FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM
|
|
- Glenna Pranata
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI IBU PENGGANTI (SURROGATE MOTHER)/ SEWA RAHIM DITINJAU DARI HUKUM ISLAM Untuk memenuhi sebagian persyaratan Untuk mencapai derajat S-1 pada Program Studi Ilmu Hukum Oleh : IMAM FARIANSYAH D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2016
2 Halaman Pengesahan KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI IBU PENGGANTI (SURROGATE MOTHER)/ SEWA RAHIM DITINJAU DARI HUKUM ISLAM JURNAL ILMIAH Oleh : IMAM FARIANSYAH D1A Menyetujui Pembimbing Pertama, H. Supardan Mansyur, SH, MH. NIP
3 KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI IBU PENGGANTI (SURROGATE MOTHER)/ SEWA RAHIM DITINJAU DARI HUKUM ISLAM IMAM FARIANSYAH D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2016 ABSTRAK Salah satu perkembangan teknologi bayi tabung adalah perbuatan menitipkan benih (embrio) pada rahim wanita lain yang disebut dengan ibu pengganti (surrogate mother). Ditinjau dari hukum Islam perbuatan tersebut telah mengacaukan konsep keluarga, merusak garis keturunan, khususnya akibat yang ditimbulkan yakni status nasab anak yang dilahirkan menjadi tidak jelas kepastian hukumnya. Terdapat dua macam hasil ijtihad dalam menarik garis hukum terhadap perbuatan penitipan janin, yaitu yang menghalalkan dan yang mengharamkan perbuatan tersebut. Dari hasil penelitian menunjukkan, bahwa nasab anak yang dilahirkan melalui surrogate mother hanya disambungkan dengan wanita yang mengandung dan melahirkannya. Karena hakikat seorang ibu adalah mengandung, melahirkan dan menyusui. Kata kunci : Surrogate Mother, Hukum Islam, Status Nasab Anak THE LEGAL POSITION OF CHILDREN BORN TROUGH A SURROGATE MOTHER / LEASE WOMB IN TERMS OF ISLAMIC LAW ABSTRACT One development of IVF technology is an act entrusts the seed ( embryo ) in the womb of another woman called surrogacy ( surrogate mother ). Judging from the action of Islamic law has disrupted the family concept, damaging lineage, particulary the impact that children born nasab statute became unclear legal certainly. There are two kind of result ijtihad in drawing the line of the law against fetal care act, ie one which justifies and which forbids suc actions. The results showed that nasab children born through a surrogate mother just connect with women who are pregnant and giving birth. Because of the nature of a mother is pregnant, give birth and breastfeeding. Keywords : Surrogate Mother, Islamic law, Statute of children nasab
4 I. PENDAHULUAN Idealnya dalam suatu perkawinan adalah terpenuhinya tujuan-tujuan dilangsungkannya perkawinan itu sendiri, yang salah satunya adalah memperoleh keturunan yang sah, artinya jelas nasabnya, baik dilihat dari sudut pandang hukum Islam. Dewasa ini, ilmu dan teknologi di bidang kedokteran mengalami perkembangan pesat dan memberikan dampak positif bagi manusia, yaitu dengan ditemukannya cara-cara baru dalam memberi jalan keluar bagi pasangan suamiisteri yang tidak dapat memperoleh anak secara alami yakni salah satunya metode In Vitro Fertilization (IVF). 1 Sejalan dengan pembuahan in vitro fertilization (IVF) yang semakin pesat, muncul ide surrogate mother (ibu pengganti), surrogate mother terjadi pada saat dimana wanita yang bersedia rahimnya untuk mengandung, melahirkan, dan menyerahkan kembali bayinya kepada pasangan suami-istri yang tidak mempunyai keturunan tersebut dengan imbalan sejumlah materi yang diberikan kepada surrogate mother (ibu pengganti), karena istri tersebut tidak bisa mengandung. Ada varian lain yakni, yang menyatakan bahwa perikatan yang terjadi tidak didasari berdasarkan imbalan melainkan karena dasar kekerabatan (walaupun jarang), 2 Awalnya surrogate mother terjadi karena pihak dari istri tidak bisa mengandung karena sesuatu hal yang terjadi pada rahimnya sehingga peran si 1 Veronica Dwi Astuti et al., Fertilisasi In Vitro dan Transplantasi Embrio Pada Manusia: Apa kendala Etisnya? < bio/materi2. html >, 1 Oktober Desriza Ratman, Surrogate Mother dalam Perspektif Etika dan Hukum: Bolehkah Sewa Rahim di Indonesia?, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2012, hal. 36
5 istri dialihkan kepada wanita lain untuk menggantikan fungsinya sebagai seorang ibu untuk mengandung dan melahirkan, baik dengan imbalan materi ataupun sukarela, tetapi pada perkembangannya, terjadi pergeseran makna dari substansi awal sebagai alternatif kelainan medis (karena cacat bawaan atau penyakit) kearah sosial dan eksploitasi nilai sebuah rahim. Meskipun surrogate mother ini cukup menjanjikan terhadap penanggulangan beberapa kasus infertilitas, tetapi karena proses ini masih terkendala pada peraturan perundang-undangan yang disebabkan belum adanya aturan hukum yang secara jelas mengatur tentang praktek surrogate mother, hal tersebut tentu saja menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga praktek surrogate mother ini masih dipertanyakan bagaimana status hukumnya karena ada permasalahan besar sebagai dampak dari kasus surrogate mother yaitu nasib anak yang dilahirkan yang menyangkut status anak tersebut terhadap hak warisnya. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik permasalahan yaitu : Bagaimana ketentuan penitipan janin menurut Hukum Islam dan Bagaimana akibat hukum terhadap anak hasil praktek surrogate mother dalam perspektif hukum Islam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan terkait dengan penitipan janin menurut hukum Islam dan lebih spesifik untuk mengetahui mengenai akibat hukum yang ditimbulkan terhadap anak hasil praktek surrogate mother dalam perspektif hukum islam itu sendiri. Jenis penelitian ini adalah penelitian Normatif. Penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti Undang-Undang, bahan pustaka, pendapat ahli dan ditambah
6 dengan analisis dari penyusun. Manfaaat dari penelitian ini sendiri adalah utuk memenuhi salah persyaratan akademik dalam menyelesikan studi strata satu (S1) program studi ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Mataram, untuk menambah kajian-kajian teoritis dalam ranah perkembangan ilmu hukum Islam dan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai aturan-aturan yang jelas dalam menentukan nasab anak yang dilahirkan melalui surrogate mother dilihat dari perspektif hukum Islam.
7 II. PEMBAHASAN Ketentuan Penitipan Janin Menurut Hukum Islam Persoalan inseminasi buatan pada manusia muncul di zaman modern, sehingga pembahasannya tidak dijumpai dalam buku-buku fikih klasik. Penemuan bio-teknologi ini banyak dibicarakan ulama Islam di berbagai belahan dunia islam pada abad ke-20. Persoalan yang muncul di kalangan ulama fikih adalah cara yang di tempuh untuk mendapatkan anak melalui bayi tabung yang melalui cara alamiah tersebut, sementara dalam literatur fikih ulama klasik, persoalan tersebut tidak ditemukan. Oleh sebab itu, persoalan bayi tabung mendapatkan tanggapan serius di kalangan ulama fikih kontemporer dan menganggapnya merupakan persoalan ijtihad yang memerlukan analisis mendalam. karena menyangkut kemaslahatan hubungan suami isteri dan nyawa seseorang yang akan lahir dan yang melahirkan. Dalam menanggapi hal ini Islam sangat menghargai berbagai upaya yang menuju kemaslahatan, karena manusia memang dituntut untuk mengubah nasibnya sendiri. Termasuk dalam hal ini adalah upaya Teknologi Reproduksi Buatan, atau dalam bidang kedokteran disebut dengan in vitro fertilization (IVF) untuk mendapatkan keuturunan dikarenakan tidak mampunya mendapatkan kehamilan secara normal. Perlu diperhatikan juga adalah cara mengeluarkan sel sperma yang digunakan untuk proses in vitro fertilization (IVF), menurut keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama bahwa bayi tabung dengan menggunakan sel sperma dan sel ovum dari pasangan suami-istri yang sah secara
8 muhtaram, dibenarkan oleh Islam, selama mereka dalam ikatan perkawinan yang sah. 3 Dengan demikian, tidak akan menimbulkan permasalahan dan penentuan status nasab anak. Masalah penitipan janin yang merupakan perkembangan dari penemuan teknologi reproduksi bayi tabung, tidak ditemukan dalam Al-Quran dan hadist secara detail. Ajaran-ajaran dalam Al-Quran tidak bersifat rinci, melainkan bersifat prinsipil dan fundamental, sedangkan masalah penitipan janin bersifat implementatif dari prinsip-prinsip yang terdapat dalam ajaran Al-Quran, oleh sebab itu menjadi objek ijtihad. Ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh yang dilakukan seorang mujtahid untuk mencapai suatu putusan syarak (Hukum Islam) tentang kasus yang penyelesaiannya belum tertera dalam Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW. 4 Menurut Mahmud Syaltut, apabila inseminasi buatan itu dilakukan untuk mendapatkan keturunan bagi suami isteri yang sah dan sperma yang diinjeksikan kedalam rahim wanita itu adalah sperma suaminya, maka hukumnya boleh, dengan syarat bahwa upaya alamiah untuk mendapatkan anak melalui hubungan seksual tidak berhasil dan upaya medis pun melaui cara alamiah ini tidak mendatangkan hasil. Mahmud Syaltut mengungkapkan, inseminasi buatan diperbolehkan karena kebutuhan suami isteri terhadap keturunan sudah mencapai tingkat yang sangat diutuhkan. Oleh sebab itu, menurutnya, terhadap mereka bisa 3 Lajnah Ta lif Wan Nasyr NU, Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama ( M), Surabaya : Khalista, Hlm Abdul Aziz Dahlan, et. Al., Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. 1, Jil. 2, (Jakarta: Ictihar Van Hoeven, 1996)., hlm. 662.
9 diberlakukan kaedah fikih yang menyatakan al-ha jah tanzilu manzilah addaru rah (kebutuhan yang sangat penting diperlukan sama seperti keadaaan darurat). 5 Jika dikaitkan dengan hukum positif Indonesia dalam membahas status hukum anak yang dilahirkan melalui penitipan janin, yaitu berdasarkan pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berisi pengertian anak sah belum meliputi kedudukan anak tersebut. Dalam pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. 6 Dalam Kompilasi Hukum Islam, pada pasal 99 dinyatakan bahwa anak yang sah adalah : 7 a) Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah; b) Hasil perbuatan suami isteri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut. Jika melihat ketentuan pada huruf (a) pasal tersebut, maka hal tersebut sama dengan ketentuan pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Maka bisa ditarik kesimpulan yang sama. Namun, jika melihat ketentuan huruf (b) pasal tersebut, maka anak yang dilahirkan melalui surrogate mother tidak dapat menjadi anak sah dari pasangan suami-istri pemilik benih atau orang tua genetis. Karena anak tersebut dilahirkan melalui proses pembuahan di luar rahim dan tidak dilahirkan oleh si istri, melainkan oleh wanita lain yang yang bukan istrinya. cit., Pasal Ibid, hlm Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Op. 7 Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Islam, Op. cit., Pasal 99.
10 Majma Al-Buhus Al-Islamiyyah, Lembaga Fikih Islam yang berada di bawah naungan Organisasi Konferensi Islam (OKI), dalam sidangnya di Amman, Yordania pada tahun Memutuskan bahwa, jika bayi tabung dilakukan dengan tujuan membantu suami isteri yang tidak bisa mendapatkan anak melalui cara alamiah, maka tindakan tersebut dapat ditolerir, dengan syarat sperma dan ovum yang diproses itu berasal dari suami isteri yang sah, dan ditempatkan kembali kerahim isteri pemilik ovum tersebut, Apabila suami mempunyai dua orang isteri dan ovumnya diambil dari isteri pertama, kemudian setelah terjadi pembuahan diletakkan ke dalam rahim isteri kedua, maka hal ini tidak dapat dibenarkan. 8 Pencampuran sperma dan ovum dapat dibenarkan syariat Islam apabila dilakukan oleh suami isteri yang sah. Oleh sebab itu, bayi tabung, jika berasal dari sperma dan/atau ovum donor dari orang lain, maka tidak dapat diterima atau dibenarkan, karena meraka bukan suami isteri yang sah, bahkan dapat dianggap sebagai suatu perzinaan. Dalam kaitan inilah Lembaga Fikih Islam Organisasi Konferensi Islam menyatakan bahwa memproses bayi tabung dengan mencampurkan sperma atau ovum donor dari orang lain adalah merupakan suatu perbuatan prostitusi terselubung yang dilarang syariat Islam. 9 8 Imam Bajuri, Penitipan Pra Embrio Pada Rahim Wanita Lain (Sewa Rahim) Menurut Hukum Islam, (Ponorogo; Jurnal Hukum Dan Ekonomi Islam, ISID, 2011), hlm Abdul Aziz Dahlan, Jil. 3, Op. cit., hlm. 731.
11 Akibat Hukum Terhadap Anak Hasil Praktek Surrogate Mother Dalam Perspektif Hukum Islam. Masalah penitipan janin terhadap bayi tabung dengan menggunakan rahim ibu pengganti, menimbulkan beberapa permasalahan tentang harkat ayah dan ibu serta hakikat hubungan hukum antara orang tua dengan anak bersangkutan. Terkait dengan hal ini memunculkan permasalahan tentang pengertian ibu. Apakah seorang ibu itu adalah wanita yang menghasilkan sel telur, atau wanita yang mengandung anak serta yang melahirkannya. Permasalahan lain adalah mengenai hubungan hukum antara anak yang dikandung dan dilahirkan oleh ibu pengganti, dengan ayah biologisnya. Begitu pula jika ibu pengganti bersuami, permasalahan hubungan hukum antara suami dari ibu pengganti dengan anak yang dikandung oleh isterinya akan muncul. Adanya permasalahan untuk menentukan hubungan hukum antara orang tua pemilik benih dengan anak yang dikandung oleh ibu pengganti, berakibat pada penentuan status hukum anak tersebut. Dalam ajaran Islam sudah ditetapkan suatu konsep dasar bahwa yang dinamakan ibu adalah wanita yang melahirkan, dan ayah adalah suami sah dari ibu yang memiliki benih anak yang bersangkutan (sperma). Anak adalah hasil dari perkawinan yang sah antara ibu dan ayah. Oleh karena itu, akibat dari perbuatan penitipan janin pada rahim ibu pengganti ini adalah kedudukan ayah dari ibu menjadi tidak jelas. Akibat yang paling menonjol dari perbuatan ini
12 adalah rusaknya harkat seorang ibu dan ayah, serta adanya ketidakpastian pada status hukum seorang anak. 10 Akibat pertama yang tampak paling jelas dari perbuatan penitipan janin ini adalah makna keibuan menjadi tidak sesuai dengan makna ibu sebagai mana yang diciptakan Allah dan yang dikenal manusia. Menurut para ulama mazhab imammiyah (syiah), nasab dari anak yang dilahirkan melalui inseminasi buatan tidak dikaitkan dengan suami (dari wanita yang mengandung) sebab dia tidak dilahirkan dari spermanya. Tetapi juga tidak bisa dikaitkan dengan laki-laki pemilik sperma, sebab laki-laki ini tidak secara langsung melangsungkan hubungan seksual yang menyebabkan kehamilan itu, baik sebagai seorang suami maupun melalui hubungan syubhat 11. Anak tersebut dikaitkan nasabnya kepada wanita yang mengandungnya, sebab secara hakiki dia adalah anaknya, yang dengan demikian anak itu adalah anak yang sah, sampai terbukti hal yang sebaliknya. 12 Akibat kedua dapat merusak kedudukan ayah karena keabsahan seorang anak ternyata ditentukan oleh kejelasan nasab dengan ayahnya secara sah menurut hukum Islam. Hal tersebut dijelaskan dalam firman Allah surat Al-Ahzab ayat 4-5 yang mengatakan bahwa seorang anak harus dihubungakan nasabnya dengan ayah genetisnya. Sedangkan, seperti yang telah dikemukakan bahwa akibat dari perbuatan penitipan janin antara lain adalah adanya ketidakpastian 10 Ibid, hlm Syubhat adalah sesuatu yang ketentuan hukumnya tidak diketahui secara pasti, apakah dihalalkan atau diharamkan. Lihat Abdul Azis Dahlan, jil. 5, Op. Cit., hlm Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab: Ja fari, Hanafi, Maliki, Syafi I, Hambali, cet 1, (Jakarta : PT. Lentera Basritama, 1996), hlm
13 dalam menentukan status hukum atau nasab si anak yang dilahirkan oleh ibu pengganti. Berdasarkan surat An-Nisa ayat 1, yang terjemahanya : 13 Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangan (Hawa) dari (diri)nya; dan dari kedunya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak., Dapat disimpulkan bahwa ayah adalah suami dari ibu, dan ibu adalah wanita yang melahirkan anak. Pada perbuatan penitipan janin, ibu pengganti bukanlah isteri dari ayah pemilik sperma. Penitipan janin pada rahim ibu pengganti menimbulkan konflik mengenai status hukum anak atau nasab anak bersangkutan, yakni apakah si anak adalah anak sah dari suami isteri pemilik benih atau anak sah dari ibu pengganti. Berdasarkan keputusan Komisi B Ijtma Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama se- Indonesian ke-ii Tahun 2006 tentang Masa il Waqityyah Mu ashirah, dalam ketetapannya mengenai ketentuan hukum transfer embrio kerahim titipan, menetepkan bahwa anak yang lahir dari transfer embrio ke rahim titipan adalah anak laqith. 14 Anak laqith adalah anak kecil yang belum baliqh yang didapati di jalan, atau yang tersesat dijalan, atau yang tidak diketahui nasabnya. 15 Oleh 13 Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahan, (Surabaya: Dua Ilmu Surabaya,2009), hlm Keputusan Komisi B Ijtma Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama se-indonesian ke-ii Tahun 2006 tentang Masa il Waqityyah Mu ashirah, ketentuan hukum transfer embrio ke rahim titipan, poin ke-4 15 Fadly, Bab Laqith (Bayi/Anak Kecil Yang Ditemukan), option=com content&task=view&id=28&itemid= maret 2016.
14 karena itu, status anak yang lahir dari penitipan janin pada rahim ibu pengganti jika dilihat dari hukum Islam adalah anak laqith, sebagaimana dikemukakan oleh MUI dalam keputusan Komisi B Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama se- Indonesia ke-ii Tahun 2006 tentang Masa il Waqityyah Mu ashirah. Dengan demikian maka anak tersebut hanya mempunyai hubungan darah dengan ibu yang melahirkannya dan bukan dengan pasangan suami isteri pemilik benih (donor). Diantara akibat-akibat yang disebabkan oleh perbuatan penitipan janin pada rahim ibu pengganti, akibat pada hukum kewarisan termasuk masalah yang rumit, karena adanya ketidakpastian dalam menentukan nashab atau status hukum anak yang lahir dari proses penitipan janin pada rahim ibu pengganti tersebut. Menurut pandangan MUI, berdasarkan keputusan ijtihad Komisi B Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama se-indonesia ke-ii tahun 2006 tentang Masa il Waqityyah Mu;ashirah yang menyatakan bahwa anak yang lahir dari transfer embrio kerahim titipan adalah anak laqith atau anak temuan, maka anak yang dilahirkan dari perbuatan penitipan janin pada rahim ibu pengganti hanya memiliki hubungan waris mewarisi dengan sang ibu yang melahirkannya, dalam hal ini sang ibu pengganti. Hal tersebut dikarenakan, anak yang lahir dari perbuatan penitipan janin pada rahim ibu pengganti hanya mempunyai hubungan nashab atau hubungan darah dengan sang ibu yang melahirkannya. Apabila anak anak laqith meninggal dunia dan ia meninggalkan harta warisan, namun tidak meningglkan ahli waris, maka harata warisannya menjadi hak milik baitul mal Ibid
15 III. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa hukum sewa rahim baik dengan sperma dan ovum dari suami istri yang sah kemudian di tanam dalam rahim wanita lain adalah haram, karena dalam pelaksanaannya disamakan zina, yaitu terjadi percampuran sperma pria dan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah, meskipun bukan zina yang hakiki (memasukkan kelamin ke dalam lubang vagina), sewa rahim menimbulkan kemudaratan lebih banyak dari pada manfaatnya dan memunculkan masalah baru dalam rumah tangga,yaitu merugikan kedua belah pihak dan anak yang di lahirkan, terutama bagi bayi yang diserahkan kepada pasangan suami istri yang menyewa sesuai dengan kontrak, tidak akan terjalin hubungan keibuan secara alami. Serta dalam hal kedudukan hukum anak dalam keluarga yang dilahirkan melalui proses inseminasi buatan/bayi tabung menggunakan surrogate mother (ibu titipan) adalah haram karena anak dengan ibu biologisnya tidak terjalin hubungan keibuan secara alami dan status kedudukannya sebagai anak adalah tidak sah, dan dalam hal kewarisan menurut hukum Islam, anak tersebut dinasabkan dan hanya berhak mewaris dari ibu yang mengandung dan melahirkannya.
16 Saran Ternyata program bayi tabung ini mampu memberikan kebahagiaan bagi pasangan suami-isteri yang telah hidup bertahun-tahun dalam ikatan perkawinan yang sah. Program ini semakin lama semakin disenangi oleh pasangan suamiisteri yang mandul untuk mendapatkan keturunan. Namun di balik kebahagiaan itu ternyata program bayi tabung termasuk di dalamnya sewa rahim menimbulkan persoalan di bidang hukum, sebab undang-undang yang mengatur tentang bayi tabung di Indonesia belum ada. Oleh sebab itu hendaknya pemerintah, yang dalam hal ini adalah lembaga atau badan yang berwenang dalam membuat peraturan, untuk segera merealisasikan Undang- Undang Khusus yang mengatur tentang Bayi Tabung atau Sewa Rahim dan segala aspek hukumnya, atau dengan jalan mengakomidir dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Yang Baru, atau Undang-Undang Perkawinan Yang Baru dan kepada seluruh masyarakat pada umumnya dan khususnya masyarakat muslim sebaiknya jika ingin menggunakan proses inseminasi buatan/bayi tabung untuk memperoleh keturunan hendaknya mengetahui ketentuan hukumnya terlebih dahulu dengan mempertimbangkan antara maslahah dan mudharat yang kemungkinan akan terjadi jika adanya keturunan yang diperoleh melalui proses inseminasi buatan/bayi tabung.
17 DAFTAR PUSTAKA Buku Abdul Aziz Dahlan, et. Al., Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. 1, Jil. 2, (Jakarta: Ictihar Van Hoeven, 1996). Desriza Ratman, Surrogate Mother dalam Perspektif Etika dan Hukum: Bolehkah Sewa Rahim di Indonesia?, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, Imam Bajuri, Penitipan Pra Embrio Pada Rahim Wanita Lain (Sewa Rahim) Menurut Hukum Islam, (Ponorogo; Jurnal Hukum Dan Ekonomi Islam, ISID, 2011). Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab: Ja fari, Hanafi, Maliki, Syafi I, Hambali, cet 1, (Jakarta : PT. Lentera Basritama, 1996). Perundang-undangan Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahan, (Surabaya: Dua Ilmu Surabaya,2009) Keputusan Komisi B Ijtma Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama se-indonesian ke-ii Tahun 2006 tentang Masa il Waqityyah Mu ashirah, ketentuan hukum transfer embrio ke rahim titipan. Lajnah Ta lif Wan Nasyr NU, Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama ( M), Surabaya : Khalista, Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Islam. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Internet Fadly, Bab Laqith (Bayi/Anak Kecil Yang Ditemukan), mid=22. Veronica Dwi Astuti et al., Fertilisasi In Vitro dan Transplantasi Embrio Pada Manusia: Apa kendala Etisnya? < bio/materi2. html >.
BAB IV ANALISIS MENGENAI HUKUM PENITIPAN JANIN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
61 BAB IV ANALISIS MENGENAI HUKUM PENITIPAN JANIN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM 3.2. Kedudukan Bayi Tabung dalam Hukum Perkawinan Islam Persoalan inseminasi buatan pada manusia merupakan persoalan yang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Universitas Indonesia
77 BAB V PENUTUP 3.4. KESIMPULAN 1. Ketentuan mengenai perbuatan penitipan janin pada rahim ibu pengganti menurut hukum Islam diatur berdasarkan hasil ijtihad para ulama, karena di dalam al-quran dan hadits
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tangga, karena tujuan sebuah perkawinan selain untuk membangun mahligai rumah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang anak memiliki arti yang sangat penting dalam sebuah kehidupan rumah tangga, karena tujuan sebuah perkawinan selain untuk membangun mahligai rumah tangga yang
Lebih terperinciBayi tabung menurut pandangan agama, filsafat dan ilmu pengetahuan
Bayi tabung menurut pandangan agama, filsafat dan ilmu pengetahuan PENGERTIAN BAYI TABUNG PENGERTIAN BAYI TABUNG In vitro vertilization (IVF) atau yang lebih dikenal dengan sebutan bayi tabung adalah proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Al-Quran dan Terjemahannya, Saudi Arabia : 1990
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kehadiran seorang anak dalam suatu perkawinan merupakan anugerah yang sangat istimewa, bahkan tidak ternilai harganya. Setiap pasangan suami istri selalu
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. A. Tinjauan Hukum Islam terhadap Status Anak yang Dilahirkan melalui
56 BAB IV ANALISIS A. Tinjauan Hukum Islam terhadap Status Anak yang Dilahirkan melalui Surogate Mother (Sewa Rahim) Teknologi reproduksi buatan merupakan penemuan yang dikembangkan oleh para ahli kedokteran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu hikmah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
Lebih terperinciHAK WARIS ANAK HASIL PROSES BAYI TABUNG DITINJAU DARI KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA
HAK WARIS ANAK HASIL PROSES BAYI TABUNG DITINJAU DARI KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA Oleh : Ketut Sri Ari Astuti Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana
Lebih terperinciFebriani Rinta (I ) Surrogate mother (Ibu titipan)
Febriani Rinta (I1110026) Surrogate mother (Ibu titipan) Peminjaman rahim atau yang disebut dengan surrogate mother (Ibu pengganti), yaitu seorang wanita yang mengadakan perjanjian dengan pasangan suami
Lebih terperinciKEDUDUKAN HUKUM ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI IBU PENGGANTI (SUBROGATE MOTHER) DITINJAU DARI HUKUM KEKELUARGAAN ISLAM
KEDUDUKAN HUKUM ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI IBU PENGGANTI (SUBROGATE MOTHER) DITINJAU DARI HUKUM KEKELUARGAAN ISLAM Bella Habibilah, Wismar Ain Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Jalan Arjuna Utara
Lebih terperinciMENURUT HUKUM DI INDONESIA
SURROGATE MOTHER MENURUT HUKUM DI INDONESIA Oleh : Nyoman Angga Pandu Wijaya I Wayan Novy Purwanto Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract This Paper is about Surrogate Mother by
Lebih terperinci1. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang masalah etik yang terjadi serta pemecahan masalah tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk yang memiliki naluri untuk melangsungkan hidupnya di dunia ini, salah satu dari sifat insaniahnya itu ialah melanjutkan keturunannya sebagai
Lebih terperinciCONTOH IJTIHAD DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
CONTOH IJTIHAD DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Agama Islam Nama : Wuri Utami Kelas : X IPA 6 No. Absen : 34 SMA NEGERI 3 BANDUNG 2014 1. Menyambung Rambut Mazhab Maliki
Lebih terperinciPENERAPAN MAQASHID AL-SYARI AH DALAM KASUS SEWA RAHIM 1. Sarah Sabilah 2
PENERAPAN MAQASHID AL-SYARI AH DALAM KASUS SEWA RAHIM 1 Sarah Sabilah 2 Abstrack Allah menciptakan manusia dengan berpasang-pasangan, dan menghasilkan keturunan yang banyak. Salah satu tujuan dari pernikahan
Lebih terperinciBAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan
Lebih terperinciANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK
ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK Keluarga kecil (Small Family) adalah kumpulan individu yang terdiri dari orang tua (Bapak Ibu) dan anak-anak. Dalam Islam, hubungan
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017. ASPEK HUKUM TERHADAP BAYI TABUNG DAN SEWA RAHIM DARI PERSPEKTIF HUKUM PERDATA 1 Oleh: David Lahia 2
ASPEK HUKUM TERHADAP BAYI TABUNG DAN SEWA RAHIM DARI PERSPEKTIF HUKUM PERDATA 1 Oleh: David Lahia 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum anak yang lahir
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW REVIEW Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014 Online di
Kewarisan Anak dalam Kandungan dilihat dari Perspektif Hukum Islam Adhiya Kennanda Rofaah Setyowati, Islamiyati *) Hukum Perdata/S1, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro ABSTRAK Manusia mempunyai keterbatasan
Lebih terperinciBAB III KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI PROSES KLONING. A. Kedudukan Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Kloning
BAB III KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI PROSES KLONING A. Kedudukan Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Kloning Penerapan kloning pada manusia mendapat tanggapan yang beragam dari berbagai kalangan,
Lebih terperinciCill\i i i":i ; i:il."l i{u
) A SP, EK }. InR}KWtrVf, SE;T[riN RAr. IIUV.[. D}AII,AJS,.I{P,E,RSj[,,EKTIIE.'.IilIU;KUJW, IN!D;@NE,SjI#S.,1"'.'n. i{ " \ -t:1.- Cill\i i i":i ; i:il."l i{u Dr. Sonny DewiJudiasih, S.H., M.H., C.N. Dr.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka rumusan kesimpulan yang
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian sebelumnya, maka rumusan kesimpulan yang dikemukakan dalam bab penutup ini, bukan merupakan ikhtisar dari keseluruhan tulisan, tetapi merupakan penegasan
Lebih terperinciLex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015. KEBERADAAN SEWA RAHIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA 1 Oleh : Khairatunnisa 2
KEBERADAAN SEWA RAHIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA 1 Oleh : Khairatunnisa 2 ABSTRAK Perkembangan teknologi medis telah menjadi jawaban sementara bagi pasangan yang tak mempunyai keturunan selama bertahun-tahun.
Lebih terperinciBAB III ABORSI PERSPEKTIF FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
BAB III ABORSI PERSPEKTIF FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN A. Aborsi Dalam Perspektif Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) 1. Dasar-dasar dan Prosedur Penetapan
Lebih terperinciDwi Astuti S Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK
KAJIAN YURIDIS PASAL 43 AYAT 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN SETELAH ADANYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP KEDUDUKAN ANAK DI LUAR NIKAH Dwi Astuti S Fakultas
Lebih terperinciSurrogate Mother. Kelompok Kontra. Dibuat untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Matakuliah Metodologi. Oleh : Nilna Asyrofatul U.
Surrogate Mother Kelompok Kontra Dibuat untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Matakuliah Metodologi Oleh : Nilna Asyrofatul U. (105070601111014) Khusnul Khotimah (105070607111013) Cyntia Risas Isella (105070607111017)
Lebih terperinciBAB IV PEMERIKSAAN KESEHATAN PRANIKAH (PREMARITAL CHECK UP) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB IV PEMERIKSAAN KESEHATAN PRANIKAH (PREMARITAL CHECK UP) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah (Premarital Check Up) sebagai Upaya Pemeliharan Keturunan (Hifz} al-nasl) Dalam
Lebih terperinciPERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ATURAN HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA TERHADAP PERJANJIAN SEWA RAHIM DAN KEDUDUKAN ANAK YANG LAHIR DARI SEWA RAHIM.
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ATURAN HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA TERHADAP PERJANJIAN SEWA RAHIM DAN KEDUDUKAN ANAK YANG LAHIR DARI SEWA RAHIM. Oleh Fadilla Caesa ABSTRAK Dewasa ini perkembangan teknologi
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM TENTANG SURROGATE MOTHER. A. Teknologi Reproduksi Buatan pada Manusia
38 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG SURROGATE MOTHER A. Teknologi Reproduksi Buatan pada Manusia Pada dasarnya proses pembuahan yang alami terjadi dalam rahim manusia melalui cara yang alami pula (hubungan
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak
AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh *) Abstrak Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ikatan perkawinan ini, menimbulkan akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan
BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu membentuk
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Penelitian hukum merupakan
III. METODE PENELITIAN Metode penelitian dilakukan dalam usaha untuk memperoleh data yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan
Lebih terperinciAborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam
PIT PDFI, Balikpapan 9-10 September 2015 Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam Budi Sampurna amanat UU 36/2009 Frasa kesehatan reproduksi muncul di pasal 48
Lebih terperincimelakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada hamba- Nya melalui hasil pernikahan guna meneruskan kehidupan selanjutnya. Secara umum anak adalah seorang
Lebih terperinciBayi Tabung (Fertilisasi In Vitro) Dengan Menggunakan Sperma Donor dan Rahim Sewaan (Surrogate Mother) dalam Perspektif Hukum Perdata
Volume 1 Issue 2, September 2017: pp. 196-219. Copyright 2017 HOLREV. Faculty of Law, Halu Oleo University, Kendari, Southeast Sulawesi, Indonesia. ISSN: 2548-1762 e-issn: 2548-1754. Open Access at: http://ojs.uho.ac.id/index.php/holrev/
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN
BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) TENTANG IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN A. Analisis Perbandingan Tentang Pengertian Anak Luar
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH
BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015 PA.Prob Menurut
Lebih terperinciBABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap
BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap pandangan mazhab Maliki dan mazhab Syafi i tentang menikahkan wanita hamil karena zina, maka penyusun dapat menarik
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara
Lebih terperinciBAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang
BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ Manhaj yang digunakan tiap organisasi keagamaan pada dasarnya adalah sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang cenderung menggunkan metode
Lebih terperinciBayi Tabung, Status Hukum dan Hubungan Nasabnya dalam Perspektif Hukum Islam
Bayi Tabung, Status Hukum dan Hubungan Nasabnya dalam Perspektif Hukum Islam Syarif Zubaidah *) Pendauluan Pada dua dekade terakhir ini, ilmu dan teknologi di bidang kedokteran mengalami perkembangan yang
Lebih terperinciIMPLIKASI PUTUSAN MK TERHADAP STATUS HUKUM ANAK DI LUAR NIKAH. Abdul Halim Musthofa *
IMPLIKASI PUTUSAN MK TERHADAP STATUS HUKUM ANAK DI LUAR NIKAH Abdul Halim Musthofa * Abstrak Status anak di luar nikah yang menurut undangundang hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK
BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN
IV. HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN A. Ijtihada Oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Fatwa Ketentuan Hukum Terhadap Proses Inseminasi Buatan/Bayi Tabung Peranan serta fungsi dan kedudukan Majelis Ulama
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS GUGATAN SUAMI DALAM HAL MENGINGKARI KEABSAHAN ANAK YANG DILAHIRKAN ISTRINYA
BAB IV ANALISIS GUGATAN SUAMI DALAM HAL MENGINGKARI KEABSAHAN ANAK YANG DILAHIRKAN ISTRINYA A. Analisis Proses Gugatan Pengingkaran Terhadap Keabsahan Anak yang Dilahirkan Istrinya. Anak kandung adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring waktu berjalan, dunia semakin berkembang dari zaman klasik menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan zaman di mana terdapat begitu
Lebih terperinciBAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM
BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia
Lebih terperinciBAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat
BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN MAJELIS HAKIM DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO NO. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda A. Analisis Yuridis Pertimbangan Dan Dasar
Lebih terperinciPerzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA
Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI
BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Alasan-Alasan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pasuruan Fitrah yang diciptakan Allah atas manusia mengharuskan
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP. Penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pendapat ulama Banjar terhadap akad nikah tidak tercatat secara resmi di
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pendapat ulama Banjar terhadap akad nikah tidak tercatat secara resmi di hadapan Pegawai Pencatat Nikah, hukum poligami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan, termasuk salah satu aspek yang diatur secara jelas dalam Al-Qur an dan Sunnah Rasul. Hal ini membuktikan bahwa masalah kewarisan cukup penting
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS NASAB ANAK HASIL KLONING. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Proses Kloning pada Manusia
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS NASAB ANAK HASIL KLONING A. Analisis Hukum Islam Terhadap Proses Kloning pada Manusia Ajaran Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN SEWA RAHIM (SURROGATE MOTHER) BERDASARKAN TERMINOLOGI HUKUM PERDATA
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN SEWA RAHIM (SURROGATE MOTHER) BERDASARKAN TERMINOLOGI HUKUM PERDATA Mutia Az Zahra, Rosa Agustina, Endah Hartati Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok
Lebih terperinci1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi kedokteran modern semakin canggih. Salah satu tren yang berkembang saat ini adalah fenomena bayi tabung. Teknologi ini telah dirintis oleh PC Steptoe dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG A. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Malang dalam Penolakan Izin Poligami
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI
BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI A. Analisis Perhitungan Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN WALI BAGI MEMPELAI PEREMPUAN YANG LAHIR KURANG DARI 6 BULAN DI KUA GAJAH MUNGKUR
BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN WALI BAGI MEMPELAI PEREMPUAN YANG LAHIR KURANG DARI 6 BULAN DI KUA GAJAH MUNGKUR A. Analisis terhadap Dasar Penetapan Wali Nikah bagi Mempelai Perempuan yang Lahir Kurang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau
Lebih terperinciBAYI TABUNG DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN HAK UNTUK MEWARIS
BAYI TABUNG DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN HAK UNTUK MEWARIS Oleh Ida Bagus Wisnu Guna Diatmika I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Pesatnya kemajuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai salah satu asas hidup yang utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna bahkan Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN A. Analisis Status Anak Dari Pembatalan Perkawinan No: 1433/Pdt.G/2008/PA.Jombang Menurut Undang-Undang Perkawinan Dan Menurut
Lebih terperinciBAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH
59 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH A. Analisis terhadap Peran USG terhadap Iddah Tidak sedikit ulama yang mencoba mendefinisikan atau mencari alasan pemberlakuan
Lebih terperinciBAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Analisis implementasi Hukum Islam terhadap ahli waris non-muslim dalam putusan hakim di Pengadilan Agama
Lebih terperinciMAJELIS ULAMA INDONESIA KABUPATEN KUTAI TIMUR Sekretariat : Jl. Wahab Syahrani RT 45 Sangatta utara, Kab. Kutai Timur Telp /
No : 013/MUI-KT/V/2016 Sangatta, 18 Mei 2016 Lamp : 1 (satu) Bendel Hal : Arahan tentang Hukum Vasektomi Dan Tubektomi Kepada Yth. Ketua Kelompok KB Pria Vasektomi Bersyukur Di Sangatta Assalamu alaikum
Lebih terperinciBAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Nasab Anak Hasil Hubungan Seksual Sedarah Dalam Perspektif Hukum Islam Pada bab dua telah banyak
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan
BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH A. Isbat Nikah 1. Pengertian Isbat Nikah Kata isbat berarti penetapan, penyungguhan, penentuan. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan
Lebih terperinciABSTRAK. Perlindungan Hukum terhadap Anak Luar Kawin dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..... i LEMBAR PENGESAHAN. ii KATA PENGANTAR....... iv ABSTRAK...... vi BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Latar Belakang Masalah.... 1 B. Rumusan Masalah..... 7 C. Tujuan Penelitian... 8
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah menguraikan tentang pembahasan dan analisis sesuai dengan memperhatikan pokok-pokok permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, yang berjudul Pendapat Hakim Pengadilan
Lebih terperinciBAB IV. Berdasarkan Hasil Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama dalam menetapkan. hukum aborsi terkait dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 61
BAB IV ANALISIS TERHADAP HASIL BAHSUL MASAIL MUSYAWARAH NASIONAL NAHDATUL ULAMA TAHUN 2014 TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH Nomor. 61 TAHUN 2014 PASAL 31 TENTANG KE SEHATAN REPRODUKSI A. Hasil Bahtsul Masail
Lebih terperinciBAB III FERTILISASI IN VITRO. yang telah berkembang di dunia kedokteran. Kata inseminasi
BAB III FERTILISASI IN VITRO A. Pengertian Fertilisasi In Vitro Fertilisasi in Vitro merupakan salah satu dari teknik inseminasi buatan 1 yang telah berkembang di dunia kedokteran. Kata inseminasi berasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini dikarenakan pada hakikatnya kehidupan setiap manusia diawali dengan perjanjian dengan-nya untuk
Lebih terperinciB A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab
1 B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti : Menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksuil
Lebih terperinciPersenyawaan Buatan Dan Bayi Tabung Uji
Persenyawaan Buatan Dan Bayi Tabung Uji 1) Ketetapan-Ketetapan Syarak Yang Berkaitan Dengan Tajuk Perbahasan 1.1 Kaedah kelahiran bayi secara fitrah adalah bermula dengan pertemuan dua anggota sulit antara
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA
BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA A. Status Nasab Dan Kewajiban Nafkah Anak Yang Di Li an Menurut Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
Lebih terperinciKEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )
KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI Oleh: Mulyadi, SH., MH. (081328055755) Abstrak Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah maka kalau terjadi perkawinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna. Salah satu buktinya bahwa manusia diberikan cipta, rasa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum
Lebih terperinciPENGATURAN HAK MELANJUTKAN KETURUNAN DALAM PERJANJIAN SURROGACY (SEWA RAHIM)
PENGATURAN HAK MELANJUTKAN KETURUNAN DALAM PERJANJIAN SURROGACY (SEWA RAHIM) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat S-1 pada Program Studi Ilmu Hukum Oleh: MARWATI ARLITA D1A013237
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF Salah satu dampak menurunnya moral masyarakat, membawa dampak meluasnya pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan
Lebih terperinciHAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM
Hak Anak Angkat terhadap Peninggalan Orang Tua Angkat Menurut Hukum Islam Kanun Jurnal Ilmu Hukum Susiana No. 55, Th. XIII (Desember, 2011), pp. 139-148. HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG
Lebih terperinciBAB III PENYEWAAN RAHIM, ALI AKBAR, & PEMIKIRAN ALI AKBAR TENTANG PENYEWAAN RAHIM
BAB III PENYEWAAN RAHIM, ALI AKBAR, & PEMIKIRAN ALI AKBAR TENTANG PENYEWAAN RAHIM A. Tinjauan Umum Tentang Penyewaan Rahim 1. Sejarah Penemuan dan Pengertian Sewa Rahim Sewa rahim (gestational agreement)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status anak dalam hukum keluarga dapat dikategorisasikan menjadi dua macam yaitu: anak yang sah dan anak yang tidak sah. Pertama, Definisi mengenai anak sah diatur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri saja tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agama Islam diwahyukan dengan memuat aturan (syari'ah) yang. membatasi seminimal mungkin timbulnya mafsadah, meningkatkan seoptimal
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Islam diwahyukan dengan memuat aturan (syari'ah) yang bertujuan mengembangkan kesejahteraan manusia menurut kehendak penciptaannya, sebagai rahmat bagi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA
BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan manusia di dunia ini, yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan) secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan
Lebih terperinciRingkasan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) h M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam,
Ringkasan Hasrat untuk menyalurkan kebutuhan biologis merupakan fitrah manusia sebagai makhluk hidup, tetapi penyalurannya perlu diatur agar dalam kehidupan bermasyarakat manusia dapat menjunjung tinggi
Lebih terperinci