BAB II LANDASAN TEORI. A. Kebermaknaan Hidup. mendapatkan pembahasan secara sistematik dalam aliran positivis-behavioursm

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. A. Kebermaknaan Hidup. mendapatkan pembahasan secara sistematik dalam aliran positivis-behavioursm"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Psikologi eksistensial membahas segala kemampuan manusia yang tidak mendapatkan pembahasan secara sistematik dalam aliran positivis-behavioursm atau dalam teori klasik psikoanalisa misalnya masalah values, proses menjadi (becoming), kreativitas, afeksi, tanggung jawab dan kebermaknaan (Abidin, 2002). Salah satu prinsip dasar aliran tersebut adalah keberadaan mengatasi dunia (being-beyond-the world), maksudnya adalah manusia memiliki kemungkinan yang luas untuk melampaui atau mengatasi diri dan lingkungannya, serta merealisasikan potensinya. Konsep mengatasi dalam psikologi eksistensial ini dapat menerangkan dan mendeskripsikan kemampuan manusia mengatasi diri dan lingkungannya, walaupun lingkungan yang dihadapinya sangat menindas dan penuh penderitaaan (Frankl, 2003). Frankl berusaha menghindari kerancuan pada pendekatan eksistensial lain yaitu menyebut pendekatannya dengan istilah logoterapi baik dalam konsep teoritik maupun terapeutik. Frankl menggunakan istilah analisis eksistensial sebagai persamaan kata dari logoterapi. Kata logos dalam bahasa Yunani berarti makna (meaning) dan juga rohani (spirituality), sedangkan terapi adalah penyembuhan atau pengobatan. Logoterapi secara umum dapat digambarkan sebagai corak psikologi atau psikiatri yang mengakui adanya dimensi kerohanian 10

2 11 pada manusia disamping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk bermakna (the will of meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful of life) yang didambakan (Bastaman, 2007). Frankl (dalam Bastaman, 1998) mengemukakan bahwa makna hidup merujuk dimana individu mengalami kehidupannya sebagai sesuatu yang berarti dan mudah untuk dimengerti, dan merasakan adanya rasa bahwa hidup memiliki tujuan dan misi melebihi perhatiannya terhadap keduniaan pada kehidupannya sehari-hari. Proses memaknai hidup dapat dilakukan bukan pada saat senang atau bahagia saja. Hal ini sesuai dengan Frankl (dalam Bastaman, 1998) yang mengemukakan bahwa hidup tetap memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga, dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Selanjutnya dikatakan pula bahwa makna hidup bila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini berarti dan biasanya individu yang menemukan dan mengembangkannya akan terhindar dari keputusasaan. Makna hidup mengandung arti sebagai pemberian kualitas kehidupan pada diri pribadi dalam rangka pemenuhan diri (Schultz, 1991). Hal ini menunjukkan bahwa kebermaknaan hidup akan melahirkan nilai-nilai dalam diri individu, sehingga dirinya merasa dirinya berharga yang selanjutnya akan menampilkan aktivitas yang seiring dengan tujuan hidupnya. Bastaman (1996) juga sependapat bahwa makna hidup memiliki nilai-nilai khusus dan sangat penting bagi

3 12 kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan sebagai pengarah kegiatan-kegiatannya. Individu yang telah berhasil mencapai kebermaknaan hidup akan menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa. Individu memaknai kehidupannya dalam tujuan-tujuan yang harus dicapai sehingga hal tersebut dapat menyebabkan segala kegiatan yang dimiliki individu menjadi terarah. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kebermaknaan hidup merupakan suatu penghayatan individu terhadap pengalaman-pengalaman penting dan berharga yang menciptakan nilai-nilai dalam diri individu sehingga dapat merasakan keberhargaan diri yang akan menampilkan aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan sebagai pengarah dalam segala kegiatan. 2. Ciri-ciri Individu Yang Menemukan Makna Hidup dan Aspek-aspek Kebermaknaan Hidup Schultz (1991) menyimpulkan bahwa individu yang menemukan makna dalam hidupnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut a. Bebas memilih langkah tindakan sendiri, yaitu kebebasan untuk memilih cara bersikap, bertindak secara tepat dan bertanggung jawab yang disesuaikan dengan dirinya. b. Bertanggung jawab yaitu individu bertanggung jawab sebagai pribadi pada perilaku hidup dan sikap yang dilakukannya dalam menerima nasib.

4 13 c. Tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan diluar dirinya, tetap mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, menyadari keterbatasan yang ada, namun tetap dapat menentukan sendiri upaya yang dilakukan yang dirasa paling bermakna bagi kehidupannya. d. Telah menemukan dirinya dalam kehidupan yang sesuai dengan dirinya, artinya memiliki alasan untuk terus menjalani hidup, benar-benar mengetahui untuk apa hidup dan harus bagaimana menjalani hidup ini, mempunyai tujuan hidup yang diketahui baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang sehingga segala kegiatan yang dilakukan menjadi lebih terarah. e. Secara sadar mengontrol tindakannya, artinya mampu mengelola keinginan nafsu dengan kemampuan akal dan kekuatan kehendaknya serta dapat mengetahui arahnya berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya. f. Mampu mengungkapkan nilai-nilai daya cipta, nilai-nilai pengalaman, dan nilai-nilai sikap, yaitu mampu melewati hari dengan beraneka ragam pengalaman yang didapat sebelumnya, menganggap tugas dan pekerjaan sehari-hari merupakan sumber kesenangan tersendiri sehingga dalam melakukannya pun disertai dengan rasa tanggung jawab. g. Mampu mengatasi perhatian terhadap dirinya, menyadari bahwa dirinya diciptakan oleh Tuhan untuk dapat merasakan kedudukannya sebagai wakil Tuhan serta menolak perbuatan-perbuatan yang akan merendahkan derajatnya dengan mengetahui secara tajam mengenai makna, nilai sosial, dan etika. h. Berorientasi pada masa depan dan mengarahkan dirinya pada tujuantujuan dan tugas yang akan datang. Hidup dengan bersemangat, penuh

5 14 gairah, tidak mudah bosan, dan tidak merasa hampa serta menggunakan waktu sebijaksana mungkin agar pekerjaan dan kehidupan dapat dikembangkan secara maksimal karena individu menyadari bahwa kehidupan ini adalah fana. i. Memiliki alasan untuk meneruskan kehidupan, sehingga alasan tersebut yang membuat individu menjadi lebih optimis dalam menjalani hidup dan sebagai motivasi dalam menempuh hidup yang lebih bermakna. j. Memiliki komitmen terhadap pekerjaan, yaitu memiliki tekad positif yang disepakati dari awal saat memasuki dunia kerja bahwa komitmen harus ada dalam diri para pekerja dan sungguh-sungguh dalam menjalani pekerjaan yang diberikan. k. Mampu memberi dan menerima cinta, artinya dengan adanya pengalaman yang pahit tidak berarti bahwa kehidupan manusia berhenti begitu saja, namun manusia untuk dapat tetap hidup membutuhkan cinta dan kasih sayang sehingga diharapkan manusia mampu memberi dan menerima cinta dalam kehidupannya serta menyadari bahwa cinta kasih merupakan salah satu nilai hidup yang menjadikan hidup ini indah. Schultz (1991) dalam penelitiannya menyatakan bahwa individu dapat memaknai hidupnya dengan bekerja, karena dengan bekerja individu dapat merealisasikan dirinya dan mentransedensikan diri mereka. Menurut James Crumbaugh & Leonard Maholick (dalam Koeswara, 1992), kebermaknaan hidup individu dapat diidentifikasi melalui enam aspek dasar yang dibuat berdasarkan pada pandangan Frankl, yaitu a. Makna hidup

6 15 Makna hidup adalah segala sesuatu yang dianggap penting dan berharga yang menjadi pilihan dalam kehidupan individu, memberi nilai yang spesifik, serta dapat dijadikan sebagai tujuan hidup bagi individu tersebut. Makna hidup memberikan pedoman dan arah terhadap segala kegiatan yang dilakukan individu. b. Kepuasan hidup Kepuasan hidup adalah penilaian seseorang terhadap hidup yang dijalaninya, sejauhmana individu mampu menikmati dan merasakan kepuasan dalam hidup dan segala aktivitas yang telah dilakukannya. Adanya kepuasan menyebabkan individu merasa tidak mudah bosan dan selalu bersemangat dalam menjalani segala kegiatan yang dimiliki. c. Kebebasan Kebebasan adalah inti kehidupan manusia, yaitu bagaimana individu merasa mampu untuk mengendalikan kebebasan hidupnya secara bertanggung jawab. Dalam arti bahasa, kebebasan berarti menyadari, mengidentifikasi, bahwa manusia memiliki kebebasan untuk membentuk diri yang sesuai dengan keinginan dan tindakannya dalam rangka membentuk kehidupan, kebermaknaan dan keberadaan diri individu. d. Sikap terhadap kematian Sikap terhadap kematian merupakan landasan bagi individu untuk menciptakan kehidupan yang bermakna. Sikap terhadap kematian adalah persepsi tentang kesiapan individu terhadap kematian yang pasti akan dihadapi oleh setiap manusia di kemudian hari. Orang yang memiliki makna hidup akan membekali diri dengan berbuat kebaikan, sehingga dalam memandang kematian akan merasa

7 16 siap untuk menghadapinya. Kematian mengakibatkan timbulnya rasa takut namun justru kematian itu merupakan kesempurnaan eksistensi individu, artinya kesadaran dan kematian menyebabkan individu hidup otentik. Disini individu memperoleh suatu pandangan otentik tentang hal-hal yang penting dalam hidup. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti menggunakan aspek-aspek kebermaknaan hidup tersebut dalam penelitian ini, diantaranya yaitu makna hidup, kepuasan hidup, kebebasan, dan sikap terhadap kematian. 3. Karakteristik Kebermaknaan Hidup Bastaman (1996) mengemukakan pendapat bahwa kebermaknaan hidup memiliki karakteristik antara lain: a. Unik dan Personal Bagi seseorang sesuatu yang dianggap berarti belum tentu juga berarti bagi orang lain. Bahkan sesuatu dianggap penting dan berarti bagi seseorang pada saat ini, belum tentu sama pentingnya di waktu yang lain. Dalam hal ini, makna hidup seseorang dan apa yang bermakna bagi dirinya biasanya bersifat khusus, berbeda dengan orang lain dan mungkin dapat berubah setiap waktu. b. Spesifik dan Konkrit Makna hidup dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari. Makna hidup tidak selalu harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan idealistis, prestasi-prestasi akademis yang tinggi, atau hasil-hasil renungan filosofis yang kreatif.

8 17 c. Memberi Pedoman dan Arah Makna hidup sifatnya memberikan pedoman dan arah terhadap kegiatankegiatan yang dilakukan sehingga makna hidup seakan-akan menantang dan mengundang seseorang untuk memenuhinya. Jika makna hidup ditemukan dan tujuan hidup ditentukan, maka seseorang akan terpanggil untuk melaksanakan dan memenuhinya. Selain itu juga akan membuat kegiatan-kegiatan yang dilakukan seseorang menjadi lebih terarah. Dari uraian diatas dapat disampaikan bahwa kebermaknaan hidup memiliki karakteristik diantaranya yaitu bahwa kebermaknaan hidup memiliki sifat yang unik dan personal, spesifik dan konkrit, dan dapat memberikan pedoman dan arah sehingga segala kegiatan yang dimiliki individu menjadi lebih terarah. 4. Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup Frankl (2004) mengemukakan pendapat bahwa sikap seseorang dalam menghadapi berbagai peristiwa traumatis atau tragis adalah sangat berperan dalam pemenuhan makna hidup. Berbagai macam pengalaman traumatis atau tragis dapat digunakan sebagai sumber kekuatan dalam rangka pemenuhan makna hidup apabila individu dengan lapang hati dapat menerima semua pengalaman tersebut sebagai bagian dari sejarah kehidupan. Cara individu dalam menyikapi kehidupan merupakan salah satu sumber dalam menemukan dan mencapai kehidupan bermakna. Apabila individu menyikapi pengalaman traumatis tersebut secara negatif, misalnya dengan menunjukkan sikap marah, kecewa, dan benci maka makna-makna yang diperoleh oleh individu tersebut hanya berupa kesedihan dan

9 18 kedukaan. Sebaliknya apabila individu menyikapi pengalaman traumatis dengan perasaan menerima, sabar, tabah dan pantang menyerah maka makna yang diperoleh adalah munculnya rasa keberanian, keteguhan hati dan kebesaran jiwa dan individu akan mencapai suatu hidup yang bermakna. Hal ini dapat terlihat jelas melalui bagan berikut: Pengalaman tragis (tragic event) Penghayatan tak bermakna (meaningless life) Pemahaman diri (self-insight) Pemenuhan makna & tujuan hidup (finding meaning & purposes of life) Pengubahan sikap (changing attitude) Keikatan diri (self-commitment) Kegiatan-kegiatan terarah & pemenuhan makna hidup (directed activities & fulfilling meaning) Dukungan Sosial (social support)

10 19 Hidup bermakna (meaning life) Kebahagiaan (happiness) Gambar 1. Pencapaian Kebermaknaan Hidup Melalui Pengalaman Tragis Hal-hal yang menentukan berhasilnya perubahan dari penghayatan hidup tak bermakna menjadi lebih bermakna yang diutarakan Bastaman (1996) seperti yang ditunjukkan pada tabel sebelumnya, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pemahaman diri ( self insight ). Meningkatnya kesadaran atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan kearah kondisi yang lebih baik 2. Pemenuhan makna & tujuan hidup (finding meaning & purposes of life) adalah nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi individu yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan sebagai pengarah kegiatannya 3. Pengubahan sikap ( attitude change), merupakan suatu proses dari yang semula tidak tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup atau musibah. 4. Keikatan diri (self commitment), yaitu munculnya suatu komitmen individu yang ditandai dengan semakin terikatnya makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang telah ditetapkan 5. Kegiatan terarah (directed activity), adalah upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi-potensi pribadi (bakat,

11 20 kemampuan, keterampilan) yang positif, serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna dan tujuan hidup. 6. Dukungan sosial (social support), adalah hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia memberi bantuan pada saat-saat diperlukan Bila tahapan ini pada akhirnya berhasil dilalui, dapat dipastikan akan menimbulkan perubahan kondisi hidup yang lebih baik dan mengembangkan penghayatan hidup bermakna dengan kebahagiaan (Bastaman,1996). Dari gambaran diatas terlihat jelas bahwa penghayatan hidup bermakna merupakan gerbang ke arah kepuasan dan kebahagiaan hidup. Hanya dengan memenuhi makna-makna potensial yang ditawarkan oleh kehidupanlah, penghayatan hidup bermakna tercapai dengan kebahagiaan sebagai ganjarannya. Dari pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses pencapaian makna hidup dapat terwujud apabila individu mengalami proses pemahaman diri, pemenuhan makna dan tujuan hidup, pengubahan sikap, keikatan diri, kegiatan terarah, dan adanya dukungan sosial dari lingkungan sehingga pada akhirnya individu dapat merasakan kebahagiaan. 5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebermaknaan Hidup Frankl (2003) berpendapat bahwa secara hakiki manusia mampu menemukan kebermaknaan hidup melalui transedensi diri. Salah satunya dengan mengambil ajaran-ajaran agama yang diterapkan pada sebuah kehidupan. Manusia dapat menemukan makna melalui realisasi nilai-nilai manusiawi yang meliputi:

12 21 a. Nilai-nilai kreatif Menurut Frankl nilai-nilai kreatif adalah apa yang diberikan individu pada kehidupan yang dijalaninya. Nilai-nilai ini diwujudkan dalam segala aktivitas yang kreatif dan produktif. Biasanya nilai-nilai ini berkenaan dengan suatu pekerjaan, namun nilai-nilai ini dapat diungkap dalam semua bidang kehidupan. Makna diberikan kepada kehidupan melalui tindakan yang menciptakan suatu hasil yang kelihatan atau suatu ide yang tidak kelihatan, atau dengan melayani orang lain (Bastaman, 1996). b. Nilai-nilai pengalaman Nilai-nilai pengalaman menurut Frankl adalah apa yang diterima oleh individu dari kehidupan. Misalnya menemukan kebenaran, keindahan dan cinta. Nilai-nilai pengalaman dapat memberikan makna sebanyak nilai-nilai daya cipta. Ada kemungkinan cara individu untuk dapat memenuhi arti kehidupan yaitu dengan mengalami berbagai segi kehidupan secara intensif meskipun individu tersebut tidak melakukan tindakan-tindakan yang produktif (Bastaman, 1996). c. Nilai-nilai sikap Nilai-nilai sikap adalah sikap yang diberikan individu terhadap kodrat-kodrat yang tidak dapat diubah, seperti penyakit, penderitaan atau kematian. Situasisituasi buruk yang dapat memberikan keputusasaan dan tanpa harapan dapat memberikan kesempatan yang sangat besar bagi individu untuk menemukan makna hidupnya. Nilai-nilai sikap ini terwujud dalam sikap individu untuk dapat menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian dalam menghadapi segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dihilangkan seperti kematian,

13 22 bencana, sakit yang tidak dapat disembuhkan dan menjelang kematian walaupun segala upaya dan usaha telah dilakukan secara maksimal (Bastaman, 2007). Penelitian yang dilakukan Crumbaugh dan Maholick menunjukkan bahwa kebermaknaan hidup berkorelasi dengan tingkat pendidikan, tingkat kecerdasan dan tingkat sosial ekonomi individu (dalam Koeswara, 1992). Semakin tinggi tingkat pendidikan, kecerdasan, dan sosial ekonomi seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat kebermaknaan hidup orang tersebut. Menurut Bastaman (1996) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kebermaknaan hidup: a). Kualitas insani yang meliputi semua kemampuan, sifat, sikap, dan kondisi yang sudah tertanam dan terpadu dalam eksistensi manusia yang tidak dimiliki makhluk hidup lainnya. Kategori kualitas insani antara lain adalah inteligensi, kesadaran diri, pengembangan diri, hubungan, hasrat untuk bermakna, moralitas, kreativitas, kebebasan, dan rasa tanggung jawab. b). Pertemuan (encounter) menunjukkan hubungan terdalam antara seorang pribadi dengan pribadi yang lain. Hubungan ini ditandai oleh penghayatan keakraban dan keterbukaan serta sikap dan kesadaran untuk saling menghargai, memahami, dan menerima sepenuhnya satu sama lain sehingga masing-masing pihak dapat merasa aman. Hubungan tersebut didasari oleh cinta kasih dimana antar pribadi saling memberikan dukungan dan saling membantu dalam menghadapi kesulitan bersama yang dapat meningkatkan keyakinan diri dan mengarahkan kehidupan yang lebih baik. Hubungan yang terjalin antara individu dengan orang lain merupakan suatu sumber nilai-nilai dan makna dari kehidupan.

14 23 Individu akan memiliki perasaan berharga dengan memiliki banyak teman yang dapat diajak untuk berdiskusi dan mengeluarkan isi hati. Melalui pertemuan ini individu tidak akan merasa terasing ataupun diasingkan, tidak mengalami kesunyian dan aliansi diri yang semuanya dapat mengakibatkan terjadinya stres emosional yang berat. c). Nilai yaitu dalam memberikan makna hidup tidak dapat terlepas dari realisasi nilai-nilai (Koeswara, 1992). Nilai-nilai itu berubah dan fleksibel agar dapat menyesuaikan diri dengan berbagai macam situasi dimana individu menyadari kemampuannya sendiri. Adapun nilai fundamental bagi manusia dalam memenuhi makna bagi kehidupannya meliputi nilai kreatif, nilai pengalaman dan nilai sikap. Mengacu pada uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup pada individu yaitu meliputi kualitas insani yang dimiliki individu, pertemuan (encounter) yaitu seberapa dalam hubungan yang terjalin antara individu satu dengan individu lain, dan nilai yang diperlukan individu dalam memenuhi suatu kebermaknaan hidup. 6. Akibat Kegagalan Pencapaian Kebermaknaan Hidup Menurut Frankl (2004) proses yang terjadi dalam pencapaian kebermaknaan hidup memiliki dua kemungkinan. Hal ini dapat ditunjukkan melalui bagan sebagai berikut:

15 24 Terpenuhi Hidup bermakna Bahagia Hasrat hidup bermakna Tidak terpenuhi Hidup tidak bermakna Kehampaan frustasi eksistensi Neurosis noogenik Gambar 2. Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup Frankl (2004) menandai adanya dua tahapan pada sindroma ketidakbermaknaan hidup. Tahap awal dari sindroma ketidakbermaknaan adalah frustasi eksistensial (exsistential frustation) atau disebut juga dengan kehampaan eksistensial (exsistential vacuum) yaitu fenomena umum yang berkaitan dengan keterhambatan atau kegagalan individu dalam memenuhi keinginan akan makna (Koeswara,1992). Frustasi eksistensial sejauh tidak disertai simptom-simptom klinis tertentu, bukanlah suatu penyakit dalam pengertian klinis, melainkan suatu penderitaan batin yang berkaitan dengan ketidakmampuan individu dalam menyesuaikan diri dan mengatasi masalah-masalah kehidupan secara efisien (Frankl, 2004). Suatu fenomena umum dialami manusia pada masa kini adalah tidak lagi memiliki kepastian mengenai apa yang harus diperbuatnya dan apa saja yang sepatutnya diperbuat. Frustasi eksistensial tidak nampak jelas namun pada umumnya ditandai dengan hilangnya minat, kurang inisiatif, serta perasaan hampa (Frankl, 2004). Tahapan kedua adalah neurosis noogenik (noogenic neuroses), yaitu suatu manifestasi khusus dari frustasi eksistensial yang ditandai dengan simptomatologi neurotik klinis tertentu yang tampak (Koeswara,1992). Frankl menggunakan

16 25 istilah neurosis noogenik untuk membedakan dengan keadaan neurosis somatogenik, yaitu neurosis yang berakar pada kondisi fisiologis tertentu dan neurosis psikogenik yaitu neurosis yang bersumber pada konflik-konflik psikologis. Jika keadaan dimana hidup seseorang tanpa menemukan makna terjadi secara terus menerus maka akan berakibat pada munculnya gangguan psikis atau yang dinamakan sebagai neurosis noogenik (Frankl, 2003). Neurosis noogenik berkaitan dengan inti spiritual kepribadian dan bukan menurut peran serta agama, melainkan suatu dimensi eksistensi manusia, khususnya menunjuk pada konflikkonflik moral (Schultz, 1991). Gangguan neurosis noogenik dapat diketahui dengan menyadari gejala-gejala yang timbul seperti adanya keluhan bosan, perasaan hampa dan penuh keputusasaan, kehilangan minat terhadap kegiatan yang sebelumnya dirasa menarik, hilangnya inisiatif, merasa hidup tidak ada artinya dan menjalani hidup seperti tanpa tujuan. Gangguan neurosis noogenik dapat mempengaruhi pekerjaan karena orang yang menderitanya akan kehilangan kegairahan kerja, semangat kerja menjadi hilang, timbul rasa malas yang hebat dan kepuasan kerja menipis. Neurosis noogenik dapat termanifestasikan dalam tampilan simptomatik yang serupa dalam gambaran simptomatik neurosis psikogenik, seperti depresi, hiperseksualitas, alkoholisme, obsesionalisme, dan tindakan kejahatan. Menurut Frankl (2004) gejala-gejala yang muncul dari individu yang kehilangan makna hidup antara lain adanya perasaan hampa, merasa bahwa hidup tidak berarti lagi, merasa tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, muncul rasa bosan, dan apatis.

17 26 Gejala-gejala tersebut merupakan akibat dari tidak terpenuhinya sumber dari kebermaknaan hidup dalam diri individu. Penghayatan hidup tanpa disertai makna kemungkinan tidak tampak nyata, tetapi terselubung dibalik berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk berkuasa (the will to power), bersenang-senang untuk mencari kenikmatan (the will to pleasure), termasuk juga didalamnya mencari kenikmatan seksual (the will to sex pleasure), bekerja (the will to work) dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya (the will to money). Crumbaugh dan Maholick menambahkan bahwa kekurangan makna hidup mengisyaratkan kegagalan individu dalam menemukan pola-pola tujuan dan nilai yang terintegrasi dalam hidup, sehingga terjadi penimbunan energi yang membuat individu lemah dan kehilangan semangat untuk berjuang mengatasi berbagai hambatan, termasuk hambatan dalam mencapai makna (Koeswara, 1992). Keinginan terhadap makna akan tetap ada dalam diri individu, tetapi dikarenakan individu tidak memiliki pola yang terorganisasi sebagai titik tolak pencapaian makna maka keinginan tersebut tidak dapat terwujud. Sehingga tekanan yang ditimbulkan oleh frustasi eksistensial menjadi semakin kuat. Peningkatan tekanan tersebut menjadikan individu terus-menerus berada dalam pencarian cara-cara yang diharapkan sehingga dapat menjadi saluran bagi pengurangan tekanan tersebut. Cara termudah yang dapat dan seringkali dipilih individu untuk mengurangi tekanan adalah dengan melarutkan diri dalam arus pengalaman yang bersifat kompensasi dan menyesatkan, seperti alkohol, obat bius, narkoba, perjudian, dan melakukan petualangan seksual.

18 27 Berdasarkan beberapa uraian diatas maka dapat disampaikan bahwa yang terjadi apabila pencapaian kebermaknaan hidup itu gagal diantaranya yaitu mengalami sindroma ketidakbermaknaan hidup, kehampaan akan eksistensial yang mengakibatkan frustasi, kehilangan minat dan inisiatif, depresi, hiperseksualitas, alkoholisme, obsesionalisme, bahkan sampai melakukan tindakan kejahatan. B. Self Esteem 1. Pengertian Self Esteem Menurut Nathaniel Branden (1969) mendefinisikan self esteem sebagai suatu pengalaman untuk mampu mengatasi tantangan dasar dalam hidup dan pantas mendapat kebahagiaan. Self esteem adalah cara individu memandang dirinya, lingkungannya dan melakukan evaluasi terhadap persepsi yang dibuatnya. Self esteem yaitu termasuk dalam salah satu aspek kepribadian yang mempunyai peran penting dan mempunyai pengaruh besar terhadap sikap dan perilaku individu. Self esteem bukan merupakan factor yang dibawa sejak lahir, melainkan merupakan factor yang dipelajari dan terbentuk sepanjang pengalaman hidup (Tjahjaningsih & Nuryoto, 1994). Menurut Pudjijogyanti (1985) bahwa pembentukan self esteem diawali ketika seseorang anak mampu melakukan persepsi dalam interaksinya dengan lingkungan. Setiap individu dalam berinteraksi dengan orang lain ini akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan tersebut akan dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri.

19 28 Coopersmith (dalam Burn, 1998) mengemukakan bahwa self esteem adalah penilaian diri yang dilakukan oleh seorang individu yang biasanya berkaitan dengan dirinya sendiri, yangmana penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan, dan menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil serta berharga. Dia juga mengatakan bahwa self esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan (Coopersmith dikutip dalam Burn, 1998). Jadi self esteem merupakan personal judgement mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya. Perkembangan self esteem pada individu akan berpengaruh terhadap proses pemikiran, perasaanperasaan, keinginan, nilai-nilai dan tujuan-tujuannya. Sehingga self esteem merupakan kunci utama dalam tingkah laku yang membawa ke arah keberhasilan atau kegagalan. Stuart dan Sundeen (1998), mengatakan bahwa self esteem adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa self esteem menggambarkan sejauhmana individu tersebut menilai dan membuat persepsi terhadap dirinya dan percaya bahwa dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.

20 29 2. Aspek-Aspek dan Karakteristik dalam Self Esteem Coopersmith (1967) mengemukakan aspek-aspek self esteem antara lain: A. Kekuasaan (power) Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku diri sendiri dan orang lain. Kemampuan ini ditandai adanya pengakuan, penghargaan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang lain. Pengaruh dan wibawa juga merupakan hal-hal yang menunjukkan adanya aspek ini pada seorang individu. Dari pihak individu sendiri yang mempunyai kemampuan ini biasanya akan menunjukkan sifat-sifat asertif dan explanatory action yang tinggi. B. Keberartian (significance) Keberhasilan individu tampak dari munculnya kepedulian, perhatian, penilaian, penerimaan, penghargaan, kasih sayang dan afeksi yang diterima individu dari orang lain. Penerimaan dan perhatian biasanya ditunjukkan dengan adanya penerimaan dari lingkungan, ketenaran, dan dukungan yang diberikan keluarga. Semakin banyak ekspresi kasih saying yang diterima individu, individu akan semakin merasa berarti dan berharga. Tetapi apabila individu tidak atau bahkan jarang memperoleh stimulus positif dari orang lain, maka kemungkinan besar individu akan merasa ditolak dan mengisolasikan diri dari pergaulan. C. Kebajikan (virtue) Ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan. Ketaatan diri dengan standar

21 30 moral dan etika diadaptasi individu dari nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua. Permasalahan ini pada dasarnya berkisar pada benar dan salah. Bahasan tentang kebajikan juga tidak terlepas dari segala macam perbincangan mengenai peraturan dan norma yang berlaku di masyarakat, serta hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ketaatan dalam beragama. D. Kemampuan (competence) Sukses memenuhi tuntutan prestasi atau dengan kata lain berhasil dalam memiliki tuntutan capaian. Dengan adanya kemampuan yang cukup, individu akan merasa yakin untuk dapat mencapai sesuatu yang dicita-citakan. Individu yang memiliki kompetensi yang baik, akan merasa setiap orang member dukungan kepadanya. Sehingga individu akan merasa mampu mengatasi setiap masalah yang sedang dihadapi serta mampu menghadapi lingkungan. Branden (dalam Murk, 2006) menggolongkan aspek self esteem diantaranya yaitu: A. Sense of Personal Efficacy Yaitu makna dari keyakinan atau kepercayaan diri individu atas kemampuan yang dimiliki untuk berpikir, belajar, dan memproses fakta yang ada untuk menghadapi setiap tantangan dalam kehidupan. B. Sense of Personal Worth Yaitu makna dari keberhargaan atau keberhasilan individu dimana individu akan merasa memiliki self esteem apabila memiliki anggapan bahwa dirinya berharga, bernilai dan menghormati diri sendiri.

22 31 Rosenberg (1965) mengemukakan pendapat bahwa self esteem merupakan komponen dari self concept yang didefinisikan sebagai rangkaian pemikiran dan perasaan individu tentang nilai dan manfaat diri baik positif maupun negatif tentang diri individu. Self esteem memiliki dua aspek yaitu penghormatan diri dan penerimaan diri (Rosenberg, 1965). Penghormatan diri merupakan cara bagaimana individu menghargai diri sendiri. Sedangkan penghormatan diri merupakan kemampuan individu dalam menerima segala sesuatu yang terdapat dalam diri individu. Menurut Coopersmith (dalam Burn, 1998) self esteem memiliki beberapa karakteristik, diantaranya yaitu 1) self esteem sebagai sesuatu yang bersifat umum 2) self esteem bervariasi dalam berbagai pengalaman 3) evaluasi diri. Individu yang memiliki self esteem tinggi menunjukkan perilaku menerima dirinya apa adanya, percaya diri, puas dengan karakter dan kemampuan diri. Sedangkan individu yang memiliki self esteem rendah, akan menunjukkan penghargaan buruk terhadap dirinya sehingga tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial (Stuart dan Sundeen, 1998). Self esteem mulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai

23 32 orang yang berarti, berharga, dan menerima keadaan diri apa adanya sehingga individu mempunyai perasaan self esteem (Burn, 1998). Self esteem Segala sesuatu yang berhubungan dengan seseorang, selalu mendapat penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu, atribut-atribut yang melekat dalam diri individu akan mendapat masukan dari orang lain dalam proses berinteraksi dimana proses ini dapat menguji individu, yang memperlihatkan standar dan nilai diri yang terinternalisasi dari orang lain dan masyarakat. Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas maka aspek yang akan digunakan dalam penelitian ini merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Rosenberg (1965), yang meliputi penghormatan diri dan penerimaan diri. 3. Fungsi Self Esteem Perasaan self esteem dapat digolongkan menjadi positif yaitu apabila individu dapat menghargai diri sendiri dengan cara yang baik, sebaliknya jika perasaan self esteem negatif yaitu apabila seseorang tidak dapat menghargai dirinya sendiri secara baik dan perasaan self esteem ini dapat berkembang ke arah self esteem rendah (Walgito, 2004). Frankl (dalam Wiebe, 2001) mengutarakan keyakinan bahwa meaningfulness (kebermaknaan) dalam hidup, berhubungan dengan self esteem yang tinggi dan perilaku yang menunjukkan murah hati terhadap orang lain, sedangkan meaningless (ketidakbermaknaan) dalam hidup berasosiasi dengan ketidakpedulian atau melepaskan diri (diengagement). Dalam proses mencapai

24 33 tujuan hidup yang diciptakan dalam diri seseorang, akan muncul perasaan signifikan pada diri mereka sendiri dan rasa bangga terhadap kehidupan mereka. Sehingga dengan dimilikinya self esteem yang tinggi maka individu dapat lebih optimis dalam menjalani hidup, memandang dan mengatasi persoalan yang muncul dengan lebih baik agar dapat mencapai hidup yang bermakna. Fungsi self esteem bagi karyawan adalah sebagai panduan agar individu dapat bekerja secara efektif dan efisien sehingga kondisi yang diterima menjadi sebuah keuntungan bagi perusahaan dimana target perusahaan dapat tercapai. Dengan dimilikinya self esteem yang kuat dan ditambah dengan adanya upaya penguatan diri (self affirmation) yang kuat pula maka individu akan menjadi sosok karyawan handal dan tangguh sehingga semua tugas dalam pekerjaan dapat terselesaikan tepat waktu (Jubilee, 2010). Program penguatan diri yang penting tersebut berasal dari diri sendiri, peranperan lingkungan, keluarga maupun dari kantor tempat individu bekerja. Hal ini disadari oleh perusahan bahwa penguatan diri yang dimiliki seorang karyawan yang memiliki self esteem yang kuat juga membutuhkan bantuan dari tempat mereka bekerja sehingga penguatan diri dapat diciptakan perusahaan untuk menata kembali asset mereka demi mencapai target yang diinginkan perusahaan (Jubilee, 2010). Dengan adanya self esteem yang kuat dan self affirmation yang kuat mendorong bagi karyawan untuk dapat mencapai kebermaknaan hidup. Self esteem merupakan suatu komponen yang bersifat emosional dan berperan paling penting dalam menentukan sikap dan kepribadian individu. Self esteem adalah kunci dari tercapainya keberhasilan hidup. Semakin diri individu menyukai

25 34 diri, menerima dan hormat pada diri sendiri maka dalam diri individu akan muncul perasaan berharga dan bermakna. Dengan demikian individu yang memiliki self esteem yang tinggi akan semakin bersikap positif dan meraih kebahagiaan (Gunawan Adi, 2003). Ciri-ciri individu yang memiliki self esteem yang tinggi diantaranya yaitu individu memiliki kekuatan pribadi yang luar biasa besar dan akan mampu serta berhasil melakukan apa saja di dalam hidupnya. Simpulan dari beberapa pendapat diatas yaitu bahwa self esteem memiliki fungsi yang penting dalam pencapaian kebermaknaan hidup yaitu dimana individu memiliki self esteem tinggi maka pencapaian kebermaknaan hidup dapat terpenuhi, sebaliknya jika individu memiliki self esteem rendah maka individu cenderung tidak peduli bahkan melepaskan diri dari persoalan hidup sehingga kebermaknaan hidup tidak dapat terpenuhi. C. Korban Pelecehan Seksual 1. Pengertian Pelecehan Seksual Menurut Collier (1995) pelecehan seksual secara etiologi dapat diartikan sebagai segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran, dan penolakan atau penerimaan korban atas perilaku tersebut dijadikan sebagai bahan pertimbangan baik secara implisit maupun eksplisit. Pelecehan seksual sebenarnya adalah suatu istilah yang diciptakan sebagai padanan apa yang didalam bahasa Inggris disebut dengan sexual harassment. Menurut Collier (1995) di dalam Kamus Bahasa Indonesia, pelecehan berasal dari

26 35 Leceh Harassing dengan perilaku atau pola perilaku (normatif atau tidak normatif) yang berkaitan Harass perilaku seksual yang dinilai negatif dan menyalahi standar. Dalam setiap perilaku pelecehan seksual selalu terkandung makna yang dinilai negatif yaitu bahwasanya seks itu boleh dimaknakan sebagai sarana pemuas nafsu dan lawan seks itu boleh dimaknakan sebagai obyek instrumental guna pemuas nafsu seksual itu. Pelecehan seksual secara umum menurut Guntoro Utamadi & Paramitha Utamadi (2001) adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran, sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah, benci, tersinggung, yang dirasakan pada diri individu yang menjadi korban pelecehan tersebut. Sedangkan secara operasional, pelecehan seksual didefinisikan berdasarkan hukum sebagai bentuk dari diskriminasi seksual (Guntoro Utamadi & Paramitha Utamadi, 2001). Menurut Collier (1995) pengertian pelecehan seksual disini merupakan segala bentuk perilaku bersifat seksual yang tidak diinginkan oleh sasaran atau yang mendapat perlakuan tersebut, yaitu pelecehan seksual yang dapat terjadi atau dialami oleh semua perempuan. Sedangkan menurut Rubenstein (dalam Collier, 1995) pelecehan seksual dikatakan sebagai sifat perilaku seksual yang tidak diinginkan atau tindakan yang didasarkan pada seks yang menyinggung penerima.

27 36 Pelecehan seksual adalah segala bentuk perilaku yang melecehkan atau merendahkan yang berhubungan dengan dorongan seksual, yang merugikan atau membuat perasaan tidak senang bagi orang yang dikenai perlakuan tersebut. Atau bisa juga diartikan yaitu setiap perbuatan yang memaksa seseorang terlibat dalam suatu hubungan seksual atau menempatkan seseorang sebagai objek perhatian seksual yang tidak diinginkannya. Pada dasarnya perbuatan itu dipahami sebagai upaya merendahkan dan menghina pihak yang dilecehkan sebagai manusia (Guntoro Utamadi & Paramitha Utamadhi, 2001). Menurut Collier (1998), mengungkapkan pengertian pelecehan seksual terhadap perempuan terbagi dalam dua bagian, yaitu adanya hubungan seksual, dan tidak adanya hubungan seksual. Maksud dari adanya hubungan seksual yaitu merupakan suatu bentuk tindakan yang dilakukan terhadap pihak lain, baik yang dilakukan perorangan atau lebih dari satu orang. Sebaliknya, maksud dari tidak adanya hubungan seksual yaitu tindakan yang tidak mengakibatkan luka atau penderitaan pada fisik korban, yang dilakukan pelaku dengan tidak menggunakan kekerasan fisik dan suara (misalnya seperti siulan, desakan tertentu, ucapan yang tidak senonoh), pandangan mata yang tidak sopan secara demonstratif, sentuhan-sentuhan fisik (tidak dengan kekerasan) pada bagian-bagian tubuh tertentu milik korban yang lebih banyak merupakan akibat mental-mental fisik dan bukan pada akibat fisik. Pelecehan seksual diantaranya berupa komentar verbal, gerakan tubuh atau kontak fisik yang bersifat seksual yang dilakukan seseorang dengan sengaja, dan tidak dikehendaki atau tidak diharapkan oleh target. Menurut Woodrum (dalam Collier, 1995) pelecehan seksual tersebut dapat terjadi atau dialami oleh

28 37 perempuan. Sedangkan menurut Guntoro Utamadi & Paramitha Utamadhi (2001), pelecehan seksual dapat diartikan sebagai jenis tindakan seksual yang tidak diundang dan tidak dikehendaki oleh korbannya dan menimbulkan perasaan tidak suka. Bentuk tindakan seksual itu dapat berupa menyiuli perempuan, menceritakan lelucon kotor pada seseorang yang merendahkan derajatnya hingga tindakan tidak senonoh dan tindakan pemerkosaan pada orang lain. Pelecehan seksual merupakan perbuatan yang biasanya dilakukan pria dan ditujukan kepada wanita dalam bidang seksual yang tidak disukai oleh wanita. Sebab wanita merasa terhina, tetapi jika perbuatan itu ditolak ada kemungkinan wanita akan menerima akibat buruknya. Pelecehan seksual umumnya diakui sebagai yang mencakup semua bentuk perilaku yang tidak diinginkan yang bersifat seksual, baik verbal atau fisik, The Malaysian Code of Practice secara khusus mendefinisikan pelecehan seksual sebagai segala perbuatan yang tidak diinginkan yang bersifat seksual yang mungkin dirasakan oleh seorang individu (a) sebagai kondisi terhadap lapangan kerja seseorang, (b) sebagai suatu pelanggaran atau penghinaan, atau (c) sebagai ancaman terhadap seseorang kesejahteraan (dalam Nazari dkk, 2007). Bentukbentuk pelecehan seksual bersama-sama dengan contoh-contoh, telah secara komprehensif ditentukan dalam Kode Etik sebagai berikut: 1. Verbal (misalnya menyinggung atau sugestif komentar) 2. Non-verbal atau sikap tubuh (misalnya menyeringai atau mengerling dengan nada sugestif) 3. Visual (bahan pertunjukan misalnya pornografi)

29 38 4. Psikologis (misalnya undangan sosial yang tidak diinginkan) 5. Fisik pelecehan (misalnya meraba) Hasil penelitian The Industrial Survey (Collier, 1998) menyatakan bahwa lebih dari separuh pekerja perempuan mengalami pelecehan seksual. Di beberapa bagian London, 80% wanita mengatakan bahwa mereka mengalami pelecehan, dan 40% telah menjadi sasaran rabaan yang disengaja pada bagian-bagian tubuh tertentu. Dari beberapa definisi pelecehan seksual diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian pelecehan seksual itu sendiri merupakan perilaku atau tindakan yang mengganggu, menjengkelkan, dan tidak diharapkan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap pihak lain yang berkaitan langsung dengan jenis kelamin pihak yang diganggunya yaitu perempuan dan dipandang menurunkan martabat dan harkat diri orang yang diganggunya. Pelecehan seksual itu sendiri bertindak sebagai tindakan yang bersifat seksual atau kecenderungan melakukan tindakan seksual yang terintimidasi secara non fisik (melalui kata-kata, bahasa, gambar) ataupun fisik (gerakan kasat mata dengan memegang, menyentuh, meraba atau mencium) yang dilakukan seorang laki-laki terhadap perempuan. 2. Bentuk-Bentuk Pelecehan Seksual Pelecehan seksual mencakup perilaku menatap, berbicara mengenai segala sesuatu yang menjurus pada seksualitas, menyentuh tubuh perempuan, mencoba memaksa perempuan untuk melakukan tindakan seksual yang tidak diinginkan, mengajak kencan berulang kali hingga sampai dengan terjadinya pemerkosaan.

30 39 Selain itu secara lebih jelas, bentuk-bentuk yang dianggap sebagai pelecehan seksual (Collier, 1995) antara lain: a) Menggoda atau menarik perhatian lawan jenis dengan siulan, b) Menceritakan lelucon jorok atau kotor kepada seseorang yang merasakannya sebagai merendahkan martabat, c) Mempertunjukan gambargambar porno berupa kalender, majalah, atau buku bergambar porno kepada orang yang tidak menyukainya, d) Memberikan komentar yang tidak senonoh kepada penampilan, pakaian, atau gaya seseorang, e) Menyentuh, menyubit, menepuk tanpa dikehendaki, mencium dan memeluk seseorang yang tidak menyukai pelukan tersebut, f) Perbuatan memamerkan tubuh atau alat kelamin kepada orang yang terhina karenanya. Guntoro Utamadi & Paramitha Utamadi (2001) membagi kategori pelecehan seksual yang digunakan dalam dasar pengukuran pada Sexual Experience Questionnaire (SEQ) dalam bentuk yang lebih tersistematis, yaitu a) Gender Harassment yaitu pernyataan atau tingkah laku yang bersifat merendahkan berdasarkan jenis kelamin, b) Seductive Behaviour yaitu permintaan seksual tanpa ancaman, rayuan yang bersifat tidak senonoh atau merendahkan, c) Bribery yaitu penyuapan untuk melakukan hal yang berbau seksual dengan memberikan janji akan suatu ganjaran, d) Sexual Coercion yaitu tekanan yang disertai dengan ancaman untuk melakukan hal-hal yang bersifat seksual, e) Sexual Assault yaitu serangan atau paksaan yang bersifat seksual, gangguan seksual yang terangterangan atau kasar. Sedangkan Kelly (1998) membaginya dalam bentuk pelecehan seksual yang dapat dilihat sebagai berikut : a) Bentuk Visual : tatapan yang penuh nafsu,

31 40 tatapan yang mengancam, gerak-gerik yang bersifat seksual, b) Bentuk Verbal : siulan-siulan, gosip, gurauan seksual, pernyataan-pernyataan yang bersifat mengancam baik secara langsung maupun tersirat, c) Bentuk Fisik : menyentuh, mencubit, menepuk-nepuk, menyenggol dengan sengaja, meremas, mendekatkan diri tanpa diinginkan oleh sasaran. Menurut Guntoro Utamadi & Paramitha Utamadi (2001) ciri-ciri utama yang membedakan pelecehan seksual adalah sebagai berikut: 1) Tidak dikehendaki oleh individu yang menjadi sasaran, 2) Seringkali dilakukan dengan disertai janji, menawarkan sesuatu ataupun ancaman, 3) Tanggapan menolak atau menerima terhadap tindakan sepihak tersebut dijadikan pertimbangan dalam penentuan karir atau pekerjaan, 4) Dampak dari tindakan sepihak tersebut menimbulkan berbagai gejolak psikologis, diantarannya : malu, marah, benci, dendam, hilangnya rasa aman dan nyaman dalam bekerja. Alasan dan kondisi yang menyebabkan terjadinya tindakan pelecehan seksual dibagi menjadi tiga, diantaranya dilihat dari sisi sosial, organisasi dan sisi individu. Pada sisi sosial menjelaskan tentang bagaimana kadudukan wanita terhadap pria di dalam lingkungan kerja dan masyarakat dan juga status individu. Didalam organisasi, terdapat jabatan dan status yang merepresentasikan kekuatan sehingga menjadi alasan terjadinya pelecehan seksual. Selain itu juga perbandingan jumlah pria dan wanita dalam suatu lingkungan kerja dapat menyebabkan terjadinya pelecehan seksual. Dari sisi individu, baik korban maupun subjek, penjelasan tentang pelecehan seksual bergantung kepada sifat dari individu masing-masing (Sandy Welsh, 1999).

32 41 Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat diketahui bahwa bentuk-bentuk pelecehan seksual antara lain menatap, berbicara mengenai segala sesuatu yang menjurus pada seksualitas, mencoba memaksa perempuan untuk melakukan tindakan seksual yang tidak diinginkan, menggoda atau menarik perhatian lawan jenis dengan siulan, menceritakan lelucon jorok atau kotor, mempertunjukan gambar-gambar porno, menyentuh, mencubit, menepuk bagian tubuh tertentu tanpa dikehendaki, mencium dan memeluk, memamerkan tubuh atau alat kelamin kepada orang yang terhina karenanya. 3. Respon Terhadap Pelecehan Seksual Seperti yang dikemukakan oleh Collier (1992), yang biasanya dilakukan sebagai respon terhadap pelecehan seksual meliputi : a. Strategi yang Terfokus Secara Internal 1) Menjaga jarak (detachment) yaitu seseorang yang menggunakan strategi memisah atau menjaga jarak, termasuk dengan meminimalisasi situasi, menganggapnya sebagai lelucon, menceritakan kepada diri sendiri sebagai hal yang tidak penting, dan sebagainya. 2) Menyangkal (denial) yaitu seseorang menyangkal pelecehan yang terjadi, menganggapnya tidak ada atau tidak menghiraukannya, dan menganggap tidak mau melanjutkannya dan berusaha melupakannya. 3) Pemberian nama ulang (relabeling) yaitu seseorang menilai ulang situasi sebagai hal yang kurang mengancam, memaafkan peleceh atau menginterprestasikan tingkah laku tersebut sebagai usaha untuk menggoda.

33 42 Ilusi pengendalian (illusory control), yaitu seseorang berusaha untuk mengontrol dengan mengambil tanggung jawab terhadap kejadian dengan memberikan atribusi pelecehan kepada tingkah lakunya sendiri. 5) Menyerah, yaitu secara esensial, seseorang tidak melakukan apa-apa, dia menyerah terhadap tingkah laku tersebut baik disertai dengan rasa takut (terhadap rasa sakit, menyakiti peleceh, tidak percaya, merasa bersalah, atau malu) atau karena dia percaya bahwa tidak ada sumber yang tersedia untuk dimintai pertolongan. b. Strategi yang Terfokus secara Eksternal 1) Menjauh (avoidance), yaitu seseorang berusaha untuk menghindari situasi dengan menjauh dari pelaku pelecehan (misalnya keluar kelas, ganti guru, berhenti bekerja). 2) Melakukan asertivitas atau konfrontasi (assertion/confrontation), yaitu seseorang menolak ancaman seksual atau sosial tersebut. Secara verbal melakukan konfrontasi terhadap peleceh atau membuat tingkah laku tersebut tidak diterima. 3) Mencari institusi atau organisasi yang dapat menangani (seeking institutional or organizational relief), yaitu seseorang melaporkan kejadian, mengkonsultasikannya dengan bantuan orang lain untuk dapat membuat perlawanan. 4) Mendapatkan dukungan sosial (social support), yaitu seseorang mencari dukungan dari orang-orang yang signifikan, mencari validasi dari persepsinya, atau mencari pengetahuan dari kenyataan yang terjadi. 5) Mendapatkan kesepakatan (appeasement), yaitu seseorang berusaha untuk mendapat kesepakatan tanpa konfrontasi atau asertivitas. Yaitu dengan memaafkan pelaku atau berusaha tidak marah terhadap pelaku pelecehan.

34 43 Reaksi atau respon dari wanita yang menjadi korban tindak pelecehan seksual menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sandy Welsh (1999) yaitu penghindaran (avoidance), kebingungan, diffusion, negosiasi, dan konfrontasi. Sebagian besar para wanita yang menjadi korban tidak melaporkan pengalaman buruk berupa tindak pelecehan seksual yang mereka alami. Mereka lebih memilih untuk mengabaikannya, menanggapinya dengan gurauan, serta menghindari pelaku tindak pelecehan tersebut. Alasan mengapa mereka tidak melaporkannya cukup bervariasi, antara lain rasa takut terhadap pembalasan dendam dari pelaku jika mereka melaporkan perihal pelecehan tersebut, rasa takut tidak ada yang percaya, rasa takut kehilangan pekerjaan, serta rasa takut membuat situasi menjadi lebih buruk lagi. Namun ada juga wanita yang menjadi korban menanggapi tindak pelecehan yang mereka alami dengan memberikan respon yang lebih asertif. Hal ini dapat terjadi jika tindak pelecehan yang terjadi cukup parah, jika pelaku pelecehan bukan atasan mereka, jika kebijakan dan prosedur yang ada memang memerangi tindak pelecehan seksual, serta jika prosentase jumlah wanita dalam suatu tempat kerja seimbang dengan jumlah pekerja pria atau merupakan minoritas yang dapat menjadi ancaman. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa respon yang biasa dilakukan oleh para korban pelecehan seksual terbagi menjadi 2 yaitu strategi yang terfokus secara internal dan eksternal yang keduanya mempengaruhi bagaimana korban tersebut menilai peristiwa traumatis yang dialaminya tersebut. Sedangkan respon yang dilakukan para korban terhadap tindak pelecehan seksual

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga. BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Kebermaknaan Hidup BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konseptualisasi topik yang diteliti 1. Kebermaknaan Hidup a. Pengertian Kebermaknaan Hidup Makna hidup menurut Frankl adalah kesadaran akan adanya suatu kesempatan atau kemungkinan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Terlampir B. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki Anak Autis Tingkat kebersyukuran orang tua

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga

BAB II LANDASAN TEORI. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga BAB II LANDASAN TEORI II.A. MAKNA HIDUP II.A.1. Definisi Makna Hidup Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Makna Hidup 1. Definisi Makna Hidup Teori tentang makna hidup dikembangkan oleh Victor Frankl, dimana teori ini dituangkan ke dalam suatu terapi yang dikenal dengan nama logoterapi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan adalah berarti, mengandung arti yang penting (Poewardarminta, 1976). Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang mengetahui seluk-beluk kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan hidup merupakan tujuan yang harus dicapai oleh setiap individu. Ketidakmampuan manusia dalam mencapai makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai wadah dari mahasiswa untuk menyalurkan bakat dibidang olahraga. Mahasiswa juga dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Harga Diri 1.1. Pengertian harga diri Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi perempuan dalam kehidupan sosial ternyata belum sejajar dengan laki-laki meskipun upaya ke arah itu telah lama dan terus dilakukan. Kekuatan faktor sosial,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan manifestasi dari besarnya sistem patriarkhi di mana laki-laki merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan manifestasi dari besarnya sistem patriarkhi di mana laki-laki merupakan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

Nomer : Jenis Kelamin : Semester : PETUNJUK PENGISIAN

Nomer : Jenis Kelamin : Semester : PETUNJUK PENGISIAN Nomer : Jenis Kelamin : Semester : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian jawablah dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Jawablah semua

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN A Data Try Out A-1 DATA TRY OUT PELECEHAN SEKSUAL A-2 DATA TRY OUT STEREOTIP GENDER LAMPIRAN A-1 Data Try Out PELECEHAN SEKSUAL LAMPIRAN A-2 Data Try Out STEREOTIP GENDER LAMPIRAN B Uji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja merupakan penerus generasi keluarga dan bangsa. Perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja merupakan penerus generasi keluarga dan bangsa. Perlu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan penerus generasi keluarga dan bangsa. Perlu mendapatkan pendidikan yang baik sehingga potensi-potensi dirinya dapat berkembang pesat, sehingga akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu. Humas Badan Narkotika Nasional RI (2016) telah

BAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu. Humas Badan Narkotika Nasional RI (2016) telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah pecandu narkoba di Indonesia terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Humas Badan Narkotika Nasional RI (2016) telah mengungkap 807 kasus narkoba

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. logoterapi. Kata logoterapi berasal dari kata logos yang artinya makna

BAB II LANDASAN TEORI. logoterapi. Kata logoterapi berasal dari kata logos yang artinya makna BAB II LANDASAN TEORI A. MAKNA HIDUP A.I. Definisi Makna Hidup Istilah makna hidup dikemukakan oleh Victor Frankl, seorang dokter ahli penyaki saraf dan jiwa yang landasan teorinya disebut logoterapi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup. Dalam kamus besar psikologi, menjelaskan bahwa meaning di artikan sebagai makna atau pemaknaan. Frankl (dalam Koeswara,1992),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang mengetahui seluk-beluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti mereka. Biasanya, pasangan yang bertahan lama dalam masa

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti mereka. Biasanya, pasangan yang bertahan lama dalam masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang wanita yang suaminya meninggal dunia, tentu tidak mudah menjalanikehidupan seorang diri tanpa pendamping. Wanita yang kehilangan pasangan merasa sulit

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Harga Diri 2.1.1 Pengertian Harga Diri Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang mempunyai peran penting dan berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku individu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Orang yang mengkonsumsi dan kecanduan minuman keras atau alkohol

BAB I PENDAHULUAN. Orang yang mengkonsumsi dan kecanduan minuman keras atau alkohol BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Orang yang mengkonsumsi dan kecanduan minuman keras atau alkohol disebut dengan istilah alcoholism (ketagihan alkohol), istilah ini pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. selalu bergerak di luar sadar manusia. Artinya, manusia tidak sadar akan menderita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. selalu bergerak di luar sadar manusia. Artinya, manusia tidak sadar akan menderita 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit kanker merupakan kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal,

Lebih terperinci

Sesi 7: Pelecehan Seksual

Sesi 7: Pelecehan Seksual Sesi 7: Pelecehan Seksual 1 Tujuan belajar 1. Mengidentifikasi contoh-contoh pelecehan seksual secara umum dan khususnya di tempat kerja 2. Mempelajari ruang lingkup perlindungan UU dan peraturan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung 1 Haunan Nur Husnina, 2 Suci Nugraha 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membuat perubahan hidup positif adalah sebuah proses multi tahapan yang dapat menjadi kompleks dan menantang. Pengalaman emosi marah, benci, dan kesedihan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelecehan Seksual 1. Pengertian Pelecehan Seksual Menurut Winarsunu (2008), pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang peserta didik adalah belajar. Menurut Gagne (Hariyanto, 2010), belajar

BAB I PENDAHULUAN. seorang peserta didik adalah belajar. Menurut Gagne (Hariyanto, 2010), belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Melalui pendidikan diharapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia berkembang sejak dilahirkan hingga meninggal dunia. Dalam proses perkembangan itu, berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia dalam kehidupannya. Kemajuan zaman memiliki nilai yang positif dalam kehidupan manusia, dimana pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek? Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah makna hidup dikemukakan oleh Victor Frankl, seorang dokter ahli

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah makna hidup dikemukakan oleh Victor Frankl, seorang dokter ahli BAB II LANDASAN TEORI A. Makna Hidup A. 1. Definisi Makna Hidup Istilah makna hidup dikemukakan oleh Victor Frankl, seorang dokter ahli penyaki saraf dan jiwa yang landasan teorinya disebut logoterapi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Pengertian Pemaafan Pemaafan sebagai kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh tidak acuh terhadap orang lain yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita. Setiap individu, baik pria maupun wanita memiliki peran masing-masing serta mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

PERMASALAHAN KESEHATAN WANITA DALAM DIMENSI SOSIAL DAN UPAYA MENGATASINYA. By : Basyariah Lubis, SST, MKes

PERMASALAHAN KESEHATAN WANITA DALAM DIMENSI SOSIAL DAN UPAYA MENGATASINYA. By : Basyariah Lubis, SST, MKes PERMASALAHAN KESEHATAN WANITA DALAM DIMENSI SOSIAL DAN UPAYA MENGATASINYA By : Basyariah Lubis, SST, MKes KEKERASAN Defenisi Kekerasan pada Wanita : Kata kekerasan terjemahan dari violence yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam diri manusia, dibuktikan dengan kata mutiara kesehatan bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam diri manusia, dibuktikan dengan kata mutiara kesehatan bukanlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Sehat merupakan dambaan dari semua orang. Dengan sehat orang dapat melakukan segala aktivitas untuk mencapai apa yang diinginkan. Bahkan secara makro negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Makna Hidup Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam

Lebih terperinci

SKALA SIKAP TERHADAP PELECEHAN SEKSUAL

SKALA SIKAP TERHADAP PELECEHAN SEKSUAL SKALA SIKAP TERHADAP PELECEHAN SEKSUAL A. Outcomes of the behavior terhadap jenis-jenis perilaku seperti rabaan, cubitan, tindakan intimidasi atau yang memalukan (kerlingan, siulan, tindakan tidak senonoh),

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal itu berhasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal itu berhasil 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebermaknaan Hidup 2.1.1. Pengertian Makna Hidup Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Suatu prestasi atau achievement berkaitan erat dengan harapan (expection). Inilah yang membedakan motivasi berprestasi dengan

Lebih terperinci

KEBERMAKNAAN HIDUP PADA REMAJA YANG HIDUP DI JALANAN DAN MENGALAMI KEKERASAN

KEBERMAKNAAN HIDUP PADA REMAJA YANG HIDUP DI JALANAN DAN MENGALAMI KEKERASAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA REMAJA YANG HIDUP DI JALANAN DAN MENGALAMI KEKERASAN FIRDAUS RAMBE Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Remaja yang hidup di jalanan dan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan tidak selalu berjalan sesuai dengan keinginan manusia. Peristiwa tragis yang mengakibatkan penderitaan kadangkala terjadi dan tidak dapat dihindari. Penderitaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari paksaan fisik, orang yang tidak dirampas hak-haknya, orang yang

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari paksaan fisik, orang yang tidak dirampas hak-haknya, orang yang BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Manusia selain makhluk sosial juga merupakan makhluk yang bebas yang terlepas dari paksaan fisik, orang yang tidak dirampas hak-haknya, orang yang terlepas dari tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di zaman era globalisasi ini banyak sekali munculnya remaja yang melakukan perilaku menyimpang terhadap orang lain dengan lebih variatif dan memprihatinkan.

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya

Lebih terperinci

CASE STUDY SEXUAL ABUSE AND FACTORS AFFECTING THE ADOLESCENT MALE ACTORS

CASE STUDY SEXUAL ABUSE AND FACTORS AFFECTING THE ADOLESCENT MALE ACTORS CASE STUDY SEXUAL ABUSE AND FACTORS AFFECTING THE ADOLESCENT MALE ACTORS Lilik Purwoningsih, Ni Made Taganing, SPsi., MPsi. Undergraduate Program, Faculty of Psychology, 2009 Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. perjalanan kronik dan berulang. Skizofrenia biasanya memiliki onset pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. perjalanan kronik dan berulang. Skizofrenia biasanya memiliki onset pada masa digilib.uns.ac.id 14 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat dengan tanda dan gejala yang beraneka ragam, baik dalam derajat maupun jenisnya dan seringkali ditandai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Memaafkan 1. Definisi Pengalaman Memaafkan Memaafkan merupakan sebuah konsep dimana terdapat pelaku dan korban yang berada dalam sebuah konflik dan sedang berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hadapi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini mendorong seseorang

BAB I PENDAHULUAN. hadapi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini mendorong seseorang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seiring dengan kemajuan teknologi di Indonesia dan lapangan pekerjaan yang sedikit maka biaya hidup seseorang adalah masalah terbesar yang sedang di hadapi oleh sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja mencerminkan kondisi manusia yang sehat lahir dan batin, sedangkan tidak bekerja sama sekali, mengindikasikan kondisi macet atau sakit atau adanya suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi 1. Pengertian motivasi Walgito (2004), mendefinisikan motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. Menurut Departemen

Lebih terperinci

PERSEPEKTIF PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PERLINDUNGAN DIRI ANAK Oleh: Arumi Savitri Fatimaningrum, S.Psi., M.A.

PERSEPEKTIF PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PERLINDUNGAN DIRI ANAK Oleh: Arumi Savitri Fatimaningrum, S.Psi., M.A. 1 PERSEPEKTIF PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PERLINDUNGAN DIRI ANAK Oleh: Arumi Savitri Fatimaningrum, S.Psi., M.A. Perlindungan diri anak merupakan hal yang perlu kita galakkan pada masa sekarang ini. Maraknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepekaan dan kepedulian mereka terhadap masalah sosial. Rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. kepekaan dan kepedulian mereka terhadap masalah sosial. Rendahnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan remaja di perkotaan saat ini menunjukkan rendahnya kepekaan dan kepedulian mereka terhadap masalah sosial. Rendahnya kepedulian remaja tergambar pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

Dari aspek pengungkapan dan pertukaran informasi, komunikasi digolongkan menjadi 2 bentuk sebagai berikut.

Dari aspek pengungkapan dan pertukaran informasi, komunikasi digolongkan menjadi 2 bentuk sebagai berikut. Dalam profesi kedokteran terdapat tiga komponen penting yaitu komponen ilmu dan teknologi kedokteran, komponen moral dan etik kedokteran, serta komponen hubungan interpersonal antara dokter dan pasien.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman globalisasi yang serba modern ini, banyak sekali terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman globalisasi yang serba modern ini, banyak sekali terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Pada zaman globalisasi yang serba modern ini, banyak sekali terjadi perubahan-perubahan, yaitu dalam bidang teknologi, ekonomi, sosial maupun dalam bidang

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa yang harus disyukuri oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan kepada setiap manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan merupakan suatu misteri yang dijalani seseorang. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

Nomor : Usia : PETUNJUK PENGISIAN

Nomor : Usia : PETUNJUK PENGISIAN Nomor : Usia : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian kerjakanlah dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Kerjakanlah semua nomor dan

Lebih terperinci

ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK

ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK 1 ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persayaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: PRIMA NURUL ULUM F. 100 040 011 FAKULTAS

Lebih terperinci