BAB I PENDAHULUAN. tanah yang langka dan terbatas, dan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Luas daratan
|
|
- Liana Pranoto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang Masalah tanah merupakan masalah yang sangat menyentuh keadilan karena sifat tanah yang langka dan terbatas, dan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Luas daratan Indonesia sekitar 192 juta hektar dan dari luasan tersebut yang berupa kawasan hutan 147 hektar. Selanjutnya berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dilaporkan bahwa kawasan hutan Indonesia adalah 143 juta hektar yang terdiri atas hutan produksi seluas 64 Juta hektar yang terbagi atas hutan produksi tetap (HP) 33 juta hektar dan hutan produksi terbatas (HPT) 31 juta hektar, hutan lindung 29,5 juta hektar, hutan yang awalnya merupakan open access itu, kini menjadi persengketaan, dan tidak jarang berujung pada konflik mendalam. Hal ini bukan saja diakibatkan konservasi 30,5 juta hektar, hutan swaka alam dan wisata 19 juta hektar (Soetarto, 2000). Amanat UUD 1945 seperti yang diuraikan dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Oleh sebab itu, harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penguasaan tanah oleh negara mempunyai arti bahwa negara mempunyai wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaannya. Atas dasar hak menguasai ini, negara dapat menentukan bermacam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang perorang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, serta badan-badan hukum. 13
2 Desa Hutaginjang merupakan desa yang terletak didaerah Kecamatan Muara dipinggiran Danau Toba Kabupaten Tapanuli Utara yang sudah ada sejak tahun 1200-an dan berdiri sejak tahun 1945 yang dipimpin oleh Kepala Nagari, dimana sistem kepemilikan lahannya secara adat istiadat telah turun temurun atau disebut tanah warisan. Desa Hutaginjang merupakan desa yang terdiri dari 354 KK dengan luas daerah sekitar 970 Ha menurut penggunaan lahan pada tahun (sesuai dengan format Permendagri Nomor 114 tahun 2014), diantaranya lahan pertanian baik persawahan maupun perkebunan dan pekaranngan rumah.secara keseluruhan pertanian merupakan sumber kebutuhan masyarakat baik secara primer dan sekunder dimana hampir secara keseluruhan masyarakatdesahutaginjang berpenghasilan dari pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor yang paling utama dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat tersebut dimana masyarakat pada umumnya petani kopi, bawang dan sayuran yang tujuannya adalah sebagai penopang roda perekonomian keluarga secara keseluruhan. Lahan pertanian yang dijadikansebagaihutanlindung berlangsung tanpa penghormatan hak-hak ulayat, yang dipahami masyarakat setempat.penunjukan areal konservasimerupakankebijakanpemerintahuntukmelindungihutansebagaibentukpelestarianala m, namun areal konservasi tersebut mencakup tanah pertanian yang dikelola masyarakat.masyarakatmengusahakanlahan yang adauntukmempertahankankelestarianekosistem yang ada sepertimenanamkayukayuandanbuah-buahanpada pinggiran lahan pertanian. Adanya perluasan hutan lindung yang mencakup lahan pertanian menyebabkan masyarakat tidak menerima dimana lahan yang menjadi sumber penghidupan tidak dapat lagi dikelola dan dimamfaatkan sebagai sumber penghidupan dalam melakukan segala aktifitas mereka termasuk pengelolaan bahan pangan 14
3 dari menanam tanaman muda seperti sayur-sayuran, umbi-umbian dan juga sebagi bahan sosialisasi. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesianomor:PP. 44/Menhut-ii/2012 tentangpengukuankehutananpasal 11 yaitu: 1. Usulanpenunjukankawasanhutan yang berasaldaritanahsebagaimana DimaksuddalamPasal 4 ayat (2) huruf c, danhuruf d dirincimenurut status, keadaan, letak, batasdanluassertadilampiridengan: a. Peta dengan skala minimal 1: , disesuaikandenganluas areal yang ditunjuksertamemenuhikaidah-kaidahpemetaan. b. PertimbanganteknisdariKepalaDinasProvinsidan/atauKepalaDinas, Kabupaten/Kota yang memuat: 1. Status areal yang diusulkanuntukditunjukmenjadikawasanhutan; 2. Kelayakanteknis areal yang diusulkanmenjadikawasanhutan. c. Rekomendasigubernur maupun bupati/walikotamemuatpersetujuanatasareal yang diusulkanuntukmenjadikawasanhutanberdasarkanpertimbangantekniskepaladinas Provinsidan/atauKepalaDinasKabupaten/Kota. ( Dari Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesianomor : PP. 44/Menhut-ii/2012 tentangpengukuankehutananpasal 11 jelas diketahui bahwa dalam pasca perluasan hutan lindung ada pemetaan dan survei lapangan guna menjaga stabilitas lahan yang akan dijadikan hutan lindung. 15
4 Tanah bagi masyarakat Batak Toba sangat berharga dan dijaga batasannya dari keturunan ke keturunan sebagai warisan, dan tanah juga mempererat sosialisasi pada masyarakat setempat karena pada umumnya masyarakat petani mengadakan kelompok taniuntuk dijadikan bahan sosialisasi pengelolaan tanah dengan baik dan juga menjadi jembatan untuk saling gotong royong antar sesama baik didaerah itu sendiri maupun kedaerah lainnya seperti daerah Silando, daerah Tapian Nauli, daerah Simpang Tolu dan daerah lainnya. Awalnya pada 2001 sebagian lahan masyarakat yang tidak dikelola diproduksi sebagai hutan rakyat yang luasnya sekitar 10 Ha dengan maksud agar lahan tidak kosong dengan sistem kepemilikan warisan yaitu hutan rakyat yang diawasi keturunan Opung Gani Ompusunggu dan keturunan Marga Simare-mare. Perlawanan masyarakat adat terhadap pemerintah yang mengizinkan adanya perluasan hutan tersebut membuat masyarakat mengalami konflik dimana sesama masyrarakat terbagi menjadi dua kelompok karena mencari tahu siapa yang mengijinkan lahan masyarakat sebagai perluasan hutan lindung. Masyarakat yang mengadakan perlawanan ke pemerintah diantaranya masyarakat yang lahannya baik persawahan, perkebunan dan halaman rumah telah dijadikan sebagai pasca perluasan hutan lindung. Desa Hutaginjaang merupakan desa yang lahan pertaniannya dijadikan sebagai pasca perluasan hutan lindung yang mengakibatkan masyarakat risuh akan hal tersebut yang secara perlahan akan menutup kemungkinan untuk bertani, sehingga masyarakat melakukan perlawananan terhadap mpemerintah. Dari latar belakang diatas peneliti tertarik melihat bagaimana pola perlawanan rakyat atas perluasan hutan lindung di Desa Hutaginjang Kecamatan Muara. 16
5 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah merupakan pertanyaan penelitian dengan topik atau judul penelitian. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalahnya adalah Bagaimana pola perlawanan masyarakat atas perluasan hutan lindung di Desa Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memetakan Pola Perlawanan Rakyat dengan pihak yang bersengketa atas Perluasan Hutan Lindung di Desa Hutaginjang Kecamatan Muara Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi mamfaat penelitian adalah sebagai berikut: Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat menambah khazanah ilmiah bagi mahasiswa ilmu sosial yang dapat memberi kontribusi bagi ilmu sosiologi terutama tentang konflik. 2. Untuk menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk peneliti bagi mahasiswa sosiologi selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas cakrawala pengetahuan tentang konflik sosial. 17
6 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan bermamfaat bagi penulis agar dapat meningkatkan kemampuan akademisi terutama dalam pembuatan karya ilmiah tentang pola perlawanan masyarakat atas perluasan hutan lindung yang di Desa Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara sehingga penelitian ini dapat menjadi masukan dan saran terhadap pemerintah dan masyarakat secara keseuruhan dalam menyelesaikan konflik di masyarakat. 18
BAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia itu sama sekali tidak dapat di pisahkan dari tanah. Mereka hidup di atas tanah dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN jiwa bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, sebanyak jiwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sosial ekonomi keluarga sangat menentukan kedudukanya ditengah-tengah masyarakat. Sosial ekonomi keluarga menggambarkan bagaimana kedudukan keluarga berada.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan oleh masyarakat lokal Indonesia di beberapa tempat telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu kasus yang terjadi yakni penolakan Rancangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Firdaus, 2012). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam PP No. 6 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diartikan sebagai wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang
Lebih terperinciBAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN
BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada
Lebih terperinci3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa
3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.
7 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan. Hutan
Lebih terperinciKONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN
KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Kawasan Hutan Hutan setidaknya memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat bermukim di pedesaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah di Indonesia sejak adanya otonomi daerah harus terintegrasi antar berbagai sektor. Pembangunan
Lebih terperinciSosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya
Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki
Lebih terperinciBAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
27 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan PT Mamberamo Alasmandiri merupakan perusahaan PMDN yang tergabung dalam KODECO GROUP. Didirikan pada tanggal 5 Desember 1991 dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hutan memiliki berbagai fungsi bagi kehidupan. Ditinjau dari aspek ekonomi,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan memiliki berbagai fungsi bagi kehidupan. Ditinjau dari aspek ekonomi, hutan memiliki peranan besar dalam perekonomian nasional, antara lain sebagai penghasil devisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.
Lebih terperinciBahwa sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat. Dualisme hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak
Lebih terperinci- 1 - B U P A TI B O L A A N G M O N G O N D O W U T A R A KEPUTUSAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 96 TAHUN 2012
- 1 - B U P A TI B O L A A N G M O N G O N D O W U T A R A KEPUTUSAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 96 TAHUN 2012 T E N T A N G PENETAPAN IZIN LOKASI UNTUK PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Sebenarnya negara ini diuntungkan karena dikaruniai
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian sangat memerlukan tanah pertanian. Dalam perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh umat manusia yang memberikan tempat tinggal, tempat bertahan hidup dengan cara mengusahakannya. Sebagian
Lebih terperinciKONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA
KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA (Bahan Kata Sambutan Gubernur Sumatera Utara pada Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kehutanan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang
18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem yang dominan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan adalah mengenai pengakuan dan perlindungan hukum terhadap hak hak masyarakat hukum adat
Lebih terperinciPerlindungan Hutan Tropis Berbasis Kearifan Lokal. Inisiatif Hutan Desa di Kabupaten Merangin
Perlindungan Hutan Tropis Berbasis Kearifan Lokal Inisiatif Hutan Desa di Kabupaten Merangin Peta Usulan Pengembangan Hutan Desa di 17 Desa Di Kabupaten Merangin Luas Usulan Pengembangan Hutan Desa Berdasarkan
Lebih terperinciIdham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria
Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria Reforma Agraria, Jalankeluardarisejumlahpersoalanagrariayang mendasaryang menjadipangkaldarikemiskinanrakyat Indonesia, yang dilakukan dengan
Lebih terperinciBAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN
BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN Baik dalam lembaga pembebasan tanah maupun pengadaan tanah, tanah yang dibutuhkan pihak pemerintah untuk kepentingan
Lebih terperinciBAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA
BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanah dapat digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk sandang, pangan dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hutan dan hasil hutan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penguasaan hutan oleh negara memberi wewenang kepada Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan dengan
Lebih terperinciI. UMUM. Sejalan...
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM I. UMUM Kekayaan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada
82,6 443.8 157.9 13.2 2664.8 1294.5 977.6 2948.8 348.7 1777.9 1831.6 65.8 2274.9 5243.4 469.2 4998.4 Hektar 9946.9 11841.8 13981.2 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Citra Data tentang luas tutupan
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 188.44 / 62 / 2012 TENTANG KELAYAKAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. SUMUR PANDANWANGI LUAS AREAL
Lebih terperinciTAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG
TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG http://www.sindotrijaya.com I. PENDAHULUAN Hutan tropis Indonesia sangat kaya flora dan fauna serta kekayaan alam lainnya, termasuk mineral dan batubara. Dengan kawasan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian muncul sejak manusia mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu kelompok manusia untuk bergantung dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Barat memiliki kawasan hutan yang luas. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.35/Menhut-II/2013 tanggal 15 Januari 2013 tentang perubahan atas
Lebih terperinci- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
- 1 - SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN LEMBAGA ADAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERENCANAAN LANSKAP DALAM PEMBUKAAN TAMBANG
PERENCANAAN LANSKAP DALAM PEMBUKAAN TAMBANG Oleh : Handoko Setiadji, S.T. Abstrak Berakhirnya sebuah tambang bukan merupakan berakhirnya suatu alur kegiatan pertambangan. Justru pada saat penutupan tambang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN PEKON
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN PEKON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG BARAT Menimbang : bahwa
Lebih terperinciOleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015
Oleh : Ketua Tim GNPSDA Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pontianak, 9 September 2015 Data dan Informasi Kawasan Hutan 2 KAWASAN HUTAN KALIMANTAN BARAT, KALIMANTAN TENGAH, KALIMANTAN SELATAN,
Lebih terperinciWarta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang
No. 5, Agustus 2002 Warta Kebijakan C I F O R - C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor pertanian berpengaruh bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia, terutama pada wilayah-wilayah di pedesaan. Sektor pertanian juga memegang peranan penting
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembahasan mengenai transmigrasi merupakan pembahasan yang dirasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembahasan mengenai transmigrasi merupakan pembahasan yang dirasa perlu untuk diperbincangkan. Karena transmigrasi merupakan salah satu program pemerintah yang
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI PAPUA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) 1 1. PROSES PENYUSUNAN DILAKUKAN SECARA SWAKELOLA; 2. TIM PENYUSUN DIBENTUK DALAM KELOMPOK KERJA (POKJA) SK GUBERNUR PAPUA NOMOR
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN. Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN Disampaikan pada Acara Sosialisasi PP Nomor 10 Tahun 2010 Di Kantor Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan hutan lindung, khususnya hutan yang menjadi perhatian baik tingkat daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta memiliki nilai sosio-kultural dan pertahanan keamanan. Secara ekonomi tanah merupakan aset (faktor)
Lebih terperinciMENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN
Lebih terperinciKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan NAWACITA Meningkatkan kualitas manusia Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman Membangun Indonesia dari pinggiran
Lebih terperinciINDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN
INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Hasil bumi yang berlimpah dan sumber daya lahan yang tersedia luas, merupakan modal mengembangkan dan
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG PENELITIAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat
Lebih terperinci1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Konflik di Provinsi Riau meningkat seiring dengan keluarnya beberapa izin perkebunan, dan diduga disebabkan oleh lima faktor yang saling terkait, yakni pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam
Lebih terperinciKEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT
DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 31/DPD RI/II/2013-2014 TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMEKARAN DESA HEGARMANAH MENJADI DESA HEGARMANAH DAN DESA MEKARJAYA KECAMATAN WARUNGKIARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Kondisi Geografis Desa Suka Damai merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Gereudong Pase, Kabupaten Aceh Utara. Ibu kota kecamatan ini berada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat
Lebih terperinciBUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 5 TAHUN 2012
BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMEKARAN DESA CILEUNGSING MENJADI DESA CILEUNGSING DAN DESA CIRENDANG KECAMATAN CIKAKAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari pulau, daratan seluas 1,9 juta km 2, panjang garis pantai
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Indonesia terdiri dari 17.508 pulau, daratan seluas 1,9 juta km 2, panjang garis pantai 80.791
Lebih terperinciBUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 4 TAHUN 2012
BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PEMEKARAN DESA HEGARMANAH MENJADI DESA HEGARMANAH DAN DESA CIMANGGIS KECAMATAN CICANTAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan aktifitasnya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi tanah merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peran yang sangat vital dalam kehidupan manusia di permukaan bumi. Dengan tanah manusia dapat hidup, berkembang, dan melakukan aktifitasnya
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BADAN RESTORASI GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BADAN RESTORASI GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka percepatan pemulihan
Lebih terperinciBUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 11 TAHUN 2012
BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMEKARAN DESA KERTAJAYA MENJADI DESA KERTAJAYA DAN DESA SANGRAWAYANG KECAMATAN SIMPENAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa
Lebih terperinciPERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF
Peran Penting Masyarakat dalam Tata Kelola Hutan dan REDD+ 3 Contoh lain di Bantaeng, dimana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian, pemerintah kabupaten memberikan modal dan aset kepada desa
Lebih terperinciBAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960
BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960 Alur dalam bab ini dimulai dengan deskripsi sejarah, dan terbentuknya Desa Hutajulu, kemudian menjelaskan desa dan seluruh isi desa tersebut hingga tahun 1960 yang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Negara Indonesia merupakan negara agraris (pertanian) oleh karena
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Negara Indonesia merupakan negara agraris (pertanian) oleh karena prioritas pembangunan hingga saat ini tetap diletakkan pada sektor pertanian. Pembangunan ini ditunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri atas berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Salah satunya adalah etnis Batak. Etnis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah diketahui bahwa penduduk Indonesia adalah multietnik (plural society). Indonesia merupakan negara
Lebih terperinciBAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN
51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.
Lebih terperinciPAPARAN LATAR BELAKANG HASIL TELAHAN YURIDIS DRAF PERMENHUT SKEMA KHDTK PETA
Dit WP3H Anyer, 13 September 2013 PAPARAN LATAR BELAKANG HASIL TELAHAN YURIDIS DRAF PERMENHUT SKEMA KHDTK PETA 1 LATAR BELAKANG Tidak ada aturan yang mengatur permohonan, penetapan dan pengelolaan KHDTK
Lebih terperinciMENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN
Lebih terperinciKemitraan Kehutanan di Hutan Lindung Jawa Tengah
POLICY PAPER No 03/2014 Kemitraan Kehutanan di Hutan Lindung Jawa Tengah Oleh : Totok Dwi Diantoro Agus Budi Purwanto Ronald M Ferdaus Edi Suprapto POLICY PAPER No 03/2014 Kemitraan Kehutanan di Hutan
Lebih terperinci2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1873, 2016 KEMEN-ATR/BPN. RTRW. KSP. KSK. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang adalah pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Pertumbuhan penduduk mengakibatkan terjadinya peningkatan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 48 TAHUN 1997 (48/1997) TENTANG PENETAPAN BESARNYA NILAI JUAL KENA PAJAK UNTUK PENGHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan
Lebih terperinciOleh Deddy Permana / Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera selatan
Oleh Deddy Permana / Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera selatan www.wbh.or.id Penjaringan Aspirasi Masyarakat Sebagai Masukan Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019 di Gedung Serbaguna Pasca Sarjana Universitas
Lebih terperincisebagai Kawasan Ekosistem Esensial)
UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan
Lebih terperinciPROJECT IDEA NOTE PENGELOLAAN HUTAN YANG BERKELANJUTAN BERBASIS MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN KAMPUNG YAPASE YANG RENDAH EMISI KARBON
PENGELOLAAN HUTAN YANG BERKELANJUTAN BERBASIS MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN KAMPUNG YANG RENDAH EMISI KARBON POKJA Inisiatif Pembangunan Rendah Emisi Kabupaten Jayapura 2017 i Ringkasan Informasi Judul
Lebih terperinciMENTEIU KRIIUTANAN REPUJJLIK INDONESIA
MENTEIU KRIIUTANAN REPUJJLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTER! KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: SK.733/Menhut-II/2014 TENTANG KAWASAN HUTAN DAN KONSERVASI PERAIRAN PROVINSI KALIMANTAN BARA T MENTER! KEHUTANAN
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI
BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BELITUNG, Menimbang :
Lebih terperinciREGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN
REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN DISAMPAIKAN OLEH PROF. DR. BUDI MULYANTO, MSc DEPUTI BIDANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEMENTERIAN AGRARIA, TATA
Lebih terperinci2015 ANALISIS KONFLIK ANTARA MASYARAKAT DENGAN PERHUTANI AKIBAT PENGAMBILAN LAHAN KEHUTANAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara dengan hutan yang luas. Hutan di Indonesia tersebar di berbagai pulau besar yakni Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Hutan
Lebih terperinciBUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 21 TAHUN 2012
BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PEMEKARAN DESA CITARIK MENJADI DESA CITARIK DAN DESA JAYANTI KECAMATAN PALABUHANRATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Selatan memiliki lahan yang cukup luas dan banyaknya sungai-sungai yang cukup besar. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dan untuk mencapai Lumbung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses berkembangnya suatu kota baik dalam aspek keruangan, manusia dan aktifitasnya, tidak terlepas dari fenomena urbanisasi dan industrialisasi. Fenomena seperti
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 10 TAHUN : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. BUPATI BOGOR, bahwa sebagai
Lebih terperinciDeregulasi Perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Deregulasi Perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hotel Aria Barito 5 November 2015 Pendahuluan: UU Nomor
Lebih terperinci