Seri Data dan Informasi Sosek KP No. 12. Pemetaan Model Pengembangan Minapolitan Berbasis Perikanan Laut. Armen Zulham, dkk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Seri Data dan Informasi Sosek KP No. 12. Pemetaan Model Pengembangan Minapolitan Berbasis Perikanan Laut. Armen Zulham, dkk"

Transkripsi

1 Seri Data dan Informasi Sosek KP No. 12 Pemetaan Model Pengembangan Minapolitan Berbasis Perikanan Laut Armen Zulham, dkk i

2 Seri Data dan Informasi Sosek KP No. 12 Pemetaan Model Pengembangan Minapolitan Berbasis Perikanan Laut ISBN : Diterbitkan Oleh : Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) bekerja sama dengan Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Research Network (IMFISERN) Penanggung Jawab : Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Penyunting : Hendra Yusran Siry Penulis : Armen Zulham, Subhechanis Saptanto, Yesi Dewita Sari, Tenny Apriliani, Siti Hajar Suryawati, Hakim Miftakhul Huda, Radityo Pramoda, Retno Erlina Rahmawati Desain Cover : Ari Suswandi Desain/Tata Letak: Arifa Desfamita Santi Astuti Asep Jajang Setiadi Novianty Trisaka Bualangi Irawati ISI DAPAT DIKUTIP DENGAN MENYEBUTKAN SUMBERNYA Publikasi ini dicetak dengan menggunakan Anggaran Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Tahun 2011 ii

3 KATA PENGANTAR Puji dan syukur, kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenan dan ridha-nya buku Seri Data dan Informasi Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan No. 12 ini dapat diselesaikan. Buku data dan informasi ini merupakan salah satu keluaran kegiatan Pemetaan Model Pengembangan Minapolitan Berbasis Perikanan Laut yang dibiayai melalui APBN tahun Minapolitan adalah kebijakan nasional dalam pembangunan perikanan, yang bertujuan untuk mendorong peningkatan produksi perikanan. Kebijakan diarahkan untuk mengintegrasikan berbagai kegiatan ekonomi di bagian hulu produksi perikanan dengan dukungan berbagai sarana dan infrasutruktur pada kawasan minapolitan. Pada perikanan berbasis sumberdaya perikanan laut, pelabuhan perikanan ditetapkan kawasan inti dari program minapolitan dimaksud. Kawasan inti minapolitan menurut konsep Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merupakan konsep pembangunan berbasis wilayah dengan pendekatan sistem manajemen kawasan yang menganut prinsip-prinsip: integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi. Buku data dan informasi ini memuat hasil dan analisis dari data dan informasi yang dikumpulkan melalui penelitian Pemetaan Model Pengembangan Minapolitan Berbasis Perikanan Laut. Disadari sepenuhnya bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, sehingga segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk penyempurnannya. Tim Peneliti menyampaikan terima kasih kepada Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) yang telah memberikan kesempatan kepada Tim Peneliti melaksanakan penelitian yang penting ini. Penghargaan dan terima kasih juga ditujukan kepada Penanggung Jawab dan Tim Lab Data BBPSEKP yang telah menyunting dan menerbitkan buku iii

4 seri data dan informasi ini. Tim peneliti yang terlibat menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak/Ibu Kepala Pelabuhan Perikanan, Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten, Bappeda kabupaten dan BPS daerah yang menjadi lokasi survey dan berbagai pihak terutama masyarakat yang menjadi responden di lokasi riset yang telah banyak membantu dalam pembuatan buku data dan informasi ini. Semoga buku data dan informasi ini dapat berguna dalam memberikan bahan masukan sebagai dasar perumusan kebijakan minapolitan berbasis sumberdaya perikanan laut dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rumah tangga pelaku usaha perikanan. Jakarta, Desember 2011 Tim Penyusun iv

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... viii PENDAHULUAN Latar Belakang Manfaat... 2 METODOLOGI Konsep dan Definisi Penghitungan Indeks Kesiapan Analisis SWOT Indeks Kesiapan Strategi Pengembangan Kawasan Minapolitan PROFIL LOKASI PRIORITAS PPS Belawan-Kota Medan PPP Muncar-Kabupaten Banyuwangi PPN Ambon-Kota Ambon PPP Tamperan Kabupaten Pacitan PPS Cilacap-Kabupaten Cilacap PPN Palabuhan Ratu-Kabupaten Sukabumi PPN Sungailiat-Kabupaten Bangka PPS Bitung-Kota Bitung PPN Ternate-Kota Ternate DAFTAR PUSTAKA v

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta Indeks Kesiapan Pelaksanaan Program Minapolitan Gambar 2. Peta Pemasaran PPS Bitung Gambar 3. Peta Pemasaran PPN Palabuhan Ratu Gambar 4. Peta Pemasaran PPS Kendari Gambar 5. Peta Pemasaran PPS Nizam Zachman Gambar 6. Peta Pemasaran PPP Muncar Gambar 7. Peta Pemasaran PPN Pemangkat Gambar 8. Peta Pemasaran PPN Pekalongan Gambar 9. Peta Pemasaran PPN Sibolga Gambar 10. Peta Pemasaran PPN Ternate Gambar 11. Peta Pemasaran PPN Kejawanan Gambar 12. Peta Pemasaran PPN Brondong Gambar 13. Peta Pemasaran PPP Sungai Rengas Gambar 14. Peta Pemasaran PPS Belawan Gambar 15. Peta Pemasaran PPN Tanjung Pandan Gambar 16. Peta Pemasaran PPN Sungailiat Gambar 17. Peta Pemasaran PPI Paotere Gambar 18. Peta Pemasaran PPS Cilacap Gambar 19. Peta Pemasaran PPP Idi Gambar 20. Peta Pemasaran PPP Tegalsari Gambar 21. Peta Pemasaran PPN Prigi Gambar 22. Peta Pemasaran PPS Bungus Gambar 23. Peta Pemasaran PPN Ambon Gambar 24. Peta Pemasaran PPP Bajomulyo Gambar 25. Peta Pemasaran PPP Tamperan Gambar 26. Peta Pemasaran PPI Bengkulu Gambar 27. Peta Pemasaran PPP Kupang Gambar 28. Peta Pemasaran PPI Pamayangsari Gambar 29. Peta Pemasaran PPN Karangantu Gambar 30. Peta Pemasaran PPI Ujung Serangga Gambar 31. Peta Pemasaran PPP Tumumpa Gambar 32. Peta Pemasaran PPP Kwandang Gambar 33. Peta Pemasaran PPI Bengkalis Gambar 34. Peta Pemasaran PPP Sadeng Gambar 35. Peta Pemasaran PPP Labuhan Lombok Gambar 36. Peta Pemasaran PPI Karangsong Gambar 37. Peta Pemasaran PPP Wayangan Gambar 38. Peta Pemasaran PPP Carocok Tarusan Gambar 39. Peta Pemasaran PPN Teluk Awang Gambar 40. Peta Pemasaran PPI Lonrae vi

7 Gambar 41. Peta Pemasaran PPI Batulicin Gambar 42. Peta Pemasaran PPN Tual Gambar 43. Peta Pemasaran PPP Tasik Agung Gambar 44. Peta Pemasaran PPI Lantora Gambar 45. Peta Pemasaran PPP Pantai Tawang Gambar 46. Peta Pemasaran PPI Amurang Gambar 47. Peta Pemasaran PPP Kuala Tungkal Gambar 48. Peta Pemasaran PPP Morodemak Gambar 49. Peta Pemasaran PPP Labuhan Maringgai Gambar 50. Peta Pemasaran PPN Bacan Gambar 51. Peta Pemasaran PPI Sadai Gambar 52. Peta Pemasaran PPI Bulu Tuban Gambar 53. Peta Pemasaran PPI Tilamuta Gambar 54. Peta Pemasaran PPI Manggar Baru Gambar 55. Peta Pemasaran PPI Teluk Santong Gambar 56. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Mandiri Gambar 57. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Maju Gambar 58. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Pemula Gambar 59. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Perintis Gambar 60. Grafik Pertumbuhan Penduduk Laki-laki dan Perempuan di Kota Medan, Gambar 61. Perkembangan Jumlah Nelayan di PPP Muncar, Gambar 62. Perkembangan Penggunaan Alat Penangkap Ikan di PPP Muncar, Gambar 63. Produksi Ikan Dominan di Muncar Tahun Gambar 64. Perkembangan Jumlah Nelayan di PPN Palabuhanratu, Gambar 65. Perkembangan Volume Ikan yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Tahun Gambar 66. Perkembangan Nilai Produksi Ikan yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Tahun vii

8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan pada Masing-Masing Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, Tabel 2. Status Eksploitasi Sumberdaya Ikan Pada Masing-Masing Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, Tabel 3. Tabel Sebaran Lokasi Pelabuhan Perikanan Berdasarkan WPP Tabel 4. Katagori Penilaian Pelaksanaan Program Minapolitan pada Pelabuhan Perikanan Tabel 5. Hasil Perhitungan Kemampuan Melaksanakan Program Minapolitan Kategori Mandiri, Tahun Tabel 6. Hasil Perhitungan Kemampuan Melaksanakan Program Minapolitan Kategori Maju, Tahun Tabel 7. Hasil Perhitungan Kemampuan Melaksanakan Program Minapolitan Kategori Pemula, Tahun Tabel 8. Hasil Perhitungan Kemampuan Melaksanakan Program Minapolitan Kategori Perintis, Tahun Tabel 9. Hasil Komparasi Isu Aktual Pelabuhan Perikanan dalam Pelaksanaan Program Minapolitan Kategori Mandiri Tabel 10. Hasil Komparasi Isu Aktual Pelabuhan Perikanan dalam Pelaksanaan Program Minapolitan Kategori Maju Tabel 11. Hasil Komparasi Isu Aktual Pelabuhan Perikanan dalam Pelaksanaan Program Minapolitan Kategori Pemula Tabel 12. Hasil Komparasi Isu Aktual Pelabuhan Perikanan dalam Pelaksanaan Program Minapolitan Kategori Perintis Tabel 13. Hasil Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal Pelabuhan Perikanan yang Masuk dalam Kategori Mandiri Tabel 14. Hasil Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal Pelabuhan Perikanan yang Masuk dalam Kategori Maju Tabel 15. Hasil Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal Pelabuhan Perikanan yang Masuk dalam Kategori Pemula Tabel 16. Hasil Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal Pelabuhan Perikanan yang Masuk dalam Kategori Perintis Tabel 17. Isu Aktual Program Minapolitan pada Pelabuhan Perikanan Tabel 18. Faktor Internal dan Eksternal dari Pelabuhan Perikanan yang Masuk dalam Kategori Mandiri Tabel 19. Faktor Internal dan Eksternal dari Pelabuhan Perikanan yang Masuk dalam Kategori Maju viii

9 Tabel 20. Faktor Internal dan Eksternal dari Pelabuhan Perikanan yang Masuk dalam Kategori Pemula Tabel 21. Faktor Internal dan Eksternal dari Pelabuhan Perikanan yang Masuk dalam Kategori Perintis Tabel 22. Rata-Rata Pendapatan Rumah Tangga Pelaku Usaha Perikanan per bulan pada PPS Belawan Tabel 23. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga (Konsumsi dan Non Konsumsi) per bulan pada PPS Belawan Tabel 24. Kategori Penduduk Kota Medan Menurut Produktivitas dan Jenis Kelamin Tahun Tabel 25. Jumlah Nelayan Menurut Kategori di PPS Belawan Tahun Tabel 26. Produksi Perikanan Laut Menurut Komoditas Dominan di PPS Belawan, Tahun Tabel 27. Nama Perusahaan, Jumlah Ekspor dan Persentase Ikan Olahan di PPS Belawan, Tahun Tabel 28. Negara Tujuan Ekspor Produk Perikanan Indonesia di PPS Belawan, Tahun Tabel 29. Dampak Jangka Pendek dan Panjang dari Program Minapolitan di Kawasan Inti PPS Belawan Tabel 30. Rata-Rata Pendapatan Rumah Tangga Pelaku Usaha Perikanan per bulan pada PPP Muncar Tabel 31. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga (Konsumsi dan Non Konsumsi) per bulan pada PPP Muncar Tabel 32. Dampak Jangka Pendek dan Panjang dari Program Minapolitan di Kawasan Inti PPP Muncar Tabel 33. Jenis Alat Tangkap di Kota Ambon Tahun Tabel 34. Armada Penangkapan di Kota Ambon Tahun Tabel 35. Armada Menurut Ukuran di Kota Ambon Tahun Tabel 36. Produksi dan Nilai Produksi Perikanan per Jenis Ikan di Kota Ambon Tahun Tabel 37. Nilai Pendapatan dan Pengeluaran Pelaku Usaha Perikanan di Ambon, Tahun Tabel 38. Distribusi Tenaga Kerja dan Kontribusinya di Kawasan PPN Ambon (Zona Inti Minapolitan) Tahun Tabel 39. Potensi Sumber Daya Ikan Karang Katagori Konsumsi (Ton/Ha) dan Ikan Hias (Ekor/Ha) di Kota Ambon Tahun Tabel 40. Kelimpahan Stok, Potensi dan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Demersal di Kota Ambon Tahun Tabel 41. Kelimpahan Stok, Potensi dan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Pelagis di Kota Ambon Tahun ix

10 Tabel 42. Perkiraan Dampak Jangka Pendek dan Jangka Panjang Pembangunan Perikanan di Kota Ambon Tabel 43. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Ikan di Kabupaten Pacitan Tahun Tabel 44. Nilai Pendapatan dan Pengeluaran Pelaku Usaha Perikanan di Pacitan, Tahun Tabel 45. Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Per Kecamatan di Kabupaten Pacitan Tahun Tabel 46. Produksi Perikanan Tangkap Per Jenis Ikan di Kabupaten Pacitan Tahun Tabel 47. Dampak Jangka Pendek dan Jangka Panjang Program Minapolitan di Kabupaten Pacitan Tabel 48. Rata-Rata Pendapatan Usaha Rumah Tangga per Bulan pada PPS Cilacap Tahun Tabel 49. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga (Konsumsi dan Non Konsumsi) per Bulan pada PPS Cilacap, Tahun Tabel 50. Proyeksi Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Cilacap Tabel 51. Jumlah Nelayan di Laut Menurut Kategori Nelayan Tahun (Orang) Tabel 52. Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan Pelaku Usaha Perikanan di Kabupaten Cilacap Tahun Tabel 53. Potensi Dan Tingkat Pemanfaatan Sumber daya Ikan Di Laut Selatan Jawa Tahun Tabel 54. Matriks Prakiraan Dampak Pelaksanaan Minapolitan Perikanan Tangkap Laut di Cilacap Tabel 55. Rata-Rata Pendapatan Usaha Rumah Tangga per Bulan pada PPN Palabuhan Ratu, Tahun Tabel 56. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga (Konsumsi dan Non Konsumsi) per Bulan pada PPN Palabuhan Ratu, Tahun Tabel 57. Matriks Prakiraan Dampak Pelaksanaan Minapolitan Perikanan Tangkap Laut di Palabuhan Ratu Tabel 58. Nilai Pendapatan dan Pengeluaran Pelaku Usaha Perikanan di Sungailiat, Tahun Tabel 59. Struktur Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Bangka Tahun Tabel 60. Perkiraan Dampak Jangka Pendek dan Jangka Panjang Pembangunan Perikanan di Kota Sungailiat Tabel 61. Penghasilan Nelayan, Pedagang, dan Pengolah per Bulan di PPS Bitung Tahun x

11 Tabel 62. Pengeluaran Rumah Tangga (Konsumsi dan Non Konsumsi) per Bulan di PPS Bitung Tahun Tabel 63. Jumlah Kapal Ikan di Kota Bitung Tahun Tabel 64. Jumlah Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Laut di Kota Bitung Tahun Tabel 65. Jumlah Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Darat di Kota Bitung pada Tahun Tabel 66. Produksi dan Nilai Perikanan Laut di Kota Bitung Tahun Tabel 67. Penghasilan Nelayan, Pedagang, dan Pengolah per Bulan di PPN Ternate Tahun Tabel 68. Pengeluaran Rumah Tangga (Konsumsi dan Non Konsumsi) per Bulan di PPN Ternate Tahun Tabel 69. Penyerapan Tenaga Kerja di PPN Ternate Tahun Tabel 70. Produksi Perikanan di Pulau Ternate Tahun xi

12 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minapolitan merupakan salah satu kebijakan nasional dalam pembangunan perikanan, tujuannya adalah untuk mendorong peningkatan produksi. Kebijakan ini arahnya mengintegrasikan berbagai kegiatan ekonomi di hulu dengan dukungan berbagai sarana dan infrastuktur pada kawasan minapolitan. Pada perikanan berbasis sumberdaya perikanan laut, pelabuhan perikanan ditetapkan kawasan inti dari program minapolitan. Kawasan inti minapolitan menurut konsep Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merupakan konsep pembangunan berbasis wilayah dengan pendekatan sistem manajemen kawasan yang menganut prinsip-prinsip: integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi (KKP, 2010). Berdasarkan uraian diatas, maka kawasan minapolitan pada masa yang akan datang diharapkan menjadi kawasan penghasil ikan untuk tujuan konsumsi, ekspor dan bahan baku Industri. Komoditas yang menjadi target kawasan minapolitan berbasis perikaan tangkap laut umumnya tuna. Komoditas perikanan lain juga dapat menjadi unggulan dengan catatan terdapat permintaan (market driven). Kawasan minapolitan dengan basis pelabuhan perikanan mempunyai keterbatasan, karena sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya perikanan. Kawasan minapolitan dapat dijadikan sebagai bagian dari pengembangan industri perikanan. Oleh sebab itu, orientasi program minapolitan harus diperluas menjadi konsep mina bisnis yang mengintegrasikan berbagai kegiatan ekonomi di hulu dan di hilir. Orientasi ini harus diarahkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi daerah. Orientasi tersebut berarti kawasan minapolitan dijadikan kawasan untuk meningkatkan produksi perikanan sebagai bahan baku industri dalam rangka 1

13 meningkatkan nilai tambah dan daya saing, membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Untuk mencapai orientasi yang dimaksud, maka pembangunan pada kawasan minapolitan perikanan tangkap laut harus didukung oleh kebijakan lintas sektor. Selain itu untuk mendukung orientasi yang dimaksud, maka kawasan minapolitan perikanan tangkap laut dikembangkan berdasarkan zona inti, zona pengembangan dan zona keterkaitan. Zona inti dan zona pengembangan merupakan kawasan yang diintervensi dengan berbagai kebijakan pemerintah. Zona keterkaitan merupakan kawasan yang menjadi pasar dari produk yang dihasilkan oleh dua zona lainnya. Pemetaan karakteristik sosial ekonomi pada zona inti minapolitan, merupakan upaya untuk memberikan informasi tentang kemampuan kawasan pelabuhan perikanan melaksanakan program minapolitan dan mencapai tujuan peningkatan produksi dan mendukung industri perikanan. Landasan pemetaan karakteristik sosial ekonomi mengacu pada enam pilar minapolitan yang mencakup: (i) sumberdaya kelautan dan tata ruang; (ii) masyarakat dan bisnis; (iii) kelembagaan; (iv) kebijakan dan governance; (v) Infrastruktur; serta (vi) teknologi. 1.2 Manfaat Manfaat dari buku data dan informasi ini adalah : 1. Tersedianya informasi mengenai karakteristik sosial ekonomi pada kawasan minapolitan perikanan tangkap laut. 2. Tersedianya informasi mengenai dampak program minapolitan pada kawasan pelabuhan perikanan dan pengembangan kawasan minapolitan. 3. Tersedianya informasi mengenai strategi pengembangan kawasan minapolitan. 2

14 METODOLOGI 2.1 Konsep dan Definisi 1. Minapolitan adalah salah satu kebijakan nasional dalam pembangunan perikanan, tujuannya adalah untuk mendorong peningkatan produksi. Kebijakan ini arahnya mengintegrasikan berbagai kegiatan ekonomi di hulu dengan dukungan berbagai sarana dan infrastuktur pada kawasan minapolitan. Pada perikanan berbasis sumberdaya perikanan laut, pelabuhan perikanan ditetapkan kawasan inti dari program minapolitan. Kawasan inti minapolitan menurut konsep Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merupakan konsep pembangunan berbasis wilayah dengan pendekatan sistem manajemen kawasan yang menganut prinsip-prinsip: integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi (KKP, 2010). 2. Nelayan adalah orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan. Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat merupakan perairan tawar, payau maupun laut. 3. Pedagang ikan adalah orang yang dalam kesehariannya melakukan aktivitas perdagangan atau memperjualbelikan komoditas perikanan yang tidak diproduksi sendiri, untuk memperoleh suatu keuntungan. 4. Pengolah ikan adalah orang yang sehari-harinya melakukan aktivitas penanganan ikan (kerupuk, terasi, pindang, asin, asap, dan lainnya) untuk dijual kepada pedagang atau langsung pada konsumen untuk memperoleh suatu keuntungan. 5. Zona/Kawasan Inti adalah zona yang merupakan bagian dari kawasan minapolitan yang mendapat intervensi kebijakan pemerintah terkait program minapolitan. 3

15 6. Zona/Kawasan Pendukung adalah zona yang menjadi bagian dari kawasan minapolitan yang memberikan dukungan pada zona inti. 7. Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) adalah pembagian wilayah yang dilakukan dalam rangka memudahkan manajemen pemanfaatan perairan yang ditujukan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan dan zona ekonomi ekslusif Indonesia. Wilayah Pengelolaan Perikanan dibagi menjadi 11 yakni : a. WPP-RI 571 : perairan Selatan Malaka dan Laut Andaman; b. WPP-RI 572 : perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda; c. WPP-RI 573 : perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat; d. WPP-RI 711 : perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan; e. WPP-RI 712 : perairan Laut Jawa; f. WPP-RI 713 : perairan Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali; g. WPP-RI 714 : perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera; h. WPP-RI 715 : perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau; i. WPP-RI 716 : perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara pulau Halmahera; j. WPP-RI 717 : perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik; k. WPP-RI 718 : perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur. 4

16 8. Indeks Kesiapan adalah indeks yang menunjukkan potensi minapolitan pada pelabuhan-pelabuhan perikanan di Indonesia yang terbagi menjadi perintis (indeksnya 0-25), pemula (26-50), maju (51-75) dan mandiri (76-100). 9. Pilar Minapolitan adalah pilar yang menjadi syarat kecukupan suatu kawasan menjadi wilayah minapolitan yang dikelompokkan menjadi : a) pilar infrastruktur; b) masyarakat dan bisnis; c) sumberdaya dan tata ruang; d) kelembagaan; e) teknologi; f) kebijakan dan tata kelola pemerintahan. 5

17 2.2 Penghitungan Indeks Kesiapan Langkah-langkah untuk menggali informasi mengenai potensi minapolitan pada pelabuhan perikanan dilakukan melalui metode mailsurvey. Mailsurvey yang dimaksud adalah melalui pengiriman kuisioner yang bersifat tertutup ke pelabuhan perikanan yang telah ditetapkan sebagai lokasi minapolitan perikanan tangkap laut sebanyak 84 lokasi pelabuhan perikanan, yang terdiri dari enam (6) Pelabuhan Perikanan Samudera, 16 Pelabuhan Perikanan Nusantara, 25 Pelabuhan Perikanan Pantai, 32 Pelabuhan Pendaratan Ikan, lima (5) Pelabuhan Perikanan. Informasi yang yang digali melalui mailsurvey mengacu pada enam pilar minapolitan (Infrastruktur, Masyarakat dan Bisnis, Sumberdaya dan Tata Ruang, Kelembagaan, Teknologi serta Kebijakan dan Governance). Bobot pilar minapolita telah dialokasikan sebagai berikut: infrastruktur (20), masyarakat dan bisnis (20), sumberdaya dan tata ruang (15), kelembagaan (15), teknologi (15), kebijakan dan tata kelola pemerintahan (15). Setiap pilar tersebut terdiri dari beberapa variabel dengan bobot yang berbeda satu dengan lainnya namun skoring penilaiannya berada antara Total bobot variabel dalam seluruh pilar minapolitan tersebut adalah 100. Hasil penilaian tersebut dapat ditentukan kriteria kemampuan dari masingmasing lokasi minapolitan tangkap laut (pelabuhan perikanan) dalam melaksanakan program minapolitan. Penilaian terhadap kemampuan kawasan melaksanakan program minapolitan pada kawasan pelabuhan dilakukan pada 65 pelabuhan perikanan dari total 82 pelabuhan perikanan yang telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 32/MEN/2010 dan (berdasarkan hasil masilsurvey yang telah diterima). Kriteria penilaian kawasan minapolitan tangkap laut dalam pelaksanaan program minapolitan dapat dikategorikan sebagai berikut: (i) Perintis; (ii) Pemula; (iii) Maju; dan (iv) Mandiri. 6

18 2.3 Analisis SWOT Kawasan minapolitan perikanan tangkap laut yang dianalisis adalah kawasan pelabuhan perikanan yang menjadi inti dari minapolitan. Analisis strategi pengembangan kawasan minapolitan dilakukan berdasarkan hasil analisa kesiapan pelabuhan perikanan melaksanakan program minapolitan. Langkah strategis pengembangan pelabuhan perikanan dalam rangka pelaksanaan program minapolitan dilakukan melalui analisis SWOT. Analisis SWOT pada dasarnya merupakan analisis sederhana yang umum digunakan untuk menetapkan strategi yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan peran dari pelabuhan perikanan tersebut dalam mencapai tujuan pembangunan kelautan dan perikanan. Analisis SWOT dilakukan dengan menentukan isu aktual dari pelabuhan perikanan pelaksana program minapolitan yang masuk dalam katagori perintis, pemula, maju dan mandiri. Isu-isu aktual tersebut harus memenuhi 4 kriteria, yaitu : a) Isu tersebut terjadi atau akan terjadi. b) Isu tersebut berlaku umum (kekhalayakan). c) Isu tersebut merupakan permasalahan utama yang kerap terjadi (problematika). d) Isu tersebut dapat diukur (kelayakan). Setiap katagori pelabuhan perikanan tersebut ditetapkan satu isu aktual melalui suatu teknik penilaian (urgensi, keseriusan, dan tingkat berkembang) dalam skala penilaian 1-5. Dengan demikian, isu aktual dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori perintis, pemula, maju dan mandiri berbeda satu dengan lainnnya. 7

19 2.4 Indeks Kesiapan Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, total nilai 0 25 tergolong dalam kategori perintis. Kriteria penilaian didasarkan pada hal berikut : (1) Unsur-unsur dari pilar minapolitan pada kawasan minapolitan belum berkembang, (2) Unit Pengolahan Ikan belum ada dan (3) Hasil tangkapan nelayan dipasarkan hanya untuk konsumsi rumah tangga. Unsurunsur dalam minapolitan berada dalam kisaran nilai yang relatif rendah yaitu untuk pilar Infrastrukur rata-rata sebesar 4,84, pilar masyarakat dan bisnis sebesar 3,54, pilar sumber daya dan tata ruang sebesar 3,54, pilar kelembagaan sebesar 3,97, pilar teknologi sebesar 3,58 dan pilar kebijakan dan tata kelola pemerintah (governance) sebesar 4,27, sehingga total nilai rata-rata yang diperoleh adalah sebesar 24,28. Nilai yang relatif rendah menunjukkan bahwa unsur-unsur minapolitan belum berkembang. Dari enam pilar minapolitan tersebut, pilar infrastruktur memang memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan pilar lainnya namun masih jauh dari nilai maksimal yaitu sebesar 20. Meskipun demikan, unsur-unsur dalam pilar infrastruktur relatif cukup siap untuk melaksanakan program minapolitan. Keberhasilan program minapolitan pada kawasan pelabuhan membutuhkan dukungan dari seluruh pilar. Penilaian yang dilakukan menunjukkan bahwa lima pilar lainnya belum mampu mendukung program minapolitan dengan baik, seperti dari pilar masyarakat dan bisnis (nilai terendah). Nilai menunjukkan bahwa kesiapan masyarakat untuk melaksanakan program minapolitan masih rendah baik dari komposisi maupun peran masyarakat dalam perekonomian di kawasan pelabuhan. Demikian halnya dengan pilar sumber daya dan tata ruang, aktivitas pada pelabuhan perikanan sangat bergantung pada aktivitas kapal-kapal penangkap ikan. Pelabuhan perikanan seharusnya dibangun di kawasan yang didukung oleh potensi sumber daya perikanan dan kelautan. Nilai yang relatif rendah ada unsur-unsur pada pilar ini menunjukkan bahwa kurangnya 8

20 dukungan potensi sumber daya yang ada disamping tata ruang pelabuhan yang juga kurang sesuai. Dari sisi pilar kelembagaan juga dinilai belum berkembang, kelembagaan yang ada baik formal maupun informal belum terbentuk, kalaupun terbentuk hanya formalitas saja dan belum berjalan dengan optimal. Unsur-unsur dalam pilar teknologi juga dinilai rendah, karena umumnya kapal dan alat tangkap yang digunakan merupakan kapal dan alat tangkap yang tradisional yang berasal dari turun-temurun, belum ada inovasi teknologi penangkapan yang dilakukan. Dari unsur kebijakan dan tata kelola kepemerintahan juga belum berkembang artinya bahwa dukungan kebijakan maupun anggaran dari pemerintah daerah terhadap program minapolitan masih belum mendukung. Total nilai untuk kategori pemula adalah > 25 50, kriteria penilaian adalah sebagai berikut : (1) unsur-unsur dari pilar minapolitan pada kawasan minapolitan mulai berkembang, (2) Unit Pengolahan Ikan sudah ada dan (3) hasil tangkapan nelayan sebagian besar untuk konsumsi rumah tangga dan hanya sedikit yang diserap oleh unit pengolah ikan. Sekitar 49% (32 pelabuhan perikanan) dari jumlah pelabuhan perikanan yang telah mengembalikan isian mailsurvey termasuk dalam kategori ini. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan sebagian besar pelabuhan perikanan untuk melaksanakan program minapolitan relatif masih rendah. Meskipun demikian unsur-unsur dalam enam pilar minapolitan dinilai dalam tahap mulai berkembang. Penilaian terhadap kemampuan suatu kawasan pelabuhan untuk melaksanakan program minapolitan adalah sekitar 50%. Nilai tertinggi adalah berada pada unsur-unsur dalam pilar infrastruktur yaitu sebesar 46% dari total nilai maksimum sebesar 20. Diikuti oleh unsurunsur dalam pilar kebijakan dan tata kelola pemerintah yaitu sebesar 54% dari total nilai maksimum 15. Nilai terendah adalah unsur-unsur pada pilar teknologi yaitu sebesar 50% dari total nilai maksimum sebesar 15. 9

21 Total nilai untuk kategori maju adalah 50 75, kriteria penilaian adalah sebagai berikut : (1) unsur-unsur dari pilar minapolitan pada kawasan minapolitan sudah berkembang, (2) unit Pengolahan Ikan mulai berkembang dan (3) hasil tangkapan nelayan sekitar 50 % diserap oleh unit pengolahan ikan, sisanya adalah untuk konsusmsi. Penilaian terhadap kemampuan suatu kawasan pelabuhan untuk melaksanakan program minapolitan adalah lebih dari 60% sehingga bisa dikatakan unsur-unsur dalam pilar minapolitan pada kawasan minapolitan sudah berkembang. Nilai tertinggi adalah berada pada unsur-unsur dalam pilar infrastruktur yaitu sebesar 75% dari total nilai maksimum sebesar 20. Diikuti oleh unsur-unsur dalam pilar masyarakat dan bisnis yaitu sebesar 65% dari total nilai maksimum 20. Nilai terendah adalah unsur-unsur pada pilar teknologi yaitu sebesar 50% dari total nilai maksimum sebesar 15. Total nilai untuk kategori mandiri adalah >75-100, kriteria penilaian adalah sebagai berikut : (1) unsur-unsur dari pilar minapolitan berkembang baik dan terintegrasi, (2) unit Pengolahan Ikan berkembang pesat dan (3) Hasil tangkapan nelayan sebagian besar diserap oleh unit pengolah ikan, jika unit pengolah ikan kekurangan pasokan maka kebutuhan ikan didatangkan dari luar daerah dan sebagian ikan tersebut dipasarkan untuk kebutuhan konsumsi. Penilaian terhadap kemampuan suatu kawasan pelabuhan untuk melaksanakan program minapolitan adalah lebih dari 70% sehingga bisa dikatakan unsur-unsur dalam pilar minapolitan pada kawasan minapolitan sudah berkembang dengan baik dan terintegrasi. Nilai tertinggi adalah berada pada unsur-unsur dalam pilar infrastruktur yaitu sebesar 86% dari total nilai maksimum sebesar 20. Diikuti oleh unsur-unsur dalam pilar masyarakat dan bisnis yaitu sebesar 84% dari total nilai maksimum 20. Nilai terendah adalah unsur-unsur pada pilar kelembagaan yaitu sebesar 65% dari total nilai maksimum sebesar

22 2.5 Strategi Pengembangan Kawasan Minapolitan Strategi Pengembangan Program Minapolitan pada Pelabuhan Perikanan Mandiri Pelabuhan perikanan pelaksana program minapolitan yang masuk dalam katagori mandiri telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Ciri utama dari pelabuhan perikanan mandiri pelaksana program minapolitan adalah : a) Unsur-unsur pilar minapolitan berkembang baik dan terintegrasi dengan baik. b) Unit Pengolahan Ikan berkembang pesat. c) Hasil tangkapan nelayan sebagian besar diserap oleh unit pengolah ikan, jika unit pengolah ikan kekurangan pasokan maka kebutuhan ikan didatangkan dari luar daerah (termasuk impor) dan sebagian ikan tersebut dipasarkan untuk kebutuhan konsumsi. Isu aktual dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori mandiri adalah rendahnya ketersediaan potensi ikan untuk mendukung program minapolitan. Isu ini dapat terjadi karena pada beberapa wilayah penangkapan ikan jenis ikan tertentu telah lebih tangkap, tingginya permintaan ikan pada pelabuhan perikanan, serta tingginya effort penangkapan ikan pada fishing ground tempat armada penangkap ikan dari pelabuhan perikanan beroperasi. Kekuatan dari pelabuhan perikanan tersebut adalah: memiliki infrastruktur yang memadai, tata ruang dan bisnis plan yang terencana, dan memiliki sarana pendukung yang memadai. Kekuatan tersebut menggambarkan kelebihan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori mandiri dibandingkan dengan pelabuhan perikanan dari 3 katagori lainnya. Sementara itu kelemahan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori mandiri adalah manajemen pengelolaan pelabuhan perikanan yang tidak seragam, Harga ikan di pasaran lokal yang tidak stabil Kelemahan ini menunjukkan aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang serius agar dapat diperbaiki. 11

23 Pada sisi lain peluang dari pelabuhan perikanan mandiri, menggambarkan kesempatan dari pelabuhan perikanan tersebut saat ini dan masa yang akan datang. Peluang tersebut antara lain tingginya harga ikan di pasar ekspor, permintaan ikan yang tinggi pada pasar ekspor. Ancaman dari pelabuhan perikanan mandiri adalah hambatan yang dihadapi oleh pelabuhan perikanan dalam menwujudkan tujuan yang dicapai. Ancaman tersebut adalah banyaknya kegiatan IUU Fishing di daerah penangkapan ikan, adanya kebijakan non tarif pada pasar ekspor. Penetapan faktor kunci keberhasilan didasarkan pada total nilai bobot (TNB) terbesar, jika nilai TNB sama maka dipilih berdasarkan nilai bobot faktor (BF) terbesar, jika nilai BF sama pilih nilai bobot dukungan (NBD) terbesar, jika nilai NBD sama pilih nilai bobot keterkaitan (NBK) terbesar dan jika NBK sama maka pilih berdasarkan pengalaman. Faktor kunci keberhasilan dari masing-masing faktor internal adalah: pelabuhan perikanan memiliki infrastruktur yang memadai, serta pasokan ikan dan sistem distribusi ikan yang tidak baik. Sedangkan dari faktor eksternal adalah permintaan ikan yang tinggi pada pasar ekspor dan banyaknya aktivitas IUU Fishing di daerah penangkapan ikan. Berdasarkan hasil evaluasi, diperoleh total nilai bobot kekuatan (S) = 3,08 dan total nilai bobot kelemahan (W) = 2,66, sehingga diperoleh nilai ordinat pada kekuatan (S) sebesar 0,40. Sedangkan total nilai bobot peluang (O) = 2,16 dan total nilai bobot ancaman (T) = 3,45, sehingga diperoleh nilai ordinat pada ancaman (T) sebesar = -1,29. Dengan demikian posisi pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori mandiri berada pada kuadran ke II. Strategi yang harus dilaksanakan oleh pelabuhan perkanan dalam pelaksanaan program minapolitan yang masuk dalam katagori mandiri adalah strategi ST. Hal ini berarti untuk melaksanakan program minapolitan pelabuhan perikanan harus memobilisasi kekuatan infrastruktur yang ada dengan berbagai inovasi 12

24 kebijakan untuk mencegah ancaman agar tujuan dari pelabuhan perikanan dalam melaksanakan program minapolitan dapat terwujud. Strategi yang seharusnya dilakukan pengelola pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori mandiri adalah : 1) Mengatur pemanfaatan dermaga pendaratan ikan yang efektif dan efisien, karena keterbatasan panjang dermaga. Pelabuhan perikanan. Pelabuhan perikanan harus dapat memfasilitasi armada tangkap dengan tonase besar dengan peralatan bongkar muat yang lengkap, karena kapal tersebut umumnya membongkar ikan untuk keperluan UPI dan ekspor dalam waktu yang terbatas. 2) Memfasilitasi penyediaan bahan bakar yang cukup serta urusan administrasi yang cepat, sehingga pelabuhan perikanan menjadi tempat berlabuh yang menarik bagi armada penangkapan ikan. 3) Menerapkan traceability dari hasil tangkapan armada penangkapan ikan, bahan baku industri pengolahan ikan dengan menyempurnakan sistim pencatatan komoditas perikanan di kawasan pelabuhan perikanan. 4) Memperbaiki dan mempercepat sistim distribusi ikan ke pasar tujuan (termasuk ekspor) dengan prinsip aman, efektif dan efisien. 5) Meningkatkan pemantauan dan patroli di lapangan dalam rangka mengatasi masalah IUU fishing di perairan dengan cara melengkapi dan menyediakan sarana pemantau kegiatan IUU Fishing. 6) Memperbaiki dan mengefektifkan hukum dan aturan perundangundangan yang terkait dengan upaya pemberantasan kegiatan IUU Fishing di perairan dengan membentuk lembaga peradilan di sekitar kawasan pelabuhan perikanan. Strategi Pengembangan Program Minapolitan pada Pelabuhan Perikanan Maju 13

25 Lokasi pelabuhan perikanan pelaksana program minapolitan yang masuk dalam katagori maju telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Ciri utama dari pelabuhan perikanan maju dalam pelaksana program minapolitan adalah : a) Unsur-unsur dari pilar minapolitan pada kawasan minapolitan sudah berkembang. b) Unit Pengolahan ikan mulai berkembang. c) Hasil tangkapan nelayan sekitar 50 % diserap oleh unit pengolahan ikan, sisanya dijual keluar daerah untuk berbagai keperluan. Ciri-ciri dari pelabuhan perikanan pelaksana program minapolitan yang masuk dalam katagori maju jika dikaitkan dengan isu utamanya adalah rendahnya tingkat koordinasi dalam implementasi pelaksanaan program minapolitan. Isu ini menjadi penting karena pelabuhan perikanan dalam katagori maju, memiliki infrastruktur yang memadai, namun harga ikan yang tidak stabil karena daya serap UPI setempat sangat terbatas. Harga ikan lebih banyak ditentukan oleh pedagang. Kekuatan dari pelabuhan perikanan yang termasuk dalam katagori maju dalam pelaksanaan program minapolitan adalah: memiliki infrastruktur yang memadai, tata ruang dan bisnis plan yang terencana, dan memiliki sarana pendukung yang memadai. Ketiga kekuatan ini umumnya dibangun oleh pemerintah pusat. Sementara itu kelemahan dari pelabuhan perikanan dalam katagori maju adalah harga ikan di pasaran lokal yang tidak stabil, manajemen pengelolaan pelabuhan perikanan yang tidak seragam. Kekuatan tersebut menggambarkan kelebihan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori maju dalam mewujudkan pembangunan perikanan. Sementara itu kelemahan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori mandiri menunjukkan aspek yang perlu diperbaiki dan kinerja yang perlu disempurnakan. Kelemahan itu antara lain: harga ikan di pasaran lokal yang tidak stabil, manajemen 14

26 pengelolaan pelabuhan perikanan yang tidak seragam dan sistem distribusi ikan yang tidak seragam. Peluang dari pelabuhan yang masuk dalam katagori maju adalah kesempatan dari pelabuhan perikanan tersebut untuk berkembang. Peluang tersebut didorong oleh dukungan pemda, permintaan ikan yang tinggi di pasar ekspor dan tingginya harga ikan di pasar ekspor. Sebaliknya ancaman yang dihadapi pelabuhan perikanan yang masuk katagori maju adalah tingginya kegiatan IUU Fishing diperairan Indonesia, konsumsi ikan domestik yang rendah dan adanya kebijakan non tarif di pasar ekspor yang mengancam pemasaran ikan hasil tangkapan nelayan. Penetapan faktor kunci keberhasilan didasarkan pada total nilai bobot (TNB) terbesar, jika nilai TNB sama maka dipilih berdasarkan nilai bobot faktor (BF) terbesar, jika nilai BF sama pilih nilai bobot dukungan (NBD) terbesar, jika nilai NBD sama pilih nilai bobot keterkaitan (NBK) terbesar dan jika NBK sama maka pilih berdasarkan pengalaman. Faktor kunci keberhasilan dari masing-masing faktor internal adalah: pelabuhan perikanan memiliki infrastruktur yang memadai, serta pasokan ikan dan sistem distribusi ikan yang tidak baik. Sedangkan dari faktor eksternal adalah terdapat dukungan dari Pemda untuk mengembangkan pelabuhan perikanan dan banyaknya aktivitas IUU Fishing di daerah penangkapan ikan. Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh total nilai bobot kekuatan (S) = 3,63 dan nilai bobot kelemahan (W) = 2,56, sehingga diperoleh nilai ordinat pada kekuatan (S) sebesar 1,07. Sedangkan total nilai bobot peluang (O) = 3,64 dan ancaman (T) = 2,51 sehingga diperoleh nilai ordinat pada peluang (O) sebesar 0,95. Dengan demikian posisi pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori maju berada pada kuadran ke I. Kuadran tersebut menunjukkan strategi yang harus dilaksanakan oleh pelabuhan perkanan dalam pelaksanaan program minapolitan yang masuk dalam katagori maju adalah strategi SO. Hal ini berarti untuk melaksanakan program minapolitan pelabuhan perikanan 15

27 harus memanfaatkan dukungan Pemerintah Daerah untuk memperbaiki dan menyempurnakan infrastruktur pelabuhan perikanan agar tujuan program minapolitan dapat terwujud. Dengan demikian untuk melaksanakan strategi SO tersebut pelabuhan perikanan harus bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur yang ada. Tindakan strategis yang perlu dilakukan oleh pelabuhan perikanan terkait dengan kerjasama tersebut adalah : 1) Menyusun master plan kebutuhan infrastruktur pelabuhan perikanan yang dapat dibiayai oleh pemerintah daerah. 2) Menyusun master plan penguatan sumberdaya manusia dan kelembagaan masyarakat yang dapat dibiayai oleh pemerintah daerah. 3) Menyusun bisnis plan kawasan pelabuhan perikanan yang dapat dibiayai pemda dan yang dapat dibiayai investor. 4) Menyusun bisnis plan pembangunan jaringan distribusi ikan dari kawasan pelabuhan ke pusat pasar. Strategi Pelaksanaan Program Minapolitan pada Pelabuhan Perikanan Pemula Pelabuhan-pelabuhan perikanan pelaksana program minapolitan yang masuk dalam katagori pemula telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Ciri utama dari pelabuhan perikanan pemula dalam pelaksana program minapolitan adalah : a) Unsur-unsur dari pilar minapolitan pada kawasan minapolitan mulai berkembang (masih banyak pilar minapolitan yang belum dimanfaatkan). b) Unit Pengolahan Ikan sudah ada (masih skala rumah tangga dan sulit memasarkan). 16

28 c) Hasil tangkapan nelayan sebagian besar untuk konsumsi dan hanya sedikit yang diserap oleh unit pengolah ikan. Ciri-ciri dari pelabuhan perikanan pelaksana program minapolitan yang masuk dalam katagori pemula jika dikaitkan dengan isu aktual adalah rendahnya kemampuan kawasan minapolitan untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Isu ini menjadi penting karena pelabuhan perikanan dalam katagori pemula walaupun memiliki infrastruktur yang memadai, tetapi menghadapi berbagai kendala karena harga ikan yang tidak stabil serta daya serap UPI terbatas. Hal ini menyebabkan pelabuhan perikanan tersebut sulit mencapai target yang ditetapkan. Kekuatan dari pelabuhan perikanan yang termasuk dalam katagori pemula dalam pelaksanaan program minapolitan adalah: memiliki infrastruktur yang memadai, pelabuhan perikanan memiliki sarana pendukung yang memadai. Kekuatan ini diperoleh karena dibangun berbagai sarana dan pra sarana oleh pemerintah pusat. Sementara itu kelemahan dari pelabuhan perikanan dalam katagori pemula adalah harga ikan di pasaran lokal yang tidak stabil, manajemen pengelolaan pelabuhan perikanan yang tidak seragam. Kekuatan tersebut menggambarkan kelebihan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori pemula walaupun menghadapi keterbatasan. Sementara itu kelemahan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori pemula menunjukkan berbagai aspek yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kinerja pelabuhan perikanan tersebut. Peluang dari pelabuhan perikanan yang masuk katagori pemula adalah mendapat dukungan pemda dalam mengembangkan pelabuhan, hal ini disebabkan karena pelabuhan perikanan menghasilkan ikan ekspor yang harganya tinggi pada pasar ekspor. Ancaman yang dihadapi oleh pelabuhan ini adalah banyaknya kegiatan IUU fishing pada daerah penangkapan ikan, sehingga mengancam suplai ikan ke pelabuhan perikanan. 17

29 Penetapan faktor kunci keberhasilan didasarkan pada total nilai bobot (TNB) terbesar, jika nilai TNB sama maka dipilih berdasarkan nilai bobot faktor (BF) terbesar, jika nilai BF sama pilih nilai bobot dukungan (NBD) terbesar, jika nilai NBD sama pilih nilai bobot keterkaitan (NBK) terbesar dan jika NBK sama maka pilih berdasarkan pengalaman. Faktor kunci keberhasilan dari masing-masing faktor internal adalah: pelabuhan perikanan memiliki infrastruktur yang memadai, serta Pelabuhan perikanan memiliki sarana pendukung yang memadai. Sedangkan dari faktor eksternal adalah terdapat dukungan dari Pemda untuk mengembangkan pelabuhan perikanan dan tingginya harga ikan di pasar ekspor. Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh total nilai bobot kekuatan (S) = 2,88 dan kelemahan (W) = 3,08, sehingga diperoleh nilai ordinat pada kelemahan (W) sebesar 0,21. Sedangkan total nilai bobot peluang (O) = 2,21 dan ancaman (T) = 3,20 sehingga diperoleh nilai ordinat pada ancaman (T) sebesar 0,99. Dengan demikian posisi pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori pemula berada pada kuadran ke III. Gambar tersebut menunjukkan strategi yang harus dilaksanakan oleh pelabuhan perkanan dalam pelaksanaan program minapolitan yang masuk dalam katagori pemula adalah strategi WT. Hal ini berarti untuk melaksanakan program minapolitan pelabuhan perikanan harus memperbaiki manajemen pengelolaan pelabuhan perikanan dan mengoptimalkan pengunaan alat tangap ikan yang bervariasi. Langkah langkah strategis yang harus dilakukan oleh pelabuhan perikanan katagori pemula adalah : 1) Pengelola pelabuhan perikanan harus membuat kebijakan tentang tata tertib kegiatan di kawasan pelabuhan perikanan. Tata tertib ini diperlukan untuk mencegah praktek premanisme di kawasan pelabuhan. 18

30 2) Menyusun tata cara tambat labuh dan bongkar ikan di dermaga pelabuhan perikanan, sehingga akan menjamin keamanan bongkar ikan. 3) Memperkenalkan alat tangkap yang efisien, efektif dan ramah lingkungan, sehingga mampu mengurangi alat tangkap yang tidak efektif dan efisien. 4) Menerapkan prosedur administrasi keberangkatan kapal penangkap ikan dengan memfungsikan syahbandar perikanan di pelabuhan perikanan, sehingga praktek-praktek penagkapan ikan ilegal dan pengendalian dapat dilakukan. Strategi Pelaksanaan Program Minapolitan pada Pelabuhan Perikanan Perintis Ciri utama dari pelabuhan perikanan perintis dalam pelaksana program minapolitan adalah : a) Unsur-unsur dari pilar minapolitan pada kawasan minapolitan belum berkembang (infrastrukturnya belum lengkap, kelembagaan yang mendorong perekonomian nelayan belum berkembang, teknologi masih tradisionil, kebijakan pada pelabuhan ini hanya untuk kawasan pelabuhan yang sifatnya spesifik retribusi dan sebagainya). b) Unit Pengolahan Ikan belum ada. c) Hasil tangkapan nelayan dipasarkan hanya untuk konsumsi rumah tangga. Jika dikaitkan antara isu aktual dengan ciri dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori perintis maka ciri yang paling penting adalah rendahnya dampak dari kawasan minapolitan terhadap pertumbuhan ekonomi. Isu ini menjadi penting bagi pelabuhan perikanan pelaksana program minapolitan dalam katagori perintis, karena berbagai sebab : 19

31 a) Pelabuhan perikanan tersebut tidak memperoleh alokasi dana yang memadai untuk membangun dan merawat infrastruktur yang ada. b) Jumlah dan kemampuan sumberdaya manusia yang tersedia untuk mengelola infrastruktur dan berbagai fasilitas yang ada sangat terbatas. c) Pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori perintis umumnya memanfaatkan tempat pendaratan ikan yang dibangun masyarakat setempat. d) Konsumsi ikan tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal secara signifikan karena tidak ada industri pengolahan ikan. Motivasi pemerintah daerah terhadap pelabuhan perikanan ini adalah untuk mendapat pendapatan asli daerah dari berbagai aktivitas penjualan ikan di kawasan ini. Program minapolitan pada pelabuhan perikanan tersebut sudah didengar namun respon terhadap kebijakan tersebut belum ada. Perencanaan pembangunan sulit dilakukan karena dampak dari pelabuhan perikanan ini terhadap perekonomian setempat sangat terbatas. Kekuatan dari pelabuhan perikanan yang termasuk dalam katagori perintis dalam pelaksanaan program minapolitan adalah: tersedianya armada penangkapan ikan pada berbagai wilayah, dan infrastruktur yang ada cukup memadai. Fasilitas pelabuhan perikanan tersebut umumnya dibangun oleh pemerintah daerah dan fasilitas tersebut dibangun tidak didukung oleh master plan dari kawasan pelabuhan. Sementara itu kelemahan dari pelabuhan perikanan dalam katagori perintis adalah harga ikan di pasaran lokal yang tidak stabil, manajemen pengelolaan pelabuhan perikanan yang tidak seragam. Kelemahan ini disebabkan karena pengelola pelabuhan hanya melihat kepentingan pelabuhan sesaat dan belum ada perencanan jangka panjang. Kekuatan tersebut menggambarkan kelebihan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori perintis walaupun dalam keterbatasan. Sementara itu kelemahan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori perintis 20

32 menunjukkan berbagai aspek yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kinerja pelabuhan perikanan tersebut. Penetapan faktor kunci keberhasilan didasarkan pada total nilai bobot (TNB) terbesar, jika nilai TNB sama maka dipilih berdasarkan nilai bobot faktor (BF) terbesar, jika nilai BF sama pilih nilai bobot dukungan (NBD) terbesar, jika nilai NBD sama pilih nilai bobot keterkaitan (NBK) terbesar dan jika NBK sama maka pilih berdasarkan pengalaman. Faktor kunci keberhasilan dari masing-masing faktor internal adalah: pelabuhan perikanan memiliki infrastruktur yang memadai, serta Pelabuhan perikanan memiliki sarana pendukung yang memadai. Sedangkan dari faktor eksternal adalah terdapat dukungan dari Pemda untuk mengembangkan pelabuhan perikanan dan tingginya harga ikan di pasar ekspor. Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh total nilai bobot kekuatan (S) = 2,27 dan kelemahan (W) = 3,09, sehingga diperoleh nilai ordinat pada kelemahan (W) sebesar 0,82. Sedangkan total nilai bobot peluang (O) = 2,32 dan ancaman (T) = 3,01 sehingga diperoleh nilai ordinat pada ancaman (T) sebesar 0,70. Dengan demikian posisi pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori pemula berada pada kuadran ke III. Gambar tersebut menunjukkan strategi yang harus dilaksanakan oleh pelabuhan perkanan dalam pelaksanaan program minapolitan yang masuk dalam katagori perintis adalah strategi WT. Hal ini berarti untuk melaksanakan program minapolitan pelabuhan perikanan harus memperbaiki sistem pasokan dan distribusi ikan dan mengoptimalkan pengunaan alat tangkap ikan yang bervariasi. Langkah strategis yang harus dilakukan oleh pelabuhan perikanan yang masuk katagori perintis adalah : 1) Menyusun master plan yang mendukung pasokan ikan dan distribusi hasil tangkapan. Master plan tersebut mencakup: ukuran dan jumlah 21

33 kapal penangkapan ikan yang beroperasi, konstruksi dan panjang dermaga, tempat pengepakan ikan, pabrik es dan sarana pendukungnya, armada transportasi yang berpendingin (cool box dan truk berpendingin). 2) Menyusun road map rencana sumber pembiayaan untuk membiayai master plan pelabuhan perikanan tersebut. 3) Menetapkan pengelola (termasuk hak dan kewajiban) terhadap aset yang telah dibangun pada pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori perintis. 4) Menetapkan dan menerapkan tata tertib pemanfaatan aset di dalam pelabuhan perikanan secara bertahap. Hal ini disebabkan karena pelabuhan perikanan ini memanfaatkan tempat pendaratan ikan masyarakat. 22

34 PROFIL LOKASI PRIORITAS Prakiraan dampak program minapolitan untuk memperkirakan efek dari program minapolitan pada pelabuhan perikanan. Dampak dari program minapolitan pada pelabuhan perikanan saat ini masih sulit diprediksi secara tepat, karena program minapolitan pada pelabuhan perikanan sedang dalam masa persiapan implementasi pelaksanaan program. Namun kondisi awal tentang berbagai aspek yang terdapat pada pelabuhan perikanan menjadi ukuran penting pada setiap lokasi. Pada bagian ini akan dikemukakan data dan informasi tentang kondisi dari sembilan pelabuhan perikanan yang menjadi prioritas pelaksanaan program minapolitan pada tahun Lokasi itu mencakup: PPS Belawan, PPP Muncar, PPN Ambon, PPP Tamperan, PPS Cilacap, PPN Pelabuhan Ratu, PPN Sungai Liat, PPS Bitung dan PPN Ternate PPS Belawan-Kota Medan Karakteristik Sosial Ekonomi Pendapatan dan pengeluaran responden Berdasarkan analisis data secara deskriptif, responden di Kelurahan Nelayan Indah, Kota Medan memiliki usia yang berkisar antara 24 hingga 58 tahun dengan rata-rata usia 40 tahun. Menurut Kamaludin (1994) bahwa umur digolongkan dalam 3 kategori yakni golongan 1, usia tidak produktif (<25 dan > 65 tahun), 2. usia produktif (> 45 sampai 65 tahun) dan 3 usia sangat produktif (25 sampai 45 tahun) sehingga rata-rata usia responden di Kelurahan Nelayan Indah merupakan usia yang sangat produktif. Responden yang berpendidikan tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) lebih banyak bila dibandingkan yang lainnya. Usia yang sangat produktif dan bekal pendidikan merupakan modal bagi responden selain 23

35 memahami program minapolitan yang ada dapat juga memberikan masukan yang sifatnya membangun demi kelancaran program minapolitan tersebut. Kegiatan penangkapan ikan di PPSB dilakukan sepanjang tahun, namun pengaruh musim: musim puncak, musim sedang dan musim paceklik sangat dominan. Musim penangkapan turut mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha perikanan, baik nelayan, pedagang maupun pengolah ikan. Puncak penangkapan ikan di PPSB pada tahun 2010 dimulai bulan Juni-Agustus, selanjutnya mengalami paceklik pada bulan September- Januari dan kembali normal dari bulan Februari-Mei. Cuaca yang tidak menentu merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab tidak bisa melaut. Rata-rata pendapatan nelayan dan pedagang memiliki perbedaan yang cukup signifikan antara musim puncak, sedang dan paceklik sedangkan pengolah tidak memiliki perbedaan di musim manapun. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan bersih yang diperoleh dari usaha perikanan baik sebagai nelayan, pedagang ikan maupun pengolah ikan serta pendapatan lainnya diluar perikanan. Pendapatan nelayan per bulan pada musim puncak sekitar Rp ,- untuk pemilik kapal dan Rp ,- untuk nahkoda. Jumlah pendapatan nelayan mengalami penurunan pada musim sedang dan paceklik, hal ini dikarenakan jumlah trip melaut semakin sedikit demikian halnya dengan hasil tangkapan yang diperoleh. Hal yang sama juga terjadi untuk responden dengan mata pencaharian sebagai pedagang sedangkan pengolah ikan cenderung tetap. Di PPS Belawan perbedaan pendapatan nelayan antar musim dapat dikatakan tidak signifikan, namun lain halnya dengan pedagang. Hal yang sama ditunjukkan juga pada pengolah. Pada sisi lain antar pelaku usaha perbedaan pendapatan tersebut sangat bersar. 24

36 Pengeluaran rumah tangga yang dimaksud meliputi pengeluaran untuk konsumsi (pangan dan non pangan) dan non konsumsi (pendidikan, rekreasi dan lain-lain). Ketersediaan Tenaga Kerja Berdasarkan jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk dalam beberapa tahun terakhir yang ada di Kota Medan dapat diketahui pertumbuhan penduduknya. Pertumbuhan penduduk laki-laki sekitar 0,86 % dan perempuan sebesar 0,87 % sedangkan untuk pertumbuhan penduduk total sekitar 0,86%. Penduduk di Kota Medan yang berada di kategori sangat produktif lebih banyak pria bila dibandingkan wanita begitu pula di usia produktif sedangkan yang tidak produktif lebih banyak perempuan. Secara keseluruhan penduduk yang berada di usia sangat produktif sekitar 49,91%, produktif sebesar 11,18% dan sisanya sebesar 38,92 merupakan usia tidak produktif. Besarnya persentase usia sangat produktif menunjukkan bahwa masih tingginya tingkat usia kerja di Kota Medan yang berpengaruh terhadap tingkat penyerapan kerja di wilayah tersebut. Kondisi ini sangat potensial untuk pengembangan investasi di kawasan Minapolitan Kota Medan karena tingginya rasio tenaga kerja lokal yang tersedia, ini akan sangat memudahkan untuk berjalannya sebuah investasi. Rata-rata kapal yang ada di sekitar PPSB pada tahun 2010 memiliki tonase sebesar 40 GT dengan jumlah 556 armada dengan jenis alat tangkap sebagai berikut : jaring angkut (4 unit), Gillnet (63 unit), Pukat Cincin (3 unit), Pukat Ikan (133 unit), Purse Seine (226 unit) dan Seine Net/Lampara Dasar (127 unit). Perkembangan jumlah alat tangkap di wilayah PPSB dari tahun 2002 hingga 2010 sebagai berikut : Purse Seine (3%), Pukat Ikan (6,5%), Gillnet (10,9%), Pancing (-6,6%) dan Seine Net/Lampara Dasar (7,3%). Jumlah nelayan yang ada di PPSB pada tahun 2010 berjumlah sekitar

37 orang dimana terdapat nelayan pukat ikan sebanyak orang, nelayan lampara dasar orang, pukat cincin orang, gillnet 378 orang dan pancing sebanyak 15 orang. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, jumlah nelayan keseluruhan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 4 % per tahun dari di tahun 2005 naik menjadi orang di tahun Menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan tahun 2010, jumlah nelayan menurut waktu kerja dibagi menjadi tiga yakni nelayan penuh ( orang), nelayan sambilan utama (2.457 orang) dan nelayan sambilan tambahan (265 orang). Dengan adanya program minapolitan ini, diperkirakan dapat memberikan dampak positif bagi nelayan kecil untuk dapat memiliki asset usaha sendiri (perahu maupun alat tangkap). Ketersediaan Sumber daya Wilayah penangkapan kapal-kapal yang mendaratkan ikannya di PPS Belawan adalah Selat Malaka dimana Selat Malaka termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 571. Pada WPP ini beberapa jenis ikan seperti udang, kurau dan manyung telah over eksploitasi sedangkan ikan cakalang masih termasuk dalam kategori moderate sehingga jumlahnya masih cukup banyak. Potensi perikanan di Kota Medan untuk perikanan laut sebesar ton dengan nilai produksi pada tahun 2009 sebesar ton. Sumber daya perikanan khususnya di wilayah pantai timur sudah menunjukkan adanya over-fishing, peluang pengembangan yang masih memungkinkan dilakukan yaitu di wilayah perairan timur. Upaya yang dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan semakin menurunnya sumber daya perikanan di wilayah Selat Malaka adalah dengan tidak mengeluarkan izin penangkapan yang baru, tetapi yang perlu dilakukan adalah hanya berupa perpanjangan izin penangkapan saja. Ketersediaan sumber daya sangat penting karena dalam pengembangan Minapolitan dibutuhkan 26

38 kecukupan sumber daya perikanan jika PPS Belawan kurang akan sumber dayanya perikanan maka pengembangan Minapolitan ini menjadi sangat sulit terwujud. Potensi Pasar PPSB menjadi zona inti minapolitan dengan alasan sebagai berikut: 1). Letaknya di antara perairan Pantai Timur Sumatera (Selat Malaka), Laut Cina Selatan dan perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dengan potensi sumber daya ikan yang relatif cukup besar; 2). Sebagai pintu masuk kegiatan ekonomi beberapa negara di Asia (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong); 3). Merupakan pusat kegiatan perikanan diantaranya pendaratan dan pemasaran ikan dan pengolahan hasil tangkapan masyarakat perikanan khususnya nelayan di Sumatera Utara; 4). Termasuk wilayah pengembangan outer ring fishing port. Dari sisi pemasaran ikan di PPSB masih didominasi untuk konsumsi lokal dan antar pulau (sekitar 60%) yakni ke Aceh dan Sumatera Utara (Kabanjahe, Sidikalang dan Pematang Siantar), tujuan ekspor (30%) ke Eropa, Thailand, China dan Malaysia dan untuk olahan (10%). Menurut data dari PPSB, perusahaan-perusahaan yang banyak mengekspor ikan olahan diantaranya adalah PT. SAS, PT. Laut United, PT. Toba Surimi, PT. Growth Pacific, PT. Medan Canning Tropical Industries dan PT. Red Ribbon. Pada tahun 2010 sebagian besar ekspor ditujukan ke negara-negara Italia, Thailand, Spanyol, Inggris dan Prancis. Ikan olahan yang dihasilkan antara lain tepung ikan dan ikan asin. Namun sebelum adanya pelarangan impor ikan (berdasarkan Permen No.17 tahun 2011), PPSB juga melakukan impor ikan untuk jenis-jenis ikan tertentu seperti tongkol, mackerel, selayar dan kembung. Negara pengimpor meliputi Malaysia, Cina, Thailand, India dan Pakistan. Harga ikan impor ini memang lebih murah dibandingkan dengan ikan dari kapal nelayan, namun dengan 27

39 kualitas yang lebih rendah dibandingkan ikan dari hasil tangkapan nelayan. Harga-harga ikan (Impor) tahun 2010 sebagai berikut : 1) Malaysia : kembung (RM 2,7/kg), sardine (RM 2,7/kg), kembung (USD 0,8/kg), selayang (USD 0,8/kg), tongkol (USD 0,8/kg) 2) China : Frozen bonito (USD 0,78/kg), frozen tilapia (USD 0,92/kg), mackerel (USD 0,8/kg) 3) Thailand : Mackerel (USD 0,8/kg), selar (USD 0,8/kg) Adanya program minapolitan di Kota Medan diharapkan dapat memberikan dampak pada perluasan pasar yang ada. Informasi pasar menjadi lebih mudah dan terbuka, sehingga nelayan, pedagang maupun pengolah dapat dengan mudah mengakses informasi tersebut. Dengan adanya informasi pasar diharapkan posisi tawar pelaku usaha perikanan menjadi lebih kuat. Prakiraan Dampak Dampak yang mungkin timbul dengan adanya program minapolitan terbagi menjadi dua yakni dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek merupakan dampak yang muncul dengan segera setelah program minapolitan itu dilaksanakan, hal ini sangat terkait dengan kegiatan yang dilakukan oleh masin-masing pelabuhan pada tahun ini. Sedangkan dampak jangka panjang terlihat pada infrastruktur, produksi dan industri pengolahan. 28

40 3.2. PPP Muncar-Kabupaten Banyuwangi Karakteristik Sosial Ekonomi Pendapatan dan pengeluaran responden Hasil analisis secara deskriptif menunjukkan bahwa usia responden di Muncar mempunyai umur antara tahun dengan rata-rata 43 tahun. Berdasarkan definisi dari Kamaludin (1994), rata-rata usia responden di Muncar termasuk ke dalam usia sangat produktif. Bila dilihat dari tingkat pendidikannya, responden yang tamat Sekolah Dasar (SD) lebih dominan bila dibandingkan dengan yang lain. Usia yang sangat produktivitas dan bekal pendidikan yang cukup dapat menjadi modal bagi responden untuk dapat memahami program minapolitan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pelaku usaha perikanan. Usaha penangkapan ikan yang dilakukan di sekitar PPP Muncar dilakukan sepanjang tahun dan seperti di daerah lainnya terdapat juga musim penangkapan yang berpengaruh kepada pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha perikanan, baik itu nelayan, pedagang maupun pengolah ikan. Musim puncak penangkapan ikan di PPP Muncar pada tahun 2010 dimulai dari bulan Januari-Mei kemudian musim sedang pada bulan Juni hingga Agustus dan mengalami musim paceklik pada saat bulan September hinga Desember. Keadaan cuaca yang tidak menentu menjadi faktor penyebab nelayan tidak melaut sehingga sangat berpengaruh terhadap pendapatannya. Rata-rata pendapatan nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan memiliki perbedaan yang cukup signifikan baik itu musim puncak, sedang maupun paceklik. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan bersih yang diperoleh dari usaha perikanan baik sebagai nelayan, pedagang ikan maupun pengolah ikan serta pendapatan lainnya diluar perikanan. Pendapatan nelayan per bulan pada musim puncak sekitar Rp ,- untuk pemilik kapal, Rp ,- untuk nahkoda dan Rp ,- untuk ABK. Jumlah pendapatan nelayan mengalami penurunan pada saat musim 29

41 sedang dan paceklik disebabkan jumlah trip melaut semakin sedikit demikian halnya dengan hasil tangkapan yang diperoleh. Hal yang sama juga terjadi untuk responden dengan mata pencaharian sebagai pedagang dan pengolah ikan. Pengeluaran rumah tangga yang dimaksud meliputi pengeluaran untuk konsumsi (pangan dan non pangan) dan non konsumsi (pendidikan, rekreasi dan lain-lain). Ketersediaan Tenaga Kerja Kontribusi subsektor perikanan bagi sektor pertanian di Kab. Banyuwangi adalah rata-rata sebesar 12,06% dari tahun dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 0,72% sedangkan kontribusi subsektor perikanan bagi PDB Non Migas rata-rata sebesar 5,98% dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 0,3% pertahun. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan turut memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian di Banyuwangi. Untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian tersebut dibutuhkan tenaga kerja yang mencukupi di subsektor perikanan. Jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009 sekitar orang, orang di antaranya berstatus sedang bekerja dan sebanyak orang sedang menganggur serta sebanyak orang mempunyai kegiatan sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya, selebihnya sebanyak orang tergolong penduduk usia non produktif. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,05 persen atau turun 1,57 persen dibanding dengan TPT tahun 2008 yang sebesar 5,62 persen. Dari jumlah penganggur yang ada apabila dibedakan menurut pendidikan, diperoleh penganggur terbanyak berpendidikan SMK yang diikuti oleh mereka yang berpendidikan SMU, setingkat SMP, D-I/II/III, D-IV/S-1 serta S- 2, dan setingkat SD. Sektor Pertanian masih merupakan sektor ekonomi 30

42 yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Banyuwangi, jumlahnya mencapai orang atau 47,36 persen. Menurut Indeks Pembangunan Manusia (IPM),yang digunakan sebagai alat ukur kinerja pembangunan manusia, IPM di Kabuputaen Banyuwangi Tahun 2009 mencapai 68,24 atau naik 0,44 dibanding dengan tahun 2008 yang sebesar 67,80. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya Indeks Pendidikan sebesar 0,43 atau dari 72,48 di tahun 2008 menjadi 72,91 di tahun 2009, Indeks Kesehatan naik 0,08 atau dari 69,64 di tahun 2008 menjadi 69,72 di tahun 2009 dan Indeks Daya Beli naik sebesar 0,82 atau dari 61,37 di tahun 2008 menjadi 62,09 di tahun Jumlah nelayan yang terdapat di Muncar sebanyak orang dan jumlah kapal sebanyak unit. Tenaga kerja yang terserap di sektor perikanan sebanyak orang. Mereka bekerja antara sebagai buruh nelayan dan buruh pabrik pengolahan ikan. Jenis alat tangkap yang digunakan meliputi purse seine, payang, gillnet, pancing tonda, prawe hanyut, pancing ulur, bagan tancap, sero serta alat tangkap lainnya. Alat tangkap pancing ulur lebih banyak digunakan di Muncar dan lebih didominasi oleh nelayan tradisional sehingga dengan adanya program minapolitan ini, diperkirakan dapat memberikan dampak positif bagi nelayan kecil untuk dapat memiliki asset usaha sendiri (perahu maupun alat tangkap). Ketersediaan Sumber daya PPP Muncar termasuk dalam WPP 573 yang berada di perairan Samudera Hindia Selatan Jawa. Sumber daya ikan yang hidup di WPP ini, seperti udang, beberapa jenis ikan demersal, lemuru, tuna mata besar, dan tuna sirip biru dalam kondisi telah lebih tangkap. Ikan lemuru merupakan salah satu unggulan dari wilayah Muncar. Namun pada tahun 2010 terjadi penurunan produksi ikan lemuru yang sangat drastis dimana pada saat 31

43 bulan Maret 2010 jumlahnya tangkapan mencapai ton namun pada saat bulan Juni 2010 hanya mencapai 30 ton saja. Hal ini turut berpengaruh terhadap pendapatan nelayan di kawasan Muncar. Potensi Pasar Produk ikan yang dihasilkan di sekitar kawasan pelabuhan PPP Muncar adalah ikan segar dimana ikan tersebut ditujukan untuk industri pengolahan seperti pabrik dan pengolahan skala rumah tangga (75%) dan sisanya untuk ikan konsumsi (25%). Hasil tangkap ikan di Muncar didukung sekitar 90-an unit pabrik pengolahan dan pengalengan ikan yang berdiri sejak tahun 1970-an. Hasil dari produk perikanan tersebut tidak hanya dijual di Banyuwangi dan kota-kota besar di Indonesia, tetapi juga diekspor ke mancanegara baik dalam bentuk ikan mentah maupun ikan olahan, termasuk ikan dalam kaleng dengan merek-merek terkenal yang biasanya dijumpai di supermarket. Produksi ikan olahan diekspor ke Eropa, Jepang, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Australia, Singapura, dan Kanada sebanyak ,72 kg per bulan dengan nilai uang sebesar Rp Jenis perusahaan perikanan yang terdapat di kawasan Muncar antara lain pengalengan ikan (8 unit), minyak ikan (11 unit), pengasinan ikan (53 unit), tepung ikan mekanik (34 unit), pemindangan ikan (22 unit), petis (6 unit), terasi (4 unit) dan eksportir (17 unit). Adanya program minapolitan di Kota Medan diharapkan dapat memberikan dampak pada perluasan pasar yang ada. Informasi pasar menjadi lebih mudah dan terbuka, sehingga nelayan, pedagang maupun pengolah dapat dengan mudah mengakses informasi tersebut. Dengan adanya informasi pasar diharapkan posisi tawar pelaku usaha perikanan menjadi lebih kuat. 32

44 Prakiraan Dampak Dampak jangka pendek yang mungkin timbul antara lain tersedianya sarana pendaratan ikan yang memadai, tersedianya pengelolaan limbah dari industri perikanan yang memenuhi standar, adanya batas yang jelas antara areal pemukiman, pelabuhan dan industri, tersedianya dokumen yang mendukung program minapolitan (master plan, road map, RUTRW, DED, WKOPP dan lain-lainya, tersedianya business plan dan termanfaatkannya SDI di Samudera Indonesia sedangkan dampak jangka panjang meliputi infrastruktur, produksi dan industri pengolahan. 33

45 3.3. PPN Ambon-Kota Ambon Karakteristik Sosial Ekonomi Kota Ambon mempunyai beberapa kawasan perikanan yang meliputi Teluk Ambon Dalam, Teluk Ambon Luar, Teluk Baguala, dan Perairan Pesisir Selatan. Perairan Teluk Ambon Dalam telah ditempati oleh 81 armada penangkapan ikan yang terdiri dari 51 unit kapal/perahu tanpa motor, 7 unit kapal/perahu bermesin ketinting dan 23 kapal/perahu bermesin motor tempel yang dioperasikan oleh nelayan lokal. Alat penangkapan ikan yang terdata dioperasikan di perairan ini terdiri dari 7 jenis berjumlah 96 unit yang didominasi oleh pancing tangan (hand line) 47 insang dasar (gill net) 39 unit serta yang ditempatkan stasioner (tetap). Perairan ini juga dijadikan sebagai tempat berlabuh kapal-kapal dari berbagai jenis/tipe, baik di 3 buah dermaga yang ada maupun melepas sauh (jangkar) dengan frekuensi yang belum terdata. Untuk menjaga kestabilan produksi usaha perikanan bagan dan redi dalam rangka menunjang industri perikanan huhate, maka kebijakan pengelolaan sumber daya ikan pelagis kecil di perairan Teluk Ambon Dalam, maka pengoperasian pukat cincin mini di perairan ini perlu dikaji secara mendalam. Perairan Teluk Ambon Luar dimanfaatkan dan dijadikan oleh nelayan lokal sebagai daerah penangkapan ikan bagi mereka. Sebanyak 301 alat penangkapan ikan yang beroperasi di perairan ini dengan alat tangkap pancing tangan (hand line) sebanyak 98 unit (32,56 %), pancing tonda sebanyak 64 unit (21,26 %) dan jaring insang dasar 59 unit (19,6 %) yang dominan digunakan oleh nelayan. Armada penangkapan yang beroperasi di perairan ini sebanyak 282 unit terdiri dari kapal/perahu tanpa motor sebanyak 192 unit, tempel sebanyak 54 unit dan yang bermesin ketinting sebanyak 36 unit. Di perairan ini juga ditempatkan 18 unit rumpon yang 34

46 dijadikan oleh nelayan sebagai alat bantu penangkapan dan 2 unit bagan yang ditempatkan stasioner (tetap). Beberapa jenis alat penangkapan ikan yang masih sedikit beroperasi di wilayah perairan TAL dan dapat ditingkatkan jumlahnya yakni jaring insang hanyut untuk mengusahakan sumber daya ikan pelagis kecil, jaring insang lingkar untuk sumber daya ikan pelagis dekat pantai (ikan lema), jaring insang dasar dan bubu untuk memanfaatkan sumber daya ikan karang konsumsi dan pancing tegak untuk sumber daya ikan demersal laut dalam seperti ikan bae dan silapa maupun sumber daya ikan pertengahan air seperti ikan bobara (Caranx spp.). Pada perairan Teluk Baguala terdata sebanyak 139 alat penangkapan ikan dioperasikan di sini serta 119 armada penangkapan ikan. Alat penangkapan yang dominan digunakan di perairan ini adalah jaring insang dasar (bottom gill net) yakni sebanyak 41 unit (29,5 %), diikuti oleh pancing tangan (hand line) sebanyak 26 unit (18,71 %) dan jaring insang hanyut/permukaan (surface gill net) sebanyak 18 unit (12,95 %) serta 4 unit bagan dan 16 unit rumpon yang ditempatkan stasioner (tetap). Armada penangkapan berupa kapal/perahu tanpa motor sebanyak 73 unit, motor tempel sebanyak 31 unit dan yang bermesin ketinting sebanyak 21 unit dioperasikan di perairan ini. Selain itu, perairan ini dimanfaatkan sebagai alur masuk dan keluarnya kapal-kapal motor cepat antar pulau karena di beberapa bagian pesisirnya dijadikan sebagai pelabuhan rakyat oleh masyarakat. Di Pesisir Selatan, telah beroperasi 13 jenis alat penangkapan ikan sebanyak 606 unit yang didominasi oleh pancing tangan (hand line) sebanyak 223 unit (36,8 %), diikuti oleh jaring insang hanyut/permukaan sebanyak 120 unit (19,8 %), kemudian pancing tonda 98 unit (16,17 %). Armada penangkapan ikan yang beroperasi di perairan ini berjumlah

47 unit, terdiri dari perahu tanpa motor 215 unit, motor tempel 83 unit, mesin dalam 16 unit dan bermesin ketinting sebanyak 21 unit. Baik sumber daya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demeral dan sumber daya ikan karang memiliki peluang yang besar untuk ditingkatkan produksinya. Teknologi penangkapan ikan yang disarankan untuk dikembangkan di wilayah perairan pesisir Selatan Pulau Ambon yakni pancing tonda tuna, mini rawai tuna untuk menangkap ikan-ikan pelagis besar, jaring insang hanyut untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil maupun pelagis besar, jaring lingkar untuk menangkap ikan-ikan demersal dan pelagis karang dan pancing berangkai untuk menangkap ikan demersal laut dalam (sampai pada kedalaman ± 300 meter). Armada-armada penangkapan yang mengoperasikan alat tangkap Hand Line kebanyakan multi fungsi dalam penggunaan alat tangkap, misalnya bersamaan dengan menggunakan alat tangkap Gill Net, Tramel Net dan Bottom Gill Net. Hasil pendataan jumlah produksi perikanan tahun 2010 secara keseluruhan sebesar ,7 ton dengan nilai produksi Rp ,-. Pendapatan usaha pelaku usaha perikanan cenderung dipengaruhi oleh musim ketersediaan sumber daya ikan. Pengolahan merupakan usaha yang banyak dilakukan oleh kaum perempuan untuk menambah pendapatan keluarga. Umumnya usahatersebut merupakan mata pencaharian utama. Pada Wilayah Teluk Ambon Bagian Dalam, usaha pengolahan ikan dalam skala sedang hanya terdapat di desa Galala yaitu pengolahan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) asap. Ikan cakalang asap merupakan salah satu produk olahan yang banyak disukai orang, terutama di Maluku, karena memiliki rasa spesifik keasapan dan gurih. Usaha tersebut merupakan milik sendiri. Rata-rata curahan waktu kerja yang dibutuhkan untuk satu kali kegiatan pengolahan ikan asap berkisar antara 5 6 jam. 36

48 Banyaknya aktivitas pengolahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku yang akan diolah. Frekuensi pengolahan cenderung lebih tinggi pada musim Barat dibandingkan dengan musim Timur. Hal ini disebabkan karena hasil tangkapan ikan cakalang sangat melimpah pada musim Barat dan harganya relatif murah sehingga para pengolah dapat membeli ikan cakalang dalam jumlah banyak. Para pengolah ikan cakalang asap di desa Galala biasanya membeli ikan pada kapal Skip Jack yang berada di sekitar desa mereka. Rata-rata frekuensi pengolahan ikan cakalang asap yang dilakukan oleh pengolah di desa Galala selama musim Barat sebanyak 138 kali, sedangkan pada musim Timur sebanyak 96 kali. Hasil olahan biasanya dijual sendiri ke pasar Kota Ambon, Passo atau di lokal desa. Alat pengasapan yang digunakan oleh para pengolah di Desa Galala masih tergolong sangat sederhana, sehingga dapat dikatakan tidak efektif. Hal ini disebabkan karena pengasapan secara terbuka membutuhkan bahan bakar yang cukup banyak, panas yang dihasilkan tidak terkonsentrasi, tingkat kematangan produknya tidak seragam dan waktu pengasapannya cukup lama yaitu sekitar 1,5 2 jam. Oleh karena itu,untuk meningkatkan mutu produk olahan yang dihasilkan, maka perlu adanya transfer teknologi alat pengasapan yang lebih efektif dengan menciptakan mutu produknya lebih terjamin yaitu dengan penerapan alat pengasapan tertutup. Ketersediaan tenaga kerja Jumlah penduduk Kota Ambon pada tahun 2009 mencapai jiwa yang terdiri dari jiwa penduduk tergolong sebagai penduduk usia kerja (berusia 15 tahun ke atas) dan jiwa diantaranya sebagai penduduk angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja yang sudah bekerja mencapai jiwa, sedangkan yang masih pengangguran 37

49 terbukamencapai jiwa. Menurut lapangan usaha utama jumlah penduduk di Kota Ambon terbesar bekerja di sektor jasa (34,73%), sedangkan paling sedikit bekerja di sektor listrik, gas dan air (0,69%). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk Kota Ambon sebesar 57,10% yang berarti bahwa diantara 1000 penduduk usia kerja terdapat 571 penduduk yang berpartisipasi dalam angkatan kerja. Pada sub sektor perikanan khususnya perikanan laut penyerapan tenaga kerja di Kota Ambon dalam konteks program minapolitan dapat dibagi menjadi dua wilayah yaitu zona inti di PPN Ambon dan zona pendukung yang berada di beberapa kecamatan di Kota Ambon. Penyerapan tenaga kerja di PPN Ambon secara kuantitatif cukup besar. Tenaga kerja di PPN Ambon melibatkan seluruh nelayan (ABK) kapal perikanan, penangkap maupun pengangkut ikan serta tenaga kerja berbagai perusahaan perikanan dan perorangan baik di bidang pengolahan, pengumpulan dan pemasaran, dan pelayanan jasa yang memanfaatkan lahan di pelabuhan sebagai lokasi usahanya, juga termasuk pegawai birokrat baik pegawai PPN Ambon maupun instansi terkait lainnya yang ada dalam lingkungan pelabuhan. Jumlah nelayan yang ada di Kota Ambon sebanyak 4212 orang dengan jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) sebanyak 3378 RTP, Pembudidaya 70 kelompok, untuk bidang budidaya air tawar 36 kelompok dan budidaya laut 34 kelompok serta jumlah pengolah ikan sebanyak 250 orang dan di bidang pemasaran sebagai pengumpul 56 orang, dan pengecer sebanyak 500 orang, sedangkan perusahan yang bergerak ada berjumlah 5 buah yaitu : PT. Arabicatama Fishing Industry PT. Samudara Sakti Sepakat Fa Sanu PT. Mitra Utama Maluku Permai PT. Abdi Guna Bahari 38

50 Jumlah nelayan terbanyak terdapat pada Kecamatan Nusaniwe meliputi Desa Latuhalat, Urimessing (termasuk Dusun Seri, Siwang, Mahia dan Kusu-Kusu Sereh), Seilale, Nusaniwe (meliputi Dusun Eri dan Airlouw) dan Kelurahan Waihaong.Kecamatan Teluk Ambon Baguala meliputi Desa Passo, Waiheru, Nania, Negeri Lama, Kelurahan Lateri dan Desa Latta.Kecamatan Teluk Ambon meliputi Desa Rumah Tiga, Desa Hatiwe Besar, Laha dan Desa Tawiri.Kecamatan Leitimur Selatan meliputi Desa Hutumuri, Naku, Leahari, Kilang, Rutong dan Hukurila. Untuk Kecamatan Sirimau Desa Batu Merah, Hatiwe Kecil, Galala dan Kelurahan Pandan Kasturi. Kegiatan nelayan pada umumnya dalam penangkapan ikan, sedangkan pada Teluk Ambon Baguala mulai terlihat adanya usaha budidaya laut menggunakan Keramba Jaring Apung untuk pembesaran dan pemeliharaan ikan.kegiatan nelayan di Kecamatan Teluk Ambon Baguala, dihadapkan oleh masalah pencemaran perairan seperti sedimentasi, ceceran minyak, limbah domestic baik yang bersifat cair maupun padat dan berpotensi adanya limbah logam berat karena kegiatan transportasi. Salah satu upaya pengelolaan secara kolaboratif sedang dikembangkan adalah untuk pengelolaan ekosistem mangrove dengan pendekatan sasi akan bermanfaat mengurangi pengaruh negative bagi kegiatan budidaya laut itu. Sektor industri di Kota Ambon, umumnya merupakan industri kecil dan rumah tangga dengan banyaknya tenaga kerja rata-rata di bawah 20 orang. Perusahaan/industri yang tercatat pada Dinas Perindustrian Kota Ambon selama tahun 2008 sebanyak unit dengan tenaga kerja orang atau mengalami peningkatan sebanyak 1,78 % untuk perusahaan/industri dan 2,29 % untuk tenaga kerjanya. Dari jumlah tersebut, industri perikanan hanya berjumlah 12 unit atau sekitar 1% saja dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 111 orang atau sekitar 2,24 %. Program minapolitan diharapkan mampu mendukung berkembangnya sistem dan usaha minabisnis maka di Kawasan Minapolitan, 39

51 yang diantaranya melalui dibangunnya usaha perikanan tangkap dan budidaya saja dan usaha minabisnis hulu melalui pengadaan sarana perikanan dan jasa penunjangnya. Proses ini diarahkan untuk meningkatkan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan usaha pelaku usaha perikanan dan pada akhirnya mampu mengurangi kesenjangan kesejahteraan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif, serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Ambon. Ketersediaan sumber daya Berdasarkan data profil sumber daya kelautan dan perikanan Kota Ambon, sektor perikanan dan kelautan kota Ambon memiliki potensi sumber daya yang cukup tersedia untuk dikembangkan dan diandalkan sebagai sumber penerimaan daerah sekaligus untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan. Pengelolaan potensi sumber daya kelautan tersebut, selain dikelola oleh masyarakat pesisir dikelola oleh pihak swasta maupun pemerintah ditandai dengan adanya beberapa perusahan besar yang berpangkalan di Kota Ambon, baik yang dimiliki oleh pihak swasta maupun pemerintah dimana wilayah tangkapan meliputi perairan Maluku dan Irian Jaya. Proses pengelolaan pesisir dan laut terimplikasi pada adanya peningkatan produksi serta memberi akses pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian menunjukan bahwa sektor perikanan kelautan memiliki potensi cukup besar. Hasil kajian tersebut ada kecenderungan bahwa telah terjadi penurunan hasil tangkapan di Laut Banda terutama ikan pelagis kecil, ikan demersal dan cumi. Wilayah perairan pesisir Kota Ambon memiliki 3 ekosistem penting daerah tropis yaitu terumbu karang yang dominan, diikuti hutan mangrove dan padang lamun sebagai habitat penting, disamping habitat pantai dengan 40

52 substrat lunak pada wilayah perairan teluk, serta pantai berbatu pada wilayah perairan oceanis. Menurut jenisnya, Sumber daya Hayati Perairan tersebut dapat dibagi atas dua kelompok besar yaitu : 1). Kelompok jenis ikan (Fishes), perairan pulau Ambon mengandung jenis ikan pelagis besar, kecil dan demersal serta ikan hias. 2). Kelompok jenis bukan ikan (non fishes) seperti : Udang, Rumput laut, Lola, Batu laga, Teripang dan lain-lain. Adapun secara ekologis jenis-jenis ikan terbagi atas tiga kelompok yaitu jenis ikan karang, demersal dan pelagis. Penyebaran jenis ikan karang ini tidak merata di seluruh perairan pulau Ambon dengan konsentrasi terbanyak di perairan teluk Ambon bagian luar dan sebelah selatan pulau Ambon. Jenis ikan karang merupakan penghuni dasar perairan sesuai kondisi perairan, jenis-jenis ini terdapat di seluruh perairan pulau Ambon. Jenis ikan pelagis menyebar merata diseluruh perairan pulau Ambon yang merupakan jenis ikan ekonomis penting, yang banyak terkonsentrasi diperairan selatan pulau Ambon dan Teluk Ambon bagian luar. Jenis jenis organisme bukan ikan (non fishes) pada umumnya merupakan penghuni perairan yang mempunyai sifat oceanografi dan topografi tersendiri, sehingga jenis jenis tersebut secara dominan terdapat pada lokasi lokasi antara lain sebelah Selatan pulau Ambon(udang/Lobster dan rumput laut, dll). Pada dasarnya, potensi sumber daya ikan di Kota Ambon masih dapat ditingkatkan mengingat tingkat pemanfaatan sumber daya ikan saat ini masih di bawah tingkat pemanfaatan lestari. Program minapolitan diharapkan mampu mengakselerasi pemanfaaan sumber daya ikan tentunya dengan memperhatikan kelestarian sumber daya ikan itu sendiri. Peningkatan pemanfaatan sumber daya ikan diharapkan meningkatkan 41

53 produksi ikan dan selanjutnya dapat meningkatkan pendapatan nelayan pada khususnya dan masyarakat Kota Ambon pada umumnya. Potensi pasar Pada tahun 2010, kegiatan distribusi dan pemasaran hasil perikanan oleh industri perikanan yang ada di PPN Ambon terdiri dari 3 (tiga) tujuan pemasaran yaitu lokal, regional dan ekspor. Pemasaran lokalhanya mencakup Pulau Ambon, sedangkan untuk pemasaran antar pulau/daerah tujuannya meliputi Kendari, Makasar, Surabaya dan Jakarta. Selain itu Daerah Pemasaran Antar Pulau khususnya untuk ikan segar sangat tergantung pada beberapa wilayah terdekat seperti, Buru, Buru Selatan, Seram Barat, dan Maluku Tengah. Untuk ikan olahan, keterkaitan terbangun dengan Seram Bagian Timur, Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya. Ambon sebagai basis produksi ikan segar seperti tuna dan cakalang, memiliki keterkaitan yang kuat dengan wilayah lain di Indonesia seperti Bitung, Surabaya dan Jakarta. Selain pasar lokal dan antar pulau juga terdapat pasar ekspor yang meliputi 2 (dua) kelompok komoditi. Komoditi Udang beku dipasarkan dengan negara tujuan Jepang, Hongkong dan Cina, sedangkan untuk komoditi ikan beku campuran dipasarkan dengan negara tujuan Thailand, Vietnam dan Korea Selatan. Sistem transportasi dalam pemasaran ikan ke luar kota dapat menggunakan pesawat terbang dan kapal laut, sedangkan untuk pemasaran dalam kota menggunakan mobil yang berpendingin. Ketersediaan potensi sumber daya ikan yang banyak didaratkan di Kota Ambon memberikan peluang dalam pengembangan usaha pengolahan dengan memperhatikan segmentasi komoditas dan produk hasil olahan ikan yang dihasilkan maupun skala usaha yang dilaksanakan.tumbuhnya kreatifitas usaha produk perikanan baik oleh skala usaha kecil, menengah 42

54 atau besar diharapkan dapat meningkatkan pendapatan usaha pelaku usaha perikanan yang pada akhirnya dapat menjadi penggerak ekonomi bagi sektor yang lainnya. 43

55 3.4. PPP Tamperan Kabupaten Pacitan Karakteristik Sosial Ekonomi Kelompok nelayan di PPP Tamperan secara umum terdiri dari nelayan purse seine, sekoci dan jukung. Nelayan purse seine yang mendaratkan ikan di PPP Tamperan Pacitan adalah menggunakan kapal dengan ukuran antara GT. Pada tahun 2010 terdapat 30 kapal purse seine yang terdaftar di PPP Tamperan. Operasional hanya menggunakan 1 kapal dengan awak kapal umunya berasal dari Pekalongan sedangkan pemilik kapal adalah orang Pacitan.Dalam satu kapal terdiri dari 30 orang awak kapal. Dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan, nelayan menggunakan alat bantu berupa rumpon untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul disekitar rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap, pemasangan rumpon dilakukan di laut baik di laut dangkal maupun laut dalam. Fishing ground berjarak mil di sekitar rumpon yang telah ditanam. Setiap kapal biasanya mempunyai 3-4 rumpon.biaya pemasangan rumpon berkisar 40 juta rupiah.biaya operasional untuk trip pertama mencapai juta sedangkan untuk trip berikutnya berkisar juta per trip dengan lama satu trip berkisar 5-7 hari. Aktivitas pendaratan ikan biasanya dilakukan pada pagi hari atau sore menjelang malam hari. Biaya operasional dalam pendaratan ikan diantaranya digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan dari kapal purse seine induk menggunakan kapal berukuran 3-5 GT sehingga dapat diangkut ke daratan. Sampai di darat ikan di timbang dengan bantuan jasa buruh angkut yang diberi upah Rp per 100 kg. Dalam rangka menjaga jumlah hasil tangkapan agar tidak berkurang karena diambil orang yang berlalu lalang di PPP Tamperan terdapat semacam PAM swakarsa dimana setiap kapal purse seine yang berlabuh di PPP Tamperan dikenai biaya Rp PAM swakarsa tersebut merupakan kesepakatan beberapa pemilik kapal sehingga jumlah ikan yang didaratkan dapat optimal. 44

56 Selain nelayan purse seine, di PPP Tamperan juga terdapat kapal sekoci yang merupakan nelayan andon.jumlah kapal sekoci yang mendaratkan ikan di PPP Tamperan pada tahun 2010 berkisar 30 kapal. Ukuran kapal berkisar 5-10 GT, umumnya berasal dari Sulawesi Selatan khususnya Sinjai. Awak kapal biasanya berjumlah 5 orang dalam satu kapal. Fishing ground berjarak sekitar mil di daerah rumpon. Satu trip membutuhkan waktu sekitar tujuh hari. Biasa beroperasi pada akhir Bulan Maret sampai dengan Januari. Sedangkan pada Bulan Februari sampai dengan akhir Maret nelayan sekoci kembali ke Sulawesi Selatan dengan membawa serta kapalnya. Dominasi nelayan yang mendaratkan ikan di PPP Tamperan pada dasarnya adalah merupakan nelayan lokal dengan ukuran armada yang digunakan rata-rata kurang dari 5 GT (jukung dan perahu motor) Di PPP Tamperan terdapat sekitar 80 orang nelayan jukung dan perahu motor. Fishing ground nelayan jukung dan perahu motor berada disekitar Teluk PPP Tamperan dengan hasil tangkapan umumnya adalah udang rebon, layur, layang dan beberapa jenis ikan pantai lainnya. Aktivitas nelayan jukung umumnya juga sebagai petani atau berternak. Pada tabel berikut dapat dijelaskan perkembangan jumlah alat tangkap yang digunakan nelayan di Kabupaten Pacitan. Musim ikan di Kabupaten Pacitan berlangsung mulai Bulan April sampai dengan September dan mengalami puncaknya sekitar Bulan Juli dan Agustus. Musim paceklik berlangsung ketika terjadi angin barat yaitu sekitar Bulan November sampai dengan Februari. Fluktuasi musim ikan mempengaruhi aktivitas usaha pelaku usaha perikanan sehingga berpengaruh terhadap pola pendapatan dan pengeluaran nelayan. Pendapatan usaha nelayan sangat dipengaruhi oleh musim sehingga pada masa-masa tertentu ketika musim paceklik kondisi nelayan berada dibawah subsisten ditunjukkan dengan nilai pengeluaran yang lebih 45

57 besar daripada pendapatan yang diterima. Dalam hal nilai pendapatan, pemilik kapal purse seine dan pedagang mempunyai pendapatan yang paling besar diantara pelaku usaha perikanan yang ada di Kab. Pacitan. Ketersediaan tenaga kerja Sektor industri bidang perikanan yang dikembangkan di Kabupaten Pacitan adalah sektor industri penyedia sarana perikanan dan pemanfaatan hasil perikanan. Jenis industri yang dibutuhkan diantaranya adalah pabrik es, pabrik kapal/perahu, dan industri hasil perikanan. Kondisi saat ini, pabrik es di Kabupaten Pacitan hanya ada dua buah yaitu di Kecamatan Ngadirojo dan Kecamatan Pacitan, walaupun dengan skala yang masih terbatas dan hanya mampu mensuplai es kepada nelayan sehingga kebutuhan es lainnya di datangkan dari daerah Solo, karena produksi hasil perikanan di Kabupaten Pacitan cukup tinggi. Pabrik kapal/perahu yang ada di Kabupaten Pacitan, khususnya kapal fiber telah berkembang di Desa Sidomulyo Kecamatan Kebonagung, dimana produksi yang dihasilkan berupa perahu fiber dengan berbagai ukuran mulai dari type perahu jukung sampai dengan ukuran perahu 10 GT. Industri pengolahan hasil perikanan yang telah berkembang di Kabupaten Pacitan antara lain adalah produk terasi, kripik ikan, pengeringan ikan, abon ikan, rumput laut dan lain lain. Terasi merupakan produk olahan yang memiliki skala produksi paling besar diantara produk lainnya. Seluruh industri pengolahan tersebut berupa industri rumah tangga dan saat ini telah terkonsentrasi di Desa Sirnoboyo dan Kelurahan Sidoharjo Kecamatan Pacitan. Kondisi usaha perikanan yang ada di Kabupaten Pacitan masih perlu pengembangan lebih lanjut dan berpeluang memerlukan jumlah tenaga kerja yang banyak. Implementasi program minapolitan diharapkan dapat 46

58 membuka lapangan pekerjaan baru atau memberikan peningkatan pendapatan pelaku usaha perikanan dan usaha terkait lainnya. Ketersediaan sumber daya Potensi pesisir yang dimiliki wilayah Kabupaten Pacitan cukup menjanjikan dimana panjang pantai mencapai 70,709 km dengan luas sampai 4 mil laut mencapai 523,82 km 2, membentang melewati 7 kecamatanmulai dari Kecamatan Sudimoro sampai dengan Kecamatan Donorojo. Ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir Pacitan meliputi hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, estuaria, rumput laut alami dan pantai pasir putih yang merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Jenis ikan yang mendominasi wilayah pesisir ini adalah jenis ikan-ikan karang, Crustaceae (udang dan Lobster) serta ikan hias. Komoditas ikan yang terdapat di perairan laut Kabupaten Pacitan bermacam-macam mulai jenis ikan pelagis besar seperti ikan Tuna dan Cakalang, pelagis kecil seperti ikan Kembung dan Lemuru, demersal seperti ikan Pari maupun dari jenis udang-udangan (Crustacea) seperti Lobster, Rajungan dan lain-lain. Komoditas yang terdapat di pesisir dan laut Kabupaten Pacitan terdiri dari beberapa jenis : 1) Ikan pelagis besar, yaitu ikan yang mempunyai habitat di tengah sampai permukaan laut dan pada umumnya berukuran besar, seperti Tuna, Cakalang, Tongkol, Tengiri, Marlin dan Lemadang; 2) Ikan pelagis kecil, ikan yang mempunyai habitat di tengah sampai permukaan laut dan pada umumnya berukuran kecil, seperti Kembung, Lemuru, Rebon, Keri, Kuwe, Pisang-pisang, Julung-julung, Layang, Kuniran, Golok-golok, Lencam dan Cumi-cumi; 47

59 3) Ikan demersal besar, yaitu ikan yang mempunyai habitat di dasar laut dan pada umumnya berukuran besar, seperti Cucut, Pari, Tiga Waja, Kakap Merah, Kakap Putih dan Kerapu; 4) Ikan demersal kecil, yaitu ikan yang mempunyai habitat di dasar laut dan pada umumnya berukuran kecil, seperti Lobster, Layur, Manyung, Sebelah, Bawal, Udang, Peperek, Kurisi dan Pogot. Berdasarkan data jumlah produksi ikan yang berhasil ditangkap, terlihat adanya fluktuasi produksi dari tahun ke tahun dan Kecamatan Pacitan merupakan produsen terbesar sepanjang tahun, sedangkan Kecamatan Donorojo adalah produsen terkecil. Jenis ikan hasil tangkapan sangat bervariasi, yang dibedakan menjadi : Ikan Demersal, Ikan Pelagis Besar, Ikan Pelagis Kecil, Crustaceae (Udang). Secara rinci produksi per jenis ikan selama lima tahun terahir di Kabupaten Pacitan sebagaimana Tabel berikut. Produksi perikanan yang dihasilkan di Kabupaten Pacitan sampai dengan saat ini belum diolah lebih lanjut secara optimal sehingga belum dapat memberikan nilai jual yang lebih tinggi.komoditas ikan tuna dan cakalang yang menjadi andalan perikanan di Kabupaten Pacitan hendaknya dapat diolah atau ditangani dengan lebih baik sehingga nilai jual yang dihasilkan dapat lebih tinggi. Keberadaan program minapolitan diharapkan dapat memberikan dampak dengan terkelola dan termanfaatkannya sumber daya ikan dengan lebih baik pada masa yang akan datang. Keberadaan program minapolitan harus menjamin ketersediaan sumber daya ikan secara berkelanjutan. Potensi pasar Penanganan pasca panen hasil perikanan masih jarang dilakukan di Kabupaten Pacitan. Produksi ikan hasil tangkapan nelayan kebanyakan dijual langsung dalam bentuk segar. Pasar ikan di sekitar tempat pendaratan ikan 48

60 belum tersedia, yang ada hanyalah bakul ikan yang membeli di TPI kemudian dijual kepada pedagang pengepul atau dipasar. Selanjutnya pengepul akan menjualnya dalam keadaan segar ke daerah lain seperti Surabaya, Tuban, Kediri, Malang, Jember, Semarang dan Cilacap. Jenis-jenis hasil laut yang biasa dipasarkan meliputi lobster, bawal, manyung, remang, tongkol dan juga rumput laut. Unit pengolahan yang sudah ada adalah pembuatan terasi dengan bahan baku ikan rebon dan berlokasi di Desa Sirnoboyo dan Desa Kembang Kecamatan Pacitan. Produk terasi Pacitan dipasarkan ke daerah Tuban, Semarang, Jember dan Solo tanpa kemasan karena kemampuan pengusaha lokal Pacitan untuk teknis pengemasan belum memenuhi permintaan pasar. Hal ini sangat disayangkan karena nilai tambah dari terasi produk Pacitan dinikmati oleh daerah lain. Selain terasi, unit pengolahan hasil perikanan yang lain adalah pengasinan/pengeringan, pengasapan, pembuatan abon ikan dan keripik ikan namun dalam jumlah yang masih relatif kecil. Perkiraan dampak yang diperoleh dari program minapolitan dalam aspek potensi pasar yaitu diharapkan mampu tersusun peta potensi lokasi pemasaran produk perikanan yang lebih luas sehingga pemasaran hasil perikanan menjadi lebih optimal dan dapat memberikan nilai yang lebih pada pelaku usaha perikanan. 49

61 3.5. PPS Cilacap-Kabupaten Cilacap Karakteristik Sosial Ekonomi Pendapatan dan pengeluaran responden Karakteristik responden berdasarkan usia, secara umum berada dalam selang umur yang produktif yaitu berkisar antara tahun. Demikian halnya dengan tingkat pendidikan responden, rata-rata sudah tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) hanya sebagian kecil yang tidak sekolah atau tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Dari sisi umur maupun pendidikan responden, diharapkan pemahaman mengenai program minapolitan hingga tujuan yang ingin dicapai dapat tersampaikan dengan baik. Untuk operasional penangkapan, kegiatan penangkapan ikan di PPSC dilakukan sepanjang tahun, namun ada saat-saat tertentu dimana merupakan musim puncak, musim sedang dan musim paceklik. Kondisi ini berdampak pada pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha perikanan baik nelayan, pedagang maupun pengolah ikan. Puncak penangkapan ikan di PPSC pada tahun 2009 dimulai bulan Juli Oktober, selanjutnya mengalami penurunan pada bulan Desember. Hal ini disebabkan oleh periode musim ikan yang lebih pendek daripada tahun sebelumnya. Cuaca ekstrim yang tidak menentu juga menjadi salah satu yang menyebabkan nelayan tidak bisa melaut. Rata-rata pendapatan nelayan, pedagang maupun pengolah ikan perbedaannya cukup signifikan antara musim puncak, sedang dan paceklik. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan bersih yang diperoleh dari usaha perikanan baik sebagai nelayan, pedagang ikan maupun pengolah ikan, serta pendapatan lainnya diluar perikanan. Pendapatan nelayan per bulan pada musim puncak cukup tinggi yaitu sekitar Rp. 12 juta untuk pemilik kapal, 5 juta untuk nahkoda dan 1,6 juta untuk anak buah kapal. Jumlah pendapatan nelayan mengalami penurunan pada musim sedang dan 50

62 paceklik, hal ini dikarenakan jumlah trip melaut semakin sedikit demikian halnya dengan hasil tangkapan yang diperoleh. Hal yang sama juga terjadi untuk responden dengan mata pencaharian sebagai pedagang dan pengolah ikan. Pengeluaran rumah tangga yang dimaksud meliputi pengeluaran untuk konsumsi (pangan dan non pangan) dan non konsumsi (pendidikan, rekreasi dan lain-lain). Ketersediaan Tenaga Kerja Berdasarkan jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk dalam 5 tahun terakhir yang ada di Kabupaten Cilacap, dapat diketahui proyeksi jumlah penduduk di Kawasan Minapolitan Kabupaten Cilacap untuk masa perencanaan yaitu Jangka Menengah (5 Tahun). Rata-rata pertumbuhan penduduk dikawasan minapolitan Kabupaten Cilacap adalah sebesar 1,40%. Rata-rata pertumbuhan jumlah penduduk tertinggi adalah di Kecamatan Cilacap Utara sebesar 1.85%. Berdasarkan proyeksi kepadatan penduduk, kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Cilacap Selatan yaitu jiwa/km² pada tahun 2011 dan jiwa/km² pada tahun Angka rasio ketergantungan di kawasan Minapolitan Kabupaten Cilacap tahun 2009 sebesar 39,51% (Masterplan PPN Cilacap, 2010). Besarnya angka rasio ketergantungan di kawasan Minapolitan Kabupaten Cilacap termasuk kedalam kategori rendah. Kondisi ini sangat potensial untuk pengembangan investasi di kawasan Minapolitan Kabupaten Cilacap karena tingginya rasio tenaga kerja lokal yang tersedia, ini akan sangat memudahkan untuk berjalannya sebuah investasi. Jumlah nelayan yang berpangkalan di PPSC tahun 2009 sebanyak orang. Nelayan yang berpangkalan di PPSC didominasi oleh nelayan rawai tuna orang, jaring insang hanyut orang dan nelayan jaring tiga lapis sebanyak orang. Dibandingkan dengan tahun 2008 jumlah 51

63 nelayan mengalami peningkatan sebesar 608 orang (9.39%). Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, jumlah nelayan keseluruhan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,44% per tahun dari di tahun 2005 naik menjadi orang di tahun Rumah Tangga Perikanan (RTP) atau pelaku usaha yang bergerak di bidang Kelautan dan Perikanan masih didominasi oleh nelayan tidak tetap. Hal ini harus menjadi perhatian dalam pengambilan kebijakan, potensi sumber daya manusia (tenaga kerja) tersedia namun disisi lain ternyata dari sisi kepemilikan aset usaha hanya sebagian kecil saja yang memiliki asset usaha (nelayan pemilik). Dengan adanya program minapolitan ini, diperkirakan dapat memberikan dampak positif bagi nelayan kecil (buruh) untuk dapat memiliki asset usaha sendiri (perahu maupun alat tangkap). Ketersediaan Sumber daya Kabupaten Cilacap memiliki potensi sumber daya kelautan yang meliputi: (1) Sumber daya Perairan Pantai (2) Sumber daya Perairan Lepas Pantai dan (3) Sumber daya Perairan Zona Ekonomi Eksklusif. Luas perairan daerah penangkapan ikan wilayah pantai diperkirakan seluas ± km2 ( Isobath 100 m ) dengan perincian luas sebagai berikut: a. Perairan Teluk Penyu-Gombong ± km2. b. Perairan Teluk Pananjung (Pengandaran ) ± km2. c. Perairan Selatan Yogyakarta - Pacitan ± 800 km2. Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap terletak di pantai selatan Propinsi Jawa Tengah, yang terletak diantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kab. Sukabumi, Propinsi Jawa Barat dan PPN Prigi, Kab. Trenggalek, Propinsi Jawa Timur. Di sepanjang pantai Selatan Jawa, disamping ketiga pelabuhan perikanan yang besar tersebut masih terdapat PPI di Kab. Gunungkidul, dan Kab. Pacitan. Sehingga potensi sumber daya ikan di Selatan pulau Jawa akan diperebutkan oleh nelayan- 52

64 nelayan di berbagai lokasi pelabuhan yang ada di sepanjang pantai selatan Jawa, mulai dari Kab. Banyuwang sampai di Kab. Lebak, Propinsi Banten. Namun demikian, menurut data yang ada potensi sumber daya ikan di selatan pulau Jawa tingkat pemanfaatannya sampai saat ini masih tergolong relatif rendah. Potensi sumber daya ikan di laut selatan Jawa mencapai ton dan potensi lestarinya mencapai ton. Menurut Komnaskajiskan (2006) dalam Masterplan Minapolitan Kabupaten Cilacap, tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di laut Selatan Jawa baru mencapai 51,43%. Beberapa jenis komoditas tingkat pemanfaatannya sudah cukup tinggi, yaitu cumi-cumi (96%) dan sudah mendekati optimum, udang penaeid (80%) dan ikan demersal (75,6%). Sedang jenis komoditas ikan yang paling rendah tingkat pemanfaatannya adalah ikan tenggiri (11,1%). Berdasarkan pada data pada Tabel xx, menunjukkan bahwa usaha untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan di PPS Cilacap masih dapat dilakukan, mengingat potensi yang tersedia masih cukup besar. Menurut informasi yang diperoleh di lapangan, menunjukkan bahwa sebagian kapal ikan bertonase besar yang home base-nya di Cilacap mendaratkan hasil tangkapan di PPN Pelabuhanratu atau di tempat lain. dengan alasan dekat dengan fishing ground mereka dan adanya harga ikan yang relatif lebih baik. Mendaratkan hasil tangkapan ikan di pelabuhan lain pada dasarnya diperbolehkan secara hukum, namun hal ini menyebabkan hasil produksi ikan di PPS Cilacap mengalami penurunan. Dengan kata lain PPS Cilacap kurang menarik untuk menjual ikan hasil tangkapan para nelayan khususnya untuk kapal yang bertonase besar. Dalam mengembangan minapolitan, ketersediaan ikan yang cukup menjadi prasyarat bagi tercapainya kawasan minapolitan yang dapat memberi dampak bagi kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut. Sebagian kapal yang berukuran besar menangkap ikan dan menjual ikannya di pelabuhan lain dan setelah kosong baru pulang ke PPS Cilacap. Hal menjadi masalah 53

65 utama dalam pengembangan Minapolitan sebab tanpa adanya kecukupan bahan baku ikan di PPS Cilacap maka pengembangan Minapolitan ini menjadi sangat sulit terwujud. Potensi Pasar Jenis komoditi ekspor pada tahun 2009 yang paling besar adalah tuna dalam kaleng dengan jumlah produksi sebesar 2.325,36 ton yang diekspor ke USA, selanjutnya adalah jenis komoditi udang beku yang dieksport ke Jepang sebesar 419,48 ton dan jenis komoditi tuna pouch yang dieksport ke USA sebesar 381,37 ton. Pemasaran produksi ikan yang didaratkan di PPSC, 30% untuk pasar lokal Jawa Tengah, 20% ke pasar Jawa Barat, 5% ke pasar Jawa Timur dan 35% ke Jakarta. Ikan yang dipasarkan di Jakarta terdiri dari ikan tuna dan sejenisnya (Cakalang dan paruh panjang) dalam bentuk beku dan segar. Khusus untuk tuna di ekspor ke Jepang dalam bentuk segar. Cabang usaha perikanan lainnya adalah usaha pengolahan hasil perikanan, yang dihasilkan berbagai ragam hasil olahan ikan kering dan basah, antara lain: ikan asin, pindang, trasi, krupuk ikan, ikan panggang/asap dengan diusahakan dalam skala industri kecil rumah tangga, dengan kapasitas produksi masing-masing usaha sebesar: ikan asin (0,3 19 ton/bulan), pindang ( 10,42 ton/bulan), terasi ( 0,05 1 ton/bulan ), kerupuk dan abon (47,9 ton/bulan), ikan panggang/asap ( 97,5 ton/ bulan). Sedangkan ragam hasil olahan ikan dalam kaleng (tuna kaleng, tuna pouch, tuna frozen cooked), dan ikan beku (udang beku, layur beku, lobster, bawal beku kerapu beku), serta olahan ikan kering (ubur-ubur kering, ikan kering dan udang kering/rebon) dihasilkan oleh industri skala besar (pabrik). Kapasitas masing-masing produksi, antara lain: olahan ikan dalam kaleng (Pt. Juifa International Food) sebesar 640 ton/ bulan, olahan ikan beku/ cold storage (Pt. Toxindo Prima) sebesar ton/bulan, serta olahan ikan 54

66 kering sebesar 689 ton/bulan. Lokasi usaha pengolahan hasil perikanan berada di wilayah Kecamatan Cilacap Selatan dan Cilacap Tengah. Adanya program minapolitan di Kabupaten Cilacap diharapkan dapat memberikan dampak pada perluasan pasar yang ada. Informasi pasar menjadi lebih mudah dan terbuka, sehingga nelayan, pedagang maupun pengolah dapat dengan mudah mengakses informasi tersebut. Dengan adanya informasi pasar diharapkan posisi tawar pelaku usaha perikanan menjadi lebih kuat. Prakiraan Dampak Tujuan utama pelaksanaan program minapolitan adalah peningkatan produksi perikanan, dalam hal ini adalah perikanan tangkap laut. Sehingga dampak dari pelaksanaan program minapolitan diharapkan dapat mencapai tujuan tersebut. Pelaksanaan program minapolitan akan memberikan dampak baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Prakiraan dampak dalam jangka pendek adalah adanya perencanaan pembangunan fisik disemua pelabuhan perikanan yang masuk dalam program minapolitan. Pada beberapa pelabuhan sudah mulai merencanakan pembangunan infrastruktur, merancang penataan ruang wilayah, penyusunan rencana bisnis (bussinessplan). Sedangkan secara jangka panjang prakiraan dampak dari pelaksanaan program minapolitan adalah adanya peningkatan produksi perikanan, perkembangan industri pengolahan serta peningkatan pendapatan masyarakat. Pada Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap, prakiraan jangka pendek meliputi pembangunan dan rehabilitasi fisik pelabuhan diantaranya pembangunan SPBN, pembangunan cold storage, pembangunan jalan, pemeliharaan dermaga, dan infrastruktur lainnya. Selain itu adanya program minapolitan berdampak pada penyempurnaan tata ruang wilayah kabupaten melalui penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Laut, Detail 55

67 Engineering Design (DED) Kawasan Pesisir Kabupaten Cilacap, Bisnis plan PPS Cilacap serta penataan kawasan kumuh nelayan. Dari sisi peningkatan kualitas hidup sumber daya manusia, prakiraan dampak yang ditimbulkan adalah adanya kemudahan akses air bersih dan sanitasi bagi nelayan. Prakiraan jangka panjang dari pelaksanaan minapolitan adalah peningkatan produksi perikanan. Selama ini yang terjadi adalah kapal-kapal bertonase besar yang homebase nya di Cilacap ternyata banyak yang mendapatkan hasil tangkapannya di luar PPS Cilacap, sehingga dampak jangka panjang dari program minapolitan adalah semakin meningkatnya jumlah kapal bertonase besar yang mendaratkan ikan di PPS Cilacap. Peningkatan volume produksi ikan ini diiringi dengan peningkatan keterampilan dan penanganan ikan pasca panen sehingga nilai dari ikan hasil tangkapan juga ikut meningkat. Secara jangka panjang, pelaksanaan program minapolitan akan berdampak pada perkembangan industri pengolahan melalui peningkatan keterampilan SDM tentang teknis pengolahan, diversifikasi produk olahan yang bernilai tambah, labelisasi produk sesuai dengan standar nasional dan internasional serta peningkatan ekspor produk olahan. Dari sisi sumber daya manusia, dampak yang diperkirakan adalah adanya diversifikasi usaha nelayan (mata pencaharian alternatif), peningkatan kepemilikan asset usaha (dari yang hanya sebagai buruh nelayan menjadi pemilik kapal) serta peningkatan pendapatan pelaku usaha perikanan. 56

68 3.6. PPN Palabuhan Ratu-Kabupaten Sukabumi Karakteristik Sosial Ekonomi Pendapatan dan pengeluaran responden Rata-rata pendapatan nelayan, pedagang maupun pengolah ikan perbedaannya cukup signifikan antara musim puncak, sedang dan paceklik. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan bersih yang diperoleh dari usaha perikanan baik sebagai nelayan maupun pedagang ikan, serta pendapatan lainnya diluar perikanan. Pendapatan nelayan per bulan pada musim puncak cukup tinggi yaitu sekitar Rp. 12 juta untuk pemilik kapal, 3 juta untuk nahkoda dan 3 juta untuk anak buah kapal. Jumlah pendapatan nelayan mengalami penurunan pada musim sedang dan paceklik, hal ini dikarenakan jumlah trip melaut semakin sedikit demikian halnya dengan hasil tangkapan yang diperoleh. Hal yang sama juga terjadi untuk responden dengan mata pencaharian sebagai pedagang. Pengeluaran rumah tangga yang dimaksud meliputi pengeluaran untuk konsumsi (pangan dan non pangan) dan non konsumsi (pendidikan, rekreasi dan lain-lain). Ketersediaan Tenaga Kerja Masyarakat perikanan yang melakukan kegiatan usaha di lingkungan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu diantaranya adalah nelayan penangkap, pemilik kapal, pengurus kapal, tenaga bongkar muat, bakul dan lainnya. Jumlah nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan dengan mempergunakan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu sebagai fishingbase port-nya mengalami kenaikan sebesar 0.47 % pada tahun 2010 dengan jumlah maksimum sebanyak orang. 57

69 Ketersediaan Sumber daya Panjang pesisir di Kabupaten Sukabumi adalah 117 Km dengan garis pantai 4 mil laut, sedang luas fishing ground atau daerah penangkapan diperkirakan seluas 720 Km 2 yang tersebar di 9 kecamatan pesisir ; Palabuhanratu, Cisolok, Cikakak, Simpenan, Ciemas, Ciracap, Cibitung, Surade dan Tegalbuleud. Daerah penangkapan ikan bagi nelayan yang menggunakan fishing base port-nya Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu antara lain perairan Teluk Palabuhanratu, Cisolok, Ujung Genteng, perairan sebelah Selatan Pulau Jawa dan sebelah Barat Pulau Sumatera. Daerah penangkapan ikan berada dekat dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu yaitu di wilayah pengelolaan perikanan (WPP-573) Samudera Hindia. Kelompok ikan pelagis besar dan pelagis kecil seperti ikan Tuna, Cakalang, Tongkol, ikan layang dan sebagainya masih cukup berpotensi untuk di ekploitasi. Potensi ikan ini direbut oleh beberapa Propinsi di Indonesia ini sedangkan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu yang menghadap Samudera Hindia; sebagian kapal tersebut berpeluang mendarat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Sejak tahun 1993 sampai tahun 2010, produksi ikan dan nilai produksi ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu mengalami fluktuasi. Produksi ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu pada tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 70,73 % dibandingkan produksi tahun 2009 yang mengalami penurunan sebesar 13,76 %. Secara umum rata-rata kenaikan produksi ikan sebesar 10% dan rata-rata nilai produksi sebesar 32 % setiap tahun. Jumlah produksi ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu pada tahun 2010 sebesar Kg dengan rata-rata produksi perbulan sebesar Kg dan produksi terbanyak terjadi pada bulan Agustus. Hal ini disebabkan oleh pengaruh perubahan cuaca yang terjadi di Indonesia sehingga produksi ikan 58

70 cenderung berubah-ubah pada setiap bulannya. Terjadinya kunjungan kapal andon yang mendaratkan ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu khususnya jenis kapal motor yang menggunakan alat tangkap Tuna long line yang relative tinggi. Sedangkan nilai produksinya sebesar Rp ,- dengan rata-rata nilai produksi per bulan sebesar Rp ,- Potensi Pasar Ikan yang ada dilingkungan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, selain hasil tangkapan kapal-kapal perikanan yang mendarat di kolam pelabuhan juga kiriman dari daerah lain yang melalui jalan darat seperti Jakarta, Cisolok, Loji, Ujung Genteng, Binuangeun, Cibareno, Cidaun, Indramayu, Cilacap, dan Juwana. Jenis ikan tersebut antara lain ikan Cakalang, Tembang, Eteman, Layur, Layaran, Setuhuk, Tongkol dan Tembang. Produksi Ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu dipasarkan dalam bentuk segar, maupun berbentuk olahan (ikan asin, ikan pindang, maupun jenis olahan lainnya). Namun permintaan pasar untuk jenis ikan segar lebih diminati oleh para konsumen sehingga kontinuitas usaha diarahkan pada pemasaran ikan segar. Pada tahun 2010 jumlah distribusi terbesar berbentuk ikan segar yaitu sebesar Kg atau rata-rata per bulan sebesar Kg. Pemasaran olahan ikan asin sebesar 439,442 Kg atau rata-rata per bulan sebesar 36,620 Kg dan pemasaran ikan olahan pindang sebesar 292,974 Kg atau rata-rata perbulan sebesar 24,415 Kg. Daerah yang memberikan kontribusi terbesar bagi kebutuhan ikan di Palabuhanratu adalah Jakarta sebesar Kg (70,8%), Cisolok sebesar Kg (1,550 %), Ujung Genteng sebesar Kg (7,4%), Binuangeun sebesar Kg (1,7%), Loji sebesar Kg (0.03%), Cilacap Kg (4.1 %), Cibareno Kg (0,04 %), Juwana Kg (11,2 %) 59

71 dan Indramayu Kg (4,5%). Daerah Jakarta merupakan daerah yang memberikan kontribusi terbesar, diduga karena jenis ikan yang didaratkan Pantai Utara Jawa saling melengkapi dengan jenis ikan yang dihasilkan di Palabuhanratu (Pantai Selatan Jawa). Sehingga pada kondisi/musim tertentu saling membutuhkan, dimana ada beberapa jenis ikan di Pantai Utara Jawa kurang sedangkan di Pantai Selatan Jawa sedang musim. Akibat terjadinya arus distribusi pemasaran ikan dari Palabuhanratu kedaerah Jakarta dan sebaliknya. Prakiraan Dampak Program Minapolitan Tujuan utama pelaksanaan program minapolitan adalah peningkatan produksi perikanan, dalam hal ini adalah perikanan tangkap laut. Sehingga dampak dari pelaksanaan program minapolitan diharapkan dapat mencapai tujuan tersebut. Pelaksanaan program minapolitan akan memberikan dampak baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Prakiraan dampak dalam jangka pendek adalah adanya perencanaan pembangunan fisik disemua pelabuhan perikanan yang masuk dalam program minapolitan. Pada beberapa pelabuhan sudah mulai merencanakan pembangunan infrastruktur, merancang penataan ruang wilayah, penyusunan rencana bisnis (bussinessplan). Sedangkan secara jangka panjang prakiraan dampak dari pelaksanaan program minapolitan adalah adanya peningkatan produksi perikanan, perkembangan industri pengolahan serta peningkatan pendapatan masyarakat. Pada Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap, prakiraan jangka pendek meliputi pembangunan dan rehabilitasi fisik pelabuhan diantaranya pembangunan pasar ikan, pemeliharaan jalan, pemeliharaan dermaga, dan infrastruktur lainnya. Selain itu adanya program minapolitan berdampak pada penyempurnaan tata ruang wilayah kabupaten melalui Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Laut Kabupaten Sukabumi, Penyusunan Detail 60

72 Engineering Design (DED) Kawasan Pesisir Kabupaten Sukabumi serta Penyusunan Bisnisplan PPN Palabuhanratu. Dampak fisik lainnya adalah terlaksananya pembebasan lahan yang akan digunakan untuk investasi pada kegiatan industri pengolahan sehingga peningkatan status Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Palabuhanratu dapat tercapai dalam jangka pendek. Salah satu prakiraan jangka panjang dari pelaksanaan minapolitan adalah peningkatan produksi perikanan yaitu melalui adanya peningkatan kunjungan kapal, peningkatan ukuran kapal (motorisasi kapal penangkap ikan), perbaikan kualitas mutu ikan yang didaratkan serta berjalannya sistem penjualan ikan melalui sistem lelang. Pelaksanaan program minapolitan juga akan berdampak pada perkembangan industri pengolahan melalui pembebasan lahan yang digunakan untuk industry, peningkatan produk perikanan yang mempunyai nilai tambah, peningkatan investasi pada industri pengolahan, peningkatan keterampilan SDM tentang teknis pengolahan serta diversifikasi produk olahan yang bernilai tambah. Sedangkan dari sisi sumber daya manusia, dampak yang diperkirakan adalah adanya adanya kemampuan diversifikasi usaha dalam bidang : budidaya rumput laut, kerapu, dan ikan hias, peningkatan pendapatan nelayan serta peningkatan kepemilikan asset usaha. 61

73 3.7. PPN Sungailiat-Kabupaten Bangka Karakteristik Sosial Ekonomi Kondisi perikanan secara umum di Kabupaten Bangka pada tahun 2010 terdapat RTP Tangkap, 525 RTP Budidaya, 166 RTP Pengolahan dan 165 RTP Pengumpul sehingga total terdapat RTP. Di Kecamatan Sungailiat terdapat RTP atau 59,98% RTP di Kabupaten Bangka. Sementara itu jumlah nelayan di Kabupaten Bangka mencapai orang dengan armada pada tahun 2009 dan mengalami penurunan menjadi nelayan dengan armada pada tahun Semakin berkurangnya jumlah armada dan nelayan umumnya karena sebagian nelayan beralih profesi menjadi penambang timah yang dirasa lebih menguntungkan. Pada tahun 2010 di Kecamatan Sungailiat terdapat armada (50,55% dari total armada di Kabupaten Bangka) dan nelayan (64,99% dari total nelayan di Kabupaten Bangka). Alat penangkapan ikan yang banyak berkembang pada nelayan adalah alat tangkap tradisional yang telah lama dikenal. Alat tangkap tersebut adalah jarring insang, baik jarring insang hanyut maupun jarring insang tetap dan juga alat tangkap pancing. Jenis kapal atau perahu yang dominan digunakan adalah perahu yang diadopsi dari luar daerah. Teknologi pencari ikan menggunakan tanda-tanda alam yang diperoleh oleh nelayan dari pengalaman. Adapaun usaha pengolahan ikan pada tahun 2010 baru mencapai 166 orang yang tersebar di 6 (enam) kecamatan dengan total produksi 1.914,47 ton. Produksi hasil usaha pengolahan diantaranya adalah kerupuk, kemplang, abon ikan, surimi, daging rajungan, pengolahan produk segar, otak-otak dan lain-lain. Di Kecamatan Sungailiat terdapat 26 pengolah (15,66% dari total pengolah di Kabupaten Bangka) sedangkan jumlah pengolah terbanyak terdapat di Kecamatan Pemali yaitu 87 pengolah (52,40% dari total pengolah di Kabupaten Bangka). 62

74 Industri penunjang kegiatan perikanan yang ada di Kabupaten Bangka diantaranya adalah pabrik es dan cold room dan cold storage. Pabrik es di Kabupaten Bangka mampu menghasilkan 132 ton per hari dari 4 buah pabrik (1 dalam kondisi rusak) yang berada di sekitar Sungailiat. Adapun cold room di Kabupaten Bangka terdapat 2 buah dengan kapasitas terpasang 25 ton (dalam kondisi rusak), dan 2 buah coldstorage milik swasta dengan kapasitas 150 ton. Beberapa permasalahan yang dihadapi Kabupaten Bangka terkait program minapolitan diantaranya adalah belum optimalnya sarana prasarana penunjang kegiatan perikanan seperti terjadinya pendangkalan alur dan muara PPN Sungailiat, minimnya suplai tenaga listrik, terbatasnya jumlah ketersediaan es dan solar sebagai bahan perbekalan nelayan. Pendapatan usaha pelaku usaha perikanan cenderung dipengaruhi oleh musim ketersediaan sumber daya ikan. Pendapatan usaha pelaku usaha perikanan di Kabupaten Bangka relatif baik yaitu ditunjukkan dengan rasio pendapatan dan pengeluaran yang lebih dari satu khususnya ketika musim puncak. Nilai rasio yang lebih dari satu menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh masih dapat disisihkan untuk ditabung atau untuk diinvestasikan untuk kegiatan usaha maupun dalam bentuk barang tidak bergerak. Kondisi yang kurang baik terjadi pada ABK ketika musim sedang dan kemarau dimana pendapatan yang diterima sangat minim sehingga tidak mencukupi untuk memenuhi pengeluaran sehingga berpotensi menambah hutang bagi nelayan ABK. Kondisi nilai rasio pendapatan dan pengeluaran yang kurang dari satu terjadi juga terjadi pada usaha pengolahan ketika musim sedang dan paceklik, tetapi pada pelaku usaha pengolahan mempunyai tabungan yang cukup yang diperoleh pada musim puncak disamping ada pendapatan dari usaha lain. Jenis usaha ikan olahan yang banyak dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Sungailiat adalah pembuatan kerupuk dengan menggunakan 63

75 bahan baku ikan dan tepung tapioka. Tenaga kerja dalam pengolahan ikan ini sangat minim, sebagian besar pengusaha mendatangkan tenaga kerja dari Pulau Jawa Hasil olahan biasanya dipasarkan untuk kebutuhan lokal dan dikirim ke Kota lain seperti Pangkalpinang dan Palembang. Ketersediaan tenaga kerja Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sungailiat terletak di Kelurahan Sungailiat, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Luas wilayah Kabupaten Bangka 2.950,68 km², yang terdiri dari 8 kecamatan, dengan jumlah penduduk jiwa. Struktur tenaga kerja tahun 2009 di Kabupaten Bangka menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja didominasi oleh sektor primer (50,86%), dimana usaha pertambangan dan penggalian menyerap tenaga kerja sebesar 23,24% dan usaha pertanian menyerap tenaga kerja sebesar 33,62% dari total Kabupaten Bangka Tahun Tenaga Kerja yang terserap di sektor sekunder adalah sebesar 7,11%, masih di bawah sektor tersier yang mampu menyerap tenaga kerja sebesar 36,03%. Usaha perdagangan, hotel dan restoran mampu menyerap 15,53% tenaga kerja, sedangkan sektor jasa-jasa menyerap 15,90% tenaga kerja selama tahun Industri pengolahan hanya mampu menyerap sebesar 2,29% tenaga kerja, sedangkan tenaga kerja yang lainnya tersebar ke usaha bangunan (4,36%), usaha pengangkutan dan komunikasi (3,08%), usaha keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (1,53%) serta usaha listrik dan air bersih (0,46%). Komposisi masyarakat di sekitar kawasan minapolitan PPN Sungailiat lebih banyak penduduk lokal dan sedikit pendatang. Penduduk dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Hal ini terjadi karena sebagian besar jumlah penduduk 64

76 pendatang adalah laki-laki untuk buruh pada kegiatan penambangan dan konstruksi bangunan. Penduduk yang berperan sebagai nelayan merupakan penduduk lokal dan juga sedikit pendatang. Pendatang yang berperan sebagai nelayan berasal dari pantai utara Jawa. Penduduk yang berperan dalam pemasaran ikan terdiri dari penduduk lokal dan pendatang. Komposisi penduduk dalam pemasaran ikan sama banyak antara perempuan dan lakilaki. Penduduk yang berperan sebagai pengusaha pengolah hasil perikanan adalah penduduk lokal saja. Jenis ikan olahan yang banyak dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Sungailiat adalah pembuatan kerupuk dengan menggunakan bahan baku ikan dan tepung tapioka. Komposisi penduduk yang bekerja pada usaha pengolahan lebih banyak penduduk perempuan dan sebagian kecil laki-laki. Penduduk laki-laki hanya membantu mengoperasikan mesin pembuatan kerupuk yang tidak dapat dioperasikan oleh penduduk perempuan. Tenaga kerja dalam pengolahan ikan ini sangat minim, sebagian besar pengusaha mendatangkan tenaga kerja dari Pulau Jawa. Penduduk yang berperan sebagai buruh lebih banyak pendatang dari pada penduduk lokal. Karena kurangnya ketersediaan tenaga kerja di Pulau Bangka sehingga perlu didatangkan tenaga kerja buruh dari daerah lain. Penduduk yang berperan sebagai penyedia jasa transportasi hasil perikanan adalah pengusaha pendatang yang pada umumnya penduduk keturunan tionghoa. Penduduk yang berperan sebagai penyedia jasa pelayanan administrasi keberangkatan kapal adalah pengusaha lokal. Penduduk yang berperan sebagai penyedia jasa logistik untuk kapal atau perahu penangkap ikan sebagian besar adalah pengusaha lokal yang telah menjalin kerjasama dengan beberapa nelayan. Kerjasama antara nelayan dengan penyedia jasa logistik juga dalam hal pemasaran ikan. Nelayan yang mengambil logistik pada salah satu pengusaha harus menjual ikan hasil 65

77 tangkapan kepada pengusaha tersebut dengan harga yang ditentukan oleh pengusaha. Pengusaha tersebut juga harus menerima seluruh ikan yang diperoleh oleh nelayan walaupun dalam jumlah sangat besar. Pengusaha penyedia jasa logistik sebagian besar juga harus menyediakan dana untuk seluruh kebutuhan nelayan pada musim paceklik dan baru dapat dilunasi setelah melakukan penangkapan ikan. Hal ini menunjukkan kuatnya ikatan antara pengusaha penydia jasa logistik dengan nelayan. Nelayan dapat saja berpindah dari satu pengusaha kepada pengusaha lainnya jika pengusaha tersebut tidak dapat menyediakan kebutuhan nelayan pada musim paceklik. Melihat masih besarnya potensi ikan yang dapat diperoleh oleh nelayan, seluruh hutang nelayan pada musim paceklik dapat dilunasi pada musim ikan berikutnya, jadi nelayan tidak memiliki hutang yang berkepanjang yang dapat membunuh nelayan itu sendiri. Pengusaha yang berperan sebagai penyedia jasa perbaikan kapal adalah pengusaha lokal. Kelompok penduduk yang berperan sebagai penyedia jasa permodalan adalah pedagang. Komposisi penduduk yang berperan sebagai penyedia jasa permodalan adalah penduduk lokal yang telah memiliki pengalaman cukup lama dalam melakukan penangkapan ikan. Hampir seluruh bidang usaha dapat berkembang di kawasan minapolitan PPN Sungailiat. Program minapolitan diharapkan mampu mendukung berkembangnya sistem dan usaha minabisnis maka di Kawasan Minapolitan, yang diantaranya melalui dibangunnya usaha perikanan tangkap, budidaya dan usaha minabisnis hulu melalui pengadaan sarana perikanan dan jasa penunjangnya. Proses ini diarahkan untuk meningkatkan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan usaha pelaku usaha perikanan dan pada akhirnya mampu mengurangi kesenjangan kesejahteraan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif, serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kab. Bangka. 66

78 Ketersediaan sumber daya Produksi perikanan di Kabupaten Bangka didominasi oleh produksi perikanan tangkap khususnya laut. Produksi perikanan Kabupaten Bangka tahun 2010 mencapai ton, perikanan tangkap laut berkontribusi sebanyak 97,30% ( ton) sedangkan sisanya merupakan hasil produksi tambak udang sebanyak 44 ton (0,2%) dan budidaya kolam air tawar sebanyak 525 ton (2,49%). Dari ton hasil produksi perikanan tangkap di Kabupaten Bangka, ton (32,08%) diantaranya dihasilkan dari Kecamatan Sungailiat. PPN Sungailiat termasuk dalam WPP 711 yang berada di perairan Laut Natuna. WPP ini memiliki beberapa jenis ikan yang kondisinya sudah over eksploitasi seperti udang, kurau, ikan pelagis besar non-tuna, dan ikan pelagis kecil, sedangkan beberapa jenis ikan seperti ikan demersal dan cumicumi kondisinya belum over eksploitasi. Jenis ikan yang menjadi unggulan produksi Pulau Bangka adalah ikan tenggiri dan pari kembang. Jenis ikan pelagis besar yang banyak didaratkan adalah tenggiri, cucut dan pari. Jenis ikan pelagis kecil yang banyak didaratkan adalah kembung, selar, lemuru, manyung, tembang, cumi-cumi dan tongkol. Jenis ikan karang yang banyak didaratkan adalah kerapu, kakap dan bawal. Jenis ikan dasar yang banyak didaratkan adalah udang. Ditinjau dari sumber daya ikan yang menjadi fishing ground nelayan dari Kabupaten Bangka masih menjadi primadona fishing ground bagi nelayan-nelayan dari daerah lain seperti nelayan Pantura dan nelayan Kalimantan. Fishing ground masih menunggu untuk dimanfaatkan oleh nelayan Pulau Bangka dan sekitarnya adalah perairan dekat Natuna yang termasuk dalam WPP 711 (Laut Cina Selatan). Wilayah penangkapan ini masih banyak dimanfaatkan oleh nelayan dari negara tetangga Indonesia. Arah pengembangan minapolitan di Kab. Bangka dengan kondisi beberapa sumber daya ikan yang sudah over fishing sehingga lebih 67

79 dioptimalkan pada peningkatan nilai lebih dengan diversifikasi produk perikan. Selain itu ada beberapa jenis ikan yang masih bisa ditingkatkan produksinya khususnya ikan demersal dan cumi. Peningkatan produksi khususnya ikan demersal dan cumi diharapkan mampu menumbuhkan usaha pengolahan ikan sehingga dapat digunakan sebagai wahana peningkatan perekonomian masyarakat Kab. Bangka. Potensi pasar Dalam hal pemasaran hasil perikanan di Kabupaten Bangka terdapat 165 pengusaha atau pengumpul yang 132 orang (80%) diantaranya terdapat di Kecamatan Sungailiat. Jumlah ikan yang dipasarkan pada tahun 2010 sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan lokal yaitu mencapai ton atau 74,56% sedangkan untuk antar pulau dan ekspor mencapai ton atau 25,44%. Pedagang yang paling berperan di dalam PPN Sungailiat adalah pedagang antar kota. Sistem transportasi ikan yang dipasarkan ke luar kota menggunakan truk dalam fiber yang diberi es secukupnya. Sistem transportasi ikan yang dipasarkan untuk konsumen di dalam kota menggunakan motor dengan boncengan dan mobil pick up Ketersediaan potensi sumber daya ikan yang banyak didaratkan di Kab. Bangka memberikan peluang dalam pengembangan usaha pengolahan dan perluasan pangsa pemasaran dengan memperhatikan segmentasi komoditas dan produk hasil olahan ikan yang dihasilkan maupun skala usaha yang dilaksanakan. Tumbuhnya kreatifitas usaha produk perikanan baik oleh skala usaha kecil, menengah atau besar diharapkan dapat meningkatkan pendapatan usaha pelaku usaha perikanan yang pada akhirnya dapat menjadi penggerak ekonomi bagi sektor yang lainnya. 68

80 3.8. PPS Bitung-Kota Bitung Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik responden berdasarkan usia, secara umum berada dalam selang umur yang produktif,yaitu berkisar antara tahun. Tingkat pendidikan responden, rata-rata tamatan SD dan SMP. Peningkatan partisipasi sekolah penduduk, tentunya harus diimbangi dengan penyediaan sarana maupun tenaga kerja guru yang memadai. Pada tahun 2009, rasio murid dan guru SD di Kota Bitung sebesar 22,79, menurun dibandingkan pada tahun sebelumnya. Angka tersebut menunjukkan bahwa setiap guru SD rata-rata membimbing 23 siswa. Bertambahnya guru SD merupakan faktor yang membuat rasio murid dan guru SD ini menurun. Jenjang SMP pada tahun 2009, rasio murid dan guru mengalami penrunan yang tidak signifikan sebesar (masih dalam kisaran angka yang ideal. Angka tersebut menunjukkan bahwa setiap guru rata-rata membimbing sekitar 17 siswa. Rasio murid dan guru di tingkat SMA di Kota Bitung adalah Rasio murid dan guru, baik di tingkat SD, SMP, dan SMA, semua sudah mengalami kondisi yang ideal. Hal ini disebabkan oleh penambahan jumlah guru secara signifikan pada tahun Jumlah SD baik negeri/inpres maupun swasta di Kota Bitung, sampai dengan tahun 2009 sebanyak 102 buah dengan jumlah guru orang, sementara peserta didiknya orang. Pada tahun 2009 juga terdapat 29 buah SLTP negeri dan swasta dengan jumlah guru 764 orang, serta murid sebanyak orang. Jenjang pendidikan SLTA jumlah SMU negeri dan swasta sebanyak 17 buah, dengan jumlah guru 560 orang serta murid sejumlah orang. Jumlah sekolah SMK negeri ditambah swasta sebanyak 7 buah, dengan jumlah guru sebanyak 261 orang dan jumlah murid orang (Anonimous a, 2010). Berdasarkan usia dan tingkat pendidikan responden di Kota Bitung, diharapkan sosialisasi program Minapolitan dapat dilaksanakan secara 69

81 komprehensif kepada para masyarakat kelautan dan perikanan. Pembangunan di bidang pendidikan terus diupayakan Pemerintah Kota Bitung melalui program dan kebijakan, seperti penyediaan dan pengembangan sarana/prasarana pendidikan berupa rehabilitasi maupun penambahan gedung sekolah baru serta peningkatan kualitas tenaga pendidik. Pendapatan dan Pengeluaran Aktivitas penangkapan ikan di PPS Bitung, dilakukan sepanjang tahun. Aktivitas peangkapan tersebut terbagi ke dalam musim puncak, sedang, dan paceklik. Ketiga musim ini mempengaruhi penghasilan yang diterima nelayan dari hasil penangkapan ikan. Dampak iklim cuaca, telah membuat hasil tangkapan ikan nelayan tidak dapat diprediksi nilainya. Iklim cuaca ini juga telah menyebabkan turunnya pendapatan nelayan dan tidak diketahuinya bulan-bulan ketiga musim. Pendapatan nelayan biasanya pada musim puncak per bulan berkisar Rp ,-, musim sedang berkisar, Rp ,-, dan musim paceklik Rp ,-. Puncak penangkapan ikan di PPS Bitung dimulai bulan Juli Oktober, selanjutnya mengalami penurunan pada bulan Desember. Hal ini disebabkan oleh periode musim ikan yang lebih pendek daripada tahun sebelumnya dan cuaca yang buruk, yang menyebabkan nelayan tidak bisa melaut. Penghasilan yang diterima masyarakat perikanan (nelayan, pedagang, dan pengolah), di PPN Bitung, terdapat perbedaan. Faktor kendala utama, adalah adanya cuaca buruk yang menyebabkan nelayan tidak dapat menangkap ikan. Penurunan penghasilan pada musim sedang dan musim paceklik, dikarenakan bahwa jumlah trip nelayan ke laut berkurang. Hal ini menyebabkan hasil tangkapan yang didapat oleh nelayan juga berkurang. Dampak yang kurang menguntungkan ini, memerlukan upaya antisipasi, agar pendapatan nelayan tidak berkurang. Upaya yang dapat dilakukan 70

82 adalah mencari pekerjaann sampingan bagi nelayan, agar pada musim yang kurang menguntungkan, mereka mempunyai pekerjaan alternatif dan masih bisa memperoleh pendapatan. Upaya lainnya adalah memberdayakan dan memperkuat kelembagaan pedagang serta koperasi, agar para masyarakat kelautan dan perikanan mampu membentuk usaha baru yang dapat mengangkat perekonomiannya. Memberdayakan kapabilitas pelaku pengolahan dan pedagang dengan pelatihan serta pendidikan berdasarkan potensi yang dimiliki. Tujuan dilakukannya pemberdayaan kapabilitas adalah agar para pengolah dan pedagang usahanya dapat lebih untuk dikembangkan lagi. Kondisi ini diharapkan dapat memperkuat perekonomian wilayah Kota Bitung dan PPN Bitung, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Kependudukan dan Tenaga Kerja Pada tahun 2009 di Kota Bitung terdapat hanya kelahiran dan jumlah kematian 433 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Kota Bitung per tahun selama 10 tahun terakhir, sebesar 2.99%. Secara demografis, penduduk Kota Bitung tergolong mempunyai struktur umur muda. Pola ini masih akan terus berlangsung pada waktu mendatang. Struktur ini membawa implikasi munculnya masalah yang menyangkut ketenagakerjaan, seperti pengangguran dan penurunan kualitas sumber daya manusia. Banyaknya pencari kerja di Kota Bitung pada tahun 2009 adalah orang. Luas wilayah daratan Kota Bitung ,35 Ha, yang terbagi dalam 8 wilayah kecamatan serta 69 kelurahan. Perkembangan Kota Bitung saat ini memberikan dampak kepada meningkatnya ekonomi dan jumlah penduduk. Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan pembangunan perekonomian dalam kaitannya dengan upaya pemerintah mengatasi masalah kemiskinan adalah ketenagakerjaan. Keragaman menurut latar belakang dan tingkat pendidikan, juga merupakan faktor 71

83 penentu dalam percepatan alih teknologi dan peningkatan produktivitas. Program Minapolitan diharapkan membawa dampak terhadap tenaga kerja, dengan menetapkan kebijakan untuk menggerakkan usaha di sektor kelautan dan perikanan, khususnya di skala usaha menengah ke bawah. Menjadikan tenaga kerja di Kota Bitung sebagai makna human capital, dapat menumbuhkan ekonomi wilayah yang menjanjikan di masa yang akan datang dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Ketersediaan Sumber Daya Kota Bitung adalah salah satu Kota di Sulawesi Utara yang merupakan daerah dengan nilai produksi perikana tersbesar. Hal ini terkait dengan kondisi geografis Bitung yang memiliki lautan cukup luas, serta adanya PPS Bitung yang menyediakan fasilitas memadai untuk perkembangan perikanan. Tingkat produksi perikana di Kota Bitung dilihat dari 2 sektor, yaitu perikanan laut dan perikanan darat. Nilai produksi perikanan laut di Kota Bitung meningkat sebesar 850,49 milyar rupiah menjadi ton dengan nilai produksi 932,96 milyar rupiah pada tahun Hal ini merupakan potensi bagi perkembangan perikana Kota Bitung, karena peningkatan produksi perikanan laut ternyata tidak dipengaruhi oleh pengingkatan jumlah kapal ikan. Fenomena ini memberikan indikasi bahwa ada faktor lain, seperti meningkatnya teknologi penangkapan ikan, maupun kemampuan masyarakat nalayan dalam upaya meningkatkan produksi perikanan. Sebagaimana halnya produksi perikanan laut, produksi perikana darat pada tahun 2009 di Kota Bitung mengalami peningkatan, jika dibandingkan dengan produksi perikanan tahun Produksi perikanan darat pada tahun 2009, adalah 76,2 ton atau meningkat 0,05% dari produksi darat tahun Hal tersebut diikuti oleh peningkatan produksi perikanan darat yaitu sebesar 771 milyar dan meningkat dari nilai produksi 713,6 72

84 milyar pada tahun sebelumnya. Produksi perikanan laut dan perikanan darat di Kota Bitung masih dapat ditingkatkan lagi dengan adanya program Minapolitan. Uapaya yang dapat dilakukan adalah pemerintah daerah bersama dengan masyarakat Kota Bitung, senantiasa terus berusaha memperbaiki berbagai aspek penunjang produksi perikanan, termasuk di dalamnya adalah penyediaan fasilitas seperti TPI dan lain sebagainya. Pengembangan program Minapolitan dengan melihat potensi sumber daya yang dimiliki Kota Bitung, masih sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Pengembangan keterampilan nekayan dan pengunaan alat tangkap yang tepat, akan membantu untuk menggali potensi sumber daya ikan secara optimal dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Potensi Pasar Hasil tangkapan perikanan yang didaratkan di PPS Bitung, pemasarannya dilakukan dalam bentuk produk ikan segar dan produk beku, dimana daerah tujuan distribusinya meliputi lokal, antar kota dan diekspor. Volume ekspor hasil perikanan pada tahun 2010, diketahui sebesar ,96 ton dengan total nilai sebesar ,84 US$ (Anonimousd, 2011). Pemasaran hasil perikanan yang di daratkan di PPS Bitung sebagian besar dipasarkan ke industri pengolahan dan sisanya lagi untuk konsumsi, sedangkan pedagang yang paling berperan di dalam PPS Bitung adalah pedagang pengecer. Sistem transportasi ikan yang dipasarkan ke luar kota, biasanya diangkut menggunakan kapal laut dan yang dipasarkan untuk konsumen di dalam kota menggunakan mobil dengn sistem pendingin. Sistem pembayaran hasil penjualan perikanan selama ini dilakukan secara tunai. Hasil tangkapan ikan segar (68.25%) yang diperoleh nelayan dipasarkan di dalam wilayah Kota Bitung dan sisanya diekspor, sedangkan tujuan pasar untuk bahan baku olahan (30.74%) dipasarkan di dalam kota 73

85 dan sisanya dipasarkan ke luar Kota Bitung. Tujuan pemasaran ikan segar di dalam provinsi, adalah Kota Bitung (14.6%), Kota Manado (12.10), Kota Minut (10%), dan Kota Tomohon (8%). Hasil perikanan dalam bentuk ikan segar, juga di ekpor ke negara Jepang, Amerika, dan Uni Eropa, dengan total sebesar 25%. Tujuan pemasaran bahan baku olahan di dalam provinsi, adalah Kota Bitung (20.5%) dan Kota Manado (3.24%), sedangkan di luar provinsi dipasarkan ke Kota Jakarta (3.5%) dan Kota Surabaya (3.5%). Promosi yang pelaksanaannya melibatkan peran serta dan kerjasama berbagai instansi, dapat memberikan pengaruh terhadap pemasaran sumber daya perikanan yang didaratkan di PPS Bitung. Penyusunan kegiatan serta program yang komprehensif dalam melakukan promosi, dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan para nelayan dan sekaligus mengoptimalkan kontribusi sub sektor perikanan di Kota Bitung untuk perkonomian nasional. Keberhasilan kegiatan Minapolitan di Kota Bitung, ditentukan oleh adanya niat baik para pelakunya serta kemampuan berkoordinasi para pihak, yang terkait secara sinergis pada tiap tahap kegiatan pemasaran. Apabila hal tersebut dapat dilaksanakan, program Minapolitan di Kota Bitung diharapkan dapat mempercepat terwujudnya keterpaduan usaha perikanan dari hulu ke hilir, dengan produk yang bernilai tambah tinggi dan memiliki daya saing yang kuat. 74

86 3.9. PPN Ternate-Kota Ternate Karakteristik Sosial Ekonomi Pendidikan Karakteristik responden berdasarkan usia, secara umum berada dalam selang umur yang produktif yaitu berkisar antara tahun. Tingkat pendidikan responden, rata-rata tamatan SD. Jumlah SD baik negeri/inpres maupun swasta di Kota Ternate, sampai dengan tahun 2009 sebanyak 102 buah dengan jumlah guru orang, sementara peserta didiknya orang. Pada tahun 2009 juga terdapat 29 buah SLTP negeri dan swasta dengan jumlah guru 764 orang, serta murid sebanyak orang. Jenjang pendidikan SLTA jumlah SMU negeri dan swasta sebanyak 17 buah, dengan jumlah guru 560 orang serta murid sejumlah orang. Jumlah sekolah SMK negeri ditambah swasta sebanyak 7 buah, dengan jumlah guru sebanyak 261 orang dan jumlah murid orang (Anonimous a, 2010). Berdasarkan usia dan tingkat pendidikan responden di Ternate, diharapkan sosialisasi program Minapolitan lebih mendalam, intensif, dan komprehensif, agar tujuan akhir yang diharapkan dapat tercapai. Pembangunan di bidang pendidikan terus diupayakan Pemerintah Kota Ternate melalui program dan kebijakan seperti penyediaan dan pengembangan sarana/prasarana di bidang pendidikan berupa rehabilitasi maupun penambahan gedung sekolah baru serta peningkatan kualitas tenaga pendidik melalui pendidikan dan pelatihan, disamping itu juga mengikutsertakan dan membantu pihak swasta dalam megelola pendidikan di daerah ini. Keberadaan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sangat membantu anak usia sekolah yang tidak mampu untuk bersekolah. 75

87 Pendapatan dan Pengeluaran Aktivitas penangkapan ikan di PPN Ternate, dilakukan sepanjang tahun yang dibagi ke dalam musim puncak, sedang, dan paceklik. Ketiga musim ini mempengaruhi penghasilan yang diterima nelayan dari hasil penagkapan ikan. Dampak iklim cuaca di tahun 2011, membuat hasil tangkapan ikan nelayan tidak dapat diprediksi nilainya. Iklim cuaca ini juga telah menyebabkan turunnya pendapatan nelayan dan tidak diketahuinya bulan-bulan ketiga musim. Pendapatan nelayan biasanya pada musim puncak per bulan Rp ,-, musim sedang berkisar, Rp ,-, dan musim paceklik Rp ,-. Musim puncak penangkapan ikan di PPN Ternate pada dimulai bulan Juni November, selanjutnya mengalami penurunan pada bulan Desember. Hal ini disebabkan oleh periode musim ikan yang lebih pendek daripada tahun sebelumnya. Penurunan hasil tangkapan ini juga disebabkan oleh cuaca yang tidak menentu, dan menyebabkan nelayan tidak bisa ke laut karena gelombang tinggi. Penghasilan yang diterima masyarakat perikanan (nelayan, pedagang, dan pengolah), di PPN Ternate, terdapat perbedaan. Faktor kendala utama, adalah adanya cuaca buruk yang menyebabkan nelayan tidak dapat menangkap ikan. Berdasarkan Penurunan penghasilan pada musim sedang dan musim paceklik, dikarenakan bahwa jumlah trip nelayan ke laut berkurang. Hal ini menyebabkan hasil tangkapan yang didapat oleh nelayan juga berkurang. Upaya mengantisipasi dampak penurunan pendapatan, adalah memberikan pekerjaann alternatif bagi nelayan, agar apabila pada musim paceklik masih mempunyai penghasilan yang seimbang atau lebih tinggi dari penghasilan pada musim puncak. Memperkuat kelembagaan pedagang, diharapkan agar masyarakat perikanan mampu membentuk usaha baru yang dapat meningkatkan perekonomian mereka. Memberdayakan pelaku 76

88 pengolahan dan pedagang dengan memberikan pelatihan dan pendidikan berdasarkan potensi yang ada, agar dapat lebih berkembang. Fenomena ini dapat memperkuat perekonomian wilayah Kota Ternate dan PPS Ternate, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Pengeluaran rumah tangga yang dimaksud meliputi pengeluaran untuk konsumsi (pangan dan non pangan) dan non konsumsi (pendidikan, rekreasi dan lain-lain). Kependudukan dan Tenaga Kerja Penduduk menjadi tujuan utama pelaksanaan pembangunan wilayah Kota Ternate. Hasil pembangunan yang dilaksanakan, diharapkan dapat memberikan dampak bagi peningkatan kesejahteraan, terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar, dan ketersediaan sarana bagi aktivitas sosial maupun ekonomi. Pencapaian tujuan penetapan program Minapolitan dalam menata masalah kependudukan, diperlukan informasi atau data di PPS Bitung yang akurat sebagai landasan penyusunan perencanaan program di berbagai bidang pembangunan selanjutnya. Jumlah penduduk di Kota Ternate pada tahun 2009, berdasarkan Anonimous (2010), sebanyak jiwa. Perkembangan Kota Ternate yang saat ini merupakan gerbang Provinsi Maluku Utara dan sebagai kegiatan ekonomi, memberi dampak meningkatnya jumlah penduduk. Luas wilayah daratan Kota Ternate km 2 dan dibandingakan dengan jumlah penduduknya, menunjukkan adanya peningkatan jumlah sebesar 735 jiwa per km 2 (Anonimous, 2010). Kepadatan penduduk dapat memberikan informasi penyebaran penduduk di suatu wilayah. Hal ini penting mengingat diferensiasi jumlah penduduk antar wilayah dalam suatu daerah tidak mutlak menggambarkan kepadatan penduduknya. Daerah Kota ternate yang diperkirakan memiliki jumlah 77

89 penduduk yang besar di masa yang akan datang, belum tentu dirasakan padat bila wilayah yang dmiliki juga luas. Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan pembangunan perekonomian dalam kaitannya dengan upaya pemerintah mengatasi masalah kemiskinan adalah ketenagakerjaan. Data ketenagakerjaan umumnya diperoleh dari hasil survei seperti Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) maupun Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang secara rutin dilaksanakan oleh BPS setiap tahun. Indikator ketenagakerjaan yang dapat menggambarkan banyaknya usia kerja (10 tahun ke atas) dan aktif secara ekonomis di suatu daerah adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK diukur sebagai persentase jumlah angktan kerja (bekerja dan pengangguran) terhadap jumlah penduduk usia kerja. Indikator ini menunjukkan besaran relatif dari pasokan tenaga kerja yang tersedia untuk proses produksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian (Anonimous, 2010). Keberadaan masyarakat perikanan yang ikut terlibat langsung dalam menunjang kegiatan perikanan di PPN Ternate, terdiri tenaga kerja staf/administrasi, pengusaha perikanan, nak buah kapal nelayan, pedagang ikan, dan peyedia jasa lainnya (warung, TKBM, tukang gerobak, ojek, dan lain-lain). Keberadaan dan fungsi PPN Ternate dalam hal tugas pemerintahan terbatas pada pembinaan, pengaturan, dan pelayanan barang/jasa yang bersifat umum. Keberadaan pihak swasta menangani bidang kerja komersial mulai dari pengadaan sarana produksi, berproduksi, mengolah, dan pemasaran yang mencakup seluruh kegiatan agribisnis perikanan. Berdasarkan keberadaan dan tugas tersebut, maka latar belakang pendidikan baik formal maupun non formal para tenaga kerja yang beraktivitas di PPN Ternate juga sangat beragam. Penyerapan tenaga kerja tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 1,43 % dibandingkan dengan tahun Peningkatan jumlah 78

90 tenaga kerja ini disebabkan adanya penambahan tenaga administrasi di Lingkungan PPN Ternate serta penambahan jumlah ABK nelayan. Penambahan tenaga kerja juga disebabkan karena ada penambahan badan usaha yang ikut menanamkan investasi di Pelabuhan Perikanan Ternate yaitu Yusuf Hi. Muchtar, Noky Pangayow dan Helman Laode. Keragaman menurut latar belakang dan tingkat pendidikan, juga merupakan faktor penentu dalam percepatan alih teknologi dan peningkatan produktivitas. Persaingan memperebutkan tenaga kerja, posisi agribisnis perikanan masih pada berada pada posisi yang lemah mengingat sifat pekerjaan dibidang ini beresiko cukup tinggi sedangkan hasilnya masih kurang menjanjikan. Program Minapolitan diharapkan membawa dampak terhadap tenaga kerja, dengan menetapkan kebijakan untuk menggerakkan usaha di sektor kelautan dan perikanan, khususnya di skala usaha menengah ke bawah. Menjadikan tenaga kerja di Kota Ternate sebagai makna human capital, dapat menumbuhkan ekonomi wilayah yang menjanjikan di masa yang akan datang dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Ketersediaan Sumber Daya Kota Ternate memiliki luas wilayah perairan atau laut mencapai 903,73 km2. Kondisi wilayah seperti ini berarti potensi laut yang dikandung sangat besar pula, sehingga jika dikelola dan dikembangkan secara maksimal akan berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat khususnya di daerah pesisir yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan. Sampai saat ini potensi laut yang dimiliki daerah ini belum dapat dikelola dikembangkan secara optimal disebabkan antara lain masih terbatasnya fasilitas nelayan terutama pada peralatannya. Jenis ikan yang produksinya cukup tinggi di wilayah Kota Ternate antara lain tuna/cakalang, layang/selar, tongkol serta kakap/kerapu. Produksi jenis ikan tersebut pada tahun

91 adalah: Tuna/Cakalang ton, Tongkol ton, Layang/Selar ton serta Kakap/Kerapu mencapai ton. Pengembangan program Minapolitan dengan melihat potensi sumber daya yang dimiliki, masih sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Keterampilan nelayan dan pengunaan alat tangkap yang tepat, akan membantu untuk menggali potensi sumber daya ikan secara optimal dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Potensi Pasar Tangkapan ikan yang didaratkan nelayan di PPN Ternate, sebagian besar dipasarkan untuk konsumsi dan sisanya untuk industri pengolahan. Pedagang yang paling berperan di dalam wilayah PPN Ternate, adalah pedagang pengumpul, dengan sistem pembayaran hasil perikanan dibayar 3 hari sampai 7 hari setelah barang diserahkan. Sistem transportasi ikan yang dipasarkan ke luar kota menggunakan kapal laut, sedangkan yang dipasarkan untuk konsumen di dalam kota, menggunakan mobil bak terbuka. Hasil tangkapan ikan segar (85%) yang diperoleh nelayan dipasarkan di dalam kota provinsi ke Ternate (90%) dan Tidore (10%). Tujuan pasar untuk bahan baku olahan (15%), dipasarkan di dalam kota dan sisanya dipasarkan di kota luar provinsi ke Surabaya (70%),dan Jakarta (30%). Daerah tujuan pemasaran ikan yang didaratkan di PPN Ternate, selain dijual ke TPI Bastiong, juga dijual di pasar ikan Gamalama, untuk konsumsi lokal kota Ternate dan daerah sekitarnya. Pedagang ikan yang beraktivitas di PPN Ternate, telah diarahkan untuk masuk dan berjualan di bangsal penjualan ikan pelabuhan. Hingga saat ini, aktivitas penjualan ikan di dalam pelabuhan cukup ramai dan dari ukurannya terlihat cukup sempit, sehingga perlu diupayakan untuk memperluas tempat penjualan ikan olahan. Kegiatan pemasarannya, selain untuk pasar lokal di Maluku Utara, ikan hasil tangkapan nelayan juga 80

92 ditampung oleh perusahaan perikanan (CV. Santo Alvin Pratama, PT. Dwi Poli Perkasa, PT. Charli Era Pranata, UD. Hermanto, UD. Agus Salim Mustafa, UD. Irwan, serta usaha perorangan lainnya). Perusahaan tersebut, ada yang membeli langsung kepada para nelayan dan ada pula yang melakukan kerjasama sistem pola PIR (Anonimous b, 2011). 81

93 Gambar 1. Peta Indeks Kesiapan Pelaksanaan Program Minapolitan

94 Gambar 2. Peta Pemasaran PPS Bitung

95 Gambar 3. Peta Pemasaran PPN Palabuhan Ratu

96 Gambar 4. Peta Pemasaran PPS Kendari

97 Gambar 5. Peta Pemasaran PPS Nizam Zachman

98 Gambar 6. Peta Pemasaran PPP Muncar

99 Gambar 7. Peta Pemasaran PPN Pemangkat

100 Gambar 8. Peta Pemasaran PPN Pekalongan

101 Gambar 9. Peta Pemasaran PPN Sibolga

102 Gambar 10. Peta Pemasaran PPN Ternate

103 Gambar 11. Peta Pemasaran PPN Kejawanan

104 Gambar 12. Peta Pemasaran PPN Brondong

105 Gambar 13. Peta Pemasaran PPP Sungai Rengas

106 Gambar 14. Peta Pemasaran PPS Belawan

107 Gambar 15. Peta Pemasaran PPN Tanjung Pandan

108 Gambar 16. Peta Pemasaran PPN Sungailiat

109 Gambar 17. Peta Pemasaran PPI Paotere

110 Gambar 18. Peta Pemasaran PPS Cilacap

111 Gambar 19. Peta Pemasaran PPP Idi

112 Gambar 20. Peta Pemasaran PPP Tegalsari

113 Gambar 21. Peta Pemasaran PPN Prigi

114 Gambar 22. Peta Pemasaran PPS Bungus

115 Gambar 23. Peta Pemasaran PPN Ambon

116 Gambar 24. Peta Pemasaran PPP Bajomulyo

117 Gambar 25. Peta Pemasaran PPP Tamperan

118 Gambar 26. Peta Pemasaran PPI Bengkulu

119 Gambar 27. Peta Pemasaran PPP Kupang

120 Gambar 28. Peta Pemasaran PPI Pamayangsari

121 Gambar 29. Peta Pemasaran PPN Karangantu

122 Gambar 30. Peta Pemasaran PPI Ujung Serangga

123 Gambar 31. Peta Pemasaran PPP Tumumpa

124 Gambar 32. Peta Pemasaran PPP Kwandang

125 Gambar 33. Peta Pemasaran PPI Bengkalis

126 Gambar 34. Peta Pemasaran PPP Sadeng

127 Gambar 35. Peta Pemasaran PPP Labuhan Lombok

128 Gambar 36. Peta Pemasaran PPI Karangsong

129 Gambar 37. Peta Pemasaran PPP Wayangan

130 Gambar 38. Peta Pemasaran PPP Carocok Tarusan

131 Gambar 39. Peta Pemasaran PPN Teluk Awang

132 Gambar 40. Peta Pemasaran PPI Lonrae

133 Gambar 41. Peta Pemasaran PPI Batulicin

134 Gambar 42. Peta Pemasaran PPN Tual

135 Gambar 43. Peta Pemasaran PPP Tasik Agung

136 Gambar 44. Peta Pemasaran PPI Lantora

137 Gambar 45. Peta Pemasaran PPP Pantai Tawang

138 Gambar 46. Peta Pemasaran PPI Amurang

139 Gambar 47. Peta Pemasaran PPP Kuala Tungkal

140 Gambar 48. Peta Pemasaran PPP Morodemak

141 Gambar 49. Peta Pemasaran PPP Labuhan Maringgai

142 Gambar 50. Peta Pemasaran PPN Bacan

143 Gambar 51. Peta Pemasaran PPI Sadai

144 Gambar 52. Peta Pemasaran PPI Bulu Tuban

145 Gambar 53. Peta Pemasaran PPI Tilamuta

146 Gambar 54. Peta Pemasaran PPI Manggar Baru

147 Gambar 55. Peta Pemasaran PPI Teluk Santong

148 Gambar 56. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Mandiri

149 Gambar 57. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Maju

150 Gambar 58. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Pemula

151 Gambar 59. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Perintis

152 Jumlah Nelayan (orang) ,050,000 1,030,000 1,010, , , , ,000 Laki2 Perempuan Gambar 60. Grafik Pertumbuhan Penduduk Laki-laki dan Perempuan di Kota Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011 Medan, ,000 15,000 10,000 5, Tahun Gambar 61. Perkembangan Jumlah Nelayan di PPP Muncar, Sumber : Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi, 2011

153 Jan Peb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nop Des Jumlah (Orang) 1,200 1, Tahun - Purse seine - Payang - Gill Net - Pancing Tonda - Prawe Hanyut - Pancing Ulur - Bagan Tancap - Sero (Banjang) - Lain-lain Gambar 62. Perkembangan Penggunaan Alat Penangkap Ikan di PPP Muncar, Sumber : Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi, ,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 Tongkol Layang Lemuru Gambar 63. Produksi Ikan Dominan di Muncar Tahun 2010 Sumber : Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi, 2011

154 Volume Produksi (Kg) Jumlah nelayan (orang) 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 Tahun Gambar 64. Perkembangan Jumlah Nelayan di PPN Palabuhanratu, Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2010 Produksi 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, Tahun Gambar 65. Perkembangan Volume Ikan yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Tahun Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2010

155 Nilai (Rp.) Nilai 160,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000,000 80,000,000,000 60,000,000,000 40,000,000,000 20,000,000,000 0 Tahun Gambar 66. Perkembangan Nilai Produksi Ikan yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Tahun Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2010

KESIAPAN PROGRAM DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP LAUT PADA KAWASAN MINAPOLITAN

KESIAPAN PROGRAM DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP LAUT PADA KAWASAN MINAPOLITAN J. Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 1 No. 1 Tahun 2011 KESIAPAN PROGRAM DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP LAUT PADA KAWASAN MINAPOLITAN Armen Zulham dan Subhechanis Saptanto

Lebih terperinci

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the La

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the La BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.503, 2014 KEMEN.KP. Perikanan Negara Republik Indonesia. Wilayah Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 MOR SP DIPA-32.3-/217 DS4538-239-5974-97 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.503, 2014 KEMEN.KP. Perikanan Negara Republik Indonesia. Wilayah Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PERMEN-KP/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PERMEN-KP/2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PELABUHAN PERIKANAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sering perkembangan zaman terutama dalam era globalisasi saat ini kemajuan penggunaan komputer begitu pesat, teknologi informasi dan komputer yang sangat pesat ini

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.02/MEN/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELABUHAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.02/MEN/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELABUHAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.02/MEN/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELABUHAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara maritim dengan luas wilayah laut

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.06/MEN/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELABUHAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.06/MEN/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELABUHAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.06/MEN/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50/KEPMEN-K P/2017 TENTANG ESTIMASI POTENSI, JUMLAH TANGKAPAN YANG DIPERBOLEHKAN, DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.19/MEN/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.06/MEN/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

STATISTIK PENGUNDUH DATA DAN INFORMASI HASIL LITBANG SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR Status Januari sampai Juni 2016

STATISTIK PENGUNDUH DATA DAN INFORMASI HASIL LITBANG SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR Status Januari sampai Juni 2016 STATISTIK PENGUNDUH DATA DAN INFORMASI HASIL LITBANG SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR Status Januari sampai Juni 2016 Laboratorium Data Laut dan Pesisir (Marine and Coastal Data Laboratory) Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Konsep dan Hasil Kajian Program Minapolitan

Konsep dan Hasil Kajian Program Minapolitan Konsep dan Hasil Kajian Program Minapolitan Disampaikan pada Rapat koordinasi Pengembangan Kawasan Minapolitan Batam, 22 September 2014 Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi KP Balitbang Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

SARANA PRASARANA PENGOLAHAN YANG DIBANGUN DITJEN P2HP,

SARANA PRASARANA PENGOLAHAN YANG DIBANGUN DITJEN P2HP, SARANA PRASARANA PENGOLAHAN YANG DIBANGUN DITJEN P2HP, 2009-2014 Rumah Kemasan Bangsal Pengoalhan 4 Unit / 110 Ton 5 Unit / 50 Ton / 3 Ton Rumah Kemasan Bangsal Pengolahan 7 Unit / 320 Ton 9 Unit / 100

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Menuju Industri Perikanan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Menuju Industri Perikanan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Menuju Industri Perikanan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan Deputi

Lebih terperinci

PETA KERAGAAN PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA (WPP-RI)

PETA KERAGAAN PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA (WPP-RI) PETA KERAGAAN PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA (WPPRI) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan & Perikanan Republik Indonesia 2011 PETA KERAGAAN

Lebih terperinci

KONTRIBUSI UNTUK INDONESIA POROS MARITIM DUNIA. Kerangka Rencana Strategis Perum Perindo

KONTRIBUSI UNTUK INDONESIA POROS MARITIM DUNIA. Kerangka Rencana Strategis Perum Perindo KONTRIBUSI UNTUK INDONESIA POROS MARITIM DUNIA Kerangka Rencana Strategis Perum Perindo 2016-2020 Laut adalah Masa Depan Peradaban 17.504 Pulau Negara Kepulauan 5,8 juta km2 Luas Wilayah 8500 spesies ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan Iin Solihin 1, Sugeng Hari Wisudo 1, Joko Susanto 2 1 Departemen

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

SISTEM LOGISTIK IKAN NASIONAL

SISTEM LOGISTIK IKAN NASIONAL SISTEM LOGISTIK IKAN NASIONAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pengembangan 1ndust kelautan dan perikanan mencakup rantai aliran ikan mulai dari sumber sampai kepada tangan pembeli.pengembangan 1ndust

Lebih terperinci

Seri Data dan Informasi Sosek KP 7

Seri Data dan Informasi Sosek KP 7 Seri Data dan Informasi Sosek KP 7 Model Pengembangan Inovasi Kelembagaan Pengelolaan Waduk dan Situ Dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Nelayan Asnawi, dkk 1 Seri Data dan Informasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

PREDIKSI HASIL TANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI INDONESIA MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV. Firdaniza 1), Nurul Gusriani 2)

PREDIKSI HASIL TANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI INDONESIA MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV. Firdaniza 1), Nurul Gusriani 2) PREDIKSI HASIL TANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI INDONESIA MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV Firdaniza 1), Nurul Gusriani 2) 1,2) Departemen Matematika FMIPA Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang Km.

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pembangunan industri perikanan nasional

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan digolongkan sebagai pelabuhan khusus, yang mengandung pengertian bahwa suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perikanan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan paket-paket teknologi. Menurut Porter (1990)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir BAB 4 ANALISIS Dalam bab ini akan membahas analisis komoditas ikan mulai dari hulu ke hilir berdasarkan klasifikasi inventarisasi yang sudah di tentukan pada bab selanjutnya dengan menggunakan skema pendekatan

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN 1.1.1. Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, 2006. Menyatakan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

STATISTIK PENGUNDUH DATA DAN INFORMASI HASIL LITBANG SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR Status Januari sampai Juni 2015

STATISTIK PENGUNDUH DATA DAN INFORMASI HASIL LITBANG SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR Status Januari sampai Juni 2015 STATISTIK PENGUNDUH DATA DAN INFORMASI HASIL LITBANG SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR Status Januari sampai Juni 2015 Laboratorium Data Laut dan Pesisir (Marine and Coastal Data Laboratory) Pusat Penelitian

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA 2 PROVINSI SUMATERA UTARA VISI Menjadi Provinsi yang Berdaya Saing Menuju Sumatera Utara Sejahtera MISI 1. Membangun sumberdaya manusia yang memiliki integritas dalam berbangsa dan bernegara, religius

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa Oleh: Akhmad Solihin Peneliti Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor Selatan Jawa yang menghadap Samudera Hindia adalah

Lebih terperinci

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU 7.1. Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu Identifikasi stakeholder dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai kepentingan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 NOMOR SP DIPA-32.5-/217 DS6-9464-235-812 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Policy Brief TR 2016 02 Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Nazla Mariza, M.A.; Bambang Wicaksono, M.Si.; Joanna Octavia, M.Sc. Ringkasan Industri perikanan nasional Indonesia

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Ida Mulyani Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat beraneka ragam dan jumlahnya sangat melimpah

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pelabuhan Perikanan. Sesuai dengan Pasal 1 Undang Undang No. 31 Tahun 2004 tentang

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pelabuhan Perikanan. Sesuai dengan Pasal 1 Undang Undang No. 31 Tahun 2004 tentang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Sesuai dengan Pasal 1 Undang Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, bahwa Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN (Perairan Umum Daratan) Tim Penelitian : Zahri Nasution

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap.

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.04/MEN/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DI BIDANG PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dilakukannya penelitian, batasan masalah dalam penelitian, serta pada bagian akhir sub bab juga terdapat sistematika penulisan

Lebih terperinci

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8.1 Perumusan Kebijakan Strategis Pengembangan Perikanan Kajian Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik dari Potensi Daerah menghasilkan dua

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perikanan tangkap kini dihadang dengan isu praktik penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau yang disebut IUU (Illegal, Unreported, and

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011 KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN 2011 DAN 2012 OLEH : ENDAH

Lebih terperinci

Perum Prasarana Perikanan Samudera (PPPS) ildalah Badan Usaha. Milik Negara (BUMN), didirikan berdasarkan PP No.2 tahun 1990 dm

Perum Prasarana Perikanan Samudera (PPPS) ildalah Badan Usaha. Milik Negara (BUMN), didirikan berdasarkan PP No.2 tahun 1990 dm I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perum Prasarana Perikanan Samudera (PPPS) ildalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), didirikan berdasarkan PP No.2 tahun 1990 dm selanjumya disempumakan dengan PP No.23 tahun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas, terdiri dari wilayah perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km 2 dan zona ekonomi ekslusif (ZEE)

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 1 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KKP Meningkatnya dukungan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2009 TENTANG WILAYAH KERJA DAN WILAYAH PENGOPERASIAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PRIGI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 30 Maret 2016 s/d 04 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 30 Maret 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 30 Maret 2016 s/d 04 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 30 Maret 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 30 Maret 2016 s/d 04 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 30 Maret 2016 Rabu, 30 Maret 2016 PERAIRAN BAGIAN BARAT LAMPUNG, LAUT

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI 3.1 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir Arahan Strategi Pengembangan Wilayah Berdasarkan Komoditas Unggulan yang Berdaya saing di Kabupaten Indramayu sebagai kawasan

Lebih terperinci

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 3, Desember 2014: 187-191 ISSN : 2355-6226 BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH Yonvitner Departemen Manajemen

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 11 November 2016 s/d 15 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 11 November 2016 s/d 15 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 11 November 2016 s/d 15 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 11 November 2016 Jumat, 11 November 2016 Laut Cina Selatan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dimana 75% dari luas wilayahnya adalah perairan laut. Luas keseluruhan wilayah Indonesia mencapai 5.8 juta kilometer persegi dan memiliki

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 07 Januari 2016 s/d 12 Januari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 07 Januari 2016 s/d 12 Januari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 07 Januari 2016 s/d 12 Januari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 07 Januari 2016 Kamis, 7 Januari 2016 Berhala, Perairan Utara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 30 Januari 2016 s/d 04 Februari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 30 Januari 2016 s/d 04 Februari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 30 Januari 2016 s/d 04 Februari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 30 Januari 2016 Sabtu, 30 Januari 2016 BAGIAN BARAT LAMPUNG,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

KAWASAN LUMBUNG IKAN NASIONAL MALUKU AKAN DI KEMBANGAKAN

KAWASAN LUMBUNG IKAN NASIONAL MALUKU AKAN DI KEMBANGAKAN KAWASAN LUMBUNG IKAN NASIONAL MALUKU AKAN DI KEMBANGAKAN Sejak digelarnya Sail Banda 2010, Pemerintah telah menetapkan Maluku sebagai lumbung ikan nasional. Maluku memiliki potensi produksi ikan tangkap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan oleh

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Su

2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Su 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' '

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' 9 3 METODOLOGI PENELITIAN 3. Waktu dan Tempat Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Juli 00 hingga Januari 0 di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Peta

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, kelestarian ekosistem, serta persatuan dan kesatuan. Sedangkan

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 22 Juli 2016 s/d 26 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 22 Juli 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 22 Juli 2016 s/d 26 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 22 Juli 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 22 Juli 2016 s/d 26 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 22 Juli 2016 Jumat, 22 Juli 2016 LAUT ANDAMAN BAGIAN TIMUR, PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar dan satu-satunya yang dua per tiga atau 63 persen wilayah tutorialnya berupa parairan. Indonesia juga memiliki

Lebih terperinci

tambahan bagiperekonomian Indonesia (johanes widodo dan suadi 2006).

tambahan bagiperekonomian Indonesia (johanes widodo dan suadi 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang mempunyai wilayah perairan laut dan perairan darat yang sangat luas dibandingkan negara - negara lainnya.sumber daya alam ini salah

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 22 Januari 2016 s/d 27 Januari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 22 Januari 2016 s/d 27 Januari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 22 Januari 2016 s/d 27 Januari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 22 Januari 2016 Jumat, 22 Januari 2016 PERAIRAN BAGIAN BARAT ACEH,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konstelasi sistem agribisnis perikanan, pasar merupakan salah satu komponen penting yang menjadi ujung tombak bagi aliran komoditas perikanan setelah dihasilkan

Lebih terperinci

Lomba Penulisan Artikel HUT KORPRI Ke 43 Kabupaten Cilacap Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap*

Lomba Penulisan Artikel HUT KORPRI Ke 43 Kabupaten Cilacap Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap* Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap* Sebagai Kabupaten dengan wilayah administrasi terluas di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Cilacap menyimpan potensi sumberdaya alam yang melimpah. Luas Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sektor perikanan Indonesia cukup besar. Indonesia memiliki perairan laut seluas 5,8 juta km 2 (perairan nusantara dan teritorial 3,1 juta km 2, perairan ZEE

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.50/MEN/2011 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Selat Sunda secara geografis menghubungkan Laut Jawa serta Selat Karimata di bagian utara dengan Samudera Hindia di bagian selatan. Topografi perairan ini secara

Lebih terperinci