BERBAGAI KESALAHPAHAMAN KINERJA KONSELOR SEKOLAH MENURUT PERSEPSI GURU BIDANG STUDI DI SMA NEGERI SE-KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN AJARAN 2015/2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BERBAGAI KESALAHPAHAMAN KINERJA KONSELOR SEKOLAH MENURUT PERSEPSI GURU BIDANG STUDI DI SMA NEGERI SE-KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN AJARAN 2015/2016"

Transkripsi

1 BERBAGAI KESALAHPAHAMAN KINERJA KONSELOR SEKOLAH MENURUT PERSEPSI GURU BIDANG STUDI DI SMA NEGERI SE-KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN AJARAN 2015/2016 SKRIPSI Disusun dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1 untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling Oleh Dwi Yogianti Kurnia Widyastuti JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016

2 ii

3 iii

4 iv

5 MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto JANGAN PUTUS ASA Seringkali ini adalah kunci yang membuka keberhasilan. Karena Allah selalu bersama kita dan menjadi seperti apa yang kita prasangkakan. ( Dwi Yogianti Kurnia ) Persembahan Skripsi ini Saya persembahkan untuk Almamater v

6 PRAKATA Alhamdulillahi robbil alamin, puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan hidayah-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul Berbagai Kesalahpahaman Kinerja Konselor Sekolah Menurut Persepsi Guru Bidang Studi di SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran 2015/2016 dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kendala dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak berikut: 1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pendidikan di Universitas Negeri Semarang. 2. Prof. Dr. Fakhruddin M.Pd.,Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ijin penelitian. 3. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd.,Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan ijin penelitian dan dukungan untuk segera menyelesaikan skripsi. 4. Prof. Dr. Sugiyo, M.Si, Dosen penguji I yang telah memberikan bimbingan dan kesempurnaan skripsi ini. 5. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd. Kons, Dosen penguji II yang telah memberikan bimbingan dan kesempurnaan skripsi ini. vi

7 6. Dr. Awalya, M.Pd., Kons., Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dengan sabar membimbing dan memberikan motivasi hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini. 7. Bapak dan Ibu dosen Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 8. Kepala sekolah SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga yang telah memberikan ijin penelitian. 9. Guru bidang studi SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga yang telah berpartisipasi dalam penelitian skripsi ini. 10. Guru Bimbingan dan Konseling SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga yang telah membantu dan berpartisipasi dalam penelitian skripsi ini. 11. Orang tuaku Bapak Sarko dan Ibu Kalimah, kakakku Andri Tri Pratomo, adikku Shevtin Rizky Purnamasari serta keluarga besarku di Purbalingga yang selalu memberikan doa dan motivasinya. 12. Sahabat-sahabat mahasiswa BK yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat. 13. Sahabatku Regina, Itsna, Ika, Jeki, Novi, Hari, Cumi, Khoirureza, Ire dan Upin Ipin 3 yang selalu memberikan dukungan dan semangat. 14. Sahabat-sahabat PPL, KKN dan PLBK yang selalu memberi semangat dan motivasi. 15. Sahabat-sahabatku Kos Shinta yang selalu memberi semangat dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini. vii

8 16. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, serta dapat memberikan inspirasi positif terkait dengan perkembangan ilmu bimbingan dan konseling. Semarang, 2016 Penulis viii

9 ABSTRAK Widyastuti, Dwi Yogianti K Berbagai Kesalahpahaman Kinerja Konselor Sekolah Menurut Persepsi Guru Bidang Studi di SMA Negeri se- Kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi, Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Dr. Awalya, M.Pd., Kons. Kata Kunci: Persepsi, kesalahpahaman kinerja konselor. Banyak persepsi tentang konselor di sekolah, baik negatif maupun positif. Banyak yang sudah memahami peranan konselor beserta tugas-tugasnya di sekolah, namun masih ada pula yang kurang tepat dalam berpersepsi. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengetahui gambaran berbagai kesalahpahaman kinerja konselor menurut persepsi guru bidang studi di SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu penelitian deskriptif kuantitatif. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah guru bidang studi di SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologis. Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis deskriptif persentase. Hasil penelitian adalah dapat diketahui bahwa dari kesuluruhan poin kesalahpahaman yang dipakai, Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja, sebesar 79,96 %. Kemudian diikuti dengan Konselor sekolah didalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling hanya bekerja sendiri sebesar 79,87%. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien sebesar 79,83%. Tugas konselor didalam Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan pada persentase 79,13 %. Menganggap hasil pekerjaan konselor harus segera dilihat 74,10%. Kemudian diikuti dengan Pekerjaan konselor sekolah dapat dilakukan oleh siapa saja pada persentase 73,30%. Konselor sekolah dianggap sebagai polisi sekolah yaitu 71,53%. Bimbingan dan konseling yang dilakukan konselor dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat pada persentase 59,96%. Simpulan dalam penelitian kesalahpahaman-kesalahpahaman kinerja konselor menurut persepsi guru bidang studi masih banyak terjadi. Dari delapan indikator yang dipakai, terdapat 7 poin kesalahpahaman pada kategori tinggi dan satu poin pada kategori sedang.. ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... PERSETUJUAN PEMBIMBING... PENGESAHAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... PRAKATA... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Hal i ii iii iv v vi ix x xiii xiv xv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sistematika Skripsi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Konsep Dasar Persepsi Pengertian Persepsi Faktor yang mempengaruhi persepsi Proses Terjadinya Persepsi Indikator Persepsi Guru Bidang Studi Pengertian Guru Bidang Studi x

11 2.3.2 Macam-macam Guru Bidang Studi Peran Guru Bidang Studi dalam BK Kinerja Konselor Pengertian Kinerja Unsur Kinerja Wujud atau Bentuk Kinerja Konselor Pentingnya Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kinerja Konselor Kesalahpahaman Pengertian Kesalahpahaman Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kinerja yang Salah Kerangka Pemikiran BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Variabel Penelitian Definisi Operasional Populasi dan Sampel Metode Pengumpulan Data Validitas dan Reliabelitas Teknik Analisis Data BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pembahasan Persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa tugas konselor didalam Bimbingan dan Konseling disamakan dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa Konselor Sekolah Adalah Polisi Sekolah Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa Bimbingan dan Konseling yang Dilakukan Konselor Dianggap xi

12 Semata-mata Sebagai Proses Pemberian Nasihat Persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa Konselor Sekolah didalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan Konseling Hanya Bekerja Sendiri Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa Pekerjaan sebagai Konselor Bisa Dilaksanakan oleh Siapa Saja Persepsi Guru Bidang Studi Terhadap Kesalahpahaman bahwa Hasil Pekerjaan Konselor Harus Segera Dilihat Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa konselor menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien Keterbatasan Penelitian BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Saran Daftar Pustaka Lampiran xii

13 DAFTAR TABEL Tabel Hal Tabel 3.1 Daftar Populasi Guru Bidang Studi SMA Negeri se-kabupaten Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Purbalingga... Daftar Sampel tiap Sekolah... Kategori Jawaban dan Skoring Skala Persepsi... Kriteria Penilaian Persepsi Tabel 4.1 Interval Persepsi Guru Bidang Studi Tabel 4.2 Analisis Tiap Indikator Tabel 4.3 Hasil Analisis Persepsi xiii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar Gambar 2.1 Gambar 3.1 Sistematika Kerangka Pemikiran... Langkah-langkah Penyusunan Instrumen... Hal Gambar 4.1 Gambar Diagram Analisis Tiap Indikator Gambar 4.2 Diagram Hasil Analisis Persepsi Guru Bidang Studi per Sekolah xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Lampiran 1. Data SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga... Lampiran 2. Kisi-kisi Instrumen sebelum Tryout... Hal Lampiran 3. Skala Persepsi (Sebelum Tryout) Lampiran 4. Data Validitas dan Reliabelitas Skala Persepsi Lampiran 5. Kisi-kisi Instrumen Setelah Try Out Lampiran 6. Skala Persepsi (Setelah Tryout) Lampiran 7. Perhitungan sampel... Lampiran 8. Hasil Skala Persepsi per Sekolah... Lampiran 9. Hasil Analisis Skala Persepsi... Lampiran 10. Pedoman Wawancara Data Awal dengan Konselor... Lampiran 11. Hasil Wawancara Awal dengan Konselor Lampiran 12. Surat Ijin Penelitian Lampiran 13. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian xv

16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Adanya bimbingan dan konseling disekolah adalah agar peserta didik tidak tersesat dalam proses menuju generasi yang sesuai amanat Undang- Undang. Salah satu cara atau wadah untuk mempermudah mewujudkan hal tersebut adalah layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik di sekolah. Tujuan tersebut seperti dijelaskan Prayitno (2004: 144), bahwa bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu individu mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya, berbagai latar belakang yang ada, serta dengan tuntutan positif lingkungannya. Untuk mencapai tujuan tersebut, 1

17 2 kegiatan bimbingan dan konseling haruslah dilaksanakan oleh seseorang yang ahli dan profesional, dalam hal ini yaitu seorang konselor. Bimbingan dan konseling merupakan bantuan kepada individu peserta didik dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya atau dalam proses belajarnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, agar setiap peserta didik dapat lebih berkembang ke arah yang seoptimal mungkin. Dengan demikian bimbingan dan konseling menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut. Banyak persepsi tentang konselor di sekolah, baik negatif maupun positif. Banyak yang sudah memahami peranan konselor beserta tugas-tugasnya di sekolah, namun masih ada pula yang kurang tepat dalam berpersepsi. Fowler (dalam Suparno, 2005: 5) memandang kesalahpahaman atau yang sering disebut dengan miskonsepsi merupakan sebagai suatu pengertian yang tidak akurat terhadap konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan konsep-konsep yang tidak benar. Bentuk miskonsepsi dapat berupa kesalahan konsep, hubungan yang tidak benar antar konsep, dan gagasan intuitif atau pandangan yang naif (Suparno, 2005). Kesalahpahaman-kesalahpahaman kinerja konselor ini dapat muncul dari berbagai pihak, baik dari siswa, orang tua murid, maupun dari guru bidang studi. Dalam hal ini yang akan disoroti adalah kesalahpahaman dari guru bidang studi selaku partner konselor sekolah.

18 3 Masing-masing guru bidang studi memiliki persepsi yang berbedabeda, perpsepsi tersebut dapat berupa persepsi positif maupun negatif. Menurut Desmita (2009: 116), persepsi merupakan salah satu aspek kognitif manusia yang sangat penting, yang memungkinkannya untuk mengetahui dan memahami dunia sekelilingnya. Tanpa persepsi yang benar, manusia mustahil dapat menangkap dan memaknai berbagai fenomena, informasi atau data yang senantiasa mengitarinya. Demikian juga halnya dengan guru bidang studi disekolah, layanan bimbingan dan konseling tidak akan berjalan efektif, tanpa adanya persepsi yang benar. Dari hasil wawancara dengan beberapa guru BK di dua SMA Negeri yang berbeda di kabupaten Purbalingga didapati bahwa sebagian guru bidang studi masih berpersepsi kurang tepat terhadap konselor sekolah. Hal ini tentu berdampak kurang optimalnya pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah. Menurut konselor sekolah, beberapa guru terkesan melimpahkan permasalahan siswa kepada konselor sekolah saja, tanpa berperan aktif dalam penyelesaian masalah siswa. Padahal untuk mengetahui bagaimana keadaan siswa, konselor membutuhkan informasi dan data dari guru mata pelajaran. Ahmadi (1990: 98) menambahkan guru mata pelajaran mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan peserta didik, berarti guru bidang studi juga mempunyai peranan dalam melihat dan memperhatikan bagaimana perkembangan siswanya. Selain itu, masih banyak lagi persepsi yang kurang tepat dari guru bidang studi terhadap konselor sekolah. Seperti konselor dianggap sebagai polisi sekolah, konselor dianggap sebagai pencatat poin

19 4 pelanggaran saja, konselor sekolah dianggap sebagai eksekutor dari suatu peraturan sekolah, konselor sekolah hanya mengatasi siswa yang bermasalah saja, serta konselor sekolah dianggap memakan gaji buta dan tidak memiliki kegiatan yang jelas. Menurut salah satu konselor yang diwawancarai, mayoritas guru bidang studi yang berpersepsi seperti itu adalah guru-guru senior. Dari fenomena tersebut, tentu sangat jauh dari yang semestinya. Peranan konselor yang semestinya seperti yang dikemukakan oleh Yusuf (2005: 25) yaitu: konselor dalam arti khusus sebagai konsultan, sebagai anggota tim kerja, sebagai pengelola, serta sebagai sumber informasi dan layanan bagi masyarakat. Konselor sekolah adalah staf spesialis sekolah yang memiliki kualifikasi untuk membantu siswa mengatasi masalah dan membantu siswa merencanakan dan menjalani program-program pendidikan yang tepat, dan siswa menemukan pemecahan yang lebih memuaskan dalam masalahmasalah pribadi-sosial. Fenomena ini juga didukung penelitian sebelumnya oleh Paramita mengenai Persepsi Guru Mata Pelajaran terhadap Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan di Maos, yang masih satu karesidenan dengan Purbalingga. Dari penelitian tersebut didapati bahwa persepsi guru mapel masih kurang sesuai dengan BK di sekolah. Salah satunya yakni anggapan bahwa guru BK adalah sebagai polisi sekolah. Selain itu, penelitian-penelitian sebelumnya juga membuktikan bahwa masih terdapat kesalahpahaman dari guru bidang studi terhadap konselor. Menurut jurnal ilmiah mengenai Kompetensi Profesional Dalam Perspektif Konselor Sekolah dan Peranannya Terhadap Pelayanan Bimbingan Dan

20 5 Konseling mengatakan bahwa masih banyak anggapan miring guru mata pelajaran terhadap konselor sekolah dikarenakan kompetensi profesional konselor yang masih dirasa kurang. Hal ini dapat dinilai dengan melihat dari aspek kompetensi profesional konselor dalam penguasaan konsep dan praksis asesmen, teori dan praktik, pembuatan dan pengimplementasian program, penilaian proses dan hasil kegiatan program, kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional, serta penguasaan konsep dan praksis dalam penelitian BK. Dari indikator-indikator penilaian tersebut, rata-rata berada pada kategori sedang. Dan hal tersebut memunculkan beberapa anggapan dalam menilai kinerja konselor yang kurang sesuai dengan karakteristik pribadi konselor yang efektif. Sedangkan didalam jurnal ilmiah berjudul Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam Mengembangkan Cara Belajar Siswa diperoleh data bahwa sebagian besar guru mata pelajaran sudah mengetahui perannya sebagai pembimbing di sekolah. Ini berarti masih ada sebagian guru yang belum mengetahui perannya sebagai pembimbing disekolah. Hal ini dibuktikan dengan adanya persentase wawasan pengetahuan guru bidang studi terhadap peranserta dalam bimbingan dan konseling, hanyalah 72,89%. Ini berarti masih ada 27,11% yang belum mengetahui dan kurang terlibat dalam BK di sekolah. Data ini didapat dengan melihat aspek partisipasi guru mata pelajaran dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa disekolah yang masih berada pada kategori cukup. Padahal menurut Prayitno, guru mata pelajaran diharapkan memiliki

21 6 komitmen yang tinggi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa demi teratasinya permasalahan dengan baik dan tuntas. Selain itu, hasil penelitian berjudul Interaksi Guru Bidang Studi dengan konselor dalam bimbingan belajar : studi deskriptif-analitik di SMA- SMA Negeri Kabupaten 50 Kota Sumatra Barat menunjukkan bahwa (1) Antara guru bidang studi dengan konselor telah terjadi komunikasi berkaitan dengan pengajaran perbaikan, (2) Dalam melaksanakan tugas mengenai pengajaran perbaikan, mereka juga telah melakukan berbagai jenis kegiatan. (3) Masih kurang komunikasi dalam pelaksanaan tugas tersebut, antara lain dipengaruhi oleh faktor individu itu sendiri, seperti persepsi, sikap, motivasi, pengetahuan dan keterampilan, dan karena tidak adanya program yang digunakan, serta kurangnya dukungan dan partisipasi kepala sekolah. Penelitian tersebut memberikan gambaran awal tetang komunikasi guru bidang studi dengan konselor yang masih kurang. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satuya yaitu persepsi. Penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2009) yang berjudul Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII D Pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MTs N Ngemplak Sleman Yogyakarta menunjukkan bahwa faktor penghambat kerjasama antara guru BK dengan guru SKI adalah terjadi kesalahpahaman antara guru bimbingan dan konseling dengan guru SKI, dan komunikasi kurang lancar antara guru keduanya.

22 7 Dapat disimpulkan bahwa masih terdapat kesalahpahaman dari guru bidang studi, serta kurangnya pemahaman guru bidang studi mengenai peran dan tugas dari seorang konselor sekolah. Berdasarkan deskripsi di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul Berbagai Kesalahpahaman Kinerja Konselor Sekolah Menurut Persepsi Guru Bidang Studi di SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran 20015/ Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang penulis kemukakan dalam penelitian ini adalah Bagaimana gambaran berbagai kesalahpahaman kinerja konselor menurut persepsi guru bidang studi di SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga?. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan fenomena yang ada dalam rumusan masalah diatas tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran berbagai kesalahpahaman kinerja konselor menurut persepsi guru bidang studi di SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi bidang pendidikan pada umumnya dan dalam bidang bimbingan dan

23 8 konseling pada khususnya tentang persepsi guru bidang studi terhadap keslahpahaman kinerja konselor Manfaat Praktis Selain dilihat dari kegunaan teoritis, penelitian ini juga diharapkan berguna bagi : Bagi Konselor Konselor dapat mengetahui persepsi dari guru bidang studi sehingga dapat dijadikan perbaikan untuk memaksimalkan perannya. Serta melakukan upaya-upaya untuk meminimalisir kesalahpahaman persepsi Bagi Guru Bidang Studi Guru bidang studi dapat mengetahui persepsi guru bidang studi yang kurang tepat, sehingga dapat dijadikan bahan introspeksi bagi guru bidang studi itu sendiri Bagi Kepala Sekolah Kepala Sekolah dapat mengetahui kesalahpahaman persepsi guru bidang studi terhadap kinerja konselor sekolah, sehingga dapat dijadikan evaluasi dan bahan masukan bagi kepala sekolah dalam menciptakan iklim kerja yang positif antara karyawannya, dalam hal ini konselor sekolah dengan guru bidang studi.

24 9 1.5 Sistematika Skripsi Untuk mempermudah dalam menelaah skripsi ini, maka dalam penyusunannya dibuat sistematika sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan, pada bab ini mengemukakan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi. Bab 2 Tinjauan Pustaka, berisi kajian mengenai landasan teori yang mendasari penelitian yaitu penelitian terdahulu, kajian teoritis mengenai konsep dasar persepsi yang meliputi pengertian, faktor yang mempengaruhi, proses terjadinya persepsi, dan indikator persepsi. Kemudian sub teori yang berikutnya yaitu tentang guru bidang studi, diantaranya dijelaskan tentang pengertian, macam-macam guru bidang studi, serta peran guru bidang studi dalam BK. Dan sub terakhir yaitu tentang kesalahpahaman, yang meliputi pengertian, dan persepsi guru bidang studi terhadap kinerja konselor yang salah. Pada bab ini juga disajikan kerangka pemikiran dari penelitian ini. Bab 3 Metode Penelitian, pada bab ini berisi uraian metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi. Pada bab ini mengemukakan jenis penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, validitas dan reliabelitas, serta teknik analisis data. Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini berisi tentang hasil penelitian yang meliputi hasil penelitian, pembahasan dan keterbatasan penelitian.

25 10 Bab 5 Penutup, bab ini berisi tentang penyajian simpulan hasil penelitian dan penyajian saran sebagai implikasi dari hasil penelitian yang diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang mendukung.

