RESPON PERTUMBUHAN AWAL KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RESPON PERTUMBUHAN AWAL KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT"

Transkripsi

1 i RESPON PERTUMBUHAN AWAL KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT EKA PERDANAWATI YUNUS DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 ii RESPON PERTUMBUHAN AWAL KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT EKA PERDANAWATI YUNUS E Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

3 iii ABSTRAK EKA PERDANAWATI YUNUS. E Respon Pertumbuhan Awal Klon Jati Unggul Nusantara (JUN) di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Dibawah bimbingan ISKANDAR Z. SIREGAR Jati merupakan kayu premium yang memiliki masa tebang yang cukup lama (slow growing species) yakni tahun. Menanggapi hal ini, telah berkembang berbagai teknologi pemuliaan pohon yang telah menghasilkan berbagai varietas jati unggul. Keunggulan varietas ini diharapkan dapat dipertahankan salah satunya dengan cara perbanyakan secara vegetatif. Salah satu nama bibit jati hasil pembiakan vegetatif yang diproduksi dengan sentuhan bioteknologi adalah Jati Unggul Nusantara (JUN). Ketika ditanam di lapangan, klon JUN akan berinteraksi dengan lingkungannya. Keragaan dari interaksi antara faktor genetik (klon) dengan lingkungannya ini dapat diketahui melalui uji klon. Hasil uji klon ini selanjutnya dapat dijadikan rekomendasi klon-klon unggulan yang dapat ditanam dalam skala luas, salah satunya yaitu di Jawa Barat. Penelitian uji klon di Purwakarta (Jawa Barat) menggunakan rancangan acak lengkap berblok dengan variabel yang diukur yakni pertambahan tinggi, pertambahan diameter, dan daya sintas (survival rate) serta tingkat serangan hama. Uji keragaan dilakukan pada 41 klon JUN dan 1 lot jati lokal sebagai kontrol yang ditanam pada 4 microsite yang memiliki kondisi jarak tanam dan dosis pupuk dasar yang berbeda. Pengulangan sebanyak empat kali dilakukan pada keempat microsite tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendugaan nilai repeatability klon JUN pada umur 6 bulan untuk diameter ( 0,62) dan tinggi ( 0,80). Daya sintas klon yang ditanam pada microsite tersebut dapat dinyatakan cukup besar (lebih dari 90%). Dibandingkan dengan kontrol, pertumbuhan rata-rata klon dapat lebih tinggi 34% untuk variabel diameter dan 111% untuk variabel tinggi. Dari keempat microsite, microsite 2 (jarak tanam 3 x 4 m dan pupuk dasar 5 kg) merupakan yang terbaik dengan rata-rata pertambahan diameter 2,13 cm (lebih tinggi 10,11% dari rata-rata diameter keseluruhan) dan tinggi 130,00 cm (lebih tinggi 7,29% dari rata-rata diameter keseluruhan). Korelasi fenotipik dan genetik antara variabel diameter dengan tinggi cukup kuat, sedangkan korelasi antara daya sintas dengan masing-masing diameter maupun tinggi lemah. Pada penelitian ini, intensitas seleksi diasumsikan sebesar 0,617, dimana dari 41 klon akan diseleksi sebanyak 25 klon. Pada umur 6 bulan, menyeleksi dengan variabel tinggi merupakan strategi seleksi yang paling optimal karena akan menghasilkan perolehan genetik terbesar untuk diameter. Kata Kunci: Jati (Tectona grandis Linn), uji klon, repeatability, korelasi genetik, korelasi fenotipik, perolehan genetik

4 iv ABSTRACT EKA PERDANAWATI YUNUS. E Early Performance of Jati Unggul Nusantara (JUN) Clones in Purwakarta, West Java. Under guidance ISKANDAR Z. SIREGAR Teak has a worldwide reputation as premium timber. Because of highly valued timber and slow growing character, tree improvement program has been attempted to produce superior varities (clones) of teak. The superior traits of these varieties can be maintained by vegetative propagation techniques and one of them is already in the market with commercial name Jati Unggul Nusantara (JUN). As JUN clones are planted in the field, they will interact with its environment. The performance of clones under specific environments can be assessed through clonal test. The results of clonal test can then used to recommend prospective clones for large scale planting in the similar sitea. The JUN clonal tests carried out in Purwakarta District (East Java Province). The trial site was established in a completely randomized block design (RCBD) with 4 replicates for each block. Clones were planted in 4 micrositses that have different spacings and manure fertilizer doses. Forty one JUN clones are tested and one lot seedling from the local teak nursery is used as control. The number of individuals from each clone is 4 indivisuals (ramets) which was arranged in line plots. Results of the clonal test at 6 month old showed that the clonal repeatability estimates for tree diameter was R 0.62 dan tree height wasr The survival rates of clones were high (more than 90%). Compare with control, the clonal performances, i.e tree diameter and tree height, increased by 34% and 111%, respectively. Out of 4 microsites, mictosite 2 (spacing of 3 x 4 m and manure fertilizer of 5 kg/planting hole) was the best in terms of clone growth performances. The genetic and phenotypic correlations between diameter and height were strong, while correlations between survival rates and both diameter and height were weak. At six months old, selection for height appears to be an optimal selection strategy, as it will lead to the highest genetic gain in diameter based on assumed selection intensity of equal to in which it corresponds to the selection of 25 clones out of 41. Keywords: Teak (Tectona grandis Linn.f), clonal test, repeatability, genetic correlation, phenotypic correlation, genetic gain

5 v LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi Nama Mahasiswa Nomor Induk Mahasiswa Departemen : Respon Pertumbuhan Awal Klon Jati Unggul Nusantara (JUN) di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat : Eka Perdanawati Yunus : E : Silvikultur Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc NIP Mengetahui, Ketua Departemen Silvikultur Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP Tanggal Lulus:

6 vi PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Pertumbuhan Awal Klon Jati Unggul Nusantara (JUN) di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2011 Eka Perdanawati Yunus NIM. E

7 vii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Soppeng (Provinsi Sulawesi Selatan) pada tanggal 25 November Penulis merupakan anak pertama dari tiga orang bersaudara dari pasangan Muhammad Yunus dan Gustini. Pendidikan dasar ditempuh penulis di SDN 33 Soli e dan SDN 244 Lawo (tahun lulus 2001). Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di MTs As adiyah Puteri I Pusat Sengkang. Pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMAN 1 Watansoppeng. Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Udangan Seleksi Masuk IPB). Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktik lapang, antara lain: Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada bulan Juli 2008 di TWA Papandayan CA Leuweung Sancang; Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) pada bulan Juli Agustus 2009; dan Praktik Kerja Profesi pada bulan Februari April 2011 di PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, Kalimantan Selatan. Pada masa libur semester, penulis pernah menjadi peserta magang di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada bulan Februari Organisasi yang diikuti oleh penulis, antara lain: Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Forum for Scientific Studies (FORCES) pada tahun sebagai anggota dan staf Human Resources Development (HRD); dan Himpunan Profesi (Himpro) Tree Grower Community (TGC) pada tahun sebagai staf Bussiness Development Division dan Sekretaris Umum. Pada Semester 4 6, penulis menerima beasiswa PPA (Prestasi Peningkatan Akademik) dan pada semester 7 8 menerima beasiswa BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dari PT Angkasa Pura. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Dendrologi (Tahun Ajar 2010/2011 dan 2011/2012) dan Mata Kuliah Silvikultur (Tahun Ajar 2010/2011).

8 viii KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan atas segala limpahan karunia dan hidayah-nya sehingga penelitian yang berjudul Respon Pertumbuhan Awal Klon Jati Unggul Nusantara (JUN) di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat telah berhasil diselesaikan. Hasil penelitian kemudian didokumentasikan dalam bentuk skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan. Penelitian ini merupakan kerja sama Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) dengan Fakultas Kehutanan IPB. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Kritik dan saran membangun dari pembaca untuk penulis sangat dinanti untuk kemajuan penulis dimasa yang akan datang. Bogor, Desember 2011 Penulis

9 ix UCAPAN TERIMA KASIH Saat menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, masa penelitian dan penulisan skripsi, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi atas segala dorongan, arahan, bantuan dan bimbingannnya; 2. Ayahanda Muhammad Yunus, S.Pd, M.Si dan ibunda Gustini, S.Sos serta adik-adikku Nurul Rahimah Yunus dan Amirul Ikhsan Yunus yang telah memberikan do a, kasih sayang, perhatian, dan dorongan tak terputus kepada penulis; 3. Ir. Edje Djamhuri sebagai Moderator pada Seminar Hasil Penelitian, Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc sebagai Ketua Sidang dan Ir. Siswoyo, M.Si sebagai Dosen Penguji pada Sidang Ujian Komprehensif atas arahan, kritik dan saran yang sangat membangun kepada penulis, 4. Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, M.S sebagai dosen pembimbing akademik atas arahan dan bimbingannya; 5. Ir. E. Kosasih dari pihak Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN); 6. Kakak sepupu saya Dr. Suhasman, S.Hut, M.Si yang telah mengarahkan dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Bogor serta seluruh keluarga besar di Sulawesi Selatan atas bantuan, do a, serta kasih sayangnya. 7. Teman-teman yang telah membantu serta memberi semangat selama masa penelitian dan penulisan skripsi (Laswi Irmayanti, S.Hut, Azizah, S.Hut, Asep Mulyadiana, S.Hut, Tedi Yunanto, S.Hut, M.Si, Kasiran); 8. Keluarga Silvikultur 44 dan Fakultas Kehutanan IPB yang telah menjadi sahabat dan keluarga terbaik bagi penulis; 9. Teman-teman PPEH dan PPH (Yuniar Safitri, Puspitasari Kurniawati, S.Hut, Dhinda Hidayanti, Miftahul Mawaddah, Hendra Prasetia, S.Hut); 10. Teman-teman di Pondok Afra (Dezi Handayani, S.Si, M.Si, Lilik Sugirahayu, S.Hut, Nifa Hanifa, S.Hut, Nurunnajah, S.Hut) atas dukungannya; 11. PT Angkasa Pura yang telah memberikan beasiswa kepada penulis; serta 12. Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini.

10 x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Jati Morfologi Lahan Pengembangan Jati Unggul Nusantara (JUN) Uji Klon... 8 III. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Rancangan Penelitian Pengambilan dan Pengolahan Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Sifat Pertumbuhan dan Taksiran Repeatability Korelasi antar Variabel Pertumbuhan Implikasi pada Pemuliaan Pohon Serangan Hama V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 32

11 xi DAFTAR TABEL Halaman 1 Berbagai merek dagang jati varietas unggul yang telah beredar di pasaran Kondisi umum microsite Alat dan bahan penelitian Skoring gejala serangan hama Nilai rata-rata variabel pertumbuhan pada setiap microsite Analisis ragam, komponen ragam (%) dan repeatability Nilai repeatability per microsite Korelasi genetik dan korelasi fenotipik Korelasi genetik antar microsite Rangking microsite berdasarkan uji Duncan Estimasi perolehan genetik dan pendugaan respon (%) Analisis ragam serangan hama pada umur 6 bulan Tingkat serangan hama pada setiap microsite... 27

12 xii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Perakaran jati dari biji, kultur jaringan, stek pucuk JUN Kerangka penyebaran korelasi fenotipik Perbandingan diameter dan tinggi rata-rata Performa pertumbuhan lima klon terbaik dari setiap microsite berdasarkan tinggi dan diameter Performa pertumbuhan klon Biplot morfogi daun 41 klon JUN Jumlah individu klon yang terserang hama... 26

13 xiii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta sketsa lapangan percobaan uji klon jati unggul nusantara (JUN) Nilai kuadrat harapan umur 6 bulan Analisis ragam per microsite pada umur 6 bulan Hasil uji Duncan pada umur 6 bulan Skor karakter morfologi daun berdasarkan panduan pengujian individual kebaruan, keunikan, keseragaman dan kestabilan untuk spesies jati Hasil analisis sifat kimia tanah Hasil analisis sifat fisik tanah Performa tanaman jati umur 6 bulan Gejala dan tanda serangan hama... 50

14 1 I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kayu jati (Tectona grandis Linn.f.) memiliki reputasi dunia sebagai kayu premium (Midgley et al. 2007). Sifat fisik dan estetikanya membuat kayu jati banyak digunakan sebagai bahan bangunan, mebel, maupun untuk kerajinan. Permintaan pasar terhadap kayu jati inipun sangat tinggi. Menurut Bio Teak (2011) berdasarkan data selama 25 tahun, pasaran kayu berkualitas setingkat kayu jati ini akan mengalami peningkatan 2 kali lipat per lima tahun atau sekitar 40% per tahun. Indonesia merupakan salah satu produsen kayu jati terbesar di dunia. Dalam pemenuhan permintaan tersebut, kelestarian produksi harus tetap dipertahankan. Namun, jati merupakan salah satu jenis pohon yang memiliki masa tebang cukup lama (slow growing species). Untuk mendapatkan kayu jati kualitas optimal secara konvensional diperlukan waktu 60 sampai 80 tahun. Menanggapi hal ini, telah berkembang berbagai teknologi pemuliaan pohon yang telah melahirkan berbagai varietas jati unggul. Keunggulan varietas ini diharapkan dapat dipertahankan salah satunya dengan perbanyakan secara vegetatif. Berbagai penanaman jati yang diperbanyak secara vegetatif mulai dikembangkan dan beredar di pasaran. Salah satu nama bibit jati hasil pembiakan vegetatif yang disertai dengan sentuhan bioteknologi yakni Jati Unggul Nusantara (JUN). Menurut PT Setyamitra Bhaktipersada (2011a) JUN tersebut memiliki beberapa keunggulan dibandingkan klon jati lainnya, yaitu: i) memiliki perakaran tunjang majemuk, ii) menghasilkan tanaman jati yang cepat tumbuh, kokoh dan kayu berkualitas, iii) memiliki masa tanam pendek yaitu 15 tahun dan dapat dipanen mulai umur 5 tahun, iv) memberikan manfat secara ekonomi, sosial dan lingkungan, dan v) JUN menjadi pilihan investasi yang tepat dan sangat menguntungkan. Melihat beberapa keunggulan yang dimiliki oleh JUN, penanaman dan pembangunan hutan jati dengan menggunakan bibit dari klon JUN merupakan salah satu alternatif untuk mendapatkan hutan jati dengan kualitas kayu yang

15 2 bagus dan cepat pertumbuhannya. Akan tetapi, penelitian keragaan JUN yang ada saat ini masih perlu diverifikasi melalui penelitian uji klon. Sifat fenotipe suatu tumbuhan merupakan interaksi antara sifat genotipe dan lingkungan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah tempat tumbuh. Oleh karena itu, uji klon merupakan pra-syarat untuk merekomendasikan klon-klon unggul JUN dalam rangka penanaman dalam skala luas. 1.2.Tujuan Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui respon pertumbuhan 41 klon jati hasil pembiakan vegetatif. Adapun tujuan khususnya adalah: i. menduga parameter genetik hasil uji klon pada pertumbuhan awal yang mencakup repeatability, korelasi genetik, dan perolehan genetik; ii. mengetahui pengaruh microsite terhadap kinerja masing-masing klon terkait hal jarak tanam, dosis pupuk dasar dan petani penggarap. 1.3.Manfaat Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa: i. rekomendasi klon-klon JUN yang terpilih dan unggul untuk penanaman skala luas di Jawa Barat; ii. informasi dosis pupuk dasar dan pola jarak tanam yang tepat bagi pertumbuhan JUN.

16 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jati Jati merupakan salah satu komoditas kayu mewah yang bernilai komersil tinggi (Sumarna 2003; Irwanto 2006). Hal ini berbanding lurus dengan kualitas kayunya yang tinggi. Kayu jati termasuk kelas kuat I dan kelas awet II (Irwanto 2006). Berdasarkan taksonomi, jati mempunyai penggolongan sebagai berikut (Sumarna 2003): Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub kelas : Dicotyledonae Ordo : Verbenales Famili : Verbenaceae Genus : Tectona Spesies : Tectona grandis Linn. f. Tectona grandis Linn.f. disebut juga jati (Indonesia), sagun (India), lyiu (Burma), mai sak (Thailand), teak (Inggris), teck (Perancis), teca (Spanyol), java teak (Jerman). Penyebaran alaminya meliputi India, Myanmar, Thailand, dan bagian barat Laos (Dephut 2002). Jati bukan tanaman asli Indonesia, namun sudah tumbuh sejak beberapa tahun 1842 di Pulau Kangean, Muna, Sumbawa, dan Jawa. Dengan berkembangnya teknik budidaya jati, tanaman ini sudah menyebar di berbagai negara Asia Tenggara, Wilayah Pasifik, Afrika, dan Amerika (Dephut 2002; Irwanto 2006) Morfologi Menurut Sumarna (2003) dan Dephut (2002), tanaman jati memiliki tinggi yang mencapai m. Pada tapak bagus dan dengan pemangkasan, batang bebas cabang dapat mencapai m atau lebih. Diameter batang dapat mencapai 220 cm. Pohon tua memiliki batang yang beralur dan berbanir. Kulit kayunya tebal berwarna kecokelatan atau abu-abu yang mudah terkelupas. Daun jati berbentuk elips atau bulat telur dengan ujung daun meruncing. Tata daunnya berbentuk opposite dengan lebar cm dan panjang cm (Dephut 2002). Daun muda (petiola) berwarna hijau kecokelatan. Sedangkan daun

17 4 tua berwarna hijau kecokelatan dengan bagian bawah berwarna abu-abu dan tertutup bulu berkelenjar berwarna merah. Menurut Sumarna (2003) secara fenologis, tanaman jati tergolong tanaman yang menggugurkan daun (deciduous) pada saat musim kemarau (antara bulan November hingga Januari). Setelah gugur, daun akan tumbuh lagi pada bulan Januari atau Maret. Masa pertumbuhan akan berlangsung antara bulan Juni Agustus atau September. Buahnya masak pada bulan November dan akan jatuh pada kisaran bulan Februari atau April. Pada tanaman jati konvensional, sifat fisik dan kimianya ditentukan oleh kondisi lahan, iklim, serta lingkungan tempat tumbuh. Pada kawasan hutan dataran rendah dengan kandungan hara optimal, curah hujan antara mm/th, suhu udara nisbi antara o C, dan kelembaban sekitar 70%, akan diperoleh kualitas produk kayu yang memiliki struktur kambium dengan tebal kulit kayu 0,4 1,8 cm. Serat halus berwarna cokelat terang dan bagian teras berwarna cokelat tua atau cokelat keemasan (Sumarna 2003) Lahan Pengembangan Perencanaan secara matang untuk pengembangan tanaman jati untuk skala luas dan profesional harus dilakukan. Perencanaan ini didahului dengan pengamatan yang meliputi letak lahan (topografi), kondisi ekologis, iklim, dan kesuburan lahan. Menurut Sumarna (2003), persyaratan tumbuh optimal tanaman jati dapat diprediksi berdasarkan asumsi berikut. 1. Secara teknis, letak lokasi erat hubungannya dengan kondisi topografi, kualitas lahan, serta kesesuaian lingkungan tempat tumbuh. Kesesuaian tempat tumbuh dapat dilakukan dengan mempelajari pendekatan kondisi endemik asal-usul tempat tumbuh jati. 2. Pemilihan lahan pengembangan dapat pula dengan memperhatikan tingkat keberhasilan tumbuh serta kualitas produk kayu yang dikembangkan. 3. Untuk pengembangan di luar daerah tersebut, idealnya didasarkan atas hasil uji kesesuaian tempat tumbuh dengan memperhatikan parameter-parameter standar ekologis.

18 Iklim Dalam pertumbuhannya, tanaman jati membutuhkan iklim dengan curah hujan minimum 750 mm/th, optimum mm/th, dan maksimum mm/th (jati masih dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan mm/th). Suhu udara minimum yang dibutuhkannya yakni o C, optimum o C dan maksimum o C. Pada fase vegetatif, kelembaban lingkungan optimal 80%. Sedangkan pada fase generatif antara 60-70% (Sumarna 2003) Tempat Tumbuh Kondisi tempat tumbuh akan berpengaruh terhadap fisiologis tanaman yang ditunjukkan oleh perkembangan riap tumbuh. Menurut Sumarna (2003) secara geologis, tanaman jati tumbuh di tanah dengan batuan induk berasal dari formasi limestone, granite, gneis, mica schist, sandstone, quartzite, conglomerate, shale, dan clay. Idealnya, tanaman jati ditanam di areal dengan topografi yang relatif datar (hutan dataran rendah) atau memiliki kemiringan lereng kurang dari 20%. Jati akan tumbuh lebih baik pada tekstur tanah dengan fraksi lempung, lempung berpasir, atau pada lahan liat berpasir. Jati memerlukan kondisi solum lahan yang dalam dan keasaman tanah (ph) optimum 6,0. Namun pada ph rendah (4 5), tanaman jati masih dapat tumbuh dengan baik. Jati sensitif terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah. Sehingga jati membutuhkan tanah yang memiliki porositas dan drainase yang baik untuk pertumbuhannya agar mudah menyerap unsur hara. Tanaman yang tumbuh dengan kandungan unsur hara makro yang optimal akan memiliki perakaran yang baik sehingga proses penyeraparan unsur haranya semakin cepat dan kemampuan pohon untuk menghasilkan produksi pun semakin tinggi. Unsur hara makro yang penting dalam mendukung pertumbuhan jati yakni sebagai berikut (Sumarna 2003). 1. Kalsium (Ca), merupakan unsur penting yang mendukung pertumbuhan meristem batang dan merupakan elemen pembentukan dinding sel. Tanaman jati yang ditanam di lahan dengan kandungan Ca rendah (8,18-9,27%) menunjukkan pertumbuhan yang kurang menguntungkan. 2. Fosfor (P) optimum yang dibutuhkan tanaman jati berkisar 0,022-0,108% atau mg/100g di dalam tanah. Secara fisiologis, lahan yang kekurangan

19 6 unsur P akan tampak pada pertumbuhan jati. Daun jati akan cepat gugur sehingga proses fotosintesa terganggu dan pertumbuhannya lambat. 3. Kalium (K) yang dibutuhkan oleh tanaman jati pada lapisan permukaan berkisar 0,54-1,80% ( ppm/100g) dan permukaan di bawahnya antara 0,40-1,13% ( ppm/100gr). 4. Nitrogen (N) yang dibutuhkan tanaman jati pada lapisan permukaan tanah antara 0,072-0,13% dan pada lahan di bawahnya antara 0,0056-0,05%. Sedangkan rataan N yang dibutuhkan oleh tanaman jati sekitar 0,0039% Jati Unggul Nusantara (JUN) Dengan berkembangnya teknologi di bidang rekayasa genetik (pemuliaan pohon/tree improvement), telah hadir beberapa jati varietas unggul. Jati yang dihasilkan diharapkan memiliki keunggulan komparatif berdaur pendek (±15 tahun) dengan sedikit cabang, batang lurus dan silindris. Berbagai merek dagang varietas unggul yang telah beredar di pasaran disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Berbagai merek dagang jati varietas unggul yang telah beredar di pasaran (Irwanto 2006; Soeroso dan Soetardjo 2009; Perum Perhutani 2011) No. Nama Dagang Produsen Materi Asal 1. Jati Plus Perhutani (JPP) Perum Perhutani Jawa 2. Jati Super PT Monfori Thailand 3. Jati Emas PT Katama Suryabudi Birma 4. Jati Unggul PT Bumindo, PT Fitotek Jawa 5. Jati Kencana PT Dafa Teknoagro Mandiri Jawa Timur 6. JUL KBP Lamongan Thailand 7. Jati Unggul Nusantara (JUN) PT Setyamitra Bhaktipersada Indonesia (JPP) Menurut Sumarni et al. (2009), istilah jati cepat tumbuh merupakan nama atau sifat umum sebagai sebutan yang digunakan untuk membedakan dengan jati lokal atau jati konvensional. Jati cepat tumbuh ini merupakan jati yang dihasilkan dari pembiakan vegetatif melalui proses bioteknologi yakni teknik kultur jaringan (cloning) dan memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat. Bibit induk yang diklon untuk menghasilkan jati unggul merupakan tanaman jati terbaik setelah diseleksi dan dipilih dari tanaman jati biasa yang mempunyai sifat-sifat lebih dari populasi jati yang ada. Setiap jenis jati unggul biasanya memiliki spesifikasi tersendiri yang berkaitan dengan sifat unggul yang dimilikinya. Salah satu yang penting dari jati unggul yakni dapat dipanen pada umur tahun. Sifat-sifat unggul lainnya yaitu mempunyai sifat keseragaman

20 7 yang tinggi, tahan terhadap penyakit, pertumbuhan cepat, batang bebas cabang relatif tinggi, lurus, dan dapat diproduksi dalam jumlah banyak (Sumarni et al. 2009). Sejak tahun 1982, pemuliaan pohon jati telah dimulai oleh Perum Perhutani. Pemuliaan pohon ini dimulai dengan eksplorasi dan seleksi awal pohon plus dari hutan alam maupun hutan tanaman jati di Indonesia. Saat ini telah dihasilkan koleksi 600 pohon plus yang terdiri dari 300 pohon dari Pulau Jawa dan 300 pohon dari luar Jawa. Materi genetik pohon plus tersebut disimpan atau ditanam di dalam Bank Klon, Kebun Benih Klonal (KBK), dan Kebun Pangkas. Koleksi ini ditujukan untuk konservasi genetik (bank gen) maupun untuk kegiatan pemuliaan lebih lanjut (Perum Perhutani 2011). Salah satu hasil program pemuliaan pohon adalah diperolehnya klon unggulan hasil uji klon. Sebelum klon-klon tersebut dikembangkan, dilakukan tes pembuktian lapangan di beberapa lokasi dengan menerapkan silvikultur intensif. Salah satu produk dari program pemuliaan pohon ini adalah JPP (Jati Plus Perhutani). JPP dikembangkan melalui pembiakan vegetatif (stek pucuk dan kultur jaringan) dan generatif dengan menggunakan biji asal kebun benih klonal (KBK) (Perum Perhutani 2011). JPP yang diproduksi secara vegetatif (stek pucuk) ini kemudian disebut Jati Unggul Nusantara (JUN). A B C Gambar 1 Perakaran jati dari (A) biji, (B) kultur jaringan, (C) stek pucuk JUN (Soeroso dan Soetardjo 2009) Menurut PT Setyamitra Bhaktipersada (2011b), bibit JUN diproduksi dengan bioteknologi melalui pembiakan (propagasi) vegetatif (kloning) dengan stek pucuk dan dilakukan modifikasi sistem perakaran sehingga menghasilkan akar

21 8 tunjang majemuk. Tanaman JUN ini cepat tumbuh, kokoh, dan dapat dipanen mulai umur 5 tahun dengan hasil kayu bundar (log) 0,2 m 3 /pohon. Klon Jati Unggul Nusantara (JUN) memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan klon jati lainnya. Oleh karena itu, pembangunan hutan jati dengan menggunakan bibit dari klon JUN merupakan salah satu alternatif untuk memproduksi kayu jati dengan kualitas fenotipe yang tinggi dengan masa tanam yang cepat. 2.2.Uji Klon Perbanyakan secara aseksual (seperti stek pucuk) menjamin tidak akan berubahnya genotipe tanaman. Hal ini merupakan alat yang penting untuk beberapa metode konservasi. Perbanyakan aseksual mempunyai arti khusus untuk mengekalkan genotipe, populasi atau jenis dari bahaya kepunahan (Finkeldey 2005). Suatu fenotipe dari tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Sifat-sifat yang mempengaruhi hasil dari hutan tanaman diamati dalam uji coba lapangan. Analisis variasi yang diamati harus berdasarkan metode genetika kuantitatif. Dalam beberapa kasus, beberapa sifat diamati dalam suatu pengujian yang dilakukan secara periodik. Tipe pengujian yang dilakukan tergantung pada tujuan penanaman yang akan dilakukan (Finkeldey 2005). Sifat yang diamati di dalam pengujian ini seperti daya sintas, pertumbuhan dan kesehatan tanaman. Seluruh sifat tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik. Namun, hanya beberapa dari sifat-sifat tersebut yang diukur dalam skala kontinyu dan dalam hal ini bersifat kuantitatif. Sebagian besar sifat yang mencirikan pertumbuhan adalah kuantitatif. Daya sintas adalah suatu sifat dengan dua kemungkinan ekspresi pada setiap tanaman (hidup atau mati). Kesehatan tanaman juga kualitatif dengan dua ekspresi saja (infeksi atau tidak terinfeksi) atau dicatat dalam kelas diskrit (Finkeldey 2005). Beberapa sifat yang dicatat dalam pengujian lapangan berasosisasi erat dengan kondisi keteradaptasian pohon terhadap kondisi lingkungan di tempat pengujian dan fitness dari tanaman. Hal ini berlaku jelas untuk daya sintas dan sifat-sifat yang mencirikan kesehatan tanaman. Sifat-sifat pertumbuhan tidak selalu berkorelasi positif dengan fitness.

22 9 Ketika dilakukan pengukuran secara berturut-turut terhadap sifat yang ada pada sekelompok individu, superioritas atau inferioritas yang dimiliki sebelumnya akan berelasi sama seperti biasa pada pengukuran selanjutnya. Konsistensi posisi relatif ini dari relasi subjek satu sama lain selama pengukuran yang dilakukan secara berturut-tutut disebut repeatability (Tunner & Young 1969 dalam Carvalho dan Cruz 2003).

23 10 III. METODE PENELITIAN 3.1.Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian dilakukan pada tanaman klon Jati Unggul Nusantara (JUN) di Desa Sukatani, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada empat tapak mikro (microsite) dengan kondisi umum seperti pada Tabel 3. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Oktober Tabel 2 Kondisi umum microsite Microsite Kondisi Umum dan Tanaman Sela Lokasi Kesuburan Lahan 1 Singkong, cabai, kacang ijo, ubi jalar. Secara umum, 2 Ubi jalar, pisang, keladi, ditumbuhi semai sengon, cabe, singkong, jagung. 3 Kedelai, ubi jalar, singkong, cabe. Tanah pada bagian pangkal batang. digemburkan, dan pada beberapa klon ditaburi dengan arang. 4 Pada umumnya, microsite ini kurang digarap dengan baik (rumput atau gulma banyak). Namun, terdapat juga beberapa tanaman sela seperti jagung, ubi, kedelai, dan cabai, kacang panjang, singkong dan kacang tanah. keempat microsite merupakan lahan yang kurang subur. Namun, jika disesuaikan tipe kesesuaian lahan untuk jati (Sumarna 2003), keadaan tanahnya cenderung baik kecuali untuk Ca dan tekstur (hasil analisis disajikan pada Lampiran 8 9). Jumlah Petani Penggarap Alat dan Bahan Penelitian ini dilakukan pada tanaman klon Jati Unggul Nusantara (JUN) berumur 0 sampai 6 bulan dengan jumlah perlakuan klon sebanyak 41 klon dan 1 lot kontrol (jati lokal yang diambil dari Purwakarta). Dalam pelaksanaannya, di dalam penelitian ini digunakan beberapa alat dan bahan seperti disajikan pada Tabel 4. Tabel 3 Alat dan bahan penelitian Kegiatan Jenis Pengambilan Data Analisis Morfologi Pertumbuhan Daun Pengolahan Data Alat Kaliper, galah berskala metrik, kamera digital, dan alat tulis Pita meter dan alat tulis Komputer, Software SAS versi 9.1, dan Software Microsoft Office Excel 2007 Bahan Tally sheet Tally sheet Data primer

24 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian pada uji klon ini adalah rancangan acak lengkap berblok (randomized complete block design/rcbd). Penelitian ini terbagi dalam 4 replikasi sebagai ulangan dan ditanam pada 4 lokasi (microsite/ms) dengan kondisi sebagai berikut (Peta Sketsa Lapangan Percobaan disajikan pada Lampiran 1). 1. Microsite 1: jarak tanam 3 x 4 m dan pupuk dasar 3 kg 2. Microsite 2: jarak tanam 3 x 4 m dan pupuk dasar 5 kg 3. Microsite 3: jarak tanam 5 x 2 m dan pupuk dasar 3 kg 4. Microsite 4: jarak tanam 5 x 2 m dan pupuk dasar 5 kg Line plot yang digunakan terdiri atas 4 individu (ramet) atau 4 tree plot. Pupuk dasar yang digunakan pada penelitian ini adalah pupuk kandang dengan dosis 3 kg dan 5 kg. Pupuk dasar diberikan pada setiap lubang tanam sebelum penanaman. Sebelum penanaman, diberikan juga kapur pertanian atau dolomit sebanyak 300 gram per lubang tanam. 3.4.Pengambilan dan Pengolahan Data Variabel pertumbuhan yang diukur adalah tinggi (T), diameter (D), dan daya sintas (DS) tumbuhan pada umur 0 sampai 6 bulan. Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan galah berskala metrik mulai dari pangkal hingga titik tumbuh apikal. Diameter tanaman diukur pada pangkal batang dengan menggunakan kaliper. Sedangkan daya sintas dihitung dari jumlah tanaman hidup dan mati dalam klon. Nilai persen daya sintas dihitung dengan menggunakan rumus: Keterangan: DS = Daya Sintas Th = Tanaman hidup Td = Tanaman yang ditanam % DS 100% Kemudian untuk dianalisis lebih lanjut dengan analisis ragam, nilai daya sintas disederhanakan dengan rumus: DS arcsin %

25 12 Pengamatan terhadap serangan hama dilakukan dengan mengamati gejala dan tanda serangan pada tanaman pada umur 6 bulan. Tingkat keparahan serangan hama diberi skor seperti yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Skoring gejala serangan hama Skor Tingkat Keparahan Gejala Serangan Hama Keterangan 1 Lemah Defoliasi oleh hama daun < 50% atau tanaman diserang rayap, penggerek dan kutu putih 2 Sedang Defoliasi oleh hama daun > 50% atau defoliasi <50% dan tanaman diserang rayap, penggerek serta kutu putih 3 Kuat Defoliasi oleh hama daun > 50% dan tanaman diserang rayap, penggerek serta kutu putih Data hasil pengukuran tinggi, diameter, dan daya sintas serta serangan hama dianalisis ragamnya dengan model linear (Zhang et al. 2003; Yu dan Pulkkinen 2003): µ Keterangan: = Variabel yang diukur µ = Rata-rata = Efek klon ke j; j = 1,2,3,,42 = Efek lokasi ke k; k = 1,2,3,4 = Efek interaksi antara klon ke j dan lokasi ke k = Galat Komponen ragam dihitung dengan expected mean square yang dihasilkan dari PROC GLM; RANDOM/ TEST (Sas Institute Inc. 2004). Repeatability diestimasi dari manipulasi aljabar dari ragam (Zhang et al. 2003; Yu dan Pulkkinen 2003) R k σ k k σ k σ k Keterangan: = Repeatability σ = Ragam klon σ = Ragam interaksi antara klon dengan microsite σ = Ragam eror k 1 = Koefisien yang berhubungan dengan ragam microsite*klon = Koefisien yang berhubungan dengan ragam klon k 2

26 13 Sedangkan standar eror untuk repeatability diestimasi dengan rumus (Zhang et al. 2003; Yu dan Pulkkinen 2003): SW R 2 1 R 1 k 1 R k k 1 N 1 Keterangan: SW R = Standar eror repeatability = Repeatability k 1 = Koefisien yang berhubungan dengan ragam microsite*klon k 2 = Koefisien yang berhubungan dengan ragam klon N = Jumlah klon Korelasi genetik antar sifat klon dihitung dengan menggunakan rumus (Zhang et al. 2003):, σ, Keterangan:, = Korelasi klonal antara sifat x dan y σ, = Estimasi kovarian klonal antara x dan y = Komponen klonal dari estimasi varian x = Komponen klonal dari estimasi varian y Dengan standar erornya dirumuskan dengan (Zhang dkk 2003): 1 2 Keterangan: = Standar eror korelasi genetik = Estimasi korelasi genetik σ = Repeatability karakter x σ = Repeatability karakter y R = Standar eror repeatability karakter x = Standar eror repeatability karakter y R σ σ R R Korelasi genetik antar microsite diantara dua sifat x dan y dapat diestimasi dengan rumus (Zhang et al. 2003): r,,

27 14 Keterangan: r, = Koefisien korelasi fenotipe antara x (pada microsite 1) dan y (pada microsite 2) = Akar dari repeatability x pada microsite 1 = Akar dari repeatability y pada microsite 2 Hubungan korelasi fenotipik antara variabel pertumbuhan dihasilkan dari PROC CORR (Sas Institute Inc. 2004). Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa proporsi seleksi yang akan dilakukan sebanyak 61% (25 klon dari 41 klon) dengan intensitas seleksi 0,617 (Becker 1992). Pendugaan perolehan genetik (genetic gain) pada sifat y berdasarkan seleksi klon pada sifat x dihitung dengan rumus (Falconer 1981): σ Keterangan: = Perolehan genetik = Intensitas seleksi R = Akar repeatability untuk sifat x σ = Standar deviasi klonal untuk sifat y = Korelasi genetik antara sifat x dan sifat y Karakter morfologi daun pada klon JUN diamati dengan menggunakan Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman, dan Kestabilan Nomor: PVT/PPI/7/1. Karakter morfolgi daun ini kemudian dianalisis dengan menggunakan Grafik Biplot dengan menggunakan PROC PRINQUAL (Sas Institute Inc. 2004).

28 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu hasil program pemuliaan pohon yang diharapkan adalah diperolehnya klon unggulan hasil uji klon. Menurut PT Setyamitra Bhaktipersada (2011a), JUN diproduksi dengan bioteknologi melalui pembiakan (propagasi) vegetatif (kloning) dengan stek pucuk dan dilakukan modifikasi sistem perakaran sehingga menghasilkan akar tunjang majemuk. Menurut Zobel dan Talbert (1984) Pembiakan vegetatif memiliki banyak manfaat pada bidang kehutanan yakni: (i) pengawetan genotipe dengan bank klon; (ii) multiplikasi pada genotipe yang diinginkan untuk penggunaan khusus seperti pada kebun benih; (iii) evaluasi genotipe dan interaksinya dengan lingkungan melalui uji klon; (iv) mendapatkan perolehan genetik yang maksimum ketika digunakan untuk regenerasi pada pengoperasionalan program penanaman. 4.1.Keragaman Sifat Pertumbuhan dan Taksiran Repeatability Sebagai uji lanjut terhadap klon JUN dilakukan penelitian dengan menggunakan materi dari hasil perbanyakan vegetatif (stek pucuk). Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa pertambahan diameter individu klon (ramet) JUN (pada umur 6 bulan) tertinggi telah mencapai 4,02 cm. Demikian pula pada variabel tinggi, klon dengan pertambahan tinggi tertinggi individu klon (ramet) JUN telah mencapai ukuran 3,01 meter. Keragaan tanaman pada umur 6 bulan disajikan pada Lampiran 8. Pada Tabel 5 disajikan bahwa koefisien keragaman setiap variabel berkisar antara 6,55% sampai 54,35%. Pada variabel diameter, koefisien keragamannya berkisar 33,54-37,18%. Nilai koefisien keragaman ini memiliki kisaran lebih rendah dibanding yang dimiliki oleh variabel tinggi yakni 42,14-54,35%. Daya sintas klon jati pada uji klon ini menunjukkan performa yang sangat baik yakni persentase rata-ratanya lebih dari 95%. Rata-rata daya sintas yang tinggi ini menunjukkan kecenderungan adaptabilitas yang baik tanaman jati di Kabupaten Purwakarta (Mahfuz et al. 2010). Menurut Na iem (2004) dalam Mahfuz et al. (2010), rata-rata daya sintas yang bernilai 90% merupakan indikator yang baik dalam pertanaman uji.

29 16 Tabel 5 Nilai rata-rata variabel pertumbuhan pada setiap microsite Microsite 1 Microsite 2 Mean Range CV (%) Mean Range CV (%) D (cm) 1,975 ±0,030 0,08-4,06 37,18 2,135±0,031 0,28-4,23 36,96 T (cm) 113,09±2,34 7,0-279,0 51,80 130,00±2,56 2,5-293,5 50,38 DS (%) 99,23±0,02 0,00-100,00 17,86 99,69±0,01 0,00-100,00 13,04 Microsite 3 Microsite 4 D (cm) 2,134±0,029 0,37-4,00 34,96 1,41±0,019 0,13-2,58 33,54 T (cm) 123,15±2,01 5,0-249,0 42,14 114,56±2,45 2,0-301,0 54,35 DS (%) 99,97±0,01 86,74-100,00 6,73 98,76±0,02 0,00-100,00 22,95 Pada Tabel 6 disajikan hasil perhitungan ANOVA pada klon jati pada umur 6 bulan (nilai kuadrat harapan disajikan pada Lampiran 2). Pada variabel diameter dan tinggi, sumber variasi klon menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Sedangkan pada variabel daya sintas, sumber variasi klon menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini mengindikasikan adanya varisasi genetik antar klon (Sofyan et al. 2011) Pada variabel daya sintas, interaksi microsite*klon pada umur 6 bulan belum menunjukkan pengaruh yang nyata. Sedangkan pada variabel diameter dan tinggi menunjukkan pengaruh yang sangat nyata. Interaksi antara klon dan lingkungan juga telah dilaporkan pada penelitian yang dilakukan Zhang et al. (2003) dan penelitian Yu dan Pulkkinen (2003). Hasil interaksi yang sangat nyata mengindikasikan bahwa hasil pertumbuhan tanaman bukan hasil kinerja dari klon atau genetik semata, namun merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dengan lingkungannya (Kramer dan Kozlowski 1979 dalam Sofyan et al. 2011). Tabel 6 Analisis ragam, komponen ragam (%) dan repeatability Source DF Type III SS Mean F Square Value Pr > F % R Diameter 0,6199±0,0530 Ms 3 223,22 74,40 171,30 <,0001 ** 19,12 Klon 41 94,90 2,31 5,33 <,0001 ** 3,91 Ms *klon ,33 0,88 2,03 <,0001 ** 4,84 Error ,20 0,43 72,12 Tinggi 0,8015±0,0356 Ms , ,96 14,85 <,0001 ** 1,79 Klon , ,16 6,03 <,0001 ** 6,11 Ms *klon , ,70 1,78 <,0001 ** 4,47 Error , ,45 87,62 Daya Sintas 0,3633±0,0587 Ms 3 1,72 0,57 10,52 <,0001 ** 5,44 Klon 41 3,26 0,08 1,46 0,0354 * 3,16 Ms *klon 123 6,23 0,05 0,93 0,6804 ts -1,63 Error ,80 0,05 93,04 * = nyata pada taraf 5% ** = nyata pada taraf 1% ts = tidak nyata

30 17 Hasil analisis pada Tabel 6 menunjukkan bahwa ragam klon memberikan sumbangan persentase yang kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umur 6 bulan, faktor genetik belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap parameter pertumbuhan. Pada penelitian ini, sumber keragaman eror untuk ketiga variabel cukup besar. Eror penelitian yang besar juga dilaporkan pada penelitian Yu dan Pulkkinen (2003). Pada penelitian pohon klon hibrid Populus spp. (berumur 3 tahun) ini dilaporkan bahwa komponen keragaman erornya berkisar 80%. Hal ini disebabkan oleh adanya heterogenitas lingkungan tempat tumbuh. Konsistensi hasil uji klon ini dapat diketahui dari nilai repeatability-nya. Nilai repeatability untuk klon sebesar 0,4 0,6 dinyatakan sedang kurang dari 0,4 dan lebih dari 0,6 dinyatakan tinggi. Pada Tabel 8 disajikan taksiran repeatability diameter dan tinggi pada setiap microsite. Dari 4 microsite yang diteliti, nilai repeatability diameter ( 0,62) dan tinggi ( 0,80) dapat dinyatakan cukup tinggi. Pada Tabel 7 disajikan nilai taksiran repeatability diameter dan tinggi pada setiap microsite. Pada kedua variabel menunjukkan nilai repeatability yang bervariasi antar microsite. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan klon-klon yang diuji belum menunjukkan kekonsistenan. Nilai repeatability untuk daya sintas microsite 2 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dan eror sangat besar (data disajikan pada Lampiran 3). Oleh karena itu, nilai repetability daya sintas tidak diestimasi (Zhang et al. 2003). Tabel 7 Nilai repeatability per microsite Microsite R Diameter Tinggi Daya Sintas 1 0,6600±0,0532 0,7092±0,0485 0,7035±0, ,4584±0,0610 0,5443±0, ,7512±0,0446 0,7688±0,0423 0,1815±0, ,6422±0,0544 0,5650±0,0589 0,2832±0,0702 Nilai taksiran repeatability ini memiliki kemungkinan untuk berubah dengan adanya pertambahan waktu. Merujuk pada penelitian Curnel et al. (2001) pada pohon ceri liar (Prunus avium L.) dilaporkan bahwa heritabilitas tinggi pohon pada umur 1 tahun (0,60) menurun pada umur 2 tahun (0,49) yang kemudian meningkat lagi pada umur 9 tahun (0,64). Hal disebabkan oleh adanya

31 18 pengkondisian percobaan budidaya di laboratorium dan persemaian. Pengaruh ini kemudian menurun seiring dengan waktu dan kondisi hutan dimana efek genotipe menjadi predominan Curnel et al. (2001). Callister dan Collins (2008) melaporkan hasil uji progeni asal klon berumur 3,5 tahun yang memberikan gambaran nilai heritabilitas dalam arti luas sebesar H 2 = 0,37 untuk diameter dan H 2 = 0,28 untuk tinggi. 4.2.Korelasi antar Variabel Pertumbuhan Menurut White et al. (2009), ketika dua sifat yang berbeda pada suatu populasi diukur, memungkinkan adanya asosiasi atau korelasi keduanya. Suatu pengamatan korelasi fenotipik antara dua sifat kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan. Tinggi (cm) y = 0.433x R² = Daya sintas (%) Diameter (cm) y = 0.007x R² = Daya sintas (%) Tinggi (cm) y = 59.33x R² = Diameter (cm) Gambar 2 Kerangka penyebaran korelasi fenotipik Tabel 8 dan Gambar 2 menyajikan korelasi antar ketiga variabel. Korelasi fenotipik antara diameter dengan tinggi dapat dinyatakan cukup kuat (0,754).

32 19 Sedangkan korelasi fenotipik antara daya sintas dengan masing-masing diameter dan tinggi cukup lemah. Menurut White et al. (2009), korelasi fenotipik yang diamati antara dua sifat kemungkinan dipengaruhi oleh penyebab faktor genetik dan lingkungan. Oleh karena itu, korelasi genetik juga harus diestimasi. Seperti korelasi fenitipik untuk diameter dan tinggi, pada korelasi genetiknya juga positif dan korelasinya kuat (0,942). Tabel 8 Korelasi genetik (di atas diagonal) dan korelasi fenotipik (di bawah diagonal) Diameter Tinggi Daya Sintas Diameter *** 0,942 0,332 Tinggi 0,754 *** 0,194 Daya Sintas 0,154 0,114 *** *** : tanda diagonal Pada korelasi genetik antar microsite (disajikan pada Tabel 9), pada variabel diameter dan tinggi menunjukkan korelasi yang masih lemah. Sedangkan pada variabel daya sintas masih sangat rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umur 6 bulan, ketiga variabel tersebut belum stabil sehingga belum bisa dilakukan seleksi. Tabel 9 Korelasi genetik antar microsite Microsite Korelasi Genetik Diameter Tinggi Daya Sintas Ms 1 Ms 2 0,643 0,679 - Ms 1 Ms 3 0,412 0,344 0,057 Ms 1 Ms 4 0,170 0,438 0,280 Ms 2 Ms 3 0,434 0,277 - Ms 2 Ms 4 0,398 0,382 - Ms 3 Ms 4 0,129 0,190-0,237 Ms x Ms y : Variabel yang dibandingkan dari microsite x dan microsite y Menurut Williams et al. (2002), korelasi genetik digunakan untuk: (i) memprediksi respon pada saat panen untuk seleksi yang dilakukan pada pohon muda; (ii) membantu prediksi respon dari suatu sifat yang sulit diukur dibandingkan dengan sifat lain yang lebih mudah diukur; (iii) memprediksi respon terhadap seleksi di suatu lokasi dengan lokasi lainnya; (iv) indeks seleksi dibangun menggunakan korelasi genetik dan heritabilitas untuk memaksimalkan keunggulan dalam sifat-sifat tertentu yang dipilih pada waktu yang sama.

33 Implikasi pada Pemuliaan Pohon Nilai rataan pertambahan diameter dan tinggi, serta daya sintas pada keempat microsite percobaan disajikan pada Tabel 10. Dari variabel diameter dan tinggi, pertumbuhan terbaik ditunjukkan oleh klon yang ditanam pada microsite 2. Daya sintas terbaik berturut-turut terdapat pada microsite 3, 2, 1, dan 4. Daya sintas pada keempat microsite dapat dinyatakan cukup bagus karena memiliki daya sintas lebih dari 90%. Tabel 10 Rangking microsite berdasarkan uji Duncan Diameter Tinggi Daya Sintas Microsite Mean (cm) Microsite Mean (cm) Microsite Mean (%) 2 2,135 A 2 130,769 A 3 99,97 A 3 2,134 A 3 123,146 B 2 99,70 B 1 1,973 B 4 114,725 C 1 99,23 BC 4 1,415 C 1 113,092 C 4 98,76 C Nilai mean (rata-rata) dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata Adanya variasi pertumbuhan tanaman ini selain dipengaruhi oleh jenis klon juga dipengaruhi oleh perbedaan faktor lingkungan tempat tumbuh seperti yang ada pada setiap microsite. Menurut Griffin (2001) dalam Evans dan Turnbull (2004), aplikasi penggunaan klon yang efektif membutuhkan diantaranya, (i) pemahaman interaksi antara genotipe, site, dan umur, (ii) komitmen untuk manajemen mutu melalui tindakan silvikultur. Diameter (cm) Tinggi (cm) Rata-rata microsite 2 Rata-rata keseluruhan Rata-rata microsite 2 Rata-rata keseluruhan Gambar 3 Perbandingan diameter dan tinggi rata-rata Pada lahan percobaan, diberikan tindakan silvikultur yang berbeda pada setiap microsite. Berdasarkan uji Duncan (Tabel 10), microsite 2 merupakan lokasi

34 21 terbaik yang berpengaruh pada pertumbuhan klon. Pada microsite 2, klon ditanam dengan jarak tanam 3 x 4 m serta diberi pupuk dasar 5 kg. Rata-rata pertambahan diameter pada microsite 2 ini yakni 2,13 cm untuk variabel diameter dan 130,00 cm untuk variabel tinggi. Pada Gambar 3, digambarkan nilai rata-rata diameter pada microsite 2 yang lebih tinggi 10,11% dari rata-rata diameter keseluruhan. Sedangkan nilai rata-rata tingginya lebih tinggi 7,29% dari rata-rata keseluruhan. Microsite terbaik berikutnya yakni microsite 3 (jarak tanam 5 x 2 m dan pupuk dasar 3 kg). Pada variabel diameter, perbedaan yang tidak nyata ditunjukkan pada microsite 3 dengan microsite 2. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya faktor perlakuan tambahan atau lainnya yang diberikan oleh petani pada klon-klon tersebut. Pada microsite 3 terlihat bahwa sebagian besar lahan percobaan bersih dari rumput atau gulma, tanah pada bagian pangkal batang digemburkan, dan pada beberapa klon ditaburi dengan arang. Dengan adanya penambahan arang ke dalam tanah ini, dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, daya simpan, dan ketersediaan hara yang lebih tinggi. Hal ini berhubunggan dengan meningkatnya kapasitas tukar kation, luasan permukaan, serta penamahan unsur hara secara langsung oleh arang (Glaser et al dalam Siregar 2002). Arang juga dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan kesuburan tanah (Khisitomo et al dalam Siregar 2002). Chidumayo (1994) dalam Siregar (2002) melaporkan bahwa pada umumnya tinggi pucuk akan meningkat 24% dan produksi biomassa meningkat 13% setelah pemberian arang pada tanah alfisol dan ultisol. Pada microsite 2 dan 1, sebagian besar lahan percobaan tidak mendapatkan perlakuan seperti penggemburan tanah dan penaburan arang seperti pada microsite 3. Namun, pada microsite 2 dan 1 lahan percobaannya cukup bersih dari rumput atau gulma. Sedangkan pada microsite 4, rumput atau gulma cenderung banyak dan tidak digarap dengan baik oleh petani. Apabila dilihat kesuburan lahannya (data disajikan pada Lampiran 6), microsite 4 merupakan microsite yang memiliki nilai porositas, unsur N, P dan K yang paling rendah. Peranan pemuliaan hanya akan efektif jika ada kombinasi yang konsisten antara tindakan silvikultur dan tanpa adanya tindakan silvikulur yang berkelanjutan, potensial genetik yang dimiliki tidak akan diwujudkan (Zobel dan

35 22 Talbert 1984; Griffin 2001 dalam Evan dan Turnbull 2004). Pada pertumbuhan awal klon jati ini (umur 6 bulan), variabel diameter merupakan sifat yang paling dipengaruhi oleh lingkungan (19% dari komponen ragam microsite). Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa pada microsite 4, pertambahan diameter klonnya paling rendah. Variabel diameternya 31% lebih rendah daripada microsite terbaik yakni microsite Diameter (cm) Klon 19 Klon 24 Klon 8 Klon 9 Klon 31 MS 1 MS 2 MS 3 MS Tinggi (cm) Klon 24 Klon 9 Klon Klon 11 Klon 33 MS 1 MS 2 MS 3 MS 4 Gambar 4 Performa pertumbuhan lima klon terbaik dari setiap microsite berdasarkan tinggi dan diameter Berdasarkan nilai rata-ratanya (disajikan pada Lampiran 5), pada Gambar 5 menyajikan data bahwaa jika dibandingkan dengan kontrol, rata-rata klon lebih tinggi 34% dan pada rata-rata klon terbaik (kode klon 19) lebih tinggi 58%. Sedangkan pada variabel tinggi, rata-rata klon lebih besar 111% daripada kontrol dan pada klon terbaik (kode klon 24) lebih besar 169%. Pada kedua variabel, nilai

36 23 rata-rata klon terbaik pada kedua variabel jauh lebih besar daripada kontrol. Namun, peringkat klon terbaik ini juga belum konsisten. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa klon terbaik dari variabel diameter (kode klon 19) dan klon terbaik dari variabel tinggi (kode klon 24) tidak selalu menempati peringkat pertama. Berdasarkan uji Duncan (Lampiran 4), klon terbaik 19 (dari variabel diameter) dan klon terbaik 24 (dari variabel tinggi) memiliki pengelompokan yang tidak berbeda nyata dengan beberapa klon lainnya. Dari pengelompokan ini, kemudian dibandingkan klon-klon yang terbaik dari segi variabel diameter dan tinggi. Klon dengan kode 19, 24, 9, 23 dan 11 merupakan klon yang terbaik dari segi diameter dan tinggi Diameter (cm) Tinggi (cm) Rata-rata klon (n=2456) Rata-rata klon terbaik (n=64) Rata-rata kontrol (n=54) 0 Rata-rata klon (n=2456) Rata-rata klon terbaik (n=64) Rata-rata kontrol (n=54) Gambar 5 Performa pertumbuhan klon Pada umur 6 bulan, karakter morfologi tidak mempengaruhi keragaan klon JUN. Pada Gambar 6, terlihat bahwa klon-klon yang memiliki keragaan terbaik (dari variabel tinggi dan diameter) cenderung menyebar. Karakter morfologi daun yang ditunjukkan oleh klon-klon diatas juga dianggap belum stabil karena karakternya terkadang berbeda antar microsite (data disajikan pada Lampiran 6). Menurut UU No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, suatu varietas dianggap stabil apabila sifat-sifatnya tidak mengalami perubahan setelah ditanam berulang-ulang atau untuk yang diperbanyak melalui perbanyakan khusus tidak mengalami perubahan pada setiap akhir siklus tersebut.

37 24 Keterangan: = Nomor lima klon terbaik (dari variabel tinggi dan diameter) x = Nomor klon A-R = (disajikan pada Lampiran 6) Gambar 6 Biplot morfogi daun 41 klon JUN Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa seleksi yang akan dilakukan sebanyak 25 klon dari 41 jumlah klon JUN. Jumlah klon yang diseleksi ini sesuai dengan jumlah minimal Standar Khusus Sumber Benih untuk Kebun Benih Klonal pada Permenhut Nomor P.72/Menhut-II/2009 yakni jumlah klon minimal 25 pohon. Pada Tabel 11, disajikan data estimasi perolehan genetik (genetic gain) dan pendugaan respon. Perolehan genetik merupakan penambahan nilai pada sifat yang dirancang dalam program pengembangbiakan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Soekotjo 2009). Pada Tabel 11 disajikan data estimasi perolehan genetik dari masing-masing microsite, dimana perolehan genetik dan pendugaan respon untuk variabel daya sintas pada microsite 2 tidak dihitung karena tidak ada

38 25 nilai repeatability-nya. Ketika dilakukan seleksi berdasarkan variabel diameter, respon yang dihasilkan terhadap tinggi berkisar 16,88 20,06%. Sedangkan apabila dilakukan seleksi berdasarkan kriteria variabel tinggi, nilai respon terhadap diameter berkisar 19,52 28,36%. Mempertimbangkan besarnya nilai korelasi antara diameter dengan tinggi (Tabel 8) dan besarnya nilai respon tinggi terhadap diameter, maka dapat direkomendasikan untuk melakukan seleksi menggunakan variabel tinggi. Tingginya nilai korelasi genetik ini menurut Siswamartana dan Wibowo (2005) bahwa korelasi genetik mengindikasikan klon terbaik yang terpilih berdasarkan tinggi akan secara langsung mempengaruhi diameter. Selain itu, respon tinggi terhadap daya sintas menunjukkan respon yang positif. Tabel 11 Estimasi perolehan genetik dan pendugaan respon (%) Kriteria Seleksi Microsite 1 Microsite 2 D T DS D T DS D 0,31 (16,03) 0,37 (19,27) 0,13 (6,76) 0,21 (11,13) 0,32 (16,88) - T 28,23 (23,43) 26,17 (21,71) 6,00 (4,98) 23,53 (19,52) 20,08 (16,66) - DS 2,28 (2,40) 1,38 (1,45) 5,94 (6,25) 1,90 (2,00) 1,21 (1,27) - Microsite 3 Microsite 3 D 0,35 (18,25) 0,38 (20,06) 0,07 (3,44) 0,30 (15,60) 0,33 (17,20) 0,08 (4,29) T 30,12 (24,99) 28,36 (23,54) 3,05 (2,53) 27,85 (23,11) 20,85 (17,30) 3,81 (3,16) DS 2,43 (2,56) 1,44 (1,51) 1,53 (1,61) 2,25 (2,36) 1,23 (1,30) 2,39 (2,52) Nilai pendugaan respon ditulis di dalam tanda kurung 4.4.Serangan Hama Dewasa ini, telah berkembang teknik silvikultur intensif. Teknik silvikultur internsif ini memadukan tiga elemen utama silvikultur, yaitu (i) spesies target yang telah dimuliakan, (ii) manipulasi lingkungan, dan (iii) pengendalian hama terpadu (Soekotjo 2009). Di lapangan percobaan, sering dijumpai adanya gejala dan tanda serangan hama (gambar disajikan pada Lampiran 9). Hal ini menurut Sumantoro (2005) disebabkan oleh sifat ketahanan terhadap gangguan hama dan penyakit tidak dimiliki secara mutlak oleh suatu organisme, karena vitalitasnya suatu saat akan menurun oleh banyak faktor. Kehidupan hama dan penyakit ini akan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Apabila keseimbangan faktor lingkugan dapat dipertahankan secara ideal, maka interaksi antara faktor-faktor tersebut menghasilkan ekosistem yang tidak terganggu, maka gangguan hama dan penyakit dapat ditekan secara minimum.

39 26 Gejala dan tanda serangan hama kemudian dibandingkan dengan tulisan Sumantoro (2005) yang mengacu pada buku Bosbeschadeging en Bosbescherming in Indonesie karya Prof. Dr. H. A. J. M. Beekman Pada sebagian besar tanaman, ditemukan gejala serangan pada daun yang menyebabkan hilangnya daging daun dan tulang daun. Gejala serangan ini bisa disebabkan oleh ulat Hyblaea puera, ulat Pyrausta machaeralis, dan Valanga nigricornis (belalang hutan). Pada beberapa tanaman juga ditemukan serangan hama rayap (ordo Isoptera), penggerek batang atau oleng-oleng (Duomitur ceramicus), dan kutu putih atau kutu sisik (family Coccidae, ordo Homoptera). Sebagian besar tanaman (2.399 individu) terserang hama dengan tingkat serangan lemah. Jumlah tanaman yang terserang dengan tingkat sedang juga cukup banyak (238 individu) dan tanaman yang terserang dengan tingkat kuat cukup rendah (12 individu). Jumlah Individu (n) 3,000 2,500 2,000 1,500 1, Skor Gambar 7 Jumlah individu klon yang terserang hama Tabel 12 Analisis ragam serangan hama pada umur 6 bulan Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Ms 3 6,01 2,00 20,79 <,0001 Clone 41 6,04 0,15 1,53 0,0174 Ms*clone ,16 0,11 1,11 0,1971 Error ,70 0,09 Pada Tabel 12, disajikan bahwa tingkat serangan hama pada sumber keragaman microsite sangat nyata. Pada Tabel 13 disajikan bahwa pada sumber keragaman microsite, microsite 4 mendapatkan tingkat serangan hama yang paling rendah dan microsite 1 mendapatkan tingkat serangan hama yang paling tinggi.

40 27 Tabel 13 Tingkat serangan hama pada setiap microsite Microsite Mean 4 1,03 C 2 1,09 B 3 1,13 A 1 1,56 A Nilai mean (rata-rata) dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata

41 28 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian uji klon Jati Unggul Nusantara (JUN) umur 6 bulan setelah tanam, dapat disimpulkan bahwa: 1. Dari 4 microsite yang diteliti, nilai repeatability diameter ( 0,62) dan tinggi ( 0,80) dapat dinyatakan cukup tinggi. Klon menunjukkan pertumbuhan terbaik pada microsite 2 (jarak tanam 3 x 4 m dan pupuk dasar 5 kg) dengan rata-rata diameter 2,13 cm dan tinggi 130,00 cm. Pada proporsi seleksi 61%, variabel tinggi diprediksi menghasilkan respon perolehan genetik terhadap diameter berkisar 19,52 28,36%. 2. Korelasi fenotipik dan genetik antar variabel diameter, tinggi dan daya sintas menunjukkan korelasi positif. Korelasi antara variabel diameter dengan tinggi cukup kuat yakni untuk korelasi fenotipik sebesar 0,754 dan korelasi genetik Jika dibandingkan dengan kontrol, rata-rata klon lebih tinggi 34% dan pada rata-rata klon terbaik (kode klon 19) lebih tinggi 58%. Sedangkan pada variabel tinggi, rata-rata klon lebih besar 111% daripada kontrol dan pada klon terbaik (kode klon 24) lebih besar 169%. Klon dengan kode 19, 24, 9, 23 dan 11 merupakan klon yang terbaik dari segi diameter dan tinggi. 5.2.Saran Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk : 1. memberikan perlakuan yang sama terhadap setiap microsite, agar faktor-faktor lain yang tidak diharapkan tidak akan mempengaruhi hasil pengukuran; 2. melanjutkan pengamatan morfologi daun sesuai dengan metode pengamatan pada Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman, dan Kestabilan untuk Jati. Pada panduan ini diadakan tiga tahapan atau fase pengambilan data yakni pada tahap sebelum tanam, pertumbuhan awal, dan pertumbuhan lanjut; 3. penerapan pengendalian hama terpadu.

42 29 DAFTAR PUSTAKA Bio Teak Potensi Pasar. [23 Agustus 2011]. Callister AN, Collins SL Genetic parameter estimaters in a clonally replicated progeny test of teak (Tectona grandis Linn. f.). J Tree Genetics & Genomes 4: Carvalho CGP, Cruz CD Repeatability of traits evaluated in a split-plot or factorial experiment. J Crop Breeding and Applied Biotechnology (3): Curnel Y, Jacques D, Nanson A First multisite clonal test of wild cherry (Prunus avium L.) in Belgium. Silvae Genetica 52(2): Departemen Pertanian Republik Indonesia Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan (nomor:pvt/ppi/7/i). [20 Agustus 2011]. [Dephut] Departemen Kehutanan Informasi Singkat Benih Tectona grandis Linn. f. [20 Agustus 2011]. Evan J, Turnbull JW Plantation Forestry in the Tropics. United Kingdom: Oxford University Press. Falconer RE Introduction to Quantitative Genetics. London: Longman. Finkeldey R Pengantar Genetika Hutan Tropis. Djamhuri E, Siregar IZ, Siregar UJ, Kertadikara AW, penerjemah. Gottingen: Institute of Forest Genetics and Forest Tree Breeding. Terjemahan dari: An Introduction to Tropical Forest Genetic. Irwanto Penyebab dan Bentuk Keragaman/Variasi. [6 Maret 2010]. Leksono B Variasi Genetik Produksi Getah Pinus merkusii Jungh et.de Vriese [tesis]. Jogjakarta: Fakultas Kehutanan UGM. Mahfuz, Na iem M, Sumardi, Hardiyanto EB Variasi pertumbuhan pada uji keturunan merbau (Intsia bijuga O.Ktze) di Sobang, Banten. J Pemuliaan Tanaman Hutan 4(3): Midgley S, Blyth M, Mounlamai K, Midgley D, Brown D Towards Improving Progitability of Teak in Integrated Smallholder Farming System in Nortern Laos. Canberra: Goanna Print Pty Ltd. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.72/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.01/Menhut-

43 30 II/2009 tentang Penyelenggaraan Perbenihan Tanaman Hutan. [3 Januari 2012]. Perum Perhutani Pusat jati: Penelitian. [20 Agustus 2011]. PT Setyamitra Bhaktipersada. 2011a. Jati Unggul Nusantara (JUN) [leaflet]. PT Setyamitra Bhaktipersada. 2011b. Jati Unggul Nusantara (JUN). [23 Agustus 2011]. Sas Institute Inc SAS/STAT Help and Documentation. USA: Sas Institute Inc. Siregar CA Penerapan Sistem Tebang dan Arang (Spash and Char) Alternatif Sistem Perladangan Berpindah. Bogor: CIFOR. Siswamartana S, Wibowo A Konservasi genetik jati. Di dalam: Siswamartana S, Rosalina U, Wibowo A, editor. Seperempat Abad Pemuliaan Jati Perum Perhutani. Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani. hlm Soekotjo Teknik Silvikultur Intensif (SILIN). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soeroso H, Soetardjo DP Ekonomi Kerakyatan dalam Praktek: Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil. Jakarta: Unit Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN). Sofyan A, Na iem M, Indrioko S Uji Klon Jati (Tectona Grandis L.f) Umur 3 Tahun. [29 November 2011]. Sumantoro Hama dan penyakit tanaman jati. Di dalam: Siswamartana S, Rosalina U, Wibowo A, editor. Seperempat Abad Pemuliaan Jati Perum Perhutani. Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani. hlm Sumarna Budidaya Jati. Jakarta: Penebar Swadaya. Sumarni G, Muslich M, Yuniarti K Karakteristik Jati Lokal dan Jati Cepat Tumbuh. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. [23 Agustus 2011]. Sutjiati L, Dedi Kultur jaringan. Di dalam: Siswamartana S, Rosalina U, Wibowo A, editor. Seperempat Abad Pemuliaan Jati Perum Perhutani. Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani. hlm

44 31 Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. bk.menlh.go.id [13 Desember 2011]. White TL, Adam WT, Neale DB Forest Genetics. Washington DC: CABI. Wibowo Uji keturunan jati. Di dalam: Siswamartana S, Rosalina U, Wibowo A, editor. Seperempat Abad Pemuliaan Jati Perum Perhutani. Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani. hlm Williams ER, Matheson AC, Harwood CE Experimental Design and Analysis for Tree Improvement Second Edition. Australia: CSIRO Publishing. Yu Q, Pulkkinen P Genotype-environment interaction and stability in growth of aspen hybrid clones. Forest Ecology and Management 173: Zhang SY, Yu Q, Chauret G, Koubaa A Selection for both growth and wood properties in hybrid poplar clones. J Forest Science 49(6):1-8. Zobel B, Talbert J Aplied Forest Tree Improvement. USA: John Wiley & Sons Inc.

45 LAMPIRAN 32

46 Lampiran 1 Peta sketsa lapangan percobaan uji klon jati unggul nusantara (JUN) 33

47 34

48 35

49 36

50 37

51 38 Lampiran 2 Nilai kuadrat harapan umur 6 bulan Source Diameter Microsite Klon Microsite*klon Tinggi Microsite Klon Microsite*klon Daya Sintas Microsite Klon Microsite*klon Type III Expected Mean Square Var(Error) + 15,20 Var(site*clone) + 638,49(site) Var(Error) + 15,24 Var(site*clone) + 60,95 Var(clone) Var(Error) + 15,31 Var(site*clone) Var(Error) + 15,18 Var(microsite*klon) + 639,14(microsite) Var(Error) + 15,22 Var(microsite*klon) + 60,87 Var(klon) Var(Error) + 15,29 Var(microsite*klon) Var(Error) + 3,91 Var(microsite*klon) + 164,11(microsite) Var(Error) + 3,91 Var(microsite*klon) + 15,66 Var(klon) Var(Error) + 3,93 Var(microsite*klon)

52 39 Lampiran 3 Analisis ragam per microsite pada umur 6 bulan Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Type III Expected Mean Square Ms1 Diameter 0,6600± Model 41 57,55 1,4037 2,94 <,0001 Var(Error) + 14,61 Var(klon) Error ,99 0,4773 Corrected Total ,54 Tinggi 0,7092±0,0485 Model , ,3 3,44 <,0001 Var(Error) + 14,57 Var(klon) Error , ,5 Corrected Total ,67 Daya Sintas 0,7305±0,0556 Model 41 2,12 0,0517 0,72 0,8885 Var(Error) + 3,78 Var(klon) Error 117 8,45 0,0722 Corrected Total ,57 Ms 2 Diameter 0,4584±0,0610 Model 41 44,67 1,0895 1,85 0,0013 Var(Error) + 15,47 Var(klon) Error ,79 0,5901 Corrected Total ,46 Tinggi 0,5443±0,0599 Model , ,8 2,19 <,0001 Var(Error) + 15,54 Var(klon) Error , ,9 Corrected Total ,38 Daya Sintas Model 41 1,28 0,0312 0,78 0,8194 Var(Error) + 3,95 Var(klon) Error 124 4,97 0,0401 Corrected Total 165 6,25 Ms 3 Diameter 0,7512±0,0446 Model 41 77,36 1,8869 4,02 <,0001 Var(Error) + 15,85 Var(klon) -

53 40 Lanjutan Lampiran 3 Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Type III Expected Mean Square Error ,97 0,4695 Corrected Total ,34 Tinggi 0,7688±0,0413 Model , ,9 4,32 <,0001 Var(Error) + 15,85 Var(klon) Error , ,1 Corrected Total ,44 Daya Sintas Model 41 0,52 0,0126 1,22 0,2001 Var(Error) + 3,99 Var(klon) 0,1815±0,0807 Error 126 1,30 0,0103 Corrected Total 167 1,81 Ms 4 Diameter 0,6422±0,0544 Model 41 23,12 0,5639 2,79 <,0001 Var(Error) + 15,45 Var(klon) Error ,48 0,2018 Corrected Total ,60 Tinggi 0,5650±0,0589 Model , ,3 <,0001 Var(Error) + 15,43 Var(klon) Error , ,4 Corrected Total ,57 Daya Sintas 0,2832±0,0702 Model 41 5,49 0,1338 1,4 0,0832 Var(Error) + 3,99 Var(klon) Error ,08 0,0959 Corrected Total ,57 Keterangan: Ms = microsite

54 41 Lampiran 4 Hasil uji Duncan pada umur 6 bulan Diameter Tinggi Daya Sintas Mean N clo Mean N clo Mean N Clo 2,26 a ,66 a ,99 a ,23 ab ,56 ab ,99 a ,21 abc ,45 abc ,99 a ,18 abcd ,72 abcd ,99 a ,17 abcd ,86 abcde ,99 a ,16 abcd ,25 abcdef ,94 ab ,12 abcde ,60 abcdefg ,94 ab ,10 abcdef ,62 abcdefgh ,94 ab ,10 abcdef ,87 abcdefghi ,94 ab ,09 abcdefg ,96 abcdefghij ,94 ab ,08 abcdefg ,40 bcdefghij ,94 ab ,06 abcdefgh ,17 bcdefghij ,94 ab ,05 abcdefghi ,58 bcdefghijk ,86 ab ,03 abcdefghij ,22 bcdefghijkl ,81 ab ,98 abcdefghijk ,65 bcdefghijkl ,78 ab ,97 bcdefghijk ,38 bcdefghijkl ,78 ab ,96 bcdefghijk ,08 bcdefghijkl ,78 ab ,95 bcdefghijk ,78 cdefghijkl ,78 ab ,94 cdefghijk ,45 cdefghijkl ,78 ab ,94 cdefghijk ,13 cdefghijkl ,75 ab ,90 defghijkl ,07 cdefghijkl ,75 ab ,89 defghijkl ,64 cdefghijkl ,72 ab ,87 efghijkl ,50 cdefghijkl ,66 ab ,87 efghijkl ,53 defghijkl ,56 ab ,87 efghijkl ,97 efghijklm ,52 ab ,85 efghijklm ,82 efghijklm ,52 ab ,84 efghijklm ,37 fghijklm ,45 ab ,84 efghijklm ,97 ghijklm ,34 ab ,83 efghijklm ,15 hijklm ,34 ab ,82 efghijklm ,92 hijklm ,25 ab ,80 ghijklmn ,92 hijklm ,15 ab ,78 hijklmn ,74 hijklm ,15 ab ,76 ijklmn ,16 ijklm ,15 ab ,74 jklmn ,53 jklm ,67 ab ,73 klmn ,48 jklm ,66 ab ,72 klmn ,01 jklm ,29 ab ,70 klmn ,68 jklm ,75 b ,70 klmn ,76 klm ,69 b ,64 lmno ,07 lm ,45 b ,57 mno ,18 mn ,45 b ,53 no ,81 n ,40 b ,41 o ,38 o ,38 b 16 5 Nilai mean (rata-rata) dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata

55 42 Lampiran 5 Skor karakter morfologi daun berdasarkan panduan pengujian individual kebaruan, keunikan, keseragaman dan kestabilan untuk spesies jati Kode Klon Microsite Daun muda: keberadaan anthocyanin Daun muda: pewarnaan anthocyanin Daun muda: intensitas warna anthocyanin Daun dewasa: warna Daun dewasa: ukuran daun Daun dewasa: bentuk daun Daun: ujung daun Daun: pangkal daun Daun: tepi daun Daun: tekstur permukaan daun bagian atas Daun: keberadaan lapisan lilin Daun: ketebalan helaian daun Daun: konsistensi helaian daun Daun: pola tulang daun Daun dewasa: keseimbangan helaian Dewasa: keberadaan anthocyanin, jika diremas Desawa: perwanaan anthocyanin jika diremas , , ,5 26, , , ,

56 43 Lanjutan Lampiran 5 Kode Klon Microsite Daun muda: keberadaan anthocyanin Daun muda: pewarnaan anthocyanin Daun muda: intensitas warna anthocyanin Daun dewasa: warna Daun dewasa: ukuran daun Daun dewasa: bentuk daun Daun: ujung daun Daun: pangkal daun Daun: tepi daun Daun: tekstur permukaan daun bagian atas Daun: keberadaan lapisan lilin Daun: ketebalan helaian daun Daun: konsistensi helaian daun Daun: pola tulang daun Daun dewasa: keseimbangan helaian Dewasa: keberadaan anthocyanin, jika diremas Desawa: perwanaan anthocyanin jika diremas , , , , , ,5 36, ,5 43, ,

57 44 Lanjutan Lampiran 5 Kode Klon Microsite Daun muda: keberadaan anthocyanin Daun muda: pewarnaan anthocyanin Daun muda: intensitas warna anthocyanin Daun dewasa: warna Daun dewasa: ukuran daun Daun dewasa: bentuk daun Daun: ujung daun Daun: pangkal daun Daun: tepi daun Daun: tekstur permukaan daun bagian atas Daun: keberadaan lapisan lilin Daun: ketebalan helaian daun Daun: konsistensi helaian daun Daun: pola tulang daun Daun dewasa: keseimbangan helaian Dewasa: keberadaan anthocyanin, jika diremas Desawa: perwanaan anthocyanin jika diremas , , , , , ,

58 45 Lanjutan Lampiran 5 Kode Klon Microsite Daun muda: keberadaan anthocyanin Daun muda: pewarnaan anthocyanin Daun muda: intensitas warna anthocyanin Daun dewasa: warna Daun dewasa: ukuran daun Daun dewasa: bentuk daun Daun: ujung daun Daun: pangkal daun Daun: tepi daun Daun: tekstur permukaan daun bagian atas Daun: keberadaan lapisan lilin Daun: ketebalan helaian daun Daun: konsistensi helaian daun Daun: pola tulang daun Daun dewasa: keseimbangan helaian Dewasa: keberadaan anthocyanin, jika diremas Desawa: perwanaan anthocyanin jika diremas , , , , , , , ,

59 46 Lanjutan Lampiran 5 Kode Klon Microsite Daun muda: keberadaan anthocyanin Daun muda: pewarnaan anthocyanin Daun muda: intensitas warna anthocyanin Daun dewasa: warna Daun dewasa: ukuran daun Daun dewasa: bentuk daun Daun: ujung daun Daun: pangkal daun Daun: tepi daun Daun: tekstur permukaan daun bagian atas Daun: keberadaan lapisan lilin Daun: ketebalan helaian daun Daun: konsistensi helaian daun Daun: pola tulang daun Daun dewasa: keseimbangan helaian Dewasa: keberadaan anthocyanin, jika diremas Desawa: perwanaan anthocyanin jika diremas , , , ,

60 47 Lanjutan Lampiran 5 Keterangan: No. Karakter Kelas Notasi 1 Daun muda: keberadaan anthocyanin Tidak ada 1 (A) Ada 9 2 Daun muda: pewarnaan anthocyanin Keunguan 1 (B) Kecokelatan 2 3 Daun muda: intensitas warna anthocyanin (C) Lemah 3 Sedang 5 Kuat 7 4 Daun dewasa: warna (D) Hijau kekuningan 1 Hijau 2 Hijau tua 3 5 Daun dewasa: ukuran daun (E-F) Kecil 3 Sedang 5 Besar 7 6 Daun dewasa: bentuk daun (G) Elips melebar 1 Jorong 2 Obovatus 3 7 Daun: ujung daun (H) Runcing 1 Meruncing 2 Tumpul 3 8 Daun: pangkal daun (I) Runcing 1 Meruncing 2 Tumpul 3 9 Daun: tepi daun (J) Rata 1 Bergelombang 2 Bertoreh 3 10 Daun: tekstur permukaan daun bagian atas (K) Gundul 1 Licin 2 Kasar 3 Kasap 4 Berbulu 5 11 Daun: keberadaan lapisan lilin (L) Tidak ada 1 Ada 9 12 Daun: ketebalan helaian daun (M) Tipis 3 Sedang 5 Tebal 7 13 Daun: konsistensi helaian daun (N) Horizontal 3 Setengah menggantung 5 Menggantung 7 14 Daun: pola tulang daun (O) Tidak beraturan 1 Beraturan 9 15 Daun dewasa: keseimbangan helaian (P) 16 Dewasa: keberadaan anthocyanin, jika diremas (Q) 17 Desawa: perwanaan anthocyanin jika diremas (R) Simetris 1 Tidak simetris 2 Tidak ada 1 Ada 9 Merah 1 Merah kecoklatan 2 Merah keunguaan 3

61 48 Lampiran 6 Hasil analisis sifat kimia tanah (berdasarkan Hasil Analisis Contoh Tanah Nomor 2056/20011 di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah) Micorsite Pasir (%) Tekstur ph Bahan Organik Debu (%) Liat (%) H 2 O KCl C (%) N (%) C/N P2O5 (ppm) K2O (ppm) Ca (cmolc/kg) Mg (cmolc/kg) Nilai Tukar Kation 1a ,2 sm 3,8 sm 1,29 r 0,13 r 10 r 2,7 sr 67 st 2.50 r 0,63 r 0,13 r 1,40 st 4,66 16,62 s 28 r 1b ,3 sm 3,9 sm 0,88 sr 0,09 sr 10 r 1,0 sr 53 t 2.59 r 0,52 r 0,10 r 1,48 st 4,69 15,60 sr 30 r 2a ,1 sm 3,9 sm 1,20 r 0,11 r 11 s 1,6 sr 69 st 1.88 sr 0,60 r 0.13 r 1,37 st 3,98 15,99 r 25 r 2b ,1 sm 3,9 sm 0,96 sr 0,09 sr 11 s 1,0 sr 31 s 1.16 sr 0,34 sr 0,06 sr 1,01 st 2,57 14,71 r 17 sr 3a ,1 sm 3,9 sm 1,46 r 0,13 r 11 s 1,3 sr 53 t 1.69 sr 0,49 r 0,10 r 2,09 st 4,37 18,02 s 24 r 3b ,3 sm 3,9 sm 0,90 sr 0,07 sr 13 s 0,6 sr 13 r 1.78 sr 0,52 r 0,02 sr 1,46 st 3,78 14,29 r 26 r 4a ,4 sm 3,9 sm 0,84 sr 0,08 sr 11 s 0,6 sr 17 r 2.50 r 0,80 r 0,03 sr 1,70 st 5,03 14,27 r 35 r 4b ,3 sm 3,9 sm 1,13 r 0,11 r 10 r 1,0 sr 19 r 2.41 r 0,78 r 0,03 sr 1,51 st 4,73 14,32 r 33 r sm = sangat masam sr = sangat rendah r = rendah s = sedang t = tinggi st = sangat tinggi K (cmolc/kg) Na (cmolc/kg) Jumlah (cmolc/kg) KTK (cmolc/kg) KB (%) Lampiran 7 Hasil analisis sifat fisik tanah Microsite Bulk Density (gr/ cm 3 ) Porosistas (%) 1 0,98 63,0 2 1,03 61,0 3 0,99 62,7 4 1,05 60,3

62 49 Lampiran 8 Performa tanaman jati umur 6 bulan Lokasi: microsite 4 (jarak tanam: 5 x 2 meter, pupuk dasar: 5 kg) Lokasi: microsite 4 (jarak tanam: 5 x 2 meter, pupuk dasar: 5 kg) Lokasi: microsite 2 (jarak tanam: 3 x 4 meter, pupuk dasar: 5 kg) Lokasi: microsite 2 (jarak tanam: 3 x 4 meter, pupuk dasar: 5 kg) Lokasi: microsite 1 (jarak tanam: 3 x 4 meter, pupuk dasar: 3 kg) Lokasi: microsite 1 (jarak tanam: 3 x 4 meter, pupuk dasar: 3 kg)

63 50 Lanjutan Lampiran 8 Lokasi: microsite 3 (jarak tanam: 5 x 2 meter, pupuk dasar: 3 kg) Lokasi: microsite 3 (jarak tanam: 5 x 2 meter, pupuk dasar: 3 kg) Lampiran 9 Gejala dan tanda serangan hama Ulat dan bekas gigitan ulat pada daun Ulat dan bekas gigitan ulat pada daun Kepompong ulat dan bekas gigitan ulat pada daun Kepompong yang melekat pada batang tanaman Kutu putih Batang tanaman yang terkena kutu putih dan menjadi sarang semut Rayap yang menyerang batang tanaman Rayap yang menyerang tanaman Tanaman mati karena terserang ulat penggerek

64 51 Lanjutan Lampiran 9 Serbuk kayu (dari ulat penggerek) pada permukaan tanah Lubang pada batang tanaman yang diserang ulat penggerek Batang tanaman yang diserang ulat penggerek (lubangnya ditutupi dengan plastik oleh petani, agar tanaman tidak mati) Tanaman patah karena angin (terkena serangan ulat penggerek)

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jati Jati merupakan salah satu komoditas kayu mewah yang bernilai komersil tinggi (Sumarna 2003; Irwanto 2006). Hal ini berbanding lurus dengan kualitas kayunya yang tinggi.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaman Sifat Pertumbuhan dan Taksiran Repeatability Penelitian tentang klon JUN hasil perkembangbiakan vegetatif ini dilakukan untuk mendapatkan performa pertumbuhan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan kayu meningkat setiap tahun, sedangkan pasokan yang dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu dunia diperkirakan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani merupakan sebuah badan usaha yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola hutan tanaman yang ada di Pulau Jawa dan Madura dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jati (Tectona grandis Linn F.) merupakan salah satu produk kayu mewah

BAB I PENDAHULUAN. Jati (Tectona grandis Linn F.) merupakan salah satu produk kayu mewah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn F.) merupakan salah satu produk kayu mewah hasil hutan yang sangat diminati di pasaran. Kayu jati sering dianggap sebagai kayu dengan serat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, karena kayu jati telah dianggap sebagai sejatining kayu (kayu yang sebenarnya).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perum Perhutani merupakan Perusahaan milik negara yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan penyediaan kayu jati mendorong Perum Perhutani untuk menerapkan silvikultur intensif guna memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jati merupakan jenis kayu komersil yang bermutu dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu kayu penting yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembibitan Jati. tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi m.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembibitan Jati. tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi m. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembibitan Jati Jati (Tectona grandis L.) adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jati (Tectona grandis L.f) Menurut Sumarna (2002), klasifikasi tanaman jati digolongkan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang menjadi sentra penanaman jati adalah puau Jawa (Sumarna, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang menjadi sentra penanaman jati adalah puau Jawa (Sumarna, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati dikenal sebagai kayu mewah karena kekuatan dan keawetannya dan merupakan salah satu tanaman yang berkembang baik di indonesia. Hal tersebut tercermin dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P.

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P. TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH Dr. Ir. Budi Leksono, M.P. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta 1 I. PENDAHULUAN Sumber benih merupakan tempat dimana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Jati ( Tectona grandis Linn.f.)

TINJAUAN PUSTAKA Jati ( Tectona grandis Linn.f.) 3 TINJAUAN PUSTAKA Jati (Tectona grandis Linn.f.) Dalam taksonomi dan tatanama ilmiah, tanaman jati termasuk ke dalam famili Verbenaceae. Areal penyebaran alaminya terdapat di India, Myanmar, Thailan dan

Lebih terperinci

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1 Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1 Arif Irawan 2, Budi Leksono 3 dan Mahfudz 4 Program Kementerian Kehutanan saat ini banyak bermuara pada kegiatan rehabillitasi hutan dan lahan serta kegiatan

Lebih terperinci

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

UJI KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) UMUR 30 BULAN DI KABUPATEN PURWAKARTA JAWA BARAT TINTIN GIGIH WIDHYASTUTI

UJI KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) UMUR 30 BULAN DI KABUPATEN PURWAKARTA JAWA BARAT TINTIN GIGIH WIDHYASTUTI UJI KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) UMUR 30 BULAN DI KABUPATEN PURWAKARTA JAWA BARAT TINTIN GIGIH WIDHYASTUTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var.

Lebih terperinci

PENGARUH KLON DAN WAKTU OKULASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERSENTASE HIDUP OKULASI JATI (Tectona grandis )

PENGARUH KLON DAN WAKTU OKULASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERSENTASE HIDUP OKULASI JATI (Tectona grandis ) PENGARUH KLON DAN WAKTU OKULASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERSENTASE HIDUP OKULASI JATI (Tectona grandis ) Effect of Clone and Budgraft Time on Growth and Survival Rate Teak (Tectona grandis) Sugeng Pudjiono

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, Lampung Selatan mulai Maret 2013 sampai dengan Maret 2014. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

UJI PERTUMBUHAN KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) UMUR 15 BULAN DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT ARGHA ADITYA CIPTA NUGRAHA

UJI PERTUMBUHAN KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) UMUR 15 BULAN DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT ARGHA ADITYA CIPTA NUGRAHA UJI PERTUMBUHAN KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) UMUR 15 BULAN DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT ARGHA ADITYA CIPTA NUGRAHA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 UJI

Lebih terperinci

Arus materi Arus informasi

Arus materi Arus informasi Pengertian Uji keturunan berarti mengevaluasi suatu individu melalui perbandingan keturunannya dalam suatu eksperimen Individu A dikatakan unggul dibanding B jika ketrunan A lebih Ind baik dari keturunan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG MERAH SEBAGAI PENGGANTI ROOTON F UNTUK MENSTIMULASI PERTUMBUHAN AKAR STEK PUCUK JATI (Tectona grandis L)

PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG MERAH SEBAGAI PENGGANTI ROOTON F UNTUK MENSTIMULASI PERTUMBUHAN AKAR STEK PUCUK JATI (Tectona grandis L) PKMP-1-8-1 PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG MERAH SEBAGAI PENGGANTI ROOTON F UNTUK MENSTIMULASI PERTUMBUHAN AKAR STEK PUCUK JATI (Tectona grandis L) R.M. Aulia El Halim, B. Pramudityo, R. Setiawan, I.Y. Habibi,

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

UJI PERTANAMAN GENETIK MATERI PEMULIAAN POHON

UJI PERTANAMAN GENETIK MATERI PEMULIAAN POHON UJI PERTANAMAN GENETIK MATERI PEMULIAAN POHON Sub pokok bahasan Tujuan uji genetik Uji spesies Uji provenans Uji keturunan Tujuan uji pertanaman genetik Uji pertanaman genetik diperlukan untuk dapat mengevaluasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Dalam taksonomi tumbuhan, tebu tergolong dalam Kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Monocotyledoneae, Ordo Glumaceae, Famili Graminae, Genus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi pohon jati menurut Sumarna (2011) sebagai berikut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi pohon jati menurut Sumarna (2011) sebagai berikut. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Jati (Tectona grandis) Klasifikasi pohon jati menurut Sumarna (2011) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Verbenaceae

Lebih terperinci

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kekayaan alam bangsa Indonesia yang menjadi aset berharga dalam mendatangkan devisa bagi negara, sehingga dapat memberi kontribusi yang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Pebruari 2012 di lahan agroforestri Desa Sekarwangi, Kecamatan Malangbong,

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) SKRIPSI OLEH : HENDRIKSON FERRIANTO SITOMPUL/ 090301128 BPP-AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA

EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA 060307012 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 EVALUASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kering yang nyata, tipe curah hujan C F, jumlah curah hujan rata-rata 1.200

BAB I PENDAHULUAN. kering yang nyata, tipe curah hujan C F, jumlah curah hujan rata-rata 1.200 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati merupakan tanaman komersil yang tumbuh pada tanah sarang, terutama pada tanah yang berkapur. Jenis ini tumbuh di daerah dengan musim kering yang nyata, tipe curah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jati (Tectona grandis L.f) tumbuh secara alami di seluruh Asia Tenggara dan merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar internasional.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK FEBRIANI BANGUN 060307025 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PENYEMPROTAN PUPUK DAUN DAN DOSIS PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT Aquilaria malaccensis Lamk.

PENGARUH FREKUENSI PENYEMPROTAN PUPUK DAUN DAN DOSIS PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT Aquilaria malaccensis Lamk. PENGARUH FREKUENSI PENYEMPROTAN PUPUK DAUN DAN DOSIS PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT Aquilaria malaccensis Lamk. SKRIPSI OLEH JULIUS SIMARMATA 091201067 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PEMUPUKAN NPK PADA TANAMAN DURIAN (Durio zibethinus Murr.) LOKAL UMUR 3 TAHUN

PEMUPUKAN NPK PADA TANAMAN DURIAN (Durio zibethinus Murr.) LOKAL UMUR 3 TAHUN 422 JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 5 NOVEMBER-2013 ISSN: 2338-3976 PEMUPUKAN NPK PADA TANAMAN DURIAN (Durio zibethinus Murr.) LOKAL UMUR 3 TAHUN FERTILIZATION OF NPK ON LOCAL DURIAN (Durio zibethinus

Lebih terperinci

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT SKRIPSI KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT Oleh: Fitri Yanti 11082201730 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN BEBERAPA VARIETAS TIMUN (Cucumis sativus L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK

RESPON PERTUMBUHAN BEBERAPA VARIETAS TIMUN (Cucumis sativus L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK RESPON PERTUMBUHAN BEBERAPA VARIETAS TIMUN (Cucumis sativus L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK SKRIPSI OLEH: VERNANDO SIMANULLANG/070307012 BDP PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terung Ungu 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Terung Ungu Terung merupakan tanaman asli daerah tropis yang diduga berasal dari Asia, terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK

PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK ( Piper ningrum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Tanaman

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG TERHADAP FREKUENSI PEMUPUKAN PUPUK ORGANIK CAIR DAN APLIKASI PUPUK DASAR NPK SKRIPSI

RESPON PERTUMBUHAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG TERHADAP FREKUENSI PEMUPUKAN PUPUK ORGANIK CAIR DAN APLIKASI PUPUK DASAR NPK SKRIPSI RESPON PERTUMBUHAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG TERHADAP FREKUENSI PEMUPUKAN PUPUK ORGANIK CAIR DAN APLIKASI PUPUK DASAR NPK SKRIPSI MASTOR PALAN SITORUS 100301028 AGRROEKOTEKNOLOGI-BPP PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI SKRIPSI OLEH:

PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI SKRIPSI OLEH: 1 PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI DI TANAH ULTISOL SKRIPSI OLEH: RANGGA RIZKI S 100301002 AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm. 14-19 ISSN 0853 4217 Vol. 15 No.1 PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NPK DAN KOMPOS TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI JABON (Anthocephalus cadamba Roxb Miq) PADA MEDIA

Lebih terperinci

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E14201027

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati Tectona grandis Linn. f. atau jati merupakan salah satu tumbuhan yang masuk dalam anggota famili Verbenaceae. Di Indonesia dikenal juga dengan nama deleg, dodolan, jate,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mahal di pasar internasional US$ 640/m 3 untuk kayu papan jati Jawa tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang mahal di pasar internasional US$ 640/m 3 untuk kayu papan jati Jawa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.

Lebih terperinci

MIKORIZA & POHON JATI

MIKORIZA & POHON JATI MIKORIZA & POHON JATI Kelompok 6 Faisal Aziz Prihantoro Aiditya Pamungkas Rischa Jayanty Amelia Islamiati Faifta Nandika Maya Ahmad Rizqi Kurniawan Septa Tri Farisna 1511100001 1511100011 1511100025 1511100027

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN STEK AKAR SUKUN (Artocarpus communis Forst.) BERDASARKAN PERBEDAAN JARAK AKAR DARI BATANG POHON

PERTUMBUHAN STEK AKAR SUKUN (Artocarpus communis Forst.) BERDASARKAN PERBEDAAN JARAK AKAR DARI BATANG POHON PERTUMBUHAN STEK AKAR SUKUN (Artocarpus communis Forst.) BERDASARKAN PERBEDAAN JARAK AKAR DARI BATANG POHON SURYA DANI DAULAY 061202039 PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH. (Anthocephalus macrophyllus (Roxb)Havil)

PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH. (Anthocephalus macrophyllus (Roxb)Havil) PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (Roxb) Havil) EFFECT OF PLANTING MEDIA ON RED JABON (Anthocephalus macrophyllus (Roxb)Havil) Yusran Ilyas ¹, J. A.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi salah satunya fungsi ekonomi. Fungsi hutan

I. PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi salah satunya fungsi ekonomi. Fungsi hutan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas wilayah 750 juta hektar (ha) dengan luas daratan sekitar 187.91 juta ha. Sebesar 70 persen dari daratan tersebut merupakan kawasan hutan. Berdasarkan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA JENIS AKASIA (Acacia spp) TERHADAP FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA JENIS AKASIA (Acacia spp) TERHADAP FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA JENIS AKASIA (Acacia spp) TERHADAP FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA SKRIPSI Oleh : ROMMEL PARDOSI 041202018/BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pohon Plus Pohon induk merupakan pepohonan terpilih di antara pepohonan yang ada di suatu areal pengelolaan hutan yang di tunjuk sebagai pohon tempat pengambilan organ

Lebih terperinci

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September PENGARUH UMUR SEMAI TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN DI PERSEMAIAN 1) Oleh: Agus Sofyan 2) dan Syaiful Islam 2) ABSTRAK Suren (Toona sureni Merr), merupakan jenis yang memiliki pertumbuhan cepat dan kegunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.)

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) SKRIPSI Oleh : FIDELIA MELISSA J. S. 040307013 / BDP PET PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH :

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : HENDRI SIAHAAN / 060307013 BDP PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang. mebel dan lain sebagainya. Tingginya kebutuhan manusia akan kayu tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang. mebel dan lain sebagainya. Tingginya kebutuhan manusia akan kayu tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Kayu merupakan salah satu hasil hutan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Kayu digunakan untuk berbagai keperluan diantaranya sebagai bahan bakar, bahan baku konstruksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Eucalyptus spp. Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman. Eucalyptus spp.

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Eucalyptus spp. Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman. Eucalyptus spp. TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Eucalyptus spp Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman Eucalyptus spp. antara lain: 1. Penyakit pada akar a. Busuk akar Phytophthora Penyakit ini disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Hasil analisis kondisi iklim lahan penelitian menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika setempat menunjukkan bahwa kondisi curah hujan, tingkat kelembaban,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH :

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH : PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH : RIAN EKO PRADANA / 110301061 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari

Lebih terperinci