BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. Rerata berat bayi normal adalah 3200 gram (usia gestasi 37 s.d. 41 minggu). Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir < 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam pertama setelah lahir (Fanaroff 2002; IDAI 2004; Stoll & Adams-Chapman 2007; Damanik 2008). Hubungan antara umur kehamilan dengan berat lahir mencerminkan kecukupan pertumbuhan intrauterin. Penentuan hubungan ini akan mempermudah antisipasi morbiditas dan mortalitas selanjutnya. Penentuan umur kehamilan bisa dilakukan mulai dari antenatal sampai setelah persalinan. Pada masa antenatal ditentukan dengan cara sederhana yaitu dengan menghitung Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT). Setelah persalinan, penentuan umur kehamilan dilakukan dengan pemeriksaan. Bagian dari pemeriksaan ini didasarkan pada kriteria perkembangan saraf yang spesifik serta berbagai sifat fisik luar yang terus-menerus berubah seiring dengan berlanjutnya kehamilan. Menurut hubungan berat lahir/umur kehamilan, berat bayi baru lahir dapat dikelompokkan menjadi (Damanik 2008): a. Sesuai Masa Kehamilan (SMK) b. Kecil Masa Kehamilan (KMK)/Small for Gestational Age (SGA) c. Besar Masa Kehamilan (BMK) Berdasarkan umur kehamilan, bayi dapat digolongkan menjadi (Damanik 2008): a. Bayi Kurang Bulan (BKB) yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (< 259 hari).

2 b. Bayi Cukup Bulan (BCB) yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara minggu ( hari). c. Bayi Lebih Bulan (BLB) yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi >42 minggu (294 hari). Bayi berat lahir rendah mungkin disebabkan oleh (Stoll & Adams- Chapman 2007): a. Kurang bulan (usia kehamilan/ masa gestasi kurang dari 37 minggu/preterm) b. Gangguan pertumbuhan intrauterin/ intrauterine growth restriction (IUGR) c. Keduanya Klasifikasi Bayi a. Klasfikasi Bayi Berat Lahir Rendah: 1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir antara 1500 gram sampai dengan 2500 gram. 2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir antara 1000 gram sampai kurang dari 1500 gram. 3. Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1000 gram (Hay 2002; Mulyawan 2009). b. Umur kehamilan atau masa gestasi adalah masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama haid terakhir (Damanik 2008), dikelompokkan menjadi: 1. Preterm infant atau bayi prematur adalah bayi yang lahir pada umur kehamilan tidak mencapai 37 minggu. 2. Term infant atau bayi cukup bulan (mature atau aterm) adalah bayi yang lahir pada umur kehamilan minggu.

3 3. Postterm infant atau bayi lebih bulan adalah bayi yang lahir pada umur kehamilan sesudah 42 minggu (Wilkinson et al. 2002; Purnami 2010). Penyebab terjadinya kelahiran bayi dengan BBLR, yaitu: a. Faktor ibu: hipertensi dan penyakit ginjal yang kronik, perokok, penderita diabetes melitus yang berat, preeklampsia, eklampsia, hipoksia ibu, hemoglobinopati, penyakit paru kronik, gizi buruk, drug abuse, peminum alkohol. b. Faktor uterus dan plasenta: kelainan pembuluh darah (haemangioma), insersi tali pusat yang tidak normal, infark plasenta, kehamilan ganda, pelepasan plasenta sebagian, plasenta kecil, gangguan sirkulasi ibu dan janin. c. Faktor janin: kehamilan ganda, kelainan kromosom, cacat bawaan, infeksi dalam kandungan (toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, herpes, sifilis, TORCH) d. Faktor penyebab lain yaitu keadaan sosial ekonomi yang rendah dan tidak diketahui (Budhi & Rujito 2007; Suwoyo, Antono & Triagusanik 2011) Gangguan Pendengaran Pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Bayi berat lahir rendah (BBLR) disebut bayi beresiko tinggi dengan adanya patofisiologi yang menyertai, prognosis BBLR akan lebih buruk terutama pada periode awal setelah lahir dibandingkan dengan bayi normal. Komplikasi langsung dapat terjadi pada BBLR, berbagai masalah jangka panjang mungkin timbul antara lain gangguan perkembangan, gangguan pertumbuhan, retinopati, gangguan pendengaran, penyakit paru kronis, dan kelainan bawaan (Suwoyo, Antono & Triagusanik 2011). Hubungan antara BBLR dengan gangguan pendengaran kurang diketahui, walaupun pengetahuan dasar mengenai penyebab gangguan pendengaran telah berkembang namun sulit untuk mengetahui secara

4 menyeluruh mengenai mekanisme yang menyebabkan gangguan pendengaran pada BBLR (Cristobal & Oghalai 2008). Pemeriksaan audiometri dan radiologi juga tidak memberikan perincian yang jelas mengenai perubahan pada sistem auditori. Proses pendengaran pada manusia normal memerlukan fungsi telinga luar, telinga tengah, telinga dalam (koklea) dan jaras batang otak yang baik (Cristobal & Oghalai 2008). Saat ini, terdapat dua metode skrining pendengaran neonatus, yaitu OAE dan ABR. Yang paling sering dipakai adalah OAE karena murah dan mudah dioperasikan pada skrining massal. Mesin OAE mendeteksi bunyi yang dihasilkan oleh proses biokemikal yang berasal dari sel rambut luar koklea. Hal ini menyebabkan OAE sangat sensitif untuk mendeteksi disfungsi sel rambut luar. Evaluasi dengan OAE tidak dapat mendeteksi disfungsi neural (saraf ke delapan atau jaras batang otak). Penggunaan OAE dalam skrining pendengaran pada populasi yang banyak menderita tuli sensorineural dapat menyebabkan tidak terdeteksinya gangguan pendengaran. Namun beberapa peneliti melaporkan bahwa OAE dapat mendeteksi tuli sensorineural, karena OAEs merupakan respon akustik yang berhubungan dengan proses pendengaran normal dan OAEs tidak ada bila terdapat gangguan pendengaran lebih dari 30 dbhl. Bila pemeriksaan telah selesai, hasilnya akan tertampil pada layar dengan pass bila terdapat respon dan refer bila tidak ada respon terhadap stimulus (Boo, Rohani & Asma 2008). Pemeriksaan dengan ABR merefleksikan aktivitas koklea, saraf auditori dan auditory brainstem pathway, sehingga ABR dapat mendeteksi neuropati auditori atau gangguan konduksi neural (Boo, Rohani & Asma 2008). Hasil pemeriksaan dianggap normal bila terdapat respon bilateral pada 35 db dan terganggu bila tidak ada respon pada 35 db minimal pada satu telinga (Taghdiri et al. 2008). Sensitivitas OAE sebesar 100% dan spesifisitasnya 82-87%, sedangkan sensitivitas ABR 100% dan spesifisitasnya 97-98%. Bila OAE

5 dilanjutkan dengan AABR dalam 2 tahapan skrining sensitivitasnya menjadi 100% dan spesifisitas 99% (Rundjan et al. 2005). Departemen Kesehatan RI berdasarkan asupan dari PERHATI-KL menyusun kebijakan penyediaan fasilitas skrining pendengaran pada bayi. Tujuan skrining pendengaran adalah menemukan gangguan pendengaran sedini mungkin pada bayi baru lahir agar dapat segera dilakukan habilitasi pendegaran yang optimal. Departemen Kesehatan RI telah menetapkan alur skrining pendengaran bayi baru lahir di Indonesia seperti yang terlihat pada gambar 2.1. (HTA Indonesia 2010). Faktor yang merusak pada bayi baru lahir meliputi paparan terhadap toksin, infeksi serebral, iskemia, ketidakseimbangan hormonal yang dapat menyebabkan keterlambatan proses mielinisasi, yang diekspresikan sebagai immaturitas atau disfungsi (Psarommatis et al. 2010). BBLR tiga kali lebih sering mengalami komplikasi neurodevelopmental dan abnormalitas kongenital. BBLR preterm (<32 minggu) kebanyakan mengalami komplikasi yang disebabkan imaturitas anatomik dan fisiologikal. BBLR berisiko mengalami komplikasi yang dapat meninggalkan sekuele permanen (Singh, Chouhan & Sidhu 2009). Gangguan pendengaran pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh karena kegagalan perkembangan satu atau lebih dari bagian sistem auditori atau terhentinya proses perkembangan pada tahap tertentu. Selain itu, terdapat juga beberapa faktor yang dapat menyebabkan degenerasi mekanisme perkembangan pendengaran (Arpino et al. 2010). Tahap perkembangan otak yang berkesinambungan merupakan faktor yang sangat penting. Otak bayi yang cukup bulan sangat berbeda dengan otak bayi preterm dimana maturasi otak terhenti pada tahap kritis perkembangan sarafnya. Kelahiran premature menyebabkan bayi kemungkinan mengalami dampak gangguan perkembangan otak yang selanjutnya mengganggu fungsi psikologikal selama hidup (Arpino et al. 2010).

6 Gambar 2.1. Alur skrining pendengaran bayi baru lahir di Indonesia (HTA Indonesia 2010). Lebih dari 3% bayi yang lahir <28 minggu umur kehamilan menunjukkan gangguan pendengaran yang bervariasi antara tuli konduktif dan tuli sensorineural. Gangguan pendengaran tersebut 25 kali lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi gangguan pendengaran yang didapat

7 pada populasi pediatrik. Suatu penelitian nested case-control menunjukkan pada umur kehamilan minggu terdapat prevalensi gangguan pedengaran sebesar 1,435%, 0,63% pada minggu, 0,19% pada minggu dan 0,1% pada minggu (Arpino et al. 2010). Faktor perinatal dapat menyebabkan persalinan preterm dan komplikasi perinatal/neonatal dapat merusak fungsi auditori dan perkembangan dininya. Faktor yang meningkatkan risiko gangguan pendengaran pada bayi sangat bervariasi, seperti hipoksia, hiperbilirubinemia, penggunaan inkubator yang bising, dan paparan antibiotik yang potensial ototoksik untuk pengobatan infeksi yang mengancam jiwa (Arpino et al. 2010). Hipoksia/iskemia dan infeksi/inflamasi membran plasenta pada bayi preterm tampaknya memegang peran utama terhadap gangguan neurologikal yang terjadi, disamping adanya faktor prenatal, perinatal dan postnatal (Arpino et al. 2010). Seiring dengan kurangnya umur kehamilan, didapati peningkatan risiko kerusakan otak (kerusakan white matter, perdarahan intraventrikular dan kerusakan kortikal dan deep gray matter), sehingga akan mengakibatkan gangguan klinis selanjutnya. Persalinan dini mengganggu perkembangan otak dan waktu proses neurobiologikal. Proses ini meliputi migrasi neuronal dan differensiasi, sprouting akson dan dendrit, formasi sinaps, myelination, programmed cell death dan struktur transien yang persisten. Proporsi pertumbuhan otak yang signifikan, perkembangan dan networking ditemui kira-kira dalam 6 minggu terakhir masa gestasi (Arpino et al. 2010). Spektrum gangguan klinis pada anak yang preterm meliputi cerebral palsy (CP), developmental coordination disorder (DCD), gangguan neurosensoris, termasuk pendengaran perifer dan sentral, gangguan visual dan gangguan psikiatri (Arpino et al. 2010).

8 Seiring dengan tingkat imaturitas dan rendahnya berat badan lahir, maka lebih besar pula defisit intelektual dan neurologis yang akan terjadi, sebanyak 50% bayi dengan berat gram mengalami gangguan perkembangan neurologis yaitu kebutaan, tuli, retardasi mental dan cerebral palsy (Stoll & Adams-Chapman 2007). Lebih kurang 50% kasus gangguan pendengaran pada neonatus diperkirakan disebabkan defek genetik. Aminoglikosida dan loop diuretik telah lama diketahui memiliki efek ototoksik sehingga penggunaannya harus sesuai standar, faktor risiko lain adalah paparan bising, infeksi cytomegalovirus, hipoksia dan hiperbilirubinemia (Cristobal & Oghalai 2008; Herwanto 2012). Anak dengan berat lahir rendah berisiko tinggi menderita gangguan pendengaran sensorineural. Kemungkinan penyebabnya adalah bahwa telinga tidak sepenuhnya berkembang jika janin tumbuh lebih lambat dari normal dalam rahim (Folkehelseinstituttet 2008). Prematuritas dan BBLR berhubungan dengan peningkatan risiko tuli sensorineural. Lebih dari 27% bayi prematur dengan berat lahir sangat rendah diketahui mengalami peningkatan latensi ABR dan interval pada umur aterm (cukup bulan), yang menunjukkan gangguan pendengaran perifer dan/atau sentral (Reiman et al. 2009). Pada tuli sensorineural terdapat pemanjangan latensi gelombang V terhadap stimulus click intensitas rendah (Donohoe 1988). ABR merupakan metode yang efektif untuk mendeteksi defisit kecil dalam konduksi impuls jaras auditori. Sebagai contoh, keterlambatan pada mielinasi tidak harus menyebabkan gangguan pendengaran secara klinis, tetapi masih dapat menyebabkan perlambatan konduksi impuls yang terlihat sebagai prolongasi latensi ABR dan interpeak intervals. Pada bayi dengan ambang pedengaran normal, perlambatan latensi gelombang V dan interval I III dan I V pada rekaman ABR berhubungan dengan besarnya variasi komplikasi perinatal, seperti perdarahan intraventrikular derajat III sampai IV, periventrikular leukomalasia, severe

9 hyperbilirubinaemia, meningitis bakterial, severe respiratory distress syndrome dan pneumonia (Reiman et al. 2009). Pada bayi prematur, gangguan pendengaran berhubungan dengan lesi otak dan volume batang otak yang kecil. Selain itu, abnormalitas dalam migrasi dan mielinisasi yang telihat pada MRI konvensional telah dihubungkan dengan tuli sensorineural. Perubahan kecil pada struktur white-matter otak dapat dicitrakan dengan menggunakan diffusion tensor imaging (DTI), dimana ditemui white-matter pada neonatus membesar seiring dengan pertambahan umur dan pada bayi preterm meningkat sesuai dengan umur kehamilan. Sebagai tambahan, kurangnya whitematter telah dihubungkan dengan perinatal white-matter injury. Pada penelitian yang menggunakan DTI terhadap pasien dengan gangguan pendengaran sensorineural didapati kolikulus inferior yang merupakan lokasi utama pada konvergensi bypassing tracts, adalah area yang sangat sensitif terhadap kerusakan neuronal pada jaras auditori (Reiman et al. 2009). Mekanisme patofisiologi dari gangguan pendengaran sensorineural yang reversibel belum diketahui. Maturasi Susunan Saraf Pusat yang berkembang lambat dan dalam periode yang lama dapat dikatakan bertanggung jawab terhadap membaiknya hasil ABR (Psarommatis et al. 2010) Fisiologi Pendengaran Getaran suara dihantarkan lewat liang telinga dan telinga tengah ke telinga dalam melalui footplate dari stapes, menimbulkan suatu gelombang yang berjalan di sepanjang cairan koklea yang akan menggerakkan membran basilaris dan organ corti. Puncak gelombang yang berjalan di sepanjang membran basilaris yang panjangnya 35 mm tersebut, ditentukan oleh frekuensi gelombang suara. Hal ini berakibat melengkungnya stereosilia, dengan demikian menimbulkan depolarisasi sel rambut dan menciptakan potensial aksi pada serabut-serabut saraf

10 pendengaran yang melekat padanya. Di sinilah gelombang suara mekanis diubah menjadi energi elektrokimia agar dapat ditransmisikan melalui saraf kranialis ke-8 (Mills, Khariwala & Weber 2006; MØller 2006; Gacek 2009). Serabut-serabut serabut saraf koklearis berjalan menuju inti koklearis dorsalis dan ventralis. Sebagian besar serabut inti melintasi garis tengah dan berjalan naik menuju kolikulus inferior kontralateral, namun sebagian serabut tetap berjalan ipsilateral. Penyilangan selanjutnya pada inti lemniskus lateralis dan kolikulus inferior. Dari kolikulus inferior jaras pendengaran berlanjut ke korpus genikulatum dan kemudian ke korteks pendengaran pada lobus temporalis (Gacek, 2009) Perkembangan Respon Neonatal Perkembangan pendengaran dimulai saat masih dalam kandungan, bayi dipersiapkan untuk merespon suara pada saat lahir. Proses yang kompleks meliputi mengenali suara ibunya dan membedakan suara dan bunyi dapat kita lihat pada bayi baru lahir. Respon inisial bayi terhadap suara adalah bersifat refleks (behavioral responses) seperti refleks auropalpebral (mengejapkan mata), denyut jantung meningkat, eye widening (melebarkan mata), cessation (berhenti menyusu) dan grimacing atau mengerutkan wajah (Carlson & Reeh 2006; HTA Indonesia 2010). Respon-respon ini tidak terjadi dengan suara yang tenang dan intensitas suara yang rendah. Nada murni antara Hz dengan intensitas db dapat menimbulkan refleks ini pada neonatus sampai umur 2 minggu. Adanya suatu respon sangat tergantung pada keadaan psikofisiologikal anak. Untuk alasan ini maka tidak mungkin untuk menilai ambang pendengaran neonatal secara akurat dengan teknik perilaku (Bellman & Vanniasegaram 1997; Feldman & Grimes 1997).

11 2.5. Emisi Otoakustik Emisi otoakustik merupakan suara dengan intensitas rendah yang diproduksi oleh sel rambut luar koklea dan direkam pada meatus akustikus eksternus. Suara yang dihasilkan oleh koklea sangat kecil berkisar pada 30 db, namun berpotensi untuk didengar. Emisi otoakustik timbul secara spontan karena suara yang sudah ada di koklea secara terus menerus bersirkulasi, tetapi pada umumnya emisi otoakustik didahului adanya stimulasi. Emisi otoakustik dihasilkan hanya bila organ korti dalam keadaan mendekati normal, dan telinga tengah berfungsi dengan baik (Kemp 2002; Donovalova 2006; Hall & Antonelli 2006). Emisi otoakustik ini pertama sekali ditemukan oleh Gold pada tahun 1948 dan diperkenalkan oleh David Kemp pada tahun 1978 (Prieve & Fitzgerald 2002). Pada pemeriksaan emisi otoakustik stimulus bunyi tertentu diberikan melalui loudspeaker mini yang terletak dalam sumbat telinga (insert probe) yang bagian luarnya dilapisi karet lunak (probe tip). Mikrofon digunakan untuk mendeteksi emisi otoakustik, kemudian diubah menjadi elektrik agar mudah diproses (Kemp 2002; Hall & Antonelli 2006). Emisi otoakustik dihasilkan oleh adanya gerakan membran timpani yang ditransmisikan dari koklea menuju telinga tengah secara spontan ataupun menggunakan stimulus. Untuk merekam emisi otoakustik diperlukan kondisi telinga tengah yang sehat dengan konduksi suara yang baik. Koklea tidak secara signifikan memancarkan suara ke udara di kavum timpani. Agar pergerakan membran timpani efisien, lebih padat dan sedikit udara yang bisa keluar masuk liang telinga, maka liang telinga harus ditutup ( Kemp 2002; Hall & Antonelli 2006). Getaran yang dihasilkan dari mekanisme koklea yang unik dikenal sebagai cochlear amplifier yang menyebabkan adanya suatu gerakan sel-sel rambut luar di telinga bagian dalam. Gerakan-gerakan ini dapat terjadi baik secara spontan maupun oleh rangsangan bunyi dari luar dan dihasilkan oleh mekanisme sel yang aktif (Gelfand 2010).

12 Pergerakan sel rambut luar dapat dicetuskan oleh bunyi click dengan intensitas sedang atau kombinasi yang sesuai dari dua tone, kemudian terjadi biomekanik dari membran basilaris sehingga menghasilkan amplifikasi energi intrakoklea dan tuning koklea. Pergerakan sel rambut luar menimbulkan energi mekanis dalam koklea yang diperbanyak keluar melalui sistem telinga tengah dan membran timpani menuju liang telinga (Prieve & Fitzgerald 2002; Gelfand 2010). Hasil pemeriksaan mudah dibaca karena dinyatakan dengan kriteria pass (lulus) atau refer (tidak lulus). Hasil pass menunjukkan keadaan koklea baik; sedangkan hasil refer artinya adanya gangguan koklea (Abdullah et al. 2006). Anatomi dan fisiologi dasar emisi otoakustik Suara yang digunakan untuk memperoleh emisi ditransmisikan melalui telinga luar, pada saat rangsang auditori dirubah dari sinyal akustik menjadi sinyal mekanik di membran timpani dan ditransmisikan melalui tulang-tulang pendengaran pada telinga tengah; footplate dari tulang stapes akan bergerak pada foramen ovale yang akan menyebabkan pergerakan gelombang cairan pada koklea. Pergerakan gelombang cairan tersebut menggetarkan membran basilaris dimana setiap bagian dari membran basilaris sensitif terhadap frekuensi yang terbatas dalam rentang tertentu (Kemp 2002; Campbell 2006). Bagian yang paling dekat dengan foramen ovale lebih sensitif terhadap rangsang suara dengan frekuensi tinggi, sementara bagian yang jauh dari foramen ovale lebih sensitif terhadap rangsang suara dengan frekuensi rendah. Pada emisi otoakustik, respon pertama yang kembali dan direkam menggunakan mikrofon berasal dari bagian koklea dengan frekuensi paling tinggi (Prieve & Fitzgerald 2002; Campbell 2006). Saat membran basilaris bergetar, sel-sel rambut turut bergerak dan respon elektromekanik terjadi, pada saat yang bersamaan sinyal aferen ditransmisikan dan sinyal eferen diemisikan. Sinyal eferen ditransmisikan

13 kembali melalui jalur auditori dan sinyal tersebut diukur pada liang telinga (Campbell 2006; Møller 2006). Dasar-dasar dari timbulnya keaktifan emisi ini adalah kemampuan telinga dalam untuk mengadakan kompresi dinamis sinyal bunyi. Dengan kompresi ini tekanan dinamik suara dapat diteruskan telinga bagian dalam kira-kira sebesar 0,7% ke sistem saraf yang mempunyai kapasitas dinamis yang jauh lebih kecil. Kompresi ini merupakan kemampuan sel-sel rambut yang tidak linear. Sel-sel rambut dalam yang sebenarnya adalah bagian aferen untuk sistem pendengaran, baru terangsang pada tekanan bunyi yang lebih kecil, sel-sel rambut luar secara serentak menambah energi kepada sel-sel rambut dalam dengan cara gerakan mekanis. Proses gerakan inilah yang diperkirakan merupakan sumber aktifitas emisi telinga bagian dalam (Møller 2006). Tujuan pemeriksaan Emisi Otoakustik Tujuan utama pemeriksaan emisi otoakustik adalah untuk menilai keadaan koklea, khususnya fungsi sel rambut luar telinga dalam. Hasil pemeriksaan dapat berguna untuk (Campbell 2006) : a. Skrining pendengaran (khususnya pada neonatus, bayi atau individu dengan gangguan perkembangan). b. Memperkirakan sensitivitas pendengaran dalam rentang tertentu. c. Membedakan gangguan sensori dan neural pada gangguan pendengaran sensorineural. d. Pemeriksaan pada gangguan pendengaran fungsional (berpura-pura). Pemeriksaan dapat dilakukan pada pasien yang sedang tidur, bahkan pada keadaan koma, karena hasil pemeriksaan tidak memerlukan respon tingkah laku. Syarat-syarat menghasilkan otoacoustic emission (Campbell 2006): a. Liang telinga luar tidak obstruksi b. Liang telinga dengan ditutup rapat dengan probe.

14 c. Posisi optimal dari probe d. Tidak ada penyakit telinga tengah e. Sel rambut luar masih berfungsi f. Pasien kooperatif g. Lingkungan sekitar tenang. Emisi otoakustik hanya dapat menilai sistem auditori perifer, meliputi telinga luar, telinga tengah dan koklea. Respon memang berasal dari koklea, tetapi telinga luar dan telinga tengah harus dapat mentransmisikan kembali emisi suara sehingga dapat direkam oleh mikrofon. Emisi otoakustik tidak dapat digunakan untuk menentukan ambang dengar individu (Campbell 2006). Emisi otoakustik dapat terjadi spontan sebesar 40-60% pada telinga normal, tetapi secara klinis yang memberikan respon baik adalah evoked otoacoustic emissions (Mainley, Ray & Propper 2008). Emisi otoakustik dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu: a. Spontaneous otoacoustic emissions (SOAEs), merupakan emisi suara tanpa adanya rangsangan bunyi ( secara spontan). b. Transient otoacoustic emission (TOAEs) atau Transient evoked otoacoustic emissions (TEOAEs), merupakan emisi suara yang dihasilkan oleh rangsangan bunyi menggunakan durasi yang sangat pendek, biasanya bunyi click, tetapi dapat juga tone-bursts. c. Distortion product otoacoustic emissions (DPOAEs), merupakan emisi suara sebagai respon dari dua rangsang yang berbeda frekuensi. d. Sustained-frequncy otoacoustic emissions (SFOAEs), merupakan emisi suara sebagai respon dari nada yang berkesinambungan /kontinyu (Campbell 2006; Mainley, Ray & Propper 2008). Distortion Product Otoacoustic Emissions (DPOAEs) Jenis ini menggunakan 2 stimulus terdiri dari dua bunyi nada murni pada dua frekuensi (contoh: f1, f2; ( f2 > f1)) dan dua level intensitas (contoh: L1, L2) yang diberikan sekaligus. Pada DPOAEs spektrum

15 frekuensi yang diperiksa lebih luas dibandingkan dengan TEOAEs, dapat mencapat frekuensi tinggi ( Hz). DPOAEs merupakan hasil distorsi intermodulasi yang ditransduksi balik ke telinga tengah yang diubah menjadi energi akustik yang di ukur di liang telinga. Hubungan antara L1-L2 dan f1-f2 menunjukkan respon frekuensi. Untuk menghasilkan respon optimal, instensitasnya diatur sehingga L1 menyamai atau melebihi L2. Merendahkan intensitas absolut dari stimulus yang dibuat, DPOAEs menjadi lebih sensitif terhadap abnormalitas. Setting 65/55 db L1-L2 adalah yang sering digunakan. Respon biasanya lebih bagus atau kuat dan direkam pada frekuensi yang dipancarkan dari f1-f2, hal tersebut dibuat dalam bentuk grafik sesuai dengan f2, karena kawasan tersebut memperkirakan regio frekuensi koklea yang menghasilkan respon (Prieve & Fitzgerald 2002; Campbell 2006). Gambar 2.2. Peralatan dan prosedur pemeriksaan DPOAEs (Hall & Antonelli 2006) DPOAEs dapat memperoleh frekuensi yang spesifik dan dapat digunakan untuk merekam frekuensi yang lebih tinggi daripada TEOAEs. DPOAEs dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan koklea akibat obat-obat ototoksik dan akibat bising (Prieve & Fitzgerald 2002; Campbell 2006).

16 Tabel 2.1. Data DPOAEs Normal* (Vivosonic 2011) Percentile 95th (Impaired) 90th (Impaired) 10th (Normal) Frequency th (Normal) *Data dikumpulkan dengan parameter pengukuran berikut: L1= 65 dbspl L2= 55 db SPL F2/F1 Ratio= Brainstem Evoked Response Audiometry Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) adalah suatu teknik pengukuran aktivitas atau respon saraf terhadap rangsangan bunyi. Pemeriksaan BERA pertama sekali dilaporkan oleh Sohmer dan Feinmesswer pada tahun 1967, yang kemudian dijelaskan lebih detail oleh Jewett dan Wilson pada tahun BERA merupakan tes elektrofisiologik yang menimbulkan potensial listrik pada berbagai level dari sistem pendengaran mulai dari koklea sampai korteks. BERA ditimbulkan oleh rangsangan akustik (bunyi klik atau bip) yang dikirim oleh suatu transduser akustik dalam bentuk earphone atau headphone (Hall & Antonelli 2006). BERA dapat direkam pada bayi prematur umur minggu. Kadangkadang BERA tidak timbul pada bayi normal yang dilahirkan pada umur kehamilan ibu minggu, kecuali bila digunakan intensitas db BERA dapat direkam setelah umur 30 minggu (Resor 1988). Respon yang diperoleh dari pemeriksaan ini adalah dalam bentuk gelombang yang diukur dengan menggunakan elektroda permukaan yang

17 dilekatkan pada kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid atau pada lobulus telinga. Cara pemeriksaan ini mudah, tidak invasif dan bersifat objektif (Bhattcharrya 2006; Hall & Antonelli 2006). Pemeriksaan BERA terdiri dari tujuh gelombang yang terjadi dalam waktu 10 msec setelah onset rangsangan pada intensitas yang tinggi (70-90 dbnhl). Bentuk puncak gelombang yang tercatat diberi nama dan angka Romawi, yaitu gelombang I-VII (Bhattcharrya 2006). Komponen Gelombang: a. Gelombang I: merupakan representasi dari potensial aksi saraf pada daerah distal saraf kranial ke VIII. Respon tersebut berasal dari aktivitas afferen dari serabut saraf VIII. b. Gelombang II: dihasilkan oleh bagian proksimal saraf VIII. c. Gelombang III: berasal dari nukleus koklearis. d. Gelombang IV: berasal dari kompleks olivaris superior. e. Gelombang V: berasal dari kolikulus inferior dan lemniskus lateral. Gelombang ini paling sering dianalisa dalam aplikasi klinis BERA. f. Gelombang VI dan VII: diduga berasal dari Thalamus (Medial geniculated body), tetapi lokasi pastinya masih belum jelas. Mekanisme pemeriksaan BERA Rangsangan bunyi diberikan melalui headphone yang telah diatur pada level kontrol akan menempuh perjalanan melalui koklea nukleus koklearis nukleus olivarius superior lemniskus lateral kolikulus inferior korteks auditorius di lobus temporal otak. Respon yang diberikan akan diterima oleh elektroda-elektroda yang ditempelkan pada kulit dan diteruskan ke komputer sehingga hasilnya dapat dilihat di layar komputer. Penilaian BERA (Arnold 2000; Bhattcharrya 2006; Hall & Antonelli 2006) a. Masa laten absolut gelombang I, III, V. Masa laten absolut gelombang I,III,V adalah waktu yang diperlukan dari pemberian stimulus sampai timbulnya gelombang I, III, V.

18 b. Interwave latency I-V, I-III, I-V. Merupakan waktu yang diperlukan dari gelombang I ke gelombang III, dari gelombang III ke gelombang V dan dari gelombang I ke gelombang V. c. Beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri (interaural latency) yaitu perbedaan masa laten gelombang V antara telinga kanan dengan telinga kiri, yang kadang-kadang juga pada gelombang III. Rata-rata perbedaan bervariasi antara 0,2 ms - 0,6 ms. d. Beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latency intensity function) Dalam menilai sensitivitas dari pendengaran yaitu dengan menilai gelombang V BERA, oleh karena gelombang V berhubungan dengan ambang audiometri behavioral. Hal ini dapat lengkap terlihat dengan memakai intensitas stimulus `klik`. Semakin kecil intensitas yang diberikan, maka gelombang BERA akan menghilang kecuali gelombang V yang dapat terlihat sampai pada level 5-20 db. e. Rasio amplitudo gelombang V/I. Pengukuran rasio amplitudo gelombang V/I adalah untuk menilai integritas batang otak. Amplitudo gelombang I dan V diukur kemudian dibandingkan. Pada kondisi normal orang dewasa gelombang V harus lebih besar dari gelombang I dengan hasil > 1,0. Pada kasus kelainan retrokoklea, ratio amplitudo gelombang V/I akan menurun yaitu <1,0.

19 Tabel 2.2. Data Latensi ABR Normal (Vivosonic 2011) Age in 25 db 35 db 45 db 55 db 65 db 75 db weeks Newborn Mean SD wk Mean SD wk Mean SD wk Mean SD wk Mean SD wk Mean SD wk Mean SD Adult Mean SD Embriologi Telinga Perkembangan struktur kepala dan leher dari mamalia merupakan hasil diferensiasi jaringan lunak dari embrio mamalia, dimana struktur kepala dan leher berasal dari jaringan lunak di daerah Pharyngeal Apparatus dari embrio (Choo & Richter 2009). Perkembangan dari pharyngeal apparatus embrio membentuk 3 komponen yaitu lengkung brankial (faringeal), kantong brankial dan celah brankial, dimana lengkung brankial merupakan unsur pokok tempat berkembangnya struktur-struktur dari lapisan mesoderm embrio seperti jaringan otot, elemen pembuluh darah dan sel-sel neural crest yang nantinya akan membentuk jaringan tulang dan jaringan syaraf. Oleh karena itu apabila terjadi gangguan perkembangan pada lengkung

20 brankial akan menyebabkan kelainan kongenital pada struktur kepala dan leher (Wareing, Lalwani & Jackler 2006; Choo & Richter 2009). Periode yang penting untuk perkembangan telinga adalah pada minggu ke-3 setelah fertilisasi, dimana telinga dalam terlebih dahulu dibentuk. Telinga luar, tengah dan dalam berasal dari embriologi yang berbeda dan perkembangannya dapat terganggu pada tingkatan manapun sehingga dapat menimbulkan abnormalitas yang sangat bervariasi mulai dari yang ringan sampai yang berat (Wright 1997; Wareing, Lalwani & Jackler 2006; Choo & Richter 2009). Perkembangan auditori berhubungan erat dengan perkembangan otak. Neuron di bagian korteks mengalami pematangan dalam waktu 3 tahun pertama kehidupan dan masa 12 bulan pertama kehidupan terjadi perkembangan otak yang sangat cepat. Berdasarkan hal tersebut, maka upaya melakukan deteksi dini gangguan pendengaran sampai habilitasi dapat dimulai pada saat perkembangan otak masih berlangsung (HTA Indonesia 2010). Jaringan pada kepala dan leher berasal dari 3 lapisan embrio yaitu endoderm, mesoderm, dan ektoderm (Wareing, Lalwani & Jackler 2006). Perkembangan prenatal dibagi menjadi beberapa periode yang terpisah. Periode pertama dimulai dari saat implantasi blastosis ke dalam dinding uterus hingga sirkulasi intraembrionik mulai terbentuk, selama periode singkat ini - sekitar 21 hari ketiga lapisan embrio yaitu endoderm, mesoderm, dan ektoderm berkembang membentuk lempengan yang datar dan memanjang yang mengandung notochord. Struktur seperti batang ini berasal dari lapisan ektoderm dan memanjang sepanjang embrionic disc (potongan embrio) mulai dari membran buccopharyngeal sampai ke membran cloacal, dimana lapisan ektoderm dan lapisan endoderm bertemu. Periode kedua yang berlangsung selama 35 hari (akhir minggu ke-8) yang dinamakan periode embrionik, selama periode ini terjadi pertumbuhan yang cepat dan diferensiasi tingkat seluler sehingga pada

21 saat hari ke-56 semua sistem utama dan organ telah terbentuk, dan embrio memiliki bentuk yang dapat dinyatakan sebagai manusia. Waktu yang tersisa yaitu 7 bulan masa gestasi disebut periode fetal, dimana pertumbuhan yang cepat hanya ditandai dengan perubahan bentuk serta perubahan posisi antara struktur yang satu dengan yang lain dan tidak ditemukannya diferensiasi sel baru seperti yang terjadi pada periode embrionik (Kenna 1990; Anson, Davies & Duckert 1991; Wright 1997) Perkembangan telinga dalam Struktur telinga dalam terdiri dari labirin bagian membran berisi cairan yang dibentuk dari lapisan ektoderm dan labirin bagian tulang (otic capsule) yang dibentuk dari lapisan mesoderm dan neural crest (Choo & Richter 2009). a. Labirin bagian membran Telinga bagian dalam merupakan bagian yang pertama kali dibentuk dan berkembang dibandingkan dengan bagian telinga yang lain. Pada akhir minggu ke-3 masa gestasi (hari ke-22) atau disebut juga periode 7 somit, lapisan ektoderm yang berada di depan occipital somite mengalami penebalan pada masing-masing sisi dari neural groove yang masih terbuka dimana penebalan ini disebut dengan otic placode. Lapisan mesoderm yang berada disekitar otic placode berproliferasi sehingga perlahan-lahan membuat lapisan ektoderm yang membentuk otic placode makin lama makin menyempit dan membentuk otic pit dimana pada akhirnya otic placode akan lenyap dari permukaan luar dan membentuk otocyst (otic vesicle), yang akan menjadi cikal bakal pembentukan labirin bagian membran (Wareing, Lalwani & Jackler 2006). Otocyst terletak diantara lengkung brankial kedua dan lengkung brankial ketiga yang akan mengalami perkembangan dan perubahan bentuk secara dramatis sehingga mencapai bentuk dewasa pada minggu

22 ke-10 dan mencapai ukuran dewasa pada minggu ke-20 (Wareing, Lalwani & Jackler 2006). Dalam perkembangannya, otocyst lebih berkembang ke arah panjang daripada lebar, hal ini menyebabkan otocyst dapat dibagi menjadi tiga daerah dan terlihat jelas pada minggu ke-5 masa gestasi, yaitu daerah kranial yang akan berkembang menjadi saluran endolimfatik (endolympatic duct), daerah kaudal yang akan berkembang menjadi saluran kohlea (cochlear duct), dan daerah tengah atau daerah utrikulosakular (utriculosaccular area) yang akan berkembang menjadi sistem vestibular. Gambar 2.3. Perkembangan dini dari telinga dalam pada minggu ke-3 dan ke-4 masa gestasi, pembentukan otocyst dari otic placode (Wareing, Lalwani & Jackler 2006). Daerah utrikulosakular terus berkembang sehingga pada bagian utrikulo muncul 3 buah kantong yaitu di bagian superior, posterior dan lateral yang akan membentuk kanalis semisirkularis superior, posterior

23 dan lateral dimana kanalis semisirkularis superior terlebih dahulu terbentuk secara lengkap pada minggu ke-6 kemudian diikuti oleh kanalis semisirkularis posterior dan yang terakhir dibentuk adalah kanalis semisirkularis lateral. Saluran kohlea (cochlear duct) juga mulai mengalami perkembangan secara cepat sehingga membentuk 1,5 putaran pada minggu ke-8 serta telah mencapai putaran penuh yaitu 2,5 putaran pada minggu ke-10 masa gestasi, walaupun belum mencapai panjang keseluruhan, yang baru akan dicapai pada minggu ke-20 masa gestasi (Wareing, Lalwani & Jackler 2006). Epitel sensoris, 3 buah krista, 2 buah makula, dan organ korti dari kohlea dibentuk dari lapisan ektoderm otocyst. Makula berkembang pada minggu ke-7 masa gestasi yang berasal dari sekitar daerah tempat masuknya serabut saraf ke dalam utrikulus dan sakulus. Membrana otokonial mulai terbentuk pada minggu ke-12 masa gestasi (Wareing, Lalwani & Jackler 2006). Epitel sensoris dari kohlea mulai berkembang pada minggu ke-7, bersamaan dengan itu saluran kohlea juga mulai berkembang dan membentuk putaran, pada dinding medial kohlea lapisan dari epitel sensoris ini mengalami perubahan menjadi bentuk seperti spiral sebanyak 2 lapisan sepanjang kohlea. Bagian spiral yang sebelah dalam dan mempunyai ukuran lebih besar akan berkembang menjadi sel rambut dalam (inner hair cell) dan membran tektorial, sedangkan bagian spiral yang lebih kecil yaitu pada bagian luar akan berkembang menjadi sel rambut luar (outer hair cell). Sel-sel rambut ini dapat dikenali secara jelas pada minggu ke-11 masa gestasi (Wareing, Lalwani & Jackler 2006). Organ korti berasal dan berkembang dari bagian dinding posterior saluran kohlea (cochlear duct), pada saat saluran kohlea terus bertambah panjang dan apabila pada waktu yang bersamaan dilakukan potongan lintang maka terlihat bahwa struktur dalam dari saluran kohlea berubah bentuk, yang awalnya berbentuk lingkaran kemudian berubah menjadi oval dan akhirnya berubah menjadi triangular. Bagian dinding posterior

24 saluran kohlea berkembang menjadi organ korti, dinding anterior berkembang menjadi sebagian dari membran Reissner dan dinding lateral berkembang menjadi stria vaskularis (Wareing, Lalwani & Jackler 2006). b. Labirin bagian tulang Lapisan mesoderm yang berada disekitar labirin bagian membran mengalami perubahan-perubahan yang berkelanjutan sehingga menghasilkan 2 macam formasi bentuk yaitu tulang rawan otic capsule dan ruang perilimfatik (perilymphatic space) yang mengandung cairan perilimfe pada minggu ke-8 masa gestasi. Di dalam kohlea ruang perilimfatik ini berkembang menjadi 2 bagian yaitu skala timpani dan skala vestibuli dimana skala timpani dibentuk terlebih dahulu. Proses osifikasi (penulangan) dari tulang rawan otik kapsul baru dimulai ketika labirin bagian membran mencapai ukuran dewasa, proses penulangan dimulai sekitar minggu ke-15 masa gestasi dan berakhir pada minggu ke-21 (Wareing, Lalwani & Jackler 2006). Gambar 2.4. Diagram yang menunjukkan perkembangan labirin bagian tulang. Potongan lintang kohlea yang menggambarkan perkembangan organ korti, labirin tulang, dan ruang perilympatik pada minggu ke-8 sampai minggu ke-12 masa gestasi (Choo & Richter 2009).

25 Gangguan perkembangan telinga dalam Secara klinis gangguan perkembangan telinga dalam dibagi menjadi 2 bagian yaitu: 1. Gangguan perkembangan pada labirin tulang dan labirin membran 2. Gangguan perkembangan pada labirin membran. Abnormalitas dari telinga bagian dalam dapat disebabkan oleh perkembangan yang terhambat ataupun perkembangan yang menyimpang dimana faktor-faktor yang terlibat dan dapat menimbulkan hal ini sangat bervariasi berupa faktor genetik, maupun faktor teratogenik (Wareing, Lalwani & Jackler 2006). Gambaran histopatologis yang sering dijumpai pada tuli kongenital adalah kohleasakular displasia yang diakibatkan oleh terhambatnya perkembangan bagian kaudal dari otocyst, sehingga sebagian atau seluruh bagian dari organ korti tidak terbentuk, yang pertama kali digambarkan oleh Scheibe pada tahun Saluran kohlea dan sakulus mengalami kolaps, dan stria vaskularis mengalami degenerasi sedangkan utrikulus dan kanalis semisirkularis normal (Wareing, Lalwani & Jackler 2006). Gangguan perkembangan pada labirin tulang dan labirin membran kebanyakan disebabkan oleh perkembangan yang terhambat pada minggu ke-4 dan minggu ke-8 pada masa gestasi. Labirin aplasia menyeluruh (Michel malformation) merupakan abnormalitas yang sangat berat dan sangat jarang terjadi dimana diduga akibat dari kegagalan otocyst untuk berkembang. Kohlea aplasia, hipoplasia, dan pemisahan saluran kohlea (cochlear duct) yang tidak sempurna merupakan kelainankelainan atau abnormalitas akibat dari perkembangan kohlea yang terhambat pada minggu ke-5, 6, dan 7 pada masa gestasi. Displasia dari kanalis semisirkularis disebabkan oleh kegagalan penyatuan epitel sentral dimana kanalis semisirkularis lateral yang paling sering terkena dimana hal ini disebabkan karena kanalis semisirkularis lateral merupakan yang terakhir berkembang (Wareing, Lalwani & Jackler 2006).

26 Tabel 2.3. Perkembangan Embriologi Telinga (Wareing, Lalwani & Jackler 2006) Umur Telinga Luar Telinga Tengah Telinga Dalam Fetus (minggu) 3 Otic placode dan Ganglia vestibulokohlear 4 Liang telinga luar mulai berkembang 5 Hillocks mulai terlihat. 6 Semua hillocks menjadi terpisah. Tubotympanic recess terlihat Tulang-tulang pendengaran mulai berkondensasi pada mesenkim. Malleus dan Inkus mulai terlihat. terbentuk. Otocyst terbentuk Otocyst mulai terbagi menjadi vestibular and kohlear. Kanalis semisirkularis mulai terbentuk; Ganglia vestbulokohlearis mulai terpisah Kanalis semisirkularis superior terbentuk sempurna. Utrikulus dan sakulus terbentuk; Saluran kohlea mulai terbentuk. 7 Makula terbentuk; Epitel sensoris pada kohlea mulai terbentuk 8 Daun telinga mulai terlihat sebagai bentuk dewasa Sendi Inkudomaleolar dan inkudostapedial terbentuk. 9 Membrana timpani membentuk 3 lapisan. Duktus reuniens mulai terlihat; Kohlea membentuk 1½ putaran; Krista vaskularis terbentuk. Otic capsules terbentuk. Serabut saraf memasuki epitel sensoris ; oval window terbentuk

27 10 Stapes berbentuk sanggurdi; Saraf fasialis memasuki telinga tengah. Kohlea membentuk 2 1 / 2 putaran 11 Sel rambut (hair cells) terbentuk di kohlea. 12 Cincin timpani mulai mengalami penulangan. 16 Malleus, inkus, and stapes mulai mengalami penulangan. 18 Daun telinga menjadi bentuk dewasa. 20 Meatal plug mulai terpisah. Kavum timpani mulai terbuka. Membran otokonial mulai terbentuk; Saluran kohlea mulai membentuk triangular Penulangan pada otic capsule Kohlea mencapai panjang yang penuh; Labirin bagian membran mencapai ukuran dewasa 22 Antrum mulai berkembang. Duktus kohlearis mulai sempurna. 23 Proses penulangan Otic capsule telah selesai. 24 Ruang perilimfatik telah selesai 26 Saraf fasialis membentuk belokan kedua. 28 Liang telinga luar terbuka sempurna 30 Malleus dan inkus mulai proses penulangan 34 Tulang pendengaran mengambil tempat pada telinga tengah. Mastoid air cells mulai berkembang

28 2.8. Anatomi Telinga Anatomi telinga dalam Telinga dalam atau labirin terdiri dari labirin bagian tulang dan labirin bagian membran. Labirin bagian tulang terdiri dari kanalis semisirkularis, vestibulum dan koklea, sedangkan labirin bagian membran terletak di dalam labirin bagian tulang terdiri dari kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus dan koklea (Dhingra 2007). Koklea merupakan putaran dengan panjang sekitar 35 mm, terbagi menjadi skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala vestibuli dan timpani mengandung perilimfe yang menyerupai cairan ekstraseluler dengan konsentrasi Kalium 4 meq/l dan Natrium 139 meq/l. Skala media dibatasi oleh membran Reissner, membran basilaris, lamina spiralis osseous dan dinding lateral. Skala media mengandung endolimfe yang menyerupai cairan intraselular dengan konsentrasi Kalium 144 meq/l dan Natrium 13 meq/l. Skala media memiliki potensial istirahat sekitar 80 mv yang menurun dari basis ke apeks. Potensial endokoklear ini dihasilkan stria vaskularis di dinding lateral koklea (Mills, Khariwala & Weber 2006; Gacek 2009). Organ korti terletak di atas membran basilaris yang mengandung organ penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran, terdiri dari tiga bagian utama, yaitu sel penunjang, sel-sel rambut dan suatu lapisan gelatin penghubung membran tektoria. Di dalam organ korti terdapat kirakira sel-sel rambut yang terdiri dari sel-sel rambut dalam dan sel-sel rambut luar (Gacek 2009) Sistem saraf pendengaran sentral Daerah sentral dari sistem pendengaran meliputi seluruh struktur pendengaran yang letaknya setelah saraf kohlearis, yaitu: a. Kompleks nukleus kohlearis Kompleks nukleus kohlearis terdiri dari 3 inti, yaitu nukleus kohlearis anteroventralis, nukleus kohlearis posteroventralis, dan nukleus kohlearis

29 dorsalis. Serabut afferen yang berjalan menuju kompleks nukleus kohlearis dibagi menjadi dua cabang, yaitu cabang ascending menuju ke nukleus kohlearis anteroventralis dan cabang descending menuju ke nukleus kohlearis posteroventralis dan dorsalis. Akson-akson yang terdapat pada nukleus kohlearis dorsalis akan membentuk stria akustikus dorsalis (stria Monakow) yang kemudian bergabung dengan lemniskus lateralis kontralateral dan berakhir pada kolikulus inferior. Akson-akson dari nukleus kohlearis posteroventralis membentuk stria akustikus intermedius (stria Held). Akson tersebut membentuk kompleks olivaris superior bilateral dan menuju nukleus lemniskus lateralis. Beberapa akson berjalan menuju stria ventralis (corpus trapezoideus) dan membentuk kolikulus inferior kontralateral. Akson-akson dari nukleus kohlearis anteroventralis membentuk stria ventralis dan akson tersebut membentuk nukleus lateralis ipsilateral dari kompleks olivaris superior disebut juga olivaris superior lateralis dan pada ipsilateral dan kontralateral terdapat nukleus medial dari kompleks olivaris superior yang disebut dengan olivaris superior medialis, serta kontralateral dari nukleus corpus trapezoideus yang membentuk bagian ipsilateral dari kompleks olivaris superior. Nada frekuensi rendah pada kompleks nukleus kohlearis terdapat pada daerah kontralateral dan nada frekuensi tinggi pada dorsomedialis (Rappaport & Provencal 2002). b. Kompleks olivaris superior Kompleks olivaris superior meliputi olivaris superior lateralis, medialis dan nukleus corpus trapezoideus medialis dan nukleus preolivaris dan periolivaris yang merupakan bagian dari sistem pendengaran descending (Rappaport & Provencal 2002; Møller 2006). c. Lemniskus lateralis Terdiri dari sel-sel akson yang terletak pada kompleks nukleus kohlearis, kompleks olivaris lateralis dan lemniskus lateralis. Lemniskus lateralis mempunyai tiga nukleus yaitu nukleus dorsalis, ventralis dan

30 intermedius yang letaknya pada rons rostral. Nukleus dorsalis kanan dan kiri dipertemukan oleh komissura Probst. Akson-akson dari nukleus dorsalis berakhir pada kolikulus inferior ipsilateral atau kontralateral via komissura Probst. Pada nukleus dorsalis dan ventralis, terletak nada frekuensi rendah dan frekuensi rendah pada ventralis. d. Kolikulus inferior Terdiri dari daerah sentral atau kolikulus inferior sentral yang dikelilingi oleh belt area. Kolikulus inferior sentral kanan dan kiri dihubungkan dengan suatu komissura. Kolikulus inferior sentral ini menerima proyeksi kontralateral dari masing-masing subdivisi kompleks nukleus kohlearis. Pada bilateral dari olivaris superior lateralis dan dari nukleus dorsalis dan intermedius lemniskus lateralis serta pada ipsilateral dari olivaris superior medius, nukleus korpus trapezoideus medius dan nukleus lemniskus lateralis ventralis. Belt area menerima proyeksi dari nukleus lemniskus lateralis dorsalis dan ventralis dan dari nukleus kohlearis ventralis dan dorsalis. Aksonakson dari kolikulus juga membentuk kolikulus inferior brakialis. Pada kolikulus inferior sentralis, nada frekuensi rendah terletak pada daerah dorsalis dan frekuensi tinggi pada ventrolateralis (Luxon & Cohen 1997; Rappaport & Provencal 2002). e. Korpus genikulatum medialis Terletak pada thalamus dan dibagi dalam 3 nukleus yaitu nukleus ventralis, dorsalis dan medialis. Korpus ini akan mengirimkan sinyal ke korteks auditorius. Nada frekuensi rendah terletak pada bagian lateralis dari nukleus ventralis dan frekuensi tinggi pada daerah medialis (Rappaport & Provencal 2002; Mills, Khariwala & Weber 2006). f. Korteks auditorius Terdiri dari daerah primer (gyrus Heschl), yang terletak pada bagian atas gyrus temporalis yang dikelilingi oleh Belt area. Belt area meliputi temporal, gyrus temporalis posterosuperior (area Broadmann 22), gyrus

31 angularis (area Broadmann 40) dan insula. Hantaran suara pada korteks auditorius yaitu pada daerah primer dan area Broadmann 22. Kolikulus inferior sentralis, korpus genikulatum medialis ventralis dan korteks auditorius primer merupakan jalur pendengaran yang utama Kerangka Teori Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Abnormalitas migrasi dan mielinisasi saraf VIII Kegagalan atau terhentinya perkembangan otak dan sistem auditori Gangguan pada Koklea dan Batang Otak Gangguan Pendengaran Gambar 2.5. Kerangka Teori

32 2.10. Kerangka Konsep -Jenis Kelamin -Berat Lahir Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) -Umur Bayi -Umur Kehamilan Ibu -Telinga yang Terlibat -DPOAEs -ABR Gangguan Pendengaran =Variabel penelitian Gambar 2.6. Kerangka Konsep

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tuli Kongenital Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tuli Kongenital Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul 35 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuli Kongenital Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul pada saat lahir (Victor, Rosa Andrea & Silvia 2012). Tuli kongenital merupakan ketulian yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Studi yang dilakukan pada bayi baru lahir didapatkan 2-3/1000 bayi lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Studi yang dilakukan pada bayi baru lahir didapatkan 2-3/1000 bayi lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Studi yang dilakukan pada bayi baru lahir didapatkan 2-3/1000 bayi lahir dengan gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran yang terjadi pada bayi baru lahir

Lebih terperinci

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN 1 Skala vestibuli, berisi perilimf Helikotrema Skala tympani, berisi perilimf Foramen rotundum bergetar Menggerakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. US Preventive Service Task Force melaporkan bahwa prevalensi gangguan

BAB I PENDAHULUAN. US Preventive Service Task Force melaporkan bahwa prevalensi gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pendengaran dapat terjadi pada neonatus. Prevalensi gangguan pendengaran bilateral kongenital sedang sampai sangat berat pada neonatus berkisar antara 1 dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan indera pendengaran merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah membuat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Embriologi Telinga Dalam Telinga pada manusia terdiri atas tiga daerah yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar pada dasarnya merupakan corong pengumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat ketidak matangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, badan kurang 2500 gram (Surasmi dkk, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. akibat ketidak matangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, badan kurang 2500 gram (Surasmi dkk, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi prematur merupakan bayi yang lahir dengan usia kehamilan < 32 minggu, mempunyai risiko kematian 70 kali lebih tinggi, karena mereka mempunyai kesulitan untuk beradaptasi

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan Hasil Karakteristik neonatus pada penelitian ini: berat lahir, usia saat pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 gram) lebih berat daripada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

Lebih terperinci

12/3/2010 DEPARTEMEN THT-KL FK USU / RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Fisiologi pendengaran

12/3/2010 DEPARTEMEN THT-KL FK USU / RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Fisiologi pendengaran BRAINSTEM EVOKED RESPONSE PEMERIKSAAN AUDIOMETRY BERA YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU / RSUP H. ADAM MALIK MEDAN Fisiologi pendengaran 1 Skala vestibuli, berisi perilimf Helikotrema Skala tympani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. bayi dengan faktor risiko yang mengalami ketulian mencapai 6:1000 kelahiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. bayi dengan faktor risiko yang mengalami ketulian mencapai 6:1000 kelahiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tuli kongenital merupakan masalah yang cukup serius dalam dunia kedokteran saat ini. Diperkirakan dalam 1000 bayi baru lahir terdapat 1 bayi menderita tuli kongenital

Lebih terperinci

Tahun : Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23

Tahun : Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23 Matakuliah Tahun : 2009 : L0044/Psikologi Faal Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23 TELINGA saraf kranial VIII (n. auditorius) terdiri dari 3 bagian : telinga luar, tengah dan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Batasan istilah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Batasan istilah 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Batasan istilah Trauma akustik adalah kerusakan sistem pendengaran akibat paparan energi akustik yang kuat dan mendadak seperti pada ledakan hebat, dentuman atau tembakan senjata

Lebih terperinci

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, BIOAKUSTIK Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia. Bahasan bioakustik: proses pendengaran dan instrumen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1 Anatomi telinga luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral.

Lebih terperinci

Frekuensi suara Frekuensi suara yang dapat didengar adalah antara 20 dan Hz. Orangtua hanya dapat mendengar sampai frekuensi 10 khz. Diatas 20

Frekuensi suara Frekuensi suara yang dapat didengar adalah antara 20 dan Hz. Orangtua hanya dapat mendengar sampai frekuensi 10 khz. Diatas 20 Bunyi,telinga dan pendengaran. Gelombang bunyi adalah suatu getaran mekanis dalam suatu gas,cairan dan benda padat yang merambat/berjalan menjauhi sumber. Kita dapat melihat pada gambar tentang diafragma

Lebih terperinci

Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia

Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia Lodowina Eresyen Rumaratu Nim : 102011092 Email : dewirumaratu@yahoo.co.id Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Pendahuluan Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hearing loss atau kurang pendengaran didefinisikan sebagai kurangnya

BAB I PENDAHULUAN. Hearing loss atau kurang pendengaran didefinisikan sebagai kurangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hearing loss atau kurang pendengaran didefinisikan sebagai kurangnya pendengaran lebih dari 40 desibel (db) dari pendengaran normal orang dewasa (lebih dari 15 tahun)

Lebih terperinci

Brain Development in Infant Born with Small for Gestational Age

Brain Development in Infant Born with Small for Gestational Age Brain Development in Infant Born with Small for Gestational Age DR. Dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA (K) Bayi yang lahir dengan small for gestational age (SGA) mempunyai beberapa implikasi pada pertumbuhan

Lebih terperinci

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS) menunjukkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS) menunjukkan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan pendengaran atau tuli merupakan salah satu masalah yang cukup serius dan banyak terjadi di seluruh negara di dunia. Gangguan pendengaran adalah hilangnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Pendengaran adalah salah satu indera yang memegang peran sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Pendengaran adalah salah satu indera yang memegang peran sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pendengaran adalah salah satu indera yang memegang peran sangat penting karena perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi. Kesehatan indera pendengaran

Lebih terperinci

SELAMAT PAGI NEUROBIOPHYSIK PENDENGARAN DISUSUN OLEH KELAS A : KELOMPOK 2

SELAMAT PAGI NEUROBIOPHYSIK PENDENGARAN DISUSUN OLEH KELAS A : KELOMPOK 2 SELAMAT PAGI NEUROBIOPHYSIK PENDENGARAN DISUSUN OLEH KELAS A : KELOMPOK 2 Nama Kelompok : Achmad Kadhafi (13-250-0020) Ferdirika Pormau (13-250-0021) Vikriya Fardiani (13-250-0025) Selly Lodarmase (13-250-0028)

Lebih terperinci

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA Telinga merupakan salah satu panca indera yang penting bagi manusia yang mempunyai dua fungsi yaitu untuk pendengaran dan keseimbangan. Telinga, menurut anatominya dibagi

Lebih terperinci

SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh

SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi Oleh Diar Arsyianti ( 406112402734) Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

SENSASI PERSEPSI Biopsikologi

SENSASI PERSEPSI Biopsikologi SENSASI PERSEPSI Biopsikologi UNITA WERDI RAHAJENG www.unita.lecture.ub.ac.id Sensasi: Sensasi dan Persepsi Deteksi energi fisik yg dihasilkan /dipantulkan oleh bendabenda fisik Persepsi Sekumpulan tindakan

Lebih terperinci

Small for Gestational Age: What We Have Worried about?

Small for Gestational Age: What We Have Worried about? Small for Gestational Age: What We Have Worried about? DR. dr. Rinawati Rohsiswatmo, SpA (K) Terminologi small for gestational age (SGA) mengacu pada ukuran bayi pada saat lahir, yaitu bayi yang lahir

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Telinga Dalam Perkembangan telinga embrio terbagi tiga : (a) telinga luar, organ pengumpul bunyi; (b) telinga tengah, konduktor bunyi dari telinga luar ; dan (c)

Lebih terperinci

BAB V. Fungsi Indera Pendengaran

BAB V. Fungsi Indera Pendengaran BAB V Fungsi Indera Pendengaran A. STRUKTUR ANATOMI TELINGA Secara anatomis, telinga manusia dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Telinga bagian luar Telinga bagian luar terdiri dari aurikula

Lebih terperinci

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan.

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. _Bio Akustik_01 Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. Apa sih yang dimaksud gelombang itu? dan apa hubungannya

Lebih terperinci

Sensasi dan Persepsi

Sensasi dan Persepsi SENSASI Sensasi dan Persepsi Sensasi: Deteksi energi fisik yg dihasilkan /dipantulkan oleh benda-benda fisik Persepsi Sekumpulan tindakan mental yg mengatur impulsimpuls sensorik mjd 1 pola bermakna Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Dari hasil WHO Multi Center

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Dari hasil WHO Multi Center BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang sangat penting karena perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi pada manusia sangat tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko mengalami permasalahan pada sistem tubuh, karena kondisi tubuh yang tidak stabil. Kematian perinatal

Lebih terperinci

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anatomi Organ Pendengaran Telinga adalah organ yang berfungsi dalam pendengaran dan juga keseimbangan tubuh. Telinga dapat dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan merupakan proses fisiologis yang memberikan perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan merupakan proses fisiologis yang memberikan perubahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kehamilan Kehamilan merupakan proses fisiologis yang memberikan perubahan pada ibu maupun lingkungannya. Dengan adanya kehamilan maka seluruh sistem genetalia wanita mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bulan terbukti dapat mencegah segalakonsekuensi tersebut. The Joint

BAB I PENDAHULUAN. bulan terbukti dapat mencegah segalakonsekuensi tersebut. The Joint BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan gangguan berbicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional. Identifikasi gangguan pendengaran

Lebih terperinci

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU BEBERAPA KESAN TIMBUL DARI LUAR YANG MENCAKUP PENGLIHATAN, PENDENGARAN,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Telinga merupakan organ yang berfungsi sebagai indera pendengaran dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Telinga merupakan organ yang berfungsi sebagai indera pendengaran dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telinga Telinga merupakan organ yang berfungsi sebagai indera pendengaran dan fungsi keseimbangan tubuh. 9 2.1.1. Anatomi telinga Telinga sebagai indera pendengar terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ibu hamil mempunyai peran yang sangat besar dalam pertumbuhan bayi dan perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu yang sedang hamil bisa berpengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Anatomi dan Fisiologi Pendengaran Untuk memahami tentang gangguan pendengaran, perlu diketahui dan dipelajari anatomi telinga, fisiologi pendengaran dan cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Telinga

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Telinga BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher, Ilmu Kesehatan Anak, serta Ilmu Kebidanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Memasuki

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Memasuki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Prematur Persalinan merupakan suatu diagnosis klinis yang terdiri dari dua unsur, yaitu kontraksi uterus yang frekuensi dan intensitasnya semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berat bayi lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh World Health

BAB I PENDAHULUAN. Berat bayi lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berat bayi lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai berat saat lahir kurang dari 2500 gram. 1 Berdasarkan data dari WHO dan United

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bunyi. Vibrasi atau getaran media ini digambarkan sebagai suatu gelombang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bunyi. Vibrasi atau getaran media ini digambarkan sebagai suatu gelombang 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi Bunyi adalah suatu efek yang dihasilkan pada organ pendengaran yang disebabkan oleh vibrasi udara atau media lainnya yang berasal dari suatu sumber bunyi. Vibrasi

Lebih terperinci

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Audiometri dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Definisi Audiogram adalah suatu catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan menggunakan alat berupa audiometer, yang berisi grafik batas

Lebih terperinci

Tesis. Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-2 dan memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan THT-KL.

Tesis. Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-2 dan memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan THT-KL. PERBANDINGAN HASIL PEMERIKSAAN REFLEK AKUSTIK IPSILATERAL DAN AUDITORY BRAINSTEM RESPONSE UNTUK DETEKSI KURANG PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA BAYI DAN ANAK A COMPARISON OF IPSILATERAL ACOUSTIC REFLEX AND

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam berada pada bagian petrosus tulang temporal yang bertanggung jawab pada proses pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau labirin terdiri

Lebih terperinci

Tesis. Oleh: OKTI TRIHANDANI

Tesis. Oleh: OKTI TRIHANDANI GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN EMISI OTOAKUSTIK SEBAGAI SKRINING AWAL PENDENGARAN BAYI BARU LAHIR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN DAN BALAI PELAYANAN KESEHATAN DR. PIRNGADI MEDAN Tesis Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

Pertumbuhan Janin Terhambat. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Pertumbuhan Janin Terhambat. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Pertumbuhan Janin Terhambat Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 persentil, atau lingkaran perut kurang atau sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan serta keselamatan kerja merupakan masalah penting dalam setiap proses operasional di tempat kerja. Dengan berkembangnya industrialisasi di Indonesia maka

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam berada pada bagian petrosus tulang temporal yang bertanggung jawab pada proses pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau labirin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Dalam Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut sebagai labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Preeklampsia adalah sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel (Angsar, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 yakni

BAB I PENDAHULUAN. Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal, janin, dan neonatus. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15

Lebih terperinci

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g ASUHAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH By. Farida Linda Sari Siregar, M.Kep PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari

Lebih terperinci

Asfiksia Perinatal Sebagai Faktor Resiko Gangguan Pendengaran Pada Anak

Asfiksia Perinatal Sebagai Faktor Resiko Gangguan Pendengaran Pada Anak Asfiksia Perinatal Sebagai Faktor Resiko Gangguan Pendengaran Pada Anak Sukri Rahman, Hanifatryevi Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RS

Lebih terperinci

LBM 1 Bayiku Lahir Kecil

LBM 1 Bayiku Lahir Kecil LBM 1 Bayiku Lahir Kecil STEP 1 1. Skor Ballard dan Dubowitz : penilaian dilakukan sebelum perawatan bayi, yang dinilai neurologisnya dan aktivitas fisik 2. Kurva lubschenko dan Nellhause : 3. Hyaline

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang penting di seluruh dunia khususnya pada negara berkembang terutama di Afrika dan Asia Selatan serta

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka DAFTAR ISI Definisi 2 Traktus Spinotalamikus Anterior 2 Traktus Spinotalamikus Lateral 4 Daftar Pustaka 8 1 A. Definisi Traktus Spinotalamikus adalah traktus yang menghubungkan antara reseptor tekanan,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. sucking. Responden yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dengan

BAB V PEMBAHASAN. sucking. Responden yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dengan BAB V PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, peneliti mengukur hubungan asfiksia neonatorum dengan daya reflek sucking bayi baru lahir umur 0 hari di RSUD Karanganyar menggunakan instrumen data rekam medis dan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Bedah Kepala dan Leher subbagian Neuro-otologi. Perawatan Bayi Resiko Tinggi (PBRT) dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

BAB IV METODE PENELITIAN. Bedah Kepala dan Leher subbagian Neuro-otologi. Perawatan Bayi Resiko Tinggi (PBRT) dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak subbagian Perinatologi dan Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PARITAS 2.1.1 PENGERTIAN PARITAS Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara

Lebih terperinci

HEARING DISORDERS ON NEWBORN WITH PREMATURE RISK FACTORS AT GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN FAKTOR

HEARING DISORDERS ON NEWBORN WITH PREMATURE RISK FACTORS AT GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN FAKTOR HEARING DISORDERS ON NEWBORN WITH PREMATURE RISK FACTORS AT HOSPITAL OF PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN FAKTOR RISIKO PREMATUR DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Telaah Pustaka Usia ibu

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Telaah Pustaka Usia ibu BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Usia ibu Menurut Wiknjosastro (2005) usia wanita dapat dibagi menjadi 4 bagian 1. Bayi wanita 2. Masa kanak-kanak 3. Masa pubertas Pubertas merupakan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bayi yang dilahirkan sebelum masa gestasi 38 minggu dianggap sebagai bayi prematur. Ada banyak alasan yang menyebabkan kelahiran prematur, beberapa faktor seperti

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral dari membran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral dari membran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam berada pada bagian petrosus tulang temporal yang bertanggung jawab pada proses pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau labirin terdiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

TINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 2.1.1. Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Menurut Saifuddin (2001), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju maupun negara berkembang. 1 Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang dilaksanakan menggunakan teknologi modern dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi lingkungan,

Lebih terperinci

Telinga Luar. Dalam kulit kanal auditorius eksterna. Glandula seminurosa. Sekresi substansi lilin. serumen. tertimbun. Kanalis eksternus.

Telinga Luar. Dalam kulit kanal auditorius eksterna. Glandula seminurosa. Sekresi substansi lilin. serumen. tertimbun. Kanalis eksternus. Gangguan pendengaran Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif, tuli sensorineural/saraf/perseptif, atau tuli campur. 1. Tuli konduktif disebabkan kelainan di telinga luar atau telinga tengah.

Lebih terperinci

BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN ASFIXIA NEONATORUM

BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN ASFIXIA NEONATORUM BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN ASFIXIA NEONATORUM Supriyanti*, Tri Indah Idi Retnani* *Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no.110 Surabaya Email : admin@akbid-griyahusada.ac.id

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Hormon tiroid disintesis dan disekresi oleh kelenjar tiroid, sintesis dan sekresi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Hormon tiroid disintesis dan disekresi oleh kelenjar tiroid, sintesis dan sekresi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hormon tirod Hormon tiroid disintesis dan disekresi oleh kelenjar tiroid, sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid ini diregulasi oleh hipotalamus dan hipofisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. (1) Di berbagai negara maju sebagian besar pasien PJB

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Anatomi Telinga Luar Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula

Lebih terperinci

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF 2.1 Ganglia basalis dan subthalamik nukleus Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain dalam menghasilkan gerakan motorik terutama

Lebih terperinci

2.1 Gangguan Pendengaran

2.1 Gangguan Pendengaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 Klasifikasi Gangguan Pendengaran Gangguan pendengaran dapat dibedakan dari ketulian. Gangguan pendengaran (hearing loss) adalah berkurangnya kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas bayi karena rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran

BAB 1 : PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas bayi karena rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BBLR penting diperhatikan karena sangat erat berkaitan dengan kelangsungan hidup bayi tersebut selanjutnya. BBLR akan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas

Lebih terperinci

Asfiksia Perinatal Sebagai Faktor Resiko Gangguan Pendengaran Pada Anak

Asfiksia Perinatal Sebagai Faktor Resiko Gangguan Pendengaran Pada Anak Tinjauan Pustaka Asfiksia Perinatal Sebagai Faktor Resiko Gangguan Pendengaran Pada Anak Sukri Rahman, Hanifatryevi Abstrak Latar belakang : Asfiksia adalah keadaan di mana tubuh atau bagian tubuh kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebersihan rumah tangga dan lingkungan, serta meningkatnya pendapatan dan

BAB I PENDAHULUAN. kebersihan rumah tangga dan lingkungan, serta meningkatnya pendapatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya kebersihan rumah tangga dan lingkungan, serta meningkatnya pendapatan dan akses ke pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular adalah sistem organ pertama yang berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang

Lebih terperinci

Penyebab tuli konduksi

Penyebab tuli konduksi Penyebab tuli konduksi 1. Pada meatus akustikus eksterna : cairan (sekret, air) dan benda asing, polip telinga). 2. Kerusakan membrana timpani : perforasi, ruptura, sikatriks. 3. Dalam kavum timpani :

Lebih terperinci

Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah test. Test penala nada tinggi dan nada rendah

Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah test. Test penala nada tinggi dan nada rendah TEST PENALA & AUDIOMETRI NADA MURNI Yusa Herwanto Departemen THT-KL FK USU/ Rs.Adam Malik Medan GARPU PENALA (Turning Fork) Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah

Lebih terperinci

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat

Lebih terperinci

1. TES BATAS ATAS BATAS BAWAH

1. TES BATAS ATAS BATAS BAWAH TES GARPU TALA Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi pendengaran individu secara kualitatif dengan menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala frekuensi rendah sampai tinggi 128

Lebih terperinci

Mekanisme, Struktur, dan Fungsi Organ Pendengaran

Mekanisme, Struktur, dan Fungsi Organ Pendengaran Tinjauan Pustaka Mekanisme, Struktur, dan Fungsi Organ Pendengaran Jennifer 10.2012.023 / A6 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email: jennifer@civitas.ukrida.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Pendengaran Manusia Telinga merupakan alat indera yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang berada di sekitar manusia dan sebagai alat keseimbangan (Soetirtio,

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

Gangguan Pendengaran

Gangguan Pendengaran REFERAT Gangguan Pendengaran Oleh : Nisrina Mardhiyah -masih proses- Preceptor : Arif Dermawan, dr., Sp. T.H.T.K.L.K., M.Kes BAGIAN ILMU PENYAKIT THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pendengaran merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi satu sama lain. Dalam ilmu kedokteran,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kehamilan Kehamilan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai sejak konsepsi dan berakhir pada saat permulaan persalinan (Sarwono, 2007). Menurut Sylviati (2008)

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap tahun, sekitar 15 juta bayi lahir prematur (sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap tahun, sekitar 15 juta bayi lahir prematur (sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap tahun, sekitar 15 juta bayi lahir prematur (sebelum 37 minggu usia kehamilan), dan angka ini terus meningkat. Persalinan prematur merupakan kelainan

Lebih terperinci

Faktor Risiko Gangguan Pendengaran pada Skrining Pendengaran Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Faktor Risiko Gangguan Pendengaran pada Skrining Pendengaran Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Faktor Risiko Gangguan Pendengaran pada Skrining Pendengaran Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hearing Impairment Risk Factors of Newborn Hearing Screening at PKU Muhammadiyah

Lebih terperinci