BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laringoskopi Dan Intubasi Intubasi endotrakhea adalah teknik paling penting dan paling aman dalam menjaga jalan nafas dengan cara memasukkan ETT (endotracheal tube) ke dalam trakhea melalui mulut atau hidung dengan bantuan laringoskop. 22 ETT digunakan sebagai penghantar gas anestesi dan memudahkan kontrol ventilasi dan oksigenasi, ataupun pada pasien dengan anestesi umum. 23 Sedangkan laringoskopi yaitu suatu pemeriksaan untuk melihat laring, bagian belakang faring, dan plika vokalis dengan alat laringoskop. Pada tindakan intubasi endotrakhea rutin dilakukan dengan bantuan laringoskop. 25 Kirstein adalah orang pertama kali yang melakukan intubasi endotrakhea dengan bantuan laringoskop pada tahun Laringoskopi dalam tindakan intubasi endotrakhea berguna untuk memeriksa bagian dalam laring dan pencahayaan alat ini penting untuk penempatan TT. 23 Intubasi endotrakhea diindikasikan untuk beberapa hal, antara lain pasien gagal nafas yang membutuhkan ventilator mekanik, adanya sumbatan saluran nafas bagian atas, untuk membantu ventilasi, memudahkan menghisap sekret dari traktus trakheo-bronkhial, mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari lambung, pasien dengan syok berat, atau pada pembedahan dengan anestesi umum. 23, Anatomi Tindakan ekstubasi sama halnya dengan tindakan intubasi akan mengakibatkan stimulasi nervus yang melewati rongga mulut, orofaring ataupun laring Inervasi rongga mulut Seluruh otot lidah dipersarafi nervus XII (hypoglossal) kecuali pada otot palatoglossus yang diinervasi pleksusfaringeal. Nervus glossopharygeus menginervasi sensasi umum pada lidah. Sedangkan bagian posterior lidah disarafi oleh cabang dari nervus laringeal interna. 7

2 2.2.2 Inervasi Faring Faring disarafi oleh plexus faringeal yang terdiri atas : 1. Nervus faringeal yang merupakan cabang nervus vagus yang membawa nervus kranialis assesorius. 2. Nervus faringeal cabang dari nervus glossofaringeal. 3. Nervus faringeal cabang dari ganglion servikalis (yang mensarafi simpatetik). Serabut motorik berasal dari nervus kranialis assesorius yang merupakan cabang nervus vagus. Nervus ini mensarafi seluruh otot-otot faring kecuali otot stylofaringeus yang diinervasi nervus glossofaringeal. Constrictor inferior menerima suplai tambahan dari nervus eksternal dan recurrent laringeal. Plexus ini juga mensarafi seluruh otot palatum lunak, kecuali tensor palatum yang disarafi nervus mandibular. Serabut sensorik dari faring kebanyakan berasal dari nervus glossofaringeal dan sebagian berjalan melalui nervus vagus. Walaupun nasofaring disuplai oleh nervus maxillaris, palatum lunak serta tonsil disarafi lebih sedikit oleh nervus palatina dan nervus glossofaringeus. Sensasi rasa berasal dari area vallecula dan epiglottis diteruskan melalui cabang laringeal nervus vagus. Jaras sekretomotor parasimpatis dari faring berasal dari nervus petrosal (N.VII ) ke arah cabang dari ganglion pterygopalatine Persarafan Laring Membran mukosa laring menerima suplai dari nervus laringeal superior dan nervus recurrent laringeal. Nervus laringeal superior berjalan ke bawah ke dinding lateral dari faring menuju ke belakang ke arah arteri carotid interna dan pada tingkat puncak tulang hyoid terbagi atas cabang internal dan eksternal. Pada cabang laringeal internal sebagian sensori motor terdapat pada motor otot aritenoid, glottis valikula dan vestibula laring, lipatan ariepiglotis serta membrane mukosa bagian posterior rima glottis. Cabang laringeal eksternal terdapat serabut motorik yang mensarafi otot krikotiroid. 2 8

3 Nervus laringeal rekuren bersama dengan cabang arteri tiroid inferior merupakan bagian dari serabut sensorik, yang menyuplai membran mukosa laring di bawah pita suara. Pensarafan ini meliputi seluruh otot laring kecuali krikotiroid dan sebagian kecil otot aritenoid Persarafan dari trakhea Serabut saraf laringeal vagus (rekuren) dan jaras simpatik mensuplai trakhea. Serabut parasimpatik eferen berasal dari bagian nucleus dorsal nervus vagus ke arah cabang laringeal rekuren untuk menyuplai impuls motor ke otot polos trakhea. Serabut eferen lainnya menyampaikan sinyal sekresi menuju ke kelenjar-kelenjar di sepanjang trakhea. Jaras simpatetik vasokonstriktor berjalan sepanjang arteri tiroid inferior dan cabang-cabangnya banyak terdapat di trakhea dengan terdapatnya badan sel pada ganglion servikal medial. 26 Gambar Persarafan Laring Intubasi trakhea dan laringoskopi merupakan salah satu proses yang paling menyakitkan yang dapat terjadi pada tubuh manusia yang melibatkan respon hemodinamik akut, yang dapat bertahan hingga 10 menit. Rangsangan simpatoadrenal diikuti dengan pelepasan katekolamin merupakan sebagian penyebab ketidakstabilan hemodinamik, yang biasanya ditandai dengan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. 27 9

4 Teknik laringoskopi dan intubasi Indikasi Intubasi Pamasangan ETT merupakan bagian rutin dari pemberian anestasi umum. Intubasi bukan prosedur bebas resiko, bagaimanapun, tidak semua pasien dengan anestesi umum memerlukan intubasi, tetapi ETT dipasang untuk proteksi, dan untuk akses jalan nafas. Secara umum, intubasi adalah indikasi untuk pasien yang memiliki resiko untuk aspirasi dan untuk prosedur operasi meliputi rongga perut atau kepala dan leher. Ventilasi dengan face mask atau LMA biasanya digunakan untuk prosedur operasi pendek seperti sitoskopi, pemeriksaan dibawah anestesi, perbaikan hernia inguinal dan lain lain Persiapan untuk laringoskopi rigid Persiapan untuk intubasi termasuk memeriksa perlengkapan dan posisi pasien. ETT harus diperiksa. Sistem inflasi cuff pipa dapat diuji dengan menggembungkan balon dengan menggunakan spuit 10 ml. Pemeliharaan tekanan balon menjamin balon tidak mengalami kebocoran dan katup berfungsi. 2 Beberapa dokter anestesi memotong ETT untuk mengurangi panjangnya dengan tujuan untuk mengurangi resiko dari intubasi bronkhial atau sumbatan akibat dari pipa yang kinking. Konektor harus ditekan sedalam mungkin untuk menurunkan kemungkinan terlepas. Jika mandren digunakan ini harus dimasukan ke dalam ETT dan mandren ini ditekuk menyerupai stik hoki. Bentuk ini digunakan untuk intubasi dengan posisi laring ke anterior. Blade harus terkunci di atas handle laringoskop dan bola lampu dicoba berfungsi atau tidak. Intensitas cahanya harus tetap walaupun bola lampu bergoyang. Sinyal cahaya yang berkedap kedip karena lemahnya hubungan listrik, sehingga perlu diingat untuk mengganti batre berkala. Extra blade, handle, ETT (1 ukuran lebih kecil atau lebih besar) dan mandren harus disediakan. Suction diperlukan untuk membersihkan jalan nafas pada kasus dimana dijumpai sekresi jalan nafas tidak diinginkan, darah, atau muntah. 2 Keberhasilan intubasi tergantung dari posisi pasien yang benar. Kepala pasien harus sejajar atau lebih tinggi dengan pinggang dokter anestesi untuk mencegah ketegangan bagian belakang yang tidak perlu selama tingdakan laringoskopi. 10

5 Laringoskop rigid digunakan dengan cara memindahkan jaringan lunak faring untuk membentuk garis langsung untuk melihat dari mulut ke glotis yang terbuka. Elevasi kepala sedang (sekitar 5-10 cm diatas meja operasi) dan ekstensi dari atlantoocipito joint menempatkan pasien pada posisi sniffing yang diinginkan. Bagian bawah dari tulang leher diposisikan fleksi dengan menempatkan kepala diatas bantal. 2 Gambar ETT dengan mandren yang dibentuk mirip stik hoki 2 Persiapan untuk induksi dan intubasi juga meliputi preoksigenasi rutin. Preoksigenasi dengan beberapa (4 dari total kapasitas paru paru) kali nafas dalam dengan 100% oksigen memberikan ekstra margin of safety pada pasien yang tidak mudah diventilasi setelah induksi. Preoksigenasi dapat dihilangkan pada pasien yang akan menggunakan face mask, yang bebas dari penyakit paru, dan yang tidak memiliki jalan nafas dengan kemungkinan sulit ventilasi. 11

6 Gambar Posisi aman dan intubasi dengan blade macinthos Intubasi Orotrakheal Laringoskop dipegang oleh tangan kiri. Dengan mulut pasien terbuka lebar, blade dimasukan pada sisi kanan dari orofaring dengan hati-hati untuk menghindari gigi. Geserkan lidah ke kiri dan masuk menuju dasar dari faring dengan pinggir blade. Puncak dari lengkung blade biasanya dimasukan ke dalam vallecula, dan ujung blade lurus menutupi epiglotis. Dengan blade lain, handle diangkat dan jauh dari pasien secara tegak lurus dari mandibula pasien untuk melihat pita suara. Terperangkapnya lidah antara gigi dan blade dan pengungkitan dari gigi harus dihindari. ETT diambil dengan tangan kanan, dan ujungnya dilewatkan melalui pita suara yang terbuka (abduksi). Balon ETT harus berada dalam trakhea bagian atas tapi di luar laring. Laringoskop ditarik dengan hati- hati untuk menghindari kerusakan gigi. Balon dikembungkan dengan sedikit udara yang dibutuhkan untuk tidak adanya kebocoran selama ventilasi tekanan positif, untuk meminimalkan tekanan yang ditransmisikan pada mukosa trakhea. Merasakan pilot balon bukan metode yang dapat dipercaya untuk menentukan tekanan balon yang adekuat. 2 Setelah intubasi, dada dan epigastrium dengan segera diauskultasi dan capnogragraf dimonitor untuk memastikan ETT ada di intratrakhea. Jika ada keraguraguan tentang apakah pipa dalam esophagus atau trakhea, cabut lagi ETT dan 12

7 ventilasi pasien dengan face mask. Sebaliknya, pipa diplester atau diikat untuk mengamankan posisi. 2 Gambar Gambaran glotiss selama laringoscopi dengan blade yang melengkung. Lokasi pipa yang tepat dapat dikonfirmasi dengan palpasi balon pada sternal notch sambil menekan pilot balon dengan tangan lainnya. Balon jangan ada di atas level kartilago cricoid, karena lokasi intralaringeal yang lama dapat menyebabkan suara serak pada paska operasi dan meningkatkan resiko ekstubasi yang tidak disengaja. Posisi pipa dapat dilihat dengan radiografi dada, tapi ini jarang diperlukan kecuali dalam ICU Komplikasi laringoskopi dan intubasi Komplikasi laringoskopi dan intubasi termasuk hipoksia, hiperkarbia, trauma gigi dan jalan nafas, posisi ETT yang salah, respons fisiologi, atau malfungsi ETT. Komplikasi-komplikasi ini dapat terjadi selama laringoskopi atau intubasi, saat ETT dimasukkan, dan setelah ekstubasi. 2 13

8 Tabel 1. Komplikasi dari intubasi Selama laringoskopi dan intubasi Malposisi Intubasi esophagus Intubasi bronchial Trauma jalan nafas Gigi rusak Lacerelasi lidah, bibir dan mucosa Dislokasi mandibula Hipoksia, hiperkarbi Hipertensi, takikardi Hipertensi intracranial Hipertensi intraokuler Laringospasme Mekanisme respon hemodinamik terhadap laringoskopi dan intubasi endotrakheal King et al, merupakan salah satu dari beberapa kelompok studi awal yang melakukan pengamatan pada respon hemodinamik terhadap tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakheal (LETI). Mereka mengusulkan bahwa disritmia jantung, hipertensi, dan takikardia berhubungan dengan LETI sebagai akibat dari penurunan tonus vagal ataupun peningkatan aktivitas simpatoadrenal. Mereka berdalil bahwa peningkatan tekanan darah arteri lebih disebabkan karena peningkatan curah jantung (CO) daripada peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik (SVR). Mereka mencatat bahwa respon tekanan darah tampaknya lebih mudah diblok secara komplet dengan lebih mendalamkan level anesthesia daripada meningkatkan laju jantung (HR). Mereka juga mencatat bahwa laringoskopi sendiri dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedangkan intubasi akan memperbesar efek ini dan dapat menimbulkan suatu aritmia jantung. 14

9 Bedford 29 telah menggambarkan suatu saling keterkaitan antara sistem saraf pusat (CNS) dan respon kardiovaskuler. Selama LETI, peningkatan respon hemodinamik terjadi karena jalan nafas atas (laring, trakhea, dan karina) memiliki refleks sistem saraf simpatetis yang dapat bereaksi tidak hanya dengan substansi atau subjek yang berkontak langsung padanya, tetapi juga terhadap faktor lain, seperti level anestesi yang ringan (light level of anesthesia). Refleks penutupan glottis (laringospasme) adalah respon motorik jalan nafas atas terhadap light anesthesia. Nervus glossofaringeal berada di superior permukaan anterior epiglottis. Nervus glossofaringeal dan vagus, keduanya merupakan jalur afferen untuk terjadinya refleks laringospasme dan respon hemodinamik pada tindakan LETI. Nervus vagus memiliki jalur sensorik yang berasal dari daerah setentang bagian distal epiglottis posterior sampai ke jalan nafas bagian bawah. Karena terjadinya laringospasme dimediasi oleh jalur vagal efferen ke glottis, maka refleks ini dapat timbul selama light anesthesia, yaitu ketika ujung-ujung saraf sensorik yang diinervasi oleh vagal di jalan nafas atas terstimulasi. Respons kardiovaskuler pada saat tindakan LETI dimediasi oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Respon saraf parasimpatis adalah adalah terjadinya sinus bradikardi, yang sering sekali terinduksi pada infan dan anak-anak kecil, akan tetapi terkadang dapat juga terjadi pada orang dewasa. Karena refleks ini dimediasi oleh peningkatan tonus vagal pada nodus sinoatrial, hal ini menunjukkan adanya suatu respon monosinaptik terhadap stimulus noksius yang terjadi. 29 Respon simpatis pada tindakan LETI berupa sinus takikardia. Derbyshire et al 30 melaporkan bahwa pada saat intubasi endotrakheal tidak hanya disertai peningkatan aktivitas simpatetik, akan tetapi juga disertai meningkatnya aktivitas katekolamin adrenomedullari. Respon hipertensi dan takikardi yang biasa terjadi pada tindakan intubasi endotrakheal dihasilkan oleh aktifitas jalur-jalur efferen simpatetik ini. Jalur jalur polisinaptik yang berasal dari serabut afferen vagal dan glossofaringeus ke sistem saraf simpatetik, melalui batang otak dan medulla spinalis, meyakinkan adanya suatu respons otonomik yang diffus, termasuk peningkatan letupan dari serabut-serabut cardioaccelerator, pelepasan norpeineprin dari terminal 15

10 saraf adrenergik pada vascular beds, dan pelepasan epinefrin dari medulla adrenal. Karena pelepasan rennin dari apparatus juxtaglomerular ginjal diaktivasi oleh betaadrenergik, maka aktivasi sistem rennin-angiotensin juga turut ambil bagian dalam mencetuskan respon hipertensi pada LETI. 29 Dalam suatu penelitian tentang respon kardiovaskuler terhadap LETI, dilakukan evaluasi terhadap respon laringoskopi dan intubasi trakheal secara terpisah. Dengan menggunakan intubasi nasotrakheal serat optik secara sadar sehingga stimulus akibat laringoskopi rigid dan suksinilkolin dapat dihindari. Hal ini hampir sama dengan penelitian Shribman et al 28, yang meneliti tentang respon kardiovaskluer dan katekolamin terhadap laringoskopi dengan dan tanpa intubasi endotrakheal. Mereka mendapati bahwa terjadi peningkatan tekanan darah dan konsentrasi katekolamin yang bersirkulasi secara signifikan pada saat tindakan laringoskopi dengan atau tanpa intubasi. Akan tetapi, intubasi berkaitan dengan peningkatan laju jantung yang bermakna, sementara hal ini tidak terjadi jika hanya dilakukan laringoskopi saja. Finfer et al 31, membandingkan laringoskopi langsung dengan intubasi menggunakan serat optik. Mereka mendapatkan bahwa, baik intubasi dengan laringoskopi dan bronkhoskopi menghasilkan kenaikan tekanan darah dan laju jantung yang signifikan. Sehingga tampak bahwa peningkatan maksimum pada tekanan darah terjadi pada saat laringoskopi, sedangkan laju jantung akan maksimum meningkat pada saat intubasi endotrakheal. 2.3 Nyeri Nyeri dapat didefenisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan yang jelas, cenderung rusak, atau sesuatu yang tergambarkan seperti yang dialami (International Association for the Study of Pain). 27 Sensasi nyeri adalah suatu fenomena neuro-biokemikal, ketika terjadi kerusakan jaringan, neurokemikal akan mengaktifasi nosiseptor pada tempat yang rusak. Nosiseptor adalah reseptor nyeri yang ada diseluruh tubuh, letaknya terutama pada permukaan kulit, kapsula sendi, di dalam periosteum, serta disekitar dinding pembuluh darah

11 Antara stimuli nyeri sampai dirasakan sebagai persepsi nyeri terdapat suatu rangkaian proses elektrofisiologis yang secara kolektif disebut sebagai nosiseptif. Ada empat proses yang terjadi pada suatu nosiseptif yaitu: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Transduksi merupakan proses perubahan rangsang nyeri menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Rangsang ini dapat berupa stimulasi fisik, kimia ataupun panas. Transmisi adalah proses penyaluran impuls listrik yang dihasilkan oleh proses transduksi tadi melalui saraf sensorik. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C sebagai neuron pertama (dari perifer menuju kornu dorsalis medulla spinalis). Pada kornu dorsalis ini, neuron pertama tersebut akan menyilang garis tengah dan naik melalui traktus spinotalamikus kontralateral menuju talamus, yang disebut neuron kedua. Neuron kedua ini kembali bersinaps di talamus dengan neuron ketiga yang memproyeksikan stimulus nyeri melalui kapsula interna dan korona radiata menuju girus postsentralis korteks serebri. Modulasi adalah proses modifikasi terhadap rangsang. Modifikasi ini dapat terjadi pada sepanjang titik dari sejak transmisi pertama sampai ke korteks serebri. Modifikasi dapat berupa augmentasi (peningkatan), ataupun inhibisi (penghambatan). Persepsi adalah proses terahir, saat stimulasi tersebut mencapai korteks sehingga mencapai tingkat kesadaran, selanjutnya diterjemahkan dan ditindak lanjuti berupa tanggapan terhadap nyeri tersebut. 32 Seperti yang telah diketahui bahwa tindakan laringskopi dan intubasi endotrakhea merupakan salah satu prosedur yang menyakitkan. Pengalaman menyakitkan yang diperlukan sebagian pasien yang akan dianesthesi ini seharusnya tidak perlu dialami pasien dengan cara pemberian agen-agen anesthesia seperti sedasi, analgesia dan pelumpuh otot. 17

12 Gambar Pain pathway 2.4 Respon Kardiovaskuler Pada Laringoskoi Dan Intubasi Endotrakhea Laringoskopi dan tindakan intubasi endotrakhea biasanya membutuhkan anestesi yang lebih dalam karena tindakan ini akan menstimulasi refleks fisiologis, antara lain pernafasan, kardiovaskuler, dan neurologis. 33,34 Hal-hal ini dapat digolongkan menjadi komplikasi yang disebabkan oleh penekanan struktur saluran nafas dengan ET/cuff yang kemudian akan merangsang jalur refleks. Baik sistem saraf simpatis maupun parasimpatis berperan terhadap sejumlah respon yang ditimbulkan. 34 Akibat dari adanya peningkatan rangsangan simpatis oleh karena penekanan pada saraf laringeus superior dan saraf recurren laringeus oleh ujung laringoskop maupun ETT. 35,36,38 Peningkatan rangsangan simpatis ini akan menyebabkan kelenjar suprarenalis mensekresi hormon adrenalin dan noradrenalin sehingga pada sistem kardiovaskuler akan terjadi peningkatan tekanan darah, dan laju jantung. Oleh karena kerja hormon adrenalin dan noradrenalin tersebut maka terjadilah peningkatan permiabilitas membran sel otot jantung terhadap ion natrium dan ion kalsium, serta peningkatan frekuensi denyut jantung akibat pengaruhnya ke nodus SA. Peningkatan permiabilitas terhadap kalsium akan meningkatkan kekuatan 18

13 kontraksi otot jantung. 25,38,39 Semakin kuat dan lama rangsangan yang ada maka semakin banyak hormon yang disekresi sehingga tekanan darah dan laju darah akan semakin meningkat. 39,40 Eferen dari outflow saraf simpatis untuk jantung berasal dari medula spinalis yang terletak antara thorakal 1 thorakal 4, sedangkan untuk medula adrenal terletak antara medula spinalis thorakal 3 sampai dengan lumbal. 33,35,41 Outflow tersebut akan dimodulasi oleh pusat supraspinal. Maka dari itu, bila terjadi cedera pada medula spinalis, dapat mengubah respon hemodinamik yang terjadi pada laringoskop dan intubasi endotrakhea. 33,39 Pada tahun 1940, Reid and Brace untuk pertama kalinya mendiskripsikan mengenai respon hemodinamik pada laringoskopi dan intubasi endotrakhea. Laringoskopi and intubasi endotrakhea telah diketahui sebagai stimulus respon simpatoadrenal, yakni hipertensi, takikardi, peningkatan konsentrasi katekolamin dalam plasma, infark miokard, penurunan kontraktilitas miokard, ventricular arhytmias, dan hipertensi intrakranial. 42 Hipoksia dan hiperbarik dapat memperburuk respon otonom. 22,34 Besarnya respon akibat tekanan berkaitan dengan durasi laringoskopi, dan diperberat apabila terdapat kesulitan dalam memasang ET. Perubahan hemodinamik yang bersifat sementara ini tak akan menimbulkan resiko yang merugikan bagi individu sehat, tetapi pada beberapa pasien dapat mengakibatkan timbulnya gagal ventrikel kiri, myocardial ischemia and cerebral hemorrhage. Komplikasi ini biasanya terjadi pada pasien dengan hipertensi, atheroma arteri koroner atau serebral, ischemic heart disease, disfungsi miokard, dan peningkatan tekanan intraokuler serta intrakranial. 25 Berikut ini adalah berbagai macam respon hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi endotrakhea, antara lain: Bradikardi biasanya terjadi pada infan (fetus) dan anak-anak selama laringoskopi dan intubasi. Hal ini berhubungan dengan respon laringospame. Jarang terlihat pada orang dewasa, reflek tersebut akibat dari peningkatan reflek vagal pada nodus sinoatrialis dan hampir sebuah respon monosinaptik terhadap rangsang yang berbahaya pada jalan nafas. 2. Pada remaja, dan dewasa respon yang paling umum pada intubasi endotrakhea adalah hipertensi dan takikardi, yang dimediasi oleh eferen simpatis melalui saraf 19

14 kardioakselerator dan ganglion rantai simpatis. Jalur polisinap alami dari afferen vagal dan glossofaringeal ke pusat saraf simpatis melalui batang otak dan medula spinalis yang menghasilkan respon otonom yang menyeluruh yang termasuk pelepasan dari norepinefrin dari saraf terminal adrenergik dan sekresi epinefrin dari medula adrenal. Beberapa diantaranya (respon hipertensi oleh karena intubasi endotrakhea) juga dihasilkan dari aktivasi sistem renin-angiotensin, dengan pelepasan renin dari apparatus juxtaglomerular ginjal, dan end-organ yang diinervasi oleh saraf terminal β-adrenergic. 33,43 Respon neuroendokrin pada intubasi endotrakhea yaitu hipertensi dan takikardi menyebabkan terjadinya berbagai jenis komplikasi pada pasien dengan penyakit jantung. Efek kardiovaskuler yang paling sering terjadi yaitu iskemik miokard pada pasien dengan insufisiensi arteri koroner, dikarenakan laju jantung (heart rate) dan tekanan darah yang menjadi faktor penentu utama dari kebutuhan oksigen miokard. 41 Peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang terjadi karena adanya hypertensive-tachycardic response ini harus diikuti dengan peningkatan aliran darah kaya oksigen melalui sirkulasi arteri koroner. Akan tetapi, ketika terdapat satu atau lebih oklusi arteri koroner akan mengakibatkan aliran darah arteri koroner yang relatif tetap, kemampuan untuk meningkatkan suplai aliran darah saat terjadi episode peningkatan kebutuhan oksigen ini menjadi minimal. 24,44 Peningkatan kebutuhan oksigen miokard secara tiba-tiba dapat mengakibatkan disfungsi miokard/infark jaringan terbuka. 34 Aktivasi dari sistem saraf saraf otonom, intubasi endotrakhea menstimulus aktivitas sistem saraf pusat, yang dibuktikan oleh aktivitas elektroensephalografi (EEG), cerebral metabolic rate (CMR), cerebral blood flow (CBF). Pada pasien compromised intacranial compliance, peningkatan CBF dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial (ICP), yang akhirnya dapat menyebabkan herniasi dari isi otak dan severe neurologic compromise. 34 Peningkatan tekanan darah sebagai respon sistem kardiovaskuler terhadap laringoskopi dan intubasi endotrakhea baik tekanan diastolik maupun sistolik terjadi pada 5 detik setelah laringoskopi dan mencapai puncaknya dalam 1-2 menit lalu 20

15 akan kembali seperti sebelum laringoskopi dalam 5 menit. Pada individu normal rata-rata peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik lebih dari 53 dan 34 mmhg. Laju jantung meningkat rata-rata 23 kali/menit. Respon laju jantung pada laringoskopi sangat bervariasi, meningkat pada 50% kasus. Selama tindakan laringoskopi jarang terjadi perubahan EKG (biasanya extrasystol atau ventricular premature contraction), lain halnya pada tindakan intubasi endotrakhea. 45,48 Perubahan hemodinamik ini dapat diredam dengan lidocain atau fentanil. Obat-obat hipotensif seperti sodium nitroprussid, nitroglycerin, hidralazin, penghambat beta, dan penghambat kanal kalsium, juga dijumpai efektif mengurangi respon hipertensi sesaat yang berhubungan dengan tindakan laringoskopi dan intubasi trakheal. 47,48,49 Kesulitan tindakan laringoskopi dijumpai pada lebih dari 40% pasien anakanak dengan diabetes yang akan dilakukan transplantasi ginjal. Hal ini dapat terjadi karena adanya diabetic stiff joint syndrome, sebuah komplikasi yang sering terjadi pada IDDM (insulin depentdent diabetic mellitus), yang menyebabkan berkurangnya mobilitas sendi atlanto-occipital. Pada pasien-pasien diabetic dengan neuropati autonomi terjadi peningkatan resiko henti jantung/nafas dan hipotensi intraoperatif yang membutuhkan vassopressor. Kemungkinan terjadi respon pressor yang berlebihan terhadap tindakan intubasi trakhea Fentanil Struktur, rumus bangun Fentanil merupakan agonis opioid sintetis derivat fenilpiperidin yang strukturnya menyerupai meperidin. Sebagai analgesik, fentanil kali lebih poten dibandingkan dengan morfin. 50 Gambar Rumus bangun Fentanil 21

16 Dalam praktek klinis, fentanil diberikan dalam berbagai dosis. Dosis 1 2 µg/kg intravena diberikan untuk memberikan efek analgesi. Fentanil dosis 2 6 µg/kg intravena dapat diberikan untuk mengurangi respon kardiovaskuler pada tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea karena cara kerjanya yang memblok rangsang nyeri, depresi tonus simpatis sentral dan aktivasi tonus vagal. Fentanil dengan dosis 2 20 µg/kg intravena juga dapat digunakan untuk mengatasi perubahan mendadak akibat stimulasi saat pembedahan. Sementara dosis besar fentanil µg/kg intravena digunakan dalam surgical anesthesia sebagai obat anestesi tunggal. 50, Farmakokinetik Pemberian dosis tunggal fentanil intravena mempunyai mula kerja lebih cepat dan durasi yang lebih singkat dibandingkan morfin. Onset yang cepat ini menunjukkan bahwa fentanil mempunyai sifat larut lemak yang tinggi sehingga mudah melalui sawar darah otak. Sedangkan untuk durasinya yang singkat menunjukkan redistribusi cepat ke jaringan lemak, otot skeletal, serta paru-paru. Fentanil dimetabolisme melewati proses N-demethylation yang akan menghasilkan norfentanil, dimana struktur dari norfentanil ini mirip dengan struktur normeperidin. Norfentanil diekskresi melalui ginjal dan dapat ditemukan di urin 48 jam setelah pemberian dosis tunggal fentanil intravena. 50,52 Meskipun fentanil mempunyai masa kerja singkat, namun fentanil mempunyai eliminasi waktu paruh yang lebih panjang daripada morfin, yang menunjukkan fentanil mempunyai kecepatan distribusi yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena daya kelarutan lemaknya yang besar sehingga mudah masuk ke jaringan. Namun pada pasien lanjut usia, eliminasi waktu paruh menjadi memanjang dikarenakan penurunan aliran darah hepatik, penurunan aktivitas enzim mikrosomal hepar, atau penurunan produksi albumin, dimana sebagian besar fentanil terikat pada protein (79 87%). Oleh karena itu, pemberian fentanil dalam periode waktu yang lama pada pasien lanjut usia lebih efektif daripada pasien dewasa

17 2.5.3 Efek Samping Fentanil tidak mempengaruhi aliran darah paru dan hepar. Fentanil menyebabkan kekakuan otot khususnya otot thoraks, abdomen, dan ekstrimitas serta menyebabkan depresi ventilasi terutama pada pemberian intravena yang cepat. 53 Depresi nafas yang menetap atau rekuren merupakan efek samping yang sering timbul pada periode post operatif. Konsentrasi plasma puncak sekunder mengakibatkan sequestraction fentanil dalam asam lambung (ion trapping). Sekuestrasi fentanil tersebut kemudian diabsorbsi dari usus halus yang bersifat lebih alkalis kedalam sirkulasi untuk meningkatkan konsentrasi opioid dalam plasma dan menyebabkan depresi nafas. 55 Dibandingkan dengan morfin, fentanil tidak menyebabkan pelepasan histamin meskipun dalam dosis yang besar, sehingga tidak terjadi dilatasi pembuluh vena yang berujung pada hipotensi. Namun bradikardi terlihat lebih nyata pada pemberian fentanil dibandingkan morfin karena meningkatnya tonus vagal sentral dan depresi nodus SA dan AV, sehingga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah dan curah jantung. 50 Pemberian sulfas atropin dapat menurunkan kejadian bradikardi dan dianjurkan pada penggunaan fentanil dosis tinggi. Pemberian sulfas atropin pada fentanil 10 µg/kg intravena dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium dan insufisiensi koroner. 53 Aktivitas kejang telah dihubungkan dengan pemberian cepat fentanil intravena. Pada pemberian fentanil kadang juga timbul kekakuan otot, sehingga apabila tidak terdapat aktivitas kejang pada EEG maka sulit membedakan myoklonus karena aktivitas kejang dengan kekakuan otot akibat pemakaian opioid. 50,53 Pemberian fentanil pada pasien trauma kepala telah dihubungkan dengan peningkatan tekanan intrakranial 6 9 mmhg. Peningkatan tekanan intracranial ini biasanya disertai juga penurunan tekanan arteri rerata dan tekanan perfusi serebral. Hal ini menyatakan peningkatan tekanan intrakranial oleh sulfentanil (mungkin juga 23

18 oleh fentanil) disebabkan karena adanya penurunan autoregulasi tahanan vaskuler serebral akibat penurunan tekanan darah Klonidin Struktur, rumus bangun Klonidin merupakan agonis selektif aksi sentral untuk adrenoreseptor alfa2 dengan rasio seleksi 200 : 1 (alfa2 : alfa1) yang digunakan sebagai obat antihipertensi oleh karena dapat menurunkan aktivitas simpatis pada sistem saraf pusat. 53 Gambar Rumus bangun Klonidin Mekanisme Kerja Klonidin bekerja pada reseptor alfa-2 adrenergik di susunan saraf pusat, perifer, ganglia otonom baik presinaptik maupun postsinaptik, dan dalam berbagai jaringan tubuh termasuk ginjal, trombosit, kandung kemih, dinding usus, dan dinding pembuluh darah. Adanya stimulasi pada reseptor alfa2 adrenergik tersebut menyebabkan penurunan aktivitas simpatis dari pusat hingga perifer. Penurunan aktivitas simpatis ini dimanifestasikan dengan penurunan tekanan darah, laju jantung, dan curah jantung. 54,55 Respetor alfa2 adrenergik dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan analisa molekuler biologik yaitu alfa2-a, alfa2-b, dan alfa2-c. Reseptor alfa2-a terletak pada seluruh bagian otak dan mengatur pelepasan epinefrin, serta merupakan mediator efek sedasi, anestesi, dan hipotensi. Reseptor alfa2-b terletak di daerah talamus dan mediator efek vasokonstriksi. Sedangkan reseptor alfa2-c terletak di tuberkel olfaktorius, hipokampus, dan korteks serebri yang mengatur neurotransmisi

19 2.6.3 Farmakokinetik Klonidin denga cepat diabsorbsi setelah pemberian oral dan mencapai kadar plasma puncak dalam menit. Eliminasi waktu paruh klonidin 9 12 jam, dengan sekitar 50% klonidin dimetabolisme di hepar dan sisanya diekskresikan tidak berubah melalui urin. 32 Pada kelainan ginjal eliminasi waktu paruh meningkat menjadi jam, sehingga dosis harus dikurangi. 57 Konsentrasi dalam plasma lebih dari 1,2 5 ng/ml akan menyebabkan penurunan tekanan darah. Sedangkan konsentrasi efektif maksimal dalam plasma terjadi pada dosis 300 µg pada orang dewasa. 58 Durasi efek hipotensi pada pemberian oral dosis tunggal kira-kira 8 jam, pemberian transdermal membutuhkan 48 jam untuk memberikan efek terapeutik. 53 Pada pemberian secara intravena justru menyebabkan kenaikan tekanan darah akibat rangsangan reseptor alfa2 pada otot polos pembuluh darah yang menimbulkan vasokonstriksi. Namun efek vasokonstrksi ini berlangsung sebentar dan tidak terlihat pada pemberian oral. Selanjutnya disusul oleh efek hipotensinya karena adanya rangsangan pada reseptor alfa2 di batang otak bagian bawah, mungkin di nukleus solitarius Efek Kardiovaskuler Pada pemberian klonidin, penurunan tekanan darah sistolik terjadi lebih nyata daripada penurunan tekanan darah diastoliknya. Aksi agonis alfa2 pada sistem kardiovaskuler dapat dibagi sebagai aksi sentral dan perifer. 54 Klonidin dapat menurunkan tekanan darah dengan mempengaruhi pusat pengatur kardiovaskuler di susunan saraf pusat. Efek hipotensi dan bradikardi dari klonidin melibatkan inhibisi dari aliran simpatik dan potensiasi dari aktifitas parasimpatik. Klonidin dapat mempengaruhi refleks baroreseptor sehingga tonus simpatikus menurunkan laju jantung. Respon sentral hemodinamik dari klonidin tergantung tingkat tonus simpatikus sebelumnya. Klonidin akan menurunkan tekanan darah, jika pasien sebelumnya mempunyai tekanan darah yang tinggi dan tidak banyak mempengaruhi tekanan darah pada normotensi. 55,60,61 Reseptor perifer postsinaptik alfa2 adrenergik telah dibuktikan terletak di pembuluh darah dan jantung. Aktivasi reseptor-reseptor ini mengakibatkan terjadi vasokonstriksi dan bradikardi. Reseptor alfa2 postjunctional terdapat pada pembuluh 25

20 darah arteri dan vena dimana mereka menghasilkan efek vasokonstriksi. Akan tetapi klonidin dapat menurunkan konstriksi langsung dengan menurunkan aliran simpatik Diltiazem Struktur, rumus bangun Diltiazem hydrochloride merupakan penghambat ion kalsium intrasel (penyekat kanal kalsium atau antagonis kanal kalsium). Secara kimiawi, rumus bangun diltiazem hydrochloride adalah 1,5- Benzothiazepin-4(5H)-one,3-(acetyloxy)-5[2- (dimethylinflux amino)ethyl]-2,- 3-dihydro-2(4-methoxyphenyl)-, monohydrochloride, (+)-cis. struktur kimiawinya adalah kristalin putih dengan rasa pahit. Diltiazem larut dalam air, methanol dan kloroform. Diltiazem hydrochloride injeksi merupakan larutan putih, tidak berwarna dan steril. Memiliki ph dengan rentang Gambar Rumus bangun diltiazem Kelas penyekat kanal kalsium dibagi atas 3 kelompok kimia, yaitu: kelas Difenilalkilamin (verapamil), kelas Benzotiazepin (diltiazem), Dihidropiridin (nifedipin, felodipin, nikardipin, nisoldipin), yang masing-masing dengan sifat-sifat farmakokinetik dan indikasi klinis yang berbeda Farmakokinetik Sebuah suntikan diltiazem intravena terhadap individu sehat, diltiazem menunjukkan farmakokinetik yang berbanding lurus dengan dosis mg. Waktu-paruh dalam plasma kurang lebih 3 4 jam dengan volume distribusi sekitar 305 L. 26

21 Sebagian besar dari obat ini akan dimetabolisme di hati dengan bersihan sistemik sekitar 65 L/jam. Dengan pemberian kontinyu intravena, diltiazem menunjukkan farmakokinetik yang berbanding lurus dengan dosis mg/jam selama 24 jam. Dengan semakin meningkatnya dosis, waktu-paruh eleminasi meningkat dari 4.1 sampai 4.9 jam, dengan volume distribusi yang tetap. Setelah pemberian dosis tunggal intravena, konsentrasi plasma N-monodesmetildiltiazem dan desasetildiltiazem yang merupakan dua metabolit utama diltiazem tidak ditemukan dalam plasma. Walaupun begitu, kedua metabolit ini ditemukan dalam pemberian intravena kontinu selama 24 jam. Sebesar 70 80% diltiazem hidroklorida berikatan dengan protein plasma. Sebanyak 30% ikatan dengan protein adalah dengan albumin Farmakodinamik Secara signifikan, pemanjangan interval PR secara signifikan berhubungan dengan konsentrasi plasma diltiazem pada individu yang sehat. Perubahan terhadap laju jantung, tekanan darah sistolik, dan tekanan darah diastolik tidak berhubungan dengan konsentrasi plasma pada individu sehat. Pada individu dengan hipertensi, penurunan tekanan arteri rerata secara berbanding lurus berhubungan dengan konsentrasinya dalam plasma. Pada pasien dengan fibrilasi atrial dan flutter atrial, ditemui hubungan signifikan yang berbanding lurus antara laju denyut jantung dengan konsentrasi plasma diltiazem. Berdasarkan hubungan ini, konsentrasi plasma yang dibutuhkan untuk menurunkan sekitar 20% laju denyut jantung adalah 80ng/ml. Rata-rata konsentrasi plasma yang ditemukan dapat menurunkan laju denyut jantung 30 40% adalah antara 130 ng/ml dan 300 ng/ml Mekanisme kerja Konsentrasi kalsium intraseluler mempunyai peranan penting dalam mempertahankan tonus otot polos dan kontrakasi miokard. Kalsium masuk ke sel-sel otot polos melalui kanal kalsium yang bersifat sensitif voltase. Ini merangsang pelepasan kalsium dari reticulum sarkoplasma dan mitokondria, yang selanjutya meningkatkan kadar kalsium sitosol. Obat antagonis kanal kalsium menghambat 27

22 gerakan pemasukan kalsium dengan cara terikat pada kanal kalsium tipe L di jantung dan otot polos koroner dan vaskular perifer. Ini menyebabkan otot polos vaskular beristirahat, mendilatasi terutama arteriol. Perbedaan kelas berdasarkan struktur kimia masing-masing dari penghambat kanal kalsium yang mengarah kepada perbedaan tempat dan cara kerja terhadap kanal kalsium masih belum jelas diketahui. 63 Turunnya resistensi perifer akibat dilatasi atrial yang dihasilkan oleh penghambat kanal kalsium akan memancing reaksi simpatis melalui mediasi baroseptor. Pada golongan dihidropiridin, takikardi akan terjadi akibat rangsangan adrenergik pada sinoatrial node, dimana respon ini hanya minimal terjadi kecuali bila obat diberikan terlalu cepat; reaksi ini hampir jarang terjadi pada verapamil dan diltiazem oleh karena efek langsung kronotopik negatif. Diltiazem, seperti halnya verapamil, secara dominan meghambat kanal kalsium dari atrioventrikular node dan sebab itu ia menjadi terapi utama takidisritmi supraventrikular. 63, Efek terhadap hemodinamik Pada pesien-pasien dengan panyakit kardiovaskular, pemberian bolus intravena diltiazem, yang dalam beberapa kasus diikuti dengan pemberian secara kontinu intravena, akan mengurangi tekanan darah, tahanan perifer sistemik, laju denyut jantung, tahanan vaskular koroner dan peningkatan aliran vaskuler koroner. Dalam penelitian dengan jumlah yang terbatas pada pasien-pasien dengan gangguan jantung (gagal jantung kongestif berat, miokard infark akut, kardiomiopati hipertropi), pemberian diltiazem intravena tidak memiliki efek yang signifikan terhadap kontraktilitas, tekanan akhir-diastolik ventrikel kiri, atau tekanan baji ventrikel kiri. Rata-rata ejection fraction dan cardiac output/index tetap tidak berubah atau kadang meningkat. Efek hemodinamik yang maksimal dapat terlihat dalam 2 5 menit setelah pemberian secara intravena Efek samping Efek samping yang sering timbul akibat pemberian penghambat kanal kalsium, terutama kelas dihidroperidin, adalah akibat efek vasodilatasi berlebihan yang 28

23 dihasilkannya. Gejala-gejalanya berupa pusing, hipotensi, sakit kepala, flushing, kebas-kebas pada jari, dan mual. Beberapa pasien juga mengalami konstipasi, edema perifer, batuk, wheezing, dan edema paru. 63, Kontraindikasi Pemberian diltiazem hidroklorida secara intravena dikontraindikasikan terhadap keadaan berikut: Pasien dengan gangguan induksi nodus kecuali sudah terpasang pacemaker ventricular. 2. Pasein dengan AV blok derajat dua atau tiga, kecuali sudah terpasang pacemaker ventricular. 3. Pasien dengan hipotensi berat maupun syok kardiogenik. 4. Pasien yang sudah pernah menunjukkan gejala hipersensitivitas terhadap obat ini. 5. Antagonis kanal kalsium intravena dan penghambat beta intravena sebaiknya tidak diberikan bersamaan atau tidak dalam waktu yang dekat. 6. Pasien dengan atrial fibrilasi atau atrial flutter yang berhubugan dengan jalur bypass aksesorius seperti pada wolf-parkinson-white syndrome atau short PR syndrome. 29

24 2.8 Kerangka Teori LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKHEA STIMULASI MEKANORESEPTOR LARING AKTIVASI REFLEKS PUSAT VASOMOTOR AKTIVASI SARAF SIMPATIS MEDULA ADRENAL JANTUNG PELEPASAN KATEKOLAMIN PEMBULUH DARAH DAN KONDUKSI JANTUNG RESPON HEMODINAMIK: PENINGKATAN TEKANAN DARAH (TD) PENINGKATAN TEKANAN ARTERI RERATA (TAR) PENINGKATAN DENYUT JANTUNG (DJ) PENINGKATAN RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) 30

25 2.9 Kerangka Konsep ANESTESI UMUM KLONIDIN 3 µg/kg/i.v DILTIAZEM 0.2 mg/kg/i.v LARINGOSKOPI DAN INTUBASI RESPON HEMODINAMIK TEKANAN DARAH SISTOLIK TEKANAN DARAH DIASTOLIK TEKANAN ARTERI RERATA DENYUT JANTUNG RATE PRESSURE PRODUCT Keterangan: Variabel Bebas Variabel Tergantung 31

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dimulai tahun 1880 Sir William Mac. Ewen ahli bedah Skotlandia untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dimulai tahun 1880 Sir William Mac. Ewen ahli bedah Skotlandia untuk 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laringoskopi dan intubasi Dimulai tahun 1880 Sir William Mac. Ewen ahli bedah Skotlandia untuk pertama kalinya melakukan intubasi endotrakea tanpa melalui trakeostomi. Lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten Pendahuluan Endotracheal Tube (ETT) adalah sejenis alat yang digunakan di dunia

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL DAN KLONIDIN PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEA

PERBANDINGAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL DAN KLONIDIN PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEA PERBANDINGAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL DAN KLONIDIN PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEA LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH PREMEDIKASI BERBAGAI DOSIS KLONIDIN TERHADAP RESPON KARDIOVASKULER PADA LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKHEA

PERBEDAAN PENGARUH PREMEDIKASI BERBAGAI DOSIS KLONIDIN TERHADAP RESPON KARDIOVASKULER PADA LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKHEA PERBEDAAN PENGARUH PREMEDIKASI BERBAGAI DOSIS KLONIDIN TERHADAP RESPON KARDIOVASKULER PADA LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKHEA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Airway Management Menurut ATLS (Advance Trauma Life Support) (2008), Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus

Lebih terperinci

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg dr. Annisa Fitria Hipertensi 140 mmhg / 90 mmhg 1 Hipertensi Primer sekunder Faktor risiko : genetik obesitas merokok alkoholisme aktivitas

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER

STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER Tujuan Pembelajaran Menjelaskan anatomi dan fungsi struktur jantung : Lapisan jantung, atrium, ventrikel, katup semilunar, dan katup atrioventrikular Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anestesi Spinal a. Definisi Anestesi spinal adalah suatu cara memasukan obat anestesi lokal ke ruang intratekal untuk menghasilkan atau menimbulkan hilangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANATOMI Tindakan ekstubasi sama halnya dengan tindakan intubasi akan mengakibatkan stimulasi nervus yang melewati rongga mulut, oropharynx ataupun larynx. 2.1.1 Inervasi rongga

Lebih terperinci

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS ANTAGONIS KOLINERGIK Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PENDAHULUAN Antagonis kolinergik disebut juga obat peng hambat kolinergik atau obat antikolinergik. Yang paling bermanfaat

Lebih terperinci

FISIOLOGI MANUSIA PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI

FISIOLOGI MANUSIA PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI FISIOLOGI MANUSIA PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI Muhammad Reza Jaelani LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI II I. Acara Latihan Pengukuran Secra Tak Langsung Tekanan Darah Arteri pada Orang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan atau BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Nyeri Nyeri dapat didefinisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan atau potensial terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

Curah jantung. Nama : Herda Septa D NPM : Keperawatan IV D. Definisi

Curah jantung. Nama : Herda Septa D NPM : Keperawatan IV D. Definisi Nama : Herda Septa D NPM : 0926010138 Keperawatan IV D Curah jantung Definisi Kontraksi miokardium yang berirama dan sinkron menyebabkan darah dipompa masuk ke dalam sirkulasi paru dan sistemik. Volume

Lebih terperinci

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt.

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. OBAT OBAT EMERGENSI Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. PENGERTIAN Obat Obat Emergensi adalah obat obat yang digunakan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan suatu tindakan yang sering dilakukan pada anestesi umum untuk mengurangi atau menumpulkan respon

Lebih terperinci

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan EMBRIOLOGI ESOFAGUS Rongga mulut, faring, dan esophagus berasal dari foregut embrionik. Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum respiratorium (tunas paru) Nampak di dinding ventral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya

Lebih terperinci

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem

Lebih terperinci

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung Wantiyah Mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan tentang arteri koroner 2. Menguraikan konsep keteterisasi jantung: pengertian, tujuan, indikasi, kontraindikasi, prosedur, hal-hal yang harus diperhatikan 3. Melakukan

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX. Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral

BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX. Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX 2.1 Definisi Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral radiography, gagging merupakan salah satu masalah terbanyak. Gagging yang juga sering disebut gag

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. milimeter air raksa (mmhg) (Guyton, 2014). Berdasarkan Seventh Joint National

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. milimeter air raksa (mmhg) (Guyton, 2014). Berdasarkan Seventh Joint National BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tekanan Darah 1. Definisi Tekanan Darah Menurut Guyton, tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh yang dinyatakan dalam

Lebih terperinci

REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan. Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons.

REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan. Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons. REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons. Organisasi pusat pernapasan Daerah ini dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan

Lebih terperinci

STRUKTUR JANTUNG RUANG JANTUNG KATUP JANTUNG tiga katup trikuspidalis dua katup bikuspidalis katup mitral Katup pulmonal Katup aorta Arteri Koroner

STRUKTUR JANTUNG RUANG JANTUNG KATUP JANTUNG tiga katup trikuspidalis dua katup bikuspidalis katup mitral Katup pulmonal Katup aorta Arteri Koroner Pengertian Kardiovaskuler Sistem Kardiovaskuler yaitu sistem peredaran darah di dalam tubuh. Sistem Kardiovaskuler terdiri dari darah,jantung dan pembuluh darah. Jantung terletak di dalam mediastinum di

Lebih terperinci

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH DAN PENGATURAN TEKANAN DARAH

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH DAN PENGATURAN TEKANAN DARAH FISIOLOGI PEMBULUH DARAH DAN PENGATURAN TEKANAN DARAH ARTERI Membawa darah dari jantung ke seluruh jaringan tubuh Katup (-) Arteriol : arteri terkecil Anastomosis : persatuan cabang cabang arteri END ARTERI

Lebih terperinci

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp FISIOLOGI PEMBULUH DARAH Kuntarti, SKp Overview Struktur & Fungsi Pembuluh Darah Menjamin keadekuatan suplay materi yg dibutuhkan jaringan tubuh, mendistribusikannya, & membuang zat sisa metabolisme Sebagai

Lebih terperinci

SOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN

SOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN SOP ECHOCARDIOGRAPHY N O A B C FASE PRA INTERAKSI TINDAKAN 1. Membaca dokumentasi keperawatan. 2. Menyiapkan alat-alat : alat echocardiography, gel, tissu. 3. Mencuci tangan. FASE ORIENTASI 1. Memberikan

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi

Lebih terperinci

Anesty Claresta

Anesty Claresta Anesty Claresta 102011223 Skenario Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berdebar sejak seminggu yang lalu. Keluhan berdebar ini terjadi ketika ia mengingat suaminya yang

Lebih terperinci

biologi SET 17 SISTEM SARAF DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. PEMBAGIAN SUSUNAN SARAF

biologi SET 17 SISTEM SARAF DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. PEMBAGIAN SUSUNAN SARAF 17 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 17 SISTEM SARAF Segala aktivitas tubuh manusia dikoordinasi oleh sistem saraf dan sistem hormon (endokrin). Sistem saraf bekerja atas

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1 Data Hasil Penelitian Uji perbandingan antara keempat kelompok sebelum perlakuan menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok kontrol adalah

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka TRAUMA KEPALA TRAUMA KEPALA Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi,

Lebih terperinci

DASAR TEORI Siklus jantung terdiri atas periode sistol (konstraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung) bergantian.

DASAR TEORI Siklus jantung terdiri atas periode sistol (konstraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung) bergantian. DASAR TEORI Siklus jantung terdiri atas periode sistol (konstraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung) bergantian. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksisitas seluruh jantung,

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas.

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan gold standard untuk penanganan jalan nafas. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas. Prosedur ini dapat dilakukan pada sejumlah kasus pasien yang mengalami penyumbatan jalan

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka DAFTAR ISI Definisi 2 Traktus Spinotalamikus Anterior 2 Traktus Spinotalamikus Lateral 4 Daftar Pustaka 8 1 A. Definisi Traktus Spinotalamikus adalah traktus yang menghubungkan antara reseptor tekanan,

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Jantung merupakan organ otot

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi menurut kriteria JNC VII (The Seventh Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High Blood Pressure), 2003, didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition Examination Survey mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global,

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam penyakit akibat gaya hidup yang tidak sehat sangat sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, banyak stresor dan

Lebih terperinci

SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014

SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014 SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014 PENGERTIAN SISTEM SARAF Merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh Merupan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini bertempat di Instalasi Rekam Medik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Stroke atau yang sering disebut juga dengan CVA (Cerebrovascular Accident) merupakan gangguan fungsi otak yang diakibatkan gangguan peredaran darah otak,

Lebih terperinci

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Tekanan darah pasien

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri BAB II PEMBAHASAN 1. PROSES TERJADINYA NYERI DAN MANIFESTASI FISIOLOGIS NYERI Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan Pada Anak-Anak Pembedahan dan anestesi dapat menimbulkan stres emosional pada anak dan orang tua. Hal ini dapat terjadi pada saat preoperatif dan post operatif. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laringospasme dan batuk merupakan komplikasi setelah ekstubasi pada pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan menutupnya glottis secara

Lebih terperinci

MEKANISME PENGATURAN KARDIOVASKULAR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARDIAK OUTPUT DAN HUKUM STERLING

MEKANISME PENGATURAN KARDIOVASKULAR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARDIAK OUTPUT DAN HUKUM STERLING MEKANISME PENGATURAN KARDIOVASKULAR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARDIAK OUTPUT DAN HUKUM STERLING Anggi Faizal Handuto 22020111130034 Nunung Hidayati 22020111130086 Nurul Imaroh 22020111130044 Nur Alifah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 1. LIDOKAIN Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Lidokain disintesa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan seseorang untuk menjawab sesuatu rangsangan secara sadar dan terkendali, dihitung mulai saat rangsangan diberikan sampai dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gagal Jantung Kongestif 1.1 Defenisi Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500 PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN DARAH ANTARA LIDOKAIN 5% HIPERBARIK DENGAN BUPIVAKAIN 0,5% HIPERBARIK PADA ANESTESI SPINAL UNTUK OPERASI EKSTREMITAS INFERIOR DI RSO. Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan luar biasa terhadap mekanisme hemostasis tubuh karena jaringan di dalam mulut memiliki vaskularisasi

Lebih terperinci

2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LARINGOSKOPI DAN INTUBASI Salah satu tanggung jawab seorang ahli anestesi adalah memberikan pernafasan yang adekuat kepada pasien. Upaya yang sering dilakukan adalah dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. JALAN NAFAS 2.1.1. Anatomi Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu hidung yang menuju nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars

Lebih terperinci

BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF)

BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF) BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF) Standar Kompetensi : Sistem koordinasi meliputi sistem saraf, alat indera dan endokrin mengendalikan aktivitas berbagai bagian tubuh. Sistem saraf yang meliputi saraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan cukup istirahat maupun dalam keadaan tenang. 2

BAB I PENDAHULUAN. keadaan cukup istirahat maupun dalam keadaan tenang. 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan nasional, khususnya di bidang kesehatan, menghasilkan dampak positif, yakni meningkatnya harapan hidup penduduk di Indonesia, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman emosi tertentu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pasien-pasien mata umumnya memiliki risiko khusus terhadap tindakan anestesi. Pasien biasanya datang dengan umur yang ekstrim, sangat muda atau justru sangat tua. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi dikenal luas sebagai penyakit kardiovaskular, merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemukan di masyarakat modern

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Hipertensi a. Definisi Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan atau diastolik lebih dari 90 mmhg pada dua kali pengukuran

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) 9 RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA [ 3(1) ] A. PERENCANAAN PEMBELAJARAN 1. Deskripsi singkat matakuliah Anatomi Fisiologi Manusia Matakuliah Anatomi Fisiologi

Lebih terperinci

BAB 1 1. PENDAHULUAN

BAB 1 1. PENDAHULUAN BAB 1 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penanganan nyeri paska bedah yang efektif adalah penting untuk perawatan pasien yang mendapat tindakan pembedahan. Penanganan nyeri yang efektif dengan efek samping

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT JULAEHA, M.P.H., Apt FISIONEUROLOGI OBAT SSP Obat SSP menekan / menstimulasi seluruh atau bagian tertentu dari SSP. Jika terdapat penekanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Anestesi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen anestesi seperti obat analgesik yang dapat menghilangkan rasa sakit, sementara obat-obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran terhadap kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan (Sherwood, 2014). Selain itu, nyeri

Lebih terperinci

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Dept. Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA GEJALA DAN TANDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan sejalan dengan penetapan status Bandara Adisutjipto

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan sejalan dengan penetapan status Bandara Adisutjipto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandara Adisutjipto Yogyakarta berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan R.I. Nomor KM 90/19991 ditetapkan sebagai bandara internasional. Kegiatan, frekuensi, dan jenis

Lebih terperinci

OBAT ANTI HIPERTENSI

OBAT ANTI HIPERTENSI OBAT ANTI HIPERTENSI Obat antihipertensi Hipertensi adalah penyakit kardiovaskuler yang terbanyak 24% penduduk AS memiliki hipertensi Hipertensi yang berlanjut akan merusak pembuluh darah di ginjal, jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reaksi tubuh terhadap pembedahan dapat merupakan reaksi yang ringan atau berat, lokal, atau menyeluruh. Reaksi yang menyeluruh ini melibatkan

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI

ANATOMI DAN FISIOLOGI ANATOMI DAN FISIOLOGI Yoedhi S Fakar ANATOMI Ilmu yang mempelajari Susunan dan Bentuk Tubuh FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari alat atau jaringan

Lebih terperinci

KOMPLIKASI GAGAL JANTUNG KONGESTIF Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Komplikasi utama dari gagal jantung kongestif

KOMPLIKASI GAGAL JANTUNG KONGESTIF Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Komplikasi utama dari gagal jantung kongestif KOMPLIKASI GAGAL JANTUNG KONGESTIF Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Komplikasi utama dari gagal jantung kongestif meliputi efusi pleura, aritmia, pembentukan trombus pada

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Penyakit flu umumnya dapat sembuh dengan sendirinya jika kita cukup istirahat, makan teratur, dan banyak mengkonsumsi sayur serta buah-buahan. Namun demikian,

Lebih terperinci

SISTEM SARAF MANUSIA

SISTEM SARAF MANUSIA SISTEM SARAF MANUSIA skema sistem saraf manusia m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti SEL SARAF Struktur sel saraf neuron: Badan sel, Dendrit Akson Struktur

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN PASIEN HIPERTENSI DALAM KASUS PENCABUTAN GIGI

PENATALAKSANAAN PASIEN HIPERTENSI DALAM KASUS PENCABUTAN GIGI PENATALAKSANAAN PASIEN HIPERTENSI DALAM KASUS PENCABUTAN GIGI 1. PENDAHULUAN Tidak semua pasien yang datang di praktek dokter gigi dalam keadaan sehat dan mempunyai tekanan darah yang normal. Ada beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci