BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebakaran Hutan Brown dan Davis (1973) mendefinisikan kebakaran hutan sebagai suatu proses pembakaran yang menyebar secara bebas dengan mengkonsumsi bahan bakar alam yang terdapat dalam hutan misalnya serasah, rumput, rantingranting kayu mati, tiang, gulma, semak, dedaunan dan pohon-pohon segar lainnya. Selanjutnya Clar dan Chatten (1954) mengatakan bahwa kebakaran dapat terjadi bila terdapat tiga unsur sekaligus dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya yang sering disebut dengan segitiga api atau fire triangle yaitu bahan bakar, panas dan oksigen. Selama proses kebakaran, dapat diperlihatkan lima fase pembakaran (Debano, et al., 1998), yaitu : a. Fase pra pemanasan (Pre-ignition) Pada tahap ini bahan bakar mulai terpanaskan, kering dan mulai mengalami pyrolisasi, yaitu terjadi pelepasan uap air, CO 2 dan gas-gas mudah terbakar termasuk metana, metanol dan hidrogen. Selulosa menunjukkan suhu yang berkenaan dengan panas dicapai pada suhu C (620 0 F). Pada suhu tersebut partikel-partikel dengan cepat mengembangkan jumlahnya menjadi lebih besar dan mudah terbakar. Dalam proses pirolisis ini reaksi berubah dari exotermic (memerlukan panas) menjadi endothermic (melepaskan panas) b. Fase penyalaan (Flaming combustión) Pirolisis melaju dan mempercepat oksidasi dari gas-gas yang dapat terbakar. Sebagaimana temperatur dari bahan bakar terus meningkat, gasgas mudah menyala lebih cepat dihasilkan dan reaksi kimia benar-benar menjadi proses eksotermik dan mencapai puncak pada suhu C. Meskipun gas-gas lebih mudah terbakar yang dihasilkan pada temperatur di atas C, namun gas-gas tersebut tidak akan menyala bahkan ketika bercampur dengan udara pada suhu C. Suhu maksimum yang dapat dihasilkan dengan terbakarnya gas-gas pada bahan bakar wildland

2 9 berkisar C dan C dengan status campuran udara dan gas-gas ideal. c. Fase pembakaran (Smoldering) Terdapat dua zona yang merupakan karakteristik dari fase ini, yaitu 1) zona pirolisis dengan berkembangnya hasil-hasil pembakaran dan 2) zona arang dengan pelepasan hasil pembakaran yang tidak terlihat. Laju pembakaran api mulai menurun sekitar 3 cm/jam karena bahan bakar tidak dapat mensuplai gas-gas yang dapat terbakar dalam konsentrasinya dan pada laju yang dibutuhkan untuk pembakaran yang dasyat. Kemudian panas yang dilepaskan menurun dan suhunya pun menurun menyebabkan gas-gas lebih banyak berkondensasi ke dalam asap. Proses ini bisa menaikkan temperatur tanah mineral di atas C dan pada suhu sekitar C menyebabkan dekomposisi bahan organik dan kematian organisme tanah. d. Fase penjalaran (Glowing) Fase ini merupakan fase terakhir dari proses smoldering. Pada fase ini temperatur puncak dari pembakaran berkisar antara C C dan sedikit atau tidak sama sekali menghasilkan asap. Bila suatu kebakaran mencapai fase glowing, sebagian besar dari gas-gas yang mudah menguap akan hilang dan oksigen mengadakan kontak langsung dengan permukaan dari bahan bakar yang mengarang. Hasil dari fase ini adalah CO, CO 2, dan abu sisa pembakaran. e. Fase pemadaman (Extinction) Status kebakaran akhirnya berhenti bila semua bahan bakar yang tersedia telah dikonsumsi atau bila panas yang dihasilkan melalui oksidasi baik melalui fase smoldering maupun glowing tidak cukup untuk menguapkan air yang dibutuhkan berasal dari bahan bakar yang basah (kadar air tinggi).

3 10 Lebih lanjut Brown dan Davis (1973) mengelompokkan tipe-tipe kebakaran hutan dan lahan menjadi tiga tipe kebakaran, yaitu : a. Kebakaran permukaan (surface fire) Kebakaran yang terjadi di permukaan atau lantai hutan dan kebakaran ini hanya membakar bahan bakar seperti serasah, rumput, log, dan anakan (seedling) beserta komponen jaringan tanaman yang terdapat di lantai hutan. Kebakaran ini paling sering terjadi karena kebakaran hutan terjadi dimulai dari kebakaran permukaan. Kebakaran ini dapat menjalar pada vegetasi yang lebih tinggi dan penjalarannya dimulai dari permukaan lantai hutan. Kebakaran ini dihasilkan oleh adanya pengaruh angin dimana permukaan mendapat suplai oksigen yang banyak untuk proses pembakaran. Bentuk dari penjalaran api lonjong atau elips kerena mendapat pengaruh angin. Bila api yang searah dengan angin maka akan menjalar dengan cepat sedangkan bila berlawanan dengan arah angin penjalaran cenderung lambat. b. Kebakaran bawah (Ground fire) Kebakaran bawah hanya membaakar bahan bakar yang ada di bawah permukaan dimana api membakar bahan-bahan organik yang menjadi lapisan tanah dan menjalar dengan perlahan-lahan. Kebakaran ini tidak dipengaruhi oleh angin karena lapisan bahan-bahan organik ini bersifat padat, tekstur halus, dan tidak dipengaruhi oleh oksigen. Penjalaran api dalam kebakaran bawah ini berjalan lambat tetapi kontiniu dan dapat bertahan dengan panas yang kuat dan tidak menimbulkan nyala api, sehingga sulit untuk dideteksi. Arah dari kebakaran kesegala arah, sehingga kebakaran bawah mempunyai bentuk penjalaran yang melingkar dan menimbulkan kerusakan beragam karena penjalarannya itu. Tanda awal dari terjadinya kebakaran bawah di dalam suatu kawasan adalah adanya asap (smoke) putih yang keluar dari permukaan tanah. c. Kebakaran tajuk (Crown fire) Kebakaran ini diawali dengan adanya kebakaran permukaan yang terus menjalar menjadi kebakaran tajuk dimana api mengkonsumsi/membakar tajuktajuk pohon, cadangan biji, ranting, dedaunan atau dari semak-semak dan umumnya terjadi pada tegakan conifer. Kebakaran tajuk sangat dipengaruhi oleh arah angin sehingga kebakaran ini sangat sulit ditanggulangi karena

4 11 menjalarnya api sangat cepat. Kebakaran tajuk biasanya terjadi dikarenakan adanya api loncar (spot fire) menjalar dan berasal dari pohon yang bertajuk lebih rendah, tajuk tumbuhan bawah, atau semak belukar yang ditunjang dengan faktor angin Dampak Kebakaran Hutan Gambut Kebakaran gambut berdampak buruk bagi lingkungan baik lokal, regional maupun global seperti lingkungan fisik-kimia, biologi dan sosial ekonomi serta kesehatan masyarakat. Kebakaran dalam skala besar mempunyai konsekuensi yang besar bagi lingkungan baik langsung maupun tidak langsung. Dampak terhadap kualitas udara merupakan hal yang menjadi isu besar. Asap yang menjadi hasil proses pembakaran tidak hanya dirasakan secara lokal, namun juga secara regional bahkan global. Hal ini karena asap bisa bergerak bebas melampaui batas-batas negara. Levine et al. (1999) melaporkan bahwa kebakaran yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan pada tahun 1997 telah meningkatkan jumlah gas-gas yang berlibat kali dibandingkan dengan terbakarnya kilang minyak Kuwait pada tahun 1991, seperti gas karbon monoksida 2,5 kali lipat, karbon diokasida sebanyak 50 kali lipat, methane delapan kali lipat, senyawa nitrogen 197 kali lipat serta partikel delapan kali lipat. Peristiwa kebakaran hutan dan lahan gambut mempunyai sumbangan yang sangat besar terhadap terjadinya perubahan iklim global. Gas-gas yang dihasilkan menimbulkan efek rumah kaca. Gas rumah kaca adalah gas-gas yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh permukaan bumi. Gas yang mampu menyerap radiasi tersebut antara lain CO 2, CH 4, N 2 O, CFC dan gas lainnya di atmosfer. Panas yang ditimbulkan oleh radiasi tersebut menyebabkan pemanasan atmosfer (global warming). Data menunjukkan bahwa Indonesia menyumbang 22% gas rumah kaca. Dari jumlah tersebut sebagaimana hasil penelitian Levine (1999) bahwa gas karbon monoksida 191,5 juta metrik ton terdiri dari 171 juta metrik ton berasal dari kebakaran gambut (89 %), gas karbon dioksida sebesar 32,8 juta metrik

5 12 ton, 31 juta ton berasal dari kebakaran gambut (94,5 %), gas methane 1,84 juta metrik ton, 1,78 juta ton berasal dari kebakaran gambut (97%), serta bahan partikel 16 juta metrik ton, 15,6 juta metrik ton berasal dari kebakaran gambut (97,5 %) Sumber dan Siklus Karbon Pada dasarnya karbon bersumber dari kegiatan antropogenik dan alami. Sumber utama karbon dioksida (CO 2 ) yaitu dari bahan organik yang terjadi akibat tindakan mikroorganisme, pertukaran gas di lautan, penebangan hutan, respirasi oleh hewan, manusia dan pembakaran bahan api. Kegiatan antropogenik seperti industri, penggunaan bahan bakar fosil, dan transformasi lahan (penebangan, pembukaan lahan dan kebakaran hutan) secara besarbesaran merupakan sumber utama emisi karbon (Soedomo, 2001). Di atmosfer terdapat kurang lebih 60,249 x molekul karbon yang terdiri dari 59,9 x molekul karbon dioksida (CO 2 ), 0,33 x molekul gas metan (CH 4 ), dan 0,19 x molekul karbon monoksida (CO) (Soedomo, 2001). Emisi karbon ke atmosfer dapat terjadi pada berbagai aktivitas seperti (1) respirasi oleh tumbuhan, hewan dan manusia, (2) pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak, batubara dan sebagainya, (3) kebakaran hutan, dan (4) ledakan gunung berapi. Selanjutnya Levine et al. (1999) mengemukakan bahwa pembakaran biomassa dapat memberikan % total emisi antropogenik karbon ke udara. Pengurangan konsentrasi karbon di atmosfer dapat terjadi melalui proses fotosintesis oleh tanaman atau tumbuhan hijau daun. Fotosintesis didefenisikan sebagai proses pembentukan gula dari dua bahan sederhana yaitu karbon dioksida (CO 2 ) dan air (H 2 O) dengan bantuan klorofil dan cahaya matahari sebagai sumber energi. Fotosintesis merupakan asimilasi zat karbon, dimana zat-zat organik CO 2 dan H 2 O diubah menjadi molekul C 6 H 12 O 6 dengan bantuan energi cahaya matahari dan klorofil. Pada areal konversi yang mengalami degradasi lahan pengurangan emisi karbon dapat dilakukan dengan penanaman kembali (perkebunan, agroforestri, reforestasi dan aforestasi),

6 13 sehingga emisi karbon tanah yang meningkat dapat ditangkap kembali melalui fotosintesis (Brown et al., 1993). Menurut Kinderman et al. (1993) tempat penyimpanan dan fluks karbon yang terpenting dalam ekosistem hutan tropik tergantung pada perubahan dinamik stok karbon di vegetasi dan tanah, ketersediaan kandungan hara, dan kondisi iklim setempat yang dapat di modelkan seperti gambar 2. Tempat penyimpanan utama karbon adalah biomassa (bagian atas yang meliputi batang, cabang, ranting, daun, buah, bunga, dan bagian bawah yang meliputi akar), bahan organik mati (necromass), tanah dan yang tersimpan dalam bentuk produk kayu yang nantinya akan diemisikan dalam bentuk produk jangka panjang. Sedangkan atmosfer sendiri bentindak sebagai media perantara di dalam siklus karbon. Aliran karbon biotik antara atmosfer dan hutan/lahan adalah fiksasi netto karbon melalui proses fotosintesis (net primary productivity) dan respirasi heretropik (dekomposisi pada serasah halus dan kasar, akar yang mati dan karbon tanah). Untuk lahan merupakan proses pertumbuhan dan pemulihan kembali, sedangkan untuk hutan merupakan pertumbuhan alami. Sebagian dari karbon yang terfiksasi dari fotosintesis akan ditransfer ke sistem perairan melalui sungai sebagian bahan organik yang terlarut dan jumlahnya untuk daerah tropik basah diperkirakan sebesar 0,1 x 10-6 Mt C/ha/tahun (Brown et al., 1993). Untuk pelepasan netto karbon ke atmosfer dari perubahan tata guna lahan tergantung pada jumlah karbon yang tersimpan dalam vegetasi dan tanah, laju dan bentuk pembukaan lahan, laju dekomposisi, intensitas tanah yang terganggu akibat pemanenan kayu, perubahan tata guna lahan dan pukulan mekanik hujan. Laju perubahan tata guna lahan sendiri yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia tergantung pada faktor sosial, ekonomi dan politik. Model dasar mengenai cadangan karbon secara umum dapat dibedakan menjadi dua sumber yaitu karbon dari vegetasi dan karbon di dalam tanah seperti pada Gambar 2.

7 14 Akumulasi karbon netto Karbon Biomassa Land use change CO 2 Atmosfer Faktor Manusia Karbon necromassa Karbon tanah Produk Sungai Gambar 2. Model dasar tempat penyimpanan dan fluks C dalam dan antara ekosistem hutan tropik dan atmosfer (Brown et al., 1993) 2.4. Biomassa Hutan Biomassa adalah berat bahan organik suatu organisme per satuan unit area yang ada dalam ekosistem pada paruh waktu tertentu (Chapman, 1986). Karena kandungan air yang berbeda setiap tumbuhan, maka biomassa tersebut umumnya dinyatakan dalam satuan berat kering (dry weight). Dengan demikian unit satuan biomassa adalah gr per m 2 atau kg per ha atau ton per ha. Sedangkan laju produksi biomassa adalah laju akumulasi biomassa dalam kurun waktu tertentu, sehingga unit satuannya juga dinyatakan per satuan waktu, misalnya kg per ha per tahun. Sementara Brown (1997) menyatakan bahwa biomassa adalah total materi organik pohon yang hidup di atas tanah yang diekspresikan sebagai berat kering tanaman per unit areal. Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan di bawah permukaan tanah (below gorund biomass).

8 15 Dari segi ekologis, data biomassa hutan sangat penting untuk mempelajari aspek fungsional dari suatu ekosistem hutan seperti produksi primer hutan, siklus hara, dan aliran energi (Hasse, et al., 1985). Sedangkan dari segi manajemen hutan secara praktis, biomassa hutan sangat penting dalam tahap perencanaan pengusahaan hutan karena keseluruhan kegiatan operasional pengelolaan hutan sangat dipengaruhi oleh besarnya biomassa/potensi hutan. Disamping itu, data biomassa hutan juga merupakan data dasar penting untuk membuat peta penyebaran potensi hutan dan penentuan prioritas pengelolaan hutan. Biomassa tersusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman (White dan Plaskett, 1981). Jumlah total biomassa tumbuhan dapat bertambah karena tumbuhan menyerap CO 2 dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Hal ini tergantung pada luas daun yang terkena sinar matahari, intensitas penyinaran, suhu dan karakteristik dari masing-masing jenis tumbuhan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa biomassa dalam hutan adalah hasil selisih dari produksi fotosintesis dengan konsumsi melalui respirasi dan proses penebangan. Produksi biomassa merupakan model proses yang ditetapkan secara khusus melalui keseimbangan antara karbon yang diambil melalui proses fotosintesis dan proses kehilangan karbon melalui respirasi. Karbon merupakan produk dari produksi biomassa yang terbentuk dikurangi dengan total yang hilang melalui jaringan akar halus, cabang dan daun serta penyakit sisanya tergantung di dalam struktur yang tersimpan di dalam pohon. Penyerapan air dan elemen penting lainnya akan berpengaruh terhadap keseimbangan karbon dan pengalokasian karbon (Johnsen et al., 2001). Biomassa antara lain dapat digunakan sebagai dasar perhitungan bagi kegiatan pengelolaan hutan karena dapat dianggap sebagai sumber dan rosot (sinks) dari karbon. Jumlah stok biomassa tergantung pada terganggu atau tidaknya hutan, dan atau ada tidaknya permudaan alam, dan peruntukan hutan. Beberapa faktor yang mempengaruhi biomassa tegakan hutan antara lain;

9 16 umur tegakan hutan, perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan. Selain itu faktor iklim, seperti curah hujan dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon (Kusmana, 1992). Suhu berdampak pada proses biologi dalam pengambilan karbon oleh tanaman dan penggunaan karbon dalam aktivitas dekomposer. Selain suhu dan curah hujan, umur dan kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan serta kualitas tempat tumbuh juga mempengaruhi besarnya biomassa. Semakin tinggi suhu udara akan menyebabkan kelembaban udara relatif berkurang. Berkurangnya kelembaban udara akan mempengaruhi laju fotosintesis. Hal ini disebabkan karena suhu udara yang tinggi akan memiliki tekanan uap air parsial yang lebih tinggi dibanding dengan tekanan udara parsial CO 2, ini akan memudahkan uap air berdifusi melalui stomata, akibatnya adalah laju fotosintesis akan menurun. Sedangkan pengaruh umur tanaman menunjukkan bahwa semakin tua tanaman, jumlah daunnya akan semakin banyak sehingga proses fotosintesis akan lebih besar oleh karena penyerapan CO 2 oleh daun semakin besar. Karbon merupakan komponen penting penyusunan biomassa tanaman melalui proses fotosintesis, kandungannya sekitar 45 50% bahan kering dari tanaman. Adanya peningkatan kandungan karbon dioksida di atmosfer secara global telah menyebabkan timbulnya masalah bagi lingkungan. Hal ini mempengaruhi kebijakan negara-negara di dunia untuk mempertahankan keberadaan hutan yang dapat dianggap sebagai buffer terhadap kandungan karbon, sehingga menarik para ilmuwan untuk meneliti kandungan karbon yang tersimpan di hutan. Hutan mempunyai fungsi untuk memfiksasi karbon dan menyimpannya di dalam ekosistem yang tersimpan di dalam vegetasi yang dikenal sebagai rosot (sinks) karbon, pada hutan daratan tinggi dan hijau peningkatan biomassa hutan menghasilkan sinks karbon bersih sekitar 0,74 + 0,19 juta ton karbon/tahun. Hutan mempunyai potensi untuk menangkap CO 2 dari udara yang dinyatakan sebagai sequestration. Salah satu kriteria penyimpanan karbon adalah adanya potensi karbon jangka panjang dalam biomassa hutan

10 17 dan produk hutan yang dinyatakan dalam ton karbon/tahun (Nabuurs dan Mohren, 1993). Semua tipe hutan mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi karbon. Lokasi utama cadangan karbon adalah hutan tropika, baik di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah (Van Norrwik et al., 1997). Hutan tropika merupakan tipe hutan yang mengandung biomassa dalam jumlah yang besar, sehingga hutan tropik merupakan cadangan simpanan karbon yang sangat penting. Potensi pertumbuhan di hutan tropis umumnya lebih tinggi dan lebih cepat, sehingga dapat mempercepat akumulasi karbon di dalam tanaman. Vegetasi hutan mempunyai kemampuan untuk menyerap CO 2. Hutan mampu menyerap karbon yaitu sekitar 16,3 juta metrik ton selama 40 tahun melalui pertambahan bersih dari biomassa karbon dan inventarisasi tegakan dan penyerapan melalui tegakan hutan. Disamping itu, karbon juga tersimpan dalam material yang telah mati sebagai serasah, batang pohon yang jatuh ke permukaan tanah, dan sebagai material yang sukar lapuk di dalam tanah (Whitmore, 1985). Biomassa hutan dapat memberikan dugaan sumber karbon pada vegetasi hutan, karena 50 % dari biomassa adalah karbon. Biomassa diukur dari biomassa di atas permukaan tanah dan biomassa di bawah permukaan tanah, dari bagian tumbuhan yang hidup, semak dan serasah (Brown dan Gaston, 1996). Selanjutnya Jetkins et al (2002), menyatakan bahwa kandungan karbon dapat diduga melalui persamaan regresi allometrik dari biomassa pohon yang didasarkan pada fungsi dari diameter pohon. Pada atmosfer bumi, karbon dioksida terdapat dalam kepekatan rendah sekitar 0,03%, akan tetapi CO 2 ini memainkan peranan yang sangat penting dalam iklim bumi. Atmosfer berperan sebagai media perantara dalam siklus karbon. Aliran C biotik antara atmosfer dan hutan/tanaman adalah fiksasi netto C melalui proses fotosintesis (net primary product) dan respirasi. Radiasi sinar matahari yang masuk mempunyai panjang gelombang yang berbeda-beda, akan tetapi pada saat mengenai bumi sebagian besar energi diubah menjadi radiasi inframerah.

11 Pendugaan dan Pengukuran Biomassa Brown (1997), mengemukakan ada dua pendekatan yang digunakan untuk menduga biomassa yakni pertama berdasarkan penggunaan dugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi kerapatan biomassa (ton/ha). Sedangkan pendekatan kedua secara langsung dengan menggunakan persamaan regresi biomassa. Pendugaan biomassa pada pendekatan pertama menggunakan persamaan yaitu : Biomassa di atas tanah (ton/ha) = VOB x WD x BEF, dimana VOB (Volume Over Bark) merupakan volume batang bebas cabang dengan kulit (m 3 /ha), WD (Wood Density) adalah kerapatan kayu (biomassa kering oven (ton) dibagi volume biomassa inventarisasi (m 3 )) dan BEF (Biomass Expansion Factor) adalah perbandingan total biomassa pohon kering oven di atas tanah dengan biomassa kering oven hasil inventarisasi hutan. Pendugaan biomassa dengan pendekatan kedua menggunakan persamaan regresi biomassa berdasarkan diameter batang pohon dengan persamaan : Biomassa di atas tanah (Y) = a D b Dimana Y menyatakan biomassa pohon (kg) dan D menyatakan diameter setinggi dada, serta a dan b merupakan konstanta. Dari persamaan regresi biomassa adalah hanya mendekati biomassa ratarata per pohon menurut sebaran diameter dengan menggabungkan sejumlah pohon pada setiap kelas diameter dan menjumlahkan (total) seluruh pohon untuk kelas diameter. Champman (1976), mengelompokkan metode pendugaan biomassa di atas tanah ke dalam dua golongan, yaitu 1. Motede Pemanenan a. Metode pemanenan individu tanaman Metode ini diterapkan pada kondisi tingkat kerapatan tumbuhan/pohon cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam suatu unit area contoh.

12 19 b. Metode Pemanenan kuadrat Metode ini mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu unit area contoh dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan mengkonversi berat bahan organik yang dipanen di dalam suatu area tertentu. c. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata. Metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran individu seragam. Pohon yang ditebang ditentukan berdasarkan ratarata diameternya dan kemudian menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan menggandakan nilai berat rata-rata dari pohon contoh yang ditebang dengan jumlah individu pohon dalam suatu unit area tertentu atau jumlah berat dari semua pohon contoh yang digandakan dengan rasio antara luas bidang dasar dari semua pohon dalam suatu unit area dengan jumlah luas bidang dasar dari semua pohon contoh. 2. Metode Pendugaan tidak langsung a. Metode hubungan allometrik Persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dengan biomassanya. Untuk membuat persamaan allometrik, pohon-pohon yang mewakili sebaran kelas diameter ditebang dan ditimbang. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dalam suatu unit area contoh tertentu b. Crop meter Pendugaan biomassa dengan metode ini dilakukan dengan cara menggunakan seperangkat peralatan elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu. Biomassa tumbuhan antara dua elektoda dipantau dengan memperhatikan electrical capacitance yang dihasilkan alat tersebut.

13 Model Penduga Biomassa dan Kandungan Karbon Model merupakan rangkuman atau penyederhanaan dari suatu sistem, sehingga hanya faktor-faktor dominan atau komponen yang relevan dari masalah yang dianalisis, diikutsertakan dan yang menunjukkan hubungan langsung atau tidak langsung dalam pengertian sebab akibat (Grant et al., 1997). Permodelan adalah pengembangan analisis ilmiah dengan beberapa cara, yang berarti bahwa dalam memodelkan suatu ekosistem akan lebih mudah dibandingkan dengan ekosistem sebenarnya (Hall dan Day, 1976), sedangkan sistem secara sederhana didefenisikan sebagai suatu kumpulan komponen atau objek-objek yang saling berinteraksi (Grant et al., 1997). Produksi biomassa merupakan model proses yang ditetapkan secara khusus melalui keseimbangan antara karbon yang diambil melalui proses fotosintesis dan proses kehilangan karbon melalui respirasi. Karbon merupakan produk dari produksi biomassa yang dibentuk dikurangi dengan total yang hilang melalui jaringan akar halus, daun, dan cabang serta penyakit, sisanya tergabung dalam struktur dan tersimpan dalam pohon. Model biomassa mensimulasikan penyerapan karbon melalui proses fotosintesis dan kehilangan karbon melalui respirasi. Penyerapan karbon bersih akan disimpan dalam organ tumbuhan dalam bentuk biomassa. Fungsi dan model biomassa dipresentasikan melalui persamaan dengan tinggi dan diameter pohon (Kusmana, 1996; Johnsen et al., 2001). Sebelum pembuatan model dibutuhkan peubah-peubah yang mendukung keberadaan model tersebut yakni adanya korelasi yang tinggi antar peubahpeubah penciri. Dalam penyusunan model penduga biomassa ini dapat menggunakan satu atau dua peubah bebas dalam bentuk linier dan non linier. Adapun peubah bebas yang digunakan adalah diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang, tinggi total. Beberapa persamaan umum model penduga biomassa pohon yang dipakai oleh beberapa peneliti antara lain ; Model dengan satu peubah bebas, yaitu : W = a D b... (Brown, 1997)

14 21 W = a + bd + cd 2...(Brown, 1997) Model dengan dua peubah bebas : W = a (D 2 H) b... (Ogawa et al., 1965) W = a + b(d 2 H)... (Brown, 1997) Hairiah et al. (1999), mengemukakan bahwa persamaan empirik untuk total biomassa dapat berbentuk polynomial dengan bentuk Y = a + bd + cd 2 + dd 3 atau mengikuti fungsi Y = ad b dengan nilai b antara 2 dan 3 dan nilai D 0. Karena jika D = 0, persamaan polynomial memprediksi sebuah biomassa dari nilai a tetapi tidak mempunyai satu atau lebih parameter yang diukur. Selanjutnya Ogawa et al, (1965) telah menyusun model allometrik pendugaan biomassa batang untuk semua tipe hutan berdasarkan keterkaitan dengan dimensi diameter (D) dan tinggi pohon (H) dengan persamaan Ws = 0,0396 (D 2 H) 0,9326. Hanya saja model allometrik ini tidak cukup baik untuk menduga biomassa cabang, hal ini memiliki nilai kesalahan yang cukup besar untuk setiap individu pohon dibandingkan nilai kesalahan untuk penduga biomassa batang. Selain itu, Ogawa et al. (1965) juga berhasil membuat penduga untuk biomassa daun (W L ) dalam model regresi non linier berupa persamaan hiperbola. Persamaan biomassa daun untuk pohon yang berdaun lebar adalah 1/W L = (13,75/Ws) 0,025 dan 1/W L = (22,5/Ws) 0,025 untuk pohon berdaun jarum. Lebih lanjut Ketterings et al. (2001) mengemukakan model pengukuran biomassa hutan campuran sekunder dengan persamaan sebagai berikut : W = 0,11 x ρ x D 2,62 Dimana : W = Biomassa (kg/ph), ρ = massa jenis pohon (kg/m 3 ), dan D = diameter setinggi dada (130 cm). Johnsen (2001) menyatakan bahwa model penduga kandungan karbon dapat diduga melalui persamaan regresi alometrik dari biomassa pohon yang didasarkan pada fungsi dari diameter pohon. Beberapa penelitian yang

15 22 menduga kandungan karbon melalui persamaan regresi alometrik telah dilakukan, antara lain; Hilmi (2003) telah membangun model penduga karbon untuk kelompok jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp., Onrizal (2004) menduga biomassa dan kandungan karbon pada tegakan hutan kerangas, Ismail (2005) menduga potensi kandungan karbon dan biomassa pada tegakan Acacia mangium Wild di areal bekas terbakar dan tidak terbakar, Yulyana (2005) menduga potensi kandungan karbon pada tanaman karet yang disadap. Penelitian tersebut masing-masing menggunakan peubah diameter dan atau tinggi pohon dalam membuat model penduga biomassa dan kandungan karbon pohon Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri (HTI) yang saat ini dikenal dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Industri (IUPHHK- HT) di Indonesia pada awalnya merupakan upaya untuk mengurangi degradasi hutan alam, terutama akibat penebangan hutan secara berlebihan dalam kegiatan Hak Pengusahaan Hutan (HPH). HTI direncanakan mampu menggantikan peran utama hutan alam dalam menyediakan kebutuhan bahan baku kayu bagi industri perkayuan di Indonesia. Hal ini terjadi karena semakin menurunnya potensi kayu yang berasal dari hutan alam dari tahun ke tahun. Prioritas lokasi pembangunan HTI awalnya juga direncanakan pada areal lahan kritis, tanah kosong, alang-alang, semak belukar dan areal hutan yang tidak produktif. Departemen Kehutanan (2006) Hutan Tanaman yang sebelumnya disebut Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah hutan tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri primer hasil hutan kayu. Adapun tujuan pembangunan HTI adalah : a. Menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah dan devisa.

16 23 b. Meningkatkan produktivitas lahan dan lingkungan hidup c. Memperluas lapangan kerja HTI harus dikelola secara profesional agar mencapai tujuan pembangunannya. Hal tersebut dapat berhasil apabila didasarkan pada : a. Azas manfaat yaitu hutan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat b. Azas kelestarian dimana dalam pemanfaatan sumberdaya hutan harus senantiasa diperhatikan kelestarian sumberdaya alam hutan tersebut guna memberikan manfaat keberlanjutan c. Azas perusahaan pengusahaan hutan harus mampu memberikan keuntungan finansial yang layak. Dasar pertimbangan yang utama dari pembangunan HTI adalah peningkatan ekonomi dan pengembangan teknologi. Penilaian potensi pada lahan yang akan dijadikan HTI mutlak harus dilakukan, sehingga dari dasar itu kita dapat menentukan spesies yang akan ditaman. Penilaian lahan tidak hanya terfokus pada karakteristik biofisik lahan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan, tetapi secara keseluruhan menilai potensi yang memiliki nilai atau potensi ekonomi. Artinya pemilihan jenis tanaman harus benar-benar memiliki nilai ganda, selain memiliki nilai ekonomis jenis tersebut juga mudah dan dapat dikembangkan sehingga pertumbuhan tanaman dapat memberikan dampak secara ekonomis kepada pengelola dan menghasilkan devisa bagi negara. Penentuan jenis untuk tanaman industri yang akan ditanam merupakan langkah paling utama karena hal itu menentukan cara pengelolaan dan memberikan besal kecilnya usaha HTI. Ada beberapa dasar pertimbangan dalam pemilihan jenis tanaman yang akan digunakan dalam pembangunan HTI adalah (Retnowati, 1998) : a. Produksitivitas tahunan persatuan luas tinggi b. Kualitas lahan hutan yang baik dan sesuai dengan tujuan penggunaan yang direncanakan c. Tidak merusak lingkungan.

17 24 Menurut Suratmo (1985), pembangunan HTI dapat memberikan beberapa dampak, yaitu : 1. Komponen fisik dan kimia meliputi : tata guna tanah, kualitas tanah, erosi, tata air, kualitas dan kuantitas air permukaan serta keadaan air tanah, kualitas udara, cuaca dan kebisingan. 2. Komponen biologis yang meliputi komposisi jenis, keragaman jenis, kelimpahan jenis, habitat satwa dan rantai makanan satwa 3. Komponen sosial ekonomi yang meliputi pertumbuhan penduduk, pemukiman baru, nilai lahan, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, pendapatan tambahan bagi masyarakat, lingkungan pemukiman, interaksi antara areal hutan tanaman dengan masyarakat Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. merupakan salah satu jenis akasia tropika yang termasuk dalam family Leguminoceae, sub family Mimosaceae (Doran et al., 1997). Umumnya dikenal dengan nama Northem Wattle (Australia) atau Red Wattle (Papua New Guinea). Penyebaran jenis tanaman ini anrara 8 0 LS 12 0 LS. Secara alami tumbuh di Australia bagian Utara, Irian Jaya Bagian Selatan dan Papua New Guinea (Turnbull, 1986). Jenis ini dapat tumbuh hingga ketinggian 20 m dpl bahkan dijumpai pada ketinggian sekitar 700 m dpl dengan sebaran lokasi pada daerah bebas kabut (frost) dengan rata-rata curah hujan tahunan berkisar mm/th. Acacia crassicarpa merupakan jenis cepat tumbuh serta mempunyai daya adaptasi yang tinggi. Pada kondisi alami tanaman ini toleran pada kondisi yang lebih kritis dibandingkan dengan Acacia mangium Wild., Acacia auriculiformis Cunn. Ex Benth., Acacia aulocarpa Cunn. Ex Benth. khususnya pada tanah kering dan gersang serta lahan gambut (Jayusman, 1992). Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. memiliki bunga majemuk yang terdiri dari sumber sentral dengan bunga-bunga duduk, berwarna kuning terang, panjang 4-7 cm, tangkai yang menopang anak daun yang tebal,

18 25 berkelamin ganda, panjang kelopak 0,5 0,7 mm, mahkota berkembang luas, glabrous panjang 1,3 1,6 mm, avari pendek, panjang bening seri 2-3 mm (Eldoma, 1999). Menurut Doran et al. (1997), Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. dapat digunakan sebagai tanaman pelindung dan nauangan, fiksasi nitrogen udara dan pelindung tanah mencegah erosi. Kayunya dapat digunakan untuk kayu energi baik kayu bakar dan pembuatan arang, untuk konstruksi bangunan, meubel, bahan pembuatan kapal, lantai, veneer dan pulp.

POTENSI KARBON TEGAKAN Acacia crassicarpa PADA LAHAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR HOTBI D.H. LIMBONG

POTENSI KARBON TEGAKAN Acacia crassicarpa PADA LAHAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR HOTBI D.H. LIMBONG POTENSI KARBON TEGAKAN Acacia crassicarpa PADA LAHAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR (Studi Kasus IUPHHK-HT PT. SBA Wood Industries, Sumatera Selatan) HOTBI D.H. LIMBONG SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gas Rumah Kaca (GRK) Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden TINJAUAN PUSTAKA A. Eucalyptus grandis Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: Divisio Sud Divisio Class Ordo Family Genus Species : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledone

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efisiensi Pembakaran Efisiensi pembakaran menunjukkan sampai sejauh mana suatu bahan dapat terbakar dalam satuan persen. Bila pembakaran tidak sempurna, sebagian dari hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kadar CO 2 di atmosfir yang tidak terkendali jumlahnya menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut disebabkan oleh adanya gas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Kebakaran hutan secara umum didefinisikan sebagai kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mengenai Pendugaan Biomassa Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering bahan-bahan organik hidup yang terdapat di atas dan juga di bawah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah kebakaran yang terjadi di luar kawasan hutan. Kebakaran hutan dan lahan

TINJAUAN PUSTAKA. adalah kebakaran yang terjadi di luar kawasan hutan. Kebakaran hutan dan lahan TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran Hutan Pengertian Kebakaran hutan berbeda dengan kebakaran lahan. Kebakaran hutan yaitu kebakaran yang terjadi di dalam kawasan hutan, sedangkan kebakaran lahan adalah kebakaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO 2 Tanah Tanah merupakan bagian dari sistem yang mengatur konsentrasi CO 2 atmosfer. Hampir 10% CO 2 dari tanah sampai ke atmosfer tiap tahunnya (Raich dan

Lebih terperinci

BAB VII KEBAKARAN HUTAN

BAB VII KEBAKARAN HUTAN BAB VII KEBAKARAN HUTAN Api merupakan faktor ekologi potensial yang mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan, walau hanya terjadi pada frekuensi yang sangat jarang. Pengaruh api terhadap ekosistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect) PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Secara alami CO 2 mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan makhluk hidup. Tumbuhan sebagai salah satu makhluk hidup di bumi memerlukan makanannya untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer.

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer. TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Iklim Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada lokasi umur yang berbeda yaitu hutan tanaman akasia (A. crassicarpa) di tegakan berumur12 bulan dan di tegakan berumur 6 bulan. Jarak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Hutan Indonesia dan Potensi Simpanan Karbonnya Saat ini, kondisi hutan alam tropis di Indonesia sangat mengkhawatirkan yang disebabkan oleh adanya laju kerusakan yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat namun belum sebanding dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Menurut Sedjo dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan iklim, upaya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya 1 I. PENDAHULUAN Pemanasan global yang terjadi saat ini merupakan fenomena alam meningkatnya suhu permukaan bumi. Dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Ozon (O 3 ) mempunyai fungsi melindungi bumi dari radiasi sinar Ultraviolet Ozon sekarang ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan lahan untuk mengatasi masalah ketersediaan lahan dan peningkatan produktivitas lahan. Masalah yang sering timbul adalah

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebakaran Hutan 2.1.1. Definisi Kebakaran Hutan Kebakaran hutan merupakan kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat antara oksigen, sumber penyulutan, dan bahan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global.

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global. Hal itu terjadi karena dampak dari kebakaran hutan tersebut bukan hanya dirasakan ole11 Indonesia saja

Lebih terperinci

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 1 EKOSISTEM Topik Bahasan: Aliran energi dan siklus materi Struktur trofik (trophic level) Rantai makanan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Budidaya Karet 2.2 Karbondioksida

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Budidaya Karet 2.2 Karbondioksida 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Budidaya Karet Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan jenis tanaman yang berasal dari Brasil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan karet alam dunia. Sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Berdasarkan jumlah keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% di antaranya tersimpan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran hutan dan Lahan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan oleh Brown dan Davis (1973) dalam Syaufina (2008) didefinisikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya perkembangan perekonomian Indonesia dalam beberapa dekade belakangan ini dapat dilihat dari pesatnya perkembangan infrastruktur, industri dan pemukiman penduduk.

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cadangan Karbon Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu pengikatan CO 2 ke dalam biomasa melalui fotosintesis dan pelepasan CO

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan merupakan sumber utama penyerap gas karbondioksida di atmosfer selain fitoplankton, ganggang, padang lamun, dan rumput laut di lautan. Peranan hutan sebagai penyerap karbondioksida

Lebih terperinci

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C)

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C) Pengaruh Kadar Gas Co 2 Pada Fotosintesis Tumbuhan yang mempunyai klorofil dapat mengalami proses fotosintesis yaitu proses pengubahan energi sinar matahari menjadi energi kimia dengan terbentuknya senyawa

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Buletin PSL Universitas Surabaya 28 (2012): 3-5 Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Hery Purnobasuki Dept. Biologi, FST Universitas Airlangga Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan batubara menjadi salah satu gangguan antropogenik terhadap ekosistem hutan tropis yang dapat berakibat terhadap degradasi dan kerusakan lahan secara drastis.

Lebih terperinci

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang. Penebangan hutan yang liar mengurangi fungsi hutan sebagai penahan air. Akibatnya, daya dukung hutan menjadi berkurang. Selain itu, penggundulan hutan dapat menyebabkan terjadi banjir dan erosi. Akibat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kayu Pohon sebagai tumbuhan membutuhkan air untuk proses metabolisme. Air diserap oleh akar bersama unsur hara yang dibutuhkan. Air yang dikandung dalam kayu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik pada masa kini maupun pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988) hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan

Lebih terperinci

3. ARUS ENERGI DAN DAUR MATERI DALAM EKOSISTEM

3. ARUS ENERGI DAN DAUR MATERI DALAM EKOSISTEM 3. ARUS ENERGI DAN DAUR MATERI DALAM EKOSISTEM 3.1. PENGERTIAN ARUS ENERGI DAN DAUR MATERI Semua organisme memerlukan energi untuk tumbuh, berkembang biak, bergerak dan melaksanakan fungsi-fungsi tubuhnya.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci