SKRIPSI M. ARIFYANDI SANGUN F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI M. ARIFYANDI SANGUN F"

Transkripsi

1 PERBAIKAN MUTU BIODIESEL HASIL PROSES FRAKSINASI DENGAN KANDUNGAN METIL OLEAT (C 18:1 ) DOMINAN UNTUK PENERAPANNYA SEBAGAI BAHAN BAKAR SKRIPSI M. ARIFYANDI SANGUN F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 QUALITY IMPROVEMENT OF FRACTIONED PALM OLEIN BIODIESEL CONTAINS DOMINANT METHYL OLEIC (C 18:1 ) FOR FUEL APPLICATION Ani Suryani and M. Arifyandi Sangun Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone , anisuryani.sbrcipb@gmail.com ABSTRACT Fractionation of palm olein biodiesel using fractional distillation system is used to separate dominant methyl palmitic (C 16 ) with dominant methyl oleic (C 18:1 ). This biodiesel fraction contains dominant of methyl oleic (C 18:1 ), has a good characteristic in lower cloud point that possibly be applicated as a fuel in four season country. Bentonite are used in this research with the view of its usefulness in lowering viscosity and acid number. The purpose of this study is to obtain the best characteristics of biodiesel as a fuel appropriate to the biodiesel standard, and to obtain the best bentonite concentration used to improve the unappropriate parameter. This study was conducted using completely randomized design. Biodiesel quality improvement is done by using experimental factor of bentonite concentration (1%, 3%, and 5%). The use of bentonite experimentally could lowering acid number and kinematic viscosity. Compared to the blank (control), biodiesel with 1% of bentonite concentration could give the best result in lowering kinematic viscosity. Keywords:palm olein biodiesel, dominant methyl oleic (C 18:1 ), bentonite, fuel.

3 M. Arifyandi Sangun. F Perbaikan Mutu Biodiesel Hasil Proses Fraksinasi dengan Kandungan Metil Oleat (C 18:1 ) Dominan untuk Penerapannya sebagai Bahan Bakar. Dibawah bimbingan Ani Suryani, RINGKASAN Bahan bakar minyak bumi sebagai salah satu sumber energi yang penting saat ini memiliki kekurangan yaitu terbatasnya sumber bahan baku. Penggunaan bahan bakar nabati berupa biodiesel dapat menjadi alternatif untuk mengatasi kekurangan tersebut karena sifatnya yang dapat diperbarui. Namun dalam penggunaan biodiesel misalnya dari munyak sawit juga masih terdapat kendala seperti tingginya nilai cloud point biodiesel karena beragamnya komposisi fatty acid methyl ester (FAME) yang menyusunnya. Untuk memperbaiki sifat tersebut dikenal adanya proses fraksinasi yang dapat memisahkan komponen FAME tertentu yang dominan dalam biodiesel sehingga dapat memberikan nilai tambah sebagai biodiesel dengan karakteristik terbaik untuk bahan bakar. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperbaiki mutu biodiesel hasil proses fraksinasi metil ester C 16 dengan C 18:1, sehingga didapatkan biodiesel yang sesuai standar mutu untuk penerapannya sebagai bahan bakar. Pengujian dilakukan terhadap biodiesel hasil fraksinasi dengan kandungan metil ester C 18:1 dominan yang berasal dari biodiesel olein sawit. Biodiesel yang akan diuji dipilih berdasarkan tingkat kemurnian tertinggi yang dihasilkan dari penelitian terdahulu yaitu dari proses fraksinasi pada suhu proses 235 o C dan lama waktu 10 jam dengan kemurnian mencapai 61,80% (b/v) (Jaelani, 2011). Pengujian sifat fisiko kimia dilakukan untuk mengetahui karakteristik awal dari biodiesel meliputi densitas (870 Kg/m 3 ), bilangan asam (1,51 mg KOH/g), viskositas kinematik pada suhu 40 o C (7,69 cst), bilangan iod (76,2 I 2 / 100g), total gliserol (0,10 %), dan cloud point (5 o C). Dari hasil pengujian ini didapat bahwa bilangan asam dan viskositas kinematik dari biodiesel yang dipilih menunjukkan nilai yang masih diluar standar mutu biodiesel berdasarkan SNI Biodiesel. Metode pemurnian biodiesel dilakukan dengan proses pencampuran dengan bentonit teraktivasi. Perlakuan diberikan terhadap faktor konsentrasi bentonit (b/v) dengan taraf 1%, 3%, dan 5%. Berdasarkan analisis yang dilakukan, didapatkan bahwa nilai bilangan asam pada biodiesel awal sebesar 1,5301mg KOH/g. Setelah mengalami perlakuan didapatkan bilangan asam untuk penggunaan bentonit 1% sebesar 1,2172 mg KOH/g, bentonit 3% sebesar 1,5208 mg KOH/g dan bentonit 5% sebesar 1,255 mg KOH/g. Penurunan viskositas kinematik terjadi setelah biodiesel mengalami pemurnian dengan bentonit. Viskositas awal biodiesel sebesar 7,69 cst. Nilai viskositas ini mengalami penurunan berturut-turut sebesar 6,00 cst pada taraf 1%, 6,69 cst pada taraf 3%, dan 6,79 cst pada taraf 5%. Nilai cloud point biodiesel sisa fraksinasi mengalami perbaikan. Biodiesel olein sawit yang menjadi bahan baku awal memiliki nilai cloud point sebesar 16 o C, sedangkan nilai cloud point biodiesel C 18:1 dominan adalah sebesar 5 o C. Adapun nilai bilangan iod biodiesel sebesar 76,22 g Iod/100g, gliserol total 0,10%, dan densitas sebesar 870 kg/m 3. Pada pengujian bilangan asam terjadi penurunan nilai bilangan asam terbaik pada penggunaan bentonit pada taraf 1% yaitu sebesar 1,2171 mg KOH/g. Penurunan nilai viskositas kinematik juga terjadi pada biodiesel dengan penggunaan bentonit pada taraf 1% yaitu sebesar 6,00 cst. Hal ini disebabkan karena proses pemurnian biodiesel dengan menggunakan bentonit dapat mengikat kotoran yang terkandung dalam minyak. Hasil terbaik ditunjukkan pada penggunaan bentonit pada taraf 1 %. Biodiesel hasil pemurnian dengan 1% bentonit memiliki angka setana sebesar 56,1 dan nilai titik nyala sebesar 158 o C.

4 PERBAIKAN MUTU BIODIESEL HASIL PROSES FRAKSINASI DENGAN KANDUNGAN METIL OLEAT (C 18:1 ) DOMINAN UNTUK PENERAPANNYA SEBAGAI BAHAN BAKAR SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh M. ARIFYANDI SANGUN F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

5 Judul Skripsi Nama NIM : Perbaikan Mutu Biodiesel Hasil Proses Fraksinasi dengan Kandungan Metil Oleat (C 18:1 ) Dominan untuk Penerapannya sebagai Bahan Bakar : M. Arifyandi Sangun : F Menyetujui, Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA NIP Mengetahui : Ketua Departemen, Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP Tanggal Lulus : 17 Januari 2013

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Perbaikan Mutu Biodiesel Hasil Proses Fraksinasi dengan Kandungan Metil Oleat Dominan untuk Penerapannya sebagai Bahan Bakar adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2013 Yang membuat pernyataan M. Arifyandi Sangun F

7 Hak cipta milik M. Arifyandi Sangun, tahun 2013 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

8 BIODATA PENULIS M. Arifyandi Sangun. lahir di Bogor, 23 Mei 1989 dari ayah Enisar Sangun dan ibu Sriani Sujiprihati, sebagai putra ketiga dari lima bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMAN 1 Bogor dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam berbagai kegiatan diantaranya menjadi asisten praktikum Teknologi Pengemasan, Distribusi, dan Transportasi pada tahun , dan asisten praktikum Teknologi Minyak Lemak pada tahun Penulis mengikuti kegiatan keorganisasian di Himpunan Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN) sebagai anggota Departemen Pengabdian Masyarakat tahun ( ). Penulis juga menjadi anggota Kementerian Komunikasi dan Informasi di BEM KM IPB tahun Penulis melaksanakan kegiatan Praktik Lapangan pada tahun 2010 di Pabrik Kopi Banaran, PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero), Kebun Getas, Jawa Tengah dengan judul Studi Teknologi Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Kopi di Pabrik Kopi Banaran Kebun Getas PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah.

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunianya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Perbaikan Mutu Biodiesel Hasil Proses Fraksinasi dengan Kandungan Metil Oleat (C 18:1 ) Dominan untuk Penerapannya sebagai Bahan Bakar dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Proses Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua orang tua dan segenap keluarga tercinta yang telah memberikan kasih sayang, doa, serta motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB. 2. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA sebagai dosen pembimbing atas segala bimbingan dan arahan kepada penulis baik dalam penelitian, penyusunan skripsi maupun selama perkuliahan di TIN. 3. Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti dan Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl-Ing sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Ibu Sri, Ibu Ega, Ibu Rini, Pak Gunawan, dan seluruh staf laboratorium yang telah memberikan bantuan, arahan, serta bimbingan selama penulis melakukan penelitian. 5. Kak Jaelani dan Mbak Nia yang telah memberikan bantuan dan saran bagi kelancaran penelitian dan penulisan skripsi. 6. Rekan-rekan TIN angkatan 44 atas kerjasama dan bantuannya kepada penulis selama penelitian dan berbagai aktivitas perkuliaan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekhilafan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan dan ilmu pengetahuan di bidang teknologi oleokimia. Bogor, Januari 2013 M. Arifyandi Sangun

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA BIODIESEL Biodiesel Olein Reaksi Pembentukan Biodiesel TEKNOLOGI FRAKSINASI BENTONIT PARAMETER MUTU BIODIESEL Bilanagan Asam Viskositas Kinematik Densitas Kadar Gliserol Total Bilangan Iod Titik Awan dan Titik Tuang Angka Setana Titik Nyala (Flash Point) III. METODOLOGI ALAT DAN BAHAN TAHAPAN PENELITIAN Penentuan Bahan Baku Abalisis Sifat Fisiko Kimia Bahan Baku Pemurnian Biodiesel RANCANGAN PERCOBAAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN KARAKTERISASI BAHAN BAKU PEMURNIAN BIODIESEL Mekanisme Proses Adsorpsi Biodiesel Pengaruh Pemurnian Biodiesel terhadapviskositas Kinematik Pengaruh Pemurnian terhadap Bilangan Asam Analisis Angka Setana dan Titik Nyala (Flash Point) Penyebab Penyimpangan Parameter Biodiesel V. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 29

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Pengaruh jenis dan struktur molekul terhadap titik cair asam lemak... 7 Tabel 2. Syarat mutu biodiesel ester alkil... 9 Tabel 3. Komponen FAME biodiesel sisa fraksinasi pada berbagai kondisi proses Tabel 4. Hasil karakterisasi biodiesel Tabel 5. Nilai cloud point dari berbagai biodiesel Tabel 6. Hasil analisis angka setana dan titik nyala biodiesel Tabel 7. Penyebab penyimpangan nilai parameter biodiesel dan alternatif pencegahannya 23

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Olein sawit dan biodiesel olein... 4 Gambar 2. Struktur molekul trigliserida... 4 Gambar 3. Reaksi transesterifikasi... 5 Gambar 4. Rangkaian alat fraksinasi... 5 Gambar 5. Biodiesel hasil fraksinasi... 6 Gambar 6. Struktur asam lemak oleat... 6 Gambar 7. Struktur montmorillonit... 7 Gambar 8. Bentonit... 8 Gambar 9. Diagram alir proses adsorpsi biodiesel dengan bentonit Gambar 10. Viskositas kinematik biodiesel pada berbagai konsentrasi bentonit Gambar 11. Nilai bilangan asam berdasarkan perlakuan konsentrasi bentonit Gambar 12. Perangkat alat pengukuran titik awan Gambar 13. Perangkat mesin uji angka setana... 34

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur analisis parameter mutu biodiesel Lampiran 2. Hasil analisis sifat fisiko kimia biodiesel sisa fraksinasi Lampiran 3. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk viskositas Lampiran 4. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk bilangan asam... 37

14 I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ketersediaan energi khususnya bahan bakar minyak bumi setiap hari semakin berkurang. Bahan bakar fosil bersifat terbatas dan akan habis seiring dengan pemakaian yang terus menerus. Oleh karena itu perlu adanya energi alternatif untuk mengatasi kelangkaan energi minyak bumi tersebut. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bahan bakar nabati berupa biodiesel dari minyak sawit sebagai pengganti bahan bakar solar. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) sebagai tanaman penghasil CPO (Crude Palm Oil) merupakan tanaman perkebunan yang terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia. Indonesia saat ini merupakan penghasil CPO terbesar sehingga ketersediaan bahan baku untuk dapat dimanfaatkan dalam produksi biodiesel mempunyai potensi yang sangat baik selain untuk pemenuhan kebutuhan bahan pangan. Menurut publikasi data statistik Ditjen Perkebunan luas perkebunan kelapa sawit mengalami pertumbuhan sebesar 18,64%, demikian juga dalam produksi CPO mengalami peningkatan produksi sebesar 14,37% selama tahun 2006 hingga luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 8,04 juta ha dengan produksi sebesar 19,76 juta ton CPO pada tahun 2010 yang tersebar di seluruh Indonesia (Ditjen Perkebunan, 2011). Melihat potensi ketersediaan bahan baku minyak sawit yang besar, maka pengembangan biodiesel ini dilakukan oleh Indonesia. pada tahun 2007 Kementerian Riset dan Teknologi memperkirakan pemenuhan bahan baku biodiesel sebesar 60% dari minyak sawit. Biodiesel minyak sawit memiliki beberapa keunggulan yaitu menggunakan bahan baku yang dapat diperbarui, memiliki sifat biodegradable, dan dapat mengurangi emisi gas buang dibandingkan dengan penggunaan petrodiesel. Namun sebagai produk turunan kelapa sawit, biodiesel minyak sawit masih memiliki kelemahan yaitu tidak dapat digunakan pada kondisi suhu rendah karena memiliki cloud point tinggi yaitu 8 o C. Hal ini menjadi hambatan apabila biodiesel minyak sawit tersebut menjadi komoditas ekspor dan diterapkan sebagai bahan bakar di negara-negara subtropis yang memiliki empat musim dengan kondisi suhu yang rata-rata rendah di luar musim panas. Setiap sumber minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel akan menghasilkan biodiesel dengan karakteristik dan sifat tertentu. Biodiesel olein yang menggunakan olein sawit sebagai bahan bakunya memiliki komponen asam lemak dominan yaitu asam palmitat (C 16:0 ) sebesar 37,9-41,7% dan asam oleat (C 18:1 ) sebesar 40,7-43,9%. Menurut Knothe (2008), biodiesel yang kaya akan kandungan C 18;1 dapat diaplikasikan sebagai bahan bakar nabati yang paling baik. Gerpen (2004) menambahkan bahwa bahan baku biodiesel dengan kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi (C 18:1, C 18:2, C 18:3 ) dapat menurunkan cloud point sehingga dapat diaplikasikan di negara dengan empat musim. Untuk mendapatkan biodiesel dengan kandungan metil oleat dominan, maka dilakukan proses separasi atau disebut proses fraksinasi. Teknologi fraksinasi telah berhasil dilakukan untuk mendapatkan biodiesel dengan komponen asam lemak tertentu, metil palmitat (C 16:0 ) dan metil oleat (C 18:1 ) dominan. Melalui penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Jaelani (2011) telah menunjukkan hasil dari penerapan proses fraksinasi metil ester dan mendapatkan hasil berupa biodiesel dengan metil oleat dominan dengan kemurnian yang mencapai 61%. Adapun metil ester palmitat yang dihasilkan (C 16:0 ), dapat menjadi bahan baku dalam pembuatan surfaktan metil ester sulfonat (MES).

15 Namun dalam usaha penerapannya sebagai bahan bakar, sifat dari metil oleat tersebut perlu diperbaiki dan diuji sesuai standar baku biodiesel karena karakteristik dari biodiesel dapat berubah setelah dilakukan fraksinasi seperti kadar asam lemak bebas yang meningkat akibat perlakuan panas ketika fraksinasi berlangsung. Oleh karena itu, dalam perdagangan biodiesel ditetapkan standar mutu biodiesel yang dilihat dalam parameter tertentu. Parameter tersebut diantaranya meliputi viskositas, bilangan asam, bilangan iod, dan komposisi asam lemak yang menyusun biodiesel tersebut. Komposisi asam lemak ini akan mempengaruhi nilai energi pembakaran, angka setana, serta titik kabut dari biodiesel yang menjadi ukuran kinerja dari biodiesel. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dalam rangka usaha memperbaiki beberapa parameter metil oleat hasil fraksinasi menggunakan bentonit pada berbagai konsentrasi. 1.2 TUJUAN Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan mutu biodiesel hasil proses fraksinasi metil oleat (C 18:1 ) dominan. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi bentonit terbaik dalam perbaikan mutu biodiesel untuk penerapannya sebagai bahan bakar.

16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIODIESEL Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang dihasilkan dari minyak nabati salah satunya adalah minyak sawit. Secara kimiawi biodiesel merupakan turunan lipid dari golongan monoalkil ester asam lemak dengan panjang rantai karbon (Darnoko et al., 2001). Biodiesel (metil ester) diperoleh dari transesterifikasi trigliserida atau esterifikasi asam lemak bebas (FFA) dengan alkohol (Lotero et al., 2004). Keunggulan biodiesel sebagai bahan bakar antara lain diproduksi dari bahan baku yang dapat diperbarui, dapat digunakan pada kebanyakan mesin diesel tanpa modifikasi, bersifat biodegradable, serta bebas dari sulfur dan senyawa aromatik (Suwannakarn et.al, 2005). Lebih lanjut lagi, apabila dibandingkan dengan petrodiesel, biodiesel bersifat tidak beracun, aman digunakan dan disimpan karena memiliki titik nyala yang lebih tinggi (Krawczyk, 1996). Alkil ester asam lemak yang diproduksi sebagai pengganti petrodiesel harus memenuhi standar mutu biodiesel. Legowo et.al. (2001) menjelaskan karakteristik biodiesel secara umum meliputi densitas, viskositas, bilangan asam,bilangan setana (cetane number), titik tuang (pour point), titik pijar (flash point) dan titik awan (cloud point) Biodiesel Olein Biodiesel merupakan hasil modifikasi dari minyak atau lemak yang merupakan campuran metil ester dari asam lemak rantai panjang yang digunakan sebagai alternatif bagi bahan bakar untuk mesin diesel. Biodiesel pada umumnya merupakan produk turunan dari minyak nabati, walaupun dapat juga menggunakan lemak hewani. Biodiesel dihasilkan dengan mereaksikan minyak nabati dengan alkohol menggunakan zat basa sebagai katalis pada suhu dan komposisi tertentu sehingga akan dihasilkan dua zat, alkil ester (umumnya metil ester atau etil ester) dan gliserin (Susilo, 2006). Salah satu minyak nabati yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai sumber biodiesel yaitu minyak sawit. Saat ini pemerintah melalui Pertamina telah memanfaatkan biodiesel (metil ester asam lemak) yang berasal dari minyak sawit pada produknya yaitu Pertamina Biosolar (Prihandana, 2006). Minyak kelapa sawit tergolong minyak nabati yang diperoleh dari tanaman sawit (Elaeis guineensis), dalam bentuk kasar berwarna kuning kemerah-merahan (Hartley, 1977). Pada suhu kamar minyak sawit kasar berbentuk semi padat, dengan titik cair berkisar antara 40-47ºC dan stabil atau resisten terhadap ketengikan (Winarno, 1996). Minyak kelapa sawit terdiri atas olein dan stearin. Potensi minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel cukup besar apabila melihat pertumbuhan produksi minyak sawit kasar (crude palm oil) yang terus meningkat. Olein sawit merupakan salah satu fraksi cair dari pengolahan CPO. Tahap pengolahan CPO menjadi minyak olein disebut sebagai proses pemurnian minyak. Tahapan pengolahan minyak sawit adalah proses dry degumming and bleaching, deodorisasi, dan winterisasi (Berlusconi, 2010). Olein sawit juga sering disebut sebagai RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Olein). Olein sawit perlu dikonversi menjadi metil ester sebelum digunakan sebagai bahan bakar. Alasan utama minyak nabati harus dikonversi menjadi metil ester adalah untuk mengurangi viskositasnya. Bahan bakar pada umumnya memiliki syarat harus mempunyai viskositas yang relatif rendah agar mudah mengalir dan teratomisasi. Menurut Prihandana (2006), hal tersebut berhubungan dengan kinerja mesin yang berputar cepat membutuhkan injeksi

17 bahan bakar yang cepat pula. Akan tetapi batas minimal viskositas perlu dimiliki oleh biodiesel karena dibutuhkan sifat pelumasan yang cukup baik untuk mencegah keausan akibat gerakan piston yang cepat. Penampakan olein sawit dan biodiesel olein dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Olein sawit (a) dan biodiesel olein (b) Reaksi Pembentukan Biodiesel Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida yang terdiri dari dua struktur utama yaitu rangkaian gliserol tiga atom karbon. Pada setiap atom karbon terdapat rangkaian hidrokarbon yang merupakan asam lemak tertentu tergantung dari jumlah atom karbon penyusunnya, umumnya terdiri dari sepuluh atau lebih atom karbon. Bentuk dari struktur molekul trigliserida dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur molekul trigliserida Biodiesel dihasilkan melalui proses pemecahan molekul trigliserida dengan cara melepaskan tiga buah asam lemak yang terikat dengan gugus gliserol. Asam lemak akan terlepas oleh reaksi dengan metanol yang dibantu oleh katalisator. Selanjutnya tiga buah asam lemak yang terlepas akan bereaksi dengan metanol membentuk metil ester asam lemak dengan sifat fisik menyerupai solar. Gliserol menjadi produk samping dari proses transesterifikasi dan perlu dipisahkan dari biodiesel. Sebelum digunakan, produk biodiesel perlu dimurnikan dari sisa gliserol, metanol, dan katalis. Reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 3. Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor tergantung kondisi reaksinya. Faktor tersebut diantaranya adalah kandungan asam lemak bebas dan kadar air minyak, jenis katalis dan konsentrasinya, perbandingan molar antara alkohol dengan minyak dan jenis alkohol, suhu dan lamanya reaksi, intensitas pencampuran dan penggunaan co-solvent organik (Meher et al., 2004).

18 Gambar 3. Reaksi transesterifikasi (Knothe, 2004) Kualitas biodiesel dipengaruhi oleh kualitas minyak (feedstock), komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan bahan lain yang digunakan dalam proses serta parameter pasca-produksi seperti kontaminan (Gerpen, 2004). Kontaminan tersebut diantaranya adalah bahan tak tersabunkan, air, gliserin terikat, alkohol, asam lemak bebas, sabun, residu katalis (Gerpen, 1996). 2.2 TEKNOLOGI FRAKSINASI Teknologi fraksinasi merupakan salah satu teknik dalam pemisahan komponen dengan menggunakan prinsip perbedaan titik didih dan dikenal pula dengan istilah distilasi. Tujuan dari proses fraksinasi adalah untuk mendapatkan suatu komponen dengan sifat tertentu yang diinginkan. Perangkat alat fraksinasi dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Rangkaian alat fraksinasi Biodiesel tersusun atas beragam metil ester asam lemak (FAME) yang merupakan hasil konversi dari sumber minyak yang digunakan. Panjang rantai karbon yang berbeda dari setiap komponen FAME akan menghasilkan sifat yang berbeda. Oleh karena itu dengan proses fraksinasi, komponen FAME tertentu yang diinginkan dapat dipisahkan dari sumber biodiesel yang digunakan. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Jaelani (2011) menggunakan teknologi fraksinasi (fractional distillation system) untuk mendapatkan metil palmitat (C 16 ) dominan. Komponen ini dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan surfaktan methyl ester sulfonate (MES). Terlebih lagi, surfaktan MES yang diproduksi dari bioiesel dengan kandungan metil ester palmitat (C 16 ) yang tinggi memiliki kinerja detergensi paling baik dibandingkan dengan FAME lainnya. Selain itu dari proses

19 fraksinasi tersebut dihasilkan biodiesel dengan kandungan metil oleat (C 18:1 ) dominan. Komponen tersebut merupakan bagian yang tidak teruapkan pada proses fraksinasi (distilasi). Biodiesel ini memiliki rantai karbon asam lemak yang lebih panjang dan titik didih yang lebih tinggi. Biodiesel dengan kandungan metil oleat (C 18:1 ) yang dominan memiliki keunggulan dalam penerapannya sebagai bahan bakar karena sifatnya yang memiliki titik awan yang rendah sehingga dapat digunakan di daerah dingin (Knothe, 2008). Produk hasil proses fraksinasi ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5. Biodiesel hasil fraksinasi (a). Metil Palmitat (C 16 ) dominan (b). Biodiesel dengan kandungan Metil Oleat (C 18 ) dominan Kandungan komposisi asam lemak dari suatu minyak nabati berbeda-beda pada setiap jenisnya. Komposisi asam lemak ini mempengaruhi sifat fisiko-kimia minyak seperti densitas, bilangan iod, viskositas, bilangan asam, bilangan peroksida, dan sifat-sifat lainnya (Ketaren, 1986). Selain itu Mittelbach dan Remschmidt (2006) menambahkan bahwa letak ikatan rangkap dan kejenuhan akan mempengaruhi sifat fisik seperti melting point dari suatu asam lemak atau trigliserida. Struktur asam oleat dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Struktur asam lemak oleat (O Brien, 2003) Nilai cloud point dan pour point dari biodiesel sangat dipengaruhi oleh struktur molekul dari asam lemak dan metil ester penyusunnya. Titik cair yang rendah akan menurunkan cloud point dan pour point. Nilai titik cair dan titik didih dari berbagai asam lemak dan metil ester disajikan pada Tabel 1.

20 Tabel 1. Pengaruh jenis dan struktur molekul terhadap titik cair asam lemak Rantai asam Asam Lemak Metil Ester Atom Struktur molekul tc td tc td C ( o C) ( o C) ( o C) ( o C) Miristat a) 14:0 CH 3 (CH 2 ) 12 COOH Palmitat a) 16:0 CH 3 (CH 2 ) 14 COOH 62, Palmitoleat a) 16:1 CH 3 (CH 2 ) 5 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH 33-39,1 - Stearat a) 18:0 CH 3 (CH 2 ) 16 COOH 69,9-19,9 442 Oleat 18:1 CH 3 (CH 2 ) 7 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH 16,3 a) b) - Linoleat 18:2 CH 3 (CH 2 ) 4 CH=CH CH 2 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH -5 a) b) - Linolenat 18:3 CH 3 CH 2 CH=CHCH 2 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH -11 a) -52 b) - Arachidat a) 20:0 CH 3 (CH 2 ) 7 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH 75, Keterangan : tc = titik cair, td = titik didih Sumber : a) Prakarsh (1998) b) Gunstone (2004) 2.3 BENTONIT Bentonit merupakan sejenis lempung yang mengandung mineral montmorilonit (pembangun struktur bentonit). Mineral bentonit memiliki diameter kurang dari dua mikrometer yang terdiri dari berbagai macam phyllosilicate yang mengandung silika, aluminium oksida dan hidroksida yang dapat mengikat air. Struktur bentonit terdiri dari tiga layer yang tersusun dari dua layer silika tetrahedral dan satu sentral oktahedral. Diantara lapisan oktahedral dan tetrahedral terdapat kation monovalent maupun bivalent, seperti Na +, Ca + dan Mg 2+. Struktur molekul montmorillonit dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Struktur montmorillonit (Theng, 1979)

21 Montmorilonit merupakan penyusun terbesar bentonit yaitu sebesar 85%. Rumus kimia bentonit adalah (Mg, Ca) xal 2 O 3. ysio 2. nh 2 O dengan nilai n sekitar 8 dan x,y, adalah nilai perbandingan antara Al 2 O 3 dan SiO 2. Penyusun lainnya yaitu campuran kristobalit, feldspar, kalsit, gypsum, kaolinit, plagioklas, illit. Bentonit memiliki warna dasar putih kecoklatan, kemerahan, atau kehijauan, tergantung dari jenis komposisi mineralnya. Selain itu, bentonit bersifat sangat lunak, ringan, mudah menyerap air, dan dapat melakukan pertukaran ion (Priatna, 1982). Bentonit juga memiliki karakteristik khas yaitu mampu mengembang hingga beberapa kali lebih besar dari ukuran sebelumnya apabila dimasukkan ke dalam air (Grim, 1968). Contoh bentonit teraktivasi yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Bentonit Apabila bentonit diberi asam dalam proses aktivasi, maka dalam ruang interlamelar pada struktur kristal terjadi pergantian ion K, Na, Ca, dan ion H sehingga terjadi pelepasan ion Al, Fe, Mg dari kisi struktur. Akibatnya sifat daya serapnya bertambah besar. Sifat penting yang berhubungan dengan bentonit yaitu komposisi dan jenis mineral yang dikandung, komposisi kimia, dan sifat pertukaran ion (Endriana, 2007). Menurut Djatmiko et.al., (1985) untuk adsorpsi diperlukan pengadukan. Kecepatan adsorpsi terbesar adalah pada periode permulaan, kemudian lambat laun akan berkurang. Norris (1982) menyebutkan bahwa kontak antara adsorben dengan minyak akan lebih efektif apabila campuran antara adsorben dengan minyak diaduk dengan pengadukan berkisar menit. Larutan yang kekentalannya tinggi memerlukan waktu yang lebih lama untuk diadsorpsi. Efisiensi penyerapan dalam proses adsorpsi bentonit dipengaruhi beberapa faktor, antara lain ukuran partikel adsorben, tingkat keaktifan adsorben, perbandingan asam dengan adsorben, beban berat adsorben, ph proses adsorpsi, kecepatan pengadukan, suhu adsorpsi, dan waktu kontak (Ketaren, 1986). 2.4 PARAMETER MUTU BIODIESEL Karakteristik biodiesel yang penting meliputi viskositas kinematik, total bilangan asam, densitas, total gliserol, titik awan (cloud point), titik tuang (pour point), angka setana, dan titik kilat (flash point). Secara umum syarat mutu biodiesel menurut Badan Standarisasi Nasional (2006) disajikan pada Tabel 2.

22 3.3 RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan satu faktor, yaitu konsentrasi bentonit yang digunakan. Taraf yang digunakan sebanyak empat taraf yaitu 1 % (A1), 3 % (A2), dan 5% (A3). Percobaan digunakan dengan dua kali ulangan. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan sebagai berikut: Y ijk = m + A i + ε ij Dengan : Y ij = Hasil pengamatan pada faktor A taraf ke-i dan ulangan ke-j M = pengaruh rata-rata A i = pengaruh taraf ke-i untuk faktor konsentrasi adsorben pada proses pemurnian (1,3, 5) ε ij = galat pada perlakuan i untuk faktor A pada ulangan ke-j. Taraf perlakuan yang digunakan yaitu : A0 = Bentonit 0 % A1 = Bentonit 1 % A2 = Bentonit 3 % A3 = Bentonit 5 % Untuk mengetahui pengaruh antar taraf-taraf tersebut, rancangan percobaan dianalisis dengan sidik ragamnya menggunakan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05) dan jika hasilnya berbeda nyata, analisis dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.

23 Tabel 2. Syarat mutu biodiesel ester alkil (SNI ) No. Parameter Unit Value Metode 1. Densitas (40 o C) mg/ml 0,850 0,890 ASTM D Viskositas kinematik (40 o C) mm 2 /s (cst) 2,3 6,0 ASTM D Angka setana min. 48 ASTM D Titik kilat (mangkok tertutup) 5. Titik Awan o C min. 100 ASTM D 93 o C max. 18 ASTM D Korosi strip tembaga max. no 3 ASTM D Residu karbon - dalam contoh asli - dalam 10% ampas asli % - mass max. 0,05 (max. 0,3) ASTM D Air dan sedimen % - vol max. 0,05 ASTM D Suhu destilasi 90% o C max. 360 ASTM D Abu tersulfatkan % - mass max. 0,02 ASTM D Sulfur ppm (mg/kg) max. 80 ASTM D Fosfor ppm (mg/kg) max. 10 AOCS Ca Angka asam mg-koh/gr max. 0,8 ASTM D Gliserol bebas % - mass max. 0,02 AOCS Ca Gliserol total % - mass max. 0,24 AOCS Ca Kadar ester alkil % - mass min. 96,5-17. Angka iodine % - mass (g-i 2 /100 gr) max. 115 PrEN Uji Halphen negatif AOCS Cb Bilangan Asam Bilangan asam diartikan sebagai jumlah milligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terkandung dalam satu gram minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA) terbentuk akibat dari degradasi ester dan terpisah dari triglesirida, digliserida, monogliserida dan gliserin. Asam lemak bebas terbentuk karena adanya pemanasan, proses oksidasi, atau adanya kandungan air dalam minyak yang menyebabkan minyak mengalami proses hidrolisis. Semakin tinggi kandungan asam lemak bebas dalam minyak, maka semakin tinggi kerusakan yang dialami minyak. Bilangan asam merupakan karakteristik yang penting sebagai syarat mutu biodiesel. Kandungan asam lemak bebas yang sangat tinggi dalam biodiesel berpengaruh pada kinerja mesin diesel. Asam lemak bebas dalam biodiesel mampu menyebabkan kerusakan pada karet mesin dan bersifat korosif terhadap mesin. Menurut BSN (2006) jumlah maksimal bilangan asam dalam biodiesel adalah 0,8 mg KOH/gram. Nilai bilangan asam yang lebih dari 0,8 diasosiasikan terjadi deposit pada sistem bahan bakar dan mengurangi umur dari pompa dan filter (Tyson,2004). Adapun Cvengros (1998) menyebutkan standar biodiesel Eropa mensyaratkan nilai bilangan asam 0,5 mg KOH/ g.

24 2.4.2 Viskositas Kinematik Viskositas diartikan sebagai ukuran tahanan yang dimiliki fluida untuk mengalir pada jarak tertentu. Nilai viskositas yang dipakai untuk mengukur viskositas biodiesel adalah viskositas kinematik, yang dinyatakan sebagai ukuran waktu yang diperlukan oleh minyak untuk mengalir dalam suatu pipa kapiler terhadap pengaruh gaya gravitasi. Satuan untuk viskositas kinematik adalah centistokes (cst) atau sama dengan mm2 per detik. Viskositas kinematik merupakan karakteristik bahan bakar yang penting terhadap kinerja mesin diesel. Menurut Soerawidjaja et al., (2005) viskositas kinematik berperan pada mekanisme atomisasi bahan bakar sesaat setelah keluar dari nozzle menuju ruang pembakaran. Nilai viskositas dipengaruhi oleh komposisi dan derajat kejenuhan asam lemak serta tingkat kemurnian biodiesel. Viskositas juga dipengaruhi oleh sifat-sifat dari asam lemak. Viskositas meningkat dengan semakin panjang rantai karbon dan semakin besar derajat kejenuhan asam lemak penyusun biodiesel (Knothe, 2005). Viskositas yang rendah sangat menguntungkan karena akan meningkatkan daya lumas bahan bakar terhadap mesin kendaraan (Tyson, 2004). Menurut Ketaren (1986) tingginya viskositas minyak dapat disebabkan oleh tingginya kandungan senyawa senyawa polimer di dalam minyak. Senyawa ini terbentuk dari proses pemanasan pada suhu tinggi yang menyebabkan terjadinya polimerisasi termal, maupun polimerisasi oksidasi. Proses fraksinasi yang menggunakan suhu yang tinggi akan menghasilkan senyawa dengan bobot molekul yang tinggi dan cenderung memiliki viskositas yang tinggi. Viskositas yang tinggi juga dapat disebabkan oleh tingginya zat zat pengotor dalam minyak seperti getah atau lendir yang ikut larut dalam minyak Densitas Berat jenis menunjukkan perbandingan berat per satuan volume, karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan bakar. Berat jenis bahan bakar diesel diukur dengan menggunakan metode ASTM D 287 atau D 1298 dan memiliki satuan kilogram per meter kubik (kg/m3) (Mittelbach, Remschmidt, 2006). Nilai densitas biodiesel dapat diprediksikan dari nilai densitas asam lemak penyusunnya (Noureddini et al., 1992). Nilai densitas dari FAME sangat ditentukan pula oleh kemurnian komponen metil ester tertentu dalam biodiesel (Gerpen 1996). Di sisi lain, densitas meningkat dengan panjangnya rantai karbon dan banyaknya ikatan rangkap (Worgetter et al. 1998) Kadar Gliserol Total Kandungan gliserol total dihitung dari penjumlahan gliserol total dan gliserol bebas yang terkandung dalam bahan bakar. Keberadaan gliserol dan sisa gliserida yang belum terkonversi dapat membahayakan mesin terutama karena keberadaan gugus OH yang secara kimiawi agresif terhadap logam bukan besi dan campuran krom dan juga menyebabkan deposit pada ruang pembakaran (Soerawidjaja et al.,2005). Tingginya kandungan gliserol disebabkan oleh konversi yang tidak sempurna dari minyak atau lemak menjadi biodiesel dan pencucian terhadap crude biodiesel yang tidak sempurna. Gliserin total yang tinggi dapat menyebabkan penyumbatan (fouling) tangki penyimpanan sistem bahan bakar dan engine (Tyson, 2004).

25 2.4.5 Bilangan Iod Bilangan iod pada biodiesel menunjukkan tingkat keridakjenuhan senyawa penyusun biodiesel. Di satu sisi, keberadaan senyawa asam lemak tidak jenuh meningkatkan performansi biodiesel pada suhu rendah, karena senyawa ini memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah sehingga berkorelasi dengan titik awan dan titik tuang yang menjadi lebih rendah (Knothe, 2005). Tingginya nilai ketidakjenuhan material biodiesel berdampak pada penurunan stabilitas oksidasi. Terlalu banyak ikatan tidak jenuh dalam biodiesel juga berpengaruh negatif pada operasi kerja mesin (Schafer et al. 1998). Nilai iod berkorelasi dengan viskositas dan cetane number (angka setana) dimana jika terjadi penurunan angka viskositas dan angka setana maka terjadi peningkatan nilai ketidakjenuhan atau tingginya nilai bilangan iod (Worgetter et al. 1998) Titik Awan (Cloud Point) dan Titik Tuang (Pour Point) Titik awan (cloud point) adalah temperatur pada saat bahan bakar mulai tampak berawan (cloudy). Hal ini timbul karena munculnya kristal-kristal padatan di dalam bahan bakar. Meski bahan bakar masih bisa mengalir, namun keberadaan kristal di dalam bahan bakar bisa mempengaruhi kelancaran aliran bahan bakar di dalam filter, pompa, dan injektor (Indartono, 2006). Titik awan sangat penting untuk memastikan kinerja bahan bakar pada suhu rendah. Titik kabut biodiesel tergantung pada asam lemak penyusunnya. Menurut Tyson (2004) biodiesel yang mengandung asam lemak jenuh (asam laurat, miristat, palmitat, stearat, arakhidat dan lain-lain) yang tinggi mempunyai titik kabut yang tinggi sedangkan yang mengandung asam lemak ikatan rangkap 1 (palmitoleat, oleat dan erukat) yang tinggi, titik kabutnya sedang serta yang mengandung asam lemak dengan ikatan rangkap 2 atau lebih (linoleat, linolenat dan arakhidonat) yang tinggi titik kabutnya rendah. Molekul alkana dan FAME (fatty acid methyl ester) memiliki rantai hidrokarbon lurus yang tidak cocok pada musim dingin, karena akan membentuk kristal padat yang dapat menyumbat saluran filter dan mengganggu pompa bahan bakar. Namun biodiesel memiliki kecenderungan yang lebih kuat karena gugus esternya relatif bersifat polar sehingga meningkatkan gaya intermolekuler Van der Walls, sehingga secara efektif menguatkan proses kristalisasi. Hal ini juga merupakan alasan mengapa biodiesel cenderung mengeluarkan asap partikulat dalam proporsi yang lebih tinggi karena molekul tunggalnya cenderung untuk bergabung kembali. Angka setana, panas pembakaran (heat of combustion), titik cair dan titik didih dan viskositas akan meningkat dengan meningkatnya panjang rantai dan kejenuhan dan menurun dengan meningkatnya ketidakjenuhan asam lemak (Prakash, 1998). Umumnya titik awan biodiesel lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Hal ini menimbulkan permasalahan pada negara-negara subtropis pada saat musim dingin. Untuk mengatasi hal tersebut, biasanya ditambahkan aditif tertentu pada biodiesel untuk mencegah aglomerasi kristal-kristal yang terbentuk dalam biodiesel pada suhu rendah. Teknik lain yang bisa digunakan untuk menurunkan titik awan dan titik tuang bahan bakar adalah dengan melakukan winterisasi (Knothe 2005). Pada metode ini dilakukan pendinginan pada bahan bakar hingga terbentuk kristal-kristal yang selanjutnya disaring dan dipisahkan dari bahan bakar. Proses kristalisasi parsial ini terjadi karena asam lemak tidak jenuh memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Titik tuang adalah suhu terendah dimana biodiesel mulai terbentuk kristal-kristal yang dapat menyumbat saluran pembakaran. Titik tuang dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan (bilangan iod). Semakin tinggi ketidakjenuhan suatu biodiesel maka titik tuang akan semakin rendah. Titik tuang juga dipengaruhi oleh panjang rantai karbon dimana semakin panjang rantai karbon maka semakin tinggi titik tuang.

26 2.4.7 Angka Setana Angka setana merupakan ukuran dari kualitas pembakaran suatu bahan bakar. Nilai ini berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan oleh biodiesel untuk terbakar setelah proses injeksi ke ruang pembakaran. Knothe (2010) menyebutkan bahwa angka setana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yag diinjeksikan ke dalam ruang bakar dapat terbakar secara spontan setelah bercampur dengan udara. Menurut Demirbas (2008), angka setana yang tinggi menunjukkan bahwa bahan bakar dapat menyala pada temperatur yang lebih rendah. Sebaliknya angka setana yang rendah menunjukkan bahan bakar baru dapat menyala pada temperatur yang relatif tinggi. Biodiesel dengan kandungan asam lemak jenuh (asam laurat, miristat, palmitat, stearate, arachidat) yang tinggi memiliki angka setana yang tinggi sedangkan biodiesel dengan kandungan asam lemak ikatan rangkap satu (palmitoleat, oleat) yang tinggi mempunyai angka setana yang sedang (Tyson, 2004). Demirbas (2008) menyebutkan bahwa semakin panjang rantai karbon penyusun asam lemak dari suatu biodiesel, maka semakin tinggi angka setananya. Dengan tingginya angka setana yang dimiliki oleh biodiesel, akan menghindari terjadinya peristiwa knocking pada silinder pembakaran karena biodiesel yang diinjeksikan dapat dengan mudah terbakar dan tidak terakumulasi Titik Nyala (Flash Point) Titik nyala atau titik kilat merupakan parameter mutu biodiesel yang menunjukkan temperatur terendah yang menyebabkan bahan bakar dapat menyala pada saat tes pengapian (flame test). Nilai ini berhubungan dengan keamanan dalam penyimpanan dan penanganan bahan bakar. Titik nyala yang ditetapkan oleh SNI adalah minimal 100 o C. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan nilai titik nyala petrodiesel (66 o C) sehingga penanganan dan penyimpanan biodiesel lebih aman. Nilai titik nyala biodiesel yang ditetapkan SNI juga bertujuan untuk mengeliminasi kontaminasi metanol akibat proses konversi minyak nabati yang tidak sempurna karena metanol memiliki titik nyala yang rendah (11 o C).

27 III. METODOLOGI 3.1 ALAT DAN BAHAN Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain corong Buchner, labu erlenmeyer, termometer, penangas air, gelas ukur, labu pemisah, pipet volumetrik, pipet mohr, pipet tetes, buret, ph meter, kertas saring, oven, neraca analitik, viscometer Ostwald, dan jar test (titik kabut). Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biodiesel sisa fraksinasi dengan kandungan metil oleat (C 18:1 ) dominan. Kemurnian tertinggi berasal dari kondisi proses fraksinasi 235 o C selama 10 jam. Bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk analisis antara lain KOH, alkohol netral, bentonit, indikator phenolphtalein 3.2 TAHAPAN PENELITIAN Tahapan awal dalam penelitian ini yaitu tahap penentuan dan karakterisasi bahan baku, lalu dilakukan tahap perbaikan sifat dan mutu biodiesel dengan proses pemurnian dengan bentonit. Setelah tahapan pencampuran biodiesel dengan bentonit, akan dilakukan analisis terhadap parameter mutu yang digunakan sebagai standar untuk bahan bakar Penentuan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini merupakan biodiesel hasil proses fraksinasi dengan kandungan Metil Oleat (C 18:1 ) dominan. Biodiesel ini didapat dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Jaelani (2011), dalam usaha untuk melakukan pemisahan metil palmitat dominan dengan metil oleat dominan menggunakan teknologi fraksinasi (Fractional Distillation System). Pemilihan Biodiesel C 18:1 dominan berdasarkan angka kemurnian tertinggi. Didapat bahwa kemurnian metil oleat sebesar 61,08 % dari kondisi proses fraksinasi pada suhu 235 o C dan lama proses 10 jam Analisis Sifat Fisiko Kimia Biodiesel Analisis biodiesel C 18:1 dominan hasil proses fraksinasi bertujuan untuk mengetahui sifat fisiko kimia bahan baku dimana hasil dari analisis ini akan digunakan untuk menentukan parameter mutu biodiesel yang akan diperbaiki. Parameter analisis biodiesel meliputi densitas, bilangan asam, viskositas kinematik, gliserol total, bilangan iod, dan titik awan (cloud point). Prosedur analisis parameter mutu biodiesel dapat dilihat pada Lampiran Pemurnian Biodiesel Pemurnian biodiesel bertujuan untuk memperbaiki kualitas biodiesel dengan cara menghilangkan komponen pengotor dalam minyak. Komponen pengotor yang terdapat pada minyak atau lemak antara lain komponen yang tidak larut dalam minyak atau lemak, komponen-komponen dalam bentuk suspensi koloid, serta komponen-komponen yang larut dalam minyak (Djatmiko, 1984).

28 Penggunaan bentonit bertujuan untuk mengadsorbsi komponen-komponen pengotor dalam biodiesel karena bentonit memiliki kandungan montmorilonit yang tinggi (Folletto et al., 2006). Pada penelitian ini dilakukan proses pencampuran biodiesel dengan bentonit selama 20 menit. Konsentrasi bentonit yang digunakan adalah 0% (blanko), 1%, 3%, dan 5%. Proses pencampuran dilakukan dengan menambahkan 250 gram biodiesel dengan 1% bentonit (2,5 gram) di dalam labu erlenmeyer 300 ml. Pencampuran dilakukan dengan pengadukan menggunakan stirrer dan dilakukan pada suhu kamar. Biodiesel yang telah tercampur kemudian didiamkan selama kurang lebih tiga jam agar bentonit mengendap. Biodiesel kemudian disaring agar terpisah dari sisa bentonit. Diagram alir proses pencampuran biodiesel dengan bentonit dapat dilihat pada Gambar 9. Analisis dilakukan pada biodiesel yang dihasilkan. Analisis biodiesel yang dilakukan meliputi bilangan asam dan viskositas kinematik. Dari hasil analisis ini akan dipilih biodiesel dengan sifat fisiko kimia terbaik untuk kemudian dilakukan pengujian angka setana (cetane number) dan titik nyala (flash point). Prosedur analisis sifat fisiko kimia biodiesel dapat dilihat pada Lampiran 1. Biodiedsel sisa fraksinasi, (C 18:1 ) dominan Penyaringan Bentonit (1%, 3%, 5%) 250 gram Biodiedsel Pengadukan pada kecepatan konstan selama 20 menit Pengendapan selama 3 jam Filtrasi menggunakan pompa vakum Residu Bentonit Biodiesel hasil pemurnian Analisis parameter mutu Gambar 9. Diagram alir proses adsorpsi biodiesel dengan bentonit.

29 III. METODOLOGI 3.1 ALAT DAN BAHAN Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain corong Buchner, labu erlenmeyer, termometer, penangas air, gelas ukur, labu pemisah, pipet volumetrik, pipet mohr, pipet tetes, buret, ph meter, kertas saring, oven, neraca analitik, viscometer Ostwald, dan jar test (titik kabut). Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biodiesel sisa fraksinasi dengan kandungan metil oleat (C 18:1 ) dominan. Kemurnian tertinggi berasal dari kondisi proses fraksinasi 235 o C selama 10 jam. Bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk analisis antara lain KOH, alkohol netral, bentonit, indikator phenolphtalein 3.2 TAHAPAN PENELITIAN Tahapan awal dalam penelitian ini yaitu tahap penentuan dan karakterisasi bahan baku, lalu dilakukan tahap perbaikan sifat dan mutu biodiesel dengan proses pemurnian dengan bentonit. Setelah tahapan pencampuran biodiesel dengan bentonit, akan dilakukan analisis terhadap parameter mutu yang digunakan sebagai standar untuk bahan bakar Penentuan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini merupakan biodiesel hasil proses fraksinasi dengan kandungan Metil Oleat (C 18:1 ) dominan. Biodiesel ini didapat dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Jaelani (2011), dalam usaha untuk melakukan pemisahan metil palmitat dominan dengan metil oleat dominan menggunakan teknologi fraksinasi (Fractional Distillation System). Pemilihan Biodiesel C 18:1 dominan berdasarkan angka kemurnian tertinggi. Didapat bahwa kemurnian metil oleat sebesar 61,08 % dari kondisi proses fraksinasi pada suhu 235 o C dan lama proses 10 jam Analisis Sifat Fisiko Kimia Biodiesel Analisis biodiesel C 18:1 dominan hasil proses fraksinasi bertujuan untuk mengetahui sifat fisiko kimia bahan baku dimana hasil dari analisis ini akan digunakan untuk menentukan parameter mutu biodiesel yang akan diperbaiki. Parameter analisis biodiesel meliputi densitas, bilangan asam, viskositas kinematik, gliserol total, bilangan iod, dan titik awan (cloud point). Prosedur analisis parameter mutu biodiesel dapat dilihat pada Lampiran Pemurnian Biodiesel Pemurnian biodiesel bertujuan untuk memperbaiki kualitas biodiesel dengan cara menghilangkan komponen pengotor dalam minyak. Komponen pengotor yang terdapat pada minyak atau lemak antara lain komponen yang tidak larut dalam minyak atau lemak, komponen-komponen dalam bentuk suspensi koloid, serta komponen-komponen yang larut dalam minyak (Djatmiko, 1984).

30 Penggunaan bentonit bertujuan untuk mengadsorbsi komponen-komponen pengotor dalam biodiesel karena bentonit memiliki kandungan montmorilonit yang tinggi (Folletto et al., 2006). Pada penelitian ini dilakukan proses pencampuran biodiesel dengan bentonit selama 20 menit. Konsentrasi bentonit yang digunakan adalah 0% (blanko), 1%, 3%, dan 5%. Proses pencampuran dilakukan dengan menambahkan 250 gram biodiesel dengan 1% bentonit (2,5 gram) di dalam labu erlenmeyer 300 ml. Pencampuran dilakukan dengan pengadukan menggunakan stirrer dan dilakukan pada suhu kamar. Biodiesel yang telah tercampur kemudian didiamkan selama kurang lebih tiga jam agar bentonit mengendap. Biodiesel kemudian disaring agar terpisah dari sisa bentonit. Diagram alir proses pencampuran biodiesel dengan bentonit dapat dilihat pada Gambar 9. Analisis dilakukan pada biodiesel yang dihasilkan. Analisis biodiesel yang dilakukan meliputi bilangan asam dan viskositas kinematik. Dari hasil analisis ini akan dipilih biodiesel dengan sifat fisiko kimia terbaik untuk kemudian dilakukan pengujian angka setana (cetane number) dan titik nyala (flash point). Prosedur analisis sifat fisiko kimia biodiesel dapat dilihat pada Lampiran 1. Biodiedsel sisa fraksinasi, (C 18:1 ) dominan Penyaringan Bentonit (1%, 3%, 5%) 250 gram Biodiedsel Pengadukan pada kecepatan konstan selama 20 menit Pengendapan selama 3 jam Filtrasi menggunakan pompa vakum Residu Bentonit Biodiesel hasil pemurnian Analisis parameter mutu Gambar 9. Diagram alir proses adsorpsi biodiesel dengan bentonit.

31 3.3 RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan satu faktor, yaitu konsentrasi bentonit yang digunakan. Taraf yang digunakan sebanyak empat taraf yaitu 1 % (A1), 3 % (A2), dan 5% (A3). Percobaan digunakan dengan dua kali ulangan. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan sebagai berikut: Y ijk = m + A i + ε ij Dengan : Y ij = Hasil pengamatan pada faktor A taraf ke-i dan ulangan ke-j M = pengaruh rata-rata A i = pengaruh taraf ke-i untuk faktor konsentrasi adsorben pada proses pemurnian (1,3, 5) ε ij = galat pada perlakuan i untuk faktor A pada ulangan ke-j. Taraf perlakuan yang digunakan yaitu : A0 = Bentonit 0 % A1 = Bentonit 1 % A2 = Bentonit 3 % A3 = Bentonit 5 % Untuk mengetahui pengaruh antar taraf-taraf tersebut, rancangan percobaan dianalisis dengan sidik ragamnya menggunakan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05) dan jika hasilnya berbeda nyata, analisis dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.

32 III. METODOLOGI 3.1 ALAT DAN BAHAN Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain corong Buchner, labu erlenmeyer, termometer, penangas air, gelas ukur, labu pemisah, pipet volumetrik, pipet mohr, pipet tetes, buret, ph meter, kertas saring, oven, neraca analitik, viscometer Ostwald, dan jar test (titik kabut). Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biodiesel sisa fraksinasi dengan kandungan metil oleat (C 18:1 ) dominan. Kemurnian tertinggi berasal dari kondisi proses fraksinasi 235 o C selama 10 jam. Bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk analisis antara lain KOH, alkohol netral, bentonit, indikator phenolphtalein 3.2 TAHAPAN PENELITIAN Tahapan awal dalam penelitian ini yaitu tahap penentuan dan karakterisasi bahan baku, lalu dilakukan tahap perbaikan sifat dan mutu biodiesel dengan proses pemurnian dengan bentonit. Setelah tahapan pencampuran biodiesel dengan bentonit, akan dilakukan analisis terhadap parameter mutu yang digunakan sebagai standar untuk bahan bakar Penentuan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini merupakan biodiesel hasil proses fraksinasi dengan kandungan Metil Oleat (C 18:1 ) dominan. Biodiesel ini didapat dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Jaelani (2011), dalam usaha untuk melakukan pemisahan metil palmitat dominan dengan metil oleat dominan menggunakan teknologi fraksinasi (Fractional Distillation System). Pemilihan Biodiesel C 18:1 dominan berdasarkan angka kemurnian tertinggi. Didapat bahwa kemurnian metil oleat sebesar 61,08 % dari kondisi proses fraksinasi pada suhu 235 o C dan lama proses 10 jam Analisis Sifat Fisiko Kimia Biodiesel Analisis biodiesel C 18:1 dominan hasil proses fraksinasi bertujuan untuk mengetahui sifat fisiko kimia bahan baku dimana hasil dari analisis ini akan digunakan untuk menentukan parameter mutu biodiesel yang akan diperbaiki. Parameter analisis biodiesel meliputi densitas, bilangan asam, viskositas kinematik, gliserol total, bilangan iod, dan titik awan (cloud point). Prosedur analisis parameter mutu biodiesel dapat dilihat pada Lampiran Pemurnian Biodiesel Pemurnian biodiesel bertujuan untuk memperbaiki kualitas biodiesel dengan cara menghilangkan komponen pengotor dalam minyak. Komponen pengotor yang terdapat pada minyak atau lemak antara lain komponen yang tidak larut dalam minyak atau lemak, komponen-komponen dalam bentuk suspensi koloid, serta komponen-komponen yang larut dalam minyak (Djatmiko, 1984).

33 Penggunaan bentonit bertujuan untuk mengadsorbsi komponen-komponen pengotor dalam biodiesel karena bentonit memiliki kandungan montmorilonit yang tinggi (Folletto et al., 2006). Pada penelitian ini dilakukan proses pencampuran biodiesel dengan bentonit selama 20 menit. Konsentrasi bentonit yang digunakan adalah 0% (blanko), 1%, 3%, dan 5%. Proses pencampuran dilakukan dengan menambahkan 250 gram biodiesel dengan 1% bentonit (2,5 gram) di dalam labu erlenmeyer 300 ml. Pencampuran dilakukan dengan pengadukan menggunakan stirrer dan dilakukan pada suhu kamar. Biodiesel yang telah tercampur kemudian didiamkan selama kurang lebih tiga jam agar bentonit mengendap. Biodiesel kemudian disaring agar terpisah dari sisa bentonit. Diagram alir proses pencampuran biodiesel dengan bentonit dapat dilihat pada Gambar 9. Analisis dilakukan pada biodiesel yang dihasilkan. Analisis biodiesel yang dilakukan meliputi bilangan asam dan viskositas kinematik. Dari hasil analisis ini akan dipilih biodiesel dengan sifat fisiko kimia terbaik untuk kemudian dilakukan pengujian angka setana (cetane number) dan titik nyala (flash point). Prosedur analisis sifat fisiko kimia biodiesel dapat dilihat pada Lampiran 1. Biodiedsel sisa fraksinasi, (C 18:1 ) dominan Penyaringan Bentonit (1%, 3%, 5%) 250 gram Biodiedsel Pengadukan pada kecepatan konstan selama 20 menit Pengendapan selama 3 jam Filtrasi menggunakan pompa vakum Residu Bentonit Biodiesel hasil pemurnian Analisis parameter mutu Gambar 9. Diagram alir proses adsorpsi biodiesel dengan bentonit.

34 3.3 RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan satu faktor, yaitu konsentrasi bentonit yang digunakan. Taraf yang digunakan sebanyak empat taraf yaitu 1 % (A1), 3 % (A2), dan 5% (A3). Percobaan digunakan dengan dua kali ulangan. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan sebagai berikut: Y ijk = m + A i + ε ij Dengan : Y ij = Hasil pengamatan pada faktor A taraf ke-i dan ulangan ke-j M = pengaruh rata-rata A i = pengaruh taraf ke-i untuk faktor konsentrasi adsorben pada proses pemurnian (1,3, 5) ε ij = galat pada perlakuan i untuk faktor A pada ulangan ke-j. Taraf perlakuan yang digunakan yaitu : A0 = Bentonit 0 % A1 = Bentonit 1 % A2 = Bentonit 3 % A3 = Bentonit 5 % Untuk mengetahui pengaruh antar taraf-taraf tersebut, rancangan percobaan dianalisis dengan sidik ragamnya menggunakan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05) dan jika hasilnya berbeda nyata, analisis dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.

35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI BAHAN BAKU Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari biodiesel hasil fraksinasi biodiesel olein sawit. Produk dari proses fraksinasi yang dilakukan pada penelitian terdahulu oleh Jaelani (2011) berupa metil palmitat (C 16 ), sedangkan bagian yang tidak teruapkan berupa metil ester dengan kandungan metil oleat (C 18:1 ) dominan. Sebagai bagian yang tidak terdistilasi pada proses fraksinasi, volume biodiesel C 18:1 dominan mencapai 55% (v/v). Dengan volume akhir yang cukup tinggi biodiesel sisa fraksinasi dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan karakteristik yang baik pada suhu rendah. Metil ester memiliki titik didih yang beragam sesuai dengan panjang rantai karbon masingmasing. Semakin panjang rantai karbon metil ester, maka semakin tinggi titik didihnya (Goodrum 2002). Pada tekanan udara normal (760 mmhg), titik didih metil palmitat (C 16 ) adalah sebesar 351,5 o C (Gunstone, 1994). Di bawah tekanan udara normal, titik didih metil ester akan cenderung turun. Turunnya suhu fraksinasi bertujuan untuk menjaga biodiesel agar tidak rusak akibat pemanasan yang tinggi selama proses berlangsung. Desain alat fraksinasi yang digunakan pada penelitian oleh Jaelani (2011) dilengkapi dengan pompa vakum untuk menurunkan tekanan udara hingga menjadi mmhg. Pada proses fraksinasi, suhu yang digunakan dalam kisaran suhu titik didih dari metil palmitat (C 16 ) yaitu antara 225 o C 235 o C pada tekanan mmhg (Gunstone et.al., di dalam Jaelani, 2011). Komponen yang tidak teruapkan pada proses fraksinasi merupakan metil ester dengan rantai karbon yang lebih panjang. Komposisi FAME pada biodiesel sisa fraksinasi ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi FAME (biodiesel sisa fraksinasi) pada berbagai kondisi proses fraksinasi (Jaelani, 2011) Suhu ( o C), waktu (jam) Komposisi FAME Metil Ester C 16:0 Metil Ester C 18:1 Lainnya (C 18:0, C 18:2 ) ,05 53,63 27, ,47 57,56 31, ,31 58,51 27, ,23 56,36 35, ,17 61,80 29, ,70 57,70 30,41 Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa biodiesel sisa fraksinasi didominasi oleh komponen metil ester oleat (C 18:1 ), dan sebagian lainnya adalah metil stearat (C 18:0 ) dan metil linoleat (C 18:2 ) serta sebagian kecil metil palmitat (C 16:0 ). Diantara biodiesel sisa fraksinasi yang dihasilkan dari berbagai kondisi proses tersebut, biodiesel yang difraksinasi pada suhu 235 o C dan lama waktu 10 jam, memiliki kemurnian metil oleat yang paling tinggi yaitu sebesar 61,80%. Dari nilai tersebut, dipilih biodiel sisa fraksinasi yang dihasilkan pada kondisi proses 235 o C dan 10 jam sebagai bahan baku pada penelitian ini. Tujuan utama dari proses fraksinasi adalah menghasilkan biodiesel dengan cara distilasi komponen FAME penyusunnya. Biodiesel tersebut akan dimanfaatkan untuk tujuan khusus berdasarkan sifat masing-masing FAME. Metil ester palmitat (C 16 ) dapat dimanfaatkan menjadi bahan

36 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI BAHAN BAKU Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari biodiesel hasil fraksinasi biodiesel olein sawit. Produk dari proses fraksinasi yang dilakukan pada penelitian terdahulu oleh Jaelani (2011) berupa metil palmitat (C 16 ), sedangkan bagian yang tidak teruapkan berupa metil ester dengan kandungan metil oleat (C 18:1 ) dominan. Sebagai bagian yang tidak terdistilasi pada proses fraksinasi, volume biodiesel C 18:1 dominan mencapai 55% (v/v). Dengan volume akhir yang cukup tinggi biodiesel sisa fraksinasi dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan karakteristik yang baik pada suhu rendah. Metil ester memiliki titik didih yang beragam sesuai dengan panjang rantai karbon masingmasing. Semakin panjang rantai karbon metil ester, maka semakin tinggi titik didihnya (Goodrum 2002). Pada tekanan udara normal (760 mmhg), titik didih metil palmitat (C 16 ) adalah sebesar 351,5 o C (Gunstone, 1994). Di bawah tekanan udara normal, titik didih metil ester akan cenderung turun. Turunnya suhu fraksinasi bertujuan untuk menjaga biodiesel agar tidak rusak akibat pemanasan yang tinggi selama proses berlangsung. Desain alat fraksinasi yang digunakan pada penelitian oleh Jaelani (2011) dilengkapi dengan pompa vakum untuk menurunkan tekanan udara hingga menjadi mmhg. Pada proses fraksinasi, suhu yang digunakan dalam kisaran suhu titik didih dari metil palmitat (C 16 ) yaitu antara 225 o C 235 o C pada tekanan mmhg (Gunstone et.al., di dalam Jaelani, 2011). Komponen yang tidak teruapkan pada proses fraksinasi merupakan metil ester dengan rantai karbon yang lebih panjang. Komposisi FAME pada biodiesel sisa fraksinasi ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi FAME (biodiesel sisa fraksinasi) pada berbagai kondisi proses fraksinasi (Jaelani, 2011) Suhu ( o C), waktu (jam) Komposisi FAME Metil Ester C 16:0 Metil Ester C 18:1 Lainnya (C 18:0, C 18:2 ) ,05 53,63 27, ,47 57,56 31, ,31 58,51 27, ,23 56,36 35, ,17 61,80 29, ,70 57,70 30,41 Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa biodiesel sisa fraksinasi didominasi oleh komponen metil ester oleat (C 18:1 ), dan sebagian lainnya adalah metil stearat (C 18:0 ) dan metil linoleat (C 18:2 ) serta sebagian kecil metil palmitat (C 16:0 ). Diantara biodiesel sisa fraksinasi yang dihasilkan dari berbagai kondisi proses tersebut, biodiesel yang difraksinasi pada suhu 235 o C dan lama waktu 10 jam, memiliki kemurnian metil oleat yang paling tinggi yaitu sebesar 61,80%. Dari nilai tersebut, dipilih biodiel sisa fraksinasi yang dihasilkan pada kondisi proses 235 o C dan 10 jam sebagai bahan baku pada penelitian ini. Tujuan utama dari proses fraksinasi adalah menghasilkan biodiesel dengan cara distilasi komponen FAME penyusunnya. Biodiesel tersebut akan dimanfaatkan untuk tujuan khusus berdasarkan sifat masing-masing FAME. Metil ester palmitat (C 16 ) dapat dimanfaatkan menjadi bahan

37 baku pembuatan surfaktan MES, sedangkan biodiesel dengan kandungan metil oleat dominan merupakan biodiesel yang memiliki sifat sangat baik terhadap suhu dingin karena nilai titik kabutnya yang rendah. Untuk memenuhi syarat biodiesel sebagai bahan bakar, dilakukan karakterisasi bahan baku biodiesel untuk mengetahui karakteristik yang dimiliki biodiesel (Lampiran 2). Karakterisasi bahan baku meliputi densitas, viskositas kinematik, bilangan asam, gliserol total, bilangan iod. Hasil karakterisasi bahan baku disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil karakterisasi biodiesel Parameter Unit Hasil Nilai Batas menurut SNI Min. Max. Densitas Kg/m Viskositas Kinematik (40 o C) cst 7,69 2,3 6,0 Bilangan Asam mg KOH/g 1,51-0,8 Gliserol Total % 0,10-0,24 Bilangan Iod % (g-i 2 /100 gr) 76, Cloud Point o C 5 18 Berdasarkan pada Tabel 3 diketahui bahwa sifat dari biodiesel C 18:1 dominan hasil proses fraksinasi memiliki nilai densitas sebesar 870 kg/m 3. Nilai tersebut memenuhi nilai yang disyaratkan SNI untuk biodiesel. Nilai dari densitas FAME sangat ditentukan pula oleh kemurnian komponen metil ester tertentu dalam biodiesel (Gerpen 1996). Di sisi lain, densitas meningkat dengan panjangnya rantai dan banyaknya ikatan rangkap (Worgetter et al. 1998). Apabila biodiesel memiliki densitas yang melebihi ketentuan, pada pada saat penerapannya untuk mesin diesel akan mengakibatkan peningkatan keausan mesin yang berujung pada kerusakan mesin serta meningkatnya emisi (Prihandana, 2006). Berdasarkan hasil uji bahan baku, nilai viskositas kinematik dari biodiesel adalah sebesar 7.69 cst. Nilai viskositas kinematik yang tinggi disebabkan karena biodiesel mengalami pemanasan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang lama pada saat proses fraksinasi berlangsung. Hal ini dinyatakankan oleh Ketaren (1986) bahwa tingginya viskositas minyak dapat disebabkan oleh tingginya kandungan senyawa senyawa polimer di dalam minyak. Senyawa ini terbentuk dari proses pemanasan pada suhu tinggi yang menyebabkan terjadinya polimerisasi termal, maupun polimerisasi oksidasi yang akan menghasilkan senyawa dengan bobot molekul yang tinggi dan cenderung memiliki viskositas yang tinggi. Nilai bilangan asam menunjukkan banyaknya kandungan asam lemak bebas (FFA) dalam suatu biodiesel. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi menunjukkan terjadinya degradasi ester. Pemanasan pada suhu tinggi dapat menyebabkan molekul metil ester mengalami pemutusan ikatan menjadi asam lemak bebas. Berdasarkan pada Tabel 3. nilai bilangan asam dari biodiesel sisa fraksinasi adalah sebesar 1.51 mg KOH/g atau berada diluar standar biodiesel SNI. Bilangan asam yang tinggi pada biodiesel, menurut Tyson (2004), dapat menyebabkan terjadinya deposit pada sistem bahan bakar dan mengurangi umur pompa dan filter. Meningkatnya bilangan asam biodiesel dapat juga terjadi selama penyimpanan yang kurang baik. Kadar gliserol total dari biodiesel sisa fraksinasi yaiu sebesari 0,10%. Nilai tersebut masih memenuhi standar biodiesel SNI yaitu maksimal 0,24%. Kadar gliserol dalam biodiesel menunjukkan kesempurnaan reaksi transesterifikasi dalam proses produksi biodiesel (Knothe, 2004). Selain itu

38 pencucian yang kurang baik dalam proses produksi biodiesel dapat menyebabkan tingginya kandungan gliserol pada biodiesel. Bilangan iod merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ketidakjenuhan dari suatu biodiesel. Nilai bilangan iod berdasarkan standar SNI yaitu maksimal 115 g I 2 / gram sampel. Berdasarkan hasil pengujian nilai bilangan iod sebesar 76,22 g I 2 / gram yang berarti berada pada standar biodiesel menurut SNI. Biodiesel dengan bilangan iod yang lebih besar dari 115 g I 2 / gram, menurut Prihandana dan Hendroko (2006), apabila digunakan sebagai bahan bakar akan membentuk deposit atau kerak pada lubang saluran injeksi, piston, dan bagian mesin lainnya. Hal tersebut dapat terjadi karena ketidakstabilan ikatan rangkap karena panas. tingginya komponen dengan ikatan rangkap 2 dapat menyebabkan auto oksidasi metil ester dengan udara membentuk senyawa berikatan silang dan bersifat tidak larut. Senyawa yang terbentuk beresiko menghambat operasi pompa suplai bahan bakar dan menyumbat filter. Kondisi ini menganggu mesin yang sedang beroperasi dan tidak efisien (Gerpen 2004). Nilai cloud point berdasarkan hasil pengujian adalah 5 o C. Angka ini memenuhi standar SNI biodiesel untuk cloud point yaitu maksimal 18 o C. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Knothe (2008), bahwa biodiesel dengan kandungan metil oleat dominan memiliki karakteristik cloud point yang rendah dan dapat diterapkan untuk negara yang memiliki musim dingin. Dalam cuaca yang sangat dingin, bahan bakar diesel mengental dan meningkatkan viskositas dan membentuk kristal lilin. Hal ini dapat mempengaruhi sistem bahan bakar dari tanki sampai nozzle, menyebabkan penyalaan mesin dalam cuaca dingin menjadi sulit. Cara umum yang digunakan adalah dengan memanaskan penyaring bahan bakar dan jalur bahan bakar secara elektronik. Biodiesel sisa fraksinasi tersusun oleh sebagian besar metil oleat (C 18:1 ) dan sebagian lainnya adalah metil stearat (C 18:0 ) dan metil linoleat (C 18:2 ) serta sebagian kecil metil palmitat (C 16:0 ). Metil oleat (C 18:1 ) memiliki titik cair sebesar -20 o C (Gunstone, 2004). Gerpen (2004) menambahkan bahwa bahan baku biodiesel dengan kandungan asam lemak C 18:1, C 18:2, C 18:3, akan menurunkan cloud point. Perbandingan nilai cloud point dari biodiesel olein sawit dan biodiesel hasil proses fraksinasi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai cloud point dari berbagai biodiesel Biodiesel Cloud Point ( o C) Bodiesel Olein Sawit 16 Biodiesel C 16 dominan 18 Biodiesel C 18:1 dominan PEMURNIAN BIODIESEL Pemurnian biodiesel pada umumnya merupakan tahapan proses yang dilakukan saat proses produksi biodiesel. Biodiesel yang telah mengalami proses transesterifikasi tidak dapat langsung digunakan tetapi harus dimurnikan terlebih dahulu dari kontaminan seperti gliserol, air, sisa katalis, dan bahan pengotor lainnya. Pemurnian biodiesel dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kemurnian biodiesel sehingga memenuhi standar untuk diterapkan sebagai bahan bakar. Pada penelitian ini dilakukan proses pemurnian biodiesel dengan prinsip untuk memperbaiki karakteristik dan kualitas biodiesel. Biodiesel hasil fraksinasi mengalami proses pemanasan pada suhu tinggi dan waktu yang lama sehingga biodiesel mengalami perubahan karakteristik biodiesel. Perubahan yang terjadi ditandai dengan perubahan warna biodiesel menjadi kecoklatan, serta

39 perubahan sifat fisiko kimia biodiesel yaitu meningkatnya bilangan asam, dan peningkatan viskositas kinematik. Bilangan asam merujuk pada kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam bioidiesel. Selama pemanasan pada proses fraksinasi, terjadi polimerisasi termal dan pemutusan rantai asam lemak sehingga viskositas biodiesel meningkat dan terbentuknya asam lemak bebas. Polimerisasi termal yang terjadi merupakan polimerisasi adisi pada senyawa yang mempunyai ikatan rangkap (Cowd, 1991) Mekanisme Proses Adsorpsi Biodiesel Proses adsorpsi adalaah proses pengikatan molekul dari suatu fluida baik dalam bentuk cair maupun gas ke permukaan benda padat. Bahan padat yang mempunyai kemampuan mengikat molekul tertentu disebut adsorben, sedangkan zat yang diserap disebut adsorbat. Proses adsorpsi umumnya dilakukan dengan cara mengontakkan larutan/gas dengan padatan, sehingga sebagaimana komponen larutan atau gas diserap pada permukaan padatan. Ketaren (1986) menyatakan bahwa daya adsorpsi disebabkan karena adsorben memiliki pori dalam jumlah besar dan adsorpsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara adsorben dengan zat yang diserap. Mekanisme dalam peristiwa adsorpsi dimulai ketika molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (difusi eksternal), sebagian ada yang di permukaan luar, sebagian besar berdifusi lanjut di dalam pori-pori adsorben (difusi internal). Bila kapasitas adorpsi masih sangat besar, sebagian besar akan teradsorpsi dan terikat pada permukaan. Akan tetapi, bila permukaan sudah jenuh atau mendekati jenuh dengan adsorbat, dapat terjadi dua hal yaitu terbentuk lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di atas adsorbat yang telah terikat permukaan, gejala ini disebut adsorpsi multilayer. (b) tidak dapat terbentuk lapisan kedua dan seterusnya sehingga adsorbat yang belum teradsorpsi berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida. Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi antara lain adalah (1) sifat fisik dan kimia adsorben seperti luas permukaan, ukuran pori-pori, komposisi kimia, (2) sifat fisik dan kimia adsorbat seperti ukuran molekul, polaritas molekul, komposisi kimia (3) konsentrasi adsorbat dalam fase cair (larutan), (4) sifat fase cair meliputi ph dan suhu, (5) lamanya proses adsorpsi berlangsung Pengaruh Pemurnian Biodiesel terhadap Viskositas Kinematik Viskositas kinematik merupakan parameter yang penting pada biodiesel karena viskositas kinematik mempengaruhi pengoperasian alat injeksi bahan bakar, terutama pada suhu rendah ketika peningkatan viskositas mempengaruhi fluiditas bahan bakar. Viskositas yang tinggi akan menyebabkan berkurangnya daya atomisasi dari semprotan bahan bakar sehingga injeksi bahan bakar menjadi kurang akurat. Semakin rendah viskositas dari biodiesel, semakin mudah mesin untuk memompa dan menyemprotkan suatu cairan untuk mencapai tetesan halus (Islam et.at., 2004 di dalam Demirbas, 2008). Hasil pengujian viskositas kinematik menunjukkan terjadi penurunan nilai viskositas pada masing-masing perlakuan penggunaan bentonit. Viskositas kinematik biodiesel hasil pemurnian dengan bentonit 1%, 3%, dan 5% masing-masing adalah 6,0 cst, 6,69 cst, 6,79 cst. Secara keseluruhan nilai viskositas kinematik biodiesel hasil pemurnian menggunakan bentonit lebih kecil dibandingkan dengan viskositas awal biodiesel sebelum pemurnian. Perbandingan viskositas biodiesel ditunjukkan pada Gambar 10.

40 V iskositas Kinematik (cst) ,69 6,69 6,79 6,00 6,00 0% 1% 3% 5% Standar Konsentrasi Bentonit SNI Gambar 10. Viskositas kinematik pada berbagai konsentrasi bentonit Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan pada perbedaan pengaruh konsentrasi bentonit terhadap viskositas kinematik menunjukkan bahwa konsentrasi bentonit memberikan pengaruh yang nyata terhadap viskositas kinematik biodiesel (Lampiran 3). Pada pengaruh konsentrasi bentonit diperoleh nilai p-value (0,001) < α (0,05). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa masing-masing konsentrasi bentonit sangat berbeda nyata terhadap nilai viskositas kinematik biodiesel. Rataan terendah nilai viskositas kinematik diperoleh pada konsentrasi bentonit 1% dengan nilai 6,0070 cst. Tingginya viskositas biodiesel sisa fraksinasi disebabkan oleh adanya pembentukan senyawa polimer pada biodiesel akibat proses fraksinasi pada suhu yang tinggi. Polimer merupakan senyawa yang terbentuk di dalam suatu minyak akibat pemanasan yang terus menerus pada suhu tinggi dengan atau tanpa adanya oksigen. Proses adsorpsi polimer oleh bentonit dapat menurunkan viskositas kinematik biodiesel. Senyawa polimer terserap dan terikat ke bentonit. Daya adsorpsi ini menurut Ketaren (1986) disebabkan karena adsorben memiliki pori dalam jumah besar dan adsorpsi terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara adsorben dan zat yang diserap Pengaruh Pemurnian terhadap Bilangan Asam Proses fraksinasi dengan menggunakan suhu yang tinggi mampu mempengaruhi struktur ikatan kimia pada metil ester serta pembentukan asam lemak. Hal ini berakibat terjadinya perubahan nilai bilangan asam biodiesel. Nilai bilangan asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas dalam biodiesel. Pada pengukurannya, bilangan asam ditunjukkan dengan banyaknya KOH yang dibutuhkan unuk menetralkan 1 gram fatty acid methyl ester (biodiesel). Bilangan asam biodiesel hasil pemurnian dengan bentonit pada berbagai konsentrasi memiliki nilai yang sedikit berkurang bila dibandingkan dengan biodiesel awal sebelum dilakukan pemurnian dengan bentonit (bilangan asam biodiesel awal 1,51 mg KOH/g). Hasil pengujian bilangan asam biodiesel ditunjukkan pada Gambar 11.

41 Bilangan ASam (mg KOH/g) ,51 1,52 1,22 1,25 0% 1% 3% 5% Konsentrasi Bentonit Gambar 11. Nilai bilangan asam berdasarkan perlakuan konsentrasi bentonit Hasil sidik ragam pada perbedaan pengaruh konsentrasi penambahan bentonit terhadap bilangan asam menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai bilangan asam (Lampiran 4). Hal ini menunjukkan bahwa bentonit teraktivasi tidak dapat mengadsorpsi asam lemak bebas yang masih terdapat pada biodiesel. Kadar asam lemak bebas yang tinggi pada biodiesel sisa fraksinasi perlu dikurangi demi menjaga kualitas biodiesel serta mencegah terjadinya kerusakan mesin saat aplikasinya sebagai bahan bakar. Tingginya kadar asam lemak bebas dalam biodiesel bersifat korosif terhadap mesin yang digunakan. Asam lemak bebas dalam biodiesel bersifat tidak stabil sehingga perlu dibatasi jumlahnya dalam biodiesel. Oleh karena ketidakstabilan sifat biodiesel terebut, saat ini aplikasi biodiesel masih dicampurkan dengan solar. Selain itu juga, belum terdapatnya modifikasi mesin untuk bahan bakar biodiesel ini menyebabkan biodiesel belum diterapkan secara murni pada mesin. Knothe (2008) menyebutkan bahwa bahan bakar campuran yang umum ditemui adalah campuran 80% solar dengan 20% biodiesel atau dikenal dengan nama Biodiesel B Analisis angka setana dan titik nyala Angka setana (cetane number) dan titik nyala (flash point) merupakan parameter mutu biodiesel yang penting. Angka setana merupakan ukuran dari kualitas pembakaran dari biodiesel. Nilai ini menunjukkan seberapa cepat biodiesel yang diinjeksikan ke ruang pembakaran dapat terbakar secara spontan setelah bercampur dengan udara. Sedangkan titik nyala berkaitan dengan keamanan bahan bakar biodiesel selama penyimpanan, transportasi, dan penggunaan. Nilai ini merupakan temperatur terendah dimana biodiesel dapat terbakar pada saat tes pengapian. Pengujian angka setana dan titik nyala menggunakan biodiesel hasil pemurnian dengan bentonit yang memberikan hasil perlakuan terbaik yaitu bentonit 1%. Angka setana dan titik nyala dapat dilihat pada Tabel 6.

42 Tabel 6. Hasil analisis angka setana dan titik nyala biodiesel Parameter Unit Hasil Nilai Batas Min. Max. Angka Setana - 51, Titik Nyala o C Berdasarkan pada Tabel 6. diketahui bahwa biodiesel dengan kandungan metil oleat dominan yang telah mengalami pemurnian dengan bentonit 1% memiliki angka setana sebesar 51,2. Nilai ini memenuhi standar SNI biodiesel untuk parameter angka setana yaitu minimal 51. Tinggi atau rendahnya angka setana ini dipengaruhi oleh tingkat kejenuhan dari asam lemak penyusun biodiesel. Tyson (2004) menyebutkan bahwa biodiesel dengan kandungan asam lemak jenuh (asam laurat, miristat, palmitat, stearate, arakhidat) yang tinggi memiliki angka setana yang tinggi sedangkan biodiesel dengan kandungan asam lemak ikatan rangkap satu (palmitoleat, oleat) yang tinggi mempunyai angka setana yang sedang. Semakin tidak jenuh suatu minyak, maka semakin rendah bilangan setana. Semakin rendah bilangan setana maka semakin rendah kualitas pembakarannya. Bahan bakar dengan angka setana yang tinggi akan memudahkan mesin saat dinyalakan pada suhu yang rendah, mengurangi asap, dan mengurangi getaran atau ketukan pada mesin diesel yang menyebabkan kebisingan (The Department of Environment and Heritage 2004). Mekanisme kerja pada mesin diesel dengan dikenal dengan sistem kerja yang disebut compression-ignition engine. Pada sistem diesel, udara masuk dalam ruang silinder saat kondisi intake. Selanjutnya udara dikompresi yang mengakibatkan besarnya tekanan dan tingginya suhu dalam silinder pembakaran. Pada saat bersamaan diinjeksikan bahan bakar yang langsung terurai dalam bentuk kabut. Pada kondisi ini, campuran udara dan bahan bakar menyebabkan pembakaran dalam ruang bakar karena suhu dan tekan yang tinggi. Proses ini disebut self-ignition atau autoignition (Gerpen et al. 1996). Nilai titik nyala berdasarkan hasil analisis menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari standar SNI. Nilai titik nyala berkaitan dengan residu metanol yang tertinggal dalam biodiesel. Residu metanol dalam jumlah kecil mengurangi flash point sehingga berpengaruh terhadap pompa bahan bakar, seals, dan elastomers dan dapat menghasilkan sifat-sifat yang kurang baik dalam pembakaran (Tyson 2004). Titik nyala yang terlalu rendah dapat menyebabkan timbulnya detonasi yaitu ledakanledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ke ruang bakar, hal ini dapat meningkatkan resiko bahaya pada saat penyimpanan. Sedangkan titik nyala yang terlalu tinggi dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan Penyebab Penyimpangan Parameter Biodiesel Sifat dan karakteristik biodiesel yang berbeda-beda dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya jenis dan karakteristik bahan baku yang digunakan, serta tahapan proses konversi minyak nabati menjadi biodiesel. Sumber minyak nabati yang digunakan memiliki beragam komponen asam lemak yang menyusun minyak tersebut. Kejenuhan dan ketidak jenuhan asam lemak serta adanya ikatan rangkap juga berpengaruh terhadap karakteristik biodiesel yang dihasilkan. Beberapa penyimpangan parameter mutu biodiesel dan alternatif pencegahan terhadap penyimpangan tersebut disajikan pada Tabel 7.

43 Tabel 7. Penyebab penyimpangan nilai parameter biodiesel serta alternatif pencegahannya. Parameter Densitas Viskositas kinematik Angka setana Titik nyala Cloud point Bilangan asam Unit Nilai standar Menurut SNI Kg/m mm 2 / s (cst) - o C o C mg KOH/ g 2,3-6,0 Minimal 51 Minimal 100 Minimal 18 Maksimal 0,8 Penyebab penyimpangan nilai mutu Tingginya kandungan asam lemak jenuh dalam biodiesel Tingginya ikatan rangkap pada asam lemak Reaksi oksidasi selama penyimpanan meningkatkan kejenuhan biodiesel Semakin jenuh suatu biodiesel, maka viskositas semakin tinggi. Tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh yang memiliki ikatan rangkap, sehingga angka setana berkurang Kandungan sisa metanol sebagai katalis saat proses transesterifikasi biodiesel dapat menurunkan nilai titik nyala biodiesel Kandungan asam lemak jenuh yang tinggi menyebabkan tingginya nilai cloud point. penggunaan suhu yang tinggi pada proses fraksinasi dapat memutus rantai asam lemak membentuk asam lemak bebas. Terjadi kontak antara minyak nabati dengan sejumlah oksigen sehingga mengurai asam lemak menjadi asam lemak bebas. Terdapat kandungan air dalam sumber minyak menyebabkan proses hidrolisis yang dapat membentuk asam lemak bebas. Alternatif cara mencegah terjadinya penyimpangan nilai parameter Pencampuran antara biodiesel dengan sumber minyak nabati yang berbeda untuk mendapatkan densitas sesuai standar. Pencampuran antara biodiesel dengan sumber minyak nabati yang berbeda untuk mendapatkan viskositas tertentu Pencampuran antara biodiesel dengan sumber minyak nabati yang berbeda sehingga kandungan asam lemak tidak jenuh dari biodiesel campuran dapat meningkatkan angka setana Eliminasi sisa metanol pada biodiesel pada saat proses pencucian biodiesel. Melakukan metode fraksinasi untuk mendapatkan kandungan asam lemak tak jenuh dominan dalam biodiesel Menurunkan suhu penyimpanan sumber minyak nabati Menggunakan kemasan yang tepat pada saat penyimpanan sehingga mencegah proses oksidasi minyak. Memeriksa kadar air pada sumber minyak yang digunakan sehingga dapat diketahui apakah perlu proses pencucian secara kering (dry washing) untuk menghilangkan kadar air dalam minyak.

44 Gliserol total Bilangan Iod % massa mg I 2 /g Maksimal 0,24 Maksimal 115 Konversi minyak nabati yang kurang sempurna selama proses transesterifikasi Penggunaan sumber minyak nabati dengan tingkat ketidakjenuhan yang tinggi akan menyebabkan nilai bilagan iod yang melebihi nilai batas. Pengawasan pada saat proses transesterifikasi biodiesel sehingga konversi minyak nabati berjalan efektif. Pemilihan bahan baku minyak nabati yang tepat dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang tidak terlalu tinggi.

45 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Karakterisasi sifat fisiko kimia dari biodiesel dengan kadungan metil oleat (C 18:1 ) dominan yang meliputi densitas, bilangan iod, total gliserol, dan cloud point menunjukkan nilai yang memenuhi syarat mutu biodiesel. Nilai cloud point biodiesel metil oleat dominan yaitu 5 o C. Nilai ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai cloud point biodiesel olein yaitu sebesar 16 o C. Karakteristik biodiesel yang memiliki cloud point rendah menjadi nilai tambah untuk penerapannya sebagai bahan bakar di negara yang memiliki musim dingin. Penggunaan bentonit untuk memperbaiki karakteristik viskositas kinematik mampu menurunkan nilai viskositas kinematik biodiesel menjadi 6,03 cst. Konsentrasi penggunaan bentonit terbaik yaitu pada taraf 1% pada kondisi pencampuran dan pengadukan yang sama bagi setiap taraf perlakuan. Hasil analisis bilangan asam dari proses pemurnian biodiesel dengan konsentrasi bentonit 1% menunjukkan penurunan bilangan asam namun masih belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI. Biodiesel yang dihasilkan pada kondisi optimum pada proses pemurnian dengan bentonit dilanjutkan dengan pengujian angka setana dan nilai titik nyala. Analisis ini untuk mengetahui kualitas dan kinerja biodiesel pada proses pembakaran di mesin diesel. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa angka setana sebesar 51,2 dan nilai titik nyala sebesar 158 o C. 5.2 SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh umur simpan biodiesel dengan karakteristik mutunya sebagai bahan bakar serta teknologi penyimpanan biodiesel yang baik agar dapat mencegah degradasi biodiesel akibat proses oksidasi. Penggunaan suhu yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada biodiesel saat proses fraksinasi berlangsung, sehingga perlu dilakukan percobaan dengan menggunakan alat fraksinasi yang mampu memberikan tekanan udara yang kebih rendah sehingga suhu proses yang digunakan akan menurun.

46 DAFTAR PUSTAKA Anwar C, Abdul H, Herzal, Joko K Biodiesel sebagai Bahan Bakar Alternatif Menghadapi Perubahan Iklim. Canakci M, Monyem A, Gerpen J Van Accelerated oxidation processes in biodiesel. Transactions of the ASAE 42 (6): Di dalam: Mittelbach M, Remschmidt C Biodiesel : The Comprehensive Handbook. Ed ke-3. Austria: Boersedruck Ges. Cowd M A Kimia Polimer. Penerbit ITB, Bandung. Cvengros J Acidity and corrosiveness of methyl esters of vegetable oil. Fett/Lipid 100 (2): Darnoko, T. Herawan dan P. Guritno Teknologi Produksi Biodiesel dan prospek Pengembangannya di Indonesia. Warta PPKS, 9: Djatmiko, B dan A.P. Widjaja Teknologi Minyak dan Lemak I. Jurusam Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB, Bogor. Djatmiko, B., S. Ketaren dan S. Setyahartini Pengolahan Arang dan Kegunaannya. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB, Bogor. Demirbas, A Biodiesel : A Realistic Fuel Alternative for Diesel Engines. Springer. London Foletto, E.L., C. Volzone dan L.M. Porto Clarification of Cottonseed Oil : How structural properties of Treated Bentonites by Acid Affect Bleaching Efficiency. Braz. J. Chemical engineering 36, (2006) : Gerpen, JV, Hammond EG, Johnson LA, Marley SJ, Yu L, Li I dan Monyem A Determining The Influence of Contaminants on Biodiesel Properties. Final report prepared for The Iowa Soybean promotion Board. Iowa state University. 28 p Gerpen JV, Shanks B, Pruszko R, Clements D dan Knothe G. 2004a. Biodiesel Production Technology. National Renewable Energy Laboratory. Colorado. 106 p. Goodrum JW Volatility and boiling points of biodiesel from vegetable oils and tallow. Biomass and bioenergy 22: Gunstone, F.D., Harwood, J.L., Padley, F.B The Lipid Handbook; 2 nd Ed. Chapman & Hall. London.

47 Hardward, M. E., T.T. Chao dan S.C. Fang Soil Properties and Constituents in Relation to Mechanisms of Sulphate Adsorption /4166/1/SR+no.124_ocr.pdf. Diakses 5 September Jaelani Fraksinasi Biodiesel Olein Menggunakan Fractional Distillation System untuk Menghasilkan Metil Ester Palmitat [Skripsi]. Bogor : Institut Petanian Bogor. Ketaren, S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press. Jakarta. Knothe G, Matheaus AC, Ryan TW Cetane numbers of branched and straight-chain fatty esters determined in an ignition quality tester. J Fuel 82: Knothe G, Gerpen JV, dan Krahl The Biodiesel Handbook. USA: AOCS Press. Knothe G Dependence of biodiesel fuel properties on the structure of fatty acid alkyl ester. Fuel Process Technol. 86: Knothe G Designer Biodiesel : Optimizing Fatty Ester Composition to Improve Fuel Properties. Energy & Fuels 2008, 22, reportsdatabase/reports/gen/ _gen386.pdf Knothe G Biodiesel: Current trends and properties. Top Catal. 53: Krawczyk, T Biodiesel - Alternative Fuel Makes Inroads but Hurdles Remain. INFORM, Vol. 7, No. 8, (August 1996), pp Lotero, E., Liu, Y., Lopez, D.E., Suwannakara, K. Bruce, D.A. & Goodwin J.G Synthesis of Biodiesel Via Acid Catalysis. Industrial & Engineering Chemistry Research, Vol. 44 (14), (January 2005) pp Mittelbach M, Remschmidt C Biodiesel : The Comprehensive Handbook. Ed ke-3. Austria: Boersedruck Ges. Munack, A. 2006, Books: Biodiesel A comprehensive handbook. Martin Mittelbach, Claudia Remschmidt (Ed.). Biotechnology Journal, 1: 102. doi: /biot Norris, F. A Refining and Bleaching. Di dalam Swern, D. (ed). Bailey s Industrial Oil and Fat Product. Vol. I. 4th ed. John Wiley and Son, New York O Brien, Richard D Fats and Oils : Formulating and Processing for Application-2 nd ed. [ebook] CRC Press.Library of Congress Cataloging-in-Publication Data [21May 2005]. Prakash, C.B., A Critical Review of Biodiesel as a Transportation Fuel in Canada. Transportation System Branch Air Pollution Prevention Directorate Environment Canada. 80 P.

48 Priatna Prospek Pemakaian Diatome, Bentonit dan Karbon Aktif sebagai Penjernih Minyak Sawit. Laporan Teknik Pertambangan. Departemen Pertambangan dan Energi. Dirjen Pertambangan Umum. PTTM. Prihandana R. Hendroko dan M Nuramin Menghasilkan Biodiesel Murah. Mengatasi Polusi, dan Kelangkaan BBM. Agromedia Pustaka. Jakarta. Schafer AA Vegetable Oil Fatty Acid Methyl ester as Alternative diesel Fuel for Commercial Vehicle Engines. In Martini N dan Schnell J (Eds) Plant Oils as Fuel. Present State of Science and Future Developments. Proceedings of the Symposium held in Potsdam, Germany, February 16-18, Berlin: Springer Verlag, Shriver, D.F, Atkins, P.W., Langford, C.H Inorganic Chemistry. USA: Oxford University Press Susilo, B Biodiesel. Trubus Agrisarana. Surabaya. The Department of Environment and Heritage Measuring cetane number : options for diesel and alternative diesel fuels. Australia: Australian Government. Theng, B.K.G Formation and Properties of Clay-Polymer Complexes.Elsevier Scientific Publishing Company. New York. Tyson, K.S Energy Efficiency and Renewable Energy. U.S. Departement of Energy.

49 LAMPIRAN

50 Lampiran 1. Prosedur analisis parameter mutu biodiesel 1. Viskositas Kinematik pada 40 o C (ASTM D-445) Viskosias bahan bakar diartikan sebagai ukuran ketahanan bahan bakar umtuk mengalir. Viskositas berpengaruh secara langsung pada penetrasi pola semprotan pada bilik pembakaran sehingga juga berpengaruh pada atomisasi pembakaran dan efisiensi pembakaran. Sampel disaring dengan menggunakan filter kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam viscometer dengan ketinggian sampel 7 mm dari permukaan dan disesuaikan hingga garis batas pengisian. Masukkan viscometer ke dalam waterbath pada kisaran o C yang dijaga konstan terhadap perubahan suhu. Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan lamanya sampel melewati dua batasan jarak dalam kapiler viscometer. Perhitungan : V = c x t Keterangan : V = Viskositas kinematik (mm 2 / detik) C = Calibration constant viscometer (mm 2 / detik) / detik t = rata-rata waktu yang dibutuhkan sampel untuk mengalir (detik) Prinsip penghitungan viskositas dengan metode Ostwald adalah nilai viskositas suatu bahan merupakan perbandingan antara flow time bahan dengan flow time air terhadap viskositas air. Alat yang digunakan adalah tabung Ostwald. Tabung Ostwald dibersihkan dengan cairan pembersih, kemudian dibilas dengan hati-hati dengan air suling dan dikeringkan dengan aseton di udara terbuka. Sampel dimasukkan ke dalam tabung Ostwald dan dicelupkan ke dalam thermostat air yang bertemperatur 40 o C agar tercapai ekuilibrium. Sampel dipompa ke dalam kapiler dibiarkan turun serta dihitung waktu yang dibutuhkan sampai tanda tera. Hal yang sama dilakukan pada sampel air. Viskositas Konematik (cst) = flow time minyak x viskositas air / Flow time air Keterangan : Flow time air Viskositas air : 8,655 detik : 0,7138 cst 2. Analisis Total Bilangan Asam (ASTM D974-08) Prosedur pengujian ini digunakan untuk menentukan bilangan biodiesel. Pengujian bilangan asam dilakukan melalui proses tritimetri. Bilangan asam adalah banyaknya milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam bebas di dalam satu gram

51 sampel biodiesel. Asam bebeas ini terutama terdiri dari asam lemak bebeas dan sisa asam mineral. Sampel yang akan diuji, ditimbang sebanyak ±0,05 gram di dalam Erlenmeyer 250 ml, kemudian ke dalam sampel ditambahkan 100 ml campuran pelarut yang telah dinetralkan. Larutan ditambahkan 3-5 tetes indikator PP, kemudian dititrasi dengan larutan standar KOH 0.1 N hingga berwarna merah muda (konstan selama 15 detik). Jumlah KOH yang digunakan untuk titrasi dicatat untuk menghitung bilangan asam dan kadar FFA Kadar FFA (%) = M x A x N 10 g Keterangan : A = Jumlah molekul KOH untuk titrasi B = Bobot molekul KOH (56.1) N = Normalitas larutan KOH g = Bobot sampel (gram) 3. Analisis Kadar Total Gliserol (AOCS Ca 14-56) Prosedur pengujian ini digunakan untuk menentukan kadar gliserol total dengan menggunakan metode iodometri-asam periodat. Sampel biodiesel ditimbang sebanyak 9,9-10,1 ± 0,01 gram dalam sebuah erlenmeyer kemudian ditambahkan 100 ml larutan KOH alkoholik. Erlenmeyer disambungkan dengan kondensor berpendingin udara dan dididihkan perlahan selama 30 menit untuk mensaponifikasikan ester-ester. Sebanyak 91 ± 0,2 ml kloroform ditambahkan ke dalam labu takar 1 liter dari sebuah buret. Labu saponifikasi disingkirkan dari pelat panas dan isinya dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar yang berisi kloroform dengan menggunakan 500 ml aquades sebagai pembilas. Labu takar ditutup rapat dan dikocok kuat selam detik, kemudian ditambahkan aquades sampai batas takar dan dikocok. Setelah itu, larutan dibiarkan tenang sampai lapisan chloroform lapisan aquatik terpisah sempurna. Larutan asam periodat dipipet masing-masing ke dalam 2 atau 3 gelas piala ml. Dua blanko disiapkan dengan mengisi masing-masing 50 ml aquades. Sebanyak 100 ml lapisan akuatik dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi asam periodat kemudian dikocok perlahan agar tercampur sempurna. Gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan selama 30 menit. Bila lapisan akuatik mengandung bahan tersuspensi, maka sebelum penggunaan disaring terlebih dahulu. Setelah 30 menit, ditambahkan 3 ml larutan KI 15%, dikocok perlahan dan dibiarkan selama 1 menit (tidak boleh lebih dari 5 menit) sebelum titrasi. Gelas piala yang akan

52 dititrasi tidak boleh diletakkan di bawah cahaya terang atau terkena sinar matahari langsung. Isi gelas piala dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna coklat iodium hampir hilang. Setelah itu ditambahkan 2 ml larutan indikator pati dan dititrasi lagi sampai warna biru kompleks iodium-pati benar-benar hilang. Blanko dilakukan tanpa penambahan lapisan akuatik, melainkan langsung ditambahkan larutan KI dan seterusnya. Perhitungan gliserol total ditunjukkan pada persamaan berikut. Keterangan : Gttl = Gliserol total Gbbs = Gliserol bebas Gikt = Gliserol terikat C = volume larutan natrium tiosulfat untuk contoh B = volume natrium tiosulfat untuk blanko N = normalitas ekstrak larutan natrium tiosulfat a (berdasarkan prosedur) = 9,9-10,1 ± 0,01 g b (berdasarkan prosedur) = 100 ml (untuk gliserol total) dan 300 ml (untuk gliserol bebas) 4. Analisis Cloud Point (ASTM D-2500) Titik awan merupakan suhu terendah mulai terlihatnya pada sampel biodiesel. Biodiesel sebanyak gram disaring dan kemudian dipanaskan hingga suhu 130ºC. Selanjutnya biodiesel didinginkan hingga suhunya 10ºC diatas titik awan biodiesel (perkiraan). Biodiesel dimasukkan ke dalam silinder uji ( mm) yang sudah dilengkapi dengan termometer dan penutup (gabus) hingga tanda tera ( mm). Sesuaikan termometer sehingga ujung kapilernya terendam kurang lebih sedalam 3 mm dari dasar silinder uji. Kemudian silinder uji dimasukkan ke dalam bak pendingin yang suhunya diperkirakan dibawah titik awan biodiesel dan yang perlu diperhatikan suhu bak pendingin harus seragam dan konstan. Sebelumnya bak pendingin diusahakan sudah dijaga suhunya tetap selama 30 menit. Setiap penurunan suhu sebesar 3ºC diamati proses terbentuknya awan pada biodiesel. Jika pada suhu tertera sudah terjadi pengabutan maka suhu yang dijadikan titik kabut yaitu 3ºC lebih tinggi dari suhu yang terlihat. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan terjadinya pengabutan pada rentang suhu tersebut. Gambar peralatan pengukuran cloud point dapat dilihat pada Gambar 12.

53 Gambar 12. Perangkat alat pengukuran titik awan 5. Analisis Bilangan Iod Bilangan iod merupakan ukuran empiric banyaknya ikatan rangkap (dua) di dalam asam-asam lemak penyusun biodiesel. Bilangan iodium dinyatakan dalam sentigram iodium yang diabsorbsi per gram sampel biodiesel (%-b iodium terabsorbsi). Satu mol iodium terabsorbsi setara dengan satu mol ikatan rangkap (dua). Sampel biodiesel ditimbang sebanyak 0,13-0,15 ±0,001 gram di dalam labu iodium. Kemudian ke dalam labu tersebut ditambahkan 15 ml larutan karbon tetraklorida (atau 20 ml campuran 50%- v sikloheksan dan 50%-v asam asetat) lalu kocok dengan cara memutar labu untuk menjamin semua sampel larut secara sempurna dalam pelarut. Kemudian sebanyak 25 ml reagen wijs ditambahkan dengan pipet dan labu ditutup. Labu dikocok dengan cara memutar labu agar isinya tercampur sempurna, lalu segera simpan di tempat gelap bertemperatur 25±5 o C selama 1 jam. Setelah periode penyimpanan selesai, ambil kembali labu dan kemudian ditambahkan ke dalamnya 20 ml larutan KI dan 150 ml akuades. Sambil terus diaduk, labu dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang sudah distandarkan (diketahui normalitas eksaknya) sampai warna cokelat iodium hamper hilang. Kemudian ditambahkan 2 ml larutan indikator pati dan teruskan titrasi sampai warna biru kompleks iodium pati benar-benar hilang. Volume titrasi yang dihabiskan dicatat. Analisis blangko dilakukan bersamaan dengan analisis sampel biodiesl. Angka iodium dapat dihitung dengan rumus berikut. Bilangan Iod (%-b) = (B-C) x N W

54 Keterangan : B = Volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blangko (ml) C = Volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi sampel (ml) N = Normalitas eksak larutan natrium tiosulfat W = berat sampel biodiesel (gram) 6. Analisis Densitas Densitas merupakan perbandingan berat dari suatu volume sampel pada suhu 25 o C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Peralatan yang digunakan adalah piknometer 5 ml. Piknometer dibersihkan dengan cara dibilas dengan aseton kemudian dengan dietil eter. Piknometer kosong diangkat, dikeringkan, dan ditimbang (W0). Piknometer yang bersih dan kering diisi dengan air destilasi yang telah didihkan dan didinginkan pada suhu 20 o C dan piknometer disimpan dalam water bath (penangas air) pada suhu konstan 25 o C selama 30 menit. Piknometer berisi air diangkat, dikeringkan, dan ditimbang (W1). Catat volume air dalam piknometer (V1 ). Piknometer dibersihkan dan dikeringkan. Sampel dimasukkan ke dalam piknometer hingga meluap dan pastikan tidak terbentuk gelembung udara lalu ditutup. Keringkan pagian luar piknometer, kemudian piknometer berisi sampel dimasukkan dalam penangas pada suhu konstan 25 o C selama 30 menit. Piknometer kemudian diangkat, dikeringkan, dan ditimbang (W2). Densitas = W2 - W0 V1 Keterangan : V1 = Volume air dalam piknometer W0 = Bobot piknometer kosomg W1 = Bobot piknometer beserta air W2 = Bobot piknometer beserta sampel 7. Analisis Titik Nyala (mangkok tertutup) (ASTM D93) Titik nyala adalah suhu terendah dengan tekanan barometrik kpa (760 mmhg) dimana dengan menggunakan suatu sumber penyalaan akan menyebabkan uap contoh menyala pada kondisi uji. Sampel dimasukkan ke dalam mangkok uji hingga garis batas pengisian. Suhu mangkok uji dan sampel diatur sekitar 18 o C di bawah kisaraan suhu flash point sampel. Mangkok uji kemudian ditutup. Cahaya nyala kemudian dihidupkan dan diatur intensitasnya. Kenaikan suhu diatur sebesar 5-6 o C/ menit dan sampel diaduk dengan menggunakan alat pengaduk pada kecepatan rpm. Sampel dengan nilai flash point perkiraan < 110 o C, gas pembakar ditambahkan ketika suhu 23 ± 5 o C di bawah flash point yang diperkirakan dan kenaikan temperatur dibaca pada kelipatan 1 o C. Pengadukan dihentikan dan gas pembakar ditambahkan dengan mengoperasikan penutup mangkok uji. Berbeda jika sampel yang perkiraan flash point 110 o C, gas pembakar ditambahkan ketika suhu 23 ± 5 o C di bawah flash point yang diperkirakan dan kenaikan temperatur dibaca pada

55 kelipatan 2 o C. Suhu yang terbaca pada saat penambahan gas pembakar yang menimbulkan penyalaan yang jelas dicatat sebagai hasil pembacan titik nyala. 8. Analisis Angka Setana (ASTM D613) Angka setana menunjukkan seberapa cepat biodiesel dapat terbakar secara spontan setelah bercampur dengan udara saat diinjeksikan ke dalam ruang bakar. Tangki bahan bakar yang kosong diisi oleh sampel biodiesel. Kecepatan aliran bahan bakar, pemilihan waktu injeksi biodiesel, dan penundaan pengapian diatur untuk mencapai kestabilan dalam injeksi. Pembacaan handwheel diamati dan dicatat sebagai indikator yang mewakili karakteristik pembakaran dari sampel biodiesel. Tahapan yang sama dilakukan juga untuk 2 sampel blanko yang merupakan campuran dari dua sampel bahan bakar yang memiliki angka setana yang mendekati angka setana biodiesel yang diuji lalu dilakukan pembacaan handwheel dan dicatat hasilnya. Dilakukan penghitungan angka setana dengan menghitung rata-rata pembacaan handwheel pada biodiesel sampel dan masing masing bahan bakar blanko. Perangkat mesin percobaan angka setana dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Perangkat mesin uji angka setana.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI ) LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 9 PENDAHULUAN Departemen Energi Amerika Serikat dalam International Energy utlook 2005 memperkirakan konsumsi energi dunia akan meningkat sebanyak 57% dari tahun 2002 hingga 2025. Di lain pihak, persediaan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui transesterifikasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PROSES TRANSESTERIFIKASI OLEIN MENJADI BIODIESEL Pemilihan proses yang tepat dalam produksi metil ester berbahan baku olein sawit adalah proses transesterifikasi. Proses ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan cocodiesel, minyak kelapa terlebih dahulu dianalisa. Adapun hasil analisa beberapa karakteristik minyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku, Pengepressan Biji Karet dan Biji Jarak Pagar, dan Pemurnian Minyak Biji karet dan biji jarak pagar yang digunakan sebagai bahan baku dikeringanginkan selama 7

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil & Pembahasan 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Biodiesel dari Mikroalga Chlorella sp Pada penelitian ini, digunakan mikroalga Chlorella Sp sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN : PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Dipresentasikan oleh : 1. Jaharani (2310100061) 2. Nasichah (2310100120) Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. JARAK PAGAR Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas L. (Linnaeus). Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah yang kemudian menyebar ke daerah tropis. Tanaman ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.9 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar mesin

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang (Soerawidjaja,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Biodiesel ICS 75.160 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 2 4 Syarat mutu...

Lebih terperinci

Biodiesel Dari Minyak Nabati

Biodiesel Dari Minyak Nabati Biodiesel Dari Minyak Nabati Minyak dan Lemak Minyak dan lemak merupakan campuran dari ester-ester asam lemak dengan gliserol yang membentuk gliserol, dan ester-ester tersebut dinamakan trigliserida. Perbedaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS II. 1 Tinjauan Pustaka II.1.1 Biodiesel dan green diesel Biodiesel dan green diesel merupakan bahan bakar untuk mesin diesel yang diperoleh dari minyak nabati

Lebih terperinci

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari,Nani Wahyuni Dosen Tetap Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Namun, peningkatan kebutuhan akan bahan bakar tersebut kurang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAH PEMUCAT (BLEACHING EARTH) Tanah pemucat (bleaching earth) merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari SiO 2, Al 2 O 3, air terikat serta ion Ca 2+, magnesium

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

BABffl METODOLOGIPENELITIAN BABffl METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Baban dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO {Crude Palm Oil), Iso Propil Alkohol (IPA), indikator phenolpthalein,

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.1 ; Juni 2015 PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG Yuli Ristianingsih, Nurul Hidayah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Bahan Baku Minyak Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini diantaranya yaitu minyak Jarak dan minyak Kelapa. Kedua minyak tersebut memiliki beberapa karakteristik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai 1 Agustus 2009 sampai dengan 18 Januari 2010 di Laboratorium SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) LPPM IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT KALOR BIODIESEL DARI HASIL ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS PdCl 2 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS KOH MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum) Oleh : Muhibbuddin Abbas 1407100046 Pembimbing I: Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Kualitas minyak mentah dunia semakin mengalami penurunan. Penurunan kualitas minyak mentah ditandai dengan peningkatan densitas, kadar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah

Lebih terperinci

BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI

BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI 7.1 Implemetasi Sistem SINKUAL-BIODIESEL dirancang untuk membantu proses pengambilan keputusan pada bagian pengedalian kualitas (quality control) yang diaplikasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011 79 Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Wara Dyah Pita Rengga & Wenny Istiani Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Pohon kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat. Kelapa sawit memiliki Penggunaan sebagai makanan dan obatobatan. Minyak sawit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bahan bakar minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan di berbagai negara. Tingkat kebutuhan manusia akan bahan bakar seiring meningkatnya

Lebih terperinci

Nama Kelompok : MUCHAMAD RONGGO ADITYA NRP M FIKRI FAKHRUDDIN NRP Dosen Pembimbing : Ir. IMAM SYAFRIL, MT NIP.

Nama Kelompok : MUCHAMAD RONGGO ADITYA NRP M FIKRI FAKHRUDDIN NRP Dosen Pembimbing : Ir. IMAM SYAFRIL, MT NIP. Nama Kelompok : MUCHAMAD RONGGO ADITYA NRP. 2308 030 028 M FIKRI FAKHRUDDIN NRP. 2308 030 032 Dosen Pembimbing : Ir. IMAM SYAFRIL, MT NIP. 19570819 198701 1 001 Latar Belakang Bahan Bakar Solar Penggunaan

Lebih terperinci

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Institut Pertanian Bogor (IPB) Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak (Jatropha curcas) Melalui Transesterifikasi In Situ Dr.Ir. Ika Amalia Kartika, MT Dr.Ir. Sri Yuliani, MT Dr.Ir. Danu Ariono

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan / industri yang berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis yang dikenal sebagai penghasil minyak sayur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara kimiawi, lemak dan minyak adalah campuran ester dari asam lemak dan gliserol. Lemak dan minyak dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik dari tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Minyak Nabati Minyak dan lemak adalah triester dari gliserol, yang dinamakan trigliserida. Minyak dan lemak sering dijumpai pada minyak nabati dan lemak hewan. Minyak umumnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu dari beberapa tanaman golongan Palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ). kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ), merupakan komoditas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) CPO yang berasal dari empat perusahaan di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 OLEIN SAWIT Tanaman kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak dari bagian buah yang berbeda. CPO (crude palm oil) merupakan jenis minyak sawit yang dihasilkan dari bagain sabut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai solusi. Pada umumnya sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai solusi. Pada umumnya sumber energi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perindustrian di Indonesia akan menyebabkan kebutuhan bahan bakar fosil yang semakin meningkat sehingga dibutuhkan bahan bakar alternatif lain yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH DISUSUN OLEH : AGUSTIAWAN 0610 4041 1381 ANJAR EKO SAPUTRO 0610 4041 1382 NURUL KHOLIDAH 0610 4041 1393 RAMANTA 0610 4041 1395

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi

Lebih terperinci

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini PEMBUATAN TRANSFORMER OIL DARI MINYAK NABATI MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI DAN PENAMBAHAN ADITIF Akh. Mokh. Hendra C. M. (2306100011) Much. Arif Amrullah (2306100081) Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] Disusun oleh: Lia Priscilla Dr. Tirto Prakoso Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN Tilupl Gambar A.1 Diagram Alir Metode Penelitian A-1 LAMPIRAN B PROSEDUR PEMBUATAN COCODIESEL MELALUI REAKSI METANOLISIS B.l Susunan Peralatan Reaksi metanolisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel adalah suatu energi alternatif yang telah dikembangkan secara luas untuk mengurangi ketergantungan kepada BBM. Biodiesel merupakan bahan bakar berupa metil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI TRIGLISERIDA BAHAN BAKU MINYAK SAWIT MENTAH CPO HASIL ANALISA GC-MS Tabel L1.1 Komposisi Trigliserida CPO Komponen Penyusun Komposisi Berat Mol %Mol %Mol x (%)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan yang pokok dalam suatu proses. Sumber energi yang paling mudah didapat berasal dari bahan bakar minyak (BBM) atau yang sering

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Merujuk pada hal yang telah dibahas dalam bab I, penelitian ini berbasis pada pembuatan metil ester, yakni reaksi transesterifikasi metanol. Dalam skala laboratorium,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2. Ketiganya diambil langsung dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat Peralatan yang digunakan untuk memproduksi MESA adalah Single Tube Falling Film Reactor (STFR). Gambar STFR dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk menganalisis tegangan

Lebih terperinci

PABRIK BIODIESEL dari RBD (REFINED BLEACHED DEODORIZED) STEARIN DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI

PABRIK BIODIESEL dari RBD (REFINED BLEACHED DEODORIZED) STEARIN DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI SIDANG TUGAS AKHIR 2012 PABRIK BIODIESEL dari RBD (REFINED BLEACHED DEODORIZED) STEARIN DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI Disusun oleh : Herdiani Fitri Ningtias (2309 030 059) Dwi Purnama Wulandari (2309

Lebih terperinci

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak A. Pengertian Lemak Lemak adalah ester dari gliserol dengan asam-asam lemak (asam karboksilat pada suku tinggi) dan dapat larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR Galih Prasiwanto 1), Yudi Armansyah 2) 1. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan Peralatan yang diperlukan pada penelitian ini meliputi seperangkat alat gelas laboratorium kimia (botol semprot, gelas kimia, labu takar, erlenmeyer, corong

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml) LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi Berat Mikroalga Kering (gr) Volume Pelarut n-heksana Berat minyak (gr) Rendemen (%) 1. 7821 3912 2. 8029 4023 20 120 3. 8431

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit

Lebih terperinci