BAB II TINJAUAN TEORI. berasal dari bahasa Latin emovere yang berarti luar dan movere yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN TEORI. berasal dari bahasa Latin emovere yang berarti luar dan movere yang"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN TEORI A. Regulasi Emosi 1. Pengertian Emosi Ahli psikologi memandang manusia adalah makhluk yang secara alami memiliki emosi. Kata emosi berasal dari bahasa Prancis emotion, dari kata emouvoir, yang berarti kegembiraan. Selain itu emosi juga berasal dari bahasa Latin emovere yang berarti luar dan movere yang berarti bergerak. Lahey (2003) mengatakan emosi merupakan suatu hal yang dihasilkan oleh fisiologis yang menyebabkan munculnya reaksi emosi. Reaksi ini tidak dapat dibaca namun hanya dapat dilihat dari ekspresinya dan perilaku saja. Menurut Prezz (dalam Syukur, 2011) emosi merupakan reaksi tubuh saat menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi sangat berkaitan erat dengan aktivitas kognitif (berfikir) manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi yang dialaminya. Reaksi manusia terhadap hadirnya emosi, disadari atau tidak memiliki dampak yang bersifat membangun atau merusak. Dengan demikian bisa dikatakan emosi tidak hanya merupakan reaksi terhadap kondisi diri sendiri maupun luar diri sendiri, tetapi juga upaya pencapaian ke arah pembentukan diri menuju hidup yang spiritual. 20

2 21 Sementara itu, menurut Lazarus (dalam Lewis, dkk, 2008) menyatakan bahwa emotions represent the wisdom of the ages, emosi-emosi mengambarkan kebijaksanaan usia, membutuhkan respon-respon yang telah teruji waktu terhadap masalah-masalah adaptif yang berulang. Hal yang penting, bagaimanapun, emosi-emosi tidak memaksa kita untuk berespon dalam suatu cara tertentu, emosiemosi hanya membuat kita lebih berkemungkinan untuk mengambil tindakan tertentu. Hal inilah yang membuat kita mampu untuk mengatur emosi kita. Saat merasa takut, kita bisa saja lari, namun tidak selalu akan berlari. Saat marah, kita bisa saja menghantam sesuatu, tetapi juga tidak selalu. Bagaimana kita meregulasi emosi kita merupakan suatu persoalan dari bagaimana kesejahteraan (wellbeing) tidak mungkin dipisahkan dari kaitannya dengan emosi kita. Menurut James (Safaria & Saputra, 2012) emosi adalah keadaan jiwa yang menampakkan diri dengan sesuatu perubahan yang jelas pada tubuh. Emosi setiap orang adalah mencerminkan keadaan jiwanya, yang akan tampak secara nyata pada perubahan jasmaninya. Pada dasarnya emosi manusia bisa dibagi menjadi dua kategori umum jika dilihat dari dampak yang ditimbulkannya yaitu afektivitas positif dan afektivitas negatif. Afektivitas positif mengacu kepada derajat emosi yang positif, dari energi yang tinggi, antusiasme, dan kegembiraan hingga perasaan sabar, tenang dan menarik diri, suka cita kegembiraan dan tawa termasuk perasaan yang positif. Kemudian afektivitas negatif mengacu kepada emosi yang bersifat

3 22 negatif, seperti kecemasan, kemarahan, perasaan bersalah dan kesedihan (Santrock, 2011). Emosi yang tak terkendali hanya akan melelahkan, menyakitkan, dan meresahkan diri sendiri. Sebab, ketika marah, misalnya, maka kemarahannya akan meluap dan sulit dikendalikan. Dan itu akan membuat seluruh tubuhnya gemetar, mudah memaki siapa saja, seluruh isi hatinya tertumpah ruah, nafasnya tersengal-sengal, dan ia akan cenderung bertindak sekehendak nafsunya. Adapun saat mengalami kegembiraan, maka ia menikmatinya secara berlebihan, mudah lupa diri, dan tidak ingat lagi siapa dirinya (Al-Qarni, 2016). Goleman (2007) mengungkapkan bahwa emosi yaitu dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu, sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Selanjutnya Maramis (2009) menjelaskan bahwa emosi atau perasaan adalah reaksi spontan manusia yang bila tidak diaksikan atau diikuti perilaku maka tidak dapat dinilai baik buruknya. Emosi atau perasaan yang dan menetap yang mewarnai persepsi seseorang terhadap dunia dan sekelilingnya. Perasaan atau emosi yang (adekuat) normal dapat pula berupa perasaan positif (gembira, senang, bangga, cinta, kagum, euforia)

4 23 dan perasaan emosi negatif (takut, khawatir, curiga, sedih, marah, depresi, kecewa, jenuh, cemas, curiga, kosong terhina). Dapat dinilai kualitasnya, kedalaman atau intelektualitasnya, lamanya, reaktivitasnya dan iritabilitasnya, fluktuasi atau kestabilannya, pengontrolannya (labil), keserasian dengan isi pikiran, situasi dan budaya, dapat atau tidaknya memulai, mempertahankan dan mengakhiri respon emosinya serta dapat atau tidak dirasakan. Dalam afek yang normal, ada variasi ekspresi wajah, intonasi suara, gerakan tangan dan tubuh dalam batas yang normal. Juga dinilai apakah pasien kesulitan dalam memulai, mempertahankan dan mengakhiri respons emosinya. Emosi menurut Rakhmat (2001) menunjukkan perubahan organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan dan proses fisiologis. Kesadaran apabila seseorang mengetahui makna situasi yang sedang terjadi. Jantung berdetak lebih cepat, kulit memberikan respon dengan mengeluarkan keringat dan napas terengah-engah termasuk dalam proses fisiologis dan terakhir apabila orang tersebut melakukan suatu tindakan sebagai suatu akibat yang terjadi. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah pengalaman sadar, kompleks dan meliputi unsur perasaan, yang mengikuti keadaan-keadaan psikologis dan mental yang muncul serta penyesuaian batiniah dan mengekspresikan dirinya dalam tingkah laku yang nampak.

5 24 2. Ciri-ciri Utama Emosi Tiga ciri utama dari emosi menurut Gross (dalam Lewis, dkk, 2008) merupakan prototype yang berhubungan dari penyebab awal adanya emosi, respon terhadap emosi, dan hubungan antara penyebab awal adanya emosi dan respon terhadap emosi. Ketiga ciri-ciri utama tersebut adalah : a. Emosi-emosi akan mencul saat seseorang berada pada suatu situasi dan melihat sesuatu yang berhubungan dengan tujuannya. Apapun tujuannya, dan apapun sumber makna dari situasinya bagi seseorang, hal ini memberikan arti bagi seseorang, dan arti ini bisa membangkitkan emosi seseorang. Berdasarkan arti tersebut terjadi perubahan dari waktu ke waktu (baik perubahan berarti dalam situasi itu sendiri maupun perubahan pada arti situasinya), maka emosi juga akan berubah. b. Emosi itu berbagai jenis. Emosi lebih menekankan pada pentingnya kualitas, hal ini seperti yang dikemukakan Frijda (dalam Lewis, dkk, 2008) yang membuat istilah control precedence berarti bahwa emosi-emosi bisa menginterupsi apa yang sedang dilakukan dan memaksa masuk kedalam kesadaran diri sendiri. Bagaimanapun, emosi sering bersaing dengan respon lain yang juga dihasilkan dari lingkungan sosial dimana emosi itu berperan. Kemampuan emosi untuk berubah sudah ditekankan oleh William James (dalam Lewis, dkk, 2008), yang menyatakan bahwa emosi sebagai respon

6 25 kecenderungan yang bisa dihasilkan dari berbagai cara. Aspek ketiga dari emosi inilah yang menjadi hal penting untuk analisa regulasi emosi karena ciri ini membuat regulasi bisa dilakukan. Berdasarkan dari ketiga ciri emosi diatas dapat disimpulkan bahwa emosi dapat muncul saat seseorang melihat tujuannya, emosi itu terdiri dari berbagai jenis dan emosi itu dapat diubah dan diregulasi. Ciri yang ketiga bahwa emosi dapat diregulasi atau diatur ini yang menjadi dasar dari analisa regulasi emosi. 3. Macam-macam Emosi Terdapat berbagai macam mengenai macam-macam emosi, yang dijabarkan dari berbagai tokoh yang berperan dalam mengemukakan teori-teori mengenai macam-macam emosi. Dengan adanya emosi, seseorang dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh orang lain, melalui emosi yang orang lain munculkan. Berikut ini, terdapat beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates, JB Watson, dan Daniel Goleman. Menurut Descrates (dalam Gunarsa 2003), ada 6 emosi dasar pada setiap individu, terbagi atas : desire (hasrat), hate (benci), sorrow (sedih/duka), wonder (heran atau ingin tahu), love (cinta) dan joy (kegembiraan). Selanjutnya JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), rage (kemarahan), love (cinta). Selain itu Daniel Goleman (2007) mengemukakan terdapat beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan tokoh di atas, yaitu

7 26 amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu. Goleman (2007) juga menyatakan bahwa perilaku individu yang muncul sangat banyak diawarnai emosi. Emosi dasar individu mencakup emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif yaitu perasaan-perasaan yang tidak di inginkan dan menjadikan kondisi psikologis yang tidak nyaman. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa macam-macam emosi meliputi desire (hasrat), hate (benci), sorrow (sedih/duka), wonder (heran atau ingin tahu), love (cinta), joy (kegembiraan), fear (ketakutan), rage (kemarahan), kenikmatan, terkejut, jengkel, dan malu. 4. Bagian-Bagian Emosi Secara umum emosi yang terdapat di dalam diri manusia terdiri dari dua bagian yaitu emosi positif dan emosi negatif. Hal-hal positif dan negatif memang selalu datang silih berganti di dalam kehidupan. Masingmasing individu berbeda-beda dalam menyikapi suatu hal yang menimbulkan emosi positif, maupun suatu hal yang menimbulkan emosi negatif. Terkadang, individu egois dalam menyikapi kondisi yang di alami, karena ingin semua hal yang terjadi berjalan positif atau mungkin juga tidak mampu bersabar menunggu waktu datangnya hal positif setelah terjebak sekian lama dalam kondisi yang negatif. Sehingga, individu harus mampu menyikapi saat hal positif maupun hal negatif muncul dengan seimbang (Syukur, 2011).

8 27 a. Emosi Positif Emosi positif adalah emosi yang mampu menghadirkan perasaan positif terhadap seseorang yang mengalaminya. Hill (dalam Syukur, 2011) mengatakan bahwa terdapat tujuh macam emosi yang masuk dalam emosi positif, diantaranya adalah hasrat, keyakinan, cinta, seks, harapan, romansa dan antusiasme. Ketujuh emosi tersebut merupakan bentuk emosi yang paling dominan, kuat, dan paling umum digunakan dalam usaha kreatif. Jenis emosi ini dapat menunjang keberhasilan karir dan dianggap tidak merugikan orang lain. Seberapa besar keberhasilan dari emosi positif ini tergantung dari batas kewajaran yang digunakannya. Dari kenyataan yang sering terjadi, energi emosi positif lebih baik digunakan dalam proses mengingat jika dibandingkan dengan energi emosi negatif. Emosi yang positif akan menghadirkan perasaan senang, sebab emosi ini dapat membuat otak ingin mengenang kembali bayangan tersebut. selain itu emosi positif juga dapat menumbulkan sebuah motivasi karena memang memiliki unsur motivasi yang luar biasa kuat. Untuk menumbuhkan emosi positif ini kita harus mampu mengalahkan energi yang terkandung dalam muatan emosi negatif. b. Emosi Negatif Emosi negatif merupakan emosi yang selalu identik dengan perasaan tidak menyenangkan dan dapat mengakibatkan perasaan

9 28 negatif pada orang yang mengalaminya. Biasanya emosi negatif ini berada di luar batas kewajaran, seperti marah-marah yang tidak terkendali, berkelahi, menangis meraung-raung, tertawa keras dan terbahak-bahak bahkan timbulnya tindakan kriminal. Umumnya, emosi negatif menimbulkan permasalahan yang dapat menganggu orang yang mengalaminya, bahkan berdampak pada orang lain dan masyarakat secara luas. Biasanya, orang yang mengalami emosi negatif cenderung lebih memperhatikan emosi-emosi yang bernilai negatif, seperti sedih, marah, cemas, tersinggung, benci, jijik, prasangka, takut, curiga dan lain sebagainya. Emosi semacam itu akan berdampak buruk bagi yang mengalaminya dan orang lain. Berdasarkan penjelasan mengenai bagian-bagian emosi, maka dapat disimpulkan bahwa, bagian emosi meliputi 2 bagian yaitu emosi positif dan emosi negatif. 5. Jenis-jenis emosi Jenis-jenis emosi menurut (Syukur, 2011) : a. Emosi yang menyenangkan Contoh : cinta, sayang, gembira, kagum. b. Emosi yang tidak menyenangkan Contoh : sedih, marah, benci, takut. Ekspresi emosi akan ditampakkan dalam perilaku. Misalnya : emosi sedih akan ditampilkan dalam bentuk menangis.

10 29 c. Mempertahankan hidup (survival) individu mendambakan kesehatan dan mengetahuinya ketika merasa sehat walafiat, mencari keindahan dan mengetahui bahwa memperolehnya ketika merasakan kenikmatan estetis dalam diri. d. Pembawa pesan dalam komunikasi Interpersonal pembicara yg menyertakan seluruh emosi dalam pidato dipandang lebih hidup, lebih dinamis dan lebih meyakinkan. Berdasarkan lima jenis emosi maka dapat disimpulkan bahwa lima jenis emosi meliputi marah, sedih, cemburu, takut dan senang atau gembira. 6. Jenis-Jenis Emosi dan Dampaknya Pada Perubahan Fisik Jenis emosi Perubahan fisik (Syukur, 2011) : marah, cemas, takut, perasaan bersalah, malu, jijik, benci, sedih, terkejut, jengkel, kecewa, putus asa. Terdapat sebagian jenis emosi yang memiliki dampak pada perubahan fisik seseorang, diantaranya yaitu : a. Terpesona : reaksi elektris pada kulit b. Marah : peredaraan darah bertambah cepat c. Terkejut : denyut jantung bertambah cepat d. Kecewa : bernafas panjang e. Sakit : pupil mata bertambah besar f. Takut / tegang : air liur mongering g. Takut : berdiri bulu roma h. Tegang : otot-otot menegang atau bergetar

11 30 Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis emosi dan dampaknya pada perubahan fisik meliputi terpesona, marah, terkejut, kecewa, sakit, takut, tegang. 7. Fungsi Emosi Bagi manusia, dalam teori Coleman dan Hammen (dalam Syukur, 2011), emosi tidak hanya berfungsi untuk mempertahankan diri atau sekedar mempertahankan hidup. Emosi pada manusia seperti yang dikemukakan oleh Martin dalam buku Psikologi Belajar, juga memberikan fungsi sebagai pembangkit energi yang memberikan kegairahan dalam hidup manusia. Emosi juga berfungsi sebagai messenger artinya adalah emosi yang terjadi dalam diri seseorang dapat membawa pesan atau informasi. Emosi memberitahukan pada seseorang tentang bagaimana keadaan orang lain yang berada di sekitarnya, terutama orang yang di cintai dan di sayangi, sehingga seseorang dapat memahami dan melakukan sesuatu yang tepat dengan kondisi tersebut. Dalam konteks ini, emosi bukan hanya pembawa messenger (informasi) dalam komunikasi intrapersonal, tetapi juga dalam komunikasi interpersonal. Lebih dari itu, emosi juga merupakan sumber informasi tentang keberhasilan seseorang. Setiap emosi yang ada dalam diri seseorang memberikan rangsangan terhadap pemikiran, khayalan baru dan tingkah laku yang baru.

