SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR"

Transkripsi

1 ANALISIS PERAN GENDER DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN LAUT (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHANBATU PROPINSI SUMATERA UTARA) MAILINA HARAHAP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Peran Gender dalam Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Laut (Studi Kasus di Kecamatan Panai Hilir Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Bogor, Mei 2006 Mailina Harahap Nrp. A

3 ABSTRAK MAILINA HARAHAP. Analisis Peran Gender dalam Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan dan Laut. Studi Kasus di Kecamatan Panai Hilir Kabupaten Labuhanbatu Provinsi Sumatera Utara (Dedi Budiman Hakim sebagai Ketua dan Akhmad Fauzi sebagai Anggota Komisi Pembimbing) Sumber daya perikanan dan laut wilayah perairan laut Kecamatan Panai Hilir telah mengalami overfishing. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak dari overfishing terhadap peran gender dalam pemanfaatan sumber daya perikanan dan laut di kecamatan Panai Hilir, kabupaten Labuhanbatu, provinsi Sumatera Utara. Dari analisis Data Envelopment Analysis (DEA) ditemukan bahwa sebagian besar rumahtangga nelayan (88%) memiliki kapasitas perikanan tangkap lebih (overcapacity) dan tidak efisien. Karenanya, peran gender dalam memanfaatkan sumber daya perikanan dan laut menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, perlu dik embangkan usaha budidaya perikanan sebagai upaya untuk membuka peluang kerja bagi kaum perempuan dan sekaligus mengurangi tekanan terhadap sumber daya perikanan dan laut yang telah mengalami overfishing agar kelestarian sumber daya perikanan dan laut dapat lebih terjamin dan berkelanjutan. Kata kunci; kapasitas tangkap, analisis Gender, Data Envelopment Analysis (DEA), efisiensi.

4 ANALISIS PERAN GENDER DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN LAUT (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHANBATU PROPINSI SUMATERA UTARA) MAILINA HARAHAP Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pad a Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

5 Judul Tesis Nama Nomor Pokok Program Studi : Analisis Peran Gender dalam Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan dan Laut (Studi Kasus di Kecamatan Panai Hilir Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara) : Mailina Harahap : A : Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 24 Mei 2006 Tanggal Lulus :..

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kotapinang Kabupaten Labuhanbatu Sumatera Utara pada tanggal 16 Mei Merupakan anak ke dua dari enam bersaudara oleh pasangan suami istri Ahmad Manginar Harahap dan Fariha. Pendidikan sekolah dasar ditempuh di SD Negeri V Kotapinang dan tamat tahun 1992, Pendidikan sekolah menengah pertama di tempuh di SMP Negeri I Kotapinang dan tamat tahun 1995 selanjutnya pendidikan sekolah menengah atas di tempuh di SMA Negeri Kotapinang dan tamat tahun Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu dan tamat tahun Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan pada program magister Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Institut Pertanian Bogor. Penulis semasa menempuh pendidikan di program magister Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Institut Pertanian Bogor, juga menjadi asisten dosen Fakultas Ekonomi Universitas Ibnu Khaldun Bogor dan dosen pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pandu Madania Bogor disamping tercatat sebagai dosen tetap Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

7 PRAKATA Subhanallah Walhamdulillah Walaailaahaillallah Wallahu Akbar, Atas Kekuatan serta Rahmad dan Hidayah Allah SWT. akhirnya penulis dapat menyelesaikan pendidikan magister di Institut Pertanian Bogor beserta penelitian yang menghasilkan sebuah tesis yang berjudul Analisis Peran Gender dalam Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Laut (Studi Kasus di Kecamatan Panai Hilir Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara) Karya ini merupakan hasil bantuan dan doa dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih dan penghargaa penulis kepada ke dua dosen yang telah menyempatkan waktu di sela-sela kesibukan mereka, dedikasi, motivasi dan kesabaran yaitu; Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Akhmad Fauzi selaku anggota komisi pembimbing. Bapak Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D selaku ketua program studi PWD, seluruh dosen PWD. Ibu Dr. Titi Sumarti yang telah bersedia menjadi penguji dan motivasi yang diberikan. Teman-teman PWD 2003 atas rutinitas diskusi sehingga kebersamaan kita semakin berkesan dengan keseriusan dan tawa canda. PWD 2004 dan 2005, senior bapak dan ibu S3, atas kebersamaannya dan adik -adik di Marhamah dan HIMALAB semoga tetap istiq omah dan tetap semangat. Keluarga seperantauan di Jl. H. Abas dan Bu Erni atas transfer ilmunya Keluarga besar Kecamatan Panai Hilir yang telah menerima penulis untuk melakukan penelitian dan bantuan yang diberikan baik moral maupun spritual. Spesial buat orang-orang tercinta dan penyemangat penulis, bapak dan mamak, Bg Lindung engkau sebaik-baik abang buatku, adik-adikku (Srie, Iis, Onang, Imam dan Efri) terimakasih doa-doanya dan semoga ALLAH SWT. meridhoi segala belas kasih yang diberikan. Semua keluarga besar di Kotapinang, Slawi, Jakarta, Dumai, Bengkulu dan para pembaca, terimakasih semoga karya ini bermanfaat. Dramaga Bogor, Mei 2006 Mailian Harahap

8 Hak cipta milik Ma ilina Harahap, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.. xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN. xiii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Penelitian 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan Wilayah Strategi dan Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir dan 11 Lautan Sumber Daya Perikanan Laut Konsep Sumber Daya Manusia dan Gender Curahan Kerja Perempuan dan Laki-laki Peran Laki-laki dan Perempuan Dalam Pengelolaan Kawasan 21 Pantai Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya Gender dalam Pembangunan Tinjauan Penelitian Terdahulu 25 III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional.. 34 IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penarikan Sampel Jenis dan Sumber Data Metode (skala) Pengukuran Metode Analisis.. 39 V. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak Geografis Keadaan Sosial Ekonomi Keadaan Sarana dan Prasarana Kecamatan Panai Hilir.. 51

10 VI. SUMBERDAYA PERIKANAN DAN LAUT 6.1. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Laut Karakteristik Rumahtangga Nelayan Sampel. 60 II EFISIENSI KERAGAAN AKTIVITAS PERIKANAN LAUT 7.1 Analisis Efisiensi Keragaan Kapasitas Tangkap Nelayan Panai Hilir VIII PERAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA NELAYAN DAN KAPASITAS PERIKANAN TANGKAP 8.1. Pola Pekerjaan Anggota Rumahtangga Pembagian Kerja dan Curahan Waktu dalam Kegiatan 76 Reproduktif Pembagian Kerja dan Curahan Wak tu dalam Aktivitas 80 Produktif Aktivitas Kebutuhan Dasar Curahan Waktu dalam Aktivitas Sosial Akses Terhadap Berbagai Sumberdaya Kontrol Terhadap Akvivitas Perikanan Tangkap Hubungan Sumberdaya Perempuan dengan Kontrol Overcapacity Wilayah Tangkap Panai Hilir dan Peran Gender XI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA.. LAMPIRAN. x

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Penelitian gender terdahulu Jumlah responden pada masing-masing desa Skor Nilai Jawaban Responden Luas dan jumlah penduduk menurut desa Jumlah penduduk pada tiap desa berdasarkan jenis kelamin Jumlah penduduk menurut tingkat umur dan pendidikan Sarana prasarana Kecamatan Panai Hilir Jenis dan jumlah alat tangkap nelayan Kecamatan Panai Hilir Jumlah perahu dan kekuatan mesin Siklus pasang surut air laut Status usaha perikanan nelayan Kepemilikan armada tangkap Tingkat pendidikan pasangan suami istri Sebaran tingkat pendidikan anggota rumah tangga nelayan yang 62 berumur di atas 17 tahun 15. Kategori tingkat jumlah anggota rumahtangga nelayan Jumlah anggota rumahtangga Kategori tingkat pengalaman melaut nelayan Kategori tingkat umur pasangan suami istri rumahtangga nelayan Rata-rata pendapatan rumahtangga nelayan Keragaan kapasitas tangkap perikanan nelayan yang efisien Aktivitas reproduktif dan rata-rata curahan waktu (jam) sehari yang 77 lalu dalam rumahtangga nelayan 22. Aktiv itas produktif dan Rata-rata Curahan Waktu (jam) sehari yang 81 lalu dalam rumahtangga nelayan 23. Aktivitas Kebutuhan Dasar dan Rata-rata Curahan Waktu Akses sumberdaya yang dimiliki laki-laki dan perempuan Kontrol Rumahtangga Nelayan Tidak Pengolah Kontrol Rumahtangga nelayan pengolah Korelasi Akses dan Kontrol Pada Tiap Strata Uji Korelasi Pendidikan dan Kontrol Pada Tiap Strata Uji Korelasi Status kerja perempuan dan Kontrol Pada Tiap Strata 102 xi

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Pengaruh tangkap terhadap terhadap stok (biomas) Kerangka Pemikiran Operasional Rantai pemasaran ikan dalam sistem tangkahan Potential Improvement dari trip melaut dalam sebulan Potential Improvement dari tenaga kerja melaut dalam sebulan Potential Improvement dari bahan bakar minyak yang 70 digunakan per trip melaut dalam sebulan. 7. Potential Improvement dari kekuatan mesin perahu yang 71 digunakan.. 8. Tingkat skor yang dimiliki setiap unit sampel. 72 xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. Karakteristik R umahtangga Nelayan Data Input dan Output Rumahtangga Nelayan Tidak Pengolah Hasil Analisis Dea Akses Rumahtangga Nelayan Hasil olahan data Rank Spearman Peta Lokasi Penelitian 122 xiii

14 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rezim pemerintahan Orde Baru yang sentralistik meninggalkan pertumbuhan ekonomi yang tidak mengarah pada pembangunan berkelanjutan. Secara umum sistem pemerintahan sentralistik cenderung menimbulkan; 1) politik yang tidak demokratis, 2) korupsi, 3) rent seeking activities dan 4) moral hazard (Solihin, et. al. 2005). Demikian pula yang terjadi pada sektor kelautan dan perikanan di mana aktivitas pencari keuntungan (rent seeking activities) yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok berdampak pada kerusakan sumber daya perikanan dan laut yang pada gilirannya menempatkan masyarakat bawah (grass root) pada kondisi ekonomi yang semakin sulit. Reformasi yang terjadi tahun 1998 memberi warna baru pada pemerintahan Indonesia yang disusul kemudian dengan adanya UU NO. 22/1999 tentang kewenangan daerah untuk mengurus rumahtangganya sendiri. Pemerintah daerah harus inovasi dan kreatif dalam mengelola potensi-potensi sumber daya yang tersedia dan diupayakan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara adil dan berkelanjutan. Khusus untuk sektor perikanan laut, otonomi daerah merupakan peluang terciptanya redefinisi dan reorientasi pembangunan dari sistem pemerintahan Orde Baru yang sentralistik. Untuk itu hak atas sumber daya kelautan dan perikanan seharusnya dikembalikan pada masyarakat sebagai pemanfaat sumber daya perikanan dan laut yang tersedia. Dalam hal ini diperlukan kebijakan pemerintah daerah yang berorientasi pada pemanfaatan sumber daya perikanan dan laut yang berkelanjutan. Pemanfaatan sumber daya perikanan laut yang berkelanjutan mengandung makna bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan untuk kebutuhan saat sekarang tidak merusak pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang. Tetapi sangat menyayangkan pemanfaatan sumber daya perikanan yang berkelanjutan tersebut sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan sifat laut yang open acces sehingga setiap individu memiliki hak untuk mengesktraksi sumber daya perikanan dan laut tanpa melakukan kompensasi terhadap pelestarian produksi sumber daya

15 2 perikanan laut yang lestari. Aktivitas mengekstraksi jumlah ikan yang ditangkap melebihi jumlah ikan yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan yang ada (overfishing) pada gilirannya menjadikan laut mengalami degradasi dan deplesi. Secara umum hasil assesment Asian Development Bank tahun 2004 menunjukkan indikasi bahwa perairan Indonesia telah mendekati overfishing dan bahkan di beberapa wilayah seperti pantai Utara Jawa dan Sumatera sudah mengalami overfishing (Fauzi, 2005). Overfishing yang terjadi di wilayah perairan Selat Malaka merupakan dampak dari penggunaan alat tangkap trawl yang mampu menangkap semua jenis sasaran tangkap, terutama di perairan dasar laut (Solihin, et. al. 2005). Salah satu wilayah pesisir di Sumatera Utara yang berbatasan dengan perairan Selat Malaka adalah Kecamatan Panai Hilir Kabupaten Labuhanbatu. Sifat laut yang open acces mendorong setiap orang yang berdomisili di wilayah pesisir Kecamatan Panai Hilir dan juga nelayan asing untuk mengekstraksi laut sebesar-sebarnya dengan berbagai teknologi alat perikanan tangkap baik legal maupun illegal. Disatu sisi, biaya monitoring sumberdaya perikanan dan laut relatif tinggi sehingga eksternalitas yang terjadi sulit untuk dikendalikan. Penggunaan teknologi yang tidak tepat guna baik oleh nelayan lokal maupun nelayan asing menyebabkan stok ikan berkurang dan pada akhirnya hasil tangkapan pada setiap trip melaut mengalami penurunan. Seiring dengan berkurangnya stok ikan, persaingan antar nelayan dalam mengekstraksi laut pun semakin tinggi pada akhirnya menimbulkan konflik yang memperparah kehidupan nelayan khususnya nelayan miskin. Overfishing yang terjadi pada wilayah perairan tangkap nelayan Panai Hilir semakin memacu nelayan untuk lebih meningkatkan kapasitas tangkap mereka sebagai usaha untuk mendapatk an hasil tangkapan yang banyak. Disamping itu overfishing yang terjadi berdampak pada pola pemanfaatan hasil tangkapan rumahtangga nelayan pengolah sehingga hasil tangkapan dipasarkan dalam bentuk segar. Perubahan usaha perikanan tangkap rumahtangga nelayan pengolah tersebut tidak lepas dari aspek ketersediaan sumber daya perikanan laut yang semakin berkurang sehingga bahan baku yang diperoleh sedikit.

16 3 Berkurangnya rumahtangga nelayan yang melakukan pengolahan sumber daya perik anan laut, menunjukkan pemanfaatan sumber daya perikanan laut tersebut apab ila dilihat dari dimensi gender kurang optimal. Hal ini dikarenakan apabila aktivitas pengolahan ikan dalam rumahtangga nelayan Panai Hilir tidak ada, maka hanya terdapat peran laki-laki dengan aktivitas penangkapan ikan di laut sementara peran perempuan tidak ada. Sebagaimana wilayah pesisir umumnya tidak terlepas dari aspek budaya masyarakat yang menempatkan lakipada ranah laut dan perempuan pada ranah darat dengan aktivitas pengo lahan ikan. Kurang optimalnya peran jender dalam memanfaatkan sumber daya perikanan laut akan berdampak pada perekonomian rumahtangga nelayan yang akan semakin sulit untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Disamping itu dengan tidak adanya aktivitas pengolahan ikan dalam rumahtangga nelayan, maka waktu luang mereka akan menjadi tinggi sementara peluang untuk mendapatkan tingkat pendapatan rumahtangga dari pemanfaatan sumber daya perikanan dan laut Panai Hilir akan rendah. Hasil penelitian terhadap rumahtangga nelayan menunjukkan terdapat 71,42% istri nelayan bekerja di sektor perikanan dengan mengolah ikan hasil tangkapan dan kegiatan ini memberikan kontribusi besar dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga (Miftachhuddin, 2003). Demikian pula penelitian terhadap wanita nelayan di kotamadya Medan menunjukkan hasil bahwa dengan semakin banyaknya waktu luang yang dipergunakan untuk mencari nafkah tambahan, memberikan andil yang sangat besar dan nyata terhadap peningkatan pendapatan dan kondisi rumahtangga tempat tinggal (Rinaldi, 1999) Overfishing yang terjadi di wilayah perairan tangkap Kecamatan Panai Hilir juga menunjukkan pemanfaatan sumber daya perikanan dan laut yang tidak efisien. Hal ini terkait dengan pengalokasian modal dengan penggunaan kapasitas tangkap yang berlebihan (overcapacity) di samping peran jender kurang optimal juga akan menimbulkan kerusakan yang lebih parah terhadap sumber daya perikanan dan laut. Untuk itu sangat diperlukan adanya pemanfaatan sumber daya manusia dengan melihat dimensi gender yang terdapat pada wilayah Kecamatan Panai Hilir tersebut. Sebagaimana Anwar (1997) menitik beratkan bahwa upaya

17 4 perbaikan sumber daya dan peningkatan ekonomi sangat ditentukan oleh peran gender. Produksi perikanan laut yang berkelanjutan hanya dapat diperoleh dari pemanfaatan laut secara efisien. Efisien dalam hal ini sangat terkait dengan faktorfaktor input. Sehingga perlu diketahui seberapa besar kapasitas perikanan yang dialokasikan oleh nelayan untuk suatu wilayah tertentu. Sebagaimana Fauzi dan Anna (2005) menyatakan, bahwa perlu dilakukan perhitungan kapasitas perikanan untuk mengetahui apakah perikanan tersebut sudah efisien dalam kaitannya dengan economic overfishing. Disamping itu rumahtangga nelayan sebagai unit pengelola sumber daya perikanan laut memiliki peran dalam kaitannya dengan economic overfishing. Dapat dikatakan bahwa degradasi produksi lestari dari perikanan dan laut Kecamatan Panai Hilir sangat terkait dengan aktivitas rumahtangga nelayan dan nelayan asing dalam memanfaatkan sumber daya perikanan dan laut Kecamatan Panai Hilir. Rumahtangga nelayan merupakan sumberdaya manusia yang merupakan potensi dalam pembangunan kawasan pesisir dan laut. Sebagaimana Dahuri (2003) menyatakan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia di bidang kelautan sangat penting agar potensi sumberdaya kelautan mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi perekonomian nasional di masa mendatang. Disamping itu agar potensi sumber daya laut memberi manfaat berkelanjutan terhadap pembangunan wilayah maka perlu memperhatikan daya dukung maksimum lingkungan (carrying capacity) terkait dengan sumber daya di sekitar wilayah pesisir. Pemanfaatan sumber daya perikanan yang telah melebihi daya dukung maksimum lingkungan di tunjang oleh pengunaan kapasitas perikanan tangkap yang berlebihan (overcapacity) sangat sulit untuk ditemukan solusinya. Berbagai penelitian mencoba untuk melihat faktor yang menimbulkan overcapacity tersebut diantaranya Fauzi (2005), Fatchudin (2006), Maman Hermawan (2006) tetapi sejauh ini dalam mengkaji overcapacity tersebut belum melihat dimensi peran gender dalam memanfaatkan sumber daya perikanan dan laut. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka diperlukan pengkajian terhadap kapasitas perikanan tangkap terkait dengan dimensi peran gender yang terdapat pada rumahtangga nelayan dan dalam memanfaatkan sumber daya perikanan dan laut Kecamatan Panai Hilir.

18 Rumusan Masalah Kabupaten Labuhan Batu terbagi atas dua tipe wilayah yaitu wilayah pantai dan wilayah pedalaman. Salah satu wilayah pantainya adalah Kecamatan Panai Hilir yag berbatasan dengan perairan laut Selat Malaka. Kecamatan Panai Hilir memiliki perbedaan dengan kecamatan-kecamatan yang terdapat pada wilayah pedalaman baik dari aspek sosial budaya maupun perekonomian. Kecamatan Panai Hilir dapat digolongkan pada wilayah yang memiliki perkembangan lambat bila dibandingkan dengan wilayah pedalaman. Sumber daya perikanan dan laut merupakan salah satu sumber daya yang memberi kontribusi besar terhadap pendapatan masyarakat dengan aktivitas tangkap dan perdagangan hasil produksi perikanan lautnya. Tetapi sejauh ini pengelolaan dan pemanfaatan optimal belum dilakukan pada wilayah perairan tangkap Kecamatan Panai Hilir. Pemanfaatan sumber daya perikanan dan laut Kecamatan Panai Hilir hanya memberi manfaat besar bagi pemilik modal dan nelayan besar yang menguasai teknologi penangkapan perikanan laut. Sehingga tidak jarang aktivitas tersebut menimbulkan eksternalitas dan mengarah pada overfishing. Kondisi wilayah perairan Kecamatan Panai Hilir yang mengalami overfishing secara langsung berdampak pada terhambatnya pembangunan wilayah Kecamatan Panai Hilir yang tidak tertuju pada tujuan pembangunan yaitu; 1) pertumbuhan (growth), 2) pemerataan (equity) dan 3) keberlanjutan (sustainability). Overfishing yang terjadi bermula sejak tahun 1980 penggunaan alat tangkap trawl dan purse saine telah beroperasi di perairan Selat Malaka yang berdampak terjadinya deplesi sumber daya perikanan. Permasalahan deplesi berimplikasi pada kemiskinan yang berkepanjangan pada rumahtangga nelayan kecil dan buruh. Sebagaimana yang dikemukakan Fauzi (2006), efek domino dari modernisasi perikanan adalah; 1) berdampak pada permasalahan kemiskinan yang persisten dimana pendapatan riil nelayan khususnya nelayan kecil Indonesia mas ih di bawah US $ 50 per kapita per bulan, dan 2) Terjadinya over capacity pada wilayah tangkap Selat Malaka. Kemiskinan merupakan faktor penghambat pertumbuhan wilayah. Dimana kemiskinan rumahtangga nelayan Kecamatan Panai Hilir merupakan kemiskinan

19 6 yang berada dalam suatu lingkaran kemiskinan yang sulit untuk diputus karena faktor-faktor yang ada di dalamnya saling terkait satu sama lain. Seperti tingkat pendapatan yang rendah tentunya berimplikasi pada pendidikan, kesehatan, dan produktivitas yang rendah pula dan berujug pada tingkat pendapatan yang rendah. Overfishing menjadikan semakin berkurangnya jumlah hasil tangkapan yang diperoleh rumahtangga nelayan Panai Hilir bahkan tidak jarang nelayan pulang melaut tanpa membawa hasil. Fenomena tersebut berdampak pada semakin berkurangnya aktivitas pengolahan pada rumahtangga nelayan Kecamatan Panai Hilir. Seyogyanya pemanfaatan sumber daya perikanan akan memberi manfaat positif terhadap pertumbuhan wilayah. Sebagaimana diketahui bahwa pertumbuhan wilayah sangat ditentukan oleh perpaduan kemampuan sumber daya manusia dan pemanfaatan sumber daya alam dengan ketersediaan sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan produktivitas. Pengurangan aktivitas pengolahan pada rumahtangga nelayan Kecamatan Panai Hilir telah menghambat produktivitas dari sumber daya manusia yang ada dalam dimensi jender. Dengan tidak adanya aktivitas pengolahan dalam rumahtangga nelayan Kecamatan Panai Hilir akan terdapat ketimpangan gender dalam memanfaatkan sumber daya perikanan laut yang pada gilirannya menjadikan ekonomi rumahtangga nelayan lemah. Hal ini dikarenakan sumber mata pencaharian rumahtangga terpusat pada aktivitas tangkap yang hanya dilakukan laki-laki dan dijual dalam bentuk segar sehingga tidak memiliki nilai tambah. Dengan demikian overfishing yang terjadi pada wilayah perairan tangkap Kecamatan Panai Hilir juga dapat dikatakan telah memperkecil peluang perempuan untuk berkontribusi menghasilkan pendapatan rumahtangga dengan memanfaatkan potensi sumber daya perikanan laut yang tersedia. Pemanfaatan sumber daya perikanan laut yang hanya dinikmati oleh pemilik modal dan nelayan besar baik nelayan lokal maupun asing merupakan faktor penghambat mewujudkan pemerataan (equity) dan keberlanjutan (sustainability) dalam tujuan pembangunan Kecamatan Panai Hilir. Sebagai akibat pemanfaatan sumber daya perikanan laut yang dikuasai oleh pemilik modal dan nelayan besar menjadikan pemanfaatan terhadap sumber daya yang tidak adil

20 7 pula. Artinya pemanfaatan sumber daya perikanan laut oleh pemilik lodal dan nelayan besar baik lokal maupun asing dengan berbagai tekonologi alat tangkap yang sebagian besar illegal menjadikan stok perikanan terkuras sehingga sumber daya perikanan pada gilirannya bukan saja mangalami degradasi tapi deplesi. Kondisi tersebut menjadikan pemanfaatan sumber daya perikanan laut yang tidak berkelanjutan. Pemanfaatan sumber daya perikanan laut yang menimbulkan wilayah perairan tangkap Kecamatan Panai Hilir overfishing pada gilirannya akan menjadikan aktivitas tangkap nelayan terhadap sumber daya perikanan laut melebihi kapasitas tangkap wilayah Kecamatan Panai Hilir yang tersedia. Kapasitas tangkap lebih (overcapacity) dipacu oleh sifat proses produksi yang interdependet dari setiap individu nelayan, di mana hasil tangkapan dari satu nelayan akan sangat tergantung pada tangkapan nelayan lain. Sifat tersebut menjadikan setiap nelayan akan meningkatkan inputnya sebagai upaya (effort) untuk mendapatakan hasil produksi tangkap yang tinggi atau setidaknya hasil tangkapan tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidup untuk hari tersebut dan untuk biaya melaut besoknya. Dengan demikian alokasi modal yang dimiliki tidak mencukupi untuk melakukan aktivitas pengolahan yang sebenarnya memberikan tambahan nilai terhadap pendapatan rumahtangga nelayan. Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa overfishing berdampak pada tidak optimalnya pemanfaatan sumber daya perikanan laut dalam dimensi gender yang pada gilirannya tujuan pembangunan tidak tercapai. Berdasarkan latar belakang dan uraian sebelumnya maka dapat dirumuskan beberapa rumusan permasalahan yang di peroleh dalam penelitian, yakni: 1. Bagaimana pemanfaatan sumberdaya perikanan dan laut di Kecamatan Panai Hilir 2. Bagaimana efisiensi keragaan kapasitas perikanan tangkap nelayan Panai Hilir. 3. Bagaimana peran gender dalam rumahtangga nelayan Panai Hilir, faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kontrol yang dimiliki perempuan dalam aktivitas memanfaatkan sumber daya perikanan laut

21 dan bagaimana hubungan peran gender dengan kapasitas perikanan tangkap rumahtangga nelayan Panai Hilir Tujuan Penelitian 1. Mengkaji bagaimana pemanfaatan sumberdaya perikanan dan laut di Kecamatan Panai Hilir. 2. Menganalisis efisiensi keragaan kapasitas perikanan tangkap nelayan Panai Hilir. 3. Menganalisis bagaimana peran gender dalam rumahtangga nelayan Panai Hilir, faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kontrol yang dimiliki perempuan dalam aktivitas memanfaatkan sumber daya perikanan laut dan bagaimana hubungan peran gender dengan kapasitas perikanan tangkap rumahtangga nelayan Panai Hilir Batasan Penelitian Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Panai Hilir hanya dilakukan pada nelayan lokal dalam skala usaha rumahtangga nelayan pribumi yang terdapat di desa-desa nelayan Kecamatan Panai Hilir Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengambil kebijakan dalam mengendalikan eksternalitas yang terjadi terhadap aktivitas perikanan tangkap nelayan khususnya di wilayah tangkap Panai Hilir dan pihak yang terlibat dalam pemanfaatan sumber daya perikanan laut Kabupaten Labuhanbatu pada umumnya. Selanjutnya bermanfaat dalam membuat pendekatan-pendekatan baru untuk memberdayakan masyarakat kawasan pesisir dengan pendekatan strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan masyarakat pesisir dan laut (Gender mainstreaming in coastal resource management development).

22 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Wilayah Pembangunan mengandung makna adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Menurut Rustiadi (2003) secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Dengan perkataan lain pembangunan dapat dikonseptualisasiskan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi. Dari definisi tersebut dapat diambil intisari bahwa pembangunan bukanlah hanya sekedar membuat sesuatu berwujud fisik yang belum ada menjadi. Dengan kata lain pembangunan keseluruhan terkait pada lingkungan dan sistem sosial yang terdapat di masyarakat. Dan hakekat pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spiritual. Wilayah adalah suatu area geografis, teritorial atau ruang, bisa suatu negara, negara bagian, daerah, taluk, blok atau desa, akan tetapi wilayah tidak selalu beraplikasi terhadap suatu ruang atau area yang khusus karena dapat juga dilihat sebagai satu kesatuan ekonomi, politik, sosial, administratif, klimatik atau geografis menurut keperluan atau tujuan suatu studi (Shukla, 2000). Budiharsono (2001), mendefinisikan wilayah sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian -bagiannya tergantung secara internal. Selanjutnya wilayah dapat di bagi menjadi 4 jenis yaitu; wilayah homogen, wilayah nodal, wilayah perencanaan dan wilayah admin istratif. 1. Wilayah homogen adalah wilayah yang dipandang dari satu aspek/kriteria mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama misalnya dalam hal ekonomi, geografi, agama, suku dan sebagainya.

23 10 2. Wilayah nodal adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan daerah belakangnya (hinterland) yang dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa ataupun komunikasi dan transportasi. 3. Wilayah adminstratif adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administratif pemerintah atau politik, seperti propinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan dan RT/RW. 4. Wilayah perencanaan menurut Glasson dalam Budiharsono (2001) sebagai wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputus ankeputusan ekonomi. Wilayah pesisir dan lautan dari konsep wilayah bisa termasuk dalam keempat jenis wilayah tersebut. Sebagai wilayah homogen, wilayah pesisir merupakan wilayah sentra produksi ikan, namun bisa juga dikatakan sebagai wilayah dengan tin gkat pendapatan penduduknya tergolong dibawah garis kemiskinan. Sebagai wilayah nodal, wilayah pesisir seringkali sebagai wilayah belakang dengan wilayah perkotaan sebagai intinya. Bahkan seringkali wilayah pesisir dianggap sebagai halaman belakang (back yard ), yang merupakan tempat pembuangan segala macam limbah. Sehubungan dengan fungsinya sebagai wilayah belakang, maka wilayah pesisir merupakan penyedia input (pasar input) bagi inti, dan pasar bagi barang-barang jadi (output) dari inti. Sebagai wilayah administrasi, wilayah pesisir dapat berupa wilayah administrasi yang relatif kecil yaitu kecamatan atau desa, namun juga dapat berupa kabupaten atau kota dalam bentuk pulau kecil. Sedangkan sebagai wilayah perencanaan, batas wilayah pesisir lebih ditentukan oleh kriteria ekologis sehingga melewati batas-batas satuan wilayah adminsitratif. Terganggunya keseimbangan biofisik-ekologis dalam wilayah ini akan berdampak negatif yang tidak hanya dirasakan oleh daerah tersebut tapi juga daerah sekitarnya yang merupakan kesatuan wilayah sistem (kawasan). Oleh karena itu dalam pembangunan dan pengembangan wilayah ini diperlukan suatu perencanaan terpadu yang tidak menutup kemungkinan adalah lintas batas administratif (Budiharsono, 2001).

24 11 Menurut Anwar (2001) bahwa paradigma pembangunan wilayah diarahkan kepada terjadinya pemerataan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (eficiency), dan keberlanjutan (sustainability) dalam pembangunan ekonomi. Oleh karena itu berdasarkan paradigma pembangunan wilayah ini dapat mengacu kepada apa yang disebut dalil kedua fundamental ekonomi kesejahteraan (The Second Fundamental of Welfare Economics). Dalil tersebut menyatakan bahwa sebenarnya pemerintah dapat memilih target pemerataan ekonomi melalui transfer, perpajakan dan subsidi, sedangkan ekonomi selebihnya dapat diserahkan kepada pembangunan spasial untuk mencari keseimbangan kemajuan pembangunan yang lebih merata secara regional (regional balance) dengan memanfaatkan potensi dan jenis keunggulan yang terdapat pada masing-masing wilayah dan mengurangi terjadinya urban bias. Dengan demikian pembangunan wilayah khususnya wilayah pantai dan lautan tidak lepas dari aspek pemertaan (equity), pertumbuhan ekonomi (efficiency) dan keberlanjutan (sustainability) dengan menggerakkan seluruh potensi-potensi yang ada secara terpadu dan bersifat menyeluruh. 2.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan Pembangunan nasional di bidang sumberdaya alam dan lingkungan hidup pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang (Propenas, ). Menurut Dahuri (2003) pembangunan berkelanjutan mengandung tiga unsur (dimensi) utama yang meliputi dimensi ekonomi, ekologi dan sosial apabila secara ekonomis dapat efisien serta layak, secara ekologis lestari (ramah lingkungan), dan secara sosial berkeadilan. Suatu kawasan pembangunan, termasuk pesisir dan laut, secara ekonomis dianggap berkelanjutan (an economically sustainable area/ecosystem) jika kawasan tersebut mampu menghasilkan barang dan jasa secara berkesinambungan, memelihara pemerintahan dari hutang luar negeri pada tingkatan yang terkendali dan menghindarkan ketidakseimbangan yang ekstrim antar sektor.

25 12 Kawasan pembangunan secara ekologis berkelanjutan apabila sumberdaya alamnya dapat dipelihara secara stabil, tidak terjadi eksploitasi berlebih terhadap sumberdaya, tidak terjadi pembuangan limbah melebihi kapasitas asimilasi lingkungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas siklus hidrologi. Sementara kawasan pembangunan secara sosial berkelanjutan apabila seluruh kebutuhan dasar (pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan pendidikan) bagi semua penduduk terpenuhi, terjadi distribusi pendapatan, terbukanya kesempatan berusaha secara adil, kesetaraan gender dan terdapat akuntabilitas serta partisipasi politik. Dalam kaitannya dengan strategi pengembangan wilayah sesuai dengan karakteristik dan permasalahan pengembangan di kawasan pantai dan pulau-pulau kecil. Menurut Dahuri (1996) terdapat tiga jenjang strategis yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) strategi pengembangan pada level Desa; yaitu pengembangan pada level "grass root" masyarakat berdasarkan tingkat kemampuan masyarakat (potensi sumber daya manusia dan teknologi) dan potensi sumber daya kelautan, 2) strategi pengembangan pada level Mikro atau keterkaitan antar pulau -pulau; yaitu upaya-upaya untuk lebih meningkatkan nilai produksi; dengan mengkaitkan pengembangan pasar, pengolahan produksi dan kemudahan transport dan, 3) strategi pengembangan pada level Makro; yaitu mengkaitkan kawasan pantai dan pulau -pulau kecil ke dalam sistem yang lebih luas baik sistem Nasional maupun Internasional. Dalam konsep ini, kawasan pantai dan pulau-pulau kecil merupakan bagian integral dari kawasan pengembangan wilayah baik merupakan kawasan andalan, Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) atau kawasan pengembangan lainnya. Gugus pantai dan pulau-pulau kecil ditempat sebagai sentra pruduksi baik berfungsi sebagai kawasan lindung, produsen produk kelautan, lokasi pengolahan produk kelautan dan sebagainya. Khusus pulau -pulau kec il yang ada di Indonesia dan belum dihuni, maka dalam pengembangannya akan memperhatikan aspek-aspek lingkungan yang menyangkut pengamanan hutan-hutan, potensi kelautan dan sumber daya alam lainnya. Bagi pantai dan pulau -pulau kecil yang telah dihuni oleh masyarakat, maka pendekatan pembangunan dilakukan berdasarkan potensi masyarakat dan

26 13 potensi yang terkandung dalam pulau-pulau tersebut. Secara umum, tujuan jangka panjang pembangunan wilayah pesisir dan lautan di Indonesia antara lain: 1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan usaha 2. Pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan pemanfaatan secara optimal dan lestari sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan 3. Peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pantai dalam pelestarian lingkungan 4. Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di wilayah pesisir dan laut. 2.3 Sumber Daya Perikanan Laut Sumberdaya didefinisikan secara beragam baik dalam ilmu-ilmu ekonomi dan sosial. Ensiklopedia Webster dalam Fauzi (2004) mendefinisikan sumberdaya sebagai kemampuan untuk memenuhi atau menangani sesuatu, sumber persediaan, penunjang atau bantuan, atau sarana yang dihasilkan oleh kemampuan atau pemikiran seseorang. Grima dan Berkes (1989) dalam Fauzi (2004) mendefinisikan sumberdaya sebagai aset atau pemenuhan kepuasan dan utilitas manusia. Sedangkan Fauzi (2004) sendiri mendefinisikan sumberdaya sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi dengan kata lain sumberdaya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sumberdaya adalah segala sesuatu yang bernilai dan memiliki manfaat dalam menunjang kehidupan manusia. Sumberdaya dapat di kelompokkan atas empat, yaitu; 1) sumberdaya manusia, 2) sumberdaya alam, 3) sumberdaya buatan, dan 4) sumberdaya sosial. Sumber daya perikanan laut merupakan jenis sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan memiliki titik kritis. Hal tersebut didasarkan adanya proses biologi sebagai regenerasi dari sumber daya perikanan laut tetapi adanya titik kritis kapasitas maksimum regenerasi perikanan laut yang apabila telah dilewati akan menjadikan perikanan laut tidak dapat diperbaharui (Fauzi, 2004). Dengan

27 14 demikian pola pemanfaatan dari sumber daya perikanan laut sangat menentukan ketersediaan sumber daya perikanan laut tersebut untuk masa yang akan datang disamping pola pengelolaannya. Hal ini dikarenakan sumber daya perikanan memiliki titik kritis sehingga dengan adanya introduksi penangkapan ikan memiliki pengaruh terhadap fungsi pertumbuhan biologi stok ikan, yang dapat dijelaskan dengan gambar 1. h = q x E 3 f (x) h = q x E 2 h 3 h 2 h = q x E 1 h 1 Gambar 1 Pengaruh tangkap terhadap terhadap stok (biomas) Gambar 1 menjelaskan bahwa jika pada saat tingkat upaya sebesar E1 diberlakukan, maka akan diperoleh jumlah tangkapan sebesar h1 (garis vertikal). Kemudian, jika upaya dinaikkan sebesar E2, di mana E2 > E1, hasil tangkapa akan meningkat sebesar h2 (h2 > h1). Tetapi apabila upaya terus dinaikkan pad a E3 maka (E3 > E2 > E1), akan terlihat bahwa untuk tingkat upaya di mana E3 > E2 ternyata tidak menghasilkan tangkapan yang lebih besar. Sehingga dapat dikatakan pada kondisi perikanan laut mengalami pertumbuhan stok ikan yang semakin rendah, eksploitasi perikanan laut dengan peningkatan kapasitas tangkap tidak akan efisien secara ekonomis karena tingkat produksi yang lebih sedikit harus dilakukan dengan tingkat upaya yang lebih besar. Fenomena yang ditunjukkan oleh gambar 1 adalah kondisi overfishing yang dapat juga diartikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan pada daerah tertentu (Fauzi,

28 ). Selanjutanya overfishing dapat dikategorikan menjadi beberapa tipe, yaitu: 1) Recruitmen overfishing, 2) Growth overfishing, 3) Economic overfishing dan, 4) Malthusian overfishing. Gordon dalam Fauzi (2004) menyatakan bahwa sumber daya perikanan pada umumnya bersifat open access artinya siapa saja bisa berpartisipasi dan memanfaatkan perikanan tanpa harus memiliki sumber daya tersebut sehingga tangkap lebih secara ekonomi (economic overfishing) akan terjadi pada perikanan yang tidak terkontrol tersebut. Selanjutnya Fauzi (2005) menambahkan eskalasi overfishing di zaman modern sedikit banyak dipicu oleh gap yang makin lebar antara kebutuhan permintaan ikan dan kemajuan teknologi di satu sisi dengan kemampuan penyediaan sumber daya yang terbatas di sisi lain. Hasil studi Fauzi dan Anna (2002) menunjukkan bahwa tingkat upaya yang dibutuhkan pada rezim pengelolaan akses terbuka dua kali lebih banyak daripada kalau perikanan dikelola secara privat. Demikian pula tingkat biomas yang diperoleh pada pengelolaan akses terbuka juga jauh lebih sedikit daripada rezim pengelolaan privat. Dengan demikian pada perikanan akses terbuka penggunaan kapasitas perikanan tangkap akan semakin tinggi seiring semakin banyaknya jumlah nelayan yang memanfaatkan sumber daya perikanan laut. Fauzi dan Anna (2005) mengemukakan beberapa penjelasan berkaitan dengan kapasitas perikanan tangkap. Secara umum penggunaan kapasitas perikanan barkaitan dengan seberapa besar pemanfaatan sumber daya perikanan dibandingkan dengan stok kapital (capital stock) yang ada (Kirkley and Squires dalam Fauzi, 2005). Fauzi dan Anna (2005) menambahkan bahwa kapital stok merupakan kapital yang merupakan fungsi dari spesifikasi kapal, alat tangkap, kekuatan mesin, sementara sumber daya manusia berupa jumlah awak dan sebagainya. Keseluruhan kapital dan sumber daya manusia merupakan manifestasi dari upaya (effort) yang di ukur dalam trip melaut. 2.4 Konsep Sumber Daya Manusia dan Gender Todaro (1995) menyatakan bahwa sumberdaya manusia merupakan modal dasar kekayaan bangsa, sedangkan sumberdaya yang lain yakni sumberdaya fisik

29 16 maupun sumberdaya alam hanyalah faktor produksi yang bersifat pasif. Fungsi manusia dalam ekonomi adalah mengumpulkan modal, mengeksploitasi sumberdaya alam, membangun organisasi-organisasi sosial, ekonomi maupun organisasi politik, serta melakukan pembangunan nasional. Sementara Anwar (1997) menitik beratkan bahwa upaya perbaikan dan peningkatan ekonomi sangat ditentukan oleh peran jender. Dan dengan mengurangi kesenjangan jender akan memperoleh keuntungan-keuntungan; 1) mengarah pada peningkatan produktivitas yang menguntungkan, 2) pemberian keuntungan bagi masyarakat secara keseluruhan dan 3) meningkatkan usaha mengentaskan kemiskinan. Dengan demikian jender merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan. Meningkatnya kesadaran bahwa peran perempuan perlu dilihat dan hubungannya dengan kaum lelaki maka gender dan pembangunan merupakan suatu konsep, strategi dan perencanaan yang tepat. Kata gender sering diartikan sebagai kelompok laki-laki, perempuan atau perbedaan jenis kelamin sedangkan konsep gender menurut Handayani dan Sugiarti (2001) adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Demikian pula Prijono dan Pranarka (1996) menyatakan konsep gender merupakan konsep sosial-budaya yang digunakan untuk menggambarkan peran, fungsi, dan perilaku laki-laki dan perempuan dalam suatu masyarakat yang merujuk pada pemahaman bahwa identitas, peran, fungsi, pola prilaku, kegiatan dan persepsi baik tentang perempuan maupun laki-laki ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan di mana mereka dilahirkan dan dibesarkan. Menurut Amal (2002) gender bukan sinonim dari kata perempuan. Gender adalah tentang apa artinya menjadi perempuan dan menjadi laki-laki bukan perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki. Perbedaan biologis merupakan perbedaan kodrati seperti hanya perempuan yang bisa hamil dan menyusui dan perbedaan tersebut tidak bisa dirubah sedangkan gender adalah perbedaan prilaku, peran, perangai dan sikap perempuan dan laki-laki melalui proses pembelajaran yang panjang dari sejak bayi hingga dewasa. Sosialisasi gender adalah proses

30 17 belajar menjadi laki-laki dan perempuan dengan berbagai atributnya yang berbeda karena gender adalah kontruksi budaya yang dipelajari melalui proses sosialisasi. Gender and Development (GAD) mengandung makna adanya hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun budaya, bukan perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan (Handayani dan Sugiarti, 2001). Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan pada umumnya merupakan kontruksi dari budaya dan ataupun kebiasaan hidup masyarakat yang berimplikasi adanya perbedaan peran produktif, reproduktif, akses, kontrol dan sebagainya. Lebih jauh Handayani dan Sugiarti (2001) menyatakan bahwa GAD bukan hanya sekedar menjawab kebutuhan praktis, untuk mengubah kondisi perempuan, melainkan juga menjawab kebutuhan strategis kaum perempuan dengan peran aktif perempuan sebagai agen perubahan yang bukan hanya sekedar objek pembangunan atau penerima program pembangunan secara pasif. Sebagaimana yang dikemukakan Saruan (2000) apabila pengelolaan pesisir dan laut dapat dilakukan dengan lebih memfokuskan kepada partisipasi masyarakat, maka tujuan utama dari pemberdayaan laki-laki dan perempuan kemungkinan akan tercapai bukan hanya akan mampu memenuhi kebutuhan gender tapi juga pemenuhan strategis gender. Dari uraian di atas gender dapat diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan (dalam arti: memilih atau memisahkan) peran antara laki-laki dan perempuan yang didukung pula oleh aspek budaya yang berada di masyarakat yang bukan hanya karena aspek biologis dan kodrati semata. Dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat, bahwa sejak kecil laki-laki dan perempuan sudah disosialisasikan untuk berprilaku sesuai dengan tatakrama budaya yang berlaku. Sehingga konsep gender dapat pula dikatakan berbeda-beda pada setiap lapisan, struktur dan budaya masyarakat. Selain itu dengan menggunakan pedoman bahwa setiap sifat yang melekat pada jenis kelamin tertentu dan sepanjang sifat-sifat tersebut bisa dipertukarkan, maka sifat tersebut adalah hasil konstruksi masyarakat, dan bukan kodrat (Fakih dalam Prijono dan Pranarka, 1996). Dengan demikian perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan tidak ditentukan karena antara keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrati, tetapi

31 18 dibedakan atau dipilah -pilah menurut kedudukan, fungsi dan peranan masingmasing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Menurut Vitayala (2000), peran gender untuk perempuan dan laki-laki diklasifikasikan dalam tiga peran pokok yaitu peran reproduktif (domestik), peran produktif dan peran sosial. 1. Peran reproduktif (domestik) a. Peran reproduktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumberdaya manusia dan tugas-tugas kerumahtanggaan seperti: menyiapkan makanan, mengumpulkan air, mencari kayu bakar, berbelanja, memelihara kesehatan dan gizi keluarga, mengasuh dan mendidik anak. b. Kegiatan reproduktif sangat penting dalam melestarikan kehidupan keluarga tetapi jarang dipertimbangkan sebagai bentuk pekerjaan yang konkrit. c. Dalam masyarakat miskin, sebagian besar pekerjaan reproduktif dilakukan perempuan secara manual (menggunakan tangan). d. Kegiatan reproduktif pada umumnya memerlukan waktu yang lama, bersifat rutin, cenderung sama dari hari ke hari dan hampir selalu merupakan tanggungjawab perempuan dan anak perempuan. e. Pekerjaan reproduktif yang dilakukan di dalam rumahtangga tidak diperhitungkan sebagai pekerjaan (karena tidak di bayar). 2. Peran produktif a. Pekerjaan produktif menyangkut pekerjaan menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi dan diperdagangkan (pertanian, nelayan, pekerjaan dan wirausaha). b. Pembagian kerja dalam peran produktif dapat memperlihatkan dengan jelas perihal perbedaan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Sebagai contoh, untuk kegiatan dibidang pertanian maka kegiatan membajak, bekerja dengan mesin merupakan tanggung jawab laki-laki, sedangkan pekerjaan menanam,

32 19 menyiangi, memerah susu dan pekerjaan lainnya yang dianggap ringan merupakan pekerjaan perempuan. c. Jenis pekerjaan yang dinilai sebagai pekerjaan produktif terkait pada pekerjaan yang dapat diperhitungkan melalui sistem perhitungan nasional (GNP atau Statistik Sosial Ekonomi). d. Pekerjaan produktif dapat dilakukan oleh gender laki-laki maupun perempuan dan diambil (dibayar) dengan uang (tunai) atau natura. 3. Peran Sosial a. Peran masyarakat terkait dengan kegiatan jasa dan partisipasi politik b. Kegiatan jasa masyarakat banyak bersifat relawan dan biasanya dilakukan oleh perempuan. Misalnya, membantu pelaksanaan penyelenggaraan kegiatan pelayanan kesehatan (posyandu) pelaksanaan 10 tugas pokok PKK, menyiapkan makanan untuk acara kemasyarakatan dan rapat-rapat dan lain -lain. Lelaki kurang banyak terlibat dalam kegiatan relawan. c. Peran politik dimasyarakat adalah peran yang terkait dengan status atau kekuasaan seseorang pada organisasi tingkat desa atau tingkat yang lebih tinggi. Sebagian besar kegiatan yang terkait dengan politik umumnya dilakukan oleh laki-laki. Berdasarkan pada kenyataanya terdapat ketimpangan-ketimpangan gender dalam pelaksanaan penelitian sehingga diperlukan suatu alat yang disebut analisis gender. Menurut Achmad (1991), analisis gender sering didefinisikan sebagai suatu usaha yang sistematis untuk mencatat kelaziman atau tingkat partisipasi laki-laki dan perempuan dalam suatu kegiatan yang membentuk sistem produksi barang dan jasa. Akan tetapi pengembangan selanjutnya telah diarahkan kepada upaya untuk meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan agar lebih tanggap terhadap kebutuhan aktual perempuan. Namun dalam proses perkembangan tersebut disadari bahwa ada saling ketergantungan antara kebutuhan aktual perempuan dan laki-laki karena kebutuhan aktual tergantung dari bentuk dan sifat

33 20 peran laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan maupun hasil pembangunan. Analisis gender bertujuan memahami mekanisme yang mendasari masalah kebijakan pembangunan yang dominan, pelaksanaan program dan kaitannya dengan implikasi terhadap hubungan laki-laki dan perempuan (Mikkelsen, 1999). Sebagaimana penelitian Mukherjee, et al. (2001) bahwa impllikasi kebijakan yang tidak memperhatikan masalah gender memberikan dampak negatif dan manfaat yang tidak nyata dari program pembangunan yang di rancang. 2.5 Curahan Kerja Perempuan dan Laki-laki Pudjiwati (1983) menyatakan, hal-hal yang berkaitan dengan konsep bekerja dapat diidentifikasi yaitu; (1) para pelaku yang mempunyai peranan tertentu mengeluarkan energi; (2) para pelaku memberikan sumbangan dalam produksi barang maupun jasa; (3) para pelaku menjalin suatu pola interaksi sosial dengan lingkungannya dan memperoleh status (4) para pelaku mendapatkan hasil berupa cash atau berbentuk natura dan (5) para pelaku mendapatkan hasil yang mempunyai nilai waktu. Sementara Gleason (1991) mengkategorikan kerja wanita menjadi : (1) bekerja sebagai tenaga kerja untuk upah; (2) bekerja sebagai tenaga kerja keluarga yang tidak dibayar; dan (3) bekerja untuk keluarga dalam aktivitas ekonomi subsistem. Curahan kerja dapat di katakan kerja yang di curahkan oleh anggota rumah tangga baik laki-laki dan perempuan di dalam maupun di luar rumah. Curahan kerja laki-laki dan perempuan pada setiap tempat berbeda-beda, misalnya di kota dengan di desa. Disamping itu curahan kerja laki-laki dan perempuan tidak lepas dari lingkungan sosial dan budaya masyarakat. Gleason (1991) menyatakan nilai bekerja laki-laki dan perempuan tidak terlepas dari peran gender yang berlaku sesuai dengan tradisi dan kebudayaan di mana mereka tinggal. Laki-laki merupakan kepala keluarga yang mempunyai tanggung jawab menafkahi keluarga sedangkan perempuan tidak perlu bekerja karena tempatnya adalah di rumah mengurus anak-anak.

34 21 Pada sebagian rumahtangga, perempuan yang tinggal di rumah melakukan kegiatan yang bisa menghasilkan uang seperti; membuka usaha jasa (jahitan, salon, kursus-kursus) dan warung. Aktivitas tersebut merupakan aktivitas ekonomi, seperti yang dikemukakan oleh Archarya (1983) dalam; Prasetyaningsih (2004) bahwa dalam kenyataannya aktivitas-aktivitas yang dilakukan perempuan secara umum dapat dikategorikan ke dalam aktivitas ekonomi dan domestik. Keterlibatan perempuan dalam bidang pertanian, industri, perdagangan, jasa dan sebagainya dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan ekonomi. Kegiatan -kegiatan lain seperti pemrosesan bahan makanan, pengambilan air, dan pengumpulan bahan makanan adalah bagian integral dari reproduksi ekonomi rumahtangga, yang secara umum untuk memenuhi kebutuhan ekonomi subsistensi. Kategorisasi hal-hal tersebut termasuk dalam aktivitas ekonomi karena kelompok aktivitas ini dapat ditampilkan secara komersial, dan nilai ekonomisnyapun dapat diukur. Sementara itu, aktivitas-aktivitas reproduktif lainnya seperti memasak, melayani suami dan anak-anak, membersihkan rumah, menyetrika, berbelanja, dan mengasuh anak dapat diklasifikasikan ke dalam aktivitas domestik. Kelompok aktivitas ini adalah inti dari proses reproduksi rumahtangga yang tidak dapat diukur secara ekonomis tetapi bernilai ekonomi (supporting activities economic work). 2.6 Peran Laki-laki dan Perempuan Dalam Pengelolaan Kawasan Pantai Kawasan pantai atau wilayah pesisir dapat didefinisikan sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut. Bagian ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifatsifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan kearah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976 dalam Dahuri et al.1996). Tujuan dari pengelolaan wilayah pesisir dan lautan adalah untuk mengkoordinasikan berbagai kegiatan pembangunan guna mencapai keuntungan sosial ekonomi secara optimal dan berjangka panjang, termasuk resolusi konflik

35 22 pemanfaatan sumberdaya pesisir. Program pengelolaan yang berdasarkan pada pendekatan terpadu dan multisektor, dirancang untuk mengharmoniskan dan memandu perencanaan serta pengelolaan dari berbagai aktivitas sektor pembangunan yaitu; pertanian, kehutanan, perikanan, energi, transportasi, industri, perumahan, dan kesehatan (Dahuri, et al. 1996). Masyarakat kawasan pantai dalam kehidupannya berinteraksi secara langsung dengan sumberdaya alam laut. Dengan memanfaatkan sumberdaya laut mereka dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Menurut Simatraw et al., (2001) setiap usaha pengelolaan sumberdaya alam berawal dari proses bekerja menghasilkan suatu produk dan kemudian didistribusikan untuk di konsumsi sendiri atau dapat dipertukarkan dengan produk lain ataupun dengan uang (diperdagangkan). Demikian juga untuk siklus-siklus yang berkaitan dengan cara masyarakat memelihara alam. Dimana keterlibatan masyarakat tersebut lebih disesuaikan dengan kebudayaan yang ada dengan membedakan peran laki-laki dan perempuan yang tercermin dalam aturan -aturan, kebiasaan, cara berproduksi, cara mendistribusikan hasil produksi, keluarga dan pengambilan keputusan. Pada intinya, laki-laki dan perempuan memiliki peran dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya laut. Adapun peran-peran tersebut dapat dilihat dari aktivitas ataupun pembagian kerja laki-laki dan perempuan. Menurut Departemen Pertanian dalam Saruan (2000) tentang peranan perempuan taninelayan bahwa jenis pekerjaan produktif yang dilakukan perempuan nelayan sebagai berikut: 1. Persiapan penangkapan, seperti menjurai jaring, menyiapkan bahan pengawet dan menyiapkan bekal makanan untuk suami yang akan pergi melaut. 2. Pengolahan hasil laut seperti; mengasap, memindang, mengasinkan, mengabon, membuat terasi, kerupuk dan sebagainya. 3. Pemasaran perikanan seperti melelang ikan, menjual pada agen, pengecer dan sebagainya. 4. Kerajinan, misalnya membuat keranjang, kerajinan kulit kerang, membuat jaring dan sebagainya.

36 5. Pemeliharaan tambak, seperti menebar pupuk pada waktu pengolahan tanah, memberi pakan, memanen ikan dan sebagainya Akses dan Kontrol Terhadap Sumberdaya Akses adalah peluang yang bisa diperoleh laki-laki dan perempuan untuk memiliki atau menikmati sesuatu (pekerjaan, kegiatan, barang, jasa). Sementara kontrol adalah sejauh mana perempuan dan laki-laki mempunyai kekuasaan atau kemampuan dalam proses pengambilan keputusan dalam merencanakan, melakukan/memiliki atau menikmati sesuatu (Handayani dan Sugiarti, 2001). Laki-laki dan perempuan yang akses terhadap sumberdaya tertentu belum tentu memiliki kontrol terhadap sumberdaya tersebut. Hal ini disebabkan karena akses seseorang ditentukan oleh orang lain, sementara kontrol mencirikan bahwa seseorang itu berkuasa atau tidak untuk menentukan sumberdaya yang diakses atau tidak diakses. Dengan demikian kontrol merupakan kekuasaan yang dimiliki laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya yang dapat digunakan untuk berbagai hal sehingga benar-benar memberi manfaat. Akses dan kontrol laki-laki dan perempuan tidak lepas dari budaya dan tradisi lingkungan yang berbeda-beda. Umumnya masyarakat nelayan memiliki akses yang rendah, terlebih lagi nelayan buruh yang tidak memiliki kekuatan. Sebagaimana yang dikemukakan Marwoto (2004) Kelompok Nelayan yang ada saat ini dalam kenyataannya kurang dan bahkan tidak dapat mewakili kepentingan nelayan, terutama nelayan buruh. Menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) Kelompok Nelayan pada umumnya menyebutkan bahwa yang dapat menjadi anggota Kelompok Nelayan adalah nelayan pemilik. Oleh karenanya Kelompok Nelayan tidak lain adalah kumpulan dari para pemilik unit penangkapan, yang biasanya sejenis. Dengan sistim keanggotaan yang demikian maka Kelompok Nelayan hanya menyuarakan kepentingan nelayan pemilik saja. Di sisi lain, program pembinaan dan penyuluhan yang dilakukan Pemerintah menggunakan pendekatan kelompok nelayan sehingga yang mempunyai kesempatan untuk mengikuti pembinaan dan penyuluhan hanyalah nelayan pemilik. Padahal meningkatnya produktifitas usaha penangkapan sangat ditentukan oleh

37 24 pengetahuan dan keterampilan nelayan buruh dan keluarganya baik istri dan anak-anak yang secara langsung terjun dalam kegiatan penangkapan. Tetapi sangat disayangkan mereka seolah tidak memiliki kesempatan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan yang diberikan oleh Pemerintah. Sebaliknya pengetahuan dan ketrampilan bagi pemilik unit penangkapan, tidak begitu penting karena yang lebih penting bagi mereka adalah bagaimana unit penangkapan siap untuk beroperasi, termasuk dalam menyediakan uang untuk membeli kebutuhan operasionalnya. 2.8 Gender dalam Pembangunan Pemberdayaan perempuan sebagai mitra sejajar laki-laki adalah kondisi dimana terdapat kesamaan hak dan kewajiban yang terwujud dalam kesempatan, kedudukan, peranan yang dilandasi sikap dan perilaku saling membantu dan mengisi di semua bidang kehidupan. Untuk mencapai kesetaraan tersebut diperlukan transformasi nilai yang berkaitan dengan perubahan hubungan gender dan keseimbangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan (Tan, 1995, Trieijati, 1996, dalam Prijono dan Pranarkan, 1996) Saptari dan Holzner (1997) mengutip dari Mosse dengan menggunakan konsep Maxin Moly bahwa pendekatan pembangunan dalam keterkaitannya untuk meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan diantaranya; 1. Pendekatan kesejahteraan (welfare approach) yang didasarkan atas 3 asumsi yaitu; 1) perempuan sebagai penerima pasif pembangunan, 2) peran keibuan yang merupakan peranan yang paling penting bagi perempuan di dalam masyarakat dan 3) mengasuh anak yang merupakan peranan perempuan paling efektif dalam seluruh aspek pembangunan ekonomi. 2. Pendekatan kesamaan (equity approach), bahwa perempuan merupakan partisipan aktif dalam proses pembangunan yang mempunyai sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kerja produktif dan reproduktif mereka walaupun sumberdaya tersebut seringkali tidak diakui. 3. Pendekatan anti kemiskinan (anti poverty approach), menekankan pada upaya menurunkan ketimpangan pendapatan antara perempuan dan laki-

38 25 laki dengan sasarannya adalah pekerja miskin. Pendekatan anti kemiskinan untuk perempuan menitik beratkan pada peranan produktif mereka, atas dasar bahwa penghapusan kemiskinan dan peningkatan keseimbangan pertumbuhan ekonomi membutuhkan peningkatan produktivitas perempuan pada rumahtangga yang berpendapatan rendah. 4. Pendekatan efficiency, penekanan perempuan bergeser ke pembangunan dengan asumsi bahwa peningkatan partisipasi ekonomi perempuan di negara dunia ke tiga secara otomatis berkaitan dengan peningkatan kesamaan, sehingga meningkatnya kerja perempuan yang diciptakan oleh perempuan sendiri di sector informal. 5. Pendekatan pemberdayaan, berpusat pada upaya penghapusan subordinasi perempuan. Adanya kesamaan hak ekonomi (peluang untuk menguasai sumberdaya produktif, persamaan upah untuk kerja yang sama, perlindungan hukum ketenagakerjaan). Menurut Anwar (1997), pembangunan dan pertumbuhan ekonomi akan sejalan apabila sumber daya public yang langka diinvestasikan sehingga memberi keuntungan ekonomi maupun sosial yang tinggi. Dimana investasi tersebut dapat mencapai sasaran apabila diarahkan pada perempuan khususnya pada golongan perempuan miskin melalui perluasan peluang kerja dan memperbaiki kesehatan mereka. Dengan demikian peranan perempuan dalam pembangunan akan dapat; 1) mendorong pertumbuhan ekonomi, 2) meningkatkan efisiensi, 3) mengentaskan kemiskinan, 4) menolong generasi yang akan datang dan 5) meningkatkan sustainable development Tinjauan Penelitian Terdahulu Adapun penelitian yang dilakukan mengacu pada penelitian-penelitian tentang gender pada wilayah pesisir dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan laut. Hanya saja pada penelitian ini dilengkapai dengan melihat aspek kapasitas tangkap perikanan rumahtangga nelayan. Tabel 2 menunjukkan beberapa penelitian terdahulu yang akan dijadikan acuan dalam penelitian.

39 26 Tabel 1 Penelitian gender terdahulu` No Nama Lokasi Tahun Metode Hasil 1. Saruan, C Desa 2000 Analisis Gender, Hasil penelitian menunjukkan Blongko, Sulawesi Utara Uji korelasi Rank Spearman terdapatnya ketimpangan gender dalam kegiatan rumahtangga dan kegiatan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan. Selain itu dari hasil uji statistik terdapat hubungan antara variabel-variabel gender dalam rumahtangga, variabel gender dalam pengelolaan sumberdaya dan variabel sumberdaya individu. 2. Wenni Wulansari Pulau Untung Jawa 3. Mulyati Kota Munaf Ternate, Maluku Utara 2001 Analisis Gender, Hasil penelitian menunjukkan Uji korelasi Rank Spearman perempuan memiliki curahan waktu produktif yang lebih besar daripada lakilaki sedangkan kegiatan produktif dominan di lakukan laki-laki. Pada profil akses dan kontrol dalam beberapa aspek keputusan perempuan tersubordinasi Analisis Gender, Hasil penelitian menunjukkan perempuan memiliki curahan waktu produktif yang lebih besar daripada lakilaki sedangkan kegiatan produk tif dominan di lakukan laki-laki. Profil akses dan kontrol menunjukkan bahwa perempuan tersubordinasi pada tiga macam keputusan yaitu pada peralatan nelayan, hasil tangkapan, dan hasil penjualan.

40 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Efisiensi dan Overfishing Efisiensi dan optimalisasi merupakan istilah yang sering ditemukan dalam membicarakan alokasi faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah output. Soekartawi (1993) menyatakan bahwa dalam terminologi ilmu ekonomi, pengertian efisiensi dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu: 1). Efisiensi teknis diperoleh apabila faktor produksi yang digunakan menghasilkan produksi yang maksimum, 2). Efisiensi alokatif (efisiensi harga) diperoleh apabila nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan 3). Efisiensi ekonomi diperoleh apabila dalam menggunakan faktor produksi mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga. Selanjutnya beliau menambahkan bahwa prinsip optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien mungkin. Fauzi dan Anna (2005) mengemukakan, perspektif ekonomi terhadap kapasitas perikanan tangkap atau disebut juga efisiensi dalam aktivitas perikanan tangkap pada dasarnya merupakan rasio antara output dan input, atau output Efisiensi = Input...(1) Persamaan di atas tidak tepat digunakan pada data banyak input dan output yang berkaitan dengan sumberdaya, faktor aktivitas dan lingkungan yang berbeda. Meskipun efisiensi tersebut menggunakan efisiensi relatif yang dibobot tetapi tetap memiliki keterbatasan berupa sulitnya menentukan bobot yang seimbang untuk input dan output untuk itu digunakan konsep Data Envelopment Analysis (DEA). DEA adalah suatu metode yang digunakan untuk mengevaluasi produktivitas dari suatu unit pengambilan keputusan (unit kerja) dengan menggunakan sejumlah input untuk mencapai output yang ditargetkan. Selanjutnya DEA juga merupakan model pemrograman fraksional yang bisa mencakup banyak output dan input tanpa perlu menentukan bobot untuk tiap

41 28 variabel sebelumnya (Purwantoro, R. N, 2000). Menurut Fare et.al dalam Fauzi dan Anna (2005), DEA dapat digunakan untuk menghitung kapasitas perikanan. Selanjutnya Fauzi dan Anna (2005) sendiri mengemukakan, dalam aplikasi perikanan, DEA memiliki kelebihan untuk mengestimasi kapasitas di bawah kendala penerapan kebijakan tertentu dan kendala sosio-ekonomi lainnya. Efisiensi dalam konsep DEA diartikan sebagai target untuk mencapai efisiensi yang maksimum, dengan kendala relatif efisiensi seluruh unit tidak boleh melebihi 100% (Fauzi dan Anna, 2005). Model DEA yang digunakan, versi Charn es, Cooper, Rhodes (CCR) dapat dituliskan; wi yij m i Maksimumkan E m =... (2) v x Dengan kendala: Keterangan: i k k k ε 0 k v k i k w y x wi v k x k v x k ijm kjm kjm kjm kjm 1 Untuk setiap unit ke j = 1,2,...,n ε; i = 1,..., t ε; k = 1,..., m y ij, x kj dalam model merupakan konstanta yang menggambarkan jumlah yang diamati dari i output dan k input DMU, ditulis sebagai DMU j yang merupakan kumpulan dari j = 1,...,n entitas yang menggunakan k = 1,...m input untuk memproduksi i = 1,...,j output. Dengan program matematis tersebut (persamaan 2) menghasilkan nilai E m dan sekaligus nilai bobot (w dan v) yang mengarah pada efisiensi. E m = 1 maka unit ke m efisien relatif terhadap unit yang lain. E m < 1 maka unit lain lebih efisien, relatif pada unit m Model CCR persamaan 2 tersebut masih berbentuk fractional sehingga perlu dilakukan pemecahan melalui pemrograman linear. Untuk itu model CCR diubah dalam bentuk Linear Programming. Linear Programming (LP) adalah suatu metode programisasi yang variabelnya disusun dengan persamaan linear

42 dan merupakan metode perhitungan untuk perencanaan terbaik di antara kemungkinan-kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan Soekartawi (1992). Tujuan penggunaan program linier yaitu untuk menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan masalah dalam rangka menyusun strategi alokasi sumberdaya yang terbatas untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara optimal dimana alokasi optimal adalah memaksimumkan atau meminimumkan tujuan dengan adanya kendala (Budiharsono, 2001). Terdapat 3 unsur yang harus dipenuhi dalam model program linier agar dapat dirumuskan secara matematis, yaitu; 1. Adanya fungsi tujuan. 2. Adanya kendala. 3. Bahwa nilai peubah keputusan harus positif atau disebut dengan syarat nonnegatif. Adapun linearisasi persamaan (2) menghasilkan persamaan: Fungsi Tujuan Maksimumkan E m = wi yij m... (3) Dengan kendala: w i, v k ε Selanjutnya pemecahan pemrograman linear persamaan (3) dapat dilakukan dengan pemecahan primal dan dual variable. Menurut Budiharsono (2001), setiap permasalahan program linier mempunyai 2 macam analisis, yaitu; 1). Analisis Primal dan 2). Analisis Dual. Bentuk dual dapat disusun dari bentuk primal. Untuk menyusun bentuk dual dari bentuk primal, maka permasalahan program linier tersebut harus disusun terlebih dahulu dalam bentuk kanonik sebagai berikut: k i v k i x w y i kjm ijm =ϖ vk x k kjm 1 1. Jika persoalan program linier adalah maksimisasi, maka semua tanda fungsi kendalanya adalah lebih kecil atau sama dengan (=). 2. Jika persoalan program linier adalah minimisasi, maka semua tanda fungsi kendalanya adalah lebih besar atau sama dengan (=). 29

43 3. Jika fungsi kendalanya ada yang bertanda sama dengan maka fungsi kendala tersebut diganti menjadi dua ketidaksamaan yang bertanda? dan. Kemudian tergantung dari permasalahan program linier yang dihadapi, maksimisasi atau minimisasi. Untuk mengubah ke dalam satu bentuk yang dikehendaki permasalahan yang dihadapi, maka salah satu fungsi kendala tersebut harus dikalikan dengan -1. Adapun primal dan dual variable dari persamaan (3) dapat ditulis kembali sebagai berikut: Model primal Dengan kendala v x =ϖ k i k w y i kjm ijm Max E m = vk x - v k - ε k = 1,2 m j = 1,2 n Variabel dual - w i - ε i = 1,2 t S - i Maka dual dari persamaan 3 dapat di tulis sebagai: Min ϖz ε S + ε S... (4) Dengan kendala: k m kjm i 1 i i w y i ij m k k + xkh Zm Si ε xkjλ j = 0, k = 1... m + Si + ε ykjλ j = yij m, i = 1... t + λ, S, S 0 j i j k j Z λ 0 S - k 30 Keterangan: 0?j, S + i, S - k, untuk i = 1,...,m; k = 1,...,t, j = 1,...,n dan e bebas?j memberikan batas atas output dan batas bawah input untuk DMU dan dengan syarat ini e juga dibatasi dengan?j*, S + - i, S k = 0 yang menggambarkan pilihan optimisasi sehubungan dengan minimisasi e = e* dan y kj digambarkan dalam syarat seperti persamaan (2) sehingga persamaan (5) setidaknya akan menghasilkan e = 1 serta?j, S + i, S - k = 0 saat DMU menjadi DMU yang dievaluasi. Nilai optimum akan dicapai dalam range 0 e* 1 dimana: ϖ + Zm ε Si ε Sk = i k i w y i ij m...(5)

44 31 Sehingga e* = 1 Efisiensi dalam usaha penangkapan ikan sulit untuk diukur. Hal ini terkait dengan adanya ketidakpastian dalam usaha penangkapan ikan. Dimana penghasilan yang diperoleh juga terkait dengan musim -musim ikan (Kusnadi, 2000) dan nelayan tidak bisa mengendalikan usaha penangkapannya. Disamping itu rusaknya ekosistem sumberdaya laut yang disebabkan berbagai eksternalitas negatif dan penangkapan ikan secara berlebihan telah menekan kehidupan para nelayan (Kusnadi, 2000). Produksi (h) pada perikanan laut dapat diasumsikan sebagai fungsi dari upaya (E) dan stok ikan (x). Secara matematis dapat ditulis; h = f (x,e). Adapun upaya (effort) merupakan sarana yang digunakan untuk mengeksploitasi ikan pada suatu perairan. Effort didefinisikan indeks dari berbagai input seperti tenaga kerja, perahu, alat tangkap, bahan bakar minyak, kekuatan mesin dan sebagainya yang dibutuhkan untuk suatu aktivitas penangkapan (Fauzi, 2004). Selanjutnya Fauzi (2004) mengemukakan, peningkatan effort yang terus menerus pada periode tertentu tanpa peningkatan produksi lestari, akan menyebabkan produksi hasil tangkapan turun bahkan mencapai nol pada upaya (effort) maksimum sehingga menimbulkan inefisiensi kapasitas perikanan tangkap. Dengan demikian, produksi lestari sangat tergantung pada kapasitas perikanan tangkap atau tingkat upaya yang memungkinkan (Kirkley and Squires, dalam Fauzi dan Anna, 2005). Dalam hal tersebut perlu diperhatikan efisiensi dari upaya (effort) untuk menghasilkan output berupa hasil tangkapan. Kondisi inefisiensi kapasitas perikanan tangkap menjadikan sumber daya perikanan laut mengalami over capacity. Over capacity dapat diartikan pada kondisi kelebihan kapasitas dimana permasalahan tersebut timbul sebagai dampak overfishing dan kedua hal tersebut saling terkait (Fauzi, 2005). Overfishing yang terjadi pada suatu wilayah perikanan tangkap dapat diartikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap melebihi jumlah ikan yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan yang tersedia (Fauzi, 2005). Overfishing dan over capacity secara langsung berdampak pada perekonomian rumah tangga nelayan yang semakin lemah sebagai implikasi dari jumlah hasil tangkapan yang sedikit sehingga pendapatan yang diterima dalam trip melaut lebih kecil daripada biaya input yang digunakan. Over capacity pemanfaatan perikanan laut secara langsung menjadi permasalahan besar rumahtangga nelayan khususnya perempuan dalam mengatur

45 32 ekonomi rumahtangga. Karena perempuan merupakan pihak yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam menciptakan kesejahteraan rumah tangga melalui pengelolaan ekonomi. Perempuan memiliki tiga peranan utama sekaligus (triple roles) dalam rumah tangga yaitu sebagai breeder, feeder, dan producer. Peranan pertama berkaitan dengan pengasuhan anak, kedua bertanggung jawab untuk menyediakan kebutuhan konsumsi makanan dan ketiga berkaitan dengan kegiatan memproduksi sejumlah material untuk kebutuhan konsumsi domestik (Boulding, 1981). Ketiga peranan perempuan dalam rumahtangga tersebut berimplikasi pada usaha-usaha yang dilakukan perempuan dalam rangka menambah pendapatan keluarga. Sebagaimana Peluso (1984), Abdullah (1991), dan Murray (1994) dalam Kusnadi (2001) mengemukakan pada umumnya motivasi perempuan untuk berdagang didasari oleh kepentingan ekonomi, seperti untuk menambah pendapatan karena penghasilan suami kurang mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Sehingga perempuan memiliki peran ganda dalam rumahtangga dimana aktivitas domestik dan publik dilakukan secara sekaligus (Kusnadi, 2001). Peran ganda tersebut di satu sisi akan menambah beban perempuan dan berkurangnya waktu istrahat mereka. Peran ganda perempuan tidak lepas dari pembagian kerja laki-laki dan perempuan pada suatu wilayah. Budiman dalam Kusnadi (2001), mengemukakan pembagian kerja secara seksual antara laki-laki dan perempuan menurut Scolnick dapat dijelaskan dengan dua teori besar, pertama teori nature yang ekstrem beranggapan bahwa perbedaan psikologis antara lai-laki dan perempuan disebabkan oleh faktor-faktor biologis kedua insan dan kedua teori nurture yang berpendapat bahwa perbedaan pembagian kerja laki-laki dan perempuan terbentuk melalui proses belajar dari lingkungan. Sedangkan Kusnadi (2001) sendiri mengemukakan perilakuperilaku yang ditentukan untuk anggota-anggota masyarakat dengan memperhatikan perbedaan seks diantara mereka disebut peranan gender. Sementara Mugniesyah (2002) mengemukakan peranan gender adalah perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas, tugas, dan tanggung jawab tertentu yang dipersepsikan sebagai peranan laki-laki dan perempuan. Robert Stoller pada tahun 1968, pertama kali memperkenalkan gender sebagai istilah untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat biologis sementara Ann Oak Ley pada tahun 1972 menyatakan bahwa gender adalah suatu kontruksi sosial atau atribut yang dikenakan pada manusiadan

46 33 dibangun oleh kebudayaan manusia (Wahyuni, 2002). Gender juga didefinisikan sebagai seperangkat peran seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan kepada rang lain bahwa kita adalah feminim atau maskulin (Mosse, 1996). Pola pembagian kerja dan kekuasaan laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga dipengaruhi oleh lingkungan dan ditentukan oleh kebudayaan masyarakat. Disamping itu potensi sumberdaya pribadi juga turut menentukan peranan masing-masing individu dalam keluarga, rumahtangga dan masyarakat yang lebih luas (Pudjiwati. Sajogyo, 1981). Sementara Kusnadi (2001) menyimpulkan terdapat dua pola peranan yang dilakukan perempuan berkaitan dengan kehidupan rumahtangga (domestik) yaitu: 1. Pola peranan yang menggambarkan keseluruhan aktivitas perempuan untuk pekerjaan pemeliharaan kebutuhan hidup seluruh anggota rumahtangganya. 2. Pola peranan perempuan yang memiliki dua fungsi yaitu domestik dan publik. Menurut Kusnadi (2001) kontribusi perempuan untuk menciptakan hubunganhubungan ekstradomestik dan memperoleh keuntungan darinya, jarang diakui secara eksplisit. Dengan perkataan lain, peranan sosial perempuan hanya didefinisikan dalam kaitannya dengan kedudukan laki-laki. Melalui teknik analisis gender berbagai kesenjangan maupun isu gender yang terjadi dalam masyarakat dan lingkungan akan dapat teridentifikasi (Handayanai, T dan Sugiarti, 2001). Analisis jender adalah suatu analisis data dan informasi tentang laki-laki dan perempuan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan 4 hal dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat yang mencakup; peranan laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga, tingkat akses dan kontrol, faktor-faktor yang mempengaruhi akses dan kontrol serta tingkat akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap manfaat pembangunan. Dinamika rumahtangga nelayan pada wilayah tangkap yang mengalami over capacity akan dapat diketahui dengan menggunakan analisis gender. Di mana over capacity yang terjadi berdampak pada tidak optimalnya peran gender dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan laut secara berkelanjutan karena rumahtangga nelayan tidak mampu lagi melakukan aktivitas pengolahan ikan. Sementara aktivitas pengolahan ikan memberi kesempatan laki-laki dan perempuan untuk sama-sama berkontribusi dalam pendapatan rumahtangga.

47 Kerangka Pemikiran Operasional Sumberdaya perikanan laut merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Dimana, regenerasi dari berbagai keanekaragaman hayati perikanan laut tergantung pada proses biologi (reproduksi). Aktivitas reproduksi biota laut sangat tergantung pada interaksi sumber daya manusia dengan sumber daya perikanan laut berupa aktivitas tangkap yang dilakukan nelayan. Sepanjang aktivitas tangkap yang dilakukan nelayan tidak merusak biota laut, maka regenerasi perikanan laut akan terus berlangsung dan sumber daya perikanan laut termanfaatkan secara sustainable. Penelitian ini memberi hipotesis awal bahwa aktivitas tangkap pada wilayah perairan kecamatan Panai Hilir telah over capacity. Sebagaimana diketahui bahwa perairan Selat Malaka telah mengalami overfishing tapi kita tidak bisa mengatakan overfishing apa yang terjadi sehingga menimbulkan over capacity pada wilayah perairan Kecamatan Panai Hilir. Over capacity yang terjadi merupakan implikasi dari penggunaan kapasitas perikanan yang berlebihan. Menurut Kirkley and Squires dalam Fauzi dan Anna (2005) secara umum kapasitas perikanan berkaitan dengan seberapa besar pemanfaatan sumberdaya perikanan dibandingkan dengan capital stock yang ada. Stok kapital dalam penelitian ini sebagaimana Fauzi dan Anna (2005) mengemukakan dapat berupa kapital dan sumberdaya manusia. Diduga bahwa trip melaut, jumlah bahan bakar yang digunakan, jumlah tenaga kerja dan ukuran gross ton (GT) motor bot merupakan fungsi input yang merupakan manifestasi dari upaya (effort). Adapun fungsi output adalah jumlah produksi yang merupakan manifestasi dari kapasitas tangkap. Dengan menggunakan DEA akan diperoleh nilai skor masing-mas ing nelayan dengan membandingkan rasio rata-rata output dengan input yang digunakan dalam satu bulan. Dimana, apabila hasil skor yang diperoleh bernilai 1 maka nelayan tersebut telah efisien dalam mengalokasikan berbagai input yang digunakan. Dan sebaliknya bila bernilai lebih kecil dari 1 maka nelayan tersebut belum efisien mengalokasikan unit input yang digunakan. Hasil DEA juga memberi solusi pemecahan masalah penggunaan kapasitas tangkap nelayan yang belum efisien.

48 35 Dalam rumahtangga nelayan terdapat peran gender yang merupakan hasil konstruksi sosial dan lingkungan yang ada. Peran gender dalam rumahtangga nelayan dapat dilihat dari aktivitas produktif dan reproduktif serta akses dan kontrol yang dimiliki laki-laki dan perempuan. Diduga adanya saling keterkaitan antara over capacity pada aktivitas tangkap nelayan dengan dimensi peran gender yang ada. Kondisi wilayah tangkap nelayan yang telah over capacity menjadikan peran gender kurang optimal dalam memanfaatkan sumber daya perikanan laut. Adapun peran gender tersebut dapat dilihat dari aktivitas laki-laki dan perempuan pada satu hari sebelumnya. Diduga sejauh ini sumber daya perikanan laut Kecamatan Panai Hilir masih dimanfaatkan oleh aktivitas tangkap yang di pasarkan dalam bentuk segar dan olahan. Dimana aktivitas tangkap dan pengolahan tersebut memberikan dinamika rumahtangga nelayan yang dapat dilihat dari berbagai aktivitas laki-laki dan perempuan baik aktivitas produktif maupun aktivitas repsoduktif, kepemilikan kontrol dalam aktivitas tangkapa perikanan dan kepemilikan akses terhadap berbagai sumber daya. Kontrol yang dimiliki perempuan terhadap aktivitas perikanan tangkap di duga memiliki hubungan dengan akses, pendidikan dan status pekerjaan perempuan. Hasil analisis variabel-variabel yang diduga berhubungan dengan kontrol merupakan muatan-muatan yang dapat digunakan untuk membantu pemecahan permasalahan penelitian. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa perlunya peran perempuan dalam rumahtangga nelayan sebagai upaya perbaikan taraf hidup rumahtangga nelayan yang pada umumnya berada di bawah garis kemiskinan. Over capacity berdampak pada ketersediaan ikan yang semakin berkurang demikian pula untuk jenis ikan-ikan yang dapat diolah sehingga jumlah hasil tangkapan yang diperoleh nelayan minim dan hasil tangkapan yang diperoleh kurang memungkinkan untuk diolah. Sementara pada sektor pengolahan ikan yang terdapat pada rumahtangga nelayan memberikan peluang dan kesempatan terdapatanya peran gender dalam memanfaatkan sumber daya perikanan laut. Diman a laki-laki dan perempuan bekerjasama dalam menghasilkan nilai tambah produk perikanan sehingga memberikan pendapatan yang lebih dibandingkan apabila ikan dijual dalam bentuk segar. Dengan adanya aktivitas pengolahan ikan

49 36 pada rumahtangga nelayan, akan memperbaiki perekonomian rumahtangga nelayan yang pada akhirnya akan mendukung perkembangan pembangunan wilayah Kecamatan Panai Hilir sehingga taraf hidup masyarakat dapat lebih baik. Untuk itu apabila hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah perikanan tangkap Kecamatan Panai Hilir yang di duga telah over capacity, maka perlu dilakukan reorientasi kebijakan pada pemanfaatan perikananlaut yang berkelanjutan sehingga terdapat hubungan mutualisme antara interaksi sumber daya manusia dengan sumber daya perikanan laut dalam waktu jangka panjang dan terwujudnya pembangunan berkelanjutan. SUMBERDAYA PERIKANAN LAUT SUMBERDAYA MANUSIA (LAKI - LAKI DAN PEREMPUAN) ANALISIS DEA AKTIVITAS TANGKAP OVER FISHING ANALISIS GENDER KAPASITAS PERIKANAN INPUT (EFFORT) OUTPUT (PRODUKSI) PERAN GENDER DALAM RUMAHTAN GGA PEMBAGIAN KERJA LAKI - LAKI DAN PEREMPUAN ( PRODUKTIF, REPRODUKTIF DAN SOSIAL) AKSES DAN KONTROL THD SUMBER DAYA TIDAK OVER CAPACITY PEMANFAATAN BERKELANJUT AN YA PEMANFAATAN BERKELANJUTAN RE-ORIENTASI KEBIJAKAN Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional

50 37 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Panai Hilir pada unit-unit desa nelayan yaitu desa Sei Berombang, desa Sei Lumut, desa Sei Tawar, desa Sei Sakat dan desa Sei Baru. Pemilihan lokasi penelitian secara sengaja dengan pertimbangan bahwa kawasan pantai Panai Hilir merupakan wilayah pantai Kabupaten Labuhan Batu dengan jumlah nelayan dan produksi ikan laut paling banyak. Dimana jumlah nelayan keseluruhan nelayan dengan produksi ikan laut ton/tahun (BPS Labuhan Batu, 2003). Adapun penelitian ini dilakukan pada akhir Juli sampai September Metode Penarikan Sampel Responden (sampel) dalam penelitian ini adalah rumah tangga nelayan yang berdomisili di sekitar wilayah kecamatan Panai Hilir. Adapun rumahtangga tersebut terdiri dari berbagai status kepemilikan dengan jenis alat tangkap dan armada tangkap yang beragam pula. Jumlah sampel yang digunakan adalah 96 rumah tangga nelayan. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin (Umar, 1999; Ma ruf dan Rinaldi, 2001) dengan persamaan: N n = Ne 2615 n = (10 %) = 96 nelayan Dimana: n = ukuran sampel 2 N = ukuran populasi sebanyak 2615 nelayan e = kesalahan sampel yang ditolerir dalam hal ini 10% Selanjutnya untuk pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel Non Probabilitas (Non Acak) dimana pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu. Adapun cara pengambilan sampel Non Acak tersebut menggunakan cara Kuota (Quota Sampling) dengan

51 pertimbangan bahwa responden yang akan dipilih adalah orang-orang yang dapat menjawab semua sisi penelitian dan mewakili populasi yang ada (Husein, 1996). Berikut ini disajikan Tabel jumlah sampel yang proporsional mewakili masingmasing desa penelitian. Tabel 2 Jumlah responden pada masing-masing desa No. Desa Jlh RT Nelayan Jlh Responden 1 Sei Berombang Sei Baru Sei Tawar Sei Lumut Sei Sakat Jumlah Sumber: Kecamatan Panai Hilir Dalam Angka Tahun Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan metode wawancara yang merujuk pada Nazir (1999) bahwa wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guid e (panduan wawancara) dan dilakukan pula wawancara mendalam (indepth interview) terhadap beberapa responden dan informan yang relevan dengan penelitian. Data sekunder diperoleh dari lembagalembaga atau instansi-instansi terkait seperti, Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Labuhan Batu, Badan Pusat Statistik Kab. Labuhan Batu, Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Labuhanbatu dan Kantor Camat Kecamatan Sungai Berombang Metode (skala) Pengukuran Metode pengukuran dalam penelitian ini digunakan untuk menilai setiap jawaban responden pada beberapa variabel yaitu; profil akses, profil kontrol, partisipasi, status pekerjaan perempuan, dan tingkat pendidikan. Adapun metode skala yang digunakan adalah Skala Likert dengan skor tertentu pada setiap

52 39 jawaban pertanyaan. Jawaban-jawaban yang diberikan tiap responden di beri skor, selanjutnya skor setiap item pertanyaan dijumlahkan sehingga diketahui jumlah skor yang dimiliki setiap responden pada masing-masing variabel yang diteliti (Husein. 1999). Untuk lebih jelas cara penilaian terhadap hasil jawaban kuisioner dengan menggunakan skala Likert dengan skor tertentu dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut. Tabel 3 Skor Nilai Jawaban Responden Jawaban Memiliki akses penuh/memiliki kontrol penuh/sangat aktif/pekerjaan tetap//perguruan tinggi atau Akademi Memiliki akses sering/memiliki kontrol sering/sering aktif/pekerjaan sampingan atau jarang bekerja//smu atau sederajat Memiliki akses kurang sering/memiliki kontrol kurang sering/kurang aktif/kurang jarang bekerja/ SMP atau sederajat Memiliki akses jarang sekali/memiliki kontrol jarang sekali/jarang sekali aktif/jarang sekali bekerja/sd atau sederajat Tidak pernah memiliki akses/tidak pernah memiliki kontrol/tidak pernah aktif/tidak pernah bekerja//tidak sekolah Skor nilai Metode Analisis Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk mengkaji bagaimana pemanfaatan sumberdaya perikanan dan laut di Kecamatan Panai Hilir dan hubungan peran gender dengan keragaan aktivitas tangkap perikanan rumahtangga nelayan. Analisis deskriptif merupakan analisis yang akan mengolah data-data kualitatif dari hasil eksplorasi kasus. Hasil analisis memberikan gambaran secara umum mengenai lokasi penelitian, karakteristik sampel dan pemanfaatan sumberdaya perikanan laut masyarakat Metode Data Envelopment Analyisis (DEA) Tingkat efisiensi keragaan kapasitas perikanan tangkap nelayan dianalisis dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Kegunaan metode tersebut untuk mengukur keragaan relative (relative performance) dan efisiensi relative (relative efficiency) pada kapasitas perikanan tangkap nelayan.

53 Teknik DEA didasarkan pada pemrograman matematis (mathematical programming) untuk menentukan solusi optimal yang berkaitan dengan sejumlah kendala (Fauzi dan Anna, 2005). Fungsi tujuan yang akan dicapai dalam model adalah memaksimumkan efisiensi kapasitas perikanan tangkap nelayan. Secara matematis dapat ditulis: Fungsi tujuan yang akan di capai, Max E m = wi yij Keterangan: E = efisiensi yang diperoleh dari kapasitas tangkap yang digunakan wi = bobot yang diberikan terhadap output yij = jumlah ikan yang diperoleh, dimana; i = jenis ikan ; i = (Tongkol, Gembung, Bawal, Teri dan sebagainya) j = unit sampel; j = 1,2,3,..., m = point refrence DEA Kendala yang dilihat dalam penelitian merupakan kendala-kendala yang dihadapi nelayan untuk menghasilkan kapasitas perikanan tangkap yang efisien dimana perbandingan (hasil tangkapan) output dengan input (bahan bakar minyak yang digunakan, jumlah melaut, kekuatan mesin dan jumlah tenaga kerja yang digunakan kurang dari atau sama dengan satu). Secara matematis dapat ditulis: Keterangan; wi = bobot yang diberikan terhadap output yij = jumlah ikan yang diperoleh, dimana; i v k = jenis ikan ; i = (Tongkol, Gembung, Bawal, Teri dan sebagainya) = bobot yang diberikan pada input x1 = Jumlah BBM yang digunakan (liter) x2 = Jumlah melaut (trip) x3 = kekuatan mesin (PK) vk x1 + vk x2 + vk x3 + v k k k k w i, v k ε i x4 = Jumlah tenaga kerja yang digunakan (HOK) i m w y i ij m k 1 x4 40

54 41 j = unit sampel; j = 1,2,3,..., m = point refrence DEA Analisis Gender Guna menganalisis keterlibatan gender dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan digunakan analisis gender dengan metode Harvard Analytical Framework (HAF). Metode tersebut dapat digunakan untuk mengumpulkan data peran gender dalam rumahtangga. Kerangka analisis gender memiliki empat komponen yang meliputi; profil aktivitas, profil akses dan profil kontrol (Overholt et. al dalam Handayani. 2001). Profil aktivitas Profil aktivitas berdasarkan pada pembagian kerja gender (siapa mengerjakan apa, di dalam rumah tangga dan masyarakat), yang memuat daftar tugas atau pembagian kerja (kualitatif) laki-laki dan perempuan serta curahan waktu (kuantitatif) pada aktivitas sehari sebelumnya. Aktivitas dikelompokkan menjadi tiga yaitu produktif, reproduktif/rumah tangga, kebutuhan dasar dan aktivitas sosial-keagamaan. Profil Akses dan Kontrol Profil akses merupakan peluang untuk menggunakan/memanfaatkan sumber daya tanpa kekuasaan untuk mengambil keputusan mengenai penggunaan sumber daya. Profil kontrol dalam penelitian ini mengkaji bagaimana laki-laki dan perempuan mengambil keputusan atau mengontrol penggunaan sumberdaya seperti; perlatan tangkap, peralatan pengolahan ikan, informasi, pendidikan dan pelatihan, penentuan modal, pemasaran ikan dan sebagainya Analisis Statistik Untuk melihat perbedaan profil aktivitas, akses dan kontrol gender dilakukan Uji statistik dengan menggunakan uji beda dua nilai tengah populasi. Menguji rata-rata curahan waktu laki-laki (µ1) dan perempuan (µ2) dalam aktivitas reproduktif, kebutuhan dasar, dan aktivitas sosial. Adapun hipotesis yang diajukan adalah:

55 42 Ho: µ1 = µ2? Artinya rata-rata curahan waktu laki-laki dalam aktivitas reproduktif, kebutuhan dasar, dan aktivitas sosial sama dengan curahan waktu perempuan H1:µ1 < µ2? Artinya rata-rata curahan waktu laki-laki dalam aktivitas reproduktif, kebutuhan dasar, dan aktivitas sosial lebih kecil daripada curahan waktu perempuan Menguji rata-rata curahan waktu laki-laki (µ1) dan perempuan (µ2) dalam aktivitas produktif Ho: µ1 = µ2? Artinya rata-rata curahan waktu laki-laki dalam aktiv itas produktif sama dengan curahan waktu perempuan H1:µ1 > µ2? Artinya rata-rata curahan waktu laki-laki dalam aktivitas produktif lebih besar daripada curahan waktu perempuan. Menguji rata-rata akses dan kontrol yang dimiliki laki-laki (µ1) dan akses dan yang dimiliki perempuan (µ2). Adapun hipotesis yang diajukan adalah: Ho: µ1 = µ2? artinya akses dan kontrol laki-laki sama dengan akses dan kontrol perempuan. H1:µ1 > µ2? artinya akses dan kontrol laki-laki lebih besar daripada akses dan kontrol perempuan. Statistik uji beda dua nilai tengah yang digunakan adalah uji Z dengan persamaan: Keterangan: ( x Z = x 1 2 ) S n d S + n x 1 = rata-rata curahan waktu laki-laki untuk kegiatan reproduktif, produktif dan sosial, (jam per hari) serta akses dan kontrol laki-laki x 2 = rata-rata curahan waktu perempuan untuk kegiatan reproduktif, produktif dan sosial, (jam per hari) serta akses dan kontrol perempuan s 1 = standar deviasi rata-rata curahan waktu laki-laki untuk kegiatan reproduktif, produktif dan sosial, serta akses dan kontrol laki-laki s 1 = standar deviasi rata-rata curahan waktu perempuan untuk kegiatan reproduktif, produktif dan sosial serta akses dan kontrol perempuan

56 43 n 1 = jumlah responden lelaki n 2 = jumlah responden perempuan d 0 = µ 1 µ 2, dimana µ merupakan nilai tengah Selanjutnya nilai Z hitung (observasi) dibandingkan dengan nilai Z tabel (nilai kritis) dengan arah satu sisi. Tingkat signifikansi yang digunakan adalah 95% (a = 5%) dengan kaidah keputusan: Bila Z hitung > Z a dan - Z hitung < - Z a maka tolak Ho (terima H 1 ) Bila Z hitung < Z a dan - Z hitung > - Z a maka terima Ho (tolak H 1 ) Uji Korelasi Rank Spearman Korelasi Rank Spearman digunakan untuk menganalisis variabel-variabel yang diduga berhubungan dengan kontrol. Analisis program komputer yang digunakan adalah Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi Adapun variabel-variabel yang akan dianalisis adalah: 1. Hubungan variabel profil akses (X) dengan variabel profil kontrol (Y). 2. Hubungan variabel tingkat pendidikan (X) dengan variabel profil kontrol (Y). 3. Hubungan variabel status pekerjaan perempuan (X) dengan variabel pendapatan (Y). Rumus korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut: r s n 2 6 di i= 1 = 1 3 n n Dimana: r s = Koefisien korelasi Rank Spearman n = Jumlah sampel d i = Xi Yi = Selisih antara dua variabel yang diuji Xi = Ranking pada variabel independen sampel ke i Yi = Ranking pada variabel dependen sampel ke i Besarnya nilai rs terletak -1 < rs < 1, artinya: Nilai rs yang diperoleh digunakan untuk menghasilkan Z hitung dengan persamaan; Z = rs n 1 Adapun hipotesis uji yang diajukan adalah:

57 44 H0: artinya tidak ada hubungan antara variab el X dan Y HI: artinya ada hubungan antara variabel X dan Y Guna menguji signifikansi, maka nilai Z hitung yang diperoleh dibandingkan dengan nilai Z tabel. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% dengan uji 2 arah. Adapun kaidah pengujian sebagai berikut: Bila Z hitung > Z a dan - Z hitung < - Z a maka tolak Ho (terima H 1 ) Bila Z hitung < Z a dan - Z hitung > - Z a maka terima Ho (tolak H 1 ) Konsep dan Pengukuran Variabel Sumberdaya manusia adalah kemampuan baik dari pemikiran dan aksi yang dilakukan manusia (produktivitas manusia) untuk menyediakan kebutuhan hidupnya dan kebutuhan hidup manusia pada umumnya. Sumberdaya perikanan laut adalah aset laut berupa berbagai jenis ikan yang digunakan sebagai pemenuhan kepuasan dan utilitas manusia. Kapasitas perikanan adalah seberapa besar pemanfaatan sumber daya perikanan dibandingkan dengan capital stock yang tersedia. Efisiensi dalam DEA adalah target untuk mencapai efisiensi yang maksimum dengan kendala relatif efisiensi seluruh unit tidak boleh melebihi 100%. Rumahtangga nelayan adalah kelompok orang yang tinggal satu rumah dengan makan bersama dari satu dapur (istri, suami dan atau anak) terdiri dari lakilaki dan perempuan dengan mata pencaharian sebagai nelayan. Dimana satu rumah merupakan satu rumahtangga (jumlah) rumah. Gender adalah suatu istilah yang mengacu pada sistem peran laki-laki dan perempuan serta hubungan keduanya yang tidak hanya didasarkan pada perbedaan biologis tetapi pada masyarakat dan nilai-nilai kebudayaan serta kebiasaan hidup di mana mereka dilahirkan dan dibesarkan. Profil akses adalah peluang yang bisa diperoleh laki-laki dan perempuan untuk menggunakan atau memanfaatkan sumberdaya tanpa kekuasaan untuk mengambil keputusan mengenai penggunaan sumber daya yang diukur dalam skor.

58 45 Profil kontrol adalah sejauh mana perempuan dan laki-laki mempunyai kekuasaan atau kemampuan dalam proses pengambilan keputusan dalam merencanakan, melakukan atau menikmati sesuatua yang diukur dalam skor. Profil aktivitas adalah pembagian kerja dan curahan waktu laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan baik dibidang reproduktif, produktif, sosial-budaya, keagamaan dan kelembagaan. Diukur dengan kegiatan yang dilakukan (kualitatif) dan waktu yang digunakan dalam setiap kegiatan (jam) Sumberdaya individu perempuan adalah kemampuan yang dimiliki perempuan dalam rumahtangga antara lain; akses, tingkat pendidikan dan status pekerjaan yang diukur dalam skor. Curahan waktu adalah jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh suami dan istri dalam rumahtangga nelayan untuk setiap jenis kegiatan reproduktif, produktif, kebutuhan dasar dan sosial yang diukur dalam jam. Kawasan pantai adalah wilayah pesisir yang merupakan pertemuan antara daratan dan laut.

59 46 V. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak Geografis Kecamatan Panai Hilir merupakan salah satu wilayah pantai yang terdapat di Kabupaten Labuhanbatu Provinsi Sumatera Utara. Jarak Kecamatan Panai Hilir ke ibukota Kabupaten Labuhanbatu yaitu Rantauprapat adalah 125 km dengan wak tu tempuh 6 7 jam perjalanan yang dapat ditempuh melalui transportasi darat dan laut. Secara rinci terdapat 3 jalur alternatif menuju Kecamatan Panai Hilir sebagai berikut: 1. Dari Rantauprapat menuju Tanjung Sarang Elang menggunakan transportasi darat dengan waktu tempuh perjalanan 4,5 jam, dilanjutkan dengan transportasi laut berupa motor bot selama 2,5 jam dan langsung ke Kecamatan Panai Hilir. 2. Dari Rantauprapat menuju Tanjung Sarang Elang menggunakan transportasi darat dengan waktu tempuh 4,5 jam dilanjutkan dengan transportasi laut berupa motor bot ke Labuhan Bilik selama 30 menit selanjutnya dengan kendaraan darat sepeda motor selama 30 menit. 3. Dari Rantauprapat menuju Kecamatan Panai Hilir menggunakan transportasi darat dengan waktu tempuh perjalanan 7 jam. Pada umumnya masyarakat Kecamatan Panai Hilir yang memiliki kendaraan sepeda motor memilih jalur transportasi alternatif ke dua karena waktu perjalanan tempuhnya lebih cepat. Masyarakat yang menggunakan jalur alternatif ke dua yang berasal dari Kecamatan Panai Hilir menitipkan kendaraan mereka di pangkalan Motor Bot Labuhan Bilik sedangkan yang menuju ke Kecamatan Panai Hilir menitipkan kendaraan mereka di pangkalan Motor Bot Tanjung Sarang Elang. Sedangkan untuk jalur transportasi alternatif yang ketiga sangat jarang sekali digunakan masyarakat. Hal ini dikarenakan jarak tempuh yang lama dan fasilitas jalan sebagian besar masih menggunakan jalan bekoan tanah. Sehingga apabila musim hujan jalan tersebut tidak dapat difungsikan. Sejauh ini hanya para pendatang dengan mengendarai mobil yang menempuh jalur alternatif ke tiga dan

60 itupun kalau mobil tersebut dibutuhkan mereka selama berada di Kecamatan Panai Hilir. Selanjutnya secara administrasi, batas-batas Kecamatan Panai Hilir adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka - Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kualuh Hilir - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Panai Tengah Luas wilayah Kecamatan Panai Hilir adalah Ha yang terbagi dalam 8 desa yaitu; Desa Sei Lumut, Desa Sei Tawar, Desa Sei Berombang, Desa Sei Baru, Desa Penggantungan, Desa Sei Sakat, Desa Sei Sanggul dan Desa Wonosari. Tabel 4 Luas dan jumlah penduduk menurut desa No. Desa Luas (Ha) % Jumlah Penduduk % 1 Sei Penggantungan Sei Lumut Sei Tawar Sei Sanggul Sei Berombang Sei Sakat Sei Baru Wonosari Jumlah Sumber: Kecamatan Panai Hilir Dalam Angka Tahun Pada Tabel 4 dapat di lihat luas wilayah dan jumlah penduduk setiap desa yang terdapat di Kecamatan Panai Hilir. Desa Sei Tawar merupakan desa yang memiliki wilayah lebih luas dari desa lainnya yaitu 7380 Ha atau 22% dari keseluruhan luas wilayah Kecamatan Panai Hilir. Sementara desa Sei Berombang yang merupakan ibukota Kecamatan Panai Hilir hanya memiliki luas wilayah 2940 Ha atau 8,6% dari seluruh luas wilayah Kecamatan. Kendati demikian jumlah penduduk terpadat yaitu 34% dari seluruh jumlah penduduk berdomisili di desa Sei Berombang yang merupakan kota Kecamatan. Sedangkan penduduk yang berdomisili di desa Sei Tawar hanya 2,8% dari seluruh jumlah penduduk. Hal ini dikarenakan desa Sei Tawar masih sangat terisolir dibanding dengan desa lainnya. Jarak desa Sei Tawar ke Kecamatan 27 km yang hanya bisa ditempuh

61 48 dengan sepeda motor dan jalan kaki. Apabila hari hujan perjalanan ke desa tersebut tidak bisa di lakukan. Hal tersebut menyebabkan motivasi seseorang untuk berdomisili di desa Sei Tawar tidak ada. Bahkan yang terjadi adalah perpindahan penduduk ke luar desa. Kecamatan Panai Hilir memiliki topografi yang pada umumnya daratan dengan jenis tanahnya bergambut dan alluvial dengan kondisi geografis terletak pada ketinggian 0 12 m dari permukaan laut. Wilayah kecamatan Panai Hilir pada umumnya tidak lepas dari pasang surutnya air laut. Kemudian terdapat banyak sungai-sungai kecil yang dimanfaatkan oleh sebagian nelayan untuk tempat berlabuhnya motor bot mereka dan tidak jarang sungai-sungai kecil tersebut berada di belakang rumah para nelayan Keadaan Sosial Ekonomi. Pada umumnya penduduk Kecamatan Panai Hilir bermata pencaharian sebagai nelayan yang sudah turun temurun. Hal ini dapat ditemukan hampir pada rumah tangga nelayan yang memiliki anak laki-laki dewasa secara langsung terlibat dalam usaha mencari ikan di laut. Bahkan ada anak-anak yang seharusnya duduk di bangku Sekolah Dasar ikut melaut. Biasanya anak-anak nelayan ikut melaut bersama orang tua mereka dengan satu perahu. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar dengan mengurangi tenaga buruh yang seharusnya di gaji apabila menggunakan tenaga luar keluarga. Di samping itu dengan menggunakan tenaga keluarga, para orang tua tidak lagi terbebani untuk mengeluarkan uang jajan anak. Karena anak juga akan mendapat bagian dari penjualan hasil tangkapan setiap melaut. Faktor utama penduduk bermata pencaharian di sektor perikanan laut tersebut adalah letak geografis kecamatan Panai Hilir yang merupakan wilayah pantai. Kecamatan Panai Hilir diwarnai dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat yang heterogen. Pada umumnya masyarakat Kecamatan Panai Hilir memeluk agama Islam tetapi sebagian yang lain beragama Kristen Katolik, Kristen Protestan, dan Konghucu yang dianut oleh warga keturunan Tionghoa. Demikian pula adat dan budaya masyarakat yang terdiri dari berbagai suku antara lain; Jawa, Batak Toba, Batak Mandailing dan Batak Melayu masing-masing

62 49 memiliki kultur yang berbeda-beda. Pada umumnya suku Batak Toba yang beragama Kristen berpusat di sebelah Utara desa Sei Baru. Sedangkan suku Jawa berpusat di Desa Wonosari. Pengelompokan domisili tersebut dilatarbelakangi oleh pola hidup dan strategi nafkah yang berbeda. Warga Batak Toba dan Jawa tersebut memiliki etos kerja yang tinggi sebagai petani dan mereka tidak terlibat dalam aktivitas melaut. Selain itu mereka mengusahakan hewan ternak seperti babi (khusus suku Batak Toba), ayam, dan kambing. Meskipun di satu sisi terlihat kehidupan warga yang berjalan dengan sendiri-sendiri tapi aspek kebersamaan tidak hilang sehingga kehidupan masyarakat berjalan harmonis. Wilayah Kecamatan Panai Hilir yang dikategorikan sebagai wilayah pantai memberi peluang pada sektor ekonomi yang tidak hanya dari pertanian, perdagangan, dan jasa tapi dilengkapi dengan sektor perikanan laut. Untuk sektor perikanan laut dalam skala besar dikelola oleh warga keturunan Tionghoa. Demikian pula dengan perdagangan sebagian besar di pegang oleh warga Tionghoa yang berdomisili di kota Kecamatan. Perikanan laut merupakan sektor ekonomi yang bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Baik dari lapisan tingkat umur dan status sosial masyarakat yang berbeda-beda. Selain itu sektor perikanan laut merupakan salah satu sektor yang memberi stimulus berkembangnya industri pengolahan ikan masyarakat. Adapun sektor jasa yang banyak diusahakan masyarakat adalah transportasi yaitu pekerjaan sebagai ojek dengan kendaraan sepeda motor. Khusus sektor pertanian masyarakat sangat heterogen mulai dari jenis usaha tani subsistem sampai pada usahatani non subsistem. Pemasaran hasil tani masyarakat selain untuk memnuhi kebutuhan pasar domestik juga ke luar wilayah melalui jalur laut yaitu ke Tanjung Balai. Masyarakat kecamatan Panai Hilir dapat dikatakan masyarakat yang sedang mengalami pergeseran dari masyarakat statis menuju masyarakat dinamis. Tapi sangat menyayangkan pergeseran tersebut tidak melihat aspek kehidupan sosial ang sebenarnya bermanfaat dan baik untuk di sinergikan dengan kehidupan masyarakat yang mulai berkembang. Budaya materialistis tanpa disadari masyarakat sudah terdapat dalam kehidupan mereka sehari-hari yang berdampak pada kesenjangan ekonomi. Hal ini bisa disebabkan faktor pola hidup yang boros

63 dari sebagian besar rumah tangga nelayan menjadi potensi tidak terkendalinya ekonomi rumah tangga masyarakat pada umumnya. Disamping itu tatanan hidup yang dianut dengan nilai-nilai tepa selira antar warga mulai hilang seiring dengan tuntutan kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Fenomena tersebut dapat ditemukan khususnya pada warga kota Kecamatan. Jumlah penduduk Kecamatan Panai Hilir adalah jiwa yang terdiri dari (48,2%) penduduk berjenis kelamin laki-laki dan (51,8%) penduduk berjenis kelamin perempuan (Kecamatan Panai Hilir dalam Angka 2002). Angka tersebut menunjukkan bahwa penduduk perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Jumlah perempuan tersebut dapat menjadi potensi yang apabila perempuan diberdayakan dengan baik akan dapat memberi kontribusi terhadap kehidupan rumah tangga mereka. Sementara bagi pemerintah, besarnya jumlah perempuan merupakan tantangan untuk bisa memproduktifkan perempuan. Tabel 5 Jumlah penduduk pada tiap desa berdasarkan jenis kelamin No. Desa Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Sei Penggantungan Sei Lumut Sei Tawar Sei Sanggul Sei Berombang Sei Sakat Sei Baru Wonosari Jumlah Sumber: Kecamatan Panai Hilir Dalam Angka Tahun Tingkat pendidikan masyarakat kecamatan Panai Hilir secara umum masih rendah. Rendahnya tingkat pendidikan ini disebabkan faktor kemiskinan masyarakat baik secara kultural ataupun struktural. Apabila musim ikan datang, anak-anak banyak yang ikut melaut karena mereka terdorong untuk mendapatkan uang saku sehingga motivasi anak untuk sekolah berkurang. Sebagian anak tidak menamatkan Seko lah Dasar mereka karena orang tua mereka menggunakan tenaga anak laki-laki untuk ikut ke laut mencari ikan. Sementara pada kondisi paceklik, banyak anak-anak yang berhenti sekolah karena orang tua tidak sanggup membayar biaya-biaya sekolah. Untuk mengetahui gambaran tingkat pendidikan kondisi kekinian di Kecamatan Panai Hilir dapat dilihat pada Tabel 6.

64 51 Tabel 6 Jumlah penduduk menurut tingkat umur dan pendidikan Penduduk usia 7-12 tahun Penduduk usia tahun No Desa Tidak Tidak Sekolah % % Sekolah % Sekolah Sekolah % 1 Sei Penggantungan 2 Sei Lumut Sei Tawar Sei Sanggul Sei Berombang Sei Sakat Sei Baru Wonosari Jumlah Sumber: Kecamatan Panai Hilir Dalam Angka Tahun 2002 Dari Tabel 6 diketahui pada tiap desa ditemukan penduduk yang tidak sekolah baik pada tingkatan umur 7 12 tahun maupun pada tahun. Jumlah penduduk yang tidak sekolah dengan persentase yang besar terdapat di Desa Sei Berombang. Dimana untuk usia 7 12 tahun sebanyak 32% dan untuk usia tahun 30% dari seluruh penduduk Kecamatan Panai Hilir yang tidak sekolah pada tingkat umur tersebut. Tingginya angka tidak sekolah pada desa Sei Berombang selain faktor ekonomi terdapat pula faktor lingkungan yang kurang mendidik. Pengadaan pasar malam setiap malam Minggu dan Malam Kamis tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas tersebut memberi kontribusi besar terhadap perekonomian Kecamatan Panai Hilir. Tapi di satu sisi aktivitas tersebut merusak perkembangan generasi muda. Akibatnya mereka lebih sering berada di luar rumah dengan berbagai aktivitas yang sifatnya hura-hura tanpa memberi manfaat untuk mereka. Dan tidak jarang pula terjadi perkelahian antar desa yang disebabkan karena hubungan pertemanan antar remaja Keadaan Sarana dan Prasarana Kecamatan Panai Hilir Sarana dan Prasarana yang terdapat di Kecamatan Panai Hilir tidak jauh berbeda dengan kecamatan wilayah pantai lainnya yang masih serba terbatas bila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang terdapat di wilayah pedalaman. Kebutuhan air bersih untuk kecamatan Panai Hilir sangat terbatas melihat wilayah ini setiap harinya pasang surut. Masyarakat yang tidak memiliki sumur bor hanya

65 mengandalkan air hujan sebagai kebutuhan memasak. Sementara pada musim kemarau mereka harus menambah pengeluaran dengan membeli air untuk mendapatkan air bersih. Sebagian rumah tangga nelayan yang tidak mampu hanya pasrah menggunakan air sungai untuk kebutuhan hidup sehari-hari baik mandi, mencuci dan memasak. Agar air yang diperoleh masih bisa dimanfaatkan, pengambilan air sungai dilakukan pada waktu air mulai pasang besar. Proyek pembangunan air bersih yang diberikan pemerintah tidak menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini tidak lepas dari peran masyarakat yang ketika berjalannya proyek kurang dilibatkan sehingga masyarakat merasa kurang memiliki proyek pembangunan tersebut. Disamping itu adanya unsur ekonomi pasar yang berlaku terhadap kebutuhan air bersih sehingga masyarakat yang memiliki kekuasaan dan modal menguasai kelas bawah yang tidak memiliki modal. Kondisi ini ditemukan di lokasi penelitian, dimana kebutuhan terhadap air minum merupakan bisnis yang memberi keuntungan besar. Sehingga kelas atas akan semakin kuat dengan adanya ketergantungan kelas bawah. Sementara kelas bawah akan semakin tertekan dan sulit untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Sarana prasarana untuk pendidikan khususnya Sekolah Dasar kurang memadai. Beberapa gedung Sekolah Dasar sudah kurang layak untuk digunakan. Dapat ditemukan di lokasi penelitian yang berada di desa Sei Baru terdapat Sekolah Dasar Negeri yang sudah tidak layak huni. Secara rinci sarana prasarana yang terdapat di Kecamatan Panai Hilir dapat di lihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sarana prasarana Kecamatan Panai Hilir No. Sarana Prasarana Jumlah 1 Sekolah Dasar 22 2 SD Swasta 10 3 SMPN 1 4 SMP Swasta 7 5 SMUN 1 6 SMU Swasta 2 7 Puskesmas 1 8 Puskesmas Pembantu 3 9 Posyandu Praktek Dokter 1 11 Pasar 1 12 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 1 13 Tangkahan Umum 1 Jumlah 85 Kabupaten Labuhanbatu dalam Angka

66 53 Sarana dan Prasarana perikanan laut Tempat Pelelangan Ikan (TPI) tidak berfungsi sama sekali. Proyek pembangunan TPI yang sudah memakan biaya besar tersebut hanya menjadi tempat bermain anak-anak dan tempat nelayan memperbaiki jaring mereka. Nelayan menjual hasil tangkapan mereka di tengah laut dan bila waktu mendarat mereka malam, hasil laut dijual pada pemborong ikan. Pemborong-pemborong ikan biasanya berada di tangkahan-tangkahan. Sarana telekomunikasi kecamatan Panai Hilir berupa telepon hanya terdapat di ibukota kecamatan yaitu Sei Berombang sedangkan desa lain belum bisa memanfaatkan sarana telekomunikasi berupa telepon. Sementara untuk sarana jalan raya masih kurang memadai. Jalan raya yang menghubungkan kecamatan Panai Hilir ke Ajamu masih berupa jalan tanah. Apabila musim hujan jalan tersebut tidak bisa dilewati dan tidak jarang pedagang-pedagang ikan mengalami kerugian besar. Fasilitas penerangan dari Pembangkit Listrik Nasional (PLN) telah terdapat di Kecamatan Panai Hilir. Tersedianya sarana penerangan PLN mendorong berkembangnya perekonomian Kecamatan dari sektor jasa seperti; wartel, mesin cuci cetak photo, photo copy, salon dan sebagainya. Tetapi, tidak semua masyarakat Kecamatan Panai Hilir telah menikmati sarana penerangan yang diberikan oleh Pembangkit Listrik Nasional (PLN) tersebut. Desa Sei Tawar merupakan desa yang belum bisa menikmati jasa PLN, sehingga untuk penerangan desa digunakan mesin diesel yang dikelola oleh masyarakat secara swasta. Demikian pula untuk masyarakat yang masih berada pada garis kemiskinan, meskipun bertempat tinggal di desa yang telah difasilitasi oleh PLN, tidak mampu menikmati fasilitas tersebut. Masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan masih menggunakan bahan bakar minyak tanah untuk penerangan rumah mereka.

67 54 VI. SUMBERDAYA PERIKANAN LAUT 6.1. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Laut Sumberdaya perikanan dan laut kecamatan Panai Hilir masih dimanfaatkan hanya untuk satu aktivitas yaitu perikanan tangkap. Aktivitas perikanan tangkap yang dilakukan masyarakat merupakan warisan keluarg a nelayan secara turun-temurun baik pada masyarakat pribumi maupun masyarakat keturunan Tionghoa. Adapun golongan nelayan dengan kepemilikan modal dalam jumlah besar di dominasi oleh keturunan Tionghoa dengan menguasai tangkahan yang merupakan pusat pemasaran ikan hasil tangkapan. Dengan adanya sistem kelembagaan tangkahan, keberadaan TPI di kecamatan Panai Hilir tidak difungsikan. Studi PKSPL (2004) juga menunjukkan bahwa pada wilayah pantai timur dan barat Sumatera kelembagaan tangkahan sudah berkembang dengan baik. Hal ini karena kelembagaan tersebut memiliki kelebihan yaitu; 1) memberikan modal kepada nelayan sebelum beroperasi, 2) informasi dan teknologi penangkapan yang ditawarkan lebih maju, 3) adanya dukungan (backing) aparat keamanan dan 4) jaringan pemasarannya sudah sistematik. Adapun jaringan pemasaran perikanan tangkahan digambarkan pada gambar 3. TPI Tangkahan Pengecer Pedagang lokal Pedagang besar Ekspor Pengecer Pedagang lokal/agen Konsume n Rumah makan Gambar 3 Rantai pemasaran ikan dalam sistem tangkahan

68 55 Sistem kelebagaan tangkahan Panai Hilir yang dikelola oleh pemilik modal dan nelayan besar tidak jauh berbeda dengan apa yang diilustrasikan pada gambar 3. Apabila pemasaran ikan langsung di lakukan ketika aktivitas melaut berlangsung, para pemilik tangkahan mendatangi nelayan ke laut. Dengan adanya penguasaan pasar oleh pemilik modal dan pemilik tangkahan maka surplus ekonomi tetap menguntungkan mereka dengan pihak yang terlibat sementara eksploitasi yang mereka lakukan pada gilirannya meniadakan hak-hak nelayan kecil dan tradisional untuk mengakses sumber daya perikanan Panai Hilir. Kemudahan pinjaman dengan pengembalian yang sulit oleh tangkahan tersebut di satu sisi merupakan penunjang semakin tingginya tingkat eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah tangkap Panai Hilir padahal wilayah tangkap tersebut telah mengalami overfishing. Adapun sektor pengolahan rumahtangga nelayan semakin berkurang, karena nelayan yang memiliki utang terpaksa harus menjual hasil tangkapan segarnya pada pemilik modal atau nelayan besar. Akibatnya pendapatan keluarga mengalami penurunan sementara bila mereka tidak terlilit utang, ikan dapat diolah oleh perempuan dan harga jualnya akan memiliki nilai tambah. Sektor pariwisata dan budidaya belum terdapat di wilayah pesisir dan laut Panai Hilir. Pemanfaatan wilayah pesisir dan laut Panai Hilir untuk sektor pariwisata perlu di pertimbangkan karena wilayah tersebut memiliki potensi pariwisata untuk dikembangkan. Hal ini terkait dengan wilayah perairan Panai Hilir yang cukup strategis. Namun perlu dilakukan pengkajian dengan ketersediaan potensi sumber daya lainnya. Sementara untuk sektor budidaya, melihat kondisi laut yang sudah oferfishing dan menurut Dinas Kelautan dan Perikanan (2005) wilayah perairan Selat Malaka merupakan wilayah yang kurang baik untuk dilakukan pengelolaan sektor budidaya. Penggunaan alat tangkap nelayan Panai Hilir bervariasi mulai dari alat tangkap tradisional sampai alat tangkap yang modern. Secara umum alat tangkap yang digunakan nelayan Panai Hilir dapat dilihat pada Tabel 8.

69 56 Tabel 8 Jenis dan jumlah alat tangkap nelayan Kecamatan Panai Hilir No. Jenis alat tangkap Jumlah % 1 Payang (payang) Dogol (Danish Seine) Pukat Cincin (Purse Seine) Jaring Insang Hanyut (Drift Gill Net) Jaring angkat lainnya (Other Lift Net) Pancing lainnya (Other Pole and Line) Alat pengumpul kerang (Shell Collection Equipment) Jumlah Kabupaten Labuhanbatu dalam Angka 2002 Tabel 8 menunjukkan bahwa 15,6% alat tangkap nelayan menggunakan Jaring Insang Hanyut (Drift Gill Net) dan Jaring angkat lainnya (Other Lift Net). Sementara 31% masih menggunakan pancing lainnya (Other Pole and Line). Selanjutnya Jumlah perahu dan kekuatan mesin yang digunakan nelayan pada Kecamatan Panai Hilir dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah perahu dan kekuatan mesin No. Uraian Jumlah (%) 1. Perahu dengan motor < 5 GT GT GT Perahu tanpa motor Jumlah Kabupaten Labuhanbatu dalam Angka 2002 Dari Tabel 9 diketahui bahwa perahu nelayan sebagian besar menggunakan mesin dengan kekuatan lebih kecil dari 5 GT yaitu sebanyak 270 nelayan (55%). Sementara itu masih ditemukan nelayan dengan perahu tanpa motor sebanyak 59 nelayan (12%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dominan nelayan Kecamatan Panai Hilir telah memiliki armada tangkap perahu dengan motor. Semakin besar kekuatan mesin yang digunakan maka kecepatan perahu akan tinggi dan jarak tangkap bisa lebih jauh. Tetapi di satu sisi dengan semakin jauhnya jarak tangkap maka input yang digunakan akan semakin besar baik modal maupun kapital per trip melaut. Wilayah tangkap nelayan kecil dengan armada tangkap sampan tanpa motor berada di daerah muara-muara sungai yang terdapat di Panai Hilir dan

70 57 sekitar pantai sementara nelayan besar berada di sekitar perairan pantai yang dinamakan Tanjung Bangsih hingga ke perbatasan perairan Malaysia. Jarak dari Tanjung Bangsih ke daratan Malaysia apabila mengendarai perahu bot nelayan hanya menggunakan waktu 6 jam dan dengan speak boat cukup 4 jam. Tetapi dalam aktivitasnya nelayan besar banyak melanggar ketentuan surat keputusan menteri pertanian No. 392.Kpts.IK.120/4/1999 tentang jalur-jalur penangkapan ikan. Hal ini juga disebabkan karena tidak adanya kejelasan wilayah tangkap yang mengatur zona tangkapan nelayan kecil dengan nelayan besar di Kecamatan Panai Hilir. Sementara masyarakat nelayan secara tidak tertulis dalam aktivitasnya berpedoman pada keputusan tersebut. Adapun pengaturannya adalah (PKSPL, 2004): Pertama: a. Jalur-jalur penangkapan I adalah perairan pantai selebar 3 mil laut yang diukur dari titik terendah pada waktu air surut. b. Jalur-jalur penangkapan II adalah perairan selebar 4 mil laut yang diukur dari garis luar jalur penangkapan I. c. Jalur-jalur penangkapan III adalah perairan selebar 5 mil laut yang diukur dari garis luar jalur penangkapan II. d. Jalur-jalur penangkapan IV adalah perairan di luar jalur penangkapan III. Kedua; Penggunaan kapal dan alat tangkap pada masing-masing jalur diatur sebagai berikut: a. Jalur penangkapan I tertutup bagi: Kapal penangkap ikan bermesin dalam (inboard) berukuran diatas 5 GT atau berkekuatan di atas 10 DK; semua jenis jaring trawl, jaring pukat (purse seine), jaring lingkar (gill net) dan jaring (pukat) di atas 120 meter panjang rentangan (seine nets longer). b. Jalur penangkapan II tertutup bagi: Kapal penangkap ikan (inboard) berukuran diatas 25 GT atau berkekuatan diatas 50 DK; jaring trawl dasar berpanel (otter board) yang panjang tali ris atas/bawahnya diatas 12 meter, jaring trawl melayang (pelagic trawl),

71 58 jaring trawl yang ditarik 2 kapal (pair trawl) dan pukat cincin yang panjangnya diatas 300 meter. c. Jalur penangkapan III tertutup bagi; Kapal penangkap ikan inboard berukuran diatas 100 GT atau berkekuatan diatas 200 DK; jaring trawl dasar dan melayang berpanel (otter board) yang panjang tali ris atas/bawahnya diatas 20 meter, pair trawl dan pukat cincin yang panjangnya diatas 600 meter. d. Jalur penangkapan IV tertutup bagi; Pair trawl di perairan Samudera Hindia. Pada tahun 2004 Departemen Kelautan dan Perikanan mengeluarkan kebijakan untuk memperbolehkan nelayan menggunakan alat tangkap jaring trawl, konflikpun tidak terelakkan antara nelayan besar dengan nelayan kecil. Kebijakan tersebut tentunya bertentangan dengan Kepres No. 39 Tahun 1980 yang menyatakan penghapusan jaring trawl. Kebijakan DKP tersebut o leh nelayan besar, merupakan angin segar. Sehingga mereka lebih berkuasa untuk mengeksploitasi perikanan laut dengan menggunakan jenis alat tangkap trawl dan pengoperasiannya pun dilakukan pada wilayah tangkap yang seharusnya hanya dimiliki nelayan kecil. Aktivitas tersebut dilakukan agar jarak tangkap mereka berkurang sehingga biaya yang digunakan juga berkurang. Sementara stok ikan pada wilayah diatas 3 mil sudah berkurang sehingga penghasilan melaut yang diperoleh tidak sebanding dengan pengeluaran nelayan besar. Sementara nelayan kecil dengan keterbatasan alat tangkapnya akan memperoleh hasil tangkapan yang semakin sedikit dengan semakin banyaknya jumlah perahu yang mengekstraksi perikanan laut. Aktivitas tangkap nelayan dalam memanfaatkan perikanan laut umumnya dilakukan dengan waktu kerja per trip melaut satu hari tetapi untuk nelayan besar, waktu kerja melaut per trip dua hari bahkan ada juga yang sampai satu minggu. Nelayan besar dengan waktu kerja satu minggu per trip memiliki wilayah tangkap yang sudah lebih jauh. Adapun dalam aktivitas tangkap nelayan, tidak ada aturanaturan tertentu yang membatasi waktu kerja melaut mereka. Tetapi dominan nelayan dalam sebulan hanya menggunakan waktu kerja dua minggu. Hal ini

72 terkait dengan pasang dan surutnya air laut. Adapun siklus pasang dan surutnya air laut merujuk pada penanggalan arab (Tahun Hijriyah) dimana pasang besar terjadi setiap tanggal 15 dan 30 dapat dilihat pada Tabel 10.. Tabel 10 Siklus pasang surut air laut No. Tanggal Keterangan air pasang menurun air pasang menaik air pasang menurun air pasang menaik Sumber: Data Primer Waktu kerja aktivitas tangkap nelayan Panai Hilir dalam sebulan hanya dilakukan ketika musim air pasang. Apabila aktivitas tangkap dilakukan ketika air pasang mati (air pasang menurun) maka hasil tangkapan yang di peroleh jauh lebih rendah. Karena pada musim tersebut ikan sulit di peroleh. Adapun waktu pasang dan surutnya air laut setiap hari ditentukan oleh saat pasang misalnya pada hari Senin air laut pasang jam WIB maka pasang sorenya juga jam WIB selanjutnya untuk mulai pasang hari Selasa dimulai jam WIB. Kelembagaan masyarakat nelayan secara adat sejak dahulu tidak ada, baik dalam hal pembagian hasil maupun upaya-upaya perlindungan terhadap kelestarian produksi perikanana seperti pelarangan secara tegas waktu kerja melaut pada hari-hari tertentu. Sehingga tidak ada aturan-aturan yang bisa menjaga perikanan laut terlepas dari eksternalitas Tetapi pada desa Sei Baru terdapat organisasi non formal Pilar Perjuangan Nelayan yang berdiri pada tahun 2001, merupakan wadah komunikasi dan pemersatu nelayan kecil yang berupaya untuk meminimalisir pemakaian alat tangkap trawl.

73 Karakteristik Rumahtangga Nelayan Sampel Hasil pengumpulan data primer dari 96 rumahtangga yang dijadikan sampel dapat dikelompokkan berdasarkan jenis usaha terdiri dari nelayan buruh, nelayan pengolah dan nelayan tidak pengolah. Secara rinci proporsi dari tiap status usaha perikanan rumah tangga nelayan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Status usaha perikanan nelayan No. Keterangan Jumlah Rumahtangga Persentase (%) 1 Nelayan buruh Nelayan pengolah Nelayan tidak pengolah Rumahtangga khusus pengolah 0 0 Jumlah Sumber: Data Primer 2005 Nelayan buruh adalah nelayan yang tidak memiliki sarana dan prasarana produksi, memiliki hak-hak yang sangat terbatas dengan bermodal tenaga. Nelayan buruh berjumlah 13 rumah tangga (14%) yang bekerja pada nelayan pemilik pribumi dan keturunan Tionghoa. Nelayan buruh yang bekerja pada pemilik modal pribumi dan pemilik modal keturunan Tionghoa memiliki perbedaan baik dalam sistem pembagian upah dan kerja melaut. Adapun sistem upah pada nelayan buruh yang bekerja pada pemilik modal pribumi ditentukan oleh perolehan hasil tangkapan tiap trip melaut, apabila jumlah hasil tangkapan banyak maka upah melaut akan besar dan sebaliknya sementara resiko melaut seperti jaring yang rusak, perahu yang bocor sama-sama diperbaiki oleh pemilik dan buruh. Sedangkan pada nelayan buruh yang bekerja pada pemilik modal keturunan Tionghoa, upah yang diterima tidak tergantung pada perolahan hasil tangkapan tetapi telah di tentukan Rp dan buruh juga tidak memiliki tambahan kerja apabila terdapat kerusakan pada alat alat tangkap dan armada tangkap. Nelayan pengolah adalah nelayan yang tidak menjual hasil tangkapannya dalam bentuk segar tetapi dalam bentuk hasil olahan seperti ikan asin, udang kering, remis dan sebagainya. Nelayan pengolah terdiri dari 28 rumah tangga (29%) yang berdomisili di desa Sei Berombang dan Sei Sakat. Nelayan pengolah yang berdomisili di desa Sei Berombang umumnya mengolah udang kering dan

74 ikan asin sementara nelayan pengolah yang berdomisili di desa Sei Sakat umumnya mengolah remis. Hasil tangkapan segar seperti udang di rebus di laut ketika aktivitas melaut berlangsung karena perebusan udang yang masih segar akan menghasilkan rasa udang kering yang lebih enak. Sedangkan remis perebusannya dilakukan setelah di darat karena waktu perebusan remis lebih lama dari udang dan juga terdapat perbedaan perlakuan dalam pengolahannya. Nelayan yang tidak melakukan pengolahan terdiri dari 55 rumah tangga (57%). Hasil tangkapan nelayan yang tidak melakukan pengolahan ikan langsung di pasarkan dalam bentuk segar. Pemasaran ikan hasil tangkapan dilakukan di tengah laut dimana pemborong-pemborong langsung mendatangi perahu-perahu nelayan seiring berlangsungnya aktivitas menangkap ikan. Kepemilikan armada tangkap rumahtangga nelayan, terdiri dari 3 jenis yaitu; perahu motor, sampan motor dan sampan dayung. Secara rinci kepemilikan armada tangkap nelayan dapat di lihat pada Tabel 12. Tabel 12 Kepemilikan armada tangkap No. Keterangan Jumlah 1. Nelayan pemilik perahu motor Nelayan pemilik sampan motor Nelayan pemilik sampan dayung 10 Jumlah 64 Sumber: Data Primer 2005 Hasil tangkapan yang semakin berkurang memotivasi nelayan untuk berusaha memiliki armada tangkap meskipun dengan sampan dayung. Hal ini terkait dengan sistem bagi hasil setiap melaut sangat ditentukan oleh hasil tangkapan yang diperoleh. Sehingga apabila hasil tangkapan yang diperoleh sedikit, baik nelayan pemilik maupun nelayan buruh akan memperoleh pendapatan yang kecil. Selanjutnya terdapat 19 rumah tangga nelayan tidak memiliki armada tangkap tetapi melakukan aktivitas melaut sebagai mata pencaharian pokok mereka. Adapun 19 nelayan tersebut menyewa armada tangkap yang mengantar nelayan ke lokasi penangkapan ikan, sedangkan alat tangkap disediakan oleh masing-masing nelayan. Biasanya dalam satu perahu motor terdapat 6 8 nelayan dan alat tangkap yang mereka gunakan juga sama yaitu Dupi. Alat tangkap tersebut sangat sederhana dan biasanya digunakan di daerah penangkapan yang di sebut Boting. 61

75 Tingkat Pendidikan Pendidikan khususnya pendidikan formal, merupakan modal yang sangat berperan untuk mendapatkan kehidupan ekonomi lebih baik. Pendidikan juga sangat mempengaruhi pola kehidupan pada setiap individu, baik cara berfikir dan bersikap. Dalam penelitian ini perlu melihat sebaran tingkat pendidikan dari pasangan suami istri dan seluruh anggota rumah tangga. Adapun anggota rumah tangga yang di nilai adalah laki-laki dan perempuan yang merupakan tenaga kerja produktif pada rumah tangga nelayan yaitu memiliki umur di atas 17 tahun. Tabel 13 Tingkat pendidikan pasangan suami istri No. Tingkat pendidikan Kepala rumah tangga (suami) % Ibu rumah tangga (istri) 1 Tidak bersekolah SD SMP SMA Jumlah Sumber: Data Primer 2005 % Tingkat pendidikan yang dimiliki pasangan suami istri berv ariasi mulai dari tidak tamat SD sampai tingkat tamat SMA atau sederajat. Pada Tabel 13 diketahui bahwa masih ada responden yang tidak bersekolah dimana untuk kepala rumah tangga terdapat 16 orang (17%) dan ibu rumah tangga 22 orang (23%). Adapun sebagian besar tingkat pendidikan pasangan suami istri dalam rumah tangga nelayan adalah Sekolah Dasar (SD). Sementara untuk tingkat pendidikan SMA hanya dimiliki masing-masing 2 orang. Dengan demikian dapat dikatakan tingkat pendidikan rumah tangga nelayan dilihat dari aspek pendidikan pasangan suami istri masih rendah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 1. Tabel 14 Sebaran tingkat pendidikan anggota rumah tangga nelayan yang berumur di atas 17 tahun. No. Tingkat pendidikan Laki-laki (%) Perempuan (%) 1 Tidak bersekolah SD SMP/Sederajat SMA/Sederajat Jumlah Sumber: Data Primer 2005 Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar anggota rumah tangga yang berumur di atas 17 tahun baik laki-laki dan perempuan dominan memiliki tingkat

76 63 pendidikan Sekolah Dasar (SD). Adapun jumlah laki-laki berpendidikan SD 100 orang (68%) dan perempuan 71 orang (63%). Tingkat pendidikan formal yang rendah, secara umum disebabkan faktor ekonomi rumahtangga nelayan yang lemah dan lingkungan tempat tinggal yang kurang mendukung. Fenomena kehidupan nelayan yang sangat bergantung dengan alam, secara tidak langsung mempengaruhi pendidikan anak-anak nelayan. Ketika musim ikan, anak -anak laki-laki lebih memilih ikut melaut daripada berangkat sekolah dan ketika musim ikan habis anak tidak mau lagi meneruskan sekolah. Sementara orang tua tidak terlalu memperdulikan dampak akhir keterlibatan anak melaut karena tekanan ekonomi keluarga. Ironisnya, budaya menabung ketikan musim ikan tidak menjadi bagian hidup mereka. Sehingga ketika musim paceklik ikan banyak anak yang putus sekolah. Pada anak perempuan, tekanan ekonomi keluarga menyebabkan mereka banyak yang berhenti sekolah dan waktu mereka digunakan untuk membantu orang tua di rumah. Adapula yang bekerja sebagai tukang cuci, pembantu rumahtangga, kerja gudang dan mencari siput ke hutan bakau. Selanjutnya, tekanan ekonomi juga berdampak pada lingkungan setempat yang kurang memperhatikan pergaulan anak-anak muda. Sehingga berdampak pada berkurangnya motivasi dan minat anak -anak nelayan untuk berusaha memiliki tingkat pendidikan yang tinggi Jumlah Anggota Rumahtangga Rata-rata jumlah anggota sampel rumahtangga Kecamatan Panai Hilir 5,8 orang atau dikatakan 6 orang per rumahtangga dengan kisaran 2 sampai 11 orang dalam 1 keluarga (Lampiran 1). Jumlah anggota rumah tangga yang berv ariasi tersebut dapat dikategorikan sebagaimana yang terdapat pada Tabel 15. Tabel 15 Kategori tingkat jumlah anggota rumahtangga nelayan Jumlah anggota rumahtangga Besar > 7 orang Sedang 5-6 orang Kecil < 4 orang Sumber: Data Primer 2005 Uraian Jumlah %

77 Berdasarkan Tabel 15 diketahui rumahtangga nelayan yang tergolong pada keluarga besar adalah 32 sampel (33%), sedang 38 sampel (40%) dan selebihnya kecil 26 sampel (27%). Dengan demikian dominan rumahtangga nelayan sampel memiliki 5 11 orang anggora. Jumlah anggota rumahtangga tentunya akan berimplikasi dengan jumlah pengeluaran keluarga dimana setiap rumahtangga nelayan akan berusaha untuk mendapat perolehan hasil tangkapan banyak agar kebutuhan keluarga terpenuhi. Di satu sisi, jumlah anggota rumahtangga yang besar merupakan potensi bagi rumahtangga nelayan untuk bisa memperoleh pendapatan dengan pola pencarian nafkah yang berbeda-beda. Adapun rumahtangga nelayan yang tergolong pada keluarga kecil umumnya ditemukan pada pasangan suami istri yang masih muda dan rata-rata memiliki anak berumur di bawah 5 tahun. Sedangkan pada keluarga yang tergolong besar dan sedang umumnya ditemukan pada pasangan suami istri yang sudah memiliki anak dengan tingkat umur mulai anak-anak, remaja bahkan dewasa. Selanjutnya dapat diketahui jumlah keseluruhan laki-laki dan perempuan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Jumlah anggota rumahtangga No. Keterangan Jumlah Persentase (%) 1 Laki-laki Perempuan Jumlah Sumber: Data Primer Jumlah laki-laki dan perempuan dalam setiap rumah tangga juga bervariasi, secara keseluruhan jumlah anggota rumahtangga laki-laki 269 orang (47,9%) dan perempuan 293 orang (52,1%) yang terdiri dari berbagai tingkatan umur sebagaimana yang terdapat pada Tabel 16 di atas. Jumlah anggota rumahtangga yang besar akan berdampak pada jumlah pengeluaran yang besar pula. Dan hal tersebut akan lebih memberatkan perempuan dalam mengatur keuangan rumahtangga. Sebagaimana diketahui kebutuhan hidup semakin meningkat sementara pendapatan rumahtangga nelayan sangat tergantung pada alam. Apabila musim paceklik harga ikan relatif mahal tetapi nelayan dihadapkan pada kendala stok ikan yang sedikit. Sementara pada musim ikan jumlah hasil tangkapan meningkat tetapi harga ikan relatif murah.

78 6.2.3 Pengalaman Melaut Pengalaman melaut sangat bergantung pada berapa lama pekerjaan nelayan tersebut telah dilalui nelayan. Semakin lama profesi sebagai nelayan di jalani maka pegalaman melaut nelayan akan semakin tinggi. Dan sebaliknya pula pengalaman yang rendah tentunya akan dimiliki oleh nelayan yang baru saja memiliki profesi sebagai nelayan. Pengkategorian tingkat pengalaman mealut nelayan dapat di lihat pada Tabel 17. Tabel 17 Kategori tingkat pengalaman melaut nelayan Pengalaman melaut Tinggi > 9 tahun Sedang 4-8 tahun Rendah < 3 tahun Sumber: Data Primer 2005 Uraian Jumlah % Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa sebagian besar nelayan memiliki pengalaman melaut tinggi yang ditunjukkan dengan 62 rumahtangga nelayan (65%) dengan lama waktu menjalani profesi nelayan lebih besar dari 9 tahun. Hal mendasar tingginya tingkat pengalaman nelayan adalah faktor kultur keluarga dimana profesi nelayan merupakan mata pencaharian yang pokok telah turun temurun dalam rumahtangga nelayan Tingkat Umur Anggota Rumahtangga Untuk melihat gambaran umur yang dimiliki rumah tangga nelayan, dalam hal ini hanya diwakilkan oleh umur pasangan suami istri dalam setiap rumah tangga. Umur pasangan suami istri dari tiap rumahtangga nelayan dapat digolongkan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 18. Sementara pada lampiran 1. dapat diketahui bahwa rata-rata umur kepala keluarga 39 tahun sementara ratarata ibu rumahtangga berumur 33 tahun.

79 Tabel 18 Kategori tingkat umur pasangan suami istri rumahtangga nelayan Tingkat umur suami Tua > 43 tahun Sedang tahun Muda < 33 tahun Tingkat umur istri Tua > 37 tahun Sedang tahun Muda < 28 tahun Sumber: Data Primer 2005 Uraian Jumlah % Tabel 18 di atas menunjukkan umur produktif pasangan suami istri sampel dengan jumlah umur suami golongan sedang 35 orang (36%) dan golongan muda 32 orang (33%) pada umur maksimal 42 tahun. Dengan demikian dapat dikatakan sebagian besar umur kepala rumahtangga sampel masih produktif terutama pihak perempuan. Dapat dilihat bahwa proporsi umur perempuan golongan tua, sedang dan muda adalah sama masing-masing 33%. Untuk itu potensi perempuan rumah tangga nelayan masih sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Selanjutnya dari 96 sampel rumah tangga nelayan, terdapat 2 orang kepala keluarga berumur 60 tahun dan 5 kepala keluarga berumur 55 tahun. Hal ini mencerminkan bahwa rumahtangga nelayan Panai Hilir sangat menggantungkan sumber pendapatan keluarga hanya dengan mengekstraksi perikanan laut Kontribusi Sektor Perikanan Laut terhadap Pendapatan Rumahtangga Nelayan Pendapatan rumahtangga nelayan sangat tergantung pada usaha perikanan tangkap dan kepemilikan modal melaut. Nelayan buruh merupakan kelompok nelayan yang memiliki tingkat pendapatan paling rendah, sementara tingkat pendapatan tertinggi dimiliki oleh rumahtangga nelayan pengolah. Tabel 19 menunjukkan tingkat pendapatan rumahtangga nelayan dari berbagai kelompok rumahtangga nelayan sampel. Tabel 19 Rata -rata Pendapatan Rumahtangga Nelayan sehari sebelumnya Rumahtangga nelayan pengolah (Rp) Rumahtangga nelayan tidak pengolah (Rp) Rumahtangga nelayan buruh Pertrip Perbulan Pertrip Perbulan Pertrip Perbulan Sumber: Data Primer 2005

80 67 VII. EFISIENSI KERAGAAN AKTIVITAS PERIKANAN LAUT 7.1. Analisis Efisiensi Keragaan Kapasitas Tangkap Nelayan Panai Hilir Unit sampel yang dianalisis dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) pada penelitian ini sejumlah 50 unit sampel yang akan dianalisis sebagai Decision Making Unit (DMU) atau pengambil keputusan. Hasil analisis menunjukkan adanya tingkat skor unit sampel yang berfariasi. Skor efisiensi dari setiap unit sampel dipengaruhi oleh (usaha) effort atau input yang digunakan setiap trip melaut. Skor efisiensi menunjukkan kapasitas perikanan (dari sisi input), yang merupakan indeks komposit dari berbagai kapital yang digunakan untuk melakukan aktivitas perikanan, melebihi yang seharusnya. Dari hasil analisis diperoleh pula potential improvement yang menunjukkan nilai negatif untuk variabel input. Potential inmprovement yang diperoleh dari analisis menunjukkan jumlah rata-rata tiap unit input digunakan dalam satu bulan penangkapan ikan. Projection menunjukkan proyeksi hasil perhitungan dari jumlah unit input yang digunakan dikurangi difference. Nilai projection merupakan proyeksi jumlah input yang seharusnya digunakan agar effort yang dilakukan unit sampel menuju pada kondisi yang lebih baik. Difference menunjukkan nilai input yang seharusnya dikurangi untuk mengendalikan effort agar tidak inefisiensi. Selanjutnya persentase menunjukkan nilai potensi perbaikan yang ada apabila unit input yang digunakan dikurangi sebesar nilai projection. Hasil analisis untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran. Berikut ini dapat dilihat berbagai nilai projection, difference dan persentase dari setiap unit sampel yang disajikan dalam bentuk gambar tiap jenis unit input. a. Trip per bulan Trip melaut dalam satu bulan penangkapan unit sampel berfariasi. Adapun jumlah trip melaut unit sampel adalah 10 sampai 30 trip melaut dalam satu bulan. Berikut ini gambar jumlah trip per bulan, Sumber: Data Primer 2005 nilai projection, difference dan persentase dari setiap DMU sampel.

81 68 Gambar 4 Potential Improvement dari trip melaut dalam sebulan Sumber: Data Primer 2005 Trip/bulan Projection Difference % Dari gambar 4 diketahui jumlah trip melaut paling kecil dalam sebulan adalah 10 trip sedangkan paling besar 30 trip. Terdapat 4 DMU sampel yang menggunakan 10 trip melaut dalam sebulan dan untuk 30 trip digunakan oleh satu unit sampel (No. 46). Pada umumnya unit sampel menggunakan 20 trip melaut dalam satu bulan. Dari 50 DMU, terdapat 6 unit sampel (No.33, 34, 35, 47, 48 dan 50) yang memiliki nilai difference dan persentase potensi perbaikan sebesar 0. Nilai tersebut merupakan indikator bahwa jumlah trip melaut yang digunakan unit sampel sebanding dengan penggunaan unit input lainnya atau dapat dikatakan penggunaan jumlah trip melaut unit sampel dalam satu bulan telah efisien dalam menghasilkan output. Hal ini ditunjukkan pula oleh nilai projection yang sama dengan nilai jumlah trip melaut yang digunakan dalam sebulan contohnya untuk unit sampel No. 33 dan 34 memiliki nilai jumlah trip melaut dan projection yang sama sebesar 15. Menurut beberapa nelayan sebenarnya dalam sebulan waktu melaut yang memungkinkan untuk memperoleh hasil tangkapan dalam jumlah yang relatif besar adalah selama 2 minggu yaitu 15 hari atau 15 trip melaut dalam sebulan. Dan hal ini juga sejalan dengan hasil analisis yang diperoleh bahwa jumlah trip melaut dalam sebulan untuk memperoleh hasil yang efisien maksimal 15 hari. Hal ini terkait pula dengan waktu melaut nelayan yang bergantung pada pasang surutnya air laut. Dimana dalam 1 bulan akan terdapat 2 minggu kondisi pasang

82 69 mati. Pada kondisi tersebut sebaiknya nelayan tidak melaut, karena pada akhirnya pendapatan yang diperoleh relatif sangat kecil bahkan tidak bisa menutupi biaya melaut yang digunakan. b. Tenaga Kerja per bulan Kebiasaan hidup rumahtangga nelayan yang mewariskan pola mata pencaharian dengan mengekstraksi hasil laut atau menjadi nelayan turun temurun banyak ditemukan pada tiap rumahtangga nelayan sampel. Tetapi kendati demikian sistem pembagian upah tetap dilakukan. Berikut ini diberikan distribusi jumlah tenaga kerja dalam sebulan pada tiap unit sampel. Gambar 5 Potential Improvement dari tenaga kerja melaut dalam sebulan. Sumber: Data Primer TK/bulan Projection Difference % Sumber: Data Primer 2005 Dari gambar 5 dapat diketahui unit sampel 40 menggunakan tenaga kerja dalam jumlah besar yaitu 162 HOK dalam sebulan. Penggunaan tenaga kerja dengan jumlah tersebut telah melebihi kapasitas input yang seharusnya digunakan dan berdampak pada hasil effort yang inefisiensi. Untuk itu perlu dilakukan pengurangan tenaga kerja yang ditunjukkan oleh nilai difference Dengan demikian harus dilakukan pengurangan tenaga kerja sebanyak 139 HOK agar diperoleh potensi perbaikan kapasitas tangkap sebesar 85,93% (lampiran 9).

83 70 Nilai difference terkecil terdapat pada unit sampel No.33, 34, 35, 47 dan 48 dengan nilai persentasenya 0. Nilai difference tersebut menunjukkan adanya kondisi efisien dalam penggunaan tenaga kerja yang dilakukan unit sampel dalam sebulan. Adapun alokasi tenaga kerja yang digunakan adalah mulai 15 HOK sampai 60 HOK. Jumlah HOK berhubungan dengan jumlah BBM yang digunakan, dimana jumlah BBM yang besar berimplikasi pada penggunaan HOK yang besar. c. Bahan Bakar Minyak Bahan bakar minyak yang digunakan nelayan merupakan penentu wilayah tangkap nelayan. Dimana semakin besar jumlah bahan bakar minyak yang digunakan pada trip melaut maka jarak tangkap nelayan juga akan semakin jauh. Gambar 6 Potential Improvement dari bahan bakar minyak yang digunakan per trip melaut dalam sebulan BBM/bulan (liter) Projection Difference % Sumber: Data Primer 2005 Bahan bakar minyak yang relatif besar juga berimplikasi pada stok ikan yang semakin berkurang. Karena, dengan adanya ketersediaan bahan bakar minyak, nelayan bebas mencari tempat-tempat yang banyak ikannya. Bahkan nelayan tidak lagi memperhatikan pentingnya regenerasi ikan sebagai sumberdaya yang bisa diperbaharui agar manfaatnya berkelanjutan (sustainable). Dari gambar 6 diketahui berbagai alokasi bahan bakar minyak yang digunakan nelayan dalam sebulan. Adapun alokasi bahan bakar minyak yang digunakan nelayan mulai 45 liter sampai 1500 liter dalam sebulan. Tingkat penggunaan bahan bakar minyak terbesar digunakan oleh unit sampel 49 yaitu 1500 liter dalam sebulan. Nilai difference menunjukkan adanya kelebihan penggunaan bahan bakar minyak yang besar sementara projection menunjukkan

84 71 nilai yang lebih kecil. Kondisi tersebut menunjukkan adanya inefisiensi penggunaan bahan bakar minyak dalam usaha penangkapan unit sampel 49. Dari 50 unit sampel terdapat 5 unit sampel (33, 34, 35, 47, 48 dan 50) yang memiliki nilai projection sama dengan nilai bahan bakar minyak yang digunakan dalam sebulan. Nilai tersebut menunjukkan adanya efisiensi unit sampel dalam mengalokasikan jumlah bahan bakar minyak sebanding dengan jumlah unit input lainnya. d. Kekuatan mesin yang digunakan Teknologi yang terus berkembang dengan berbagai inovasi-inovasi baru juga memberi perubahan pada aktivitas melaut nelayan. Mulai dari penggunaan alat tangkap, jenis armada tangkap dan penggunaan tenaga motor pada armada tangkap nelayan. Inovasi-inovasi tersebut memberi manfaat pada pendapatan rumahtangga nelayan. Tetapi disatu sisi juga berdampak pada semakin mudahnya aktivitas ekstraksi perikanan laut sehingga pengelolaan pada sumberdaya yang open acces tersebut menjadi sulit untuk dilakukan. Pada gambar 7 menunjukkan berbagai ukuran tingkat kekuatan mesin yang digunakan unit sampel untuk memudahkan transportasi melaut. Adapun ukuran tingkat kekuatan mesin yang digunakan unit sampel berfariasi 6 GT sampai 24 GT. Diperoleh 6 unit sampel (33, 34, 35, 47, 48 dan 50) yang memiliki nilai projection sama dengan ukuran kekuatan mesin yang digunakan. Hal ini menunjukkan ukuran kekuatan mesin yang digunakan sebanding dengan alokasi unput lainnya dalam sebulan atau dengan kata lain penggunaan ukuran kekuatan mesin tersebut memberi kontribusi terhadap hasil effort yang efisien. Gambar 7 Potential Improvement dari kekuatan mesin perahu yang digunakan Sumber: Data Primer 2005 Sumber: Data Primer 2005 GT Projection Difference %

85 72 Dari Gambar 7 juga diketahui berbagai nilai dari penggunaan ukuran kekuatan mesin. Dimana bila dibandingkan unit sampel 25 menggunakan ukuran kekuatan mesin 24 GT hanya akan menimbulkan inefiseinsi, karena ukuran mesin yang digunakan tidak sebanding dengan alokasi input-input lainnya. Dalam hal ini unit sampel perlu melakukan pengurangan ukuran kekuatan mesin karena apabila dikurangi, unit sampel tersebut masih memiliki potensi perbaikan sebesar 74,35% sehingga bisa memberi kontribusi untuk menghasilkan effort yang efisien. Secara keseluruhan dapat diketahui terdapat 6 unit sampel memiliki nilai projection sama dengan alokasi-alokasi unit input lainnya yang digunakan dalam sebulan. Dengan demikian ke 6 unit sampel tersebut dalam mengalokasikan input melaut telah mampu memberi kontribusi kepada output. Hal tersebut menunjukkan bahwa effort yang dimiliki unit sampel untuk menghasilkan output telah efisien. Hal ini dapat dilihat pada gambar 8. Gambar 8 Tingkat skor yang dimiliki setiap unit sampel No. Resp DMU Efficiency Berdasarkan Gambar 8 diketahui berbagai tingkatan skor yang diperoleh dari hasil analisis terhadap 50 unit sampel yang digunakan. Adapun tingkat skor yang dimiliki unit sampel berkisar 0,1 sampai 1. Adapun unit sampel yang memiliki skor 1 dikatakan efisien, sebaliknya kurang dari 1 dikatakan inefisien.

86 Untuk unit sampel yang menunjukkan nilai skor 1 hanya terdapat pada 6 unit sampel dan keseluruhannya adalah unit sampel yang memiliki input nilai projector sama dengan nilai input yang digunakan untuk melaut. Dengan demikian ke 6 unit sampel tersebut dapat dikatakan efisien dalam mengalokasikan input yang digunakan untuk memanfaatkan perikanan laut. Adapun unit-unit sampel yang belum efisien, dapat melakukan potensi perbaikan dengan mengurangi jumlah input yang penggunaannya melebihi jumlah seharusnya. Hasil analisis menunjukkan dari 50 DMU sampel hanya 6 rumahtangga nelayan (12%) yang dikatakan efisien dalam menggunakan kapasitas tangkap dan selebihnya 88% belum efisien. Adapun keragaan dari penggunaan kapsitas tangkap nelayan tersebut ditunjukkan pada Tabel 19. Taebl 19 Keragaan kapasitas tangkap perikanan nelayan yang efisien DMU Trip/bulan TK/bulan BBM/bulan GT Jlh (liter) produksi Difference % % % % % % % Sumber: Data Primer Dari Tabel 19 dapat diketahui bahwa pada penggunaan kekuatan mesin tinggi perlu dilakukan pengurangan trip melaut artinya semakin tinggi kekuatan mesin yang digunakan nelayan maka sebaiknya trip melaut harus sebaliknya yaitu dengan menggunakan jumlah trip melaut yang relaif sedikit (10 15 trip per bulan dengan kekuatan mesin > 16 GT). Sehingga apabila tetap dilakukan melaut melewati batas penggunaan jumlah trip tersebut maka hasil tangkapan yang diperoleh tidak akan sebanding dengan biaya-biaya input lainnya. Keragaan kapasitas tangkap yang efisisen dari 6 DMU yang ditunjukkan pada Tabel 19 menunjukkan bahwa pada penggunaan kapasitas perikanan tangkap perlu dilakukan keseimbangan antara jumlah input yang satu dengan input lainnya. Dimana penggunaan kapasitas tangkap yang besar bahkan berlebih tidak akan memberikan hasil tangkapan yang optimal lagi terkait dengan kondisi wilayah tangkap yang telah mengalami overfishing. Hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan DEA menunjukkan bahwa overfishing yang terjadi pada wilayah tangkap Panai Hilir dapat digolongkan pada economic overfishing.

87 74 VIII. PERAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA NELAYAN DAN KAPASITAS PERIKANAN TANGKAP 8.1. Pola Pekerjaan Anggota Rumahtangga Pola pekerjaan anggota rumahtangga nelayan tidak lepas dari kultur dan kebiasaan hidup di lingkungan mereka. Pola pekerjaan anggota rumahtangga umumnya dibedakan berdasarkan gender dan berlangsung dari generasi ke generasi melalui proses sosialisasi. Hal ini dapat dilihat pada kehidupan masyarakat Panai Hilir, dimana anak perempuan turut membantu bekerja di pengolahan ikan sementara anak laki-laki diikutsertakan untuk membantu pekerjaan yang berhubungan secara langsung dengan ranah laut misalnya, turut serta melaut. Pola pekerjaan anggota rumahtangga dapat pula dipilah atau dibedakan dalam tiga kelompok yaitu pekerjaan reproduktif, produktif dan sosial. Pemilahan pola pekerjaan anggota rumahtangga tersebut bukan berarti terdapat pembatasan anggota rumahtangga baik laki-laki maupun perempuan pada masing-masing pola pekerjaan. Dalam kenyataannya, keterlibatan laki-laki juga terdapat pada pekerjaan reproduktif yang dominan dilakukan perempuan. Demikian pula pekerjaan produktif yang dominan dikerjakan laki-laki, bahkan terkadang lebih didominasi oleh perempuan pada rumahtangga. Dengan demikian pemilahan wilayah kerja tersebut tidaklah merupakan suatu hal yang kaku. Karena dengan sendirinya pemilahan wilayah kerja tersebut akan berubah secara dinamis seiring dengan kebutuhan hidup masyarakat. Rumahtangga nelayan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu; rumahtangga nelayan pengolah, rumahtangga nelayan tidak pengolah dan rumahtangga nelayan buruh. Secara umum pola pekerjaan rumahtangga pada rumahtangga nelayan pengolah, nelayan tidak pengolah dan buruh tidak jauh berbeda. Aktivitas pekerjaan rumahtangga dimulai pada waktu keberangkatan laki-laki melaut. Meskipun waktu keberangkatan melaut pada dini hari atau tengah malam, perempuan tetap melakukan aktivitas untuk mempersiapkan makanan atau ransum yang akan dibawa melaut. Apabila waktu

88 75 berangkat melaut berkisar jam 1.00 WIB sampai jam WIB biasanya perempuan masih menyempatkan untuk melanjutkan tidur. Laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga pengolah terlibat dalam kerja produktif. Adapun pola pembagian kerja produktif tersebut lebih jelas terlihat pada wilayah kerja masing-masing. Dimana, pekerjaan produktif laki-laki umumnya hanya di ranah laut. Pada rumahtangga pengolahan udang, perebusan dilakukan di laut sambil melakukan aktivitas melaut, sementara setelah udang yang direbus di laut sampai di rumah, pekerjaan selanjutnya menjadi tanggung jawab perempuan. Adapun peran produktif perempuan dalam pengolahan udang, terdapat pada kerja menjemur sambil mengontrol, mengayak, memilah-milah hasil udang yang sudah dikeringkan dan memasarkannya. Pada rumahtangga pengolahan remis, perbedaan wilayah kerja produktif laki-laki dan perempuan terdapat pada aktivitas melaut yang hanya dikerjakan laki-laki dan pemasaran remis dikerjakan perempuan. Sementara untuk kerja pengolahan remis tersebut dilakukan secara bersamaan. Hal ini terkait dengan sifat pekerjaan pengolahan remis yang membutuhkan tenaga besar untuk perebusannya dan mengayaknya. Pada rumahtangga nelayan tidak pengolah, kerja produktif laki-laki hanya memanfaatkan perikanan laut sementara perempuan memiliki kerja produktif yang berfariasi. Sebagian perempuan dalam rumahtangga nelayan tidak pengolah bekerja di sektor usahatani sebagai buruh tani ketika musim tanam, bekerja membelah dan menjemur ikan pada pengolahan ikan asin, 2 berdoceng, mencari siput, membuka warung di rumah dan sebagainya. Pada rumahtangga nelayan tidak pengolah, pola pekerjaan perempuan rumahtangga tidak pengolah sebagian hanya memungkinkan pada kerja reproduktif. Hal ini ditemukan pada rumahtangga nelayan pemilik yang mapan sehingga istri tidak perlu bekerja untuk memberi kontribusi pendapatan rumahtangga. Disamping itu ditemukan pula pada rumahtangga nelayan tidak pengolah pada usia muda karena masih dibebankan pada pengasuhan anak yang masih kecil-kecil. Pada rumahtangga nelayan buruh, pola pekerjaan laki-laki dan perempuan didasarkan pada kerja reproduktif yang dominan dikerjakan oleh perempuan, sementara perempuan sendiri juga terlibat pada kerja produktif dengan menjadi buruh tani atau buruh pengolahan ikan. Pola pekerjaan tersebut dikarenakan 2 sebutan untuk perempuan yang mencari siput Doceng

89 76 fungsi nelayan buruh pada kerja penangkapan ikan tidak terbatas. Dimana, kerja menangkap ikan tersebut sepenuhnya lebih dibebankan pada nelayan buruh, sementara nelayan pemilik hanya mengendalikan modal. Sehingga, curahan waktu produktif nelayan buruh telah menyita waktu mereka untuk turut membantu pekerjaan reproduktif perempuan dalam keluarga. Secara umum aktivitas laki-laki nelayan sampel tidak berbeda antara kelompok rumahtangga nelayan. Pekerjaan sehari-hari adalah melaut dengan lama melaut rata-rata 9 jam per trip. Selesai melaut laki-laki memeriksa kondisi kapal dan alat tangkap dan apabila ditemukan kerusakan langsung diperbaiki. Tetapi apabila waktu mendarat lebih dari jam WIB pemeriksaan perahu dilakukan esok hari sebelum berangkat melaut. Waktu melaut optimal laki-laki dalam 1 bulan adalah 15 hari tetapi sebagian besar laki-laki melaut 20 hari. Aktivitas tidak melaut laki-laki digunakan untuk memperbaiki alat-alat tangkap dan perbaikan perahu yang kurang maksimal sebelumnya. Disamping itu pada sebagian laki-laki, waktu tidak melaut digunakan untuk mencari kayu bakar dan aktivitas ini dilakukan oleh rumahtangga yang menggunakan kayu bakar. Kebiasaan laki-laki setelah pulang dari laut adalah berkumpul pada malam hari di warung-warung sambil menonton televisi bersama sesama nelayan lainnya. Aktivitas ini dilakukan untuk melepas lelah melaut dan diselingi dengan saling bertukar informasi tentang kegiatan melaut pada hari tersebut Pembagian Kerja dan Curahan Waktu dalam Kegiatan Reproduktif Kegiatan reproduktif merupakan aktivitas seseorang yang terkait dengan pemeliharaan sumberdaya manusia dan tugas-tugas kerumahtanggaan. Meskipun kegiatan reproduktif dalam rumahtangga tidak diperhitungkan sebagai pekerjaan, tetapi sangat penting dalam melestarikan kehidupan keluarga. Seiring dengan apa yang dikemukakan Saptari dan Holzner (1997) bahwa kerja reproduksi secara harfiah berarti menggantikan apa yang telah habis atau hilang untuk menjaga kelestarian sistem atau struktur sosial yang ada. Dari konsep tersebut, para ahli studi perempuan dan ilmu sosial mengartikan kerja reproduktif sebagai kerja yang tidak langsung menghasilkan sesuatu.

90 77 Kegiatan reproduktif bersifat rutin dan cenderung sama dari hari ke hari dan hampir seluruh kegiatan reproduktif merupakan tanggung jawab perempuan. Sehingga perempuan yang juga aktif dalam kerja produktif akan memiliki peran ganda dan hal tersebut menimbulkan beban kerja perempuan bertambah. Kontribusi laki-laki dan perempuan dalam pekerjaan reproduktif pada rumahtangga nelayan pengolah, nelayan tidak pengolah dan nelayan buruh dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Aktivitas reproduktif dan rata -rata curahan waktu (jam) sehari No. yang lalu dalam rumahtangga nelayan Kegiatan reproduktif Rumahtangga Nelayan Pengolah Rumahtangga Nelayan Tidak Pengolah Rumahtangga Nelayan buruh LK % PR % LK % PR % LK % PR % 1 Memasak Membersihkan rumah 3 Mencuci pakaian Menyetrika pakaian Mencuci alat dapur Mengasuh anak Mengambil air Belanja Membersihkan halaman 10 Memandikan anak Jumlah Rata-rata Sumber: Data Primer 2005 Secara umum laki-laki pada rumahtangga nelayan masih terlibat dalam kerja reproduktif meskipun dengan curahan waktu yang sedikit dibanding perempuan. Jumlah curahan waktu kerja reproduktif laki-laki dan perempuan pada tiap kelompok tidak ada yang sama. Adapun curahan waktu kerja perempuan terbanyak terdapat pada rumahtangga nelayan tidak pengolah dimana untuk satu hari menggunakan waktu kerja rata-rata 7,39 jam sementara rumahtangga nelayan pengolah dan buruh masing-masing 6,5 jam dan 6,85 jam. Besarnya curahan waktu kerja perempuan pada rumahtangga nelayan tidak pengolah tersebut dimungkinkan karena ketersediaan waktu mereka untuk kerja reproduktif lebih besar daripada perempuan pada rumahtangga nelayan pengolah dan buruh yang maing-masing sebagian besar harus menyediakan waktu untuk kerja produktif.

91 78 Hal ini juga bisa dilihat dari kecilnya curahan waktu kerja reproduktif laki-laki pada rumahtangga nelayan tidak pengolah yang hanya 0,43 jam dibanding pada rumahtangga nelayan pengolah dan buruh yang masing-masing 1,31 jam dan 1,42 jam. Memasak merupakan kerja reproduktif perempuan yang secara umum menggunakan alokasi curahan waktu terbesar. Meskipun dalam rumahtangga nelayan terdapat anak perempuan yang sudah remaja, tetapi tugas memasak masih dominan dikerjakan oleh perempuan. Sementara anak remaja biasanya hanya turut membantu sedangkan ibu-ibu lebih memiliki tanggung jawab terhadap makanan yang dihasilkan sebagai aplikasi dari peran mereka yaitu penyedia kebutuhan konsumsi makanan keluarga. Dari keseluruhan sampel perempuan hanya 1 perempuan yang tidak terlibat memasak sehari yang lalu, Hal ini dikarenakan perempuan tersebut masih dalam pemulihan kesehatan setelah menjalani persalinan. Biasanya kerja memasak keluarga untuk sementara dibantu oleh saudara terdekat mereka. Membersihkan rumah, mencuci pakaian, mencuci alat dapur, dan membersihkan halaman merupakan kerja reproduktif yang sudah tidak sepenuhnya dikerjakan oleh perempuan secara umum. Hal ini bisa dilihat dari kecilnya jumlah curahan waktu yang dialokasikan oleh perempuan untuk kerja tersebut. Karena di dalamnya terdapat keterlibatan laki-laki dan anggota rumahtangga lain yang turut membantu. Sementara untuk kerja menyetrika pakaian laki-laki tidak memiliki alokasi curahan waktu sedikitpun. Hal ini dimungkinkan karena pekerjaan menyetrikan memerlukan keterampilan khusus Sementara pada perempuanpun kerja menyetrikan merupakan kerja yang memiliki alokasi curahan waktu sedikit. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Mardiana et.all (2005) yang juga menemukan kegiatan menyetrika pada rumahtangga nelayan secara umum merupakan kerja dengan curahan waktu kecil karena pakaian mereka untuk sehari-hari tidak di setrika. Adapun kerja menyetrika hanya dilakukan pada saat-saat tertentu misalnya hendak bepergian jauh, menyambut hari raya, memenuhi undangan, dan pakaian seragam anak sekolah yang kegiatannya dilakukan seminggu sekali.

92 79 Kebutuhan air bersih masyarakat Kecamatan Panai Hilir tidak jauh berbeda dengan wilayah pesisir lainnya. Tetapi tingkat kontaminasi air laut di Kecamatan Panai Hilir masih tinggi sehingga untuk memperoleh air yang tidak berasa dan berwarna dibutuhkan pemboran tanah dengan kedalaman tertentu. Rumahtangga nelayan dengan ekonomi rendah tidak mampu melakukan hal tersebut sehingga mereka harus membeli air pada pemilik sumur bor untuk memenuhi kebutuhan air bersih rumahtangga. Kegiatan membeli air tersebut dominan dilakukan oleh laki-laki. Dapat dilihat pada rumahtangga nelayan, curahan waktu yang dialokasikan laki-laki untuk mengambil air lebih besar daripada curahan waktu perempuan. Adapun keterlibatan perempuan dalam kerja mengambil air tersebut adalah ketika laki-laki belum pulang dari melaut. Disamping itu, kerja mengambil air juga dilakukan oleh sebagian perempuan yang bertempat tinggal di dekat sungai untuk kebutuhan mandi dan mencuci. Kegiatan mengambil air tersebut dilakukan ketika air pasang. Pada rumahtangga nelayan pengolah ikan asin, membersihkan halaman merupakan tugas laki-laki sehingga curahan waktu laki-laki lebih besar (0,46) jam daripada perempuan (0,14) jam. Sementara pada rumahtangga nelayan tidak pengolah alokasi curahan waktu kerja laki-laki juga masih lebih besar daripada perempuan. Belanja merupakan kerja reproduktif yang secara umum meruapakan tanggung jawab perempuan. Hampir setiap hari kegiatan belanja dilakukan oleh perempuan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga meskipun dalam jumlah yang sedikit. Keterlibatan laki-laki untuk kerja belanja hanya terdapat pada rumahtangga nelayan tidak pengolah dengan curahan waktu 0,04 jam. Adapun kegiatan belanja tersebut dilakukan laki-laki bukan untuk kebutuhan konsumsi kebutuhan keluarga sebagaimana yang dilakukan perempuan, tetapi hanya untuk kebutuhan ransum melaut. Dan inipun dilakukan apabila persediaan ransum yang mau di bawa ke laut telah habis dan perempuan belum sempat membelinya atau persediaan tersebut sebelumnya telah digunakan untuk kebutuhan makanan keluarga. Biasanya kerja belanja tersebut dilakukan laki-laki pada malam hari sebelum melaut dan hanya dilakukan di warung kelontong sekitar rumah.

93 80 Curahan kerja reproduktif yang juga menyita waktu perempuan adalah mengasuh anak. Dimana untuk kerja mengasuh anak tersebut juga terdapat adanya keterlibatan laki-laki meskipun dengan curahan waktu yang kecil. Apabila dihitung penuh curahan waktu yang dialokasikan perempuan untuk kerja mengasuh anak, akan lebih besar daripada memasak. Tetapi dalam hal ini, curahan waktu kerja perempuan yang dialokasikan secara bersamaan dengan mengasuh anak tidak dihitung. Sehingga adapun rata-rata curahan waktu yang dialokasikan perempuan khusus mengasuh anak untuk tiap rumahtangga adalah 1,82 jam, 2,31 jam dan 1,85 jam. Kerja produktif perempuan dalam pengolahan udang tidak terlalu berat. Dimana perempuan hanya bekerja menjemur dan mengontrol udang yang sebelumnya telah direbus di laut. Sehingga pekerjaan produktif tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan mengasuh anak. Sementara pada rumahtangga nelayan tidak pengolah dan buruh, ketika mereka kerja produktif, anak diasuh oleh saudara-saudara terdekat mereka atau oleh anak perempuan yang berumur di atas 10 tahun. Demikian pula untuk kerja mamandikan anak dominan dilakukan oleh perempuan Tetapi pada sebagian kecil laki-laki masih terlibat dalam pengasuhan anak. Tidak adanya alokasi curahan waktu laki-laki untuk pengasuhan anak terdapat pada rumahtangga nelayan tidak pengolah. Berdasarkan hasil uji analisis yang dilakukan terhadap keseluruhan kelompok nelayan dengan menggunakan Uji Beda Dua Nilai Tengah Dua Arah, diperoleh bahwa terdapat perbedaan curahan waktu aktivitas reproduktif laki-laki dan perempuan yang ditunjukkan oleh nilai Z hitung (-15,9) lebih kecil dari Z tabel (- 0,0003). Dengan demikian keputusan yang diambil adalah menolak Ho dan menerima HI artinya curahan waktu reproduktif laki-laki lebih kecil daripada perempuan Pembagian Kerja dan Curahan Waktu dalam Aktivitas Produktif. Aktivitas produktif yang dilakukan anggota rumahtangga nelayan adalah pekerjaan yang terkait dengan usaha-usaha mendapatkan pendapatan. Pada pembagian kerja produktif lebih terlihat adanya perbedaan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan dalam menghasilkan sejumlah barang dan jasa. Hasil

94 penelitian menunjukkan bahwa laki-laki memiliki curahan waktu yang lebih besar daripada perempuan baik pada rumahtangga nelayan pengolah, rumahtangga nelayan tidak pengolah maupun rumahtangga nelayan buruh yang masing-masing; 16.3 jam, 14.4 jam dan 18 jam. Adapun curahan waktu yang digunakan nelayan tersebut untuk kerja melaut masing-masing 34 jam. berbagai pekerjaan produktif dalam memanfaatkan perikanan laut dari masing-masing kelompok rumahtangga nelayan sebagaimana terdapat pada Tabel 21. Tabel 21 Aktivitas produktif dan Rata-rata Curahan Waktu (jam) sehari N0. Aktivitas yang lalu dalam rumahtangga nelayan 81 Rumah tangga nelayan pengolah Rumah tangga nelayan tidak pengolah Rumahtangga nelayan buruh LK % WT % LK % WT % LK % WT % 1 Menangkap ikan di laut Mencari ker ang di tepi pantai 4 Mempersiapkan alat-alat melaut 5 Memperbaiki jaring Membuat jaring Memeriksa kondisi boat/sampan dan alat tangkap 8 Memasarkan hasil tangkapan 9 Memperbaiki kapal bocor 10 Memikul ikan ke darat Menyiangi ikan Merebus olahan Menjemur & mengontrol olahan 14 Mengayak olahan memilih olahan Menumbuk udang Mencetak dan membungkus terasi 19 Memasarkan ikan pengolahan Jumlah Sumber: Data Primer 2005 Menangkap ikan di laut dan mencari siput merupakan pekerjaan produktif yang secara langsung bersentuhan dengan ranah laut. Pekerjaan mencari ikan di laut dominan dilakukan oleh laki-laki dengan menggunakan alokasi curahan waktu lebih besar daripada kerja produktif lain. Besarnya curahan waktu yang dialokasikan laki-laki untuk melaut tersebut dikarenakan sumber mata

95 82 pencaharian keluarga sepenuhnya masih bergantung pada perikanan laut. Sementara hasil tangkapan yang diperoleh nelayan semakin berkurang untuk setiap trip melaut. Berkurangnya hasil tangkapan tersebut menurut nelayan adalah akibat semakin banyaknya jumlah nelayan dan adanya aktivitas alat tangkap trawl yang digunakan tidak pada wilayah tangkap seharusnya tetapi berada di wilayah tangkap nelayan kecil. Sementara ikan -ikan di atas wilayah tangkap 3 mil sudah sangat minim. Pernyataan nelayan tersebut sejalan dengan Anonimous (2003) bahwa tingkat pemanfaatan ikan di perairan pantai Timur Provinsi Sumatera Utara telah dilakukan secara intensif dan bahkan telah berakibat pada penangkapan yang berlebih (over fishing). Selanjutnya Solihin, A. et.all (2005) juga mengemukakan bahwa trawl pertama kali di kembangkan di Indonesia pada tahun 1970 di daerah perairan Selat Malaka sebagai upaya mendongkrak produksi perikanan tangkap. Keefektifan trawl yang mampu menangkap semua jenis sasaran tangkap sampai pada dasar laut menyebabkan dalam kurun waktu sekitar 7 tahun perairan Selat Malaka mengalami over fishing. Kendati demikian aktivitas trawl di perairan Selat Malaka sejauh ini masih belum terselesaikan. Dan karena alternatif sumber mata pencaharian lain belum ada sehingga masyarakat tidak punya pilihan lain untuk tetap memanfaatkan perikanan laut hanya dengan aktivitas tangkap. Adapun kerja produktif mencari siput dominan dikerjakan perempuan pada rumahtangga nelayan tidak pengolah. Pekerjaan mencari kerang dilakukan oleh ibu-ibu dan anak gadis desa Sei Tawar. Tetapi sekarang kerang yang berada di pesisir tidak sebanyak dahulu. Dari beberapa nelayan Sei Tawar di peroleh 7 rumahtangga yang perempuannya mencari kerang. Waktu yang digunakan untuk mencari kerang sampai memasarkannya 6-7 jam perhari. Biasanya Ibu-ibu berangkat jam WIB dan jam sampai di pesisir. Pekerjaan mengambil kerang berakhir sampai jam dengan hasil kerang yang sudah dipasarkan. Adapun penjualan hasil kerang dilakukan di tempat pengambilan kerang dimana pembeli langsung datang ke pesisir pantai. Pekerjaan mencari siput Doceng dilakukan oleh perempuan desa Sei Baru dan diperoleh 8 rumahtangga. Pekerjaan ini lebih berat dari mencari kerang yang hanya di pesisir pantai. Waktu berangkat kerja ibu-ibu dan anak gadis yang

96 83 bekerja mencari siput bersamaan dengan waktu berangkat laki-laki melaut. Apabila air pasang jam 3 malam, merekapun harus berangkat jam 3 malam juga. Demikian pula waktu pulang mereka menunggu saat air pasang. Pekerjaan berdoceng tersebut telah diorganisir oleh seorang pemborong yang menyediakan perahu motor dan langsung membeli siput yang diperoleh perempuan setiap hari kerja. Siput-siput tersebut merupakan komoditas ekspor yang akan dikirim ke Malaysia. Perempuan yang bekerja mencari siput mendapat pendapatn berdasarkan banyaknya siput yang di peroleh. Harga jual siput Doceng adalah Rp.1000 per kilogramnya. Pekerjaan ini cukup beresiko, mereka hanya menggunakan tangan tanpa peralatan pelindung untuk memungut siput-siput. Mereka harus masuk menyusuri hutan bakau unutk mengambil siput-siput yang menempel pada tanaman bakau. Dari segi kelestarian pesisir dan laut, pekerjaan ini merusak keberlanjutan potensi-potensi laut. Karena rusaknya telur-telur ikan yang berada di akar-akar hutan bakau. Dan, habitat bakau juga mengalami kerusakan. Mempersiapkan alat melaut, memperbaiki jaring yang rusak, membuat jaring, memeriksa kondisi perahu, memperbaiki perahu dan memikul ikan ke darat adalah pekerjaan dominan yang dilakukan laki-laki. Sementara perempuan baik pada rumahtangga nelayan pengolah, tidak pengolah maupun rumahtangga nelayan buruh tidak memiliki curahan waktu sedikitpun pada kerja tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan kerja yang berhubungan dengan aktivitas tangkap di laut sepenuhnya dilakukan oleh laki-laki. Pekerjaan menyiangi ikan dapat dilakukan oleh seluruh perempuan sampel rumahtangga nelayan. Pada rumahtangga nelayan khususnya pengolah ikan asin, pekerjaan membelah ikan tidak menjadi pekerjaan penuh perempuan. Karena umumnya rumahtangga pengolah ikan asin dapat dikatakan sudah memiliki modal yang lebih besar dari rumahtangga pengolahan lainnya. Sehingga pekerjaan membelah ikan telah menggunakan tenaga buruh perempuan. Keterlibatan mereka disamping mengontrol proses pengolahan ikan dan sambil ikut membelah tetapi tidak penuh, juga menyiapkan keperluan-keperluan buruh yang sedang bekerja. Hal ini ditunjukkan oleh curahan waktu yang dialokasikan mereka yaitu rata-rata 0,21 jam per hari. Sementara untuk kerja-kerja yang lebih berat seperti

97 84 pengangkutan ikan -ikan, pembilasan dan penggaraman serta penimbangan ikan dilakukan laki-laki. Dan pekerjaan ini umumnya dilakukan oleh tenaga kerja keluarga yaitu anak laki-laki rumahtangga nelayan pengolah ikan asin. Memasarkan hasil tangkapan dapat di lihat pada Tabel hanya dilakukan oleh laki-laki rumahtangga nelayan tidak pengolah. Hal ini dikarenakan pada rumahtangga nelayan pengolah, hasil tangkapan di jual setelah diolah terlebih dahulu. Sedangkan pada rumahtangga buruh, kegiatan pemasaran hanya dilakukan oleh pemilik. Adapun pemasarn ikan hasil tangkapan dilakukan di tengah laut ketika aktivitas melaut berlangsung. Dalam hal ini, pemborong-pemborong ikan baik untuk pasar domestik dan non domestik mendatangi perahu-perahu milik nelayan. Sistem pasar tersebut di satu sisi untuk menghemat biaya BBM nelayan tetapi kerugian yang diterima nelayan jauh lebih besar. Dimana nelayan tidak memiliki informasi tentang harga sehingga sulit untuk menentukan tingkat harga yang lebih menguntungkannya. Pada rumahtangga nelayan tidak pengolah, kerja membelah ikan kurang diminati oleh perempuan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai curahan waktu perempuan yang hanya 0,1 jam. Pekerjaan membelah ikan ini hanya dilakukan oleh rumahtangga yang berada di desa Sei Berombang. Sementara perempuan di desadesa lain menjadi buruh tani dalam usaha menambah pendapatan keluarga. Tetapi pekerjaan tersebut tidaklah banyak memberi kontribusi pada ekonomi keluarga, karena hanya dilakukan 2 tahun sekali yaitu saat musim tanam padi dengan upah kerja perhari Rp Adapun beberapa perempuan yang berada di desa Sei Baru memanfaatkan potensi pohon pandan yang dianyam sehingga menghasilkan tikar yang disebut Tikar Pandan. Untuk menghasilkan 1 tikar, menggunakan alokasi curahan waktu selama 2 minggu dengan harga jual Rp Sejauh ini belum ada pasar, menjamin produk yang mereka hasilkan. Sehingga pemasaran Tikar Pandan dilakukan ke daerah Panimpahan dengan menggunakan biaya transport yang cukup besar. Pada rumahtangga nelayan buruh, kerja membelah ikan merupakan kerja yang menggunakan alokasi curahan waktu terbesar dibanding yang lain. Perempuan rumahtangga nelayan buruh umumnya bertempat tinggal di Desa Sei Berombang dan bekerja pada usaha pengolahan pribumi dan keturunan Tionghoa.

98 85 Pekerjaan tersebut menggunakan alokasi curahan waktu terbesar dibanding kerja produktif lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan alokasi curahan waktu rata-rata 3,31 jam per hari. Merebus olahan adalah kerja produktif yang dilakukan oleh rumahtangga nelayan pengolah. Pada pengolahan remis laki-laki dan perempuan memiliki pembagian kerja yang sama saling bergantian baik pada perebusan dan pengayakan. Pekerjaan mengolah tergantung pada jumlah remis yang diperoleh saat melaut. Semakin banyak remis maka dibutuhkan waktu yang lama pula untuk mengolahnya. Umumnya waktu mengolah remis menggunakan 3-4 jam per trip melaut. Sementara pada proses perebusan udang olahan dilakukan ketika aktivitas melaut berlangsung sehingga perempuan tidak terlibat dalam proses perebusan olahan udang kering. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata curahan waktu kerja lakilaki yang lebih besar daripada perempuan pada proses perebusan yaitu 1,64 Jam sedangkan perempuan 0,75 jam. Disamping itu terdapat pula perempuan rumahtangga nelayan buruh yang bekerja pada pengolahan remis. Adapun upah untuk pekerjaan tersebut dalam 1 kali proses pengolahan Rp. 7500,00. Curahan waktu kerja perempuan buruh dalam pengolahan remis tersebut rata-rata 1,08 jam. Pada pengolahan udang kering, perempuan dibebankan pada kerja menjemur, mengontrol, mengayak, memilih dan memasarkan hasil olahan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 21 bahwa pada rumahtangga nelayan olah, curahan waktu kerja perempuan untuk kerja produktif tersebut lebih besar dari laki-laki. Demikian pula untuk kerja memilih olahan tidak terdapat curahan waktu laki-laki di dalamnya. Sementara pada rumahtangga nelayan tidak pengolah dan buruh, kerja tersebut menggunakan alokasi curahan waktu yang kecil. Adapun keterlibatan perempuan rumahtangga nelayan tidak pengolah dan buruh umumnya pada kerja menjemur ikan asin. Kerja tersebut dilakukan pada pagi hari sekitar jam WIB sementara untuk mengontrol penjemuran ikan adalah tugas pemilik pengolahan ikan asin. Sedangkan untuk kerja mengayak dan memilih udang dilakukan pada sore hari setelah udang yang dijemur kering. Menumbuk udang dan mencetak terasi adalah bagian kerja produktif pengolahan terasi disamping kerja menjemur terasi yang telah jadi. Adapun rumahtangga yang melakukan pengolahan terasi dalam penelitian ini terdapat 3

99 86 rumahtangga nelayan pengolah. Terasi yang dihasilkan masih dipasarkan untuk kebutuhan pasar Kecamatan Panai Hilir dan yang memasarkannya adalah perempuan secara langsung ke warung-warung kelontong yang terdapat di Kecamatan Panai Hilir. Demikian pula untuk rumahtangga nelayan pengolah udang kering. Tetapi untuk memasarkannya perempuan tidak harus ke pasar karena pemborong-pemborong udang yang secara langsung mendatangi rumahrumah mereka. Peranan perempuan pada proses pengolahan secara langung memberi kontribusi dalam pendapatan rumahtangga. Dapat pula dikatakan bahwa pada rumahtangga nelayan pengolah terdapat pembagian kerja yang jelas antara lakilaki dan perempuan. Laki-laki memiliki tanggung jawab mulai dari melaut sampai mengangkat ikan ke darat. Sementara perempuan dalam proses pengolahan ikan sampai pemasaran. Dari hasil analisis terhadap curahan waktu laki-laki dan perempuan pada kegiatan reproduktif dan produktif memiliki hubungan terbalik. Contohnya pada rumahtangga nelayan buruh curahan waktu kerja reproduktif laki-laki sangat kecil sementara perempuan memiliki curahan kerja besar dan pada kerja produktif lakilaki nelayan buruh memiliki curahan kerja yang besar sedangkan perempuan memiliki curahan kerja yang kecil. Beradasarkan uji analisis statistik dengan menggunakan uji Uji Beda Dua Nilai Tengah Satu arah, pada aktivitas produktif diperoleh hasil nilai uji Z hitung 10,1 sementara nilai Z tabel 0,9997. Dengan demikian nilai Z hitung lebih besar daripada Z tabel dan hal ini juga dibuktikan dengan nilai Z hitung yang berada di wilayah kritik yang merupakan wilayah penerimaan H1. Dengan demikian keputusan yang diambil adalah tolak Ho artinya curahan waktu produktif laki-laki lebih besar daripada perempuan.

100 Aktivitas Kebutuhan Dasar Aktivitas kebutuhan dasar laki-laki dan perempuan sampel rumahtangga penelitian dapat dilihat pada Tabel 22. Adapun kebutuhan dasar terdiri dari mandi, makan, ibadah dan tidur. Tabel 22 Aktivitas Kebutuhan Dasar dan Rata-rata Curahan Waktu No. Aktivitas kebutuhan dasar Laki-laki Jam Perempuan Jam 1 Mandi Tidur Ibadah Makan Jumlah Sumber: Data Primer 2005 Tabel 22 menunjukkan bahwa rata-rata curahan waktu kebutuhan dasar perempuan lebih besar dari laki-laki. Perbedaan curahan waktu kebutuhan dasar yang paling menyolok antara laki-laki dan perempuan adalah pada kebutuhan tidur. Hal ini terkait dengan aktivitas laki-laki yang lebih banyak digunakan untuk melaut. Kondisi riil di lapangan menunjukkan waktu melaut laki-laki cukup tin ggi yaitu 9 12 jam setiap trip melaut atau satu hari melaut. Sedikitnya waktu yang dicurahkan laki-laki untuk kebutuhan dasar tersebut dimungkinkan pula adanya faktor persaingan yang tinggi antar nelayan dalam melakukan aktivitas tangkap terkait dengan wilayah tangkap (fishing ground) mereka. Hasil uji analisis statistik pada kegiatan kebutuhan dasar curahan waktu laki-laki dan perempuan, diperoleh nilai statistik hitung sebesar -11,654. Ini menunjukkan bahwa nilai statistik hitung lebih kecil atau kurang dari nilai statistik tabel (-1,96). Dengan kata lain nilai statistik hitung berada dalam wilayah kritik. Maka dapat diambil keputusan untuk menolak Ho artinya terdapat perbedaan curahan waktu laki-laki dan perempuan dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari. Dengan demikian curahan waktu laki-laki lebih kecil daripada perempuan dalam kegiatan kebutuhan dasar.

101 Curahan Waktu dalam Aktivitas Sosial Akivitas sosial dan keagamaan rumahtangga nelayan kecamatan Panai Hilir hanya ada pengajian mingguan. Pengajian ibu-ibu dilakukan pada siang hari mulai jam WIB sampai jam WIB. Adapun pengajiannya dilakukan berpindah-pindah dari satu rumah anggota ke rumah anggota lain. Adapula yang pengajiannya hanya dilakukan di masjid. Pengajian laki-laki dilakukan pada malam hari dimulai jam WIB sampai jam WIB. Dari keseluruhan sampel rumahtangga nelayan diketahui bahwa perempuan memiliki curahan waktu pengajian lebih banyak dari laki-laki. Berdasarkan hasil uji analisis yang dilakukan juga membuktikan bahwa terdapat perbedaan curahan waktu laki-laki dan perempuan dalam kegiatan sosial budaya keagamaan. Dari hasil analisis diperoleh nilai statistik hitung sebesar - 11,885. Nilai tersebut lebih kecil atau kurang dari nilai statistik tabel (-1,96). Dengan kata lain nilai statistik hitung berada pada wilayah kritik. Maka keputusan yang diambil adalah tolak Ho artinya terdapat perbedaan curahan waktu laki-laki dan perempuan dalam kegiatan sosial budaya keagamaan. Adapun curahan waktu laki-laki lebih kecil daripada curahan waktu perempuan dalam kegiatan sosial budaya Akses Terhadap Berbagai Sumberdaya Pengkajian akses yang dimiliki laki-laki dan perempuan, diwakili oleh akses pasangan suami istri dalam rumahtangga. Akses adalah peluang yang bisa diperoleh laki-laki dan perempuan untuk menggunakan atau memanfaatkan sumberdaya tanpa kekuasaan untuk mengambil keputusan mengenai penggunaan sumber daya. Setelah dilakukan penilaian skor terhadap akses yang dimiliki laki-laki dan perempuan dalam ru mahtangga, maka dapat diketahui sejauh mana akses yang dimiliki laki-laki dan perempuan terhadap berbagai sumberdaya yang tersedia. Adapun akses yang dimiliki suami istri pada tiap kelompok rumahtangga nelayan dapat dilihat pada Tabel 23 Akses Sumberdaya Yang Dimiliki Laki-laki dan Perempuan.

102 89 Tabel 23 Akses sumberdaya yang dimiliki laki-laki dan perempuan RT nelayan tidak RT nelayan pengolah Keterangan pengolah RT nelayan buruh (%) LK % PR % LK % PR % LK % PR % Sumberdaya sumber modal Pendidikan non formal Organisasi Informasi Pelayanan Jumlah Sumber: Data Primer 2005 Akses terhadap sumberdaya daya merupakan akses yang dimiliki laki-laki dan perempuan terhadap aktivitas melaut, sarana prasarana melaut, aktivitas pemasaran dan aktivitas pengolahan. Dari Tabel tersebut dapat diketahui pada tiap kelompok rumahtangga nelayan, laki-laki memiliki akses sumberdaya yang lebih besar dari perempuan. Pada rumahtangga nelayan pengolah 38%, nelayan tidak pengolah 32 % dan nelayan buruh 29 %. Dengan demikian pada rumahtangga nelayan pengolah akses sumberdaya yang dimiliki laki-laki lebih besar dari rumahtangga lainnya. Hal ini bisa dikarenakan pada rumahtangga nelayan pengolah, aktivitas mereka tidak hanya pada aktivitas tangkap tetapi terdapat proses pengo lahan. Proses pengolahan merupakan aktivitas yang berupa tahapantahapan merubah ikan segar menjadi ikan kering sehingga memberi nilai tambah pada ikan yang akan dipasarkan. Pada rumahtangga nelayan pengolah, laki-laki dan perempuan memiliki akses yang sama terhadap proses pengolahan. Sehingga akses yang dimiliki perempuan rumahtangga nelayan pengolah pada aspek sumberdaya, lebih besar daripada rumahtangga lainnya. Hal ini dikarenakan perempuan dalam rumahtangga nelayan pengolah secara langsung terlibat dalam kerja produktif. Sebagaimana curahan waktu yang dialokasikan perempuan pada rumahtangga nelayan pengolah juga lebih besar dari yang lain. Aktivitas produktif perempuan pada rumahtangga nelayan pengolah juga lebih banyak daripada rumahtangga lain sehingga akses merekapun terhadap sumberdaya lebih besar. Perempuan yang akses dalam aktivitas proses pengolahan secara langsung memberi kontribusi pada pendapatan rumahtangga. Dan, akses terhadap proses

103 90 pengolahan yang dimiliki perempuan juga memberi kesempatan perempuan untuk mengaktualisasikan diri dan memanfaatkan potensi-potensi diri mereka. Dengan kepemilikan akses tersebut dapat dikatakan perempuan pada rumahtangga nelayan pengolah memiliki wawasan dan tingkat pemikiran lebih daripada yang lain. Karena dengan akses lebih yang mereka miliki disamping memeneg perekonomian rumahtangga, secara langsung mereka juga memeneg usaha pengolahan. Hal ini dapat diketahui dari keterlibatan mereka secara penuh dalam memasarkan produk olahan. Sementara untuk perempuan lainnya akses terhadap pemasaran tidak mereka miliki secara penuh. Adapun dalam rumahtangga tidak pengolah hanya beberapa perempuan yaitu yang bekerja mencari kerang dan siput sementara pada rumahtangga nelayan buruh perempuan tidak memiliki akses sama sekali dalam pemasaran. Pada Tabel 23 dapat pula diketahui bahwa akses terhadap sumberdaya merupakan akses terbesar yang dimiliki laki-laki pada rumahtangga nelayan pengolah dan tidak pengolah, sementara pada rumahtangga nelayan buruh akses terbesar dimiliki lak i-laki pada aspek pelayanan. Hal ini bisa terjadi karena nelayan buruh pada aspek sumberdaya tidak memiliki input dalam usaha perikanan tangkap. Keterlibatan laki-laki pada rumahtangga nelayan buruh hanya mengekstraksi laut sebesar tingkat input yang digunakan pemilik modal. Apabila tingkat input yang digunakan besar maka, aktivitas ekstraksi yang dilakukan juga akan besar yaitu dengan berusaha mendapatkan hasil tangkapan sebanyakbanyaknya. Modal merupakan sumberdaya yang urgen untuk melakukan produksi. Sumber modal yang terdapat dimasyarakat pada prinsipnya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Akses terhadap sumber modal merupakan peluang yang dimiliki laki-laki dan perempuan untuk memperoleh pinjaman ataupun bantuan modal dari pemerintah. Tapi, sangat disayangkan lembaga keuangan belum terdapat di Kecamatan Panai Hilir. Koperasi Unit Desa merupakan satu-satunya lembaga keuangan yang terdapat di Kecamatan Panai Hilir. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa akses terhadap sumber modal yang dimilik i pada rumahtangga nelayan secara umum merupakan akses yang paling kecil dibanding dengan akses -akses lainnya. Dari keseluruhan sampel yang

104 91 ditemui hanya 1 rumahtangga nelayan pengolah yang memperoleh bantuan modal pinjaman dari pemerintah. Rendahnya akses rumah tangga nelayan terhadap sumber modal dapat disebabkan masih minimnya lembaga permodalan pemerintah maupun swasta di kecamatan Panai Hilir. Kalaupun warga membutuhkan bantuan modal pinjaman ke Bank pemerintah maupun swasta, mereka harus pergi ke Rantauprapat yang merupakan ibu kota kabupaten Labuhanbatu. Dan tentunya akan mengeluarkan biaya besar dan hal ini sangat memberatkan nelayan. Pendidikan non formal merupakan bagian penting dalam melakukan pembangunan masyarakat. Berbagai paket pendidikan non formal ditawarkan pemerintah sebagai upaya meningkatkan produktivitas masyarakat. Disamping itu pendidikan non formal merupakan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas wawasan dan pola pikir setiap orang. Pendidikan non formal yang dibahas pada penelitian ini adalah kegiatan penyuluhan, pelatihan dan keterampilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akses yang dimiliki sampel rumahtangga nelayan terhadap pendidikan non formal merupakan akses yang kecil. Dimana, akses yang dimiliki laki-laki dan perempuan terhadap pendidikan non formal hanya 7 % dan hanya pada perempuan rumahtangga nelayan tidak pengolah yang memiliki akses 9 %. Adapun perempuan pada rumahtangga nelayan tidak pengolah yang memiliki akses pada pendidikan non formal adalah perempuan yang tergab ung dalam organisasi perempuan nelayan Pilar Perjuangan Nelayan. Organisasi Pilar Perjuangan Nelayan merupakan organisasi non formal yang timbul atas inisiatif nelayan yang berada di Desa Sei Baru, melihat semakin maraknya aktivitas trawl sementara kebijakan pemerintah belum tegas dalam penggunaan alat tangkap tersebut. Adapun kegiatan pendidikan non formal yang pernah diikuti perempuan yang tergabung dalam organisasi tersebut antara lain; penyuluhan dan seminar-seminar akan pentingnya pelestarian perikanan laut, Perempuan nelayan dan kontribusinya terhadap pendapatan rumahtangga dan lainlain. Adanya akses perempuan terhadap pendidikan non formal tersebut, hal ini dapat terlihat dari aktivitas perempuan yang tergabung dalam organisasi nelayan tersebut. Dimana, perempuan sangat mendukung pelestarian perikanan laut dengan mengusahakan aktivitas tangkap yang tidak berlebihan. Penggunaan trip

105 92 melaut yang tidak berlebihan dan penggunaan alat tangkap yang tidak menyalahi ketentuan SK Menteri Pertanian No Kpts.IK. 120/4/1999. Organisasi non formal yang terdapat di masyarakat apabila berjalan dengan baik dan dapat memenuhi kebutuhan individu-individu di dalamnya, maka organisasi tersebut akan bertahan lama. Terdapat berbagai organisasi non formal di masyarakat Panai Hilir, tetapi yang terorganisir hanya kelompok nelayan, (PPN), pengajian, dan PKK. Akses terhadap kelompok perempuan nelayan dan kelompok nelayan hanya diakses oleh rumahtangga nelayan desa Sei Baru. Sementara akses terhadap PKK diakses khusus oleh perempuan dan pengajian merupakan akses yang secara umum bisa diakses oleh laki-laki dan perempuan. Untuk akses terhadap pengajian lebih dominan perempuan, hal ini karena pengajian laki-laki dilakukan pada malam hari, sementara waktu melaut terkadang menjadi kendala laki-laki untuk bisa rutin menghadiri pengajian. Sehingga laki-laki sering ketinggalan untuk menghadiri pengajian bahkan tidak datang sama sekali karena sudah capek dari melaut. Sedangkan perempuan memiliki waktu pengajian siang hari jam WIB WIB, dengan demikian peluang perempuan untuk bisa menghadiri pengajian lebih besar karena kegiatan domestik perempuan pada waktu-waktu tersebut sudah longgar. Pengajian merupakan kegiatan yang dengan mudah diakses olah perempuan dari berbagai kelompok rumahtangga nelayan. Hal ini dikarenakan faktor biaya tidak menjadi kendala pada kegiatan pengajian karena disamping pengajian dari rumah ke rumah yang menggunakan biaya arisan, masyarakat juga membentuk pengajian yang diselenggarakan di masjid - masji dengan waktu pelaksanaan yang sama dengan pengajian umumnya yaitu jam WIB WIB dimana pengajian tersebut tidak memungut biaya dari anggotanya. Hasil penelitian menunjukkan pun pada akses terhadap organisasi baik laki-laki maupun perempuan dari tiap kelompok rumahtangga nelayan secara umum kecil. Dimana akses terhadap organisasi yang dimiliki laki-laki rumahtangga nelayan pengolah 10 %, tidak pengolah 12 % dan buruh 13 %. Sementara untuk perempuannya masing-masing 15 %, 18 % dan 17 %. Dengan

106 93 demikian perempuan lebih dominan memiliki akses terhadap organisasi dari tiap kelompok rumahtangga nelayan daripada laki-laki. Informasi baik dari media cetak maupun elektronik merupakan hal yang dibutuhkan masyarakat untuk menambah pengetahuan dan wawasan. Sumber informasi yang dilihat dalam penelitian ini adalah televisi, radio dan tabloid ataupun majalah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa akses masyarakat terhadap informasi pada rumahtangga nelayan tidak pengolah lebih besar dari rumahtangga lainnya. Baik akses yang dimiliki laki-laki maupun perempuan masing-masing 13% persen dan 16%. Hal ini dikarenakan pada rumahtangga nelayan tidak pengolah perempuannya memiliki curahan waktu kerja produktif yang sedikit sehingga memiliki waktu luang lebih banyak untuk menonton televisi. Disamping itu juga perempuan yang bergabung dalam PPN juga memiliki akses terhadap berbagai majalah perempuan yang dikirim oleh berbagai gerakan ataupun organisasi perempuan yang berada di Sumatera Utara. Demikian pula untuk lakilaki yang tergabung dalam organisasi PPN memiliki akses terhadap majalahmajalah yang dikirim oleh organisasi ataupun gerakan-gerakan pengelolaan lingkungan. Seyogyanya keberadaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan fasilitas pendukung perekonomian nelayan. Tetapi sangat disayangkan bangunan TPI yang begitu besar dan permanen tidak termanfaatkan. TPI yang ada hanya merupakan simbol bahwa pembangunan perikanan telah dilakukan. Adapun rantai pemasaran ikan di lokasi penelitian adalah dengan sistem Tangkahan. Sistem Tangkahan merupakan hubungan yang mencerminkan patron client antara nelayan dengan pemilik modal yang didominasi oleh keturunan Tionghoa. Nelayan secara umum tidak punya pilihan dalam memasarkan hasil tangkapannya, kendati mereka menyadari sistem tangkahan tersebut sangat merugikan mereka. Pemilik -pemilik tangkahan mendatangi nelayan-nelayan ketika aktivitas melaut berlangsung sehingga pasar dilakukan di laut. Nelayan memiliki posisi yang lemah ketika transaksi berlangsung dan pasar tersebut secara tidak langsung memicu terjadinya eksternalitas negatif yang pada akhirnya over fishing semakin meningkat. Terlebih lagi bagi nelayan yang menggunakan modal melaut dari pemilik tangkahan, mereka tidak bisa menjual hasil tangkapan pada yang lain.

107 94 Sistem tangkahan tersebut sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh PKSPL IPB (2004) berdampak pada kesejahteraan nelayan tradisional yang tidak mengalami peningkatan signifikan dengan alokasi curahan waktu dan tenaga yang mereka korbankan. Sistem tangkahan merupakan model kelembagaan yang eksploitatif terhadap sumberdaya perikanan dan nelayan karena nelayan hanya menjadi faktor produksi dan tidak mengalami mode of production yang seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan mereka yang terjadi adalah surplus ekonomi sumberdaya alam tetap hanya menguntungkan kaum pemilik modal dan rent seeking di dalamnya. Tidak adanya akses masyarakat terhadap TPI menempatkan nelayan akan sulit keluar dari perekonomian mereka yang lemah. Seharusnya dengan adanya TPI, nelayan dapat tertolong. Dan di satu sisi, TPI memungkinkan perempuan untuk berperan disektor ekonomi seperti menjadi ibu-ibu penjual bakul ikan. Tetapi ini bukanlah hal yang mudah karena harus merubah kebiasaan hidup dan paradigma berfikir masyarakat. Untuk ke depan pemerintah harus lebih bijak melihat kondisi riil yang ada di masyarakat. Bisa jadi mengaktifkan TPI bukan menjadi pemecahan masalah yang ada, tetapi perlu di cari akar permasalahan inti dari berbagai permasalahan yang ada sehingga menghasilkan solusi yang tepat. Dan kerja tersebut juga dengan tidak mengesampingkan keberadaan masyarakat yang pada akhirnya sebagai penerima dan pemanfaat kebijakan. Selain pelayan terhadap TPI, laki-laki dan perempuan dari tiap rumahtangga nelayan memiliki akses terhadap pelayanan lainnya seperti pasar, transportasi dan kesehatan. Pasar dalam hal ini adalah pasar secara umum yang berada di kota Kecamatan Panai Hilir. Akses laki-laki dan perempuan pada pasar dan transportasi sama besarnya pada semua kelompok rumahtangga. Dengan demikian, akses tersebut merupakan potensi bagi perempuan untuk bisa melihat peluang-peluang ekonomi yang dapat dikembangkan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada. Adapun untuk pelayan kesehatan secara umum baik laki-laki maupun perempuan sudah memiliki akses. Hal ini dikarenakan tenagatenaga medis di Kecamatan Panai Hilir mulai berkembang. Dan masyarakat, mulai menyadari pentingnya aspek kesehatan dalam kehidupan.

108 95 Beradasarkan uji analisis statistik dengan menggunakan uji Beda Dua Nilai Tengah Satu arah, diperoleh hasil nilai uji Z hitung 4,6 dengan nilai Z tabel 0,9997. Dengan demikian nilai Z hitung lebih besar daripada Z tabel atau dapat dikatakan nilai Z hitung berada di dalam wilayah kritik. Dengan demikian keputusan yang diambil adalah terima Hi yang menyatakan akses laki-laki lebih besar daripada akses perempuan Kontrol Terhadap Akvivitas Perikanan Tangkap Pengkajian kontrol dalam penelitian ini meninjau sejauh mana kontrol yang dimiliki laki-laki dan perempuan dalam aktivitas pemanfaatan perikanan laut pada rumahtangga nelayan. Kontrol terhadap aktivitas perikanan laut dapat dimiliki oleh laki-laki pada setiap rumahtangga nelayan sementara kontrol terhadap aktivitas pengolahan hanya dimiliki oleh rumahtangga pengolahan. Sedangkan rumahtangga nelayan buruh memiliki keterbatasan baik dalam aktivitas tangkap perikanan maupun aktivitas pengolahan sehingga dapat dikatakan bahwa rumahtangga nelayan buruh tidak memiliki kontrol dalam pemanfaatan perikanan laut. Hal ini dikarenakan, kepemilikan terhadap sarana dan prasarana pemanfaatan perikanan laut lebih menentukan seseorang untuk memiliki kontrol terhadap sumberdaya. Tabel 24 Kontrol Rumahtangga Nelayan Tidak Pengolah Ket. Pembelian peralatan baru (%) Perbaikan peralatan (%) Pers iapan peralatan (%) Penentuan alat tangkap (%) Penentuan TK dan upah (%) Besarnya biaya melaut (%) Pemasara n (%) LK PR LK PR LK PR LK PR LK PR LK PR LK PR KP KS KKS KJS TMK Sumber: Data Primer 2005

109 96 Tabel 25 Kontrol Rumahtangga nelayan pengolah Ket. Pembelian peralatan baru (%) Perbaikan peralatan (%) Persiapan peralatan (%) Penentuan alat tangkap (%) Penentuan TK dan upah (%) Besarnya biaya melaut (%) Pemasaran (%) Proses pengolahan (%) LK PR LK PR LK PR LK PR LK PR LK PR LK PR LK PR KP KS KKS KJS TMK Sumber: Data Primer 2005 Berdasarkan Tabel 24 dan 25 dapat diketahui bahwa pada rumahtangga nelayan tidak pengolah dan rumahtangga nelayan pengolah kontrol terhadap aktivitas perikanan laut dominan dimiliki laki-laki dimana seluruh laki-laki memiliki kontrol penuh terhadap aktivitas perikanan tangkap. Walaupun demikian, keterlibatan perempuan dalam memberikan kontrol ataupun keputusankeputusan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas penangkapan ikan masih terdapat. Dengan kata lain, dalam membuat keputusan atau mengontrol aktivitas penangkapan ikan dan sarana prasarana di dalamnya terdapat kebersamaan laki-laki dan perempuan meskipun perempuan tidak memiliki kontrol penuh, tetapi mereka masih dimintai pendapat. Kerusakan pada peralatan tangkap seperti kebocoran perahu, kerusakan jaring, kerusakan mesin dan sebagainya lebih dibebankan pada laki-laki. Apabila ada peralatan tangkap yang rusak, laki-laki akan berusaha memperbaiki sendiri tanpa membicarakan kerusakan yang ada terlebih dahulu pada perempuan. Dapat dilihat pada Tabel 24 dan 25 adapun kontrol perempuan pada aspek perbaikan peralatan dominan memiliki kontrol kurang sering dimana pada rumahtangga nelayan tidak pengolah 62 % dan rumahtangga nelayan pengolah 64%. Kontrol kurang sering tersebut ditunjukkan oleh inisiatif laki-laki untuk melakukan perbaikan peralatan tangkap tanpa melibatkan perempuan. Tetapi apabila kerusakan peralatan tangkap cukup serius, laki-laki baru akan membicarakannya pada perempuan bahkan pada sebagian rumahtangga nelayan perbaikan tersebut diketahui perempuan ketika laki-laki meminta uang dalam jumlah yang cukup besar untuk biaya perbaikan peralatan tangkap. Hal tersebut sering menimbulkan pertengkaran pada sebagian rumahtangga nelayan yang pada akhirnya

110 97 memposisikan perempuan sebagai pihak yang tidak memiliki kemampuan dalam mengatur keuangan rumahtangga. Padahal, hasil tangkapan yang terus berkurang kendati musim ikan tiba tidak mampu memenuhi biaya kebutuhan hidup rumahtangga nelayan. Sehingga perempuan sebagai pemegang uang hasil pendapatan dalam rumahtangga nelayan tidak setiap saat memiliki persediaan uang dalam jumlah yang dibutuhkan. Pada kondisi tersebut nelayan tidak bisa lari dari pemilik modal dengan meminjam uang agar aktivitas tangkap yang diusahakannya tetap berlangsung. Adapun konsekwensi yang harus dipenuhi nelayan adalah menjual hasil tangkapannya pada pemilik modal tersebut sampai jumlah pinjaman yang ada dapat dilunasi. Pembelian peralatan baru untuk kebutuhan aktivitas tangkap dilakukan apabila peralatan tersebut sudah tidak bisa diperbaiki lagi sehingga pembelian peralatan baru aktivitas tangkap rumahtangga nelayan sangat jarang dilakukan. Biasanya nelayan mengganti peralatan tangkap seperti mesin yang sudah aus dan alat tangkap yang sudah tidak bisa digunakan lagi. Adapun kontrol dalam pembelian peralatan baru secara penuh dimiliki laki-laki sementara perempuan pada rumahtangga nelayan tidak pengolah dominan memiliki kontrol kurang sering yaitu 56 % dan pada rumahtangga nelayan pengolah dominan memiliki kontrol sering yaitu 75 % dapat dilihat pada Tabel 25. Dengan demikian dapat dikatakan pada rumahtangga nelayan pengolah, perempuan lebih sering mengontrol pembelian peralatan baru daripada perempuan pada rumahtangga nelayan tidak pengolah. Hal ini dkarenakan pada rumahtangga pengolah, perempuan secara langsung menggunakan peralatan mengolah misalnya, sarana penjemuran olahan. Sehingga ketika sarana tersebut tidak layak untuk digunakan lagi, perempuan yang biasanya membicarakan hal tersebut kepada laki-laki yang selanjutnya keputusan untuk mengganti sarana tersebut secara penuh dikontrol olah laki-laki. Persiapan peralatan merupakan bagian dari aktivitas tangkap yang dilakukan setiap trip melaut seperti mencek kondisi mesin. Baik pada rumahtangga nelayan tidak pengolah maupun rumahtangga nelayan pengolah, dominan laki-laki secara penuh mengontrol persiapan peralatan (100%) sementara perempuan pada rumahtangga nelayan tidak pengolah dominan tidak memiliki

111 98 kontrol (60 %) sedangkan pada rumahtangga nelayan pengolah, perempuan kurang sering mengontrol persiapan peralatan pada saat berangkat melaut (64 %) dan terdapat pula perempuan yang sering mengontrol (21 %). Keterlibatan perempuan untuk sering mengontrol persiapan peralatan tangkap ditunjukkan oleh perhatian yang diberikan ketika laki-laki akan berangkat melaut seperti menyiapkan perlengkapan-perlengkapan yang akan dibawa dan ketika mesin tidak bisa digunakan, perempuan secara langsung ikut melihat kondisi perahu dan ikut mengontrol apakah aktivitas melaut dilakukan atau tidak pada hari tersebut. Penentuan alat tangkap pada umumnya sangat ditentukan oleh jenis ikan yang akan ditangkap oleh nelayan. Sebagaimana pada umumnya nelayan, alat tangkap yang digunakan secara penuh dikontrol oleh laki-laki karena mereka lebih mengetahui penggunaan alat tangkap yang lebih memberi peluang untuk memperoleh hasil tangkapan dalam jumlah besar. Dapat dikatakan bahwa perempuan kurang mengontrol dalam hal penentuan alat tangkap yang digunakan. Bahkan pada rumahtangga nelayan pengolah, sebagian besar (43 %) perempuan tidak memiliki kontrol sama sekali dalam penentuan alat tangkap. Demikian pula pada rumahtangga nelayan tidak pengolah dominan perempuan tidak memiliki kontrol (45 %) tetapi terdapat perempuan yang sering mengontrol penggunaan alat tangkap (15 %). Adapun perempuan yang sering terlibat dalam mengontrol alat tangkap yang digunakan adalah perempuan yang terdapat di desa Sei Baru. Mereka menyadari bahwa kondisi perikanan tangkap yang semakin tidak menjanjikan untuk dimanfaatkan sebagai akibat dari maraknya penggunaan trawl sangat perlu dikendalikan. Sehingga perempuan nelayan desa Sei Baru secara langsung turut mengontrol penggunaan alat tangkap yang dilakukan laki-laki dan disamping itu mereka berupaya untuk mencari alternatif mata pencaharian yang tidak bergantung dengan perikanan laut meskipun mereka memiliki peluang untuk kerja di gudang-gudang pengolahan ikan milik pengusaha non pribumi. Penentuan tenaga kerja dan tingkat upah secara penuh dikontrol oleh lakilaki. Sementara perempuan pada rumahtangga nelayan tidak pengolah dan pengolah dominan masih kurang sering dalam mengontrol hal tersebut masingmasing 71 % dan 50 %. Adapun keterlibatan perempuan dalam mengontrol penentuan tenaga kerja lebih sering daripada tingkat upah. Karena laki-laki secara

112 99 penuh mengontrol tingkat upah yang akan diberikan pada buruh, dan hal ini tergantung dari jumlah hasil tangkapan yang diperoleh. Dimana, bila hasil tangkapan banyak maka nelayan buruh juga akan memperoleh bagian yang lebih besar dari biasanya. Biaya melaut rumahtangga nelayan secara penuh dikontrol oleh laki-laki baik pada rumahtangga nelayan tidak pengolah maupun rumahtangga nelayan pengolah. Meskipun perempuan pada rumahtangga nelayan pengolah umumnya memegang uang hasil penjualan ikan olahan, tetapi ditemukan lebih banyak perempuan pengolah tidak memiliki kontrol terhadap biaya melaut. Hal ini dapat ditunjukkan pada Tabel bahwa perempuan yang tidak memiliki kontrol terhadap biaya melaut 36% sementara pada rumahtangga nelayan tidak pengolah umumnya perempuan sering mengontrol biaya melaut (69 %). Pemasaran hasil tangkapan secara penuh dikontrol oleh laki-laki sementara perempuan pada rumahtangga nelayan tidak pengolah dominan tidak memiliki kontrol terhadap pemasaran ikan dapat ditunjukkan bahwa 100% perempuan tidak memiliki kontrol terhadap pemasaran. Adapun perempuan pada rumahtangga nelayan pengolah terlibat secara langsung dalam pemasaran hasil olahan. Dimana pemasaran hasil olahan dibicarakan terlebih dahulu apakah di pasarkan langsung di pasar kecamatan atau dipasarkan pada pemborong-pemborong yang langsung datang membeli ke rumah-rumah pengolah dimana dalam membuat keputusan tersebut laki-laki masih memiliki kontrol penuh. Perempuan dalam aktivitas pemasaran tersebut bisa dikatakan hanya sebagai perantara sementara kontrol harga dan di jual kepada siapa secara penuh dimiliki laki-laki. Proses pengolahan pada rumahtangga nelayan pengolah secara penuh dikontrol oleh laki-laki. Adapun perempuan yang sering mengontrol hal-hal yang berkaitan dengan proses pengolahan hanya 54%, tetapi ditemukan pula perempuan yang tidak memiliki kontrol terhadap proses pengolahan 21%. Beradasarkan uji analisis statistik dengan menggunakan Uji Beda Dua Nilai Tengah Satu arah, diperoleh hasil nilai uji Z hitung 7,7 dengan nilai Z tabel 0,9997. Dengan demikian nilai Z hitung lebih besar daripada Z tabel atau dapat dikatakan nilai Z hitung berada pada wilayah kritik yaitu penerimaan H1. Dengan

113 100 demikian keputusan yang diambil adalah terima H1 yang menyatakan kontrol laki-laki lebih besar daripada perempuan Hubungan Sumberdaya Perempuan dengan Kontrol Hubungan Akses dengan Kontrol Akses yang dimiliki perempuan terhadap berbagai sumberdaya belum bisa menentukan adanya kepemilikan kontrol perempuan. Tetapi dengan memiliki akses terhadap berbagai sumberdaya, perempuan memiliki peluang untuk mengetahui berbagai wawasan dan pengetahuan. Sehingga, dengan akses yang dimiliki tersebut memungkinkan perempuan untuk memiliki kontrol terhadap suatu sumberdaya. Berikut merupakan Tabel yang menunjukkan hubungan antara akses dan kontrol dari berbagai kelompok rumahtangga nelayan. Tabel 26 Uji Korelasi Akses dan Kontrol Pada Tiap Strata No. Keterangan Nilai rs Nilai Z hitung Nilai Z tabel 1. Perempuan RT nelayan tidak pengolah 0,104 0,7595 0, Perempuan RT nelayan pengolah 0,121 0,6292 0,7324 Sumber: Data Primer 2005 Pada rumah tangga nelayan tidak pengolah hasil uji Rank Spearman menunjukkan tingkat hubungan (rs) sebesar 0,104 untuk selanjutnya dapat diketahui nilai Z hitung 0,7595 dengan nilai Z tabel 0,7642. Hasil uji signifikansi dengaan membandingkan nilai Z tabel > Z hitung. Demikian pula pada rumahtangga nelayan pengolah hasil uji Rank Spearman menunjukkan tingkat hubungan correlation coefficient (rs) sebesar 0,121 dengan hasil nilai Z hitung 0,6292 dan Z tabel 0,7324. Hal ini berimplikasi terhadap keputusan untuk menerima Ho artinya tidak ada hubungan antara akses yang dimiliki perempuan dengan kontrol mereka terhadap aktivitas perikanan tangkap. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa akses perempuan bukanlah hal yang berpengaruh dalam kepemilikan kontrol terhadap aktivitas perikanan tangkap. Hal ini memungkinkan karena perempuan yang memiliki akses terhadap sumberdaya seperti informasi, pelayanan, organisasi dan pendidikan non formal belum tentu akan memiliki kontrol terhadap aktivitas perikanan tangkap.

114 101 Hubungan Tingkat pendidikan dengan Kontrol Tingkat pendidikan diukur dalam tahun yaitu berapa lama responden duduk di bangku sekolah formal. Pendidikan merupakan salah satu potensi yang terdapat pada setiap orang. Semakin baik tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula kemampuannya untuk beraktualisasi. Demikian pula perempuan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memungkinkan memiliki pengetahuan dan wawasan sehingga memiliki kemampuan berfikir dalam menghadapi berbagai kondisi. Adapun hasil analisis yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Uji Korelasi Pendidikan dan Kontrol Pada Tiap Strata No. Keterangan Nilai rs Nilai Z hitung Nilai Z tabel 1. Perempuan RT nelayan tidak pengolah 0,076 0,5548 0, Perempuan RT nelayan pengolah 0,070 0,364 0,6253 Sumber: Data Primer 2005 Berdasarkan Tabel 29 dapat diketahui bahwa nilai Z hitung rumahtangga nelayan lebih kecil daripada nilai Z tabel sehingga keputusan yang diambil adalah terima Ho yang menyatakan tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan perempuan dengan kontrol yang mereka miliki terhadap aktivitas perikanan tangkap. Hal ini memungkinkan karena pendidikan yang dimiliki perempuan baik pada rumahtangga nelayan pengolah maupun tidak pengolah relatif rendah. Sebagaimana diketahui bahwa pada umumnya perempuan memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) 62% dan bahkan terdapat yang tidak bersekolah 23%. Dengan demikian seorang perempuan yang tidak berpendidikan belum tentu tidak memiliki kontrol dalam aktivitas perikanan tangkap.

115 102 Hubungan Status Kerja Perempuan dengan Kontrol Status kerja menggambarkan kontribusi perempuan terhadap pendapatan rumahtangga. Dimana, perempuan yang bekerja dapat dikatakan memiliki kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga sebaliknya yang tidak bekerja dikatakan tidak memiliki kontribusi tersebut. Tabel 28 Uji Korelasi Status kerja perempuan dan Kontrol Pada Tiap Strata No. Keterangan Nilai rs Nilai Z hitung Nilai Z tabel 1. Perempuan RT nelayan tidak pengolah 0,304 2,2192 0, Perempuan RT nelayan pengolah 0,439 2,2828 0,9868 Sumber: Data Primer 2005 Berdasarkan Tabel 28 diketahui bahwa nilai Z hitung yang diperoleh baik pada rumahtangga nelayan tidak pengolah maupun pengolah lebih besar daripada Z tabel. Dengan demikian dapat diambil keputusan untuk menerima HI yaitu adanya hubungan antara status kerja perempuan dengan kontrol terhadap aktivitas perikanan tangkap. Dapat dikatakan, perempuan yang memiliki pekerjaan tetap baik sebagai buruh, turut membantu pengolahan ikan rumahtangga dan sebagainya memiliki peluang untuk dapat mengontrol aktivitas perikanan tangkap. Sebaliknya perempuan yang tidak bekerja tidak bisa mengontrol aktivitas perikanan tangkap. Hal ini dimungkinkan dengan adanya kontribusi curahan waktu produktif perempuan maka sumbermata pencaharian keluarga tidak hanya dibebankan pada laki-laki. Tetapi ada sektor lain yang dapat memenuhi kebutuhan rumahtangga apabila laki-laki mengurangi effort melaut. Perempuan bisa mengontrol aktivitas perikanan tangkap sehingga rendahnya produksi tangkap tidak memacu rumahtangga nelayan meningkatkan effort untuk mendapat jumlah tangkapan yang banyak.

116 Overcapacity Wilayah Tangkap Panai Hilir dan Peran Gender Wilayah perairan laut Panai Hilir telah lama mengalami overfishing sebagai akibat penggunaan alat tangkap yang bersifat destruktif dan tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutan. Overfishing berdampak pada semakin tingginya persaingan nelayan untuk memperoleh fishing ground yang masih banyak ikannya. Hal tersebut berimplikasi pada kapasitas tangkap lebih (overcapacity) yang digunakan nelayan baik nelayan lokal maupun nelayan asing. Masing-masing nelayan meningkatkan stok kapital yang digunakan dalam memanfaatkan sumber daya perikanan laut. Sehingga effort yang dimiliki nelayan tidak memberikan hasil yang optimal dan manfaat berkelanjutan. Kapasitas lebih menjadikan usaha perikanan tangkap nelayan tidak efisisen (hanya terdapat hanya 6 rumahtangga nelayan (12%) dan selebihnya 88% belum efisien). Pemanfaatan sumber daya perikanan yang telah melebihi daya dukung lingkungan membutuhkan waktu yang lama mengembalikan stok ikan yang ada bahkan eksternalitas yang dilakukan nelayan menimbulkan kepunahan pada spesies ikan. Hal ini terkait bahwa sumber daya perikanan laut merupakan sumber daya yang memiliki titik kritis. Pola pencarian nafkah yang hanya bersumber dari perikanan tangkap, menimbulkan terjadinya kelebihan tenaga kerja di sektor perikanan sehingga tingkat upah buruh perikanan sangat rendah. Disatu sisi hal ini sangat menguntungkan pengusaha perikanan tangkap yang pada umumnya keturunan Tionghoa. Dengan ketersediaan modal yang mereka miliki dalam jumlah besar, kapasitas perikanan tangkap terus mengalami peningkatan dengan penambahan kekuatan mesin, jumlah perahu, jumlah BBM dan tenaga buruh yang pada akhirnya menimbulkan over capacity. Over capacity tersebut dipacu pula oleh aktivitas pengolahan ikan mereka yang terus membutuhkan suply bahan baku sehingga tidak ada keseimbangan antara suply dan demand yang pada akhirnya menimbulkan access demand atau access suply sebagaimana yang dikatakan Fauzi (2006) jika access demand atau access suply terjadi akan menimbulkan over capacity. Adapun keterkaitan antara dampak dari overfishing wilayah perairan tangkap Kecamatan Panai Hilir terhadap peran gender sebagai potensi sumber

117 104 daya manusianya terdapat pada keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam memanfaatkan perikanan laut sehingga memberi kontribusi pendapatan pada rumahtangga nelayan. Salah satunya adalah dengan adanya aktivitas pengolahan hasil perikanan laut pada rumahtangga nelayan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 96 sampel hanya 28 rumahtangga nelayan yang masih melakukan pengolahan perikanan laut berupa ikan asin, udang kering, remis, dan terasi. Sementara 55 rumahtangga nelayan hanya melakukan aktivitas tangkap. Pengolahan udang kering dan remis merupakan jenis usaha pengolahan yang masih memugkinkan hanya menggunakan tenaga kerja dalam rumahtangga. Sehingga pengolahan udang sangat membuka peluang perempuan secara langsung berkontribusi terhadap pendapatan rumahtangga dan terlibat dalam pemanfaatan sumber daya perikanan laut Panai Hilir. Sementara untuk pengolahan ikan asin harus menggunakan tenaga luar karena proses pengolahannya lebih membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak meskipun hal tersebut juga tergantung dari ikan yang akan diolah. Pada rumahtangga nelayan yang telah efisien dimungkinkan telah adanya pola mata pencaharian rumahtangga yang tidak hanya memanfaatkan sumber daya perikanan laut bahkan melaut bukan lagi mata pencaharian tetap mereka. Adanya perubahan pola mata pencaharian tersebut memberi peluang perempuan untuk dapat berkontribusi. Keragaan kapasitas perikanan tangkap nelayan dari 50 sampel menghasilkan hanya 6 rumahtangga yang efisien. Kapasitas perikanan tangkap yang efisien tersebut dimungkinkan karena rumahtangga tersebut tidak menggunakan effort yang tinggi dalam setiap trip melaut. Hal tersebut dikarenakan adanya peran gender dalam mengusahakan pendapatan rumahtangga sehingga sumber mata pencaharian tidak hanya pada sektor perikanan tangkap. Kontribusi curahan waktu produktif perempuan mengurangi jumlah waktu lakilaki melaut. Dengan kata lain, apabila nelayan mengurangi effortnya masih ada sumber pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Akses dan kontrol yang dimiliki gender dalam rumahtangga nelayan juga secara langsung memiliki hubungan dengan kondisi over capacity yang terjadi. Dimana, rendahnya akses yang dimiliki gender akan menimbulkan produktivitas

118 105 yang rendah pula. Berdasarkan analisis terhadap akses sumberdaya, diketahui bahwa akses laki-laki lebih besar daripada perempuan pada ketiga kelompok rumahtangga nelayan. Akses terhadap sumberdaya tersebut merupakan peluang kesempatan laki-laki dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan laut secara langsung yaitu aktivitas tangkap. Sementara akses laki-laki untuk kegiatan lainnya lebih kecil daripada perempuan. Hal ini mencerminkan bahwa laki-laki lebih mengedepankan aktivitas tangkap daripada aktivitas lainnya dan laki-laki lebih memiliki kontrol penuh terhadap aktivitas perikanan tangkap. Sementara perempuan tidak memiliki peluang besar turut berpartisipasi dalam mengelola aktivitas perikanan tangkap dengan sejumlah input yang dimiliki rumahtangga. Sehingga alokasi sumberdaya dan modal rumahtangga dalam pemanfaatannya tidak mempertimbangkan aspek intertemporal atau aspek penggunaan sumber daya dan modal yang tepat terkait dengan potensi-potensi sumberdaya. Perempuan yang telah mampu memberi kontribusi terhadap ekonomi keluarga akan mampu mengendalikan kontrol terhadap aktivitas tangkap sehingga rendahnya hasil tangkapan yang diperoleh tidak memicu nelayan untuk meningkatkan effort pada wilayah perairan tangkap yang telah overfishing. Dengan demikian apabila kapasitas tangkap perikanan rumahtangga nelayan terus ditingkatkan sebagai usaha nelayan untuk memperoleh hasil tangkapan yang besar, akan semakin menempatkan perempuan kekurangan peluang dalam memanfaatkan sumber daya perikanan laut yang pada akhirnya mereka tidak memiliki kontribusi terhadap pendapatan keluarga dari potensi sumber daya yang tersedia.

119 108 DAFTAR PUSTAKA Amal, Siti Hidayati Jurnal Pusat Pengembangan Kawasan (PSPK). Jakarta Ambardi dan Prihawantoro Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Kajian Konsep dan Pembangunan. BPPT. Jakarta. Arfani, Nurlisa Mengukur Efisiensi Relatif Pialang Bursa Berjangka Jakarta. Aryati, Fauziah Peranan Wanita dalam Mewujudkan Kesejahteraan Rumahtangga. Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Budiharsono, S Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita. Jakarta Boulding, Elise Familial Constraints on Women s Work Roles. University of Chicago. Chicago. Chao, Shiyan Ghana; Gender Analysis and Policymaking for Development. The World Bank. Washington, D.C Dahuri, R.J. et. All Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta Dahuri, R.J. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis kelautan; Ringkasan Orasi Ilmiah. Faperikan. IPB. Bogor. Departemen Kelautan dan Perikanan Pelaksanaan Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Fauzi, A Bahan Kuliah Ekonomi Sumber Daya Alam. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor Ekonomi dan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Gramedia. Jakarta Kebijakan Perikanan dan Kelautan: Isu, Sintesis, dan Gagasan. Gramedia. Jakarta Thinking Outside the Box. Perspektif Ekonomi dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pengelolaan Ekonomi Sumber Daya Perikanan 27 April 2006.

120 Fauzi, A dan Anna, S Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan Untuk Analisis Kebijakan. Gramedia. Jakarta 109 Gleason, Sandra. E Gender Bias in Estimating Female Labor Force Participation. Status Influences in Thrid Wolrd Labour Market, Caste, Gender Custom (Editor Scoville, J.G). Walter de Gruyter. Berlin Handayani dan Sugiarti Konsep dan Teknik Penelitian Gender.Pusat Studi Wanita dan Kemasyarakatan. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang James A. Christension and Jerry W. Robinson, Jr Community Development in Perspective. Lowa State University Press. Kusnadi Konflik Sosial Nelayan, Kemiskinan dan Perebutan Sumberdaya Perikanan. Yogyakarta Kusnadi Nelayan. Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humaniora Utama Press. Bandung. Kusnadi Pengamba, Kaum Perempuan Fenomenal. Human iora Utama Press. Bandung. Kusumastanto, Tridoyo Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi Daerah. Gramedia. Jakarta. Labuhanbatu dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhanbatu Marwoto, Heriyanto Makalah Kemiskinan Nelayan; Masalah Yang Belum Terpecahkan. Bogor Mosse, J. M Gender dan Pembangunan. Pustaka Pelajar. Yakarta Mukherjee. et, al Masyarakat, Kemiskinan dan Mata Pencaharian. DFID. Jakarta Nazir, Moh Metode Penelitian. Ghalia. Jakarta Nikkelsen, B Metode Penelitian Partisipasi dan Upaya Pemberdayan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Nugroho Reinventing Pembangunan. Gramedia. Jakarta Penyusunan Kebijakan Pemberdayaan Perempuan di Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil dalam Upaya Pengembangan Kelautan di Kawasan Indonesia Timur Anugerah Kripradana. Jakarta.

121 110 Prasetyaningsih, Nasyiah Dimensi Gender Dalam Agroforesty. Skripsi. Institut Pertanian Bogor Prijono dan Pranarka Pemberdayaan, Konsep dan Implementasi. CSIS. Jakarta Salam, D.S Otonomi Daerah dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya. Djambatan. Jakarta. Sajogyo, Pudjiwati Peranan Wanita dalam Pembangunan Masyarakat Desa. Rajawali. Jakarta. Saruan, C Studi Gender Pada Rumahtangga Nelayan dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Soekartawi. Linear Programing. Teori dan Aplikasinya Khususnya Dalam Bidang Pertanian. Rajawai Press. Jakarta. Soekartawi Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Produksi Cobb Douglas. Rajawali Press. Jakarta. Studi Kelayakan Labuhanbatu Integrated Regional Development Project. BAPPEDA Labuhanbatu Wulansari. Wenni Kajian Gender dalam Pengelolan Sumber Daya Pesisir dan Laut di Pulau Untung Jawa, Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Yanti Dlam Pengelolaan PSDA, Keterlibatan Perempuan Masih Sebatas Pelaksana. www.

122 111 Lampiran: 1 Karakteristik Rumah tangga nelayan No Res US UI Pendidik an Jlh. Anak TA RT KU BU PG L ALT ART Lokasi tangkap p LK P R L K P R sewa Mengolah 7 sondong bot Tanjung bangsih pemilik Mengolah 5 sondong sampan Daerah Timur pemilik Mengolah 4 sondong sampan Daerah Timur pemilik Mengolah 3 sondong sampan Daerah Timur pemilik Mengolah 4 sondong sampan Tanjung bangsih pemilik Mengolah 4 sondong sampan Tanjung bangsih pemilik Mengolah 6 sondong sampan Tanjung bangsih sewa Mengolah 4 sondong bot Tanjung bangsih sewa Mengolah 4 lupi sampan Tanjung bangsih pemilik Mengolah 6 sondong sampan Tanjung bangsih sewa Mengolah 7 sondong bot Tanjung bangsih pemilik Mengolah 25 tangkul bot Tanjung bangsih pemilik Mengolah 7 lupi sampan Tanjung bangsih pemilik Mengolah 5 lupi sampan Tanjung bangsih pemilik Mengolah 20 lupi bot Tanjung bangsih pemilik Mengolah 15 pukat tarik bot Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 5 Pukat layang sampan Tanjung bangsih pemilik Mengolah 18 sondong sampan Tanjung bangsih pemilik Mengolah 20 sondong sampan Daerah Timur pemilik Mengolah 24 sondong bot Tanjung bangsih buruh Mengolah 3 sondong sampan Tanjung bangsih pemilik Mengolah 9 jaring sampan Tanjung bangsih pemilik mengolah 24 sondong sampan Sei Berombang pemilik tdk mengolah 15 jaring renjong sampan Tanjung bangsih sewa tdk mengolah 12 jaring bot Sei Tawar sewa tdk mengolah 10 sangko bot Sei Tawar pemilik mengolah 1 sondong bot Tanjung bangsih pemilik mengolah 25 madang sampan Sei Berombang pemilik tdk mengolah 7 jaring heko bot Tanjung bangsih sewa mengolah 15 lupi bot Daerah Timur pemilik mengolah 14 garok sampan Panimpahan pemilik tdk mengolah 17 pukat tumang bot Sei Tawar buruh tdk mengolah 5 pukat tarik bot Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 7 jaring sampan Sei Berombang pemilik tdk mengolah 6 jaring sampan Sei Berombang pemilik tdk mengolah 7 lupi bot Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 12 fishingnet bot Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 18 jrg gilnet sampan Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 7 Jaring sampan Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 10 pukat songko bot Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 18 jaring sampan B. Buluh pemilik tdk mengolah 15 Pukat layang bot Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 30 sondong sampan Sungai dua buruh tdk mengolah 18 buruh bot Tanjung bangsih buruh tdk mengolah 12 buruh bot Tanjung bangsih buruh tdk mengolah 8 buruh bot Tanjung bangsih buruh tdk mengolah 15 buruh bot Tanjung bangsih sewa pengolah buruh tdk mengolah 11 buruh bot Tanjung bangsih buruh tdk mengolah 18 buruh bot Tanjung bangsih buruh tdk mengolah 15 buruh bot Tanjung bangsih buruh tdk mengolah 25 buruh bot Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 7 buruh bot Tanjung bangsih buruh tdk mengolah 23 buruh bot Tanjung bangsih buruh tdk mengolah 12 buruh bot Tanjung bangsih buruh tdk mengolah 5 buruh bot Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 8 jaring bot T. Bangsih dan Sei Tawar pemilik tdk mengolah 20 jaring sampan Kualuh S. Tukan dan S.Tawar pemilik tdk mengolah 15 jaring bot Kualuh S. Tukan S. Tawar pemilik tdk mengolah 18 jaring sampan T. Bangsih dan Sei Tawar pemilik tdk mengolah 10 jaring sampan T. Bangsih dan Sei Tawar

123 pemilik tdk mengolah 12 jaring bot T. Bangsih dan Sei Tawar pemilik tdk mengolah 15 jaring sampan T. Bangsih dan Sei Tawar pemilik tdk mengolah 10 jaring bot Kualuh S. Tukan,S. Tawar pemilik tdk mengolah 18 bolat bot Kualuh S. Tukan,S. Tawar pemilik tdk mengolah 15 bolat bot Kualuh S. Tukan,S. Tawar pemilik tdk mengolah 10 jaring sampan Kualuh S. Tukan, S. Tawar pemilik tdk mengolah 10 jaring bot Kualuh S. Tukan, S. Tawar pemilik tdk mengolah 23 jaring sampan Kualuh S. Tukan S. Tawar pemilik tdk mengolah 19 jaring sampan Kualuh S. Tukan S. Tawar pemilik tdk mengolah 15 jaring sampan Kualuh S. Tukan S. Tawar sewa tdk mengolah 35 tangkul sewa Sungai Palas sewa tdk mengolah 20 Dupi sewa Sungai Palas sewa tdk mengolah 20 Dupi sewa Sungai Palas sewa tdk mengolah 10 Dupi sewa Sungai Palas sewa tdk mengolah 15 Dupi sewa Sungai Palas sewa tdk mengolah 15 Dupi sewa Sungai Palas sewa tdk mengolah 20 Dupi sewa Sungai Palas sewa tdk mengolah 20 Dupi sewa Sungai Palas sewa tdk mengolah 7 Dupi sewa Sungai Palas sewa tdk mengolah 3 Dupi sewa Sungai Palas sewa tdk mengolah 7 Dupi sewa Sungai Palas pemilik tdk mengolah 5 Jaring bot Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 21 Jaring bot Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 15 Jaring sampan Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 8 Jaring sampan Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 14 Jaring sampan Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 19 Jaring sampan Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 8 Jaring sampan Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 20 Jaring bot Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 8 Jaring sampan Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 20 Jaring sampan Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 16 Jaring sampan Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 8 Jaring sampan Tanjung bangsih pemilik tdk mengolah 20 bolat sampan Sei palas pemilik tdk mengolah 10 bolat sampan Tanjung bangsih JLH RT Keteranga: US= Umur suami UI= Umur istri LK= Laki-laki PR= Perempuan TART= Total anggota rumah tangga KU= Kepemilikan usaha BU= Bentuk usaha PGL=Pengalaman ALT=Alat tangkap ART=Armada Tangkap Lokasi tangkap

124 113 Lampiran 2 Data input dan output rumahtangga nelayan tidak pengolah No. Resp. (I)Trip/bulan (I)TK/bulan (I)BBM/bulan (I)GT (O)Jlh produksi (liter)

125 Lampiran 3 Hasil analisis DEA Model Name = CCR-I Workbook Name = G:\data dea.xls No. DMU I/O Score Data 1 1 0, Trip/bulan 15 2, , ,30% TK/bulan 15 4, , ,61% BBM/bulan (liter) 45 14, , ,61% GT 12 1, , ,59% Jlh produksi ,00% 2 2 0, Trip/bulan 20 2, , ,30% TK/bulan 20 3, , ,13% BBM/bulan (liter) , , ,89% GT 12 1, , ,13% Jlh produksi ,00% 3 3 0, Trip/bulan 15 2, , ,17% TK/bulan 15 5, , ,33% BBM/bulan (liter) 45 16, , ,33% GT 12 1, , ,91% Jlh produksi ,00% 4 4 0, Trip/bulan 20 2, , ,89% TK/bulan 40 4, , ,89% BBM/bulan (liter) , , ,89% GT 16 1, , ,67% Jlh produksi ,00% 5 5 0, Trip/bulan 15 3, , ,07% TK/bulan 15 3, , ,07% BBM/bulan (liter) , , ,07% GT 16 3, , ,56% Jlh produksi ,00% 6 6 0, Trip/bulan 20 3, , ,17% TK/bulan 20 7, , ,33% BBM/bulan (liter) 60 22, , ,33% GT 6 1, , ,09% Jlh produksi ,00% 7 7 0, Trip/bulan 20 3, , ,95% TK/bulan 20 4, , ,19% BBM/bulan (liter) , , ,84% GT 12 2, , ,19% Jlh produksi ,00% 8 8 0, Trip/bulan 20 3, , ,39% TK/bulan 20 6, , ,77% BBM/bulan (liter) 80 24, , ,77% GT 6 1, , ,23% Jlh produksi ,00% 9 9 0, Projection Difference % Trip/bulan 17 3, , ,95%

126 TK/bulan 17 5, , ,08% BBM/bulan (liter) , , ,08% GT 12 2, , ,68% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 4, , ,03% TK/bulan 20 8, , ,05% BBM/bulan (liter) 60 26, , ,05% GT 16 1, , ,23% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 5, , ,89% TK/bulan 20 10, , ,78% BBM/bulan (liter) 60 30, , ,78% GT 16 2, , ,55% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 15 3, , ,56% TK/bulan 15 7, , ,11% BBM/bulan (liter) 75 36, , ,11% GT 16 2,2-13,8-86,25% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 25 5, , ,03% TK/bulan 25 10, , ,05% BBM/bulan (liter) 75 32, , ,05% GT 16 2, , ,29% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 15 4, , ,23% TK/bulan 15 7, , ,72% BBM/bulan (liter) 90 46, , ,72% GT 16 3, , ,77% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 15 4, , ,77% TK/bulan 15 9, , ,55% BBM/bulan (liter) 60 37, , ,55% GT 16 2, , ,94% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 15 3, , ,03% TK/bulan 45 11, , ,03% BBM/bulan (liter) , , ,03% GT 16 3, , ,26% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 5, , ,33% TK/bulan 40 10, , ,33% BBM/bulan (liter) , , ,67% GT 6 3,2-2,8-46,67% Jlh produksi ,00% ,42 Trip/bulan 20 8,4-11,6-58,00% TK/bulan 40 16,8-23,2-58,00%

127 BBM/bulan (liter) ,00% GT 12 3,24-8,76-73,00% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 5, , ,11% TK/bulan 20 11, , ,22% BBM/bulan (liter) , , ,22% GT 12 3, , ,11% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 6, , ,89% TK/bulan 40 12, , ,89% BBM/bulan (liter) , , ,78% GT 6 3, , ,78% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 8, , ,56% TK/bulan 20 11, , ,44% BBM/bulan (liter) , , ,56% GT 12 6, , ,44% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 6, , ,67% TK/bulan 40 13, , ,67% BBM/bulan (liter) , , ,89% GT ,67% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 15 13, , ,09% TK/bulan 30 27, , ,09% BBM/bulan (liter) 45 40, , ,09% GT 16 4, , ,43% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 25 9, , ,35% TK/bulan 25 13, , ,10% BBM/bulan (liter) , , ,57% GT 12 6, , ,10% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 5, , ,02% TK/bulan 60 16, , ,02% BBM/bulan (liter) , , ,51% GT 24 6, , ,35% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 10, , ,03% TK/bulan 20 13, , ,54% BBM/bulan (liter) , , ,03% GT 12 8, , ,54% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 10 3, , ,15% TK/bulan 60 21, , ,15% BBM/bulan (liter) , , ,66%

128 GT 24 8, , ,15% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 10, , ,27% TK/bulan 20 15, , ,81% BBM/bulan (liter) , , ,81% GT 12 7, , ,84% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 14, , ,93% TK/bulan 20 14, , ,93% BBM/bulan (liter) , , ,62% GT 16 11, , ,93% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 8, , ,56% TK/bulan 40 17, , ,56% BBM/bulan (liter) , , ,37% GT 16 5, , ,67% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 8, , ,56% TK/bulan 40 17, , ,56% BBM/bulan (liter) , , ,78% GT 16 5, , ,67% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 14, , ,93% TK/bulan 20 14, , ,93% BBM/bulan (liter) , , ,62% GT 16 11, , ,93% Jlh produksi ,00% Trip/bulan ,00% TK/bulan ,00% BBM/bulan (liter) ,00% GT ,00% Jlh produksi ,00% Trip/bulan ,00% TK/bulan ,00% BBM/bulan (liter) ,00% GT ,00% Jlh produksi ,00% Trip/bulan ,00% TK/bulan ,00% BBM/bulan (liter) ,00% GT ,00% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 10 5, , ,43% TK/bulan 50 29, , ,43% BBM/bulan (liter) , , ,82% GT 16 9, , ,43%

129 Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 18, , ,41% TK/bulan 20 18, , ,41% BBM/bulan (liter) , , ,27% GT 16 14, , ,41% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 18, , ,41% TK/bulan 20 18, , ,41% BBM/bulan (liter) , , ,41% GT 16 14, , ,41% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 11, , ,44% TK/bulan 40 22, , ,44% BBM/bulan (liter) , , ,96% GT 16 6, , ,33% Jlh produksi ,00% ,4275 Trip/bulan 27 11,4-15,6-57,78% TK/bulan ,8-139,2-85,93% BBM/bulan (liter) ,11% GT 16 6,84-9,16-57,25% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 23 19, , ,08% TK/bulan 23 22, , ,07% BBM/bulan (liter) , , ,04% GT 16 15, , ,07% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 13, , ,33% TK/bulan 40 26, , ,33% BBM/bulan (liter) , , ,78% GT ,67% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 25 23, , ,41% TK/bulan 25 23, , ,41% BBM/bulan (liter) , , ,27% GT 20 18, , ,41% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 25 20, , ,84% TK/bulan 25 24, , ,19% BBM/bulan (liter) , , ,23% GT 16 15, , ,19% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 25 20, , ,84% TK/bulan 25 24, , ,19% BBM/bulan (liter) , , ,23% GT 16 15, , ,19% Jlh produksi ,00%

130 , Trip/bulan 30 20, , ,44% TK/bulan 30 28, , ,50% BBM/bulan (liter) , , ,29% GT 16 14, , ,50% Jlh produksi ,00% Trip/bulan ,00% TK/bulan ,00% BBM/bulan (liter) ,00% GT ,00% Jlh produksi ,00% Trip/bulan ,00% TK/bulan ,00% BBM/bulan (liter) ,00% GT ,00% Jlh produksi ,00% , Trip/bulan 20 18, , ,09% TK/bulan 60 50, , ,15% BBM/bulan (liter) , , ,45% GT 16 14, , ,09% Jlh produksi ,00% Trip/bulan ,00% TK/bulan ,00% BBM/bulan (liter) ,00% GT ,00% Jlh produksi ,00%

131 120 Lampiran 4 Akses Rumahtangga Nelayan Lampiran akses rumahtangga nelayan pengolah Sumberdaya sumber modal Pendidikan non formal Organisasi Informasi Pelayanan Keterangan LK PR Keterangan LK PR Keterangan LK PR Keterangan LK PR Keterangan LK PR Keterangan LK PR aktivitas Kelompok KUD Penyuluhan TV TPI melaut nelayan Peralatan Bantuan Pelatihan Pengajian Radion Pasar melaut kredit Bantuan Proses Tablod/majal kredit alat Keterampilan PKK Transportasi pengolahan ah tangkap Pemasaran Kesehatan jlh Lampiran akses rumahtangga nelayan tidak pengolah Sumberdaya sumber modal Pendidikan non formal Organisasi Informasi Pelayanan Keterangan LK PR Keterangan LK PR Keterangan LK PR Keterangan LK PR Keterangan LK PR Keterangan LK PR aktivitas Kelompok KUD Penyuluhan TV TPI melaut nelayan Peralatan Bantuan Pelatihan Pengajian Radion Pasar melaut kredit Bantuan Proses Tablod/majal kredit alat Keterampilan PKK Transportasi pengolahan ah tangkap Pemasaran Kesehatan jlh Lampiran akses rumahtangga nelayan buruh Sumberdaya sumber modal Pendidikan non formal Organisasi Informasi Pelayanan Keterangan LK PR Keterangan LK PR Keterangan LK PR Keterangan LK PR Keterangan LK PR Keterangan LK PR aktivitas Kelompok KUD Penyuluhan TV TPI melaut nelayan Peralatan Bantuan Pelatihan Pengajian Radion Pasar melaut kredit Bantuan Proses Tablod/majal kredit alat Keterampilan PKK Transportasi pengolahan ah tangkap Pemasaran Kesehatan 41 47

132 jlh

133 121 Lampiran 5 Hasil Uji Statistik Rank Spearman Correlations Spearman's rho akses RT tdk olah kontrol RT tdk olah akses RT tdk kontrol RT tdk olah olah Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)..450 N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed).450. N Spearman's rho Akses wnt rt olah Kontrol wnt rt olah Correlations wnt rt olah wnt rt olah Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)..541 N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed).541. N Spearman's rho pndkan wnt pngolah kontrol wnt pngolh Correlations pndkan wnt kontrol wnt pngolah pngolh Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)..725 N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed).725. N Spearman's rho wnt tdk pngolah pnddkn kontrol wnt tdk pngolah Correlations wnt tdk pngolah pnddkn kontrol wnt tdk pngolah Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)..581 N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed).581. N Spearman's rho kerja wnt pngolah kontrol wnt pngolah Correlations kerja wnt kontrol wnt pngolah pngolah Correlation Coefficient (*) Sig. (2-tailed)..019 N Correlation Coefficient.439(*) Sig. (2-tailed).019. * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). N 28 28

134 PETA PROPINSI SUMATERA UTARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR ANALISIS PERAN GENDER DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN LAUT (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHANBATU PROPINSI SUMATERA UTARA) MAILINA HARAHAP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAAN KAPASITAS PERIKANAN TANGKAP NELAYAN KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHAN BATU SUMATERA UTARA MAILINA HARAHAP

ANALISIS KERAGAAN KAPASITAS PERIKANAN TANGKAP NELAYAN KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHAN BATU SUMATERA UTARA MAILINA HARAHAP ANALISIS KERAGAAN KAPASITAS PERIKANAN TANGKAP NELAYAN KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHAN BATU SUMATERA UTARA MAILINA HARAHAP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Email: ummi_ahsan@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Berdasarkan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam yang dimiliki oleh Negara ini sungguh sangat banyak mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. MATERI PEMBELAJARAN 1 PENDAHULUAN 2 SUMBERDAYA ALAM 3 SUMBERDAYA MANUSIA 4 SUMBERDAYA MODAL PENDAHULUAN DEFINISI SUMBERDAYA: Kemampuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2007-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. Keluarga terdiri dari kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi menciptakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam perekonomian Indonesia karena beberapa alasan antara lain: (1) sumberdaya perikanan, sumberdaya perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor

Lebih terperinci

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5360 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMlKIRAN DAN HIPOTESIS

III. KERANGKA PEMlKIRAN DAN HIPOTESIS III. KERANGKA PEMlKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dalam Pembangunan Wilayah Kesalahan mengadopsi konsep pembangunan dari luar yang dilaksanakan di masa Orde Baru terbukti telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM 6.1 Kelemahan Sumber Daya Manusia Dari hasil survei dapat digambarkan karakteristik responden sebagai berikut : anggota kelompok tani hutan (KTH)

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK YUNUS ADIFA. Analisis Kesenjangan Pembangunan antar

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup. Upaya pemenuhan kebutuhan ini, pada dasarnya tak pernah berakhir, karena sifat kebutuhan

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

Ekonomi Sumberdaya Alam

Ekonomi Sumberdaya Alam Kuliah ESDA Konsep Dasar dan Pengertian Ekonomi Sumberdaya Alam Prof. Dr. Bustanul Arifin barifin@uwalumni.com Modal Alam dalam Perekonomianm Alam ESDA Perekonomian ELH Ada prinsip modal alam (natural

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesejahteraan adalah mengukur kualitas hidup, yang merefleksikan aspek ekonomi, sosial dan psikologis. Dalam aspek ekonomi, maka kemampuan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Sesuai dengan Permendagri 54/2010, visi dalam RPJMD ini adalah gambaran tentang kondisi Provinsi Sulawesi Selatan yang diharapkan terwujud/tercapai pada akhir

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris dengan berbagai produk unggulan di setiap daerah, maka pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan perikanan di Indonesia harus berorientasi pada

Lebih terperinci

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY SEKOLAH PASCA SARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci