POTENSI KARBON TEGAKAN Acacia crassicarpa PADA LAHAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR HOTBI D.H. LIMBONG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI KARBON TEGAKAN Acacia crassicarpa PADA LAHAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR HOTBI D.H. LIMBONG"

Transkripsi

1 POTENSI KARBON TEGAKAN Acacia crassicarpa PADA LAHAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR (Studi Kasus IUPHHK-HT PT. SBA Wood Industries, Sumatera Selatan) HOTBI D.H. LIMBONG SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Karbon pada Tegakan Acacia crassicarpa di Areal Gambut Bekas Terbakar adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2009 Hotbi D.H. Limbong

3 ABSTRAK HOTBI D.H. LIMBONG. Potensi Karbon Tegakan Acacia crassicarpa pada Lahan Gambut Bekas Terbakar (Studi Kasus IUPHHK-HT PT. SBA Wood Industries, Sumatera Selatan). Dibimbing oleh ANDRY INDRAWAN dan BAMBANG HERO SAHARJO. Lahan gambut tropika memiliki fungsi sangat penting yang terkait dengan masalah konservasi, terutama fungsi simpanan dan rosot karbon yang mempengaruhi perubahan iklim global. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur potensi karbon Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. umur 2, 4 dan 6 tahun setelah tanam. Metode yang digunakan yaitu secara destruktif pada 4 plot berukuran 20 x 30 m pada masing-masing umur. Contoh masing-masing bagian pohon seperti batang, cabang, ranting, daun dan bunga diambil untuk analisis kadar air, zat arang terbang, kadar abu dan karbon terikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar air pada bagian anatomi daun merupakan yang tertinggi dari bagian anatomi pohon lainnya. Kandungan biomassa dan karbon terikat dapat diprediksi melalui persamaan allometrik antara biomassa (W) atau karbon terikat (C) dengan parameter diameter (D) dalam bentuk polynomial W = a + bd + cd 2 atau C = a + bd + cd 2. Rata-rata kandungan biomassa di atas permukaan tegakan A. crassicarpa umur 2, 4 dan 6 tahun setelah penanaman berturut-turut adalah 129,47 ton/ha, 106,98 ton/ha dan 145,81 ton/ha dan kandungan karbon terikat di atas permukaan berturut-turut sebesar 23,59 ton/ha, 21,10 ton/ha dan 28,39 ton/ha. Selain itu, potensi karbon terikat pada pohon juga dapat diprediksi dari besarnya biomassa pohon yang ditunjukkan dengan persamaan C = a(w) b. Potensi karbon yang diduga dari biomassa menunjukkan bahwa 15,21%, 18,69% dan 17,63% dari biomassa adalah karbon terikat untuk masing-masing umur 2, 4 dan 6 tahun. Kata kunci : Acacia crassicarpa, biomassa, gambut, karbon terikat,.

4 RINGKASAN Luas lahan gambut Indonesia berkisar antara juta hektar yang tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Papua, dengan luasan tersebut Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia. Hutan rawa gambut memiliki fungsi sangat penting yang terkait dengan masalah konservasi, terutama fungsi simpanan dan rosot karbon. Total simpanan karbon di lahan gambut dunia diperkirakan mencapai 525 Gigaton (Gt) karbon atau 15 35% dari total karbon terrestrial. Kebakaran lahan gambut telah menyebabkan terjadinya perubahan iklim global yang diakibatkan oleh timbunan gas-gas rumah kaca seperti karbondioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ) dan klorofluorokarbon (CFC). Page et al. (2002) menyebutkan kebakaran gambut di Indonesia pada tahun 1997 melepaskan karbon ke atmosfer berkisar antara 0,81 2,57 Gt. Hutan tanaman industri (HTI) disamping sebagai penghasil kayu diharapkan juga dapat memberikan peranannya yang lain secara optimal yaitu sebagai salah satu penyerap CO 2 dari atmosfer. Kemampuan tanaman dalam menyerap karbon bervariasi menurut jenis dan umur. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis melakukan penelitian dengan judul potensi karbon tegakan Acacia crassicarpa pada lahan gambut bekas terbakar yang merupakan studi kasus di areal IUPHHK-HT PT. SBA Wood Industries, Sumatera Selatan. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menghitung potensi karbon di atas permukaan tegakan Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. umur 2, 4 dan 6 tahun setelah tanam serta membuat model penduga biomassa dan karbon pohon Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. Penelitian ini dilakukan di areal izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman (IUPHHK-HT) PT. SBA Wood Industries Sumatera Selatan. Analisis data dilakukan di Laboratorium Kimia Kayu dan Energi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan. Metode yang digunakan adalah secara destruktif pada plot berukuran 20 x 30 m sebanyak 4 plot pada masing-masing umur. Adapun jumlah sampel pohon pada masing-masing umur sebanyak 12 pohon. Sedangkan untuk mengukur kandungan biomassa dan

5 karbon terikat pada tumbuhan bawah dan serasah dibangun sub plot dengan ukuran 2 x 2 m yang diletakkan secara nested sampling di dalam plot pengambilan sampel pohon. Masing-masing bagian anatomi pohon (batang, cabang, ranting, daun dan bunga), tumbuhan bawah dan serasah diambil sebanyak 200 gram untuk analisis kadar air, zat arang terbang, kadar abu dan karbon terikat. Pengukuran diameter dan tinggi total seluruh pohon yang masuk dalam plot-plot penelitian memberikan informasi tentang potensi tegakan Acacia crassicarapahasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata potensi Acacia crassicarpa di lokasi penelitian semakin meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Pada umur 2 tahun, rata-rata volume tegakan sebesar 145,6 m 3 /ha, umur 4 tahun sebesar 243,84 m 3 /ha dan pada umur 6 tahun sebesar 301,67 m 3 /ha. Hal tersebut dikarenakan potensi tegakan pada umumnya ditentukan oleh besaran diameter dan tinggi total pohon. Selain itu, hasil pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pohon per hektar semakin berkurang dengan bertambahnya umur tanaman. Rata-rata jumlah pohon per hektar pada umur 2 tahun adalah sebanyak pohon/ha, umur 4 tahun sebanyak 513 pohon/ha dan pada umur 6 tahun sebanyak 504 pohon/ha. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kadar air pada masingmasing kelas umur berbeda-beda pada setiap bagian anatomi pohon. Rata-rata kadar air tertinggi terdapat pada bagian anatomi daun dan terendah terdapat pada bagian ranting. Hal tersebut terjadi pada masing-masing kelas umur. Biomassa bagian-bagian pohon yang dinyatakan dalam bobot kering yang dipengaruhi oleh bobot basah dan kadar air sampel. Hasil analisis menunjukkan bahwa bagian batang pohon merupakan komponen terbesar penyusun biomassa pohon Acacia crassicarpa yaitu berkisar 66,25 78,30% dan terendah terdapat pada bagian bunga yaitu berkisar antara 0,03 0,10%. Hasil analisis lain menyebutkan bahwa sebagian besar dari biomassa pohon merupakan zat terbang dengan nilai rata-rata berkisar 71,33 82,78%, diikuti dengan kadar karbon terikat dengan nilai ratarata berkisar 16,28 23,67% dan sisanya merupakan kadar abu dengan nilai ratarata berkisar antara 0,94 5,01%. Biomassa dan karbon terikat pohon Acacia crassicarpa dapat diduga dengan hanya menggunakan parameter diameter dengan bentuk persamaan

6 polynomial. Kandungan biomassa yang diduga dari diameter pohon menunjukkan bahwa biomassa pohon Acacia crassicarpa umur 6 tahun memiliki total kandungan biomassa tertinggi yaitu sebesar 138,32 ton/ha, kemudian diikuti dengan umur 2 tahun sebesar 127,15 ton/ha dan terendah terdapat pada umur 4 tahun yaitu sebesar 100,60 ton/ha. Sama halnya dengan biomassa, karbon terikat pada umur 6 tahun memiliki total kandungan karbon terikat tertinggi yaitu sebesar 26,38 ton/ha, diikuti dengan total kandungan karbon terikat pada umur 2 tahun sebesar 23,03 ton/ha dan terendah terdapat pada umur 4 tahun sebesar 19,57 ton/ha. Porte et al. (2002) mengemukakan bahwa makin meningkat umur suatu tegakan, diameter pohon akan semakin besar dan biomassa pohon juga akan semakin besar. Akan tetapi dalam penelitian ini terlihat bahwa kandungan biomassa dan kandungan karbon terikat pada umur 2 tahun lebih besar dibanding dengan umur 4 tahun, tetapi tidak demikian bila dibandingkan dengan total biomassa pohon umur 6 tahun. Hal ini terjadi karena selain diameter pohon, besarnya biomassa maupun karbon terikat yang terdapat didalam suatu luasan area juga dipengaruhi oleh jumlah pohon yang terdapat dalam area tersebut. Penelitian ini juga mengukur potensi biomassa dan potensi karbon terikat dari tumbuhan bawah dan serasah yang terdapat di atas permukaan lahan. Hasil pengukuran kandungan biomassa total tumbuhan bawah dan serasah pada tegakan umur 6 tahun memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 7,50 ton/ha, diikuti dengan total kandungan biomassa pada umur 4 tahun sebesar 6,40 ton/ha dan terendah terdapat pada umur 2 tahun yaitu sebesar 2,32 ton/ha. Rendahnya kandungan biomassa pada umur 2 tahun disebabkan karena adanya kegiatan pembersihan lahan yang dilakukan pihak perusahaan sampai tanaman berumur 2 tahun. Berdasarkan bagian-bagiannya, serasah berkayu memberikan kontribusi terbesar yaitu berkisar antara 67,15 85,54% dari total biomassa, diikuti bagian tumbuhan bawah tidak berkayu dengan nilai 30,25 57,95%, dan sisanya berasal dari serasah tidak berkayu dengan nilai berkisar 42,02 44,17%. Total kandungan karbon terikat tumbuhan bawah dan serasah pada tegakan umur 6 tahun memiliki nilai karbon terikat terbesar yaitu sebesar 1,61 ton/ha, diikuti dengan total kandungan karbon terikat pada umur 4 tahun sebesar 1,54 ton/ha dan terendah terdapat pada umur 2 tahun yaitu sebesar 0,56 ton/ha.

7 Kandungan karbon terikat pada tegakan Acacia crassicarpa juga dapat diduga dari besarnya kandungan biomassa. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa proporsi kandungan karbon terikat terhadap kandungan biomassa pohon Acacia crassicarpa sebesar 15,21% untuk umur 2 tahun, 18,69 % untuk umur 4 tahun dan 17,63% untuk umur 6 tahun. Hal tersebut berbeda dengan penelitian Brown (1997) yang melaporkan bahwa 50% dari biomassa merupakan karbon.

8 @ Hak Cipta Milik IPB 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang : 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk tanpa izin IPB.

9 POTENSI KARBON TEGAKAN Acacia crassicarpa PADA LAHAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR (Studi Kasus IUPHHK-HT PT. SBA Wood Industries, Sumatera Selatan) HOTBI D.H. LIMBONG Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

10 Judul : Potensi Karbon Tegakan Acacia crassicarpa pada Lahan Gambut Bekas Terbakar (Studi Kasus IUPHHK-HT PT. SBA Wood Industries, Sumatera Selatan) N a m a : Hotbi D.H. Limbong N R P : P Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program : Magister (S2) Menyetujui : Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS Ketua Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr Anggota Diketahui : Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana, Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Prof. Dr. Ir. Surjono H. Suthahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 23 Mei 2009 Tanggal Lulus :

11 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas berkat, anugerah dan kasih-nya sehinga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharojo, M.Agr. Terima kasih atas bimbingan dan pembelajaran yang telah diberikan selama penulis melakukan penyusunan tesis; 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan; 3. Ibu Dr. Ir. Etty Riani Harsono, MS selaku Sekertaris Eksekutif Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan; 4. Mba Ririn, Mba Suli dan Mba Herlin selaku staff administrasi yang banyak membantu penulis selama melaksanakan studi; 5. PT. SBA Wood Industries yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengambil data-data dalam penelitian ini; 6. Rekan rekan mahasiswa PSL kelas khusus tahun 2007 ; 7. Pihak- pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Januari 1982 di Desa Singkam Kecamatan Sianjur Mula-Mula Kabupaten Samosir Propinsi Sumatera Utara dari Bapak Jamadin Limbong dan Ibu Erika Sitanggang sebagai anak pertama dari enam bersaudara. Pada tanggal 14 Februari 2009, penulis menikah dengan Hentina Hotria Sitanggang, SH, MH. Pendidikan sekolah dasar penulis selesaikan di SD Negeri Singkam (1994), SMP Negeri Limbong-Sagala (1997), SMU Kartika I-2 Medan, Sumatera Utara (2000), pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan mengambil Jurusan Manajemen Hutan, Program Studi Budidaya Hutan. Studi S1 tersebut diselesaikan oleh penulis pada tahun Pada tahun 2005 penulis diterima bekerja di Departemen Kehutanan sebagai staf di Dirjen Bina Produksi Kehutanan. Tahun 2007 penulis melanjutkan studi S2 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis membuat tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sain dengan judul Potensi Karbon pada Tegakan Acacia crassicarpa pada Lahan Gambut Bekas Terbakar (Studi Kasus IUPHHK-HT PT. SBA Wood Industries, Sumatera Selatan) dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS sebagai ketua dan Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr sebagai anggota komisi pembimbing.

13 DAFTAR ISI Hal DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... iv vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Kerangka Pemikiran Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran Hutan Dampak Kebakaran Hutan Gambut Sumber dan Siklus Karbon Biomasa Hutan Pendugaan dan Pengukuran Biomassa Model Penduga Biomassa dan Karbon Hutan Tanaman Industri Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Administrasi dan Geografis Topograsi, Geologi dan Tanah Iklim Keadaan Hutan... 27

14 ii IV. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Pengumpulan Data Jenis dan Sumber Data Peubah yang Diamati Prosedur Penelitian di Lapangan Pembuatan Plot Pengambilan Contoh Pengambilan Contoh Vegetasi Pengambilan Contoh Tumbuhan Bawah dan Serasah Prosedur Penelitian di Laboratorium Persiapan Contoh Uji Pengukuran Biomassa di Laboratorium Pengukuran Kadar Air Pengukuran Kadar Karbon Pengolahan dan Analisis Data Model Penduga Biomassa Model Penduga Karbon Model Hubungan Biomassa dengan Karbon Penentuan Total Biomassa dan Karbon V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengukuran di Lapangan Analisis Laboratorium Kandungan Biomassa Tegakan A.crassicarpa di atas Permukaan Kandungan Biomassa Tumbuhan Bawah dan Serasah Kandungan Biomassa Pohon A. Crassicarpa Model Penduga Hubungan Biomassa Pohon dengan Diameter dan Tinggi... 48

15 iii Kandungan Karbon Tegakan A. crassicarpa Kandungan Karbon Tumbuhan Bawah dan Serasah Kandungan Karbon Pohon A.crassicarpa Model Penduga Hubungan Karbon Pohon dengan Diameter dan Tinggi Kandungan Karbon Total Tegakan A. crassicarpa Model Penduga Hubungan Karbon dengan Biomassa Pembahasan Pengukuran di Lapangan dan Laboratorium Kandungan Biomassa Tegakan A. crassicarpa Kandungan Karbon Tegakan A. crassicarpa VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

16 iv DAFTAR TABEL No. Teks Hal 1. Potensi tegakan A. crassicarpa umur 2 tahun, 4 tahun, 6 tahun di Areal IUPHHK-HT PT. SBA WI Beberapa persamaan allometrik untuk menduga biomassa pohon dan biomassa bagian pohon A. crassicarpa umur 2 tahun Beberapa persamaan allometrik untuk menduga biomassa pohon dan biomassa bagian pohon A. crassicarpa umur 4 tahun Beberapa persamaan allometrik untuk menduga biomassa pohon dan biomassa bagian pohon A. crassicarpa umur 6 tahun Rekapitulasi persamaan allometrik setiap bagian pohon dalam menduga biomassa pohon A.crassicarpa umur 2, 4 dan 6 tahun Kandungan biomassa bagian pohon di atas permukaan pada tegakan A. crassicarpa umur 2, 4 dan 6 tahun Kandungan karbon terikat pada tumbuhan bawah, serasah tidak berkayu, dan serasah berkayu umur 2, 4 dan 6 tahun Beberapa persamaan allometrik untuk pendugaan karbon bagian pohon A. crassicarpa umur 2 tahun Beberapa persamaan allometrik untuk pendugaan karbon bagian pohon A. crassicarpa umur 4 tahun Beberapa persamaan allometrik untuk pendugaan karbon bagian pohon A. crassicarpa umur 6 tahun Rekapitulasi persamaan allometrik setiap bagian pohon untuk menduga karbon pohon A. crassicarpa umur 2, 4 dan 6 tahun Kandungan karbon terikat bagian pohon di atas permukaan pada tegakan A. crassicarpa umur 2, 4 dan 6 tahun Kandungan karbon total di atas lahan pada tegakan A. crassicarpa umur 2, 4 dan 6 tahun Model allometrik untuk pendugaan karbon terhadap biomassa pohon A. crassicarpa umur 2, 4 dan 6 tahun Proporsi kandungan karbon terhadap biomassa pohon pada umur 2, 4 dan 6 tahun... 60

17 v DAFTAR GAMBAR No. Teks Hal 1. Kerangka pemikiran Model dasar tempat penyimpanan dan fluks C dalam dan antara ekosistem hutan tropik dan atmosfer Desain plot pengambilan pohon contoh pada masing-masing kelas umur dengan ukuran 20 m x 30 m Desain sub plot di dalam plot pengambilan pohon contoh pada masing-masing kelas umur untuk pengambilan tumbuhan bawah dan serasah dengan ukuran 2 m x 2 m Pengukuran diameter (DBH) A. crassicarpa di lokasi penelitian Prosedur pengambilan sampel di lapangan Diagram alir pembuatan model penduga biomassa pohon A. crassicarpa Cunn. Ex Benth Diagram alir pembuatan model penduga karbon pohon A. crassicarpa Cunn. EX Benth Rata-rata sebaran diameter (DBH) A. crassicarpa umur 2 tahun, 4 tahun dan 6 tahun Rata-rata sebaran tinggi A.crassicarpa umur 2 tahun, 4 tahun dan 6 tahun Rata-rata kadar air setiap bagian anatomi pohon A. crassicarpa Umur 2 tahun, 4 tahun dan 6 tahun Nilai rata-rata kadar zat terbang (KZT), kadar abu (K.Abu), dan kadar karbon terikat (FC) berdasarkan bagian anatomi pohon A. crassicarpa umur 2 tahun, 4 tahun dan 6 tahun Rata-rata biomassa tumbuhan bawah dan serasah pada tegakan A. crassicarpa Umur 2, 4 dan 6 Tahun... 46

18 vi DAFTAR LAMPIRAN No. Teks Hal 1. Peta lokasi penelitian Hasil pengukuran bobot basah bagian-bagian pohon di lapangan Proporsi rata-rata biomassa masing-masing anatomi pohon terhadap biomassa total pohon A. crassicarpa Kandungan karbon terikat setiap anatomi pohon A. crassicarpa... 83

19 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut merupakan lahan yang terbentuk dari akumulasi bahan sisa tumbuhan mati yang belum mengalami proses dekomposisi yang sempurna dengan ketebalan minimal 50 cm. Gambut biasanya terbentuk di daerah cekungan atau depresi di belakang tanggul sungai (backswamps) yang selalu jenuh air dengan drainase terhambat sampai sangat terhambat, sehingga proses dekomposisi terjadi sangat lambat. Luas lahan gambut di Indonesia berkisar antara juta hektar yang tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Papua, dengan luasan tersebut Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia (Brady, 1997). Hutan rawa gambut merupakan penyimpan karbon utama di dunia. Total simpanan karbon di lahan gambut dunia diperkirakan mencapai 525 Gigaton (Gt) karbon atau 15 35% dari total karbon terrestrial. Sekitar 86% (455 Gt) dari karbon di lahan gambut tersebut tersimpan di daerah temperate (Kanada dan Rusia) sedangkan sisanya sekitar 14% (70 Gt) terdapat di daerah tropis (Maltby dan Immirzi, 1993). Kebakaran hutan dan lahan seakan sudah menjadi tradisi tahunan di Indonesia terutama setiap kali musim kemarau datang. Pada kejadian kebakaran berskala besar di tahun , diestimasikan sekitar 10 juta hektar lahan yang rusak atau terbakar dengan kerugian untuk Indonesia diperkirakan 3 milyar dollar Amerika. Pada tahun 2002 dan 2005, kebakaran hutan dan lahan terjadi kembali dengan skala yang cukup besar terutama diakibatkan oleh konversi hutan di lahan gambut. Dari data yang dirilis oleh Wetlands (2006), terhitung sejak rata-rata 80 % kebakaran hutan dan lahan terjadi di lahan gambut. Kebakaran hutan dan lahan telah menyebabkan terjadinya perubahanperubahan lingkungan salah satu yang banyak disorot dunia internasional adalah perubahan iklim global yang diakibatkan oleh timbunan gas-gas rumah

20 2 kaca seperti karbondioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ) dan klorofluorokarbon (CFC). Page et al. (2002) menyebutkan kebakaran gambut di Indonesia pada tahun 1997 melepaskan karbon ke atmosfer berkisar antara 0,81 2,57 Gt. Hutan tanaman industri (HTI) disamping sebagai penghasil kayu diharapkan juga dapat memberikan peranannya yang lain secara optimal yaitu sebagai salah satu penyerap CO 2 dari atmosfer. Pohon menggunakan CO 2 untuk proses fotosintesis dan menghasilkan O 2 dan energy. Beberapa studi tentang penyerapan karbon oleh tanaman telah banyak dilakukan, diantaranya Hilmi (2003) yang menduga biomassa dan karbon jenis Rhizopora spp dan Bruguiera spp., Ismail (2005) menduga karbon Acacia mangium, Yulyana (2005) menduga biomassa dan karbon tanaman Karet. Penelitian-penelitian tersebut lebih banyak dilakukan di lahan dengan jenis tanah mineral. Sehubungan dengan hal tersebut, dengan memperhatikan masih minimnya data mengenai kemampuan tanaman dalam menyerap karbon khususnya jenis cepat tumbuh di lahan gambut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai kemampuan tegakan Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. dalam penyerapan karbon di areal gambut bekas terbakar sehingga dapat diduga sampai berapa besar kemampuan vegetasi Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. dalam penyerapan karbon dalam perbaikan kualitas lingkungan Perumusan Masalah Karbon dioksida (CO 2 ) merupakan salah satu gas rumah kaca yang paling berperan sebagai perangkap panas di atmosfer, sehingga dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Konsentrasi CO 2 di atmosfer meningkat drastis sejak dimulainya revolusi industri, berdasarkan pengukuran di Mauna Loa, CO 2 di atmosfer meningkat sekitar 35% dari 284 ppm pada masa pra-revolusi industri (tahun 1832) menjadi 384 ppm pada tahun 2007 (National Oceanic and Atmospheric Administration, 2007). Sekitar 67% dari peningkatan CO 2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan 33% dari kegiatan penggunaan lahan, alih guna lahan dan hutan (land use, land use change and forestry, LULUCF).

21 3 Emisi dari LULUCF Indonesia tahun 2000 diperkirakan mencapai Metrik ton (Mt) CO 2 atau setara dengan 34% emisi LULUCF dunia. Sebagian besar dari nilai ini disebabkan oleh kegiatan deforestasi dan degradasi hutan. Disamping itu, sebuah studi awal memperkirakan dekomposisi lahan gambut dan pembakaran lahan gambut Indonesia mencapai hingga 2000 Mt CO 2 /tahun. Sebagian besar dari angka tersebut pada akhirnya dipicu oleh deforestasi (Uryu et. al., 2008). Protokol Kyoto telah memasukkan upaya penurunan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer melalui kegiatan penyerapan karbon yaitu kegiatan penanaman pohon pada lahan-lahan bukan hutan (lahan telantar, lahan kritis, alang-alang dan lain-lain) yang disebut dengan kegiatan aforestasi dan deforestasi dalam kerangka mekanisme pembangunan bersih (Afforestation/Deforestation Clean Development Mechanism, A/R CDM). Pada kenyataannya, pelaksanaan kegiatan A/R CDM ini kurang begitu berhasil dimana kontribusinya dalam mengurangi kerusakan hutan sangat kecil. Dalam upaya mengurangi degradasi hutan terutama akibat penebangan hutan alam secara berlebihan di hutan alam, pemerintah Indonesia terus mengembangankan pembangunan hutan tanaman melalui memberikan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri (IUPHHK- HT) atau lebih dikenal dengan HTI. Pada umumnya jenis tanaman yang dikembangkan adalah jenis cepat tumbuh (fast growing spesies). Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. merupakan jenis tanaman cepat tumbuh dengan daur tanaman 6-8 tahun. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah tropik dan substropik dengan ketinggian tempat m dpl. Tanaman ini juga dapat tumbuh dengan baik pada tanah-tanah dengan kadar asam tinggi sehingga tanaman ini banyak dikembangkan di areal gambut. Dengan adanya hutan tanaman diharapkan mampu menggantikan peran utama hutan alam dalam menyediakan kebutuhan bahan baku kayu bagi industri perkayuan di Indonesia maupun dalam memperbaiki kualitas udara melalui penyerapan karbon. Besarnya kandungan karbon dipengaruhi oleh

22 4 kemampuan pohon tersebut untuk menyerap karbon dari lingkungan melalui fotosintesis. Hutan mengabsorpsi CO 2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Jumlah CO 2 yang diserap oleh tanaman dapat digunakan untuk mendapatkan insentif dari Reduksi Emisi ber Sertifikasi (RES) atau Certified Emission Reduction (CER). Dengan sertifikat tersebut, CO 2 yang berhasil diserap oleh hutan dapat diperjual-belikan di pasaran internasional. Oleh karena itu, saat ini produktivitas hutan bukan hanya diukur dari seberapa banyak hutan menghasilkan kayu untuk dimanfaatkan, tetapi lebih diarahkan pada seberapa besar kemampuan hutan dalam mereduksi emisi CO 2 di atmosfer melalui aktivitas physiology. Hasil beberapa penelitian yang berkaitan dengan penyerapan karbon menunjukkan bahwa potensi hutan dalam menyerap CO 2 dari atmosfer bervariasi menurut jenis, tingkat umur dan kerapatan tanaman. Rendahnya data mengenai kandungan biomassa dan kemampuan tanaman dalam menyerap karbon khususnya jenis Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. yang banyak dikembangkan di lahan gambut serta bagaimana model penduga biomassa dan karbon dari masing-masing bagian anatomi Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. (Batang, Cabang, Ranting dan Daun serta Bunga) merupakan permasalahan utama dari penelitian ini Kerangka Pemikiran Salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya gas-gas rumah kaca adalah terbakarnya hutan dan lahan terutama pada lahan gambut. Manusia merupakan faktor yang paling berpengaruh menyebabkan kebakaran hutan dan lahan yang biasanya terkait dengan pembukaan dan penyiapan lahan untuk kegiatan pertanian, perkebunan dan kegiatan lainnya. Salah satu usaha yang dilakukan terhadap lahan-lahan marjinal yang hampir terdegradasi adalah melalui usaha rehabilitasi dengan cara membangun hutan tanaman industri. Dalam melaksanakan suatu usaha tentulah ada indikator keberhasilan, dalam hal ini perbaikan kualitas lingkungan. Visser dan Parkinson (1992) menyebutkan bahwa biomassa serta

23 5 aktivitas respirasinya telah menunjukkan sensitivitas dalam menilai perubahan kualitas lahan, sehingga variabel-variabel tersebut cocok digunakan untuk memonitor perubahan kualitas lingkungan. Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa karbon dioksida diserap oleh tanaman melalui fotosintesis dengan bantuan sinar matahari dan disimpan dalam biomassa tanaman dan diuraikan untuk membentuk jaringan tanaman. Terbentuknya jaringan tanaman akan berpengaruh baik pertumbuhan dan perkembangan tanaman selanjutnya, sehingga dengan adanya pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang optimal akan berpengaruh juga terhadap peningkatan penyerapan karbon. Dalam penyerapan karbon dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya iklim, tofografi, karakteristik lahan, komposisi dan jenis tanaman dan perbedaan siklus tanaman (Brown dan Gaston, 1996). Sedangkan pelepasan karbon juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intensitas pemanenan dan proses dekomposisi (Ojima, et al., 1996). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dibuat suatu kerangka konseptual yang dirangkum dalam bentuk skematis sebagaimana terlihat pada Gambar Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menghitung potensi biomassa dan karbon pada tegakan Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. umur 2, 4 dan 6 tahun di lahan gambut bekas terbakar dengan cara destruktif. 2. Membuat model penduga biomassa dan karbon pada tegakan Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. umur 2, 4 dan 6 tahun.

24 6 Lahan Gambut Kebakaran Aktivitas manusia Peningkatan gas rumah kaca Fungsi gambut terganggu Perubahan iklim global Rehabilitasi Penyerapan Karbon Tegakan Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. Pembangunan Hutan Tanaman Biomassa Tegakan Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. Potensi Kandungan Karbon di tegakan Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. Perbaikan kualitas lingkungan Melalui Carbon Sink Gambar 1. Kerangka Pemikiran

25 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai potensi biomassa dan karbon pada tegakan Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth. di lahan gambut bekas terbakar, sehingga dapat memberikan masukan bagi pengelola dan instansi pemerintah untuk merumuskan sistem pengelolaan terbaik. 2. Dengan metode ini diharapkan pada masa mendatang informasi yang berkaitan dengan biomassa A.crassicarpa di atas permukaan dapat diduga dengan persamaan allometrik sehingga dapat dilakukan penghematan biaya dan tenaga sekaligus menghindari perusakan sumberdaya hutan melalui penebangan Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah cadangan karbon akan berkorelasi positif terhadap diameter batang.

26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebakaran Hutan Brown dan Davis (1973) mendefinisikan kebakaran hutan sebagai suatu proses pembakaran yang menyebar secara bebas dengan mengkonsumsi bahan bakar alam yang terdapat dalam hutan misalnya serasah, rumput, rantingranting kayu mati, tiang, gulma, semak, dedaunan dan pohon-pohon segar lainnya. Selanjutnya Clar dan Chatten (1954) mengatakan bahwa kebakaran dapat terjadi bila terdapat tiga unsur sekaligus dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya yang sering disebut dengan segitiga api atau fire triangle yaitu bahan bakar, panas dan oksigen. Selama proses kebakaran, dapat diperlihatkan lima fase pembakaran (Debano, et al., 1998), yaitu : a. Fase pra pemanasan (Pre-ignition) Pada tahap ini bahan bakar mulai terpanaskan, kering dan mulai mengalami pyrolisasi, yaitu terjadi pelepasan uap air, CO 2 dan gas-gas mudah terbakar termasuk metana, metanol dan hidrogen. Selulosa menunjukkan suhu yang berkenaan dengan panas dicapai pada suhu C (620 0 F). Pada suhu tersebut partikel-partikel dengan cepat mengembangkan jumlahnya menjadi lebih besar dan mudah terbakar. Dalam proses pirolisis ini reaksi berubah dari exotermic (memerlukan panas) menjadi endothermic (melepaskan panas) b. Fase penyalaan (Flaming combustión) Pirolisis melaju dan mempercepat oksidasi dari gas-gas yang dapat terbakar. Sebagaimana temperatur dari bahan bakar terus meningkat, gasgas mudah menyala lebih cepat dihasilkan dan reaksi kimia benar-benar menjadi proses eksotermik dan mencapai puncak pada suhu C. Meskipun gas-gas lebih mudah terbakar yang dihasilkan pada temperatur di atas C, namun gas-gas tersebut tidak akan menyala bahkan ketika bercampur dengan udara pada suhu C. Suhu maksimum yang dapat dihasilkan dengan terbakarnya gas-gas pada bahan bakar wildland

27 9 berkisar C dan C dengan status campuran udara dan gas-gas ideal. c. Fase pembakaran (Smoldering) Terdapat dua zona yang merupakan karakteristik dari fase ini, yaitu 1) zona pirolisis dengan berkembangnya hasil-hasil pembakaran dan 2) zona arang dengan pelepasan hasil pembakaran yang tidak terlihat. Laju pembakaran api mulai menurun sekitar 3 cm/jam karena bahan bakar tidak dapat mensuplai gas-gas yang dapat terbakar dalam konsentrasinya dan pada laju yang dibutuhkan untuk pembakaran yang dasyat. Kemudian panas yang dilepaskan menurun dan suhunya pun menurun menyebabkan gas-gas lebih banyak berkondensasi ke dalam asap. Proses ini bisa menaikkan temperatur tanah mineral di atas C dan pada suhu sekitar C menyebabkan dekomposisi bahan organik dan kematian organisme tanah. d. Fase penjalaran (Glowing) Fase ini merupakan fase terakhir dari proses smoldering. Pada fase ini temperatur puncak dari pembakaran berkisar antara C C dan sedikit atau tidak sama sekali menghasilkan asap. Bila suatu kebakaran mencapai fase glowing, sebagian besar dari gas-gas yang mudah menguap akan hilang dan oksigen mengadakan kontak langsung dengan permukaan dari bahan bakar yang mengarang. Hasil dari fase ini adalah CO, CO 2, dan abu sisa pembakaran. e. Fase pemadaman (Extinction) Status kebakaran akhirnya berhenti bila semua bahan bakar yang tersedia telah dikonsumsi atau bila panas yang dihasilkan melalui oksidasi baik melalui fase smoldering maupun glowing tidak cukup untuk menguapkan air yang dibutuhkan berasal dari bahan bakar yang basah (kadar air tinggi).

28 10 Lebih lanjut Brown dan Davis (1973) mengelompokkan tipe-tipe kebakaran hutan dan lahan menjadi tiga tipe kebakaran, yaitu : a. Kebakaran permukaan (surface fire) Kebakaran yang terjadi di permukaan atau lantai hutan dan kebakaran ini hanya membakar bahan bakar seperti serasah, rumput, log, dan anakan (seedling) beserta komponen jaringan tanaman yang terdapat di lantai hutan. Kebakaran ini paling sering terjadi karena kebakaran hutan terjadi dimulai dari kebakaran permukaan. Kebakaran ini dapat menjalar pada vegetasi yang lebih tinggi dan penjalarannya dimulai dari permukaan lantai hutan. Kebakaran ini dihasilkan oleh adanya pengaruh angin dimana permukaan mendapat suplai oksigen yang banyak untuk proses pembakaran. Bentuk dari penjalaran api lonjong atau elips kerena mendapat pengaruh angin. Bila api yang searah dengan angin maka akan menjalar dengan cepat sedangkan bila berlawanan dengan arah angin penjalaran cenderung lambat. b. Kebakaran bawah (Ground fire) Kebakaran bawah hanya membaakar bahan bakar yang ada di bawah permukaan dimana api membakar bahan-bahan organik yang menjadi lapisan tanah dan menjalar dengan perlahan-lahan. Kebakaran ini tidak dipengaruhi oleh angin karena lapisan bahan-bahan organik ini bersifat padat, tekstur halus, dan tidak dipengaruhi oleh oksigen. Penjalaran api dalam kebakaran bawah ini berjalan lambat tetapi kontiniu dan dapat bertahan dengan panas yang kuat dan tidak menimbulkan nyala api, sehingga sulit untuk dideteksi. Arah dari kebakaran kesegala arah, sehingga kebakaran bawah mempunyai bentuk penjalaran yang melingkar dan menimbulkan kerusakan beragam karena penjalarannya itu. Tanda awal dari terjadinya kebakaran bawah di dalam suatu kawasan adalah adanya asap (smoke) putih yang keluar dari permukaan tanah. c. Kebakaran tajuk (Crown fire) Kebakaran ini diawali dengan adanya kebakaran permukaan yang terus menjalar menjadi kebakaran tajuk dimana api mengkonsumsi/membakar tajuktajuk pohon, cadangan biji, ranting, dedaunan atau dari semak-semak dan umumnya terjadi pada tegakan conifer. Kebakaran tajuk sangat dipengaruhi oleh arah angin sehingga kebakaran ini sangat sulit ditanggulangi karena

29 11 menjalarnya api sangat cepat. Kebakaran tajuk biasanya terjadi dikarenakan adanya api loncar (spot fire) menjalar dan berasal dari pohon yang bertajuk lebih rendah, tajuk tumbuhan bawah, atau semak belukar yang ditunjang dengan faktor angin Dampak Kebakaran Hutan Gambut Kebakaran gambut berdampak buruk bagi lingkungan baik lokal, regional maupun global seperti lingkungan fisik-kimia, biologi dan sosial ekonomi serta kesehatan masyarakat. Kebakaran dalam skala besar mempunyai konsekuensi yang besar bagi lingkungan baik langsung maupun tidak langsung. Dampak terhadap kualitas udara merupakan hal yang menjadi isu besar. Asap yang menjadi hasil proses pembakaran tidak hanya dirasakan secara lokal, namun juga secara regional bahkan global. Hal ini karena asap bisa bergerak bebas melampaui batas-batas negara. Levine et al. (1999) melaporkan bahwa kebakaran yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan pada tahun 1997 telah meningkatkan jumlah gas-gas yang berlibat kali dibandingkan dengan terbakarnya kilang minyak Kuwait pada tahun 1991, seperti gas karbon monoksida 2,5 kali lipat, karbon diokasida sebanyak 50 kali lipat, methane delapan kali lipat, senyawa nitrogen 197 kali lipat serta partikel delapan kali lipat. Peristiwa kebakaran hutan dan lahan gambut mempunyai sumbangan yang sangat besar terhadap terjadinya perubahan iklim global. Gas-gas yang dihasilkan menimbulkan efek rumah kaca. Gas rumah kaca adalah gas-gas yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh permukaan bumi. Gas yang mampu menyerap radiasi tersebut antara lain CO 2, CH 4, N 2 O, CFC dan gas lainnya di atmosfer. Panas yang ditimbulkan oleh radiasi tersebut menyebabkan pemanasan atmosfer (global warming). Data menunjukkan bahwa Indonesia menyumbang 22% gas rumah kaca. Dari jumlah tersebut sebagaimana hasil penelitian Levine (1999) bahwa gas karbon monoksida 191,5 juta metrik ton terdiri dari 171 juta metrik ton berasal dari kebakaran gambut (89 %), gas karbon dioksida sebesar 32,8 juta metrik

30 12 ton, 31 juta ton berasal dari kebakaran gambut (94,5 %), gas methane 1,84 juta metrik ton, 1,78 juta ton berasal dari kebakaran gambut (97%), serta bahan partikel 16 juta metrik ton, 15,6 juta metrik ton berasal dari kebakaran gambut (97,5 %) Sumber dan Siklus Karbon Pada dasarnya karbon bersumber dari kegiatan antropogenik dan alami. Sumber utama karbon dioksida (CO 2 ) yaitu dari bahan organik yang terjadi akibat tindakan mikroorganisme, pertukaran gas di lautan, penebangan hutan, respirasi oleh hewan, manusia dan pembakaran bahan api. Kegiatan antropogenik seperti industri, penggunaan bahan bakar fosil, dan transformasi lahan (penebangan, pembukaan lahan dan kebakaran hutan) secara besarbesaran merupakan sumber utama emisi karbon (Soedomo, 2001). Di atmosfer terdapat kurang lebih 60,249 x molekul karbon yang terdiri dari 59,9 x molekul karbon dioksida (CO 2 ), 0,33 x molekul gas metan (CH 4 ), dan 0,19 x molekul karbon monoksida (CO) (Soedomo, 2001). Emisi karbon ke atmosfer dapat terjadi pada berbagai aktivitas seperti (1) respirasi oleh tumbuhan, hewan dan manusia, (2) pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak, batubara dan sebagainya, (3) kebakaran hutan, dan (4) ledakan gunung berapi. Selanjutnya Levine et al. (1999) mengemukakan bahwa pembakaran biomassa dapat memberikan % total emisi antropogenik karbon ke udara. Pengurangan konsentrasi karbon di atmosfer dapat terjadi melalui proses fotosintesis oleh tanaman atau tumbuhan hijau daun. Fotosintesis didefenisikan sebagai proses pembentukan gula dari dua bahan sederhana yaitu karbon dioksida (CO 2 ) dan air (H 2 O) dengan bantuan klorofil dan cahaya matahari sebagai sumber energi. Fotosintesis merupakan asimilasi zat karbon, dimana zat-zat organik CO 2 dan H 2 O diubah menjadi molekul C 6 H 12 O 6 dengan bantuan energi cahaya matahari dan klorofil. Pada areal konversi yang mengalami degradasi lahan pengurangan emisi karbon dapat dilakukan dengan penanaman kembali (perkebunan, agroforestri, reforestasi dan aforestasi),

31 13 sehingga emisi karbon tanah yang meningkat dapat ditangkap kembali melalui fotosintesis (Brown et al., 1993). Menurut Kinderman et al. (1993) tempat penyimpanan dan fluks karbon yang terpenting dalam ekosistem hutan tropik tergantung pada perubahan dinamik stok karbon di vegetasi dan tanah, ketersediaan kandungan hara, dan kondisi iklim setempat yang dapat di modelkan seperti gambar 2. Tempat penyimpanan utama karbon adalah biomassa (bagian atas yang meliputi batang, cabang, ranting, daun, buah, bunga, dan bagian bawah yang meliputi akar), bahan organik mati (necromass), tanah dan yang tersimpan dalam bentuk produk kayu yang nantinya akan diemisikan dalam bentuk produk jangka panjang. Sedangkan atmosfer sendiri bentindak sebagai media perantara di dalam siklus karbon. Aliran karbon biotik antara atmosfer dan hutan/lahan adalah fiksasi netto karbon melalui proses fotosintesis (net primary productivity) dan respirasi heretropik (dekomposisi pada serasah halus dan kasar, akar yang mati dan karbon tanah). Untuk lahan merupakan proses pertumbuhan dan pemulihan kembali, sedangkan untuk hutan merupakan pertumbuhan alami. Sebagian dari karbon yang terfiksasi dari fotosintesis akan ditransfer ke sistem perairan melalui sungai sebagian bahan organik yang terlarut dan jumlahnya untuk daerah tropik basah diperkirakan sebesar 0,1 x 10-6 Mt C/ha/tahun (Brown et al., 1993). Untuk pelepasan netto karbon ke atmosfer dari perubahan tata guna lahan tergantung pada jumlah karbon yang tersimpan dalam vegetasi dan tanah, laju dan bentuk pembukaan lahan, laju dekomposisi, intensitas tanah yang terganggu akibat pemanenan kayu, perubahan tata guna lahan dan pukulan mekanik hujan. Laju perubahan tata guna lahan sendiri yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia tergantung pada faktor sosial, ekonomi dan politik. Model dasar mengenai cadangan karbon secara umum dapat dibedakan menjadi dua sumber yaitu karbon dari vegetasi dan karbon di dalam tanah seperti pada Gambar 2.

32 14 Akumulasi karbon netto Karbon Biomassa Land use change CO 2 Atmosfer Faktor Manusia Karbon necromassa Karbon tanah Produk Sungai Gambar 2. Model dasar tempat penyimpanan dan fluks C dalam dan antara ekosistem hutan tropik dan atmosfer (Brown et al., 1993) 2.4. Biomassa Hutan Biomassa adalah berat bahan organik suatu organisme per satuan unit area yang ada dalam ekosistem pada paruh waktu tertentu (Chapman, 1986). Karena kandungan air yang berbeda setiap tumbuhan, maka biomassa tersebut umumnya dinyatakan dalam satuan berat kering (dry weight). Dengan demikian unit satuan biomassa adalah gr per m 2 atau kg per ha atau ton per ha. Sedangkan laju produksi biomassa adalah laju akumulasi biomassa dalam kurun waktu tertentu, sehingga unit satuannya juga dinyatakan per satuan waktu, misalnya kg per ha per tahun. Sementara Brown (1997) menyatakan bahwa biomassa adalah total materi organik pohon yang hidup di atas tanah yang diekspresikan sebagai berat kering tanaman per unit areal. Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan di bawah permukaan tanah (below gorund biomass).

33 15 Dari segi ekologis, data biomassa hutan sangat penting untuk mempelajari aspek fungsional dari suatu ekosistem hutan seperti produksi primer hutan, siklus hara, dan aliran energi (Hasse, et al., 1985). Sedangkan dari segi manajemen hutan secara praktis, biomassa hutan sangat penting dalam tahap perencanaan pengusahaan hutan karena keseluruhan kegiatan operasional pengelolaan hutan sangat dipengaruhi oleh besarnya biomassa/potensi hutan. Disamping itu, data biomassa hutan juga merupakan data dasar penting untuk membuat peta penyebaran potensi hutan dan penentuan prioritas pengelolaan hutan. Biomassa tersusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman (White dan Plaskett, 1981). Jumlah total biomassa tumbuhan dapat bertambah karena tumbuhan menyerap CO 2 dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Hal ini tergantung pada luas daun yang terkena sinar matahari, intensitas penyinaran, suhu dan karakteristik dari masing-masing jenis tumbuhan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa biomassa dalam hutan adalah hasil selisih dari produksi fotosintesis dengan konsumsi melalui respirasi dan proses penebangan. Produksi biomassa merupakan model proses yang ditetapkan secara khusus melalui keseimbangan antara karbon yang diambil melalui proses fotosintesis dan proses kehilangan karbon melalui respirasi. Karbon merupakan produk dari produksi biomassa yang terbentuk dikurangi dengan total yang hilang melalui jaringan akar halus, cabang dan daun serta penyakit sisanya tergantung di dalam struktur yang tersimpan di dalam pohon. Penyerapan air dan elemen penting lainnya akan berpengaruh terhadap keseimbangan karbon dan pengalokasian karbon (Johnsen et al., 2001). Biomassa antara lain dapat digunakan sebagai dasar perhitungan bagi kegiatan pengelolaan hutan karena dapat dianggap sebagai sumber dan rosot (sinks) dari karbon. Jumlah stok biomassa tergantung pada terganggu atau tidaknya hutan, dan atau ada tidaknya permudaan alam, dan peruntukan hutan. Beberapa faktor yang mempengaruhi biomassa tegakan hutan antara lain;

34 16 umur tegakan hutan, perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan. Selain itu faktor iklim, seperti curah hujan dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon (Kusmana, 1992). Suhu berdampak pada proses biologi dalam pengambilan karbon oleh tanaman dan penggunaan karbon dalam aktivitas dekomposer. Selain suhu dan curah hujan, umur dan kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan serta kualitas tempat tumbuh juga mempengaruhi besarnya biomassa. Semakin tinggi suhu udara akan menyebabkan kelembaban udara relatif berkurang. Berkurangnya kelembaban udara akan mempengaruhi laju fotosintesis. Hal ini disebabkan karena suhu udara yang tinggi akan memiliki tekanan uap air parsial yang lebih tinggi dibanding dengan tekanan udara parsial CO 2, ini akan memudahkan uap air berdifusi melalui stomata, akibatnya adalah laju fotosintesis akan menurun. Sedangkan pengaruh umur tanaman menunjukkan bahwa semakin tua tanaman, jumlah daunnya akan semakin banyak sehingga proses fotosintesis akan lebih besar oleh karena penyerapan CO 2 oleh daun semakin besar. Karbon merupakan komponen penting penyusunan biomassa tanaman melalui proses fotosintesis, kandungannya sekitar 45 50% bahan kering dari tanaman. Adanya peningkatan kandungan karbon dioksida di atmosfer secara global telah menyebabkan timbulnya masalah bagi lingkungan. Hal ini mempengaruhi kebijakan negara-negara di dunia untuk mempertahankan keberadaan hutan yang dapat dianggap sebagai buffer terhadap kandungan karbon, sehingga menarik para ilmuwan untuk meneliti kandungan karbon yang tersimpan di hutan. Hutan mempunyai fungsi untuk memfiksasi karbon dan menyimpannya di dalam ekosistem yang tersimpan di dalam vegetasi yang dikenal sebagai rosot (sinks) karbon, pada hutan daratan tinggi dan hijau peningkatan biomassa hutan menghasilkan sinks karbon bersih sekitar 0,74 + 0,19 juta ton karbon/tahun. Hutan mempunyai potensi untuk menangkap CO 2 dari udara yang dinyatakan sebagai sequestration. Salah satu kriteria penyimpanan karbon adalah adanya potensi karbon jangka panjang dalam biomassa hutan

35 17 dan produk hutan yang dinyatakan dalam ton karbon/tahun (Nabuurs dan Mohren, 1993). Semua tipe hutan mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi karbon. Lokasi utama cadangan karbon adalah hutan tropika, baik di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah (Van Norrwik et al., 1997). Hutan tropika merupakan tipe hutan yang mengandung biomassa dalam jumlah yang besar, sehingga hutan tropik merupakan cadangan simpanan karbon yang sangat penting. Potensi pertumbuhan di hutan tropis umumnya lebih tinggi dan lebih cepat, sehingga dapat mempercepat akumulasi karbon di dalam tanaman. Vegetasi hutan mempunyai kemampuan untuk menyerap CO 2. Hutan mampu menyerap karbon yaitu sekitar 16,3 juta metrik ton selama 40 tahun melalui pertambahan bersih dari biomassa karbon dan inventarisasi tegakan dan penyerapan melalui tegakan hutan. Disamping itu, karbon juga tersimpan dalam material yang telah mati sebagai serasah, batang pohon yang jatuh ke permukaan tanah, dan sebagai material yang sukar lapuk di dalam tanah (Whitmore, 1985). Biomassa hutan dapat memberikan dugaan sumber karbon pada vegetasi hutan, karena 50 % dari biomassa adalah karbon. Biomassa diukur dari biomassa di atas permukaan tanah dan biomassa di bawah permukaan tanah, dari bagian tumbuhan yang hidup, semak dan serasah (Brown dan Gaston, 1996). Selanjutnya Jetkins et al (2002), menyatakan bahwa kandungan karbon dapat diduga melalui persamaan regresi allometrik dari biomassa pohon yang didasarkan pada fungsi dari diameter pohon. Pada atmosfer bumi, karbon dioksida terdapat dalam kepekatan rendah sekitar 0,03%, akan tetapi CO 2 ini memainkan peranan yang sangat penting dalam iklim bumi. Atmosfer berperan sebagai media perantara dalam siklus karbon. Aliran C biotik antara atmosfer dan hutan/tanaman adalah fiksasi netto C melalui proses fotosintesis (net primary product) dan respirasi. Radiasi sinar matahari yang masuk mempunyai panjang gelombang yang berbeda-beda, akan tetapi pada saat mengenai bumi sebagian besar energi diubah menjadi radiasi inframerah.

36 Pendugaan dan Pengukuran Biomassa Brown (1997), mengemukakan ada dua pendekatan yang digunakan untuk menduga biomassa yakni pertama berdasarkan penggunaan dugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi kerapatan biomassa (ton/ha). Sedangkan pendekatan kedua secara langsung dengan menggunakan persamaan regresi biomassa. Pendugaan biomassa pada pendekatan pertama menggunakan persamaan yaitu : Biomassa di atas tanah (ton/ha) = VOB x WD x BEF, dimana VOB (Volume Over Bark) merupakan volume batang bebas cabang dengan kulit (m 3 /ha), WD (Wood Density) adalah kerapatan kayu (biomassa kering oven (ton) dibagi volume biomassa inventarisasi (m 3 )) dan BEF (Biomass Expansion Factor) adalah perbandingan total biomassa pohon kering oven di atas tanah dengan biomassa kering oven hasil inventarisasi hutan. Pendugaan biomassa dengan pendekatan kedua menggunakan persamaan regresi biomassa berdasarkan diameter batang pohon dengan persamaan : Biomassa di atas tanah (Y) = a D b Dimana Y menyatakan biomassa pohon (kg) dan D menyatakan diameter setinggi dada, serta a dan b merupakan konstanta. Dari persamaan regresi biomassa adalah hanya mendekati biomassa ratarata per pohon menurut sebaran diameter dengan menggabungkan sejumlah pohon pada setiap kelas diameter dan menjumlahkan (total) seluruh pohon untuk kelas diameter. Champman (1976), mengelompokkan metode pendugaan biomassa di atas tanah ke dalam dua golongan, yaitu 1. Motede Pemanenan a. Metode pemanenan individu tanaman Metode ini diterapkan pada kondisi tingkat kerapatan tumbuhan/pohon cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam suatu unit area contoh.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebakaran Hutan Brown dan Davis (1973) mendefinisikan kebakaran hutan sebagai suatu proses pembakaran yang menyebar secara bebas dengan mengkonsumsi bahan bakar alam yang terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efisiensi Pembakaran Efisiensi pembakaran menunjukkan sampai sejauh mana suatu bahan dapat terbakar dalam satuan persen. Bila pembakaran tidak sempurna, sebagian dari hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gas Rumah Kaca (GRK) Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik pada masa kini maupun pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan batubara menjadi salah satu gangguan antropogenik terhadap ekosistem hutan tropis yang dapat berakibat terhadap degradasi dan kerusakan lahan secara drastis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kadar CO 2 di atmosfir yang tidak terkendali jumlahnya menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut disebabkan oleh adanya gas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Buletin PSL Universitas Surabaya 28 (2012): 3-5 Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Hery Purnobasuki Dept. Biologi, FST Universitas Airlangga Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Secara alami CO 2 mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan makhluk hidup. Tumbuhan sebagai salah satu makhluk hidup di bumi memerlukan makanannya untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Budidaya Karet 2.2 Karbondioksida

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Budidaya Karet 2.2 Karbondioksida 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Budidaya Karet Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan jenis tanaman yang berasal dari Brasil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan karet alam dunia. Sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO 2 Tanah Tanah merupakan bagian dari sistem yang mengatur konsentrasi CO 2 atmosfer. Hampir 10% CO 2 dari tanah sampai ke atmosfer tiap tahunnya (Raich dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Kebakaran hutan secara umum didefinisikan sebagai kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect) PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah kebakaran yang terjadi di luar kawasan hutan. Kebakaran hutan dan lahan

TINJAUAN PUSTAKA. adalah kebakaran yang terjadi di luar kawasan hutan. Kebakaran hutan dan lahan TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran Hutan Pengertian Kebakaran hutan berbeda dengan kebakaran lahan. Kebakaran hutan yaitu kebakaran yang terjadi di dalam kawasan hutan, sedangkan kebakaran lahan adalah kebakaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan gambut merupakan salah satu tipe hutan yang terdapat di Indonesia dan penyebarannya antara lain di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Menurut Sedjo dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan iklim, upaya yang

Lebih terperinci

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI 9/1/1 PEMULIHAN ALAMI HUTAN GAMBUT PASKA KEBAKARAN: OPTIMISME DALAM KONSERVASI CADANGAN KARBON PENDAHULUAN EKOSISTEM HUTAN GAMBUT OLEH: I WAYAN SUSI DHARMAWAN Disampaikan pada acara Diskusi Ilmiah lingkup

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 40 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di hutan alam produksi lestari dan hutan alam produksi tidak lestari di wilayah Kalimantan. Pendekatan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mengenai Pendugaan Biomassa Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering bahan-bahan organik hidup yang terdapat di atas dan juga di bawah

Lebih terperinci

BAB VII KEBAKARAN HUTAN

BAB VII KEBAKARAN HUTAN BAB VII KEBAKARAN HUTAN Api merupakan faktor ekologi potensial yang mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan, walau hanya terjadi pada frekuensi yang sangat jarang. Pengaruh api terhadap ekosistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden TINJAUAN PUSTAKA A. Eucalyptus grandis Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: Divisio Sud Divisio Class Ordo Family Genus Species : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledone

Lebih terperinci

DAMPAK PENYIAPAN LAHAN Acacia crassicarpa TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BUSUK AKAR PUTIH SYAMSI FAUQO NURI

DAMPAK PENYIAPAN LAHAN Acacia crassicarpa TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BUSUK AKAR PUTIH SYAMSI FAUQO NURI DAMPAK PENYIAPAN LAHAN Acacia crassicarpa TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BUSUK AKAR PUTIH SYAMSI FAUQO NURI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAMPAK PENYIAPAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer.

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer. TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Iklim Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kayu Pohon sebagai tumbuhan membutuhkan air untuk proses metabolisme. Air diserap oleh akar bersama unsur hara yang dibutuhkan. Air yang dikandung dalam kayu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C)

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C) Pengaruh Kadar Gas Co 2 Pada Fotosintesis Tumbuhan yang mempunyai klorofil dapat mengalami proses fotosintesis yaitu proses pengubahan energi sinar matahari menjadi energi kimia dengan terbentuknya senyawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya perkembangan perekonomian Indonesia dalam beberapa dekade belakangan ini dapat dilihat dari pesatnya perkembangan infrastruktur, industri dan pemukiman penduduk.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat namun belum sebanding dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial dan budaya kepada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu

Lebih terperinci

FENOMENA GAS RUMAH KACA

FENOMENA GAS RUMAH KACA FENOMENA GAS RUMAH KACA Oleh : Martono *) Abstrak Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO 2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO 2 ini disebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Berdasarkan jumlah keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% di antaranya tersimpan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan merupakan sumber utama penyerap gas karbondioksida di atmosfer selain fitoplankton, ganggang, padang lamun, dan rumput laut di lautan. Peranan hutan sebagai penyerap karbondioksida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran hutan dan Lahan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan oleh Brown dan Davis (1973) dalam Syaufina (2008) didefinisikan

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cadangan Karbon Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu pengikatan CO 2 ke dalam biomasa melalui fotosintesis dan pelepasan CO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Sumber energi yang digunakan masih mengandalkan pada energi fosil yang merupakan sumber

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988) hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan

Lebih terperinci

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax: PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta 55282 Telp: 0274 4332389 Fax: 0274 488476 0 PROPOSAL PENGUKURAN CADANGAN KARBON DALAM SKEMA PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Ruhyat Hardansyah, Maria C.L. Hutapea Subbidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan daya Tampung

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Stok Karbon 4.1.1 Panai Jaya Data stok karbon yang digunakan pada kebun Panai Jaya berasal dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yulianti (2009) dan Situmorang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya 1 I. PENDAHULUAN Pemanasan global yang terjadi saat ini merupakan fenomena alam meningkatnya suhu permukaan bumi. Dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan

Lebih terperinci