhana antar karakter vegetatif dan generatif pada populasi F1 menunjukkan adanya korelasi antara karakter vegetatif dengan karakter generatif dan komponen hasil. (Tabel 18). Lebar kanopi berkorelasi positif dengan semua karakter yang dievaluasi kecuali lingkar batang. Jumlah cabang total berkorelasi positif dengan jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman. Umur berbunga berkorelasi negatif dengan karakter generatif dan komponen hasil. Berdasarkan data ini, tanaman jarak pagar yang berpotensi produksi tinggi adalah tanaman yang lebih cepat berbunga, memiliki kanopi lebih lebar dan jumlah cabang lebih banyak. Hal ini sejalan dengan percobaan 1 yaitu evaluasi 60 genotipe jarak pagar yang menunjukkan karakter jumlah cabang total per tanaman, jumlah cabang produktif per tanaman, jumlah infloresen per tanaman dan jumlah tandan per tanaman berkorelasi positif dengan jumlah buah per tanaman, sedangkan umur mulai berbunga berkorelasi negatif (Hartati et al. 2009). Adanya hubungan antar karakter terutama antara karakter vegetatif yang dapat diamati lebih dini, dengan komponen hasil dapat mempercepat dan mempermudah proses seleksi. Karakter tersebut dapat dimanfaatkan dalam proses seleksi. Langkah selanjutnya adalah memilih tetua yang memiliki daya gabung yang baik pada karakter-karakter yang akan diperbaiki.

121 83 A B C D Gambar 11. Keragaan percabangan pada populasi F1 hasil persilangan tetua terpilih: (A) dan (B) representasi F1 dengan jumlah cabang total sedikit (< 10) menghasilkan buah sedikit (< 200 buah per tanaman); (C) dan (D) representasi F1 dengan jumlah cabang total banyak (>10) menghasilkan buah sedang-banyak (> per tanaman). Figure 11. Branching performance of F1 population of crossing among selected parents: (A) and (B) represented of F1 having few branches (<10), producing few fruits (< 200 fruits per plant); (C) and (D) represented of F1 having lot of branches (> 10), producing average and lot of fruits (> fruits per plant)

122 84 Tabel 18. Table 18. Koefisien korelasi antar karakter vegetatif dan komponen hasil populasi F1 jarak pagar Correlation coefficient among vegetative characters and yield component of F1 population physic nut Karakter Evaluated LB SG LK CW JCT TB JCP NPB UB TF JI NI JT NB JB NF TT(PH) 0,4847 0,6289 0,3368 0,2868-0,0842 0,4481 0,4588 0,4885 LB (SG) 0,2921 0,1095 0,0751 0,2692 0,0667 0,0075-0,0049 LK (CW) 0,4606** 0,4514** -0,3177 0,5966** 0,5903** 0,5868** JCT(TB) 0,6515** -0,4752 0,7204** 0,6034** 0,6513** JCP (NPB) -0,5006** 0,6671** 0,6236** 0,5689** UB (TF) -0,638 ** -0,580** -0,518** JI (NI) 0,8563** 0,8279** JT (NB) 0,8504** Keterangan : TT-tinggi tanaman, LB-lingkar batang, LK-lebar kanopi, JCTjumlah cabang total, JCP-jumlah cabang produktif, UB-umur berbunga, JI-jumlah infloresen, JT-jumlah tandan buah, JB-jumlah buah, HB-hasil biji Note : PH-plant height, SG-stem girth, CW-canopy width, TB-number of total branches, NPB-number of productive branches, TF-time of flowering, NI-number of inflorescences, NB-number of bunches, NF-number of fruits, Y-yield Daya Gabung Umum, Daya Gabung Khusus dan Pengaruh Resiprokal Hasil analisis ragam daya gabung umum, daya gabung khusus dan pengaruh resiprokal disajikan pada Tabel 19. Nilai daya gabung umum disajikan pada Tabel 21 dan Tabel 22, sedangkan pengelompokan daya gabung umum disajikan pada Tabel 22. Nilai daya gabung khusus disajikan pada Tabel 23 dan Tabel 24, sedangkan kombinasi persilangan yang memiliki daya gabung khusus yang tinggi disajikan pada Tabel 25. Daya gabung umum (DGU) 10 tetua jarak pagar yang dievaluasi berbeda nyata pada karakter lingkar batang, lebar kanopi, jumlah cabang total per tanaman, umur mulai berbunga, jumlah cabang produktif per tanaman, jumlah infloresen per tanaman, jumlah tandan per tanaman, dan jumlah buah per tanaman. Daya gabung khusus (DGK) berbeda nyata pada karakter lingkar

123 85 batang, jumlah cabang total, umur mulai berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah inloresen per tanaman, jumlah tandan per tanaman, jumlah buah per tanaman dan jumlah buah per tandan. Pengaruh resiprokal berbeda nyata pada karakter lebar kanopi, jumlah cabang total per tanaman, umur mulai berbunga, jumlah cabang produktif per tanaman, jumlah tandan per tanaman, jumlah buah per tanaman, dan jumlah buah per tandan (Tabel 19). DGU yang berbeda nyata menunjukkan adanya perbedaan kemampuan menggabung pada suatu karakter pada tetua jarak pagar yang digunakan. DGU yang baik mengindikasikan tetua yang memiliki kemampuan menggabung yang tinggi dengan tetua lainnya pada karakter tertentu. DGK yang berbeda nyata menunjukkan adanya perbedaan antar kombinasi persilangan dalam mengekspresikan suatu karakter tertentu. DGK yang baik mengindikasikan kombinasi persilangan yang dapat menghasilkan hibrida yang lebih baik dari persilangan lainnya pada karakter tertentu. Hibrida yang dihasilkan pada kombinasi persilangan yang memiliki DGK yang baik memiliki nilai heterosis tertinggi diantara semua kombinasi persilangan. Adanya keragaman yang berbeda nyata pada DGU maupun DGK pada karakter-karakter jarak pagar yang dievaluasi mengindikasikan adanya aksi gen aditif maupun non aditif yang mengendalikan karakter tersebut secara bersamasama. Adanya aksi gen aditif dan non aditif yang mengendalikan suatu karakter secara bersamaan banyak ditemukan pada tanaman selain jarak pagar. Diantaranya adalah pada karakter umur panen pada tanaman jagung (Alam et al. 2008), tinggi tanaman pada tanaman kapas (Abro et al. 2009), umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buah dan hasil biji per tanaman pada tanaman kacang faba (Alghamdi 2009). Dari hasil analisis terlihat bahwa karakter-karakter tanaman jarak pagar yang dikendalikan oleh gen aditif dan non aditif adalah karakter lingkar batang, jumlah cabang total, umur mulai berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman (Tabel 20 dan Tabel 21). Pada semua karakter tersebut, nilai kuadrat tengah DGU lebih tinggi dibanding nilai kuadrat tengah DGK. Hal ini menunjukkan aksi gen aditif lebih dominan dibanding aksi gen non aditif. Gen aditif adalah gen yang mengendalikan suatu

124 86 karakter secara bersama-sama yang bersifat saling menambahkan, sehingga nilai karakter yang dihasilkan akan berada di antara kedua tetua. Sementara itu gen non aditif adalah gen yang mengendalikan suatu karakter secara tunggal, dan nilai karakter yang dihasilkan akan sama dengan salah satu tetua atau lebih baik dari kedua tetua. Besarnya peran gen aditif pada karakter yang dievaluasi mengakibatkan nilai karakter yang muncul pada F1 pada umumnya tidak lebih baik dari tetua terbaiknya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai DGU yang umumnya bernilai relatif rendah atau negatif. Tabel 19. Kuadrat tengah daya gabung umum (DGU), daya gabung khusus (DGK) dan resiprokal karakter vegetatif dan generatif tetua terpilih jarak pagar yang dievaluasi. Table 19. Mean square of general combining ability (GCA), specific combining ability (SCA), and recriprocal of vegetative and generative characters of selected parents of physic nut. Sumber Keragaman (Source of Variabilities) Tinggi tanaman (cm) (Plant height) Lingkar batang (cm) (Stem girth) Lebar kanopi (cm) (Canopy width) Jumlah cabang total (Number of total branches) Umur mulai berbunga (Days to flowering) Jumlah cabang produktif (Number of productive branches) Jumlah infloresen per tanaman (No. of inflorecences per plant) Jumlah tandan per tanaman (No. of bunches per plant) Persentase infloresen menghasilkan buah (Fruit set Jumlah buah per tanaman (No. of fruits per plant) Jumlah buah per tandan (No. of fruits per bunch) DGU (GCA) DGK (SCA) Resiprokal (Recriprocal) 486,9716 tn 192,3904 tn 320,3325 tn 23,9288 ** 14,9948 ** 5,5702 tn 1966,0880 ** 593,3565 tn 835,2410 ** 21,0726 ** 6,0243 ** 7,4429 ** 4386 ** 2677 ** 834 ** 21,3062 ** 5,7835 ** 5,2311 ** 1363,2572 ** 275,0691 ** 140,0437 tn 1296,6040 ** 240,1586 ** 102,6085 ** 150,3197 ** 37,1103 tn 44,0321 tn 47023,1170 ** 3993, ,4516 * ** 33,6328 ** 23,7676 ** 32,2041 **

125 87 Tabel 20. Daya gabung umum tetua 1 5 pada karakter tinggi tanaman (TT), lingkar batang (LB), lebar kanopi (LK), jumlah cabang total (JCT), jumlah cabang produktif (JCP), umur berbunga (UB), jumlah infloresen (JI), jumlah tandan (JT), persentase tandan menghasilkan buah (PTB), jumlah buah per tanaman (JB), dan jumlah buah per tandan (JBT). Table 20. General combining ability of 1 st 5 th parents on plant height (PH), stem girth (ST), canopy width (CW), number of total branches (TNB), number of productive branch (PB), dyas to flowering (DF), number of inflorecences (NI), number of bunches (NB), fruit set (FS), number of fruits per plant (NF), and number of fruits per bunche (NFB) Karakter Tetua (Parents) (Character) (575-1) (HS 49-2) (IP 1A-2) (PT 13-2) SP 16-2) TT (PH) 2,83 1,53-5,85 1,44-0,07 LB (SG) 2,64 1,14 0,34 0,54 1,72 LK (CW) -19,61-5,07-11,49-10,07-11,17 JCT (TNB) 1,82-0,05-0,03-0,37-0,26 UB (DF) 34,20 5,76 0,85 3,13 6,56 JCP (PB) -1,91-0,08-0,37-0,75-0,67 JI (NI) -19,23-5,63-5,82-7,07-9,93 JT (NB) -18,22-5,03-7,75-7,54-12,72 PTB (FS) -6,20-2,72-5,54-5,23-4,01 JB (NF) -122,27-37,36-54,73-56,71-79,30 JBT (NFB) 0,62-0,18 0,60-0,44 0,04

126 88 Tabel 21. Daya gabung umum tetua 6 10 pada karakter tinggi tanaman (TT), lingkar batang (LB), lebar kanopi (LK), jumlah cabang total (JCT), jumlah cabang produktif (JCP), umur berbunga (UB), jumlah infloresen (JI), jumlah tandan (JT), persentase tandan menghasilkan buah (PTB), jumlah buah per tanaman (JB), dan jumlah buah per tandan (JBT). Table 21. General combining ability of 6 th 10 th parents on plant height (PH), stem girth (ST), canopy width (CW), number of total branches (TNB), number of productive branch (PB), dyas to flowering (DF), number of inflorecences (NI), number of bunches (NB), fruit set (FS), number of fruits per plant (NF), and number of fruits per bunche (NFB) Karakter Tetua (Parents) (Character) (PT 33-2) (3012-1) (PT 15-1) (PT 14-1) (Sulsel 8) TT (PH) 5,29 11,36 9,87 6,18 5,32 LB (SG) 1,26 1,86 1,60 1,32 2,21 LK (CW) -3,52 3,90 9,78-3,32 1,61 JCT (TNB) 1,02 0,91 1,16-0,51 0,08 UB (DF) -0,95 2,81-3,91 12,30 14,50 JCP (PB) 0,34 0,81 0,68-0,72-0,36 JI (NI) -2,23-2,39-0,58-7,68-5,17 JT (NB) -5,97-3,25-2,09-7,68-6,74 PTB (FS) -4,43-2,53-3,27-2,09-2,07 JB (NF) -34,16-17,76-29,89-64,35-47,67 JBT (NFB) 1,43 0,92-0,74-0,79 0,17

127 89 Pengaruh resiprokal yang berbeda nyata menunjukkan adanya kemungkinan terdapat pengaruh ekstrakromosomal. Pengaruh ini terlihat pada karakter lebar kanopi, jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, jumlah tandan, jumlah buah per tanaman, dan jumlah buah per tandan pada tanaman jarak pagar yang dievaluasi. Artinya karakter tersebut diwarisi secara maternal. Pengaruh maternal juga dilaporkan oleh Owoladi et al. (2009) pada reaksi ketahanan genotipe cassava terhadap Colletotricum gloesporiodes f sp manihotis. Pada penelitian lain, Jumbo dan Carena (2008) melaporkan bahwa dari seluruh sifat jagung yang diuji, hanya satu sifat yaitu tinggi tongkol yang menunjukkan adanya pewarisan maternal. Hasil analisis daya gabung yang dilakukan terhadap populasi F1 dan 10 tetua menunjukkan tidak ada satu tetuapun yang memiliki daya gabung umum yang baik untuk semua karakter yang dievaluasi. Pada tanaman jagung Iqbal et al. (2007) juga melaporkan bahwa tetua-tetuayang digunakan tidak ada yang memiliki daya gabung umum yang baik pada semua karakter yang diamati.. Berdasarkan ranking nilai daya gabung umum, kesepuluh tetua yang digunakan dikelompokkan menjadi 3 kelas yaitu tetua dengan nilai daya gabung tinggi (penggabung yang baik), sedang (penggabung menengah), dan rendah (penggabung yang kurang baik) (Tabel 22). Berdasarkan ranking tersebut, tiga dari 10 tetua memiliki daya gabung umum yang tinggi (penggabung yang baik), 4 tetua merupakan penggabung menengah sedangkan 3 lainnya memiliki daya gabung umum yang rendah (penggabung yang kurang baik). Kecuali umur mulai berbunga, DGU yang diharapkan pada semua karakter yang dievaluasi adalah DGU yang bernilai positif, sedangkan umur berbunga yang diharapkan adalah yang bernilai negatif. Tetua 7 (3012-1) dan tetua 8 (PT 15-1) yang merupakan tetua berdaya hasil tinggi, merupakan penggabung yang baik untuk karakter lebar kanopi, jumlah cabang total, umur mulai berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen per tanaman, jumlah tandan per tanaman dan jumlah buah per tanaman. Tetua 2 (HS 49-2) yang merupakan tetua berdaya hasil tinggi merupakan penggabung yang baik untuk karakter jumlah cabang produktif dan jumlah tandan per tanaman. Tetua 6 (PT 33-2) yang merupakan tetua berdaya hasil sedang merupakan penggabung yang baik untuk karakter jumlah cabang

128 90 total, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen per tanaman, dan jumlah buah per tanaman, sedangkan tetua 10 (Sulsel 8) merupakan penggabung yang baik untuk karakter lingkar batang, lebar kanopi, dan persentase tandan menghasilkan buah. Tetua yang memiliki daya gabung umum yang tinggi (penggabung yang baik) pada sejumlah karakter penting jarak pagar merupakan tetua yang cukup berpotensi untuk dimanfaatkan dalam perakitan varietas unggul, terutama karakter-karakter yang berkorelasi dengan hasil tanaman jarak pagar. Tetua-tetua dengan nilai DGU tinggi bila digunakan sebagai tetua persilangan akan menghasilkan hibrida-hibrida yang memiliki vigor baik pada karakter yang bersangkutan. Genotipe yang memiliki nilai DGU tinggi dapat digunakan sebagai tetua penyusun varietas sintetik (synthetic variety) atau sebagai tetua pembentuk populasi dasar melalui metode seleksi berulang (recurrent selection) (Daryanto et al. 2010). Tetua 1 (575-1) yang merupakan tetua yang berdaya hasil rendah, merupakan penggabung yang baik untuk karakter lingkar batang, dan jumlah cabang total, tetapi merupakan penggabung yang kurang baik untuk karakter lebar kanopi, umur mulai berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, jumlah tandan, dan jumlah buah per tanaman. Meskipun tetua 1 merupakan penggabung yang baik untuk karakter lingkar batang, tetapi merupakan penggabung yang kurang baik untuk semua karakter yang berkorelasi dengan hasil seperti jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman. Sementara itu tetua 7 (3012-1) dan 8 (PT 15-1) merupakan tetua yang berpotensi untuk dimanfaatkan dalam program perbaikan bahan tanaman jarak pagar berdaya hasil tinggi karena tetua-tetua tersebut merupakan penggabung yang baik pada sejumlah karakter yang berkorelasi dengan komponen hasil yaitu jumlah buah. Tetua 1 (575-3) yang berumur relatif lebih dalam, dan memiliki lingkar batang yang besar tidak berpotensi untuk dimanfaatkan dalam program perbaikan bahan tanaman jarak pagar yang berdaya hasil tinggi. Semua persilangan dengan tetua 1 (575-3) akan menghasilkan F1 yang memiliki umur lebih dalam sehingga lebih lambat berbunga. Meskipun tidak berpotensi hasil tinggi, karakter lingkar batangnya yang relatif besar dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan tanaman-tanaman yang akan dimanfaatkan sebagai tanaman

129 91 penghijauan. Lingkar batang yang besar membuat tanaman lebih kokoh bila akan dimanfaatkan sebagai tanaman pagar. Peluang pemanfaatan karakter yang memiliki daya gabung umum yang baik dan berkorelasi dengan hasil dilaporkan sejumlah peneliti yang melakukan penelitian pada sejumlah tanaman. Diantaranya seperti yang dilaporkan Kamau et al. (2010) yang melakukan penelitian pada tanaman ubi kayu. Karakter Harvest Index (HI) pada tanaman ubi kayu yang berkorelasi positif dengan hasil umbi dapat dimanfaatkan sebagai kriteria seleksi untuk memilih genotipe ubi kayu yang berdaya hasil tinggi. Hal yang sama dilakukan oleh Li et al. (1997) yang melakukan penelitian pada tanaman gandum (Triticum timopheevi). Karakter yang dapat dimanfaatkan dalam program pemuliaan tanaman gandum adalah panjang internode baik internode bagian bawah maupun basal. Kedua karakter ini berkorelasi dengan tinggi tanaman. Tetua yang memiliki daya gabung yang baik pada karakter vegetatif yang berkorelasi dengan komponen hasil tentunya merupakan tetua yang perlu mendapat perhatian dalam program perbaikan bahan tanaman. Disamping daya gabung umum yang harus dimiliki oleh setiap tetua potensial, adanya daya gabung khusus dari tetua potensial akan memperbesar peluang tetua tersebut dimanfaatkan dalam program perbaikan bahan tanaman jarak pagar. Sejumlah kombinasi persilangan yang memiliki daya gabung khusus yang baik pada sejumlah karakter adalah persilangan tetua 4 x 10 (PT 13-2 x Sulsel 8), 3 x 7 (IP 1A-2 x ), 6 x 10 (PT 33-2 x Sulsel 8), 5 x 10 (SP 16-2 x Sulsel 8), 6 x 9 (PT 33-2 x PT 14-1) dan 2 x 6 (HS 49-2 x PT 33-2). Keenam kombinasi persilangan ini memiliki daya gabung khusus yang baik pada sedikitnya 5 karakter dari 10 karakter yang dievaluasi yang meliputi lingkar batang, lebar kanopi, jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman (Tabel 23, Tabel 24 dan Tabel 25). Daya gabung khusus suatu kombinasi persilangan menunjukkan bahwa kombinasi persilangan tersebut mampu menghasilkan nilai agronomik terbaik diantara sejumlah kombinasi persilangan yang dievaluasi. Suatu kombinasi persilangan tidak selalu memiliki daya gabung khusus pada semua karakter. Hasil

130 92 penelitian ini menunjukkan kombinasi persilangan tetua 4 x 10 (PT 13-2 x Sulsel 8), 3 x 7 (IP 1A-2 x ), 6 x 10 (PT 33-2 x Sulsel 8), 5 x 10 (SP 16-2 x Sulsel 8), 6 x 9 (PT 33-2 x PT 14-1) dan 2 x 6 (HS 49-2 x PT 33-2) memiliki daya gabung khusus yang baik hanya pada beberapa karakter yang dievaluasi. Kombinasi persilangan yang memiliki DGK tinggi biasanya dihasilkan dari persilangan tetua-tetua dengan DGU tinggi atau paling sedikit satu tetuanya memiliki DGU tinggi (Sujiprihati et al. 2001). Tetapi pada penelitian jarak pagar ini kombinasi persilangan dengan DGK tinggi tidak selalu berasal dari persilangan tetua yang memiliki DGU tinggi. Beberapa kombinasi persilangan dengan DGK tinggi memiliki salah satu tetua dengan DGU tinggi seperti persilangan 4 x 10 (PT 13-2 x Sulsel 8), 3 x 7 (IP 1A-2 x ), 6 x 10 (PT 33-2 x Sulsel 8), 5 x 10 (SP 16-2 x Sulsel 8), 6 x 9 (PT 33-2 x PT 14-1) dan 2 x 6 (HS 49-2 x PT 33-2) tetapi kombinasi persilangan lainnya dengan DGK tinggi tidak memiliki satupun tetua dengan DGU tinggi. Hal yang sama ditemukan pada tanaman lain. Iqbal et al. (2007) yang melakukan penelitian pada tanaman jagung melaporkan hasil persilangan antar sejumlah tetua yang merupakan penggabung yang terbaik pada karakter tertentu tidak selalu menghasilkan keturunan yang memiliki daya gabung khusus yang terbaik pada karakter tersebut, tetapi persilangan tetua yang memiliki daya gabung umum yang menengah (average) dengan tetua yang memiliki daya gabung umum rendah ternyata dapat menghasilkan keturunan yang memiliki daya gabung khusus yang baik. Hal ini dapat disebabkan adanya interaksi antar alelalel positif dari tetua yang memiliki daya gabung umum menengah dengan alelalel negatif dari tetua yang memiliki daya gabung rendah. Pada penelitian ini, tetua 4 (PT 13-2) dan tetua 10 (Sulsel 8) merupakan penggabung menengah (average) dan penggabung yang kurang baik untuk karakter-karakter yang dievaluasi. Persilangan keduanya (4x10) menghasilkan keturunan yang memiliki daya gabung khusus yang baik pada hampir semua karakter yang dievaluasi. Diduga terjadi interaksi antar alel positif dari tetua yang memiliki daya gabung umum menengah dengan alel negatif dari tetua yang memiliki daya gabung rendah. Hal yang sama diduga terjadi juga pada persilangan lainnya. Nilai karakter yang dihasilkan dari kombinasi persilangan

131 93 antar tetua yang memiliki DGU sedang dan rendah seperti ini biasanya kurang stabil sehingga harus dievaluasi lebih lanjut terutama tingkat heterosisnya. Sementara itu kombinasi persilangan antar tetua yang memiliki nilai daya gabung rendah tetapi menghasilkan nilai karakter yang tinggi dapat disebabkan adanya pengaruh dominansi lebih (over dominant) dan epistasis (Iqbal et al. 2007). Kombinasi persilangan yang memiliki nilai DGK tinggi dapat dipertimbangkan sebagai tetua pembentuk varietas hibrida. Sejumlah hasil penelitian pada berbagai jenis tanaman memanfaatkan nilai daya gabung khusus dari sejumlah tetua untuk menghasilkan hibrida yang memiliki nilai karakter yang lebih baik. Peningkatan hasil pada tanaman kapas di Turki dapat dilakukan dengan menyilangkan Tamcot CAMD-E x Carmen, Nazilli-84 x PD 6168, DPL 5690 x Tamcot CAMD-E dan Tamcot CAMD-E x PD 6168 yang memiliki daya gabung khusus pada karakter-karakter berat serat per buah, berat serat per tanaman, dan rasio kehalusan serat dan panjang serat (Basal & Turgut 2003). Tabel 22. Table 22. Pengelompokan nilai daya gabung umum (DGU) 10 tetua jarak pagar. General combining ability (GCA) cluster of 10 phisic nut parents. Sumber Keragaman (Source of variabilities) Tinggi tanaman (cm) (Plant height) Lingkar batang (cm) (Stem girth) Lebar kanopi (cm) (Canopy width) Jumlah cabang total (Number of total branches) Umur berbunga (Days to flowering) Jumlah cabang produktif (No. of procductive branch) Jumlah infloresen per tanaman (No. of inflorecences per plant) Jumlah tandan per tanaman (No. of bunches per plant) Persentase tandan menghasilkan buah (Fruit set) Jumlah buah per tanaman (No. of fruits per plant) No Tetua (Parent No) DGU tinggi (High GCA) DGU sedang (Medium GCA) DGU rendah (Low GCA) 7, 8, 9 10, 6, 1, 2 4, 5, 3 1, 10, 7 5, 8, 9, 6 2, 4, 3 8, 7, 10 9, 6, 2, 4 5, 3, 1 1, 8, 6 7, 10, 3, 2 5, 4, 9 8,6,3 7,4,2,5 10,9,1 7, 8,6 2,10, 3, 5 9,4, 1 8, 6, 7 10, 2, 3, 4 9, 5, 1 8, 7, 2 6, 10, 4, 9 3, 5, 1 10, 9, 7 2, 8, 5, 6 4, 3, 1 7, 8, 6 2, 10, 3, 4 9, 5, 1

132 94 Tabel 23. Table 23. Daya Gabung Khusus 10 tetua jarak pagar pada karakter tinggi tanaman (TT), lingkar batang (LB), lebar kanopi (LK), jumlah cabang total (JCT), dan umur mulai berbunga (UB). Specific combining ability of 10 physic nut parents on plant height (PH), stem girth (ST), canopy width (CW), number of total branches (TNB), and days to flowering (DF). Persilangan TT LB LK JCT UB (Cross) (PH) (SG) (CW) (TNB) (DF) 1x2 (575-3 x HS 49-2) 11,22 2,02 7,42-0,91 26,61 1x3 (575-3 x IP 1A-2) 2,73 1,36-6,88-1,18 37,51 1x4 (575-3 x PT 13-2) -3,65-0,08-31,73-0,03 40,37 1x5 (575-3 x SP 16-2) -15,73-1,79 1,60 1,13-77,43 1x6 (575-3 x PT 33-2) -10,64-0,53-19,97 5,13 18,40 1x7 (575-3 x ) 8,17 3,48 8,00-1,88 16,53 1x8 (575-3 x PT 15-1) 2,27 1,60-11,90-1,53 26,43 1x9 (575-3 x PT 14-1) -12,38-0,30 9,84-0,61 12,96 1x10 (575-3 x Sulsel 8) -2,66 1,09 2,36-0,06 36,60 2x3 (HS 49-2 x IP 1A-2) -8,73 0,32-8,30-1,45-8,73 2x4 (HS 49-2 x PT 13-2) -9,39-1,85-7,60 0,80-9,39 2x5 (HS 49-2 x SP 16-2) -0,80 1,15 3,58 0,41-0,80 2x6 (HS 49-2 x PT 33-2) -1,75 2,24-3,18 0,25-1,74 2x7 (HS 49-2 x ) 6,41 0,95 7,86-0,46 6,41 2x8 (HS 49-2 x PT 15-1) -4,98 0,46-4,04-0,19-4,97 2x9 (HS 49-2 x PT 14-1) 3,27-0,70-10,29-0,79 3,26 2x10 (HS 49-2 x Sulsel 8) -14,88 0,81-11,59 1,97-14,88 3x4 (IP 1A-2 x PT 13-2) -1,18 0,67-1,19-0,57-1,18 3x5 (IP 1A-2 x SP 16-2) 6,40 0,76 8,59 0,11 6,40 3x6 (IP 1A-2 x PT 33-2) 7,34 1,89-6,16-0,71 7,34 3x7 (IP 1A-2 x ) 18,50 0,46 20,32 1,34 18,50 3x8 (IP 1A-2 x PT 15-1) -16,25 0,33-28,97-0,08-16,25 3x9 (IP 1A-2 x PT 14-1) -2,23 0,37-0,75-1,34-2,23 3x10 (IP 1A-2 x Sulsel 8) 1,87 0,74-2,09-0,56 1,87

133 95 Tabel 23. Table 23. (Lanjutan) Daya Gabung Khusus 10 tetua jarak pagar pada karakter tinggi tanaman (TT), lingkar batang (LB), lebar kanopi (LK), jumlah cabang total (JCT), dan umur berbunga (UB),. (Continued) Specific combining ability of 10 physic nut parents on plant height (PH), stem girth (ST), canopy width (CW), number of total branches (TNB), and days to flowering (DF). Persilangan (Cross) TT (PH) LB (SG) LK (CW) JCT (TNB) UB (DF) 4x5 (PT 13-2 x SP 16-2) 16,62 3,50 12,22-0,12 16,62 4x6 (PT 13-2 x PT 33-2) -15,61-0,43-21,50-1,22-15,61 4x7 (PT 13-2 x ) -3,84 0,43-0,08-0,27-3,84 4x8 (PT 13-2 x PT 15-1) -10,03 0,15-9,84 0,06-10,03 4x9 (PT 13-2 x PT 14-1) -4,51 1,25-3,81-0,98-4,51 4x10 (PT 13-2 x Sulsel 8) 11,68 2,41 19,95 2,21 11,68 5x6 (SP 16-2 x PT 33-2) -11,03 0,75-18,41-1,21-11,03 5x7 (SP 16-2 x ) -3,24-0,20-13,82-2,33-3,24 5x8 (SP 16-2 x PT 15-1) -4,47-0,26-20,11-0,61-4,47 5x9 (SP 16-2 x PT 14-1) 4,40 0,41 6,71 0,01 4,40 5x10 (SP 16-2 x Sulsel 8) 0,46 1,88 16,12 0,59 0,46 6x7 (PT 33-2 x ) -0,39 2,06-3,34-1,50-0,39 6x8 (PT 33-2 x PT 15-1) 11,43 1,75 62,29-0,82 11,43 6x9 (PT 33-2 x PT 14-1) 12,18 2,50 3,18 0,51 12,18 6x10 (PT 33-2 x Sulsel 8) 6,13 1,65 4,39 0,57 6,13 7x8 ( x PT 15-1) 3,82 0,37 3,34-0,25 3,82 7x9 ( x PT 14-1) -12,51-0,08-13,85 1,59-12,51 7x10 ( x Sulsel 8) -10,01-0,32-14,66-3,40-10,01 8x9 (PT 15-1 x PT 14-1) 4,56 1,14-0,95-0,14 4,56 8x10 (PT 15-1 x Sulsel 8) 2,34-0,43-13,40-1,45 2,34 9x10 (PT 14-1 x Sulsel 8) 8,36 0,16 1,52-0,08 8,36

134 96 Tabel 24. Table 24. Daya Gabung Khusus 10 tetua jarak pagar pada karakter jumlah cabang produktif (JCP), jumlah infloresen (JI), jumlah tandan (JT), persentase tandan menghasilkan buah (PTB), jumlah buah per tanaman (JB), dan jumlah buah per tandan (JBT). Specific combining ability of 10 physic nut parents on number of productive branch (PB), number of inflorecences (NI), number of bunches (NB), fruit set (FS), number of fruits per plant (NF), and number of fruits per bunche (NFB Persilangan (Cross) JCP (NPB) JI (NI) JT (NB) PTB (FS) JB ( NF) 1x2 (575-3 x HS 49-2) -1,56-3,86-0,86-0,90-10,43 1x3 (575-3 x IP 1A-2) -1,34-14,36-6,42 6,43-32,45 1x4 (575-3 x PT 13-2) 0,24-3,82-2,20-2,69-14,50 1x5 (575-3 x SP 16-2) 1,90 1,44-0,31 0,29-35,15 1x6 (575-3 x PT 33-2) 1,01 1,28-9,54-11,88-5,42 1x7 (575-3 x ) -1,10-4,48-4,97 4,88-24,08 1x8 (575-3 x PT 15-1) -2,13-8,95-3,42-0,43-32,44 1x9 (575-3 x PT 14-1) 0,63 2,42-0,47-3,35 7,41 1x10 (575-3 x Sulsel 8) 0,57 1,70-1,33 2,39-3,12 2x3 (HS 49-2 x IP 1A-2) -0,60-9,39-7,71-3,06-40,57 2x4 (HS 49-2 x PT 13-2) 0,03-4,75-8,05-1,12-41,58 2x5 (HS 49-2 x SP 16-2) -0,53 7,86 5,74 0,99 10,99 2x6 (HS 49-2 x PT 33-2) 0,67 2,02 5,10 2,78 11,53 2x7 (HS 49-2 x ) -0,35-4,77-3,06 1,66-19,30 2x8 (HS 49-2 x PT 15-1) 0,88-4,50-8,34 0,82 2,03 2x9 (HS 49-2 x PT 14-1) -1,28-9,12-11,16 1,21-32,87 2x10 (HS 49-2 x Sulsel 8) 0,22 0,10 0,21-4,53 7,75 3x4 (IP 1A-2 x PT 13-2) -2,15-2,31-4,25-3,49-23,64 3x5 (IP 1A-2 x SP 16-2) -0,27 16,83-1,23-3,34-14,65 3x6 (IP 1A-2 x PT 33-2) -0,22-4,68-0,93-5,40-25,82 3x7 (IP 1A-2 x ) 1,04 5,12 1,71 3,62 29,98 3x8 (IP 1A-2 x PT 15-1) 0,36-7,82-11,28-2,73-33,94 3x9 (IP 1A-2 x PT 14-1) -1,05-7,18-0,96 3,07 4,76 3x10 (IP 1A-2 x Sulsel 8) -1,10-7,18-3,49-3,74-0,63

135 97 Tabel 24. Table 24. (Lanjutan) Daya Gabung Khusus 10 tetua jarak pagar pada karakter jumlah cabang produktif (JCP), jumlah infloresen (JI), jumlah tandan (JT), persentase tandan menghasilkan buah (PTB), jumlah buah per tanaman (JB), dan jumlah buah per tandan (JBT). (Continued) Specific combining ability of 10 physic nut parents on number of productive branch (PB), number of inflorecences (NI), number of bunches (NB), fruit set (FS), number of fruits per plant (NF), and number of fruits per bunche (NFB Persilangan (Cross) JCP (NPB) JI (NI) JT (NB) PTB (FS) JB ( NF) 4x5 (PT 13-2 x SP 16-2) -1,41-5,20-2,00 4,12-16,94 4x6 (PT 13-2 x PT 33-2) -1,52-6,81-5,70-6,26-48,40 4x7 (PT 13-2 x ) -0,71-3,00-2,30-1,13 4,40 4x8 (PT 13-2 x PT 15-1) -0,01-6,77-6,88 0,82-16,87 4x9 (PT 13-2 x PT 14-1) -0,06-6,54-6,30 1,70-27,25 4x10 (PT 13-2 x Sulsel 8) 3,27 7,92 8,74 2,46 47,56 5x6 (SP 16-2 x PT 33-2) 0,48-7,45-9,65-3,22 9,38 5x7 (SP 16-2 x ) -1,40-9,33-4,01-2,72 1,32 5x8 (SP 16-2 x PT 15-1) -1,90-10,33-2,29-4,98-35,37 5x9 (SP 16-2 x PT 14-1) -0,36-3,28 1,76 2,07 2,42 5x10 (SP 16-2 x Sulsel 8) 0,17 4,32-5,54 0,53 49,17 6x7 (PT 33-2 x ) -2,03-9,01-12,91-1,11 12,17 6x8 (PT 33-2 x PT 15-1) -0,09-0,13-2,06 6,65-15,82 6x9 (PT 33-2 x PT 14-1) 0,60 2,68 6,26 6,47 26,48 6x10 (PT 33-2 x Sulsel 8) 1,05 8,74 7,13 4,66 25,24 7x8 ( x PT 15-1) 0,39 3,46 3,94-0,15 7,38 7x9 ( x PT 14-1) 0,04-2,69-4,31-6,67-21,83 7x10 ( x Sulsel 8) -2,63-15,21-12,54 0,45-82,93 8x9 (PT 15-1 x PT 14-1) -0,76-1,73 0,51 4,80-15,15 8x10 (PT 15-1 x Sulsel 8) -1,61-7,08-4,12-0,52-26,42 9x10 (PT 14-1 x Sulsel 8) -0,44-3,16-3,67 0,06-5,91 4x5 (PT 13-2 x SP 16-2) -1,41-5,20-2,00 4,12-16,94 4x6 (PT 13-2 x PT 33-2) -1,52-6,81-5,70-6,26-48,40 4x7 (PT 13-2 x ) -0,71-3,00-2,30-1,13 4,40

136 98 Tabel 25. Table 25. Kombinasi persilangan antar 10 tetua yang memiliki daya gabung khusus (DGK) yang tinggi. Crosses among 10 parents with high of Specific Combining Ability (SCA) Sumber Keragaman (Source of variabilities) Tinggi tanaman (cm) (Plant height) Lingkar batang (cm) (Stem girth) Lebar kanopi (cm) (Canopy width) Jumlah cabang total (Total no. of branches) Umur berbunga (Days to flowering) Jumlah cabang produktif (No of productive branch) Jumlah infloresen per tanaman (No of inflorecences per plant) Jumlah tandan per tanaman (No of bunch per plant) Persentase infloresen jadi buah (Fruit set) Jumlah buah per tanaman (No of fruits per plant) DGU tinggi DGK (10 terbaik) (High GCA) (SCA the best ten) 7, 8, 9 tn 1, 10, 7 4x5, 1x7, 6x9, 4x10, 2x6, 6x7, 1x2, 3x6, 5x10, 6x8 8, 7, 10 6x8, 3x7, 4x10, 5x10, 4x5, 1x9, 3x5, 1x7, 2x7, 1x2 1, 8, 6 1x6, 4x10, 2x10, 7x9, 3x7, 1x5, 2x4, 5x10, 6x10, 6x9 8,6,3 1x5, 3x8, 4x6, 2x10, 7x9, 5x6, 4x8, 7x10, 2x4, 2x3 7, 8, 6 4x10, 1x5, 6x10, 3x7, 1x6, 2x8, 2x6, 1x9, 6x9, 1x10 8, 6, 7 3x5, 6x10, 4x10, 2x5, 3x7, 5x10, 7x8, 6x9, 1x9, 2x6 8, 7, 2 4x10, 6x10, 6x9, 2x5, 2x6, 7x8, 5x9, 3x7, 8x9, 2x10 10, 9, 7 tn 7, 8, 6 5x10, 4x10, 3x7, 6x9, 6x10, 6x7, 2x6, 2x5, 5x6, 2x10 Hibrida yang baik umumnya diperoleh dari hasil persilangan tetua-tetua yang memiliki DGU, DGK, serta nilai heterosis dan atau heterobeltiosis yang tinggi. Pada tanaman jarak pagar, untuk karakter tinggi tanaman dan umur berbunga, yang dipilih bukan nilai tertinggi. Tanaman jarak pagar yang lebih disukai adalah tanaman jarak pagar yang tidak terlalu tinggi karena tanaman yang terlalu tinggi akan menyulitkan proses panen yang masih dilakukan secara manual, sedangkan umur mulai berbunga yang dikehendaki adalah yang relatif genjah sehingga tanaman dapat mulai dipanen lebih awal. Disamping karakter tinggi tanaman dan umur mulai berbunga, tetua yang dibutuhkan pada tanaman jarak pagar adalah tetua yang memiliki DGU dan DGK

137 99 yang baik pada sejumlah karakter yang berkorelasi dengan hasil biji, karena yang dimanfaatkan dari tanaman jarak pagar adalah minyak bijinya. Hasil biji merupakan fungsi dari jumlah buah dan bobot biji (Hasnam 2007b). Oleh karena itu, karakter-karakter yang berkorelasi dengan jumlah buah juga merupakan karakter penting yang perlu dipertimbangkan dalam program perbaikan bahan tanaman jarak pagar. Dari hasil penelitian ini, beberapa karakter yang berkorelasi dengan jumlah buah adalah lebar kanopi, jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen per tanaman dan jumlah tandan per tanaman (Tabel 18). Tetua yang memiliki DGU dan DGK yang baik pada lebar kanopi, jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen dan jumlah tandan per tanaman perlu mendapat perhatian dalam program pemuliaan jarak pagar yang bertujuan memperbaiki daya hasil tanaman. Dengan memanfaatkan tetua yang memiliki DGU dan DGK pada karakter-karakter tersebut, dapat diharapkan keturunan yang dihasilkan akan menghasilkan buah lebih banyak. Berdasarkan korelasi antar karakter, maka tetua 7 (3012-1) dan tetua 8 (PT 15-1) berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai tetua dalam program perakitan varietas berdaya hasil tinggi karena keduanya memiliki DGU yang baik untuk karakter-karakter yang berkorelasi positif dengan jumlah buah per tanaman yang merupakan fungsi dari hasil biji kering. Tetua 7 memiliki DGU yang tinggi pada karakter lebar kanopi, jumlah cabang produktif, jumlah tandan buah, fruit set dan jumlah buah per tanaman, sedangkan tetua 8 memiliki DGU yang tinggi pada karakter lebar kanopi, jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, jumlah tandan buah dan jumlah buah per tanaman (Tabel 22). Sementara itu kombinasi persilangan 7x8 memiliki DGK yang baik pada karakter jumlah cabang produktif, jumlah infloresen dan jumlah tandan buah per tanaman (Tabel 25). Heterosis Tujuan melakukan persilangan adalah untuk menghasilkan keturunan yang memiliki sifat yang lebih baik dari kedua tetua. Adanya heterosis pada keturunan yang dihasilkan merupakan hal yang sangat diharapkan dari suatu persilangan. Hibrida yang baik dihasilkan dari persilangan tetua yang memiliki DGU, DGK

138 100 dan heterosis yang tinggi pada karakter yang akan diperbaiki. Pada tanaman jarak pagar, karakter yang menjadi perhatian adalah hasil biji yang merupakan fungsi dari jumlah buah per tanaman dan bobot biji (Hasnam 2007b). Perbaikan bahan tanaman jarak pagar dapat dilakukan melalui perbaikan karakter jumlah buah per tanaman ataupun karakter-karakter yang berkorelasi dengan jumlah buah per tanaman seperti lebar kanopi, jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, dan jumlah tandan buah. Hasil analisis korelasi pada tanaman jarak pagar yang dievaluasi menunjukkan jumlah cabang total merupakan karakter vegetatif yang cukup konsisten berkorelasi dengan jumlah buah per tanaman sehingga karakter ini perlu dievaluasi lebih lanjut. Nilai heterosis dan heterobeltiosis jumlah cabang total per tanaman dan jumlah buah per tanaman disajikan pada Tabel 26 dan Tabel 27. Persilangan 2x6 (HS 49-2 x PT 33-2), 2x10 (HS 49-2 x Sulsel 8), 4x2 (PT 13-2 x HS 49-2), 5x1 (SP 16-2 x 575-3), 6x1 (PT 33-2 x 575-3), 6x2 (PT 33-2 x HS 49-2), 6x5 (PT 33-2 x SP 16-2), 6x9 (PT 33-2 x PT 14-1), 10x2 (Sulsel 8 x HS 49-2), 10x4 (Sulsel 8 x PT 13-2), dan 10x6 (Sulsel 8 x PT 33-2) memiliki heterosis pada jumlah cabang total. Persilangan 6x5 (PT 33-2 x SP 16-2), 6x9 (PT 33-2 x PT 14-1), 10x5 (Sulsel 8 x SP 16-2), dan 10x6 (Sulsel 8 x PT 33-2) memiliki heterosis pada jumlah buah per tanamandengan rataan jumlah buah yang dihasilkan berturutturut 351, 269, 321, dan 285 buah per tanaman. Sejumlah persilangan lainnya tidak menunjukkan adanya heterosis dan sebagian menunjukkan heterosis negatif. Nilai heterosis negatif juga ditemukan pada sejumlah hasil penelitian. Alam et al. (2008) yang melaporkan karakterkarakter yang dikendalikan gen aditif pada tanaman jagung yaitu karakter umur panen, jumlah biji per tongkol dan bobot 100 biji memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis negatif. Alghamdi (2009) yang melakukan evaluasi pada tanaman kacang faba (Vicia faba L.) melaporkan karakter umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah cabang per tanaman, jumlah buah per tanaman, jumlah buah per cabang, hasil biji per tanaman dan bobot 100 biji dikendalikan oleh gen aditif. Kombinasi persilangan yang menghasilkan F1 dengan heterosis pada umumnya adalah persilangan antar tetua yang memiliki nilai DGU dan DGK tinggi. Dari hasil penelitian ini, tetua dan persilangan yang memiliki nilai DGU

139 101 dan DGK tinggi untuk karakter jumlah cabang total adalah tetua 1, 8, dan 6 dan kombinasi persilangan 4x10, 3x7, 5x10, 6x10, dan 6x9, sedangkan tetua dan persilangan dengan nilai DGU dan DGK tinggi untuk karakter jumlah buah per tanaman adalah tetua 7, 8, dan 6 dan kombinasi persilangan 5x10, 4x10, 3x7, 6x9, 6x10, dan 2x6. Dari data yang diperoleh terlihat bahwa tetua 6 merupakan tetua yang cukup konsisten dengan nilai DGU, DGK dan heterosis yang tinggi untuk karakter jumlah cabang total dan jumlah buah per tanaman. Nilai heterosis yang tinggi berkaitan dengan aksi gen yang mempengaruhi karakter tersebut. Perez-Grajales et al. (2009) melaporkan hasil buah pada tanaman lada (Capsicum pubescens R&P) memiliki nilai heterosis yang tinggi karena dikendalikan oleh aksi gen non aditif. Hladni et al. (2006) yang melakukan penelitian pada tanaman bunga matahari melaporkan karakter hasil minyak dikendalikan oleh gen non aditif yang ditunjukkan oleh rasio GCA/SCA yang lebih kecil dari 1. Pada penelitian jarak pagar ini GCA/SCA karakterkarakter yang dievaluasi > 1 yang menunjukkan aksi gen aditif lebih dominan dibanding gen non aditif. Meskipun sejumlah kombinasi persilangan menunjukkan heterosis seperti persilangan 6x5, 6x9, 10x5 dan 10x6, jumlah buah per tanaman F1 yang dihasilkan belum menunjukkan peningkatan yang signifikan dibanding tetua berdaya hasil tinggi. Jumlah buah yang dihasilkan berkisar dari buah per tanaman (Tabel 24). Rendahnya daya hasil populasi F1 yang dihasilkan diduga disebabkan oleh aksi gen aditif yang lebih dominan dari gen non aditif yang ditunjukkan oleh besarnya rasio nilai DGU dan DGK (DGU/DGK > 1) pada semua karakter yang dievaluasi termasuk karakter jumlah buah (Tabel 19). Nilai heterosis yang rendah maupun negatif pada sejumlah populasi F1 jarak pagar yang dihasilkan dapat disebabkan beberapa hal diantaranya : (1) tetua yang digunakan bukan tetua homosigot; (2) tetua yang digunakan memiliki jarak genetik yang tidak terlalu jauh. Rendahnya nilai daya hasil dari hibrida yang memiliki heterosis yang tinggi juga ditemukan pada sejumlah tanaman. Hasil penelitian Daryanto et al. (2010) pada tanaman cabai menunjukkan hibridahibrida yang memiliki nilai heterosis yang tinggi tidak selalu memiliki daya hasil yang tinggi.

140 102 Tabel 26. Table 26. Heterosis (H MP ) dan Heterobeltiosis (H BP ) populasi F1 pada karakter jumlah cabang total per tanaman Heterosis (H MP ) and heterobeltiosis (H BP ) of F1 population of number of total branches per plant Persilangan (Crosses) P1 P2 F1 MP H( MP ) H( BP ) 1 x i-n x g-n x f-n x g-n x m-n x f-n x k-n x i-n x m-n x f-n x f-n x c-l x f-n x d-n x c-j x c-l x d-n x f-n x f-n x c-l x f-n x c-l x a-d x f-n x c-l x f-n x b-f x f-n x g-n x f-n x f-n x c-l Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji Duncan. Note: Numbers followed by the same letters on the same column are not significantly different on 5 % level of Duncan test.

141 103 Tabel 26. Table 26. (Lanjutan) (continued) Persilangan (Crosses) P1 P2 F1 MP H(MP) H(BP) 4 x c-l x f-n x f-n x f-n x d-n x f-n x g-n x f-n x b-f x d-n x c-l x d-n x c-j x k-n x f-n x f-n x d-n x f-n x a x c-l x b-f x f-n x c-g x d-n x c-j x c-l x c-l x f-n x c-l x c-j x b-f x c-l x f-n x f-n Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji Duncan. Note: Numbers followed by the same letters on the same column are not significantly different on 5 % level of Duncan test.

142 Tabel 26. Table 26. (Lanjutan) (continued) 104 Persilangan (Crosses) P1 P2 F1 MP H(MP) H(BP) 7 x ab x c-l x c-g x f-n x d-n x c-g x a-e x c-j x c-g x c-l x c-g x abc x c-l x f-n x f-n x f-n x d-n x f-n x f-n x f-n x d-n x f-n x d-n x f-n x g-n x c-j x c-j x c-g x c-j x c-g x i-n x d-n x f-n x f-n Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji Duncan. Note: Numbers followed by the same letters on the same column are not significantly different on 5 % level of Duncan test.

143 Tabel 27. Table Heterosis (H MP ) dan Heterobeltiosis (H BP ) populasi F1 pada karakter jumlah buah per tanaman Heterosis and heterobeltiosis of F1 population of number of fruits per plant Persilangan (Crosses) P1 P2 F1 MP H(MP) H(BP1) 1 x n-y x r-y x t-y x r-y x v-y x y x s-y x r-y x v-y x s-y x m-y x a-d x c-q x e-w x b-k x c-q x c-r x b-o x c-r x e-x x t-y x g-y x abc x e-x x b-p x k-y x b-i x e-x x d-v x f-y x w-y x g-y Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji Duncan. Note: Numbers followed by the same letters on the same column are not significantly different on 5 % level of Duncan test.

144 Tabel 27. (Lanjutan) Table 27. (Continued) 106 Persilangan (Crosses) P1 P2 F1 MP H(MP) H(BP1) 4 x e-w x a-f x c-t x e-x x d-v x c-p x d-v x d-v x Xy x e-x x i-y x j-y x c-t x p-y x d-v x f-y x f-y x f-y x g-y x b-p x b-l x k-y x a-e x c-r x b-g x b-l x b-p x e-x x g-y x b-k x b-g x b-i x b-i x b-p Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji Duncan. Note: Numbers followed by the same letters on the same column are not significantly different on 5 % level of Duncan test.

145 Tabel 27. (Lanjutan) Table 27. (Continued) Persilangan (Crosses) P1 P2 F1 MP H(MP) H(BP1) 7 x ab x a-f x c-t x e-x x p-y x b-l x b-n x d-v x b-p x d-v x b-j x A x b-p x e-x x o-y x k-y x c-s x l-y x c-u x d-v x c-s x e-x x c-p x g-y x s-y x b-p x b-p x b-p x b-h x b-m x h-y x c-r x d-v x f-y Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji Duncan. Note: Numbers followed by the same letters on the same column are not significantly different on 5 % level of Duncan test. 107

146 108 Peluang Perbaikan Bahan Tanaman Melalui Pemanfaatan Individu F1 Meskipun populasi F1 hasil persilangan antar tetua yang digunakan dalam penelitian ini tidak menunjukkan nilai rataan yang tinggi, program perbaikan bahan tanaman jarak pagar untuk karakter daya hasil masih dapat dilakukan dengan memanfaatkan individu-individu F1 yang menunjukkan keragaan yang cukup baik. Kondisi tetua yang heterosigot pada tanaman jarak pagar yang dievaluasi mengakibatkan F1 yang dihasilkan heterogen. Data yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan sejumlah individu F1 memiliki nilai karakter yang cukup signifikan terutama pada karakter jumlah buah per tanaman seperti yang disajikan pada Tabel 26. Berdasarkan karakter jumlah buah per tanaman, nilai maksimum dari setiap kombinasi persilangan bervariasi, dan dapat dibedakan atas 4 kategori daya hasil yaitu rendah (< 200 buah per tanaman), sedang ( buah per tanaman), tinggi (> buah per tanaman) dan sangat tinggi (> 600 buah per tanaman). Individu yang memiliki nilai karakter jumlah buah dengan kategori sangat tinggi (ST) adalah individu-individu yang berasal dari hasil persilangan antara tetua 2 (HS 49-2), 3 (IP 1A-2), 4 PT 13-2), 5 SP 16-2), 6 (PT 33-2), 7 (3012-1), 8 (PT 15-1), 9 (PT 14-1), dan tetua 10 (Sulsel 8) yang merupakan tetua-tetua yang berdaya hasil sedang dan tinggi. Tetua 2,3,4, dan 10 memiliki DGU sedang pada karakter jumlah buah per tanaman, sementara tetua 6,7, dan 8 memiliki DGU tinggi untuk karakter jumlah buah per tanaman. Kombinasi persilangan yang menghasilkan hibrida yang berdaya hasil sangat tinggi (> 600 buah per tanaman) berturut-turut adalah hibrida 7x5, 10x2, 10x6, 3x5, 3x2, 6x3, 3x9, 5x8, 8x7, 6x5, 10x4, dan 8x3 dengan jumlah buah per tanaman berturut-turut 795, 681, 674, 664, 654, 654, 643, 616, 615, 614, 606, dan 602 buah per tanaman pada tahun pertama (Tabel 28). Berdasarkan pendekatan biometri, terjadinya heterosis dimana nilai karakter F1 lebih tinggi dari kedua tetuanya dapat disebabkan pengaruh dominan d lebih besar dari pengaruh aditif a (Chahal & Gosal 2006). Meskipun dalam penelitian ini tidak dilakukan pendugaan parameter-parameter tersebut, adanya fakta nilai strandar heterosis dan heterobeltiosis yang cukup tinggi pada individu F1 yang dievaluasi menunjukkan kemungkinan adanya pengaruh dominan pada

147 109 karakter yang dievaluasi. Untuk memperkuat dugaan penyebab terjadinya heterosis ini diperlukan studi lebih lanjut. Adanya fenomena heterosis pada sejumlah individu F1 jarak pagar yang dievaluasi dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi. Individu-individu superior tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tetua dalam program perbaikan bahan tanaman atau dapat langsung dimanfaatkan sebagai sumber benih dengan memanfaatkan teknologi perbanyakan vegetatif, baik micro cutting seperti yang dilaporkan Tajudin et al. (2007) maupun kultur jaringan (Purwati et al ). Metode ini merupakan salah satu alternatif dalam program perbaikan bahan tanaman jarak pagar, mengingat tanaman ini merupakan tanaman tahunan yang menyerbuk silang. Tabel 28. Table 28. Heterosis (H MP ) dan Heterobeltiosis (H BP ) individu terbaik sejumlah kombinasi persilangan pada karakter jumlah buah per tanaman. Heterosis and heterobeltiosis of the best genotype of each cross of number of fruits per plant. Persilangan (Crosses) P1 P2 F1 MP H(MP) H(BP) 7 x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x

148 110 Simpulan Sepuluh tetua yang dievaluasi memiliki daya gabung yang berbeda pada karakter yang dievaluasi. Pada semua karakter yang dievaluasi, DGU / DGK > 1 yang menunjukkan peran gen aditif lebih besar dari peran gen non aditif. Tetua 7 (3012-1) dan 8 (PT 15-1) yang berdaya hasil tinggi (> buah per tanaman) memiliki DGU tinggi pada karakter lebar kanopi, jumlah cabang total, umur mulai berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah buah, jumlah infloresen, dan jumlah tandan. Tetua 6 (PT 33-2) yang berdaya hasil sedang ( buah per tanaman) memiliki DGU tinggi pada karakter jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, dan jumlah buah. Tetua 1 (575-3) yang berdaya hasil rendah (< 200 buah per tanaman) memiliki DGU yang rendah pada karakter umur mulai berbunga dan jumlah buah, tetapi DGU tinggi pada karakter lingkar batang. Tetua 6 (PT 33-2), 7 (3012-1) dan 8 (PT 15-1) berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai tetua-tetua penyusun populasi dasar untuk pembentukan varietas sintetik berdaya hasil tinggi. Kombinasi persilangan antar tetua berdaya hasil tinggi x tinggi, tinggi x sedang, dan sedang x sedang berpotensi menghasilkan individu yang memiliki nilai heterosis dan atau heterobeltiosis tinggi pada karakter jumlah buah per tanaman dengan daya hasil sangat tinggi (> 600 buah per tanaman). Daftar Pustaka Abro S, Kandhro MM, Laghari S, Arin MA, Deho ZA Combining ability and heterosis for yield contributing traits in upland cotton (Gossypium hirsutum L.). Pak J Bot 41(4): Alam AKMM, Ahmed S, Begum M, Sultan MK Heterosis and combining ability for grain yield and its contributing characters in maize. Bangladesh J Agric Res 33(3) : Alghamdi SS Heterosis and combining ability in a diallel cross of eight faba bean (Vicia faba L.) genotypes. Asian J of Crops Sci 1(2): Basal H, Turgut U Heterosis and combining ability for yield components and fiber quality parameters in a half diallel cotton (G. hirsutum L.) population. Turk J Agric Forest 27 :

149 111 Daryanto A, Sujiprihati S, Syukur M Heterosis dan daya gabung karakter agronomi cabai (Capsicum annum L.) hasil persilangan half diallel. J Agron Indonesia 38(2): Dickinson, AG, Jinks JL Genetics 41 : A generalised analysis of diallel crosses. Perez-Grajales M, Gonzales-Hernandez VA, Pena-Lomelil A, Sahagun- Castellanos J Combining ability and heterosis for fruit yield and quality in manzano hot pepper (Capsicum pubescens R & P) landraces. Serie Hort 15 (1): Griffing B Concept of general combining ability and specific combining ability in relation to diallel crossing system. Austr J Biol Sci 9: Hartati RS, Hadi-Sudarmo Melakukan persilangan pada tanaman jarak pagar. Info Tek Jarak Pagar 2(10): 37. Hartati RS, Setiawan A, Heliyanto B, Pranowo D, Sudarsono Keragaan morfologi dan hasil 60 individu jarak pagar (Jatropha curcas L.) terpilih di kebun percobaan Pakuwon Sukabumi. J Littri (15) : Hasnam et al Pengadaan bahan tanaman jarak pagar di Indonesia, desa mandiri energi serta strategi penelitian di masa datang. Di dalam: Inovasi Teknologi Jarak Pagar Untuk Mendukung Program Desa Mandiri Energi. Prosiding Lokakarya Nasional III; Malang, 5 November Malang: Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. hlm 9-18 Hasnam. 2007a. Populasi komposit jarak pagar IP-2. Info Tek Jarak Pagar 2 (7): 26. Hasnam. 2007b. Faktor koreksi dalam menghitung produktivitas jarak pagar. InfoTek Jarak Pagar 2(1): 1. Hladni N, Skoric D, Kraljevic-Balalic M, Sakac Z, Jovanovic D Combining ability for oil content and its correlations with other yield components in sunflower (helianthus annuus l.). Helia 29 (44): Inamullah H et al Evaluation of heterotic and heterobeltiotic potential of wheat genotype for improved yield. Pak J Bot 38(4): Iqbal AM, Nehvi FA, Wani SA, Qadir R, Dar ZA Combining ability analysis for yield and yield related traits in maize (Zea mays L.). Int J of Plant Breed and Gen 1 (2): Iwata H, Nesumi H, Ninomiya S, Tanako Y, Ukai Y Diallel analysis of leaf shape variation of citrus varieties based on elliptic fourier descriptors. Breed Sci 52: Jumbo MB, Carena MJ Combining ability, maternal and reciprocal effects of elite maize population hybrid. Euphytica 162:

150 112 Kamau J, Melis R, Laing M, Derera J, Shanahan P, Ngugi E Combining the yield ability and secondary traits of selected cassava genotypes in the semi-arid areas of Eastern Kenya. J of Plant Breed and Crop Sci 2(7): Malik SI, Malik HN, Minhas NM, Munir M General and specific combining ability studies in maize diallel crosses. Int J of Agric & Biol 6 (5): Mahmud Z, Rivaie AA, Allorerung D Petunjuk Teknis Budidaya Jarak pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. 35 hlm. Mishra TK, Panda RR, Bastis D, Bose LK Combining ability analysis of quantitative traits in Rice Bean. Eir J Food Agric 20(2): Omokhafe, Kenneth O, Frederick A, Akpobome, Ibrahim N Diallel analysis of fruit set in Hevea brasiliensis Muell. Arg. Gen and Mol Biol 30(2): Owolade, OF, Dixon AGO, Adeoti AYA Diallel analysis of cassava genotypes to anthracnose disease. World J of Agric Sci 2 (1): Owolade OF, Dixon AGO, Akande SR, Olakojo SA A combining ability analysis of cassava Manihot esculenta Crantz genotypes to antrachnose disease. Am J Appl Sci 6(1): Pinaria A, Baihaki A, Setiamihardja R, Daradjat AA Variabilitas genetik dan heritabilitas karakter-karakter biomassa 53 genotipe kedelai. Zuriat 6(2): Purwati RD, Basuki S, Adikadarsih S Induksi perakaran tunas invitro jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada berbaai komposisi media. Di dalam: Inovasi Teknologi Jarak Pagar Untuk Mendukung Program Desa Mandiri Energi. Prosiding Lokakarya Nasional III; Malang, 5 November Malang: Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. hlm SAS Institute SAS for Mixed Models. 2 nd Ed. NC, USA. 814 p. Sujiprihati SS, Saleh GB, Ali S Combining ability of yield and related characterizer in single cross hybrid. Sabrao J 33: Tajuddin T, Minaldi, Novita L, Nadirman H Penyediaan bibit tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan metode ex vitro. Di dalam: Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II; Bogor, 29 Nopember Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm Venkataramana C, Reddy KM, Sadashiva AT, Reddy MK Combining ability estimates in virus resistant and susceptible lines of chili. J Appl Hort 7(2):

151 113 INBREEDING DEPRESSION PADA PROGENI HASIL PENYERBUKAN SENDIRI DAN OUTBREEDING DEPRESSION PADA HASIL PENYERBUKAN SILANG JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Rr. Sri Hartati 1, Asep Setiawan 2, B. Heliyanto 3 dan Sudarsono 2 1) Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Bogor 2) Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB 3) Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Abstrak Untuk mengetahui pengaruh tangkar dalam (inbreeding depression) dan tangkar luar (outbreeding depression) pada tanaman jarak pagar telah dilakukan evaluasi pada sejumlah populasi S1 hasil penyerbukan sendiri (selfing) dan F1 hasil penyerbukan silang (crossing) genotipe terpilih. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri Pakuwon, Sukabumi mulai bulan Juni 2009 Juli Evaluasi menggunakan 100 populasi F1 yang berasal dari persilangan diallel lengkap antar 10 tetua yang terdiri atas 1 tetua berdaya hasil rendah (< 200 buah per tanaman pada tahun I), 6 tetua berdaya hasil sedang ( buah per tanaman pada tahun I), dan 3 tetua berdaya hasil tinggi (> buah per tanaman pada tahun I). Karakter yang diamati meliputi tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, umur berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman. Penurunan nilai karakter sebagai akibat inbreeding depression atau outbreeding depression dihitung berdasarkan rumus Charlesworth dan Charlesworth (1987). Penyerbukan sendiri pada tanaman jarak pagar tidak selalu mengakibatkan inbreeding depression. Pada genotipe tertentu penyerbukan silang mengakibatkan outbreeding depression. Inbreeding depression ditemukan pada sebagian karakter progeni hasil penyerbukan sendiri (S1) tetua 1 (575-3), 2 (HS 49-2), 4 (PT 13-1), 5 (SP 16-2), 6 (PT 33-2), 7 (3012-1), 8 (PT 15-1), 9 (PT 14-1) dan 10 (Sulsel 8), sedangkan outbreeding depression ditemukan pada progeni hasil persilangan (F1) tetua 3 (IP 1A-2) dengan tetua lain. Penyerbukan sendiri pada tetua 2 (HS 49-2), 6 (PT 33-2), 8 (PT 15-1), dan 9 (PT 14-1) mengakibatkan inbreeding depression pada karakter umur berbunga dan outbreeding depression pada karakter jumlah buah per tanaman sehingga penyerbukan sendiri akan menghasilkan progeni yang lebih cepat berbunga dan menghasilkan buah yang lebih banyak dibanding persilangannya dengan genotipe lain. Outbreeding depression mengakibatkan terjadinya penurunan hasil pada F1. Persilangan antar tetua yang memiliki daya hasil yang berbeda menghasilkan progeni F1 yang memiliki daya hasil yang lebih rendah dari tetua terbaiknya. Persilangan dengan tetua jantan berdaya hasil rendah akan menghasilkan progeni F1 yang berdaya hasil rendah dan lebih rendah dari tetua betinanya. Penurunan daya hasil pada progeni F1 akibat persilangan dengan tetua jantan berdaya hasil rendah berkisar %. Kata kunci: tangkar dalam, tangkar luar, penurunan hasil, S1.

152 114 INBREEDING DEPRESSION IN SELFED AND OUTBREEDING DEPRESSION IN CROSSED PROGENY ARRAYS OF PHYSIC NUT (Jatropha curcas L.) Abstract A sets of F1 and S1 arrays were generated to determine the presence of inbreeding and outbreeding depression effects among progeny arrays of physic nut. This research was conducted at Indonesian Spice and Other Industrial Crops Research Institute Experimental Station during the period of June 2009 to July Ten J. curcas genotypes from low yielding group producing less than 200 fruits per plant in the 1 st year (575-3), medium yielding with fruits per plant in the 1 st year (IP 1A-2, PT 13-2, SP 16-2, PT 33-2, PT 14-1, and Sulsel 8), and high yielding ones with fruits per plant in the 1 st year (HS 49-2, , and PT 15-1) were used to generate F1 and S1 arrays by full diallel scheme. One hundreed F1 and S1 arrays were evaluated for plant height, stem girth, canopy width, days to flowering, number of total branches, productive branches, inflorescences, fruit bunches, and fruits per plant. Inbreeding and outbreeding depression was calculated using method formulated by Charlesworth and Charlesworth (1987). Results of the observation indicated inbreeding depression only occurred in a number of physic nut genotypes while the rest indicated the presence of outbreeding depression. The inbreeding depression for a number of characters were observed among S1 progeny arrays derived from parents number 1 (575-3), 2 (HS 49-2), 4 (PT 13-1), 5 (SP 16-2), 6 (PT 33-2), 7 (3012-1), 8 (PT 15-1), 9 (PT 14-1) and 10 (Sulsel 8), while outbreeding depression were observed among F1 progeny arrays derived from parent number 3 (IP 1A-2) and other parents. Selfing of parents number 2 (HS 49-2), 6 (PT 33-2), 8 (PT 15-1), and 9 (PT 14-1) resulted in inbreeding depression for days to flowering and outbreeding depression for number of fruit. Selfing of these parents resulted in progenies that were early flowering and high fruit yielding. Outbreeding depression resulted yield reduction on several F1 progeny arrays. Crossing among parents with different yield level resulted in F1 progeny arrays with lower yield than that of the best parent. Crossing to low yielding male parent resulted F1 progeny arrays having lower yield than that of low yielding female parent. Yield reduction among F1 progeny arrays ranged from 31 to 76 %. Key words: inbreeding, outbreeding, yield decreasing, S1.

153 115 Pendahuluan Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan bunga jantan dan bunga betina berada pada satu tanaman yang sama. Pada genotipe tertentu muncul bunga hermaprodit disamping bunga jantan (trimonoecious). Bunga jantan dan bunga betina berada pada satu infloresen yang sama dan terletak berdampingan (Dehgan & Webster 1979). Setiap bunga betina selalu dikelilingi oleh sekumpulan bunga jantan dengan perbandingan yang bervariasi 1 : 29 (Raju & Ezradanam 2002) sampai 1 : 50 (Hartati 2007), tergantung genotipe dan kondisi lingkungan. Adakalanya bunga betina mekar lebih dahulu dari bunga jantan (protogini), dan kadangkala bunga jantan mekar lebih dahulu dari bunga betina (protandri). Pada kondisi bunga jantan dan bunga betina mekar pada saat yang tidak bersamaan, peluang terjadinya penyerbukan silang (xenogamy) cukup besar tetapi pada kondisi bunga jantan dan bunga betina mekar bersamaan, peluang terjadinya penyerbukan sendiri (geitonogamy) cukup besar. Tipe penyerbukan ini sangat tergantung pada serangga penyerbuk. Serangga terbang membantu tanaman melakukan penyerbukan silang sedangkan semut membantu tanaman melakukan penyerbukan sendiri (Hartati 2007). Meskipun demikian, berdasarkan peluang terjadinya tipe penyerbukan, tanaman ini digolongkan ke dalam kelompok tanaman yang menyerbuk silang (Dehgan & Webster 1979). Sebagai tanaman yang menyerbuk silang sekaligus menyerbuk sendiri, maka biji yang dihasilkan pada tanaman jarak pagar dapat berasal dari hasil penyerbukan silang maupun penyerbukan sendiri. Pada tanaman menyerbuk silang, terjadinya penyerbukan sendiri dapat mengakibatkan inbreeding depression atau penurunan nilai karakter karena dengan penyerbukan sendiri, akan terjadi penggabungan gen-gen yang sama sehingga genotipe yang dihasilkan semakin homosigot. Bila gen-gen itu merupakan gen resesif yang mengendalikan sifat yang kurang baik, maka dalam kondisi homosigot sifat tersebut akan muncul dan mendorong terjadinya inbreeding depression (Singh 1990). Sejumlah hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan nilai karakter sebagai akibat inbreeding depression pada tanaman menyerbuk silang. Beberapa

154 116 peneliti melaporkan pengaruh yang tidak nyata antara hasil penyerbukan sendiri dengan hasil penyerbukan silang, sementara peneliti lainnya melaporkan adanya outbreeding depression. Kephart et al. (1999) melaporkan produksi benih hasil penyerbukan sendiri pada tanaman Silene douglasii var oraria hanya 40 % dari produksi benih hasil pernyerbukan silang. Sheridan & Karowe (2000) melaporkankan bahwa produksi benih hasil penyerbukan sendiri pada tanaman Sarracenia flava hanya 25 % dari produksi benih hasil penyerbukan silang. Lene et al. (2007) melaporkan adanya pengaruh yang sangat buruk dari penyerbukan sendiri pada perkecambahan tanaman Scalesia affinis yang mengakibatkan persentase kematian kecambah hingga 84 %. Sementara itu Mustajarvi et al. (2005) melaporkan tidak ada perbedaan produksi buah pada tanaman Lychnis viscaria. Pada tanaman jarak pagar, belum banyak informasi yang berkaitan dengan penurunan nilai karakter tersebut terutama karakter daya hasil yang diwujudkan dalam bentuk jumlah buah per tanaman, baik inbreeding depression maupun outbreeding depression. Disamping kemungkinan terjadinya inbreeding depression, hasil observasi di lapangan menunjukkan adanya variasi hasil pada suatu populasi tanaman jarak pagar yang terlihat dari variasi jumlah buah per tanaman. Berdasarkan pendugaan ragam genetik pada percobaan 2 dan studi genetik pada percobaan 3, diketahui bahwa karakter jumlah buah per tanaman memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi dan dikendalikan oleh gen aditif dan gen non aditif. Progeni hasil penyerbukan silang akan mewarisi sifat karakter jumlah buah dari kedua tetuanya. Persilangan antar dua tetua yang berdaya hasil tinggi akan menghasilkan F1 yang sebagian besar berdaya hasil tinggi karena terkumpulnya gen-gen aditif yang mengendalikan karakter jumlah buah tersebut. Persilangan antara tetua berdaya hasil tinggi dengan tetua berdaya hasil rendah akan menghasilkan keturunan yang tergantung kepada tindak gen pengendalinya. Data di lapangan menunjukkan populasi yang berasal dari genotipe terpilih yang berdaya hasil tinggi akan menghasilkan sejumlah besar keturunan yang berdaya hasil rendah, tetapi belum banyak informasi yang menjelaskan hal tersebut. Mengingat tanaman jarak pagar dapat melakukan penyerbukan silang sekaligus penyerbukan sendiri, perlu diketahui informasi yang berkaitan dengan adanya penurunan nilai karakter

155 117 tersebut, terutama pada karakter daya hasil yang merupakan perhatian penting dalam pengembangan tanaman ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi terjadinya inbreeding depression dan outbreeding depression yang mengakibatkan penurunan hasil pada progeni tanaman jarak pagar. Informasi yang diperoleh diharapkan akan bermanfaat dalam program pengembangan tanaman jarak pagar dan dapat digunakan untuk menyusun strategi pengembangannya terutama yang berkaitan dengan penyediaan bahan tanaman berdaya hasil tinggi. Bahan dan Metode Penurunan Nilai Karakter pada Populasi Hasil Penyerbukan Sendiri (inbreeding depression) dan Penyerbukan Silang (outbreeding depression) Untuk mengetahui ada tidaknya inbreeding depression pada tanaman jarak pagar, dilakukan evaluasi terhadap populasi hasil penyerbukan sendiri (S1) dan hasil penyerbukan silang (F1) di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Juli Pembentukan populasi S1 dan F1 dilakukan melalui persilangan diallel lengkap dari 10 tetua yang terdiri atas 1 tetua berdaya hasil rendah, 6 tetua berdaya hasil sedang dan 3 tetua berdaya hasil tinggi. Keragaan tetua yang digunakan seperti yang disajikan pada Tabel 16 pada percobaan 3. Persilangan antar 10 tetua dilakukan sejak bulan Agustus 2008 sehingga diperoleh 100 kombinasi persilangan yang terdiri atas 10 populasi S1 yang merupakan hasil persilangan sendiri dan 90 populasi F1 yang merupakan hasil penyerbukan silang antar tetua. Untuk mendapatkan benih S1 dan F1, semua bunga jantan dikastrasi dan selanjutnya persilangan dilakukan secara manual. Untuk menghasilkan benih S1 digunakan polen dari genotipe/tanaman yang sama, sedangkan untuk menghasilkan benih F1 digunakan polen dari genotipe yang berbeda. Dari setiap persilangan diambil 15 butir benih S1 atau F1 yang selanjutnya dibibitkan selama 2 bulan, kemudian ditanam di lapangan dengan jarak tanam 2 x 1 m. Penanaman dilakukan pada bulan Juni Rancangan lingkungan yang digunakan adalah Acak Kelompok diulang 3 kali, setiap unit percobaan terdiri atas 5 tanaman yang

156 118 ditanam dalam 1 baris. Jarak antar barisan 2 m dan jarak dalam baris 1 m. Pemeliharaan tanaman sesuai petunjuk budidaya jarak pagar (Mahmud et al. 2006). Pengamatan dilakukan terhadap karakter vegetatif yang meliputi tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, jumlah cabang total dan jumlah cabang produktif, dan karakter generatif yang meliputi umur mulai berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan, dan jumlah buah per tanaman. Pengamatan dilakukan selama 1 tahun sejak tanaman mulai berbunga yaitu mulai bulan Agustus 2009 sampai dengan Juli Data yang diperoleh diuji keragamannya dengan analisis ragam (Uji F) menggunakan program SAS. Analisis ragam dilakukan terhadap setiap populasi S1 dan F1 dari setiap tetua sehingga akan terdapat 10 kelompok populasi dari 10 tetua yaitu: - Unit penelitian = populasi (F1 i x i + F1 i x j + F1 j x i) - i x i adalah penyerbukan sendiri dan i x j dan j x i adalah hasil persilangan beserta resiproknya. - i/j = tetua no 1-10 Penurunan nilai karakter dihitung berdasarkan rumus inbreeding depression (Charlesworth dan Charlesworth, 1987) sebagai berikut : = 1 (zs/zo) = nilai inbreeding depression zs= nilai tanaman hasil penyerbukan sendiri zo= nilai tanaman hasil penyerbukan silang Penurunan Hasil pada Populasi Hasil Penyerbukan Silang Antar Tetua dengan Daya Hasil Berbeda Untuk mengetahui penyebab terjadinya penurunan hasil pada populasi hasil persilangan antar tetua yang memiliki daya hasil berbeda, dilakukan analisis terhadap 90 populasi F1 hasil persilangan antar 10 tetua terpilih yang terdiri atas tetua berdaya hasil rendah (< 200 buah per tanaman), sedang ( buah per tanaman), dan tinggi (> buah per tanaman). Keragaan daya hasil tetua seperti yang disajikan pada Tabel 16 pada percobaan 3. Data daya hasil populasi F1 yang diperoleh diuji keragamannya dengan analisis ragam (Uji F)

157 119 menggunakan program SAS. Penurunan daya hasil dihitung berdasarkan rumus berikut : PDH = x 100 % PDH P1 P2 = penurunan daya hasil (%) sebagai akibat persilangan dengan tetua berdaya hasil berbeda = rataan hasil persilangan tetua berdaya hasil sama (TxT; SxS; RxR) = rataan hasil persilangan tetua berdaya hasil berbeda (TxS; SxT; TxR; RxT; SxR; RxS) Hasil dan Pembahasan Penurunan Nilai Karakter pada Populasi Hasil Penyerbukan Sendiri (Inbreeding depression) dan Hasil Penyerbukan Silang (Outbreeding depression) Kuadrat tengah perlakuan pada karakter yang dievaluasi dari setiap unit penelitian disajikan pada Tabel 29 dan Tabel 30. Tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, jumlah cabang total, umur mulai berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen dan jumlah tandan populasi S1 hasil penyerbukan sendiri dan F1 hasil penyerbukan silang berbeda nyata pada beberapa unit persilangan. Jumlah buah per tanaman pada populasi S1dan F1 hasil penyerbukan sendiri dan hasil penyerbukan silang berbeda nyata pada semua unit penelitian (Tabel 30). Berdasarkan nilai rataan karakter yang dievaluasi, dilakukan penghitungan nilai inbreeding depression pada semua karakter. Data karakter yang dievaluasi dan inbreeding depression disajikan pada Tabel 31 sampai dengan Tabel 48. Penyerbukan sendiri pada tanaman jarak pagar tidak selalu mengakibatkan inbreeding depression. Nilai menunjukkan besaran perubahan nilai karakter S1 dibanding F1. Nilai positif berarti penyerbukan sendiri mengakibatkan inbreeding depression atau penurunan nilai suatu karakter sebesar nilai tersebut dibandingkan hasil penyerbukan silangnya dengan tetua tertentu, sedangkan nilai negatif berarti penyerbukan sendiri mengakibatkan peningkatan nilai suatu karakter dibanding penyerbukan silangnya (Mustajarvi et al. 2005). Outbreeding depression berarti penyerbukan silang mengakibatkan penurunan nilai suatu karakter.

158 120 Tabel 29. Kuadrat tengah perlakuan pada karakter tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, dan jumlah cabang total S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang antar tetua ij. Table 29. Mean square of plant height, stem girth, canopy width and total branches of S1 progenies of selfing i th parents and F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua Parent Tinggi tanaman Plant height Lingkar batang Stem girth Lebar kanopi Canopy width Jumlah cabang total Number of total branches ,84 tn 16,31 tn 1884,21** 41,14** 2 872,19 tn 22,74** 1048,51 tn 8,06 tn ,44** 13,43 tn 1610,62 tn 18,87 tn 4 843,50 tn 22,87 tn 2098,24 tn 8,67 tn 5 508,59 tn 14,19 tn 1181,95 tn 19,79** 6 862,24 tn 10,62 tn 6075,55 tn 28,51** 7 749,46 tn 20,84 tn 1493,36** 18,40** 8 773,83 tn 10,20 tn 4827,83 tn 18,43 tn 9 494,26 tn 9,06 tn 970,82 tn 11,41 tn ,59 tn 15,45 tn 1475,53 tn 13,24 tn Tabel 30. Kuadrat tengah perlakuan pada karakter umur berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, jumlah tandan, dan jumlah buah S1 hasil penyerbukan sendiri dan F1 hasil penyerbukan silang. Table 30. Mean square of days to flowering, productive branches, inflorencences, total bunches and fruit number per plant of S1 progenies of selfing i th parents and F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua Umur mulai ber bunga Jml cabang produktif Jumlah infloresen Jumlah tandan Jumlah buah Days to No of prod Number of Number of Number of Parent flowering branches inflorecences bunches fruits per ,24 tn 19,70** 292,49** 189,32** 4426,18 ** ,35 ** 12,53** 298,49 tn 270,44 tn 11604,94 ** ,75 * 18,84* 832,80 tn 449,75** 15053,15 ** ,84 ** 9,21tn 341,44 tn 282,17 tn 12135,30 ** ,73 tn 23,36** 811,58 tn 283,99** 21092,24 ** ,50 tn 17,54* 505,67 tn 733,07** 18793,54 ** ,22 ** 27,47** 577,92** 656,77** 14687,50 ** ,50 * 21,23* 572,07** 348,64 tn 12166,48 ** ,43 * 8,46tn 266,82 tn 280,67 tn 10235,33 ** ,63 * 8,11tn 527,59 tn 499,56** 15742,64 **

159 121 Tabel 31. Rataan tinggi tanaman pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 31 Plant height averages of S1 progenies of selfing i th F1progenies of crossing between i th and j th parents parents and Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Tabel 32. Perubahan nilai karakter ( ) tinggi tanaman pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 32. Inbreeding depression ( ) on plant height of S1 progenies of selfing i th parents compare to F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Keterangan: Note: = 1 ws/wo (ws = nilai karakter pada hasil penyerbukan sendiri; wo = nilai karakter pada hasil penyerbukan silang) = 1 ws/wo (ws = characters value of selfed; wo = characters value of outcrossed)

160 122 Tabel 33. Rataan lingkar batang pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j Table 33. Stem girth averages of S1 progenies of selfing i th F1progenies of crossing between i th and j th parents parents and Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Tabel 34. Perubahan nilai karakter ( ) lingkar batang pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 34. Inbreeding depression ( ) on stemggirth of S1 progenies of selfing i th parents compare to F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua i Tetua j (Parent j) Parent i Keterangan: = 1 ws/wo (ws = nilai karakter pada hasil penyerbukan sendiri; wo = nilai karakter pada hasil penyerbukan silang) Note: = 1 ws/wo (ws = characters value of selfed; wo = characters value of outcrossed)

161 123 Tabel 35. Rataan lebar kanopi pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 35. Canopy width averages of S1 progenies of selfing i th parents and F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Tabel 36. Perubahan nilai karakter ( ) lebar kanopi pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j Table 36. Inbreeding depression ( ) on canopy width of S1 progenies of selfing i th parents compare to F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Keterangan: = 1 ws/wo (ws = nilai karakter pada hasil penyerbukan sendiri; wo = nilai karakter pada hasil penyerbukan silang) Note: = 1 ws/wo (ws = characters value of selfed; wo = characters value of outcrossed)

162 124 Tabel 37. Rataan jumlah cabang total pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 37. Number of total branches averages of S1 progenies of selfing i th parents and F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Tabel 38. Perubahan nilai karakter ( ) jumlah cabang total pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 38. Inbreeding depression ( ) on numbe of total branches of S1 progenies of selfing i th parents compare to F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Keterangan: = 1 ws/wo (ws = nilai karakter pada hasil penyerbukan sendiri; wo = nilai karakter pada hasil penyerbukan silang) Note: = 1 ws/wo (ws = characters value of selfed; wo = characters value of outcrossed)

163 125 Tabel 39. Rataan umur mulai berbunga pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 39. Days to flowering averages of S1 progenies of selfing i th parents and F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Tabel 40. Perubahan nilai karakter ( ) umur mulai berbunga pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 40. Inbreeding depression ( ) on days to flowering of selfing i th parents compare to F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Keterangan: = 1 ws/wo (ws = nilai karakter pada hasil penyerbukan sendiri; wo = nilai karakter pada hasil penyerbukan silang) Note: = 1 ws/wo (ws = characters value of selfed; wo = characters value of outcrossed)

164 126 Tabel 41. Rataan jumlah cabang produktif pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 41. Number of productive branches averages of S1 of selfing i th parents and F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Tabel 42. Perubahan nilai karakter ( ) jumlah cabang produktif pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 42. Inbreeding depression ( ) on number of productive branch of S1 progenies of i th selfed parents compare to F1progenies of i th and j th crossed parents Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Keterangan: = 1 ws/wo (ws = nilai karakter pada hasil penyerbukan sendiri; wo = nilai karakter pada hasil penyerbukan silang) Note: = 1 ws/wo (ws = characters value of selfed; wo = characters value of outcrossed)

165 127 Tabel 43. Rataan jumlah infloresen pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 43. Number of inflorescences averages of S1 progenies of selfing i th parents and F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Tabel 44. Perubahan nilai karakter ( ) jumlah infloresen pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 44. Inbreeding depression ( ) on number of inflorescences of S1 progenies of selfing i th parents compare to F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Keterangan: = 1 ws/wo (ws = nilai karakter pada hasil penyerbukan sendiri; wo = nilai karakter pada hasil penyerbukan silang) Note: = 1 ws/wo (ws = characters value of selfed; wo = characters value of outcrossed)

166 128 Tabel 45. Rataan jumlah tandan pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 45. Number of bunches averages of S1 progenies of selfing i th parents and F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Tabel 46. Perubahan nilai karakter ( ) jumlah tandan buah pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 46. Inbreeding depression ( ) on number of bunches of S1 progenies of selfing i th parents compare to F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Keterangan: = 1 ws/wo (ws = nilai karakter pada hasil penyerbukan sendiri; wo = nilai karakter pada hasil penyerbukan silang) Note: = 1 ws/wo (ws = characters value of selfed; wo = characters value of outcrossed)

167 129 Tabel 47. Rataan jumlah buah pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dan F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 47. Number of fruits averages of S1 progenies of of selfing i th parents and F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua i Parent i Tetua j (Parent j) Tabel 48. Perubahan nilai karakter ( ) jumlah buah pada S1 hasil penyerbukan sendiri tetua ke i dibanding F1 hasil penyerbukan silang tetua ke i dengan tetua ke j. Table 48. Inbreeding depression ( ) on number of fruits of S1 progenies of of selfing i th parents compare to F1progenies of crossing between i th and j th parents Tetua ke i Tetua ke j Keterangan: = 1 ws/wo (ws = nilai karakter pada hasil penyerbukan sendiri; wo = nilai karakter pada hasil penyerbukan silang) Note: = 1 ws/wo (ws = characters value of selfed; wo = characters value of outcrossed)

168 130 Hasil evaluasi menunjukkan adanya perbedaan nilai inbreeding depression antar genotipe yang dievaluasi. Berdasarkan nilai rataan persilangan yang dievaluasi, setiap tetua yang digunakan mengalami inbreeding depression pada karakter yang berbeda. Tetua 1 (575-3) mengalami inbreeding depression pada karakter jumlah cabang total, jumlah infloresen, dan jumlah buah. Tetua 2 (HS 49-2) mengalami inbreeding depression pada karakter tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, umur mulai berbunga, jumlah infloresen, dan jumlah tandan. Tetua 3 (IP 1A-2) tidak mengalami inbreeding depression, tetapi secara umum mengalami outbreeding depression pada semua karakter yang dievaluasi. Tetua 4 (PT 13-2) mengalami inbreeding depression pada karakter lingkar batang, jumlah cabang total, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah. Tetua 5 (SP 16-2) mengalami inbreeding depression pada karakter lingkar batang, jumlah cabang total dan jumlah infloresen. Tetua 6 (PT 33-2) mengalami inbreeding depression pada karakter lingkar batang, jumlah cabang total dan umur mulai berbunga. Tetua 7 (3012-1) mengalami inbreeding depression pada karakter lingkar batang. Tetua 8 (PT 15-1) mengalami inbreeding depression pada karakter lingkar batang, lebar kanopi dan umur mulai berbunga. Tetua 9 (PT 14-1) mengalami inbreeding depression pada karakter jumlah cabang total, umur mulai berbunga, jumlah infloresen dan jumlah tandan. Tetua 10 (Sulsel 8) mengalami inbreeding depression pada karakter tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, jumlah cabang total, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah. Karakter yang cukup penting pada tanaman jarak pagar adalah umur mulai berbunga dan karakter yang berkorelasi dengan komponen hasil seperti jumlah buah per tanaman. Tanaman yang diharapkan adalah yang cepat berbunga dan berbuah banyak. Berdasarkan karakter umur mulai berbunga, penyerbukan sendiri (selfing) pada tetua 2, 6, 8, dan 9 mengakibatkan terjadinya inbreeding depression yaitu menghasilkan F1 yang lebih cepat berbunga. Hal ini menguntungkan karena tanaman menjadi lebih cepat berbunga. Berdasarkan karakter jumlah buah, yang diharapkan adalah jumlah buah yang lebih banyak sehingga inbreeding depression mengakibatkan F1 yang dihasilkan memiliki jumlah buah yang lebih sedikit (Gambar 12). Tetua 1 (575-3) menunjukkan nilai rata-rata yang paling tinggi diantara genotipe yang dievaluasi

169 131 dengan nilai positif 0,20 sedangkan genotipe nomor 5 memiliki nilai rata-rata terendah dengan nilai 0,40. Penyerbukan sendiri pada tetua nomor 1 (575-3), 4 (PT 13-2), dan 10 (Sulsel-8) secara umum mengakibatkan inbreeding depression dengan nilai rata-rata berturut-turut 0,20, 0,14 dan 0,09. Sementara itu pada tetua 2 (HS 49-2), 3 (IP 1A-2), 5 (SP 16-2), 6 (PT 33-2), 7 (3012-1), 8 (PT 15-1) dan 9 (PT 14-1) terjadi outbreeding depression dengan nilai berturut-turut -0,09, - 0,33, -0,40, -0,35, -0,17, -0,22, dan -0,12. Berdasarkan karakter umur mulai berbunga dan jumlah buah per tanaman, maka penyerbukan sendiri pada tetua 2 (HS 49-2), 6 (PT 33-2), 8 (PT 15-1) dan 9 (PT 14-1) menghasilkan keturunan yang lebih cepat berbunga dan berbuah lebih banyak (Gambar 13). Outbreeding depression memberi peluang untuk menghasilkan varietas jarak pagar dari hasil penyerbukan sendiri individu terpilih. Adanya inbreeding dan outbreeding depression juga dilaporkan oleh sejumlah peneliti yang bekerja pada berbagai macam tanaman. Grindeland (2008) yang melakukan penelitian pada tanaman Digitalis purpurea melaporkan bahwa pada tanaman yang terdiri atas tanaman diploid dan tetraploid ini, ditemukan adanya inbreeding dan outbreeding depression pada fase pertumbuhan yang berbeda dan jarak tanam yang berbeda. Inbreeding depression semakin meningkat dengan bertambahnya umur tanaman sementara outbreeding depression lebih konstan sepanjang fase hidup tanaman. Untuk mencegah terjadinya inbreeding depression pada tanaman ini Grindeland menyarankan untuk menggunakan jarak tanam yang tidak terlalu dekat. Chang (2007) yang melakukan penelitian pada tanaman Geranium, tanaman gynodioecious, melaporkan inbreeding depression lebih tinggi pada tanaman yang dihasilkan dari bunga hermaprodit dibanding tanaman yang dihasilkan oleh bunga betina. Untuk menghindarkan terjadinya inbreeding depression pada tanaman Geranium, Chang menyarankan untuk menggunakan bahan tanaman yang berasal dari bunga betina. Penelitian lain pada tanaman ginseng Amerika yang dilakukan oleh Mooney dan McGraw (2007) menunjukkan adanya inbreeding depression pada karakter luas daun, tinggi tanaman dan biomassa akar dan tidak ditemukan adanya outbreeding depression. Peneliti lain (Goodwillie dan Knight 2006) juga menemukan adanya fluktuasi nilai inbreeding depression selama fase

170 132 pertumbuhan tanaman Leptosiphon jepsonii. Nilai inbreeding depression ditemukan semakin besar pada fase akhir pertumbuhan tanaman. Sementara itu Anderson dan Waldmann (2002) melaporkan inbreeding depression pada Scabiosa canescens terjadi baik pada awal pertumbuhan tanaman maupun pada akhir pertumbuhan tanaman dengan nilai berturut-turut 0,37 pada fase bibit dan 0,14 pada fase berbunga. Penyerbukan sendiri pada tanaman Scabiosa canescens mengakibatkan penurunan biomasa bibit dan ukuran bunga. Kephart et al. (1999) yang melakukan penelitian selama 3 musim pada tanaman Silene douglassi var oraria menemukan bahwa inbreeding depression sangat besar pada fase awal dan akhir pertumbuhan tanaman. Menaa-Ali et al (2008) melaporkan inbreeding depression pada tanaman Solanum carolinenses di rumah kaca relatif lebih rendah dibandingkan di lapangan. Pandin (2009) melaporkan kelapa dalam mapanget mengalami peningkatan nilai inbreeding depression pada sejumlah karakter vegetatif pada generasi yang lebih lanjut. Inbreeding depression semakin meningkat pada karakter lingkar batang 20 cm dan 150 cm dari permukaan tanah, jumlah daun dan lebar daun kelapa. Cardoso (2004) melaporkan adanya peningkatan nilai inbreeding depression pada karakter berat buah, panjang buah, berat 100 biji, jumlah biji per buah, dan hasil biji per buah timun (Cucurbita moschata, cv. Piramoita) pada generasi yang lebih lanjut. Penelitian pada tanaman jarak pagar ini dilakukan pada generasi pertama (F1) selama periode satu tahun dan nilai inbreeding depression dianalisis berdasarkan data karakter-karakter yang diperoleh dari tanaman yang berumur 1 tahun. Ada kemungkinan nilai inbreeding dan outbreeding depression juga berfluktuasi selama periode pertumbuhan tanaman dan dari generasi ke generasi selanjutnya. Mustajarvi et al. (2005) menyarankan untuk melakukan penelitian inbreeding depression pada suatu jenis tanaman, sebaiknya pengamatan dilakukan selama beberapa fase pertumbuhan tanaman dan pada beberapa kondisi lingkungan yang berbeda, agar diketahui fluktuasi nilai inbreeding depression selama pertumbuhan tanaman serta pengaruh faktor lingkungan terhadap inbreeding depression. Pada umumnya inbreeding depression semakin meningkat pada generasi yang lebih lanjut.

171 133 A B Gambar 12. Keragaan S1 hasil penyerbukan sendiri yang mengalami inbreeding depression. (A) S1 tetua 1 (1 x 1) dan (B) S1 tetua 4 (4 x 4) yang mengalami inbreeding depression, menghasilkan buah sedikit (< 200 buah per tanaman) Figure 12. S1 performance which exhibited inbreeding depression. (A) S1 of parent no 1 (1 x 1) and (B) S1 of parent no 4 (4 x 4) which exhibited inbreeding depression produce few fruits (< 200 fruits per plant) A B Gambar 13. Figure 13. Keragaan S1 hasil penyerbukan sendiri yang tidak mengalami inbreeding depression. (A) S1 tetua 5 (5 x 5) dan (C) S1 tetua 7 (7 x 7) yang tidak mengalami inbreeding depression, menghasilkan buah sedang banyak) (> 200 buah per tanaman) S1 performance which exhibited no inbreeding depression. (A) S1 of parent no 5 (5 x 5) and (B) S1 of parent no 7 (7 x 7) which exhibited no inbreeding depression produce lots of fruits (> 200 fruits per plant)

172 Penurunan Hasil pada Populasi F1 Hasil Penyerbukan Silang Antar Tetua Berdaya Hasil Berbeda (outbreeding depression) 134 Pada tetua-tetua yang tidak mengalami inbreeding depression, terjadi hal yang sebaliknya yaitu outbreeding depression. Besarnya outbreeding depression bervariasi tergantung dari daya hasil kedua tetua. Keragaan F1 hasil persilangan antar 10 tetua terpilih disajikan pada Tabel 49 dan Tabel 50. Hasil persilangan tetua berdaya hasil tinggi dengan tetua berdaya hasil tinggi (T x T) menghasilkan populasi F1 yang rataannya berdaya hasil sedang (S), persilangan tetua berdaya hasil tinggi dengan tetua berdaya hasil sedang (T x S) menghasilkan populasi F1 yang rataannya berdaya hasil sedang dan rendah, dan persilangan tetua yang berdaya hasil tinggi dengan tetua yang berdaya hasil rendah (T x R) menghasilkan populasi F1 yang rataannya berdaya hasil rendah (R) (Tabel 49 dan Tabel 50). Tabel 49. Table 49. Rataan jumlah buah per tanaman pada setiap F1 hasil penyerbukan silang antar tetua ke i dengan tetua ke j. Averages of fruits per plant of F1 progenies of crossing between i th and j th parents Tetua i Tetua ke j (j th parent) i th parents 1(R) (L) 3 (S) (M) 4 (S) (M) 5(S) (M) 6 (S) (M) 9 (S) (M) 10(S) (M) 2(T) (H) 7(T) (H) 8(T) (H) 1 (R/L) (S/M) (S/M) (S/M) (S/M) (S/M) (S/M) (T/H) (T/H) (T/H) Keterangan : R = Rendah (daya hasil 200 buah per tanaman), S = Sedang (daya hasil buah per tanaman), T = Tinggi (daya hasil > buah per tanaman) Note: L = Low yield (200 fruits per plant), M = Medium yield (fruits fruits per plant), H = High yield (> fruit per plant)

173 Tabel 50. Kriteria daya hasil setiap F1 hasil penyerbukan silang antara tetua ke i dengan tetua ke j. Table 50. Yield criteria of F1 progenies of crossing between i th and j th parents 135 Tetua i Tetua ke j (j th parent) i th parent 1(R) 3(S) 4(S) 5(S) 6(S) 9(S) 10(S) 2(T) 7(T) 8(T) (L) (M) (M) (M) (M) (M) (M) (H) (H) (H) 1 (R/L) R R R R R R R R R R 3 (S/M) R S R S R S R S S S 4 (S/M) R S R S S S S S S S 5 (S/M) R R R R R R R R S R 6 (S/M) R S R S S S S S S S 9 (S/M) R S R S S S R S S S 10(S/M) R S S S S S R S R S 2 (T/H) R S S S S S S S S S 7 (T/H) R S S S S S R S S S 8 (T/H) R S S S S S S S S S Keterangan : R = Rendah (daya hasil, 200 buah per tanaman), S = Sedang (daya hasil buah per tanaman), T = Tinggi (daya hasil > buah per tanaman) Note: L = Low yield (200 fruits per plant), M = Medium yield (fruits fruits per plant), H = High yield (> fruit per plant) Persilangan tetua berdaya hasil sedang dengan tetua berdaya hasil sedang (S x S) menghasilkan populasi F1 yang rataannya berdaya hasil rendah dan sedang, persilangan tetua berdaya hasil sedang dengan tetua berdaya hasil rendah (S x R) menghasilkan populasi F1 yang rataannya berdaya hasil rendah. Persilangan tetua berdaya hasil rendah dengan tetua berdaya hasil sedang maupun tinggi (R x S dan R x T) selalu menghasilkan populasi F1 yang rataannya berdaya hasil rendah (Tabel 50). Penurunan daya hasil (PDH) sebagai akibat persilangan dengan tetua yang berdaya hasil berbeda disajikan pada Tabel 51. Penurunan daya hasil (jumlah buah) pada F1 hasil persilangan 2 tetua yang berbeda daya hasilnya bervariasi, tergantung kategori kedua tetuanya. Dengan membandingkan rataan daya hasil F1 hasil persilangan antar tetua berdaya hasil sama, dengan F1 hasil persilangan antar tetua berdaya hasil berbeda, diperoleh data penurunan daya hasil pada populasi F1 yang bervariasi.

174 136 Persilangan tetua betina berdaya hasil sedang dengan tetua jantan berdaya hasil rendah (S x R) menghasilkan populasi F1 yang memiliki daya hasil % lebih rendah dibanding daya hasil F1 hasil persilangan tetua betina berdaya hasil sedang dengan tetua jantan berdaya hasil sedang (S x S), persilangan tetua betina berdaya hasil tinggi dengan tetua jantan berdaya hasil rendah (T x R) menghasilkan populasi F1 yang memiliki daya hasil % lebih rendah dibanding daya hasil populasi F1 hasil persilangan tetua betina berdaya hasil tinggi dengan tetua jantan berdaya hasil tinggi (T x T), sedangkan persilangan tetua betina berdaya hasil tinggi dengan tetua jantan berdaya hasil sedang (T x S) menghasilkan populasi F1 yang memiliki daya hasil 9-20 % lebih rendah dibanding daya hasil tetua populasi F1 hasil persilangan tetua betina berdaya hasil tinggi dengan tetua jantan berdaya hasil tinggi (T x T). Sementara itu persilangan tetua betina berdaya hasil sedang dengan tetua jantan berdaya hasil tinggi (S x T) menghasilkan populasi F1 yang memiliki daya hasil 8 22 % lebih tinggi dibanding daya hasil F1 hasil persilangan tetua betina berdaya hasil sedang dengan tetua jantan berdaya hasil sedang (Tabel 51). Penurunan hasil pada populasi F1 dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15. Terjadinya penurunan daya hasil sebagai akibat persilangan antar tetua yang berdaya hasil berbeda dapat disebabkan adanya peran gen aditif pada karakter daya hasil. Hasil penelitian daya gabung pada 10 tetua jarak pagar yang berdaya hasil rendah, sedang dan tinggi menunjukkan bahwa tetua berdaya hasil rendah (575-3) merupakan tetua yang memiliki daya gabung umum yang paling buruk untuk karakter jumlah buah per tanaman. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya aksi gen aditif yang lebih dominan dibanding aksi gen non aditif pada karakter jumlah buah per tanaman yang ditunjukkan oleh DGU / DGK > 1. Aksi gen aditif akan mengakibatkan nilai karakter pada progeni hasil persilangan antar 2 tetua yang berbeda daya hasilnya merupakan hasil resultan dari sejumlah gen secara bersama-sama. Nilai karakter yang dihasilkan akan berada di antara nilai kedua tetuanya. Nilai karakter akan bergeser dari tetua berdaya hasil tinggi ke arah tetua berdaya hasil rendah sehingga menghasilkan keturunan yang memiliki nilai karakter lebih rendah dari tetua terbaiknya.

175 137 Adanya outbreeding depression juga ditemukan pada sejumlah tanaman. Hasil penelitian Quilichini et al. (2001) pada tanaman Anchusa crispa Viv menunjukkan adanya outbreeding depression pada generasi F1 dan F2 yaitu pada karakter jumlah infloresen bunga dimana jumlah infloresen pada generasi F1 dan F2 hasil persilangan lebih sedikit dibanding F1 dan F2 hasil penyerbukan sendiri. Sementara itu hasil penelitian Waser et al. (2000) pada tanaman Ipomopsis aggregate menunjukkan adanya outbreeding depression selama periode pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian pada tanaman jarak pagar ini menunjukkan semua persilangan dengan tetua berdaya hasil rendah baik sebagai tetua betina maupun sebagai tetua jantan selalu menghasilkan F1 yang berdaya hasil lebih rendah dari tetua terbaiknya (Gambar 14 dan Gambar 15). Penurunan nilai karakter khususnya komponen hasil tanaman jarak pagar sebagai akibat persilangan terutama dengan tetua jantan berdaya hasil rendah tidak diharapkan terutama bila akan mengembangkan tanaman jarak pagar. Populasi yang semula terdiri dari individu berdaya hasil tinggi akan menghasilkan keturunan yang berdaya hasil lebih rendah bila diantara populasi terdapat individu berdaya hasil rendah atau sedang. Heritabilitas dalam arti luas yang tinggi pada karakter jumlah buah memperbesar peluang diwariskannya karakter berbuah sedikit (daya hasil rendah) pada F1 yang dihasilkan dari persilangan dengan tetua berdaya hasil rendah. Disamping itu, karakter jumlah buah yang dikendalikan oleh gen aditif dan non aditif juga berperan dalam menentukan nilai karakter pada populasi F1 yang dihasilkan. Kondisi ini yang diduga terjadi pada populasi-populasi jarak pagar, diantaranya Improved Population. Dalam program penyediaan bahan tanaman (benih) untuk jarak pagar, fenomena tersebut diatas harus diantisipasi. Seleksi terhadap individu-individu yang memiliki daya hasil kurang dari kriteria harus terus dilakukan agar tidak terdapat individu yang berdaya hasil rendah ataupun sedang pada areal pembenihan. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya persilangan antara tetua berdaya hasil tinggi dengan tetua berdaya hasil sedang maupun rendah yang akan menghasilkan benih F1 yang berdaya hasil rendah atau sedang.

176 Tabel 51. Table 51. Persentase penurunan hasil buah pada populasi F1 sebagai akibat penyerbukan silang tetua RxS, RxT, SxR, SxT, TxR dan TxS (T= berdaya hasil Tinggi, S= berdaya hasil Sedang, R= berdaya hasil Rendah). Yield decreasing percentage of F1 population resulted by outcrossed among LxM, LxH, MxL, MxT, HxL, and HxM (H=high yield, M=medium yield, and L=low yield) Tetua Parent Rataan jumlah buah F1 hasil penyerbukan silang antar tetua Penurunan Daya Hasil pada F1 hasil penyerbukan silang antar tetua yang berbeda daya hasil (%)* Fruits averages of F1 progenies of outcrossing among parent Yield decreasing of F1 population of difference yield level parents S x S T x T R x S R x T S x R S x T T x R T x S SS-SR SS-ST TT-TR TT-TS 1 (R) (S) (S) (S) (S) (S) (S) (T) (T) (T) Keterangan: * dihitung menggunakan rumus Penurunan Daya Hasil) Note : * was calculated using the Yield Decreasing formula

177 Tabel 54. Keragaan infloresen hermaprodit dan non-hermaprodit pada 15 genotipe yang dievaluasi selama periode Agustus 2007 Juli 2008 pada umur 3 bulan sampai > 12 bulan Table 54. Hermaphrodite and non hermaphrodite performance of 15 genotypes evaluated during August 2007 July 2008 at 3 months to > 12 months old. Genotipe Genotype Agus-Okt (August-Oct) bln (3-6 months) Nonhermaprodit Hermaprodit Periode (Periods) /umur tanaman (plant age) Nov-Jan (Nov-Jan) 2008 Feb-Apr (Feb-Apr) bln (6-9 months) bln (10-12 months) Nonhermaprodit Non- Hermaprodit hermaprodit Hermaprodit Mei-Juli (May-July) 2008 > 12 bln (>12 months) Nonhermaprodit Hermaprodit SP SP SP IP-1M IP-1M IP-1M SP SP SP PT PT PT

178 Jumlah buah (Fruit number) T T x S S T T x R R S S x R R Gambar 14. Rataan jumlah buah pada F1 hasil penyerbukan silang antar tetua berdaya hasil tinggi x sedang ( ), tinggi x rendah ( ) dan sedang x rendah ( ). Figure 14. Fruit averages of F1 progenies of crossing between high x medium ( ), high x low ( ), and medium x low ( ) yield parents Jumlah buah (Fruit number) R R x T T R R x S S Gambar 15. Rataan jumlah buah pada F1 hasil penyerbukan silang antar tetua berdaya hasil rendah x tinggi ( ) dan rendah x sedang ( ). Figure 15. Fruit averages of F1 progenies of crossing between low x high ( ) and low x medium ( ) yield parents

179 140 Simpulan Penyerbukan sendiri pada tanaman jarak pagar tidak selalu mengakibatkan terjadinya inbreeding depression tetapi pada genotipe tertentu penyerbukan silang dapat mengakibatkan outbreeding depression. Inbreeding depression ditemukan pada sebagian karakter progeni hasil penyerbukan sendiri tetua 1 (575-3), 2 (HS 49-2), 4 (PT 13-1), 5 (SP 16-2), 6 (PT 33-2), 7 (3012-1), 8 (PT 15-1), 9 (PT 14-1) dan 10 (Sulsel 8), sedangkan outbreeding depression ditemukan pada progeni hasil persilangan tetua 3 (IP 1A-2) dengan tetua lainnya. Penyerbukan sendiri pada tetua 2 (HS 49-2), 6 (PT 33-2), 8 (PT 15-1), dan 9 (PT 14-1) mengakibatkan inbreeding depression pada karakter umur berbunga dan outbreeding depression pada karakter jumlah buah per tanaman sehingga penyerbukan sendiri akan menghasilkan progeni yang lebih cepat berbunga dan menghasilkan buah yang lebih banyak dibanding persilangannya dengan genotipe lain. Outbreeding depression mengakibatkan terjadinya penurunan hasil pada F1. Persilangan antar tetua yang memiliki daya hasil berbeda akan menghasilkan progeni F1 yang memiliki daya hasil yang lebih rendah dari tetua terbaiknya. Persilangan dengan tetua jantan berdaya hasil rendah akan menghasilkan progeni F1 yang berdaya hasil rendah dan lebih rendah dari tetua betinanya. Penurunan daya hasil pada progeni F1 akibat persilangan dengan tetua jantan berdaya hasil rendah berkisar %. Daftar Pustaka Anderson S, Waldmann P Inbreeding depression in a rare plant, Scabiosa canescens (Dipsacaceae). Hereditas 136: (2002) Cardoso AI I Depression by inbreeding after four successive self-pollination of squash generations. Sci Agric (Piracicaba, Braz.) 61(2): Chang Shu-Mei Gender-specific inbreeding depression in a gynodioecious plant, Geranium maculatum (Geraniaceae). Am J of Bot 94(7): Charlesworth D, Charlesworth B Inbreeding depression and its evolutionary consequences. Annu Rev Ecol Syst 18: Dehgan B, Webster GL Morphology and infrageneric relationships of the genus Jatropha (Euphorbiaceae). Botany 74. Univ of California Pub. 81 p.

180 141 Goodwillie C, Knight MC Inbreeding depression and mixed mating in Leptosiphon jepsonii: A comparison of three populations. Annals of Bot 98: , 2006 Grindeland JM Inbreeding depression and outbreeding depression in Digitalis purpurea: optimal outcrossing distance in a tetraploid. J Evo Biol 21: Hartati RS Jarak pagar, menyerbuk silang atau menyerbuk sendiri?. Infotek Jarak pagar 2 (10): 37. Heller J Physic Nut, Promoting The Conservation and Use of Under Utilized and Neglected Crops: Jatropha Curcas L. Internat Plant Gen Res Ins. Rome. 54 p. Kephart SR, Hall EJ Inbreeding depression and partial selfing: Evolutionary implication of mixed mating in a coastal endemic, Silene douglasii var oraria (Caryophillaceae). Heredity 82 : Lene R, Nielsen HR, Siegismund, Hansen T Inbreeding depression in the partially self-incompatible endemic plant species Scalesia affinis (Asteraceae) from Galapagos islands. Evol Ecol 21:1 12 Mahmud Z, Allorerung D, Rivaie AA Teknik Budidaya Jarak pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 18 hlm. Mena-Ali JI, Keser LH, Stephenson AG Inbreeding depression in Solanum carolinense (Solanaceae), a species with a plastic self-incompatibility response. BMC Evol Biol 8(10) Mooney EH, McGraw JB Effects of self-pollination and outcrossing with cultivated plants in small natural populations of American ginseng, Panax quinquefolius (Araliaceae). Am J of Bot 94(10): Mustajarvi K, Siikamaki P, Kerberg AA Inbreeding depression in perennial Lychnis viscaria (Caryophyllaceae): effect of poplation mating history and nutrient availability. Am J of Bot 92(11): Pandin DS Inbreeding depression analysis based on morphological characters in four generations of selfed mapanget tall coconut no. 32 (Cocos nucifera L.). Indonesian J of Agric 2(2): Quilichini A, M Debusshe, Thompson JD Evidence for local outbreeding depression in the Mediterranean island endemic Anchusa crispa Viv. (Boraginaceae). Heredity 87: Raju AJS, Ezradanam V Pollination ecology and fruiting behaviour in a monoecious species, Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae). Current Sci 83 (11) : SAS Institute SAS for Mixed Models. 2 nd Ed. NC, USA. 814 p. Sheridan PM, Karowe DN Inbreeding, outbreeding, and heterosis in the yellow pitcher plant, Sarracenia flava (Sarraceniaceae), in Virginia. Am J of Bot 87(11): Singh BD Plant Breeding Principles and Methods. 4 th Ed. Kalyani Pub. New Delhi Ludhiana. 620 hlm.

181 Waser NM, Price MV, Shaw RG Outbreeding depression varies among cohort of Ipomopsis aggregate planted in nature. Evol 54 (2):

182 KONTRIBUSI SIFAT HERMAPRODIT TERHADAP DAYA HASIL DAN PEWARISAN SIFATNYA PADA JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Rr. Sri Hartati 1, Asep Setiawan 2, B. Heliyanto 3 dan Sudarsono 2 1) Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Bogor 2) Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB 3) Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Abstrak 143 Sifat hermaprodit telah dilaporkan pada tanaman jarak pagar, namun peran dan kontribusinya dalam proses produksi terutama daya hasil belum banyak diketahui. Untuk mengetahui peran bunga hermaprodit terhadap daya hasil dan mekanisme pewarisannya, dilakukan evaluasi terhadap 60 genotipe terpilih jarak pagar. Evaluasi dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri Pakuwon Sukabumi mulai bulan Mei 2007 sampai dengan Juli Evaluasi terdiri atas (1) evaluasi tipe tanaman jarak pagar, yang dilakukan terhadap 60 genotipe jarak pagar, (2) stabilitas sifat hermaprodit melalui perbanyakan klonal, yang dilakukan terhadap setek yang berasal dari 60 genotipe, (3) kontribusi sifat hermaprodit terhadap daya hasil, dan (4) evaluasi pewarisan sifat hermaprodit melalui progeni F1 hasil persilangan, yang dilakukan terhadap sejumlah F1 hasil persilangan tanaman tri-monoecious dengan tanaman monocious. Hasil evaluasi menunjukkan, 8 dari 60 genotipe jarak pagar yang dievaluasi merupakan tanaman tri-monoecious yang menghasilkan bunga jantan, bunga betina, dan bunga hermaprodit, sedangkan sisanya merupakan tanaman monoecious yang hanya menghasilkan bunga jantan dan bunga betina. Karakter yang dimiliki oleh 8 genotipe tri-monecious yang dievaluasi adalah berumur relatif dalam dengan kisaran umur hari dan berdaya hasil rendah sampai sedang dengan kisaran jumlah buah per tanaman pada tahun pertama. Kemunculan bunga hermaprodit tidak terjadi sepanjang tahun, tetapi lebih dominan pada tanaman berumur lebih dari 6 bulan. Persentase bunga hermaprodit tergantung genotipe, berkisar 7 83 % dari total bunga yang dihasilkan. Persentase keberhasilan pembentukan buah (fruitset) pada infloresen yang menghasilkan bunga hermaprodit lebih tinggi dibanding infloresen yang tidak menghasilkan bunga hermaprodit, dengan tingkat keberhasilan rata-rata sebesar 80 % dengan kisaran % sedangkan pada infloresen yang tidak menghasilkan bunga hermaprodit hanya sebesar 50 % dengan kisaran %. Bunga hermaprodit dapat diwariskan oleh tetua betina maupun tetua jantan. Gen pengendali sifat hermaprodit diduga merupakan gen dominan. Kata kunci: Evaluasi genotipe, monoecious, tri-monoecious, bunga hermaprodit, fruit set.

183 CONTRIBUTION OF HERMAPHRODITE CHARACTER TO YIELD AND ITS INHERITANCE IN PHYSIC NUT (Jatropha curcas L.) 144 Abstract Hermaphrodite flower character has been reported in physic nut. However, role and contribution of hermaphrodite flower to yield of physic nut has not been I nvestigated. The objectives of this research were to evaluate (1) the occurrence of hermaphrodite flowers among 60 genotypes of physic nut, (2) stability of hermaphrodite flower character in clonally propagated planting materials, (3) contribution of hermaphrodite flower character to yield, and (4) inheritance of hermaphrodite flower character among F1 progeny arrays derived from crossing among tri-monoecious by monoecious types of physic nut. The evaluation was conducted at Indonesian Spice and Other Industrial Crops Research Institute Experiment Station, at Pakuwon Sukabumi for the period of May 2007 to July Results of the experiment indicated the presence of eight accessions out of 60 physic nut genotypes capable of producing male, female, and hermaphrodite flowers (tri-monoecious) among those producing only male and female flowers (monoecious). The tri-monoecious accessions were generally late to flower ( days after planting) and low to medium yielding (producing fruits per plant in the first year). Hermaphrodite flowers generally occurred six months after planting at the amount ranged from 7-83 % of total flowers. Fruit set of inflorescences having hermaphrodite flowers were higher (ranged from % and average of 80%) than those with female and male flowers (ranged from % and average of 50%). Hermaphrodite flower character was not maternally inherited and might be controlled by single-dominant gene. Key words: Genotype evalution, monoecious, tri-monoecious, hermaphrodite flowers, fruit set.

184 145 Pendahuluan Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman monoecious (berumah satu), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu tanaman yang sama (Dehgan & Webster 1979 dalam Heller 1996). Berdasarkan strukturnya, bunga yang dimiliki tanaman jarak pagar dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu bunga lengkap atau hermaprodit yang pada satu bunga terdapat stamen dan pistil, dan bunga tidak lengkap yang stamen dan pistilnya terpisah pada bunga jantan dan betina. Tanaman jarak pagar kebanyakan memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah tetapi ada pada tanaman yang sama atau uni-seksual, sedangkan tanaman yang memiliki bunga hermaprodit agak jarang ditemukan (Heller 1996). Tanaman dengan bunga hermaprodit biasanya juga menghasilkan rangkaian bunga jantan (andromonoecious), dan adakalanya tanaman sekaligus menghasilkan bunga hermaprodit, bunga jantan dan bunga betina (tri-monoecious). Tanaman jarak pagar yang memiliki bunga hermaprodit, baik tipe andromonoecious maupun tri-monoecious lebih berpeluang berkembang menjadi tanaman yang menyerbuk sendiri karena pada bunga hermaprodit, stamen dan pistilnya terletak sangat berdekatan pada satu bunga yang sama (Lloyd & Yates 1982). Sementara itu tanaman jarak pagar dengan bunga tidak lengkap yaitu tipe monoecious lebih berpeluang menjadi tanaman menyerbuk silang, terlebih bila masa reseptif bunga betina berbeda dengan saat masaknya polen. Tanaman yang menyerbuk sendiri akan lebih homogen karena cenderung membentuk genotipe yang homosigot sedangkan tanaman menyerbuk silang umumnya lebih heterogen karena cenderung membentuk genotipe yang heterosigot (Chahal & Gosal 2006). Dalam program pemuliaan dan pengembangan varietas, pengelolaan tanaman yang menyerbuk sendiri berbeda dengan tanaman yang menyerbuk silang. Langkah pemuliaan yang dipilih juga akan berbeda karena perbedaan populasi yang ditangani. Berdasarkan hasil evaluasi pada percobaan 4 yang dilakukan terhadap sejumlah populasi S1 (progeni hasil penyerbukan sendiri) dan F1 (progeni hasil penyerbukan silang), penyerbukan sendiri pada tanaman jarak pagar tidak selalu mengakibatkan terjadinya inbreeding depression. Pada genotipe

185 146 jarak pagar tertentu persilangan antar genotipe dapat mengakibatkan terjadinya outbreeding depression. Dengan demikian pengembangan tanaman jarak pagar yang menyerbuk sendiri perlu dipertimbangkan. Tanaman jarak pagar andromonoecious atau tri-monoecious dapat menjadi alternatif varietas yang menyerbuk sendiri. Meskipun pada tanaman jarak pagar telah ditemukan tipe tanaman andromonoecious atau tri-monoecious, sampai saat ini belum ada informasi yang berkaitan dengan pewarisan sifat bunga hermaprodit dan pengaruhnya terhadap daya hasil. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberadaan bunga hermaprodit pada populasi genotipe jarak pagar terpilih, mempelajari pewarisan sifat bunga hermaphrodit pada populasi jarak pagar hasil persilangan antar individu, dan mengkaji pengaruhnya terhadap daya hasil tanaman. Bahan dan Metode Evaluasi Tipe Tanaman Jarak Pagar Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2007 sampai dengan Juli 2008 di Kebun Induk Jarak Pagar Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri, Pakuwon Sukabumi. Bahan tanaman yang digunakan adalah progeni dari 20 genotipe jarak pagar yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia meliputi Jawa Timur, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi. Dari masing-masing genotipe ditanam sebanyak 3 butir benih sehingga terdapat populasi yang terdiri atas 60 progeni. Karakter yang diamati pada masing-masing individu dalam populasi meliputi umur mulai berbunga, tipe bunga yang muncul, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman. Pengamatan dilakukan selama 1 tahun. Berdasarkan tipe bunga yang muncul, maka masing-masing individu tanaman jarak pagar yang dievaluasi dibedakan atas: (1) tanaman monoecious, (2) tanaman andro-monoecious, dan (3) tanaman tri-monoecious. Tanaman monoecious adalah pada satu tanaman jarak pagar terdapat bunga jantan dan bunga betina dalam setiap infloresen yang sama. Tanaman andro-monoecious adalah pada satu tanaman jarak pagar terdapat bunga jantan dan bunga

186 147 hermaprodit dalam satu infloresen yang sama. Tanaman tri-monoecious adalah pada satu tanaman jarak pagar terdapat bunga jantan, bunga betina dan bunga hermaprodit dalam satu infloresen yang sama. Untuk mengetahui korelasi antara keberadaan bunga hermaprodit dengan karakter lainnya, dilakukan analisis korelasi sederhana pada progeni yang berasal dari genotipe yang menghasilkan bunga hermaprodit menggunakan perangkat lunak SAS (SAS Institute 2006). Stabilitas Sifat Hermaprodit pada Populasi Klonal Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Juli Bahan tanaman yang digunakan adalah setek yang berasal dari 60 individu/progeni jarak pagar yang berasal dari 20 genotipe terpilih yang diuji pada percobaan 1. Masing-masing genotipe ditanam sebanyak 7 setek. Dua setek ditanam pada bulan April 2008 dan dievaluasi mulai Mei 2008 sampai dengan Juni Lima setek lainnya ditanam pada bulan Desember 2009 dan dievaluasi mulai bulan Januari sampai dengan Juni Pengamatan dilakukan terhadap tipe bunga yang muncul pada semua setek dari 60 genotipe yang dievaluasi. Pengamatan terhadap 2 setek yang ditanam pada bulan April 2008 dilakukan selama periode 1 tahun sedangkan pada 5 setek yang ditanam pada bulan Desember 2009 dilakukan selama periode 2 bulan. Pewarisan Sifat Hermaprodit dan Hubungannya dengan Daya Hasil pada Populasi F1 Genotipe tri-monoecious SP 16-2 yang berdaya hasil sedang ( buah per tanaman), genotipe monoecious yang berdaya hasil rendah (< 200 buah per tanaman), genotipe monoecious IP 1A-2, PT 13-2, PT 33-2, PT 14-1, dan Sulsel 8 yang berdaya hasil sedang ( buah per tanaman), serta genotipe monoecious HS 49-2, , dan PT 15-1 yang berdaya hasil tinggi (> buah per tanaman) digunakan sebagai tetua dalam persilangan. Persilangan dilakukan resiprok sehingga diperoleh 19 kombinasi persilangan dengan pembanding hasil persilangan antar tetua monoecious (Tabel 52).

187 148 Tabel 52. Table 52. Skenario kombinasi persilangan antara tetua tri-monoecious dengan monoecious dan tetua monoecious dengan monoecious. Crossing scenario among tri-monoecious by monoecious parents and monocious by monoecious parents tri-monoe cious monoecious monoe tri-monoe monoe cious cious cious SP 16-2 selfing monoe cious SP 16-2 X X SP X HS 49-2 SP 16-2 X HS 49-2 HS 49-2 X SP 16-2 HS 49-2 X IP 1A-2 SP 16-2 X IP 1A-2 IP 1A-2 X SP 16-2 IP 1A-2 X PT 13-2 SP 16-2 X PT 13-2 PT 13-2 X SP 16-2 PT 13-2 X PT 33-2 SP 16-2 X PT 33-2 PT 33-2 X SP 16-2 PT 33-2 X SP 16-2 X X SP X PT 15-1 SP 16-2 X PT 15-1 PT 15-1 X SP 16-2 PT 15-1 X PT 14-1 SP 16-2 X PT 14-1 PT 14-1 X SP 16-2 PT 14-1 X Sulsel 8 SP 16-2 X Sulsel 8 Sulsel 8 X SP 16-2 Sulsel 8 X Dari masing-masing persilangan diambil 20 butir benih dan ditanam di lapangan dengan Rancangan Lingkungan Acak Kelompok, diulang 4 kali, masing-masing unit percobaan 5 tanaman yang ditanam dalam satu baris dengan jarak tanam antar baris (unit percobaan) 2 m dan dalam baris 1m. Pengamatan yang dilakukan meliputi tipe bunga yang muncul, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman selama 1 tahun. Untuk melihat ada tidaknya keragaman, data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam dengan perangkat SAS (SAS 2006). Hasil dan Pembahasan Evaluasi Tipe Tanaman Jarak Pagar Dari 60 progeni yang berasal dari 20 genotipe yang dievaluasi, ditemukan sebanyak 8 progeni yang menghasilkan bunga hermaprodit dan termasuk ke dalam tipe tanaman tri-monoecious sedangkan 52 progeni yang lain merupakan tanaman tipe monoecious (Tabel 53). Representasi gambar tipe bunga jantan, betina, dan bunga hermaprodit serta tipe tanaman pada jarak pagar yang dievaluasi dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17.

188 149 Tabel 53. Table 53. Umur berbunga (UB), jumlah infloresen (JI), jumlah tandan (JT), fruit set. (FS), jumlah buah (JB), tipe tanaman induk dan tipe tanaman setek 60 individu jarak pagar. Days to flowering (DF), number of inflorescences (NI), number of bunches (NB), fruit set (FS), number of fruit (NF)s, and plant type of 60 physic nut genotypes. No No. Genotipe Genotype UB DF JI NI JT NB FS FS JB NF Tipe tanaman (Plant type) Induk(mother) Setek (clone) Monoecious monoecious Monoecious monoecious Monoecious monoecious Monoecious monoecious Monoecious monoecious Monoecious monoecious Monoecious monoecious Monoecious monoecious Monoecious monoecious tri-monoecious tri-monoecious Monoecious monoecious Monoecious monoecious Monoecious monoecious Monoecious monoecious Monoecious Monoecious 16 HS Monoecious monoecious 17 HS Monoecious monoecious 18 HS Monoecious monoecious 19 IP-1A Monoecious monoecious 20 IP-1A monoecious monoecious 21 IP-1A monoecious monoecious 22 IP-1M monoecious monoecious 23 IP-1M tri-monoecious tri-monoecious 24 IP-1M 3 > monoecious monoecious 25 IP-1P monoecious monoecious 26 IP-1P monoecious monoecious 27 IP-1P monoecious monoecious 28 MT monoecious monoecious 29 MT monoecious monoecious 30 MT monoecious monoecious

189 150 Tabel 53. Table 53. (Lanjutan) (Continued) No No Genotipe Genotype UB DF JI NI JT NB FS FS JB NF Tipe tanaman (Plant type) Induk(mother) Setek (clone) 31 PT monoecious monoecious 32 PT monoecious monoecious 33 PT monoecious monoecious 34 PT monoecious monoecious 35 PT monoecious monoecious 36 PT monoecious monoecious 37 PT monoecious monoecious 38 PT monoecious monoecious 39 PT monoecious monoecious 40 PT monoecious monoecious 41 PT monoecious monoecious 42 PT monoecious monoecious 43 PT monoecious monoecious 44 PT monoecious monoecious 45 PT monoecious monoecious 46 PT monoecious monoecious 47 PT monoecious monoecious 48 PT monoecious monoecious 49 PT tri-monoecious tri-monoecious 50 PT monoecious monoecious 51 PT monoecious monoecious 52 PT monoecious monoecious 53 PT monoecious monoecious 54 PT monoecious monoecious 55 SP tri-monoecious tri-monoecious 56 SP tri-monoecious tri-monoecious 57 SP tri-monoecious tri-monoecious 58 SP monoecious monoecious 59 SP tri-monoecious tri-monoecious 60 SP tri-monoecious tri-monoecious

190 151 A B C Gambar 16. Figure 16. Tipe bunga pada tanaman jarak pagar. (A) Bunga jantan, (B) Bunga betina, dan (C) Bunga hermaprodit. Flower types in physic nut. (A) Male flower, (B) Female flower, and (C) Hermaphrodite flower A B Gambar 17. Tipe tanaman berdasarkan tipe bunga pada jarak pagar. (A) Monoecious, bunga jantan dan bunga betina dalam satu infloresen pada tanaman yang sama; (B) Andro-monoecious - bunga jantan dan bunga hermaprodit dalam satu infloresen pada tanaman yang sama. Figure 17. Plant types based on flower types in physic nut. (A) Monoecious - male and female flowers in the same inflorescence of the same plant, (B) Andro-monoecious male and hermaphrodite flowers in the same plant

191 152 Delapan progeni tri-monoecious yang dievaluasi berasal dari 5 pohon induk yaitu genotipe 554, IP-1M, PT 33, SP 16 dan SP 8. Pohon induk yang merupakan genotipe tri-monoecious ternyata menurunkan progeni yang bersegregasi. Dari 5 genotipe tri-monoecious yang menjadi induk atau sumber benih, genotipe SP 16 mewariskan sifat hermaprodit pada ketiga progeninya, genotipe SP 8 mewariskan sifat hermaprodit pada 2 dari 3 progeninya, sedangkan genotipe 554, IP-1M dan PT 33 hanya mewariskan sifat hermaprodit pada 1 dari 3 progeninya (Tabel 52 dan Gambar 18). Selama periode berbunga, persentase bunga hermaprodit yang dihasilkan bervariasi antar genotipe. Persentase bunga hermaprodit berturut-turut adalah SP 8-2 (82,3 %), (74,2 %), PT 33-1 (57,1 %), SP 8-3 (55,2 %), SP 16-3 (30,8 %), IP 1M-2 (22,6 %), SP 16-1 (14,3 %) dan SP 16-2 (6,7 %). Hasil pengamatan selama periode 1 tahun menunjukkan bunga hermaprodit pada tanaman tri-monoecious tidak muncul setiap waktu. Pada kondisi bunga hermaprodit tidak dihasilkan, maka yang muncul adalah bunga betina dan bunga jantan (bunga tidak lengkap) dalam satu infloresen. Diduga hal ini ada kaitannya dengan faktor lingkungan. Nilai karakter (Character value) Gambar 18. Progeni yang mewarisi sifat hermaprodit. 8 dari 15 progeni yang berasal dari 5 tetua tri-monoecious mewarisi sifat hermaprodit ( ). Figure 18. Progenies which inherited hermaphrodite character. 8 out of 15 progenies derived from 5 tri-monoecious parents inherited hermaphrodite character ( )

192 153 Delapan progeni yang menghasilkan bunga hermaprodit memiliki beberapa karakter yang hampir sama, yaitu lebih lambat berbunga dan berbuah pada tahun pertama dibandingkan genotipe monoecious. Pada umur 1-6 bulan, semua progeni tri-monoecious memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih dominan. Semua individu tri-monoecious yang dievaluasi termasuk tanaman jarak pagar yang berumur relatif dalam dengan umur berbunga lebih dari 120 hari (> 4 bulan) dan kisaran umur mulai berbunga antara hari (Tabel 53). Pada umur yang sama, genotipe monoecious telah berbunga dan berbuah sedangkan genotipe tri-monoecious dalam fase pertumbuhan vegetatif (Gambar 19). A B A C D Gambar 19. Keragaan tanaman monoecious dan tri-monoecious. (A dan B) Genotipe monoecious yang telah berbunga dan berbuah pada umur 4 bulan, (C dan D) genotipe tri-monoecious yang masih dalam fase pertumbuhan vegetatif pada umur yang sama. Figure 19. Monoecious and tri-monoecious plants performance. (A and B) Monoecious genotypes flowering and fruiting 4 months after planting, (C and D) Ttri-monoecious genotype still growing in the same age.

193 154 Diantara genotipe yang dievaluasi tidak ditemukan genotipe trimonoecious yang berdaya hasil tinggi. Jumlah infloresen pada tanaman trimonoecious yang dievaluasi berkisar antara 7 46, jumlah tandan buah berkisar antara 5 35 dan jumlah buah per tanaman berkisar antara Progeni SP 8-2 dan memiliki daya hasil berturut-turut 215 buah dan 228 buah per tanaman (daya hasil sedang), sedangkan enam progeni lainnya yaitu SP 8-3, SP 16-1, SP 16-2, SP 16-3, PT 33-1, dan IP 1M-2 tergolong sebagai progeni berdaya hasil rendah dengan jumlah buah < 200 buah per tanaman (Tabel 52). Meskipun evaluasi terhadap 60 progeni tidak menemukan tanaman trimonoecious yang berdaya hasil tinggi, hasil observasi di kebun jarak Sukabumi pada bulan Juni tahun 2008 menunjukkan ada satu genotipe provenan Lampung yang menghasilkan bunga hermaprodit pada hampir semua infloresennya dan menghasilkan buah cukup banyak (Gambar 20). Gambar 20. Figure 20. Tanaman andro-monoecious di Kebun Induk Jarak Pagar Sukabumi, menghasilkan 500 buah per tanaman pada umur 6 bulan pada musim tanam tahun Andro-monoecious plant at Physic nut Nursery, Sukabumi producing 500 fruits per plant at 6 month after planting during sowing periode.

194 155 Pada umur 6 bulan, genotipe tersebut telah menghasilkan 60 infloresen yang terdiri atas 55 infloresen dengan bunga hermaprodit, dan 5 infloresen lainnya tanpa bunga hermaprodit. Infloresen dengan bunga hermaprodit selanjutnya menghasilkan 55 tandan buah dengan jumlah buah per tandan berkisar 4 26 buah. Total buah yang dihasilkan pada umur 6 bulan mencapai 500 buah per tanaman. Infloresen yang tidak menghasilkan buah adalah infloresen yang hanya menghasilkan bunga jantan. Tanaman ini termasuk tipe andro-monoecious yang hanya menghasilkan bunga hermaprodit dan bunga jantan, tanpa bunga betina (Hartati 2009). Genotipe andro-monoecious ini tidak termasuk dalam populasi yang dievaluasi karena baru ditemukan di luar areal penelitian setelah kegiatan penelitian berjalan beberapa waktu. Adanya genotipe andro-monoecious yang memiliki daya hasil tinggi di luar areal penelitian menunjukkan adanya kemungkinan hubungan keberadaan bunga hermaprodit terhadap daya hasil tanaman jarak pagar. Hasil analisis korelasi sederhana antar karakter terhadap 15 progeni yang berasal dari 5 induk yang mewariskan sifat bunga hermaprodit menunjukkan adanya nilai korelasi yang tinggi antara keberadaan bunga hermaprodit dengan jumlah infloresen, jumlah tandan buah dan jumlah buah per tanaman. Nilai korelasi antara keberadaan bunga hermaprodit dengan jumlah infloresen, jumlah tandan buah dan jumlah buah per tanaman berturut-turut 0,9234, 0,9799, dan 0,9889. Progeni dengan bunga hermaprodit menghasilkan buah lebih banyak dibandingkan dengan progeni yang berasal dari induk yang sama tetapi tidak menghasilkan bunga hermaprodit. Berdasarkan total buah yang terbentuk, infloresen yang menghasilkan bunga hermaprodit memberi sumbangan rata-rata sebesar 31 % dengan kisaran fruit set 7-57 %, sedangkan infloresen yang tidak menghasilkan bunga hermaprodit memberi sumbangan rata-rata 27 % dengan kisaran fruit set 8 71 %. Keberhasilan infloresen dengan bunga hermaprodit menghasilkan buah ratarata sebesar 80 % dengan kisaran fruit set %, sedangkan infloresen tanpa bunga hermaprodit hanya 50 % dengan kisaran fruit set % (Gambar 21 dan Gambar 22). Hal ini menunjukkan tingkat keberhasilan bunga hermaprodit berkembang menjadi buah lebih tinggi dibanding bunga betina.

195 SP 16 1 SP 16 2 SP 16 3 SP 8 2 SP IP-1M 2 PT 33 1 Gambar 21. Persentase fruitset pada infloresen hermaprodit ( ) dan infloresen non hermaprodit ( ). Figure 21. Fruitset in hermaphrodite inflorescences ( ), and non hermaphrodite inflorescences ( ). % SP 16 1 SP 16 2 SP 16 3 SP 8 2 SP PT 33 1 IP-1M 2 Gambar 22. Persentase fruit set pada 8 progeni tri-monoecious. Fruitset pada infloresen hermaprodit ( ) dan infloresen non hermaprodit ( ). Figure 22. Fruitset percentages of 8 tri-monoecious progenies. Fruitset of hermaphrodite inflorescences ( ) and non hermaphrodite inflorescence ( ).

196 157 Hasil pengamatan menunjukkan munculnya bunga hermaprodit bervariasi sepanjang waktu.. Bunga hermaprodit lebih banyak dihasilkan pada saat tanaman telah berumur lebih dari 6 bulan setelah tanam di lapangan (Tabel 54). Tanaman yang ditanam di lapangan pada bulan Mei 2007 mulai menghasilkan bunga hermaprodit dan non-hermaprodit setelah berumur lebih dari 4 bulan, yaitu pada bulan September dan Oktober Pada awal pertumbuhan, jumlah infloresen yang dihasilkan masih relatif sedikit, demikian pula bunga hermaprodit. Beberapa genotipe telah menghasilkan bunga hermaprodit sejak berumur 3 bulan (periode Agustus-Oktober 2008) yaitu genotipe SP 16-1, SP 16-2 dan SP 8-3. Semakin besar tanaman, bunga yang dihasilkan semakin banyak, demikian pula bunga hermaprodit. Bunga hermaprodit paling banyak dihasilkan pada periode bulan Februari Juli 2008 yaitu pada saat tanaman telah berumur lebih dari 6 bulan dan curah hujan tidak terlalu tinggi yaitu < 500 mm (Tabel 54 dan Gambar 23). Roy (2000) mengemukan ekspresi gen-gen yang mengendalikan jenis gamet pada tanaman sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti fotoperiode, suhu dan lain sebagainya. Gamet yang dihasilkan akan berubah mengikuti perubahan lingkungan. Diduga hal ini juga terjadi pada tanaman jarak pagar sehingga adakalanya tanaman menghasilkan bunga jantan dan bunga betina, dan adakalanya bunga hermaprodit. Adanya kemampuan menghasilkan buah yang lebih baik dari bunga hermaprodit dibandingkan bunga betina dilaporkan oleh Reale et al. (2009) yang melakukan penelitian pada tanaman olive oil (Olea europaea L.). Hasil penelitiannya menunjukkan adanya perbedaan sebaran kandungan pati antara bagian-bagian bunga hermaprodit dan bunga betina. Pada bunga hermaprodit, kandungan pati yang tinggi ditemukan pada ovary, stile dan stigma, sedangkan pada pistil dan stamen dari bunga non-hermaprodit tidak ditemukan. Data ini menjelaskan adanya hubungan yang erat antara perkembangan pistil dengan kandungan pati. Bunga hermaprodit merupakan sink yang lebih kuat dibanding bunga betina sehingga dapat menarik pati lebih banyak dibanding bunga betina. Pada tanaman jarak pagar belum diketahui faktor penyebab bunga hermaprodit lebih mampu berkembang menjadi buah dibandingkan bunga betina tetapi dapat dianalogkan terjadi hal yang hampir sama dengan tanaman olive oil tersebut.

197 158

198 159 Curah hujan /Rain (mm) Gambar 23. Keragaan infloresen total per tanaman ( ) dan bunga hermaprodit per tanaman ( ) 8 genotipe tri-monoecious selama periode pertumbuhan dan kondisi curah hujan ( ) tahun Figure 23. Inflorescences ( ) and hermaphrodite per plant ( ) performance of 8 tri-monoecious genotypes during growth period and rain ( ) condition. Stabilitas sifat hermaprodit pada populasi klonal Semua setek yang berasal dari delapan induk tri-monoecious dan ditanam pada periode menghasilkan bunga hermaprodit, tetapi pada setek yang ditanam pada periode , hanya 3 dari 8 progeni yang menghasilkan bunga hermaprodit, yaitu SP 8-3, IP 1M-2 dan PT 33-1 (Tabel 55). Adanya perbedaan stabilitas data pada dua periode pengamatan yang berbeda dapat disebabkan oleh dua hal yaitu (1) perbedaan periode pengamatan dan (2) pengaruh lingkungan. Pengamatan pada tanaman setek yang ditanam pada musim tanam tahun dilakukan selama satu tahun pertumbuhan tanaman, sedangkan pengamatan pada tanaman setek yang ditanam pada musim tanam tahun hanya dilakukan selama 6 bulan pertumbuhan tanaman. Hasil pengamatan pada musim tanam tahun menunjukkan tiga genotipe

199 160 yaitu SP 8-3, IP 1M-2 dan PT 33-1 menghasilkan bunga hermaprodit sejak awal pertumbuhan tanaman, yaitu pada umur 1-6 bulan, sedangkan 5 genotipe lainnya yaitu SP 16-1, SP 16-2, SP 16-3, SP 8-2 dan menghasilkan bunga hermaprodit setelah tanaman berumur 6 bulan (Tabel 55). Hal ini diduga menyebabkan evaluasi yang dilakukan pada musim tanam tahun saat tanaman berumur 1-6 bulan tidak menemukan adanya bunga hermaprodit pada 5 progeni lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh diduga sifat hermaprodit tidak saja dipengaruhi oleh faktor genetik, tetapi juga oleh faktor umur tanaman dan faktor lingkungan diantaranya curah hujan. Roy (2000) melaporkan bahwa ekspresi gen-gen tunggal yang mengendalikan pembentukan gamet sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Adanya pengaruh luar terhadap kemunculan bunga hermaprodit telah diteliti oleh Pan dan Xu (2010) yang melakukan penelitian pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh benzyladenin terhadap pembungaan jarak pagar. Hasil penelitian mereka menunjukkan pemberian benzyladenin 160 mg/l BA dapat meningkatkan jumlah bunga betina dan merangsang munculnya bunga hermaprodit pada tanaman jarak pagar. Diduga hal ini disebabkan peran positif dari sitokinin yang mengatur aktivitas meristem infloresen. Kemunculan bunga hermaprodit pada tanaman jarak pagar diduga sebagai akibat terjadinya perubahan baik di dalam maupun di luar tanaman sehingga merangsang ekspresi gen pengendali sifat hermaprodit. Penelitian lain yang hampir sama pada tanaman Momordica cochinchinensis Spreng menunjukkan kemunculan bunga hermaprodit dapat dirangsang dengan pemberian perak nitrat (AgNO 3 ) (Sanwal et al. 2010). Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, kemunculan bunga hermaprodit dapat dirangsang dengan memanipulasi lingkungan melalui pemberian zat perangsang yang sesuai dengan kebutuhan tanaman untuk menghasilkan tanaman hermaprodit. Penggunaan senyawa kimia untuk merangsang kemunculan bunga hermaprodit pada tanaman jarak pagar belum banyak dilaporkan. Perlu studi lebih lanjut untuk mempelajari senyawa kimia yang dapat merangsang munculnya bunga hermaprodit.

200 Tabel 55. Tipe bunga pada pohon induk dan setek yang berasal dari pohon induk tri-monoecious Table 55. Flower types of tri-monoecious mother plants and their clones 161 Genotipe Genotypes SP 8 3 Tipe bunga pohon induk Flower type of mother plants hermaprodit, jantan dan betina Tipe bunga setek periode Flower type of clones during hermaprodit, jantan dan betina Tipe bunga setek periode Flower type of clones during hermaprodit, jantan dan betina SP 16 3 hermaprodit, jantan dan betina hermaprodit, jantan dan betina jantan dan betina IP-1M 2 hermaprodit, jantan dan betina hermaprodit, jantan dan betina hermaprodit, jantan dan betina SP 8 2 hermaprodit, jantan dan betina hermaprodit, jantan dan betina jantan dan betina SP 16 2 hermaprodit, jantan dan betina hermaprodit, jantan dan betina jantan dan betina hermaprodit, jantan dan betina hermaprodit, jantan dan betina jantan dan betina PT 33 1 hermaprodit, jantan dan betina hermaprodit, jantan dan betina hermaprodit, jantan dan betina SP 16 1 hermaprodit, jantan dan betina hermaprodit, jantan dan betina jantan dan betina Pewarisan Sifat Hermaprodit dan Hubungannya dengan Daya Hasil pada Populasi F1 Pengamatan terhadap tanaman F1 menunjukkan, semua kombinasi persilangan dengan SP 16-2 yang merupakan jarak pagar tri-monoecious baik sebagai tetua jantan maupun sebagai tetua betina menghasilkan progeni trimonoecious (Tabel 56), demikian juga tanaman yang berasal dari hasil penyerbukan sendiri SP 16-2 menghasilkan progeni tri-monoecious. Hal ini memperkuat dugaan awal yang menunjukkan, sifat hermaprodit dipengaruhi oleh faktor genetik, dan diwariskan kepada keturunannya oleh kedua tetua, jantan

201 162 maupun betina. Tidak ada pengaruh maternal pada pewarisan ini. Tanaman F1 yang dihasilkan juga bersifat tri-monoecious yang menghasilkan bunga hermaprodit, bunga jantan dan bunga betina pada satu infloresen yang sama. Pewarisan bunga hermaprodit pada tanaman jarak pagar juga dilaporkan oleh Asbani (2009), yang melakukan penelitian interspesific antara J. curcas X J. integrima. Hasil penelitiannya menunjukkan persilangan interspesifik antara jarak pagar andro-monoecious dengan Jatropha integerrima uniseksual menghasilkan keturunan tri-monoecious yakni menghasilkan bunga jantan, betina, dan hermaprodit. Kemampuan untuk menghasilkan bunga hermafrodit menunjukkan bahwa sifat ini diturunkan dari sifat jarak pagar. Meskipun diwariskan kepada progeninya, pengamatan selama 2 bulan yaitu periode Januari sampai dengan Februari 2010, menunjukkan bunga hermaprodit hanya teridentifikasi pada beberapa progeni. Persentase progeni yang teridentifikasi mewarisi sifat hermaprodit bervariasi antar persilangan. Pada persilangan dimana tetua tri-monoecious sebagai tetua betina dan tetua monoecious sebagai tetua jantan, persentase progeni yang mewarisi sifat hermaprodit berkisar dari %, sedangkan pada persilangan tetua trimonoecious sebagai tetua jantan dan tetua monoecious sebagai tetua betina berkisar %. Sementara itu penyerbukan sendiri pada tetua tri-monoecious menghasilkan 25 % progeni yang mewarisi sifat hermaprodit (Tabel 56). Beberapa hal diduga menjadi penyebabnya. Dugaan pertama adalah sifat hermaprodit yang diamati hanya dalam periode 2 bulan tidak teramati pada semua progeni karena pada saat pengamatan bunga, kondisi lingkungan tidak mendukung dihasilkannya bunga hermaprodit. Dugaan kedua adalah sifat hermaprodit dikendalikan oleh gen sederhana, monogenik atau oligogenik yang bersifat dominan dan tetua tri-monoecious dalam kondisi heterosigot. Simulasi yang disajikan pada Gambar 24 menunjukkan dugaan gen pengendali sifat hermaprodit. Secara teoritis, persilangan tetua tri-monoecious yang membawa gen hermaprodit (Mm) dengan tetua monoecious yang tidak membawa gen hermaprodit (mm) akan menghasilkan progeni Mm dan mm dengan perbandingan 1 : 1. Individu dengan genotipe Mm akan menghasilkan bunga hermaprodit sedangkan genotipe mm akan menghasilkan bunga betina.

202 163 Berdasarkan data yang ditunjukkan pada Tabel 55, hasil persilangan antara tetua tri-monoecious dengan tetua monoecious menghasilkan progeni dengan bunga hermaprodit (tri-monoecious) dan tanpa bunga hermaprodit (monoecious) dengan perbandingan yang pada umumnya hampir mendekati perbandingan 1 : 1. Adanya sejumlah data yang tidak sesuai dengan perbandingan 1 : 1 yang diperoleh dapat disebabkan populasi yang diamati terlalu sedikit atau waktu pengamatan terlalu singkat sehingga kemunculan bunga hermaprodit tidak teramati. Pengamatan bunga hermaprodit pada tanaman F1 hanya dilakukan selama periode lebih kurang 4 bulan, sehingga besar kemungkinan kemunculan bunga hermaprodit tidak terdeteksi. Meskipun demikian, hasil pengamatan menunjukkan secara umum data ini mendukung dugaan sifat hermaprodit dikendalikan oleh gen dominan dan tetua tri-monoecious dalam kondisi heterosigot. Dugaan gen pengendali sifat hermaprodit adalah gen sederhana didukung oleh laporan Roy (2000) yang melaporkan gen yang mengendalikan jenis kelamin atau sex pada sejumlah tanaman adalah gen tunggal dan pada setiap tanaman berbeda-beda. Secara umum, pada tanaman monoecious, sel yang sama dapat menghasilkan gamet jantan dan betina sekaligus. Pada tanaman jagung, gen yang mengendalikan kemunculan bunga jantan adalah gen ts yang pada kondisi homosigot (tsts) akan menghasilkan pistil, sedangkan gen yang mengendalikan kemunculan bunga betina adalah gen sk yang pada kondisi homosigot (sksk) akan menghasilkan staminat. Gen ts bersifat epistasis terhadap gen sk. Pada tanaman papaya, jenis kelamin dikendalikan oleh satu lokus dengan 3 alel yaitu M1, M2 dan m. Individu dengan genotipe M2m adalah jantan, mm adalah betina dan M1m adalah hermaprodit. M1M1, M2M2 dan M1M2 bersifat letal sehingga tidak dijumpai pada progeni. Dilaporkan pula bahwa ekspresi gen pengendali jenis kelamin sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti fotoperiode, suhu dan lain sebagainya. Pada tanaman jarak pagar belum diketahui secara pasti gen yang mengendalikan jenis kelamin termasuk hermaprodit. Meskipun demikian, data yang diperoleh dari hasil evaluasi menunjukkan adanya periode dimana tanaman jarak pagar mengekspresikan jenis kelamin betina dan adakalanya hermaprodit. Ekspresi ini dipengaruhi oleh umur tanaman dan kondisi lingkungan.

203 164 Tabel 56. Table 56. Jumlah bunga hermaprodit pada populasi S1 hasil penyerbukan sendiri tetua tri-monoecious (SP 16-2) dan F1 hasil penyerbukan silang antara tetua tri-monoecious dengan tetua monoecious. Number of hermaphrodite flowers of S1 progenies of selfing trimonoecious parent (SP16-2) and F1 progenies of crossing among tri-monoecious by monoecious parents. Tetua Betina Female parent tri-monoecious SP 16-2 Tri-monoecious SP 16-2 Tetua Jantan Male parent (selfing) Jumlah populasi yang di evaluasi No. of evaluated population Jumlah tanaman dengan bunga hermaprodit No. of hermaphrodit e plants Jumlah individu tanpa bunga hermaprodit No. of non hermaphrodi te plants SP Monoecious SP 16-2 HS SP 16-2 IP 1A SP 16-2 PT SP 16-2 PT SP SP 16-2 PT SP 16-2 PT SP 16-2 Sulsel Monoecious tri-monoecious SP HS 49-2 SP IP 1A-2 SP PT 13-2 SP PT 33-2 SP SP PT 15-1 SP PT 14-1 SP Sulsel 8 SP

204 165 P1 X P2 mm Mm Monoecious Tri-monoecious (Betina) (Hermaprodit) Mm Tri-monoecious (Hermaprodit) mm Monoecious (Betina) 1 : 1 P1 X P2 Mm Tri-monoecious (Hermaprodit) mm Monoecious (Betina) Mm Tri-monoecious (Hermaprodit) mm Monoecious (Betina) 1 : 1 Gambar 24. Figure 24. Dugaan gen pengendali sifat hermaprodit pada tanaman jarak pagar Estimation of controlled gene of hermaphrodite character on physic nut

205 166 Persilangan genotipe tri-monoecious dengan monoecious menghasilkan progeni yang memiliki daya hasil bervariasi tergantung oleh daya hasil tetua yang disilangkan. Persilangan dengan tetua tri-monoecious yang berdaya hasil sedang ( buah per tanaman) seperti tetua SP 16-2 ternyata tidak dapat menghasilkan progeni yang berdaya hasil tinggi tetapi menghasilkan progeni yang memiliki daya hasil yang berada di antara kedua tetuanya atau lebih rendah dari kedua tetuanya. Persilangan tetua tri-monoecious berdaya hasil sedang sebagai tetua betina dengan tetua jantan monoecious yang berdaya hasil rendah, sedang ataupun tinggi menghasilkan progeni dengan rataan daya hasil rendah dan sedang. Persilangan tetua betina monoecious yang berdaya hasil rendah, sedang ataupun tinggi dengan tetua jantan tri-monoecious yang berdaya hasil sedang menghasilkan progeni dengan rataan hasil rendah dan sedang (Tabel 57). Berdasarkan persilangan yang dilakukan terlihat rataan daya hasil (jumlah buah per tanaman) populasi F1 yang dihasilkan dari persilangan tanaman trimonoecious x monoecious dan monoecious x monecious tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Yang lebih menentukan daya hasil populasi F1 adalah daya hasil kedua tetua yang digunakan. Dari sisi pemuliaan tanaman, menurunnya sifat hermaprodit ini dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan tanaman tri-monoecious yang berpotensi produksi tinggi. Data yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan keberhasilan infloresen dengan bunga hermaprodit untuk menghasilkan buah lebih tinggi dibandingkan infloresen dengan bunga betina. Disamping itu tanaman jarak pagar tri-monoecious cenderung menghasilkan genotipe homosigot terutama bila proses penyerbukan terjadi pada saat bunga belum membuka. Genotipe yang homosigot akan menghasilkan populasi yang homogen. Dengan menyilangkan tanaman tri-monoecious dengan tanaman yang berpotensi produksi tinggi, diharapkan dapat dihasilkan tanaman-tanaman baru yang mewarisi potensi produksi tinggi sekaligus bersifat hermaprodit. Bila yang digunakan adalah tanaman tri-monoecious berdaya hasil tinggi, dapat diduga progeni yang dihasilkan akan memiliki daya hasil tinggi sekaligus mewarisi sifat hermaprodit. Informasi ini merupakan tantangan bagi para pemulia tanaman jarak pagar untuk dapat merakit varietas unggul yang memiliki karakter sesuai yang diinginkan.

206 167 Tabel 57. Rataan jumlah infloresen, jumlah tandan buah dan jumlah buah per tanaman pada F1 hasil persilangan antara tetua tri-monoecious berdaya hasil sedang (SP 16-2) dengan tetua monoecious berdaya hasil rendah (R), sedang (S) dan tinggi (T). Table 27. Averages of inflorescences, bunches and fruits number of F1 progenies derived from crossing among medium yield tri-monoecious parent (SP 16-2) by low, medium and high yield monoecious parents. Tetua Betina Female parent Tetua Jantan Male parent Jumlah infloresen No of inflorescences Jumlah tandan buah No of bunches Jumah buah No of fruits tri-monoecious SP 16-2 S (selfing) SP 16-2 S R tri-monoecious monoecious SP 16-2 S R R SP 16-2 S HS 49-2 T R SP 16-2 S IP 1A-2 S R SP 16-2 S PT 13-2 S R SP 16-2 S PT 33-2 S R SP 16-2 S T S SP 16-2 S PT 15-1 T R SP 16-2 S PT 14-1 S R SP 16-2 S Sulsel 8 S S monoecious tri-monoecious R SP 16-2 S R HS 49-2 T SP 16-2 S S IP 1A-2 S SP 16-2 S S PT 13-2 S SP 16-2 S S PT 33-2 S SP 16-2 S S T SP 16-2 S S PT 15-1 T SP 16-2 S S PT 14-1 S SP 16-2 S S Sulsel 8 S SP 16-2 S S monoecious monoecious R HS 49-2 T R HS 49-2 T IP 1A-2 S S IP 1A-2 S PT 13-2 S S PT 13-2 S PT 33-2 S S PT 33-2 S T S T PT 15-1 T S PT 15-1 T PT 14-1 S S PT 14-1 S Sulsel 8 S R Sulsel 8 S R R

207 168 Simpulan Kemunculan bunga hermaprodit dipengaruhi oleh faktor genetik, umur tanaman dan kondisi lingkungan. Delapan dari 60 genotipe yang dievaluasi merupakan tanaman tri-monoecious yang menghasilkan bunga jantan, bunga betina dan bunga hermaprodit sedangkan 52 lainnya adalah tanaman monoecious yang hanya menghasilkan bunga jantan dan bunga betina. Karakter yang dimiliki oleh 8 genotipe tri-monecious yang dievaluasi adalah berumur relatif dalam dengan kisaran umur hari dan berdaya hasil rendah sampai sedang dengan kisaran jumlah buah Kemunculan bunga hermaprodit tidak terjadi sepanjang tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada tanaman berumur lebih dari 6 bulan. Persentase bunga hermaprodit tergantung genotipe, berkisar 7 83 % dari total bunga yang dihasilkan. Fruitset pada infloresen dengan bunga hermaprodit lebih tinggi dibandingkan infloresen tanpa bunga hermaprodit dengan rataan sebesar 80 % dan kisaran % dan sebesar 50 % dan kisaran % pada infloresen tanpa bunga hermaprodit. Pewarisan sifat hermaprodit dapat diturunkan melalui tetua betina maupun tetua jantan. Gen pengendali sifat hermaprodit diduga merupakan gen dominan yang ekspresinya tergantung faktor lingkungan. Daftar Pustaka Asbani N Jarak pagar andromonoecious. Infotek Perkebunan Vol 1(6): 23. Dehgan B, Webster GL Morphology and infrageneric relationships of the genus Jatropha (Euphorbiaceae). Botany 74. Univ of California Pub. 81 p. Hartati RS Jarak pagar hermaprodit, interaksi faktor genetik dan lingkungan. Info Perkebunan 1(1):2 Heller, J Physic Nut, Jatropha curcas L. Promoting The Conservation And Use Of Under Utilized And Neglected Crops. Internat Plant Gen Res Ins. Rome. 54 p. Lloyd DG, Yates JMA Intrasexual selection and the segregation of pollen and stigmas in hermaphrodite plants, exemplied by Wahlenbergia albomarginata (Campanulaceae). Evol 36:

208 169 Pan Bang-Zhen, Zeng-Fu Xu Benzyladenine treatment significantly increases the seed yield of the biofuel plant Jatropha curcas. J Plant Growth Regul. DOI /s Springerlink.com. Reale L et al Morphological and cytological development and starch accumulation in hermaphrodite and staminate flowers of olive (Olea europaea L.). Sex Plant Reprod 22: Roy D Plant Breeding: Analysis and Exploitation of Variation. Narosa Pub House. New Delhi. 701 p. Sanwal SK, Kozak M, Kumar S, Singh B, Deka BC Yield improvement through female homosexual hybrids and sex genetics of sweet gourd (Momordica cochinchinensis Spreng.). Acta Physiol Plant. DOI /s Springerlink.com. Wijaya A, Susantidiana, Harun MU, Hawalid H Flower characteristics and the yield of Jatropha (Jatropha curcas L.) accessions. Hayati J of Biosci 16 (4):

209 170

210 171 PEMBAHASAN UMUM Berbagai laporan dari para peneliti menyebutkan jarak pagar memiliki keragaman genetik yang relatif sempit, diantaranya yang dikemukakan oleh Basha dan Sujatha (2007) dan Basha et al. (2009) sehingga peluang pemuliaan tanaman untuk menyusun program pemuliaan jarak pagar cenderung kecil. Meskipun demikian, informasi yang diperoleh dari evaluasi genetik pada penelitian ini memberi peluang bagi para pemulia untuk menyusun strategi pemuliaan jarak pagar di Indonesia. Berdasarkan sejumlah pengamatan di lapangan, untuk mendukung pengembangan tanaman jarak pagar, dibutuhkan tanaman yang memiliki tipe ideal (ideotype) yang mampu menghasilkan buah dan biji yang cukup banyak sehingga tanaman jarak pagar menarik dan memberi keuntungan untuk dikembangkan. Hasil pengamatan menunjukkan tanaman jarak pagar yang memiliki jumlah buah yang sangat banyak cenderung mudah rebah karena batang dan cabang tidak kuat menopang bobot buah yang dihasilkan. Pada umumnya tanaman yang terlalu cepat berbunga dan berbuah sering mengalami patah cabang, disamping itu tanaman lebih cepat mengalami kelelahan fisiologi. Tanaman yang terlalu tinggi juga menyulitkan proses panen buah yang dilakukan secara manual. Kemasakan buah yang tidak serempak menyulitkan proses panen karena membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar. Berdasarkan sejumlah pengamatan tersebut, ideotype jarak pagar yang baik adalah memiliki fisik yang kokoh agar tanaman dapat menopang produksi buah yang banyak. Fisik tanaman yang kokoh harus memiliki lingkar batang yang relatif besar, batang yang cukup tinggi tetapi masih cukup rendah untuk dapat dipanen secara manual, percabangan yang cukup banyak dan tidak mudah patah, kanopi tanaman yang cukup lebar sehingga dapat menampung sejumlah daun untuk mendukung proses fotosintesis yang optimal. Umur mulai berbunga tidak terlalu lambat tetapi juga tidak terlalu cepat sehingga tanaman telah cukup membentuk source untuk memenuhi kebutuhan sink yang banyak. Buah pada setiap infloresen masak serempak sehingga memudahkan dan mempercepat proses panen. Ideotype jarak pagar yang diinginkan akan dapat dipenuhi bila ada keragaman pada materi genetik yang dimiliki serta diketahui

211 172 informasi potensi genetik. Keragaman yang tinggi akan membuka peluang untuk menghasilkan ideotype jarak pagar yang dikehendaki. Evaluasi morfologi yang dilakukan pada 60 genotipe jarak pagar hasil eksplorasi di berbagai wilayah di Indonesia yang dilanjutkan dengan evaluasi keragaman karakter genetik pada 10 genotipe terpilih menunjukkan adanya keragaman pada karakter morfologi yang meliputi tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, jumlah cabang total, jumlah cabang produktif, umur mulai berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan, jumlah buah dan kadar minyak biji. Beberapa karakter memiliki nilai koefisien keragaman (KK) yang cukup tinggi mencapai lebih dari 20 % yaitu karakter jumlah cabang, umur berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman. Melalui percobaan berulangan (replicated trial) diketahui, berdasarkan kriteria Pinaria et al. (1995), karakter jumlah cabang, umur berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan dan jumlah buah per tanaman juga memiliki nilai ragam genetik yang tinggi dimana 2 g > 2 2g, dan heritabilitas dalam arti luas yang tinggi (h 2 bs 50). Hal ini mendukung hasil evaluasi 60 genotipe yang menunjukkan tanaman jarak pagar di Indonesia memiliki variasi pada karakter morfologi yang cukup tinggi. Adanya variasi pada karakter-karakter yang dievaluasi pada tanaman jarak pagar dilaporkan oleh sejumlah peneliti seperti yang dikemukakan Heller (1996), Makkar et al. (1997), dan Kaushik et al. (2007). Adanya variasi pada karakter morfologi juga dilaporkan oleh Ginwal et al. (2004) yang melaporkan adanya variasi pada karakter tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang, dan indeks luas daun. Subramanyam et al. (2009) melaporkan adanya variasi pada 40 genotipe jarak pagar yang berasal dari berbagai daerah di India yang ditunjukkan oleh sebaran skala koefisien kemiripan 0 1 berdasarkan koefisien Jaccard. Gohil dan Pandya (2008) melaporkan adanya variasi pada 9 genotipe jarak pagar yang dievaluasi yang ditunjukkan oleh pengelompokan genotipe-genotipe tersebut ke dalam 5 kluster. Dari evaluasi morfologi dan daya hasil yang dilakukan teridentifikasi HS 49-1 dan HS 49-2 yang berpotensi produksi tinggi, cepat berbunga, berbuah sepanjang tahun, pohon tidak terlalu tinggi tetapi memiliki fisik yang kurang kokoh. Sementara itu terindentifikasi pula PT 14-1, MT 7-3, dan yang

212 173 berpotensi produksi tinggi, relatif lebih lambat berbunga, tidak terlalu tinggi dan memiliki fisik yang kokoh. Kelimanya menunjukkan kemampuan berproduksi yang cukup baik pada kondisi curah hujan tinggi pada periode 2007/2008 maupun curah hujan rendah pada periode Meskipun kelima genotipe belum memiliki semua kriteria pada ideotype jarak pagar, sejumlah karakter telah memenuhi karakter yang dibutuhkan sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai materi genetik dalam perakitan varietas ideotype. Adanya informasi keragaman karakter pada 60 genotipe yang dievaluasi juga membuka harapan bagi para pemulia untuk mengeksplorasi potensi genetik materi plasma nutfah lainnya untuk mengidentifikasi genotipe-genotipe yang berpotensi hasil lebih tinggi. Sejumlah hasil penelitian yang telah dilakukan di beberapa negara juga melaporkan hasil yang hampir sama diantaranya yang dilaporkan oleh Mohapatra dan Panda (2010) di India. Untuk mempercepat proses seleksi, dapat dilakukan dengan memanfaatkan sejumlah karakter yang berkorelasi dengan komponen hasil. Jumlah buah yang merupakan salah satu komponen daya hasil tanaman jarak pagar ditemukan berkorelasi positif dengan sejumlah karakter yang dapat diamati lebih dini, diantaranya adalah karakter jumlah cabang total. Sementara itu umur berbunga yang berkorelasi negatif dengan jumlah buah dapat dimanfaatkan lebih dini untuk menyeleksi genotipe yang berpotensi hasil tinggi. Jarak pagar yang relatif lebih cepat berbunga dengan jumlah cabang yang banyak merupakan salah satu indikator genotipe yang berdaya hasil tinggi dan merupakan salah satu ideotype tanaman. Meskipun sejumlah hasil penelitian terdahulu telah melaporkan sempitnya keragaman genetik pada populasi jarak pagar yang ada di Indonesia, keragaman genetik yang sempit ini dapat diantisipasi dengan meningkatkan keragaman genetik melalui kegiatan persilangan. Persilangan merupakan salah satu metode dalam pemuliaan tanaman untuk memperluas keragaman genetik sehingga dapat dilakukan seleksi terhadap genotipe-genotipe yang superior (Inamullah et al. 2006). Tetua yang dipilih adalah tetua yang telah diketahui potensi genetik dan daya gabungnya. Informasi genetik dan daya gabung dapat diketahui melalui analisis dialel. Meskipun analisis dialel mensyaratkan penggunaan tetua yang

213 174 homosigot, dengan dasar teori yang dikemukakan Dickinson dan Jinks (1956), pendekatan dialel tetap dipilih pada penelitian ini. Salah satu kelemahan pemanfaatan tetua heterosigot dalam persilangan dialel adalah kemungkinan bias pada analisis yang dihasilkan. Walaupun demikian, dengan penyempurnaan disana-sini, informasi yang didapat dari penelitian ini diharapkan tetap bermanfaat dan dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun program pemuliaan jarak pagar ke depan. Dari evaluasi daya gabung pada penelitian ini diketahui ada tetua yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai tetua-tetua penyusun varietas sintetik karena merupakan penggabung yang baik pada sejumlah karakter penting diantaranya umur mulai berbunga, jumlah cabang, jumlah infloresen, jumlah tandan, dan jumlah buah. Berdasarkan pendugaan keragaman genetik pada penelitian 2 diketahui karakter umur mulai berbunga yang memiliki koefisien keragaman genetik (KKG) agak luas, ragam genetik luas ( 2 g > 2 2g ) dan heritabilitas dalam arti luas yang tinggi (h 2 bs 50) merupakan karakter yang dapat dimanfaatkan dalam proses seleksi. Hasil penelitian menunjukkan, tetua 8 (PT 15-1) memiliki DGU tinggi pada karakter umur mulai berbunga. Semua persilangan dengan tetua 8 menghasilkan progeni yang berbunga lebih cepat. Dengan demikian, tetua 8 berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai donor untuk menghasilkan hibrida yang lebih cepat berbunga dan berproduksi. Program pemuliaan untuk menghasilkan jarak pagar ideotype dapat dilakukan dengan memilih tetua yang memiliki daya gabung yang baik pada karakter umur mulai berbunga sekaligus berdaya hasil tinggi. Tetua 7 (3012-1) dan 8 (PT 15-1) yang merupakan tetua berdaya hasil tinggi merupakan penggabung yang sangat baik untuk karakter umur mulai berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah infloresen, jumlah tandan, dan jumlah buah yang merupakan komponen hasil. Diketahui pula ada tetua yang harus dihindarkan karena merupakan penggabung yang kurang baik untuk karakter umur mulai berbunga dan jumlah buah yaitu tetua 1 (575-3) yang berdaya hasil rendah (< 200 buah per tanaman) dan lebih lambat berbunga (mulai berbunga pada umur > 100 hari). Tetua ini merupakan penggabung yang sangat baik untuk karakter lingkar batang, tetapi merupakan penggabung yang buruk untuk karakter

214 175 lainnya terutama komponen hasil. Dengan mengetahui informasi daya gabung sejumlah tetua potensial, dapat disusun suatu rencana pemuliaan jarak pagar untuk merakit suatu varietas ideotype jarak pagar yang memiliki karakter sesuai yang diinginkan. Pendugaan daya gabung seperti yang dilakukan pada penelitian ini dapat diterapkan pada materi genetik lainnya untuk memilih tetua berpotensi yang akan dimanfaatkan dalam program perakitan varietas ideotype jarak pagar. Adanya daya gabung khusus yang baik pada suatu kombinasi persilangan juga merupakan informasi yang cukup baik untuk program pemuliaan tanaman jarak pagar. Kombinasi persilangan yang baik merupakan potensi untuk merakit hibrida jarak pagar. Pada penelitian ini tidak diperoleh kombinasi persilangan dengan nilai heterosis dan atau heterobeltiosis yang tinggi. Hal ini diduga terkait dengan penggunaan tetua yang tidak homosigot. Berdasarkan teori dominan lebih yang dikemukan Hull (1954) dalam Chahal dan Gosal (2006) disebutkan individu dengan kondisi heterosigot lebih superior dibandingkan kondisi homosigotnya baik homosigot dominan maupun resesif. Karena dalam penelitian ini tetua yang digunakan heterosigot, maka kombinasi persilangan yang dihasilkan memiliki susunan genetik yang tidak terlalu berbeda dibandingkan kedua tetuanya sehingga pengaruh heterosis yang dihasilkan secara umum juga tidak maksimal. Meskipun kombinasi persilangan yang memiliki daya gabung khusus terbaik pada penelitian ini tidak menghasilkan populasi dengan jumlah buah yang cukup tinggi, adanya beberapa individu hasil persilangan tetua berdaya hasil tinggi x tinggi dan tinggi x sedang yang memiliki daya hasil sangat tinggi (> 600 buah per tanaman) merupakan suatu informasi yang cukup penting karena dengan menyilangkan tetua-tetua yang berdaya hasil tinggi, akan dihasilkan sejumlah individu yang berdaya hasil sangat tinggi. Selanjutnya individu tersebut dapat diperbanyak secara klonal karena salah satu kelebihan pada tanaman jarak pagar adalah kemampuannya untuk diperbanyak secara klonal. Dengan demikian, bila ditemukan individu superior, perbanyakan klonal memungkinkan dalam menghasilkan populasi homogen yang berdaya hasil sangat tinggi. Alternatif lainnya adalah memperbanyak kedua tetua yang memiliki DGK relatif tinggi secara klonal, kemudian disilangkan secara manual untuk menghasilkan benih hibrida. Model pendugaan daya gabung khusus seperti yang dilakukan pada

215 176 penelitian ini dapat diterapkan pada materi genetik lainnya untuk mendapatkan kombinasi persilangan yang memiliki daya hasil tinggi. Berdasarkan evaluasi genetik diketahui bahwa salah satu komponen daya hasil pada tanaman jarak pagar yaitu jumlah buah per tanaman memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi. Hasil evaluasi juga menunjukkan persilangan antar tetua yang memiliki daya hasil berbeda dapat mengakibatkan dihasilkannya progeni yang memiliki daya hasil lebih rendah dari tetua terbaiknya. Progeni yang dihasilkan akan mewarisi potensi menghasilkan buah dari kedua tetuanya. Bila salah satu tetua memiliki daya hasil rendah, maka progeni yang dihasilkan juga akan mewarisi sifat tersebut. Gen-gen aditif yang lebih dominan pada karakter jumlah buah per tanaman mengakibatkan karakter yang muncul pada progeni yang dihasilkan merupakan resultan atau penjumlahan ekspresi kedua tetuanya. Informasi ini sebaiknya dimanfaatkan dalam program perbanyakan benih jarak pagar terutama pada populasi komposit IP. Untuk mencegah dihasilkannya progeni yang berdaya hasil lebih rendah dari populasi asalnya, individu-individu yang berdaya hasil rendah harus dipisahkan dari populasi yang berdaya hasil tinggi. Adanya sejumlah genotipe jarak pagar yang tidak mengalami inbreeding depression pada S1 (keturunan pertama dari hasil penyerbukan sendiri/selfing) merupakan fenomena yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan populasi jarak pagar yang lebih homogen dan berdaya hasil tinggi. Hal ini terkait dengan peluang pada tanaman jarak pagar mengalami penyerbukan sendiri (geitonogamy). Bila penyerbukan sendiri terjadi pada genotipe yang berdaya hasil tinggi, maka sampai batas generasi tertentu, sebagian berpeluang memiliki daya hasil tinggi. Pada penelitian ini, evaluasi hanya dilakukan pada S1. Untuk mengetahui seberapa besar inbreeding depression terjadi pada tanaman jarak pagar, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut hingga beberapa generasi. Sementara itu adanya inbreeding depression pada karakter umur mulai berbunga pada sejumlah genotipe yang hasil penyerbukan sendiri mengakibatkan progeni yang dihasilkan lebih cepat berbunga. Tetua yang mengalami inbreeding depression pada karakter umur mulai berbunga dan outbreeding depression pada karakter jumlah buah per tanaman dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan progeni dari

216 177 hasil penyerbukan sendiri karena akan menghasilkan progeni yang lebih cepat berbunga dan menghasilkan buah lebih banyak dibanding bila disilangkan dengan genotipe lain. Sifat hermaprodit juga dapat dimanfaatkan untuk merakit varietas berdaya hasil tinggi. Hasil penelitian menunjukkan sifat hermaprodit dapat diwariskan kepada progeninya. Data yang diperoleh juga menunjukkan keberhasilan infloresen yang memiliki bunga hermaprodit untuk menghasilkan buah (fruit set) lebih tinggi dibandingkan infloresen dengan bunga non-hermaprodit. Meskipun pada penelitian ini yang digunakan adalah tetua tri-monoecious yang berdaya hasil sedang, berdasarkan hasil evaluasi daya gabung dan penelitian penurunan daya hasil pada progeni F1, maka dengan menyilangkan tetua tri-monoecious berdaya hasil tinggi dengan tetua monoecious berdaya hasil tinggi yang memiliki daya gabung yang baik, akan dihasilkan progeni-progeni berdaya hasil tinggi yang memiliki sifat hermaprodit Bila populasi ini dipertahankan dan diisolasi dari genotipe yang berdaya hasil rendah, maka dapat diharapkan akan dihasilkan populasi tanaman jarak pagar tri-monoecious yang berdaya hasil tinggi.

217 178

218 179 SIMPULAN UMUM Adanya variasi morfologi dan ragam genetik pada karakter daya hasil dan karakter penting lainnya pada tanaman jarak pagar yang dievaluasi yang meliputi karakter tinggi tanaman, lingkar batang, lebar kanopi, percabangan, umur mulai berbunga, jumlah infloresen dan jumlah tandan buah per tanaman dapat dimanfaatkan dalam proses perbaikan bahan tanaman untuk menghasilkan ideotype jarak pagar. Upaya untuk merakit varietas jarak pagar berdaya hasil tinggi dan memiliki karakter morfologi sesuai ideotype jarak pagar dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu (1) membentuk varietas sintetik atau komposit dengan menggunakan tetua yang berdaya hasil tinggi dan memiliki daya gabung yang baik pada karakter-karakter penting yaitu tidak terlalu tinggi ( cm), umur mulai berbunga lebih cepat (< 100 hari), lingkar batang lebih besar, jumlah cabang, jumlah infloresen, jumlah tandan, dan jumlah buah yang lebih banyak, (2) membentuk varietas hibrida dengan menggunakan tetua yang memiliki daya gabung khusus pada karakter jumlah buah, (3) membentuk populasi dari hasil penyerbukan sendiri tetua terpilih yang berdaya hasil tinggi yang tidak mengalami inbreeding depression hingga generasi tertentu, dan (4) membentuk populasi tri-monoecious menggunakan tetua monoecious berdaya hasil tinggi dengan tetua tri-monoecious berdaya hasil tinggi dan memiliki DGU dan DGK tinggi.

219 180

220 181 SARAN Dalam kegiatan pemuliaan tanaman untuk menghasilkan ideotype jarak pagar, proses seleksi harus dilakukan sangat hati-hati. Genotipe potensial yang berdaya hasil tinggi tetapi relatif lebih lambat berproduksi dapat tereliminasi dari populasi bila proses seleksi dilakukan dengan memilih genotipe yang relatif lebih cepat berproduksi. Pemilihan genotipe potensial sebaiknya juga mempertimbangkan karakter-karakter penting pada tanaman jarak pagar. Penggunaan seleksi massa positif relatif lebih aman untuk diterapkan untuk menghindarkan terbuangnya genotipe potensial. Studi genetik jarak pagar perlu dilanjutkan untuk menggali berbagai informasi genetik lainnya baik yang terkait dengan daya hasil tanaman maupun berbagai karakter-karakter penting lainnya seperti karakter buah masak serempak, karakter ketahanan terhadap cekaman biotik maupun abiotik. Disamping berdaya hasil tinggi, varietas jarak pagar yang diharapkan adalah yang memiliki infloresen yang berbunga serempak dan buah masak serempak, memiliki ketahanan terhadap cekaman lingkungan karena hasil observasi di lapangan menunjukkan tanaman jarak pagar yang berdaya hasil tinggi ternyata sangat rentan terhadap gangguan hama dan pathogen. Evaluasi inbreeding dan outbreeding depression pada sejumlah genotipe jarak pagar yang berproduksi tinggi perlu dilanjutkan hingga batas generasi dimana depression masih terjadi. Evaluasi daya gabung akan memberikan informasi yang lebih baik bila progeni diperbanyak terlebih dahulu menggunakan bahan tanam setek. Disamping itu evaluasi juga akan memberikan informasi yang lebih banyak bila dilakukan hingga populasi F2. Untuk mendukung kegiatan evaluasi jarak pagar terutama terkait dengan pengaruh lingkungan terhadap penampilan genotipe tanaman, metode perbanyakan setek yang mudah, murah dan cepat sangat diperlukan agar proses evaluasi dapat dipercepat mengingat tanaman jarak pagar adalah tanaman tahunan. Mengingat setek yang berasal dari genotipe yang berdaya hasil tinggi cenderung kurang vigor sebagai akibat source dari seluruh bagian tanaman terserap oleh sink (buah dan biji) yang cukup banyak, maka perlu upaya budidaya untuk menguatkan tanaman induk sebelum setek diambil,

221 182 diantaranya pemberian pupuk yang memadai dan pemeliharaan setek sebelum dipindah ke lapangan. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini sangat ditentukan oleh materi penelitian yang dievaluasi dan lokasi penelitian. Evaluasi genetik akan lebih banyak memberikan informasi bila penelitian dapat dilakukan pada materi genetik yang lebih banyak dan jumlah populasi F1 yang lebih besar sehingga lebih ideal. Terbatasnya jumlah populasi F1 yang diamati disebabkan terbatasnya luas areal penelitian dan sulitnya memperoleh materi dasar yang dibutuhkan karena untuk menghasilkan benih F1 dalam jumlah yang cukup banyak pada tanaman jarak pagar membutuhkan waktu yang relatif lama dan areal tanam yang cukup luas. Peluang keberhasilan kegiatan pemuliaan tanaman jarak pagar akan lebih besar bila keragaman materi genetik lebih luas. Hal ini dapat dilakukan melalui pengkayaan materi genetik melalui eksplorasi, persilangan, mutasi, introduksi. Materi genetik yang memiliki keragaman genetik yang luas adalah di pusat asalusul tanaman jarak pagar dan di pusat-pusat penyebaran jarak pagar.

222 183 DAFTAR PUSTAKA Allard RW Principles of Plant Breeding. John Wiley & Sons Inc. New York. 465 p. Almodares A, Hadi MR Production of bioethanol from sweet sorghum: A review. Afric J of Agric Res 4 (9): Baihaki A Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Jatinangor, Bandung. 90 hlm. Basal H, Turgut U Heterosis and combining ability for yield components and fiber quality parameters in a half diallel cotton (G. hirsutum L.) Population. Turk J Agric For 27: Basha SD, Sujatha M Inter and intra-population variability of Jatropha curcas (L.) characterized by RAPD and ISSR markers and development of population-specific SCAR markers. Euphytica 156: Basha SD, Francis G, Makkar HPS, Becker K, Sujatha M A comparative study of biochemical traits and molecular markers for assessment of genetic relationships between Jatropha curcas L. germplasm from different countries. Plant Sci 176 : Basuki N Pendugaan parameter genetik dan hubungan antara hasil dengan beberapa sifat agronomis serta analisis persilangan diallel pada ubi jalar (Ipomoea batatas L.) Disertasi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 139 hlm. Borojevic S Principles and Methods of Plant Breeding. Development in Crop Sci. 17. Elsevier. New York, USA. 369 p. Chahal GS, Gosal SS Principles and Procedures of Plant Breeding. Biotechnological and Conventional Approaches. 3 rd Ed. Alpha Sci. Harrow, UK. 604 p. Darmanto S, Sigit IA Analisa biodiesel minyak kelapa sebagai bahan bakar alternatif minyak diesel. Traksi 4 (2): Dehgan B, Webster GL Morphology and infrageneric relationships of the genus Jatropha (Euphorbiaceae). Botany 74. Univ of California Pub. 81 p. Dickinson AG, Jinks JL A generalised analysis of diallel crosses. Gen. 41 : Falconer DS Introduction to Quantititative Genetics. The Ronald Press Co. New York. 365 p. Ginwal HS, Rawati PS, Srivastava RL Seed source variation in growth performance and oil yield of Jatropha curcas L.. in Central India. Silvae Genetica 53 (4):

223 184 Gohil RH, Pandya JB Genetic diversity assessment in physic nut (Jatropha curcas L.). Int J Plant Prod 2: Hadi-Sudarmo, Heliyanto B, Suwarso, Sudarmaji Aksesi potensial jarak pagar (Jatropha curcas L.). Di dalam: Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II; Bogor, 29 Nopember Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm Hamdi AH Implementasi kebijakan pengembangan jarak pagar sebagai sumber BBN. Di dalam: Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II; Bogor, 29 Nopember Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm 1-6. Hamid TS, Yusuf R Preparasi karakteristik biodiesel dari minyak kelapa sawit. Makara Tek 6 (2): Hartati RS Jarak Pagar, Menyerbuk Silang Atau Menyerbuk Sendiri? Info Tek Jarak Pagar 2(10): 39. Hasnam. 2006a. Teka-teki Produktivitas Jarak Pagar. Info Tek Jarak Pagar 1(8): 29. Hasnam. 2006b. Variasi Jatropha. Info Tek Jarak pagar 1(2): 5. Hasnam Status perbaikan dan penyediaan bahan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Di dalam: Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II; Bogor, 29 Nopember Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm Hasnam et al Pengadaan bahan tanaman jarak pagar di Indonesia; desa mandiri energi serta strategi penelitian di masa datang. Di dalam: Inovasi Teknologi Jarak Pagar Untuk Mendukung Program Desa Mandiri Energi. Prosiding Lokakarya Nasional III. Malang, 5 November Malang: Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. hlm Heller J Physic Nut, Jatropha curcas L. Promoting The Conservation and Use of Under Utilized and Neglected Crops. Internat Plant Gen Res Ins Rome. 54 p. Hirota M et al A new tumor promoter from the seed oil of Jatropha curcas L., an intramolecular diester of 12-Deoxy-l 6-hydroxyphorbol. Cancer Res 48: Hussaini SH, Goodman MM, Timothy DH Multivariate analysis of geographical distribution of the world collection of finger millets. Crop Sci 17: Inamullah et al Evaluation of heterotic and heterobeltiotic potential of wheat genotype for improved yield. Pak J Bot 38(4): Iwata H, Nesumi H, Ninomiya S, Tanako Y, Ukai Y Diallel analysis of leaf shape variation of citrus varieties based on elliptic fourier descriptors. Breed Sci 52:

224 185 Johnson RA, Wichern DW Applied Multivariate Statistical Analysis. Prentice Hall Int Inc. 607 p. Jones N, Miller JH Jatropha curcas. A Multipurpose Spesies For Problematic Sites. The World Bank. Asia Tech Depart Agric Div. 11 p. Kaushik N, Kumar K, Kumar S, Kaushik N, Roy S Genetic variability and divergence studies in seed traits and oil content of jatropha (Jatropha curcas L.) accessions. Biomass and Bioenergy 31 (7): Kemala S Simulasi usahatani jarak pagar, Jatropha curcas L. J Littri 12 (3): Krisnamurthi B Pengembangan bahan bakar nabati (BBN) dan kebijakan diversifikasi energi. Di sampaikan pada: Status Teknologi Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya I. Jakarta April Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm 1-23 Lin J, Fang Y, Lin T, Fang C Antitumor effects of curcin from seeds of Jatropha curcas L. Acta Pharmacol Sin 24: Leksono N. 20 Oktober EBT dan tenaga ahlinya. Kompas: 15 (kolom 5-7) Mahmud Z, Rivaie AA, Allorerung D Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. 35 hlm. Mahmud Z Penelitian yang sedang dikerjakan oleh Puslitbang Perkebunan. Info Tek Jarak Pagar 1(1): 3. Mahmud Z, Allorerung D, Rivaie AA Teknik Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 18 hlm. Makkar HPS, Becker K, Sporer F, Wink M Studies on nutritive potential and toxic constituents of different provenances of Jatropha curcas L. J Agric Food Chem 45: Makkar HPS, Becker K, Schmook B Edible provenances of Jatropha curcas from Quintana Roo state of Mexico and effect of roasting on antinutrient and toxic factors in seeds. Plant food for human nutrition 52(1): Mardjono R, Sudarmo H, Sudarmaji Uji daya hasil beberapa genotipe terpilih jarak pagar (Jatropha curcas L.). Di dalam: Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II; Bogor, 29 Nopember Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm Marshall DR, Brown AHD Optimum sampling strategies in genetic conservation.. Di dalam: Frankel OH, Hawkes JG, editor. Crop genetic resources for today and tomorrow. Cambridge Univ. Press. London. hlm

225 186 Mohapatra S and Panda PK Genetic variability on growth, phenological and seed characteristics of Jatropha curcas L. Not Sci Biol 2 (2) : Moreno-Gonzales J, Cubero JI Selection strategies and choice of breeding methods. Di dalam: Hayward MD, Bosemark NO, Romagosa I, editor. Plant Breeding. Principles and Prospect. Part Six. Chapman & Hall. London. hlm Nath B, Omran AO, House LR Isozyme variation in cultivated oat and its progenitor species, Avena sterilis. L. Crop Sci 33: Omokhafe, Kenneth O, Frederick A, Akpobome, Nasiru I Diallel analysis of fruit set in Hevea brasiliensis Muell. Arg. Gen and Mol Biol 30 (2): Owolade OF, Dixon AGO, Adeoti AYA Diallel analysis of cassava genotypes to anthracnose disease. World J of Agric Sci 2 (1): Pacheco CAP, Cruz CD, and dos Santos MX Association between Griffing s diallel and the adaptability and stability analyses of Eberhart and Russell. Gen and Mol Biol 22 (3): Paramathma M, Parthiban KT, Neelakantan KS Jatropha curcas. Forest Coll and Res Ins. Tamil Nadu Agric. Univ. Mettupalayam. India. 48 p. Poehlman JM, Sleeper DA Breeding Field Crops. 4 th ed. Iowa State University Press Ames Iowa. 473 p. Prastowo B Sumber energi jarak pagar bukan hanya dari minyaknya tetapi juga dari bungkilnya. Infotek Jarak pagar (Jatropha curcas L.) 3(10) : 38. Raju S, Ezradanam V Pollination ecology and fruiting behaviour in a monoecious species, Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae). Current Sci 83 (11): Simmonds NW Principles of Crop Improvement. Longman London. 408 p. Singh RK, Chaudhary BD Biometrical Methods In Quantitative Genetic Analysis. Kalyani Publishers. Ludhiana New Delhi. 288 p. Suryana A Inovasi teknologi jarak pagar mendukung program desa mandiri energi. Di dalam: Inovasi teknologi jarak pagar untuk mendukung program desa mandiri energi. Prosiding Lokakarya Nasional III. Malang, 5 November Malang: Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. Hlm 1-8. Tajuddin T, Minaldi L, Novita, dan Nadirman H Penyediaan bibit tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan metode ex vitro. Di dalam: Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II; Bogor, 29 Nopember Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm Waitt DE & DA Levin Genetic and phenotypic correlation in plants : a botanical test of Cheverud s conjecture. Heredity 80 :

226 187 LAMPIRAN Gambar 1. Figure 1. Setek tetua terpilih untuk persilangan diallel. Selected parents clones for diallel crossing. Gambar 2. Figure 2. Pembibitan 100 F1 hasil persilangan diallel 10 tetua terpilih. 100 F1 of diallel crossing of 10 selected parents nursery.

227 188 Gambar 3. Figure 3. F1 pada umur 4 bulan setelah penanaman di lapangan. F1 at 4 months after sowing in field. Gambar 4 Figure 4. F1 pada umur 8 bulan setelah penanaman di lapangan. F1 at 8 months after sowing in field.

228 189 Gambar 5. Figure 5. F1 hasil persilangan tetua berdaya hasil rendah x rendah memiliki cabang sedikit (<10) dan berbuah sedikit (< 200 buah per tanaman). F1 of low x low yield parents have few branch (<10) and few fruits (<200 fruits per plant) Gambar 6. Figure 6. F1 hasil persilangan tetua berdaya hasil rendah x tinggi memiliki jumlah cabang sedang (10-15) dan berbuah sedikit (< 200 buah per tanaman). F1 of low x high yield parents have average branches (10-15) and few fruits (< 200 fruits per plant)

229 190 Gambar 7. Figure 7. F1 hasil persilangan tetua berdaya hasil tinggi x rendah memiliki jumlah cabang sedang (10-15) dan berbuah sedikit (< 200 buah per tanaman) F1 of medium x low parents have average branches and few fruits (<200 fruits per plant) Gambar 8. Figure 8. F1 hasil persilangan tetua berdaya hasil tinggi x tinggi memiliki jumlah cabang banyak dan berbuah sedang ( buah per tanaman). F1 of high x high yield have lot branches (> 15) dan average fruits ( fruits per plant)

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman asli dari daerah tropis Amerika yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae (Heller 1996). Di Indonesia, jarak pagar dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) 6 TINJAUAN PUSTAKA Botani Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) termasuk dalam famili Euphorbiaceae. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan berumah satu yang termasuk

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN

PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011 75 KERAGAAN F1 JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI PAKUWON, SUKABUMI Rr. Sri Hartati 1 dan Bambang Heliyanto 2 1) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Lebih terperinci

BEBERAPA SIFAT PENTING UNTUK PERBAIKAN VARIETAS UNGGUL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

BEBERAPA SIFAT PENTING UNTUK PERBAIKAN VARIETAS UNGGUL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) BEBERAPA SIFAT PENTING UNTUK PERBAIKAN VARIETAS UNGGUL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Rr. Sri Hartati Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor ABSTRAK Sebagaimana halnya komoditas

Lebih terperinci

INBREEDING DEPRESSION PADA PROGENI HASIL PENYERBUKAN SENDIRI DAN OUTBREEDING DEPRESSION PADA HASIL PENYERBUKAN SILANG JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.

INBREEDING DEPRESSION PADA PROGENI HASIL PENYERBUKAN SENDIRI DAN OUTBREEDING DEPRESSION PADA HASIL PENYERBUKAN SILANG JARAK PAGAR (Jatropha curcas L. 113 INBREEDING DEPRESSION PADA PROGENI HASIL PENYERBUKAN SENDIRI DAN OUTBREEDING DEPRESSION PADA HASIL PENYERBUKAN SILANG JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Rr. Sri Hartati 1, Asep Setiawan 2, B. Heliyanto

Lebih terperinci

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS DAN KORELASI ANTAR KARAKTER 10 GENOTIPE TERPILIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI PAKUWON SUKABUMI

KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS DAN KORELASI ANTAR KARAKTER 10 GENOTIPE TERPILIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI PAKUWON SUKABUMI KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS DAN KORELASI ANTAR KARAKTER 10 GENOTIPE TERPILIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI PAKUWON SUKABUMI Rr. Sri Hartati 1, Asep Setiawan 2, B. Heliyanto 3 dan Sudarsono 2

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN KORELASI ANTAR KARAKTER 10 GENOTIPE TERPILIH JARAK PAGAR (JATROPHA CURCAS L.)

KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN KORELASI ANTAR KARAKTER 10 GENOTIPE TERPILIH JARAK PAGAR (JATROPHA CURCAS L.) Jurnal Littri 18(2), Juni 2012. Hlm. 74-80 ISSN 0853-8212 JURNAL LITTRI VOL. 18 NO. 2, JUNI 2012 : 74-80 KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN KORELASI ANTAR KARAKTER 10 GENOTIPE TERPILIH JARAK PAGAR (JATROPHA

Lebih terperinci

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH :

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : DINI RIZKITA PULUNGAN 110301079 / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

HUBUNGAN TRANSPIRASI DENGAN HASIL DAN RENDEMEN MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) CHARLES YULIUS BORA

HUBUNGAN TRANSPIRASI DENGAN HASIL DAN RENDEMEN MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) CHARLES YULIUS BORA HUBUNGAN TRANSPIRASI DENGAN HASIL DAN RENDEMEN MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) CHARLES YULIUS BORA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN RESPON SELEKSI SEPULUH GENOTIPE KEDELAI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG

KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN RESPON SELEKSI SEPULUH GENOTIPE KEDELAI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN RESPON SELEKSI SEPULUH GENOTIPE KEDELAI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG SKRIPSI Oleh Dheska Pratikasari NIM 091510501136 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TRANSPIRASI DENGAN HASIL DAN RENDEMEN MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) CHARLES YULIUS BORA

HUBUNGAN TRANSPIRASI DENGAN HASIL DAN RENDEMEN MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) CHARLES YULIUS BORA HUBUNGAN TRANSPIRASI DENGAN HASIL DAN RENDEMEN MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) CHARLES YULIUS BORA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan daerah tropis. Ubi kayu menjadi tanaman pangan pokok ketiga setelah padi dan jagung.

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.)

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) SKRIPSI Oleh : FIDELIA MELISSA J. S. 040307013 / BDP PET PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIPE TANAMANROSELLA(Hibiscus SabdariffaL.). GENERASI M2 HASIL IRIDIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH:

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIPE TANAMANROSELLA(Hibiscus SabdariffaL.). GENERASI M2 HASIL IRIDIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH: KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIPE TANAMANROSELLA(Hibiscus SabdariffaL.). GENERASI M2 HASIL IRIDIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH: AMALUDDIN SYAHPUTRA 130301037 AGROEKOTEKNOLOGI / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

RESPON SELEKSI PADA 12 GENOTIPE KEDELAI MELALUI SELEKSI LANGSUNG DAN SIMULTAN SKRIPSI

RESPON SELEKSI PADA 12 GENOTIPE KEDELAI MELALUI SELEKSI LANGSUNG DAN SIMULTAN SKRIPSI RESPON SELEKSI PADA 12 GENOTIPE KEDELAI MELALUI SELEKSI LANGSUNG DAN SIMULTAN SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Strata Satu (S1) Program Studi Agronomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Peningkatan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

Lebih terperinci

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT SKRIPSI KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT Oleh: Fitri Yanti 11082201730 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : MUTIA RAHMAH AET-PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI OLEH : MUTIA RAHMAH AET-PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SELEKSI INDIVIDU TERPILIH PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine maxl.merrill) GENERASI M 5 BERDASARKAN KARAKTER PRODUKSI TINGGI DAN TOLERAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG Athelia rolfsii(curzi) SKRIPSI OLEH : MUTIA

Lebih terperinci

SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN TETUA BETINA IRR 111 DENGAN BEBERAPA TETUA JANTAN TAHUN PADA TANAMAN KARET

SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN TETUA BETINA IRR 111 DENGAN BEBERAPA TETUA JANTAN TAHUN PADA TANAMAN KARET SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN TETUA BETINA IRR 111 DENGAN BEBERAPA TETUA JANTAN TAHUN 2006-2008 PADA TANAMAN KARET (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) SKRIPSI OLEH : SULVIZAR MUSRANDA / 100301155

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

PERBAIKAN TANAMAN KAPAS GENJAH MELALUI PERSILANGAN DIALLEL

PERBAIKAN TANAMAN KAPAS GENJAH MELALUI PERSILANGAN DIALLEL Jurnal Littri (), Maret 00, Hlm. - SUDARMADJI et al.: Perbaikan tanaman kapas genjah melalui persilangan diallel ISSN 085-8 PERBAIKAN TANAMAN KAPAS GENJAH MELALUI PERSILANGAN DIALLEL SUDARMADJI, RUSIM

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF DARI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) SKRIPSI. Oleh : LISTIA ARI DEWI / BDP PET

EVALUASI KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF DARI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) SKRIPSI. Oleh : LISTIA ARI DEWI / BDP PET EVALUASI KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF DARI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) SKRIPSI Oleh : LISTIA ARI DEWI / 030307017 BDP PET PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDI DAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN GENETIK DAN SELEKSI GENOTIPE S5 KACANG HIJAU (Vigna radiata) MENUJU KULTIVAR BERDAYA HASIL TINGGI DAN SEREMPAK PANEN

KAJIAN GENETIK DAN SELEKSI GENOTIPE S5 KACANG HIJAU (Vigna radiata) MENUJU KULTIVAR BERDAYA HASIL TINGGI DAN SEREMPAK PANEN Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian Agrin, Vol.11 No. 1, April 007 KAJIAN GENETIK DAN SELEKSI GENOTIPE S5 KACANG HIJAU (Vigna radiata) MENUJU KULTIVAR BERDAYA HASIL TINGGI DAN SEREMPAK PANEN Genetic

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI Oleh Wahyu Kaharjanti A34404014 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 EVALUASI

Lebih terperinci

KERAGAAN MORFOLOGI DAN HASIL 60 INDIVIDU JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERPILIH DI KEBUN PERCOBAAN PAKUWON SUKABUMI

KERAGAAN MORFOLOGI DAN HASIL 60 INDIVIDU JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERPILIH DI KEBUN PERCOBAAN PAKUWON SUKABUMI Jurnal Littri 15(4), Desember 2009. Hlm. 152 161 ISSN 0853-8212 JURNAL LITTRI VOL 15 NO. 4, DESEMBER 2009 : 152-161 KERAGAAN MORFOLOGI DAN HASIL 60 INDIVIDU JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERPILIH DI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ciri Morfologi Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ciri Morfologi Jarak Pagar TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ciri Morfologi Jarak Pagar Jarak pagar termasuk ke dalam kingdom Plantae, subkingdom Tracheobionta (tumbuhan vasikular), divisi Spermatophyta, ordo Euphorbiales, famili Euphorbiaceae,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL Estimation of genetic parameters chilli (Capsicum annuum L.) seeds vigor with half diallel cross

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman.

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman berkaitan erat dengan proses seleksi. Seleksi hanya dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing NIP NIP Mengetahui : Ketua Program Studi Agroekoteknologi

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing NIP NIP Mengetahui : Ketua Program Studi Agroekoteknologi Judul : Seleksi Individu M3 Berdasarkan Karakter Umur Genjah dan Produksi Tinggi Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) Nama : Yoke Blandina Larasati Sihombing NIM : 100301045 Program Studi : Agroekoteknologi

Lebih terperinci

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PENDAHULUAN Seleksi merupakan salah satu kegiatan utama dalam pemuliaan tanaman.

Lebih terperinci

NARWIYAN AET PEMULIAAN TANAMAN

NARWIYAN AET PEMULIAAN TANAMAN SEBARAN NORMAL KARAKTER-KARAKTER PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HASIL PERSILANGAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril) VARIETAS ANJASMORO DENGAN GENOTIPA KEDELAI TAHAN SALIN PADA F2 SKRIPSI OLEH : NARWIYAN

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM

BAB VII PEMBAHASAN UMUM BAB VII PEMBAHASAN UMUM Kajian tentang potensi jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar nabati telah banyak dilakukan. Sebagai penghasil bahan bakar nabati, secara teknis banyak nilai positif yang dimiliki

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI BREEDING OF BLACK RICE VARIETY FOR DROUGHT TOLERANCE AND HIGH YIELD I Gusti Putu Muliarta Aryana 1),

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA

EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA 060307012 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 EVALUASI

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS KETURUNAN KEDUA DARI HASIL SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)

EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS KETURUNAN KEDUA DARI HASIL SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS KETURUNAN KEDUA DARI HASIL SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) SKRIPSI Oleh: SERI WATI SEMBIRING 050307003 / BDP-PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS SEMANGKA (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) TERHADAP LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum f. sp. niveum) DAN KARAKTER KUANTITATIFNYA Oleh SWISCI MARGARET

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG SKRIPSI MUHAMMAD ARY SYAPUTRA 110306028 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditas strategis yang berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian. Sejalan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH :

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : HENDRI SIAHAAN / 060307013 BDP PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

KAJIAN KETERKAITAN ANTAR SIFAT KUANTITATIF KETURUNAN HASIL PERSILANGAN ANTARA SPESIES KACANG TUNGGAK DENGAN KACANG PANJANG

KAJIAN KETERKAITAN ANTAR SIFAT KUANTITATIF KETURUNAN HASIL PERSILANGAN ANTARA SPESIES KACANG TUNGGAK DENGAN KACANG PANJANG 62 KAJIAN KETERKAITAN ANTAR SIFAT KUANTITATIF KETURUNAN HASIL PERSILANGAN ANTARA SPESIES KACANG TUNGGAK DENGAN KACANG PANJANG QUANTITATIVE STUDY OF CORRELATION AMONG TRAITS OF HIBRYD OF INTERSPECIFIC HYBRIDIZATION

Lebih terperinci

PENGARUH TUMPANG SARI DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

PENGARUH TUMPANG SARI DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) PENGARUH TUMPANG SARI DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Dedi Soleh Effendi, S. Taher, dan W. Rumini Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani

Lebih terperinci

RESPON PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI

RESPON PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI 1 RESPON PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH : MUTIA DINULIA PUTRI / 120301185 AGROEKOTEKNOLOGI-PET

Lebih terperinci

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI Metode Pemuliaan Introduksi Seleksi Hibridisasi penanganan generasi bersegregasi dengan Metode silsilah (pedigree) Metode curah (bulk) Metode silang balik (back

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang terbentuk akibat jagung biasa yang mengalami mutasi secara alami. Terdapat gen utama

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

ANALISIS LINTAS BEBERAPA KARAKTER TANAMAN LADA PERDU DI KEBUN PERCOBAAN PAKUWON

ANALISIS LINTAS BEBERAPA KARAKTER TANAMAN LADA PERDU DI KEBUN PERCOBAAN PAKUWON ANALISIS LINTAS BEBERAPA KARAKTER TANAMAN LADA PERDU DI KEBUN PERCOBAAN PAKUWON Dibyo Pranowo Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAN ANALISIS DAYA HASIL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI POHON INDUK

KARAKTERISASI DAN ANALISIS DAYA HASIL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI POHON INDUK KARAKTERISASI DAN ANALISIS DAYA HASIL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI POHON INDUK CHARACTERIZATION AND YIELD ANALYSIS OF PHYSIC NUT (Jatropha curcas L.) AS PARENTAL TREES Resti Puji Lestari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung yang merupakan sumber protein utama bagi masyarakat. Pemanfaatan

Lebih terperinci

INBREEDING DEPRESSION PADA PROGENI HASIL PENYERBUKAN SENDIRI DAN OUTBREEDING DEPRESSION PADA HASIL PENYERBUKAN SILANG JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.

INBREEDING DEPRESSION PADA PROGENI HASIL PENYERBUKAN SENDIRI DAN OUTBREEDING DEPRESSION PADA HASIL PENYERBUKAN SILANG JARAK PAGAR (Jatropha curcas L. Jurnal Littri 20(2), Juni 2014. Hlm. Rr SRI 65 HARTATI - 76 dan SUDARSONO : Inbreeding depression pada progeni hasil penyerbukan sendiri ISSN 0853-8212 INBREEDING DEPRESSION PADA PROGENI HASIL PENYERBUKAN

Lebih terperinci

STUDI PEWARISAN SIFAT TOLERANSI ALUMINIUM TANAMAN SORGUM MANIS [Sorghum bicolor (L.) Moench] ISNAINI

STUDI PEWARISAN SIFAT TOLERANSI ALUMINIUM TANAMAN SORGUM MANIS [Sorghum bicolor (L.) Moench] ISNAINI STUDI PEWARISAN SIFAT TOLERANSI ALUMINIUM TANAMAN SORGUM MANIS [Sorghum bicolor (L.) Moench] ISNAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KOMPONEN HASIL DAN HASIL WIJEN CORRELATION BETWEEN YIELD AND YIELD COMPONENTS IN SESAME. (Sesamum Indicum L.)

HUBUNGAN ANTARA KOMPONEN HASIL DAN HASIL WIJEN CORRELATION BETWEEN YIELD AND YIELD COMPONENTS IN SESAME. (Sesamum Indicum L.) Vegetalika Vol. 4 No. 2, 2015: 112-123 112 HUBUNGAN ANTARA KOMPONEN HASIL DAN HASIL WIJEN (Sesamum Indicum L.) CORRELATION BETWEEN YIELD AND YIELD COMPONENTS IN SESAME (Sesamum Indicum L.) Siska Permata

Lebih terperinci

VARIABILITAS DAN HERITABILITAS BERBAGAI KARAKTER TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) HASIL SELFING PADA GENERASI F2 SKRIPSI. Oleh: ABDILLAH

VARIABILITAS DAN HERITABILITAS BERBAGAI KARAKTER TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) HASIL SELFING PADA GENERASI F2 SKRIPSI. Oleh: ABDILLAH VARIABILITAS DAN HERITABILITAS BERBAGAI KARAKTER TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) HASIL SELFING PADA GENERASI F2 SKRIPSI Oleh: ABDILLAH 060307004 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER TANAMAN KEDELAI HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M 2

EVALUASI KARAKTER TANAMAN KEDELAI HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M 2 EVALUASI KARAKTER TANAMAN KEDELAI HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M 2 HENRY ARDIANSYAH SIPAHUTAR 060307024 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

KEMAMPUAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescent L.) DI LAHAN GAMBUT

KEMAMPUAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescent L.) DI LAHAN GAMBUT SKRIPSI KEMAMPUAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescent L.) DI LAHAN GAMBUT Oleh: Julianti 11082201605 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan.

I. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pertambahan penduduk dan berkembangnya industri pengolahan makanan yang berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan. Kebutuhan kacang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida 6 TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Jagung (Zea mays L., 2n = 20) merupakan tanaman berumah satu (monoceous) dan tergolong ke dalam tanaman menyerbuk silang. Penyerbukannya terjadi secara acak

Lebih terperinci

Keragaman Pertumbuhan dan Hasil Populasi Tanaman Jarak Pagar IP-3A

Keragaman Pertumbuhan dan Hasil Populasi Tanaman Jarak Pagar IP-3A Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 4(1), April 2012:1 9 ISSN: 2085-6717 E. Nurnasari dan Djumali: Keragaman pertumbuhan dan hasil populasi tanaman jarak pagar IP-3A Keragaman Pertumbuhan

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 1 MARET 2013 ISSN PENGARUH PANJANG ENTRES TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BUAH JARAK PAGAR HASIL PENYAMBUNGAN

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 1 MARET 2013 ISSN PENGARUH PANJANG ENTRES TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BUAH JARAK PAGAR HASIL PENYAMBUNGAN AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 1 MARET 2013 ISSN 1979 5777 81 PENGARUH PANJANG ENTRES TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BUAH JARAK PAGAR HASIL PENYAMBUNGAN Lestari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Jl.

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 2 Pengaruh media terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran pada sebelas aksesi jarak pagar

HASIL. Tabel 2 Pengaruh media terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran pada sebelas aksesi jarak pagar 3 HASIL Respon pertumbuhan tanaman terhadap Media berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot kering akar, panjang akar primer tunggang, panjang akar primer samping, diameter akar primer tunggang,

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : AMORRITO SURBAKTI AGROEKOTEKNOLOGI PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

SKRIPSI OLEH : AMORRITO SURBAKTI AGROEKOTEKNOLOGI PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN 1 SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN BEBERAPA TETUA BETINA DAN JANTAN TANAMAN KARET (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) SEBAGAI KLON UNGGUL PENGHASIL LATEKS DAN LATEKS KAYU SKRIPSI OLEH : AMORRITO SURBAKTI

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan komoditas penting kedua dalam ekonomi tanaman pangan di Indonesia setelah padi/beras. Akan tetapi dengan berkembang pesatnya industri peternakan, dimana

Lebih terperinci

KERAGAAN GENERASI SELFING-1 TANAMAN JAGUNG (Zea mays) VARIETAS NK33

KERAGAAN GENERASI SELFING-1 TANAMAN JAGUNG (Zea mays) VARIETAS NK33 KERAGAAN GENERASI SELFING-1 TANAMAN JAGUNG (Zea mays) VARIETAS NK33 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agroteknologi oleh ERICK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan dengan kandungan protein nabati yang tinggi dan harga yang relatif murah. Kedelai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanes, famili Solanaceae, dan genus Capsicum. Tanaman ini berasal

Lebih terperinci

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

KARAKTER DAN KANDUNGAN MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) GENOTIPE NUSA TENGGARA BARAT

KARAKTER DAN KANDUNGAN MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) GENOTIPE NUSA TENGGARA BARAT 46 KARAKTER DAN KANDUNGAN MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) GENOTIPE NUSA TENGGARA BARAT (CHARACTERS AND OIL CONTENT OF PHYSIC NUT (Jatropha curcas L.) SEED OF WEST NUSA TENGGARA GENOTYPES)

Lebih terperinci

UJI KARAKTER BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA (Zea mays L.) DI LAHAN PASANG SURUT PADA PERLAKUAN PUPUK HAYATI SKRIPSI. Oleh:

UJI KARAKTER BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA (Zea mays L.) DI LAHAN PASANG SURUT PADA PERLAKUAN PUPUK HAYATI SKRIPSI. Oleh: UJI KARAKTER BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA (Zea mays L.) DI LAHAN PASANG SURUT PADA PERLAKUAN PUPUK HAYATI SKRIPSI Oleh: DEWI JULITA SITANGGANG 050307012/ BDP- PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI PEMULIAAN

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M2 SKRIPSI OLEH :

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M2 SKRIPSI OLEH : KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M2 SKRIPSI OLEH : Irfan Mustaqim 100301149/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH :

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : NELSON SIMANJUNTAK 080301079 / BDP-AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan strategis ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Sejalan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine soya/ Glycine max L.) berasal dari Asia Tenggara dan telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah ditanam di negara tersebut dan

Lebih terperinci

ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI

ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANGG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI YOLANDA FITRIA SYAHRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (606) :

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (606) : Keragaan Fenotipe Berdasarkan Karakter Agronomi Pada Generasi F 2 Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. Merril.) The Phenotypic Diversity Based on Agronomic Character of Soybean Varieties in the F

Lebih terperinci