RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN"

Transkripsi

1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara berkewajiban melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, termasuk kekayaan sumber daya alam, agar dapat memberikan manfaat bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan; b. bahwa negara berkewajiban melindungi segenap bangsa tercakup di dalamnya upaya untuk melindungi hak-hak masyarakat yang terkena atau menjadi korban dari kebakaran hutan dan/atau lahan; c. bahwa praktek penggunaan potensi hutan telah berdampak pada menurunnya kualitas hutan, bahkan berkurangnya areal hutan akibat bahaya kebakaran; d. bahwa sistem pengendalian hutan dan/atau lahan belum dilaksanakan secara komprehensif, terintegrasi, terkoordinatif, sehingga selalu mengalami kegagalan atau tidak memadai dalam mengatasi permasalahan kebakaran hutan dan/atau lahan di Indonesia; e. bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang ada dalam berbagai peraturan perundang-undangan sampai saat ini belum mengatur secara tegas dan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. 1

2 Mengingat : Pasal 20 ayat (1), Pasal 22D ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG HUTAN DAN LAHAN. PENGENDALIAN KEBAKARAN BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Undang- Undang ini yang dimaksudkan dengan : 1. Kebakaran Hutan dan/atau lahan adalah kebakaran yang terjadi di alam liar, hutan, dan/atau lahan, yang dapat juga memusnahkan rumah-rumah atau mendatangkan bahaya bagi keamanan umum, makhluk hidup, atau barang disekitarnya. 2. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 3. Lahan adalah suatu hamparan ekosistem daratan yang peruntukannya untuk usaha dan/atau kegiatan ladang dan/atau kebun bagi masyarakat. 4. Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya kebakaran hutan dan/atau lahan, kegiatan pencegahan kebakaran hutan dan/atau lahan, kegiatan tanggap darurat penghentian kebakaran hutan, dan pemulihan atau rehabilitasi hutan dan/atau lahan. 5. Pengendalian kebakaran hutan dan atau adalah semua usaha, pencegahan, pemadaman, pengananan pasca kebakaran hutan dan atau lahan dan penyelamat. 2

3 6. Penanganan pasca kebakaran adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang meliputi inventarisasi, monitoring dan evaluasi serta koordinasi dalam rangka menangani suatu areal setelah terbakar. 7. Kegiatan Pencegahan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman kebakaran hutan dan atau ahan yg berpotensi menimbulkan kebakaran hutan. 8. Pemadaman kebakaran hutan dan atau lahan adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk menghilangkan atau mematikan api yang membakar hutan dan atau lahan. 9. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan atau lahan melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. 10. Peringatan Dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. 11. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko kebakaran hutan, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi kebakaran hutan dan/atau lahan. 12. Tanggap Darurat Kebakaran Hutan dan/atau lahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian kebakaran hutan dan/atau lahan untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. 13. Pemulihan atau Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan terhadap hutan dan/atau lahan serta semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada kawasan hutan dan/atau lahan, termasuk untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat sebagai dampak dari kebakaran hutan dan/atau lahan. 14. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 15. Izin Pemanfaatan Hutan adalah izin yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu pada areal hutan yang telah ditentukan. 16. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kehutanan adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkup instansi kehutanan pusat dan daerah 3

4 yang oleh undang-undang diberi wewenang khusus penyidikan di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 17. Kriteria Baku Kerusakan Hutan dan/atau Lahan adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang. 18. Perkebunan adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budi daya, panen, pengolahan, dan pemasaran terkait Tanaman Perkebunan. 19. Penanggung Jawab Usaha adalah orang yang bertanggung jawab atas nama suatu badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan, atau organisasi. 20. Usaha Perkebunan adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa Perkebunan. 21. Perusahaan Perkebunan adalah badan usaha yang berbadan hukum, didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Indonesia, yang mengelola Usaha Perkebunan dengan skala tertentu. 22. Usaha Perkebunan adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa Perkebunan 23. Masyarakat adalah orang perseorangan, atau sekumpulan orang, termasuk masyarakat adat. 24. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 25. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Repubilk Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 27. Menteri adalah menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan atau perkebunan. 28. Instansi yang bertanggungjawab adalah instansi yang bertanggungjawab di bidang pengendalian dampak lingkungan. 29. Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran Hutan dan atau Lahan yang selanjutnya disebut SPBK adalah peringkat yang digunakan untuk mengetahui tingkat resiko terjadinya bahaya kebakaran hutan dan atau, di suatu wilayah dengan memperhitungkan keadaan cuaca, bahan bakaran dan kondisi alam lainnya yang berpengaruh terhadap perilaku api 30. Sarana dan prasarana adalah peralatan dan fasilitas yang digunakan untuk mendukung pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan. 4

5 31. Patroli adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh semua pihak dalam rangka pencegahan dan atau pemadaman dini kebakaran hutan dan atau lahan 32. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup 33. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. 34. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup 35. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 36. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. 37. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. 38. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. 39. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya 40. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. 41. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 42. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan. 5

6 43. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom 44. Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. 45. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 46. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 47. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bagian Kedua Asas dan Tujuan Pasal 2 Undang-Undang tentang Pengendalian Kebakaran berdasarkan asas: a. tanggung jawab negara; b. keterbukaan dan pertanggungjawaban; c. penghormatan terhadap kearifan lokal d. partisipasi; e. kesetaraan gender; f. profesionalitas; g. berkeadilan dan berkelanjutan; dan h. desentralisasi. i. Pencegahan j. Kehati-hatian k. Pencemar membayar Hutan dan atau Lahan 6

7 Pasal 3 Undang-Undang tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan/atau lahan bertujuan untuk menjamin dan memulihkan kualitas dan potensi hutan, memberikan kepastian hukum dalam pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan yang menyeluruh, terencana, terpadu, dan terkoordinasi. BAB II LARANGAN MELAKUKAN PEMBAKARAN HUTAN DAN/ATAU LAHAN Pasal 4 Setiap orang dilarang melakukan pembakaran hutan dan/atau lahan. Pasal 5 Setiap orang dilarang melakukan penyalahgunaan dokumen pembukaan hutan dan/atau lahan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Pasal 6 Setiap orang dilarang menghambat penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan. BAB III PENYELENGGARAAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN/ATAU LAHAN Bagian Kesatu Umum Pasal 7 (1) Penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan meliputi kegiatan: a. Pencegahan sebelum terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan. b. Pemadaman pada saat terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan c. Penanganan pasca setelah terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan. (2) Pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan tingkat nasional dilakukan oleh dan menjadi tanggung jawab Menteri. (3) Pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan tingkat provinsi dilakukan oleh dan menjadi tanggung jawab Gubernur. 7

8 (4) Pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh dan menjadi tanggung jawab Bupati/Walikota. (5) Pengendalian kebakaran hutan tingkat pengelolaan dan pemanfaatan menjadi tanggung jawab Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan. (6) Pengendalian kebakaran di unit usaha menjadi tanggungjawab penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan. Bagian Kedua Pencegahan Pasal 8 (1) Setiap orang wajib mencegah terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan. (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan kebakaran hutan dan/atau lahan melalui penghilangan kesempatan timbulnya kebakaran hutan dan/atau lahan. (3) Penghilangan kesempatan timbulnya kebakaran hutan dan/atau lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui kegiatan : a. pemantapan kawasan hutan dan/atau lahan; b. penjagaan kawasan hutan dan/atau lahan; c. pembangunan infrastruktur penanggulangan bahaya kebakaran hutan; d. patroli; e. peningkatan kapasitas jejaring informasi; f. pemberian fasilitas untuk terbentuknya kelembagaan masyarakat; dan g. pemberdayaan masyarakat agar pembukaan lahan tidak dengan cara membakar. Pasal 9 Pencegahan kebakaran hutan dan atau lahan dilakukan pada : 1. Tingkat nasional; 2. Tingkat provinsi; 3. Tingkat kabupaten/kota; 4. Tingkat unit pengelolaan dan pemanfaatan hutan 5. Tingkat unit usaha. Pasal 10 Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib mencegah terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan di lokasi usahanya. 8

9 Pasal 11 (1) Setiap penanggung jawab usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal (10) wajib memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan di lokasi usahanya. (2) Sarana dan prasarana pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. Sistem peringatan dini untuk mengestimasi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan beberapa waktu ke depan b. sistem deteksi dini untuk mengetahui terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan; c. alat pencegahan kebakaran hutan dan/atau lahan; d. prosedur operasi standar untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan; e. perangkat organisasi yang bertanggung jawab dalam mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan; dan f. pelatihan penanggulangan kebakaran hutan dan/atau lahan secara berkala. g. Peralatan tangan, Perlengkapan perorangan, Pompa air dan kelengkapannya, Peralatan telekomunikasi, Pompa bertekanan tinggi, Peralatan mekanis, Peralatan transportasi, Peralatan logistik, medis dan SAR, serta Gedung. Pasal 12 (1) Penanggung jawab usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal (10) wajib melakukan pemantauan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan di lokasi usahanya. (2) Penanggung jawab usaha wajib melaporkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada gubernur/ bupati/walikota dengan tembusan kepada instansi teknis dan instansi yang bertanggung jawab. Pasal 13 Pejabat yang berwenang memberikan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib memperhatikan : a. kebijakan nasional tentang pengelolaan hutan dan/atau lahan sebagai bagian dari pendayagunaan sumber daya alam; b. kesesuaian dengan rencana tata ruang; c. pendapat masyarakat dan kepala adat; dan d. pertimbangan dan rekomendasi dari pejabat yang berwenang. 9

10 Bagian Ketiga Pemadaman Pasal 14 Setiap orang berkewajiban melakukan tindakan memadamkan kebakaran hutan dan/atau lahan yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan/atau di lokasi usahanya. Pasal 15 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib segera melakukan penghentian sebagai upaya tanggap darurat dalam upaya pengendalian pada saat terjadi kebakaran hutan dan/atau lahan di lokasi usahanya. (2) Upaya tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. mengerahkan semua kekuatan dan peralatan yang diperlukan untuk menghentikan kebakaran hutan dan/atau lahan; b. melakukan pengkajian secara cepat dan tepat mengenai lokasi yang sedang dan akan mengalami kebakaran; c. melaporkan kepada Pemerintah atas peristiwa kebakaran hutan dan/atau lahan; dan/atau d. melibatkan masyarakat dalam upaya penghentian kebakaran hutan. Pasal 16 Pelaksanaan kegiatan pemadaman kebakaran hutan dan atau lahan pada masing masing wilayah dilakukan melalui tahapan kegiatan : a. Pemadaman awal; b. Pemadaman lanjutan; c. Pemadaman mandiri; d. Pemadaman gabungan; dan e. Pemadaman dari udara. Pasal 17 (1) Pemadaman awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya kebakaran yang lebih besar saat ditemukan titik api (kejadian kebakaran) oleh regu patroli yang bertugas dan atau yang ditugaskan melakukan pengecekan lapangan terhadap titik panas melalui pemadaman seketika tanpa menunggu perintah dari posko daerah operasi (Daops) setempat. (2) Pemadaman lanjutan dilakukan dalam rangka menindaklanjuti upaya pemadaman yang tidak dapat dipadamkan pada saat pemadaman awal, 10

11 dengan memobilisasi regu pemadaman kebakaran pada daops setempat dan atau regu dan atau instansi lain yang terkait. (3) Pemadaman mandiri sebagaimana dilakukan dalam rangka pemadaman kebakaran yang dilaksanakan secara mandiri dengan menggunakan personil, sarana prasarana dan dukungan logistik yang berada pada wilayah kerja setempat. (4) Pemadaman gabungan dilakukan dalam rangka pemadaman kebakaran yang dilaksanakan dengan menggunakan personil, sarana prasarana dan dukungan logistik yang berada pada daops setempat dan atau regu dari Daops lain dan atau instansi lain yang terkait. (5) Pemadaman dari udara, dilakukan dalam rangka pemadaman kebakaran baik pada pemadaman awal maupun pemadaman lanjutan dan atau pemadaman dengan menerapkan teknologi modifikasi cuaca oleh tim operasi yang menggunakan pesawat terbang. Pasal 18 (1) Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Unit Pengelolaan dan pemegang izin usaha, bertanggung jawab atas pemadaman kebakaran hutan dan atau lahan sesuai dengan kewenangannya. (2) Menteri bertanggung jawab mengkoordinasikan pemadaman kebakaran yang terjadi di dua wilayah provinsi atau lebih. (3) Gubernur bertanggung jawab dan mengkoordinasikan pemadaman kebakaran yang terjadi di dua wilayah atau lebih kabupaten/kota. (4) Bupati/Walikota bertanggung jawab dan mengkoordinasikan pemadaman kebakaran yang terjadi di wilayahnya. (5) Kepala Kesatuan Pengelolaan dan pemnfaatan bertanggung jawab terhadap pemadaman kebakaran hutan di kawasan yang menjadi tanggung jawabnya. (6) Pemegang izin usaha bertanggung jawab terhadap pemadaman di wilayah usahanya Bagian ke empat Penanganan Pasca Kebakaran Pasal 19 Penanganan pasca kebakaran hutan dan atau lahan dilakukan melalui kegiatan : a. Pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket); b. Identifikasi; c. Monitoring dan evaluasi; d. Rehabilitasi; dan e. Penegakan hukum. 11

12 Pasal 20 Pengumpulan bahan dan keterangan, dilakukan melalui pengecekan lapangan pada areal yang terbakar dengan menggunakan data titik panas yang terpantau, pengumpulan contoh tanah, tumbuhan, dan bukti lainnya di areal yang terbakar. Pasal 21 Identifikasi dilakukan untuk mengetahui penyebab kebakaran, luas kebakaran, tipe vegetasi yang terbakar, pengaruhnya terhadap lingkungan dan ekosistem. Pasal 22 Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memantau kegiatan pengendalian kebakaran yang telah dilakukan dan perkembangan areal bekas kebakaran. Pasal 23 Rehabilitasi dilakukan dalam rangka merehabilitasi kawasan bekas kebakaran dengan mempertimbangkan rekomendasi dan atau masukan berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari hasil identifikasi. Pasal 24 (1) Penegakan hukum dilakukan dengan pemberian sanksi administrasi dan/atau penerapan sanksi pidana dalam rangka upaya proses penindakan hukum dibidang kebakaran hutan dan/atau lahan dengan pendekatan multidoor. (2) Pemegang Izin Pemanfaatan, pengelolaan dan penanggungjawab usaha bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan di wilayah usahanya, melalui: a. tanggung jawab pidana; b. tanggung jawab perdata; c. sanksi administrasi; dan atau d. terkait tindak pidana lainnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku 12

13 BAB IV KRITERIA BAKU KERUSAKAN HUTAN DAN/ATAU LAHAN Bagian Kesatu Umum Pasal 25 Penilaian terhadap kerusakan hutan dan/atau lahan yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dan/atau lahan didasarkan pada kriteria baku kerusakan hutan dan/atau lahan. Bagian Kedua Kriteria Baku Kerusakan Hutan dan/atau Lahan Nasional Pasal 26 Kriteria baku kerusakan hutan dan/atau lahan dalam Pasal 4 meliputi: a. kriteria baku kerusakan hutan dan/atau lahan nasional; dan b. kriteria baku kerusakan hutan dan/atau lahan daerah. Pasal 27 Kriteria baku kerusakan hutan dan/atau lahan meliputi: a. kriteria umum baku kerusakan hutan dan/atau lahan nasional; dan b. kriteria teknis baku kerusakan hutan dan/atau lahan nasional. Pasal 28 (1) Kriteria umum baku kerusakan hutan dan/atau lahan nasional meliputi: a. kriteria umum baku kerusakan tanah mineral yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dan/atau lahan; b. kriteria umum baku kerusakan tanah gambut yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dan/atau lahan; c. kriteria umum baku kerusakan flora yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dan/atau lahan; dan d. kriteria umum baku kerusakan fauna yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dan/atau lahan. (2) Kriteria umum baku kerusakan hutan dan/atau lahan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemeritah. 13

14 Pasal 29 (1) Kriteria teknis baku kerusakan hutan dan/atau lahan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Huruf b didasarkan pada kriteria baku umum kerusakan hutan dan/atau lahan. (2) Kriteria teknis baku kerusakan hutan dan/atau lahan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. Pasal 30 Dalam hal kriteria teknis baku kerusakan hutan dan/atau lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Ayat ( ) belum ditetapkan, maka berlaku kriteria umum kerusakan hutan dan/atau lahan. Bagian Ketiga Kriteria Baku Kerusakan Hutan dan/atau Lahan Daerah Pasal 31 (1) Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan kriteria baku kerusakan hutan dan/atau lahan daerah. (2) Penetapan Kriteria baku kerusakan hutan dan/atau lahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan kriteria teknis baku kerusakan hutan dan/atau lahan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. (3) Dalam hal kriteria teknis baku kerusakan hutan dan/atau lahan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 belum ditetapkan, maka penetapan kriteria kerusakan hutan dan/atau lahan daerah berdasarkan kriteria umum kerusakan hutan dan/atau lahan nasional. (4) Kriteria baku kerusakan hutan dan/atau lahan daerah ditetapkan dengan ketentuan sama dengan ketentuan kriteria baku kerusakan hutan dan/atau lahan nasional atau lebih spesifik untuk disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi lokal wilayah daerah. Pasal 32 (1) Dalam setiap kawasan tertentu, Pemerintah Daerah membentuk Satuan Tugas Pengendalian Kebakaran Hutan dan/atau lahan Bersama yang selanjutnya disebut Satuan Tugas Pengendalian. (2) Satuan Tugas Pengendalian bertugas melakukan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan. 14

15 Pasal 33 (2) Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan tugas Satuan Tugas Pengendalian. (3) Setiap penanggung jawab usaha wajib memberikan laporan mengenai keterlibatan dan kegiatannya dalam Satuan Tugas Pengendalian kepada Pemerintah Daerah. Bagian Keempat Pemulihan Kebakaran Hutan dan/atau lahan Pasal 34 Setiap orang yang mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan wajib melakukan pemulihan dampak lingkungan hidup. Pasal 35 Setiap penanggung jawab usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal wajib melakukan pemulihan dampak lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan di lokasi usahanya. Pasal 36 (1) Kegiatan pemulihan dampak kebakaran hutan dan/atau lahan dilaksanakan berdasarkan suatu pedoman pemulihan dampak lingkungan hidup. (2) Pedoman pemulihan dampak lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB V PEMBIAYAAN Pasal 37 (1) Pembiayaan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, penanggung jawab usaha yang beresiko menimbulkan kebakaran hutan dan/atau lahan, dan sumber dana lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa dana publik dan/atau APBN dan/atau APBD yag digunakan untuk pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan beserta akibat-akibatnya, akan diganti dan/atau dibayarkan oleh 15

16 penanggungjawab usaha/kegiatan yang beresiko menimbulkan kebakaran hutan dan/atau lahan (3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melalui, tetapi tidak terbatas pada: a. Dikeluarkannya perintah kepada penanggungjawaban usaha/kegiatan untuk melakukan pemulihan dan/atau penanggulangan akibat kebakaran hutan dan/atau lahan b. Dikeluarkannya perintah kepada penanggungjawaban usaha/kegiatan untuk melakukan penggantian biaya pemulihan dan/atau penanggulangan akibat kebakaran hutan dan/atau lahan baik yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah, baik disertai atau tidak disertai dengan tamabah denda pemerintah c. Dilakukannya gugatan perdata yang meminta penanggungjawaban usaha/kegiatan untuk melakukan pemulihan dan/atau penanggulangan akibat kebakaran hutan dan/atau lahan, atau untuk membayar sejumlah yang telah dikeluarkan pemerintah untuk mencegah dan/atau menaggulangi kebakaran hutan/lahan dengan disertai tambahan sejumlah uang tertentu d. Diterapkannya sistem pendanaan dan kompensasi untuk pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan yang dibayarkan oleh penanggungjawab usaha/kegiatan yang beresiko menimbulkan kebakaran hutan dan/atau lahan sesuai dengan kontribusi mereka terhadap kebakaran hutan dan/atau lahan. BAB VI PERANAN PEMERINTAH Bagian Kesatu Umum Pasal 38 Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan. Bagian Kedua Tanggung jawab dan Wewenang Pemerintah Pusat Pasal 39 (1) Tanggung jawab Pemerintah dalam penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan meliputi: a. pengurangan risiko kebakaran hutan dan/atau lahan; 16

17 b. pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan pada tingkat nasional; c. Pencegahan kebakaran hutan dan/atau lahan pada tingkat nasional, melalui kegiatan : i. Membuat peta kerawanan kebakaran hutan dan atau lahan ; ii. Mengembangkan sistem informasi kebakaran hutan dan atau lahan; iii. Kemitraan dengan masyarakat; iv. Menyusun standar peralatan pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan ; v. Menyusun program penyuluhan dan kampanye pengendalian kebakaran hutan; dan dan atau lahan vi. Menyusun pola pelatihan pencegahan kebakaran hutan dan atau lahan. d. Menetapkan target pengurangan titik api dan/atau titik panas secara nasional untuk periode 3 (tiga) tahun, 5 (lima) tahun, dan 10 (sepuluh) tahun; e. memadukan pengurangan risiko kebakaran hutan dan/atau lahan dengan program pembangunan; f. perlindungan masyarakat dari dampak kebakaran hutan dan/atau lahan; g. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi akibat kebakaran hutan dan/atau lahan secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum; h. pemulihan kondisi dari dampak kebakaran hutan dan/atau lahan; i. pengalokasian anggaran pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang memadai; j. pengalokasian anggaran pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan dalam bentuk dana siap pakai; k. pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak kebakaran hutan dan/atau lahan; dan l. memberikan pendidikan masyarakat untuk membuka lahan tanpa membakar (2) Dalam rangka pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan pada tingkat nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, pemerintah memiliki tugas: a. merumuskan dan menetapkan kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan pada tingkat nasional; b. memimpin dan melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. c. Memimpin dan melakukan koordinasi upaya penanggulangan kebakaran hutan dan/atau lahan secara terintegrasi, yang meliputi 17

18 upaya pra kebakaran hutan dan/atau lahan, pada saat tanggap darurat, dan pasca kebakaran hutan dan/atau lahan d. menyusun pedoman pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan nasional. e. memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan yang mencakup pencegahan, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara; f. menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan; g. menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat; h. melaporkan penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan kepada Presiden setiap 1 (satu) bulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat bencana; i. menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan atau bantuan nasional dan internasional; j. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; k. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundangundangan; l. melakukan pemanatauan Pasal 40 Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan meliputi: a. penetapan kebijakan pengendalian bencana selaras dengan kebijakan pembangunan nasional; b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsurunsur kebijakan pengendalian kebakaran hutan; c. penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah; d. penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan negara lain, badan-badan, atau pihak-pihak internasional lain; e. perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya kebakaran hutan; f. perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan; g. pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala nasional; dan h. penetapan kriteria baku kerusakan hutan dan/atau lahan;dan i. Mengembangkan instrumen insentif dan disinsentif yang dapat mendorong pencegahan kebakaran hutan dan/atau lahan dari 18

19 pemerintah daerah, masyarakat, desa, dan penanggungjawab usaha/kegiatan Pasal 41 (1) Pemerintah mendelegasikan tanggung jawab dan wewenangnya dalam penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40 kepada Menteri; (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung jawab dan wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Koordinasi Pemerintah Pusat Pasal 42 Dalam melaksanakan tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, maka Menteri mengkoordinasikan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan lintas batas provinsi dan lintas batas negara. Pasal 43 Dalam rangka pengendalian kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan, Menteri bertanggung jawab mengembangkan kemampuan sumber daya manusia di bidang evaluasi dampak lingkungan hidup dan penyusunan strategi pemulihan dampak lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dan/atau lahan. Pasal 44 Menteri mengkoordinasikan penanggulangan dan pemulihan dampak lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan yang terjadi pada lintas batas provinsi dan lintas batas negara dalam rangka kerjasama Internasional. Pasal 45 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan koordinasi pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan diatur dengan Peraturan Presiden. 19

20 Bagian Keempat Tanggungjawab dan Wewenang Pemerintah Daerah Pasal 46 Pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan dalam wilayah kewenangannya. Pasal 47 (1) Tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan meliputi: a. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena dampak kebakaran hutan dan/atau lahan sesuai dengan standar pelayanan minimum; b. pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan pada tingkat daerah; c. Pencegahan kebakaran hutan dan/atau lahan pada tingkat Provinsi dilakukan melalui kegiatan : i. Pembuatan peta kerawanan kebakaran hutan dan atau lahan provinsi; ii. Pembuatan model penyuluhan; iii. Pelatihan pencegahan kebakaran hutan dan atau lahan; iv. Pembuatan petunjuk pelaksanaan pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan dan atau lahan; v. Pengadaan sarana dan prasarana pemadaman kebakaran hutan dan atau lahan; vi. Melaksanakan pembinaan; dan vii. Melaksanakan pengawasan. d. Pencegahan kebakaran hutan dan/atau lahan pada tingkat Kabupaten/Kota dilakukan melalui kegiatan : i. Evaluasi lokasi rawan kebakaran hutan dan atau lahan; ii. Penyuluhan; iii. Pembuatan petunjuk teknis pelaksanaan pemadaman kebakaran hutan dan atau lahan; iv. Pengadaan sarana prasarana pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan; v. Pelaksanaan pembinaan; dan vi. Pengawasan. e. Menetapkan target pengurangan titik api dan/atau titik panas pada tingkat daerah dalam periode 3 (tiga) tahun, 5 (lima) tahun, dan 10 (sepuluh) tahun; 20

21 f. memimpin dan melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan secara terencana, terpadu, dan menyeluruh di daerah. g. Memimpin dan melakukan koordinasi upaya penanggulangan kebakaran hutan dan/atau lahan secara terintegrasi di daerah, yang meliputi upaya pra kebakaran hutan dan/atau lahan, pada saat tanggap darurat, dan pasca kebakaran hutan dan/atau lahan h. menyusun pedoman pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan di daerah. i. perlindungan masyarakat dari dampak kebakaran hutan dan/atau lahan; j. pengurangan risiko kebakaran hutan dan/atau lahan dan pemaduan pengurangan risiko kebakaran hutan dan/atau lahan dengan program pembangunan; dan k. pengalokasian dana pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang memadai. (2) Dalam rangka pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan pada tingkat daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, pemerintah daerah memiliki tugas: a. menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan Badan Pelaksanaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan/atau lahan Nasional terhadap usaha pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan yang mencakup pencegahan, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara; b. menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan; c. menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan kebakaran hutan dan/atau lahan d. menyusun dan menetapkan prosedur tetap pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan. e. melaksanakan penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan di wilayahnya; f. melaporkan penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan kepada kepala daerah setiap 1 (satu) bulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat; g. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan h. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan Perundangundangan. 21

22 Pasal 48 Wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan meliputi: a. penetapan kebijakan penanggulangan kebakaran hutan dan/atau lahan pada wilayahnya selaras dengan kebijakan pembangunan daerah; b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan kebakaran hutan dan/atau lahan; c. pelaksanaan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan kebakaran hutan dengan provinsi dan/atau kabupaten/kota lain; d. pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya kebakaran hutan dan/atau lahan;dan e. Mengembangkan instrumen insentif dan disinsentif yang dapat mendorong pencegahan kebakaran hutan dan/atau lahan dari masyarakat, desa, dan penanggungjawab usaha/kegiatan Pasal 49 Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung jawab dan wewenang Pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 48 diatur dengan Peraturan Daerah. Bagian Kelima Koordinasi Pemerintahan Provinsi Pasal 50 Gubernur bertanggung jawab terhadap pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan dalam wilayah kewenangannya. Pasal 51 (1) Gubernur wajib melakukan koordinasi pengendalian kebakaran hutan dan/ atau lahan lintas kabupaten/kota. (2) Dalam melakukan koordinasi pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat meminta bantuan kepada Pemerintah Pusat. Pasal 52 (1) Dalam melakukan koordinasi pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal, Gubernur dapat membentuk atau menunjuk instansi yang berwenang di bidang pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan di daerahnya. 22

23 (2) Instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melakukan inventarisasi terhadap usaha dan atau kegiatan yang potensial menimbulkan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup, melakukan inventarisasi dan evaluasi dampak lingkungan hidup, penyusunan strategi, rencana, dan biaya pemulihan dampak lingkungan hidup sebagai upaya pengendalian kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan yang dampaknya lintas kabupaten/kota. Bagian Keenam Koordinasi Pemerintah Kabupaten/Kota Pasal 53 (1) Bupati/Walikota wajib melakukan koordinasi pengendalian kebakaran hutan dan/ atau lahan di wilayah kewenangannya. (2) Dalam melakukan koordinasi pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati/Walikota dapat meminta bantuan kepada Bupati/Walikota terdekat, Gubernur, dan Pemerintah Pusat. Pasal 54 (1) Dalam hal terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan, maka Bupati/Walikota wajib melakukan tindakan : a. penghentian kebakaran hutan dan/atau lahan; b. pemeriksaan kesehatan masyarakat di wilayahnya yang mengalami dampak kebakaran hutan dan/atau lahan melalui sarana pelayanan kesehatan yang telah ada; c. pengukuran dampak; dan d. pengumuman pada masyarakat tentang pengukuran dampak dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak mengurangi kewajiban setiap orang dan/atau setiap penanggung jawab usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 17. Pasal 55 Dalam melakukan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan, Bupati/Walikota dapat membentuk atau menunjuk instansi yang berwenang di bidang pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan di daerahnya. 23

24 BAB VII PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum Pasal 56 (1) Dalam rangka optimalisasi kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan, pemerintah wajib melakukan pemberdayaan masyarakat dan pelibatan peran serta masyarakat pada setiap jenjang pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan. (2) Pemberdayaan masyarakat dan pelibatan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip : a. penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi dan daya yang dimiliki masyarakat; b. memperkuat potensi dan daya yang dimiliki masyarakat; c. melindungi kepentingan masyarakat melalui keberpihakan kepada masyarakat guna mencegah persaingan yang tidak sehat; d. merupakan upaya penyadaran, penguatan kapasitas, dan pemberian akses kepada sumber daya; e. mendukung upaya pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan; f. Menghormati hak masyarakat untuk berpartisipasi, menyatakan pendapat, dan/atau memberikan persetujuan dalam pengambilan keputusan terkait perumusan kebijakan, pemberian izin, dan pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan. Pasal 57 Peran serta masyarakat dalam pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan dilakukan melalui: a. menumbuhkan kesadaran dalam masyarakat tentang pentingnya kelestarian hutan dan dampak negatif pembukaan hutan dan/atau lahan dengan cara membakar; b. memberikan informasi baik lisan maupun tulisan kepada pihak yang berwenang berkaitan dengan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan; c. membentuk jaringan dan gerakan pelestari lingkungan hidup; dan d. melakukan kegiatan lain yang bertujuan untuk pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan. 24

25 Pasal 58 (1) Dalam rangka pelaksanaan peran serta masyarakat gubernur/bupati/walikota wajib: a. memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kebakaran hutan dan/atau lahan serta dampaknya. b. melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat mengenai pembukaan lahan tanpa membakar. (2) Pemberian informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui media cetak, media elektronik, atau papan pengumuman yang meliputi : a. lokasi dan luasan kebakaran hutan dan/ atau lahan; b. hasil pengukuran dampak; c. bahaya terhadap kesehatan masyarakat dan ekosistem; d. dampaknya terhadap kehidupan masyarakat; dan e. langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi dampak yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/ atau lahan. Pasal 59 Dalam hal dampak kebakaran hutan dan/atau lahan melampaui lintas batas provinsi dan/atau lintas batas negara, koordinasi pemberian informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal dilakukan oleh Badan Pemerintah yang bertanggung jawab. Pasal 60 (1) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi dalam rangka ikut serta melakukan upaya pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan yang meliputi : a. peta daerah rawan kebakaran hutan dan/atau lahan; b. peta peringkat bahaya kebakaran hutan dan/atau lahan; c. dokumen perizinan pengusahaan hutan dan/atau lahan; d. dokumen AMDAL; e. rencana penyiapan/pembukaan hutan dan/atau lahan; f. hasil penginderaan jauh dari satelit; dan/atau g. laporan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan oleh gubernur/bupati/walikota. 25

26 Pasal 61 Organisasi atau lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kehutanan, perkebunan, dan/atau lingkungan hidup dapat melakukan pendampingan, pelayanan, dan dukungan kepada masyarakat. Pasal 62 (1) Pemerintah memberikan penghargaan kepada masyarakat dan penanggungjawab usaha yang telah berperan serta dalam pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan. (2) Bentuk dan tata cara pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Bagian Kedua Penyuluhan Pasal 63 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan penyuluhan dalam rangka pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan. (2) Dalam memberikan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan unsur masyarakat. (3) Pelaksanaan penyuluhan dilakukan berdasarkan peraturan perundangundangan. Bagian Ketiga Pembatasan terhadap pengecualian larangan membakar hutan dan/atau lahan Pasal 64 (1) Masyarakat yang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar wajib melakukan hal-hal sebagai berikut : a. melaksanakan pengendalian kebakaran didalam areal lahannya termasuk menjaga pengendalian api keluar dengan bebas dari areal lahan sehingga dapat membakar hutan dan kebun yang ada disekitarnya; b. menyediakan sarana pemadam kebakaran dalam jumlah yang memadai sesuai dengan luas dan keadaan areal lahannya; c. segera melaporkan kejadian pembakaran lahan yang menjalar ke hutan. 26

27 (2) Pembukaan lahan dengan cara membakar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB VIII KERJASAMA INTERNASIONAL Pasal 65 (1) Pemerintah dapat melakukan kerjasama internasional dengan negara lain dalam rangka pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan. (2) Kerjasama internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk : a. kerjasama bilateral; b. kerjasama regional; atau c. kerjasama multilateral. Pasal 66 (1) Kerjasama internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dapat dilakukan berdasarkan suatu perjanjian. (2) Dalam hal belum ada perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka kerjasama dapat dilakukan atas dasar hubungan baik berdasarkan prinsip hubungan timbal balik (resiprositas). Pasal 67 (1) Kerjasama internasional dalam rangka pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan dapat dilakukan dalam hal : a. pelaksanaan konservasi; b. pelaksanaan pengelolaan hutan yang berkelanjutan; c. peningkatan forest carbon stock; dan d. pemberdayaan masyarakat. (2) Kerjasama internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk mengurangi kerusakan hutan akibat kebakaran dan untuk menjaga kelestarian hutan. Pasal 68 (1) Dalam melakukan kerjasama internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Menteri dapat bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Republik Indonesia melakukan kerjasama internasional dengan negara lain, organisasi internasional, dan/atau lembaga keuangan asing, khususnya menyangkut penanganan kebakaran hutan dan/atau lahan. 27

28 (2) Kerjasama internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan konvensi serta kebiasaan internasional yang berlaku secara umum BAB IX PENGAWASAN DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Kesatu Pengawasan Pasal 69 (1) Bupati/Walikota melakukan pengawasan atas pengendalian kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan di daerahnya. (2) Gubernur melakukan pengawasan atas pengendalian kerusakan dan/atau atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan yang berdampak atau yang diperkirakan dapat berdampak lintas kabupaten/kota. (3) Menteri dan/atau Kepala Instansi yang bertanggung jawab, melakukan pengawasan atas pengendalian kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan yang berdampak atau yang diperkirakan dapat berdampak lintas provinsi dan/atau lintas batas negara. Bagian Kedua Sanksi Administratif Pasal 70 (1) Setiap Pemegang Izin Pemanfaatan, pengelolaan dan penanggung jawab usaha yang usahanya menimbulkan kebakaran hutan dan/atau lahan, selain dikenakan sanksi pidana, perdata, dikenakan pula sanksi administrasi berupa : a. Paksaan pemerintah b. Pembayaran uang paksa c. Denda administratif d. pembekuan izin lingkungan dan/atau izin usaha; e. pencabutan izin lingkungan dan/atau izin usaha; f. pencabutan status badan hukum;dan g. pelarangan kepada pengurus untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama. 28

29 (2) Penjatuhan sanksi dilakukan secara berjenjang dan meningkat, sesuai dengan berulang dan meningkatnya pelanggaran beserta akibat pelanggaran. (3) Ketentuan mengenai jenjang, prosedur, nominal, dan jangka waktu sanksi administratif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Pasal 71 Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang izinnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah jika Menteri menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 72 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana. Pasal 73 Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf d dan huruf e dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan sanksi paksaan pemerintah. Pasal 74 (1) Sanksi Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a berupa: a. penghentian sementara kegiatan produksi; b. pemindahan sarana produksi; c. penutupan lokasi usaha dan/atau kegiatan; d. pembongkaran; e. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran; f. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau g. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup. (2) Pengenaan sanksi paksaan pemerintah dijatuhkan setelah sebelumnya diberikan teguran tertulis paling banyak 1 (satu) kali. (3) Pengenaan sanksi paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan: 29

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN Menimbang : PRESIDEN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 22, Pasal 23, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan Instruksi Presiden

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa Lingkungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI ESA HILANG DUA TERBILANG PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI PERATURAN DAERAH KOTA TEBING TINGGI NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA TEBING TINGGI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALANGAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN TUBAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN TUBAN PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN TUBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang

Lebih terperinci

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN UMUM

Lebih terperinci

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa kondisi geografis

Lebih terperinci

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN UMUM

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa sumber daya hutan dan lahan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2012 009 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa air

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN ATAU HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN ATAU HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN ATAU HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembentukan,

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BKPBD) KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV TATA LAKSANA PENGENDALIAN Bagian Pertama Umum Pasal 11 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan pembakaran hutan dan atau lahan.

BAB IV TATA LAKSANA PENGENDALIAN Bagian Pertama Umum Pasal 11 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan pembakaran hutan dan atau lahan. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi merupakan daerah yang

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.9/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2018 TENTANG KRITERIA TEKNIS STATUS KESIAGAAN DAN DARURAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN TUGAS BANTUAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENANGGULANGI BENCANA ALAM, PENGUNGSIAN DAN BANTUAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

PERATURAN WALIKOTA TEGAL WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL,

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA GUBERNUR ACEH,

QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA GUBERNUR ACEH, QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Memorandum of Understanding

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2017 KEMEN-LHK. Pengelolaan Pengaduan Dugaan Pencemaran. Perusakan Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Hutan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN 1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 09 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL NOMOR 1 TAHUN22014 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL NOMOR 1 TAHUN22014 TENTANG SALINAN WALIKOTA TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL NOMOR 1 TAHUN22014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN/ATAU LAHAN MENTERI

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang:

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa beberapa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN 392 LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 393 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU, Menimbang : a. bahwa kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang : Mengingat PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG 1 GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa guna menciptakan kesinambungan dan keserasian lingkungan

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG 1 2015 No.14,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Peran serta, Lembaga Usaha, penyelenggaraan, penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 195 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI,

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.209, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Ekosistem gambut. Perlindungan. Pengelolaan.(Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci