LAPORAN PENELITIAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UGM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PENELITIAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UGM"

Transkripsi

1 LAPORAN PENELITIAN Integrasi Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan dan Efektivitas Penanggulangan HIV & AIDS di Daerah Studi Kasus : PMTS di Kota Kupang UNIVERSITAS NUSA CENDANA PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UGM

2 UNIVERSITAS NUSA CENDANA Integrasi Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan dan Efektivitas Penanggulangan HIV & AIDS di Daerah Studi Kasus : PMTS di Kota Kupang Penulis : Amelya Sir, Engelina Nabuasa 2016 i

3 ii

4 Daftar Isi DAFTAR ISI...III BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. SITUASI PENANGGULANGAN AIDS DI KOTA KUPANG... 1 B. PERTANYAAN PENELITIAN... 4 C. TUJUAN PENELITIAN... 5 D. KERANGKA KONSEPTUAL... 6 BAB II. METODOLOGI... 9 A. DESAIN PENELITIAN... 9 B. INSTRUMEN DAN METODE PENGUMPULAN DATA C. PEMILIHAN INFORMAN D. ANALISIS DATA E. KETERBATASAN PENELITIAN BAB III. ANALISIS KONTEKSTUAL A. KOMITMEN POLITIK B. EKONOMI C. KONTEKS HUKUM & REGULASI D. PERMASALAHAN KESEHATAN BAB IV. ANALISIS PEMANGKU KEPENTINGAN A. POSISI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN IMPLIKASINYA DALAM PROGRAM PMTS Dinkes Puskesmas LSM KPAK Populasi Kunci BAPPEDA RSU BAB V. ANALISIS TINGKAT INTEGRASI A. DESKRIPSI SUB SISTEM Manajemen dan Regulasi a. Regulasi b. Formulasi Kebijakan c. Akuntabilitas dan Daya Tanggap Pembiayaan Kesehatan a. Pengelolaan Sumber Pembiayaan b. Penganggaran, Proporsi, Distribusi dan Pengeluaran c. Mekanisme Pembayaran Layanan Sumber Daya Manusia Kesehatan a. Kebijakan dan Sistem Manajemen b. Pembiayaan SDM c. Kompetensi SDM Penyediaan Farmasi dan Alat Kesehatan a. Regulasi Penyediaan, Penyimpanan, Diagnostik dan Terapi b. Sumber Daya iii

5 5. Informasi Strategis a. Sinkronisasi Sistem Informasi b. Diseminasi dan Pemanfaatan Upaya Kesehatan a. Ketersediaan Layanan b. Koordinasi dan Rujukan c. Jaminan Kualitas Layanan Partisipasi Masyarakat B. PENILAIAN TINGKAT INTEGRASI Manajemen dan Regulasi Kesehatan Penanggulangan HIV dan AIDS Pembiayaan Kesehatan Sumber Daya Manusia Kesehatan Penyediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Informasi Strategis Partisipasi Masyarakat Penyediaan Layanan C. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI PROGRAM PMTS KE DALAM SISTEM KESEHATAN BAB VI. KONTRIBUSI INTEGRASI TERHADAP EFEKTIVITAS PROGRAM A. KINERJA PROGRAM PMTS DI KUPANG Kualitas Layanan PMTS dari Perspektif Penerima Manfaat Cakupan Program PMTS Perubahan Perilaku B. HUBUNGAN ANTARA KINERJA PROGRAM PMTS DENGAN TINGKAT INTEGRASI BAB VII. PEMBAHASAN BAB VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN B. REKOMENDASI iv

6 Bab I. Pendahuluan A. Situasi Penanggulangan AIDS di Kota Kupang Masalah HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) telah menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Di seluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 Juta orang hidup dengan HIV yang meliputi 16 Juta perempuan dan 3,2 Juta anak berusia > 15 tahun. Jumlah infeksi baru HIV pada tahun 2013 sebesar 2,1 Juta sedangkan jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,5 Juta. Di Indonesia data Kementerian Kesehatan menunjukkan adanya peningkatan jumlah kasus HIV dari tahun ke tahun sejak pertama kali dilaporkan tahun Sebaliknya jumlah kasus AIDS menunjukkan meningkat secara lambat bahkan sejak tahun 2012 jumlah kasus AIDS mulai turun. Sedangkan total kumulatif AIDS sebanyak orang. Berikut grafik kasus HIV dan AIDS. Grafik 1. Jumlah Kasus HIV dan AIDS di Indonesia sejak Tahun Triwulan III Jumlah Kasus HIV dan AIDS di Indonesia sejak tahun Triwulan III * HIV AIDS Sumber : Laporan P2P Kemenkes Triwulan III Pola penularan HIV berdasarkan kelompok umur, menunjukkan kelompok umur tahun merupakan kelompok umur dengan jumlah kasus HIV terbanyak sampai tahun 2014 yaitu sebanyak orang diikuti kelompok umur tahun dengan jumlah kasus sebanyak orang. Sedangan berdasarkan jenis kelamin, jumlah infeksi HIV yang 1

7 dilaporkan paling banyak dialami oleh laki-laki ( orang) dibandingkan perempuan (9.589 orang). Pola penularan HIV berdasarkan factor risiko penularan, menunjukkan bahwa heteroseksual masih menjadi factor risiko terbesar penularan HIV, dengan jumlah kasus sampai dengan tahun 2014 sebanyak orang. (Kementerian Kesehatan, 2014). Kota Kupang walaupun tidak termasuk dalam propinsi dengan jumlah kasus HIV dan AIDS terbanyak, namun jika dilihat jumlah dan peningkatan kasus HIV dan AIDS perlu mendapat perhatian. Data Dinkes Kota Kupang selama 3 tahun terakhir menunjukkan peningkatan jumlah kasus HIV dan AIDS. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari grafik dibawah ini. Grafik 2. Jumlah Kasus Baru HIV dan AIDS di Kota Kupang Tahun Jumlah Kasus Baru HIV dan AIDS di Kota Kupang Tahun Thn 2012 Thn 2013 Thn 2014 HIV AIDS Sumber : Data Profil Kesehatan Kota Kupang, 2014 Berdasarkan grafik 2 menunjukkan jumlah kasus baru HIV meningkat cukup signifikan dari tahun 2012 ke tahun 2013 namun menurun di tahun Sedangkan jumlah kumulatif kasus HIV sampai dengan tahun 2014 yaitu sebanyak 245 kasus, dan AIDS sebanyak 305 kasus, dengan factor risiko penularan terbesar adalah heteroseksual (90%) diikuti perinatal (10%). (Data P2M, Dinkes Propinsi, tahun 2014). Salah satu kelompok populasi beresiko yang turut andil dalam peningkatan kasus dengan factor risiko heteroseksual yaitu Wanita Pekerja Seks (WPS). Sekalipun data menunjukkan kasus HIV kelompok WPS tahun 2014 hanya sebanyak 27 kasus dan AIDS sebanyak 16 kasus. Namun yang menjadi perhatian 2

8 adalah kecenderungan untuk melakukan perilaku seks beresiko seperti berganti ganti pasangan seks dan tidak konsisten dalam penggunaan kondom. Inilah yang semakin meningkatkan risiko penularan HIV dan AIDS dari kelompok WPS. Data Survei Terpadu Biologi Perilaku (STBP) tahun 2011 untuk Kota Kupang menunjukkan prevalensi Sifilis pada kelompok WPS sebanyak 11,6 % diikuti HIV positif sebanyak 10,4% jumlah ini lebih tinggi dari kelompok Pria Risiko Tinggi (Risti) dengan jumlah kasus Sifilis sebanyak 3,0% dan HIV positif 0.5 %. Peningkatan jumlah kasus IMS termasuk HIV mengindikasikan tidak konsistennya penggunaan kondom pada kelompok WPS, padahal apabila kelompok WPS ini konsisten menggunakan kondom, dapat menurunkan risiko penularan dan pencegahan penularan IMS dan HIV. Data STBP tahun 2011 juga menunjukkan presentase penggunaan kondom pada seks seminggu terakhir pada kelompok WPS adalah 47.8% lebih tinggi dibandingkan pria risti dengan jumlah 20.6%. Salah satu upaya pencegahan yaitu program Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual (PMTS). Program PMTS adalah model pendekatan dalam upaya pencegahan penularan melalui jalur seksual secara komprehensif, integrative dan efektif khususnya pada kelompok populasi WPS dengan mengggerakan kekuatan yang dimiliki pemerintah, sektor swasta dan komunitas yang berorientasi pada pemberdayaan populasi kerentanan tinggi untuk kemandirian populasi kerentanan tinggi dalam pencegahan HIV. PMTS bertujuan untuk melakukan pencegahan HIV secara komprehensif, integrative dan efektif pada populasi kunci dengan cara mendorong terciptanya lingkungan yang kondusif dalam upaya pencegahan HIV khususnya bagi kelompok WPS, mendorong praktek perilaku aman baik pada tingkat individu, kelompok dan komunitas WPS, memfasilitasi tersedianya kondom dan pelicin yang mudah diakses oleh WPS serta mendorong tersedianya layanan IMS, HIV dan AIDS yang mudah diakses oleh WPS. Pengelolaan dan pelaksanaan program PMTS WPS di Kota Kupang dikoordinir oleh KPA Kota dengan membentuk kelompok kerja (Pokja) tingkat Kota Kupang. Pokja program PMTS tingkat Kota Kupang terdiri atas Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pariwisata, Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota (BPMK), LSM Yayasan Tanpa Batas (YTB), LSM Flobamora Support dan instansi terkait lainnya, yang masing- masing memiliki peran dan tanggung jawab dalam keberhasilan pelaksanaan program PMTS di Kota Kupang. Pembagian tugas 3

9 dalam pelaksanaan PMTS nampak dalam pelaksanaan 4 pilar pokok PMTS. Pilar pertama adalah peningkatan peran pemangku kepentingan merupakan tanggung jawab KPA dan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait, pilar kedua komunikasi perubahan perilaku menjadi tanggung jawab LSM Yayasan Tanpa Batas (YTB), pilar manajemen pasokan kondom menjadi tanggung jawab KPA dan pilar keempat yaitu penatalaksanaan IMS menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Kota. Program PMTS pada kelompok WPS menjadi salah satu upaya pencegahan yang dinilai mampu mencegah dan mengendalikan penularan dan peningkatan kasus IMS dan HIV pada kelompok WPS di Kota Kupang. Hal ini mengingat kelompok WPS memiliki pola perilaku seks yang memerlukan strategi pendekatan yang tepat. Dalam pelaksanaannya program PMTS juga melibatkan banyak sektor terkait yang diharapkan mampu bekerjasama dan memberikan kontribusi efektif dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bermaksud untuk menentukan secara sistematik pengaruh integrasi respon HIV dan AIDS ke dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas program dan sekaligus mengidentifikasi mekanisme yang memungkinkan terjadinya pengaruh integrasi atas efektivitas program penanggulangan AIDS. Dalam mencapai tujuan tersebut, penelitian ini mengambil program PMTS pada WPS di kota Kupang sebagai studi kasus dari intervensi HIV dan AIDS yang spesifik. B. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan utama penelitian adalah "Apakah integrasi kebijakan dan program PMTS ke dalam sistem kesehatan memberikan kontribusi pada efektivitas PMTS di tingkat Kota Kupang?" Pertanyaan spesifik: 1. Apakah integrasi manajemen dan peraturan terkait program PMTS pada WPS ke dalam sistem kesehatan berkontribusi terhadap efektivitas program? Bagaimana cara kerjanya? 2. Apakah integrasi pembiayaan kesehatan terkait program PMTS pada WPS ke dalam sistem kesehatan berkontribusi terhadap efektifitas program ini? Bagaimana cara kerjanya? 4

10 3. Apakah integrasi sumber daya manusia terkait program PMTS pada WPS ke dalam sistem kesehatan berkontribusi terhadap efektifitas program ini? Bagaimana cara kerjanya? 4. Apakah integrasi penyediaan pasokan dan peralatan medis terkait program PMTS pada WPS ke dalam sistem kesehatan berkontribusi terhadap efektifitas program ini? Bagaimana cara kerjanya? 5. Apakah integrasi informasi strategis terkait program PMTS pada WPS ke dalam sistem kesehatan berkontribusi terhadap efektifitas program ini? Bagaimana cara kerjanya? 6. Apakah integrasi partisipasi masyarakat terkait program PMTS pada WPS ke dalam sistem kesehatan berkontribusi terhadap efektifitas program ini? Bagaimana cara kerjanya? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melihat secara sistematik kontribusi integrasi program PMTS ke dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas PMTS pada tingkat Kota Kupang dan mengidentifikasi tentang mekanisme yang memungkinkan integrasi tersebut bisa berkontribusi terhadap efektivitas respon HIV dan AIDS. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menggali kontribusi integrasi sistem manajemen dan regulasi program PMTS pada WPS ke dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas program PMTS pada WPS; 2. Untuk menggali kontribusi integrasi sistem pembiayaan kesehatan program PMTS pada WPS ke dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas program PMTS pada WPS; 3. Untuk menggali kontribusi sistem pengelolaan sumber daya manusia program PMTS pada WPS dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas program PMTS pada WPS; 4. Untuk menggali kontribusi integrasi sistem penyediaan kefarmasian dan alat kesehatan program PMTS pada WPSke dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas program PMTS pada WPS; 5. Untuk menggali kontribusi integrasi sistem informasi strategis program PMTS pada WPSke dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas program PMTS pada WPS; dan 5

11 6. Untuk menggali kontribusi integrasi sistem pengelolaan partisipasi masyarakat program PMTS pada WPS ke dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas program PMTS pada WPS. D. Kerangka Konseptual Penelitian ini bertujuan untuk menggali seberapa jauh integrasi PMTS pada WPS ke dalam sistem kesehatan berkontribusi terhadap efektivitas program di tingkat Kota Kupang. Seberapa jauh kontribusi ini terjadi dipengaruhi oleh (1) karakteristik dari permasalahan HIV dan AIDS, kebijakan dan program PMTS di Kota Kupang; (2) interaksi berbagai pemangku kepentingan yang ada di tingkat sistem kesehatan dan di tingkat program; (3) pelaksanaan fungsi-fungsi sistem kesehatan dan interaksinya satu dengan yang lain; (4) konteks dimana sistem kesehatan dan program PMTS ini berlangsung seperti konteks politik, ekonomi, hukum dan regulasnya (Atun et al., 2010, Coker et al., 2010). Berdasarkan berbagai komponen yang diidentifikasi di atas, model kerangka konsepsual dari penelitian ini dikembangkan dengan mengasumsikan bahwa keempat komponen ini akan secara bersama-sama mempengaruhi tingkat integrasi dan sekaligus akan menentukan tingkat efektivitas dari program PMTS di Kota Kupang. Kerangka konsepsual yang dikembangkan dalam penelitian ini pada dasarnya menjawab tiga pertanyaan penting dalam melihat hubungan antara intergrasi dengan efektivitas yaitu : apa, mengapa dan bagaimana integrasi program PMTS ke dalam sistem kesehatan. Jawaban atas tiga pertanyaan dasar tersebut dilakukan dengan menilai empat komponen yang menentukan tingkat integrasi dan efektivitas sebuah program seperti disebutkan di atas. Pertanyaan apa diarahkan untuk mengidentifikasi pelaksanaan berbagai fungsi sistem kesehatan (manajemen dan regulasi, pembiayaan, sumber daya manusia, penyediaan layanan, ketersediaan obat dan alat kesehatan, dan partisipasi masyarakat) dimana integrasi diharapkan terjadi. Pertanyaan mengapa diarahkan untuk memetakan hasil atau dampak integrasi yang tampak dalam kinerja program dan status kesehatan pemanfaat program. Sementara itu, pertanyaan bagaimana digunakan untuk menggali interaksi antar pemangku kepentingan dalam sistem kesehatan dan program PMTS. Bagaimana interaksi berbagai komponen yang menentukan integrasi dan efektivitas program PMTS bisa dilihat pada kerangka konseptual di bawah ini: 6

12 Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian Sumber : Protokol Penelitian 7

13 8

14 Bab II. Metodologi A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan disain studi kasus sebagai upaya untuk memahami lebih dalam hubungan antara integrasi dan efektivitas penanggulangan AIDS. Dalam penelitian ini, kasus yang dipilih adalah PMTS pada Wanita Pekerja Seks (WPS) yang merupakan intervensi spesifik di dalam penanggulangan HIV dan AIDS di tingkat Kota Kupang, hal ini mengingat wanita pekerja seks (WPS) sebagai salah satu populasi berisiko yang dapat dengan mudah menularkan IMS termasuk HIV dan AIDS. Kegiatan-kegiatan dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam beberapa tahap, mulai dari tahap awal yang berupa pengembangan konsep penelitian dan penentuan kasus, kemudian pengumpulan, analisis data dan penulisan kasus yang dilakukan oleh Tim Peneliti dari Universitas Nusa Cendana. Tim PKMK FK UGM akan bertanggung jawab untuk analisis lintas studi kasus. Desain dan prosedur penelitian ini bisa dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 2. Desain Penelitian Sumber : Protokol Penelitian 9

15 B. Instrumen dan Metode Pengumpulan Data a) Instrumen Penelitian Instrumen adalah pedoman wawancara dan form ekstrasi data (terlampir). b) Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data terdiri atas 2 yaitu data Primer dan Data Sekunder. Data primer mencakup : a. Konteks kebijakan respon HIV dan AIDS di suatu wilayah yang mencakup konteks politik, ekonomi, hukum dan regulasi serta permasalahan kesehatan b. Pelaksanaan fungsi-fungsi sistem kesehatan (manajemen dan regulasi, SDM, pembiayaan, penyediaan farmasi dan alkes, informasi strategis, partisipasi masyarakat dan penyediaan layanan) di tingkat sistem kesehatan daerah dan tingkat program HIV dan AIDS. Data sekunder yang dikumpulkan mencakup berbagai data yang digunakan untuk mengukur efektivitas dari program HIV dan AIDS yang mencakup: a. Data Kontekstual (kebijakan pemda, anggaran daerah, dokumen perencanaan/laporan kinerja daerah, situasi kesehatan, data epidemiologi) b. Data pendukung pelaksanaan fungsi-fungsi sistem kesehatan (Manajemen dan regulasi, SDM, pembiayaan, penyediaan farmasi dan alkes, informasi strategis, partisipasi masyarakat dan penyediaan layanan) c. Indikator keluaran, hasil dan dampak program baik yang terkait dengan jenis intervensi PMTS pada WPS di Kota Kupang maupun data kinerja penanggulangan AIDS secara keseluruhan seperti data penjangkauan WPS, distribusi kondom dan KIE. Data primer dan sekunder dikumpulkan dalam penelitian ini. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan informan kunci yang telah ditentukan di tingkat Kota Kupang dengan menggunakan panduan wawancara yang telah dikembangkan oleh tim PKMK FK UGM. Data sekunder dikumpulkan dari data terkait dengan pelaksanaan sistem kesehatan dan program HIV dan AIDS yang tersedia di masing-masing lembaga yang menjadi informan dalam wawancara. 10

16 c) Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Dengan acuan persetujuan komisi etik pusat, pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam, dan pengumpulan data sekunder. 2. Sebelum melakukan wawancara, peneliti melakukan komunikasi dengan para informan baik secara formal maupun informal untuk menentukan jadwal wawancara. Untuk sebagian informan bahan wawancara dikirimkan terlebih dahulu kepada calon informan. Demikian pula, informasi tentang penelitian ini juga disertakan dalam komunikasi awal. 3. Proses wawancara direkam menggunakan tape recorder untuk memudahkan analisa data. 4. Wawancara dilakukan oleh peneliti utama dari tim peneliti universitas. 5. Setiap selesai wawancara dengan seorang informan, pewawancara menuliskan ringkasan wawancara berdasarkan format yang telah dikembangkan oleh tim peneliti. 6. Pada saat wawancara, peneliti juga mengidentifikasi ketersediaan data yang dimiliki oleh informan berdasarkan kategori data sekunder yang telah ditentukan (konteks, capaian/outcome, data yang relevan dengan subsistem). Hasil pengumpulan data baik primer maupun sekunder dipaparkan dalam bentuk diskusi validasi yang diikuti oleh para informan untuk memastikan ketepatan pemahaman informasi yang diperoleh oleh peneliti atas informasi yang diberikan oleh informan. d) Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Agustus Oktober 2015 bertempat di wilayah Kota Kupang C. Pemilihan Informan Informan kunci dalam penelitian ini dipilih secara sengaja karena pengetahuan mereka tentang sistem kesehatan dan program HIV dan AIDS. Untuk memperoleh informasi yang lebih komprehensif maka informan kunci terdiri atas berbagai organisasi, posisi, dan spesialis pada sistem kesehatan dan program HIV dan AIDS dengan komposisi, perwakilan 11

17 dari BAPPEDA, Dinas Kesehatan Kota Kupang, Komisi Penanggulangan AIDS Kota Kupang, Puskesmas Alak dan Puskesmas Bakunase, Rumah Sakit Umum W.Z Yohanes, LSM yang melaksanakan program HIV dan AIDS yaitu Yayasan Tanpa Batas (YTB) dan LSM Flobamora Support bersama Kelompok Dampingan Sebaya (KDS) Sasando plus dan KDS Perjuangan serta populasi yang terdampak oleh HIV dan AIDS terdiri atas WPS, waria, LSL dan LBT. Informan tersebut dikelompokkan berdasarkan kapasitasnya untuk menyediakan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu informasi pada tingkat sistem dan tingkat program HIV dan AIDS dengan total informan adalah 31 orang informan yang dibagi ke dalam kelompok (1) mereka yang bisa menyediakan informasi pada tingkat sistem kesehatan yaitu sebanyak tujuh orang terdiri atas Kepala Bappeda, Kepala Dinas Kesehatan, Sekretaris Dinas, Kepala Puskesmas Bakunase dan Kepala Puskesmas Alak, Kabid Kesga dan Sekretaris KPA (2) mereka yang bisa memberikan informasi terkait dengan program HIV dan AIDS sebanyak 18 orang terdiri atas Sekretars KPA, Kasie P2 Dinkes, dua orang masingmasing Puskesmas Bakunase dan Puskesmas Alak, tiga orang petugas klinik VCT RSU W.Z Yohanes, tiga orang staf masing-masing LSM YTB dan Flobamora Support dan tiga orang anggota KDS, (3) mereka yang bisa menyediakan kedua jenis informasi; terdiri atas tiga orang Dinkes Kota yaitu Kabid Yankes, Kasie Sarana & prasarana, Kasie kepegawaian (4) mereka yang hanya bisa memberikan informasi terkait dengan pemanfaatan dan kualitas layanan yaitu lima orang yang merupakan perwakilan kelompok populasi beresiko. D. Analisis Data Data yang telah dikumpulkan melalui wawancara lalu ditranskip secara verbatim yang kemudian dikode dan dianalisis. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan Framework Approach yang merupakan metode analisis data yang biasa digunakan dalam penelitian kebijakan kesehatan dan sosial dimana tujuan dari penelitian telah ditentukan sebelumnya (Pope et al., 2000). Tahapan dalam kerangka kerja ini adalah (1) memetakan kerangka kerja tematik mengidentifikasi isu-isu kunci, konsep dan tema dari data yang ada; (2) membuat indeks mengembangkan serangkaian kode untuk digunakan ke dalam teks/data yang tersedia agar mudah diintepretasikan; (3) membuat diagram (charting) mengatur data menurut kerangka kerja tematik yang memungkinkan untuk mengembangkan hubungan antar tema dan bisa digunakan untuk membangun 12

18 sebuah diagram; (4) memetakan dan menafsirkan menggunakan diagram untuk menentukan konsep, memetakan variasi dari tema yang telah ditentukan serta menemukan asosiasi diantara tema-teman yang telah ditentukan sehingga mampu menyediakan penjelasan atas temuan-temuan penelitian. E. Keterbatasan Penelitian Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain : 1) Beberapa informan penting berhalangan sehingga tidak dapat diwawancarai sehingga berdasarkan pertimbangan mengganti informan dengan orang yang dianggap memiliki jabatan dan kompetensi yang hampir sama. 2) Data yang dimiliki tidak lengkap sehingga memakan waktu lebih lama bagi peneliti untuk mencari sumber data di instansi terkait. 3) Data yang disajikan dlaam laporan ini adalah data tahun 2014 sehingga kemungkinan akan banyak perubahan pada tahun 2015 mengingat penelitian ini dilakukan pada pertengahan tahun

19 14

20 Bab III. Analisis Kontekstual A. Komitmen Politik Pembangunan sektor kesehatan di Kota Kupang telah menjadi prioritas pimpinan daerah karena merupakan misi kedua dari lima misi pokok pembangunan dari kepala daerah, yaitu peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan yang tampak dalam RPJMD dan RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) Kota Kupang Upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dilakukan melalui program-program inovatif seperti Brigade Kupang Sehat (BKS) untuk kegawatdaruratan, peningkatan fasilitas kesehatan seperti penambahan Puskesmas serta peningkatan cakupan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Untuk mewujudkan misi pembangunan sektor kesehatan, pemerintah Kota Kupang telah merancang kebijakan kunci, diantaranya program Jamkesda yang telah dilaksanakan sejak tahun 2008 yang didukung dengan anggaran yang cukup besar yaitu 10 Milyar pada tahun 2014, selain itu kebijakan Puskesmas reformasi di 10 Puskesmas di wilayah pelayanan Kota Kupang untuk peningkatan mutu layanan dan kepuasan pelanggan. Untuk kebijakan baru yang sedang dirancang yaitu Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Secara khusus untuk program penanggulangan AIDS, komitmen politik pemerintah daerah ditunjukkan dengan masuknya isu pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam RPJMD tahun dengan program-program diantaranya pembinaan eks WPS dan pengguna narkoba serta program pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan social. Dengan masuknya isu pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam RPJMD maka secara otomatis ditindaklanjuti dengan adanya alokasi anggaran APBD untuk program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS termasuk program PMTS. Hal ini sebagai bentuk dukungan politik pemerintah dari segi anggaran. Selain itu bentuk komitmen politik pemerintah daerah juga ditunjukkan dengan adanya berbagai kebijakan yang telah dihasilkan selama 5 tahun terakhir diantaranya Perda No 8 Tahun 2011 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV & AIDS di Kota Kupang yang ditindaklanjuti dengan Perwali No 1, 2, 3 & 4 tahun Perda ini mengatur diantaranya tentang penyelengaraan penanggulangan AIDS, strategi, pencegahan, rehabiltasi dan mengatur tentang tanggung jawab Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dan peran serta 15

21 masyarakat dalam upaya penanggulangan AIDS di daerah. Salah satu kebijakan di tingkat daerah yang dijadikan sebagai acuan pengembangan program AIDS di Kota Kupang saat ini yaitu pembentukan Warga Peduli AIDS (WPA) di 51 Kelurahan, dimana dengan pembentukan WPA diharapkan masyarakat dapat lebih memahami tentang HIV dan AIDS serta upaya pencegahannya dengan menggerakkan masyarakat sebagai ujung tombak pelaksanan kegiatan. Seperti kebijakan kami sekarang yaitu pembentukan warga peduli di kota kupang. kemudian sudah ada pokja-pokja lokasi, kemudian ada kegiatankegiatan lainnya, misalnya sekarang ada pendekatan-pendekatan baik dengan gereja, universitas, setelah ini kami akan dekati semua universitas, kemudian organisasi beragama, sudah buat surat ke sinode, keuskupan, MUI, harus masuk semuanya, malah kami minta kalau bisa khusus perkawinan itu diberikan, malah harus dilakukan tes HIV supaya mereka jauh lebih aman (wawancara dengan Sekretaris KPA Kota Kupang) Keberhasilan pembangunan sektor kesehatan tidak terlepas dari dukungan lembaga internasional melalui berbagai bentuk kerjasama. Walaupun kehadiran mereka tetap berada di bawah pengawasan pemerintah dalam hal ini BAPPEDA. Lembaga Internasional yang bekerjasama dengan pemerintah Kota Kupang khususnya dalam sektor kesehatan tidak banyak, dua diantaranya Global Fund (GF) yang menitikberatkan pada pencegahan dan penanggulangan penyakit menular seperti TB, Malaria & HIV juga ada Australia Indonesia Pathernership for Maternal Neonatal Health (AIPMNH) salah satu lembaga donor yang turut memberikan dukungan kepada pemerintah daerah dengan menitikberatkan pada Kesehatan Ibu & Anak (KIA) dan manajemen Puskesmas. Bentuk kerjasamanya seperti manajerial dan penguatan kapasitas. Khusus untuk penanggulangan AIDS pada tahun 2014 anggaran dari lembaga internasional berdasarkan data sekunder Global Fund tahun 2014 menyalurkan dana sebesar 156 Juta melalui KPA dan Dinkes sebesar 29 Juta untuk mendukung program penanggulangan HIV dan AIDS termasuk program PMTS. Desentralisasi yang telah berjalan selama ini juga memberikan pengaruh positif pada sektor kesehatan, dimana desentralisasi membuat daerah mampu membuat kebijakan dan program kesehatan sendiri, diantaranya program Jaminan kesehatan, peningkatan kapasitas SDM misalnya pengangkatan tenaga PTT daerah, dan persiapan RS dan Puskesmas untuk menjadi Badan Layanan Umum Daerah, sehingga pada akhirnya diharapkan dapat 16

22 meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan kepuasan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Sedangkan untuk penanggulangan AIDS, memang masih banyak yang mengandalkan inisiatif program dari pusat, termasuk program PMTS, dimana telah ada panduan pelaksanaannya sehingga daerah hanya menjalankannya saja. Namun ada juga program inisiatif dari KPA Kota seperti pembentukan Warga Peduli AIDS (WPA) di setiap kelurahan yang ada di Kota Kupang sebagai salah satu bentuk kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan AIDS. Kebijakan politik pemerintah daerah terhadap penanggulangan HIV dan AIDS termasuk PMTS sudah cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan masukknya isu pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam RPJMD tahun yang secara otomatis berdampak terhadap adanya alokasi anggaran untuk pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS, termasuk PMTS. Selain itu,ditunjang dengan dukungan peraturan daerah yang mengatur tentang pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS dalam bentuk peraturan daerah (Perda) dan Peraturan Walikota (Perwali) yang sudah ada dan dipakai sebagai acuan dalam pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Kupang. B. Ekonomi Situasi ekonomi masyarakat memiliki dampak terhadap kesehatan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Kupang selama 3 tahun terakhir mengalami peningkatan 14% di antara tahun dengan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2012 sebesar 8.56% meningkat menjadi 9.44 % pada tahun Dengan kondisi ekonomi yang membaik, kemampuan masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan pun semakin meningkat. Namun, disisi lain juga memberikan dampak negatif, dimana mempengaruhi perubahan pola penyakit, dimana penyakit tidak menular semakin meningkat, seperti penyakit Hipertensi sejak tahun 2013 telah masuk menjadi salah satu dari 10 penyakit terbanyak di Kota Kupang. Peningkatan pendapatan asli daerah juga berdampak terhadap peningkatan alokasi anggaran untuk pembangunan sektor kesehatan. Proporsi dana APBD untuk pembangunan sektor kesehatan di Kota Kupang menurut 3 informan mengalami peningkatan sebesar 6-7% dari total APBD, meskipun belum mencapai 10% dari total APBD untuk tahun

23 Sekitar 6-7% dari dana APBD tahun 2014 kemarin, tahun penelitian yang saya lakukan bersama dengan Prof. A. Ghani, Prof. Laksono, 0,41 % dana dari APBD Besar, sekitar Puluhan juta, jadi peningkatannya cukup signifikan. Untuk jamkesda ini semua lini, untuk semua program masuk, walaupun lebih ke kuratif (wawancara dengan Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Kupang) Sementara berdasarkan data sekunder, jumlah total APBD Kota Kupang tahun 2014 adalah 1 Trilyun sementara untuk sektor kesehatan baik melalui Dinkes dan RSU total anggaran mencapai 95 Milyar, yang artinya sudah hampir 10% dari total APBD (9.5%). Jika dibandingkan dengan dana pusat, jumlah ini jauh lebih besar dengan totalnya Milyar. Kontribusi dana pusat ke dalam APBD dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK), dana pembantuan, dana dekonsentrasi. Sedangkan kontribusi hibah luar negeri justru kecil, hanya 139 juta. Sedangkan proporsi anggaran untuk penanggulangan AIDS yang berasal dari APBD untuk KPA Kota Kupang juga mengalami peningkatan, untuk tahun 2014 sebesar 60 Juta meningkat menjadi 1 Milyar untuk tahun Jumlah ini memang paling besar jika dibandingkan dengan KPA di Kabupaten lainnya yang besarannya hanya mencapai 50 Juta. Dengan meningkatnya pendapatan daerah, alokasi anggaran untuk sektor kesehatan termasuk didalamnya upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS pun ikut meningkat. Penyerapan anggaran paling besar adalah untuk promosi dan preventif termasuk di dalammya program PMTS. Hal ini karena sebagian besar program yang dilaksanakan di KPA adalah PMTS. Berikut kutipan wawancaranya. Kami utamanya pencegahan dan sosialisasi, serta deteksi dini maupun pemeriksaan sedangkan perawatan itu kami tidak masuk. (Wawancara dengan Sekretaris KPA) Sedangkan untuk Dinas Kesehatan, dana program penanggulangan HIV & AIDS menjadi bagian dari dana APBD yang diterima oleh Dinkes. Selain dari pemerintah daerah, sumber dana untuk pencegahan dan penaanggulangan HIV dan AIDS juga berasal dari dana pusat melalui dana DAU sebesar 1,8 juta. Alokasi anggaran dari APBD untuk program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS termasuk PMTS juga menyebar di beberapa SKPD. Berikut tabel alokasi anggarannya 18

24 Tabel 1. Alokasi Anggaran Program HIV dan AIDS Berdasarkan SKPD Tahun 2014 No SKPD Jumlah Dana 1 Dinas Sosial Rp BKKBN Rp BPMK Rp Total Rp Sumber : Data Pembiayaan BAPPEDA Kota Kupang, Tahun 2014 Bantuan Luar Negeri melalui Global Fund untuk mendukung program penanggulangan HIV & AIDS sebesar 156 Juta melalui KPA dan untuk Dinkes sebesar 29 Juta untuk tahun Sedangkan dana dari masyarakat dan CSR berdasarkan informasi tidak ada. Jika dibandingkan berbagai sumber dana untuk program penanggulangan HIV dan AIDS termasuk PMTS, maka paling besar berasal dari APBD, diluar dana bantuan dari luar negeri yang langsung diberikan kepada LSM. Konteks ekonomi terkait pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS termasuk PMTS, menunjukkan bahwa komitmen pemerintah daerah yang cukup baik terhadap upaya penanggulangan HIV dan AIDS dengan mengalokasikan anggaran yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. C. Konteks Hukum & Regulasi Aspek hukum melalui peraturan dan kebijakan semakin memperkuat pelaksanaan pembangunan kesehatan. Kota Kupang tidak memiliki hukum dan peraturan yang menghambat akses terhadap layanan kesehatan baik secara umum maupun layanan terkait HIV dan AIDS. Perda tentang pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS juga telah dilaksanakan diantaranya Perda No 8 Tahun 2011 yang mengatur tentang penyelengaraan penanggulangan AIDS, strategi, pencegahan, rehabiltasi dan mengatur tentang tanggung jawab Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dan peran serta masyarakat dalam upaya penanggulangan AIDS di daerah. Selain Perda juga ada Perwali No 2 tahun 2013 tentang tata cara pemberian dan besarnya nilai insentif dan disinsentif kepada masyarakat dan pelau usaha dalam program pencegahan dan penanganan HIV dan AIDS. Dilanjutkan dengan Perwali No.3 tahun 2013 tentang syarat dan tata cara pemberian ijin penanganan HIV dan AIDS oleh masyarakat dan pelaku usaha di Kota Kupang. Perwali No.4 Tahun 2013 tentang Komisi Penanggulangan HIV dan AIDS Kota Kupang. Sedangkan untuk kebijakan lokal khusus 19

25 untuk PMTS adanya regulasi lokasi Karang Dempel (KD) dengan pembentukan Pokja lokal. Pokja ini terbentuk dibawah koordinasi KPA yang melibatkan semua unsur yang ada di sekitar lokasi termasuk pemerintahan (lurah, RT/RW) yang lebih menitikberatkan pada penggunaan kondom secara konsisten oleh WPS. Secara umum ada jaminan kesehatan daerah (jamkesda) yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan secara umum. Program Jamkesda telah dilaksanakan sejak tahun 2008 dan sampai tahun 2014 telah mampu mencapai sebanyak orang, walaupun dalam pelaksanaanya masih terdapat kekurangan, seperti kriteria masyarakat miskin yang berhak mengakses Jamkesda juga data pendukung dari BPS (Badan Pusat Statistik) yang tidak valid sehingga seringkali terjadi pendobelan dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sedangkan dari pengguna Jamkesda itu sendiri, salah satu informan menyatakan hambatan dalam memperoleh Jamkesda adalah persyaratan administrasi seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), masih banyak masyarakat yang belum memiliki kelengkapan administrasi termasuk kelompok pekerja seks di lokasi yang sebagian besar merupakan masyarakat pendatang dan belum memiliki kelengkapan administrasi, sehingga seringkali menyulitkan dalam memperoleh Jamkesda. Berikut kutipan wawancaranya Secara pribadi tidak, tetapi berdasarkan pengalaman-pengalaman dari temanteman itu pernah. Seperti masalah rujukan, kartu keluarga untuk jamkesda. Bahkan terkadang ditempat kerja sendiri untuk memperpanjang masa kontrak harus disertai dengan surat keterangan Bebas HIV. Dan bahkan lembaga yang memberlakukan aturan ini adalah lembaga kesehatan (wawancara dengan salah satu anggota KDS) Konteks hukum dan regulasi terkait penanggulangan HIV dan AIDS, termasuk PMTS oleh pemerintah daerah menunjukkan bahwa tidak ada aturan dan regulasi yang menghambat atau menghalangi orang untuk mengakses layanan kesehatan termasuk layanan terkait HIV dan AIDS untuk masyarakat terrmasuk kelompok populasi beresiko. D. Permasalahan Kesehatan Permasalahan kesehatan di Kota Kupang mengalami perubahan dari tahun ke tahun sesuai dengan pola perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Musrenbang sebagai wadah aspirasi kebutuhan masyarakat rutin dilaksanakan setiap tahun disetiap tingkatan 20

26 pemerintahan, mulai dari Musrenbang Kelurahan, Kecamatan dan tingkat Kota Kupang. Berdasarkan salah satu informan diketahui bahwa Musrenbang mencerminkan kebutuhan masyarakat terkait dengan pembangunan kesehatan, walaupun sebagian besar kebutuhan masyarakat lebih menitikberatkan kepada pembangunan kesehatan secara fisik (sarana & prasarana). Sebenarnya yang kita harapkan seperti itu, yang namanya musrenbang itu adalah cerminan dari kebutuhan masyarakat, sedangkan yang renja itu berdasarkan situasi, itu sudah diaviliasi digabung dan ditemukan disitu (wawancara dengan Sekretaris DInas Kesehatan Kota Kupang) Sudah berjalan tetapi belum maksimal juga, belum maksimalnya itu kebanyakan potret dari masyarakat, kebutuhan-kebutuhan mereka lebih banyak kebutuhan fisik, seperti pembangunan pustu, rehab ini rehab itu (Wawancara dengan Sekretaris Dinas Kesehatan) Gambaran status kesehatan masyarakat diperoleh melalui Riskesda, Surveilans, Sistem Kewaspadaan Dini dan Penyelidikan KLB dengan penyelidikan Epidemiologi (PE). Proses ini memberikan informasi tentang pola penyakit yang terjadi di masyarakat Kota Kupang. Salah satu informan menyatakan bahwa ada 5 penyakit menular utama yaitu malaria, DHF, diare, kusta, TB paru, IMS termasuk HIV dan AIDS. Yang pastinya penyakit menular, terutama yang biasanya terjadi di masyarakat, seperti DHF, Diare, malaria termasuk HIV AIDS dengan kusta dan TB Paru. Itu usulan masyarakat berupa sosialisasi (Wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan) Namun berdasarkan data profil kesehatan Kota Kupang tahun 2014, diketahui bahwa tidak semua penyakit prioritas masuk dalam 10 penyakit terbanyak di Kota Kupang. Hal ini karena perbedaan penilaian, untuk 10 penyakit terbanyak didasarkan pada data jumlah kasus kejadian penyakit yang ada di setiap fasilitas pelayanan kesehatan dasar, sedangkan penyakit prioritas didasarkan pada penilaian Dinkes dalam Rencana Umum Kegiatan (RUK) dan Rencana Kerja (Renja) yang digabungkan dengan hasil Musrenbang. Berikut tabel daftar 10 Penyakit terbanyak Kota Kupang untuk tahun

27 Tabel Penyakit Terbanyak Kota Kupang Tahun 2014 No Jenis Penyakit Jumlah % 1. ISPA Penyakit lain pada saluran pernapasan bagian atas 3. Penyakit pada system otot dan jaringan pengikat Penyakit kulit alergi Gastritis Hipertensi Penyakit pulpa dan jaringan Periapikal Penyakit kulit infeksi Diare Penyakit kulit karena jamur Kota Kupang Sumber : Profil Kesehatan Kota Kupang Tahun 2014 Penyakit HIV dan AIDS sebagai salah satu penyakit prioritas pemerintah daerah sudah masuk dalam RPJMD tahun Ini semakin menunjukkan adanya komitmen dan dukungan pemerintah daerah baik dari segi anggaran maupun kebijakan daerah terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS, termasuk PMTS. Walaupun tidak secara spesifik disebutkan, namun dalam sasaran dan program disebutkan adalah kelompok eks WPS. Untuk mekanisme melihat besaran masalah AIDS dilakukan melalui sero survey yang dilakukan secara rutin oleh Dinas Kesehatan bekerjasama dengan KPA. Sero survey dijadikan dasar epidemiologi untuk penanggulangan AIDS di daerah, yang dilakukan oleh Dinkes, KPA, klinik VCT dan LSM. 22

28 Bab IV. Analisis Pemangku Kepentingan A. Posisi Pemangku Kepentingan dan Implikasinya dalam Program PMTS Pemangku kepentingan dalam program PMTS diberbagai tingkat memiliki peran startegis untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan program di daerah mulai dari perencanaan, pengorganisasian hingga pelaksanaan. Setiap pemangku kepentingan dinilai berdasarkan kepentingan dan kekuasaan terkait SDM dan anggaran dalam melaksanakan program PMTS, mereka diantaranya : 1. Dinkes Dinas kesehatan sebagai penangungjawab atau leading sector bidang kesehatan daerah berfungsi merumuskan kebijakan teknis, menetapkan dan melaksanakan program, serta pembinaan di bidang kesehatan termasuk kebijakan dan program PMTS. Dinkes berkepentingan untuk memastikan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular termasuk HIV berjalan dengan baik. Dalam Profil Kesehatan Kota Kupang, menunjukkan bahwa HIV dan AIDS sebagai salah satu penyakit menular yang perlu mendapat perhatian dari lima penyakit menular lainnya. Namun dalam kerangka program PMTS keterlibatan Dinkes hanya sebatas pada penatalaksanaan IMS saja, seperti pemeriksaan dan pengobatan IMS, termasuk rujukan ke layanan klinik VCT. Namun kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pencegahan termasuk distribusi kondom sebagai alat kesehatan tidak dilihat sebagai kepentingan bagi Dinkes. Berdasarkan kekuasaan, dinkes memiliki kemampuan SDM yang besar dimana sebagaian besar SDM merupakan SDM Dinkes. Namun untuk anggaran untuk program PMTS, Dinkes masih terbatas pada tatalaksana IMS dan lebih mengandalkan Mitra Pembangunan Internasional (MPI) dan KPA untuk pengadaan dan distribusi kondom serta pelicin kepada kelompok WPS dan klien pelanggan. Kondisi ini menunjukkan bahwa Dinkes memiliki kekuasaan tinggi namun kepentingan rendah dalam pelaksanaan program PMTS di Kota Kupang. Secara normative Dinas Kesehatan memiliki kekuasaan dan tanggung jawab yang besar dalam sektor kesehatan serta mengkoordinir kegiatan di sektor kesehatan. Namun secara spesifik Dinas kesehatan tidak memiliki kuasa untuk mengkoordinir pelaksanaan program PMTS. Sementara itu dari sisi sumber daya Dinas Kesehatan masih mengandalkan pendanaan dari MPI untuk layanan 23

29 IMS dan VCT. Meskipun SDM Dinas Kesehatan jumlahnya cukup besar, namun tidak dipergunakan sepenuhnya untuk program PMTS. Implikasi posisi Dinas Kesehatan terhadap program PMTS adalah kemampuan Dinkes untuk menjalankan perannya dalam pelaksanaan PMTS di Kota Kupang. Peran yang dijalankan dinas kesehatan dalam program PMTS sebatas sebagai pelaksana program saja. 2. Puskesmas Puskesmas menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan dasar termasuk PMTS, dimana puskesmas menjalankan pilar penatalaksanaan IMS. Khususnya puskesmas yang berada di sekitar hotspot (Puskesmas Alak) berkewajiban untuk memastikan tingkat kesehatan masyarakat. Puskesmas juga melakukan kegiatan mobile clinic untuk penapisan IMS dalam program PMTS merupakan bagian dari penugasan dan menjadi program rutin yang dilakukan oleh puskesmas. Ini menunjukkan kepentingan rendah dalam pelaksanaan PMTS. Sementara berdasarkan kekuasaan sumber daya, puskesmas memiliki sumberdaya yang besar karena memiliki tenaga kesehatan yang secara teknis dapat melakukan penanggulangan HIV dan AIDS, khususnya dalam penatalaksanaan IMS. Namun, kekuasaan politik masih rendah karena puskesmas sebagai pelaksana teknis dari Dinkes dan belum menjadi badan usaha layanan daerah, sehingga hanya melaksanakan program atau kegiatan terkait PMTS yang diberikan oleh Dinkes. Hal ini menunjukkan puskesmas memiliki kepentingan rendah dan kekuasaan rendah dalam program PMTS, karena puskesmas dalam menjalankan program PMTS hanya menjalankan peran teknis yang sudah menjadi kegiatan rutin dan merupakan penugasan dari Dinkes. Peran yang melekat pada puskesmas ini berpengaruh pada layanan IMS, dimana belum berjalan secara mandiri karena adanya keterbatasan otoritas puskesmas dalam mengakses dana dan memenuhi kebutuhan SDMnya, sehingga puskesmas hanya melakukan pelayanan IMS seadanya tergantung peran dan sumber daya yang diberikan oleh dinas kesehatan. 3. LSM Lembaga swadaya masyarakat merupakan bagian dari komunitas yang berada dalam posisi strategis untuk menjangkau, mendampingi dan menterjemahkan kebutuhan populasi yang diwakilinya, serta menuntut pemenuhan hak-hak dan kebutuhan kesehatan populasi 24

30 tersebut. Ini menempatkan LSM memiliki kepentingan tinggi dalam pelaksanaan program PMTS. Salah satu LSM yang berperan penting dalam pelaksanaan PMTS yaitu YTB, dimana mereka bertanggung jawab melaksanakan pilar komunikasi perubahan perilaku (KPP).YTB berkepentingan untuk memastikan agar WPS yang menjadi dampingannya bisa mengakses layanan dan melakukan perilaku yang dapat melindungi dirinya dari risiko penularan. LSM berperan besar dalam melakukan penjangkauan dan pendampingan yang berkontribusi pada komunikasi perubahan perilaku dalam kerangka PMTS. Hal ini mengingat memiliki kemampuan khusus yang tidak bisa dilakukan oleh sektor lain yaitu menjangkau kelompok WPS, termasuk didalamnya pelatihan pembentukan peer educator kelompok WPS, pertemuan rutin dan penggunaan kondom yang konsisten oleh WPS dan klien pelanggan. Mengingat tugas LSM yang cukup berat, namun tidak ditunjang dengan sumber daya yang memadai, dimana untuk sumber dana mereka umumnya mengandalkan dukungan dana dari MPI seperti GF. Sekalipun ada dana pemerintah yang bisa diakses oleh LSM berupa dana hibah atau honor untuk personel LSM yang terlibat dalam acara atau kegiatan pemerintah, namun jumlahnya kecil dan belum ada skema khusus pembiayaan untuk LSM. Dampaknya dana tersebut tidak rutin dan tidak berkelanjutan. Selain sumber dana, peningkatan kapasitas SDM LSM juga masih bergantung pada berbagai pelatihan yang disediakan oleh MPI. Kondisi inilah yang menunjukan LSM memiliki kepentingan yang tinggi namun kekuasaan rendah dalam program PMTS. Posisi LSM ini berimplikasi terhadap program, dimana dengan kepentingan yang tinggi LSM mampu menyediakan layanan dalam menjangkau kelompok WPS agar dapat mengakses layanan. Hal ini terbukti hampir sebagian besar kelompk WPS lebih memilih mengakses layanan terkait pemeriksaan dan pengobatan serta tes VCT di klinik milik LSM YTB dibanding fasyankes pemerintah. Namun dampak negatif dari keterbatasan sumber daya khususnya pendanaan, membuat LSM sangat bergantung dari MPI, sehingga keberlanjutan program PMTS ditentukan dari ada tidaknya dana donor. Selain itu, LSM juga akhirnya hanya sebagai pelaksana program MPI dengan mengejar target layanan yang ditetapkan sehingga tidak optimal dalam memerankan diri sebagai pihak yang memberikan masukan kritis terhadap kebijakan dan pelaksanaan program PMTS di Kota Kupang. 25

31 4. KPAK KPAK memiliki kepentingan yang tinggi karena fungsinya sebagai lembaga yang mengkoordinasikan semua upaya penanggulangan HIV dan AIDS termasuk program PMTS yang dilakukan oleh SKPD dan jejaringnya. KPAK juga sebagai jembatan antara komunitas populasi kunci dengan para pemangku kepentingan. Dalam pelaksanaan program PMTS, KPAK berkepentingan untuk melakukan peran inisiator dan koordinator bagi pokja lokal PMTS terhadap berbagai pemangku kepentingan seperti instansi pemerintah, swasta dan organiasi komunitas. KPAK juga bertanggung jawab dalam pengadaan dan distribusi kondom, pelicin dan KIE dalam program PMTS. Selain itu, dari segi anggaran, sebagian besar dana atau 60% dari total dana APBD untuk KPA dialokasikan untuk kegiatan PMTS. Ini menunjukkan program PMTS menjadi program penting bagi KPA sehingga mengalokasikan dana yang cukup besar. Namun, kekuasaan KPAK terbatas baik untuk program PMTS maupun untuk program lainnya. KPA sangat tergantung pada sumber daya dari MPI, pusat dan daerah. Berdasarkan segi kekuasaan politik, KPAK memiliki kekuasaan politik yang lemah karena posisinya sebagai lembaga ad hoc, sehingga tidak jarang upaya mengkoordinasikan SKPD yang memiliki anggaran sendiri tidak berhasil. Implikasi dari posisi ini, yaitu koordinasi yang dilakukan oleh KPAK masih sebatas koordinasi program yang dijalankan, belum sampai pada koordinasi strategis untuk mendorong peran multisektor dalam pelaksanaan PMTS. Kondisi ini menuntut sekretaris KPAK yang secara operasional bekerja untuk penanggulangan HIV dan AIDS menjadi sangat berat karena secara personal harus melakukan lobi-lobi atau advokasi terhadap SKPD anggota KPAK untuk memastikan pendanaan bagi program PMTS sehingga program ini tetap berjalan. 5. Populasi Kunci Populasi kunci dalam hal ini kelompok WPS harusnya menjadi perhatian penting dari kegiatan PMTS. WPS berkepentingan dalam memastikan bahwa program PMTS dijalankan sesuai dengan kebutuhan mereka, baik itu kebutuhan alkes seperti kondom dan pelicin, demikian pula dengan pemeriksaan dan pengobatan IMS. Namun, posisi tawar kelompok WPS masih lemah karena tidak memiliki sumberdaya yang besar. Kekuatan politik WPS dalam PMTS terbatas karena hanya memainkan peran sebagai penerima manfaat saja. Bentuk-bentuk pelibatan baru sebatas formalitas, populasi kunci tidak terlibat dalam 26

32 perencanaan program PMTS. Hal inilah yang menempatkan kelompok WPS memiliki kepentingan tinggi namun kekuasaan rendah dalam program PMTS. Hal ini menunjukkan peran kelompok WPS masih bersifat instrumental, hanya sebatas objek dan target capaian layanan PMTS. Hal ini mengindikasikan bahwa belum semua program dan layanan PMTS sesuai dengan kebutuhan kelompok WPS 6. BAPPEDA Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa BAPPEDA memiliki kepentingan rendah dalam program PMTS. Hal ini diperkuat dengan temuan bahwa BAPPEDA tidak banyak mengetahui tentang anggaran HIV terlebih anggaran untuk program PMTS, dimana dalam data anggaran BAPPEDA tidak tercantum dana non APBD (MPI) untuk program penanggulangan HIV dan AIDS yang dialokasikan baik untuk Dinkes maupun KPAK. BAPPEDA melihat HIV sebagai isu kesehatan saja yang merupakan tanggung jawab Dinas Kesehatan. Berdasarkan kekuasaan, BAPPEDA memiliki kekuasaan baik secara politik maupun sumber daya perencanaan. BAPPEDA memiliki kekuasaan besar dalam perencanaan untuk menentukan apakah HIV dan AIDS menjadi salah satu penyakit prioritas daerah dan masuk dalam RPJMD sehingga tersedia alokasi anggaran untuk program penanggulangan HIV dan AIDS termasuk program PMTS. Apabila penanggulangan HIV sudah ada yang mendanai, maka BAPPEDA dapat memprioritaskan anggaran untuk kebutuhan yang lain. Implikasinya terhadap PMTS, BAPPEDA akan selalu mengandalkan uang dari pusat atau luar negeri (MPI), sehingga sulit mengharapkan pemerintah daerah membuat anggaran lintas sektor untuk mendukung program ini. 7. RSU RSU memiliki kepentingan yang rendah dalam program PMTS, hal ini karena RSU tidak menangganggap program PMTS sebagai program utama. Peran yang dilakukan oleh RSU bersifat pasif, dalam artian menerima rujukan layanan IMS dan tes VCT baik dari puskesmas maupun LSM. RSU lebih fokus pada pengobatan dan perawatan Odha serta penyakit infeksi oportunistiknya. Bahkan reagen yang diperlukan untuk tes VCT tidak masuk dalam anggaran RSUD, namun berasal dari Dinkes Propinsi. Sedangkan untuk kondom, berasal dari KPA Kota. RSUD hanya mengalokasikan anggaran untuk obat obat IMS seperti antibiotic. Secara 27

PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL

PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL POLICY BRIEF 03 PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL Layanan HIV dan AIDS yang Komprehensif dan Berkesinambungan (LKB)

Lebih terperinci

Integrasi Upaya Penanggulangan. Kesehatan Nasional

Integrasi Upaya Penanggulangan. Kesehatan Nasional Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan Nasional Kerjasama Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Department of Foreign

Lebih terperinci

Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya

Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya Terimakasih telah bersedia berpartisipasi dalam survei Delphi terkait pengembangan

Lebih terperinci

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL Oleh GWL-INA FORUM NASIONAL IV JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN Kupang, 6 September 2013 Apa itu GWL dan GWL-INA GWL adalah gay,

Lebih terperinci

DELPHI II Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya

DELPHI II Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya DELPHI II Survei Delphi Pengembangan Model Pencegahan Melalui Transmisi Seksual di Tingkat Pelayanan Primer Puskesmas dan Jejaringnya Terimakasih telah bersedia berpartisipasi dalam survei Delphi terkait

Lebih terperinci

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Sutjipto PKMK FK UGM Disampaikan pada Kursus Kebijakan HIV-AIDS 1 April 216 1 Landasan teori 2 1 EPIDEMIOLOGY (Definisi ) 1.

Lebih terperinci

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015 SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015 LATAR BELAKANG DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG HIV-AIDS DAN VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING (VCT) SERTA KESIAPAN MENTAL MITRA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN KE KLINIK VCT DI SURAKARTA

Lebih terperinci

komisi penanggulangan aids nasional

komisi penanggulangan aids nasional 1 komisi penanggulangan aids nasional Pendahuluan: Isi strategi dan rencana aksi nasional penanggulangan HIV dan AIDS ini telah mengacu ke arah kebijakan yang terdapat dalam RPJMN 2010-2014. Strategi dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia

Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia Kerjasama: Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM & Pemerintah Australia Latar Belakang Pro dan kontra tentang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) ,

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) , PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) 322460, Email : kpakabmimika@.yahoo.co.id LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM HIV/AIDS DAN IMS PERIODE JULI S/D SEPTEMBER

Lebih terperinci

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 201 Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 1 Puskesmas Bulupoddo, 2 Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai, Sulawesi

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara :

ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara : KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS PROVINSI DKI JAKARTA Disampaikan Pada Acara : FORUM NASIONAL VI JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN Padang, 24-27 Agustus

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN STUDI KASUS

LAPORAN PENELITIAN STUDI KASUS LAPORAN PENELITIAN STUDI KASUS Hubungan Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Keranga Sistem Kesehatan dengan Efekti tas di Kab. Manokwari Studi Kasus: Link To Care HIV UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

SITUASI PENDANAAN PROGRAM HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta 2013

SITUASI PENDANAAN PROGRAM HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta 2013 SITUASI PENDANAAN PROGRAM HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta 2013 LATAR BELAKANG DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan angka HIVdanAIDS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara epidemiologi kejadian Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara epidemiologi kejadian Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Secara epidemiologi kejadian Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquaired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) telah meningkatkan angka kesakitan penduduk dan penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kesehatan global yang jumlah penderitanya meningkat setiap

Lebih terperinci

HASIL LOKAKARYA REVIEW PENANGGULANGAN HIV & AIDS PROVINSI JAWA TENGAH

HASIL LOKAKARYA REVIEW PENANGGULANGAN HIV & AIDS PROVINSI JAWA TENGAH HASIL LOKAKARYA REVIEW PENANGGULANGAN HIV & AIDS PROVINSI JAWA TENGAH Upaya Penyelamatan Perempuan & Anak dari Kematian Sia-Sia Karena HIV & AIDS Bahan masukan RPJMD Propinsi Jawa Tengah TAHUN 2013-2018

Lebih terperinci

Revisi Pedoman Pelaporan dan Pencatatan. Pemutakhiran pedoman pencatatan Monev

Revisi Pedoman Pelaporan dan Pencatatan. Pemutakhiran pedoman pencatatan Monev www.aidsindonesia.or.id MARET 2014 L ayanan komprehensif Berkesinambungan (LKB) merupakan strategi penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 21 tahun

Lebih terperinci

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Disampaikan pada Lecture Series Pusat Penelitian HIV/AIDS UNIKA ATMAJAYA: Peranan Bidan dalam Mendukung

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kasus HIV/AIDS di Indonesia saat ini tergolong tinggi. Banyak ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan AIDS adalah suatu penyakit yang fatal. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) secara global masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah kesehatan yang

Lebih terperinci

AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM

AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM Latar Belakang Respon penanggulangan HIV dan AIDS yang ada saat ini belum cukup membantu pencapaian target untuk penanggulangan HIV dan AIDS

Lebih terperinci

ANTARA KEBUTUHAN DAN PEMENUHAN HAK PEMBIAYAAN PENANGGULANGAN AIDS DALAM SKEMA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. dr Endang Sri Rahayu

ANTARA KEBUTUHAN DAN PEMENUHAN HAK PEMBIAYAAN PENANGGULANGAN AIDS DALAM SKEMA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. dr Endang Sri Rahayu ANTARA KEBUTUHAN DAN PEMENUHAN HAK PEMBIAYAAN PENANGGULANGAN AIDS DALAM SKEMA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL dr Endang Sri Rahayu g. DIY berada pada level epidemi terkonsentrasi, dan berpotensi menjadi level

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN PRGRAM HIV AIDS DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL I. PENDAHULUAN Dalam rangka mengamankan jalannya pembangunan nasional, demi terciptanya kwalitas manusia yang diharapkan, perlu peningkatan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kondisi sehat individu tidak bisa hanya dilihat dari kondisi fisik saja melainkan juga kondisi mental dan kondisi sosial. Dalam kasus anak-anak yang mengidap HIV/AIDS memperhatikan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. b. c. bahwa dalam upaya untuk memantau penularan

Lebih terperinci

Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012

Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012 Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012 Priscillia Anastasia Koordinator PMTS 1 Epidemi HIV/AIDS di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Sydrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemi.

Lebih terperinci

Panduan Wawancara Mendalam dengan CSO/CBO. I. Panduan untuk Peneliti

Panduan Wawancara Mendalam dengan CSO/CBO. I. Panduan untuk Peneliti Panduan Wawancara Mendalam dengan CSO/CBO I. Panduan untuk Peneliti Persiapan: 1. Pastikan anda sudah mengkonfirmasi jadwal dan tempat diskusi dengan informan. 2. Pastikan anda sudah mempelajari CSO/CBO

Lebih terperinci

Implementasi Strategi Layanan Komprehensif (LKB) pada Prosedur Pengobatan HIV IMS di Kota Yogyakarta dan Semarang

Implementasi Strategi Layanan Komprehensif (LKB) pada Prosedur Pengobatan HIV IMS di Kota Yogyakarta dan Semarang Hasil Riset Operasional Implementasi Strategi Layanan Komprehensif (LKB) pada Prosedur Pengobatan HIV IMS di Kota Yogyakarta dan Semarang Kerjasama PKMK FK UGM dengan Kemenkes RI Forum Jaringan Kebijakan

Lebih terperinci

KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/ AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara :

KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/ AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara : KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/ AIDS PROVINSI DKI JAKARTA Disampaikan Pada Acara : LATAR BELKANG 1. Perkembangan kasus HIV/AIDS di Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Peran KPA dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota. Semarang adalah mengkoordinasikan segala kegiatan yang

BAB IV PENUTUP. 1. Peran KPA dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota. Semarang adalah mengkoordinasikan segala kegiatan yang BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Peran KPA dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Semarang. Peran KPA dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Semarang adalah mengkoordinasikan segala kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemi HIV/AIDS di Indonesia Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung selama 25 tahun dan sejak tahun 2000 sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan, sosial dan ekonomi di banyak negara serta merupakan salah satu pintu masuk HIV. Keberadaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

Peringatan Hari AIDS Sedunia 2013: Cegah HIV dan AIDS. Lindungi Pekerja, Keluarga dan Bangsa

Peringatan Hari AIDS Sedunia 2013: Cegah HIV dan AIDS. Lindungi Pekerja, Keluarga dan Bangsa Peringatan Hari AIDS Sedunia 2013: Cegah HIV dan AIDS. Lindungi Pekerja, Keluarga dan Bangsa Menkokesra selaku Ketua KPA Nasional menunjuk IBCA sebagai Sektor Utama Pelaksana Peringatan HAS 2013 Tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PENANGGULANGAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) PROVINSI JAWA TENGAH DAN SEKRETARIAT KOMISI PENANGGULANGAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO TAHUN 2013 DAFTAR ISI Daftar Isi... 2 Pendahuluan... 3 Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan merupakan penyebab kematian bagi penderitanya. Penyakit menular adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dua dasa warsa lebih sudah, sejak dilaporkannya kasus AIDS yang pertama di Indonesia tahun 1987 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar Bali, respon reaktif

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 3 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 56 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Program Peningkatan Cakupan Tes HIV, Inisiasi Dini ART dan Kelangsungan ODHA Minum ARV pada Populasi Berisiko Tinggi di Kota Denpasar,

Program Peningkatan Cakupan Tes HIV, Inisiasi Dini ART dan Kelangsungan ODHA Minum ARV pada Populasi Berisiko Tinggi di Kota Denpasar, Program Peningkatan Cakupan Tes HIV, Inisiasi Dini ART dan Kelangsungan ODHA Minum ARV pada Populasi Berisiko Tinggi di Kota Denpasar, 2014-2015 Sang Gede Purnama, Partha Muliawan, Dewa Wirawan A. Abstrak

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). Sedangkan AIDS adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan

Lebih terperinci

Satiti Retno Pudjiati. Departemen Dermatologi dan Venereologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Satiti Retno Pudjiati. Departemen Dermatologi dan Venereologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Satiti Retno Pudjiati Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Layanan HIV PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

Isu Strategis Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS, Indonesia

Isu Strategis Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS, Indonesia Isu Strategis Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS, Indonesia Budi Utomo HIV Cooperation Program for Indonesia Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Kupang 4-7 September 2013 Topik bahasan Memahami kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok Wanita Penjaja Seks (WPS) di Indonesia pada saat ini, akan menyebabkan tingginya risiko penyebaran infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit menular yang belum dapat diselesaikan dan termasuk iceberg phenomenon atau fenomena

Lebih terperinci

Lokakarya LSL dalam Pengembangan SRAN. Integrasi program LSL dalam SRAN

Lokakarya LSL dalam Pengembangan SRAN. Integrasi program LSL dalam SRAN www.aidsindonesia.or.id APRIL 2014 K ebijakan penanggulangan HIV dan AIDS 2015-2019 harus memperhatikan Post 2015 Development Agenda yang merupakan kelanjutan dari MDGs yang berakhir pada 2015 Dr. Hadiat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1238, 2015 KEMENKES. Pengguna Napza Suntik. Dampak. Pengurangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PENGURANGAN DAMPAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human

BAB I PENDAHULUAN. STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan. Dengan mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dengan menyerang sel darah putih CD4 yang berada pada permukaan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP KLINIK PKBI-ASA

BAB II RUANG LINGKUP KLINIK PKBI-ASA BAB II RUANG LINGKUP KLINIK PKBI-ASA 2.1.Gambaran Umum Klinik PKBI-ASA 2.1.1. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Klinik PKBI-ASA PKBI didirikan pada 23 desember 1957 oleh sekelompok indivdu dari kalangan

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO SALINAN BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

PESAN POKOK BAGAIMANA MENINGKATKAN PENDANAAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS?

PESAN POKOK BAGAIMANA MENINGKATKAN PENDANAAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS? POLICY BRIEF 01 PESAN POKOK BAGAIMANA MENINGKATKAN PENDANAAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS? Peningkatan pendanaan daerah untuk penanggulangan HIV dan AIDS menjadi sangat pen ng dengan berkurangnya

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

Situasi HIV & AIDS di Indonesia Situasi HIV & AIDS di Indonesia 2.1. Perkembangan Kasus AIDS Tahun 2000-2009 Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik yang sering dikaitkan dengan kesehatan reproduksi terutama

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu. kumpulan gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh, bukan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu. kumpulan gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh, bukan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh, bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil penularan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah internasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang tertuang pada target keenam Millennium Development

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masih terdapat banyak penyakit di dunia yang belum dapat diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang sebelumnya

Lebih terperinci

Pendampingan Pembiayaan Program HIV- AIDS (Akses Layanan) dari APBD II di Dinas Kesehatan Kota Tarakan, Kaltim. Tri Astuti Sugiyatmi Khairul Arbiati

Pendampingan Pembiayaan Program HIV- AIDS (Akses Layanan) dari APBD II di Dinas Kesehatan Kota Tarakan, Kaltim. Tri Astuti Sugiyatmi Khairul Arbiati Pendampingan Pembiayaan Program HIV- AIDS (Akses Layanan) dari APBD II di Dinas Kesehatan Kota Tarakan, Kaltim Tri Astuti Sugiyatmi Khairul Arbiati Kondisi HIV di Kota Tarakan Kasus pertama di Tarakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah sindrom kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit menular akibat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1] PENDAHULUAN Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang salah satu jenis sel darah putih yang berperan sebagai sistem kekebalan tubuh manusia. Sedangkan AIDS adalah gejala penyakit yang

Lebih terperinci

Latar belakang, Skema & Implementasi SUFA (Strategic Use of Antiretroviral) di Indonesia

Latar belakang, Skema & Implementasi SUFA (Strategic Use of Antiretroviral) di Indonesia Lecture Series Inisiasi Dini Terapi Antiretroviral untuk Pencegahan dan Pengobatan Oleh Pusat Penelitian HIV & AIDS Atma Jaya Jakarta, 25 Februari 2014 Pembicara: 1) Yudi (Kotex, perwakilan komunitas)

Lebih terperinci

Penguatan Sektor Komunitas

Penguatan Sektor Komunitas Penguatan Sektor Komunitas Kursus Kebijakan Penanggulangan AIDS III, PKMK UGM 2016 Sistematika Pengertian Sektor Komunitas (CS) Siapa Sektor Komunitas? Beda SK, Civil Society, LSM Mengapa CS dibutuhkan/penting?

Lebih terperinci

BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Analisis Implementasi Tugas Komisi Penanggulangan AIDS Kota Padang dalam Menanggulangi HIV/ AIDS Tahun

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR,

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 33 TAHUN 2016 SERI B.25 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KOLABORASI TB-HIV (TUBERKULOSIS-HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS) KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep dan strategi pembangunan kesehatan telah mengalami pergeseran, yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah berorientasi kepada

Lebih terperinci

REVIEW INDIKATOR RENSTRA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR

REVIEW INDIKATOR RENSTRA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR REVIEW INDIKATOR DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR 2015-2019 MISI 1 : Menyediakan sarana dan masyarakat yang paripurna merata, bermutu, terjangkau, nyaman dan berkeadilan No Tujuan No Sasaran Indikator Sasaran

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional 1 Outline Paparan Bagaimana Transmisi HIV Terjadi Situasi HIV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1] BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang salah satu jenis sel darah putih yang berperan sebagai sistem kekebalan tubuh manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga pengidap akan rentan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR SEKRETARIS KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL

KATA PENGANTAR SEKRETARIS KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL KATA PENGANTAR SEKRETARIS KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya buku Pedoman Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual Paripurna (Pedoman PMTS Paripurna).

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD Berdasarkan visi dan misi pembangunan jangka menengah, maka ditetapkan tujuan dan sasaran pembangunan pada masing-masing

Lebih terperinci

ANALISIS EPIDEMIOLOGI HIV AIDS DI KOTA BANDUNG DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG

ANALISIS EPIDEMIOLOGI HIV AIDS DI KOTA BANDUNG DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG ANALISIS EPIDEMIOLOGI HIV AIDS DI KOTA BANDUNG DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG KEBIJAKAN DALAM PERMENKES 21/2013 2030 ENDING AIDS Menurunkan hingga meniadakan infeksi baru Menurunkan hingga meniadakan kematian

Lebih terperinci