UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH LIGASI PATENT DUCTUS ARTERIOSUS PADA OPERASI MODIFIKASI PINTAS BLALOCK TAUSSIG TESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH LIGASI PATENT DUCTUS ARTERIOSUS PADA OPERASI MODIFIKASI PINTAS BLALOCK TAUSSIG TESIS"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH LIGASI PATENT DUCTUS ARTERIOSUS PADA OPERASI MODIFIKASI PINTAS BLALOCK TAUSSIG TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Spesialis Bedah Toraks Kardio Vaskular Tommy Dharmawan FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU BEDAH TORAKS KARDIOVASKULER JAKARTA APRIL 2015

2

3 HALAMAN PERNYATAN ORISINALITAS Tesis ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Tommy Dharmawan NPM : Tanda tangan : Tanggal : 29 April 2015! iii!

4 UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis telah berhasil menyelesaikan tesis ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar dokter Spesialis Bedah Toraks Kardio Vaskular Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih, hormat, dan penghargaan terhadap semua pihak yang telah turut mendukung dan membimbing, mendidik, dan membantu penulis dalam bentuk apapun selama menempuh pendidikan. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih, rasa hormat, dan penghargaan kepada : 1. DR. dr. Jusuf Rachmat, SpB, Sp.BTKV(K), MARS, Ketua Program Studi Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, keteladanan, dan dukungan kepada penulis selama menjalani pendidikan. Beliau juga adalah pembimbing utama tesis yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan, motivasi, dan membuka wawasan keilmuan yang lebih luas kepada penulis hingga selesainya karya tulis akhir ini dengan penuh kesabaran. 2. Dr. Dicky Fakhri SpB, SpBTKV, yang tidak hanya membimbing penulisan karya tulis akhir, namun juga memberikan semangat, nasehat dan membangkitkan kepercayaan diri penulis. 3. Dr. Aria Kekalih MTI, pembimbing statistik yang telah meluangkan waktu untuk memberi bimbingan kepada penulis hingga selesainya karya tulis akhir ini. 4. dr. Tarmizi Hakim Sp.B, Sp.BTKV (K), dr. Maizul Anwar Sp.B, Sp.BTKV (K), dr. Tri Wisesa Sp.B, Sp.BTKV (K), MARS; dr. Dudy A. Hanafy Sp.BTKV, MARS; dr. Arinto Bono Adji Sp.BTKV MARS, dr. Sugisman Sp.BTKV, dr. Dicky Alighery Sp.BTKV, dan dr. Amin Tjubandi Sp.BTKV atas kesabaran, kesempatan, bimbingan! iv!

5 dan masukan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan dalam bidang bedah jantung dewasa Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. 6. Dr. Dicky Fakhri Sp.B, Sp.BTKV (K), dr. Pribadi W. Busro Sp.BTKV, dr. Budi Rachmat Sp.BTKV, dan dr. Salomo Purba Sp.BTKV, atas kesabaran, bimbingan dan masukan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan dalam bidang bedah jantung pediatric dan kongenital di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. 7. Alm. Prof dr. Ismid D.I. Busro Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Agung Wibawanto Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Frans B. Busro Sp.B, Sp.BTKV, dr. M. Arman Sp.BTKV, dr. Susan H.M Sp.BTKV atas kesabaran, kesempatan, dan bimbingan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan dalam bidang bedah toraks di RS Persahabatan. 8. Dr. Wuryantoro Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Suprayitno Sp.BTKV, dr. M Arza Putra SpBTKV, dr. Dhama Shinta Susanti SpBTKV atas kesabaran, kesempatan, dan bimbingan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan dalam bidang bedah toraks di RS. Cipto Mangunkusumo. 9. Dr. Kol (Purn) Sutopo Kirlan Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Kol (Purn) Marsono Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Kolonel Andreas Lensoen Sp.B, Sp.BTKV, dr. Letkol Wijoyo Hadi Sp.B, Sp.BTKV, dr. Letkol A.W Taufik Sp.BTKV atas kesempatan dan bimbingan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan di RSPAD Gatot Subroto. 10. Prof. dr. med Puruhito Sp.B, Sp.BTKV(K), Prof.Dr.dr.med Paul Tahalele Sp.B,Sp.BTKV(K), dr. Agung Prasmono Sp.B, SpBTKV, dr. Heroe Soebroto Sp.B, Sp.BTKV, dr. Yan Efrata Sp.B, Sp.BTKV, dr Okky Revianto SpBTKV, dr Dhihintia Jiwangga SpBTKV, atas kesempatan, bimbingan dan masukan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan dalam bidang Toraks Kardio Vaskular di RSUD Dr Soetomo Surabaya. 11. Seluruh dokter konsulen Kardiologi, Pulmonologi, Ilmu Penyakit Dalam, Anestesi, Perfusi, dan ICU di Pusat pendidikan di RS. Harapan Kita, RS. Ciptomangunkusumo, RS. Persahabatan, RSPAD Gatot Subroto. 12. Sejawat dokter dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Bedah Toraks Kardio Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.! v!

6 13. Para perawat dan karyawan Bagian Bedah Toraks Kardio Vaskular di RSUP Cipto Mangunkusumo, RS Persahabatan, RS Harapan Kita/PJN, RS dr Soetomo Surabaya, RSPAD Gatot Subroto. 14. Para pasien Ucapan rasa syukur dan terima kasih yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata penulis persembahkan kepada orang tua penulis, ayahanda Imam Suharto dan ibunda Sutini, juga kepada mertua penulis, dr. H. Tarmizi Hakim Sp.B, SpBTKV (K) dan ibu Burlini Hakim, yang merupakan sosok teladan, idola dan pahlawan dalam hidup penulis, yang telah memberikan kasih sayang dan pengorbanan yang sedemikian besar demi membesarkan, membimbing, mendidik, mendoakan, dan mendukung perjalanan hidup dan pendidikan penulis dalam suka maupun duka. Kepada istri tercinta, dr. Tiara Bunga Mayang Permata, MARS yang dengan sabar senantiasa mendampingi penulis selama dalam pendidikan, semoga Alloh S.W.T melimpahkan pahala dan kemuliaan yang tak terhingga kepadanya, serta anakku terkasih Pelangi Tanisha Dharmawan, yang menjadi penyemangat dan pelita dalam keluarga. Mohon maaf atas segala waktu yang terlewatkan tanpa kehadiran penulis diantara kalian. Dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam usaha menyelesaikan tesis ini. Semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa membalas semua jasa baik tersebut. Akhir kata, tesis ini masih jauh dari sempurna dan penuh dengan segala keterbatasan. Diperlukan penelitian lebih mendalam demi kemajuan Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular. Semoga Alloh S.W.T senantiasa melimpahkan rachmat serta karunia-nya kepada kita semua. Amin Jakarta, 29 April 2015 Penulis, dr. Tommy Dharmawan! vi!

7 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Tommy Dharmawan NPM : Program Studi : Proram Pendidikan Dokter Spesialis I Departemen : Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular Fakultas : Kedokteran Jenis Karya : Tesis Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Nonexclusive Royalty Free Right) atas karya saya yang berjudul : Pengaruh ligasi patent ductus arteriosus pada operasi modifikasi pintas Blalock Taussig beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan hak bebas royalty noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 29 April 2015 Yang menyatakan, (Tommy Dharmawan)! vii!

8 ABSTRAK Nama : Tommy Dharmawan Program Studi : Kedokteran Judul :Pengaruh ligasi patent ductus arteriosus pada operasi modifikasi pintas Blalock Taussig Pendahuluan Keputusan untuk melakukan ligasi Patent Ductus Arteriosus pada saat operasi modifikasi pintas Blalock Taussig pada pasien neonatus dengan duct dependent masih diperdebatkan. Tujuan penelitian ini adalah mencari hubungan antara melakukan ligasi patent ductus arteriosus durante operasi modifikasi pintas Blalock Taussig dengan luaran klinis pada pasien neonatus dengan duct dependent. Metode Penelitian retrospektif ini mencakup neonatus dengan duct dependent yang menjalani operasi modifikasi pintas Blalock Taussig di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita antara Januari 2009 sampai Desember Lama rawat, lama penggunaan ventilator, skor inotropik, kejadian low cardiac output syndrome, kejadian resusitasi, reintervensi dan mortalitas pasca operasi menjadi luaran klinis yang diteliti. Hasil Tujuh puluh enam neonatus (usia rata rata 11 ± 5,5 hari) menjalani operasi modifikasi pintas Blalock Taussig. Tindakan ligasi patent ductus arteriosus dilakukan pada 31 pasien. Pada kelompok pasien yang dilakukan ligasi patent ductus arteriosus ditemukan angka kejadian low cardiac output syndrome lebih tinggi (32,2 % versus 13,3%, p = 0,047) dan skor inotropik yang lebih tinggi (median 10,1 versus 7,9; p = 0,049). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara lama rawat, lama penggunaan ventilator, kejadian resusitasi, kejadian reintervensi dan mortalitas antara kedua kelompok. Kesimpulan Pada neonatus dengan duct dependent, ligasi PDA durante operasi modifikasi pintas Blalock Taussig berkaitan dengan peningkatan angka kejadian low cardiac output syndrome dan skor inotropik pada periode pasca operasi. Kata kunci: ligasi patent ductus arteriosus, operasi modifikasi pintas Blalock Taussig, luaran klinis.!!!!!! viii!

9 ABSTRACT Name : Tommy Dharmawan Study Program : Medicine Title : Effects of patent ductus arteriosus ligation during intra operative of modified Blalock Taussig shunt operation Objective The question of whether to ligate the patent ductus arteriosus when performing modified Blalock-Taussig shunt surgery in neonates is still a controversy. The aim of this report was to compare the results of ligate versus non ligate of the patent ductus arteriosus during modified Blalock Taussig shunt surgery in neonates with duct dependent. Patient and methods This retrospective study included neonates with duct dependent diagnosis who underwent modified Blalock Taussig shunt surgery at Harapan Kita National Cardiovascular Center from January 2009 to December Hospital stay, intubation time, inotropic score, low cardiac output syndrome event, resuscitation event, reintervention event, and mortality postoperative were studied as clinical outcomes. Results Seventy-six neonates (mean age 11 ± 5.5 days) underwent a modified Blalock Taussig procedure. The arterial duct was ligated in 31 patients. Compared with patients in whom the patent ductus arteriosus was left open, patients with a surgically closed arterial duct had a higher incidence of low cardiac output syndrome (32.2 % versus 13.3%, p = 0,047) and higher inotropic score (median 10.1 versus 7.9; p = 0.049). There were no significant difference between length of hospital stay, time to extubation, resuscitation event, reintervention event and mortality between the two groups. Conclusions In newborns with duct dependent, ductal ligation during Modified Blalock Taussig shunt procedure is associated with increased incidence of low cardiac output syndrome events and higher inotropic score during the postoperative period. Keywords : ligation patent ductus arteriosus, modified Blalock Taussig shunt operation, clinical outcomes.!!!!!! ix!

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN ii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS iii UCAPAN TERIMA KASIH iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH vii ABSTRAK viii ABSTRACT ix DAFTAR ISI x DAFTAR TABEL xii DAFTAR SINGKATAN xiii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Pertanyaan penelitian Hipotesis Tujuan Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat 4 2. TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Blalock Taussig shunt Blalock-Taussig shunt klasik Modifikasi Pintas Blalock Taussig Modifikasi Pintas Blalock Taussig tanpa ligasi PDA Modifikasi Pintas Blalock Taussig dengan ligasi PDA 7 3. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Waktu dan tempat Penelitian Populasi dan sampel penelitian Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Teknik pengambilan sampel Cara kerja Identifikasi variabel Pengumpulan data Pengolahan dan analisis data Penyajian data Interpretasi data Pelaporan hasil Etika penelitian Batasan Operasional Kerangka teori 17! x!

11 3.11 Kerangka konsep Alur penelitian HASIL PENELITIAN Gambaran karakteristik data usia berat badan dan diagnosis pre operatif Gambaran karakteristik data intra bedah Analisis univariate ligasi PDA dengan luaran klinis Analisis multivariate PEMBAHASAN Peranan variabel independen terhadap luaran klinis Keterbatasan dan kekurangan penelitian KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 42 DAFTAR PUSTAKA 43 LAMPIRAN (instrumen penelitian) 45! xi!

12 DAFTAR TABEL Tabel 1. Perbandingan rerata usia dan berat badan pasien antara kelompok tanpa ligasi dan kelompok dengan ligasi PDA 20 Tabel 2. Perbandingan klasifikasi pasien berdasarkan diagnosis antara kelompok tanpa ligasi dan kelompok dengan ligasi PDA 21 Tabel 3. Perbandingan rerata lama rawat berdasarkan klasifikasi diagnosis pre operatif 22 Tabel 4. Perbandingan rerata lama penggunaan ventilator berdasarkan klasifikasi diagnosis pre operatif 22 Tabel 5. Perbandingan rerata skor inotropik berdasarkan klasifikasi diagnosis pre operatif 23 Tabel 6. Perbandingan rerata insidensi low cardiac output syndrome berdasarkan klasifikasi diagnosis pre operatif 24 Tabel 7. Perbandingan rerata insidensi resusitasi berdasarkan klasifikasi diagnosis pre operatif 24 Tabel 8. Perbandingan rerata insidensi reintervensi berdasarkan klasifikasi diagnosis pre operatif 25 Tabel 9. Perbandingan rerata insidensi mortalitas berdasarkan klasifikasi diagnosis pre operatif 25 Tabel 10. Perbandingan jumlah pasien berdasarkan penggunaan mesin pintas jantung paru dan klem silang aorta antara kelompok tanpa ligasi dan kelompok dengan ligasi PDA 26 Tabel 11. Perbandingan rerata normalized shunt area antara kelompok tanpa ligasi dan kelompok dengan ligasi PDA 26 Tabel 12. Perbandingan rerata kejadian LCOS, resusitasi, reintervensi dan mortalitas antara kelompok tanpa ligasi PDA dan kelompok dengan ligasi PDA 27 Tabel 13. Perbandingan rerata lama rawat, lama penggunaan ventilator, dan skor inotropik antara kelompok tanpa ligasi PDA dan kelompok dengan ligasi PDA 28 Tabel 14. Analisis multivariate hubungan kejadian resusitasi dengan ligasi PDA dan variabel perancu 30 Tabel 15. Analisis multivariate hubungan kejadian reintervensi dengan ligasi PDA dan variabel perancu 31 Tabel 16. Analisis multivariate hubungan mortalitas dengan ligasi PDA dan variabel perancu 32 Tabel 17. Analisis multivariate hubungan kejadian LCOS dengan ligasi PDA dan variabel perancu 33 Tabel 18. Analisis multivariate hubungan kejadian skor inotropik dengan ligasi PDA dan variabel perancu 34 Tabel 19. Analisis multivariate hubungan lama rawat dengan ligasi PDA dan variabel perancu 35 Tabel 20. Analisis multivariate hubungan lama penggunaan ventilator dengan ligasi PDA dan variabel perancu 36! xii!

13 DAFTAR SINGKATAN CPB = cardiopulmonary bypass DORV VSD = Double outlet right ventricle ventricle septal defect ICU = Intensive Care Unit JAMA = Journal of the American Medical Association LCOS = Low cardiac output syndrome MBTS = Modified Blalock Taussig Shunt mm = millimeter NSA = Normalized Shunt Area PA = Pulmonal atresia PA-IVS = Pulmonal atresia intact ventricular septum PA-VSD = Pulmonal atresia ventricular septal defect PA-CAVSD = Pulmonal atresia complete atrioventicular septal defect PDA = patent ductus arteriosus PS = Pulmonal stenosis PTFE = Poly tetra fluoro ethylene Qp = aliran darah ke sirkulasi pulmonal Qs = aliran darah ke sirkulasi sistemik ROSC = return of spontaneous circulation SD = Standar deviasi TA = Tricuspid atresia TGA IVS = Transposition of great arteries intact ventricular septum TOF = Tetralogy of Fallot!!!!!!! xiii!

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada neonatus dengan atresia pulmonalis aliran darah ke sirkulasi pulmonal tergantung dari patent ductus arteriosus (PDA) dan umumnya akan menjalani operasi modifikasi pintas Blalock Taussig. Hal tersebut karena PDA dapat menutup spontan jam pasca kelahiran dan menutup secara sempurna setelah 3 minggu pasca kelahiran sehingga pada kondisi duct dependent tersebut diperlukan pintas buatan pengganti PDA melalui operasi modifikasi pintas Blalock Taussig. Melalui operasi tersebut aliran darah ke sirkulasi pulmonal akan terjamin dan saturasi oksigen di arteri sistemik akan meningkat. Selain itu, operasi modifikasi pintas Blalock Taussig dapat berfungsi meningkatkan ukuran arteri pulmonal dan menambah volume cairan yang melintasi ventrikel kiri. 1 Operasi pintas aliran darah sistemik ke pulmonal telah terbukti efektif sebagai operasi paliatif pada neonatus dengan penyakit jantung kongenital yang sianotik. Dari berbagai pilihan operasi pintas sistemik ke pulmonal, operasi modifikasi pintas Blalock-Taussig yang diperkenalkan oleh de Leval telah diterima dan dilakukan oleh kalangan dokter bedah jantung anak. Namun, angka mortalitas pasca operasi modifikasi pintas Blalock-Taussig pada neonatus cukup tinggi berkisar antara 3% sampai14%. 2, 3 Trombosis akut dari pintas Blalock Taussig adalah penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas pasca operasi modifikasi Blalock Taussig. Resistensi vaskular pulmonal yang tinggi dan ukuran arteri pulmonal yang kecil adalah penyebab utama komplikasi terjadinya trombosis akut pada neonatus. Hal itu menyebabkan dokter bedah jantung tidak melakukan penutupan patent ductus arteriosus (PDA) agar aliran darah ke sirkulasi pulmonal tetap ada jika terjadi trombosis akut pada pintas yang dibuat pasca operasi. 4 1

15 2 Penutupan PDA dengan cara ligasi merupakan tindakan yang sering dilakukan bersamaan dengan tindakan operasi pintas Blalock Taussig. Penutupan tersebut dilakukan karena PDA dapat menjadi sumber aliran darah yang kompetitif dengan pintas Blalock Taussig. Aliran darah yang kompetitif melalui PDA menyebabkan aliran darah yang menuju pintas Blalock Taussig berkurang. Selain itu, jika PDA tidak ditutup maka dapat menyebabkan berlebihnya aliran darah ke sirkulasi pulmonal sehingga terjadi kondisi sindrom curah jantung rendah ke sirkulasi sistemik. 5 Sampai saat ini tidak ada konsensus apakah PDA harus ditutup atau tidak saat intra operatif operasi modifikasi pintas Blalock Taussig pada neonatus dengan aliran darah pulmonal yang tergantung dengan PDA. 4 Pintas Blalock-Taussig klasik diperkenalkan oleh Alfred Blalock dengan cara anastomosis langsung end-to-side antara arteri subklavia yang sudah dipotong ke arteri pulmonal. Kelemahan dari teknik ini adalah risiko iskemia lengan, walaupun terdapat kolateral. Kerugian lainnya adalah risiko cedera saraf seperti nervus laringeus rekuren, nervus frenikus, dan sindrom Horner. Operasi modifikasi pintas Blalock-Taussig dilakukan sejak tahun 1962, Klinner yang memperkenalkan teknik ini pertama kali dengan menggunakan konduit sintetik untuk mencegah efek pemutusan arteri pada operasi klasik. Keuntungannya adalah lebih mudah dilakukan pada sisi yang bersamaan dengan sisi arkus aorta, distorsi pada arteri pulmonalis akan lebih sedikit, dan penutupan pada tahap operasi selanjutnya dapat dilakukan lebih mudah. Interposisi antara arteri subklavia dengan arteri pulmonalis memakai konduit sintetis polytetrafluoroethylene (PTFE). 1 Ukuran pintas sintetis menjadi salah satu poin penting karena semakin besar ukuran pintas maka semakin besar juga aliran darah ke sirkulasi pulmonal yang mengakibatkan aliran darah ke koroner dan juga ke sistemik berkurang. 4 Namun ukuran pintas yang kecil sering menyebabkan peningkatan risiko komplikasi terjadinya keadaan trombosis akut pada pintas sehingga terjadi obstruksi. 6 Luaran klinis pasca operasi modifikasi pintas Blalock Taussig yang ingin dinilai pada

16 3 penelitian ini adalah insidensi resusitasi, reintervensi, LCOS, skor inotropik sebagai luaran klinis primer dan lama rawat serta lama penggunaan ventilator sebagai luaran klinis sekunder. Penatalaksanaan pasca operasi modifikasi Blalock Taussig di ruang rawat intensif pada beberapa hari pertama memang tidak mudah. Dokter bedah harus dapat mengetahui atau memprediksi kapan terjadinya trombosis akut atau keadaan kelebihan aliran ke sirkulasi pulmonal. Dokter bedah harus dapat melakukan usaha preventif untuk menghindari faktor-faktor risiko yang bisa menyebabkan pasien jatuh ke keadaan trombosis akut atau kondisi kelebihan aliran ke sirkulasi pulmonal. 4 Kondisi yang rumit tersebut dan belum adanya konsensus yang jelas memicu peneliti untuk dapat mengetahui pengaruh ligasi PDA pada operasi modifikasi pintas Blalock Taussig Rumusan Masalah Pertanyaan apakah melakukan ligasi PDA ketika melakukan operasi modifikasi pintas Blalock-Taussig pada neonatus akan menimbulkan perbedaan luaran klinis yang lebih buruk belum terjawab dengan pasti. Penelitian ini membandingkan luaran klinis pasca operasi modifikasi pintas Blalock Taussig dengan atau tanpa dilakukannya ligasi PDA Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat hubungan antara tindakan ligasi patent ductus arteriosus pada operasi modifikasi pintas Blalock Taussig dengan perburukan luaran klinis pada pasien neonatus dengan duct dependent Hipotesis Penelitian Terdapat hubungan antara tindakan ligasi patent ductus arteriosus pada operasi modifikasi pintas Blalock Taussig dengan perburukan luaran klinis pasien neonatus dengan duct dependent.

17 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh ligasi patent ductus arteriosus pada operasi modifikasi pintas Blalock Taussig terhadap perburukan luaran klinis pada pasien neonatus dengan duct dependent Tujuan Khusus 1. Diketahuinya data perbandingan insidensi resusitasi pasca operasi modifikasi pintas Blalock Taussig yang disertai ligasi PDA maupun yang tidak diligasi PDA. 2. Diketahuinya data perbandingan insidensi reintervensi pasca operasi modifikasi pintas Blalock Taussig yang disertai ligasi PDA maupun yang tidak diligasi PDA. 3. Diketahuinya data perbandingan insidensi mortalitas pasca operasi modifikasi pintas Blalock Taussig yang disertai ligasi PDA maupun yang tidak diligasi PDA. 4. Diketahuinya data perbandingan insidensi low cardiac output syndrome pasca operasi modifikasi pintas Blalock Taussig yang disertai ligasi PDA maupun yang tidak diligasi PDA. 5. Diketahuinya data perbandingan skor inotropik pasca operasi modifikasi pintas Blalock Taussig yang disertai ligasi PDA maupun yang tidak diligasi PDA. 6. Diketahuinya data perbandingan lama rawat pasca operasi modifikasi pintas Blalock Taussig yang disertai ligasi PDA maupun yang tidak diligasi PDA. 7. Diketahuinya data perbandingan lama penggunaan ventilator pasca operasi modifikasi pintas Blalock Taussig yang disertai ligasi PDA maupun yang tidak diligasi PDA Manfaat Penelitian 1. Diketahuinya hubungan ligasi PDA pada operasi modifikasi pintas Blalock Taussig dengan perburukan luaran klinis pada pasien neonatus dengan duct dependent. 2. Memberikan masukan untuk prosedur pelayanan rumah sakit.

18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Blalock Taussig shunt Ilmu kedokteran modern tahun 1945 mengalami revolusi ketika Dr Alfred Blalock dan asistennya Vivien Thomas melakukan operasi yang membuat koneksi antara arteri sistemik dan arteri pulmonal atau lebih dikenal dengan nama Blalock Taussig shunt. Mereka berdua mencatat penemuan revolusioner tersebut di Journal of the American Medical Association (JAMA) tahun Menurut sejarah, Helen Taussig, kardiolog anak di Rumah Sakit Johns Hopkins tahun 1940, memiliki beberapa pasien anak dengan kelainan jantung kongenital sianotik dengan obstruksi pada sistem jantung kanan baik itu dalam bentuk pulmonal stenosis atau pulmonal atresia. Dalam beberapa tulisannya, Taussig mengemukakan bahwa derajat sianotik pasien meningkat setelah dilakukan penutupan duktus arteriosus. Taussig lalu berbicara dengan Robert Gross, seorang dokter bedah jantung di Boston yang pertama kali melakukan operasi ligasi duktus arteriosus di tahun Taussig meminta Gross untuk melakukan operasi yang membuat saluran seperti duktus arteriosus pada pasien sianotik. Namun Gross menolak, lalu Taussig menghubungi Alfred Blalock, kepala bedah jantung di RS Johns Hopkins. Blalock ternyata telah melakukan percobaan anastomosis arteri subklavia ke arteri pulmonal pada hewan coba. Blalock lalu melakukan operasi tersebut pertama kali pada bayi berumur 15 bulan dengan kelainan jantung sianotik berat. 1 5

19 6 2.2 Blalock-Taussig shunt klasik Pintas Blalock-Taussig yang klasik adalah yang diperkenalkan oleh Alfred Blalock yaitu anastomosis langsung end-to-side antara arteri subklavia atau arteri innominata ke arteri pulmonal. Kelemahan dari teknik ini adalah risiko iskemia lengan, walaupun hal itu jarang terjadi karena terdapat kolateral. Kerugian lainnya adalah risiko cedera saraf seperti nervus laringeus rekuren, nervus frenikus, nervus vagus, dan sindrom Horner Modifikasi Pintas Blalock-Taussig Operasi modifikasi pintas Blalock-Taussig dilakukan sejak tahun 1962, Klinner yang memperkenalkan teknik ini pertama kali dengan menggunakan konduit sintetik untuk mencegah efek mutilasi arteri pada operasi yang klasik. Keuntungannya adalah bisa lebih mudah dilakukan pada sisi yang bersamaan dengan sisi arkus aorta, distorsi pada arteri pulmonal akan lebih sedikit, dan jika diperlukan penutupan pada tahap operasi selanjutnya dapat dengan mudah dilakukan. Anastomosis interposisi dengan konduit sintetik polytetrafluoroethylene (PTFE) dilakukan antara arteri subklavia dengan arteri pulmonal. 1 Dari penelitian Fermanis yang meneliti 51 pasien yang menjalani operasi modifikasi pintas Blalock Taussig dari tahun 1978 sampai 1990, ditemukan angka mortalitas dini (48 jam pasca operasi) sekitar 6% dan angka mortalitas 30 hari pasca operasi adalah 33%. Pemeriksaan post mortem hanya menyimpulkan adanya trombosis pintas pada 30% pasien yang mengalami kematian pasca operasi modifikasi Blalock Taussig. Angka kesintasan aktuarial 2 tahun hanya sekitar 58% dengan angka patensi dari pintas pada satu tahun adalah 87% dan angka patensi pada 2 tahun hanya 62%. 7 Penelitian dari Rao, melaporkan angka mortalitas sekitar 10,9%. Salah satu faktor risiko dari mortalitas tersebut adalah adanya reintervensi pasca operasi termasuk revisi dari pintas. Dari 46 pasien yang diteliti oleh Rao, terdapat 5 pasien yang meninggal pasca operasi. Pasien pertama meninggal karena keadaan kelebihan aliran

20 7 darah ke pulmonal dan lalu dilakukan kliping terhadap pintas namun akhirnya pasien meninggal karena tidak bisa disapih dari ventilator. Pasien kedua meninggal karena gagal jantung pasca operasi. Pasien ketiga meninggal karena terdapat riwayat perdarahan. Pasien keempat terdapat trombosis dari pintas lalu meninggal setelah menjalani reintervensi. Pasien kelima mengalami keadaan curah jantung sistemik yang rendah pasca operasi. 8 Di dunia saat ini terdapat dua pendekatan terhadap operasi modifikasi Blalock Taussig shunt yaitu dengan dan tanpa ligasi PDA Operasi modifikasi pintas Blalock Taussig tanpa ligasi PDA Trombosis akut dari pintas Blalock Taussig adalah penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas pada pasien pasca operasi modifikasi Blalock Taussig. Resistensi vaskular pulmonal yang tinggi dan ukuran pintas yang kecil adalah salah satu penyebab komplikasi terjadinya trombosis akut pada pintas yang dibuat. Selain itu risiko hiperkoagulabilitas, kesulitan teknik anastomosis, dan riwayat penurunan tekanan darah pasca operasi menjadi alasan tingginya risiko trombosis akut pada pintas. Hal itu menyebabkan dokter bedah jantung anak tidak melakukan penutupan PDA agar aliran darah ke sirkulasi pulmonal tetap ada jika terjadi trombosis akut dari pintas yang dibuat pasca operasi Operasi modifikasi pintas Blalock Taussig dengan ligasi PDA Di sisi lain, penutupan PDA melalui ligasi merupakan tindakan yang sering dilakukan bersamaan dengan tindakan operasi pintas Blalock Taussig. Walau patensi PDA bisa menjadi salah satu penyelamat pada keadaan obstruksi pintas awal atau pada peningkatan resistensi sirkulasi pulmonal pasca operasi, namun jika tidak ditutup maka bisa menyebabkan berlebihnya aliran darah ke sirkulasi pulmonal dan kondisi sindrom curah jantung rendah ke sirkulasi sistemik. 5 Selain itu, PDA dapat menjadi sumber aliran darah yang kompetitif terhadap pintas. Aliran darah yang kompetitif

21 8 tersebut dapat menyebabkan aliran ke pintas akan melambat sehingga meningkatkan risiko trombosis dari pintas. 5 Saat ini tidak ada konsensus yang jelas apakah PDA harus ditutup atau tidak saat intra operatif operasi modifikasi pintas Blalock Taussig pada neonatus dengan aliran darah pulmonal yang tergantung dengan PDA. 4 Selain tindakan ligasi PDA yang dapat menjadi salah satu faktor risiko luaran klinis dari operasi modifikasi pintas Blalock Taussig. Diagnosis pre operatif dan ukuran konduit juga menjadi faktor risiko dari perburukan luaran klinis pasien. Menurut Rao, diagnosis univentrikel menjadi salah satu faktor risiko dari morbiditas pasca operasi modifikasi pintas Blalock Taussig, 8 sedangkan Petrucci dalam penelitiannya menyatakan bahwa diagnosis PA-IVS atau univentrikel menjadi faktor prediktor jadi morbiditas pasca operasi. 9 Ukuran konduit juga berperan penting dalam operasi modifikasi pintas Blalock taussig. Umumnya ukuran konduit sintetik yang sering digunakan adalah 3; 3.5 dan 4 mm, sementara ukuran yang sering digunakan pada pasien neonatus dengan berat badan rata rata 3 kg adalah ukuran 3 mm. Ukuran pintas ini menjadi salah satu poin krusial karena semakin besar ukuran dari pintas maka semakin besar juga aliran darah ke sirkulasi pulmonal dan dapat mengakibatkan aliran darah sistemik tercuri lebih banyak ke aliran pulmonal. 5 Namun ukuran pintas yang kecil juga sering menyebabkan peningkatan risiko komplikasi terjadinya keadaan trombosis akut pada pintas. Penelitian dari Photiadis menyatakan bahwa pasien yang menjalani operasi modifikasi pintas Blalock Taussig dengan ukuran pintas yang lebih besar cenderung memiliki keadaan hemodinamik yang lebih stabil dengan dukungan inotropik yang lebih rendah asalkan mendapatkan pengawasan dari saturasi oksigen vena sentral berkala yang cermat disertai pemberian reduktor afterload jika terjadi rasio aliran darah ke pulmonal yang lebih tinggi dari aliran sistemik (rasio Qp/Qs yang tinggi). Ukuran konduit yang digunakan dalam penelitian Photiadis adalah menurut normalized shunt area (NSA) yaitu area potong lintang dari pintas dibagi dengan berat badan pasien. Misal ukuran pintas yang digunakan adalah 3.5 mm dengan berat

22 9 badan pasien 3 kg jadi normalized shunt area nya adalah (3,5 : 2) 2 x 3,14 : 3 = 3,21 mm 2 /kg. 6 Penggunaan mesin jantung paru dan klem silang aorta memang jarang digunakan pada operasi modifikasi pintas Blalock Taussig. Umumnya baru digunakan jika diperlukan tindakan konkomitan atrial septektomi. Rao mengungkapkan penggunaan mesin jantung paru dan klem silang aorta tidak menjadi faktor determinan dari luaran klinis. 8 Luaran klinis pasca operasi modifikasi pintas Blalock Taussig yang dapat dinilai yaitu luaran klinis primer dan sekunder. Luaran klinis primer antara lain insidensi resusitasi, reintervensi, mortalitas, LCOS dan skor inotropik. Luaran klinis sekundernya antara lain lama rawat dan lama penggunaan ventilator. Pada kelompok dengan ligasi PDA, LCOS bisa terjadi jika terjadi aliran darah ke sirkulasi pulmonal yang berlebihan sedangkan pada kelompok tanpa ligasi PDA, LCOS dapat terjadi jika terjadi sumbatan pada pintas. Keadaan LCOS dapat membuat pasien jatuh pada keadaan henti jantung dan henti nafas yang membutuhkan tindakan resusitasi. Jika resusitasi tidak berhasil, pasien dapat mengalami mortalitas. Jika terjadi LCOS maka diperlukan reintervensi segera yang bisa berupa tindakan penggantian pintas dengan ukuran yang lebih besar atau pembukaan kembali PDA yang sudah terligasi. 5 Keadaan LCOS tentu meningkatkan kebutuhan akan inotropik. Kebutuhan inotropik dapat dinilai dengan penggunaan skor inotropik yang pertama kali diperkenalkan oleh Wernofsky pada penelitian pasien neonatus yang menjalani operasi arterial switch. Skor ini kemudian digunakan secara luas untuk penelitian pasien neonatus yang menjalani operasi jantung pediatrik. 10 Selain kondisi intra operatif yang sulit, penatalaksanaan pasca operasi pasien dengan modifikasi Blalock Taussig di ruang rawat intensif pada hari hari pertama pasca operasi memang tidak mudah. Intensivis harus dapat melakukan usaha preventif menghindarkan faktor faktor risiko yang bisa menyebabkan pasien jatuh ke keadaan trombosis akut atau kondisi kelebihan aliran darah ke sirkulasi pulmonal. Pada

23 10 keadaan pasca operasi modifikasi Blalock Taussig yang diligasi PDAnya maka intensivis harus dapat mengetahui atau memprediksi kapan terjadinya trombosis akut. Pemberian heparin umumnya harus segera diberikan dan ditimbang dengan nilai aptt atau ACT dan juga keadaan perdarahan yang dipantau melalui produksi drain. Pada operasi modifikasi Blalock Taussig tanpa ligasi PDA, intensivis akan memanipulasi fraksi oksigen yang digunakan pada ventilator agar tetap rendah sehingga keadaan kelebihan aliran darah ke sirkulasi pulmonal dapat diminimalkan. Selain itu, jika masih ada prostaglandin yang digunakan pada keadaan PDA tidak diligasi maka prostaglandin tersebut akan disapih perlahan dosisnya sehingga diharapkan PDA dapat menutup perlahan. 4 Terdapat beberapa penelitian klinis yang mempublikasikan tentang operasi modifikasi pintas Blalock taussig dengan dan tanpa ligasi PDA. Salah satunya adalah penelitian dari Zahorec yang mempublikasikan keunggulan operasi modifikasi pintas Blalock Taussig tanpa ligasi PDA. Menurut Zahorec, pasien yang menjalani operasi modifikasi pintas Blalock Taussig dengan ligasi PDA akan mengalami morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi pasca operasi. Penelitian Zahorec ini bersifat retrospektif yang mencakup 62 neonatus dengan rerata usia 6,9 ± 5,5 hari dengan diagnosis atresia pulmonal yang menjalani operasi primer modifikasi pintas Blalock Taussig melalui pendekatan sternotomi antara Januari 1997 sampai Oktober Tindakan ligasi PDA dilakukan pada 31 pasien. 4 Hasil penelitian Zahorec dikritisi oleh El Rassi. El Rassi tidak setuju dengan penelitian Zahorec dan menyatakan terapi konservatif terhadap keadaan aliran darah pulmonal yang tinggi pasca operasi modifikasi pintas Blalock Taussig tanpa ligasi PDA adalah tidak tepat. Kelemahan dari penelitian Zahorec adalah tidak diketahuinya status aliran darah dari pintas apakah paten atau tidak pada kesembilan pasien yang mengalami mortalitas dini pasca operasi. Keadaan pasca operasi yang buruk belum tentu karena aliran pulmonal yang tinggi namun bisa terjadi karena trombosis akut dari pintas. Hal tersebut tidak diketahui pasti karena tidak dilakukannya pemeriksaan ekokardiografi dari aliran pintas saat kejadian pasca operasi yang tidak stabil. 11

24 11 Belum adanya konsensus yang jelas apakah pada operasi modifikasi pintas Blalock Taussig harus disertai ligasi PDA atau tidak dan kondisi yang rumit pasca operasi di ruang rawat intensif dapat memicu penelitian untuk dapat mengetahui perbandingan luaran klinis antara keduanya.

25 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Metode penelitian ini adalah penelitian retrospektif kohort. Hal yang akan diteliti adalah hubungan antara ligasi patent ductus arteriosus durante operasi modifikasi Blalock Taussig dengan luaran klinis pada pasien neonatus dengan duct dependent. Luaran klinis yang akan dievaluasi adalah angka kejadian resusitasi, angka kejadian reintervensi, angka mortalitas, angka kejadian low cardiac output syndrome, skor inotropik, lama rawat, dan lama pemakaian ventilator. Variabel perancu yang bisa diteliti adalah ukuran konduit menurut normalized shunt area, diagnosis preoperatif, penggunaan mesin pintas jantung paru, dan penggunaan klem silang aorta Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan menggunakan basis data sekunder rekam medik pasien Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita untuk periode Januari 2009 sampai dengan Desember Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian adalah pasien neonatus pasca operasi pintas modifikasi Blalock Taussig di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Subyek penelitian adalah pasien neonatus pasca operasi modifikasi pintas Blalock Taussig di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita untuk periode Januari 2009 sampai dengan Desember Perhitungan jumlah sampel minimal dengan memperhatikan bahwa tingkat kepercayaan yang dikehendaki 95% sedangkan ketepatan relatif yang diinginkan 20%. Untuk membandingkan morbiditas seperti reintervensi digunakan data referensi p1 (kelompok ligasi PDA) = 35% dan p2 (kelompok tanpa ligasi PDA) = 3,2%. 12

26 13 Dengan data tersebut didapatkan besar sampel per kelompok sebesar 30 orang per kelompok. n1 = n2 = Za 2 (P1Q1+P2Q2) d Kriteria Inklusi 1. Pasien neonatus pasca operasi modifikasi pintas Blalock Taussig di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita periode Januari 2009 sampai Desember Kriteria Eksklusi 1. Subyek yang data sekundernya tidak lengkap. 2. Diagnosis PA IVS yang tidak memiliki morfologi univentrikel. 3.6 Teknik pengambilan sampel Sampel dipilih sesuai data yang tertera pada data sekunder rekam medik pasien neonatus yang menjalani operasi MBTS di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada periode Januari 2009 sampai dengan Desember Pengumpulan sampel dilakukan dengan total sampling. 3.7 Cara kerja Identifikasi variabel Keluaran yang akan dievaluasi adalah lama rawat, lama pemakaian ventilator, angka kejadian low cardiac output syndrome, skor inotropik, angka kejadian resusitasi, angka kejadian reintervensi, dan angka mortalitas. Variabel independen yang dipilih adalah tindakan ligasi PDA sedangkan variabel dependennya adalah angka kejadian resusitasi, angka kejadian reintervensi, angka mortalitas, angka kejadian low cardiac output syndrome, skor inotropik, lama rawat rumah sakit, dan lama pemakaian ventilator. Variabel perancu yang diteliti adalah ukuran konduit menurut normalized

27 14 shunt area, diagnosis preoperatif, penggunaan mesin pintas jantung paru, dan penggunaan klem silang aorta. Variabel nominal yang dipilih seperti diagnosis preoperatif, penggunaan mesin pintas jantung paru, penggunaan klem silang aorta, kejadian low cardiac output syndrome, kejadian resusitasi, kejadian reintervensi, dan mortalitas. Variabel numerik berupa lama rawat, lama pemakaian ventilator, dan skor inotropik. Variabel prabedah adalah diagnosis anatomis. Variabel intra bedah adalah penggunaan klem silang aorta, penggunaan mesin pintas jantung paru, dan ukuran konduit menurut normalized shunt area pasien. Variabel pasca bedah adalah lama rawat rumah sakit, lama penggunaan ventilator, kejadian low cardiac output syndrome, skor inotropik, kejadian resusitasi, kejadian reintervensi, dan angka mortalitas. Variabel perancu adalah ukuran konduit menurut normalized shunt area, diagnosis preoperatif, penggunaaan mesin pintas jantung paru, dan penggunaan klem silang aorta Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan melihat data sekunder rekam medik di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta dari periode Januari 2009 sampai Desember Data yang tidak lengkap tidak diikutkan sebagai subyek Pengolahan dan Analisis data Analisis univariat dilakukan dengan chi square untuk variabel nominal dan perbedaan 2 rerata T tidak berpasangan untuk variabel kategorik. Analisis multivariate untuk melihat efek dari variabel perancu dilakukan dengan analisis regresi logistik Penyajian data Data yang didapat disajikan secara narasi, tekstular, dan tabular.

28 Interpretasi data Data diinterpretasikan secara deskriptif dan analitik antara variabel-variabel yang telah ditentukan Pelaporan hasil Hasil penelitian dibuat dalam bentuk makalah laporan penelitian yang kemudian akan dipresentasikan pada acara ilmiah program studi Bedah Toraks Kardio Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan nasional Etika Penelitian Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Batasan Operasional 1. Operasi modifikasi pintas Blalock Taussig neonatus adalah operasi yang menghubungkan antara pembuluh darah arteri sistemik dengan pembuluh darah arteri pulmonal dengan menggunakan konduit sintetik. 2. Neonatus adalah usia seorang pasien yang kurang dari 30 hari dihitung dari hari pertama dilahirkan. 3. Berat badan adalah berat badan pasien menjelang operasi modifikasi pintas Blaolock Taussig yang diukur dengan satuan gram. 4. Diagnosis anatomik pre operatif adalah kelainan intra kardiak utama yang diderita pasien sehingga menyebabkan pasien menjalani operasi modifikasi pintas Blalock Taussig yang di penelitian ini dibagi menjadi Atresia Pulmonal dan Stenosis Pulmonal berat. 5. Ukuran konduit menurut normalized shunt area (NSA) adalah sesuai dengan rumus yang diteliti oleh Photiadis yaitu area potong lintang dari pintas dibagi dengan berat badan pasien. Misal ukuran pintas yang digunakan adalah 3.5 mm dengan berat badan pasien 3 kg jadi normalized shunt area nya adalah (3,5 : 2) 2 x 3,14 : 3 = 3,21 mm 2 /kg.

29 16 6. Penggunaan mesin pintas jantung paru adalah penggunaan mesin pintas jantung paru yang digunakan intra operasi baik direncanakan atau tidak. 7. Penggunaan klem silang aorta adalah penggunaan klem silang aorta yang digunakan intra operasi baik direncanakan atau tidak. 8. Lama rawat adalah jumlah hari pasien mendapatkan perawatan pasca operasi di rumah sakit. 9. Lama pemakaian ventilator adalah jumlah jam pasien mendapatkan terapi bantu nafas ventilator pasca operasi di ruang rawat intensif rumah sakit. 10. Low cardiac output syndrome adalah sindrom curah jantung rendah yang ditandai dengan perbedaan saturasi oksigen arteri dan vena lebih dari atau sama dengan 30% atau asidosis metabolik dengan peningkatan angka base deficit lebih dari 4 poin, atau peningkatan laktat lebih dari 2 mmol/l pada dua hasil analisis gas darah yang berurutan, atau produksi urin kurang dari 0,5 cc/kg berat badan/jam Skor inotropik adalah jumlah skor yang dihitung dengan formula sebagai berikut jumlah dopamin + dobutamin + (milrinon x 10) + (efinefrin x 100) yang diukur dengan satuan mikrogram/kilogram/menit Over shunting menurut Zahorec 4 adalah keadaan klinis sirkulasi pulmonal yang berlebihan namun belum terjadi keadaan LCOS. Keadaan klinis ini dicirikan dengan adanya saturasi oksigen arteri yang lebih tinggi dari sebelum operasi dan tekanan darah diastolik yang rendah. 13. Resusitasi adalah tindakan gawat darurat yang bertujuan untuk mengembalikan secara spontan sirkulasi darah dan pernafasan pada pasien yang mengalami henti jantung dan henti nafas. 14. Reintervensi adalah adanya tindakan lain setelah operasi modifikasi pintas Blalock Taussig yang bertujuan terapetik dalam hal ini intervensi pembedahan berupa pembukaan kembali PDA, ligasi PDA atau penggantian pintas. 15. Mortalitas adalah terjadinya henti jantung yang tidak respon dengan tindakan resusitasi.

30 Kerangka Teori Pasien neonatus sianotik dengan masalah duct dependent Operasi modifikasi BT shunt pada saat neonatus Dengan ligasi PDA Dengan atau tanpa mesin CPB dan klem silang aorta Tanpa ligasi PDA BT shunt menjadi satu satunya aliran darah ke pulmonal sehingga bila terjadi sumbatan bisa menyebabkan desaturasi dan keadaan low cardiac output syndrome Aliran darah bisa lebih banyak ke sirkulasi pulmonal sehingga bisa terjadi low cardiac output syndrome Teratasi dengan resusitasi atau reintervensi ATAU Tidak teratasi dengan resusitasi dan reintervensi sehingga terjadi mortalitas

31 Kerangka Konsep Ligasi PDA 1. Lama rawat 2. Lama ventilator BT shunt neonatus 3. Low cardiac output syndrome 4. Skor inotropik 5. Resusitasi 6. Reintervensi 7. mortalitas Tanpa ligasi PDA Faktor perancu 1. Ukuran konduit 2. Diagnosis preoperatif 3. Penggunaan mesin pintas jantung paru 4. Penggunaan klem silang aorta

32 Alur Penelitian Konsep dan proposal penelitian Persetujuan Komite Etik Pemilahan data sekunder sesuai kriteria inklusi dan eksklusi Penulisan laporan akhir Analisis data Pemilahan sampel menurut kelompok

33 BAB 4 HASIL PENELITIAN Dari pengumpulan data melalui rekam medis pasien neonatus dengan duct dependent di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dalam kurun waktu 5 tahun (Januari 2009 sampai dengan Desember 2014), diperoleh total 76 pasien yang menjalani operasi modifikasi pintas Blalock Taussig dengan rincian 31 pasien dilakukan tindakan konkomitan ligasi PDA dan 45 pasien tidak dilakukan tindakan ligasi PDA. Setelah diseleksi dengan kriteria inklusi dan eksklusi, didapatkan seluruh pasien memenuhi kriteria tersebut. Data rekam medis yang lengkap disertai dengan laporan perawatan di ICU yang sangat rinci dan akurat sangat membantu penelitian ini Gambaran karakteristik data pra bedah Karakteristik data pra bedah yang dinilai meliputi usia, berat badan pasien, dan diagnosis anatomis. Tabel 1. Perbandingan angka rerata usia dan berat badan pasien antara kelompok tanpa ligasi dan kelompok dengan ligasi PDA Variabel Ligasi n Mean Range Standar Std. Sig. PDA Deviasi Error Mean Usia Berat badan Tidak ligasi Ligasi Tidak ligasi Ligasi Menurut usia dan berat badan, tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok ligasi maupun tanpa ligasi PDA. 20

34 21 Tabel 2. Perbandingan klasifikasi pasien berdasarkan diagnosis antara kelompok tanpa ligasi dan kelompok dengan ligasi PDA Diagnosis PDA ligasi Tanpa ligasi PDA Jumlah p PA IVS, PDA PA VSD, PDA PA CAVSD, PDA DORV VSD PS severe TOF Dextrocardia, Situs Inversus, TGA IVS, PS, PDA PA, TA, PDA Total Menurut klasifikasi berdasarkan diagnosis, PA IVS merupakan diagnosis tersering dari pasien neonatus yang menjalani operasi modifikasi pintas Blalock Taussig. PA IVS juga merupakan diagnosis tersering yang dilakukan ligasi PDA, namun tidak signifikan ( p =0.79).

35 22 Tabel 3. Perbandingan rerata lama rawat menurut klasifikasi diagnosis pre operatif Diagnosis N Mean Std. Deviation Std. Error P PA IVS PA VSD PA CAVSD DORV VSD PS TOF Dextrocardia TGA PS PA, TA Total Dari hasil uji statistik menggunakan metode Anova, walaupun pasien pasien dengan diagnosis dextrocardia memiliki rerata lama rawat paling panjang namun tidak ada satupun diagnosis yang menjadi faktor risiko signifikan dari lama rawat (p = 0.108). Tabel 4. Perbandingan rerata lama penggunaan ventilator menurut klasifikasi diagnosis pre operatif Diagnosis N Mean Std. Deviation Std. Error P PA IVS PA VSD PA CAVSD DORV VSD PS TOF Dextrocardia TGA PS PA, TA Total

36 23 Dari hasil uji statistik Anova, walaupun pasien pasien dengan diagnosis TOF memiliki rerata lama rawat paling panjang namun tidak ada satupun diagnosis juga yang menjadi faktor risiko signifikan dari lama penggunaan ventilator (p = 0.759). Tabel 5. Perbandingan rerata skor inotropik menurut klasifikasi diagnosis pre operatif Diagnosis N Mean Std. Deviation Std. Error P PA IVS PA VSD PA CAVSD DORV VSD PS TOF Dextrocardia TGA PS PA, TA Total Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji Anova, walau pasien dengan diagnosis PA IVS memiliki rerata skor inotropik lebih tinggi dibanding pasien dengan diagnosis lain namun tidak ada satu pun diagnosis yang menjadi faktor risiko signifikan dari tingginya skor inotropik (p = 0.857).

37 24 Tabel 6. Perbandingan insidensi kejadian LCOS menurut klasifikasi diagnosis pre operatif PA IVS PA VSD PA CAVS D DIAGNOSIS DORV VSD PS TOF Dextroc ardia, TGA, PS LCOS tidak ya Total PA, TA p Dari hasil uji statistic Chi Square walau LCOS tersering pada kelompok pasien dengan diagnosis PA IVS namun tidak ada satu kelompok diagnosis pun yang menjadi faktor risiko signifikan dari insidensi LCOS (p = 0.639). Tabel 7. Perbandingan insidensi kejadian resusitasi menurut klasifikasi diagnosis pre operatif PA IVS PA VSD PA CAVS D DIAGNOSIS DORV VSD PS TOF Dextroca rdia, TGA, PS PA, TA Resusitasi tidak ya Total P Dari hasil uji statistic menggunakan chi square didapatkan bahwa kelompok pasien dengan diagnosis PA IVS tersering mengalami insidensi resusitasi namun tidak ada satupun kelompok diagnosis yang menjadi faktor risiko signifikan dari resusitasi ( p = 0.422).

38 25 Tabel 8. Perbandingan insidensi kejadian reintervensi menurut klasifikasi diagnosis pre operatif PA IVS PA VSD PA CAVS D DIAGNOSIS DORV VSD PS TOF Dextroc ardia, TGA, PS PA, TA Reintervensi Tidak Ya Total P Walau kelompok pasien dengan diagnosis PA IVS mengalami insidensi reintervensi tertinggi namun dari hasil uji Chi Square tidak ada satu kelompok diagnosis pun yang menjadi faktor risiko signifikan dari insidensi reintervensi (p = 0.459). Tabel 9. Perbandingan insidensi mortalitas menurut klasifikasi diagnosis pre operatif PA IVS PA VSD PA CAVS D DIAGNOSIS DORV VSD PS TOF Dextrocar dia, TGA, PS Mortalitas tidak ya Total PA, TA p Dari hasil uji statistik menggunakan uji Chi Square ditemukan bahwa kejadian mortalitas tersering ditemukan pada kelompok dengan diagnosis PA IVS, namun tidak ada satu diagnosis pun yang menjadi faktor risiko signifikan dari insidensi mortalitas ( p = 0.665).

BAB 1 PENDAHULUAN. Jantung merupakan suatu organ yang berfungsi memompa darah ke

BAB 1 PENDAHULUAN. Jantung merupakan suatu organ yang berfungsi memompa darah ke BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jantung merupakan suatu organ yang berfungsi memompa darah ke seluruh jaringan tubuh serta menarik darah kembali ke jantung. Ketidakmampuan jantung melakukan fungsinya

Lebih terperinci

LAMA RAWAT INTENSIVE CARE UNIT (ICU) PASIEN PASCA OPERASI JANTUNG DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

LAMA RAWAT INTENSIVE CARE UNIT (ICU) PASIEN PASCA OPERASI JANTUNG DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH LAMA RAWAT INTENSIVE CARE UNIT (ICU) PASIEN PASCA OPERASI JANTUNG DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian Karya Tulis Ilmiah mahasiswa

Lebih terperinci

Gambar 1. Atresia Pulmonal Sumber : (http://www.mayoclinic.org/images/pulmonary-valve-atresia-lg-enlg.jpg)

Gambar 1. Atresia Pulmonal Sumber : (http://www.mayoclinic.org/images/pulmonary-valve-atresia-lg-enlg.jpg) DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP RSHS BANDUNG TUGAS PENGAYAAN Oleh : Asri Rachmawati Pembimbing : dr. H. Armijn Firman, Sp.A Hari/Tanggal : September 2013 ATRESIA PULMONAL PENDAHULUAN Atresia pulmonal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang. 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian respirologi. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu kesehatan anak, sub ilmu 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A

Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A PENYAKIT JANTUNG BAWAAN Penyakit jantung yang dibawa dari lahir kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir akibat gangguan atau

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Jantung Bawaan adalah kelainan struktural jantung atau pembuluh

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Jantung Bawaan adalah kelainan struktural jantung atau pembuluh BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Bawaan Penyakit Jantung Bawaan adalah kelainan struktural jantung atau pembuluh darah besar intratorakal yang terjadi pada saat pembentukan sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Defek Sekat Ventrikel (Ventricular Septal Defect/VSD) merupakan kelainan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Defek Sekat Ventrikel (Ventricular Septal Defect/VSD) merupakan kelainan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Defek Sekat Ventrikel (Ventricular Septal Defect/VSD) merupakan kelainan jantung kongenital terbanyak. Kejadiannya sekitar 20-30 % dari kelainan jantung kongenital.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah Ilmu Anestesi dan Ilmu Bedah Jantung.

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah Ilmu Anestesi dan Ilmu Bedah Jantung. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Bidang keilmuan penelitian ini adalah Ilmu Anestesi dan Ilmu Bedah Jantung. 4.2 Tempat & Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Nurcholid Umam Kurniawan

Nurcholid Umam Kurniawan Nurcholid Umam Kurniawan CHANGES IN CIRCULATIONAFTER BIRTH Shift of blood flow for gasexchange from placenta to the lungs 1.Interruption of the umbilical cord Increase of SVR Closure of ductusvenosus

Lebih terperinci

HUBUNGAN MITRAL VALVE AREA (MVA) DENGAN HIPERTENSI PULMONAL PADA STENOSIS MITRAL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN MITRAL VALVE AREA (MVA) DENGAN HIPERTENSI PULMONAL PADA STENOSIS MITRAL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN MITRAL VALVE AREA (MVA) DENGAN HIPERTENSI PULMONAL PADA STENOSIS MITRAL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata 1 kedokteran

Lebih terperinci

BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL. OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep

BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL. OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN MORTALITAS DI RUMAH SAKIT PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS GAGAL JANTUNG AKUT DI LIMA RUMAH SAKIT DI INDONESIA PADA DESEMBER 2005 DESEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab stenosis mitral paling sering adalah demam rematik, kemudian dapat

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab stenosis mitral paling sering adalah demam rematik, kemudian dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral. 1 Penyebab

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

Nurcholid Umam Kurniawan

Nurcholid Umam Kurniawan Nurcholid Umam Kurniawan CHANGES IN CIRCULATIONAFTER BIRTH Shift of blood flow for gasexchange from placenta to the lungs 1.Interruption of the umbilical cord Increase of SVR Closure of ductusvenosus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah suatu bentuk kelainan kardiovaskular

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah suatu bentuk kelainan kardiovaskular BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Penyakit Jantung Bawaan Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah suatu bentuk kelainan kardiovaskular yang dibawa sejak lahir dan terjadi karena kelainan perkembangan

Lebih terperinci

JUMLAH KEMATIAN PASIEN DI RUANG PERAWATAN INTENSIF BERDASARKAN KRITERIA PRIORITAS MASUK RSUP DR KARIADI PERIODE JULI - DESEMBER 2014

JUMLAH KEMATIAN PASIEN DI RUANG PERAWATAN INTENSIF BERDASARKAN KRITERIA PRIORITAS MASUK RSUP DR KARIADI PERIODE JULI - DESEMBER 2014 JUMLAH KEMATIAN PASIEN DI RUANG PERAWATAN INTENSIF BERDASARKAN KRITERIA PRIORITAS MASUK RSUP DR KARIADI PERIODE JULI - DESEMBER 2014 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola hidup menyebabkan berubahnya pola penyakit infeksi dan penyakit rawan gizi ke penyakit degeneratif kronik seperti penyakit jantung yang prevalensinya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP Dr.Kariadi/FK Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ICU RSUP dr. Kariadi Semarang.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ICU RSUP dr. Kariadi Semarang. 25 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ICU RSUP dr. Kariadi Semarang. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medik,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA DISLIPIDEMIA DENGAN ANGKA MORTALITAS GAGAL JANTUNG AKUT SELAMA PERAWATAN DI LIMA RUMAH SAKIT DI INDONESIA PADA BULAN DESEMBER 2005 DESEMBER 2006 SKRIPSI OMAR LUTHFI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA KORELASI PERUBAHAN TEKANAN DARAH PRA DAN PASCADIALISIS DENGAN LAMA MENJALANI HEMODIALISIS PADA PASIEN HEMODIALISIS KRONIK DI RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO PADA BULAN FEBRUARI 2009

Lebih terperinci

ANGKA KEMATIAN PASIEN PNEUMONIA DI ICU DAN. HCU RSUP dr. KARIADI

ANGKA KEMATIAN PASIEN PNEUMONIA DI ICU DAN. HCU RSUP dr. KARIADI ANGKA KEMATIAN PASIEN PNEUMONIA DI ICU DAN HCU RSUP dr. KARIADI LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil penelitian Karya Tulis Ilmiah mahasiswa

Lebih terperinci

MORTALITAS OPERASI JANTUNG GANTI KATUP DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG PERIODE JANUARI 2014 DESEMBER 2014 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

MORTALITAS OPERASI JANTUNG GANTI KATUP DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG PERIODE JANUARI 2014 DESEMBER 2014 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH MORTALITAS OPERASI JANTUNG GANTI KATUP DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG PERIODE JANUARI 2014 DESEMBER 2014 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG BAWAAN PADA ANAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Oleh : BETTY ARNITASARI NABABAN

GAMBARAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG BAWAAN PADA ANAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Oleh : BETTY ARNITASARI NABABAN GAMBARAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG BAWAAN PADA ANAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN Oleh : BETTY ARNITASARI NABABAN 110100291 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 Gambaran Faktor

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN ANGKA MORTALITAS GAGAL JANTUNG AKUT DI LIMA RUMAH SAKIT DI INDONESIA PADA BULAN DESEMBER 2005-2006 SKRIPSI ENI INDRAWATI 0105007098

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada pola penyakit. Beberapa penyakit non-infeksi, termasuk penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. pada pola penyakit. Beberapa penyakit non-infeksi, termasuk penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini angka kejadian beberapa penyakit non infeksi semakin meningkat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Perubahan gaya hidup dan perubahan tingkat

Lebih terperinci

MORTALITAS OPERASI JANTUNG CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

MORTALITAS OPERASI JANTUNG CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 MORTALITAS OPERASI JANTUNG CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE JANUARI 2014 - DESEMBER 2014 Gina Amalia Harahap 1, Widya Istanto Nurcahyo 2, Akhmad Ismail 3 1 Mahasiswa Program

Lebih terperinci

HUBUNGAN DIABETES MELLITUS DAN LAMA OPERASI TERHADAP INFEKSI LUKA OPERASI ORTHOPAEDI KRITERIA BERSIH DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

HUBUNGAN DIABETES MELLITUS DAN LAMA OPERASI TERHADAP INFEKSI LUKA OPERASI ORTHOPAEDI KRITERIA BERSIH DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN HUBUNGAN DIABETES MELLITUS DAN LAMA OPERASI TERHADAP INFEKSI LUKA OPERASI ORTHOPAEDI KRITERIA BERSIH DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PENELITIAN AKHIR dr. Ichsan Fahmi 117117002 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH LUARAN MATERNAL DAN PERINATAL KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG YANG DILAHIRKAN SECARA PERVAGINAM DAN PERABDOMINAM DI RSUP Dr. KARIADI PERIODE TAHUN 2010-2015 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Waktu: Waktu penelitian dilaksanakan pada Maret-Juli 2013.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Waktu: Waktu penelitian dilaksanakan pada Maret-Juli 2013. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Dalam. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat: Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I Lampiran Surat Keputusan Direktur RSPP No. Kpts /B00000/2013-S0 Tanggal 01 Juli 2013 PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA 2 0 1 3 BAB I 0 DEFINISI Beberapa definisi Resusitasi Jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Patent duktus arteriosus (PDA) merupakan salah satu penyakit jantung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Patent duktus arteriosus (PDA) merupakan salah satu penyakit jantung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Patent duktus arteriosus (PDA) merupakan salah satu penyakit jantung bawaan yang sering dijumpai pada anak, yang disebabkan oleh kegagalan penutupan secara fisiologis

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA GAMBARAN FAKTOR PENGGUNAAN KONTRASEPSI TERHADAP ANGKA KEJADIAN KANKER OVARIUM DI RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA BERDASARKAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGIK TAHUN 2003-2007 SKRIPSI RANDY

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Kariadi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah di bidang Ilmu Kardiologi dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah di bidang Ilmu Kardiologi dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah di bidang Ilmu Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGARUH PENGUMUMAN DEVIDEN TERHADAP RETURN, VOLUME DAN FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM DI SEKITAR TANGGAL EX-DEVIDEN TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGARUH PENGUMUMAN DEVIDEN TERHADAP RETURN, VOLUME DAN FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM DI SEKITAR TANGGAL EX-DEVIDEN TESIS UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGARUH PENGUMUMAN DEVIDEN TERHADAP RETURN, VOLUME DAN FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM DI SEKITAR TANGGAL EX-DEVIDEN TESIS ANG MANDA MILLIANI 0806432215 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperglikemia sering terjadi pada pasien kritis dari semua usia, baik pada dewasa maupun anak, baik pada pasien diabetes maupun bukan diabetes. Faustino dan Apkon (2005)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian didapatkan subjek penelitian sebesar 37 penderita kritis yang mengalami hiperbilirubinemia terkonjugasi pada hari ketiga atau lebih (kasus) dan 37 penderita

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA FREKUENSI DISTRIBUSI RASA NYERI DAN DRY SOCKET PASCA EKSTRAKSI PADA PASIEN USIA 17-76 TAHUN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

TESIS. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum

TESIS. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum PENGUJIAN MATERIIL PERATURAN DESA (Kajian Normatif - Yuridis Terhadap Undang-Undang No. 10 Th. 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

HIPERTENSI ARTERI PULMONAL IDIOPATIK

HIPERTENSI ARTERI PULMONAL IDIOPATIK 1 HIPERTENSI ARTERI PULMONAL IDIOPATIK Augustine Purnomowati Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung 2 Hipertensi Arteri Pulmonal Idiopatik Penerbit Departemen Kardiologi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA KARAKTERISTIK LETAK PERFORASI APENDIKS DAN USIA PADA PASIEN YANG DIDIAGNOSIS MENDERITA APENDISITIS PERFORASI DI RSUPNCM PADA TAHUN 2005 HINGGA 2007 SKRIPSI Ade Sari Nauli Sitorus

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR RISIKO PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR RISIKO PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR RISIKO PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 Michelle Angel Winata, 2016. Pembimbing I : July Ivone, dr.,mkk., MPd. Ked

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA 1 UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR DUKUNGAN SUAMI DAN FAKTOR PENGETAHUAN IBU MENGENAI ASI HUBUNGANNYA DENGAN LAMA PEMBERIAN ASI PADA IBU PEGAWAI SWASTA DI BEBERAPA PERUSAHAAN DI JAKARTA SKRIPSI ANINDITA WICITRA

Lebih terperinci

EVALUASI DAN ANALISIS KONSEKUENSI ALAT PEMADAM API RINGAN DI GEDUNG A FKM UI TAHUN 2009 DENGAN METODE EVENT TREE ANALYSIS SKRIPSI

EVALUASI DAN ANALISIS KONSEKUENSI ALAT PEMADAM API RINGAN DI GEDUNG A FKM UI TAHUN 2009 DENGAN METODE EVENT TREE ANALYSIS SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA EVALUASI DAN ANALISIS KONSEKUENSI ALAT PEMADAM API RINGAN DI GEDUNG A FKM UI TAHUN 2009 DENGAN METODE EVENT TREE ANALYSIS SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam divisi Pulmonologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian ini adalah Rumah Sakit

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR ANAK BALITA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI RUMAH SAKIT MARY CILEUNGSI HIJAU BOGOR, MARET 2008

UNIVERSITAS INDONESIA KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR ANAK BALITA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI RUMAH SAKIT MARY CILEUNGSI HIJAU BOGOR, MARET 2008 UNIVERSITAS INDONESIA KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR ANAK BALITA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI RUMAH SAKIT MARY CILEUNGSI HIJAU BOGOR, MARET 2008 SKRIPSI YUSIE LUCIANA PERMATA 0105001928 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2. penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai

BAB I PENDAHULUAN. secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2. penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2 Asfiksia merupakan salah satu penyebab

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT ANTIBIOTIK DENGAN ANALISIS ABC INDEKS KRITIS DI RSUD PASAR REBO TAHUN 2008 SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT ANTIBIOTIK DENGAN ANALISIS ABC INDEKS KRITIS DI RSUD PASAR REBO TAHUN 2008 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT ANTIBIOTIK DENGAN ANALISIS ABC INDEKS KRITIS DI RSUD PASAR REBO TAHUN 2008 SKRIPSI ENI NUR ZULIANI 1005000653 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit kardiovaskular yang terjadi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit kardiovaskular yang terjadi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Jantung Bawaan Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit kardiovaskular yang terjadi sejak lahir, dimana terjadi anomali perkembangan struktur kardiovaskular seperti

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Penelitian Magister Perbedaan Left Ventricular Ejection Fraction (LVEF) Pada Penderita Coronary Artery Disease (CAD) Sebelum Dan Sesudah Coronary Artery Bypass Graft (CABG) Di RSUP H Adam Malik Medan Herlan

Lebih terperinci

PREVALENSI PATENT DUKTUS ARTERIOSUS PADA PASIEN NEONATUS YANG DI RAWAT DI UNIT NEONATOLOGI RSUP HAJI ADAM MALIK TAHUN

PREVALENSI PATENT DUKTUS ARTERIOSUS PADA PASIEN NEONATUS YANG DI RAWAT DI UNIT NEONATOLOGI RSUP HAJI ADAM MALIK TAHUN PREVALENSI PATENT DUKTUS ARTERIOSUS PADA PASIEN NEONATUS YANG DI RAWAT DI UNIT NEONATOLOGI RSUP HAJI ADAM MALIK TAHUN 2009-2012 Oleh: SARAH SUCI YURICA 100100235 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H.

HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H. HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H. ADAM MALIK TESIS MAGISTER Oleh ARY AGUNG PERMANA NIM : 117115004

Lebih terperinci

Faktor Pengaruh Keterlambatan Perpindahan Pasien Dari Ruang Resusitasi ke Ruang Perawatan Intensif Atau RuangTindakan RSUD Dr.

Faktor Pengaruh Keterlambatan Perpindahan Pasien Dari Ruang Resusitasi ke Ruang Perawatan Intensif Atau RuangTindakan RSUD Dr. Faktor Pengaruh Keterlambatan Perpindahan Pasien Dari Ruang Resusitasi ke Ruang Perawatan Intensif Atau RuangTindakan RSUD Dr. Soetomo Surabaya Ahmad Faozi, dr. Pembimbing: Puger Rahardjo, dr. SpAn KIC

Lebih terperinci

HUBUNGAN JUMLAH VOLUME DRAINASE WATER SEALED DRAINAGE DENGAN KEJADIAN UDEMA PULMONUM RE- EKSPANSI PADA PASIEN EFUSI PLEURA MASIF

HUBUNGAN JUMLAH VOLUME DRAINASE WATER SEALED DRAINAGE DENGAN KEJADIAN UDEMA PULMONUM RE- EKSPANSI PADA PASIEN EFUSI PLEURA MASIF HUBUNGAN JUMLAH VOLUME DRAINASE WATER SEALED DRAINAGE DENGAN KEJADIAN UDEMA PULMONUM RE- EKSPANSI PADA PASIEN EFUSI PLEURA MASIF LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA FREKUENSI DISTRIBUSI KOMPLIKASI PASCA EKSTRAKSI (PERDARAHAN DAN DRY SOCKET) PADA PASIEN USIA 21 76 TAHUN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke masih menjadi pusat perhatian dalam bidang kesehatan dan kedokteran oleh karena kejadian stroke yang semakin meningkat dengan berbagai penyebab yang semakin

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA FAKTOR USIA PADA WANITA PESERTA PROGRAM PENAPISAN KANKER LEHER RAHIM DENGAN PENDEKATAN SEE & TREAT : UNTUK DETEKSI LESI PRAKANKER DAN PENGOBATAN DENGAN TERAPI BEKU SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1. Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Kardiologi. 4.1.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi praktik kedokteran di seluruh Indonesia diperlukan teknologi, dan kompetensi yang diperoleh melalui

untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi praktik kedokteran di seluruh Indonesia diperlukan teknologi, dan kompetensi yang diperoleh melalui KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA KEPUTUSAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 3 t / KKr / KEP I Xtr I 20 16 TENTANG PENGAKUAN PERUBAHAN SPESIALIS BEDAH DENGAN KOMPETENSI SUBSPESIALIS BEDAH TORAKS, KARDIAK DAN

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT ATRIAL SEPTAL DEFECT DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT ATRIAL SEPTAL DEFECT DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT ATRIAL SEPTAL DEFECT DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI 2007-31 DESEMBER 2009 Renaldy, 2010 Pembimbing I :dr. Sri Nadya Saanin M.Kes Pembimbing II :dr. Evi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh reaksi tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit misalnya pada pasien

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif.

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala dan gejala baru tampak pada masa kanak- kan

PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala dan gejala baru tampak pada masa kanak- kan BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen miokardium yang disebabkan

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA BIAYA PERAWATAN DAN HASIL PERAWATAN PASIEN MEDIKAL DI RUANG RAWAT INTENSIF ICU

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA BIAYA PERAWATAN DAN HASIL PERAWATAN PASIEN MEDIKAL DI RUANG RAWAT INTENSIF ICU ANALISIS HUBUNGANN ANTARA BIAYAA PERAWATAN DAN HASIL PERAWATAN PASIEN MEDIKAL DI RUANG RAWAT INTENSIF ICU (Studi Analitik di Ruang Rawat Intensif ICU RSUP dr Kariadi Semarang) RELATION ANALYSIS BETWEEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pasienpasien sakit kritis yang kerap membutuhkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA GAMBARAN EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA INSIDENNYA DI WILAYAH KECAMATAN CIMANGGIS, KOTA DEPOK TAHUN 2005-2008 SKRIPSI Lila Kesuma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. (1) Di berbagai negara maju sebagian besar pasien PJB

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan berdasarkan Ilmu Anestesi. Waktu pengumpulan data dilakukan setelah proposal disetujui sampai

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan berdasarkan Ilmu Anestesi. Waktu pengumpulan data dilakukan setelah proposal disetujui sampai BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan berdasarkan Ilmu Anestesi. 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pengumpulan data dilakukan setelah proposal disetujui sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, penurunan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, penurunan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian mendadak hingga saat ini masih menjadi penyebab utama kematian. WHO menjelaskan bahwa sebagian besar kematian mendadak dilatarbelakangi oleh penyakit kardiovaskuler

Lebih terperinci

HUBUNGAN BAYI LAHIR KURANG BULAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh:

HUBUNGAN BAYI LAHIR KURANG BULAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: HUBUNGAN BAYI LAHIR KURANG BULAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012 Oleh: INDHI VAVIRYA MESTIKA DH 100100238 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh terhadap suatu infeksi. 1 Ini terjadi ketika tubuh kita memberi respon imun yang berlebihan untuk infeksi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI JAKARTA BARAT TAHUN 2009 SKRIPSI DESSY SEPTIANINGSIH Y

UNIVERSITAS INDONESIA STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI JAKARTA BARAT TAHUN 2009 SKRIPSI DESSY SEPTIANINGSIH Y UNIVERSITAS INDONESIA STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI JAKARTA BARAT TAHUN 2009 SKRIPSI DESSY SEPTIANINGSIH 010500053Y FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER UMUM JAKARTA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan kohort retrospektif B. Tempat dan Waku Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PEMBERIAN RINGER ASETAT MALAT DAN RINGER LAKTAT TERHADAP KADAR BASE EXCESS PASIEN OPERASI BEDAH SESAR DENGAN ANESTESI SPINAL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk mengikuti ujian akhir

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO JUDUL REDESAIN RUMAH SAKIT KHUSUS MATA KELAS A CICENDO BANDUNG TUGAS AKHIR M HABYLL PRIYATAMA G

UNIVERSITAS DIPONEGORO JUDUL REDESAIN RUMAH SAKIT KHUSUS MATA KELAS A CICENDO BANDUNG TUGAS AKHIR M HABYLL PRIYATAMA G UNIVERSITAS DIPONEGORO JUDUL REDESAIN RUMAH SAKIT KHUSUS MATA KELAS A CICENDO BANDUNG TUGAS AKHIR M HABYLL PRIYATAMA G 21020112130048 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR SEMARANG JUNI 2016 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KORELASI STADIUM DENGAN USIA PENDERITA KANKER SERVIKS DI DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI RSCM TAHUN 2007 SKRIPSI

KORELASI STADIUM DENGAN USIA PENDERITA KANKER SERVIKS DI DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI RSCM TAHUN 2007 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA KORELASI STADIUM DENGAN USIA PENDERITA KANKER SERVIKS DI DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI RSCM TAHUN 2007 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. 35 BAB III METODE PENELITIAN III.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. III.2. Jenis dan rancangan penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional

Lebih terperinci

PERBEDAAN LAMA RAWAT INAP PASIEN DENGAN DAN TANPA KOMORBID INFEKSI SALURAN KEMIH Studi pada Pasien Rawat Inap di RSUP Dr.

PERBEDAAN LAMA RAWAT INAP PASIEN DENGAN DAN TANPA KOMORBID INFEKSI SALURAN KEMIH Studi pada Pasien Rawat Inap di RSUP Dr. PERBEDAAN LAMA RAWAT INAP PASIEN DENGAN DAN TANPA KOMORBID INFEKSI SALURAN KEMIH Studi pada Pasien Rawat Inap di RSUP Dr. Kariadi Semarang HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk

Lebih terperinci

RADIANA MAHAGA

RADIANA MAHAGA EVALUASI DAMPAK PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN TAHAP DUA (P2KP-2) DI JAWA BARAT TERHADAP TINGKAT KONSUMSI MASYARAKAT TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata

Lebih terperinci

PENGGUNAAN VENTILATOR BUNDLE PADA PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK DI ICU RSUP DR.KARIADI PERIODE JULI DESEMBER 2013

PENGGUNAAN VENTILATOR BUNDLE PADA PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK DI ICU RSUP DR.KARIADI PERIODE JULI DESEMBER 2013 PENGGUNAAN VENTILATOR BUNDLE PADA PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK DI ICU RSUP DR.KARIADI PERIODE JULI DESEMBER 2013 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA JUDUL KA KARYA AKHIR NAMA MAHASISWA NPM

UNIVERSITAS INDONESIA JUDUL KA KARYA AKHIR NAMA MAHASISWA NPM kiri : 4 cm kanan : 3 cm atas : 3 cm bawah : 3 cm LINE SPACING=SINGLE Times New Roman 14 ukuran logo Diameter 2,5 cm UNIVERSITAS INDONESIA JUDUL KA KARYA AKHIR NAMA MAHASISWA NPM FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup Keilmuan: Anestesiologi, Farmakalogi dan Patologi Klinik 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang SMF Kardiologi dan Kedokteran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang SMF Kardiologi dan Kedokteran BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular serta SMF Rehabilitasi Medik. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

PERBEDAAN SATURASI OKSIGEN AWAL MASUK TERHADAP LUARAN PNEUMONIA PADA ANAK LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN SATURASI OKSIGEN AWAL MASUK TERHADAP LUARAN PNEUMONIA PADA ANAK LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PERBEDAAN SATURASI OKSIGEN AWAL MASUK TERHADAP LUARAN PNEUMONIA PADA ANAK LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PASCASARJANA PENERIMA BEASISWA S2 DALAM NEGERI BPK-RI

UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PASCASARJANA PENERIMA BEASISWA S2 DALAM NEGERI BPK-RI UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PASCASARJANA PENERIMA BEASISWA S2 DALAM NEGERI BPK-RI TESIS YUNITA KUSUMANINGSIH NPM. 0806480920 FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN PROFIL PASIEN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN PADA ANAK DI RSUP HAJI ADAM MALIK TAHUN Oleh: ANGGIA ANGGRAENI

HASIL PENELITIAN PROFIL PASIEN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN PADA ANAK DI RSUP HAJI ADAM MALIK TAHUN Oleh: ANGGIA ANGGRAENI HASIL PENELITIAN PROFIL PASIEN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN PADA ANAK DI RSUP HAJI ADAM MALIK TAHUN 2012-2013 Oleh: ANGGIA ANGGRAENI 110100290 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 HASIL

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ).

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ). PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan tindakan darurat untuk mencegah kematian biologis dengan tujuan mengembalikan keadaan henti jantung dan napas (kematian klinis) ke

Lebih terperinci

PERBANDINGAN LUARAN BAYI (BERAT BADAN DAN APGAR SCORE) PADA PREEKLAMSIA BERAT DAN PREEKLAMSIA BERAT DENGAN KOMPLIKASI HELLP SYNDROME SKRIPSI

PERBANDINGAN LUARAN BAYI (BERAT BADAN DAN APGAR SCORE) PADA PREEKLAMSIA BERAT DAN PREEKLAMSIA BERAT DENGAN KOMPLIKASI HELLP SYNDROME SKRIPSI PERBANDINGAN LUARAN BAYI (BERAT BADAN DAN APGAR SCORE) PADA PREEKLAMSIA BERAT DAN PREEKLAMSIA BERAT DENGAN KOMPLIKASI HELLP SYNDROME SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

ABSTRAK PASIEN USIA LANJUT DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 AGUSTUS JANUARI 2010

ABSTRAK PASIEN USIA LANJUT DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 AGUSTUS JANUARI 2010 ABSTRAK PASIEN USIA LANJUT DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 AGUSTUS 2009-31 JANUARI 2010 Yuvens, 2010. Pembimbing I : Vera, dr.,sp.pd. Pembimbing II : dra. Endang Evacuasiany,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA FAKTOR PENDIDIKAN PADA WANITA PESERTA PROGRAM PENAPISAN KANKER LEHER RAHIM DENGAN PENDEKATAN SEE AND TREAT : UNTUK DETEKSI LESI PRAKANKER DAN PENGOBATAN DENGAN TERAPI BEKU

Lebih terperinci