KETEPATAN KODE DIAGNOSIS PADA KASUS NEOPLASMA DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA CITARUM SEMARANG TAHUN 2015 PERPUSTAKAAN STIKES JENDERAL A.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETEPATAN KODE DIAGNOSIS PADA KASUS NEOPLASMA DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA CITARUM SEMARANG TAHUN 2015 PERPUSTAKAAN STIKES JENDERAL A."

Transkripsi

1 KETEPATAN KODE DIAGNOSIS PADA KASUS NEOPLASMA DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA CITARUM SEMARANG TAHUN 2015 Karya Tulis Ilmiah Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Diploma Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (D-3) Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta Disusun oleh: IRMA YUNITA CIPTANINGRUM PROGRAM STUDI REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN(D-3) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2016

2 ii

3 iii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul : Ketepatan Kode Diagnosis Pada Kasus Neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang Tahun Proposal ini telah diselesaikan, atas bimbingan, arahan dan bantuan berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih dengan setulus-tulusnya kepada : 1. Kuswanto Hardjo, dr.,m.kes. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. 2. Sis Wuryanto, A.Md PerKes., SKM., MPH selaku Ketua Prodi Perekam Informasi dan Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. 3. Nuryati, MPH selaku Penguji yang telah menguji dan memberikan masukan dan saran yang berguna. 4. Sis Wuryanto, A.Md PerKes., SKM., MPH selaku Pembimbing Penelitian yang telah memberikan bimbingan, saran dan pendapat yang berguna. 5. dr. Susetya Sp.A selaku Direktur Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang beserta seluruh karyawan dan staf yang telah banyak membantu penulis memberikan informasi, dan memberikan izin untuk melakukan studi pendahuluan di RS Panti Wilasa Citarum Semarang. 6. Semua teman-teman mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta khususnya mahasiswa Perekam Informasi dan Kesehatan angkatan 2013 yang telah membantu terselesainya proposal ini. iv

5 Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya, sebagai imbalan atas segala amal kebaikan dan bantuannya.akhirnya besar harapan penulis semoga karya tulis ilmiah ini berguna bagi semuanya. Yogyakarta, 6 September 2016 Penulis Irma Yunita Ciptaningum v

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix ABSTRACT... x INTISARI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Manfaat Penelitian... 4 E. Keaslian Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9 A. LANDASAN TEORI Pengertian Rekam Medis Isi Rekam Medis Diagnosis Neoplasma Coding Berdasarkan ICD Ketepatan B. Kerangka Konsep BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian B. Lokasi dan Waktu Penelitian C. Sumber Data Penelitian D. Variabel dan Definisi Operasional Variabel E. Alat dan Teknik Pengumpulan Data F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data G. Metode Pengolahan dan Analisa Data H. Etika Penelitian I. Pelaksanaan Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian B. Pembahasan Penelitian C. Keterbatasan dan Hambatan Penelitian BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

7 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Pemetasan Kanker Berdasarkan Besarnya Tumot (T) Tabel 2.2. Pemetasan Kanker Berdasarkan Besarnya Tingkat Penyebaran ke Kelenjar Getah Bening Tabel 2.3. Pemetasan Kanker Berdasarkan Adanya Metastase Tabel 2.4. Pemetasan Kanker Menurut National Cancer Institute Tabel 2.5. Perbedaan Kode Perilaku dan Chapter Tabel 3.1. Definisi Operasional Tabel 4.1 Observasi Pengodean Diagnosis Tabel 4.2 Cheklist Observasi Tata Cara Pembacan Diagnosis Tabel 5.1 Analisis Ketepatan Kode Morfologi Diagnosis Neoplasma Tabel 5.2 Analisis Ketepatan Kode Topografi Diagnosis Neoplasma Tabel 5.3 Cheklist Observasi Tulisan Dokter vii

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Hal viii

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Ijin Penelitian Lampiran 2. Instrumen Penelitian Lampiran 3. Jadwal Penyusunan KTI Lampiran 4. Data-data Mentah Penelitian ix

10 ACCURATION DIAGNOSE CODE OF NEOPLASM IN PANTI WILASA CITARUM HOSPITAL OF SEMARANG 2015 Irma Yunita Ciptaningrum 1, Sis Wuryanto 2 ABSTRACT Background: Medical record is the file containing the records and documents on patient identity, investigation, medicine, treatment and other service that have been given to patient. Classification coding system is a disease grouping into one group of same code number based on ICD-10. Neoplasm is an abnormal growth of cell. Neoplasm consist of new cells that have a sharp, characteristic and kinetics that are different from normal cells. In the handling of complex cases that required medical treatment and and sequences of complex treatment anyway so it requires more specific code in order to describe more fully the disease condition from neoplasm need some treatment and any step. So it s must to give specific code for explain condition of disease. Objectives: To know and understand about the coding process of neoplasm disease in Panti Wilasa Citarum Hospital. Methods: The design of this research is a descriptive qualitatif with cross sectional methode. This research was held in Panti Wilasa Citarum Hospital. The sampling method are used is ramdom sampling with 62 document medical record samples and four respondent. Results: The accuration morphology code of neoplasm diagnose are 0% corect 6 character code, 0% corect 5 character code, 0% corect 4 character code, 0% corect 3 character code, 0% corect 2 character code, 0% corect 1 character code and 100% uncode. Meanwhile for topography code are 72,59% corect 4 character code, 27,41% corect 3 character code, 0% corect 2 character code, 0% corect 1 character code and 0% incorrect code. Conclusion: The coding process of neoplasm has not same with ICD-10. The accuration of topography code 72,59% and morphology code 0%. It caused by the doctor s written can t to read. Suggestions: The coding process of neoplasm must following principle from ICD-10 to be increase morphology code accuration and topography code accuration along with socialiszation to doctor about process of correct writing principle at medical record document. Keywords: Accuration, diagnose, neoplasm, coding process. 1 Student RMIK Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2 Lecturer Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta x

11 KETEPATAN KODE DIAGNOSIS PADA KASUS NEOPLASMA DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA CITARUM SEMARANG TAHUN 2015 Irma Yunita Ciptaningrum 1, Sis Wuryanto 2 INTISARI Latar Belakang: Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Sistem coding klasifikasi penyakit merupakan pengelompokan penyakit kedalam satu grup nomor kode penyakit sejenis sesuai ICD-10. Neoplasma merupakan penyakit pertumbuhan sel. Neoplasma terdiri dari sel-sel baru yang mempunyai bentuk, sifat, dan kinetika yang berbeda dari sel normal asalnya. Dalam penanganan kasus yang kompleks tersebut dibutuhkan tindakan dan runtutan pengobatan yang kompleks pula sehingga diperlukan kode penyakit yang lebih spesifik supaya dapat menggambarkan kondisi penyakit secara lebih lengkap. Tujuan Penelitian: Diketahuinya pengodean diagnosis pada kasus neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Metode Penelitian: Desain penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah random sampling. Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 62 dokumen dan 4 orang responden. Hasil Penelitian: Ketepatan kode morfologi diagnosis neoplasma diperoleh hasil 0% kode tepat 6 karakter, 0% kode tepat 5 karakter, 0% kode tepat 4 karakter, 0% kode tepat 3 karakter, 0% kode tepat 2 karakter, 0% kode tepat 1 karakter dan 100% tidak dikode. Ketepatan kode topografi diperoleh hasil 72,59% kode tepat 4 karakter, 27,41% kode tepat 3 karakter, 0% kode tepat 2 karakter, 0% kode tepat 1 karakter, 0% kode tidak tepat sama sekali. Proses pengodean di RS Panti Wilasa Citarum menggunakan ICD-10 Volume 3. Faktor yang menyebabkan ketidaktepatan dalam pengodean adalah petugas coding sulit membaca tulisan dokter disertai SOP pengodean yang kurang jelas. Kesimpulan: Tata cara pengodean neoplasma belum sesuai dengan kaidah ICD- 10 dengan prosentase ketepatan kode topografi 72,59%dan kode morfologi 0%. Hal tersebut disebabkan karena sulitnya membaca tulisan dokter. Saran:Sebaiknya dalam pengodean diagnosis neoplasma mengikuti kaidah ICD- 10 dengan meningkatkan ketepatan pengodean morfologi dan topografi serta dilakukan sosialisasi untuk dokter mengenai tata cara penulisan diagnosis yang benar pada dokumen rekam medis. Kata Kunci: Ketepatan, diagnosis, neoplasma, pengodean. 1 Mahasiswa RMIK Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2 Dosen Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta xi

12 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pemberi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Dalam pelayanan di rumah sakit diantaranya terdapat pelayanan kesehatan paripurna (medis) dan non medis.pelayanan paripurna meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif (Permenkes No.44 Tahun 2009).Salah satu contoh pelayanan non medis yaitu melaksanakan administrasi umum dan keuangan.salah satu bentuk pelayanan administrasi umum di rumah sakit adalah pelayanan pencatatan, pelaporan atau rekam medis (Peraturan Presiden RI No. 77 Tahun 2015). Menurut Permenkes No 269 (2008), mengemukakan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis harus berisi data yang cukup untuk identifikasi pasien, mendukung diagnosis atau sebab kedatangan pasien ke rumah sakit, melakukan tindakan serta mendokumentasikan hasil tindakan tersebut dengan akurat. Rekam medis dikatakan bermutu apabila rekam medis tersebut akurat, lengkap, valid dan tepat waktu. Salah satu bentuk pengelolaan dalam rekam medis adalah pendokumentasian serta pengodean (coding) diagnosis. Menurut Kasim dalam Hatta (2010), mengemukakan bahwa sistem coding klasifikasi penyakit merupakan pengelompokan penyakit kedalam satu grup nomor kode penyakit sejenis sesuai ICD-10. Kodefikasi penyakit tersebut

13 2 berperan penting terhadap rumah sakit diantaranya untuk mempermudah pengelompokkan sepuluh besar penyakit terbanyak untuk laporan ke dinas kesehatan dan kemenkes (Maesaroh, 2010). International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem (ICD-10) merupakan pedoman dalam coding diagnosa dalam upaya pemberian kodefikasi yang benar dan tepat. ICD-10 merupakan acuan dalam proses coding berbagai penyakit yang terbagi dalam 22 bab. Salah satu bab dalam ICD-10 membahas tentang penyakit terkait neoplasma. Neoplasma merupakan penyakit pertumbuhan sel. Neoplasma terdiri dari sel-sel baru yang mempunyai bentuk, sifat, dan kinetika yang berbeda dari sel normal asalnya. Dalam penanganan kasus yang kompleks tersebut dibutuhkan tindakan dan runtutan pengobatan yang kompleks pula sehingga diperlukan kode penyakit yang lebih spesifik supaya dapat menggambarkan kondisi penyakit secara lebih detail/lengkap (Dewa Gede, 2010). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 27 Juni 2016, di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum masih ditemukan penulisan kode diagnosis neoplasma yang tidak tepat terutama pada tahun Dalam pemberian kode diagnosis neoplasma petugas coding belum mencantumkan kode morfologi yang menunjukkan keganasan dari neoplasma tersebut. Ketidaktepatan kode diagnosis masih ditemukan karena petugas coding belum menerapkan sepenuhnya aturan dan ketentuan pemberian kode diagnosis berdasarkan ICD-10. Ketepatan kode diagnosis sangat krusial dibidang manajemen data klinis dalam

14 3 upaya meningkatkan keakuratan dan konsistensi data yang terkode (Gemala, 2011). Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu petugas coding di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum menjelaskan untuk evaluasi ketepatan hasil kode diagnosis khususnya neoplasma pada tahun 2015 belum pernah dilakukan evaluasi. Pengodean di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum menggunakan ICD-10 sebagai pedoman pengodean semua kasus termasuk kasus neoplasma. Seiring dengan perkembangan yang terjadi, pada tahun 2016 proses pengodean di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum sudah mulai dilakukan perubahan dan perbaikan dalam hal proses pengodean. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengambil judul KTI Ketepatan Kode Diagnosis Pada Kasus Neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Tahun B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana pengodean diagnosis pada kasus neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengodean diagnosis neoplasma berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang.

15 4 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui tingkat ketepatan pengodean diagnosis kasus neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. b. Mengetahui faktor yang mengakibatkan ketidaktepatan pengodean kasus neoplasma di RS Panti Wilasa Citarum Semarang. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis a. Bagi Rumah Sakit Sebagai masukan kepada petugas untuk bahan pertimbangan dalam meningkatkan ketepatan pengodean di masa-masa mendatang. b. Bagi Peneliti Menambah pengalaman dan pengetahuan dibidang rekam medis khususnya dalam menentukan kode penyakit serta dapat menerapkan teori-teori yang sudah ada dan diperoleh selama perkuliahan secara langsung. 2. Manfaat Teoritis a. Bagi Institusi Pendidikan Karya Tulis Ilmiah yang dihasilkan peneliti diharapkan dapat memberi masukan ilmu sebagai bahan pembelajaran dan memperkaya wawasan terutama dibidang rekam medis serta mendapatkan masukan untuk meningkatkan tersusunnya kurikulum rekam medis dan informasi kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.

16 5 b. Bagi Rumah Sakit Dapat menjadi masukan dalam upaya meningkatkan ketepatan pengodean diagnosa penyakit di rumah sakit, terutama kasus neoplasma. c. Bagi Peneliti lain Dapat menjadi acuan dan wacana bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan topik yang hampir sama. E. Keaslian Penelitian Menurut sepengetahuan peneliti, penelitian dengan judul Ketepatan Kode Diagnosa Pada Kasus Neoplasma Di RS Panti Wilasa Citarum Tahun 2015 belum pernah dilakukan di RS Panti Wilasa Citarum Semarang. Namun penulis menemukan beberapa penelitian serupa yaitu : 1. Menurut Asmaratih (2014), dengan judul Analisa Keakuratan Kode Diagnosis Utama Neoplasma yang Sesuai dengan Kaidah Kode ICD-10 pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di RSUD Tugurejo Semarang Periode Triwulan 1 Tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari total sampel 68 dokumen rekam medis dengan diagnosis utama neoplasma di tahun 2014 ditemukan 31 dokumen rekam medis dengan pengodean tidak akurat, sedangkan 37 dengan pengodean akurat. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan metode observasi dan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah dokumen rekam medis dengan diagnosis utama neoplasma. Berdasaran hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Tugurejo Semarang, bahwa pengodean diagnosis kecuali untuk kode penyakit neoplasma diberikan oleh petugas coding, 54,41% dokumen rekam medis

17 6 tidak akurat 45,59% sisanya akurat. Persamaan dengan dengan peneltian ini adalah variabel penelitian, metode, instrumen dan alat analisis yang digunakan. Perbedaan dengan penelitian ini tempat penelitian dan jumlah populasi dan sampel. 2. Maesaroh, Indradi dan Arief (2011), dengan judul Analisis Kelengkapan Kode Klasifikasi Dan Kode Morphology pada Diagnosis Carcinoma Mammae Berdasarkan ICD-10 di RSUD Kabupaten Karanganyar Tahun Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, dengan metode pendekatan restrospektif. Populasi yang digunakan adalah 49 dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosis Carcinoma Mammae tahun 2011 dengan sampel menggunakan teknik sampling jenuh, sehingga sampel yang digunakan sejumlah 49 dokumen rekam medis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melakukan kodefikasi diagnosis Carcinoma Mammae menggunakan ICD-10 edisi revisi tahun 2004, kode diagnosis Carcinoma Mammae yang lengkap sebesar 0 (0%) dan kode diagnosis Carcinoma Mammae yang tidak lengkap sebesar 49 (100%). Berdasarkan 49 kode yang tidak lengkap dikarenakan petugas coding belum mencantumkan kode morphology. Ketidaklengkapan kode diagnosis Carcinoma Mammae disebabkan karena kesalahan coder tidak menerapkan prosedur pemberian kode berdasarkan ICD-10, tidak menerapkan prosedur pemberian kode penyakit yang ada, kartu indeks yang belum spesifik dan penggunaan buku bantu sehingga coder memberikan kode C50.9 untuk

18 7 semua pasien Carcinoma Mammae. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel penelitian, tempat penlitian, metode, jumlah populasi dan sampel. 3. Setyorini, Sugiarsi dan Widjokongko (2012) dengan judul Analisis Kelengkapan Kode Topography dan Kode Morphology pada Diagnosis Carcinoma Cervix Berdasarkan ICD-10 di RSUD Dr. Moewardi Triwulan IV Tahun Jenis penelitian ini adalah deskriptif, dengan pendekatan restrospektif. Populasi penelitian adalah 93 dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosis Carcinoma Cervix tahun Besar sampel sejumlah 33 dokumen rekam medis pada kasus baru yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan cara mendiskripsikan data yang telah dikumpulkan dan diolah menjadi kelengkapan dan ketidaklengkapan kode diagnosis carcinoma cervix hasil dari proses kodefikasi ICD-10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melakukan kodefikasi diagnosis Carcinoma Cervix menggunakan ICD-10 edisi revisi tahun 2004, kode diagnosis Carcinoma Cervix yang lengkap sebesar 14 kode (42,42%) sedangkan kode diagnosis Carcinoma Cervix yang tidak lengkap sebesar 19 kode (57,58%). Berdasarkan 19 kode yang tidak lengkap dikarenakan petugas coding belum tepat dalam mengkode kode morphology dan belum mencantumkan kode morphology. Ketidaklengkapan kode diagnosis Carcinoma Cervix disebabkan tidak adanya lembar pemeriksaan PA dan ketidaktelitian coder untuk melihat hasil PAnya pada dokumen rekam medis pasien. Perbedaan dengan penelitian ini adalah

19 8 variabel penelitian, tempat dan waktu penelitian, pendekatan, teknik sampling. Persamaan dengan penelitian ini pada jenis penelitian dengan menggunakan desktiptif.

20 35 BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Kota Semarang mempunyai 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Mlatiharjo merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kota Semarang Timur, Semarang, Jawa Tengah. Berdasarkan letak geografis wilayah kelurahan Mlatiharjo memiliki batas wilayah : a. Sebelah Utara : Kelurahan Kebonagung b. Sebelah Selatan : Kelurahan Rejosari c. Sebelah Barat : Kelurahan Gabahan d. Sebelah Timur : Kelurahan Rejomulyo dan Mlatibaru Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum berada di kelurahan Mlatiharjo, tepatnya di jalan Citarum No.98 Kelurahan Mlatiharjo Kota Semarang Timur. Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum adalah sebuah rumah sakit umum kelas madya (C) yang merupakan salah satu unit kerja dari Yayasan Kristen Untuk Kesehatan Umum (YAKKUM), yaitu sebuah yayasan kesehatan kristen yang berdiri sebagai hasil kerjasama antara Sinode Gereja Kristen Jawa dan Sinode Gereja Kristen Indonesia.

21 36 2. Tata Cara Pengodean Diagnosis Neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Dari hasil penelitian di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, untuk pengodean dibagi menjadi 3 yaitu coding rawat jalan, coding rawat inap, dan coding INA CBG s. Coding rawat jalan dikerjakan oleh dua orang petugas. Coding rawat inap dikerjakan oleh satu orang petugas yang mana merangkap sebagai petugas pelaporan. Sedangkan untuk pengodean INA CBG s dikerjakan oleh dua orang petugas. Pengodean di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum dilakukan secara komputerisasi. Pengodean dokumen pasien rawat inap dengan diagnosis neoplasma tahun 2015 adalah sebanyak 162 dokumen rekam medis. Diagnosis utama neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum ditulis pada formulir ringkasan riwayat masuk dan keluar (RM 1) dan resume keluar (RM 50) oleh dokter yang merawat pasien. Diagnosis neoplasma ini didapatkan dari penyakit utama yang diderita pasien. Selain dari penyakit utama yang diderita pasien, juga berdasarkan pada kondisi klinis dan ditunjang dengan hasil pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan patologi anatomi (PA). Kemudian diagnosis utama neoplasma di coding menggunakan ICD-10 dan kode yang dihasilkan ditulis pada formulir ringkasan riwayat masuk dan keluar (RM 1) yang dilaksanakan oleh petugas coding. Peneliti melakukan observasi pada proses pengodean diagnosis yang dilakukan oleh petugas coding.

22 Hasil observasi proses pengodean diagnosis di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.1 Check List Observasi Pengodean Diagnosis No Aspek yang diamati Ya Tidak 1. Petugas coding membuka formulir ringkasan masuk dan keluar 2. Petugas coding membaca diagnosis yang yang dituliskan dokter 3. Petugas coding melihat hasil pemeriksaan penunjang (bagi yang sudah ada hasilnya) 4. Petugas coding mencari lead term/kata kunci Petugas coding menentukan pilihan kode istilah diagnosis sesuai dignosis yang tertera pada lembar ringkasan masuk dan keluar pada 5. ICD-10Volume 3 dengan memperhatikan semua perintah, keterangan, includes, excludes, use additional code dan lain-lain yang menyertainya. Petugas coding mencocokkan hasil kode 6. diagnosis yang ada di ICD-10 Volume 3 dengan yang ada di ICD-10 Volume 1 7. Menuliskan hasil kode diagnosis pada lembar ringkasan masuk dan keluar Pengoden diagnosis neoplasma oleh petugas coding di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum tidak menggunakan ICD-10 Volume 1 dan 2. Hal ini ditegaskan dari pernyataan Responden B : Tidak. Cukup pakai ICD-10 Volume 3 saja. Kecuali kalau dibutuhkan baru nanti pakai ICD-10 Volume 1 dan 2. Responden B

23 Maksud pernyataan dari Responden B adalah untuk pengodean ICD-10 yang digunakan adalah ICD-10 Volume 3 karena dari ICD-10 Volume 3 sudah bisa dipastikan kodenya. Kecuali jika ditemukan kasus baru yang masih ragu kodenya, untuk mengecek ketepatan kodenya maka perlu menggunakan ICD-10 Volume 1. Hal ini juga dijelaskan dari pernyataan Responden C : Enggak sih. Pakai ICD-10 Volume 3 saja bisa. Soalnya sini kan pakainya elektronik tinggal diketik kodenya sudah muncul. Kecuali kalau ada kasus baru, kita pakai ICD-10 Volume 1 Maksud dari pernyataan Responden C yaitu pengodean diagnosis di Responden C Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum menggunakan ICD-10 Volume 3. Pengodean dilakukan secara elektronik jadi saat petugas mengetikkan diagnosis, secara otomatis sudah langsung muncul kode diagnosisnya. Terkecuali untuk kasus baru, pengodean diagnosis baru menggunakan ICD- 10 Volume 1 untuk mencari kecocokan dan ketepatan. Dalam melakukan pengodean diagnosis, petugas coding mengaku masih sering mengalami kesulitan dalam membaca tulisan dokter. Peneliti juga melakukan analisis terhadap tatacara pengodean diagnosis yang tulisannya susah dibaca.

24 Berikut merupakan hasil observasi oleh peneliti mengenai tata cara pengodean yang dilakukan oleh petugas coding jika diagnosis susah dibaca : Tabel 4.2 Check List Observasi Tata Cara Pembacaan Diagnosis No Aspek yang diamati Ya Tidak 1. Petugas membuka lembar catatan keperawatan Apabila belum terbaca, petugas 2. menanyakan langsung kepada dokter yang bersangkutan 3. Membuka hasil pemeriksaan laboraturium PA Hal ini diperjelas dengan pernyataan dari Responden B : Ya..kita bisa membuka catatan keperawatan. Kalau masih kurang jelas tanya dokter yang bersangkutan dong. Atau untuk kasus neoplasma Maksud dari pernyataan Korespnden B adalah apabila saat pengodean bisa lihat hasil pemeriksaan PA tho.. Responden B Maksud dari pernyataan Responden B adalah apabila terdapat diagnosis yang tidak terbaca atau penulisannya belum jelas, petugas membuka catatan keperawatan. Apabila dalam catatan keperawatan masih belum jelas, maka petugas langsung bertanya kepada dokter yang merawat. Untuk kasus neoplasma bisa melihat dari hasil pemeriksaan patologi anatomi. 3. Ketepatan Kode Diagnosis Neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel sebanyak 62 dokumen rekam medis rawat inap dengan diagnosis utama neoplasma

25 40 bulan Januari sampai dengan bulan Desember Studi dokumentasi yang dilakukan peneliti adalah dengan mencatat nomor rekam medis, diagnosis penyakit pada dokumen rekam medis rawat inap dan mencatat kode diagnosis pada dokumen rekam medis. Kemudian peneliti mengambil data dari dokumen rekam medis rawat inap berupa diagnosis utama dan kode diagnosis pada lembar ringkasan masuk dan keluar keluar (RM 1) Untuk mengetahui tingkat ketepatan kode diagnosis neoplasma dengan ICD-10 di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang, peneliti membandingkan hasil kode yang ada pada lembar ringkasan masuk dan keluar (RM 1) dengan kode koreksi yang berasal dari pakar coding.di dalam dokumen rekam medis ringkasan masuk dan keluar (RM 1) tidak terdapat kode morfologi.

26 41 tabel berikut : Untuk hasil analisis ketepatan kode diagnosis ditunjukkan pada a. Presentase Ketepatan Kode Morfologi Diagnosis Neoplasma Tabel 5.1 Analisis Ketepatan Kode Morfologi Diagnosis Neoplasma No Aspek Ketepatan Kode Jumlah Prosentase 1. Tepat 6 karakter Tepat 5 karakter Tepat 4 karakter Tepat 3 karakter Tepat 2 karakter Tepat 1 karakter Tidak tepat sama sekali Tidak dikode % Total % Sumber : Data Sekunder Rekam Medis Tahun 2015 Pada tabel 5.1 diatas dapat dilihat ketepatan kode morfologi diagnosis neoplasma tahun 2015 pada dokumen rekam medis rawat inap yang dilakukan di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang setelah diteliti berdasarkan ketepatan tiap-tiap karakternya didapatkan hasil 0 (0%) kode tepat 6 karakter, 0 (0%) kode tepat 5 karakter, 0 (0%) kode tepat 4 karakter, 0 (0%) kode tepat 3 karakter, 0 (0%) kode tepat 2 karakter, 0 (0%) kode tepat 1 karakter, 0 (0%) kode tidak tepat sama sekali dan 62 (100%) tidak dikode. Petugas coding di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum tidak mencantumkan kode morfologi. Petugas coding hanya mengode kode topografi.

27 42 b. Presentase Ketepatan Kode Topografi Diagnosis Neoplasma Tabel 5.2 Analisis Ketepatan Kode Topografi Diagnosis Neoplasma No Aspek Ketepatan Kode Jumlah Prosentase 1. Tepat 4 karakter % 2. Tepat 3 karakter % 3. Tepat 2 karakter Tepat 1 karakter Tidak tepat sama sekali Tidak dikode 0 0 Total % Sumber : Data Sekunder Rekam Medis Tahun 2015 Pada tabel 5.2 diatas dapat dilihat mengenai ketepatan kode topografi diagnosis neoplasma tahun 2015pada dokumen rekam medis rawat inap di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang yaitu masih terdapat kode yang tidak tepat. Setelah di analisis ketepatan nya berdasarkan tiap-tiap karakter, maka dapat diperoleh hasil 45 (72,59%) kode tepat 4 karakter, 17 (27,41%) kode tepat 3 karakter, 0 (0%) kode tepat 2 karakter, 0 (0%) kode tepat 1 karakter, 0 (0%) kode tidak tepat sama sekali dan 0 (0%) kode tidak dikerjakan. Dari hasil penelitian dengan menggunakan alat bantu pedoman wawancara untuk mengetahui apakah pengodean neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum menggunakan kode topogafi dan morfologi atau hanya salah satu kode yang digunakan. Ternyata pengodean diagnosis neoplasma hanya menggunakan kode topografi.

28 Petugas coding tidak mengode keadaan morfologinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Responden A : Ya, sementara baru satu. Morfologinya belum. Dulu saya pernah dapat ilmunya tetapi waktu workshop mengenai ICD-O. Saya hanya meneruskan dari yang senior Responden A Maksud pernyataan Responden A tersebut adalah dalam pengodean diagnosis neoplasma, petugas coding hanya mengode kode topografi. Walaupun begitu, petugas coding sudah tahu dan mengerti tentang pengodean neoplasma. Dalam melakukan pengodean diagnosis, petugas mengikuti prosedur pengodean dari petugas yang senior. Pernyataan itu juga sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Responden C yaitu : Rawat inap belum. Rawat jalan belum semuanya berjalan Responden C Maksud dari pernyataan Responden C tersebut adalah pengodean kode morfologi untuk rawat inap dan rawat jalan belum berjalan. Ketepatan kode diagnosis yang ditentukan oleh petugas coding sangat tergantung dari diagnosis yang dituliskan oleh dokter. Apabila ada diagnosis yang kurang jelas pada lembar ringkasan masuk dan keluar (RM 1), petugas coding membuka catatan asuhan keperawatan

29 dan menanyakan nya kepada dokter. Hal ini sesuai dengan pernyataan Respoden A : Ya iya,perlu.kalau dokter nulisnya jelas kan ngodingnya gampang. Kita bisa liat di catatan keperawatan. Kalau belum jelas lagi kita tanya sama dokter Responden A Maksud dari pernyataan Responden A tersebut adalah apabila dalam penulisan diagnosis tulisan dokter bisa dibaca petugas coding bisa mengode dengan tepat berdasarkan diagnosis yang tertulis. Apabila petugas coding mengalami kesulitan berupa tulisan diagnosis yang kurang jelas, maka petugas membuka catatan keperawatan. Jika di dalam catatan keperawatan juga belum jelas, maka petugas coding bertanya kepada dokter yang bersangkutan. Untuk mendapatkan kode diagnosis yang tepat petugas coding terkadang masih mengalami kebingungan. Hal ini dikarenakan belum adanya hasil pemeriksaan penunjang berupa hasil pemeriksaan laboraturium patologi anatomi (PA). Petugas coding hanya mengode diagnosis berdasarkan apa yang ditulis dokter pada lembar ringkasan masuk dan keluar (RM 1). Di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, belum terdapat laboraturium pemeriksaan patologi anatomi (PA), sehingga pihak dari rumah sakit harus bekerja sama dengan laboraturium lain dari pihak luar.

30 Hal ini sesuai dengan pernyataan Responden B : Ya iya bingung, karena untuk tepat dan akurat kan kita bisa lihat dari hasil PA. Tapi kan disini belum ada laboraturium PA. Jadi ya dikirim keluar. Kalau yang ditulis kan diagnosa masuk. Jadi ya saya kode berdasarkan apa yang ditulis dokter gitu. Dokter menulis kan mesti ada dasarnya. Responden B Maksud dari pernyataan Responden B tersebut adalah untuk menentukan ketepatan kode diagnosis bisa dengan melihat hasil pemeriksaan penunjang yaitu hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA). Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum belum mempunyai laboraturium patalogi anatomi, sehingga untuk pemeriksaan laboraturium dilakukan pemeriksaan diluar rumah sakit. Sebelum dilakukan pemeriksaan laboraturium, diagnosis yang tertulis pada lembar ringkasan masuk dan keluar merupakan diagnosis masuk. Biasanya dokter menulis diagnosis ada dasarnya. Petugas coding hanya mengode apa yang ditulis dokter. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan dari Responden E : Iya bener. Ya tetap bisa. Kan untuk menentukan diagnosis nggak mesti pakai pemeriksaan penunjang. Sudah bisa diketahui pakai gejala klinis. Responden E Maksud dari pernyataan Responden E adalah Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum belum memiliki laboraturium PA. Sehingga untuk pemeriksaan PA dilakukan di luar rumah sakit. Penentuan diagnosis penyakit tidak harus dengan pemeriksaan PA karena sudah bisa

31 diketahui dari gejala klinis yang terjadi. Pemeriksaan laboraturium PA diperlukan untuk penegakan diagnosis. Ketepatan kode diagnosis sangat berpengaruh dalam proses pelaporan. Semakin tepat kode diagnosis maka informasi data yang dihasilkan semakin baik dan akurat. Ketepatan kode juga berpengaruh pada sistem pembiayaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Responden D : Ya benar sekali. Dengan ketepatan kode bisa menyajikan data yang benar dan tepat. Responden D Maksud dari pernyatan Responden D adalah ketepatan kode diagnosis berpengaruh pada sistem pelaporan. Semakin tepat kode diagnosis yang dihasilkan semakin baik dan akurat data yang disajikan. 4. Faktor yang Mempengaruhi Ketidaktepatan Kode Diagnosis Neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Dari hasil penelitian mengenai ketepatan kode diagnosis neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum diperoleh faktor-faktor penyebab yang mengakibatkan ketidaktepatan kode diagnosis. Faktor faktor tersebut antara lain yaitu : a. Sumber Daya Manusia Setiap petugas coding memiliki kesulitan yang hampir sama dalam menentukan kode diagnosis yang tepat. Kesulitan tersebut berupa kesulitan membaca tulisan dignosis yang ditulis oleh dokter.

32 Hal ini sesuai dengan pernyataan Responden A : Iya dek susah. Soalnya kadang tulisannya itu gak jelas. Responden A Maksud dari pernyataan Responden A adalah petugas coding terkadang masih mengalami kesulitan dalam membaca tulisan diagnosis dokter. Hal ini dikarenakan tulisan dokkter tidak jelas. Peneliti juga melakukan analisis terhadap keterbacaan tulisan dokter. Berikut merupakan hasil observasi peneliti mengenai tulisan diagnosis yang ditulis oleh dokter : Tabel 5.3 Check List Observasi Tulisan Dokter No Aspek yang diamati Ya Tidak 1. Tulisan menggunakan huruf kapital 2. Tulisan disingkat 3. Menggunakan istilah medis Ketepatan setiap hasil kode yang didapatkan bergantung dari kualitas petugas coding masing-masing. Petugas coding memiliki kemampuan dan pemahaman yang berbeda. Begitu juga ketelitian setiap petugas coding juga berbeda. Hal tersebut dapat menjadi faktor yang menyebabkan ketidakepatan kode diagnosis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Responden C : Ya tidak bisa disamakan, setiap petugas kan kemampuannya masing-masing. Teliti ya harus perlu untuk ketepatan. Responden C

33 Berdasarkan hasil wawancara diatas, maksud dari pernyataan Responden C adalah kemampuan yang dimiliki setiap petugas coding berbeda-beda dan tidak sama. Untuk ketepatan bergantung dari masing-masing petugas coding. Selain kemampuan yang dibutuhkan, ketelitian dalam mengode juga diperlukan untuk menentukan kode yang tepat. Sebelum melakukan pengodean, petugas coding harus tahu dan mengerti tentang tatacara aturan pengodean. Hal ini sesuai dengan pernyataan Responden B : Ya...harus tau. Ya kalau tidak tahu tata aturan dulu bagaimana kita mau bekerja Responden B Maksud dari pernyataan Responden B adalah setiap petugas coding harus tahu mengenai tata aturan apa yang menjadi pekerjaannya terlebih dahulu sebelum bekerja. Hal ini untuk mengurangi kesalahan dalam bekerja. b. Standar Operasional Prosedur (SOP) Setiap unit kerja mempunyai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang akan dijadikan landasan untuk bekerja. Dari hasil penelitian di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum sudah ada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengatur tentang penentuan kode diagnosis.

34 Hal ini sesuai dengan pernyataan Responden A : Ya..ada SOP nya. Tapi tidak dijelaskan secara rinci. Hanya garis besarnya aja. Responden A Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Responden A, maksud dari pernyataan Responden A adalah di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum sudah ada Standar Operasional Prosedur (SOP) mengenai tata cara pengodean diagnosis. Di dalam SOP yang telah tertulis, belum dijelaskan secara rinci mengenai tatacara pengodean diagnosis tertentu. Sementara menurut Responden C : Iya sudah ada SOP kok dek.. Kamu kan yang lebih tahu tentang pekerjaanmu dan itu kan kompetensi mu. Dimanapun dan bagaimanapun pekerjaannya harusnya sudah bisa tanpa harus sesuai 100% dengan kebijakan. Responden C Maksud pernyataan dari Respondensi C adalah untuk tatacara pengodean sudahbterdapat SOP. Setiap petugas mempunyai bagian pekerjaan masing-masing yang dilakukan setiap hari mengenai apa dan bagaimana pekerjaannya. Dari pekerjaan yang dilakukannya itulah petugas lebih tahu dan mengerti tentang pekerjaannya. Pengodean merupakan kompetensi rekam medis. Sebagai lulusan D3 Rekam Medis harus sudah bisa melakukan pekerjaan sesuai kompetensinya tanpa adanya standar operasional prosedur yang spesifik karena itu merupakan kompetensi petugas rekam medis.

35 50 B. Pembahasan Penelitian 1. Tata Cara Pengodean Diagnosis Neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Berdasarkan hasil penelitian mengenai tata cara kodefikasi diagnosis neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum tidak menggunakan ICD-10 Volume 1 dan ICD-10 volume 2. Pengodean diagnosis berdasarkan pada ICD-10 Volume 3. Setelah mendapatkan lead term/ kata kunci petugas langsung mencari kode diagnosis pada ICD-10 Volume 3. Setelah kode diagnosis ditemukan, petugas langsung memasukkan kode tersebut ke dalam aplikasi pengodean dan menuliskan kode diagnosis pada lembar ringkasan masuk dan keluar. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas coding di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, dalam pengodean diagnosis tidak memerlukan ICD-10 Volume 1 maupun ICD-10 Volume 2. Kode dignosis yang ditemukan pada ICD-10 Volume 3 langsung diinputkan ke dalam aplikasi pengodean. ICD-10 Volume 1 dan ICD-10 Volume 2 digunakan apabila terdapat kasus baru. Hal ini bertentangan dengan aturan dan tata cara pengodean diagnosis yang terdapat pada ICD-10 Volume 2. Di dalam ICD-10 Volume 2 (2010), dijelaskan untuk mendapatkan hasil kode diagnosis yang akurat setelah menemukan kode diagnosis pada ICD-10 Volume 3 kemudian dicocokkan dengan hasil kode yang terdapat pada ICD-10

36 51 Volume 3. Hal tersebut dilakukan guna mengurangi kesalahan dan ketidaktepatan dalam menentukan kode diagnosis. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas coding di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum sudah terdapat Standar Opeasional Prosedur (SOP) yang mengatur tentang tata cara pengodean diagnosis rawat jalan dan rawat inap. Hal ini sesuai dengan triangulasi teknik yang dilakukan peneliti dengan membandingkan hasil wawacara dengan hasil studi dokumentasi. Dalam melakukan pengodean petugas juga harus memperhatikan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku di dalam rumah sakit. Di dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) rumah sakit mengenai tata cara pengodean diagnosis tidak dijelaskan secara rinci mengenai tata cara pengodean untuk kasus tertentu seperti neoplasma dalam hal pencantuman kode morfologi. Petugas coding juga sependapat bahwa kode yang tepat untuk kasus neoplasma selain mencantumkan kode klasifikasi juga perlu mencantumkan kode morfologi sebagai pelengkap dan penjelasan dari perangai neoplasma. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pemberian kode diagnosis untuk kasus neoplsma tidak dicantumkan kode morfologi. Berdasarkan analisis peneliti, petugas coding melaksanakan kebijakan pengodean di rumah sakit tetapi mengabaikan kebijakan pemberian kode sesuai dengan ICD-10. Seharusnya suatu kebijakan tidak boleh mengabaikan kebijakan lain. Menurut Azwar (1996), sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan yang terpadu dari berbagai elemen yang

37 52 berhubungan sert saling mempengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Sabarguna (2008), prosedur berisi tentang langkahlangkah kerja yang dikerjakan pada pelayanan tertentu. Tetap dibuat bertujuan untuk bahan acuan dalam cara melaksanakan tugas tertentu dan menjadi tolak ukur pelaksanaannya, menghindarkan kesalahan dan kebingungan dalam pelaksanaan tugas, menjamin terlaksananya pekerjaan menurut aturan yang benar secara efisien, memperjelas garis tanggungjawab, serta sebagai perlidungan hukum baik bagi karyawan maupun instansi pelayanan kesehtan. 2. Ketepatan Kode Diagnosis Neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum a. Ketepatan Kode Morfologi Diagnosis Neoplasma Berdasarkan hasil analisis terhadap ketepatan kodediagnosis morfologi pada kasus neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum bulan Januari sampai dengan Desember 2015 (lihat tabel 4.1), dapat dilihat bahwa presentase ketepatan kode diagnosis morfologi sangatlah jauh dari presentase tidak ketepatannya. Presentase pada hasil analisis ketepatan kode diagnosis dengan kategori enam karakter menunjukkan angka yang sangat rendah yaitu 0% dengan kata lain tidak ada satupun kode diagnosis morfologi yang tepat dalam 6 karakter. Sedangkan presentase untuk kode diagnosis morfologi yang tidak dikode menunjukkan angka 100%. Itu artinya dari 62 dokumen

38 53 rekam medis rawat inap yang digunakan sebagai sampel, semuanya tidak mencantumkan kode morfologi. Pencantuman kode morfologi tidak dilakukan karena petugas coding masih mengikuti prosedur pemberian kode dari petugas coding yang terdahulu. Pencantuman kode morfologi untuk pengodean kasus neoplasma sangat penting. Di dalam ICD-10 Volume 2 (2010), dijelaskan kode morfologi terdiri dari 6 digit yaitu M8000/0 sampai dengan M9989/3 yang berguna untuk menentukan tipe dari neoplasmaatau menunjukkan tingkat kegananasan dari neoplasma tersebut. Digit terakhir, menentukan sifat dari neoplasma. Sebagai contoh kode C53.9. Kode C53.9 jika ditulis dengan kode morfologinya yaitu M8000/3. Penulisan kode neoplasma dengan tidak mencantumkan kode morfologi berpengaruh pada sifat neoplasma tersebut. Pemberian kode diagnosis neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang dengan tidak mencantumkan kode morfologi disebabkan oleh lembar hasil pemeriksaan patologi anatomi yang seringkali hasilnya datang terlambat karena pemeriksaan laboraturium di luar rumah sakit. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kode yang dihasilkan oleh petugas coding. b. Ketepatan Kode Topografi Diagnosis Neoplasma Berdasarkan hasil analisa terhadap ketepatan kode topografi kasus neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum bulan Januari

39 54 sampai dengan Desember 2015 (lihat tabel 4.2), dapat dilihat bahwa presentase ketepatan kode toprografi pada diagnosis neoplasma menunjukkan tingkat yang tinggi. Presentase pada hasil analisis ketepatan kode topografi pada diagnosis neoplasma dengan kategori tepat 4 karakter menunjukkan angka yang tinggi yaitu 72,59%. Sedangkan presentase ketepatan kode topografi pada diagnosis neoplasma dengan kategori tepat 3 karakter menunjukkan angka 27,41% dengan kata lain dari 62 dokumen rekam medis rawat inap yang digunakan sebagai sampel terdapat 17 dokumen rekam medis rawat inap yang hasil kodenya tepat 3 karakter. Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kategori ketepatan kode diagnosis tidak semuanya tepat 4 karakter. Jika spesifikasi kode pada ICD-10 mencantumkan kategori sampai 4 karakter, maka penentuan kode harus tepat sampai karakter terkahir. Hal ini sesuai dengan teori WHO (2010), bahwa sub kategori 4 karakter digunakan paling tepat untuk identifikasi, misalnya variasi tempat yang berbeda pada kategori 3 karakter untuk penyakit tunggal, atau penyakit yang berdiri sendiri pada kategori 3 karakter untuk grup kondisi. Ketepatan kode topografi pada diagnosis kasus neoplasma di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang bulan Januari sampai dengan Desember 2015 tergolong tinggi. Kode yang tepat sampai 3 karakter yaitu 27,41% atau sekitar 17 kode diagnosis dari 62 kode diagnosis yang diteliti ketepatnnya. Kode tepat 3 karakter dapat

40 55 digunakan dalam proses pelaporan misalnya RL2b. Ketepatan kode diagnosis sangat berpengaruh sebagai dasar pembuatan laporan yang penting, seperti laporan data keadaan morbiditas, dan laporan sepuluh besar penyakit. Penggunaan kode diagnosis yang tepat harus ditegakkan untuk mengidentifikasi diagnosis yang spesifik dan prosedur klinik pada klaim, pengisisan form dan transaksi elektronik (AHIMA, 2009). Kualitas data terkode merupakan hal penting bagi kalangan tenaga personel Mmanajemen Informasi Kesehatan. Ketepatan data diagnosis sanga krusial di bidang manajemen data klinis, penagihan biaya,beserta hal-hal yang berkaitan dengan asuhan pelayanan kesehatan (Hatta, 2010). 3. Faktor yang Mempengaruhi Ketidaktepatan Kode Diagnosis Neoplasma di RS Panti Wilasa Citarum a. Sumber Daya Manusia (SDM) Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas coding di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum faktor yang menyebabkan ketidaktepatan kode diagnosis adalah petugas coding masih kesulitan dalam membaca tulisan dokter. Petugas coding juga menyatakan bahwa yang bertanggungjawab dengan kode diagnosis adalah petugas coding rekam medis. Hal ini sesuai dengan Permenkes Nomor 55 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis, seorang perekam medis harus mampu melaksanakan sistem klasifikasi

41 56 klinis dan kodefikasi penyakit yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis sesuai terminologi medis yang benar. Sesuai teori diatas, petugas coding harus memahami peran dan tugasnya dalam menghasilkan kode yang akurat untuk data pelaporan agar menghasilkan informasi yang bernilai guna. Menurut Maulana (2008), memahami (comprehension) berarti kemampuan untuk menjelskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan. Untuk meningkatkan pemahaman dapat dilakukan dengan mengikuti pelatihan. Berdasar hasil wawancara dengan petugas coding selama ini petugas coding belum semua pernah mengikuti pelatihan. Padahal berdasar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, pelatihan di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan ketrampilan atau penguasaan pengetahuan di bidang teknis kesehatan. b. Standar Operasioal Prosedur (SOP) Berdasarkan hasil penelitian mengenai Standar Operasional Prosedur (SOP) di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, sudah terdapat Standar Operasional Prosedur (SOP) mengenai tata cara pengodean diagnosis tetapi tidak dijelaskan secara rinci mengenai tata cara

42 57 pengodean untuk kasus tertentu seperti neoplasma dalam hal pencantuman kode. Standar Operasional Prosedur (SOP) mempunyai pengaruh besar dalam keberhasilan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Standar Operasional Prosedur yang tidak sesuai akan mengakibatkan kerugian yang besar seperti kesalahan dalam pelayanan kesehatan. Dalam Kepmenkes No. 04 tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan disebutkan salah satu tujuan strategis adalah upaya penataan manajemen kesehatan. Salah satu langkah kunci dalam tujuan atau upaya penataan manajemen adalah dengan dibuatkan Standar Operasional Prosedur (SOP). Dalam Permenkes RI No tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran dijelaskan bahwa SPO harus dijadikan panduan bagi seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan Standar Operasional Prosedur (SOP) dikatakan baik jika semua yang tertulis di dalamnya dapat dibaca dan dimengerti oleh setiap orang yang menggunakannya. Oleh sebab itu SOP harus disusun secara jelas dan rinci. Salah satu prinsip dalam pembuatan Standar Operasional Prosedur adalah mudah dimengerti dan jelas. Di dalam SOP juga harus tertulis perincian suatu kegiatan.selain itu, Standar Operasional Prosedur (SOP) harus sering diperbaharui. Hal ini dijelaskan dalam Permendagri No. 52 (2011), SPO harus diitinjau kembali dan

43 58 diperbaharui sekurangnya 2 (dua) tahun sekali sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi. C. Keterbatasan dan Hambatan Penelitian Penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan yang mengakibatkan hasilnya belum sesuai yang diharapkan. Keterbatasan dalam penelitian tersebut yaitu : 1. Kurangnya pengetahuan petugas coding mengenai tata cara aturan pengodean yang benar berdasarkan ICD-10 dan kurangnya pengetahuan serta pemahaman mengenai kodefikasi neoplasma. Sehingga sulit bagi peneliti untuk bertanya ataupun mewawancarai tentang pengodean diagnosis. 2. Ada kemungkinan responden menjawab kurang jujur sehingga hasil penelitian bisa menjadi bias. 3. Keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. 4. Kurang mendukungnya aplikasi yang terdapat pada komputer untuk mencari sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian.

44 59 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Pengodean diagnosis neoplasma belum sesuai dengan kaidah ICD-10 Volume 2. Presentase ketepatan kode topografi diagnosis neoplasma adalah 72,59% dan kode morfologi tidak dikode. 2. Faktor yang menyebabkan ketidaktepatan dalam pengodean adalah B. SARAN petugas coding sulit membaca tulisan dokter disertai Standar Operasional Prosedur pengodean yang kurang jelas. 1. Untuk mendapatkan kode diagnosis yang tepat, sebaiknya dalam pengodean diagnosis tetap mengikuti kaidah dan aturan yang ada pada ICD Sebaiknya dilakukan sosialisasi untuk dokter mengenai tatacara penulisan diagnosis yang benar pada dokumen rekam medis dan dilakukan revisi untuk Standar Operasional Prosedur (SOP) pengodean agar lebih jelas

45 60 DAFTAR PUSTAKA AHIMA. (2009). Research and Policy Model for Health Informatics and Information Management. AJCC. (2010) Cancer Staging Manual 7th Edition. VII: Akmal, M. Zely, I. (2010). Ensiklopedi kesehatan untuk umum. Jogjakarta: Arruzz Media American Joint Commitee on Cancer, Breast Cancer Staging.Washington:American Joint Commitee on Cancer. Available from : 27 Mei 2016] Arikunto, S Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta. Asmaratih. (2014) Analisa Keakuratan Kode Diagnosis Utama Neoplasma Yang Sesuai Dengan Kaidah Kode Icd-10 Pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap Di Rsud Tugurejo Semarang Periode Triwulan 1 Tahun Semarang: Dian Nuswantoro University Semarang. Azwar. (1996) PengantarAdministrasi Kesehatan. Jakarta: Sinar Harapan. Depkes RI. (2003) Kepmenkes RI No.04 tentang Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan. Depkes RI. (2008) Permenkes RI, No. 269/MenKes/Per/III/2008,Tentang Rekam Medis. Jakarta: Depkes RI.. (2009) UU No. 44 Tahun 2009Tentang Rumah Sakit. Jakarta : Depkes RI.. (2010). Riset Kesehatan Dasar Tahun Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Depkes RI.. (2013) Permenkes RI No. 55 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Rekam Medis. Hatta G. (2010) Pedoman Managemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Edisi Revisi. UI- Press Huffman. (1994) Health Information Management, Edisi 10. Berwyn Illionis: Physicians record company.

Dwi Setyorini, Sri Sugiarsi, Bambang Widjokongko APIKES Mitra Husada Karanganyar

Dwi Setyorini, Sri Sugiarsi, Bambang Widjokongko APIKES Mitra Husada Karanganyar ANALISIS KELENGKAPAN KODE TOPOGRAPHY DAN KODE MORPHOLOGY PADA DIAGNOSIS CARCINOMA CERVIX BERDASARKAN ICD-10 DI RSUD Dr. MOEWARDI TRIWULAN IV TAHUN 2012 Dwi Setyorini, Sri Sugiarsi, Bambang Widjokongko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan. dapat dilepaskan dari kebijaksanaan pembangunan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan. dapat dilepaskan dari kebijaksanaan pembangunan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah bagian yang integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan. Sehingga pengembangan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi yang memiliki fungsi utama memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi yang memiliki fungsi utama memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi yang memiliki fungsi utama memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh pasien, baik rawat jalan, rawat inap, maupun gawat darurat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan upaya bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan upaya bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan merupakan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai sebuah pelayanan yang baik bagi pasien. sesuai dengan klasifikasi yang diberlakukan di Indonesia (ICD-10) tentang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai sebuah pelayanan yang baik bagi pasien. sesuai dengan klasifikasi yang diberlakukan di Indonesia (ICD-10) tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan pelayanan kesehatan, rekam medis menjadi salah satu faktor pendukung terpenting. Dalam Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam medis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional) yang diselenggarakan oleh BPJS (Badan Pelaksanan Jaminan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional) yang diselenggarakan oleh BPJS (Badan Pelaksanan Jaminan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan perkembangan pelayanan kesehatan, pemerintah sedang menggalakkan pelaksanaan program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang diselenggarakan oleh BPJS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. 1. representasi bagi data tersebut. Dalam bidang kesehatan, koding berarti

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. 1. representasi bagi data tersebut. Dalam bidang kesehatan, koding berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermutu dan memperoleh penghasilan yang cukup untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang bermutu dan memperoleh penghasilan yang cukup untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi-organisasi termasuk organisasi pemerintah di Indonesia pada era informasi saat ini, mulai memikirkan berbagai cara untuk melakukan berbagai perubahan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu faktor pendukung terpenting. Di dalam Permenkes RI Nomor

BAB I PENDAHULUAN. satu faktor pendukung terpenting. Di dalam Permenkes RI Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan pelayanan kesehatan, rekam medis menjadi salah satu faktor pendukung terpenting. Di dalam Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam

Lebih terperinci

TINJAUAN HUBUNGAN ANTARA SPESIFISITAS DIAGNOSIS UTAMA DENGAN AKURASI KODE KASUS PENYAKIT BEDAH PERIODE TRIWULAN I TAHUN 2014

TINJAUAN HUBUNGAN ANTARA SPESIFISITAS DIAGNOSIS UTAMA DENGAN AKURASI KODE KASUS PENYAKIT BEDAH PERIODE TRIWULAN I TAHUN 2014 TINJAUAN HUBUNGAN ANTARA SPESIFISITAS DIAGNOSIS UTAMA DENGAN AKURASI KODE KASUS PENYAKIT BEDAH PERIODE TRIWULAN I TAHUN 2014 Andreas Surya Pratama Abstract Based on the initial survey that has been conducted

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. 1. maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. 1. maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rekam Medis 1. Pengertian Rekam Medis Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. medis maupun non medis. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan. Republik Indonesia No. 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis

BAB I PENDAHULUAN. medis maupun non medis. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan. Republik Indonesia No. 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting untuk diperhatikan. Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan secara maksimal, sarana pelayanan kesehatan harus

Lebih terperinci

*) Alumni Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro. **) Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

*) Alumni Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro. **) Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro TINJAUAN SPESIFISITAS PENULISAN DIAGNOSIS PADA SURAT ELIGIBILITAS PESERTA (SEP) PASIEN BPJS RAWAT INAP BULAN AGUSTUS DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA CITARUM SEMARANG PERIODE 2015 Molek Dua na Ahlulia*), Dyah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Klasifikasi dan kodefikasi penyakit, Aspek hukum dan etika profesi, Manajemen rekam medis & informasi kesehatan, Menjaga mutu rekam

BAB 1 PENDAHULUAN. Klasifikasi dan kodefikasi penyakit, Aspek hukum dan etika profesi, Manajemen rekam medis & informasi kesehatan, Menjaga mutu rekam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Permenkes Nomor 269/Menkes/per/III tahun 2008 tentang Rekam Medis, terdapat 7 kompetensi pokok Rekam Medis yaitu Klasifikasi dan kodefikasi penyakit, Aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang berkembang di Indonesia sangat. beragam macamnya, di antaranya ada rumah sakit, puskesmas, dokter

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang berkembang di Indonesia sangat. beragam macamnya, di antaranya ada rumah sakit, puskesmas, dokter 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang berkembang di Indonesia sangat beragam macamnya, di antaranya ada rumah sakit, puskesmas, dokter praktek swasta, balai pengobatan, klinik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi. Sarana pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi. Sarana pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting untuk diperhatikan. Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan secara maksimal, sarana pelayanan kesehatan harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. medis lainnya. Sedangkan menurut American Hospital Assosiation rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. medis lainnya. Sedangkan menurut American Hospital Assosiation rumah sakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Rumah sakit adalah sebuah institusi yang menyediakan pelayanan kesehatan dengan tujuan memperbaiki kesehatan seluruh lapisan masyarakat dengan meliputi pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pemberian pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pemberian pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rekam medis merupakan salah satu bagian penting dalam membantu pelaksanaan pemberian pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Dalam Permenkes No.269/MENKES/PER/III/2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan. dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan. dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya

Lebih terperinci

JURNAL VISIKES - Vol. 10 / No. 1 / April 2011

JURNAL VISIKES - Vol. 10 / No. 1 / April 2011 AKURASI KODE DIAGNOSIS UTAMA PADA RM 1 DOKUMEN REKAM MEDIS RUANG KARMEL DAN KARAKTERISTIK PETUGAS KODING RAWAT INAP RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS PERIODE DESEMBER 2009 Hetty Rahayu*), Dyah Ernawati**),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

KEAKURATAN KODE DIAGNOSA UTAMA DOKUMEN REKAM MEDIS PADA KASUS PARTUS DENGAN SECTIO CESAREAN DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA CITARUM TAHUN 2009

KEAKURATAN KODE DIAGNOSA UTAMA DOKUMEN REKAM MEDIS PADA KASUS PARTUS DENGAN SECTIO CESAREAN DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA CITARUM TAHUN 2009 Kean Kode Diagnosa Utama... - Eko A, Lily K, Dyah E KEAKURATAN KODE DIAGNOSA UTAMA DOKUMEN REKAM MEDIS PADA KASUS PARTUS DENGAN SECTIO CESAREAN DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA CITARUM TAHUN 2009 Eko Arifianto

Lebih terperinci

HUBUNGAN KELENGKAPAN PENGISIAN RESUME MEDIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS KASUS OBSTETRI BERDASARKAN ICD-10 DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN KELENGKAPAN PENGISIAN RESUME MEDIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS KASUS OBSTETRI BERDASARKAN ICD-10 DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA HUBUNGAN KELENGKAPAN PENGISIAN RESUME MEDIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS KASUS OBSTETRI BERDASARKAN ICD-10 DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012 HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Untuk memenuhi hak masyarakat miskin dalam. agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Untuk memenuhi hak masyarakat miskin dalam. agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin. Untuk itu negara bertanggung jawab mengatur agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai pusat rujukan dan merupakan pusat alih pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai pusat rujukan dan merupakan pusat alih pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah bagian penting dari suatu sistem kesehatan, karena rumah sakit menyediakan pelayanan kuratif komplek, pelayanan gawat darurat, berfungsi sebagai pusat

Lebih terperinci

KESESUAIAN DIAGNOSIS PADA BERKAS REKAM MEDIS DAN EHR PASIEN INSTALASI GAWAT DARURAT

KESESUAIAN DIAGNOSIS PADA BERKAS REKAM MEDIS DAN EHR PASIEN INSTALASI GAWAT DARURAT KESESUAIAN DIAGNOSIS PADA BERKAS REKAM MEDIS DAN EHR PASIEN INSTALASI GAWAT DARURAT Danik Lestari 1, Nuryati 2 1,2 Rekam Medis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada email: daniqq_27@yahoo.co.id, nur3yati@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap rumah sakit diwajibkan menyelenggarakan rekaman atau. rekam medis. Menurut Huffman (1994), rekam medis adalah rekaman atau

BAB I PENDAHULUAN. Setiap rumah sakit diwajibkan menyelenggarakan rekaman atau. rekam medis. Menurut Huffman (1994), rekam medis adalah rekaman atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap rumah sakit diwajibkan menyelenggarakan rekaman atau catatan dari segala pelayanan yang diberikan kepada pasien yang disebut rekam medis. Menurut Huffman (1994),

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang pelaksanaan pengkodean

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang pelaksanaan pengkodean 102 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang pelaksanaan pengkodean topografi dan morfologi neoplasma di lembar ringkasan riwayat masuk dan keluar pada berkas rekam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paripurna yang menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap dan. rawat darurat. Rustiyanto (2010), mengatakan bahwa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. paripurna yang menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap dan. rawat darurat. Rustiyanto (2010), mengatakan bahwa pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Permenkes No. 147 tahun 2010 tentang perizinan rumah sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Salah satu fungsi dari Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Salah satu fungsi dari Rumah Sakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU RI no 44 tahun 2009, pengertian Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, puskesmas adalah unit pelaksana. teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung-jawab

BAB I PENDAHULUAN. tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, puskesmas adalah unit pelaksana. teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung-jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Kepmenkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung-jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peran sangat strategis dalam upaya mempercepat. peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia (Hatta, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peran sangat strategis dalam upaya mempercepat. peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia (Hatta, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki peran sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelayanan rujukan medis spesialistik yang mempunyai fungsi utama

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelayanan rujukan medis spesialistik yang mempunyai fungsi utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit mempunyai tugas fungsi utama sebagai tempat pelayanan kesehatan bagi masyarakat, selain itu rumah sakit dapat digunakan sebagai pelayanan rujukan medis spesialistik

Lebih terperinci

Tinjauan Prosedur Penentuan Kode Tindakan Berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi

Tinjauan Prosedur Penentuan Kode Tindakan Berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi Tinjauan Prosedur Penentuan Kode Tindakan Berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi Atik Dwi Noviyanti 1, Dewi Lena Suryani K 2, Sri Mulyono 2 Mahasiswa Apikes Mitra Husada Karanganyar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012 HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012 Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

ANALISIS DESAIN FORMULIR LAPORAN OPERASI (RM 16) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR

ANALISIS DESAIN FORMULIR LAPORAN OPERASI (RM 16) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR ANALISIS DESAIN FORMULIR LAPORAN OPERASI (RM 16) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR Sofiana Kusniya Hanik 1, Rano Indradi Sudra 2, Rohmadi 2 Mahasiswa APIKES Mitra Husada Karanganyar 1, Dosen

Lebih terperinci

TINJUAN PENGETAHUAN PERAWAT RAWAT INAP DALAM PENGISIAN FORMULIR RM.15 (RESUME KEPERAWATAN PASIEN KELUAR) DI RSUD TUGUREJO SEMARANGTAHUN 2014

TINJUAN PENGETAHUAN PERAWAT RAWAT INAP DALAM PENGISIAN FORMULIR RM.15 (RESUME KEPERAWATAN PASIEN KELUAR) DI RSUD TUGUREJO SEMARANGTAHUN 2014 TINJUAN PENGETAHUAN PERAWAT RAWAT INAP DALAM PENGISIAN FORMULIR RM.15 (RESUME KEPERAWATAN PASIEN KELUAR) DI RSUD TUGUREJO SEMARANGTAHUN 2014 Fitria Hidayanti Abstract In order to improve the quality of

Lebih terperinci

HUBUNGAN KETERISIAN DAN KEJELASAN DIAGNOSIS UTAMA PADA LEMBAR RINGKASAN MASUK DAN KELUAR DENGAN TERKODENYA DIAGNOSIS DI RS BHAYANGKARA YOGYAKARTA

HUBUNGAN KETERISIAN DAN KEJELASAN DIAGNOSIS UTAMA PADA LEMBAR RINGKASAN MASUK DAN KELUAR DENGAN TERKODENYA DIAGNOSIS DI RS BHAYANGKARA YOGYAKARTA HUBUNGAN KETERISIAN DAN KEJELASAN DIAGNOSIS UTAMA PADA LEMBAR RINGKASAN MASUK DAN KELUAR DENGAN TERKODENYA DIAGNOSIS DI RS BHAYANGKARA YOGYAKARTA Andi Karisma Nurdiyansyah 1. Ibnu Mardiyoko 2 1,2 Prodi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumah Sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang mutlak dibutuhkan oleh segenap lapisan masyarakat dalam upaya peningkatan derajat kesehatan baik individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan begitu kompleksnya masalah hidup sekarang ini menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

Program Studi DIII Rekam Medis & Informasi Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang 2013 ABSTRAK

Program Studi DIII Rekam Medis & Informasi Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang 2013 ABSTRAK Program Studi DIII Rekam Medis & Informasi Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang 2013 ABSTRAK FENDI KAHONO ANALISA TINGKAT KEAKURATAN KODE DIAGNOSA UTAMA PASIEN RAWAT INAP UNTUK

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. 72 Jurnal Kesehatan, ISSN , VOL. V. NO.1, MARET 2011, Hal 72-78

LATAR BELAKANG. 72 Jurnal Kesehatan, ISSN , VOL. V. NO.1, MARET 2011, Hal 72-78 ANALISIS KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PPOK EKSASERBASI AKUT BERDASARKAN ICD 10 PADA DOKUMEN REKAM MEDIS PASIEN RAWAT INAP DI RSUD SRAGEN TRIWULAN II TAHUN 2011 Siti Nurul Kasanah 1, Rano Indradi Sudra 2 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intervensi pemerintah dalam pembayaran. Dokter, klinik, dan rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. intervensi pemerintah dalam pembayaran. Dokter, klinik, dan rumah sakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah Sakit merupakan salah satu subsistem pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia telah diarahkan oleh pemerintah guna meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi penduduk Indonesia agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 rumah sakit adalah institusi pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pengertian Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

Ketepatan Penentuan Kode Penyebab Dasar Kematian Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga Triwulan IV Tahun 2010

Ketepatan Penentuan Kode Penyebab Dasar Kematian Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga Triwulan IV Tahun 2010 Ketepatan Penentuan Kode Penyebab Dasar Kematian Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga Triwulan IV Tahun 2010 Yuniana Eka Pratiwi Mahasiswa APIKES Mitra Husada Karanganyar Yuniana_EP@ymail.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PENGISIAN FORMULIR VERIFIKASI (INA-CBG S) PADA REKAM MEDIS RAWAT JALAN DI RSUP Dr. M. DJAMIL

TINJAUAN PELAKSANAAN PENGISIAN FORMULIR VERIFIKASI (INA-CBG S) PADA REKAM MEDIS RAWAT JALAN DI RSUP Dr. M. DJAMIL MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.73 Desember 2016 TINJAUAN PELAKSANAAN PENGISIAN FORMULIR VERIFIKASI (INA-CBG S) PADA REKAM MEDIS RAWAT JALAN DI RSUP Dr. M. DJAMIL Oleh : Linda Handayuni Dosen Prodi D-3 RMIK

Lebih terperinci

Karya Tulis Ilmiah. Disusun oleh: Maria Ferdiana

Karya Tulis Ilmiah. Disusun oleh: Maria Ferdiana PENYEBAB KETIDAKTEPATAN DAN KETIDAKLENGKAPAN PENGODEAN KASUS CEDERA INTRACRANIAL PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA CITARUM SEMARANG TAHUN 2016 Karya Tulis Ilmiah Diajukan Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

PERAN PENTING PENULISAN DIAGNOSIS UTAMA DAN KETEPATAN KODE ICD-10 SEBAGAI DATA BASE SURVEILANS MORBIDITAS STUDI KASUS DI RS KOTA SEMARANG

PERAN PENTING PENULISAN DIAGNOSIS UTAMA DAN KETEPATAN KODE ICD-10 SEBAGAI DATA BASE SURVEILANS MORBIDITAS STUDI KASUS DI RS KOTA SEMARANG PERAN PENTING PENULISAN DIAGNOSIS UTAMA DAN KETEPATAN KODE ICD-10 SEBAGAI DATA BASE SURVEILANS MORBIDITAS STUDI KASUS DI RS KOTA SEMARANG Retno Dwi Vika Ayu*), Dyah Ernawati**) *) Asri Medical Center Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam KEPMENKES RI No. 377/MENKES/SK/ III/2007 tentang. Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan disebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam KEPMENKES RI No. 377/MENKES/SK/ III/2007 tentang. Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan disebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam KEPMENKES RI No. 377/MENKES/SK/ III/2007 tentang Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan disebutkan bahwa kompetensi pertama dari seorang petugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sarana pelayanan kesehatan menurut Permenkes RI No. 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis pasal 1 ayat 3 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sarana pelayanan kesehatan menurut Permenkes RI No. 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis pasal 1 ayat 3 adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sarana pelayanan kesehatan menurut Permenkes RI No 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis pasal 1 ayat 3 adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. medis. Sistem pelayanan rekam medis adalah suatu sistem yang. pengendalian terhadap pengisian dokumen rekam medis.

BAB I PENDAHULUAN. medis. Sistem pelayanan rekam medis adalah suatu sistem yang. pengendalian terhadap pengisian dokumen rekam medis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, setiap rumah sakit diwajibkan untuk menyelenggarakan rekam medis. Sistem pelayanan rekam medis adalah

Lebih terperinci

Kelengkapan Resume Medis dan Kesesuaian Penulisan Diagnosis Berdasarkan ICD-10 Sebelum dan Sesudah JKN di RSU Bahteramas

Kelengkapan Resume Medis dan Kesesuaian Penulisan Diagnosis Berdasarkan ICD-10 Sebelum dan Sesudah JKN di RSU Bahteramas Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 1 Nomor 3 Kelengkapan Resume Medis dan Kesesuaian Penulisan Diagnosis Berdasarkan ICD-10 Sebelum dan Sesudah JKN di RSU Bahteramas Analisys of the Completeness of

Lebih terperinci

Skripsi ini Disusun guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : ASTRI SRI WARIYANTI J

Skripsi ini Disusun guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : ASTRI SRI WARIYANTI J HUBUNGAN ANTARA KELENGKAPAN INFORMASI MEDIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2013 Skripsi ini Disusun guna Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka pemberian pelayanan kesehatan. Dokumen berisi catatan dokter,

BAB I PENDAHULUAN. rangka pemberian pelayanan kesehatan. Dokumen berisi catatan dokter, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rekam Medis menurut Permenkes RI No. 269/Menkes/Per/III/2008 adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. kesehatan (dokter, perawat, terapis, dan lain-lain) dan dilakukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. kesehatan (dokter, perawat, terapis, dan lain-lain) dan dilakukan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Informasi menjadi sangat penting dalam sistem pelayanan kesehatan. Rekam medis dalam bentuk manual ataupun elektronik menjadi sumber dari informasi medis yang menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rekam medis mempunyai peran yang dominan dalam proses pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Rekam medis mempunyai peran yang dominan dalam proses pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rekam medis mempunyai peran yang dominan dalam proses pelayanan yang diberikan oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya kepada pasien. Oleh sebab itu, rekam medis haruslah

Lebih terperinci

: DIKA BAYU SETIANTO NIM D

: DIKA BAYU SETIANTO NIM D ARTIKEL ILMIAH TINJAUAN KEAKURATAN PENETAPAN KODE DIAGNOSIS UTAMA BERDASARKAN SPESIFIKASI PENULISAN DIAGNOSA UTAMA PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PERMATA MEDIKA SEMARANG PERIODE 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Djoyosoegito dalam Hatta (2010), rumah sakit merupakan satu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Djoyosoegito dalam Hatta (2010), rumah sakit merupakan satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Djoyosoegito dalam Hatta (2010), rumah sakit merupakan satu sistem/bagian dari sistem pelayanan kesehatan, mempunyai tiga pilar otoritas yang masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. isi, akurat, tepat waktu, dan pemenuhan persyaratan aspek hukum. berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB I PENDAHULUAN. isi, akurat, tepat waktu, dan pemenuhan persyaratan aspek hukum. berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu kedokteran dan teknologi serta membaiknya keadaan sosial ekonomi dan pendidikan saat ini, mengakibatkan perubahan sistem penilaian masyarakat

Lebih terperinci

HUBUNGAN KELENGKAPAN ANAMNESIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PASIEN KASUS KECELAKAAN BERDASARKAN ICD-10 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

HUBUNGAN KELENGKAPAN ANAMNESIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PASIEN KASUS KECELAKAAN BERDASARKAN ICD-10 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA HUBUNGAN KELENGKAPAN ANAMNESIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PASIEN KASUS KECELAKAAN BERDASARKAN ICD-10 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS SAMBUNGMACAN II. No.../.../.../SK/... TENTANG STANDARISASI KODE KLASIFIKASI DIAGNOSA DAN TERMINOLOGI

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS SAMBUNGMACAN II. No.../.../.../SK/... TENTANG STANDARISASI KODE KLASIFIKASI DIAGNOSA DAN TERMINOLOGI PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN DINAS KESEHATAN KABUPATEN SRAGEN UPTD PUSKESMAS SAMBUNG MACAN II Jalan Raya Timur km 15 Banaran Sambungmacan Sragen Telp (0351) 671294, Kode pos 57253 KEPUTUSAN KEPALA UPTD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kepmenkes RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Puskesmas. adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kepmenkes RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Puskesmas. adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Kepmenkes RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN ANALISIS KUANTITATIF TERHADAP PENGISIAN BERKAS REKAM MEDIS DI RUANGAN BEDAH INSTALASI RAWAT INAP RSUD TOTO KABILA TRIWULAN I TAHUN 2017

TINJAUAN ANALISIS KUANTITATIF TERHADAP PENGISIAN BERKAS REKAM MEDIS DI RUANGAN BEDAH INSTALASI RAWAT INAP RSUD TOTO KABILA TRIWULAN I TAHUN 2017 TINJAUAN ANALISIS KUANTITATIF TERHADAP PENGISIAN BERKAS REKAM MEDIS DI RUANGAN BEDAH INSTALASI RAWAT INAP RSUD TOTO KABILA TRIWULAN I TAHUN 2017 Rachmat Ipango 1. Tia Larastika Miu 1 1 Jurusan Rekam Medis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan akan terwujud dengan baik, apabila. terselenggaranya rekam medis yang dilakukan berdasarkan bukti bukti

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan akan terwujud dengan baik, apabila. terselenggaranya rekam medis yang dilakukan berdasarkan bukti bukti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan akan terwujud dengan baik, apabila terselenggaranya rekam medis yang dilakukan berdasarkan bukti bukti tertulis proses pelayanan kesehatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS. Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, klaim

BAB I PENDAHULUAN. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS. Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, klaim 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 dijelaskan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KODEFIKASI DIAGNOSIS UTAMA PASIEN RAWAT INAP KASUS CARCINOMA CERVIX UTERI UNSPECIFIED BERDASARKAN ICD-O

ANALISIS KODEFIKASI DIAGNOSIS UTAMA PASIEN RAWAT INAP KASUS CARCINOMA CERVIX UTERI UNSPECIFIED BERDASARKAN ICD-O Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, ISSN:2337-585X, Vol.3, No.1, Oktober 2014 ANALISIS KODEFIKASI DIAGNOSIS UTAMA PASIEN RAWAT INAP KASUS CARCINOMA CERVIX UTERI UNSPECIFIED BERDASARKAN ICD-O

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rawat jalan, dan gawat darurat. Setiap rumah sakit dalam memberikan. KARS Oleh karena itu, untuk menunjang tercapainya tujuan

BAB I PENDAHULUAN. rawat jalan, dan gawat darurat. Setiap rumah sakit dalam memberikan. KARS Oleh karena itu, untuk menunjang tercapainya tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No. 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara profesional dan aman seperti dalam UU Praktik Kedokteran Pasal

BAB I PENDAHULUAN. secara profesional dan aman seperti dalam UU Praktik Kedokteran Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat

Lebih terperinci

HUBUNGAN KETEPATAN PENULISAN DIAGNOSIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS KASUS OBSTETRI GYNECOLOGY PASIEN RAWAT INAP DI RSUD. Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

HUBUNGAN KETEPATAN PENULISAN DIAGNOSIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS KASUS OBSTETRI GYNECOLOGY PASIEN RAWAT INAP DI RSUD. Dr. SAIFUL ANWAR MALANG HUBUNGAN KETEPATAN PENULISAN DIAGNOSIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS KASUS OBSTETRI GYNECOLOGY PASIEN RAWAT INAP DI RSUD. Dr. SAIFUL ANWAR MALANG NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : HAMID J410 111 013 PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISIS KELENGKAPAN PENGISIAN DAN PENGEMBALIAN REKAM MEDIS RAWAT INAP RUMAH SAKIT

ANALISIS KELENGKAPAN PENGISIAN DAN PENGEMBALIAN REKAM MEDIS RAWAT INAP RUMAH SAKIT 345 ANALISIS KELENGKAPAN PENGISIAN DAN PENGEMBALIAN REKAM MEDIS RAWAT INAP RUMAH SAKIT ANALYSIS OF MEDICAL RECORD FILLING COMPLETENESS AND RETURNING IN HOSPITAL INPATIENT UNIT Winarti, Stefanu Supriyanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa rumah. sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa rumah. sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

analisis kuantitatif kelengkapan dokumen rekam medis Pasien rawat inap kasus Cedera kepala ringan di rsud kabupaten karanganyar TaHun 2013

analisis kuantitatif kelengkapan dokumen rekam medis Pasien rawat inap kasus Cedera kepala ringan di rsud kabupaten karanganyar TaHun 2013 analisis kuantitatif kelengkapan dokumen rekam medis Pasien rawat inap kasus Cedera kepala ringan di rsud kabupaten karanganyar TaHun 2013 aprilia dwi a 1, Harjanti 2, Bambang W 3 mahasiswa apikes mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem kesehatan (health system) adalah tatanan yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem kesehatan (health system) adalah tatanan yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem kesehatan (health system) adalah tatanan yang bertujuan tercapainya derajat kesehatan yang bermutu tinggi dan merata, melalui upaya-upaya dalam tatanan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sebuah pelayanan yang baik bagi pasien. 1. standar profesi rekam medis dan informasi kesehatan. Standar profesi rekam

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sebuah pelayanan yang baik bagi pasien. 1. standar profesi rekam medis dan informasi kesehatan. Standar profesi rekam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan pelayanan kesehatan, rekam medis dan informasi kesehatan menjadi salah satu faktor pendukung terpenting. Dalam Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menghimpun beberapa negara di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada tahun 2014. Masyarakat mulai menyadari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 377/Menkes/SK/III/2007

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 377/Menkes/SK/III/2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan tidak dapat dilepaskan dari sarana pelayanan kesehatan. Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 377/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Perekam Medis

Lebih terperinci

TINJAUAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETAPAN KODE ANATOMI NEOPLASMA PADA TRIWULAN I DI RSUD RAA SOEWONDO PATI TAHUN 2016

TINJAUAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETAPAN KODE ANATOMI NEOPLASMA PADA TRIWULAN I DI RSUD RAA SOEWONDO PATI TAHUN 2016 TINJAUAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETAPAN KODE ANATOMI NEOPLASMA PADA TRIWULAN I DI RSUD RAA SOEWONDO PATI TAHUN 2016 Indah Rahmawati *), Dyah Ernawati,S.Kep, Ns, MKes **) *) Alumni Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

FAKTOR PENYEBAB KETIDAKLENGKAPAN DOKUMEN REKAM MEDIS PASIEN RAWAT INAP DALAM BATAS WAKTU PELENGKAPAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA

FAKTOR PENYEBAB KETIDAKLENGKAPAN DOKUMEN REKAM MEDIS PASIEN RAWAT INAP DALAM BATAS WAKTU PELENGKAPAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA FAKTOR PENYEBAB KETIDAKLENGKAPAN DOKUMEN REKAM MEDIS PASIEN RAWAT INAP DALAM BATAS WAKTU PELENGKAPAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA Izha Sukma Rahmadhani 1, Sri Sugiarsi 2, Antik Pujihastuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan adalah sesuai dengan standar pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan adalah sesuai dengan standar pelayanan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit adalah bagian yang integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang di kembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan.sebuah rumah sakit baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan tempat tidur pasien, pelayanan medis dan perawatan. lanjutan untuk diagnosis dan perawatan oleh tenaga medis yang

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan tempat tidur pasien, pelayanan medis dan perawatan. lanjutan untuk diagnosis dan perawatan oleh tenaga medis yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan tempat yang didirikan untuk menyediakan tempat tidur pasien, pelayanan medis dan perawatan lanjutan untuk diagnosis dan perawatan oleh tenaga medis

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL DISTRIBUSI REKAM MEDIS RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI

TINJAUAN PELAKSANAAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL DISTRIBUSI REKAM MEDIS RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI TINJAUAN PELAKSANAAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL DISTRIBUSI REKAM MEDIS RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI Rara Sabrina Sukma, Siswati Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan. fasilitas kesehatan padat teknologi dan padat pakar.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan. fasilitas kesehatan padat teknologi dan padat pakar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Permenkes Nomor: 269/Menkes/PER/III/2008 rekam medis

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Permenkes Nomor: 269/Menkes/PER/III/2008 rekam medis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Permenkes Nomor: 269/Menkes/PER/III/2008 rekam medis (RM) adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,

Lebih terperinci

ANALISIS KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SEMARANG PADA PERIODE BULAN MEI 2013 ARTIKEL

ANALISIS KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SEMARANG PADA PERIODE BULAN MEI 2013 ARTIKEL ANALISIS KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SEMARANG PADA PERIODE BULAN MEI 2013 ARTIKEL Disusun Oleh: Mhammad Chairul Ulum NIM : D22.2010.00986 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM 2 MANAJEMEN REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN II (IRM 216)

MODUL PRAKTIKUM 2 MANAJEMEN REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN II (IRM 216) MODUL PRAKTIKUM 2 MANAJEMEN REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN II (IRM 216) Materi 2 INDEKS PASIEN Disusun Oleh Lily Widjaya, SKM, MM Deasy Rosmala Dewi, SKM, MKes UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2017 MODUL

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DOKTER DENGAN KELENGKAPAN DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT JALAN DI POLIKLINIK NEUROLOGI RSUP DR. KARIADI SEMARANG OKTOBER 2008.

HUBUNGAN PENGETAHUAN DOKTER DENGAN KELENGKAPAN DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT JALAN DI POLIKLINIK NEUROLOGI RSUP DR. KARIADI SEMARANG OKTOBER 2008. JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 1 / April 20 HUBUNGAN PENGETAHUAN DOKTER DENGAN KELENGKAPAN DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT JALAN DI POLIKLINIK NEUROLOGI RSUP DR. KARIADI SEMARANG OKTOBER 2008. Yayuk Eny*), Enny

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit adalah sebuah institusi pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit adalah sebuah institusi pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit adalah sebuah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PROSEDUR PEMINJAMAN DOKUMEN REKAM MEDIS DI UNIT PENYIMPANAN RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 SUHERI PARULIAN GULTOM ABSTRAK

TINJAUAN PELAKSANAAN PROSEDUR PEMINJAMAN DOKUMEN REKAM MEDIS DI UNIT PENYIMPANAN RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 SUHERI PARULIAN GULTOM ABSTRAK TINJAUAN PELAKSANAAN PROSEDUR PEMINJAMAN DOKUMEN REKAM MEDIS DI UNIT PENYIMPANAN RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 015 SUHERI PARULIAN GULTOM ABSTRAK Peminjaman dokumen rekam medis di rumah sakit digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan secara maksimal. Untuk mewujudkan pelayanan yang maksimal,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan secara maksimal. Untuk mewujudkan pelayanan yang maksimal, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi dalam pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan fundamental bagi setiap masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia.

Lebih terperinci