26 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini membahas tentang persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor. Oleh karena itu, dalam tinjauan pustaka ini akan membahas teori-teori yang relevan. Tinjauan pustaka dalam bab ini meliputi: penelitian terdahulu, kajian teoritis mengenai pengertian persepsi, indikator, proses, serta faktor yang mempengaruhi persepsi guru bidang studi. Selain itu juga berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesalahpahaman kinerja konselor, seperti pengertian, wujud kinerja, serta kesalahpahaman kinerja konselor. 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu adalah penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain. Tujuannya adalah sebagai bahan masukan bagi pemula dan untuk membandingkan antara penelitian yang satu dengan yang lain. Penelitian terdahulu yang digunakan oleh peneliti memiliki hubungan dengan judul penelitian ini. Penelitian-penelitian terdahulu yang peneliti gunakan memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti, sehingga penelitian tersebut dapat digunakan sebagai bahan rujukan bagi peneliti agar posisi penelitian ini jelas arahnya. Penelitian terdahulu yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut: 11

27 12 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Melisa dkk (2013) yang berjudul Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam Mengembangkan Cara belajar Siswa menunjukkan bahwa kerjasama guru mata pelajaran dan guru bimbingan dan konseling didalam mengembangkan cara belajar siswa masih terlihat kurang bersinergi. Hal ini didapat dari pertanyaan peneliti yang meliputi empat aspek diantaranya (1) Wawasan guru mata pelajaran mengenai peran sebagai pembimbing di sekolah. Dalam hal ini didapati bahwa masih ada beberapa guru mata pelajaran yang kurang memahami perannya sebagai pembimbing di sekolah. Hal ini terlihat pada aspek partisipasi guru mata pelajaran dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa di sekolah. (2) Mengembangkan Cara Belajar Siswa dalam hal Persiapan Belajar Siswa. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terungkap bahwa belum semua guru mata pelajaran yang terlibat dalam melakukan kerjasama dengan guru BK di sekolah dalam hal persiapan belajar siswa. (3) Mengembangkan Cara Belajar Siswa dalam hal mengikuti pelajaran didapati bahwa belum semua guru mata pelajaran yang terlibat melakukan kerjasama dengan guru BK dalam hal mengikuti pelajaran. (4) Mengembangkan cara belajar siswa dalam hal sebelum mengikuti ujian dan menindaklanjuti hasil ujian didapati bahwa belum semua guru mata pelajaran yang terlibat dalam mengembangkan cara belajar siswa dalam hal sebelum mengikuti ujian dan menindaklanjuti hasil ujian. Dari penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan guru bidang studi dan peranannya dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling masih dikategorikan kurang. Jika dikaitkan dengan penelitian yang akan diteliti, kurangnya kerjasama dan

28 13 komunikasi antara guru bidang studi dengan konselor sekolah, dapat dipengaruhi oleh persepsi yang salah dari guru bidang studi. Terdapat keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh Melisa (2013) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang berjudul Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam Mengembangkan Cara Belajar Siswa memberikan gambaran awal tentang hubungan dan kerjasama antara guru bidang studi dan konselor dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah. Dari kerjasama tersebut, kita dapat mengetahui apakah ada kesalahpahaman guru bidang studi terhadap kinerja konselor. Karena secara teoritik kerjasama dan komunikasi antara guru bidang studi dengan konselor dapat dipengaruhi oleh persepsi yang salah dari guru bidang studi. Seperti yang dijelaskan Sugiyo (2005: 48) bahwa komunikasi seseorang terhadap orang lain sangat tergantung pada bagaimana persepsi antar pribadi tersebut terhadap orang lain. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada penelitian terdahulu mengugkapkan kerjasama diantara guru bidang studi dengan konselor yang didapati hasil bahwa kerjasama diantara mereka masih kurang, karena terdapat kesalahpahaman dari guru bidang studi terhadap konselor. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan ini merrupakan penelitian lanjutan yang bertujuan untuk mengungkap seperti apa persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman itu sendiri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (1998) tentang Studi Pengembangan Model Kerjasama Konselor dan Guru Mata Pelajaran dalam Mengetasi Kesulitan Belajar Siswa di Sekolah Menengah Umum Kotamadya

29 14 Pontianak menunjukkan bahwa (1) Kinerja konselor dalam membina hubungan antar pribadi sudah menunjukkan keberartian, walaupun belum sepenuhnya dimanfaatkan konselor guna menjalin hubungan kerjasama dengan guru mata pelajaran khususnya dalam menangani kesulitan belajar siswa, (2) Konselor cenderung menangani rawan perilaku daripada rawan akademik. Masalah kesulitan belajar masih belum dilanjutkan dengan memberikan pengajaran perbaikan sebagaimana mestinya, (3) Jalinan kerjasama konselor dan guru mata pelajaran guna mengatasi kesulitan belajar cenderung belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga belum menunjukkan keberartian bagi siswa. Kesulitan belajar jarang diinformasikan kepada konselor. Guru mata pelajaran juga cenderung jarang melibatkan konselor guna memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar. Disamping itu, guru cenderung memberikan data yang sudah jadi daripada membahas bersama konselor prestasi belajar siswa guna kepentingan menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar dan mendiagnosis kesulitan belajar siswa. Oleh sebab itu kesulitan belajar belum tertangani secara tuntas. Dari hasil penelitian tersebut sejalan dengan hal yang akan diteliti yaitu tentang persepsi guru bidang studi terhadap konselor sekolah. Terdapat keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh Lestari (1998) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang berjudul Pengembangan Model Kerjasama Konselor dan Guru Mata Pelajaran dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa di Sekolah Menengah Umum Kotamadya Pontianak memberikan gambaran awal tentang kerjasama antara konselor dan guru bidang studi, mengingat guru mata pelajaran adalah pihak yang mengetahui

30 15 banyak kondisi siswa. Pada penelitian yang akan dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui seperti apa persepsi dari guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor. Berbeda dengan penelitian yang akan dilaksnakan, jika pada penelitian terdahulu lebih memfokuskan pada pengembangan model kerjasamanya, sedangkan pada penelitian ini akan difokuskan pada seperti apa persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor yang ada. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2007) tentang Hubungan Persepsi Guru Mata Pelajaran Tentang Tugas-Tugas Guru Pembimbing dengan Tingkat Partisipasinya dalam Pelaksanaan Program BK di SMP dan MTs se- Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal Tahun 2007 diperoleh data bahwa partisipasi guru mata pelajaran dalam melaksanakan program BK secara umum masuk kategori tinggi. Namun masih terdapat persentase sebesar 22,50 % dan 5 % yang masing-masing masuk dalam kategori partisipasi rendah dan sangat rendah. Dari jumlah persentase keduanya berarti dapat disimpulkan bahwa hampir seperempat guru mata pelajaran di SMP dan MTs se-kecamatan Kaliwungu Selatan tahun 2007 partisipasinya terhadap pelaksanaan program BK rendah hal ini tentu akan berpengaruh pada keefektifan pelaksanaan layanan BK. Terlebih lagi dalam penelitian ini pada komponen peran guru sebagai informator masuk dalam kategori rendah, yaitu sebesar 60,25 %. Dari data tersebut, tentu dapat kita simpulkan bahwa koordinasi antara guru bidang studi dengan konselor sekolah masih kurang. Hal ini tentu tidak serta merta terjadi, partisipasi merupakan suatu bentuk dari tingkah laku seseorang, sedangkan tingkah laku sendiri dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya yaitu persepsi. Ini tentu berkaitan

31 16 erat dengan masalah yang akan diteliti yaitu persepsi guru bidang studi. Terdapat keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2007) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang berjudul Hubungan Persepsi Guru Mata Pelajaran tentang Tugas-tugas Guru Pembimbing dengan tingkat partisipasinya dalam pelaksanaan Program BK di SMP dan MTs se- Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal Tahun 2007 memberikan gambaran awal tentang adanya kesalahpahaman guru bidang studi yang masih menganggap bahwa konselor harus aktif melaksaakan tugasnya sendiri, sedangkan guru mata pelajaran pasif. Padahal secara teoritik salah satu tugas guru mata pelajaran adalah sebagai informator bagi konselor sekolah. Kesalahpahaman tidak akan terjadi jika guru mata pelajaran mengetahui perannya sendiri didalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilaksanakan yaitu terletak pada masalah yang akan diteliti. Didalam penelitian terdahulu meneliti tentang persepsi dan tingkat partisipasi guru bidang studi, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan ini adalah pada persepsi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Daharnis (1995) yang berjudul Interaksi Guru Bidang Studi dengan konselor dalam bimbingan belajar : studi deskriptif-analitik di SMA-SMA Negeri Kabupaten 50 Kota Sumatra Barat menunjukkan bahwa (1) Antara guru bidang studi dengan konselor telah terjadi komunikasi berkaitan dengan pengajaran perbaikan, (2) Dalam melaksanakan tugas mengenai pengajaran perbaikan, mereka juga telah melakukan berbagai jenis kegiatan. (3) Masih kurang komunikasi dalam pelaksanaan tugas tersebut,

32 17 antara lain dipengaruhi oleh faktor individu itu sendiri, seperti persepsi, sikap, motivasi, pengetahuan dan keterampilan, dan karena tidak adanya program yang digunakan, serta kurangnya dukungan dan partisipasi kepala sekolah. Hasil penelitian ini tentu berkaitan dengan objek yang akan diteliti, yaitu persepsi guru bidang studi. Terdapat keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh Daharnis (1998) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian tersebut memberikan gambaran awal tetang komunikasi guru bidang studi dengan konselor yang masih kurang. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satuya yaitu persepsi. Dengan adanya penelitian yang akan dilakukan ini yaitu mengenai persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor sekolah, maka kita akan mengetahui seberapa tingkat kesalahpahaman yang ada, dan aspek apa yang masih keliru untuk dipahami. Karena ketika tidak ada kesalahpahaman, maka komunikasi antara guru bidang studipun akan lebih baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2009) yang berjudul Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII D Pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MTs N Ngemplak Sleman Yogyakarta menunjukkan bahwa bentuk bentuk kerjasama guru bimbingan dan konseling dengan guru SKI dalam meningkatkan prestasi belajar siswa meliputi, bagaimana menemukan format belajar yang efektif, saling memberikan informasi, saran dan masukan ataupun saling bertukar pikiran tentang permasalahan siswa, memanggil orang tua siswa ke madrasah, dan mengunjungi rumah-rumah siswa. Adapun upaya kerjasama guru bimbingan dan konseling dengan guru SKI dalam

33 18 meningkatkan prestasi belajar siswa meliputi memberikan bimbingan kepada siswa, memberikan motivasi kepada siswa, alih tangan kasus, bekerjasama dengan orang tua siswa dalam meningkatkan prestasi belajar, membentuk kelompok belajar, memberikan bimbingan belajar yang efektif. Sedangkan faktor penghambatnya adalah terjadi kesalahpahaman antara guru bimbingan dan konseling dengan guru SKI, dan komunikasi kurang lancar antara guru keduanya. Hasil penelitian tersebut berkaitan erat dengan objek akan diteliti dalam penelitian kali ini yaitu mengenai persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor. Terdapat keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2009) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang berjudul Kerjasama guru bimbingan dan konseling dengan guru sejarah kebudayaan islam (SKI) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII D pada mata pelajaran sejarah kebudayaan islam (SKI) di MTs N Ngemplak Sleman Yogyakarta sedikit terhambat dikarenakan adanya kesalahpahaman antara guru bimbingan dan konseling dengan guru SKI dan komunikasi kurang lancar antara keduanya. Penelitian ini memberikan gambaran awal akan adanya kesalahpahaman guru bidang studi terhadap konselor sekolah. Hal ini menguatkan fenomena yang peneliti ambil dimana memang masih banyak terjadi kesalahpahaman guru bidang studi terhadap konselor sekolah yang mengakibatkan kurang bersinerginya kerjasama diantara kedua belah pihak. Perbedaan penelitian terdahulu ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Irawati lebih memfokuskan pada seperti apa kerjasama antara konselor dan guru mata pelajaran SKI. Sedangkan pada

34 19 penelitian yang akan dilakukan lebih memfokuskan pada persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerjanya. Dan persamaan diantara kedua penelitian tersebut yaitu keduanya membahas mengenai hubungan diantara konselor dan guru bidang studi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Faizah (2011) yang berjudul Bentuk Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam Membantu Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa (Studi Kasus Pada Kelas VII SMP Negeri 22 Semarang) menunjukkan bahwa kerjasama antara guru BK dengan guru mata pelajaran dalam mengatasi kesulitan belajar pada umumnya terjalin namun belum secara menyeluruh karena tidak semua guru mata pelajaran maupun guru BK aktif mengadakan komunikasi mengenai kondisi siswa. Sedangkan guru BK sendiri lebih aktif menjalin komunikasi dengan wali kelas terutama terkait data nilai siswa. Dari hal tersebut dapat disimplkan bahwa komunikasi antara guru bidang studi dengan konselor sekolah kurang maksimal. Ini tentu akan berpengaruh terhadap keefektifan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Terdapat keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh Siti Faizah (2011) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang berjudul Bentuk Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam Membantu Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa memberikan gambaran awal tentang bentuk kerjasama antara guru bidang studi dengan konselor sekolah, dimana kerjasama yang telah dilakukan belum terjalin secara menyeluruh karena belum semua guru mata pelajaran dan konselor ikut aktif dalam mengadakan komunikasi mengenai kondisi siswa. Hal itu tidak akan

35 20 terjadi jika guru mata pelajaran mengetahui tugas dan perannya dalam BK di sekolah serta memiliki persepsi positif terhadap konselor sekolah. Perbedaan dari kedua penelitian tersebut yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Siti Faizah ini lebih memfokuskan pada bentuk-bentuk kerjasama guru bidang studi terhadap konselor, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan ini lebih memfokuskan seperti apa persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor. Dari penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa interaksi konselor dengan guru bidang studi telah menunjukkan keberartian, namun belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh kedua belah pihak dalam menangani permasalahan siswa. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antar pribadi konselor dengan guru bidang studi belum terjalin secara optimal. Hal ini terbukti dari masih ada sebagian guru bidang studi yang belum mengetahui perannya serta kurang berpartisipasi aktif dalam kegiatan Bimbingan dan Konseling. Selain itu juga masih terdapat kesalahpahaman akan peran konselor di sekolah. Kesalahpahaman persepsi guru bidang studi terhadap konselor tersebut tentu tidak serta merta muncul, melainkan melalui proses penginterpretasian yang panjang. Yaitu setelah adanya peristiwa menerima (melalui panca indra) berupa peristiwa, pengalaman, informasi, dan akhirnya memberikan makna. Hasil penelitian-penelitian tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian untuk mengetahui persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor sekolah. Hal ini dikarenakan pentingnya peran guru bidang studi dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling yang efektif di sekolah. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan ini. Nantinya

36 21 penelitian ini akan mengambil sebagian aspek dari penelitian terdahulu untuk dikembangkan. 2.2 Konsep Dasar Persepsi Pengertian Persepsi Menurut Leavitt (dalam Sobur : 445), perception dalam pengertian sempit adalah penglihatan, yaitu bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas, perception adalah pandangan, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Sebagai sebuah konstruksi psikologis yang kompleks, persepsi sulit dirumuskan secara utuh. Oleh karena itu, para ahli berbeda-beda dalam memberikan definisi tentang persepsi ini. Menurut Desmita (2009: 116), persepsi merupakan salah satu aspek kognitif manusia yang sangat penting, yang memungkinkannya untuk mengetahui dan memahami dunia sekelilingnya. Tanpa persepsi yang benar, manusia mustahil dapat menangkap dan memaknai berbagai fenomena, informasi atau data yang senantiasa mengitarinya. Demikian juga halnya dengan guru bidang studi disekolah, layanan bimbingan dan konseling tidak akan berjalan efektif, tanpa adanya persepsi yang benar. Hal ini karena persepsi merupakan proses yang menyangkut masuknya informasi ke dalam otak manusia. Dalam proses ini, manusia tidak seperti sebuah mesin, yang dapat memberikan respons terhadap setiap stimulus secara otomatis. Sebaliknya, bagi manusia setiap informasi atau stimulus harus terlebih dahulu melewati serangkaian proses kognitif yang kompleks, yang melibatkan hampir seluruh dimensi kepribadiannya. Oleh sebab

37 22 itu, apa yang terjadi diluar dapat sangat berbeda dengan apa yang sampai ke otak manusia, karena adanya faktor-faktor kognitif lain yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut Rahman (2005: 88) persepsi adalah proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan data-data indra kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri. Menurut Mar at (2006: 9) persepsi bergantung pada pengalaman dan apa saja yang sudah diajarkan serta dipengaruhi oleh pengalaman yang ada pada pelaku persepsi. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk memperoleh dan menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh sistem alat indra manusia. Pada dasarnya persepsi menyangkut hubungan manusia dengan lingkunganya, yaitu bagaimana individu tersebut mengerti dan menginterpretasikan stimulus yang ada di lingkungannya dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Setelah individu tersebut mengindrakan maka timbullah makna tentang objek itu. Teori mengenai persepsi ini, relevan dengan penelitian yang akan dilakukan terkait dengan persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor sekolah.

38 Faktor yang mempengaruhi persepsi Persepsi tidaklah muncul begitu saja, melainkan ada banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu persepsi. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor situasional dan faktor personal. Seperti yang dijelaskan oleh Sugiyo (2005: 38-41) bahwa secara garis besar terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecermatan persepsi yaitu faktor situasional dan faktor personal. Faktor situasional antara lain yaitu deskripsi verbal, petunjuk proksemik, petunjuk kinestik, petunjuk wajah, petunjuk paralinguistik, dan petunjuk arifactual. Sedangkan faktor personal diantaranya pengalaman, motivasi, kepribadian, intelegensi, dan kemampuan untuk menarik kesimpulan. Selain itu mereka yang memperoleh angka rendah dalam tes otoritarianisme cenderung menilai orang lain lebih baik dan hal ini menyebabkan persepsinya akan tidak objektif. Dan mereka yang mempunyai tingkat objektivitas tinggi mengenai diri mereka sendiri, cenderung memiliki wawasan yang baik atas perilaku orang lain. Persepsi individu terhadap objek tertentu akan mempengaruhi pikirannya. Artinya, persepsi seseorang akan memungkinkannya untuk memberi penilaian terhadap suatu kondisi stimulus. Penilaian (appraisal) seseorang terhadap suatu stimulus biasanya dilakukan melalui proses kognitif, yaitu proses mental yang memungkinkan seseorang mengevaluasi, memaknai, dan menggunakan informasi yang diperoleh melalui indranya. Ini berarti, meskipun persepsi bergantung pada indra manusia, proses kognitif yang ada pada diri manusia akan memungkinkan terjadinya proses penyaringan, perubahan atau modifikas dari stimulus yang ada.

39 24 Dalam psikologi kontemporer, persepsi secara umum diperlakukan sebagai variabel campur tangan (intervening variabel), yang dipengaruhi oleh faktorfaktor stimulus dan faktor-faktor yang ada pada subjek yang menghadapi stimulus tersebut. Oleh sebab itu, persepsi seseorang terhadap suatu benda atau realitas belum tentu sesuai dengan benda atau realitas yang sesungguhnya. Demikian juga, pribadi-pribadi yang berbeda akan mempersepsikan sesuatu secara berbeda pula. Dapat disimpulkan pengertian di atas bahwa persepsi adalah proses pengorganisasian terhadap bimbingan dan konseling, penginterprestasian terhadap stimulus yang diterima organisme berupa peristiwa dalam bimbingan dan konseling, pengalaman terhadap bimbingan dan konseling, informasi tentang bimbingan dan konseling, memperhatikan bagaimana bimbingan dan konseling di sekolah, dan menafsirkan kesan yang berakhir dengan kesimpulan tentang bimbingan dan konseling di sekolah dan memaknainya. Persepsi dapat pula diartikan sebagai proses penginterpretasian seseorang atau kelompok terhadap bimbingan dan konseling di sekolah, peristiwa atau stimulus dengan melibatkan pengalam-pengalaman yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling tersebut atau hubungan yang diperoleh melalui proses kognisi dan afeksi untuk menyimpulkan informasi dan penafsiran pesan untuk membentuk konsep tentang bimbingan dan konseling di sekolah tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor ada dua yaitu faktor situasional dan faktor personal. Dimana faktor situasional terdiri dari deskripsi verbal, petunjuk proksemik, petunjuk kinestik,

40 25 petunjuk wajah, petunjuk paralinguistik, dan petunjuk arifactua. Sedangkan faktor personal meliputi faktor pengalaman, motivasi, kepribadian, intelegensi dan kemampuan yang dimiliki. Yang dimaksud dengan faktor pengalaman yaitu pengalaman yang dimiliki oleh guru bidang studi dalam melihat kinerja konselor sekolah. Semakin banyak pengalaman guru bidang studi, maka akan semakin cermat dalam mempersepsi konselor sekolah. Kedua yaitu motivasi, ketika guru bidang studi memiliki motivasi terhadap konselor sekolah, maka persepsinya akan cenderung bias dan tidak objektif. Dan faktor yang lain yaitu kepribadian,intelegensi, serta kemampuan guru bidang studi didalam menarik kesimpulan. Kelima hal tersebut nantinya akan dijadikan dasar acuan didalam penelitian untuk mengetahui bagaimana persepsi mereka terhadap kesalahpahaman kinerja konselor. Persepsi yang diberikan guru mata pelajaran sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu persepsi guru mata pelajaran terhadap kesalahpahaman kinerja konselor ini memiliki peran penting di sekolah, karena dengan mengetahui seperti apa persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor, akan dapat menjadi evaluasi bagi konselor dalam menampilkan citra sebagai konselor yang menunjukkan kinerja yang baik. Teori-teori tersebut diatas berkaitan erat dengan penelitian yang akan dilakukan, karena teori tersebut relevan dengan obyek yang akan diteliti yaitu, persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor sekolah.

41 Proses terjadinya Persepsi Menurut De Vito dalam Sugiyo (2005 : 34) mengemukakan bahwa peroses persepsi melalui tiga tahap yaitu Pertama, stimulasi sensoris terjadi, proses ini merupakan proses sensori; Kedua, stimulasi organisasi terorganisasi, tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pertama dan pada tahap ini akan memperoleh pemahaman tertentu dengan prinsip prinsip kedekatan dan kesamaan / kemiripan; Ketiga, stimulasi sensori diinterpretasikan, maksudnya bahwa apa yang telah diterima melalui sensori akan diberi makna atau ditafsirkan. Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah ransangan ditetapkan kepada manusia. Dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang harus dimulai dengan mengubah persepsinya. Proses pertama dalam persepsi adalah menerima rangsangan atau data dari berbagai sumber melalui panca indera. Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi untuk diproses lebih lanjut. Rangsangan yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk. Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, penerima menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Proses penafsiran inilah yang dinamakan persepsi. Persepsi pada intinya adalah memberikan arti pada berbagai data dan informasi yang diterima. Setelah melakukan penafsiran atau persepsi maka akan diwujudkan dalam reaksi atau tindakan terhadap objek persepsi. Dalam Walgito (2005: 102) mengemukakan proses terjadinya persepsi menjadi tiga tahap, yaitu sebagai berikut :

42 27 1) Proses kealaman atau proses fisik, dimana objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indra atau reseptor. 2) Proses fisiologis. Merupakan proses dimana stimulus yang diterima oleh alat indra dilanjutkan oleh syaraf sensoris ke otak. 3) Proses psikologis, proses yang terjadi di otak, sehingga individu dapat menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sebagai suatu akibat dari stimulus yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran. Dengan demikian, taraf terakhir persepsi adalah individu menyadari apa yang diterima. Dalam proses persepsi perlu adanya perhatian sebagai langkah persiapan dalam persepsi itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu tidak hanya dikenai oleh satu stimulus saja, tetapi berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitarnya. Namun, tidak semua stimulus mendapatkan respon individu untuk dipersepsi. Stimulus mana yang akan dipersepsi atau mendapatkan respon tergantuang pada perhatian individu yang bersangkutan. Penafsiran terhadap stimulus bersifat subyektif sehingga pemaknaan stimulus yang sama belum tentu menghasilkan interpretasi yang sama pula. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman, kebutuhan, nilai dan harapan yang ada pada diri individu. Berdasarkan keterangan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa proses persepsi berlangsung dalam beberapa tahap. Proses tersebut dimulai dengan adanya stimulus yang mengeai alat indera. Stimulus ini berasal dari objek atau kejadian yang menjadi pengalaman individu. Stimulus yang diterima akan diteruskan oleh syaraf sensoris ke pusat susunan syaraf (otak). Setelah informasi sampai ke otak terjadi proses

43 28 kesadaran, yaitu individu mampu menyadari apa yang dilihat, dirasa, dan sebagainya. Setelah menyimpulkan dan menafsirkan informasi yang diterimanya, individu memunculkan respon sebagai reaksi terhadap stimulus yang diterimanya. Dalam penelitian ini, objek yang akan dipersepsi oleh guru mata pelajaran adalah kesalahpahaman kinerja konselor sekolah. Objek tersebut akan menjadi stimulus yang akan diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak kemudian ditafsirkan. Proses penafsiran ini dapat berbeda antara guru satu dengan lainnya, hal ini tergantung pengalaman masing masing guru khususnya yang berkaitan dengan persepsi guru mata pelajaran tentang bimbingan dan konseling di sekolah Indikator Persepsi Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh pengindraan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra. Namun proses ini tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan ke proses selanjutnya yang merupakan proses persepsi. Stimulus yang diindra individu kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindra itu. (Bimo Walgito, 2002 : 67) Dari pengertian persepsi di atas terdapat beberapa indikator persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor di sekolah yaitu sebagai berikut: 1. Penyerapan terhadap rangsang atau objek dari luar individu.

44 29 Rangsang atau objek tersebut diserap atau diterima oleh panca indera, baik penglihatan, pendengaran, peraba, pencium, dan pencecap secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Dari hasil penyerapan atau penerimaan oleh alat-alat indera tersebut akan mendapatkan gambaran, tanggapan, atau kesan di dalam otak. Gambaran tersebut dapat tunggal maupun jamak, tergantung objek persepsi yang diamati. Di dalam otak terkumpul gambaran-gambaran atau kesan-kesan, baik yang lama maupun yang baru saja terbentuk. Jelas tidaknya gambaran tersebut tergantung dari jelas tidaknya rangsang, normalitas alat indera dan waktu, baru saja atau sudah lama. 2. Pengertian atau pemahaman Setelah terjadi gambaran-gambaran atau kesan-kesan di dalam otak, maka gambaran tersebut diorganisir, digolong golongkan (diklasifikasi), dibandingkan, diinterpretasi, sehingga terbentuk pengertian atau pemahaman. Proses terjadinya pengertian atau pemahaman tersebut sangat unik dan cepat. Pengertian yang terbentuk tergantung juga pada gambaran -gambaran lama yang telah dimiliki individu sebelumnya (disebut apersepsi). 3. Penilaian atau evaluasi Setelah terbentuk pengertian atau pemahaman, terjadilah penilaian dari individu. Individu membandingkan pengertian atau pemahaman yang baru diperoleh tersebut dengan kriteria atau norma yang dimiliki individu secara subjektif. Penilaian individu berbeda -beda meskipun objeknya sama. Oleh karena itu persepsi bersifat individual.

45 Guru Bidang Studi Pengertian Guru Bidang Studi Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi, pada jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Peran guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran peran guru sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik (E. Mulyasa, 2007: 53) Macam-macam Guru Bidang Studi Macam-macam guru bidang studi ditingkat SMA diantaranya Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Biologi, Kimia, Fisika, Ekonomi, Sejarah, Sosiologi, Geografi, Akuntansi, Bahasa Jawa, Bahasa Asing, Kesenian, Olahraga, TIK, PKN Agama Peran Guru Bidang Studi dalam BK Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah bukan hanya menjadi tanggung jawab guru bimbingan dan konseling (guru BK) melainkan menjadi tanggung jawab bersama semua guru, baik guru kelas maupun guru mata pelajaran di bawah koordinasi guru bimbingan dan konseling. Sekalipun tugas dan tanggung jawab utama guru kelas maupun guru mata pelajaran adalah menyelenggarakan kegiatan belajar dan pembelajaran, bukan berarti dia sama

46 31 sekali lepas dari kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru kelas dan guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisiensi pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah, bahkan dalam batas-batas tertentu guru kelas maupun guru mata pelajaran dapat bertindak sebagai pembimbing bagi siswanya. Salah satu peran yang harus dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing yang baik guru harus memiliki pemahaman tentang siswa yang dibimbingnya. Lebih jauh, Makmun (2003: 40) menyatakan bahwa guru sebagai pembimbing dituntut untuk mampu mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching). Berkenaan dengan upaya membantu mengatasi kesulitan atau masalah siswa, peran guru tentu berbeda dengan peran yang dijalankan oleh konselor profesional. Berkenaan peran guru kelas dan guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, Willis (2005: 81) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat. Prayitno dkk (2004: 70) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru kelas dan guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling sebagai berikut: 1. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa 2. Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.

47 32 3. Mengalih tangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor 4. Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut guru pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan). 5. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling. 6. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan. 7. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus. 8. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya. Peran guru kelas maupun guru mata pelajaran dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling sangatlah penting. Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah akan sulit dicapai tanpa peran serta guru kelas ataupun guru mata pelajaran di sekolah yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal tersebut Yusuf (2008: 35) menjelaskan deskripsi kerja (kinerja) dari guru bidang studi termasuk didalamnya peran serta dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling adalah sebagai berikut: a. Memahami konsep dasar bimbingan dan karakteristik siswa (tugas-tugas perkembangan siswa), sebagai landasan untuk memberikan layanan bimbingan. b. Memahami keragaman karakteristik siswa dalam aspek-aspek fisik (kesehatan dan keberfungsiannya), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, temperamen (periang, pendiam, pemurung, atau mudah tersinggung), dan karakternya (seperti kejujuran, kedisiplinan, dan tanggung jawab). c. Menandai siswa yang diduga mempunyai masalah atau siswa yang gagal dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya d. Menciptakan iklim kelas yang secara sosiopsikologis kondusif bagi kelancaran belajar siswa, seperti: bersikap ramah, bersikap respek terhadap siswa, bersikap adil (tidak menganaktirikan/ menganakemaskan anak), menghargai pendapat atau hasil karya siswa, memberikan kesempatan

48 33 kepada siswa untuk bertanya atau mengemukakan pendapat, bergairah dalam mengajar, dan berdisiplin. e. Membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar f. Mereferal (mengalihtangankan) siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing g. Bekerjasama dengan guru pembimbing dalam rangka membantu siswa h. Memberikan informasi tentang kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja yang diminati siswa i. Memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan, sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepada siswa tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, suasana kerja, persyaratan kerja, dan prospek kerja) j. Menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek emosional, sosial, maupun moral-spiritual. Hal ini penting, karena guru merupakan figur central bagi siswa k. Memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran yang diberikannya secara efektif Peran-peran guru sebagaimana telah dikemukakan terkait erat dengan penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah. Kesulitankesulitan atau permasalahan yang timbul dalam implementasi deskripsi kerja tersebut pada dasarnya juga merupakan permasalahan yang berada dalam wilayah penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini, guru kelas maupun guru mata pelajaran membutuhkan kehadiran guru bimbingan dan konseling, sebaliknya guru bimbingan dan konseling juga membutuhkan informasi, bantuan, dan kerja sama dengan guru kelas dan guru mata pelajaran untuk melaksanakan tugas-tugas kepembibingannya. 2.4 Kinerja Konselor Pengertian Kinerja Secara etimologi, kata kinerja berarti suatu yang hendak dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja. Kinerja menurut Mangkunegara (2000: 67)

49 34 merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Hasibuan (2001: 34) kinerja prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Menurut Tika (2006: 121) kinerja merupakan hasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu Menurut Gibson, dkk (2003: 355), job performance adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja keefektifan kinerja lainnya. Sementara menurut Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi. Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Simanjuntak (2005: 1) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Sedangkan menurut Irawan (2002: 11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan pegawai, maka kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan kinerja pegawai. Dessler (2000: 87) berpendapat : Kinerja (prestasi kerja) karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan

50 35 prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya. Selain itu menurut John Whitmore (1997: 104) kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Sedangkan menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson terjemahan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001: 78) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja adalah suatu perbuatan yang dilakukan/ pameran/ penampilan hasil kerja personil maupun suatu organisasi didalam melaksanakan tugasnya dalam upaya pencapaian suatu tujuan Unsur Kinerja Berdasarkan pengertian di atas kinerja mengandung 3 (tiga) unsur, yaitu : 1) Unsur waktu, dalam hasil-hasil yang dicapai oleh usaha-usaha tertentu, dinilai dalam satu putaran waktu atau sering disebut periode. Ukuran periode dapat menggunakan satuan jam, hari, bulan, maupun tahun. 2) Unsur hasil, dalam arti hasil-hasil tersebut merupakan hasil rata-rata pada akhir periode tersebut. Hal ini tidak berarti mutlak setengah periode harus memberikan hasil setengah dari keseluruhan.

51 36 3) Unsur metode, dalam arti seorang pegawai harus meguasai betul dan bersedia mengikuti pedoman yang telah ditentukan, yaitu metode kerja yang efektif dan efisien, ditambah pula dalam bekerjanya pegawai tersebut harus bekerja dengan penuh gairah dan tekun serta bukan berarti harus bekerja berlebihan Wujud atau Bentuk Kinerja Konselor Wujud atau bentuk kinerja guru BK tentu berbeda dengan profesi yang lain. Pada dasarnya dapat ditegaskan bahwa perbedaan pekerjaan dapat menyebabkan wujud kinerja berbeda. Namun demikian perbedaan wujud kinerja berdasarkan perbedaan pekerjaan tetap mengacu pada satu konsep yang disebut ukuran kinerja. Artinya setiap profesi atau pekerjaan tertentu memiliki indikator atau ukuran kinerja masing-masing. Ukuran kinerja disebut sebagai kriteria. Yang dimaksudkan sebagai alat untuk menggambarkan keberhasilan, ukuran prediktif untuk menilai efektifitas individu dan organisasi. Wujud kinerja dalam konteks karakteristik individu mencakup tugas-tugas konselor yang harus dilaksanakan. Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan penerapan konsep,asas, kaidah, hukum dan prosedur ilmiah bimbingan dan konseling. Apa yang dilakukan oleh guru pembimbing dalam menjalankan tugasnya disekolah tidak asal-asalan akan tetapi ada landasan ilmunya. Prayitno (2005: 3) menyebutkan bahwa tugas pokok konselor adalah mewujudkan proses konseling disertai dengan kegiatan yang menunjang tugas pokoknya.

52 37 Dalam buku dasar standarisasi profesi konseling yang dikeluarkan Depdikbud (2004: 16), disebutkan bahwa tugas dan kegiatan tenaga profesi konseling meliputi yaitu tugas pokok, tugas kegiatan pengelolaan, tugas kolaborasi profesional, dan tugas keorganisasian. a. Tugas pokok profesional, yaitu tugas dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling yang mendukung terlaksnanya fungsi-fungsi bimbingan dan konseling. b. Tugas yang berkaitan dengan manajerial/ pengelolaan, yaitu tugas-tugas konselor dalam mengelola bimbingan dan konseling di sekolah. Tugas ini dimulai dari penyusunan/ perencanaan program, pelaksanaan programprogram yang direncanakan, evaluasi hasil dan proses layanan, kegiatan tindak lanjut serta pelaporan c. Tugas yang berkaitan dengan administrasi, yang idimaksudkan disini adalah tugas konselor untuk menyusun administrasi bimbingan dan konseling. d. Tugas yang berkaitan dengan organisasi profesi, yaitu tugas konselor untuk ikut serta mengembangkan bimbingan dan konseling di sekolah dan dimasyarakat melalui partisipasi aktif dalam organisasi profesinya Pentingnya Persepsi Guru Bidang Studi Terhadap Kinerja Konselor Persepsi guru bidang studi terhadap pelayanan bimbingan dan konseling sangatlah penting bagi seorang konselor, karena seorang guru bidang studi dapat memberikan pemahaman dan penilaian tentang pelayanan bimbingan dan

53 38 konseling yang dilaksanankan di sekolah. Sehingga dapat terjalin kerja sama antara guru bidang studi dengan konselor sekolah atau guru pembimbing dalam menghadapi permasalahan permasalahan yang terjadi atau yang dialami oleh siswa. Dengan demikian persepsi guru bidang studi dalam menunjang pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah sangatlah diperlukan. Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa persepsi setiap guru bidang studi terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah berbeda beda, ada persepsi positif maupun negatif. Persepsi positif guru bidang studi terhadap pelayanan bimbingan dan konseling merupakan suatu penilaian yang di berikan oleh seorang guru bidang studi terhadap pelayanan bimbingan dan konseling dengan menilai sisi baik dari konselor sekolah tersebut, yaitu misalnya seorang guru bidang studi menilai bahwa konselor di sekolah sangat membantu guru bidang studi dalam mengetahui tugas perkembangan peserta didiknya, kemudian selain itu pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah juga membantu guru bidang studi mengentaskan permasalahan siswa yang sedang atau sering dihadapi siswa, misalnya siswa bermasalah dengan belajar. Selain persepsi positif dari guru bidang studi terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah, juga sebaliknya sering muncul persepsi yang negatif dari guru terhadap konselor di sekolah, sebab dari persepsi negatif yang muncul biasanya seorang guru bidang studi kurang memahami apa tugas dan peran dari seorang guru pembimbing atau konselor sekolah itu sendiri yang terkadang menyalah gunakan tugas dan peranan konselor sekolah, sehingga menimbulkan kesalahpahaman antara guru bidang studi dengan guru pembimbing.

54 Kesalahpahaman Pengertian Kesalahpahaman Menurut KBBI Kesalahpahaman artinya salah atau keliru dalam memahami sikap orang lain yang biasanya menimbulkan reaksi bagi yang bersangkutan. Pemahaman menurut Sadiman (1996: 109) adalah suatu kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Menurut Winkel dan Mukhtar (dalam Sudaryono, 2012: 44), pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain. Sementara Benjamin S. Bloom (dalam Anas Sudijono, 2009: 50) mengatakan bahwa pemahaman (Comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Jadi, dapat disimpulkn bahwa kesalahpahaman adalah salah mengerti tentang sesuatu dan tidak dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang guru bidang studi dikatakan memahami konselor apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang konselor itu sendiri yang meliputi tugas-tugas dan fungsinya di sekolah. Kesalahpahaman sering disebut juga dengan miskonsepsi. Fowler (dalam Suparno, 2005: 5) memandang miskonsepsi sebagai suatu pengertian yang tidak akurat terhadap

55 40 konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan konsep-konsep yang tidak benar. Bentuk miskonsepsi dapat berupa kesalahan konsep, hubungan yang tidak benar antar konsep, dan gagasan intuitif atau pandangan yang naif (Suparno, 2005) Persepsi Guru Bidang Studi terhadap kinerja yang Salah Menurut Prayitno (2004: 120) Kesalahpahaman guru terhadap pelayanan bimbingan dan konseling itu sendiri antara lain sebagai berikut : 1. Bimbingan dan Konseling Disamakan Saja dengan atau Dipisahkan Sama Sekali dari Pendidikan Bimbingan dan konseling di sekolah secara umum termasuk ke dalam ruang lingkup upaya pendidikan di sekolah, namun tidak berarti bahwa dengan penyelenggaraan pengajaran (yang baik) saja seluruh misi sekolah akan dapat tercapai dengan penuh. Kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak hal yang menyangkut kepentingan siswa yang harus ditanggulangi oleh sekolah yang tidak dapat teratasi dengan pengajaran semata-mata. 2. Konselor di Sekolah Dianggap sebagai Polisi Sekolah Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor di sekolah adalah sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan keamanan sekolah. Petugas bimbingan dan konseling bukanlah pengawas ataupun polisi yang selalu mencurigai dan

56 41 akan menangkap siapa saja yang bersalah. Petugas bimbingan dan konseling adalah kawan pengiring penunjuk jalan, pembangun kekuatan, dan pembina tingkah laku positif yang dikehendaki. Petugas bimbingan dan konseling hendaknya bisa menjadi sitawar-sidingin bagi siapa pun yang datang kepadanya. Dengan pandangan, sikap, keterampilan, dan penampilan konselor siswa atau siapa pun yang berhubungan dengan konselor akan memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan. 3. Bimbingan dan Konseling Dianggap Semata-Mata sebagai Proses Pemberian Nasihat Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanya merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Konselor juga harus melakukan upaya-upaya tindak lanjut serta mensinkronisasikan upaya yang satu dengan upaya yang lainnya sehingga keseluiruhan upaya itu menjadi satu rangkaian yang terpadu dan bersinambungan. 4. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Dibatasi pada Hanya Menangani Masalah yang Bersifat Insidental Pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari masalah yang dirasakan klien sekarang, yang sifatnya diadakan. Namun pada hakikatnya pelayanan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, yaitu yang lalu, sekarang, dan yang akan datang. Disamping itu

57 42 konselor tidaklahhanya menunggu saja klien yang datang dan mengemukakan masalahnya. 5. Bimbingan dan Konseling Dibatasi Hanya untuk Klien-Klien Tertentu Saja Pelayanan bimbingan dan konseling bukan tersedia dan tertuju hanya untuk klien-klien tertentu saja, tetapi terbuka untuk segenap individu ataupun kelompok yang memerlukannya. Di sekolah misalnya, pelayanan bimbingan dan konseling tersedia dan tertuju untuk semua siswa. Semua siswa mendapat hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan bimbingan dan konseling. Petugas bimbingan dan konseling membuka pintu yang selebar-lebarnya bagi siapa saja siswa yang ingin mendapatkan atau memerlukan pelayanan bambingan dan konseling. 6. Bimbingan dan Konseling Melayani Orang Sakit dan/atau Kurang Normal Sebagaimana telah dikemukakan, bimbingan dan konseling tidak melayani orang sakit dan kurang normal. Bimbingan dan konseling hanya melayani orang-orang normal yang mengalami masalah tertentu. Konselor yang memiliki kemampuan yang tinggi akan mampu mendeteksi dan mempertimbangkan lebih jauh tentang mantap atau kurang mantapnya fungsi-fungsi yang ada pada klien sehingga kliennya itu perlu dikirim kepada dokter atau psikiater. 7. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Bekerja Sendiri

58 43 Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi,melainkan proses yang bekerja sendiri sarat dengan unsur-unsur budaya, sosial dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor harus pandai menjalin hubungan kerja sama yang saling mengerti dan saling menunjang demi terbantunya klien yang mengalami masalah itu serta harus bisa memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan dapat diadakan untuk kepentingan pemecahan masalah. 8. Konselor Harus Aktif, Sedangkan Pihak Lain Pasif Sesuai dengan asas kegiatan, di samping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien, harus secara langsung aktif terlibat dalam proses tersebut. Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban kegiatannya tidak semata-mata ditimpakan hanya kepada konselor saja. Jika dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor, maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat, atau bahkan tidak berjalan sama sekali. 9. Menganggap Pekerjaan Bimbingan dan Konseling Dapat Dilakukan oleh Siapa Saja Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja? Jawabannya bisa benar atau tidak. Benar, jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakuakn secara amatiran belaka. Tidak, jika bimbingan dan konseling

59 44 dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan, dengan kata lain dilaksanakan secara professional oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama di perguruan tinggi. 10. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Berpusat pada Keluhan Pertama Saja Usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala dan keluhan awal yang disampaikan oleh klien. Namun jika pembahasan masalah itu dilanjutkan, didalami, dan dikembangkan, sering kali ternyata masalah yang sebenarnya lebih pelik dibandingkan dengan yang tampak atau disampaikan. Konselor tidak boleh terpukau oleh keluhan atau masalah yang pertama disampaikan oleh klien, tetapi harus mampu menyelami sedalam-dalamnya masalah klien yang sebenarnya. 11. Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Memang dalam hal-hal tertentu terdapat kesamaan antara pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan klien atau pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya, melalui berbagai teknik yang teruji sesuai dengan masing-masing bidang pelayanan, baik dalam mengungkap masalah klien atau pasien, mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun penyembuhannya. Dengan demikian pekerjaan bimbingan dan konseling

60 45 tidak lah persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Dokter atau psikiater berkerja dengan orang sakit, sedangkan konselor berkerja dengan orang yang normal (sehat namun sedang mengalami masalah). Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental / psikis, modifikasi perilaku, teknik-teknik khas bimbingan dan konseling. 12. Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segera dilihat. Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien dapat diatasi sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan itu sering kali tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan cepat itu adalah dalam hitungan detik atau jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk kemulut akan terasa pedasnya. Hasil bimbingan dan konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemudian. Misalnya siswa yang mengkonsultasi tentang cita-citanya untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaatdari hasil konsultasi akan dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang dokter. 13. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien.

61 46 Cara apa pun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai pun berbeda. Masalah yang tampaknya sama setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakikatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasi. Pada dasarnya, pemakaiaan sesuatu cara tergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan konseling dan sarana yang tersedia. 14. Memusatkan usaha bimbingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumentasi bimbingan dan konseling (misalnya tes, inventori, angket, dan alat pengungkap lainnya). Perlu diketahui bahwa perlengkapan dan sarana utama yang pasti ada dan dapat dikembangkan pada diri konselor ialah keterampilan pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakan instrument (tes, inventori, angket, dan sebagainya itu) hanyalah sekadar pembantu. Ketiadaan alatalat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, ataupun melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh sebab itu, konselor tidak menjadikan ketiadaan instrument seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apalagi tidak melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali. Petugas bimbingan dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal

62 47 sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan. 15. Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalahmasalah yang ringan saja. Ukuran berat-ringanya suatu masalah memang menjadi relative, seringkali masalah seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas berat ringan yang paling penting bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah kepada pihak yang lebih kompeten Kesalahpahaman-kesalahpahaman tersebut merupakan hal yang bertolak belakang dengan kinerja konselor yang semestinya. Dari kesalahpahaman tersebut, jika dikaitkan dengan penelitian ini persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor di sekolah sangatlah penting dan diperlukan, karena dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan guru bidang studi mengenai kinerja konselor yang semestinya, dan dapat pula diketahui seperti apa pandangan guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor yang sering terjadi. Ini diharapkan dapat membantu konselor dalam melaksanakan tugas dan peranannya di sekolah. Selain itu, konselor sekolah juga dapat

63 48 mengetahui kekurangan yang dimilikinya, sehingga dalam melaksanakan tugas dan peranannya dapat di tingkatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu konselor sekolah diharapkan dapat memiliki kinerja yang baik, yaitu dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang tenaga profesional yang memiliki kemampuan, usaha, dan kesempatan dalam melaksanakan pelayanan Bimbingan dan Konseling kepada peserta didik, sehingga dapat dinilai hasil kerjanya yaitu membantu peserta didik secara optimal menjadi pribadi mandiri. 2.6 Kerangka Pemikiran Pada bagian ini akan dikaji mengenai kerangka peneliti dalam memecahkan masalah yang muncul didalam penelitian ini. Kerangka penelitian ini menjadi dasar bagi peneliti untuk dapat mencapai tujuan yakni mengetahui bagaimana persepsi guru bidang studi terhadap konselor yang difokuskan pada kesalahpahaman kinerja di SMA Negeri se- Kabupaten Purbalingga. Untuk mengetahui seperti apa persepsi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor, peneliti menggunakan delapan poin kesalahpahaman menurut Prayitno. Delapan poin tersebut antara lain, Tugas konselor didalam Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan, Konselor sekolah dianggap sebagai polisi sekolah, bimbingan dan konseling yang dilakukan konselor dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat, bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja, konselor sekolah

64 49 didalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling hanya bekerja sendiri, pekerjaan konselor sekolah dapat dilakukan oleh siapa saja, menganggap hasil pekerjaan konselor harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien. Dari kedelapan poin tersebut dapat diketahui tingkat kesalahpahaman kinerja konselor yang dipersepsikan oleh guru bidang studi. Persepsi guru bidang studi ini dapat digali melalui penyerapan terhadap objek, pemahaman terhadap konselor, dan kemudian penilaian atau evaluasi dari guru bidang studi. Kerangka pemikiran tersebut disajikan dalam gambar 2.1 berikut :

65 50 Persepsi kesalahpahaman terhadap kinerja konselor Poin kesalahpahaman : 1. Tugas konselor didalam Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan 2. Konselor sekolah dianggap sebagai polisi sekolah 3. Bimbingan dan konseling yang dilakukan konselor dianggap sematamata sebagai proses pemberian nasihat 4. Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja 5. Konselor sekolah didalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling hanya bekerja sendiri 6. Pekerjaan konselor sekolah dapat dilakukan oleh siapa saja 7. Menganggap hasil pekerjaan konselor harus segera dilihat 8. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien Tinggi Rendah Penyerapan terhadap objek Pemahaman terhadap konselor Persepsi Penilaian / evaluasi Gambar 2.1 Sistematika Kerangka Pemikiran

66 BAB 3 METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan usaha yang harus ditempuh dalam penemuan ilmiah guna menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Hal ini perlu diperhatikan dalam penelitian bagi seorang peneliti sehingga, metode yang digunakan sesuai dengan objek penelitian dan tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan hal tersebut akan dibahas dalam metode penelitian antara lain jenis penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas, serta teknik analisis data. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian dapat di klarifikasi dari berbagai cara dan sudut pandang dilihat dari pendekatan analisisnya. Menurut Azwar (2003:5-6) bahwa penelitian dibagi atas dua macam yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. bila dilihat kedalaman analisisnya, jenis penelitian terbagi atas penelitian deskriptif dan inferensial. Jika dipandang dari sifat permasalahanya, terdapat delapan jenis penelitian yaitu penelitian historis, penelitian deskriptif, penelitian perkembangan, penelitian kasus atau lapangan, penelitian korelasional, penelitian kausal komparatif, penelitian eksperimen dan penelitian tindakan. 51

67 52 Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu Berbagai Kesalahpahaman Kinerja Konselor sekolah menurut persepsi guru bidang studi di SMA Negeri se- Kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran 2015/2016, maka penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kuantitatif, karena bertujuan untuk mengetahui jawaban mengenai gambaran berbagai kesalahpahaman kinerja konselor menurut guru bidang studi. Dalam menganalisis data menggunakan angka yang diolah dengan metode statistik, setelah diperoleh hasilnya kemudian di deskripsikan dengan menggunakan kesimpulan yang didasari oleh angka yang diolah dengan metode statistik tersebut. Menurut Nazir (2003: 56) penelitian deskriptif yaitu penelitian yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual. Sedangkan menurut Azwar (2004: 7) penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Hasil penelitian ini disajikan secara deskriptif untuk memberikan gambaran tentang hasil penelitian yang diperoleh. 3.2 Variabel Penelitian Menurut Sugiyono (2008: 38) menyatakan bahwa variable penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Variabel dalam penelitian ini yaitu berbagai keslahpahaman kinerja konselor sekolah menurut persepsi guru bidang studi.

