Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan"

Transkripsi

1 PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan Penelitian Kebijakan dan Program HIV & AIDS dalam Sistem Kesehatan di Indonesia Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Gedung IKM Baru Sayap Utara Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta Telp/Fax (hunting) (+62274) Kebijakan AIDS

2 LAPORAN KEGIATAN Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan Penelitian Kebijakan dan Program HIV & AIDS dalam Sistem Kesehatan di Indonesia Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih (UNCEN) Jayapura

3 2

4 Daftar Isi Daftar Isi... 3 A. Pengantar... 5 B. Tujuan... 6 C. Peserta... 6 D. Waktu... 6 E. Pelaksanaan Kegiatan Diseminasi Hasil Penelitian Uji Coba Model Integrasi Kebijakan dan Program PMTS F. Tindak Lanjut Diskusi G. Penutup H. Lampiran

5 4

6 A. Pengantar Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM atas pendanaan DFAT (Department of Foreign Affairs and Trade), Pemerintah Australia sejak bulan Agustus 2013 melaksanakan penelitian multi-centered yang melibatkan 9 universitas dari 8 provinsi. Penelitian kebijakan dan program HIV & AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan dan pelaksanaan kebijakan HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia saat ini dan sejauh mana sistem kesehatan ini adaptif dalam merespon dinamika epidemi HIV dan AIDS. Harapannya, rekomendasi dari penelitian ini akan membantu pemerintah Indonesia baik di tingkat pusat maupun daerah dalam mengembangkan strategi program penanggulangan HIV dan AIDS di masa mendatang, serta diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan kebijakan dan program HIV dan AIDS dalam konteks desentralisasi. Penelitian ini terdiri dari 3 tahapan penelitian yang saling terkait dan dilaksanakan di tingkat nasional dan daerah. Penelitian tahap 1 untuk melihat tingkat integrasi upaya penanggulangan HIV dan AIDS selama ini dalam sistem kesehatan. Penelitian tahap 2 merupakan studi kasus tentang intervensi spesifik (pencegahan dan perawatan, dukungan, dan pengobatan) guna menilai kontribusi berbagai tingkatan integrasi tersebut terhadap efektivitas intervensi serta faktor eksternal yang mempengaruhi integrasi tersebut. Sedangkan penelitian tahap 3 dimaksudkan untuk menyusun model kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS yang mempertimbangkan integrasinya ke dalam sistem kesehatan sebagai strategi untuk memperkuat efektivitas dan keberlanjutan penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Penelitian tahap 1 dan 2 telah selesai dilaksanakan dan dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan Universitas Cendrawasih (Papua); Universitas Negeri Papua (Papua Barat); Universitas Nusa Cendana (Nusa Tenggara Timur); Universitas Udayana (Bali); Universitas Hasanuddin (Sulawesi Selatan); Universitas Airlangga (Jawa Timur); Universitas Indonesia dan Universitas Atma Jaya (DKI Jakarta); Universitas Sumatera Utara. Sebagai pertanggungjawaban publik dan untuk mendiseminasikan temuan-temuan pokok serta rekomendasi dari kedua penelitian tersebut, maka diselenggarakan pertemuan yang mengundang pihak-pihak yang terkait serta para informan kunci yang terlibat dalam penelitian tahap 1 dan 2. 5

7 Terkait dengan penelitian tahap 3 yaitu pengembangan model kebijakan, pada pertemuan ini sekaligus dipergunakan untuk mendiskusikan model kebijakan yang dikembangkan oleh Tim Kebijakan HIV dan AIDS PKMK FK UGM. Model kebijakan yang dikembangkan pada penelitian tahap 3 ini secara khusus berfokus pada model integrasi kebijakan dan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan. Model ini dikembangkan sebagai model untuk mengembangkan program layanan terintegrasi yang bisa digunakan untuk menjamin keberlangsungan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) di pelayanan kesehatan dasar. Dalam uji coba model ini, melibatkan kembali para informan yang sebelumnya telah terlibat dalam penelitian tahap 1 dan 2. Diskusi mengenai model ini dimaksudkan untuk mendapatkan input dan konsensus terhadap model kebijakan PMTS sebagai bentuk upaya untuk melihat kelayakan atau kemungkinan perlaksanaannya dan kemungkinan adopsinya dalam pelaksanaan penanggulangan AIDS di tingkat daerah. B. Tujuan 1. Memaparkan temuan-temuan pokok dan rekomendasi penelitian. 2. Diskusi tentang kelayakan dan penerimaan model integrasi kebijakan dan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan. C. Peserta Dari 27 undangan yang disebarkan, rata-rata tingkat kehadiran peserta dalam pertemuan ini sebesar 85 %. Pada hari pertama dan kedua dihadiri sebanyak 23 peserta dari berbagai latar belakang. Peserta tersebut berasal dari perwakilan Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke, Pokja AIDS RSUD Kabupaten Merauke, Pusat Kesehatan Reproduksi (PKR), Perwakilan Puskesmas Kabupaten Merauke, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan BKKBN, Bappeda, BPJS, KPA, Perwakilan LSM dan Komunitas (KDS). D. Waktu Kegiatan ini akan dilaksanakan pada : Hari / Tanggal : Senin Selasa, April 2016 Waktu : WIB 6

8 Tempat : Ruang Pertemuan, Hotel Megaria, Jalan Raya Mandala, Merauke E. Pelaksanaan Kegiatan Ada dua agenda utama dalam pertemuan ini, yaitu diseminasi hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti Universitas Cenderawasih untuk penelitian 1 dan Penelitian 2 serta untuk melakukan uji coba model kebijakan yang sedang dikembangkan oleh PKMK FK UGM terkait dengan model integrasi kebijakan program PMTS. Secara detail pelaksanaan kegiatan ini diuraikan sebagai berikut : 1. Diseminasi Hasil Penelitian Dalam sesi ini ada dua hasil penelitian yang disampaikan. Penelitian yang pertama dilakukan oleh peneliti 1 FKM Universitas Cenderawasih, dengan judul Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS dalam sistem Kesehatan di Kota Jayapura dan Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Sedangkan hasil penelitian yang kedua dilakukan oleh peneliti 2 FKM Universitas Cenderawasih dengan judul Studi Kasus : Integrasi Program Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan dan Efektivitas Program Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seks (PMTS-WPS) di Kabupaten Merauke. 7

9 Beberapa poin diskusi yang muncul pada sesi tanya jawab untuk menanggapi hasil penelitian yang disampaikan oleh peneliti dari Universitas Cenderawasih, antara lain : a) Ada harapan rekomendasi-rekomendasi dari penelitian ini dapat disampaikan ke pimpinan daerah supaya menjadi bahan untuk melakukan perbaikan upaya penanggulangan HIV dan AIDS/IMS di Merauke. Sebagian pemangku kepentingan menyatakan selama ini sudah banyak penelitian HIV dan AIDS baik dari tingkat nasional maupun di daerah akan tetapi hasil-hasil penelitiannya tidak pernah disampaikan kembali ke pemerintah daerah. Oleh karena itu, tim peneliti kebijakan AIDS diharapkan menindaklanjuti dari pertemuan diseminasi ini dengan menyampaikan hasil-hasil pokok penelitian kepada pimpinan daerah. Klarifikasi dari tim peneliti untuk tindak lanjut penyampaian rekomendasi di tingkat daerah menjadi tanggungjawab tim peneliti daerah sedang di tingkat nasional dilakukan oleh Tim Peneliti PKMK FK UGM. Hasil penelitian yang sudah dihasilkan dalam bentuk Policy Brief dan buku penelitian dapat diakses melalui website kebijakanaidsindonesia.net. Meskipun demikian sebagai jaringan tim peneliti kebijakan AIDS ini akan mendukung upaya diseminasi dan pertanggungjawaban publik ke pemangku kepentingan terkait. b) Masalah sistem informasi yang kurang terintegrasi diklarifikasi bahwa selama ini PKR yang mengambilalih dalam melakukan input data dari tingkat puskesmas karena keterbatasan SDM di puskesmas. Ada 2 tenaga di PKR yang melakukan tugas yang semestinya dikerjakan oleh puskesmas. Tentu perkerjaan ini memberatkan PKR dan sampai kapan ini akan dilakukan oleh PKR menjadi satu pertanyaan yang sudah disampaikan ke dinas kesehatan Provinsi. PKR mendorong agar SIHA dapat dilakukan oleh puskesmas yang sekarang ini di Kabupaten Merauke terdapat 25 puskesmas. c) Pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS semestinya KPA harus mengetahui besaran anggarannya. Dengan adanya koordinasi, maka dapat menghindari pembiayaan yang overlapping antar sektor dan dapat dihindari pemborosan. PKR selama ini melakukan perencanaan pembiayaan terkait dengan fungsinya sebagai lembaga setingkat sub Pelaksana Teknis dari Dinas Kesehatan sehingga perencanaan dan pembiayaan yang dilakukan oleh PKR disampaikan untuk pembiayaan melalui Dinas Kesehatan. 8

10 d) Mengenai kebijakan yang memengaruhi WPS untuk periksa karena takut sanksi sebenarnya menurut pandangan PKR semua sudah memahami konsekuensi dari perda. Karena kalau WPS tidak memeriksakan diri justru akan mendapatkan sanksi. Upaya pencegahan penularan HIV dan AIDS di Merauke cukup beruntung karena ada komitmen tokoh yang memiliki perhatian secara khusus mengembangkan terobosan struktural dengan mengembangkan PKR sehingga keberlanjutan program penanggulangan IMS dapat berkelanjutan dengan segala keterbatasannya. Perubahan kebijakan baru, Perda No. 3 Tahun 2013 yang menggantikan Perda No. 5 Tahun 2003 tentang penanggulangan dan pencegahan IMS dan HIV dan AIDS di Kabupaten Merauke perlu segera dilaksanakan, sehingga bisa semakin mengerem laju penularan HIV dan AIDS. e) Permasalahan SDM menurut Dinas Kesehatan Merauke memang mengalami krisis dalam kualitas. Tidak hanya SDM untuk HIV dan AIDS akan tetapi mencakup keseluruhan kualitas tenaga kesehatan umum lainnya. Kondisi ini sudah terjadi dalam lima tahun terakhir. Meskipun demikian, adanya kerjasama yang cukup baik antar unit kesehatan di Merauke seperti untuk peningkatan kapasitas tenaga HIV dan AIDS di tingkat puskesmas ada kesepakatan dengan PKR, meskipun tidak dianggarkan untuk membantu peningkatan kapasitas SDM tenaga kesehatan untuk layanan HIV dan ADIS oleh PKR. Pelatihan kapasitas tenaga layanan AIDS dari puskesmas diberikan gratis oleh PKR. Persoalan SDM memang kompleks tidak bisa hanya menuntut lembaga terkait, semestinya ada kalkulasi yang lebih jelas terkait proporsi jumlah konselor, MK (manajer kasus) yang dibutuhkan dibandingkan dengan jumlah penduduk berisiko, bukan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sehingga kebutuhannya akan lebih rasional. f) Berkaitan dengan pembiayaan perlu adanya perubahan mindset dari para petugas kesehatan untuk tidak mengukur semuanya dengan uang. Sehingga rekomendasi terkait pemberian subsidi pada petugas AIDS perlu dipertimbangkan lagi karena sebenarnya kebutuhan tersebut sudah bisa dipenuhi dari sumber-sumber lain. Dalam JKN juga sudah ada pos untuk operasional yang besarannya mencapai 60%. Disamping itu, terdapat insentif daerah, dan dana fungsional. Oleh karena itu menurut Dinas Kesehatan rekomendasi terkait insentif ini tidak perlu disampaikan ke pemerintah daerah. Lebih jauh terkait isu pembiayaan di Merauke, GF memang sudah mundur 9

11 sejak akhir 2013, akan tetap perlu dicermati lebih dalam besaran pembiayaan baru mencapai 33 %. Perlu dikaji lebih jauh sejauhmana kerangka pembiayaan AIDS di Merauke, dimana kesenjangannya. Khususnya untuk PMTS yang dalam penelitian ini baru fokus pada WPS, belum penjangkauan pada pelanggan laki-laki, dan tenaga kerja di perusahaan-perusahaan besar yang banyak beroperasi di Merauke. g) Klarifikasi terkait rekomendasi yang mendorong sanksi perda yang menyasar masyarakat umum. Diskusi terkait rekomendasi ini perlu hati-hati karena hal ini juga menjadi perdebatan panjang dalam proses penyusunan perda lama dan perda baru tentang penanggulangan dan pencegahan HIV dan AIDS di Kabupaten Merauke. Telaah mendalam dari aspek sosiologis, antropologis perlu dikaji lebih jauh tidak hanya dari aspek hukum. h) Terkait kebijakan yang menghambat akses layanan kesehatan seperti penutupan lokalisasi yang terjadi di luar Papua ini memberikan dampak yang luas di Papua. Penghapusan lokalisasi Kramat Tunggak dahulu berdampak pada peningkatan IMS pada penduduk di Papua, bahkan di pedalaman. Faktor perkembangan ekonomi yang booming karena gaharu, mengakibatkan para pekerja seks berpindah ke Papua sehingga dikenal dengan seks yang dibayar dengan gaharu. Kebijakan penutupan lokalisasi baru di Kalijodo atau Tanjung Elmo di Sentani juga akan berdampak ke Papua di pedalaman, seperti ke Boven Digul. Meski ditutup tempat lokalisasinya, maka akan muncul seks dengan alas kaki dan rumput hijau. Sehingga perda penting untuk mengatur hal tersebut. Kebijakan penutupan lokalisasi yang dicanangkan oleh Kemensos perlu dikaji lebih mendalam baik dari alasan, dan dampak yang lebih luas dari berbagai aspek secara ekonomi, sosial dan kesehatan. i) Diskusi terkait kebijakan berkembang dari peserta yang mencermati bahwa perdaperda yang sudah ada perlu diperluas tidak hanya penanggulangan AIDS tetapi juga perda tentang kasus pemerkosaan dan perda yang mengatur tentang perkawinan sedarah (incest) yang masih terjadi di Papua, sehingga mengakibatkan terjadinya beberapa kerentanan. Secara kultural ini perlu diperhatikan untuk konteks daerah seperti di Kabupaten Merauke, Papua. j) Faktor perkembangan ekonomi di Papua perlu mendapatkan perhatian khususnya pendidikan untuk tenaga kerja dan tanggung jawab perusahaan untuk meningkatkan kapasitas tenaga kerjanya melalui pendidikan, sehingga ketika ada program kegiatan 10

12 promosi kesehatan bisa dipahami dan dijalankan, khususnya dampak perkembangan industri terhadap kesehatan masyarakat lokal. 2. Uji Coba Model Integrasi Kebijakan dan Program PMTS Sesi ini terkait dengan pelaksanaan penelitian tahap 3 dari beberapa tahapan penelitian kebijakan dan program HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia. Tujuan utama dari sesi ini adalah untuk mendapatkan konsensus dari para peserta sebagai perwakilan dari praktisi terkait dengan model integrasi kebijakan dan program PMTS. Konsensus atas permodelan yang telah dikembangkan, dilakukan dengan metode delphi dalam dua putaran. Putaran pertama untuk mengetahui sejauh mana pemahaman dan persepsi dari para informan terhadap program PMTS selama ini dan putaran kedua dilakukan setelah model dipaparkan oleh peneliti. Hasil dari dua putaran delphi tersebut, dianalisis untuk melihat sejauh mana dan kemungkinannya model yang dikembangkan tersebut dapat diimplementasikan pada tingkat layanan primer. Diskusi atas model ini kemudian dilakukan pada hari kedua, namun hasil diskusi ini tidak memengaruhi konsensus yang telah tercapai pada hari pertama. Dalam kesempatan ini diawali dahulu dengan penyajian hasil pengisian kuesioner yang telah dilakukan pada hari sebelumnya. Hasil analisis ini yang menjadi materi pemantik diskusi bersama dengan para peserta yang telah hadir kembali pada hari kedua. Beberapa poin diskusi yang muncul pada sesi ini, antara lain : a) Keyakinan informan tentang PMTS sebagai kunci keberhasilan dalam penanggulanggan HIV dan AIDS di Indonesia menunjukkan keyakinan yang tinggi dengan persentase mencapai 94 %. Hanya 6 % yang tidak merasa yakin. Keyakinan yang tinggi tersebut semakin diperkuat dengan tingkat keyakinan informan atas pernyataan bahwa layanan PMTS dapat diperluas menjangkau kelompok WPSTL, LSL, waria dan pria berisiko tinggi yang mencapai 100 %. Hal ini tidak terlepas dari konsep PMTS selama ini yang berbasis pada lokalisasi dan fokus menyasar pada kelompok WPS. Di Merauke, program untuk penanggulangan penularan HIV melalui transmisi seksual fokus dilakukan pada beberapa lokasi, seperti lokalisasi Yobar dan lokalisasi Belrusak. Karena epidemi AIDS di Papua sudah meluas ke masyarakat umum (ke 11

13 petani, Ibu rumah tangga, siswa, dan populasi kunci lain) perluasan konsep program PMTS ini diyakini semua informan. b) Keyakinan informan atas pernyataan bahwa PMTS masih sangat tergantung dengan donor luar menunjukkan perubahan keyakinan dari delphi 1 dan 2, dari 50% menjadi 82% setelah mendengarkan paparan dari peneliti terkait mengenai logika permodelannya. Peningkatan keyakinan ini dipengaruhi oleh fakta bahwa kenyataannya GF sudah mundur dari Kabupaten Merauke sejak akhir 2013, meski masih ada dukungan pendanaan dari Unicef akan tetapi nilainya sangat kecil. Pembiayaan untuk penanggulangan AIDS sebagian besar berasal dari APBD melalui SKPD terkait, KPA, dan bahkan LSM juga mendapatkan alokasi dana yang cukup signifikan dari pemerintah Kabupaten Merauke yang bersumber dari APBD Otsus. Peningkatan keyakinan bisa jadi karena meski pembiayaan sudah dipenuhi dari APBD akan tetapi jumlahnya belum cukup bermakna jika dilihat dalam konteks Papua. c) Kebijakan pembubaran lokalisasi yang dicanangkan oleh Kemensos dapat memengaruhi pencegahan HIV dan AIDS di Merauke, informan cukup yakin dengan hal ini dan hasil delphi mencapai 78%. Sebagian yang merasa yakin karena dalam sejarahnya PMTS di Merauke ini sudah sejak lama dikembangkan, karena adanya komitmen dan faktor kepemimpinan Dinas Kesehatan pada awal tahun 2000an, sehingga program pencegahan IMS mendapatkan prioritas dengan dibentuknya PKR yang menangani secara khusus sebagai pelaksana teknis di bawah Dinas Kesehatan. Komitmen pemerintah ini berdampak pada penurunan yang signifikan atas penurunan prevalensi IMS menjadi kurang dari 3% di Merauke. Untuk kebijakan lokalisasi di Merauke tidak ada penutupan tetapi rekolasi PS ke tempat yang jauh dari penduduk sehingga kontrol terhadap penyakit melalui transmisi seksual lewat program PMTS dapat berjalan. d) Keyakinan informan terhadap pernyataan bahwa pemberi layanan kesehatan primer puskemas telah berperan optimal dalam pokja PMTS di lokalisasi, ternyata cukup rendah yakni 44%. Alasannya, kegiatan PMTS di Merauke ditangani khusus oleh PKR, sedangkan puskesmas memberikan pengobatan berdasarkan sindrom, sedang dari segi etiologi dilakukan di PKR. Puskesmas dalam kasus tertentu memberikan rujukan ke PKR. Sebenarnya tergantung dengan kebijakan pemerintahnya. Seperti di Jayapura, bisa jalan di Puskesmas Samadi. Di Merauke, kewenangannya untuk penangangan IMS 12

14 diberikan pada PKR. Meskipun secara administratif belum UPT penuh tetapi secara de facto sudah berjalan demikian. Terkait keberlanjutannya, di Merauke setuju jika layanan kesehatan primer dilakukan oleh puskesmas, karena secara geografis lebih terjangkau. Sehingga SDM puskesmas perlu diperkuat sedangkan PKR dijadikan sebagai rujukan. Untuk itu, puskesmas seharusnya menggunakan pendekatan etiologi bukan hanya sindrom. Ke depan PKR bisa menjadi UPT yang memberikan layanan (PMTS), untuk daerah yang jauh harus jadi rujukan, dan layanan diberikan selanjutnya dilakukan oleh Puskesmas. e) Pernyataan terhadap pengadaan dan distribusi kondom oleh KPA tidak akan berkelanjutan menunjukkan keyakinannya sangat kecil, hanya 28%. Artinya tinggal 72% yang merasa yakin bahwa pendistribusian kondom akan berkelanjutan melalui KPA. Alasannya, sistem yang berjalan dirasakan sudah baik. Terkait pengadaan distribusi kondom semua dikoordinasikan melalui KPA dengan menggunakan mekanisme satu pintu. Kerjasama dalam pendistribusian kondom di Merauke dilakukan oleh 4 pihak, yakni PKR, puskesmas, Pokja Lokasi dan LSM. Keempat pihak ini dikoordinasikan oleh KPA, semua harus memberikan laporan ke KPA. Mekanisme satu pintu ini memudahkan apabila terjadi stock out (kehabisan kondom). Akan tetapi untuk mengantisipasi sumber pendanaan KPA yang sudah akan berakhir, sejak 2014 disepakati kondom dari KPA dijual dengan harga Rp 500 rupiah. Selama kurang lebih 2 tahun, sudah mendapatkan 40 juta yang digunakan sebagai modal untuk pembelian kondom mandiri. Jadi di Merauke, tidak masalah jika Global Fund berhenti. Karena sudah terbiasa mandiri. Meskipun, GF berhenti sarannya pengadaan dan distribusinya tetap di KPA. Untuk BKKBN, sudah cukup persediaannnya, hanya kondom dari BKKBN ada anggapan kurang berkualitas. Ada pandangan juga kondom BKKBN disebut kondom miskin. Sehingga kondom yang disediakan oleh BKKBN perlu pendidikan bahwa cukup berkualitas juga sehingga bisa brandingnya lebih baik dan bisa jadi alternatif untuk keberlanjutan penyediaan kondom. f) Keyakinan terhadap pendistribusian kondom melalui BKKBN cukup besar dari informan di Merauke, mencapai 62% karena memang selama ini ada kerjasama antara BKKBN dengan puskesmas. Pendistribusian kondom untuk kepentingan kontrasepsi dan pencegahan dilakukan oleh puskesmas. Pada tingkat kampung terdapat kendala karena adanya keterbatasan Pendamping Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). 13

15 Termasuk adanya keterbatasan tenaga perawat dan dokter yang bekerja di tingkat kampung di pedalaman. g) Informan yang kurang yakin terhadap pernyataan bahwa distribusi kondom dapat dilakukan di puskesmas, mencapai 50%. Di Kabupaten Merauke terutama pada daerah yang jauh di pedalaman justru distribusi dapat optimal dan dipusatkan di puskesmas, baik sebagai alat kontrasepsi maupun sebagai alat pencegahan penyakit. Di kota memang berbeda karena pilihannya lebih bervariasi bisa di puskesmas, LSM atau membeli secara mandiri. Terkait dengan pernyataan bahwa harga kondom yang dijual di pasar mahal memang tergantung dengan jenis kondom yang dipilih, kalau merek tertentu seperti durex memang mahal, tetapi kondom merah yang dibeli untuk koperasi kondom mandiri harganya terjangkau dan murah. h) Keyakinan terhadap pernyataan kondom dapat diadakan dari BOK mungkin tetapi kemungkinannya rendah (33%), karena penggunaan dana BOK ada ploting khusus yang tidak bisa diubah, sudah ada aturan untuk penggunaannya. Sementara pengadaan dari penganggaran Puskesmas BLUD tidak relevan karena di Kabupaten Merauke belum ada Puskemas BLUD (33%). Sementara kemungkinan pengadaan kondom dan lubrikan dari JKN, meski keyakinannnya rendah sebenarnya memungkinkan, tetapi belum pernah dilakukan. i) Terkait dengan pernyataan pengobatan presumptif berkala dapat menurunkan penggunaan kondom pada pekerja seks dan populasi kunci, keyakinan informan sangat rendah (33%). Penyataan ini di konteks Merauke tidak relevan karena Dinas Kesehatan Merauke menolak diberikan obat presumptive dari Kemenkes pada Alasannya kalau diberi antibiotik terus-menerus tanpa ada indikasi yang jelas, bisa resisten obat, di Merauke pemeriksaan sudah melakukan etiologi, dan untuk lokalisasi sudah 100 persen ditangani. Sedangkan untuk pekerja seks jalanan memang sulit dijangkau oleh PKR, karena sulit dikontrol dan tidak terbuka statusnya. Ada perbedaan pendapat untuk WPSTL ke PKR dan LSM soal ini. Bagi LSM, remaja jalanan kategori usia tahun, kalau sudah menjual diri atau seks dengan pacar sudah dikategorikan sebagai WPS dilihat dari faktor perilakunya. Sementara, kelompok ini dilayani oleh LSM, termasuk kelompok nelayan melalui ketua-ketua kelompok untuk distribusi kondom. LSM menjangkau kelompok yang terpencil dan tidak terjangkau 14

16 menjadi penting. Ke depan, remaja dalam kategori tersebut akan dapat dilayani kesehatannya di puskesmas. j) Terkait pernyataan mengenai layanan LSL belum maksimal diberikan oleh pukesmas, 83% informan yakin karena di Merauke belum ada keterbukaan untuk kelompok LSL ini. Akan tetapi memang kenyataannya ditemukan kasus LSL ini di lapas. Hal ini ditemukan oleh PKR yang memberikan kondom sebagai pencegahan penyakit di lapas. Di Merauke, kelompoknya masih sulit dideteksi karena faktor belum ada keterbukaan untuk membuka statusnya. k) Pernyataan mengenai Dinas Kesehatan mengumpulkan secara rutin laporan IMS dari klinik/dokter swasta, informan cukup yakin. Sebenarnya pelaporan itu memungkinkan dan dinas bisa memberikan sanksi penutupan jika tidak mematuhi, akan tetapi kenyataannya belum terlaksana. Alasan tidak melaporkan karena terkait dengan kekawatiran akan kehilangan klien. Laporan dari klinik swasta, terkait dengan data HIV dan malaria untuk ibu hamil. Yang sudah berjalan adalah untuk bidan-bidan yang melaporkan kasus HIV dan malaria di Merauke. l) Pemberian ARV segera setelah diagnosa HIV adalah bagian dari kegiatan pencegahan melalui transmisi seksual di Kabupaten Merauke tidak serta merta melakukan seperti yang dianjurkan melalui pendekatan SUFA. Merauke belum menjalankan SUFA, masih menganut CD4 <350, juga berdasarkan prosedur persiapan melakukan pengobatan, karena terkait dengan kepatuhan untuk proses lanjut setelah mendapatkan ARV. Di Merauke, petugas lapangan sudah ada, untuk memonitoring kepatuhan ODHA untuk ARV dan OAT. Sehingga jika CD4nya > 350 belum diberikan ARV, perlu melalui proses persiapan sebelum akses ARV. Di Merauke juga, FDC sudah mulai untuk ibu hamil dan yang bermasalah. Proses tersebut ditempuh oleh karena tingkat Loss of follow up tinggi, sehingga kemudian ada kehati-hatian untuk langsung memberikan ARV. Kecuali pada ibu hamil dan pasien TB karena masih sesuai protokol dan harus diberikan. Tidak hanya dari jumlah CD4 akan tetapi juga dilihat dari perilakunya, sehingga konselingnya menjadi penting. Di pokja RSUD setiap bulan ada meeting ARV untuk kandidatkandidat ARV sebagai bentuk persiapannya. m) Pernyataan untuk adanya koordinasi dengan lintas sektor antara puskesmas dengan LSM belum secara resmi tetapi sudah dilakukan. Akan tetapi untuk PKR secara rutin 15

17 sudah mengoordinasikan kegiatannya dengan LSM dan komunitas secara rutin minimal 2 kali dalam satu tahun. F. Tindak Lanjut Diskusi Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan dalam kegiatan selama dua hari tersebut, beberapa rekomendasi penelitian yang ditujukan kepada masing-masing pemangku kepentingan perlu untuk ditindaklanjuti di tingkat instansi. Secara detail hal-hal yang perlu ditindaklanjuti tersebut, antara lain : 1. Menyampaikan rekomendasi dari penelitian ke Pimpinan daerah a. Dalam waktu dekat, sekretaris KPA merencanakan untuk melakukan advokasi ke pemerintah daerah dengan mengacu pada hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti. Oleh karena itu, KPA membutuhkan hasil-hasil policy brief kebijakan AIDS yang sudah dihasilkan, untuk disampaikan ke pemerintah Kabupaten Merauke. PKMK memberikan hasil-hasil policy brief yang disusun berbasis penelitian sebagai dukungan kepada KPAK Merauke untuk disampaikan ke pemerintah daerah. b. PKMK FK UGM akan menyampaikan hasil-hasil dari pokok pikiran selama diseminasi dan hasil konsensus delphi ke sekretaris KPA sebagai bentuk pertanggungjawaban proses yang sudah dilakukan di Kabupaten Merauke. 2. Model Kebijakan Program PMTS Dari hasil delphi yang telah diperoleh akan dianalisis kembali bersama dengan hasil delphi dari provinsi yang lain untuk mengembangkan model yang lebih komprehensif dan dapat diimplementasikan sebagai rekomendasi pelaksanaan program PMTS di tingkat puskesmas di daerah. Pengembangan model ini selanjutnya akan dilakukan oleh Tim PKMK berdasarkan hasil delphi dengan para praktisi dan para pakar. G. Penutup Pertemuan ditutup oleh Sekretaris KPA Kabupaten Merauke yang menegaskan untuk perlunya tindak lanjut dari diseminasi dengan menyampaikan rekomendasi dari penelitian 1 dan penelitian 2 ke Pemerintah Kabupaten Merauke. Dalam waktu dekat, KPA Kabupaten 16

18 Merauke berencana untuk melakukan advokasi pemerintah berbasis hasil-hasil penelitian, khususnya dengan policy brief yang sudah dihasilkan untuk disampaikan ke pemerintah setempat sehingga hasil penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS di tingkat daerah. H. Lampiran 1. Kerangka acuan 2. Undangan 3. Materi presentasi : a. Dekskripsi projek penelitian PKMK FK UGM b. Hasil penelitian I c. Hasil penelitian II d. Model PMTS e. Tabel Skoring Delphi 1 & 2 dan Notulensi Diskusi 17

19

20 Lampiran 1 forbetter AIDSPolicy

21

22 KERANGKA ACUAN Diseminasi Hasil Penelitian Kebijakan dan Program HIV & AIDS dalam Sistem Kesehatan dan Uji Coba Model Integrasi Kebijakan dan Program Pencegahan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) dalam Sistem Kesehatan di Indonesia Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Cendrawasih 1

23 2

24 PENGANTAR Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM atas pendanaan DFAT, Pemerintah Australia sejak bulan Agustus 2013 melaksanakan penelitian multi-centered yang melibatkan 9 universitas dari 8 provinsi. Penelitian kebijakan dan program HIV & AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan dan pelaksanaan kebijakan HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia saat ini dan sejauh mana sistem kesehatan ini adaptif dalam merespon dinamika epidemi HIV dan AIDS. Harapannya, rekomendasi dari penelitian ini akan membantu pemerintah Indonesia baik di tingkat pusat maupun daerah dalam mengembangkan strategi program penanggulangan HIV dan AIDS di masa mendatang, serta diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan kebijakan dan program HIV dan AIDS dalam konteks desentralisasi. Penelitian ini terdiri dari 3 tahapan penelitian yang saling terkait dan dilaksanakan di tingkat nasional dan daerah. Penelitian tahap 1 untuk melihat tingkat integrasi upaya penanggulangan HIV dan AIDS selama ini dalam sistem kesehatan. Penelitian tahap 2 merupakan studi kasus tentang intervensi spesifik (pencegahan dan perawatan, dukungan, dan pengobatan) guna menilai kontribusi berbagai tingkatan integrasi tersebut terhadap efektivitas intervensi serta faktor eksternal yang mempengaruhi integrasi tersebut. Sedangkan penelitian tahap 3 dimaksudkan untuk menyusun model kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS yang mempertimbangkan integrasinya ke dalam sistem kesehatan sebagai strategi untuk memperkuat efektivitas dan keberlanjutan penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Penelitian tahap 1 dan 2 telah selesai dilaksanakan dan dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan Universitas Cendrawasih (Papua); Universitas Negeri Papua (Papua Barat); Universitas Nusa Cendana (Nusa Tenggara Timur); Universitas Udayana (Bali); Universitas Hasanuddin (Sulawesi Selatan); Universitas Airlangga (Jawa Timur); Universitas Indonesia dan Universitas Atma Jaya (DKI Jakarta); Universitas Sumatera Utara. Sebagai pertanggungjawaban publik dan untuk mendiseminasikan temuan-temuan pokok serta rekomendasi dari kedua penelitian tersebut, maka diselenggarakan pertemuan yang mengundang pihak-pihak yang terkait serta para informan kunci yang terlibat dalam penelitian tahap 1 dan 2. 3

25 Terkait dengan penelitian tahap 3 yaitu pengembangan model kebijakan, pada pertemuan ini sekaligus dipergunakan untuk mendiskusikan model kebijakan yang dikembangkan oleh Tim Kebijakan HIV dan AIDS PKMK FK UGM. Model kebijakan yang dikembangkan pada penelitian tahap 3 ini secara khusus berfokus pada model integrasi kebijakan dan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan. Model ini dikembangkan sebagai model untuk mengembangkan program layanan terintegrasi yang bisa digunakan untuk menjamin keberlangsungan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) di pelayanan kesehatan dasar. Diskusi mengenai model ini dimaksudkan untuk mendapatkan input dan konsensus terhadap model kebijakan PMTS sebagai bentuk upaya untuk melihat kelayakan atau kemungkinan perlaksanaannya dan kemungkinakn adopsinya dalam pelaksanaan penanggulangan AIDS ditingkat daerah. TUJUAN 1. Memaparkan temuan-temuan pokok dan rekomendasi penelitian. 2. Diskusi tentang kelayakan dan penerimaan model integrasi kebijakan dan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan. PESERTA 1. Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota 2. KPA Provinsi/Kabupaten/Kota 3. Informan kunci penelitian tahap 1 dan tahap 2 WAKTU Kegiatan ini akan dilaksanakan pada : Hari / Tanggal : Senin Selasa, April 2016 Waktu Tempat : WIB : Ruang Pertemuan, Hotel Megaria, Jalan Raya Mandala, Merauke 4

26 AGENDA KEGIATAN No Waktu Materi Fasilitator Hari I Pembukaan Sekretaris KPA Provinsi Pengantar projek penelitian kebijakan dan Tim PKMK FK UGM program HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia Pemaparan hasil penelitian dan rekomendasi Tim peneliti universitas Diskusi Istirahat Diskusi model integrasi kebijakan dan Tim PKMK FK UGM program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem Kesehatan selesai Penutup Hari II Lanjutan diskusi model integrasi kebijakan Tim PKMK FK UGM dan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan selesai Penutup PENDANAAN Kegiatan ini terselenggara atas pendanaan dari projek penelitian kebijakan dan program HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia, kerjasama antara PKMK FK UGM dan DFAT, Pemerintah Australia. == 00 == 5

27

28 Lampiran 2 forbetter AIDSPolicy

29

30

31

32 Lampiran 3a forbetter AIDSPolicy

33

34 PENELITIAN Kebijakan dan Program HIV AIDS dalam Sistem Kesehatan di Indonesia Kerjasama: Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM & Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT), Pemerintah Australia Sistematika: 1. Latar belakang 2. Lokasi penelitian 3. Implementasi penelitian a. Cluster 1: Analisis Kebijakan HIV dan AIDS b. Cluster 2: Model Kebijakan HIV & AIDS c. Cluster 3: Pengembangan Simpul Pengetahuan 4. Mendorong Perubahan Agenda Kebijakan 5. Penjaminan kualitas penelitian 1

35 Latar Belakang Penelitian Dominasi Inisiatif Kesehatan Global melalui bantuan luar negeri (bilateral dan multilateral) dalam penanggulangan AIDS di Indonesia Hasil Positif: meningkatkan cakupan dan efektivitas respon epidemi Hasil Negatif: upaya kesehatan yang terintegrasi dalam sistem kesehatan tidak berjalan karena ada revertikalisasi dalam perencanaan, penganggaran, monitoring dan evaluasi program Tantangan: penanggulangan HIV & AIDS dapat lebih efektif dan berkelanjutan jika diintegrasikan secara sistematik ke dalam sistem kesehatan yang ada Tujuan Penelitian Menganalisis program dan implementasi kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS dan keterkaitannya dengan sistem kesehatan di Indonesia. Menilai tingkat integrasi kebijakan dan program penanggulangan AIDS ke dalam sistem kesehatan dalam konteks pemerintahan yang terdesentralisasi Menyediakan rekomendasi kepada pemerintah tentang strategi untuk mengembangkan kebijakan dan program penanggulangan HIV dan AIDS yang terintegrasi dengan sistem kesehatan agar lebih efektif dan berkelanjutan 2

36 Proses penelitian & kegiatan Cluster 1:Analisis Kebijakan HIV dan AIDS Desk Review: Kebijakan HIV & AIDS dan Sistem Kesehatan di Indonesia Penelitian I: Integrasi Upaya Penanggulangan HIV & AIDS Dalam Sistem Kesehatan Cluster 2: Model Kebijakan HIV & AIDS Penelitian II: Studi Kasus (Integrasi Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan dan Efektivitas Penanggulangan HIV & AIDS di Daerah) Penelitian III: Pengembangan model integrasi kebijakan dan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam Sistem Kesehatan Nasional dan Daerah Cluster 3: Pengembangan Simpul Pengetahuan Website ( Blended Learning I III Diskusi Kultural Lokasi penelitian 3

37 Implementasi kegiatan Cluster 1 Desk Review : Kebijakan HIV & AIDS dan Sistem Kesehatan di Indonesia (Oktober 2013 September 2014) Fokus: Kajian program dan kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia (program pencegahan, PDP, mitigasi dampak) dengan mempergunakan perspektif sejarah, di level nasional maupun daerah. penelitian 4

38 Penelitian I: Integrasi Upaya Penanggulangan HIV & AIDS Dalam Sistem Kesehatan (Januari Desember 2014) Menganalisis tingkat integrasi kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia, untuk pengembangan rekomendasi agar kinerja penanggulangan HIV dan AIDS yang lebih baik lagi. penelitian Implementasi kegiatan Cluster 2 5

39 Penelitian II : Studi Kasus Integrasi Penanggulangan HIV dan AIDS dalam Sistem Kesehatan dan Efektivitas Penanggulangan HIV & AIDS di Daerah (April 2015 Februari 2016) LASS ART PMTS WPS Respon AIDS Link to Care PMTS LSL Fokus: menggali kontribusi integrasi penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas penanggulangan AIDS di tingkat kabupaten/kota mengidentifikasi mekanisme integrasi yang mampu memberikan kontribusi terhadap efektivitas penanggulangan AIDS. Penelitian III : Pengembangan model integrasi kebijakan dan Program Pencegahan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan nasional dan daerah (Januari April 2016) Model Integrasi PMTS? Fokus: Model layanan yang terintegrasi seperti apakah yang bisa digunakan untuk menjamin keberlangsungan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) di pelayanan kesehatan dasar (primary health care)? Model kebijakan operasional seperti apakah yang dibutuhkan untuk menjamin terlaksananya integrasi program PMTS di tingkat layanan dasar? 6

40 Tahapan Penelitian 3 untuk menyusun model integrasi di tingkat layanan (delivery of health care) program PMTS Kajian Hasil Penelitian Sebelumnya Membangun Kesepakatan (Delphi) untuk mendapatkan konsensus model pelayanan kesehatan program PMTS dan kebijakan pendukungnya yang ideal dan komprehensif Model pelayanan kesehatan dalam program PMTS dan kebijakan pendukungnya yang terintegrasi dalam SKN Model Kebijakan Implementasi kegiatan Cluster 3 7

41 Simpul Pengetahuan Kebijakan AIDS Indonesia (Knowledge Hub) Tujuan: a) meningkatkan akses informasi kebijakan HIV dan AIDS, b) membagikan dan menerapkan pengetahuan terkait kebijakan HIV dan AIDS, c) menerjemahkan pengetahuan menjadi kebijakan HIV dan AIDS yang lebih baik. Pengembangan simpul pengetahuan Mengembang kan Jaringan Kebijakan AIDS Indonesia & Membangun Website kebijakanaidsi ndonesia.net Menggali, mengidentifikasi dan mengumpulkan pengetahuan Memperkuat kapasitas dalam memahami sistem kesehatan dan kebijakan HIV dan AIDS Menerjemahkan pengetahuan menjadi kebijakan HIV dan AIDS 8

42 Website : Kunjungan dan Artikel Kunjungan Hingga Maret 2016: 631 orang pelanggan newsletter 450 artikel tematik 463 dokumen kebijakan (regulasi, pedoman dan data epidemiologi) rata rata tingkat kunjungan berkisar antara pengunjung per hari. 9

43 KEBIJAKAN AIDS DAN SISTEM KESEHATAN (Maret 2014 Maret 2016) Tujuan: 1) menganalisis dan mengevaluasi komponen dan fungsi sistem kesehatan yang diperlukan untuk penguatan respon HIV dan AIDS, 2) mengidentifikasi, menganalisis dan menggunakan kesempatan untuk melakukan peran advokasi yang lebih besar, 3) secara kritis menganalisis kesenjangan layanan kesehatan bagi kelompok yang terdampak oleh HIV dan AIDS dan mampu menyediakan rekomendasi untuk memperbaiki akses terhadap layanan tersebut, serta 4) melakukan riset kebijakan AIDS. Modul Pembelajaran 1. Sistem Kesehatan dan Desentralisasi Politik 2. Organisasi Sistem Kesehatan dan Pembiayaan Kesehatan 3. Perluasan Respon AIDS dan Sistem Kesehatan, dalam konteks Jaringan Kesehatan 4. Sistem Penguatan Masyarakat Sipil 5. Layanan HIV, aksesibilitas dan Artikulasi Kepentingan kelompok Populasi Kunci dan Masyarakat 6. Penelitian Kebijakan AIDS dan Penulisan Paper Kebijakan AIDS Peserta : I. Gelombang 1 : 18 orang (Uncen, Unipa, Undana, Unud, Unhas, Unair, UI, Atma Jaya Jakarta, USU) II. Gelombang 2 : 12 orang (KPA Kota Mataram, Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarbaru, Puskesmas, Kemensos, Sekolah Tinggi Saint Carolus Jakarta, Poltekes, Kemenkes dan LSM) III. Gelombang 3 : 20 orang (SKPD, LSM, Akademisi, dokter perusahaan ) 10

44 Diskusi Kultural (November 2013 Maret 2016) Tujuan : untuk membangun dan memperkuatkan dialog diantara pegiat AIDS di masing masing daerah. Proses Sudah terlaksana sebanyak 21 kali diskusi di Yogyakarta. Sudah terselenggara 12 kali diskusi di Jakarta, Medan, Surabaya, Denpasar, Papua, Kupang, Makassar. Tindak Lanjut: Rekomendasi Kebijakan KPAN Bappenas Kemendagri Kemenkes (P2JK) Mendorong Agenda Perubahan Kebijakan 1) Diseminasi hasil penelitian : KPAN, Kemkes, Kemendagri, Bappenas, Seminar, JKKI. 2) Seminar terbuka : Close The Gap, Monev Dalam Fast Track, Outlook Kebijakan HIV & AIDS ) Pertemuan tingkat nasional : JKKI (Kupang, Bandung, Padang), Pernas AIDS V Makassar. 4) Penulisan dan diseminasi Policy Brief : 10 Policy Brief. 11

45 Penjaminan Kualitas Pertemuan rutin dengan DFAT dan konsultan yang ditunjuk setiap 3 bulan sekali atau jika diperlukan Dewan penasehat penelitian nasional (NAB) Pelibatan stakeholder dan informan pada pertemuan validasi dalam proses pengumpulan data Pelibatan independent reviewer untuk semua dokumen yang dihasilkan dari penelitian ini. 12

46 Lampiran 3b forbetter AIDSPolicy

47

48 Kerjasama dengan Pusat Kebijakan dan Menejemen Kesehatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Departement of Foreing Affair and Trade (DFAT) 2014 Di Indonesia, prevalensi HIV diperkirakan 0,2% dari jumlah penduduk dan terkonsentrasi pada populasi kunci yang beresiko tinggi 1

49 Berdasarkan data surveilans kemenkes tersebut, provinsi papua merupakan provinsi dengan rata-rata komulatif kasus AIDS tertinggi di Indonesia. Secara nasional,, epidemi HIV merupakan epidemic terkonsentrasi pada kelompok kelompok kunci dengan resiko tinggi, namun di provinsi papua diperkirakan meluas sampai pada masyarakat umum. Berdasarkan hasil STBP 2013 menemukan tingkat prevalensi HIV mengalami penurunan dari sebesar 2,4% (STHP 2006) pada masyarakat umum di Tanah Papua menjadi 2,3%. 2

50 Perilaku adalah salah satu factor penentu prevalensi HIV, berdasarkan STBP 2013, proporsi populasi yang melakukan perilaku seks beresiko paling banyak terjadi pada perilaku meminum alcohol sebelum hubungan sex (perempuan 13,0% Proporsi penduduk yang memiliki pengetahuan komprehensif HIV di Tanah Papua masih rendah (9,2%), Penggunaan kondom pada hubungan seks berbayar terakhir pada tahun 2013 sudah mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2006, tetapi penggunaan kondom secara konsisten masih rendah pada hubungan seks di luar nikah dalam 12 bulan terakhir. 3

51 Upaya penanggulangan HIV dan AIDS tidak bisa dilepaskan dari sistem kesehatan yang berlaku di sebuah negara. World Health Organization (WHO) Sistem kesehatan yang kuat akan memungkinkan respon penanggulangan HIV dan AIDS yang berkelanjutan dan terintegrasi dengan upaya kesehatan yang lain. Sebaliknya, jika sistem kesehatan masih lemah, maka seluruh upaya penanggulangan HIV dan AIDS seharusnya mampu mengintegrasikan diri ke dalam sistem yang ada sehingga memperkuat berbagai fungsi sistem kesehatan yang ada. Masih terbatasnya studi tentang integrasi dan belum tersedianya metodologi yang dinilai memadai 4

52 Dengan demikian, permasalahan kebijakan yang perlu memperoleh perhatian dalam melihat keterkaitan antara upaya penanggulangan HIV AIDS dan sistem kesehatan di Indonesia adalah: (1) bagaimana mengembangkan respon kesehatan masyarakat agar bisa mengakomodasi meningkatnya kompleksitas penanggulangan HIV dan AIDS dalam jangka panjang (2) bagaimana mengintegrasikan upaya penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam sistem kesehatan yang sudah ada Tujuan Umum Menganalisis tingkat integrasi kebijakan penanggula ngan HIV dan AIDS dalam Sistem Kesehatan di Kota Jayapura dan Kabupaten Merauke sehingga dapat di kembangkan rekomendasi perbaikan kinerja penang gulangan HIV dan AIDS dalam jangka menengah. 5

53 Tujuan Khusus 1) Menganalisis konteks, proses dan substansi kebijakan da n program penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Jayap ura dan Kabupaten Merauke dalam kerangka sistem kese hatan yang Berlaku; 2) Mengukur konsistensi antara regulasi dan kebijakan HIV dan AIDS baik di Kota Jayapura dan Kabupaten Merauk e, maupun antara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ; 3) Mengidentifikasi dan mengukur sinergi fungsi dan peran Komisi Penaggulangan AIDS (KPA), Dinas Kesehatan (D inkes), lintas sektoral, dan LSM dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Jayapuradan Kabupaten Merauke ; 4. ) Mengukur proporsi, kesesuaian, distribusi dan keberlanjutan pendanaan yang ada (e.g. Donor asing, APBN/D dan dana masyarakat) terhadap penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Jayapura dan Kabupaten Merauke; 5) Mengidentifikasi hubungan kerja, ketenagaan dan pengembangan kapasitas antara Sumber Daya Manusia (SDM) khusus AIDS non pemerintah dengan SDM kesehatan di Kota Jayapura dan Kabupaten Merauke; 6

54 6) Mengukur integrasi sistem pelaporan HIV dan AIDS dalam sistem informasi strategis di Kota J ayapura dan Kabupaten Meraukedan pemanfat an evidence untuk pengembangan dan pelaksa naan kebijakan dan program; 7) Mengukur pengadaan, rantai distribusi, dan po rtabilitas material pencegahan, diagnostik dan t erapi di Kota Jayapura dan Kabupaten Merauk e dalam kontek kebijakan jaminan kesehatan n asional; 8) Mengukur partisipasi aktif masyarakat yang te rdampak dalam penanggulangan HIV dan AID S di Kota Jayapura dan Kabupaten Merauke. Pada dasarnya penelitian ini berupaya untuk mengukur seberapa jauh integrasi upaya penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam sistem kesehatan dengan memberikan fokus pada eksplorasi kinerja dari fungsi-fungsi sistem kesehatan dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS secara kontekstual. 7

55 Penelitian ini menggunakan model konseptual dan kerangka analitik yang dikembangkan oleh Atun et al (2010a) dan Coker (2010) 8

56 metode kualitatif, dan pendekatan induksi pendekatan induksi digunakan dari Creswell, 2003 untuk memahami sejauhmana HIV dan AIDS terintegrasi dalam kerangka sistem kesehatan nasional yang didasarkan pada pola atau tema hasil penelitian yang ada. Penentuan Provinsi Papua sebagai lokasi penelitian berdasarkan pada kriteria ; 1, memiliki variasi tingkat epidemi HIV dan AIDS. 2, Terdapat program penanggulangan HIV dan AIDS yang telah berjalan. 9

57 Sedangkan untuk penentuan 2 kabupaten/ kota berdasarkan purposive sampling dengan kriteria; 1) Kota Jayapura terpilih karena merupakan ibu kota provinsi yang diharapkan akan memberikan konstribusi besar terhadap penanggulangan HIV dan AIDS; dan 2) Kabupaten Merauke terpilih karena merupakan kabupaten pertama kali diketemukanhivdanaidssertasalahsatu kabupaten yang cukup berhasil dalam program penanggulangan HIV dan AIDS. Informan dalam penelitian ini adalah setiap orang yang bertindak sebagai penentu dan pelaksana kebijakan program di lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah yang benar benar mengetahui tentang program Pencegahan dan Penanggulangan HIV AIDS. Keseluruhan informan dalam penelitian ini berjumlah 63 orang 10

58 Jumlahinformanprovinsiberjumlah 5 orang yang dilakukandengancaraindeptinterveuw. Terdiridarilembaga/ SKPD teknis 3 orang, SKPD Terkait 1 orang dan LSM 1 orang.berikut table InformanProvinsi Papua terlampir. Informan Kota Jayapura Pengumpulan informasi penelitian dikota Jayapura dilakukan dengan cara indepth interviewdanfocus Group Discussion(FGD). Total Jumlah informan Kota Jayapuraadalah 29 orang. indepth interviewdilakukan terhadap 15 orang, yang terdiri dari: 1) 8 orang dari Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) teknis (e.g. Dinkes, Pusat Kesehatan Reproduksi (PKR), Puskesmas, Rumah Sakit); 2) 3 orang SKPD Non teknis berjumlah 3 orang; 3) 1 orang perwakilan LSM; dan 4) 3 orang perwakilan dari populasi kunciyaitu Wanita Pekerja Seks (WPS).Sedangkan untuk FGD, jumlah informan 15 orang yang dilakukan 2 kali. FGD pertama terdiri dari 6 orang SKPD terkait. FGD kedua terdiri dari 9 orang perwakilan populasi kunci dan LSM 11

59 PengumpulanInformasipenelitiandikabupaten meraukedilakukandengancaraindeptinterveuw. Yang menjadiinformanadalah orang yang ben ar-benartahutentangpelaksanaan program HIV AIDS di tempatkerjanya.jumlahinformankabu patenmeraukemelaluiindepberjumlah 27 orang, yang terdiridari SKPD teknis (Dinkes, PKR, P uskesmas, RS) berjumlah 8, SKPD Non teknisb erjumlah 11, LSM berjumlah 5 orang, Populasi Kunci 3 orang. Informan Kabupaten Merauke berdasarkan tempat kerja dan jabatan : Informa Tempat Kerja Jabatan n Indep 1 Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke KepalaDinas 2 Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke Pengelolah/Penanggungjawab Program HIV/AIDS 3 Kementerian Agama Kabupaten Merauke Kepala Sub. Bagian Tata Usaha 4 Dinas Sosial Kabupaten Merauke KepalaDinas 5 Bappeda Kabupaten Merauke Kepala Bappeda 6 Bappeda Kabupaten Merauke Sekretaris Bappeda 7 Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Merauke Kepala Dinas 8 Dinas Pemuda dan olahraga Kabupaten Merauke Kepala Dinas 9 Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Merauke Kepala Seksi Pengawasan Ketenaga kerjaan 10 Kantor Kesehatan Pelabuhan Kabupaten Merauke Kepala Seksi Pengendalian Karantina dan Surveilans Epidemiologi 11 Yayasan Cenderawasih Bersatu Merauke Pimpinan 12 Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke Kepala Pusat Kesehatan Reproduksi Kabupaten Merauke 13 RSUD Kabupaten Merauke Kepala Pokja HIV (PjS) 14 Rumah Sakit Bunda Pengharapan Direktur 12

60 15 15 Rumah Sakit Bunda Pengharapan Kabupaten Merauke Konselor VCT Rumah Sakit TNI AL Lantamal XI Kabupaten Merauke Konselor VCT Puskesmas Rimba Jaya Kepala Puskesmas KPA Kabupaten Merauke Kepala Pokja Pencegahan dan Advokasi Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Merauke Kepala Dinas LSM Yasanto Kepala BPKM Klasis GPI Papua Merauke Wakil Ketua III Bidang Ormas Klasis GPI Papua Merauke Koordinator TU Klasis GPI Papua Merauke Finance & Program Offisser (Program PKBI) LokalisasiYobar Koordinator WPS IkatanWaria Merauke (Iwari) Anggota Waria Yasanto Anggota /ODHA Penelitian ini dimulai dari tanggal 5 Mei sampai dengan 30 November

61 Kerugian ekonomi timbul akibat beban yang langsung ditanggung oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk kebutuhan gizi ODHA dan keluarganya, pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan HIV dan AIDS yang relatif mahal Otonomi daerah di Provinsi Papua belum dapat menjamin ketersediaan anggaran dalam mencegah dan menanggulangi HIV dan AIDS kedepan. Sementara kasus HIV dan AIDS masih tetap bertambah walaupun sudah mulai melambat, tetapi perkembangannya sudah mulai mengarah ke pedalaman terpencil 14

62 Permasalah lainnya adalah masih tingginya stigma dan diskriminasi serta pelanggaran terhadap hak asasi manusia ODHA dan keluarganya. Diskriminasi tersebut terlihat pada tingkat kebijakan strategis, program-program, manajemen pelayanan ODHA maupun sosial ekonomi dan politis di masyarakat luas, maupun dikalangan ODHA sendiri. Berdasarkan data yang diolah terjadi perubahan-perubahan pada karakteristik kasus. Tidak ada perubahan perbedaan bermakna antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan Namun pada karakteristik pekerjaan, maka ada perubahan yang terjadi sejak maret tahun 2012 sampai maret tahun

63 Perubahan yang terjadi adalah pada tahun 2012 sebelumnya kasus ditemukan terbanyak pada WPS yaitu 15%, kemudian ibu rumah tangga 14,7% dan petani 12,8%. Namun pada Maret 2013 dan Maret 2014 kasus terbanyak terjadi pada pekerjaan ibu rumah tangga yaitu: 16,6%, kemudian WPS13,8 dan petani 12,2%. Dari data ini menggambarkan bahwa terjadi peningkatan kasus pada pekerjaan ibu rumah tangga sedangkan pada WPS dan petani terjadi penurunan. Selain itu, kasus pada pekerjaan lainnya yang mengalami peningkatan adalah pada pekerjaan siswa/mahasiswa dari 3,3 % menjadi 3,5%, pekerjaan swasta dari 7,8% menjadi 8,4 %, dan pekerjaan PNS dari 5,9% menjadi 7%. 16

64 Telah tersedia di berbagai layanan pemerintah maupun swasta di kabupaten Merauke. Terbentuknya Hubungan Kerjasama dengan lembaga-lembaga lain seperti lembaga donor, lembaga keagamaan, organisasi kemasyarakatan dan organisasi nonpemerintah lainnya Identifikasi kepentingan di wilayah kabupaten Merauke dalam penelitian ini berdasarkan informasi dari data primer yang didapatkan memalui Indept interview, serta didukung daridata sekunder melalui dokumen rencana strategis penanggulangan HIV dan AIDS Kabupaten Merauke Tahun

65 Berkepentingan tinggi jika program tersebut adalah bagian dari tugas dan fungsi mereka, Merupakan amanat pemerintah daerah melalui regulasi yang harus dijalankan, Program itu adalah bagian yang membantu keluar dari masalah Berkaitan dengan Sumber Daya, dikatakan tinggi apabila terdapat tenaga yang memadai dari sisi kuantitas dan kualitas, serta tersedia sarana dan prasana pendukung program. Dikatakan sedang apabila sarana dan prasarana serta SDM kurang memadai, dan dana terbatas. Dikatakan rendah apabila semua item yang disebutkan diatas tidak ada sama sekali. 18

66 Dinas Kesehatan terbatas pada pendanaan karena sebagian besar dana sudah dialokasikan ke Puskesmas sehingga dinas kesehatan tidak lagi melaksanakan program tetapi sebagai lembaga Pembina dan pendamping serta menjalankan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program PKR mempunyai kualitas dan kuantitas SDM yang belum maksimal dan belum mempunyai alokasi dana khusus karena sebelumnya alokasi dana berasal dari dinas kesehatan namun saat ini dinas kesehatan mengalami keterbatasan dana karena adanya perubahan kebijakan tentang pemanfaatan dana APBD Otsus 19

67 RSUD mempunyai SDM yang berkualitas tetapi dari sisi jumlah masih kurang selain itu rumah sakit belum mempunyai renstra dan alokasi anggaran khusus bagi pokja HIV AIDS yang ada di Rumah Sakit Merauke. Puskesmas masih kurang dalam pengalokasian dana untuk peningkatan kapasitas petugas karena sebelumnya dilaksanakan oleh dinas kesehatan, Selain itu petugas yang ada belum terdistribusi merata karena masih ada puskesmas yang belum mempunyai tenaga konselor karena pindah tugas 20

68 Rumah Sakit Harapan Bunda dan Klinik Angkatan Laut mempunyai keterbatasan juga pada SDM yang kurang selain itu mempunyai keterbatasan dana dan sarana. Untuk stake holder lembaga non teknis baik SKPD terkait maupun LSM semuanya berkategori rendah karena sumber daya yang dimiliki sangat minim kecuali SKPD pemberdayaan perempuan yang mempunyai tenaga teknis perawat dan bidan yang dapat membantu langsung pelaksanaan program HIV AIDS dan juga mempunyai anggaran program. 21

69 Peniliaian kekuatan yang dimaksud disini adalah terdapatnya regulasi, posisi yang strategis dalam mengambil dan mendorong kebijakan, serta mendapat dukungan, simpati, dan disegani oleh masyarakat Skeholder yang mempunyai kekuatan tinggi disini hanya Dinas Kesehatan, KPA, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Yasanto kekuatan rendah rata-rata ada pada kelompok populasi kunci seperti ODHA, waria, WPS selebihnya berkekuatan sedang. Dengan demikian disimpukan bahwa semua stakeholder mempunyai kepentingan yang tinggi 22

70 Ada yang kepentingannya tinggi tetapi mempunyai sumber daya kekuatan yang sedang seperti PKR, Puskesmas, Pokja RSU Merauke, RS Harapan Bunda, RS Angkatan Laut, Dinas Pemberdayaan perempuan dan KB Selain itu ada juga yang mempunyai kepentingan dan kekuatan tinggi namun mempunyai sumber daya yang sedang seperti Dinas Kesehatan dan KPA merauke Sumber daya yang sedang disini karena rata-rata kurang mempunya danadan tenaga yang cukup dalam mendukung program. 23

71 Kesimpulan lainnya adalah ada stakeholder yang merasa penting namun mempunyai kekuatan sedang dan Sumber daya rendah seperti dinas pendidikan, Dinas Pemuda dan Olahraga, Kantor Agama dan kantor Kesehatan Pelabuhan. 1. Manajemen, Informasi dan Regulasi Kesehatan Penanggulangan HIV dan AIDS Perda HIV AIDS di Kabupaten Merauke Perda no 5 tahun 2003 sudah efektif dimana perda HIV yang ada di Kabupaten Merauke berhasil meningkatkan penggunaan kondom pada kelompok beresika, dan juga perda HIV tersebut berhasil menurunkan diskriminasi terhadap ODHA. 24

72 Begitu juga dengan sudah ada Renstra HIV AIDS yang mengatur programprogram penanggulangan HIV/AIDS pelaksanaan renstra HIV/AIDS belum menyeluruh karena masih ada SKPD yang tidak menjalankan fungsinya sesuai dengan tanggungjawab yang tertulis dalam renstra. Untuk survey HIV AIDS, belum ada survey khusus terhadap data epidemiology HIV/AIDS dimana data-data yang diperoleh lebih banyak bersumber dari laporan setiap puskesmas Bidang Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) di Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke bertanggung jawab untuk sosialisasi HIV/AIDS bagi masyarakat umum dan penyebarluasan informasi Sama hal nya di rumah sakit dan puskesmas POKJA HIV/AIDS dan PKR bertanggungjawab menyebarkan data atau informasi HIV/AIDS melalui media lokal. 25

73 Sumber dana untuk penganggaran HIV AIDS proporsinya lebih besar dari APBD dibandingkan dengan sumber-sumber dana yang lain. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga menganggarkan dana 60% untuk jasa pelayanan dan selebihnya untuk obat, reagen, dan operasional lainnya. Perpres 32 mengatur alokasi dana JKN yang menjelaskan bahwa minimal 60% dana dari JKN untuk jasa layanan. Di Kabupaten Merauke pembiayaan untuk penanggulangan HIV/AIDS berasal dari APBD, Global Fund, UNFBA, dan dana dari NGO seperti Coraid Belanda. Namun di 2013 Global Fund berhenti memberikan dana dan di 2011 Coraid Belanda berhenti memberikan dana mereka. Sehingga di tahun 2014 presentasi anggaran terbesar bersumber dari APBD 26

74 Keberadaan SDM dalam penanggulangan HIV AIDS belum memenuhi standar baik dalam segi kuantitas ataupun kualitas. Dikatakan terbatas dari segi kuantitas karena jumlah disetiap layanan yang kurang dan double job, kemudian dikatakan kurang dari segi kualitas karena latihan sertifikasi yang masih terbatas Di lapangan pelatihan hanya dilaksanakan dua tahun sekali yang seharusnya sekali dalam setahun Selain itu ada masalah dalam pembiayaan tenaga kesehatan dalam penanganan HIV/AIDS yang masih kurang terutama insentif pegawai kesehatan yang bekerja di bidang PKR Untuk pendidikan dan pelatihan, ketersediaan tenaga konselor yang bersertifikasi masih kurang Seringnya petugas yang dilatih mutasi ke puskesmas lain 27

75 Di Dinas Kesehatan Merauke SIHA belum dimanfaatkan dan baru enam bulan terakhir di tahun 2014 SIHA dijalankan. Kemudian masih ada beberapa tenaga kesehatan yang tidak dapat menggunakan SIHA sehingga diperlukan pelaksanaan pelatihan untuk pemanfaatan SIHA. Rumah sakit sudah melatih staf mereka untuk pelaksanaan kegiatan registrasi, reporting, dan untuk sistem informasi. Namun kadang kegiatan tersebut terkendala oleh terbatasnya jaringan internet Dinas Kesehatan memiliki tanggung jawab untuk mengeluarkan data kasus yang diperoleh dari PKR yang ada disemua puskesmas kemudian melaporkannya ke KPA kabupaten. Kemudian KPA kabupaten mempublikasikan data kasus tersebut 28

76 pemanfaatan data hasil penelitian, sudah ada hasilnya penelitian yang dilaporkan ke yayasan, kemudian data tersebut digunakan sebagai masukan dan perbaikan untuk kemajuan layanan kesehatan dan pelaksanaan penanggulangan HIV/AIDS Penyediaan material perencanaan di rumah sakit sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan usulan di setiap tahun dimana usulan tersebut berasal dari rumah sakit, dinas kesehatan provinsi dan bagian farmasi di rumah sakit 29

77 Untuk perencanaan penggunaan material pencegahan, diagnostik dan terapi, permintaan nya dikirim ke provinsi kemudian realisasinya selama ini pengadaan obat selalu cukup dan tidak pernah mengalami kekurangan. Pengadaan alat pencegahan yaitu kondom sudah sangat baik dimana penyediaan kondom didukung oleh KPA, BKKBN, dan juga oleh partisipasi masyarakat Di lain pihak, pengadaan obat-obat untuk infeksi oportunistik masih mengalami kendala, sama halnya dengan pengadaan CD4 dan reagen yang sering terhambat oleh dana. 30

78 Program penanggulangan dan penanganan HIV/AIDS yang dilaksanakan di kabupaten Merauke antara lain pemeriksaan VCT terhadap ibu hamil, monitoring kondom terhadap WTS, pemberian ARV, konseling, dan pemberian pendidikan moral Ada 18 puskesmas di Kabupaten Merauke dan hampir semua sudah memiliki layanan VCT dan begitu juga dengan dua rumah sakit di kabupaten Merauke yang telah menyediakan layanan tes HIV/AIDS dinas kesehatan juga melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan penanggulangan HIV/AIDS yang termasuk pencegahan terkait dengan bidang promosi kesehatan 31

79 Kemudian bagian kesehatan reproduksi atau PKR yang melayani masyarakat umum, kelompok beresiko, dan ibu hamil untuk tes VCT Disamping itu adanya program ATM atau AIDS, TBC, dan Malaria juga merupakan pemeriksaan yang lengkap untuk deteksi HIVdimana semua pasien yang positif TB harus diperiksa HIV/AIDS terutama ibu hamil dan sebaliknya semua pasien yang positif tes VCT harus diperiksa TB Kemudian LSM banyak bekerja sama dengan puskesmas untuk melakukan penyuluhan HIV/AIDS begitu juga dengan bagian POKJA HIV dan PKR dimana tugas kesehatan di bagian ini sering turun ke masyarakat, sekolahsekolah, dan juga asrama-asrama para remaja yang berpotensi terinfeksi HIV 32

80 kualitas pelayanan menurut kepala dinas kesehatan sudah memenuhi standar. Dimana kegiatan penanggulangan dimulai dari promosi dilanjutkan dengan VCT, penemuan kasus, pendampingan, dan layanan ARV, dan juga tenaga konselor Pemberdayaan masyarakat untuk penanggulangan HIV/AIDS di kabupaten Merauke sudah sangat aktif dimana anggota gereja dan Mesjid banyak melaksanakan sosialisasi Perda HIV/AIDS dan aturan penggunaan kondom bagi masyarakat khususnya kelompok beresiko. Mereka juga menjelaskan tentang denda bila tidak menggunakan kondom sesuai dengan Perda HIV/AIDS 33

81 Partisipasi masyarakat juga membantu penurunan stigma masyarakat tentang ODHA. Partisipasi masyarakat juga terwujud dalam penyuluhan-penyuluhan bahaya HIV/AIDS dari anggota jemaat dan juga adanya kelompok binaan dimana setiap anggota jemaat membina sekelompok ODHA Terintegrasi Penuh: Jika semua dimensi dalam sub system terintegrasi penuh Terintegrasi Parsial: Jika satu atau lebih dimen si dari sub system, terintegrasi parsial atau tida k terintegrasi penuh. Tidak Terintegrasi: Jika semua dimensi dalam sub system semuanya tidak terintegrasi. 34

82 Sub Sistem Manajemen dan Re Pencega PDP Dampak Mitiga gulasi han si Dimensi Regulasi Penuh Penuh Penuh Dimensi Formulasi Kebijakan Penuh Penuh Penuh Dimensi Akuntabilitas dan Day Parsial parsial Parsial a Tanggap Tingkat Integrasi untuk Sub Parsial parsial Parsial Sistem Manajemen dan Reg ulasi Tingkat integrasi subsistem manajemen, informasi, dan regulasi adalah masih terintegrasi sebagian atau parsial karena sudah ada perda HIV/AIDS, sudah ada Renstra, sudah ada alokasi APBD untuk penganggarang penanggulangan HIV/AIDS, Telah ada sumber informasi data epidemi dimana dinas kesehatan kabupaten Merauke telah menyediakan data lengkap mengenai HIV/AIDS dan dari data tersebut telah dipaparkan capaian-capaian program HIV/AIDS, 35

83 Sudah memanfaatankan data epidemiologi seperti data dipakai untuk penyusunan kebijakan. Kemudian akses masyarakat terhadap informasi HIV/AIDS sudah sangat baik yang merupakan kendala yaitu masyarakat belum dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan meskipun ada pertemuan berkala membicarakan masalah-masalah HIV/AIDS namum masyarakat belum terlibat langsung dalam pengambilan keputusan. Sub Sistem Pembiayaan Kesehatan Pencegaha PDP Dampak Mitiga n si Dimensi Pengelolaan sumber pembiay aan Dimensi penganggaran, proporsi, distri busi, dan pengeluaran Parsial parsial Parsial penuh penuh Penuh Dimensi mekanisme pembayaran parsial penuh parsial Tingkat Integrasi untuk Sub Sistem parsial parsial Parsial Pembiayaan Kesehatan 36

84 Sudah terdapat beberapa sumber pembiayaan untuk program HIV/AIDS seperti dari APBD dan UNFBA. Namun kendala yang dihadapi adalah pemerintah belum mampu mengkoordinasikan dan mengelola dengan baik pembiayaan dari berbagai sumber tersebut. Proporsi dana pemerintah lebih besar dari dana asing untuk promosi, pencegahan, dan PDP. Namun untuk pembiayaan dampak mitigasi dana asing lebih banyak membiayai nya karena bersumber dari kegiatan-kegiatan LSM 37

85 Kemudian pembiayaan HIV/AIDS sudah dimasukan kedalam APBD dan dalam DPA sudah ada pemaparan alokasi dana untuk jumlah dan komposisi anggaran dalam APBD per program dan juga terdapat laporan penggunaan APBD per program Kemudian ada dana dari sumber lain seperti penggunaan dana BOK, Namum masyarakat masih mengeluarkan biaya untuk pencegahan dan dampak mitigasi karena hanya pengobatan dan perawatan HIV/AIDS yang ditanggung penuh oleh pemerintah dan donor. 38

86 Sub Sistem SDM Kesehatan Pencegah PDP Dampak Mitiga an si Dimensi kebijakan dan sistem ma najemen SDM parsial Parsial parsial Dimensi pembiayaan SDM parsial Parsial Parsial Dimensi Kompetensi SDM parsial Parsial Parsial Tingkat Integrasi untuk Sub Sis tem SDM Kesehatan parsial Parsial Parsial Banyak kendala dalam pelaksanaan sub system sumber daya manusia dimana belum ada kebijakan yang mengatur tenaga dari luar dinas kesehatan yang dikontrak dan juga belum tersedianya tenaga diluar tenaga dari dinas kesehatan 39

87 Untuk tenaga-tenaga upaya penganggulana HIV/AIDS sudah tersediah dan juga sudah ada pembiayaan tenaga kesehatan dari sektor pemerintah, Namum belum ada pembiayaan tenaga non tenaga kesehatan sektor pemerintah. Untuk tenaga kesehatan yang dilatih bersertifikasi sudah ada di puskesmaspuskesmas dan rumah sakit untuk promosi, PDP, dan dampak mitigasi. Namun belum ada kebijakan yang mengatur standarisasi kompetensi tenaga kesehatan dalam penanggulangan HIV/AIDS. 40

88 Sub Sistem Informasi Strategis Pencegah PDP Dampak Mitigas an i Dimensi Sinkronisasi sistem informasi parsial Parsia l Parsial Dimensi Diseminasi dan pemanfaatan informasi penuh Penuh Parsial Tingkat Integrasi untuk Sub Sistem parsial Parsia Parsial Informasi Strategis l Dalam sinkronisasi system informasi tidak terdapat infra struktur dalam system informasi dan tidak terdapat mekanisme pengolahan data. Terdapat jenis sumber data untuk pencegahan, PDP, dan dampak mitigasi dan terdapat mekanisme pengumpulan data yaitu SIHA. 41

89 Terdapat jenis dan frekwensi laporan, namun untuk diseminasi dan pemanfaatan laporan pada dampak mitigasi masih terintegrasi sebagian karena hasil survelance dan survey yang digunakan sebagai input kebijakan baru belum dimanfaatkan. Sub Sistem Penyediaan Obat dan Perlengkapan Medis Pencegahan PDP Dampak Mitigasi Dimensi Regulasi penyediaan, penyimpanan, diagnostik dan t erapi Penuh parsial Tidak Dimensi Sumber daya pembiayaan Parsial Parsial Tidak Tingkat Integrasi untuk Sub Sistem Penyediaan Obat dan Parsial Parsial Tidak Perlengkapan Medis 42

90 Untuk pencegahan tidah ada masalah khusus yang terkait dengan pengadaan atau kualitas obat, reagen, atau perlengkapan pencegahan, namun untuk PDP dan dampak mitigasi masih ada masalah-masalah Sudah terdapat prosedur dan kemudahan mengakses terhadap ketersediaan, namun untuk dampak mitigasi belum ada prosedur dan masih sulit mengakses terhadap ketersedian. Begitu juga sudah terdapat aturan obat yang spesifik untuk promosi dan PDP. Untuk pencegahan dan PDP terdapat sumber pembiayaan dari obat, reagen, perlengkapan, alat medis/non medis habis pakai, alat diagnostik, makanan tambahan dari dinkes namum belum untuk dampak mitigasi. Begitu juga belum ada kendala pada jaminan kualitas yang belum ada dan masih ada kendala dalam proses mengakses ketersediaan. 43

91 Sub Sistem PenyediaLayanan Kese Pencega PDP Dampak Mitig hatan han asi Dimensi Ketersediaan Layanan penuh Penu Penuh h DimensiKoordinasi dan Rujukan Penuh Penu Penuh h DimensiJaminan kualitas Layanan Parsial Parsi Tidak al Tingkat Integrasi untuk Sub Siste Parsial Parsi Parsial m Penyedia Layanan Kesehatan al Untuk sub sistem penyediaan layanan kesehatan terintegrasi sebagian atau parsial dimana sudah terdapat layanan HIV/AIDS pada layanan dasar. Begitu juga terdapat layanan bagi populasi kunci dan terdapat jadwal layanan. Kemudian sudah terdapat pertemuan koordinasi antara pemangku kepentingan dan layanan populasi kunci sudah dimasukkan ke dalam satu perencanaan. 44

92 Namun untuk jaminan kualitas layanan belum terdapat mekanisme monitoring dan evaluasi regulasi dari dinas kesehatan untuk dampak mitigasi dan sama halnya dengan bantuan teknis dari dinas kesehatan belum ada untuk dampak mitigasi. Kemudian untuk survey kepuasan berkala belum ada sama sekali dari promosi, PDP, dan dampak mitigasi. Sub Sistem Pemberdayaan Masyara kat Pencega han PDP Dampak Mitig asi Dimensi Partisipasi Masyarakat Penuh Penuh Penuh Dimensi Akses dan pemanfaatan la yanan Penuh Penuh penuh Tingkat Integrasi untuk Sub Sist Penuh Penuh Penuh em Pemberdayaan Masyarakat 45

93 Untuk Pemberdayaan Masyarakat sudah terintegrasi penuh karena semua dimensi sudah terintegrasi penuh dimana terdapat pertemuan-pertemuan koordinasi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan dan masyarakat, terdapat dana yang dialokasikan bagi masyarakat sipil dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS, dan terdapat pengembangan kapasitas bagi masyarakat sipil Sama hal nya dengan akses dan pemanfaatan layanan, sudah terdapat dukungan bagi populasi kunci memanfaatkan JKN, bansos untuk mengakses layanan HIV/AIDS dari pemerintah, terdapat perawatan berbasis masyarakat, terdapat upaya masyarakat mengurangi stigma dan terdapat keterlibatan perguruan tinggi dalam perencanaan dan implementasi 46

94 Sub Sistem Dimensi Tingkat Integrasi Pencegah an PDP Mitigasi D ampak 1. Manajemen dan regulasi Parsial Parsial Parsial 1. Regulasi Penuh Penuh Penuh 1. Formulasi Kebijakan Penuh Penuh Penuh 1. Akuntabilitas dan daya tanggap Parsial Parsial Parsial 1. Pembiayaan Kesehatan Parsial Parsial Parsial 1. Pengelolaan sumber pembiayaa n 1. Penganggaran, proporsi, distrib usi dan pengeluaran 1. Mekanisme pembayaran layana n Parsial Parsial Parsial Penuh Penuh Penuh Parsial Penuh Parsial 1. Sumber Daya Manusia Parsial Parsial Parsial 1. Kebijakan system manajemen SD Parsial Parsial parsial M 1. Pembiayaan SDM Parsial Parsial Parsial 1. Kompetensi SDm Parsial Parsial Parsial 1. Informasi strategis Parsial Parsial Parsial 1. Sinkronisasi system informasi Parsial Parsial Parsial 1. Desimenasi dan pemanfaatan inf Penuh Penuh Parsial ormasi 1. Penyediaan obat dan perl engkapan medic Parsial Parsial Parsial 1. Regulasi penyediaan material, pe Penuh Penuh Penuh nyimpanan diagnostik dan terapi 1. Sumber daya pembiayaan materi Parsial Parsial Tidak al 47

95 1. Penyediaan Layanan Parsial Parsial Parsial 1. KetersediaanLayanan Penuh Penuh Penuh 1. Koordinasi dan rujukan Penuh Penuh Penuh 1. Jaminan kualitas layanan Parsial Parsial Tidak 1. Pemberdayaan Masya Penuh Penuh Penuh rakat 1. Partisipasi Masyarakat Penuh Penuh Penuh 1. Akses dan pemanfaatan laya Penuh Penuh Penuh nan Untuk jumlah penderita HIV/AIDS di kabupaten Merauke tidak ada peningkatan yang signifikan yaitu di tahun 2010 ke tahun 2011 hanya bertambah 1 orang penderita. Jumlah ODHA yang meninggal terjadi penurunan yaitu di tahun 2010 ke 2011 terjadi penurunan angka ODHA yang meninggal yaitudari43orangturunmenjadi35dimana sebelum nya meningkat namum pada tahun 2011 terjadi penurunan 48

96 Kemudian sebanyak 48% penderita HIV/AIDS berasal dari suku asli Papua dan 57% didominasi oleh kelompok usia produktif yaitu dari tahun. Pads tahun 2012 persentase pelaksanaaan VCT (Voluntary Counseling Test) : 50 % penduduk. Penanggulangan HIV/AIDS terus dikembangkan baik melalui kerja sama dengan LSM local maupun internasinal seperti program VCT, kondom 100% bagi pelanggan PSK dan pelaksanaan pemeriksaan rutin melalui Klinik Reproduksi Merauke Manajemen informasi dan regulasi yang terintegrasi parsial menyebabkan pengendalian kasus HIV/AIDS yang ada di Kabupaten Merauke dimana integrasi dari pelaksanaan regulasi berupa perda HIV/AIDS menghasilkan pengendalian peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS dan juga meningkatkan jumlah pemakaian kondom 49

97 Regulasi ini juga sangat membantu dalam kondisi fisik ODHA dimana kegiatan yang terintegrasi menyebabkan peningkatan pelayanan VCT dan pemberian ARV sehingga terjadi penurunan angka kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS. Pembiayaan kesehatan masih terintegrasi parsial oleh karena itu diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah dan pihak donor dalam transparansi dan alokasi dana sehingga hal ini tidak berdampak ke subsistem lain contoh nya persediaan obat dan perlengkapan medic dalam dampak mitigasi sama sekali tidak terintegrasi. 50

98 Informasi strategis belum menyeluruh keseluruh kalangan masyarakat terlebih kepada mereka yang berada di pedalaman yaitu mereka yang merupakan penduduk asli Papua belum mengerti betul tentang HIV/AIDS, bagaimana penularan dan pencegahan nya. Hal ini terbukti bahwa dari semua total kasus 48% penduduk asli suku Papua. Sama hal nya dengan presentase umur dimana dari semua total kasus 57% didominasi oleh usia produktif 25 sampai 45 tahun Sehingga dapat disimpulkan bahwa regulasi harus lebih focus pada kelompok umur tersebut begitu juga dengan system informasi dan edukasi yang belum terintegrasi penuh harus memfokuskan target populasi nya ke kelompok usia produktif. 51

99 Penyediaan layanan yang sudah teritegrasi parsial menyebabkan tingginya pelayanan VCT yaitu 50% dan juga hal ini menghasilkan tingginya pemakaian kondonm dikalangan masyarakat yang menyebabkan dipotongnya rantai penularan. 50% penduduk yang telah ikut pelayanan VCT 100% pekerja sex yang menggunakan kondom juga disebabkan oleh tinggi nya partisipasi masyarakat di kabupaten Merauke dimana partisipasi masyarakat sudah terintegrasi penuh 52

100 Sub sistem Manajemen dan regulasi Regulasi HIV/AIDS di Kapubaten Merauke sudah berjalan dengan baik. Hal itu juga sudah nampak nyata dari penegakan hukum berupa Peraturan Bupati yang ada di Kabupaten Merauke dimana Perda tersebut disertai dengan sangsi hukum dan dilaksanakan sescara konsisten Renstra yang mengikut sertakan beberapa SKPD-SKPD untuk pelakukan penanggulangan HIV/AIDS dalam instansi mereka baik itu sebagai kegiatan pencegahan, pengobata perawatan atau mitigasi dampak 53

101 WPS telah mendapat sanksi bila ditemukan menderita IMS karena tidak menggunakan kondom Namun diperlukan penegakan hukum tersebut harus diperluas efektifitas nya dimana semua masyarakat juga harus diberikan sangsi apabila tidak menggunakan kondom Diyakini perluasan Perda HIV/AIDS Kabupaten Merauke bila diperluas sasaran nya dan keterlibatan SKPD sesuai renstra akan semakin efektif 54

102 Sumberdana untuk penganggaran HIV/AIDS lebih banyak diambil dari APBD; proporsi APBD lebih besar dari sumber-sumber pembiayaan lainnya. Juga ada ketersediaan dana dari dinas kesehatan khusus nya untuk kegiatan IMS, VCT, dan konseling. Dana APBD khusu nya OTSUS cukup besar untuk mendanai penanggulangan HIV/AIDS terlebih ketika Global Fund sudah menarik diri. Pengembangan kualitas SDM Kesehatan masih membutuhkan banyak nya pelatihan-pelatihan, hal ini terbukti dari sedikit nya jumlah pegawai yang sudah tersertifikasi Monitoring dan evaluasi kinerja tenaga kesehatan HIV/AIDS harus ditingkatkan karena berdasarkan pengakuan informan, peningkatan gaji tidak menghasilkan peningkatan kinerja dikalangan pegawai 55

103 Peningkatan frekuensi pelatihan dapat signifikan meningkatkan kualitas SDM kesehatan HIV/AIDS Adanya peningkatan VCT di PKR, Puskesmas dan RSUD memnyebabnya beban semakin berat karena berbedan ganda, honor/ insentif pegawai yang minim oleh karena itu dibutuhnkan alternative sumber pendanaan. Penyediaan layanan HIV/AIDS di kabupaten Merauke sudah sangat baik karena sudah mencakup pencegahan, PDP, dan mitigasi dampak yang dilakukan oleh insntansi teknis dan didukung oleh LSM dan masyarakat. 56

104 Ketersediaan kondom dan VCT tidak mengalami kendala dimana kondom dan VCT tersedia di setiap puskemas dengan biaya dari pemerintah dan donor.penyediaan ARV dan kondom lancar, namum masih ada keterbatasan dalam penyediaan logistik lain contohnya penyediaan obat Infeksi Oportunistis System SIHA belum dikuasai betul oleh petugas kesehatan, sehingga meskipun ada mekanisme pengolahan data namun belum sesuai dengan standard sistem informasi yang diwajibkan oleh pusat 57

105 Masih ada kendala dari aspek kekuarangan fasilitas penunjang seperti jaringan internet dan juga masih ada pegawai yang tidak dapat mengoperasionalkan system SIHA. Oleh karena itu pemerintah dinas kesehatan kabupaten Merauke harus meningkatkan fasilitas penunjang system infomasi kesehatan HIV/AIDS dan juga kapasitas atau kompetensi SDM kesehatan dalam penggunaan SIHA harus ditingkatkan melalui pelatihan yang intensive Partisipasi masyarakat untuk penanggulangan HIV/AIDS di kabupaten Merauke sangat baik khusus nya dalam bidang pencegahan dan mitigasi dampak Masyarakat juga banyak aktif dalam proses pendampingan khususnya dalam pendampingan meminum obat dan juga slalu memberi dukungan moril kepada ODHA 58

106 Begitu juga keaktifan tokoh agama, pemuda dan tokoh adat sangat tinggi khususnya dalam bidang promosi Populasi kunci semuanya sudah mengakses layanan HIV/AIDS baik itu yang dari pemerintah dan juga dari donor/lsm. Diperlukan keterlibatan Perguruan tinggi dalam perencanaan karena data dari hasil penelitian mereka akan mendukung efektifitas rencana kegiatan. 1. Sub Sitem Regulasi dan manajemen Perda HIV AIDS harus memberi sanksi juga kepada masyarakat umum yang ditemukan menderi IMS jangan hanya kepada WPS Perlu ada regulasi yang mengatur pengintegrasian semua sumber dana (pemerintah, provinsi, kabupaten dan donor ) diatur melalui satu pintu Didalam regulasi/ renstra/ juknis/ juklat perlu diperjelas tugas dan tanggungjawab sesuai dengan tupoksi SKPD Perlu ada regulasi yang mengatur tentang alokasi anggaran pemerintah ke KPA 59

107 Perlu adanya peningkatan alokasi anggaran HIV AIDS diberbagai sector/ SKPD terkait Pengalokasian dana dari pemerintah untuk program mitigasi dampak perlu ditingkatkan Keberadaan tenaga khusus HIV AIDS sector kesehatan dan non sector kesehatan diperlukan dapat melalui system kontrak Setiap tahunnya harus ada alokasi dana untuk pelatihan petugas teknis/ maupun non teknis progran HIV AIDS 60

108 Pelaksanaan SIHA perlu di evaluasi khususnya daerah yang bermasalah jaringan internet. Perbaikan system dan peningkatan monitoring pencatatan, penyimpanan dan pelaporan HIV AIDS Perlu memperjelas sistem pengadaan perbekalan Farmasi khususnya peralatan pemeriksaan CD4, Tabung, Reagen. 61

109 Peran KPA sebagai lembaga koordinasi perlu ditingkatkan melalui koordinasi terjadwal Perlu ada program Nutrisi bagi ODHA di RS dan Puskesmas Pemerintah daerah harus mendukung terus menerus Lembaga keagamaan dalam pencegahan penanggulangan HIV AIDS yang sudah berperan selama ini melalui dukungan teknis dan non teknis Peningkatan kerjasama perguruan tinggi setempat. 62

110 Lampiran 3c forbetter AIDSPolicy

111

112 Studi Kasus: Hubungan Integrasi Program Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seks (PMTS) dalam Sistem Kesehatan dan Efektivitas Penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten Merauke Kerja sama Universitas Cenderawasih dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK), Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Latar Belakang Penelitian Jumlah Kasus HIV dan AIDS yang ditemukan pada tahun 2010 adalah 133 kasus (1,75 %; ditemukan dari klien yang dikonseling). Jumlah tersebut terdiri atas: 67 orang penderita HIV dan 66 orang penderita AIDS. Penderita AIDS yang meninggal pada tahun 2010 tercatat 43 orang. Hasil kegiatan Pusat Kesehatan Reproduksi (PKR) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan yang melakukan pemeriksaan dan pengobatan IMS secara rutin pada kelompok resiko tinggi (WPSK di lokasi Yobar, Belrusak, Bar/diskotik dan Panti Pijat) menunjukkan bahwa prevalensi IMS khusus infeksi Gonokokus ada kelompok resiko tinggi meningkat dibanding tahun lalu. Data kasus baru HIV dan AIDS melalui program Voluntary Counseling and Testing (VCT) ataupun Provider Initiative Testing and Counseling (PITC) samapi dengan tahun 2013 adalah 854 kasus dan AIDS adalah 795 kasus. Pasien yang meninggal akibat HIV dan AIDS pada tahun 2013 adalah sebanyak 45 orang, sehingga kematian akibat HIV dan AIDS sampai dengan Desember 2013 adalah 425 orang (Laporan PKR, 2014) 1

113 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui integrasi sistem manajemen dan regulasi program PMTS ke dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas kinerja pencegahan HIV/AIDS dan bagaimana mekanisme konstribusinya? 2. Untuk mengetahui integrasi sistem pembiayaan kesehatan program PMTS ke dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas kinerja pencegahan HIV/AIDS dan bagaimana mekanisme konstribusinya? 3. Untuk mengetahui integrasi sistem penyediaan pasokan obat dan alat kesehatan program PMTS ke dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas kinerja pencegahan HIV/AIDS dan bagaimana mekanisme konstribusinya? 4. Untuk mengetahui sistem pengelolaan sumber daya manusia di bidang kesehatan program PMTS ke dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas kinerja pencegahan HIV/AIDS dan bagaimana mekanisme konstribusinya? Lanjutan Tujuan Penelitian 5. Untuk mengetahui integrasi sistem informasi strategis program PMTS ke dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas kinerja pencegahan HIV/AIDS dan bagaimana mekanisme konstribusinya? 6. Untuk mengetahui integrasi sistem pengelolaan partisipasi masyarakat program PMTS ke dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas kinerja pencegahan HIV/AIDS dan bagaimana mekanisme konstribusinya? 7. Apakah intergrasi sistem upaya kesehatan program PMTS kedalam system kesehatan terhadap efektivitas kinerja pencegahan HIV/AIDS dan bagaimana mekanisme konstribusinya? 2

114 Kerangka Konseptual Penelitian Metode Penelitian Penelitian ini adalah studi kasus dengan metode qualitative dengan melakukan wawancara mendalam dan FGD untuk validasi data. Populasi dari penelitian ini adalah semua institusi pemerintah (SKPD) dan institusi swasta yang terlibat dalam pelaksanaan program program HIV/AIDS di Kabupaten Merauke. Kemudian sampel penelitian adalah 33 informan kunci dari setiap instansi tersebut contohnya puskesmas, RSUD, KPAD, BPJS, LSM, dan Bappeda. 3

115 Daftar Informan sebagai sample penelitian Level Sistem : Kabid Pelayanan Farmasi dan Makanan Dinkes Kab Merauke, Ka.pus Kuprik, Ka unit Kesertaan BPJS Cab Merauke*, Ka Subdit Pendidikan Kes dan Kebudayaan Bappeda Merauke, Ka. Unit Umum dan Keuangan BPJS Kesmas, Ka Bid Kesga Dinkes, Kepala Unit Menejemen Pelayanan Kesehatan Primer BPJS Kes cab Merauke*, Ka Unit MPKR BPJS Kesehatan, Kabag TU SatPol PP Kab Merauke, Kadis Sosial Pemda Merauke, Ka.Dinas Kesehatan Merauke, dan Ka. Biro Hukum Lanjutan Daftar Informan Level Program : Bidan PKM Tana Miring, Kasub Bidang KB, Konselor VCT PKM Tanah Miring, Pengelola Program HIV dinkes Merauke, Ka. Kespro, Staf KIA PKM Mopah, Staf PKM Mopah, Sekretaris KPA Kab Merauke, Deputi Sosial Kemasyarakatan, Yayasan Sosial Kemasyarakatan, Ka. Pokja HIV RSUD Merauke, Koordinator Katane Support Group, Wakil Himpunan Waria Merauke, Koordinator PHRI bid THM, dan Penanggungjawab VCT PKM Mopah. 4

116 Lanjutan Daftar Informan Sistem Kesehatan dan Program : Ka.pus Kuprik, Ka. Bidang P2KL Dinkes Merauke*, Ka.pus Mopah, Ka TU RS Bunda Pengharapan, dan Pemberdayaan Perempuan Pemanfaatan dan Kualitas Layanan : Penanggung jawab PSK Yobar dan WPS Bab.III Analisa Kontekstual A. Komitmen Politik Komitmen politik Merauke untuk sektor kesehatan sudah ada antara lain Perda no 3 tahun 2013 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS dan IMS. Selain itu terdapat juga kebijakan penggunaan kondom 100% untuk populasi beresiko. Dan secara spesifik berkaitan dengan pembiayaan telah tertuang didalam undang undang OTSUS yang mengharuskan alokasi dana untuk sektor kesehatan harus sebanyak 15% dari total keseluruhan APBD. Berdasarkan data APBD yang diolah memperlihatkan bahwa alokasi anggaran APBD untuk sektor kesehatan mencapai 12,73 % dari total anggaran APBD Merauke. 5

117 Lanjutan Komitmen Politik Pemerintah daerah sudah berkomitmen baik dalam menanggulangi HIV dan AIDS dengan didukung oleh kerja sama lintas SKPD SKPD dan terlihat juga dalam alokasi dana APBD yang fokus pada pencegahan penularan HIV yaitu meningkatkan layanan VCT di setiap penyedia penyedia pelayanan dasar seperti puskesmas, rumah sakit dan pusat kesehatan reproduksi. Adapun beberapa instansi yang sangat berperan aktif dalam program penanggulangan HIV dan AIDS antara lain Dinas Kesehatan melalui PKR, KPAD, Yasanto, Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB, dan penegakan hukum dari Biro Hukum, Satpol PP melalui TIM Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk mengawal regulasi dan Bidang Kesejahteraan rakyat pada Sekretariat Daerah Kabupaten Merauke. Mitra Pembangunan Indonesia (MPI) yang terlibat di Kabupaten Merauke dalam mendukung program HIV dan AIDS dan IMS sebelumnya antara lain GF, UNFPA, IPM, Caritas Australia, namun pada umumnya saat ini sudah tidak ada lagi karena adanya aturan baru yang melarang pihak donor langsung kedaerah tetapi harus melalui KPAN. B. Ekonomi Proporsi APBD untuk sektor kesehatan menduduki peringkat 8 besar dan porsi APBD lebih besar dalam bentuk ADD dan DAK. Awalnya alokasinya hanya berkisar antara 6 7% namun sekarang ini sudah sekitar 9 10%. Permasalahan yang biasa terjadi adalah kalau APBD otsus sudah besar maka terkadang DAU dikurangi. 6

118 Lanjutan Bidang Ekonomi Kondisi ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan yang ada di provinsi Papua dan Kabupaten Merauke secara khusus tidak mempengaruhi derajat kesehatan, karena masyarakat sudah mendapat jaminan untuk mengakses layanan kesehatan termasuk layanan HIV AIDS dan IMS. ketersediaan jaminan kesehatan seperti BPJS, dana Gerbangku, Dana Respek, dan dana ADD.telah mencukupi. Masalah kesehatan yang terjadi di Kabupaten Merauke lebih besar disebabkan oleh pola berpikir masyarakat yang mempengaruhi perilaku sehat mereka, dengan kata lain PHBS yang masih rendah.selain itu tingkat pendidikan masyarakat di kabupaten merauke secara umum masih rendah dan juga dapat terlihat di IPM papua yang masih rendah Lanjutan Ekonomi Ada alokasi anggaran APBD untuk operasional dan juga kegiatankegiatan hari besar AIDS dan hal ini didukung oleh RAK dan DPA dari dinas kesehatan khususnya program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular. Adapun anggaran tersebut dijabarkan sebagai berikut; dana pelayanan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular (HIV dan AIDS) dari Otsus sebanyak Rp , belanja barang dan jasa sebanyak Rp , belanja jasa penemuan penderita (VCT) untuk klien Rp dan belanja perjalanan dinas dalam home visit 1000 klien sebesar Rp Dominan dari informan mengatakan bahwa sumber dana untuk program HIV dan AIDS yang dijalankan bersumber dari APBD. Berdasarkan dokumen APBD tahun 2014 posisi dinas kesehatan berada pada urutan ke 6 dan tahun 2015 dinas kesehatan berada pada urutan ke 5 alokasi anggaran terbanyak. Sehinga dapat dikatakan bahwa sektor kesehatan (PMTS) masih belum menjadi perhatian utama meskipun sumber sumber pendapatan meningkat dengan adanya kebijakan Otsus. 7

119 C.Hukum dan Peraturan Nama Kebijakan 1.Perda no 3 Tahun 2013 : Pencegahan dan penanggulangan infeksi Menular, HIV dan AIDS 2. Perda Kabupaten Merauke tentang Kebersihan, Ketertiban dan Keindahan no. 11 tahun 2005 : Pasal 21 mengatur tentang Tertib susila : Bupati dapat memerintahkan menutup bangungan yang digunakan untuk melakukan perbuatan asusila. 3. Perda no. 8 tahun 2014 tentang Pengendalian Minuman beralkohol dikabupaten Merauke : Ada kecenderungan orang yang mengkonsumsi alkohol cenderung pergi ke lokalisasi dan tidak menggunakan kondom. 4. Perda no 21 tahun 2011 tentang ketertiban umum : Menjadi pedoman untuk melakukan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) untuk mengawal berjalannya perda perda (termasuk melakukan penyidikan terhadap para pelanggaran peraturan Sambungan Hukum dan Peraturan Sejauh hanya kondisi kepemilikan BPJS dapat menjadi penghalang untuk memperoleh pelayanan kesehatan karena tidak memiliki persyaratan terutama Kartu Tanda Penduduk Kabupaten Merauke, terutama populasi kunci yang domisilinya sering berpindah pindah. Namun pihak dinas sosial telah membantu dalam menyelesaikan masalah tersebut dengan membantu mengurus pengganti NIK sementara. Spesifik berkaitan dengan perda HIV AIDS menurut salah satu informan perda tersebut memiliki dampak negatif dimana peraturan ini dapat membuat orang yang positif tidak berani melapor keadaannya yang sudah positif HIV karena takut menerima sanksi dari pemerintah dan penegak hukum. 8

120 Permasalahan Kesehatan Prioritas yang merupakan lima besar kejadian penyakit di Merauke adalah TB, AIDS, Strok, Malaria dan ISPA. Oleh sebab itu saat ini HIV masih tetap menjadi program prioritas.kemudian sesuai dengan Profil Dinas Kesehatan dimana sudah banyak program program untuk penanggulangan HIV seperti Pemeriksaan dan Pengobatan untuk kelompok Risti yang ada di lokalisasi, Penjaringan Ibu Hamil (PMTC), VCT dan penjaringan IMS. Menurut data dinas kesehatan jumlah VCT yang dilakukan pada tahun 2013 adalah orang kemudian ditemukan sebanyak 113 kasusu HIV pada kelopok Risti. Kemudian di RSUD ada juga Pokja HIV/AIDS yang melaksanankan pengobatan ARV. Bab.IV Analisa Stakeholder untuk Pelaksanaan Perda HIV K E P E N T I N G A N MPI, BIRO HUKUM, PUSKESMAS, DINAS SOSIAL, KOMUNITAS WARIA, PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KB, RS HARAPAN BUNDA BPJS KEKUASAAN DINAS KESEHATAN KPA KABUPATEN RSUD KABUPATEN SATPOL PP LSM YASANTO BAPEDA 9

121 BAB V. Analisa Tingkat Integrasi A. Deskripsi Sub Sistem Sub Sistem Manajemen dan Regulasi Program HIV sudah mendapatkan alokasi dana dari APBD, dan lebih banyak ke Pusat Kesehatan Reproduksi, Pokja HIV, dan puskesmas. APBD banyak membiayai VCT dan penyediaan ARV dari Kemeterian Kesehatan Selain itu puskesmas juga sudah melaksanakan tugas dalam promosi, screening, dan preventive seperti pendistribusian kondom. Selain puskesmas, Pusat Kesehatan Reproduksi juga memberikan pelayanan dasar untuk program HIV/AIDS contoh nya pemeriksaan VCT dan IMS. Sama hal nya dengan pokja HIV/AIDs di RSUD dan tambah dengan mobile VCt yang merjalan sudah 10 kali dalam 1 tahun Sub Sistem Manajemen dan Regulasi Perencanaan program kesehatan secara umum disesuaikan dengan kegiatan RPJM dan kemudian dievaluasi lagi kesesuaian nya dengan kebutuhan daerah. Kadang juga hasil evaluasi menemukan ada nya kegiatan yang overlapping, sehingga sejak tahun 2014 kegiatan program program kesehatan disamakan antara kegiatan yang ada di APBD, APBN, dan TP. Disamping itu Kepala Dinas bekerja sama dengan Direktur RSUD bekerjasama melaksanakan perencanaan dan penganggaran, dan juga kepala divisi RSUD ikut serta dalam menyusun RAK sama hal nya dengn unit lain seperti Pusat Kesehatan Reproduksi. 10

122 Sub Sistem Pembiayaan Sumber pendanaan untuk pelayanan kesehatan berasal dari APBD, dana OTSUS dan DAU. Khusus untuk program HIV AIDS semuanya berasal dari dana APBD otsus dan ada bantuan dari donor ke LSM Yasanto. Koordinasi sumber dana belum berjalan dengan baik dimana belum ada koordinasi antara APBD, JKN, dan donor. Kecukupan dana juga belum maksimal, dan ini lebih kepada biaya tidak langsung sepeti insentif pegawai. Untuk pengobatan sudah baik karena adanya Pokja HIV di RSUD dan bantuan dari BPJS. Pelaksanaan BPJS sudah berjalan baik dan sangat membantu kelancaran pelayanan kesehatan terutama pada sistem kapitasi dan perawatan di RS Sub Sistem Sumberdaya Manusia Kabupaten Merauke banyak memiliki pegawai kontrak dan honorer khususnya bidan dan perawat, dimana pegawai kontrak sudah sebesar 40% dan PNS 60%. Ini dapat dilihat pada profil dinas kesehatan. Kabupaten Merauke banyak memiliki pegawai kontrak dan honorer khususnya bidan dan perawat, dana pegawai kontrak sudah sebesar 40% dan PNS 60%. Kebutuhan tenaga konselor untuk program HIV masih kurang dan perlu ditambah jumlahnya dan tenaga kesehatan yang melayani HIV sudah lengkap yang terdiri dari dokter, analis, perawat, bidan, dan konselor, kemudian beberapa dari mereka sudah dilatih. Tenaga kesehatan untuk program HIV masih membutuhkan pelatihan pelathan terutama dalam perubahan pola pikir petugas dimana pelayanan HIV bukan hanya memberikan pelayanan pengobatan tetapi mulai dari pencegahan sampai mitigasi dampak dan juga penyadaran petugas akan pentingnya penanggulangan HIV di pelayanan kesehatan. 11

123 Lanjutan Sumberdaya Manusia Sumberdana untuk SDM program HIV berasal dari APBD(Otsus) baik itu tenaga honor ataupun kontrak dan tidak ada insentif untuk petugas HIV. Kemudian alokasi honor petugas HIV lebih banyak ke PKR dibanding ke Pokja HIV. Sumberdana untuk SDM program HIV berasal dari APBD(Otsus) baik itu tenga honor ataupun kontrak. Kemudian ada beberapa informan yang mengatakan bahwa khusus untuk petugas HIV tidak mendapatkan insentif. Pelatihan untuk staf program sudah dilaksanakan. Namun pelatihan khusus untuk PMTS belum ada juga pelatihan konselor khususnya pelatihan untuk dokter dan juga tenaga baru untuk VCT. Sub Sistem Penyediaan Farmasi dan Alkes Masalah untuk distribusi lebih kepada trasportasi pengantaran obat ke pustu yang ada di pedalaman dan yang ada di pulau. Cara mengatasinya adalah menitipkannya kepada masyarakat yang akan berangkat ke daerah terpencil tersebut. Pendanaan obat puskesmas dilakukan oleh dinas kesehatan sedangkan rumah sakit diatur sendiri oleh RS. Dana pendistribusian ke unit layanan tidak ada permasalahan. Sumber pendanaan berasaldari JKN berupa kapitasi, DAK dan DAU sudah otomatis, akan tetapi besarannya tidak tersedia datanya. Kalau terjadi kekurangan obat di beli menggunakan DAU. Otsus tidak boleh diperuntukkan membeli obat. Sudah ada perencanaan untuk obat dan logistik yang dilakukan oleh RSUD, PKR, dan kondom oleh KPA Nasional. Tidak ada perencanaan untuk obat dan alkes VCT di puskesmas. Pengadaan obat berasal dari dinas kesehatan provinsi dan kabupaten. Obat ARV didistribusikan dari pokja RS ke puskesmas, begitu juga dengan kondom didistribusikan dari BKKBN pusat ke BKKBN provinsi kemudian ke BPPKB kabupaten dan diberikan kepada KPA lalu KPAD memberikan nya kepada agen (4 agen, dan 89 outlet) 12

124 Lanjutan Sub Sistem Obat dan Alkes Akses masyarakat untuk mendapatkan kondom, obat, dan reagen sudah sangat baik. Kemudian untuk pendanaan donor ada yang langsung ke LSM dan PKR seperti Caritas Australia. Pokja HIV tidak memberikan bantuan kepada RS lainnya bila kehabisan obat tetapi pasien ODHA bisa datang memintanya ke Pokja. Stock out yang digudang agen disesuaikan dengan kebutuhan/target ditambah dengan Bufferstock 30% dari kebutuhan. jadi setiap 6 bulan di monitoring jika terjadi penumpukan karena tidak terdistribusi di agen maka akan ditarik kembali oleh KPA Kabupaten. Sistem pencatatan dan pelaporan kondom secara online. Distribusi kondom tahun 2014 adalah dan jumlah WPS yang melaporkan penggunaan kondom adalah 2359 Sub Sistem Informasi Kesehatan Data data kesehatan sudah banyak dikumpulkan oleh Bapeda dan BPJS. Sistem pengumpulan data kesehatan sudah ada namun tidak berjalan, angka kematian diambil dari kepala kampung yang dilaporkan ke distrik lalu dilanjutkan ke catatan sipil. Dalam format laporan kesehatan sudah tidak ada laporan kematian namun petugas kesehatan tetap melaporkan kedinkes, sinkronisasi pengumpulan data berkaitan dengan anggaran dijabarkan dalam POA puskesmas yang di break down dalam POA kampung. Jenis data program yang dikumpulkan sudah mencakup data distribusi kondom, data kasus data VCT namun sistem pelaporan program Hiv belum memenuhi standar dan kurang terpantau Data data yang dikumpulkan oleh PKR terdiri dari data IMS, hasil pemeriksaan laboratorium, penggunaan reagen, pendistribusian dan penggunaan kondom pekerja seks, laporan monitoring kondom, data VCT, PMCT berdasarkan suku, agama, pekerjaan, asal kepulauan dan setiap tahun jenis data dapat bertambah sesuai dengan kebutuhan 13

125 Sub Sistem Partisipasi Masyarakat Mekanisme musrembang untuk melibatkan masyarakat dalam penyusunan perencanaan sudah ada walaupun secara tidak langsung tetapi sudah diberi kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya melalui musrembang kampung juga melalui pertemuan yang dilakukan oleh puskesmas pada unit pelayanan dasar sebelum masuk ke musrembang distrik atau kecamatan dan dilanjutkan ke dinas kesehatan sebagai penyusun perencanaan melalui musrembang kabupaten demikian juga dilevel program Dilevel program KPA dan dinas kesehatan dengan lintas sektor terkait, masyarakat dan populasi kunci juga sudah terlibat langsung dalam mendukung program pencegahan IMS dengan aktif menggunakan kondom walaupun terkesan ada pemaksaan melalui perda dan populasi kunci termasuk WPS juga telah terlibat dalam monitoring dan evaluasi kondom. Upaya Layanan Berkaitan dengan komponen layanan perawatan, pengobatan dan dukungan ODHA sudah tidak ada masalah hanya saat ini CD4 dalam keadaan rusak tetapi menurut informan itu bukan masalah serius dan telah dicari solusinya. Masalah yang terjadi saat ini lebih disebabkan oleh kesadaran populasi kunci untuk memanfaatkan layanan Berkaitan dengan komponen layanan perawatan, pengobatan dan dukungan ODHA sudah tidak ada masalah hanya saat ini CD4 dalam keadaan rusak tetapi menurut informan itu bukan masalah serius dan telah dicari solusinya. Masalah yang terjadi saat ini lebih disebabkan oleh kesadaran populasi kunci untuk memanfaatkan layanan 14

126 Upaya Layanan Jejaring layanan sudah baik dimana puskesmas sudah melaksanakan VCT dan pemberian kondom, begitu juga dengan LSM yang melakukan kegiatan kegiatan pencegahan dan mendorong pengobatan kemudian mengumpulkan masyarakat untuk penyuluhan dari puskesmas bila positif HIV akan dirujuk ke Pokja RS, begitu juga dengan penegakan perda sebagai payung hukum Jenis layanan HIV dan AIDS dan IMS yang disiapkan dirumah sakit terdiri dari kegiatan pencegahan berupa konseling, penyuluhan dan sosialisasi penggunaan kondom dalam bentuk perorangan. Kegiatan yang diberikan secara konprehensif berupa pemberian pelayan perawatan, pengobatan dan dukungan ke odha (help support treatment) termasuk pengobatan oportunistik sampai pada persiapan ARV, kepatuhan juga termasuk pelacakan penularan ke pasangannya. Pemberian nutrisi, uang transport, logistic dan penadampingan oleh konselor Hubungan antara Kinerja Intervensi PMTS dengan Tingkat Integrasi Peran pemangku kepentingan sudah baik dapat dilihat dari kinerja KPAD, Dinas Kesehatan, RSUD, dan Satpol PP. Begitu juga dengan kepatuhan menjalankan tanggung jawab tanggung oleh stakeholder seperti biro hukum, LSM Yasanto, puskesmas, dan keaktifanpopulasi kunci. Diyakini bahwa tingginya peran stakeholder tersebut karena manajeman dan regulasi sudah terintegrasi penuh, seperti yang telah dijelaskan bahwa kerja sama atar sektoral sudah sangat baik begitu juga dengan komunikasi diantara pemangku kepentingan sudah baik, KPAD aktif dalam melaksanakan pertemuan bulanan. Hal ini juga dinilai dari outcome yang dipaparkan oleh biro hukum dimana terjadi penurunan angka pelanggaran Perda HIV dimana pada tahun 2012 terjadi 93 pelanggaran kasus namun pada tahun 2013 hanya terjadi 5 pelanggaran Perda HIV. Hal ini juga didukung oleh meningkatnya distribusi kondom dikalangan pekerja seks dengan pengawasan dinas kesehatan khusus nya PKR. Begitu juga dengan pertemuan berkala antara petugas kesehatan dan pekerja seks, kemudian bila ada pekerja seks yang tidak patuh maka akan ditindak lanjuti oleh biro hukum. 15

127 Telah terjadi pertemuan yang rutin diantara petugas dan populasi kunci begitu juga dengan pelatihan yang dilaksanakan LSM, namun pelatihan peer education ini belum dapat menjangkan semua populasi kunci dari beberapa LSM hal ini ada pengaruhnya dengan pembiayaan yang masih terintegrasi parsial, dimana masih kurangnya dana untuk melaksanakan pelatihan perubahan perilaku dan peningkatan penyadaran dikalangan populasi kunci khususnya WPS. Terbatasnya SDM kesehatan juga berpengaruh terhadap kinerja perubahan perilaku populasi kunci karena dibutuhkan banyak konselor dan juga banyak petugas kesehatan yang berfungsi mengawasi aktifitas mereka (populasi kunci). Adanya peran aktif dinas kesehatan dan RSUD sangat mendorong efektifitas penatalaksanaan IMS. Meskipun penyediaan farmasi dan alat kesehatan masih terintegrasi parsial tetapi karena peran aktif pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam pengedaan obat menyebabkan tingginya pencapaian kinerja IMS dimana penjaringan WPS sudah 98%, bahkan WPS yang baru sudah rutin memeriksakan diri 100%. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingginya partisipasi masyarakat dimana sudah terintegrasi penuh. Hal ini berdampak langsung dari kesadaran pekerja seks untuk memeriksanakan diri, selain ini adanya regulasi yang kuat juga membuat pekerja seks lebih waspada dan mau rajin memeriksakan diri mereka ke Pusat Kesehatan Reproduksi. 16

128 Manajemen kondom dan pelicin belum ada data yang akurat hal ini disebabkan oleh sistem informasi kesehatan yang masih terintegrasi parsial karena PKR masih menggunakan formulir yang tidak sesuai dengan standar dari pusat. Berdasarkan hasil FGD validasi data di bulan Desember 2015, ketua PKR mengatakan adanya keterbatasan dana, keterbatasan kapasitas SDM, dan juga SIHA yang belum disosalisasikan aplikasi terbarunya dan juga ada beberapa puskesmas pemekaran yang belum ada kode di aplikasi SIHA baru tersebut sehingga menyebabkan lemahnya SIK untuk HIV dan AIDS khususnya PMTS dan IMS, namun standar pelaporan yang benar akan mulai dilaksanakan di tahun Untuk data penggunaan kondom sudah lumayan lengkap tetapi lain halnya dengan penggunaan pelicin, di formulir laporan mereka belum ada pelaporan untuk penggunaan pelicin. Untuk penyediaan kondom sudah sangat baik dimana sumbernya ada 4 yaitu dari KPA pusat, BKKBN, dan kondom dari kantor kesehatan pelabuhan. Kemudian didukung oleh adanya kondom mandiri, dimana kondom mandiri ini adalah kondom yang dibeli sendiri oleh PKR. 17

129 REKOMENDASI 1. Pemerintah daerah kabupaten Merauke harus mengikuti undangundang otsus yang mengharuskan alokasi anggaran kesehatan hingga 15 % karena di tahun 2015 baru mencapai 12,73 %. Dengan memberikan komitmen melalui pengaggaran yang maksimal akan berkontribusi untuk memastikan implementasi berbagai kegiatan PMTS di Merauke. 2. Perlu dibentuk sistem yang mengatur keterlibatan lembaga sosial di Kabupaten Merauke supaya dukungan kondusif yang dilakukan oleh berbagai tokoh masyarakat dan LSM semakin kuat dan tersinergikan dengan mekanisme yang sudah ada. 3. Pemerintah daerah melalui Bapeda perlu mengawal pelaksanaan program HIV dan AIDS sesuai dengan yang tertera didalam renstra kebupaten yang memberikan target 100% untuk pelayanan pencegahan penanggulangan HIV dan AIDS untuk mengurangi infeksi baru HIV dan IMS. Dengan kata lain ada komiten dari pemerintah untuk kesinambungan program PMTS di Kabupaten Merauke dengan cara memasukkan program PMTS dalam Renstra dinas kesehatan di periode berikutnya dengan dukungan APBD yang diharapkan alokasinya meningkat disetiap periode yang tujuan nya untuk meningkatkan cakupan pelayanan PMTS, meningkatkan pengobatan Infeksi Oportunistis, dan peningkatan insentive petugas PMTS. 4. Pemerintah daerah perlu membuat kebijakan khusus bagi populasi kunci yang tidak dapat menjadi peserta salah satu jaminan kesehatan karena terkendala dengan persyaratan. 18

130 5. Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Bapeda perlu menambahan tenaga konselor terlatih dan tenaga kesehatan bersertifikasi untuk program HIV AIDS dan IMS, dan dukungan pembinaan terus menerus melalui mekanisme yang sudah ada melalui PKR dengan penambahan peningkatan target dan prosentasi pelatihan bagi tenaga tenaga kesehatan di tingkat layanan primer (PKM). Penambahan ini bisa melalui advokasi pemerintah pusat untuk meningkatkan porsi penerimaan PNS untuk petugas kesehatan yang akan bekerja di PKR atau puskesmas dalam program PMTS, atau juga dapat melaksanakan penerimaan honor daerah dan tenaga kontrak untuk program PMTS. Kemudian honor daerah yang sudah mengabdi untuk program PMTS di PKR dan Puskesmas sebaiknya diusulkan untuk menjadi tenaga tetap. 6. Diperlukan alokasi dana untuk insentif bagi petugas HIV AIDS di semua unit teknis karena sesuai dengan temuan penelitian dan perbandingan studi lain bahwa petuga kesehatan untuk program HIV/AIDS khusus nya PMTS sangat membutuhgkan dukungan material dari pemerintah untuk meningkatkan kinerja mereka. Terima kasih 19

131 Lampiran 3d forbetter AIDSPolicy

132

133 Model Pelayanan Dalam Progam PMTS Program Pencegahan Melalui Transmisi Seksual Pedoman PMTS KPAN 2010 PMK & Pedoman LKB 2012 Rekomendasi WHO 2009 Populasi WPS Lokalisasi Semua Populasi kunci dan Masyarakat umum Semua Populasi kunci Pelayanan Kondom, IPP, IMS IPP, Kondom, IMS KT HIV, ART sbg pencegahan, PEP Sirkumsisi Medis Sukarela Laki laki KIE masyarakat umum IPP, Kondom, IMS KT HIV, ART sbg pencegahan, PEP, PrEP Sirkumsisi Medis Sukarela Laki laki Pelaksana KPA, sektor kesehatan dan masyarakat Sektor kesehatan dan Masyarakat Sektor Kesehatan 1

134 Penyediaan dan Distribusi Kondom Dukungan regulasi: PMK , PMK , PMK , SE Menkes , Pedoman LKB 2012, Pedoman PMTS 2010 Kegiatan yang saat ini tersedia di tingkat layanan primer: Penyediaan kondom dan distribusi kondom di Puskesmas dan klinik IMS swasta, outlet outlet kondom di lokasi dan hotspot Distribusi kondom lewat petugas lapangan dan peer educator Penjualan kondom di berbagai toko obat, apotik dan berbagai jenis toko atau mart lainnya Masalah di tingkat sistem, organisasi, dan layanan: Penyediaan dan distribusi kondom pada populasi kunci bersumber donor Kondom dari BKKBN terbatas untuk aseptor KB Tantangan sosial, budaya, politik dan agama masih menjadi Manajemen IMS & Sirkumsisi Laki laki Dukungan regulasi: PMK , SE Menkes , Pedoman IMS 2011, SE Dirjen P2PL Kegiatan yang saat ini tersedia di tingkat layanan primer: Pelayanan kesehatan perorangan primer berupa pemeriksaan dan pengobatan IMS baik di dalam gedung maupun dengan mobile klinik, begitu juga dengan sirkumsisi Pelayanan kesehatan masyarakat primer berupa skrining IMS pada pekerja seks dan belum ada program sirkumsisi sebagai UKM Masalah di tingkat sistem, organisasi, dan layanan: Layanan sudah terintegrasi kebijakan, manajemen pengelolaan dan teknis pelayanan kedalam pelayanan kesehatan perorangan primer (PKPP) Belum ada kebijakan, sistem dan mekanisme pelayanan IMS dalam pelayanan kesehatan masyarakat primer (PKMP) Penapisan, Pengobatan Presumtif, dan Sirkumsisi operasional PKMP berupa layanan mobile IMS masih sebagian besar di dukung dana GF ATM 2

135 Pencegahan berbasis ART termasuk di dalamnya perluasan tes HIV Dukungan regulasi: PMK , Pedoman LKB 2012, SE Dirjen P2PL , PerPres , PMK , Kepemenkes , SE Menkes , Pedoman ART 2011 Kegiatan yang saat ini tersedia di tingkat layanan primer: Tes HIV dalam bentuk VCT (mobile dan dalam gedung), PITC, PMTCT Pengobatan ARV Masalah di tingkat sistem, organisasi, dan layanan: Layanan tes HIV dan ART cukup terintegrasi baik secara kebijakan, organisasi maupun teknis pelayanan kedalam PKPP Penyediaan 95% sarana layanan tes dan ART sudah disediakan oleh pemerintah Model pembiayaan sebagian besar operasional layanan mobile sebagai layanan KT HIV yang efektif menjangkau populasi kunci, masih berasal dari dana GF ATM Komunikasi Perubahan Perilaku Dukungan regulasi: PMK , SKB , SE Menkes Kegiatan yang saat ini tersedia di tingkat layanan primer: Hampir semua KPP pada populasi kunci dilakukan oleh Petugas Lapangan Fokus KPP pada populasi kunci mulai beralih dari mengurangi perilaku berisiko menjadi upaya mempromosikan layanan testing HIV dan IMS Penyediaan media pendidikan kesehatan masyarakat di Puskesmas dan klinik IMS lainnya dan Program Kesehatan Peduli Remaja dengan pembentukan kader siswa peduli AIDS dan narkoba (KSPAN) Masalah di tingkat sistem, organisasi, dan layanan: LSM masih mengandalkan bantuan dana lembaga internasional untuk melakukan penjangkauan di kantong kantong lokasi populasi kunci Cakupan layanan IPP semakin menurun, persentase populasi kunci yang pernah menerima > 3 kali IPP dari petugas lapangan dalam 1 tahun terakhir hasil STBP 2007 (2% 47%) dan 2015 (1% 19%) 3

136 Terima kasih 4

137

138 Lampiran 3e forbetter AIDSPolicy

Catatan Proses Penelitian Kebijakan dan Program HIV AIDS dalam Sistem Kesehatan di Indonesia

Catatan Proses Penelitian Kebijakan dan Program HIV AIDS dalam Sistem Kesehatan di Indonesia Catatan Proses Penelitian Kebijakan dan Program HIV AIDS dalam Sistem Kesehatan di Indonesia Kerjasama: Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM & Pemerintah Australia Tujuan Penelitian 1

Lebih terperinci

Integrasi Upaya Penanggulangan. Kesehatan Nasional

Integrasi Upaya Penanggulangan. Kesehatan Nasional Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan Nasional Kerjasama Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Department of Foreign

Lebih terperinci

DELPHI II Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya

DELPHI II Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya DELPHI II Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya Terimakasih telah bersedia berpartisipasi dalam survei Delphi terkait

Lebih terperinci

Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya

Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya Terimakasih telah bersedia berpartisipasi dalam survei Delphi terkait pengembangan

Lebih terperinci

Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan

Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan Penelitian Kebijakan dan Program HIV & AIDS dalam Sistem Kesehatan

Lebih terperinci

Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia

Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia Kerjasama: Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM & Pemerintah Australia Latar Belakang Pro dan kontra tentang

Lebih terperinci

PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL

PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL POLICY BRIEF 03 PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL Layanan HIV dan AIDS yang Komprehensif dan Berkesinambungan (LKB)

Lebih terperinci

Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan

Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan Penelitian Kebijakan dan Program HIV & AIDS dalam Sistem Kesehatan

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan. Workshop Penyusunan Protokol Penelitian. Pemetaan Kebijakan AIDS dan Sistem Kesehatan di Tingkat Nasional dan Daerah

Laporan Kegiatan. Workshop Penyusunan Protokol Penelitian. Pemetaan Kebijakan AIDS dan Sistem Kesehatan di Tingkat Nasional dan Daerah Laporan Kegiatan Workshop Penyusunan Protokol Penelitian Pemetaan Kebijakan AIDS dan Sistem Kesehatan di Tingkat Nasional dan Daerah Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

komisi penanggulangan aids nasional

komisi penanggulangan aids nasional 1 komisi penanggulangan aids nasional Pendahuluan: Isi strategi dan rencana aksi nasional penanggulangan HIV dan AIDS ini telah mengacu ke arah kebijakan yang terdapat dalam RPJMN 2010-2014. Strategi dan

Lebih terperinci

Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan

Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan Penelitian Kebijakan dan Program HIV & AIDS dalam Sistem Kesehatan

Lebih terperinci

Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan

Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan Penelitian Kebijakan dan Program HIV & AIDS dalam Sistem Kesehatan

Lebih terperinci

Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia

Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia Kerjasama: Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM & Pemerintah Australia Latar Belakang Pro dan kontra tentang

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN Workshop Penyusunan Protokol Penelitian Tahap I. Pemetaan Kebijakan AIDS dan Sistem Kesehatan di Tingkat Nasional dan Daerah

KERANGKA ACUAN Workshop Penyusunan Protokol Penelitian Tahap I. Pemetaan Kebijakan AIDS dan Sistem Kesehatan di Tingkat Nasional dan Daerah KERANGKA ACUAN Workshop Penyusunan Protokol Tahap I. Pemetaan Kebijakan AIDS dan Sistem Kesehatan di Tingkat Nasional dan Daerah I. LATAR BELAKANG Kebijakan kelembagaan penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia

Lebih terperinci

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Sutjipto PKMK FK UGM Disampaikan pada Kursus Kebijakan HIV-AIDS 1 April 216 1 Landasan teori 2 1 EPIDEMIOLOGY (Definisi ) 1.

Lebih terperinci

AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM

AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM Latar Belakang Respon penanggulangan HIV dan AIDS yang ada saat ini belum cukup membantu pencapaian target untuk penanggulangan HIV dan AIDS

Lebih terperinci

Untuk komunitas dari komunitas: Jangan hanya di puskesmas dan rumah sakit!

Untuk komunitas dari komunitas: Jangan hanya di puskesmas dan rumah sakit! Policy Brief Untuk komunitas dari komunitas: Jangan hanya di puskesmas dan rumah sakit! Pesan Pokok Perluasan cakupan perawatan HIV hingga saat ini masih terbatas karena adanya berbagai hambatan baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) secara global masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah kesehatan yang

Lebih terperinci

Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan

Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan Penelitian Kebijakan dan Program HIV & AIDS dalam Sistem Kesehatan

Lebih terperinci

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015 SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015 LATAR BELAKANG DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Disampaikan pada Lecture Series Pusat Penelitian HIV/AIDS UNIKA ATMAJAYA: Peranan Bidan dalam Mendukung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012

Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012 Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012 Priscillia Anastasia Koordinator PMTS 1 Epidemi HIV/AIDS di Indonesia

Lebih terperinci

SITUASI PENDANAAN PROGRAM HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta 2013

SITUASI PENDANAAN PROGRAM HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta 2013 SITUASI PENDANAAN PROGRAM HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta 2013 LATAR BELAKANG DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan angka HIVdanAIDS

Lebih terperinci

PESAN POKOK AGENDA PRIORITAS PENELITIAN UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI INDONESIA POLICY BRIEF

PESAN POKOK AGENDA PRIORITAS PENELITIAN UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI INDONESIA POLICY BRIEF POLICY BRIEF 06 AGENDA PRIORITAS PENELITIAN UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI INDONESIA PESAN POKOK Kontribusi peneli an terhadap penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia dilakukan

Lebih terperinci

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL Oleh GWL-INA FORUM NASIONAL IV JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN Kupang, 6 September 2013 Apa itu GWL dan GWL-INA GWL adalah gay,

Lebih terperinci

Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan

Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan Penelitian Kebijakan dan Program HIV & AIDS dalam Sistem Kesehatan

Lebih terperinci

SEKRETARIAT KPA NASIONAL

SEKRETARIAT KPA NASIONAL LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN SEKRETARIAT KPA NASIONAL S E PTE MBE R 2010 KPA Nasional pada bulan September ini melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tupoksi yang tertuang dalam Perpres No.75 Tahun

Lebih terperinci

Panduan Wawancara Mendalam dengan CSO/CBO. I. Panduan untuk Peneliti

Panduan Wawancara Mendalam dengan CSO/CBO. I. Panduan untuk Peneliti Panduan Wawancara Mendalam dengan CSO/CBO I. Panduan untuk Peneliti Persiapan: 1. Pastikan anda sudah mengkonfirmasi jadwal dan tempat diskusi dengan informan. 2. Pastikan anda sudah mempelajari CSO/CBO

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN PENGARUH STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA TERHADAP PEMANFAATAN VCT DI DISTRIK SORONG TIMUR KOTA SORONG Sariana Pangaribuan (STIKes Papua, Sorong) E-mail: sarianapangaribuan@yahoo.co.id ABSTRAK Voluntary Counselling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah internasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang tertuang pada target keenam Millennium Development

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) ,

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) , PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) 322460, Email : kpakabmimika@.yahoo.co.id LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM HIV/AIDS DAN IMS PERIODE JULI S/D SEPTEMBER

Lebih terperinci

Latar belakang, Skema & Implementasi SUFA (Strategic Use of Antiretroviral) di Indonesia

Latar belakang, Skema & Implementasi SUFA (Strategic Use of Antiretroviral) di Indonesia Lecture Series Inisiasi Dini Terapi Antiretroviral untuk Pencegahan dan Pengobatan Oleh Pusat Penelitian HIV & AIDS Atma Jaya Jakarta, 25 Februari 2014 Pembicara: 1) Yudi (Kotex, perwakilan komunitas)

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kesehatan global yang jumlah penderitanya meningkat setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tabel 1. Jumlah Kasus HIV/AIDS Di Indonesia Yang Dilaporkan Menurut Tahun Sampai Dengan Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tabel 1. Jumlah Kasus HIV/AIDS Di Indonesia Yang Dilaporkan Menurut Tahun Sampai Dengan Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara global hingga pada pertengahan tahun 2015 terdapat 15,8 juta orang yang hidup dengan HIV dan 2,0 juta orang baru terinfeksi HIV, serta terdapat 1,2 juta

Lebih terperinci

PESAN POKOK BAGAIMANA MENINGKATKAN PENDANAAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS?

PESAN POKOK BAGAIMANA MENINGKATKAN PENDANAAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS? POLICY BRIEF 01 PESAN POKOK BAGAIMANA MENINGKATKAN PENDANAAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS? Peningkatan pendanaan daerah untuk penanggulangan HIV dan AIDS menjadi sangat pen ng dengan berkurangnya

Lebih terperinci

Implementasi Strategi Layanan Komprehensif (LKB) pada Prosedur Pengobatan HIV IMS di Kota Yogyakarta dan Semarang

Implementasi Strategi Layanan Komprehensif (LKB) pada Prosedur Pengobatan HIV IMS di Kota Yogyakarta dan Semarang Hasil Riset Operasional Implementasi Strategi Layanan Komprehensif (LKB) pada Prosedur Pengobatan HIV IMS di Kota Yogyakarta dan Semarang Kerjasama PKMK FK UGM dengan Kemenkes RI Forum Jaringan Kebijakan

Lebih terperinci

term of reference Kursus Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS dalam Sistem Kesehatan Nasional

term of reference Kursus Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS dalam Sistem Kesehatan Nasional term of reference Kursus Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS dalam Sistem Kesehatan Nasional Angkatan ke 3 Periode Februari April Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM Department

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 201 Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 1 Puskesmas Bulupoddo, 2 Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemi HIV/AIDS di Indonesia Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung selama 25 tahun dan sejak tahun 2000 sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan, sosial dan ekonomi di banyak negara serta merupakan salah satu pintu masuk HIV. Keberadaan

Lebih terperinci

Lokakarya LSL dalam Pengembangan SRAN. Integrasi program LSL dalam SRAN

Lokakarya LSL dalam Pengembangan SRAN. Integrasi program LSL dalam SRAN www.aidsindonesia.or.id APRIL 2014 K ebijakan penanggulangan HIV dan AIDS 2015-2019 harus memperhatikan Post 2015 Development Agenda yang merupakan kelanjutan dari MDGs yang berakhir pada 2015 Dr. Hadiat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara epidemiologi kejadian Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara epidemiologi kejadian Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Secara epidemiologi kejadian Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquaired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) telah meningkatkan angka kesakitan penduduk dan penyebab

Lebih terperinci

Isu Strategis Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS, Indonesia

Isu Strategis Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS, Indonesia Isu Strategis Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS, Indonesia Budi Utomo HIV Cooperation Program for Indonesia Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Kupang 4-7 September 2013 Topik bahasan Memahami kebijakan

Lebih terperinci

ANALISIS EPIDEMIOLOGI HIV AIDS DI KOTA BANDUNG DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG

ANALISIS EPIDEMIOLOGI HIV AIDS DI KOTA BANDUNG DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG ANALISIS EPIDEMIOLOGI HIV AIDS DI KOTA BANDUNG DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG KEBIJAKAN DALAM PERMENKES 21/2013 2030 ENDING AIDS Menurunkan hingga meniadakan infeksi baru Menurunkan hingga meniadakan kematian

Lebih terperinci

HASIL LOKAKARYA REVIEW PENANGGULANGAN HIV & AIDS PROVINSI JAWA TENGAH

HASIL LOKAKARYA REVIEW PENANGGULANGAN HIV & AIDS PROVINSI JAWA TENGAH HASIL LOKAKARYA REVIEW PENANGGULANGAN HIV & AIDS PROVINSI JAWA TENGAH Upaya Penyelamatan Perempuan & Anak dari Kematian Sia-Sia Karena HIV & AIDS Bahan masukan RPJMD Propinsi Jawa Tengah TAHUN 2013-2018

Lebih terperinci

LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014

LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014 LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014 1. Hari AIDS Sedunia diperingati setiap tahun, dengan puncak peringatan pada tanggal 1 Desember. 2. Panitia peringatan Hari AIDS

Lebih terperinci

ASK Laporan Analisis Kebijakan

ASK Laporan Analisis Kebijakan A. Informasi Wawancara Laporan Analisis Kebijakan Provinsi Kota/Kabupaten Jenis Kelamin Informan Nama Informan Nama Lembaga Nama Pewawancara 1. DKI Jakarta 2. DI Yogyakarta 3. Jawa Timur Surabaya 1. Laki-laki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Sydrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok Wanita Penjaja Seks (WPS) di Indonesia pada saat ini, akan menyebabkan tingginya risiko penyebaran infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

Satiti Retno Pudjiati. Departemen Dermatologi dan Venereologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Satiti Retno Pudjiati. Departemen Dermatologi dan Venereologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Satiti Retno Pudjiati Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Layanan HIV PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

PESAN POKOK APAKAH PEMERINTAH INDONESIA MAMPU MENGAKSELERASI PEMBIAYAAN OBAT-OBATAN STRATEGIC USE OF ANTIRETROVIRAL (SUFA)?

PESAN POKOK APAKAH PEMERINTAH INDONESIA MAMPU MENGAKSELERASI PEMBIAYAAN OBAT-OBATAN STRATEGIC USE OF ANTIRETROVIRAL (SUFA)? POLICY BRIEF 02 PESAN POKOK APAKAH PEMERINTAH INDONESIA MAMPU MENGAKSELERASI PEMBIAYAAN OBAT-OBATAN STRATEGIC USE OF ANTIRETROVIRAL (SUFA)? Akselerasi Strategic Use of An retroviral (SUFA) selama ini telah

Lebih terperinci

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 PRIORITAS 3 Tema Prioritas Penanggung Jawab Bekerjasama dengan PROGRAM AKSI BIDANG KESEHATAN Penitikberatan pembangunan bidang kesehatan melalui pendekatan preventif, tidak

Lebih terperinci

KPA Nasional Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

KPA Nasional Komisi Penanggulangan AIDS Nasional www.aidsindonesia.or.id KPA Nasional Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Kilas laporan Kabar Menara Topas 9 Laporan Kegiatan Bulan Juli 2011 Laporan Perkembangan HIV dan AIDS Juni 2011 Pertemuan Tim Pelaksana

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN PRGRAM HIV AIDS DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL I. PENDAHULUAN Dalam rangka mengamankan jalannya pembangunan nasional, demi terciptanya kwalitas manusia yang diharapkan, perlu peningkatan

Lebih terperinci

1 DESEMBER HARI AIDS SE-DUNIA Stop AIDS: Akses untuk Semua! Mardiya. Kondisi tersebut jauh meningkat dibanding tahun 1994 lalu yang menurut WHO baru

1 DESEMBER HARI AIDS SE-DUNIA Stop AIDS: Akses untuk Semua! Mardiya. Kondisi tersebut jauh meningkat dibanding tahun 1994 lalu yang menurut WHO baru Artikel 1 DESEMBER HARI AIDS SE-DUNIA Stop AIDS: Akses untuk Semua! Mardiya Tidak dapat dipungkiri, epidemi HIV/AIDS telah berkembang begitu pesat di seluruh dunia termasuk Indonesia. Kasus ini paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik yang sering dikaitkan dengan kesehatan reproduksi terutama

Lebih terperinci

ANTARA KEBUTUHAN DAN PEMENUHAN HAK PEMBIAYAAN PENANGGULANGAN AIDS DALAM SKEMA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. dr Endang Sri Rahayu

ANTARA KEBUTUHAN DAN PEMENUHAN HAK PEMBIAYAAN PENANGGULANGAN AIDS DALAM SKEMA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. dr Endang Sri Rahayu ANTARA KEBUTUHAN DAN PEMENUHAN HAK PEMBIAYAAN PENANGGULANGAN AIDS DALAM SKEMA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL dr Endang Sri Rahayu g. DIY berada pada level epidemi terkonsentrasi, dan berpotensi menjadi level

Lebih terperinci

Revisi Pedoman Pelaporan dan Pencatatan. Pemutakhiran pedoman pencatatan Monev

Revisi Pedoman Pelaporan dan Pencatatan. Pemutakhiran pedoman pencatatan Monev www.aidsindonesia.or.id MARET 2014 L ayanan komprehensif Berkesinambungan (LKB) merupakan strategi penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 21 tahun

Lebih terperinci

MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM HIV & AIDS

MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM HIV & AIDS MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM HIV & AIDS JUM AT, 8 APRIL 2016 DI JAVA TEA HOUSE, YOGYAKARTA KEBIJAKAN TERKAIT MONEV PROGRAM PENANGGULANGAN HIV&AIDS SECARA NASIONAL, MONEV PLAN PROGRAM PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

R E A C H. Program Pengembangan Kebijakan dan Operasional Riset. Kupang, 6 Sept 2013

R E A C H. Program Pengembangan Kebijakan dan Operasional Riset. Kupang, 6 Sept 2013 R E A C H Program Pengembangan Kebijakan dan Operasional Riset Kupang, 6 Sept 2013 Latar Belakang Peningkatan kasus HIV tidak dibarengi dengan peningkatan akses pengobatan ARV Mobilitas masyarakat ke kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI PROVINSI JAWA BARAT. EKA NURHAYATI, dr., MKM Bagian IKM FK UNISBA 2013

ANALISIS KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI PROVINSI JAWA BARAT. EKA NURHAYATI, dr., MKM Bagian IKM FK UNISBA 2013 ANALISIS KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI PROVINSI JAWA BARAT EKA NURHAYATI, dr., MKM Bagian IKM FK UNISBA 2013 LATAR BELAKANG Situasi Epidemiologis HIV/AIDS di Indonesia 2012: HIV :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1] BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang salah satu jenis sel darah putih yang berperan sebagai sistem kekebalan tubuh manusia.

Lebih terperinci

SRAN Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Per 1 September 2015

SRAN Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Per 1 September 2015 SRAN 2015-2019 Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia Per 1 September 2015 Komisi Penanggulangan HIV dan AIDS Nasional Tahun 2015 Bab 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan HIV dan AIDS di

Lebih terperinci

g. Apakah saat ini ada mekanisme untuk memantau perkembangan kasus HIV dan AIDS di wilayah ini? Kalau iya, dalam bentuk apa pemantauan ini dilakukan?

g. Apakah saat ini ada mekanisme untuk memantau perkembangan kasus HIV dan AIDS di wilayah ini? Kalau iya, dalam bentuk apa pemantauan ini dilakukan? Panduan Kunjungan Lapangan Desk Review Riset Kebijakan dan Penyusunan Program HIV/AIDS Dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia PKMK FK UGM AusAID I. Panduan Wawancara Pertanyaan Umum: 1) Apakah

Lebih terperinci

Call for Proposal SUB-RECIPIENT NASIONAL ADVOKASI & TECHNICAL ASISTANCE PROGRAM PADA WANITA PEKERJA SEKS (WPS)

Call for Proposal SUB-RECIPIENT NASIONAL ADVOKASI & TECHNICAL ASISTANCE PROGRAM PADA WANITA PEKERJA SEKS (WPS) Call for Proposal SUB-RECIPIENT NASIONAL ADVOKASI & TECHNICAL ASISTANCE PROGRAM PADA WANITA PEKERJA SEKS (WPS) A. LATAR BELAKANG Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memperkirakan pada tahun 2012 di Indonesia

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini berjudul Proses Pendampingan Wanita Pekerja Seks Sebagai Upaya Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Tanjung Elmo Sentani Oleh Perkumpulan Keluarga

Lebih terperinci

Memperkuat Peran Daerah

Memperkuat Peran Daerah Memperkuat Peran Daerah dalam Penanggulangan HIV/AIDS Dr. Kemal N. Siregar Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional September 2016 Pokok bahasan Input utama: Kebijakan dan dukungan nasional Penguatan

Lebih terperinci

KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/ AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara :

KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/ AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara : KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/ AIDS PROVINSI DKI JAKARTA Disampaikan Pada Acara : LATAR BELKANG 1. Perkembangan kasus HIV/AIDS di Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

SUFA (Strategic Use of ARV) di Kabupaten Jember ; Capaian dan Kendala

SUFA (Strategic Use of ARV) di Kabupaten Jember ; Capaian dan Kendala 2014 SUFA (Strategic Use of ARV) di Kabupaten Jember ; Capaian dan Kendala Irma Prasetyowati 1, Hariyati 2, Mirza Khoirotul Fauziah 3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember dan KPA Kab Jember

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang :

Lebih terperinci

Peringatan Hari AIDS Sedunia 2013: Cegah HIV dan AIDS. Lindungi Pekerja, Keluarga dan Bangsa

Peringatan Hari AIDS Sedunia 2013: Cegah HIV dan AIDS. Lindungi Pekerja, Keluarga dan Bangsa Peringatan Hari AIDS Sedunia 2013: Cegah HIV dan AIDS. Lindungi Pekerja, Keluarga dan Bangsa Menkokesra selaku Ketua KPA Nasional menunjuk IBCA sebagai Sektor Utama Pelaksana Peringatan HAS 2013 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui aktivitas seksual dengan pasangan penderita infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri,

Lebih terperinci

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional 1 Outline Paparan Bagaimana Transmisi HIV Terjadi Situasi HIV

Lebih terperinci

SITUASI HIV/AIDS RIAU

SITUASI HIV/AIDS RIAU SITUASI HIV/AIDS RIAU 10 PROVINSI DI INDONESIA DENGAN KASUS AIDS TERBANYAK SD DES 2010 4500 4000 3500 3000 2500 3995 3771 3728 3665 2000 1747 1500 1000 500 1125 944 591 535 507 0 DKI Jakarta Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang sampai saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkannya (CDC, 2016). WHO (2016) menunjukkan bahwa terdapat

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UGM

LAPORAN PENELITIAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UGM LAPORAN PENELITIAN Integrasi Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan dan Efektivitas Penanggulangan HIV & AIDS di Daerah Studi Kasus : PMTS di Kota Kupang UNIVERSITAS NUSA CENDANA PUSAT KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah perempuan yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah perempuan yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah perempuan yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari tahun ke tahun semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan

Lebih terperinci

Monitoring Pelaksanaan Kebijakan BOK dan Jampersal Di DIY, Papua dan NTT. PMPK UGM dan UNFPA Laksono Trisnantoro Sigit Riyarto Tudiono

Monitoring Pelaksanaan Kebijakan BOK dan Jampersal Di DIY, Papua dan NTT. PMPK UGM dan UNFPA Laksono Trisnantoro Sigit Riyarto Tudiono Monitoring Pelaksanaan Kebijakan BOK dan Jampersal Di DIY, Papua dan NTT PMPK UGM dan UNFPA Laksono Trisnantoro Sigit Riyarto Tudiono Pengantar Mengapa melakukan Monitoring Kebijakan Proses Kebijakan Penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dua dasa warsa lebih sudah, sejak dilaporkannya kasus AIDS yang pertama di Indonesia tahun 1987 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar Bali, respon reaktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai penanggulangannya, merupakan masalah yang sangat kompleks. Penularan HIV- AIDS saat ini tidak hanya terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV/AIDS, mempromosikan perubahan perilaku

Lebih terperinci

KURIKULUM PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT STIKES HELVETIA MEDAN KURIKULUM MANAJEMEN PEMBANGUNAN KESEHATAN

KURIKULUM PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT STIKES HELVETIA MEDAN KURIKULUM MANAJEMEN PEMBANGUNAN KESEHATAN KURIKULUM PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT STIKES HELVETIA MEDAN KURIKULUM MANAJEMEN PEMBANGUNAN KESEHATAN Sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Pembangunan

Lebih terperinci

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e. Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). Sedangkan AIDS adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

Pertemuan Evaluasi Program GWL. Untuk mendapatkan masukan dan rekomendasi pengembangan program

Pertemuan Evaluasi Program GWL. Untuk mendapatkan masukan dan rekomendasi pengembangan program www.aidsindonesia.or.id AGUSTUS 2012 A gustus 2012 kali ini terasa special. Pertama karena pada tanggal 17 diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang ke 67. Kedua, yaitu bersamaan dengan

Lebih terperinci

Program Peningkatan Cakupan Tes HIV, Inisiasi Dini ART dan Kelangsungan ODHA Minum ARV pada Populasi Berisiko Tinggi di Kota Denpasar,

Program Peningkatan Cakupan Tes HIV, Inisiasi Dini ART dan Kelangsungan ODHA Minum ARV pada Populasi Berisiko Tinggi di Kota Denpasar, Program Peningkatan Cakupan Tes HIV, Inisiasi Dini ART dan Kelangsungan ODHA Minum ARV pada Populasi Berisiko Tinggi di Kota Denpasar, 2014-2015 Sang Gede Purnama, Partha Muliawan, Dewa Wirawan A. Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kasus HIV/AIDS di Indonesia saat ini tergolong tinggi. Banyak ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)

Lebih terperinci

Call for Proposal A. SR NASIONAL ADVOKASI & TA PROGRAM WPS LATAR BELAKANG

Call for Proposal A. SR NASIONAL ADVOKASI & TA PROGRAM WPS LATAR BELAKANG Call for Proposal A. SR NASIONAL ADVOKASI & TA PROGRAM WPS LATAR BELAKANG Kementerian Kesehatan (Kemenkes), berdasarkan hasil pemodelan matematika AIDS Epidemic Modeling (AEM), memperkirakan pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human

Lebih terperinci

KPA Nasional Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

KPA Nasional Komisi Penanggulangan AIDS Nasional KPA Nasional Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Laporan Kegiatan Oktober 2011 Kabar Menara Topas 9 Kilas laporan Pertemuan Nasional AIDS 4 Yogyakarta Rapat Kerja Nasional KPA seindonesia Pertemuan Tim

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1] PENDAHULUAN Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang salah satu jenis sel darah putih yang berperan sebagai sistem kekebalan tubuh manusia. Sedangkan AIDS adalah gejala penyakit yang

Lebih terperinci

PESAN POKOK MEMPERKUAT PENYEDIA LAYANAN HIV DAN AIDS LINI TERDEPAN (FRONTLINE SERVICE) MELALUI PERENCANAAN TERPADU

PESAN POKOK MEMPERKUAT PENYEDIA LAYANAN HIV DAN AIDS LINI TERDEPAN (FRONTLINE SERVICE) MELALUI PERENCANAAN TERPADU POLICY BRIEF 04 PESAN POKOK MEMPERKUAT PENYEDIA LAYANAN HIV DAN AIDS LINI TERDEPAN (FRONTLINE SERVICE) MELALUI PERENCANAAN TERPADU Tujuan utama dari penanggulangan HIV dan AIDS adalah pemanfaatan secara

Lebih terperinci

Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun

Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun Catatan Kebijakan # 3 Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun Stigma terhadap penggunaan narkoba di masyarakat selama ini telah membatasi para pengguna narkoba untuk memanfaatkan layananlayanan

Lebih terperinci

KPA Nasional. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Laporan Kegiatan April Kabar Menara Topas 9

KPA Nasional. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Laporan Kegiatan April Kabar Menara Topas 9 KPA Nasional Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Laporan Kegiatan April 2012 Kabar Menara Topas 9 Kilas laporan Pertemuan Tim Pelaksana Lokakarya Pengembangan Pedoman dan Alat Pengumpulan Data Informasi

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara :

ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara : KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS PROVINSI DKI JAKARTA Disampaikan Pada Acara : FORUM NASIONAL VI JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN Padang, 24-27 Agustus

Lebih terperinci