KAJIAN KELAYAKAN SOSEKLING PENERAPAN BAHAN BANGUNAN UNTUK PERUMAHAN TRADISIONAL

Transkripsi

1 C LAPORAN AKHIR KAJIAN KELAYAKAN SOSEKLING PENERAPAN BAHAN BANGUNAN UNTUK PERUMAHAN TRADISIONAL TAHUN ANGGARAN 2011 Balai Litbang Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Permukiman 1

2 LAPORAN AKHIR Kementerian Negara/Lembaga : KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM Unit Organisasi : BALAI LITBANG SOSEKLINGKIM Program : LITBANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM Kegiatan/Komponen : PENELITIAN SOSEK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN Sub Kegiatan/Sub Komponen : KAJIAN KELAYAKAN SOSELING PENERAPAN BAHAN BANGUNAN UNTUK PERUMAHAN TRADISIONAL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin maju dan pertumbuhan populasi manusia membuat industri permukiman semakin berkembang dengan pesat. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan pesat rumah-rumah atau gedung-gedung baru. Salah satu bahan bangunan yang dipakai dalam membuat bangunan- bangunan adalah kayu. Indonesia adalah negara tropis yang kaya akan sumber daya alam, termasuk kayu (Purwantoro, 2007). Akan tetapi penggunaan kayu yang terlalu berlebihan dapat mengancam populasi kayu dan kelestarian hutan di Indonesia. Indonesia pada tahun 2011 ini juga masuk menjadi negara dengan deforestasi tertinggi kedua di dunia. Peringkat Indonesia sedikit di bawah Nigeria yang menempati peringkat pertama dalam deforestasi dimana dalam setahun, Indonesia tercatat kehilangan hutannya seluas 1 juta hektar. Deforestasi dapat menghambat upaya sebuah negara untuk mengurangi emisi karbon dioksida, mengingat hutan memainkan peranan penting dalam perubahan iklim global melalui penyerapan karbon. Hutan berfungsi untuk menyerap dan mengunci sebagian besar karbon dioksida dan membantu sebagai penghambat perubahan iklim. Namun, deforestasi mengganggu siklus tersebut dan menyumbang sedikitnya 10 persen bagi Balai Litbang Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Permukiman 2

3 polusi gas ERK. Gambar 1.1. Deforestation Index Map (sumber : Mapplecroft.com, 2011) Dengan adanya deforestasi tersebut, maka ruang terbuka hijau (RTH) makin berkurang. Selain hal di atas, indeks ketersediaan air permukaan di Jawa,Bali, Nusa Tenggara sudah kurang dari m3/ kapita/ tahun. Jawa mempunyai indeks ketersediaan air sebesar 1750 m3 / kapita/ tahun. Bali mempunyai indeks 2009 dan Nusa Tenggara mempunyai indeks 4338 (Hehanusa,1994). Fungsi hutan yang terkena deforestasi secara langsung mempengaruhi indeks ketersediaan air permukaan dan siklus hidrologi. Hal ini karena hutan berfungsi juga sebagai tempat cadangan air. Oleh karena itu untuk tetap menjaga kelestarian hutan dan mencegah bencana alam maka perlu usaha diversifikasi bahan bangunan untuk mengganti kayu. Dimana karakteristik bahan tersebut adalah mudah didapat, cepat tumbuh dan memenuhi syarat sebagai bahan konstruksi serta tidak merusak hutan. Dengan demikian kelestarian hutan tetap terjaga (Purwantoro, 2007). Salah satu bahan bangunan yang dapat menggantikan kayu adalah bambu. Bambu tergolong hasil hutan non kayu yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Salah satu contoh adalah untuk bahan konstruksi bangunan. Di Indonesia bambu dapat tumbuh di daerah gersang seperti di Kepulauan Nusa Tenggara maupun di daerah yang mempunyai curah hujan tinggi, seperti Provinsi Jawa Barat. Sebagai material bangunan, bambu sangat mudah didapatkan bahkan di pelosok-pelosok desa bambu telah menjadi tanaman penghias pekarangan. Tanaman rakyat ini dikenal dengan pertumbuhan yang cepat, dimana bambu dengan kualitas baik dapat diperoleh antara Balai Litbang Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Permukiman 3

4 umur tahun. Sedangkan kayu hutan kebanyakan baru siap tebang setelah lebih dari 30 tahun (Morisco, 2006 dalam Purwantoro, 2007). Bambu mudah ditanam dan tidak memerlukan pemeliharaan khusus. Untuk melakukan budidaya bambu, tidak diperlukan investasi yang besar. Setelah tanaman sudah mantap, hasilnya dapat diperoleh secara menerus tanpa menanam lagi (Morisco, 2006). Bambu sebagai bahan material konstruksi dapat diaplikasikan untuk tiang, balok, lantai, dinding atau sekat, rangka penyangga atap, jembatan bambu, pintu, jendela, tangga, langit-langit, dinding penahan tanah, perancah pada saat pelaksanaan bangunan bertingkat, tirai gulung, fondasi tiang dan sistem pipa. Selain untuk keperluan-keperluan diatas, bambu dapat ditanam untuk mengurangi resiko terjadinya tanah longsor. Bambu mempunyai perakaran yang kuat karena rimpangnya yang bercabang-cabang, kesatuan rimpang ini sulit untuk dipisah-pisahkan. Oleh karena itu bila buluhnya habis dipotong rimpang ini dibiarkan tinggal di tanah (Maradjo dalam Paturrahman, 1998). Di Indonesia penggunaan bambu untuk bahan konstruksi bangunan mulai digalakkan beberapa waktu belakangan ini. Masyarakat pada perumahan tradisional sejak lama terbiasa menggunakan bahan alami untuk digunakan sebagai bahan bangunan pada rumah mereka termasuk bambu. Saat ini bambu sudah bisa dibentuk seperti balok kayu solid atau disebut Bambu Laminasi. Dengan memotong bambu menjadi lembaran kecil, lalu disusun dan disatukan menggunakan perekat, lalu dikempa dalam waktu tertentu. Kekuatan bambu laminasi tersebut ternyata memiliki kekuatan yang sama bahkan melebihi kekuatan kayu solid, jika digunakan sebagai struktur bangunan Harga per meter kubik (m 3 ) bambu laminasi saat ini masih tergolong mahal, karena ongkos produksi dan mesin pres bambu belum terlalu populer, juga dibuat berdasarkan pesanan saja (made by order). Di Propinsi DIY harga permeter kubik bambu laminasi adalah 15 juta rupiah, di Bali sekitar 11 juta rupiah. Sebagai perbandingan, kayu Bengkirai Kalimantan yang 1 meter kubiknya hanya 7,5-8 juta rupiah saja.untuk di Nusa Tenggara Timur harga kayu jati antara Di China, perkembangan bambu laminasi jauh lebih berkembang sebagai bahan bangunan. 1 Kementerian Pekerjaan Umum sudah merumuskan dukungan terhadap peningkatan kualitas lingkungan yang dilaksanakan melalui upaya penerapan prinsip- prinsip green construction 2. Bambu sebagai salah satu elemen dalam green construction menjadi pendukung peningkatan kualitas lingkungan tersebut. 1 download 14 februari Renstra Kementerian Pekerjaan Umum Balai Litbang Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Permukiman 4

5 Konsep green construction dan green building bertujuan untuk menciptakan keberlanjutan lingkungan dengan cara penggunaan sumber daya lebih efisien sekaligus menciptakan bangunan yang lebih sehat dan memiliki efisiensi energi baik. Meskipun tidak ada formula baku, keberlanjutan lingkungan dipengaruhi oleh jumlah carbon footprint yang lebih sedikit melalui konservasi sumber daya. Pada waktu yang bersamaan dapat menghasilkan keseimbangan efisiensi energi, efektivitas penghematan biaya, dan produk yang memiliki biaya pemeliharaan rendah. Dengan kata lain, konsep green building akan berpengaruh besar tehadap usaha penyelamatan keberlanjutan lingkungan 3. Konsep keberlanjutan gedung dan konstruksi telah berkembang selama beberapa tahun belakangan. Berfokus awal dari pengadaptasian terhadap sumber daya yang makin menipis, terutama energi dan bagaimana mereduksi efek buruk terhadap lingkungan. Penekanannya terletak pada isu teknis seperti material, komponen gedung, teknologi konstruksi dan desain konsep yang berkaitan dengan penggunaan energi. Baru-baru ini apresiasi terhadap isu non-teknis berkembang. Saat ini diketahui bahwa keberlanjutan sosial dan ekonomi penting seperti aspek warisan budaya untuk membangun lingkungan sosial 4. Di negara maju, green building dibangun dengan mengembangkan bangunan eksisting melalui aplikasi penemuan terbaru dan inovasi teknologi untuk penghematan material dan energi. Sementara negara berkembang memfokuskan pada persamaan sosial dan keberlanjutan ekonomi. Konstruksi hijau atau green construction adalah jalan menuju pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan lingkungan, sosial ekonomi dan isu budaya. Bambu sebagai bahan bangunan alternatif yang ramah lingkungan mendukung konsep green construction yang dimaksud. Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional di Denpasar sudah membuat berbagai inovasi bahan bangunan di antaranya adalah bambu laminasi. Aplikasi rumah contoh skala 1:1 model bangunan tradisional dengan menggunakan bambu laminasi yang telah dilakukan oleh Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar terdapat 16 unit. Diantaranya di Propinsi Bali diaplikasikan pada TA 2008 sebagai pembuatan Jineng, Bale Bengong dan Home Stay yang terdiri dari 1 unit Jineng dan 1 unit Bale Bengong di Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Balai Litbang Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Permukiman 5

6 Tradisional Denpasar, 2 unit Home Stay dan 2 unit Jineng di Desa Undisan Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli. Pada TA 2008 diaplikasikan 1 unit Jineng di areal Puslitbang Permukiman Bandung. Di Propinsi NTB diaplikasikan pada TA 2009 sebagai pembuatan Lumbung dan Berugak yang terdiri dari 1 unit Lumbung dan 1 unit Berugak di kantor Dinas PU Propinsi NTB, 1 unit Lumbung dan 1 unit Berugak di Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Punjut Kabupaten Lombok Tengah. Pada TA 2009 diapikasikan sebagai Uma Lengge di Kabupaten Bima yang terdiri dari 1 unit Uma Lengge di Desa Maria Kecamatan Wawo Kabupaten Bima, 1 unit Uma Lengge di Desa Sambori Kecamatan Lambitu Kabupaten Bima, 1 unit Uma Lengge di Desa Padende Kecamatan Donggo Kabupaten Bima. Di Propinsi NTT diaplikasikan sebagai rumah tradisional Ngada (Sao Meze) yang terdiri dari 1 unit di Kampung Adat Bena Desa Tiworibu Kecamatan Jerebuu Kabupaten Ngada, dan 1 unit di Kampung Adat Wogo Desa Ratugesa Kecamatan Golewa Kabupaten Ngada. Pada TA 2010 telah dilakukan alih teknologi di rumah masyarakat Dusun Pucangan Desa Kayubihi Kabupaten Bangli bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bangli dan di Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ngada. Alih teknologi di daerah bertujuan untuk melakukan transfer teknologi bambu laminasi kepada masyarakat/komunitas lokal dan para pihak yang berkompeten dan mengembangkan strategi hulu-hilir industri kreatif hijau (bambu) di daerah yang partisipatif, terpadu dan implementatif secara berkelanjutan. Setelah dilakukan alih teknologi di daerah sehingga telah dihasilkan 1 kelompok usaha UKM pembuatan bambu laminasi di Kabupaten Bangli dengan nama kelompok usaha Surya Bali Bambu sebagai mitra kerja Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar yang telah dibina. Pengembangan teknologi bambu laminasi yang dilakukan Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar sebagai peningkatan kualitas dan pemanfaaatan bahan bangunan lokal guna menunjang pelestarian bahan bangunan tradisional. Untuk mendukung pemanfaatan bambu laminasi sebagai bahan bangunan lokal maka perlu diadakan suatu studi kelayakan tentang kelayakan sosial ekonomi dan lingkungan dalam penerapan teknologi bahan bangunan bambu laminasi di perumahan tradisional. Penelitian ini akan fokus hanya pada produk bambu laminasi yang berfungsi sebagai bahan bangunan konstruksi dan sudah dikembangkan oleh Balai PTPT Denpasar. Balai Litbang Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Permukiman 6

7 B. Rumusan Masalah Program Bambu laminasi 5 dalam perjalanan penyelenggaraan sejak tahun 2009, menemui beberapa permasalahan. Permasalahan itu antara lain: Aspek yang dikaji adalah : a. Aspek sosial Bagaimana keberterimaan masyarakat terhadap teknologi bambu laminasi sebagai pengganti kayu konstruksi? b. Aspek ekonomi Bagaimana perbandingan harga bambu laminasi dengan kayu yang setara? Bagaimana produksi bambu laminasi yang cocok dikembangkan di daerah? c. Aspek lingkungan Bagaimana pemanfaatan potensi bambu lokal secara berkelanjutan? Bagaimana valuasi lingkungan dalam usaha penyelamatan hutan untuk mendukung usaha mitigasi dan adaptasi perubahan iklim? Dari beberapa masalah yang timbul dalam pelaksanaan program bambu laminasi, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yang akan diselesaikan, yaitu: Bagaimana kelayakan sosekling (keberterimaan masyarakat, perbandingan harga, produksi yang cocok dan potensi bambu) serta kriteria (kelayakan) lokasi penerapan teknologi dalam penerapan bahan bangunan (bambu laminasi) dalam perumahan tradisional? C. Tujuan Maksud penelitian ini adalah menyediakan bahan masukan sebagai perumusan strategi pengembangan bahan bangunan Perumahan Tradisional Puslitbang Permukiman Badan Litbang PU. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun naskah ilmiah kajian kelayakan sosial ekonomi dan lingkungan dalam penerapan teknologi bahan bangunan untuk perumahan tradisional berupa serta kriteria (kelayakan) lokasi penerapan teknologi. D. Keluaran (output) Keluaran Kajian Kelayakan Sosekling Penerapan Bahan bangunan pada Perumahan Tradisional pada tahun 2011 ini, adalah : 1. Naskah Ilmiah 5 Permasalahan ditemui dalam wawancara dengan Balai PTPT Denpasar yang sudah meneliti bambu laminasi (aspek fisik) sejak tahun sekarang. Balai Litbang Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Permukiman 7

8 2. Kriteria (kelayakan) lokasi penerapan teknologi E. Manfaat (outcome) Teknologi bambu laminasi layak secara fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan sesuai kondisi penerapan. Balai Litbang Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Permukiman 8