PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ATURAN HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA TERHADAP PERJANJIAN SEWA RAHIM DAN KEDUDUKAN ANAK YANG LAHIR DARI SEWA RAHIM.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ATURAN HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA TERHADAP PERJANJIAN SEWA RAHIM DAN KEDUDUKAN ANAK YANG LAHIR DARI SEWA RAHIM."

Transkripsi

1 PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ATURAN HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA TERHADAP PERJANJIAN SEWA RAHIM DAN KEDUDUKAN ANAK YANG LAHIR DARI SEWA RAHIM. Oleh Fadilla Caesa ABSTRAK Dewasa ini perkembangan teknologi sudah sangat maju, salah satunya adalah di bidang Kedokteran yaitu teknologi inseminasi buatan. Inseminasi buatan adalah cara efektif untuk mengatasi masalah-masalah pasangan yang tidak kunjung dikaruniai anak melalui pembuahan ilmiah. Kini mereka dapat memilikinya melalui proses bayi tabung, yang salah satu prosesnya adalah sewa rahim terhadap ibu pengganti (Surrogate Mother). Sewa rahim praktisnya dengan menitipkan benih (embrio) dari pasangan suami istri tersebut pada rahim ibu pengganti yang nantinya akan melahirkan bayi mereka dengan pemberian uang kompensasi yang diawali dengan membuat perjanjian terlebih dahulu diantara mereka, yang kemudian dikenal dengan perjanjian sewa rahim. Menyoal mengenai hukum dan aturan tentang sewa rahim ini, belum ada Undang-Undang khusus ataupun aturan yang menyinggung juga mengatur mengenai sewa rahim. Pada praktek dan kenyataannya, perjanjian sewa rahim antara sepasang suami istri dengan ibu pengganti memunculkan pertanyaan dan permasalahan mengenai bagaimana kekuatan hukum perjanjian sewa rahim dan bagaimana kedudukan hukum anak yang lahir dari rahim si ibu pengganti. Dari berbagai permasalahan yang timbul tersebut, pertanyaan dan hal yang menjadi sangat penting adalah bagaimana kedudukan hukum si anak yang lahir dari sewa rahim tersebut, meliputi pembagian waris seperti yang diatur Undang-Undang, kedudukan genetiknya sebab dilahirkan bukan dari rahim si istri melainkan ibu pengganti. Berkembangnya zaman diikuti semakin tingginya permintaan dan kebutuhan manusia untuk menggunakan teknologi reproduksi ini, dan tidak ketinggalan juga manusia di Indonesia. Permasalahan yang muncul kemudian adalah bagaimana tindakan pemerintah mengingat belum adanya aturan hukum yang pasti untuk mengatur masalah-

2 masalah yang disebut di atas dan bagaimana nasib anak yang lahir dari hasil sewa rahim, yang notabene adalah manusia yang dilindungi hak hidupnya oleh UUD A. Latar Belakang Pentingnya Perspektif Aturan Hukum Terhadap Perjanjian sewa Rahim Dan Kedudukan Anak Yang Lahir Dari Sewa Rahim. Tujuan perkawinan adalah memperoleh keturunan. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 1 menegaskan bahwa: Tujuan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal tersebut mempertegas bahwa kebahagian suatu rumah tangga tidak lepas dengan hadirnya anak (keturunan). Hal ini disebabkan pola pikir masyarakat kita yang menganggap kelahiran seorang anak itu merupakan anugerah yang merupakan hasil buah cinta kasih dari adanya suatu perkawinan. Sebab itu, setiap pasangan yang telah menikah umumnya sangat mendambakan anak sebagai keturunan dari perkawinan mereka itu. Banyak cara yang dilakuakan oleh orang-orang yang tidak dapat ataupun susah untuk mendapatkan keturunan, baik dengan cara konsultasi Dokter, melakukan terapi kesuburan, mengangkat anak angkat (adopsi) sampai pada hal yang berbau pada kepercayaan tertentu bahwa bisa memancing kehamilan. Namun menyoal adopsi anak bagi pasangan yang sulit memperoleh keturunan sebagai upaya memiliki seorang anak pada kenyataannya belum dapat diterima secara menyeluruh dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya, jauh berbeda dengan di negara barat yang sudah terbiasa dengan hal demikian. Hadirnya seorang anak merupakan anugerah bagi pasangan suami-isteri, namun tidak semua pasangan dapat memiliki anugerah yang istimewa 1 Republik Indonesia., Undang-Undang tentang Perkawinan. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974.

3 tersebut. Perspektif Islam, anak diibaratkan sebagai perhiasan dunia, sebagaimana ditegaskan dalam AL-Quran surat AL-Kahfi ayat 46 yang artinya 2 : Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik. Untuk menjadi harapan (Qs AL- Kahfi :46). Kehadiran seorang anak yang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keharmonisan sebuah keluarga, dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara kebahagiaan suatu rumahtangga dengan adanya keturunan atau keberadaan seorang anak. Ketidakhadiran seorang anak ditengah-tengah pasangan suami-istri seringkali menyebabkan suatu permasalahan. Ketidakharmonisan yang dapat berujung pada keretakan rumahtangga atau perceraian. Keretakan rumahtangga yang disebabkan karena infertilitas (susah memiliki anak) ini biasanya terjadi tanpa melihat siapa penyebab dari infertilitas pada pasangan suami-istri tersebut, apakah infertilitas itu datang dari pihak suami maupun dari pihak isteri, sedangkan hadirnya seorang anak merupakan tanda dari cinta kasih pasangan suami-isteri, tetapi tidak semua pasangan dianugerahi seorang anak. Sebagian kecil diantaranya memiliki berbagai macam kendala dalam memiliki keturunan maupun proses reproduksi secara normal 3. B. Proses Fertilisasi dan Sewa Rahim. Infertilitas pada laki-laki biasanya disebabkan oleh rendahnya jumlah sel air mani yang terdapat dalam air mani dan kualitas air mani yang di bawah standar. Berdasarkan 2 Kementrian Urusan Agama Islam., Wakaf, Da wah, dan Irsyad Kerajaan Saudi Arabia, Al- qur an., (Saudi Arabia : 1990) 3 Wibisono., Kemampuan Reproduksi dapat diakses di http : // webcache.google user con te n t. com di akses pada tanggal 12 Maret 2012

4 jumlah dan kualitas sel air mani yang terkandung dalam satu milliliter air mani, infertilitas pada laki-laki dapat dikelompokan menjadi 4 : a. Oligozoosperma, yaitu suatu keadaan jumlah sel air mani hanya terdapat beberapa ratus sel saja. b. Kriptozoosperma, yaitu suatu keadaan jumlah sel air mani hanya dapat dijumpai beberapa puluh atau kurang. c. Asthenspermia, yaitu suatu keadaan sel air mani tidak memiliki kemampuan bergerak secara leluasa untuk mencari sel telur. Sel air mani yang ada memilki kelainan pada ekor namun kondisi kepada sel air mani (pembawa gen) masih baik. d. Azoospermia, yaitu suatu keadaan tidak terdapatnya sel air mani yang matang. Infertilitas pada isteri, dimungkinkan juga disebabkan karena hal-hal berikut 5 : a. Ada kelainan rahim b. Kelainan pada saluran telur c. Kandung telur tidak mampu memproduksi sel telur d. Vagina menghasilkan zat-zat antibodi yang dapat mematikan air mani. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat berkembang pesat saat ini, disertai manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menggunakan rasa, karsa, dan daya cipta yang dimiliki, sehingga tidak menutup kemungkinan manusia dapat menciptakan alat dan teknologi apapun untuk mencapai kepuasan dan memenuhi kebutuhan hidup. 4 Than Cakra Masalah Infertilitas dapat diaskses di http : / / f er ry karwur com / sdi diakses pada tanggal 12 Maret Kartono Mohammad, Teknologi Kedokteran dan Tantangannya Terhadap Bioetika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992) hal

5 Salah satu bidang IPTEK yang berkembang pesat dewasa ini adalah teknologi reproduksi. Teknologi reproduksi dalam hal ini adalah ilmu tentang pengembangbiakan hasil suatu produk (keturunan). Teknologi tersebut adalah inseminasi buatan. Program inseminasi buatan merupakan salah satu cara untuk memiliki anak bagi pasangan yang mengalami infertilitas dengan proses perletakan sel air mani kedalam tube fallopian (intratubal) wanita dengan menggunakan cara buatan dan bukan dengan kopulasi alami 6. Proses tersebut dikenal dengan istilah Assisted Reproduktive Technology (ART). ART merupakan istilah untuk sejumlah prosedur medis yang digunakan dalam menyatukan sel telur dan sel air mani sehingga dapat membantu pasangan suami-istri yang infertile dalam memperoleh keturunan. Berdasarkan teknik yang digunakan, ART dapat dikelompokkan menjadi 4 beberapa metode yaitu : a. In Vitro Fertilization (IVF) b. Zygote Intrafallopian Transfer (ZIFT) c. Intra Fallopian Transfer (GIFT) IVF merupakan metode yang paling banyak diaplikasikan untuk membantu pasangan suami-isteri yang mengalami infertilitas. In Virto Fertilization (IVF), selanjutnya disebutkan dengan bahasa sehari-hari dikenal dengan bayi tabung, diperkenalkan untuk menjawab tuntutan manusia ketika suami-isteri memutuskan untuk memiliki keturunan yang terhalang oleh suatu keadaan salah satu atau keduanya tidak subur sehingga tidak memungkinkan dilakukan pembuahan alami. 6 Inseminasi Buatan dapat diakses di http :/ /id. wikipedia, org/ wiki / inseminasi buatan diakses pada tanggal 14 Maret 2012.

6 Dalam perkembangannya, teknologi bayi tabung dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu 7 : a. Benihnya berasal dari pasangan suami-isteri yang ditanamkan kembali ke rahim isteri. b. Salah satu benihnya berasal dari donor darah (baik sel air mani atau sel telurnya) yang kemudian dikembalikan ke rahim isteri. c. Benihnya berasal dari pasangan suami-isteri namun karena suatu hal rahim si isteri tidak mungkin untuk mengandungnya, maka ditanamkan pada rahim wanita lain atau yang lebih dikenal dengan istilah ibu pengganti atau surrogate mother dalam istilah asingnya. Proses penanaman embrio kedalam rahim si isteri ada kalanya tidak berjalan mulus atau bahkan tidak dapat dilakukan karena suatu hal sehingga rahim si isteri tidak dapat menerimanya. Hal-hal yang menjadi penyebab antara lain si isteri mempunyai penyakit yang membahayakan jiwanya jika mengandung, rahim si isteri yang tidak lagi memproduksi sel telur, rahim si isteri telah di angkat, si isteri takut hamil, rahim si isteri yang telah lemah atau sudah tua, si isteri yang sudah tidak mau dibebani oleh beban kehamilan. Cara yang dapat di lakukan untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas yaitu dengan menggunakan rahim ibu pengganti atau Surrogate Mother untuk dapat membesarkan zigot atau embrio tersebut sampai si bayi lahir, dan kemudian menyerahkan bayi tersebut kepada orang tua genetik bayi itu. Antara orang tua genetik dan perempuan yang bersedia untuk mengandung dan melahirkan bayi itu diadakan suatu perjanjian. 7 Ibid

7 Perjanjian itu disebut Gestational Agreement atau dalam terjemahan Bahasa Indonesia adalah perjanjian Sewa Rahim untuk selanjutnya akan dipergunakan istilah asingnya, yaitu Gestational Agreement yaitu suatu perjanjian antara seorang perempuan yang mempunyai sejarah kehamilan yang bagus, yang bersedia untuk mengandung calon bayi orang tua genetik dan kemudian menyerahkan bayi tersebut ketika ia sudah lahir kepada orang tua genetik nya dengan kontraprestasi berupa uang 8. Hal ini menjadi ramai diperbincangkan di dunia barat, walaupun mereka sudah sangat maju, baik dalam hal teknologi dan pemikiran, tetapi tidak semua orang menerima hal ini. Bahkan di Amerika Serikat sendiri, sebuah Negara super maju tidak semua Negara bagiannya mengizinkan Gestational Agreement ini. Salah satu negara bagian yang memperbolehkan dan bahkan sangat progresif dalam hal hukumnya adalah Florida (wilayah bagian Amerika), dan semakin berjalannya waktu permintaan sewa rahim di seluruh dunia semakin meningkat. India adalah salah satu negara di dunia yang paling meningkat tingginya permintaan sewa rahim 9. Wanita di India melakukan sewa rahim untuk memperbaiki ekonomi keluarga. Contoh terakhir yang belakangan ini terjadi ialah kisah Jyoti Dave. Perempuan India ini menyewakan rahimnya kepada pasangan asal Amerika Serikat demi mendapatkan sesuap nasi. Suami Jyoti Dave yang menjadi satu-satunya pencari nafkah keluarga itu tidak bisa lagi bekerja karena mengalami kecelakaan kerja, dikarenakan suaminya kehilangan lengannya saat bekerja di pabrik di tempat ia biasa bekerja yang mengakibatkan mengalami kesulitan ekonomi sampai mereka tidak bisa makan. Jyoti Dave memutuskan 8 Everything Surrogacy dapat diakses di http : / / www. Ever yt h i n g s u r r ogacy.com diakses pada tanggal 12 Maret Surrogacy dapat diakses di http : / / www. arr1.com / surrogacy di akses pada tanggal 14 Maret 2012

8 untuk menyewakan rahimnya kepada kedua orang sing warga Negara Amerika Serikat sebut saja X dan Y yang tidak mau diketahui identitasnya 10. Catherine Waldby seorang Sosiolog dari University of Sidney mengatakan India bisa mengalahkan Amerika Serikat untuk tempat melakukan Sewa Rahim terutama potensi untuk negara-negara berkembang 11. Pada dasarnya teknologi bayi tabung yang dilakukan dengan meminjam rahim orang lain dapat diterima di dunia medis, namun bagaimana jika praktek tersebut dilakukan di Indonesia? tentu dapat menimbulkan banyak permasalahan. Permasalahan etika, moral dan agama (Islam) menyoal teknologi bayi tabung dengan meminjam rahim ibu pengganti tentu menyebabkan permasalahan hukum, terutama mengenai sah atau tidaknya perjanjian sewa rahim apabila dipandang dari tinjauan hukum. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan menjelaskan bahwa inseminasi buatan yang diperbolehkan di Indonesia adalah inseminasi buatan yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri yang sah. Hukum positif tentang status hukum seorang anak di Indonesia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur secara tegas tentang kedudukan hukum anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung baik yang menggunakan benih dari pasangan suami-isteri yang kemudian pre-embrionya ditransplantasikan ke rahim si isteri, dimana salah satu benihnya berasal dari donor kemudian ditransplantasikan dalam rahim isteri maupun benih yang berasal dari pasangan suami-isteri kemudian ditanamkan kerahim ibu pengganti (Surrogate Mother). Hukum negara kita hanya mengatur secara tegas mengenai anak sah, pengesahan 10 Dapat diakses di http :/ / com / read / 2009 /01 /29 /17 958/ / 159/hukumnyadisamakan-dengan-zina., di akses pada tanggal 20 Maret Dapat diakses di http : // www. arr1.com / surro gacydi., diakses pada tanggal 14 Maret 2012.

9 anak luar kawin, dan pengakuan terhadap anak luar kawin. Pasal 250 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah 12, kemudian dipertegas lagi mengenai anak sah ini di Pasal 250 KUH-Perdata yang menyebutkan bahwa tiap-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang, perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya 13. Kedua rumusan Pasal tersebut tidak mempersoalkan ataupun menyinggung tentang asal-usul sel air mani dan ovum yang digunakan. Peraturan hukum tersebut hanya terkesan menjelaskan bahwa jika anak itu dilahirkan dalam perkawinan yang sah maka sah lah kedudukan anak tersebut dalam hukum. Lalu akan timbul pertanyaan, bagaimana kedudukan hukum dengan anak yang dilahirkan melalui rahim ibu pengganti (Surrogate Mother) atau anak dari orang tua pemilik benih?. Dilanjutkan dengan permasalahan dari segi hukum Islam, mengenai pandangan hukum Islam terhadap perbuatan penitipan janin atau sewa rahim tersebut. Pada dasarnya pendapat Ulama (ijtihad) terhadap bayi tabung adalah boleh (ja iz) menurut hukum Islam. Upaya tersebut dianggap sebagai upaya untuk mewujudkan apa yang disunahkan oleh Islam yaitu kelahiran dan berbanyak anak, yang merupakan dasar suatu pernikahan. Proses ini pun pernah dilakukan oleh pasangan Adam Suseno dan Inul Daratista (pasangan Selebriti tanah air) yang dilakukan di negara Singapura pada 2 tahun silam. Pasangan ini berhasil mendapatkan buah hati mereka dengan proses bayi tabung Republik Indonesia., Undang-Undang tentang Perkawinan. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam., (Bandung : Cintra Umbara, 2007) Pasal Soesilo., Pramududji., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek)., (Jakarta : Waeana Intelektual,2007) Pasal Dapat diakses di showbiz.vivanews.com/news/., diakses pada tanggal 14 Maret 2012.

10 Para Ulama berpendapat bahwa sewa rahim adalah haram. Para Ulama bersepakat tentang pengharaman sewa rahim dalam keadaan berikut 15 : 1. Menggunakan rahim wanita lain selain isteri. 2. Percampuran benih antara suami dan wanita lain. 3. Percampuran benih isteri dengan lelaki lain. 4. Memasukkan benih yang disenyawakan selepas kematian suami-isteri. Adapun teknik inseminasi buatan lebih disebabkan karena faktor sulitnya terjadi pembuahan alamiah karena sperma suami yang lemah atau tidak terjadinya pertemuan secara alamiah antara sel air mani dan sel telur. Untuk meningkatkan peluang keberhasilan seperti halnya pada proses bayi tabung, calon ibu yang akan menjalani inseminasi buatan dirangsang dan mulai pada awal siklus menstruasi agar pada saat ovulasi indung telur menghasilkan beberapa telur yang matang (dalam keadaan normal, hanya satu telur yang dilepaskan per-ovulasi). Sel air mani yang diinjeksi melalui kateter juga diproses terlebih dahulu agar terseleksi dan terkonsentrasi, sehingga kualitasnya baik dan jumlahnya cukup 16. Masalah inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan dikalanganngan umat agama Islam baik ditingkat nasional maupun internasional. Majlis Tarjih Muhammadiayah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan inseminasi buatan dengan sel air mani donor dan ovum donor atau yang akan penulis sebut dengan Sewa Rahim, dan memperbolehkan pembuahan buatan dengan sel air mani suami dan ovum dari isteri sendiri 17. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras 15 Ablah Al-hahwi., Dirasat Fiqhiyyah mu asirah Kaherah. (Universiti Al-azhar, 2001) hal Utomo Setiawan., Inseminasi Buatan dan Bayi Tabung Artikel Era Muslim Edisi Juni Antara News., Fatwa Inseminasi Buatan atau Bayi Tabung dapat diakses di h t t p // www. antara.co.id., diakses pada tanggal 15 Maret 2012.

11 pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan (ibu pengganti) dan seleksi jenis kelamin anak, hal ini dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia. Mantan ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kartono Muhammad juga pernah melemparkan masalah inseminasi buatan dan bayi tabung. Ia menghimbau masyarakat Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel air mani dan ovum nya berasal dari suami-isteri sendiri 18. Hukum mengenai inseminasi buatan dan bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sel air mani atau ovum suami isteri sendiri, baik dengan cara mengambil sel air mani suami kemudian disuntikan ke dalam vagina, tuba palupi atau uterus isteri, maupun dengn cara pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim isteri, maka hal ini dibolehkan, asalkan keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri dengan kaidah Al hajatu tanzilu manzilah al dharurat (hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak diperlukan seperti keadaan darurat) 19. Penulis memandang hal tersebut dengan mendasar pada salah satu tujuan hukum Islam yang dirumuskan oleh Abu Ishaq Al-shatibi adalah memelihara keturunan 20. Abu Ishaq Al Shatibi merumuskan lima tujuan Islam, yakni memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Kelima tujuan hukum Islam tersebut didalam kepustakaan disebut dengan Al-Maqasid Al Khamsah atau Al Maqasid Al Shariah. Hukum-hukum Syara yang 18 SetiawanBudi., Kolom Konsultasi Bayi Tabung., dapat diakses di w w w. M e d ia islam. Com., diakses pada tanggal 15 Maret Antara News., Fatwa Inseminasi Buatan atau Bayi Tabung., dapat diakses di http // co.id., diakses pada tanggal 16 Maret Daud Mohammad., Hukum Islam: Pengaturan Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia., (Jakarta: PT. Raja Brafindo Persada, 2002) hal 54.

12 berkaitan dengan penyewaan rahim adalah penentuan Nasab (keturunan) anak sangat penting dari segi Syara karena Nasab memberikan kesan kepada banyak hukum Syara yang berkaitan dengan anak, ibu, bapak dan kedua-duanya 21. Hukum dan Syara yang berkaitan ibu bapak adalah tanggung jawab untuk berbuat baik sebagainya. Para Ulama bersepakat bahwa sewa rahim adalah haram dipandang dari sisi hukum Islam karena membawa penghinaan kepada kemuliaan wanita sebagai manusia yang telah dimuliakan oleh Allah S.W.T dan terkesan seumpama barang dagangan yang bisa diperjualbelikan. Negara barat tersebar luas wakil-wakil khusus untuk penyewaan rahim, seolah-olah rahim diperniagakan untuk keuntungan kebendaan semata-mata. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan konsep akhlak agama Islam yang mengiktiraf persamaan dan kebebasan dikalangan manusia. Seperti yang dikatakan pada firman Allah S.W.T 22 Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami beri mereka didaratan dan lautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang kami ciptakan. Firman Allah S.W.T ini dianut dan dipatuhi oleh mayoritas orang, sebab itu lah bahwa sebenarnya sewa rahim itu sendiri belum begitu memasyarakat. Permasalahan seorang perempuan yang bersedia mengandung bayi yang bukan anaknya hanya sebenarnya lebih dikenal kalangan tertentu saja, misalnya kalangan medis, itu sebabnya tidak heran jika sampai saat ini belum ada hokum positif yang jelas dan tegas mengatur tentang sewa rahim. Hal ini menjadi penting untuk diteliti karena masyarakat Indonesia tidak terlepas dari perkembangan dunia yang sangat signifikan. Cepat atau lambat Sewa Rahim akan 21 Al-alim Yusuf Al-Islamiyyah, Kaherah, Daral hadith, t.t.m/s Kementerian Urusan Agama Islam., Wakaf, Da wah dan Irsyad Kerajaan Saudi Arabia., Al-quran dan Terjemahannya., (Saudi Arabia: 1990)

13 dikenal luas dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi suatu kebutuhan bagi banyak orang, dan ketika hal itu sudah terjadi hukum haruslah siap dengan segala perangkat hukumnya. C. Penutup. Perspektif hukum positif Indonesia menganai perjanjian sewa rahim (Gestational Agreement) yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri yang tidak memiliki anak dengan ibu pengganti (Surrogate Mother) belum memiliki jaminan hukum yang pasti. Perjanjian sewa menyewa rahim masih cendrung melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang itu sendiri. Adapun Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan belum secara tegas melegalkan tentang sewa rahim seorang ibu pengganti. Hukum Islam pun demikian memandang bahwa perbuatan sewa menyewa rahim ini dapat merusak hakikat keibuan yang dimuliakan di dalam Al-quran dan Hadist. Kedudukan hukum anak yang lahir dari rahim ibu pengganti (Surrogate Mother), yang telah melakukan perjanjian sewa rahim (Gestational Agreement) dengan pasangan suami istri pemilik benih menurut pandangan Agama Islam menimbulkan ketidakpastian nasab. Status hukum anak dan penerapan hukum kewarisannya pun menjadi sangat rumit. Anak hasil inseminasi buatan (bayi tabung) merupakan anak sah, namun jika embrionya diimplementasikan ke dalam rahim wanita yang bersuami maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih. Untuk menentukan status hukum anak yang lahir dari rahim ibu pengganti menurut Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI, yang menetapkan status anak yang dilahirkan

14 dari hasil yang diharamkan (proses transfer embrio ke rahim titipan) adalah anak laqith atau semacam anak temuan sebagai acuan yang pasti dan berdasarkan atas ketentuan hukum Islam. Fakta di lapangan terlihat bahwa penitipan janin pada rahim ibu pengganti menimbulkan kontroversi dan ketidakpastian hukum meliputi penentuan hukum anak atau nasab anak yang lahir dari sewa rahim karena terdapat perbedaan ibu pemilik benih dengan ibu yang melahirkan. Hal ini menimbulkan kegelisahan dan ketidakjelasan bagi mereka yang ingin, akan dan yang telah melakukan sewa rahim ini. Tuntutan mereka adalah, sebagai warga Negara dalam sebuah Negara hukum harusnya ada hukum yang jelas untuk melindungi nasib dan kepentingan warga negaranya. Maka untuk mencegah serta mengakhiri ketidakpastian hukum yang timbul akibat perbuatan penitipan janin, masalah ini harus segera diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Perundang-undangan yang khusus dan terdapat ketentuan sanksi bila melanggarnya. Adanya kepastian hukum bagi mereka yang hendak melakukannya dan yang sudah melakukannya, diperlakukan dan dilindungi haknya sebagai warga negara dalam sebuah negara hukum yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah ditegaskannya aturan hukum seperti yang dimaksud penulis dalam poin pertama di atas, selanjutnya dalam ranah sosiologis, untuk mengurangi stigma negative masyarakat mengenai sewa rahim, pasangan yang melakukan sewa rahim dan khususnya anak yang lahir dari hasil sewa rahim maka perlu ada kerjasama pemerintah dengan masyarakat baik mengikutsertakan pihak swasta agar apa sebenarnya sewa rahim itu bukanlah zina semata namun lebih ke ranah atas alasan kesehatan, sehingga tidak ada intimidasi terhadap pelaku sewa rahim dan anak yang lahir dari sewa rahim juga

15 keluarganya, yang hak dan kewajibannya dilindungi juga oleh negara. Pentingnya pengatahuan yang lebih maju untuk masyarakat Indonesia khususnya mengenai teknologi reproduksi, maka menurut penulis, tulisan ini layak dan perlu disebarluaskan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Al-Quran dan Terjemahannya, Saudi Arabia : 1990

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Al-Quran dan Terjemahannya, Saudi Arabia : 1990 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kehadiran seorang anak dalam suatu perkawinan merupakan anugerah yang sangat istimewa, bahkan tidak ternilai harganya. Setiap pasangan suami istri selalu

Lebih terperinci

Bayi tabung menurut pandangan agama, filsafat dan ilmu pengetahuan

Bayi tabung menurut pandangan agama, filsafat dan ilmu pengetahuan Bayi tabung menurut pandangan agama, filsafat dan ilmu pengetahuan PENGERTIAN BAYI TABUNG PENGERTIAN BAYI TABUNG In vitro vertilization (IVF) atau yang lebih dikenal dengan sebutan bayi tabung adalah proses

Lebih terperinci

Febriani Rinta (I ) Surrogate mother (Ibu titipan)

Febriani Rinta (I ) Surrogate mother (Ibu titipan) Febriani Rinta (I1110026) Surrogate mother (Ibu titipan) Peminjaman rahim atau yang disebut dengan surrogate mother (Ibu pengganti), yaitu seorang wanita yang mengadakan perjanjian dengan pasangan suami

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia 77 BAB V PENUTUP 3.4. KESIMPULAN 1. Ketentuan mengenai perbuatan penitipan janin pada rahim ibu pengganti menurut hukum Islam diatur berdasarkan hasil ijtihad para ulama, karena di dalam al-quran dan hadits

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu hikmah

I. PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu hikmah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga, karena tujuan sebuah perkawinan selain untuk membangun mahligai rumah

BAB I PENDAHULUAN. tangga, karena tujuan sebuah perkawinan selain untuk membangun mahligai rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang anak memiliki arti yang sangat penting dalam sebuah kehidupan rumah tangga, karena tujuan sebuah perkawinan selain untuk membangun mahligai rumah tangga yang

Lebih terperinci

HAK WARIS ANAK HASIL PROSES BAYI TABUNG DITINJAU DARI KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA

HAK WARIS ANAK HASIL PROSES BAYI TABUNG DITINJAU DARI KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA HAK WARIS ANAK HASIL PROSES BAYI TABUNG DITINJAU DARI KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA Oleh : Ketut Sri Ari Astuti Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI HUKUM PENITIPAN JANIN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS MENGENAI HUKUM PENITIPAN JANIN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM 61 BAB IV ANALISIS MENGENAI HUKUM PENITIPAN JANIN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM 3.2. Kedudukan Bayi Tabung dalam Hukum Perkawinan Islam Persoalan inseminasi buatan pada manusia merupakan persoalan yang

Lebih terperinci

Surrogate Mother. Kelompok Kontra. Dibuat untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Matakuliah Metodologi. Oleh : Nilna Asyrofatul U.

Surrogate Mother. Kelompok Kontra. Dibuat untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Matakuliah Metodologi. Oleh : Nilna Asyrofatul U. Surrogate Mother Kelompok Kontra Dibuat untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Matakuliah Metodologi Oleh : Nilna Asyrofatul U. (105070601111014) Khusnul Khotimah (105070607111013) Cyntia Risas Isella (105070607111017)

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

1. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang masalah etik yang terjadi serta pemecahan masalah tersebut

1. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang masalah etik yang terjadi serta pemecahan masalah tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk yang memiliki naluri untuk melangsungkan hidupnya di dunia ini, salah satu dari sifat insaniahnya itu ialah melanjutkan keturunannya sebagai

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG SURROGATE MOTHER. A. Teknologi Reproduksi Buatan pada Manusia

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG SURROGATE MOTHER. A. Teknologi Reproduksi Buatan pada Manusia 38 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG SURROGATE MOTHER A. Teknologi Reproduksi Buatan pada Manusia Pada dasarnya proses pembuahan yang alami terjadi dalam rahim manusia melalui cara yang alami pula (hubungan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh *) Abstrak Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ikatan perkawinan ini, menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMERIKSAAN KESEHATAN PRANIKAH (PREMARITAL CHECK UP) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PEMERIKSAAN KESEHATAN PRANIKAH (PREMARITAL CHECK UP) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PEMERIKSAAN KESEHATAN PRANIKAH (PREMARITAL CHECK UP) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah (Premarital Check Up) sebagai Upaya Pemeliharan Keturunan (Hifz} al-nasl) Dalam

Lebih terperinci

CONTOH IJTIHAD DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

CONTOH IJTIHAD DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI CONTOH IJTIHAD DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Agama Islam Nama : Wuri Utami Kelas : X IPA 6 No. Absen : 34 SMA NEGERI 3 BANDUNG 2014 1. Menyambung Rambut Mazhab Maliki

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI IBU PENGGANTI (SURROGATE MOTHER)/ SEWA RAHIM DITINJAU DARI HUKUM ISLAM Untuk memenuhi sebagian persyaratan Untuk mencapai derajat S-1 pada Program Studi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah menguraikan tentang pembahasan dan analisis sesuai dengan memperhatikan pokok-pokok permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, yang berjudul Pendapat Hakim Pengadilan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama 54 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pernikahan poligami hanya terbatas empat orang isteri karena telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal

Lebih terperinci

MENURUT HUKUM DI INDONESIA

MENURUT HUKUM DI INDONESIA SURROGATE MOTHER MENURUT HUKUM DI INDONESIA Oleh : Nyoman Angga Pandu Wijaya I Wayan Novy Purwanto Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract This Paper is about Surrogate Mother by

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Tinjauan Hukum Islam terhadap Status Anak yang Dilahirkan melalui

BAB IV ANALISIS. A. Tinjauan Hukum Islam terhadap Status Anak yang Dilahirkan melalui 56 BAB IV ANALISIS A. Tinjauan Hukum Islam terhadap Status Anak yang Dilahirkan melalui Surogate Mother (Sewa Rahim) Teknologi reproduksi buatan merupakan penemuan yang dikembangkan oleh para ahli kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI PROSES KLONING. A. Kedudukan Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Kloning

BAB III KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI PROSES KLONING. A. Kedudukan Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Kloning BAB III KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI PROSES KLONING A. Kedudukan Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Kloning Penerapan kloning pada manusia mendapat tanggapan yang beragam dari berbagai kalangan,

Lebih terperinci

1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi kedokteran modern semakin canggih. Salah satu tren yang berkembang saat ini adalah fenomena bayi tabung. Teknologi ini telah dirintis oleh PC Steptoe dan

Lebih terperinci

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN MAJELIS HAKIM DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO NO. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda A. Analisis Yuridis Pertimbangan Dan Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang terjadi dalam hidup manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG A. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Malang dalam Penolakan Izin Poligami

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK

ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK Keluarga kecil (Small Family) adalah kumpulan individu yang terdiri dari orang tua (Bapak Ibu) dan anak-anak. Dalam Islam, hubungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia di dunia ini yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik antara satu dengan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI IBU PENGGANTI (SUBROGATE MOTHER) DITINJAU DARI HUKUM KEKELUARGAAN ISLAM

KEDUDUKAN HUKUM ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI IBU PENGGANTI (SUBROGATE MOTHER) DITINJAU DARI HUKUM KEKELUARGAAN ISLAM KEDUDUKAN HUKUM ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI IBU PENGGANTI (SUBROGATE MOTHER) DITINJAU DARI HUKUM KEKELUARGAAN ISLAM Bella Habibilah, Wismar Ain Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Jalan Arjuna Utara

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

Persenyawaan Buatan Dan Bayi Tabung Uji

Persenyawaan Buatan Dan Bayi Tabung Uji Persenyawaan Buatan Dan Bayi Tabung Uji 1) Ketetapan-Ketetapan Syarak Yang Berkaitan Dengan Tajuk Perbahasan 1.1 Kaedah kelahiran bayi secara fitrah adalah bermula dengan pertemuan dua anggota sulit antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera. BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah suatu proses penyatuan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam membentuk rumah tangga yang bahagia dan sejahtera, karena itu perkawinan dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAYI TABUNG DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN HAK UNTUK MEWARIS

BAYI TABUNG DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN HAK UNTUK MEWARIS BAYI TABUNG DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN HAK UNTUK MEWARIS Oleh Ida Bagus Wisnu Guna Diatmika I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Pesatnya kemajuan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN IZIN POLIGAMI TANPA ADANYA SYARAT ALTERNATIF PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KOTA MALANG NO. 913/Pdt.P/2003/PA.Mlg A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka rumusan kesimpulan yang

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka rumusan kesimpulan yang BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian sebelumnya, maka rumusan kesimpulan yang dikemukakan dalam bab penutup ini, bukan merupakan ikhtisar dari keseluruhan tulisan, tetapi merupakan penegasan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017. ASPEK HUKUM TERHADAP BAYI TABUNG DAN SEWA RAHIM DARI PERSPEKTIF HUKUM PERDATA 1 Oleh: David Lahia 2

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017. ASPEK HUKUM TERHADAP BAYI TABUNG DAN SEWA RAHIM DARI PERSPEKTIF HUKUM PERDATA 1 Oleh: David Lahia 2 ASPEK HUKUM TERHADAP BAYI TABUNG DAN SEWA RAHIM DARI PERSPEKTIF HUKUM PERDATA 1 Oleh: David Lahia 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum anak yang lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H Status Perkawinan Orang Murtad (Studi Komparatif Mazhab Syafi'i dan KHI) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Pada Fakultas Syari'ah/Jurusan Ahwal Asy-Syakhsiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai ibu rumah tangga, dan anak atau anak-anak sebagai anggota keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai ibu rumah tangga, dan anak atau anak-anak sebagai anggota keluarga. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Struktur keluarga ideal terdiri dari atas suami sebagai kepala keluarga, istri sebagai ibu rumah tangga, dan anak atau anak-anak sebagai anggota keluarga. Kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Lebih terperinci

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan Usia Dini 1. Pengertian Perkawinan Usia Dini Menurut Ali Akbar dalam Rouf (2002) untuk menentukan seseorang melaksanakan kawin usia dini dapat dilihat dari sudut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kasus Posisi Sebelum menjelaskan mengenai kasus posisi pada putusan perkara Nomor 321/Pdt.G/2011/PA.Yk., penulis akan memaparkan jumlah perkara poligami yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN % jumlah penduduk mengalami infertilitas. Insidensi infertilitas meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN % jumlah penduduk mengalami infertilitas. Insidensi infertilitas meningkat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yang dimaksud dengan infertilitas adalah setahun berumah tangga dengan persetubuhan yang tidak memakai pelindung belum terjadi kehamilan. Kurang lebih 10-15% jumlah

Lebih terperinci

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN A. Analisis Latar Belakang Terjadinya Pernikahan Sirri Seorang Istri yang Masih dalam Proses

Lebih terperinci

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh HENDRIX

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai salah satu asas hidup yang utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna bahkan Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai

Lebih terperinci

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap pandangan mazhab Maliki dan mazhab Syafi i tentang menikahkan wanita hamil karena zina, maka penyusun dapat menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini memiliki arti bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya, tentu akan membutuhkan bantuan dari manusia

Lebih terperinci

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict Heniyatun 1 *, Puji Sulistyaningsih 2, Bambang Tjatur Iswanto 3 1,2,3 Hukum/Fakultas Hukum, *Email: heniyatun@ummgl.ac.id Keywords:

Lebih terperinci

Bayi Tabung (Fertilisasi In Vitro) Dengan Menggunakan Sperma Donor dan Rahim Sewaan (Surrogate Mother) dalam Perspektif Hukum Perdata

Bayi Tabung (Fertilisasi In Vitro) Dengan Menggunakan Sperma Donor dan Rahim Sewaan (Surrogate Mother) dalam Perspektif Hukum Perdata Volume 1 Issue 2, September 2017: pp. 196-219. Copyright 2017 HOLREV. Faculty of Law, Halu Oleo University, Kendari, Southeast Sulawesi, Indonesia. ISSN: 2548-1762 e-issn: 2548-1754. Open Access at: http://ojs.uho.ac.id/index.php/holrev/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagian yang terkecil dan yang pertama kali digunakan manusia sebagai sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga inilah kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna. Salah satu buktinya bahwa manusia diberikan cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup bermasyarakat, karena sebagai individu, manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu amalan sunah yang disyari atkan oleh Al- Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, segala sesuatu

Lebih terperinci

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Persoalan nikah bukanlah persoalan baru yang diperbincangkan publik, tetapi merupakan persoalan klasik yang telah dikaji sejak lama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupannya. Selain membutuhkan orang lain manusia juga membutuhkan pendamping hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1988, hlm. 104

BAB I PENDAHULUAN. 1 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1988, hlm. 104 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Lebih terperinci

BAB III FERTILISASI IN VITRO. yang telah berkembang di dunia kedokteran. Kata inseminasi

BAB III FERTILISASI IN VITRO. yang telah berkembang di dunia kedokteran. Kata inseminasi BAB III FERTILISASI IN VITRO A. Pengertian Fertilisasi In Vitro Fertilisasi in Vitro merupakan salah satu dari teknik inseminasi buatan 1 yang telah berkembang di dunia kedokteran. Kata inseminasi berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia dilahirkan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya untuk membina suatu hubungan. Sebagai realisasi manusia dalam membina hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini dikarenakan pada hakikatnya kehidupan setiap manusia diawali dengan perjanjian dengan-nya untuk

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK 60 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK Salah satu asas kewarisan Islam adalah asas bilateral yang merupakan perpaduan dari dua

Lebih terperinci

BAB III ABORSI PERSPEKTIF FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB III ABORSI PERSPEKTIF FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN BAB III ABORSI PERSPEKTIF FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN A. Aborsi Dalam Perspektif Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) 1. Dasar-dasar dan Prosedur Penetapan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin

BAB V PENUTUP. A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin 72 BAB V PENUTUP A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dan segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Pandangan tersebut didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian tentang perkawinan di Indonesia tercantum dalam Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disana dijelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan Yang. atau hala-hal yang tidak diinginkan terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan Yang. atau hala-hal yang tidak diinginkan terjadi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci