BAB I PENDAHULUAN. aktual untuk dibicarakan dari tahun ke tahun. Di dalam Undang-Undang No 36

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. aktual untuk dibicarakan dari tahun ke tahun. Di dalam Undang-Undang No 36"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul Aktualitas Penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi masyarakat merupakan hal yang aktual untuk dibicarakan dari tahun ke tahun. Di dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2009 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi masyarakat diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan terutama dalam memecahkan persoalan ketidakmampuan masyarakat untuk membayar layanan kesehatan (Dwicaksono, et al, 2012). Ditetapkannya Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 007/PUU- III/2005, telah mendorong berbagai pemerintah daerah di Indonesia untuk memberikan perlindungan kesehatan masyarakat di daerahnya dengan menyelenggarakan jaminan kesehatan daerah (jamkesda) yang sebagian besar menjamin penduduk miskin yang tidak tercakup dalam penerima program jaminan kesehatan masyarakat (Mundiharno, et al, 2012). Pemerintah Kota Magelang sebagai salah satu pemerintah daerah di Indonesia juga mempunyai tanggung jawab untuk memainkan perannya dalam memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat di daerahnya. Kewajiban dan tanggung jawab tersebut mendorong pemerintah Kota Magelang menyelenggarakan jamkesda bagi masyarakat sejak tahun Program ini

2 mempunyai karakteristik yang menyeluruh dimana masyarakat Kota Magelang memiliki hak yang sama dalam memperoleh jamkesda asalkan belum memiliki jaminan kesehatan dan memenuhi persyaratan yang ada. Penyelenggaraan jamkesda Kota Magelang ini diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, terutama dalam membantu pembiayaan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hingga kini pemerintah Kota Magelang masih mendistribusikan program jamkesda Kota Magelang bagi masyarakat yang membutuhkan. Perhatian berbagai kalangan terhadap jaminan kesehatan lebih terlihat sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dimana pemerintah Indonesia mulai merancang pembentukan jaminan kesehatan nasional yang menyeluruh bagi masyarakat dan dikelola oleh BPJS Kesehatan. Kondisi ini membuat pemerintah daerah di Indonesia harus mengintegrasikan jamkesda yang selama ini diselenggarakannya ke sistem jaminan kesehatan nasional paling lambat tahun 2016 untuk bisa mendukung pencapaian jaminan kesehatan nasional atau total health coverage di tahun 2019 nantinya, termasuk Pemerintah Kota Magelang. Hal ini bisa menimbulkan permasalahan apabila pemerintah daerah di Indonesia belum memiliki kesiapan dalam melaksanakan amanat pengintegrasian tersebut. Kondisi ini juga mengharuskan pemerintah Kota Magelang untuk merumuskan kebijakan pengintegrasian jamkesda ke sistem jaminan kesehatan

3 nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan dimana seharusnya paling lambat sudah dilaksanakan di tahun Penelitian ini berfokus pada tiga hal, yaitu mengenai implementasi jamkesda Kota Magelang, dampak penyelenggaraan program terhadap peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat serta perumusan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Magelang dalam menghadapi integrasi jamkesda Kota Magelang ke sistem jaminan kesehatan nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan Orisinilitas Penelitian yang terkait dengan implementasi jamkesda sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain karena program ini dilaksanakan di berbagai kabupaten/kota di Indonesia. Kajian yang dilaksanakan Dwicaksono dkk (2012) menemukan bahwa selama ini implementasi jamkesda di 8 kabupaten/kota (Kab. Lebak, Kota Tasikmalaya, Kab. Kutai Timur, Kota Balikpapan, Kota Makassar, Kab. Kendal, Kota Palembang, Kab. Kulonprogo) dan 2 provinsi (Jawa Tengah dan Sumatera Selatan) bertujuan untuk menjamin masyarakat miskin yang belum tercakup dalam jamkesmas, namun justru masih banyak masyarakat miskin yang belum tercakup dalam jamkesda tersebut. Penelitian ini memprediksi bahwa program jamkesda tersebut belum bisa berkelanjutan, dikarenakan ketidakakuratan dalam identifikasi penerima manfaat, dinamika politik di level daerah, perbedaan kapasitas fiskal daerah, dan sistem yang terfragmentasi antara daerah satu dan yang lainnya sehingga setiap daerah perlu membentuk mekanisme

4 sosialisasi tersendiri yang disesuaikan dengan masyarakat di daerahnya dan kebutuhan dari program. Salah satu wilayah yang mendistribusikan jamkesda ialah Kutai Kartanegara. Kajian Irawan (2013) mengenai implementasi jamkesda di Kutai Kartanegara memperlihatkan bahwa pengimplementasian jamkesda telah berjalan dengan baik, namun masih terdapat kendala terutama dalam hal keterlambatan pembayaran klaim. Penelitian ini merekomendasikan bahwa pemerintah Kutai Kartanegara perlu memperhatian pembayaran klaim tepat waktu dan penambahan ruang rawat inap kelas III bagi peserta jamkesda karena kedua hal ini akan berdampak pada pelayanan yang diberikan bagi peserta jamkesda. Berkaitan dengan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, penelitian Supriyantoro dkk (2014) mengenai implementasi jamkesda di daerah kapasitas fiskal sedang non terpencil, kepulauan, dan perbatasan menemukan bahwa aksesibilitas masyarakat Provinsi Maluku terhadap pelayanan kesehatan sebagai dampak implementasi jamkesda masih terkendala dengan kurangnya tenaga kesehatan, sarana transportasi yang sulit, minimnya sarana dan prasarana di fasilitas kesehatan tingkat dasar. Penelitian ini memberikan penjelasan bahwa puskesmas di beberapa kabupaten/kota belum merata dan memadahi. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Permatasari dkk (2013) menjelaskan bahwa nilai kesetaraan vertikal terhadap akses pelayanan kesehatan bagi peserta jamkesda/jamkesmas di wilayah kerja Puskesmas Dupak Surabaya dalam hal status pembayaran sebesar 1,15. Penelitian ini merekomendasikan perlu adanya peningkatan pelayanan kesehatan oleh pemerintah untuk meningkatkan

5 nilai kesetaraan vertical tersebut, baik melalui kegiatan yang dilakukan oleh puskesmas maupun dinas kesehatan setempat. Terkait dengan integrasi jamkesda, hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyantoro (2014) menjelaskan bahwa pada saat pengintegrasian jamkesda dilaksanakan bisa terjadi perbedaan kepentingan antara kabupaten/kota dan propinsi di Indonesia karena selama ini masing-masing daerah di 33 provinsi tersebut memiliki mekanisme pengelolaan dan pembiayaan jamkesda yang berbeda-beda. Penelitian ini mengajukan formulasi kebijakan sentralisasi dinamis dalam menghadapi integrasi jamkesda ke sistem jaminan kesehatan nasional dimana formulasi ini didasarkan pada paket manfaat yang fleksibel sehingga bisa disesuaikan dengan karakteristik masing-masing daerah, penentuan tarif dan PBI yang dinamis sesuai dengan masing-masing kapasitas fiskal daerah serta indikator partisipatif dimana meskipun jaminan kesehatan nantinya tersentralisasi namun masih dinamis terhadap peluang desentralisasi bagi pemerintah daerah. Kajian Aulia (2014) juga menjelaskan bahwa terdapat perbedaan kemampuan, kepentingan dan kesiapan dari masing-masing daerah dalam menghadapi integrasi jamkesda ke sistem jaminan kesehatan nasional. Paket manfaat yang disediakan dalam integrasi jamkesda seharusnya bisa mewakili perbedaan masing-masing daerah. Kajian ini merekomendasikan bahwa tindakan pemerintah dalam pelaksanaan integrasi jamkesda ke sistem jaminan kesehatan nasional tidak hanya sekedar bentuk sentralisasi program namun juga perlu tetap memperhatikan kebutuhan masyarakat dan semangat desentralisasi meskipun dalam sistem jaminan kesehatan nasional nantinya.

6 Penelitian yang dilakukan sebelumnya merupakan referensi yang penting dalam pembahasan hasil penelitian ini. Penulis memberikan apresiasi kepada penelitian-penelitian sebelumnya yang telah memberikan makna, pengetahuan dan pemahaman yang baru terkait dengan kebijakan kesehatan di Indonesia, tetapi penelitian-penelitian tersebut belum ada yang fokus pada pembahasan mengenai program jamkesda di Kota Magelang. Oleh karena itu, penelitian ini berfokus pada implementasi jamkesda Kota Magelang beserta dampaknya pada peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat, dan perumusan kebijakan integrasi jamkesda Kota Magelang ke sistem jaminan kesehatan nasional Relevansi dengan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan merupakan ilmu multidisipliner yang memusatkan kajiannya pada pemecahan masalah dari fenomena sosial dalam masyarakat guna mencapai pembangunan dan kesejahteraan sosial. Terdapat tiga konsentrasi yang ada dalam jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, yaitu kebijakan sosial, pemberdayaan masyarakat dan tanggung jawab sosial perusahaan. Fokus dalam penelitian ini masuk dalam konsentrasi kebijakan sosial. Salah satu kajian dari kebijakan sosial ialah mempelajari sejauh mana kemampuan pemerintah dalam memberikan perlindungan dan menjamin warganya guna mencapai kesejahteraan masyarakat, termasuk dalam menjamin kesehatan sebagai salah satu hak dasar bagi masyarakat.

7 Penelitian ini berfokus pada peranan pemerintah Kota Magelang untuk memberikan perlindungan melalui implementasi program jamkesda untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Penelitian ini juga berfokus pada pembahasan mengenai perumusan kebijakan integrasi jamkesda Kota Magelang ke sistem jaminan kesehatan nasional sebagai bentuk dukungan dari pemerintah daerah terhadap usaha pemerintah pusat dalam pencapaian jaminan kesehatan nasional bagi seluruh masyarakat di Indonesia Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak dasar yang dimiliki oleh setiap warga negara. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948, yang di dalamnya mengatur hak atas kesehatan. Pasal 25 Universal Declaration of Human Rights menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak dasar yang dapat digunakan untuk menjamin kesejahteraan dan kesehatan, baik untuk dirinya maupun keluarganya, yang meliputi pakaian, perumahan, pangan dan perawatan kesehatan (Sunario, 1951). Selain itu, dalam Basic Document Constitution Of The World Health Organization (2006), telah ditegaskan pula bahwa salah satu hak dasar bagi setiap manusia adalah memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya tanpa ada pembedaan ras, agama, kondisi sosial ekonomi maupun keyakinan politik. Berbagai negara di dunia dalam beberapa tahun terakhir ini sedang mengusahakan pemberian jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk atau jaminan kesehatan semesta (universal health coverage) guna meningkatkan akses

8 penduduk pada pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan komprehensif bagi seluruh masyarakat (Mundiharno, et al, 2012). Negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia Wilayah Asia Tenggara telah merumuskan suatu kesepakatan mengenai strategi yang dilakukan dalam upaya pencapaian jaminan kesehatan semesta yang meliputi: peningkatan efisiensi dalam pemberian layanan kesehatan, memperkuat kapasitas pelayanan kesehatan, penempatan pelayanan kesehatan primer sebagai pusat jaminan kesehatan semesta, serta peningkatan pemerataan pelayanan kesehatan melalui perlindungan sosial (Mundiharno, et al, 2012). Penyelenggaraan jaminan kesehatan merupakan salah satu bagian yang memegang peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan jaminan kesehatan yang diterapkan di suatu negara tergantung dari pencapaian berbagai aspek dalam jaminan kesehatan tersebut, yang meliputi pelayanan kesehatan, sumber daya manusia dan anggaran, sumber daya peralatan kesehatan, regulasi dan sebagainya sehingga memunculkan sinergi antara semua aspek yang mendukung pelaksanaan jaminan kesehatan agar berjalan dengan baik. Berbagai negara di dunia mempunyai mekanisme sistem pelayanan kesehatan dan pendistribusian jaminan kesehatan yang berbeda-beda. Di Amerika Latin, sejumlah negara berhasil menjalankan revolusi di dunia kesehatan, salah satunya adalah Kuba. Tahun 1959 merupakan awal revolusi kesehatan di Kuba, dimana perkembangan revolusi tersebut diawali dengan berbagai upaya dalam perbaikan kesehatan masyarakat, seperti sanitasi, perawatan medis yang menjangkau daerah pedesaan, serta perkembangan sistem poliklinik

9 dan rumah sakit daerah (Cooper, et al, 2006). Pada tahun 1980, seluruh sistem kesehatan berorientasi pada perawatan primer dan pendidikan dokter keluarga, sedangkan salah satu tujuan strategis revolusi dimana tim dokter keluarga dan perawat hidup di masyarakat dengan memberikan pelayanan kepada keluarga dapat tercapai pada akhir tahun 1990 (Cooper, et al, 2006). Pada tahun 2006, sudah ada 31 dokter keluarga, dengan rasio total dokter : penduduk yaitu 1: 170 (Cooper, et al, 2006). Pada tahun 1970, Kuba mendirikan Programa Nacional de Atencino Materno- Infantil (PAMI) yang memiliki tanggung jawab untuk menjamin kesehatan perempuan di usia subur dan anak-anak mereka, berkembangnya PAMI ini membuat pemerintah dan organisasi masyarakat saling bekerja sama untuk menyediakan jaringan pendukung pelayanan masyarakat (Cooper, et al, 2006). Sejak tahun 2002, Kuba memiliki angka kematian bayi terendah kedua di Amerika, sedangkan tingkat kematian ibu di Kuba adalah 39, 5 per kelahiran hidup pada tahun 2003 (Cooper, et al, 2006). Revolusi kesehatan di Kuba juga menghasilkan peningkatan angka harapan hidup masyarakat menjadi 78 tahun pada tahun 2005 (De Vos, et al, 2008). Namun keberhasilan Kuba yang mampu memberikan pelayanan kesehatan bagi penduduknya belum bisa dilakukan oleh Indonesia. Kuba sebagai negara berkembang mampu menganggarkan 16 persen dari GNP nya atau sekitar $ 320 per tahun per orang untuk sektor kesehatan (Cooper, et al, 2006). Sedangkan pada tahun 2014, Kementrian Kesehatan Indonesia hanya mengelola alokasi anggaran sebesar 38, 64 trilyun rupiah dengan realisasi penggunaan anggaran sebesar 35,42

10 triliyun rupiah (Supriyantoro, et al, 2014). Indonesia selama ini baru mengalokasikan anggaran sekitar 2,5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) untuk pelayanan kesehatan (Mundiharno, et al, 2012). Dengan kata lain, kedudukan Indonesia yang sama sebagai negara berkembang belum mampu mengalokasikan anggaran untuk kesehatan seperti Kuba, bahkan peraturan alokasi anggaran untuk sektor kesehatan sebesar 5 persen dari APBN seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan belum mampu dipenuhi oleh pemerintah Indonesia. Selain itu, angka harapan hidup penduduk Indonesia pada tahun 2012 yaitu 69, 87 tahun masih jauh tertinggal dibandingkan angka harapan hidup masyarakat Kuba pada tahun 2005 (Supriyantoro, et al 2014). Sesungguhnya pemerintah Indonesia telah mengatur hak masyarakat atas kesehatan dan upaya peningkatan kesehatan bagi masyarakat dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Di dalam UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan dan berbagai sumber daya kesehatan. Pemerintah juga telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai langkah awal bagi Indonesia dalam mewujudkan jaminan kesehatan nasional yang dimulai pada tahun 2014 demi tercapainya jaminan kesehatan semesta. Selain derajat kesehatan masyarakat Indonesia yang masih rendah, pemerintah Indonesia juga masih mengalami berbagai permasalahan dalam upaya

11 pelayanan kesehatan, terutama dalam hal penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Penyelenggaraan jaminan kesehatan semakin diprioritaskan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 2004 sebagai bagian dari kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada seluruh warga negara Indonesia dalam menghadapi berbagai risiko dan permasalahan kesehatan. Pendistribusian jaminan kesehatan merupakan salah satu upaya yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mengatasi ketidakmampuan masyarakat khususnya masyarakat miskin dalam mengakses dan membayar layanan kesehatan. Kebutuhan akan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat dapat terlihat dari tingkat kemiskinan di Indonesia. Tabel 1.1. Persebaran Jumlah dan Proporsi Penduduk Miskin Menurut Kelompok Besar Pulau di Indonesia Tahun (dalam ribu jiwa). NO Kelompok Pulau Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 Sumatera 6.451,6 21, ,2 21, ,1 21,7 2 Jawa ,9 55, ,6 55, ,9 54,4 3 Kalimantan 969,5 3,2 932,9 3,3 978,7 3,4 4 Bali dan Nusa 2.073,9 6, ,6 7, ,1 7,0 Tenggara 5 Sulawesi 2.144,6 7, ,6 7, ,6 7,5 6 Maluku dan Papua 1.652,3 5, ,8 5, ,5 6,0 TOTAL , , ,9 100 Sumber : BPS (Supriyantoro, et al, 2014) Tabel kemiskinan tersebut memperlihatkan bahwa jumlah penduduk di Pulau Jawa lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk di pulau-pulau yang lain. Penduduk di Pulau Jawa berjumlah lebih dari 141 juta jiwa atau sekitar 57 persen penduduk Indonesia, hal tersebut mengakibatkan lebih dari separuh penduduk miskin di Indonesia berada di Pulau Jawa. (Supriyantoro, et al, 2014).

12 Kondisi kemiskinan di Indonesia ini mengakibatkan masyarakat kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Selama ini jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin hanya didistribusikan melalui program jamkesmas. Sejak tahun 2008, masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu yang menjadi sasaran program jamkesmas berjumlah 76,4 juta jiwa (Supriyantoro, et al, 2014). Meskipun jamkesmas sudah menanggung 76,4 juta masyarakat miskin dan tidak mampu di Indonesia, tetapi masih banyak penduduk yang sesungguhnya berhak menerima dan membutuhkan jaminan kesehatan tersebut namun belum bisa menjadi bagian dari peserta jamkesmas (Dwicaksono, et al, 2012). Kondisi tersebut mendorong pemerintah pusat guna memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk berperan dalam mendistribusikan program jaminan kesehatan bagi masyarakat di daerahnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. Di dalam pasal 22 Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah ditegaskan bahwa pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk mengembangkan sistem jaminan sosial yang di dalamnya mencakup sistem jaminan kesehatan. Pasal 22 huruf h dan Pasal 167 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan kewajiban daerah dan prioritas belanjanya untuk mengembangkan sistem jaminan kesehatan. Peran pemerintah daerah untuk menyelenggarakan sistem jaminan kesehatan semakin meningkat dengan berlakunya UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional serta berkembangnya era desentralisasi di Indonesia.

13 Jamkesda merupakan jaminan kesehatan yang dikelola oleh pemerintah daerah sebagai upaya daerah untuk mengembangkan akses pelayanan kesehatan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat di daerahnya. Pendistribusian jamkesda disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerah dalam memberikan jaminan bagi masyarakatnya. Jamkesda dilaksanakan untuk memberikan perlindungan terhadap risiko dan permasalahan kesehatan bagi masyarakat yang tidak tercakup sebagai sasaran penerima program jamkesmas, maupun program jaminan kesehatan lainnya (Mundiharno, et al, 2012). Tabel 1.2. Jumlah Penduduk yang Memiliki Jaminan Kesehatan Tahun 2012 (dalam juta jiwa) No. Jenis Jaminan Kesehatan Jumlah % 1. Peserta Askes PNS ,4 2. TNI/Polri ,5 3. Peserta Jamkesmas ,4 4. Peserta JPK Jamsostek ,7 5. Peserta Jamkesda/ PJKMU Jaminan Perusahaan (Self Insured) ,1 7. Peserta Askes Komersial ,9 TOTAL Sumber : PPJK, Kemenkes RI (Mundiharno, et al, 2012) Dari tabel di atas, terlihat bahwa pelaksanaan jamkesda pada tahun 2012 telah mencakup 21 persen penduduk Indonesia. Jamkesda berada di peringkat ke 2 dalam pemberian akses jaminan kesehatan bagi masyarakat, jika dilihat dari jumlah penerima atau kepesertaanya. Namun, berkembangnya penyelenggaraan program jamkesda di berbagai daerah telah menimbulkan berbagai permasalahan baru yang berkaitan dengan perbedaan kapasitas tiap-tiap daerah dalam membiayai program, mekanisme pelaksanaan program, belum adanya sistem yang

14 terintegrasi sebagai upaya untuk mengelola skema program jamkesda yang ada, serta kekhawatiran akan keberlanjutan program (Dwicaksono, et al, 2012). Dengan diberlakukannya sistem jaminan kesehatan nasional pada tahun 2014, maka berbagai jenis jaminan kesehatan yang didistribusikan selama ini harus berintegrasi ke dalam jaminan kesehatan nasional (Mundiharno, et al, 2012). Dengan disahkannya UU No 24 Tahun 2011 mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, terdapat tiga target kepesertaan jaminan kesehatan yang akan dicapai. Pertama, semua peserta jaminan kesehatan, baik peserta Jamkesmas, Asuransi TNI/Polri, Askes, Jamsostek, dan sebagian Jamkesda (sekitar 121,6 juta jiwa), pada tanggal 1 Januari 2014 akan dikelola oleh BPJS Kesehatan. Kedua, Peserta Jamkesda harus berintegrasi menjadi peserta BPJS Kesehatan paling lambat akhir tahun Ketiga, Pada tahun 2019, penduduk Indonesia yang diperkirakan berjumlah 257,5 sudah tercakup menjadi peserta jaminan kesehatan sehingga jaminan kesehatan semesta bisa tercapai di akhir tahun tersebut (Mundiharno, et, al, 2012). Ketiga target di atas menunjukkan bahwa jamkesda harus melebur ke dalam BPJS Kesehatan sebagai upaya pencapaian jaminan kesehatan nasional. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan, dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, selama ini ada 352 kabupaten/kota yang telah mendistribusikan jamkesda bagi masyarakat di daerahnya (Supriyantoro, 2014). Kota Magelang merupakan salah satu kota yang menyelenggarakan program jamkesda sejak tahun Penduduk Kota Magelang berjumlah jiwa pada tahun 2014 (BPS, 2015:42). Pemerintah menganggarkan dana melalui APBD untuk pendistribusian program

15 jamkesda bagi masyarakat sebesar Rp 7,2 Miliar (Fitriana, 2012). Anggaran ini dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatasi kebutuhan masyarakat akan jaminan kesehatan. Penyelenggaraan jamkesda Kota Magelang bisa menghasilkan dampak positif dan dampak negatif bagi kehidupan masyarakat. Kepesertaan jamkesda di Kota Magelang yang dilaksanakan secara terbuka dapat memberikan dampak positif, dimana semua masyarakat Kota Magelang memiliki hak yang sama untuk mendaftarkan diri sebagai peserta jamkesda. Sedangkan bagi masyarakat yang telah memiliki jaminan kesehatan, mereka tidak berhak mendaftarkan diri sebagai peserta Jamkesda. Namun kebijakan jamkesda Kota Magelang ini seringkali menunjukkan inkonsistensi kepesertaan jamkesda, misalnya apabila target kepesertaan jamkesda tidak tercapai maka bayi yang sudah tercover jaminan kesehatan dari orang tua yang sudah memiliki asuransi kesehatan lainnya bisa memperoleh jamkesda (Fitriana, 2013). Inkonsistensi ini jika terus dilaksanakan dapat memunculkan dampak negatif dari penyelenggaraan jamkesda. Penyelenggaraan jamkesda di Kota Magelang juga masih mengalami berbagai permasalahan dalam implementasi program, seperti : masalah sosialisasi jamkesda yang belum begitu dipahami oleh masyarakat serta jumlah fasilitas penyedia layanan kesehatan yang masih terbatas. Peserta Jamkesda Kota Magelang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur pelayanan yang ada, dari Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat I ke PPK tingkat II hingga PPK tingkat III dengan menunjukkan surat rujukan dan kartu peserta saat ingin memperoleh pelayanan kesehatan. PPK tingkat I yaitu puskesmas, PPK

16 tingkat II yaitu RSUD Tidar Kota Magelang, sedangkan PPK tingkat III yaitu RSJP Prof Dr Soeroyo, RSUP Dr Karyadi, RSUP Prof Dr R Soeharso, dan RSUP Dr Sardjito (Suyitno, 2013). Selama ini masyarakat Kota Magelang banyak membutuhkan perawatan pada PPK tingkat II yaitu RSUD Tidar Kota Magelang. Salah satu persyaratan menjadi peserta jamkesda ialah pasien harus bersedia dirawat di ruang rawat inap kelas III, jika pasien memilih kelas II atau di atasnya lagi otomatis jamkesda tidak berlaku. Tidak ada sistem yang mengatur mengenai perpindahan kelas ruang rawat inap kemudian kekurangan biaya perawatan akibat perpindahan tersebut di bayar oleh pasien (Ardjono, 2012). Namun, persyaratan ini berbanding terbalik dengan ketersediaan ruang rawat inap kelas III di RSUD Tidar Kota Magelang yang masih terbatas, dimana rumah sakit hanya memiliki 2 bangsal saja. Hal ini berdampak pada meningkatnya daftar tunggu ruang rawat inap pasien sehingga berujung pada lambatnya pemberian akses pelayanan kesehatan bagi peserta jamkesda. Selain itu, terdapat permasalahan lain dalam penyelenggaraan jamkesda Kota Magelang terkait dengan penurunan jumlah warga yang mendaftarkan diri sebagai peserta jamkesda. Pada tahun 2013 jumlah peserta jamkesda sebanyak 57 ribu orang, namun pada tahun 2014 jumlah peserta jamkesda Kota Magelang mengalami penurunan dimana hanya sekitar 40 ribu warga yang mendaftarkan diri menjadi peserta jamkesda (Fatoni, 2014). Penurunan jumlah ini mulai terjadi pada tahun 2014 seiring diberlakukannya sistem jaminan kesehatan nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan.

17 Berdasarkan permasalahan yang ada, penelitian ini berfokus pada kajian mengenai implementasi program jamkesda Kota Magelang, dampak pelaksanaan program berkaitan dengan peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat serta perumusan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Magelang dalam realisasi integrasi jamkeda ke dalam sistem jaminan kesehatan nasional Rumusan Masalah 1. Bagaimana implementasi program jamkesda Kota Magelang? 2. Bagaimana dampak program jamkesda Kota Magelang pada peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat? 3. Bagaimana formulasi kebijakan yang dirumuskan pemerintah Kota Magelang dalam menghadapi integrasi program jamkesda ke dalam sistem jaminan kesehatan nasional? 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Suatu penelitian dilaksanakan dengan tujuan tertentu yang dikehendaki oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditentukan. Terdapat tiga tujuan dalam penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui implementasi program jamkesda Kota Magelang. 2. Mengetahui dampak program jamkesda terhadap peningkatan akses pelayanan kesehatan masyarakat.

18 3. Mengetahui perumusan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Magelang dalam menghadapi integrasi program jamkesda ke sistem jaminan kesehatan nasional Manfaat Penelitian Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, terutama menambah kajian mengenai jaminan kesehatan. Hasil penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi sumber informasi bagi pihak-pihak yang tertarik dengan pembahasan mengenai jaminan kesehatan atau bagi pihak-pihak yang terkait dengan tema penelitian ini, seperti pemerintah, pemberi pelayanan kesehatan, masyarakat peserta jamkesda dan sebagainya sehingga hasil penelitian ini bisa dijadikan salah satu pertimbangan dalam merumuskan kebijakan dan melaksanakan kebijakan jaminan kesehatan kedepannya Kerangka Teori Implementasi Kebijakan Publik Disahkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah merupakan titik awal meningkatnya kewenangan pemerintah daerah dalam merencanakan, merumuskan, melaksanakan hingga mengevaluasi berbagai kebijakan publik yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan masyarakat (Agustino, 2008:1). Untuk mengetahui lebih jauh mengenai kebijakan publik, hal tersebut dapat diawali dengan memahami definisi dan konsep mengenai kebijakan

19 tersebut. James Anderson (Winarno, 2007:18) mendefinisikan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang ditetapkan oleh seorang atau sekelompok aktor yang mempunyai suatu tujuan tertentu untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Selain James Anderson, definisi mengenai kebijakan publik juga diungkapkan oleh Thomas Dye. Menurut Dye (Subarsono, 2005:2), kebijakan publik merupakan suatu hal yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan maupun tidak dikerjakan. Definisi yang disampaikan oleh Dye ini memberikan pemahaman bahwa kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah merupakan hasil pilihan yang akan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah dalam menghadapi permasalahan publik atau pencapaian tujuan yang diinginkan. Carl Frederich (Agustino, 2008:7), memberikan pemahaman lain mengenai definisi kebijakan publik, dimana kebijakan publik dipandang sebagai tindakan atau aksi yang dilakukan dalam suatu lingkungan tertentu yang diawali oleh usulan dari seseorang, kelompok atau pemerintah sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan dan peluang-peluang untuk mencapai suatu tujuan atau mengatasi permasalahan yang terjadi. Dari ketiga definisi diatas, terlihat bahwa kebijakan publik mengandung dua hal pokok. Pertama, kebijakan merujuk pada serangkaian tindakan yang dilaksanakan untuk mengatasi suatu persoalan serta mencapai suatu tujuan. Kedua, kebijakan ditetapkan melalui usulan yang disampaikan oleh individu, kelompok maupun pemerintah. Selain definisi dan konsep mengenai kebijakan publik, proses-proses atau tahapan-tahapan dalam kebijakan publik ialah suatu hal yang perlu dipahami

20 untuk mengetahui sejauh mana pencapaian kebijakan tersebut. Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu proses yang memegang peranan penting dalam keberhasilan maupun pencapaian tujuan suatu kebijakan publik yang ditujukan untuk mengatasi persoalan dan memenuhi kebutuhan dalam masyarakat (Winarno, 2007). Kebijakan yang direkomendasikan dan ditetapkan oleh para pembuat kebijakan belum tentu menjamin keberhasilan pengimplementasian kebijakan tersebut (Subarsono, 2005:87). Terdapat beberapa pandangan mengenai definisi dan konsep implementasi kebijakan yang disampaikan oleh para ahli, diantaranya pendapat yang diungkapkan oleh Mazmanian dan Sabatier, Ripley dan Frankin, Van Meter dan Van Horn, serta Winarno. Mazmanian dan Sabatier (Widodo, 2008: 87), menjelaskan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses memahami apakah hal yang seharusnya terjadi setelah suatu kebijakan dirumuskan atau ditetapkan. Proses pemahaman yang dimaksud meliputi pelaksanaan kegiatankegiatan sesudah suatu kebijakan disahkan, baik melalui usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat dan dampak nyata bagi masyarakat (Widodo, 2008). Tidak jauh berbeda dengan definisi yang disampaikan oleh Mazmanian dan Sabatier, Ripley dan Frankin (Winarno, 2007:145) mengungkapkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu hal yang terjadi sesudah suatu undangundang atau peraturan ditetapkan, dimana undang-undang tersebut memberikan kebijakan, keuntungan, otoritas program dan suatu keluaran yang nyata. Implementasi kebijakan merujuk pada serangkaian kegiatan yang dilaksanakan

21 berdasarkan tujuan dan hasil tertentu yang ingin dicapai oleh pejabat pemerintah maupun aktor kebijakan (Winarno, 2007). Selain kedua ahli tersebut, Van Meter Van Horn juga memiliki pendapat tersendiri mengenai implementasi kebijakan, dimana hal tersebut didefinisikan sebagai serangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh individu, kelompok, pemerintah maupun swasta untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan yang ada (Agustino, 2008:139). Sedangkan Winarno (2007: ), mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai suatu proses, suatu keluaran dan dampak. Sebagai suatu proses, implementasi merupakan tindakan atau keputusan yang diharapkan dapat diterima oleh lembaga legislatif sehingga keputusan tersebut dapat dilaksanakan. Sebagai suatu keluaran, implementasi dilihat dari sejauh mana dukungan yang telah didapatkan berdasarkan tujuan kebijakan. Sedangkan dampak merujuk pada perubahan yang dapat diukur dari pemecahan masalah yang ditetapkan (Winarno, 2007). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi yang diungkapkan oleh Donald S.Van Mater dan Carl E. Va, dimana pada intinya implementasi kebijakan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, dimana tindakan tersebut berusaha untuk mencapai tujuan yang telah diamanatkan dalam keputusan kebijakan tersebut. Dalam hal ini, implementasi program jamkesda didefinisikan sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pemerintah demi memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat berdasarkan tujuan peningkatan derajat dan akses kesehatan masyarakat.

22 Selain definisi dan konsep, hal lain yang perlu diperhatikan dalam melihat dan menganalisis proses implementasi kebijakan adalah model-model dari implementasi kebijakan tersebut. Model yang digunakan sebagai dasar analisis data penelitian ini adalah model atau teori implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh George C, Edwads III. Menurut Edward III (Subarsono, 2005:90), terdapat empat variabel yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan, dimana variabel-variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain, yaitu komunikasi (communication), sumber daya (resources), disposisi (disposition) dan struktur birokrasi (bureaucratic structure). 1. Komunikasi Menurut Widodo (2008: 97), komunikasi kebijakan didefinisikan sebagai suatu proses yang terjadi di antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan dalam usaha penyampaian informasi kebijakan. Informasi informasi mengenai kebijakan tersebut harus disampaikan kepada pelaksana kebijakan agar mereka bisa memahami dan mengetahui apa yang menjadi substansi, kelompok sasaran, arah, dan tujuan kebijakan (Widodo, 2008). Keberhasilan implementasi kebijakan dapat terlihat dari kesiapan para pelaku kebijakan dalam mengetahui apa yang harus dikerjakan dan dipersiapkan, sesuai dengan tujuan dan sasaran kebijakan (Subarsono, 2005). Terdapat tiga dimensi dalam komunikasi kebijakan, yaitu dimensi transmisi, dimensi kejelasan dan dimensi konsistensi (Widodo, 2008). Dimensi transmisi yang dimaksud ialah informasi mengenai kebijakan tidak hanya disampaikan pada pelaku kebijakan melainkan juga disampaikan kepada

23 kelompok yang menjadi sasaran kebijakan maupun pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kebijakan publik tersebut (Widodo, 2008). Menurut Winarno (2007), hambatan-hambatan yang sering muncul dalam mentransmisikan implementasi ialah pertentangan pendapat antara pelaku dan pembuat kebijakan, informasi yang diterima melewati berlapis-lapis hierarki birokrasi, dan pemahaman informasi yang dipengaruhi oleh persepsi yang selektif. Dimensi kejelasan merujuk pada harapan bahwa informasi yang disampaikan baik pada pelaku kebijakan, kelompok sasaran, maupun pihak lain yang berkepentingan secara langsung maupun tidak langsung dapat diperoleh dengan jelas, sehingga dapat memahami substansi, maksud dan tujuan kebijakan (Widodo, 2008:97). Dimensi konsistensi memberikan penjelasan bahwa keefektifan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh perintah-perintah dan aturan-aturan pelaksanaan yang jelas, konsisten dan tidak bertentangan (Winarno, 2007). 2. Sumber daya Sumber daya merupakan salah satu faktor yang memiliki peranan penting dalam implementasi suatu kebijakan. Apabila substansi dan tujuan kebijakan sudah di informasikan dengan jelas dan konsisten, namun sumber daya yang dimiliki dalam pelaksanaan kebijakan terbatas, maka hal tersebut akan berpengaruh pada keefektifan implementasi kebijakan (Subarsono, 2005:91). Menurut Widodo (2008) terdapat tiga sumber daya yang diperlukan dalam implementasi suatu kebijakan, yaitu sumber daya manusia, sumber daya keuangan dan sumber daya peralatan.

24 Pertama, sumber daya manusia berkaitan dengan jumlah pelaku kebijakan beserta keahlian dan kemampuan yang perlu dimiliki dalam pengimplementasian suatu kebijakan. Kedua, sumber daya keuangan merupakan sumber daya yang diperlukan untuk membiayai operasionalisasi implementasi program. Terbatasnya sumber daya keuangan akan berpengaruh pada terbatasnya kualitas pelayanan publik dan keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Ketiga, sumber daya peralatan merupakan sumber daya yang digunakan dalam operasionalisasi implementasi suatu kebijakan, seperti: tanah, gedung, dan berbagai sarana yang akan memberikan kemudahan dalam implementasi suatu kebijakan (Widodo, 2008:98-102). 3. Disposisi Menurut Edward III (Widodo,2008), disposisi merupakan keinginan, kemauan, kecenderungan atau kesepakatan para pelaksana untuk menyelenggarakan kebijakan secara sungguh-sungguh agar bisa mencapai tujuan kebijakan. Memahami, mengetahui dan mendalami keuntungan dan kerugian dari suatu kebijakan akan mempengaruhi sikap pelaksana kebijakan dalam mendukung, menolak atau bahkan acuh tak acuh terhadap suatu kebijakan (Widodo, 2008:104). Menurut Subarsono (2005:92), apabila para pelaku kebijakan mempunyai disposisi yang baik, maka ia akan melaksanakan kebijakan dengan baik sesuai dengan tujuan kebijakan dan keinginan para pembuat kebijakan. Disamping itu, akan terjadi pertentangan yang berakibat pada tidak efektifnya proses

25 implementasi kebijakan apabila para pelaksana kebijakan memiliki sikap dan perspektif yang berbeda dengan para pembuat kebijakan (Subarsono, 2005). 4. Struktur Birokrasi Menurut Widodo (2008:106), struktur birokrasi ini terdiri dari berbagai aspek, seperti : pembagian kewenangan, hubungan antar unit-unit dalam organisasi yang bersangkutan, struktur organisasi, serta hubungan organisasi dengan organisasi luar dan sebagainya. Struktur birokrasi mencakup dua dimensi, yaitu fragmentasi dan standar prosedur operasi (standar operating prosedure) yang bisa menyeragamkan dan memberikan kemudahan dalam pelaksanaan tindakan dan tugas (Widodo, 2008). Menurut Widodo (2008), struktur birokrasi yang terfragmentasi (tersebar dan terpecah-pecah) akan berpeluang menimbulkan distorsi dalam pelaksanaan suatu kebijakan, sehingga struktur birokrasi yang terfragmentasi perlu mendapatkan koordinasi yang lebih intensif serta meminimalisir perubahan yang tidak diinginkan, agar pelaksanaan kebijakan tidak menyimpang dari tujuan awal. Sedangkan standard operating procedure, meliputi sistem prosedur pelaksanaan kebijakan, mekanisme, pembagian fungsi dan tugas pokok masing-masing pelaksana kebijakan, serta penetapan kewenangan dan tanggung jawab masingmasing pelaku kebijakan (Widodo, 2008:107) Akses Pelayanan Kesehatan Implementasi kebijakan publik yang dilakukan oleh para pelaksana kebijakan akan memberikan dampak bagi kelompok sasaran kebijakan tersebut.

26 Dampak merupakan akibat yang didapatkan atau diterima oleh masyarakat sebagai konsekuensi dari pengimplementasian suatu kebijakan (Subarsono, 2005: 122). Menurut Dye (Winarno, 2007), dampak dari suatu kebijakan mempunyai lima dimensi yang harus dipertimbangkan pada saat melakukan evaluasi kebijakan. Pertama, dampak kebijakan yang terjadi pada masalah-masalah publik dan pihak-pihak yang terlibat dalam masalah tersebut. Dampak yang ingin dicapai dari program yang dijalankan perlu diperhitungkan, serta pihak-pihak yang ingin dipengaruhi oleh kebijakan harus diberikan pembatasan (Winarno, 2007: ). Kedua, dampak kebijakan yang mungkin terjadi bagi kelompok-kelompok maupun kondisi-kondisi di luar tujuan dan sasaran kebijakan. Ketiga, dampak kebijakan yang mungkin akan terjadi saat ini maupun masa mendatang. Keempat, perlu adanya perhatian terhadap biaya-biaya langsung yang dialokasikan untuk membiayai program agar mengetahui sejauh mana dan seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari suatu program. Kelima, dampak kebijakan terkait dengan biaya-biaya tidak langsung yang diterima oleh masyarakat atau beberapa anggota masyarakat sebagai konsekuensi diberlakukannya kebijakan tersebut (Winarno, 2007: ). Dampak kebijakan juga dapat didefinisikan sebagai suatu akibat yang menimbulkan tingkah laku baru bagi kelompok sasaran, dimana dampak tersebut muncul sebagai konsekuensi adanya intervensi program pada kelompok sasaran, baik akibat yang sesuai dengan harapan intervensi program ataupun tidak (Wibawa, et al 1994: 121). Pada dasarnya, setiap kebijakan memiliki konsekuensikonsekuensi yang penting bagi masyarakat walaupun dampak yang ditimbulkan

27 dari suatu kebijakan publik masih jauh dari harapan atau tujuan kebijakan (Winarno, 2007: 236). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, penelitian ini mengacu pada pendapat yang disampaikan oleh Subarsono, dimana dampak merupakan akibat yang diterima oleh masyarakat sebagai konsekuensi dari suatu kebijakan. Jamkesda merupakan suatu kebijakan yang diselenggarakan atau diimplementasikan melalui pelayanan publik terhadap masyarakat yang diharapkan dapat memberikan dampak berupa peningkatan derajat dan akses kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat. Penyelenggaran pelayanan publik di Indonesia selama ini masih menjadi topik yang sering diperbincangkan di berbagai kalangan dalam masyarakat. Pelayanan publik dapat dipandang sebagai suatu usaha pemenuhan hak-hak dasar dan kebutuhan yang dimiliki oleh masyarakat (Sulastio, et al, 2008). Selain itu, berdasarkan keputusan MENPAN No 63/2003, pelayanan publik didefinisikan sebagai segala bentuk pelayanan dalam bentuk barang maupun jasa publik yang diberikan dalam usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat dan pelaksanaan peraturan atau undang-undang yang ditetapkan, dimana hal tersebut merupakan tanggung jawab dan harus dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat, daerah, BUMN dan BUMD (Ratminto dan Winarsih, 2005:5). Di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juga telah diamanatkan bahwa : Pertama, negara memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan kepada segenap warga negara Indonesia dan seluruh wilayah Indonesia. Kedua, Negara memiliki kewajiban untuk memajukan kesejahteraan

28 umum. Ketiga, Negara memiliki kewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan amanat UUD 1945 tersebut, penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia menjadi suatu upaya yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara yang difokuskan pada pemenuhan ketiga kewajiban negara tersebut (Sulastio, et al, 2008). Dengan kata lain, pelayanan publik yang harus diberikan oleh pemerintah dapat dikategorikan ke dalam 2 kategori utama, yaitu pelayanan kebutuhan dasar yang mencakup kesehatan, pendidikan dan kebutuhan pokok, serta pelayanan umum (Hardiyansyah, 2011:20). Dari pendapat tersebut dapat dilihat bahwa pelayanan kesehatan merupakan salah satu pelayanan kebutuhan dasar yang harus diberikan oleh pemerintah demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Tjitoherijanto dan Soestyo (Saputra, 2013), pelayanan kesehatan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai status atau derajat kesehatan yang lebih tinggi. Selain definisi di atas, pasal 1 ayat 2 Undang-Undang RI Tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa upaya atau pelayanan kesehatan adalah setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah atau masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan (Saputra, 2013). Sedangkan menurut Azwar (1994), pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang dilaksanakan secara sendiri maupun bersama-sama dalam suatu organisasi guna memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan seseorang, kelompok ataupun masyarakat.

29 Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Tahun 2009 (Retnaningsih, 2013), penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan dilakukan dalam tiga tingkatan, yaitu upaya kesehatan primer, upaya kesehatan sekunder, dan upaya kesehatan tersier. Upaya kesehatan primer ialah upaya kesehatan tingkat pertama dengan mekanisme rujukan timbal balik dimana terjadi kontak antara individu atau masyarakat dengan pemberi pelayanan kesehatan, dalam hal ini upaya kesehatan juga mencakup pelayanan dalam penanggulangan bencana dan pelayanan gawat darurat. Sedangkan upaya kesehatan sekunder dan tersier dapat didefinisikan sebagai upaya kesehatan rujukan tingkat lanjut (Retnaningsih, 2013:17-18). Menurut Azwar (1994), agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan dan menimbulkan dampak positif yang diinginkan, terdapat delapan syarat yang harus dipenuhi, yang meliputi dapat dicapai (accessible), tersedia (available), wajar (appropiate), dapat diterima (acceptable), effisien (efficient), bermutu (quality), dapat dijangkau (affordable), serta berkesinambungan (continue). Akses terhadap pelayanan kesehatan merupakan isu yang sering diperbincangkan dalam reformasi kesehatan di negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan telah diamanatkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Akan tetapi saat ini banyak kasus pelayanan publik, termasuk pelayanan kesehatan yang

30 diperjualbelikan sehingga mengakibatkan pelayanan tersebut tidak dapat diakses oleh rakyat secara merata (Sulastio, et al, 2008). Menurut Thompson (Dwiyanto, 2003:82), prinsip keadilan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat dilihat dari kemampuan yang dimiliki oleh pemerintah dalam memberikan perlakuan yang adil kepada setiap warga Negara. Tata pemerintah yang baik harus memberikan kewajiban bagi pemerintah kabupaten atau kota guna menjamin setiap warga di daerahnya untuk bisa mendapatkan akses yang sama, tidak hanya pada pelayanan publik melainkan pada kualitas pelayanan yang diberikan. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik di suatu daerah, seperti pelayanan kesehatan, meskipun semua warga memiliki akses terhadap pelayanan tersebut, mereka sering mendapatkan akses yang berbeda terkait dengan kualitas pelayanan yang diterima (Dwiyanto, 2003:82). Berdasarkan komite pengawasan akses layanan kesehatan Amerika (Retnaningsih, 2013), akses merupakan suatu penggunaan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dilakukan dengan tepat waktu, agar dapat memenuhi status kesehatan yang baik. Dengan kata lain, akses dapat didefinisikan sebagai pelayanan kesehatan yang dapat tersedia kapanpun dan dimanapun saat dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut Retnaningsih (2013) pelayanan kesehatan harus bisa didistribusikan berdasarkan kondisi sosial ekonomi, geografi serta kebutuhan masyarakat agar akses layanan kesehatan tersebut dapat dikatakan telah merata, apabila layanan kesehatan belum dapat terdistribusi berdasarkan ketiga hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa akses pelayanan kesehatan tersebut tidak merata.

31 Sedangkan pendapat yang diungkapkan oleh Littik (Permatasari dan Rochmah, 2013), menyatakan bahwa akses adalah kemudahan yang diperoleh individu dalam memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan. Riskesdas mengungkapkan bahwa kemudahan akses menuju sarana pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu jarak tempat tinggal, waktu tempuh ke sarana kesehatan, serta status sosial ekonomi dan budaya (Permatasari dan Rochmah, 2013). Beberapa definisi mengenai akses di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa akses merupakan dampak dari suatu kebijakan yang menyebabkan tersedia dan mudahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dan penggunaan fasilitas kesehatan bagi setiap masyarakat. Selain definisi-definisi yang ada, akses perlu dilihat dari segi teori yang dapat menjelaskan akses layanan kesehatan yang sering menjadi fokus perhatian pada suatu masyarakat. Teori Akses Aday merupakan teori yang digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat peserta jamkesda. Akses sebagai alat ukur pemerataan layanan kesehatan dapat dilihat melalui empat hal, yang meliputi akses potensial indikator struktural, akses potensial indikator proses, akses nyata indikator objektif dan akses nyata indikator subjektif (Retnaningsih, 2013:72). Pertama, akses potensial indikator struktural mengandung tiga hal (Retnaningsih, 2013:73-76), yaitu karakteristik sistem layanan kesehatan, ketersediaan layanan kesehatan dan organisasi. Karakteristik sistem kesehatan mencakup kepemilikan dan jenis layanan kesehatan. Ketersediaan layanan kesehatan dapat dilihat melalui jumlah fasilitas layanan kesehatan dan jumlah

32 tenaga kesehatan di suatu wilayah tertentu. Sedangkan organisasi layanan kesehatan dapat diukur melalui masukan dan struktur dari sistem pelayanan kesehatan. Kedua, akses potensial indikator proses memberikan gambaran mengenai karakteristik masyarakat yang dilihat dari tiga faktor, yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, manfaat yang dirasakan terhadap layanan kesehatan, dan sebagainya), faktor pemungkinan (kepesertaan asuransi kesehatan, tempat tinggal, dan lain-lain), serta faktor kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan berdasarkan persepsi pasien dan kriteria medis. Ketiga, akses nyata indikator objektif dapat dilihat dari pemanfaatan layanan kesehatan. Keempat, akses nyata indikator subjektif dapat dilihat dari kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang diterima (Retnaningsih, 2013:76-78) Formulasi Kebijakan Integrasi Program Jamkesda ke Sistem Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan kesehatan merupakan salah satu bentuk kebijakan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan diberlakukannya sistem jaminan kesehatan nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan, maka mulai tahun 2016 seluruh jaminan kesehatan diharuskan untuk berintegrasi ke dalam sistem jaminan kesehatan nasional (Mundiharno,et al, 2012). Menurut Lembaga Administrasi RI (Rochmah, et al, 2006), integrasi dapat didefinisikan sebagai suatu upaya yang dilakukan dalam rangka menyelaraskan, memadukan, serta menghasilkan berbagai tindakan dan

33 kepentingan yang memiliki keterikatan satu sama lain beserta serangkaian tindakan, langkah dan waktu yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan O Donnell menjelaskan bahwa integrasi merupakan suatu proses menggabungkan dan mengatur elemen-elemen atau unit yang terpisah satu sama lain sehingga membentuk keterkaitan dan harmonisasi antara elemen yang satu dengan elemen yang lainnya (Rochmah, et al,2006). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep yang diungkapkan oleh Lembaga Administrasi RI, bahwa integrasi merupakan usaha untuk memadukan berbagai jaminan kesehatan ke dalam sistem jaminan kesehatan nasional untuk menyelaraskan berbagai kepentingan dan tindakan yang dicapai berdasarkan tujuan peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Integrasi jamkesda ke sistem jaminan kesehatan nasional bisa di analisis menggunakan proses integrasi yang terjadi dalam organisasi. Organisasi dianggap sebagai suatu sistem terbuka yang terdiri dari struktur, proses pengambilan keputusan, dan komunikasi pengawasan yang harus siap dalam menghadapi perubahan (Winardi, 1989). Diferensiasi horizontal dilakukan oleh organisasi untuk menciptakan spesialisasi pekerjaan dalam rangka peningkatan produktivitas kerja (Hernowo, 2007). Spesialisasi kerja dilaksanakan dengan mekanisme pembagian peran dan kewenangan sub unit dalam organisasi, namun hal ini seringkali menimbulkan rendahnya komunikasi antar sub unit dalam memainkan peran dan tujuan organisasi (Robbins, 2002).

BAB VII PENUTUP. penduduk Kota Magelang yang belum mempunyai jaminan kesehatan. Program

BAB VII PENUTUP. penduduk Kota Magelang yang belum mempunyai jaminan kesehatan. Program BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Program jamkesda Kota Magelang merupakan program yang diselenggarakan untuk memberikan jaminan kesehatan secara universal bagi penduduk Kota Magelang yang belum mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan merupakan hak bagi setiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan dalam human development indeks (HDI) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. 1 Dengan kondisi yang sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak untuk memiliki tingkat kesehatan dan kesejahteraan yang memadai merupakan hak asasi manusia yang tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan fisik maupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan fisik maupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap penduduk yang hidup di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut baik kesehatan fisik maupun

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, padapasal 25 Ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu kebijakan pemerintah bidang kesehatan yang terintegrasi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 diamanatkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana yang tercantum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang kesejahteraan sosial sudah pasti berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik dari segi ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa (PBB) tahun 1948 tentang hak asasi manusia. Berdasarkan. kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage).

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa (PBB) tahun 1948 tentang hak asasi manusia. Berdasarkan. kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak untuk hidup sehat dan sejahtera merupakan bagian dari hak asasi manusia yang diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada pasal 28 H, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan

Lebih terperinci

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan. DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH mutupelayanankesehatan.net I. PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar masyarakat yang penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana telah diamanatkan dalam

Lebih terperinci

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional MENTERI Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Peluncuran Peta jalan Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019 Jakarta, 29 November 2012 1 MENTERI SISTEMATIKA 1. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsabangsa didunia,

Lebih terperinci

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT Senin, 2 Januari 2014. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2004 sebagai bagian dari kewajiban pemerintah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2004 sebagai bagian dari kewajiban pemerintah yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan dicanangkan pertama kali oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2004 sebagai bagian dari kewajiban pemerintah yang dimanfaatkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa mengabaikan mutu pelayanan perorangan (Depkes RI, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa mengabaikan mutu pelayanan perorangan (Depkes RI, 2009). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Kesehatan No. 44 tahun 2009, menyebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa indikator dari Indeks Pembangunan Manusia (Human Development. sosial ekonomi masyarakat (Koentjoro, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. beberapa indikator dari Indeks Pembangunan Manusia (Human Development. sosial ekonomi masyarakat (Koentjoro, 2011). 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang kesehatan merupakan salah satu indikator utama dari berkembangnya kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah geografis tertentu.kesejahteraan masyarakat di

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, pada pasal 25 Ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan adalah sesuatu yang pasti dijalani oleh seseorang yang terlahir di dunia ini. Hidup itu sendiri adalah hak asasi manusia, wajib dijunjung tinggi keberadaannya

Lebih terperinci

Hasil Diskusi Peluang dan Tantangan Daerah Menyongsong Kebijakan Pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. 7-8 Desember 2012 Yogyakarta

Hasil Diskusi Peluang dan Tantangan Daerah Menyongsong Kebijakan Pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. 7-8 Desember 2012 Yogyakarta Hasil Diskusi Peluang dan Tantangan Daerah Menyongsong Kebijakan Pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional 7-8 Desember 2012 Yogyakarta Topik Pembahasan Regulasi Jaminan Kesehatan Kepesertaan Jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

BAB I PENDAHULUAN. (GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan tolak ukur dalam menilai kesehatan suatu bangsa, oleh sebab itu pemerintah berupaya keras menurunkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan desentralisasi tercatat mengalami sejarah panjang di Indonesia. Semenjak tahun 1903, Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan Desentralisatie wet yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat. Kesehatan bagi seseorang merupakan sebuah investasi dan hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang menganut prinsip negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang menganut prinsip negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang menganut prinsip negara kesejahteraan (walfare state), telah mencantumkan dalam pembukaan Undang- Undang Dasar (UUD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universal Health Coverage merupakan sistem penjaminan kesehatan yang memastikan semua orang dapat menerima pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa harus mengalami

Lebih terperinci

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Oleh: dr. AHMAD NIZAR SHIHAB,SpAn Anggota Komisi IX DPR RI Rakeskesnas, 17 April 2013 Makasar VISI Kementerian Kesehatan MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional untuk tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) merupakan isu penting yang telah ditetapkan WHO (World Health Organization) bagi negara maju dan negara berkembang sehingga penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. orang per orang, tetapi juga oleh keluarga, kelompok dan bahkan masyarakat. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. orang per orang, tetapi juga oleh keluarga, kelompok dan bahkan masyarakat. Dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh orang per orang, tetapi juga oleh keluarga, kelompok dan bahkan masyarakat. Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang produktif secara ekonomis (Ps. 1 point (1) UU Nomor 23/1992 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin. Untuk itu Negara bertanggung jawab mengatur agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung dengan tujuan agar

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung dengan tujuan agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hak asasi manusia dan juga merupakan investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa, untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak tahun 2004, Indonesia telah mempunyai Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 (UU SJSN). Jaminan Kesehatan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan antara lain oleh ketersediaan biaya kesehatan. Biaya kesehatan ditinjau dari sisi pemakai jasa pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap manusia untuk dapat hidup layak, produktif, serta mampu bersaing untuk meningkatkan taraf hidupnya. Namun demikian

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan penyebab kematian ketiga (10%) di dunia setelah penyakit jantung koroner (13%) dan kanker (12%) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (PBB) tahun 1948 (Indonesia ikut menandatangani) dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. (PBB) tahun 1948 (Indonesia ikut menandatangani) dan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tahun 1948 (Indonesia ikut menandatangani) dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DAN/ATAU TIDAK MAMPU DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 adalah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

QUO VADIS JAMKESDA KULON PROGO? Drg. Hunik Rimawati, M.Kes

QUO VADIS JAMKESDA KULON PROGO? Drg. Hunik Rimawati, M.Kes QUO VADIS JAMKESDA KULON PROGO? Drg. Hunik Rimawati, M.Kes LATAR BELAKANG Sebagaimana kita ketahui bahwa Kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebijakan pemerintah memberikan dana pelayanan kesehatan, yang secara implisit merupakan pemahaman pemerintah atas tanggung jawab kepentingan umum. Sebagai negara berkembang,

Lebih terperinci

UPAYA PEMERINTAH KOTA PELAYANAN KESEHATAN MELALUI DINAS KESEHATAN KOTA BALIKPAPAN JAKARTA, 26 JANUARI 2009

UPAYA PEMERINTAH KOTA PELAYANAN KESEHATAN MELALUI DINAS KESEHATAN KOTA BALIKPAPAN JAKARTA, 26 JANUARI 2009 UPAYA PEMERINTAH KOTA BALIKPAPAN MENINGKATKAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN MELALUI PROGRAM JAMKESDA 1 DYAH MURYANI DYAH MURYANI DINAS KESEHATAN KOTA BALIKPAPAN JAKARTA, 26 JANUARI 2009 DASAR HUKUM UUD 45,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang kompleks dan mempunyai fungsi luas menyangkut fungsi pencegahan, penyembuhan dan rehabilitasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, pada pasal 25 Ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL No.44,2016 Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. KESEHATAN. Petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 13 Tahun 2010 (Lembaran Daerah Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia, perlu diketahui

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia, perlu diketahui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian sehat menurut WHO (World Health Organization) adalah suatu kedaan kondisi fisik, mental dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu kesatuan dan bukan hanya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan sistem kesehatan nasional (SKN), bahwa pembangunan kesehatan harus merata di seluruh wilayah di Indonesia, namun kenyataannya pembangunan pada aspek kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 Pasal 28 H dan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU - 1 - SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya memenuhi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN SUMATERA SELATAN SEMESTA (JAMSOSKES SUMSEL SEMESTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia yang diakui oleh seluruh bangsa di dunia, termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia yang diakui oleh seluruh bangsa di dunia, termasuk di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan kesejahteraan hidup yang memadai merupakan hak asasi manusia yang diakui oleh seluruh bangsa di dunia, termasuk di Indonesia. Pengakuan tersebut tertulis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai. dengan standart pelayanan Rumah Sakit.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai. dengan standart pelayanan Rumah Sakit. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Karena itu, kesehatan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Masih tingginya angka kemiskinan, baik secara absolut maupun relatif merupakan salah satu persoalan serius yang dihadapi bangsa Indonesia hingga saat ini. Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan derajat hidup masyarakat, sehingga semua negara berupaya

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan derajat hidup masyarakat, sehingga semua negara berupaya BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu sektor yang mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat hidup masyarakat, sehingga semua negara berupaya menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah dilaksanakan sejak 1 Januari 2014 berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu agenda yang tercantum di dalam Nawa Cita Pembangunan Nasional adalah meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Upaya meningkatkan kualitas hidup manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan program pemerintah Indonesia yang diluncurkan dalam rangka pencapaian derajat kesehatan yang merata antar penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki risiko jatuh sakit dan membutuhkan biaya cukup besar ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan penyakit yang

Lebih terperinci

Peta Jalan Menuju JAMINAN KESEHATAN NASIONAL didukung oleh:

Peta Jalan Menuju JAMINAN KESEHATAN NASIONAL didukung oleh: Peta Jalan Menuju JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2012-2019 didukung oleh: PETA JALAN MENUJU JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2012-2019 DISUSUN BERSAMA: KEMENTERIAN KOORDINATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT DEWAN JAMINAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN pada alinea ke empat yang dijadikan sebagai landasan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN pada alinea ke empat yang dijadikan sebagai landasan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara yang menerapkan konsep welfare state, sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada alinea

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar setiap manusia. Sesuai dengan Amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENERBITAN DAN TATA LAKSANA SURAT PERNYATAAN MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berlandaskan pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4

BAB I PENDAHULUAN. Berlandaskan pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berlandaskan pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4 untuk dapat menciptakan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, berbagai program pembangunan diarahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar.

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar. Kesehatan adalah hak fundamental setiap masyarakat, yang merupakan hak asasi manusia dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah krisis ekonomi melanda Indonesi tahun 1997/1998. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. setelah krisis ekonomi melanda Indonesi tahun 1997/1998. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya biaya pelayanan kesehatan di Indonesia merupakan masalah yang sangat serius karena sangat membebani masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan. Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penduduk Indonesia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya belum semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penduduk Indonesia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya belum semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya belum semua terpenuhi oleh pemerintah berkaitan dengan masalah kebutuhan primer dan sekunder. Semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat penting untuk dapat hidup layak dan produktif. Keterjaminan pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak dasar

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA DAERAH

EXECUTIVE SUMMARY PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA DAERAH EXECUTIVE SUMMARY PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA DAERAH Pemerintahan yang sentralistik di masa lalu terbukti menghasilkan kesenjangan pembangunan yang sangat mencolok antara pusat dan daerah. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembiayaan kesehatan di Indonesia mempunyai tujuan untuk menyediakan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kesehatan fisik

BAB I PENDAHULUAN. hidup di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kesehatan fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang utama bagi setiap penduduk yang hidup di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kesehatan fisik

Lebih terperinci

OPSI ALTERNATIF: PERCEPATAN CAKUPAN SEMESTA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL DI INDONESIA*

OPSI ALTERNATIF: PERCEPATAN CAKUPAN SEMESTA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL DI INDONESIA* OPSI ALTERNATIF: PERCEPATAN CAKUPAN SEMESTA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL DI INDONESIA* Soewarta Kosen, Tati Suryati dan Muh. Karyana PusLitBang Sistem dan Kebijakan Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia pada undang-undang Nomor 36

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia pada undang-undang Nomor 36 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan Hak Azasi Manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia pada undang-undang

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN KUDUS BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Semua orang ingin dilayani dan mendapatkan kedudukan yang sama dalam pelayanan kesehatan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa pengelolaan kesehatan diselenggarakan secara bersama dan berjenjang antara pemerintah pusat,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 1 A TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 1 A TAHUN 2014 TENTANG 1 BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 1 A TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 A TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAERAH DI KABUPATEN MADIUN Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan lanjutan dari Restitutie Regeling tahun Pada tahun 1985

BAB I PENDAHULUAN. merupakan lanjutan dari Restitutie Regeling tahun Pada tahun 1985 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jaminan Kesehatan di Indonesia bukanlah barang baru, dahulu pada awalnya Indonesia memiliki asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil yang merupakan lanjutan dari

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pembangunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pembangunan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tertera dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan hak-haknya

BAB. I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan hak-haknya BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tugas pokok Pemerintah diantaranya adalah memberikan pelayanan kepada setiap warga negara, tanpa pengecualian. Oleh karenanya setiap warga negara berhak

Lebih terperinci