BAB III KEABSAHAN AKTA WASIAT OLEH NOTARIS SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III KEABSAHAN AKTA WASIAT OLEH NOTARIS SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014"

Transkripsi

1 BAB III KEABSAHAN AKTA WASIAT OLEH NOTARIS SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 Wasiat bukan merupakan perjanjian, karena Janji harus dipenuhi (Pacta Sunt Servanda), sedangkan wasiat yang diberi pewasiat kepada penerima wasiat bisa menolak wasiat tersebut, melainkan wasiat tidak wajib diterima oleh penerima wasiat. Surat wasiat merupakan hubungan hukum antara pemberi wasiat dengan penerima wasiat yang tidak wajib untuk dilaksanakan penerima wasiat. Wasiat ketentuannya diatur dalam buku ke-2 (kedua) BW ialah ketentuan hukum yang bersifat memaksa (Dwingend Recht) sehingga para pihak tidak diberi kesempatan untuk menyimpangkan dan menyampingkannya (bersifat tertutup). Karena bersifat memaksa, maka prosedur yang sudah ditetapkan dalam pembuatan akta wasiat di bawah tangan apabila tidak dipenuhi, maka Batal Demi Hukum sebagaimana ditentukan dalam pasal 953 BW junto pasal 891 BW. Jadi, prosedur dan syarat dalam pembuatan akta wasiat di bawah tangan supaya berlaku sebagai akta otentik wajib dipenuhi oleh pemberi dan penerima wasiat serta notaris berkewajiban melaksanakan prosedur tersebut dengan memberikan kepastian hukum akta wasiat di bawah tangan tersebut tidak melanggar ketentuan undang-undang. 28 Syarat-syarat dan prosedur dalam pembuatan surat wasiat apabila tidak dipenuhi, maka ancaman kebatalan sebagaimana dalam ketentuan pasal 953 BW : 28 Pendapat Prof. Dr. H.M. Isnaeni, S.H. M.S, (guru besar fakultas Hukum Universitas Airlangga), pada tanggal 18 Maret l

2 Segala acara yang disyaratkan dalam pembuatan surat-surat wasiat menurut ketentuan-ketentuan dalam bagian ini, harus dipenuhi atas ancaman kebatalan. Apabila bertentangan dengan undang-undang lain yang mengatur mengenai wasiat seperti undang-undang jabatan notaris, maka ancaman kebatalan sebagaimana dalam ketentuan Pasal 891 BW : penyebutan akan suatu alas sebab, baik yang sungguh-sungguh, maupun yang palsu, namun bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan yang baik, mengakibatkan batalnya pengangkatan waris atau pemberian hibah. Keabsahan dalam pembuatan Akta Wasiat Di Bawah Tangan supaya berlaku sebagai Akta Otentik dan berlaku sah dimata hukum terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu : 1. Keabsahan Akta Wasiat Di Bawah Tangan Secara Substantif, dan 2. Keabsahan Akta Wasiat Di Bawah Tangan Secara Prosedural. 1. Keabsahan Akta Wasiat Di Bawah Tangan Secara Substantif Keabsahan Akta Wasiat Di Bawah Tangan Secara Substantif ialah keabsahan yang meliputi syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemberi wasiat, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penerima Wasiat, dan kewajibankewajiban yang harus dilakukan Oleh Notaris terkait jabatannya yang harus dipenuhi dalam pembuatan Akta Wasiat Di Bawah Tangan Syarat-syarat Yang Harus Dipenuhi Oleh pemberi Wasiat Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemberi wasiat dalam pembuatan akta wasiat di bawah tangan agar dapat berlaku sah sebagai akta otentik adalah sebagai berikut: R. Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodifikasi, Airlangga University Press, Surabaya, h. 71. li

3 1. Orang yang mewariskan harus mempunyai akal budi yang sehat, sebagaimana telah ditentukan dalam pasal 895 BW. Untuk dapat membuat atau mencabut suatu surat wasiat, seorang harus mempunyai budi akalnya. Selanjutnya dikatakan dalam pasal 896 BW bahwa: Setiap orang dapat membuat atau menikmati keuntungan dari sesuatu surat wasiat, kecuali mereka yang menurut ketentuan-ketentuan dalam bagian ini, dinyatakan tak cakap untuk itu. Notaris bukanlah dokter atau ahli kejiwaan, sehingga notaris tidak berwenang menilai keadaan jasmani atau rohani seseorang. Bahwa si pewasiat memiliki akal dan budi yang sehat, maka kebenaran ini harus dibuktikan dengan adanya saksi-saksi yang hadir. 2. Orang yang membuat wasiat telah mencapai usia 18 (belas tahun) tahun atau yang telah kawin sebelum mencapai umur tersebut, sebagaimana telah ditentukan dalam pasal 897 BW yaitu: para belum dewasa yang belum mencapai umur genap delapan belas tahun, tidak diperbolehkan membuat surat wasiat. Untuk membuktikan bahwa si pembuat wasiat tersebut usianya sudah mencapai genap 18 tahun atau sudah kawin, maka notaris dapat melihat dari Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari si pembuat wasiat. 3. Kecakapan menurut kedudukan si pembuat wasiat sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 898 BW yaitu: Kecakapan seorang yang mewariskan, harus ditinjau menurut kedudukan dalam mana ia berada, tatkala surat wasiat dibuatnya. Hal ini berarti bahwa kecakapan dari si pembuat wasiat tersebut dinilai menurut keadaan pada saat membuat surat wasiat itu berada dalam lii

4 keadaan normal dan sadar harus dianggap telah cukup membuktikan bahwa ia pada pembuatan surat wasiat itu berada dalam keadaan tersebut. 4. Surat wasiat tidak bertentangan dengan kesusilaan sebagaimana telah ditentukan dalam pasal 888 BW yaitu: Dalam segala surat wasiat, tiap-tiap syarat tak dapat dimengerti, atau tak mungkin dilaksanakan atau yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, harus dianggap sebagai tak tertulis. 5. Surat wasiat tidak dibuat sebab yang palsu sebagaimana telah ditentukan dalam pasal 890 BW yaitu: Penyebutan akan sesuatu alas sebab yang palsu, harus dianggap tak tertulis, kecuali kiranya surat wasiat memperlihatkan, bahwa si yang mewariskan tidak akan mengambil ketetapannya, jika kepalsuan alas sebab tadi dulu telah diketahuinya. 6. Surat wasiat tidak dibuat karena paksa, tipu atau muslihat sebagaimana telah ditentukan dalam pasal 893 BW yaitu: Segala surat wasiat yang dibuat sebagai akibat paksa, tipu atau muslihat, adalah batal. 7. Satu surat wasiat hanya berisi wasiat atau kehendak satu orang saja, sebagaimana telah ditentukan dalam pasal 930 BW yaitu: Dalam satu-satunya akta, dua orang atau lebih tak diperbolehkan menyatakan wasiat mereka, baik untuk mengaruniai seorang ke tiga, maupun atas dasar pernyataan bersama atau bertimbal balik. 8. Larangan membuat suatu ketentuan surat wasiat sehingga bagian mutlak para ahli waris (legitime portie) menjadi kurang semestinya sebagaimana telah ditentukan dalam pasal 913 BW yaitu: Bagian mutlak atau legitime portie, adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat. 9. Apa saja yang menjadi isi sebuah wasiat: liii

5 a. wasiat pengangkatan waris (erfstelling) dalam pasal 954 BW, b. hibah wasiat dalam pasal 957 BW, c. codicil dalam pasal 935 BW. 10. Saksi-saksi yang harus hadir minimal 4 (empat) orang dalam pembuatan akta wasiat di bawah tangan. Dari ketentuan pasal 944 BW yang menyatakan bahwa: Saksi-saksi yang harus hadir dalam pembuatan surat wasiat, harus telah dewasa dan penduduk Indonesia. Pun mereka harus mengerti akan bahasa, dalam mana surat wasiat itu dibuat, atau dalam mana akta pengalamatannya atau penyimpanannya ditulis. Orang-orang yang tidak boleh dipakai sebagai saksi pada pembuatan surat wasiat yaitu para ahli waris atau penerima hibah wasiat (legataris), baik keluarga sedarah atau semenda mereka sampai dengan derajat ke enam, serta anak-anak atau cucu-cucu atau keluarga sedarah atau semenda sampai derajat yang sama dari notaris, dihadapan siapa surat wasiat dibuat. Sehingga pasal 40 UUJN melengkapi pasal 944 BW, dan ketentuanketentuan dari kedua pasal tersebut sama-sama berlaku untuk surat-surat wasiat. Dalam proses pembuatan akta wasiat di bawah tangan, seseorang yang akan membuat surat wasiat datang kepada notaris, dan ia harus memperhatikan formalitas-formalitas khusus agar wasiat tersebut berlaku sah sebagai akta otentik. Dengan demikian, formalitas-formalitas yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan akta wasiat secara umum adalah: 1. Kehendak terakhir, yang diberitahukan oleh si pembuat wasiat secara lugas kepada seorang notaris, harus ditulis oleh itu dengan kata-kata yang jelas. Penyampaian ini harus dilakukan sendiri oleh si pembuat wasiat, liv

6 tidak dapat dilakukan melalui penuturan orang lain, anggota keluarga, atau seorang juru bicara. Si pembuat wasiat tidak mengetahui aturan ini sehingga dalam praktek notarislah yang membacakannya dan menanyakan apakah yang dibacakan itu benar-benar kehendaknya (pertanyaan ini dilakukan dua kali oleh notaris yang bersangkutan, yaitu pada permulaan sewaktu pembuat wasiat datang untuk menandatangani dan kedua kali setelah seluruh akta dibacakan oleh notaris). 2. Dengan dihadiri oleh minimal 4 (empat) orang saksi-saksi. Notaris sendiri harus membacakan akta kepada si pembuat wasiat dan setelah pembacaan itu, notaris harus bertanya kepadanya apakah yang dibacakan itu benar mengandung wasiatnya. 3. Akta itu harus ditandatangani oleh si pembuat wasiat, notaris, dan saksisaksi. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 932 ayat (3) BW. 4. Jika si pembuat wasiat menerangkan tidak dapat menandatangani atau berhalangan menandatangani akta itu, keterangan si pembuat wasiat serta halangan yang dikemukakan harus ditulis secara tegas dalam akta oleh notaris yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 932 ayat (4) BW. 5. Bahasa yang ditulis dalam akta wasiat (testament acte) harus sama dengan bahasa yang dipakai oleh si pembuat wasiat pada saat menyebutkan kehendak terakhirnya. lv

7 6. Setelah surat wasiat tersebut dibuat, maka notaris setiap dalam tempo 5 (lima) hari pertama tiap-tiap bulan wajib melaporkan atas akta wasiat yang dibuat olehnya kepada Daftar Pusat Wasiat (DPW) di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penerima Wasiat Untuk dapat menikmati sesuatu dari surat wasiat maka ditentukan beberapa syarat sebagai berikut : Orang (si penerima wasiat) harus ada sebelum yang mewariskan (si pemberi wasiat) meninggal dunia. Dengan pengecualian apa yang ditentukan dalam pasal 2 BW. Anak yang masih dalam kandungan perempuan seseringkali kepentingan menghendakinya. Junto pasal 899 ayat (1) BW. Sedangkan pasal 899 ayat (2) BW. Pengecualian ialah mengenai orangorang yang menerima hak dari yayasan-yayasan. Yurisprudensi menganggap bahwa yayasan yang didirikan dengan surat wasiat itu menunggal dunia. Sebab berdirinya yayasan itu justru sudah terjadi pada saat ada pemisahan harta kekayaan dari pewaris. 2. Badan-badan amal, lembaga-lembaga keagamaan, gereja atau rumah sakit, diharuskan mendapat izin Presiden atau pejabat yang ditunjuk oleh nya. Pasal 900 BW. Berdasarkan staastsblad 1937 nomor 573 tentang perkumpulanperkumpulan berbadan hukum wewenang itu dilimpahkan kepada 30 Djoko Soepadmo, Op.cit, h lvi

8 direktur Justisi, jadi sekarang menjadi wewenang Kementerian Hukum dan Ham. Begitu juga tentang izin untuk hibah berdasarkan pasal 1680 BW. 3. Pasal 901 BW seorang suami atau isteri tak dapat menikmati keuntungan karena ketetapan-ketetapan istri atau suaminya dengan surat wasiat, jika perkawinan mereka telah berlangsung tidak dengan izin yang sah, dan si yang mewariskan meninggal dunia pada suatu tatkala keabsahan perkawinan karena itu masih dapat dipertengkarkan dimuka hakim. 4. Pasal 902 ayat (1) BW. Jika seorang laki-laki tau perempuan yang mempunyai anak atau keturunan dari perkawinannya yang dahulu, menyeburkan diri dalam perkawinan yang kedua kali atau berikutnya, maka kepada suami atau istri yang kemudian, tidaklah ia dengan surat wasiat diperbolehkan menghibahkan hak milik atas sejumlah barang yang lebih dari pada apa yang telah diberikan kepada yang terakhir tadi menurut kitab kedua belas BW. Yang dimaksud ialah pasal 852 huruf (a) BW dan juga pasal 181 BW tidak boleh dilanggar. Pasal 181 BW tidak boleh dalam wasiatnya menghibah wasiatkan dan atau manfaat melebihi ¼ (seperempat) bagian dari harta suami atau istri yang kawin untuk kedua kalinya. 5. Pasal 903 BW. Menentukan bahwa suami atau isteri hanya diperbolehkan menghibah wasiatkan barang dari harta persatuan, sekedar barang-barang itu menjadi bagian mereka masing-masing dalam persatuan. Jika ada barang yang dihibahkan tidak memenuhi ketentuan itu maka yang berhak menerimnya tidak berhak menuntut barangnya innatura, akan tetapi dapat lvii

9 minta ganti rugi dari barang-barang yang nyata di bagikan kepada ahli warisnya, dan jika tidak mencukupi dari barang-barang mereka pribdai. 6. Pasal 904 BW. Menentukan bahwa anak yang belum dewasa, meskipun sudah mencapai umur 18 tahun, tak diperkenankan menghibah wasiatkan sesuatu kepada walinya. Jika ia sudah cukup umur dia hanya boleh menghibahwasiatkan kepada bekas walinya, apabila wali tersebut telah menyelesaikan pertanggungan jawabnya mengenai perwaliannya. Kecuali kepada ahli waris garis lurus keatas, yang dulu jadi walinya. 7. Pasal 906 BW. Larangan untuk menghibahwasiatkan kepada pengajarpengajar mereka, kepada guru-guru pengasuh laki-laki atau perempuan yang tinggal serumah dengan mereka, dan kepada guru-guru pada siapa mereka diasramakan. Dikecualikan hibah-hibah wasiat yang dimaksud sebagai membalas jasa mereka. 8. Sekalian dokter-dokter (tabib) dan sekalian juru obat/ahli obat yang mengakibatkan matinya, guru-guru agama yang telah menyumbangkan bantuan kepada mereka tidak diperkenankan menarik keuntungan dari penetapan-penetapan wasiat, yang telah diambil untuk tatkala ia sakit. Kecuali: Guna membalas jasa yang telah diberikan. Untuk keuntungan suami atau isteri dari si yang mewariskan. Segala ketetapan untuk kepentingan keluarga sedarah sampai derajat ke-4 (keempat) apabila tidak ada waris garis keatas. 9. Pasal 907 BW. Larangan bagi Notaris dan saksi-saksi dihadapan notaris siapa surat wasiat itu dibuat. Menurut Yurisprudensi tentang hal ini hanya lviii

10 untuk wasiat umum saja. Tidak berlaku bagi notaris yang membuatkan akta penyimpanan akta olografis, atau superskripsi dari surat wasiat rahasia, bagi si pewaris. Saksi saksi notaris disini yang dimaksud ialah para saksi instrumentair, dalam akta wasiat yang bersangkutan. 10. Anak luar kawin yang diakui, tidak boleh menerima keuntungan dari surat wasiat yang melebihi kepada mereka yang diberikan kepadanya berdasarkan bab ke duabelas. Disini terutama harus dilihat dari pengaturan tentang legetieme portie yang tidak boleh dilanggar. 11. Bagi mereka yang telah berzinah, secara timbal balik tidak dapat menikmati keuntungan dari suatu wasiat, jiak tentang perzinahan tersebut sebelum mereka meninggal dunia telah ada keputusan hakim yang mempunyai kekuatan pasti. 12. Selanjutnya pasal 911 BW. Menetapkan bahwa suatu wasiat yang diambil untuk kepentingan orang yang tidak cakap untuk mewaris adalah batal. Andaikata ketetapan itu telah diambil dengan nama seorang perantara. Yang dianggap perantara itu ialah: bapak dan ibu dari yang tidak cakap, sekalian anak dan keturunan anak-anaknya dan isteri atau suaminya. 13. Pasal 912 mengatur siapa saja yang dianggap tidak cakap untuk menikmati sesuatu dari atau menarik sesuatu keuntungan dari suatu wasiat dari yang mewariskan ialah mereka yang telah membunuh si yang mewariskan, yang telah menggelapkan, membinasakan, dan memalsu surat wasiatnya dan mereka yang dengan paksa atau kekerasan telah mencegah si yang mewariskan tadi akan mencabut atau mengubah surat wasiatnya tiap-tiap mereka seperti juga tiap-tiap isteri atau suami dan anak-anak mereka. lix

11 Pasal ini hampir sama dengan pasal 838 BW yang mengatur tentang tidak patut untuk mewaris. Perbedaan yang ada ialah bahwa yang tidak dimasukkan apa yang disebut dalam pasal 838 BW yaitu mengenai seorang waris menurut undang-undang yang telah berusaha untuk membunuh pewaris, dan orang dari siapa telah terbukti dengan putusan hakim, bahwa secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap pewaris. Alsan pembentuk undang-undang mengenai hal ini ialah, menurut jalan pemikiran pembentuk undang-undang kalau pewaris mungkin sudah memaafkan perbuatan orang tersebut. Dan itu terbukti bahwa dia tidak mengubah wasiatnya. Demikian dalam uraian Prof. Mr. Pitlo. A 1.3. Kewajiban-Kewajiban Yang Harus Dilakukan Oleh Notaris Kewajiban-Kewajiban Yang Harus Dilakukan Oleh Notaris berdasarkan pasal 16 ayat (1) UUJN khususnya dalam pembuatan akta wasiat di bawah tangan, dalam menjalankan jabatannya notaris berkewajiban: 1. pasal 16 ayat (1) huruf (a) UUJN. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum Notaris berkewajiban menjaga kepentingan pewasiat terkait dalam pembuatan akta wasiat di bawah tangan dengan bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, dan tidak berpihak kepada para penerima wasiat dan ahli waris lainnya. 2. pasal 16 ayat (1) huruf (b) UUJN. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris lx

12 Kewajiban dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga keautentikan suatu Akta dengan menyimpan Akta dalam bentuk aslinya, sehingga apabila ada pemalsuan atau penyalahgunaan grosse, salinan, atau kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah dengan mencocokkannya dengan aslinya. Dalam hal ini Notaris menyimpan Akta wasiat di bawah tangan dan Penyimpanan tersebut dibuatkan akta penyerahan (acte van depot). Dimana grosse, salinan, atau kutipannya akta penyerahan (acte van depot) diberikan kepada pihak pemberi wasiat. 3. pasal 16 ayat (1) huruf (c) UUJN. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta akta penyerahan (acte van depot) yang di buat oleh notaris guna penyimpanan dan pendaftaran akta wasiat di bawah tangan harus dilekatkan surat dan dokumen berupa akta wasiat di bawah tangan dan (acte van depot) harus dilekatkan sidik jari pemberi wasiat dan para saksi. 4. pasal 16 ayat (1) huruf (d) UUJN. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta Grosse Akta yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan ini adalah Grosse pertama, sedang berikutnya hanya dikeluarkan atas perintah pengadilan. Grosse pertama akta penyerahan (acte van depot) diberikan kepada pihak pemberi wasiat. 5. pasal 16 ayat (1) huruf (e) UUJN. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya lxi

13 Yang dimaksud dengan "alasan untuk menolaknya" adalah alasan yang mengakibatkan Notaris tidak berpihak, seperti adanya hubungan darah atau semenda dengan Notaris sendiri atau dengan suami/istrinya, salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan, atau hal lain yang tidak dibolehkan oleh undang-undang. Dalam hal ini Notaris berkewajiban menolak untuk melakukan pembuatan akta wasiat di bawah tangan, apabila pembuat wasiat mempunyai hubungan darah atau semenda dengan Notaris sendiri atau dengan suami/istrinya. 6. pasal 16 ayat (1) huruf (f) UUJN. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain Kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan Akta dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait dengan Akta tersebut. Notaris berkewajiban menjaga isi dalam akta wasiat di bawah tangan sampai dengan si pewasiat meninggal dunia, dan setelah meninggalnya pewasiat notaris berkewajiban menyampaikan dan membuka isi akta wasiat di bawah tangan kepada ahli waris dengan dihadiri dan disaksikan oleh BHP (Balai Harta Peninggalan). 7. pasal 16 ayat (1) huruf (i) UUJN. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan Kewajiban yang diatur dalam ketentuan ini adalah penting untuk memberi jaminan perlindungan terhadap kepentingan ahli waris, yang setiap saat dapat dilakukan penelusuran atau pelacakan akan kebenaran dari suatu lxii

14 Akta wasiat di bawah tangan dan penyimpanannya yang telah dibuat di hadapan Notaris. 8. pasal 16 ayat (1) huruf (j) UUJN. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya Notaris mempunyai kewenangan dan sekaligus kewajiban untuk mendaftarkan akta wasiat di bawah tangan tersebut ke daftar pusat wasiat pada kementerian Hukum dan Ham sebagaimana diatur dalam ordonansi daftar pusat wasiat (Ordonnantie op het Centraal Testarnentenregister). Staatblad jo (mb. 1Jan. 1922) (Ord. 15 April 1920). 9. pasal 16 ayat (1) huruf (k) UUJN. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan Pencatatan dalam repertorium dilakukan pada hari pengiriman, hal ini penting untuk membuktikan bahwa kewajiban Notaris dalam pembuatan akta wasiat di bawah tangan telah dilaksanakan. 10. pasal 16 ayat (1) huruf (m) UUJN. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris Bahwa Notaris harus hadir secara fisik dan menandatangani Akta di hadapan penghadap dan saksi. Notaris berkewajiban membacakan akta wasiat di bawah tangan dan akta penyerahan (acte van depot), dan dalam lxiii

15 pembuatan akta wasiat di bawah tangan harus dihadiri minimal 4 (empat) orang saksi. 2. Keabsahan Akta Wasiat Di Bawah Tangan Secara Prosedural Keabsahan Akta Wasiat Di Bawah Tangan Secara Prosedural ialah keabsahan yang meliputi tanggung jawab notaris yang bersifat administratif terhadap jabatannya, yaitu pelaporan akta wasiat di bawah tangan ke Daftar Pusat Wasiat, pelaporan akta wasiat di bawah tangan ke Balai Harta Peninggalan (BHP), dan membayarkan Penerimaan Negara Bukan Pajak Pelaporan Akta Wasiat di Bawah Tangan ke Daftar Pusat Wasiat Salah satu kewenangan notaris adalah membuat akta wasiat (testament acte). Notaris membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan. Kewenangan ini penting untuk memberi jaminan perlindungan terhadap kepentingan pewaris dan ahli waris, yang setiap saat dapat dilakukan penelusuran akan kebenaran suatu surat wasiat yang telah dibuat dihadapan notaris. Semua akta wasiat (testament acte) yang dibuat dihadapan notaris wajib diberitahukan kepada Seksi Daftar Pusat Wasiat, baik testament terbuka (openbaar testament), testament tertulis (olographis testament), maupun testament tertutup atau rahasia. Jika akta wasiat (testament acte) tersebut tidak diberitahukan maka wasiat itu tidak akan berlaku mengikat. Pada testament tertulis (olographis testament), apabila seseorang masih hidup membuat surat wasiat dan diserahkan kepada notaris, maka notaris wajib menyimpan terlebih dahulu akta wasiat (testament acte) tersebut. Akta sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) huruf (i), (j) dan (k) undangundang jabatan notaris atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar lxiv

16 Pusat Wasiat yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya. Dalam menjalankan jabatannya notaris berkewajiban mengirimkan daftar wasiat yang terdiri dari wasiat olografis (pasal 932 BW), wasiat rahasia (pasal 940 BW), dan wasiat umum (pasal 938 jo 939 BW). Pelanggaran berupa tidak membuat daftar wasiat dan tidak mengirimkan laporan dalam jangka waktu yang disebut dalam pasal 16 ayat (1) huruf (i), (j) dan (k) undang-undang jabatan notaris, tidak mengakibatkan wasiat kehilangan otensitas oleh karena tidak menyangkut bentuk akta wasiat, namun pelanggaran yang bersifat eksternal (diluar akta) terhadap kewajiban dalam menjalankan jabatannya, sehingga sanksi atas pelanggarannya mengakibatkan akta wasiat batal demi hukum sejak pewaris meninggal dunia. 31 Wasiat terikat secara ketat dengan syarat-syarat dan bentuk yang ditetapkan undang-undang. Oleh karena wasiat baru berlaku setelah pembuat wasiat meninggal dunia, sehingga perlu adanya jaminan agar tidak adanya pemalsuan atau penipuan dalam wasiat. Dengan wasiat, pewaris dapat memindah tangankan harta kekayaannya kepada siapapun dan karena itu untuk memberikan kepastian hukum kepada pewaris, ahli waris dan pihak ketiga, diperlukan adanya kewajiban membuat pelaporan kepada Kementerian Hukum dan Ham. Untuk melakukan pemberitahuan akta wasiat (testament acte), diharuskan memenuhi syarat yaitu harus sesuai dengan kolom yang diberikan oleh Daftar Pusat Wasiat (DPW). Jika tidak diisi 1 (satu) kolom saja, maka artinya akan 31 Kongres XX Ikatan Notaris Indonesia, Kebatalan dan Degradasi Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Serta Model Aktanya, h. 9. lxv

17 kabur. Pencabutan akta wasiat (testament acte) juga harus dilaporkan kepada Daftar Pusat Wasiat (DPW) karena apabila seseorang membuat surat wasiat lagi tanpa mencabut surat wasiat yang terdahulu, maka surat wasiat yang berlaku adalah surat wasiat yang terdahulu Pelaporan Daftar Pusat Wasiat (AHU Online) 1. Nomor Akta Wasiat (wajib isi) 2. Tanggal Akta Wasiat (wajib isi) 3. Jenis Akta (wajib isi) 4. Nama Lengkap Pemberi Wasiat (wajib isi) 5. Dahulu Bernama / Alias (wajib isi) 6. Tempat Lahir Pemberi Wasiat (wajib isi) 7. Tanggal Lahir Pemberi Wasiat (wajib isi) 8. Alamat Pemberi Wasiat (wajib isi) 9. Provinsi (wajib isi) 10. Kabupaten (wajib isi) 11. Kecamatan (wajib isi) 12. Kelurahan (wajib isi) 13. RT 14. RW 15. Kode Pos 16. Nomor Reportorium lxvi

18 Tampilan Cek Pelaporan Daftar Pusat Wasiat AHU Online (ahu.web.id) PELAPORAN WASIAT BULAN APRIL TAHUN 2015 NOTARIS : M. IQBAL, S.H., M.Kn WILAYAH KEDUDUKAN : JAWA TIMUR KOTA SURABAYA Yang Memberikan Surat Wasiat atau Yang Mewariskan Akta Wasiat N O Nama Lengkap Pemberi Dahulu Bernama Tempat Lahir Tanggal Bulan dan Tahun Lahir Alamat Terakhir Nomor Akta Tanggal Bulan dan Tahun Akta Nomor Repertorium Jenis Akta Action 1 Salman Salman Surabaya 15 Juni Mei Wasiat Perbaharui Alfarisi 1980 Surabaya 2015 Olographis Hapus 2 Ridho Ridho Surabaya 15 Mei Mei Wasiat Perbaharui Al Rasyid 1970 Surabaya 2015 Olographis Hapus 3 Jorenta Jo Medan 13 Juni Mei Wasiat Perbaharui Meliala 1965 Surabaya 2015 Umum Hapus 2.2. Pelaporan Akta Wasiat di bawah tangan ke Balai Harta Peninggalan Notaris dengan syarat yang sama wajib mengirimkan laporan Akta Wasiat di bawah tangan secara tercatat (tertulis) kepada Balai Harta Peninggalan (BHP), yang daerah hukumnya tempat notaris berada. Jika si pembuat wasiat meninggal dunia, maka Notaris menyerahkan surat wasiat (testament) tersebut kepada Balai Harta Peninggalan (BHP) dan kemudian Balai Harta Peninggalan (BHP) tersebut membuka, membaca, dan menyerahkan kembali kepada Notaris yang bersangkutan. Oleh karena itu, Balai Harta Peninggalan (BHP) membuat 3 (tiga) berita acara, yaitu: 1. Berita Acara penyerahan. 2. Berita Acara pembukaan dan pembacaan surat wasiat (testament). lxvii

19 3. Berita Acara penyerahan kembali surat wasiat (testament) kepada Notaris yang bersangkutan Membayarkan Penerimaan Negara Bukan Pajak Selain Daftar Pusat Wasiat, Notaris berkewajiban untuk melaporkan pembayaran PNPB (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang berhubungan dengan akta wasiat, berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang berbunyi: Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara. Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 yang berhubungan dengan akta wasiat: 1. Pelayanan Jasa Hukum, huruf (D) angka (1) yaitu pemberian surat keterangan surat wasiat dikenakan biaya sebesar Rp ,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) Per surat Keterangan Wasiat. 2. Pelayanan Harta Peninggalan, huruf (B) yaitu Pendaftaran Akta Wasiat dikenakan biaya sebesar Rp ,00 (seratus ribu rupiah) Per Akta. lxviii

20 3. Tabel Perbandingan Kewajiban Notaris Tehadap Pembuatan Akta Wasiat Di Bawah Tangan Sebelum dan Setelah Berlakunya Ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun No. Perbedaan BW UU No. 30 Tahun Pelekatan Tidak Tidak diatur Sidik Jari di diatur Minuta Akta (akta penyimpan an surat wasiat di bawah tangan) UU No. 2 Tahun 2014 Diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (c) Implikasi Notaris wajib melekatkan sidik jari para penghadap dan saksi di minuta akta (akta penyimpanan surat wasiat di bawah tangan)dengan alasan keamanan. Sidik jari yang diambil cukup menggunakan jempol kanan atau kiri. 2 Dihadiri paling sedikit 4 (empat) orang saksi 3 Pelaporan Akta Wasiat di Bawah Tangan ke Daftar Pusat Wasiat Pasal 940 ayat (2) yaitu untuk akta rahasia atau tertutup Tidak diatur Tidak diatur Dikirim secara tertulis dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan ke Daftar Pusat Wasiat di Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan. Diatur dalam pasal 16 ayat (1) huruf (i). Diatur dalam pasal 16 ayat (1) huruf (m) Dikirim secara Online dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan ke Daftar Pusat Wasiat di Kementerian yang menyelenggaraka n urusan pemerintahan di bidang hukum. Diatur dalam pasal 16 ayat (1) huruf (j). Notaris wajib membacakan akta penyimpanan surat wasiat di bawah tangan dengan dihadiri dan ditandatangani minimal 4 (empat) orang saksi. Pelaporan Akta Wasiat di Bawah Tangan ke Daftar Pusat Wasiat tidak lagi tertulis, akan tetapi sudah Online di AHU Online Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Dengan alamat wibsite (ahu.web.id) lxix

21 4 Sanksi Administrat if Notaris terkait kewajiban dalam pembuatan akta wasiat di bawah tangan Tidak diatur Tidak diatur pasal 16 ayat (11) : Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa: Notaris bertanggung gugat secara Administratif, apabila Notaris melanggar kewajiban terkait dengan pembuatan akta wasiat di bawah tangan. a. peringatan tertulis; b. pemberhentia n sementara; c. pemberhentia n dengan hormat; atau d. pemberhentia n dengan tidak hormat. 5 Sanksi Perdata Notaris terkait kewajiban dalam pembuatan akta wasiat di bawah tangan Pasal 1365 tentang Perbuat an Melang gar Hukum Tidak diatur pasal 16 ayat (12) : Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Notaris bertanggung gugat secara perdata, apabila tidak mengirimkan pelaporan akta wasiat di bawah tangan ke Daftar Pusat Wasiat. lxx

22 6 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berhubunga n dengan akta wasiat Tidak diatur Lampiran PP 38 tahun 2009: 1. Pelayanan Jasa Hukum angka 4. Harta Peninggalan: huruf a. Pemberian surat keterangan surat wasiat per SKW Rp ,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) Lampiran Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2014: 1. Pelayanan Jasa Hukum, huruf (D) angka (1) yaitu pemberian surat keterangan surat wasiat dikenakan biaya sebesar Rp ,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) Per surat Keterangan Wasiat. 2. Pelayanan Harta Peninggalan, huruf (B) yaitu Pendaftaran Akta Wasiat dikenakan biaya sebesar Rp ,00 (seratus ribu rupiah) Per Akta. Kewajiban notaris untuk melaporkan dan membayarkan PNPB yang berhubungan dengan akta wasiat. Sebagaimana diwajibkan dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun Akibat Hukum apabila Notaris tidak melaksanakan ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf (m) undang-undang nomor 2 tahun 2014 Akibat hukum apabila notaris tidak melaksanakan ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf (m) undang-undang nomor 2 tahun 2014, dengan tidak dihadiri minimal 4 (empat) orang saksi dalam pembuatan akta wasiat di bawah tangan, maka Batal lxxi

23 Demi Hukum karena hukum yang bersifat memaksa (Dwingend Recht) yaitu prosedur yang sudah ditetapkan undang-undang tidak dipenuhi sebagaimana ditentukan dalam pasal 953 BW junto pasal 891 BW. Hukum yang bersifat memaksa adalah peraturan-peraturan hukum yang tidak boleh dikesampingkan atau disimpangi oleh orang-orang yang berkepentingan, terhadap peraturan-peraturan hukum mana orang-orang yang berkepentingan harus tunduk dan mentaatinya. Prosedur yang sudah ditetapkan undang-undang jabatan notaris khususnya dalam keabsahan akta wasiat dan apabila notaris tidak memenuhinya, maka dikenai sanksi perdata dan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam pasal 84 dan pasal 85 undang-undang jabatan notaris Sanksi Perdata Sanksi ini berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga merupakan akibat yang akan diterima notaris atas tuntutan para penghadap jika akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum. 32 Pasal 84 undang-undang jabatan notaris tidak menegaskan atau tidak menentukan secara tegas (membagi) ketentuan (pasal-pasal) yang dikategorikan seperti itu. Pasal 84 undang-undang jabatan notaris mencanpur-adukkan atau tidak memberikan batasan kedua sanksi tersebut, dan untuk menentukannya bersifat alternatif dengan kata atau pada kalimat...mengakibatkan suatu akta hanya 32 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, 2009, h. 91. lxxii

24 mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum.... Oleh karena dua istilah tersebut mempunyai pengertian dan akibat hukum yang berbeda, maka perlu ditentukan ketentuan (pasal-pasal) mana saja yang dikategorikan sebagai pelanggaran dengan sanksi akta notaris mempunyai sebagai akta di bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum. Kemudian juga perlu ditegaskan, apakah sanksi terhadap notaris kedua hal tersebut sebagai akibat langsung dari akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum. Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai di bawah tangan dan akta Notaris menjadi batal demi hukum adalah dua istilah yang berbeda. Untuk menentukan akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dapat dilihat dan ditentukan dari : Isi (dalam) pasal-pasal tertentu yang menegaskan secara langsung jika Notaris melakukan pelanggaran, maka akta yang bersangkutan termasuk akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. 2. Jika tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal yang bersangkutan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, maka pasal lainnya yang dikategorikan melanggar menurut Pasal 84 UUJN, termasuk ke dalam akta batal demi hukum. 2009, h Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, Mandar Maju, Bandung, lxxiii

25 Pasal 1869 BW menentukan batasan akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dapat terjadi jika tidak memenuhi ketentuan karena : Tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan, atau 2. Tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan, atau 3. Cacat dalam bentuknya. Ketentuan-ketentuan tersebut di bawah ini dicantumkan secara tegas dalam pasal-pasal tertentu dalam UUJN yang menyebutkan jika dilanggar oleh Notaris terkait pembuatan akta penyimpanan surat wasiat di bawah tangan, sehingga akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, yaitu : 1. Pasal 41 UUJN: Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 mengakibatkan Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. 2. Pasal 44 ayat (5) UUJN: Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. 3. Pasal 48 ayat (3) UUJN: Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. 4. Pasal 49 ayat (4) UUJN: 34 Ibid,.. lxxiv

26 Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. 5. Pasal 50 ayat (5) UUJN: Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), serta dalam Pasal 38 ayat (4) huruf d tidak dipenuhi, Akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. 6. Pasal 51 ayat (4) UUJN: Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. 7. Pasal 52 ayat (3) UUJN: Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakibat Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan apabila akta itu ditandatangani oleh penghadap, tanpa mengurangi kewajiban Notaris yang membuat akta itu untuk membayar biaya, ganti rugi, dan bunga kepada yang bersangkutan. Ketentuan-ketentuan jika dilanggar akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan disebutkan dengan tegas dalam pasalpasal tertentu dalam UUJN yang bersangkutan sebagaimana tersebut di atas, maka dapat ditafsirkan bahwa ketentuan-ketentuan yang tidak disebutkan dengan tegas akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, maka selain itu termasuk ke dalam akta Notaris yang batal demi hukum sebagaimana ditentukan dalam pasal 84 UUJN junto pasal 891 BW, yaitu : lxxv

27 1. Melanggar kewajiban sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (c), yaitu tidak melekatkan sidik jari penghadap pada minuta akta. 2. Melanggar kewajiban sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (j), yaitu tidak membuat daftar akta wasiat dan mengirimkan ke daftar pusat wasiat dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan (termasuk memberitahukan bilamana nihil). 3. Melanggar kewajiban sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (l), yaitu tidak mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukannya. 4. Melanggar kewajiban sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (m), yatitu tidak dipenuhinya saksi minimal dua (2) orang untuk pembuatan akta umum, atau minimal empat (4) orang untuk pembuatan akta wasiat di bawah tangan Sanksi Administratif Pasal 85 UUJN ditentukan ada 5 (lima) jenis sanksi administratif, yaitu: Teguran lisan. 2. Teguran tertulis. 3. Pemberhentian sementara. 4. Pemberhentian dengan hormat. 5. Pemberhentian tidak hormat. 35 Ibid, h. 109 lxxvi

28 Sanksi-sanksi tersebut berlakunya secara berjenjang mulai dari teguran lisan sampai dengan pemberhentian tidak hormat, karena Notaris melanggar pasal-pasal tertentu yang tersebut dalam pasal Pasal 85 UUJN. Sanksi Notaris karena melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 85 undang-undang jabatan notaris merupakan Sanksi Internal yaitu sanksi terhadap notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya tidak melakukan serangkaian tindakan tertib pelaksanaan tugas jabatan kerja notaris yang harus dilakukan untuk kepentingan Notaris sendiri. 36 Sanksi administratif kepada notaris terkait dengan pembuatan akta wasiat di bawah tangan ialah terhadap kewajibannya yaitu diatur dalam pasal 16 ayat (11) Undang-Undang Jabatan Notaris. 5. Tanggung Gugat terhadap Notaris atas pembuatan Akta Wasiat di Bawah Tangan Tanggung gugat terhadap notaris atas pembuatan akta wasiat di bawah tangan diatur dalam pasal 16 ayat (11) dan 16 ayat (12) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris : (11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa: e. peringatan tertulis; f. pemberhentian sementara; g. pemberhentian dengan hormat; atau h. pemberhentian dengan tidak hormat. (12) Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak 36 Ibid, h. 114 lxxvii

29 yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Pada pasal 933 ayat (1) dan (2) BW menyebutkan bahwa akta wasiat di bawah tangan apabila adanya penyimpanan oleh notaris, maka akta wasiat di bawah tangan sama kuatnya dengan surat wasiat akta umum (otentik) yang berbunyi : (1) Surat wasiat tertulis sendiri, setelah ada dalam penyimpanan notaris sesuai dengan pasal yang lalu, adalah sama kuatnya dengan surat wasiat yang diselenggarakan dengan akta umum dan dianggaplah surat itu dibuat pada hari pembuatan akta penyimpanan, dengan tak usah memperhatikan akan tanggal yang dibubuhkan dalam surat wasiat sendiri. (2) Surat wasiat, yang sebagai tertulis sendiri disimpan oleh notaris, harus dianggap benar seluruhnya ditulis dan ditandatangani sendiri oleh si yang mewariskan, kecuali kemudian terbukti sebaliknya. Akta wasiat di bawah tangan yang disimpan oleh notaris dan akta tersebut sama dengan dengan akta umum (otentik) pada pasal 933 ayat (1) BW dan sebagaimana akta otentik bentuknya ditentukan oleh undang-undang yang dijelaskan dalam pasal 1868 BW yang berbunyi: Suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Apabila dalam pembuatan akta wasiat di bawah tangan cacat dalam bentuknya, maka akta tersebut tidak lagi mempunyai kekuatan sebagai alat bukti otentik, akan tetapi akta wasiat di bawah tangan tersebut turun pembuktiannya yaitu mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1869 BW yang berbunyi : lxxviii

30 Suatu akta, yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai dimaksud di atas, atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak. Mengenai kekuatan pembuktian suatu alat bukti tertulis dapat dilakukan pembagian dalam 3 jenis kekuatan pembuktian yaitu : Kekuatan Pembuktian Ekstern : Bahwa jika suatu akta dari wujudnya saja tampak sebagai suatu akta yang di buat oleh suatu pejabat umum, maka akta seperti itu dianggap sebagai akta otentik. Kekuatan pembuktian ekstern itu berlaku terhadap setiap orang; 2. Kekuatan Pembuktian Formal : Bahwa apa yang disebut didalam suatu akta itu memang benar apa yang diterangkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan ini berlaku bagi siapa saja; 3. Kekuatan Pembuktian Materil : Bahwa apa yang dimuat di dalam suatu akta itu memang sungguh-sungguh terjadi antara para pihak. Tidak hanya diucapkan saja oleh para pihak, tapi juga memang sungguh-sungguh terjadi. Dengan adanya 3 (tiga) jenis kekuatan-kekuatan pembuktian itu dapat ditinjau kekuatan pembuktian apa yang terdapat pada tiap pembuktian dengan tulisan. Akta otentik disini terdapat kekuatan pembuktian ekstern karena akta otentik harus mempunyai bentuk tertentu yang ditetapkan dengan undang-undang dari yang membuat itu adalah pejabat umum. Kekuatan pembuktian ekstern itu tidak hanya berlaku bagi pihak-pihak, tapi juga berlaku bagi tiap orang. Siapa yang menyangkal hal itu harus membuktikan kepalsuan akta itu. Adapun kepalsuan suatu akta dapat dibagi diantara kepalsuan materill dan kepalsuan intelektual. Kepalsuan materill terjadi apabila tanda tangan atau tulisan 37 Ali Afandi, Op, cit., h. 199 lxxix

31 dalam akta itu dipalsu setelah akta itu dibuat oleh pejabat umum. Sedangkan kepalsuan intelektual ternyata karena apabila pejabat itu mencantumkan keterangan yang tidak benar dalam akta itu. Dengan demikian di dalam akta otentik yang dengan pasti benar adalah tanda tangan pihak-pihak yang bersangkutan, tanggal, tempat dimana akta itu dibuat. Hal yang pasti ini tidak hanya berlaku bagi pihak yang disebut di dalam akta itu saja tapi juga bagi setiap orang. Lalu pada akta otentik terdapat juga kekuatan pembuktian formal, karena pejabat umum yang membuat akta itu adalah pejabat yang melakukan tugasnya, di bawah sumpah, sehingga apa yang dimuat di dalam akta itu harus dianggap sungguh-sungguh diucapkan oleh pihak yang bersangkutan. Lebih penting lagi dari itu, maka suatu akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian materil. Tapi kekuatan pembuktian materil ini terbatas pada beberapa orang saja, yaitu sebagaimana dimuat dalam Pasal 1870 BW sebagai berikut : Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. Notaris sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya. Apabila akta yang dibuatnya ternyata dibelakang hari mengandung cacat hukum maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan Notaris atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan dokumen atau keterangan yang sebenarnya dalam pembuatan akta tersebut. Semua kegiatan yang dilakukan oleh Notaris khususnya dalam membuat akta akan selalu dimintakan pertanggungjawaban. lxxx

32 Pengenaan sanksi terhadap Notaris bergantung pada besarnya kesalahan yang dibuat Notaris. Sanksi yang dapat dikenakan kepada Notaris, misalnya pelanggaran terhadap ketentuan kewajiban pada Pasal 16 UUJN yang berakibat akta yang dibuat oleh Notaris tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan akibat lainnya adalah Notaris yang bersangkutan berkewajiban untuk membayar biaya ganti kerugian kepada yang berkepentingan. Disadari atau tidak jika akta yang dibuat oleh Notaris dipersengketakan oleh para pihak, maka tidak menutup kemungkinan Notaris diposisikan pada posisi yang tidak menguntungkan. Apabila akibat kelalaian atau kesalahan Notaris dalam membuat akta dapat dibuktikan maka kepada Notaris yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawaban baik secara pidana yaitu pada pasal 66 UUJN maupun perdata yaitu pada pasal 84 UUJN. Tanggung jawab yang dibebankan kepada Notaris apabila melanggar kewajibannya dan berakibat terjadinya kerugian kepada pihak yang dirugikan, dapat dilakukan tanggung gugat terhadap notaris dengan gugatan perbuatan melanggar hukum sebagaimana dalam pasal 1365 BW yang berbunyi: Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Berdasarkan ketentuan diatas, dapat dikemukakan unsur-unsurnya yaitu sebagai berikut : Adanya suatu perbuatan; 1983, h R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, Cetakan 9, Sumur, Bandung, lxxxi

33 2. Perbuatan tersebut melawan hukum; 3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku; 4. Adanya kerugian bagi korban; 5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian. Notaris bertanggung jawab juga akibat kelalaian dan kurang hati-hatinya terhadap pembuatan akta wasiat di bawah tangan sebagaimana dihubungkan dengan pasal 1366 BW yang berbunyi : Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya. Pasal 1365 dan 1366 BW tidak memberikan perumusan pengertian perbuatan melawan hukum, tetapi hanya mengatur kapankah seseorang mengalami kerugian karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain dan terhadap dirinya akan dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada pihak yang menyebabkan kerugian itu melalui pengadilan. 39 Berdasarkan pendapat di atas, apabila dikaitkan dengan jabatan Notaris, maka dapat dikatakan bahwa apabila Notaris di dalam menjalankan tugas jabatannya dengan sengaja melakukan suatu perbuatan yang merugikan salah satu atau kedua belah pihak yang menghadap di dalam pembuatan suatu akta dan hal itu benar-benar dapat diketahui, bahwa sesuatu yang dilakukan oleh Notaris misalnya bertentangan dengan undang-undang, maka Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban berdasarkan Pasal 1365 BW. Begitu juga sebaliknya, apabila 39 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, h. 41. lxxxii

34 Notaris yang tugasnya juga memberikan pelayanan kepada masyarakat atau orang-orang yang membutuhkan jasanya dalam pengesahan atau pembuatan suatu akta, kemudian di dalam akta itu terdapat suatu klausula yang bertentangan misalnya dengan undang-undang, sehingga menimbulkan kerugian terhadap orang lain, sedangkan para pihak yang menghadap sama sekali tidak mengetahuinya, maka dengan sikap pasif atau diam itu Notaris yang bersangkutan dapat dikenakan Pasal 1365 BW. Notaris yang melakukan perbuatan melanggar hukum dapat diajukan gugatan ke pengadilan, selanjutnya apabila perbuatan melanggar hukum tersebut dapat dibuktikan, maka Notaris wajib membayar ganti kerugian kepada para pihak yang dirugikan. Semua peraturan hukum sesungguhnya bertujuan ke arah keseimbangan dari berbagai kepentingan tersebut, oleh karena peraturan-peraturan hukum hanya hasil perbuatan manusia dan seorang manusia adalah bersifat tidak sempurna, maka sudah tentu segala peraturan hukum itu mengandung sifat yang tidak sempurna pula. Jika hal ini dikaitkan dengan profesi Notaris, maka pada dasarnya Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya dapat saja melakukan suatu kesalahan atau pelanggaran yang secara perdata hal ini dapat dimintakan suatu pertanggungjawaban, meskipun hal tersebut berkaitan dengan kebenaran materil dari akta dihadapannya. lxxxiii

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BUKU I Biro Peraturan Perundang-undangan, Humas dan Tata Usaha Pimpinan BKPM 2015 DAFTAR ISI 1. UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS 1 (satu) bulan ~ Notaris tidak membuat akta Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan Notaris tidak membuat akta, Notaris, secara sendiri atau melalui kuasanya menyampaikan

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS I. UMUM Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Gedung DitJend. Peraturan Perundang-undangan Jln. Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan Email: admin@legalitas.org Go Back Tentang Kami Forum Diskusi FAQ Web Mail. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5491 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang meninggal dunia maka hak dan kewajibannya demi hukum akan beralih kepada ahli warisnya. Hak dan kewajiban yang dapat beralih adalah hak dan kewajiban

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 PELAKSANAAN SURAT WASIAT BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DALAM PRAKTEK KENOTARIATAN 1 Oleh: Karini Rivayanti Medellu 2 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Telly Sumbu, SH, MH Meiske T. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS PERPADUAN NASKAH UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 9-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1983 (ADMINISTRASI. FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak Perpajakan 2 Pengadilan Pajak 12 April 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Daftar isi 1. Susunan Pengadilan Pajak 2. Kekuasaan Pengadilan Pajak 3. Hukum Acara 2 Susunan Pengadilan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA YANG TELAH DI LEGALISASI DI KABUPATEN MAGETAN

BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA YANG TELAH DI LEGALISASI DI KABUPATEN MAGETAN BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA YANG TELAH DI LEGALISASI DI KABUPATEN MAGETAN A. Kewajiban Notaris Dalam Pembuatan Akta. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bambang Riyanto selaku notaris

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.10 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, DAN TATA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

BAB VII PERADILAN PAJAK

BAB VII PERADILAN PAJAK BAB VII PERADILAN PAJAK A. Peradilan Pajak 1. Pengertian Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA A. Pengertian Wasiat Sehubungan dengan pewaris, yang penting dipersoalkan ialah perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila ia meninggal dunia.

Lebih terperinci

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu 8 B AB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Wasiat Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu akta yang berisi pernyataan seseorang tentang apa yang akan terjadi setelah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH A. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam pengelolaan bidang pertanahan di Indonesia, terutama dalam kegiatan pendaftaran tanah, Pejabat Pembuat

Lebih terperinci

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) Pasal 15 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA A. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis Yang Sempurna Lembaga Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang timbul

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS 2.1 Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Pola Perjanjian Kerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar) memiliki fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar) memiliki fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar) memiliki fungsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI

BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI C. Tinjauan Umum Mengenai Wasiat. 6. Pengertian Wasiat Wasiat atau testament

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS A. Karakteristik Notaris Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Disusun Oleh: Dimas Candra Eka 135010100111036(02) Hariz Muhammad 135010101111182(06) Nyoman Kurniadi 135010107111063 (07) Edwin Setyadi K. 135010107111071(08) Dewangga

Lebih terperinci

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D 101 09 645 ABSTRAK Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam bidang hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Balai Harta Peninggalan merupakan

Lebih terperinci

SANKSI TERHADAP NOTARIS YANG MENJADI PIHAK TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA SENDIRI

SANKSI TERHADAP NOTARIS YANG MENJADI PIHAK TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA SENDIRI BAB III SANKSI TERHADAP NOTARIS YANG MENJADI PIHAK TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA SENDIRI 1. Sanksi Terhadap Notaris. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM A. Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham dan Pengaturannya 1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Notaris yang hadir dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP Menimbang Mengingat : : a. bahwa pajak daerah

Lebih terperinci

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU Disusun Oleh : SIVA ZAMRUTIN NISA, S. H NIM : 12211037 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan 104 Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan Pasal 1867 berbunyi, Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan. Pasal 1868 berbunyi

Lebih terperinci