BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 15 BAB II LANDASAN TEORI A. Emosi 1. Definisi Emosi Emosi berasal dari bahasa latin yaitu emovere yang berarti luar dan movere dengan arti bergerak. Menurut Lahey (2007), emosi merupakan suatu hal yang dihasilkan dari proses fisiologis sehingga menyebabkan munculnya reaksi emosi, reaksi emosi ini tidak dapat dibaca akan tetapi hanya dapat dilihat melalui ekspresi dan perilaku individu saja. Sedangkan menurut Goleman (2002) yang mengatakan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak, emosi juga merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Lazarus (1999) juga menjelaskan mengenai emotions represent the wisdom of the ages yaitu emosi mengambarkan dari kebijaksanaan usia yang membutuhkan respon-respon terhadap masalah-masalah adaptif yang berulang. Selanjutnya Lazarus menyatakan bahwa emosi hanya membuat individu lebih berkemungkinan untuk mengambil tindakan tertentu, sehingga individu harus mampu untuk mengatur emosi. Menurut Lazarus (1999), emosi terbagi dua yaitu emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif yaitu emosi yang sesuai (congruent) dengan tujuan individu, seperti happiness (gembira), pride (bangga), relief (lega), hope (harapan), love (kasih sayang), compassion (kasihan), dan sebaliknya emosi negatif yaitu 15

2 16 emosi yang tidak sesuai dengan tujuan individu, seperti anger (marah), anxiety (cemas), fright (takut), jealously (perasaan bersalah), shame (malu), disgust (jijik). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu hal yang dihasilkan dari proses fisiologis yang merujuk pada suatu perasaan dan pikiran (kognitif) yang khas yang bereaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu sehingga berkemungkinan untuk mengambil tindakan tertentu. 2. Proses Emosi Menurut Gross (2007), proses emosi sebagai model modalitas yang didasari oleh adanya suatu transaksi antara individu dengan situasi. Proses emosi meliputi situation-attention-appraisal-response yang kemudian Gross menyebutnya sebagai The Modal Model of Emotion. Rangkaian ini dimulai dengan situasi (situation) external dan internal yang relevan dengan individu secara psikologis, selanjutnya individu anak memberi perhatian (attention) apabila situasi tersebut relevan dengan dirinya, kemudian individu memberi penilaian (appraisal) sehingga muncul respon emosi (response). Rangkaian proses emosi ini bersifat dinamis dan dapat terjadi berulang serta berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, hal ini tergantung dari situasi yang dihadapi oleh individu. Bagan 2. The Modal Model Of Emotion

3 17 B. Regulasi Emosi 1. Definisi Regulasi Emosi Thompson (1994) mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan individu untuk memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional untuk mencapai tujuan. Menurut Gross (2007), regulasi emosi merujuk untuk membentuk salah satu atau lebih emosi dan mengungkapkan emosi tersebut, regulasi emosi terkait dengan cara emosi dapat diregulasi/dikontrol. Selanjutnya Gross menambahkan, regulasi emosi dlakukan pada saat proses emosi tertentu yaitu terjadi sebelum atau sesudah munculnya respon emosi Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, regulasi emosi adalah kemampuan individu untuk memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional untuk membentuk salah satu atau lebih emosi dan mengungkap emosi tersebut yang terjadi sebelum atau sesudah munculnya respon emosi. 2. Aspek Regulasi Emosi Menurut Thompson (1994), ada tiga aspek regulasi emosi yaitu; a) Kemampuan memonitor emosi (emotions monitoring) yaitu kemampuan untuk menyadari dan memahami dari keseluruhan proses yang terjadi dalam diri, pikiran dan latar belakang dari tindakan individu. b) Kemampuan mengevaluasi emosi (emotions evaluating) yaitu kemampuan untuk mengelola dan menyeimbangkan emosi-emosi yang dialami individu. Kemampuan untuk mengelola emosi negatif seperti

4 18 kemarahan, kesedihan, kecewa, dendam dan benci akan membuat individu tidak terbawa dan terpengaruh secara mendalam yang dapat mengakibatkan individu tidak dapat berfikir secara rasional. c) Kemampuan memodifikasi emosi (emotions modification) yaitu kemampuan untuk merubah emosi sehingga mampu memotivasi diri terutama ketika individu berada dalam putus asa, cemas dan marah. Kemampuan ini membuat individu mampu bertahan dalam masalah yang sedang dihadapinya. 3. Strategi Regulasi Emosi Menurut Gross (2014), strategi regulasi emosi didasarkan oleh proses emosi atau the modal model of emotion. Berdasarkan dari modal model of emotion, Gross membentuk 5 kelompok strategi regulasi emosi sehingga individu dapat melakukan regulasi emosi mereka yang kemudian disebut dengan process model of emotion regulation. Adapun strategi regulasi emosi tersebut adalah: 1. Pemilihan Situasi (Situation Selection) Situation selection meliputi tindakan yang menentukan individu mendapatkan situasi yang diharapkan, sehingga menyebabkan emosi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Strategi ini terkait dengan tindakan mendekati atau menghindari orang lain (hubungan interpersonal) atau situasi berdasarkan dampak emosional yang muncul. Contohnya menghindar dari kemarahan orang lain, mencari tempat untuk menangis

5 19 2. Modifikasi Situasi (Situation Modification) Situation modification mengacu pada usaha untuk mengubah situasi secara langsung untuk mengubah dampak emosional atau teralihkan. Situation modificaton berhubungan dengan proses modifikasi lingkungan external dan fisik. Contohnya mengubah lingkungan yang menyebabkan munculnya emosi negatif. 3. Penyebaran Perhatian (Attentional Deployment) Attentional deployment yaitu mengarahkan perhatian dalam situasi tertentu untuk mempengaruhi dan mengatur emosi yang muncul. Salah satu bentuk umum dari attentional deployment adalah distraksi dan konsentrasi. Distraksi yaitu cara dengan memfokuskan perhatian pada aspek-aspek lain dari situasi secara bersamaan. Contohnya individu mengalihkan pada ingatan yang menyenangkan ketika menghadapi keadaan emosi yang negatif. Berbeda dengan distraksi, konsentrasi yaitu menarik perhatian pada aspek-aspek yang berhubungan dengan situasi. Contohnya individu memfokuskan atau melibatkan ingatannya mengenai suatu situasi yang memunculkan emosi. 4. Perubahan Kognitif (Cognitive Change) Cognitive change mengacu pada cara individu menilai situasi tertentu sehingga dapat mengubah makna emosional, baik itu dengan mengubah cara berpikir mengenai situasi atau kemampuan seseorang untuk mengelola atau mengatur tuntutan. Salah satu bentuk sangat

6 20 baik yang dipelajari dari cognitive change adalah reappraisal, bentuk cognitive change sering digunakan untuk mengurangi emosi negatif tetapi dapat juga untuk meningkatkan atau menurunkan emosi positif dan negatif. 5. Perubahan Respon ( Response Modulation) Response modulation terjadi diakhir proses emosi yaitu setelah kecenderungan respon dimulai atau sudah terjadi dan mempengaruhi secara langsung experiential, behavioral, atau komponen physiological respon emosi. Salah satu contoh dari response modulation adalah expressive suppression, yaitu individu mencoba untuk mencegah secara terus-menerus perilaku emotion-expressive negatif atau positif. Model strategi regulasi emosi tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok strategi yaitu antecedent-focused strategies dan response-focused strategies. Antecendent-focused strategies digunakan untuk proses mempersiapkan kecenderungan respon sebelum sebelumnya diaktifkan, tipe yang termasuk antecedent-focused strategies adalah situatian selection, situation modification, attentional deployment dan coginitive change. Sedangkan response-focused strategies digunakan untuk penggerakan respon emosi yang sebenarnya ketika emosi sedang berlangsung, tipe untuk response-focused strategies yaitu response modulation.

7 21 Bagan 3. Process Model Of Emotion Regulation 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Regulasi Emosi Menurut Sheppes (dalam Gross, 2014), terdapat tiga faktor penentu utama yang mempengaruhi individu memilih strategi regulasi emosi, yaitu; 1. Intensitas emosional merupakan dimensi utama variasi di konteks emosional. Pada situasi dengan intensi rendah dan emosi yang negatif, individu akan lebih memilih untuk melakukan penilaian kembali. Sedangkan individu dalam situasi intensitas tinggi dengan emosi negatif cenderung memilih untuk memblokir informasi emosional atau dengan menghindar situasi yang menimbulkan emosi sebelum mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi situasi. 2. Kompleksitas kognitif dapat menghasilkan sebuah strategi regulasi emosi. Hal ini dapat dilihat dengan melibatkan proses kognitif yang berurutan yaitu generasi, implementasi dan pemeliharaan. Generasi melibatan untuk menemukan opsi pengaturan yang memadai sehingga dapat menggantikan pegolahan infomasi emosional. Implementasi melibatkan untuk mengaktifkan strategi regulasi

8 22 emosi dan pemeliharaan memegang peran dalam mempertahankan regulasi emosi selama yang diperlukan 3. Tujuan motivasi yaitu mengevaluasi stimulus emosional akan ditemui dalam sekali atau beberapa kali. Stimulus emosional yang dihadapi beberapa kali dapat lebih baik dalam melakukan regulasi emosi. Selain faktor pemilihan strategi regulasi emosi, menurut Riediger & Klipker (dalam Gross, 2014) bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi kemampuan individu terutama pada usia remaja dalam melakukan regulasi emosi yaitu familial context. Faktor familial context mempengaruhi cukup penting dalam memfasilitasi atau menghambat keterampilan regulasi emosi. Familial context mempengaruhi perkembangan regulasi emosi selama masa kanak-kanak dan remaja dalam tiga cara yaitu; melalui observasi pembelajaran, melalui pola pengasuhan orang tua dan melalui iklim emosional dalam keluarga. C. Percobaan Bunuh Diri (Suicide Attempt) 1. Definisi Percobaan Bunuh Diri (Suicide Attempt) Bunuh diri berasal dari bahasa Latin yaitu suicidium. Kata sui yang berarti sendiri dan cidium yang berarti pembunuhan. Schneidman mendefinisikan bunuh diri sebagai sebuah perilaku pemusnahan secara sadar yang ditujukan pada diri sendiri oleh individu yang memandang bunuh diri sebagai solusi terbaik dari sebuah isu. Selanjutnya Shneidman mendeskripsikan bahwa keadaan mental individu yang cenderung

9 23 melakukan bunuh diri telah mengalami rasa sakit psikologis dan perasaan frustasi yang bertahan lama sehingga individu melihat bunuh diri sebagai satu-satunya penyelesaian untuk masalah yang dihadapi yang bisa menghentikan rasa sakit yang dideritanya (dalam Silverman, 2006). Bunuh diri dan percobaan bunuh diri memiliki sedikit perbedaan definisi. Percobaan bunuh diri dan bunuh diri yang berhasil dilakukan memiliki hubungan yang kompleks (Silverman, 2006). Hal ini dikarenakan adanya interaksi antara etiologi kedua perilaku tersebut, kebanyakan pelaku bunuh diri melakukan beberapa percobaan bunuh diri sebelum akhirnya berhasil bunuh diri. Silverman (2006) mendefinisikan percobaan bunuh diri sebagai sebuah situasi individu telah melakukan sebuah perilaku yang sebenarnya atau kelihatannya mengancam hidup dengan intensi menghabisi hidupnya, atau memperlihatkan intensi demikian, tetapi belum berakibat pada kematian. Berdasarkan penjelasan tersebut, yang dimaksud dengan percobaan bunuh diri adalah situasi individu untuk membunuh diri dengan intensi menghabisi hidupnya tetapi belum berakibat kematian. 2. Faktor Penyebab Bunuh Diri Menurut Maris dkk. (2000), terdapat beberapa faktor penyebab individu melakukan percobaan bunuh diri dan setiap faktor tersebut saling berinteraksi. Berikut faktor-faktor yang menyebabkan individu melakukan percobaan bunuh diri diantaranya;

10 24 1. Adanya gangguan mental pada individu, seperti major-deppressive illness, affective disorder 2. Adanya penyalahgunaan obat-obatan pada individu 3. Individu memiliki pemikiran untuk melakukan bunuh diri dan telah mempersiapkan percobaan bunuh diri 4. Individu memiliki sejarah percobaan bunuh diri, baik pada dirinya sendiri dan dalam keluarga 5. Individu merasa terisolasi, hidup sendiri, dan penolakan 6. Adanya hopeless dan cognitive rigdity pada individu 7. Individu memiliki permasalahan dalam kehidupannya sehingga menyebabkan stres, seperti masalah pekerjaan, pernikahan, patologi keluarga, konflik interpersonal, dan berhubungan langsung dengan kelompok yang suicidal 3. Dampak Percobaan Bunuh Diri Menurut Cerel, dkk. (2008), terdapat 4 variabel dampak negatif pada anak yang menghadapi percobaan bunuh diri pada anggota keluarganya, yaitu; 1. Muncul simptom-simptom gangguan kesehatan mental pada anak (mood disorder, anxiety disorder, perilaku bunuh diri, posttraumatic stress disorder, traumatic grief) 2. Anak memunculkan emosi-emosi negatif (kesedihan, marah dan merasa bersalah) yang berdampak jangka panjang pada anak. 3. Gangguan fungsional (masalah sosial, masalah akademik di sekolah).

11 25 4. Gangguan kesehatan pada fisik (mudah terserang sakit, perubahan gangguan fisiologis). D. Remaja 1. Definisi Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin yaitu adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Menurut Piaget (dalam Hurlock 2007), masa remaja adalah usia individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia individu tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Piaget juga menjelaskan bahwa kata adolescence memiliki makna yang lebih dari tumbuh, dimana meliputi kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Selain itu, menurut Papalia (2009) masa remaja merupakan masa transisi atau perubahan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, perubahan yang dimaksudkan meliputi perubahan fisik, kemampuan kognitif, sosial, harga diri, otonomi, dan keintiman. Menurut Hurlock (2007), secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu awal masa dan akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung dari umur 13 tahun sampai dengan 16 atau 17 tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai dengan 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum. 2. Perkembangan Emosi Pada Remaja Menurut Hurlock (2007), masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, yaitu periode terjadinya ketegangan emosi yang tinggi

12 26 sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar atau hormon pada tubuh remaja. Pertumbuhan pada tahun-tahun awal masa remaja terus berlangsung akan tetapi berjalan lebih lama. Hurlock juga menjelasakan bahwa remaja lebih banyak dikelilingi maupun dituntut dari kondisi sosial sehingga munculnya kestabilan atau tidak emosi pada masa remaja karena berada ditekanan sosial dan menghadapi kondisi yang baru sedangkan pada masa kanak-kanak mereka kurang mempersiapkan untuk menghadapi keadaankeadaan tersebut. Menurut Gessel, sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan emosi dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilau yang baru dan harapan sosial yang baru. Selanjutnya Gessel juga menjelaskan walaupun emosi remaja seringkali kuat, tidak terkendali dan tampak irasional, tetapi pada umumnya setiap tahun masa remaja akan terjadi perbaikan perilaku emosional misalnya, remaja 14 tahun lebih sering mudah marah, mudah terangsang dan emosi mereka cenderung meledak sedangkan remaja 16 tahun, mereka lebih lebih tidak punya keprihatinan (dalam Hurlock 2007). Menurut Santrock (2007), masa remaja merupakan suatu masa fluktuasi emosi (naik-turunnya) yang dapat berlangsung lebih sering. Selanjutnya, penelitian Rosenblum & Lewis (dalam Santrock 2007) menujukkan bahwa remaja memiliki suasana hati yang dapat berubah-ubah, terkadang remaja akan merasa bahagia dan bahkan merasa sangat sedih tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi remaja. Pada kompetensi

13 27 emosional, masa remaja cenderung lebih menyadari siklus emosionalnya, seperti perasaan bersalah karena marah. Kesadaran yang dimiliki remaja dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk mengatasi emosinya. Kemampuan remaja yang menyadari siklus emosional sehingga mereka dapat mempersiapkan untuk dapat mengatasi stres dan fluktuasi emosional secara efektif, namun banyak juga remaja tidak dapat mengelola emosinya secara lebih efektif (dalam Santrock 2007). Remaja yang tidak dapat mengelola emosi secara lebih efektif cenderung untuk mengalami depresi, mudah marah, cemas yang selanjutnya dapat memicu munculnya berbagai masalah seperti kesulitan akademis, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja atau gangguan makanan. 3. Regulasi Emosi Pada Remaja Regulasi emosi berperan penting dalam kemampuan remaja ketika menghadapi suatu tantangan maupun peristiwa yang menekan kondisi psikologisnya. Remaja yang mampu untuk melakukan regulasi emosi mampu untuk beradaptasi dalan kehidupan sosial dan kestabilan emosinya (dalam Gross, 2014). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gebeck dan Skinner (dalam Gross 2014), ketika remaja dalam kondisi stres umumnya akan melakukan strategi regulasi emosi dengan cara menghindar dari situasi yang memunculkan emosi negatif. Namun, secara kognitif remaja mampu untuk merefleksikan keadaan emosional mereka sendiri. Remaja juga dapat menggunakan strategi cognitive change untuk menghadapi ketidakstabilan emosi mereka seperti self-talk positif dan penilaian kembali.

14 28 E. Gambaran Regulasi Emosi Remaja Terhadap Percobaan Bunuh Diri Orang Tua Percobaan bunuh diri adalah suatu tindakan individu ketika telah melakukan sebuah perilaku yang sebenarnya atau kelihatannya mengancam hidup dengan intensi menghabisi hidupnya, atau memperlihatkan intensi, tetapi belum berakibat pada kematian (Silverman, 2006). Terdapat beberapa fakor yang menyebabkan individu melakukan percobaan bunuh diri, salah satunya yang paling banyak ditemukan adalah permasalahan dalam kehidupannya sehingga menyebabkan stres. Percobaan bunuh diri tidak hanya berdampak negatif pada pelaku, namun juga berdampak negatif pada anggota keluarga terutama pada anakanak yang menginjak usia remaja. Menurut Cerel, dkk. (2008), salah satu variabel dampak negatif pada anak yang menghadapi percobaan bunuh diri orang tuanya adalah anak akan memunculkan emosi-emosi negatif seperti kesedihan, marah dan merasa bersalah yang berdampak negatif dalam jangka panjang pada anak. Melihat dampak tersebut, anak-anak perlu untuk melakukan suatu cara mengontrol emosinya. Regulasi emosi adalah suatu cara untuk membentuk salah satu atau lebih emosi dan belajar untuk mengungkapkan emosi yang muncul. Regulasi emosi terkait dengan cara emosi dapat diregulasi atau dikontrol (Gross, 2007). Regulasi emosi sendiri dapat menjadi upaya yang dilakukan remaja untuk mengontrol dan mengurangi emosi-emosi negatif yang muncul terhadap peristiwa percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh salah

15 29 satu orang tuanya. Remaja yang mampu melakukan regulasi emosi mampu untuk mengekspresikan emosi dengan baik sehingga dapat mengubah situasi terhadap dampak dari percobaan bunuh diri orang tua dan juga mengubah lingkungan sosial menjadi lebih baik (Garrison, 2003). Terdapat lima strategi regulasi yang dapat dilakukan remaja. Strategi regulasi emosi terdiri dari situation selection, situation modification, attentional deployment, cognitive change dan response modulation (Gross, 2007). Kelima strategi regulasi tersebut didasarkan dari proses emosi yaitu proses situation-attention-appraisal-response. Strategi situation selection dihasilkan dari proses situation. Pada strategi ini, remaja yang menghadapi percobaan bunuh diri salah satu orang tuanya memilih situasi yang diinginkannya dengan cara menghindari orang yang terkait dengan peristiwa tersebut sehingga membuat remaja merasa lebih tenang dan dapat menghindari emosi negatif yang muncul. Menurut Gross (2007), strategi situation selection memiliki manfaat dalam kurun waktu yang singkat, hal ini dikarenakan individu mencoba untuk menghindari situasi. Strategi situation modification juga dihasilkan dari proses emosi pertama yaitu situation. Berbeda dengan strategi sebelumnya, strategi ini mengacu pada upaya remaja untuk mengubah situasi percobaan bunuh diri orang tuanya secara langsung dengan cara memodifikasi lingkungan remaja, hal ini digunakan untuk mengalihkan dampak emosi negatif yang dirasakan oleh remaja tehadap peristiwa tersebut. Menurut Gross (2007),

16 30 situation modification dilakukan hanya pada lingkungan eksternal dan lingkungan fisik. Strategi attentional deployment dihasilkan dari proses emosi tahap kedua yaitu attention. Strategi ini mengarahkan perhatian remaja terhadap situasi yang memunculkan emosi negatif pada peristiwa percobaan bunuh diri orang tuanya. Pada strategi ini remaja akan memilih untuk mengalihkan perhatian terhadap situasi tersebut atau mencoba untuk memperhatikan situasi yang dialaminya. Menurut Gross (2007), strategi attentional deployment memiliki berbagai bentuk yaitu menarik diri secara fisik, pengalihan secra internal, dan pengalihan respon. Cognitive change merupakan strategi yang dihasilkan pada tahap appraisal pada proses emosi. Strategi cognitive change mengarahkan remaja untuk menilai mengenai peristiwa percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh orang tuanya. Penilaian digunakan remaja utnuk melihat sisi lain dari peristiwa tersebut sehingga mengubah emosi negatif menjadi lebih positif. Menurut Gross (2007), strategi cognitive change digunakan untuk pengalaman atau peristiwa internal, misalnya physiological arousal yang di alami individu terhadap suatu situasi tertentu. Strategi terakhir yang dihasilkan dari proses emosi pada tahap response adalah strategi response modulation. Pada strategi ini remaja yang mengalami peristiwa percobaan bunuh diri orang tuanya menujukkan response dalam bentuk perilaku yang dapat diamati atau dilihat secara

17 31 langsung. Pada umunya, individu dapat melakukan regulasi emosi, jika individu dapat menemukan cara untuk mengekspresikan emosi yang muncul dalam cara yang lebih adaptif daripada maladaptif (Gross, 2007). Menelaah lebih lanjut, menurut Gross (2007) proses emosi berlangsung secara dinamis, sehingga proses emosi dapat terjadi berulang dan berlangsung dalam waktu yang panjang. Oleh karena itu, strategi regulasi emosi dapat terjadi secara berulang dan dinamis. Setiap individu dapat melakukan lebih dari satu atau tidak melakukan strategi regulasi emosi dalam suatu kondisi dan situasi tertentu. Hal ini tergantung pada situasi yang sedang dihadapi individu (Gross, 2007). Selanjutnya Sheppes (dalam Gross,2014) menambahkan, terdapat tiga faktor penentu yang mempengaruhi individu memilih strategi regulasi emosi yaitu intensitas emosional, kompleksitas kognitif dan tujuan motivasi. Intensitas emosional adalah dimensi dalam konteks emosional yang berhubungan dengan intensitas situasi dan level dari emosi yang muncul. Kompleksitas kognitif yaitu berkaitan dengan proses kognitif remaja dalam menghadapi suatu situasi dan kemunculan emosinya. Selanjutnya, tujuan motivasi berkaitan dengan dorongan dan pengalaman individu terhadap situasi yang dialaminya. Selain tiga faktor tersebut, menurut Riedger & Klipker (dalam Gross, 2014) terdapat faktor familial context yang mempengaruhi kemampuan remaja dalam melakukan regulasi emosi. Familial context mempengaruhi perkembangan regulasi emosi selama masa kanak-kanak dan remaja dalam tiga cara yaitu; melalui observasi

18 32 pembelajaran, melalui pola pengasuhan orang tua dan melalui iklim emosional dalam keluarga.

19 33 Regulasi Emosi Remaja yang Mengalami Percobaan Bunuh Diri Orang Tua Situation Selection Situation Situation Modification Attention Faktor Pemilihan Strategi Regulasi Emosi: 1. Intensitas Emosional 2. Kompleksitas Kognitif 3. Tujuan Motivasi Attentional Deployment Cognitive Change Appraisal Faktor Kemampuan Regulasi Emosi Remaja: Familial Context Response Response Modulation Keterangan: Proses Kognitif Strategi Regulasi Emosi Faktor yang Mempengaruhi Bagan 4. Paradigma Teoritis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Regulasi Emosi 2.1.1 Definisi Regulasi Emosi Regulasi emosi mempunyai beberapa definisi dari para ahli. Menurut Shaffer, (2005), regulasi emosi ialah kapasitas untuk mengontrol

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi 2.1.1 Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk membentuk karakteristik-karakteristik tertentu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi adalah respon yang dirasakan setiap individu dikarenakan rangsangan baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 12 tahun), usia remaja madya (13-15 tahun) dan usia remaja akhir (16-19 tahun).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 12 tahun), usia remaja madya (13-15 tahun) dan usia remaja akhir (16-19 tahun). 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Usia remaja adalah umur individu yang berada dalam usia 10-19 tahun (Sarwono, 2006) dimana usia remaja terbagi atas 3 kategori, yaitu usia remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun. Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau mendapat menstruasi (datang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada umumnya pasti tidak akan terlepas dari permasalahan sepanjang masa hidupnya. Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial yang setiap harinya pasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, pencapaian kedewasaan, kemandirian, dan adaptasi peran dan fungsi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sampai akhir kehidupan seseorang. Sedangkan menurut WHO (dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sampai akhir kehidupan seseorang. Sedangkan menurut WHO (dalam 17 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. LANSIA 1. Defininis Lansia Menurut Hurlock (2012: 380), tahap terakhir dalam kehidupan dibagi menjadi dua, yakni usia lanjut dini yang berusia antara enam puluh sampai tujuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Brigham (dalam Dayakisni, 2009) menerangkan bahwa perilaku prososial merupakan perilaku untuk menyokong kesejahteraan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai landasan teori variabel yang akan diteliti beserta dimensi, landasan teori mengenai dewasa muda, kerangka berpikir dan asusmsi penelitian. 2.1

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Dalam bab ini, peneliti akan menjelaskan mengenai kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta diskusi tentang hasil-hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Gross (2007) menyatakan bahwa istilah emotion regulation atau regulasi

BAB II LANDASAN TEORI. Gross (2007) menyatakan bahwa istilah emotion regulation atau regulasi BAB II LANDASAN TEORI A. REGULASI EMOSI 1. Pengertian Regulasi Emosi Gross (2007) menyatakan bahwa istilah emotion regulation atau regulasi emosi merupakan istilah yang ambigu karena regulasi emosi bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Memaafkan 1. Defenisi Memaafkan Secara terminologis, kata dasar memaafkan adalah maaf dan kata maaf adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan

Lebih terperinci

2015 LAYANAN KONSELING DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI SELF-MANAGEMENT UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS EMOSI PESERTA DIDIK

2015 LAYANAN KONSELING DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI SELF-MANAGEMENT UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS EMOSI PESERTA DIDIK 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa dimana individu berada pada tahapan yang penting, peralihan, perubahan, mencari identitas, menimbulkan ketakutan, tidak realistik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik sumber daya manusia menjadi lebih baik, memiliki pengetahuan yang berguna bagi semua pihak dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak kriminalitas dilakukan oleh remaja (Republika, 2 0 0 5 ). Tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kesiapan Menghadapi Pertandingan Nasional Pada Atlet Kabupaten

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kesiapan Menghadapi Pertandingan Nasional Pada Atlet Kabupaten 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Kesiapan Menghadapi Pertandingan Nasional Pada Atlet Kabupaten Purbalingga 1. Pengertian Kesiapan Kesiapan berasal dari kata dasar siap yang menurut kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SOSIAL DAN KEPRIBADIAN. Program PLPG PAUD UAD 2017

PENGEMBANGAN SOSIAL DAN KEPRIBADIAN. Program PLPG PAUD UAD 2017 PENGEMBANGAN SOSIAL DAN KEPRIBADIAN Program PLPG PAUD UAD 2017 PENTINGNYA PENGEMBANGAN SOSIAL 1. Anak perlu distimulasi dan difasilitasi, sehingga perkembangan sosialnya dapat berkembang dengan baik. Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use Problematic Internet use (PIU) didefinisikan sebagai cara penggunaan internet yang menyebabkan penggunanya memiliki gangguan atau masalah secara psikologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya potensi biologik seorang remaja merupakan hasil interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya potensi biologik seorang remaja merupakan hasil interaksi antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan yang terjadi sejak intrauterin dan terus berlangsung hingga dewasa. Proses mencapai dewasa inilah anak harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa dengan bertambahnya usia, setiap wanita dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi dalam beberapa fase,

Lebih terperinci

Bayi tidak bisa mengungkapkan perasaan mereka, untuk mengungkapkan emosi yang seg mereka alami adalah suatu tantangan. Meskipun vokalisasi gerakan- ge

Bayi tidak bisa mengungkapkan perasaan mereka, untuk mengungkapkan emosi yang seg mereka alami adalah suatu tantangan. Meskipun vokalisasi gerakan- ge Bayi tidak bisa mengungkapkan perasaan mereka, untuk mengungkapkan emosi yang seg mereka alami adalah suatu tantangan. Meskipun vokalisasi gerakan- gerakan tubuh menyediakan beberapa informasi, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Personal Adjustment 1. Definisi Personal Adjustment Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah sebuah proses psikologis yang dijalani seseorang yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SINDROM PRAMENSTRUASI. Menurut Kaunitz (2008) sindrom pramenstruasi adalah kombinasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SINDROM PRAMENSTRUASI. Menurut Kaunitz (2008) sindrom pramenstruasi adalah kombinasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SINDROM PRAMENSTRUASI 1. DefinisiSindrom Pramenstruasi Menurut Kaunitz (2008) sindrom pramenstruasi adalah kombinasi perubahan fisik, psikologis, dan perilaku yang menyedihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun dan terbagi menjadi masa remaja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

REGULASI EMOSI PADA PEREMPUAN PEDAGANG PASAR KLEWER

REGULASI EMOSI PADA PEREMPUAN PEDAGANG PASAR KLEWER REGULASI EMOSI PADA PEREMPUAN PEDAGANG PASAR KLEWER Muhammad Yusuf; Moordiningsih Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: salmansuv@gmail.com Abstrak Sebagai ibu pedagang yang menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena sesuatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan. bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan. bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. 15 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. EMOSI 1. Pengertian Emosi Emosi berasal dari bahasa Latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jenis Kelamin Tahun Agustus Agustus

BAB 1 PENDAHULUAN. Jenis Kelamin Tahun Agustus Agustus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan Narkoba yang ada saat ini khususnya di kalangan remaja terbilang cukup tinggi. Berdasarkan data yang terhimpun pada Data Direktorat Reserse

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan masa dimana setiap individu mengalami perubahan yang drastis baik secara fisik, psikologis, maupun lingkup sosialnya dari anak usia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak 1. Pengertian Coping Stress Coping adalah usaha dari individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang pasti akan mengalami banyak masalah dalam kehidupannya. Salah satu masalah yang harus dihadapi adalah bagaimana seseorang dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan bagi individu yang belajar atau mengikuti pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara psikologis perubahan merupakan situasi yang paling sulit untuk diatasi oleh seseorang, dan ini merupakan ciri khas yang menandai awal masa remaja. Dalam perubahannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya oleh masyarakat maupun pemerintahan Indonesia. Indonesia mewajibkan anak-anak bangsanya untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Emosi 1. Pengertian Emosi Emosi berasal dari bahasa Latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang terlahir pada umumnya dapat mengenal lingkungan atau orang lain dari adanya kehadiran keluarga khususnya orangtua yg menjadi media utama

Lebih terperinci

kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang dicintai, konflik keluarga,

kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang dicintai, konflik keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini stres menjadi problematika yang cukup menggejala di kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN ANTARA CYBERBULLYING DENGAN STRATEGI REGULASI EMOSI PADA REMAJA

2016 HUBUNGAN ANTARA CYBERBULLYING DENGAN STRATEGI REGULASI EMOSI PADA REMAJA BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari skripsi yang akan membahas beberapa hal terkait penelitian, seperti latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep koping 1.1. Pengertian mekanisme koping Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang menjelaskan mengenai pengertian perkembangan, pengertian emosi, dan pengertian pendidikan anak usia dini. A. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di antara tahap kanak-kanak dengan tahap dewasa. Periode ini adalah ketika seorang anak muda harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Konsep Lansia Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan stress lingkungan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agresi 2.1.1 Definisi Agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental (Aziz & Mangestuti, 2006). Perilaku

Lebih terperinci

MASALAH KELUARGA DAN MEKANISME PENANGGULANGANNYA

MASALAH KELUARGA DAN MEKANISME PENANGGULANGANNYA MASALAH KELUARGA DAN MEKANISME PENANGGULANGANNYA Euis Sunarti 1 A. Masalah keluarga. Menurut Burgess dan Locke (1960) kesulitan perkawinan merupakan sumber utama masalah hubungan suami istri. Sumber masalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci