HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Cipatat merupakan salah satu Puskesmas di wilayah UPTD kesehatan Cipatat, termasuk Puskesmas DTP Rajamandala, dan Puskesmas Sumur Bandung. Puskesmas Cipatat terletak di Desa Cipatat Kecamatan Cipatat, tepatnya di Jl. Raya Padalarang-Cianjur, luas wilayah kerja Puskesmas Cipatat sekitar 4.355,94 Ha. Wilayah kerja Puskesmas Cipatat terdiri dari 4 desa, 78 RW, dan 253 RT. Adapun ke 4 desa tersebut adalah : Desa Cipatat, Desa Citatah, Desa Kertamukti, Desa Sarimukti. Diantara 4 desa tersebut, sebanyak 2 desa yaitu desa Cipatat dan desa Citatah berada di pinggir jalan Padalarang-Cianjur, dan 2 desa lainnya cukup jauh dari jalan raya provinsi sehingga cukup sulit untuk menjangkaunya sehingga sarana transportasi yang dipakai harus menggunakan kendaraan roda dua bila ingin mencapai pelosok. Karena dua desa berada di pinggir jalan maka kecenderungan kecelakaan lalu lintas sering terjadi Berdasarkan hasil pendataan tahun 2009 jumlah penduduk di Kecamatan Cipatat sebesar jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki jiwa dan penduduk wanita jiwa. Mata pencaharian penduduk sebagian besar petani dan sebagiannya lagi sebagai buruh pabrik kapur dan batu marmer. Data puskesmas setempat menunjukan bahwa para buruh pabrik memiliki kecenderungan terkena penyakit saluran pernafasan dan TBC paru yang cukup tinggi. Dari data tersebut juga didapatkan bahwa jumlah balita yang menderita sekitar 349 dari jiwa maka prevalensi balita di Puskesmas Kecamatan Cipatat adalah 5,52% (laporan Puskesmas Cipatat 2009). Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh Tingkat Pendidikan Sumber daya manusia (SDM) merupakan hal penting dalam pembangunan suatu bangsa dan mutunya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan latihan, kesehatan dan gizi, lingkungan hidup mereka tinggal serta kemampuan ekonomi suatu keluarga (Hapsari et al 2009). Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dapat mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, selain itu tingkat pendidikan orang tua juga mempengaruhi terhadap keadaan status gizi anak. Menurut Sab atmaja et al (2010) orang tua yang memiliki tingkat pendidikan

2 cukup tinggi mempunyai prevalensi gizi kurang yang rendah pada anaknya, sedangkan orang tua yang memiliki pendidikan yang rendah umumnya balita memiliki prevalensi gizi kurang yang lebih tinggi. Karena variabel pendidikan merupakan indikator pengetahuan dan perilaku yang berhubungan dengan kesadaran individu terhadap kesehatan. Berikut adalah sebaran tingkat pendidikan orang tua contoh dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran orang tua (ayah) contoh berdasarkan tingkat pendidikan Kategori Tidak Tidak Tamat SD 1 3,3 0 0 Tamat SD 7 23,3 7 23,3 Tamat SLTP 11 36,7 7 23,3 Tamat SLTA Perguruan Tinggi 2 6,7 4 13,3 Total Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan orang tua contoh balita hanya sampai tingkat SLTP (36,7%), sedangkan pada balita tidak sebanyak 40% sampai tingkat SLTA. Tingkat pendidikan mempengaruhi terhadap perilaku seseorang baik dalam pemilihan bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya maupun pola asuh terhadap anak. Penyakit merupakan penyakit yang ada sehari-hari di masyarakat. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita yang rentan terhadap infeksi. Jika tingkat pendidikan rendah maka perilaku seseorang dalam upaya pencegahan maupun penanggulangan penyakit sangat rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit sangatlah penting, sebab bila penanganan kurang atau buruk akan berpengaruh terhadap perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi lebih berat. Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan orangtua dapat menggambarkan pendapatan keluarga maupun kemampuan seseorang dalam menyerap informasi. Pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan tersebut berpengaruh pada tingkat daya beli bahan makanan sebuah keluarga. Asupan makanan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pendapatan. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka daya beli bahan makanannya pun tinggi sehingga asupan makanan menjadi tinggi pula. Asupan

3 makanan yang kurang akan menimbulkan masalah gizi dimana masalah gizi akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat (Suhardjo 2003). Jenis pekerjaan masyarakat desa Citatah pada umumnya sebagai petani dan buruh pabrik penambang batu kapur maupun pengrajin batu marmer. Sebaran jenis pekerjaan orangtua ayah contoh dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran jenis pekerjaan ayah contoh Kategori Tidak Tidak bekerja 1 3,3 0 0 Petani 7 23, Buruh ,3 Pegawai swasta 2 6, ,3 PNS 2 6,7 4 13,3 Total Berdasarkan tabel diatas sebagian besar 60% jenis pekerjaan ayah contoh balita bekerja sebagai buruh pabrik, sedangkan pada balita tidak ayah contoh bekerja sebagai buruh dan pegawai swasta yaitu masingmasing sebesar 33,3%. Keadaan gizi erat kaitannya dengan keadaan sosial ekonomi keluarga terutama jenis pekerjaan yang mendukung terhadap tinggi rendahnya pendapatan keluarga. Jika pendapatan kurang maka masalah yang terjadi pada anak balita adalah keadaan gizi kurang dimana hal tersebut disebabkan oleh kekurangan sumber energi dan protein. Pada anak-anak, gizi kurang dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan (Almatsier 2003). Besar Keluarga Besar keluarga dalam suatu rumah tangga juga termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita. Besar keluarga juga menyebabkan bertambahnya biaya pengadaan pangan untuk dikonsumsi. Anak-anak yang sedang tumbuh dari suatu keluarga miskin adalah yang paling rawan terhadap gizi kurang di antara semua anggota keluarga, tahun-tahun awal masa kanakkanak yaitu pada umur satu hingga enam tahun berada dalam kondisi yang paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Situasi ini sering terjadi sebab seandainya besar keluarga bertambah maka pangan untuk setiap anak berkurang (Suhardjo 1989).

4 Menurut Robert et al (1994) bahwa pertambahan jumlah anggota keluarga akan memberikan dampak merugikan kepada status gizi anggota rumah tangga termasuk anak berumur di bawah dua tahun. Bertambahnya jumlah anggota keluarga akan menyebabkan masalah kelaparan dan kesempitan ruang. Hal ini menyebabkan terbatasnya ruang gerak dan menghambat jalan sirkulasi udara sehingga memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap kesehatan. Berikut adalah sebaran besar keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran besar keluarga pada contoh Tidak Kategori Keluarga kecil Keluarga sedang Keluarga besar Total Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 30 balita yang dikategorikan menderita sebesar 50% termasuk dalam keluarga kecil dan 40% temasuk kedalam keluarga sedang, sedangkan pada kategori tidak mayoritas sebesar 73,3% termasuk kedalam keluarga kecil dan 23,3% termasuk kedalam keluarga sedang. Pada penelitian ini menunjukan bahwa besar keluarga tidak ada kaitaannya dengan kejadian di Puskesmas Cipatat, namun besar keluarga merupakan faktor yang menyebabkan anak-anak terkena penyakit. Karena banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam suatu rumah akan menghambat jalan sirkulasi udara, jika besar keluarga tidak diiringi dengan luas rumah yang sesuai maka ruangan akan menjadi sempit sehingga menyebabkan tempat tinggal menjadi kumuh dan berisiko tinggi terhadap tertularnya penyakit (Endah et al 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Victoria pada tahun 1993 menyatakan bahwa makin meningkat jumlah orang per kamar akan meningkatkan kejadian. Semakin banyak penghuni rumah berkumpul dalam suatu ruangan kemungkinan mendapatkan risiko untuk terjadinya penularan penyakit akan lebih mudah, khususnya bayi yang relatif rentan terhadap penularan penyakit (Depkes RI 2001). Dalam penelitian ini luas rumah dan ketersediaan fentilasi udara tidak diteliti, karena keterbatasan penelitian dan waktu yang diperlukan.

5 Tingkat Pendapatan Dengan meningkatnya pendapatan perorangan, maka akan terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Akan tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan (Suhardjo 1989). Menurut Madanijah (2004) keadaan ekonomi keluarga relatif lebih mudah diukur dan mempunyai pengaruh besar terhadap konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin. Pada golongan miskin mereka menggunakan sebagian pendapatannya untuk kebutuhan makanan. Faktor ekonomi yang paling berperan adalah keluarga dan harga (baik harga pangan, maupun harga komoditas kebutuhan dasar). Berikut adalah Tabel 10 menampilkan sebaran tingkat pendapatan keluarga contoh. Tabel 10 Sebaran pendapatan keluarga contoh Tidak Kategori Miskin (<Rp ) 19 63, ,7 Tidak miskin ( Rp ) 11 36, ,3 Total Tingkat pendapatan berdasarkan BPS pusat (2004) yaitu sebesar Rp ,- per kapita per bulan, didapatkan bahwa sebagian besar (63,3%) dari rumah tangga balita tergolong miskin, sedangkan pada balita tidak sebagian besar (63,3%) tidak miskin. Dalam hal ini lebih banyak diderita oleh keluarga yang miskin, karena pada keluarga miskin rata-rata mempunyai kondisi lingkungan yang kurang baik misalnya lantai dasar rumah masih memakai semen, dinding rumah masih memakai bilik kayu, dan ketersediaan fentilasi yang kurang ditambah dengan kurangnya daya beli terhadap makanan. Jika daya beli kurang maka konsumsi makan akan menjadi kurang dan asupan energi dan zat gizi akan kurang dan tidak memenuhi kecukupan gizi. Kebiasaan Merokok dalam Rumah Determinasi tempat tinggal menentukan daerah rural dan urban dengan asumsi ada perbedaan antara daerah urban yang dihubungkan dengan kepadatan penduduk, serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap daerah tersebut, misalnya sanitasi lingkungan, polusi udara. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslit Penyakit Menular dalam Cermin Dunia kedoteran no.70.th 1991 no 15 tentang pengaruh lingkungan terhadap penyakit menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh antara lain jumlah orang yang merokok, jumlah

6 rokok yang dihisap, masuknya asap dapur kedalam ruangan keluarga, fentilasi rumah yang tidak baik, jarak antara rumah dengan tempat sampah. Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi episode kejadian pada anak. Sebaran kebiasaan merokok adalam rumah contoh dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini. Tabel 11 Sebaran kebiasaan merokok dalam rumah contoh Tidak Kategori Merokok 23 76, ,3 Tidak merokok 7 23, ,7 Total Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pada balita dan tidak mayoritas kepala keluarga atau anggota keluarga memiliki kebiasaan merokok dalam rumah dengan anggota keluarga, masing-masing sebanyak 23 orang (76,7%) dan 19 orang (63,3%). Hampir sebagian besar keluarga mempunyai kebiasaan merokok bersama dengan anggota keluarga lain, baik pada kelompok balita maupun pada kelompok balita tidak. Kaitannya antara asap rokok dengan kejadian karena produksi CO terjadi selama merokok. Asap rokok mengandung CO dengan konsentrasi lebih dari ppm selama dihisap. Konsentrasi tersebut terencerkan menjadi ppm. Konsentrasi CO yang tinggi di dalam asap rokok yang terisap mengakibatkan kadar COHb di dalam darah meningkat. Selain berbahaya terhadap orang yang merokok, adanya asap rokok yang mengandung CO juga berbahaya bagi orang yang berada di sekitarnya karena asapnya dapat terisap (Fardiaz 1992). Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberikan risiko terhadap kejadian, khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi (Depkes RI 2001). Dalam penelitian ini tidak menguji apakah kebiasaan merokok dalam rumah berhubungan dengan kejadian, namun perlu diwaspadai bahwa udara yang sudah tercemar karena penambangan kapur ditambah dengan asap dari rokok dalam rumah dapat menambah episode kejadian pada anak dan mempengaruhi proses penyembuhan penyakit menjadi lama.

7 Karakteristik Contoh Umur Umur merupakan faktor gizi sehingga umur berkaitan erat dengan status gizi (Apriadji 1986). Usia balita merupakan kelompok rentan terhadap kesehatan dan gizi, karena masih berlangsungnya proses tumbuh kembang yang sangat pesat, yaitu pertumbuhan fisik dan perkembangan psikomotor, mental dan sosial. Stimulasi psikososial harus dimulai sejak dini dan tepat waktu untuk tercapainya perkembangan psikososial yang optimal. Oleh karena itu, pada usia ini balita sangat membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita pada semua tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena daya tahan tubuh balita lebih rendah dari orang dewasa sehingga mudah menderita. Umur diduga terkait dengan sistem kekebalan tubuh, bayi dan balita merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi. Hal senada dikemukakan oleh Suwendra (1988), bahkan semakin muda usia anak makin sering mendapat serangan. Berikut sebaran umur contoh dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12 Sebaran umur contoh Tidak Kategori bulan 25 83, bulan 5 16, Total Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas 83,3% responden yang menderita berumur satu sampai tiga tahun, sedangkan 16,7% berumur empat sampai lima tahun. Hampir sama pada kelompok tidak mayoritas 80% responden berumur satu sampai tiga tahun dan 20% responden berumur empat sampai lima tahun. Menurut Endah et al (2009) umur bulan merupakan umur yang paling sering dijumpai menderita infeksi saluran pernafasan akut dibandingkan kelompok umur bulan. Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya umur asupan makan balita yang berumur bulan jenis makanannya lebih beragam dan bervariasi sehingga asupan vitamin dan mineral dari makanan semakin baik.

8 Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan faktor yang menentukan dalam status gizi, antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan sangat berbeda dari segi aktifitas fisik maupun metabolisme dalam tubuh. Pada balita kebutuhan akan zat gizi belum dibedakan, namun pada saat usia 10 tahun kebutuhan akan zat gizi dibedakan menurut jenis kelamin. Berikut sebaran jenis kelamin contoh dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini : Tabel 13 Sebaran jenis kelamin contoh Kategori Tidak Laki-Laki 19 63, ,3 Perempuan 11 36, ,7 Total Berdasarkan jenis kelaminnya sebagian besar responden laki-laki mempunyai persentase sebesar 63,3% menderita, sedangkan 43,3% tidak menderita. Namun pada jenis kelamin perempuan sebesar 56,7% tidak menderita, hal ini tidak sejalan dengan pernyataan dari Depkes RI (2002) yang menyatakan bahwa balita perempuan lebih rentan menderita dari pada laki-laki disebabkan karena daya tahan tubuh laki-laki lebih kuat di bandingkan dengan perempuan. Hal ini diduga karena anak laki-laki lebih banyak beraktifitas bermain diluar rumah, dan sering menghirup udara yang sudah tercemar akibat penambangan batu kapur tersebut. Akan tetapi hal tersebut merupakan asumsi saja, disini peneliti akan melakukan percobaan analisis sebab akibat perbedaan sebaran jenis kelamin dengan membandingkan rata-rata asupan energi dan zat gizi contoh balita dan tidak menurut jenis kelamin. Tabel 14 Rata-rata asupan energi dan zat gizi contoh balita dan tidak menurut jenis kelamin per hari Rata-rata asupan Tidak per hari Laki-laki Perempuan Laki-laki perempuan (n=19) (n=11) (n=13) (n=17) Energi (kkal) 820,26 862,3 981,92 946,93 Protein (gram) 24,06 24,73 30,11 33,96 Vitamin A (RE) 517,47 163,53 214,06 871,6 Vitamin E (mg) 1,78 1,51 1,85 2,5 Vitamin C (mg) 21,38 26,12 26,5 35,7 Seng (mg) 2,99 2,91 3,42 3,64 Besi (mg) 7,35 3,5 5,3 4,89

9 Dari tabel 14 terlihat bahwa laki-laki yang menderita mempunyai asupan energi lebih rendah (820,26 kkal) dibandingkan dengan perempuan (862,3 kkal), sedangkan pada balita yang tidak jenis kelamin laki-laki mempunyai asupan energi lebih tinggi (981,92 kkal) dibandingkan dengan perempuan (946,93 kkal). Dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini laki-laki yang menderita mempunyai asupan energi lebih rendah dibandingkan dengan perempuan yang menderita Tingkat kecukupan energi dan zat gizi Konsumsi dan tingkat kecukupan energi Kekurangan energi terjadi bila asupan energi melalui konsumsi makanan kurang dari energi sesuai dengan kebutuhan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif, akibatnya adalah berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya (ideal). Kekurangan energi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan dan pada orang dewasa akan terjadi penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi. Kelebihan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi akan dirubah menjadi lemak tubuh, akibatnya adalah berat badan lebih atau kegemukan. Kegemukan bisa disebabkan oleh kebanyakan makan, dalam hal karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi juga karena kurang bergerak. Kegemukan merupakan faktor resiko penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, PJK, kanker dan memperpendek usia harapan hidup (Almatsier 2004). Berikut adalah rata-rata konsumsi pangan sumber energi dapat dilihat pada Tabel 15 : Tabel 15 Rata-rata konsumsi pangan sumber energi per hari Tidak- Jenis pangan Konsumsi Kontribusi terhadap Konsumsi Kontribusi terhadap (gr/hari) AKG Energi (%) (gr/hari) AKG Energi (%) Nasi ,67 41,0 Biskuat 11,73 6,5 11,73 5,7 Roti 11,33 4,4 4,5 1,5 Tahu 28,17 4,3 34,3 4,6 Tempe 10,33 4,0 25,5 8,7 Susu 21 2,7 127,67 8,6 Mie 9,23 3,71 23,5 8,2 Bubur 55,7 3,9 26,6 1,7

10 Pada tabel 15 hanya menampilkan bahan makanan sumber energi yang mempunyai nilai kontribusi paling besar saja. Jenis pangan sumber energi yang di konsumsi balita adalah nasi rata-rata konsumsi sebesar 174 gr/hari, biskuat 11,73 gr/hari dan roti 11,33 gr/hari, dibandingkan dengan kelompok tidak jenis pangan sumber energi yang dikonsumsi adalah nasi rata-rata konsumsi sebesar 221,67 gr/hari, tempe 25,5 gr/hari, dan susu 127,67 gr/hari. Sumber energi yang mempunyai konsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak seperti kacang-kacangan dan biji-bijian, setelah itu bahan makanan sumber karbohidrat seperti padi-padian, umbi-umbian dan gula murni. Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi menjamin tercukupinya kebutuhan energi dan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, berikut adalah sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi Tingkat kecukupan energi Tidak Defisiensi berat 17 56, ,00 Defisiensi sedang 4 13, ,00 Defisiensi ringan 3 10, ,00 Normal 5 16, ,70 Lebih 1 3,30 3 3,30 Total , ,00 Rata-rata asupan 837±264, ±198,308 Rata-rata tingkat kecukupan (%) 68,32 78,53 Berdasarkan tingkat kecukupan energi diketahui bahwa sebagian besar 56,7% balita dan balita tidak (40%) mengalami defisiensi berat. Pada penelitian ini asupan energi yang paling rendah yaitu 409 kkal dan tertinggi yaitu 1521 kkal dengan rata-rata asupan energi pada balita yaitu 837 kkal dan standar deviasi sebesar 264,234. Sedangkan balita yang tidak mempunyai rata-rata asupan energi sebesar 962 kkal dan standar deviasinya 198. Berdasarkan uji statistik nilai p = 0,043 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara asupan energi pada balita dan tidak. Asupan energi berasal dari sejumlah bahan makanan yang dikonsumsi oleh seseorang. Balita yang terinfeksi akan mengalami kehilangan nafsu makan dikarenakan karena batuk-batuk, pilek, dan kelelahan sehingga mempengaruhi kemampuan mengkonsumsi makanan karena kegiatan makan

11 menambah sesak nafas. Oleh karena itu mengapa balita yang menderita mengalami defisiensi tingkat berat kecukupan energi. Konsumsi dan tingkat kecukupan protein Fungsi utama protein bagi tubuh yaitu untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein dapat juga berfungsi sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi dari karbohidrat dan lemak. Protein dapat mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah, yaitu dengan menimbulkan tekanan osmotik koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke dalam pembuluh darah (Winarno 2002). Fungsi lain dari protein yaitu untuk tumbuh kembang anak dan pembentukkan hormon, enzim, dan antibodi (Hartono 2000). Kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi bergantung pada kemampuannya untuk memproduksi antibodi terhadap organisme yang menyebabkan infeksi tertentu atau terhadap bahan-bahan asing yang masuk ke dalam tubuh. Tingkat kematian pada anakanak yang menderita gizi kurang kebanyakan disebabkan oleh menurunnya daya tahan terhadap infeksi karena ketidakmampuannya membentuk antibodi dalam jumlah yang cukup (Almatsier 2004). Tabel 17 Rata-rata konsumsi pangan sumber protein per hari Tidak- Jenis pangan Konsumsi Kontribusi terhadap Konsumsi Kontribusi terhadap (gr/hari) AKG Protein (%) (gr/hari) AKG Protein (%) Nasi ,04 221,67 14,41 Telur 18,73 8,69 36,84 13,14 Tempe 10,33 7,82 25,5 14,53 Tahu 28,17 6,49 34,3 5,95 Susu 21 2,29 127,67 27,67 Mie 9,23 3,0 23,5 5,75 Ikan Segar 2,3 1,31 14,67 6,18 Pada tabel 17 menyajikan bahan makanan yang mempunyai nilai kontribusi protein paling besar. Jenis pangan sumber protein yang di konsumsi balita adalah nasi rata-rata konsumsi sebesar 174 gr/hari, telur 18,33 gr/hari dan tempe 10,33 gr/hari, di bandingkan dengan kelompok tidak jenis pangan sumber protein yang dikonsumsi adalah susu rata-rata konsumsi sebesar 127,67 gr/hari, tempe 25,5 gr/hari, dan nasi 217,67 gr/hari. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik dalam jumlah maupun mutu seperti telur, susu, daging, unggas, dan ikan. Sedangkan sumber protein nabati adalah

12 kedelai dan hasilnya seperti tempe dan tahu. Berikut sebaran tingkat kecukupan protein pada contoh dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein Tidak Tingkat kecukupan protein Defisiensi berat Defisiensi sedang 2 6, Defisiensi ringan 2 6, Normal 8 26,7 8 26,7 Lebih ,3 Total , ,00 Rata-rata asupan 24,3±9,86 32,3±10,9 Rata-rata tingkat kecukupan (%) 75,93 100,9 Tingkat kecukupan protein pada balita umumnya (40%) mengalami defisiensi berat, sedangkan pada balita tidak umumnya (43,3%) mengalami tingkat kecukupan lebih. Rata-rata asupan protein pada balita sebesar 24,33 gr dan standar deviasinya adalah 910,94. Pada balita tidak rata-rata asupan protein sebesar 32,3 gr dan standar deviasinya 10,93. Berdasarkan uji terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan protein pada balita dan tidak (p<0,05). Sumber protein yang dikonsumsi antara balita dan tidak hampir sama antara lain nasi, telur, tempe, tahu, susu dan ikan akan tetapi jumlah yang dikonsumsi berbeda. Hal ini disebabkan karena nafsu makan yang menurun diakibatkan karena kondisi tubuh yang sakit karena infeksi merupakan faktor utama konsumsi protein menjadi berkurang. Selain itu keadaan sosial ekonomi juga sangat mempengaruhi terhadap kecukupan protein dan kejadian. Konsumsi dan tingkat kecukupan vitamin A Menurut Winarno (2002) fungsi vitamin A yaitu sebagai salah satu zat gizi yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Anak yang cukup mendapatkan asupan vitamin A, apabila mengalami diare, campak / penyakit infeksi lain, maka penyakit tersebut tidak menjadi parah, sehingga tidak membahayakan jiwa anak. Asupan vitamin A sering dijumpai tidak cukup karena faktor musim dan tidak didapatkannya makanan yang kaya vitamin A pada anak. Vitamin A mudah rusak karena pengaruh pemasakan atau penyimpanan. Absorpsi vitamin A kurang apabila kandungan provitamin A dan vitamin A dalam

13 tubuh juga kurang sehingga akan menyebabkan terjadinya penurunan daya tahan tubuh yang berakibat pada kejadian infeksi. (Husaini dan Muhilal 1996). Banyak studi yang mengakaitkan antara KVA dan dengan berbagai hasilnya, namun pada umumnya menunjukkan bahwa KVA memiliki risiko relatif tinggi terhadap terjadinya. Studi Sommer dkk, di Indonesia dan studi Milton dkk, di India menunjukkan asosiasi yang kuat antara Xeroftalmia moderat dengan menunjukkan peningkatan kejadian, sementara penelitian Mamdani. Di Australia menunjukkan rendahnya kejadian pada anak-anak yang diberi suplemen vitamin A dibandingkan dengan anak-anak yang tidak diberi suplemen vitamin A. Keadaan tersebut dapat dijelaskan melalui percobaan pada binatang, dimana didapatkan adanya kreatinisasi dan kerusakan sel-sel penghasil cairan pada saluran nafas, baik bagian atas maupun bawah (Santoto 1992). Berikut rata-rata konsumsi bahan makanan yang mengandung sumber vitamin A. Tabel 19 Rata-rata konsumsi bahan makanan sumber vitamin A per hari Tidak- Jenis pangan Konsumsi Kontribusi terhadap Konsumsi Kontribusi terhadap (gr/hari) AKG vitamin A (%) (gr/hari) AKG vitamin A (%) Telur 18,33 13,6 36,83 17,48 Bayam 5, ,53 Wortel 1,67 6, ,6 Ubi Jalar 1,33 2,9 3,33 4,1 Kangkung 3,67 2,9 1,3 0,68 Semangka 12,67 1,4 23,33 1,67 Vitamin A terdapat didalam pangan hewani sedangkan karoten terutama didalam pangan nabati. Sumber vitamin A adalah hati, dan kuning telur, sedangkan sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau serta buah-buahan seperti kangkung, bayam, wortel, pepaya, mangga dan jeruk. Tabel 19 menampilkan bahan makanan yang dikonsumsi mempunyai nilai kontribusi vitamin A paling besar. Jenis pangan sumber vitamin A yang di konsumsi balita adalah telur rata-rata konsumsi sebesar 18,33 gr/hari, bayam 5,33 gr/hari dan wortel 1,67 gr/hari, di bandingkan dengan kelompok tidak jenis pangan sumber vitamin A yang dikonsumsi adalah wortel rata-rata konsumsi sebesar 10 gr/hari, telur 36,83 gr/hari, dan ubi 3,33 gr/hari. Sebaran tingkat kecukupan vitamin A dapat dilihat pad Tabel 20 berikut ini :

14 Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A Tidak Tingkat kecukupan vitamin A Defisiensi berat Defisiensi sedang 1 3,3 2 6,7 Defisiensi ringan Normal 1 3,3 0 0 Lebih 1 3,3 4 13,3 Total , ,00 Rata-rata asupan 375± ±1.835 Rata-rata tingkat kecukupan (%) 88,23 137,88 Sebaran tingkat kecukupan vitamin A yang terlihat pada tabel 20 menunjukan bahwa balita yang menderita mengalami defisensi berat sebesar 80%, sedangkan balita yang tidak menderita sebesar 70%. Ratarata kecukupan vitamin A balita dan balita tidak adalah 375 RE dan 587 RE, sedangkan standar deviasinya adalah dan Hasil analisis menggunakan Independent samples t-test menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara asupan vitamin A pada balita dan tidak (p=0,595) (p>0,05). Hal ini disebabkan karena pada saat anak menginjak usia balita yaitu umur bulan, banyak permasalahan yang dihadapi terutama makan. Pada usia ini anak sangat sulit sekali makan, suka makanan jajanan dan tidak menyukai sayuran. Sedangkan sumber vitamin A yang paling baik terdapat pada sayuran hijau dan buah-buahan. Jika balita yang menderita terus mengalami defisiensi berat vitamin A maka fungsi sel-sel kelenjar kulit menjadi kering, kasar dan luka sukar sembuh. Membran mukosa tidak dapat mengeluarkan cairan ende dengan sempurna sehingga mudah terserang bakteri (infeksi). Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh manusia (Almatsier 2004). Sehingga, fungsi kekebalan tubuh menurun sehingga mudah terserang infeksi. Lapisan sel yang menutupi trakea dan paru-paru mengalami keratinisasi, tidak mengeluarkan ender sehingga mudah dimasuki mikroorganisme atau virus dan menyebabkan infeksi saluran pernafasan (Almatsier 2004). Konsumsi dan tingkat kecukupan vitamin E Fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan yang larut dalam lemak dan mudah memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (OH) pada struktur cincin ke radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul-molekul reaktif dan dapat

