UJI AKTIVITAS HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK AIR PEGAGAN (Centella asiatica) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI PARASETAMOL GPC SARAI SILABAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI AKTIVITAS HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK AIR PEGAGAN (Centella asiatica) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI PARASETAMOL GPC SARAI SILABAN"

Transkripsi

1 UJI AKTIVITAS HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK AIR PEGAGAN (Centella asiatica) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI PARASETAMOL GPC SARAI SILABAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Aktivitas Hepatoprotektor Ekstrak Air Pegagan (Centella asiatica) terhadap Tikus Putih Jantan yang Diinduksi Parasetamol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2012 GPC Sarai Silaban NIM B

4 ABSTRAK GPC SARAI SILABAN. Uji Aktivitas Ekstrak Air Pegagan (Centella asiatica) terhadap Tikus Putih Jantan yang Diinduksi Parasetamol. Dibimbing oleh MIN RAHMINIWATI dan DEWI RATIH AGUNGPRIYONO. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas ekstrak air pegagan (Centella asiatica) terhadap tikus putih jantan strain Wistar yang diinduksi parasetamol. Tikus dibagi dalam lima kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol (akuades) dan empat kelompok formula ekstrak air pegagan (F 6, F 10, F 12, and F 16). Tikus diinduksi dengan parasetamol dosis 1000 mg/kg bw (p.o) sebagai dosis toksik untuk menginduksi kerusakan hati. Formula ekstrak air pegagan diberikan setelah satu jam induksi parasetamol dengan dosis 1500 mg/kg bw (p.o). Perlakuan diberikan selama 8 hari dan darah diambil sebanyak tiga kali (sebelum perlakuan, sesudah pemberian parasetamol, dan akhir perlakuan) dari arteri pada ekor tikus dan dianalisis kadar SGPTnya. Kerusakan hati yang dihasilkan oleh pemberian parasetamol berhasil dihambat oleh kelompok F 16 dengan bukti berupa penurunan level kadar SGPT. Aktivitas hepatoprotektor ekstrak air pegagan juga didukung oleh pemeriksaan secara histopatologi. Kata kunci: parasetamol, aktivitas hepatoprotektif, Centella asiatica, SGPT ABSTRACT GPC SARAI SILABAN. Study of Hepaprotective Activity of Asian Pennywort (Centella asiatica) Extract Against Paracetamol Induced in Male Wistar Albino Rat. Supervised by MIN RAHMINIWATI and DEWI RATIH AGUNGPRIYONO. This study was undertaken to investigate activity of Centella asiatica extract against paracetamol induced liver damage in male Wistar albino rats. Rats were divided into five groups namely control (aquadest), herb extract with four formulations which were F 6, F 10, F 12, and F 16. Rats were administered paracetamol at dose 1000 mg/kg bw (p.o) as toxic dose for inducing hepatotoxicity. Herb extract in each formula was given at dose 1500 mg/kg bw (p.o) one hour after paracetamol administration. The treatment was given for eight days and blood was collected three times (before treatment, after paracetamol treatment, and last treatment) from tail artery and analysed for serum glutamate pyruvate transminase (SGPT). The hepatoxicity produced by acute paracetamol administration was found to be inhibited by Centella asiatica at group F 16 with evidence of decreased level of serum glutamate pyruvate transminase (SGPT) consentration. The hepatoprotective activity Centella asiatica was also supported by histopathological studies of hepatocytes. Keywords: paracetamol, hepatoprotective activity, Centella asiatica, SGPT

5 UJI AKTIVITAS HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK AIR PEGAGAN (Centella asiatica) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI PARASETAMOL GPC SARAI SILABAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

6

7 Judul Skripsi : Uji Aktivitas Hepatoprotektor Ekstrak Air Pegagan (Centella asiatica) terhadap Tikus Putih Jantan yang Diinduksi Parasetamol Nama : GPC Sarai Silaban NIM : B Disetujui oleh Drh. Min Rahminiwati, MS, Ph.D Pembimbing I Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, Ph.D, APVet Pembimbing II Diketahui oleh Drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet. Wakil Dekan Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi berjudul Uji Aktivitas Hepatoprotektor Ekstrak Air Pegagan (Centella asiatica) terhadap Tikus Putih Jantan yang Diinduksi Parasetamol. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Drh. Min Rahminiwati, MS, Ph.D selaku pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi pertama yang dengan sabar telah membimbing penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, Ph.D, APVet sebagai pembimbing skripsi kedua yang juga dengan sabar telah membimbing penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar dan tenaga kependidikan Bagian Farmakologi dan Patologi FKH IPB atas segala bantuannya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar di FKH IPB yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta nasihat. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta (Bapak E.L Silaban, Mama R. Hutasoit, Kak Naomi, Nunut, Mika, Juan dan keluarga besar Silaban Hutasoit) yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada hentinya sehingga penulis senantiasa bersemangat dalam menyelesaikan studi. Selanjutnya ucapan terima kasih kepada teman seperjuangan yaitu Irene, Anggresia, Novrika, Erti, Samuel, Bolas, Exas, Eva, Arini, Anita, Fitria, Gita, Andrio, Tizani, Keisya, Kak Pamona, Kak Devi, Kak Yeni, Kak Yunita, Kak Ani, Kak Disa, dan Bu Eka atas dukungan, semangat, dan doa yang telah diberikan, Terakhir ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga Avenzoar, serta para sahabat yang tak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Desember 2012 GPC Sarai Silaban

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 3 Waktu dan Tempat Penelitian 3 Bahan 3 Alat 3 Metodologi Penelitian 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Data Aktivitas Enzim SGPT 5 Histopatologi Organ Hati 8 SIMPULAN 11 Simpulan 11 DAFTAR PUSTAKA 12 RIWAYAT HIDUP 14

10 DAFTAR TABEL 1 Aktivitas enzim SGPT pada tikus putih yang diberi ekstrak air pegagan sebagai usaha hepatoproteksi dari penginduksian menggunakan parasetamol 6 2 Persentase perubahan keadaan hepatosit di sekitar vena porta dan vena sentralis pada tikus putih jantan kelompok kontrol dan yang diberi ekstrak air pegagan selama 8 hari sebagai usaha hepatoproteksi terhadap efek toksik parasetamol 9 DAFTAR GAMBAR 1 Perbandingan gambaran histopatologi jaringan hati di sekitar vena porta pada kelompok F 16 dan kontrol 10 2 Perbandingan gambaran histopatologi jaringan hati di sekitar vena sentralis pada kelompok F 16 dan kontrol 11

