BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Modul

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Modul"

Transkripsi

1 28 1.Definisi Modul BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Modul Modul merupakan salah satu bahan ajar cetak yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usia peserta didik, yang dapat digunakan sebagai bahan belajar mandiri dengan bimbingan minimal dari pendidik (Prastowo, 2011). Modul sebagai bahan belajar mandiri tanpa bimbingan guru berisi tentang petunjuk belajar (petunjuk siswa dan guru), kompetensi yang akan dicapai, content atau isi materi, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja dapat berupa lembar kerja, evaluasi, dan balikan terhadap hasil evaluasi. Bahan ajar yang berorientasi literasi sains hendaknya memberikan peluang kepada peserta didik untuk dapat mengembangkan keterampilan proses, kemampuan berinkuiri, kemampuan berpikir, dan kemampuan literasi sains (Toharudin, 2011). Modul sains dipelajari peserta didik agar peserta didik menguasai sains dan kemampuan berikut. Pertama, peserta didik menguasai produk sains, seperti konsep-konsep. Kedua, peserta didik dapat menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah sains. Ketiga, peserta didik memiliki nilai yang berkaitan dengan masalah sikap setelah terbiasa mempelajari dan menguasai produk dan proses sains (Toharudin, 2011).

2 29 Modul biologi, (Yoyok dalam Suratsih, 2005) memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Judul modul merupakan rumusan topik-topik biologi yang diseleksi dan disesuaikan dengan kurikulum; b. Bentuk modul adalah bentuk gabungan dari self contained dan non-self contained, artinya ada sebagian informasi yang termuat dalam modul, namun ada sebagian yang mengharuskan siswa untuk mencari dan menggunakan sumber informasi diluar modul. Sumber informasi dapat berupa: pustaka, lapangan, percobaan (kerja laboratorium), pakar bidang biologi, dan sebagainya; c. Modul bukan merupakan perangkat yang lengkap, tetapi yang mutlak ada adalah lembar instruksional (yang dituangkan dalam tugas-tugas pembelajaran pada setiap modul) yang merupakan pengarah dan cara belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran; d. Cara pembelajaran, yang tertuang dalam tugas-tugas, dengan menggunakan modul ini sangat beragam yang meliputi proses-proses IPA, sehingga pendekatan pembelajarannya adalah mengacu pada hakekat keilmuan biologi untuk mencapai kompetensi yang diharapkan; e. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas, bantuan guru kepada siswa sangat diperlukan. Bantuan yang dimaksudkan adalah peran guru bukan hanya sekedar guru sebagai informator dalam proses pembelajaran siswa, tetapi semua peran guru: organisator, fasilitator, konduktor, inisiator, motivator, mediator, evaluator, dan lain-lain. Modul dalam proses pembelajaran berguna sebagai penyedia informasi dasar, di dalam modul disajikan berbagai materi pokok yang bisa dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan intruksi atau petunjuk bagi peserta

3 30 didik, serta sebagai bahan pelengkap dengan ilustratif dan foto yang komunikatif (Prastowo, 2011). Kegunaan modul yang lain adalah menjadi petunjuk mengajar yang efektif bagi pendidik serta menjadi bahan untuk berlatih bagi peserta didik dalam melakukan penilaian sendiri. 2. Pengembangan Modul Menurut Sudjana et al. (1989 ) penggunaan modul bertujuan agar tujuan pendidikan bisa tercapai secara efektif dan efisien. Para siswa dapat mengikuti program pengajaran sesuai dengan kecepatan dan kemampuan sendiri, lebih banyak belajar mandiri, dapat mengetahui hasil belajar sendiri, dan menekankan penguasaan bahan pelajaran secara optimal (mastery learning) yaitu dengan penguasaan minimal 80 %. Modul self contained yaitu modul yang semua materi tercantum dalam modul dan merupakan sumber belajar utama, dapat disusun menurut langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, menyusun kerangka modul. Kerangka modul disusun dengan cara merumuskan SK, KD, dan indikator, menyusun butir-butir soal evaluasi guna mengukur pencapaian indikator, mengidentifikasi pokok-pokok materi pelajaran yang sesuai dengan indikator, menyusun urutan pokok-pokok materi yang logis, menyusun langkah-langkah kegiatan belajar siswa, memeriksa langkah-langkah kegiatan belajar untuk mencapai semua tujuan, dan mengidentifikasi alat-alat yang diperlukan dalam kegiatan belajar dengan modul. Langkah yang kedua, menulis program secara rinci, meliputi: pembuatan petunjuk guru, lembaran kegiatan siswa, lembaran tes, dan

4 31 lembaran jawaban. Modul mempunyai beberapa karakteristik tertentu, misalnya berbentuk unit pengajaran terkecil dan lengkap, berisi rangkaian kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis, berisi tujuan belajar yang dirumuskan secara jelas dan khusus, memungkinkan siswa belajar mandiri, dan merupakan realisasi perbedaan individual serta perwujudan pengajaran individual. Langkah langkah yang ditempuh dalam pengembangan modul menurut Supriyatno (2006) meliputi empat langkah di bawah ini. a. Perencanaan Tahap perencanaan meliputi penyusunan Garis Garis Besar Isi Modul (GBIM) yang selanjutnya dijadikan pedoman penulisan modul bahan ajar. Identifikasi aspek yang terdapat dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) serta identifikasi jenis materi bahan ajar akan membantu proses pemilihan bahan ajar yang sesuai untuk dijadikan sebagai sumber bahan ajar (Depdiknas, 2006). Faktor yang perlu diperhatikan dan dijadikan landasan dalam penyusunan modul setelah identifikasi aspek dilakukan antara lain: Siswa yang akan memanfaatkan modul yang akan disusun. Indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran. Materi yang akan disampaikan dalam modul. Sistematika atau urutan penyajian materi pelajaran. Metode dan media yang akan digunakan dalam pembelajaran. Penilaian terhadap siswa yang akan dilakukan. Alokasi waktu pada setiap materi pelajaran yang disajikan. Cara menilai dan merevisi modul tersebut.

5 32 b. Penulisan Modul Penulisan modul adalah proses menuangkan materi yang disusun dalam GBIM. Persiapan outline penulisan yang meliputi penentuan topik bahasan yang akan disajikan serta mengatur urutan materi sesuai dengan urutan tujuan dalam modul perlu dilakukan sebelum penulisan modul. c. Review Modul Review modul dilakukan dengan menggunakan instrumen yang disusun berdasarkan kriteria tertentu. Hasil penilaian tersebut akan digunakan sebagai dasar perbaikan terhadap kriteria yang ditemukan kekurangannya. d. Tahap Uji Coba Modul Modul diuji cobakan terhadap beberapa sampel sasaran belajar untuk mengetahui efektivitasnya. Uji coba dapat dilakukan secara terbatas namun uji coba secara empirik realistik di lapangan masih diperlukan untuk memberikan informasi dalam rangka penyempurnaan modul. 3. Kelebihan dan Kekurangan Modul Modul pembelajaran pada dasarnya mudah untuk dikembangkan, tetapi dibutuhkan perencanaan yang matang dalam proses penyusunannya agar sesuai dengan kurikulum, dapat memenuhi kebutuhan siswa dan evaluasi dalam pengembangannya (Hand, 2001). Sistem pembelajaran menggunakan modul mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan penggunaan modul adalah: a. dapat menghemat waktu guru dalam mengajar dan mengubah peran guru menjadi fasilitator sehingga

6 33 proses pembelajaran lebih efektif; b. siswa dapat belajar lebih mandiri, c. mudah dipelajari dimanapun dan kapanpun, dan; d. dapat mempelajari tidak menggunakan alat. Kekurangan penggunaan modul adalah a. tidak mampu mempresentasikan gerakan; b. pemaparan materi cenderung linier dan; c. pembuatan modul cenderung memerlukan biaya mahal dan waktu yang lama ( e Library UT, 2008). B. Model Pembelajaran Inkuiri 1. Definisi Model Pembelajaran Inkuiri Model inkuiri didefinisikan oleh Piaget (Sund dan Trowbridge dalam Rustaman, 2005 ) belajar mengajar yang mempersiapkan situasi bagi siswa untuk melaksanakan eksperimen. Trowbridge memperkenalkan inkuiri sebagai proses penyelidikan dan pendefinisian masalah, formulasi hipotesis, merencanakan eksperimen, mengumpulkan data, dan membuat kesimpulan. Inkuiri memiliki sikap mental yang lebih tingkatannnya, seperti merumuskan masalah, merencanakan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan dan menumbuhkan sikap ilmiah. Inkuiri merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan melalui eksperimen yang diawali dari proses penyelidikan dan pendefinisian masalah, formulasi hipotesis, merencanakan eksperimen, mengumpulkan data, membuat kesimpulan, dan menganalisis proses inkuiri. Model pembelajaran inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Pada proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran

7 34 melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Pembelajaran dalam model inkuiri berlangsung student centered learning, siswa memegang peran yang dominan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis inkuiri melibatkan siswa dalam penyelidikan sains. Tujuan utama inkuiri adalah penyelidikan yang aktif baik untuk pengetahuan mapun pemahaman untuk memenuhi keingintahuan siswa. Dari perspektif paedagogi merujuk pada model konstruktivisme dan active learning. Kegiatan inkuiri mencapai pemahaman, pengembangan pengetahuan, dan restrukturisasi schemata melalui pengalaman nyata dan penyelidikan (Rustaman, 2005). Inti dari model pembelajaran inkuiri menurut Smith et al. (2007) yaitu pertama, pembelajaran distimulus dengan berinkuiri misal pertanyaan atau masalah. Kedua, Pembelajaran berbasis proses mencari pengetahuan dan konsep baru. Ketiga, pusat pembelajaran dekat dengan pengajaran dimana guru berperan sebagai fasilitator. Keempat, pembelajaran mandiri dengan siswa bertanggungjawab terhadap belajarnya dan pengembangan kemampuan refleksi diri. Selanjutnya, menggunakan pendekatan siswa aktif dalam pembelajaran. Standar for Science Teacher Preparation dalam Sarwi (2010) menyatakan inkuiri dikelompokan dalam tiga tingkatan yaitu discovery learning, guided inquiry, dan open inquiry. Jenis discovery learning tindakan utama guru yaitu mengidentifikasi permasalahan dan proses dan diikuti aktivitas siswa mengidentifikasi alternatif hasil. Pada tingkat guided inquiry, mengacu tindakan guru yaitu mengajukan permasalahan dan diikuti siswa menentukan proses dan

8 35 penyelesaian masalah. Tindakan guru pada open inquiry yaitu memaparkan konteks penyelesaian masalah kemudian siswa mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah. Guided inquiry ataupun menurut Suparno (2007) inquiry yang terarah adalah inkuiri yang banyak dicampuri oleh guru. Guru banyak mengarahkan dan memberikan petunjuk baik melalui prosedur yang lengkap dan pertanyaanpertanyaan pengarahan selama proses inkuiri. Siswa dalam menyelesaikan persoalan menyesuaiakan dengan prosedur yang telah ditetapkan guru. 2.Karakteristik Model Inkuiri Model Inkuiri mempunyai karakter yang berbeda dengan model yang lain. Karakter model inkuiri antara lain: a. model inkuiri menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan inti dari materi pembelajaran; b. seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri sesuatu yang dipertanyakan; c. model inkuiri bertujuan untuk mengembakan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental (Sanjaya, 2006). Model pembelajaran inkuiri menuntut siswa untuk menggunakan potensi yang dimiliki, tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pembelajaran. Model inkuiri menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual, dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan dan mendapatkan jawaban berdasarkan penemuan siswa.

9 36 Tahapan pembelajaran inkuiri meliputi: a. penyajian masalah; b. pengumpulan data (verifikasi); c. pengumpulan data (eksperimentasi); d. mengolah dan merumuskan kesimpulan; dan e. menganalisis proses inkuiri. Pada tahap awal guru menyajikan/memilih (atau membangun) situasi permasalahan dan menjelaskan prosedur-prosedur penelitian, merespon penjajakan penelitian siswa dengan informasi yang penting, pada tahap pengumpulan data, siswa mengumpulkan sifat objek dan kondisinya dari apa yang siswa lihat atau alami, memverifikasi terjadinya suatu permasalahan. Selanjutnya tahap eksperimentasi, siswa memisahkan variabel yang relevan, dan menghipotesiskan (serta menguji) hubungan kausal, setelah melakukan eksperimen, siswa melakukan tahap organisasi dan menformulasi suatu kesimpulan. Pada akhirnya siswa diminta untuk menganalisis proses inkuiri/penelitian siswa (Joyce et al., 2009). Menurut Jacobsen et al. (2009), tahapan model pembelajaran inkuiri meliputi: identifikasi masalah, membentuk hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan. Tahapan model pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya (2006), mengikuti langkah- langkah antara lain: orientasi masalah, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan. Tahap orientasi masalah, guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Selanjutnya, guru mendorong supaya siswa dapat merumuskan masalah. Kemampuan individu untuk berpikir sudah dimiliki siswa sejak lahir. Kemampuan tersebut dimulai dari suatu kemampuan untuk berhipotesis. Setelah merumuskan masalah siswa selanjutnya merumuskan hipotesis.

10 37 Model pembelajaran inkuiri mempunyai tahapan mengumpulkan data. Tahapan pengumpulan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Tugas guru dalam proses pengumpulan data yaitu mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Pengujian hipotesis yang dilakukan dalam proses inkuiri yang terpenting adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan, setelah dilakukan pengujian hipotesis, siswa mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis (Sanjaya, 2006). Kesesuaian modul dengan basis model inkuiri, dijabarkan dalam indikator seperti yang disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Kisi-kisi Aspek Kesesuaian Modul dengan Basis Model Inkuiri Aspek Indikator Jumlah Butir Jenis Data menekankan aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan 1 nominal menemukan. mengembangkan Kesesuaian Basis Model Inkuiri kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis. menuntut siswa melakukan perumusan masalah. menuntut siswa mengajukan hipotesis. menuntut siswa melakukan eksperimen/pengamatan 1 nominal 1 nominal 1 nominal 1 nominal

11 38 menuntut siswa merumuskan kesimpulan. menekankan aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. 1 nominal 1 nominal 3.Kelebihan Model Inkuiri Model inkuiri memberikan kebaikan sebagai berikut: a. Pengajaran menjadi lebih berpusat pada anak (Instruction becomes student-centered); b. Proses belajar melalui inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri pada diri siswa (Inquiry learning builds the self-concept of the student); c. Tingkat pengharapan bertambah (Expectancy level increases); d. Pendekatan inkuiri dapat mengembangkan bakat (Inquiry learning develops talent); e. Pendekatan inkuiri dapat menghindari siswa dari cara-cara belajar dengan menghafal; f. Pendekatan inkuiri memberikan waktu pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi (Trowbridge dan Bybee, 1990). Menurut Layton (1992) inkuiri meningkatkan pemahaman terhadap suatu konsep secara signifikan dan menghilangkan miskonsepsi siswa dalam mata pelajaran biologi. Inkuiri menyediakan siswa beraneka ragam pengalaman konkrit dan pembelajaran aktif yang mendorong dan memberikan ruang dan peluang kepada siswa untuk mengambil inisiatif dalam mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan penelitian sehingga memungkinkan mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.

12 39 Pengalaman langsung siswa dalam proses pembelajaran inkuri merupakan pembelajaran yang sangat bermanfaat, sebab dengan mengalami secara langsung kesalahan persepsi akan dapat dihindari. Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengetahuan akan semakin konkret diperoleh jika objek secara langsung dipelajari. Pengalaman langsung merupakan pengalaman yang diperoleh siswa sebagai hasil dari aktivitas sendiri. Siswa mengalami, merasakan sendiri segala sesuatu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan. Siswa berhubungan langsung dengan objek yang akan dipelajari. Pengalaman langsung memberikan kecenderungan hasil yang diperoleh siswa menjadi konkret sehingga memiliki ketepatan yang tinggi (Dale dalam Sanjaya, 2006). Pembelajaran inkuiri melibatkan komunikasi yang berarti tersedia suatu ruang, peluang, dan tenaga bagi siswa untuk mengajukan pertanyaan dan pandangan yang logis, obyektif, dan bermakna, dan untuk melaporkan hasil-hasil kerja mereka. Inkuiri memungkinkan guru belajar menjadi fasilitator yang lebih efektif berkat adanya pemahaman guru mengenai siswa. Tujuan utama pembelajaran inkuiri bagi siswa adalah mengembangkan keterampilan penelitian dan menyiapkan pembelajaran sepanjang hayat. Hasil yang diharapkan antara lain siswa memiliki kemampuan berpikir kritis, kemampuan berinkuiri secara mandiri, bertanggung jawab pada pembelajaran, pertumbuhan dan kematangan intelektual ( Lee et al. dalam Smith, 2007). Inkuiri juga bertujuan untuk melatih siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri (Zion et al., 2007).

13 40 4.Kelemahan Model Inkuiri Model inkuiri memiliki beberapa kelemahan antara lain: a. Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang. Bagi guru yang terbiasa dengan cara konvensional, merupakan beban yang memberatkan; b. Pelaksanaan pengajaran melalui model ini, dapat memakan waktu yang cukup panjang. Proses pemecahan masalah itu memerlukan pembuktian secara ilmiah; c. Proses jalannya inkuiri akan menjadi terhambat, apabila siswa telah terbiasa teacher centered learning; d. Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah; e. Metode inkuiri ini baru dilaksanakan pada tingkat SMA, Perguruan Tinggi, untuk tingkat SMP dan tingkat SD masih sulit dilaksanakan. Hal ini disebabkan pada tingkat tersebut anak didik belum mampu berpikir secara ilmiah, yang merupakan ciri dari metode inkuiri. C. Potensi Lokal Potensi lokal/daerah adalah potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu daerah. Potensi lokal dalam penelitian ini merupakan potensi sumber daya alam (SDA) yaitu potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dapat didayagunakan untuk berbagai kepentingan hidup. Pendidikan berbasis potensi lokal bertujuan agar siswa mengetahui keunggulan daerahnya, memahami berbagai aspek yang berhubungan dengan keunggulan lokal tersebut. Pada akhirnya nanti, mampu mengolah sumber daya, terlibat dalam pelayanan/jasa atau kegiatan yang berkaitan dengan potensi lokal. Potensi lokal suatu daerah dapat dijadikan sumber belajar. Menurut (Anitah, 2008) sumber belajar diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan

14 41 untuk menfasilitasi kegiatan belajar. Association of Educational Communication and Technology mengklasifikasikan sumber belajar menjadi dua yaitu sumber belajar yang dirancang dan sumber belajar yang dimanfaatkan. Sumber belajar yang dirancang yaitu sumber belajar yang sengaja direncanakan untuk keperluan pembelajaran, misalnya buku paket modul, dan LKS. Sedangkan sumber belajar yang dimanfaatkan yaitu sumber belajar yang sudah ada di sekitar tempat tinggal, dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan belajar. Langkah-langkah pengembangan sumber belajar berbasis potensi lokal meliputi: penyusunan desain, kajian konsep, studi pustaka, penyusunan model, uji coba model, analisis hasil, perbaikan atau penyempurnaan model, seminar (presentasi hasil), Finalisasi model, dan Pelaporan (Asmani, 2012). Pelaksanaan pendidikan berbasis potensi lokal perlu memperhatikan beberapa acuan dalam mengembangkan sebagai sumber belajar antara lain : 1. pengembangan berdasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar; 2. bahan kajian disusun sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik; 3. program pengajaran dikembangkan dengan melihat kedekatan dengan peserta didik yang meliputi secara fisik maupun psikis; 4. bahan kajian bersifat utuh, mengacu suatu tujuan pembelajaran; 5. memperhatikan alokasi waktu (Asmani, 2012). Penyelenggaraan pendidikan berbasis potensi lokal menurut Mursal (2011), harus mempertimbangkan: 1. menyusun dan mengembangkan standar kompetensi lulusan (SKL); 2. menentukan dan mengembangkan standar kompetensi (SK),

15 42 serta kompetensi dasar (KD); 3. analisis SKL; 4. pemetaan SK-KD; 5. pengembangan silabus; 6. pengembangan RPP. Hasil observasi peneliti bahwa ada beberapa paku yang terdapat di daerah karesidenan Surakarta (Sukoharjo, Karanganyar, Surakarta) antara lain: Paku Tanduk Rusa, Paku Sarang burung, Drymoglossum sp., Paku Ekor Kuda, Paku Kawat, Davalia sp., Suplir, Semanggi. Lumut yang terdapat daerah Karesidenan Surakarta antara lain lumut hati, lumut daun, dan lumut tanduk. Modul berbasis potensi lokal berusaha mengaitkan materi baru dengan skemata yang sudah ada tentang sesuatu yang sudah biasa diketahui oleh siswa pada lingkungannya. Memori semantik hasil proses organisasi dalam skemata termasuk memori jangka panjang. Memori jangka Panjang adalah bagian dari sistem memori dimana seseorang menyimpan informasi untuk periode yang lama (Anni, 2007). Kesesuaian modul dengan basis potensi lokal, dijabarkan dalam indikator pada Tabel 2.2.

16 43 Tabel 2.2 Kisi-kisi Aspek Kesesuaian Modul dengan Basis Potensi Lokal Aspek Indikator Jumlah Butir Jenis Data Modul berisi gambar yang berasal dari 1 Nominal daerah lokal Modul berisi fenomena /wacana 1 Nominal dari daerah lokal Modul berisi LKS yang memungkinkan Kesesuaian Basis siswa melakukan Potensi Lokal pengamatan di daerah lokal. 1 Nominal Bahan kajian memilki kedekatan 1 Nominal fisik dengan siswa. Modul berusaha mendekatkan siswa 1 Nominal dengan daerah lokal. D. Materi Tumbuhan Lumut dan Tumbuhan Paku Materi Lumut dan Tumbuhan Paku ini adalah materi dengan standar kompetensi: 3. Memahami keanekaragaman hayati, kompetensi dasar: 3.3 Mendeskripsikan ciri-ciri divisi dalam dunia tumbuhan dan peranannya bagi kelangsungan hidup di bumi. Materi ini mengulas obyek, ciri, taksonomi, habitat, reproduksi, dan daur hidup. Tumbuhan Lumut (Bryophyta) berkembang biak secara vegetatif dan generatif. Kedua cara perkembangbiakan tersebut berlangsung silih berganti, sehingga terjadi pergiliran keturunan (metagenesis). Tumbuhan Lumut dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: 1. Kelas Hepaticopsida (Lumut hati). Contoh lumut hati yang terkenal adalah Marchantia dan Riccia; 2. Kelas Anthoceropsida (Lumut tanduk). Contoh lumut tanduk adalah Anthoceros

17 44 dan Nothotulus; 3. Kelas Bryopsida (Lumut sejati atau Lumut daun). Contoh lumut daun adalah : Sphagnum, Funaria, Pogonatum, Polytrichum dan Andraea. Beberapa manfaat dari Tumbuhan lumut yaitu sebagai: 1. Media tanaman (Lumut daun); 2. Dapat mencegah erosi (Lumut secara umum) ; 3. Obat penyakit hati (Marchantia sp); 4. Bahan pembalut, kapas dan sumber bahan bakar (Sphagnum). Tumbuhan paku memiliki ciri-ciri sebagai berikut: tumbuhan paku sudah memiliki akar, batang, dan daun sejati. Oleh karena itu, tumbuhan paku termasuk kormophyta berspora. Baik pada akar, batang, dan daun, secara anatomi sudah memiliki berkas pembuluh angkut, yaitu xilem yang berfungsi mengangkut air dan garam mineral dari akar menuju daun untuk proses fotosintesis, dan floem yang berfungsi mengedarkan hasil fotosintesis ke seluruh bagian tubuh tumbuhan. Habitat tumbuhan paku ada yang di darat dan ada pula yang di perairan serta ada yang hidupnya menempel. Pada waktu masih muda, biasanya daun tumbuhan paku menggulung dan bersisik. Tumbuhan paku dalam hidupnya dapat bereproduksi secara aseksual dengan pembentukan gemmae dan reproduksi seksual dengan peleburan gamet jantan dan gamet betina. Siklus hidup (metagenesis) terdapat fase sporofit, yaitu tumbuhan paku sendiri. Fase sporofit pada metagenesis tumbuhan paku memiliki sifat lebih dominan daripada fase gametofitnya. Memiliki klorofil sehingga cara hidupnya fotoautotrof. Tumbuhan paku dapat diklasifikasikan menjadi 4 divisi yaitu Psilophyta, Lycopodophyta, Equisetophyta, dan Pterophyta. Anggota divisi Psilophyta banyak yang telah punah. atau paku ekor kuda. Lycopodophyta, contohnya

18 45 adalah Lycopodium atau paku kawat dan Marsilea crenata (semanggi), Equisetophyta, contohnya adalah Equisetum debile, Pterophyta, contohnya adalah paku pakis. Pada metagenesis Tumbuhan Paku, baik pada paku homospora, paku heterospora, ataupun paku peralihan, pada prinsipnya sama. Ketika ada spora yang jatuh di tempat yang cocok, spora tadi akan berkembang menjadi protalium yang merupakan generasi penghasil gamet atau biasa disebut sebagai generasi gametofit, yang akan segera membentuk anteredium yang akan menghasilkan spermatozoid dan arkegonium yang akan menghasilkan ovum. Ketika spermatozoid dan ovum bertemu, akan terbentuk zigot yang diploid yang akan segera berkembang menjadi tumbuhan paku. Tumbuhan paku yang kita lihat sehari-hari merupakan generasi sporofit karena mampu membentuk sporangium yang akan menghasilkan spora untuk perkembangbiakan. Fase sporofit pada metagenesis tumbuhan paku memiliki sifat lebih dominan daripada fase gametofitnya. Apabila kita amati daun tumbuhan paku penghasil spora (sporofil), di sana akan kita jumpai organ-organ khusus pembentuk spora. Spora dihasilkan dan dibentuk dalam suatu wadah yang disebut sebagai sporangium. Biasanya sporangium pada tumbuhan paku terkumpul pada permukaan bawah daun. Tumbuhan Paku berperan dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebagai: 1. Tanaman hias, misalnya Adiantum cuneatum (suplir), Asplenium nidus (paku sarang burung) dan Platycerium biforme (paku simbar menjangan); 2.Tanaman obat, misalnya rimpang dari Aspidium filixmas (Dryopteris) yang mampu

19 46 mengobati cacingan; 3. Bingkai dalam karangan bunga; 4. Pupuk hijau dan; 4. Sayuran, contohnya adalah Marsilea crenata (semanggi). Tumbuhan Lumut mempunyai beberapa ciri yaitu: mempunyai lapisan pelindung (kutikula dan gametangia). Sudah memiliki buluh-buluh halus semacam akar yang disebut rizoid. Memiliki klorofil sehingga besifat autotrof. Batang belum mempunyai pembuluh angkut (xylem dan floem). Terdapat gametangium (alat kelamin) yaitu antheridium dan arkegonium. Antheridium adalah alat kelamin jantang yang menghasilkan spermatozoid, sedangkan arkegonium adalah alat kelamin betina yang menghasilkan sel telur (ovum). E. Teori Belajar 1. Teori Belajar Kontruktivisme Piaget Teori belajar kontruktivisme Piaget merupakan teori belajar yang mendukung dalam pengembangan modul inkuiri terbimbing berbasis potensi lokal. Konstruktivisme memandang bahwa siswa menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam dirinya sendiri. Pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema/schemata (jamak). Skema adalah suatu struktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasikan dengan lingkungan sekitarnya. Skemata itu akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan intelektual, khususnya dalam taraf operasional formal. Skemata adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi hipotesis, seperti intelek, kreativitas, kemampuan dan naluri ( Wadsworth dalam Suparno, 2008). Skemata merupakan hasil suatu konstruksi kognitif manusia

20 47 yang selalu berubah selama perkembangan manusia tentang lingkungan sekitarnya, sehingga seseorang dapat beradaptasi dan berkoordinasi dengan lingkungan sekitarnya. Skemata memiliki fungsi untuk kerangka untuk mengaitkan pengetahuan baru. Asimilasi adalah suatu proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi tidak mengubah skemata melainkan memperkembangkan skemata (Wadsworth dalam Suparno, 2008). Siswa akan mengalami asimilasi dengan mengaitkan kembali suatu pengalaman baru dengan skema yang sudah ada. Siswa tidak bisa mengasimilasikan pengalaman baru ke dalam skemata yang sudah ada, karena mungkin tidak cocok. Siswa tersebut akan mengadakan akomodasi dengan cara membentuk skema baru yang cocok maupun memodifikasi skema, sehingga cocok dengan rangsangan baru. Skemata menunjukkan taraf pengertian dan pengetahuan seseorang tentang dunia sekitar. Equilibriation merupakan pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Equilibriation membuat seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skemata). Ketidakseimbangan pada diri siswa memacu untuk mencari keseimbangan dengan jalan asimilasi dan akomodasi. Menurut Piaget, dalam pikiran seseorang ada struktur pengetahuan awal (skemata). Setiap skema berperan sebagai suatu filter dan fasilitator bagi ide-ide dan pengalaman baru. Skemata mengatur, mengkoordinasi, dan mengintensifkan

21 48 prinsip-prinsip dasar. Melalui kontak dengan pengalaman baru, skema dapat dikembangkan dan diubah, yaitu dengan proses asimilasi dan akomodasi. Bila pengalaman itu masih bersesuaian dengan skema yang dimiliki siswa, maka skema itu hanya dikembangkan melalui proses asimilasi. Proses akomodasi terjadi jika pengalaman baru tersebut berbeda dengan skema yang ada (skema yang lama tidak cocok lagi untuk menghadapi pengalaman yang baru), maka skema yang lama akan diubah sampai ada kesimbangan lagi. Belajar merupakan perubahan konsep, dalam proses tersebut siswa setiap kali membangun konsep baru melalui asimilasi dan akomodasi skema siswa. Piaget membedakan antara dua aspek berpikir yang saling melengkapi: aspek figuratif dan aspek operatif. Aspek figuratif merupakan imitasi keadaan sesaat dan statis. Aspek operatif berkaitan dengan transformasi dari level pemikiran tertentu ke level yang lain. Setiap level keadaan dapat dimengerti, sehingga akibat dari transformasi tertentu atau sebagai titik tolak transformasi lain. Aspek operatif lebih esensial dari pemikiran dan sangat berperan dalam pembentukan pengetahuan seseorang. Mengetahui adalah mengasimilasikan realitas dalam sistem-sistem transformasi. Mengetahui adalah mentransformasikan realitas untuk dapat dimengerti bagaimana suatu keadaan tertentu itu terbentuk. Mengetahui sesuatu adalah bertindak atas sesuatu itu, membentuk sistem transformasi yang dapat menjelaskan objek. Semua pengetahuan adalah suatu konstruksi (bentukan) dari kegiatan/tindakan seseorang. Pengetahuan ilmiah itu berevolusi, berubah dari waktu ke waktu. Pemikiran ilmiah merupakan proses konstruksi dan reorganisasi

22 49 yang terus-menerus. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang ada diluar, tetapi ada dalam diri siswa yang membentuknya. Setiap pengetahuan mengandalkan suatu interaksi dengan pengalaman. Tanpa interaksi dengan objek, siswa tidak dapat mengkonstruksi gambaran korespondensi satu-satu dalam matematika untuk memahami pengertian bilangan (Piaget dalam Suparno, 2008). Pada konteks penelitian ini, siswa pada dasarnya sudah memiliki skemata tentang materi Tumbuhan Lumut dan Tumbuhan Paku, penggunaan potensi lokal akan mengaitkan skema yang sudah ada dengan informasi/materi baru yang akan disampaikan kepada siswa. Modul berbasis potensi lokal berusaha mengaitkan materi baru dengan skemata yang sudah ada tentang sesuatu yang sudah biasa diketahui oleh siswa pada lingkungannya. Memori semantik hasil proses organisasi dalam skemata termasuk memori jangka panjang/long term memory. Long term memory yaitu bagian dari sistem memori dimana seseorang menyimpan informasi untuk periode yang lama (Anni, 2007). 2. Teori Belajar Penemuan Brunner Teori belajar penemuan dikembangkan oleh Jerome Brunner. Teori belajar penemuan (discovery learning) menekankan bahwa pembelajaran harus mampu mendorong siswa untuk mempelajari apa yang telah dimiliki. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif terhadap terhadap konsep dan prinsip-prinsip, sedangkan guru mendorong siswa agar memiliki pengalaman dan melaksanakan eksperimen yang memungkinkan siswa menemukan prinsip untuk dirinya (Anni, 2007).

23 50 Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh siswa dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang bermakna. Siswa berpartisipasi aktif melakukan eksperimen-eksperimen yang mendorong peserta didik untuk menemukan prinsip-prinsip (Dahar, 2006). Kelebihan pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan antara lain: pengetahuan itu bertahan lama, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik (prinsip lebih mudah diterapkan dalam situasi baru), dan belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk beripikir secara bebas (Dahar, 2006). Modul yang dikembangkan menggunakan model inkuiri terbimbing ini sesuai dengan teori belajar penemuan Brunner. Sintaks model pembelajaran inkuri menuntut siswa untuk menemukan masalah, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, dan melakukan eksperimen untuk mendapatkan suatu konsep atau prinsip. 3. Teori Belajar Bermakna David Ausubel Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa (Dahar, 2006). Faktor yang yang paling mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Dengan demikian akan terjadi belajar bermakna, konsep baru, atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada pada struktur kognitif siswa.

24 51 Berdasarkan teori Ausubel, dalam membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang sudah dipelajari. Konsep awal dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, siswa mampu mengerjakan permasalahan yang autentik sangat memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk penyelesaian nyata dari suatu permasalahan. Kelebihan belajar bermakna yaitu: informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat, memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip, serta mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun sudah tidak diingat (Dahar, 2006). Modul yang dikembangkan menggunakan model inkuiri terbimbing dan berbasis potensi lokal ini sesuai dengan teori belajar bermakna Ausubel. Modul yang dilengkapi dengan wacana dan gambar berbasis potensi lokal akan memudahkan siswa dalam mengaitkan materi baru pada struktur kognitif yang telah ada. F. Penelitian yang Relevan Penggunaan modul dalam pembelajaran dapat membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman, mencapai kriteria ketuntasan minimal, mampu membawa siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran, membiasakan siswa untuk menemukan konsep dalam kegiatan pembelajaran mandiri dan (Bestari, 2009; Iramawati, 2009; Radzuan, 2010). Hasil penelitian oleh Andayani (2009) menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat

25 52 meningkatkan kemampuan kerja ilmiah siswa. Pembelajaran quided inquiry berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar (Danisa, 2012). Penelitian Suma (2010) menyimpulkan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri meningkatkan kemampuan konten fisika dan kemampuan penalaran mahasiswa calon guru. Pembelajaran menggunakan model inkuiri mempunyai hasil yang signifikan dalam mempelajari konsep dan keterampilan proses sains dibandingkan dengan model konvensional (Brickman et al., 2009). Hasil penelitian yang mendukung tentang modul dan model inkuiri, diharapkan dapat menjadikan harapan bahwa modul inkuiri berbasis potensi lokal dapat memberikan pengaruh terhadap hasil belajar. Banyak penelitian yang memberikan hasil yang positif terhadap model inkuiri, berdasarkan penelitian empiris dengan kriteria indikator dalam menyatakan penelitian model inkuiri tersebut berhasil. Namun, banyak peneliti menyebutkan bahwa berhasil atau tidaknya sebuah model inkuiri tergantung pada guru yang melakukannya (Anderson, 2002).

26 53 G. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.1. Rendahnnya ketercapaian pada materi Tumbuhan Lumut dan Tumbuhan Paku. Analisis kebutuhan : 1. Proses pembelajaran cenderung konvensional. 2. Buku ajar berorientasi produk, panjang deskripsi, dan kurang menarik. 3. Buku ajar belum mendorong siswa untuk menemukan konsep sendiri (penemuan). 4. Potensi lokal belum diangkat sebagai sumber belajar. Teori Belajar: 1. Piaget 2. Brunner 3. David Ausubel Penggunaan modul meningkatkan pengetahuan meningkatkan pemahaman serta hasil belajar siswa (Danisa 2012, Radzuan 2010) Inkuiri memberdayakan keterampilan proses sains,dengan melakukan eksperimen keterserapan konsep akan lebih besar. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Pembelajaran berbasis potensi lokal berusaha mengaitkan materi baru dengan skemata yang sudah ada tentang sesuatu yang sudah biasa diketahui oleh siswa pada lingkungannya. Pengembangan modul inkuiri terbimbing berbasis potensi lokal pada Materi Tumbuhan Lumut dan Tumbuhan Paku Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

SK: Memahami manfaat keanekaragaman hayati KD: Mendeskripsikan ciri-ciri Divisio dalam Dunia Tumbuhan dan peranannya bagi kelangsungan hidup di bumi

SK: Memahami manfaat keanekaragaman hayati KD: Mendeskripsikan ciri-ciri Divisio dalam Dunia Tumbuhan dan peranannya bagi kelangsungan hidup di bumi Berkelas BAB 7 KINGDOM PLANTAE SK: Memahami manfaat keanekaragaman hayati KD: Mendeskripsikan ciri-ciri Divisio dalam Dunia Tumbuhan dan peranannya bagi kelangsungan hidup di bumi CIRI-CIRI Multiseluler,

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.6. Gamet haploid. Gamet diploid. Spora. Hifa

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.6. Gamet haploid. Gamet diploid. Spora. Hifa SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.6 1. Pada metagenesis terjadi pergiliran keturunan antara fase gametofit dan fase sporofit. Fase sporofit adalah fase yang menghasilkan...

Lebih terperinci

SET 19 TUMBUHAN BERSPORA (CRYPTOGAMIE)

SET 19 TUMBUHAN BERSPORA (CRYPTOGAMIE) 19 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 19 TUMBUHAN BERSPORA (CRYPTOGAMIE) A. DIVISIO BRYOPHYTA (LUMUT) a. Ciri-Ciri Tumbuhan Lumut Bryophyta adalah tumbuhan tidak berpembuluh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengembangan Modul Inkuiri Terbimbing Berbasis Potensi Lokal. Tumbuhan Lumut dan Tumbuhan Paku.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengembangan Modul Inkuiri Terbimbing Berbasis Potensi Lokal. Tumbuhan Lumut dan Tumbuhan Paku. 69 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengembangan Modul Inkuiri Terbimbing Berbasis Potensi Lokal Pengembangan modul inkuiri terbimbing berbasis potensi lokal meliputi: 1. Analisis kebutuhan pengembangan

Lebih terperinci

Pembahasan Soal-soal

Pembahasan Soal-soal Pembahasan Soal-soal 1. Contoh tumbuhan paku yang termasuk jenis tumbuhan paku heterospora adalah... a. Platycerium sp. b. Lycopodium sp. c. Marsilea sp. d. Asplenium nidus e. Equisetum sp. Pembahasan

Lebih terperinci

Paku/Pteridophyta 1. Struktur tubuh dan habitat tumbuhan paku Tracheophyta berspora

Paku/Pteridophyta 1. Struktur tubuh dan habitat tumbuhan paku Tracheophyta berspora Paku/Pteridophyta Tumbuhan paku adalah tumbuhan darat tertua yang ada sejak zaman Devon dan Karbon. Artinya telah hidup sejak 300 350 juta tahun yang lalu. Fosil paku merupakan sumber batu bara di bumi.

Lebih terperinci

DUNIA TUMBUHAN TUMBUHAN. mencakup. Tumbuhan tak berpembuluh (Atracheophyta) Tumbuhan berpembuluh (Tracheophyta)

DUNIA TUMBUHAN TUMBUHAN. mencakup. Tumbuhan tak berpembuluh (Atracheophyta) Tumbuhan berpembuluh (Tracheophyta) DUNIA TUMBUHAN A. Pendahuluan Sejauh mata memandang yang terlihat adalah hamparan hijau. Itulah pemandangan di daratan yang dipenuhi oleh berbagai macam tumbuhan. Berbagai tumbuhan sering kamu jumpai di

Lebih terperinci

KINGDOM PLANTAE/TUMBUHAN ANIMALIA/HEWAN

KINGDOM PLANTAE/TUMBUHAN ANIMALIA/HEWAN 7 KINGDOM PLANTAE/TUMBUHAN ANIMALIA/HEWAN 7 KINGDOM PLANTAE SUPER DIVISIO 1. THALOPHYTA 2. KORMOFITA FUNGI ALGAE LICHENES BERSPORA BERBIJI 7 ALGAE 1. DIVISIO : CYANOPHYTA Ganggang biru-hijau, contoh Oscilatoria

Lebih terperinci

Lumut/Bryophyta. Alat perkembangbiakan lumut hati

Lumut/Bryophyta. Alat perkembangbiakan lumut hati Lumut/Bryophyta 1. Ciri-ciri dan sifat lumut Pada umumnya kita menyebut "lumut" untuk semua tumbuhan yang hidup di permukaan tanah, batu, tembok atau pohon yang basah, bahkan yang hidup di air. Padahal

Lebih terperinci

10/21/2013. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung

10/21/2013. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Mata Kuliah : Biologi Umum Kode MK : Bio 612101 Tahun Ajaran : 2013/2014 Pokok Bahasan : Keanekaragaman Tumbuhan

Lebih terperinci

10/8/2014. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung

10/8/2014. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Mata Kuliah : Biologi Umum Kode MK : Bio 612101 Tahun Ajaran : 2014/2015 Pokok Bahasan : Keanekaragaman Tumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta

Lebih terperinci

BAB VIII DUNIA TUMBUHAN

BAB VIII DUNIA TUMBUHAN BAB VIII DUNIA TUMBUHAN PENDAHULUAN CIRI-CIRI TUMBUHAN = 1. Memiliki akar, batang, dan daun. 2. Eukariotik, Multiseluler. 3. Dinding sel Selulosa (keras dan kaku) 4. Autotrof Fotosintesis (kloroplas) 5.

Lebih terperinci

2.1. Pengertian Lumut (Bryophyta)

2.1. Pengertian Lumut (Bryophyta) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lumut (Bryophyta) Lumut merupakan kelompok tumbuhan yang telah beradaptasi dengan lingkungan darat. Kelompok tumbuhan ini penyebarannya menggunakan spora dan telah

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN (Klasifikasi) By Luisa Diana Handoyo, M.Si.

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN (Klasifikasi) By Luisa Diana Handoyo, M.Si. KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN (Klasifikasi) By Luisa Diana Handoyo, M.Si. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti perkuliahan ini diharapkan mahasiswa mampu : Menjelaskan ciri khas tumbuhan lumut, paku dan tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Tumbuhan paku merupakan suatu divisi yang warganya telah jelas mempunyai kormus, artinya tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan dalam tiga bagian pokoknya, yaitu akar, batang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1. Program studi Pendidikan Biologi

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1. Program studi Pendidikan Biologi PENGARUH METODE PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) BERBASIS HERBARIUM TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA SMA NEGERI 1 COMAL SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 proses pembelajaran pada suatu pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap satuan pendidikan diharapkan membuat Kurikulum Tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap satuan pendidikan diharapkan membuat Kurikulum Tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia, nomor: 20 tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 (PP. 19/2005)

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Model Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MALANG DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 3 MALANG

PEMERINTAH KOTA MALANG DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 3 MALANG PEMERINTAH KOTA MALANG DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 3 MALANG Jl. Sultan Agung Utara No.7 Telp (0341)324768, Fax (0341)341530 Website : www.sman3malang.sch.id E - mail : snbi@sman3malang.sch.id Lampiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari mengenai alam dan fenomena alam yang terjadi, yang berhubungan dengan benda hidup maupun benda tak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era pengetahuan, modal intelektual, khususnya kecakapan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) merupakan kebutuhan sebagai tenaga kerja yang handal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hal ini karena mata pelajaran IPA khususnya, akan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hal ini karena mata pelajaran IPA khususnya, akan memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam menghadapi era globalisasi merupakan tantangan yang harus dijawab dengan karya nyata oleh dunia pendidikan. Hal ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia, dengan kata

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia, dengan kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia, dengan kata lain, kebutuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri dari pengetahuan dan proses. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran IPA di SD 1. Pembelajaran Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Lebih terperinci

TUMBUHAN BAYU ARISSAPUTRA XII IPA 3

TUMBUHAN BAYU ARISSAPUTRA XII IPA 3 TUMBUHAN BAYU ARISSAPUTRA XII IPA 3 Pendahuluan Istilah tumbuh-tumbuhan digunakan karena tumbuhnya liar dan bersifat alami, sedangkan tanaman untuk jenis yang dibudidayakan. Dari dua istilah tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subjek, yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Inquiri Terbimbing Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Dalam arti sederhana, pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut kurikulum KTSP SD/MI tahun 2006 Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Dunia pendidikan merupakan salah satu dari aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuka batas antar negara. Persaingan hidup pun semakin ketat. Hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran semua cabang sains, terutama fisika, pada umumnya adalah mencoba menemukan keteraturan di dalam observasi kita terhadap dunia di sekeliling kita. Banyak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. divisio. Kelima divisio tersebut dari yang paling sederhana ke yang paling

BAB II KAJIAN PUSTAKA. divisio. Kelima divisio tersebut dari yang paling sederhana ke yang paling BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tumbuhan Paku (Pteridophyta ) Dunia tumbuhan secara umum dibagi mejadi 5 kelompok besar dalam divisio. Kelima divisio tersebut dari yang paling sederhana ke yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk kehidupan. (KTSP). Sesuai dengan amanat KTSP, model pembelajaran terpadu

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk kehidupan. (KTSP). Sesuai dengan amanat KTSP, model pembelajaran terpadu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Beragam strategi yang dilakukan bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua dengan pembelajaran berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literasi sains merupakan salah satu ranah studi Programme for Internasional Student Assessment (PISA). Pada periode-periode awal penyelenggaraan, literasi sains belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada beberapa dekade sekarang ini, kegiatan pembelajaran tradisional yang didominasi pada guru (pembelajaran yang berpusat pada guru) cenderung menjadi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan, sikap dan keterampilan dengan melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa. Keterlibatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Untuk itu, pendidikan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari pembentukan Negara RI adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tentunya menuntut adanya penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dwi Widi Andriyana,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dwi Widi Andriyana,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan bergulirnya era globalisasi dalam segala bidang banyak hal berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan termasuk pendidikan. Pendidikan merupakan salah

Lebih terperinci

Unit 4. Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak. Isniatun Munawaroh. Pendahuluan

Unit 4. Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak. Isniatun Munawaroh. Pendahuluan Unit 4 Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak Isniatun Munawaroh Pendahuluan Bahan pembelajaran cetak merupakan bahan pembelajaran yang sudah umum digunakan bagi para guru tak terkecuali di tingkat Sekolah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di SD 1. Pengertian Matematika Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut Subariah (2006:1) Matematika merupakan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. Menurut Trowbridge et.al (1973) : Sains adalah batang tubuh dari pengetahuan dan suatu proses. Batang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara intensif di tanah air karena mutu pendidikan di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara intensif di tanah air karena mutu pendidikan di Indonesia masih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan menjadi salah satu usaha yang harus dilakukan secara intensif di tanah air karena mutu pendidikan di Indonesia masih dalam kategori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Inkuiri Menurut Sund, yang dikutip oleh Suryasubroto (1993), menyatakan bahwa discovery merupakan bagian dari inquiry atau inquiry merupakan perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum memiliki peranan penting dalam pendidikan. Istilah kurikulum menunjukkan beberapa dimensi pengertian, setiap dimensi tersebut memiliki keterkaitan satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang diarahkan pada perkembangan peserta didik. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga menyebutkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pembelajaran IPA a. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan haanya penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Problem-Based Learning a. Pengertian Problem-Based Learning Problem-Based Learning merupakan model pembelajaran yang menjadikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hayati Dwiguna, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hayati Dwiguna, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan bagian dari Ilmu pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam yang dapat diamati dan dapat diukur secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang.

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk mewujudkan hal itu, maka sekolah sebagai komponen utama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KONSTRUTIVIS, INKUIRI/DISKOVERI

PEMBELAJARAN KONSTRUTIVIS, INKUIRI/DISKOVERI PEMBELAJARAN KONSTRUTIVIS, INKUIRI/DISKOVERI A. Pembelajaran Konstruktivis 1. Pengertian Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky, keduanya menyatakan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional dan tuntutan masyarakat. Kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional dan tuntutan masyarakat. Kualitas pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan satuan pendidikan yang berperan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan dan pengajaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjang kemajuan dari suatu bangsa karena bangsa yang maju dapat dilihat dari pendidikannya yang maju pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga proses pembelajarannya

Lebih terperinci

Tumbuhan tidak berpembuluh (Atracheophyta) Tumbuhan berpembuluh (Tracheophyta)

Tumbuhan tidak berpembuluh (Atracheophyta) Tumbuhan berpembuluh (Tracheophyta) =====================================Plantae=================================== A. Ciri Umum Kingdom Plantae 1. Eukariotik 2. Multiseluler 3. Memiliki dinding sel yang tersusun atas selulosa 4. Autotrof

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari siswa sekolah dasar. IPA berguna untuk memberikan pengetahuan kepada siswa mengenai fenomena-fenomena

Lebih terperinci

Menurut Wina Sanjaya (2007 : ) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama dari metode inkuiri, yaitu :

Menurut Wina Sanjaya (2007 : ) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama dari metode inkuiri, yaitu : A. Pengertian Metode Inkuiri Inquiri berasal dari bahasa inggris inquiry, yang secara harafiah berarti penyelidikan. Piaget, dalam (E. Mulyasa, 2007 : 108) mengemukakan bahwa metode inkuiri merupakan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUA N A.

BAB I PENDAHULUA N A. 1 BAB I PENDAHULUA N A. Latar Belakang Penelitian Sains memiliki peran yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan manusia, oleh karena itu sains diperlukan oleh seluruh masyarakat Indonesia (science

Lebih terperinci

DUNIA TUMBUHAN. Plant 1. 1/24

DUNIA TUMBUHAN. Plant 1. 1/24 DUNIA TUMBUHAN CIRI-CIRI TUMBUHAN PENGELOMPOKAN TUMBUHAN A.TUMBUHAN TIDAK BERPEMBULUH B.TUMBUHAN BERPEMBULUH B.1.TIDAK BERBIJI B.2.BERBIJI B.2.1.GYMNOSPERMAE B.2.2.ANGIOSPERMAE Plant 1. 1/24 CIRI-CIRI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Pendekatan Discovery Learning Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradaban kehidupan di era globalisasi semakin berkembang dan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal tersebut telah dirasakan oleh seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan cara mengaktifkan faktor internal dan faktor eksternal yang turut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki sumber daya yang cerdas dan terampil, yang hanya akan terwujud jika setiap anak bangsa

Lebih terperinci

PENGARUH METODE INKUIRI TERBIMBING PADA PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA DALAM PRAKTIKUM ANIMALIA

PENGARUH METODE INKUIRI TERBIMBING PADA PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA DALAM PRAKTIKUM ANIMALIA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan fakta yang ada di lapangan saat ini, pembelajaran sains secara utuh belum dilaksanakan, banyak ditemukan bahwa kegiatan pembelajaran di sekolah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS INKUIRI DAN KETUNTASAN HASIL BELAJAR FISIKA MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN INKUIRI BERBASIS KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS XA SMA NEGERI PASIRIAN LUMAJANG Intan Fitriani 1, Dewi Iriana 2,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan berpikir, yaitu yang mencakup kemampuan penalaran logis, berpikir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan abad 21 menuntut siswa untuk memiliki kecakapan hidup sebagai inti dari kompetensi dan hasil pendidikan yaitu: (1) belajar untuk menguasai ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan

Lebih terperinci

Penggunaan Media Charta dan LKS untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VIIIC SMPN 1 Tolitoli Materi Struktur dan Fungsi Tubuh Tumbuhan

Penggunaan Media Charta dan LKS untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VIIIC SMPN 1 Tolitoli Materi Struktur dan Fungsi Tubuh Tumbuhan Penggunaan Media Charta dan LKS untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VIIIC SMPN 1 Tolitoli Materi Struktur dan Fungsi Tubuh Tumbuhan Masnira M. Nur SMP Negeri 1 ToliToli, Kab. Tolitoli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan berkembang semakin luas, mendalam, dan kompleks sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Oleh karena itu ilmu pengetahuan berkembang menjadi

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KIMIA (Kode : A-14) FALSAFAH KONSTRUKTIVISME SEBAGAI ALTERNATIF LANDASAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI DI FKIP UNS

PENDIDIKAN KIMIA (Kode : A-14) FALSAFAH KONSTRUKTIVISME SEBAGAI ALTERNATIF LANDASAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI DI FKIP UNS MAKALAH PENDAMPING PENDIDIKAN KIMIA (Kode : A-14) ISBN : 978-979-1533-85-0 FALSAFAH KONSTRUKTIVISME SEBAGAI ALTERNATIF LANDASAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI DI FKIP UNS Rini Budiharti Pendidikan

Lebih terperinci

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IPA merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bahan Ajar 2.1.1 Pengertian Bahan Ajar Hamdani (2011:218) mengemukakan beberapa pengertian tentang bahan ajar, yaitu sebagai berikut: a. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan

Lebih terperinci