15 merusak, yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Tabel 21 menyajikan rata-rata konsumsi bahan makanan sumber vitamin E. Tabel 21 Rata-rata konsumsi bahan makanan sumber vitamin E per hari Tidak- Jenis pangan Konsumsi Kontribusi terhadap Konsumsi Kontribusi terhadap (gr/hari) AKG vitamin E (%) (gr/hari) AKG vitamin E (%) Telur 18, ,83 35 Kue 5,23 18,8 12,63 34,4 Chiki 5, ,06 4,5 Tempe 10,33 12,4 25,50 23,2 Ikan segar 2,33 2,8 14,67 13,3 Vitamin E banyak terdapat dalam bahan makanan, sumber utama vitamin E adalah minyak tumbuh-tumbuhan terutama minyak kecambah gandum dan biji-bijian. Sayuran, buah-buahan dan juga daging, ikan merupakan sumber vitamin E yang baik namun dalam jumlah yang terbatas. Tabel 21 menampilkan bahan makanan yang dikonsumsi mempunyai nilai kontribusi vitamin E paling besar. Jenis pangan sumber vitamin E yang di konsumsi balita adalah telur rata-rata konsumsi sebesar 18,33 gr/hari, kue 5,23 gr/hari dan chiki 1,67 gr/hari, di bandingkan dengan kelompok tidak jenis pangan sumber vitamin E yang dikonsumsi adalah telur rata-rata konsumsi sebesar 36,83 gr/hari, kue 12,63 gr/hari, dan tempe 25,5 gr/hari. Sebaran tingkat kecukupan vitamin E dapat dilihat pada Tabel 22 berikut ini : Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin E Tingkat kecukupan vitamin E Tidak Defisiensi berat 28 93, ,7 Defisiensi sedang 1 3,3 1 3,3 Defisiensi ringan 1 3,3 0 0 Normal Lebih Total , ,00 Rata-rata asupan 1,67±1,27 2,2±1,12 Rata-rata tingkat kecukupan (%) 25,69 33,8 Pada penelitian ini asupan vitamin E yang paling rendah yaitu 0 mg dan tertinggi yaitu 4,8 mg dengan rata-rata asupan vitamin E pada balita yaitu 1,67 mg dan standar deviasi sebesar 1,27. Anjuran angka kecukupan gizi vitamin E umur 1-3 tahun yaitu 6 mg sedangakn umur 4-5 tahun yaitu 7 mg. Sebagian

16 besar tingkat kecukupan vitamin E mengalami defisiensi berat, pada balita (93,3%) sedangkan pada balita tidak (96,7%). Hasil analisis menggunakan Independent samples t-test menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara asupan vitamin E pada balita dan tidak. nilai p=0,088 (p>0,05). Defisiensi vitamin E jarang ditemukan oleh sebab makanan sehari-hari mengandung cukup vitamin E, akan tetapi dalam penelitian ini hampir sebagian besar balita mengalami defisiensi berat vitamin E. Hal ini diduga karena balita mengalami defisiensi juga protein dan vitamin A. Seperti yang kita ketahui bahwa sumber vitamin E terdapat pada sayuran, buah-buahan dan daging. Namun sumber vitamin E yang banyak dikonsumsi oleh balita maupun tidak berasal dari makanan jajanan seperti kue dan chiki, dimana minyak tumbuhtumbuhan sebagai sumber vitamin E digunakan dalam proses pengolahan makanan tersebut. Konsumsi dan tingkat kecukupan vitamin C Fungsi vitamin C yaitu membantu enzim dalam melakukan fungsinya dan juga bekerja sebagai antioksidan. Vitamin C juga penting untuk membentuk kolagen, serat, struktur protein serta meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi dan membantu tubuh menyerap zat besi. Keadaan kekurangan vitamin C akan mengganggu integrasi dinding kapiler. Vitamin C diperlukan proses pematangan eritrosit dan pada pembentukan tulang dan dentin, vitamin C mempunyai peranan penting pada respirasi jaringan (Pudjiadi 2001). Vitamin C banyak sekali manfaatnya salah satunya adalah mencegah infeksi, kemungkinan karena pemeliharaan terhadap membran mukosa atau pengaruh terhadap fungsi kekebalan. Menurut Pauling, mengemukakan bahwa mengkonsumsi vitamin C dalam dosis tinggi dapat menyembuhkan infeksi (Almatsier 2004). Berikut adalah rata-rata konsumsi bahan makanan sumber vitamin C. Tabel 23 Rata-rata konsumsi bahan makanan sumber vitamin C per hari Tidak- Jenis pangan Konsumsi Kontribusi terhadap Konsumsi Kontribusi terhadap (gr/hari) AKG vitamin C (%) (gr/hari) AKG vitamin C (%) Jeruk 13 19,7 11,33 46,12 Pepaya 4 10, ,61 Ale-ale 36,67 9,5 13,3 2,52 Mangga 4,33 8,8 0 0 Bayam 5,33 7,3 3 3,03 Kentang 6,67 4,1 0 0

17 Vitamin C pada umumnya hanya terdapat didalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang berasa asam, seperti jeruk, nanas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat. Tabel 23 menampilkan konsumsi bahan makanan yang mempunyai nilai kontribusi vitamin C paling besar. Jenis pangan sumber vitamin C yang di konsumsi balita adalah jeruk rata-rata konsumsi sebesar 13 gr/hari, pepaya 4 gr/hari dan minuman ale-ale 1,67 gr/hari, di bandingkan dengan kelompok tidak jenis pangan sumber vitamin C yang dikonsumsi adalah pepaya rata-rata konsumsi sebesar 25 gr/hari, jeruk 11,33 gr/hari, dan bayam 3 gr/hari. Sebaran tingkat kecukupan vitamin C dapat dilihat pada Tabel 24 berikut ini : Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C Tingkat kecukupan vitamin C Tidak Defisiensi berat ,3 Defisiensi sedang 1 3,3 1 3,3 Defisiensi ringan 1 3,3 2 6,7 Normal ,7 Lebih 4 13, Total , ,00 Rata-rata asupan 23,27±28,74 31,71±35,53 Rata-rata tingkat kecukupan (%) 54,75 74,61 Pada penelitian ini asupan vitamin C yang paling rendah yaitu 0,6 mg dan tertinggi yaitu 165,4 mg dengan rata-rata asupan vitamin C pada balita yaitu 23,27 mg dan standar deviasi sebesar 28,74. Sebaran tingkat konsumsi vitamin C yang terlihat pada tabel 24 menunjukan bahwa balita yang menderita mengalami defisensi berat sebesar 70%, sedangkan balita yang tidak menderita sebesar 63,3%. Berdasarkan uji statistik nilai p=0,316 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara asupan vitamin C pada balita dan tidak. Hal ini diduga karena faktor ketidaksukaan balita terhadap buah-buahan dan sayuran, dan lebih menyukai makanan jajanan seperti chiki. Konsumsi dan tingkat kecukupan seng Di Indonesia, data defisiensi seng masih terbatas. Sejauh ini belum dijumpai penelitian seng dalam skala besar di Indonesia. Hal ini disebabkan rentannya kontaminasi penanganan spesimen sejak persiapan, pelaksanakan

18 dan pemrosesan baik di lapangan maupun di laboratorium untuk penentuan seng. Secara keseluruhan, sekitar anak yang meninggal per tahun berkaitan dengan defisiensi seng. Kematian dan peningkatan penyakit infeksi ini mengakibatkan 1,9% dari keseluruhan DALYs (Disability Adjusted Life Years) yang berkaitan dengan defisiensi seng. Menurut WHO, secara global jumlah tersebut terjadi 10,8 juta kematian anak per tahun berkaitan dengan defisiensi seng, vitamin A, dan besi, atau sekitar 19% keseluruhan kematian anak. Berikut rata-rata konsumsi bahan makanan sumber seng. Tabel 25 Rata-rata konsumsi bahan makanan sumber seng per hari Tidak- Jenis pangan Konsumsi Kontribusi terhadap Konsumsi Kontribusi terhadap (gr/hari) AKG seng (%) (gr/hari) AKG seng (%) Nasi ,9 221,67 25 Tahu 28,16 5,9 7,2 6,8 Telur 18,33 5,5 11,1 10,5 Tempe 10, ,2 11,5 Baso 3, ,9 Sumber paling baik adalah sumber protein hewani, terutama daging, hati, kerang, dan telur. Serealia tumbuk dan kacang-kacangan juga merupakan sumber yang baik, namun mempunyai ketersediaan biologik yang rendah. Tabel 25 menampilkan bahan makanan yang dikonsumsi mempunyai nilai kontribusi seng paling besar. Jenis pangan sumber seng yang di konsumsi balita adalah nasi rata-rata konsumsi sebesar 174 gr/hari, tahu 28,16 gr/hari dan telur 18,33 gr/hari, di bandingkan dengan kelompok tidak jenis pangan sumber seng yang dikonsumsi adalah nasi rata-rata konsumsi sebesar 221,67 gr/hari, baso 13 gr/hari, dan tempe 12,2 gr/hari. Sebaran tingkat kecukupan seng dapat dilihat pada Tabel 26 berikut ini : Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan seng Tingkat kecukupan seng Tidak Defisiensi berat 29 96, ,7 Defisiensi sedang Defisiensi ringan 1 3,3 1 3,3 Normal Lebih Total , ,00 Rata-rata asupan 2,95±1,13 3,54±0,99 Rata-rata kecukupan (%) 32,96 39,55

19 Secara keseluruhan berdasarkan tingkat kecukupan seng diketahui bahwa balita yang menderita maupun tidak menderita mayoritas mengalami defisiensi berat sebesar 96,7%. Pada penelitian ini asupan seng yang paling rendah yaitu 1,5 mg dan tertinggi yaitu 6,8 mg dengan rata-rata asupan seng pada balita yaitu 2,95 mg dan standar deviasi sebesar 1,13. Berdasarkan uji statistik nilai p=0,036 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara asupan seng dengan balita dan tidak. Walaupun sama-sama mengalami defisiensi berat, akan tetapi asupan seng pada balita tidak lebih tinggi dengan rata-rata asupan 3,54 mg atau rata-rata kecukupan sebesar 39,55%. Dari hasil penelitian bahwa di Indonesia tingkat konsumsi seng pada kelompok umur bulan rata-rata sebesar 23-36% AKG. Tidak seperti zat gizi lainnya, tubuh tidak memiliki cadangan seng, akan tetapi seng ada di hampir semua sel dan jaringan tubuh terkadang dalam konsentrasi yang tinggi. Beberapa studi memperlihatkan suplementasi seng dapat meningkatkan pertumbuhan anak, menurunkan kejadian diare, malaria dan pneumonia serta mortalitas (Herman 2009). Konsumsi dan tingkat kecukupan besi Mineral yang penting bagi pekerja adalah zat besi (Fe). Fungsi zat besi adalah untuk membentuk Hemoglobin yang berfungsi untuk mengangkut oksigen yang sangat di perlukan pada proses metabolisme di dalam sel, pembentukan energi. Kekurangan zat besi akan berakibat anemia (Mahan 2000). Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan. Yaitu sebanyak 3-5 gr di dalam tubuh manusia dewasa, besi mempunyai beberapa fungsi essensial dalam tubuh, sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi di dalam jaringan tubuh. (Almatsier 2004). Tabel 27 Rata-rata konsumsi bahan makanan sumber besi per hari Tidak- Jenis pangan Konsumsi Kontribusi terhadap Konsumsi Kontribusi terhadap (gr/hari) AKG Besi (%) (gr/hari) AKG Besi (%) Tempe 10,33 18,64 25,5 52,61 Nasi ,97 221,67 21,9 Roti 11,33 10,40 4,5 4,74 Telur 18,33 7,67 36,83 17,69 Bayam 5,33 5,23 3 3,38 Mie 9,23 4,45 23,5 13,00

20 Sumber paling baik adalah sumber protein hewani, terutama daging, hati, unggas dan ikan. Serealia tumbuk dan kacang-kacangan juga beberapa jenis buah, jumlah besi perlu diperhatikan kualitas besi didalam makanan, dinamakan juga ketesediaan biologik (bioavabilitas) pada umumnya besi didalam daging mempunyai ketersediaan biologik yang tinggi dibandingkan dengan sayuran, terutama yang mengandung asam okslalat yang tinggi seperti bayam. Tabel 27 menampilkan bahan makanan yang dikonsumsi mempunyai nilai kontribusi besi paling besar. Jenis pangan sumber besi yang di konsumsi balita adalah tempe rata-rata konsumsi sebesar 10,33 gr/hari, nasi 174 gr/hari dan roti 11,33 gr/hari, di bandingkan dengan kelompok tidak jenis pangan sumber besi yang dikonsumsi adalah tempe 25,5 rata-rata konsumsi sebesar 25,5 gr/hari,nasi 221,67 gr/hari, dan telur 36,83 gr/hari. Sebaran tingkat kecukupan besi dapat dilihat pada tabel 28 berikut ini : Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan besi Tidak Tingkat kecukupan Fe Defisiensi berat 23 76, ,3 Defisiensi sedang Defisiensi ringan 2 6,7 2 6,7 Normal 1 3,3 4 13,3 Lebih 1 3,3 2 6,7 Total , ,00 Rata-rata asupan 5,816±10,64 5,06±2,75 Rata-rata kecukupan (%) 68,42 59,5 Secara keseluruhan berdasarkan tingkat konsumsi besi diketahui bahwa sebagian besar tingkat kecukupan besi mengalami defisiensi berat, pada balita sebesar 76,7% sedangkan pada balita tidak sebesar 63,3%. Pada penelitian ini rata-rata asupan besi pada balita yaitu 5,81 mg dan standar deviasi sebesar 10,64. Berdasarkan uji statistik nilai p=0,169 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara asupan besi pada balita dan tidak. Hal ini diduga karena sumber makanan yang kaya akan zat besi seperti daging, hati dan ikan jarang dikonsumsi. Sedangkan zat besi yang dikonsumsi oleh balita dan tidak sebagian besar berasal dari serealia dan kacang-kacangan, dimana bioavabilitasnya yang rendah.

21 Status Gizi Hubungan yang signifikan antara status gizi dengan tidak lain karena status gizi sangat berpengaruh terhadap status imun atau kekebalan anak. Kurang gizi pada anak akan menyebabkan penurunan reaksi kekebalan tubuh yang berarti kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Hal inilah yang menyebabkan anak sangat potensial terkena penyakit infeksi seperti (Siswatiningsih 2001). Penelitian yang dilakukan smith et al (1991) menyebutkan bahwa anak yang mengalami kurang gizi kronik berdampak terhadap sel imun mediasi dan produksi antibodi, sehingga memperbesar peluang terjadinya penyakit infeksi. Konsentrasi antibodi antipneumococcal pada anak kurang gizi juga sangat rendah, sehingga meningkatkan risiko terserang infeksi saluran pernafasan seperti. Disamping kurang gizi, anak yang mengalami gizi lebih juga mengalami risiko lebih tinggi terkena penyakit infeksi jika dibandingkan dengan status gizi normal. Seperti yang dikemukakan oleh Chandra (1991) yang menyatakan bahwa anak dengan status gizi lebih mempunyai penurunan jumlah limfosit, penurunan aktivitas sel Natural-killer (sel-nk) dan penurunan stimulasi limposit T jika dibandingkan dengan anak status gizi normal. Penurunan sistem kekebalan tubuh inilah yang menyebabkan anak potensial terkena penyakit infeksi. Status Gizi BB/U Untuk menentukan atau menaksir status gizi seseorang dilakukan pengukuran untuk menilai berbagai tingkatan kurang gizi yang ada atau mungkin ada. Pengukuran yang dipakai biasanya menunjuk kepada indikator atau parameter dan dinamakan demikian karena berguna sebagai indeks untuk menunjukan kepada tingkatan status gizi dan kesehatan yang berbeda (Suhardjo 1996). Indikator berat badan dipergunakan pada masa bayi sampai balita untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis. Seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Disamping itu pula, berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat dan protein otot menurun. Pada orang yang edema dan ascites, terjadi penambahan

22 cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi (Supariasa 2001). Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting, dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh. Antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lain. Berat badan dipakai sebagai indikator yang terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. Kerugiannya, indikator berat badan ini tidak sensitif terhadap proporsi tubuh. Misalnya pendek gemuk atau tinggi kurus (Soetjiningsih 2004). Indikator berat badan sering dimanfaatkan dalam klinik sebagai bahan informasi untuk menilai keadaan gizi, baik akut maupun kronis, serta untuk penilaian tumbuh kembang anak dan kesehatan. Selain itu, berat badan juga dapat digunakan untuk memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit (Soetjiningsih 2004). Berikut sebaran status gizi contoh menurut BB/U. Tabel 29 Sebaran status gizi contoh menurut BB/U Kategori Tidak Kurang (-3.0 SD s/d -2.0 SD) 13 43, ,3 Baik (-2.0 SD s/d 2.0 SD) 17 56, ,7 Lebih (< - 3 SD) Total , ,00 Rata-rata z-skor -1,71±0,84-1,59±0,93 Secara keseluruhan berdasarkan indikator BB/U diketahui bahwa balita yang menderita dan tidak menderita mayoritas sebesar 56,7% memiliki status gizi normal atau baik. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara status gizi balita menurut BB/U pada balita dan tidak yang ditunjukan oleh nilai p=0,60 (p>0,05). Hal tersebut diduga karena kondisi yang diamati dalam penelitian ini adalah terbatas sekitar 2 minggu, sehingga kurang menggambarkan efek dari. Namun jika balita pada keadaan gizi yang normal atau baik akan lebih cepat mengalami penyembuhan dibandingkan dengan balita gizi kurang, dimana

23 pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang berat bahkan serangannya lebih lama dan lebih mudah terserang kembali dibandingkan karena faktor daya tahan tubuh yang rendah. Di samping itu penyakit infeksi sendiri menyebabkan nafsu makan balita menurun dan mengakibatkan kekurangan gizi. Status gizi TB/U Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertumbuhan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kurang gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu relatif lama. Berdasarkan karakteristik tersebut diatas, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu. Berikut adalah sebaran status gizi contoh berdasarkan TB/U. Tabel 30 sebaran status gizi contoh berdasarkan TB/U Tidak Kategori Buruk (<-3,0) ,00 Pendek/Stunted (-3,0 SD s/d -2,0) 12 40, ,0 Normal (-2,0- s/d 2,0) 18 60, ,00 Total , ,00 Rata-rata z-skor -1,42±1,54-1,45±1,28 Sebagian besar contoh mengalami status gizi normal berdasarkan TB/U, pada balita (60%) sedangkan pada balita tidak (70%). Berdasarkan hasil uji statistik tidak ada perbedaan yang signifikan antara status gizi berdasarkan TB/U dengan balita dan tidak yang ditunjukan dengan nilai p=0,932 (p>0,05). Penderita dapat berlangsung sampai dengan 14 hari karena berdasarkan proses akut tersebut, akan tetapi jika ditangani dengan baik dan status gizi seseorang baik maka proses penyembuhan bisa lebih cepat. Oleh karena itu mengapa dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaan status gizi antara penderita dan tidak, karena parameter yang digunakan adalah tinggi badan menurut umur, dimana parameter tersebut menggambarkan keadaan gizi masa lampau.

24 Status Gizi BB/TB Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Hal ini didukung dengan faktor-faktor seperti konsumsi, pengetahuan dalam memilih makanan, pendapatan, akses pangan, pelayanan kesehatan, serta pola asuh yang baik. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat kini/sekarang (Supariasa 2001). Berikut adalah sebaran status gizi contoh berdasarkan BB/TB. Tabel 31 Sebaran status gizi contoh berdasarkan BB/TB Kategori Tidak Kurus (-2.00 SD) 6 20, ,70 Normal (-2.00 SD ± 2.00 SD) 24 80, ,30 Gemuk (>2.00 SD) 0 00, ,00 Total , ,00 Rata-rata z-skor -1,054 ± 1,124-0,898 ± 1,057 Status gizi berdasarkan berat badan menurut tinggi badan secara umum berkategori normal. Balita yang menderita mayoritas 80% dan balita tidak menderita 83,30%. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara status gizi balita yang menderita dan tidak menderita berdasarkan BB/TB yang ditunjukan oleh p=0,74 (p>0,05). Hal ini dikarenakan berat badan balita mayoritas normal, pertumbuhan dan perkembangan berat badan dan tinggi badan berlangsung normal. Artinya meningkatnya berat badan diiringi dengan bertambahnya tinggi badan balita sehingga anak terlihat normal. pada balita dapat menyebabkan tubuh menjadi kurus karena zat gizi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan terganggu melawan infeksi yang masuh kedalam tubuh. Namun dalam penelitian ini efek dari infeksi tersebut terhadap status gizi tidak terlihat.

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh : ERY MAITATORUM J

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh : ERY MAITATORUM J HUBUNGAN STATUS GIZI, ASUPAN PROTEIN DAN ASUPAN SENG DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK BALITA DI RW VII KELURAHAN SEWU, KECAMATAN JEBRES, KOTA SURAKARTA SKRIPSI Skripsi ini

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakancg Pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat pertumbuhan yang terjadi sebelumnya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Energi dan Protein 1. Kebutuhan Energi Energi digunakan untuk pertumbuhan, sebagian kecil lain digunakan untuk aktivitas, tetapi sebagian besar dimanfaatkan untuk metabolisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Konsumsi Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas, karena pada dua tahun pertama pasca kelahiran merupakan masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa ini terjadi pertahapan perubahan yang sangat cepat. Status kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. masa ini terjadi pertahapan perubahan yang sangat cepat. Status kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana pertumbuhan manusia, pada masa ini terjadi pertahapan perubahan yang sangat cepat. Status kesehatan dan gizinya dapat mudah terpengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi Energi dan Protein 1. Energi Tubuh memerlukan energi sebagai sumber tenaga untuk segala aktivitas. Energi diperoleh dari makanan sehari-hari yang terdiri dari berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA 1 GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA 2 PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunankesehatan Tdk sekaligus meningkat kan mutu kehidupan terlihat dari meningkatnya angka kematian orang dewasa karena penyakit degeneratif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Penyebabnya adalah terjadinya hambatan aliran darah pada arteri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang di nyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi atau tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi status kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pelatihan dan Pendidikan Baby Sitter Rabu 4 November 2009 Pengertian Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab Ghidza yang berarti makanan Ilmu gizi adalah ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia salah satunya di lihat dari angka kematian dan kesakitan balita. Masa balita merupakan kelompok yang rawan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi pada periode tahun 2012 mencapai 50-63% yang terjadi pada ibu hamil, survei yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Pra-Sekolah Anak pra-sekolah / anak TK adalah golongan umur yang mudah terpengaruh penyakit. Pertumbuhan dan perkembangan anak pra-sekolah dipengaruhi keturunan dan faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Serat Di Indonesia sayur cukup mudah diperoleh, petani pada umumnya menanam guna mencukupi kebutuhan keluarga. Pemerintah juga berusaha meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Kimia Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara kadar Zn, Se, dan Co pada rambut siswa SD dengan pendapatan orang tua yang dilakukan pada SDN I Way Halim Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur

Lebih terperinci

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh 31 Karakteristik Sosial Ekonomi keluarga Umur orangtua Sebaran umur orangtua contoh dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu kelompok remaja (

Lebih terperinci

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 METABOLISME MINERAL PADA WANITA HAMIL : KALSIUM DAN FOSFOR Selama kehamilan metabolisme kalsium dan fosfor mengalami perubahan. ABSORBSI kalsium dalam darah menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak negara di dunia termasuk Indonesia. Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan salah satu masalah gizi

Lebih terperinci

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA BAB II T1NJAUAN PUSTAKA A. Pola Konsumsi Anak Balita Pola konsumsi makan adalah kebiasaan makan yang meliputi jumlah, frekuensi dan jenis atau macam makanan. Penentuan pola konsumsi makan harus memperhatikan

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Prasekolah

TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Prasekolah 4 TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Prasekolah Kelompok anak usia prasekolah terdiri atas 2 kelompok, yaitu anak usia 1-3 tahun dan usia 4-6 tahun (PERSAGI 1990). Usia prasekolah merupakan periode keemasan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada

Lebih terperinci

MAKALAH GIZI ZAT BESI

MAKALAH GIZI ZAT BESI MAKALAH GIZI ZAT BESI Di Buat Oleh: Nama : Prima Hendri Cahyono Kelas/ NIM : PJKR A/ 08601241031 Dosen Pembimbing : Erwin Setyo K, M,Kes FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok anak sekolah merupakan salah satu segmen penting di masyarakat dalam upaya peningkatan pemahaman dan kesadaran gizi sejak dini. Anak sekolah merupakan sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Status gizi atau tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang (Suhardjo, 1989). Menurut Roedjito

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena

Lebih terperinci

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Kontribusi Tingkat Kontribusi Tingkat Protein Konsumsi Zat Pemilihan Konsumsi Protein Besi Besar Lauk Zat Lauk Daya Protein Hewani Pengetahuan Keluarga Lauk Sayuran Besi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Primer 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang biasa menyerang paru tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa alam, dan sebagainya, yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11) anemia. (14) Remaja putri berisiko anemia lebih besar daripada remaja putra, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit dalam darah kurang dari yang dibutuhkan

Lebih terperinci

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi DIIT SERAT TINGGI Deskripsi Serat makanan adalah polisakarida nonpati yang terdapat dalam semua makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi berpengaruh baik untuk kesehatan. Serat terdiri

Lebih terperinci

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia ISSN 2442-7659 InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI di Indonesia 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh VIKA YUNIATI J 300 101

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang sampai saat ini masih terdapat di Indonesia yang dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok adalah salah satu perilaku hidup yang tidak sehat yang dapat merugikan dan sangat mengganggu bagi diri sendiri maupun orang lain disekelilingnya khususnya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, tetapi juga perkembangan kecerdasaanya. (Kurniasih,dkk, 2010). Namun, anak usia di bawah lima tahun (balita)

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, tetapi juga perkembangan kecerdasaanya. (Kurniasih,dkk, 2010). Namun, anak usia di bawah lima tahun (balita) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan anak di usia balita merupakan hal yang menentukan perkembangan fisik dan mental serta keberhasilan di usia selanjutnya. Pola makan bergizi seimbang pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan antropometri (berat badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya) dari waktu ke waktu, tetapi lebih

Lebih terperinci

pelajaran 1 Apa itu Kelaparan dan Kekurangan Gizi dan Siapa yang Menderita Kelaparan?

pelajaran 1 Apa itu Kelaparan dan Kekurangan Gizi dan Siapa yang Menderita Kelaparan? tingkat lanjutan pelajaran 1 Apa itu Kelaparan dan Kekurangan Gizi dan Siapa yang Menderita Kelaparan? Pelajaran ini dirancang untuk jangka waktu 45-60 menit, tapi guru dapat menambah atau mengurangi bahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang memiliki fisik tanggung, mental yang kuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan satu dari empat masalah gizi yang ada di indonesia disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah gangguan akibat kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

MODUL NUTRITION FOR SKIN

MODUL NUTRITION FOR SKIN MODUL NUTRITION FOR SKIN EDISI 1, 14 DESEMBER 2015 POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA BY YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd NUTRITIONAL SKIN CARE Kulit manusia secara kontinyu terekspos pengaruh internal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Desa Desa Paberasan merupakan salah satu desa yang terletak di Kabupaten Sumenep, Propinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Paberasan yaitu: Sebelah utara : Desa Poja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia

Lebih terperinci

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) BAB I PENDAHALUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi masih merupakan beban berat bagi bangsa, hakekatnya berpangkal dari keadaan ekonomi dan pengetahuan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronik yang tidak. umumnya berkembang lambat. Empat jenis PTM utama menurut WHO

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronik yang tidak. umumnya berkembang lambat. Empat jenis PTM utama menurut WHO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronik yang tidak ditularkan dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat. Empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Status Gizi Status Gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masalah Gizi Pada Anak Balita Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Akan tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang berakibat buruk bagi penderita terutama golongan rawan gizi yaitu anak balita, anak sekolah, remaja, ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari nilai normal kelompok yang bersangkutan (WHO, 2001). Anemia merupakan kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa, 2002).

BAB II TINJAUAN TEORITIS. fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa, 2002). BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. Gizi 1.1. Pengertian Gizi Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, dan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Periode emas tersebut dapat diwujudkan apabila pada masa ini, bayi dan anak mendapatkan asupan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP), dan jumlahnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4.

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4. LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PERILAKU GIZI SEIMBANG IBU KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI DAN KESEHATAN BALITA DI KABUPATEN BOJONEGORO Nama sheet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi

Lebih terperinci

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan Mengatur Berat Badan Pengaturan berat badan adalah suatu proses menghilangkan atau menghindari timbunan lemak di dalam tubuh. Hal ini tergantung pada hubungan antara jumlah makanan yang dikonsumsi dengan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009 KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009 No. Responden : Kelas : Diisi oleh peneliti Petunjuk: Jawablah pertanyaan di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.35% per tahun, sehingga setiap tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD HASIL DAN PEMBAHASAN Keikutsertaan PAUD Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah konsep bermain sambil belajar yang merupakan fondasi yang akan mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan anak merupakan praktik yang tersebar luas didunia. UNICEF (2010) mencatat bahwa sekitar 60% anak perempuan di dunia menikah di bawah usia 18 tahun. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat yang di pengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi di nilaidengan ukuran atau parameer gizi.balita yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Gizi Besi Anemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi

Lebih terperinci