12 31 Berdasarkan penjelasan mengenai fungsi emosi, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi emosi sebagai pembangkit energi yang memberikan kegairahan dalam hidup manusia. 8. Ekspresi Emosi Emosi adalah keadaan internal yang memiliki perwujudan secara ekstrenal. Meskipun yang bisa merasakan emosi adalah orang yang mengalaminya, namun orang lain kerap bisa mengetahuinya karena emosi terekspresikan dalam berbagai bentuk. Emosi dapat diekspresikan dalam bentuk verbal maupun non verbal. Syukur (2011) mengatakan bahwa ada beberapa jenis ekspresi emosi yang menunjukkan kepribadian seseorang, diantaranya adalah: a. Ekspresi wajah Semua emosi yang dialami manusia akan diekspresikan melalui raut wajah. Hanya dengan melihat wajah orang lain, maka seseorang bisa dengan tepat menebak emosi yang sedang dialami oleh orang lain tersebut. Seseorang paham wajah orang yang sedang marah, sedih, bahagia, takut atau terkejut. Dalam hal ini, wajah saat marah dan sedih pastilah berbeda. b. Ekspresi vokal Nada suara seseorang akan berubah seiring dengan emosi yang sedang dialaminya. Seseorang yang sedang marah, nada suaranya pasti akan terdengar meninggi. Demikian juga seseorang yang sedang bahagia, maka seseorang akan berbicara dengan lepas

13 32 dan lancar. Sementara itu, seseorang yang sedang mengalami gangguan jiwa dan mengalami kesedihan, kemungkinan besar nada suaranya akan terbata-bata, bahkan tidak berbicara. c. Perubahan fisiologis Saat seseorang merasakan perubahan sebuah emosi, terdapat perubahan fisiologis yang mengiringinya, baik yang bisa dirasakan atau tidak. Saat takut, seseorang akan merasakan detak jantung yang meningkat, berdebar-debar, kaki dan tangan gemetar. Selain itu, seseorang juga merasakan bulu kuduk merinding, otot wajah menegang, berkeringat, kencing di celana, dan lain sebagainya. Bahkan, perubahan tersebut jarang juga diketahui oleh orang lain. d. Gerak dan isyarat tubuh Sering kali, emosi-emosi seseorang akan diekspresikan melalui gerak dan isyarat tubuh. Terkadang, seseorang cukup mengetahui orang lain yang sedang gugup atau jatuh cinta hanya dari bahasa tubuhnya. Seseorang yang sedang jatuh cinta akan menjadi tidak hati-hati, banyak melakukan gerakan yang tidak perlu, sering melakukan kesalahan berkeringan dan lain sebagainya. Orang yang jatuh cinta menatap yang dicintainya lebih sering, duduk condong padanya, tersenyum lebih lebar, dan lain-lain. e. Tindakan-tindakan emosional Banyak cara yang dilakukan oleh seseorang untuk mengekspresikan emosi yang dialaminya. Ketika emosi marah

14 33 melanda, terkadang seseorang hanya diam. Diam dianggap sebagai salah satu tindakan yang mencerminkan keadaan emosionalnya. Namun, tidak jarang kira melihat emosi seseorang yang sedang marah dengan membentak, memaki bahkan memukul. Sementara itu, saat seseorang sedang dirundung kesedihan, ia hanya sanggup mengapresiasikannya dengan menangis. Berdasarkan penjabaran mengenai ekspresi emosi, maka dapat disimpulkan bahwa ekspresi emosi meliputi ekspresi wajah, ekspresi vokal, perubahan fisiologis, gerak dan isyarat tubuh, tindakantindakan emosional. 9. Pengelompokkan Emosi Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis) (Syukur, 2011) : a. Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar. b. Emosi psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan. Yang termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah : 1) Perasaan intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk : rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah, rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran, rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan-persoalan ilmiah yang harus dipecahkan

15 34 2) Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini seperti : rasa solidaritas, ukhuwah (persaudaraan), simpati, kasih sayang, dan sebagainya 3) Perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilainilai baik dan buruk atau etika (moral). Contohnya : responsibility (rasa tanggung jawab), rasa bersalah apabila melanggar norma, rasa tentram dalam mentaati norma. 4) Perasaan estetis (keindahan), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun kerohanian 5) Perasaan Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai makluk Tuhan, dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya. Dengan kata lain, manusia dianugerahi insting religius (naluri beragama). Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengelompokkan emosi dibagi menjadi 2 yaitu emosi sensoris dan emosi psikis. 10. Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik Individu Ada beberapa contoh pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya (Syukur, 2011) : a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai.

16 35 b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya frustasi (rasa putus asa). c. Menghambat atau mengganggu konsentrsi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan nervous (sikap gugup) dan gagap dalam berbicara. d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati. e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya memperkuat semangat, melemahkan semangat, menghambat belajar, terganggu penyesuaian sosial, dan suasana emosional yang diterima. 11. Pengertian Regulasi Emosi Gross (dalam Lewis, dkk, 2008) menyatakan bahwa regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif.

17 36 Sementara Shaffer (2005) menjelaskan bahwa regulasi emosi ialah kapasitas untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang tepat meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi fisiologis, kognisi yang berhubungan dengan emosi, dan reaksi yang berhubungan dengan emosi. Menurut Al-Qarni (2016) mengatakan bahwa regulasi emosi adalah perasaan dan emosi yang bergejolak dikarenakan kegembiraan yang memuncak dan musibah yang berat, individu yang mampu menguasai emosi dalam setiap peristiwa, baik yang memilukan juga menggembirakan maka orang tersebut sejatinya memiliki kekukuhan iman dan keteguhan keyakinan. Manusia merupakan makhluk yang senang bergembira dan berbangga diri, namun ketika ditimpa kesusahan manusia mudah berkeluh kesah, dan ketika mendapatkan kebaikan manusia sangat kikir. Akan tetapi bagi orang-orang yang sabar dan mendekatkan diri kepada Allah SWT mereka mampu berdiri seimbang diantara gelombang kesedihan yang keras dan dengan luapan kesedihan yang keras dan kegembiraan yang tinggi. Emosi yang tak terkendali hanya akan melelahkan, menyakitkan, dan meresahkan diri sendiri. Sebab, ketika marah maka kemarahannya akan meluap dan sulit dikendalikan, hal tersebut akan membuat seluruh tubuhnya gemetar, mudah memaki siapa saja, seluruh isi hatinya tertumpah ruah, nafasnya tersengal-sengal, dan akan cenderung bertindak sekehendak nafsunya.

18 37 Adapun saat mengalami kegembiraan akan menikmatinya secara berlebihan, mudah lupa diri diri dan tak ingat lagi siapa dirinya. Individu yang mampu mengendalikan akalnya dan menimbang segalanya dengan benar, maka akan melihat kebenaran, akan tahu jalan yang lurus dan akan menemukan hakekat. Menurut Thompson (dalam Janah, dkk, 2015) menggambarkan regulasi emosi yaitu sebagai kemampuan merespon proses-proses ekstrinsik dan intrinsik untuk memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi yang intensif dan menetap untuk mencapai suatu tujuan. Ini berarti apabila seseorang mampu mengelola emosi-emosinya secara efektif, maka ia akan memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi masalah. Greenberg, dkk (dalam Wahyuni, 2013) mengatakan bahwa regulasi emosi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menilai, mengatasi, mengelola, dan mengungkapkan emosi yang tepat dalam rangka mencapai keseimbangan emosional. Oleh karena itu, kemampuan mengelola emosi ini disebut juga dengan regulasi emosi. Emosi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Emosi sangat membantu menyediakan informasi yang penting mengenai status interaksi individu dengan orang lain, akan tetapi seringkali pengalaman emosi yang kuat membutuhkan untuk dikelola (Janah, dkk, 2015). Reivich & Shatte (dalam Syahadat, 2013) mengungkapkan bahwa regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan.

19 38 Individu yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dapat mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat mengatasi rasa cemas,sedih, atau marah sehingga mempercepat dalam pemecahan suatu masalah. Pengekspresian emosi, baik negatif ataupun positif, merupakan hal yang sehat dankonstruktif asalkan dilakukan dengan tepat. Reivich dan Shatte (dalam Syahadat, 2013) juga mengemukakan dua hal penting yang terkait dengan regulasi emosi, yaitu calming (ketenangan dan fokus). Individu yang mampu mengelola kedua keterampilan ini, dapatmembantu meredakan emosi yang ada, memfokuskan pikiran-pikiran yangmengganggu dan mengurangi stres. Selain itu, regulasi emosi berhubungan dengan suasana hati. Konsep regulasi emosi luas dan meliputi kesadaran dan ketidaksadaran secara psikologis, tingkah laku, dan proses kognitif. Selain itu, regulasi emosi beradaptasi dalam kondisi situasi emosi yang stimulusnya berhubungan dengan lingkungan. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa regulasi emosi berkaitan dengan perasaan tertentu seperti kecemasan (Aprisanadityas & Elfida, 2012). Regulasi emosi dapat didefinisikan sebagai upaya yang disengaja atau otomatis individu untuk mempengaruhi yang emosi yang mereka miliki, ketika mereka memiliki mereka, dan bagaimana emosi ini berpengalaman atau diekspresikan. regulasi emosi melibatkan perubahan satu atau lebih aspek dari emosi, termasuk memunculkan situasi, perhatian, penilaian, subjektif pengalaman, perilaku, atau fisiologi (Mauss, dkk, 2007).

20 39 Regulasi emosi memiliki tanggapan dari seluruh tubuh yang menandakan pribadi yang relevan, peristiwa yang memotivasi secara signifikan (Frijda dalam Farmer, dkk, 2012). Selanjutnya regulasi emosi memungkinkan fleksibilitas dalam emosi merespons sesuai dengan apa yang dirasakan oleh seseorang dengan berbagai tujuan untuk masa yang panjang (Gruyak, dkk, 2011). Selan itu penekanan dari regulasi emosi itu sendiri melibatkan seseorang dalam menanggapi situasi dengan mengatur ekspresi dari luar dan dalam emosi (Farmer, dkk, 2012). Sehingga regulasi emosi menurut Shaffer (2005) ialah kapasitas untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang tepat meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi fisiologis, kognisi yang berhubungan dengan emosi, dan reaksi yang berhubungan dengan emosi. Berdasarkan definisi dan penjelasan dari berbagai macam ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi adalah suatu proses yang dilakukan dengan tujuan untuk mengatur serta mengendalikan emosi yang berupa respon dari berbagai macam reaksi yang ada didalam kehidupan sehari-hari, reaksi tersebut bisa berupa reaksi yang disadari maupun tidak disadari dengan cara dan pengkondisian yang tepat. Hal ini dilakukan sebagai usaha dari adanya suatu pemikiran dan perilaku yang nantinya akan berpengaruh positif terhadap kondisi emosional seseorang, sehingga

21 40 hal tersebut akan mempermudah seseorang dalam menyelesaikan suatu masalah yang dialaminya. 12. Aspek-aspek Regulasi Emosi Regulasi emosi merupakan faktor yang sulit, mungkin karena keadaan dan sumber perasaan tersebut tidak teridentifikasi secara jelas. Mengendalikan emosi berarti mampu mengenali dan memahami perasaan serta mengelola emosi, bukan saja mengatur dan menguasai emosi diri sendiri tetapi juga emosi orang lain. Menurut Gross (dalam Lewis, dkk, 2008) ada empat aspek yang digunakan untuk menentukan kemampuan regulasi emosi seseorang, yaitu: a. Strategi regulasi emosi (strategi) Ialah keyakinan individu untuk dapat mengatasi suatu masalah, memiliki kemampuan untuk menemukan suatu cara yang dapat mengurangi emosi negatif dan dapat dengan cepat menenangkan diri kembali setelah merasakan emosi yang berlebihan. b. Perilaku untuk mencapai tujuan (tujuan) Ialah kemampuan individu untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang dirasakannya sehingga dapat tetap berpikir dan melakukan sesuatu dengan baik. c. Mengontrol respon-respon emosional (impuls) Ialah kemampuan individu untuk dapat mengontrol emosi yang dirasakannya dan respon emosi yang ditampilkan (respon fisiologis,

22 41 tingkah laku dan nada suara), sehingga individu tidak akan merasakan emosi yang berlebihan dan menunjukkan respon emosi yang tepat. d. Penerimaan respons emosional Ialah kemampuan individu untuk menerima suatu peristiwa yang menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa malu merasakan emosi tersebut. Dari pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam mengendalikan emosi tidak akan cukup jika hanya dilakukan dengan belajar cara menangani suatu stimulus yang dapat membangkitkan emosi individu. Akan tetapi individu juga harus belajar cara untuk mengatasi perilaku yang selalu disertai dengan emosi tersebut. Maka dari itu, jika individu sedang mengekspresikan emosinya ke dalam bentuk perilaku, maka perilaku tersebut harus bisa diterima oleh masayarakat maupun lingkungan sosial pada umumnya. Selain itu, individu tersebut juga harus dapat mengukur dan menentukan mengenai perilaku yang dilakukannya dapat dikatakan benar oleh masyarakat maupun lingkungan secara umum yang ada disekitarnya. 13. Faktor-faktor yang mempengaruhi Regulasi Emosi Berikut ini merupakan beberapa faktor yang memperngaruhi kemampuan regulasi emosi seseorang menurut Gross (dalam Lewis, dkk, 2008), yaitu :

23 42 a. Budaya Kepercayaan yang terdapat dalam kelompok masyarakat tertentu dapat mempengaruhi cara individu menerima, menilai suatu pengalaman emosi, dan menampilkan suatu respon emosi. Dalam hal regulasi emosi berarti culturally permissible (apa yang dianggap sesuai) dapat mempengaruhi cara seseorang berespon dalam berinteraksi dengan orang lain dan dalam cara ia meregulasi emosi. b. Religiusitas Setiap agama mengajarkan seseorang diajarkan untuk dapat mengontrol emosinya. Seseorang yang tinggi tingkat religiusitasnya akan berusaha untuk menampilkan emosi yang tidak berlebihan bila dibandingkan dengan orang yang tingkat religiusitasnya rendah. c. Kemampuan individu/ Tipe Kepribadian Kepribadian yang dimiliki seseorang mengacu pada apa yang dapat individu lakukan dalam meregulasi emosinya. Kemampuan seseorang dalam mengontrol perilaku terutama ketika seseorang lebih memilih untuk menahan dirinya (sabar) merupakan ketrampilan regulasi emosi yang dapat mengatur emosi positif maupun emosi negatif. d. Usia Penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya usia seseorang dihubungkan dengan adanya peningkatan kemampuan regulasi emosi, dimana semakin tinggi usia seseorang semakin baik kemampuan

24 43 regulasi emosinya. Sehingga dengan bertambahnya usia seseorang menyebabkan ekspresi emosi semakin terkontrol. Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya semakin bertambahnya umur, individu memiliki kemampuan regulasi emosi yang semakin baik. e. Jenis kelamin Beberapa penelitian menemukan bahwa laki-laki dan perempuan berbeda dalam mengekspresikan emosi baik verbal maupun ekspresi wajah sesuai dengan gendernya. Perempuan menunjukkan sifat feminimnya dengan mengekspresikan emosi marah dan bangga yang menunjukkan sifat maskulin. Perbedaan gender dalam pengekspresian emosi sedih, takut, cemas dan menghindari mengekspresikan emosi marah dan bangga yang menunjukkan sifat maskulin. Perbedaan gender dalam pengekspresian emosi dihubungkan dengan perbedaan dalam tujuan laki-laki dan perempuan mengontrol emosinya. Perempuan lebih mengekspresikan emosi untuk menjaga hubungan interpersonal serta membuat mereka tampak lemah dan tidak berdaya. Sedangkan laki-laki lebih mengekspresikan marah dan bangga untuk mempertahankan dan menunjukkan dominasi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa wanita lebih dapat melakukan regulasi terhadap emosi marah dan bangga, sedangkan laki-laki pada emosi takut, sedih dan cemas (Fischer & Coon dalam Anggraeni, 2014).

25 44 f. Kondisi Psikologis Kondisi psikologis yang dimiliki oleh masing-masing individu berbeda-beda, tergantung pada permasalahan yang dialami oleh masing-masing individu. Sejatinya, setiap individu memiliki reaksi psikologis pada saat menghadapi sebuah masalah atau cobaan, ada yang sudah mampu mengontrol permasalahan yang dihadapi, namun ada juga yang tidak mampu mengontrol permasalahan yang dihadapi (Gross, dalam Lewis, dkk, 2008). Menurut Elkind (dalam Papalia, dkk, 2007) bentuk-bentuk ketidakmampuan dari seseorang ini mendasari banyaknya perilaku beresiko dan self-destructive yang dilakukan. Sehingga tidak diragukan lagi memberikan kontribusi peningkatan self-criticism, perasaan terisolasi dan over identification dengan emosi yang dirasakan. Emosi menurut Goleman (2007) yaitu dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Pada dasarnya emosi manusia bisa dibagi menjadi dua kategori umum jika dilihat dari dampak yang ditimbulkannya yaitu afektivitas positif dan afektivitas negatif. Afektivitas positif mengacu kepada derajat emosi yang positif, dari energi yang tinggi, antusiasme, dan kegembiraan hingga perasaan sabar, tenang dan menarik diri, suka cita kegembiraan dan tawa termasuk perasaan yang positif. Kemudian afektivitas negatif mengacu kepada emosi yang bersifat negatif, seperti kecemasan, kemarahan,

26 45 perasaan bersalah dan kesedihan. Dari dua kategori emosi tersebut, seseorang yang memiliki permasalahan lebih sering memunculkan emosi negatif (Santrock, 2011). Adanya berbagai macam dampak dari emosi negatif, membuat seseorang diharuskan mampu melakukan regulasi emosi. Regulasi emosi menurut Shaffer (2005) yaitu kapasitas untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Tujuannya adalah untuk mengontrol emosi dengan cara yang positif. Salah satu cara positif untuk mengontrol emosi negatif yang muncul akibat permasalahan yang dihadapi adalah dengan self-compassion. Self-compassion adalah sebuah cara positif untuk melihat keadaan diri sendiri sebagaimana adanya. Individu dapat memiliki self-compassion sebagai hasil dari ketidaksempurnaan yang dimiliki, bukan karena individu tersebut spesial ataupun berada diatas rata-rata orang lain (Neff & Costigan, 2014). Sejalan dengan Guendelman dkk (2017) mengatakan bahwa komponen self-compassion yang terdiri dari self-kindness, common humanity, dan, mindfullnes memiliki keterkaitan yang dapat mempengaruhi aspek-aspek regulasi emosi seperti, strategi regulasi emosi (strategi), perilaku untuk mencapai tujuan (tujuan), mengontrol respon-respon emosional (impuls), penerimaan respons emosional.

27 46 Karena, komponen self-compassion merupakan keseluruhan dari keadaan penuh perhatian yang dimiliki oleh seseorang yang dapat digunakan untuk melakukan strategi regulasi emosi yang berfungsi untuk mencapai suatu tujuan yang dimiliki, dengan mengontrol perasaan negatif, dan menerima peristiwa yang menimbulkan emosi negatif. Sehingga, yang muncul adalah kebaikan untuk mengontrol emosinya. Kebaikan akan membawa hal positif, yang berpotensi dan mendorong seseorang menuju perubahan dengan cara yang lebih efektif. Menurut Hurlock (2013), beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi pengendalian emosi antara lain : 1) Kondisi kesehatan Kesehatan yang baik mendorong emosi yang menyenangkan menjadi dominan sedangkan kesehatan yang buruk menyebabkan emosi yang tidak menyenangkan menjadi dominan. 2) Suasana rumah Individu yang tumbuh dalam lingkungan ramah dengan kondisi yang menyenangkan jauh dari suasana pertengkaran, cemburu, dendam atau suasana yang tidak menyenangkan akan mempunyai kesempatan yang lebih untuk timbul menjadi individu yang bahagia. 3) Pola asuh Mendidik secara otoriter dengan menggunakan metode hukuman agar seorang anak menjadi patuh akan mendorong munculnya

28 47 dominasi emosi yang tidak menyenangkan. Cara mendidik yang bersifat demokratis akan membuat suasana rumah lebih hangat dan santai serta menunjang tumbuhnya emosi yang menyenangkan. 4) Hubungan dengan para anggota keluarga Hubungan yang tidak rukun dan harmonis diantara orang tua atau saudara akan banyak menimbulkan kemarahan dan kecemburuan sehingga emosi ini cenderung menguasai kehidupan individu. 5) Hubungan dengan teman sebaya Jika individu merasa diterima dengan baik oleh kelompok teman sebayanya, maka emosi yang menyenangkan akan mendominasi. Tetapi sebaliknya, jika individu merasa ditolak oleh kelompok teman sebayanya, maka emosi yang tidak menyenangkan akan mendominasi. 6) Perlindungan yang berlebihan Perlindungan yang berlebihan dari orang tua yang hidup dalam prasangka bahaya terhadap segala sesuatu, akan menyebabkan seseorang anak mempunyai rasa takut yang dominan. 7) Aspirasi orang tua Aspirasi yang terlalu tinggi dan tidak realistis dari orang tua akan membuat anak menjadi canggung malui dan merasa bersalah bila merasa tidak memenuhi harapan tersebut. Jika pengalaman ini terjadi berulang kali akan menyebabkan emosi tidak menyenangkan menjadi dominan dalam kehidupan seluruhnya.

29 48 8) Bimbingan mengendalikan emosi Bimbingan dengan titik berat pada penanaman bahwa mengalami frustasi diperlukan sekali-kali, dapat mencegah kemarahan dan kebencian menjadi emosi yang dominan. Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang bisa mempengaruhi regulasi emosi yaitu faktor budaya, religiusitas, kemampuan individu dalam melakukan regulasi emosi (capabilities), usia, jenis kelamin, kondisi psikologis. Selain itu faktor lain yang dapat mempengaruhi regulasi emosi diantaranya adalah kondisi kesehatan, suasana rumah, pola asuh, hubungan dengan para anggota keluarga, hubungan dnegan teman sebaya, perlindungan yang berlebih-lebihan, aspirasi dari orang tua, dan bimbingan dalam mengendalikan emosi. B. Self-Compassion 1. Pengertian Self-Compassion Salah satu faktor karakteristik individu adalah self-compassion. Neff (2003) mengungkapkan bahwa self-compassion ialah proses pemahaman tanpa kritik terhadap penderitaan, kegagalan atau ketidakmampuan diri dengan cara memahami bahwa ketiga hal tersebut merupakan bagian dari pengalaman sebagai manusia pada umumnya. Diperkuat oleh Neff (dalam Leary & Hoyle, 2009) menyebutkan bahwa self-compassion melibatkan kebutuhan untuk mengelola kesehatan diri, serta mendorong inisiatif untuk membuat perubahan dalam

30 49 kehidupan. Individu dengan self-compassion tidak mudah menyalahkan diri bila menghadapi kegagalan, memperbaiki kesalahan, mengubah perilaku yang kurang produktif dan menghadapi tantangan baru. Individu dengan self-compassion termotivasi untuk melakukan sesuatu, atas dorongan yang bersifat intrinsik, bukan hanya karena berharap penerimaan lingkungan. Oleh karena itu self-compassion/ rasa kasih sayang terhadap diri tersebut di mulai dengan adanya kesadaran dan perspektif bebas tanpa adanya suatu penghakiman/ perlawanan dari diri sendiri (Fine, 2011). Selanjutnya Neff (dalam Germer & Siegel, 2012) mengatakan bahwa self-compassion merupakan rasa kasih sayang seseorang terhadap diri sendiri pada suatu penderitaan yang dialami, adanya rasa kasih sayang terhadap diri sendiri perlu dimiliki dengan adanya perasaan kebaikan, perawatan, dan pemahaman mengenai suatu penderitaan yang dialami. Sehingga dengan adanya rasa kasih sayang terhadap diri sendiri tersebut akan memunculkan adanya perasaan tergerak untuk menghadapi suatu penderitaan yang dialami oleh seseorang. Neff (dalam Karina dan Saragih, 2012) mendefinisikan selfcompassion sebagai sikap memiliki perhatian dan kebaikan terhadap diri sendiri saat menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup ataupun terhadap kekurangan dalam dirinya serta memiliki pengertian bahwa penderitaan, kegagalan dan kekurangan merupakan bagian dari kehidupan manusia dan setiap orang termasuk diri sendiri adalah

31 50 berharga. Memiliki self-compassion membawa banyak pengaruh positif dalam kehidupan seseorang, antara lain tingginya tingkat kepuasaan hidup dan kebahagiaan. Sehingga dalam hal ini self-compassion bisa memperlakukan diri dan orang lain dengan lebih berhati-hati dan hormat. Self-compassion juga memberi dukungan dan inspirasi yang diperlukan dalam membuat perubahan hidup sehingga individu mampu meraih potensi yang dimilikinya. Rasa kasih sayang hanya diarahkan ke dalam diri. Salzberg (dalam Germer & Neff, 2013) mengungkapkan bahwa kasih sayang terhadap diri terdiri dari tiga unsur utama: kebaikan, rasa kemanusiaan, dan kesadaran. Self-compassion tidak membuat individu menghindari penderitaan yang dialami, namun justru mendekati penderitaan tersebut melalui kebaikan hati dan niatan yang baik, sehingga membangkitkan rasa kesejahteraan untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Self-compassion tidak didasari dengan menghakimi ataupun memberikan penilaian yang positif. Self-compassion adalah sebuah cara positif untuk melihat keadaan diri sendiri sebagaimana adanya. Individu dapat memiliki self-compassion sebagai hasil dari ketidaksempurnaan yang dimiliki, bukan karena individu tersebut spesial ataupun berada diatas rata-rata orang lain. Maknanya, selfcompassion ada pada saat individu mengalami kegagalan maupun keberhasilan (Neff & Costigan, 2014).

32 51 Amstrong (dalam Hidayati, 2015) mengklasifikasikan compassion sebagai suatu karakteristik kepribadian dimana individu menempatkan diri pada posisi individu lain. Dalam posisi tersebut, individu merasakan pengalaman individu lain seolah-olah adalah pengalaman dirinya sendiri. Pengertian tersebut membawa konsekuensi individu memandang pengalaman individu lain dalam konteks kemurahan hati, sehingga tersentuh oleh penderitaan individu lain dan muncul keinginan untuk meringankannya. Selanjutnya Gilbert & Iron (dalam Hidayati 2015) juga menjelaskan bahwa self-compassion berhubungan dengan kemampuan merasakan perasaan individu lain dan kemurahan hati yang berkembang dari penerimaan terhadap diri sendiri, secara emosional dan kognitif atas pengalaman diri dan kesadaran untuk tidak menghindar atas pengalaman yang tidak menyenangkan. Penerimaan diri tersebut yang kemudian memunculkan istilah self-compassion, karena self-compassion dapat membantu mengaktifkan sistem penenangan diri, mengurangi perasaan takut dan kesendirian. Self-compassion merupakan salah satu bahasan yang bisa menjelaskan bagaimana individu mampu bertahan, memahami dan menyadari makna dari sebuah kesulitan sebagai hal yang positif. Menurut Germer (dalam Hidayati, 2015), self-compassion merupakan kesediaaan diri untuk tersentuh dan terbuka kesadarannya saat mengalami penderitaan dan tidak menghindari penderitaan tersebut. Self-compassion juga termasuk memberikan pemahaman yang tidak menghakimi terhadap

33 52 penderitaan, kekurangan dan kegagalan diri, sehingga pengalaman tersebut dipandang sebagai bagian dari pengalaman yang bisa dialami oleh setiap manusia. Maka dari itu, kasih sayang diri adalah penting untuk psikis, mental dan kesejahteraan spiritual individu (Fieldeing, 2015). Berdasarkan definisi-definisi yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa self-compassion adalah rasa kasih sayang terhadap diri sendiri. Rasa kasih sayang terhadap diri sendiri ini meliputi disposisi kepribadian yang berupa kemampuan penerimaan diri yang menimbulkan ketenangan, empati, kepekaan, kehangatan dan kesabaran individu dalam menghadapi permasalahan. 2. Komponen Self-Compassion Neff (2003) menyatakan bahwa self-compassion memiliki tiga komponen pembentuk, yaitu self-kindness (kebaikan terhadap diri), common humanity (sifat manusiawi), dan mindfulness (kesadaran penuh atau situasi yang dialami). a. Self-kindness (kebaikan terhadap diri sendiri) Menurut Neff (2003) Self-kindness adalah kemampuan untuk memahami diri ketika individu memiliki kekurangan ataupun merasakan penderitaan dalam hidupnya. Sehingga komponen ini menerangkan seberapa jauh seseorang dapat memahami dan memaknai kegagalannya. Neff (dalam Leary & Hoyle, 2009) juga menjelaskan bahwa ketenangan dan kesabaran dalam berpikir dan bertindak yang merupakan manifestasi dari self-compassion, yang termasuk dalam

34 53 karakteristik self-kindness. Individu dengan self-kindness dapat menghadapi permasalahan atau situasi menekan dengan menghindari penyalahan diri sendiri, atau perasaan rendah. Self-kindness merupakan afirmasi bahwa individu akan menerima kebahagiaan dengan memberikan kenyamanan pada individu lain. Self-kindness inilah yang mendorong individu untuk bertindak positif dan memberikan manfaat bagi individu lain. Self-compassion membuat individu mampu untuk menempatkan diri sebagai manusia, sebagaimana individu lain pada umumnya. Diperkuat oleh Neff & Lamb (2009) bahwa self-kindness bertolak belakang dengan self-judgment yang merupakan sikap mengkritisi ketika individu mengalami penderitaan. Sehingga Neff (2011) menambahkan bahwa self-kindness berisi afirmasi bahwa diri pantas mendapatkan cinta, kebahagiaan,dan kasih sayang walaupun dalam kondisi terburuk sehingga tercipta kenyamanan bagi diri sendiri. b. Common Humanity (sifat manusiawi/ Berhubungan dengan orang lain) Menurut Neff (2003) common humanity adalah kesadaran individu bahwa semua orang pernah mengalami masa-masa sulit. Sehingga komponen ini menerangkan seberapa banyak seseorang mampu menghargai pemikiran, perasaan dan tingkah laku orang lain yang beragam. Sebagai manusia, individu memperlihatkan keadaan yang tidak sempurna dan dimungkinkan untuk melakukan kesalahan, keadaan ini disebut sebagai common humanity. Dalam pandangan

35 54 common humanity, maka individu akan menghadapi masalah secara objektif. Neff (2011) menambahkan, melalui common humanity seseorang akan mampu melihat sebuah kegagalan atau masalah dari sudut pandang yang lebih luas sehingga mampu memahami bahwa peristiwa yang sedang dialaminya tersebut terjadi bukan sematamata karena kesalahanya sendiri melainkan memang hal yang sudah sewajarnya terjadi. Kebalikan dari common humanity adalah isolation (isolasi diri), yaitu individu memandang bahwa dirinya adalah satu-satunya orang yang memiliki kekurangan dan merasakan penderitaan dalam hidup. Dengan menyadari hal tersebut, individu akan memahami bahwa tidak ada satu orang pun yang hidupnya mulus atau sempurna tanpa ujian. Individu akan membangun konsep bahwa dirinya sebagaimana individu lain dapat melakukan kesalahan dan semuanya dapat dihadapi dalam ukuran yang bersifat umum. Perasaan adanya kesamaan dengan individu lain, mendorong individu untuk mengembangkan empati. Empati tersebut sebagaimana pengertian Rogers, tokoh psikologi humanistik (Hidayati, 2015) adalah kemampuan individu untuk memahami individu lain dengan menggunakan kerangka berpikir, sudut pandang, dan perasaan individu lain tersebut. Diperkuat oleh Lee (dalam Hidayati, 2015) menyatakan bahwa empati yang berkembang pada diri individu akan menimbulkan dorongan untuk

36 55 bertindak altruis, menolong individu lain karena adanya perasaan tanggungjawab. Kemampuan untuk menggunakan kerangka berpikir dan sudut pandang orang lain, juga terkait dengan kemampuan individu untuk keluar dari diri sendiri. Ketika individu mampu keluar dari dirinya, maka individu tersebut akan mampu mengambil perspektif individu lain serta memandang diri dan pengalamannya sendiri secara lebih objektif. c. Mindfulness (kesadaran/ Memfungsikan pikiran) Menurut Neff (2003) Mindfulness adalah kesadaran penuh untuk menerima penderitaan yang dipikiran dan dirasakan. Sehingga komponen ini menerangkan bahwa kemampuan menyeimbangkan pikiran ketika dalam situasi yang menekan atau menimbulkan penderitaan. Neff (2011) juga menambahkan bahwa konsep dasar mindfulness adalah melihat segala sesuatu seperti apa adanya dalam artian tidak dilebih-lebihkan atau dikurangi sehingga mampu menghasilkan respon yang benar-benar obyektif dan efektif. Mindfulness merupakan kebalikan dari over-identification (memahami masalah secara berlebih). Kesadaran atas pengalaman yang dihadapi secara jelas, dan seimbang disebut sebagai mindfulness, yang merupakan bagian dari internal locus of control (lokus kendali internal) pada kepribadian individu. Sehingga ketiga komponen diatas saling berkaitan dan berkombinasi antara satu dengan yang lainnya.

37 56 Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa komponen yang membangun dari self-compassion meliputi self-kindness, dimana individu dengan self-kindness dapat menghadapi permasalahan atau situasi menekan dengan menghindari penyalahan diri sendiri, atau perasaan rendah. Selanjutnya common humanity yaitu individu akan menghadapi masalah secara objektif. Individu akan membangun konsep bahwa dirinya sebagaimana individu lain dapat melakukan kesalahan dan semuanya dapat dihadapi dalam ukuran yang bersifat umum. Dan yang terakhir yaitu mindfulness disini merupakan bagian dari internal locus of control (lokus kendali internal) pada kepribadian individu. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self-Compassion Faktor yang mempengaruhi self-compassion sebagaimana diungkapkan oleh Neff (2003) yakni : a. Lingkungan Pertama kali manusia mendapat pengasuhan dari orang tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang tumbuh dengan orang tua yang selalu mengkritik ketika masa kecilnya akan menjadi lebih mengkritik dirinya sendiri ketika dewasa. Model dari orang tua juga dapat mempengaruhi self-compassion yang dimiliki individu. Perilaku orang tua yang sering mengkritik diri sendiri saat menghadapi kegagalan atau kesulitan. Orang tua yang mengkritik diri akan menjadi contoh bagi individu untuk melakukan hal tersebut saat

38 57 mengalami kegagalan yang menunjukkan derajat self-compassion yang rendah. Individu yang memiliki derajat self-compassion yang rendah kemungkinan besar memiliki ibu yang kritis, berasal dari keluarga disfungsional, dan menampilkan kegelisahan dari pada individu yang memiliki derajat self-compassion yang tinggi. b. Periode Kehidupan (Fase Perkembangan) Pada periode kehidupan diasumsikan bahwa seiring dengan bertambahnya usia, individu memiliki berbagai macam permasalahan maupun cobaan hidup yang harus dihadapi. Dengan adanya berbagai macam permasalahan yang harus dihadapi, maka individu harus mampu menyelesaikan permasalahannya secara bertahap, agar tidak menumpuk terlalu banyak. c. Usia Dalam tahap perkembangan usia, seseorang yang berada pada usia dewasa awal diasumsikan memiliki self-compassion yang rendah dibandingkan dengan seseorang yang berada pada usia dewasa madya dan dewasa akhir. Karena seseorang yang memiliki usia dewasa awal sulit memiliki kepekaan terhadap perubahan sosial dan historis di lain pihak, maka usia dewasa awal adalah periode kehidupan dimana selfcompassion yang terendah. Berbeda halnya dengan individu yang berada pada usia dewasa madya dan dewasa akhir. Usia dewasa madya dan dewasa akhir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik di SMA memasuki masa late adolescence yang berada pada rentang usia 15-18 tahun. Santrock (2007) menjelaskan, remaja mengalami berbagai perubahan

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari segi fisik maupun psikologis. Manusia mengalami perkembangan sejak bayi, masa kanak- kanak,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keterampilan Sosial 2.1.1. Pengertian Keterampilan Sosial Penyesuaian sosial merupakan salah satu aspek psikologis yang perlu dikembangkan dalam kehidupan individu, mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi adalah respon yang dirasakan setiap individu dikarenakan rangsangan baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang sering

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN AFEKTIF

PERKEMBANGAN AFEKTIF PERKEMBANGAN AFEKTIF PTIK PENGERTIAN AFEKTIF Afektif menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan rasa takut atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, mempunyai gaya atau makna yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Profesi perawat diharapkan dapat membantu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosi negatif. Pentingya individu mengelola emosi dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosi negatif. Pentingya individu mengelola emosi dalam kehidupan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Emosi sangat mendukung dalam kehidupan, apakah itu emosi positif atau emosi negatif. Pentingya individu mengelola emosi dalam kehidupan karena seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penerimaan diri 1. Pengertian Penerimaan Diri Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu berhubungan dengan orang lain sebagai proses sosialisasi dan interaksi sosial dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kesiapan Menghadapi Pertandingan Nasional Pada Atlet Kabupaten

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kesiapan Menghadapi Pertandingan Nasional Pada Atlet Kabupaten 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Kesiapan Menghadapi Pertandingan Nasional Pada Atlet Kabupaten Purbalingga 1. Pengertian Kesiapan Kesiapan berasal dari kata dasar siap yang menurut kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,

Lebih terperinci

EMOSI & PERASAAN. PERTEMUAN KE- 7

EMOSI & PERASAAN. PERTEMUAN KE- 7 EMOSI & PERASAAN PERTEMUAN KE- 7 aprilia_tinalidyasari@yahoo.com Pengertian Emosi Suatu kondisi biologis, psikologis an fisiologi dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak Emosi bersifat lebih intens

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita 1. Defenisi Wanita Murad (dalam Purwoastuti dan Walyani, 2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang memiliki dorongan keibuan yang merupakan dorongan instinktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun. Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau mendapat menstruasi (datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia atau lansia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006). Keberadaan panti

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia atau lansia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006). Keberadaan panti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Panti jompo merupakan rumah tempat memelihara dan merawat orang lanjut usia atau lansia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006). Keberadaan panti jompo di tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada zaman modern yang penuh dengan berbagai macam sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada zaman modern yang penuh dengan berbagai macam sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada zaman modern yang penuh dengan berbagai macam sesuatu yang baru dan serba praktis ini membuat banyak orang menjadi lebih mudah dalam melakukan segala sesuatunya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan berkelanjutan dalam

BAB II KAJIAN TEORI. hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan berkelanjutan dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional 2.1.1 Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional sangat penting dalam kehidupan karena pada hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

LAMPIRAN C SKALA STRES DAN AGRESIFITAS

LAMPIRAN C SKALA STRES DAN AGRESIFITAS LAMPIRAN C SKALA STRES DAN AGRESIFITAS Lampiran 1 Selamat pagi/siang/sore Saya mahasiswa dari fakultas psikologi yang sedang mengadakan penelitian mengenai stres dan agresifitas pada ibu rumah tangga yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Brigham (dalam Dayakisni, 2009) menerangkan bahwa perilaku prososial merupakan perilaku untuk menyokong kesejahteraan orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Locus Of Control 1. Pengertian Locus of Control Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori belajar sosial (Effi, 1993). Di dalam teori belajar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EMOSI. Sunardi, PLB FIP UPI

PERKEMBANGAN EMOSI. Sunardi, PLB FIP UPI PERKEMBANGAN EMOSI Sunardi, PLB FIP UPI PERKEMBANGAN EMOSI Mar at, 2006 Berlangsung sejak lahir sampai dewasa, tetapi untuk memahami secara pasti mengenai emosi bayi adalah amat sukar. Mengapa? Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kesatuan yang semakin maju dan berkembang.kondisi tersebut menuntut masyarakat pada setiap tahap rentang kehidupannya untuk meneruskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, pencapaian kedewasaan, kemandirian, dan adaptasi peran dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan dalam bidang pendidikan dan teknologi yang pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan dalam bidang pendidikan dan teknologi yang pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam bidang pendidikan dan teknologi yang pesat memudahkan masyarakat memperoleh wawasan yang semakin luas tentang banyak hal. Wawasan yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses

BAB I PENDAHULUAN. Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses tumbuh kembang dengan pesat di berbagai aspek perkembangan. Salah satunya adalah aspek

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan yang dianut oleh penduduknya. Masing-masing agama memiliki pemuka agama. Peranan pemuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik sumber daya manusia menjadi lebih baik, memiliki pengetahuan yang berguna bagi semua pihak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deskripsi cantik fisik, setiap orang punya paham sendiri-sendiri. Orang

BAB I PENDAHULUAN. Deskripsi cantik fisik, setiap orang punya paham sendiri-sendiri. Orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deskripsi cantik fisik, setiap orang punya paham sendiri-sendiri. Orang Indonesia mengasosiasikan cantik adalah wanita yang memiliki ciri-ciri antara lain berkulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun

BAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perjalanan hidup manusia dewasa, pada umumnya akan masuk masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun mulai tumbuh saat orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak pernah lepas dari kehidupan emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang berbeda mulai dari gender hingga tuntutan sosial yang masing-masing diemban. Meskipun memiliki

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2005) kecerdasan emosional awalnya

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2005) kecerdasan emosional awalnya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2005) kecerdasan emosional awalnya digunakan untuk menjelaskan kualitas-kualitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah proses panjang yang dialami seorang individu dalam kehidupannya. Proses peralihan dari masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kematangan Emosional 2.1.1. Pengertian Kematangan Emosional Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction. body image sebagai suatu sikap dan penilaian individu mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction. body image sebagai suatu sikap dan penilaian individu mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Dissatisfaction 1. Pengertian Body Dissatisfaction Cash & Pruzinsky (Marshall & Lengyell, 2012) mendefinisikan body image sebagai suatu sikap dan penilaian individu mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Empati 2.1.1 Definisi Empati Empati merupakan suatu proses memahami perasaan orang lain dan ikut merasakan apa yang orang lain alami. Empati tidak hanya sebatas memasuki dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK Artikel MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK Oleh: Drs. Mardiya Selama ini kita menyadari bahwa orangtua sangat berpengaruh terhadap pengasuhan dan pembinaan terhadap anak. Sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap fase kehidupan manusia pasti mengalami stres pada tiap fase menurut perkembangannya. Stres yang terjadi pada mahasiswa/i masuk dalam kategori stres

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari tingkat TK sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010). BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal Burgoon dan Ruffner (1978) kecemasan komunikasi interpersonal adalah kondisi ketika individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, saling berhubungan atau berkomunikasi, dan saling mempengaruhi. Hidupnya selalu

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi mendefinisikan perkembangan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Musik Dalam Kehidupan Sehari-Hari 1. Definisi Musik Musik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara di urutan, kombinasi, dan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang kepercayaan, penasehat, orang yang berkarir, dan sebagai orang tua

BAB I PENDAHULUAN. orang kepercayaan, penasehat, orang yang berkarir, dan sebagai orang tua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita berharap pasangannya terus menerus menjadi kekasih, teman, orang kepercayaan, penasehat, orang yang berkarir, dan sebagai orang tua (Santrock, 2002).

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan Bab 5 Ringkasan 5.1 Ringkasan Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan tentang teori psikologi penyakit skizofrenia yang akan saya gunakan untuk membuat analisis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 15 BAB II LANDASAN TEORI A. Emosi 1. Definisi Emosi Emosi berasal dari bahasa latin yaitu emovere yang berarti luar dan movere dengan arti bergerak. Menurut Lahey (2007), emosi merupakan suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome adalah penyakit yang merupakan kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PEMBERIAN PUNISHMENT OLEH GURU DENGAN KECEMASAN DI DALAM KELAS PADA SISWA KELAS VII SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA (SLTPN) 1 DAWE KUDUS SKRIPSI Diajukan Kepada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang selalu ingin dicapai oleh semua orang. Baik yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka ingin dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 14 persen. Total dokter yang dibutuhkan secara nasional hingga tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. 14 persen. Total dokter yang dibutuhkan secara nasional hingga tahun 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan terhadap tenaga dokter di seluruh dunia terus meningkat hingga 14 persen. Total dokter yang dibutuhkan secara nasional hingga tahun 2014 mencapai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ekspresi Emosi 1. Emosi Sarwono (2010) mendefinisikan emosi sebagai reaksi penilaian (positif atau negatif) yang kompleks dari sistem syaraf seseorang terhadap rangsangan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Spot (2004) menjelaskan kebahagiaan adalah penghayatan dari perasaan emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang diinginkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peneliti ingin meneliti salah satu karya dari Asa Nonami berjudul Kogoeru Kiba.

BAB I PENDAHULUAN. peneliti ingin meneliti salah satu karya dari Asa Nonami berjudul Kogoeru Kiba. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asa Nonami merupakan seorang novelis terkenal di Jepang, ia lahir pada 19 Agustus 1960 di Tokyo. Asa Nonami adalah penulis cerita fiksi kejahatan dan cerita horor,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEKERASAN EMOSI 1. Pengertian Kekerasan Emosi Kekerasan emosi didefinisikan sebagai bentuk kekerasan yang dilakukan secara sengaja tujuan untuk mempertahankan dan menguasai individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Memaafkan 1. Defenisi Memaafkan Secara terminologis, kata dasar memaafkan adalah maaf dan kata maaf adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

Lebih terperinci