II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Minyak di Perairan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Minyak di Perairan"

Transkripsi

1 10 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Minyak di Perairan Pencemaran perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian pada sumber kehidupan, kondisi kehidupan dan proses industri (Odum 1993). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999, pencemaran laut diartikan dengan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya. Menurut UNCLOS (2007) pencemaran laut adalah perubahan dalam lingkungan laut termasuk muara sungai (estuaries) yang menimbulkan akibat buruk sehingga dapat merugikan sumber daya laut hayati (marine living resources), membahayakan kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan penggunaan laut secara wajar, menurunkan kualitas air laut, mutu kegunaan dan manfaatnya. Pengendalian pencemaran laut merupakan salah satu wujud pelestarian lingkungan dan sumberdaya alam yang dikandungnya (Clark 2003). Bahan-bahan pencemar yang dibuang ke laut diklasifikasikan atas senyawa konservatif (senyawa yang sukar terurai) dan senyawa non konservatif (senyawa yang mudah terurai di perairan). Polutan yang masuk ke perairan laut seringkali mengandung senyawa konservatif dan non-konservatif, salah satu diantaranya adalah polutan minyak. Minyak merupakan polutan yang memiliki potensi besar mencemari air laut. Pencemaran minyak merupakan penyebab utama pencemaran laut yang dapat membahayakan ekosistem laut karena laut dan biota perairan sangat rentan terhadap minyak (Mukhtasor 2007). Akibat jangka pendek dari pencemaran minyak adalah terjadinya kerusakan pada membran sel biota laut oleh molekul-molekul hidrokarbon minyak yang mengakibatkan keluarnya cairan sel dan meresapnya bahan tersebut ke dalam sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan berbau minyak, sehingga menyebabkan turun mutunya. Secara langsung minyak dapat menyebabkan

2 11 kematian ikan karena kekurangan oksigen, keracunan karbon monoksida, dan keracunan langsung oleh bahan toksik. Dampak jangka panjang dari pencemaran minyak dialami oleh biota laut yang masih muda. Minyak dapat teradsobsi dan termakan oleh biota laut, sebagian akan terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein. Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisma satu ke organisma lain melalui rantai makanan (Sumadhiharga 1995). Secara fisik, pencemaran minyak akan terlihat jelas pada lingkungan laut seperti pantai menjadi kotor akibat permukaan air laut tertutup oleh lapisan minyak atau karena gumpalan ter dipermukaan air laut. Secara kimia, minyak bumi mengandung senyawa aromatik hidrokarbon yang bersifat toksik dan dapat mematikan organisme laut. Secara biologi, adanya pencemaran minyak dapat mengganggu kehidupan organisme termasuk ikan, oleh karena itu perlu suatu usaha yang intensif untuk meminimalkan pencemaran minyak di laut. Pengaruh spesifik dampak dari pencemaran minyak terhadap lingkungan perairan laut dan pantai tergantung pada jumlah minyak yang mencemari, lokasi kejadian, dan waktu kejadian (Syakti 2004). Menurut Supriharyono (2000), tingkat kerusakan akibat pencemaran minyak bergantung pada jumlah dan konsentrasi minyak di perairan, jenis dan sifat kimia minyak yang mencemari serta kepekaan ekosistem terhadap dampak pencemaran minyak tersebut. Pencemaran minyak di laut dapat menyebabkan dampak yang lebih luas karena terbawa arus dan gelombang laut. Pencemaran minyak secara langsung dapat mengganggu lingkungan laut di lokasi pantai. Secara tidak langsung, pencemaran minyak dapat membinasakan kekayaan laut dan mengganggu produktifitas di dasar laut. Ikan yang hidup di kitarnya akan tercemar, mati dan banyak pula yang bermigrasi ke daerah lain. Minyak yang tergenang di atas permukaan laut akan menghalangi sinar matahari masuk sampai ke lapisan air dimana ikan hidup (Chahaya 2003). Pengukuran kualitas perairan dari pencemaran minyak merupakan evaluasi untuk menilai ekosistem mangrove dan potensi perikanan di suatu perairan. Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat pencemaran minyak di perairan Selat Rupat pada penelitian ini adalah kandungan oksigen terlarut dan nilai BOD 5.

3 12 1 Oksigen terlarut (DO) Oksigen terlarut merupakan gas oksigen yang terlarut dalam air dan berperan penting bagi metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh fitoplankton (Manahan 1983). Difusi oksigen dari atmosfer ke air bisa terjadi secara langsung pada kondisi air stagnant (diam) atau terjadi karena pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau angin. Difusi oksigen dari atmosfer ke perairan pada hakekatnya berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air atau gelombang. Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air disebabkan karena adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi oksigen. Zat pencemar tersebut terutama terdiri dari bahan-bahan organik termasuk minyak (Connel & Miller 1995). Menurut Lee et al. (1978), kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran perairan (Tabel 1 ). Tabel 1 Kriteria kualitas air berdasarkan kandungan DO No Kadar oksigen terlarut (mg/l) Kriteria kualitas air 1 6,5 Tidak tercemar 2 4,5 6,4 Tercemar ringan 3 2,0 4,4 Tercemar sedang 4 < 2,0 Tercemar berat Sumber: Lee et al. (1978) 2 Kebutuhan oksigen biokimia (biochemical oxygen demand, BOD 5 ) BOD 5 merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD 5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologik dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik. Menurut Lee et al. (1978), tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai dari BOD 5 (Tabel 2).

4 13 Tabel 2 Kriteria kualitas air berdasarkan nilai BOD 5 No Nilai BOD 5 (mg/l) Kriteria Kualitas Air 1 2,9 Tidak tercemar 2 3,0 5,0 Tercemar ringan 3 5,1-14,9 Tercemar sedang 4 15 Tercemar berat Sumber: Lee et al. (1978) Berdasarkan jenis muatannya, secara umum kapal sebagai media transportasi laut pada penelitian ini dapat dikategorikan atas kapal penumpang (kapal ferry), kapal barang (kapal kargo) dan kapal tanker (oil tanker). Menurut Mukhtasor (2007), kegiatan pengoperasian kapal pada umumnya dapat menghasilkan polutan minyak dari sumber: a) Air bilga kamar mesin adalah akumulasi air laut dalam kapal dari kebocoran normal permesinan, pengembunan pada dinding plat kapal, pembilasan air tawar, kebocoran normal dari sistem stern-tube bertipe pelumasan air laut. b) Air ballast adalah air laut yang dimasukkan ke dalam kapal tanker atau tanki bahan bakar yang berguna untuk menjaga stabilitas kapal. Sebuah tanker didesain layak berlayar pada saat tanki terisi. Setelah bongkar minyak di pelabuhan akibatnya tanker menjadi kosong, untuk kestabilan kapal tanker kembali berlayar, maka tanki diisi air laut % dari total kapasitas tanker. Air ballast dalam tanki ini harus dibuang kembali ke laut sebelum tanki diisi kembali dengan minyak. Pada saat bongkar, tanki minyak masih tersisa minyak (pada dasar dan sisi tanki) dengan kisaran 0,1 1,5 % dari volume total tanki. Air ballast yang masih mengandung minyak ini umumnya dibuang ke laut. Oleh sebab itu air ballast merupakan salah satu penyebab terjadinya pencemaran minyak di perairan. c) Minyak pelumas adalah minyak pelumasan (oli) yang berasal dari bantalanbantalan poros propeller dan sistem hidrolik, minyak pelumas untuk bantalan kemudi dibawah air. 2.2 Karakteristik Minyak di Perairan Minyak adalah istilah umum yang digunakan untuk menyatakan produk petroleum yang komposisi utamanya terdiri dari hidrokarbon. Minyak bumi merupakan campuran yang sangat kompleks dari hidrokarbon-hidrokarbon

5 14 penyusunnya. Minyak terbentuk sebagai hasil akhir dari penguraian bahan-bahan organik (sel-sel dan jaringan hewan dan tumbuhan) yang tertimbun selama jutaan tahun yang lalu di dalam tanah baik di daerah daratan maupun di daerah lepas pantai (Mukhtasor 2007). Minyak mentah (crude oil) yang baru keluar dari sumur eksplorasi mengandung bermacam-macam zat kimia yang berbeda baik dalam bentuk gas, cair maupun padatan. Lebih dari separoh (50-98%) dari zat-zat tersebut adalah merupakan hidrokarbon. Senyawa utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah alifatik, alisiklik dan aromatik (Supriharyono 2000). Komponen hidrokarbon aromatik jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan komponen hidrokarbon lainnya yaitu berkisar 2 4 %. Komponen hidrokarbon aromatik yang paling sederhana adalah benzen. Secara umum senyawa aromatik bersifat mudah menguap (folatil) dan lebih beracun dari senyawa lainnya (Darmono 2001). Penyebaran minyak yang masuk ke perairan tergantung pada jumlah, karakteristik dan tipe minyak, kondisi cuaca, gelombang, arus dan jika minyak tertinggal di laut atau terbawa ke darat. Polutan yang berasal dari minyak bumi (petroleum hydrocarbon) telah memperoleh perhatian yang sangat besar secara internasional, politik dan keilmuan apabila mencemari perairan. Hal ini disebabkan karena pengaruh minyak terhadap ekosistem perairan mampu menurunkan kualitas air laut (Mukhtasor 2007) Karakteristik Fisika Minyak Karakteristik fisik minyak yang mempengaruhi prilaku minyak di laut yang penting adalah densitas, viskositas, titik ubah (pour point) dan kelarutan air. a. Densitas. Densitas diekspresikan sebagai specific gravity dan American Petroleum Institute (API) gravity. Specific gravity adalah rasio berat massa minyak dan berat massa air pada temperature tertentu. API gravity dinyatakan dalam angka 10 pada air murni 10 C. Minyak mentah mempunyai specific gravity pada kisaran 0,79-1,00. Densitas minyak memegang peranan penting untuk memprediksi prilaku minyak di perairan (BP Migas 2002).

6 15 b. Viskositas Viskositas adalah sifat yang menunjukkan ketahanan dalam perubahan bentuk dan pergerakan. Viskositas rendah berarti mudah mengalir. Faktor viskositas adalah komposisi minyak dan temperature. Viskositas ini penting untuk memprediksi penyebaran minyak di air. c. Titik ubah Titik ubah adalah tingkatan suhu yang mengubah minyak menjadi memadat atau berhenti mengalir. Titik ubah minyak mentah berkisar 57 C hingga 32 C. Tititk ubah ini juga penting untuk prediksi prilaku minyak di perairan. d. Kelarutan Kelarutan minyak dalam air adalah rendah sekitar 30 mg/l dan tergantung kepada komposisi kimia dan suhu. Besaran kelarutan itu dicapai oleh minyak aromatis dengan berat molekul kecil seperti benzena, toluena, ethylbenzena, dan xylena (BTEX). Sifat kelarutan ini penting untuk prediksi prilaku minyak di air, proses bioremediasi, dan ekotoksisitas minyak (NAS 1985) Komposisi Minyak Minyak adalah suatu campuran yang sangat kompleks yang terutama terdiri dari senyawa-senyawa hidrokarbon,yaitu senyawa-senyawa organik yang setiap molekulnya hanya mempunyai unsur karbon dan hidrogen saja. Komposisi kimia minyak mentah berbeda dengan minyak hasil olahan. 1. Minyak mentah Minyak bumi ditemukan bersama-sama dengan gas alam. Minyak bumi yang telah dipisahkan dari gas alam disebut juga minyak mentah (crude oil). Minyak mentah dapat dibedakan atas: a) Minyak mentah ringan (light crude oil), mengandung kadar logam dan belerang rendah, berwarna terang dan bersifat encer (viskositas rendah). b) Minyak mentah berat (heavy crude oil), mengandung kadar logam dan belerang tinggi, memiliki viskositas tinggi sehingga harus dipanaskan agar meleleh. Minyak mentah merupakan campuran yang kompleks dengan komponen utama alkana dan sebagian kecil alkena, alkuna, siklo-alkana, aromatik, dan senyawa anorganik. Minyak mentah mengandung sekitar % senyawa

7 16 hidrokarbon dan sisanya merupakan senyawa non-hidrokarbon (sulfur, nitrogen, oxigen, dan beberapa logam berat seperti V, Ni dan Cu). Air dan garam hampir selalu terdapat dalam minyak bumi dalam keadaan terdispersi. Bahan-bahan bukan hidrokarbon ini biasanya dianggap sebagai kotoran karena pada umumnya akan memberikan gangguan dalam proses pengolahan minyak dalam kilang dan mempengaruhi kualitas minyak yang dihasilkan. Berdasarkan kelarutannya dalam pelarut organik, minyak dapat diklasifikasikan atas hidrokarbon jenuh, Hidrokarbon aromatis, dan resin (Ryabinin 1998). a. Hidrokarbon jenuh (saturated hydrocarbons) Hidrokarbon jenuh adalah kelompok minyak yang dicirikan dengan adanya rantai atom karbon (bercabang atau tidak bercabang atau membentuk siklik) berikatan dengan atom hidrogen, dan merupakan rantai atom jenuh. Hidrokarbon jenuh meliputi senyawa alkana dengan struktur CnH 2 n+2 (aliphatis) dan CnH2n (alicyclis), dimana n > 40. Hidrokarbon jenuh merupakan kandungan terbanyak dalam minyak mentah, termasuk dalam kelompok ini adalah golongan alkana (paraffin), yang mewakili % komposisi minyak mentah (BP Migas 2002). b. Hidrokarbon aromatis Hidrokarbon aromatis meliputi monocyclis aromatis benzene, toluene, etil toluene dan xilena (BTEX) dan polisik aromatis hidrokarbons (PAHs) yang meliputi naphthalene, anthracene, dan phenanthrene (BP MIGAS 2002). Senyawa aromatik ini merupakan komponen minyak mentah yang paling beracun, dan bisa memberi dampak kronik (menahun, berjangka lama) dan karsinogenik (menyebabkan kanker). Hampir kebanyakan aromatik bermassa rendah (low-weight aromatics), dapat larut dalam air sehingga meningkatkan bioavaibilitas yang dapat menyebabkan terpaparnya organisma didalam matrik tanah ataupun pada badan air. Jumlah relatif hidrokarbon aromatis didalam mnyak mentah bervariasi dari % (Syakti 2004). c. Resin dan aspal. Komponen penyusun minyak tersebut juga terdiri atas aspal (asphalt) dan resin dengan komposisi 5-20 % yang merupakan komponen berat dengan struktur

8 17 kimia yang kompleks berupa senyawa siklik aromatik dengan lebih dari lima cincin aromatik dan napthenoaromatik dengan gugus-gugus fungsional sehingga senyawa-senyawa tersebut memiliki polaritas yang tinggi. Resin merupakan senyawa polar yang mengandung senyawa nitrogen, sulfur, oksigen (pyridines dan thiophenes), sehingga disebut pula sebagai senyawa NSO. Aspal adalah senyawa dengan berat molekul besar dan pada umumnya mengandung logam berat nikel, vanadium, dan besi. Aspal sukar larut dalam air dan mempunyai sifat fisik padat (BP Migas 2002). 2. Minyak hasil olahan (minyak) Minyak hasil olahan seperti gasolin, kerosen dan minyak jett adalah produk olahan minyak mentah melalui proses catalitic cracking dan fractional distilation. Distilation adalah pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi berdasarkan perbedaan titik didihnya. Mula-mula minyak mentah dipanaskan dalam aliran pipa dalam furnace (tanur) sampai dengan suhu ±370 C. Hasil olahan berupa minyak mempunyai sifat fisik kimia yang berbeda dengan minyak mentah. Senyawa baru dapat muncul dalam minyak olahan yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak mentah. Minyak hasil olahan mempunyai kandungan senyawa hidrokarbon tak jenuh seperti olefins (alkena dan cycloalkena) dari proses catalytic cracking. Kandungan olefins dapat mencapai 30% dalam gasoline dan sekitar 1% dalam jet fuel (NAS 1985). Secara umum toksisitas minyak mentah meningkat dengan memanjangnya rantai hidrokarbon. Selanjutnya hidrokarbon aromatik lebih toksik apabila dibandingkan dengan sikloalkana dan alkana. Selain hidrokarbon, minyak bumi juga mengandung senyawa lain seperti nitrogen dengan kisaran 0,0-0,9%, belerang 0,0-1%, dan oksigen 0,0-2% (Neff 1976). Semua minyak mentah dan produk minyak kilang lainnya beracun terhadap organisme laut. Efek lethal semakin menurun dengan meningkatnya lama waktu. Pada tahap jentik dan larva efek lethalnya terhadap minyak terjadi pada konsentrasi 0,1-1,0 mg/l dan organisme dewasa terjadi pada kisaran 1,0-10 mg/l (Bishop & Paul 1983). Fraksi minyak bumi yang tidak larut dapat menyebabkan kerusakan karena dapat menempel pada organisme dan menyebabkan organisme tersebut mati

9 18 lemas. Selain itu, minyak juga dapat menyebabkan terkontaminasinya organisme perairan yang biasanya dikonsumsi. Hidrokarbon aromatik pada titik didih rendah seperti benzena, toluena, xilena, nafthalena dan phenantrena merupakan fraksi yang paling toksik dan penyebab utama kematian organisme (BP Migas 2002). Senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi seperti benzena, toluena, etil benzena dan isomer xilena (BTEX) mempunyai sifat mutagenik dan karsinogenik pada manusia. Senyawa ini sulit mengalami perobakan di alam sehingga akan mengalami proses akumulasi pada rantai makanan (biomagnifikasi) pada ikan maupun biota laut lainnya (Mukhtasor 2007) Prilaku Minyak di Perairan Pada saat terjadi pencemaran minyak di perairan, minyak akan mengalami serangkaian perubahan atas sifat fisik dan kimiawi. Sebagian perubahan tersebut mengarah pada hilangnya beberapa fraksi minyak dari permukaan laut, sementara perubahan lainnya berlangung dengan masih terdapatnya bagian material minyak di permukaan laut. Meskipun sebahagian minyak tersebut terurai oleh lingkungan laut, namun waktu yang dibutuhkan untuk proses penguraian itu tergantung pada karakteristik fisika dan kimiawi minyak dan proses penguraiannya secara alamiah. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi perubahan sifat minyak adalah: a. Karaterisik fisika minyak (densitas, viskositas, dan kelarutannya). b. Komposisi dan karakteristik kimia minyak. c. Kondisi sinar matahari (fotooksidasi), kondisi oseanografi dan suhu udara. d. Karakteristik air laut (ph, arus, suhu, keberadaan bakteri, nutrien, dan oksigen terlaut). Pada saat minyak masuk ke lingkungan laut sebagai pencemar, minyak segera mengalami perubahan fisik dan kimia melalui proses penyebaran (spreading), penguapan (evaporation), dispersi (dispersion) emulsifikasi (emulsification), pelarutan (dissolution), oksidasi (oxidation) dan sedimentasi (sedimentation) dan penguraian secara biologis (biodegredation). Semua proses ini merupakan proses pelapukan (weathering) yang menguraikan komponen minyak di perairan (IPIECA 2001). Proses penyebaran minyak akan menyebabkan lapisan menjadi lebih tipis serta tingkat penguapan meningkat. Hilangnya sebahagian material yang volatil

10 19 menyebabkan minyak lebih padat, berat dan tenggelam (GAO 2007). Prilaku minyak di perairan tersebut diuraikan sebagai berikut. a. Penyebaran (spreading) Pada saat masuk ke perairan laut, minyak akan tersebar ke seluruh permukaan laut dalam satu lapisan. Kecepatan penyebarannya tergantung pada tingkat viskositas minyak. Minyak yang viskositasnya rendah dan berbentuk cair akan menyebar lebih cepat dari minyak yang viskositasnya tinggi. Lapisan minyak ini akan menyebar dengan cepat dan menutupi wilayah permukaan laut. Penyebaran minyak tersebut pada umumnya tidak merata. Setelah beberapa jam, lapisan tersebut akan pecah dan karena pengaruh angin, aksi gelombang dan turbulensi air laut, akan membentuk buih tipis. Tingkat penyebaran minyak juga ditentukan oleh kondisi fisik perairan seperti temperatur, arus laut, pengaruh pasang dan kecepatan angin (Reed et al. 1999). Gelombang dan turbulensi di permukaan laut dapat mengakibatkan seluruhnya atau sebagian dari lapisan minyak pecah menjadi beberapa bagian dan tetesan yang ukurannya bervariasi. Ini akan tercampur ke dalam lapisan atas pada kolom air. Beberapa dari tetesan yang lebih kecil akan tertinggal dan tersuspensi pada air laut sementara tetesan yang lebih besar akan cenderung naik ke permukaan, dimana tetesan-tetesan ini kemungkinan tidak bergabung dengan tetesan lain dan membentuk lapisan atau tersebar membentuk lapisan tipis (NOOA 2002). Penyebaran ini merupakan proses terpenting selama awal ekspose minyak dalam air. Proses ini akan memperluas sebaran minyak sehingga meningkatkan perpindahan massa melalui proses evaporasi, pelarutan dan biodegradasi. b. Penguapan (evaporation) Proses penguapan adalah mekanisme utama hilangnya sebahagian fraksi minyak dari permukaan laut. Laju dan jangkauan proses penguapan banyak tergantung pada proporsi fraksi bertitik-didih rendah dari lapisan minyak yang tumpah. Proses penguapan juga bergantung pada proses penyebaran awal yang telah berlangsung, sebab makin luas dan tipis ketebalan tutupan daerah penyebaran minyak, makin cepat fraksi minyak ringan untuk menguap. Faktor lingkungan yang mempengaruhi penguapan minyak adalah angin, gelombang

11 20 air dan suhu. Proses penguapan menyebabkan minyak yang mengalami peningkatan densitas dan viskositas (Mangkoedihardjo 2005). Minyak ringan seperti bensin dapat menguap hingga 90 % dari total volumenya selama dua hari, sedangkan minyak mentah ringan dapat menguap hingga 40%. Sebaliknya minyak mentah berat (residu) melepaskan tidak lebih dari 10% dari volume awalnya beberapa hari setelah terjadi pencemaran minyak. Penguapan senyawa alkana (< C15) dan aromatik berlangsung 1 10 hari (Xueqing et al. 2001). c. Dispersi (dispertion) Dispersi adalah mekanisme fraksinasi dari lapisan minyak menyebar dalam bentuk gumpalan (droplet) dan pergerakannya di dalam badan air dapat secara vertikal dan horizontal. Dispersi vertikal berkaitan dengan pergerakan droplet yang memiliki dimensi kurang dari 100 μm. Fenomena ini lebih dianggap sebagai pergerakan polutan dari satu tempat ketempat lain dan bukan sebagai mekanisme degradasi. Formasi gumpalan minyak ukuran kecil secara signifikan mampu meningkatkan kontak antara air laut dan minyak dan penguraian minyak oleh mikroorganisme akan semakin besar. Gumpalan minyak akan menyebar melalui lapisan atas air laut dan akan terapung kembali ke permukaan laut tergantung pada densitas dan ukuran gumpalan minyak tersebut (Syakti 2004). d. Emulsifikasi (emulsification) Emulsifikasi adalah proses perubahan status butiran minyak dalam air menjadi butiran air dalam minyak. Gerakan gelombang menyebabkan lapisan permukaan minyak bergerak ke bagian atas permukaan air sehingga menyebabkan formasi minyak yang tidak larut dalam air akan teremulsi dengan cepat. Emulsi mampu mengubah karakteristik minyak secara signifikan. Emulsi yang stabil mengandung % air. Emulsi perangkap air dapat meningkatkan volume minyak menjadi 3-5 kali lebih besar (Mukhtasor 2007). e. Pelarutan (dissolution) Proses pelarutan berperan penting bagi proses biodegradasi minyak di perairan. Kecepatan pelarutan dipengaruhi oleh komposisi kimiawi hidrokarbon minyak bumi, luasan penyebaran, dan kondisi hidrooseanografi perairan (arus, angin dan gelombang) dan viskositasnya. Senyawa aromatik dengan berat

12 21 molekul kecil seperti benzena dan toluena lebih mudah larut dalam air dibanding senyawa minyak yang berberat molekul besar (NAS 1985). Kelarutan berbagai jenis hidrokarbon minyak di dalam air dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kelarutan hidrokarbon didalam air (mg. L -1 ) pada 25 C n-alkana Kelarutan (ppm) Senyawa Aromatik Kelarutan (ppm) nc5 40 Benzena 1700 nc6 10 Toluena 530 nc7 3 Ethylbenzena 170 nc8 1 p-xylena 150 nc Naphtalena 30 nc Phénanthrène 1 Sumber: (Syakti 2004). Berdasarkan Tabel 3, senyawa aromatis memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa alkana. Benzena memiliki kelarutan yang lebih tinggi, kemudian diikuti oleh toluene, ethylbenzena, xylena dan naphtalena. Pada umumnya makin berat molekul dari senyawa hidrokarbon minyak semakin kecil kelarutannya dalam air. f. Oksidasi Proses oksidasi mampu mengubah minyak menjadi senyawa-senyawa baru berdasarkan kemampuan oksidasinya. Pada proses ini, hidrokarbon dapat teroksidasi menjadi alkohol, keton dan asam-asam organik. Hasil oksidasi merupakan senyawa yang lebih mampu larut dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon sebelumnya. Oksidasi minyak mentah dapat terjadi melalui dua proses yaitu foto-oksidasi dan mikrobial-oksidasi. Saat minyak di perairan terkena sinar matahari melalui bantuan oksigen maka terjadilah fotooksidasi dan diikuti dengan oksidasi mikrobial secara aerob. Hal yang mempengaruhi fotooksidasi adalah spektrum dan intensitas cahaya matahari, serta karakteristik permukaan air. Radiasi matahari yang sampai ke lapisan minyak dapat meningkatkan proses oksidasi (photo-oxidation), namun laju penguraian ini tidak lebih dari 0.1% per hari meskipun dibawah intensitas sinar matahari yang tinggi. Disamping itu, aksi gelombang yang dapat mengakibatkan pecahnya minyak menjadi komponen-komponen kecil dapat mempercepat proses oksidasi, karena luas bidang kontak antara minyak dan oksigen semakin besar.

13 22 Proses oksidasi akan sukar berlangsung pada komponen minyak yang tebal dan berviskositas tinggi. Proses oksidasi cenderung berjalan lambat sehingga minyak dapat membentuk formasi yang persistant (sukar terurai) karena formasi komponen minyak dengan berat molekul tinggi dapat menghasilkan lapisan pelindung pada permukaan gumpalan minyak. Komponen ini cenderung mengalami proses sedimentasi karena berat jenisnya lebih tinggi dari air laut (Mukhtasor 2007). g. Sedimentasi (sedimentation) Sedimentasi merupakan proses perubahan minyak menjadi sedimen tersuspensi yang akhirnya akan tinggal di kolom air dan terakumulasi pada dasar perairan. Sinking merupakan mekanisme dimana minyak yang berat jenisnya lebih besar dari air akan pindah ke lapisan bawah secara alami karena gaya gravitasi. Sedimentasi memerlukan mekanisme proses untuk merubah minyak menjadi sedimen. Proses sedimentasi minyak lebih cenderung berlangsung melalui rantai makanan dan terdeposit pada dasar laut bersama kotoran buangan organisme laut. Salah satu mekanisme yang terjadi adalah penyebaran butiran minyak ke kolom perairan oleh zooplankton dan tenggelam ke dasar perairan (Lee et al. 2005). f. Penguraian secara biologi (biodegredation) Biodegradasi adalah proses penguraian minyak oleh mikro-organisme pada permukaan kontak minyak dengan air yang berlangsung pada beberapa komponen minyak. Proses biodegradasi merupakan proses perpindahan massa dari media lingkungan ke dalam massa mikroba (menjadi bentuk terikat dalam massa mikroba) sehingga minyak hilang dari perairan. Menurut Syakti (2009), kemampuan mikroorganisme mendegradasi minyak berbeda-beda dengan kecenderungan urutannya adalah senyawa n-alkana (hidrokarbon jenuh), aromatik (benzena, naftalena, dan fenantrena), hidrokarbon jenuh bercabang (isoprenoid), dan porhyrin. Hasil proses biodegradasi umumnya adalah karbondioksida dan metana yang kurang berbahaya dibandingkan minyak pada besaran konsentrasi yang sama. Mikroba yang mampu menguraikan minyak tersedia di dalam air yang terdiri atas berbagai jenis bakteri, ragi dan fungi. Bakteri terpenting adalah Achromobacter, Acinetobacter, Alcaligenes,

14 23 Arthrobacter, Bacillus, Brevibacterium, Cornybacterium, Flavobacterium, Nocardia, Pseudomonas, Vibrio. Jenis ragi dan fungi yang mampu menguraikan minyak adalah Aspergillus, Candida, Cladosporium, Penicillium, Rhodotorula, Sporobolomyces, Trichoderma. Menurut Shin (2001), efektivitas bioremediasi ditentukan oleh kondisi faktor suhu, jumlah oksigen, nutrien ph dan salinitas. Pada suhu rendah viskositas minyak meningkat dan volatilitas senyawa toksik menurun sehingga akan menghambat proses bioremediasi. Hidrokarbon rantai pendek alkana lebih mudah larut pada suhu rendah, sebaliknya pada suhu tinggi, senyawa aromatis lebih mudah larut. Secara umum laju biodegradasi umumnya meningkat dengan peningkatan suhu sampai batas tertentu. Laju biodegradasi minyak tertinggi di laut dapat dicapai pada suhu C (Mangkoedihardjo 2005). Ketersediaan oksigen memegang peranan penting dalam proses biodegradasi hidrokarbon jenuh dan aromatik (BTEX). PAHs dan alkanes dapat terdegradasi pada kondisi anaerob (Xueqing et al. 2001). Pada saat terjadi pencemaran minyak di laut, suplai karbon ke dalam air laut meningkat. Pada saat itu di perairan terjadi ketidak seimbangan komposisi nutrient dimana unsur C meningkat tajam sehingga C/N/P menjadi membesar melebihi komposisi normal bagi kebutuhan mikroba. Untuk mengefektifkan aktifitas mikroba diperlukan penambahan unsur nitrogen (N) dan fospor (P) agar proporsi C/N/P seimbang. Secara teoritis perbandingan unsur C/N/P di perairan adalah 150 mg nitrogen dan 30 mg phosphor diperlukan mikroba untuk konversi 1 g hidrokarbon menjadi sel baru (Mangkoedihardjo 2005). Pada umumnya bakteri heterotrof dan fungi menyukai ph netral dan fungi masih toleran terhadap ph rendah. Oleh sebab itu biodegradasi minyak akan lebih cepat berlangsung dengan peningkatan ph dan kecepatan optimum pada ph alkalin (Mangkoedihardjo 2005). Perubahan salinitas dapat mempengaruhi biodegradasi melalui perubahan populasi mikroba dan laju metabolisme hidrokarbon akan menurun %. Pada saat terjadi pencemaran minyak, polutan ini akan pecah dan menyebar ke lingkungan laut selama beberapa waktu. Penghamburan ini adalah hasil dari sejumlah proses kimia dan fisik yang menyebabkan berubahnya

15 24 komposisi minyak. Proses tersebut dinamakan pelapukan (weathering). Cara dimana lapisan minyak pecah dan menyebar yang sangat tergantung pada ketahanan (persisten) minyak tersebut. Produk ringan seperti kerosin cenderung terevaporasi, tersebar dengan cepat dan akan hilang secara alami. Sifat fisika minyak seperti densitas, viskositas, dan titik alir minyak akan mempengaruhi sifat penyebarannya (IPIECA 2001). Proses penyebaran minyak dipengaruhi oleh jumlah dan tipe minyak, kondisi cuaca, arus dan gelombang. Berdasarkan sifatnya beberapa komponen dari minyak bumi tergolong polutan konservatif (sukar terurai) sehingga dapat bertahan lama di perairan sebelum menguap atau teradsorbsi oleh organisme perairan. Hal ini di pengaruhi oleh faktor oseanografi perairan seperti arus, dan gelombang laut. Sirkulasi arus dapat mempercepat penguapan, penyebaran percampuran, penyerapan dan pengendapan minyak (Clark 2003). Banyak kapal-kapal tanker, cargo dan ferry yang melintasi perairan Selat Rupat yang menyebabkan perairan ini sangat rentan terhadap pencemaran minyak. Propinsi Riau juga propinsi penghasil minyak, sehingga Pelabuhan Dumai telah digunakan sebagai terminal bongkar-muat minyak. Oleh karena itu, di kawasan Selat Rupat berpotensi terjadinya pencemaran minyak. 2.3 Dampak Pencemaran Minyak di Perairan Perairan Selat Rupat merupakan jalur transportasi yang strategis yang rentan terhadap pencemaran minyak. Posisi strategis dari satu sisi dapat memberikan manfaat secara ekonomi, di lain pihak juga mengandung resiko ekologis. Pencemaran minyak secara spesifik memiliki dampak ekologis yang cukup luas karena dapat menyebabkan kerusakan terhadap ekosistim perairan. Menurut Swan et al. (1994), pencemaran minyak berpengaruh besar pada ekosistem laut, penetrasi cahaya matahari akan menurun akibat tertutup lapisan minyak. Proses fotosintesis terhalang pada zona euphotik sehingga rantai makanan akan terputus. Lapisan minyak juga menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen untuk mendukung kehidupan laut yang aerob. Ancaman utama terhadap sumber daya hidup oleh residu persisten tumpahan minyak dan emulsi air dalam minyak (mousse) adalah salah satu penutupan fisik. Hewan dan tumbuhan sangat beresiko kontak dan terkontaminasi

16 25 dengan permukaan laut yang telah terkontaminasi. Mamalia, reptil laut dan burung laut yang hidup mencari makan dengan menyelam akan terkena dampak utama akibat pencemaran minyak, begitu juga halnya dengan biota laut lain termasuk ikan (Romero & Wikelski 2002). Komponen yang paling berbahaya pada minyak cenderung merupakan komponen yang hilang akibat evaporasi ketika pencemaran minyak. Pada konsentrasi tertentu senyawa aromatik dari minyak dapat mematikan organisme laut. Efek sub-letal akan mengganggu kemampuan individual organisme laut untuk bereproduksi, tumbuh dan mencari makan. Hewan yang tinggal menetap di perairan dangkal seperti kerang secara rutin akan menyaring sejumlah besar air laut untuk mengekstrak makanan. Komponen minyak segera bereaksi dengan jaringan biota tersebut sehingga menyebabkan rasanya tidak enak apabila dikonsumsi oleh manusia karena adanya rasa atau aroma minyak (Yamamoto 2003) Dampaknya terhadap Ekosistem Mangrove Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004, mangrove adalah sekumpulan tumbuh-tumbuhan dicotyledoneae dan atau monocotyledoneae yang terdiri atas jenis tumbuhan yang mempunyai hubungan taksonomi sampai dengan taksa kelas tetapi mempunyai persamaan adaptasi morfologi dan fisiologi terhadap habitat yang dipengaruhi oleh pasang surut. Ekosistem mangrove berperan penting sebagai tempat pemijahan ikan, tempat pembesaran ikan dan tempat ikan mencari makanan (NOOA 2002). Peran tersebut menyebabkan kawasan ekosistem mangrove dimanfaatkan secara tidak langsung oleh masyarakat sebagai ladang penangkapan ikan yang disebut juga fishing ground (Anwar & Gunawan 2007). Menurut Supriyadi dan Wouthuyzen (2005), Sumberdaya mangrove memberikan produk dan jasa, baik yang dapat langsung dipasarkan maupun yang tidak, baik dari lingkungan di sekitar mangrove maupun yang terjadi di luar dan jauh dari mangrove. Manfaat langsung mangrove dapat digunakan secara langsung sebagai kayu bakar, arang, kayu bangunan dan obat-obatan. Manfaat tidak langsung mangrove berperan sebagai sumbangan serasah daun bagi

17 26 kelimpahan biota (kepiting bakau, moluska, ikan) yang mempunyai peran penting di dalam sistem mata rantai makanan bagi organisme perairan. Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 tumbuhan berbunga yang meliputi Avicennia, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen 2001). Mangrove merupakan habitat pesisir yang peka terhadap pencemaran minyak. Polutan minyak dapat masuk ke dalam hutan mangrove pada saat air pasang dan saat air surut minyak menempel pada akar mangrove serta permukaan sedimen. Minyak yang terjebak pada ekosistem mangrove sulit untuk dibersihkan. Ekosistem mangrove mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove adalah pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), dan tempat pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis biota perairan. Fungsi ekonomi mangrove adalah sebagai penghasil kayu, bahan obat-obatan dan bahan keperluan industri. Dampak pencemaran minyak terhadap ekosistem mangrove lebih mengarah pada gangguan fisik. Kontaminasi minyak yang serius pada mangrove mengarah pada hilangnya sebagian daun karena minyak dapat menutup tempat masuknya udara pada akar nafas yang menyebabkan rontoknya daun. Penetrasi minyak ke dalam sedimen cenderung lebih besar jika substratnya banyak mengandung humus organik. Minyak yang masuk ke sedimen akan tetap tinggal dalam jangka waktu lama yang menyebabkan pencemaran bersifat kronik pada lingkungan sekitarnya. Lapisan minyak pada bagian paling bawah pada tumbuhan mangrove dapat merusak sistem perakaran. Minyak dapat merangkap tempat masuknya udara pada akar nafas mangrove yang menyebabkan daun-daun rontok dan pohonnya mati (Gambar 2). Minyak yang masih ada pada sedimen akan

18 27 memperlambat proses pemulihan ekosistem mangrove, karena minyak berpengaruh toksik terhadap tunas-tunas pohon mangrove. Seiring dengan berjalannya waktu minyak akan mengalami proses degredasi ke tingkat yang memungkinkan pertumbuhan tunas pohon mangrove. Menurut NOOA (2002), lapisan minyak akan menutupi seluruh sistem perakaran mangrove yang mengakibatkan penyumbatan total pada lentisel akar nafas sehingga pertukaran gas O 2 dan CO 2 akan terputus. Apabila hal ini terus berlanjut dapat mengakibatkan kematian pada tumbuhan mangrove (Gambar 2). Gambar 2 Kerusakan mangrove akibat pencemaran minyak (Dumai 2009) Dampaknya terhadap Ekosistem Terumbu Karang Terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang sangat penting di perairan laut yang berfunsi sebagai sumber makanan, habitat berbagai jenis biota, menyediakan pasir untuk pantai, dan sebagai penghalang terjangan ombak dan erosi pantai (Burke et al. 2002). Ekosistem terumbu karang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dengan berbagai jenis biota laut yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang. Terumbu karang juga merupakan kawasan yang sangat produktif yang mendukung kehidupan berbagai kelompok organisme termasuk banyak spesies ikan komersial. Terumbu karang juga memiliki fungsi penting bagi masyarakat lokal melalui kegiatan pariwisata.

19 28 Tingkat kerusakan terumbu karang akibat pencemaran minyak tergantung pada jumlah dan jenis minyak, jenis terumbu karang, kedalaman perairan laut, energi gelombang dan arus di sekitar terumbu karang. Minyak yang menempel pada bagian atas terumbu karang pada saat air surut dapat mengganggu proses reproduksi, mengurangi jumlah koloni telur dan larva yang dihasilkan per satuan unit karang. Pencemaran minyak dapat menyebabkan pelepasan dini larva dan menurunkan kemampuan larva untuk bertahan hidup. Selain itu, minyak dapat mengganggu suplai makanan pada karang sehingga dapat menurunkan keanekaragaman jenis karang dan ikan (Syakti 2004). Pencemaran minyak menyebabkan terhalangnya input cahaya dan terganggunya penyerapan oksigen di perairan. Cahaya merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang, karena tanpa cahaya proses fotosintesis oleh zooxanthellae simbiotik dalam jaringan karang tidak dapat terlaksana. Akibat hal tersebut, maka kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang. Penutupan permukaan air oleh minyak akan menurunkan laju fotosintesis sehingga menyebabkan terganggunya metabolisme terumbu karang yang menyebabkan kematian (Westmacott et al. 2002). Pada lokasi perairan Selat Rupat di wilyah penelitian jarang sekali dijumpai terumbu karang karena umumnya sedimen dasar di perairan ini merupakan substrat lumpur Dampak terhadap Sumberdaya Perikanan Secara umum kepekaan organisme perairan terhadap minyak meningkat dari invertebrata yang lebih rendah ke invertebrata yang lebih tinggi dan ke ikan. Ikan mempunyai kemampuan berenang dan menjauhi diri dari area yang terkontaminasi minyak. Tahap larva umumya paling sensitif terhadap minyak dibandingkan dengan lainnya. Telur-telur, larva dan anak ikan relatif sensitif terhadap minyak (khususnya minyak yang terdispersi dalam badan air), dampak pencemaran minyak dapat terlihat pada organisme plankton, benthos dan nekton. a) Plankton Organisme plankton merupakan populasi organisme berukuran mikro yang hidup melayang atau mengapung di permukaan air. Organisme ini melakukan pergerakan pasif atau pergerakan yang sangat terbatas sehingga tidak mampu

20 29 melawan arus. Secara ekologis fitoplankton berperan penting sebagai dasar mata rantai makanan dalam perairan karena kemampuannya dalam mensintesa bahan anorganik menjadi senyawa organik dengan bantuan energi cahaya matahari dan klorofil melalui proses fotosintesis (Nybakken 1992). Pencemaran minyak menyebabkan gangguan terhadap fitoplanton yang mengakibatkan terhalangnya proses fotosintesis karena berkurangnya cahaya akibat tertutupnya permukaan air oleh lapisan minyak. Plankton muda lebih sensitif terhadap pencemaran minyak dibandingkan dengan plankton dewasa. Oleh sebab itu pencemaran minyak di perairan dapat menyebabkan gangguan pada produkstifitas primer (IPIECA 2000). b) Benthos Bentos merupakan biota yang hidup di dasar perairan, sebagai pemakan detritus dan organisme lain. Selain ditentukan oleh kondisi lingkungan kimia dan biologis, kehidupan organisme bentos juga sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik substrat dasar karena sifat hidupnya yang relatif menetap (Romimohtarto & Juwana, 2001). Organisme bentik ini sangat baik digunakan sebagai indikator pencemaran perairan. Pencemaran minyak dapat mengganggu kehidupan hewan dasar laut seperti lobster, kerang, bintang laut yang pada akhirnya menyebabkan kematian. Jenis substrat sedimen dapat mempengaruhi lamanya dampak pencemaran minyak terhadap benthos. Dampak pencemaran minyak terlama terjadi pada sedimen halus di habitat yang terlindung (Zamora 1996). c) Nekton (ikan) Pencemaran minyak dapat mempengaruhi perikanan tangkap dan budidaya baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung pencemaran minyak terhadap ikan dapat berupa pengaruh toksik (jangka pendek), pengaruh fisik (mekanis) dan kontaminasi kronis (jangka panjang). Pengaruh akut secara langsung mencakup kematian, gangguan sistem syaraf pusat, pengaturan tekanan osmosis yang tidak berfungsi, metabolisme terganggu dan kerusakan jaringan secara histologi. Gangguan pada sistem syaraf pusat dapat menyebabkan kematian melalui perubahan tingkah laku dan keseimbangan tubuh (Health 2000). Pengaruh tidak langsung pencemaran minyak di perairan adalah rusaknya ekosistem mangrove, rumput laut dan terumbu karang yang merupakan habitat ikan.

21 30 Komponen minyak yang bersifat folatil dapat merusak kulit, iritasi pada hidung, mata dan mulut ikan. Senyawa benzena, toluena dan hidrokarbon lainnya yang masuk ke dalam tubuh ikan dapat merusak sel-sel darah merah, ginjal, hati, sistem kekebalan dan sistem reproduksi (Connell & Miller 1995). Kualitas daging ikan yang hidup di perairan tercemar akan menurunkan nilai komersialnya karena minyak dapat meresap masuk melalui insang dan kulit sehingga tidak enak untuk dikinsumsi karena telah terkontaminasi minyak (GESAMP 1993). Pencemaran minyak pada konsentrasi rendah juga dapat mempengaruhi pertumbuhan, penetasan dini dan perubahan pada proses pertumbuhan dan genetis. Secara umum telur dan larva lebih peka terhadap pencemaran minyak dari pada anak ikan. Selanjutnya anak ikan lebih peka terhadap pencemaran minyak bila dibandingkan dengan ikan dewasa. Ikan yang hidup dengan gerakan lincah akan berenang menjauhi diri dari perairan yang tercemar minyak. Beberapa jenis ikan akan mengalami perubahan perilaku yang biasa bergerak maju berubah menjadi gerakan mundur mengikuti arus perairan yang tercemar (IPIECA 2000) Dampaknya terhadap Satwa lain Pencemaran minyak di perairan dapat mengganggu kehidupan burungburung. Burung yang berkumpul dalam jumlah besar untuk bertelur di laut atau garis pantai rentan terhadap pencemaran minyak. Burung akan kesulitan untuk mencari makanannya sehingga menyebabkan kelaparan. Selain itu burung juga akan menemukan kesukaran untuk membersihkan bulunya dan akan kehilangan panas tubuh, terganggu kesehatannya dan menyebabkan kematian (Jenssen 1994) Dampaknya terhadap Manusia Bagi manusia, pencemaran minyak mengakibatkan dampak ekonomi yang serius terhadap aktivitas pesisir terutama bagi mereka yang mengeksploitasi sumber daya laut. Pada banyak kasus kerusakan yang diakibatkan oleh sifat fisik minyak menciptakan gangguan dan kondisi yang membahayakan. Dampak terhadap kehidupan di laut berlipat ganda oleh efek racun dan noda yg berasal dari komposisi kimia minyak terhadap sistem biologi dan sensitivitasnya terhadap pencemaran minyak (Etkin 1999). Efek pencemaran minyak tergantung pada banyak faktor, bukan hanya faktor dari minyak itu sendiri. Kontaminasi pada wilayah pesisir adalah ciri umum

22 31 dari kebanyakan peristiwa pencemaran minyak yang kemudian mengacu pada kegelisahan dan gangguan publik dengan aktivitas rekreasi seperti berjemur, menyelam dan pemancingan. 2.4 Pengendalian Pencemaran Minyak di Perairan Pencemaran laut oleh minyak akan mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya dan kerusakan ekosistem, oleh sebab itu perlu dilakukan upaya pengendalian. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999, pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut adalah setiap upaya atau kegiatan pencegahan dan/atau penanggulangan dan/atau pencemaran dan/atau perusakan laut. Menurut Etkin (1999), pada saat terjadi pencemaran minyak di perairan laut, minyak akan menyebar dan menyebabkan terjadinya lapisan minyak yang bergerak di atas permukaan air (slick). Penyebaran minyak disebabkan oleh adanya arus dan gelombang. Proses dinamika pesisir menyebabkan terjadinya fenomena transformasi gelombang yang dapat menimbulkan arus menyusur pantai dan interaksinya dengan pantai. Upaya pengendalian pencemaran minyak di laut harus dilakukan secara holistik melalui tiga aspek sebagai landasan yaitu aspek legalitas, aspek perlengkapan dan aspek koordinasi Aspek Regulasi Aspek regulasi yang digunakan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Instrumen peraturan perundang-undangan ini merupakan intrumen yang dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan usaha dan/ atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan terjadi pencemaran minyak di perairan Selat Rupat. Pemerintah melalui instansi teknisnya berperan dalam pembinaan, pengawasan dan pengendalian terjadinya pencemaran minyak yang ditimbulkan oleh berbagai aktivitas industri migas dan aktivitas transportasi kapal dan pelabuhan yang berada di sekitar Selat Rupat. Peraturan Perundang-undangan yang berperan dalam pengendalian pencemaran minyak di perairan meliputi: a. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-

23 32 undang Nomor 32 Tahun 2009 memuat tentang pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup (meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan), pemeliharaan (meliputi konservasi, pencadangan dan pelestarian sumberdaya alam), pengawasan dan sanksi (administrasi, pidana dan denda) yang tegas bagi pihak yang melanggar (110 halaman). b. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang merupakan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, memuat tentang transportasi air, pelabuhan, keselamatan dan keamanan pelayaran, serta perlindungan lingkungan laut (206 halaman). c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, yang memuat perlindungan laut, pencegahan pencemaran dan kerusakan laut, penanggulangan pencemaran dan perusakan laut, pemulihannya (9 halaman). d. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim, yang memuat pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari pengoperasian kapal, perlindungan laut, pencegahan pencemaran dari kegiatan di pelabuhan, tanggung jawab pemilik atau operator kapal dan pemberian sanksi administratif bagi yang melanggar. e. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan yang memuat tentang jenis-jenis angkutan air, pengusahaan angkutan di perairan, tanggungjawab dan sistem informasi (49 halaman). f. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/ atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi (13 Halaman). g. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 04 Tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal. Peraturan ini memuat tentang pencegahan pencemaran oleh minyak dari kapal, peralatan penanggulangan awal pencemaran minyak oleh kapal, tanggung jawab pemilik atau operator kapal,dan pencucian tangki kapal dan dumping. h. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut yang merupakan penyempurnaan dari Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Lingkungan,

24 33 khususnya Bab IV pasal 11. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 ini memuat tentang baku mutu air laut untuk pelabuhan (lampiran I), baku mutu air laut untuk wisata bahari (lampiran II) dan baku mutu air laut untuk biota laut - lampiran III (11 halaman). Keberadaan instrumen regulasi ini merupakan kontrol bagi stakeholders untuk mencegah terjadinya pencemaran minyak di perairan. Pada lingkup internasional tahun 1954 Badan Maritim Internasional (IMO, international maritime organization) menghasilkan konvensi internasional mengenai pencegahan pencemaran di laut oleh minyak (international convention for the prevention of pollution of the sea by oil ). Konvensi ini lalu diperbaharui pada tahun 1973 yang merupakan upaya awal dalam mengatasi dampak pencemaran di laut. Indonesia yang masuk dalam keanggotaan organisasi ini wajib melaksanakan aturan-aturan yang ditetapkan oleh IMO. Pencegah dan penanggulangan pencemaran minyak di laut bertujuan untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut. Tugas ini harus diimbangi dengan dua faktor yaitu adanya fasilitas yang memungkinkan untuk bergerak dinamis, dan ketersediaan sumber daya manusia yang memadai Aspek Teknologi Pada umumnya upaya penaganan pencemaran minyak dilaut dilakukan berdasarkan urutan prioritas yang dihubungkan dengan pengaruhnya terhadap manusia secara langsung. Ada tiga teknik yang direkomendasikan untuk penanggulangan pencemaran minyak di perairan, meliputi: 1. Secara mekanik Pada umumnya pengendalian pencemaran minyak di perairan laut secara mekanik dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan boom dan skimmer. Booms digunakan untuk melokalisasi dan mengendalikan pergerakan minyak dan skimmer digunakan untuk mengambil minyak. Boom berfungsi sebagai perangkap melingkar polutan minyak diperairan agar tetap pada lokasi tertentu sehingga minyak di perairan tidak menyebar. Prinsip kerja boom adalah menahan gerakan minyak dari aliran arus sehingga minyak tetap terkumpul didalam boom untuk kemudian dapat dipindahkan dari air laut dengan sistim penyedotan (Gambar 3).

25 34 Gambar 3 Pengendalian pencemaran minyak di perairan menggunakan oil boom (WWF, 2007) Penyebaran minyak membentuk suatu lapisan yang tipis disebabkan karena adanya gerakan angin, gelombang, arus atau pasang-surut menyebabkan penanganan pencemaran minyak menjadi lebih sulit. Oleh sebab itu langkah utama yang perlu dilakukan adalah melokalisir pencemaran minyak pada suatu area sehingga masih mempunyai ketebalan yang besar. Upaya untuk melokalisir pencemaran minyak ini akan efektif dilakukan dengan menggunakan boom untuk menghalangi penyebaran minyak yang lebih luas. Penggunaan boom ini akan efektif pada kondisi perairan yang tenang. Apabila kecepatan arus lebih dari 0,75 knot maka lapisan minyak akan pecah menjadi butiran-butiran (droplet). Kelemahan lain dari penggunaan boom ini adalah sulitnya menjaga agar boom ini tetap tegak karena ada dorongan dari arus dan gelombang sehingga miring dan menyebabkan minyak menyebar ke luar. Oil skimmer merupakan alat mekanis yang berfungsi mengambil minyak dari permukaan air berdasarkan berat jenis, tegangan permukaan dan medium bergeraknya. Prinsip kerja oil skimmer adalah mampu menyedot minyak dari air dengan menyerap minyak dengan material yang berpori atau mengikat minyak pada suatu material, kemudian memisahkannya dari air. Di dalam skimmer minyak akan dipisahkan dari air atas perbedaan berat jenisnya. Skimmer hanya dapat mengikat minyak dalam keadaan cair yang berada dipermukaan saja dan yang berbentuk droplet akan dilewatkan. Pada umumnya minyak Indonesia

26 35 bersifat parafinis sehingga skimmer sulit untuk dioperasikan untuk upaya pembersihan perairan. Oil skimmer akan bekerja efektif apabila kondisi air lautnya tenang. 2. Secara kimia Dispersant merupakan bahan kimia yang mempunyai agent permukaan yang aktif yang dikenal dengan nama surfactant. Menurut IPIECA (2001), molekul surfactant mengandung dua bahagian, yaitu headgroup yang bersifat polar (hydrophilic) dan tailgroup yang bersifat non polar (oleophilic). Dispersant dapat menyebabkan minyak pecah menjadi butiran-bituran kecil (droplet) yang terdiri atas molekul hydrophilic dan oleophilic yang mampu terdispersi ke badan air (Gambar 4). Hasil dispersi ini adalah semakin besarnya droplet minyak yang masuk ke dalam badan air sehingga mempercepat terlepasnya hidrokarbon yang mudah menguap ke atmosfir. Masuknya droplet ke badan air menyebabkan minyak lebih mudah terbiodegredasi karena luas permukaannya menjadi lebih kecil. Hal ini mencegah minyak untuk tidak terbawa oleh angin hingga ke pantai sehingga dapat mengurangi daya toksisitasnya dan mencegah kematian burung dan pengaruh yang merugikan kepada manusia. Gambar 4 Aktivitas surfactant dan dispersi minyak menjadi droplet (IPIECA 2001)

27 36 Penggunaan dispersant tidak akan efektif pada air yang tenang karena membutuhkan gerakan gelombang agar dispersant tercampur dengan tumpahan minyak. Mulanya, dispersant yang dipakai merupakan zat pengemulsi dari campuran hidrokarbon diantaranya hidrokarbon aromatik, fenol, dan senyawa lain dengan konsentrasi tinggi yang bersifat racun terhadap kehidupan laut. Tetapi saat ini telah diproduksi dispersant yang tidak menggunakan senyawa hidrokarbon. Pertimbangan ekonomi dan ekologi berperan penting sebagai skenario penggunaan dispersant. Prioritas penyemprotan dispersant pada area pantai wisata atau dermaga dapat menjadi pertimbangan secara ekonomi. Wilayah rawa bakau secara ekonomis memerlukan perlindungan prioritas namun pertimbangan ekologi penggunaan dispersant dapat menyebabkan kerusakan ekosistem (IPIECA 2001). Dispersant dapat disemprotkan pada polutan minyak dengan menggunakan helikopter ataupun boat (Gambar 5). Gambar 5 Pengendalian pencemaran minyak di perairan menggunakan dispersant (WWF, 2007) Berkaitan dengan perlengkapan kapal, Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 dan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 juga menjelaskan tentang perlengkapan kapal baik dalam operasi maupun penanggulangan pencemaran minyak. Para produsen minyak dan gas sudah memiliki protap (prosedur tetap) dan fasilitas penanggulangan pencemaran minyak yang cukup memadai untuk digunakan dalam penanggulangan pencemaran minyak yang terjadi dalam lingkup

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT 77 VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT Abstrak Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka yang terletak di antara pesisir Kota Dumai dangan Pulau Rupat. Berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut merupakan ekosistem yang kaya akan sumber daya alam termasuk keanekaragaman sumberdaya hayati yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai gabungan antara senyawa hidrokarbon (unsur karbon dan hidrogen) dan nonhidrokarbon (unsur oksigen,

Lebih terperinci

VII. PRIORITAS TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT. Kata Kunci: pencemaran minyak, teknologi pengendalian, dispersant

VII. PRIORITAS TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT. Kata Kunci: pencemaran minyak, teknologi pengendalian, dispersant 91 VII. PRIORITAS TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT Abstrak Pelestarian wilayah laut merupakan upaya yang harus dilakukan, karena menyangkut kelestarian sumberdaya alam bagi generasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

10.1 Sumber pencemaran minyak di Selat Rupat

10.1 Sumber pencemaran minyak di Selat Rupat 142 X. PEMBAHASAN UMUM Selat Rupat merupakan selat kecil di Selat Malaka yang terletak antara pesisir pantai Pulau Rupat dengan Kota Dumai. Selat ini berperan penting dari sisi ekologi dan ekonomi bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak dan gas bumi (migas) sampai saat ini masih merupakan sumber energi yang menjadi pilihan utama untuk digunakan pada industri, transportasi, dan rumah tangga.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan yang cukup serius selama 30 tahun terakhir ini.

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan yang cukup serius selama 30 tahun terakhir ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Polusi yang disebabkan karena minyak merupakan salah satu isu pencemaran lingkungan yang cukup serius selama 30 tahun terakhir ini. Pencemaran oleh minyak terjadi

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat. kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat. kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan mengganggu kehidupan organisme di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mangrove Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama mangrove diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan antara habitat-habitat yang bertentangan. Untuk menghadapi lingkungan yang unik ini maka makhluk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB III. PENCEMARAN AIR A. PENDAHULUAN

BAB III. PENCEMARAN AIR A. PENDAHULUAN BAB III. PENCEMARAN AIR A. PENDAHULUAN Topik kuliah pencemaran air ini membahas tentang pencemaran air itu sendiri, penanganan air limbah dan konseryasi sumberdaya alam laut. Poko bahasan kuliah ini secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang khas dimana dibentuk dari komunitas pasang surut yang terlindung dan berada di kawasan tropis sampai sub tropis.

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

APAKAH LUMPUR DI SIDOARJO MENGANDUNG SENYAWA HIDROKARBON?

APAKAH LUMPUR DI SIDOARJO MENGANDUNG SENYAWA HIDROKARBON? APAKAH LUMPUR DI SIDOARJO MENGANDUNG SENYAWA HIDROKARBON? Oleh: Didi S. Agustawijaya dan Feny Andriani Bapel BPLS I. Umum Hidrokarbon adalah sebuah senyawa yang terdiri dari unsur karbon (C) dan hidrogen

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang hidup pada peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh pergerakan ombak yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Minyak Bumi Minyak bumi mengandung 50-98% komponen hidrokarbon dan non hidrokarbon. Kandungannya bervariasi tergantung pada sumber minyak. Minyak bumi mengandung senyawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 45 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah perairan laut Selat Rupat yang merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove Mangrove atau biasa disebut mangal atau bakau merupakan vegetasi khas daerah tropis, tanamannya mampu beradaptasi dengan air yang bersalinitas cukup tinggi, menurut Nybakken

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi Istilah minyak bumi diterjemahkan dari bahasa latin (petroleum), artinya petrol (batuan) dan oleum (minyak). Nama petroleum diberikan kepada fosil hewan dan tumbuhan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

HIDROSFER & PENCEMARAN AIR

HIDROSFER & PENCEMARAN AIR HIDROSFER & PENCEMARAN AIR Kita tidak mungkin hidup tanpa air; air mutlak diperlukan dalam setiap aspek kehidupan (Kofi Annan, Sekjen PBB). Peran air di alam dan dalam kegiatan manusia sangat kompleks

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan sehari-hari manusia atau aktifitasnya akan selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai buangan atau limbah. Diantara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut

Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut Pencemaran Laut Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan I. PENDAHULUAN Mangrove adalah tumbuhan yang khas berada di air payau pada tanah lumpur di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan

Lebih terperinci

Bencana Baru di Kali Porong

Bencana Baru di Kali Porong Bencana Baru di Kali Porong Pembuangan air dan Lumpur ke Kali Porong menebarkan bencana baru, air dengan salinitas 38/mil - 40/mil akan mengancam kualitas perikanan di Pesisir Porong. Lapindo Brantas Inc

Lebih terperinci

DAMPAK PENCEMARAN AIR LAUT AKIBAT TUMPAHAN MINYAK Sinta Juwita Ika Minasari ABSTRACT

DAMPAK PENCEMARAN AIR LAUT AKIBAT TUMPAHAN MINYAK Sinta Juwita Ika Minasari ABSTRACT DAMPAK PENCEMARAN AIR LAUT AKIBAT TUMPAHAN MINYAK Sinta Juwita Ika Minasari ABSTRACT Pollution of Sea water caused by oil spills are often occur. Many things that cause such as offshore oil rig explosion,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK. Kata kunci: Selat Rupat, pencemaran minyak, pengendalian pencemaran.

VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK. Kata kunci: Selat Rupat, pencemaran minyak, pengendalian pencemaran. 104 VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK Abstrak Industri pengolahan minyak, transportasi kapal di pelabuhan serta input minyak dari muara sungai menyebabkan perairan Selat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buangan sebagai limbah yang dapat mencemari lingkungan (Fahruddin, 2010). Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. buangan sebagai limbah yang dapat mencemari lingkungan (Fahruddin, 2010). Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak bumi merupakan energi utama yang sulit tergantikan sampai saat ini. Dalam produksi minyak bumi dan penggunaannya, dapat menghasilkan buangan sebagai limbah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci