TINGKAT PEMANFAATAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN BEBERAPA JENIS IKAN PELAGIS EKONOMIS PENTING DI PROVINSI MALUKU UTARA IMRAN TAERAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINGKAT PEMANFAATAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN BEBERAPA JENIS IKAN PELAGIS EKONOMIS PENTING DI PROVINSI MALUKU UTARA IMRAN TAERAN"

Transkripsi

1 TINGKAT PEMANAATAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN BEBERAPA JENIS IKAN PELAGIS EKONOMIS PENTING DI PROVINSI MALUKU UTARA IMRAN TAERAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INORMASINYA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Tingkat Pemanfaatan dan Pola Musim Penangkapan Beberapa Jenis Ikan Pelagis Ekonomis Penting di Provinsi Maluku Utara adalah karya saya sendiri dengan arahan komisis pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2007 Imran Taeran C

3 ABSTRAK IMRAN TAERAN. Tingkat Pemanfaatan dan Pola Musim Penangkapan Beberapa Jenis Ikan Pelagis Ekonomis Penting di Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh MULYONO S. BASKORO dan IIN SOLIHIN. Jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara antara lain adalah cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna (Thunnus spp.), tongkol (Euthynnus sp.), layang (Decapterus sp.), kembung (Rastrelliger sp.), dan julung-julung (Hemirhamphus sp.). Jenis-jenis ikan pelagis tersebut ditangkap secara intensif. Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengukur tingkat pemanfaatan dan (2) menganalisis pola musim penangkapan. Metode survey dan observasi digunakan dalam pengumpulan data. Data dianalisis untuk tujuan pertama dengan mengunakan metode surplus produksi model ox sedangkan tujuan kedua dianalisis dengan menggunakan metode rata-rata bergerak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; tingkat pemanfaatan (Tpi) ikan cakalang berkisar 53-82% dari nilai MSY kg, dengan upaya optimum trip. Ikan tuna (Tpi) berkisar % dari nilai MSY kg, dengan upaya optimum 380 trip. Kisaran (Tpi) tongkol % dari nilai MSY kg, dengan upaya optimum trip. Tpi layang berkisar 14-75% dari nilai MSY kg, dengan upaya optimum trip. Tpi kembung berkisar % dari nilai MSY kg, dengan upaya optimum trip. Ikan julung-julung (Tpi) berkisar 68-99% dari nilai MSY kg, dengan upaya optimum trip. Sedangkan tingkat pengupayaan(tpu) ikan cakalang pada tahun melebihi f opt yaitu berkisar %. (Tpu) tuna pada tahun melebihi f opt yaitu berkisar %. (Tpu) tongkol pada tahun melebihi f opt yaitu berkisar %. (Tpu) layang pada tahun melebihi f opt yaitu berkisar %. (Tpu) kembung pada tahun melebihi f opt yaitu berkisar %. (Tpu) julung-julung pada tahun dibawah f opt yaitu berkisar 43-71%. Puncak musim penangkapan cakalang dan layang terjadi pada bulan Juli dengan nilai IMP sebesar 197% dan 188%. Puncak musim penangkapan tuna, tongkol dan kembung pada bulan Oktober dengan nilai IMP sebesar 308%; 170%; 140%. Sedangkan puncak musim penangkapan ikan julung-julung pada bulan Desember dengan nilai IMP sebesar 236%. Kata kunci : Ikan pelagis ekonomis penting, tingkat pemanfaatan, musim penangkapan.

4 ABSTRACT IMRAN TAERAN. Utilization Level and ishing Season Pattern of Several Kinds of Major Economic Pelagic ish in North Molucas Province. Member of advisor: MULYONO S. BASKORO and IIN SOLIHIN. Economic important fish in North Molucas Province are skipjack tuna (Katsuwonus pelamis), tuna (Thunnus spp.), little tuna (Euthynnus sp.), scad (Decapterus sp.), mackerel (Rastrelliger sp.), and garfish (Hemirhamphus sp.). Each species get pressure because they are catched intensively. The objectives of this research are to analyze level of exploiting and fishing season pattern. Survey method and observation was applied in data collecting. Data was analyzed by using ox model and moving average. The result of the research indicates that; level of exploitation skipjack tuna 53-82% from MSY kg, with optimum effort trip. Level of exploitation tuna (l ex) % from MSY kg, with optimum effort 380 trip. The range level of exploitation little tuna % from MSY kg, with optimum effort trip. Level of exploitation scad 14-75% from MSY kg, with optimum effort trip. Level of exploitation mackerel % from MSY kg, with optimum effort trip. Level of exploitation garfish 68-99% from MSY kg kg, with optimum effort trip. Level of exploitation for skipjack in was greater than f opt in range %, level of exploitation for tuna in was greater than f opt in range %, level of exploitation for little tuna in was greater than f opt in range %, level of exploitation for scad in was greater than f opt in range %, level of exploitation for mackerel in was greater than f opt in range %, level of exploitation for garfish in was greater than f opt in range 43-71%. Peak fishing season of skipjack tuna and scad is in July with index fishing season (ifs) value 197% dan 188%. Tuna, little tuna and mackerel peak fishing season is in October with index fishing season value 308%; 170%; 140%. Garfish peak fishing season is in December with index fishing season value 236%. Keywords: major economic pelagic fish, utilization level, fishing season.

5 @ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

6 TINGKAT PEMANAATAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN BEBERAPA JENIS IKAN PELAGIS EKONOMIS PENTING DI PROVINSI MALUKU UTARA IMRAN TAERAN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Dapartemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

7 Judul Tesis : Tingkat Pemanfaatan dan Pola Musim Penangkapan Beberapa Jenis Ikan Pelagis Ekonomis Penting di Provinsi Maluku Utara Nama Mahasiswa : Imran Taeran NRP : C Program Studi : Teknologi Kelautan Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Ketua Iin Solihin, S.Pi, M.Si Anggota Diketahui, Program Studi Teknologi Kelautan Ketua, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 27 Juni 2007 Tanggal Lulus :

8 PRAKATA Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan hidayah, ramhat dan karunia-nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian sampai penyusunan tesis dengan judul Tingkat Pemanfaatan dan Pola Musim Penangkapan Beberapa Jenis Ikan Pelagis Ekonomis Penting di Provinsi Maluku Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Mulyono S.Baskoro, M.Sc dan Bapak Iin Solihin, S.Pi, M.Si, sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing atas kesabaran, perhatian dan motivasinya dalam memberikan bimbingan kepada penulis. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc sebagai Ketua Program Studi Teknologi Kelautan serta seluruh dosen dan staf Program Studi Teknologi Kelautan atas dorongan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan. Penulis juga mengucapkan terimaksih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Petanian Bogor beserta staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Magister Sains di Institut Pertanian Bogor. 2. Bapak Dr. Ir. Budhi H. Iskandar, M.Si sebagai dosen penguji luar komisi yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan penulisan tesis ini. 3. Bapak Rektor Universitas Khairun Ternate dan Dekan akultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun (Dr.Ir. H. Muhajir K. Marsaoli, M.Si) yang telah merekomendasikan tugas belajar kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 4. Kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara, Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate dan nelayan Ternate, Pelabuhan Perikanan Pantai Bacan dan nelayan Bacan, Pelabuhan Perikanan Pantai Tobelo dan nelayan Tobelo, yang telah memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis dalam melaksanakan penilitian. 5. Kepada Keluarga Hi. Saleh Hi. Muhammad dan keluarga yang selalu membantu penulis selama studi Pascasarjana di IPB Bogor 6. Kepada Istri (Yenni Dasinsingon) dan anak tersayang (Mustica Maharanni), yang selama ini setia dan sabar menanti suami dan ayahnya selama studi. Selain itu, juga

9 mendoakan, memotivasi, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi Magister Sains. 7. Kepada semua sahabatku mahasiswa Program Studi TKL; Syawal, Cecu, Iskandar, Dame, Ongge, Gandi, Devi, Siti, Silvia, Dian, Bahim, dan teman-teman di asrama Gugahsari. Terima kasih atas motovasinya kepada penulis. Dengan penuh kerendahan hati dan rasa cinta penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Taeran S. Tawary (Almarhum) dan Ibunda Johra Hi Syarif atas do a, keikhlasan, semangat dan kasih sayangnya turut memberikan kekuatan dan ketabahan kepada penulis. Kepada kakak dan adiku (Yasin, Din,Lia, Mala, Wasila dan Dewi) dan semua keluarga, terima kasih atas do a, keikhlasan dan kesabarannya menjadi pengayomku. Kepada semua pihak yang telah memberikan batuan, hanya do a yang dapat penulis panjadkan mengharap ridho dan karunia Allah SWT, semoga semua pengorbanan yang diberikan kepada penulis menjadi catatan ibadah di sisi-nya. Amiin. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan perikanan tangkap di Provinsi Maluku Utara. Penulis menyadari bahwa masih diperlukan banyak masukan guna menyempurnakan tesis ini. Oleh karena itu, saran dan masukan dari pembaca sangat dibutuhkan. Bogor, Juni 2007 Imran Taeran

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kecamatan Kayoa, Kabupaten Maluku Utara pada tanggal 21 Pebruari 1968 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Bapak Taeran S. Tawary dan Ibu Johra H. Syarif. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Samo tahun 1982, pada tahun 1985 menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 3 Ternate. Pada tahun 1988 menyelesaikan pendidikan menengah atas pada SMU Negeri 2 Ternate. Pendidikan sarjana diselesaikan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, akultas Perikanan, Universitas Sam Ratulagi Manado pada tahun Setelah menyelesaikan pendidikan S1 penulis sempat bekerja di beberapa perusahaan swasta nasional, kemudian pada tahun 2001 diangkat sebagai Dosen Yayasan Pendidikan Khairun Ternate dan pada tahun 2002 penulis diangkat sebagai Dosen Universitas Khairun Ternate. Pada tahun 2005 penulis mendapat tugas belajar dari Pempinan Universitas Khairun Ternate pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor atas biaya pendidikan (Beasiswa Pendidikan Pascasarjana).

11 DATAR ISI Halaman DATAR TABEL DATAR GAMBAR.... DATAR LAMPIRAN iii iv v 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Unit Penangkapan Ikan Pelagis Metode Surplus Produksi Standarisasi Upaya Tangkap Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Muism Penangkapan Ikan METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Analisis tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan Analisis pola musim penangkapan ikan GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Letak geografis Karakteristik iklim Krakteristik oseanografi Keadaan Umum PerikananTangkap Potensi sumberdaya ikan Prasarana dan sarana perikanan Sumberdaya manusia dan kelembagaan Pengolahan Pemasaran... 39

12 Halaman 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Produktivitas Alat Tangkap (CPUE) Per Jenis Ikan Standarisasi Upaya Tangkap Per Jenis Ikan Metode Surplus Produksi Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Ikan cakalang Ikan tuna Ikan tongkol Ikan layang Ikan kembung Ikan julung-julung Tinjauan Perkembangan Data Produksi dan Upaya Tangkap Pola Musim Penangkapan Ikan Indeks musim penangkapan (IMP) Pemetaan lokasi pemanfaatan dan musim penangkapan ikan KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DATAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 DATAR TABEL Halaman 1 Komposisi potensi sumberdaya ikan, produksi serta tingkat pemanfaatannya di WPP 7 Tahun Perkembangan prasarana perikanan miliki milik swasta di Provinsi Maluku Utara sampai tahun Perkembangan prasarana perikanan tangkap miliki pemerintah Provinsi Maluku Utara sampai tahun Perkembangan armada penangkapan ikan di Provinsi Maluku Utara Perkembangan alat penangkapan ikan di Provinsi Maluku Utara Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap ikan cakalang periode berdasarkan kurva surplus produksi model ox Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap ikan tuna periode berdasarkan kurva surplus produksi model ox Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap ikan tongkol periode berdasarkan kurva surplus produksi model ox Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap ikan layang periode berdasarkan kurva surplus produksi model ox Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap ikan kembung periode berdasarkan kurva surplus produksi model ox Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap ikan julung-julung periode berdasarkan kurva surplus produksi model ox Indeks musim penangkapan ikan (IMP) beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara Musim penangkapan bebrapa jenis ikan pelagis ekonomis penting dihubungkan dengan pembagian musim angin

14 DATAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian tentang tingkat pemanfaatan dan musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara Peta lokasi penelitian Tahapan penentuan tingkat pemanfaatan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara Tahapan analisis pola musim penangkapan ikan dan hubungannya dengan kondisi lingkungan dan daerah penangkapan ikan di Provinsi Maluku Utara Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan cakalang tahun Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan tuna tahun Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan tongkol tahun Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan layang tahun Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan kembung tahun Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan julung-julung tahun Rata-rata effort standar per jenis ikan Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan cakalang tahun Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan tuna tahun Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan tongkol tahun Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan layang tahun Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan kembung tahun Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan julung-julung tahun Produksi cakalang di Provinsi Maluku Utara menurut model ox... 51

15 Halaman 19 Produksi tuna di Provinsi Maluku Utara menurut model ox Produksi tongkol di Provinsi Maluku Utara menurut model ox Produksi layang di Provinsi Maluku Utara menurut model ox Produksi kembung di Provinsi Maluku Utara menurut model ox Produksi julung-julung di Provinsi Maluku Utara menurut model ox Pola musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara Pola arus musim timur Peta sebaran dan pemanfaatan ikan pelagis di Provinsi Maluku Utara... 71

16 DATAR LAMPIRAN Halaman 1 Perkembangan produksi dan upaya tangkap tahunan ikan cakalang tahun Nilai CPUE, fishing power index dan effort standar ikan cakalang tahun Nilai simulasi model pendugaan ox ikan cakalang Perkembangan produksi dan upaya tangkap tahunan ikan tuna tahun Nilai CPUE, fishing power index dan effort standar ikan tuna tahun Nilai simulasi model pendugaan ox ikan tuna Perkembangan produksi dan upaya tangkap tahunan ikan tongkol tahun Nilai CPUE, fishing power index dan effort standar ikan tongkol tahun Nilai simulasi model pendugaan ox ikan tongkol Perkembangan produksi dan upaya tangkap tahunan ikan layang tahun Nilai CPUE, fishing power index dan effort standar ikan layang tahun Nilai simulasi model pendugaan ox ikan layang Perkembangan produksi dan upaya tangkap tahunan ikan kembung tahun Nilai CPUE, fishing power index dan effort standar ikan kembung tahun Nilai simulasi model pendugaan ox ikan kembung Perkembangan produksi dan upaya tangkap tahunan ikan julung-julung tahun Nilai CPUE, fishing power index dan effort standar ikan julung-julung tahun Nilai simulasi model pendugaan ox ikan julug-julung Perkembangan produksi bulanan ikan cakalang di PPN Ternate tahun Perkembangan upaya tangkap bulanan ikan cakalang di PPN Ternate tahun

17 Halaman 21 Perhitungan indeks musim penangkapan ikan cakalang dengan metode rata-rata bergerak Perkembangan produksi, upaya tangkap dan CPUE bulanan ikan tuna di PPN Ternate tahun Perhitungan ideks musim penangkapan ikan tuna dengan metode rata-rata bergerak Perkembangan produksi bulanan ikan tongkol di PPN Ternate tahun Perkembangan upaya tangkap bulanan ikan tongkol di PPN Ternate tahun Perhitungan ideks musim penangkapan ikan tongkol dengan metode rata-rata bergerak Perkembangan produksi bulanan ikan layang di PPN Ternate tahun Perkembangan upaya tangkap bulanan ikan layang di PPN Ternate tahun Perhitungan ideks musim penangkapan ikan layang dengan metode rata-rata bergerak Perkembangan produksi bulanan ikan kembung di PPN Ternate tahun Perkembangan upaya tangkap bulanan ikan kembung di PPN Ternate tahun Perhitungan ideks musim penangkapan ikan kembung dengan metode rata-rata bergerak Perkembangan produksi dan upaya tangkap bulanan ikan julung-julung di PPN Ternate tahun Perhitungan ideks musim penangkapan ikan julung-julung dengan metode rata-rata bergerak Lokasi perairan dan titik koordinat rumpon bantuan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara Data posisi lokasi sebaran ikan pelagis di perairan Maluku Utara

18 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan yang meningkat tentunya memiliki makna positif bagi pengembangan perikanan, terlebih daerah kepulauan seperti Provinsi Maluku Utara yang memiliki potensi perairan yang cukup luas dan potensial untuk pengembangan perikanan baik penangkapan maupun akuakultur. Namun demikian, tuntutan pemenuhan kebutuhan akan sumberdaya tersebut akan diikuti oleh tekanan eksploitasi sumberdaya ikan yang juga semakin intensif. Jika tidak dikelola secara bijaksana, sangat dikhawatirkan pemanfaatan sumberdaya secara intensif akan mendorong usaha perikanan ke jurang kehancuran dan terjadi berbagai konflik terhadap sumberdaya ikan. Pengelolaan perikanan seperti diuraikan oleh AO (1997) sebagai proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya dan implementasi dari aturan-aturan main dibidang perikanan dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas sumberdaya, dan pencapaian tujuan perikanan lainnya. Berdasarkan pengertian ini, pengelolaan perikanan membutuhkan bukti-buti ilmiah terbaik (best scientific evidence) untuk analisis dan perencanaan perikanan yang memadai, proses diskusi melalui konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dan penetapan berbagai tujuan dan strategi pengelolaan melalui pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya dan implementasi aturan mainnya. Pentingnya pengelolaan perikanan secara empiris dapat ditunjukkan dengan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan pada saat ini. Tingkat pemanfaatan adalah nisbi antara jumlah yang ditangkap dengan estimasi potensi sumberdaya. Sederhananya apabila tingkat pemanfaatan terlalu tinggi, lebih dari 50% dan mendekati 100%, maka sering dikatakan bahwa sumberdaya sudah tinggi tingkat pemanfaatannya. Tingkat pemanfaatan penuh atau sumberdaya telah jenuh pemanfaatannya bila prosentase pemanfaatan sudah mendekati atau pada tingkat 100%. Lebih dari 100% dinamakan dengan tingkat pemanfaatan lebih, sementara kurang dari 59% disebut dengan tingkat pemanfaatan rendah (Nikijuluw 2005).

19 2 Provinsi Maluku Utara merupakan kawasan baru hasil pemekaran wilayah yang memiliki keunggulan posisi strategis bagi bangsa Indonesia di tepian Pasifik, terutama dalam menyongsong era globalisasi dan perdagangan bebas. Kawasan ini sebagian besar dikelilingi oleh laut, yaitu sekitar 76,2%, sehingga potensi perikanan dan kelautan menjadi basis ekonomi bagi pembangunan daerah untuk kesejahteraan masyarakat, termasuk pemulihan ketahanan pangan pasca konflik horizontal. Perairan laut Maluku Utara tersebut memiliki potensi perikanan yang besar terkandung di dalamnya, merupakan aset yang penting bagi keberlanjutan pembangunan dalam konsep otonomi daerah. Sumberdaya perikanan tentunya dapat dimanfaatkan seutuhnya secara lestari sebagai sumber ekonomi yang diharapkan mampu mengangkat harkat masyarakat Maluku Utara ke jenjang yang lebih sejahtera. Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Provinsi Maluku Utara dan konstribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara umum. Kegiatan perikanan tangkap menghasilkan berbagai jenis hasil tangkapan berupa ikan konsumsi ekonomis penting baik jenis ikan pelagis maupun ikan demersal. Beberapa jenis ikan pelagis yang dominan dan memiliki nilai ekonomis penting antara lain; cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna (Thunnus sp.), tongkol (Euthynnus sp.), kembung (Rastrelliger sp.), layang (Decapterus sp.), dan julung-julung (Hemirhamphus sp.) Jenis-jenis ikan pelagis ini memiliki distribusi yang luas hampir diseluruh perairan Maluku Utara. Dalam pemanfaatannya dilakukan oleh sebagian besar nelayan skala kecil dan menengah dengan menggunakan teknologi yang masih relatif tradisional dengan mengandalkan pengetahuan yang diperoleh secara turun temurun. Kondisi demikian mengakibatkan setiap operasi penangkapan yang dilakukan oleh nelayan selalu berhadapan dengan situasi ketidakpastian terhadap musim penangkapan dan fishing ground yang mengakibatkan biaya operasional yang dikeluarkan tidak berimbang dengan hasil yang diperoleh. Informasi mengenai musim penangkapan ikan akan memberikan gambaran saat keberadaan ikan tersebut di suatu perairan, sehingga operasi penangkapan dapat diarahkan

20 3 pada saat musim banyak ikan. Hal tersebut akan memberikan peluang memperoleh hasil tangkapan yang lebih besar. Pemanfaatan potensi sumberdaya harus dilaksanakan secara terkontrol, sehingga kelestarian sumberdaya ikan di setiap wilayah perairan senantiasa dapat dipertahankan agar produktivitas optimum dapat terjaga. Sebab sumberdaya yang cukup melimpah tidak mempunyai arti dari sisi ekonomi apabila tidak ada upaya yang sungguh-sungguh dan sistematis untuk mendayagunakannya sehingga memberikan manfaat secara berkelanjutan. Dengan pemekaran wilayah maka perlu ditentukan kebijakan pengelolaan perikanan tangkap. Untuk mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan maka dalam perencanaan selalu berasaskan prinsip berkelanjutan. Salah satu upaya yang diperlukan adalah penyiapan basis data yang mencakup antara lain adalah alokasi sumberdaya ikan, unit penangkapan dan ketepatan waktu dalam penangkapan. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana tingkat pemanfaatan dan pola musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara. Hal tersebut perlu dilakukan dalam suatu kajian ilmiah yang dalam hal ini merupakan inti penelitian ini. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan hasil penelitian Badan Riset Departemen Kelautan dan Perikanan dan Komisi Nasional Stock Assessment, wilayah perairan Maluku Utara berada dalam wilayah pengelolaan perikanan (WPP) laut Seram dan laut Maluku dengan jumlah potensi lestari (MSY) yang diperkirakan sebesar ,00 ton/tahun, terdiri dari ikan pelagis ,00 ton/tahun dan ikan demersal ,00 ton/tahun. Sampai tahun 2003 tingkat pemanfaatan sebesar ,65 ton atau 10,09% dari potensi lestari (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara 2003). Dari data empiris tersebut pemerintah Provinsi Maluku Utara (Dinas Perikanan dan Kelautan) menjadikan acuan dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan pembangunan perikanan tangkap. Pemerintah mendorong sektor swasta untuk melakukan investasi dalam bidang perikanan tangkap dengan memberikan berbagai kemudahan. Selain itu nelayan lokal, diberikan bantuan

21 4 berupa kapal dan alat tangkap serta alat bantu rumpon. Kondisi ini menyebabkan eksploitasi terhadap sumberdaya ikan di perairan Maluku Utara semakin intensif. Walaupun berdasarkan data di atas, secara umum sumberdaya ikan di perairan Maluku Utara cukup melimpah dengan tingkat pemanfaatannya rendah, namum secara spesifik kondisi yang terjadi adalah setiap jenis ikan, mengalami tekanan penangkapan yang berbeda. Berberapa jenis ikan pelagis yang mengalami penangkapan yang sangat intensif antara lain adalah cakalang, tuna, tongkol, layang, kembung dan julung-julung. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) jenis ikan tersebut mudah ditangkap oleh nelayan dengan menggunakan beragam jenis alat tangkap, (2) minat masyarakat untuk mengkonsumsi jenis ikan tersebut cukup tinggi, dan (3) beberapa jenis ikan tersebut memiliki permintaan pasar yang relatif tinggi, baik pasar interinsuler maupun pasar ekspor. Upaya pengelolaan sumberdaya ikan tersebut agar selalu berasaskan prinsip kehati-hatian demi berkelanjutannya, maka perlu adanya penyiapan data base berupa jumlah potensi maksimum lestari dari setiap jenis ikan ekonomis penting, upaya optimum yang ditetapkan dan tingkat pemanfaatannya. Selain itu perlu ditentukan pola musim penangkapan dari setiap jenis ikan sehingga kegiatan penangkapan dilakukan tepat waktu dan terkendali. Untuk menjawab permasalahan yaitu tekanan penangkapan terhadap beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara lebih intensif maka penelitian tentang tingkat pemanfaatan dan pola musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara ini penting untuk dilakukan karena diharapkan dapat memberikan informasi awal dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis yang bertanggung jawab. 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting dalam rangka penyiapan data base untuk pengelolaan sumberdaya ikan secara berkelanjutan di Provinsi Maluku Utara. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

22 5 (1) Mengukur tingkat pemanfaatan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di perairan Maluku Utara. (2) Menganalisis pola musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di perairan Maluku Utara. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pada pengembangan ilmu pengetahuan dalam upaya pengelolaan sumberdaya ikan, sedangkan secara spesifik manfaat dari penelitian ini adalah : (1) Sebagai informasi bagi peneliti dan akademisi dalam mengembangkan penelitian lanjutan terutama yang berhubungan dengan pengkajian stok ikan sehingga mendapatkan rumusan yang tepat dalam pengelolaan sumberdaya ikan ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara. (2) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Provinsi Maluku Utara dalam membuat perencanaan mengenai pengembangan perikanan tangkap agar selalu berdasarkan prinsip kehati-hatian. 1.5 Kerangka Pemikiran Salah satu isu pembangunan di Provinsi Maluku Utara, sejak ditetapkan sektor perikanan dan kelautan sebagai leading sector adalah upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi sektor lain. Sebagai Provinsi kepulauan yang memiliki karakteristik spesifik dengan potensi sumberdaya perikanan dianggap cukup besar merupakan kekuatan dan peluang dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Minimnya data base pada sektor perikanan dan kelautan juga merupakan kendala dalam menentukan kebijakan dalam upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanutan. Hal ini mendorong upaya untuk mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran. Namun di sisi yang lain kondisi sumberdaya perikanan Maluku Utara khususnya di wilayah pantai cenderung mulai berkurang, sehingga hasil tangkapan terus mengalami penurunan. Banyak pihak yang sekedar meningkatkan produksi tanpa berpikir kelestarian sumberdaya ikan walaupun disadari hal ini akan berdampak pula pada keberlanjutannya.

23 6 Upaya untuk mempertahankan eksistensi perikanan tangkap saat sekarang dan masa yang akan datang maka perlu diterapkan konsep pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan konsep tersebut maka langkah awal adalah dilakukannya kajian mendasar terhadap kondisi stok dari setiap jenis ikan pelagis ekonomis penting, sehingga diharapkan dapat menjadi informasi untuk pengelolaan sumberdaya ikan di Provinsi Maluku Utara. Terdapat beberapa parameter yang dikaji terhadap setiap jenis ikan dalam penelitian ini antara lain adalah potensi lestari (MSY), upaya optimum (fopt), tingkat pemanfaatan dan pola musim penangkapan ikan. Metode surplus produksi (model ox) dipergunakan untuk menetukan nilai potensi lestari dan upaya optimum. Selanjutnya nilai MSY tersebut dibandingkan dengan total produksi ikan yang telah dicapai sehingga diperoleh tingkat pemanfaatan dari setiap jenis ikan pelagis di Provinsi Maluku Utara. Hasil analisis ini diharapkan memberikan informasi tentang berapa besar potensi sumberdaya ikan yang telah dimanfaatkan. Selain itu informasi tersebut digunakan untuk menentukan berapa banyak upaya tangkap yang telah dicapai. Sedangkan metode rata-rata bergerak dipergunakan untuk mentukan nilai indeks musim penangkapan (IMP). Selanjutnya nilai IMP dipergunakan untuk menganalisis pola musim penangkapan ikan. Hasil analisis tersebut diharapkan dapat memberikan informasi tentang waktu yang tepat untuk melakukan operasi penangkapan ikan, sehingga pemanfaatan sumberdaya ikan tetap terkendali. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

24 7 PERMASALAHAN Isu sumberdaya ikan melimpah Penangkapan intensif dan tidak terkendali Minimnya data base Eksistensi perikanan tangkap di Maluku Utara Informasi dan analisis data MSY dan f opt IMP Tingkat pemanfaatan dan pola musim penangkapan Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian tentang tingkat pemanfaatan dan musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara

25 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 1) Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Deskripsi morfologi dan meristik cakalang dari berbagai samudera menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies cakalang yang tersebar di seluruh dunia, yaitu Katsuwonus pelamis (Waldron & King 1963) diacu dalam (Simbolon 2003). Klasifikasi cakalang menurut AO (1991) adalah sebagai berikut : ilum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Perciformes Subordo : Scombroidei amili : Scombridae Genus : Katsuwonus Spesies : K. pelamis Badan memanjang, gelendong dengan penampang melintang bundar. Kepala bagisn atas sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Sirip dada pendek, badan kurang bersisik. Pangkal ekor ramping dengan plat tulang yang kuat. Kepala dan badan bagian atas biru kehitaman, bagian bawah abu-abu keperakan dan sirip-sirip kehitaman. Hidup diperairan pantai dan oseanis, ukurannya dapat mencapai 100 cm, tersebar luas di perairan tropis dan sub tropis (Paristiwady 2006). Khususnya di kawasan timur Indonesia, ikan cakalang tersebar di wilayah perairan terutama Laut Maluku, Laut Banda, Laut Seram dan Laut Sulawesi. Perairan tersebut termasuk daerah migrasi kelompok ikan di Samudera Pasifik bagian Selatan, khusus jenis ikan cakalang. Populasi cakalang yang dijumpai memasuki perairan Timur Indonesia terutama mengikuti arus. luktuasi keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap periode migrasi musiman serta terdapatnya ikan di suatu perairan (Uktolseja et al. 1991). Selajutnya Nontji (2002), menyatakan bahwa faktor pembatas yang penting bagi keberadaan ikan cakalang di suatu perairan adalah suhu dan salinitas. Telah

26 9 diketahui bahwa cakalang hidup di perairan lapisan permukaan dengan suhu C dan salinitas Penentuan lokasi penangkapan ikan cakalang (Kasuwonus pelamis) ditentukan oleh musim yang berbeda untuk setiap perairan. Penangkapan ikan cakalang (Kasuwonus pelamis) secara umum dapat dilakukan sepanjang tahun. Hasil yang diperoleh berbeda dari musim ke musim bervariasi pula menurut lokasi penangkapan. Saat dengan hasil lebih banyak dari biasanya disebut musim puncak dan bila hasil penangkapan lebih sedikit dari biasanya disebut musim paceklik (Nikijuluw 1986). 2) Ikan Tuna (Thunnus sp.) Uktolseja et al. (1997) menyatakan bahwa tuna besar terdiri atas 7 spesies, sedangkan yang tertangkap di perairan Indonesia ada 5 jenis yaitu: madidihang (Thunnus albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus), tuna albakora (Thunnus alalunga), tuna abu-abu (Thunnus tongkol), dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii). Penyebaran tuna terbanyak terdapat di Samudera Pasifik, dan terutama tertangkap di perairan dalam. Daerah penangkapan yang baik sering ditemukan di wilayah batas alih dua perairan yang berbeda, daerah pertemuan arus, daerah upwelling dan daerah penyebaran arus. Beberapa petunjuk untuk menentukan daerah penyebaran jenis tuna menurut Sumadhiharga (1971), antara lain : (1) Tempat-tempat pertemuan arus dari daerah perairan sempit (dangkal) dengan laut dalam atau daerah karang dan tebing yang merupakan fishing ground pada laut dalam. Berdasarkan keadaan hidrografi dapat diketahui, bahwa putaran arus pada dasar laut merupakan barier pada fishing ground laut dalam; (2) Tempat-tempat yang terdapat arus yang mengalir dengan cepat atau di tempat yang terdapat rintangan (karang, tebing, dan pulau); (3) Tempat terjadinya convergensi dan divergensi antara arus yang berdekatan; (4) Daerah arus eddy dari arus balik equator (equatorial counter current) Menurut Gunarso (1988) beberapa daerah penangkapan ikan tuna di Kawasan Timur Indonesi antara lain adalah: Laut Banda dan Laut Maluku. Daerah ini diduga relatif subur seperti dilaporkan oleh Arifin (2006) bahwa upwelling, front dan sebaran klorofil-a terjadi di perairan Maluku pada bulan Juli

27 10 dan Agustus. Tuna merupakan jenis ikan yang dalam kelompok ruaya akan muncul sedikit di atas lapisan termoklin pada siang hari dan akan beruaya ke lapisan permukaan pada sore hari. Sedangkan pada malam hari akan menyebar di antara lapisan permukaan dan termoklin. 3) Ikan tongkol (Euthynnus sp. ) Secara umum tongkol teridir dari 2 genus dan 5 spesies dan diklasifikasikan sebagai berikut (Collete & Nauen 1983). ilum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Percomorphi Subordo : Scombroidea amili : Scombridae Genus : Eutynnus Auxis Spesies : E. Affinis; E. Alletteratus; E. lineatus A. thazard; A. rochei Ciri morofologi tongkol (Euthynnus affinis) adalah badan memanjang dan penampang melintang agak bundar. Bentuk kepala bagian atas sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Sirip dada pendek, ujung sirip tidak melewati bagian depan area yang kurang bersisik. Kepala dan badan atas biru tuakehitaman, bagian bawah abu-abu keperakan. Daerah yang kurang bersisik diatas garis rusuk dengan garis-garis bergelombang menyilang kehitaman. Sirip perut dan dubur keputihan. Sirip ekor, sirip dada dan sirip punggung kehitaman. Hidup di perairan pantai dan oseanis, dapat mencapai 100 cm, tersebar luas di bagian tengah Indo- Pasifik (Paristiwady 2006). Sedangkan ciri morofologi tongkol (Auxis thazard) adalah badan memanjang dengan penampang melintang bundar. Bentuk kepala bagian atas sampai setelah mata hampir lurus, sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Sirip dada pendek, ujung sirip melewati bagian depan area yang kurang bersisik. Kepala dan badan bagian atas biru tuakehitaman, bagian bawah abu-abu keperakan. Daerah yang kurang bersisik di atas garis rusuk dengan garis-garis menyilang kehitaman. Sirip punggung, dada, perut dan dubur keputihan. Sirip

28 11 ekor kehitaman. Hidup di perairan pantai dan oseanis, dapat mencapai 58 cm, tersebar luas di perairan tropis dan sub tropis (Paristiwady 2006). Daerah penyebaran tongkol terutama di perairan Indonesia Timur dan perairan yang berhadapan dengan Samudera Indonesia. Penangkapan dengan menggunakan pancing tonda, huhate, jaring insang dan pukat cincin. 4) Layang (Decapterus sp.) Lima jenis layang yang umum ditemukan di perairan Indonesia yakni Decapterus russelli, Decapterus kurroides, Decapterus lajang, Decapterus macrosoma, dan Decapterus maruadsi. Namun dari kelima species ikan layang hanya Decapterus russelli yang mempunyai daerah penyebaran yang luas di Indonesia mulai dari Kepulaan Seribu hingga Pulau Bawean dan Pulau Masalembo. Decapterus lajang hidup di perairan yang dangkal seperti di Laut Jawa (temasuk Selat Sunda. Selat Madura, dan Selat Bali) Selat Makassar, Ambon dan Ternate. Decapterus macrosoma banyak dijumpai di Selat Bali dan Pelabuhanratu. Decapterus maruadsi termasuk ikan yang berukuran besar, hidup di laut dalam dan tertangkap pada kedalaman 1000 meter atau lebih (Nontji 2002) Ikan layang tergolong ikan stenohaline (diatas 30 ) yang suka pada perairan dengan salinitas Sebagai ikan pelagis yang suka berkumpul dan bergerombol, pemakan zooplanton serta senang pada perairan yang jernih, banyak tertangkap pada perairan sejauh mil dari pantai (Hardenberg 1937) diacu dalam (Gunarso & Wiyono 1994). Ciri morofologi layang (Decapterus russelli) adalah badan memanjang, panjang kepala lebih besar daripada tinggi badan, panjang moncong lebih besar daripada garis tanda mata, maxilla bagian belakang tidak mencapai bagian depan mata, garis rusuk yang lurus dengan sisik tebal. Kepala dan badan bagian atas biru tua, bagian bawah putih keperakan, sirip punggung dan sirip dubur sedikit kekuningan, sirip perut keputihan. Hidup di perairan pantai dengan ukuran dapat mencapai 27 cm (Paristiwady 2006). Ciri morofologi layang (Decapterus macrosoma) adalah badan memanjang seperti cerutu. Bagian atas berwarna biru kehijauan, bagian bawah berwarna putih perak, sirip-siripnya kuning pucat, satu totol hitam pada bagian atas penutup insang dan pangkal sirip dada. Ukurannya panjangnya dapat mencapai 40 cm

29 12 (Direktorat Jenderal Prikanan 1979). Klasifikasi ikan layang menurut Direktorat Jenderal Prikanan 1979) adalah sebagai berikut: ilum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Percomorphi Subordo : Percoidea amili : Carangidae Genus : Decapterus Species : D.russelli;D.kurroides;D. lajang; D. macrosoma; D. maruadsi. 5) Kembung (Rastrelliger sp.) Ikan kembung dibagi atas dua jenis yakni kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma). Kembung lelaki mempunyai tubuh yang lebih langsing, dan biasanya terdapat diperairan yang agak jauh dari pantai. Kembung perempuan sebaliknya mempunyai tubuh yang lebih lebar dan lebih pendek, dijumpai di perairan dekat pantai. Secara umum ikan kembung (Rastrelliger spp) berbentuk cerutu, badan tinggi dan agak pipih, kepala bagian atas hingga mata hampir lurus sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Panjang kepala sama atau lebih kecil daripada tinggi badan. Sirip dada pendek, kepala dan badan bagian atas kehijauan, bagian bawah putih keperakan. Pada kembung perempuan terdapat bercak-bercak di badan yang membentuk garis kehitaman memanjang. Sedangkan kembung lelaki di badan bagian atas terdapat strip kehitaman memanjang (Paristiwady 2006). Klasifikasi ikan kembung menurut Direktorat Jenderal Prikanan (1979) adalah sebagai berikut: ilum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Percomorphi Subordo : Scombroideae amili : Scombridae Genus : Rastrelliger Species : R. brachysoma; R. kanagurta

30 13 Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) biasanya ditemukan di perairan yang jernih dan agak jauh dari pantai dengan kadar garam lebih dari 32, sedangkan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dijumpai di perairan dekat pantai dengan kadar garam lebih rendah (Nontji 2002). Penyebaran utama ikan kembung (Rastrelliger spp) adalah Kalimantan di perairan barat, timur dan selatan serta Malaka, sedangkan daerah penyebarannya mulai dari Pulau Sumatra bagian barat dan timur, Pulau Jawa bagian utara dan selatan, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian utara dan selatan, Maluku dan Irian Jaya (Direktorat Jenderal Perikanan 1979). Jenis ikan ini biasanya ditangkap menggunakan sero, jala lompa dan sejenisnya, kadang-kadang masuk trawl, jaring insang lingkar dan pukat cincin. 6) Ikan julung-julung (Hemirhamphus sp) Bentuk badan memanjang dengan rahang atas pendek membantuk paruh sedangkan rahang bawah panjang dan membentuk segitiga. Sirip-sirip tidak mempunyai jari-jari keras. Sirip punggung dan sirip dubur terletak jauh dibelakang, sirip dada pendek. Garis rusuk terletak di badan bagian bawah (Paristiwady 2006). Daerah penyebaran terdapat diperairan pantai, lepas pantai, terutama Indonesia Timur (Laut lores, Selat Makassar, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Banda) dan perairan yang berbatasan dengan Samudera Indonesia. Tergolong ikan pelagis lapisan atas. Penangkapan dengan soma antoni, jala oras, jala buang, soma giob (Direktorat Jenderal Prikanan 1979). 2.2 Unit Penangkapan Ikan Pelagis 1) Huhate (Pole and line) Pole and line merupakan alat tangkap yang terdiri dari jaron, tali pancing dan mata pancing. Jaron terbuat dari bambu yang mempunyai kelenturan tinggi. Pada mata pancing diikatkan tali rapiah yang warna-warni sedemikian rupa sehingga menyerupai umpan. Umpan hidup merupakan salah satu faktor pembatas yang sangat penting dalam pengoperasian pole and line. Umpan hidup ini dimaksudkan untuk memikat dan menarik perhatian ikan agar muncul ke

31 14 permukaan laut serta untuk menahan schooling ikan agar tetap berada di dekat lambung kapal (Kaneda 1995). Ketika schooling ikan telah ditemukan, posisi kapal diusahakan berada di bagian depan schooling. Untuk mempertahankan posisi tersebut, kapal sebaiknya tetap bergerak sambil dilakukan penebaran umpan hidup ke perairan. Kapal baru dihentikan jika ikan mengejar dan memakan umpan yang ditebarkan dan ABK dapat memulai pemancingan. Pada saat pemancingan, umpan hidup tetap ditebar dan dilakukan penyemburan air melalui water sprayer. Penyemburan air dimaksudkan untuk menghalangi penglihatan ikan terhadap pemancing dan sekaligus mengaburkan pandangan ikan sehingga langsung menerkam mata pancing (Kaneda 1995). Ikan yang menjadi tujuan utama dalam perikanan pole and line adalah cakalang. Penyebaran cakalang ini lebih banyak terdapat di perairan kawasan timur Indonesia dibandingkan dengan kawasan barat Indonesia. Dengan demikian, pole and line banyak beroperasi di perairan kawasan timur Indonesia, seperti Sorong, Bacan, Gorontalo dan Sulawesi Selatan (Monintja et al. 2001). 2) Pukat cincin (Purse seine) Purse seine merupakan sejenis jaring lingkar yang aktif untuk menangkap ikan pelagis besar dan kecil, dengan cara melingkarkan pada suatu gerombolan ikan, kemudian bagian bawah jaring dikerucutkan sehingga ikan terkurung dan pada akhirnya terkumpul di bagian kantong. Dengan kata lain prinsip penangkapannya adalah melingkarkan untuk memperkecil ruang lingkup gerakan ikan sehingga ikan-ikan hasil tangkapan tidak dapat melarikan diri dan akhirnya tertangkap. Dengan demikian fungsi jaring tersebut adalah sebagai dinding penghalang dan bukan sebagai penjerat ikan. Secara umum, konstruksi pukat cincin adalah mirip dengan pukat pantai. Tetapi pada bagian bawah tali pemberat, pukat cincin dilengkapi dengan rangkaian cincin terbuat dari logam yang diatur dengan jarak tertentu. Pukat diangkat dengan cara menarik tali kerut (purse line) yang dipasang sepanjang rangkaian cincin yang dilalui. Pukat cincin dioperasikan oleh kapal dengan ukuran bervariasi mulai dari ukuran kecil untuk panjang 15 meter (di pantai) sampai ukuran besar mencapai

32 meter yang beroperasi di laut lepas. Setelah mendeteksi gerombolan ikan, operasi penangkapan dimulai dengan menjatuhkan pelampung tanda yang terpasang pada salah satu ujung tali pukat. Sambil kapal bergerak, pukat diturunkan hingga sempurna terpasang melingkari gerombolan ikan. Penarikan dimulai dengan diangkatnya pelampung tanda, lalu tali kerut mulai ditarik sehingga bagian bawah pukat menjadi tertutup. Kemudian pukat ditarik sampai ikan terkonsentrasi dibagian kantong pukat. Ayodhyoa (1981) mengemukakan bahwa tujuan penangkapan dengan menggunakan purse seine adalah jenis ikan pelagic shoaling species yang berarti ikan-ikan tersebut haruslah membentuk suatu gerombolan, berada dekat dengan permukaan air (sea surface) dan jarak antara ikan dengan ikan lainnya haruslah sedekat mungkin. Dengan kata lain per-satuan volume hendaklah jumlah individu ikan sebanyak mungkin. Hal ini dapat dipikirkan sehubungan dengan volume yang terbentuk oleh jaring akan dibatasi oleh ukuran dari jaring yang dipergunakan. 3) Rawai (Longline) Konstruksi pancing rawai (longline) terdiri dari tali utama (main line), tali cabang (branch line), pancing (hook), tali pelampung (floating line), pelampung (float), lampu-lampu pelampung (floating lights), bendera (flag) dan tiang bambo (pole). Alat tangkap longline tersusun dalam basket, satu basket terdiri atas 4-13 pancing. Setiap kali operasi menggunakan sekitas basket, atau sekitar pancing, dengan panjang longline dapat mencapai 100 km (Nurani & Wisudo 2007). Subani & Barus (1989) membagi rawai tuna menjadi rawai tuna mini, sedang dan besar. Rawai tuna mini (mini tuna long line) mempunyai ukuran: panjang tali utama m, bahan kuralon dengan tali cabang 4 buah. Dioperasikan pada kedalaman m. Dalam keadaan direntangkan panjang keseluruhan tali pancing dapat mencapai 21 km dengan catatan bila kerutan tali 0,65%. Rawai tuna sedang mempunyai ukuran panjang tali utama m, bahan kuralon, memakai 6 buah tali cabang. Kapal yang digunakan berukuran GT. Dioperasikan pada kedalaman m. Dalam keadaan direntangkan panjang keseluruhan tali pancing dapat mencapai 57,5 km dengan catatan bila kerutan tali

33 16 0,60%. Rawai tuna besar mempunyai ukuran panjang tali utama m, bahan kuralon, memakai 13 buah tali cabang. Kapal yang digunakan berukuran GT. Dioperasikan pada kedalaman m. Dalam keadaan direntangkan panjang keseluruhan tali pancing dapat mencapai 73,6 km dengan catatan bila kerutan tali 0,55%. 4) Jaring insang (Gillnet) Jaring insang termasuk alat tangkap yang selektif artinya besar mata jaring dapat disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan ditangkap. Jaring insang dioperasikan dengan tujuan menghadang ruaya gerombolan ikan. Ikan-ikan yang tertangkan pada jaring insang umumnya terjerat pada mata jaring atau terbelit pada tubuh jaring. Baskoro (2006) menyatakan bahwa pada umumnya ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah jenis ikan yang horizontal migration-nya amupun vertical migration-nya tidak seberapa aktif, dengan perkataan lain migrasi ikan-ikan tersebut pada suatu large layer/depth tertentu. Operasi penangkapan dimulai dengan menjatuhkan pelampung tanda dan pemberat, kemudian dilakukan penurunan jaring. Waktu penangkapan dilakukan pada setiap waktu dengan catatan warna jaring tidak terlihat oleh ikan. Oleh karena itu warna jaring sering sama dengan warna perairan (Sudirman & Mallawa 2004). 5) Pukat pantai (Beach seine) Pengoperasian pukat pantai berdasarkan prinsip mengelilingi gerombolan ikan dengan jaring yang meggunakan ukuran mata tertentu sehingga ikan tidak tersangkut dan terperangkap oleh cakupan jaring. Pukat pantai merupakan suatu jaring dengan ketinggian umumnya 5 sampai dengan 10 meter. Pada bagian atas jaring dilengkapi dengan tali pelampung dan dibagian bawahnya dengan tali pemberat untuk mencapai kestabilan bukaan jaring di air. Pada bagian ujung pukat ini masing-masing dilengkapi dengan tali penarik yang panjang (Mangga Barani 2006). Pengoperasian dilakukan dengan bantuan perahu kecil, sedangkan penarikan pukat dilakukan oleh banyak orang (nelayan) karena memerlukan tenaga yang cukup. Ikan akan terkurung antara pukat dengan pantai dan akhirnya tertangkap. Pada beberapa kasus, pengoperasian pukat pantai menggunakan lampu sebagai

34 17 alat bantu untuk pengumpulan ikan. Ikan target penangkapan adalah ikan-ikan di habitat bagian dalam perairan pantai baik demersal maupun pelagis. 6) Bagan (Lifnet) Penangkapan ikan dengan menggunakan bagan adalah dengan cara menarik perhtian ikan ke dalam cakupan jaring yang sudah dipasang di bawah perairan. Untuk menarik perhatian ikan digunakan lampu sebagai alat bantu. Jaring yang sudah terpasang dengan cepat diangkat bersamaan pada setiap ujungnya sehingga melingkupi ikan-ikan yang telah terkumpul mendekati cahaya lampu. Jaring diturunkan pada kedalaman tertentu melalui tiang-tiang bagan yang menjulang. Setelah jaring terpasang maka lampu-lampu penerangan dinyalakan untuk menarik perhatian dan mengkonsentrasikan gerombolan ikan di sekitar perahu. Tahap selanjutnya adalah menunggu ikan masuk ke dalam cakupan jaring. Setelah ikan banyak berkumpul maka dilakukan penarikan pada setiap ujung jaring secara secara bersamaan. Sedangkan ikan target penangkapan dengan bagan adalah sebagian besar ikan pelagis kecil namun ada juga pelagis besar. 7) Pancing tonda (Trol line) Konstruksi pancing tonda terdiri dari tali pnjang, mata pancing, tanpa pemberat. Pada umumnya menggunakan umpan baik jenis ikan maupun tiruan. Penangkapan dengan pancing tonda dilakukan pada siang hari, dengan nenggunakan perahu maupun kapal motor secara horizontal menelusuri lapisan permukaan air. Biasanya tiap perahu membawa lebih dari dua buah pancing yang ditonda sekaligus. Ikan target tangkapan adalah cakalang, tongkol dan madidihang dan lain-lain sebagainya. 2.3 Model Surplus Produksi Pemanfaatan sumberdaya ikan umumnya didasarkan pada konsep hasil maksimum yang lestari (maximum sustainable yield), yaitu hasil tangkapan terbesar yang dapat dihasilkan dari tahun ke tahun oleh suatu perikanan. Konsep MSY didasarkan atas suatu model yang sangat sederhana dari suatu populasi ikan yang dianggap sebagai unit tunggal. Konsep ini dikembangkan dari kurva biologi yang menggambarkan yield sebagai fungsi dari effort dengan suatu nilai maksimum yang jelas, terutama bentuk parabola dari Schaefer yang paling

35 18 sederhana (Widodo & Suadi 2006). Inti dari konsep ini adalah menjaga keseimbangan biologi dari sumberdaya ikan, agar dapat dimanfaatkan secara maksimum dalam waktu yang panjang. Lebih lanjut Widodo & Suadi (2006) menyatakan bahwa MSY memiliki beberapa keuntungan antara lain bahwa konsep ini didasarkan pada gambaran yang sederhana dan mudah dimengerti atas reaksi suatu stok ikan terhadap penangkapan. Setiap nelayan akan memahami bahwa dari stok yang berukuran kecil hanya mampu menghasilkan hasil tangkapan yang kecil, dan demikian juga sebaliknya, atau sederhananya sejumlah hasil tangkapan yang tidak terlalu besar tidak akan mampu menurnkan stok tersebut. Selain itu MSY ditentukan dengan suatu ukuran fisik yang sederhana, yakni berat atau jumlah ikan yang ditangkap, sehingga menghindarkan perbedaan-perbedaan dalam wilayah suatu negara ataupun antar negara, dibandingkan dengan kriteri lainnya (misalnya harga hasil tangkapan atau penurunan biaya operasional). Pengelolaan sumberdaya ikan seperti ini berorientasi pada sumberdaya (resources oriented) yang lebih ditunjukkan untuk melestarikan sumberdaya dan memperoleh hasil tangkapan meksimum yang dapat dihasilkan dari sumberdaya tersebut. Namun menurut auzi (2004) pengelolaan sumberdaya ikan dengan menggunakan pendekatan MSY mempunyai kelemahan antara lain: (1) tidak bersifat stabil, karena perkiraan stok yang meleset sedikit saja bisa mengarah ke pengurasan stok, (2) tidak memperhitungkan nilai ekonomis apabila stok ikan tidak dipanen, dan (3) sulit diterapkan pada kondisi dimana perikanan memiliki ciri ragam jenis. Sedangkan menurut Suseno (2007), terlepas dari kelemahan yang dimiliki dari pendekatan MSY dalam pengelolaan perikanan, tetapi kita harus percaya pendekatan itu merupakan konsep yang bermanfaat. Setidaknya ada dua alasan yang menyertainya. Pertama, MSY merupakan landasan utama bagi beberapa negara dalam menetapkan tujuan pengelolaan perikanan. Kedua, MSY merupakan batas ukuran dari hasil tangkapan. Penentuan nilai MSY dan upaya pemanfaatan yang optimum diperlukan sebagai informasi dasar untuk menetapkan tingkat pemanfaatan yang diperbolehkan. Sebagai salah satu tolak ukur pengelolaan, telah ditetapkan bahwa jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan (JTB) atau dikenal di dunia perikanan

36 19 dengan istilah total allowable catch (TAC) untuk wilayah pengelolaan perikanan adalah sebesar 80% dari potensi lestarinya atau MSY. Selain menentukan nilai MSY, ditentukan pula nilai catch per unit effort (CPUE) dan upaya optimum yang dapat dilakukan di wilayah pengelolaan perikanan (Murdiyanto 2004). Dengan demikian maka dalam aspek pengelolaan sumber daya perikanan parameter MSY dan hubungan antara hasil tangkapan dan upaya penangkapan atau CPUE sering digunakan dalam perhitungan untuk mempertimbangkan tindakan pengelolaan atau peraturan yang akan diberlakukan. 2.4 Standarisasi Upaya Tangkap Setiap jenis alat tangkap mampu menangkap berbagai jenis ikan di suatu daerah penangkapan. Bila di suatu daerah terdapat berbagai alat tangkap maka salah satunya harus dipakai sebagai standar dan alat tangkap yang lain distandarisasikan terhadap alat tangkap tersebut. Hal ini disebabkan kemampuan tangkap dari masing-masing alat tangkap tersebut berbeda-beda dalam menangkap suatu jenis ikan (Gulland 1983). Standarisasi alat tangkap perlu dilakukan sebelum melakukan perhitungan catch per unit effort (CPUE), yaitu dengan cara membandingkan hasil tangkapan per unit upaya masing-masing alat tangkap (Gulland 1983). Standarisasi bertujuan untuk menyeragamkan satuan-satuan yang berbeda menjadi satuan upaya (jumlah satuan operasi) yang sama. Alat tangkap yang digunakan sebagai standar adalah jenis alat tangkap yang paling dominan menangkap jenis ikan tertentu di suatu daerah (mempunyai laju tangkapan rata-rata per CPUE terbesar pada periode waktu tertentu) dan memiliki nilai faktor daya tangkap (fishing power index, PI) sama dengan satu. PI dari masing-masing alat tangkap lainnya dapat diketahui dengan cara membagi laju tangkapan rata-rata masing-masing alat tangkap dengan laju tangkapan rata-rata alat tangkap yang dijadikan standar (Gulland 1983). 2.5 Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Untuk mengusahakan agar sumberdaya perikanan dapat dimanfaatkan terus menerus secara maksimal dalam waktu yang tidak terbatas maka laju kematian karena penangkapan perlu dibatasi sampai pada suatu titik tertentu. Murdiyanto (2004) menyatakan bahwa perhitungan tentang upaya penangkapan dan stok ikan memerlukan dukungan data riwayat pendaratan ikan yang dilakukan

37 20 dari tahun ke tahun di suatu lokasi pendaratan ikan. Jumlah tangkapan per tahun tidak akan menjadi informasi yang penting tanpa adanya informasi tentang kecenderungan fluktuasi pendaratan dari tahun ke tahun dalam kurun waktu yang cukup panjang. Pemantauan terhadap perubahan nilai hasil tangkapan per unit upaya secara terus menerus dan menjaganya tetap berada dalam keadaan yang aman masih merupakan cara yang biasa dipakai dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Kebijakan untuk mengupayakan tercapainya tingkat pemanfaatan yang optimal antara kapasitas stok yang terkandung dalam sumberdaya ikan di setiap wilayah penangkapan ikan dan hasil tangkapannya adalah hal yang sangat penting dalam menuju tercapainya pelaksanaan usaha perikanan yang berkelanjutan. Apabila tingkat penangkapan ikan menjadi tinggi hingga melampaui kapasitas stok ikan yang tersedia di suatu wilayah penangkapan ikan maka akan terjadi penangkapan yang berlebihan (overfishing) yang ditandai dengan gejala pada suatu sumberdaya ikan antara lain adalah; 1) hasil tangkapan nelayan semakin menurun dari waktu-kewaktu 2) daerah penangkapan (fishing ground) semakin jauh dan 3) ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil (Widodo 2003). Tingkat penangkapan yang melebihi nilai MSY dan menyebabkan peristiwa lebih tangkap dapat mengakibatkan menurunnya hasil tangkapan per satuan upaya atau catch per unit effort (CPUE) (Murdiyanto 2004). Sebaliknya apabila tingkat pemanfaatan di suatu wilayah penangkapan berada di bawah angka MSY maka akan terjadi apa yang disebut sebagai under utilization atau tingkat pemanfaatan yang belum optimal, artinya walaupun tidak membahayakan ketersediaan stok ikan akan tetapi sumberdaya ikan tersebut masih kurang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan makanan dari laut, banyak ikan yang mati secara alami tanpa dimanfaatkan (Murdiyanto 2004). 2.6 Musim Penangkapan Ikan luktuasi hasil tangkapan dipengaruhi oleh keberadaan ikan, jumlah upaya penangkapan dan tingkat keberhasilan operasi penangkapan. Respon ikan terhadap musim antara lain akan mendekati atau menjauhi suatu daerah, mudah atau sulit untuk ditangkap, menyebar atau bergerombol dan terjadinya perubahan stok perikanan karena kondisi oseanografi. Respon upaya penangkapan ikan

38 21 terhadap musim di antaranya adalah banyaknya ikan yang ditangkap, keadaan cuaca dan keuntungan yang diperoleh. Hasil tangkapan tidak hanya dipengaruhi oleh kelimpahan ikan pada suatu saat, tetapi bergantung juga pada jumlah unit dan efisiensi unit alat tangkap, lamanya operasi penangkapan dan ketersediaan ikan yang akan ditangkap (Laevastu & avorite 1988). Untuk dapat melakukan operasi penangkapan dengan efisien diperlukan adanya informasi yang tepat seperti saat musim penangkapan yang baik. Informasi mengenai pola musim penangkapan digunakan untuk menentukan waktu yang tepat dalam pelaksanaan operasi penangkapan. Perhitungan pola musim penangkapan menggunakan data hasil tangkapan dan upaya penangkapan bulanan. Pola musim penangkapan seperti halnya data lainnya yang bersifat musiman dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode rata-rata bergerak (moving average) yang dikemukakan oleh Dajan (1986). Lebih lanjut Dajan (1986) menyatakan keuntungan menggunakan metode rata-rata bergerak yaitu dapat mengisolasi fluktuasi musiman sehingga dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan operasi penangkapan dan dapat menghilangkan trend atau kecenderungan yang bisa dijumpai pada metode deret waktu. Kerugian dari metode ini adalah tidak dapat menghitung pola musim penangkapan sampai tahun terakhir data.

39 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 2 tahapan berdasarkan waktu kegiatan, yaitu : (1) Pelaksanaan penelitian lapangan selama 2 bulan (September- Oktober 2006), yaitu pengambilan data primer dan sekunder secara langsung di lapangan. (2) Pelaksanaan analisis pengolahan data dan penyusunan tesis selama 6 bulan (November 2006-April 2007). Penelitian ini dilakukan di wilayah Provinsi Maluku Utara, yang meliputi Bacan Kabupaten Halmahera Selatan, Tobelo Kabupaten Halmahera Utara, dan Kota Ternate. Dipilihnya daerah-daerah tersebut menjadi lokasi penelitian karena pada ketiga daerah ini terdapat aktivitas nelayan yang sangat dominan dalam kegiatan penangkapan ikan pelagis dibandingkan dengan daerah-daerah lain dan wilayah tersebut merupakan pusat pendaratan ikan utama di Provinsi Maluku Utara. Peta wilayah Maluku Utara dan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. PETA LOKASI PENELITIAN Gambar 2 Peta lokasi penelitian

40 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei dan observasi lapangan. Data yang dikumpulkan terdiri dari data produksi dan upaya tangkap tahunan ikan pelagis antara lain tuna, cakalang, tongkol, layang, kembung dan julung-julung di diperoleh dari laporan statistik perikanan tangkap Provinsi Maluku Utara. Dipilihnya jenis ikan tersebut, berdasarkan hasil observasi di lapangan bahwa jenis ikan ini mengalami tekanan penangkapan yang lebih intensif dibandingkan jenis ikan pelagis yang lain. Data produksi dan upaya penangkapan ikan bulanan ( ) dikumpulkan dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate. Untuk pemutakhiran data produksi dan upaya penangkapan ikan maka dilakukan wawancara dan diskusi mendalam dengan Kasudin Produksi dan Kasubag Perencanaan dan Pelaporan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. Sedangkan data produksi dan upaya penangkapan bulanan diverivikasi dengan mengadakan diskusi mendalam dengan Kepala seksi pendaratan ikan dan petugas pencatatan hasil timbangan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate. Data meteorologi berupa curah hujan dan kecepatan angin rata-rata periode 10 tahun di peroleh dari Stasiun Meteorologi Babullah Ternate. Data lainnya yang dikumpulkan untuk menggambarkan kondisi pemanfaatan setiap jenis ikan saat sekarang serta daerah dan musim penangkapan ikan adalah data primer dari hasil wawancara dengan nelayan. Nelayan diminta untuk menjelaskan di mana biasa melakukan penangkapan ikan berdasarkan bulan/musim ikan dengan menggunakan pendekatan wawancara langsung dengan alat bantu peta. Nelayan suatu jenis alat tangkap diminta untuk menunjukkan daerah operasi penangkapan pada setiap bulan dan menentukan hasil tangkapan utamanya. Selain itu data posisi pemasangan rumpon diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara, dan data sebaran ikan diperoleh dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP).

41 Metode Analisis Data Analisis tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan 1) Produktivitas alat tangkap Perhitungan CPUE bertujuan untuk mengetahui laju tangkapan upaya penangkapan ikan yang didasarkan pada pembagian total hasil tangkapan (catch) dengan upaya penangkapan (effort). Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai CPUE adalah sebagai berikut (Gulland 1983). ci CPUE =...(1) fi Keterangan : c i f i CPUE i : Hasil tangkapan ke-i (kg) : Upaya penangkapan-i (trip) : Hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan ke-i (kg/trip) 2) Standarisasi alat tangkap Standarisasi alat tangkap dalam rangka menghitung potensi sumberdaya ikan penting dilakukan mengingat setiap jenis ikan dapat ditangkap dengan menggunakan lebih dari satu jenis alat tangkap. Menurut Gulland (1983) bahwa jika di suatu perairan terdapat berbagai jenis alat tangkap maka salah satu alat tangkap dapat dipakai sebagai alat tangkap standar, sedangkan alat tangkap yang lainnya dapat distandarisasikan terhadap alat tangkap tersebut. Standarisasi terhadap alat tangkap yang lain bertujuan untuk menyeragamkan satuan-satuan upaya yang berbeda sehingga dapat dianggap upaya penangkapan yang sama dengan alat tangkap standar. Alat tangkap yang ditetapkan sebagai alat tangkap standar dipilih dari alat tangkap yang mempunyai nilai produktivitas yang paling tinggi dengan asumsi setiap jenis alat tangkap yang distandarisasi tidak mengalami perubahan baik dari segi ukuran maupun teknologinya selama periode pengamatan. Alat tersebut diberi nilai PI (fishing power index) = 1. Perhitungan PI (Spare & Venema 1999), yaitu: CPUEi = Ci ; fi CPUEs = C f s s ;

42 25 PI i = CPUEi...(2) CPUEs CPUEs PI s = CPUE...(3) s Std Effort i = pi i x fi...(4) Std Effort s = Pi s x fs...(5) Std Effort total = (PI i X fi) + (PI s X fs)...(6) Keterangan : Cs : Hasil tangkapan (catch) per tahun alat tangkap standar (kg) fs : Upaya penangkapan (effort) per tahun alat tangkap standar (trip) Ci : Hasil tangkapan (catch) per tahun jenis alat tangkap lain (kg) fi : Upaya penangkapan (effort) per tahun alat tangkap lain (trip) CPUEs : Hasil tangkapan per upaya penangkapan tahunan alat tangkap standar (kg/trip) CPUEi : Hasil tangkapan per upaya penangkapan tahunan alat tangkap lain (kg/trip) PIs : aktor daya tangkap jenis alat tangkap standar PIi : aktor daya tangkapa jenis alat tangkap lain 3) Metode surplus produksi Salah satu metode pendugaan stok ikan adalah metode surplus produksi (surplus production methods). Metode ini digunakan dalam perhitungan potensi lestari maksimum (MSY) dan upaya penangkapan optimum dengan cara menganalisis hubungan upaya penangkapan dengan hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE). Metode ini dapat menggambarkan keadaan stok ikan sebelumnya dan dapat juga meramalkan yang akan datang berdasarkan data hasil tangkapan ikan dan upaya penangkapan. Suatu stok dianggap sebuah kumpulan besar biomassa dan sama sekali tidak berpedoman atas umur dan ukuran panjang ikan dengan pertimbangan bahwa jumlah biomassa stok tetap dan adanya aktivitas usaha perikanan, maka dapat diduga bahwa semakin banyak jumlah kapal (effort), akan semakin kecil bagian masing-masing kapal (Gulland 1983). Dalam penggunaan metode surplus produksi, maka beberapa asumsi dasar yang harus diperhatikan: (1) Stok ikan dianggap sebagai unit tunggal tanpa memperhatikan struktur populasinya (2) Penyebaran ikan pada setiap periode dalam wilayah perairan dianggap merata (3) Stok ikan dalam keadaan seimbang

43 26 (4) Masing-masing unit penangkapan ikan memiliki kemampuan yang sama Metode produksi surplus terdiri dari model Schaefer dan model ox. Tidak dapat dibuktikan bahwa salah satu model tersebut lebih baik dari model yang lain. Pemilihan salah satu model didasarkan pada kepercayaan bahwa salah satu model tersebut paling rasional dan mendekati keadaan sebenarnya atau paling sesuai dengan data yang ada (Spare & Venema 1999). Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai R 2 atau koefisien determinasi. Menurut Sokal dan Rohlf (1981) koefisien determinasi adalah nilai yang menyatakan besarnya perubahan variabel y karena peubah variabel x. Model yang memiliki nilai R 2 terbesar adalah model yang sesuai untuk digunakan dalam menganalisis data tersebut karena menunjukkan bahwa peubah x berpengaruh besar terhadap peubah y. Langkah-langkah pengolahan data dalam metode produksi surplus model ox adalah sebagai berikut: (1) Menjumlahkan hasil tangkapan dari tiap-tiap alat tangkap yang digunakan untuk menangkap setiap jenis ikan (2) Menjumlahkan effort standar dari setiap jenis ikan (3) Menghitung produktivitas (CPUE) standar dengan membandingkan jumlah hasil tangkapan dengan jumlah effort standar (4) Karena model ox yang digunakan maka, nilai CPUE standar dilogaritmakan atau Ln CPUE (5) Memplotkan nilai effort standar (x) dan nilai Ln CPUE (y) untuk menduga nilai c dan d dengan regresi linier (6) Membuat simulasi agar dapat menentukan kurva pendugaan model ox (7) Menghitung pendugaan potensi lestari (MSY) dan upaya optimum (effort optimum) Besarnya parameter c dan d secara matematik dapat dicari dengan menggunakan persamaan regresi sederhana dengan rumus y = c + bx. ( yi d xi) c = ; n Keterangan: n xiyi ( xi)( yi) d =...(7) 2 2 n x ( xi) xi = Upaya penangkapan pada periode-i; dan yi = Hasil tangkapan per satuan upaya pada periode-i i

44 27 Rumus-rumus untuk mencari potensi lestari (MSY) hanya berlaku bila parameter d bernilai negatif, artinya penambahan upaya penangkapan akan menyebabkan penurunan CPUE. Bila dalam perhitungan diperoleh nilai b positif, maka perhitungan potensi dan upaya penangkapan optimum tidak dilanjutkan, akan tetapi hanya dapat disimpulkan bahwa penambahan upaya penangkapan masih memungkinkan untuk meningkatkan hasil tangkapan. Perhitungan nilai potensi lestari (MSY) dan upaya optimum (f opt ) dengan menggunakan rumus ox adalah sebagai berikut: Ln CPUE = c + d x f i Hubungan antara effort standar (f std ) terhadap Ln CPUE std adalah: y = f x exp (c + d x f) Nilai upaya optimum: 1 f opt =...(8) d Nilai potensi lestari: 1 MSY = exp( c 1)...(9) d Keterangan : c : Intercept d : Slope f i : Upaya penangkapan pada tahun ke-i (trip) f opt : Upaya penangkapan optimum (trip/tahun) MSY : Nilai potensi maksimum lestari (kg/tahun) Untuk menentukan tingkat pemanfaatan setiap jenis ikan pelagis ekonomis penting dihitung dengan cara mempersentasekan jumlah hasil tangkapan pada tahun tertentu terhadap nilai MSY. Rumus dari tingkat pemanfaatan adalah : ci Tp i = X100%...(10) MSY Keterangan : Tp i : Tingkat pemanfaatan pada tahun ke-i c i : Hasil tangkapan pada tahun ke-i (kg) MSY : Nilai potensi maksimum lestari (kg/tahun) Tahapan penentuan tingkat pemanfaatan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara disajikan pada Gambar 3.

45 28 Data statistik perikanan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara ( ) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Halmahera Barat ( ) Dinas Perikanan dan Kelautan Halmahera Tengah( ) Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate( ) Penggabungan data statistik perikanan tangkap ( ) Data produksi tahunan dan unit penangkapan Menghitung CPUE Standarisasi upaya tangkap Menghitung CPUE standar Metode surplus produksi (Model ox) Menentukan: MSY, f opt Menentukan: tingkat pemanfaatan Gambar 3 Tahapan penentuan tingkat pemanfaatan beberapa jenis ikan pelagis ekonomispenting di Provinsi Maluku Utara

46 Analisis pola musim penangkapan ikan Data hasil tangkapan dari masing-masing ikan pelagis dominan dianggap merupakan indikator keberadaannya pada suatu daerah penangkapan. Data hasil tangkapan bulanan masing-masing ikan pada tempat pendaratan dianalisis berdasarkan perbandingan antara berat total ikan yang didaratkan dengan banyaknya upaya yang dilakukan pada bulan tersebut (CPUE). Banyaknya upaya penangkapan dihitung dari jumlah kapal yang melakukan pendaratan ikan pada bulan yang bersangkutan. Secara matematik CPUE tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : ci CPUE =...(11) fi Keterangan : CPUE : Jumlah total tangkapan per upaya penangkapan bulan ke-i (kg/trip) c i : Total hasil tangkapan bulan ke-i (kg) f i : Total upaya penangkapan bulanan ke-i (trip) Pola musim penangkapan dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode rata-rata bergerak (moving average) seperti yang dikemukakan oleh Dajan (1986). Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut : (1) Menyusun deret CPUEi bulan Januari 1997 sampai Desember 2005 n i = CPUE i...(12) Keterangan : i : 1,2,3,...,108 n i : CPUE urutan ke-i (2) Menyusun rata-rata bergerak CPUE selama 12 bulan (RG) 1 i = + 5 RGi CPUE...(13) 12 i= i 6 Keterangan : Rgi : Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i CPUEi : CPUE urutan ke-i i : 6,7,...,...n-5 (3) Menyusun rata-rata bergerak CPUE terpusat (RGP) 1 i = = 1 RGPi RGi...(14) 2 i = i Kererangan : RGPi : Rata-rata bergerak CPU terpusat ke-i RGi : Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i

47 30 (4) Rasio rata-rata bulan (Rb) CPUEi Rbi =...(15) RGPi Keterangan : Rbi : Rasio rata-rata bulan urutan ke-i CPUEi : CPUE urutan ke-i i : 6,7,...,...n-5 (5) Menyusun nilai rata-rata dalam suatu matrik berukuran i x j yang disusun untuk setiap bulan, yang dimulai dari bulan juni-juli. Selanjutnya menghitung nilai total rasio rata-rata tiap bulan, kemudian menghitung total rasio rata-rata secara keseluruhan dan pola musim penangkapan. 1) Rasio rata-rata untuk bulan ke-i (RBBi) n 1 RBBi = RBij...(16) n j= 1 Keterangan : RBBi : Rata-rata Rbij untuk bulan ke-i Rbij : Rasio rata-rata bulanan dalam matriks ukuran i x j i : 1,2...,...12 j : 1,2,3...,..., n 2) Jumlah rasio rata-rata bulanan (JRBB) JRRB = 12 i= i RRBi Keterangan : JRRB : Jumlah rasio rata-rata bulan RBBi : Rata-rata Rbij untuk bulan ke-i i : 1,2..., ) Menghitung faktor koreksi: 1200 K =...(17) JRBB Keterangan : K : Nilai faktor koreksi JRBB : Jumlah rasio rata-rata bulanan 4) Indeks musim penangkapan IMPi = RRBi x K...(18) Keterangan : IMPi : Indeks musim penangkapan bulan ke-i RBBi : Rasio rata-rata untuk bulanan ke-i i : 1,2,3,...,...12

48 31 Nelayan: Ternate, Bacan dan Tobelo Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara Balai Riset Kelautan dan Perikanan Data: Daerah dan musim penangkapan ikan Data: Posisi rumpon Data: Posisi sebaran ikan berdasarkan bulan Arcview GIS 3.3 Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate Data produksi dan unit penangkapan ikan Menghitung CPUE Standarisasi upaya tangkap Menghitung CPUE d Pendekatan metode rata-rata bergerak Menentukan indeks musim penangkapan Ikan Pola musim Studi Literatur Data: Cuaca dan oseanografi Hubungan IMP dengan cuaca dan oseanografi Pemetaan daerah pemanfaatan ikan pelagis Diskripsi daerah dan musim penangkapan penangkapan ikan Gambar 4 Tahapan analisis pola musim penangkapan ikan dan hubungannya dengan kondisi lingkungan dan daerah penangkapan ikan di Provinsi Maluku Utara

49 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Letak geografis Secara geografis kedudukan wilayah Provinsi Maluku Utara terletak antara 3 o LU-3 o LS dan antara 124 o BT-129 o BT, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara dengan Samudera Pasifik Sebelah Selatan dengan Laut Seram dan Laut Banda Sebelah Timur dengan Selat Halmahera Sebelah Barat dengan Laut Maluku Sedangkan secara administrasi Provinsi Maluku Utara terdiri dari 6 kabupaten dan 2 kota dengan luas keseluruhan ,1 km Karakteristik iklim Iklim merupakan gabungan berbagai kondisi sehari-hari dimana unsur penyusun iklim utama adalah temperatur dan curah hujan, sehingga untuk mengetahui tipe iklim suatu wilayah perlu mengetahui karakteristik temperatur dan curah hujan. Provinsi Maluku Utara dipengaruhi oleh iklim tropis dengan suhu udara berkisar antara 27 o C-30 o C dengan curah hujan rata-rata antara mm/tahun. Kelembaban nisbi rata-rata yang tercatat pada stasiun Metereologi Babullah Ternate (1997) adalah 71% (higher) pada bulan Agustus dan 87% (lower) pada bulan ebruari. Menurut klasifikasi Schmidt dan erguson wilayah ini beriklim tipe A dan B, sedangkan menurut klasifikasi Koppen bertipe A. Wilayah Provinsi Maluku Utara dipengaruhi oleh 4 musim, yaitu musim utara atau barat dan musim selatan atau timur dan 2 musim peralihan. Musim angin berlangsung setiap tahun dengan kecepatan rata-rata 12 km/jam yang dipengaruhi oleh keadaan angin musim utara dan musim selatan diselingi musim pancaroba yang merupakan transisi antara kedua musim tersebut. Musim utara terjadi pada bulan Oktober hingga Maret dan musim selatan terjadi pada bulan April hingga September. Data Stasiun Meteorologi Babullah Ternate pada tahun 1999 menunjukkan bahwa musim hujan jatuh pada bulan Desember-Mei dengan curah hujan tertinggi

50 33 pada bulan Mei (336 mm) dengan jumlah hari hujan hari dan curah hujan terendah pada bulan Oktober (6 mm) dengan jumlah hari hujan 3-4 hari. Suhu udara maksimum berkisar 29,5-32,3 o C dan suhu minimum berkisar 22,1-24,1 o C dengan suhu rata-rata 26,6 o C. Kelembaban nisbi berkisar 75-87% dengan ratarata 80,3%. Persentase penyinaran matahari rata-rata berkisar 37% (Pebruari)- 97% (Agustus). Kecepatan angin pada bulan Nopember-Mei bertiup dari arah barat daya dengan kecepatan maksimum 24 knot, bulan Juni-September bertiup dari arah selatan dengan kecepatan maksimum 21 knot Krakteristik oseanografi Informasi dasar tentang kondisi lingkungan perairan sangat diperlukan dalam kegiatan pemanfaatan kawasan perairan pantai berupa pengetahuan akan karakteristik fisik dan dinamika perairan sehingga diperlukan data dari parameter oseanografi yang diperoleh dari data sekunder. Perairan Maluku Utara secara langsung berbatasan dengan laut lepas, sehingga kondisi yang terjadi di perairan ini dipengaruhi oleh karakteristik perairan yang berbatasan dengan wilayah perairan. Beberapa laut yang mempengaruhi secara langsung wilayah Maluku Utara adalah laut Maluku, laut Seram dan samudera Pasifik. Selain memiliki topografi yang landai sampai terjal, di perairan Maluku Utara terdapat beberapa palung yang dalam. Kedalaman perairan Maluku Utara mulai dari daerah inshore sampai pada daerah ofshore adalah meter. Sedangkan pada daerah atau perairan pantai yang terlindung dan memiliki topografi yang landai terutama pada kawasan pulau-pulau kecil kedalamannya tidak lebih dari 200 meter. Kondisi parameter oseanografi perairan Maluku Utara tidak jauh berbeda dengan perairan tropis lainnya, kondisi ini bisa terjadi secara harian, tahunan dan jangka panjang. Kondisi pasang surut bergantung pada tipe pasang surut yang terjadi di perairan tersebut, terutama di perairan yang kedalamannya dangkal (inshore), sedangkan untuk pergerakan arus dan gelombang bergantung pada topografi pulau. Perairan Maluku Utara yang berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik kondisi oseanografi di perairan ini sangat dipengaruhi oleh kekuatan angin yang besar.

51 34 Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Naik turunnya muka laut dapat terjadi sekali sehari (pasut tunggal), atau dua kali sehari (pasut ganda). Sedangkan pasut yang berprilaku diantara keduanya disebut sebagai pasut campuran. Pasang surut yang terjadi di perairan Maluku Utara adalah tipe pasang diurnal, yaitu pergerakan naik turunnya permukaan air laut pada interval waktu yang sama antara siang dan malam. Selanjutnya pergerakan arus yang berlangsung menurut skala waktu dapat dibedakan menjadi arus musiman akibat perubahan musim, yaitu Barat dan Timur dan arus harian yang dipengaruhi oleh pergerakan pasang surut. Data Dishidros TNI-AL (1992) diacu dalam Dinas Perikanan dan Kelautan (2002) kecepatan arus tertinggi terjadi di selat Capalulu mencapai 90 mil/jam, sedangkan arus lokal bervariasi pada saat arah angin menuju timur laut sampai tenggara dan ke arah selatan sampai barat dengan variasi antara 1-45 cm/detik. Parameter oseanografi penting lainnya adalah gelombang, informasi mengenai kondisi gelombang dapat memprediksikan perairan dan aktifitas di laut termasuk aktifitas perikanan tangkap. Variasi pergerakan gelombang berdasarkan data Dishidros TNI-AL (1992) dan LON-LIPI Ambon (1994) dalam Dinas Perikanan dan Kelautan (2002) gelombang besar terjadi pada bulan September- Desember dengan ketinggian mencapai meter. Pola pasut di beberapa tempat khususnya diperairan Maluku Utara diperkirakan memiliki ciri yang sama dengan pola pasut di perairan Indeonesi Timur secara keseluruhan. Pola pasut di daerah ini merupakan rambatan pasut dari perairan yang jauh lebih luas yaitu lautan Pasifik. Sifat pasang surut (pasut) di perairan Maluku Utara bersifat campuran, dominasi pasut ganda. Dikatakan pasut ganda (semidiurnal tide) apabila terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari.

52 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Potensi sumberdaya ikan Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya ikan yang dapat pulih (renewable resources) namun terbatas. Bila sumberdaya ikan tersebut dimanfaatkan melebihi daya dukungnya, kelestarian sumberdaya ikan akan terancam dan produksinya akan menurun. Kelestarian sumberdaya ikan di Indonesia pada dekade ini diperkirakan akan menghadapi ancaman semakin meningkat karena, pergeseran daerah penangkapan armada perikanan dunia ke perairan yang masih potensial, termasuk perairan di sekitar kepulauan Indonesia, baik secara legal maupun ilegal. Informasi mengenai potensi sumberdaya ikan sangat diperlukan bagi perencanaan, pengambilan keputusan, pengusahaan dan lain-lain dalam pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Apabila sumberdaya ikan dan tingkat keanekaragaman hayati dapat dipertahankan kelestariannya maka kelangsungan usaha penangkapan ikan di pusat-pusat konsentrasi nelayan di pangkalan pendaratan ikan akan terjamin keberlanjutannya. Berdasarkan hasil penelitian Badan Riset Departemen Kelautan dan Perikanan dan Komisi Nasional Stock Assessment, wilayah perairan Maluku Utara berada dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Laut Seram dan Laut Maluku dengan jumlah potensi sumberdaya ikan (standing stock) yang diperkirakan mencapai ton dengan jumlah potensi lestari (MSY) yang dapat dimanfaatkan sebesar ,00 ton/tahun terdiri dari ikan pelagis ,00 ton/tahun dan ikan demersal ,00 ton/tahun. Komposisi potensi sumberdaya ikan di WPP 7 disajikan pada Tabel 1.

53 36 Tabel 1 Komposisi potensi sumberdaya ikan, produksi serta tingkat pemanfaatannya di WPP 7 Tahun 2003 No Kelompok Sumber Daya Ikan (SDI) Pelagis Besar Pelagis Kecil Demersal Ikan Karang Udang Penaeid Lobster Cumi-cumi Potensi (Ton/Tahun) , , , , , , ,18 Produksi Tahun 2003 (Ton) , , , , , , ,18 Tingkat Pemanfaatan (%) Total , ,65 - Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2006) 5,81 11,77 12,41 15,12 14,03 20,10 39,82 Untuk perairan WPP Laut Maluku dan Laut Seram khususnya perairan Maluku Utara pada tahun 2003, semua kelompok sumberdaya ikan belum ada yang berada pada kondisi mendekati tangkap lebih (overfishing) terutama jenis ikan pelagis besar seperti cakalang dan tuna tingkat pemanfaatannya baru mencapai 5,81% Prasarana dan sarana perikanan Prasarana dan sarana perikanan adalah suatu kesatuan teknis dalam suatu usaha perikanan, baik tangkap maupun budidaya. Prasarana dan sarana perikanan tangkap biasanya terdiri dari Pelabuhan Perikanan (PP), Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), Laboratorium Pengujian dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan, Armada Penangkapan, dan Alat Tangkap. Sampai dengan tahun 2005 jumlah prasarana perikanan tangkap di Provinsi Maluku Utara baik miliki swasta maupun pemerintah disajikan pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2 Perkembangan prasarana perikanan miliki swasta di Provinsi Maluku Utara sampai tahun 2005 Nama Perusahaan Jenis dan kapasitas Pabrik Es (ton/hr.) Cold Storage (ton) PT Usaha Mina PT Bayatri PT Prima Reva Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2006)

54 37 Tabel 3 Perkembangan prasarana perikanan tangkap miliki pemerintah Provinsi Maluku Utara sampai tahun 2005 Jenis dan kapasitas Nama unit Lokasi Luas Dermaga (m 2 ) Pabrik Es (ton/hr.) Cold Storage (ton) PPN Ternare Ternate PPP bacan Bacan PPP Tobelo Tobelo TPI Weda Weda TPI Jailolo Jailolo TPI Ternate Dufa-dufa TPI Tidore Tidore Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2006) Sarana perikanan yang dimaksudkan adalah unit armada dan alat penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan di Provinsi Maluku Utara. Jenis armada dikategorikan berdasarkan kapasitas muat dan ukuran antara lain perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM). Berdasarkan distribusi keberadaan armada penangkapan ikan di Provinsi Maluku Utara sampai tahun 2005 menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan masih terkonsentrasi pada wilayah perairan pesisir. Hal tersebut tercermin dari dominasi jumlah perahu tanpa motor (51,02%) dan kapal motor < 5 GT (27,48%). Perkembangan armada penangkapan ikan tahun dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Perkembangan armada penangkapan ikan di Provinsi Maluku Utara tahun 2005 Perkembangan unit penangkapan No Jenis alat tangkap luktuasi Kenaikan (%) 1 PTM ,02 2 PMT ,92 3 Kapal Motor ,07 < 5 GT ,48 5 < 10 GT ,20 10 < 20 GT ,36 > 20 GT ,03 Jumlah ,08 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2006)

55 38 Perkembangan jumlah alat tangkap di Provinsi Maluku Utara periode rata-rata bervariasi. Alat tangkap yang dipergunakan oleh nelayan masih didominasi oleh jaring insang, bagan, pancing lain dan jenis alat tangkap lain-lain. Berdasarkan distribusi penggunaan alat penangkapan ikan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar nelayan di Provinsi Maluku Utara masih menggunakan alat tangkap sederhana. Perkembangan armada penangkapan ikan tahun dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perkembangan alat penangkapan ikan di Provinsi Maluku Utara periode No Alat Tangkap T a h u n Kenaikan Unit luktuasi (%) 1 Pukat cincin Huhate Jaring insang Bagan Pancing tonda ,3 6 Pancing lain Rawai Lain-lain Pukat pantai Jumlah Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2006) Sumberdaya manusia dan kelembagaan Kapasitas sumberdaya manusia (SDM) dan kelembagaan di bidang perikanan dan kelautan merupakan aset pembangunan, karena kesiapan sumberdaya manusia dan kelembagaan merupakan stakeholders yang melaksanakan kegitan perikanan dan kelautan secara langsung di lapangan. Oleh karena itu perkembangan sumberdaya manusia dan kelembagaan tidak hanya terukur dari jumlah tetapi diukur pada kapasitas dan kemampuan dalam mengadopsi teknologi dan modal usaha. Jumlah masyarakat pesisir yang memanfaatkan dan berusaha dalam bidang perikanan di Provinsi Maluku Utara terdiri dari rumah tangga perikanan (RTP). RTP merupakan gambaran tentang seberapa banyak pelaku usaha perikanan di suatu daerah. Diantara RTP di Provinsi Maluku Utara adalah nelayan, buruh, juragan kapal, bakul ikan dan pengolah ikan. Nelayan terdiri dari juru mudi dan anak buah kapal (ABK).

56 39 Sampai dengan tahun 2004 jumlah nelayan sebanyak orang atau 4,4% dari total jumlah penduduk Maluku Utara. Dari jumlah tersebut tergabung dalam 320 kelompok usaha bersama (KUB) dengan jumlah kelompok antara 5-7 orang, dengan demikian jumlah nelayan yang tergabung dalam kelompok usaha berjumlah 533 orang. Penguatan kelembagaan di bidang perikanan dan kelautan merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan produktivitas usaha dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan di Propinsi Maluku Utara. Kelembagaan perikanan yang penting lainnya adalah koperasi perikanan, terdiri dari koperasi primer dan sekunder. Dari 30 koperasi nelayan yang ada memiliki jumlah anggota sebanyak orang atau 7,7%, sedangkan koperasi sekunder berjumlah 2 koperasi, yaitu Pusat Koperasi Perikanan Kie raha di Kecamatan Bacan dan Pusat Koperasi Sonyinga Bahari di Kecamatan Tidore Pengolahan Produksi pengolahan hasil perikanan masih bergantung pada dukungan perikanan tangkap, karena bahan bakunya masih diperoleh dari hasil penangkapan di laut. Namun demikian produksi pengolahan memiliki distribusi pemasaran yang cukup luas dibandingkan dengan budidaya dan dan penangkapan ikan. Pengolahan hasil perikanan di Maluku Utara terbagi atas tiga skala usaha, yaitu skala kecil yang meliputi pengeringan, penggaraman, pengasapan, fermentasi dan pemindangan dan skala menengah meliputi filet, pengeringan dan penggaraman, sedangkan skala besar meliputi pembekuan (frozen), pengasapan (smoked), dan filet (fillet). Sampai tahun 2005 jumlah pengolahan hasil perikanan skala kecil yang tersebar di seluruh kabupaten/kota sebanyak unit perorangan, skala menengah sebanyak 66 unit dan skala besar 8 unit Pemasaran Berdasarkan tujuan pemasarannya, komoditas perikanan dan kelautan di Propinsi Maluku Utara dapat dipasarkan baik lokal, interinsuler maupun eksport. Sampai tahun 2005 pemasaran produksi ikan sebagian besar masih berorientasi pasar lokal yakni mencapai ,41 ton atau 60% dari total produksi. Pemasaran interinsuler terutama daerah tujuan, yaitu ke Jakarta, Surabaya,

57 40 Banyuwangi, Makassar, dan Manado. Hingga tahun 2005 pemasaran produksi perikanan sebesar ,32 ton atau 25% dari total produksi. Sedangkan tujuan pasar ekspor sampai tahun 2005 sebanyak ,66 ton atau 15% dari total produksi. Terdapat 7 jenis komoditas perikanan dengan tujuan eksport antara lain; kerapu hidup, napoleon hidup, lobster hidup, cakalang beku, tuna beku, ikan beku campuran dan ikan hidup campuran.

58 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Produktivitas Alat Tangkap (CPUE) Per Jenis Ikan Dalam kurun waktu , enam jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara diproduksi dengan menggunakan beragam jensi alat tangkap. Jenis alat tangkap tersebut adalah: huhate, pukat cincin, rawai, jaring insang, pancing tonda, pukat pantai, bagan, pancing lain (selain huhate, rawai, pancing tonda) dan lain-lain. Berdasarkan analisis produktivitas (CPUE) maka diperoleh 4 jenis alat tangkap yang memiliki nilai produksi tertinggi untuk setiap jenis ikan yakni huhate, rawai, pukat cincin dan jaring insang. Alat tangkap huhate memiliki produktivitas tertinggi terhadap jenis ikan cakalang dan tongkol dengan nilai CPUE masing-masing sebesar kg/trip untuk ikan cakalang dan 525 kg/trip untuk ikan tongkol. Rawai merupakan alat tangkap ikan tuna dengan nilai CPUE sebesar kg/trip. Pukat cincin memiliki produktivitas tertinggi terhadap ikan layang, dan julung-julung, dengan besarnya nilai CPUE berturut-turut kg/trip; 564 kg/trip. Sedangkan jaring insang memiliki produktivitas tertinggi terhadap ikan kembung dengan nilai CPUE sebesar kg. Produktivitas alat tangkap per jenis ikan lebih lengkapnya dapat disimak pada Gambar Berdasarkan nilai CPUE tersebut dapat dipastikan bahwa setiap jenis ikan sebetulnya dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap yang spesifik. Indonesi sebagai daerah tropis dengan ciri keberagaman sumberdaya ikan maka setiap jenis alat tangkap dapat dipergunakan untuk menangkap berbagai jenis ikan. Kondisi ini dapat mempengaruhi keberadaan sumberdaya ikan yang semakin mengalami tekanan oleh berbagai aktifitas nelayan yang menggunakan beragam alat tangkap. Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis dan upaya menjaga keberlangsungannya maka perlu adanya penentuan terhadap jenis alat tangkap yang cocok untuk setiap jenis ikan. Keuntungan yang diharapkan adalah nelayan mendapatkan hasil tangkapan sesuai dengan yang diharapkan, dan sumberdaya ikan tidak mengalami tekanan dari berbagai alat tangkap yang tidak produktif.

59 Rata-rata CPUE (kg/trip) Huhate Pancing tonda Pancing lain Pukat cincin Jaring insang Jenis alat tangkap Gambar 5 Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan cakalang tahun Rata-rata CPUE (kg/trip) Raw ai Pancing lain Pancing tonda Huhate Jenis alat tangkap Gambar 6 Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan tuna tahun Rata-rata CPUE (kg/trip) Huhate Pukat cincin Jaring insang Pancing tonda Pancing lain Lain-lain Jenis alat tangkap Gambar 7 Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan tongkol tahun

60 Rata-rata CPUE (kg/trip) Pukat cincin Jaring insang Bagan Lain-lain Jenis alat tangkap Gambar 8 Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan layang tahun Rata-rata CPUE (kg/trip) Pukat cincin Pukat Pantai Jaring insang Bagan Lain-lain Jenis alat tangkap Gambar 9 Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan kembung tahun Rata-rata CPUE (kg/trip) Pukat cincin Pukat Pantai Jaring insang Jenis alat tangkap Gambar 10 Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan julung-julung tahun

61 Standarisasi Upaya Tangkap Per Jenis Ikan Berdasarkan data dalam kurun waktu 9 tahun (time series) diperoleh, keenam jenis ikan ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara masing-masing diproduksi dengan mempergunakan lebih dari satu jenis alat tangkap, maka perlu dilakukan standarisasi satuan upaya tangkap. Dari analisis tersebut diperoleh hasil bahwa rata-rata effort standar total untuk ikan cakalang sebesar trip/tahun, ikan tuna sebesar 395 trip/tahun, tongkol sebesar trip/tahun, layang trip/tahun, kembung sebesar trip/tahun dan julung-julung sebesar trip/tahun (Gambar 11). Berdasarkan nilai effort standar pada setiap jenis ikan tersebut dapat dipastikan bahwa ikan layang dan cakalang mendapatkan tekanan penangkapan lebih intensif yang ditandai dengan besarnya nilai effort standar yang diperoleh. Hal tersebut disebabkan kedua jenis ikan tersebut memiliki permintaan pasar yang relatif tinggi. Ikan layang merupakan jenis ikan pelagis kecil dan penyebarannya hingga di perairan pesisir mempermudah nelayan untuk melakukan penangkapan dengan menggunakan beragam alat tangkap. Ikan cakalang memiliki permintaan pasar yang relatif tinggi baik ekspor, interinseluler maupun lokal menyebabkan intensitas penangkapannya relatif tinggi. Demikian juga tongkol, kembung dan julung-julung yang merupakan jenis ikan pelagis kecil, maka dalam penangkapannya dapat dilakukan dengan menggunakan beragam jenis alat tangkap dengan waktu trip harian. Sedangkan tuna sebagai ikan pelagis besar dan tersebar di perairan yang lebih dalam menyebabkan jumlah effort yang diperoleh relatif lebih rendah dari jenis yang lain. Rata-rata effort standar Cakalang Tuna Tongkol lay ang Kembung Julung-julung Jenis ikan Gambar 11 Rata-rata effort standar per jenis ikan

62 Metode Surplus Produksi Sebelum dilakukan analisis pendugaan potensi lestari (MSY) dan upaya tangkap optimum (f opt ) terlebih dahulu ditentukan model yang cocok untuk dipergunakan dalam analisis lanjutan. Penentuan model tersebut didasarkan pada hubungan antara jumlah produksi dan nilai CPUE (model Schaefer) atau Ln CPUE (model ox). Berdasarkan uji regresi maka model ox lebih cocok untuk dipergunakan pada analisis pendugaan potensi lestari (MSY) dan upaya optimum (f opt ) karena nilai koefisien determinasi (R 2 ) lebih besar jika dibandingan dengan model Schaefer. Melalui hasil perhitungan regresi antara effort standar dan Ln CPUE (model ox) maka diperoleh nilai parameter pendugaan sebagai berikut: 1) ikan cakalang dengan nilai intercept (c) = 8,2334 dan slop (d) = -0,0002 sehingga membentuk persamaan linier Ln CPUE = 8,2334-0,0002f (Gambar 12). Hubungan persamaan ini dapat diinterpretasikan bahwa bila dilakukan upaya penangkapan sebesar f satuan per tahun maka akan mengurangi nilai produksivitas (CPUE) ikan cakalang sebesar 0,0002 kg/tahun. Dengan mengetahui nilai intercept (c) dan slop (d), diperoleh pendugaan nilai potensi lestari (MSY) ikan cakalang di Provinsi Maluku Utara adalah sebesar kg/tahun, sedangkan pendugaan nilai upaya penangkapan optimum (f opt ) adalah sebesar trip/tahun. Ln CPUE 9,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 y = -0,0002x + 8,2334 R 2 = 0,9584 0, Effort standar Gambar 12 Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan cakalang tahun

63 46 2) ikan tuna dengan nilai intercept (c) = 11,001 dan slop (d) = -0,0026 sehingga membentuk persamaan linier Ln CPUE = 11,001-0,0026f (Gambar 13). Hubungan persamaan ini dapat diinterpretasikan bahwa bila dilakukan upaya penangkapan sebesar f satuan per tahun maka akan mengurangi nilai produksivitas (CPUE) ikan tuna sebesar 0,0026 kg/tahun. Dengan mengetahui nilai intercept (c) dan slop (d), diperoleh pendugaan nilai potensi lestari (MSY) ikan tuna di Provinsi Maluku Utara adalah sebesar kg/tahun, sedangkan pendugaan nilai upaya penangkapan optimum (f opt ) adalah sebesar 380 trip/tahun. 12,0 y = -0,0026x + 11,001 R 2 = 0, ,0 Ln CPUE 8,0 6,0 4,0 2,0 0, Effort standar Gambar 13 Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan tuna tahun ) ikan tongkol dengan nilai intercept (c) = 6,9203 dan slop (d) = -0,0002 sehingga membentuk persamaan linier Ln CPUE = 6,9203-0,0002f (Gambar 14). Hubungan persamaan ini dapat diinterpretasikan bahwa bila dilakukan upaya penangkapan sebesar f satuan per tahun maka akan mengurangi nilai produksivitas (CPUE) ikan tongkol sebesar 0,0002 kg/tahun. Dengan mengetahui nilai intercept (c) dan slop (d), diperoleh pendugaan nilai potensi lestari (MSY) ikan tongkol di Provinsi Maluku Utara adalah sebesar kg/tahun, sedangkan pendugaan nilai upaya penangkapan optimum (f opt ) adalah sebesar trip/tahun.

64 47 Ln CPUE 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 y = -0,0002x + 6,9203 R 2 = 0,7443 0, Effort standar Gambar 14 Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan tongkol tahun ) ikan layang dengan nilai intercept (c) = 10, dan slop (d) = -0,00078 sehingga membentuk persamaan linier Ln CPUE = 10, ,00078 (Gambar 15). Hubungan persamaan ini dapat diinterpretasikan bahwa bila dilakukan upaya penangkapan sebesar f satuan per tahun maka akan mengurangi nilai produksivitas (CPUE) ikan layang sebesar 0,00078 kg/tahun. Dengan mengetahui nilai intercept (c) dan slop (d), diperoleh pendugaan nilai potensi lestari (MSY) ikan layang di Provinsi Maluku Utara adalah sebesar kg/tahun, sedangkan pendugaan nilai upaya penangkapan optimum (f opt ) adalah sebesar trip/tahun. Ln CPUE 10,0 9,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 y = -0,000775x + 10, R 2 = 0, , Effort standar Gambar 15 Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan layang tahun

65 48 5) ikan kembung dengan nilai intercept (c) = 7, dan slop (d) = -0, sehingga membentuk persamaan linier Ln CPUE = 7, , (Gambar 16). Hubungan persamaan ini dapat diinterpretasikan bahwa bila dilakukan upaya penangkapan sebesar f satuan per tahun maka akan mengurangi nilai produksivitas (CPUE) ikan kembung sebesar 0, kg/tahun. Dengan mengetahui nilai intercept (c) dan slop (d), diperoleh pendugaan nilai potensi lestari (MSY) ikan kembung di Provinsi Maluku Utara adalah sebesar kg/tahun, sedangkan pendugaan nilai upaya penangkapan optimum (f opt ) adalah sebesar trip/tahun. 7,8 7,6 Ln CPUE 7,4 7,2 7,0 6,8 y = -0,000253x + 7, R 2 = 0, ,6 6, Effort standar Gambar 16 Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan kembung tahun ) ikan julung-julung dengan nilai intercept (c) = 7, dan slop (d) = -0, sehingga membentuk persamaan linier Ln CPUE = 7, , (Gambar 17). Hubungan persamaan ini dapat diinterpretasikan bahwa bila dilakukan upaya penangkapan sebesar f satuan per tahun maka akan mengurangi nilai produksivitas (CPUE) ikan julung-julung sebesar 0, kg/tahun. Dengan mengetahui nilai intercept (c) dan slop (d), diperoleh pendugaan nilai potensi lestari (MSY) ikan julung-julung di Provinsi Maluku Utara adalah sebesar kg/tahun, sedangkan pendugaan nilai upaya penangkapan optimum (f opt ) adalah sebesar trip/tahun.

66 49 8,0 7,0 y = -0,000171x + 7, R 2 = 0, ,0 Ln CPUE 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0, Effort standar Gambar 17 Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan julung-julung tahun Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Ikan cakalang Pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang di Provinsi Maluku Utara mengalami peningkatan setiap tahun pada periode Berdasarkan hasil analisis model ox, potensi lestari (MSY) ikan cakalang sebesar kg/tahun dengan upaya tangkap optimum (f opt ) sebanyak trip/tahun. Tingkat pemanfaatan rata-rata periode sebesar 66% dan upaya tangkap sebesar 70%. Kondisi ini masih dapat dikatakan berimbang, artinya jika dilakukan penambahan tingkat pemanfaatan sebesar 34% maka perlu diusahakan upaya tangkap sebesar 30%. Perkembangan tingkat pemanfaatan periode berkisar 50%-65% atau rata-rata 56,4% dan upaya tangkap berkisar 23%-35% atau rata-rata 29,8%. Perbedaan tingkat pemanfaatan dan upaya tangkap pada periode ini disebabkan kondisi Maluku Utara saat itu tidak kondusif, yaitu adanya konflik horizontal. Hal ini menyebabkan nelayan engan untuk melaut yang menyebabkan jumlah upaya tangkap menurun. Pada tahun 2002 tingkat pemanfaatan sebesar 78% dan upaya tangkap sebesar 103%. Banyaknya upaya tangkap disebabkan semakin kondusifnya daerah Maluku Utara pasca konflik. Bantuan yang diberikan oleh berbagai lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah dalam bentuk unit penangkapan ikan (katinting) menyebabkan peningkatan upaya tangkap pada periode ini cukup tinggi. Pada tahun 2005,

67 50 tingkat pemanfaatan ikan cakalang mencapai 82% dengan upaya tangkap sebanyak 112% (Tabel 6 dan Gambar 18). Secara teoritis nilai tingkat pemanfaatan periode tersebut dapat diindikasikan bahwa sumberdaya ikan cakalang di Provinsi Maluku Utara berada pada tahap padat eksploitasi. Sedangkan nilai tingkat upaya tangkap berada pada tahap overfishing. Walaupun tingkat pemanfaatan belum mencapai titik MSY, namun jika tolak ukur yang digunakan adalah nilai Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) yaitu 80% dari nilai MSY, maka pemanfaatan ikan cakalang periode tersebut perlu mendapat perhatian serius. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan huhate yang berpangkalan di Dufa-Dufa (Kota Ternate) dan Bacan (Kabupaten Halmahera Selatan) bahwa kendala mereka saat sekarang adalah ketidakpastian untuk menemukan gerombolan cakalang dan hasil tangkapan yang diperoleh semakin menurun. Kondisi ini diduga bahwa ikan cakalang mengalami gejala overfishing. Seperti dikemukakan oleh Widodo (2003) bahwa gejala overfishing pada suatu sumberdaya ikan antara lain adalah; 1) hasil tangkapan nelayan semakin menurun dari waktu-ke waktu, 2) daerah penangkapan (fishing ground) semakin jauh dan 3) ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil. Analisis untuk pendugaan potensi dan tingkat pemanfaatan ini merupakan penjabaran dari hasil olahan data pendaratan ikan dan upaya tangkapan. Hal ini perlu didukung dengan analisis terhadap faktor-faktor lain seperti kondisi ekologi dan kondisi sosial ekonomi nelayan penangkap cakalang. Secara khusus penyebab tingginya tingkat pemanfaatan dan upaya tangkap antara lain adalah: 1) jumlah upaya tangkap yang dilakukan nelayan cakalang semakin bertambah setiap tahun, 2) selain huhate, alat tangkap yang dipergunakan oleh nelayan cakalang rata-rata tidak produktif, 3) Ukuran kapal panangkap relatif kecil, yang menyebabkan nelayan tidak dapat menjangkau fishing ground cakalang di laut di atas 12 mil, 4) waktu melaut (trip) harian yang sebetulnya tidak efektif pada perikanan cakalang. Gejala overfishing sumberdaya ikan cakalang di perairan Provinsi Maluku Utara diindikasikan hanya terjadi di wilayah perairan pantai (dibawah 12 mil). Untuk mengatasi kondisi ini, perlu adanya peningkatan ukuran kapal penangkapan sehingga nelayan dapat memanfaatkan sumberdaya ikan diatas 12 mil.

68 51 Tabel 6 Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap ikan cakalang periode berdasarkan kurva surplus produksi model ox Tahun Effort Std (trip) Produksi (kg) CPUE (kg/trip) Ln CPUE Tgkt. pfn. Tgkt. upaya tkp. (%) (%) , , , , , , , , , Jumlah , Ratarata , Produksi (kg) '97,' MSY = kg fopt = trip Upaya tangkap (trip) Gambar 18 Produksi cakalang di Provinsi Maluku Utara menurut model ox Ikan tuna Berdasarkan hasil analisis, potensi lestari ikan tuna (MSY) sebesar kg/tahun, dengan upaya tangkap optimum (f opt ) sebanyak trip/tahun. Tingkat pemanfaatan selama periode berkisar % atau rata-rata sebesar 79%. Pada tahun 1997 tingkat pemanfaatan sebesar 68% dengan upaya tangkap sebesar 39%. Tahun 1998 tingkat pemanfaatan sebesar 88% atau meningkat 20% dari tahun sebelumnya dengan upaya tangkap sebesar 44%.

69 52 Periode tiga tahun kemudian tingkat pemanfaatan cenderung menurun yakni 75% pada tahun 1999 menjadi 70% pada tahun 2001, sedangkan upaya tangkap berkisar 42-47%. Pada tahun tingkat pemanfaatan mengalami peningkatan yang relatif besar yakni berturut-turut 97% dan 114%, dengan upaya tangkap meningkat hingga mencapai 158% pada tahun 2002 dan 138% pada tahun Tingkat pemanfaatan kembali menurun pada periode yakni sebesar 57% dan 69%, dengan upaya tangkap tetap meningkat hingga mencapai 246% dan 169% (Tabel 7). Gambar 19 terlihat bahwa perkembangan tingkat pemanfaatan tuna setiap tahun dalam kurun waktu sembilan tahun relatif berfluktuasi. Pada periode rata-rata tingkat 75% dengan upaya tangkapn 43%. Kondisi ini disebabkan karena pada periode tersebut sebagian besar usaha penangkapan tuna dilakukan dalam bentuk perikanan industri. Perusahan yang mengoperasikan armada tangkap rawai dalam jumlah yang relatif tidak banyak, dengan jumlah hari melaut yang lebih lama menyebabkan perhitungan jumlah trip rendah. Periode empat tahun terakhir upaya tangkap mengalami peningkatan yang relatif tinggi. Tingginya upaya tangkap diduga karena semakin banyaknya kegiatan penangkapan tuna dilakukan oleh nelayan tradisional. Beberapa perusahaan nasional (PT Usaha Mina, PT Ocena Mitra Mas, PT Bayatri, PT Prima Reva) beroperasi di perairan Provinsi Maluku Utara menerapkan sistem kemitraan dengan nelayan lokal. Perusahaan menyediakan BBM dan Es kepada nelayan dan nelayan kembali menjual hasil tangkapan kepada perusahaan tersebut. Perusahaan juga memberikan kemudahan dengan menyediakan kapal penampung di lokasi yang berdekatan dengan fishing ground, sehingga hasil tangkapan nelayan langsung dibeli dan ditimbang di atas kapal penampung. Sebagai realisasi dari kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Utara yang meletakkan perikanan dan kelautan sebagai leading sector maka dalam periode tersebut Dinas Perikanan dan Kelautan memberikan bantuan kepada nelayan berupa kapal dan alat tangkap tuna yang disertai dengan pemasangan alat bantu rumpon. Hal ini mendorong nelayan untuk melakukan penangkapan tuna secara intensif. Kebijakan ini dirasa sangat menggairahkan khususnya bagi nelayan tradisional. Pada sisi yang lain bantuan yang diberikan berupa kapal

70 53 penangkapan dengan ukuran yang reatif kecil tidak layak dalam usaha penangkapan tuna yang rata-rata berlokasi di perairan yang relatif dalam. Selain itu pemasangan alat bantu berupa rumpon yang letaknya berkisar wilayah laut 12 mil juga tidak efektif dalam pemanfaatan tuna laut dalam. Kondisi tersebut mendorong nelayan untuk tetap mengeksploitasi tuna di wilayah pesisir (±12 mil), yang berarti tekanan penangkapan tuna di wilayah pesisir semakin intensif. Berdasarkan hasil wawancara terhadap nelayan tuna yang berpangkalan di PPP Tobelo dan PPP Bacan, ternyata sebagian besar kegiatan penangkapan tuna di wilayah sekitar perairan antar pulau (selat). Untuk mengatasi kondisi ini maka perlu dilakukan perubahan teknologi penangkapan agar dapat memanfaatkan ikan tuna laut dalam secara optimal. Manfaat utama yang diharapkan dari perubahan teknologi tersebut agar dapat mencegah terjadinya tekanan eksploitasi terhadap ikan tuna yang berlebihan di wilayah perairan sekitar pesisir. Tabel 7 Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap ikan tuna periode berdasarkan kurva surplus produksi model ox Tahun Effort Std (trip) Produksi (kg) CPUE Tgkt. Ln CPUE (kg/trip) pfn. Tgkt. upaya tkp. (%) (%) , , , , , , , , , Jumlah , Ratarata ,

71 54 Produksi (kg) MSY = kg fopt = 380 trip Upaya tangkap (trip) Gambar 19 Produksi tuna di Provinsi Maluku Utara menurut model ox Ikan tongkol Potensi lestari ikan tongkol (MSY) sebesar kg/tahun, dengan upaya tangkap optimum (f opt ) sebanyak trip/tahun. Periode ratarata tingkat pemanfaatan tongkol sebesar 73% dan upaya tangkap sebesar 71%. Tingkat pemanfaatan periode cenderung meningkat yakni berturutturut 72%, 89% dan 90%, dengan upaya berturut-turut 39%, 36%, dan 49%. Kemudian tingkat pemanfaatan menurun pada tahun , berturut-turut sebesar 56%, 39%, 43%, dengan upaya tangkap sebesar 32%, 23%, 85%. Pada tahun 2003 tingkat pemanfaatan meningkat sebesar 87% dan menurun pada tahun 2004 yakni sebesar 87%, namun upaya tangkap meningkat hingga melampaui upaya optimum (f opt ) yakni sebesar 119% pada tahun 2003 dan 141% pada tahun Pada tahun 2005 tingkat pemanfaatan meningkat hingga mencapai titik MSY dengan upaya tangkap sebesar 125% (Tabel 8 dan Gambar 20). Besarnya upaya tangkap pada tahun hingga melampaui upaya tangkap optimum merupakan dampak dari kebijakan pemerintah dalam membantu nelayan berupa kapal dan alat tangkap. Selain itu alat tangkap yang dipergunakan dalam pemanfaatan ikan tongkol memiliki waktu melaut (trip) harian. Kecuali huhate dan pukat cincin alat tangkap yang lain dapat dikatakan sangat sederhana. Alat tangkap tersebut rata-rata dimiliki oleh masyarakat pesisir. Dengan kesederhanaan alat tangkap tersebut maka nelayan dengan mudah

72 55 mengoperasikannya. Kondisi ini menyebabkan jumlah upaya tangkap yang relatif tinggi yang tidak diimbangi dengan produksi yang diperoleh. Hal ini dapat dibuktikan dengan perolehan nilai CPUE setiap jenis alat tangkap relatif rendah. Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, ternyata tidak ada alat tangkap yang dikhususkan untuk penangkapan ikan tongkol, artinya ikan tongkol yang tertangkap dengan keenam alat tangkap tersebut karena sifat ikan yang sering bergerombol dengan jenis ikan yang lain terutama cakalang dan tuna. Tabel 8 Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap ikan tongkol periode berdasarkan kurva surplus produksi model ox Tahun Effort Std (trip) Produksi (kg) CPUE (kg/trip) Ln CPUE Tgkt. pfn. (%) Tgkt. upaya tkp. (%) , , , , , , , , , Jumlah , Ratarata , Produksi (kg) MSY = kg fopt = trip Upaya tangkap (trip) Gambar 20 Produksi tongkol di Provinsi Maluku Utara menurut model ox

73 Ikan layang Potensi lestari ikan layang (MSY) sebesar kg/tahun, dengan upaya tangkap optimum (f opt ) sebanyak trip/tahun. Periode ratarata tingkat pemanfaatan layang sebesar 43% dan upaya tangkap sebesar 324%. Pada tahun tingkat pemanfaatan antara 60%-61% sedangkan upaya tangkap mencapai 202%-210%. Pada tahun tingkat pemanfaatan menurun yaitu rata-rata sebesar 14%, dengan upaya tangkap mengalami peningkatan hingga berkisar 332%-456%. Pada tahun , tingkat pemanfaatan mengalami peningkatan masing-masing sebesar 65%; 71%; 75% dengan upaya tangkap 312%; 258%; 328% (Tabel 9). Gambar 21, memperlihatkan bahwa tingkat pemanfaatan layang dalam periode 9 tahun masih berkisar dibawah titik MSY, namun upaya tangkap jauh melampaui upaya optimum (f opt ). Besarnya upaya tangkap pada pemanfaatan layang disebabkan karena jenis ikan tersebut ditangkap dengan menggunakan beragam alat tangkap. Ikan layang sebagai ikan pelagis kecil dan rata-rata tersebar di perairan dekat pantai mempermudah nelayan untuk mengoperasikan berbagai jenis alat tangkap. Armada tangkap berukuran relatif kecil dengan waktu melaut (trip) yang singkat menyebabkan perhitungan upaya tangkap yang tinggi. Tabel 9 Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap ikan layang periode berdasarkan kurva surplus produksi model ox Tahun Effort Std (trip) Produksi (kg) CPUE (kg/trip) Ln CPUE Tgkt. pfn. (%) Tgkt. upaya tkp. (%) , , , , , , , , , Jumlah , Ratarata ,

74 MSY = kg Produksi (kg) ,01,'02 fopt = trip Upaya tangkap (trip) Gambar 21 Produksi layang di Provinsi Maluku Utara menurut model ox Ikan kembung Potensi lestari ikan kembung (MSY) sebesar kg/tahun, dengan upaya tangkap optimum (f opt ) sebanyak trip/tahun. Periode ratarata tingkat pemanfaatan kembung rata-rata sebesar 95% dan upaya tangkap sebesar 79%. Tingkat pemanfaatan periode berkisar %, kemudian tingkat pemanfaatan menurun pada tahun yakni masingmasing sebesar 62% dan 72%. Tingkat pemanfaatan kembali meningkat pada tahun 2004 sebesar 101% dan mengalami penurunan pada tahun 2005 yakni sebesar 73% (Tabel 10). Gambar 22, memperlihatkan bahwa tingkat pemafaatan kembung pada tahun dan tahun 2004 berada diatas titik MSY. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya upaya tangkap pada tahun-tahun tersebut, kecuali pada tahun 2004 dengan upaya tangkap yang rendah. Tingginya tinggkat pemanfaatan sebagai akibat dari banyaknya upaya tangkap dapat diduga bahwa sumberdaya ikan kembung di Provinsi Maluku Utara pada tingkat padat eksploitasi. Kondisi ini dapat dilihat dengan rendahnya nilai produktivitas pada setiap jenis alat tangkap. Dari enam jenis lat tangkap yang dipergunakan untuk penangkapan kembung memiliki nilai rata-rata CPUE berkisar kg/trip.

75 58 Ikan kembung merupakan jenis ikan pelagis kecil yang tersebar di wilayah pesisir menyebabkan intensitas penangkapan lebih besar dengan menggunakan beragam jenis alat tangkap. Selain itu berdasarkan informasi dari masyarakat pesisir di Halmahera Selatan dan Halmahera Utara, bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya penipisan sumberdaya ikan kembung adalah sering ditangkap dengan menggunakan alat tangkap yang dapat membahayakan populasi dan habitat ikan tersebut terutama berupa bom. Walaupun membahayakan bom masih merupakan pilihan bagi oknom-oknom tertantu untuk mendapatkan hasil maksimal tanpa berpikir resiko yang dihadapi. Untuk mengatasi permasalahan ini ada tiga hal yang perlu dipertimbangan yaitu; (1) pengawasan terhadap wilayah pesisir diintesifkan dengan melibatkan peran masyarakat lokal yang memiliki hak penguasaan terhadap potensi wilayahnya, (2) perlu adanya penetapan jenis alat tangkap dan jumlah upaya tangkap (effort) dengan cara memprioritaskan alat tangkap yang memiliki produktivitas (CPUE) yang tinggi, dalam hal ini alat tangkap jaring insang, (3) pertimbangan biologi, maka perlu dilakukan pembatasan upaya penangkapan, yaitu mengadakan selekasi terhadap alat tangkap yang tidak ramah lingkungan agar tidak digunakan dalam penangkapan sehingga keberlangsungan sumberdaya ikan kembung tetap dipertahankan. Tabel 10 Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap ikan kembung periode berdasarkan kurva surplus produksi model ox Tahun Effort Std (trip) Produksi (kg) CPUE (kg/trip) Ln CPUE Tgkt. pfn. (%) Tgkt. upaya tkp. (%) , , , , , , , , , Jumlah , Ratarata ,

76 '00,' MSY = kg Produksi (kg) fopt = trip Upaya tangkap (trip) Gambar 22 Produksi kembung di Provinsi Maluku Utara menurut model ox Ikan julung-julung Gambar 22, menjelaskan bahwa potensi lestari ikan julung-julung (MSY) sebesar kg/tahun, dengan upaya tangkap optimum (f opt ) sebanyak trip/tahun. Periode , tingkat pemanfaatan ikan julung-julung rata-rata tinggi yaitu sebesar 85% dengan upaya tangkap sebesar 54%. Pada tahun , tingkat pemanfaatan berkisar 68%-82% atau rata-rata sebesar 76%, dengan upaya tangkap yang digunaka berkisar 43%-48% atau rata-rata sebesar 45%. Nilai tingkat pemanfaatan dan upaya tangkap peridoe ini dapat diinterpretasikan bahwa untuk mencapai pemanfaatan pada tingkat maksimum maka perlu penambahan produksi sebesar 24%. Sedangkan upaya tangkap yang diperlukan dalam pemanfaatan sebesar 55%. Pada tahun 2001 tingkat pemanfaatan ikan julungjulung mengalami peningkatan hingga mencapai nilai 99% dengan upaya tangkap sebesar 58%. Kondisi ini berarti tingkat pemanfaatan ikan julung-julung pada tahun 2001 telah melewati jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dengan upaya tangkap yang diperlukan sebesar 42%. Walaupun penambahan upaya tangkap hingga mencapai trip, tetapi diikuti dengan penambahan produksi hingga mencapai kg sehingga nilai produktivitas (CPUE) sebesar kg/trip. Pada tahun , nilai tingkat pemanfaatan berturut-turut adalah 82%, 93% dengan upaya tangkap berturut-turut 61%, 64%. Walaupun tingkat pemanfaatan menurun tetapi uapaya tangkap mengalami peningkatan

77 60 menyebabkan nilai produktivitas (CPUE) antara dua tahun ini ikut menurun yakni 813 kg/trip pada tahun 2002 dan 858 kg/trip pada tahun Pada tahun 2004, tingkat pemanfaatan sebesar 93% dengan upaya tangkap sebesar 54%. Tingginya tingkat pemanfaatan dan upaya tangkap yang menurun sehingga nilai CPUE sebesar kg/trip. Pada tahun 2005 tingkat pemanfaatan meningkat sebesar 94% dengan upaya tangkap sebesar 71% dapat mengakibatkan nilai produktivitas (CPUE) menurun hingga 808 kg/trip. Data tingkat pemanfaatan selengkapnya dapat disimak pada Tabel 11. Tingginya tingkat pemanfaatan diduga stok ikan julung-julung mengalami penipisan. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan giob (pukat cincin mini), yang dihususkan dalam penangkapan ikan julung-julung bahwa beberapa tahun terakhir ini nelayan sudah mengeluhkan bahwa hasil tangkapan mereka terus menurun dari waktu ke waktu, tanpa mengetahui secara pasti apa penyebabnya. Penurunan hasil tangkapan total dari waktu ke waktu secara langsung berpengaruh pada jumlah pendapatan bagi hasil dari nelayan anak buah kapal. Tetapi karena tidak ada alternatif sumber pendapatan lain, maka kegiatan ini terus dilakukan walaupun hasil yang diperoleh tidak sebagaimana diharapkan. Informasi dari nelayan juga menyatakan bahwa ritual ikan julung-julung memasuki suatu kawasan perairan teluk dalam gerombolan yang relatif besar pada waktu sore hari, dengan tujuan untuk memijah. Waktu pemijahan terjadi pada waktu menjelang malam atau sekitar jam Setelah memijah kawanan ikan ini membentuk formasi dan mengelilingi perairan yang telah berubaha warna menjadi keputih-putihan. Sekitar jam kawanan ikan ini menghilang dan nelayan tidak mengetahui kemana arahnya. Kondisi ini dimanfaatkan oleh nelayan untuk melakukan penangkapan pada sore hari, dimana sebenarnya ikan belum sempat memijah. Hal ini menyebabkan populasi jenis ikan mengalami penurunan yang cukup darastis dari waktu ke waktu. Sehingga akhir-akhir ini stok ikan julung-julung diduga hanya dapat bertahan di beberapa kawasan perairan terutama pada kawasan perairan yang terdapat hamparan pulau-pulau kecil dan kondisi ekologi karang, padang lamun dan mangrove masih relatif baik. Untuk melangkah pada kebijakan operasional maka sangatlah perlu terlebih dahulu memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada nelayan tentang daur

78 61 hidup ikan julung-julung. Kemudian mengajak masyarakat nelayan secara bersama, baik dalam bentuk partisipatori atau ko-manajemen, menyusun program dan langkah-langkah nyata untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Sangat sulit untuk menerapkan kebijakan pelarangan alat tangkap atau penutupan daerah dan musim penangkapan ikan. Mungkin akan lebih mudah meminta kesediaan nelayan untuk menunjuk dan menetapkan sebagian kecil wilayah perairan sebagai daerah perlindungan laut bersama (sanctuary area), dengan penjelasan rasional dan diterima oleh semua kalangan. Dengan demikian, manusia secara sadar dan rela mengijinkan eksistensi ikan ikan julung-julung di alam. Tabel 11 Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap ikan julungjulung periode berdasarkan kurva surplus produksi model ox Tahun Effort Std (trip) Produksi (kg) CPUE (kg/trip) Ln CPUE Tgkt. pfn. (%) Tgkt. upaya tkp. (%) , , , , , , , , , Jumlah , Ratarata , Produksi (kg) '98,' MSY = kg fopt = trip Upaya tangkap (trip) Gambar 23 Produksi julung-julung di Provinsi Maluku Utara menurut model ox

79 Tinjauan Perkembangan Data Produksi dan Upaya Tangkap Data produksi dan upaya tangkap dari 6 jenis ikan pelagis ekonomis penting yaitu ikan cakalang, tuna, tongkol, layang, kembung dan julung-julung selama periode mengalami perkembangan yang berbeda. Perbedaan yang sangat nampak adalah pengelompokan upaya tangkap pada jenis ikan pelagis besar yaitu cakalang, tuna dan tongkol. Dari Gambar 18 dan 19 terlihat seolah-olah plot data periode mengelompok menjadi dua bagian yaitu kelompok pertama tahun dan kelompok kedua tahun Sedangkan Gambar 20 terlihat kelompok pertama tahun dan kelompok kedua tahun Pengelompok tersebut bukan disengaja tetapi dikarenakan pemekaran wilayah yang terjadi pada tahun Data tahun di peroleh dari data 3 kabupaten yakni kabupaten Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Tengah dan Kota Ternate. Sedangkan data tahun diperoleh dari data Provinsi Maluku Utara. Kelompok pertama; ikan cakalang dengan tingkat upaya tangkap berkisar 23-35%, ikan tuna dengan tingkat upaya tangkap berkisar 39-47%, ikan tongkol dengan tingkat upaya tangkap berkisar 39-85%. Rendahnya upaya tangkap yang mengelompok pada periode tersebut merupakan dampak dari krisisi moneter yang terjadi pada tahun 1997 yang diikuti dengan konflik horizontal yang terjadi di Provinsi Maluku Utara. Hal ini menyebabkan nelayan engan untuk melaut yang menyebabkan jumlah upaya tangkap menurun. Kelompok kedua; ikan cakalang dengan tingkat upaya tangkap berkisar %; ikan tuna dengan tingkat upaya tangkap berkisar %, ikan tongkol dengan tingkat upaya tangkap berkisar %. Banyaknya upaya tangkap pada periode tersebut disebabkan karena semakin kondusifnya daerah Maluku Utara pasca konflik horizontal. Selain itu Provinsi Maluku Utara sebagai daerah baru pemekaran maka peluang untuk mengeksploitasi sumberdaya alam terutama bidang perikanan tangkap dianggap cukup menjanjikan, sehingga nelayan dari daerah lainpun berdatangan terutama nelayan asal Bitung, Buton dan Bugis-Makasar. Walaupun tidak diperoleh data resmi dari instansi terkait tentang berapa jumlah nelayan asal daerah lain yang beroperasi di perairan Maluku Utara, tetapi berdasarkan hasil survei, terdapat nelayan asal daerah lain yang beroperasi di perairan Maluku Utara.

80 63 Selain hal tersebut untuk beberapa kasus yang menyebabkan lonjakan upaya tangkap adalah bantuan pemerintah daerah (Dinas Perikanan dan Kelautan) berupa alat tangkap huhate dan katinting (pancing tonda) beserta alat bantu penangkapan (rumpon), sebetulnya dapat memacu perkembangan sektor perikanan dan kelautan terutama perikanan tangkap. Namun demikian bantuan berupa kapal penangkap yang berukuran relatif kecil menyebabkan nelayan sulit untuk menjangkau fishing ground di laut lepas. Demikin juga pemasangan rumpon rata-rata berada dibawah 12 mil mendorong pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang masih berkisar wilayah perairan pantai. Untuk pengelolaah perikanan tangkap dimasa yang akan datang, hal-hal yang berkaitan dengan pendataan perlu mendapat perhatian yang cukup besar. Hal ini dimaksudkan agar tekanan terhadap sumberdaya ikan pelagis di daerah pantai perlu dibatasi dan lebih dioptimalkan pemanfaatan ikan di daerah lepas pantai. Selain itu dalam hal pemberian bantuan kepada nelayan seperti kapal, alat tangkap dan alat bantu rumpon diawali dengan survei dan kajian secara ilmuah sehingga bantuan yang diberikan tepat sasaran. 5.6 Pola Musim Penangkapan Ikan Indeks musim penangkapan (IMP) Untuk menduga pola musin penangkapan, terlebih dahulu dilakukan perhitungan indeks musim penangkapan (IMP). Perhitungan ini berdasarkan pada data upaya (effort) dan hasil tangkapan (catch) yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate. Adapun asumsi yang digunakan dalam analisis ini antara lain; (1) ikan menyebar merata di seluruh perairan Maluku Utara; (2) jumlah upaya (effort) dan hasil tangkapan (catch) yang didaratkan di PPN Terante berasal dari perairan Maluku Utara; (3) perairan Maluku Utara dianggap tertutup bagi masuknya individu dari perairan lain; (4) data hasil tangkapan per upaya penangkapan ikan yang diambil di PPN Ternate dari tahun mencerminkan fluktuasi data hasil tangkapan di perairan Maluku Utara. Nilai indeks musim penangkapan (IMP) digunakan untuk menentukan waktu yang tepat dalam melakukan operasi penangkapan ikan. Kriteria untuk menentukan musim penangkapan ikan adalah jika nilai IMP sama dengan atau lebih dari 100% dikatakan sebagai musim penangkapan, sedangkan bukan musim

81 64 penangkapan apabila nilai IMP kurang dari 100%. Nilai IMP juga digunakan untuk menduga keberadaan ikan di suatu perairan. Jika nilai IMP lebih atau sama dengan 100% berarti ikan cukup melimpah, sedangkan nilai IMP dibawah 100% mengindikasikan jumlah ikan di perairan tersebut dibawah kondisi normal. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa indeks musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di perairan Maluku Utara relatif bervariasi (Gambar 24). Cakalang dengan nilai IMP lebih atau sama dengan 100% dicapai pada bulan Juli (197%) kemudian berturut-turut Agustus (140%), April (123%), dan Maret (100%). Bulan-bulan tersebut diduga merupakan musim penangkapan cakalang dan nilai tertinggi yakni pada bulan Juli merupakan puncak musim penangkapan cakalang. Sedangkan nilai IMP dibawah 100% diperoleh pada bulan-bulan selain bulan tersebut merupakan bukan musim penangkapan, dan nilai IMP terendah terjadi pada bulan November (36%) diduga merupakan musim paceklik ikan cakalng. Tuna dengan nilai IMP lebih dari 100% dicapai pada bulan September (254%), kemudian berturut-turut adalah Oktober (170%), Maret (115%) dan Januari (110%) diduga sebagai musim penangkapan dan puncak musimnya terjadi pada bulan September yang ditandai dengan nilai IMP tertinggi. Selain bulanbulan tersebut diduga bukan merupakan musim penangkapan karena nilai IMP yang dicapai dibawah 100%, sedangkan nilai IMP terendah diperoleh pada bulan Mei (6%) diikuti bulan Desember (16%) dan bulan Agustus (27%). Rendahnya nilai IMP pada tiga bulan tersebut diduga merupakan musim paceklik tuna. Nilai IMP Tongkol diatas 100% dicapai pada bulan Oktober (170%), kemudian berturut-turut pada bulan Juni (164%), November (150%), ebruari (105%) dan September (101%). Bulan-bulan tersebut diduga sebagai musim penangkapan sedangkan bulan Oktober dengan nilai IMP tertinggi merupakan puncak musim penangkapan tongkol. Selain bulan-bulan tersebut memiliki nilai IMP kurang dari 100% diduga bukan merupakan musim penangkapan. Nilai IMP tongkol terendah diperoleh pada bulan Juli (46%) dan April (48%) diduga merupakan musim paceklik. Layang dengan nilai IMP lebih dari 100% dicapai pada bulan Juli (188%), kemudian berturut-turut adalah Juni (117%), Mei (114%), Desember (111%) dan

82 65 November (104%) diduga sebagai musim penangkapan dan puncak musimnya terjadi pada bulan Juli yang ditandai dengan nilai IMP tertinggi. Selain bulanbulan tersebut diduga bukan merupakan musim penangkapan karena nilai IMP yang dicapai dibawah 100%. Nilai IMP layang setiap bulan kisarannya diatas 50%, dapat diinterpretasikan bahwa layang tidak mengalami musim paceklik. Kembung diduga memiliki musim penangkapan tersebar hampir pada setiap bulan. Hal ini dapat dilihat dengan nilai IMP diatas 100% dicapai pada tujuh bulan yaitu pada bulan September (207%) kemudian berturut-turut Agustus (141%), Oktober (140%), Januari (136%), Mei (125%), Maret (124%) dan ebruari (117%) yang diduga merupakan musim penangkapan. Bulan September merupakan puncak musim penangkapan karena nilai IMP lebih tinggi. Musim paceklik terjadi pada bulan April (5%), Juni (20%) dan Desember (39%). Julung-julung dengan nilai IMP lebih dari 100% dicapai pada bulan Desember (236%), kemudian berturut-turut adalah ebruari (232%), Mei (200%) dan Maret (150%), diduga sebagai musim penangkapan dan puncak musimnya terjadi pada bulan Desember yang ditandai dengan nilai IMP tertinggi. Selain bulan-bulan tersebut diduga bukan merupakan musim penangkapan karena nilai IMP yang dicapai dibawah 100%, sedangkan nilai IMP terendah diperoleh pada bulan Juni (14%) dan November (4%) diduga merupakan musim paceklik julungjulung. Data indeks Musim Penangkapan dapat disimak pada Tabel 12. Tabel 12 Indeks musim penangkapan ikan (IMP) beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara Indeks Musim Penangkapan (IMP) No Julungjulung Bulan Cakalang Tuna Tongkol Layang Kembung 1 Januari ebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember

83 IMP (%) Bulan Cakalang Tuna Tongkol Layang Kembung Julung-julung Gambar 24 Pola musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara Dari hasil analisis pola musim penangkapan, menunjukkan bahwa puncak musim penangkapan setiap jenis ikan ada yang bervariasi, namun ada yang memiliki kesamaan pada setiap bulan. Perbedaan maupun persamaan waktu puncak musim penangkapan dari setiap jenis ikan tersebut terutama dipengaruhi perubahan musim, dalam hal ini perubahan hembusan angin. Menurut Nontji (2002), angin yang berhembus di perairan Indonesia terutama adalah angin musim (munson) yang dalam setahun terjadi dua kali pembalikan arah yang mantap masing-masing disebut angin musim barat dan musim timur, sedangkan diantara dua kali perubahan musim tersebut terdapat juga dua kali musim peralihan yaitu musim peralihan Barat-Timur dan musim peralihan Timur-Barat. Perubahan musim tersebut jika dihubungkan dengan puncak musim penangkapan, maka terlihat bahwa puncak musim penangkapan keenam jenis ikan terjadi pada saat musim Timur dan musim peralihan, baik peralihan Batar-Timur maupun peralihan Timur-Barat, kecuali puncak musim julung-julung pada musim Barat (Tabel 13).

84 67 Tabel 13 Musim penangkapan bebrapa jenis ikan pelaagis ekonomis penting dihubungkan dengan pembagian musim angin Jenis ikan Musim Barat Peralihan B-T Musim Timur Pralihan T-B Des Jan Peb Mar Apl Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Cakalang X X X* X X Tuna X X X X* Tongkol X X X X* X Layang X X X X* X Kembung X X X X X X* X Julung-julung X* X X X Keterangan: X = musim penangkapan ikan X* = puncak musim penangkapan ikan Puncak musim penangkapan ikan cakalang dan layang terjadi pada bulan Juli yang merupakan saat musim Timur. Kondisi perairan pada saat musim Timur realtif tenang memungkinkan nelayan lebih intensif untuk mengoperasikan alat tangkap. Selain itu pada saat musim Timur perairan Laut Banda dan Laut Maluku diduga lebih subur, seperti dikemukakan oleh Nontji (2002), bahwa gerakan arus yang cenderung berasal dari belahan bumi Selatan, namun setelah memasuki Laut Banda mengakibatkan terjadinya upwelling. Akibat dari upwelling ini ditemukannya suhu air yang rendah di permukaan yaitu rata-rata 3 0 C lebih rendah daripada musim Barat, sedangkan salinitas 1 lebih tinggi. Demikian pula kandungan fosfat dan nitrat, masing-masing naik menjadi dua kali lipat, selanjutnya kandungan plankton pun menjadi meningkat pula. Selain itu pada musim Timur di perairan Laut Maluku terjadi arus kuat yang datang dari Utara Irian yang terlebih dulu melingkari ujung Selatan Halmahera untuk kemudian berbelok ke Utara dan kembali ke Samudera Pasifik. Pola arus musim Timur dapat dilihat pada Gambar 25.

85 68 Sumber. Akuisisi dari Nontji. Laut Nusantara 2002 Gambar 25 Pola arus musim timur Dengan adanya arus maka massa air di lapisan permukaan akan terbawa mengalir, sebagai akibatnya air dari lapisan bawah naik ke permukaan yang dikenal dengan upwelling yang kaya akan zat hara. Hasil penelitian Arifin (2006) menemukan bahwa upwelling, front dan sebaran klorofil-a terjadi di perairan Maluku pada bulan Juli dan Agustus. Kondisi lingkungan demikian sangat mendukung keberadaan ikan pelagis di perairan untuk memenuhi siklus hidupnya dalam mencari dan memangsa makanan. Puncak musim penangkapan ikan tuna dan tongkol terjadi pada bulan Oktober, dan puncak musim penangkapan kembung terjadi pada bulan September yang merupakan saat musim peralihan Timur-Barat. Hal ini terjadi karena pada musim tersebut, angin biasanya lemah dan laut sangat tenang. Kondisi tersebut memungkinkan nelayan untuk lebih intensif dalam melakukan operasi penangkapan. Kesamaan waktu puncak musim penangkapan tuna dan tongkol disebabkan karena kedua jenis ikan ini masih satu famili yang memiliki sifat untuk bergerombol. Selain itu kedua jenis ikan ini merupakan ikan pelagis dengan memiliki ruaya yang luas dan rata-rata tersebar di perairan lepas pantai, mengaharuskan nelayan melakukan penangkapan pada saat kondisi perairan relatif tenang. Pada saat musim peralihan maka pengaruh dari kedua musim masih sangat dominan terutama kondisi suhu, salinitas dan zat-zat hara. Suhu dan

86 69 salinitas sebagai parameter yang dapat berpengaruh pada organisme laut masih stabil, dan zat-zat hara yang merupakan pangkal dari siklus makanan ikan masih berlimpah. Dengan demikian maka pada musim peralihan tersebut merupakan waktu yang terbaik untuk melakukan penangkapan ikan di perairan Maluku Utara. Puncak musim penangkapan ikan julung-julung terjadi pada bulan Desember yang merupakan saat musim barat. Pada musim Barat kondisi perairan sangat dipengaruhi oleh tingginya kecepatan angin yang menyebabkan tingginya gelombang di laut. Ikan julung-julung sebagai ikan pelagis kecil dan bukan merupakan ikan perenang yang baik tidak dapat mempertahankan keberadaannya di perairan-perairan terbuka ketika terjadi gelombang. Untuk menghindari kondisi perairan yang bergelombang tersebut maka julung-julung mencari tempat untuk berlindung. Julung-julung cenderung memilih daerah-daerah yang masih memiliki lingkungan pesisir yang baik secara ekologi seperti daerah karang, padang lamun dan mangrove. Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan pukat cincin mini (giob) yang beroperasi di kepulauan Kayoa Halmahera Selatan dan Morotai Halmahera Utara, bahwa kehadiran julung-julung di suatu kawasan pesisir dengan tujuan untuk melakukan pemijahan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh nelayan untuk melakukan penangkapan. Jika kehadiran julung-julung di perairan pesisir untuk tujuan memijah, maka aktivitas penangkapan akan memberikan dampak yang serius terhadap ketersediaan sumberdaya ikan tersebut di alam Pemetaan lokasi pemanfaatan dan musim penangkapan ikan Untuk memprediksi lokasi dan musim penangkapan ikan pelagis di perairan Maluku Utara, maka dilakukan dengan menggunakan beberapa sumber data pendukung yaitu terdiri dari: (1) data primer hasil wawancara dengan nelayan yang berpangkalan di PPP Bacan, PPP tobelo, PPI Dufa-dufa dan PPN Ternate, yang digunakan dalam penentuan daerah penangkapan berdasarkan musim penngkapan ikan, (2) data posisi pemasangan rumpon yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara, dan (3) data titik sebaran ikan pelagis yang diperoleh dari Balai Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Perikanan dan Kelautan. Dari ketiga jenis data tersebut dioverlay dan membentuk suatu peta tematik yang merupakan peta sebaran ikan pelagis dan daerah penangkapan di Provinsi Maluku Utara. Pemetaan ini hanya berdasarkan

87 70 klasifikasi jenis ikan berdasarkan kelopok pelagis besar dan pelagis kecil, kecuali julung-julung karena daerah penangkapannya lebih spesifik sehingga dapat diprediksi. Berdasarkan hasil plot pada peta tematik menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3 dihasilkan Gambar 26. Pada Gambar tersebut memperlihatkan bahwa lokasi pemafaatan ikan pelagis diperairan Maluku Utara relatif berada di wilayah pantai atau kurang lebih berkisar 12 mil. Hal ini terjadi karena pemanfaatan sumberdaya ikan di Provinsi Maluku Utara sebagian besar dilakukan oleh nelayan tradisional. Ciri dari nelayan tradisional antara lain adalah memiliki unit penangkapan skala kecil, kadang menggunakan perahu bermesin atau tidak sama sekali, sedangkan perahu dan alat tangkap dibuat dan dioperasikan sendiri. Hal ini menyebabkan nelayan tidak memiliki keberanian untuk melakukan penangkapan ikan di laut lepas. Lokasi pemanfaatan ikan pelagi di Maluku Utara tersebar merata pada setiap perairan. Pemafaatan ikan pelagis besar di bagian selatan Maluku Utara yang dilakukan oleh nelayan yang berpangkapan di PPP Bacan, sebagian besar berada di perairan antara pulau Obi dan Bacan yaitu terbentang dari ujung selatan Halmahera hingga bagian barat pulau Bacan. Pemafaatan ikan pelagis kecil terutama layang dan kembung sebagian besar berada diantara pulau Halmahera dan Bacan yang tersebar dari ujung selatan Halmahera hingga pulau Kayoa. Sedangkan lokasi pemanfaatan julung-julung sangat terbatas yaitu hanya berada di gugusan kepauluan Gura Ici kecamatan Kayoa. Pemafaatan ikan pelagis besar di perairan bagian utara Maluku Utara yang dilakukan oleh nelayan yang berpangkapan di PPP Tobelo sebagian besar berada di perairan antara pulau Morotai dan semenanjung Halmahera Timur dan bagian utara Morotai. Pemanfaatan ikan pelagis kecil terutama layang dan kembung sebagian besar berada dibibir teluk Kao yang tersebar dari ujung utara Halmahera hingga Halmahera Timur. Sedangkan lokasi pemanfaatan julung-julung berada di gugusan kepauluan antara pulau Morotai dan Halmahera. Pemafaatan ikan pelagis besar di bagian tengah Maluku Utara yang berpangkapan di PPN dan PPI Dufa-dufa, sebagian besar berada di perairan barat Halmahera antara perairan Ternate hingga ujung utara Halmahera. Pemafaatan

88 71 ikan pelagis kecil terutama layang dan kembung sebagian besar berada di perairan Ternate, Tidore, Moti, Mare dan Hiri. Berdasarkan pemetaan sebaran ikan pelagis secara bulanan maka terlihat bahwa sebaran ikan pelagis di perairan Maluku Utara bervariasi sepanjang tahun. Sebaran jenis ikan pelagis bervariasi setiap saat, disebabkan karena ikan akan selalu mencari tempat yang sesuai dengan sifat hidupnya. Menurut Laevastu & Hayes (1981) bahwa faktor oseanografi yang berpengaruh terhadap sebaran ikan pelagis dari berbagai daerah penangkapan adalah suhu dan arus. Sumber: Data diolah, 2007 Gambar 26 Peta sebaran dan pemanfaatan ikan pelagis di Provinsi Maluku Utara \ \ \ \ \ \ \ \ \ \ \ \ \ \ \ P. HALMAHERA P. MOROTAI P. BACAN P. OBI P. SANANA P. MANGOLI P. TALIABU SULAWESI UTARA LAUT MALUKU LAUT SERAM SAMUDERA PASIIK P. TERNATE P. TIDORE LAUT HALMAHERA PAPUA BARAT Î Î Î 2 00' 2 00' 1 00' 1 00' 0 00' 0 00' 1 00' 1 00' 2 00' 2 00' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' PETA SEBARAN IKAN PELAGIS DAN DAERAH PENANGKAPAN DI PROVINSI MALUKU UTARA Juli September Oktober Desember \ Rumpon Januari Pebruari Maret April Mei Juni Agustus November Î Î PPN PPP LEGENDA! Pelagis Besar Pelagis Kecil Julung-julung!! U KM

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 1) Ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 1) Ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 1) Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Deskripsi morfologi dan meristik cakalang dari berbagai samudera menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies cakalang yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN Enjah Rahmat ) ) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristasi

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanfataan Sumberdaya Perikanan Laut di Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanfataan Sumberdaya Perikanan Laut di Indonesia 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanfataan Sumberdaya Perikanan Laut di Indonesia Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya alam yang didukung oleh sumberdaya manusia, modal, teknologi dan informasi, yang mencakup

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil yang diperoleh secara nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Artinya produktivitas sama

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE AISYAH BAFAGIH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE AISYAH BAFAGIH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE AISYAH BAFAGIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Alat Tangkap Longline

Alat Tangkap Longline Alat Tangkap Longline Longline merupakan suatu alat tangkap yang efektif digunakan untuk menangkap ikan tuna. Selain itu alat tangkap ini selektif terhadap hasil tangkapannya dan pengoperasiannya bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 2 tahapan berdasarkan waktu kegiatan, yaitu : (1) Pelaksanaan penelitian lapangan selama 2 bulan (September- Oktober

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 135-140 PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Tuna Lingline Fisheries Productivity in Benoa

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA PENENTUAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA DETERMINATION OF FISHING CATCHING SEASON (Decapterus Sp.) IN EAST WATERS OF SOUTHEAST SULAWESI Eddy Hamka 1),

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN EDDY SOESANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH RINA SARI LUBIS 090302054 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE

WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE Imitation Bait Colour of Skipjack Pole and Line Gondo Puspito 1 1 Staf Pengajar pada Bagian Teknologi Alat Penangkapan Ikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku

PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku 155 5 PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku Penangkapan ikan pada dasarnya merupakan aktifitas eksploitasi sumberdaya ikan di laut. Pemanfaatan potensi sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PEMANFAATAN DAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN PRIGI JAWA TIMUR Hari Ilhamdi 1, Riena Telussa 2, Dwi Ernaningsih 3

ANALISIS TINGKAT PEMANFAATAN DAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN PRIGI JAWA TIMUR Hari Ilhamdi 1, Riena Telussa 2, Dwi Ernaningsih 3 ANALISIS TINGKAT PEMANFAATAN DAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN PRIGI JAWA TIMUR Hari Ilhamdi 1, Riena Telussa 2, Dwi Ernaningsih 3 1,2,3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Abstrack Pelagic

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO

PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 1, Juni

Lebih terperinci

PENDUGAAN MUSIM IKAN MALALUGIS BIRU (Decapterus macarellus) DI PERAIRAN SEKITAR LIKUPANG, SULAWESI UTARA.

PENDUGAAN MUSIM IKAN MALALUGIS BIRU (Decapterus macarellus) DI PERAIRAN SEKITAR LIKUPANG, SULAWESI UTARA. @2003 Alfret Luasunaung Posted 10 December 2003 Makalah falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor Desember 2003 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 18 Grafik kurva lestari ikan selar. Produksi (ton) Effort (trip) MSY = 5.839,47 R 2 = 0,8993. f opt = ,00 6,000 5,000 4,000

4 HASIL. Gambar 18 Grafik kurva lestari ikan selar. Produksi (ton) Effort (trip) MSY = 5.839,47 R 2 = 0,8993. f opt = ,00 6,000 5,000 4,000 126 4 HASIL 4.1 Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan 4.1.1 Produksi ikan pelagis kecil Produksi ikan pelagis kecil selama 5 tahun terakhir (Tahun 2001-2005) cenderung bervariasi, hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR Nurul Rosana, Viv Djanat Prasita Jurusan Perikanan Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak 5 PEMBAHASAN Hasil penghitungan pemanfaatan kapasitas penangkapan dengan menggunakan single output (total tangkapan) berdasarkan bulan ( Agustus 2007 Juli 2008) menunjukkan bahwa hanya ada 1 2 unit kapal

Lebih terperinci

EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH

EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH Erika Lukman Staf Pengajar Faperta FPIK UNIDAR-Ambon, e-mail: - ABSTRAK Ikan tuna (Thunnus

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

Analisis Penentuan Musim Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis L.) di Perairan Sangihe Sulawesi Utara

Analisis Penentuan Musim Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis L.) di Perairan Sangihe Sulawesi Utara Analisis Penentuan Musim Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis L.) di Perairan Sangihe Sulawesi tara 1 Marline S. Paendong, 2 John Socrates Kekenusa, 3 Winsy Ch. D. Weku 1 Jurusan Matematika, FMIPA,

Lebih terperinci

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU

FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU Akmaluddin 1, Najamuddin 2 dan Musbir 3 1 Universitas Muhammdiyah Makassar 2,3 Universitas Hasanuddin e-mail : akmalsaleh01@gmail.com

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

TINGKAT PEMANFAATAN IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN di PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

TINGKAT PEMANFAATAN IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN di PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA www.airaha.org TINGKAT PEMANFAATAN IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN di PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA H TINGKAT PEMANFAATAN IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kabupaten Buton diperkirakan memiliki luas sekitar 2.509,76 km 2, dimana 89% dari luas wilayah tersebut merupakan perairan laut. Secara geografis Kabupaten Buton terletak

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung TINJAUAN PUSTAKA Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) Ikan Kembung merupakan salah satu ikan pelagis yang sangat potensial di Indonesia dan hampir seluruh perairan Indonesia ikan ini tertangkap dalam jumlah

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN ANDI HERYANTI RUKKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 6 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 14 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April tahun 2012. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan April tahun 2012 sedangkan

Lebih terperinci

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 159-168 ISSN 2087-4871 POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *)

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *) Perikanan Pancing Tonda di Perairan Pelabuhan Ratu (Rahmat, E. & A. Patadjangi) PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *) Enjah Rahmat 1) dan Asri Patadjangi 1) 1) Teknisi Litkayasa pada Balai

Lebih terperinci

Distribusi tertangkapnya ikan selar pada lembaran jaring soma darape di rumpon

Distribusi tertangkapnya ikan selar pada lembaran jaring soma darape di rumpon Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(Edisi Khusus): 1-5, Januari 2015 ISSN 2337-4306 Distribusi tertangkapnya ikan selar pada lembaran jaring soma darape di rumpon Distribution of caught trevally

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Tobelo 4.1.1 Kondisi kewilayahan Kecamatan Tobelo 1) Letak geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak pada posisi koordinat 0 o 40

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara 58 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota Manado terletak antara 0 15 5 34 Lintang Utara dan antara 123 07 127 10 Bujur Timur,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis). 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai adalah kabupaten termuda di Propinsi Sumatera Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.49 Tahun 1999. Kepulauan ini terdiri dari empat pulau

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 61 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis 4.1.1 Kota Ambon Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979, luas Kota Ambon adalah 377 Km 2 atau 2/5 dari luas wilayah Pulau Ambon.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Alat ini umumnya digunakan untuk menangkap ikan menhaden (Brevoortia

TINJAUAN PUSTAKA. Alat ini umumnya digunakan untuk menangkap ikan menhaden (Brevoortia TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Perkembangan Purse Seine Purse seine pertama kali dipatenkan atas nama Barent Velder dari Bergent, Norwegia pada tanggal 12 Maret 1858. Tahun 1860 alat tangkap ini diperkenalkan

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

ANTARA PERAIRAN SELAT MAKASAR DAN LAUT JAWA (110O-120O BT

ANTARA PERAIRAN SELAT MAKASAR DAN LAUT JAWA (110O-120O BT MODEL SPASIAL INFORMASI DAERAH PENANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI ANTARA PERAIRAN SELAT MAKASAR DAN LAUT JAWA (110 O -120 O BT 2 O 50-7 O 50 LS) ANDRIUS Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI ADRIANI GUHAR L231 07 032 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA D A U D TESIS

PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA D A U D TESIS PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA D A U D TESIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi Perikanan Indonesia dapat diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2003 telah mencapai 4.383.103 ton, dan tahun 2004 tercatat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

Daerah penangkapan ikan dari kapal huhate yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Pantai Belang

Daerah penangkapan ikan dari kapal huhate yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Pantai Belang Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(2): 57-62, Desember 2012 Daerah penangkapan ikan dari kapal huhate yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Pantai Belang Fishing ground of pole and liner

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN TEPAT GUNA UNTUK SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KOTA SORONG BEKTI GIRI WAHYUNI

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN TEPAT GUNA UNTUK SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KOTA SORONG BEKTI GIRI WAHYUNI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN TEPAT GUNA UNTUK SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KOTA SORONG BEKTI GIRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN

Lebih terperinci

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac. KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati adalah seluruh keragaman bentuk kehidupan di bumi. Keanekaragaman hayati terjadi pada semua lingkungan mahluk hidup, baik di udara, darat, maupun

Lebih terperinci