PENGENALAN SPESIES NEMATODA PURU AKAR (Meloidogyne spp.) MELALUI KARAKTER MORFOLOGI EKOR MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RONI BUDIMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGENALAN SPESIES NEMATODA PURU AKAR (Meloidogyne spp.) MELALUI KARAKTER MORFOLOGI EKOR MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RONI BUDIMAN"

Transkripsi

1 PENGENALAN SPESIES NEMATODA PURU AKAR (Meloidogyne spp.) MELALUI KARAKTER MORFOLOGI EKOR MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RONI BUDIMAN DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 PENGENALAN SPESIES NEMATODA PURU AKAR (Meloidogyne spp.) MELALUI KARAKTER MORFOLOGI EKOR MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor RONI BUDIMAN G DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 Judul : Pengenalan Spesies Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) Melalui Karakter Morfologi Ekor Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Nama : Roni Budiman NRP : G Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom. Dr.Ir. Abdul Muin Adnan, MS. NIP NIP Mengetahui : Dekan Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. drh. Hasim, DEA NIP Tanggal Lulus :

4 ABSTRAK RONI BUDIMAN. Pengenalan Spesies Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) Melalui Karakter Morfologi Ekor Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan. Dibimbing oleh AZIZ KUSTIYO dan ABDUL MUIN ADNAN. Nematoda adalah invertebrata multiseluler mirip cacing yang bisa hidup di air tawar, air laut, dan di dalam tanah. Nematoda memiliki lebih dari satu juta spesies, salah satunya adalah nematoda puru akar (Meloidogyne spp.). Nematoda ini termasuk nematoda pengganggu tanaman. Identifikasi nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) dengan hasil yang akurat merupakan salah satu langkah awal dalam pengelolaan atau pengendalian dari nematoda tersebut. Cara umum untuk identifikasi nematoda adalah berdasarkan karakter morfologinya. Satu diantaranya adalah karakter morfologi bagian posterior larva instar 2 di sekitar ekor untuk setiap spesies Meloidogyne, yang hanya dapat dilakukan oleh pakar nematologi berpengalaman. Salah satu metode yang banyak digunakan dalam pengenalan pola adalah jaringan syaraf tiruan (JST). Metode ini mampu memberikan tingkat akurasi yang tinggi dalam berbagai pengenalan pola seperti, pengenalan wajah, sidik jari, dan tanda tangan. JST yang digunakan dalam penelitian ini adalah JST propagasi balik dengan arsitektur satu hidden layer. Untuk mereduksi ukuran dimensi data yang cukup besar maka diberlakukan praproses principal component analysis (PCA). Dari hasil penelitian ini didapatkan pengenalan dengan menggunakan praproses PCA proporsi 99% menghasilkan akurasi yang lebih baik bila dibandingkan dengan praproses dengan PCA proporsi 95% dan 90%. Nilai akurasi maksimum pada penelitian ini bisa mencapai angka 83.30%. Kata kunci: Nematoda, Meloidogyne, principal component analysis, jaringan syaraf tiruan.

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Batusangkar pada tanggal 7 September 1985 dari pasangan Bapak Ismed dan Ibu Hamidah. Penulis merupakan anak ke-3 dari 5 bersaudara. Tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU 1 Batusangkar. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor sebagai civitas akademika S1 Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis masih bisa menyelesaikan tulisan ini. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepda pihak yang telah membantu sehingga penulisan hasil penelitian ini bisa terselesaikan dengan baik. Di antaranya adalah Bapak Aziz Kustiyo dan Bapak Abdul Muin Adnan selaku pembimbing skripsi. Terima kasih penulis sampaikan juga kepada seluruh keluarga terutama ke pada Ayahanda Ismed dan Ibunda Hamidah yang telah senatiasa mendoakan dan memberikan dukungan selama studi di Institut Pertanian Bogor, kakak penulis Hendri dan Rudi atas masukan dan semangat yang diberikan, serta adik penulis Herman dan Beni atas motivasi yang diberikan dalam mengerjakan penelitian ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada teman-teman satu bimbingan (Ganang dan Restu) yang telah menjadi teman diskusi selama melakukan penelitian, teman-teman ILKOM 41, teman-teman Pondok Angsa, serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Akhir kata penulis mohon maaf jika dalam penulisan ini masih banyak kekurangannya. Namun penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, September 2008 Roni Budiman

7 iv DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... v PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 1 Ruang lingkup... 1 Manfaat... 1 TINJAUAN PUSTAKA... 2 Nematoda... 2 Nematoda puru akar (Meloidogyne spp)... 2 Representasi Citra Digital... 2 Normalisasi Data... 2 Jaringan syaraf Tiruan... 3 Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 6 Percobaan 1 : PCA dengan proporsi 90%... 6 Percobaan 2 : PCA dengan proporsi 95%... 7 Percobaan 3 : PCA dengan proporsi 99%... 8 Perbandingan ketiga Jenis Percobaan... 9 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 10

8 v DAFTAR TABEL Halaman 1 Struktur JST Target Sistem Akurasi maksimum percobaan Akurasi maksimum percobaan Akurasi maksimum percobaan Akurasi maksimum percobaan1, 2, dan Waktu pelatihan akurasi maksimum tiap percobaan DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Morfologi posterior nematoda (Sikora 2005) Model JST sederhana (Fausett 1994) Model JST propagasi balik (Fausett 1994) Contoh data percobaan Tahapan proses pengenalan nematoda Akurasi PCA 90% dengan toleransi kesalahan Akurasi PCA 90% dengan toleransi kesalahan Akurasi PCA 90% dengan toleransi kesalahan Waktu pelatihan akurasi maksimum pada percobaan Akurasi PCA 95% dengan toleransi kesalahan Akurasi PCA 95% dengan toleransi kesalahan Akurasi PCA 95% dengan toleransi kesalahan Waktu pelatihan akurasi maksimum pada percobaan Akurasi PCA 99% dengan toleransi kesalahan Akurasi PCA 99% dengan toleransi kesalahan Akurasi PCA 99% dengan toleransi kesalahan Waktu pelatihan akurasi maksimum pada percobaan Grafik perbandingan waktu pelatihan pada percobaan DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Algoritma Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Data Pelatihan Data Uji Hasil Pelatihan dan pengujian percobaan 1 toleransi kesalahan JST Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 1 toleransi kesalahan JST Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 1 toerlansi kesalahan JST Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 2 toleransi kesalahan JST Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 2 toleransi kesalahan JST Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 2 toleransi kesalahan JST Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 3 toleransi kesalahan JST Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 3 toleransi kesalahan JST Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 3 toleransi kesalahan JST

9 Latar Belakang PENDAHULUAN Dalam dunia pertanian hasil identifikasi dan klasifikasi nematoda sebagai salah satu organisme pengganggu tanaman sangat penting manfaatnya. Hasil identifikasi yang akurat akan menunjang penentuan strategi pengendalian nematoda yang akurat juga, karena antar jenis nematoda umumnya memerlukan pengelolaan serta penanggulangan yang berbeda satu sama lainnya. Sebaliknya, kesalahan identifikasi akan menyebabkan timbulnya pemilihan strategi pengendalian yang salah juga, yang akhirnya berakibat pada gagalnya pengendalian. Identifikasi nematoda dapat dilakukan dengan mengamati morfologi dan morfometri tubuhnya, baik terhadap larva maupun betina dewasa. Dalam proses identifikasi nematoda ini sering dijumpai berbagai kendala karena nematoda merupakan hewan yang ukurannya sangat kecil. Identifikasi tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi harus melalui beberapa tahapan, yaitu pengambilan contoh akar/tanah, ekstraksi, isolasi dan fiksasi dalam preparat gelas obyek baru dilakukan pengamatan dengan bantuan mikroskop. Tahapan-tahapan tersebut semuanya harus dilakukan di laboratorium. Identifikasi yang biasa dilakukan, yaitu secara konvensional, memerlukan waktu yang cukup lama dan melelahkan, itupun harus dilakukan oleh personal yang terampil dan berpengalaman. Atas dasar kesulitan-kesulitan tersebut, maka diperlukan adanya suatu metode identifikasi yang lebih praktis yang disertai dengan tingkat akurasi yang tinggi. Dengan banyak berkembangnya model teknologi komputer, bisa dilakukan pengklasifikasian atau identifikasi nematoda dengan pengolahan citra dan Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Dalam beberapa penelitian JST mampu melakukan klasifikasi dengan baik, seperti penelitian tentang klasifikasi tingkat kematangan buah melon, klasifikasi jenis tanaman pertanian pada foto udara, serta penelitian lain yang tak kalah pentingnya adalah pengklasifikasian tumbuhan berdasarkan bentuk daun. Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian tentang pengenalan pada manusia. Jika pada manusia yang dikenali adalah wajah ataupun sidik jari maka pada nematoda khususnya Meloidogyne spp. faktor pembeda cenderung terletak pada tubuh bagian posterior di sekitar ekor. Untuk itu pada penelitian ini menggunakan data berupa citra tubuh bagian ekor dari larva nematoda puru akar (Meloidogyne spp.). Sistem pengenalan citra yang digunakan pada penelitian ini adalah pengenalan yang menggunakan informasi mentah dari piksel citra yang direpresentasikan ke dalam metode Principal Component Analysis (PCA), yang selanjutnya digunakan dalam pelatihan dan pengujian. Tujuan 1 Menerapkan dan menganalisis kinerja JST propagasi balik sebagai teknik pengenalan nematoda puru akar (Meloidogyne spp.). 2 Menerapkan dan menganalisis kemampuan PCA sebagai teknik reduksi data. Ruang lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah : 1 Metode yang digunakan untuk pengenalan adalah jaringan syaraf tiruan propagasi balik. 2 Metode yang digunakan untuk mereduksi dimensi data adalah principal component analysis (PCA). 3 Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra digital larva instar 2 Meloidogyne spp. yang berskala keabuan dengan ukuran 60 x 60 piksel. 4 Data yang digunakan merupakan citra dengan format JPG, yang bersumber dari 5 Data yang digunakan adalah beberapa spesies Meloidogyne, yaitu : Meloidogyne graminicola M. haplanaria M. hapla M. chitwoodi M. mayaguenensis M. partityla Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah membangun suatu sistem pengenalan nematoda puru akar (Meloidogyne spp.), yang dapat membantu dan mempermudah dalam

10 2 proses identifikasi nematoda puru akar (Meloidogyne spp.). Nematoda TINJAUAN PUSTAKA Nematoda adalah invertebrata multiseluler mirip cacing yang bisa hidup di lingkungan air tawar, air laut, serta dalam tanah. Beberapa jenis nematoda ada yang mengalami perubahan bentuk menjadi bulat dan berbentuk spiral. Nematoda memiliki lebih dari satu juta spesies, yang umumnya terdapat di dalam tanah di seluruh permukaan bumi. Dari satu juta spesies ini ada yang menguntungkan dan ada pula yang merugikan bagi makhluk lainnya. Nematoda yang menguntungkan di antaranya adalah : Nematoda parasit serangga yang dapat menekan populasi serangga hama Nematoda predator terhadap nematoda parasit tumbuhan Nematoda sporofitik sebagai pengurai Sementara itu tidak sedikit nematoda yang merugikan bagi tumbuhan. Makhluk ini biasanya sebagai parasit pada tumbuhan. Akibat yang ditimbulkan oleh nematoda ini adalah tumbuhan menjadi kurang sehat, bahkan pada kondisi terburuk tanaman bisa mati karena kekurangan suplai air dan hara. Gejala yang terlihat pada tanaman terserang nematoda adalah : Tanaman tidak responsif terhadap pemupukan Pemulihan yang lambat dari kelayuan walaupun suplai air cukup Kerusakan pada akar Untuk menanggulangi masalah yang ditimbulkan nematoda ini tentu diperlukan tindakan yang tepat. Langkah yang paling tepat dilakukan adalah dengan melakukan pengendalian terhadap nematoda perusak ini. Namun harus dipertimbangkan juga bahwa di dalam tanah terdapat beribu spesies nematoda, dan di antaranya tentu ada yang menguntungkan. Untuk itu perlu identifikasi terhadap nematoda tersebut sebelum dilakukan tindakan pengendalian, agar strategi penanggulangan tidak salah. Proses identifikasi biasanya dilakukan dengan pengamatan terhadap struktur morfologi dan morfometri dari tubuh nematoda. Gambar 1 memperlihatkan struktur morfologi bagian posterior nematoda. Gambar 1 Morfologi posterior nematoda (Sikora 2005). Nematoda puru akar (Meloidogyne spp) Nematoda puru akar (Meloidogyne spp) merupakan nematoda parasit tumbuhan yang penting di dunia, mempunyai kisaran inang yang sangat luas karena mampu menginfeksi lebih dari 2000 spesies tanaman. Ciri ciri dari nematoda genus ini adalah: Bentuknya bervariasi sesuai dengan stadiumnya Larva instar 2 berbentuk seperti cacing Larva 3, 4 berbentuk seperti botol Dewasa jantan berbentuk cacing dan betina berbentuk buah pir Representasi Citra Digital Citra digital adalah citra yang tersimpan dalam media digital seperti disket, harddisk. Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya dua dimensi f(x,y), x dan y menunjukkan koordinat spasial, dan nilai f pada setiap titik (x,y) adalah kecerahan citra pada titik tersebut (Gonzales & Woods, 2002). f (0,0) f (1,0) f ( x, y) = f ( M 1,0) f (0,1) f (1,1) f ( M 1,1) f (0, N 1) f (1, N 1) f ( M 1, N 1) Representasi citra digital dapat berupa citra dalam skala keabuan (gray scale) dengan format 8-bit dan citra berwarna format 24-bit. Citra dalam skala keabuan memiliki 256 tingkat keabuan atau intensitas warna. Nilai tersebut berkisar antara 0 sampai dengan 255. Nilai 0 menunjukkan tingkat yang paling gelap sedangkan nilai 255 menunjukkan tingkat warna yang paling putih. Normalisasi Data Sebelum melakukan proses pelatihan, seringkali sangat bermanfaat jika kita menskalakan input dan target sehingga input

11 3 dan target ini selalu berada dalam rentang tertentu (Bhisop, 1995). Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penskalaan input dan target suatu jaringan adalah dengan menormalisasi rataan dan standar deviasi dari data pelatihan. Normalisasi dapat dilakukan dengan cara mengurangi nilai setiap piksel dengan rataan kemudian dibagi standar deviasinya. 1 rataan = n stdev = 1 n n ( pixel i ) i= 1 n ( pixel i rataan) i= 1 pixel_ normal = ( pixel rataan) stdev i i / Hasil dari normalisasi ini adalah suatu data dengan nilai rataan nol dan standar deviasi sama dengan satu. Principal Component Analysis (PCA) PCA adalah suatu teknik multivariate yang mentransformasikan sejumlah peubah yang saling berkorelasi menjadi sekumpulan peubah yang tidak berkorelasi (Jackson 1991). Tujuan metode PCA adalah untuk menentukan faktor-faktor yang menunjukkan seluruh kemungkinan variasi pada keseluruhan data melalui sebagian kecil faktor-faktor dari keseluruhan data (Achelia 2005). Teknik ini mereduksi dimensi himpunan peubah yang biasanya terdiri atas peubah yang banyak dan saling berkolerasi menjadi peubah baru yang tidak berkolerasi dengan mempertahankan sebanyak mungkin keragaman dalam himpunan data tersebut serta menghilangkan peubah-peubah asal yang mempunyai sumbangan informasi yang relatif kecil. PCA merupakan proses awal pada citra yang akan digunakan pada penelitian ini. Pemrosesan awal ini dilakukan bertujuan untuk mempercepat kinerja sistem. Langkah awal yang kita lakukan pada praproses PCA ini adalah menormalisasi citra input X. Dari matrik X ini selanjutnya dihitung matrik kovarian S dengan menggunakan persamaan : 1 n n S = ( x µ )( x µ ) n 1 n 2 T 2 s1 S = s12 s1 p s s s 2 p s 1p s2 p 2 s p Dengan didapatkannya matrik kovarian ini maka langkah selanjutnya adalah menentukan vektor eigen (v), nilai eigen (b) serta proporsi yang akan digunakan dalam PCA. Vektor eigen dan nilai eigen dicari dengan menggunakan persamaan ciri : S bi = 0 Sv = bv Sehingga didapat nilai eigen yang terurut dari yang besar ke yang kecil. Penentuan proporsi dari nilai yang diambil dapat dihitung dengan cara menggunakan m vektor eigen yang bersesuaian dengan m nilai eigen terbaik sesuai dengan persamaan berikut: proporsi = m i = 1 p i = 1 bi bi Proporsi ini berguna untuk menentukan besarnya komponen utama yang digunakan. Komponen utama ini nantinya akan digunakan sebagai masukan ke dalam JST. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan (JST) adalah sebuah sistem pemrosesan informasi yang mempunyai karakteristik serupa dengan jaringan syaraf biologis (Fausett 1994). Jaringan saraf tiruan dapat digunakan sebagai alat untuk memodelkan hubungan yang kompleks antara masukan (input) dan keluaran (output) pada sebuah sistem untuk menemukan pola-pola pada data. Metode ini menggunakan elemen perhitungan nonlinear dasar yang disebut neuron yang diorganisasikan sebagai jaringan yang saling berhubungan, sehingga mirip dengan jaringan syaraf manusia. Jaringan syaraf tiruan dicirikan oleh beberapa hal (Fausett 1994) : 1 Pola hubungan sederhana antara elemenelemen (neuron) 2 Metode penentuan bobot

12 4 3 Fungsi aktivasi yang akan menentukan sinyal output terhadap input yang diberikan Gambar 2 Model JST sederhana(fausett 1994). Pada Gambar 2 neuron x menerima input dari neuron I 1,...., I n. Bobot pada hubungan dari I 1,...., I n ke neuron x adalah W 1,..., W n. Sedangkan input ke neuron x adalah : N x =. = j 1 W j I j Nilai aktivasi neuron x ditentukan oleh fungsi aktivasi input yang diterimanya. Fungsi aktivasi yang umum digunakan jaringan syaraf tiruan adalah: Fungsi Sigmoid biner 1 f ( x ) = 1 + e α Dengan turunan : f '( x) = Fungsi Sigmoid bipolar f ( x ) = e e α α Dengan turunan : f ( x)[1 f ( x)] (1 + f ( x))(1 f ( x)) f '( x) = 2 Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Propagasi balik merupakan Algoritme pembelajaran yang sifatnya terawasi (supervised learning), biasanya digunakan oleh jaringan multilayer untuk mengubah bobot. Karakteristik jaringan propagasi balik adalah sebagai berikut : Jaringan multilayer Fungsi aktivasi yang umumnya dipakai pada jaringan propagasi balik ini adalah fungsi sigmoid biner dan fungsi sigmoid bipolar. Gambar 3 Model JST propagasi balik (Fausett 1994). Model JST propagasi balik dengan arsitektur satu hidden layer dapat dilihat pada Gambar 3. Pada pelatihan JST propagasi balik terdapat 3 tahapan, yaitu (Fausett 1994) : Feedforward Pada tahap ini, sinyal masukan (x i ) dipropagasikan ke hidden layer menggunakan fungsi aktivasi yang telah ditentukan. Keluaran dari hidden layer ini (z j ) dipropagasikan maju lagi ke layer selanjutnya dengan menggunakan fungsi aktivasi yang telah ditentukan, hingga menghasilkan keluaran jaringan (y k ). Selanjutnya keluaran ini dibandingkan dengan target (t k ) yang harus dicapai. Selisih keluaran jaringan dan target merupakan kesalahan yang terjadi. Propagasi balik galat Berdasarkan error atau kesalahan yang terjadi pada tahap pertama, maka dihitung faktor k (k = 1,2,...,m). k digunakan untuk mendistribusikan kesalahan unit keluaran (y k ) ke semua unit pada hidden layer yang terkoneksi dengan y k. k juga digunakan untuk memperbaharui bobot antara keluaran dan hidden layer. Dengan cara yang sama, dihitung faktor j di setiap unit pada hidden layer sebagai dasar perubahan bobot antara hidden layer dan unit masukan. Penyesuaian bobot-bobot jaringan Setelah semua faktor dihitung, bobot pada semua lapisan dimodifikasi secara bersamaan. Inisialisasi bobot dapat dilakukan dengan inisialisasi Nguyen-Widrow. Inisialisasi ini lebih mempercepat proses pelatihan (Fauset, 1994).

13 5 Inisialisasi Nguyen-Widrow didefinisikan sebagai berikut: β v ij ( lama ) v ij ( baru ) = = v ( lama ) j β v ( lama ) p i = 1 ij v 2 ij ( lama ) v ij (lama) adalah nilai acak antara -0.5 dan 0.5 sedangkan bobot pada bias bernilai antara dan. Data β = 0.7 n p n = jumlah neuron input p = jumlah neuron hidden = faktor pengali METODE PENELITIAN Data yang digunakan adalah citra 6 spesies Meloidogyne bagian posterior di sekitar ekor, dengan skala keabuan. Citra yang digunakan berukuran 60 x 60 piksel yang diperoleh dari Contoh citra Meloidogyne yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4. Selanjutnya kedua matrik data ini dinormalisasi, dan dari matrik data pelatihan ini selanjutnya akan dilakukan ekstraksi ciri dengan menggunakan metode PCA. Proses ini bertujuan untuk mereduksi dimensi input yang nantinya akan menjadi masukan pada JST. Pada proses PCA ini ditentukan proporsi yang akan digunakan. Pada penelitian ini melakukan 3 kali percobaan dengan proporsi yang berbeda yaitu : 90%, 95%, dan 99%. Hasil dari PCA ini nantinya berupa vektor ciri, yang selanjutnya akan digunakan untuk memproyeksikan data latih dan data uji. Dari hasil proyeksi terhadap citra latih akan didapat matrik latih yang berdimensi lebih kecil dan selanjutnya matrik ini akan digunakan dalam pelatihan JST, sehingga menghasilkan suatu model JST yang ingin dicari. Sementara itu hasil proyeksi terhadap citra uji akan digunakan dalam proses pengujian. Hal terakhir yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menghitung akurasi atau tingkat keakuratan sistem. Proses dari pengenalan nematoda ini dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 4 Contoh data percobaan. Citra Meloidogyne yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 36 citra berasal dari 6 spesies Meloidogyne berbeda. Citra ini dibagi 2 menjadi 24 citra digunakan untuk data latih dan 12 untuk data uji. Proses Pengenalan Nematoda Proses pengenalan nematoda ini dimulai dari pembagian data Meloidogyne menjadi 2 kelompok yaitu data pelatihan dan data uji. Kedua kelompok data ini selanjutnya direpresentasikan kedalam bentuk matrik, sehingga nantinya dihasilkan 2 kelompok matrik yang merepresentasikan data uji dan data latih. Kedua kelompok matrik ini berukuran cukup besar, sehingga dibutuhkan metode praproses PCA untuk mereduksi dimensi matrik menjadi lebih kecil. Gambar 5 Tahapan proses pengenalan. Struktur JST Identifikasi nematoda dilakukan menggunakan JST dengan metode pelatihan propagasi balik. Struktur JST yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

14 6 Tabel 1 Struktur JST Karakteristik Spesifikasi Arsitektur 1 hidden layer Input neuron Dimensi PCA 90%, 95%, dan 99% Hidden neuron 10, 20, 30, 40,50, 60, 70, 80, 90, dan 100 Output neuron Banyaknya kelas target Inisialisasi bobot Fungsi aktivasi Toleransi galat Laju pembelajaran Nguyen-Widrow Sigmoid bipolar, Sigmoid biner 10-2, 10-3, dan Kelas target pada penelitian ini berjumlah 6 dan setiap target mewakili satu spesies dari nematoda yang direpresentasikan dengan nilai 0 dan 1. Target JST pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Target Sistem Kelas Target Graminicola Haplanaria Mayaguenensis Partitylia Chitwoodi Hapla Parameter Percobaan Pengujian sistem dapat dilakukan dengan menghitung akurasi. Akurasi adalah jumlah data yang berhasil dikenali oleh JST. Persamaan Akurasi diberikan sebagai berikut : Akurasi = jumlah pengenalan yang benar jumlah seluruhnya Lingkungan Pengembangan 100% Sistem ini diimplementasikan dengan software Matlab 701 pada sistem operasi Windows XP. Perangkat keras yang digunakan adalah komputer AMD Athlon GHz, RAM sebesar 896 Mb, dan kapasitas hardisk 80 GB. menggunakan JST dengan toleransi kesalahan 10-2, 10-3, dan dan dengan hidden neuron 10,20,...,100. Percobaan 1 : PCA dengan proporsi 90% Percobaan dengan menggunakan PCA proporsi 90% ini menghasilkan komponen utama yang berdimensi 13. Komponen utama inilah nantinya yang akan digunakan sebagai masukan pada JST. Pencarian parameter optimal pada sistem ini dilakukan dengan cara melakukan percobaan dengan mengganti nilai toleransi kesalahan pada JST. Toleransi kesalahan yang pertama kali digunakan adalah Toleransi kesalahan ini digunakan pada hidden neuron 10, 20, 30,..., 100. Dari kombinasi percobaan ini didapatkan hasil akurasi maksimum pada saat hidden neuron 50 dengan akurasi 75.00%, sedangkan akurasi minimum terjadi pada hidden neuron 10 dengan akurasi sebesar 33.80%. Hasil lengkap akurasi percobaan 1 dengan menggunakan toleransi kesalahan 10-2 disajikan pada Gambar 6. Generalisasi 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Gambar Hidden Neuron 6 Akurasi PCA 90% dengan toleransi kesalahan Toleransi kesalahan kemudian diturunkan menjadi Pada percobaan ini didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan yang sebelumnya. Akurasi maksimum sama dengan yang sebelumnya namun pada percobaan dengan menggunakan toleransi kesalahan 10-3 ini akurasi maksimum pada saat hidden neuron 60. Sementara itu akurasi minimum adalah sebesar 58.30%, terjadi pada hidden neuron 20, 40, 50, dan 70. Hasil percobaan ini disajikan pada Gambar 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini terdiri dari 3 percobaan yaitu percobaan dengan praproses PCA proporsi 90%, 95%, dan 99%. Pada setiap percobaan

15 7 Generalisasi 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Hidden Neuron Gambar 7 Akurasi PCA 90% dengan toleransi kesalahan Selanjutnya toleransi kesalahan diturunkan lagi menjadi 10-4, sehingga didapatkan hasil akurasi seperti yang terlihat pada Gambar 8. Generalisasi 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Hidden Neuron Gambar 8 Akurasi PCA 90% dengan toleransi kesalahan Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa tingkat akurasi mulai stabil pada angka 66.70%, sedangkan tingkat akurasi maksimum pada percobaan ini tidak berbeda dengan percobanpercobaan sebelumnya yaitu sebesar 75.00% terjadi pada hidden neuron 20. Perbandingan nilai akurasi maksimum tiap percobaan diatas dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 terlihat bahwa perubahan toleransi kesalahan tidak mempengaruhi tingkat akurasi. Tabel 3 Akurasi maksimum percobaan 1 Toleransi kesalahan Akurasi Hidden Neuron % % % 20 Perbandingan waktu pelatihan untuk tiap akurasi maksimum pada percobaan 1 disajikan pada Gambar 9. Waktu Toleransi Kesalahan Gambar 9 Waktu pelatihan akurasi maksimum pada percobaan 1. Pada gambar 9 terlihat bahwa pada percobaan 1 ini waktu terbaik untuk pelatihan JST terjadi pada saat menggunakan toleransi kesalahan Dengan ini dapat disimpulkan bahwa pada percobaan 1, JST optimal terjadi pada hidden neuron 50 dan toleransi kesalahan 10-2 dengan tingkat akurasi sebesar 75.00% dan waktu pelatihan detik. Percobaan 2 : PCA dengan proporsi 95% Percobaan menggunakan PCA proporsi 95% menghasilkan komponen utama yang berdimensi 16. Komponen utama ini yang nantinya menjadi masukan dalam JST. Pada percobaan 2 ini sama dengan percobaan 1 dilakukan 3 jenis kombinasi percobaan, yaitu percobaan dengan mengganti nilai toleransi kesalahan yang dikombinasikan dengan hidden neuron 10,20,30,...,100. Pada percobaan dengan menggunakan toleransi kesalahan 10-2 dihasilkan akurasi maksimum sebesar 75.00% pada hidden neuron 50,70, dan 90. Sementara itu untuk akurasi minimum adalah 33.3% pada hidden neuron 60 (Gambar 10). Generalisasi 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Hidden Neuron Gambar 10 Akurasi PCA 95% dengan toleransi kesalahan Percobaan selanjutnya adalah dengan menurunkan toleransi kesalahan menjadi Dari kombinasi percobaan ini dihasilkan akurasi maksimum 75.00% pada hidden neuron 20 dan 90. Akurasi minimum pada

16 8 percobaan ini adalah 50.00% terjadi pada hidden neuron 40 dan 60 (Gambar 11). Generalisasi 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Hidden Neuron Gambar 11 Akurasi PCA 95% dengan toleransi kesalahan Selanjutnya dengan menggunakan toleransi kesalahan 10-4 juga didapatkan akurasi maksimum yang sama yaitu sebesar 75.00%, pada hidden neuron 10 dan 60 (Gambar 12). Generalisasi 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Hidden Neuron Gambar 12 Akurasi PCA 95% dengan toleransi kesalahan Perbandingan nilai akurasi maksimum tiap kombinasi percobaan 2 dapat dilihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4 tanpak bahwa perubahan toleransi kesalahan tidak mempengaruhi tingkat akurasi maksimum, dan akurasi maksimum pada percobaan 2 ini adalah 75.00%. Tabel 4 Akurasi maksimum percobaan 2 Toleransi kesalahan Akurasi Hidden Neuron % 50, 70, % 20, % 10, 60 Perbandingan waktu pelatihan terbaik untuk akurasi maksimum pada percobaan 2 dapat dilihat pada Gambar 13. Waktu pelatihan terbaik (minimum) terjadi pada percobaan dengan menggunakan toleransi kesalahan 10-2 dan hidden nuron 50 yaitu sebesar 1.36 detik. Waktu Toleransi Kesalahan Gambar 13 Waktu pelatihan akurasi maksimum pada percobaan 2. Dari percobaan 2 ini dapat disimpulkan bahwa JST optimal pada saat kombinasi percobaan menggunakan toleransi kesalahan 10-2 dan hidden neuron 50 karena menghasilkan akurasi terbesar dan waktu pelatihan terkecil. Percobaan 3 : PCA dengan proporsi 99% Pada percobaan 3 diberlakukan praproses dengan PCA proporsi 99%. Dari praproses ini didapatkan suatu komponen utama yang berdimensi 21. Pada percobaan dengan toleransi 10-2 didapatkan akurasi maksimum 83.30% pada hidden neuron 60. Sementara itu akurasi minimum 66.70%. Terdapat peningkatan akurasi maksimum pada percobaan ini dibandingkan dengan 2 percobaan sebelumnya. Hasil lengkap percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 14. Genralisasi 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Hidden Neuron Gambar 14 Akurasi PCA 99% dengan toleransi kesalahan Selanjutnya dengan menggunakan toleransi kesalahan 10-3 didapatkan akurasi maksimum yang sama dengan kombinasi percobaan sebelumnya yaitu 83.30% pada hidden neuron 10 dan 80. Pada Gambar 15 terlihat bahwa akurasi stabil pada angka 75% mulai dari hidden neuron 20 sampai dengan 60, serta hidden neuron 90, 100.

17 9 Generalisasi 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Hidden Neuron Waktu Toleransi Kesalahan Gambar 15 Akurasi PCA 99% dengan toleransi kesalahan Kombinasi percobaan terakhir adalah dengan menggunakan toleransi kesalahan 10-4, dihasilkan akurasi maksimum 83.30% pada hidden neuron 30, 40, 50, 70, dan 100. Akurasi minimum pada percobaan ini terjadi pada hidden neuron 10 dan 90 (Gambar 16). Generalisasi 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Hidden Neuron Gambar 16 Akurasi PCA 99% dengan toleransi kesalahan Perbandingan nilai akurasi terbaik tiap percobaan diatas dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Akurasi terbaik percobaan 3 Toleransi kesalahan Akurasi Hidden Neuron % % 10, % 30, 40, 50, 70, dan 100 Perbandingan waktu pelatihan untuk akurasi maksimum pada percobaan 3 disajikan pada Gambar 17. Disini terlihat bahwa waktu terbaik pelatihan terjadi pada percobaan dengan menggunakan toleransi kesalahan 10-2 dengan waktu pelatihan detik. Gambar 17 Waktu pelatihan akurasi maksimum pada percobaan 3. Pada percobaan 3 ini dapat disimpulkan bahwa JST optimal terjadi pada percobaan menggunakan toleransi kesalahan 10-2 dan hidden neuron 60. Perbandingan ketiga Jenis Percobaan Dari tiga jenis percobaan yang telah dilakukan secara garis besar terlihat bahwa akurasi optimum tercapai pada saat praproses menggunakan PCA dengan proporsi 99%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin besar komponen utama menunjukkan informasi yang dibawa lebih banyak dan akan lebih memudahkan JST dalam melakukan pengenalan. Namun disini juga harus perhatikan bahwa pada percobaan 1 dan 2 tidak begitu memperlihatkan akurasi yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh informasi hasil PCA pada percobaan 1 dan 2 tidak terlalu berbeda. Hal lain yang harus diperhatikan pada penelitian ini bahwa dengan meningkatkan proporsi dari PCA tidak menyebabkan waktu pelatihan menjadi semakin lama. Perbandingan akurasi percobaan dengan proporsi PCA 90%, 95%, dan 99% dapat dilihat pada Tabel 6. Pada tabel ini dapat dilihat bahwa perubahan toleransi kesalahan JST tidak mempengaruhi akurasi maksimum dari setiap percobaan. Tabel 6 Akurasi maksimum percobaan 1, 2, dan 3 Toleransi kesalahan Proporsi PCA 90% 95% 99% % 75.00% 83.30% % 75.00% 83.30% % 75.00% 83.30% Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa waktu pelatihan terbaik terjadi pada percobaan dengan proporsi PCA 99% dan menggunakan toleransi kesalahan 10-2, sedangkan pelatihan terlama terjadi pada percobaan dengan

18 10 proporsi PCA 90% dan menggunakan toleransi kesalahan Tabel 7 Waktu pelatihan akurasi maksimum tiap percobaan Toleransi kesalahan Proporsi PCA 90% 95% 99% Grafik perbandingan waktu tiap percobaan disajikan pada Gambar 18. Dari grafik terlihat waktu pelatihan terkecil terjadi pada percobaan dengan proporsi PCA 99%. Dan pada setiap percobaan juga terlihat bahwa waktu terbaik (minimum) terjadi pada saat percobaan menggunakan toleransi kesalahan Waktu % 95% 99% Proporsi PCA Gambar 18 Grafik perbandingan waktu pelatihan pada percobaan. Saran Penelitian ini dapat dikembangkan menjadi lebih baik jika menggunakan citra nematoda puru akar dengan arah pengenalan ekor yang sama. DAFTAR PUSTAKA Achelia, E Pengenalan Wajah dalam Berbagai Sudut Pandang Terkelompok Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi balik [skripsi]. Bogor: Depertemen Ilmu Komputer, FMIPA, IPB. Bhisop, C. M Neural Networks for Pattern Recognition. Brimingham, Clarendon Press. Fauset L Fundamentals of Neural Network : Architectures, Algorithms, and Applications. New Jersey, Printice-Hill. Gonzales, R. C. & R.E. Woods Digital Image Processing. 2nd Edition. New Jersey: Prentice-Hall. Jackson, J. E A User's Guide to Principal Components, John Wiley and Sons, Inc. Sikora R A dan Bridge J Plant Parasitic Nematode in subtropical and tropical agriculture. Second edition. London.CABI. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1 Jaringan Syaraf Tiruan merupakan metode yang dapat digunakan untuk pengenalan nematoda puru akar (Meloidogyne spp.). 2 Proses pengenalan nematoda puru akar (Meloidogyne spp) dengan menggunakan praproses PCA proporsi 99% memberikan hasil akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan PCA 90% dan 95%. 3 JST optimal pada saat masukan menggunakan PCA proporsi 99%, toleransi kesalahan yang digunakan pada JST 10-2, dan pada hidden neuron 60 dengan akurasi sebesar 88.30%. 4 Waktu pelatihan JST cenderung meningkat ketika toleransi kesalahan kecil.

19 LAMPIRAN 11

20 12 Lampiran 1 Algoritma Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Langkah 0 : Inisialisasi nilai bobot. Langkah 1 : Selama kondisi berhenti masih tidak terpenuhi, laksanakan langkah 2 sampai 9. Langkah 2 : Untuk tiap pasangan pelatihan, kerjakan langkah 3 sampai 8. Langkah 3 : Tiap unit input (X i, i=1,,n) menerima sinyal input x i dan menyebarkan sinyal itu keseluruh unit pada lapis tersembunyi. Langkah 4 : Untuk tiap unit tersembunyi (Z j, j=1,,p) dihitung nilai input dengan menggunakan nilai bobotnya : z _ in = υ + x υ j 0 j i ij i = 1 Kemudian dihitung nilai output dengan menggunakan fungsi aktivasi yang dipilih : zj = f ( z_inj ) Hasil fungsi tersebut dikirim ke semua unit pada lapis berikutnya yaitu lapis output. Langkah 5 : Untuk tiap unit output (Yk, k=1,..,m), dihitung nilai input dengan nilai bobot-nya : n y _ in = w + z w k 0 k j jk j = 1 Kemudian dihitung nilai output dengan menggunakan fungsi aktivasi : p y = f ( y _ i n ) k k menggunakan Langkah 6 :Untuk tiap unit output (Yk,k=1,..,m) menerima pola target yang bersesuaian dengan pola input, lalu dihitung informasi kesalahan : ' δ k = t k y k f y in k ( ) ( _ ) Kemudian dihitung koreksi nilai bobot yang akan digunakan untuk mengoreksi nilai bobot w jk. : w jk = α δ k z j Hitung koreksi nilai bias yang akan digunakan untuk mengoreksi nilai w ok : w 0 k = α δ k kemudian nilai dikirim ke unit pada lapis sebelumnya. Langkah 7 : Untuk tiap unit tersembunyi (Z j, j=1,,p) dihitung delta input yang berasal dari unit pada lapis output : δ _ i n = m δ w j k j k k = 1 Kemudian nilai tersebut dikalikan dengan nilai turunan dari fungsi aktivasi untuk menghitung informasi kesalahan : δ ' = δ _ in f ( z _ in ) j j j

21 13 Lampiran 1 lanjutan Hitung koreksi nilai bobot yang kemudian digunakan untuk mem-perbaharui nilai : υ = α δ x ij j i dan hitung nilai koreksi bias yang kemudian digunakan untuk memperbaharui : υ o j = Langkah 8 : Tiap nilai bias dan bobot (j=0,,p) pada unit output (Y k, k=1,,m) dan unit tersembunyi diperbaharui : α δ w ( new) = w ( old) + w jk jk jk υ ( new ) = υ ( old ) + υ ij ij ij Langkah 9 : Menguji apakah kondisi berhenti sudah terpenuhi. Kondisi berhenti ini terpenuhi jika: Nilai kesalahan lebih kecil dari nilai kesalahan referensi. Epoch maksimal telah tercapai. j

22 14 Lampiran 2 Data Pelatihan Meloidoogyne Graminicola M. haplanaria M. mayaguenensis M. Partityla M. chitwoodi M. hapla

23 15 Lampiran 3 Data Uji Meloidogyne graminicola M. haplanaria M. mayaguenensis M. partityla M. chitwoodi M. hapla

24 16 Lampiran 4 Hasil Pelatihan dan pengujian percobaan 1 toleransi kesalahan JST 10-2 Hidden neuron Ulangan Epoch Waktu latih Akurasi / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / %

25 17 Lampiran 5 Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 1 toleransi kesalahan JST 10-3 Hidden neuron Ulangan Epoch Waktu latih Akurasi / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / %

26 18 Lampiran 6 Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 1 toerlansi kesalahan JST 10-4 Hidden neuron Ulangan Epoch Waktu latih Akurasi / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / %

27 19 Lampiran 7 Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 2 toleransi kesalahan JST 10-2 Hidden neuron Ulangan Epoch Waktu latih Akurasi / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / %

28 20 Lampiran 8 Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 2 toleransi kesalahan JST 10-3 Hidden neuron Ulangan Epoch Waktu latih Akurasi / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / %

29 21 Lampiran 9 Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 2 toleransi kesalahan JST 10-4 Hidden neuron Ulangan Epoch Waktu latih Akurasi / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / %

30 22 Lampiran 10 Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 3 toleransi kesalahan JST 10-2 Hidden neuron Ulangan Epoch Waktu latih Akurasi / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / %

31 23 Lampiran 11 Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 3 toleransi kesalahan JST 10-3 Hidden neuron Ulangan Epoch Waktu latih Akurasi / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / %

32 24 Lampiran 12 Hasil pelatihan dan pengujian percobaan 3 toleransi kesalahan JST 10-4 Hidden neuron Ulangan Epoch Waktu latih Akurasi / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / % / %

HASIL DAN PEMBAHASAN. Generalisasi =

HASIL DAN PEMBAHASAN. Generalisasi = 6 Kelas Target Sidik jari individu 5 0000100000 Sidik jari individu 6 0000010000 Sidik jari individu 7 0000001000 Sidik jari individu 8 0000000100 Sidik jari individu 9 0000000010 Sidik jari individu 10

Lebih terperinci

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation 65 Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation Risty Jayanti Yuniar, Didik Rahadi S. dan Onny Setyawati Abstrak - Kecepatan angin dan curah

Lebih terperinci

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK Naskah Publikasi disusun oleh Zul Chaedir 05.11.0999 Kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

lalu menghitung sinyal keluarannya menggunakan fungsi aktivasi,

lalu menghitung sinyal keluarannya menggunakan fungsi aktivasi, LAMPIRAN 15 Lampiran 1 Algoritme Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Standar Langkah 0: Inisialisasi bobot (bobot awal dengan nilai random yang paling kecil). Langkah 1: Menentukan maksimum epoch, target

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

BAB II. Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik. dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh

BAB II. Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik. dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh Sudharmadi Bayu Jati Wibowo

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1. Analisa dan Kebutuhan Sistem Analisa sistem merupakan penjabaran deskripsi dari sistem yang akan dibangun kali ini. Sistem berfungsi untuk membantu menganalisis

Lebih terperinci

z_in ( ) dan mengaplikasikan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal output ( ) Propagasi balik:

z_in ( ) dan mengaplikasikan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal output ( ) Propagasi balik: LAMPIRAN 4 Lampiran Algoritma aringan syaraf tiruan propagasi balik Langkah 0 Inisialisasi bobot Langkah Selama kondisi berhenti bernilai salah, lakukan langkah -9. Langkah Untuk setiap pasangan, lakukan

Lebih terperinci

EVALUASI PENGARUH FUNGSI AKTIFASI DAN PARAMETER KEMIRINGANNYA TERHADAP UNJUKKERJA PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

EVALUASI PENGARUH FUNGSI AKTIFASI DAN PARAMETER KEMIRINGANNYA TERHADAP UNJUKKERJA PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN EVALUASI PENGARUH FUNGSI AKTIFASI DAN PARAMETER KEMIRINGANNYA TERHADAP UNJUKKERJA PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN (Studi Kasus pada Pengenalan Karakter Angka Tulisan Tangan) Iwan Suhardi Jurusan Teknik

Lebih terperinci

TOLERANSI UNJUK PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENAMBAHAN DERAU DAN SUDUT PUTARAN TERHADAP POLA KARAKTER TULISAN TANGAN JENIS ANGKA

TOLERANSI UNJUK PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENAMBAHAN DERAU DAN SUDUT PUTARAN TERHADAP POLA KARAKTER TULISAN TANGAN JENIS ANGKA Iwan Suhardi, Toleransi Jaringan Syaraf Tiruan TOLERANSI UNJUK PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENAMBAHAN DERAU DAN SUDUT PUTARAN TERHADAP POLA KARAKTER TULISAN TANGAN JENIS ANGKA Iwan Suhardi Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS 1 Sofyan Azhar Ramba 2 Adiwijaya 3 Andrian Rahmatsyah 12 Departemen Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Lebih terperinci

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika, Amik Royal, Kisaran E-mail: havid_syafwan@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Jaringan saraf buatan merupakan kumpulan dari elemen-elemen pemrosesan buatan yang disebut neuron. Sebuah neuron akan mempunyai banyak nilai masukan yang berasal dari

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM PENGHITUNGAN PERSENTASE KEBENARAN KLASIFIKASI PADA KLASIFIKASI JURUSAN SISWA DI SMA N 8 SURAKARTA

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM PENGHITUNGAN PERSENTASE KEBENARAN KLASIFIKASI PADA KLASIFIKASI JURUSAN SISWA DI SMA N 8 SURAKARTA APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM PENGHITUNGAN PERSENTASE KEBENARAN KLASIFIKASI PADA KLASIFIKASI JURUSAN SISWA DI SMA N 8 SURAKARTA Pembimbing: Desi Fitria Utami M0103025 Drs. Y. S. Palgunadi, M. Sc

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan

Lebih terperinci

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

SATIN Sains dan Teknologi Informasi SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No., Juni 206 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Jaringan Syaraf Tiruan Peramalan Inventory Barang

Lebih terperinci

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH 7B. Standar Backpropagation (BP) Backpropagation (BP) merupakan JST multi-layer. Penemuannya mengatasi kelemahan JST dengan layer tunggal yang mengakibatkan perkembangan

Lebih terperinci

PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN DALAM SEBUAH CITRA MENGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN ABSTRAK

PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN DALAM SEBUAH CITRA MENGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN ABSTRAK PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN DALAM SEBUAH CITRA MENGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN Decy Nataliana [1], Sabat Anwari [2], Arief Hermawan [3] Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital BAB II DASAR TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) dua dimensi,dimana x dan y adalah koordinat spasial dan f(x,y) adalah disebut dengan intensitas atau tingkat keabuan

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN BANYAKNYA JUMLAH KELAS POLA YANG DIKENALI DAN TINGKAT KERUMITAN POLANYA

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN BANYAKNYA JUMLAH KELAS POLA YANG DIKENALI DAN TINGKAT KERUMITAN POLANYA ISSN: 1693-6930 159 ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN BANYAKNYA JUMLAH KELAS POLA YANG DIKENALI DAN TINGKAT KERUMITAN POLANYA Iwan Suhardi, Riana T. Mangesa Jurusan

Lebih terperinci

Generalisasi rata-rata (%)

Generalisasi rata-rata (%) Lingkungan Pengembangan Sistem Sistem dikembangkan menggunakan kompiler Matlab R2008b dan sistem operasi Windows 7. Spesifikasi hardware komputer yang digunakan adalah Processor Intel (R) Atom (TM) CPU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JARINGAN SARAF SECARA BIOLOGIS Jaringan saraf adalah salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak

Lebih terperinci

Bulu mata. Generalisasi= Jumlah pola dikenali dengan benar x 100% Jumlah total pola

Bulu mata. Generalisasi= Jumlah pola dikenali dengan benar x 100% Jumlah total pola Generalisasi Hasil penelitian ini diukur menggunakan nilai konvergen dan generalisasi. Nilai konvergen adalah tingkat kecepatan jaringan untuk mempelajari pola input yang dinyatakan dalam satuan iterasi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan dan algoritma yang akan digunakan pada sistem pengenalan wajah. Bagian yang menjadi titik berat dari tugas akhir

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 7 No. 3 Edisi September 2012 105 SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Anindita Septiarini Program Studi Ilmu Komputer FMIPA,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014 di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014 di BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Pemodelan Fisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM

BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM 17 BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM 4.1 Desain. yang digunakan adalah jaringan recurrent tipe Elman dengan 2 lapisan tersembunyi. Masukan terdiri dari data : wind, SOI, SST dan OLR dan target adalah

Lebih terperinci

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Bab ini akan menjelaskan tentang Hemispheric Structure Of Hidden Layer Neural Network (HSHL-NN), Principal Component Analysis

Lebih terperinci

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1)

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1) 3 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang mendasari penelitian ini. Dimulai dari teori dan konsep citra digital, deteksi pola lingkaran dengan Circle Hough Transform (CHT), ekstrasi

Lebih terperinci

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi.

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi. 33 BAB 4 DISAIN MODEL Disain model sistem identifikasi citra karang dirancang sedemikian rupa dengan tuuan untuk memudahkan dalam pengolahan data dan pembuatan aplikasi serta memudahkan pengguna dalam

Lebih terperinci

Pengenalan Genus Diatom Menggunakan Principal Component Analysis dan Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Sebagai Classifier

Pengenalan Genus Diatom Menggunakan Principal Component Analysis dan Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Sebagai Classifier Tersedia secara online di: http://journal.ipb.ac.id/index.php.jika Volume 2 Nomor 1 halaman 38-46 ISSN: 2089-6026 Pengenalan Genus Diatom Menggunakan Principal Component Analysis dan Jaringan Saraf Tiruan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI ARITMIA EKG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN FUNGSI AKTIVASI ADAPTIF

KLASIFIKASI ARITMIA EKG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN FUNGSI AKTIVASI ADAPTIF KLASIFIKASI ARITMIA EKG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN FUNGSI AKTIVASI ADAPTIF Asti Rahma Julian 1, Nanik Suciati 2, Darlis Herumurti 3 Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, ITS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Grafologi adalah ilmu yang mempelajari, mengidentifikasi, menganalisis, dan mengetahui karakter seseorang melalui tulisan tangannya. Orang yang dapat menganalisis tulisan tangan

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang diimplementasikan sebagai model estimasi harga saham. Analisis yang dilakukan adalah menguraikan penjelasan

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir

Presentasi Tugas Akhir Presentasi Tugas Akhir Bagian terpenting dari CRM adalah memahami kebutuhan dari pelanggan terhadap suatu produk yang ditawarkan para pelaku bisnis. CRM membutuhkan sistem yang dapat memberikan suatu

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA (Studi Eksplorasi Pengembangan Pengolahan Lembar Jawaban Ujian Soal Pilihan Ganda di

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu bagan alir seperti pada Gambar 8. Gambar 8 Diagram Alir Penelitian Pengumpulan Data

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal

Lebih terperinci

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN : PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PRODUKSI AIR MINUM MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS : PDAM TIRTA BUKIT SULAP KOTA LUBUKLINGGAU) Robi Yanto STMIK Bina Nusantara

Lebih terperinci

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

SATIN Sains dan Teknologi Informasi SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No., Juni 206 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Estimasi Needs

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

TOLERANSI UNJUK PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENAMBAHAN DERAU DAN SUDUT PUTARAN TERHADAP POLA KARAKTER TULISAN TANGAN JENIS ANGKA

TOLERANSI UNJUK PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENAMBAHAN DERAU DAN SUDUT PUTARAN TERHADAP POLA KARAKTER TULISAN TANGAN JENIS ANGKA Iwan Suhardi, Toleransi Jaringan Syaraf Tiruan TOLERANSI UNJUK PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENAMBAHAN DERAU DAN SUDUT PUTARAN TERHADAP POLA KARAKTER TULISAN TANGAN JENIS ANGKA Iwan Suhardi Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu dua dimensi, dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan f(x,y) disebut dengan intensitas atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

Karakteristik Spesifikasi

Karakteristik Spesifikasi Sinyal yang masuk difilter ke dalam sinyal frekuensi rendah (low-pass filter) dan sinyal frekuensi tinggi (high-pass filter) Lakukan downsampling pada kedua sinyal tersebut Low-pass frekuensi hasil downsampling

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Dalam beberapa tahun terakhir perkembangan Computer Vision terutama dalam bidang pengenalan wajah berkembang pesat, hal ini tidak terlepas dari pesatnya

Lebih terperinci

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series Oleh: ABD. ROHIM (1206 100 058) Dosen Pembimbing: Prof. Dr. M. Isa Irawan, MT Jurusan Matematika

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas teori yang digunakan sebagai landasan pengerjaan pengenalan kata berdasarkan tulisan tangan huruf Korea (hangūl) menggunakan jaringan saraf tiruan propagasi balik.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Contoh data Shorea hasil kodefikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Contoh data Shorea hasil kodefikasi 8 disajikan contoh data Shorea hasil kodefikasi dari beberapa karakter yang bernilai nominal. Tabel 2 Karakter daun yang bernilai nominal Karakter Nilai Kode Bentuk tulang Tidak menempel 1 daun Permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenali dan membedakan ciri khas yang dimiliki suatu objek (Hidayatno,

BAB I PENDAHULUAN. mengenali dan membedakan ciri khas yang dimiliki suatu objek (Hidayatno, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini pemanfaatan teknologi pengolaan citra untuk mempermudah manusia dalam menyelesaikan masalah-masalah tertentu sudah banyak diterapkan, khususnya dibidang Identifikasi.

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran BAB III METODE PENELITIAN Permasalahan yang akan dijawab atau tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk melakukan prakiraan beban listrik jangka pendek atau untuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

JURNAL INFORMATIKA PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN DALAM SEBUAH CITRA MENGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN

JURNAL INFORMATIKA PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN DALAM SEBUAH CITRA MENGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN DALAM SEBUAH CITRA MENGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN Decy Nataliana [1], Sabat Anwari [2], Arief Hermawan [3] Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional Bandung ABSTRAK

Lebih terperinci

Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan

Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan JURNAL TEKNIK POMITS 1-7 1 Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Dhita Azzahra Pancorowati, M. Arief Bustomi Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT PENGENALAN POLA DENGAN TINGKAT VARIASI POLA : STUDI KASUS PENGENALAN POLA KARAKTER HURUF DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN)

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT PENGENALAN POLA DENGAN TINGKAT VARIASI POLA : STUDI KASUS PENGENALAN POLA KARAKTER HURUF DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN) ISSN: 1693-6930 1 ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT PENGENALAN POLA DENGAN TINGKAT VARIASI POLA : STUDI KASUS PENGENALAN POLA KARAKTER HURUF DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN) Iwan Suhardi Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

DETEKSI JENIS KAYU CITRA FURNITURE UKIRAN JEPARA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION

DETEKSI JENIS KAYU CITRA FURNITURE UKIRAN JEPARA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION No Makalah : 299 Konferensi Nasional Sistem Informasi 2012, STMIK - STIKOM Bali 23-25 Pebruari 2012 DETEKSI JENIS KAYU CITRA FURNITURE UKIRAN JEPARA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION Ratri Dwi Atmaja 1,

Lebih terperinci

KOMPARASI HASIL KLASIFIKASI PENYAKIT DIABETES MELLITUS MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION DAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION

KOMPARASI HASIL KLASIFIKASI PENYAKIT DIABETES MELLITUS MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION DAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 KOMPARASI HASIL KLASIFIKASI PENYAKIT DIABETES MELLITUS MENGGUNAKAN JARINGAN

Lebih terperinci

PERANGKAT LUNAK PENGKONVERSI TEKS TULISAN TANGAN MENJADI TEKS DIGITAL

PERANGKAT LUNAK PENGKONVERSI TEKS TULISAN TANGAN MENJADI TEKS DIGITAL PERANGKAT LUNAK PENGKONVERSI TEKS TULISAN TANGAN MENJADI TEKS DIGITAL Oleh : ACHMAD FAUZI ARIEF 1203 109 007 Dosen Pembimbing : Drs. Nurul Hidayat, M.Kom JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 68 BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Bab ini membahas tentang program yang telah dianalisis dan dirancang atau realisasi program yang telah dibuat. Pada bab ini juga akan dilakukan pengujian program. 4.1

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BARCODE DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN

IDENTIFIKASI BARCODE DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN IDENTIFIKASI BARCODE DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN TUGAS AKHIR RONI NRP. 2400 100 067 PROGRAM STUDI S-1 JURUSAN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK Fany Hermawan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung E-mail : evan.hawan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu ratarata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012. 3.2 Jenis dan

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma

Lebih terperinci

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan deteksi penyakit pada daun rose dengan menggunakan metode ANN.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan deteksi penyakit pada daun rose dengan menggunakan metode ANN. Laporan Akhir Projek PPCD Deteksi Penyakit Daun Menggunakan Artificial Neural Network (ANN) TRI SONY(G64130020), GISHELLA ERDYANING (G64130040), AMALIYA SUKMA RAGIL PRISTIYANTO (G64130044), MUHAMMAD RIZQI

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Gambar 3.1 Desain Penelitian METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Studi Literatur: Permalan Time Series, Harga Minyak Bumi, Jaringan Syaraf Tiruan, Backpropagation Pengumpulan Data Harga Minyak Bumi di Indonesia Perancangan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Analisis merupakan proses penguraian konsep ke dalam bagian-bagian yang lebih sederhana, sehingga struktur logisnya menjadi jelas. Metode untuk menguji, menilai, dan

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN WAJAH REAL-TIME DALAM RUANG EIGEN DENGAN SEGMENTASI BERDASARKAN WARNA KULIT. Agus Buono, Ahmad Ridha, Hanief Bastian

SISTEM PENGENALAN WAJAH REAL-TIME DALAM RUANG EIGEN DENGAN SEGMENTASI BERDASARKAN WARNA KULIT. Agus Buono, Ahmad Ridha, Hanief Bastian SISTEM PENGENALAN WAJAH REAL-TIME DALAM RUANG EIGEN DENGAN SEGMENTASI BERDASARKAN WARNA KULIT Agus Buono, Ahmad Ridha, Hanief Bastian 1 Staf Pengajar Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan IPA

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK PENGENALAN WAJAH METODE EKSTRAKSI FITUR Sigit Kusmaryanto Teknok Elektro FTUB,

JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK PENGENALAN WAJAH METODE EKSTRAKSI FITUR Sigit Kusmaryanto Teknok Elektro FTUB, JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK PENGENALAN WAJAH METODE EKSTRAKSI FITUR Sigit Kusmaryanto Teknok Elektro FTUB, sigitkus@ub.ac.id ABSTRAKSI Salah satu kelemahan umum pada pengenalan pola untuk

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI AKTIVASI SIGMOID BINER DAN SIGMOID BIPOLAR DALAM ALGORITMA BACKPROPAGATION PADA PREDIKSI KEMAMPUAN SISWA

ANALISIS FUNGSI AKTIVASI SIGMOID BINER DAN SIGMOID BIPOLAR DALAM ALGORITMA BACKPROPAGATION PADA PREDIKSI KEMAMPUAN SISWA ANALISIS FUNGSI AKTIVASI SIGMOID BINER DAN SIGMOID BIPOLAR DALAM ALGORITMA BACKPROPAGATION PADA PREDIKSI KEMAMPUAN SISWA Julpan 1 *, Erna Budhiarti Nababan 1 & Muhammad Zarlis 1 1 Program S2 Teknik Informatika

Lebih terperinci

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Penerapan Neural Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Klasifikasi citra penginderaan jarak jauh (inderaja) merupakan proses penentuan piksel-piksel masuk ke dalam suatu kelas obyek tertentu. Pendekatan

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) ( X Print) A-31

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) ( X Print) A-31 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol 4, No2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-31 Perbandingan Performansi Metode Peramalan Fuzzy Time Series yang Dimodifikasi dan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation (Studi

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Barcode Rcognition System Using Backpropagation Neural Networks M. Kayadoe, Francis Yuni Rumlawang, Yopi Andry Lesnussa * Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, M. Rhifky Wayahdi 2 1 Dosen Teknik Informatika,

Lebih terperinci

Pengenalan Aksara Lampung Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan

Pengenalan Aksara Lampung Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Pengenalan Aksara Lampung Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Adhika Aryantio School of Electrical Engineering and Informatics Institute Technology of Bandung 10th Ganeca Street Bandung, Indonesia. Adhikaaryantio.x6@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN : Modifikasi Estimasi Curah Hujan Satelit TRMM Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Studi Kasus Stasiun Klimatologi Siantan Fanni Aditya 1)2)*, Joko Sampurno 2), Andi Ihwan 2) 1)BMKG Stasiun

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara BAB II DASAR TEORI Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban

Lebih terperinci

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX Oleh: Intan Widya Kusuma Program Studi Matematika, FMIPA Universitas Negeri yogyakarta

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI Putri Khatami Rizki 1), Muchlisin Arief 2), Priadhana Edi Kresnha 3) 1), 2), 3) Teknik Informatika Fakultas

Lebih terperinci

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah Vol. 14, No. 1, 61-68, Juli 2017 Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah La Surimi, Hendra, Diaraya Abstrak Jaringan syaraf tiruan (JST) telah banyak diaplikasikan

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMENT INVARIANT DAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION (RBF)

PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMENT INVARIANT DAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION (RBF) Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Yogyakarta, 14 Mei 2011 PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMENT INVARIANT DAN JARINGAN SYARAF

Lebih terperinci

PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Dwi Marisa Midyanti Sistem Komputer Universitas Tanjungpura Pontianak Jl Prof.Dr.Hadari Nawawi, Pontianak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Disain Penelitian Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis besar terdiri atas bagian input, bagian proses, dan bagian output seperti gambar

Lebih terperinci

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Dhita Azzahra Pancorowati 1110100053 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari

Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari 2010 50 Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Memprediksi Jumlah Pengangguran di Provinsi Kalimantan Timur Dengan Menggunakan Algoritma Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka berpikir Perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing tidak dapat dihindari. Untuk mengatasi perubahan yang tidak pasti ini diperlukan suatu prediksi.

Lebih terperinci