BIOLOGI DAN PREFERENSI MAKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIOLOGI DAN PREFERENSI MAKAN"

Transkripsi

1 BIOLOGI DAN PREFERENSI MAKAN Doleschallia bisaltide CRAMER (LEPIDOPTERA: NYMPHALIDAE) PADA Graptophyllum pictum (L.) GRIFF. DAN Asystasia gangetica (L.) ANDERS. NITA WINANTI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 ABSTRAK NITA WINANTI. Biologi dan Preferensi Makan Doleschallia bisaltide Cramer (Lepidoptera: Nymphalidae) pada Tanaman Graptophyllum pictum (L.) Griff. dan Asystasia gangetica (L.) Anders. Dibimbing oleh DEWI SARTIAMI dan TRI LESTARI MARDININGSIH. Handeuleum atau daun ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) termasuk dalam famili Acanthaceae yang merupakan salah satu tumbuhan obat tradisional dan saat ini banyak digunakan masyarakat untuk dijadikan sebagai obat. Salah satu kendala dalam budidaya tanaman handeuleum yaitu adanya serangan ulat Doleschallia bisaltide (Lepidoptera: Nymphalidae). Selain menyerang tanaman handeuleum, hama ini juga memakan tanaman gulma Asystasia gangetica (L.) Anders. Penelitian ini bertujuan mengetahui biologi dan preferensi makan D. bisaltide pada tanaman G. pictum dan A. gangetica. Penelitian dilakukan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor dari bulan Februari sampai Juli Untuk metode tanpa pilihan, sebanyak 30 diberi makan daun G. pictum dan 30 larva diberi makan daun A. gangetica. Untuk metode pilihan, sebanyak 30 larva diberi makan daun G. pictum dan A. gangetica. Setiap satu larva dipelihara di dalam satu cawan Petri. Penggantian makan dilakukan setiap hari. Parameter yang diamati adalah lama stadia perkembangan dan perilaku, siklus hidup, dan preferensi makan. Analisis data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel Data preferensi makan dengan metode tanpa pilihan dan metode pilihan dianalisis dengan uji t. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata stadia telur, larva, pupa, imago dengan pemberian pakan daun G. pictum secara berturut-turut adalah 3,00 0,00; 16,77 1,61; 8,23 0,50; 10,47 7,18 (jantan) dan 12,27 6,35 hari (betina). Rata-rata stadia telur, larva, pupa, imago dengan pemberian pakan daun A. gangetica secara berturut-turut adalah 3,00 0,00; 18,90 0,92; 7,93 0,25; 18,83 8,30 (jantan) dan 18,28 6,06 hari (betina). Rata-rata stadia telur, larva, pupa, imago dengan pemberian pakan gabungan kedua daun secara berturut-turut adalah 3,00 0,00; 15,67 0,92; 8,17 0,38; 12,15 4,24 (jantan) dan 13,41 7,61 hari (betina). Siklus hidup pada pemberian pakan daun G. pictum dan pakan pilihan lebih singkat dibandingkan dengan pemberian pakan daun A. gangetica. Pada metode tanpa pilihan, larva mengkonsumsi daun G. pictum dan daun A. gangetica secara berturut-turut yaitu sebesar 314,70 92,27 cm² dan 550,38 93,86 cm². Pada metode pilihan, larva mengkonsumsi daun G. pictum dan daun A. gangetica secara berturut-turut yaitu sebesar 214,40 69,85 cm² dan 246,38 69,07 cm². Pada kedua metode pengujian preferensi makan menunjukkan bahwa larva D. bisaltide lebih banyak mengkonsumsi daun A. gangetica dibandingkan dengan daun G. pictum dan menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Kata kunci: Doleschallia bisaltide, Graptophyllum pictum, Asystasia gangetica, preferensi, Nymphalidae.

3 BIOLOGI DAN PREFERENSI MAKAN Doleschallia bisaltide CRAMER (LEPIDOPTERA: NYMPHALIDAE) PADA Graptophyllum pictum (L.) GRIFF. DAN Asystasia gangetica (L.) ANDERS. NITA WINANTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

4 Judul : Biologi dan Preferensi Makan Doleschallia bisaltide Cramer (Lepidoptera: Nymphalidae) pada Graptophyllum pictum (L.) Griff. dan Asystasia gangetica (L.) Anders. Nama : Nita Winanti NIM : A Dosen Pembimbing I Disetujui, Dosen Pembimbing II Dra. Dewi Sartiami, M.Si NIP Ir. Tri Lestari Mardiningsih, M.Sc. NIP Diketahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman Dr. Ir. Dadang, M.Sc. NIP Tanggal Lulus :

5 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman dengan judul penelitian Biologi dan Preferensi Makan Doleschallia bisaltide Cramer (Lepidoptera: Nymphalidae) pada Graptophyllum pictum (L.) Griff. dan Asystasia gangetica (L.) Anders. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Dadang, M.Sc sebagai Ketua Departemen Proteksi Tanaman dan dosen pembimbing akademik. 2. Dra. Dewi Sartiami, M.Si. dan Ir. Tri Lestari Mardiningsih, M.Sc. sebagai dosen pembimbing skripsi atas waktu, masukan, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. sebagai dosen penguji tamu atas waktu, masukan, dan saran yang telah diberikan. 4. Seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menuntut ilmu di Departemen Proteksi Tanaman. 5. Bapak Cucu Sukmana atas bantuan yang telah diberikan selama melaksanakan penelitian. 6. Ibu Iis Aisyah sebagai laboran Lab. Taksonomi dan Biosistematika Serangga atas bantuan dan dukungannya. 7. Bapak Sutamtomo dan Ibu Gati Pramiyanti atas doa dan kasih sayang yang tak terhingga. 8. Didik Setiyo Budi dan Nina Tirani sebagai adik yang selalu memberikan keceriaan. 9. Cok Agus Prabowo atas doa dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. 10. Teman-teman Rumah Strawberry, Kost Calista, dan Wisma Melati atas perhatiannya kepada penulis.

6 11. Teman-teman Departemen Proteksi Tanaman Angkatan 43 yang telah membantu dan memberikan semangat dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. 12. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk banyak pihak. Bogor, Desember 2010 Penulis

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 9 Desember Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sutamtomo dan Ibu Gati Pramiyanti. Pada tahun 2006 penulis menamatkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Bekasi dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis telah mengikuti beberapa kepanitiaan dan organisasi di antaranya, Pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) divisi Kominfo tahun , sekretaris II Entomology Club Departemen Proteksi Tanaman tahun 2007, dan sekretaris Klub Majalah Metamorfosa Departemen Proteksi Tanaman tahun Sebagian dari skripsi telah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) yang dilaksanakan di Jogjakarta pada bulan Oktober 2010 dengan judul Preferensi Makan Ulat Doleschallia bisaltide (Lepidoptera: Nymphalidae) pada Tanaman Graptophyllum pictum dan Asystasia gangetica.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Tanaman Graptophyllum pictum... 3 Bioekologi Tanaman G. pictum... 3 Khasiat Tanaman G. pictum... 4 Tanaman Asystasia gangetica... 5 Bioekologi Tanaman A. gangetica... 5 Khasiat Tanaman A. gangetica... 6 Doleschallia bisaltide (Lepidoptera: Nymphalidae)... 6 Bioekologi D. bisaltide... 6 Musuh Alami D. bisaltide... 8 BAHAN DAN METODE... 9 Tempat dan Waktu Penelitian... 9 Metode Penelitian... 9 Persiapan Tanaman Uji... 9 Persiapan Larva D. bisaltide... 9 Pengamatan Biologi D. bisaltide Lama Stadia Perkembangan D. bisaltide Masa Reproduksi Imago Betina D. bisaltide Pengujian Preferensi Makan D. bisaltide Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Biologi D. bisaltide Lama Stadia Perkembangan D. bisaltide Masa Reproduksi Imago Betina D. bisaltide... 21

9 Preferensi Makan D. bisaltide Pembahasan Umum KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 32

10 DAFTAR TABEL Halaman 1 Rata-rata lama stadia perkembangan D. bisaltide berdasarkan pemberian pakan daun Rata-rata lama masa praoviposisi, masa oviposisi, dan masa pascaoviposisi D. bisaltide Rata-rata jumlah telur yang diletakkan dan jumlah telur yang menetas Rata-rata kemampuan makan D. bisaltide dengan metode tanpa pilihan Rata-rata kemampuan makan D. bisaltide dengan metode pilihan... 24

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Persiapan tanaman uji Pengamatan biologi dan preferensi makan larva D. bisaltide Imago betina yang diberi tanda sebelum dilepaskan di rumah kaca Rumah kaca yang digunakan untuk pengamatan Kurungan kasa untuk pengamatan siklus hidup Pengujian preferensi makan Siklus hidup D. bisaltide Proses kopulasi imago jantan dan imago betina Imago betina yang sedang meletakkan telur... 20

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Lama stadia perkembangan D. bisaltide dengan pemberian pakan daun G. pictum Lama stadia perkembangan D. bisaltide dengan pemberian pakan daun A. gangetica Lama stadia perkembangan D. bisaltide dengan pemberian pakan daun G. pictum dan A. gangetica Masa Reproduksi D. bisaltide dengan pemberian pakan daun G. pictum 35 5 Masa Reproduksi D. bisaltide dengan pemberian pakan daun A. gangetica Masa Reproduksi D. bisaltide dengan pemberian pakan daun G. pictum dan A. gangetica Kemampuan makan D. bisaltide dengan pemberian pakan daun G. pictum Kemampuan makan D. bisaltide dengan pemberian pakan daun A. gangetica Kemampuan makan D. bisaltide dengan pemberian pakan daun G. pictum dan A. gangetica... 39

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia yang beriklim tropis yang kaya akan komoditas biofarmaka yang beranekaragam, baik dalam bentuk tumbuhan liar hutan, tanaman pangan, tanaman perkebunan, tanaman hortikultura, atau tanaman kelautan. Potensi ini merupakan aset nasional yang bernilai sangat strategis dan sangat tinggi untuk dikembangkan. Di Indonesia terdapat lebih kurang jenis tumbuhan. Sekitar jenis tumbuhan berkhasiat sebagai obat. Lebih dari jenis tumbuhan obat yang telah diidentifikasi dari beberapa formasi hutan, namun pemanfaatan tumbuhan obat belum optimal. Sebanyak jenis tumbuhan obat yang telah dimanfaatkan sebagai bahan obat dan sekitar 300 jenis tumbuhan obat yang telah digunakan secara rutin untuk industri obat tradisional (Menkes 2006). Keadaan tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu sumber keanekaragaman hayati penting dunia (Pradono 2008). Kecenderungan peningkatan penggunaan obat dari bahan alami diduga karena adanya kesadaran masyarakat akan manfaat kesehatan tubuh, bahaya dan efek samping obat-obatan kimia, serta adanya gerakan untuk melestarikan dan memanfaatkan kembali kekayaan alam. Handeuleum atau daun ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) termasuk dalam famili Acanthaceae yang merupakan salah satu tumbuhan obat tradisional asli Indonesia dan saat ini banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan obat (Rojak dan Rochimat 2007; Sakya 2006). Menurut Khumaida et al. (2008), kandungan bahan kimia yang terdapat pada daun handeuleum diantaranya, alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida. Tanaman handeuleum mengandung flavonoid dan saponin dengan bahan aktif penanda vomifoliol (Kristina dan Mardiningsih 2008). Daun handeuleum juga berkhasiat untuk mengatasi wasir, sembelit, bisul, darah tinggi, rematik, batu ginjal, diabetes, ulu hati, sebagai peluruh kencing, pencahar ringan, pelembut kulit, dan pelancar haid, serta mengurangi pembengkakan dan peradangan (Dalimarta 2002; Khumaida et al. 2008). Dalam budidaya tanaman handeuleum terdapat suatu kendala adanya ulat pemakan daun Doleschallia bisaltide Cramer (Lepidoptera: Nymphalidae).

14 Kalshoven (1981) sebelumnya telah melaporkan hama yang menyerang tanaman handeuleum adalah Doleschallia polibete yang juga menyerang tanaman Asystasia sp. Di dalam bukunya, Kalshoven belum melaporkan adanya hama D. bisaltide, namun spesies D. bisaltide ini ternyata sebelumnya telah ditemukan oleh J.V.D Vetch di Kebun Raya Bogor pada tahun 1952 dan spesimen kering imagonya terdapat pada koleksi standar Museum Serangga Departemen Proteksi Tanaman IPB. Dalam penelitian Mardiningsih et al. (2008), D. bisaltide merupakan hama utama dalam budidaya tanaman handeuleum. Sebagai hama utama juga terlihat dari kemampuan makannya, semakin besar ukuran stadia larva maka jumlah daun yang dimakan semakin banyak. Larva D. bisaltide menyerang tanaman famili Acanthaceae yaitu Asystasia gangetica, Pseuderanthemum variable, P. bicolor, Ruellia sp., dan Strobilanthes isophyllus (Braby 2000; JCU 2009). Pengembangan handeuleum di Indonesia masih terbatas karena kurangnya aksesi yang tersedia atau kurang beragamnya genetik handeuleum. Kandungan bahan aktif yang rendah juga menyebabkan tanaman obat ini belum banyak dimanfaatkan untuk tujuan komersial (Khumaida 2008). Selain itu, adanya serangan D. bisaltide masih menjadi ancaman dalam usaha budidaya handeuleum. Dengan adanya hama ini maka perlu dilakukan pengamatan mengenai biologi dan pengujian preferensi makan D. bisaltide. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui biologi dan preferensi makan D. bisaltide (Lepidoptera: Nymphalidae) pada G. pictum dan A. gangetica. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai biologi dan preferensi makan D. bisaltide (Lepidoptera: Nymphalidae) pada G. pictum dan A. gangetica sebagai dasar penyusunan strategi pengendalian.

15 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Graptophyllum pictum Bioekologi Tanaman G. pictum Handeuleum termasuk tumbuhan perdu tahunan (perennial) yang biasanya tumbuh liar di antara semak-semak di dataran rendah sampai ketinggian 1250 meter di atas permukaan laut dan diduga berasal dari Irian dan Polinesia. Tanaman ini juga banyak ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias maupun tanaman obat dan tinggi tanaman dapat mencapai tiga meter. Akar dari tanaman ini berupa akar tunggang. Batang aerial, berkayu, silindris, tegak, berwarna ungu kehijauan, bagian dalam padat, permukaan licin, percabangan simpodial, dan arah cabang miring ke atas. Daun tunggal, tersusun berhadapan, berwarna ungu tua, panjang 25 cm dan lebar 5-11 cm, helaian daun tipis tegar, berbentuk bulat telur, ujung dan pangkal meruncing, tepi rata, pertulangan daun menyirip, dan permukaan daun mengkilat. Daun dan kulitnya berbau tidak sedap serta berlendir. Bunga berwarna merah tua, berupa bulir-bulir berbentuk bintang yang bersusun dalam satu rangkaian tandan. Ujung daun kelopak bunganya besar dan berbentuk daun biasanya berwarna putih. Buah kotak sejati, lonjong, dan berwarna ungu kecoklatan. Biji berbentuk bulat dan berwarna putih. Berikut adalah taksonomi tanaman handeuleum: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Asteridae Ordo : Scrophulariales Famili : Acanthaceae Genus : Graptophyllum Spesies : Graptophyllum pictum (L.) Griff (Anonim 2010b)

16 Khasiat Tanaman G. pictum Daun tanaman mengandung alkaloid tidak beracun, glikosida, flavonoid, steroid, saponin, tanin, klorofil, dan lendir. Senyawa flavonoid dalam daun handeuleum bersifat antiinflamasi yang mampu mengurangi pembengkakan atau peradangan. Batang daun handeuleum mengandung kalsium oksalat, asam formik, dan lemak. Kandungan zat tersebut mengakibatkan tanaman ini bersifat diuretik atau meluruhkan kencing, mempercepat pemasakan bisul, mempunyai pencahar yang memperlancar buang air besar, dan melembutkan kulit (Dalimarta 2002). Penelitian Isnawati dan Soediro (2003) menyatakan bahwa pemeriksaan pendahuluan pada G. pictum terhadap golongan kimia secara kualitatif ditunjukkan adanya golongan tanin, flavonoid, antosianin, dan leukoantosianin. Pemeriksaan secara kualitatif dengan reaksi warna dan kromatografi kertas ditemukan adanya tanin galat, sedangkan pemeriksaan asam fenolat dari ekstrak 95% menggunakan kromatografi kertas dua dimensi diduga mengandung asam protokatekuat. Pemeriksaan lebih lanjut dengan kromatografi kertas preparatif yang kemudian dikarakteristik dengan spektrofotometer ultra violet diduga adanya flavon dan flavonol (3-hidroksi tersubstitusi). Fraksi alkaloid dari ekstrak daun handeuleum memiliki efek analgesik atau antiinflamasi pada hewan coba. Efek analgesik ditunjukkan dengan penurunan nilai ambang nyeri setelah pemberian ekstrak alkaloid daun handeuleum dosis 1,5; 3; dan 6 mg/kg berat badan dibandingkan dengan kontrol. Efek analgesik atau anti inflamasi fraksi alkaloid dari ekstrak etanol daun handeuleum pada dosis 3 mg/kg berat badan menunjukkan nilai ambang nyeri yang sama dengan pemberian aspirin dengan dosis 125 mg/kg berat badan. Fraksi alkaloid dari ekstrak etanol daun handeuleum bekerja dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin. Ada kaitan antara dosis fraksi alkaloid daun handeuleum dengan hambatan prostaglandin (Kalsum et al. 2008). Dewi dan Kumuma (2006) melaporkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun handeuleum mampu menurunkan kadar kolesterol serum darah dan menurunkan berat badan mencit yang diovariektomi.

17 Tanaman Asystasia gangetica Bioekologi Tanaman A. gangetica Tanaman A. gangetica merupakan herba tegak atau serong ke atas yang biasa tumbuh pada daerah ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh dengan cepat dan menyebar di tepi jalan, tepi sungai, maupun sebagai pagar, dan merupakan herba penutup tanah yang tumbuh dengan subur di bawah naungan dan tumbuh pada kelembaban yang cukup. Tanaman ini berasal dari India, Malay Peninsula, dan Afrika dan tersebar luas dari Asia sampai Afrika Selatan. Subspesies yang ditemukan di Afrika Selatan berbeda dari tanaman Asia yang mempunyai ciri khas bunga besar berwarna merah muda (Lithudzha 2004; Min et al. 2006). Tanaman ini dapat mencapai tinggi 0,5-0,3 meter dengan batang berbentuk segi empat. Tangkai daun 1-3 cm, helaian daun bulat telur dengan ujung runcing, tepi bergelombang, dan sisi atas gundul. Daun sederhana dan berwarna hijau gelap. Panjang daun 3-7,5 cm dan lebar daun 1,5-5 cm. Bunga tersusun dalam tandan yang cukup rapat seperti bulir. Sumbu tangkai karangan bunga segi empat sepanjang 6-30 cm. Memiliki daun pelindung kecil di bawah tiap bunga. Tangkai bunga pendek, pada pangkal masih terdapat dua daun pelindung kecil. Tinggi kelopak 7-9 mm, taju runcing, dan sebelah luar berambut putih rapat. Kelopak bunga terdiri dari lima cuping. Mahkota bunga berwarna krem keputihan dengan tanda ungu pada langit-langit mulut (di bawah daun bunga dari mahkota), sebelah luar dengan rambut biasa dan rambut kelenjar. Benang sari lebih kurang sama panjang. Tonjolan dasar bunga berbentuk mangkuk dan berwarna putih. Bakal buah berbentuk memanjang, pada sisinya yang lebar berambut rapat. Tangkai putik dengan ujung melebar. Buah berbentuk kapsul berwarna kuning kehijauan. Biji berwarna coklat dan biasanya berjumlah empat (Anonim 2006). Berikut adalah taksonomi tanaman A. gangetica: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida

18 Subkelas : Asteridae Ordo : Scrophulariales Famili : Acanthaceae Genus : Asystasia Spesies : Asystasia gangetica (L.) Anders (Anonim 2010a) Khasiat Tanaman A. gangetica Daun A. gangetica mengandung ekstrak heksana, etil asetat, dan metanol. Ekstrak heksana dan ekstrak etil asetat dapat menenangkan prakontraksi histamin pernapasan, sedangkan ekstrak metanol dapat mengurangi peradangan. Pada penyaringan fitokimia daun A. gangetica menunjukkan adanya karbohidrat, protein, alkaloid, tanin, aglikon steroid, saponin, flavonoid, pengurangan gula, triterpenoid, dan komponen ekstrak metanol dengan jumlah yang tinggi. Dalam ilmu kedokteran Nigeria, daun A. gangetica dimanfaatkan untuk mengatasi asma (Akah et al. 2003). Di Indonesia, daun A. gangetica digunakan untuk mengobati luka dengan cara dilumatkan dan ditempelkan pada luka (Diddy 2010). Doleschallia bisaltide (Lepidoptera: Nymphalidae) Bioekologi D. bisaltide Kupu-kupu D. bisaltide disebut juga dengan Australian leafwing. Penyebaran D. bisaltide dimulai dari India, Sri Lanka dan Filiphina, lalu ke Indonesia sampai tanah daratan New Guinea dan pulau di sekitarnya, timur laut dan timur Australia, Kepulauan Bismarck, Pulau Solomon, New Caledonia, Vanuatu, dan Fiji. Telur yang diletakkan berbentuk bola berwarna kekuningan dan setelah beberapa hari menjadi kuning pucat. Telur biasanya diletakkan individu atau dalam kelompok kecil pada daun muda tanaman inangnya (Braby 2000). Larva D. bisaltide memiliki warna tubuh hitam dan pada bagian dorsal terdapat tiga garis putih memanjang sepanjang tubuh. Pada kedua sisi lateral mempunyai masing-masing dua garis putih sepanjang lateral tubuh. Tiap segmen tubuh memiliki seta dengan soket (pangkal) seta berwarna biru metalik. Pada garis lateral yang paling dekat dengan posisi spirakel pada tubuh abdomen terdapat seta dengan soket berwarna oranye (Sartiami et al. 2009). Larva biasanya makan pada

19 malam hari, bersembunyi di antara reruntuhan dan pada batu atau batang kayu. Larva ini sangat aktif dan pergerakannya cepat. Larva makan sangat rakus dan agresif, sering menghabiskan persediaan makanan, dan mencari makanan pada tanaman sebelahnya (Braby 2000). Pupa berwarna coklat pucat dengan banyak bintik-bintik hitam. Pupa berbentuk tidak rata, mengkerut di tengah, dan pada bagian kepala membentuk dua ujung yang runcing ke arah luar yang berwarna coklat gelap atau hitam. Kupu-kupu ini tidak membentuk kokon dan pupa seringkali disebut chrysalids (tunggal, chrysalis). Krisalis dari kupu-kupu ini menempel pada sebuah daun atau cabang oleh kremaster, sebuah juluran pada ujung posterior tubuh, dan menggantungkan kepalanya ke bawah (Boror et al. 1996; Braby 2000). Imago memiliki dua warna sisik pada permukaan sayap bagian dorsal yaitu coklat kekuningan dan coklat kehitaman. Warna sisik sayap depan pada bagian yang berwarna coklat kekuningan yang terletak lebih distal tubuh terdapat jendela berwarna kuning kecoklatan sebanyak tiga sel dan satu sel lebih kecil secara terpisah. Pada bagian yang coklat kehitaman terdapat bercak-bercak berwarna putih berjajar melengkung ke arah posterior. Posisi bercak-bercak putih ini terdapat di atas jendela tadi. Warna sisik sayap belakang bagian dorsal dominan berwarna coklat dengan dua titik berwarna hitam di tepi sayap. Di bagian lebih tepi lagi dibandingkan dua titik tadi terdapat dua garis hitam yang mengikuti alur tepian sayap bagian luar (Sartiami et al. 2009). Lebar rentang sayap imago pada jantan dan betina yaitu 62 mm dan 65 mm. Pada bagian bawah sayap jantan terdapat banyak bercak putih. Hal ini yang membedakan antara imago jantan dan imago betina. Antena berwarna coklat dan hanya setengah dari panjang kosta pada sayap depan (Braby 2000). Kepala, toraks, dan abdomen berwarna coklat dengan ditumbuhi oleh bulu-bulu halus (Boror et. al 1996). Berikut adalah taksonomi D. bisaltide: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Famili : Nymphalidae

20 Subfamili Genus Spesies (Braby 1999) : Nymphalinae : Doleschallia : Doleschallia bisaltide Musuh Alami D. bisaltide Penggunaan musuh alami merupakan salah satu komponen pengendalian hama terpadu terhadap hama D. bisaltide. Berdasarkan hasil penelitian Mardiningsih et al. (2010) bahwa di lapangan ditemukan adanya parasitoid telur, larva, dan pupa D. bisaltide. Parasitoid yang menyerang telur adalah Telenomus sp. (Hymenoptera: Scelionidae), Ooencyrtus sp., dan Anastatus sp. (Hymenoptera: Encyrtidae). Parasitoid yang menyerang larva adalah Apanteles sp. (Hymenoptera: Braconidae). Parasitoid yang menyerang pupa adalah Brachymeria sp. (Hymenoptera: Chalcididae) dan Xanthopimpla sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae).

21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan Februari 2010 sampai Juli Metode Penelitian Persiapan Tanaman Uji Tanaman yang diujikan yaitu tanaman G. pictum dan A. gangetica (Gambar 1). Stek tanaman G. pictum didapatkan dari kebun percobaan Balittro, sedangkan tanaman A. gangetica diambil dari lapangan dan ditanam di dalam polybag dan dilakukan penyiraman setiap hari. Kedua tanaman ini disiapkan untuk pengamatan siklus hidup (telur, larva, pupa, dan imago) dan pengujian preferensi makan dari D. bisaltide. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) Persiapan Larva D. bisaltide Telur D. bisaltide dikumpulkan dari tanaman handeuleum yang terdapat di dalam rumah kaca berukuran 9 x 10 x 3 m³. Telur dipelihara dalam wadah plastik sampai terbentuk larva. Setelah larva memasuki instar IV, larva dipelihara di dalam kurungan kasa. Larva tersebut diberi makan daun G. pictum secara melimpah. Larva dipelihara sampai terbentuk imago. Kemudian imago jantan dan imago betina dibiarkan berkopulasi dalam rumah kaca dan ditunggu sampai imago betina bertelur. Di dalam rumah kaca diletakkan beberapa tanaman Ixora sp. sebagai sumber nektar dan di dekat bunga tersebut diletakkan kapas yang telah

22 dibasahi madu 10% untuk mencukupi kebutuhan nektar. Telur yang baru diletakkan oleh imago betina dipelihara sampai menetas menjadi larva. Larva instar I ini digunakan untuk penelitian. Pengamatan Biologi D. bisaltide Parameter yang diamati meliputi lama stadia perkembangan dan masa reproduksi imago betina D. bisaltide. Lama Stadia Perkembangan D. bisaltide Pengamatan D. bisaltide dimulai dari telur. Telur yang digunakan diambil dari telur yang diletakkan oleh beberapa imago betina D. bisaltide pada waktu yang bersamaan. Telur yang baru diletakkan oleh imago betina dimasukkan ke dalam wadah plastik. Stadium telur diamati pada saat telur diletakkan sampai telur menetas menjadi larva instar I. Larva instar I yang telah dipilih dipindahkan ke dalam cawan petri plastik dan diberi nomor urut (Gambar 2a). Tiap cawan Petri dimasukkan satu ekor larva. Setelah larva memasuki instar III, larva dipindahkan ke dalam wadah plastik yang diberi nomor urut (Gambar 2b). Pengamatan stadium pupa dilakukan saat pupa terbentuk sampai berubah menjadi imago. Pengamatan dilakukan setiap hari. Pengamatan dilakukan terhadap 30 ekor D. bisaltide. (a) (b) Gambar 2 Pengamatan biologi dan preferensi makan larva D. bisaltide, (a) instar I sampai instar III pada cawan petri dan (b) instar III sampai pupa pada wadah plastik

23 Pengamatan siklus hidup D. bisaltide dilakukan dengan cara mengambil 10 pasang imago. Imago yang yang baru muncul dari pupa dan telah mengembangkan sayapnya langsung ditandai (Gambar 3). Imago betina sebelumnya telah dilepaskan selama tiga hari di dalam rumah kaca untuk kopulasi (Gambar 4). Setelah tiga hari dilepaskan, imago betina ditangkap kembali. Setiap satu pasang imago tersebut dimasukkan ke dalam kurungan kasa yang di dalamnya terdapat tanaman yang sama dengan perlakuan (Gambar 5). Di dalam kurungan kasa digantungkan kapas yang diberi cairan madu 10% sebagai pakan imago. Pengamatan siklus hidup D. bisaltide dimulai dari telur sampai imago betina meletakkan telur pertama kali. Pengamatan dilakukan setiap hari. Untuk pengamatan siklus hidup dilakukan sebanyak 10 ulangan. Gambar 3 Imago betina yang diberi tanda sebelum dilepaskan di rumah kaca Gambar 4 Rumah kaca yang digunakan untuk pengamatan Gambar 5 Kurungan kasa untuk pengamatan siklus hidup

24 Masa Reproduksi Imago Betina D. bisaltide Pengamatan dilakukan terhadap masa praoviposisi, masa oviposisi, masa pascaoviposisi, jumlah telur yang diletakkan, dan jumlah telur yang menetas. Pengamatan masa praoviposisi dilakukan dengan cara mengamati telur yang diletakkan pertama kali oleh imago betina. Pengamatan masa oviposisi dimulai sejak telur ditemukan pertama kali sampai imago betina tidak meletakkan telur lagi. Pengamatan masa pascaoviposisi dimulai saat imago betina tidak meletakkan telur lagi sampai mati. Pengamatan dilakukan sebanyak 10 ulangan. Pengujian Preferensi Makan D. bisaltide Untuk metode tanpa pilihan (Gambar 6a), sebanyak 30 larva yang baru menetas diberi makan daun G. pictum dan 30 larva diberi makan daun A. gangetica. Untuk metode pilihan (Gambar 6b), sebanyak 30 larva diberi makan daun G. pictum dan A. gangetica. Tiap daun dimasukkan ke dalam cawan petri dengan pangkal tangkai daun dibalut kapas yang telah dibasahi air untuk menjaga daun tetap segar. Pergantian pakan daun dilakukan setiap hari. Pengamatan ini dilakukan sampai terjadinya proses ganti kulit. Pengamatan dilakukan sampai larva instar V. Untuk mengetahui kemampuan makan dilakukan dengan cara menggambar daun yang akan diberikan di atas kertas milimeter blok. Gambar daun tersebut diberi nomor urut sesuai dengan nomor urut larva pada wadah plastik. Keesokan harinya, sisa daun diletakkan di atas gambar semula dan digambar. Luas daun yang dimakan oleh larva kemudian digunting dan ditimbang dengan timbangan digital. Setelah itu, dikonversikan ke dalam satuan luas kertas yang dimakan (dalam cm²), dengan cara: Berat potongan kertas yang dimakan Luas daun yang dimakan = x 100 cm² Berat kertas seluas 100 cm²

25 (a) (b) Gambar 6 Pengujian preferensi makan, (a) metode tanpa pilihan dan (b) metode pilihan Analisis Data Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel Data pengujian preferensi makan dengan metode tanpa pilihan dan metode pilihan dianalisis dengan uji t pada taraf nyata 5%.

26 HASIL DAN PEMBAHASAN Biologi D. bisaltide Lama Stadia Perkembangan D. bisaltide Serangga ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium larva yang terdiri dari lima instar, stadium pupa, dan stadium imago. Perubahan tiap instar dapat terlihat dari adanya sisa pergantian kulit (eksuvia). Pada tabel 1 menunjukkan rata-rata lama stadia telur, larva, pupa, dan imago dari D. bisaltide dengan pemberian pakan daun yang berbeda-beda. Pemberian pakan daun meliputi daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan. Data lama stadia perkembangan D. bisaltide ditunjukkan pada Lampiran 1-3. Tabel 1 Rata-rata lama stadia perkembangan D. bisaltide berdasarkan pemberian pakan daun G. pictum + G. pictum A. gangetica A. gangetica Stadia n Periode n Periode n Periode (ekor) (hari) (ekor) (hari) (ekor) (hari) Telur 30 3,00 0, ,00 0, ,00 0,00 Larva Instar I 30 3,53 0, ,60 0, ,37 0,49 Instar II 30 2,53 0, ,97 0, ,27 0,52 Instar III 30 2,30 0, ,80 0, ,37 0,49 Instar IV 30 2,80 0, ,23 0, ,97 0,32 Instar V 30 5,60 0, ,30 0, ,70 0,53 Lama larva 30 16,77 1, ,90 0, ,67 0,92 Pupa 30 8,23 0, ,93 0, ,17 0,38 Imago Jantan 15 10,47 7, ,83 8, ,15 4,24 Betina 15 12,27 6, ,28 6, ,41 7,61 Siklus hidup 6 35,83 1, ,11 3, ,86 1,35

27 Stadia Telur D. bisaltide Telur diletakkan imago betina D. bisaltide di bawah permukaan daun yang muda baik secara individu maupun berkelompok. Telur berbentuk bulat dan berwarna kekuningan (Gambar 7a). Telur terbungkus oleh suatu kulit yang bervariasi ketebalannya, pahatan pada permukaannya, dan warnanya (Boror et al. 1996). Lama-kelamaan warna telur berubah agak keputihan. Telur yang hampir menetas berwarna hitam pada bagian atas telur yang merupakan kepala dari larva yang akan menetas. Lama stadia telur dari masing-masing perlakuan yaitu 3 hari. Stadia Larva D. bisaltide Larva D. bisaltide berbentuk erusiform, tubuh silindris, kepala berkembang baik tetapi antenanya sangat pendek, terdapat tiga pasang tungkai asli pada toraks dan lima pasang tungkai palsu pada abdomen. Tungkai palsu ini berukuran lebih besar dibandingkan tungkai asli dan pada bagian ujung terdapat sejumlah kait (kroset). Larva mempunyai tipe alat mulut menggigit dan mengunyah dan makan daun dengan cara menggigiti daun dari bagian tepi. Larva biasanya memakan dari daun yang muda terlebih dahulu. Semakin besar ukuran stadia larva maka semakin banyak daun yang dimakan. Larva yang akan ganti kulit akan berhenti makan dan tidak bergerak untuk sementara waktu. Pada saat ganti kulit, larva akan meninggalkan bekas sisa kulit (eksuvia). Eksuvia akan dimakan oleh larva, kecuali eksuvia bagian kepala. Larva instar I. Larva instar I yang baru menetas hidup secara berkelompok di bawah permukaan daun. Larva yang baru menetas berwarna kuning pucat dan akan memakan kulit telur. Setelah itu larva akan memakan daun yang ada di sekitarnya dan warna cairan tubuhnya berubah sesuai dengan daun yang dimakannya. Warna tubuh berubah menjadi ungu kehitaman setelah memakan daun G. pictum dan berubah menjadi kehijauan setelah memakan daun A. gangetica. Larva pada instar ini hanya makan daun dalam jumlah sedikit. Gerakan larva pada instar ini masih lambat. Larva berwarna kuning kehijauan dan sepanjang tubuhnya ditumbuhi rambut-rambut halus berwarna hitam. Kepala larva berwarna hitam dan berbentuk seperti hati (Gambar 7b.1). Rata-rata lama stadia larva instar I dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan

28 pilihan secara berturut-turut adalah 3,53 0,78; 3,60 0,62; dan 2,37 0,49 hari. Lama stadia larva dengan pemberian pakan pilihan lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun G. pictum maupun daun A. gangetica. (a) (b1) (b2) (b3) (b4) (b5) (c) (d1) (d2) Gambar 7 Siklus hidup D. bisaltide, (a) telur; (b) larva (b1) instar I, (b2) instar II, (b3) instar III, (b4) instar IV, (b5) instar V; (c) pupa; dan (d) imago, (d1) betina, (d2) jantan

29 Gambar 8 Proses kopulasi imago jantan dan imago betina Gambar 9 Imago betina yang sedang meletakkan telur Larva instar II. Pada instar ini larva hidup berkelompok. Larva berwarna hitam dan sepanjang tubuhnya terdapat duri-duri yang ditumbuhi rambut-rambut berwarna hitam. Kepala larva berwarna hitam mengkilap. Larva instar II memiliki perbedaan dengan instar I terutama pada bagian kepala instar II yang terdapat duri bercabang. Pada sisi lateral terdapat terdapat seta dengan soket seta berwarna oranye (Gambar 7b.2). Rata-rata lama stadia larva instar II dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 2,53 0,68; 2,97 0,61; dan 2,27 0,52 hari. Lama stadia larva dengan pemberian pakan pilihan lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun G. pictum maupun daun A. gangetica. Larva instar III. Larva pada instar ini masih hidup berkelompok. Larva berwarna hitam dan sepanjang tubuhnya terdapat duri-duri yang ditumbuhi rambut-rambut berwarna hitam. Kepala larva berwarna hitam mengkilap dengan duri bercabang. Pada bagian dorsal larva mulai terlihat tiga garis berwarna putih. Dari sisi lateral mulai terlihat dua garis putih dan terdapat seta dengan soket seta berwarna oranye (Gambar 7b.3). Rata-rata lama stadia larva instar III dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturutturut adalah 2,30 0,53; 2,80 0,41; dan 2,37 0,49 hari. Lama stadia larva

30 dengan pemberian pakan daun G. pictum lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun A. gangetica maupun pakan pilihan. Larva instar IV. Pada stadia ini larva mulai hidup soliter. Larva berwarna hitam dan sepanjang tubuhnya terdapat duri-duri yang ditumbuhi rambut-rambut berwarna hitam. Kepala larva berwarna hitam mengkilap dengan duri bercabang. Pada bagian dorsal larva terdapat tiga garis berwarna putih yang terlihat jelas dan terdapat seta dengan soket seta berwarna biru metalik pada tiap segmen tubuh. Dilihat dari sisi lateral (kiri dan kanan) terdapat dua garis putih sepanjang lateral tubuh dan terdapat seta dengan soket seta berwarna oranye yang paling dekat dengan spirakel (Gambar 7b.4). Rata-rata lama stadia larva instar IV dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturutturut adalah 2,80 0,85; 3,23 0,50; dan 2,97 0,32 hari. Lama stadia larva dengan pemberian pakan daun G. pictum lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun A. gangetica dan pakan pilihan. Larva instar V. Pada stadia ini larva hidup soliter. Larva berwarna hitam kebiruan dan sepanjang tubuhnya terdapat duri-duri yang ditumbuhi rambutrambut berwarna hitam. Kepala larva berwarna hitam mengkilap dengan duri bercabang. Pada bagian dorsal larva terdapat garis berwarna putih, terdapat seta dengan soket seta berwarna biru metalik pada tiap segmen tubuh. Dilihat dari sisi lateral (kiri dan kanan) mempunyai dua garis putih sepanjang lateral tubuh dan terdapat seta dengan soket berwarna oranye yang paling dekat dengan spirakel (Gambar 7b.5). Rata-rata lama stadia larva instar V dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 5,60 0,77; 6,30 0,65; dan 5,70 0,53 hari. Lama stadia larva dengan pemberian pakan daun G. pictum lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun A. gangetica maupun pakan pilihan. Lama Stadia Larva Rata-rata lama stadia larva dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 16,77 1,61; 18,90 0,92; dan 15,67 0,92 hari. Lama stadia larva dengan pemberian pakan pilihan lebih cepat dibandingkan pemberian pakan daun G. pictum maupun daun A. gangetica.

31 Stadia Pupa D. bisaltide Pada saat memasuki stadia prapupa, larva berhenti memakan daun. Larva akan mencari ranting, cabang, atau daun sebagai tempat menggantung dan membentuk pupa. Pupa yang baru terbentuk berwarna kemerahan dan lunak. Tidak lama kemudian berubah menjadi coklat muda dengan bintik-bintik berwarna coklat tua dan mengeras. Tipe pupa D. bisaltide adalah obtekta. Pada pupa terdapat tonjolan atau berlekuk tidak rata. Kupu-kupu ini tidak membuat kokon. Pupa menggantung dengan sebuah juluran yang berduri pada ujung posterior tubuh (kremaster) dengan posisi kepala di bawah yang berbentuk capit (Gambar 7c). Rata-rata lama stadia pupa dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 8,23 0,50; 7,93 0,25; dan 8,17 0,38 hari. Lama stadia pupa dengan pemberian pakan daun A. gangetica lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun G. pictum maupun pakan pilihan. Stadia Imago D. bisaltide Imago yang baru keluar dari pupa warnanya akan terlihat pucat, sayapnya pendek, lunak, dan berkerut. Setelah beberapa saat, sayap-sayap akan berkembang dan mengeras, pigmentasi akan terbentuk, dan imago siap melanjutkan perkembangannya. Bagian permukaan bawah sayap jantan dan betina berwarna coklat kekuning-kuningan. Sayap depan berwarna kuning keemasan dan sayap belakang berwarna coklat kehitaman. Bagian bawah sayap lebih gelap dibandingkan bagian atas sayap. Pada bagian tepi sayap belakang terdapat dua titik berwarna hitam. Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari bagian bawah sayapnya. Pada bagian bawah sayap imago jantan terdapat bercak putih, sedangkan pada imago betina tidak ada. Antena berbentuk ramping, menjendol pada bagian ujungnya, dan berwarna coklat dengan panjang hanya setengah dari kosta sayap depan. Kepala, toraks, dan abdomen berwarna coklat dan ditumbuhi oleh sisik-sisik halus. Tungkai-tungkai depan sangat menyusut dan tidak dipakai untuk berjalan (Gambar 7d). Kupu-kupu ini aktif pada siang hari. Kopulasi mulai terjadi pada sore hari. Keunikan kupu-kupu ini tidak hanya pada saat kopulasi, tetapi pada proses akan kopulasi pun sangat menarik. Imago akan saling berkejaran ketika hendak

32 melakukan kopulasi. Pada saat kopulasi, abdomen imago jantan dan betina pada posisi bersatu sampai proses kopulasi selesai (Gambar 8). Lamanya waktu kopulasi dan aktivitas terbang bersama dapat menimbulkan kerusakan pada sayap ujung belakang. Hal ini dapat menjadi tanda bahwa kupu-kupu telah melakukan kopulasi. Sartiami et al. (2009) melaporkan bahwa terjadinya kopulasi sering ditandai dengan rusaknya sayap belakang bagian posterior imago. Setelah kopulasi, imago betina akan meletakkan telur pada tanaman inang. Posisi imago betina pada saat meletakkan telur yaitu dengan melengkungkan ujung abdomen ke permukaan bagian bawah daun sehingga ovipositor menempel pada permukaan bawah daun (Gambar 9). Rata-rata lama stadia imago jantan dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 10,47 7,18; 18,83 8,30; dan 12,15 4,24 hari. Rata-rata lama stadia imago betina dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturutturut berkisar 12,27 6,35; 18,28 6,06; dan 13,41 7,61 hari. Lama stadia imago jantan dan betina dengan pemberian pakan daun G. pictum lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun A. gangetica maupun pakan pilihan (Tabel 1). Siklus Hidup Imago Betina D. bisaltide Perbandingan imago jantan dan betina pada tiap perlakuan adalah 15:15; 12:18; dan 13:17. Rata-rata siklus hidup imago betina dari larva dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturutturut adalah 35,83 1,83; 38,11 3,18; dan 35,86 1,35 hari. Penelitian ini menunjukkan bahwa D. bisaltide dengan pemberian pakan daun G. pictum dan pakan pilihan menyelesaikan siklus hidupnya lebih singkat dibandingkan D. bisaltide dengan pemberian pakan daun A. gangetica (Tabel 1).

33 Masa Reproduksi Imago Betina D. bisaltide Pengamatan masa reproduksi (tabel 2 dan 3) dilakukan terhadap 10 pasang imago dari larva dengan pemberian pakan tanpa pilihan (daun G. pictum, A. gangetica) dan pemberian pakan pilihan. Pengamatan meliputi masa praoviposisi, masa oviposisi, masa pascaoviposisi, jumlah telur yang diletakkan, dan jumlah telur yang menetas (Lampiran 4-6). Praoviposisi Jumlah imago betina yang meletakkan telur dari pemberian pakan daun G. pictum, A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 6, 9, dan 7 ekor. Rata-rata masa praoviposisi imago betina secara berturut-turut adalah 7,67 2,16; 7,56 3,29; dan 6,86 1,07 hari (Tabel 2). Masa praoviposisi pada imago betina dari larva dengan pemberian pakan pilihan lebih singkat dibandingkan pemberian pakan tanpa pilihan. Oviposisi Rata-rata masa oviposisi imago betina dari larva dengan pemberian pakan daun G. pictum, A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 5,17 3,06; 6,78 3,80; dan 8,86 6,15 hari (Tabel 2). Masa oviposisi pada imago betina dari pemberian pakan daun G. pictum lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun A. gangetica dan pemberian pakan pilihan. Tabel 2 Rata-rata lama masa praoviposisi, masa oviposisi, dan masa pascaoviposisi D. bisaltide Pemberian pakan daun n (ekor) Masa (hari) Praoviposisi Oviposisi Pascaoviposisi G. pictum 6 7,67 2,16 5,17 3,06 3,00 3,16 A. gangetica 9 7,56 3,29 6,78 3,80 4,33 5,07 G. pictum + A. gangetica 7 6,86 1,07 8,86 6,15 2,43 0,53 Pascaoviposisi Rata-rata masa praoviposisi imago betina dari larva dengan pemberian pakan daun G. pictum, A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 3,00

34 3,16; 4,33 5,07; dan 2,43 0,53 hari (Tabel 2). Masa praoviposisi pada imago betina dari pemberian pakan pilihan lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun tanpa pilihan. Jumlah Telur yang Diletakkan Rata-rata jumlah telur yang diletakkan oleh imago betina dari larva dengan pemberian pakan tanpa pilihan (daun G. pictum, A. gangetica) secara berturutturut adalah 127,00 121,95 butir dan 53,00 29,58 butir. Rata-rata jumlah telur yang diletakkan lebih tinggi pada perlakuan tanaman pilihan, yaitu sebanyak 48,86 39,94 butir pada G. pictum dan 60,86 67,57 butir pada A. gangetica. Jumlah telur yang diletakkan oleh imago betina dari larva dengan pemberian pakan daun G. pictum lebih tinggi dibandingkan lainnya. Berbeda pada metode pilihan terlihat bahwa preferensi telur yang diletakkan imago betina pada tanaman A. gangetica lebih tinggi dibandingkan pada tanaman G. pictum (Tabel 3). Jumlah Telur yang Menetas Dari 10 pasang imago hanya ada satu imago betina yang telurnya menetas. Jumlah telur yang menetas dari imago betina dengan pemberian pakan daun tanpa pilihan secara berturut-turut adalah 59,5 145,75 butir dan 0,67 2,00 butir. Jumlah telur yang menetas dari imago betina dengan pemberian pakan daun pilihan secara berturut-turut adalah 8,42 22,30 butir (G. pictum) dan 0,29 0,76 butir (A. gangetica). Jumlah telur yang menetas dari larva dengan pemberian pakan daun G. pictum lebih tinggi dibandingkan pemberian pakan lainnya (Tabel 3). Tabel 3 Rata-rata jumlah telur yang diletakkan dan jumlah telur yang menetas Pemberian pakan daun n (ekor) Rata-rata jumlah telur yang diletakkan (butir) n (ekor) Rata-rata jumlah telur yang menetas (butir) G. pictum 6 127,00 121, ,5 145,75 A. gangetica 9 53,00 29,58 1 0,67 2,00 G. pictum 48,86 39,94 (G. pictum) 8,42 22,30 (G. pictum) ,86 67,57 (A. gangetica) 0,29 0,76 (A. gangetica) A. gangetica

35 Preferensi Makan D. bisaltide Pada tabel 4 menunjukkan rata-rata luas daun yang dikonsumsi oleh larva instar I pada daun G. pictum dan daun A. gangetica secara berturut-turut adalah 1,99 0,71 cm² dan 1,37 0,67 cm². Pada stadia ini luas daun G. pictum yang dikonsumsi lebih tinggi dibandingkan luas daun A. gangetica. Pada stadia larva instar II, larva lebih banyak mengkonsumsi daun A. gangetica dibandingkan daun G. pictum. Luas daun yang dikonsumsi yaitu 4,98 2,86 cm² pada daun A. gangetica dan 3,42 2,54 cm² pada daun G. pictum. Konsumsi daun pada larva instar III lebih tinggi pada daun A. gangetica sebesar 20,50 9,86 cm² dibandingkan pada daun G. pictum sebesar 14,68 16,50 cm². Luas daun yang dikonsumsi oleh larva instar IV pada daun G. pictum dan daun A. gangetica secara berturut-turut adalah 39,79 15,14 cm² dan 94,47 29,98 cm². Larva instar V lebih banyak mengkonsumsi daun A. gangetica dibandingkan daun G. pictum yang secara berturut-turut adalah 429,08 50,49 cm² dan 254,82 57,37 cm². Pada stadia perkembangan larva, konsumsi larva D. bisaltide pada daun A. gangetica lebih tinggi dibandingkan daun G. pictum. Rata-rata luas daun yang dikonsumsi yaitu 550,38 93,86 cm² pada daun A. gangetica dan 314,70 92,27 cm² pada daun G. pictum (Lampiran 7-8). Secara keseluruhan luas daun yang dikonsumsi oleh larva instar I sampai instar V menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Tabel 4 Rata-rata kemampuan makan D. bisaltide dengan metode tanpa pilihan Luas daun yang dimakan (cm²) Sd Instar P* G. pictum A. gangetica I 1,99 0,71 1,37 0,67 0,0004 II 3,42 2,54 4,98 2,86 0,0148 III 14,68 16,50 20,50 9,86 0,0521 IV 39,79 15,14 94,47 29,98 P < 0,0001 V 254,82 57,37 429,08 50,49 P < 0,0001 Total 314,70 92,27 550,38 93,86 P < 0,0001 * P > 0,05 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata

36 Pada tabel 5 menunjukkan larva instar I mengkonsumsi daun G. pictum dan daun A. gangetica secara berturut-turut adalah 0,35 0,39 cm² dan 0,45 0,53 cm². Pada stadia ini larva lebih menyukai daun A. gangetica dibandingkan daun G. pictum. Luas daun yang dikonsumsi larva instar II pada daun A. gangetica yaitu 3,25 3,27 cm² dibandingkan konsumsi daun G. pictum yaitu 1,58 2,06 cm². Pada stadia larva instar III, larva lebih menyukai daun A. gangetica yakni 7,23 4,35 cm² dibandingkan daun G. pictum yakni 5,18 4,35 cm². Larva instar IV mengkonsumsi daun G. pictum dan daun A. gangetica secara berturut-turut yaitu 24,61 16,41 cm² dan 39,01 17,83 cm². Daun A. gangetica seluas 196,24 43,08 cm² yang dikonsumsi oleh larva instar V lebih tinggi dibandingkan daun G. pictum seluas 182,70 46,63 cm². Pada stadia perkembangan larva, daun A. gangetica yang dikonsumsi oleh larva D. bisaltide lebih tinggi dibandingkan daun G. pictum yang dikonsumsi (Lampiran 9). Rata-rata luas daun yang dikonsumsi yaitu 246,38 69,07 cm² pada daun A. gangetica dan 214,40 69,85 cm² pada daun G. pictum. Secara keseluruhan, larva instar I sampai instar V lebih menyukai daun A. gangetica dibandingkan daun G. pictum dan menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Tabel 5 Rata-rata kemampuan makan D. bisaltide dengan metode pilihan Luas daun yang dimakan (cm²) Sd Instar P* G. pictum A. gangetica I 0,35 0,39 0,45 0, II 1,58 2,06 3,45 3, III 5,18 4,35 7,23 4, IV 24,61 16,41 39,01 17, V 182,70 46,63 196,24 43, Total 214,40 69,85 246,38 69, * P > 0,05 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata

37 Pembahasan Umum Lama stadia larva dengan pemberian pakan pilihan lebih cepat dibandingkan larva dengan pemberian pakan tanpa pilihan. Lama stadia pupa dari larva dengan pemberian pakan daun A. gangetica lebih singkat dibandingkan dengan daun G. pictum maupun pilihan. Lama stadia imago jantan dan betina lebih singkat dari larva dengan pemberian pakan daun G. pictum dibandingkan dengan pemberian pakan daun lainnya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa D. bisaltide dapat menyelesaikan siklus hidupnya lebih singkat pada pemberian pakan daun G. pictum dan pakan pilihan, namun pada pemberian pakan daun A. gangetica membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan siklus hidupnya. Dapat disimpulkan bahwa suatu serangga akan menyelesaikan siklus hidupnya lebih singkat apabila terdapat kesesuaian dengan inangnya. Berdasarkan penelitian Sartiami et al. (2010), siklus hidup D. bisaltide pada pemberian pakan daun G. pictum yaitu 35 hari, sedangkan pada pemberian pakan daun Pseuderanthemum reticulatum yaitu 40 hari. Pada metode pilihan, siklus hidup D. bisaltide yaitu 30 hari. Pada kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian pakan daun A. gangetica dan P. reticulatum kurang sesuai untuk D. bisaltide karena dalam menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan waktu yang lebih lama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa preferensi peletakan telur oleh imago betina D. bisaltide lebih tinggi pada tanaman G. pictum. Pada umumnya telur diletakkan pada daun-daun yang muda (pucuk). Rata-rata masa praoviposisi dan pascaoviposisi imago betina D. bisaltide dari pemberian pakan pilihan lebih singkat dibandingkan dengan pemberian pakan tanpa pilihan. Rata-rata masa oviposisi D. bisaltide dari pemberian pakan daun G. pictum lebih singkat dibandingkan dari pemberian pakan daun A. gangetica dan pakan pilihan. Ratarata jumlah telur yang diletakkan dan jumlah telur yang menetas lebih tinggi pada perlakuan tanaman G. pictum. Pada masing-masing perlakuan hanya ada satu imago betina yang telurnya dapat menetas. Telur yang tidak menetas berwarna agak pucat dan mengkerut. Hal ini dimungkinkan belum terjadinya kopulasi antara imago betina dan imago jantan sehingga telur yang diletakkan belum dibuahi dan akhirnya tidak membentuk larva.

TINJAUAN PUSTAKA. (Anonim 2010b)

TINJAUAN PUSTAKA. (Anonim 2010b) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Graptophyllum pictum Bioekologi Tanaman G. pictum Handeuleum termasuk tumbuhan perdu tahunan (perennial) yang biasanya tumbuh liar di antara semak-semak di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut : 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Insekta :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN MIMBA TERHADAP LARVA DOLESCHALLIA POLIBETE CRAMER (NYMPHALIDAE: LEPIDOPTERA) PADA TANAMAN HANDEULEUM (GRAPTOPHYLLLUM PICTUM)

UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN MIMBA TERHADAP LARVA DOLESCHALLIA POLIBETE CRAMER (NYMPHALIDAE: LEPIDOPTERA) PADA TANAMAN HANDEULEUM (GRAPTOPHYLLLUM PICTUM) UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN MIMBA TERHADAP LARVA DOLESCHALLIA POLIBETE CRAMER (NYMPHALIDAE: LEPIDOPTERA) PADA TANAMAN HANDEULEUM (GRAPTOPHYLLLUM PICTUM) Rulita Aftina, Purnomo, dan Agus M. Hariri Jurusan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

Pengorok Daun Manggis

Pengorok Daun Manggis Pengorok Daun Manggis Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan tanaman buah berpotensi ekspor yang termasuk famili Guttiferae. Tanaman manggis biasanya ditanam oleh masyarakat Indonesia di pertanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa 2.1.1 Klasifikasi Rhizophora stylosa Menurut Cronquist (1981), taksonomi tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA. (Mangifera indica L.) SKRIPSI.

STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA. (Mangifera indica L.) SKRIPSI. STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA (Mangifera indica L.) SKRIPSI Oleh : NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI NIM : 0805105020 KONSENTRASI PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kumbang Koksi (Epilachna admirabilis)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kumbang Koksi (Epilachna admirabilis) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kumbang Koksi (Epilachna admirabilis) Kumbang koksi adalah salah satu serangga dari ordo Coleoptera. Famili Coccinellidae secara umum mempunyai bentuk tubuh bulat, panjang tubuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

BAB I BENGKUANG (Pachyrhizus erosus)

BAB I BENGKUANG (Pachyrhizus erosus) BAB I BENGKUANG (Pachyrhizus erosus) Gambar 1. Bengkuang Sumber: http://www.google.com/search?gs_rn=21&gs_ri=tanaman+bengkuang A. Sekilas Tanaman Bengkuang atau bengkoang (Pachyrhizus erosus) dikenal dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK LAELA NUR RAHMAH. Inventarisasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian yang dilakukan dalam mengontrol populasi Setothosea asigna dengan menggunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) (Susanto dkk., 2010), Konsep ini bertumpu pada monitoring

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

Lili paris ( Chlorophytum comosum Landep (Barleria prionitis L.) Soka(

Lili paris ( Chlorophytum comosum Landep (Barleria prionitis L.) Soka( Lili paris (Chlorophytum comosum) Kingdom : plantae divisi : magnoliophyta kelas : liliopsida ordo :liliaceae family : anthericaceae genus :chlorophytum spesies : chlorophytum comusum var. vittatum Batang

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R.

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp.

TINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp. 4 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp. Penggunaan parasitoid sebagai agens pengendali biologis untuk mengendalikan serangga hama merupakan salah satu tindakan yang bijaksana dan cukup beralasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid TINJAUAN PUSTAKA Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tanaman tebu diduga berasal dari daerah Pasifik Selatan, yaitu New Guinea dan selanjutnya menyebar ke tiga arah yang berbeda. Penyebaran pertama dimulai pada 8000 SM

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Ketinggian wilayah di Atas Permukaan Laut menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar tahun 215 Kecamatan Jumantono memiliki ketinggian terendah 3 m dpl

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bunga Kelapa Sawit Tandan bunga jantan dibungkus oleh seludang bunga yang pecah jika akan anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 100-250 spikelet (tangkai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) Menurut Cronquist (1981), klasifikasi tanaman cabai rawit adalah sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ujung batang atau tunas. Tanaman ini mempunyai bunga sempurna dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ujung batang atau tunas. Tanaman ini mempunyai bunga sempurna dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kubis Tanaman Brassicaceae (kubis-kubisan) memiliki ciri daun dan bunga yang berbentuk vas kembang. Umumnya bunga berwarna kuning, tetapi ada pula yang berwarna putih.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TUMBUHAN BAKUNGAN (Hymenocallis litthoralis) Oleh Nur Azizah NIM

IDENTIFIKASI TUMBUHAN BAKUNGAN (Hymenocallis litthoralis) Oleh Nur Azizah NIM IDENTIFIKASI TUMBUHAN BAKUNGAN (Hymenocallis litthoralis) LAPORAN PENGAMATAN Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Botani Tumbuhan Berpembuluh yang diampu oleh Dra. Eko Sri Sulasmi, M.S. Oleh Nur Azizah

Lebih terperinci

Gambar 1. Nimfa Helopeltis spp Sumber: Atmadja (2003) Gambar 2. Imago betina Helopeltis spp Sumber: Atmadja (2003)

Gambar 1. Nimfa Helopeltis spp Sumber: Atmadja (2003) Gambar 2. Imago betina Helopeltis spp Sumber: Atmadja (2003) n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hama Helopeltis spp Klasifikasi hama Helopeltis spp adalah sebagai berikut: Kingdom: Animalia, Filum: Arthropoda, Kelas: Insekta, Ordo: Hemiptera, Sub Ordo: Heteroptera, Famili:

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji

TINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Raven (1992) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Anthophyta : Monocotyledonae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api 1. Biologi Setothosea asigna Klasifikasi S. asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Phylum Class Ordo Family Genus Species : Arthropoda : Insekta : Lepidoptera

Lebih terperinci

Endang Sulismini A

Endang Sulismini A Fluktuasi Asimetri Sayap Parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) Asal Pertanaman Kubis di Kecamatan Cibodas, Kabupaten Cianjur dan Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa.

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa. 6 3 lintas, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu: 1. Apabila koefisien korelasi antara peubah hampir sama dengan koefisien lintas (nilai pengaruh langsung) maka korelasi tersebut menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitoid yang ditemukan di Lapang Selama survei pendahuluan, telah ditemukan tiga jenis parasitoid yang tergolong dalam famili Eupelmidae, Pteromalidae dan Scelionidae. Data pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut : : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut : : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kedelai Klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut : Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili : Plantae

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Kecicang PENCIPTA : Ni Ketut Rini Astuti, S.Sn., M.Sn PAMERAN International Exhibition International Studio for Arts & Culture FSRD ALVA Indonesia of

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan kehidupan makhluk hidup lainnya. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. dan kehidupan makhluk hidup lainnya. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pestisida Nabati Pestisida nabati merupakan suatu pestisida yang dibuat dari tumbuhtumbuhan yang residunya mudah terurai di alam sehingga aman bagi lingkungan dan kehidupan makhluk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

Gambar 1. Telur R. linearis Sumber: Foto langsung

Gambar 1. Telur R. linearis Sumber: Foto langsung TINJAUAN PUSTAKA Kepik Coklat (R.linearis Fabr.) Biologi Hama Hama ini sering dikenal dengan sebutan kepik penghisap polong kedelai karena hama ini menyerang polong kedelai. Menurut Wahyu (2010), klasifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi Kelapa sawit termasuk tanaman jangka panjang. Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 13-18 meter. Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam tanaman berbiji satu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) 1.1 Biologi Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara parallel pada permukaan daun yang hijau. Telur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) larva penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Kembang Bulan (Tithonia diversifolia A. Gray)

TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Kembang Bulan (Tithonia diversifolia A. Gray) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Kembang Bulan (Tithonia diversifolia A. Gray) Sistematika tanaman kembang bulan dalam Herbarium Bandungense (2009) adalah : Kelas Magnolioipsida, Subkelas Asteridae,

Lebih terperinci