68 53 Variabel tersebut adalah variabel tunggal, sehingga tidak ada hubungan antar variabel, baik variabel yang mempengaruhi (independent) dan variabel yang dipengaruhi (dependen). 3.3 Definisi Operasional Suryabrata (2006: 29) menjelaskan definisi operasional variabel adalah definisi yang didasarkan atas sifat variabel yang didefinisikan dan dapat diamati, maka batasan operasional variabel penelitian ini adalah berbagai kesalahpahaman kinerja konselor sekolah menurut persepsi guru bidang studi. Persepsi guru bidang studi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari seorang guru bidang studi untuk mengetahui profesi seorang konselor sekolah melalui proses yang didahului oleh penginderaan yang difokuskan pada persepsi yang salah/ kesalahpahaman. Untuk mengetahuinya digunakan skala psikologi. 3.4 Populasi dan sampel Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Arikunto, 2006: 108). Menurut Sugiyono (2009: 215), Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dari pendapat tersebut, maka populasi adalah keseluruhan objek yang mempunyai karakteristik tertentu. Sesuai dengan judul dari penelitian maka populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru bidang studi di SMA Negeri se-kabupaten

69 54 Purbalingga. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru bidang studi se-kabupaten Purbalingga yang berjumlah 418 orang. Berikut tabel data guru bidang studi SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga : Tabel 3.1 Daftar Populasi Guru Bidang Studi SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga No Nama Sekolah Jumlah Guru 1. SMA N 1 Purbalingga 65 guru 2. SMA N 2 Purbalingga 56 guru 3. SMA N 1 Bukateja 51 guru 4. SMA N 1 Bobotsari 54 guru 5. SMA N 1 Karangreja 37 guru 6. SMA N 1 Kemangkon 28 guru 7. SMA N 1 Kutasari 25 guru 8. SMA N 1 Padamara 32 guru 9. SMA N 1 Rembang 42 guru 10. SMA N 1 Kejobong 28 guru Jumlah 418 guru Sumber : Dinas Pendidikan Purbalingga Sampel Sugiyono (2005: 56) Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Menurut Arikunto (2006: 131) sampel adalah

70 55 sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel biasanya terdiri atas sejumlah kecil unit sampling yang proporsional dan biasanya merupakan elemen-elemen target yang dipilih dari kerangka samplingnya (Bulaeng, 2004: 138). Karena jumlah guru bidang studi yang sangat banyak maka diambil sampel yang dapat mewakili populasi tersebut. Apabila subjeknya kurang dari 100 dapat diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, tetapi bila subjeknya besar, dapat diambil 10-15% atau 20-25% (Arikunto, 2006:134). Peneliti mengambil sampel 25% dari jumlah populasi yaitu 104 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik proportional sampling. Teknik ini menghendaki cara pengambilan sampel dari setiap sub populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya sub populasi tersebut. Dengan demikian peneliti terlebih dahulu menghitung jumlah penyebaran responden di tiap sekolah dengan menyesuaikan jumlah guru di sekolah tersebut. Selanjutnya, pemilihan guru mapel yang akan diberi skala psikologis bersifat acak. Peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel. Jadi dalam pengambilan sampel semua guru bidang studi mempunyai hak yang sama untuk dijadikan sampel. Tabel 3.2 Daftar Sampel Penelitian Tiap Sekolah No Nama Sekolah Jumlah Guru 1. SMA N 1 Purbalingga 16 guru 2. SMA N 2 Purbalingga 14 guru

71 56 3. SMA N 1 Bukateja 13 guru 4. SMA N 1 Bobotsari 13 guru 5. SMA N 1 Karangreja 9 guru 6. SMA N 1 Kemangkon 7 guru 7. SMA N 1 Kutasari 6 guru 8. SMA N 1 Padamara 8 guru 9. SMA N 1 Rembang 11 guru 10. SMA N 1 Kejobong 7 guru Jumlah 104 guru 3.5 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh informasi atau bahan yang akurat, relevan, dan reliabel. Menurut Arikunto (2010: 265) metode pengumpulan data diartikan sebagai cara pengumpulan data untuk penelitian yang menuntut memiliki keahlian dalam melakukannya. Dalam pengumpulan data perlu menggunakan teknik-teknik dan prosedur pengumpulan data, serta alat-alat yang digunakan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala psikologis. Penggunaan skala psikologis untuk pengumpulan data dalam penelitian ini karena data yang akan diungkap bersifat construct atau konsep psikologi yang menggambarkan aspek peribadi individu seperti: tendensi agresivitas, sikap terhadap sesuatu, self esteem, kecemasan, persepsi, dan motivasi

72 57 (Sutoyo, 2012: 193). Arikunto menyatakan bahwa didalam kegiatan penelitian, cara memperoleh data dikenal sebagai metode pengumpul data (Arikunto, 2006: 149). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi. Skala psikologi ini berisi tentang berbagai kesalahpahaman kinerja konselor menurut persepsi guru bidang studi. Azwar (2005: 3) menjelaskan bahwa skala psikologis sebagai alat ukur yang memiliki karakteristik khusus, yaitu: 1. Cenderung digunakan untuk mengukur aspek afektif bukan kognitif 2. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang bersangkutan 3. Jawabannya lebih bersifat proyektif 4. Selalu berisi banyak item berkenaan dengan atribut yang diukur 5. Respon subyek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah, semua jawaban berbeda diinterpretasikan berbeda pula Berdasarkan karakteristik tersebut, peneliti menggunakan skala psikologis, karena sesuai dengan aspek yang akan diukur, yaitu persepsi. Dalam penelitian ini, menggunakan skala model likert dalam penskorannya. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi tentang fenomena sosial yang telah diterapkan secara spesifik oleh peneliti (Sugiyono, 2012: 134). Skala persepsi ini menggunakan lima alternatif jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (RR), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Instrumen penelitian ini diisi oleh responden dengan memilih salah satu jawaban yang sudah disediakan. Agar dalam pengisian instrumen penelitian responden mengisi sesuai keadaan maka dibuat bervariasi yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Adapun kategori jawaban dan skorsing untuk skala persepsi sebagai berikut:

73 58 Tabel 3.3 Kategori Jawaban dan Skoring Skala Persepsi No Pernyataan positif Pernyataan negative Jawaban Nilai Jawaban Nilai 1. SS 5 SS 1 2. S 4 S 2 3. RR 3 RR 3 4. TS 2 TS 4 5. STS 1 STS 5 Penyusunan skala psikologi diawali dengan pencarian teori-teori yang relevan dengan penelitian ini. Dari teori tersebut kemudian disusun kisi-kisi. Kisikisi ini memuat tentang indikator dari variabel penelitian yang dapat memberikan gambaran mengenai isi dan dimensi kawasan ukur yang akan dijadikan acuan dalam penulisan aitem. Dari kisi-kisi tersebut kemudian dibuatlah instrumen dengan mengkonsultasikan dengan ahli terlebih dahulu. Langkah berikutnya yaitu uji coba instrumen, dari uji coba tersebut dapat diketahui instrumen yang valid dan tidak valid. Untuk instrumen yang tidak valid, kemudian tidak diikutkan. Setelah tahapan tersebut dilaksanakan, maka instrumen dapat digunakan. Berikut langkah-langkah penyusunan skala psikologis tersebut :

74 59 Teori Kisi- kisi instrumen Instrumen Instrumen jadi Revisi Uji coba Gambar 3.1 Langkah-langkah Penyusunan Instrumen 3.6 Validitas dan Reliabelitas Validitas Instrumen Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto,2006: 168). Sebuah instrumen dapat dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang diinginkan dan mengungkap data atau variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud. Menurut Arikunto (2006: 168) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas konstruk (Construct Validity) berkaitan dengan konstruksi atau konsep bidang ilmu yang akan diuji validitas alat ukurnya. Validitas konstruk merujuk pada kesesuaian antara hasil alat ukur dengan kemampuan yang ingin

75 60 diukur. Jenis validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstrak, karena validitas konstrak adalah proses yang terkait erat dengan perkembangan teori. Hanya teori yang bisa memberitahukan apa yang seharusnya dan tidak seharusnya menjadi pusat perhatian. Validitas kontruk dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dan memasangkan butir-butir soal dengan tujuan-tujuan tertentu yang dimaksudkan untuk mengungkap tingkatan aspek kognitif tertentu pula. Seperti halnya dalam validitas isi, untuk menentukan tingkatan validitas konstruk, penyusunan butir soal dapat dilakukan dengan mendasarkan diri pada kisi-kisi alat ukur. Uji validitas dalam penelitian ini adalah yang digunakan oleh Person yaitu rumus korelasi product moment (Arikunto, 2010: 213) ( ) * ( ) +{ ( ) } Keterangan : : Koefisien pada kondisi X dan Y : Jumlah subyek : Jumlah skor item x : Jumlah skor item y : Jumlah perkalian skor item x dan item y : Jumlah kuadrat skor X : Jumlah kuadrat skor Y

76 61 Koefisien kolerasi r xy tersebut kemudian dibandingkan dengan r tabel. apabila r xy > r tabel maka disimpulkan bahwa butir yang dianalisis valid Reliabelitas Reliabelitas adalah suatu ketetapan suatu tes apabila diberikan kepada subjek yang sama untuk mengetahui ketetapan ini pada dasarnya dilihat kesejajaran hasil (Arikunto, 2010: 221). Instrumen yang reliabel apabila digunakan beberapa kali akan tetap memberikan data yang sama. Reliabelitas instrument merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen. Untuk menguji validitas dan realiabilitas data peneliti menggunakan Rumus Alpha Cronbach (Arikunto, 2010: 239), karena perolehan skor skala tentang perilaku prososial merupakan rentangan yang berbentuk skala dari 1 sampai 5, jadi skor diperoleh bukan 1 dan 0. ( ( ) ) ( ) Keterangan : r 11 k : reliabilitas instrumen : banyaknya butir pertanyaan : jumlah varians butir : varians total Dari hasil perhitungan reliabilitas kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel dan apabila r 11 r tabel pada taraf signifikan 5% maka butir item dikatakan reliabel.

77 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif persentase (DP). Teknik analisis ini bersifat eksploratif yang bertujuan untuk menggambarkan status fenomena. Angka-angka hasil perhitungan atau pengukuran dapat diproses dengan cara menjumlahkan, membandingkan dengan jumlah yang diharapkan oleh persentase. pencarian persentase dimaksudkan untuk mengatahui status sesuatu yang diperresentasikan lalu ditafsirkan dengan kalimat (Arikunto, 1998: 245) dengan rumus: p = x 100 % Keterangan : p n N = presentase yang dicari = jumlah skor yang diperoleh = jumlah skor yang diharapkan Skala persepsi menggunakan persentase skor 1 sampai 5, sehingga panjang kelas interval kriteria persepsi dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut: Persentase skor maksimum : 5/5 x 100% = 100% Persentase skor minimum : 1/5 x 100% = 20 % Rentangan persentase skor : 100% - 20 % = 80% Banyaknya kriteria : 5 Panjang kelas interval : rentang : banyak kriteria berikut : = 80% : 5 = 16 % Berdasarkan perhitungan di atas maka kriteria penilaiannya adalah sebagai

78 63 Interval Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Persepsi Kriteria 87 % % Sangat tinggi 70 % - 86 % Tinggi 53 % - 69 % Sedang 36 % - 52 % Rendah 20 % - 35 % Sangat rendah

79 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibagi kedalam dua bagian, yaitu hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian merupakan hasil-hasil yang didapat berupa data kuantitatif berdasarkan skala psikologi. Kedua yakni pembahasan, yang membahas mengenai hasil penelitian tersebut. 4.1 Hasil Penelitian Sesuai tujuan penelitian yang pertama yaitu mengetahui gambaran berbagai kesalahpahaman kinerja konselor menurut persepsi guru bidang studi di SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga, maka akan disajikan hasil penyebaran skala psikologi berdasarkan 8 poin kesalahpahaman kinerja konselor. Untuk menjawab hal tersebut, akan disajikan hasil penelitian secara deskriptif prosentase dari hasil skala persepsi yang telah disebarkan di 10 SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga. Skala persepsi dalam penelitian ini menggunakan skor 1 sampai dengan 5 dengan jumlah item sebanyak 65 butir. Panjang kelas interval kriteria dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut : Prosentase skor maksimum = ( 5 : 5 ) x 100% = 100% 64

80 65 Prosentase skor minimum = ( 1: 5 ) x 100% = 20% Rentang prosentase skor = 100% - 20% = 80 % Banyaknya kriteria = (Sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi). Panjang kelas interval = Rentang : banyaknya kriteria= (80% : 5 = 16%). Berdasarkan perhitungan diatas maka kriteria penilaian berbagai kesalahpahaman kinerja konselor sekolah adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Interval Persepsi Kesalahpahaman Kinerja Konselor Menurut Persepsi Guru Bidang Studi di SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga Interval Kriteria 87 % % Sangat tinggi 70 % - 86 % Tinggi 53 % - 69 % Sedang 36 % - 52 % Rendah 20 % - 35 % Sangat rendah Tabel 4.1 merupakan tabel interval yang nantinya menjadi penilaian untuk mengkategorikan kesalahpahaman yang terjadi, berdasarkan hasil analisis skala persepsi yang telah disebarkan. Dari interval tersebut dibagi menjadi lima kriteria yaitu, sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.

81 66 Tabel 4.2 Analisis Tiap Indikator dari Seluruh Komponen Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman Kinerja Konselor di SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga NO Indikator Persentase Kategori 1. Tugas konselor didalam Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan 79,13 % Tinggi 2. Konselor sekolah dianggap sebagai polisi sekolah 71,53 % Tinggi 3. Bimbingan dan konseling yang dilakukan konselor dianggap sematamata 59,96 % Sedang sebagai proses pemberian nasihat 4. Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja 79,96 % Tinggi 5. Konselor sekolah didalam melaksanakan pelayanan bimbingan 79,87 % Tinggi dan konseling hanya bekerja sendiri 6. Pekerjaan konselor sekolah dapat dilakukan oleh siapa saja 73,30 % Tinggi 7. Menganggap hasil pekerjaan konselor harus segera dilihat 74,10 % Tinggi 8. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien 79,83 % Tinggi Dari tabel 4.2 tersebut dapat diperoleh gambaran kesalahpahaman kinerja konselor dari delapan poin kesalahpahaman yang digunakan. Terdapat tujuh poin pada kategori tinggi, serta satu poin pada kategori sedang.

82 67 Gambar 4.1 Diagram Analisis Tiap Indikator dari Seluruh Komponen Kesalahpahaman Kinerja Konselor Sekolah Menurut Persepsi Guru Bidang Studi di SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 Keterangan : K1 K2 K3 K4 K5 K6 : Persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa tugas konselor didalam Bimbingan dan Konseling disamakan dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan. : Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa Konselor Sekolah Adalah Polisi Sekolah : Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa Bimbingan dan Konseling yang Dilakukan Konselor Dianggap Sematamata Sebagai Proses Pemberian Nasihat : Persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja : Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa Konselor Sekolah didalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan Konseling Hanya Bekerja Sendiri : Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa Pekerjaan sebagai Konselor Bisa Dilaksanakan oleh Siapa Saja K7 : Persepsi Guru Bidang Studi Terhadap Kesalahpahaman bahwa Hasil Pekerjaan Konselor Harus Segera Dilihat

83 68 K8 : Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa konselor menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien Berdasarkan gambar 4.1, dapat diketahui bahwa dari kesuluruhan poin kesalahpahaman yang dipakai, Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja, sebesar 79,96 %. Kemudian diikuti dengan Konselor sekolah didalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling hanya bekerja sendiri sebesar 79,87%. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien sebesar 79,83%. Tugas konselor didalam Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan pada persentase 79,13 %. Menganggap hasil pekerjaan konselor harus segera dilihat 74,10%. Kemudian diikuti dengan Pekerjaan konselor sekolah dapat dilakukan oleh siapa saja pada persentase 73,30%. Konselor sekolah dianggap sebagai polisi sekolah yaitu 71,53%. Bimbingan dan konseling yang dilakukan konselor dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat pada persentase 59,96%. 4.2 Pembahasan Bimbingan dan konseling adalah layanan bantuan untuk peserta didik untuk mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya. Peran bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan menjadi sangat urgent, ketika permasalahan pendidikan bukan hanya tentang kurikulum atau pembelajaran, namun juga permasalahan yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri yang berhubungan erat dengan psikologi. Namun hingga saat ini bimbingan dan konseling seringkali dipersepsi dan dipahami keliru oleh sebagian orang. Kekeliruan pemahaman ini tidak hanya terjadi di kalangan orang-orang yang berada di luar Bimbingan dan Konseling, tetapi juga banyak ditemukan di kalangan orang-orang yang terlibat langsung dengan bimbingan dan konseling

84 69 termasuk oleh guru bidang studi. Padahal guru bidang studi memiliki peranan penting dalam layanan bimbingan dan konseling. Untuk mengetahui berbagai kesalahpahaman kinerja konselor di sekolah menurut persepsi guru bidang studi, peneliti menggunakan skala persepsi yang didalamnya terdapat 8 indikator kesalahpahaman dari 15 kesalahpahaman BK menurut Prayitno. Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka peneliti akan menjelaskan mengenai berbagai kesalahpahaman kinerja konselor di sekolah menurut persepsi guru bidang studi berdasarkan analisis deskriptif dari skala persepsi Persepsi Guru Bidang Studi Terhadap Kesalahpahaman Bahwa Tugas Konselor Didalam Bimbingan Dan Konseling Disamakan Dengan Atau Dipisahkan Sama Sekali Dari Pendidikan. Usaha bimbingan dan konseling dapat memainkan peranan yang amat berarti dalam melayani kepentingan siswa, khususnya yang belum terpenuhi secara baik. Dalam hal ini peranan bimbingan dan konseling ialah penunjang seluruh usaha sekolah demi keberhasilan anak didik. Seperti yang dijelaskan oleh Syamsu Yusuf (2008: 2) bahwa Pendidikan yang bermutu merupakan pendidikan yang seimbang, tidak hanya mampu mengantarkan peserta didik pada pencapaian standar kemampuan akademis, tetapi juga mampu membuat perkemabangan diri yang sehat dan produktif. Lebih lanjut Awalya, dkk dalam bukunya Bimbingan dan Konseling, latar belakang perlunya bimbingan dan konseling di sekolah diantaranya:

85 70 1. Latar Belakang Psikologi Yaitu karena siswa sebagai individu yang dinamis dan berada dalam proses perkembangan, memiliki kebutuhan dan dinamika dalam interaksinya dengan lingkungannya. 2. Latar Belakang Sosial Budaya Kondisi makin derasnya perubahan sosial dan makin kompleksnya keadan masyarakat berpengaruh pada berkembangnya masalah-masalah pribadi yang terekspresikan dalam suasana psikologis yang kurang nyaman seperti perasaan cemas, stress, perasaan terasing serta sering terjadi penyimpangan moral dalam sistem nilai. Atas dasar keadaan tersebut, sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal harus bertanggung jawab untuk mendidik dan menyiapkan siswa agar berhasil menyesuaikan diri di masyarakat 3. Latar Belakang Paedagogis Dalam hal ini bimbingan da konseling mempunyai peranan yang amat penting dalam pendidikan, yaitu membantu setiap pribadi anak didik agar berkembang secara optimal. Berdasarkan hasil penyebaran angket yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa tugas konselor didalam Bimbingan dan Konseling disamakan dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan berada pada kategori tinggi, yaitu 79,13 %. Berdasarkan jawaban responden mengenai poin kesalahpahaman ini, memiliki nilai tertinggi pada item nomor 3 yaitu anggapan bahwa seluruh misi sekolah akan dapat tercapai dengan penuh, cukup dengan penyelenggaraan pengajaran yang baik Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa Konselor Sekolah Adalah Polisi Sekolah Dari hasil penyebaran angket yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman mengenai anggapan konselor sekolah adalah polisi sekolah masih tetap ada yaitu sebesar 71,53%. Kesalahpahaman-kesalahpahaman tersebut diantaranya anggapan bahwa konselor

86 71 sekolah bertugas memotong rambut, memberi poin pelanggaran kepada siswa yang menyalahi tata tertib, guru BK bertugas memberi sanksi siswa yang bermasalah, guru bimbingan dan konseling bertugas mengawasi siswa yang terlambat dengan berjaga didepan gerbang, guru BK bertugas menertibkan kelas yang gaduh saat jam pelajaran, serta anggapan bahwa guru BK bertugas untuk mengisi jam mata pelajaran kosong. Ini tentu bertentangan dengan tugas konselor yang seharusnya. Dapat dikatakan bahwa persepsi guru bidang studi tidak sesuai dengan deskripsi pekerjaan (kinerja) konselor seperti yang dijelaskan oleh Syamsu Yusuf, sebagai berikut : Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utama secara sinergi, yaitu bidang administrasif dan kepemimpinan, bidang intruksional dan kurikuler, dan bidang pembinaan siswa (bimbingan dan konseling). 1. Bidang administratif dan kepemimpinan Bidang ini menyangkut kegiatan pengelolaan program secara efisien. Pada bidang ini terletak tanggungjawab kepemimpinan (kepala sekolah dan staf administrasi lainnya), yang terkait dengan kegiatan perencanaan, organisasi, deskripsi jabatan atau pembagian tugas, pembiayaan, penyediaan fasilitas atau sarana prasarana (material), supervisi,dan evaluasi program. 2. Bidang intruksional dan kurikuler Bidang ini terkait dengan kegiatan pengajaran yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan pengembangan sikap. Pihak yang bertanggung jawab secara langsung terhadap bidang ini adalah para guru 3. Bidang pembinaan siswa (bimbingan dan konseling) Bidang ini terkait dengan program pemberian layanan bantuan kepada peserta didik (siswa) dalam upaya mencapai perkembangannya yang optimal, melalui interaksi yang sehat dengan lingkungannya. Personel yang paling bertanggungjawab terhadap pelaksanaan bidang ini adalah guru pembimbing atau koselor Seperti yang dijelaskan oleh Syamsu Yusuf (2008: 25), bahwa salah satu kekeliruan dalam menafsirkan arti bimbingan yaitu anggapan bahwa bimbingan menghendaki kepatuhan dalam tingkah laku, padahal yang dikehendaki sebagai

87 72 hasil bimbingan bukanlah kepatuhan, melainkan penyesuaian diri. Sangatlah keliru apabila seseorang mempersamakan kepatuhan dan penyesuaian diri Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa Bimbingan dan Konseling yang Dilakukan Konselor Dianggap Semata-mata Sebagai Proses Pemberian Nasihat Konselor didalam melakukan bimbingan dan konseling bertugas untuk mendorong siswa agar mampu mengambil keputusan yang penting bagi dirinya. Jelas disini bahwa pekerjaan konselor bukan menentukan keputusan yang harus diambil oleh siswa atau memilih alternatif dari tindakannya. Keputusan-keputusan ada pada diri siswa sendiri, dan ia harus tahu mengapa dan bagaimana ia melakukannya. Oleh sebab itu siswa harus belajar mengestimasi konsekuensikonsekuensi yang mungkin terjadi dalam pengorbanan pribadi, waktu, tenaga, uang, resiko, dan sebagainya. Individu belajar memperhatikan nilai-nilai dan ikut mempertimbangkan yang dianutnya secara sadar dalam pengambilan keputusan. Seperti yang dijelaskan oleh Syamsu (2008: 6) bahwa Bimbingan merupakan helping, yang identik dengan aiding,assisting, atau availing, yang berarti bantuan atau pertolongan. Makna bantuan dalam bimbingan menunjukkan bahwa yang aktif dalam mengembangkan diri, mengatasi masalah, atau mengambil keputusan adalah individu atau peserta didik sendiri. Dalam proses bimbingan, pembimbing tidak memaksakan kehendaknya sendiri, tetapi berperan sebagai fasilitator. Istilah bantuan dalam bimbingan dapat juga dimaknai sebagai upaya untuk (a) menciptakan lingkungan (fisik, psikis, sosial, dan spiritual) yang

88 73 kondusif bagi perkembangan siswa, (b) memberikan dorongan dan semangat, (c) mengembangkan keberanian bertindak dan bertanggung jawab, dan (d) mengembangkan kemampuan untuk memperbaiki dan mengubah perilakunya sendiri. Syamsu (2008: 9) juga menjelaskan bahwa Konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu. Makna bantuan disini yaitu sebagai upaya untuk membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapai krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya. Tugas konselor adalah menciptakan kondisi-kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan klien. Dari hasil penyebaran skala psikologis yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa masih terdapat persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman mengenai bimbingan dan konseling yang dilakukan konselor dianggap sematamata sebagai proses pemberian nasihat. Sebesar 59,96 % guru bidang studi masih berpersepsi kurang tepat terhadap deskripsi kerja (kinerja) konselor. Nilai tertinggi jawaban responden pada indikator ini yaitu nomor 9 dan 33. Dalam hal ini masih banyak guru bidang studi yang beranggapan bahwa pengambilan keputusan adalah berada ditangan konselor, dan guru BK harus langsung memberikan solusi atas permasalahan yang dialami siswa Persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja

89 74 Bimbingan diperuntukkan bagi semua individu (guidance is for all individuals). Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua individu atau peserta didik, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah, baik pria maupun wanita, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dala hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif). Syamsu Yusuf (2008: 17). Dari hasil penyebaran skala psikologis yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja berada pada kategori tinggi yaitu sebesar 79,96 %. Hanya sebagian kecil guru bidang studi yang sudah menyadari bahwa layanan bimbingan dan konseling harus diberikan kepada semua siswa secara menyeluruh. Sebagian besar masih memiliki kesalahpahaman. Nomor item yang memiliki nilai tertinggi yaitu nomor 4, yaitu anggapan bahwa guru BK hanya menangani siswa yang bermasalah saja Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa Konselor Sekolah didalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan Konseling Hanya Bekerja Sendiri Syamsu Yusuf dalam bukunya Landasan Bimbingan dan Konseling mengatakan bahwa pencapaian standar akademis dan tugas-tugas perkembangan peserta didik memerlukan kerjasama yang harmonis antara para pengelola atau manajemen pendidikan, pengajaran, dan bimbingan, sebab ketiganya merupakan bidang-bidang utama dalam pencapaian tujuan pendidikan.

90 75 Dari hasil penyebaran skala psikologis yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa konselor sekolah didalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling hanya bekerja sendiri berada pada kategori tinggi yaitu 79,87 %. Hanya sebagian kecil guru bidang studi yang sudah mengetahui bahwa peran serta dari mereka sangat dibutuhkan dalam penanganan permasalahan siswa. Bimbingan merupakan usaha bersama. Bimbingan bukan tugas atau tanggung jawab konselor saja, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala sekolah. Mereka sebagai teamwork terlibat dalam proses bimbingan. Syamsu yusuf (2008: 17). Berdasarkan hasil analisis skala persepsi, sebagian besar guru bidang studi sudah menyadari bahwa didalam mengatasi permasalahan siswa perlu adanya kerjasama dan kolaborasi dengan banyak pihak, salah satunya guru BK. Dan mereka umumnya telah memahami deskripsi kerja (kinerja) mereka dalam pengembangan staf pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, seperti yang dijelaskan oleh Yusuf (2008: 34) sebagai berikut: 1) Memahami konsep dasar bimbingan dan karakteristik siswa (tugastugas perkembangan siswa), sebagai landasan untuk memberikan layanan bimbingan 2) Memahami keragama karakteristik siswa dalam aspek-aspek fisik (kesehatan dan keberfungsiannya), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, temperamen (periang, pendiam, pemurung,atau mudah tersinggung), dan karakternya (seperti kejujuran, kedisiplinan, dan tanggungjawab). 3) Menandai siswa yang diduga mempunyai masalah atau siswa yang gagal dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya 4) Menciptakan iklim kelas yang secara sosiopsikologis kondusif bagi kelancaran belajar siswa, seperti bersikap ramah, bersikap respek terhadap siswa, bersikap adil (tidak menganaktirikan/menganakemaskan anak), menghargai pendapat atau hasil karya siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk

91 76 bertanya atau mengemukakan pendapat, bergairah dalam mengajar, dan berdisiplin. 5) Membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar 6) Mereferal (mengalihtangankan) siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing 7) Bekerjasama dengan guru pembimbing dalam rangka membantu siswa 8) Memberikan informasi tentang kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja yang diminati siswa 9) Memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan,sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepada siswa tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, suasana kerja, persyaratan kerja, dan prospek kerja) 10) Menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek emosional, sosial, maupun moral-spiritual. Hal ini penting, karena guru merupakan figur central bagi siswa 11) Memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran yang diberikan secara efektif Jawaban responden pada poin ini yang memiliki nilai tertinggi yaitu item nomor 25 dan 45. Yaitu anggapan bahwa tanpa adanya peran aktif dari guru bidang studi, keefektifan pelayanan bimbingan dan konseling tetaplah sama. Selain itu juga sebagian guru bidang studi beranggapan bahwa mereka tidak perlu terlibat dalam kegiatan bimbingan dan konseling, karena mereka sudah memiliki tugas masing-masing Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa Pekerjaan sebagai Konselor Bisa Dilaksanakan oleh Siapa Saja Salah satu asas bimbingan dan konseling adalah Ahli, yaitu bimbingan konseling menghendaki agar setiap layanan diselenggarakan atas dasar kaidahkaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan dan konseling. Menurut

92 77 Pietrofesa (dalam Syamsu) sejumlah ciri-ciri konseling profesional sebagai berikut: a. Konseling merupakan suatu hubugan profesional yang diadakan oleh seorang konselor yang sudah dilatih untuk pekerjaannya itu b. Dalam hubungan yang bersifat profesional itu, klien mempelajari keterampilan pengambilan keputusan, pemecahan masalah, serta tingkah laku atau sikap-sikap baru c. Hubungan profesional itu dibentuk berdasarkan kesukarelaan antara klien dan konselor. Dari hasil penyebaran skala psikologis yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa pekerjaan sebagai konselor bisa dilaksanakan oleh siapa saja berada pada kategori tinggi yaitu 73,30%. Jawaban responden mengenai indikator ini yang memiliki nilai tertinggi adalah item nomor 52, 8, dan 38. Yaitu sebagian guru bidang studi beranggapan bahwa didalam mengatasi siswa yang bermasalah, yang terpenting adalah menasihati siswa, tugas guru BK adalah tugas yang tidak membutuhkan banyak teori, dan karena hal tersebut maka tugas guru BK dapat digantikan oleh guru mata pelajaran sewaktu-waktu. Ini terkait dengan persepsi kesalahpahaman poin ke 3 yaitu persepsi guru bidang studi bahwa Bimbingan dan Konseling yang dilakukan oleh konselor adalah semata-mata sebagai proses pemberian nasihat. Sebagian dari guru bidang studi beranggapan bahwa proses layanan konseling individu hanyalah menasihati siswanya sehingga bisa dilakukan oleh siapa saja. Hal ini tentu bertentangan dengan Peraturan menteri pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor, yang menyatakan bahwa kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal adalah: (i)

93 78 sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling; (ii)berpendidikan profesi konselor. kompetensi konselor meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional, yang berjumlah 17 kompetensi dan 76 sub kompetensi. Dimana bimbingan dan konseling haruslah dilakukan oleh orang yang memang ahli dibidangnya, dalam hal ini lulusan S-1 Bimbingan dan Konseling. Seperti yang dikatakan oleh Prayitno (2004) bimbingan dan konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang-orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku Persepsi Guru Bidang Studi Terhadap Kesalahpahaman bahwa Hasil Pekerjaan Konselor Harus Segera Dilihat Upaya pengentasan masalah siswa oleh konselor, membutuhkan waktu dan harus melalui proses yang mungkin berlangsung beberapa hari, minggu, atau bulan sebelum perubahan yang nyata tampak. Seperti yang dikatakan Syamsu Yusuf (2008: 6) bahwa Bimbingan merupakan suatu proses, yang berkesinambungan, bukan kegiatan yang seketika atau kebetulan. Bimbingan merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis dan berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan.

94 79 Dari hasil penyebaran skala psikologis yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa hasil pekerjaan konselor harus segera dilihat berada pada kategori tinggi, yaitu sebesar 74, 10%. Sebagian guru bidang studi telah memahami bahwa konselor sekolah tidak hanya melakukan layanan yang jangka pendek saja, tetapi juga jangka penjang yang hasil dari layanan tersebut mungkin akan terlihat beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun kemudian. Namun sebagian dari mereka masih berpersepsi salah tentang konselor. Nomor item yang memiliki nilai tertinggi dalam indikator ini adalah nomor 39 dan 40. Yaitu anggapan anggapan bahwa guru bidang studi harus menyelesaikan kasus sampai benar-benar tuntas, walaupun bukan ranahnya. Selain itu adanya anggapan bahwa keberhasilan layanan dapat terlihat langsung setelah pemberian layanan pertama Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa konselor menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien Menurut Prayitno (2004: 128) bahwa cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah siswa haruslah disesuaikan dengan pribadi siswa dan berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Selain itu, menurut Syamsu (2008: 6) bahwa Individu yang dibantu adalah individu yang sedang berkembangdengan segala keunikannya. Bantuan dalam bimbingan diberikan dengan pertimbangan keragaman dan keunikan individu. Tidak ada teknik pemberian bantuan yang

95 80 berlaku umum bagi setiap individu. Teknik bantuan seyogyanya disesuaikan dengan pengalaman, kebutuhan, dan masalah individu. Untuk membimbing individu diperlukan pemahaman yang komprehensif tentang karakteristik, kebutuhan, atau masalah individu. Dari hasil penyebaran skala psikologis yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa konselor menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien berada dalam kategori tinggi dengan persentase 79,83 %. Jawaban responden mengenai indikator ini yang memiliki nilai tertinggi adalah item nomor 19 yaitu guru bidang studi berpersepsi bahwa jika masalah siswa yang ditangani sama, maka cara pemecahan masalah dari guru BK pun sama. 4.3 Keterbatasan penelitian Peneliti sudah berusaha melakukan penelitian sebaik mungkin, akan tetapi penelitian ini masih memiliki beberapa keterbatasan diantaranya seperti: 1. Waktu dalam pengurusan perijinan untuk sekolah memakan waktu yang relatif lama, dikarenakan prosedur perijinan yang harus dipenuhi mulai dari ijin universitas, ijin dari dinas pendidikan, dan disposisi surat dari sekolah. 2. Waktu penelitian yang bertepatan dengan ujian membuat peneliti harus berusaha membujuk pihak sekolah untuk tetap memberikan ijin 3. Jarak sekolah satu dengan yang lain yang berjauhan

96 81 4. Kesibukan guru mapel mempersiapkan ujian nasional, membuat pengumpulan skala psikologis memakan waktu yang lama 5. Penelitian ini hanya menggunakan delapan poin kesalahpahaman sebagai indikator, membuat hasil dari penelitian ini kurang lengkap. Namun peneliti hanya menggunakan delapan poin dikarenakan item dalam angket yang terlalu banyak jika menggunakan 15 poin yang ada.

97 BAB 5 PENUTUP Pada bagian ini akan dibahas mengenai simpulan dan saran yang telah disusun peneliti berdasarakan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya. 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian berbagai kesalahpahaman kinerja konselor sekolah menurut guru bidang studi di SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga tahun ajaran 2015/2016, dapat disimpulkan bahwa kesalahpahaman-kesalahpahaman kinerja konselor menurut persepsi guru bidang studi masih banyak terjadi. Dari delapan indikator yang dipakai, terdapat 7 poin kesalahpahaman pada kategori tinggi yaitu: a) Tugas konselor didalam bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan. b) Konselor sekolah dianggap sebagai polisi sekolah c) Persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja 82

98 83 d) Persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa konselor sekolah didalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling hanya bekerja sendiri e) Persepsi bahwa pekerjaan konselor sekolah dapat dilakukan oleh siapa saja f) Persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa hasil pekerjaan konselor harus segera dilihat g) Persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa konselor menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien Serta satu poin pada kategori sedang, yaitu persepsi bahwa bimbingan dan konseling yang dilakukan konselor sekolah semata-mata hanyalah pemberian nasihat saja. 5.2 Saran Saran merupakan upaya tindak lanjut dan masukan yang dilakukan kepada lembaga atau pihak yang dipandang berkepentingan dengan hasil penelitian. Adapun saran yang dapat diberikan difokuskan pada substansi berdasarkan hasil penelitian dan ditujukan pada pihak-pihak terkait. Berdasarkan hasil skala persepsi, dapat disimpulkan bahwa masih terdapat banyak persepsi yang kurang tepat dari guru bidang studi. Maka dari itu saran yang diajukan untuk menanggulangi masalah tersebut adalah : 83

99 84 a. Bagi konselor perlu lebih memasyarakatkan Bimbingan dan Konseling, agar warga sekolah yang lain, terutama guru bidang studi lebih mengetahui apa saja tugas-tugas dari konselor dan seperti apa pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling mengingat pentingnya peran guru bidang studi dalam layanan BK. b. Bagi guru bidang studi di sekolah, perlu menambah wawasan dan mencari informasi-informasi dari berbagai sumber tentang BK, agar dapat lebih mengetahui tentang bimbingan dan konseling di sekolah, serta perananya dalam bimbingan dan konseling. c. Bagi kepala sekolah diharapkan dapat membantu memasyarakatkan bimbingan dan konseling, serta mengawasi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling terutama pada kerjasama dengan guru bidang studi. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak ada lagi persepsi yang salah dari guru bidang studi terhadap kinerja konselor, sehingga tercipta suasana kerja yang harmonis, dan keefektifan dari layanan bimbingan dan konseling juga dapat lebih maksimal. 84

100 85 DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, H.A dan N. Uhbiyati Ilmu Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta Andriani dkk Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam Mengembangkan Cara Belajar Siswa. Padang: UNP. Vol.2 No 1, Jan 2013 Arikunto, Suharsimi Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta. Awalya Bimbingan dan Konseling. Semarang : UNNES Press Azwar, Saifuddin Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Desmita Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Remaja Rosdakarya Dessler, Gary Sistem Informasi Sumber Daya Manusia. Bandung: Refika Aditama Dharma,Surya Manajemen Kerja. Yogyakarta:Pustaka Pelajar E. Mulyasa Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya Gibson, JL Struktur Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Erlangga Hasibuan, Malayu S.P Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Haji Mas Agung Ilyas, Y Kinerja : Teori Penilaian dan Penelitian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

101 86 Irawan, Prasetya Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : STIA LAN Press John, Whitmore Coaching for Performance. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Makmun, Abin Syamsuddin Psikologi Pendidikan. Bandung : Rosda Karya Remaja Mangkunegara, Anwar Prabu Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Mar at, Samsunuwiyati dan Lieke Indieningsih Perilaku Manusia. Bandung: PT Refika Aditama Mathis, Robert L dan Jackson (Terjemahan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira) Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba NN Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :Balai Pustaka Payaman, Simanjuntak Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta :Lembaga FE UI Permendiknas Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. (Online)( pdf, diakses pada tanggal 20 April Prayitno, dkk Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Depdiknas. Prayitno, Dan Amti,Erman Dasar Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta. RINEKA CIPTA Rahman, Abdul Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta : Kencana

102 87 Sadiman, Arif sukadi Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar. Jakarta : Mediyatama Sarana Perkasa Sobur, Alex Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia Sudaryono Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta : Graha Ilmu Sudijono, Anas Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Sugiyo Komunikasi Antar Pribadi. Semarang. UNNES PRESS. Sugiyono Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Alfabeta. Sukardi, Dewa Ketut Pengantar Pelaksanaan BK di Sekolah. Jakarta: PT.Bina Aksara Suparno, Paul Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika. Jakarta : Grasindo Sutoyo, Anwar Pemahaman Individu. Semarang: Widya Karya Tika, Pabundu Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: Bumi Aksara Walgito, Bimo Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset Walgito, Bimo Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta. ANDI Willis, Sofyan S Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta Winkel, W. S dan M.M Sri Hastuti Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi Yusuf, syamsu Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Remaja Rosdakarya

103 LAMPIRAN

104 89 Lampiran 1 DATA SMA NEGERI KABUPATEN PURBALINGGA No Sekolah Jumlah Guru Alamat 1. SMA N 1 PURBALINGGA 65 guru Jl. MT Haryono, Purbalingga 2. SMA N 2 Jl. Pucung Rumbak, 56 guru PURBALINGGA Purbalingga 3. SMA N 1 BUKATEJA 51 guru Jl. Raya Purwandaru Bukateja, Purbalingga 4. SMA N 1 Jl. Raya Penican, Kemangkon 28 guru KEMANGKON Purbalingga Jl. Raya Gumiwang 28 guru 5. SMA N 1 KEJOBONG Kejobong, Purbalingga 6. SMA N 1 BOBOTSARI 54 guru Jl. Majapura Bobotsari, Purbalingga 7. SMA N 1 REMBANG 42 guru Jl. Monumen Jenderal Soedirman Rembang, Purbalingga 8. SMA N 1 Jl. Raya Karangreja, 37 guru KARANGREJA Purbalingga 9. SMA N 1 PADAMARA 32 guru Jl. Raya Padamara, Purbalingga 10. SMA N 1 KUTASARI 25 guru Jl. Raya Tobong Kutasari, Purbalingga

105 90 Lampiran 2 Kisi-kisi Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman Kinerja Konselor (Sebelum Tryout) Variabel Indikator Deskriptor No Item + - Kesalahpahaman Tugas konselor didalam 1. Bimbingan dan konseling 1,29,30 11,15,3 kinerja konselor Bimbingan dan konseling merupakan bagian dari disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari lingkup upaya pendidikan di sekolah pendidikan Konselor sekolah dianggap 1. Konselor sekolah bertugas 46,19,47 2,31,32 sebagai polisi sekolah sebagai eksekutor tata tertib sekolah 2. Konselor adalah polisi sekolah yang menjaga dan 20,74 64,65,83,75 mempertahankan disiplin sekolah 3. Konselor sekolah

106 91 Bimbingan dan konseling yang dilakukan konselor dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klienklien tertentu saja merupakan polisi sekolah yang menjaga dan mempertahankan keamanan sekolah 1. Konselor sekolah adalah pihak yang paling tahu seperti apa keputusan terbaik bagi siswa 2. Konselor sekolah perlu melakukan upaya tindak lanjut bagi siswa 1. Layanan diberikan secara menyeluruh kepada semua siswa 2. Konselor tidak hanya melayani siswa-siswa yang bermasalah saja, karena BK juga bertujuan untuk mengoptimalkan potensi 4,48,49 33,34,66 5,16,21 50,12,51 67,35,36 52,84,92 22,68,37 6,53,85 7,38,39 93,96,86

107 92 siswa Konselor sekolah didalam 1. Konselor sekolah 13,54,76 8,40,69 melaksanakan pelayanan membutuhkan bantuan bimbingan dan konseling pihak lain hanya bekerja sendiri 2. Konselor sekolah tidak 55,77,78 87,70,99 dapat menyelesaikan tugasnya hanya dengan tim BK disekolah saja 3. Informasi yang digunakan 97,102,56 41,94,71 konselor tidak hanya dari nilai akademik/raport saja Pekerjaan konselor sekolah 1. Tugas konselor 9,23,42,43 14,17,57,58 dapat dilakukan oleh siapa dilaksanakan secara saja profesional 2. Pemberian layanan 72,73,100 18,59,79 diberikan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan bimbingan dan konseling

108 93 Menganggap hasil pekerjaan 1. Konselor mengatasi 10,44,80 24,25,60 konselor harus segera dilihat masalah klien dengan prosedur pelaksanaan layanan 2. Keberhasilan konseling 26,81,104 61,88,89 tidak dapat dilihat secara langsung Menyamaratakan cara 1. Cara pemecahan masalah 27,45,62 90,98,95 pemecahan masalah bagi yang diberikan konselor semua klien disesuaikan dengan kepribadian siswa 2. Cara pemecahan masalah yang diberikan konselor 63,103,82 101,28,91 disesuaikan dengan permasalahan yang ada

109 94 Lampiran 3 SKALA PERSEPSI GURU BIDANG STUDI TERHADAP KESALAHPAHAMAN KINERJA KONSELOR 1. Pengantar Skala ini disusun dan disebarluaskan dalam rangka penelitian yang bertujuan untuk mengetahui Persepsi Guru Bidang Studi Terhadap Kesalahpahaman Kinerja Konselor. Pernyataan-pernyataan dalam skala ini dibuat untuk menggambarkan kondisi-kondisi serta pendapat tentang persepsi/ tanggapan Bapak/ Ibu terhadap kesalahpahaman kinerja konselor di sekolah. Peneliti mengharapkan kesediaan Bapak/ Ibu untuk mengisi semua pernyataan yang tersedia. Kesungguhan dan kejujuran Bapak/ Ibu dalam mengisi angket ini merupakan informasi penting dan berharga bagi kebenaran hasil penelitian ini. Segala sesuatu yang ada kaitannya dengan informasi yang Bapak/ Ibu berikan akan dijaga kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk bahan penelitian saja. 2. Petunjuk pengisian Isilah identitas diri Bapak/ Ibu. Bacalah daftar pernyataan ini dengan teliti kemudian isilah kolom yang berada disebelah kanan dengan memberi tanda ( ) pada pernyataan yang Bapak/ Ibu pilih sesuai dengan kondisi yang dialami ataupun menurut pendapat yang sebenarnya. Ada 5 alternatif jawaban untuk mewakili kondisi /pendapat Bapak/ Ibu yaitu : SS : Sangat Setuju S : Setuju RR : Ragu-ragu TS : Tidak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju Contoh : No Pernyataan Alternatif Jawaban

110 95 2. Tugas guru bimbingan dan konseling merupakan tugas yang mudah SS S RR TS STS Nama : Sekolah : -Selamat Mengerjakan- No Pernyataan 1. Profesi guru Bimbingan dan konseling dibutuhkan di sekolah 2. Guru BK bertugas memotong rambut, memberi point pelanggaran kepada siswa yang menyalahi tata tertib sekolah 3. Seluruh misi sekolah akan dapat tercapai dengan penuh, cukup dengan penyelenggaraan pengajaran (yang baik) 4. Guru BK perlu mengamati perkembangan siswa 5. Guru BK memberikan arahan didalam pengambilan keputusan siswa 6. Guru bimbingan dan konseling menangani siswa yang bermasalah saja 7. Siswa datang ke ruang BK untuk berkonsultasi 8. Guru bimbingan dan konseling tidak membutuhkan informasi dari wali kelas maupun guru bidang studi, karena guru BK merupakan pihak yang paling tahu tentang siswa 9. Tugas guru BK harus dilaksanakan oleh guru yang lulusan S1 Bimbingan dan Konseling 10. Guru BK menyegerakan siswa yang bermasalah berat agar tidak mengganggu KES (Kehidupan Efektif Sehari-hari) Alternatif Jawaban SS S RR TS STS

111 11. Guru BK cocok dirumah sakit karena menyangkut masalah psikologis 12. Pengambilan keputusan pada pemecahan masalah siswa sepenuhnya berada ditangan guru BK, karena walau bagaimanapun siswa masih belum dewasa dan kurang pengalaman hidup 13. Guru bimbingan dan konseling tidak dapat bekerja sendiri 14. Tugas guru BK dapat digantikan oleh guru mata pelajaran NO Pernyataan Alternatif Jawaban SS S RR TS STS 15. Profesi guru BK kurang tepat jika diaplikasikan dalam lingkup pendidikan 16. Pengambilan keputusan pada pemecahan masalah siswa sepenuhnya berada ditangan siswa sendiri 17. Guru BK haruslah menampilkan pribadi yang sedikit galak agar siswa segan dan tidak melakukan pelanggaran 18. Tugas guru BK adalah tugas yang tidak membutuhkan banyak teori,yang paling penting action 19. Tata tertib sekolah disosialisasikan pada siswa mulai dari masa orientasi sekolah yang disosialisasikan oleh OSIS, guru mapel, wali kelas, serta guru BK 20. Menjaga kedisiplinan merupakan tugas dari seluruh pihak sekolah 21. Guru BK memberikan pandangan pada siswa mengenai konsekuensi dari setiap keputusan yang diambil 22. Guru bimbingan dan konseling melayanai semua siswa, baik yang bermasalah maupun tidak bermasalah 23. Guru BK haruslah menampilkan sikap yang hangat terhadap siswa agar siswa dapat menyampaikan permasalahannya 24. Siswa yang datang ke guru BK harus 96

112 97 segara dapat menyelesaikan permasalahannya dalam sekali konsultasi 25. Pendalaman masalah siswa cukup dilakukan di awal, karena prinsip yang terpenting adalah kesegeraan pengambilan keputusan siswa 26. Hasil bimbingan dan konseling terlihat beberapa hari atau bahkan bahkan beberapa tahun kemudian. 27. Cara pemecahan masalah siswa oleh guru BK berbeda-beda, disesuaikan dengan kepribadian masing-masing siswa 28. Jika permasalahan yang dialami siswa satu dengan yang lain sama, maka cara guru BK dalam mengatasinya pun sama No Pernyataan Alternatif Jawaban SS S RR TS STS 29. Profesi guru BK sangat dibutuhkan disekolah, karena menyangkut masalah perkembangan psikologis siswa 30. Ada banyak hal yang menyangkut kepentingan siswa yang harus ditanggulangi oleh sekolah yang tidak dapat teratasi dengan pengajaran semata 31. Sosialisasi tata tertib sekolah, sepenuhnya menjadi tanggungjawab guru bimbingan dan konseling 32. Guru bimbingan dan konseling bertugas menerima tamu, dan mengabsen siswa tiap kelas 33. Guru BK merupakan pihak yang selalu mencurigai dan menangkap siswa yang bermasalah 34. Guru BK bertugas menghukum siswa yang nakal 35. Proses layanan bimbingan dan konseling adalah penanganan yang berkelanjutan 36. Guru BK melaporkan hasil monitoring siswa kepada wali kelas dan orang tua 37. Layanan bimbingan dan konseling

113 diberikan ke semua siswa 38. Siswa kelas XII yang berprestasi sering dipanggil ke ruang BK untuk mendapatkan rekomendasi sekolah lanjutan 39. Layanan bimbingan dan konseling diberikan kesemua siswa baik bermasalah maupun tidak bermasalah 40. Tanpa adanya peran aktif dari guru bidang studi, keefektifan pelayanan bimbingan dan konseling tetaplah sama 41. Guru bimbingan dan konseling cukup melihat nilai akademik untuk mengetahui siswa mana yang bermasalah 42. Guru BK mengadministrasikan dan melaporkan hasil pelayanan BK yang telah dilakukan di dalam forum sebagai evaluasi 43. Setiap tahun guru BK membuat program BK baru, yang disesuaikan dari analisis kebutuhan siswa No Pernyataan Alternatif Jawaban SS S RR TS STS 44. Proses pemberian layanan konseling memerlukan tahapan-tahapan pelaksanaan 45. Cara pemecahan masalah siswa oleh guru BK tergantung pada jenis dan sifat masalah yang dihadapi siswa 46. Yang bertugas memberi sanksi siswa yang bermasalah adalah pihak kesiswaan 47. Setiap guru memiliki tugas berjaga di lobby sekolah sesuai dengan jadwal piket 48. Guru BK bekerjasama dengan pihak lain (staf atau guru) untuk menangani dan membantu siswa yang dianggap bermasalah 49. Pengawasan terhadap siswa merupakan tanggungjawab bersama seluruh pihak sekolah dan wali murid 50. Menurut saya guru BK sering menganggap remeh keputusan siswa 51. Nasehat tidak boleh diberikan pada siswa, 98

114 karena siswa akan merasa digurui 52. Guru BK langsung memberikan solusi atas permasalahan yang dialami siswa tanpa mendalaminya 53. Guru bimbingan dan konseling hanya memberikan layanan pada siswa yang datang pada guru BK saja 54. Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling, semua pihak harus berperan aktif 55. Guru BK meminta informasi pada guru bidang studi tentang perkembangan siswa 56. Di awal tahun ajaran, guru BK menyebar angket pada siswa untuk kepentingan analisis kebutuhan siswa 57. Apa yang dilakukan guru BK tidak jelas, karena tidak ada pengadministrasian dan evaluasi 58. Dari tahun ke tahun, program BK tetap sama NO Pernyataan Alternatif Jawaban SS S RR TS STS 59. Tugas guru BK adalah tugas yang mudah 60. Guru BK harus menyelesaikan kasus sampai benar-benar tuntas, walau bukan ranahnya 61. Keberhasilan layanan dapat terlihat langsung setelah pemberian layanan pertama 62. Setiap siswa memiliki pribadi yang unik 63. Cara pemecahan masalah siswa disesuaikan dengan berat ringannya permasalahan yang dihadapi siswa 64. Guru BK bertugas mengawasi siswa yang terlambat dengan berjaga didepan gerbang 65. Guru BK bertugas menggeledah tas siswa 66. Jika terjadi tawuran antar siswa, guru bimbingan dan konseling adalah pihak yang patut disalahkan 67. Keberhasilan konseling ditentukan atas 99

115 kerjasama antara konselor dan siswa 68. Guru bimbingan dan konseling menerapkan sistem jemput bola, dimana konselor yang berperan aktif mendatangi siswa 69. Guru bidang studi tidak terlibat dalam layanan bimbingan dan konseling karena sudah memiliki tugasnya masing-masing 70. Guru bimbingan dan konseling dalam mengatasi masalah siswa cukup bekerjasama dengan teman satu profesi saja tanpa melibatkan guru bidang studi maupun wali kelas 71. Guru BK tidak memerlukan angket/ skala psikologis karena hanya menghabiskan dana 72. Guru bimbingan dan konseling didalam melaksanakan layanan menggunakan teoriteori khusus 73. Bimbingan dan konseling membutuhkan keterampilan dan keahlian khusus 74. Guru BK bertugas mensosialisasikan kewajiban siswa sebagai warga sekolah NO Pernyataan Alternatif Jawaban SS S RR TS STS 75. Guru bimbingan dan konseling bertugas menertibkan kelas yang gaduh saat jam pelajaran kosong 76. Guru BK dan guru bidang studi bekerjasama dalam penyelesaian permasalahan siswa 77. Selain tim BK, seluruh staf dan guru di sekolah juga mendukung pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling 78. Guru BK sekolah saling bekerjasama dalam pelaksanaan BK 79. Dalam mengatasi siswa yang bermasalah, yang terpenting adalah menasihati agar siswa tahu hal yang benar 80. Guru BK dapat mengalihtangankan kasus 100

116 pada pihak yang lebih ahli 81. Pemberian layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang berkesinambungan 82. Terkadang Masalah yang dihadapi siswa tidak semudah yang terlihat 83. Konselor sekolah mengisi jam mata pelajaran kosong dengan mata pelajaran BK 84. Guru BK tidak perlu memantau permasalahan siswa 85. Layanan yang diberikan guru BK hanya untuk siswa yang akan lulus saja 86. Layanan bimbingan dan konseling lebih diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah 87. Guru BK tidak menjalin komunikasi dengan guru bidang studi 88. Pemberian layanan tidak membutuhkan tindak lanjut 89. Layanan BK cukup hanya dengan pemberian layanan dalam format klasikal 90. Cara pemecahan masalah yang diberikan konselor pada setiap siswa sama tanpa melihat kepribadian siswa 91. Masalah yang dimiliki oleh siswa kebanyakan sama, dan ini memudahkan guru BK dalam membantu penyelesaian siswa NO Pernyataan Alternatif Jawaban SS S RR TS STS 92. Guru BK tidak perlu melakukan upaya tindak lanjut dari proses konseling, karena telah dilakukan pemberian nasihat 93. Yang datang ke ruang BK adalah siswasiswa yang bermasalah 94. Guru BK memberikan penilaian terhadap siswa bermasalah berdasarkan nilai akademik yang buruk saja 95. Kemampuan setiap orang dalam menyelesaikan masalah,rata-rata sama 101

117 Siswa yang dipanggil ke ruang BK adalah siswa yang bermasalah 97. Guru bimbingan dan konseling mencari informasi siswa yang bermasalah dari guru bidang studi dan wali kelas 98. Cara pemecahan masalah yang diberikan konselor pada setiap siswa sama tanpa melihat jenis dan sifat dari masalah yang dihadapi 99. Antar guru BK kurang bekerjasama dengan baik 100. Dalam pelaksanaan layanan BK, guru bimbingan dan konseling menggunakan pendekatan-pendekatan psikologis sesuai dengan tugas perkembangan siswa 101. Cara pemecahan masalah yang diberikan guru BK pada setiap siswa sama tanpa melihat permasalahan siswa 102. Guru BK mengumpulkan informasi permasalahan siswa melalui berbagai sumber 103. Dalam melakukan layanan BK, guru BK menggunakan pendekatan yang berbeda 104. Guru BK melaksanakan layanan klasikal, Bimbingan kelompok, Konseling kelompok, konseling individu sebagai rangkaian layanan BK -Terima Kasih-

118 103 Lampiran 4 HASIL VALIDITAS DAN RELIABILITAS SKALA PERSEPSI NO ITEM/PERNYATAAN NO RESPONDEN X R XY 0, , , , , , , , , , , , , , , R TABEL 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 X2 XY KETERANGAN V V V TV TV V TV TV V TV TV V V V TV σ2 0,21 2,2475 2,0475 0,2475 0,2275 1,55 0,26 1,29 0,24 0,1875 0,49 1,21 0,9 0,7875 0,1275 σ2 σ2t r11 64, ,39 0,933938

119 104 no item / pernyataan , , , , , , , , , , , , , , , ,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0, V V V TV V TV V V V V V V V TV TV 1,7475 1,3875 0,9475 0,2475 0,09 0,2275 0,24 0,25 1,41 1,3475 0,8875 0,3475 2,09 0,34 0,2275

120 105 NO ITEM/ PERNYATAAN , , , , , , , , , , , , , , , ,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0, TV V V V V TV TV TV V V TV TV TV TV V 0,19 1,35 0,4275 0,46 0,35 0,2275 0,2475 0,09 1,2475 0,46 0,2275 0,54 0,25 0,24 0,89

121 106 NO ITEM/ PERNYATAAN , , , , , , , , ,638 0, , , , , , ,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0, V V V V V V V TV V V TV V V V V 1,1275 0,81 0,34 0,2275 0,5275 1, ,6475 1,41 0,3275 0,21 0,24 0,1275 0,1275 0,96

122 107 NO ITEM/ PERNYATAAN , , , , , , , , , , , , ,1036-0, , ,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0, V V V V TV V TV TV V V V TV TV TV V 1,36 0,24 0,3275 1,3275 1,3875 0,4275 0,36 1,09 0,2275 0,2475 1,01 0,2275 0,3275 0,09 1,4475

123 108 NO ITEM / PERNYATAAN , , , , , , , , , , , , , , , ,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0, V V V V V V TV V V V TV TV V TV TV 0,3275 0,24 0,1875 1,05 1,41 0,24 0,16 1,91 0,2275 0,2275 1,2 0,1875 0,1875 0,7275 0,16

124 NO ITEM/ PERNYATAAN ?Y (?Y) ,0081 0, , , , , , , , , , , , , ,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0, TV TV V TV V TV V TV V V V TV TV V 65 1,5475 0,1275 0,4475 0,1275 0,4875 0,24 0,2475 0,19 0,2475 0,34 0,25 0,4 0,4475 0,1875

125 110 Lampiran 5 Kisi-kisi Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman Kinerja Konselor Variabel Indikator Deskriptor No Item + - Kesalahpahaman Tugas konselor didalam 1. Bimbingan dan konseling 1, 3 kinerja konselor Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan merupakan bagian dari lingkup upaya pendidikan di sekolah Konselor sekolah dianggap sebagai polisi sekolah 1. Konselor sekolah bertugas sebagai eksekutor tata tertib sekolah 2. Konselor adalah polisi sekolah yang menjaga dan mempertahankan disiplin sekolah 3. Konselor sekolah merupakan polisi sekolah yang menjaga dan 27, ,30 2,20 43,55,48 21,22,44

126 111 mempertahankan keamanan sekolah Bimbingan dan konseling yang dilakukan konselor dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat 1. Konselor sekolah adalah pihak yang paling tahu seperti apa keputusan terbaik bagi siswa 2. Konselor sekolah perlu melakukan upaya tindak ,6,32 33,56 lanjut bagi siswa Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klienklien tertentu saja 1. Layanan diberikan secara menyeluruh kepada semua siswa 2. Konselor tidak hanya ,57 59 melayani siswa-siswa yang bermasalah saja, karena BK juga bertujuan untuk mengoptimalkan potensi siswa Konselor sekolah didalam 1. Konselor sekolah 7,34,49 25,45

127 112 melaksanakan pelayanan membutuhkan bantuan bimbingan dan konseling pihak lain hanya bekerja sendiri 2. Konselor sekolah tidak 35,50,51 46,62 dapat menyelesaikan tugasnya hanya dengan tim BK disekolah saja 3. Informasi yang digunakan konselor tidak hanya dari nilai akademik/raport saja Pekerjaan konselor sekolah 1. Tugas konselor 5,14 8,10,36,37 dapat dilakukan oleh siapa dilaksanakan secara saja profesional 2. Pemberian layanan 63 11,38,52 diberikan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan bimbingan dan konseling Menganggap hasil pekerjaan konselor harus segera dilihat 1. Konselor mengatasi masalah klien dengan 53 15,16,39

128 113 prosedur pelaksanaan layanan 2. Keberhasilan konseling tidak dapat dilihat secara langsung 17,54,65 40,58 Menyamaratakan cara 1. Cara pemecahan masalah 18,26,41 60 pemecahan masalah bagi yang diberikan konselor semua klien disesuaikan dengan kepribadian siswa 2. Cara pemecahan masalah yang diberikan konselor 42 64,19 disesuaikan dengan permasalahan yang ada

129 114 Lampiran 6 1. Pengantar SKALA PERSEPSI GURU BIDANG STUDI Skala ini disusun dan disebarluaskan dalam rangka penelitian yang bertujuan untuk mengetahui Persepsi Guru Bidang Studi. Pernyataanpernyataan dalam skala ini dibuat untuk menggambarkan kondisi-kondisi serta pendapat tentang persepsi/ tanggapan Bapak/ Ibu. Peneliti mengharapkan kesediaan Bapak/ Ibu untuk mengisi semua pernyataan yang tersedia. Kesungguhan dan kejujuran Bapak/ Ibu dalam mengisi angket ini merupakan informasi penting dan berharga bagi kebenaran hasil penelitian ini. Segala sesuatu yang ada kaitannya dengan informasi yang Bapak/ Ibu berikan akan dijaga kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk bahan penelitian saja. 2. Petunjuk pengisian Isilah identitas diri Bapak/ Ibu. Bacalah daftar pernyataan ini dengan teliti kemudian isilah kolom yang berada disebelah kanan dengan memberi tanda ( ) pada pernyataan yang Bapak/ Ibu pilih sesuai dengan kondisi yang dialami ataupun menurut pendapat yang sebenarnya. Ada 5 alternatif jawaban untuk mewakili kondisi /pendapat Bapak/ Ibu yaitu : SS S RR TS STS Contoh : : Sangat Setuju : Setuju : Ragu-ragu : Tidak Setuju : Sangat Tidak Setuju No Pernyataan Alternatif Jawaban 1. Bimbingan dan Konseling sangat penting, karena SS S RR TS STS

130 115 menyangkut psikologis siswa. perkembangan -Selamat Mengerjakan- Nama : Sekolah : No Pernyataan 1. Profesi guru Bimbingan dan konseling dibutuhkan di sekolah 2. Guru BK bertugas memotong rambut, memberi point pelanggaran kepada siswa yang menyalahi tata tertib sekolah 3. Seluruh misi sekolah akan dapat tercapai dengan penuh, cukup dengan penyelenggaraan pengajaran (yang baik) 4. Guru bimbingan dan konseling menangani siswa yang bermasalah saja 5. Tugas guru BK harus dilaksanakan oleh guru yang lulusan S1 Bimbingan dan Konseling 6. Pengambilan keputusan pada pemecahan masalah siswa sepenuhnya berada ditangan guru BK, karena walau bagaimanapun siswa masih belum dewasa dan kurang pengalaman hidup 7. Guru bimbingan dan konseling tidak dapat bekerja sendiri 8. Tugas guru BK dapat digantikan oleh guru mata pelajaran sewaktu-waktu 9. Pengambilan keputusan pada pemecahan masalah siswa sepenuhnya berada ditangan siswa sendiri 10. Guru BK haruslah menampilkan pribadi yang sedikit galak agar siswa segan dan tidak melakukan pelanggaran Alternatif Jawaban SS S RR TS STS

131 Tugas guru BK adalah tugas yang tidak membutuhkan banyak teori,yang paling penting action 12. Menjaga kedisiplinan merupakan tugas dari seluruh pihak sekolah 13. Guru bimbingan dan konseling melayanai semua siswa, baik yang bermasalah maupun tidak bermasalah No Pernyataan SS S RR TS STS 14. Guru BK haruslah menampilkan sikap yang hangat terhadap siswa agar siswa dapat menyampaikan permasalahannya 15. Siswa yang datang ke guru BK harus segara dapat menyelesaikan permasalahannya dalam sekali konsultasi 16. Pendalaman masalah siswa cukup dilakukan di awal, karena prinsip yang terpenting adalah kesegeraan pengambilan keputusan siswa 17. Hasil bimbingan dan konseling terlihat beberapa hari atau bahkan beberapa tahun kemudian. 18. Cara pemecahan masalah siswa oleh guru BK berbeda-beda, disesuaikan dengan kepribadian masing-masing siswa 19. Jika permasalahan yang dialami sama, maka cara guru BK dalam mengatasinya pun sama 20. Guru bimbingan dan konseling bertugas menerima tamu, dan mengabsen siswa tiap kelas 21. Guru BK merupakan pihak yang selalu mencurigai dan menangkap siswa yang bermasalah 22. Guru BK bertugas menghukum siswa yang nakal 23. Proses layanan bimbingan dan konseling adalah penanganan yang berkelanjutan 24. Layanan bimbingan dan konseling

132 117 diberikan kesemua siswa baik bermasalah maupun tidak bermasalah 25. Tanpa adanya peran aktif dari guru bidang studi, keefektifan pelayanan bimbingan dan konseling tetaplah sama 26. Cara pemecahan masalah siswa oleh guru BK tergantung pada jenis dan sifat masalah yang dihadapi siswa 27. Yang bertugas memberi sanksi siswa yang bermasalah adalah pihak kesiswaan 28. Setiap guru memiliki tugas berjaga di lobby sekolah sesuai dengan jadwal piket No Pernyataan SS S RR TS STS 29. Guru BK bekerjasama dengan pihak lain (staf atau guru) untuk menangani dan membantu siswa yang dianggap bermasalah 30. Pengawasan terhadap siswa merupakan tanggungjawab bersama seluruh pihak sekolah dan wali murid 31. Menurut saya guru BK sering menganggap remeh keputusan siswa 32. Nasehat tidak boleh diberikan pada siswa, karena siswa akan merasa digurui 33. Guru BK harus langsung memberikan solusi atas permasalahan yang dialami siswa 34. Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling, semua pihak harus berperan aktif 35. Guru BK meminta informasi pada guru bidang studi tentang perkembangan siswa 36. Apa yang dilakukan guru BK tidak jelas, karena tidak ada pengadministrasian dan evaluasi 37. Dari tahun ke tahun, program BK tetap sama 38. Tugas guru BK adalah tugas yang mudah 39. Guru BK harus menyelesaikan kasus

133 118 sampai benar-benar tuntas, walau bukan ranahnya 40. Keberhasilan layanan dapat terlihat langsung setelah pemberian layanan pertama 41. Setiap siswa memiliki pribadi yang unik 42. Cara pemecahan masalah siswa disesuaikan dengan berat ringannya permasalahan yang dihadapi siswa 43. Guru BK bertugas mengawasi siswa yang terlambat dengan berjaga didepan gerbang 44. Jika terjadi tawuran antar siswa, guru bimbingan dan konseling adalah pihak yang patut disalahkan No Pernyataan SS S RR TS STS 45. Guru bidang studi tidak terlibat dalam layanan bimbingan dan konseling karena sudah memiliki tugasnya masing-masing 46. Guru bimbingan dan konseling dalam mengatasi masalah siswa cukup bekerjasama dengan teman satu profesi saja 47. Guru BK tidak perlu menyebar angket/ skala psikologis ke siswa karena hanya menghabiskan dana 48. Guru bimbingan dan konseling bertugas menertibkan kelas yang gaduh saat jam pelajaran kosong 49. Guru BK dan guru bidang studi bekerjasama dalam penyelesaian permasalahan siswa 50. Selain tim BK, seluruh staf dan guru di sekolah juga mendukung pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling 51. Guru BK sekolah saling bekerjasama dalam pelaksanaan BK 52. Dalam mengatasi siswa yang bermasalah, yang terpenting adalah menasihati agar

134 119 siswa tahu hal yang benar 53. Guru BK dapat mengalihtangankan kasus pada pihak yang lebih ahli 54. Pemberian layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang berkesinambungan 55. Konselor sekolah dapat mengisi jam mata pelajaran kosong dengan mata pelajaran BK 56. Guru BK tidak perlu memantau permasalahan siswa 57. Layanan yang diberikan guru BK hanya untuk siswa yang akan lulus saja 58. Pemberian layanan tidak membutuhkan tindak lanjut 59. Yang datang ke ruang BK adalah siswasiswa yang bermasalah 60. Kemampuan setiap orang dalam menyelesaikan masalah,rata-rata sama No Pernyataan SS S RR TS STS 61. Guru bimbingan dan konseling mencari informasi siswa yang bermasalah dari guru bidang studi dan wali kelas 62. Antar guru BK kurang bekerjasama dengan baik 63. Dalam pelaksanaan layanan BK, guru bimbingan dan konseling menggunakan pendekatan-pendekatan psikologis sesuai dengan tugas perkembangan siswa 64. Cara pemecahan masalah yang diberikan guru BK pada setiap siswa sama tanpa melihat permasalahan siswa 65. Guru BK melaksanakan layanan klasikal, Bimbingan kelompok, Konseling kelompok, konseling individu sebagai rangkaian layanan BK -Terima Kasih-

135 120 Lampiran 7 Perhitungan sampel Daftar Populasi Guru Bidang Studi SMA Negeri se-kabupaten Purbalingga No Nama Sekolah Jumlah Guru 1. SMA N 1 Purbalingga 65 guru 2. SMA N 2 Purbalingga 56 guru 3. SMA N 1 Bukateja 51 guru 4. SMA N 1 Bobotsari 54 guru 5. SMA N 1 Karangreja 37 guru 6. SMA N 1 Kemangkon 28 guru 7. SMA N 1 Kutasari 25 guru 8. SMA N 1 Padamara 32 guru 9. SMA N 1 Rembang 42 guru 10. SMA N 1 Kejobong 28 guru Jumlah 418 guru Jumlah sampel : 25 % x 418 = 104,5 dibulatkan menjadi adalah jumlah sampel yang akan diteliti, selanjutnya berikut perhitungan proporsional samplingnya : 1. SMA N 1 PURBALINGGA dibulatkan menjadi SMA N 2 PURBALINGGA

136 SMA N 1 BUKATEJA dibulatkakan menjadi 14 dibulatkan menjadi SMA N 1 BOBOTSARI dibulatkan menjadi SMA N 1 KARANGREJA dibulatkan menjadi 9 6. SMA N 1 KEMANGKON dibulatkan menjadi 7 7. SMA N 1 KUTASARI dibulatkan menjadi 6 8. SMA N 1 PADAMARA dibulatkan menjadi 8 9. SMA N 1 REMBANG dibulatkan menjadi SMA N 1 KEJOBONG dibulatkan menjadi 7

137 122 Lampiran 8 Hasil Analisis Skala Persepsi per Sekolah SMA N 1 PADAMARA NO ITEM NO RESPONDEN JUMLAH

138 123 NO ITEM NO ITEM

139 124 NO ITEM NO ITEM

140 NO ITEM

141 126 SMA N 1 KEMANGKON NO NO ITEM RESPONDEN JUMLAH NO ITEM

142 127 NO ITEM NO ITEM

143 128 NO ITEM NO ITEM

144 129 SMA N 1 BUKATEJA NO ITEM NO RESPONDEN JUMLAH

145 NO ITEM

146 NO ITEM

147 NO ITEM

148 NO ITEM

149 NO ITEM

150 135 SMA N 1 PURBALINGGA NO ITEM NO RESPONDEN JUMLAH

151 NO ITEM

152 NO ITEM

153 NO ITEM

154 NO ITEM

155 NO ITEM

156 141 SMA N 2 PURBALINGGA NO ITEM NO RESPONDEN JUMLAH

157 NO ITEM

158 NO ITEM

159 NO ITEM

160 NO ITEM

161 NO ITEM

162 147 SMA N 1 KEJOBONG NO NO ITEM RESPONDEN JUMLAH NO ITEM

163 148 NO ITEM NO ITEM

164 149 NO ITEM NO ITEM

165 150 SMA N 1 REMBANG NO ITEM NO RESPONDEN JUMLAH

166 151 NO ITEM NO ITEM

167 152 NO ITEM NO ITEM

168 NO ITEM

169 154 SMA N 1 BOBOTSARI NO ITEM NO RESPONDEN JUMLAH

170 NO ITEM

171 NO ITEM

172 NO ITEM

173 NO ITEM

174 NO ITEM

175 160 SMA N 1 KUTASARI NO NO ITEM RESPONDEN JUMLAH NO ITEM

176 161 NO ITEM NO ITEM NO ITEM

177 162 NO ITEM SMA N 1 KARANGREJA NO NO ITEM RESPONDEN JUMLAH

178 163 NO ITEM NO ITEM

179 164 NO ITEM NO ITEM

180 NO ITEM

181 166 Lampiran 9 HASIL ANALISIS PERSEPSI GURU BIDANG STUDI DI SMA NEGERI SEKABUPATEN PURBALINGGA NO ITEM NO SEKOLAH CODE SMA N 1 PADAMARA A SMA N 1 KEMANGKON B SMA N 1 BUKATEJA C SMA N 1 PURBALINGGA D SMA N 2 PURBALINGGA E SMA N 1 KEJOBONG F SMA N 1 REMBANG G SMA N 1 BOBOTSARI H SMA N 1 KUTASARI I SMA N 1 KARANGREJA J NO ITEM

182 167 NO ITEM NO ITEM

183 NO ITEM

184 169 HASIL ANALISIS SKALA PSIKOLOGIS PER INDIKATOR Indikator No Item Jumlah Jml item Skor Ideal (%) 1 1, , , 12, 20, 21,22,27,28,29,30,43,44.48, , , 9,23, 31,32,33, , , 13, 24, 57, , , 25,34,35,45,46,47,49,50,51,61, , ,8,10,11,14,36,37,38,52, , ,16,17,39,40,53,54,58, , ,19,26,41,42,60, ,83516

185 170 Lampiran 10 Pedoman Wawancara Data Awal dengan Konselor Kisi-kisi intrumen Pendoman wawancara awal dengan konselor No Prosedur Variable No Item 1 Tujuan Mengetahui pelaksanaan dan hambatan yang dialami konselor dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling kaitannya dengan kerjasama dengan guru bidang studi 2 Focus Hambatan yang dialami konselor kaitannya dengan hubungan dengan guru bidang studi 3 Penjelasan dari studi pustaka 1. Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah 2. Kolaborasi antara konselor sekolah dengan guru bidang studi a) Peran guru bidang studi dalam BK b) Kesalahpahaman terhadap Bimbingan dan Konseling PANDUAN WAWANCARA 1. Tujuan Wawancara: Mengetahui pelaksanaan dan hambatan yang dialami konselor dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling 2. Pelaksanaan : a) Hari/tanggal : b) Jam : 3. Aspek-aspek wawancara : 1. Pelaksanaan layanan klasikal a. Bagaimana pelaksanaan layanan klasikal disekolah? b. Materi-materi apa saja yang diberikan saat klasikal? c. Adakah hambatan-hambatan yang dialami, mengingat waktu yang diberikan hanya satu jam pelajaran? 2. Pelaksanaan layanan konseling individu a. Apakah siswa sudah mempunyai kesadaran sendiri untuk datang ke BK? b. Siswa kelas berapa yang paling sering datang ke BK? c. Permasalahan apa saja yang siswa alami dan kemukakan saat konseling individu?

186 Pelaksanaan layanan BKP dan KKP a. Bagaimana pelaksanaan layanan BKP dan KKP? b. Kendala atau hambatan yang dihadapi? 4. Bagaimana prosedur penanganan masalah siswa? 5. Bagaimana peran serta guru bidang studi dalam bimbingan dan konseling? 6. Masih adakah kesalahpahaman guru bidang studi yang terjadi? Jika iya, kesalahpahaman apa saja yang masih banyak terjadi? 7. Upaya apa yang dilakukan untuk meminimalisir kesalahpahaman guru bidang studi? 8. Hambatan-hambatan yang dialami dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling?

187 172 Lampiran 11 Hasil Wawancara Awal dengan Konselor Catatan lapangan Wawancara Pengambilan Data Awal Tanggal wawancara : 20 April 2015 Tujuan : Mengetahui pelaksanaan dan hambatan yang dialami konselor dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling Jenis wawancara : wawancara terstruktur (pedoman wawancara) Wawancara dilakuakan pada saat peneliti ingin mencari data awal dilapangan sebagai penguat. Adapun wawancara yang digunakan terstruktur, dengan pedoman yang ada peneliti mencoba mengembangkan wawancara untuk memperoleh gambaran lebih luas mengenai pelaksanaan dan hambatan yang dialami konselor dalam kaitannya dengan peran serta guru bidang studi. No Interviewer 1 Bagaimana pelaksanaan layanan klasikal disekolah? Interviewiee Untuk layanan klasikal masuk kelas satu kali seminggu 2 Materi-materi apa saja yang diberikan saat klasikal 3 Adakah hambatan-hambatan yang dialami, mengingat waktu yang diberikan hanya satu jam pelajaran? 4 Apakah siswa sudah mempunyai kesadaran sendiri untuk datang ke BK? Materi-materi disesuaikan dari hasil needassesmen. Kebanyakan masalah belajar, dan hubungan dengan teman sebaya. Iya,,, dengan waktu hanya satu jam itu sangat dirasa kurang sekali, bahkan dulu sempat mbak, untuk Bk tidak diberi jam masuk. Hal itu dikarenakan jam kerja sekarang itu kan hanya sampai jum at. Tapi pada akhirnya, kami guru BK, matur ke pihak sekolah untuk meminta jam klasikal. Karena kan kalau ngga ada klasikal ya gimana ya mbak, untuk satu jam saja itu tidak cukup, apalagi kalau mesti ditiadakan. Dan akhirnya pihak sekolah memberi satu jam pelajaran untuk klasikal. Sebagian sudah, tapi ya masih banyak yang suka malu-malu. Paling ya nanti saya pancing-pancing dulu, kalau ada siswa yang keliatannya mau crita, nanti saya ajak ngobrol, guyonan dulu gitu mbak.

188 173 5 Siswa kelas berapa yang paling sering datang ke BK? 6 Permasalahan apa saja yang siswa alami dan kemukakan saat konseling individu? 7 Bagaimana pelaksanaan layanan BKP dan KKP? 8 Kendala atau hambatan yang dihadapi? 9 Bagaimana prosedur penanganan masalah siswa 10 Bagaimana peran serta guru bidang studi dalam bimbingan dan konseling? Biasanya yang sudah berani datang sendiri itu kelas tiga. Mereka biasanya banyak meminta masukan, kemudian pengarahan karier dan informasi-informasi pendidikan lanjutan. Kebanyakan mengenai sekolah lanjutan. Banyak yang masih bingung, mau melanjutkan kemana, nanti kalau kuliah, ambil jurusan apa, seperti itu. Untuk layanan Bkp dan Kkp dilaksanakan sepulang sekolah. Karena kan untuk masuk kelasnya hanya satu jam. Jadi ya, diupayakan tetap ada, tapi waktunya fleksibel. Biasanya sepulang sekolah. kadang susah juga mbak. Karena siswa juga sudah capek. Inginnya ya cepet-cepet pulang. Biasanya kalau ada siswa yang bermasalah,siswanya kami panggil. Selain itu,kami juga mencari tahu informasiinformasi, baik dari teman-temannya maupun dari lingkungan keluarga. Biasanya kami melakukan home visit juga. Bahkan jika perlu kami melakukan mediasi dan konferensi kasus. Tergantung dari jenis dan berat ringannya masalah. Terkadang kami home visit bersama guru yang menjadi wali kelas siswa yang bermasalah itu mbak. Ya... saling bertukar informasi juga. 11 Masih adakah kesalahpahaman guru bidang studi yang terjadi? Jika iya, kesalahpahaman apa saja yang masih banyak terjadi? Nah itu mbak. Masih ada saja kesalahpahaman itu. Lalu masih ada juga yang belum bekerjasama dengan baik. Apa ya... jadi itu melimpahkan semua masalah itu ke BK. Ya, mungkin karena mereka belum tahu tugas dan peran serta mereka dalam Bk kali ya mbak. Selain itu juga masalah poin. Nah itu kan semestinya bagiannya kesiswaan untuk mengelola poin itu. Nah dulu sempat ada guru yang mengusulkan kalo BK yang ngurusin itu. Ya kami menolak mbak, karena kan sudah ada tugasnya masing-masing. Terus itu, banyak yang mengira kalau kita

189 Upaya apa yang dilakukan untuk meminimalisir kesalahpahaman guru bidang studi? 13 Hambatan-hambatan yang dialami dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling? disini ndak ada kerjaan, karena mungkin yang mereka lihat itu oh BK cuma masuk kelas satu jam. Padahal kan tugas kita berbeda dengan mereka, yang banyak jam mengajar dikelas. Padahal kan kita tugasnya sebetulnya banyak juga. Padahal kami terkadang pulang terakhir mbak, untuk BKP atau KKP. Tapi dikiranya, cuma ngajar satu jam saja, ngga jelas kerjanya, padahal kan BK kegiatannya nggak cuma klasikal saja, tapi ada BKP,KKP, Konseling Individu, keluar-keluar untuk home visit dan lain-lain. Biasanya kami mengkomunikasikan. Kalau seperti kepsek, wakil mereka si sudah tahu. Oh BK tugasnya ini ini ini, siswa-siswa yang ditangani si A si B. Tapi kalau guru mapel, sebagian ada yang masih beranggapan kurang tepat seperti tadi itu. Yang menjadi hambatan itu ya mbak, dari intensitas bertemu siswa yang cuma satu jam seminggu. Lalu anggapan negatif ya,,, kesalahpahaman guru. Terutama itu guru senior itu mbak, yang masih sering beranggapan seperti itu. Kalau yang mudamuda si kebanyakan mudah untuk diajak kolaborasi. Lalu mungkin sarana prasarananya ya. Seperti ruang konseling individu yang khusus itu belum.

190 175 Catatan lapangan Wawancara Pengambilan Data Awal Tanggal wawancara : 21 April 2015 Tujuan : Mengetahui pelaksanaan dan hambatan yang dialami konselor dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling Jenis wawancara : wawancara terstruktur (pedoman wawancara) Wawancara dilakuakan pada saat peneliti ingin mencari data awal dilapangan sebagai penguat. Adapun wawancara yang digunakan terstruktur, dengan pedoman yang ada peneliti mencoba mengembangkan wawancara untuk memperoleh gambaran lebih luas mengenai pelaksanaan dan hambatan yang dialami konselor dalam kaitannya dengan peran serta guru bidang studi. No Interviewer 1 Bagaimana pelaksanaan layanan klasikal disekolah? Interviewiee Untuk BK mendapat jatah masuk kelas satu jam. 2 Materi-materi apa saja yang diberikan saat klasikal 3 Adakah hambatan-hambatan yang dialami, mengingat waktu yang diberikan hanya satu jam pelajaran? 4 Apakah siswa sudah mempunyai kesadaran sendiri untuk datang ke BK? Untuk materi yang diberikan saat klasikal itu kebanyakan yang menyangkut perkembangan Tentunya waktunya terlalu singkat ya, jadi harus pandai-pandai mengatur waktu. Siswa beberapa sudah sukarela namun mayoritas belum, jadi harus dipanggil biasanya 5 Siswa kelas berapa yang paling sering datang ke BK? 6 Permasalahan apa saja yang siswa alami dan kemukakan saat konseling individu? 7 Bagaimana pelaksanaan layanan BKP dan KKP? Yang sering datang itu kebanyakan kelas 12, karena mereka kan sudah mengenal BK. Jadi sudah tidak malu dan canggungcanggung lagi. Kebanyakan yang curhat itu adalah siswi perempuan dan masalahnya adalah masalahmasalah yang berkaitan dengan orang tua. Untuk Bkp belum dilaksanakan sebagaimana semestinya karena kendala waktu masuk kelas yang hanya satu jam, sedangkan kkp dilaksanakan dengan memanggil siswa yang bermasalah,

191 176 8 Kendala atau hambatan yang dihadapi? 9 Bagaimana prosedur penanganan masalah siswa 10 Bagaimana peran serta guru bidang studi dalam bimbingan dan konseling? 11 Masih adakah kesalahpahaman guru bidang studi yang terjadi? Jika iya, kesalahpahaman apa saja yang masih banyak terjadi? 12 Upaya apa yang dilakukan untuk meminimalisir kesalahpahaman guru bidang studi? biasanya pada saat jam-jam pelajaran tertentu dengan izin pada guru mata pelajaran. Belum dilaksanakan sebagaimana mestinya karena kendala waktu masuk kelas yang hanya satu jam pelajaran. Dan jika dilakukan sepulang sekolah tidak memungkinkan karena pasti siswa sudah lelah, dan kegiatan BKP KKP akhirnya tidak kondusif. Tergantung berat ringannya masalah mbak. Biasanya siswa yang bermasalah dipanggil. Kami gali informasi, seperti apa permasalahan yang dialami. Jika perlu kami melakukan kunjungan rumah. Dalam hal ini tentunya kami bekerjasama dengan wali kelas. Dan jika masalahnya berat, misalnya mencuri atau berkelahi, pihak sekolah mengundang orang tua siswa. Lalu tim BK, wali kelas, kesiswaan, dan orang tua bersama-sama membicarakan permasalahan ini. Disini sebisa mungkin kita bekerjasma ya, baik dengan guru, kesiswaan, staf-staf lain, serta koordinasi dengan kepala sekolah tentunya. Kalau dengan guru bidang studi, biasanya kami berkolaborasi mengatasi siswa yang mengalami kesulitan belajar. Ya... yang namanya pemahaman, persepsi setiap orang pasti berbeda-beda. Kesalahpahaman pasti tetap ada. Saya rasa disekolah-sekolah lain juga masih ada, namun kalau disini kami berusaha untuk berkomunikasi, dan bekerjasama agar mereka juga tahu tugas dari guru BK itu seperti apa. Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman seperti BK itu hanya tempatnya siswa yang bermasalah, bagian menghukum siswa yang tidak patuh tata tertib, seperti itu. kalau disini kami berusaha untuk berkomunikasi, dan bekerjasama agar mereka juga tahu tugas dari guru BK itu seperti apa. Ya kalau untuk seperti memotong rambut, menindak siswi yang rok terlalu pendek, itu kolaborasi dari BK

192 Hambatan-hambatan yang dialami dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling? dan kesiswaan. Jadi kami bekerjasma. Hambatan yang dialami yaitu untuk klasikal harus benar-benar mempersiapkan media yang inovativ dan tidak membosankan. Untuk BKP dan KKP terkendala dari jam pelajaran yang hanya satu jam, selain itu juga kurangnya tenaga BK, karena satu orang konselor mengampu sampai 190 siswa.

193 178

194 179

195 180

196 181

197 182

198 183

199 184

200 185

201 186

202 187

203 188

204 189

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application IJGC 6 (3) (2017) Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jbk Berbagai Kesalahpahaman Kinerja Konselor Sekolah Menurut Persepsi Guru

Lebih terperinci

PENGARUH DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI KELAS X IS SMA NEGERI 5 TEGAL TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI

PENGARUH DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI KELAS X IS SMA NEGERI 5 TEGAL TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI PENGARUH DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI KELAS X IS SMA NEGERI 5 TEGAL TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Safitri

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Kewarganegaraan. Diajukan Oleh: ERMAWATIK A

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Kewarganegaraan. Diajukan Oleh: ERMAWATIK A PENGARUH IMPLEMENTASI PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING (BK) DAN KELENGKAPAN SARANA BELAJAR TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I TULUNG KABUPATEN KLATEN

Lebih terperinci

PERSEPSI SISWA KELAS XI TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DI SMA NEGERI 7 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016

PERSEPSI SISWA KELAS XI TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DI SMA NEGERI 7 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 PERSEPSI SISWA KELAS XI TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DI SMA NEGERI 7 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Skripsi Diajukan Dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata I (S1) Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS BELAJAR SISWA DAN PARTISIPASI DALAM. KEGIATAN OSIS TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKn PADA SISWA

PENGARUH AKTIVITAS BELAJAR SISWA DAN PARTISIPASI DALAM. KEGIATAN OSIS TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKn PADA SISWA PENGARUH AKTIVITAS BELAJAR SISWA DAN PARTISIPASI DALAM KEGIATAN OSIS TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKn PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 MOJOGEDANG KECAMATAN MOJOGEDANG KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

PERSEPSI KEPALA SEKOLAH TENTANG EKSISTENSI BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMK SE-KABUPATEN PEMALANG

PERSEPSI KEPALA SEKOLAH TENTANG EKSISTENSI BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMK SE-KABUPATEN PEMALANG PERSEPSI KEPALA SEKOLAH TENTANG EKSISTENSI BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMK SE-KABUPATEN PEMALANG Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Arifina Nur Shofia

Lebih terperinci

FAKTOR PENGHAMBAT OPERASIONALISASI KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) DI SMA NEGERI SE- KOTA SEMARANG TAHUN AJARAN 2014/2015

FAKTOR PENGHAMBAT OPERASIONALISASI KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) DI SMA NEGERI SE- KOTA SEMARANG TAHUN AJARAN 2014/2015 FAKTOR PENGHAMBAT OPERASIONALISASI KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) DI SMA NEGERI SE- KOTA SEMARANG TAHUN AJARAN 2014/2015 Skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia merupakan aspek penting terhadap kemajuan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia merupakan aspek penting terhadap kemajuan suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasaran utamanya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

Skripsi. Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1 Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Oleh. Tia Risdiana Agustina

Skripsi. Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1 Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Oleh. Tia Risdiana Agustina HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG KOMPETENSI KEPRIBADIAN KONSELOR DENGAN SIKAP SISWA TERHADAP PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMP NEGERI 24 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Skripsi Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang, sehingga setiap siswa memerlukan orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang, sehingga setiap siswa memerlukan orang lain untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa. Periode ini dianggap sangat penting dalam kehidupan seseorang, khususnya dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan konseling sangat berperan penting dalam dunia pendidikan, karena tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu untuk mengembangkan diri secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting untuk mempersiapkan kesuksesan dimasa depan. Pendidikan bisa diraih dengan berbagai cara salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan wadah bagi individu untuk mengembangkan aspek-aspek

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan wadah bagi individu untuk mengembangkan aspek-aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, tentang sistem pendidikan, yaitu: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

Anik Sulistyowati Pembimbing I : Dr. Hera Heru SS, M.pd Prodi BK FKIP UNISRI ABSTRAK

Anik Sulistyowati Pembimbing I : Dr. Hera Heru SS, M.pd Prodi BK FKIP UNISRI ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP TUGAS GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN KESEDIAAN BERKONSULTASI PADA SISWA KELAS XI IPS 4 MAN 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Anik Sulistyowati 11500044 Pembimbing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Pendidikan adalah suatu proses sadar tujuan, artinya bahwa kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam membentuk pribadi siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

SKRIPSI. disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Disusun oleh : Farid Al Baladi ( )

SKRIPSI. disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Disusun oleh : Farid Al Baladi ( ) PERBANDINGAN PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS TIK DENGAN MEDIA GAMBAR DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN PADA SISWA KELAS IV SD DI-GUGUS DIPONEGORO KECAMATAN MEJOBO KABUPATEN KUDUS SKRIPSI disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyebabnya bukan saja anggaran pemerintah yang relatif rendah tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyebabnya bukan saja anggaran pemerintah yang relatif rendah tetapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan kini sedang dalam kondisi kritis dan memprihatinkan. Penyebabnya bukan saja anggaran pemerintah yang relatif rendah tetapi juga ketiadaan visi serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berawal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi pahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang berkualitas dan merupakan makhluk seutuhnya. Makhluk yang seutuhnya adalah mereka yang

Lebih terperinci

INTENSITAS BIMBINGAN ORANG TUA DAN PEMAHAMAN TENTANG KEDISIPLINAN PENGARUHNYA TERHADAP KETAATAN SISWA

INTENSITAS BIMBINGAN ORANG TUA DAN PEMAHAMAN TENTANG KEDISIPLINAN PENGARUHNYA TERHADAP KETAATAN SISWA INTENSITAS BIMBINGAN ORANG TUA DAN PEMAHAMAN TENTANG KEDISIPLINAN PENGARUHNYA TERHADAP KETAATAN SISWA PADA TATA TERTIB SEKOLAH DI SMP NEGERI 3 KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2010/2011 SKRIPSI Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PENGARUH PERSEPSI MENGENAI HAK DAN KEWAJIBAN MAHASISWA DAN MOTIVASI MENGIKUTI PERKULIAHAN TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN AKADEMIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekretaris Jenderal MPR-RI, Undang-Undang Dasar 1945, Sekjen MPR-RI, Jakarta, hlm. 5 2

BAB I PENDAHULUAN. Sekretaris Jenderal MPR-RI, Undang-Undang Dasar 1945, Sekjen MPR-RI, Jakarta, hlm. 5 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam tatanan hidup berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia, pendidikan telah diatur dalam berbagai peraturan perundangundangan seperti yang tercantum di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas menentukan masa depan bangsa. Sekolah. sekolah itu sendiri sesuai dengan kerangka pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas menentukan masa depan bangsa. Sekolah. sekolah itu sendiri sesuai dengan kerangka pendidikan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas tercipta dari proses pendidikan yang baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran agama diwahyukan Tuhan untuk kepentingan manusia. Dengan bimbingan agama, diharapkan manusia mendapatkan pegangan yang pasti untuk menjalankan hidup dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Setiap bangsa dan generasi memiliki dasar dan tujuan pendidikan tertentu. Tentunya dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan yang dilaksanakan secara baik dan dikelola dengan perencanaan yang matang akan menciptakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan nilai-nilai masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan sudah ada. mengantarkan manusia menuju kesempurnaan dan kebaikan.

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan nilai-nilai masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan sudah ada. mengantarkan manusia menuju kesempurnaan dan kebaikan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok agar seseorang menjadi dewasa dari segi biologis, psikologis dan paedagogis, yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat, dan negara. Dunia pendidikan dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional, bab II pasal 3, menyatakan pendidikan memiliki fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap

BAB I PENDAHULUAN. mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan telah mendorong berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi suatu bangsa, dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi suatu bangsa, dikatakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi suatu bangsa, dikatakan maju apabila pendidikannya berkualitas. Bangsa yang memiliki pendidikan yang berkualitas

Lebih terperinci

STUDI KASUS PENERAPAN MODEL KONSELING REALITAS UNTUK MENGATASI RENDAHNYA MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII B SMP 3 BAE KUDUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

STUDI KASUS PENERAPAN MODEL KONSELING REALITAS UNTUK MENGATASI RENDAHNYA MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII B SMP 3 BAE KUDUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012 STUDI KASUS PENERAPAN MODEL KONSELING REALITAS UNTUK MENGATASI RENDAHNYA MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII B SMP 3 BAE KUDUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Oleh YENI VERAYANTI NIM. 200831091 PROGRAM STUDI BIMBINGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam hidup, karena pendidikan mempunyai peranan penting guna kelangsungan hidup manusia. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan suatu negara. Tanpa pendidikan suatu negara akan tertinggal jauh

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan suatu negara. Tanpa pendidikan suatu negara akan tertinggal jauh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945, secara fundamental merupakan pernyataan dan tekad untuk membangun bangsa. Salah satu wujud nyata yang harus ditempuh dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah bagian dari upaya untuk membantu manusia memperoleh kehidupan yang bermakna, baik secara individu maupun secara kelompok. Dengan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia maka perlu dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia maka perlu dikembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan perkembangan era globalisasi sekarang ini diperlukan upaya yang signifikan khususnya bagi generasi penerus sebab akan membawa dampak kemajuan diberbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini bangsa Indonesia terus berusaha untuk meningkatkan masyarakatnya menjadi masyarakat yang berbudaya demokrasi, berkeadilan dan menghormati hak-hak

Lebih terperinci

Disusun Oleh : LINA FIRIKAWATI A

Disusun Oleh : LINA FIRIKAWATI A PENGARUH KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan. Diajukan Oleh:

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan. Diajukan Oleh: i PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA MENGENAI PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN DAN VARIASI METODE MENGAJAR DOSEN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA PKn FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya. Pengetahuan ini dapat juga disebut sebagai pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya. Pengetahuan ini dapat juga disebut sebagai pendidikan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidup seseorang. Perubahan-perubahan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Veny Rosita Febriratna NIM

SKRIPSI. Oleh Veny Rosita Febriratna NIM PENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IIA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TEMA SIKAP DEMOKRATIS MELALUI PENERAPAN METODE SIMULASI DENGAN MEDIA GAMBAR DI SDN SUMBERSARI 01 JEMBER

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Joko Mardiyanto NIM

SKRIPSI. Oleh Joko Mardiyanto NIM i KONTRIBUSI PROGRAM PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP TERHADAP PENINGKATAN LIFESKILL PADA WARGA BELAJAR LEMBAGA KURSUS DAN PELATIHAN SANDANG JAYA DI KECAMATAN BANGIL KABUPATEN PASURUAN SKRIPSI Oleh Joko Mardiyanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan selalu

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha untuk membudayakan manusia atau memanusiakan manusia, pendidikan amat stategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

Lebih terperinci

SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN

SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN PENGARUH PERSEPSI SISWA MENGENAI PENERAPAN MODEL PAKEM DAN KEAKTIFAN SISWA DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) BAGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BERWIRAUSAHA MELALUI LAYANAN INFORMASI KARIER PADA SISWA KELAS X.9 SMA N 2 BAE KUDUS TAHUN PELAJARAN 2012/2013 SKRIPSI

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BERWIRAUSAHA MELALUI LAYANAN INFORMASI KARIER PADA SISWA KELAS X.9 SMA N 2 BAE KUDUS TAHUN PELAJARAN 2012/2013 SKRIPSI UPAYA MENINGKATKAN MINAT BERWIRAUSAHA MELALUI LAYANAN INFORMASI KARIER PADA SISWA KELAS X.9 SMA N 2 BAE KUDUS TAHUN PELAJARAN 2012/2013 SKRIPSI Oleh ERNI APRIYANI NIM 200831105 PEOGRAM STUDI BIMBINGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan titik tolak perwujudan generasi muda untuk siap bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha untuk mengaktualisasi pengetahuannya tersebut di dalam. latihan, bagi pemerannya dimasa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha untuk mengaktualisasi pengetahuannya tersebut di dalam. latihan, bagi pemerannya dimasa yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting. Melalui pendidikan, seseorang akan belajar untuk mengetahui, memahami dan akan berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. Pendidikan merupakan wahana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

KUALITAS PELAYANAN SIRKULASI PERPUSTAKAAN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN 2012 SKRIPSI

KUALITAS PELAYANAN SIRKULASI PERPUSTAKAAN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN 2012 SKRIPSI KUALITAS PELAYANAN SIRKULASI PERPUSTAKAAN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN 2012 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk

Lebih terperinci

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa banyak perubahan di seluruh aspek kehidupan manusia. Pada masa sekarang ini sangat dibutuhkan masyarakat

Lebih terperinci

BRIAN KARTIKASARI PUTRI A

BRIAN KARTIKASARI PUTRI A PENGARUH INTENSITAS BIMBINGAN ORANG TUA DAN KELENGKAPAN SARANA BELAJAR TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII SMP N 1 MANYARAN WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010/2011 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

PROGRAM SI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR UNIVERSTAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

PROGRAM SI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR UNIVERSTAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS JOYFULL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS IV SDN SALATIGA 01 KOTA SALATIGA SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hal yang terpenting untuk. mempersiapkan kesuksesan seseorang dimasa depan, salah satunya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hal yang terpenting untuk. mempersiapkan kesuksesan seseorang dimasa depan, salah satunya dengan BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang terpenting untuk mempersiapkan kesuksesan seseorang dimasa depan, salah satunya dengan melalui pendidikan sekolah. Kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Manusia adalah makhluk yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Sejak ratusan tahun sebelum Nabi Isa, manusia telah menjadi salah satu objek filsafat, baik itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan dan dialami serta disadari oleh manusia dan masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan dan dialami serta disadari oleh manusia dan masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia Indonesia telah menerima Pancasila sebagai ideologinya. Ideologi yang bersumberkan pandangan hidup merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diterima dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup individu. Melalui pendidikan, individu memperoleh informasi dan pengetahuan yang dapat dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting di berbagai sektor kehidupan. Pendidikan yang berkualitas akan mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas pula.

Lebih terperinci

STUDI KASUS PENERAPAN KONSELING BEHAVIORISTIK UNTUK MENGATASI SISWA MENYONTEK SAAT ULANGAN DI SMK MAMBAUL FALAH PIJI DAWE KUDUS TAHUN PELAJARAN

STUDI KASUS PENERAPAN KONSELING BEHAVIORISTIK UNTUK MENGATASI SISWA MENYONTEK SAAT ULANGAN DI SMK MAMBAUL FALAH PIJI DAWE KUDUS TAHUN PELAJARAN STUDI KASUS PENERAPAN KONSELING BEHAVIORISTIK UNTUK MENGATASI SISWA MENYONTEK SAAT ULANGAN DI SMK MAMBAUL FALAH PIJI DAWE KUDUS TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Oleh MOH NUR ACHSIN NIM. 200731026 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipasaran, tetapi bukan berarti masalah ini telah usai karena masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. dipasaran, tetapi bukan berarti masalah ini telah usai karena masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kreativitas guru dalam suatu pembelajaran sangat berpengaruh terhadap pemahaman siswa karena semakin guru kreatif dalam penyampaian materi maka semakin mudah siswa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAYANAN INFORMASI DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TEMPEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016

HUBUNGAN ANTARA LAYANAN INFORMASI DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TEMPEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016 HUBUNGAN ANTARA LAYANAN INFORMASI DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TEMPEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI Oleh Pungky Kumala Anindya Kusuma Dewi NPM. 14144200140

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kecenderungan rasa ingin tahu terhadap sesuatu. Semua itu terjadi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kecenderungan rasa ingin tahu terhadap sesuatu. Semua itu terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, secara fitrah manusia telah dibekali potensi untuk tumbuh dan berkembang serta mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan, karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Disadari atau tidak, setiap orang mempunyai dua sifat yang saling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Disadari atau tidak, setiap orang mempunyai dua sifat yang saling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Disadari atau tidak, setiap orang mempunyai dua sifat yang saling bertentangan dalam hidup, yaitu positif dan negatif. Dua hal ini merupakan sikap yang selalu

Lebih terperinci

Oleh AHMAD YUSUF NIM

Oleh AHMAD YUSUF NIM STUDI KASUS PENERAPAN MODEL KONSELING CLIENT CENTERED UNTUK MENGATASI SISWA YANG SERING MENYONTEK PADA SISWA KELAS X SMA ISLAM SULTAN AGUNG 2 KECAMATAN KALINYAMATAN KABUPATEN JEPARATAHUN PELAJARAN 2011/2012

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DI SMP NEGERI SE-KECAMATAN DEPOK

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DI SMP NEGERI SE-KECAMATAN DEPOK IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DI SMP NEGERI SE-KECAMATAN DEPOK SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku organisasi yang merupakan pencerminan dari perilaku dan sikap orang-orang yang terdapat dalam organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN NURUL FITRI ISTIQOMAH,2014

BAB I PENDAHULUAN NURUL FITRI ISTIQOMAH,2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan adanya pendidikan dapat membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TALKING STICK

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TALKING STICK HALAMAN JUDUL UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TALKING STICK DAN PEMANFAATAN MEDIA POWER POINT PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS 2 SD NEGERI SALATIGA

Lebih terperinci

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya setiap individu wajib menempuh pendidikan di lembaga formal maupun lembaga non formal. Sesuai dengan yang diperintahkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebersamaan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebersamaan agar dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat penting untuk meningkatkan kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik lingkungan fisik maupun metafisik. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. baik lingkungan fisik maupun metafisik. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha membantu individu dalam mengembangkan potensinya agar mencapai perwujudan diri. Perwujudan diri akan tampak dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pendidikan di Sekolah atau lembaga pendidikan formal. Pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pendidikan di Sekolah atau lembaga pendidikan formal. Pada umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan unsur dari berbagai bidang dalam kegiatan pendidikan di Sekolah atau lembaga pendidikan formal. Pada umumnya ada tiga ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang berkualitas. Dwi Siswoyo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang berilmu. Hal ini dapat diartikan bahwa selama kita hidup ilmu itu harus dicari, ilmu tidak datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan

Lebih terperinci

MOCHAMAD HIDAYAT WIDODO

MOCHAMAD HIDAYAT WIDODO IMPLEMENTASI TEKNIK PEMBELAJARAN TARI BAMBU UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH SISWA KELAS XI IPS 1 SMA NEGERI 1 PRAMBANAN KLATEN TAHUN AJARAN 2012/2013 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK SEBAGAI INOVASI MATERI RIAS WAJAH PANGGUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DI SMK N 3 MAGELANG

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK SEBAGAI INOVASI MATERI RIAS WAJAH PANGGUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DI SMK N 3 MAGELANG EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK SEBAGAI INOVASI MATERI RIAS WAJAH PANGGUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DI SMK N 3 MAGELANG SKRIPSI diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi yang dimiliki demi kemajuan suatu bangsa. Salah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi yang dimiliki demi kemajuan suatu bangsa. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dengan disertai berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), menuntut manusia untuk menguasai berbagai bidang yang ada di kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga yang mencetak tenaga kerja mempunyai tanggung jawab dalam

BAB I PENDAHULUAN. lembaga yang mencetak tenaga kerja mempunyai tanggung jawab dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi sekarang ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, oleh karena itu dibutuhkan tenaga - tenaga kerja yang terampil dan profesional.

Lebih terperinci

Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Oleh RIZKY FERDIYANTI A

Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Oleh RIZKY FERDIYANTI A PENGARUH KUALITAS PELAYANAN INTERNET KAMPUS DAN PENUGASAN DOSEN TERHADAP MINAT BELAJAR MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI ANGKATAN 2012 FKIP UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2014/2015

Lebih terperinci

RATNA PRATIWI F

RATNA PRATIWI F HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN INTERNET DALAM PROSES PEMBELAJARAN DENGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS IX A SMP NEGERI 1 TEMPEL SKRIPSI

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS IX A SMP NEGERI 1 TEMPEL SKRIPSI HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS IX A SMP NEGERI 1 TEMPEL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya dari aspek jiwa, manusia memiliki cipta rasa dan karsa sehingga dalam tingkah laku dapat membedakan benar atau salah, baik atau buruk, menerima atau menolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan lembaga utama yang memainkan peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan lembaga utama yang memainkan peranan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan lembaga utama yang memainkan peranan penting dalam mengembangkan peradaban. Maju mundurnya suatu peradaban tergantung pada pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN GUIDED INQUIRY SISWA KELAS VIIB SMP NEGERI 2 PURWOSARI SKRIPSI

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN GUIDED INQUIRY SISWA KELAS VIIB SMP NEGERI 2 PURWOSARI SKRIPSI UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN GUIDED INQUIRY SISWA KELAS VIIB SMP NEGERI 2 PURWOSARI SKRIPSI Oleh: Yuliana Retnaningsih 09144100067 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN MUATAN LOKAL KETERAMPILAN DI SMP NEGERI 15 YOGYAKARTA SKRIPSI

EVALUASI PELAKSANAAN MUATAN LOKAL KETERAMPILAN DI SMP NEGERI 15 YOGYAKARTA SKRIPSI EVALUASI PELAKSANAAN MUATAN LOKAL KETERAMPILAN DI SMP NEGERI 15 YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi PERSEPSI SISWA TENTANG PELAJARAN AKUNTANSI DAN RASA PERCAYA DIRI TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 KARTASURA TAHUN AJARAN 2010/2011 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

ZAMRONI A

ZAMRONI A PENGARUH LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL MAHASISWA DAN INTENSITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM KAMPUS TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA JURUSAN PPKn TAHUN ANGKATAN 2005/2006 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan dalam penelitian. Sub judul tersebut yaitu latar belakang, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 2002), hlm.22

BAB IV ANALISIS. 2002), hlm.22 BAB IV ANALISIS A. Optimalisasi manajemen layanan bimbingan dan konseling di SMP Islam Sultan Agung 1 Semarang Pendidikan merupakan aset yang tidak akan ternilai bagi individu dan masyarakat, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan. kepribadian manusia melalui pemberian pengetahuan, pengajaran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan. kepribadian manusia melalui pemberian pengetahuan, pengajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan kepribadian manusia melalui pemberian pengetahuan, pengajaran sebagai bekal untuk masa depan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus berkembang. Persaingan semakin ketat dan masyarakat dituntut untuk dapat bersaing dalam menghadapi tantangan

Lebih terperinci

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebab melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dihadapinya dan mampu untuk melakukan sesuatu yang baru. untuk menunjang kemajuan kehidupan, baik bagi diri dan bangsanya.

BAB I PENDAHULUAN. yang dihadapinya dan mampu untuk melakukan sesuatu yang baru. untuk menunjang kemajuan kehidupan, baik bagi diri dan bangsanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu bangsa erat hubungannya dengan masalah pendidikan. Tingkat pendidikan suatu bangsa merupakan cermin kesejahteraan kehidupan bangsa tersebut.

Lebih terperinci