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Keracunan parasetamol merupakan keracunan obat yang paling sering terjadi terutama di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Singapura. Food and Drug Administration (2009) menyatakan bahwa pada tahun 1998 hingga 2003, parasetamol menjadi penyebab kerusakan hati akut di Amerika Serikat. Sekitar 48% dari semua kasus yang terjadi (131 dari 275) berkaitan dengan overdosis parasetamol. Sebenarnya dalam dosis terapeutik, penggunaan parasetamol tidak menimbulkan bahaya. Namun efek yang berbahaya muncul pada dosis berlebihan dan dalam jangka waktu lama berupa kerusakan hati (Dalimartha 2005). Parasetamol adalah analgesik sintetik non-opiat yang berbentuk kristal putih dengan rasa pahit. Selain memiliki kemampuan sebagai analgesik, parasetamol juga berfungsi sebagai antipiretik dengan mekanisme yang mirip seperti asam salisilat, yaitu menghambat aktivitas enzim siklooksigenase (COX). Namun, tidak seperti asam salisilat, parasetamol tidak memiliki efek antiinflamasi (Plumb 1999). Oleh karena itu, parasetamol sering digunakan oleh masyarakat untuk menurunkan panas badan dan menghilangkan gejala nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang (Cooper 2010). Kelainan atau kerusakan hati ditandai dengan meningkatnya beberapa parameter biokimia hati yang dapat dilihat di darah seperti aminotransferase (transaminase), alkalin fosfatase, serum protein, dan bilirubin. Enzim golongan aminotransferase yang termasuk parameter adalah enzim golongan aminotransferase seperti alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamat piruvat transaminase (SGPT) dan aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamat oksaloasetat transminase (SGOT) (Chopra 2001). Pencegahan kerusakan hati oleh parasetamol dapat dilakukan dengan memakai obat tersebut dalam dosis yang dianjurkan serta mengkonsumsi bahan pangan yang memiliki khasiat hepatoprotektor. Hepatoprotektor adalah senyawa atau zat berkhasiat yang dapat melindungi sel-sel hati terhadap pengaruh zat toksik yang dapat merusak hati. Senyawa tersebut bahkan dapat memperbaiki jaringan hati yang fungsinya sedang terganggu. Mekanisme kerja obat hepatoprotektif antara lain dengan cara detoksikasi senyawa racun baik yang masuk dari luar maupun yang terbentuk di dalam tubuh pada proses metabolisme, meningkatkan regenerasi sel hati yang rusak, antiradang, dan sebagai imunostimulator. Biasanya hepatoprotektor merupakan bahan yang memiliki sifat antioksidan sehingga dapat mengurangi reaksi oksidasi pada kerusakan hati (Dalimartha 2005). Sejak ribuan tahun yang lalu, obat dan pengobatan tradisional sudah ada di Indonesia. Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat merupakan pengobatan untuk mencapai kesehatan yang optimal secara alami. Indonesia memiliki lahan hutan tropis cukup luas dengan keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna yang besar. Sekitar sampai jenis tumbuhan tersebar dari Aceh sampai Papua. Namun, hingga saat ini Indonesia belum berhasil mengangkat pengobatan tradisional menjadi pengobatan nasional (Wijayakusuma 2000). Tumbuhan obat yang terbukti berkhasiat hepatoprotektif contohnya kurkumin yang diperoleh dari temulawak dan kunyit, filantin dan

12 2 hipofilantin dari meniran, aukubin dari daun sendok, wedelolakton dari urangaring, andrografolid dari sambiloto, minyak atsiri dari bawang putih, glycyrrhisic acid dari akar manis dan saga, krisofanol dari kelembak, dan gingerol dari jahe. Zat berkhasiat bekerja melindungi hati dari kerusakan, mempercepat regenerasi hepatosit, dan mengurangi keaktifan enzim siklooksigenase (Dalimartha 2008). Centella asiatica atau yang dikenal sebagai pegagan terrnasuk ke dalam famili Umbelliferae dengan kelas Dicotyledoneae, genus Centella, dan spesies Centella asiatica (L) Urban. Tanaman yang juga memiliki sinonim Hidrocotyle asiatica, sudah sejak lama digunakan sebagai obat di daerah Asia Tenggara, termasuk Indonesia, India, Jepang, Tiongkok, dan Australia (Brinkhaus et al. 2000). Pegagan sebagai obat tradisional dapat dinikmati baik dalam bentuk segar, kering, maupun ramuan. Secara empiris pegagan berkhasiat sebagai tonik penyegar, obat penenang, antiinfeksi, antitoksik, antirematik, antilepra, menghentikan pendarahan, menyembuhkan penyakit hepatitis, dan melebarkan pembuluh darah perifer (Waluyo 2009). Khasiat dan manfaat pegagan disebabkan oleh kandungan komponen fitokimia di dalamnya, yaitu triterpenoid, saponin, alkaloid, flavonoid, tannin, steroid, dan glikosida. Zat aktif yang terdapat dalam pegagan antara lain asiatikosida, madekasosida (triterpenoid), asam madekasat, brahmosida, dan brahminosida (glikosida saponin) (Gohil et al. 2010). Khasiat lain yang dimiliki oleh pegagan adalah sebagai hepatoprotektor. Penelitian yang dilakukan oleh Antony et al. (2006) membuktikan bahwa asiatikosida sebagai kandungan utama dari triterpenoid dapat meningkatkan efek antioksidan sehingga mampu melindungi kerusakan hati akibat hepatotoksin. Madekasosida dan asam madekasat membantu persembuhan kerusakan hati karena aktivitas antiinflamatori dan imunomodulator yang dimilikinya (Vohra et al. 2011). Selain kandungan tersebut, total glukosida dari pegagan turut membantu memperbaiki fungsi hati yang rusak (Ming et al. 2004). Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas hepatoprotektor ekstrak air pegagan (Centella asiatica) terhadap kerusakan hati tikus putih jantan yang diinduksi parasetamol. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai kemampuan hepatoprotektor ekstrak air pegagan dalam beberapa formula dan dosis pada tikus putih jantan yang diinduksi parasetamol.

13 3 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2012 di Shigeta dan Laboratorium Histopatologi, Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bahan Penelitian ini menggunakan 52 ekor tikus putih jantan strain Wistar yang berumur 3 hingga 4 bulan dengan bobot berkisar 180 gram hingga 300 gram. Bahan yang digunakan antara lain parasetamol, ekstrak air pegagan, EDTA, SGPT kit, ransum tikus standar, botol minum, serbuk gergaji, parafin, Mayer hematoksilin eosin, alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, 100%, alkohol absolut, xylol, lithium carbonate, dan akuades. Alat Alat yang digunakan antara lain sonde lambung, spektrofotometer, perangkat pembuatan sediaan histopatologi, mikroskop cahaya, kaca objek, gelas penutup, tabung eppendorf, peralatan bedah hewan, timbangan digital, gelas beaker, gelas ukur, disposable syringe 1 ml, alat sentrifugasi, mortar, kamera foto, kandang tikus, dan lemari es. Metodologi Penelitian Persiapan Ekstrak Air Pegagan Ekstrak air pegagan yang dipakai pada penelitian ini merupakan ekstrak siap pakai dalam 4 formula (F 6, F 10, F 12, dan F 16) dari Pusat Studi Biofarmaka. Persiapan Hewan Coba Setiap tikus ditempatkan dalam kandang yang terpisah dengan kondisi kandang beralaskan serbuk gergaji. Setiap hari tikus diberi pakan sebanyak 50 gram dan air secara adlibitum. Kandang ditempatkan dalam ruangan yang memiliki ventilasi dan penerangan yang cukup. Pergantian serbuk gergaji dilakukan setiap seminggu sekali. Perlakuan Hewan Coba Tikus putih dibagi menjadi lima kelompok dengan komposisi 5 tikus di kelompok K (kontrol negatif), 14 tikus di kelompok F 6, 13 tikus di kelompok F 10, 10 tikus di kelompok F 12, dan 10 tikus di kelompok F 16. Setiap kelompok diinduksi parasetamol dosis 1000 mg/kg BB pada hari pertama dan dosis 500

14 4 mg/kg BB/hari untuk selanjutnya. Satu jam kemudian diberikan akuades pada kelompok K dan diberikan ekstrak air pegagan sesuai kelompok formula dengan dosis yang sama yaitu 1500 mg/kg BB selama 8 hari (sediaan 200 mg/ml). Pengukuran Kadar Enzim SGPT Plasma Darah Tikus Pengukuran kadar enzim SGPT dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu sebelum penelitian (kelompok I) untuk mengetahui kadarnya sebelum perlakuan, sesudah pemberian parasetamol 1000 mg/kg BB (kelompok II), dan hari terakhir (kelompok III). Pengukuran kadar enzim SGPT dilakukan dengan cara darah diambil dari ekor yang bagian ujungnya digunting. Darah diambil sebanyak 1 ml dan ditampung dalam tabung eppendorf. Tabung eppendorf sebelumnya diisi dengan antikoagulan EDTA sebanyak 2 mg agar tidak terjadi penggumpalan darah sehingga dapat dihasilkan plasma darah. Darah yang sudah terkumpul diberi label dan secepatnya disimpan dalam lemari es agar kualitas darah tetap terjaga. Kemudian darah disentrifus menggunakan alat sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit kemudian diambil plasmanya. Jumlah plasma darah yang digunakan adalah 200 μl. Plasma ini akan diperiksa kadar enzim SGPT menggunakan SGPT kit dan reagennya. Plasma akan ditambahkan starting agent 2-oxoglutarate dan reagen enzim L-alanine lalu perubahan absorbansinya dibaca menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm. Prinsip reaksi sebagai berikut : Pemeriksaan Histopatologis Hati Hati difiksasi dengan larutan formalin (Buffered Neutral Formalin) 10% dengan ph berkisar antara 6,5-7,5. Hati direndam dalam bahan pengawet bertujuan untuk melindungi struktur fisik sel. Serangkaian tahapan yang dilalui antara lain proses dehidrasi, penjernihan, penanaman jaringan dalam parafin, pemotongan dengan menggunakan mikrotom setebal 5 μm, proses pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin), dan penutupan dengan gelas penutup. Organ kemudian disayat secara melintang menggunakan skapel dengan ketebalan 0,3-0,5 mm. Potongan ini disusun ke dalam kaset jaringan dan dimasukkan ke dalam keranjang jaringan. Keranjang yang di dalamnya berisi jaringan organ dimasukkan ke dalam mesin pemroses otomatis. Selanjutnya jaringan mengalami proses dehidrasi dalam larutan alkohol bertingkat dengan putaran waktu sebagai berikut: alkohol 70% (2 jam), alkohol 80% (2 jam), alkohol 90% (2 jam), alkohol absolut dua kali ulangan dengan setiap ulangan selama 2 jam. Setelah dehidrasi, dilanjutkan dengan tahapan penjernihan dalam xylol dengan rincian: xylol dua kali ulangan dengan setiap ulangan selama 2 jam, dan dilanjutkan dengan penanaman jaringan dalam parafin pada suhu 56 o C. Penanaman jaringan dalam parafin dilakukan pada cetakan logam berukuran 2 x 2 x 2 cm dan dipotong menggunakan mikrotom yang ketebalan maksimalnya 5 μm. Setelah itu, jaringan ditempelkan pada kaca objek dan diwarnai dengan metode HE.

15 Pewarnaan HE diawali dengan deparafinisasi dalam xylol I selama 2 menit dan xylol II selama 2 menit. Tahapan berikutnya adalah rehidrasi dalam alkohol bertingkat dimulai dari alkohol absolut (2 menit), alkohol 95% (1 menit), dan alkohol 80% (1 menit). Setelah perendaman dalam alkohol dilanjutkan dengan pencucian mengunakan air kran selama 10 menit. Perendaman dalam hematoksilin dilakukan selama 8 menit dilanjutkan pencucian mengunakan air kran selama 30 detik. Setelah itu direndam dalam lithium karbonat selama detik dan dicuci kembali dalam air kran selama 2 menit. Perendaman dalam eosin dilakukan selama 2-3 menit, dilanjutkan pencucian menggunakan air kran selama menit. Tahap akhir adalah dehidrasi dalam alkohol bertingkat (95% hingga absolut) masing-masing 2 menit. Kemudian dilakukan penjernihan dalam xylol dua kali ulangan selama 2 menit. Preparat yang telah dijernihkan kemudian ditutup dengan gelas penutup yang direkatkan pada kaca objek menggunakan enthelan. 5 Penghitungan Sel pada Histopatologis Hati Penghitungan dilakukan menggunakan program software ImageJ pada gambar yang telah diperoleh melalui pengambilan gambar jaringan hati dengan mikroskop cahaya perbesaran 400 x. Gambar yang diambil sebanyak lima bidang pengamatan pada hepatosit di sekitar vena porta (VP) dan vena sentralis (VS). Sel yang dihitung adalah sel hati normal dan sel yang mengalami perubahan seperti degenerasi hidropis, degenerasi lemak serta nekrosa. Jumlah sel tersebut akan dijadikan dalam bentuk persentase kemudian dianalisis dengan uji Analysis of Variance (ANOVA) dan uji Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Data Aktivitas Enzim SGPT Hati merupakan organ aksesoris pada sistem digesti sekaligus kelenjar terbesar dalam tubuh (Akers dan Denbow 2008). Pada hewan tikus, hati terletak di bagian kanan pada region epigastrikus, tepat di belakang dari diafragma. Hati terdiri atas lobus-lobus dan setiap lobus terbagi menjadi lobulus-lobulus (Rogers dan Dintzis 2012). Setiap lobulus merupakan badan heksagonal dengan ukuran 0,7 x 2 mm yang terdiri atas sel-sel parenkim hati (hepatosit), vena sentralis, sinusoid, cabang-cabang vena porta, cabang-cabang arteri hepatika, sel Kupffer, duktus empedu, buluh darah limfatik, dan saraf (Dancygier 2010). Hati berperan dalam hampir semua fungsi metabolisme tubuh termasuk pada proses metabolisme obat parasetamol (Sloane 2003). Parasetamol yang masuk ke dalam tubuh melalui sistem gastrointestinal kemudian akan diserap dan dibawa oleh vena porta ke hati agar dapat dimetabolisme oleh enzim-enzim mikrosomal hati. Proses metabolisme dilakukan dalam dua fase yaitu, fase I dan fase II. Pada fase I, parasetamol akan dioksidasi dengan bantuan enzim mikrosomal hati yaitu enzim sitokrom P450 monooksigenase menjadi N-acetyl-para-benzoquinone imine (NAPQI) yang

16 6 merupakan toksin sangat reaktif. Selanjutnya pada fase II, sebagian besar parasetamol akan dikonjugasikan dengan substrat endogen seperti asam glukuronat, sulfat, glutation, asetat, asam amino, dan gugus metil menjadi metabolit tidak berbahaya (Haschek dan Rousseaux 1998). Pada dosis normal, metabolit toksik NAPQI ini segera didetoksifikasi menjadi konjugat yang tidak toksik (asam merkapturat dan sistein) oleh glutation dan segera dikeluarkan oleh ginjal melalui urin. Namun apabila mengkonsumsi parasetamol pada dosis tinggi, glutation akan mengalami deplesi sekitar 90% sehingga konsentrasi metabolit toksik ini menjadi jenuh. NAPQI yang berada dalam keadaan bebas akan berikatan dengan makromolekul protein pada membran hepatosit sehingga menyebabkan kerusakan membran sel hati. Sel-sel hepatosit akan pecah sehingga enzim golongan aminotransferase seperti ALT atau SGPT dan AST atau SGOT yang terdapat dalam sel hepatosit akan keluar dan masuk aliran darah di sekitar vena sentralis sehingga terjadi kenaikan aktivitas enzim SGPT dan SGOT melebihi normal (Cooper 2010). Pada penelitian sebagai indikator kerusakan hati adalah kadar enzim SGPT. Enzim SGPT merupakan indikator yang sensitif dalam mengenali adanya penyakit pada hati yang bersifat akut. Hal ini disebabkan hepatosit yang rusak atau mati akan melepaskan enzim SGPT ke dalam aliran darah (Chopra 2001). Enzim SGPT merupakan enzim yang lebih dipercaya dibandingkan SGOT dalam menentukan kerusakan sel hati. Hal ini disebabkan SGPT banyak ditemukan terutama di hati sedangkan SGOT dapat ditemukan selain di hati, seperti di otot jantung, otot rangka, ginjal, pankreas, otak, sel darah merah, dan sel darah putih. Dengan demikian, jika hanya terjadi peningkatan SGOT maka dapat saja yang mengalami kerusakan adalah sel-sel organ lainnya yang mengandung SGOT (Sari et al. 2008). Data aktivitas enzim SGPT pada tikus jantan yang diberikan ekstrak air pegagan sebagai usaha hepatoproteksi dari penginduksian parasetamol dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Aktivitas Enzim SGPT Pada Tikus yang Diberi Ekstrak Air Pegagan Sebagai Usaha Hepatoproteksi dari Penginduksian Menggunakan Parasetamol Nilai SGPT (U/I) Kelompok II Kelompok III Kelompok Kelompok I (Setelah diinduksi (Setelah dilakukan (Sebelum diinduksi parasetamol 1000 pemberian ekstrak air parasetamol) mg/kg BB) pegagan selama 8 hari) K 4,95 ± 2,36 ab 8,47 ± 7,34 ab 8,01 ± 5,35 ab F 6 8,51± 5,99 ab 5,59 ± 3,61 ab 4,15 ± 3,13 ab F 10 8,22 ± 6,18 ab 4,05 ± 1,71 ab 8,52 ± 6,54 ab F12 6,98 ± 9,24 ab 4,64 ± 3,98 ab 10,58 ± 9,97 ab F 16 5,24 ± 3,53 ab 7,67 ± 8,91 ab 4,64 ± 2,86 ab Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) Pengukuran nilai enzim SGPT pertama dilakukan sebelum pemberian parasetamol dan ekstrak air pegagan. Tujuannya adalah untuk mengetahui nilai

17 awal dari enzim SGPT yang terkandung dalam plasma darah tikus jantan sehingga nilai awal ini dapat dibandingkan dengan nilai enzim SGPT saat diberikan parasetamol dan ekstrak air pegagan. Nilai enzim SGPT yang didapatkan setiap kelompok berada di bawah nilai enzim SGPT normal pada tikus, yaitu U/l (Giknis dan Clifford 2008). Perbedaan ini terjadi kemungkinan berhubungan dengan metode yang digunakan. Untuk memperoleh kadar enzim pada literatur, sampel diambil dari tikus yang teranestesi oleh anestesi inhalasi. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan, sampel diambil dari ekor tikus dalam keadaan hidup. Hal inilah yang dapat menyebabkan nilai SGPT berada di bawah nilai normal. Menurut Ganiswara (1995), anaestesi inhalasi seperti eter dapat menyebabkan gangguan fungsi hati ringan sehingga memungkinkan kenaikan nilai SGPT. Hal ini didukung dengan penelitian Collin et al. (1978) yang menyatakan bahwa eter dapat menaikkan level enzim SGPT tikus walaupun tidak terlihat abnormalitas pada histologi jaringan hati atau organ lainnya. Pengukuran nilai enzim SGPT kedua dilakukan setelah pemberian parasetamol dosis 1000 mg/kg BB yang bertujuan untuk menginduksi kerusakan hepatosit sehingga dapat dilihat perubahannya saat diberikan ekstrak air pegagan. Namun berdasarkan hasil pengamatan, kenaikan nilai SGPT hanya terlihat pada kelompok kontrol dan F 16. Sedangkan pada kelompok F 6, F 10, dan F12 yang terjadi adalah penurunan nilai SGPT. Hal ini menunjukkan induksi parasetamol dalam dosis 1000 mg/kg BB belum mampu merusak hepatosit sehingga tidak terjadi peningkatan nilai enzim SGPT. Sedangkan menurut penelitian Abraham (2004), pemberian parasetamol dengan dosis 1000 mg/kg BB sudah dapat memperlihatkan kerusakan hati yang ditandai dengan peningkatan kadar enzim SGPT. Dosis 1000 mg/kg BB termasuk dalam golongan dosis toksik dari parasetamol. Hal ini didukung penelitian Roy dan Das (2010) yang menggunakan parasetamol dosis 1000 mg/kg BB dengan pemberian per oral menunjukkan setelah 48 jam terjadi peningkatan level ALT, AST, ALP, dan serum bilirubin. Pada histopatologi hati terlihat adanya kongesti parah pada pembuluh darah, degenerasi hidropis ringan, dan nekrosis. International Agency for Research on Cancer (1999) juga menyatakan bahwa pemberian parasetamol dosis melebihi 300 mg/kg BB per hari pada tikus akan menyebabkan kerusakan hati, renal, dan testikularis. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kejadian ini adalah kurang pekanya tikus terhadap dosis parasetamol yang ditentukan dan kekurangmurniannya parasetamol yang digunakan. Oleh karena tidak terjadi peningkatan nilai enzim SGPT maka data yang diperoleh dari kelompok F 6, F 10, dan F12 tidak dapat digunakan untuk penelitian ini. Pengukuran nilai enzim SGPT ketiga dilakukan setelah pemberian parasetamol dosis 1000 mg/kg BB pada hari pertama dan dosis 500 mg/kg BB/hari pada hari kedua hingga hari ke sembilan. Dosis 500 mg/kg BB/hari merupakan dosis maintenance yang bertujuan untuk tetap menjaga kerusakan hati akibat induksi parasetamol dosis 1000 mg/kg BB. Setelah itu satu jam kemudian diberikan ekstrak air pegagan dengan dosis ekstrak 1500 mg/kg BB selama 8 hari (sediaan 200 mg/ml). Melalui hasil analisis statisik terlihat efek yang diberikan F 16 tidak terlalu signifikan (p>0,05) terhadap kontrol. Namun dapat dilihat kelompok F 16 menunjukkan penurunan nilai enzim SGPT akibat pemberian ekstrak air pegagan. Hal ini mengindikasikan zat aktif pegagan yang terkandung dalam F 16 seperti asiatikosida, madekasosida, dan brahminosida (glikosida 7

18 8 saponin) mampu memperbaiki kerusakan hati akibat parasetamol yang cukup baik (Brinkhaus et al. 2000). Asiatikosida yang merupakan kandungan utama dari pegagan mampu meningkatkan efek enzim antioksidan seperti superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase sehingga diduga mampu menghambat NAPQI untuk menetap dan merusak hepatosit (Antony et al. 2006). Madekasosida dan asam madekasat membantu persembuhan kerusakan hati karena aktifitas antiinflamatori dan imunomodulator yang dimilikinya (Vohra et al. 2011). Selain kandungan tersebut, total glukosida dari pegagan turut membantu memperbaiki fungsi hati yang rusak sehingga terjadi penurunan nilai enzim SGPT (Ming et al. 2004). Histopatologi Organ Hati Pengamatan histolopatologi hati dilakukan untuk memberikan informasi mengenai perubahan mikroskopis hati yang ditimbulkan akibat pemberian ekstrak air pegagan terhadap hati yang diinduksi parasetamol. NAPQI yang dihasilkan dari biotransformasi parasetamol dengan sistem enzim sitokrom P450 akan bereaksi dengan molekul penyusun membran sel hepatosit sehingga menyebabkan kerusakan hati. Perubahan mikroskopis dapat meliputi perubahan inti sel, sitoplasma, dan sel secara keseluruhan. Berdasarkan pengamatan histopatologi pada kelompok kontrol dan F 16 ditemukan adanya sel normal dan sel yang mengalami perubahan sublethal serta lethal pada hepatosit. Perubahan ini diskoring menggunakan program software ImageJ dan dibandingkan antara vena porta dan vena sentralis untuk melihat efek hepatoprotektif dari ekstrak air pegagan. Skoring dilakukan terhadap lima bidang pengamatan pada hepatosit di sekitar vena porta dan vena sentralis untuk menggambarkan derajat keparahan jaringan hati. Perubahan sublethal atau yang sering disebut perubahan degeneratif merupakan proses yang jika rangsangannya dihentikan, maka sel dapat kembali seperti semula. Sedangkan proses lethal merupakan suatu proses sel telah mencapai titik tidak dapat lagi mengkompensasi kerusakan dan telah terjadi kematian sel (nekrosa) (Price dan Wilson 2003). Perubahan sublethal yang terlihat pada bidang pengamatan adalah degenerasi hidropis dan degenerasi lemak. Degenerasi hidropis umumnya dimulai dari daerah porta yang meluas menuju sentralis karena daerah porta merupakan daerah yang pertama kali menerima suplai darah dari saluran pencernaan.darah yang mengandung toksin dibawa dari usus, masuk ke hati melewati vena porta kemudian melewati sinusoid menuju vena sentralis (Price dan Wilson 2003). Secara makroskopis, organ yang mengalami degenerasi hidropis terlihat lebih besar, warnanya opaque, konsistensinya lunak dan rapuh, serta kurang memiliki bentuk lagi. Sedangkan secara mikroskopis, ukuran sel meningkat disertai batas sel yang tidak jelas, sebagian organela sel akan berubah menjadi kantong air, sitoplasma terlihat seperti bervakuola, opaque, dan lebih granuler. Hal ini terjadi karena metabolit reaktif NAPQI merusak membran sel sehingga keseimbangan ion natrium dan kalium terganggu dan terjadilah peningkatan jumlah air ke dalam sel (Mugera 2000).

19 Sedangkan pada degenerasi lemak, secara makroskopis hati akan terlihat pucat atau coklat kekuningan, licin, dan biasanya perlemakan menyebar ke seluruh bagian. Sedangkan secara mikroskopis, tampak jaringan hati sudah tidak teratur, adanya lemak dalam bentuk droplet kecil atau besar yang mengisi ruang sitoplasma sel hati sehingga komponen dan inti sel hati akan terdesak ke tepi. Hal ini terjadi karena metabolit reaktif NAPQI mengganggu sintesis dan pematangan protein di ribosom pada retikulum endoplasma kasar sehingga tidak terbentuknya apoprotein dan lipoprotein yang akan membawa trigliserida keluar ke plasma untuk dimetabolisme. Hal inilah yang menyebabkan asam lemak tidak dapat disekresikan sehingga menjadi terakumulasi dalam sel hati (Cheville 2006). Pada jaringan histopatologi, degenerasi lemak terlihat seperti ruang kosong di sitoplasma karena saat proses dehidrasi dalam alkohol, droplet lemak akan menghilang meninggalkan bentuk vakuola pada sitoplasma (Mugera 2000). Perubahan lethal yang terlihat pada bidang pengamatan adalah nekrosa. Perubahan nekrosa meliputi perubahan nukleus yaitu piknosis, karioreksis, kariolisis, dan sel yang hilang (Haschek dan Rousseaux 1998). Nekrosa yang terjadi akibat parasetamol adalah nekrosa sentrilobular yang ditandai kerusakan terutama di hepatosit sekitar daerah vena sentralis. Hal ini dikaitkan dengan terbentuknya metabolit sangat reaktif setelah parasetamol dimetabolisme di hati (Cooper 2010). Persentase berbagai perubahan sel hepatosit di sekitar vena porta dan vena sentralis disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Persentase Perubahan Keadaan Hepatosit di Sekitar Vena Porta dan Vena Sentralis pada Tikus Putih Jantan Kelompok Kontrol dan yang Diberi Ekstrak Air Pegagan Selama 8 Hari Sebagai Usaha Hepatoproteksi terhadap Efek Toksik Parasetamol 9 Kelompok Lokasi Normal (%) Degenerasi hidropis (%) Degenerasi lemak (%) Nekrosa (%) K F 16 VP 29,3 ± 14,6 ab 38,5 ± 8,9 ab 5,4 ± 2,6 ab 26,8 ±19,5 ab VS 24,7 ±11,8 ab 40,6 ± 5,7 ab 9,2 ± 2,0 ab 25,6 ±15,0 ab VP 36,1 ± 8,0 ab 39,2 ± 6,2 ab 5,3 ± 2,0 ab 19,4 ± 5,0 ab VS 30,4 ± 9,0 ab 46,1 ± 2,3 ab 7,1 ± 4,7 ab 16,3 ± 4,8 ab Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Pada vena porta, sel hepatosit normal pada kelompok F 16 memperlihatkan persentase sel normal yang lebih tinggi disertai degenerasi lemak dan nekrosa yang lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Sedangkan nilai persentase degenerasi hidropis lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini menandakan formula ekstrak air pegagan kelompok F 16 berperan dalam mencegah kerusakan sel hati sehingga persentase nekrosa lebih rendah apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kandungan seperti asiatikosida, madekasosida, dan braminosida merupakan zat yang memiliki sifat hepatoprotektif (Brinkhaus et al. 2000;Antony et al. 2006;Vohra et al. 2011). Nilai degenerasi hidropis yang lebih tinggi dapat diartikan sebagai kerusakan awal yang bersifat sementara dan dapat kembali menjadi normal apabila penyebab

20 10 kerusakan dihentikan (Price dan Wilson 2003). Namun persentase hepatosit normal, hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis, degenerasi lemak, dan nekrosa pada seluruh kelompok perlakuan di vena porta tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal ini kemungkinan disebabkan proses metabolisme parasetamol saat masuk ke dalam vena porta belum sepenuhnya menghasilkan metabolit toksik NAPQI. Parasetamol yang terkandung dalam aliran darah dari saluran gastroinstestinal saat masuk ke hati melalui vena porta baru akan dimetabolisme hingga fase II (Haschek dan Rousseaux 1998). Gambaran histopatologi hati di sekitar vena porta disajikan pada Gambar 1. VP F 16 VP K 20 µm 20 µm Gambar 1 Perbandingan gambaran histopatologi jaringan hati di sekitar vena porta pada kelompok F 16 dan kontrol. Lesio hepatosit berupa degenerasi hidropis (panah biru), degenerasi lemak (panah hijau), nekrosa (panah hitam), dan sel normal (panah merah). Pewarnaan HE, Perbesaran 400 x. Pada vena sentralis, persentasi hepatosit normal pada kelompok F 16 juga lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini diikuti dengan persentasi degenerasi lemak dan nekrosa pada kelompok F 16 yang lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Sedangkan nilai persentase degenerasi hidropis lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol walaupun tidak terjadi perbedaan yang nyata pada seluruh perlakuan (p>0,05). Hal ini semakin membuktikan F 16 memiliki kemampuan meningkatkan daya tahan sel dan menjaga kelangsungan sel normal serta memulihkan sel yang mengalami perubahan degenerasi bersifat sementara akibat metabolit reaktif parasetamol menjadi sel normal kembali. Hal ini disebabkan oleh asiatikosida yang merupakan kandungan utama dari pegagan mampu meningkatkan efek enzim antioksidan sehingga mampu menghambat radikal bebas NAPQI (metabolit reaktif) untuk menetap dan merusak membran sel hepatosit (Antony et al. 2006). Total glukosida dari ekstrak juga efektif untuk menghambat perubahan degenerasi lemak pada hepatosit. Persembuhan juga semakin cepat terjadi karena kandungan triterpenoid saponin seperti madekasosida dan asam madekasat yang memiliki aktifitas antiinflamasi dan imunomodulator (Vohra et al. 2011). Gambaran histopatologi hati disekitar vena sentralis disajikan pada Gambar 2.

21 11 VS F 16 VS K 20 µm 20 µm Gambar 2 Perbandingan gambaran histopatologi jaringan hati di sekitar vena sentralis pada kelompok F 16 dan kontrol. Lesio hepatosit berupa degenerasi hidropis (panah biru), degenerasi lemak (panah hijau), nekrosa (panah hitam), dan sel normal (panah merah). Pewarnaan HE, Perbesaran 400 x. Hasil skoring pada histopatologi hati ini selaras dengan hasil pengukuran kadar enzim SGPT. Hal ini ditunjukkan melalui penurunan jumlah sel nekrosa pada hepatosit di sekitar vena porta dan vena sentralis pada kelompok F 16 dibandingkan kelompok kontrol. Penurunan jumlah sel nekrosa pada kelompok F 16 akibat perlindungan dari ekstrak air pegagan menyebabkan penurunan pelepasan enzim SGPT ke dalam aliran darah sehingga kadar enzim SGPT yang terukur pun menurun dibandingkan kelompok kontrol. Beberapa herbal lain yang dapat dijadikan sebagai perbandingan terhadap efek hepatoprotektif dari pegagan adalah Psidium guajava, Pleurotus florida, dan Plumbago zeylanica. Psidium guajava memiliki kandungan antioksidan yang cukup baik sehingga mampu mengeliminasi radikal bebas yang dihasilkan oleh metabolit parasetamol (Roy dan Das 2010). Sedangkan Pleurotus florida, walaupun belum diketahui komponen yang bertanggung jawab terhadap efek hepatoprotektif, namun terbukti berperan dalam menurunkan level serum bilirubin dan menjaga jaringan hati dengan mengeleminasi radikal bebas hasil metabolit parasetamol (Sumy et al. 2011). Plumbago zeylanica juga menunjukkan aktifitas hepatoprotektif yang baik. Kandungan triterpenoid dan steroid yang dimiliki tumbuhan ini mampu menurunkan level serum penanda kerusakan hati (Kanchana dan Sadiq 2011). SIMPULAN Formula ekstrak air pegagan pada F 16 memiliki kemampuan yang baik dalam menjaga kelangsungan hepatosit normal dan memulihkan hepatosit yang mengalami kerusakan sementara untuk pulih kembali sehingga terjadi penurunan nilai enzim SGPT setelah diinduksi parasetamol walaupun efek yang diberikan tidak terlalu signifikan dibandingkan kelompok kontrol.

22 12 DAFTAR PUSTAKA Abraham P Increased plasma biotinidase activity in rats with paracetamolinduced acute liver injury. J Clinic Chim Act 349(1-2): Akers RM, Denbow DM Anatomy and Physiology of Domestic Animals. USA: Blackwell Publishing. hlm 468. Antony B, Santhakuman G, Merina B, Sheeba V, Mukkadan J Hepatoprotective effect of Centella asiatica (L) in carbon tetrachloride-induced liver injury in rats. Indian J of Pharm Sci 2006;68(6): Brinkhaus B, Lindner M, Schuppan D, Hahn EG Chemical, pharmacological and clinical profile of the East Asian medical plant Centella asiatica. J Phytomed 7(5): Cheville N Introduction to Veterinary Pathology. Ed ke-3. USA: Blackwell Publishing. hlm Chopra S The Liver Book: A Comprehensive Guide to Diagnosis, Treatment, and Recovery. New York: Pocket Books, Simon & Schuster, Inc. hlm Collin CJ, Cobb LM, Purser DA Effects of chronic inhalation of dimethyl ether in the rat. J Toxicol 11(1): Cooper R Small Animal Emergency and Critical Care. Ed ke-1. Mazzafero EM, editor. USA: Blackwell Publishing. hlm Dalimartha S Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Hepatitis. Jakarta: Swadaya. hlm 58, 86. Dalimartha S Resep Tumbuhan Obat untuk Asam Urat. Jakarta: Swadaya. hlm 44, 55-56, 79. Dancygier H Clinical Hepatology: Principles and Practice of Hepatobiliary Diseases. Berlin: Springer. hlm 15-18, 208. [FDA] Food and Drug Administration Acetaminophen Overdose and Liver Injury - Background and Options for Reducing Injury. USA: Department of Health and Human Services. hlm 2. Ganiswara S Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hlm Giknis MLA dan Clifford CB Clinical Laboratory Parameters for Crl:Wl (Han). Wilmington: Charle River. hlm 8. Gohil KJ, Patel JA, Gajjar AK Pharmacological review on Centella asiatica: a potential herbal cure-all. Indian J Pharm Sci 2010;72(5): Haschek WM, Rousseaux CG Fundamentals of Toxicologic Pathology. San Diego: Academic Press. hlm [IARC] International Agency for Research on Cancer IARC Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans - Volume 73. Geneva: WHO. hlm 401. Kanchana N dan Sadiq M Hepatoprotective effect of Plumbago zeylanica on paracetamol induced liver toxicity in rats. Int J Pharm Pharm Sci 3(1): Ming ZJ, Liu SZ, Cao L [Effect of total glucosides of Centella asiatica on antagonizing liver fibrosis induced by dimethylnitrosamine in rats

23 [abstrak].][dalam bahasa Cina]. Zhonqq Zhong Xi Yi Jie He Za Zhi 2004;24(8): Mugera GM Veterinary Pathology in The Tropics for Students and Practitioners. New Delhi: New Age International (P) Limited, Publishers. hlm Price SA dan Wilson M Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes. St. Louis: Mosby. hlm Plumb DC, Drug Monograph. Iowa: Iowa State Univ. Press, Ames. Rogers AB, Dintzis RZ Liver and Gallbladder. Di dalam: Treuting PM, Dintzis SM, editor. Comparative Anatomy and Histology. USA: Elsevier. hlm Roy CK dan Das AK Comparative evaluation of different extracts of leaves of Psidium guajava linn. for hepatoprotective activity. Pak J Pharm 23(1): Sari W, Indrawan L, Djing OG Care Yourself, Hepatitis. Depok: Penebar Plus. hlm Sloane E Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Veldman J, penerjemah; Widyastuti P, editor bahasa Indonesia. Terjemahan dari: Anatomy and Physiology: An Easy Learner. Jakarta: EGC. hlm 291. Sumy AK, Jahan N, Sultana N, Amin SMR Effect of oyster mushroom (Pleurotus florida) on paracetamol induced changes of serum bilirubin level and liver tissue protein in rats. J Bangladesh Soc Physiol 6(1): Vohra K, Pal G, Gupta VK, Singh S, Bansal Y An insight on Centella asiatica linn.: a review on recent research. J Pharmacol 2011;2: Waluyo S Questions & Answers: Stroke. Jakarta: Gramedia. Wijayakusuma MH Ensiklopedia Milenium Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia. Jakarta: Prestasi Insan Indonesia. hlm 1. 13

24 14 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banjarbaru pada tanggal 8 November Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Edward Lamris Silaban dan Ibu Rumiris Hutasoit. Penulis memiliki saudara perempuan bernama Naomi Lamsihar Silaban, Nunut Asianna Silaban, Mika Netty Taruli Silaban dan saudara laki-laki bernama Juan Barita Silaban. Penulis mengawali sekolah dasar pada tahun 1996 di Sekolah Dasar Sanjaya Banjarbaru dan diselesaikan pada tahun Tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Banjarbaru sampai tahun Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Banjarbaru pada tahun 2005 dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen ( ) sebagai Anggota dan Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (HKSA) FKH IPB ( ) sebagai Wakil Bendahara, Bendahara Umum, dan Badan Pengawas Himpro. Penulis juga pernah menjadi Editor di LS Vetzone BEM FKH IPB ( ) dan anggota Divisi Komunikasi dan Informasi serta Reporter di Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Seluruh Indonesia ( ). Terakhir penulis aktif menjadi Volunteer di Multispecies Educational International (2012). Penulis pernah menerima beasiswa dari IPB dalam bentuk beasiswa BBM dan beasiswa PT. ROMINDO. Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada Mata Kuliah Anatomi Veteriner II tahun ajaran , Mata Kuliah Anatomi Topografi tahun ajaran , serta Mata Kuliah Embriologi dan Genetika Perkembangan tahun ajaran

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pewarnaan HE diawali dengan deparafinisasi dalam xylol I selama 2 menit dan xylol II selama 2 menit. Tahapan berikutnya adalah rehidrasi dalam alkohol bertingkat dimulai dari alkohol absolut (2 menit),

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Parasetamol atau acetaminofen merupakan nama resmi yang sama dengan senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAID) yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Drug Induced Liver Injury Tubuh manusia secara konstan dan terus menerus selalu menerima zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan obat antipiretik dan analgesik yang sering digunakan sebagai obat manusia. Parasetamol menggantikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai media massa (Rochmayani, 2008). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. berbagai media massa (Rochmayani, 2008). Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok saat ini menjadi masalah yang terus - menerus dibicarakan di berbagai media massa (Rochmayani, 2008). Menurut World Health Organization (2012), Indonesia menduduki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan

Lebih terperinci

KAJIAN PATOLOGI HATI KELINCI HIPERLIPIDEMIA : DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN ANTIHIPERLIPIDEMIA LILIAN DEVANITA

KAJIAN PATOLOGI HATI KELINCI HIPERLIPIDEMIA : DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN ANTIHIPERLIPIDEMIA LILIAN DEVANITA KAJIAN PATOLOGI HATI KELINCI HIPERLIPIDEMIA : DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN ANTIHIPERLIPIDEMIA LILIAN DEVANITA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LILIAN DEVANITA. Kajian Patologi

Lebih terperinci

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, pengembangan obat obat baru terus dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan potensi obat obatan yang ada. Adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya,

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI AGUSTIN ZAHARIA PADERI

KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI AGUSTIN ZAHARIA PADERI KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI AGUSTIN ZAHARIA PADERI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK AGUSTIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati berupa ratusan jenis tanaman obat dan telah banyak dimanfaatkan dalam proses penyembuhan berbagai penyakit. Namun sampai sekarang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Secara populer dikenal juga dengan istilah penyakit hati, sakit liver, atau sakit kuning. Hepatitis dapat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode post test group only design. Menggunakan tikus putih jantan galur Sprague dawley berumur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian paparan ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) pada mencit galur DDY selama 90 hari adalah sebagai berikut. 4.1.1 Deskripsi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. B. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Hati Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat 1500 gr atau 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran kanan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imunologi sel. Sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat,

BAB I PENDAHULUAN. imunologi sel. Sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis tubuh meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi sel. Sel hati

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorik. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu dari penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Kadar Enzim SGPT dan SGOT Pada Mencit Betina Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki Tabel 1. Kadar Enzim SGPT pada mencit betina setelah pemberian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar glukosa darah dan histologi pankreas tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Penetapan Aktivitas Enzim Alanin Amino Transferase Plasma a. Kurva kalibrasi Persamaan garis hasil pengukuran yaitu : Dengan nilai koefisien relasi (r) = 0,998.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5.

BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5. BAHAN DAN METODE Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5. Pengujian Lactobacillus plantarum (BAL1) dan Lactobacillus fermentum (BAL2) pada tikus dengan perlakuan:

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6.

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. METODE PENELITIAN Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. Pengujian probiotik secara in vivo pada tikus percobaan yang dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Parasetamol atau asetaminofen telah ditemukan sebagai obat analgesik yang efektif lebih dari satu abad yang lalu tepatnya pada tahun 1893, tetapi hingga sekarang para

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer yang digunakan berupa pengamatan histologis sediaan hati yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik, dan nekrosis

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 22 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi, Farmasi dan Patologi Anatomi. 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULAN. memetabolisme dan mengekskresi zat kimia. Hati juga mendetoksifikasi zat

I. PENDAHULAN. memetabolisme dan mengekskresi zat kimia. Hati juga mendetoksifikasi zat I. PENDAHULAN A. Latar Belakang Hati merupakan organ yang mempunyai kemampuan tinggi untuk mengikat, memetabolisme dan mengekskresi zat kimia. Hati juga mendetoksifikasi zat kimia yang tidak berguna/merugikan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KAYU MANIS (CINNAMOMUM BURMANNII) TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS HEPAR, KADAR SGOT DAN SGPT DARAH MENCIT BALB/C YANG DIINDUKSI PARACETAMOL LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury; DILI) atau biasa dikenal

BAB 1 PENDAHULUAN. Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury; DILI) atau biasa dikenal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury; DILI) atau biasa dikenal dengan hepatotoksisitas imbas obat merupakan kerusakan pada hepar yang disebabkan oleh pajanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

KAJIAN PATOLOGI UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR RHISKA IRDYNA RIANTAMA

KAJIAN PATOLOGI UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR RHISKA IRDYNA RIANTAMA KAJIAN PATOLOGI UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR RHISKA IRDYNA RIANTAMA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK RHISKA IRDYNA RIANTAMA. Kajian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa negara-negara di Afrika, Asia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun 1950 (Sari, 2007).

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN PUSAT STUDI OBAT BAHAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi sebesar 9,33 liter/kapita/tahun pada tahun Makanan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi sebesar 9,33 liter/kapita/tahun pada tahun Makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Minyak goreng adalah salah satu kebutuhan masyarakat yang menjadi perhatian Pemerintah karena merupakan bagian penting bagi konsumsi lebih dari 247 juta jiwa penduduk

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama lebih kurang 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN YEAST PADA PEMBERIAN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) TERHADAP HISTOPATOLOGI HATI TIKUS RATNA WULANDARI

PENGARUH PENAMBAHAN YEAST PADA PEMBERIAN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) TERHADAP HISTOPATOLOGI HATI TIKUS RATNA WULANDARI PENGARUH PENAMBAHAN YEAST PADA PEMBERIAN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) TERHADAP HISTOPATOLOGI HATI TIKUS RATNA WULANDARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH PENAMBAHAN YEAST

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Evaluasi dataperforman Ayam Dari hasil penelitian didapatkan rataan bobot badan ayam pada masing-masing kelompok perlakuan, data tersebut dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

Oleh : Tanti Azizah Sujono Hidayah Karuniawati Agustin Cahyaningrum

Oleh : Tanti Azizah Sujono Hidayah Karuniawati Agustin Cahyaningrum Pengaruh FRAKSI HEKSAN EKSTRAK ETANOL DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) terhadap serum glutamate piruvat transaminase PADA TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL Oleh : Tanti Azizah Sujono Hidayah Karuniawati

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental laboratorium posttest-only equivalent-group design dengan kelompok perlakuan dan

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP KADAR ALKALI FOSFATASE PLASMA DARAH TIKUS JANTAN GALUR WISTAR (Rattus norvegicus L.) YANG DIINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA (CCl 4 ) Adiatma

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus Conoideus Lam.) TERHADAP KADAR BILIRUBIN TIKUS JANTAN GALUR WISTAR (Rattus norvegicus L.) YANG DIINDUKSI CCL 4 Andre Setiawan Iwan, 2009. Pembimbing I : Hana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dampak. Dampak negatif yang terjadi ialah perubahan gaya hidup, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dampak. Dampak negatif yang terjadi ialah perubahan gaya hidup, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang dialami oleh Negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagai akibat kedenderungan pasal global, yang telah memberikan berbagai dampak. Dampak

Lebih terperinci

STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI

STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jamur telah menjadi bahan pengobatan tradisional di daerah oriental, seperti Jepang, Cina, Korea, dan daerah Asia lainnya sejak berabad-abad lalu, (Ooi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. skizofrenia atau secara absolut terdapat 400 ribu jiwa lebih penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. skizofrenia atau secara absolut terdapat 400 ribu jiwa lebih penduduk Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan psikotik kronik, pada orang yang mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk yang terdapat di seluruh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk terapi anti tuberkulosis (TB), tetapi hepatotoksisitas yang dihasilkan dari penggunaan obat

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS HEPATOPROTEKTIF TEH HIJAU KOMBUCHA PADA TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

UJI AKTIVITAS HEPATOPROTEKTIF TEH HIJAU KOMBUCHA PADA TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI PARASETAMOL UJI AKTIVITAS HEPATOPROTEKTIF TEH HIJAU KOMBUCHA PADA TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI PARASETAMOL M.Thesa Ghozali 1 *, Puguh Novi Arsito 2 1,2 Department of Pharmacy, Faculty of Medicine and Health Science,

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK DAUN Apium graviolens TERHADAP PERUBAHAN SGOT/SGPT TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIPAPAR KARBON TETRAKLORIDA

PENGARUH EKSTRAK DAUN Apium graviolens TERHADAP PERUBAHAN SGOT/SGPT TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIPAPAR KARBON TETRAKLORIDA PENGARUH EKSTRAK DAUN Apium graviolens TERHADAP PERUBAHAN SGOT/SGPT TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIPAPAR KARBON TETRAKLORIDA ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jenis makanan yang terdapat di masyarakat tidak jarang mengandung bahan kimia berbahaya serta tidak layak makan, penggunaan bahan kimia berbahaya yang marak digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava) terhadap kadar gula darah dan kadar transminase pada tikus (Rattus norvegicus)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. ini akan dilaksanakan dari bulan Februari-April tahun 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. ini akan dilaksanakan dari bulan Februari-April tahun 2016. 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Farmakologi, Biokimia, Ilmu Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MIMBA

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MIMBA PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MIMBA (Azadirachta indica Juss.) TERHADAP AKTIVITAS KATALASE JARINGAN HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TINGGI Mochammad

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik dan Ilmu Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan selama

Lebih terperinci

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dengan berat 1,2 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa, menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen, dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah penting bagi kesehatan karena merupakan salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. obat ini dijual bebas di apotik maupun di kios-kios obat dengan berbagai merek

BAB I PENDAHULUAN. obat ini dijual bebas di apotik maupun di kios-kios obat dengan berbagai merek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol atau juga sering disebut asetaminofen salah satu obat golongan analgesik-antipiretik yang digunakan sangat luas di kalangan masyarakat Indonesia. Pada umumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama digunakan di dunia. Parasetamol merupakan obat yang efektif, sederhana dan dianggap paling aman sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pemeliharaan hewan coba dilakukan di Animal Care Universitas Negeri

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pemeliharaan hewan coba dilakukan di Animal Care Universitas Negeri BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lingkup Tempat Pemeliharaan hewan coba dilakukan di Animal Care Universitas Negeri Semarang (UNNES). Pemeriksaan histopatologi dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam proses memasak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam proses memasak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia dalam proses memasak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar makanan dan jenis makanan di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Hewan coba yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian ini objek yang diteliti diberi perlakuan dan adanya kontrol sebagai pembanding. B.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 200 SM sindrom metabolik yang berkaitan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein, diberi nama diabetes oleh Aretaeus, yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Adaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat badan, dan sindrom restoran Cina, pada sebagian orang. 2, 3

BAB I PENDAHULUAN. berat badan, dan sindrom restoran Cina, pada sebagian orang. 2, 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survey pada tahun 2007 menyatakan terjadi peningkatan konsumsi MSG, di negara-negara Eropa, rata-rata 0,3-0,5 g/hari sedangkan di Asia dapat mencapai 1,2-1,7 g/hari.

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap SOD, dan histologi hepar Tikus ( Rattus norvegicus) yang diinduksi oleh aloksan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berkaitan dengan Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, dan Toksikologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Pemeliharaan hewan

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS SUB KRONIS DARI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata.l) TERHADAP HATI DAN GINJAL PADA MENCIT PUTIH

UJI TOKSISITAS SUB KRONIS DARI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata.l) TERHADAP HATI DAN GINJAL PADA MENCIT PUTIH UJI TOKSISITAS SUB KRONIS DARI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata.l) TERHADAP HATI DAN GINJAL PADA MENCIT PUTIH SKRIPSI SARJANA FARMASI Oleh: MUTIA HARISSA No. BP 0811013150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Lingkup Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Histologi Universitas Diponegoro, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa Linn.) terhadap kadar transaminase hepar pada tikus (Rattus norvegicus)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian dan Farmakologi. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi, 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian a. Pemeliharaan dan perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap morfologi dan histologi hepar mencit betina (Mus musculus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia cukup banyak laporan tentang kasus hepatotoksisitas, walaupun jumlah kematian akibat toksisitas ini tidak begitu tinggi. Salah satu penyebab dari toksisitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5 ulangan, perlakuan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak jaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya untuk makan, tempat berteduh, pakaian, termasuk untuk obat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme tubuh, termasuk dalam mekanisme keseimbangan kadar glukosa darah yang berperan penting dalam aktifitas

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA TIM PENELITI : 1. NI WAYAN SUDATRI, S.Si., M.Si, 2. IRIANI SEYAWATI, S.Si.,M.Si. 3.

Lebih terperinci

PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY

PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRACT AMILIA

Lebih terperinci