PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER"

Transkripsi

1 ARAHAN ADAPTASI BERDASARKAN FAKTOR KERENTANAN DALAM PENINGKATAN KETAHANAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KECAMATAN LIANG ANGGANG PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Rosmayani Noor Latifah NRP Dosen Pembimbing Adjie Pamungkas, ST., Mdev Plg. Phd

2 PENDAHULUAN : BENCANA KEBAKARAN YANG TERJADI SETIAP TAHUN DENGAN DAMPAK DAN KERUGIAN YANG SEMAKIN MENINGKAT Kerugian Bangunan Akibat Bencana Kebakaran Tahun 2012 Kerugian Bangunan Kerugian Lahan (Ha) Akibat Bencana Kebakaran Tahun 2012 Kerugian Lahan Jumlah Korban Akibat Bencana Kebakaran Tahun 2012 Korban Sumber : UPT Pemadam Kebakaran Banjarbaru 2012

3 PENDAHULUAN : PETA TINGKAT KERAWANAN BENCANA KEBAKARAN DAN HUTAN PETA TINGKAT KERAWANAN BENCANA KEBAKARAN DI KOTA BANJARBARU PETA TINGKAT KERAWANAN BENCANA KEBAKARAN DI KEC. LIANG ANGGANG KETERANGAN KETERANGAN Sumber : PusatTerpadu Kebakaran hutan dan lahan BKSDA KALSEL, 2012

4 PENDAHULUAN : PENANGANAN YANG TELAH DILAKUKAN UNTUK BENCANA KEBAKARAN DI KEC. LIANG ANGGANG PADA SAAT INI. Kegiatan pemadaman oleh UPT Pemadam Kebakaran, Fire Brigade Manggala Agni. Upaya penggalangan dana ketika terjadi musibah. Pembentukan BPK (Badan Pemadam Kebakaran) yang merupakan hasil dari swadaya masyarakat

5 RUMUSAN MASALAH Bagaimana Arahan adaptasi untuk meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana hutan dan lahan berdasarkan faktor kerentanan di Kecamatan Liang Anggang? TAHAPAN PENELITIAN Menganalisa faktor yang mempengaruhi kerentanan masyarakat terhadap bencana di kecamatan Liang Anggang Menganalisa relevansi dan aplikasi adaptasi terhadap bencana berdasarkan faktor kerentanan. Merumuskan arahan adaptasi untuk peningkatan ketahanan masyarakat terhadap bencana.

6 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Masyarakat Resilience/ketahanan masyarakat berkaitan erat dengan elastisitas masyarakat untuk kembali normal setelah terjadinya bencana. Kerentanan Kerentanan merupakan fungsi dari tiga elemen, yaitu exposure (paparan), sensitivity (kepekaan), dan adaptive capacity (kemampuan adaptasi) (IPCC, 2007). Adaptasi Adaptasi adalah penyesuaian diri terhadap kondisi perubahan iklim dengan menyesuaikan kegiatan ekonomi pada sektor-sektro rentan dengan 2 tujuan yaitu, mengahasilkan perencanaan yang lebih baik dengan mempertimbangkan kondisi iklim (perubahan iklim)

7 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Masyarakat Resilience/ketahanan masyarakat berkaitan erat dengan elastisitas masyarakat untuk kembali normal setelah terjadinya bencana. Kerentanan Adaptasi

8 METODE PENELITIAN Faktor yang Mempengaruhi kerentanan masyarakat terhadap bencana Tahap 1 Analisis Deskriptif Analisis skala Likert Tahap 2 Analisis Skala Guttman Analisis Desktiptif Aplikasi dan Relevansi Adaptasi terhadap bencana hutan dan lahan berdasarkan faktor kerentanan Arahan Adaptasi berdasarkan faktor kerentanan sebagai upayan untuk meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana hutan dan lahan Tahap 3 Analisis Deskriptif Kualitatif

9 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN n = Keterangan : n = jumlah sampel (yang minimal diambil) N = jumlah populasi e = nilai kesalahan (% kesalahan) dalam penelitian ini ditetapkan sebesar 10 % Dengan menggunakan rumus tersebut, maka jumlah sampel untuk satu kecamatan terpilih 100 responden. Dari jumlah penduduk kecamatan Liang Anggang (BPS, 2012) n = = 99, ( x 0.1²) Sehingga di bulatkan menjadi 100 responden

10 PROPORSIONAL SAMPEL JUMLAH PENDUDUK KECAMATAN LIANG ANGGANG Kelurahan Jumlah Rumah Jumlah Proporsi Jumlah Sampel Tangga Penduduk Landasan Ulin Tengah Landasan Ulin Utara Landasan Ulin Barat Landasan Ulin Selatan Jumlah

11 LOKASI PENELITIAN Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan Kecamatan Liang Anggang

12 LOKASI PENELITIAN

13 Jaringan jalan Reliabel dan valid Kepadatan bangunan Reliabel dan valid HASIL TAHAP 1 RELIABILITAS DAN VALIDITAS Faktor Reliabilitas Validitas Ket. Iklim Reliabel dan valid Vegetasi Gambut Reliabel dan valid Hidrologi Reliabel dan valid Faktor Reliabilitas Validitas Ket. Vegetasi Kayu Reliabel dan valid Iklim Reliabel dan valid Kegiatan Vegetasi Gambut penduduk Reliabel dan validreliabel dan valid Hidrologi Reliabel dan valid Mata pencaharian Reliabel dan valid Vegetasi Kayu Reliabel dan valid Hasil Kegiatan hutan penduduk Reliabel dan validreliabel dan valid Mata pencaharian Reliabel dan valid Hasil Hasil pertanian hutan Reliabel dan validreliabel dan valid Ketersediaan pasokan air Pengadaan prasarana Peningkatan jumlah penduduk Reliabel dan valid Hasil pertanian Reliabel dan valid Ketersediaan pasokan air Reliabel dan valid Pengadaan prasarana Reliabel dan valid Reliabel dan valid Peningkatan jumlah penduduk Reliabel dan valid Reliabel dan valid Jaringan jalan Reliabel dan valid Kepadatan bangunan Reliabel dan valid

14 HASIL TAHAP 1 PEMBOBOTAN SKALA LIKERT Faktor Nilai Indeks Iklim 85 Vegetasi Gambut Hidrologi 72 Vegetasi Kayu Kegiatan penduduk 82.5 Mata pencaharian Hasil hutan 61 Hasil pertanian Ketersediaan pasokan air Pengadaan prasarana Peningkatan jumlah penduduk Jaringan jalan 73 Kepadatan bangunan 78.5 Faktor Iklim Kegiatan penduduk Kepadatan bangunan Pengadaan prasarana pemadam Ketersediaan pasokan air Vegetasi gambut Vegetasi kayu Jaringan jalan Hidrologi Mata pencaharian Peningkatan jumlah penduduk Hasil hutan Hasil pertanian Sumber: Hasil Analisa 2013 Tingkat pengaruh Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Kurang Signifikan Kurang Signifikan Kurang Signifikan Kurang Signifikan Kurang Signifikan

15 HASIL TAHAP 1 ANALISIS DESKRIPTIF 8 FAKTOR KERENTANAN YANG MEMPENGARUHI BENCANA KEBAKARAN Iklim Faktor Kegiatan penduduk Kepadatan bangunan Pengadaan prasarana pemadam Fa kt or Kepadatan bangunan Pengadaan prasarana pemadam Analisa Analisa Kondisi iklim yang ekstrim seperti musim kemarau yang panjang menyebabkan kerentanan terhadap bencana Iklim semakin meningkat (Cifor, 2006). Berdasarkan pantauan satelit NOAA seringkali terdapat peningkatan titik hotspot yang sangat signifikan ialah ketika bulan juni hingga oktober. Kondisi iklim yang ekstrim seperti musim kemarau yang panjang menyebabkan kerentanan terhadap bencana semakin meningkat (Cifor, 2006). Berdasarkan pantauan satelit NOAA seringkali terdapat peningkatan titik hotspot yang sangat signifikan ialah ketika bulan juni hingga oktober. Kegiatan-kegiatan penyiapan lahan untuk berbagai macam bentuk usaha pertanian dan kehutanan dapat menimbulkan bencana (Cifor, 2006) Menurut fire brigade Manggala Agni kegiatan penduduk seperti halnya membakar lahan, membuang puntung rokok atau membakar api unggun ketika berkemah seringkali menjadi penyebab bencana. Diperlukannya penataan kepadatan bangunan dan lahan serta memperjelas kepemilikan lahan agar dapat dengan mudah melakukan controling serta evaluasi jika terjadi bencana hutan dan lahan. (Akurnain, 2005) Berdasarkan analisa skala likert penilaian masyarakat terhadap faktor kepadatan bangunan ternyata memberikan pengaruh yang cukup kuat akan terjadinya bencana Pendayagunaan sarana dan prasarana yang telah ada diperlukan inventarisasi terhadap peralatan yang diperlukan berdasarkan skala prioritas (CIFOR, 2006) minimnya penyediaan prasarana pemadam masyarakat menginisiasi dengan dana swadaya untuk membeli peralatan pemadaman Kegiatan-kegiatan penyiapan lahan untuk berbagai macam bentuk usaha pertanian dan Kegiatan kehutanan dapat pendudukmenimbulkan bencana (Cifor, 2006) Menurut fire brigade Manggala Agni kegiatan penduduk seperti halnya membakar lahan, membuang puntung rokok atau membakar api unggun ketika berkemah seringkali menjadi penyebab bencana. Diperlukannya penataan kepadatan bangunan dan lahan serta memperjelas kepemilikan lahan agar dapat dengan mudah melakukan controling serta evaluasi jika terjadi bencana hutan dan lahan (Akurnain, 2005) Berdasarkan analisa skala likert penilaian masyarakat terhadap faktor kepadatan bangunan ternyata memberikan pengaruh yang cukup kuat akan terjadinya bencana Pendayagunaan sarana dan prasarana yang telah ada diperlukan inventarisasi terhadap peralatan yang diperlukan berdasarkan skala prioritas (CIFOR, 2006) minimnya penyediaan prasarana pemadam masyarakat menginisiasi dengan dana swadaya untuk membeli peralatan pemadaman

16 HASIL TAHAP 1 ANALISIS DESKRIPTIF 8 FAKTOR KERENTANAN YANG MEMPENGARUHI BENCANA KEBAKARAN Faktor Ketersediaan pasokan air Vegetasi gambut Vegetasi kayu Jaringan jalan Analisa Faktor Analisa Pembuatan kanal-kanal dan parit di lahan gambut telah menyebabkan gambut Ketersediaan Pembuatan kanal-kanal dan parit di lahan gambut telah menyebabkan gambut mengalami pasokan air pengeringan yang berlebihan di musim kemarau dan mudah terbakar(bappenas, 1999) mengalami pengeringan yang berlebihan di musim kemarau dan mudah Ketersediaan pasokan air pada wilayah penelitian Riam Kanan yang sangat dibutuhkan warga ketika kegiatan pemadaman terbakar(bappenas, 1999) Ketersediaan pasokan air pada wilayah penelitian Riam Kanan Vegetasi gambut yangfaktor sangat pemicu yang dibutuhkan menjadi penyebabwarga semakin hebatnya ketika kegiatan hutan dan lahan pemadaman ialah lahan gambut menyimpan panas (Akurnain, 2005) Kondisi eksisting lahan gambut Faktor pemicu di wilayahyang penelitian ialah menjadi seluas 500 ha/m2 penyebab dari total luas wilayahsemakin 1.764,1 ha/m2 dengan hebatnya hutan dan lahan keadaan lahan yang mudah terbakar ketika musim panas ialah lahan gambut yang menyimpan panas (Akurnain, 2005) Kondisi eksisting lahan Vegetasi kayugambut Kegiatan pembalakan di wilayah kayu menjadipenelitian pemicu meningkatnya kerawanan ialah seluas hutan dan 500 ha/m2 dari total luas wilayah 1.764,1 lahan. Kegiatan memanen kayu yang tidak menerapkan asas kelestarian juga dapat menjadi pemicu terjadinya bencana hutan dan lahan (Suyanto, 2001) Kondisi eksisting ha/m2 dengan keadaan lahan gambut yang mudah terbakar ketika musim panas wilayah penelitian seringkali terjadi kegiatan pembalakan vegetasi kayu yang dilakukan oleh penebang liar. Kegiatan pembalakan kayu menjadi pemicu meningkatnya kerawanan hutan dan lahan. Kegiatan memanen kayu yang tidak menerapkan asas kelestarian juga dapat menjadi pemicu terjadinya bencana hutan dan lahan (Suyanto, 2001) Kondisi eksisting wilayah penelitian seringkali terjadi kegiatan pembalakan Jaringan jalan Kondisi Eksisting : Tim fire brigade menyatakan bahwa kondisi jaringan jalan yang kurang memadai untuk menuju akses titik-titik rawan terjadinya bencana seringkali menghambat proses pemadaman api secara cepat. Studi Literatur : Dengan jaringan jalan yang cukup memadai akan memudahkan mobilisasi peralatan dan vegetasi kayu juga tenaga yang untuk penanggulangan dilakukan oleh yang terjadi. penebang (Akar penyebab dan liar. dampak hutan dan lahan di Sumatra, 2001) Tim fire brigade menyatakan bahwa kondisi jaringan jalan yang kurang memadai untuk menuju akses titik-titik rawan terjadinya bencana seringkali menghambat proses pemadaman api secara cepat. Dengan jaringan jalan yang cukup memadai akan memudahkan mobilisasi peralatan dan juga tenaga untuk penanggulangan yang terjadi. (Akar penyebab dan dampak hutan dan lahan di Sumatra, 2001) Tim fire brigade menyatakan bahwa kondisi jaringan jalan yang kurang memadai untuk menuju akses titik-titik rawan terjadinya bencana sringkali menghambat proses pemadaman api secara cepat.

17 HASIL TAHAP 1 ANALISIS DESKRIPTIF 5 FAKTOR KERENTANAN YANG TIDAK BERPENGARUH TERHADAP BENCANA KEBAKARAN Faktor Analisa Hidrologi Pengembangan sistem informasi mencakup data iklim dan data hidrologis (Akurnain, 2005) masyarakat diwilayah penelitian menganggap bahwa kejadian bencana hutan dan lahan sangatlah sulit diprediksi hanya berdasarkan curah hujan saja, karena kejadian tersebut dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa diduga. Mata pencaharian Masyarakat yang menggantungkan mata pencaharian dari hasil hutan seringkali lalai membakar vegetasi (Suyatno, 2001) Menurut masyarakat di wilayah penelitian faktor mata pencaharian tidak berpengaruh terhadap kerentanan terjadinya bencana hutan dan lahan Peningkatan jumlah Peningkatan jumlah penduduk berpengaruh terhadap pembukaan hutan dan lahan dimana api penduduk digunakan sebagai teknik dalam persiapan lahan (Suyanto, 2001) berdasarkan wawancara menurut beberapa masyarakat setempat peningkatan jumlah penduduk tidak memberikan pengaruh terhadap kerentanan terjadinya bencana karena selama ini peningkatan jumlah penduduk hanya terpusat di sepanjang jalan arteri saja Hasil hutan Kurangnya insentif dan disinsentif terhadap perusahaan perhutani menyebabkan kurang diperhatikannya managemen oleh dapat menjadi kerentanan bencana hutan dan lahan. (Suyatno, 2001) Berdasarkan kondisi eksisting diwilayah penelitian masyarakat tidak merasakan langsung pengaruh hasil hutan terhadap kerentanan bencana, hal tersebut disebabkan sebagian besar hasil hutan dikelola oleh perusahaan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat. Hasil pertanian Pembakaran hutan dan lahan secara sengaja untum pertanian juga merupakan penyebab yang utama (Suyatno, 2001) menurut masyarakat di wilayah penelitian faktor hasil pertanian tidak memberikan pengaruh terhadap kerentanan bencana dikarenakan sebagian besar wilayah penelitian merupakan lahan gambut yang memiliki sifat asam sehingga tidak cocok untuk lahan pertanian.

18 MITIGASI HASIL TAHAP 2 ANALISIS SKALA GUTTMAN Pola Adaptasi Bencana Kebakaran 1. Prediksi lokasi yang sering terjadi Pola Adaptasi Bencana Kebakaran Nilai Indeks 67 MITIGASI 1. Melakukan pemantauan dan evaluasi deteksi area penyebaran asap Prediksi lokasi yang sering terjadi Melakukan pemantauan dan evaluasi 53 deteksi area penyebaran asap 1. Membuat peta risiko Mengembangkan sistem peringkat 78 bahaya 1. Melakukan Monitoring terhadap titik 35 api/panas (hotspot) dengan pemantauan satelit 1. Melakukan Deteksi dan pelaporan lokasi 68 yang rentan terhadap 1. Melakukan Prediksi titik-titik munculnya api, arah penyebaran api & asap Menggali informasi kajian situasi, 12 penyebab & dampak 1. Melakukan pengembangan mekanisme 56 & prosedur penegakkan hukum yang jelas & transparan 1. Melakukan pelaporan dan pengumpulan 23 informasi & data mengenai kejadian, identifikasi pelaku pembakaran 1. Melakukan kerjasama dengan LSM, 11 pemuka agama, pemangku adat dan instansi sektoral 1. Evaluasi dari segala bentuk respon yang 20 ada dimasyarakat terhadap bencana selama ini 1. Mengembangkan waduk-waduk untuk 79 menghindari lahan gambut mengalami pengeringan yang berlebihan di musim kemarau & mudah terbakar 1. Membuat parit-parit api untuk 53 menghindari penyebaran api pada saat 1. Kampanye akan pentingnya bahaya 12 & pemberian insentif, sehingga masyarakat memperoleh manfaat dari partisipasi aktif mereka dalam mencegah & menanggulangi 1. Melakukan penyuluhan kepada 56 masyarakat tentang teknik-teknik pengendalian 1. Membuat peta risiko Mengembangkan sistem peringkat bahaya Melakukan Monitoring terhadap titik api/panas (hotspot) dengan pemantauan 35 satelit 1. Melakukan Deteksi dan pelaporan lokasi yang rentan terhadap Melakukan Prediksi titik-titik munculnya api, arah penyebaran api & asap Menggali informasi kajian situasi, penyebab & dampak Melakukan pengembangan mekanisme & prosedur penegakkan hukum yang jelas & transparan 1. Melakukan pelaporan dan pengumpulan informasi & data mengenai kejadian, identifikasi pelaku pembakaran 1. Melakukan kerjasama dengan LSM, pemuka agama, pemangku adat dan instansi sektoral 1. Evaluasi dari segala bentuk respon yang ada dimasyarakat terhadap bencana selama ini 1. Mengembangkan waduk-waduk untuk menghindari lahan gambut mengalami pengeringan yang berlebihan di musim kemarau & mudah terbakar 1. Membuat parit-parit api untuk menghindari penyebaran api pada saat Kampanye akan pentingnya bahaya & pemberian insentif, sehingga masyarakat memperoleh manfaat dari partisipasi aktif mereka dalam mencegah & menanggulangi 1. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang teknik-teknik pengendalian Nilai Indeks

19 HASIL TAHAP 2 ANALISIS SKALA GUTTMAN PEMULIHAN Pola Adaptasi Bencana Kebakaran Pola Adaptasi Bencana Kebakaran MITIGASI 1. Melakukan kegiatan yang bertujuan untuk memulihkan kondisi setelah terjadi 1. Prediksi lokasi yang sering terjadi Melakukan pemantauan dan evaluasi 53 deteksi area penyebaran asap 1. Membuat peta risiko Mengembangkan sistem peringkat 78 bahaya 1. Melakukan Monitoring terhadap titik 35 api/panas (hotspot) dengan pemantauan satelit 1. Melakukan Deteksi dan pelaporan lokasi 68 yang rentan terhadap 1. Melakukan Prediksi titik-titik munculnya api, arah penyebaran api & asap Menggali informasi kajian situasi, 12 penyebab & dampak 1. Melakukan pengembangan mekanisme 56 & prosedur penegakkan hukum yang jelas & transparan 1. Melakukan pelaporan dan pengumpulan 23 informasi & data mengenai kejadian, identifikasi pelaku pembakaran 1. Melakukan kerjasama dengan LSM, 11 pemuka agama, pemangku adat dan instansi sektoral 1. Evaluasi dari segala bentuk respon yang 20 ada dimasyarakat terhadap bencana selama ini 1. Mengembangkan waduk-waduk untuk 79 menghindari lahan gambut mengalami pengeringan yang berlebihan di musim kemarau & mudah terbakar 1. Membuat parit-parit api untuk 53 menghindari penyebaran api pada saat 1. Kampanye akan pentingnya bahaya 12 & pemberian insentif, sehingga masyarakat memperoleh manfaat dari partisipasi aktif mereka dalam mencegah & menanggulangi 1. Melakukan penyuluhan kepada 56 masyarakat tentang teknik-teknik pengendalian 1. Mengeksplorasi dan evaluasi hambatan-hambatan kegiatan pencegahan hingga pemadaman yang ada selama ini dan yang mungkin akan terjadi 1. Melakukan Penyusunan Master Plan reboisasi dan rehabilitasi hutan dan lahan oleh instansi terkait Nilai Indeks 1. Melakukan program Pengembangan pembenihan dan pembibitan tanaman hutan Melakukan program Penyusunan rancangan dan pengelenggaraan pembangunan hutan rakyat. 1. Melakukan penyusunan pola dan rencana kelola DAS untuk berkoordinasi sebagai upaya mengurangi kerentanan 1. Melakukan penyidikan & Investigasi pasca kejadian utnuk mengetahui penyebab, proses, dan kergian yang diakibatkan 1. Melakukan koordinasi dengan pihak polisi, LSM, penyidik dan para ahli Melakukan Perlindungan hutan dari pencurian hasil hutan (illegal logging), perambahan hutan dan pengendalian 1. Melakukan Program peningkatan pemberdayaan & pelayanan masyarakat sekitar hutan 1. Mengadakan Penyuluhan dan sosialisasi bahaya hutan dan lahan kepada masyarakat sekitar Nilai Indeks

20 HASIL TAHAP 2 ANALISIS DESKRIPTIF APLIKASI ADAPTASI TERHADAP BENCANA KEBAKARAN BERDASARKAN FAKTOR KERENTANAN Adaptasi yang Sudah Dilakukan Studi Literatur Pola Adaptasi Bencana Kebakaran MITIGASI 1. Prediksi lokasi yang sering terjadi Melakukan pemantauan dan evaluasi 53 deteksi area penyebaran asap 1. Membuat peta risiko 27 Faktor 1. Mengembangkan sistem peringkat 78 bahaya 1. Melakukan Kerentanan Monitoring terhadap titik 35 api/panas (hotspot) dengan pemantauan satelit 1. Melakukan Deteksi dan pelaporan lokasi 68 yang rentan terhadap 1. Melakukan Prediksi titik-titik munculnya 17 api, arah penyebaran api & asap 1. Menggali informasitipologi kajian situasi, 12 penyebab & dampak 1. Melakukan pengembangan mekanisme 56 & prosedur penegakkan DRM hukumcycle yang jelas & transparan 1. Melakukan pelaporan dan pengumpulan 23 informasi & data mengenai kejadian, identifikasi pelaku pembakaran 1. Melakukan kerjasama dengan LSM, 11 pemuka agama, pemangku adat dan instansi sektoral 1. Evaluasi dari segala bentuk respon yang 20 ada dimasyarakat terhadap bencana selama ini 1. Mengembangkan waduk-waduk untuk 79 menghindari lahan gambut mengalami pengeringan yang berlebihan di musim kemarau & mudah terbakar 1. Membuat parit-parit api untuk 53 menghindari penyebaran api pada saat 1. Kampanye akan pentingnya bahaya 12 & pemberian insentif, sehinggaadaptasi masyarakat memperolehyang manfaat dari partisipasi aktif mereka dalam mencegah & menanggulangi Belum 1. Melakukan penyuluhan kepada 56 masyarakat tentang teknik-teknik Dilakukan pengendalian Nilai Indeks Kondisi Eksisiting Adaptasi baru yang berkembang diwilayah penelitian

21 ANALISA TAHAP 3 PENENTUAN ARAHAN ADAPTASI Faktor Kerentanan Tipologi DRM Cycle Adaptasi dari Studi Literatur yang belum dilakukan Usulan Adaptasi yang baru berdasarkan kondisi eksisting (analisis tahap 2) Arahan Adaptasi

22 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Terdapat 8 faktor yang mempengaruhi kerentanan masyarakat yakni, Iklim, Kegiatan penduduk, Kepadatan bangunan, Pengadaan mobil pemadam, Ketersediaan pasokan air, Vegetasi gambut, Vegetasi kayu, Jaringan jalan. dan 34 faktor adaptasi. Berdasarkan pengelompokkan faktor-faktor yang telah diaplikasikan dalam masyarakat dan yang belum maka dapat diketahui bahwa dari 34 faktor adaptasi hanya 15 faktor yang telah aplikatif dilaksanakan di masyarakat dan 19 faktor yang belum terlaksana secara optimal. Artinya hanya 44% faktor adaptasi yang telah dilaksanakan dalam masyarakat. Ini mengartikan bahwa ketahanan masyarakat sangatlah kurang jika ditinjuan dari aspek adaptasi

23 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Arahan adaptasi untuk peningkatan ketahanan masyarakat terhadap bencana berdasarkan faktor kerentanan 1. Arahan adaptasi berdasarkan faktor kerentanan untuk peningkatan ketahanan masyarakat terhadap bencana hutan dan lahan di Kecamatan Liang Anggang dapat dijadikan sebagai informasi awal dan masukan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah Kota Banjarbaru. 2. Perlu adanya penelitian lebih detail mengenai penentuan arahan adaptasi berdasarkan masing-masing tipologi disaster risk management cycle dan faktor kerentanan. 3. Penelitan lanjutan diharapkan menambahkan variabel untuk ketahanan masyarakat yang lebih kompleks. Sehingga dapat ditentukan pula arahan yang lebih teknis khususnya untuk ketahanan masyarakat yang ideal dalam mengantisipasi terjadinya bencana.

24 DAFTAR PUSTAKA Referensi Buku Parry, M.L., Canziani, O.F., Palutikof, J.P., van der Linden, P.J., & Hanson, C.E. (Ed.) Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge University Press. Kodoatie, Robert J. dan Roestam Sjarief Pengelolaan Bencana Terpadu. Jakarta: yarsif Watampone. Syaufina,L Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Bayumedia. Malang Setyawan. Prih, dkk Panduan Pengenalan Karakteritik Bencana Dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia. Biro Mitigasi, Sekretariat BAKORNAS PBP. Jakarta Uniyal dan Rautela Disaster Mitigation. UNDP. Cambridge Architectural Research Limited.

25 DAFTAR PUSTAKA Referensi Jurnal Pamungkas, A., Bekessy, S.A., and Lane, R Assessing the Benefits to Community Vulnerability of Proactive Adaptations for Disaster Risk Management, Paper presented at Building Resilence 2011 International Seminar, Srilanka. Tacconi, L CIFOR Occasional Paper No. 38 (i) Kebakaran Hutan di Indonesia : penyebab, Biaya dan Implikasi kebijakan. Haigh, R Disaster Management Lifecycle. Centre for Disaster Resillience, University of Salford. Twigg, J Karakteristik Masyarakat yang Tahan Bencana. DRAFT- Sebuah Catatan Panduan untuk Kelompok Pengurangan Risiko Bencana

26 DAFTAR PUSTAKA Referensi Prosiding Permana, R.P (2001). Prosiding Seminar Sehari Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Aktivitas Sosial Ekonomi dalam Kaitannya dengan Penyebab dan Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera Oxfam Analisis Kerentanan dan Kapasitas Partisipatif. Sebuah sumber Daya Adaptasi dan Pengurangan Risiko Bencana.

27 TERIMA KASIH

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Sebaran Hotspot Tahunan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi kebakaran hutan dan lahan yang tinggi di Provinsi Riau dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: penggunaan api, iklim, dan perubahan tata guna

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Disampaikan pada Rapat Koordinasi ProKlim Manggala Wanabakti, 26 April

Lebih terperinci

SISTEM RISIKO KEBAKARAN (FRS): Peringatan Dini Kebakaran Lahan & Hutan Musiman

SISTEM RISIKO KEBAKARAN (FRS): Peringatan Dini Kebakaran Lahan & Hutan Musiman SISTEM RISIKO KEBAKARAN (FRS): Peringatan Dini Kebakaran Lahan & Hutan Musiman http://geospasial.bnpb.go.id Presented by Rizaldi Boer (Team Coordinator) Centre for Climate Risk and Opportunity Management

Lebih terperinci

Arahan Adaptasi Kawasan Rawan Tanah Longsor Dalam Mengurangi Tingkat Kerentanan Masyarakat Di KSN. Gunung Merapi Kabupaten Sleman

Arahan Adaptasi Kawasan Rawan Tanah Longsor Dalam Mengurangi Tingkat Kerentanan Masyarakat Di KSN. Gunung Merapi Kabupaten Sleman Arahan Adaptasi Kawasan Rawan Tanah Longsor Dalam Mengurangi Tingkat Kerentanan Masyarakat Di KSN Oleh : Novia Destriani 3609 100 006 Dosen Pembimbing : Adjie Pamungkas, ST. M. Dev. Plg. PhD Gunung Merapi

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI ANALISIS KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT KORBAN BENCANA BANJIR DI DESA CEMANI KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

NASKAH PUBLIKASI ANALISIS KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT KORBAN BENCANA BANJIR DI DESA CEMANI KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI ANALISIS KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT KORBAN BENCANA BANJIR DI DESA CEMANI KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO Oleh: ANIK MASLIHAH A610090092 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN ATAU HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN ATAU HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN ATAU HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 22, Pasal 23, Pasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan Instruksi Presiden

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekeringan merupakan fenomena alam yang kompleks dengan prosesnya berjalan lambat, tidak diketahui pasti awal dan kapan bencana ini akan berakhir, namun semua baru

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan suatu tempat yang luas yang didalamnya terdapat berbagai macam makhluk hidup yang tinggal disana. Hutan juga merupakan suatu ekosistem yang memiliki

Lebih terperinci

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 20 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 20 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 20 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK 1. Jumlah update laporan hotspot di tanggal 19 Oktober 2016

Lebih terperinci

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana Teuku Faisal Fathani, Ph.D. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada 1. Pendahuluan Wilayah Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Luas dan Lokasi Wilayah Merang Peat Dome Forest (MPDF) memiliki luas sekitar 150.000 ha yang terletak dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Lalan di Kecamatan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN/ATAU LAHAN MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA (RENJA)

RENCANA KERJA (RENJA) RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN 2015 KOTAWARINGIN BARAT DINAS KEHUTANAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas Kehutanan Kabupaten

Lebih terperinci

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 02/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN, Dalam rangka peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di seluruh wilayah Republik Indonesia,

Lebih terperinci

LAMPIRAN IV PANDUAN PENYIAPAN LAHAN DENGAN PEMBAKARAN UNTUK MASYARAKAT ADAT/TRADISIOANAL

LAMPIRAN IV PANDUAN PENYIAPAN LAHAN DENGAN PEMBAKARAN UNTUK MASYARAKAT ADAT/TRADISIOANAL LAMPIRAN IV PANDUAN PENYIAPAN LAHAN DENGAN PEMBAKARAN UNTUK MASYARAKAT ADAT/TRADISIOANAL 1. Pengertian Penyiapan lahan dengan pembakaran adalah upaya yang dilakukan dalam rangka untuk melakukan penyiapan

Lebih terperinci

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG)

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG) INFOMATEK Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG) Furi Sari Nurwulandari *) Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN

Lebih terperinci

Bab III Analisis Penentuan Responden dan Implikasi Kelembagaan atas ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP)

Bab III Analisis Penentuan Responden dan Implikasi Kelembagaan atas ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) Bab III Analisis Penentuan Responden dan Implikasi Kelembagaan atas ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) Bab ini akan membahas analisis penentuan responden dan implikasi kelembagaan

Lebih terperinci

TINGKAT KESIAPSIAGAAN GABUNGAN KELOMPOKTANI (GAPOKTAN) DALAM MENGHADAPI BENCANA KEKERINGAN DI DESA BULU KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO

TINGKAT KESIAPSIAGAAN GABUNGAN KELOMPOKTANI (GAPOKTAN) DALAM MENGHADAPI BENCANA KEKERINGAN DI DESA BULU KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO TINGKAT KESIAPSIAGAAN GABUNGAN KELOMPOKTANI (GAPOKTAN) DALAM MENGHADAPI BENCANA KEKERINGAN DI DESA BULU KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, maupun faktor

Lebih terperinci

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar Tahun 2015 menjadi tahun terburuk bagi masyarakat di Sumatera dan Kalimantan akibat semakin parahnya kebakaran lahan dan hutan. Kasus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan dan lahan pada periode 5 tahun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2012 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALANGAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI Izin Usaha Pemanfaatan Penyerapan Karbon dan/atau Penyimpanan Karbon (PAN-RAP Karbon) Nomor: SK. 494/Menhut-II/2013 Hutan Rawa Gambut Tropis Merang-Kepayang Sumatera Selatan, Indonesia Oleh: PT. GLOBAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan 230 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Wilayah Kecamatan Nglipar mempunyai morfologi yang beragam mulai dataran, perbukitan berelief sedang sampai dengan pegunungan sangat curam yang berpotensi

Lebih terperinci

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 01 I 11 April 2016 USAID LESTARI KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri PENGANTAR Bagi ilmuwan, kebakaran

Lebih terperinci

BUPATI BENGKALIS ASSALAMU ALAIKUM WR. WB SELAMAT PAGI, SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEMUA,

BUPATI BENGKALIS ASSALAMU ALAIKUM WR. WB SELAMAT PAGI, SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEMUA, BUPATI BENGKALIS SAMBUTAN BUPATI BENGKALIS PADA APEL SIAGA DARURAT BENCANA ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN TINGKAT KABUPATEN BENGKALIS TAHUN 2017 BENGKALIS, 6 FEBRUARI 2017 ASSALAMU ALAIKUM WR. WB

Lebih terperinci

KERENTANAN (VULNERABILITY)

KERENTANAN (VULNERABILITY) DISASTER TERMS BENCANA (DISASTER) BAHAYA (HAZARD) KERENTANAN (VULNERABILITY) KAPASITAS (CAPACITY) RISIKO (RISK) PENGKAJIAN RISIKO (RISK ASSESSMENT) PENGURANGAN RISIKO BENCANA (DISASTER RISK REDUCTION)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku

Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Ambon, 3 Juni 2016 I. KARAKTERISTIK WILAYAH PROVINSI MALUKU PROVINSI MALUKU 92,4 % LUAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MOR : P.25/Menhut-II/2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2013 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total panjang keseluruhan 95.181

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat. Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau Daddy Ruhiyat news Dokumen terkait persoalan Emisi Gas Rumah Kaca di Kalimantan Timur

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA KEBAKARAN DI KELURAHAN KAUMAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTA SURAKATA ARTIKEL PUBLIKASI

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA KEBAKARAN DI KELURAHAN KAUMAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTA SURAKATA ARTIKEL PUBLIKASI KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA KEBAKARAN DI KELURAHAN KAUMAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTA SURAKATA ARTIKEL PUBLIKASI Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Geografi AGUS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI. Halaman PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI Halaman PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3 Maksud dan Tujuan... 5 1.4 Ruang Lingkup...

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang: a. bahwa lahan sebagai penentu

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI Nyimas Martha Olfiana, Adjie Pamungkas Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,

Lebih terperinci

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Peta Jalan Lahan Gambut APRIL-IPEWG Versi 3.2, Juni 2017 Kelompok Ahli Gambut Independen (Independent Peatland Expert Working Group/IPEWG) dibentuk untuk membantu

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 89 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 89 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 89 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS PEKERJAAN UMUM PENGAIRAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

ABSTRACT. Alamat Korespondensi : Telp , PENDAHULUAN

ABSTRACT. Alamat Korespondensi : Telp ,   PENDAHULUAN KAJIAN FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT OLEH MASYARAKAT DI DESA SALAT MAKMUR KALIMANTAN SELATAN Oleh/By FONNY RIANAWATI Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase 1 2 Latar Belakang Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. Banyak lahan gambut di Sumatra dan Kalimantan telah terbakar dalam beberapa tahun terakhir ini. Kebakaran gambut sangat mudah menyebar di areaarea

Lebih terperinci

Arahan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Petani Jeruk Siam berdasarkan Perspektif Petani di Kec. Bangorejo Kab. Banyuwangi

Arahan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Petani Jeruk Siam berdasarkan Perspektif Petani di Kec. Bangorejo Kab. Banyuwangi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-239 Arahan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Petani Jeruk Siam berdasarkan Perspektif Petani di Kec. Bangorejo Kab. Banyuwangi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 15A Tahun 2006 Lampiran : - TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG IRIGASI WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM

REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM Provinsi Jambi mempunyai Luas Wilayah daratan 4.882.857 ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan

Lebih terperinci

MODUL 8: MEMPRIORITASKAN KERENTANAN SERTA STRATEGI DAN PROYEK YANG POTENSIAL. USAID Adapt Asia-Pacific

MODUL 8: MEMPRIORITASKAN KERENTANAN SERTA STRATEGI DAN PROYEK YANG POTENSIAL. USAID Adapt Asia-Pacific MODUL 8: MEMPRIORITASKAN KERENTANAN SERTA STRATEGI DAN PROYEK YANG POTENSIAL University of Hawaii at Manoa Institut Teknologi Bandung Sejauh ini Kita Sudah Mendiskusikan Ancaman, Paparan, Sensitivitas,

Lebih terperinci

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI Preview Sidang 3 Tugas Akhir ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KECAMATAN BANGOREJO, KABUPATEN BANYUWANGI Disusun: Nyimas Martha Olfiana 3609.100.049

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat aktivitas dari penduduk, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian kota

BAB I PENDAHULUAN. pusat aktivitas dari penduduk, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian kota 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota dalam konsep umum adalah wilayah atau ruang terbangun yang didominasi jenis penggunaan tanah nonpertanian dengan jumlah penduduk dan intensitas penggunaan

Lebih terperinci

Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman

Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman Heru Hendrayana, 2011 heruha@ugm.ac.id I. LATAR BELAKANG Airtanah merupakan sumberdaya yang mempunyai peranan penting pada

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Kementerian PPN/Bappenas Lokakarya Mengarusutamakan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Agenda

Lebih terperinci

OLEH: LALU ISKANDAR,SP DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH

OLEH: LALU ISKANDAR,SP DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH MANAJEMEN PENGELOLAAN HUTAN DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH OLEH: LALU ISKANDAR,SP KEPALA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH DISAMPAIKAN PADA LOKAKARYA REDD+ KOICA-FORDA-CIFOR SENGGIGI,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa irigasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kehutanan;

BAB I PENDAHULUAN. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kehutanan; BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah dibentuk berdasarkan : 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Perintah, Pemerintah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai Studi Kelayakan Hutan Rakyat Dalam Skema Perdagangan Karbon dilaksanakan di Hutan Rakyat Kampung Calobak Desa Tamansari, Kecamatan

Lebih terperinci

INDONESIA - AUSTRALIA FOREST CARBON PARTNERSHIP (IAFCP)

INDONESIA - AUSTRALIA FOREST CARBON PARTNERSHIP (IAFCP) INDONESIA - AUSTRALIA FOREST CARBON PARTNERSHIP (IAFCP) I. PENDAHULUAN - IAFCP didasarkan pada Kesepakatan Kerjasama ditandatangani oleh Presiden RI dan Perdana Menteri Australia 13 Juni 2008, jangka waktu

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dilakukan dalam proses pengurangan Risiko bencana di wilayah rawan bencana. Kabuaten Sinjai, dapat disimpulkan temuan sebagai berikut;

BAB VI PENUTUP. dilakukan dalam proses pengurangan Risiko bencana di wilayah rawan bencana. Kabuaten Sinjai, dapat disimpulkan temuan sebagai berikut; BAB VI PENUTUP Dari hasil temuan lapangan dan pembahasan yang dilakukan maka dapat disusun kesimpulan dari hasil penelitian ini. Adapun kesimpulan dari penelitian meliputi ringkasan temuan, kontribusi

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Geografi

Lebih terperinci

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang 1.1. Latar Belakang yang terletak sekitar 120 km sebelah selatan Kota Surabaya merupakan dataran alluvial Kali Brantas. Penduduk di Kabupaten ini berjumlah sekitar 1.101.853 juta jiwa pada tahun 2001 yang

Lebih terperinci

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN UMUM

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa sumber daya hutan dan lahan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1230, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Kelompok Tani Hutan. Pembinaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.57/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOK

Lebih terperinci