BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Landasan Analisi Masalah Masalah yang diajukan dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan pendekatan diagram sebab akibat (cause-and-effect diagram), atau disebut juga diagram tulang ikan karena strukturnya yang menyerupai kerangka ikan. Pendekatan ini dipergunakan untuk menemukan akar penyebab dan prioritas penyelesaian dari permasalahan penelitian. Sebagai kepala ikan adalah akibat (effect), atau sebagai rumusan masalah penelitian, yaitu lemahnya fungsi sosial BMT, yang akan dihubungkan dengan cabang-cabang sebagai faktor penyebab (cause) permasalahan. Diagram sebab akibat disusun dalam suatu atmosfer brainstorming (Evans dan Lindsay, 2007, Hal.187). Para pihak yang terlibat dalam mengurai permasalahan adalah pengurus dan pengelola BMT yang menjadi objek penelitian. Dalam rangka mengidentifikasi penyebab masalah, dilakukan katagorisasi berdasarkan prinsip 7M (Gaspersz, 2006, Hal.106) yang telah dimodifikasi atau disesuaikan dengan konteks operasional BMT sebagai objek penelitian. Katagorisasi yang digunakan adalah: (1) Manpower atau tenaga kerja; berkaitan dengan kurangnya pemahaman (tidak terlatih, tidak berpengalaman), kurangnya pengetahuan yang berkaitan dengan motivasi kerja, dan lain-lain. (2) Management atau aspek pengelolaan; berkaitan dengan instrumen organisasi, struktur, pengambilan keputusan, training, dan pendampingan dalam operasional BMT. (3) Methods atau metode kerja; berkaitan dengan prosedur dan metode kerja yang mendukung fungsi-fungsi BMT, standardisasi operasional fungsi BMT, dan lain-lain. (4) Money atau uang; berkaitan dengan dukungan finansial dalam menunjang fungsi-fungsi BMT. (5) Environment atau lingkungan; yang 49

2 50 berkaitan dengan aspek lingkungan masyarakat yaitu evaluasi terhadap kesadaran masyarakat untuk menunaikan kewajiban zakat dan menyalurkannya melalui lembaga pengelola ZIS khususnya BMT, juga lingkungan pemerintah yang berkaitan dengan legalitas (peraturan) bagi pengelola BMT dalam menghimpun dan menyalurkan zakat lembaga/perusahaan serta masyarakat. Selanjutnya berdasarkan katagorisasi tersebut ditelusuri penyebab dari permasalahan yang ada. Teknik untuk mengindentifikasi akar permasalahan adalah 5 mengapa (Evans dan Lindsay, 2007, Hal.187). Penggunaan teknik ini mendorong kita untuk mengidentifikasi ulang pernyataan masalah sebagai rantai sebab dan akibat untuk mengidentifikasi sumber-sumber gejala dengan cara bertanya mengapa secara berulang, idealnya lima kali. Dalam proses brainstorming ini penulis dibantu pendamping dari Microfin Cabang Lampung, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang fokus programnya di Lampung adalah memberikan asistensi dan monitoring terhadap pengelolaan keuangan dan kelembagaan, serta software program komputer untuk pencatatan laporan keuangan BMT, serta pendampingan terhadap BMT yang menerima dana bantuan baik dari program pemerintah maupun dari bank-bank syariah. Bersama fasilitator tersebut, penulis melakukan rangkaian pertemuan dengan para pengurus maupun pengelola di sepuluh BMT yang menjadi objek penelitian. Dari data Microfin Lampung terdapat 59 BMT yang tersebar di sepuluh kabupaten dan kota se-provinsi Lampung. Namun tidak semua BMT tersebut memiliki performa manajemen dan keuangan yang cukup baik pada saat penelitian ini dilaksanakan. Sebagian diantaranya perkembangannya cenderung jalan ditempat. Sebanyak 36 BMT (Lampiran 1) yang mengikuti program pendampingan Microfin tersebut masih eksis dan berjalan hingga sekarang, diantaranya menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Berdasarkan data sekunder laporan keuangan yang ada, 10 dari 36 BMT dipilih dengan petimbangan kinerjanya yang relatif lebih baik dibanding yang lain dilihat

3 51 dari aspek tamwil-nya, dengan indikator capaian laba (SHU) dan aset dalam periode lima tahun terakhir (Desember 2003 Desember 2007), serta dinilai dapat mewakili potret pengelolaan BMT lainnya yang ada di Provinsi Lampung baik dalam aspek pengelolaan kelembagaan secara umum maupun kondisi (kinerja) baitul maal-nya secara khusus, di samping juga mempertimbangkan aspek wilayah operasinya. Selanjutnya, kepada pengurus atau pimpinan pengelola 36 BMT tersebut diberikan kuesioner untuk diisi. Kuesioner terdiri dari 15 pernyataan yang diminta untuk dijawab dengan pilihan tertutup ya atau tidak (Lampiran 2). Pernyataan-pernyataan yang tercantum dalam kuesioner tersebut merupakan hasil dari pengungkapan pendapat terhadap para pengurus dan pengelola di sepuluh BMT yang mewakili tersebut. Pengungkapan pendapat terkait dengan faktor penyebab lemahnya fungsi sosial BMT, yang dalam proses pengungkapannya didasarkan pada katagorisasi yang telah ditetapkan. Pengungkapan pendapat (brainstorming) bersama dengan para tokoh pendiri dan pengelola sepuluh BMT tersebut dilakukan di kantor masing-masing BMT, dalam rangka mengeksplorasi permasalahan dengan pendekatan sebab-akibat menggunakan teknik bertanya mengapa secara berulang. Teknik ini dipakai berdasarkan katagorisasi 4M dan 1E, yaitu: manpower, management, methods, money, dan environment. Setiap katagorisasi penyebab (cause) permasalahan dipertanyakan mengapa hal tersebut menjadi penyebab timbulnya masalah yaitu lemahnya fungsi sosial BMT. Pengajuan pertanyaan untuk setiap katagori tersebut dilakukan terhadap pengurus dan atau pengelola sepuluh BMT itu. Pertanyaan mengapa diulang untuk setiap katagori, sehingga diketahui akar permasalahannya. Jawaban dari setiap katagori penyebab itu yang kemudian dijadikan pernyataan dalam kuesioner yang disebar kepada 36 BMT di Lampung.

4 52 Inventarisasi penyebab (cause) berdasarkan katagorisasi dengan pendekatan teknik bertanya mengapa tersebut, selanjutnya dimasukkan ke dalam diagram tulang ikan (fishbone diagram) yang menggambarkan akar penyebab lemahnya fungsi sosial BMT di Lampung. 4.2 Analisis Masalah Untuk dapat menemukan akar penyebab dari suatu masalah, kita perlu memahami dua prinsip yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat (Gaspersz, 2006, Hal.101), yaitu: 1. Suatu akibat terjadi atau ada hanya jika penyebabnya itu ada pada ruang dan waktu yang sama. 2. Setiap akibat mempunyai paling sedikit dua penyebab dalam bentuk: (a) penyebab yang dapat dikendalikan (controllable causes), dan (b) penyebab yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable causes). Penyebab yang dapat dikendalikan berarti penyebab itu berada dalam lingkup tanggung jawab dan wewenang kita sehingga dapat dihilangkan (actionable). Sebaliknya, penyebab yang tidak dapat dikendalikan berada di luar pengendalian kita. Penyebab yang tidak dapat dikendalikan (berada di luar kontrol kita) terdiri dari paling sedikit dua penyebab, yaitu: (b1) penyebab yang dapat diperkirakan (predictable causes) sehingga memungkinkan kita untuk mengantisipasi dan mencegahnya, dan (b2) penyebab yang tidak dapat diperkirakan karena belum ada referensi atau pengetahuan tentang kejadian itu sebelumnya. Hasil dari pengungkapan pendapat tersebut disusun dalam bentuk tabel berdasarkan katagorisasi masalah. Tabel 4.1 menggambarkan penyebab masalah dalam katagori manpower.

5 53 Tabel 4.1 Bertanya Mengapa? untuk Penyebab Dalam Katagori Manpower No Bertanya Mengapa Jawaban Penyebab terkendali 1 Mengapa tenaga kerja menjadi masalah dalam menjalankan fungsi sosial BMT? Sebab tenaga yang ada sudah disibukan dengan administrasi, dan operasional pembiayaan YA 2 Mengapa tenaga yang ada hanya sibuk dengan administrasi dan pembiayaan? 3 Mengapa belum ada inisiatif baik dari pengurus maupun pengelola untuk meningkatkan fungsi sosia BMT? 4 Mengapa belum tumbuh kesadaran pada tingkat pengurus dan pengelola akan pentingnya fungsi sosial BMT bagi masyarakat dan bagi BMT? Sebab belum ada inisiatif untuk meningkatkan fungsi sosial BMT Sebab belum tumbuh kesadaran akan pentingnya fungsi sosial BMT bagi masyarakat dan lembaga itu sendiri. Sebab belum pernah dilakukan training atau pembekalan bagi pengurus atau pengelola dalam menjalankan fungsi sosial BMT. Proses pendampingan juga tidak mencakup fungsi sosial tersebut. YA YA YA Dengan teknik bertanya mengapa, akar masalah untuk katagori tenaga kerja adalah belum pernah dilakukannya training, pelatihan, atau pembekalan bagi pengurus maupun pengelola BMT dalam menjalankan fungsi sosialnya. Di samping itu, proses pendampingan yang ada selama ini juga tidak menyentuh pemberdayaan fungsi sosial tersebut. Pelatihan-pelatihan bagi pengelola BMT baru seputar manajemen pembiayaan, akuntansi, penerapan program IT untuk pencatatan keuangan, teknik analisis kelayakan usaha, penanganan pembiayaan bermasalah, atau operasional lembaga yang efektif dan efisien, yang kesemuanya merupakan instrumen bagi berjalannya fungsi bisnis (tamwil) BMT.

6 54 Keberadaan lembaga pendamping yang memberikan asistensi terhadap BMT, praktis tidak menyentuh fungsi sosial lembaga tersebut. Bahkan, lembagalembaga yang menginisiasi pembentukan BMT juga tidak cukup memberikan pemahaman dan bekal bagi pengelolaan BMT yang seimbang antara fungsi bisnis dan fungsi sosialnya. Tabel 4.2 Bertanya Mengapa? untuk Penyebab Dalam Katagori Management No Bertanya Mengapa Jawaban Penyebab terkendali 1 Mengapa aspek manajemen menjadi masalah dalam menjalankan fungsi sosial BMT? Sebab instrumen pendukung organisasi tidak disiapkan untuk menjalankan fungsi sosial YA 2 Mengapa instrumen pendukung organisasi tidak disiapkan untuk menjalankan fungsi sosial BMT dengan baik? 3 Mengapa struktur organisasi BMT tidak disiapkan untuk berjalannya fungsi sosial BMT dengan baik? 4 Mengapa kebijakan top management atau RAT tidak menempatkan fungsi baitul maal dalam struktur organisasi lembaga? 5 Mengapa motivasi manajemen dalam menjalankan fungsi sosial BMT masih lemah? BMT dengan baik. Sebab struktur organisasi BMT tidak disiapkan untuk berjalannya fungsi sosial BMT dengan baik. Sebab kebijakan top management atau RAT tidak menempatkan fungsi baitul maal dalam struktur organisasi lembaga. Sebab masih lemahnya motivasi untuk menggerakkan fungsi sosial serta lemahnya komitmen manajemen terhadap filosofi BMT. Sebab ukuran kesuksesan BMT baru dinilai dari indikator-indikator bisnis, yaitu dari satu aspek tamwil-nya saja. YA YA YA YA Dalam katagori manajemen, akar masalah yang ditunjukkan dalam Tabel 4.2 adalah terkait dengan motivasi para pengurus dan pengelola BMT, disebabkan

7 ukuran-ukuran kesuksesan yang dipakai baru sebatas keberhasilan komersial sebagai hasil dari fungsi bisnisnya. 55 Dalam hirarki BMT sebagai badan hukum koperasi, pengambilan keputusan tertinggi ada pada forum rapat anggota tahunan (RAT), di mana kewenangan anggota RAT adalah mengevaluasi jalannya operasional BMT dalam periode satu tahun. Selanjutnya anggota RAT juga berwenang memilih jajaran pengurus BMT yang bertugas mewakili kepentingan anggota dalam operasional BMT. Pengurus dalam operasional BMT sehari-hari melakukan pengawasan, pendampingan, evaluasi dan dapat terlibat dalam pengelolaan lembaga sesuai kapasitasnya menurut AD/ART BMT yang bersangkutan. Badan pengurus ini juga berwenang mengevaluasi dan melakukan reposisi dan atau pemberhentian terhadap staf atau karyawan BMT. Selama ini, materi evaluasi baik pada tingkat manajemen maupun pengurus masih didasarkan pada ukuran-ukuran bisnis, seperti pertumbuhan aset, ROI (return on investment), SHU, dan lain sebagainya, baik penilaian keberhasilan pengurus terhadap pengelola, unsur pimpinan terhadap karyawannya, maupun forum tertinggi rapat anggota tahunan (RAT) juga belum melihat aspek sosial (misalnya pemberdayaan) sebagai pertimbangan penting dalam menilai keberhasilan kepengurusan BMT setiap periode, sehingga pengelola cenderung mengabaikan fungsi sosial BMT dan sumber daya yang dimiliki khususnya tenaga kerja (sumber daya insani) akhirnya dikerahkan sepenuhnya untuk mengurusi fungsi bisnis lembaga tersebut. Tabel 4.3 menunjukkan akar masalah pada katagorisasi metode, yaitu belum adanya standardisasi pelaksanaan fungsi baitul maal BMT, sepertihalnya sudah ada panduan atau standard operating procedure (SOP) bagi pelaksanaan fungsi tamwil BMT. Bahkan terdapat BMT yang semula memiliki bagian khusus yang menjalankan fungsi sosial, kemudian dihilangkan karena dalam perjalanannya tidak berfungsi. Atau ada juga BMT yang memiliki bagian baitul maal tetapi tidak

8 didukung oleh sumber daya yang memadai, sehingga tidak bisa menjalankan fungsinya secara optimal atau hanya sebagai formalitas. 56 Tabel 4.3 Bertanya Mengapa? untuk Penyebab Dalam Katagori Methods No Bertanya Mengapa Jawaban Penyebab terkendali 1 Mengapa metode kerja menjadi masalah dalam menjalankan fungsi sosial BMT? Sebab tidak ada prosedur khusus dan job description untuk menjalankan fungsi sosial BMT. Seperti untuk mengumpulkan dan YA 2 Mengapa tidak ada prosedur khusus dan job description untuk fungsi sosial BMT. Seperti mengumpulkan dan menyalurkan dana ZIS? menyalurkan dana ZIS. Sebab fungsi sosial BMT belum terstandardisasi, sepertihalnya fungsi bisnisnya. YA Dalam katagori dana (money) yang ditunjukkan dalam Tabel 4.4., akar masalahnya adalah tidak adanya perencanaan dan langkah yang sistematis dalam upaya menggalang dana dari pada muzaki (orang yang wajib zakat) dan para aghnia (donatur), untuk selanjutnya dikelola dan didistribusikan kepada mereka yang berhak secara syariah. Dalam berbagai penelitian telah dibuktikan besarnya potensi zakat umat Islam jika dikelola dengan baik dapat mengatasi persoalan perekonomian umat. Di samping itu, adanya kecenderungan meningkatnya kesadaran umat Islam dewasa ini dalam menunaikan hak orang lain yang ada dalam hartanya melalui zakat, infaq, dan shadaqah. Hal ini telah dibuktikan dengan berkembangnya lembaga-lembaga amil zakat yang diantaranya mampu eksis dan membuat prestasi dalam memanfaatkan potensi filantrophi umat Islam untuk program-program produktif maupun pemberdayaan umat.

9 57 Tabel 4.4 Bertanya Mengapa? untuk Penyebab Dalam Katagori Money No Bertanya Mengapa Jawaban Penyebab terkendali 1 Mengapa dana menjadi masalah dalam menjalankan fungsi sosial BMT? Sebab tidak tersedianya dukungan atau kemampuan finansial yang cukup untuk Ya 2 Mengapa tidak tersedianya dukungan atau kemampuan finansial yang cukup? program-program sosial. Sebab tidak dilakukan penggalangan dari para muzaki atau aghnia, serta tidak ada donasi untuk fungsi sosial BMT? Ya Pada umumnya, pengelola BMT belum melakukan langkah yang proaktif untuk menggalang dana ZIS dari masyarakat. Dana ZIS yang terkumpul pada BMT merupakan zakat lembaga yang disisihkan dari porsi keuntungannya, atau juga denda yang dimasukkan dalam kelompok infaq dari nasabah. Di samping ada sebagian kecil anggota BMT yang menyalurkan ZIS melalui BMT, tetapi tidak signifikan. Hal ini juga menegaskan baitul maal BMT secara umum belum dikelola secara baik. Terdapat beberapa pendiri dan pengurus BMT yang menyatakan bahwa lembaganya saat ini cukup giat dan mulai menggarap potensi ZIS dari umat Islam, khususnya dari kalangan pengusaha yang ada di daerahnya. Dana ZIS tersebut akan mereka salurkan kepada dhuafa di lingkungannya dalam bentuk zakat dan pinjaman kebajikan (qardul hasan), atau ada juga yang berencana menyalurkan untuk kegiatan sosial seperti pengadaan fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat miskin. Namun, kendala yang dihadapi saat ini adalah kepastian hukum tentang legalitas BMT untuk mengumpulkan dan menyalurkan dana zakat. Sebab, bagi kalangan pengusaha, dana zakat yang disalurkan melalui lembaga pengelola zakat yang legal, dapat dinilai sebagai pengurang pajak. Para pengusaha tersebut

10 58 mempertanyakan legalitas BMT yang berbadan hukum koperasi dalam mengumpulkan dan menyalurkan dana zakat mereka. Oleh karena itu, aspek lingkungan pemerintah (peraturan) menjadi faktor yang mempengaruhi pengelola BMT dalam menjalankan fungsi sosialnya, terutama dalam menggalang dana ZIS dari para pengusaha dan menyalurkannya kepada yang berhak secara syariah. Akar masalah dalam katagori lingkungan tersebut ditunjukkan dalam Tabel 4.5. sebagai berikut: Tabel 4.5 Bertanya Mengapa? untuk Penyebab Dalam Katagori Environment No Bertanya Mengapa Jawaban Penyebab terkendali 1 Mengapa lingkungan menjadi masalah dalam pelaksanaan fungsi sosial BMT? Sebab kesadaran masyarakat untuk menyalurkan ZIS melalui lembaga pengelola seperti Tidak 2 Mengapa kesadaran masyarakat untuk mengalurkan ZIS melalui lembaga pengelola masih lemah? 3 Mengapa belum ada upaya sistematis meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menyalurkan ZIS melalui lembaga, oleh pengelola BMT. 4 Mengapa pengurus dan pengelola BMT ragu tentang legalitas BMT mengelola zakat? BMT masih rendah. Sebab belum ada upaya sistematis meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menyalurkan ZIS melalui lembaga. khususnya oleh pengelola BMT. Sebab masih ada keraguan dikalangan pengurus dan pengelola BMT tentang status (legalitas) BMT sebagai lembaga pengelola zakat Sebab peraturan tentang Zakat dan badan hukum BMT (koperasi) belum menjelaskan kewenangan tersebut. Ya Tidak Tidak Berdasarkan identifikasi akar permasalahan dengan katagorisasi di atas, dimana akar penyebab masalah yang ditemukan melalui pengajuan pertanyaan

11 59 mengapa? beberapa kali itu kemudian dimasukkan ke dalam diagram sebab akibat, yang menunjukkan hubungan keterkaitan antara penyebab dan permasalahan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1 berikut ini. Gambar 4.1 Diagram Tulang Ikan (Fishbone) Management Instrumen Organisasi Manpower fokus tamwil Kebijakan Struktur Abai thd filosofi lembaga Tamwil indikator kesuksesan Kesadaran Masyarakat Ketersediaan Dana Inisiatif Kesadaran Belum ada Training maal Job description Legalitas mengelola Tdk dilakukan ZIS penggalangan Standardisasi ZIS Baitul Maal Fungsi Sosial BMT Lemah Environment Money Methods Setiap akar penyebab dari masalah dimasukkan ke dalam diagram sebab-akibat yang dikatagorikan berdasarkan 4M dan 1E (manpower, management, methods, money, dan environment). Penggunakan diagram sebab-akibat dalam permasalahan ini merupakan tidak lanjut dari hasil pengungkapan pendapat para pendiri dan pengelola BMT di Lampung, yang dikumpulkan secara perseorangan dan interaksi kelompok melalui pengungkapan pendapat secara intensif. Interaksi kelompok melibatkan 4 6 orang dari jajaran pengurus dan pengelola sepuluh

12 BMT yang dikunjungi sebagai objek penelitian ini termasuk seorang fasilitator dari Microfin Lampung. 60 Pada ujung kanan garis horizontal adalah permasalahan atau akibat (effect) yang dicarikan akar permasalahnya berdasarkan katagorisasi tenaga kerja (manpower), manajemen (management), metode (methods), dana (money), dan lingkungan (environment) dengan pendalaman akar masalah dengan teknik bertanya mengapa?. Berdasarkan diagram sebab akibat tersebut disusun pernyataan-pernyataan isi kuesioner sebagai konfirmasi atas fakta yang terkait permasalahan (lemahnya fungsi sosial) pada 36 BMT yang tersebar di kabupaten dan kota di Provinsi Lampung. Kuesioner berisi pernyataan penyebab lemahnya fungsi sosial BMT dari lima katagori, yang selanjutnya kuesioner tersebut dikirimkan untuk diisi oleh pengurus atau pimpinan pengelola 36 BMT, dengan pilihan jawabannya adalah ya atau tidak. Jawaban diberikan atas dasar kondisi faktual yang dihadapi masing-masing BMT. Hasil kuesioner secara umum disajikan dalam Tabel 4.6. yang menunjukkan tingkat pengaruh masing-masing katagori penyebab terhadap permasalahan lemahnya fungsi sosial BMT. Tabel 4.6 Pengaruh Katagori Penyebab terhadap Masalah No Faktor Pengaruh 1 Manpower 24,6% 2 Management 31,8% 3 Methods 15,3% 4 Money 14,8% 5 Environment 13,5% Total 100%

13 61 Berdasarkan jawaban 36 responden yang terdiri dari pengurus atau pengelola masing-masing BMT menunjukkan bahwa faktor tenaga kerja (manpower) menunjukkan tingkat pengaruh sebesar 24,6 persen terhadap permasalahan lemahnya fungsi sosial BMT. Faktor manajemen ternyata memberi andil terbesar terhadap permasalahan lemahnya fungsi sosial, dengan tingkat pengaruh mencapai 31,8 persen. Sementara metode kerja yang berkaitan dengan prosedur dan standardisasi operasional mempengaruhi lemahnya fungsi sosial BMT di Lampung sebesar 15,3 persen. Faktor dana yang berkaitan dengan dukungan finansial dalam mendorong fungsi sosial BMT menyumbang terhadap permasalahan sebesar 14,8 persen. Faktor terakhir yang berpengaruh sebesar 13,5 persen terhadap lemahnya fungsi sosial BMT adalah aspek lingkungan yang terkait kesadaran masyarakat di sekitar BMT untuk menunaikan zakat melalui lembaga pengelola serta peraturan yang terkait dengan kewenangan BMT dalam mengumpulkan dan mendistribusikan zakat masyarakat. Setelah mengetahui besarnya pengaruh masing-masing katagori terhadap permasalahan penelitian, selanjutnya frekuensi masing-masing katagori didistribusikan dalam Diagram Pareto, diurutkan mulai dari katagori dengan frekuensi terbesar hingga frekuensi yang terkecil. Diagram Pareto ditampilkan dalam Gambar 4.2. Hasil kuesioner tersebut menunjukkan penyebab dan subpenyebab secara terperinci untuk masing-masing katagori. Dalam katagori tenaga kerja (manpower), akar permasalahan berupa tidak adanya training atau pelatihan yang menyangkut operasional fungsi baitul maal BMT memberi andil 32,4 persen (Tabel 4.7.). Tingkat pengaruh tersebut juga terkait dengan proses asistensi yang dilakukan lembaga-lembaga pendamping BMT, baik pada saat awal pembentukannya maupun proses operasional, yang tidak menyentuh aspek fungsi sosial BMT, melainkan hanya menyangkut fungsi tamwil-nya saja.

14 62 Gambar 4.2. Diagram Pareto 35,00% 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% Management Manpower Methods Money Environment 0,00% Faktor Penyebab Dari ke-36 responden, semua menyatakan bahwa belum pernah dilakukan training atau pembekalan bagi pengurus maupun pengelola BMT khusus terkait pengelolaan baitul maal BMT. Proses pendampingan manajemen selama ini juga tidak membahas fungsi sosial tersebut, melainkan semata menyangkut fungsi tamwil lembaga. Selain itu, dalam katagori manpower, faktor jumlah tenaga kerja atau staf operasional BMT yang ada selama ini telah memiliki tugas masing-masing dalam mendukung fungsi tamwil, sehingga fungsi maal cenderung terabaikan, yang berpengaruh sebesar 31,5 persen terhadap lemahnya fungsi sosial BMT. Dari 36 responden, hanya satu orang pengurus yang menyatakan faktor tenaga kerja bukan persoalan mendasar dalam menjalankan fungsi baitul maal BMT. Secara terperinci pengaruh lemahnya fungsi sosial dalam katagori tenaga kerja ditampilkan dalam Tabel 4.7. berikut ini:

15 63 Tabel 4.7 Penyebab Masalah dalam Katagori Manpower Penyebab Tidak tersedia staf untuk mengurusi baitul maal BMT Belum ada inisiatif untuk meningkatkan fungsi sosia BMT Belum ada kesadaran pentingnya fungsi sosial BMT bagi masyarakat dan bagi BMT itu sendiri. Belum ada training atau pembekalan dalam menjalankan fungsi sosial BMT. Proses pendampingan tidak mencakup fungsi sosial. Pengaruh 31,5% 18% 18% 32,4% Belum adanya inisiatif dan kesadaran dari jajaran pengurus dan pengelola BMT akan pentingnya fungsi sosial terhadap masyarakat dan juga terhadap perkembangan lembaga itu sendiri memberi andil yang setara sebesar 18 persen. Atau dari jumlah responden yang ada, 20 orang diantaranya membenarkan pernyataan tersebut, dan 16 lainnya menyatakan inisiatif dan kesadaran untuk menggerakkan fungsi sosial sudah ada di kalangan pengurus dan pengelola BMT. Dalam katagorisasi manajemen penyebab lemahnya fungsi sosial ditimbulkan karena ukuran kesuksesan BMT masih menggunakan parameter bisnis, baik pada tingkat pengurus maupun pengelola memberi andil sebesar 25 persen terhadap masalah. Semua responden sepakat bahwa yang menjadi ukuran menilai kinerja BMT selama ini masih menggunakan parameter bisnis komersial, seperti perkembangan aset, pertumbuhan laba, dan lain sebagainya. Belum ada ukuran untuk menilai berjalannya fungsi baitul maal-nya. Selain itu, instrumen lembaga berupa struktur organisasi dan perangkat operasional belum mendukung berjalannya fungsi sosial BMT, sehingga berpengaruh terhadap lemahnya fungsi sosial sebesar 20,8 persen. Sebagian besar responden, atau 30 dari 36 responden menyatakan belum tersedia sarana dan prasarana pendukung untuk menjalankan fungsi baitul maal BMT. Struktur

16 64 organisasi belum didesain untuk menjamin berjalannya fungsi sosial tersebut dengan baik, yang berpengaruh sebesar 20,1 persen, setara dengan pengaruh keputusan manajemen dalam menyusun struktur organsiasi BMT. Perhatian pengurus dan pengelola BMT yang ditunjukkan dalam berbagai kebijakan juga belum mengarah pada berjalannya fungsi baitul maal secara baik, sehingga memberi andil 20,1 persen terhadap masalah, serta faktor lemahnya motivasi pemimpin untuk memajukan fungsi sosial BMT berpengaruh sebesar 13,9 persen terhadap permasalahan. Selengkapnya tentang penyebab permasalahan dalam katagori manajemen ditampilkan dalam Tabel 4.8. berikut ini: Tabel 4.8 Penyebab Masalah dalam Katagori Management Penyebab Instrumen pendukung organisasi tidak disiapkan untuk fungsi sosial BMT. Struktur organisasi BMT tidak didesain untuk berjalannya fungsi sosial BMT. Kebijakan pemimpin tidak memperhatikan fungsi sosial BMT. Motivasi pemimpin memajukan fungsi sosial BMT masih lemah. Ukuran kesuksesan BMT dinilai dengan indikator-indikator bisnis. Pengaruh 20,8% 20,1% 20,1% 13,9% 25% Termasuk dalam katagorisasi sebab yang berkaitan dengan metode kerja dan prosedur organisasi, terdiri dari penyebab belum tersedianya prosedur dan alokasi tugas dalam pengumpulan dan pendistribusian ZIS yang tersistematis dengan tingkat pengaruh sebesar 47,8 persen. Di samping itu fungsi sosial BMT yang belum terstandardisasi sepertihalnya fungsi tamwil-nya berpengaruh sebesar 52,2 persen terhadap masalah, yang ditunjukkan dalam Tabel 4.9. Dalam kaitan ini, semua responden sependapat bahwa selama usia berdirinya BMT, belum ada standardisasi terhadap fungsi baitul maal. Pembahasan-pembahasan seputar

17 manajemen dan kinerja BMT semata menggunakan sudut pandang bisnis yang berorientasi pada keuntungan komersial berupa laba. 65 Tabel 4.9 Penyebab Masalah dalam Katagori Methods Penyebab Tidak tersedia prosedur pengumpulan dan penyaluran ZIS Fungsi sosial BMT belum terstandardisasi seperti fungsi tamwil Pengaruh 47,8% 52,2% Berkaitan dengan dukungan finansial untuk memantapkan fungsi sosial BMT, permasalahan dalam katagori ini adalah, tidak tersedia alokasi dana guna mengembangkan fungsi sosial BMT yang berpengaruh terhadap lemahnya fungsi sosial sebesar 50,7 persen. Di samping tidak dilakukannya penggalangan dana oleh staf BMT terhadap para muzaki berpengaruh sebesar 49,3 persen terhadap permasalahan. Dari 36 responden, 34 diantaranya menyatakan bahwa dalam penyusunan rencana atau proyeksi anggaran tahunan, tidak dibahas rencana penerimaan dana ZIS tahun bersangkutan serta jumlah yang dialokasikan untuk mendukung berjalannya fungsi sosial tersebut. Sementara sebanyak 33 responden membenarkan bahwa belum dilakukan perencanaan dan pembuatan program secara berkesinambungan dalam rangka penggalangan dana dari para muzaki atau donatur dari lingkungan sekitarnya. Hanya 3 BMT yang telah memiliki program penggalangan ZIS dari masyarakat sekitar, khususnya dari para pengusaha atau pedagang. Pengaruh dalam katagori uang ini ditunjukkan dalam Tabel berikut ini:

18 66 Tabel 4.10 Penyebab Masalah dalam Katagori Money Penyebab Kemampuan finansial untuk fungsi sosial BMT masih lemah. Tidak dilakukan upaya sistematis untuk penggalangan dana dari para muzaki, serta sumber donasi. Pengaruh 50,7% 49,3% Katagorisasi terakhir penyebab permasalahan adalah faktor lingkungan (environment) yang meliputi kesadaran masyarakat di sekitar BMT untuk menunaikan kewajiban zakat dan menyalurkannya melalui lembaga pengelola yang dalam hal ini adalah BMT setempat, serta peraturan pemerintah yang terkait dengan kewenangan BMT untuk menghimpun dan menyalurkan zakat masyarakat. Faktor lingkungan ini, terkait masyarakat sekitar BMT, semua responden (36 orang) menilai bahwa kesadaran masyarakat di lingkungan sekitarnya masih rendah dalam hal menyalurkan zakat melalui lembaga pengelola atau BMT setempat. Pada umumnya masyarakat menyalurkan zakatnya secara sendirisendiri, atau menyalurkan melalui amil satu tahun sekali mejelang 1 Syawal. Dalam katagori ini, kesadaran masyarakat berpengaruh terhadap lemahnya fungsi sosial BMT sebesar 59 persen. Menyangkut peraturan bagi BMT untuk menghimpun dan menyalurkan zakat masyarakat, sebanyak 25 responden merasa perlu adanya kepastian hukum bagi BMT untuk menghimpun dan menyalurkan zakat masyarakat, bukan semata sebagai lembaga pengumpul zakat, melainkan memiliki kewenangan untuk mengelola distribusinya. Hal ini terkait dengan aspirasi para pengusaha di lingkungan BMT yang mempertanyakan legalitas BMT menerima zakat perusahan mereka, yang nantinya dapat diperhitungkan sebagai pengurang pajak. Meski bagi responden lain, hal ini belum dirasakan sebagai penyebab masalah.

19 67 Tabel 4.11 Penyebab Masalah dalam Katagori Environment Penyebab Masih rendahnya kesadaran masyarakat di lingkungan BMT untuk membayar zakat melalui lembaga pengelola zakat (BMT) yang ada. Ketidakpastian hukum bagi BMT untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat. Pengaruh 59% 41% Aspek peraturan yang berpengaruh sebesar 41 persen terhadap masalah, adalah sebagai refleksi atas keraguan sebagian pengelola BMT yang berbadan hukum koperasi (KJKS/UJKS) dalam melakukan penghimpunan dana zakat dari masyarakat serta penyalurannya. Sebab, muncul pertanyaan dari para pembayar zakat, terutama dari kalangan pengusaha, atas legalitas BMT dalam menerima zakat mereka. Selain itu, badan hukum koperasi juga dinilai oleh sebagian pengelola BMT kurang tepat untuk menjalankan fungsi sosial. Filosofi dari adanya peraturan bagi lembaga keuangan mikro tentunya adalah dalam kerangka pengakuan, perlindungan, serta fasilitasi dan dorongan kepada lembaga keuangan mikro yang ada untuk dapat berkembang, sehingga mampu melayani pengusaha mikro lebih banyak lagi. Dalam konteks lain terkait peraturan BMT yang berbadan hukum koperasi (KJKS/UJKS), selama ini juga masih menyisakan perasaan ketidakpastian bagi sebagian pengelolanya dalam upaya penggalangan dana dari masyaraka karena kekhawatiran ditafsirkan sebagai bank gelap. Pemerintah dinilai perlu menyediakan kerangka hukum yang lebih sesuai dan ditujukan untuk menciptakan lanskap kelembagaan yang cocok bagi LKM khususnya BMT. Diperlukan kerangka hukum yang memungkinkan bagi LKM untuk melakukan penghimpun dana atau simpanan masyarakat dalam wilayah dan jumlah tertentu.

20 Analisis Laporan Keuangan ZIS Baitul maal BMT sebagai bagian dari sistem lembaga keuangan mikro syariah seharusnya memiliki pencatatan atau pembukuan keuangan tersendiri. Karakteristik fungsi baitul maal yang dapat dianalogikan sebagai organisasi nirlaba, menuntut adanya laporan keuangan khusus yang menunjukkan kinerjanya sebagai unit nirlaba dari BMT. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba, menyatakan bahwa tujuan utama laporan keuangan organisasi nirlaba adalah, menyediakan informasi yang relevan untuk memenuhi kepentingan para penyumbang, anggota organisasi, kreditur, serta pihak lain yang menyediakan sumber daya bagi organisasi nirlaba yang bersangkutan. Pengertian manajemen keuangan dalam organisasi pengelola zakat adalah perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian dana untuk memenuhi ketentuan syar i dan pembatasan dari donatur serta terwujudnya efisiensi dan efektifitas dana (Widodo dan Kustiawan, 2001, Hal.75). Maknanya: 1. Organisasi pengelola zakat harus merencanakan berapa dana yang diharapkan dapat dihimpun dan disalurkan untuk setiap periode. 2. Organisasi pengelola zakat harus dapat menyalurkan dana sesuai ketentuan syariah dan pembatasan dari donatur apabila ada permintaan atau syarat yang telah disepakati pada saat dana diterima. 3. Organisasi pengelola zakat harus membuat skala prioritas dalam penyaluran, sehingga dana yang terbatas dapat memberi arti yang banyak (multiplayer effect) dalam pemberdayaan masyarakat. 4. Organisasi pengelola zakat harus memperhatikan cost dan benefit yang diperoleh, sehingga terjadi efisiensi dalam pengelolaan dan penyaluran dana. Organisasi pengelola zakat dalam mengelola keuangannya harus melakukan fungsi-fungsi manajemen dengan ruang lingkup sebagai berikut (Widodo dan Kustiawan, 2001, Hal.76):

21 69 1. Menyusun rencana kegiatan dan anggaran tahunan (RKAT) atau budgeting yang meliputi berapa dana yang diharapkan terhimpun beserta sumber dan strategi memperolehnya, berapa jumlah dana yang akan disalurkan dan jumlah orang/lembaga yang akan menerimanya, serta saldo minimum yang harus tersedia sebagai cadangan untuk, paling tidak, setiap bulannya. 2. Membuat panduan berupa kebijakan umum dan petunjuk teknis terkait dengan pengelolaan dana yang akan dilaksanakan lembaga. Panduan ini mencakup penghimpunan, penyaluran, dan saldo dana. 3. Melakukan pengendalian dalam penghimpunan, penyaluran, dan saldo dana. Dengan pengendalian yang memadai diharapkan prinsip syariah terlaksana dengan baik, pembatasan dari muzaki/donatur terpenuhi, dan terwujudnya efisiensi dan efektifitas dana. Dari sepuluh BMT yang menjadi objek penelitian, pada umumnya tidak memiliki laporan sumber dan penggunaan dana ZIS secara khusus yang lengkap. Laporan dana ZIS masih merupakan bagian dari pos neraca BMT secara umum yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan tamwil-nya. Tiga BMT, yaitu BMT Mentari, Assyafi iyah, dan Baskara Muhammadiyah memiliki laporan dana ZIS tersendiri di luar neraca BMT, meski baru sebatas laporan sumber dan penyalurannya secara global. Kondisi tersebut juga menjadi indikasi belum terkelolanya baitul maal dengan baik dan profesional. Namun, jika dikaitkan dalam konteks peraturan kelembagaan BMT sebagai badan hukum koperasi (KJKS/UJKS), fakta tersebut merupakan hasil pengkondisian dari legalitas badan hukum koperasi. Dalam Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah yang berupa Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Tahun 2004, tidak mengenal fungsi pengelolaan ZIS pada KJKS, kecuali pinjaman kebajikan (pinjaman qard) sebagai produk pelengkap untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak, dan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain yang tidak bersifat komersial.

22 70 Menurut Juklak Pelaksanaan Kegiatan Usaha KJKS tersebut, juga dikenal pinjaman al qardul hasan, untuk memenuhi kebutuhan bersifat sosial. Sumber dana diperoleh dari dana eksternal dan bukan berasal dari dana LKS sendiri. Dana al qardul hasan diperoleh dari dana kebajikan seperti, antara lain zakat, ifaq, dan shadaqah. Pinjaman al qardul hasan tidak dibukukan dalam neraca LKS, tetapi dilaporkan dalam laporan sumber dan penggunaan dana al qardul hasan. Namun, dalam pelaksanaannya, belum ada perencanaan dan langkah sistematis untuk mengumpulkan dan mengelola dana ini sebagai bagian dari tugas lembaga melaksanakan fungsi sosial bagi masyarakat. Secara umum Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang menjadi objek penelitian ini masih mempertahankan atribut Baitul Maal wat Tamwil. Menurut pengelolanya, penggunaan atribut BMT disamping KJKS tersebut tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan filosofi pendirian lembaga, mengingat cikal bakal KJKS pada umumnya berasal dari BMT yang sebelumnya adalah kelompok swadaya masyarakat. Meski pemaknaan BMT di beberapa tempat diartikan dengan terminologi lain, seperti Balai Usaha Mandiri Terpadu (Aziz, 2004, Hal.1), atau Bina Mandiri Terpadu. 4.4 Analisis Lemahnya Baitul Maal BMT Diantara faktor keberhasilan BMT, menurut Aziz (PKES, 2006, Hal.viii) adalah adanya komitmen dan semangat (ghirah) yang tinggi dari para pendiri dan pengelolanya, yang berpangkal dari kesadaran ruhiyah yang baik; pendiriannya berorientasi pada landasan niat beribadah pada Allah SWT melalui penguatan ekonomi dan perbaikan kualitas kehidupan umat; dan meluasnya dukungan para aghnia serta tokoh masyarakat setempat termasuk perusahaan-perusahaan yang ada di sekitarnya. Jika terdapat BMT yang kurang bahkan gagal dalam operasinya, karena pengurus dan pengelolanya tidak memahami ruhnya BMT, mendirikan dan

23 71 menjalankannya dengan hanya bermodal semangat dan keinginan semata tanpa penguasaan ruh (filosofi pendirian BMT), ilmu dan pengetahuan teknis serta manajemen BMT. Filosofi pendirian BMT tercermin dari namanya: Baitul Maal wat-tamwil, di mana terkandung dua pilar, yaitu baitul maal yang berfungsi menerima dan mengumpulkan dana zakat, infaq, shadaqah serta mengelola pendistribusiannya secara efektif sehingga memberikan kemanfaatan yang optimal bagi lingkungannya; serta baitul tamwil yang melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat dan sektor usaha mikro-kecil, dengan mendorong kegiatan menabung dan menopang kebutuhan pembiayaan mereka. Namun dalam implementasinya BMT didominasi fungsi tamwilnya, yang ditunjukkan dengan beberapa analisis laporan keuangan berikut ini Analisis Optimasi Dana Analisis optimasi dana disini ingin menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya untuk mendapatkan laba, atau disebut juga rasio profitabilitas dengan menggunakan rumus return on investment, yaitu perbandingan antara laba usaha (EBIT) dengan total aktiva, atau dapat ditulis sebagai berikut: R O I = Laba Usah (EBIT) Total Aktiva Dengan rumus tersebut, diperoleh nilai ROI dalam lima tahun yang merupakan indikator kemampuan BMT dalam memperoleh laba yang dikaitkan dengan penggunaan total aktiva yang dimilikinya, yang selengkapnya ditampilkan dalam Tabel berikut ini:

24 72 Tabel 4.12 ROI Periode Tahun Return on Investmen (ROI) (dalam persen) Al Hasanah Al Ihsan Al Muhsin Assyafi'iyah Baskara Duta Jaya Fajar Pringsewu Surya Abadi ,21-0,22 1,24 0,22 7,33 14,66 4,82 3,41 5, ,93 1,40 8,87 0,50 6,49 12,18 2,14 3,72 5, ,45 2,14 6,18 0,61 5,55 12,36 1,80 2,90 5, ,54 2,15 2,87 1,69 7,92 9,85 1,90 2,41 3, ,26 1,64 3,86 1,36 6,61 7,21 1,98 2,32 4,28 rata-rata 2,48 1,42 4,60 0,87 6,78 11,25 2,53 2,95 4,78 Sumber: diolah (2008) Semakin besar ROI berarti semakin besar pula tingkat laba yang mampu diperoleh dengan semakin baiknya BMT dari segi penggunaan total aktiva yang dimilikinya. Kondisi ini sekaligus memberikan gambaran kinerja BMT dalam hal mengelola atau menjalankan fungsi bisnisnya. Kemampuan perusahaan dalam menyediakan modal kerja yang dikaitkan dengan penggunaan total aktiva yang dimiliki, dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Rasio Modal Kerja Bersih terhadap = Total Aktiva Aktiva Lancar Kewajiban Lancar Total Aktiva Rasio modal kerja terhadap total aktiva yang merupakan salah satu ukuran kinerja keuangan perusahaan dalam hal kemampuan perusahaan menyediakan modal kerja dengan menggunakan total aktiva yang tersedia. Pemanfaatan modal kerja tersebut berorientasi untuk mendapatkan laba sebagai aktivitas tamwil BMT. Rasio modal kerja terhadap total aktiva, rata-rata terendah adalah pada BMT Assyafi iyah, karena sebagian aktivanya diperuntukkan pada aktiva tetap seperti pembelian kendaraan, tanah, dan bangunan.

25 Rasio modal kerja terhadap total aktiva selengkapnya ditunjukkan dalam Tabel 4.13 berikut ini: 73 Tabel 4.13 Rasio Modal Kerja terhadap Total Aktiva Tahun (dalam persen) BMT Rata-Rata Al Hasanah 63,38 67,53 68,87 44,29 47,01 58,22 Al Ihsan 30,60 21,80 41,05 46,38 51,48 38,26 Al Muhsin 22,52 49,50 50,86 48,68 74,75 49,26 Assyafi'iyah 11,58 13,44 9,26 17,61 21,81 14,74 Baskara 31,77 34,93 37,00 49,63 37,14 38,09 Duta Jaya 20,64 15,49 12,05 33,60 21,20 20,60 Fajar 88,77 7,77 64,13 56,88 68,01 57,11 Pringsewu 29,40 45,49 21,74 25,76 24,39 29,36 Surya Abadi 34,66 45,02 30,72 48,82 42,47 40,34 Sumber: diolah (2008) Sementara fungsi sosial BMT dapat ditunjukkan dengan kemampuannya dalam hal pengumpulan dan pengelolaan dana zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS), yang apabila dibandingkan dengan total aset BMT, mengindikasikan kinerjanya dalam pengumpulan dan pengelolaan dana ZIS dikaitkan dengan pemanfaatan total aktiva yang dimiliki, yang selengkapnya ditampilkan dalam Tabel 4.13 berikut ini: Tabel 4.14 Rasio Dana ZIS dan Total Aktiva Tahun Perbandingan Total Dana ZIS dan Total Aktiva (dalam persen) Al Hasanah Al Ihsan Al Muhsin Assyafi'iyah Baskara Duta Jaya Fajar Pringsewu Surya Abadi ,21 0,21 0,31 0,43 0,74 0,22 3,34 0,24 0, ,14 0,46 0,05 0,36 0,54 0,13 0,25 0,12 0, ,13 0,55 0,10 0,30 0,24 0,18 0,22 0,82 0, ,07 0,43 0,04 0,24 0,35 0,16 0,19 1,03 0, ,04 0,47 0,18 0,30 0,67 0,22 0,43 0,91 0,37 rata-rata 0,12 0,43 0,14 0,33 0,51 0,18 0,89 0,62 0,40 Sumber: diolah (2008)

26 74 Semakin tinggi nilai perbandingan total dana ZIS dengan total aktiva menjadi indikator kemampuan BMT mengumpulkan dan mengelola dana ZIS dikaitkan dengan pemanfaatan total aktiva yang dimiliki. Jika ditilik nilai dalam Tabel 4.14 di atas terlihat bahwa perbandingan antara total dana ZIS dengan total aktiva hampir semua BMT menunjukkan nilai rata-rata nol koma persen. Padahal dalam ukuran konvensional zakat wajib yang diterapkan pada basis yang luas seperti zakat perdagangan besarnya 2,5 persen saja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kinerja BMT dalam pengumpulan dan pengelolaan dana ZIS atau dalam menjalankan baitul maal-nya masih lemah bila dibandingkan dengan kinerjanya dalam mengejar laba (baitul tamwil). Dari perhitungan ROI, rasio modal kerja modal kerja bersih terhadap total aktiva, dan rasio dana ZIS terhadap total aktiva, menunjukkan tidak ada hubungan (pola) yang jelas antara fungsi bisnis dan fungsi sosial BMT. Perkembangan pada fungsi bisnis tidak berpengaruh terhadap perkembangan fungsi sosialnya yang diindikasikan dengan perkembangan dana ZIS yang relatif stagnan Analisis Potensi Dengan menggunakan persamaan garis regresi linier sederhana yang memperlihatkan hubungan antara variabel independen (tahun) dengan variable dependen pertumbuhan asset, laba, dan dana ZIS yang dikelola BMT secara parsial diperoleh persamaan masing-masing dengan perhitungan yang ditunjukkan pada Tabel 4.15., Tabel 4.16, dan Tabel Persamaan yang dipergunakan untuk mendapatkan garis regresi adalah untuk menempatkan garis pada data yang diamati, sehingga bentuk dari persamaan regresi adalah sebagai berikut: Y = a + b X

27 75 Di mana a = konstanta (nilai Y bila X = 0) b = slope (kenaikan/penurunan Y setiap perubahan satu-satuan X) X = variabel bebas Y = variabel terikat Nilai a dan b, dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: xy b = x 2 a = Y - b X Tabel 4.15 Perhitungan Nilai Regresi untuk Variabel Aset Tahun X Y x y xy x 2 y Total Sumber: Diolah (2008) Dari perhitungan di atas, untuk persamaan garis variabel aset diperoleh persamaan sebagai berikut: Y' = X Nilai kemiringan (slope) persamaan di atas yaitu menunjukkan tingkat perubahan atau perkembangan aset setiap tahunnya, yang membedakannya dengan pertumbuhan laba dan dana ZIS yang dikelola BMT. Berdasarkan fungsi prediksi pertumbuhan aset di atas, maka pada tahun 2008 potensi pertumbuhan total aset BMT diperkirakan sebesar Rp juta, dan pada tahun 2009 pertumbuhannya dapat diprediksi menjadi Rp juta.

28 Dalam bentuk garis, trend pertumbuhan aset total BMT di Lampung yang menjadi sampel penelitian ini adalah sebagai berikut: 76 Gambar 4.3. Pertumbuhan Aset dan Garis Regresi Pertumbuhan Aset Garis Regresi Tahun Sedangkan untuk persamaan garis variabel laba diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut: Tabel 4.16 Perhitungan Nilai Regresi untuk Variabel Laba Tahun X Y x y xy x 2 Y Total Sumber: Diolah (2008) Dari persamaan di atas, diperoleh persamaan garis untuk variabel laba seiring bertambah tahun adalah sebagai berikut: Y' = X Persamaan di atas menunjukkan nilai kemiringan 237, yang menunjukkan tingkat pertumbuhan laba setiap tahunnya. Berdasarkan persamaan tersebut, dapat

29 diperkirakan potensi laba BMT pada tahun 2008 tumbuh menjadi Rp1.255 juta, dan pada tahun 2009 diprediksi akan tumbuh menjadi Rp1.492 juta. 77 Dalam bentuk garis, kecenderungan pertumbuhan laba BMT yang menjadi sampel penelitian diperlihatkan pada Gambar 4.4. sebagai berikut: Gambar 4.4. Pertumbuhan Laba dan Garis Regresi Pertumbuhan Laba Garis Regresi Tahun Sementara persamaan garis perkiraan untuk variabel dana ZIS diperoleh melalui perhitungan yang ditunjukkan pada Tabel Hasil perhitungan tersebut adalah persamaan linier untuk variabel ZIS sebagai berikut: Y' = X Berdasarkan persamaan untuk variabel ZIS tersebut, maka bisa diprediksi potensi dana ZIS yang dikelola BMT pada tahun 2008 adalah sebesar Rp123 juta, dan pada tahun 2009 diperkirakan tumbuh menjadi Rp146 juta. Tabel 4.17 Perhitungan Nilai Regresi untuk Variabel ZIS Tahun X Y x y xy x 2 y Total Sumber: Diolah (2008)

30 78 Persamaan garis untun variabel ZIS menunjukkan nilai kemiringan garis 23, yang menunjukkan besarnya pengaruh perubahan dana ZIS setiap tahunnya, yang dalam bentuk garis perkiraan, grafik tersebut dapat dilihat dalam Gambar 4.5. berikut ini: Gambar 4.5. Pertumbuhan ZIS dan Garis Regresi Tahun Pertumbuhan ZIS Garis Regresi Dari persamaan regresi pertumbuhan aset, laba, serta dana ZIS di atas terlihat bahwa kecenderungan pertumbuhan aset lebih cepat dibanding pertumbuhan laba, dan kecenderungan pertumbuhan ZIS jauh tertinggal dibanding laju pertumbuhan aset maupun laba setiap tahunnya. Dalam perspektif fiqih, zakat perusahaan oleh para ulama dianalogikan dengan zakat perdagangan, baik perhitungannya, nisab, maupun syarat lainnya. Dasar perhitungan zakat perdagangan adalah mengacu pada riwayat yang diterangkan oleh Abu Ubaid dalam Kitab al-amwal dari Maimun bin Mihram (Agustianto, Hal.12): Apabila telah sampai batas waktu untuk membayar zakat, perhatikanlah apa yang engkau miliki baik uang (kas) atau pun barang yang siap diperdagangkan (persediaan), kemudian nilailah dengan nilai uang. Demikian pula piutang. Kemudian hitunglah utang-utangmu dan kurangkanlah atas apa yang engkau miliki. Sabda Nabi Nilailah dengan harga pada hari jatuhnya kewajiban zakat, kemudian keluarkan zakatnya (Abu Ubaid bin Salam Al-Amwal).

31 79 Berdasarkan ketentuan tersebut, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa pola perhitungan zakat perusahaan didasarkan pada neraca (balance sheet), yaitu aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar (metode asset netto). Metode ini biasa disebut oleh ulama dengan metode syariah. Dalam katagori aktiva lancar adalah: 1). Kas, 2). Bank (setelah disisihkan unsur bunga), 3). Surat berharga (dengan nilai sebesar harga pasar), 4). Piutang (yakni yang mungkin dapat ditagih), 5). Persediaan, baik yang ada di gudang, di show room, dalam perjalanan dari distributor dalam bentuk konsinyasi, barang jadi, barang dalam proses, atau masih bahan baku. Semua dinilai dengan harga pasar. Sedangkan yang termasuk kewajiban lancar adalah: 1). Utang usahan, 2). Wesel bayar, 3). Utang pajak, 4). Biaya yang masih harus dibayar, 5). Pendapatan diterima dimuka, 6). Utang bank (utang bunga tidak termasuk) dan 7). Utang jangka panjang yang jatuh tempo. Jadi untuk mengetahui nilai harta yang kena zakat dari sebuah perusahaan adalah dihitung aktiva lancar dan dikurangi kewajiban lancar, hasil pengurangan tersebut dikeluarkan zakatnya 2,5 persen. Atas dasar kaidah tersebut, pengelola BMT di Lampung tampaknya belum memiliki perhatian yang baik terhadap kewajiban zakatnya. Terlihat dari besarnya zakat yang seharusnya dibayar, atas dasar metode asset netto tersebut, dimana mayoritas BMT belum menunaikan kewajiban zakat lembaga dengan memperhatikan metode syariah tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam Tabel yang menggabarkan perbandingan kewajiban zakat BMT atas dasar metode syariah dengan realisasi jumlah dana ZIS yang dilaporkan oleh BMT bersangkutan.

32 80 Tabel 4.16 Perbandingan Kewajiban Zakat dan Realisasi Dana ZIS Periode Desember Nama BMT Kewajiban Realisasi Kewajiban Realisasi Kewajiban Realisasi Kewajiban Realisasi Kewajiban Realisasi Al Hasanah Al Ihsan Al Muhsin Assyafi'iyah Baskara Duta Jaya Fajar Pringsewu Surya Abadi Sumber: diolah (2008) Tabel di atas sekaligus menunjukkan bahwa pengelola BMT belum memiliki kebijakan yang jelas (sesuai syariah) dan konsisten terkait pengelolaan zakat. Terhadap kewajiban lembaganya sendiri dalam menunaikan zakat belum terimplementasi dengan baik, alih-alih menggali potensi zakat dari masyarakat di sekitarnya. Dengan kondisi tersebut, maka terlihat bahwa BMT sebagai lembaga bisnis belum menunjukkan komitmennya dalam menunaikan kewajiban zakat atas usahanya, sekaligus sebagai lembaga sosial belum menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam menggali potensi ZIS dari masyarakat sekitarnya (baik perseorangan maupun perusahaan), sebagaimana telah dipraktikkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, di mana dana zakat yang dikelola dengan baik sesuai syariah terbukti mampu secara signifikan mengangkat derajat ekonomi umat, dan ekonomi bangsa secara luas Analisis Kepincangan Fungsi Maal dan Tamwil BMT Kesenjangan antara fungsi sosial dan fungsi bisnis BMT terlihat dari kecenderungan pertumbuhan laba BMT yang menjadi indikator utama dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis data sekunder serta pengungkapan pendapat secara langsung (brainstorming) maupun melalui kuesioner dari penelitian yang berjudul: Faktor Penyebab

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bagian ini akan diuraikan tahapan riset, dimulai dari batasan penelitian di mana yang menjadi indikator fungsi sosial BMT sebagai tema bahasan tesis ini adalah dana zakat,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data BMT di Lampung

Lampiran 1. Data BMT di Lampung Lampiran 1 Data BMT di Lampung No Nama BMT/Koperasi Total Aset (Rp) 2007 Lokasi Kabupaten/ Kota 1 Al-Muttaqin 490.998.175 Metro 2 Al-Muhsin 1.010.231.409 Metro 3 Fajar 5.961.523.050 Metro 4 Al-Ihsan 2.093.573.350

Lebih terperinci

FAKTOR PENYEBAB LEMAHNYA FUNGSI SOSIAL (BAITUL MAAL) BMT DI LAMPUNG TESIS RIDWAN SAIFUDDIN

FAKTOR PENYEBAB LEMAHNYA FUNGSI SOSIAL (BAITUL MAAL) BMT DI LAMPUNG TESIS RIDWAN SAIFUDDIN FAKTOR PENYEBAB LEMAHNYA FUNGSI SOSIAL (BAITUL MAAL) BMT DI LAMPUNG TESIS RIDWAN SAIFUDDIN 0606154856 EKONOMI DAN KEUANGAN ISLAM PROGRAM STUDI TIMUR TENGAH DAN ISLAM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia memiliki peran strategis. Pada akhir tahun 2012, jumlah UMKM di Indonesia 56,53 juta unit dengan kontribusi terhadap penyerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memilih perbankan yang sesuai dengan kebutuhan, baik perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. memilih perbankan yang sesuai dengan kebutuhan, baik perseorangan maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi yang berdampak pada pesatnya kemajuan industri perbankan dan jasa keuangan beberapa tahun terakhir ini, menuntut masyarakat untuk memilih perbankan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Baitul Mal wa Tamwil atau di singkat BMT adalah lembaga. yang ada pada Alquran dan Hadist. Sesuai dengan namanya yaitu baitul

BAB 1 PENDAHULUAN. Baitul Mal wa Tamwil atau di singkat BMT adalah lembaga. yang ada pada Alquran dan Hadist. Sesuai dengan namanya yaitu baitul 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Baitul Mal wa Tamwil atau di singkat BMT adalah lembaga keuangan mikro yang berdasarkan prinsip bagi hasil dengan ketentuan yang ada pada Alquran dan Hadist.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. 1 Agama Islam

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. 1 Agama Islam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam dan Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. 1 Agama Islam memiliki instrumen penting yang bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan serta operasionalisasi ekonomi yang berprinsip syariah di

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan serta operasionalisasi ekonomi yang berprinsip syariah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tatanan serta operasionalisasi ekonomi yang berprinsip syariah di Indonesia baru berkembang sejak kurang lebih satu dekade terakhir. Perkembangan ini dilatar belakangi

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. 1 Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia,

A. Latar Belakang. 1 Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perbankan syariah sudah dimulai sejak tahun 1992, dengan didirikannya bank Muamalat sebagai bank syariah pertama di Indonesia. Pada tahun itu juga dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan lahiriyah dan batiniyah saja tetapi juga keseimbangan,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan lahiriyah dan batiniyah saja tetapi juga keseimbangan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sekarang ini tengah giat giatnya melaksanakan perubahan dalam pembangunan, baik fisik maupun non fisik. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen. Penilaian prestasi atau kinerja suatu perusahaan diukur karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. manajemen. Penilaian prestasi atau kinerja suatu perusahaan diukur karena dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi pada umumnya memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam usaha untuk memenuhi kepentingan para anggotanya. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Bank Muammalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Bank Muammalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran Bank Muammalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah memberikan inspirasi untuk membangun kembali sistem keuangan yang lebih dapat menyentuh kalangan bawah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan hasil akhir suatu proses kegiatan pencatatan akuntansi yang merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung pada tahun 2008 dan sepanjang tahun 2009 kinerja perbankan syariah

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung pada tahun 2008 dan sepanjang tahun 2009 kinerja perbankan syariah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Daya tahan keuangan syariah telah terbukti selama krisis keuangan global berlangsung pada tahun 2008 dan sepanjang tahun 2009 kinerja perbankan syariah Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat kemajuan ekonomi masyarakat. yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat kemajuan ekonomi masyarakat. yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem keuangan syariah merupakan subsistem dari sistem ekonomi syariah. Ekonomi syariah merupakan bagian dari sistem ekonomi Islam secara keseluruhan. Dengan demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2012 : pasal 1, Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan ekonomi Islam di Indonesia semakin lama semakin mendapatkan perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jelas dan tegas dari kehendak Tuhan untuk menjamin bahwa tidak seorang pun. ternyata mampu menjadi solusi bagi kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. jelas dan tegas dari kehendak Tuhan untuk menjamin bahwa tidak seorang pun. ternyata mampu menjadi solusi bagi kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zakat merupakan komponen pokok bagi tegaknya pondasi perekonomian umat. Selain itu zakat termasuk rukun islam yang ketiga dari kelima rukunnya dan wajib dikeluarkan

Lebih terperinci

II. ANALISIS MASALAH

II. ANALISIS MASALAH 6 II. ANALISIS MASALAH A. Prinsip Analisis 1. Tujuan Tujuan analisis adalah : 1. Mengidentifikasi kebutuhan dasar bagi usaha mikro 2. Mengidentifikasi dan menganalisis seberapa besar pengaruh LKMS BMT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengendalikan tujuan perusahaan. Good Corporate Governance yang. seringkali digunakan dalam penerapannya di perusahaan-perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. mengendalikan tujuan perusahaan. Good Corporate Governance yang. seringkali digunakan dalam penerapannya di perusahaan-perusahaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum Good Corporate Governance merupakan sebuah sistem yang terdapat pada sebuah perusahaan atau badan usaha baik yang mencari laba maupun nirlaba yang

Lebih terperinci

Manusia selalu dihadapkan pada masalah ekonomi seperti kesenjangan. ekonomi, kemiskinan, dan masalah-masalah lainnya. Namun banyak masyarakat

Manusia selalu dihadapkan pada masalah ekonomi seperti kesenjangan. ekonomi, kemiskinan, dan masalah-masalah lainnya. Namun banyak masyarakat PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia selalu dihadapkan pada masalah ekonomi seperti kesenjangan ekonomi, kemiskinan, dan masalah-masalah lainnya. Namun banyak masyarakat yang tidak mengerti apa sebenarnya

Lebih terperinci

KERANGKA DASAR LAPORAN KEUANGAN SYARIAH. Budi Asmita, SE Ak, Msi Akuntansi Syariah Indonusa Esa Unggul, 2008

KERANGKA DASAR LAPORAN KEUANGAN SYARIAH. Budi Asmita, SE Ak, Msi Akuntansi Syariah Indonusa Esa Unggul, 2008 KERANGKA DASAR LAPORAN KEUANGAN SYARIAH Budi Asmita, SE Ak, Msi Akuntansi Syariah Indonusa Esa Unggul, 2008 1 FUNGSI BANK SYARIAH Manajer Investasi Mudharabah Agen investasi Investor Penyedia jasa keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dari unit surplus

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dari unit surplus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, lembaga keuangan berperan sebagai lembaga intermediasi keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dari unit surplus ekonomi, baik sektor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Pembagian Sisa Hasil Usaha Di BMT Sidogiri Cabang Sidodadi

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Pembagian Sisa Hasil Usaha Di BMT Sidogiri Cabang Sidodadi BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Pembagian Sisa Hasil Usaha Di BMT Sidogiri Cabang Sidodadi Surabaya Sebagai suatu badan usaha, BMT dalam menjalankan kegiatan usahanya, tentu ingin mendapatkan keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Lembaga keuangan tersebut diharapkan bisa menyokong seluruh bagian

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Lembaga keuangan tersebut diharapkan bisa menyokong seluruh bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya berbagai lembaga keuangan saat ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan masyarakat akan lembaga keuangan yang bisa mendukung perekonomian mereka. Lembaga

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN VI ANALISIS KINERJA KEUANGAN Analisis kinerja keuangan atau analisis finansial pada suatu perusahaan atau organisasi merupakan salah satu faktor yang dapat mencerminkan kondisi perusahaan atau organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di indonesia sendiri setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan Bank-Bank yang berperinsip syariah. Oprasinalisasi BMI kurang

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.343, 2014 KEUANGAN. OJK. Lembaga Keuangan. Mikro. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5622) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Lembaga keuangan Mikro Syariah BMT mempunyai dua sisi. membawa misi sosial pada masyarakat, keberadaan BMT ditengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Lembaga keuangan Mikro Syariah BMT mempunyai dua sisi. membawa misi sosial pada masyarakat, keberadaan BMT ditengah-tengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai Lembaga keuangan Mikro Syariah BMT mempunyai dua sisi kelembagaan yang berbeda, tidak hanya berorientasi pada pengelolaan yang profit tetapi juga mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi ekonomi terdapat unsur-unsur usaha koperasi. perkoperasian menegaskan bahwa: Pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi ekonomi terdapat unsur-unsur usaha koperasi. perkoperasian menegaskan bahwa: Pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Koperasi merupakan salah satu bentuk organisasi ekonomi yang sedang mendapatkan perhatian pemerintah. Koperasi merupakan organisasi yang berbadan hukum.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan 64 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perspektif dunia, sudah diakui bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah lama memainkan suatu peran vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau badan badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk

BAB I PENDAHULUAN. atau badan badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan suatu perkumpulan yang beranggotakan orangorang atau badan badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. PT. Bank Perkreditan Rakyat didirikan berdasarkan pada pandangan bahwa

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. PT. Bank Perkreditan Rakyat didirikan berdasarkan pada pandangan bahwa BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Bank Perkreditan Rakyat didirikan berdasarkan pada pandangan bahwa masih banyak umat islam yang belum mau berhubungan dengan bank yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyaknya lembaga keuangan makro maupun mikro yang tersebar ke berbagai pelosok tanah air, rupanya belum mencapai kondisi yang ideal jika diamati secara teliti.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul mall dan Baitul Tamwil. Pengertian BMT

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul mall dan Baitul Tamwil. Pengertian BMT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan suatu lembaga yang terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul mall dan Baitul Tamwil. Pengertian BMT secara defenisi adalah balai

Lebih terperinci

HUBUNGAN KUALITAS INFORMASI AKUNTANSI DENGAN KEBERHASILAN USAHA KUD DI KABUPATEN BOYOLALI

HUBUNGAN KUALITAS INFORMASI AKUNTANSI DENGAN KEBERHASILAN USAHA KUD DI KABUPATEN BOYOLALI HUBUNGAN KUALITAS INFORMASI AKUNTANSI DENGAN KEBERHASILAN USAHA KUD DI KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Lembaga keuangan perbankan syariah merupakan salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Lembaga keuangan perbankan syariah merupakan salah satu lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Lembaga keuangan perbankan syariah merupakan salah satu lembaga ekonomi yang berfungsi sebagai lembaga pemberi jasa keuangan yang mendukung kegiatan sektor riil.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Tujuan dan Jenis Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan suatu perusahaan memiliki peranan yang sangat penting bagi pihak manajemen perusahaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi bahwa, Undang Undang No.17 tahun 2012 tentang Perkoperasian menyatakan Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 membuka semua tabir kerapuhan perbankan konvensional. Akibat krisis ekonomi tersebut telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan syariah, Baitul Maal wat Tamwil sangat dibutuhkan oleh para

BAB I PENDAHULUAN. keuangan syariah, Baitul Maal wat Tamwil sangat dibutuhkan oleh para 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan lembaga keuangan syariah seperti Baitul Maal wat Tamwil sangatlah penting bagi sistem perekonomian di Indonesia. Sebagai lembaga keuangan syariah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan dalam konteks masyarakat muslim. Zakat merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peran strategis tersebut terutama disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peran strategis tersebut terutama disebabkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Mengenai Bank Bank merupakan salah satu sarana yang memiliki peran strategis dalam usaha meningkatkan

Lebih terperinci

proses yaitu pencatatan dan penyajian sebagai berikut: 1 Laporan keuangan BMT disusun atas dasar cash basic. Dengan

proses yaitu pencatatan dan penyajian sebagai berikut: 1 Laporan keuangan BMT disusun atas dasar cash basic. Dengan BAB IV ANALISIS PENYAJIAN LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA KEBAJIKAN KJKS BMT MANDIRI SEJAHTERA GRESIK BERDASARKAN PSAK No. 101 A. Penyajian Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan KJKS Mandiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mamutar dana masyarakat sehingga perekonomian terus berkembang. Dana. jenis-jenis lembaga keuangan bukan bank yaitu koperasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. mamutar dana masyarakat sehingga perekonomian terus berkembang. Dana. jenis-jenis lembaga keuangan bukan bank yaitu koperasi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bank adalah suatu lembaga keuangan yang menerima deposito dan menyalurkannya melalui pinjaman. Layanan utama bank adalah simpan pinjam. Di bank, kita bias manabung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. syariah merupakan implementasi dari pemahaman umat Islam terhadap prinsipprinsip

BAB I PENDAHULUAN. syariah merupakan implementasi dari pemahaman umat Islam terhadap prinsipprinsip BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang mandiri dan dibangun berdasarkan nilai-nilai etika dan moralis keagamaan. Berdirinya lembaga keuangan syariah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah. Sejak tahun 1992, perkembangan lembaga keuangan syariah terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY) 2013 yakni garis kemiskinan pada maret 2013 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY) 2013 yakni garis kemiskinan pada maret 2013 adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenaikan garis kemiskinan menggambarkan bahwa kesejahteraan yang menjadi tujuan negara belum terealisasikan. Hal ini dibuktikan dengan data yang ada di Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Syariah (KSPPS), koperasi tersebut kegiatan usahanya bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Syariah (KSPPS), koperasi tersebut kegiatan usahanya bergerak di bidang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BMT ialah termasuk dari Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS), koperasi tersebut kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, simpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan syariah non bank yang banyak ditemui di masyarakat. BMT dalam

BAB I PENDAHULUAN. keuangan syariah non bank yang banyak ditemui di masyarakat. BMT dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan syariah non bank yang banyak ditemui di masyarakat. BMT dalam istilah Indonesia disebut juga

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. aktiva dengan Return on Investment (ROI) pada PT. Sumbetri Megah. Hasil

BAB II URAIAN TEORITIS. aktiva dengan Return on Investment (ROI) pada PT. Sumbetri Megah. Hasil BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Grace (2009) melakukan penelitian tentang analisis hubungan efektifitas aktiva dengan Return on Investment (ROI) pada PT. Sumbetri Megah. Hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Angka kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan data statistik pada tahun 2014 baik di kota maupun di desa sebesar 544.870 jiwa, dengan total persentase

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN KOPERASI PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM SYARIAH BMT AKBAR TAHUN BUKU

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN KOPERASI PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM SYARIAH BMT AKBAR TAHUN BUKU 1 ANALISIS TINGKAT KESEHATAN KOPERASI PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM SYARIAH BMT AKBAR TAHUN BUKU 2006-2007 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PSAK 109 TAHUN 2008 TERHADAP PEMBIAYAAN QARDHUL HASAN DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PSAK 109 TAHUN 2008 TERHADAP PEMBIAYAAN QARDHUL HASAN DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PSAK 109 TAHUN 2008 TERHADAP PEMBIAYAAN QARDHUL HASAN DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN 4.1. Perlakuan Akutansi (Ed PSAK 109) 1 Perilaku akuntansi dalam pembahasan ini mengacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersentuhan dengan keberadaan lembaga keuangan. Pengertian lembaga. lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank.

BAB I PENDAHULUAN. bersentuhan dengan keberadaan lembaga keuangan. Pengertian lembaga. lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam praktik transaksi ekonomi masyarakat selama ini banyak bersentuhan dengan keberadaan lembaga keuangan. Pengertian lembaga keuangan di dalam Surat Keputusan (SK)

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO -1- PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO I. UMUM Sektor jasa keuangan merupakan sektor yang memiliki keterkaitan dengan

Lebih terperinci

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia PENDAHULUAN BMT berkembang dari kegiatan Baitul maal : bertugas menghimpun, mengelola dan menyalurkan Zakat, Infak dan Shodaqoh (ZIS) Baitul

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Fungsi Akuntansi Keuangan 2.1.1 Pengertian Akuntansi Keuangan Data akuntansi merupakan salah satu sumber pokok analisis keuangan, oleh karena itu pemahaman terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu lembaga keuangan pembiayaan memiliki pola pelayanan yang khas, seperti sasaran nasabah, tipe kredit, serta cara pengajuan, penyaluran, dan pengembalian kredit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koperasi Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian Bab 1 Pasal 1 ayat 1, koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PROGRAM MICROFINANCE SYARI AH BERBASIS MASYARAKAT (MISYKAT) DAN MANAJEMEN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PROGRAM MICROFINANCE SYARI AH BERBASIS MASYARAKAT (MISYKAT) DAN MANAJEMEN BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PROGRAM MICROFINANCE SYARI AH BERBASIS MASYARAKAT (MISYKAT) DAN MANAJEMEN PEMBIAYAANNYA DI DOMPET PEDULI UMMAT DAARUT TAUHID (DPU-DT) CABANG SEMARANG A. ANALISIS PRAKTEK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN DANA SOSIAL PADA YAYASAN AL-JIHAD SURABAYA

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN DANA SOSIAL PADA YAYASAN AL-JIHAD SURABAYA BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN DANA SOSIAL PADA YAYASAN AL-JIHAD SURABAYA A. Analisis Manajemen Penghimpunan, Pengelolaan serta Pendistribusian Dana Sosial pada Yayasan Al-Jihad Surabaya Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan dunia usaha saat ini begitu ketat dan kompetitif. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan yang mengalami kesulitan dalam mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Keuangan Manajemen keuangan sangat penting dalam semua jenis perusahaan, termasuk bank dan lembaga keuangan lainnya, serta perusahaan industri dan retail. Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional menjadi salah satu fokus utama pemerintah untuk menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor ekonomi menjadi salah

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Anggaran Anggaran adalah suatu rencana keuangan periodik yang disusun berdasarkan program yang telah disahkan anggaran (budget), merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan yang berbasis syari ah sumber-sumber ekonomi. yang tersedia secara terarah dan terpadu serta dimanfaatkan bagi

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan yang berbasis syari ah sumber-sumber ekonomi. yang tersedia secara terarah dan terpadu serta dimanfaatkan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa memerlukan pola pengaturan pengelolaan keuangan yang berbasis syari ah sumber-sumber ekonomi yang tersedia secara terarah dan terpadu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang melaksanakan berbagai kegiatan usaha, yaitu sektor negara, swasta

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang melaksanakan berbagai kegiatan usaha, yaitu sektor negara, swasta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tata perekonomian nasional terdapat tiga sektor kekuatan penggerak ekonomi yang melaksanakan berbagai kegiatan usaha, yaitu sektor negara, swasta dan koperasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Laporan Keuangan Bagian akuntansi merupakan bagian yang sangat berjasa dalam menyajikan sebuah laporan keuangan sektor usaha. Laporan keuangan yang dimaksud terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No.10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No.10 tahun 1998 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bank memiliki peranan yang strategis dalam menunjang roda perekonomian. Bank sebagai lembaga keuangan, merupakan wadah yang menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan dapat berwujud laporan keuangan. Laporan keuangan menyajikan gambaran mengenai posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia yang berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia yang berkembang pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia yang berkembang pesat menunjukkan kontribusi yang positif bagi perekonomian domestik nasional. 1 Lembaga keuangan yang

Lebih terperinci

Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat

Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI

Lebih terperinci

Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan PT BPRS Kotabumi JL. JENDRAL SUDIRMAN NO.8 KOTABUMI LAMPUNG UTARA Periode: Juni-2016 Laporan Neraca

Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan PT BPRS Kotabumi JL. JENDRAL SUDIRMAN NO.8 KOTABUMI LAMPUNG UTARA Periode: Juni-2016 Laporan Neraca Laporan Neraca No Pos-pos AKTIVA 1 Kas 1,708,974 1,239,425 2 Penempatan Pada Bank Indonesia 3 Penempatan Pada Bank Lain 19,739,738 16,119,813 4 Piutang Murabahah 32,891,424 29,011,916 5 Piutang Salam 6

Lebih terperinci

Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan PT BPRS Kotabumi JL. JENDRAL SUDIRMAN NO.8 KOTABUMI LAMPUNG UTARA Periode: Maret-2017 Laporan Neraca

Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan PT BPRS Kotabumi JL. JENDRAL SUDIRMAN NO.8 KOTABUMI LAMPUNG UTARA Periode: Maret-2017 Laporan Neraca Laporan Neraca No Pos-pos AKTIVA 1 Kas 1,954,744 915,756 2 Penempatan Pada Bank Indonesia 3 Penempatan Pada Bank Lain 22,275,072 17,904,176 4 Piutang Murabahah 30,983,553 29,902,390 5 Piutang Salam 6 Piutang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. dan dapat dipercaya untuk menilai kinerja perusahaan dan hasil dari suatu

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. dan dapat dipercaya untuk menilai kinerja perusahaan dan hasil dari suatu 50 BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang penting dan dapat dipercaya untuk menilai kinerja perusahaan dan hasil dari suatu perusahaan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Analisis Rasio Rasio keuangan merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh membagi satu angka dengan angka lainnya. Jadi, rasio

Lebih terperinci

Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan PT BPRS Kotabumi JL. JENDRAL SUDIRMAN NO.8 KOTABUMI LAMPUNG UTARA Periode: Juni-2017 Laporan Neraca

Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan PT BPRS Kotabumi JL. JENDRAL SUDIRMAN NO.8 KOTABUMI LAMPUNG UTARA Periode: Juni-2017 Laporan Neraca Laporan Neraca No Pos-pos AKTIVA 1 Kas 1,741,721 1,708,974 2 Penempatan Pada Bank Indonesia 0 0 3 Penempatan Pada Bank Lain 25,139,235 19,739,738 4 Piutang Murabahah 30,185,080 32,891,424 5 Piutang Salam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program di segala bidang secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT), BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Dewasa ini, perkembangan perekonomian masyarakat dalam skala makro dan mikro, membuat lembaga keuangan khususnya lembaga keuangan syariah bersaing untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan salah satu urat nadi perekonomian suatu negara. Bank di dalam perekonomian sebagai lembaga perantara keuangan, yang dimana perbankan merupakan salah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. suatu desain penelitian. MenurutNazir (2005:84) Desain penelitian adalah semua

BAB III METODE PENELITIAN. suatu desain penelitian. MenurutNazir (2005:84) Desain penelitian adalah semua BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Desain Penelitian Untuk dapat menghasilkan suatu penelitian yang baik, maka diperlukan suatu desain penelitian. MenurutNazir (2005:84) Desain penelitian adalah semua proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerimaan dan penyaluran dana zakat, infak, sedekah yang telah dilakukan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerimaan dan penyaluran dana zakat, infak, sedekah yang telah dilakukan oleh A. Tinjauan Penelitian Terdahulu BAB II KAJIAN PUSTAKA Istutik (2013) meneliti mengenai penerapan standar akuntansi Zakat Infak/Sedekah (PSAK: 109) pada pertanggungjawaban keuangan atas aktivitas penerimaan

Lebih terperinci

Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan PT BPRS Kotabumi JL. JENDRAL SUDIRMAN NO.8 KOTABUMI LAMPUNG UTARA Periode: Maret-2016 Laporan Neraca

Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan PT BPRS Kotabumi JL. JENDRAL SUDIRMAN NO.8 KOTABUMI LAMPUNG UTARA Periode: Maret-2016 Laporan Neraca Laporan Neraca No Pos-pos AKTIVA 1 Kas 915,756 792,473 2 Penempatan Pada Bank Indonesia 3 Penempatan Pada Bank Lain 17,904,176 13,973,840 4 Piutang Murabahah 29,902,390 27,921,677 5 Piutang Salam 6 Piutang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian perkembangan kinerja keuangan PT ITC dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan usaha perusahaan tersebut yang tercermin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Unit Usaha Syariah (UUS) dengan total Aset sebesar Rp. 57 triliun (Republika :

BAB 1 PENDAHULUAN. Unit Usaha Syariah (UUS) dengan total Aset sebesar Rp. 57 triliun (Republika : BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri keuangan syariah terutama perbankan syariah di Indonesia saat ini tumbuh secara pesat. Ada lima Bank Umum Syariah (BUS) dan 24 Unit Usaha Syariah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonominya. Untuk meningkatkan perekonomian, fokus pemerintah. Indonesia salah satunya pada sektor keuangan dan sektor riil.

BAB I PENDAHULUAN. ekonominya. Untuk meningkatkan perekonomian, fokus pemerintah. Indonesia salah satunya pada sektor keuangan dan sektor riil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekonomi merupakan sesuatu yang penting untuk memenuhi kebutuhan manusia. Selain itu ekonomi juga menjadi indikator tingkat kesejahteraan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi adalah sektor UKM (Usaha Kecil Menengah). saat ini para pelaku UKM masih kesulitan dalam mengakses modal.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi adalah sektor UKM (Usaha Kecil Menengah). saat ini para pelaku UKM masih kesulitan dalam mengakses modal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, Pembangunan ekonomi merupakan hal yang sangat peting bagi negara. Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyaknya lembaga keuangan makro maupun mikro yang tersebar ke berbagai pelosok tanah air, rupanya belum mencapai kondisi yang ideal jika diamati secara teliti.

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Syariah (LKMS) yang berbentuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Bab I. Pendahuluan. Syariah (LKMS) yang berbentuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Perbankan merupakan industri yang memiliki banyak risiko. Selain melibatkan dana masyarakat, bank harus memutarkan dana tersebut berupa: pemberian kredit, pembelian

Lebih terperinci

BMT : BERBAGAI PERSOALAN TERUS BERTINDIH

BMT : BERBAGAI PERSOALAN TERUS BERTINDIH BMT : BERBAGAI PERSOALAN TERUS BERTINDIH DIPRESENTASIKAN OLEH : MOHAMMAD HALIMI Ketua Program Studi Manajemen Sekolah Vokasi UGM Baitul Maal wat Tamwil ( B M T ) Lembaga keuangan mikro syariah Dua Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dunia perbankan Indonesia semakin menghadapi banyak tantangan, terutama menghadapi pasar global. Di dalam melaksanakan bisnis, perbankan Indonesia akan dihadapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No 7

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No 7 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia mengalami kemajuanpesat. Perkembangan industri keuangan syariah diawali dengan terbitnya Undang-Undang

Lebih terperinci