KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN CANTRANG DI PERAIRAN BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR ACHMAD ALEXANDER LEO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN CANTRANG DI PERAIRAN BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR ACHMAD ALEXANDER LEO"

Transkripsi

1 KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN CANTRANG DI PERAIRAN BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR ACHMAD ALEXANDER LEO MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2010 Achmad Alexander Leo

3 KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN CANTRANG DI PERAIRAN BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR ACHMAD ALEXANDER LEO Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

4 ABSTRAK ACHMAD ALEXANDER LEO, C Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Dibimbing oleh ARI PURBAYANTO dan MOCHAMMAD RIYANTO. Semenjak pelarangan pengoperasian alat tangkap trawl yang disertai terbitnya Keppres No. 39 tahun 1980, penggunaan alat tangkap cantrang mulai berkembang sebagai alat tangkap alternatif pengganti trawl. Cantrang merupakan alat tangkap dengan produktivitas tinggi namun cukup selektif terhadap hasil tangkapan. Selain itu, cantrang juga mudah dibuat dan relatif tidak memakan biaya tinggi, baik dalam pembuatan maupun perawatannya. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung perbandingan, komposisi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan cantrang, serta menentukan tingkat keanekaragaman dan dominansi hasil tangkapan cantrang di perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti operasi unit penangkapan cantrang selama enam hari dengan menggunakan KM. Semi Jaya yang berbasis di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan informasi bahwa perbandingan antara hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan yaitu 51% dan 49%. Bobot total hasil tangkapan utama yang didapat adalah 1700 kg yang terdiri dari 9 jenis ikan, sedangkan bobot total hasil tangkapan sampingan adalah 1615 kg. Selain itu, dapat diketahui juga nilai indeks keanekaragaman sebesar 0,57 yang menandakan bahwa keanekaragaman hasil tangkapan cukup rendah dengan selektivitas hasil tangkapan yang cukup tinggi. Sedangkan indeks dominansi sebesar 0,77 yang menandakan dominansi yang terjadi cukup tinggi, yaitu ikan pepetek (Leiognathus sp.) sebanyak ekor. Kata kunci: cantrang, Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, hasil tangkapan

5 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NRP Mayor : Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur : Achmad Alexander Leo : C : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. Mochammad Riyanto, S.Pi, M.Si. NIP: NIP: Mengetahui: Ketua Departemen, Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP: Tanggal lulus: 9 November 2010

6 KATA PENGANTAR Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih pada penelitian yang berlangsung pada tanggal 3-17 Mei 2009 di Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur adalah komposisi hasil tangkapan, dengan judul Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc dan Bapak Mochammad Riyanto, S.Pi, M.Si sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingannya selama penulisan skripsi ini; 2. Bapak Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si selaku Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan; 3. Bapak Ir. Ronny Irawan Wahyu, M.Phill selaku penguji tamu atas kesediaan waktu, serta saran, arahan, dan masukannya; 4. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) Semarang yang telah memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini; 5. Bapak Fachruddin dan Staff BBPPI Semarang serta Keluarga Bapak Barli dan semua ABK Kapal Semi Jaya yang telah membantu kelancaran penelitian; 6. Pihak terkait yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, November 2010 Achmad Alexander Leo

7 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT. atas berkat dan rahmat-nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan; 2. Ayahanda Zulkarnain dan ibunda Yoyoh Maisaroh yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan, baik moril maupun materil, serta berbagai hal lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu; 3. Teh Idie, Teh Imeng, The Ira, Bang Abe, Bang Deny, Bang Ardi, dan Jojo yang telah memotivasi agar terus berusaha keras menjalani hidup; 4. Syarifah Fatimah S.E yang telah memberikan pengalaman dan pelajaran berharga serta semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik; 5. Teman-teman seperjuangan di Departemen PSP, khususnya Angkatan 42 atas kekompakan dan kebersamaan yang indah dan membekas selama ini; 6. Asep Hamzah, Septanty, Didin Komarudin, S.Pi, Yuliana Widya Hadi, S.Pi Dian Indrawatie, S.Pi, Noveldesra Suhery, S.Pi, M. Anggi Natapraja, S.Pi, Anjaya Purwa W. yang telah bersedia direpotkan selama proses penyelesaian skripsi ini; dan 7. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Mei 1986 di Tangerang sebagai putra keempat dari lima bersaudara Bapak Zulkarnain dan Ibu Yoyoh Maisaroh. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tangerang tahun Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi di mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan, antara lain menjadi staff Departemen Penelitian dan Pengembangan Keprofesian pada Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode dan menjadi Ketua Departemen Pengembangan Minat dan Bakat Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode Penulis juga pernah bekerja menjadi staff pengajar di lembaga bimbingan belajar Florenza Private Course selama penulisan skripsi ini.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Cantrang Unit Penangkapan Ikan Alat penangkapan ikan Kapal Nelayan Daerah dan Musim Penangkapan Ikan Hasil Tangkapan Keanekaragaman Hasil Tangkapan Indeks Dominansi METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Pengumpulan Data Pengoperasian Alat Tangkap Cantrang Persiapan penangkapan ikan Operasi penangkapan Tahap penanganan hasil tangkapan Analisis Data KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografi dan Topografi Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan Daerah Penangkapan Ikan Perkembangan Produksi Perikanan Alat Tangkap di Kabupaten Lamongan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong ix

10 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang Komposisi hasil tangkapan utama Komposisi hasil tangkapan sampingan Distribusi ukuran hasil tangkapan utama Distribusi ukuran hasil tangkapan sampingan Keragaman Hasil Tangkapan KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah nelayan berdasarkan alat tangkap di PPN Brondong Hasil tangkapan cantrang Produksi perikanan Kabupaten Lamongan Alat tangkap di Kabupaten Lamongan Produksi PPN Brondong per tahun Alat tangkap di PPN Brondong Jenis dan bobot hasil tangkapan cantrang selama penelitian Nilai proporsi spesies hasil tangkapan xi

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Sketsa baku konstruksi alat tangkap cantrang Ilustrasi pukat tarik cantrang Peta lokasi penelitian Komposisi hasil tangkapan utama (kg) Komposisi hasil tangkapan sampingan (kg) Sebaran panjang total ikan buntal Sebaran panjang total ikan kurisi Sebaran panjang total ikan kapasan Sebaran panjang total ikan kerapu Sebaran panjang total ikan kakap merah Sebaran frekuensi berat ikan hasil tangkapan utama Sebaran frekuensi lingkar tubuh (girth) ikan hasil tangkapan utama Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan buntal Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kurisi Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kapasan Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kerapu Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kakap merah Sebaran panjang total ikan beloso Sebaran panjang total ikan biji nangka Sebaran panjang total ikan lencam Sebaran panjang total ikan kerong-kerong Sebaran panjang total ikan barakuda Sebaran frekuensi berat ikan hasil tangkapan sampingan Sebaran frekuensi lingkar tubuh (girth) ikan hasil tangkapan sampingan Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan beloso Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan biji nangka Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan lencam Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kerong-kerong Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan barakuda xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Gambar konstruksi alat tangkap cantrang Spesifikasi alat tangkap cantrang Peralatan yang digunakan selama penelitian Ikan hasil tangkapan utama Ikan hasil tangkapan sampingan Daftar harga ikan hasil tangkapan Data pengoperasian cantrang xiii

14 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan alat tangkap yang menggunakan jaring di pantai utara Pulau Jawa semakin pesat tiap tahunnya. Diawali dengan meledaknya penggunaan pukat harimau atau yang lebih dikenal dengan trawl. Penggunaan trawl di perairan utara Pulau Jawa, yaitu Laut Jawa dan sekitarnya terus bertambah sejak awal tahun 1970-an. Penggunaan trawl yang berlebihan ini menimbulkan dampak-dampak yang negatif bagi dunia perikanan Indonesia antara lain benturan-benturan sosial dengan nelayan tradisional dan mengancam keberadaan sumber daya ikan di kemudian hari karena metode pengoperasiannya yang menyapu dasar perairan dan memiliki mata jaring yang cukup kecil. Trawl ini juga merusak keberadaan terumbu karang yang berada pada dasar perairan Laut Jawa. Hal ini disadari pemerintah Indonesia dengan sehingga diantisipasi dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 39 Tahun 1980 Tentang Penghapusan Jaring Trawl. Keppres Nomor 39 Tahun 1980 membahas tentang pelaksanaan pembinaan kelestarian sumberdaya ikan dasar, mendorong peningkatan produksi yang dihasilkan oleh para nelayan tradisional, dan menghindarkan terjadinya ketegangan-ketegangan sosial. Dunia internasional juga mengalami akibat buruk dari penggunaan trawl di beberapa negara di dunia. Sehingga FAO pun mengeluarkan aturan main agar sumberdaya ikan tetap terjaga yaitu dengan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). CCRF ini merupakan aturan pelaksanaan global untuk perikanan yang bertanggung jawab yang menetapkan prinsip-prinsip dan standar perilaku internasional dengan maksud untuk memastikan konservasi, pengelolaan, dan pengembangan sumberdaya akuatik yang efektif berkenaan dengan ekosistem dan biodiversitas. Salah satu himbauan yang tertuang dalam CCRF bahwa alat tangkap dan praktek penangkapan yang selektif dan ramah lingkungan sebaiknya dikembangkan dan diterapkan, sejauh dapat dilaksanakan untuk menjamin biodiversitas, melindungi struktur populasi dan ekosistem akuatik dan melindungi kualitas ikan (FAO, 1995).

15 2 Munculnya Keppres yang melarang penggunaan trawl di kawasan Laut Jawa dan sekitarnya membuat nelayan, khususnya nelayan pantai utara Jawa, mencari alat tangkap alternatif sebagai pengganti trawl. Dimulai dengan memodifikasi ukuran dan bentuk trawl itu sendiri sehingga tidak bertentangan dengan Keppres Nomor 39 Tahun 1980, sampai dengan membuat alat tangkap baru yang keefektifannya diharapkan dapat mendekati trawl. Salah satu hasil modifikasi alat tangkap yang memiliki produktivitas yang tinggi dan cukup efektif dalam menangkap ikan dasar seperti trawl adalah cantrang. Cantrang merupakan alat tangkap yang memiliki tiga bagian utama, yaitu sayap, badan, dan kantong. Cantrang dioperasikan dengan cara ditarik di atas kapal yang tidak bergerak atau sedang berlabuh di perairan. Selain itu, dasar perairan daerah pengoperasian harus datar dan berlumpur atau berpasir (Bambang, 2006). Cantrang sendiri sudah mulai dipopulerkan semenjak adanya pelarangan panggunaan trawl, khususnya di daerah Laut Jawa dan sekitarnya. Cantrang banyak digunakan di perairan utara Jawa, termasuk perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Alasan penggunaan alat tangkap cantrang adalah mudah dibuat dan relatif murah dalam pembuatannya, sehingga alat tangkap ini memiliki perkembangan yang cukup pesat. Dilihat dari keadaan geografis, Kecamatan Brondong dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu daerah pantai dan daerah pertanian. Daerah pantai terletak di sebelah utara yang meliputi Kelurahan Brondong, Desa Sedayu Lawas, Desa Labuhan dan Lohgung. Karakteristik kawasan Kecamatan Brondong merupakan kawasan pemukiman perkotaan dengan kegiatan perikanan sebagai aktivitas dominan bagi daerah yang terletak di sepanjang pantai utara (pemukiman nelayan). Menurut Suhery (2010), penggunaan alat tangkap cantrang cukup menguntungkan bagi nelayan karena lamanya waktu kembalinya modal pembuatan unit penangkapan cantrang (payback period) relatif cukup singkat, yaitu selama 1,7 tahun. Maraknya penggunaan alat tangkap cantrang di daerah perairan utara Jawa, dalam hal ini perairan Brondong, memberikan kontribusi terhadap penghasilan nelayan. Hal ini disebabkan karena alat tangkap cantrang dapat menangkap ikan dalam jumlah maupun jenis yang banyak. Selain itu, murahnya

16 3 biaya pembuatan satu unit penangkapan cantrang juga menyebabkan perkembangan alat tangkap cantrang di daerah Brondong semakin pesat. Adapun penelitian yang pernah dilakukan mengenai alat tangkap cantrang adalah Kajian Teknis Pengoperasian Cantrang Di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur (Suhery, 2010). Penelitian mengenai komposisi hasil tangkapan cantrang masih sangat jarang ditemui, terutama di daerah perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Berdasarkan pada hal tersebut, maka penelitian tentang cantrang ini masih perlu dilakukan Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menghitung perbandingan dan komposisi hasil tangkapan utama serta hasil tangkapan sampingan alat tangkap cantrang dan menentukan tingkat keanekaragaman dan dominansi hasil tangkapan cantrang Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi tentang hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan, keanekaragaman, dan dominansi spesies hasil tangkapan cantrang di perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

17 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Cantrang Cantrang adalah alat tangkap berbentuk jaring yang apabila dilihat dari bentuknya menyerupai alat tangkap payang, tetapi ukuran di tiap bagiannya lebih kecil. Jika dilihat dari fungsi dan hasil tangkapan utamanya, cantrang menyerupai trawl, tetapi bentuknya lebih sederhana dan pada saat pengoperasiannya tidak ditarik oleh kapal dan tidak menggunakan pembuka jaring (Subani dan Barus, 1989). Secara umum, cantrang digolongkan ke dalam kelompok Danish Seine atau Snurrevard yang terdapat di Eropa dan beberapa di kawasan Amerika (George et al, 1953 dalam Subani dan Barus, 1989). Cantrang terdiri dari tiga bagian utama, yaitu sayap, badan, dan kantong. Sayap berfungsi sebagai penggiring agar ikan dapat masuk menuju kantong melalui badan. Badan berfungsi untuk mengkonsentrasikan ikan menuju kantong dalam satu arah dan kantong akan menampung ikan-ikan yang masuk sebagai hasil tangkapan (Bambang, 2006). Cantrang berbeda dengan pukat hela. Sering terjadi kesalahan mengenai pengertian pukat hela dan cantrang. Seringkali cantrang disamakan dengan pukat hela. Pukat hela menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan PER.06/MEN/2008 Tentang Penggunaan Alat Penangkap Ikan Pukat Hela Di Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara, Pukat Hela adalah semua jenis alat penangkap ikan berbentuk jaring berkantong, berbadan dan bersayap yang dilengkapi dengan pembuka jaring yang dioperasikan dengan cara ditarik/ dihela menggunakan satu kapal yang bergerak. Kapal Pukat Hela adalah kapal penangkap ikan yang menggunakan alat penangkap ikan pukat hela. Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI ) definisi pukat hela adalah alat penangkap ikan berbentuk kantong yang terbuat dari jaring dan terdiri dari dua bagian sayap pukat, bagian badan serta bagian kantong pukat. Menurut SNI , pukat tarik cantrang adalah alat penangkap ikan berkantong tanpa alat pembuka mulut pukat dengan tali selambar yang pengoperasiannya di dasar perairan dengan cara melingkari gerombolan ikan, penarikan dan pengangkatan pukat (hauling) dari atas kapal.

18 5 2.2 Unit Penangkapan Ikan Alat penangkap ikan Konstruksi alat tangkap cantrang secara umum terdiri atas kantong, sayap, badan, dan mulut (Bambang, 2006). Berikut gambaran umum bagian-bagian cantrang : 1) Kantong (Cod end), merupakan bagaian jaring tempat terkumpulnya hasil tangkapan. Pada ujung kantong diikat dengan tali untuk menjaga agar hasil tangkapan tidak mudah lolos (terlepas). 2) Badan (Body), merupakan bagian jaring terbesar, terletak antara sayap dan kantong. Bagian ini berfungsi untuk menghubungkan bagian sayap dan kantong untuk menampung jenis ikan dasar dan udang sebelum masuk ke dalam kantong. Badan tediri atas bagian-bagian kecil jaring dengan ukuran mata jaringnya berbeda-beda. 3) Sayap (Wing), adalah bagian jaring yang merupakan sambungan atau perpanjangan badan sampai tali salambar. Bagian ini juga sering disebut jaring pengarah. Sayap terdiri dari sayap kanan dan sayap kiri, masing-masing memiliki sayap atas (upper wing) dan sayap bawah (lower wing). Kedua sayap membentuk mulut jaring yang terdiri dari mulut atas (head line) yang diikatkan tali ris atas (head rope) sebagai tempat pelampung dan mulut bawah (ground line) yang diikatkan tali ris bawah (ground rope) yang diberi pemberat. Fungsi sayap adalah untuk menghadang dan mengarahkan ikan agar masuk ke dalam kantong. 4) Mulut (Mouth), alat cantrang memiliki bibir atas dan bibir bawah yang berkedudukan sama. Pada mulut jaring terdapat: (1) Pelampung (float): tujuan umum penggunan pelampung adalah untuk memberikan daya apung pada alat tangkap cantrang yang dipasang pada bagian tali ris atas (bibir atas jaring) sehingga mulut jaring dapat terbuka. (2) Pemberat (Sinker): dipasang pada tali ris bagian bawah dengan tujuan agar bagian-bagian jaring yang dipasangi pemberat ini cepat tenggelam dan tetap berada pada posisinya (dasar perairan) meskipun mendapat pengaruh dari arus.

19 6 (3) Tali Ris Atas (Head Rope) : berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian sayap jaring, badan jaring (bagian bibir atas) dan pelampung. (4) Tali Ris Bawah (Ground Rope) : berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian sayap jaring, bagian badan jaring (bagian bibir bawah) jaring dan pemberat. (5) Tali Penarik (Warp) : berfungsi untuk menarik jaring selama di operasikan. Gambar 1 Ilustrasi pukat tarik cantrang (Bambang,2006).

20 7 Keterangan : 1) Panjang bagian-bagian pukat kearah memanjang : Panjang tali ris atas : l Panjang tali ris bawah : m Panjang mulut jaring : a Panjang total jaring : b Panjang bagian sayap atas : c Panjang bagian sayap bawah : d Panjang bagian badan jaring : e Panjang bagian kantong jaring : f 2) Panjang bagian-bagian pukat kearah melintang : Keliling mulut jaring : a Setengah keliling mulut jaring : h Lebar ujung depan sayap atas : g2 Lebar ujung belakang sayap atas : g1 Lebar ujung depan sayap bawah : h2 Lebar ujung belakang sayap bawah : h1 Lebar ujung depan badan : i Lebar ujung belakang badan : i1 Lebar ujung depan kantong : j Lebar ujung belakang kantong : j1 Gambar 2 Sketsa baku konstruksi alat tangkap cantrang (Bambang,2006).

21 8 Alat bantu penangkapan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mempermudah dan melancarkan kegiatan penangkapan ikan. Alat bantu yang umum diunakan dalam pengoperasian alat tangkap cantrang antara lain: 1) GPS (Global Positioning System), digunakan untuk mangetahui tempat atau titik-titik daerah pengoperasian cantrang yang telah ataupun akan dilakukan. Selain itu, GPS juga digunakan untuk mengatahui arah pulang ke darat. 2) Gardan, digunakan untuk menarik jaring dan menggulung tali selambar. 3) Troller, yaitu 2 pasang besi yang dipasang sebagai jagaan agar tali selambar tetap pada jalurnya Kapal Berdasarkan Undang- undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/ eksplorasi perikanan. Kapal yang digunakan dalam pengoperasian alat tangkap cantrang pada umumnya memiliki kapasitas antara GT. Panjang kapal berkisar antara meter dan lebar antara 6-8 meter. Bentuk badan kapal cantrang adalah U bottom. Hal ini karena pada saat pengoperasian alat tangkap cantrang dibutuhkan kestabilan kapal yang cukup baik Nelayan Undang- undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004, mendefinisikan nelayan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan menurut waktu kerjanya dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkan ikan. 2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan 3) Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan.

22 9 Pada perairan Brondong, khususnya nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong didominansi oleh nelayan dengan alat tangkap dogol besar, dogol kecil, dan payang. Cantrang di daerah Brondong pada umumnya disebut payang. Oleh karena itu, cantrang dimasukkan ke dalam kelompok payang. Untuk lebih jelasnya dapat dlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah nelayan berdasarkan alat tangkap di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong tahun 2008 No Jenis Alat Tangkap Mini purse seine Dogol Besar Dogol Kecil Payang Rawai Gill net Lain lain Jumlah Alat Tangkap (Unit) Jumlah Nelayan / Alat Tangkap (orang) Jumlah Nelayan (orang) J u m l a h Sumber: PPN Brondong Daerah dan Musim Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan suatu daerah perairan yang digunakan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan penangkapan, atau daerah yang diduga terdapat gerombolan ikan. Sulit untuk meramalkan arah dan letak secara pasti perpindahan gerombolan ikan, karena keterbatasan penglihatan manusia terhadap kedalaman perairan (Ayodhyoa, 1981). Langkah awal dalam pengperasian alat tangkap ini adalah mencari daerah penangkapan (fishing ground). Menurut Damanhuri (1980), suatu perairan dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan yang baik apabila memenuhi persyaratan di bawah ini: 1) Di daerah tersebut terdapat ikan yang melimpah sepanjang tahun. 2) Alat tangkap dapat dioperasikan dengan mudah dan sempurna. 3) Lokasi tidak jauh dari pelabuhan sehingga mudah dijangkau oleh perahu.

23 10 4) Keadaan daerahnya aman, tidak biasa dilalui angin kencang dan bukan daerah badai yang membahayakan. Penentuan daerah penangkapan dengan alat tangkap cantrang hampir sama dengan trawl. Cantrang dioperasikan pada daerah perairan yang dasarnya datar dengan substrat berlumpur atau berpasir, tidak berbatu karang dan tidak terdapat benda-benda yang mungkin dapat merusak alat tangkap cantrang di dasar perairan (Bambang, 2006). Menurut Ayodhyoa (1981), syarat-syarat daerah penangkapan bagi trawl dasar antara lain adalah sebagai berikut: 1) Perairan berpasir ataupun berlumpur, tidak berbatu karang, tidak terdapat benda-benda yang mungkin akan menyangkut ketika jaring ditarik, misalnya kapal yang tengelam, bekas-bekas tiang dan sebagainya; 2) Dasar perairan mendatar, tidak terdapat perbedaan kedalaman yang sangat menyolok; dan 3) Perairan mempunyai daya produktivitas yang besar serta sumber daya yang melimpah. Pada perairan pantai utara, khususnya perairan brondong, musim penangkapan terbagi menjadi tiga, yaitu Musim Timur, Musim Barat, dan Musim Peralihan. Musim Timur terjadi pada bulan Juni Agustus. Musim Barat terjadi pada bulan Desember Pebruari. Sedangkan Musim Peralihan terjadi antara pergantian Musim Barat ke Musim Timur atau sebaliknya (Mahiswara, 2004). 2.4 Hasil Tangkapan Hasil tangkapan pada alat tangkap cantrang terbagi menjadi dua, yaitu hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama adalah semua spesies yang menjadi sasaran utama dalam penangkapan. Disebut hasil tangkapan utama karena memilik nilai ekonomis yang tinggi. Sedangkan hasil tangkapan sampingan adalah semua spesies yang di luar hasil tangkapan utama. Nilai ekonomis hasil tangkapan sampingan lebih rendah daripada nilai ekonomis hasil tangkapan utama.

24 11 Jenis Spesies ikan yang biasa tertangkap oleh alat tangkap cantrang antara lain kurisi, udang jerbung, tembang, lemuru, ikan kembung, dan lain-lain. Berikut adalah hasil tangkapan cantrang: Tabel 2 Hasil tangkapan cantrang No. Nama Indonesia Nama Latin 1 Tongkol Auxis sp. 2 Tenggiri Scomberomorus sp. 3 Cucut botol Centrocymnus crepidater 4 Layang Decapterus kuroides 5 Selar kuning Selaroides leptolepis 6 Kuwe Caranx sexfaciatus 7 Tetengkek Megalaspis cordyla 8 Talang-talang Scomberoides commersonnianus 9 Teri Stolephorus spp. 10 Japuh Dussumieria acuta 11 Tembang Sardinella sp. 12 Lemuru Sardinella lemuru 13 Banyar/Kembung Lelaki Rastrelliger kanagurta 14 Golok-golok Chirocentrus dorab 15 Julung-julung Hemirhampus far 16 Alu-alu Sphyraena barracuda 17 Manyung Arius thalassinus 18 Bawal hitam Parastromateus niger 19 Bawal putih Pampus argenteus 20 Gulamah Argyrosomus amoyensis 21 Layur Trichiurus savala 22 Ikan sebelah Psettodes erumei 23 Pepetek Leiognathus sp. 24 Beloso Saurida tumbil 25 Kurisi Threadfin bream 26 Belanak Mugil cephalus 27 Pari burung Aetobatus spp. 28 Kakap merah/bambangan Lutjanus spp. 29 Kakap putih Lates calcarifer 30 Baronang Siganus guttatus 31 Ekor kuning Caesio cuning 32 Kerong-kerong Therapon jarbua 33 Udang jerbung/udang putih Penaeus merguiensis 34 Udang dogol Metapenaeus endeavouri 35 Udang krosok Parapenaeopsis sculptitis 36 Rajungan Portunus pelagicus

25 12 Lanjutan Tabel 2 No. Nama Indonesia Nama Latin 37 Kerang hijau Perna viridis 38 Cumi-cumi Loligo spp. 39 Sotong Sepia Spp. 40 Gurita Octopus spp. 41 Kuro Polynemus spp. 42 Kembung perempuan Rastrelliger neglectus 43 Biji Nangka Upeneus vittatus 44 Kerapu Cephalopholis boenack 45 Lemadang Coryphaena hippurus 46 Kuniran Upeneus sulphureus 47 Kapasan Gerres kapas 48 Remang Congresox talabon 49 Swanggi Priacanthus tayenus Sumber : DKP (2009). Menurut Hall (1999) yang diacu dalam Khaerudin (2006), hasil tangkapan sampingan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: 1) Spesies yang kebetulan tertangkap (incidental catch), hasil tangkapan yang tertangkap dan bukan merupakan spesies target dari operasi penangkapan. Incidental catch ini ada yang dimanfaatkan oleh nelayan dan ada yang dibuang, tergantung dari nilai ikan tersebut. 2) Spesies yang dikembalikan ke laut (discarded catch), yaitu bagian dari hasil tangkapan sampingan yang dikembalikan ke laut karena pertimbangan ekonomi atau pun karena spesies yang tertangkap tersebut adalah spesies yang dilindungi oleh hukum. Hasil tangkapan sampingan atau bycatch merupakan istilah yang pada awalnya hanya dikenal di kalangan nelayan. Hasil tangkapan sampingan merupakan bagian dari hasil tangkapan total yang tertangkap secara tidak sengaja bersamaan dengan spesies target yang diupayakan. Tidak ada satu pun alat tangkap pada usaha perikanan yang tidak menghasilan hasil tangkapan sampingan. Keberadaan hasil tangkapan sampingan yang cukup banyak pada setiap usaha penangkapan ikan menjadi isu dunia yang berkaitan dengan biodiversitas. Hasil tangkapan sampingan telah menjadi komponen yang terintegrasi dalam perikanan tangkap semenjak manusia memulai pemanfaatan

26 13 sumber daya dari laut, sungai, danau, dan daerah perairan lainnya sebagai sumber makanan (Alverson & Hughes, 1996). 2.5 Keanekaragaman Hasil Tangkapan Keanekaragaman menunjukkan kekayaan jenis dalam komunitas dan juga memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian jumlah individu tiap jenis (Odum, 1971). Keanekaragaman dapat dihitung berdasarkan indeks keanekaragaman. Indeks ini menggambarkan keadaan komunitas secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis keanekaragaman individu dalam suatu komunitas. Selain itu juga untuk melihat kestabilan komunitas dalam suatu ekosistem. Semakin banyak jenis yang ditemukan dalam contoh, maka semakin besar keanekaragamannya (Odum, 1971). Keanekaragaman spesies terdiri dari dua komponen, yaitu: 1) Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies. 2) Kesamarataan spesies yang menunjukkan bagaimana kelimpahan spesies itu (jumlah individu, biomass, dan sebagainya) tersebar antara banyak spesies itu. 2.6 Indeks Dominansi Indeks dominansi menunjukkan ada tidaknya dominansi dari suatu spesies di dalam suatu perairan. Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1. Apabila nilai indeks dominansi (c = 0), maka tidak ada jenis ikan yang mendominansi di perairan tersebut. Sebaliknya, apabila indeks dominansi (c > 0), berarti ada jenis ikan yang mendominansi di perairan tersebut (Wiendari, 1998). Menurut Wiyono et al (2006), hubungan indeks dominansi dengan penangkapan adalah indeks ini menunjukkan tingkat efektivitas alat tangkap terhadap target tangkapan. Nilai indeks dominansi yang tinggi menunjukkan alat tangkap memiliki efektivitas yang tinggi terhadap target tangkapan, dan apabila nilai indeks dominansi rendah menunjukkan alat tangkap memiliki tingkat efektivitas yang rendah terhadap target tangkapan.

27 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 13 bulan dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan bulan Mei Pengambilan dala lapangan dimulai sejak tanggal 4-10 Mei 2009, dengan mengikuti langsung kegiatan operasi penangkapan dari armada cantrang yang memiliki fishing base di Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur dan beroperasi di perairan sebelah selatan Pulau Bawean. Pengolahan data yang didapat dilakukan di Laboratorium Teknologi Penangkapan Ikan Departeman Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Insitut Pertanian Bogor. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

28 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Kapal cantrang Spesifikasi kapal cantrang dalam penelitian ini adalah: Nama : KM. Semi Jaya Pemilik : Bapak H. Barli Registrasi/ Tanda Selar : LP Panjang Kapal Seluruhnya (LOA) : 10 meter Lebar (Breadth) : 4 meter Dalam Kapal (Depth) : 1,25 meter Isi kotor (Gross tonnage) : 6 GT Motor penggerak : Yanmar 30 PK (2 buah) & Yanmar 23 PK (1 buah) Mesin bantu (mesin gardan) : Donfeng 30 PK (Stationery diese engine) Selain itu kapal ini juga dilengkapi oleh alat bantu navigasi yaitu berupa GPS. 2) Cantrang Cantrang yang digunakan dalam penelitian ini memiliki spesifikasi alat sebagai berikut: (1) Mulut jaring Cantrang memiliki bibir atas dan bibir bawah yang berkedudukan sama. Panjang mulut jaring adalah 51,3 meter. (2) Sayap jaring Sayap jaring berfungsi untuk mengarahkan hasil tangkapan masuk ke dalam jaring. Sayap pada cantrang terdiri atas dua bagian (double seam) yaitu: sayap bagian kiri dan sayap bagian kanan. Kedua sayap ini sama, baik bahan maupun ukurannya. Sayap terbuat dari beberapa bahan mayoritas bahan yang digunakan yaitu PE (Polyethylene), namun ada beberapa bagian sayap yang menggunakan bahan PA (Polyamide). Bagian sayap ini terdiri dari 5 kisi (panel) jaring. Total panjang sayap jaring cantrang 25,96 meter. Jumlah mata jaring pada sayap secara memanjang adalah 142 mata. Sedangkan

29 16 jumlah mata jaring pada sayap secara melintang adalah 585 mata. Ukuran mata jaring pada sayap bervariasi. Pada kisi kesatu sampai ketiga ukuran mata jaring adalah 190 mm. Sedangkan untuk kisi keempat adalah 185 mm dan kisi kelima adalah 160 mm. (3) Badan jaring Badan jaring adalah bagian tengah cantrang yang terbesar dari keseluruhan alat tangkap dan berfungsi untuk mengurung hasil tangkapan yang telah digiring oleh sayap. Panjang dari badan jaring ini 22,5 meter. Pada badan jaring in terdapat 15 kisi yang bervariasi jumlah dan ukuran mata jaringnya. Jumlah mata jaring pada badan jaring secara memanjang adalah 450 mata jaring. Sedangkan jumlah mata jaring pada badan jaring secara melintang adalah sebanyak 5366 mata jaring. (4) Kantong Kantong berfungsi sebagai tempat berkumpulnya hasil tangkapan sehingga hasil tangkapan tidak dapat melarikan diri lagi. Panjang kantong ini adalah 3 meter. Bagian kantong hanya terdiri dari satu kisi saja dengan jumlah mata jaring secara memanjang adalah 120 mata jaring dan secara melintang 160 mata jaring. Ukuran mata jaring pada bagian kantong ini adalah 25 mm. 3) Timbangan manual untuk menimbang hasil tangkapan, 4) Meteran dan measuring board mengukur panjang tubuh hasil tangkapan, 5) Jangka sorong untuk mengukur lebar hasil tangkapan dan mengukur diameter tali yang digunakan pada alat tangkap cantrang, 6) Kamera digital untuk mendokumentasikan semua kegiatan penelitian, 7) Buku identifikasi ikan untuk mengidentifikasi hasil tangkapan, 8) GPS merk Garmin untuk menentukan daerah penangkapan dan posisi pengoperasian alat tangkap cantrang, 9) Alat tulis dan data sheet untuk mencatat hasil tangkapan dan posisi pengoperasian alat tangkap cantrang, 10) Stopwatch untuk menghitung waktu setiap kali pengoperasian alat tangkap, dan 11) Peta laut untuk mengetahui lokasi pengoperasian.

30 Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung ke lapangan dengan mengikuti operasi penangkapan dengan alat tangkap cantrang di perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Jumlah trip adalah satu kali dengan 60 kali hauling selama 6 hari operasi penangkapan, dengan rincian sebagai berikut : 1) Hari pertama hanya digunakan untuk perjalanan menuju daerah penangkapan ikan. Berangkat dari fishing base pada pukul WIB dan sampai pada fishing ground pada pukul WIB 2) Hari kedua sampai hari kelima dilakukan operasi penangkapan dimulai pukul WIB 3) Hari keenam dilakukan pula operasi penangkapan dimulai dari pukul WIB tetapi hanya sampai pukul WIB dan selanjutnya langsung menuju fishing base Dalam kegiatan tersebut dilakukan pengamatan dan pengumpulan data tentang komposisi hasil tangkapan yang meliputi jenis dan berat hasil tangkapan, serta lokasi penangkapan ikan. Pengumpulan data tentang komposisi hasil tangkapan dilakukan dengan mengambil sampling dari beberapa jenis ikan hasil tangkapan. Ikan yang diukur panjang total, berat tubuh, dan lingkar tubuh masing-masing berjumlah 100 ekor tiap jenis ikan hasil tangkapan. Pengukuran ini dilakukan saat nelayan melakukan penyortiran hasil tangkapan di atas dek kapal. Ikan hasil tangkapan yang dijadikan sampling diukur terlebih dahulu panjang totalnya, ditimbang beratnya, diukur lingkar tubuhnya, dan kemudian didokumentasikan menurut jenis ikannya. Setelah itu dilakukan pencatatan hasil pengukuran tersebut di dalam datasheet hasil tangkapan ikan. Pada saat sampling, ikan hasil tangkapan diambil dalam jumlah yang sama pada tiap jenis ikan. Sampling dilakukan secara acak pada beberapa hauling. Hal ini dimaksudkan sampling yang dilakukan dapat mewakili hasil tangkapan yang didapatkan pada setiap hauling.

31 18 Data sekunder didapatkan dari Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong, Lamongan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lamongan dan Tempat Pelelangan Ikan Brondong. 3.4 Pengoperasian Alat Tangkap Cantrang Persiapan penangkapan ikan Sebelum kapal berangkat ke fishing ground, terlebih dahulu dilakukan persiapan penangkapan ikan, yaitu menyiapkan kapal, surat-surat kapal, perbekalan makanan, bahan bakar, alat tangkap, alat bantu penangkapan, dan kelengkapan ABK. Perjalanan dari fishing base menuju daerah penangkapan atau fishing ground membutuhkan waktu kurang lebih 6 jam perjalanan dengan kecepatan rata-rata kapal 9 knot, berangkat pada pukul WIB dan tiba di daerah penangkapan pukul WIB. Setelah sampai di daerah penangkapan, tidak langsung melakukan operasi penangkapan karena sudah sore dan menjadi gelap. Hal ini karena alat tangkap cantrang dioperasikannya pada pagi sampai sore hari Operasi penangkapan Tahap pengoperasian alat tangkap cantrang dibagi tiga yaitu setting atau penurunan jaring, soaking atau perendaman, dan hauling atau pengangkatan jaring. 1) Setting atau penurunan jaring Pelaksaaan setting atau penurunan jaring dilakukan hanya pada saat terang, yaitu dimulai pada pukul WIB. Pada saat setting perlu memperhatikan beberapa faktor, antara lain keadaan cuaca, arah dan kecepatan arus, gelombang, bentuk, dan kedalaman perairan. Alat tangkap cantrang yang akan dioperasikan disiapkan terlebih dahulu di dek kapal sebelah kanan. Setelah semuanya siap, bagian cantrang yang diturunkan adalah pelampung tanda yang terhubung dengan tali selambar sebelah kanan cantrang. Setelah itu kapal bergerak membentuk lingkaran tidak sempurna. Selama kapal bergerak kecepatan rata-rata kapal adalah 4-7 knot. Selama kapal bergerak tersebut, mesin gardan mulai dinyalakan untuk penarikan jaring. Setelah tali selambar telah turun seluruhnya, kantong

32 19 cantrang mulai diturunkan yang dilanjutkan dengan tali selambar sebelah kiri. Kemudian kapal menuju ke pelampung tanda yang awal diturunkan, lalu mengambilnya dari sebelah kanan kapal. Tali selambar sebelah kanan dan kiri selanjutnya dilingkarkan ke gardan agar memudahan dalam penarikan jaring dan dapat langsung digulung. Lama setting kurang lebih berkisar antara menit. 2) Soaking atau perendaman Setelah dilakukan setting, jaring dibiarkan dulu agar dapat tenggelam secara sempurna atau biasa disebut soaking. Lama soaking kurang lebih 5 menit setelah semua bagian alat tangkap cantrang selesai diturunkan. Pada saat soaking, kapal diusahakan tidak terlalu banyak bergerak dan mesin kapal dibiarkan hidup dengan putaran mesin rendah agar kapal tidak bergerak. 3) Hauling atau pengangkatan jaring Pada saat hauling juru mudi harus memperhatikan olah gerak kapal agar memudahkan ABK dalam melakukan hauling. Setelah jaring tenggelam seluruhnya, mesin gardan mulai berputar menggulung tali selambar. Pada saat penarikan ini daya dorong kapal harus disesuaikan dengan daya tarik mesin gardan agar kapal tidak bergerak maju atau mundur. Pada awal hauling putaran mesin gardan tidak terlalu cepat. Semakin lama putaran mesin gardan dipercepat. Hal ini dilakukan agar ikan yang tertangkap dan terkumpul di badan atau sayap jaring tidak dapat melarikan diri. Putaran mesin dipercepat sampai kantong sudah agak mulai terlihat. Setelah kantong mulai terlihat, mesin gardan dimatikan. Tali selambar sebelah kiri dilepas dari gardan dan dipindahkan ke sebelah kanan kapal. Tali selambar sebelah kanan tetap di gardan. Kemudian tali selambar sebelah kiri ditarik oleh 3 orang ABK, sampai kantong diangkat ke atas kapal. Setelah itu, hasil tangkapan dikeluarkan ke atas dek kapal untuk dilakukan penyortiran Tahap penanganan hasil tangkapan Setelah semua hasil tangkapan dikeluarkan dari kantong ke atas dek kapal, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah penanganan hasil tangkapan yang meliputi kegiatan pemisahan hasil tangkapan berdasarkan jenis. Semua hasil tangkapan yang sejenis, baik hasil tangkapan utama maupun hasil tangkapan

33 20 sampingan, dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna merah dan dicampurkan dengan es balok yang dihancurkan terlebih dahulu. Setelah itu, hasil tangkapan dimasukkan ke dalam palka kapal yang juga terdapat es balok sebagai media pengawetan hasil tangkapan. Pada saat tahap penanganan hasil tangkapan ini, dilakukan pengukuran panjang total dan penimbangan berat tiap jenis hasil tangkapan utama dan sampingan. ABK tidak semua melakukan tahap penanganan hasil tangkapan ini. Hanya sebagian saja yang melakukan penyortiran. Sebagian ABK lainnya melakukan persiapan untuk setting selanjutnya. Setelah penyortiran selesai harus dilakukan setting lagi untuk mengefisienkan waktu penangkapan ikan. 3.5 Analisis Data Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tiga hal, yaitu: 1) Analisis unit penangkapan ikan Unit penangkapan cantrang dianalisis melalui observasi langsung dengan mengikuti nelayan melaut selama 6 hari di perairan selatan Pulau Bawean. 2) Analisis metode pengoperasian alat tangkap Metode pengoperasian alat tangkap diamati langsung selama operasi penangkapan, mulai dari setting, soaking, sampai dengan hauling. 3) Analisis hasil tangkapan (1) Analisis komposisi hasil tangkapan Hasil tangkapan sebelum dianalisis, terlebih dahulu diidentifikasi untuk mengetahui nama umum dan nama ilmiahnya. Pengidentifikasian hasil tangkapan dilakukan dengan mengguanakan buku identifikasi ikan. Setelah dilakukan pengidentifikasian, data yang didapat diolah, yaitu dengan membandingkan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan dilihat dari beratnya. Hasil analisis ini kemudian ditampilkan ke dalam bentuk grafik. Kriteria dalam penentuan hasil tangkapan utama dan sampingan adalah harga jual ikan per kg. Selain itu, kebiasaan nelayan dan masyarakat setempat juga turut mempengaruhi penentuan hasil tangkapan utama dan sampingan pada alat tangkap cantrang, karena sebagian besar hasil tangkapan

34 21 yang didaratkan umumnya dipasarkan pada daerah-daerah yang tidak jauh dari tempat pendaratan ikan, yaitu di daerah Brondong dan sekitarnya. (2) Analisis keanekaragaman hasil tangkapan Analisis keanekaragaman hasil tangkapan dilakukan untuk mengetahui keragaman ikan berkaitan dengan efektivitas alat tangkap terhadap target tangkapan. Untuk menganalisis data yang telah didapat, digunakan indeks keanekaragaman Shannon- Wiener (Brower & Zar, 1990). H = - PiLnPi ni ni H = - Ln N N Kisaran nilai indeks keanekaragaman hasil tangkapan : > 1 = keanekaragaman tinggi, efektivitas alat tangkap rendah 0 = keanekaragaman rendah, efektivitas alat tangkap tinggi Kisaran di atas hanya berlaku bagi keanekaragaman hasil tangkapan untuk efektivitas alat tangkap. Ket : H : indeks keanekaragaman Shannon Wiener ni : jumlah individu spesies ke-i N : jumlah individu semua spesies (3) Analisis dominansi hasil tangkapan Analisis dominansi hasil tangkapan dilakukan untuk mengetahui spesies hasil tangkapan mana yang dominan dikaitkan dengan efektivitas. Untuk menganalisisnya, digunakan indeks dominansi Simpson (Simpson, 1949 yang diacu dalam Sirait, 2008). C = s i 1 ni N 2 Kisaran nilai indeks dominansi hasil tangkapan: > 1 = dominansi tinggi, efektivitas alat tangkap tinggi 0 = dominansi rendah, efektivitas alat tangkap tinggi Ket. : S : jumlah spesies C : indeks dominansi Simpson

35 22 ni : jumlah individu spesies ke-i N : jumlah individu semua spesies (4) Analisis ukuran hasil tangkapan Analisis ukuran hasil tangkapan dilakukan untuk mengetahui ukuran selang panjang total dari setiap spesies ikan dengan menghitung jumlah dan interval kelas panjang (Walpole, 1995). K = 1 + 3,3 log n R i = K ket. : K : jumlah kelas n : banyak data i : interval kelas R : nilai terbesar nilai terkecil

36 23 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografi dan Topografi Kecamatan Brondong merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Timur. Brondong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur yang terdiri atas 9 desa dan 1 kelurahan, 22 dusun, 2 lingkungan kelurahan, 57 RW, 262 RT dan kepala keluarga. Kecamatan Brondong berada di sebelah utara Kabupaten Lamongan, yaitu kurang lebih 50 Km dari ibukota Kabupaten Lamongan. Letak geografis Kecamatan Brondong yaitu antara 06 o 53 30,81 7 o 23 6 Lintang Selatan dan 112 o 17 01, o Bujur Timur, dengan batas- batas wilayah sebagai berikut : 1) Sebelah utara : Laut Jawa 2) Sebelah timur : Kecamatan Paciran 3) Sebelah selatan : Kecamatan Laren dan Kecamatan Solokuro 4) Sebelah barat : Kecamatan Palang (Tuban) Kecamatan Brondong meliputi areal seluas 70,13 km 2. Dilihat dari kondisi geografisnya, Kecamatan Brondong dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu daerah pantai dan daerah pertanian. Daerah pantai terletak di sebelah utara meliputi Kelurahan Brondong, Desa Sedayu Lawas, Desa Labuhan, dan Lohgung. Di daerah ini sangat cocok untuk budidaya ikan (tambak udang, ikan kerapu, dan bandeng) serta usaha penangkapan ikan di laut sehingga pada daerah tersebut mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah sebagai nelayan dan petani tambak. Sedangkan daerah yang lain adalah daerah kawasan pertanian yang meliputi Desa Sumberagung, Desa Sendangharjo, Desa Lembor, Desa Tlogoretno, Desa Sidomukti, dan Desa Brengok. Karakteristik kawasan Kecamatan Brondong merupakan kawasan pemukiman perkotaan dengan kegiatan perikanan sebagai aktivitas dominan bagi daerah yang terletak di sepanjang pantura (pemukiman nelayan), sedangkan bagi daerah pedalaman karakteristik yang muncul dipengaruhi oleh aktivitas pertanian. 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan

37 24 Berdasarkan data dari Dinas Perikanan Kabupaten Lamongan, alat tangkap yang dioperasikan di daerah Kecamatan Brondong adalah : purse seine, cantrang, gillnet, pancing rawai, trammel net, dan lainnya. Alat tangkap yang sangat dominan digunakan di Kecamatan Brondong adalah cantrang. Terdapat lima fishing base di Kecamatan Brondong, yaitu Brondong, Sedayu Lawas, Labuhan, dan Lohgung. Dari fishing base tersebut terdapat 3 (tiga) fishing base yang juga merupakan pangkalan pendaratan ikan atau tempat pelelangan ikan, yaitu mulai dari arah timur ke barat (Brondong, Labuhan dan Lohgung). Pada PPN Brondong, Labuhan, dan Lohgung umumnya berfungsi sebagai: 1. Tempat tambat labuh kapal perikanan 2. Tempat pendaratan ikan 3. Tempat pemasaran dan distribusi ikan 4. Tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan 5. Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan 6. Tempat memperlancar kegiatan operasional kapal perikanan 4.3 Daerah Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan nelayan di Kabupaten Lamongan umumnya berada di sekitar Pulau Bawean, Pulau Kangean, Banyuwangi, Pulau Kalimantan, dan bahkan ada pula yang sampai ke Pulau Sumatera bagian timur. 4.4 Perkembangan Produksi Perikanan Indikator berpotensinya suatu daerah perikanan dapat dilihat dari nilai produksi hasil perikanan tiap tahunnya. Produksi perikanan di daerah Kabupaten Lamongan sejak tahun 2003 cukup berfluktuatif. Data produksi perikanan Kabupaten Lamongan sejak tahun 2003 sampai 2008 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3 Produksi perikanan Kabupaten Lamongan

38 25 Tahun Pelabuhan Produksi Nilai Produksi Perikanan (Kg) (Rp.) Lohgung 2. Labuhan 3. Brondong 4. Kranji 5. Weru , , , , , , , , , ,00 Total , , , , , , , , , , , ,00 Sumber data : Dinas Perikanan Kelautan dan Peternakan Kabupaten Lamongan Secara umum produksi perikanan di daerah Kabupaten Lamongan mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Tetapi pada tahun 2006 dan 2007 produksi perikanan mengalami penurunan produksi perikanan. 4.5 Alat Tangkap di Kabupaten Lamongan Alat tangkap ikan yang digunakan di Kabupaten Lamongan cukup bervariasi. Alat tangkap yang paling dominan adalah payang kecil. Cantrang sendiri di daerah Kabupaten Lamongan memiliki nama payang besar untuk cantrang yang berukuran besar dan payang kecil untuk cantrang yang berukuran kecil. Berikut adalah alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Lamongan sejak tahun :

39 26 Tabel 4 Alat tangkap di Kabupaten Lamongan No Alat Tangkap Tahun Purse Seine Payang Besar Pancing Prawe Payang Kecil Gill Net Trammel Net Lain lain Total Sumber data : Dinas Perikanan Kelautan dan Peternakan Kabupaten Lamongan Sejak tahun 2004 jumlah alat tangkap payang besar atau cantrang besar cenderng mengalami peningkatan, kecuali dari tahun 2004 ke tahun 2005 yang mengalami penurunan sebanyak delapan buah unit payang besar. Sedangkan untuk payang kecil cenderung mangalami penurunan. Hal ini disebabkan karena nelayan cenderung beralih ke alat tangkap payang besar. Peningkatan jumlah alat tangkap payang besar juga tidak terlalu banyak karena nelayan payang kecil bargabung untuk beralih menjadi nelayan payang besar. 4.6 Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong merupakan salah satu Pelabuhan Perikanan di Propinsi Jawa Timur yang bertipe B. PPN yang terletak di Kecamatan Brondong, sebelah Utara Kabupaten Lamongan ini, memiliki peranan yang cukup penting untuk Propinsi Jawa Timur, khususnya di bidang perikanan laut. PPN Brondong dinilai memiliki posisi yang strategis untuk berperan aktif dalam usaha pengambangan usaha perikanan tangkap, terutama di Kabupaten Lamongan dan sekitarnya. Pelabuhan Peikanan Nusantara Brondong ini termasuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan 3 yaitu untuk Laut Jawa dan sekitarnya.

40 27 Produksi perikanan di PPN Brondong dari tahun memiliki fluktuasi. Produksi terbanyak terjadi pada tahun 2007 sebesar ton dengan produksi rata rata per hari adalah 167 ton. Produksi terendah terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar ton dengan produksi rata rata per hari sebesar 109 ton. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5. Produksi perikanan tentunya dipengaruhi oleh jumlah alat tangkap yang beroperasi dan mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Brondong. Pada tahun 2008 alat tangkap yang mendominansi adalah alat tangkap dogol besar dengan jumlah alat tangkap 1055 unit. Cantrang sendiri masuk ke dalam kelompok payang besar yang berjumlah 48 unit alat tangkap. Kapal cantrang yang digunakan memiliki kapasitas antara GT. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 5 Produksi PPN Brondong per tahun No Tahun Harga ratarata/krata/hari Produksi rata- Produksi Nilai Produksi (ton) (Rp x 1000) (Rp.) (ton) Sumber : PPN Brondong 2008

41 28 Tabel 6 Alat tangkap di PPN Brondong No Jenis Alat Tangkap Mini purse seine Dogol Besar Dogol Kecil Payang besar Rawai Gill net Lain lain / collecting Jumlah Alat Tangkap (Unit) J u m l a h Sumber : PPN Brondong 2008 Keterangan GT GT < 10 GT GT <10 GT GT <10 GT

42 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang Dalam penelitian ini telah dilakukan sebanyak 60 kali hauling dalam satu kali trip dimulai dari tanggal 5 Mei 2009 dan berakhir pada tanggal 10 Mei 2009 di perairan sebelah selatan Pulau Bawean. Hasil tangkapan total sebanyak 23 spesies, terdiri dari 9 spesies hasil tangkapan utama (HTU) dan 16 spesies hasil tangkapan sampingan (HTS). Jenis dan bobot hasil tangkapan cantrang disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Jenis dan bobot hasil tangkapan cantrang selama penelitian No Nama Lokal Nama Indonesia Nama Ilmiah Bobot (kg) Keterangan 1 Kurisi Kurisi Upeneus vittatus 867 HTU 2 Kapasan Kapasan Gerres kapas 213 HTU 3 Kamojan Kamojan Parupeneus sp. 37 HTU 4 Kerapu Kerapu Cephalopholis boenack 14.5 HTU 5 Glomo Gulamah Argyrosomus amoyensis 179 HTU 6 Golok Merah Swanggi Priacanthus tayenus 232 HTU 7 Kakap Merah Kakap Merah Lutjanus spp HTU 8 Cumi-cumi Cumi cumi Loligo spp. 92 HTU 9 Bunteg Buntal Tetraodon sp. 49 HTU 10 Kuniran Biji Nangka Upeneus sulphureus 15 HTS 11 Balak Beloso Saurida tumbil 147 HTS 12 Kucul Barakuda Sphyraena sp. 25 HTS 13 Kerok Lencam Lutjanus spp. 14 HTS 14 Ikan Sebelah Ikan Sebelah Psettodes erumei 41 HTS 15 Putihan Kuwe Caranx spp. 7 HTS 16 Tonang Tonang Congresox talabon 25 HTS 17 Kerong Kerong-kerong Terapon sp. 5.5 HTS 18 Pari Pari Aetobatus spp. 5 HTS 19 Sudu Ikan Terompet Auiostomus sp. 14 HTS 20 Cucut Cucut Centrocymnus crepidater 8 HTS 21 Sotong Sotong Sepia spp. 5 HTS 22 Petek Pepetek Leiognathus sp HTS 23 Lainnya HTS Bobot Total 3315 Ket. : HTU : Hasil Tangkapan Utama HTS : Hasil Tangkapan Sampingan

43 31 Total hasil tangkapan dari jaring cantrang selama mengikuti trip adalah sebanyak 3315 kg, terdiri dari 1700 kg hasil tangkapan utama dan 1615 kg hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan total cantrang selama penelitian bila dilihat dari beratnya terbagi hampir merata antara hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hal ini disebabkan jenis ikan target cantrang cukup banyak, yaitu 9 jenis ikan. Berdasarkan bobot total hasil tangkapan yang didapat selama penelitian, persentasi yang didapat antara bobot hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan berturut-turut adalah 51% dan 49% Komposisi hasil tangkapan utama Hasil tangkapan utama merupakan bagian penting dari setiap operasi penangkapan ikan. Pada alat tangkap cantrang, ikan hasil tangkapan utama bervariasi dan merupakan percampuran antara ikan pelagis dan ikan dasar. Hal ini terjadi karena pada pengoperasian alat tangkap cantrang menyapu mulai dari dasar perairan sampai dengan permukaan perairan, yaitu sampai tepat berada di belakang kapal ikan. Hasil tangkapan utama selama penelitian telah diidentifikasi sebanyak 9 jenis ikan, antara lain ikan kurisi (Upeneus vittatus), ikan kapasan (Gerres kapas), ikan kerapu (Cephalopholis boenack), ikan kamojan (Parupeneus sp.), ikan gulamah (Argyrosomus amoyensis), ikan golok merah (Priacanthus tayenus), cumi-cumi (Loligo spp.), ikan buntal (Tetraodon sp.), dan kakap merah (Lutjanus spp.). Total berat hasil tangkapan utama yang didapat adalah 1700 kg. Penentuan jenis ikan hasil tangkapan utama berdasarkan nilai jual ikan di PPN Brondong dan sekitarnya. Ikan buntal (Tetraodon sp.) pada daerah Brondong memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Hal ini karena ikan buntal yang tertangkap merupakan jenis ikan buntal yang tidak beracun. Komposisi hasil tangkapan utama berdasarkan berat selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

44 32 Gambar 4 Komposisi hasil tangkapan utama (kg). Hasil tangkapan utama didominasi oleh jenis ikan kurisi (Upeneus vittatus) yaitu sebesar 867 kg. Diikuti oleh jenis ikan golok merah/ swanggi (Priacanthus tayenus) sebesar 232 kg, ikan kapasan (Gerres kapas) sebesar 213 kg, ikan gulamah (Argyrosomus amoyensis) sebesar 179 kg, cumi-cumi (Loligo spp.) sebesar 92 kg, ikan buntal (Tetraodon sp.) sebesar 49 kg, ikan kamojan (Parupeneus sp.) sebesar 37 kg, ikan kakap merah (Lutjanus spp.) sebesar 16,5 kg, dan ikan kerapu (Cephalopholis boenack) sebesar 14,5 kg. Banyaknya jenis ikan kurisi (Upeneus vittatus) yang tertangkap memang dikarenakan di daerah penangkapan ikan banyak terdapat ikan jenis ini. Ikan kurisi (Upeneus vittatus) juga termasuk ikan karnivora atau pemakan daging. Salah satu makanan ikan kurisi (Upeneus vittatus) ini adalah ikan pepetek (Leiognathus sp.) yang merupakan salah satu jenis ikan yang banyak ditemukan di perairan Laut Jawa, termasuk pada penelitian kali ini di mana ikan pepetek (Leiognathus sp.) tertangkap paling banyak jumlahnya. Hal ini menyebabkan keberadaan kedua jenis ikan ini saling mempengaruhi satu sama lain (Sjafei dan Robiyani, 2001).

45 Komposisi Hasil Tangkapan Sampingan Berdasarkan hasil operasi penangkapan dapat dilihat bahwa jumlah jenis hasil tangkapan sampingan yang diperoleh lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah jenis hasil tangkapan yang menjadi tujuan utama penangkapan. Komposisi hasil tangkapan sampingan cantrang disajikan pada Gambar Upeneus sulphureus Saurida tumbil Sphyraena sp. Lutjanus spp. Psettodes erumei Caranx spp. Congresox talabon Terapon sp. Aetobatus spp. Auiostomus sp. Centrocymnus crepidater Sepia spp. Leiognathus sp. Lainnya beragam. Gambar 5 Komposisi hasil tangkapan sampingan (kg). Hasil tangkapan sampingan yang didapat dari alat tangkap cantrang cukup Hasil tangkapan yang paling dominan adalah jenis ikan pelagis. Tingginya jumlah hasil tangkapan ini dipengaruhi oleh faktor jumlah populasi masing-masing jenis ikan hasil tangkapan. Berapa jenis ikan hasil tangkapan merupakan jenis ikan pelagis. Hal ini karena cantrang dioperasikan dengan ditarik ke arah kapal. Sehingga jaring akan mengarah ke permukaan perairan. Oleh karena itu, ikan pelagis yang sedang berada di sekitar permukaan perairan tertangkap oleh jaring cantrang. Hasil tangkapan sampingan pada penelitian ini didominasi jenis ikan pepetek (Leiognathus sp.) yaitu sebanyak 1200 kg. Ikan beloso (Saurida tumbil) tertangkap sebanyak 147 kg, ikan sebelah (Psettodes erumei) sebanyak 41 kg, ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) sebesar 15 kg, ikan barakuda (Sphyraena sp.) sebanyak 25 kg, ikan lencam (Lutjanus spp.) sebanyak 14 kg, ikan kuwe

46 34 (Caranx sp.) sebanyak 7 kg, ikan tonang (Congresox talabon) sebanyak 25 kg, ikan kerong-kerong (Terapon sp.) sebanyak 5,5 kg, ikan pari (Aetobatus sp.) sebanyak 5 kg, ikan terompet (Auiostomus sp.) sebanyak 14 kg, ikan cucut (Centrocymnus crepidater) sebanyak 8 kg, sotong (Sepia spp.) sebanyak 5 kg, dan ikan jenis lainnya sebanyak 103,5 kg Distribusi ukuran hasil tangkapan utama Distribusi ukuran hasil tangkapan utama dibagi menjadi tiga kategori, yaitu panjang total ikan, berat ikan, dan lingkar tubuh (girth) ikan. Hal ini karena ketiga kategori tersebut merupakan indikator yang umum digunakan dalam menentukan ukuran suatu spesies. Pengukuran hasil tangkapan utama dilakukan di atas kapal setiap kali melakukan pengangkatan jaring atau hauling. Pengukuran panjang total dan lingkar tubuh ikan hasil tangkapan utama dilakukan dengan menggunakan measuring board ataupun meteran. Sedangkan untuk pengukuran bobot ikan hasil tangkapan utama menggunakan timbangan analog. Pengukuran panjang total ikan sampel cukup memadai meliputi lima jenis ikan, yaitu ikan buntal (Tetraodon sp.) ukuran panjang total cm dengan rerata 22,6 cm; ikan kurisi (Upeneus vittatus) ukuran panjang total 8 23 cm dengan rerata 16,5 cm; ikan kapasan (Gerres kapas) ukuran panjang total cm dengan rerata 11,6 cm; ikan kerapu (Cephalopholis boenack) ukuran panjang total cm dengan rerata 23,5 cm; dan ikan kakap merah (Lutjanus spp.) ukuran panjang total cm dengan rerata 24,8 cm. Pengukuran panjang total ikan hasil tangkapan utama ini dilakukan di atas dek kapal sesaat setelah semua ikan hasil tangkapan dikeluarkan dari dalam kantong cantrang. Pengukuran panjang total ini dilakukan dengan menggunakan measuring board dan meteran. Pengukuran panjang total ini dilakukan bersamaan dengan penyortiran hasil tangkapan. Pada ikan buntal (Tetraodon sp.) sebaran frekuensi panjang total dapat diketahui bahwa ikan ini tertangkap paling banyak pada selang kelas 15,6 18,5 cm. Sedangkan ukuran ikan pada saat pertama kali mengalami matang gonad (lenght at first maturity) adalah berkisar antara cm (

47 35 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan buntal (Tetraodon sp.) disajikan pada Gambar 6. Gambar 6 Sebaran panjang total ikan buntal. Hampir semua ikan buntal (Tetraodon sp.) tertangkap di sebelah kanan garis batas length at first maturity. Banyaknya ikan buntal (Tetraodon sp.) tertangkap yang berada di sebelah kanan garis batas length at first maturity (Lm) dapat diartikan bahwa ikan buntal (Tetraodon sp.) yang tertangkap sudah memenuhi kriteria ikan layak tangkap. Ikan buntal (Tetraodon sp.) merupakan ikan yang hidup pada dasar perairan. Tetapi tidak jarang ikan buntal (Tetraodon sp.) ini menuju permukaan untuk mencari makanannya. Biasanya ikan buntal (Tetraodon sp.) memakan ikan lain yang lebih kecil ataupun hewan krustasea (Fariz, 2006). Pada perairan Laut Jawa bagian barat, ikan buntal jenis ini tidak terlalu dimanfaatkan. Pada saat tertangkap oleh nelayan perairan Laut Jawa bagian barat, ikan buntal (Tetraodon sp.) ini umumnya dilepaskan kembali ke laut dalam keadaan hidup. Sehingga ikan buntal jenis ini masih dapat berkembang dan bereproduksi dengan baik. Oleh karena itu, ikan buntal jenis ini pada perairan utara Jawa Timur memiliki ukuran yang layak tangkap.

48 36 Ikan kurisi (Upeneus vittatus) yang tertangkap pada penelitian ini memiliki ukuran panjang total antara 7,6 25,5 cm. Ikan kurisi (Upeneus vittatus) yang banyak tertangkap berada pada selang kelas 13,6 16,5 cm. Ukuran panjang total ikan kurisi (Upeneus vittatus) pada saat pertama kali matang gonad (length at first maturity) adalah 12 cm ( 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan kurisi (Upeneus vittatus) disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 Sebaran panjang total ikan kurisi. Sebagian besar ikan kurisi (Upeneus vittatus) yang tertangkap berada pada sebelah kanan garis batas length at first maturity, yaitu pada panjang total 12 cm. Hal ini dapat diartikan bahwa ikan kurisi (Upeneus vittatus) yang tertangkap pada penelitian ini sudah memenuhi kriteria ikan yang layak tangkap. Ikan kurisi (Upeneus vittatus) merupakan jenis ikan karnivora yang memakan ikan kecil lain ataupun hewan krustasea (Sjafei dan Robiyani, 2001). Ikan-ikan kecil yang tersedia di perairan utara Jawa Timur yang merupakan Laut Jawa masih tergolong cukup. Hal ini menyebabkan ikan kurisi (Upeneus vittatus) tidak kekurangan makanan sehingga dapat berkembang dan bereproduksi dengan baik.

49 37 Pada ikan kapasan (Gerres kapas), yang tertangkap berada pada kisaran panjang total antara 9,6 14,5 cm. Ukuran panjang total ikan kapasan (Gerres kapas) yang paling banyak tertangkap adalah pada selang panjang total 10,6 11,5 cm. Sedangkan panjang total ikan kapasan (Gerres kapas) pada saat pertama kali matang gonad (length at first maturity) adalah 13 cm ( 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan kapasan (Gerres kapas) disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 Sebaran panjang total ikan kapasan. Dari gambar 8 di atas dapat dilihat bahwa ikan kapasan (Gerres kapas) yang tertangkap sebagian besar berada di sebelah kiri batas length at first maturity, yaitu panjang total 13 cm. hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar ikan kapasan (Gerres kapas) yang tertangkap masih tidak layak tangkap. Banyaknya ukuran panjang total ikan kapasan (Gerres kapas) yang masih belum layak dapat disebabkan karena perairan utara Jawa sudah terlalu tereksploitasi oleh nelayan. Sehingga jenis ikan ini belum sempat untuk tumbuh sampai mengalami matang gonad, tetapi sudah tertangkap oleh jaring nelayan. Ikan kapasan (Gerres kapas) ini juga hidup bergerombol yang menyebabkan ikan akan tersapu oleh cantrang dan masuk ke bagian kantong jaring. Selain itu, ukuran ikan kapasan (Gerres kapas) yang relatif kecil juga membuat ikan jenis ini menjadi mangsa bagi ikan-ikan lain yang berukuran lebih besar.

50 38 Pada ikan kerapu (Cephalopholis boenack), yang tertangkap berada pada kisaran panjang total antara 18,6 30,5 cm. Ukuran panjang total ikan kerapu (Cephalopholis boenack) yang paling banyak tertangkap adalah pada selang panjang total 22,6 24,5 cm. Sedangkan panjang total ikan kerapu (Cephalopholis boenack) pada saat pertama kali matang gonad (length at first maturity) adalah 12,6 cm ( 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan kerapu (Cephalopholis boenack) disajikan pada Gambar 9. Gambar 9 Sebaran panjang total ikan kerapu. Dari gambar 9 di atas dapat dilihat bahwa ikan kerapu (Cephalopholis boenack) yang tertangkap seluruhnya berada di sebelah kanan batas length at first maturity, yaitu panjang total 12,6 cm. Hal ini dapat diartikan bahwa ikan kerapu (Cephalopholis boenack) yang tertangkap sudah layak tangkap.

51 39 Pada ikan kakap merah (Lutjanus spp.), ukuran panjang total ikan yang tertangkap berada pada kisaran 19,6 34,5 cm. Ikan yang terbanyak tertangkap adalah ikan kakap merah (Lutjanus spp.) dengan selang kelas antara 19,6 22,5 cm. Sedangkan ukuran panjang total ikan kakap merah (Lutjanus spp.) pada saat pertama kali mengalami matang gonad (Length at first maturity) adalah 30 cm ( 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan kakap merah (Lutjanus spp.) disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 Sebaran panjang total ikan kakap merah. Dari gambar 10 di atas dapat diketahui bahwa hampir seluruhnya ikan kakap merah (Lutjanus spp.) yang tertangkap berada di sebelah kiri garis batas length at first maturity (Lm) ikan tersebut. Keadaan ini dapat diartikan bahwa ikan kakap merah (Lutjanus spp.) yang tertangkap sebagian besar masih belum matang gonad sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar ikan kakap merah (Lutjanus spp.) yang tertangkap belum layak tangkap. Ikan kakap merah (Lutjanus spp.) yang tertangkap masih belum matang gonad dapat disebabkan karena daerah pengoperasian alat tangkap cantrang tidak terlalu dalam dan bersubstrat pasir ataupun lumpur yang merupakan daerah ruaya

52 40 atau pergerakan ikan jenis kakap merah (Lutjanus spp.) yang belum matang gonad. Penimbangan berat ikan hasil tangkapan utama juga dilakukan sampel pada lima jenis ikan, yaitu ikan buntal (Tetraodon sp.) berat antara gram dengan rerata 261,3 gram; ikan kurisi (Upeneus vittatus) berat antara gram dengan rerata 63,8 gram; ikan kapasan (Gerres kapas) berat antara 9 24 gram dengan rerata 18,5 gram; ikan kerapu (Cephalopholis boenack) berat gram dengan rerata 181,9 gram; dan ikan kakap merah (Lutjanus spp.) berat antara gram dengan rerata 250,8 gram. Sebaran frekuensi berat lima jenis ikan hasil tangkapan utama ditampilkan pada Gambar 11.

53 Gambar 11 Sebaran frekuensi berat ikan hasil tangkapan utama. 41

54 42 Pada ikan buntal (Tetraodon sp.) sebaran frekuensi berat dapat diketahui bahwa ikan ini tertangkap paling banyak pada selang kelas gram. Pada ikan kurisi (Upeneus vittatus) ikan tertangkap paling banyak pada selang kelas gram. Pada ikan kapasan (Gerres kapas) selang kelas yang paling banyak jumlah ikannya adalah pada selang kelas 17,6 20,5 gram. Untuk ikan kerapu (Cephalopholis boenack) ikan paling banyak tertangkap pada selang kelas gram. Sedangkan untuk ikan kakap merah (Lutjanus spp.) ikan yg banyak tertangkap berada di selang kelas gram. Pengukuran lingkar tubuh ikan juga dilakukan pada jenis ikan yang sama, yaitu ikan buntal (Tetraodon sp.) yang berada di kisaran antara cm dengan rerata 20,2 cm; ikan kurisi (Upeneus vittatus) yang berada di kisaran antara 5 13,5 cm dengan rerata 9,4 cm; ikan kapasan (Gerres kapas) lingkar tubuh antara 9 13 cm dengan rerata 10,7 cm; ikan kerapu (Cephalopholis boenack) lingkar tubuh antara cm dengan rerata 17,3 cm; dan ikan kakap merah (Lutjanus spp.) yang berada di kisaran antara 15 25,5 cm dengan rerata 18,8 cm. Sebaran frekuensi lingkar tubuh (girth) ikan hasil tangkapan utama dapat dilihat pada Gambar 12.

55 Gambar 12 Sebaran frekuensi lingkar tubuh (girth) ikan hasil tangkapan utama. 43

56 44 Dari gambar 21 dapat dilihat bahwa pada ikan buntal (Tetraodon sp.) yang tertangkap paling banyak memiliki lingkar tubuh (girth) pada selang kelas 18,6 21,5 cm; ikan kurisi (Upeneus vittatus) tertangkap paling banyak pada selang kelas 8,6 10,5 cm; ikan kapasan (Gerres kapas) selang kelas terbanyak adalah 9,6 10,5 cm; ikan kerapu (Cephalopholis boenack) tertangkap paling banyak pada selang kelas 15,6 17,5 cm; dan ikan kakap merah (Lutjanus spp.) selang kelas terbanyaknya adalah 16,6 18,5 cm. Hubungan panjang total tubuh dengan lingkar tubuh ikan hasil tangkapan utama merupakan salah satu informasi yang cukup penting. Hubungan yang didapat antara panjang total tubuh dan lingkar tubuh ikan hasil tangkapan utama dapat digunakan untuk menentukan besarnya ukuran mata jaring yang ideal sehingga jumlah ikan hasil tangkapan utama, baik secara kualitas maupun kuantitas, dapat dioptimalkan. Ukuran ikan-ikan hasil tangkapan utama tentunya dapat diupayakan agar sudah masuk kategori layak tangkap, yaitu ditandai dengan ukuran panjang total ikan hasil tangkapan utama yang juga sudah mengalami matang gonad. Ukuran lingkar tubuh ikan buntal (Tetraodon sp.) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan buntal (Tetraodon sp.) didapatkan persamaan sebagai berikut : y = 0,894x; R 2 = 0,978; r = 0,988 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,894 cm. Nilai koefisien determinasi R 2 pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,978 atau 97,8% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 97,8% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,988 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan buntal (Tetraodon sp.) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan buntal (Tetraodon sp.) yang diperoleh disajikan pada Gambar 13.

57 45 body girth (cm) y = 0.894x R² = r = panjang total (cm) Mesh perimet er Gambar 13 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan buntal. Ukuran lingkar tubuh ikan kurisi (Upeneus vittatus) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan kurisi (Upeneus vittatus) didapatkan persamaan sebagai berikut : y = 0,571x; R 2 = 0,983; r = 0,991 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,571 cm. Nilai koefisien determinasi R 2 pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,983 atau 98,3% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 98,3% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,991 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan kurisi (Upeneus vittatus) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan kurisi (Upeneus vittatus) yang diperoleh disajikan pada Gambar 14.

58 46 body girth (cm) y = 0.571x R² = r = panjang total (cm) Mesh perimete r Gambar 14 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kurisi. Ukuran lingkar tubuh ikan kapasan (Gerres kapas) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan kapasan (Gerres kapas) didapatkan persamaan sebagai berikut : y = 0,923x; R 2 = 0,948; r = 0,974 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,923 cm. Nilai koefisien determinasi R 2 pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,948 atau 94,8% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 94,8% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,974 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan kapasan (Gerres kapas) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan kapasan (Gerres kapas) yang diperoleh disajikan pada Gambar 15.

59 47 body girth (cm) y = 0.923x R² = r = Mesh perimete r panjang total (cm) Gambar 15 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kapasan. Ukuran lingkar tubuh ikan kerapu (Cephalopholis boenack) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan kerapu (Cephalopholis boenack) didapatkan persamaan sebagai berikut : y = 0,736x; R 2 = 0,989; r = 0,994 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,736 cm. Nilai koefisien determinasi R 2 pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,989 atau 98,9% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 98,9% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,994 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan kerapu (Cephalopholis boenack) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan kerapu (Cephalopholis boenack) yang diperoleh disajikan pada Gambar 16.

60 48 body girth (cm) y = 0.736x R² = r = panjang total (cm) Mesh perimete r Gambar 16 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kerapu. Ukuran lingkar tubuh ikan kakap merah (Lutjanus spp.) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan kakap merah (Lutjanus spp.) didapatkan persamaan sebagai berikut : y = 0,754x; R 2 = 0,991; r = 0,995 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,754 cm. Nilai koefisien determinasi R 2 pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,991 atau 99,1% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 98,9% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,995 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan kakap merah (Lutjanus spp.) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan kakap merah (Lutjanus spp.) yang diperoleh disajikan pada Gambar 17.

61 49 body girth (cm) Gambar 17 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kakap merah. y = 0.754x R² = r = panjang total (cm) Mesh perimet er Pada setiap jenis hasil tangkapan utama yaitu ikan buntal (Tetraodon sp.), ikan kurisi (Upeneus vittatus), ikan kapasan (Gerres kapas), ikan kerapu (Cephalopholis boenack), dan ikan kakap merah (Lutjanus spp.) telah diketahui bahwa hubungan antara panjang total dengan lingkar tubuh ikan adalah sangat erat. Penambahan panjang total satu cm saja akan membuat penambahan pula pada lingkar tubuh ikan, sehingga dapat diduga ukuran lingkar tubuh ikan pada saat pertama kali matang gonad. Hal ini dapat dijadikan acuan untuk menentukan besarnya mata jaring pada tiap bagian cantrang, karena terkait dengan panjang total tiap ikan pada saat pertama kali matang gonad. Selain untuk pengoptimalan jumlah hasil tangkapan utama yang akan ditangkap, penentuan besarnya ukuran mata jaring ini menjadi salah satu upaya pelestarian sumber daya ikan di perairan Laut Jawa yang sudah mulai menipis atau bahkan sudah mulai mengalami overfishing. Ukuran mata jaring pada bagian kantong cantrang adalah sebesar 2,5 cm. sehingga ukuran keliling mata jaring atau mesh perimeter pada bagian kantong adalah sebesar dua kali dari ukuran mata jaring, yaitu sebesar 5 cm. Umumnya ikan yang tertangkap berukuran lingkar tubuh lebih besar daripada keliling mata jaring. Hal tersebut dikarenakan ikan yang berukuran lingkar tubuh lebih besar

62 50 daripada keliling mata jaring tidak akan bisa melewati jaring tersebut. Ikan akan terbentur jaring tersebut ataupun ikan akan tersangkut di mata jaring tersebut. Pada setiap gambar grafik ikan hasil tangkapan utama, terlihat bahwa semua ikan hasil tangkapan utama berada di atas garis mesh perimeter. Ukuran lingkar tubuh ikan hasil tangkapan utama semua berukuran di atas mesh perimeter, yaitu sebesar 5 cm. Hal ini dapat diartikan bahwa jaring cantrang cukup efektif menangkap ikan dasar yang berukuran lingkar tubuh di atas 5 cm, sehingga ikan-ikan berukuran lingkar tubuh yang lebih kecil dari 5 cm diprediksi dapat meloloskan diri melalui mata jaring cantrang ini. Mesh perimeter yang digunakan hanya pada bagian kantong cantrang karena kantong ini merupakan tempat berkumpulnya ikan-ikan sasaran tangkap Distribusi ukuran hasil tangkapan sampingan Distribusi ukuran ikan hasil tangkapan sampingan meliputi panjang total, berat, dan lingkar tubuh (girth) ikan. Pada distribusi ukuran ikan hasil tangkapan sampingan ini diambil lima jenis ikan, yaitu ikan beloso (Saurida tumbil), ikan kuniran/ biji nangka (Upeneus sulphureus), ikan lencam (Lutjanus spp.), ikan kerong-kerong (Terapon sp.), dan ikan barakuda (Sphyraena sp.). Ikan hasil tangkapan sampingan yang tertangkap bervariasi ukuran panjang totalnya, yaitu pada ikan beloso (Saurida tumbil) memiliki panjang total antara cm dengan rerata 23,8 cm; ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) memiliki panjang total antara cm dengan rerata 21 cm; ikan lencam (Lutjanus spp.) memiliki panjang total antara 15,5 23 cm dengan rerata 19,5 cm; ikan kerong-kerong (Terapon sp.) memiliki panjang total antara cm dengan rerata 14,2 cm; dan ikan barakuda (Sphyraena sp.) memiliki panjang total cm dengan rerata 22,3 cm. Pada ikan beloso (Saurida tumbil), ukuran panjang total ikan yang tertangkap berada antara 14,6 46,5 cm. Ukuran panjang total ikan beloso (Saurida tumbil) yang paling banyak tertangkap berada pada selang 26,6 30,5 cm. Sedangkan ukuran ikan pada saat pertama kali mengalami matang gonad (lenght at first maturity) adalah 28,3 cm ( 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan beloso (Saurida tumbil) disajikan pada Gambar 18.

63 51 Gambar 18 Sebaran panjang total ikan beloso. Dari gambar 18 di atas dapat diketahui bahwa ikan beloso (Saurida tumbil) yang tertangkap lebih banyak yang berada di sebelah kiri garis batas Length at first maturity, yaitu 28,3 cm. Keadaan ini diartikan bahwa ikan beloso (Saurida tumbil) yang tertangkap sebagian besar masih belum matang gonad sehingga dapat dikatakan ikan beloso (Saurida tumbil) sebagian besar masih belum layak tangkap. Pada ikan biji nangka (Upeneus sulphureus), ukuran panjang total ikan yang tertangkap berada antara 14,6 28,5 cm. Ukuran panjang total ikan beloso (Saurida tumbil) yang paling banyak tertangkap berada pada selang 20,6 22,5 cm. Sedangkan ukuran ikan pada saat pertama kali mengalami matang gonad (lenght at first maturity) adalah 13 cm ( 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) disajikan pada Gambar 19.

64 52 Gambar 19 Sebaran panjang total ikan biji nangka. Pada gambar 19 di atas dapat diketahui bahwa ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) yang tertangkap semuanya berada di sebelah kanan garis batas Length at first maturity, yaitu 13 cm. Dapat diartikan bahwa ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) yang tertangkap (sebanyak sampel yang diukur) semuanya sudah mengalami matang gonad. Sehingga dapat dikatakan bahwa ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) yang tertangkap sudah layak tangkap. Pada ikan lencam (Lutjanus spp.), ukuran panjang total ikan yang tertangkap berada antara 16,6 24,5 cm. Ukuran panjang total ikan lencam (Lutjanus spp.) yang paling banyak tertangkap berada pada selang 20,6 22,5 cm. Sedangkan ukuran ikan pada saat pertama kali mengalami matang gonad (lenght at first maturity) adalah 13 cm ( 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan biji lencam (Lutjanus spp.) disajikan pada Gambar 20.

65 53 Gambar 20 Sebaran panjang total ikan lencam. Pada gambar 20 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar ikan lencam (Lutjanus spp.) yang tertangkap berada di sebelah kanan batas garis Length at first maturity (Lm), yaitu dengan batas panjang total ikan lencam (Lutjanus spp.) 19 cm. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar ikan lencam (Lutjanus spp.) yang tertangkap sudah mengalami matang gonad. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar tangkapan ikan lencam (Lutjanus spp.) sudah layak tangkap. Pada ikan kerong-kerong (Terapon sp.), ukuran panjang total ikan yang tertangkap berada antara 9,6 21,5 cm. Ukuran panjang total ikan kerong-kerong (Terapon sp.) yang paling banyak tertangkap berada pada selang 13,6 15,5 cm. Sedangkan ukuran ikan pada saat pertama kali mengalami matang gonad (lenght at first maturity) adalah 13 cm ( 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan kerong-kerong (Terapon sp.) disajikan pada Gambar 21.

66 54 Gambar 21 Sebaran panjang total ikan kerong-kerong. Pada gambar 21 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar ikan kerongkerong (Terapon sp.) yang tertangkap berada di sebelah kanan garis batas length at first maturity, yaitu dengan panjang total ikan 13 cm. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar ikan kerong-kerong (Terapon sp.) yang tertangkap sudah mengalami matang gonad sehingga hasil tangkapan ikan kerong-kerong (Terapon sp.) dapat dikatakan telah layak tangkap. Pada ikan barakuda (Sphyraena sp.), ukuran panjang total yang tertangkap adalah berkisar antara 17,6 31,5 cm. Ukuran panjang total ikan barakuda (Sphyraena sp.) pada selang kelas 21,6 23,5 cm merupakan selang kelas yang paling banyak tertangkap oleh alat tangkap cantrang. Pada ikan barakuda (Sphyraena sp.), ukuran panjang total ikan pada saat pertama kali matang gonad (lenght at first maturity) adalah 25 cm ( 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan barakuda (Sphyraena sp.) disajikan pada Gambar 22.

67 55 Gambar 22 Sebaran panjang total ikan barakuda Pada gambar 22 di atas terlihat bahwa hampir semua ikan barakuda (Sphyraena sp.) yang tertangkap berada pada sebelah kiri garis batas length at first maturity, yaitu dengan panjang total ikan 25 cm. Hal ini berarti bahwa ikan barakuda (Sphyraena sp.) yang tertangkap sebagian besar masih belum mengalami matang gonad sehingga dapat dikatakan sebagian besar ikan barakuda (Sphyraena sp.) masih belum layak tangkap. Banyaknya ikan barakuda (Sphyraena sp.) yang masih belum layak tangkap disebabkan oleh kedalaman daerah penangkapan yang tidak terlalu dalam, yaitu sekitar meter. Ikan barakuda (Sphyraena sp.) merupakan jenis ikan yang saat dewasa hidup pada perairan dalam. Tetapi pada saat masih juvenil dan tahap pertumbuhan ikan barakuda (Sphyraena sp.) ini hidup pada perairan yang tergolong tidak terlalu dalam, yaitu antara meter. Hal inilah yang menyebabkan banyak ikan barakuda (Sphyraena sp.) yang tertangkap tetapi masih belum mengalami matang gonad. Hasil penimbangan berat hasil tangkapan sampingan yang didapat pada ikan sampel adalah ikan beloso (Saurida tumbil) memiliki berat yang berkisar antara gram dengan rerata 168,4 gram; ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) memiliki berat yang berkisar antara gram dengan rerata 150,2 gram; ikan lencam (Lutjanus spp.) memiliki berat yang berkisar antara gram dengan rerata 116,4 gram; ikan kerong-kerong (Terapon sp.) memiliki

68 56 berat yang berkisar antara gram dengan rerata 29,2 gram; ikan barakuda (Sphyraena sp.) memiliki berat yang berkisar antara gram dengan rerata 130,8 gram. Sebaran frekuensi berat ikan hasil tangkapan sampingan disajikan pada Gambar 23.

69 57 Gambar 23 Sebaran frekuensi berat ikan hasil tangkapan sampingan. Pada Gambar 23 dapat diketahui bahwa ikan hasil tangkapan sampingan yang tertangkap tersebar pada beberapa selang kelas. Hal ini menunjukkan bahwa ikan yang tertangkap bervariasi dalam berat tiap individu. Pada ikan beloso (Saurida tumbil) ikan banyak tertangkap pada selang kelas antara gram, ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) banyak tertangkap ikan yang beratnya berada pada selang kelas antara gram, ikan lencam (Lutjanus spp.) tertangkap paling banyak pada selang kelas antara gram dan gram, ikan kerong-kerong (Terapon sp.) banyak tertangkap ikan yang beratnya berada pada selang kelas antara gram, dan ikan barakuda (Sphyraena sp.) ikan banyak tertangkap dengan berat pada selang kelas antara gram. Selain ukuran panjang dan berat, pada hasil tangkapan sampingan juga diukur lingkar tubuhnya (girth). Pada ikan beloso (Saurida tumbil) ukuran lingkar tubuh tersebar pada kisaran antara 5,5 15 cm dengan rerata 8,5 cm; ikan kuniran/biji nangka (Upeneus sulphureus) memiliki lingkar tubuh yang berkisar antara 9 15 cm dengan rerata 11,8 cm; ikan lencam (Lutjanus spp.) memiliki ukuran lingkar tubuh yang tersebar pada kisaran antara cm dengan rerata 16,9 cm; ikan kerong-kerong (Terapon sp.) yang ukuran lingkar tubuhnya tersebar pada kisaran antara 6 12 cm dengan rerata 8,4 cm; dan ikan barakuda

70 58 (Sphyraena sp.) yang ukuran lingkar tubuhnya tersebar pada kisaran antara 6,5 11,5 cm dengan rerata 8,4 cm. Sebaran frekuensi lingkar tubuh ikan hasil tangkapan sampingan disajikan pada Gambar 24. Gambar 24 Sebaran frekuensi lingkar tubuh ikan hasil tangkapan sampingan.

71 59 Pada Gambar 24 dapat diketahui bahwa sebaran frekuensi lingkar tubuh pada ikan beloso (Saurida tumbil) paling banyak tertangkap pada selang kelas antara 8,6 10,5 cm. Ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) paling banyak tertangkap pada selang kelas antara 10,6 11,5 cm; ikan lencam (Lutjanus spp.) paling banyak tertangkap pada selang kelas antara 15,6 16,5 cm; ikan kerongkerong (Terapon sp.) paling banyak tertangkap pada selang kelas antara 7,6 8,5 cm; dan ikan barakuda (Sphyraena sp.) paling banyak tertangkap pada selang kelas antara 8,6 9,5 cm. Hubungan penjang total dengan lingkar tubuh ikan hasil tangkapan sampingan merupakan salah satu informasi yang cukup penting karena dapat juga digunakan untuk meminimalisir jumlah hasil tangkapan sampingan belum layak tangkap, yang tertangkap pada setiap operasi penangkapan cantrang. Salah satu penggunannya adalah dengan menyesuaikan besarnya mata jaring pada tiap bagian cantrang dengan ukuran lingkar tubuh ikan hasil tangkapan sampingan, sehingga walaupun tertangkap ikan-ikan hasil tangkapan sampingan tersebut telah mengalami matang gonad jika diduga melalui panjang total tubuh ikan. Ukuran lingkar tubuh ikan beloso (Saurida tumbil) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan beloso (Saurida tumbil) didapatkan persamaan sebagai berikut : y = 0,356x; R 2 = 0,990; r = 0,995 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,356 cm. Nilai koefisien determinasi R 2 pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,990 atau 99% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 99% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,995 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan beloso (Saurida tumbil) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan beloso (Saurida tumbil) yang diperoleh disajikan pada Gambar 25.

72 60 body girth (cm) y = 0.356x R² = r = panjang total (cm) Mesh perimet er Gambar 25 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan beloso. Ukuran lingkar tubuh ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) didapatkan persamaan sebagai berikut: y = 0, 560x; R 2 = 0,942; r = 0,971 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,560 cm. Nilai koefisien determinasi R 2 pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,942 atau 94,2% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 94,2% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,971 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) yang diperoleh disajikan pada Gambar 26.

73 61 body girth (cm) y = 0.560x R² = r = panjang total (cm) Mesh perimete r Gambar 26 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan biji nangka. Ukuran lingkar tubuh ikan lencam (Lutjanus spp.) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan lencam (Lutjanus spp.) didapatkan persamaan sebagai berikut: y = 0, 866x; R 2 = 0,930; r = 0,964 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,866 cm. Nilai koefisien determinasi R 2 pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,930 atau 93% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 93% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,964 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan lencam (Lutjanus spp.) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan lencam (Lutjanus spp.) yang diperoleh disajikan pada Gambar 27.

74 62 body girth (cm) y = 0.866x R² = r = panjang total (cm) Mesh perimet er Gambar 27 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan lencam. Ukuran lingkar tubuh ikan kerong-kerong (Terapon sp.) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan kerong-kerong (Terapon sp.) didapatkan persamaan sebagai berikut: y = 0, 596x; R 2 = 0,930; r = 0,964 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,596 cm. Nilai koefisien determinasi R 2 pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,930 atau 93% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 93% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,964 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan kerong-kerong (Terapon sp.) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan kerong-kerong (Terapon sp.) yang diperoleh disajikan pada Gambar 28

75 63 body girth (cm) Gambar 28 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kerong- kerong. y = 0.596x R² = r = panjang (cm) Mesh perimet er Ukuran lingkar tubuh ikan barakuda (Sphyraena sp.) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan kerong-kerong (Terapon sp.) didapatkan persamaan sebagai berikut: y = 0, 378x; R 2 = 0,956; r = 0,978 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,378 cm. Nilai koefisien determinasi R 2 pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,956 atau 95,6% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 95,6% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,978 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan barakuda (Sphyraena sp.) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan barakuda (Sphyraena sp.) yang diperoleh disajikan pada Gambar 29.

76 64 body girth (cm) y = 0.378x R² = r = panjang total (cm) Mesh perimet er Gambar 29 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan barakuda. Pada setiap jenis hasil tangkapan sampingan yaitu ikan beloso (Saurida tumbil), ikan biji nangka (Upeneus sulphureus), ikan lencam (Lutjanus spp.) paling, ikan kerong-kerong (Terapon sp.), dan ikan barakuda (Sphyraena sp.) telah diketahui bahwa hubungan antara panjang total dengan lingkar tubuh ikan adalah sangat erat. Penambahan panjang total satu cm saja akan membuat penambahan pula pada lingkar tubuh ikan, sehingga dapat diduga ukuran lingkar tubuh ikan pada saat pertama kali matang gonad. Hal ini dapat dijadikan acuan untuk menentukan besarnya mata jaring pada tiap bagian cantrang, karena terkait dengan panjang total tiap ikan pada saat pertama kali matang gonad. Sehingga meskipun ikan-ikan hasil tangkapan sampingan tertangkap, sudah sempat paling tidak satu kali memijah sebagai salah satu upaya pelestarian sumber daya ikan khususnya di perairan Laut Jawa yang sudah mulai mengalami overfishing. Pada setiap gambar grafik ikan hasil tangkapan sampingan, terlihat bahwa semua ikan hasil tangkapan sampingan berada di atas garis mesh perimeter. Ukuran lingkar tubuh ikan hasil tangkapan sampingan semua berukuran di atas mesh perimeter, yaitu sebesar 5 cm. Hal ini dapat diartikan bahwa jaring cantrang cukup efektif menangkap ikan dasar yang berukuran lingkar tubuh di atas 5 cm, sehingga ikan-ikan berukuran lingkar tubuh yang lebih kecil dari 5 cm diprediksi dapat meloloskan diri melalui mata jaring cantrang ini. Mesh perimeter yang

77 65 digunakan hanya pada bagian kantong cantrang karena kantong ini juga merupakan tempat berkumpulnya ikan-ikan sampingan Keragaman Hasil Tangkapan Pengamatan keragaman dilakukan untuk melihat kekayaan jenis yang ditemukan dilihat dari jumlah spesies yang ditemukan, kestabilan komunitas, dan dominansi antar spesies. Analisis keragaman ini meliputi indeks keanekaragaman (H ) dan dominansi (C). Jenis ikan yang memiliki perbandingan jumlah terbesar yang tertangkap terhadap total individu hasil tangkapan adalah ikan pepetek (Leiognathus sp.) dengan nilai proporsi 0, Diikuti oleh ikan kurisi/ kurisi (Upeneus vittatus) dengan nilai proporsi dan ikan kapasan (Gerres kapas) dengan nilai proporsi Semakin besar nilai proporsi suatu spesies, maka menandakan ikan tersebut dominan terhadap total individu di suatu perairan. Nilai proporsi hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Nilai proporsi spesies hasil tangkapan No Nama Lokal Nama Indonesia Nama Ilmiah Jumlah Individu (ekor) Proporsi 1 Kurisi Kurisi Upeneus vittatus Kapasan Kapasan Gerres kapas Kamojan Kamojan Parupeneus sp Kerapu Kerapu Cephalopholis 80 boenack Glomo Gulamah Argyrosomus 1360 amoyensis Golok Merah Swanggi Priacanthus 1494 tayenus Kakap Kakap Lutjanus spp. 66 Merah Merah Cumi-cumi Cumi-cumi Loligo spp Bunteg Buntal Tetraodon sp

78 66 Lanjutan Tabel 8 No Nama Lokal Nama Indonesia Nama Ilmiah Jumlah Individu (ekor) Proporsi 10 Kuniran Biji Upeneus 100 Nangka sulphureus Balak Beloso Saurida tumbil Kucul Barakuda Sphyraena sp Kerok Lencam Lutjanus spp Ikan Sebelah Ikan Psettodes erumei 117 Sebelah Putihan Kwee Caranx spp Tonang Tonang Congresox talabon Kerong - Kerong - Terapon sp. 188 kerong kerong Pari Pari Aetobatus spp Sudu Ikan Aulostomus 175 Terompet chinensis Cucut Cucut Centrocymnus 4 crepidater Sotong Sotong Sepia spp Petek Pepetek Leiognathus sp Total H' Indeks keanekaragaman yang didapat adalah sebesar 0,5717 yang menandakan bahwa keanekaragaman hasil tangkapan cukup rendah dengan efektivitas alat tangkap yang cukup selektif. Sedangkan indeks dominansi yang didapat adalah sebesar 0,7729 menandakan bahwa dominansi suatu spesies ikan tinggi. Jenis ikan yang mendominansi adalah ikan pepetek (Leiognathus sp.) yaitu sebesar 0, Berdasarkan Tabel 8 di atas ikan yang paling banyak tertangkap adalah ikan pepetek (Leioghnathus sp.) yaitu sebanyak ekor, ikan swanggi (Priacanthus tayenus) dengan 1494 ekor, ikan kurisi (Upeneus vittatus) dengan ekor, dan ikan kapasan (Gerres kapas) dengan ekor. Hal ini karena jenis ikan ikan tersebut memang banyak terdapat di daerah sekitar perairan Brondong. Selain itu, tingkah laku jenis ikan ikan tersebut juga turut mempengaruhi, yaitu kebiasaan untuk bergerombol atau schooling. Khusus untuk

79 67 ikan pepetek (Leiognathus sp.), banyaknya jumlah ikan yang tertangkap dikarenakan jenis ikan tersebut memang tersebar paling banyak di perairan utara pulau Jawa (Laut Jawa dan sekitarnya) (Kusnandar, 2000). Daerah pergerakan ikan pepetek (Leiognathus sp.) ini juga berada pada permukaan perairan yaitu antara 7-15 meter dari permukaan perairan (Alverson dan Hughes, 1996). Selain kedalaman perairan yang tidak begitu dalam juga turut mempengaruhi banyaknya ikan pepetek (Leiognathus sp.) yang tertangkap karena ikan jenis ini merupakan ikan demersal yang juga termasuk ikan pantai. Ikan pepetek (Leiognathus sp.) ini juga selalu ada pada setiap musim, baik musim paceklik ataupun musim penangkapan atau panen.

80 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini meliputi: 1) Perbandingan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan alat tangkap cantrang berturut turut adalah 51% dan 49%. Total hasil tangkapan pada penelititan ini adalah 3315 kg, terdiri dari 1700 kg hasil tangkapan utama dan 1615 kg hasil tangkapan sampingan. Perbandingan antara hasil tangkapan utama dan sampingan hampir sebanding karena ikan target cantrang cukup banyak, yaitu 9 jenis ikan. 2) Komposisi hasil tangkapan utama selama penelitian diidentifikasi sebanyak 9 jenis ikan, antara lain ikan kurisi (Upeneus vittatus), ikan kapasan (Gerres kapas), ikan kerapu (Cephalopholis boenack), ikan kamojan (Parupeneus sp.), ikan gulamah (Argyrosomus amoyensis), ikan golok merah (Priacanthus tayenus), cumi-cumi (Loligo spp.), ikan buntal (Tetraodon sp.), dan kakap merah (Lutjanus spp.). Hasil tangkapan utama didominasi oleh jenis ikan kurisi (Upeneus vittatus) yaitu sebesar 867 kg. Sedangkan hasil tangkapan sampingan pada penelitian ini didominasi jenis ikan pepetek (Leiognathus sp.) yaitu sebanyak 1200 kg. 3) Indeks keanekaragaman sebesar 0,57 yang menandakan bahwa keanekaragaman hasil tangkapan cukup rendah dengan efektivitas alat tangkap yang cukup selektif. Sedangkan indeks dominansi sebesar 0,77 menandakan bahwa dominansi suatu spesies ikan tinggi. Jenis ikan yang mendominansi adalah ikan pepetek (Leiognathus sp.) yaitu sebesar 0,88 dengan jumlah ikan sebanyak ekor. 6.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas optimum dan penerapannya pada perikanan cantrang dalam upaya mengurangi tertangkapnya ikan-ikan muda (immature fish) pada hasil tangkapan utama maupun hasil tangkapan sampingan.

81 DAFTAR PUSTAKA Allen G Marine Fishes of South-East Asia. PT Java Books Indonesia. Singapura. Alverson DL dan Hughes SE Bycatch : From Emotion To Effective Natural Resource Management. Review in Fish Biology and Fisheries. Chapman and Hall. Ayodyoa Fishing Methods. Proyek Peningkatan / Pengembangan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bambang N (editor) Petunjuk Pembuatan dan Pengoperasian Cantrang dan Rawai Dasar Pantai Utara Jawa Tengah. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. Semarang. Badan Pusat Statistik dan Pemerintah Kabupaten Lamongan, Lamongan Dalam Angka Lamongan. Barnes RSK dan Hughes RN An Introduction to Marine Ecology Third Edition. Blackwell Publishing Company. Dinas Kelautan dan Perikanan Kapal dan Alat Tangkap. [terhubung tidak berkala]. [22 April 2009] FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAO. Rome Fariz A Perbandingan Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Arad Pada Operasi Penangkapan Siang dan Malam di Perairan Pantai Utara Cirebon [skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Fingerman M (editor) Marine Biotechnology Volume 1 : Endocrinology and Reproduction. Science Publishers Inc. USA. Firdaus M Kajian Keberlanjutan Perikanan Pukat Tarik (Dragged Gear on Shrimp) Di Kota Tarakan Kalimantan Timur [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Google Map [terhubung tidak berkala]. [19 April 2009]. Khaerudin A Proporsi Hasil Tangkapan Jaring Arad (mini trawl) yang Berbasis di Pesisir Utara, Kota Cirebon Jawa Barat [skripsi] (tidak

82 70 dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 52 hal Kusnandar Perikanan Cantrang Di Tegal dan Kemungkinan Pengembangannya [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mahiswara Analisis Hasil Tangkap Sampingan Trawl Udang yang Dilengkapi Perangkat Seleksi TED Tipe Super Shooter [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mailany H Model Sediaan Stokastik Solar Packed Dealer Net di PPP Eretan Wetan, Indramayu. [skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 52 hal Rachmawati I Analisis Hasil Tangkapan Utama dan Hasil Tangkapan Sampingan pada Alat Tangkap Dogol di Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon Jawa Barat [skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Riyanto M Pengoperasian Pukat Udang Pada Siang dan Malam Hari: Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkapan Sampingan Di Laut Arafura [skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Odum PE Fundamentals of Ecology Third Edition. WB Saunders Company. Washington. Purbayanto A Perikanan Trammel Net : Analisis Efektivitas dan Fisiologi Tingkah Laku Ikan untuk Kepentingan Pengelolaannya. Bogor. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sirait BH Analisis Hasil Tangkapan Jaring Arad di Eretan Kulon, Kabupaten Indramayu Jawa Barat [skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sjafei DS dan Robiyani Kebiasaan Makanan dan Faktor Kondisi Ikan Kurisi (Nemipterus tambuloides) di Perairan Teluk Labuan Banten. [Terhubung berkala]. [26 Oktober 2010]

83 71 Subani W dan HR Barus Alat Penangkapan Ikan Dan Udang Laut Di Indonesia. Jakarta. Balai Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Suharto Studi Tentang Kemampuan Tangkap Trawl Dasar dan Hubungannya Dengan Kepadatan Ikan Dasar Di Perairan Labuan Maringgai [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Susilo E Percobaan Pengoperasian Bubu Pada Zona Fotik dan Afotik Di Teluk Palabuhanratu [skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Walpole Pengantar Statistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 52 hal Windarti TS Analisis Hasil Tangkapan Jaring Arad di Blanakan, Kabupaten Subang Jawa Barat [skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. www. fishbase.org/summary/speciessummary.php?id=4821 [3 Juni 2010]

84 LAMPIRAN

85 Lampiran 1 Gambar konstruksi alat tangkap cantrang 73

86 74 Lampiran 2 Spesifikasi alat tangkap cantrang Bagian No kisi Mesh size (mm) Jumlah mata Memanjang Melintang Panjang bagian kisi Memanjang (m) Melintang (m) Total memanjang (m) ,940 19, ,510 20,900 Sayap ,510 24,700 25, ,365 24, ,640 18, ,340 44, ,870 52, ,136 44, ,001 34, ,088 33, ,464 28, ,421 20,482 Badan ,421 17,787 22, , ,739 9, ,518 8, ,900 9, ,870 7, ,870 7, ,470 7,500 Kantong ,000 4,000 3,000 Total (mm)

87 75 Lampiran 3 Peralatan yang digunakan selama penelitian Papan ukur sederhana Meteran Timbangan Timbangan Digital Tachometer GPS Merk Garmin Meteran Life jacket

88 76 Kapal Cantrang Kapal Cantrang Departemen Kelautan dan Perikanan PPN Brondong Jaring pada saat penjemuran

89 77 Lampiran 4 Ikan hasil tangkapan utama Ikan kurisi (Upeneus vittatus) Ikan kerapu (Chepalopolis boenack) Ikan kapasan (Gerres kapas) Cumi-cumi (Loligo spp.) Ikan kakap merah (Lutjanus spp.) Ikan swanggi (Priacanthus tayenus) Ikan gulamah (Argyrosomus amoyensis) Ikan kamojan (Parupeneus sp.)

90 78 Lampiran 5 Ikan hasil tangkapan sampingan Sotong (Sepia spp.) Ikan pepetek (Leiognathus sp.) Ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) Ikan sebelah (Psettodes erumei) Ikan barakuda (Sphyraena sp.) Ikan kerong-kerong (Terapon sp.)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Cantrang SNI SNI

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Cantrang SNI SNI 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Cantrang Cantrang adalah alat tangkap berbentuk jaring yang apabila dilihat dari bentuknya menyerupai alat tangkap payang, tetapi ukuran di tiap bagiannya lebih kecil.

Lebih terperinci

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan 23 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografi dan Topografi Kecamatan Brondong merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Timur. Brondong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Lamongan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap cantrang Definisi dan klasifikasi alat tangkap cantrang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap cantrang Definisi dan klasifikasi alat tangkap cantrang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Ikan Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan yang berfungsi untuk menangkap ikan. Unit ini terdiri dari tiga unsur yaitu: 1) Alat tangkap; 2) Kapal; dan 3)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaring Arad Jaring arad (mini trawl) adalah jaring yang berbentuk kerucut yang tertutup ke arah ujung kantong dan melebar ke arah depan dengan adanya sayap. Bagian-bagiannya

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DRAFT Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/14 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kajian Konstruksi Unit Penangkapan Cantrang 5.1.1 Alat tangkap cantrang Alat tangkap cantrang yang berbasis di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong, Kabupaten Lamongan,

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 26 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Lamongan merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Timur. Secara astronomis Kabupaten Lamongan terletak pada posisi 6 51 54 sampai dengan

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS PENGOPERASIAN CANTRANG DI PERAIRAN BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR NOVELDESRA SUHERY

KAJIAN TEKNIS PENGOPERASIAN CANTRANG DI PERAIRAN BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR NOVELDESRA SUHERY KAJIAN TEKNIS PENGOPERASIAN CANTRANG DI PERAIRAN BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR NOVELDESRA SUHERY MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan wilayah yang sangat besar. Luas perairan laut indonesia diperkirakan sebesar 5,4 juta km 2 dengan garis pantai

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap Karakteristik merupakan satu hal yang sangat vital perannya bagi manusia, karena hanya dengan karakteristik kita dapat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Desain dan spesifikasi alat tangkap gillnet dan trammel net. Gillnet

Lampiran 1. Desain dan spesifikasi alat tangkap gillnet dan trammel net. Gillnet Lampiran 1. Desain dan spesifikasi alat tangkap gillnet dan trammel net Gillnet Keterangan: 1. Tali pelampung 2. Pelampung 3. Tali ris atas 4. Badan jarring 5. Tali ris bawah 6. Tali pemberat 7. Pemberat

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK JARING CANTRANG YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA

KARAKTERISTIK JARING CANTRANG YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA KARAKTERISTIK JARING CANTRANG YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA Sawon *), Enjah Rahmat *), Suwardi *), Agus Salim *), dan Nardi H.E *). *) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut,

Lebih terperinci

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal 97-104 KAJIAN TEKNIS PENGOPERASIAN CANTRANG DI PERAIRAN BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR (Technical Analysis on The Operation of

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak pada lintang LS LS dan BT. Wilayah tersebut

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak pada lintang LS LS dan BT. Wilayah tersebut 34 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak dan Geografis Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon Cirebon merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang terletak pada lintang 06 30 LS-07 00

Lebih terperinci

4 KONDISI PERIKANAN DEMERSAL DI KOTA TEGAL. 4.1 Pendahuluan

4 KONDISI PERIKANAN DEMERSAL DI KOTA TEGAL. 4.1 Pendahuluan 4 KONDISI PERIKANAN DEMERSAL DI KOTA TEGAL 4.1 Pendahuluan Secara geografis Kota Tegal terletak pada posisi 06 0 50 LS sampai 06 0 53 LS dan 109 0 08 BT sampai 109 0 10 BT. Kota Tegal merupakan daerah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon (Lampiran 1). Survey dan persiapan penelitian seperti pencarian jaring,

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN ALAT CANTRANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN ALAT CANTRANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 14 Nomor 1 Juni 2016 p-issn: 1693-7961 e-issn: 2541-2450 PENGAMATAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengembangan usaha penangkapan 5.1.1 Penentuan Komoditas Ikan Unggulan Analisis pemusatan ini dilakukan dengan metode location quotient (LQ). Dengan analisis ini dapat ditentukan

Lebih terperinci

HASIL TANGKAPAN MINI TRAWL UDANG PADA BERBAGAI PANJANG WARP DAN LAMA TARIKAN

HASIL TANGKAPAN MINI TRAWL UDANG PADA BERBAGAI PANJANG WARP DAN LAMA TARIKAN HASIL TANGKAPAN MINI TRAWL UDANG PADA BERBAGAI PANJANG WARP DAN LAMA TARIKAN ABSTRAK Andria Ansri Utama dan Wudianto Peneliti pada Pusat Riset Perikanan Tangkap, Ancol-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 20

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Deskripsi unit penangkapan cantrang Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknik dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri atas alat tangkap, kapal,

Lebih terperinci

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON 6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON Pada dasarnya pengelolaan perikanan tangkap bertujuan untuk mewujudkan usaha perikanan tangkap yang berkelanjutan. Untuk itu, laju

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE WARING UNTUK PELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus devisi) DI PERAIRAN WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE WARING UNTUK PELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus devisi) DI PERAIRAN WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN ANALISIS HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE WARING UNTUK PELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus devisi) DI PERAIRAN WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN Catch Analyses of Purse Seine Waring for Preservation

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis III. KEADAAN UMUM 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bangka Selatan, secara yuridis formal dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isu penting perikanan saat ini adalah keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungannya. Upaya pemanfaatan spesies target diarahkan untuk tetap menjaga

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut

Lebih terperinci

4 ANALISIS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU SURIMI

4 ANALISIS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU SURIMI 4 ANALISIS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU SURIMI 4.1 Pendahuluan Usaha penangkapan ikan khususnya penangkapan dengan menggunakan alat tangkap pukat udang dengan target utama adalah udang (udang putih dan jerbung)

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel.

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel. JARING TRAMMEL Trammel net (Jaring trammel) merupakan salah satu jenis alat tangkap ikan yang banyak digunakan oleh nelayan terutama sejak pukat harimau dilarang penggunaannya. Di kalangan nelayan, trammel

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang

Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 15 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pantai Jawa, dengan garis pantai sepanjang 114 km. Kabupaten Indramayu terletak pada

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 25 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cirebon 4.1.1 Kondisi geografis dan topografi Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENARIKAN PADA PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP CANTRANG TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN BRONDONG.

PENGARUH LAMA PENARIKAN PADA PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP CANTRANG TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN BRONDONG. PENGARUH LAMA PENARIKAN PADA PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP CANTRANG TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN BRONDONG Suwarsih Staf Pengajar PS D3 Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian menunjukan bahwa sumberdaya ikan di perairan Tanjung Kerawang cukup beragam baik jenis maupun ukuran ikan yang

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 35 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara 4.1.1 Letak geografis dan topografi Jakarta Utara Muara Angke berada di wilayah Jakarta Utara. Wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar

Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN aa 26 aa a a 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknis Gillnet Millenium 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal yang mengoperasikan alat tangkap gillnet millenium merupakan kapal kayu yang menggunakan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan ikan yang meningkat memiliki makna positif bagi pengembangan perikanan, terlebih bagi negara kepulauan seperti Indonesia yang memiliki potensi perairan yang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Administrasi Kabupaten Subang Kabupaten Subang terletak antara 107 0 31 107 0 54 BT dan 6 0 11 6 0 30 LS. Kabupaten Subang terdiri dari 22 kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan 30 4 HSIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (K) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan laut memimpin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Alat Tangkap di Kabupten Indramayu Hasil inventarisasi jenis alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Indramayu (Tabel 6) didominasi oleh alat tangkap berupa jaring, yakni

Lebih terperinci

CANTRANG: MASALAH DAN SOLUSINYA

CANTRANG: MASALAH DAN SOLUSINYA CANTRANG: MASALAH DAN SOLUSINYA Lukman Hakim 1 Nurhasanah 2 1 Institut Pertanian Bogor; 2 Universitas Terbuka Email: lukmanhakim2525@gmail.com ABSTRACT Cantrang is a fishing gear that is now banned because

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 40 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Fisik Geografis Wilayah Kota Ternate memiliki luas wilayah 5795,4 Km 2 terdiri dari luas Perairan 5.544,55 Km 2 atau 95,7 % dan Daratan 250,85 Km 2 atau

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Administrasi wilayah Provinsi Sumatera Selatan secara geografis terletak pada 1 0 LU 4 0 LS dan 102,25 0 108,41 0 BT, dengan luas mencapai 87.017,42 km 2, atau 8.701.742 ha yang

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Alat penangkap ikan di PPP Cilauteureun Alat penangkap ikan di PPP Cilauteureun menurut statistik perikanan Indonesia terbagi menjadi empat jenis yaitu, pukat kantong,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal Ismail, Indradi 1, Dian Wijayanto 2, Taufik Yulianto 3 dan Suroto 4 Staf Pengajar

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat hela arad

Bentuk baku konstruksi pukat hela arad Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat hela arad ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...1

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG Oleh : FIRMAN SANTOSO C54104054 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi GILL NET (Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi Pendahuluan Gill net (jaring insang) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pemberat pada tali ris bawahnya dan pelampung

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan data dilakukan di wilayah Teluk Jakarta bagian dalam, provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pengambilan data dilakukan pada Bulan Agustus 2010 dan Januari

Lebih terperinci

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP KOMPONEN DESAIN JARING MILLENIUM (Percobaan dengan Prototipe dalam Flume Tank) Desty Maryam SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat hela ganda udang (double rigger shrimp trawl)

Bentuk baku konstruksi pukat hela ganda udang (double rigger shrimp trawl) Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat hela ganda udang (double rigger shrimp trawl) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar Isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim. Sebagai wilayah dengan dominasi lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di bidang perikanan dan kelautan.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat hela ikan

Bentuk baku konstruksi pukat hela ikan Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat hela ikan ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Simbol

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac. KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada pertumbuhan tanaman, hewan, dan ikan. Pertanian juga berarti kegiatan pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU Proporsi dan Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Tiga Lapis (Trammel Net) di Pelabuhan Ratu (Hufiadi) PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU ABSTRAK Hufiadi

Lebih terperinci

KERAGAAN DESAIN CANTRANG PADA KAPAL UKURAN < 30 GT DI PANTAI UTARA JAWA TENGAH

KERAGAAN DESAIN CANTRANG PADA KAPAL UKURAN < 30 GT DI PANTAI UTARA JAWA TENGAH KERAGAAN DESAIN CANTRANG PADA KAPAL UKURAN < 30 GT DI PANTAI UTARA JAWA TENGAH (Technical Design of Danish Seine on North Java Waters) Suparman Sasmita 1), Sulaeman Martasuganda 2), Ari Purbayanto 2) 1)

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang di Kuala Baru Kabupaten Aceh Singkil

Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang di Kuala Baru Kabupaten Aceh Singkil Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang di Kuala Baru Kabupaten Aceh Singkil The Analysis on Fish Catches of Gillnet in Kuala Baru of Aceh Singkil Regency Nelci Sylvia 1*, Chaliluddin Marwan 1, Ratna Mutia

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cangkol Kampung Cangkol Kelurahan Lemah Wungkuk Kecamatan Lemah Wungkuk, Kota Cirebon Jawa Barat. Pengambilan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci