BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERWALIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERWALIAN"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERWALIAN A. Dasar Hukum Perwalian Sebelum menguraikan pengertian perwalian ada baiknya terlebih dahulu mengetahui peraturan peraturan yang mengatur mengenai perwalian tersebut. Sebelum berlakunya Undang Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, di Indonesia terdapat beranekaragam hukum yang mengatur masalah perwalian yang berlaku bagi berbagai golongan penduduk dari berbagai daerah yaitu: a. Bagi orang Indonesia asli yang beragama islam berlaku hukum agama yang telah diresipiir ke dalam hukum adat; b. Bagi orang Indonesia lainnya berlaku hukum adat; c. Bagi orang Indonesia asli yang beragama kristen berlaku hukum Huwelijke Ordonantie Christin Indonesiers (S.1933 nomor 74); d. Bagi orang orang Timur Asing lainnya, dan warga negara Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan Kitab Undang Undang Hukum Perdata; e. Bagi orang orang Eropa dan keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka berlaku ketentuan Kitab Undang Undang Hukum Perdata Yudhi Marza, Tangggung Jawab Wali Terhadap Anak yang Berada Di Bawah Perwaliannya (Suatu Penelitian Di Kota Banda Aceh), Tesis pada Mkn, FH.USU, Medan, 2013, hal. 43

2 Ketentuan tersebut diatas berlaku sebelum lahirnya Undang Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menyebutkan dalam Pasal 66 seperti berikut : Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan Undang Undang ini, maka dengan berlakunya Undang Undang ini ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Ordonantie Christen Indonesiers (S no. 74), peraturan perkawinan campuran Regeling Op de gemengde huwelijken (S no.158) dan peraturan peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang Undang ini dinyatakan tidak berlaku. 11 Berdasarkan penjelasan dan dasar hukum yang telah disebutkan diatas maka terdapat beberapa ketentuan mengenai perwalian yaitu sebagai berikut : 1. Menurut Kompilasi Hukum Islam Perwalian bagi orang orang beragama Islam di Indonesia diatur dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Pasal Pasal 107 mengatur bahwa perwalian hanya dapat dilakukan terhadap anak yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan. Dari ketentuan tersebut, dapat dipahami usia dewasa menurut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia adalah 21 (dua puluh satu) tahun dan atau belum pernah kawin. Perwalian menurut Hukum Islam meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaan. Apabila wali tidak mampu berbuat atau lalai melaksanakan tugas perwaliannya, maka pengadilan agama dapat menunjuk salah seorang kerabat 11 Ibid, hal. 44

3 untuk bertindak sebagai wali. Pembatalan perwalian lama dan penunjukan perwalian baru ini adalah atas permohonan kerabat tersebut. Untuk menjadi wali sedapat dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut, atau orang lain. Syarat menjadi wali adalah harus sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik. Disamping orang perorangan, Badan Hukum juga dapat menjadi wali. 12 Menurut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, pengangkatan wali dapat juga terjadi karena adanya wasiat dari orang tua si anak, yang mewasiatkan kepada seseorang atau Badan Hukum tertentu untuk melakukan perwalian atas diri dan kekayaan anak atau anak anaknya sesudah ia meninggal dunia. 13 Selanjutnya pasal 109 menentukan, bahwa Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seseorang atau Badan Hukum dan memindahkannya kepada Pihak lain. 14 Permohonan untuk itu diajukan oleh kerabatnya, dengan alasan wali tersebut; pemabuk, penjudi, pemboros, gila, dan atau melalaikan atau menyalahgunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demi kepentingan yang berada di bawah perwaliannya. Pasal 110 mengatur kewajiban wali untuk mengurus diri dan harta orang yang berada di bawah perwaliannya, wali wajib memberikan bimbingan agama, pendidikan dan keterampilan lainnya kepada anak yang berada di bawah perwaliannya, kecuali bila perbuatan tersebut menguntungkan bagi orang yang berada di bawah perwaliannya atau merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat 12 Darwan Prinst,Hukum Anak Indonesia,Cetakan II,PT. Citra Aditya Bakti,Malang, 2003,hal Lihat Pasal 108 Kompilasi Hukum Islam 14 Lihat Pasal 109 Kompilasi Hukum Islam

4 dihindarkan. 15 Untuk itu wali bertanggung jawab terhadap harta orang yang berada di bawah perwaliannya dan mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat kesalahan atau kelalaiannya. Dalam menjalankan tugasnya wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah perwaliannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan perubahan harta benda anak atau anak anak itu. Apabila anak yang berada di bawah perwalian telah mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun, maka wali berkewajiban menyerahkan seluruh hartanya kepadanya. 16 Dan setelah masa perwalian ini berakhir, Pengadilan Agama berwenang mengadili perselisihan antara wali dan anak yang berada di bawah perwaliannya, tentang harta yang diserahkan kepadanya. Namun, wali dapat mempergunakan harta orang yang berada di bawah perwaliannya, sepanjang diperlukan untuk kepentingannya menurut kepatutan atau bil ma ruf kalau wali itu fakir Menurut Hukum Syariat Al Quran dan Hadist dalam menetapkan hukum dan ketentuan mengenai perwalian, Islam merujuk kepada firman Allah SWT mengenai pentingnya pemeliharaan terhadap harta, terutama pemeliharaan terhadap harta anak yatim yang telah ditinggalkan oleh orang tuanya. Dalam hal ini Allah berfirman : Dan berikanlah kepada anak anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka, janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk, dan 15 Lihat Pasal 110 Kompilasi Hukum Islam 16 Lihat Pasal 111 Kompilasi Hukum Islam 17 Lihat Pasal 112 Kompilasi Hukum Islam

5 janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu, sungguh (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar.(qs.an-nisa; ayat 2) Ayat ini menjadi suatu landasan dalam memelihara harta anak yatim yang telah ditinggalkan orang tuanya atau ahli warisnya. Dimana dalam ayat tersebut secara jelas menyatakan mengenai pemeliharaan dan perlindungan terhadap harta sampai mereka telah cakap dalam pengelolaannya (dewasa). Artinya jika anak anak yatim tersebut belum cakap hukum, maka pengelolaan harta tersebut harus dijaga dan dipelihara oleh walinya. Hal ini sebagaimana kemudian dijelaskan pada ayat berikutnya. Allah Berfirman : Dan ujilah anak anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah, kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya. Dan janganlah kamu tergesa gesa (menyerahkannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (diantara pemeliharaan itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu ) dan barang siapa miskin, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka,maka hendaklah kamu adakan saksi saksi. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas.(qs An-Nisa; ayat 6) Selain adanya perintah untuk menjaga anak yatim tersebut, baik dalam konteks penjagaan jiwa dan perkembangan mereka, juga penjagaan terhadap harta mereka. Dan Allah sangat murka jika orang yang kemudian menjadi wali tidak dapat menjaga dan orang orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala nyala (neraka). Selain itu, dalam berbagai hadis Nabi Saw, juga telah menjelaskan mengenai ketentuan dan dasar hukum mengenai perwalian, Nabi Saw bersabda :

6 Jauhilah oleh kalian tujuh macam dosa yang membinasakan yaitu : mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang hak, memakan riba, memakan harta anak yatim,lari dari medan perang, menuduh berzinah wanita mukmin yang memelihara kehormatannya. 18 Di dalam hadis lain Rasulullah SAW juga menyatakan tentang kedudukan hukum tentang perwalian. Nabi Saw bersabda : Sesungguhnya tidak putus wali bagi anak perempuan Hamzah kepada saudara perempuan ibunya. Saudara perempuan ibu menepati kedudukan ibu (HR.Bukhari) Menurut Hukum Adat Adat merupakan pencerminan daripada kepribadian suatu bangsa, salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. 20 Adat mengacu pada serangkaian kepercayaan, norma atau kebiasaan yang biasanya di terapkan di komunitas komunitas penduduk Indonesia. Isinya termasuk deskripsi tentang apa yang dilakukan oleh komunitas, seperti serangkaian perintah tentang apa yang harus dilakukan oleh anggota komunitas tersebut. Oleh karena itu, maka tiap bangsa di dunia ini memiliki adat kebiasaan sendiri yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Menyangkut perwalian yang tidak berdasarkan pada hukum formal melainkan berdasarkan kepada kebiasaan masyarakat tertentu yang menunjuk wali berdasarkan komunitas masyarakat setempat sehingga penunjukan wali tidak memiliki kepastian hukum. Menurut hukum adat, perceraian ataupun 18 Nashiruddin Al- Bani, Dalam Ringkasan Shahih Bukhari Muslim, Jilid III, Chairul Fahmi, Perwalian, terakhir diakses tanggal 11 Maret 2014 Pukul Wib. 20 Surojo Wignjodipuro, Pengantar Dan Azas Azas Hukum Adat, Alumni 1973,Bandung,1973,hal.1

7 meninggalnya salah satu dari kedua orang tua tidaklah menimbulkan perwalian. Hal ini disebabkan oleh karena di dalam perceraian, anak anak masih berada pada salah satu dari kedua orang tuanya. Demikian juga pada situasi meninggalnya salah satu dari kedua orang tuanya. Dengan demikian, yang lebih memungkinkan terjadinya perwalian, adalah apabila kedua orang tua dari anak tersebut meninggal dunia, dan anak yang ditinggalkan itu belum dewasa. Dengan meninggalnya kedua orang tua, anak anak menjadi yatim piatu dan mereka semuanya tidak berada di bawah kekuasaan orang tua. Pada masyarakat yang matrilineal, jika bapaknya meninggal dunia, maka ibunya meneruskan kekuasaannya terhadap anak anaknya yang masih belum dewasa itu. Jika ibunya meninggal dunia, maka anak anak tersebut berada dalam pengasuhan keluarga ibunya. Sedangkan pada masyarakat yang patrilineal pemeliharaan anak yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya karena meninggal dunia, berada di tangan kerabat dari pihak ayah (laki-laki). 21 Di Tapanuli misalnya, jika bapaknya meninggal dunia, ibunya meneruskan memelihara anak anaknya dalam lingkungan keluarga bapaknya. Jika janda itu ingin pulang ke lingkungan sendiri ataupun ingin kawin lagi, maka ia dapat meninggalkan lingkungan keluarga almarhum suaminya tetapi anak anaknya tetap tinggal dalam kekuasaan keluarga almarhum suaminya Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia,PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,2008,hal Bushar Muhammad, Pokok Pokok Hukum Adat,Cet Kesepuluh,PT Pradnya Paramita,Jakarta,2006,hal.11.

8 Pada dasarnya dalam hukum adat Indonesia tidak ada perbedaan dalam hal mengatur pemeliharaan si anak di satu pihak dan hal mengurus barang barang kekayaan si anak di lain pihak. Pemeliharaan anak tidak hanya sebagai kewajiban si ibu atau si bapak saja, melainkan juga sebagai kewajiban sanak saudaranya yang lebih jauh. Oleh karena itu tidak tampak suatu peraturan hukum adat tertentu siapa yang menggantikan orang tua si anak dalam hal memelihara anak tersebut apabila orang tuanya telah tiada ataupun bercerai. 23 Menurut R. Wirjono Prodjodikoro: Penyelesaian soal-soal pemeliharaan si anak pada umumnya erat hubungannya dengan tiga macam corak kekeluargaan dan perkawinan yang ada di Indonesia. Corak keibuan, garis kekeluargaan si ibu dan dalam corak kebapaan garis kekeluargaan si bapak, yang ada peranan penting dalam hal memelihara si anak, sedang dalam corak keibu bapaan garis kekeluargaan si ibu dan si bapak keduanya pada hakikatnya ada peranan 24 yang sama kuatnya. 4. Menurut KUH Perdata Landasan hukum tentang perwalian dalam KUH Perdata telah disebutkan pada Bab XV dalam Pasal 331 sampai dengan Pasal 418. Dalam KUH Perdata juga mengatur tentang perwalian bagi seorang perempuan. Dalam Pasal 332 b (1) ditentukan bahwa : perempuan bersuami tidak boleh menerima perwalian tanpa bantuan dan izin tertulis dari suaminya. Namun jika suami tidak memberikan izin, maka bantuan dari pendamping (bijstand) itu dapat digantikan dengan kekuasaan dari hakim. 23 Yudhi Marza, Op.Cit, hal R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia,Sumur Bandung, Jakarta, 1960,hal. 85

9 Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 332 b ayat 2 KUH Perdata : Apabila si suami telah memberikan bantuan atau izin atau apabila ia kawin dengan perempuan itu setelah perwalian bermula, sepertipun apabila si perempuan tadi menurut Pasal 112 atau Pasal 114 dengan kuasa dari hakim telah menerima perwalian tersebut, maka si wali perempuan bersuami atau tidak bersuami, berhak melakukan segala tindakan tindakan perdata berkenaan dengan perwalian tanpa pemberian kuasa atau bantuan ataupun juga dan atau tindakan tindakan itupun bertanggung jawab pula. Selain perwalian dalam bentuk perorangan, KUHPerdata juga mengatur tentang perwalian yang dilakukan oleh badan hukum. Dalam pasal 355 ayat 2 KUH Perdata dinyatakan bahwa badan hukum tidak dapat diangkat menjadi wali. Tetapi berkaitan dengan hal tersebut, sebuah perwalian yang dilaksanakan oleh badan hukum harus diperintahkan oleh pengadilan. 25 Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 365 a (1) KUH Perdata bahwa dalam hal badan hukum diserahi perwalian maka panitera pengadilan yang menugaskan perwalian itu memberitahukan putusan pengadilan itu kepada dewan perwalian dan kejaksaan. Akan tetapi jika pengurus badan hukum tersebut tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai wali, maka badan tersebut dapat dicabut kewenangannya sebagai wali. Selain itu, pasal 379 KUH Perdata mengatur tentang golongan orang tidak dapat menjadi wali yaitu : 1. Mereka yang sakit ingatan (krankzninngen); 2. Mereka yang belum dewasa (minderjarigen); 3. Mereka yang berada di bawah pengampuan (curatele); 25 Chairul Fahmi, Op.Cit,hal.5

10 4. Mereka yang telah dipecat, baik dari kekuasaan orang tua, maupun dari perwalian, namun yang demikian hanya anak anak yang belum dewasa, yang mana dengan ketetapan hakim mereka telah kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian; 5. Para ketua, ketua pengganti, anggota, panitera, panitera pengganti, bendahara, juru buku dan agen Balai Harta Peninggalan, kecuali terhadap anak anak atau anak tiri mereka sendiri. B. Perwalian dan Asas Asas Perwalian 1. Pengertian Perwalian Berbicara mengenai perwalian, sangat erat kaitannya dengan masalah kekuasaan orang tua di dalam perkawinan, sebab anak anak yang lahir dari suatu perkawinan yang sah dari orang tuanya, akan berada di bawah pengawasan/kekuasaan orang tuanya tersebut. Sebaliknya apabila anak anak yang dibawah umur atau anak yang belum dewasa itu tidak lagi berada di bawah kekuasaan orang tuanya maka dalam hal ini anak anak tersebut berada di bawah perwalian. Sebagaimana menurut pendapat Pipin Syarifin bahwa peranan wali terhadap anak yang belum dewasa sangat besar, baik terhadap harta bendanya maupun kelangsungan hidup pribadi anak tersebut. 26 Pada dasarnya Kitab Undang Undang Hukum Perdata maupun Undang Undang No.1 Tahun 1974 tidak ada memberikan definisi yang jelas mengenai 26 Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, CV Pustaka Setia, Bandung, 2011, hal.277

11 perwalian, namun demikian beberapa pendapat mengenai perwalian yang berkembang. Pendapat mengenai perwalian ini sampai saat ini tidak terdapat kesamaan, walaupun demikian bila diteliti dari rumusan rumusannya terdapat kesamaan dalam maksud dan tujuannya. Secara etimologi (bahasa), kata perwalian berasal dari kata wali, dan jamak awliya. Kata ini berasal dari kata Arab yang berarti teman, klien, sanak, atau pelindung. 27 Dalam literatur fiqih islam perwalian itu disebut dengan Al- Walayah (Orang yang mengurus atau yang menguasai sesuatu), sedangkan alwali yakni orang yang mempunyai kekuasaan. 28 Menurut Subekti bahwa perwalian adalah pengawasan terhadap anak anak yang di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut sebagaimana diatur oleh Undang Undang. 29 Sedangkan menurut Ali Afandi, bahwa perwalian atau voogdij adalah pengawasan terhadap pribadi dan pengurusan harta kekayaan seorang anak yang belum dewasa jika anak itu tidak berada di bawah kekuasaan orang tua. 30 Menurut R. Sarjono bahwa perwalian adalah suatu perlindungan hukum yang diberikan seseorang kepada anak yang belum mencapai usia dewasa atau belum pernah kawin yang tidak berada di bawah kekuasaannya Lihat Glossary of Islam. Glossary of the Middle East, terakhir diakses 12 Maret 2014 Pukul Wib. 28 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam Dikeluarga Islam, PT Raja Grafindo,Jakarta, 2001, hal Subekti, Pokok Pokok Dari Hukum Perdata,Cet.9, PT. Pembimbing Masa, Makassar, 1953, hal Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Bina Aksara,Jakarta,1997, hal R. Sarjono, Masalah Perceraian. Cet 1,Academika, Jakarta, 1979, hal. 36

12 Menurut Arif Masdoeki bahwa perwalian adalah pengawasan terhadap anak di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut, sebagaimana diatur dalam Undang undang. 32 Wali merupakan orang selaku pengganti orang tua yang menurut hukum diwajibkan mewakili anak yang belum dewasa atau yang belum akil baliq dalam melakukan perbuatan hukum atau orang yang menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap sianak. 33 Menurut Hukum Indonesia, Perwalian didefinisikan sebagai kewenangan untuk melaksanakan perbuatan hukum demi kepentingan, atau atas nama anak yang orang tuanya telah meninggal, atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum atau suatu perlindungan hukum yang diberikan pada seseorang anak yang belum mencapai umur dewasa atau tidak pernah kawin yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua. 34 Wali adalah seseorang yang melakukan pengurusan atas diri maupun harta kekayaan anak yang masih di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua. Dalam hal pengurusan dimaksud juga dapat diartikan sebagai pemeliharaan, baik itu dalam pemberian pendidikan, nafkah terhadap anak yang masih di bawah umur, sehingga dengan demikian perwalian itu sendiri dapat juga 32 Arif Masdoeki dan M.H TirtaHamidjaja, Masalah Perlindungan Anak, Akademika Persindo, Jakarta, 1963, hal Lihat pasal 1 angka 5 Undang Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 34 Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, Hukum Perkawinan Dan Keluarga di Indonesia, cet,2, Penerbit Fakultas Hukum Indonesia, Jakarta, 2004 hal 147

13 diartikan sebagai suatu lembaga yang mengatur tentang hak dan kewajiban wali. 35 Apabila salah satu orang tua anak tersebut meninggal dunia maka anak tersebut menurut undang undang, orang tua yang lain menjadi wali dari anak anaknya. Sedangkan menurut Undang Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 : bahwa anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua berada di bawah kekuasaan wali. 36 Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya. 37 Ketentuan ini adalah bertujuan untuk menghindarkan adanya dua perwalian, yaitu : Perwalian mengenai pribadi si anak dan perwalian mengenai harta bendanya, yang mana hal itu ada dikenal dalam hukum islam. Hal itu sebagaimana dinyatakan oleh Abdul Manan Hasyim, yaitu perwalian terhadap anak menurut Hukum Islam meliputi perwalian terhadap diri pribadi anak tersebut dan perwalian terhadap harta bendanya. Perwalian terhadap diri pribadi anak adalah dalam bentuk mengurus kepentingan diri si anak, mulai dari mengasuh, memelihara, serta memberikan pendidikan dan bimbingan agama. Pengaturan ini juga mencakup dalam segala hal yang merupakan kebutuhan si anak. Semua pembiayaan tersebut adalah menjadi tanggung jawab si wali. Sementara itu, perwalian terhadap harta bendanya, adalah dalam bentuk 35 Siti Hafsah Ramadhany, Tanggung Jawab Balai Harta Peninggalan Selaku Wali Pengawas Terhadap Harta Anak Dibawah Umur (Study Mengenal Eksistensi Balai Harta Peninggalan Medan Sebagai Wali Pengawas), Tesis,Sps-USU, Medan 2004, hal Lihat Pasal 50 ayat 1 Undang Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 37 Lihat Pasal 50 ayat 2 Undang Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

14 mengelola harta benda anak secara baik, termasuk mencatat sejumlah hartanya ketika dimulai perwalian, mencatat perubahan perubahan hartanya selama perwalian, serta menyerahkan kembali kepada anak apabila telah selesai masa perwaliannya karena si anak telah dewasa dan mampu mengurus diri sendiri. 38 Pada umumnya dalam tiap perwalian hanyalah ada seorang wali saja. Pengecualian terdapat apabila seorang wali (moedervoodges) berkawin lagi, dalam hal mana suaminya menjadi medevoogd. Seorang yang oleh hakim diangkat menjadi wali harus menerima pengangkatan itu, kecuali jikalau ia seorang istri yang berkawin atau jikalau ia mempunyai alasan alasan menurut undang undang untuk minta dibebaskan dari pengangkatan itu. Alasan alasan itu ialah diantaranya jikalau ia untuk kepentingan Negara harus berada di luar negeri, jikalau ia seorang anggota Tentara dalam dinas aktif, jikalau ia sudah berusia 60 tahun, jikalau ia sudah menjadi wali untuk seorang anak lain atau jikalau ia sendiri sudah mempunyai lima orang anak sah atau lebih. Ada golongan orang orang yang tidak dapat diangkat menjadi wali. Mereka itu ialah orang yang sakit ingatan, orang yang belum dewasa, orang yang dibawah curatele, orang yang telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua, jikalau pengangkatan sebagai wali ini untuk anak yang menyebabkan pencabutan tersebut. Lain dari pada itu juga Kepala dan anggota anggota Balai Harta 38 Abdul Manan Hasyim, Hakim Mahkamah Syariah Provinsi Aceh terakhir diakses pada tanggal 12 Maret 2014, Pukul Wib.

15 Peninggalan (Weeskamer) tidak dapat diangkat menjadi wali, kecuali dari anak anaknya sendiri. 39 Secara garis besar, menurut KUHPerdata perwalian itu dibagi atas 3 macam yaitu : 1) Perwalian oleh orang tua yang hidup terlama. Terhadap anak sah ditentukan bahwa orang tua yang hidup terlama dengan sendirinya di bawah menjadi wali. Jika pada waktu bapak meninggal dan ibu saat itu mengandung, maka Balai Harta Peninggalan (BHP) menjadi pengampu (kurator) atas anak yang berada dalam kandungan tersebut. Kurator yang demikian disebut Curator Ventris. Apabila bayi lahir, maka ibu demi hukum menjadi wali dan Balai Harta Peninggalan (BHP) menjadi pengawas. Apabila ibu tersebut kawin lagi maka suaminya demi hukum menjadi wali peserta dan bersama istrinya bertanggung jawab tanggung renteng terhadap perbuatan perbuatan yang dilakukan setelah perkawinan itu berlangsung. Bagi wali menurut undang undang (Wetterlijk Voogdij) dimulai dari saat terjadinya peristiwa yang menimbulkan perwalian itu, misalnya kematian salah satu orang tua. Bagi anak luar kawin yang diakui dengan sendirinya di bawah perwalian bapak/ibu yang mengakuinya, maka orang tua yang lebih dahulu mengakuinyalah yang menjadi wali (Pasal 352 ayat 3 KUH Perdata). Apabila pengakuan bapak dan ibu dilakukan bersama sama maka bapaklah yang menjadi wali. 39 Subekti, Op.Cit., hal.35-36

16 2) Perwalian yang ditunjuk oleh ayah atau ibu dengan surat wasiat atau dengan akta autentik. Pasal 355 (1) KUH Perdata menentukan bahwa orang tua masing masing yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian atas seorang anak atau lebih berhak mengangkat seorang wali atas anak anaknya itu bilamana sesudah ia meninggal dunia perwalian itu tidak ada pada orang tua yang baik dengan sendirinya ataupun karena putusan hakim seperti termaksud dalam Pasal 353 (5) KUHPerdata. Bagi wali yang diangkat yang diangkat oleh orang tua (Terstamentaire Voogdij/wali wasiat) dimulai dari saat orang tua itu meninggal dunia dan sesudah wali menyatakan menerima pengangkatannya. 3) Perwalian yang diangkat oleh hakim. Pasal 359 KUHPerdata menentukan bahwa semua orang yang di bawah yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua dan yang perwaliannya tidak diatur dengan cara yang sah, Pengadilan Negeri harus mengangkat seorang wali setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah dan semenda (periparan). Bagi wali yang diangkat oleh hakim (datieve voogdij) dimulai dari saat pengangkatan jika ia hadir dalam pengangkatannya. Bila tidak hadir perwalian dimulai sejak diberitahukan kepadanya. 40 Sedangkan menurut Undang Undang No.1 Tahun1974 tentang perkawinan perwalian itu hanya ada karena penunjukan oleh salah satu orang tua 40 Komariah, Hukum Perdata Edisi Revisi, UMM Press,Malang,2001 hal, 68-70

17 yang menjalankan kekuasaan sebagai orang tua sebelum ia meninggal dengan surat wasiat atau dengan lisan dihadapan dua orang saksi (Pasal 51 (1) UU No.1/74) Asas Asas Perwalian Asas asas hukum itu merupakan jantungnya peraturan hukum. Hal ini dikarenakan ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas asas tersebut. 42 Asas hukum bukan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas asas hukum yang ada di dalamnya. Oleh karena itu untuk memahami hukum suatu bangsa dengan sebaik baiknya tidak bisa hanya melihat pada peraturan hukumnya saja melainkan harus melihat sampai kepada asas asas hukumnya. Asas asas hukum inilah yang memberi makna etis kepada peraturan peraturan hukum serta tata hukum. 43 Dalam hal ini asas asas perwalian terdapat pada sistem KUH Perdata, yakni: a. Asas tak dapat dibagi-bagi (Ondeelbaarheid) Pada tiap tiap perwalian hanya ada satu wali (Pasal 331 KUHPerdata). Asas tak dapat dibagi bagi (Ondeelbaarheid). Asas ini mempunyai pengecualian dalam 2 hal yaitu : 41 Sunarto Edi Wibowo, Perwalian Menurut KUHPerdata dan UU No. 1 Tahun 1974, didownload dari pada tanggal 20 Februari SatjiptoRahardjo, Ilmu Hukum.Cet.VI, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung,2006, hal Ibid hal. 47

18 1) Jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup paling lama (langslevende ouder) maka kalau ia kawin lagi suaminya menjadi medevoogd (wali serta/ wali peserta) berdasarkan Pasal 351 KUHPerdata. 2) Jika sampai ditunjuk pelaksana pengurusan (bewindvoerder) yang mengurus barang barang minderjarige di luar Indonesia berdasarkan Pasal 361 KUHPerdata b. Asas Persetujuan dari Keluarga Keluarga harus dimintai persetujuan tentang perwalian. Dalam hal keluarga tidak ada maka tidak diperlukan persetujuan pihak keluarga itu. Sedang pihak keluarga, kalau tidak datang sesudah diadakan panggilan, dapat dituntut berdasarkan Pasal 524 KUHP. 44 C. Syarat Syarat Untuk Menjadi Wali Menurut undang undang, bahwa setiap orang dapat menjadi wali, tetapi ada pengecualian-pengecualiannya. Dimana pengecualian tersebut merupakan golongan orang - orang yang tidak dapat diangkat menjadi wali dalam perwalian. Adapun syarat syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang wali adalah : 1. Wali harus seorang yang sehat pikirannya. Orang yang sakit ingatannya tidak dapat mengurus dirinya sendiri, oleh karena itu orang yang tidak sehat pikirannya adalah di bawah 44 R.Soetojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan keluarga, Cet.4, Penerbit Alumni, Bandung, 1972, hal.188

19 pengampuan, dan segala tindakannya dalam hukum diwakili oleh si pengampu, maka keadaanya sama seperti yang masih di bawah umur. 2. Wali harus orang yang dewasa. Seorang dikatakan sudah dewasa jikalau ia telah berumur 21 tahun atau jika ia belum mencapai umur 21 tahun tetapi ia sudah kawin. Hanya orang yang sudah dewasa boleh melakukan perbuatan perbuatan hukum, sedangkan orang yang masih di bawah umur tidak diperbolehkan bertindak sendirian tetapi harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya. 3. Wali itu tidak berada di bawah pengampuan Seseorang yang sudah dewasa dapat ditaruh di bawah pengampuan, misalnya karena ia menghambur hamburkan harta kekayaannya atau karena ia kurang cerdas pikirannya sehingga tidak mampu untuk mengurus sendiri kepentingan kepentingannya. Orang yang berada di bawah pengampuan adalah yang tidak memenuhi syarat untuk menjadi wali, sebab mereka harus diwakili dalam melakukan tindakan tindakannya, sehingga dengan sendirinya ia tidak dapat mengurus diri sendiri apalagi untuk mengurus diri orang lain. 45 D. Tujuan Perwalian dan Mulai Berlakunya 1. Tujuan Perwalian Dengan ditempatkannya seorang anak yang belum dewasa dibawah perwalian maka kepentingan dari si anak tersebut menjadi tanggung jawab wali, 45 Asrul, Tinjauan Hukum Perdata Mengenai Tugas dan Kewajiban Wali Dalam Perwalian, Skripsi, FH.UISU, Medan, 1986, hal.20

20 dimana wali bertindak sama layaknya orang tua sianak yang masih di bawah umur sewaktu menjalankan kekuasaan si wali. Dengan adanya hak perwalian ini memberikan suatu gambaran bahwa setiap manusia tidak dapat melaksanakan haknya secara individual, yang disebabkan ketergantungan dari sifat dan sistem dalam pergaulan sehari hari jadi anak yang belum dewasa tidak dapat menentukan sifat yang baik dan yang buruk dan penjagaan. Oleh karena itulah diperlukan adanya hak perwalian pada diri seseorang yang tujuannya agar diri dan harta si anak dapat terjaga dan terpelihara sebagaimana yang telah diamanatkan oleh undang undang. Sebagaimana diketahui bahwa setiap tindakan hukum itu memiliki tujuan yang sangat bermanfaat bagi setiap orang apalagi yang berkaitan dengan keselamatan jiwa dan harta seseorang dari orang orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu, masalah perwalian itu mempunyai tujuan yang baik yakni tujuan yang bernilai ibadah dan merupakan bagian dari ajaran agama islam. Ada dua tujuan perwalian yakni dalam hal perkawinan dan tujuan perwalian dalam anak dibawah umur. Tujuan perwalian terhadap anak di bawah umur adalah sebagai berikut : a. Wali sebagai pemegang kontrol bagi anak maupun bagi orang yang berada di bawah perwaliannya apabila ingin melakukan suatu tindakan hukum. b. Wali bertindak sebagai pengayom, dalam arti bahwa wali itu selalu menjaga baik itu menjaga harta maupun jiwa dari hal hal yang

21 tidak diinginkan seperti menggunakan hartanya dari hal hal yang dilarang oleh agama dan juga dari hal hal yang membahayakan jiwanya atas orang yang berada di bawah perwaliannya itu. c. Adanya wali juga dapat mengurangi beban seseorang terhadap anak dan hartanya, apabila orang tersebut sudah meninggal dunia, maka dengan adanya wali tersebut anak dan hartanya terselamatkan. d. Menambah hubungan silaturahmi yang kuat terhadap orang orang yang mengadakan wala al mu awallah perwalian karena pernyataan antara dua orang untuk saling mewarisi dan saling membantu dalam berbagai kesulitan. e. Menciptakan lapangan kerja dalam hal wali anak yatim, dengan adanya wali yatim tersebut dapat menciptakan lapangan kerja bagi para wali yang miskin. Dengan demikian para wali yatim itu tidak ada halangan baginya mengambil harta anak yatim yang dipeliharanya sekedar untuk keperluan hidupnya sehari hari, hal ini diperbolehkan jika ia terhalang berusaha yang lain karena mengurus harta anak yatim tersebut yang dipeliharanya itu. 46 Perwalian terhadap diri seorang anak dilaksanakan untuk menjaga kesejahteraan anak itu sendiri, untuk mengawasi hal yang berhubungan dengan dirinya dan segala macam kesejahteraan yang belum dapat diperolehnya sendiri. 46 Yudhi Marza, Op.Cit,hal.54.

22 Dalam Islam, perwalian ditegaskan kepada mereka yang diperkirakan untuk membahagiakan si kecil itu, dan untuk ditetapkan syarat syarat tertentu sehingga dengan demikian para wali dapat menjamin kemampuannya untuk mengurus kesejahteraan anak tersebut dan juga segala urusan yang berhubungan dengan usaha memelihara anak, menjaga dan merawatnya Mulai Berlakunya Perwalian Menyangkut dengan mulai berlaku suatu perwalian, Martiman Prodjohamidjojo mengatakan suatu perwalian itu berlaku: a. Sejak perwalian itu diangkat oleh hakim dan bila pengangkatan itu dilakukan namun dalam tidak kehadiran si wali maka saat pengangkatan itu diberitahukan kepadanya maka berlangsunglah perwalian tersebut; b. Jika seorang wali diangkat oleh salah satu dari orang tua sianak pada saat pengangkatan itu. Karena meninggalnya, memperoleh suatu kekuatan untuk berlaku dan yang dianggap sebagai wali menyatakan kesanggupan menerima pengangkatan ini; c. Jika seseorang perempuan bersuami diangkat sebagai wali, baik oleh hakim maupun oleh salah satu orang tua dari kedua orang tuanya pada saat ia dengan bantuan atau kuasa dari suaminya atau dengan kuasa dari hakim menyatakan kesanggupannya menerima pengangkatan itu; 47 Iman jauhari, Hak-hak anak Dalam Hukum Islam, Pustaka bangsa, Jakarta, 2003, hal.106.

23 d. Jika suatu perhimpunan yayasan atau lembaga amal atas permintaan atau kesanggupan sendiri diangkat menjadi wali pada saat mereka menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu; e. Jika seorang menjadi wali karena hukum, pada saat terjadi peristiwa yang mengakibatkan perwaliannya; f. Jika ditunjuk oleh seorang orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia meninggal dunia dengan surat wasiat atau pesan yang dilakukan dihadapan dua orang saksi (Pasal 50,52 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. 48 Sedangkan dalam Pasal 331 (a) KUH Perdata menentukan mulai berlakunya perwalian sebagai berikut : a. Jika seorang wali diangkat oleh hakim, dimulai dari saat pengangkatan jika ia hadir dalam pengangkatan itu. Bila ia tidak hadir maka perwalian itu dimulai saat pengangkatan itu diberitahukan kepadanya. b. Jika seorang wali diangkat oleh salah satu orang tua, dimulai dari saat orang tua itu meninggal dunia dan sesudah wali dinyatakan menerima pengangkatan tersebut. c. Bagi wali menurut undang undang dimulai dari saat terjadinya peristiwa yang menimbulkan perwalian itu, misalnya kematian salah satu orang tua Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, Indonesia legal Center Publishing, Jakarta,2002, hal R. Soetodjo dan Asis Safioedin, Op.Cit.,hal.200

24 E. Tugas dan Kewajiban Wali 1. Tugas Wali Berdasarkan Pasal 383 KUH Perdata tugas wali adalah sebagai berikut : a. Pengawasan atas diri pupil (orang yang memerlukan perwalian). Wali harus menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan anak yang belum dewasa sesuai dengan kekayaan si yang belum dewasa itu sendiri. b. Mewakili pupil dalam melakukan semua perbuatan hukum dalam bidang perdata. c. Mengelola harta benda pupilnya sebagai bapak rumah tangga yang baik (Pasal 385 KUH Perdata) Kewajiban Wali Setiap wali mempunyai kewajiban terhadap anak anak yang berada di bawah perwaliannya. Kewajiban wali ini di kelompokkan berdasarkan kewajiban wali secara umum dan kewajiban wali secara khusus. Kewajiban wali secara umum yaitu terdiri atas : a. Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaanya dan harta bendanya sebaik baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu. b. Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan perubahan harta benda anak anak itu. 50 Komariah,Op.Cit,hal.72.

25 c. Wali harus bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya. d. Wali tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang barang tetap yang dimiliki anak yang berada di bawah perwaliannya kecuali apabila kepentingan anak tersebut menghendakinya. 51 Sedangkan kewajiban wali secara khusus terkait pada pengelolaan harta peninggalan adalah terdiri atas : a. Kewajiban memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan (Pasal 368 KUHPerdata) dengan sanksi bahwa wali dapat dipecat (ontzet) dan dapat diharuskan membayar biaya biaya, ongkos ongkos, dan bunga bila pemberitahuan tersebut tidak dilaksanakan; b. Kewajiban mengadakan inventarisasi mengenai harta kekayaan si minderjarige 52 (Pasal 386 ayat 1 KUHPerdata). Sesudah 10 hari perwalian dimulai maka wali harus membuat daftar pertelaan barang barang si pupil dengan dihadiri oleh wali pengawas (Weeskamer = Balai Harta Peninggalan) dan kalau barang barang minderjarige itu disegel maka diminta agar penyegelan itu dibuka; c. Kewajiban untuk mengadakan jaminan (zekerheid) Pasal 335 KUHPerdata 51 Ibid, hal Datuk Usman dkk,diktat Hukum Adat II,Fakultas Hukum USU,1975 hal. 2. Minderjarige ialah apabila seseorang berada di dalam keadaan yang dikuasai oleh orang lain yaitu kalau tidak dikuasai oleh orang tuanya, maka dia dikuasai oleh walinya (voogd)nya.

26 Wali kecuali perhimpunan perhimpunan, yayasan, atau lembaga sosial mempunyai kewajiban untuk mengadakan jaminan dalam waktu satu bulan sesudah perwalian dimulai; entah berupa hipotek, jaminan barang (borgtocht), atau gadai (pand). Bilamana harta kekayaan si pupil bertambah maka wali harus mengadakan atau menambah jaminan yang sudah diadakan; d. Kewajiban menentukan jumlah yang dapat dipergunakan tiap tiap tahun oleh minderjarige itu dan jumlah biaya biaya pengurusan (Pasal 398 KUHPerdata) Kewajiban ini tidak berlaku bagi perwalian oleh bapak atau ibu. Weeskamer (Balai Harta Peninggalan) sesudah memanggil keluarga baik keluarga sedarah maupun periparan akan menyuruh menentukan jumlah yang dapat dipergunakan pada tiap tiap tahun oleh minderjarige dan jumlah biaya yang diperlukan untuk pengurusan harta benda itu dengan kemungkinan untuk minta banding kepada pengadilan; e. Kewajiban wali untuk menjual perabot perabot rumah tangga minderjarige dan semua barang bergerak yang tidak memberikan buah, hasil, atau keuntungan kecuali barang barang yang diperbolehkan disimpanin natura dengan izin Weeskamer. Penjualan ini harus dilakukan dengan pelelangan di hadapan umum menurut aturan aturan lelang yang berlaku di tempat itu kecuali jika bapak atau ibu yang menjadi wali yang dibebaskan dari penjualan itu (Pasal 398 KUHPerdata);

27 f. Kewajiban untuk mendaftarkan surat surat piutang negara jika ternyata dalam harta kekayaan minderjarige ada surat surat piutang negara (Pasal 392 KUHPerdata); g. Kewajiban untuk menanam (beleggen) sisa uang milik minderjarige setelah dikurangi biaya penghidupan dan sebagainya. 53 Dalam Pasal KUHPerdata selanjutnya dijumpai beberapa perbuatan yang berwenang dilakukan oleh wali dengan mengingat syarat syarat yang ditentukan oleh undang undang dan perbuatan perbuatan yang tidak boleh dilakukannya kecuali ada izin dari hakim. Perbuatan perbuatan itu adalah : 1. Meminjam uang sekalipun untuk kepentingan minderjarige, tidak boleh juga memindahkan atau menggadaikan barang barang tidak bergerak atau surat surat utang negara, piutang piutang andelnya tanpa mendapatkan kuasa dari pengadilan; 2. Membeli barang barang tak bergerak dari seseorang minderjarige. Pembelian yang demikian itu hanya diperkenankan kalau dilakukan atas dasar pelelangan umum dan baru berlaku sesudah ada izin dari pengadilan; 3. Menyewa ataupun menyewakan barang barang minderjarige yang hanya mungkin dengan persetujuan hakim dengan mendengar atau memanggil dengan sepatutnya keluarga sedarah atau periparan minderjarige; 53 R. Soetodjo dan Asis Safioedin, Op.Cit.,hal 202.

28 4. Menerima warisan untuk seseorang minderjarige (perbuatan ini hanya diperbolehkan sesudah diadakan pencabutan boedel/=voorrechtvan boedelschrijving); 5. Menolak warisan barang untuk seseorang minderjarige (hanya diperbolehkan dengan persetujuan hakim); 6. Menerima hibah bagi seorang minderjarige (hanya diperbolehkan dengan persetujuan hakim). Ketentuan ini sebenarnya diadakan terhadap hibah hibah dengan suatu beban ( schenkingen onder last); 7. Memajukan gugatan bagi minderjarige; 8. Membantu terlaksananya pemisahan dan pembagian harta kekayaan yang menjadi kepentingan minderjarige; 9. Mengadakan perdamaian di luar pengadilan (dading atau kompromi) bagi minderjarige. Dalam perbuatan ini diperlukan pula persetujuan pengadilan. 54 F. Berakhirnya Perwalian Berakhirnya perwalian dapat ditinjau dari 2 buah sudut seperti yang tertulis di bawah ini : 1. Dalam hubungan dengan keadaan si anak. Dalam hubungan ini maka perwalian akan berakhir karena : a. Si anak menjadi meerderjarige; 54 Ibid, hal.203.

29 b. Matinya minderjarige ( anak); c. Timbulnya kembali ouderlijkemacht (kekuasaan orang tuanya); d. Pengesahan seorang anak luar kawin yang diakui. 2. Dalam hubungan dengan tugas wali Perwalian akan berakhir karena : a. Ada pemecatan atau pembebasan (ontzetting of ontheffing) atas diri si wali; b. Ada alasan pembebasan atau pemecatan dari perwalian (Pasal 380 KUHPerdata); sedang syarat utama untuk dipecat (ontzet) sebagai wali ialah karena disandarkan pada kepentingan minderjarige itu sendiri. Dalam Pasal 380 KUHPerdata disebutkan 10 buah alasan yang merupakan alasan dapat dimintanya pemecatan (ontzetting) itu: 1. Jika wali itu berkelakuan buruk (slecht levensgeding); 2. Jika dalam menunaikan perwaliannya si wali menampakkan ketidakcakapannya atau menyalahgunakan kekuasaannya atau mengabaikan kewajibannya; 3. Jika wali itu telah dipecat dari perwalian lain berdasarkan no.a dan b di atas atau telah dipecat dari kekuasaan orang tua berdasarkan Pasal 319 a (2) no.1 dan 2 KUHPerdata; 4. Jika si wali berada dalam keadaan pailit; 5. Jika si wali untuk diri sendiri atau karena bapak si wali itu, ibunya, istrinya, suaminya, atau anak anaknya mengajukan perkara di muka

30 hakim untuk melawan minderjarige yang menyangkut kedudukan minderjarige, harta kekayaannya, atau sebagian besar dari harta kekayaannya; 6. Jika wali itu dijatuhi pidana yang telah memperoleh kekuatan pasti, karena sengaja telah turut serta dalam suatu kejahatan terhadap seorang minderjarige yang ada di bawah perwaliannya; 7. Jika wali itu dijatuhi pidana yang telah memperoleh kekuatan pasti, karena sesuatu kejahatan yang tercantum dalam bab XIII, XIV,XV, XVIII,XIX, dan XX buku II KUHP terhadap seorang minderjarige yang ada di bawah perwaliannya; 8. Jika si wali itu dijatuhi hukuman yang tidak dapat ditiadakan lagi dengan pidana penjara selama dua tahun atau lebih. Disamping itu tuntutan untuk pemecatan dapat diajukan; 9. Jika wali itu alpa memberitahukan terjadinya perwalian kepada Balai Harta Peninggalan (Pasal 368 KUHPerdata); 10. Jika wali itu tidak mau memberikan perhitungan tanggung jawab kepada Balai Harta Peninggalan berdasarkan Pasal 372 KUHPerdata. Kemungkinan pembebasan sebagai wali (ontheffing) diatur dalam Pasal 382.c KUHPerdata, sedang alasan alasannya hampir bersamaan dengan pembebasan dari kekuasaan orang tua Ibid, hal. 206.

BAB II RUANG LINGKUP TANPA WALI. A. Pengertian Perwalian dan Asas tentang Wali

BAB II RUANG LINGKUP TANPA WALI. A. Pengertian Perwalian dan Asas tentang Wali BAB II RUANG LINGKUP TANPA WALI A. Pengertian Perwalian dan Asas tentang Wali 1. Pengertian perwalian Berbicara mengenai perwalian, sangat erat kaitannya dengan masalah kekuasaan orang tua di dalam perkawinan,

Lebih terperinci

PERWALIAN MENURUT K.U.H.P. PERDATA DAN U.U. NO. 1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO. Program Studi Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

PERWALIAN MENURUT K.U.H.P. PERDATA DAN U.U. NO. 1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO. Program Studi Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara PERWALIAN MENURUT K.U.H.P. PERDATA DAN U.U. NO. 1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO Program Studi Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Perwalian (Voogdij) adalah: Pengawasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA. A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata

BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA. A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata 19 BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata Sejak diundangkannya Staatblad. 1917 Nomor 129 tanggal

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERWALIAN DALAM UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB III KONSEP PERWALIAN DALAM UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB III KONSEP PERWALIAN DALAM UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN A. Sejarah tentang Perwalian Berbeda dengan pengangkatan anak, soal perwalian terdapat peruntukannya di dalam Undang-undang

Lebih terperinci

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia.

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Hukum orang merupakan suatu hukum yang mempelajari ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum. Dalam arti luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Balai Harta Peninggalan merupakan

Lebih terperinci

PERWALIAN Oleh: Chairul Fahmi, SHi,MA

PERWALIAN Oleh: Chairul Fahmi, SHi,MA PERWALIAN Oleh: Chairul Fahmi, SHi,MA A. Defenisi Perwalian Secara etimologi (bahasa), kata perwalian berasal dari kata wali, dan jamak awliya. Kata ini berasal dari kata Arab yang berarti "teman", "klien",

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

PERWALIAN MENURUT KONSEP HUKUM TERTULIS DI INDONESIA GUARDIANSHIP BY CONCEPT OF WRITTEN LAW IN INDONESIA

PERWALIAN MENURUT KONSEP HUKUM TERTULIS DI INDONESIA GUARDIANSHIP BY CONCEPT OF WRITTEN LAW IN INDONESIA Perwalian Menurut Konsep Hukum Tertulis di Indonesia Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 3, (Agustus, 2017), pp. 571-590. PERWALIAN MENURUT KONSEP HUKUM TERTULIS DI INDONESIA GUARDIANSHIP BY CONCEPT OF

Lebih terperinci

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

Wali adalah seseorang atau suatu badan yang melakukan pengurusan atas diri maupun harta kekayaan anak yang masih dibawah umur yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua BILAKAH PERWALIAN DIPERLUKAN?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian pemerintah dan publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan berkembangnya organisasi

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ANAK (ALIMENTASI) MENURUT K.U.H. PERDATA DAN U.U. NO.1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO,SH.

HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ANAK (ALIMENTASI) MENURUT K.U.H. PERDATA DAN U.U. NO.1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO,SH. HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ANAK (ALIMENTASI) MENURUT K.U.H. PERDATA DAN U.U. NO.1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO,SH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Perkawinan menimbulkan hubungan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( ) KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI Oleh: Mulyadi, SH., MH. (081328055755) Abstrak Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah maka kalau terjadi perkawinan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak Perpajakan 2 Pengadilan Pajak 12 April 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Daftar isi 1. Susunan Pengadilan Pajak 2. Kekuasaan Pengadilan Pajak 3. Hukum Acara 2 Susunan Pengadilan

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA A. Pengertian Wasiat Sehubungan dengan pewaris, yang penting dipersoalkan ialah perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila ia meninggal dunia.

Lebih terperinci

Kedewasaan adalah mereka yang telah berumur genap 21 tahun atau telah melakukan perkawinan sah atau bagi mereka yang memperoleh perlunakan (handlichti

Kedewasaan adalah mereka yang telah berumur genap 21 tahun atau telah melakukan perkawinan sah atau bagi mereka yang memperoleh perlunakan (handlichti Kedewasaan adalah mereka yang telah berumur genap 21 tahun atau telah melakukan perkawinan sah atau bagi mereka yang memperoleh perlunakan (handlichting) vide Psl. 330 (1) BW jis. Psl. 419 BW & Psl. 426

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 3/Mar/2016. PENETAPAN PENGADILAN MENGENAI PENUNJUKAN WALI ANAK 1 Oleh : Yan Rano Johassan 2

Lex Crimen Vol. V/No. 3/Mar/2016. PENETAPAN PENGADILAN MENGENAI PENUNJUKAN WALI ANAK 1 Oleh : Yan Rano Johassan 2 PENETAPAN PENGADILAN MENGENAI PENUNJUKAN WALI ANAK 1 Oleh : Yan Rano Johassan 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui alasan apa yang menyebabkan perlu adanya penunjukan wali

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA Presiden Republik Indonesia Menimbang : bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB IV HUKUM KELUARGA

BAB IV HUKUM KELUARGA BAB IV HUKUM KELUARGA A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERKAWINAN Di Indonesia telah dibentuk Hukum Perkawinan Nasional yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia, yaitu Undang-undang No. 1 Tahun 1974, dalam Lembaran

Lebih terperinci

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA 53 BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Pengertian Hutang Piutang Pengertian hutang menurut etimologi ialah uang yang dipinjam dari

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta beserta isinya yang meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa sesuai dengan falsafah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Dalam

Lebih terperinci

www.pa-wonosari.net admin@pa-wonosari.net UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM PERWALIAN BAGI ANAK YANG TIDAK ADA ORANG TUANYA

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM PERWALIAN BAGI ANAK YANG TIDAK ADA ORANG TUANYA 28 BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM PERWALIAN BAGI ANAK YANG TIDAK ADA ORANG TUANYA A. Pengertian Anak dan Batasan Usia Anak 1. Pengertian Anak Berbicara masalah perwalian maka tidak telepas dari pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN 31 BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN A. PENANGGUNGAN ADALAH PERJANJIAN Sesuai defenisinya, suatu Penanggungan adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak pernah lepas dari interaksi dengan sesama. Bahkan

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN 1 KUHPerdata 103 106 105 107 KUHPerdata 107 108 110 Akibat perkawinan terhadap diri pribadi masing-masing Suami/Istri Hak & Kewajiban Suami-Istri UU No.1/1974 30

Lebih terperinci

Dalam praktek hukum istilah ini acap kali digunakan, tetapi dalam berbagai konteks pengertian, sbb. : mengalami suasana kejiwaan tertentu

Dalam praktek hukum istilah ini acap kali digunakan, tetapi dalam berbagai konteks pengertian, sbb. : mengalami suasana kejiwaan tertentu Dalam praktek hukum istilah ini acap kali digunakan, tetapi dalam berbagai konteks pengertian, sbb. : 1. Curator bagi orang dewasa yang mengalami suasana kejiwaan tertentu 2. Curator bagi manusia dan korporasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak Perwalian anak karena perceraian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

PENETAPAN PENGADILAN MENGENAI PENUNJUKAN WALI ANAK 1 Oleh : Tirsa Kudubun 2

PENETAPAN PENGADILAN MENGENAI PENUNJUKAN WALI ANAK 1 Oleh : Tirsa Kudubun 2 PENETAPAN PENGADILAN MENGENAI PENUNJUKAN WALI ANAK 1 Oleh : Tirsa Kudubun 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan apakah yang menyebabkan perlu adanya penunjukan wali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki

Lebih terperinci

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk. kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU ini (Pasal 1 ayat 1)

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk. kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU ini (Pasal 1 ayat 1) Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta-otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU ini (Pasal 1 ayat 1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan tanggung jawab. Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan institusi atau lembaga yang sangat penting dalam, masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang pria dan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE 30 BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE NO. 49/08 YANG TERDAFTAR PADA KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor 0074/Pdt.P/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor 0074/Pdt.P/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor 0074/Pdt.P/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami beberapa peristiwa yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan mempunyai akibat hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 PELAKSANAAN SURAT WASIAT BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DALAM PRAKTEK KENOTARIATAN 1 Oleh: Karini Rivayanti Medellu 2 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Telly Sumbu, SH, MH Meiske T. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan betina begitu pula tumbuhtumbuhan dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya BAB I PENDAHULUAN Saat ini di Indonesia masih terdapat sistem hukum waris yang beraneka ragam, yaitu sistem hukum waris Adat, hukum waris Islam, dan hukum waris Barat (KUHPerdata). Sistem hukum waris Adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara.

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada hakekatnya pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia dengan tujuan untuk mencapai suatu masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA A. Status Nasab Dan Kewajiban Nafkah Anak Yang Di Li an Menurut Hukum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

P E N E T A P A N. Nomor : 0143/Pdt.P/2011/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N. Nomor : 0143/Pdt.P/2011/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P E N E T A P A N Nomor : 0143/Pdt.P/2011/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR

BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR A. Hukum Waris Di Indonesia 1. Pengertian Hukum Waris Perdata Telah diketahui, bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA Dalam peradilan atau dalam hukum Indonesia juga terdapat hukum waris adat. Selama ini, khususnya sebelum munculnya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci